Trikonomika
Volume 11, No. 2, Desember 2012, Hal. 137–147 ISSN 1411-514X
Restrukturisasi Kapital Dalam Rangka Optimalisasi Industri Tekstil dan Produk Tekstil di Pusat Ekonomi Bandung Abdul Maqin, Horas Djulius Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi, Universitas Pasundan E-Mail:
[email protected],
[email protected] Rizki Wahyuniardi Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Pasundan E-Mail:
[email protected]
ABSTRACT The symptoms of deindustrialization in recent years has made government of Indonesia to plan undertaking concrete steps to address it. In the context of MP3EI for Java corridor, one of the main economic activities in Central for Economic Bandung, is the textile industry.Framework set out in this study explained that the textile industry was thought to have a good resistance in the provision of inputs and the output market. Based on the urgency, the research focused on several factors i.e the productivity of capital, government policy on textile sector and businesses accessibility to sources of financing in an effort to restructure the textile machinery. The method used was qualitative research and conducted in two phases, accordance with the purposes of this study. The first phase was to identify and map the current conditions of the productivity of capital in the textile industry, especially businesses that were included in a small scale. The second phase was undertake efforts to expand opportunities for the businesses included in the restructuring program. One of the study’s findings revealed that most SMEs have limitations in revitalizing the textile machine. This occured because their business were considered not bankable. Keywords: MP3EI, revitalization of textile machinery, capital restructuring, textile industry.
ABSTRAK Gejala deindustrialisasi di Indonesia beberapa tahun belakangan membuat pemerintah merencanakan langkahlangkah kongkrit untuk mengatasinya. Dalam konteks MP3EI untuk koridor Jawa, salah satu kegiatan ekonomi utama yang ada di Pusat Ekonomi Bandung adalah industri tekstil. Kerangka berpikir yang disusun dalam penelitian ini menjelaskan bahwa industri TPT diduga memiliki hambatan baik dalam penyediaan input maupun dalam memasarkan outputnya. Berdasarkan urgensinya maka penelitian ini akan lebih fokus pada beberapa faktor yakni produktivitas kapital, kebijakan industri serta aksesibilitas industri kepada sumber pembiayaan dalam upaya merestrukturisasi mesin tekstilnya. Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif dan dilakukan dalam 2 tahap sesuai dengan tujuan penelitian ini. Tahap pertama adalah mengidentifikasi dan memetakan kondisi terkini dari produktivitas kapital di industri TPT terutama perusahaan yang termasuk dalam skala kecil. Tahap kedua adalah melakukan upaya perluasan kesempatan pelaku usaha untuk disertakan dalam program restrukturisasi permesinan. Salah satu temuan penelitian mengungkapkan bahwa sebagian besar IKM TPT memiliki keterbatasan dalam merevitalisasi mesinnya. Hal ini terjadi karena usaha mereka tergolong tidak bankable sehingga aksesibilitasnya terhadap sumber pendanaan rendah�. Kata Kunci: ������������������������������������������������������������������������������������������������������� MP3EI, revitalisasi permesinan tekstil, restrukturisasi kapital, industri TPT, industri kecil menengah�. 137
PENDAHULUAN
Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) merupakan langkah awal untuk mendorong Indonesia menjadi negara maju dan termasuk dalam 10 (sepuluh) negara besar di dunia pada tahun 2025 melalui pertumbuhan ekonomi tinggi yang inklusif, berkeadilan dan berkelanjutan. Untuk mencapai hal tersebut ditargetkan pertumbuhan ekonomi riil rata-rata sekitar 7-9 persen per tahun secara berkelanjutan. Salah satu koridor yang dikembangkan dalam MP3EI tersebut adalah Koridor Ekonomi Jawa yang mempunyai tema “Pendorong Industri dan Jasa Nasional”. Secara umum, Koridor Ekonomi Jawa memiliki kondisi yang lebih baik di bidang ekonomi dan sosial, sehingga berpotensi untuk berkembang dalam rantai nilai dari ekonomi berbasis manufaktur ke jasa. Salah satu sub sektor yang dominan menyerap tenaga kerja di koridor ekonomi Jawa khususnya Pusat Ekonomi Bandung adalah Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). Industri tekstil adalah salah satu penyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia (lebih dari 1,3 juta orang secara langsung). Dari jumlah tenaga kerja tersebut, lebih dari setengah (600 ribu orang) bekerja di industri tekstil garmen yang juga merupakan industri padat karya. Di sisi lain, industri tekstil hulu (serat menjadi kain) adalah jenis industri yang padat modal dan full technology. Industri tekstil juga merupakan salah satu sumber devisa yang cukup penting. Pada periode 1998–2002 Industri TPT mengalami masa yang paling sulit, karena terjadinya krisis ekonomi. Pada periode ini, dapat dikatakan sebagai periode bertahan yang dilanjutkan dengan periode 2003–2006 ketika banyak pengusaha memerlukan upaya revitalisasi permesinan. Beberapa kendala yang dihadapi selain itu adalah sulitnya mencari sumber-sumber pembiayaan serta iklim usaha yang tidak kondusif. Fase selanjutnya bermula sejak tahun 2007 yaitu ketika pemerintah sadar akan berbagai permasalahan yang dihadapi Industri TPT sehingga dimulailah restrukturisasi permesinan industri TPT di Indonesia. Pada pertengahan tahun 2007, industri tekstil dan garment Indonesia mulai merstrukturisasi dan mengganti mesin-mesin dan peralatan tua. Pemerintah
138
Trikonomika
Vol. 11, No. 2, Desember 2012
mengocorkan dana sebesar US$27 untuk mensubsidi program modernisasi industri tekstil (Negara, S. D., 2010). Pemerintah mulai memberlakukan beberapa insentif dalam rangka mendorong pengusaha tekstil dan garmen agar mau memperbaharui mesin-mesin produksinya (Kalidasan, 2009) Restrukturisasi permesinan yang dilaksanakan oleh Kementerian Perindustrian juga telah mencakup wilayah Bandung Raya. Hanya saja dari data faktual yang ada jumlah pelaku yang menerimanya semakin kecil dalam kurun waktu 3 tahun terakhir (Ditjen IKM Wil II, 2011). Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan karena disisi lain diyakini bahwa program ini dibutuhkan oleh terutama oleh para pengusaha yang berskala kecil. Restrukturisasi permesinan pada dasarnya berkenaan dengan dukungan teknologi terhadap industri berskala kecil. Dalam kurun waktu 1970-an hingga 2000-an pengalaman praktis dari berbagai negara mengenai hal ini telah banyak dituangkan dalam artikel ilmiah. Romijn (2001) melakukan penelitian terhadap artikel-artikel yang termuat dalam berbagai jurnal dan merangkumnya dalam satu pemahaman tentang dukungan teknologi terhadap industri berskala kecil. Menurutnya, pada tahun-tahun awal proyek bantuan (dukungan teknologi) itu dilakukan banyak ditemukan kegagalan karena kurangnya pemahaman terhadap dukungan teknologi baik secara konseptual maupun dalam implementasinya. Dalam beberapa tahun belakangan program dukungan teknologi seperti ini memberikan dampak positif terhadap perkembangan industri manufaktur berskala kecil di negara berkembang dengan memperhatikan fitur yang berhubungan dengan keberhasilan itu. Keempat fitur tersebut berkenaan dengan industri manufaktur berskala kecil yang maju adalah mereka yang: (i) mengembangkan kemampuan internalnya untuk secara efektif berasimilasi, meng gunakan dan beradaptasi dengan teknologi dan proses pembuatan produk, (ii) berproduksi dan ber kembang berdasarkan permintaan pelanggannya (demand driven), (iii) menjadi target bantuan (atau pendampingan) dari para pelaku usaha yang memiliki permasalahan yang sama dan membantu mereka melalui pembentukan kelompok kolektif yang dapat berkembang menjadi lembaga swadaya, dan (iv) menerima insentif yang cocok yang
Abdul Maqin Horas Djulius Rizki Wahyuniardi
berdasarkan pada prinsip-prinsip pasar. Penelitian lainnya mengungkapkan bahwa untuk meningkatkan daya saing internasional dan kontribusi usaha kecil menengah pada perkonomian dan penyerapan tenaga kerja, maka kebijakan harus difokuskan pada pengembangan teknologi dan penguatan infrastuktur keuangan (Sonia, 2009). Senada dengan hasil penelitian Romijn, Djulius (2005) melalui penelitiannya terhadap UKM yang ada di Kota Bekasi menggarisbawahi pentingnya aksesibilitas pasar bagi eksistensi usaha UKM. Itu artinya disatu sisi - menurut Romijn (2001) - insentif yang diterima oleh IKM harus berdasarkan prinsipprinsip pasar dan di sisi lain - menurut Djulius (2005) - IKM harus diberdayakan agar dapat mengakses sumberdaya untuk mempertahankan eksistensinya. Dengan menggunakan data dari survei lapangan Sandee dan Rietveld (2001) mengemukakan hasil penelitiannya bahwa perubahan teknologi tidak hanya sekedar membandingkan biaya dan keuntungan saja, tetapi juga menyangkut aksesibilitas. Fokus masalah dalam penelitian ini memberikan batasan gejala apa saja yang melingkupi konsep yang diteliti. Yang dimaksud dengan produktivitas kapital di industri TPT adalah jumlah output per satuan input (mesin tekstil) dalam satu kurun waktu tertentu. Yang dimaksud dengan identifikasi dan pemetaan kondisi terkini produktivitas kapital di Industri TPT adalah aktivitas mencari informasi dan data penggunaan mesin, jumlah produksi, klasifikasi usaha, posisi jenis usaha dalam rantai produksi, serta sebaran pelaku usaha dan mengklasifikasikannya kedalam informasi yang menggambarkan keterkaitannya. Yang dimaksud dengan upaya perluasan kesempatan pelaku usaha untuk disertakan dalam program restrukturisasi kapital adalah tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan para pengusaha yang telah teridentifikasi tingkat kebutuhannya, agar berpeluang masuk kedalam program restrukturisasi permesinan tekstil. Pertanyaan penelitian yang ingin dijawab adalah: (i) bagaimana keterkaitan antara klasifikasi usaha, posisi jenis usaha dalam rantai produksi, serta sebaran pelaku usaha di Industri TPT di Pusat Ekonomi Bandung, (ii) upaya dan kebijakan apa saja yang telah dilakukan oleh para pemangku kepentingan dalam mengoptimalkan perkembangan industri TPT, (iii) kebutuhan apa saja yang dimiliki oleh para pelaku
usaha di industri TPT, serta (iv) upaya apa yang cocok dan dapat dilakukan dalam rangka merestrukturisasi permesinannya.
METODE Alasan utama menggunakan metode kualitatif karena sesuai dengan pertanyaan penelitian yang tidak secara jelas mengidentifikasi variabel yang diteliti, serta tujuan dari penelitian ini sendiri yang ingin memahami permasalahan industri TPT di Pusat Ekonomi Bandung. Selain itu pendekatan ini menawarkan keluwesan yang tinggi dan memerlukan kebebasan untuk mendapatkan informasi dari tangan pertama (first hand informan). Dalam hal ini penelitian yang digunakan adalah penelitian studi kasus (case study), yaitu: suatu penelitian yang dilakukan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang, dan interaksi lingkungan suatu unit sosial: individu, kelompok, lembaga, atau masyarakat (Suryabrata, 2009). Dalam penelitian ini interaksi lingkungan sosial yang dimaksud adalah interaksi antara pembina pelaku industri di daerah (Dinas Perdangangan dan Perindustrian), Asosiasi Pengusaha, serta Pelaku Usaha yang ada di Pusat Ekonomi Bandung dan Kementerian Perindustrian. Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian yang digunakan adalah observasi, wawancara, penyebaran kuesioner serta pelaksanaan Focus Group Discussion. Observasi dilakukan dengan mengamati perkembangan usaha industri TPT yang ada di Pusat Ekonomi Bandung baik melalui data sekunder maupun melalui wawancara dengan pelaku usaha. Wawancara dilakukan terhadap pelaku usaha dan informan dari dinas pembina industri daerah dan untuk itu digunakan panduan wawancara melalui pertanyaan terbuka dan semi terbuka. Dalam kajian ini partisipan dalam Focus Group Discussion adalah: Wakil dari Direktur Wilayah II Ditjen IKM Kemenperin, Wakil dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia-Bandung, Wakil dari pelaku IKM di Pusat Ekonomi Bandung, serta Wakil dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bandung, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Cimahi. Hal ini dilakukan mengingat Focus Group Discussion adalah kelompok kecil yang terstruktur
Restrukturisasi Kapital Dalam Rangka Optimalisasi Industri Tekstil dan Produk Tekstil di Pusat Ekonomi Bandung
139
dengan partisipan yang telah dipilih dengan dipandu moderator (Litosseliti, 2003). Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif. Analisis data ini menggunakan pendekatan proses alur; data dianalisis sejak tindakan identifikasi dan pemetaan kondisi industri TPT di Pusat Ekonomi Bandung berlangsung. Pertama, analisis data yang muncul berwujud kata-kata, data ini dikumpulkan dari survei/observasi, wawancara mendalam dan model perkuliahan. Kedua, analisis ini terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu; reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Keabsahan data dalam penelitian ini melalui teknik pemeriksaan keabsahan yang disarankan oleh Lincoln dan Guba (1994), yang meliputi: kredibilitas informan, konfirmabilitas yang berujung pada triangulasi. Selanjutnya dilakukan pembahasan guna mengungkap makna dari keadaan yang diamati sebagai esensi dari pendekatan kualitatif (Bogdan and Biklen, 2007). Langkah penelitian berikut menggambarkan penelitian yang dilakukan mulai dari studi pendahuluan dan perumusan pertanyaan penelitian, hingga analisis data dan interpretasi hasil dan penyusunan rekomendasi. Studi Pendahuluan
Penelitian Terdahulu
Fokus Masalah dan Pertanyaan Penelitian
Kerangka Penelitian
Prosedur Penelitian Identifikasi dan pemetaan kondisi produktivitas kapital/mesin industri TPT
Observasi, Wawancara, FGD
Upaya perluasan kesempatan pelaku untuk disertakan dalam program restruturisasi permesinan
Analisa Data/ Informasi dan Interpretasi Hasil
Rekomendasi Gambar 1. Alur Pikir Penelitian
140
Trikonomika
Vol. 11, No. 2, Desember 2012
HASIL dan PEMBAHASAN Untuk menjawab pertanyaan penelitian maka dilakukan penelusuran data dan informasi seperti yang tampak pada Gambar 2. Misalnya untuk menjawab pertanyaan penelitian pertama dilakukan reviu terhadap pohon industri TPT yang dikaitkan dengan data faktual tentang skala usaha industri TPT dari para pelaku usaha yang ada di Pusat Ekonomi Bandung. Untuk menjawab pertanyaaan penelitian tentang upaya dan kebijakan apa saja yang telah dilakukan oleh para pemangku kepentingan, dilakukan reviu terhadap konsep dan perencanaan MP3EI yang dikaitkan dengan kondisi faktual tentang kebijakan terhadap industri TPT di Pusat Ekonomi Bandung. Untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang kebutuhan yang dimiliki oleh para pelaku usaha di industri TPT dilakukan analisis terhadap kedua jawaban sebelumnya. Begitupun untuk menjawab pertanyaan penelitian yang keempat, informasi dan analisis yang telah dilakukan sebelumnya dikaitkan dengan identifikasi pelaku usaha yang telah dilakukan melalui overlay terhadap reviu aspek-aspek teoretis pengembangan usaha, dengan fakta perkembangan ITPT di Pusat Ekonomi Bandung (lihat Gambar 2.). Sesuai dengan karakteristik dari penelitian kualitatif, data dan informasi yang telah diperoleh berdasarkan pada langkah-langkah yang dijelaskan pada Gambar 2., masih harus ditelusuri kejenuhan datanya mengingat jenis dan sumber infomasinya berbeda-beda. Untuk keperluan inilah dilakukan Focus Group Discussion (FGD) yang pesertanya mewakili stakeholder IKM TPT di Pusat Ekonomi Bandung. Mereka adalah perwakilan dari Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah Kementerian Perindustrian, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, serta perwakilan dari IKM TPT Kota/Kabupaten tersebut. Pendekatan ini dilakukan dalam upaya triangulasi data dari pihakpihak informan mengenai beberapa issue terkait. Keikutsertaan informan yang disebutkan tersebut adalah cara peneliti memenuhi persyaratan data yang syah (Lincoln dan Guba, 1994).
Abdul Maqin Horas Djulius Rizki Wahyuniardi
Pohon Industri TPT (konsep) Skala Usaha Industri TPT di PE Bandung (fakta) Konsep dan Perencanaan MP3EI (konsep) Kebijakan Pengembangan Industri TPT Nasional dan PE Bandung (fakta) Perkembangan Industri TPT di Indonesi dan PE Bandung (fakta)
Overlay Rantai Produksi Industri TPT Bedasarkan Skala Usaha di PE Bandung
Sinergitas Konsep MP3EI dan Kebijakan Pengembangan Industri TPT di PE Bandung (fakta)
Urgensi Optimalisasi (KEBUTUHAN) Industri TPT di PE Bandung Berdasarkan Skala Usaha (fakta)
Bahan dan Metode
Identifikasi Upaya yang dapat dilakukan dalam rangka Restrukturisasi Kapital
Pemangku Kepentingan IKM TPT di PE Bandung (konsep dan fakta)
Pelaksanaan Kegiatan dalam rangka peningkatan kapasitas Pelaku Usaha
Peserta dan Instruktur
Identifikasi Potensi Calon Peserta Kegiatan (fakta)
Kajian Teoritis Aspek-Aspek Pengembangan IKM (konsep)
Gambar 2. Alur Penelusuran Data atau Informasi
Jalannya FGD dimulai dengan pernyataan dari informan utama (dalam hal ini wakil dari Kementerian Perindustrian) yang kemudian ditanggapi oleh tim peneliti. Tanggapan ini akan dijadikan sebagai pertanyaan dari tim peneliti untuk kemudian ditanggapi oleh informan lainnya. Tanggapan seluruh informan dapat merupakan persetujuan, sanggahan, jawaban, maupun harapan dari pertanyaan tim peneliti sehingga tim peneliti dapat membuat analisis bagi kondisi yang diharapkan para informan tersebut. Analisis ini yang kemudian disampaikan kembali kepada pihak informan utama untuk memberikan persetujuan ataupun ketidaksetujuannya dengan alasan-alasan yang dimilikinya. Persetujuan pihak informan utama dalam menanggapi analisis tim peneliti adalah tingkat jenuh sebuah pernyataan. Hal ini dapat disimpulkan sebagai pernyataan yang disetujui oleh para informan secara triangulasi. Selanjutnya proses diskusi dilanjutkan kepada pernyataan lainnya, sehingga diperoleh seluruh jawaban dari tujuan penelitian ini. Issue pertama yang diangkat adalah dominasi Industri TPT Jawa Barat dalam sektor Industri TPT Nasional. Dalam Tabel 1. diperlihatkan adanya proses triangulasi antara pihak informan utama yaitu
Kementerian Perindustrian yang ditanggapi oleh tim peneliti menjadi sebuah pertanyaan bagi informan lainnya. Dari informasi pihak Dinas Perindustrian Jawa Barat disampaikan bahwa serapan tenaga kerja di IKM TPT di Jawa Barat sangat signifikan jumlahnya dibandingkan dengan serapan tenaga kerja disektor lainnya. Sejalan dengan hal itu informan dari Dinas Perindustrian di Kabupaten Bandung dan Kota Bandung menjelaskan hal yang selaras dalam menjawab pertanyaan tim peneliti. Artinya, seluruh informan menyepakati bahwa IKM TPT di Pusat Ekonomi Bandung masih memiliki potensi yang besar. Oleh karenanya, tim peneliti mencoba menelusuri keberpihakan Pemerintah Pusat dalam pengembangan IKM TPT yang ada di Jawa Barat. Jawaban dari informan utama menujukkan keberpihakan yang sangat kuat dari Pemerintah Pusat melalui Kementerian Perindustrian, dalam hal ini Ditjen IKM, yang telah mengeluarkan Program Restrukturisasi Mesin Peralatan IKM sejak tahun 2009 di IKM TPT Majalaya Kabupaten Bandung dan IKM AK (Alas Kaki) di Kota Bandung. Program ini berlanjut hingga tahun ini dengan cakupan sektor IKM yang lebih luas.
Restrukturisasi Kapital Dalam Rangka Optimalisasi Industri Tekstil dan Produk Tekstil di Pusat Ekonomi Bandung
141
Tabel 1. Proses Triangulasi Issue Pertama Informan
Tanggapan Informan
Tanggapan Peneliti
Pihan Kemenperin
Industri TPT Nasional masih didominasi oleh Industri TPT, baik Industri Besar dan IKM, Jawa Barat
Pihak Dinas Perindag Provinsi Jawa Barat
Industri Besar dan Menengah TPT Jawa Barat menyerap 1,2 juta TK. IKM TPT menyerap 2,8 juta TK. IKM TPT sangat prospektif di Jawa Barat.
Pihak Dinas Perindag Kab. Bandung Pihak Dinas Perindag Kota Bandung Pihak Kemenperin
Secara statistik, Jawa Barat memang memiliki Struktrur Industri TPT yang lengkap dari sektor hulu hingga hilir. Sebesar apakah dampak keberadaannya terhadap besaran ekonomi lainnya?
Berdasarkan Informasi ini maka Penelitian diarahkan kepada IKM TPT. Bagaimana perhatian Di Kab. Bandung Industri Besar sedikit. Dari 31 Pemerintah Pusat cq. Kementrian Perindustrian Kecamatan, 22 diantaranya memiliki potensi IKM TPT. dalam pengembangan IKM TPT secara nasional, Di Kota Bandung IKM TPT tersebar di 30 sentra yang terkait dengan potensi IKM TPT di Jawa Barat? terdiri dari sentra kaos, rajut, pakaian jadi anak. Pemerintah pusat yang diwakili oleh Direktorat Jendral IKM telah menjalankan kebijakan Restrukturisasi Mesin Peralatan IKM TPT sejak tahun 2009 di Majalaya, Kab. Bandung hingga saat ini.
Informasi yang tervalidasi: Potensi IKM TPT Jawa Barat sangat besar ��������������������������������������������������������������� sehingga Program Restrukturisasi Mesin Peralatan IKM TPT (2009) dimulai di Jawa Barat dan berlajut hingga saat ini.
Sumber: Kegiatan FGD, 2012
Dalam potret Industri TPT Nasional, Jawa Barat merupakan salah satu lokus dengan konsentrasi pelaku industri TPT yang cukup tinggi. Di Jawa Barat sendiri, terdapat pola-pola sebaran tertentu lokasi industri TPT ini berada. Baik sebaran berdasarkan sub industri dalam industri TPT maupun sebaran berdasarkan skala usaha perusahaan tersebut. Hingga saat ini masih merupakan industri andalan. Tercatat sampai dengan tahun 2010 jumlah industri sebanyak 713 unit usaha, nilai investasi sebesar ± Rp. 56 Triliun dengan penyerapan tenaga kerja mencapai 127.780 orang (Dinas Perindag Jawa Barat, 2012). Selain itu k������������������������������������������� eberadaan pengolahan produk TPT ��������������� di wilayah Jawa Barat ± 57% secara nasional. Besaran potensi unit usaha Industri TPT Jawa Barat saat ini sekitar 1.003 unit usaha (Asosiasi Pertekstilan Indonesia, dalam Dinas Perindag Jabar, 2012). ����������� Kontribusi industri pengolahan terhadap perekonomian Jawa Barat mencapai 43,48% di mana 10,65% diantaranya disumbang oleh Industri Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki.��������������������������������������� (BPS dalam Dinas Perindag Jawa Barat, 2012).����������������������������������������� Seperti ���������������������������������������� halnya dengan kondisi nasional, kondisi industri TPT Jawa Barat masih menjanjikan dalam tahun-tahun ke depan. Sektor TPT masih
142
Trikonomika
Vol. 11, No. 2, Desember 2012
berkontribusi cukup besar terhadap penerimaan devisa melalui kegiatan ekspor. Berdasarkan Laporan Kegiatan Program Restrukturisasi Mesin Peralatan IKM pada tahun 2009, lokasi yang menjadi prioritas utama Pemerintah melalui Departemen Perindustrian saat itu adalah IKM TPT yang berada di Majalaya, Kabupaten Bandung dan IKM Alas Kaki Cibaduyut di Kota Bandung. Saat itu, program memberikan stimulus untuk pembelian mesin peralatan baru sebesar 25–30% kepada IKM yang dinilai layak. Kegiatan ini tentunya dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu sosialisasi, pengumpulan persyaratan yang ditentukan, penilaian hingga pemilihan IKM yang layak menerima bantuan stimulus potongan pembelian mesin peralatan tersebut. Pada tahun 2009 tersebut tercatat penyerapan pagu anggaran sebesar Rp. 1,3 Milyar. Di tahun-tahun berikutnya, masih dari laporan penyelenggaraan kegiatan yang sama di tahun yang berbeda, penyerapan pagu anggaran tersebut meningkat menjadi Rp. 9 Milyar di tahun 2010 dan menurun lagi menjadi Rp. 7,6 Milyar di tahun 2011. Banyaknya manfaat yang dirasakan IKM penerima program membuat program ini terus dilanjutkan pelaksanaannya pada tahun 2012 ini.
Abdul Maqin Horas Djulius Rizki Wahyuniardi
Dengan menyimak data-data tersebut, dukungan Pemerintah Pusat kepada IKM TPT Nasional, khusunya di Jawa Barat memang telah lama dilakukan. Namun berdasarkan survei awal dan kegiatan FGD yang telah dilakukan, keberadaan program ini belum sepenuhnya diketahui oleh para stakeholder IKM TPT di Pusat Ekonomi Bandung. Hal tersebut terjadi karena sosialisasi yang dilakukan Pemerintah Pusat belum terkoordinasi dengan baik dengan Pihak Pemerintah Provinsi maupun Kota/Kabupaten Bandung dan Cimahi. Issue kedua yang diangkat adalah menurunnya dana restrukturisasi permesinan tekstil yang dilakukan oleh Ditjen IKM Kemenperin. Berdasarkan Petunjuk Teknis Program Restrukturisasi Mesin dan/atau Peralatan IKM 2012, program ini merupakan program pemberian stimulus potongan harga sebesar 35–40 % bagi IKM TPT yang akan melakukan investasi mesin dan/atau peralatannya. Stimulus sebesar 35% diberikan kepada IKM yang membeli mesin dan/atau peralatannya dari produsen luar negeri, sedangkan 40% diberikan kepada IKM yang membeli dari produsen dalam negeri. Untuk memperoleh dana stimlus tersebut, IKM yang berminat mengikuti program harus mengikuti seleksi secara ketat yang dilakukan oleh Konsultan Pengelola Program (KPP) yang ditunjuk oleh Ditjen IKM Kementerian Perindustrian.
KPP berkewajiban melakukan sosialisasi, penerimaan dokumen persyaratan, penilaian hingga pemberian rekomendasi kepada Ditjen IKM Kementerian Perindustrian dalam menentukan IKM yang layak menerima dana stimulus tersebut. Kesiapan IKM dalam mengikuti program ini cukup banyak. Tercatat dalam Petunjuk Teknis Program Restrukturisasi Mesin dan/atau Peralatan IKM 2012, terdapat persyaratan mengenai Legalitas Usaha, Proposal Kelayakan Usaha (PKU) dan berbagai macam kesiapan dokumen terkait dengan kesiapan finansial dari IKM peserta, terkait dengan keuangan IKM secara mandiri maupun dukungan lembaga keuangan yang berada di belakangnya. Belum lagi dipersyaratkan bahwa investasi mesin dan/atau peralatan telah dilakukan terlebih dahulu oleh IKM hingga tanggal 31 Oktober 2012 yang mengartikan bahwa IKM telah melakukan investasi terlebih dahulu. Tentunya hal ini mengharuskan IKM betul-betul siap secara finansial. Terdapat persepsi di kalangan masyarakat bahwa sektor perbankan enggan memberikan pinjaman kepada industri yang dikenal dengan istilah “sunset industries” yaitu industri tekstil, garmen, dan indsutri sepatu. Aketiga jenis industri tersebut dianggap oleh sebagian besar pihak perbankan sebagai industri yang kurang menguntungkan dan oleh karena itu akses kredit untuk industri tersebut menjadi sulit (Negara, 2009).
Tabel 2. Proses Triangulasi Issue Kedua Informan
Tanggapan Informan
Pihan Kemenperin
Khusus untuk IKM pemerintah telah memulainya sejak tahun 2009 dan terus mengevaluasinya demi penyempurnaan.
Pihak Dinas IKM Kab. Bandung
Sepanjang diketahui dari para pelaku usaha, banyak persyaratan keikutsertaan dalam program restrukturisasi tersebut yang sulit dipenuhi oleh IKM.
Pihan Kemenperin
Sebenarnya anggaran yang disampaikan tidak menurun tapi karena calon peserta banyak yang tidak memenuhi persyaratan makan serapannya yang turun (menyerahkan buku Juknis Program yang terbaru)
Tanggapan Peneliti Dilihat dari data yang ada, nilai yang tersalurkan semakin kecil dalam kurun waktu 2009–2011 (data ditampilkan). Bagaimana tanggapan para pembina IKM di tingkat kota/kabupaten dan pelaku usaha.
Informasi yang tervalidasi: Banyak persyaratan keikutsertaan program restrukturisasi permesinan dari Kemenperin yang dirasakan sulit dipenuhi oleh pelaku usaha/IKM�.
Restrukturisasi Kapital Dalam Rangka Optimalisasi Industri Tekstil dan Produk Tekstil di Pusat Ekonomi Bandung
143
Berdasarkan data tersebut dan diskusi yang telah dilakukan, hal ini dirasakan sangat berat untuk dapat dipenuhi oleh IKM. Permasalahan utama adalah masalah finansial. Namun seperti dijelaskan sebelumnya, hal ini memang menjadi persyaratan penting yang disampaikan pemerintah pusat agar IKM yang mengikuti program adalah IKM yang betul-betul siap melakukan investasi. Permasalahan lainnya yang muncul dari IKM TPT di Pusat Ekonomi Bandung adalah Legalitas Usaha. IKM TPT, berdasarkan data yang disampaikan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota/Kabupaten di Pusat Ekonomi Bandung, sebagian besar masih bersifat industri rumahan. Di Kota Bandung dan Kota Cimahi misalnya, masih banyak IKM yang belum memiliki legalitas usaha (non formal). Oleh karenanya akan sulit untuk dapat mengikuti program ini. Permasalahan lainnya adalah mengenai penyusunan Proposal Kelayakan Usaha (PKU). Dokumen ini dipersyaratkan untuk memperlihatkan kesiapan IKM dalam melakukan investasi mesin dan/atau peralatannya. Dampak peningkatan produktivitas usaha, penghematan energi dan cakupan pasar yang akan menjadi tujuan kegiatan investasi menjadi pertanyaan yang harus mampu dijawab oleh IKM. Issue ketiga yang diangkat adalah sulitnya para calon peserta program restrukturisasi permesinan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Kendalakendala yang diutarakan pada bagian sebelumnya (butir 2) mencerminkan tingkat kesiapan IKM TPT di Pusat Ekonomi Bandung masih rendah. Perlu dilakukan sinkronisasi tugas antara Pemerintah Daerah, Pengusaha dan Akademisi (ABG/Triple Helix) dalam menyikapi permasalahan yang berkembang. Terutama pada pemerintah paerah, dalam hal ini Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota/Kabupaten sebagai pembina IKM di daerah, dapat melakukan terobosan dalam hal pengurusan Legalitas Usaha IKM. Contohnya seperti yang dilakukan Pemerintah Kota Cimahi dalam memberikan layanan gratis pembuatan Gambar Lokasi sebagai syarat pembuatan Ijin Membangun Bangunan (IMB) yang selanjutnya menjadi syarat permohonan Surat Ijin Usaha (SIUP). Selain itu kerjasama Pemerintah Daerah memberi kan fasilitasi IKM TPT dengan Lembaga Keuangan seperti Bank Pembangunan Daerah dapat dilakukan secara berkesinambungan. IKM yang dinilai potensial untuk dikembangkan, dapat menerima akses pinjaman lunak dari pihak perbankan dalam pengembangan usahanya. Selain memberikan dana pengembangan usaha, IKM dituntut untuk bertanggung jawab terhadap hutangnya. Hal ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi IKM dalam mengatur akuntansi perusahaannya. Tentunya hal ini perlu dilakukan secara bertahap.
Tabel 3. Proses Triangulasi Issue Ketiga Informan
Tanggapan Informan
Tanggapan Peneliti
Pihan Kemenperin
Untuk mengikuti program, persyaratan yang harus dipenuhi IKM cukup banyak.
Persyaratan yang ada dalam Juknis. IKM harus memenuhi persyaratan Legalitas Usaha, Proposal Kelayakan Usaha (PKU) dan Pembiayaan Awal dalam Investasi. Bagaimana kendala IKM di tingkat kota/ kabupaten dan pelaku usaha menurut Dinas?
Pihak Dinas Perindag Kab. Bandung
Kondisi IKM masih dilingkupi oleh manajemen keluarga yang kental. Aspek Legalitas dan KPU menjadi kendala terbesar.
Pihak Dinas Perindag Kota Bandung
Kondisi IKM terfokus dalam sentra sentra. Kebanyakan IKM masih menyewa tempat usaha sehingga sulit mendapatkan Legalitas. Permodalan pun masih sangat lemah.
Jika dilihat dari kendala tersebut. Legalitas terkait pada pengurusan izin usaha dan permodalan pada akses pembiayaan. Perlu dilakukan pendampingan bagi IKM untuk siap mengikuti program. Pendapat pihak Kementrian?
Pihan Kemenperin
IKM yang dapat mengikuti memang dapat siapa saja. Namun perlu diketahui kesiapannya. Perlu didampingi oleh berbagai pihak untuk mengetahuinya sehingga IKM yang ikut merupakan IKM yang telah siap.
Informasi yang tervalidasi: Perlunya dilakukan Pendampingan dan Pelatihan pada IKM sebelum mengikuti Program.
144
Trikonomika
Vol. 11, No. 2, Desember 2012
Abdul Maqin Horas Djulius Rizki Wahyuniardi
Issue keempat yang diangkat adalah upaya apa yang dapat dilakukan oleh para pemangku kepentingan dalam membantu IKM TPT memenuhi persyaratan keikutsertaan dalam program. Seperti dijelaskan sebelumnya, PKU merupakan dokumen yang dipersyaratkan program bagi IKM peserta. Dokumen ini intinya adalah memperlihatkan kesiapan IKM dalam melakukan investasi mesin dan/atau peralatannya. Dampak peningkatan produktivitas usaha, penghematan energi dan cakupan pasar yang akan menjadi tujuan kegiatan investasi menjadi pertanyaan yang harus mampu dijawab oleh IKM. Untuk dapat menyusun PKU ini dengan baik, tentunya peran serta pihak akademisi dalam membimbing dan/atau melatih IKM TPT menjadi sebuah modal penting. Dengan penyusunan PKU yang baik, KPP tentunya akan dapat membaca arah penggunaan mesin dan/atau peralatan yang telah diinvestasikan menjadi efisiensi, penghematan energi maupun peningkatan/ perluasan produk yang akan dihasilkan oleh IKM. Kemampuan pihak akademisi secara teoritis dan aplikatif untuk melakukan bimbingan dan/atau pelatihan menyusun PKU kepada IKM menjadi sangat dibutuhkan.
KESIMPULAN Hasil identifikasi dan pemetaan kondisi terkini dan produktivitas kapital industri TPT yang ada di Pusat Ekonomi Bandung adalah sebagai berikut: Hampir semua jenis sub industri dalam industri TPT mulai dari hulu hingga hilir terdapat di Jawa Barat dan Pusat Ekonomi Bandung. Sesuai dengan teori yang direviu, analisis terhadap data yang berasal dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat menunjukkan bahwa semakin ke hulu skala usaha perusahaan yang ada di dalamnya akan semakin besar dan teknologi yang digunakan semakin tinggi. Sebaliknya, semakin ke hilir skala usaha perusahaan yang ada didalamnya akan semakin kecil dan teknologi yang digunakan semakin rendah. Dalam cara pandang structure-conductperformance, kinerja industri TPT di Pusat Ekonomi Bandung berpotensi mengalami penurunan seiring dengan melemahnya daya saing, relatif terhadap produk pesaing. Persaingan itu terjadi baik di pasar dalam negeri maupun di pasar luar negeri. Untuk itu perlu ada perbaikan dalam aspek conduct Industri TPT terutama dalam merestrukturisasi permesinannya.
Tabel 4. Proses Triangulasi Issue Keempat Informan
Tanggapan Informan
Tanggapan Peneliti
Pihak Kemenperin
Banyaknya persyaratan program perlu disikapi oleh berbagai. Baiknya dilakukan pembagian tugas di antara Akademisi, Bisnis, dan Pemerintah (APB)/Triple Helix dalam pendampingan IKM TPT, khusunya dalam program ini.
Menurut pada persyaratan program maka dapat dibagi tugas masing-masing pihak sebagai berikut: 1. Legalitas SKDP 2. PKU Akademisi 3. Permodalan Perbankan menurut SKPD terkait?
Pihak Dinas Perindag Kota Cimahi
Pihak pemerintah kota Cimahi telah memfasilitasi pembuatan Gambar Lokasi sebagai persyaratan pembuatan HO, Ijin Usaha, dan SIUP yang merupakan syarat permohonan Legalitas Usaha. Fasilitas ini dilakukan secara gratis bagi IKM yang berminat.
Pihak Kemenperin
Langkah yang baik bagi pemerintah Kota Cimahi. Legalitas usaha memang merupakan domain pemerintah Kota/Kab. Sedangkan penyusunan PKU bagi IKM selayaknya didampingi akademisi yang memahami teori penyusunan kelayakan usaha.
Informasi yang tervalidasi: Perlunya dilakukan Pendampingan dan Pelatihan penyusunan PKU oleh akademisi bagi IKM yang berminat mengikuti Program.
Restrukturisasi Kapital Dalam Rangka Optimalisasi Industri Tekstil dan Produk Tekstil di Pusat Ekonomi Bandung
145
Dilihat dari data penerima bantuan program retrukturisasi permesinan jumlah pelaku IKM TPT dan besaran alokasi bantuan yang diajukan jumlahnya menurun. Hal ini diduga ada kaitannya dengan kondisi kelembagaan IKM TPT yang belum semuanya mampu memenuhi persyaratan penerimaan bantuan dalam program restrukturisasi tersebut. Urgensi yang ditindaklanjuti oleh kajian ini adalah penguatan kelembagaan IKM TPT agar dapat memenuhi persyaratan sebagai penerima program retrukturisasi permesinan pada periode mendatang. Persyaratan yang dimaksud terutama yang berkaitan dengan syarat-syarat bankable dari sisi administratif.
UCAPAN TERIMA KASIH Tim Peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Pihak Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atas dana hibah yang diberikan kepada Tim Peneliti dari Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan Bandung dalam Penelitian Prioritas Nasional Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011–2025.�
DAFTAR PUSTAKA Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). 2011. Kajian Pengembangan Industri Tekstil dan Produk Tekstil. Bogdan, Robert C and Sari Knop Biklen. 2007. Qualitative Research For Education: An Introduction to Theories and Methods. Boston: Ally and Bacon, Inc. Cabalu, Helen dan Cristina Alfonsoy. 2007. Does AFTA Create or Divert Trade?. Global Economy Journal, 7(4). Chase, Aquilano, Jacobs. 2005. Operation Management for Competitive Advantage. Mc.Graw-Hill. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat. 2012. Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian. 2012. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Program Restrukturisasi Mesin dan/ atau Peralatan Industri Kecil dan Menegah Djulius, Horas. 2005. Analisis Peran Aksesibilitas Pasar Terhadap Eksistensi Usaha UKM di Kota Bekasi. Trikonomika. 4(1).
146
Trikonomika
Vol. 11, No. 2, Desember 2012
Guba, E. G., and Lincoln, Y. S. 1994. Competing Paradigms In Qualitative Research. �������� London: Sage. Hapsari, �������������������������������������� Indira M. and Carlos Mangunsong.2006. Determinants of AFTA Members’ Trade Flows and Potential for Trade Diversion. Asia-Pacific Research and Training Network on Trade Working Paper Series, 21. Jacob, Jojo and Christoph Meister. 2005. Productivity Gains, Technology Spillover, and Trade: Indonesian Manufacturing, 1980-1996. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 41 (1). Jean-Marie Grether, Jaime de Melo. 2003. Globalization and Dirty Industries: Do Pollution Havens Matter? National Bureau of Economic Research, 9776. Kalidasan. 2009. Govt. Funds for Indonesian Mills to Buy Machines. Textile Magazine, 51 (1): 30. Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, 2008. Rencana Strategis Kementerian Perindustrian 2009–2014. Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, Dirjen IKM, Laporan Pelaksanaan Program Restrukturisasi Mesin dan Peralatan IKM 2009–2011. Litosseliti, Lia. 2003. Using Focus Groups in Research. London : MPG Books Ltd. Negara, S. D. 2009. A Study on Upgrading Industrial Structure of CLMV Countries. ERIA Research Project Report, 158-220. Richardson, J. David, and Chi Zhang. 1999. Revealing Comparative Advantage: Chaotic or Coherent Patterns Across Time and Sector and U.S. Trading Partner? National Bureau of Economic Research, 7212. Romijn, Henny. 2001. Technology Support for Small-scale Industry in Developing Countries: A Reviu of Concepts and Project Practices. Oxford Development Studies, 29(1). Sandee, H. and P. Rietveld. 2001. Upgrading Traditional Technologies in Small-Scale Industry Clusters: Collaboration and Innovation Adoption in Indonesia. Journal of Development Studies, 37(4): 150-172. Seyoum, Belay. 2007. Revealed Comparative Advantage and Competitiveness in Services: A Study with Special Emphasis on Developing Countries. Journal of Economic Studies, 34(5): 376–388.
Abdul Maqin Horas Djulius Rizki Wahyuniardi
Soesastro, Hadi. 2005. Accelerating ASEAN Economic Integration: Moving Beyond AFTA. CSIS Working Paper Series. Sonia and R. Kansal. 2009. Globalization and Its Impact on Small Scale Industries in India. PCMA Journal of Business. 1(2): 135-146.
Stonebreaker, W., Peter, Leong, G. Keong. 2003. Strategic Management. McGraw-Hill Suryabrata, Sumadi. 2009. Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Urata, Shujiro and Kozo Kiyota. 2003. The Impacts of an East Asia FTA on Foreign Trade in East Asia. National Bureau of Economic Research, 10173.
Restrukturisasi Kapital Dalam Rangka Optimalisasi Industri Tekstil dan Produk Tekstil di Pusat Ekonomi Bandung
147