Ringkasan Khotbah - 15 September 2013
Respon & Tanggung Jawab Umat Tebusan Tuhan 1 Ptr. 1:13-16 Ev. Calvin Renata Dalam ayat 1–12, Petrus telah menjabarkan apa yang telah Allah kerjakan bagi kita: Allah telah melahirbarukan kita, memberikan kita warisan yang kekal, dsb. Mulai ayat 13, Petrus berbicara hal yang sebaliknya. Petrus berbicara mengenai respon dan tanggung jawab penerima surat Petrus. Jika Allah sudah merubah hidup kita, apa yang harus kita lakukan bagi Tuhan sebagai umat tebusan-Nya?
Ayat 13 dibuka dengan kata sambung “sebab itu”. Kata ini menghubungkan ayat-ayat sebelumnya. Ayat 13 – 16 dibagi menjadi 2 panggilan Tuhan bagi umat tebusan-Nya, yaitu:
Panggilan untuk memperbarui pemikiran kita (renewing mind) yaitu pada ayat 13 Panggilan untuk hidup kudus (calling to be holy) yaitu pada ayat 14 - 16 Dalam ayat 13 Petrus mengatakan “Sebab itu siapkanlah akal budimu, waspadalah dan letakkanlah pengharapanmu seluruhnya atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu pada waktu pernyataan Yesus Kristus”.
Perkataan “Siapkanlah akal budimu” (terjemahan NIV: prepare your mind for action) mempunyai perbedaan arti dalam terjemahan versi Indonesia dengan NIV. Petrus dalam suratnya ini menggunakan bahasa metafora yang dipakai di Kel. 12:11, Allah memerintahkan bangsa Israel untuk meninggalkan Mesir dengan suatu urgensi tinggi bahwa hal tersebut tidak bisa ditunda lagi. Petrus menggunakan urgensi seperti yang Tuhan lakukan. Petrus mendesak kita untuk prepare our mind dengan segera. Petrus menginginkan perubahan dalam cara berpikir jemaat penerima surat tersebut.
Surat 1 Petrus ini dikirimkan kepada jemaat yang mengalami penganiayaan dan dimaksudkan sebagai penghiburan kepada mereka. Petrus ingin mengatakan supaya mereka tidak berfokus kepada penderitaan saat ini tetapi kepada pengharapan ketika Yesus datang kedua kali.
Mengapa Petrus berbicara mengenai pikiran? Mengapa Petrus tidak menghibur mereka dengan cara lain? Petrus menginginkan mereka untuk mempersiapkan pikiran mereka supaya bertindak dengan tepat.
1/5
Ringkasan Khotbah - 15 September 2013
Pikiran manusia mewakili eksistensi manusia. Ada yang mendefinisikan manusia dengan “apa yang dia pikirkan?”, inilah eksistensi /jati diri kita. Manusia bisa dipahami dengan berbagai macam cara misalnya dari cara berbicara, cara berpikir, dll. Dalam Alkitab, Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, banyak tokoh Alkitab menekankan pentingnya manusia mempunyai pemikiran yang beres. Pikiran sangat penting dalam hidup kita. Selama hidup kita tidak bisa dilepaskan dari pikiran. Pikiran dan hati kita menentukan kemana arah kita saat hidup di dunia ini. Jika pikiran kita terus berorientasi kepada hal-hal yang bukan kerajaan Allah, di situlah keberadaan kita nantinya.
Petrus mengatakan supaya kita mengikat pikiran kita supaya tidak ada sesuatu yang menghalangi pikiran kita untuk berharap kepada Allah. Inilah konteks dari ayat 13. Jika pikiran kita isinya salah maka pengharapan kita kepada Tuhan bisa hilang dan kita bisa merasa hidup menjadi gelap dan tidak ada pengharapan. Kita harus mengendalikan pikiran dan cara berpikir kita.
Manusia jarang sekali mengendalikan dan memperbarui pemikirannya. Manusia cenderung berpikir secara rutin dan berulang-ulang. Petrus menganjurkan supaya kita mengisi pikiran kita dengan hal yang benar karena pikiran itu begitu penting dan menjadi pusat dalam hidup kita. Ketika Yesus berdebat dengan orang Farisi dan ahli Taurat, Yesus dianggap menajiskan hari Sabat karena memakan bulir gandum. Tetapi Yesus berkata dari pikiran dan hati keluar semua hal yang jahat. Bukan apa yang masuk ke mulut yang menajiskan, tetapi yang keluar dari hati dan pikiran manusia itulah yang menajiskan kita. Dosa dalam hidup kita telah mencemari segala potensi besar yang Tuhan berikan kepada kita. Kita diberikan pikiran yang berbeda dari semua makhluk lain. Dosa membuat pikiran kita menjadi tercemar. Tercemar berarti kita menyalahgunakan pikiran kita untuk hal-hal yang tidak berkenan bagi Tuhan. Dalam kitab Roma Paulus membicarakan dosa manusia yang bersifat pikiran. Manusia dengan pikirannya menyangkali keberadaan Allah.
Pikiran kita sangat berdosa dan jahat di hadapan Tuhan. Petrus menghubungkan pemikiran kita dengan pengharapan kepada Kristus. Apakah yang biasanya menghalangi pemikiran kita sehingga kita tidak bisa berharap kepada Kristus?
Pikiran manusia sangat gampang ditipu, dialihkan atau didistorsi sehingga jalan pikiran kita tidak bisa berjalan sesuai dengan yang seharusnya. Teori inilah yang dipakai dalam hipnotis ataupun trik-trik yang sedang terkenal beberapa tahun terakhir ini.
2/5
Ringkasan Khotbah - 15 September 2013
Orang pertama yang pikirannya dialihkan adalah Adam dan Hawa. Padahal mereka sudah diberikan suatu setting bagaimana mereka harus berpikir di dalam Tuhan tetapi ketika iblis datang dalam bentuk ular dan mencobai Hawa, kita bisa melihat betapa gampangnya pikiran kita dipengaruhi oleh pribadi lain. Seringkali kita berpikir bahwa pikiran kita sudah paling benar tetapi saat kita menyelidiki Alkitab kita akan tahu bahwa pikiran kita begitu jelek dan bobrok.
Seringkali kita hidup dalam kekuatiran dan ketakutan karena kita lebih sering hidup memikirkan hal-hal duniawi daripada pekerjaan Tuhan. Petrus dalam bagian ini memberikan nasihat yang tidak main-main. Petrus tidak berbicara bagaimana kita harus membereskan pikiran kita. Lalu apakah surat Petrus ini tidak lengkap? Tidak, inilah yang dalam teologia Reformed dimengerti sebagai “Scripture interprets itselfs” atau “analogia fide” yaitu bagian yang tidak jelas, dijelaskan di bagian lain. Paulus menulis dalam 2Kor. 10:5 mengenai bagaimana seharusnya orang Kristen membereskan cara berpikirnya yaitu bagaimana orang percaya mengikat pikirannya dan menaklukkannya kepada Kristus. Paulus mengatakan tidak ada cara lain untuk menjadi orang Kristen yang beres selain renewing your mind.
Sebagai anak Tuhan yang ingin diperlengkapi dengan cara pikir yang benar, tidak ada cara lain selain menaklukkan pikiran kita kepada Kristus. Membereskan pikiran berarti ada peperangan worldview. Kita akan memasuki suatu medan pertempuran yang tidak kita lihat. Sejak kecil kemungkinan kita sudah dididik dengan worldview yang keliru oleh orangtua kita.
Orang yang sejak kecil terbiasa dididik secara materialisme akan sulit untuk berpikir secara imaterialisme. Hidupnya saat dewasa akan berpusat pada materi. Saat orang seperti ini bertobat menjadi orang Kristen akan sulit baginya untuk berpikir bahwa hal tertinggi bukanlah materi tetapi relasi dengan Tuhan. Inilah yang Petrus maksudkan, supaya kita memperbarui pikiran dan cara pikir kita. Memperbarui pikiran merupakan proses dalam seluruh hidup kita. Perubahan pikiran tidak bisa hanya 1 – 2 tahun. Bagaimana dengan kita yang sudah bertobat, mendengarkan firman setiap minggu, apakah fokus hidup kita sudah berubah? Apakah kita tetap seperti manusia lama yang mementingkan hal lain selain Kerajaan Tuhan? Semakin lama kita mengikut Tuhan seharusnya cara pikir kita juga semakin berubah.
Ayat 14-16, Petrus berbicara mengenai panggilan orang Kristen yang kedua setelah melihat apa yang Tuhan kerjakan dalam hidup kita, yaitu panggilan untuk hidup kudus. Petrus mengajar doktrin Allah yang penting bagi kita semua yaitu Allah itu kudus. Tema kekudusan Allah adalah tema yang tidak pernah berubah dari Perjanjian Lama hingga Perjanjian Baru. Konsep Allah yang kudus sangat jelas, karena Allah itu kudus maka Adam dan Hawa harus diusir dari taman
3/5
Ringkasan Khotbah - 15 September 2013
Eden.
Petrus mengutip dari Imamat 14:44 yaitu “Kuduslah kamu, sebab Aku Kudus”. Apakah yang dimaksud dengan dikuduskan? Kudus berasal dari kata kados. Konsep kudus di dalam Alkitab bukan berarti sesuatu itu kudus pada dirinya sendiri melainkan sesuatu itu diambil dan dipisahkan dari yang lain dan dikhususkan untuk dikuduskan. Bangsa Israel dipisahkan dari bangsa yang lain dan dikuduskan oleh Allah. Mereka dikuduskan supaya bangsa Israel bisa menjadi umat Tuhan. Kudus dalam Alkitab selalu bersifat pasif.
Kapankah manusia sadar kalau dirinya tidak kudus? Saat manusia dihadapkan dengan Tuhan yang kudus, manusia akan sadar dirinya tidak kudus. Sama seperti Yesaya yang merasa najis bibirnya atau Petrus yang merasa berdosa di hadapan Tuhan. Kekudusan Allah menjadi atribut sifat Allah yang dinyatakan dalam Alkitab. Manusia tidak mungkin dapat menguduskan dirinya sendiri. Saat Petrus mengatakan kalimat tersebut seolah-olah Petrus memberikan perintah yang bisa dilakukan oleh manusia. Tetapi tidak, karena di bagian belakang Petrus mengatakan “tetapi Allah yang memanggil kamu adalah kudus”. Jika Allah tidak memanggil kita, kita tidak akan bisa hidup kudus. Inilah arti kudus: dipanggil, dipisahkan untuk hidup kudus.
Yeremia dalam Yer. 13:23 mengatakan bahwa manusia tidak dapat berbuat baik jikalau kita terbiasa berbuat jahat. Alkitab tidak pernah memberikan suatu peluang dalam diri manusia yang mengatakan bahwa kita adalah orang yang baik dan suci sehingga kita bisa dekat dengan Tuhan. Alkitab mengatakan bahwa Tuhanlah yang memanggil dan memilih kita untuk dikuduskan menjadi umat-Nya sehingga kita bisa berelasi dengan Dia. Inilah yang Petrus katakan dalam suratnya, hendaknya mereka kudus karena Allah itu kudus.
Mengapa Petrus menulis hal ini? Surat Petrus ini ditulis untuk orang-orang non Yahudi yang dibesarkan dalam penyembahan dewa mereka. Dalam budaya tempat mereka bertumbuh tidak ada budaya hidup kudus. Petrus memberikan perintah ini hanya kepada orang Kristen karena orang Kristen menjadi orang yang berbeda, karena kita mempunyai Allah yang kudus. Apakah standar kekudusan Allah? Dalam mengukur segala sesuatu harus ada standarnya. Dari Perjanjian Lama hingga Perjanjian Baru, standar kekudusan Allah tidak pernah berubah dan itu bukan hukum Taurat. Hukum Taurat adalah manifestasi dari kekudusan Allah, tetapi tidak menunjukkan standar kekudusan Allah yang paling hakiki. Standar kekudusan Allah bukan hukum manusia ataupun dewa lain. Standar kekudusan Allah ada pada diri-Nya sendiri. Allah memakai diri-Nya sendiri sebagai standar kekudusan karena tidak ada pribadi lain yang lebih kudus dari Allah.
4/5
Ringkasan Khotbah - 15 September 2013
Kekudusan harus kita jalankan dalam segala hal dalam hidup kita. Kekudusan yang Tuhan perintahkan bukan bersifat parsial tetapi terintegrasi dalam seluruh aspek hidup kita. Tuhan menginginkan kita kudus dalam seluruh kehidupan kita karena kita menjadi anak Tuhan. Apakah kita bisa kudus sempurna 100% dalam dunia ini?
Menurut Agustinus, manusia tidak mungkin bisa kudus 100%, gereja terdiri dari ilalang dan gandum, masih ada dosa dan sifat manusia lama yang melekat dalam diri kita masing-masing. Lalu mengapa Tuhan memberikan perintah untuk hidup kudus, jika kita tidak mungkin hidup kudus 100%? Ini adalah satu keinginan Tuhan kepada kita. Tuhan tahu kita tidak mungkin hidup kudus dengan sempurna. Tetapi sambil menantikan kedatangan Tuhan yang kedua kalinya, kita diminta untuk hidup sekudus-kudusnya. Analoginya adalah tidak ada orang yang bisa hidup sehat 100%. Jika tidak ada yang bisa lalu mengapa kita tetap minum vitamin / obat-obatan? Tuhan tetap menuntut kita hidup kudus meskipun kita tidak bisa 100% sempurna di hadapan-Nya. Orang yang sudah menikmati anugerah Tuhan, di dalam hatinya yang terdalam harus ada keinginan untuk hidup kudus di hadapan Tuhan. Jika tidak ada, maka keselamatan yang sudah diterima harus dipertanyakan. William Perkin, seorang Puritan, saat ditanya oleh murid-muridnya apakah tanda orang yang diselamatkan, menjawab bahwa dia harus membenci dosa, dia harus ada keinginan hidup kudus di hadapan Tuhan. Itulah tanda perubahan dalam hidup kita.
Biarlah kedua panggilan ini boleh memberikan suatu dorongan bagi kita untuk dirubahkan dalam Kristus dan dikuduskan dalam Tuhan. (Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah, MD).
5/5