RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO Ernitha Panjaitan Staf Pengajar Fakultas Pertanian UMI Medan ABSTRAK Percobaan untuk mengetahui respons pertumbuhan planlet tanaman anggrek (Dendrobium, sp) terhadap pemberian BAP dan NAA secara in vitro, telah dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan, Balai Benih Induk Hortikultura Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, Medan, mulai bulan Februari sampai bulan Mei 2005. Planlet tanaman anggrek yang digunakan adalah dari genus Dendrobium. Penelitian dilaksanakan dengan mempergunakan Rancangan Acak Kelompok dengan lima ulangan. Perlakuan percobaan disusun secara faktorial 4 x 4 (4 dosis BAP dan 4 dosis NAA). Keempat konsentrasi BAP (S) adalah: S0 = 0 mg / l air; S1 = 0.75 mg / l air; S2 = 1.50 mg / l air; S3 = 2.25 mg / l air, dan keempat konsentrasi NAA (A) adalah: A0 = 0 mg / l air; A1 = 0.25 mg / l air; A2 = 0.50 mg / l air; A3 = 0.75 AA mg / l air. Hasil percobaan menunjukkan bahwa pemberian BAP yang semakin tinggi dapat meningkatkan tinggi tanaman, akan tetapi menghambat proses penambahan jumlah tunas dan jumlah akar. Berbeda halnya dengan pemberian NAA, di mana dengan semakin tinggi konsentrasi NAA yang diberikan, maka semakin meningkat pula jumlah tunas dan jumlah akar planlet, tetapi justru menghambat tinggi tanaman. Interaksi antara pemberian BAP dan NAA memberi pengaruh yang sangat nyata terhadap jumlah akar, tetapi memberi pengaruh berbeda tidak nyata terhadap jumlah tunas, jumlah daun, dan tinggi tanaman. Kata kunci: Planlet tanaman anggrek, BAP, NAA, In vitro, Respons pertumbuhan
PENDAHULUAN Indonesia memiliki keanekaragaman spesies anggrek yang sangat besar, diperkirakan sekitar 5000 spesies anggrek tersebar di hutan-hutan Indonesia. Keadaan ini merupakan potensi yang sangat berharga bagi pengembangan anggrek di Indonesia, terutama berkaitan dengan sumberdaya genetik anggrek yang sangat diperlukan untuk menghasilkan anggrek-anggrek silangan yang baik dan unggul. Sangat disayangkan, keanekaragaman anggrek tersebut terancam kelestariannya karena maraknya penebangan hutan dan konversi hutan. Penyebab lain adalah banyaknya pencurian terselubung oleh orang asing terhadap anggrek-anggrek asli alam dengan dalih kerjasama dan sumbangan dana penelitian. Oleh karena itu perlu melestarikan serta menginventarisir plasma nutfah jenis-jenis anggrek yang kita miliki, sehingga terjamin kelestarian
keanekaragaman jenis anggrek tersebut (Sandra, 2004). Sementara itu hanya sebagian kecil pihak yang mampu melakukan pengembangan dan pemanfaatan anggrek spesies. Salah satu alternatif untuk melestarikan keanekaragaman anggrek adalah melakukan perbanyakan melalui kultur jaringan. Dengan kultur jaringan, kita dapat melakukan berbagai hal yang berkaitan dengan pengembangan anggrek yang tidak dapat dilakukan secara konvensional. Dengan kultur jaringan juga dapat dilakukan perbanyakan anggrek dengan jumlah banyak dan dalam waktu yang relatif singkat. Selain itu, bisa dihasilkan anggrek yang memiliki sifat sama dengan induknya dan pertumbuhannya relatif seragam. Teknik kultur jaringan sebenarnya sangat sederhana, yaitu suatu sel atau irisan jaringan tanaman yang disebut eksplan secara aseptik diletakkan dan dipelihara dalam medium padat atau cair yang cocok dan dalam keadaan steril.
Respons Pertumbuhan Tanaman Anggrek (Dendrobium sp.) terhadap Pemberian BAP dan NAA secara In vitro (Ernitha Panjaitan) 50
Dengan cara demikian sebagian sel pada permukaan irisan tersebut akan mengalami proliferasi dan membentuk kalus. Apabila kalus yang terbentuk dipindahkan ke dalam medium diferensiasi yang cocok maka akan terbentuk tanaman kecil yang lengkap dan disebut planlet. Dengan teknik kultur jaringan ini hanya dari satu irisan kecil suatu jaringan tanaman dapat dihasilkan kalus yang dapat menjadi planlet dalam jumlah besar. Teknik kultur jaringan akan berhasil apabila syarat – syarat yang perlukan terpenuhi. Syarat – syarat tersebut meliputi pemilihan eksplan sebagai bahan dasar untuk pembentukan kalus, penggunaan medium yang cocok, keadaan aseptik dan pengaturan udara yang baik. Meskipun pada prinsipnya semua jenis sel dapat di tumbuhkan, tetapi sebaiknya dipilih dari bagian meristem, misalnya daun muda, ujung akar, ujung batang dan sebagainya. Bila menggunakan embrio atau bagianbagian biji yang lain sebagai eksplan, perlu diperhatikan kemasakan embrio, waktu imbibisi, temperatur, dan dormansi (Hendaryono, 1994). Dalam kultur jaringan ada dua golongan zat pengatur tumbuh pendorong pertumbuhan yang sangat penting yaitu Auksin dan Sitokinin. Salah satu auksin sintetik yang digunakan dalam kultur jaringan yaitu NAA (Naftalen Asam Asetat). Gunanya untuk merangsang pertumbuhan kalus, suspensi sel dan organ. Sedangkan golongan sitokinin sintetik yang biasanya digunakan yaitu BAP (Benzyl Amino Purine). Gunanya adalah untuk merangsang pembelahan sel (Gunawan, 1987). Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian tentang kultur jaringan dengan memberikan ZPT BAP dan NAA terhadap planlet tanaman anggrek, serta bagaimana respons pertumbuhan planlet tanaman anggrek tersebut.
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Balai Benih Induk Holtikultura Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, Medan, mulai bulan Februari 2005 sampai bulan Mei 2005.
Bahan dan Alat Bahan yang di gunakan adalah: planlet tanaman anggrek Dendrobium sp, medium Vacin and Went (VW) padat, BAP, NAA, aquadest, betadine, alkohol 70 %, dithane M-45, clorox, agrept 20 WP, detergen, alumunium foil, agar – agar. Alat yang digunakan adalah: Laminar Air Flow Cabinet, shaker, autoclave, timbangan analitik, petridish, botol kultur berukuran 11.5 cm x 6.5 cm, pH meter, oven, rak tabung, gelas ukur, batang kaca pengaduk, pinset, pisau scapel, gunting, handsprayer, Erlenmeyer, corong, dan alat tulis. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap ( RAL ) Faktorial yang terdiri dari dua faktor perlakuan: Faktor pertama adalah konsentrasi BAP (S) yang terdiri atas 4 taraf, yaitu: S0 = 0 mg / l air; S1 = 0.75 mg / l air; S2 = 1.50 mg / l air; S3 = 2.25 mg / l air. Faktor kedua adalah konsentrasi NAA (A) yang terdiri atas 4 taraf, yaitu: A0 = 0 mg / l air; A1 = 0.25 mg / l air; A2 = 0.50 mg / l air; A3 = 0.75 AA mg / l air. Jumlah kombinasi perlakuan 16, jumlah ulangan 5, sehingga terdapat 80 unit penelitian, dan banyaknya planlet per botol 1, dengan demikian terdapat 80 botol unit kombinasi perlakuan. Adapun peubah yang diamati adalah: jumlah tunas yang terbentuk, tinggi planlet, jumlah daun, dan jumlah akar.
HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Tunas yang Terbentuk Berdasarkan hasil percobaan diperoleh, bahwa semakin meningkat konsentrasi BAP, maka pertambahan jumlah tunas planlet tanaman anggrek semakin kecil. Hubungan antara konsentrasi BAP dengan jumlah tunas yang terbentuk planlet tanaman anggrek pada umur 8 minggu setelah penanaman terlihat pada Gambar 1. Perlakuan pemberian NAA yang semakin meningkat, akan menyebabkan semakin meningkat pula jumlah tunas planlet tanaman anggrek (Gambar 2). Hal ini disebabkan ZPT NAA pada konsentrasi tertentu dapat meningkatkan laju fotosintesis tanaman, meningkatkan sintesis protein. Interaksi antar perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap51 jumlah tunas yang terbentuk pada semua umur pengamatan.
JURNAL PENELITIAN BIDANG ILMU PERTANIAN Volume 3, Nomor 3, Desember 2005: 45-51
Pada Tabel 1 disajikan data rataan jumlah tunas yang terbentuk planlet tanaman anggrek akibat pemberian BAP
dan NAA pada umur 2, 4, 6 dan 8 minggu setelah penanaman.
Tabel 1. Rataan Jumlah Tunas yang Terbentuk Planlet Tanaman Anggrek Akibat Pemberian BAP dan NAA pada Umur 2, 4, 6, dan 8 Minggu setelah Penanaman Jumlah Tunas Yang Terbentuk pada Umur (tunas) Perlakuan 2 MSP 4 MSP 6 MSP 8 MSP P0 1.14 1.36 1.53 1.79 b 0.96 1.09 1.23 1.34 a P1 0.97 1.06 1.22 1.33 a P2 0.91 1.07 1.21 1.32 a P3 A0 0.79 0.82 aA 0.98 a 1.05 aA 0.97 1.10 abAB 1.25 ab 1.40 abAB A1 1.06 1.31 bB 1.51 b 1.58 bB A2 1.15 1.36 bB 1.44 b 1.75 bB A3 BNJD 0.05 0.30 0.34 0.36 0.39 0.45 0.48 BNJD 0.01 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom dan kelompok perlakuan yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% dan 1%.
Tabel 2. Rataan Tinggi Tanaman Planlet Anggrek Akibat Perlakuan BAP dan NAA pada Umur 2, 4, 6 dan 8 Minggu setelah Penanaman Tinggi Tanaman ( cm ) pada Umur Perlakuan 2 MSP 4 MSP 6 MSP 8 MSP P0 0.39 0.63 0.84 1.03 aA 0.42 0.73 0.91 1.17 abA P1 0.42 0.71 0.97 1.23 bA P2 0.41 0.72 0.95 1.29 bB P3 A0 0.42 0.69 0.97 1.32 bB 0.41 0.72 0.91 1.24 abAB A1 0.38 0.68 0.89 1.08 aA A2 0.43 0.70 0.90 1.08 aA A3 BNJD 0.05 0.19 0.23 BNJD 0.01 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom dan kelompok perlakuan yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% dan 1%.
Tinggi Planlet Tanaman (cm) Hasil percobaan menunjukkan bahwa pemberian BAP yang semakin meningkat akan meyebabkan semakin meningkat pula pertambahan tinggi planlet tanaman anggrek (Gambar 3), sebaliknya semakin meningkat konsentrasi NAA, maka pertambahan tinggi planlet tanaman anggrek semakin kecil (Gambar 4). Interaksi antara perlakuan BAP dan NAA berpengaruh tidak nyata pada semua umur pengamatan. Terjadinya peningkatan tinggi planlet tanaman oleh karena pemberian BAP yang semakin meningkat, disebabkan karena BAP merupakan ZPT golongan sitokinin 52 yang dapat mendorong pembelahan sel, membantu perkembangan embrio secara teratur pada perkecambahan biji,
menghambat degradasi klorofil dan menghambat penuaan (Noggle and Fritz, 1979). Dengan semakin meningkatnya pembelahan sel pada jaringan tanaman maka akan semakin meningkat pula tinggi tanaman. Sedangkan fungsi ZPT NAA lebih bersifat mempengaruhi pembentukan dan pemanjangan akar tanaman. Rataan tinggi planlet tanaman anggrek pada umur 2, 4, 6 dan 8 minggu setelah penanaman dengan pemberian BAP dan NAA pada berbagai konsentrasi, dapat dilihat pada Tabel 2. Jumlah Daun (Helai) Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian BAP dan NAA dan juga interaksinya berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun pada semua umur
Respons Pertumbuhan Tanaman Anggrek (Dendrobium sp.) terhadap Pemberian BAP dan NAA secara In vitro (Ernitha Panjaitan)
pengamatan. Hal ini mungkin disebabkan waktu pengamatan yang relatif singkat. Tabel 3. Rataan Jumlah Daun Planlet Tanaman Anggrek Akibat Pemberian BAP dan NAA pada Umur 2, 4, 6 dan 8 Minggu setelah Penanaman Jumlah Daun ( helai ) pada Umur Perlakuan P0 P1 P2 P3
2 MSP 3.40 3.70 3.60 3.45
4 MSP 4.50 4.60 4.65 4.75
6 MSP 7.15 7.30 8.80 7.40
8 MSP 8.50 8.80 10.55 9.25
3.70 4.85 7.75 9.30 A0 3.65 4.95 8.35 10.15 A1 2.95 4.00 6.25 7.75 A2 3.85 4.70 8.30 9.90 A3 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom dan kelompok perlakuan yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% dan 1%.
Tabel 4. Rataan Jumlah Akar Planlet Tanaman Anggrek Akibat Pemberian BAP dan NAA pada Umur 8 Minggu setelah Penanaman Jumlah Akar ( helai ) Perlakuan A0 A1 A2 P0 1.80 aA 2.20 cC 3.80 cC P1 1.60 aA 1.20 aA 2.80 bB P2 1.40 aA 1.40 abAB 1.40 aA P3 1.00 aA 1.20 aA 1.40 aA Rataan 1.45 aA 1.50 aA 2.35 bB Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom dan sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% dan 1%.
Jumlah Tunas (Tunas)
Jumlah Akar ( helai ) Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan BAP, NAA dan interaksinya berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah akar planlet tanaman anggrek pada umur 8 minggu setelah penanaman. Pada Gambar 5 terlihat bahwa pertambahan jumlah akar semakin kecil dengan meningkatnya konsentrasi BAP. Sebaliknya pertambahan jumlah akar semakin besar dengan semakin meningkatnya konsentrasi NAA (Gambar 6). Hal ini menurut Gunawan (1987)
Rataan A3 4.20 dD 3.00 cC 3.80 cC 2.35 bBC 2.80 bB 1.75 aAB 1.60 aA 1.30 aA 3.10 cC kelompok perlakuan yang
disebabkan penggunaan BAP dengan konsentrasi tinggi seringkali menyebabkan regeneran sulit berakar dan dapat menyebabkan penampakan pucuk abnormal. Sedangkan ZPT NAA merupakan golongan auksin yang digunakan untuk pembesaran dan difrensiasi akar (Bhojwani and Radzan, 1983), sehingga dengan adanya peningkatan konsentrasi NAA dapat meningkatkan pertumbuhan akar planlet tanaman anggrek. Interaksi BAP dan NAA dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8.
1.9 1.7 1.5 1.3 1.1
y = -0.19P + 1.66, r = 0.80
0.9 0
0.75
1.5
2.25
Konsentrasi BAP (mg/l)
Gambar 1. Hubungan Konsentrasi BAP dengan Jumlah Tunas Planlet Tanaman Anggrek53 Hasil Kultur Jaringan pada Umur 8 Minggu Setelah Tanam JURNAL PENELITIAN BIDANG ILMU PERTANIAN Volume 3, Nomor 3, Desember 2005: 45-51
Jumlah Tunas (tunas)
2.0 1.7 1.4 1.1
Ŷ = 1.10 + 0.91 A; r = 0.98
0.8 0.5 0
0.25
0.5
0.75
Konsentrasi NAA (mg/l)
Gambar 2. Hubungan Konsentrasi NAA dengan Jumlah Tunas Planlet Tanaman Anggrek Hasil Kultur Jaringan pada Umur 8 Minggu Setelah Tanam
Tinggi Tanaman (cm)
1.5
1.3
1.1
0.9
Ŷ = 3.44 + 0.55 P; r = 0.90 0.7 0
0.75
1.5
2.25
Konsentrasi BAP (mg/l)
Gambar 3. Hubungan Konsentrasi BAP dengan Tinggi Planlet Tanaman Anggrek Hasil Kultur Jaringan pada Umur 8 Minggu Setelah Tanam
Tinggi Tanaman (cm)
1.4
1.2
1.0
Ŷ = 1.31 – 0.35 A; r = -0.95
0.8 0
0.25
0.5
0.75
Konsentrasi NAA (mg/l)
Gambar 4. Hubungan Konsentrasi NAA dengan Tinggi Planlet Tanaman Anggrek Hasil Kultur Jaringan pada Umur 8 Minggu Setelah Tanam 54
Respons Pertumbuhan Tanaman Anggrek (Dendrobium sp.) terhadap Pemberian BAP dan NAA secara In vitro (Ernitha Panjaitan)
Jumlah Akar (helai)
3.5 2.8 2.1 1.4 0.7
Ŷ = 2.96 – 0.76 P; r = - 0.99
0 0
0.75
1.5
2.25
Konsentrasi BAP (mg/l)
Gambar 5. Hubungan Konsentrasi BAP dengan Jumlah Akar Planlet Tanaman Anggrek Hasil Kultur Jaringan pada Umur 8 Minggu Setelah Tanam 3.2
Jumlah Akar (helai)
2.8 2.4 2.0 1.6 1.2 0.8
Ŷ = 1.23 + 2.32 A; r = 0.96
0.4 0.0 0
0.25
0.5
0.75
Konsentrasi NAA (mg/l)
Gambar 6. Hubungan Konsentrasi NAA dengan Jumlah Akar Planlet Tanaman Anggrek Hasil Kultur Jaringan pada Umur 8 Minggu Setelah Tanam 6
A0 : Ŷ = 1.84 – 0.35 P; r = -0.98 A1 : Ŷ = 1.92 – 0.37 A; r = -0.76 A2 : Ŷ = 3.64 – 1.15 P; r = -0.95 A3 : Ŷ = 4.42 – 1.17 P; r = -0.98
Jumlah Akar (helai)
5 4 3
A0 A1 A2 A3
2 1 0 0
0.75
1.5
2.25
Konsentrasi BAP (mg/l)
Gambar 7. Hubungan Konsentrasi BAP dengan Jumlah Akar Planlet Tanaman Anggrek Hasil Kultur Jaringan pada Berbagai Konsentrasi NAA pada Umur 8 Minggu Setelah Tanam 55
JURNAL PENELITIAN BIDANG ILMU PERTANIAN Volume 3, Nomor 3, Desember 2005: 45-51
6
P0 : Ŷ = 1.68 + 3.52 P; r = 0.96 P1 : Ŷ = 1.12 + 3.28 A; r = 0.90 P2 : Ŷ = 1.12 + 1.68 P; r = 0.77 4 P : Ŷ = 1.00 + 0.80 P; r = 0.99 3
Jumlah Akar (helai)
5
P0 P1
3
P2 P3
2 1 0 0
0.25
0.5
0.75
Konsentrasi NAA (mg/l)
Gambar 8. Hubungan Konsentrasi NAA dengan Jumlah Akar Planlet Tanaman Anggrek Hasil Kultur Jaringan pada Berbagai Konsentrasi BAP pada Umur 8 Minggu Setelah Tanam akar terbanyak diperoleh pada kombinasi perlakuan P0A3 yaitu 4.20 helai.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pemberian BAP berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas yang terbentuk, berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi planlet tanaman, jumlah akar dan berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun planlet tanaman anggrek (Dendrobium sp.) secara in vitro. Semakin tinggi konsentrasi BAP maka tinggi tanaman semakin meningkat tetapi pertambahan jumlah tunas dan jumlah akar semakin kecil. Tanaman tertinggi diperoleh pada pemberian BAP dengan konsentrasi 2.25 mg/l. Pemberian NAA berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah tunas yang terbentuk, tinggi tanaman, dan jumlah akar tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun planlet tanaman anggrek (Dendrobium sp.) secara in vitro. Semakin tinggi konsentrasi NAA maka jumlah tunas dan jumlah akar semakin meningkat, tetapi pertambahan tinggi tanaman semakin kecil. Jumlah tunas dan jumlah akar yang paling banyak diperoleh pada pemberian NAA dengan konsentrasi 0,75 mg/l. Interaksi antara zat pengatur tumbuh BAP dan NAA berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah akar, tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah tunas, jumlah daun dan tinggi tanaman planlet anggrek 56 (Dendrobium sp.) secara in vitro. Jumlah
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan waktu pengamatan yang lebih lama sehingga diperoleh respons pertumbuhan planlet tanaman anggrek (Dendrobium sp.) yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, 1983. Dasar-dasar Pengetahuan tentang Zat Pengatur Rumbuh Angkasa, Bandung. Bhojwani, S.S. and M.K. Radzan, 1983. Plant Tissue Culture Theority and Practice. Hendaryono, D.P. dan Wijayani, A.,1994. Teknik Kultur Jaringan, Kanisius, Yogyakarta. Gunawan, L.W., 1987. Budidaya Anggrek Penebar Swadaya, Jakarta. Noggle, G.R. and G.J. Fritz., 1979. Introduction Plant Physiology. Prentice-Hall of India Private Ltd. New Delhi. Sandra, Edhi, 2004. Kultur Jaringan Anggrek Skala Rumah Tangga, PT AgroMedia Pustaka, Bogor. Watimena, G.A., 1987. Tumbuh, IPB, Bogor.
Zat
Pengatur
Respons Pertumbuhan Tanaman Anggrek (Dendrobium sp.) terhadap Pemberian BAP dan NAA secara In vitro (Ernitha Panjaitan)