BAB IV KINERJA KLASTER INDUSTRI KECIL TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL
IV.1
Klaster Industri Kecil Tekstil dan Produk Testil Surapati Bandung
Pada penelitian ini, studi kasus yang diambil sebagai obyek kajian adalah klaster industri kecil tekstil dan produk tekstil (TPT) Surapati Kota Bandung. Penentuan klaster industri kecil TPT ini berdasarkan hasil perhitungan dengan analisis LQ yaitu berdasarkan konsentrasi tenaga kerja. Untuk klaster Surapati dihasilkan nilai LQ sebesar 4,26, lebih besar dari 1,25. Nilai LQ ini menunjukkan bahwa klaster Surapati sangat potensial untuk dikembangkan (Mayer, 2003). Pada penelitian ini diambil 30 perusahaan sebagai sampel penelitian.
Mekanisme kehidupan klaster industri kecil tekstil dan produk tekstil secara umum dapat digambarkan pada gambar 4.1. Gambar tersebut menjelaskan aktivitas seluruh unsur-unsur klaster industri kecil tekstil dan produk tekstil dimulai dari aktivitas usaha inti, aktivitas di dalam klaster, dan aktivitas antara klaster dengan luar klaster. Hubungan antar perusahaan tersebut merupakan hubungan vertikal yang membentuk rantai pasok (supply chain) antara supplier, produsen, dan konsumen. Wu (2006) bahkan menyatakan klaster industri merupakan kumpulan dari beberapa rantai pasok (supply chain) yang saling berhubungan atau jaringan pasok (supply networks). Dari gambar 4.1 juga dapat dianalisis bahwa: 1.
Industri inti muncul karena adanya pasar yang terbuka (Untari, 2004).
2.
Pasar terbuka tersebut muncul karena adanya variasi produk yang berubah-ubah, jumlah permintaan variasi produk yang relatif kecil, dan industri inti yang ada tidak dapat memenuhi permintaan pasar.
3.
Kemampuan dari proses produksi yang hampir merata pada setiap anggota klaster.
4.
Kemampuan tersebut terjadi karena adanya ketidaksengajaan transfer teknologi. Hal ini dapat dilihat dari proses transfer teknologi melalui diskusi dan praktek informal.
66
Di Luar klaster
Sub kontrak
Di dalam klaster
Sub kontrak Industri Inti
Supplier
Gudang
Pemotongan
Sablon
Jahit
Finishing
Bordir
Sub kontrak
Supplier
Sub kontrak
Konsumen
Gambar 4.1. Mekanisme Kehidupan Klaster Tekstil dan Produk Tekstil
67
Pemasar
IV.1.1 Gambaran Umum Klaster Industri TPT Surapati Bandung Industri kecil dan menengah tekstil dan produk tekstil di Kota Bandung umumnya mengelompok dalam sentra dan keberadaannya tersebar hampir di seluruh wilayah yang ada. Salah satu sentra industri tekstil dan produk tekstil tersebut adalah Sentra Kaos Surapati. Letak sentra Kaos Surapati berada di Kelurahan Sukaluyu dan Kelurahan Cihaurgeulis yang merupakan wilayah Kecamatan Cibeunying Kaler, serta Kelurahan Padasuka yang berada di wilayah Kecamatan Cibeunying Kidul. Kedua kecamatan tersebut terletak 2 (dua) km dari pusat Kota Bandung ke arah timur laut.
Kota Bandung terletak di wilayah Jawa Barat dan merupakan Ibu Kota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung secara geografis terletak diantara 107036’ Bujur Timur dan 6055’ Lintang Selatan. Secara topografis Kota Bandung terletak pada ketinggian 791 meter di atas permukaan laut, titik tertinggi di daerah Utara dengan ketinggian 1.050 meter dan terendah disebelah selatan adalah 675 meter di atas permukaan laut. Di wilayah Kota Bandung bagian Selatan permukaan tanah relatif datar, sedangkan di bagian Utara berbukit-bukit.
Lokasi Kota Bandung cukup strategis, dilihat dari segi komunikasi, perekonomian maupun keamanan. Hal tersebut disebabkan oleh : -
Kota Bandung terletak pada pertemuan poros jalan raya: Barat Timur yang memudahkan hubungan dengan Ibukota Negara, Jakarta. Dengan telah dibangunnya jalan tol yang menghubungkan Jakarta, Puwakarta, Bandung, dan Cileunyi, maka akses ke Jakarta hanya memerlukan waktu sekitar 2 jam. Sedangkan Utara dan Selatan yang memudahkan lalu lintas ke daerah perkebunan (Subang dan Pangalengan).
-
Letak yang tidak terisolasi serta dengan komunikasi yang baik akan memudahkan hubungan dan komunikasi secara lebih cepat.
IV.1.2 Kondisi Klaster Industri TPT Surapati Bandung Klaster industri tekstil dan produk tekstil Surapati merupakan sentra industri kaos yang terbentuk secara alami sejak tahun 1982. Produk yang dihasilkan Klaster
68
Surapati saat ini tidak hanya kaos saja sebagai produk utama, tetapi juga produk lainnya seperti jaket, training, sweater, spanduk, sablon, umbul-umbul, topi, bahkan sekarang ini produknya berkembang ke papan iklan (billboard). Prosentase dari jenis produk yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar 4.2. Beragamnya jenis produk dan lapisan industri menunjukan kecenderungan sentra kaos Surapati ini mampu merangsang inovasi, serta berpotensi dalam pemberdayaan sumber daya manusia ke depan dan sumber daya lainnya.
5,66% 6,98%
Kaos
7,55% 28,30%
Jaket Training Sapnduk Sweater
11,32% 9,43%
20,75%
Topi Sablon
Gambar 4.2 Jenis Produk Berdasarkan Nilai Transaksi Klaster Surapati Di sepanjang jalan Surapati – PHH. Mustopa (jalan protokol provinsi) saat ini terdapat ±269 unit usaha dengan omzet rata-rata 5 Milyar perbulan (Disperindag, 2006). Selain itu juga terdapat pelaku usaha dibelakang dan sekitarnya, sehingga diperkirakan terdapat 800 unit usaha yang saling mendukung di sentra kaos Surapati dengan jumlah tenaga kerja yang terserap mencapai 5.600 orang tenaga kerja (Disperindag, 2006).
Sentra industri kaos Surapati tergolong sebagai industri skala kecil dan rumah tangga, dimana jumlah pekerja yang terlibat dalam satu unit perusahaan rata-rata kurang dari 20 orang. Tetapi dalam hal penciptaan lapangan kerja, tentunya ikut menyumbangkan penyerapan tenaga kerja di sektor industri. Bahkan industri kaos Surapati telah menjadi mata pencaharian sebagian masyarakat di sekitar sentra tersebut. 69
IV.2
Faktor-Faktor Analisis Kinerja Klaster Industri Supply Chain
IV.2.1 Profil Industri Inti Pada mulanya industri inti terdiri dari satu atau beberapa unit usaha yang memiliki sesuatu yang dapat dikembangkan yang berupa keterampilan, potensi lokal, adanya sarana dan peralatan kerja, dan adanya dorongan karena munculnya usaha di sekitar lokasi usaha mereka. Industri inti adalah industri yang mempunyai keterkaitan erat dengan industri lain dalam suatu klaster, serta sangat berpengaruh terhadap pengembangan klaster. Industri inti merupakan titik masuk kajian dalam penelitian model pembentukan klaster supply chain.
Mekanisme munculnya industri inti pada klaster industri kecil secara umum dapat dianalisis sebagai berikut (Untari, 2004) :
–
Industri inti muncul karena adanya pasar yang terbuka, artinya terdapat kondisi dimana permintaan pasar lebih besar daripada output yang dihasilkan industri kecil.
–
Pasar terbuka muncul karena beberapa hal, antara lain: variasi produk yang berubah-ubah, jumlah permintaan variasi produk yang relatif kecil, serta industri inti yang ada tidak dapat memenuhi permintaan pasar.
–
Kemampuan dari proses produksi yang hampir merata pada setiap anggota klaster. Kemampuan tersebut terjadi karena adanya ketidaksengajaan transfer teknologi. Hal ini dapat dilihat dari proses transfer teknologi melalui diskusi dan praktek informal.
Profil industri inti (perusahaaan) klaster tekstil dan produk tekstil Surapati diperoleh dari hasil kuesioner, wawancara dan pengamatan langsung. Hasil kuesioner data umum perusahaan dapat dilihat dalam Tabel 4.1. Dari 30 sampel yang terpilih, 12 perusahaan masuk dalam kategori industri mikro dengan jumlah karyawan kurang dari 4 orang, 15 perusahaan masuk dalam kategori industri kecil dengan jumlah karyawan berkisar 4 – 20 orang, dan 3 perusahaan masuk dalam kategori industri menengah dengan jumlah karyawan di atas 20 orang. Bentuk badan usaha bervariasi yaitu perseorangan dan CV. Beberapa kendala yang dialami dalam survey penelitian adalah kondisi perusahaan yang banyak
70
mengalami perubahan, dan sulitnya mendapatkan data yang berhubungan dengan produksi dan laporan keuangan.
Tabel 4.1. Data Profil Perusahaan (Industri Inti) NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Nama Perusahaan Dian Production Golden Cakra Jaya Promosi CD 113 Toraja Top One Prod. CB 171 Tshirt Dinasty Handy's SAS X-Sys Cahaya 50 CV. Hoki Bonanza Avpin Tshirt Chexas Tshirt Swaka Exsas Tshirt CV. Surya P.Dock Production Pras Hidayah Production CDM C50 Kharisma Advertising K-te Product Unique Production Anis Reklame Mudji
Tahun Berdiri 1994 1996 1996 1985 1995 2006 1997 2003 1997 1996 1988 2001 1990 2002 2003 2005 1995 1995 2000 1989 2000 1990 2005 1998 2000 1996 2000 1999 1999 1994
Jumlah Karyawan 23 5 9 4 4 2 10 3 6 10 28 2 3 8 2 2 2 3 4 25 4
Modal
Penjualan
Laba
200.000.000 50.000.000 61.000.000 200.000.000 15.000.000 80.000.000 150.000.000 8.000.000 40.000.000 127.500.000 350.000.000 10.000.000 30.000.000 40.000.000 15.000.000 5.000.000 10.000.000 30.000.000 10.000.000 300.000.000 10.000.000
1.500.000.000 60.000.000 600.000.000 500.000.000 60.000.000 60.000.000 1.400.000.000 36.000.000 36.000.000 720.000.000 2.500.000.000 36.000.000 36.000.000 600.000.000 48.000.000 72.000.000 36.000.000 300.000.000 120.000.000 2.000.000.000 36.000.000
300.000.000 12.000.000 120.000.000 100.000.000 12.000.000 12.000.000 280.000.000 7.200.000 7.200.000 144.000.000 500.000.000 7.200.000 7.200.000 120.000.000 9.600.000 14.400.000 7.200.000 60.000.000 24.000.000 400.000.000 7.200.000
10 2
20.000.000 25.000.000
3 3 4
10.000.000 10.000.000 10.000.000
36.000.000 60.000.000 72.000.000
7.200.000 12.000.000 14.400.000
6 4
15.000.000 20.000.000
60.000.000 180.000.000
12.000.000 36.000.000
2 17
30.000.000 200.000.000
600.000.000 120.000.000 60.000.000 12.000.000
120.000.000 24.000.000 1.500.000.000 300.000.000
Dalam melakukan proses produksinya kemampuan industri inti akan berbedabeda. Untuk itu dalam penelitian akan dilakukan penentuan jumlah kelompok industri
inti
dengan
menggunakan
analisis
kluster
yaitu
menentukan
pengelompokkan terhadap 30 industri inti klaster Surapati di Kota Bandung. Pengelompokan dilakukan berdasarkan kinerja yang telah dicapai, yaitu : 71
-
Umur perusahaan (sampai tahun 2007)
-
Jumlah karyawan
-
Modal (asset) perusahaan
-
Penjualan per tahun
-
Laba bersih per tahun
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Software SPSS 12. Karena datadata kinerja industri di atas diukur dengan skala yang berbeda, maka dilakukan standarisasi data. Data mentah untuk 30 responden terhadap variabel ditransformasikan ke skor Z (standardized). Metode pengelompokkan yang dipilih adalah metode pengelompokkan hierarchical cluster analysis yang menggunakan agglomerative methods. Prosedur pengelompokkan yang digunakan yaitu Ward’s Error Sum of Square Method. Ward’s method menjamin perbedaan antar klaster diperkecil dan jika dibandingkan dengan metode yang lain, metode ward’s memiliki kekomprehensifan yang lebih baik (Hair, 1998).
Teknik
pengukuran jarak atau similaritas yang digunakan dalam pengolahan data ini adalah Squared Eucliden Distance.
Pada dasarnya penentuan jumlah kelompok dapat dilakukan secara apriori ataupun dengan melihat tabel aglomerasi. Pada penelitian ini akan dilakukan pembacaan hasil tabel aglomerasi dengan melihat koefisien aglomerasi. Untuk itu dicoba ditentukan tiga alternatif jumlah kluster, yaitu 3, 4, dan 5 kluster. Dari hasil pengolahan analisis cluster dengan Sofware SPSS Versi 12 dihasilkan Case Processing Summary, Proximity Matrix, Agglomeration Schedule, dan Cluster membership (Lampiran B). Hasil pengolahan data ini dapat digunakan untuk menginterpretasikan hasil dari pengelompokkan.
Dari hasil Case Processing Summary memperlihatkan bahwa data yang diolah terdiri dari 30 cases (responden) yang sudah terisi lengkap, tidak ada data yang hilang dan siap untuk diolah. Pada tabel Proximity Matrix memperlihatkan similaritas obyek yang diukur berdasarkan Squared Eucliden distance. Semakin kecil jarak euclidean antar obyek, maka semakin similar kedua obyek tersebut.
72
Jarak yang ditunjukkan dalam matriks ini menjadi dasar pengelompokkan perusahaan.
Hasil analisis kluster diringkas di Agglomeration Schedule yang mengidentifikasi obyek-obyek atau kluster-kluster yang digabungkan di setiap tingkat. Pada metode aglomerasi, dimulai dengan kenyataan bahwa setiap obyek membentuk kelompok masing-masing. Pengelompokkan perusahaan dilakukan satu demi satu. Pada tahap pertama (stage 1), perusahaan 21 dan 25 memiliki jarak terkecil, maka kedua perusahaan tersebut dijadikan satu kluster. Jarak terkecil antar dua perusahaan ditampilkan di kolom coefficient. Coefficient besar menunjukan kluster yang digabung adalah berbeda.
Hasil aglomerasi dalam tabel Agglomeration Schedule dapat juga ditampilkan dengan
sebuah
dendogram.
Dendogram
merupakan
diagram
yang
menggambarkan urutan hierarki pengelompokkan. Dengan melihat diagram dendogram ini kita bisa mengetahui urutan pengelompokkan dan anggota kelompoknya. Dari dendogram ini terlihat sesuai dengan proses aglomerasi, perusahaan 21 dan 25 menjadi kelompok terlebih dahulu, kemudian perusahaan 8 dan 15 bergabung. Demikian seterusnya sampai terbentuk sebuah kluster besar yang mewakili semua perusahaan.
Dari hasil cluster membership (keanggotaan kluster) dihasilkan rekapitulasi hasil proses
pengelompokkan.
Pada
proses
pengolahan
data
ini
dilakukan
pengelompokkan dengan beberapa alternatif jumlah kluster yaitu 3, 4, dan 5 kelompok. Untuk menentukan jumlah kelompok yang tepat dilakukan validasi dengan melakukan uji dengan metode yang berbeda yaitu metode K-Means. Hasil validasi dengan membandingkan metode hirarki dan K-Means dapat dilihat pada lampiran B4. Dari hasil validadi ini didapatkan bahwa jumlah kluster 3 yang menghasilkan perbedaan yang sedikit dibandingkan dengan kluster 4 dan 5. Sehingga pada penelitian ini industri inti akan dikelompokkan menjadi 3 kelompok.
73
Tabel 4.2 Hasil Pengelompokkan 3 Klaster
Kluster 1
2
3
Jumlah No. Responden Perusahaan Perusahaan 5 1, 7, 11, 20, 30 Dian Production, Top One Production, Surya, SAS Advertising, dan Mudji Sport 12 2, 3, 4, 5, 9, 10, Golden, Cakra, Jaya Promosi, CD 13, 14, 17, 18, 113, Dinasty, X-Sys, Hoky, Bonanza, Swaka, Exsas Tshirt, 22, 26 Pras, C 50, 13 6, 8, 12, 15, 16, Toraja, CB 171, Cahaya 50, 19, 21, 23, 24, Handy’s, Avpin Tshirt, Chexas Tshirt, P.Dock Production, Hidayah 25, 27, 28, 29 Production, Kharisma Advertising, CDM, K-te Production, Unique Production, Anis Reklame,
Dari tabel 4.2 menunjukkan nama-nama perusahaan yang masuk ke dalam kelompok 1 ada 5 perusahaan atau 17%, perusahaan pada kelompok ini kinerja industri kategori tinggi dan merupakan perusahaan skala menengah. Kelompok 2 ada 10 perusahaan atau 20%, perusahaan pada kelompok ini kinerja kategori sedang yang merupakan perusahaan skala kecil. Sedangkan pada kelompok 3 ada 13 atau 43%, kinerja perusahaan pada kelompok ini kategori rendah dan merupakan perusahaan skala mikro atau rumah tangga.
IV.2.2 Profil Supplier Supplier adalah industri penunjang yang memenuhi kebutuhan bahan baku ataupun bahan penolong yang diperlukan industri inti dalam proses produksinya. Supplier merupakan backward linkage atau keterkaitan ke belakang dari industri inti. Munculnya supplier di dalam suatu klaster industri karena adanya kebutuhan industri inti akan suatu input yang diperlukan bagi proses produksi. Input tersebut dapat berupa bahan baku maupun bahan penolong. Untuk itu, analisis munculnya supplier dilakukan dengan mengidentifikasi terhadap bahan yang dibutuhkan oleh industri inti, jumlah dan seberapa sering bahan tersebut dibutuhkan, serta dari mana sumber bahan baku tersebut dapat dipenuhi. Analisis dilakukan untuk melihat peranan supplier dalam kelancaran proses produksi, dan juga untuk
74
mengetahui hambatan yang dihadapi industri inti dalam meningkatkan proses produksinya.
Dari hasil di lapangan teridentifikasi bahwa yang menjadi supplier untuk klaster/sentra kaos Surapati terdiri dari pedagang kain, pedagang peralatan sablon, dan aksesoris konveksi. Para pedagang ini berada di sekitar jalan Oto Iskandardinata (Otista) yang merupakan pusat tekstil dan produk tekstil di Kota Bandung. Selain itu juga telah muncul supplier di sekitar klaster/sentra seperti Toko Padasuka dan Toko Kenari. Untuk pedagang kain ini, mereka mendapat pasokan dari pabrik kain yang tersebar di Jawa Barat seperti Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Purwakarta, dan Bekasi. Supplier pada klaster tekstil dan produk tekstil Surapati terdiri dari : -
Pedagang kain Secara umum pedagang kain yang menjual berbagai jenis kain dipasok dari pabrik kain yang tersebar di Jawa Barat seperti Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Purwakarta, dan Bekasi. Sebenarnya ada keinginan dari industri inti untuk mendapatkan kain langsung dari pabrik tekstil. Tetapi dengan keterbatasan dana untuk mendapatkan kain dalam skala besar tidak mungkin dilakukan. Peran pedagang kain sebagai penyangga bahan baku menjadi andalan, artinya secara langsung industri inti telah menerapkan salah satu prinsip klaster industri. Kemudahan selain partai kecil juga sistem pembayaran dapat dilakukan secara kredit.
-
Pedagang Asesoris Pedagang asesoris menjual berbagai produk seperti kancing, benang, dan ruisleting dengan penjualan partai besar dan menggunakan sistem pembayaran kontan atau kredit.
-
Pedagang Bahan Sablon dan Peralatan Sablon Pedagang bahan sablon dan peralatan sablon menjual berbagai produk untuk proses sablon seperti bahan screen, cat untuk sablon, dan peralatan lainnya. Untuk bahan sablon (printing) yang berkualitas tinggi masih merupakan produk impor. Sedangkan untuk peralatan sablon yang dipakai dalam proses sablon hampir sepenuhnya telah diproduksi oleh pelaku lokal.
75
Pada pengumpulan data supplier ini penulis mengalami kesulitan untuk mendapatkan profil perusahaan karena mereka adalah umumnya pedagang. Untuk itu penelitian ini hanya mendapat data supplier dari industri inti dan data sekunder dari yaitu Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat. Selengkapnya namanama Supplier dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Nama-Nama Supplier
No 1 2 3 4 5 6
Pedagang Kain Toko Purnama Jl. Otista Toko Central Jl. Otista Toko Kenari Jl. Kenari Toko Meriah Jl. Otista Toko Padasuka Jl. PH. Mustapa PT. Kahatex
Peralatan Sablon Toko Aseli Jl. Otista Toko Aneka Ragam Jl. Cidurian Toko Spectra Jl. Otista Bandung Toko Asli Jl. Otista Toko Lukas Jl. Dalem Kaum -
Aksesoris Toko Otto Jaya Jl. Otista Toko Sepuluh Jl. Otista Toko Tokyo Jl. Otista -
Dalam melakukan proses produksi industri inti akan melakukan pemilihan terhadap supplier. Gambar 4.3 menunjukkan perbandingan rata-rata penilaian oleh industri inti yaitu industri kinerja tinggi, industri sedang, dan industri kinerja rendah terhadap pemilihan supplier berdasarkan kriteria harga, kualitas, kuantitas, dan pelayanan yang ditawarkan. Pada industri kinerja tinggi terlihat bahwa mereka mengutamakan kualitas dan pelayanan dari supplier. Untuk industri kinerja sedang mengutamakan kualitas, pelayanan, dan harga. Sedangkan untuk industri kinerja rendah lebih mengutamakan harga dari supplier.
76
Harga 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 Pelayanan
Tinggi
0,00
Kualitas
Sedang Rendah
Kuantitas
Gambar 4.3 Grafik Rata-rata Pemilihan Supplier
IV.2.3 Profil Subkontrak Subkontrak merupakan industri atau perusahaan yang mengerjakan sebagian tahap proses produksi yang harus dikerjakan usaha inti. Munculnya subkontrak dapat dilakukan dengan melakukan identifikasi terhadap seluruh tahapan produksi yang dilakukan industri inti. Dari keseluruhan tahapan tersebut, apakah ada yang dikerjakan oleh pihak lain. Jika ada maka pihak lain tersebut adalah subkontrak. Kemudian dilakukan identifikasi apakah subkontrak tersebut ada di dalam klaster.
Pada klaster Surapati terdapat keunikan dalam proses pekerjaan subkontrak, yaitu subkontrak dikerjakan oleh industri perorangan atau rumah tangga. Letak industri subkontrak berada di sekitar (belakang) industri inti yang mempunyai spesialisasi seperti jasa jahit, jasa sablon, dan bordir. Setiap perusahaan mempunyai subkontrak masing-masing, biasanya dipilih karena hubungan keluarga atau bekas pegawainya yang membuka usaha sendiri.
Pengerjaan subkontrak di klaster Surapati dikenal dengan lapisan industri yang mereka sebut dengan ring pelaku. Ring pelaku ini mengelompok menjadi 3 ring, yaitu :
77
1. Ring Pertama: yaitu kelompok usaha yang berada di sepanjang jalan Surapati – PHH. Mustopa yang disebut industri inti. Ring pertama ini lebih menguasai pasar, tempat usaha lebih representatif untuk menerima konsumen/pelanggan, dan mereka lebih fokus untuk mendapatkan order. 2. Ring Kedua: yaitu kelompok pelaku yang berada di belakang ring pertama. Kelompok inilah yang melakukan pekerjaan subkontrak atau yang mereka sebut maklun dari ring pertama. Selain itu juga mereka masih mengerjakan order dari pasarnya sendiri, namun dalam kapasitas yang relatif kecil. 3. Ring Ketiga: yaitu kelompok pelaku yang berada di belakang ring kedua, dan hanya mengerjakan pekerjaan subkontrak saja, baik dari ring pertama maupun dari ring kedua.
Tumbuhnya ring-ring pelaku ini terjadi begitu saja tanpa melalui proses yang direncanakan. Lapisan industri baru akan terbentuk dan bergabung dalam kelompok salah satu ring secara alamiah, ketika proses transfer keterampilan dirasa cukup oleh para pekerja dalam suatu unit usaha. Sehingga mereka memutuskan untuk mandiri menjadi unit usaha baru dan menjadi jejaring atau subkontrak dari unit usaha tempat mereka bekerja sebelumnya atau unit usaha lainnya. Fenomena ini telah terjadi secara turun menurun sejak awal adanya industri kaos Surapati hingga saat ini.
Gambar 4.4 menunjukkan penilaian pelaku usaha pada klaster TPT Surapati dalam memilih perusahaan subkontrak berdasarkan kriteria fasilitas produksi, biaya produksi, waktu produksi, dan mutu produksi. Kriteria yang menjadi sangat penting menurut industri kinerja tinggi adalah mutu produksi yang dihasilkan perusahaan subkontrak. Untuk industri kinerja sedang mutu, biaya dan waktu produksi adalah kriteria yang penting. Sedangkan kriteria yang sangat penting menurut industri kinerja rendah adalah biaya produksi.
78
Fasilitas 5.00 4.00 3.00 2.00 Tinggi
1.00 Mutu
Biaya
0.00
Sedang Rendah
Waktu
Gambar 4.4 Grafik Rata-rata Pemilihan Subkontrak
IV.2.4 Profil Pemasar Pemasar merupakan usaha penunjang yang mendukung industri inti dalam memasarkan produknya. Identifikasi untuk mengetahui munculnya pemasar di dalam klaster dapat dilakukan dengan mendeskripsikan kegiatan yang dilakukan industri inti dalam upaya menyampaikan produknya sampai ke tangan konsumen. Sehingga akan diketahui apakah industri inti menggunakan jasa pemasar atau melakukan sendiri kegiatan pemasarannya.
Pada klaster sentra kaos Surapati keberadaan pemasar sulit untuk diidentifikasi, karena para pelaku industri inti tidak secara langsung dapat mengenali pembelinya sebagai pemasar (perantara) atau pemakai (konsumen) langsung. Dari hasil wawancara di lapangan secara umum diperoleh gambaran bahwa kelompok pembeli antara lain institusi pemerintah lokal maupun luar daerah, sekolah, universitas, outlet, perusahaan swasta dan bank. Biasanya mereka memesan untuk seragam pegawai dan kaos olah raga. Distribusi pasar industri kaos menunjukkan bahwa proporsi pasar lokal hampir seimbang dengan pasar di luar daerah (antar kabupaten 32%, dan antar propinsi 28%), walaupun pasar lokal masih berada pada posisi teratas sebesar 36 %. Sedangkan untuk pasar ekspor teridentifikasi ada
79
sekitar 4%. Data mengenai distribusi pasar industri kaos Surapai dapat dilihat pada gambar 4.5.
4% 28%
36%
Lokal Antar Kabupaten Antar Propinsi Ekspor
32%
Gambar 4.5 Distribusi Pasar (Disperindag, 2006)
Gambar 4.6 menunjukan rata-rata penilaian pelaku usaha di klaster TPT Surapati dalam memilih pemasar/konsumen. Pada industri kinerja tinggi terlihat bahwa kemampuan promosi dari pemasar/konsumen merupakan kriteria yang sangat penting. Untuk industri kinerja sedang menganggap bahwa kemampuan mendapatkan order merupakan kriteria yang penting. Sedangkan untuk industri kinerja rendah menganggap bahwa harga produk yang sesuai adalah kriteria yang penting dalam pemilihan pemasar/konsumen.
Promosi 5.00 4.00 3.00 2.00 Tinggi
1.00
Sedang
0.00
Rendah
Harga
Order
Gambar 4.6 Grafik Rata-rata Pemilihan Pemasar
80
IV.3
Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Keberhasilan Klaster
IV.3.1 Identifikasi
Faktor-Faktor Yang
Berpengaruh
Terhadap
Keberhasilan Klaster IV.3.1.1 Bahan baku Bahan baku utama industri tekstil dan produk tekstil adalah kain dengan jenis dan kualitas yang berbeda-beda. Kebutuhan bahan baku untuk industri kecil dan menengah bervariasi untuk masing-masing perusahaan, yaitu untuk industri menengah berkisar 150 juta hingga 1,5 milyar rupiah dan untuk industri skala kecil berkisar 18 juta hingga 200 juta rupiah. Kebutuhan bahan baku ini akan meningkat jika order meningkat, biasanya pada tahun ajaran baru sekolah atau adanya even-even besar daerah maupun nasional. Jenis-jenis kain yang digunakan sebagai bahan baku yaitu : -
Kaos & Polo Shirt : PE (Polyester), Hyget, Cotton Carded, Cotton Combed, TC (tetoron cotton - 35 % cotton 65 % polyester, CVC (80% cotton, 20 % polyester), Polyester, Lacoste, Lacoste Cotton pique, Wafer, Double Knit, dll.
-
Jaket: Drill, Parasut/ Parasit, Taslan (nylon taslon), Baby canvas, Canvas sueding, Canvas ring, Canvas Marsoto, Ribstock/ Ribstop, Jeans/Denim, Micro fibre, Micro satin, High Twist, Semi Wol, Diadora, Adidas, Lotto, dll.
-
Pakaian Olahraga: Parasut/parasit, Taslan (nilon Taslon), Micro fibre, Micro saten, Adidas, Lotto, Paragon, Diadora, dll.
-
Kemeja: American drill, Castilo, Verlando, Ventura, Japan, Taipan, Oxford, Canada, Golden Mela, Tetoron, Ripstop/ Ribstok, High twist (Sebastian, Caravelle, Intercooler, Maxistyle ( Staff, Serasi, dll), Bellini (Topman, United, Fortis, dll), Estilo, Bertoluci, Pedroza, Exprezzo, Tifosi, Amarilo, Britain, Mantovani, Caterina, dll), BSY (tisu), Sutra, dll.
-
Celana: American drill, Castilo, Verlando, Ventura, Japan, Taipan, Canvas, Jeans (denim), Corduroy, High twist (Sebastian, Caravelle, Intercooler, Maxistyle (Staff, Serasi, dll), Bellini (Topman, United, Fortis, dll), Estilo, Bertoluci, Pedroza, Exprezzo, Tifosi, Amarilo, Britain, Mantovani, Caterina, dll) Wol, Ripstop (ribstock/ribstok), dsb.
81
-
Topi: Canvas, Drill, Jala/jaring, Rafel, Twill, Matador, dll.
-
Kostum Basket/Bola: Paragon, Jaring, Trilobal, Eye let, Serena, dll.
-
Sweater: fleece, polar fleece, baby tery, dll.
Ketersediaan bahan baku selama ini masih lancar dan dapat dengan mudah dipenuhi. Hal ini didukung oleh pabrik tekstil yang berada di Jawa Barat seperti Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Purwakarta, dan Bekasi. Dengan melalui para pedagang yang berada di sekitar jalan Oto Iskandardinata yang merupakan pusat tekstil dan produk tekstil di Kota Bandung. Melalui pedagang ini sistem pembayaran dapat dilakukan dengan sistem tunai, maupun secara kredit.
IV.3.1.2 Sumber daya manusia Pada tahun 2007, sentra kaos Surapati menyerap ± 5.600 tenaga kerja. Jumlah ini hasil perhitungan rata-rata tenaga kerja per unit usaha sebanyak 7 orang dikalikan 800 unit usaha perkiraan yang ada. Tidak seperti pada umumnya industri pakaian jadi (konveksi), tenaga kerja sentra kaos Surapati didominasi oleh tenaga kerja laki-laki. Tenaga kerja wanita biasanya ditempatkan sebagai penjaga toko/outlet dan manajemen. Hal ini dilakukan karena industri Surapati biasanya mengerjakan order yang cepat, seperti pembuatan spanduk biasanya selesai dalam waktu sehari (24 jam), sehingga dikerjakan secara lembur (malam hari). Sebagian tenaga kerja yang bekerja di bagian produksi memiliki pendidikan setingkat SLTP dan SMA, sedangkan untuk manajemen minimal SMA. Kecuali untuk beberapa perusahaan skala menengah yang sudah mempekerjakan para sarjana dan ahli madya, misalnya untuk disain. Upah tenaga kerja untuk bagian administrasi biasanya dibayar bulanan, sedangkan untuk bagian jahit dibayarkan secara borongan. Pembayaran sistem borongan ini, karena sistem produksi di sentra kaos Surapati adalah job order, dimana ordernya tidak kontinyu.
IV.3.1.3 Teknologi Pada awal pembentukan sentra, teknologi yang digunakan masih sederhana, menggunakan mesin jahit manual yang menggunakan kaki untuk menggerakkan mesin jahit. Pada tahun 1990-an teknologi sudah menggunakan mesin dinamo
82
untuk menggerakkan mesin jahit, dan juga jenis mesin obras telah berkembang menjadi obras benang tiga, overdeck, dan obras benang lima sehingga produksi dapat lebih cepat dan berkualitas. Akhir-akhir ini mesin jahit yang digunakan telah mengggunakan mesin jahit high speed sehingga waktu produksi dapat lebih cepat lagi.
Untuk pekerjaan sablon sentra kaos Surapati dari dulu sampai sekarang masih mempertahankan sablon hand made. Proses sablon hand made ini menjadi keunikan lokal yang dapat bersaing di pasar domestik dengan produk impor sejenis. Sedangkan untuk pekerjaan bordir menggunakan teknologi manual maupun bordir komputer tergantung jenis bordir yang akan dibuat.
IV.3.1.4 Keuangan Skala usaha yang kecil tidak menuntut adanya pengelolaan keuangan yang canggih, sehingga pengelolaan keuangan dapat dilakukan dengan sistem pengelolaan (pembukuan) sederhana. Tetapi untuk industri menengah pengelolaan keuangan ini sudah dilakukan dengan sistem komputerisasi. Untuk modal usaha rata-rata pelaku masih menggunakan modal sendiri dalam arti peran serta bank masih kecil sekali. Hal ini terjadi karena untuk modal produksi mereka mendapat pembayaran dimuka sebesar 50% dari konsumen.
IV.3.1.5 Pemasaran Sistem pemasaran yang dilakukan oleh pelaku industri sentra kaos Surapati masih menunggu pembeli (konsumen) yang datang ke outler mereka. Belum adanya sistem pemasaran yang memperkenalkan produk-produk secara terpadu seperti pameran yang terpadu. Untuk pemasaran luar daerah biasanya dilakukan oleh orang yang pernah tinggal di Bandung dan mengenal sentra ini. Mereka ini menjadi perantara untuk memasarkan dan memperkenalkan produk-produk sentra kaos Surapati di daerahnya masing-masing. Aktivitas iklan atau promosi juga hampir tidak ada, kalaupun ada yang mengikuti pameran itu masih terbatas pada pengusaha tertentu. Tetapi karena lokasi kawasan Surapati sudah dikenal ke
83
berbagai wilayah Indonesia, maka permintaan terhadap produk yang dihasilkan klaster ini masih cukup besar.
IV.3.1.6 Kemampuan Pengusaha Kemampuan pengusaha di sentra kaos Surapati dalam hal proses produksi cukup baik sekali. Karena rata-rata mereka juga merupakan tenaga kerja di perusahaannya sendiri maupun bekas tenaga kerja di perusahaan orang lain. Tetapi dalam hal manajerial perusahaan masih minim sekali. Hal ini disebabkan tingkat pendidikan para pelaku usaha rata-rata SLTP dan SMA, sehingga mereka kurang berani untuk melakukan inovasi, mengambil resiko, dan lemahnya dalam manajemen usaha. Untuk pelaku usaha yang mempunyai pendidikan lebih tinggi (S1 dan S2), biasanya lebih berani dalam melakukan inovasi, mengambil resiko, dan kuat dalam manajemen usaha. Sehingga perusahaan lebih maju dibandingkan dengan perusahaan lainnya.
IV.3.1.7 Kultur Industri Kultur industri di sentra kaos Surapati cukup kondusif sekali. Berada di daerah yang strategis di pusat Kota Bandung dengan akses jalan yang dapat langsung ke Jakarta. Lingkungan persaingan cukup tinggi baik dalam pemasaran maupun dalam mendapatkan input (±269 pelaku usaha). Dukungan dari masyarakat sekitar baik sekali dengan rimbunnya pelaku usaha dan adanya lapisan industri, sehingga dapat dikatakan memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat sekitar.
IV.3.1.8 Program Pembinaan Program pembinaan terhadap sentra kaos Surapati baru akhir-akhir ini dilakukan. Terutama sejak dijadikannya sentra ini menjadi contoh pengembangan industri kecil dan menengah dengan model klaster industri yang di lakukan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Barat. Tetapi peran serta dari pelaku usaha dalam organisasi yang dibangun masih kurang. Sedangkan Pemerintah Kota Bandung akan merevitalisasi menjadi kawasan sentra industri dan perdagangan Kota Bandung dan sebagai kawasan industri unggul.
84
IV.3.2 Perhitungan
Faktor-Faktor
Yang
Berpengaruh
Terhadap
Keberhasilan Klaster Perhitungan faktor-faktor keberhasilan industri dilakukan dengan menggunakan analisis diskriminan. Tujuan analisis diskriminan adalah untuk menentukan variabel yang dominan terhadap keberhasilan dan perbedaan kelompok.
IV.3.2.1 Uji Validitas dan Reabilitas Validitas menentukan seberapa bagus alat ukur mampu mengukur suatu instrumen tertentu yang akan diukur. Uji validitas dapat dilakukan dengan melihat korelasi antara masing-masing pertanyaan di dalam kuesioner dengan skor total. Secara statistik nilai korelasi yang diperoleh dibandingkan dengan angka kritis pada tabel korelasi dengan tingkat signifikansi tertentu.
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana alat ukur dapat dipercaya dan diandalkan. Reliabilitas mengukur seberapa jauh tingkat konsistensi alat ukur dalam mengukur sesuatu, analisis reliabilitas dapat mengukur tingkat kepercayaan dari hasil pengukuran. Jika nilai alpha berada diantara 0,5 hingga 0,69 maka keandalan dapat dianggap cukup baik. Jika berada antara 0,7 hingga 0,89 maka keandalan dianggap baik. Jika nilai alpha lebih atau sama dengan 0,9 maka keandalan sangat baik. (Amiseno, 2006). Hasil uji validitas dan reliabilitas selengkapnya terdapat dalam lampiran B.
a. Pengukuran Bahan Baku Dari uji reabilitas faktor bahan baku yang terdiri dari 4 variabel pertanyaan menghasilkan nilai alpha 0,754 yang berarti bahwa pertanyaan-pertanyaan tersebut mempunyai keandalan pengukuran yang baik. Nilai korelasi yang didapatkan cukup memadai dengan nilai diatas nilai kritis korelasi (0,444) pada tingkat signifikansi 0,05, sehingga dapat dikatakan bahwa pertanyaanpertanyaan tersebut valid. Tetapi pada X1 dan X3 terjadi korelasi yang tinggi yaitu diatas 0,9.
b. Pengukuran Sumber Daya Manusia Nilai alpha yang didapatkan dari uji keandalan sumber daya manusia yang terdiri dari 3 pertanyaan sebesar 0,514. Hal ini berarti bahwa pertanyaan-
85
pertanyaan tersebut mempunyai keandalan pengukuran yang cukup baik. Nilai korelasi dari masing-masing item pertanyaan berada diatas nilai kritis korelasi pada tingkat signifikansi 0,05, sehingga dapat dikatakan pertanyaanpertanyaan tersebut valid merupakan alat ukur yang valid.
c. Pengukuran Teknologi Keandalan pengukuran dari faktor teknologi yang terdiri dari 4 variabel pertanyaan menghasilkan nilai alpha sebesar 0,603, sehingga dapat dikatakan pertanyaan-pertanyaan tersebut memiliki keandalan yang cukup baik. Nilai korelasi yang didapatkan semuanya memenuhi syarat diatas nilai kritis pada signifikansi 5%, sehingga dapat dikatakan sebagai alat ukur yang valid.
d. Pengukuran Keuangan Nilai alpha yang didapat dari uji kehandalan faktor keuangan yang terdiri dari 3 variabel pertanyaan sebesar 0,306, sehingga dapat dikatakan pertanyaanpertanyaan tersebut tidak memiliki keandalan yang baik. Hal ini berarti pertanyaan pada faktor keuangan ini kurang dapat dimengerti oleh IKM. Nilai korelasi yang didapatkan semuanya memenuhi syarat diatas nilai kritis pada signifikansi 5%, sehingga dapat dikatakan sebagai alat ukur yang valid.
e. Pengukuran Pemasaran Keandalan pengukuran dari faktor teknologi yang terdiri dari 3 variabel pertanyaan menghasilkan nilai alpha sebesar 0,548, sehingga dapat dikatakan pertanyaan-pertanyaan tersebut memiliki keandalan yang cukup baik. Nilai korelasi yang didapatkan semuanya memenuhi syarat diatas nilai kritis pada signifikansi 5%, sehingga dapat dikatakan sebagai alat ukur yang valid.
f. Pengukuran Kemampuan Pengusaha Nilai alpha yang didapat dari uji kehandalan faktor keuangan yang terdiri dari 3 variabel pertanyaan sebesar 0,545, sehingga dapat dikatakan pertanyaanpertanyaan tersebut memiliki keandalan yang cukup baik. Nilai korelasi yang didapatkan semuanya memenuhi syarat diatas nilai kritis pada signifikansi 5%, sehingga dapat dikatakan sebagai alat ukur yang valid.
g. Pengukuran Program Pembinaan Nilai alpha yang didapat dari uji kehandalan faktor keuangan yang terdiri dari 3 variabel pertanyaan sebesar 0,623, sehingga dapat dikatakan pertanyaan-
86
pertanyaan tersebut memiliki keandalan yang cukup baik. Sedangkan nilai korelasi yang didapatkan semuanya memenuhi syarat diatas nilai kritis pada signifikansi 5%, sehingga dapat dikatakan sebagai alat ukur yang valid.
h. Pengukuran Kultur Industri Nilai alpha yang didapat dari uji kehandalan faktor keuangan yang terdiri dari 3 variabel pertanyaan sebesar 0,553, sehingga dapat dikatakan pertanyaanpertanyaan tersebut memiliki keandalan yang cukup baik. Nilai korelasi yang didapatkan semuanya memenuhi syarat diatas nilai kritis pada signifikansi 5%, sehingga dapat dikatakan sebagai alat ukur yang valid. Hasil selengkapnya dari uji reabilitas dan validitas tercantum dalam tabel 4.5. Tabel 4.5. Tabel Hasil Uji Validitas dan Reabilitas
Faktor Bahan Baku
Sumber Daya Manusia Teknologi
Keuangan
Pemasaran
Kemampuan Pengusaha Program Pembinaan
Kultur Industri
Variabel
Korelasi
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X20 X21 X22 X23 X24 X25 X26
0,902 0,796 0,907 0,451 0,834 0,655 0,640 0,796 0,626 0,543 0,770 0,543 0,744 0,650 0,729 0,650 0,813 0,703 0,719 0,752 0,841 0,760 0,676 0,693 0,732 0,769
87
Alpha Cronbach 0,754
0,514
0,603
0,306
0,548
0,545
0,623
0,553
IV.3.2.2 Uji Asumsi a.
Uji Normalitas Uji normalitas data bertujuan untuk mengetahui apakah variabel kontrol dan dependen terdistribusi normal atau tidak. Untuk menguji normalitas data dalam penelitian ini digunakan metode Kolmogorov Smirnov One Sample. Jika nilai Signifikansi lebih besar dari (>) 0,05 maka distribusi dinyatakan normal. Dari hasil perhitungan dengan SPSS dihasilkan nilai signifikansi lebih besar dari 0,05, sehingga ke 26 variabel yang diuji dinyatakan berdistribusi normal.
b.
Uji Multikolinearitas Uji multikolinieritas bertujuan untuk melihat apakah ada hubungan atau korelasi antar variabel bebas (independen). Jika terjadi korelasi yang tinggi, maka terjadi multikolinearitas. Model regresi yang baik seharunya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. (Gozali, 2001). Korelasi Pearson antar variabel independen dikatakan bebas dari multikolinearitas jika nilainya di bawah nilai kritis korelasi pearson untuk multikolinearitas yaitu sebesar 0,9 (Cooper and Emory (1998) dalam Gozali, 2001). Dari hasil perhitungan korelasi pearson (lampiran B) diketahui bahwa dari ke-26 variabel ada tiga variabel yang nilai korelasi pearson diatas nilai 0,9. Sehingga dapat dikatakan bahwa terjadi multikolinearitas pada model ini. Agar tidak terjadi multikolinearitas pada model seharusnya ketiga variabel tersebut tidak dimasukkan ke dalam model.
c.
Uji Variansi-Kovariansi Pengujian asumsi variansi-kovariansi menggunakan pengujian Box’s M. Dari hasil perhitungan didapat nilai signifikansi sebesar 0,260 lebih besar (>) 0,05. Maka pada perhitungan ini terjadi ketidaksamaan kovarian sehingga akan mempengaruhi pengelompokkan case. Hal ini disebabkan sampel yang diambil kurang banyak, sehingga jika untuk kesamaan kovarian perlu dilakukan penambahan sampel.
88
IV.3.2.3 Analisis Diskriminan Tujuan analisis diskriminan pada penelitian ini adalah untuk : 1. Menentukan apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara profil skor rata-rata dari tiga kluster yang telah terbentuk pada analisis kluster sebelumnya, yaitu: a. Kelompok 1 : Kelompok industri kinerja tinggi b. Kelompok 2 : Kelompok industri kinerja sedang c. Kelompok 3 : Kelompok industri kinerja rendah 2. Menentukan variabel mana yang mempunyai discriminan power atau daya beda yang besar untuk membedakan ketiga kelompok industri tersebut.
Dari hasil perhitungan dengan analisis diskriminan diperoleh beberapa hasil uji statistik (Lampiran B). Dalam proses perhitungan menyatakan bahwa data dikatakan valid untuk diproses berjumlah 30 data (Lampiran B pada Analysis Case Processing Summery). Group statistis (Lampiran) menunjukkan bahwa 5 responden masuk ke dalam kinerja tinggi, 12 kinerja sedang, dan 13 kinerja rendah. Test of Equality of Group Means (Lampiran B) menguji apakah ada perbedaan yang signifikan antara grup untuk setiap variabel bebas yang ada.
Variabel in the analysis (Lampiran B) menunjukkan pemilihan variabel yang dimasukkan ke dalam model. Dengan nilai signifikansi Wilks Lambda
yang
bernilai lebih kecil dari level of significanse (<0.05) maka variabel-variabel tersebut yang berpengaruh dalam hasil analisis diskriminan. Pada step 1 menunjukkan nilai signifikansi F sebesar 0,000 di bawah 0,05, sehingga variabel X16 masuk ke dalam model diskriminan. Pada step 2 nilai signifikansi F variabel di bawah O,05 yaitu 0,01 yang berarti variabel X16 masuk dalam model diskriminan. Pada step 2 ini juga variabel X10 masuk ke dalam model dengan nilai signifikansi F sebesar 0,015. Pada step 3 variabel X16, X10, dan X4 mempuyai nilai signifikansi di bawah 0,05 yaitu 0,000, 0,17, dan 0,27 sehingga ketiga variabel ini masuk ke dalam model diskriminan.
89
Dengan menggunakan metoda Wilks Lambda ditentukan variabel yang masuk ke dalam model. Penentuan variabel ini dilakukan dengan melihat variansi yang dapat dijelaskan oleh variabel-variabel yang masuk ke dalam model yang diwakili. Melalui nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 maka variabel tersebut masuk ke dalam model analisis diskrimian.
IV.3.2.4 Validasi Dengan menggunakan Classification Result (Lampiran B) akan dapat dilihat kesesuaian model terhadap pembentukan group. Pada bagian Original terlihat bahwa yang tergolong grup kinerja tinggi (5 responden) dan dari model diskriminan, responden yang tetap pada grup ini adalah 4 responden. Pada grup kinerja sedang (12 responden) dan dari model diskriminan, responden yang tetap pada grup ini adalah 9 responden. Sedangkan pada grup kinerja rendah (13 responden) yang tetap pada grup ini adalah 10 responden.
Dari hasil validasi (Cross Validated) dihasilkan ketepatan prediksi sebesar 73,3 % dan sebelumnya (original) sebesar 76,7 %. Pengujian kelayakan model secara statistik dapat dilakukan dengan uji Press’s Q yaitu untuk mengetahui keakuratan hasil model analisis diskriminan, dengan perhitungan sebagi berikut:
Press’s Q =
[30 − (30.3)]2 30(3 − 1)
= 60
Dengan nilai Press’s Q yang lebih besar dari nilai signifikansi level 0,01, yaitu 6,63 (Hair, 1998), maka dapat disimpulkan bahwa model prediksi secara signifikan lebih baik. Dengan demikian model diatas dapat digunakan dalam analisis.
90