ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PERILAKU KEKERASAN
Oleh : DYA SUSTRAMI, S.Kep.,Ns ANTONIUS CATUR SUKMONO, S.Kep.,Ns
SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN HANG TUAH SURABAYA 2008
PENDAHULUAN
Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa ke rumah sakit jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan “pengawalan” oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi. Perilaku kekerasan seperti memukul anggota keluarga/ orang lain, merusak alat rumah tangga dan marah-marah merupakan alasan utama yang paling banyak dikemukakan oleh keluarga. Penanganan yang dilakukan oleh keluarga belum memadai sehingga selama perawatan klien seyogyanya sekeluarga mendapat pemdidikan kesehatan tentang cara merawat klien (manajemen perilaku kekerasan). Asuhan keperawatan yang diberikan di rumah sakit jiwa terhadap perilaku kekerasan perlu ditingkatkan serta dengan perawatan intensif di rumah sakit umum. Asuhan keperawatan perilaku kekerasan (MPK) yaitu asuhan keperawatan yang bertujuan melatih klien mengontrol perilaku kekerasannya dan pendidikan kesehatan tentang MPK pada keluarga. Seluruh asuhan keperawatan ini dapat dituangkan menjadi pendekatan proses keperawatan.
PENGERTIAN Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan/ kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart dan Sundeen, 1996). Perasaan marah normal bagi tiap individu, namun perilaku yang dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat berfluktuasi sepanjang rentang adaptif dan maladaptif (Gambar 1). Respons Adaptif
Asertif
Respons Maladap
Frustasi
Pasif
Agresif
Kekerasan
Gambar 1. Rentang Respon Marah
Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan melarikan diri atau respon melawan dan menantang. Respon melawan dan menantang
merupakan
respon
yang
maladaptif,
yaitu
agresif-kekerasan
perilaku
yang
menampakkan mulai dari yang rendah sampai yang tinggi, yaitu: Asertif : mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan merasa lega. Frustasi : Merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan yang tidak realistis. Pasif : Diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan yang sedang dialami. Agresif: memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang lain dengan ancaman, memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai. Umumnya klien masih dapat mengontrol perilaku untuk tidak melukai orang lain. Kekerasan: sering juga disebut gaduh-gaduh atau amuk. Perilaku kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain secara menakutkan, memberi kata-kata ancamanancaman, melukai disertai melukai pada tingkat ringan, dan yang paling berat adalah melukai/ merusak secara serius. Klien tidak mampu mengendalikan diri. FAKTOR PREDISPOSISI Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan factor predisposisi, artinya mungkin terjadi/ mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu: 1. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi penganiayaan. 2. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua sapek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan. 3. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan yang diterima (permissive). 4. Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan. FAKTOR PRESPITASI Faktor prespitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain.
Kondisi
klien
seperti
ke lemahan
fisik
(penyakit
fisik),
keputusan,
ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku
kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/ pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflikdapat pula memicu perilaku kekerasan.
TANDA DAN GEJALA Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien ke rumah sakit adalah perilaku kekerasan di rumah. Kemudian perawat dapat melakukan pengkajian dengan cara: Observasi: Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat. Sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas makanan, memukul jika tidak senang. Wawancara: diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda marah yang dirasakan klien.
MASALAH KEPERAWATAN 1. Perilaku kekerasan 2. Resiko mencederai 3. Gangguan harga diri: harga diri rendah
POHON MASALAH Resiko mencederai Orang lain/ lingkungan
Perilaku Kekerasan (CP)
Gangguan harga diri: harga diri rendah
DIAGNOSA
1. Resiko mencederai orang lain berhubungan dengan kekerasan 2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah
RENCANA KEGIATAN KEPERAWATAN
Rencana tindakan keperawatan dibagi dua, yaitu: 1. Rencana tindakan keperawatan pada keluarga klien: a. Pertemuan ke 1
Kontrak dengan keluarga
Identifikasi masalah keluarga
Informasi tentang perilaku kekerasan
Informasi tentang cara merawat klien perilaku kekerasan
b. Pertemuan ke 2 dan 3
Penerapan cara merawat klien selama dirawat di rumah sakit
c. Pertemuan ke 4
Perencanaan pulang, tentang cara merawat klien di rumah
Cara mengevaluasi perilaku kekerasan di rumah
Cara mengevaluasi jadwal kegiatan di rumah
PEDOMAN MANAJEMEN KRISIS SAAT TERJADI PERILAKU KEKERASAN
1. Tim Krisis Perilaku Kekerasan Tim krisis perilaku kekerasan terdiri dari ketua tim krisis yang berperan sebagai pemimpin (“leader”) dan anggota tim minimal 2 (dua)orang. Ketua tim adalah perawat yang berperan sebagai kepala ruangan, penanggung jawab “shif” , perawat primer, ketua tim atau staf perawat, yang penting ditetapkan sebelum melakukan tindakan. Anggota tim krisis dapat staf perawat, dokter atau konselor yang telah terlatih menangani krisis. Aktifitas yang dilakukan oleh tim krisis adalah sebagai berikut (Stuart & Laraia, 1998): o Aktivitas ketua tim krisis o Susun anggota tim krisis o Beritahu petugas keamanan jika perlu o Pindahkan klien lain dari area penanganan o Ambil alat pengikat (jika pengekangan akan dilakukan) o Uraikan perencanaan penanganan pada tim o Tunjukkan anggota tim untuk mengamankan anggota gerak klien o Jelaskan tindakan pada klien dan berusaha membuat klien kooperatif o Ikat klien dengan petunjuk ketua tim o Berikan obat sesuai program terapi dokter o Pertahankan sikap yang tenang dan konsisten terhadap klien o Evaluasi tindakan yang telah dilakukan bersama anggota tim o Jelaskan kejadian pada klien dan staf jika diperlukan o Integrasikan klien kembali pada lingkungan secara bertahap
2. Pembatasan Gerak Pembatasan gerak adalah memisahkan klien di tempat yang aman dengan tujuan melindungi klien, klien lain dan staf dari kemungkinan bahaya. Istilah yang biasa digunakan dirumah sakit jiwa untuk tempat pembatasan gerak adalah kamar isolasi. Klien dibatasi pergerakannya karena dapat mencederai orang lain atau dicederai orang lain, membutuhkan interaksi dengan orang lain dan memerlukan pengurangan stimulus dari lingkungan (Stuart dan Laraia, 1998). Langkah-langkah pelaksanaan pembatasan gerak adalah sebagai berikut:
o Tunjuk ketua tim krisis o Jelaskan tujuan, prosedur dan lama tindakan pada klien dan staf lain. o Jelaskan kepada klien dan staf lain tentang perilaku yang diperlukan untuk mengakhiri tindakan. o Buat perjanjian dengan klien untuk mempertahankan mengontrol perilakunya o Bantu klien menggunakan metoda kontrol diri yang diperlukan. o Bantu klien memenuhi kebutuhan nutrisi, eliminasi, hidrasi, kebersihan diri, dan kebersihan kamar. o Lakukan supervisi secara periodik untuk membantu dan memberikan tindakan keperawatan yang diperlukan. o Libatkan klien dalam memutuskan pemindahan klien secara bertahap o Dokumentasikan alasan pembatasan gerak, tindakan yang dilakukan, respon klien dan alasan penghentian pembatasan gerak.
3. Pengekangan/ pengikatan fisik Pengekangan dilakukanjika perilaku klien berbahaya, melukai diri sendiri atau orang lain (Rawhins, dkk, 1993) atau strategi tindakan yang lain tidak bermanfaat. Pengekangan adalah pembatasan gerak klien dengan mengikat tungkai klien (Stuart dan Laraia, 1998). Tindakan pengekangan masih umum digunakan perawat disertai dengan penggunaan obat psikotropik (Duxbury, 1999).
Langkah-langkah pelaksanaan pengekangan (Start dan Laraia, 1998): o Beri suasana yang menghargai dengan supervisi yang adekuat, karena harga diri klien yang berkurang karena pengekangan. o Siapkan junlah staf yang cukup dengan alat pengekang yang aman dan nyaman. o Tunjuk satu orang perawat sebagai ketua tim. o Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya pada klien dan staf agar dimengerti dan bukan hukuman. o Jelaskan perilaku yang mengindikasikan pengelepasan pada klien dan staf. o Jangan mengikat pada pinggir tempat tidur. Ikat dengan posisi anatomis. Ikatan tidak terjangkau klien. o Lakukan supervisi yang adekuat dengan tindakan terapeutik dan pemberian rasa nyaman.
o Beri aktivitas seperti televisi, bacakan buku pada klien untuk memfasilitasi kerjasama klien pada tindakan. o Perawatan pada daerah pengikatan:
pantau kondisi kulit yang diikat: warna, temperatur, sensasi.
lakukukan latihan gerak pada tungkai yang diikat secara bergantian setiap 2 (dua) jam.
lakukan perubahan posisi tidur.
periksa tanda-tanda vital tiap 2 (dua) jam.
o Bantu pemenuhan kebutuhan nutrisi, eliminasi, hidrasi, dan kebersihan diri. o Libatkan dan latih klien untuk mengontrol perilaku sebelum ikatan dibuka secara bertahap. o Kurangi pengekangan secara bertahap, misalnya setelah ikatan dibuka satu persatu secara bertahap, kemudian dilanjutkan dengan pembatasan gerak kemudian kembali ke lingkungan semula. o Dokumentasikan seluruh tindakan yang dilakukan beserta respon klien.
PEDOMAN PROSES KEPERAWATAN UNTUK DX. KEPERAWATAN RESIKO MENCEDERAI DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU KEKERASAN Nama Klien:
RENCANA KEPERAWATAN
Dx. Medis :
Ruang:
No. CM. :
TGL.
NO. DX.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1
2
3 Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan.
PERENCANAAN TUJUAN KRITERIA EVALUASI 4
5
TUM: Klien tidak mencederai dengan melakukan manajemen perilaku kekerasan. TUK 1: 1.1 Klien mau membalas salam Klien dapat membina hubungan 1.2 Klien mau menjabat tangan saling percaya. 1.3 Klien mau menyebutkan nama 1.4 Klien mau tersenyum 1.5 KLien mau kontak mata 1.6 KLien mau mengetahui nama perawat. TUK 2: Klien mengungkapkan Klien dapat perasaannya mengidentifikasikan penyebab Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan. penyebab perasaan jengkel/ kesal (dari diri sendiri, dari lingkungan/ orang lain). TUK 3: Klien dapat mengindentifikasikan tandatanda perilaku kekerasan
INTERVENSI
3.1 Klien dapat mengungkapkan perasaan saat marah/ jengkel 3.2 Klien dapat menyimpulkan tanda-tanda jengkel/ kesal yang dialami
6
1.1.1 1.1.2 1.1.3 1.1.4 1.1.5 1.1.6
Beri salam/ panggil nama Sebutkan nama perawat sambil jabat tangan Jelaskan maksud hubungan interaksi Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat Beri rasa aman dan sikap empati Lakukan kontak singkat tapi sering
Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya 2.2.1 Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel/ kesal
3.1.1 Anjurkan klien untuk mengungkapkan yang dialami dan rasakan saat jengkel/ kesal 3.1.2 Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien 3.2.1 Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/ kesal yang dialami klien
TUK 4: Klien dapat mengindentifikasi perilku kekerasan yang biasa dilakukan.
Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan Klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan Klien dapat dilakukan cara yang biasa dapat menyelesaikan masalah atau tidak. TUK 5: 5.1 Klien dapat menjelaskan akibat Klien dapat mengidentifikasi dari cara yang digunakan klien akibat perilaku kekerasan
4.1.1 Anjurkan klien untuk men gungkapkan perilsku kekerasan yang biasa dilakukan klein 4.2.1 Bantu klien bermain peran sesu ai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan 4.3.1 Bicarakan dengan klien, apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai
5.1.1 Bicarakan akibat/ kerug ian dari cara yang dilakukan klien 5.1.2 Bersama klien menyimpu lkan akibat dari cara yang digunakan oleh klien 5.1.3 Tanyaka n pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat?” TUK 6: 6.1 Klien dapat melakukan cara 6.1.1 Tanyakan pada klien “apakah ia ingin Klien dapat medefisinisikan berespon terhadap kemarahan mempelajari cara baru yang sehat?” cara konatruktif dalam berespon secara konstruktif 6.1.2 Berikan pujian jika klien mengetahui cara lain terhadap kemarahan yang sehat 6.1.3 Diskusikan dengn klien cara lain yang sehat: a. Secara fisik: tarik napas dala m, jika sedang kesal/ memukul bantal/ kasur atau olah raga atau pekerjaan yang memerlukan tenaga b. Secara verbal: katakan bahwa a nda sedang kesal/ tersinggung/ jengkel (saya kesal anda berkata seperti itu , saya marah karena mama tidak memenu hi keinginan saya) c. Secara sosial: lakukan dalam kelompok cara-cara yang sehat, latihan asertif. Latihan manajemen perilaku kekerasan d. Secara spiritual: anjurkan kli en sembahyang, berdoa/ ibadah lai n,
meminta pada Tuhan, untuk dibe ri kesabaran, mengadu pada Tuhan tentang kekerasan/ kejengkelan. TUK 7: 7.1 Kien dapat mendemonstrasikan Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku cara mengontrol perilaku kekerasan kekerasan Fisik: tarik napas dalam, olah raga, pukul kasur dan bantal. Verbal: mengatakan secara langsung dengan tidak menyakiti Spiritual: sembahyang, berdoa atau ibadah klien
7.1.1. 7.1.2. Bantu klien mengidentifikasi m anfaat cara yang telah diplih 7.1.3. Bantu klien menstimulasikan tersebut (role play) 7.1.4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara tersebut 7.1.5. Anjurkan klien untuk menggunak an cara yang telah dipelajari saat jengkel atau marah 7.1.6. Susun jadual melakukan cara ya ng telah dipelajari
TUK 8: 8.1 Klien dapat menyebutkan obat- 8.1.1 Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien Klien dapat menggunakan obat obat yang diminum dan 8.1.2 Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian dengan benar (sesuai program kegunaannya (jenis, waktu, berhenti minum obat tanpa seizing dokter pengobatan) dosis, dan efek) 8.1.3 Jelaskan prinsip benar minum obat (baca nama yang tertera pada botol o bat, dosis obat, waktu dan cara minum) 8.1.4 Jelaskan manfaat minum obat dan efek obta yang perlu diperhatikan 8.2.1 Anjurkan klien minta ob at dan minum obat tepat waktu 8.2 Klien dapat minum obat sesuai 8.2.2 Anjurkan klien melapork an pada dengan program pengelolaan perawat/dokter jika merasakan efek yang tidak menyenangkan 8.2.3 Beri pujian jika klien minum obatdengan benar
TUK 9: 9.1 Keluarga klien dapat: 9.1.1 Identifikasikan kemampuan keluarga dalam Klien mendapat dukungan merawat klien dari sikap apa y ang telah Menyebutkan cara merawat keluarga mengontrol perilaku dilakukan keluarga terhadap klien selama ini klien yang berperilaku kekerasan 9.1.2 Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat kekerasan klien Mengungkapkan rasa puar 9.1.3 Jelaskan cara-cara merawat klien: dalam merawat klien Terkait dengan cara mengontrol perilaku marah secara konstuktif Sikap tenang, bicara tenang dan jelas Membantu klien mengenal penyeb ab marah 9.1.4 Bantu keluarga mendemo nstrasikan cara merawat klien 9.1.5 Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi TUK 10: 10.1 Bicara tenang, gerakan t idak terburu-buru, Klien mendapat perlindungan nada suara rendah, tunjukkan kepedulian dari lingkungan untuk 10.2 Lindungi agar klien tida k mencederai orang mengontrol perilaku kekerasan lain dan lingkungan 10.3 Jika tidak dapat diatasi, lakukan: Pembatasan gerak atau pengekan gan (lihat prosedur)
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
Masalah: Perilaku kekerasan
Pertemuan: Ke 1 (satu)
A. Proses Keperawatan 1. Kondisi : Klien datang ke rumah sakit diantar keluarga karena di rumah marahmarah dan memecahkan piring dan gelas. 2. Diagnosa : Resiko merusak lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan. 3. TUK
: 1. Membina hubungan saling percaya 2. Mengidentifikasi penyebab marah
B. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (SP) 1. Orientasi a. Salam terapeutik Selamat pagi, nama saya Budi Anna. Panggil saya suster Budi. Namanya siapa, senang dipanggil apa? Saya akan merawat Ali. b. Evaluasi/ validasi Ada apa di rumah sampai dibawa kemari? c. Kontrak
Topik
: Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang hal-hal yang menyebabkan Ali marah
Tempat
: Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di kamar perawat?
Waktu
:
Mau berapa lama? Bagaimana kalau 10 menit
2. Kerja
Apa yang membuat Ali membanting piring dan gelas?
Apakah ada yang membuat Ali kesal?
Apakah sebelumnya Ali pernah marah?
Apa penyebabnya? Sama dengan yang sekarang?
Baiklah, jadi ada ……. (misalnya 3) penyebab Ali marah-marah.
3. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif Bagaimana perasaan Ali setelah kita bercakap-cakap? b. Evaluasi Obyektif Coba sebutkan 3 penyebab Ali marah. Bagus sekali. c. Rencana Tindak Lanjut Baiklah, waktu kita sudah habis. Nanti coba Ali ingat lagi, penyebab Ali marah yang belum kita bicarakan. d. Kontrak Topik: Nanti akan kita bicarakan perasaan Ali pada saat marah dan cara marah yang biasa Ali lakukan. Tempat: Mau dimana kita bicara? Bagaimana kalau kita disini? Waktu: Kira-kira 30 menit lagi ya. Sampai nanti.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP) Masalah: Perilaku kekerasan Pertemuan: Ke 2 (dua)
A. Proses Keperawatan 1. Kondisi : Klien dapat menyebabkan penyebab marah. 2. Diagnosa : Resiko merusak lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan. 3. TUK
: 3. Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan 4. Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan 5. Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan klien
B. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (SP) 1. Orientasi a. Salam terapeutik Selamat siang Ali. b. Evaluasi/ validasi Bagaimana perasaan Ali saat ini? Apakah masih ada penyebab kemarahan Ali yang lain? c. Kontrak Topik : Baiklah kita akan membicarakan perasaan Ali saat sedang marah Tempat : Mau di mana? Bagaimana kalau dikamar perawat? Waktu : Mau berapa lama? Bagaimana kalau 15 menit saja?
2. Kerja Ali pada saat dimarahi Ibu (salah satu penyebab marah), apa yang Ali rasakan? Apakah ada perasaan kesal, tegang, mengepalkan tangan, mondar-mandir? Lalu apa biasanya yang Ali lakukan? Apakah sampai memukul? Atau marah-marah? Ali, coba dipraktekkan cara marah Ali pada suster Budi. Anggap suster budi adalah Ibu yang membuat Ali jengkel. Wah bagus sekali. Nah, bagaimana perasaan Ali setelah memukul meja? Apakah masalahnya selesai? Apa akibat perilaku Ali? Betul, tangan jadi sakit, meja bisa rusak, masalah tidak selesai dan akhirnya dibawa ke rumah sakit Bagaimana Ali, maukah belajar cara mengungkapkan marah yang benar dan sehat? Baiklah, waktu kita sudah habis. 3. Terminasi a. Evaluasi Subyektif Bagaimana perasaan Ali setelah kita bercakap-cakap? b. Evaluasi Obyektif Apa saja yang kita bicarakan? Benar, perasaan marah. Apa saja tadi? Ya betul, lagi, lagi, oke. Lalu cara marh yang lama, apa saja tadi? Ya betul, lagi, oke. Dan akibat marah apa saja? Ya betul, sampai dibawa ke rumah sakit. c. Rencana Tindak Lanjut Baiklah, sudah banyak yang kita bicarakan. Nanti coba diingat-ingat lagi perasaan Ali sewaktu marah, dan cara Ali marah serta akibat yang terjadi. Kalau di runah sakit ada yang membuat Ali marah, langsung beritahu suster. d. Kontrak Waktu: Besok kita bertemu lagi jam 09.00, bagaimana cocok?
Tempat: Bagaimana kalau disini lagi? Topik: Besok kita mulai latihan cara marah yang baik dan sehat. Sampai besok.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP) Masalah: Perilaku kekerasan Pertemuan: Ke 3 (tiga)
A. Proses Keperawatan 1. Kondisi
: Klien dapat menyebutkan tanda dan gejala marah, cara marah yang biasa dilakukan serta akibat yang terjadi.
2. Diagnosa : Resiko merusak lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan. 3. TUK
: 6. Memilih satu cara marah yang konstruktif 7. Mendemonstrasikan satu cara marah yang konstruktif
B. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (SP) 1. Orientasi Salam terapeutik Selamat pagi Ali. Evaluasi/ validasi Bagaimana perasaan Ali saaty ini? Wah bagus.
Apakah ada yang membuat Ali marah sore dan malam kemarin? Bagaimana dengan perasaan, cara marah, dan akibat marahnya Ali, masih ada tambahan (jika perlu ulang satu-satu). 2. Kontrak Topik
: Ali masih ingat apa yang akan kita latih sekarang? Betul kita akan
latihan cara marah yang sehat. Tempat : Mau dimana kita bercakap-cakap? Baik disini saja seperti biasa Waktu
: Mau berapa lama? 15 menit ya Ali.
3. Kerja Ali ada beberapa cara marah yang sehat, hari ini kita pelajari 1 cara Nah, Ali boleh pilih mau latihan nafas dalam atau pukul kasur dan bantal? Baiklah, kita latihan nafas dalam Jadi, kalau Ali kesal dan perasaan sudah mulai tidak enak segera nafas dalam agar cara marah yang lama tidak terjadi. Caranya seperti ini, kita bisa berdiri atau duduk tegak. Lalu tarik napas dari hidung dan keluarkan dari mulut. Coba ikuti suster, tarik dari hidung. Ya bagus, tahan sebentar, dan tiup dari mulut. Oke, ulang sampai 5 kali. 4. Terminasi a. Evaluasi Subyektif Bagaimana perasaan Ali setelah latihan, ada perasaan plong atau lega? b. Evaluasi Obyektif Coba apa yang sudah kita pelajari? Bagus, berapa kali tarik napas dalam? Ya benar, 5 kali. c. Rencana Tindak Lanjut Nah, berapa kali sehari Ali mau latihan? Bagaimana kalau 3 kali? Mau kapan saja? Bagaimana kalau pagi bangun tidur, lalu siang sebelum makan dan malam sebelum tidur Juga lakukan kalau ada yang membuat kesal
Bagimana kalau kita buat jadwal kegiatannya? Baik, nanti kalau sudah dijalankan di cek list. Nah, ini caranya. d. Kontrak Topik: Nah, waktu kita sudah habis, nanti siang kita belajar cara lain. Waktu: Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11.00 Tempat: Mau dimana? Disini lagi? Baik, sampai nanti.
DAFTAR BACAAN Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. (1995). Principles and practice of psychiatric nursing. (5th ed). St louis: Mosby Year Book. Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. (1995). Principles and practice of psychiatric nursing. (6th ed). St louis: Mosby Year Book. Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. (1995). Principles and practice of psychiatric nursing. (7th ed). St louis: Mosby Year Book. Townsend, M.C. (1998). Diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri : pedoman untuk pembuatan rencana keperawatan. Jakarta : EGC (terjemahan).