RESPON MASYARAKAT KELURAHAN PASIRPUTIH KECAMATAN SAWANGAN KOTA DEPOK TERHADAP NIKAH DENGAN MELANGKAHI KAKAK KANDUNG
Oleh: AHMAD FAUJI 106044201451
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2010 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi dengan judul “RESPON MASYARAKAT KELURAHAN PASIR PUTIH KECAMATAN SAWANGAN KOTA DEPOK TERHADAP NIKAH DENGAN MELANGKAHI KAKAK KANDUNG”, telah diujikan dalam munaqosah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, pada hari Jumat Tanggal 28 Januari 2011, skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Strata Satu (S1) pada Jurusan Administrasi Keperdataan Islam. Jakarta, 28 Januari 2011 Mengesahkan, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM Nip: 19550505 198203 1 012
PANITIA UJIAN 1. Ketua
Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MH Nip. 19500306 197603 1 001
(.............)
2. Sekretaris
Rosdiana, MA Nip. 19690610 200312 2 001
(.............)
3. Pembimbing DR. H. A. Juaini Syukri, Lcs. MA Nip. 19550706 199203 1 001
(.............)
4. Penguji 1
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM Nip. 19550505 198203 1 012
(.............)
5. Penguji 2
Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MH Nip. 19500306 197603 1 001
(.............)
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 13 Februari 2011 M 10 Rabiul Awal 1432 H
Ahmad Fauji
RESPON MASYARAKAT KELURAHAN PASIR PUTIH KECAMATAN SAWANGAN KOTA DEPOK TERHADAP NIKAH DENGAN MELANGKAHI KAKAK KANDUNG
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Oleh:
AHMAD FAUJI NIM: 106044201451
Di Bawah Bimbingan
DR. H. A. Juaini Syukri, Lcs, M.A NIP. 195507061992031001
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H / 2011 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 13 Februari 2011 M 10 Rabiul Awal 1432 H
Ahmad Fauji
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Sebagai suri teladan yang sempurna bagi kita semua. Selama masa perkuliahan hingga tahap akhir penyusunan skripsi ini, banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan motivasi kepada penulis. Sebagai tanda syukur
atas
terselesaikannya
penulisan
skripsi
yang
berjudul
“RESPON
MASYARAKAT KELURAHAN PASIR PUTIH KEC. SAWANGAN KOTA DEPOK
TERHADAP
NIKAH
DENGAN
MELANGKAHI
KAKAK
KANDUNG”. Maka penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak: 1. Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH., MA., MM., Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif hidayatullah. 2. Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA., Ketua Jurusan Akhwal Syakhshiyyah yang selalu memberikan bimbingan serta dukungan dan motivasi kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
i
3. DR. H. A. Juaini Syukri, Lcs, M.A., Dosen pembimbing skripsi, yang telah meluangkan waktu dan memberikan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, dan merupakan suatu kehormatan dan kebanggaan tersendiri bagi penulis bias berada di bawah bimbingan beliau. 4. Perpustakaan Utama serta Perpustakaan Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Yang telah memberikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi dalam penulisan skripsi. 5. Secara khusus penulis juga mengucapkan terimakasih yang mendalam kepada kedua orangtua penulis yang tercinta, ayahanda dan ibunda yang senantiasa membimbing dan memotivasi penulis dengan tulus, serta selalu mendoakan penulis agar penulis selalu sukses dalam segala hal. Semua yang telah merekaberikan tidak akan dapat tergantikan dengan apapun di dunia ini. 6. Kakak-kakak tercinta, serta keluarga besar yang telah memberikan motivasi dan juga semangat, serta memberikan saran-saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Sahabat dan teman seperjuangan di Administrasi Keperdataan Islam, Ari Amigar, Irfan, Musyawa Ismail, Cahyana, Ubaidillah, Wahyu, Toto, Idi Sugandi, Muzdalifah, tya, tyka, yang telah banyak berkorban membangkitkan semangat penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
ii
8. Seluruh teman-teman AKI (Administrasi Keperdataan Islam) yang telah memberikan motivasi dan juga menghilangkan kepenatan dan stress penulis. 9. Tak terlupakan pula terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam kelancaran penulisan skripsi ini yang penulis tidak bias sebutkan satu per satu. Semoga segala kebaikan dan sumbangsihnya dicatat oleh Allah SWT. Kesempurnaan haya milik Allah SWT mudah-mudahan semua yang telah penulis lakukan mendapat Ridha Allah SWT, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Amin. Jakarta, 16 Desember 2010
Ahmad Fauji
iii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................. iv BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1 B. Pembahasan dan Perumusan Masalah ..................................... 6 C. Landasan Teori ........................................................................ 8 D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 9 E. Metode Penelitian .................................................................... 10 F. Review Studi Terdahulu ........................................................... 12 G. Sistematika Penulisan .............................................................. 15
BAB II
PERNIKAHAN
MENURUT
FIQIH
DAN
HUKUM
POSITIF A. Pengertian Pernikahan .............................................................. 17 B. Dasar Hukum Pernikahan ......................................................... 20 C. Rukun dan Syarat Pernikahan................................................... 25 D. Tujuan dan Hikmah Pernikahan ............................................... 33 BAB III
POTRET MASYARAKAT KELURAHAN PASIR PUTIH A. Letak Geografis ........................................................................ 39 B. Kondisi Demografis .................................................................. 40 C. Kondisi Sosial Masyarakat ....................................................... 42
BAB IV
MELANGKAHI KAKAK DALAM PERNIKAHAN A. Pengertian Pernikahan Melangkahi Kakak .............................. 45 B. Pernikahan Melangkahi Kakak dilihat dari Sudut Pandang Hukum Islam ............................................................................ 45
iv
C. Kedudukan Uang Pelangkah dilihat dari Sudut Pandang Islam ......................................................................................... 48 D. Respon Masyarakat Kelurahan Pasir Putih Tentang Pernikahan Melangkahi Kakak Kandung ................................. 52 E. Analisa Penulis ......................................................................... 54 BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan............................................................................... 58 B. Saran-Saran ............................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 62 LAMPIRAN – LAMPIRAN ......................................................................... 64 1. Lembar Pengesahan Tim Penguji Seminar Proposal Skripsi ..................... 65 2. Surat Permohonan Data / Wawancara dengan Kepala Kelurahan Pasirputih Kecamatan Sawangan Depok ..................................................... 66 3. Permohonan Kesediaan menjadi Pembimbing Skripsi ................................ 67 4. Keterangan Melakukan Wawancara di Kelurahan Pasirputih Kecamatan Sawangan Kota Depok ................................................................................ 68 5. Surat Pernyataan Narasumber ..................................................................... 69 6. Hasil Wawancara ........................................................................................ 74
v
BAB I PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH Makhluk hidup yang diciptakan oleh Allah SWT berpasang-pasangan, Allah
SWT menciptakan manusia menjadi berkembang biak dan berlangsung dari generasi ke generasi berikutnya. 1 Sebagaimana yang dijelaskan dalam firman Allah SWT surat An-Nisaa ayat 1 yang artinya: “Hai sekalian manusia, bahwa kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan dari pada nya Allah menciptakan Istrinya, dan dari keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk yang paling mulia diantara makhluk-makhluk yang lainnya. Manusia dianugrahkan akal dan fikiran untuk membedakan mana yang baik dan yang buruk, dan mana yang halal dan mana yang haram. Manusia terlahir dengan membawa fitrah pada dirinya, salah satunya adalah memiliki kecendrungan dangan lawan jenisnya, yaitu nafsu dan syahwat. Nafsu dan syahwat ini tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, karena ia merupakan suatu kebutuhan yang sifatnya naluri.2
1
H. Abdul Rahman Gozaly, Fiqih Munakahat, (Jakarta: PT. Kencana, 2003) cet 1. h. 23
2
Sayid Sabiq, Fiqih Sunah (Bandung: Al Maarif, 1994) cet 9, Jilid 6. h. 153
1
2
Allah SWT mensyaratkan pernikahan kepada hamba-hambanya karena pernikahan itu merupakan amal ibadah kepada-Nya, bahkan Allah memberikan motivasi kepada hamba-hambanya yang sudah sanggup untuk melangsungkan pernikahan.3 Seperti yang telah dijelaskan dalam firman Allah SWT, surat An-Nur ayat 21 yang artinya. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah- langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, Maka Sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” Pernikahan adalah akad yang sangat kuat (mitsaqan ghalidzan) yang dilakukan secara sadar oleh seorang laki-laki dan perempuan untuk membentuk keluarga yang pelaksanaannya didasarkan pada kerelaan dan kesepakatan kedua belah pihak. Oleh karena itu, pernikahan bukanlah arti kewajiban, melainkan hanya hubungan sosial kemanusiaan semata. Pernikahan akan bernilai ibadah, jika diniatkan untuk mencari ridha Allah SWT.4 Melangsungkan pernikahan ialah saling mendapat hak dan kewajiban serta bertujuan mengadakan hubungan pergaulan yang dilandasi tolong menolong. Karena pernikahan termasuk pelaksanaan Agama, maka di dalamnya terkandung adanya tujuan atau maksud mengharap keridhaan Allah SWT. 3
H. Penouh Dally, Pernikahan dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1998), cet. 1. h. 76
4
Muhammad Zain dkk, Membangun Keluaga Humanis, (Jakarta: Graha Cipta, 2005), cet. 1, h 23.
3
Pernikahan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. pernikahan merupakan cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk beranak pinak, berkembang biak, dan melestarikan hidupnya setelah masing-masing pasangan siap melakukan perannya yang positif dalam mewujudkan tujuan pernikahan. Allah tidak menjadikan manusia seperti makhluk lainnya yang hidup bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan secara anarkhi tanpa aturan. Demi menjaga kehormatan dan martabat kemulian manusia, Allah mengadakan hukuman sesuai dengan martabatnya, sehingga hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur secara terhormat dan berdasarkan rasa saling meridhai, dengan mengucapkan ijab kabul sebagai lambang adanya rasa ridha-meridhai, dan dengan dihadiri dengan para saksi yang menyaksikan bahwa pasangan laki-laki dan perempuan itu telah saling terikat. Memelihara keturunan dengan baik, dan menjaga kaum perempuan agar tidak laksana rumput yang dimakan oleh binatang binatang ternak dengan seenaknya. Pergaulan suami istri menurut ajaran Islam diletakan dibawah naluri keibuan dan kebapaan sebagai mana ladang yang baik yang nantinya menumbuhkan tumbuh-tumbuhan yang baik dan menghasilkan buah yang baik pula. Dalam hukum Islam juga ditetapkan untuk kesejateraan umat, baik untuk hidup di dunia maupun di akhirat. kesejahteraan masyarakat akan tercapai dengan terciptanya kesejahteraan yang sejahtera, karena keluarga merupakan lembaga terkecil dalam masyarakat, sehingga kesejahteraan masyarakat sanggat tergantung
4
kepada kesejateraan keluarga. Demikian pula kesejateraan perorangan sangat dipengaruhi oleh kesejateraan hidup keluarga. Islam mengatur keluarga bukan secara garis besar, tetapi sampai terperinci. Yang demikian ini menunjukan perhatian yang sangat besar terhahap kesejahteraan keluarga. Keluarga terbentuk melalui pernikahan, karena itu pernikahan sangat dianjurkan oleh Islam bagi yang telah mempunyai kemampuan. Tujuan itu dinyatakan, baik dalam Al-Quran maupun dalam AlSunnah.5 Penjelasan diatas sudah cukup jelas pemberian gambaran bahwa hendaknya pernikahan tidak ditunda-tunda atau bahkan dilarang dengan alasan diluar syar’i. Seperti yang terjadi dalam masyarakat atau beberapa adat bahwa seorang Adik dilarang mendahului Kakaknya menikah, meskipun Adik telah siap lahir dan batin untuk melakukan pernikahan. Dalam masyarakat Betawi pernikahan adalah salah satu hal yang sangat penting dalam kehidupan mereka, dan hal tersebut merupakan suatu hal yang sangat sakral. Pernikahan dalam adat istiadat masyarakat betawi ada dua macam yaitu: pernikahan biasa dan diam-diam, pernikahan diam-diam didalam nya juga terbagi beberapa macam yaitu: kawin gantung, kawin sirrih, kawin dengan Pria pendatang, ditarik kawin, kawin tua sama tua, naik ranjang dan naik ranjang.
5
Ibid .h. 45.
5
Dalam adat Betawi, dikenal suatu istilah menikah melangkahi kakak kandung (ngelangkahin). Penikahan seorang yang melangkahi kakak kandung nya itu merupakan suatu perbuatan yang tidak baik, karena masih ada orang yang lebih tua diatasnya yaitu kakak nya. Larangan ini secara tidak langsung, sebagai penghalang bagi seseorang untuk melangsungkan pernikahan karena kakak atau orang tua mereka tidak memberikan izin. Kalau pun dibolehkan mereka diharuskan membayar uang pelangkah kepada kakaknya yang belum menikah, sehingga hal tersebut menjadi beban dan mereka bisa mengurungkan niat nya untuk menikah. Dari permasalahan diatas maka timbul pertanyaan, bagaimana jika seseorang adik atau seseorang yang mempunyai pasangan dan ternyata pasangan itu masih mempunyai seorang kakak yang belum menikah, sedangkan yang bersangkutan memiliki keinginan untuk menikah tapi takut kalau tidak segera menikah maka ia akan terjerumus pada perbuatan zina atau bahkan membawa dampak negatif dan cenderung mempersulit proses pernikahan. Berangkat dari masalah di atas, saya rasa masalah ini perlu untuk diteliti. Hal ini yang peneliti kaji, untuk mengungkap bagaimana persepsi dan respon masyarakat mengenai melangkahi kakak kandung dalam pernikahan, apa faktor pernikahan tersebut, dampak apa yang ditimbulkan, serta bagaimana hal tersebut dapat dicegah.
6
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka penulis mengangkat permasalahannya dalam skripsi yang diberi judul “RESPON MASYARAKAT KELURAHAN PASIRPUTIH KECAMATAN SAWANGAN KOTA DEPOK TERHADAP NIKAH DENGAN MELANGKAHI KAKAK KANDUNG.” B.
PEMBATASAN dan PERUMUSAN MASALAH I.
Pembatasan Masalah
Pernikahan merupakan kebutuhan biologis dan psikologis manusia sejak zaman dahulu pernikahan mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan manusia, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Oleh karena itu pernikahan harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Pernikahan dinyatakan sah apabila terpenuhi syarat dan rukunnya. Mengingat luasnya pembahasan mengenai pernikahan, maka perlu kiranya penulis memberikan batasan masalah agar tidak melebar dan lebih terarah. Maka penelitan ini difokuskan pembahasannya hanya menyangkut masalah nikah dengan melangkahi kakak kandung, baik itu menurut pandangan hukum Islam, dan juga mengenai uang pelangkah dalam masyarakat Betawi yang ada di Daerah Kelurahan Pasir Putih Kec. Sawangan Kota Depok. II.
Rumusan Masalah
Dari pemaparan diatas pernikahan melangkahi kakak kandung tidak dilarang atau diperbolehkan dalam hukum islam, karena tidak ada hukum fiqih ataupun
7
Undang-undang yang menjelaskan tentang pernikahan melangkahi kakak kandung, karena siapa saja yang dirinya sudah mapan dan siap lahir batin maka diperbolehkan untuk menikah tanpa memandang boleh atau tidaknya menikah dengan melangkahi kakak kandung. Namun dalam adat betawi dikenal dengan ngelangkah yaitu menikah mendahului sang kakak, hal inilah yang masih menjadi perdebatan dikalangan masyarakat Kelurahan Pasir Putih Kec. Sawangan Kota Depok. Hal ini masih diperdebatkan karena ada masyarakat yang masih berpegang teguh dengan hukum adat yang berpendapat bahwa jika sang adik dalam pernikahan melangkahi kakaknya, maka ditakutkan si kakak akan mendapatkan jodohnya dalam waktu yang sangat lama dan hal itu akan menjadi kurang bagus bagi si kakak yang dilangkahi, terutama psikologisnya karena si kakak akan merasa dirinya tidak laku. Tapi tidak sedikit pula masyarakat yang sudah tidak berpegang dengan hukum adat atau mengabaikan jika tidak diperbolehkan adik melangkahi kakaknya, karena bagi mereka jodoh adalah rahasia tuhan, siapa saja tidak dapat mengetahui kapan jodohnya akan datang dan tidak dapat pula untuk menolaknya apalagi jika calon mempelai sudah siap lahir dan batin untuk menjalani rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Karena bagi mereka jika menghalangi niat seseorang untuk menikah dengan alasan bahwa si adik tidak boleh menikah terlebih dahulu dari pada kakaknya itu adalah alasan yang tidak logis dan egois karena siapa pun boleh menikah jika sudah memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh Undang-undang dan hukum Islam. Jika orang tua ataupun si kakak melarang adik menikah terlebih dahulu dikhawatirkan akan terjadi hal-hal yang tidak
8
diinginkan seperti kawin lari bahkan bisa melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama seperti perzinahan. Oleh karena itu, bagi orang tua ataupun kakak bahkan keluarga besar yang ingin menikah, mereka harus mendukungnya dan turut mendoakan yang terbaik bagi kedua mempelai. Rumusan masalah diatas penulis rincikan dalam pertanyaan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah respon masyarakat mengenai nikah melangkahi kakak kandung yang terjadi di daerah Kelurahan Pasir Putih Kecamatan Sawangan Kota Depok ? 2. Bagaimanakah kedudukan uang pelangkah menurut hukum Islam ? 3. Apakah faktor penyebab terjadinya melangkahi kakak kandung dalam pernikahan ? C.
LANDASAN TEORI Pernikahan ialah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, pengertian pernikahan dalam ajaran Islam mempunyai nilai ibadah, sehingga pasal 2 Kompilasi Hukum Islam menegaskan bahwa pernikahan adalah akad yang sangat kuat (mitsqan galidhan) untuk mentaati perintah Allah, dan melaksanakannya merupakan Ibadah. Pernikahan merupakan salah satu perintah agama kepada yang mampu untuk segera melaksanakannya. Karena pernikahan dapat mengurangi kemaksiatan, baik dalam bentuk penglihatan maupun bentuk perzinahan. Orang yang berkeinginaan
9
untuk melakukan pernikahan, tetapi belum mempunyai bekal (fisik dan non fisik) dianjurkan
oleh Nabi Muhammad SAW untuk berpuasa. Orang berpuasa akan
memiliki kekuatan atau penghalang dari perbuatan tercela yang sangat keji, yaitu perzinahan. Pernikahan menurut Islam adalah untuk memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejatera dan bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban angota keluarga. Sedangkan sejahterah adalah terciptanya ketenangan lahir dan batin disebab kan terpenuhinya keperluan hidup lahir dan batin, sehingga timbullah kebahagiaan, yakni kasih sayang antara anggota keluarga.6 Manusia diciptakan oleh Allah SWT mempunyai naluri manusiawi yang perlu mendapat pemenuhan. Dari pada itu manusia diciptakan oleh Allah SWT untuk mengabdikan dirinya kepada kholik penciptanya dengan segala aktivitas hidupnya. Pemenuhan naluri manusiawi manusia antara lain kebutuhan biologismya termasuk aktifitas hidup, agar manusia menuruti tujuan kejadiannya, Allah SWT mengatur hidup manusia dengan aturan pernikahan.
D.
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN I.
6
Tujuan Penelitian
H. Zainudin Ali, Hukum perdata islam di Indonesia, (Jakarta: Media Grafika, 2006) h. 7
10
Adapun hasil yang hendak dicapai dari penelitian ini terjawabnya semua permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut: 1. Untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar S1 dalam hukum Islam. 2. Untuk mengetahui pandangan hukum Islam tentang melangkahi kakak kandung yang belum menikah terjadi di Kelurahan Pasir Putih Kecamatan Sawangan Kota Depok. 3. Untuk mengetahui kedudukan uang pelangkah dalam perspektif hukum Islam. 4. Untuk mengetahui langkah pencegahan nikah dengan melangkahi kakak kandungnya. II.
Manfaat Penelitian
1. Untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar S 1 dalam hukum Islam. 2. Dapat mengetahui lebih dalam mengenai nikah dengan melangkahi kakak kandung. 3. Meningkatkan kualitas penulis dalam membuat karya tulis ilmiah. E.
METODE PENELITIAN I.
Pendekatan Penelitian
Untuk memperoleh sumber yang memadai dalam membahas permasalahan pada skripsi ini, penulis mengunakan jenis data kualitatif. Yang merupakan metode penelitian yang berukuran pada data-data berupa pandangan-pandangan tentang studi etnografi (etnis) dalam perkawinan adat Betawi ditinjau dari perspektif hukum Islam.
11
Dan metode hukum yang digunakan bersifat Doktriner (normatif), yaitu penelitian berdasarkan data-data yang ada sesuai dengan ketentuan hukum dan hukum positif. II.
Sumber Penelitian
Dalam penyusunan skripsi penulis menggunakan dua jenis sumber data yaitu: 1.
Data primer: merupakan data yang diperoleh langsung dari responden melalui wawancara dengan tokoh masyarakat dan penduduk Kelurahan pasir putih kecamatan sawangan kota depok. Al-Quran, Al-Hadist dan undang-undang No 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Serta buku-buku, dan data lainnya yang memuat keterangan dan penjelasan seputar tema dan pokok penjelasan.
2.
Data sekunder : data yang memberikan bahan tidak langsung atau data yang di dapat selain dari data primer. Data ini di kumpulkan melalui menelusuran buku, arsip ketetapan hukum adat makalah tulis baik surat kabar, internet, atupun data lain yang terkumpul yang mempunyai hubungan dangan tema ini.
III.
Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Pasir Putih Kecamatan Sawangan Kota Depok. IV.
Tehnik Pengumpulan Data
Dalam upaya pengumpulan data yang diperlukan untuk penyusunan skripsi ini, peneliti menggunakan metode penelitian kepustakaan di dasarkan pada suatu pembahasan dengan menggunakan studi perpustakaan (Library Research) guna
12
memperoleh data primer maupun sekunder, yang ada korelasinya dengan pembahasan ini. Dalam proses analisa data penulis menggunakan metode analisis eksploratif berupa metode deskriptif yang berdasarkan pendekan rasional dan logis secara induktif terhadap susunan penelitian. Mengenai tekhnik penulisan, penulis menggunakan buku pedoman skripsi fakultas syariah dan hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta press 2007 cetakan ke1, dengan pengecualian sebagai berikut: a. Al-Quran tidak diberi footnote, tetapi langsung disebut surat dan ayatnya dengan diberi syakal serta diterjemah kan. b. Ayat-ayat Al-Quran dan Al-hadits ditulis dengan satu spasi. F.
REVIEW STUDI TERDAHULU Penulis melakukan review terdahulu sebelum menentukan
judul proposal,
dalam review studi terdahulu penulis meringkas skripsi yang ada kaitannya dengan adat melangkahi kakak kandung dalam pernikahan, diantaranya ialah: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI UANG PELANGKAH DALAM PERKAWINAN ADAT BETAWI, (Studi kasus di Kelurahan Duri Kepa Kecamatan Kebun Jeruk) Oleh: Muhamad Fahmi (0044219385). Skripsi ini membahas tentang upacara perkawinan adat betawi yang berada didaerah Kebun Jeruk Kelurahan Duri kepa, cukup patut kompleks dan patut untuk
13
dilestarikan untuk menunjang khasanah kebudayaan nasional. Karena didalam nya terdapat berbagai acara diantaranya pemberian uang pelangkah, acara pemberian dilaksanakan sebelum acara pernikahan dilangsungkan. Pemberian tersebut atau pemberian uang pelangkah itu dilaksanakan sebagai suatu penghormatan terhadap kakak kandung dari mempelai wanita yang dilangkahi. PANDANGAN
HUKUM
ISLAM
TENTANG
MELANGKAHI KAKAK KANDUNG, (Studi kasus
PERNIKAHAN
Kelurahan Gunungendul
Kecamatan Kalapanunggal Sukabumi) Oleh: Abdul Hayi (101044122127) Skripsi ini membahas tentang pandangan hukum Islam tentang orang tua yang melarang anaknya untuk menikah terutama adik yang mempunyai kakak, yang terjadi di Desa Gunungendut itu tidak benar dan dianggap telah menyimpang dari hukum Islam. Karena perbuatan pelarangan tersebut tidak dilandasi dalil-dalil dan syarat. Sedangkan dalam hukum Islam bagi siapa saja yang sudah mampu untuk menikah maka ia dibolehkan untuk menikah selama tidak ada hal-hal yang melarang pernikahan tersebut menurut hukum Islam, tanpa memperhatikan urutan-urutan dalam keluarga. Dan di dalamnya membahas tentang uang pelangkah dalam masyarakat Gunungendut adalah, wajib diberikan oleh seorang adik kepada kakaknya karena ia hendak melangkahinya.
14
Dalam hukum Islam uang pelangkah diperbolehkan dengan alasan untuk kemaslahatan
dan
selama
tidak
memberatkan
serta
seorang
adik
ikhlas
memberikannya karena ia hendak melangkahi kakaknya. PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP RESEPSI PERKAWINAN ADAT BETAWI, (Studi kasus di Kelurahan Kenanga Kecamatan Cipondok Tangerang), Oleh: Ahmad Fadillah (2010 44100819). Skripsi ini membahas tentang adat betawi dalam pernikahan yang dipandang dalam Islam, yang mana masyarakat Kelurahan Kenanga sangat memegang teguh aturan-aturan hukum Islam. Walaupun ada salah satu kebiasaan yang tidak biasa dihilangkan dan bertentangan dengan ajaran agama Islam dan banyak kemudharatan dari pada manfaatnya, contoh hiburan (film, dangdut). Selain itu juga dalam pelaksanaan resepsi pernikahan yang terdapat Kelurahan Kenanga tidak bertentangan dengan hukum Islam dan masih dalam norma-norma agama, baik dalam hiburan maupun hal yang lainnya, seperti diadakan pengajian atau selamatan pada malam pertama (rowahan). Dari review yang saya lakukan, jelas sekali perbedaannya dengan skripsi yang saya tulis. Di dalam skripsi yang saya teliti adalah mengenai pandangan hukum Islam tentang melangkahi kakak kandung dalam pernikahan. Yang menarik dalam skripsi saya adalah dapat diketahui pandangan masyarakat, para remaja yang sudah mempunyai pasangan untuk menikah, dan apabila mempunyai kakak maka hendaklah
15
membayar uang pelangkah, dan ada hasil wawancara dengan seorang yang dilangkah oleh adiknya dalam menikah. Jadi sangat beda dengan skripsi-skripsi yang sudah ada, yang berkenaan dengan masalah uang pelangkah.
G.
SISTEMATIKA PENULISAN Untuk mendapatkan gambaran yang luas mengenai materi pokok penulisan
dan agar memudahkan para pembaca dalam mempelajari tata urutan peneliti skripsi ini, maka peneliti menyusun sistematika penulisan sebagai berikut: Bab pertama berisi pendahuluan latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, review study terdahulu, dan sistematika penulisan. Dari bab ini dapat diketahui apa yang sebenarnya yang melatar belakangi pembahasan penelitian ini. Selanjutnya dapat diketahui batasan dan rumusan masalah yang relevan untuk dikaji, serta tujuan dan manfaat yang hendak dicapai. Disamping itu pula dicermati metode dan pendekatan apa yang digunakan, serta bagaimana sistematika penulisannya. Bab kedua menjelaskan mengenai pengertian pernikahan menurut hukum islam, dasar hukum pernikahan, rukun dan syarat pernikahan, tujuan dan hikmah pernikahan. Bab ketiga mengambarkan bagaimana kondisi geografis Kelurahan Pasir Putih dan pada bab ini penulis membahas tentang hasil penelitian, bab ini merupakan bab
16
yang paling utama dalam penulisan skripsi, membahas dan melakukan analisa terhadap objek penelitian. Bab keempat berisi tentang definisi pernikahan dengan melangkahi kakak kandung, tinjauan hukum Islam terhadap melangkahi kakak kandung, serta kedudukan uang pelangkah menurut hukum Islam, dan analisis penulis. Bab kelima penutup, dalam bab ini berisi kan kesimpulan hasil penelitian dan saran, juga dilengkapi dengan daftar pustaka dan lampiran- lampiran.
BAB II PERNIKAHAN MENURUT FIQIH DAN HUKUM POSITIF A.
PENGERTIAN PERNIKAHAN Kata nikah atau zawaj yang berasal dari bahasa Arab dilihat secara makna
etimologi berarti berkumpul dan menindih, atau dengan ungkapan lain bermakna aqad dan setubuh, yang secara syara berarti aqad pernikahan. Secara terminologi nikah atau zawaj adalah: 1.
Aqad yang mengandung kebolehan memperoleh kenikmatan biologis dari seorang wanita dari jalan ciuman, pelukan dan bersetubuh.
2.
Aqad yang diciptakan Allah bagi seorang lelaki atas diri seorang perempuan atau sebaliknya untuk dapat menikmati secara biologis antara keduanya. Aqad nikah yang telah dilakukan akan memberikan status kepemilikan bagi
kedua belah pihak (suami istri), dimana status kepemilikan akibat aqad tersebut bagi si lelaki (suami)berhak memper oleh kebutuhan biologis dan segala yang terkait dengan itu secara sendirian tanpa dicampuri atau diikuti oleh lainnya yang dalam trem fiqih disebut Milkum al-Intifa, yaitu hak memiliki penginaan atau pemakaian terhadap suatu benda (istri), yang digunakan untuk diri dirinya sendiri.1
1
A. Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan, (Jakarta; PT Heza Lestari, 2006)cet 1, h. 7.
17
18
1. Menurut Hukum Islam Sedangkan menurut hukum Islam, para ulama fiqh juga memberikan definisi tentang pernikahan,sebagai berikut: a. Abu Yahya Zakaria Al-Anshary : ٢
ِح اَوْنَحْىِه ٍ عقْدٌ يَتَضَ َّمنُ إِبَاحَةَ وَطْىءٍ بَِلفْظِ اِنْكَا َ ش ْرعًا هُ َى ٓ ُالّنِكَا ح
Artinya : ”Nikah menurut istilah syara’ ialah akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan seksual dengan lapadz nikah atau dengan kata-kata yang semakna dengannya”.2
b. Imam Abu Hanifah : ٣
عقْدٌ ُيفِيْدُ مِ ْلكَ الّمُتْعَةِ قَصْدًا َ الّنِكَا حُ بِأَ نَ ُه
Artinya : “Nikah adalah suatu akad dengan tujuan memiliki kesenangan secara sengaja.” 3
c. Imam Maliki :
ُجبٍ قِيّْمَتِهَا بِبَيِّنَةٍ قَبْلَه ِ ْجرَدِ مُتْعَةِ التَلَدُ ذِ بِاَ دَ مِيَ ٍة غَ ْيرَ مُى َ ُعقْ ٌد عَلَى م َ الّنِكَا حُ بِأَ نَ ُه ٤ُ ٤ غَيْر Artinya : “Nikah adalah suatu akad yang mengandung ketentuan hukum semata-mata untuk membolehkan watha’ bersenang-senang dan 2
Abu yahya Zakaria Al-Anshary, fath al-Wahhab, (Singapura: Sulaiman Mar;iy.t.t.), juz 2, h.
3
Abdurahman Al-Jaziri, Fiqih al-Mazahib Al-Arbaah, Mishr : tp. t.th. h. 2
30
18
19
menikmati apa saja yang ada pada diri seorang perempuan yang boleh dinikahinya.”4 d. Imam Syafi’i : ٥
عقْدٌ يَتَضَ َّمنُ مِ ْلكَ وَ طْ ءٍ بَِلفْظٍ ٳِ نْكَا حٍ اَ وْ َتزْ وِ ْيجٍ اَ وْ مَعّْنَا هُّمَا َ الّنِكَا حُ بِأَ نَ ُه
Artinya : “Nikah adalah suatu akad yang mengandung pemilikan “wathi” dengan menggunakan kata menikah atau mengawinkan atau kata lain yang menjadi sinonimnya”.5
e. Imam Hambali : ٦
ج عَلَى مَ ّْنفَعَةِ اْ إلِ سْتِّمْتَاِع ٍ عقْدٌ بَِلفْظِ ٲَ وْ َتزْ وِ ْي َ الّنِكَا حُ بِأَ نَ ُه
Artinya : “Nikah adalah suatu akad dengan menggunakan lafadz-lafadz nikah atau tazwij untuk manfaat (menikah) kesenangan”.6
2. Menurut Hukum Positif Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah sebagai berikut, “perkawinan menurut hukum islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqol ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah”.7 4
Ibid. Hal. 2
5
Ibid, hal. 3
6
Ibid, hal. 4
7
Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Depatermen Agama, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama, 1992 ), h. 14
19
20
Sedangkan menurut Undang Ungang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bab I pasal I disebutkan bahwa: “pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dengan demikian, pernikahan adalah suatu akad yang secara keseluruhan aspeknya dikandung dalam kata nikah atau tazwij dan merupakan ucapan seremonial yang sakral. B.
DASAR HUKUM PERNIKAHAN Hukum nikah (perkawinan), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara
manusia dengan sesamanya yang menyangkut penyaluran kebutuhan biologis antar jenis, dan hak serta kewajiban yang berhubungan dengan akibat perkawinan tersebut. Perkawinan adalah sunatullah, hukum alam didunia. Perkawinan dilakukan oleh manusia, hewan, bahkan oleh tumbuh-tumbuhan, karena menurut para sarjana ilmu alam mengatakan bahwa segala sesuatu kebanyakan terdiri dari dua pasangan. 8 Apa yang telah dinyatakan oleh para sarjana ilmu alam tersebut adalah sesuai dengan pernyataan Allah dalam Al-Qur’an. Firman Allah SWT:
﴾٣٢ : ٥١ ∕ ﴿الرّ اريا ت
8
H.S.A. Al-Hamdani, Risalah Nikah, terjemah Agus Salim (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), cet,
2 h. 11
20
21
Artinya:“Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah”. (QS Al-Dzariyat: 49) Dasar hukum diajurkan pernikahan dalam agama Islam terdapat dalam firmanAllah SWT dan hadist-hadist Nabi Muhammad SAW, Firman SWT dalam surat An-Nur ayat 32 yaitu:
﴾٣٢ :٢٤ ∕ ﴿الّنى ر Artinya : “Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. Syariat pernikahan berupa anjuaran dan beberapa keutamaannya merupakan realita yang tidak ada perdebatan di dalamnya. Pernikahan pada satu sisi adalah sunah yang dilakukan para Nabi dan Rosul dalam upaya penyebaran dan penyampaian Risalah Illahiyah. Pernikahan pada sisi lain, berfungsi sebagai penyambung keturunan agar silsilah keluarga tidak terputus yang berarti terputusnya mata rantai sejarah dan hilangnya keberadaan status sosial seseorang. Terlepas dari pendapat imam-imam mazhab, berdasarkan nash-nash, baik AlQur’an maupun As-Sunnah, islam sangat menganjurkan kaum muslimin yang mampuh melangsungkan pernikahan. Namun demikian, kalau dilihat dari segi kondisi orang yang melaksanakan serta tujuan melaksanakannya, maka melakukan
21
22
pernikahan itu dapat dikenakan hukuman wajib, sunnah, haram, makruh, ataupun mubah. 1. Wajib Bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk menikah dan dikhawatirkan akan tergelincir pada perbuatan zina seandainya tidak nikah maka hukum melakukan pernikahan bagi orang tersebut adalah wajib. Hal ini didasarkan pada pemikiran hukum bahwa setiap muslim wajib menjaga diri untuk tidak berbuat terlarang. Jika penjagaan diri itu harus dengan melakukan pernikahan, sedang menjaga diri itu wajib, maka hukum pernikahan itupun wajib.9 Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat An-nur ayat 33.
﴾٣٣ :٢٤ ∕ ﴿الّنى ر Artinya : “Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri) nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. dan budak-budak yang kamu miliki yang memginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu. dan janganlah kamu paksa budak9
H. Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta; Prenada Media 2003), cet. 1, h. 18.
22
23
budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, Karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi. dan barangsiapa yang memaksa mereka, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. 2. Sunnah Bagi seseorang yang memiliki potensi biologis melakukan hubungan suami istri, akan tetapi ia tidak takut atau tidak khawatir terjebak ke dalam perbuatan terlarang (zina). Menurut penilaian Jumhur fuqaha, kondisi seseorang yang berada pada tingkatan seperti ini lebih utama baginya melakukan pernikahan dari pada menunda demi ibadah yang bersifat sunnah.10 3. Haram Melakukan suatu pernikahan akan menjadi haram hukumnya, jika dengan perbuatan itu seseorang mempunyai itikad yang tidak terpuji, seperti untuk menyakiti atau menganiaya istrinya. Begitu pula seseorang yang berniat sekedar untuk mempermainkan pasangannya, haram baginya melakukan pernikahan. Orang seperti itu bahkan wajib meninggalkan pernikahan. Haram pula melakukan pernikahan bagi seorang laki-laki yang nyata-nyata tidak mampuh memberikan nafkah lahir maupun batin terhadap istrinya, jika keadaan seperti itu justru akan mengakibatkan seseoarang istri hidup dalam penderitaan.
10
Ibid., h. 32.
23
24
Haram pula hukumnya melakukan suatu pernikahan, jika seorang laki-laki membohongi calon istrinyadengan menyebutkan keturunan, harta kekayaan, dan kerjaan secara palsu. Begitu pula haram bagi permpuan yang menyadari dirinya tidak mampuh memenuhi hak-hak suaminya, tetapi ia tidak mau menjelaskan hal itu kepada calon suaminya sebelum pernikahan dilakukan.11 4. Makruh Bagi orang yang tidak berhajat untuk menikah sama ada disebabkan keadaan aslinya yaitu bahkan kebutuhan nafsu atau karena penyakit seperti impotensi dan tidak mampuh pula menyediakan biaya. Dengan menikah berarti dia dibebankan hab dengan tanggung jawab yang tidak dapat disempurnakan olehnya.12 5. Mubah Mubah hukumnya menikah apabila seseorang berkeyakinan tidak akan jatuh kedalam perzinahan kalau ia tidak nikah dan seandainya dia nikah tidak akan mengabaikan kewajibannya sebagai suami istri.13
11
H A. chaeruddin, Ensiklopedi tematis dunia Islam, (Jakarta. PT Ichtiar Baru) h. 69.
12
Abdullah Saddiq, Perkawinan Dalam Islam, (Kuala Lumpur: Pustaka Syuhada 2003), cet. 1,
13
Peunoh Daliy, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: bulan Bintang 1989), cet 1, h. 109
h. 12
24
25
Dari uraian tersebut diatas menggambarkan bahwa dasar perkawinan, menurut hukum Islam, pada dasarnya bisa menjadi wajib, haram, sunah, dan mubah tergantung dengan keadaan maslahat atau mafsadatnya. C.
RUKUN DAN SYARAT PERNIKAHAN 1. Menurut Hukum Islam Rukun dan syarat dalam Islam merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan
antara satu dan lainya, karena setiap aktivitas ibadah yang ada dalam ajaran Islam senantiasa ada yang namanya rukun dan syarat. Rukun yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan tidanya suatu pekerjaan (ibadah), dan sesuatu itu termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu. Adapun syarat adalah sesuatu yang menentukan sah dan tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu itu tidak termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu. Dan suatu pekerjaan (ibadah) yang telah memenuhi rukun dan syaratnya baru dikatakan sah.14 Perkawinan merupakan salah satu ibadah dan memiliki syarat-syarat sebagaimana ibadah lainnya. Syarat dimaksud, tersirat dalam undang-undang pernikahan dan kompilasi hukum Islam yang dirumuskan sebagai berikut : a.
Rukun Pernikahan
14
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat. (Jakarta: Kencana, 2006), cet. Ke 2, h. 45-46
25
26
1. Adanya calon suami 2. Adanya calon istri 3. Adanya wali nikah Aqad nikah diangap sah apabila ada seorang wali atau wakilnya yang akan menikahkan sang mempelai, karena wali mempunyai peranan penting dalam pernikahan tersebut. 4. Adanya dua orang saksi 5. Ijab dan qabul 15 b. Syarat Ijab dan Qabul: 1.
Ada Ijab (pernyataan) mengawinkan dari pihak wali
2.
Ada Qabul (pernyataan) penerimaan dari calon suami
3.
Memakai kata-kata “Nikah”,”Tazwij”, atau terjemahannya seperti “kawin”
4.
Antara Ijab dan Qabul bersambungan tidak boleh pisah
5.
Antara Ijab dan Qabul jelas maksudnyaf. Orang yang terkait dengan Ijab dan Qabul tidak dalam keadaan Haji dan Umrah. Majelis Ijab dan Qabul itu harus dihadiri paling kurang empat orang, yaitu calon mempelai pria
15
M. Ali Hasan. pedoman Hidup berumah Tangga Dalam Islam (Jakarta, Prenada Media 2003)cet. 1 h. 55
26
27
atau wakilnya, wali dari calon mempelai wanita atau wakilnya dan dua orang saksi.16
c. Syarat untuk calon mempelai pria 1.
Beragama Islam
2.
Laki-laki
3.
Baligh
4.
Berakal
5.
Jelas orangnya
6.
Dapat memberikan persetujuan
7.
Tidak terdapat halangan perkawinan, seperti tidak dalam keadaan ihram dan umrah.
d. Syarat-syarat calon mempelai wanita adalah 1.
Beragama Islam
2.
Calon suaminya itu bukan mahramnya baik karena sepertalian darah (nasab) maupun karena sepersusuan dan hubungan kekeluargaan.
3.
Perempuan;
4.
Jelas orangnya;
5.
Dapat memberikan persetujuan;
6.
Tidak terdapat halangan pernikahan;
16
M. Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam, (Jakarta: PT. Siraja, 2003), Cet. I, h. 55-58
27
28
e. Syarat-syarat bagi wali nikah 1.
Baligh
2.
Berakal
3.
Laki-laki
4.
Seorang muslim
5.
Ia sedang tidak ihram
6.
Harus adil.17
f. Syarat-syarat bagi saksi nikah 1.
Islam
2.
Baligh
3.
Berakal
4.
Adil
5.
Dapat berbicara atau memahami bahasa yang dipergunakan untuk ijab Kabul
6.
Ingatannya baik
7.
Bersih dari tuduhan.18
17
Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), cet. 1,
h. 71 18
Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat Kajian Fiqih Nikah Lengkap, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2009), cet. 1, h. 111
28
29
Dari uraian diatas dapat diambil pengertian bahwa saksi, menurut istilah, adalah orang yang memberitahukan keterangan dan mempertanggung jawabkan secara apa adanya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 135
﴾١٣٥ ׃٤∕ ﴿الّنساء
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi Karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu Karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan” (Q.S. An-Nisa : 135)
2. Menurut Hukum Positif Dalam Undang Undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan, pasal 2 ayat 1 menyatakan: “perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masingmasing agamanya dan kepercayaan itu” Dalam pasal lain Undang-Undang perkawinan menetapkan beberapa syarat, yaitu dalam pasal 6 disebutkan:
29
30
a.
Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.
b.
Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin dari kedua orang tua .
c.
Dalam hal salah seorang dari kedua orang telah meniggal dunia atau dalam keadaan tidak mampuh menyatakan kehendaknya, maka izin dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampuh menyatakan kehendaknya.
d.
Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampuh untuk menyatakan kehendak maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan, lurus ke atas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat manyatakan kehendak.
e.
Dalam hal ini ada beberapa perbedaan antara orang-orang yang disebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini, atau salah seorang atau lebih diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat memberika izin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini:
Selanjutnya dalam pasal 7 disebutkan : perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapi umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.
30
31
Berhubungan dengan rukun dan syarat pernikahan ini, perlu juga diperhatikan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam Kompilasi Hukum Islam.19 Bagian kesatu dalam dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 14 tentang rukun pernikahan, yang mana melaksanakan harus ada: a. Calon suami b. Calon istri c. Wali nikah d. Dua orang saksi e. Ijab dan Qabul. Selanjutnya dalam Kompilasi Hukum Islam BAB II pasal 5 dan pasal 6 yang berisikan tentang dasar-dasar perkawinan adalah sebagai berikut: Pasal 5 1) Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat. 2) Pencatatan perkawinan tesebut pada ayat (1), dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah sebagai mana yang diatur dalam Undang-Undang No. 22 tahun 1946 dan Undang-undang No. 32 Tahun 1954.
19
Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Depatermen Agama, Kompilaasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama, 1992 ), h. 18
31
32
Pasal 6 1) Untuk memenuhi ketentuan dalam pasal 5, setiap perkawinan harus dilangsungkan dihadapkan dan dibawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah. 2) Perkawinan yang dilakukan yang diluar Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan hukum. Bagian kedua dalam pasal 15 tentang calon mempelai 1. Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, pernikahan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang telah ditetapkan dalam pasal 7 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur 16 tahun. 2. Bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin sebagaimana diatur dalam pasal 6 ayat (2), (3, (4), dan (5) Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Bagian ketiga dalam pasal 19 tentang wali nikah Wali nikah dalam pernikahan merupakan rukun yang harus dipenui bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya. Dalam pasal 20 dikatakan, diantaranya 1.
Yang bertindak sebagai wali nikah adalah seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukum Islam yakni muslim, akil dan baligh.
2.
Wali nikah terdiri dari:
32
33
a.
Wali nasab Wali nasab adalah wali nikah karena ada hubungan nasab dengan wanita yang akan melangsungkan pernikahan. Tentang urutan wali nasab terdapat perbedaan pendapat diantara ulama fiqih.20
b. Wali hakim Wali hakim adalah seorang yang ditunjuk untuk menjadi wali dengan persetujuan dari kedua belah pihak, bisa dari Kantor Urusan Agama (KUA), atau wali yang diangkat oleh calon suami dan atau istri, selama itu sudah disetujui oleh kedua belah pihak.21 c.
Wali Mujbir Wali mujbir adalah. Ayah, kakak dan seterusnya menurut patrilineal dari perempuan yang dinikahkan itu. Adapun wali mujbur adalah yang dapat memaksa anaknya menikah.22
D.
TUJUAN DAN HIKMAH PERNIKAHAN 1.
Tujuan Pernikahan
Tujuan lain dari perkawinan dalam Islam Ialah untuk memenuhi tuntutan hajat tabiat kemanusiaan yaitu berhubungannya antara laki-laki dan wanita dalam rangka
20
Ibid, h. 91
21
Abd Rahman Gazali , Fiqih Munakahat, (Bogor: Kencana, 2003), h. 50
22
Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Garafindo Persada, 1998), h. 71
33
34
mewujudkan suatu keluarga yang bahagia dengan rasa cinta kasih sayang untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat dengan mengikuti ketentuan syara’.23 Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), tujuan pernikahan adalah untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah dan rahmah. Sedangkan dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 bahwa tujuan pekawinan adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketentuan Yang Maha Esa. Sedikitnya ada empat macam yang menjadi tujuan pernikahan. Keempat macam tujuan perkawinan itu hendaknya benar-benar dapat dipahami oleh calon suami atau istri, supaya terhidar dari keretakan dalam rumah tangga yang biasanya berakhir dengan perceraian yang sangat dibenci oleh Allah. Ada beberapa tujuan dari di syaratkan nya perkawinan atas umat Islam. Diantaranya adalah: a.
Untuk mendapatkan anak keturunan yang sah bagi melanjutkan generasi yang akan datang.24 Sebagai mana Allah SWT berfirman dalam surat Annisa Ayat 1.
23
Moh. Idris Romulya, Hukum Perkawinan Islam: suatu analisis dari Undang-Undang no. I tahun 19974 dan KHI, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), cet ke 1, h. 27 24
Amir syarifuddin. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia(Jakarta Putra Grafika, 2006), cet 1.
h. 46
34
35
﴾׃ ا٤∕ ﴿الّنّساء Artinya : Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan
isterinya;
dan
dari
pada
keduanya
Allah
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan”. (Q.S AnNisa : 1) b. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak serta kewajiban, juga bersunguh-sunguh untuk memper oleh harta kekayaan yang halal.25 Sulaiman Al-Mufaraj, dalam bukunya bekal pernikahan, menjelaskan bahwa ada 15 tujuan pernikahan, yaitu: 1) Sebagai ibadah dan mendekatdiri kepada Allah SWT. Nikah juga dalam rangka taat kepada Allah SWT dan Rosul-Nya. 2) Untuk iffah (menjauhkan diri dari hal-hal yang dilarang; ihsan membentang diri dan mubadho’ah bisa melakukan hubungan intim). 3) Memperbanyak umat Muhammad SAW. 4) Menyempurnakan agama. 5) Menikah termasuk sunnahnya para utusan Allah.
25
Zakiyah Darajat, Ilmu Fiqih, (Jakarta: Depag RI, 1989), Jilid 3, h. 64
35
36
6) Melahirkan anak yang dapat memintakan pertolongan Allah untuk ayah dan ibu mareka saat masuk surga. 7) Menjaga masyarakat dari keburukan, runtuhnya moral, perzinahan, dan lain sebagainya 8) Legalitas untuk melakukan hubungan intim, menciptakan tanggung jawab bagi suami dalam memimpin rumah tangga, memberikan nafkah dan membantu istri dirumah. 9) Mempertemukan tali keluarga yang berbeda sehingga memperkokoh lingkaran keluarga. 10) Saling mengenal dan menyayangi. 11) Menjadikan ketenangan kecintaan dalam jiwa suami dan istri. 12) Sebagai pilar untuk membangun rumah tangga Islam yang sesuai dengan ajaran-Nya terkadang bagi orang yang tidak menghiraukan kalimat Allah SWT. Maka tujuan nikahnya akan menyimpang. 13) Suatu tanda kebesaran Allah SWT, kita melihat orang yang sudah menikah, awalnya mereka tidak saling mengenal satu sama lainnya, tetapi, dengan melangsungkan tali pernikahan hubungan keduanya bisa saling mengenal dan sekaligus mengasihi. 14) Memperbanyak banyak keturunan umat Islam dan menyemarakkan bumi melalui proses pernikahan.
36
37
15) Untuk mengikuti panggilan iffah dan menjaga pandangan kepada hal-hal yang diharamkan.26 2.
Hikmah pernikahan
Menyelamatkan masyarakat dari kerusakan ahlak dengan perkawinan, masyarakat dapat di selamatkan dari kerusakan ahlak dan mengamankan setiap individu dari kerusakan pergaulan. Dengan
perkawinan ini, umat dapat di
selamatkan,baik secara individual maupun secara sosial,dengan budi pekerti yang baik dan ahlak yang mulia. Inilah sala satu dari fungsi dari risalah yang di bawa Rasullah S.A.W.27 Ada beberapa hikmah yang bisa didapat dari sebuah pernikahan, diantaranya adalah: 1.
Menikah merupakan jalan terbaik untuk menciptakan anak-anak menjadi mulia, memperbanyak keturunan, melestarikan hidup manusia serta memelihara nasab yang oleh islam sangat diperhatikan.28
2.
Untuk menimbulkan ketenangan jiwa, bertemu dan bercumbuh rayu antara suami istri bisa menenangkan jiwa, dan menumbuhkan suasana bahagia. Apabila suasana aman dan tentram telah tumbuh, ibadah yang akan di lakukanya menjadi
26
Sulaiman Al-Mufarraj, Bekal Pernikahan: Hukum, Tradisi, Hikmah, Kisah, Syair, Wasiat, Kata Mutiara, (Jakarta: Qisthi Press, 2003), h. 5 27
Al-gazali, Ihya Ulumudin II Terjemah. (Jakarta: faizan. 1984), h.374.
28
Sayyid Sabiq, fiqh sunnah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1992), cet 2, h. 10
37
38
khusus dan bergairah. Jiwa yang senantiasa sibuk dan capai,membawa orang menjadi kesal dan cepat mara, gelisa dan tdak berfikir tenang. Dengan berkumpul bersama-sama keluarga,istri,anak-anak, bergurau dan bercumbuh rayu, lahirlah suasana tenang dan tentram serta bahagia. 3.
Bertanggung jawab atas pengasuhan anak, perkawinan adalah untuk mengetahui hakekat pertanggung jawaban dalam memelihara dan mendidik anak-anak, agar mereka menjadi anak yang cerdas, rajin, dan sehat, serta sholeh. Dengan mengetahui hakekat tanggung jawab ini, terdorong suami istri untuk bekerja dan iklas dan sungguh-sungguh sehingga mampu pemikul beban yang di pikulkan di atas pundaknya masing-masing.29
4.
Menyadari tanggung jawab beristri dan menaggung anak-anak menimbulkan sikap rajin dan sungguh-sungguh dalam memperkuat bakat dan pembawaan seseorang. Ia akan cekatan bekerja dan mencari penghasilan yang dapat memperbesar jumlah kekayaan dan memperbanyak produksi. Juga dapat mendorong usaha mengeksploitasi kekayaan alam yang dikaruniakan Allah bagi kepentingan hidup manusia.30
29
30
Abdul Qadir jailani, kelurga sakina, (Surabaya: Bina ilmu, 1995), cet. 1, h.45 Ibid, h. 21
38
BAB III PROFIL DESA A.
LETAK GEOGRAFIS Kelurahan Pasir Putih terletak di bagian selatan Kecamatan Sawangan. Dengan
luas wilayah ± 486 Ha kondisi tanahnya, termasuk jenis tanah yang subur dan cocok untuk lahan pertanian, holtikultura, daratan rendah tidak bertebing dan tidak berlereng. Ditinjau dari segi penggunaannya lahan di Kelurahan Pasir Putih dibagi sebagai berikut: Tabel 1 Penggunaan lahan di Kelurahan Pasir Putih NO 1 2 3 4
PENGGUNAAN LAHAN Perumahan/pemukiman Perusahaan Pertanian / sawah Sarana olah raga
LUAS LAHAN 99.330 ha 1.00 ha 17.900 ha 1.0 Ha
Sumber: Kelurahan Pasir Putih
Kelurahan Pasir Putih beriklim tropis dengan kelembaban tertinggi antara 7898% dengan rata-rata antara kelembaban 85% suhu musim hujan antara 250C - 260C. Musim hujan jatuh pada bulan November sampai dengan bulan Maret, sedangkan musim kemarau jatuh pada bulan Oktober dengan peralihan musim terjadi pada setiap awal musim hujan dan musim kemarau. Sumber daya air masyarakat Kelurahan Pasir Putih banyak yang menggunakan sumur gali atau bor dengan menggunakan peralatan modern bagi masyarakat yang ekonominya cukup. Sumber aliran sungai yaitu kali sanggrahan yang dahulu
39
40
digunakan masyarakat sebagai sumber perairan, dan kini tidak dapat digunakan lagi sehubungan dengan perubahan fungsi. Wilayah kelurahan Pasir Putih berada dalam wilayah kecamatan Sawangan dan salah satu dari 10 kelurahan di Sawangan dengan jarak tempuh terhadap pusat pemerintahan yaitu sebagai berikut: Ke Kecamatan
: 3,5 Km/10 Menit
Ke Kantor Wali Kota Depok : 9,5 Km/40 Menit Ke Provinsi
: 795 Km/2,5 Jam
Sedangkan batas-batas wilayah kelurahan Pasir Putih adalah:
B.
Sebelah Utara
: Kelurahan Sawangan Baru
Sebelah Timur
: Kelurahan Cipayung
Sebelah Selatan
: Desa Raga Jaya
Sebelah Barat
: Kelurahan Bedahan
KONDISI DEMOGRAFIS Pemerintahan kelurahan Pasir Putih dipimpin oleh seorang kepala kelurahan
dan di bantu oleh beberapa staffnya dan dibantu oleh 10 RW (rukun warga) dan 52 RT (rukun tetangga). Penduduk kelurahan Pasir Putih didominasi oleh kaum laki-laki yaitu sebesar 52,9% sedangkan perempuan sebesar 47,02%. Adapun rinciannya sebagai berikut:
40
41
Tabel 2 Jumlah penduduk NO JENIS KELAMIN 1 Laki-laki 2 Perempuan 3 TOTAL
JUMLAH 7.992 jiwa 7.094 jiwa 15.086 jiwa
PERSENTASE 52,9% 47,02% 100%
Sumber: kelurahan pasir putih
1. Kondisi Ekonomi Tingkat laju pertumbuhan penduduk mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi, dan mempengaruhi peningkatan pendapatan perkapita. Hal ini karena penduduk kelurahan Pasir Putih dengan mata pencaharian antara lain: bertani, berdagang, wiraswasta, buruh, pegawai negeri sipil, pegawai swasta, anggota TNI/POLRI serta pensiunan/purnawirawan. Hal ini dapat diketahui melalui tabel berikut: Tabel 3 Penduduk menurut Profesi atau Pekerjaan NO 1 2 3 4 5 6 7
PEKERJAAN Tani Jasa Wiraswasta Pegawai swasta Pegawai negeri sipil Lainnya TNI/POLRI TOTAL
JUMLAH 1.350 Orang 30 Orang 632 Orang 320 Orang 141 Orang 2.121 Orang 9 Orang 4.603 Orang
Sumber: kelurahan pasir putih
41
PERSENTASE 29,33% 0,65% 13,73% 6,95% 3,06% 46,08% 0,2% 100%
42
C.
KONDISI SOSIAL DAN KEPENDUDUKAN 1. Bidang keagamaan Karakteristik penduduk kelurahan Pasir Putih khususnya dalam sektor agama
bersifat heterogen, hal ini mencerminkan penganut agama sebagai konsekuensi logis dengan beragam penganut agama yang ada di kelurahan Pasir Putih menuntut upaya dari semua pihak untuk menciptakan kerukunan antar pemeluk agama, sehingga terciptanya lingkungan yang tenteram dan harmonis.1 Warga kelurahan Pasir Putih merupakan penduduk yang terdiri dari beragam agama. Namun mayoritas penduduknya beragama Islam sebesar 96,16 % penduduk beragama islam. Hal ini dapat dilihat dari data kependudukan, adapun rinciannya sebagai berikut:2 Tabel 4 Jumlah pemeluk agama menurut keyakinan masyarakat Kelurahan Pasir Putih NO 1 2 3 4 5
PEKERJAAN Islam Kristen protestan Kristen khatolik Hindu Budha TOTAL
JUMLAH 14.506 Orang 220 Orang 330 Orang 12 Orang 18 Orang 15.086 Orang
PERSENTASE 96,16 % 1,46 % 2,08 % 0,07 % 0,11 % 100 %
Sumber: kelurahan pasir putih
1
Hasil Penelitian di Kelurahan Pasirputih Kec. Sawangan Kota Depok Pada Tanggal 04 November 2010. 2
Arsip Kelurahan Pasirputih Kec. Sawangan Kota Depok, hal. 6.
42
43
2.
Sarana Prasarana Tabel 5 Data Sarana Ibadah dan Pendidikan Kelurahan Pasir Putih NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
SARANA Masjid Mushollah Gereja Wihara Pura Majelis ta’lim (kaum ibu) Majelis ta’lim (kaum bapak) Sekolah dasar negri (SDN) Sekolah dasar swasta SLTP N SLTP Swasta SMA Negri SMA Swasta SMK Akademi Perguruan tinggi
JUMLAH 5 48 0 0 0 32 24 3 5 0 5 0 2 2 0 0
Sumber: kelurahan pasir putih
3.
Pertahanan dan keamanan
Situasi dan kondisi keamanan di wilayah kelurahan Pasir Putih dalam keadaan baik atau kurang baik, hal tersebut disebabkan oleh beberapa indikator. Diantaranya masih kurangnya kesadaran masyarakat terhadap upaya pencegahan tindak kriminalitas, di samping itu juga sangat terbatasnya tenaga keamanan yang terlatih. Adapun data atau jumlah tenaga keamanan sebagai berikut:
43
44
Tabel 6 Tenaga Keamanan di Kelurahan Pasir Putih NO TENAGA KEAMANAN 1 Petugas Kepolisian 2 Petugas Pol.PP 3 Hansip terlatih JUMLAH Sumber: kelurahan Pasir Putih
44
JUMLAH 2 orang 1 orang 10 orang 13 orang
BAB IV MELANGKAHI KAKAK DALAM PERNIKAHAN A.
PENGERTIAN Kata melangkahi berasal dari langkah yang berarti mendahului atau melewati.
Disi ada tiga pengertian yang pertama; melangkahi artinya mendahului nikah, yang kedua; pelangkah artinya barang yang diberikan oleh calon pengantin pria kepada kakak calon pengantin wanita yang belum menikah(yang dilangkahi atau didahului nikah) dan yang ketiga; langkah yang artinya gerakan kaki maju atau mundur, jarak antara kedua belah kaki yang dikangkangkan kemuka ketika berjalan, tindakan, perbuatan, permulaan berjalan.1 Hubungannya dengan skripsi ini, penulis mengambil pengertian yang pertama yaitu melangkahi atau mendahului nikah. B.
PERNIKAHAN MELANGKAHI KAKAK DILIHAT DARI SUDUT PANDANG HUKUM ISLAM 1.
Dilihat dari Sudut Pandang Hukum Islam
Dalam hukum Islam, tidak mengenal istilah pernikahan melangkahi kakak kandung (dilangkahin). Islam hanya memerintahkan kepada mereka yang telah mampuh untuk menikah agar meyegerakannya tanpa melihat apakah ia melangkahi kakaknya atau tidak. 1
Novianto HP, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surakarta: PT Bringin 55, 1999), cet. 1, h.
318
45
46
Pada masyarakat betawi khususnya dalam keluarga, orang tua tidak melarang dan menolak apabila ada yang melamar anaknya oleh seseorang karena ada beberapa alasan kakaknya atau saudaranya yang lebih tua dan belum mendapat jodoh atau belum menikah, sebab setiap orang itu semua jodohnya sudah diatur oleh Allah SWT. Di samping itu pula tidak ada dalil dan syariat atau Undang-Undang yang mengatur atau memerintahkan tindakan tersebut, bahwa orang tua mengatur masalah pernikahan anak-anaknya harus menikah secara tertib atau teratur yang lebih tua duluan dan setelah itu yang muda. Pernikahan melangkahi kakak kandung (ngelangkahin) adalah istilah tersebut yang biasa ada didalam masyarakat dan kemudian menjadi hukum (adat) bagi masyarakat betawi. Walaupun ia berasal dari hukum adat, hal tersebut tidak bisa menjadi patokan bahwa pernikahan tersebut dilarang menurut agama Islam. Meskipun ada suatu kaedah fiqh yang menyebutkan al-adatul muhakamah yang artinya” bahwa adat dapat dijadikan sebagai salah satu sumber hukum islam” Namun hukum adat hanya berlaku dalam muamalah atau kemasyarakatan sedangkan dalam hal ibadah orang tidak boleh menambah atau mengurangi terhadap apa-apa yang telah ditetapkan oleh Allah seperti yang telah diatur dalam Al-Qur‟an dan Sunah Rosulnya. Dengan dasar itu ada sebagian adat yang berlaku dimasyarakat namun tidak dapat dijadikan suatu pertimbangan sebagai sumber pengambilan hukum.karena tidak
46
47
sedikit masalah-masalah fiqiyah yang bersunber dari adat kebiasaan(„urf) yang berlaku pada kebiasan masyarakat tertentu. Adat yang tidak bertentangan ini disebut adat shahih, sedangkan larangan pernikahan melangkahi kakak kandung dapat dikatagorikan sebagai adat yang fasid yaitu segala sesuatu yang sudah dikenal atau diberlakukan oleh masyarakat tetapi berlawanan dengan hukum Islam 2.
Dilihat dari Sudut Pandang Hukum Adat
Didalam Adat Betawi dikenal suatu istilah “nikah ngelangkahin kakak”, atau yang lebih dikenal masyarakat betawi dengan istilah pernikahan melagkahi kakak kandung. Artinya adalah suatu pernikahan yang tidak diizinkan untuk dilaksanakan apabila pengantin yang akan menikah melangkahi kakak perempuan atau kakak lakilaki yang belum menikah.2 Pada masyarakat betawi khususnya di desa Pasir Putih, pernikhan semacam ini hanya aturan adat terdahulu yang dipegang oleh nenek moyang kita, oleh karena itu masyarakat atau penduduk desa ini ada yang masih berpegang atau percaya dengan adat pernikahan melagkahi kakak kandung, apabila ada seorang kakak perempuan atau kakak laki-laki yang belum menikah dan dilangkahi pernikahannya oleh sang adik, maka ada yang berpendapat niscaya kehidupan dari kakak perempuan tersebut tidak akan bagus kedepan, terutama dalam masalah jodoh. Dan juga bagi si kakak ataupun keluarga yang akan dilangkahi menikah oleh sang adik akan mendapatkan 2
Ahmad Ridwan Halim, Hukum Adat Dalam Tanya Jawab, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1989), cet. Ke II, h. 4
47
48
dampak tidak baik atau akibat yang tidak enak bagi keluarga terutama kakaknya, dan disamping itu pula khawatir kelakuan kakak yang dapat mengecewakan orang tua, karena dia merasa sakit hati dilangkahi dalam pernikahan adiknya.3 Dalam hal ini ada beberapa masyarakat yang tidak setuju atau sudah tidak mengikuti adat istiadat tersebut, apabila dalam keluarga sang adik ingin menikah, maka orang tua atau pun sang kakak akan sangat gembira dan senang hati menerima kabar baik tersebut. Menurut pendapat mereka hal tersebut jauh lebih baik dari pada harus menunda atau melarang sang adik menikah dengan melangkahi kakaknya, hal tersebut tidak baik untuk adiknya. Sebagaimana contoh, sang adik yang ingin melangsungkan pernikahan namun harus dilarang, maka dalam keluarga timbul kekhawatiran dampak yang terjadi kepada keluarga atau kakak yang tidak mengenakan diantaranya adalah sang adik dapat melakukan perbuatan perzinahan atau nikah dibawah tangan (nikah sirrih) dan kawin lari, oleh karena itu mereka akan dengan senang hati untuk mengizinkannya menikah walaupun si kakak merasa sakit hati.4 C.
KEDUDUKAN
UANG
PELANGKAH
DILIHAT
DARI
SUDUT
PANDANG HUKUM ISLAM
3
Hasil Wawancara dengan Bpk. Asmat Ni‟an, Ketua Rukun Warga, Kelurahan Pasirputih pada tanggal 03 November 2010 4
Hasil Penelitian di Kelurahan Pasirputih Kec. Sawangan Kota Depok, Pada Tanggal 10 November 2010
48
49
Dalam pernikahan melangkahi kakak kandung pada perkawinan adat istiadat betawi, terdapat kaitan yang cukup erat dengan pemberian uang pelangkah. Uang pelangkah merupakan pemberian seorang adik terhadap kakaknya sebagai izin dan rasa hormat, karena adik akan mendahului untuk menikah. Disebut uang pelangkah, karena sebagian besar masyarakat memberikan uang tersebut kepada kakaknya yang hendak dilangkahi. Tetapi pemberian itu tidak hanya berupa uang, bisa juga berupa barang. Adapun status hukum uang pelangkah dalam hukum Islam tidah terdapat satu nash pun yang mewajibkan atau mengharamkannya. Uang pelangkah tidak lebih dari suatu hukum adat yang terlahir dari adat kebiasaan (urf) suatu masyarakat yang masih sangat perlu peninjauan maslahat dan mudharatnya.5 Akan tetapi jika dilihat dari segi manfaatnya dan mudharatnya, masih memerlukan pengkajian yang sangat mendalam. Dalam hal ini jika pihak yang dilangkahi menurut persyaratan yang tidak terjangkau oleh yang melangkahi. Seperti contoh sang kakak meminta pelangkah berupa barang atau uang yang berlebihlebihan, sehingga pihak yang akan melangkahinya tidak mampu memberikan apa yang diminta, hal ini jelas tidak sesuai dengan hukum Islam, karena Islam memerintahkan agar suatu pernikahan hendaknya dimudahkan dalam segi pelaksanaannya.
5
Muchtar Yahya dan Faturrahman, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh, (Jakarta, Bulan Bintang, 1996), h. 513
49
50
Mengingat juga bahwa didalam Islam uang pelangkah itu tidak disebutkan atau diterangkan, yang ada hanyalah pemberian mahar kepada calon mempelai istri. Menurut hukum Islam uang pelangkah itu tidak sampai pada suatu tingkatan yang mewajibkan atau mengharuskan akan tetapi hanya pada taraf membolehkan, dengan catatan bahwa uang pelangkah itu diberikan atas dasar keikhlasan dan keridhoannya serta kemampuannya untuk memberikan uang tersebut kepada kakaknya sebagai uang penghibur atau uang penenang karena ia dilangkahi oleh adiknya dalam menikah. hal tersebut merupakan salah satu manfaat atau kemaslahatan yang menjadi tujuan uang pelangkah agar tidak terjadi perpecahan dalam lingkungan keluarga, khususnya antara siadik dan si kakak. Adapun jika uang pelangkah itu diwajibkan bagi seorang yang hendak menikah sebagi syarat dalam proses pernikahan dan memberatkan, maka hal tersebut menjadi haram hukumnya. Karena didalam hukum Islam tentang wajibnya uang pelangkah itu tidak ada dalil atau hadist yang menerangkan tindakan tersebut. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 87
﴾۸ ۷:٥ ∕ ملا ٸة ﴿ا Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang Telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. 50
51
Dari pemaparan ayat diatas, kalau diwajibkan serta uang pelangkah itu terlalu mahal dan melebihi batas kemampuan untuk memberikannya, oleh karena itu maka semakin banyak orang yang menunda dan bahkan enggan untuk melakukan pernikah karena alasan tersebut. Sehingga semakin banyak perempuan dan laki-laki menjadi perawan tua atau jauh dari jodoh dan perjaka tua, oleh karena itu timbulah gangguan psikologis atau kerusakan akhlak antara keduanya, karena mereka sudah putus asa tidak sanggup lagi untuk memenuhi persyaratan atau tuntutan itu. Sehingga mereka mencari jalan agar bisa menikah yaitu dengan jalan pintas, seperti melakuka perzinahan, dengan mereka melakukan hal tersebut maka orang tua harus menikahi anaknya meskipun si kakak belum menikah atau belum ada jodohnya. Oleh karena itu hal ini masuk kedalam salah satu madharat yang ditimbulkan dari penuntutan uang pelangkah yang sangat berlebihan. Sedangkan kalau dilihat dari segi mafsadatnya hal ini relatif, karena itu semua tergantung dengan pemikiran atau pendapat masing-masing masyarakat dan keluarga. Dalam pandangan masyarkat terhadap sang adik yang menikah terlebih dahulu dari pada kakaknya itu dianggap biasa-biasa saja jika sang kakak dan keluarga dapat menerimanya, namun jika sudah terjadi sesuatu yang mengharuskan adiknya menikah terlebih dahulu barulah menjadi buah bibir para masyarakat. Sedangkan dalam pandangan keluarga, secara hubungan keluarga tidak menjadi masalah, akan tetapi secara psikologis seorang kakak akan merasakannya, apapun alasan dari sang adik
51
52
yang ingin menikah terlebih dahulu, apa lagi jika kakak yang dilangkahinya adalah perempuan.6 D.
RESPON MASYARAKAT KELURAHAN PASIR PUTIH TENTANG PERNIKAHAN MELANGKAHI KAKAK Pada perkembangan zaman saat ini, tradisi melangkahi kakak kandung sudah
mulai ditinggalkan oleh masyarakat desa pasir putih karena sudah tidak relevan lagi untuk diikuti. namun hal ini masih menjadi masalah bagi masyarakat, karena ada yang pro dan kontra tentang pernikahan melangkahi kakak kandung. Biasanya orangoarang tua dahulu yang sudah lanjut usia mereka masih mempercayai bahwa pernikahan melangkahi kakak kandung itu tidak baik, berbeda dangan mayoritas masyarakat sekarang di desa pasir putih yang sudah tidak berpegang dengan aturan adat istiadat tersebut.7 Pandangan Masyarakat yang menyetujui tentang pernikahan melangkahi kakak kandung, bagi mereka hal ini bukan suatu masalah yang harus diperdebatkan maka jika sang adik sudah siap lahir dan bathin dibandingkan kakaknya maka silakan saja menikah terlebih dahulu. Karena jodoh itu pemberian yang maha kuasa tidak ada siapapun yang dapat merubahnya. jika masih pada tahap yang tidak melanggar
6
Hasil Wawancara dengan Bapak Asmat Ni‟an, Ketua RW 08, Kelurahan Pasirputih pada tanggal 03 Nopember 2010 7
Hasil Wawancara dengan Bpk. Ustad Mansur, Tokoh Agama, Kelurahan Pasirputih pada Tanggal 02 Nopember 2010
52
53
norma-norma masyarakat dan agama, maka tidak ada salahnya jika sang adik menikah
terlebih
dahulu
sebelum
kakaknya,
namun
dengan
kesepakatan
kekeluargaan.8 dan dalam hukum Islam pun tidak ada larangan yang menyebutkan bahwa pernikahan melangkahi kakak itu adalah sebuah kesalahan. Seperti hadis Nabi berikut ini;
٬ Artinya: “Bersumber dari Abdullah, dia berkata: Rasulullah SAW pernah bersabda: “ Hai, golongan pemuda bila diantara kamu ada yanga mampuh kawin hendaklah ia kawin, karena nanti matanya akan lebih terjaga dan kemaluannya akan lebih terpelihara dan bilamana ia tidak mampuh kawin, hendaklah ia berpuasa karena puasa itu ibarat mengebirit.9
Namun ada juga masyarakat yang tidak menyetujui pernikahan melangkahi kakak dengan berbagai macam alasan diantaranya: a.
Memikirkan perasaan kakak yang dilangkahi, terutama jika kakak yang dilangkahinya adalah kakak perempuan.
b.
Aturan dalam keluarga yang tidak membolehkan jika adik menikah terlebih dahulu sebelum kakaknya.
8
Hasil Wawancara dengan Bpk. Sobari, Staf Kelurahan Pasirputih pada Tanggal 04 Nopember
2010 9
Al-Hafidh Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulughul Maram, terj. H. Moh. Rifai dan Al-Quasasy Misbah, (Semarang: Wicaksono, 1989), h. 356
53
54
c.
Belum cukup usia sang adik untuk menikah.
d.
Tidak adanya persetujuan dari sang kakak untuk dilangkahi.
e.
Khawatir si kakak terkena gangguan fisikologis, karena dilangkahi dalam pernikahan.10
Namun hal ini sudah jarang sekali ditemukan pada masyarakat Desa Pasir Putih yang kebanyakan berpendapat bahwa pernikahan melangkahi kakak kandung itu bukan suatu masalah yang harus diperdebatkan.
E.
ANALISA PENULIS Pernikahan melangkahi kakak kandung (ngelangkahin) hanyalah sebuah
kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari bagi penduduk desa pasir putih, namun sejalan dan dengan seiringnya waktu, banyak keluarga yang menerapkan sistem pernikahan seperti ini, dan mereka mengaplikasikannya kepada keturunan mereka, sehingga dari awalnya yang hanya kebiasaan, lama kelamaan menjadi tradisi dan menjadi adat dalam kehidupan masyarakat desa pasir putih. Dalam sejarah pernikahan melangkahi kakak kandung (ngelangkahin) bukan dari ajaran agama, baik Islam, Hindu, Budha. Hal tersebut lebih mengarah kepada persoalan adat istiadat atau budaya yang sudah ada secara turun menurun. Namun dengan berjalannya waktu, ada beberapa keluarga yang memakai atau menerapkan
10
Hasil Wawancara dengan Bapak Hapik Amin, Ketua Rukun Tetangga 01/08, Kelurahan Pasirputih pada tanggal 05 Nopember 2010
54
55
adat pernikahan seperti ini, dan mereka menerapkannya kepada keturunan mereka, sehingga berdampak menjadi kebiasaan, dan lama kelamaan menjadi tradisi atau menjadi adat istiadat dalam kehidupan masyarakat kelurahan Pasirputih. Dalam pemakaian atau penerapannya ada beberapa masyarakat yang tidak menyetujui hal tersebut, dan timbulah pendapat dari kalangan masyarakat, seperti; ada yang menyetujui dan adapula yang tidak menyetujui masalah pernikahan melangkahi kakak kandung (ngelangkahin/dilangkahi), diantaranya adalah sebagai berikut: Masyarakat yang menyetujui hal tersebut: 1.
Ada masyarakat yang beranggapan bahwa apabila seorang kakak yang dilangkah oleh adiknya dalam pernikahan, maka mereka mengkhawatirkan si kakak lama mendapat jodoh.
2.
Mereka masih mengikuti adat istiadat dari nenek moyang secara turun menurun, dan menjadi adat atau tradisi di daerah mereka, untuk menghormati peninggalan nenek moyang mereka.
3.
Menjaga perasaan sang kakak yang akan dilangkahi (dilangkahin) oleh adiknya agar tidak sakit hati atau menyinggung perasaannya, dan berdampak tidak baik bagi sang kakak yang dikhawatirkan akan timbul prilaku yang tidak baik dari sang kakak, sedangkan untuk keluarga akan menjadi bahan omongan di masyarakat tersebut.
55
56
4.
Permasalahan tersebut bisa akan menjadi do‟a untuk sang kakak yang dilangkahi oleh adiknya dalam menikah, maksudnya adalah sang kakak akan terhendat untuk mendapatkan jodoh, karena berawal dari kekhawatiran orang tua yang anak perempuannya belum menikah, ucapan orang tua perempuan yang selalu berkata, kapankah anak perempuan saya mendapatkan jodohnya, sehingga pernyataan atau perkataan tertsebut menjadi kenyataan, sang kakak lama mendapatkan pendamping hidup. Masyarakat yang tidak menyetujui hal tersebut dikarnakan
1.
Dalam kehidupan dirumah tangga, antara sang kakak dan adik khawatir hubungan mereka tidak baik, kalau mereka tidak menimbulkan maslahat dan madharat bagi keluarga dan hubungan antara adik dan kakak.
2.
Permasalahan yang timbul dari persyaratan (pemberian uang pelangkah) yang tidak dapat terpenuhi oleh sang adik, khawatir akan terjadi keputusan sang kakak yang akhirnya melarang sang adik menikahkarena si kakak tidak mau dilangkahi (dilangkahin)
3.
Khawatir efek yang terjadi dari pernikahan tersebut adalah, sang adik melakukan perbuatan yang tidak baik seperti ia berbuat zina atau mengecewakan keluarga.
4.
Seorang adik awalnya menunda pernikahan, karena kakaknya belum menikah, oleh karena itu menjadi gagal akibat rasa kecewa dari pihak mempelai lainnya, dan si adik terlalu lama menunggu kesiapan dari sang kakak untuk menikah terlebih dahulu
56
57
Sedangkan mengenai uang pelangkah itu sendiri, dalam agama Islam tidak melarangnya selama hal tersebut tidak memberatkan calon adik iparnya. Akan tetapi kalau hukum memberikan uang pelangkah itu diwajibkan maka dalam agama Islam hukumnya berubah menjadi haram, karena dalam hukum Islam sendiri tidak mengatur masalah pernikahan melangkahi kakak kandung, kalau pun terjadi si adik menikah dengan melangkahi kakaknya maka harus membayar uang pelangkah. Dan tidak ada satu pun dalam nash Al-Quran dan Hadist yang menguatkan masalah pemberian uang pelangkah kepada kakaknya yang dilangkah dalam pernikahan, walaupun pemberian uang pelangkah itu wajib hukumnya menurut hukum adat. Dan didalam undang-undang tentang pernikahan baik dalam Kompilasi Hukum Islam maupun dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 tidak ada satu pun yang mengatakan bahwa pernikahan melangkahi kakak kandung harus membayar uang pelangkah, hal tersebut juga kembali kepada masyarakat yang masih berpegang teguh kepada peninggalan nenek moyang dan adat istiadat terdahulu yang turun menurun kepada keturunannya.
57
BAB V PENUTUP A.
Kesimpulan Berdasarkan seluruh pembahasan yang telah dikemukakan pada bab
sebelumnya, pada akhirnya penulis dapat menarik kesimpulan akhir tentang masalah penikahan melangkahi kakak kandung (ngelangkahin) diantaranya adalah: 1.
Adat istiadat ini dijalani oleh masyarakat Kelurahan Pasir Putih Kecamatan Sawangan Kota Depok dengan biasa, maksudnya mereka menerima dengan baik adat istiadat tersebut. Namun dengan berjalannya waktu dan berkembangnya zaman, mulai timbul pro dan kontra yang terjadi di tengah-tengah masyarakat tersebut. Bagi yang pro mereka sangat percaya apabila seorang kakak perempuan yang belum menikah harus dilangkahi menikah oleh adiknya, meraka percaya bahwa kehidupan sang kakak kedepannya nanti tidak akan berjalan dengan baik, terutama untuk masalah jodoh, oleh karenanya para orang tua dan kakak perempuan di daerah tersebut tidak akan pernah mengizinkan seorang adik untuk menikah melangkahi kakak perempuannya yang belum menikah, kecuali sang adik dapat memberikan uang pelangkah atau dapat memenuhi persyaratan yang diberikan oleh sang kakak kepada adiknya. Sedangkan untuk yang kontra, tidak setuju dengan adat istiadat tersebut karena menurut mereka hanya ada efek buruk yang akan timbul, terutama untuk kejiwaan sang adik. Sang adik yang tertunda atau gagal menikah akan merasa sangat depresi karena harusnya dia sudah menikah namun harus tertunda hanya karena harus mengikuti adat istiadat tersebut yang akhirnya dapat membuat sang adik berbuat nekat dengan cara melakukan kawin lari atau yang paling buruk adalah berzina.
55
56
2.
Uang pelangkah biasanya diberikan seorang adik yang akan menikah telebih dahulu dari pada kakaknya, dan uang pelangkah dapat menjadi ungkapan maaf dari sang adik kepada kakaknya. Biasanya uang pelangkah tidak hanya berupa uang tetapi dapat juga berupa benda apa saja seperti handphone, emas ,jam tangan bahkan motor tergantung kesepakatan dari kedua belah pihak. Namun kedudukan uang pelangkah di dalam Islam tidak dianjurkan karena tidak ada hukum yang menyebutkan bahwa jika akan melangkahi kakak dalam pernikahan diwajib kan untuk membayar uang pelangkah. Dalam pandangan Islam uang pelangkah tidak ada aturannya yang mengharuskan untuk dilaksanakan bahkan dalam nash Al-Qur’an dan Hadist tidak ada keterangan yang jelas tentang uang pelangkah, tetapi dalam ajaran Islam diperbolehkan adanya pemberian uang pelangkah. Status uang pelangkah adalah tradisi (adat) orang-orang terdahulu dan tidak menjadi hukum. Ada dan tidak adaanya uang pelangkah dalam pernikahan tidak menjadi masalah akan tetapi adat biasa dijadikan suatu hukum hanya dalam hal kemasyarakatan bukan dalam ibadah.
3.
Dalam pemaparan yang telah kita lihat sebelumnya, banyak faktor yang menyebabkan sang adik menikah terlebih dahulu dari pada kakaknya seperti : 1. Sang adik lebih mapan dari pada kakaknya dan siap lahir dan batin. 2. Keadan yang mendesak, karena sang adik sudah melanggar norma-norma agama. 3. keluarga yang sudah memberikan ijin untuk menikah. 4. takut jika adik berpacaran lama-lama akan melanggar norma-norma hukum dan agama.
56
57
5. jika adiknya seorang wanita, telah datang laki-laki mapan yang melamarnya. 6. Adik yang sudah tidak sekolah. Didalam hukum Islam, Allah tidak pernah melarang kaum atau umat-Nya untuk melakukan pernikahan, justru Allah sangat menganjurkan
untukadanya suatu
pernikahan. Pada dasarnya pernikahan melangkahi kakak kandung (ngelangkahin) hanyalah sebuah istilah adat istiadat (urf) yang sudah biasa dan sudah dikenal oleh masyarakat. Namun karena sudah berlangsung sekian lama dan turun temurun, maka masyarakat menjadikan hal tersebut menjadi hukum (adat) di daerah mereka. Karena dasar itulah walaupun ia berasal dari hukum adat, hal itu tidak bisa dijadikan patokan bahwa bahwa pernikahan tersebut dilarang menurut hukum Islam. Walaupun ada kaedah fiqih yang menyebutkan Al-adatu Muhakamat, namun tidak bisa menjadi adat bisa masuk dalam hukum Islam. B. 1.
Saran-Saran Kepada para orang tua, sebaiknya tidak terlalu masuk kedalam urusan pribadi sang anak, karena menikah adalah hak dari seorang anak dan tugas dari para orang tua adalah merestui serta membimbing pernikahan sang anak. Untuk masalah jodoh sang kakak yang telah dilangkahi oleh adiknya, para orang tua harus yakin dan percaya bahwa jodoh, rejeki, dan hidup seseorang sudah digariskan oleh Allah SWT, akan tidak mungkin sang kakak tidak akan atau jauh dari jodohnya, karena masing-masing umat di dunia sudah ditentukan jodohnya 57
58
oleh Allah SWT, dan tidak ada yang bisa merubah ketentuanNya, hanya mungkin adiknyalah yang terlebih dahulu jodohnya yang di tentukan oleh Allah SWT. 2.
Untuk kakak yang mempunyai adik, hendaknya jangan melarang adiknya untuk segera menikah kalau memang dia sudah mempunyai jodoh, dan juga jangan berkecil hati, bersikaplah menerima apa adanya serta ikhlas dan turut mendoakan agar kehidupan rumah tangga adiknya itu dapat berjalan dengan baik, dan juga seorang kakak juga hendaknya bersikap terbuka tentang perasaannya. Merasa berat memang wajar tapi jangan sampai mancari-cari alasan memberatkan si adik serta janganlah peristiwa itu dijadikan kesempatan untuk meminta barang atau uang berlebih-lebih karena hal tersebut bisa saja menjadi beban bagi calon suami adiknya dan mungkin juga dapat menjadi bahan pertimbangan untuk menikahi adiknya itu.
58
DAFTAR PUSTAKA Al-Quran dan Terjemahnya, Depatermen Agama RI. Abbas, Sudirman, A, Pengantar Pernikahan, Jakarta; PT Heza Lestari, 2006, cet. Ke-1. Al-Hamdani, H.S.A., Risalah Nikah, terjemah Agus Salim, Jakarta: Pustaka Amani, 2002, cet. Ke- 2. Ali, M, Hasan, pedoman Hidup berumah Tangga Dalam Islam,Jakarta, Prenada Media 2003, cet. Ke-1. Al-Mufarraj, Sulaiman, Bekal Pernikahan: Hukum, Tradisi, Hikmah, Kisah, Syair, Wasiat, Kata Mutiara, Jakarta: Qisthi Press, 2003 Al-gazali, Ihya Ulumudin II Terjemah, Jakarta: faizan, 1984, cet. Ke-1. Arsip Kelurahan Pasir Putih kecamatan Sawangan Kota Depok Tahun 2010-2011. Chaeruddin, H A, Ensiklopedi tematis dunia Islam, Jakarta. PT Ichtiar Baru, cet.Ke-1. Darajat, Zakiyah, Ilmu Fiqih, Jakarta: Depag RI, 1989, Jilid 3. Dally, Penouh, Pernikahan Dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1998, cet. Ke-1. Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Depatermen Agama, Kompilaasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama, 1992, Effendi, Singarimbun, Metode Penelitian Survai, Jakarta: LP3Es, 1989. Gozaly, Rahman, Abdul, H. Drs., Fiqih Munakahat, Jakarta: PT. Kencana, 2006, cet. Ke-2. Hadi, Sutisno, Metodologi Research, Yogyakarta: Andi Offset, 1990, cet. Ke-22. Hasil Wawancara Dengan Staf Kelurahan dan Tokoh Masyarakat. Idris, Romulya, Moh, , Hukum Perkawinan Islam: suatu analisis dari UndangUndang no. I tahun 19974 dan KHI, Jakarta: Bumi Aksara, 1996, cet. ke-1.
62
63
Ibnu Hajar Al-Hafidh al-Asqalani, Bulughul Maram, terj. H. Moh. Rifai dan AlQuasasy Misbah, Semarang: Wicaksono, 1989, cet. Ke-1 Rahman Gozaly Abdul, Fiqih Munakahat, Jakarta: PT. Kencana, 2003 cet. Ke-1. Rahman, Abd, Ghazaly, Fiqh Munakahat, Jakarta; Prenada Media 2003, cet.
Ke-1.
Rafiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998, cet. Ke-1. Saddiq, Abdullah, Perkawinan Dalam Islam, Kuala Lumpur: Pustaka Syuhada 2003, cet. Ke-1. Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta Putra Grafika, 2006, cet. Ke-1. Sabiq, Sayyid, fiqh sunnah, Beirut: Dar al-Fikr, 1992, cet. ke-2. Sungono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007, cet. Ke-1. Peunoh Daliy, Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: Bulan Bintang 1989, cet. Ke-1. Qadir, Abdul, jailani, kelurga sakina, Surabaya: PT, Bina ilmu, 1995, cet. Ke-1. Zainudin, Ali, Prof. Dr., H., M.A. Hukum perdata islam di Indonesia, Jakarta: Media Grafika, 2006 Zain dkk, Muhammad, Membangun Keluaga Humanis, Jakarta: Graha Cipta, 2005, cet. Ke- 1.
Hasil Wawancara dengan Bapak Sobari Kase Staff Kelurahan Pasirputih Pada tanggal 04 Nopember 2010
1.
Agama apa yang dianut oleh warga Pasir Putih? Mayoritas warga Pasir putih beragama Islam yaitu sekitar 96,16% dan minoritas beragama Kristen 1,46%
2.
Bagaimana pandangan Bapak tentang masalah pernikahan melangkahi kaka kandung? Sebaiknya kita lebih menghargai kakak kandung dengan tidak mendahuluinya dalam pernikahan. Namun, jika sang adik berjodoh terlebih dahulu maka adik meminta izin terlebih dahulu kepada sang kakak dan keluarga yang lain. Karena ada kakak yang rela dilangkahi adiknya namun tidak sedikit pula seorang kakak tidak rela dilangkahi adiknya dengan berbagai macam alasan.
3.
Bagaimana pandangan Masyarakat terhadap pernikahan melangkahi kakak kandung? Pandangan Masyarakat tentang pernikahan melangkahi kakak selama ini baikbaik saja. Karena jodoh itu pemberian yang maha kuasa tidak ada siapapun yang dapat merubahnya. Menurut Masyarakat hal ini bukan suatu yang harus dipermasalahkan jika masih pada tahap yang tidak melanggar norma-norma
masyarakat dan agama. Maka tidak ada salahnya jika sang adik menikah terlebih dahulu sebelum kakaknya, namun dengan kesepakatan kekeluargaan. 4.
Adakah alasan lain kenapa sang adik tidak boleh melangkahi kakaknya? Tidak ada alasan yang melarang adik tidak boleh melangkahi atau mendahului kakak, tetapi banyak pula warga kami yang melarang adik menikah sebelum kakaknya. karena menjaga perasaan kakak yang dilangkahi, takut malu kesal dan sebagainya.
5.
Apakah ada sangsi adat terhadap orang yang dilangkahi kakaknya dalam pernikahan? Tidak ada sangsi apapun bagi adik yang melangjahi kakaknya, karena melangkahi pernikahan bukan suatu kesalahan yang harus dikenakan sangsi.
6.
Bagaimana pendapat bapak tentang pemberian uang pelangkah? Cukup bijak, karena ada penghargaan yang diberikan adik kepada kakaknya sebagai ungkapan maaf dan terima kasih karena diizinkan menikah sebelum kakaknya.
7.
Berapakah uang pelangkah yang harus dikeluarkan? Untuk jumlah tidak ada aturan seberapa banyak uang yang harus dikeluarkan untuk uang pelangkah, uang pelangkah ini sesuai dengan kesepakatan bersama sang adik dan kakaknya juga keluarga yang lain.
8.
Apakah boleh uang pelangkah diganti dangan barang atau benda? Boleh karena tidak ada aturan yang menyabutkan harus memberikan apa sebagai pelangkah, dan banyak pula warga kami yang memberi pelangkah seperti, cincin, kalung, gelang, handpone bahkan sepeda motor.
Pewawancara
Pasirputih, 04-11-2010
AHMAD FAUJI
SOBARI
Hasil wawancara dengan Bapak Hapik Amin Ketua Rukun Tetangga Pada Tanggal 05 Nopember 2010
1. Apakah keluarga anda masih berpegang teguh kepada adat betawi dalam hal pernikahan? Pernikahan adat betawi dalam keluarga saya sedikit sudah diabaikan, karena bagi mereka yang terpenting dalam penilaian adalah terpenuhinya semua rukun-rukun nikah karena itu merupakan kegiatan ritual yang sakral. 2. Bagaimana pandangan anda tentang pernikahan melangkahi kakak kandung? Jika memungkinkan seorang adik untuk melangkahi kakaknya, dan dengan adanya berbagai macam alasan, kenapa tidak.karena tidak ada aturan keras yang melarangnya dan seorang adik harus tetap menghormati kakaknya. 3. Faktor apa saja yang menyebabkan adik tidak boleh menikah mendahului kakaknya ,sebatas yang anda ketahui? a. Doktrin yang kuat dari lingkungan b. Nadzar seorang kakak yang tidak mau dilangkahi c. Ada pendapat bahwa kakak lebih tua dan tidak hormat jika adik lebih dahulu menikah 4.
Adakah alasan lain kenapa sang adik tidak boleh melangkahi kakaknya? a. keadan yang mendesak sehingga sang adik harus menikah terlebih dahulu b. sudah mapan dan sanggup untuk menikah dibandingkan kakanya
5. Apakah
kakak meminta sesuatu
kepada adiknya yang akan
melangkahinya? Seorang kakak akan lebih terjaga kehormatanya jika tidak meminta sesuatu kepada adik yang melangkahinya, yang terpenting status kakak dan adik
tidak akan pernah berubah dan tetap terjaga kedudukannya dan kehormatanya. 6. Apakah yang biasa diberikan adik kepada kakaknya? Biasanya yang diberikan adik kepada kakaknya yaitu berupa uang ataupun barang sesuai dengan kemampuan. 7. Bagaimana status uang pelangkah menurut anda? Status uang pelangkah itu boleh diterima karena itu sebagai rasa hormat kaka kepada adiknya. 8. Menurut pengetahuan bapak bagaimanakah status hukum uang pelangkah dalam pandangan hukum islam? Dalam pandangan islam uang pelangkah tidak ada aturanya yang mengharuskan untuk dilaksanakan bahkan dalam nash al-Quran dan hadst tidak ada keterangan yang jelas tentang uang pelangkah,tetapi dalam ajaran islan diperbolehkan adanya pemberian uang pelangkah. Status uang pelangkah adalah tradisi(adat) orang-orang terdahulu dan tidak menjadi hukum. Ada dan tidak adanya uang pelangkah dalam pernikahan, adat bisa dijadikan hukum hanya dalam hal kemasyarakatan (muamalah), bukan ibadah.
AHMAD FAUJI
SOBARI
Wawancara dengan Wahyudi kakak yang dilangkahi oleh adiknya menikah Pada tanggal 04 November 2010
1. Bagaimana pandangan anda tentang pernikahan melangkahi kaka kandung? Dalam islam tidak ada larangan untuk melangkahi seorang kakak dalam pernikahan, jika memang sang adik sudah siap lahir dan batinya untuk membina rumah tangga maka silakan saja, dan jangan lupa pinta doa dan restunya kepada orang tua. 2. Apabila adik anda tidak memberikan uang pelangkah kepada anda,apakah berhak anda membatalkan pernikahan adik anda? Tidak ada alasan bagi saya untuk membatalkan pernikahanya hanya karena uang pelangkah, jika saya tidak mengijinkannya hanya karena uang pelangkah berarti
saya
egois
yang
hanya
mementingkan
diri
sendiri
tanpa
mempertimbangkan kebahagian adik saya. 3. Apabila adik menikah tanpa memberikan sesuatu, bagaimana menurut anda sebagai kakak kandung? Menurut saya uang pelangkah itu hanya simbolis saja, jika memang seorang adik tidak memberikan uang pelangkah maka bagi saya tidak jadi masalah. 4. Berapakah kadar nominal yang seharusnya diberikan sang adik apabila ingin mendahului pernikahan? Menurut saya berapapun nominal yang diberikan adik saya kepada saya baik besar maupunn kecil
saya akan menerimanya, selagi adik saya mampuh
untuk memberikan. 5. Apakah ada waktu dalam pemberian uang pelangkah? Tidak ada waktu yang special untuk memberikan pelangkah dari adik kepada kakaknya, tapi biasanya uang pelangkah itu diberikan sebelun seorang adik
melakukan akad nikah, lain dengan didaerah-daerah yang masih berpegang tegug dengan adat istiadat terdahulu. 6. Apa yang biasa diberikan oleh sang adik kepada kakaknya? Kalau dalam keluarga saya pada waktu itu, adik saya memberikan barang berupa pakaian dan uang, sedangkan keluarga yang lain saya tidak tahu apakah sama seperti saya atau tidak. 7. Bagaimana pendapat anda tentang status uang pelangkah menurut anda? Menurut saya status uang pelangkah itu tidak ada hukumnya, dan disamping itu pula hukum Islam tidak mengatur hal tersebut, dan kalau memang sang adik mau memberikan uang pelangkah tidak apa-apa. 8. Bagaiman pandangan masyarakat terhadap anda dan keluarga? Setahu saya masyarakat disinih baik-baik saja menanggapi masalh tersebut, tetapi saya kurang tau kalau diluar atau dibelakang saya, kemungkinan mereka membicarakan hal tersebut.
Hasil wawancara dengan Bapak Asmat Ni’an Kepala Rukun Warga Pada tanggal 03 November 2010
1.
Apakah keluarga anda masih berpegang teguh kepada adat betawi dalam hal pernikahan? Ya keluarga kami masih berpegang teguh dengan adat istiadat kemasyarakatan lingkungan kami tinggal atau adat Betawi
2. Bagaimana pandangan anda tentang pernikahan melangkahi kakak kandung? Secara hubungan keluarga tidak jadi masalah akan tetapi secara psikologis seorang kakak akan merasakannya, apapun alasan sang adik untuk menikah terlebih dahulu. apalagi jika kakak yang dilangkahinya adalah perempuan. 3. Bagaimana sikap masyarakat terhadap keluarga yang melangsungkan pernikahan adik melangkahi kakaknya dalam pernikahan? Pandangan masyarakat terhadap adik yang menikah terlebih dahulu biasa saja jika sang keluarga dapat menerimanya, namun jika sudah terjadi sesuatu yang mengharuskan adiknya menikah terlebih dahulu barulah menjadi buag bibir para warga. 4. Faktor apa yang menyebabkan adik tidak boleh menikah mendahului kakaknya? a. faktot usia sang adik b. jika adik masih bersekolah c. karena si kakak masih sekolah 5. Jika adik boleh melangkahi kakak,apa alasanya? a. Jika sang adik sudah siap lahir dan bathin b. Jika sudah terjadi hal-hal yang sudah melanggar agama c. Perseteruan antar keluarga
6. Apakah pemberian uang pelangkah harus dengan uang? Tidah hanya uang yang dapat diberikan sang adik untuk kakaknya,bisa juga dengan barang seperti jam tangan ,gelang,dsb. 7. Adakah upacara atau kewajiban tertentu, jika seorang adik ingin mendahului kakaknya untuk menikah (ngelangkah) ? Tidak ada ritual tertentu yang dilakukan jika sang adik akan menikah terlebih dahulu, hanya pada Daerah-daerah tertentu saja. 8. Menurut pengetahuan bapak bagaimanakah status hukum uang pelangkah dalam pandangan hukum islam? Tidak ada hukun didalam al-Quran yang melarang sang adik untuk tidak menikah sebelum kakaknya menikah. jadi sah-sah saja jika sang adik menikah terlebih dahulu jika memeng sudah siap lahir dan bathinny, juga sudah baligh.
Hasil wawancara dengan Ustad Mansur S.Ag Tokoh Agama Masyarakat Kelurahan Pasirputih Pada Tanggal 02 November 2010
1. Didalam pengajian-pengajian
yang dilakukan masyarakat apakah
materi tentang fiqih munakahat sering diajarkan? Pernah dibahas dalam pengajian yang saya ajarkan kepada masyarakat kelurahan Pasirputih, saya memberikan salah satu meteri yaitu tentang munakahat, yang berisikan tentang pernikahan bagi orang tua yang yang anaknya sudah dewasa, dan saya menitip beratkan kepada masyarakat agar diperhatikan, karena bisa menimbulkan percekcokan atau ketidak akuran dalam keluarga. 2. Apkah masyarakat masih mengunakan adat istiadat terutama dalam hal pernikahan? Ya masih, tetapi hanya sebagian saja yang masih berpegang teguh
dengan
adat istiadat, karena adat istiadat di kelurahan pasir putih sudah agak menurun secara berangsur-angsur untuk ditinggalkan, seiring dengan mulainya masuk ajaran agama Islam yang sering diberikan oleh para Alim Ulama setempat dalam pengajian-pengajian. 3. Bagaimana pelangkah?
pandangan
hukum
Islam
tentang
pemberian
uang
Sebetulnya tidak ada dalam hukum Islam, dan juga Islam tidak mengatur uang pelangkah tetapi didalam adat kami ada uang pelangkah yang sifatnya penghormatan atau menghormati yang lebih tua, karena sang adik melangkahi kakak dalam pernikahan. 4. Jika sang adik boleh melangkahi kakak apa alasanya? 1. Adik sudah tidak sekolah lagi, sedangkan si kakak masih sekolah 2. Jodoh diatur oleh Allah, mungkin jodoh sang adik lebih lebih dahulu dari pada si kakak. 3. Kalau seandainya di biarkan bebas begitu saja, sementara sang kakak belum ada pasangan yang cocok, atau masa pendidikannya khawatir terjadi sesuatu yang tidak diinginkan oleh keluarga. 5. Adakah upacara kewajiban tertentu jika seorang adik ingin mendahului kakaknya untuk menikah? tidak ada dalam hukum Islam, namun didalam adat-adat tertentu saja, contohnya didaerah jawa ada yang dikenal dengan nama Irawat (suatu upacara bagi sang adik yang mau menikah dengan melangkahi kakaknya) 6. Bagaimanakah jika sang kakak meminta uang pelangkah, tetapi adiknya tidak snggup memberikannya? kalau dilihat pernikahannya sah, karena biasanya uang pelangkah tersebut disesuaikan dengan keadaan ekonomi sang adik, dan hal yang tidak mungkin sebagai kakak meminta pelangkah diluar kemampuan sang adik. Tetapi kalau pun ada tidak menjadi pernikahannya batal.
7. Apakah pemberian adik kepada kakaknya harus uang? Tidak, kembali kepada kesepakatan keluarga terutama antara adik dengan kakak, biasanya sang adik memberikan uang, jam tangan, cincin, kalung dan itupun tidak terlalu mahal harganya. 8. Apakah jumlah pemberian uang pelangkah itu ada batas nya? tidak, dalam adat betawi (urf) pemberian uang pelangkah tidak mengatur yang jelas kembali kepada kesepakatan bersama.