Widiastoety, D. et al.: Pengaruh Tiamin thd. Pertumbuhan Planlet Anggrek ... J. Hort. 19(1):35-39, 2009
Pengaruh Tiamin terhadap Pertumbuhan Planlet Anggrek Oncidium Secara In Vitro Widiastoety, D., N. Solvia, dan S. Kartikaningrum
Balai Penelitian Tanaman Hias, Jl. Raya Ciherang, Pacet Cianjur 43253 Naskah diterima tanggal 25 September 2007 dan disetujui untuk diterbitkan tanggal 22 Desember 2008 ABSTRAK. Oncidium merupakan salah satu jenis anggrek yang disukai konsumen. Pada umumnya dalam budidaya anggrek secara komersial, bibit yang digunakan berasal dari kultur in vitro. Optimasi media dalam kultur in vitro sangat diperlukan untuk meningkatkan dan mempercepat pertumbuhan planlet. Salah satu cara untuk mengoptimalisasi media in vitro yaitu dengan pemberian vitamin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tiamin terhadap pertumbuhan planlet Oncidium sp. Penelitian dimulai bulan Januari sampai Juli 2006 di Balai Penelitian Tanaman Hias. Bahan tanaman yang digunakan adalah planlet anggrek Oncidium sp. tanpa akar yang ditumbuhkan dalam media Vacin dan Went dengan penambahan air kelapa 150 ml/l + gula pasir 20 g/l + bubur pisang 50 g/l. Perlakuan disusun dalam rancangan acak kelompok dengan 7 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan tiamin yang diberikan dalam media kultur terdiri atas 0 (kontrol), 0,1; 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; dan 2,5 ppm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian tiamin 0,5-1,0 ppm dapat meningkatkan tinggi planlet, panjang akar, jumlah akar, jumlah daun, dan luas daun. Katakunci: Anggrek Oncidium; Media tumbuh; Kultur in vitro; Tiamin; Pertumbuhan planlet ABSTRACT. Widiastoety, D., N. Solvia, and S. Kartikaningrum. 2009. The Effect of Thiamine on the Growth of In Vitro Oncidium Plantlet. Oncidium is one of the favourite genera of orchid. The commercial orchid plantation generally used seedlings from in vitro culture. Media optimization is critical factor to improve and to promote plantlet growth. One of the methods to enrich the medium was by the use of vitamine. The aim of this experiment was to determine the effect of thiamine on the growth of Oncidium plantlet. The materials used were Oncidium plantlet without roots that were cultivated in Vacin and Went medium with addition of 150 ml/l coconut water, 20 g/l sugar, and 50 g/l banana pulp. The treatments were arranged in a randomized block design with 7 treatments and 4 replications. The treatments were the addition of thiamine into the culture medium, i.e. 0.1, 0.5, 1.0, 1.5, 2.0, 2.5 ppm thiamine, and control (without thiamine). The results showed that the use of 0.5-1.0 ppm thiamine in the culture media could significantly increased the growth of plantlet, such as plantlet height, root length, root number, leaf number, and leaf area. Keywords: Oncidium orchid; Growing media; In vitro culture; Thiamine; Plantlet growth
Oncidium merupakan anggrek tipe simpodial yang ditandai dengan pertumbuhan tinggi tanaman yang terbatas. Oncidium mencakup kurang lebih 750 spesies. Genus ini berasal dari kawasan Florida sampai Meksiko. Marga Oncidium mempunyai habitat yang tersebar luas, mulai dari daerah berelevasi rendah sampai tinggi, sehingga klasifikasinya didasarkan atas perbedaan kebutuhan tanaman akan suhu dan cahaya. Menurut Miles (1982) Oncidium sp. tumbuh subur di daerah yang bersuhu malam antara 13-18 oC, suhu siang antara 24-29 oC, dan kelembaban udara optimal 50-70% dengan sirkulasi udara yang baik. Berdasarkan bentuk morfologinya, marga Oncidium digolongkan ke dalam 4 kelompok, yaitu (1) Oncidium dengan pseudobulb berkerut, (2) Oncidium dengan pseudobulb lunak, (3) Oncidium tanpa pseudobulb, dan (4). Oncidium
dengan pseudobulb keras dan bundar (Soule 1991). Oncidium goldiana adalah hasil persilangan antara Onc. flexuosum x Onc. sphacelatum yang mempunyai produksi tinggi dan penampilan bunga yang sangat menarik. Dengan keunggulan tersebut, para petani mengembangkan Oncidium secara komersial dalam skala luas (Lee dan Katsuura 1980). Pertumbuhan tanaman Onc. goldiana dapat digolongkan ke dalam 4 tahap, yaitu tunas, tanaman muda, pembukaan selubung/ pelepah, dan pembentukan pseudobulb. Tingkat kedewasaan anggrek simpodial terjadi pada saat pembentukan pseudobulb yang kemudian diikuti oleh pertumbuhan tunas bunga ataupun tunas anakan baru (Hew dan Yong 1993). Memenuhi kebutuhan benih untuk produksi bunga anggrek untuk pasar dalam negeri, dan luar negeri, diperlukan upaya peningkatan produksi bibit tanaman. Anggrek mempunyai pertumbuhan 35
J. Hort. Vol. 19 No. 1, 2009 vegetatif yang sangat lambat, sehingga diperlukan perlakuan khusus dalam teknologi pembibitan untuk memacu pertumbuhannya. Komposisi media kultur mempengaruhi pertumbuhan jaringan dan organ tanaman. Media dasar Vacin dan Went yang dimodifikasi dengan penambahan senyawa-senyawa tertentu, dapat digunakan untuk menumbuhkan tanaman anggrek. Menurut Borris dan Hubel dalam Arditti dan Ernst (1993), penambahan vitamin ke dalam media kultur dapat merangsang pertumbuhan jaringan dan organ tanaman anggrek. Vitamin berperan dalam proses pertumbuhan sebagai katalisator dalam proses metabolisme. Vitamin yang paling sering digunakan dalam kultur in vitro, antara lain tiamin (vitamin B1), piridoksin (vitamin B6), dan asam nikotinat. Selain itu juga biotin, asam folat, dan asam pantotenat. Dalam kultur jaringan tanaman, keberadaan tiamin sebagai vitamin sangat menentukan keberhasilan kultur jaringan terutama untuk kultur kalus (Murashige 1974). Sel-sel tanaman yang dikulturkan umumnya dapat mensintesis sendiri vitamin yang dibutuhkan, tetapi dalam jumlah yang tidak cukup untuk memperbaiki pertumbuhan. Salah satu penyebab kegagalan Haberlandt, orang pertama yang melakukan kultur in vitro, adalah belum diketahuinya jenis vitamin, hormon, mioinositol, dan bahan lainnya yang dibutuhkan oleh sel dan jaringan yang dikulturkan secara in vitro (Krikorian dan Berquam 1969). Tiamin dalam bentuk tiamin pirofosfat adalah salah satu kelompok vitamin B yang berperan penting sebagai koenzim dalam proses respirasi jaringan tanaman yang dikulturkan (Agrawal 1989). Vitamin dalam media tumbuh anggrek, seperti asam nikotinat (niasin), piridoksin, dan tiamin, harus digunakan walaupun dalam jumlah sedikit (Fonnesbech 1972 dan Gupta et al. 1980). Konsentrasi tiamin dalam media kultur jaringan tanaman sangat bervariasi. Lim-Ho dan Lee (1997) melaporkan bahwa penambahan tiamin 0,1 ppm ke dalam media Murashige dan Skoog, dapat meregenerasi planlet dari tangkai bunga anggrek Oncidium. Kultur eksplan anggrek Ophrys yang diberi tiamin 0,125 ppm dapat menginduksi protocorm like bodies (plbs) (Hoppe dan Hoppe
36
1987a, b, 1988). Pada kultur akar anggrek Catasetum, penggunaan tiamin 5 ppm dapat meregenerasi planlet (Kerbauy 1984). Tanaka dan Sakanishi (1995) berhasil meregenerasikan planlet dari eksplan daun Phalaenopsis pada media Knudson C yang diberi tiamin 1,0 ppm dan pada media Murashige dan Skoog dengan tiamin 0,1 ppm. Pemberian tiamin 0,5 ppm berhasil meregenerasi planlet dari kultur tangkai bunga Phalaenopsis (Griesbach 1983). Pada kultur protoplas anggrek Aranda, penambahan tiamin 10 ppm berhasil menginduksi regenerasi planlet (Koh et al. 1998). Penggunaan tiamin 0,1 ppm dapat menginduksi plbs pada Spathoglottis (Bapat dan Narayanaswami 1977). Pemberian tiamin 0,1- 1,0 ppm merangsang kalus dan tunas anggrek Cattleya (Huang 1994). Pada kultur meristem Cattleya, pemakaian tiamin 0,1 ppm dapat menginduksi plbs (Reinert dan Mohr 1967). Pada kultur ujung batang Cymbidium, pemakaian tiamin 0,1 ppm dapat menginduksi plbs (Wang et al. 1981). Vij et al. (1984, 1987) melaporkan bahwa dengan tiamin 0,3 ppm dapat meregenerasi planlet dalam kultur daun, sedangkan pada kadar tiamin 0,1 ppm dapat meregenerasi planlet dalam kultur akar anggrek Rhynchostylis retusa. Menurut Arditti dan Ernst (1993) larutan media untuk kultur jaringan anggrek berisi 4 kelompok komponen, yaitu (1) unsur makro dan mikro dalam bentuk garam (2) sumber energi dalam bentuk gula, biasanya sukrosa, (3) vitamin dan hormon, serta (4) senyawa kompleks seperti air kelapa, pisang, tomat, taoge, dan kentang. Air kelapa mengandung unsur-unsur hara, vitamin, zat pengatur tumbuh, gula, dan mineral (Tulecke et al. 1961). Air kelapa dapat merangsang pembelahan sel dan menstimulir proses diferensiasi, serta pembentukan plbs. Vitamin dapat diperoleh dari bahan-bahan organik, seperti air kelapa dan buahbuahan (tomat dan pisang). Umumnya tiamin yang diberikan dalam medium kultur berkisar antara 0,1-30 ppm (Arditti dan Ernst 1993). Tujuan penelitian adalah mendapatkan konsentrasi tiamin terbaik untuk pertumbuhan planlet Oncidium. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah bahwa pemberian tiamin pada konsentrasi tertentu ke dalam media kultur meningkatkan pertumbuhan vegetatif planlet Oncidium.
Widiastoety, D. et al.: Pengaruh Tiamin thd. Pertumbuhan Planlet Anggrek ... BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Balai Penelitian Tanaman Hias, Pasarminggu, Jakarta Selatan. Penelitian dimulai bulan Januari sampai dengan Juli 2006. Bahan tanaman yang digunakan adalah planlet anggrek Oncidium berukuran tinggi kurang lebih 1 cm tanpa akar. Medium tumbuh dasar yang digunakan adalah Vacin dan Went (VW) padat ditambah air kelapa 150 ml/l + gula pasir 20 g/l + pisang 50 g/l, dengan perlakuan penambahan tiamin 0 (kontrol), 0,1; 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; dan 2,5 ppm. Penelitian dilaksanakan dengan tata letak sesuai pola rancangan acak kelompok dengan 7 perlakuan dan 4 ulangan. Penanaman planlet ke dalam medium VW padat yang telah diberi perlakuan, dilakukan secara aseptik. Botol kultur volume 300 ml diisi dengan larutan medium sesuai perlakuan sebanyak 50 ml. Setiap botol ditanami 10 planlet yang diamati dan diukur sampai akhir pengamatan tanpa dilakukan subkultur. Selanjutnya botol kultur yang telah berisi planlet, diletakkan di atas rak-rak kultur yang diberi penerangan cahaya lampu TL 40 watt yang dipasang di atas botolbotol kultur pada ketinggian 40-50 cm, dengan suhu ruangan berkisar antara 25-27o C. Pengamatan dilakukan pada 6 bulan setelah kultur. Peubah yang diamati adalah tinggi planlet, panjang akar, jumlah akar, jumlah daun, dan luas daun. Tinggi planlet diukur mulai dari pangkal batang sampai ujung daun yang terpanjang, kemudian dilakukan perhitungan rerata tinggi planlet pada setiap perlakuan. Panjang akar diukur mulai dari pangkal akar yang berbatasan dengan batang sampai ujung akar, dan dihitung rerata panjang akar pada setiap perlakuan. Jumlah akar pada setiap planlet dihitung, kemudian dilakukan perhitungan rerata jumlah akar pada setiap perlakuan. Jumlah daun untuk setiap planlet dihitung jumlah daunnya, kemudian dicari rerata jumlah daun pada setiap perlakuan. Luas daun monokotil diperoleh dari rumus p x l x 0,905 (Misra 1980), di mana p = panjang (cm) dan l = lebar (cm). Data rerata parameter yang diperoleh dianalisis dengan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi Planlet Terlihat bahwa rerata tinggi planlet tertinggi (5,3 cm) terdapat pada perlakuan tiamin 1,0 ppm dan terendah (3,5 cm) pada tiamin 2,5 ppm. Pemberian tiamin 0,1 ppm belum berpengaruh nyata terhadap peningkatan tinggi planlet dibandingkan dengan kontrol (Tabel 1). Pemberian tiamin 1,0 ppm ke dalam media kultur menyebabkan aktivitas respirasi dalam jaringan tanaman berjalan secara optimal. Keadaan ini ditunjukkan dengan terjadinya peningkatan tinggi tanaman. Energi dalam bentuk ATP yang merupakan hasil proses respirasi digunakan untuk mensintesis senyawa esensial, seperti protein, karbohidrat, lemak, dan senyawa-senyawa esensial lainnya (Agrawal 1989). Senyawa tersebut diperlukan untuk proses pembelahan sel, pemanjangan dan pembesaran sel-sel baru yang terjadi pada meristem apikal batang dan meristem interkalar dari ruas batang yang mengakibatkan tanaman bertambah tinggi (Gardner et al. 1991). Penggunaan tiamin 1,52,5 ppm ke dalam media kultur cenderung memperpendek tinggi planlet. Hal tersebut disebabkan karena planlet yang ditumbuhkan dalam media perlakuan sudah mendapatkan tiamin dari sumber lain, yaitu air kelapa dan pisang. Dengan demikian, penambahan tiamin Tabel 1. Tinggi planlet, panjang akar, dan jumlah akar setelah 6 bulan penanaman (Height of plantlet, length of root, and number of root at 6 months after cultured) Konsentrasi tiamin (Concentrations of thiamine) ppm 0 (kontrol) 0,1 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5
Tinggi planlet (Height of plantlet) cm 4,0 4,3 5,0 5,3 4,8 3,8 3,5
c c ab a b cd d
Panjang akar (Length of root) cm
Jumlah akar (Number of root)
3,5 b 3,7 b 5,6 a 5,7 a 5,4 a 3,5 b 3,4 b
5,2 ab 5,1 ab 5,1 ab 5,6 a 4,7 b 4,8 b 4,5 b
37
J. Hort. Vol. 19 No. 1, 2009 pada konsentrasi 1,5-2,5 ppm ke dalam media kultur dapat menyebabkan terjadinya akumulasi tiamin, sehingga terjadi kelebihan tiamin yang berakibat proses pertumbuhan dan perkembangan jaringan tanaman mengalami hambatan. Panjang dan Jumlah Akar Penambahan tiamin ke dalam medium kultur memberi pengaruh nyata terhadap pertumbuhan akar (Tabel 1). Data memperlihatkan bahwa pemberian tiamin 0,5-1,0 ppm ke dalam media kultur menghasilkan akar terpanjang dibandingkan dengan perlakuan lainnya dan kontrol (tanpa pemberian tiamin). Hal tersebut menunjukkan bahwa penambahan tiamin 0,5-1,0 ppm mampu meningkatkan aktivitas metabolisme dalam jaringan tanaman. Gardner et al. (1991) menyatakan bahwa pertambahan panjang akar disebabkan terjadinya proses pembelahan sel pada meristem ujung akar, selanjutnya diikuti oleh proses pemanjangan dan pembesaran sel. Semua perlakuan tiamin kecuali pada tiamin 1,0 ppm dalam media kultur, tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap jumlah akar. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa tiamin lebih berperan dalam pertumbuhan akar, sedangkan untuk pembentukan akar diperlukan auksin (Lepkovsky 1968). Pemberian tiamin 1,0 ppm meningkatkan jumlah akar. Dalam hal ini tiamin berperan sebagai koenzim yang dapat merangsang sintesis auksin. Menurut Arditti (1992), vitamin B1 dapat menstimulir pertumbuhan akar tanaman anggrek. Selain itu sumber karbohidrat seperti gula pasir yang terdapat dalam media tumbuh juga dapat mempengaruhi pertumbuhan akar planlet. Luas dan Jumlah Daun Perlakuan tiamin berpengaruh nyata terhadap jumlah daun, tetapi tidak berpengaruh terhadap luas daun (Tabel 2). Kadar tiamin 1,0 ppm memberikan hasil terbaik terhadap pembentukan daun, sedangkan pengaruh terendah terdapat pada perlakuan tiamin 2,5 ppm (Tabel 2). Pada penambahan tiamin 1,0 ppm ke dalam medium kultur menyebabkan aktivitas respirasi berlangsung optimal, sedangkan pada pemberian tiamin 1,5-2,5 ppm dalam media kultur menyebabkan terjadinya akumulasi tiamin yang melebihi kebutuhan jaringan, karena pada media tersebut telah mendapatkan 38
Tabel 2. Luas dan jumlah daun setelah 6 bulan penanaman (Leaf area and number of leaf at 6 months cultured) Konsentrasi tiamin (Concentrations of thiamine) ppm 0 (kontrol) 0,1 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5
Jumlah daun (Number of leaf)
Luas daun (Leaf area) cm2
6,0 b 6,5 b 7,6 ab 9,2 a 7,0 b 6,6 b 3,6 c
0,9 a 0,9 a 0,8 a 1,0 a 0,9 a 0,9 a 0,8 a
penambahan senyawa organik, berupa air kelapa dan bubur pisang yang mengandung tiamin (Oey 1992). Keadaan tersebut diduga dapat menyebabkan terakumulasinya tiamin sehingga terganggunya proses metabolisme yang mengganggu pertumbuhan dan perkembangan jaringan tanaman. Peningkatan pembentukan daun berpengaruh terhadap peningkatan kloroplas. Dalam proses tersebut dibutuhkan energi yang berasal dari proses respirasi. Dalam hal ini tiamin dalam bentuk tiamin pirofosfat (TPP) sangat berperan dalam proses respirasi yang diperlukan untuk pembentukkan kloroplas. Di samping itu, proses pertumbuhan dan perkembangan luas daun selain membutuhkan energi yang berasal dari proses respirasi, tetap juga membutuhkan sejumlah hormon dan zat tumbuh seperti auksin, sitokinin, asam giberelat, dan nutrien lainnya yang terkandung dalam media tumbuh (Widiastoety dan Bahar 1995, Widiastoety et al. 1997, Widiastoety dan Santi 1994). KESIMPULAN 1. Penambahan tiamin antara 0,5-1,0 ppm pada media tumbuh dapat meningkatkan tinggi planlet, panjang akar, jumlah akar, jumlah daun, dan luas daun anggrek Oncidium. 2. Konsentrasi tiamin 1,0 ppm merupakan konsentrasi optimal untuk pertumbuhan tinggi planlet, panjang akar, jumlah akar, dan jumlah daun anggrek Oncidium.
Widiastoety, D. et al.: Pengaruh Tiamin thd. Pertumbuhan Planlet Anggrek ... PUSTAKA
17. Lee, S.T.C. and T. Katsuura. 1980. Oncidium Golden Shower. Orch. Digest. Maret-April:44-45.
1. Agrawal, K.C. 1989. Physiology and Biochemistry of Respiration. Agro Botanical Publishers, New Delhi. 187 p.
18. Lepkovsky, S. 1968. Aneurin and the Reating of Cuttings. Science.87(2251):170-171.
2. Arditti, J. 1992. Fundamental of Orchid Biology. John Wiley & Sons, Inc., Ottawa. 691 p.
19. Lim-Ho, C.L. and G.C. Lee. 1997. Clonal Propagation of Oncidium from Dormant Buds on Flower Stalk. Malay. Orchid Rev. 21:48-52.
3. _______. and R. Ernst, 1993. Micropropagation of Orchid. J.Wiley & Sons, Inc., New York. 682 p.
20. Miles, K. 1982. Growing Equitant Oncidium. Amer. Orchid Soc. Bull. 51(2):155-161.
4. Bapat, V.A., and S. Narayanaswami. 1977. Rhizogenesis in a Tissue Culture of the Orchid Spathoglottis plicata. Bull Torrey Bot. Club 104:2-4.
21. Misra, K.C. 1980. Manual of Plant Ecology. Oxford and IBH Publishing Co. New Delhi. 457 p.
5
Fonnesbech, M. 1972. Organic Nutrients in the Media for Propagation of Cymbidium In Vitro. Physiol. Plant. 27:360-364.
6. Gardner, F.P., R.B. Pearce and R.L. Mitchel. 1991. Physiology of Crop Plants. The Iowa State University Press. 428 p. 7. Griesbach, R.J. 1983. The Use of Indoleacetylamino Acids in the In Vitro Propagation of Phalaenopsis Orchids. (Amsterdam) Scientia Hortic. 19:363-366. 8. Gupta, P.K., A.F. Mascarenhas, and V. Jagannathan. 1980. Clonal Propagation of Mature Trees of Eucalyptus citriadora Hook. by Tissue Culture. Plant Science 20: 195-198. 9. Hew, C.S. and W.H. Yong. 1993. Growth and Photosynthesis Studies of Oncidium Orchid. HortSci. 28(5):448-458. 10. Hoppe, E.G., and H.J. Hoppe. 1987a. Tissue Culture of the European Terrestrial Orchid Species Ophrys apifera Huds. in K. Saito and R. Tanaka (Eds.). Proceeding 12th World Orchid Conf. Tokyo. p 51-56. 11. ________________________. 1987b. Tissue Culture of the the European Terrestrial Orchid Species Ophys apifera Huds. In K. Kondo and K. Hashimoto (Eds.), Proceeding World Orchid Hiroshima Symp. Hiroshima Botanical Garden, Hiroshima, Japan. p.104-108. 12. ________________________. 1988. Tissue Culture of Ophrys apifera. Lindleyana 3:190-194. 13. Huang, L.C. 1994. Alternative Media and Method for Cattleya Propagation by Tissue Culture. Amer. Orchid Soc. Bull. 53:167-170. 14. Kerbauy, G.B. 1984. Regeneration of Protocorm Like Bodies Through In Vitro Culture of Root Tips of Catasetum (Orchidaceae). Z. Pflanzenphysiol. 113:287291. 15. Koh, M.C., C.J. Goh, and C.S. Loh. 1998. Protoplast Isolation and Culture of Aranda hybrids. Malay. Orchid Rev. 22:70-78. 16 Krikorian, A.D. and D.L. Berquam. 1969. Plant Cell and Tissue Cultures : The Role of Haberlandt. Bot. Rev. 35:59-88.
22 Murashige, T. 1974. Plant Propagation Through Tissue Culture. Ann. Rev. Plant Physiol. 25:135-`66. 23. Oey, N.K. 1992. Daftar Analisis Bahan Makanan. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 53 Hlm. 24. Reinert, R.A., and H.C. Mohr. 1967. Propagation of Cattleya by Tissue Culture of Lateral Bud Meristem. Proc. Amer. Soc. Hort. Sci. 91:664-671. 25. Soule, L.C. 1991. The Culture of Oncidium. Amer. Orchid Soc. Bull. 50(4):404-410. 26. Tanaka, M. and Y. Sakanishi. 1995. Regenerative Capacity of In Vitro Cultured Leaf Segments Excised from Mature Phalaenopsis Plants. Bull. Univ. Osaka. Pref. Ser. B. 37:1-4. 27. Tulecke, W., L.H. Weinstein, A. Rutner, and H.J. Laurencot. 1961. Biochemical Composition of Coconut Water as Related to its Use in Plant Tissue Culture. Plant. Res. Inc. 21:115-126. 28. Vij, S.P., A. Sood, and K.K. Plaha. 1984. Propagation of Rhynchostylis retusa Bl (Orchidaceae) by Direct Organogenesis from Leaf Segment Cultures. Bot. Gaz. 145:210-214. 29. _______, P. Pathak, and M. Sharma. 1987. On the Regeneration of Rhynchostylis retusa Root Segments: A Study In Vitro. J. Orchid Soc. India 1:71-74. 30. Wang, X, J.-C. Chen, G.-Y. Liu, M.-X. Gu, and C.-H. Bao. 1981. Clonal Propagation of Orchids by Means of Tissue Culture. Acta Phytophysiol. Sin. 10:391-396. 31. Widiastoety, D. dan A. Santi. 1994. Pengaruh Air Kelapa terhadap Pembentukan Protocorm like bodies (plbs) dari Anggrek Vanda dalam Medium Cair. J. Hort. 4(2):71-75. 32. ____________ dan F.A. Bahar. 1995. Pengaruh Berbagai Sumber dan Kadar Karbohidrat terhadap Pertumbuhan Plantlet Anggrek Dendrobium. J. Hort. 5(3):76-80. 33. ___________, S. Kusumo, dan Safni. 1997. Pengaruh Tingkat Ketuaan Air Kelapa dan Jenis Kelapa terhadap Pertumbuhan Plantlet Anggrek Dendrobium. J. Hort. 7(3):768-772.
39