ANALISIS TINGKAT KEPUASAN MASYARAKAT TERHADAP PEMEKARAN KOTA DEPOK (Studi Kasus : Kecamatan Sukmajaya dan Kecamatan Beji)
YAMIN SURYAMIN NRP A14304051
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
RINGKASAN YAMIN SURYAMIN. Analisis Tingkat Kepuasan Masyarakat Terhadap Pemekaran Kota Depok. (Dibawah Bimbingan NINDYANTORO) Pemekaran wilayah menjadi trend center issues sejak adanya Undangundang Nomor 22 Tahun 1999. Tujuan utama dari pemekaran wilayah adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan cara percepatan dan pemerataan pembangunan di suatu wilayah, sehingga wilayah tersebut bebas dari kemiskinan, kebodohan dan kesehatan yang buruk. Sejalan dengan kebijakan otonomi daerah di Indonesia, Kota Depok yang sebelum dimekarkan merupakan bagian dari Kabupaten Bogor, ikut serta mengaplikasikan kebijakan otonomi daerah. Sehingga Kota Depok memiliki kewenangan lebih dalam melaksanakan pemerintahan dan menentukan sendiri kemajuan pembangunan daerahnya. Setelah adanya pemekaran wilayah, evaluasi pencapaian tujuan pemekaran wilayah harus dilakukan. Sehingga tujuan dari penelitian ini terdiri dari dua bagian, yaitu : pertama, menganalisis tingkat kepuasan masyarakat terhadap kebijakan pemekaran Kota depok. Kedua, Mengidentifikasi karakteristik masyarakat dan kondisi kesejahteraan masyarakat Kota Depok. Lokasi yang dipilih secara sengaja sebagai tempat penelitian adalah Kota Depok yang merupakan salah satu wilayah yang baru dimekarkan pada tahun 1999. Kegiatan penelitian dilakukan pada bulan februari-maret 2008. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data primer dan data sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun bersifat kuantitatif. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden menggunakan kuesioner, sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi literatur. Dari enam kecamatan, dipilih dua kecamatan yaitu Kecamatan Sukmajaya dan Kecamatan Beji. Kemudian dari tiap-tiap kecamatan tersebut akan diambil satu sampel kelurahan secara sengaja yaitu Kelurahan Tanah Baru dan Kelurahan Mekar Jaya . Dari setiap kelurahan tersebut akan diambil sampel sebanyak 35 responden berdasarkan block sampling. Atribut-atribut tujuan pemekaran wilayah yang diteliti adalah ketersediaan dan kemudahan untuk mendapatkan pekerjaan, kondisi keamanan dan ketertiban lingkungan, pelayanan kesehatan, kemudahan untuk menjangkau tempat kesehatan, fasilitas kesehatan, kualitas pendidikan, kemudahan untuk menjangkau tempat pendidikan, fasilitas pendidikan, pelayanan administrasi kependudukan, kemudahan menjangkau kantor pemerintahan, kebebasan masyarakat untuk berpartisipasi, sarana transfortasi, air bersih, listrik, sarana komunikasi, fasilitas jasa keuangan, sembako dan energy (BBM, gas). Hasil analsis terhadap tingkat kepuasan masyarakat terlihat bahwa masyarakat Kota Depok sudah merasa puas dengan adanya pemekaran Kota Depok. Hal ini ditunjukan oleh nilai Customer Satisfasction Index di Kecamatan Sukmajaya sebesasar 69,34 dan Kecamatan Beji sebesar 61,03 yang menunjukan tingkat kepuasan masyarakat Kota Depok. Akan tetapi, masyarakat Kota Depok mengeluhkan kondisi fasilitas kesehatan, kemudahan mendapatkan sembako dan energi. Hal ini dilihat dari tingkat pelaksanaannya yang dinilai masyarakat tidak baik, sedangkan atribut tersebut dinilai penting oleh masyarakat.
Secara keseluruhan, Kondisi kesejahteraan masyarakat Kota Depok semakin baik. Hal ini di tunjukan oleh semakin baiknya pendidikan di Kota Depok, dilihat dari partisipasi sekolah, tingkat pendidikan yang ditamatkan dan angka melek huruf. Selain itu juga, kondisi kesehatan masyarakat Kota Depok semakin baik, dilihat dari angka kematian bayi dan angka harapan hidup. Persentase pengeluaran untuk konsumsi semakin menurun, dan persentase pengeluaran untuk non konsumsi semakin naik.
ANALISIS TINGKAT KEPUASAN MASYARAKAT TERHADAP PEMEKARAN KOTA DEPOK (Studi Kasus : Kecamatan Sukmajaya dan Kecamatan Beji)
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : Yamin Suryamin A14304051
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh : Nama
: Yamin Suryamin
NRP
: A 14304051
Judul
:
Analisis
Tingkat
Kepuasan
Masyarakat
Terhadap
Pemekaran Kota Depok ( Studi Kasus : Kecamatan Sukmajaya dan Kecamatan Beji ) Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing Skripsi
Ir. Nindyantoro, M. SP NIP. 131 879 329
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie M. Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Kelulusan : __ April 2008
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini Saya menyatakan bahwa Sripsi yang Berjudul : ANALISIS TINGKAT KEPUASAN MASYARAKAT TERHADAP PEMEKARAN KOTA DEPOK (Studi Kasus : Kecamatan Sukmajaya dan Kecamatan Beji) Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Skripsi. Bogor, April 2008 Yamin Suryamin A14304051
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Subang pada tanggal 21 Agustus 1986 sebagai putra kedua dari dua bersaudara dari pasangan Syamsuri dan Rumini. Penulis memiliki satu kakak yang bernama Mumuh Muhyidin. Pada tahun 1992 penulis memulai studinya di SD Negeri Sirnasari, Subang dan lulus pada tahun 1998. Penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 2 Tanjungsiang, Subang dan lulus pada tahun 2001. Kemudian melanjutkan pendidikan menengah atas di SMU Negeri 1 Subang, lulus pada tahun 2004. Tahun 2004 penulis diterima masuk Institut Pertanian Bogor pada Fakultas Pertanian, Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Semasa kuliah penulis aktif pada berbagai organisasi kemahasiwaan intra kampus. Tercatat bahwa penulis pernah menjadi Staf PSDM MISETA IPB tahun 2004-2005, Anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Pertanian dan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM KM) IPB tahun 2005-2006, Dirjen Daerah Departemen Kebijakan Publik BEM KM IPB 2006-2007 dan menjadi Presidium IPB BEM Se-Bogor pada tahun 2006-2007.
KATA PENGANTAR
Segala Puji Bagi Allah SWT atas segala rahmat, hidayah dan keberkahannya yang telah diturunkan ke bumi kepada seluruh ummat manusia. Shalawat dan salam semoga selalu tersampaikan kepada Nabiyullah Muhammad SAW. Karya tulis berjudul Analisis Tingkat Kepuasan Masyarakat Terhadap Pemekaran Kota Depok dibuat dalam rangka memenuhi tugas akhir skripsi, sebagai syarat dalam memenuhi gelar Sarjana Pertanian di Institut Pertanian Bogor, Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Penulis juga berterima kasih kepada dosen pembimbing skripsi, Bapak Ir. Nindyantoro, M.SP. atas bimbingan dan arahan selama proses pembuatan karya tulis ini. Dalam pembahasan skripsi, kepuasan masyarakat merupakan hasil evaluasi terhadap pemekaran Kota Depok. Penyusunan karya tulis ini masih terdapat banyak kekurangan baik dalam substansi isi maupun etika tata bahasa. Akhirnya, semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi bangsa Indonesia dan peradaban dunia.
Bogor, April 2008
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillah segala puji kehadirat Allah SWT Penulis panjatkan dan hanya kepada-NYA saja segala puji syukur pantas terucap. Akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan pada waktu yang tepat dan tentu saja dengan pengorbanan yang tidak sedikit. Rampungnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Pada lembaran ini Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Keluargaku, khususnya Mamah dan Bapak tersayang, kasih sayang serta keikhlasan yang teramat tulus kalian berdua telah membuat anakmu ini menjadi seorang anak yang senantiasa optimis dan bersyukur kepada Allah SWT.... 2. Keluarga Kaka Muhyidin, Sulastri, dan Bangkit yang senantiasa menghibur disaat aku sedih. 3. Ir.Nindyantoro, M.SP, yang telah memberikan arahan, bimbingan, semangat, ilmu, hingga skripsi dapat diselesaikan pada waktu yang cepat dan tepat. 4. Responden masyarakat Mekarjaya dan Tanah Baru yang telah rela membantu untuk mengisi kuesioner penelitian. 5. Pihak KESBANGLINMAS Kota Depok yang telah membantu saya dalam penelitian. 6. Kelurahan Mekarjaya dan Kelurahan Tanah Baru yang telah membantu dalam pencarian data untuk penelitian.
7. Linda Fitriani, Ayu Ningtias, Siti Maelani, Asti Istiqomah, Tintin Suhartini yang telah memberikan inspirasi. 8. Teman-teman EPS bersatu yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, yang telah menjadi teman terbaik selama empat tahun. 9. Teman-teman Departemen Kebijakan Daerah BEM KM IPB BERSATU. 10. Sahabat-sahabat Al-Izzah yang setia menemani siang dan malam. 11. Teman-teman KKP Desa Lengkong David, Sekar, Yohana, Dwi dan Ari yang selalu setia menemani dan menghibur selama dua bulan. Semoga kebaikan Bapak/Ibu serta rekan-rekan semua mendapat balasan yang jauh lebih baik dari Allah SWT. Amien.
Bogor, April 2008
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR .................................................................................. i UCAPAN TERIMA KASIH ....................................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................................. iv DAFTAR TABEL ........................................................................................ vi DAFTAR GAMBAR .................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xi BAB IV. PENDAHULUAN ...................................................................... 1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1.2 Perumusan Masalah ............................................................... 1.3 Tujuan Penulisan .................................................................... 1.4 Manfaat Penulisan ..................................................................
1 1 7 8 9
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 2.1 Landasan Teoritik Pemerkaran Wilayah ................................. 2.2 Konsep Desentralisasi dan Otonomi Daerah ........................... 2.2.1 Konsep Desentralisasi .................................................... 2.2.2 Konsep Otonomi Daerah................................................ 2.3 Konsep Kesejahteraan Masyarakat .......................................... 2.4 Penelitian Terdahulu ...............................................................
10 10 16 16 18 21 23
BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN ..................................................... 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis .................................................. 3.1.1 Perilaku Konsumen dan Masyarakat ............................. 3.1.2 Kepuasan Konsumen ...................................................... 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ........................................... 3.3 Hipotesis Operasional ..............................................................
26 26 26 27 31 34
BAB IV. METODE PENELITIAN ........................................................... 35 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................. 35 4.2 Jenis dan Sumber Data ........................................................... 35 4.3 Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 36 4.4 Metode Analisis Data ............................................................. 38 4.4.1 Uji Validitas dan Reabilitas .......................................... 38 4.4.2 Analisis Deskriptif ......................................................... 44 4.4.3 Customer Satisfaction Index (CSI) …………………… 44 4.4.4 Importance Performance Analysis................................. 46 BAB V.
GAMBARAN UMUM ............................................................... 5.1 Kondisi Geografi Wilayah ...................................................... 5.1.1 Posisi Geografi Wilayah ................................................ 5.1.2 Batas Administrasi Wilayah .......................................... 5.1.3 Luas, Jarak dan Wilayah Kecamatan .............................
50 50 50 50 50
5.2 Kependudukan Kota Depok .................................................... 5.2.1 Jumlah dan Komposisi Wilayah .................................... 5.2.2 Kepadatan Penduduk ..................................................... 5.2.3 Struktur Penduduk ......................................................... 5.3 Potensi Ekonomi Daerah......................................................... 5.4 Indeks Pembangunan Manusia ............................................... 5.5 Karakteristik Demografi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ..................................................................
51 51 53 53 54 57
BAB VI. PEMBAHASAN .......................................................................... 6.1 Analisis Tingkat Kepuasan Masyarakat Terhadap Pemekaran Kota Depok ............................................................................. 6.1.1 Indeks Kepuasan Masyarakat......................................... 6.1.1.1 Indeks Kepuasan Masyarakat Kecamatan Sukmajaya........................................................... 6.1.1.2 Indeks Kepuasan Masyarakat Kecamatan Beji. 6.1.2 Analisis Tingkat Kepentingan dan Tingkat Pelaksanaan 6.1.2.1 Analisis Tingkat Kepentingan Atribut di Kecamatan Sukmajaya dan Kecamatan Beji .... 6.1.2.2 Analisis Tingkat Pelaksanaan Atribut di Kecamatan Sukmajaya dan Kecamatan Beji ... 6.1.3 Diagram Kartesius ......................................................... 6.1.3.1 Diagram Kartesius Kecamatan Sukmajaya......... 6.1.3.2 Diagram Kartesius Kecamatan Beji.................... 6.2 Identifikasi Kondisi Kesejahteraan Masyarakat Kota Depok 6.2.1 Kondisi Pendidikan Masyarakat Kota Depok................ 6.2.2 Kondisi Kesehatan Masyarakat Kota Depok ................. 6.2.3 Kondisi Ketenagakerjaan Kota Depok........................... 6.2.4 Kondisi Perumahan Kota Depok ................................... 6.2.5 Pola Konsumsi dan Distribusi Pengeluaran Masyarakat Kota Depok .....................................................................
69
111
BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 9.1 Kesimpulan ............................................................................ 9.2 Saran ......................................................................................
113 113 113
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
115
LAMPIRAN
59
69 69 69 71 72 72 80 89 89 94 98 98 102 104 107
DAFTAR TABEL
Nomor 1.
Teks
Halaman
Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Atas Dasar Harga Konstan 2000 dan Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha......................................................................................................
3
2.
Tingkatan Status Pembangunan Manusia .............................................
6
3.
Daftar Atribut yang Diuji Validitas ......................................................
40
4.
Daftar Atribut Hasil Uji Validitas ……………………………………… 42
5.
Tabel Interpretasi Customer Satisfaction Index ………………………... 46
6.
Skor Penilaian Tingkat Pelaksanaan dan Kepentingan …………............ 46
7.
Skor Jawaban Tingkat Pelaksanaan dan Kepentingan………………….. 47
8
Jumlah Kelurahan, RT dan RW Setiap Kecamatan di Kota Depok Tahun 2007 ............................................................................................
51
9.
Jarak Antar Ibu Kota Kecamatan di Kota Depok .................................
51
10.
Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di Kota Depok Tahun 2003-2007 ..................................................................................
11.
Penduduk Menurut Kecamatan, Jenis Kelamin dan Sex Ratio di Kota Depok Tahun 2007....................................................................
12.
52
53
Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kota Depok Tahun 2007....................................................................
53
13.
Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kota Depok Tahun 2007 ............................................................................................ 54
14.
Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Depok dan Propisi Jawa Barat Tahun 2001-2006 ..................................................................................
15.
Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Depok Berdasarkan Sektor Ekonommi Tahun 2001-2006 ................................................................
16.
56
PDRB Perkapita Kota Depok Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2001-2006................................................
17.
55
57
Indeks Pembangunan Manusia Kecamatan di Kota Depok Tahun 2007 ...........................................................................................
59
18.
Persebaran Jenis Kelamin Responden …………………………………
60
19.
Persebaran Tingkat Pendidikan Terakhir Responden ...........................
61
20.
Persebaran Status Pernikahan Responden ............................................
62
21.
Persebaran Usia Responden …………………………………………..
63
22.
Persebaran Agama Responden ..............................................................
64
23.
Persebaran Jumlah Angggota Keluarga Responden .............................
65
24.
Persebaran Status Responden Dalam Keluarga ....................................
66
25. Persebaran Pekerjaan Responden ..........................................................
66
26.
Persebaran Penerimaan Keluarga Responden ......................................
67
27.
Persebaran Pengeluaran Keluarga Responden.......................................
68
28.
Hasil Perhitungan Indeks Kepuasan Masyarakat di Kecamatan Sukmajaya..............................................................................................
70
29. Hasil Perhitungan Indeks Kepuasan Masyarakat di Kecamatan Beji ........................................................................................................
71
30. Perbandingan Tingkat Kepentingan Atribut-Atribut Kesejahteraan di Kecamatan Sukmajaya dan Kecamatan Beji ..................................... 31.
Perbandingan Tingkat Pelaksanaan Atribut-atribut Kesejahteraan di Kecamatan Sukmajaya dan Kecamatan Beji ....................................
32.
73
81
Rata-rata Penilaian Tingkat Kepentingan dan Tingkat Pelaksanaan Atribut Tujuan Pemekaran Wilayah (Kesejahteraan Masyarakat) di Kecamatan Sukajaya.........................................................................
33.
90
Rata-rata Penilaian Tingkat Kepentingan dan tingkat Pelaksanaan Atribut Tujuan Pemekaran Wilayah (Kesejahteraan Masyarakat) di Kecamatan Beji..................................................................................
34.
95
Persebaran Penduduk Berusia 10 Tahun Keatas Menurut Jenis Kelamin, Partisipasi Sekolah dan Status Pendidikan di Kota Depok Tahun 2006 ...........................................................................................
35.
Persentase Penduduk Berusia 10 Tahun Keatas Menurut Jenis Kelamin dan Ijazah yang Dimiliki di Kota Depok Tahun 2006 ...........................
36.
100
Persentase Penduduk Berusia 10 Tahun Keatas Menurut Jenis Kelamin dan Kemampuan Membaca/Menulis di Kota Depok Tahun 2006.......
37.
99
101
Perkembangan Angka Kematian Bayi (AKB) di Kota Depok Tahun 2002-2006 ..................................................................................
102
38.
Perkembangan Angka Harapan Hidup di Kota Depok Tahun 2002-2006 .................................................................................. 103
39.
Jumlah dan Persentase Penduduk Usia Kerja (10 Tahun Keatas) Menurut Jenis Kelamin dan Kegiatan Utama di Kota Depok Tahun 2006 ........................................................................................... 105
40. TPAK, TPT dan TKK Menurut Jenis Kelamin di Kota Depok Tahun 2006 ........................................................................................... 105 41.
Persentase Rumah Tangga Menurut Luas Lantai Rumah di Kota Depok Tahun 2003-2006 .................................................................................. 108
42.
Persentase Rumahtangga Menurut Sumber Penerangan di Kota Depok Tahun 2006 ........................................................................................... 109
43.
Persentase Rumahtangga Menurut Fasilitas Air Minum di Kota Depok Tahun 2002-2006 ........................................................ 110
44.
Persentase Rumahtangga Menurut Fasilitas Buang Air Besar di Kota Depok Tahun 2002-2006 ......................................................... 110
45.
Pengeluaran Rata-rata Perkapita Sebulan Untuk Kelompok Makanan Dan Bukan Makanan di Kota Depok Tahun 2002-2006 ....................... 111
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Teks
Halaman
1.
Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Depok Tahun 2001-2006 .................
2.
Kerva Utilitas Terhadap Barang X dan Barang Y ................................. 29
3.
Pengaruh Peningkatan Pendapatan Terhadap jumlah Sembako dan BBM yang Dikonsumsi................................................................... 30
4.
Pengaruh Peningkatan Harga BBM Terhadap Tingkat Kepuasan dan Jumlah Barang yang Dikonsumsi....................................................
30
5.
Bagan Alur Kerangka Pemikiran Operasional........................................
33
6.
Diagram Kartesius Kepuasan Konsumen ..............................................
49
7.
Plot Atribut-atribut Tujuan Pemekaran Wilayah Berdasarkan Penilaian Tingkat Kepentingan dan Tingkat Pelaksanaan di Kecamatan Sukmajaya.................................................................
91
Plot Atribut-atribut Tujuan Pemekaran Wilayah Berdasarkan Penilaian Tingkat Kepentingan dan Tingkat Pelaksanaan di Kecamatan Beji ..................................................................................
96
8.
4
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Teks
Halaman
1.
Kuesioner Penelitian ............................................................................. 117
2.
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas........................................................ 120
3.
Hasil Kuesioner Tingkat Pelaksanaan di Kecamatan Sukmajaya ........ 121
4
Hasil Kuesioner Tingkat Kepentingan di Kecamatan Sukmajaya ........ 122
5
Hasil Kuesioner Tingkat Pelaksanaan di Kecamatan Beji .................... 123
6
Hasil Kuesioner Tingkat Kepentingan di Kecamatan Beji .................... 124
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan suatu daerah yang sentralistis dinilai menimbulkan kegagalan. Hal ini disebabkan suatu perencanaan pembangunan oleh pemerintah pusat sering tidak sesuai dengan kebutuhan pembangunan di suatu daerah. Kegagalan dalam perencanaan ini karena kurangnya informasi yang lengkap untuk pemerintah pusat mengenai kondisi suatu daerah. Kegagalan perencanaan pembangunan ini menyebabkan banyak pihak dari daerah menginginkan adanya kewenangan yang lebih besar, agar pengelolaan sumberdaya lokal dapat dimanfaatkan sebaik mungkin. Berkaitan
dengan
keinginan
setiap
daerah
yang
menginginkan
kewenangan yang lebih, maka diusulkan pemekaran wilayah seiring dengan program desentralisasi oleh pemerintah. Tujuan utama dari pemekaran wilayah adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan cara percepatan dan pemerataan pembangunan di suatu wilayah, sehingga wilayah tersebut bebas dari kemiskinan, kebodohan dan kesehatan yang buruk. Sejalan dengan kebijakan otonomi daerah di Indonesia, Kota Depok yang sebelum dimekarkan merupakan bagian dari Kabupaten Bogor, ikut serta mengaplikasikan kebijakan otonomi daerah. Sehingga Kota Depok memiliki kewenangan lebih dalam melaksanakan pemerintahan dan menentukan sendiri kemajuan pembangunan daerahnya. Pemekaran wilayah ini diharapkan akan mendorong pelayanan dibidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan serta memberi kamampuan dalam mengelolan potensi sumberdaya lokal untuk
menyelenggarakan otonomi daerah. Selain itu terciptanya suatu daerah yang lebih maju dibandingkan sebelum pemekaran. Kota Depok memiliki keunggulan ekonomi terutama pada sektor perdagangan, jasa dan industri. Selain itu juga Kota Depok memiliki infrastruktur yamg memadai baik dari jenis, kuantitas maupun kualitas. Serta terdapat pusat bisnis dan kawasan perdagangan yang nantinya dikembangkan menjadi salah satu sumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal ini sangat menjanjikan dan memberikan keuntungan bagi investor yang akan menanamkan modalnya di Kota Depok. Kota Depok berbatasan langsung dengan wilayah DKI Jakarta, sehingga berpotensi besar untuk mengembangkan diri sebagai kota sentra perdagangan. Bidang usaha perdagangan yang memiliki potensi untuk berkembang di Kota Depok adalah perdagangan barang hasil produksi pertanian, perdagangan barang hasil industri kecil garment, dan perdagangan alat-alat elektronika. Dengan letak daerah yang sangat setrategis dalam sektor perdagangan, akan memberikan keuntungan bagi Kota Depok karena dapat menjadi sumber pendapatan daerah. Selain sektor perdagangan terdapat sektor industri yang menjadi sumber pendapatan daerah paling besar. Kegiatan industri yang ada di Kota Depok, meliputi jenis industri besar serta industri kecil dan menengah. Kegiatan industri besar yang berkembang berupa industri pengolahan, meliputi industri elektronika, industri obat dan industri kimia yang lokasinya terkonsentrasi di sepanjang Jalan Raya Bogor. Jenis usaha atau produk industri kecil dan menengah yang paling banyak berupa industri garment (konveksi), selanjutnya industri makanan ringan,
pembuatan kusen, meubel atau furniture, kerajinan dan bambu, pembuatan tahu dan tempe, batako press, sepatu sandal. Pendapatan yang diperoleh pemerintah daerah Kota Depok dari sektorsektor unggulan tersebut memberikan kontribusi sangat besar terhadap peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Sehingga apabila nilai PDRB Kota Depok semakin meningkat, maka pembangunan ekonomi daerah tersebut dapat dikategorikan berhasil. Hal ini dikarenakan PDRB merupakan salah satu indikator untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi. Keadaan PDRB Kota Depok tahun 2000-2006 baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan tahun 2000 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Depok Atas Dasar Harga Konstan 2000 dan Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Dalam Juta Rupiah) Tahun 2000
PDRB Atas Dasar Harga Konstan Atas Dasar Harga Tahun 2000 Berlaku 3.489.313,42 3.489.313,42
2001
3.694.722,33
4.118.882,01
2002
3.920.232,26
4.862.616,01
2003
4.169.755,44
5.565.095,82
2004
4.440.876,83
6.331.423,67
2005
4.750.034,10
7.541.666,15
2006
5.066.129,06
8.967.779,01
Sumber : BPS Kota Depok Ditinjau dari PDRB atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan tahun 2000, setelah pemekaran wilayah Kota Depok dari tahun 20002006 PDRB Kota Depok terus mengalami peningkatan. Hal ini merupakan
indikasi bahwa dengan adanya pemekaran wilayah, dapat meningkatkan pembangunan ekonomi Kota Depok. Peningkatan PDRB Kota Depok dari tahun ketahun juga akan berpengaruh terhadap peningkatan laju pertumbuhan ekonomi Kota Depok. Indikator pertumbuhan ekonomi ini menunjukan naik tidaknya produk yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan ekonomi di daerah Kota Depok. Pada tahun 2001 laju pertumbuhan ekonomi Kota Depok mencapai 5,89 lebih besar dari pada pencapaian laju pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Barat yang hanya mencapai 4,93. Hal yang sama juga terjadi pada tahun 2004, laju pertumbuhan ekonomi Kota Depok mencapai 6,50 sedangkan laju pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Barat hanya mencapai 4,77. Pada gambar 1 dapat dilihat laju pertumbuhan ekonomi Kota Depok dari tahun 2001-2006.
Gambar 1. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Depok Tahun 2001-2006
Selain peningkatan laju pertumbuhan ekonomi, tujuan dari pemekaran suatu wilayah adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk mengukur tingkat kesejahteraan tersebut diperlukan indikator-indikator yang dijadikan sebagai acuan tingkat kesejahteraan masyarakat. Salah satu indikator tersebut adalah indeks pembangunan manusia (IPM), Indikator ini disamping mengukur kualitas fisik yang tercermin dari angka harapan hidup, juga mengukur kualitas non-fisik melalui lamanya rata-rata penduduk bersekolah dan angka melek huruf. Selain itu juga, dapat mempertimbangkan kemajuan ekonomi masyarakat yang tercermin dari nilai purchasing power parity index (PPP). Pembangunan manusia menurut UNDP (1990) dalam BPS, adalah proses memperluas pilihan-pilihan masyarakat. Terdapat tiga pilihan dari sekian banyak pilihan yang dianggap relevan, yaitu sehat dan berumur panjang, berpendidikan, dan berkemampuan untuk mengakses kesumberdaya yang dapat memenuhi standar hidup layak. Dengan demikian jelas bahwa laju pertumbuhan ekonomi bukan satu-satunya pilihan agar manusia dapat hidup sejahtera dan menjadi manuisa yang berkualitas. Untuk mengukur ketiga pilihan utama tersebut, digunakan indeks komposit berdasarkan tiga parameter. Ketiga parameter tersebut adalah : 1. Derajat kesehatan dan berumur panjang yang diukur dengan angka harapan hidup, mengukur keadaan sehat dan berumur panjang. 2. Pendidikan yang diukur dengan angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah, mengukur manusia yang cerdas, terdidik, trampil dan bertaqwa. 3. Pendapatan yang diukur dengan daya beli masyarakat (PPP), mengukur manusia yang mandiri dan memiliki akses untuk hidup layak.
Dari hasil survei IPM tahun 2007 dapat menggambarkan keadaan sosial ekonomi masyarakat Kota Depok, sehingga data survei IPM Tahun 2007 dapat dipergunakan untuk menghitung IPM Kota Depok Tahun 2007. Angka harapan hidup
: 73.06
Indeks kesehatan
: 80.10
Angka melek huruf
: 98.52
Rata-rata lama sekolah
: 10.66
Indeks pendidikan
: 89.37
PPP
: 580.60
Indeks daya beli
: 64.85
IPM
: 78.10
Besaran dari nilai IPM tersebut menempatkan Kota Depok termasuk kedalam status tingkat kesejahteraan menengah atas. Hal ini berdasarkan pembagian tingkatan status pembangunan manusia oleh UNDP. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3. Selain itu juga, IPM Kota Depok ternyata lebih tinggi dari Propinsi Jawa Barat yang hanya sebesar 70,76. Tabel 2. Tingkatan Status Pembangunan Manusia Tingkatan Status Rendah Menengah bawah Menengah atas Tinggi Sumber : UNDP dalam BPS Kota Depok.
Kriteria IPM < 50 50 ≤ IPM < 66 66 ≤ IPM < 80 IPM ≥ 80
Kondisi tersebut diharapkan dapat menjadi acuan bahwasannya dengan dimekarkannya Kota Depok, maka masyarakat Kota Depok akan menjadi lebih sejahtera. Kondisi kesejahteraan suatu masyarakat hanya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat sendiri, sehingga penelitian ini akan melihat bagaimana persepsi masyarakat mengenai kepuasan mereka terhadap pencapaian tujuan pemekaran Kota Depok dengan kata lain adalah tingkat kesejahteraan masyarakat pasca pemekaran.
Untuk menganalisis bagaimana sikap masyarakat terhadap tingkat kepuasan masyarakat
Kota Depok setelah dipisahkan dari Kabupaten Bogor
berdasarkan penilaian masyarakat, maka sangat relevan untuk dilakukan penelitian dengan judul “ Analisis Tingkat Kepuasan Masyarakat Terhadap Pemekaran Kota Depok” 1.2 Perumusan Masalah Setelah adanya undang-undang tentang otonomi daerah timbul berbagai dampak di setiap wilayah setelah undang-undang otonomi daerah tersebut diimplementasikan. Setiap daerah sudah dapat dan memiliki kewenagan lebih dalam mengatur dan mengelola perekonomiannya sendiri. Kabupaten Bogor memiliki wilayah yang sangat luas, sehingga pelayanan pemerintah terhadap masyarakat sangat kurang. Hal ini berdampak terhadap pembanguan di suatu wilayah, yang disebabkan tidak terlayaninya kebutuhan masyarakat yang jauh dari pusat pemerintahan. Kondisi inilah yang menyebabkan Depok menginginkan untuk memisahkan diri dari Kabupaten Bogor dan membentuk wilayah otonom yaitu Kota Depok. Pemekaran ini sangat beralasan, karena letak geografis Kota Depok yang sangat setrategis, yang terletak sangat dekat dengan wilayah DKI Jakarta yang menjadi pusat perekonomian. Selain itu juga, ada beberapa faktor yang mendukung yaitu kuantitas dan kualitas infrastuktur yang baik serta wilayah yang cocok untuk menanamkan investasi. Pemekaran wilayah memiliki tujuan yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sehingga diharapkan dengan adanya pemekaran wilayah masyarakat Kota Depok akan merasa lebih sejahtera bila dibandingkan
dengan sebelum dimekarkan. Kondisi kesejahteraan masyarakat ini dapat dilihat dari pengaruh pemekaran wilayah terhadap bidang ekonomi, terhadap layanan pemerintah, terhadap partisifasi masyarakat serta terhadap fasilitas umum. Kondisi inilah yang ingin ditelaah, dimana penelitian ini ingin menganalisis bagaimana tingkat kepuasan masyarakat Kota Depok terhadap kebijakan pemekeran wilayah Kota Depok dari Kabupaten Bogor. Untuk mengetahui tingkat kepuasan masyarakat Kota Depok, dapat dianalisis dengan menggunakan
Model Customer Satisfaction Index (CSI)
serta Important
Performance Analysis (IPA). Permasalahan utama yang ingin dibahas dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana tingkat kepuasan masyarakat terhadap kebijakan pemekaran Kota Depok? 2. Bagaimana karakteristik masyarakat dan kondisi kesejahteraan masyarakat Kota Depok? 1.3 Tujuan Penulisan Berdasarkan permasalahan yang diangkat, ada beberapa tujuan dari penulisan skripsi ini, diantaranya : 1. Menganalisis tingkat kepuasan masyarakat terhadap kebijakan pemekaran Kota depok 2. Mengidentifikasi karakteristik masyarakat dan kondisi kesejahteraan masyarakat Kota Depok.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Bagi penulis Kegiatan penulisan ini merupakan sarana bagi penulis untuk mengasah kemampuan menulis karya tulis ilmiah, mengamati, menganalisis suatu permasalahan sosial untuk kemudian berusaha menemukan solusi atas permasalahan sosial tersebut. Penulis juga dituntut untuk lebih peka terhadap permasalahan di sekitar. 2. Bagi pemerintah atau pihak-pihak yang terkait Karya tulis ini diharapkan dapat memberikan gambaran penilaian atas kondisi kepuasan masyarakat Kota Depok terhadap kebijakan pemekaran wilayah juga memberikan sumbangan saran dan solusi konstruktif yang dapat dilakukan pemerintah atau pihak-pihak lain yang terkait. 3. Bagi pembaca dan masyarakat Memberikan gambaran dan informasi mengenai kondisi kepuasan masyarakat Kota Depok terhadap kebijakan pemekaran wilayah, permasalahan yang terjadi serta beberapa saran yang dapat dilakukan untuk memperbaikinya.
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritik Pemekaran Wilayah Berbicara tentang pemekaran wilayah, tidak akan terlepas dari istilah ruang dan lokasi. Ruang adalah permukaan bumi baik yang ada diatasnya maupun yang ada di bawahnya sepanjang manusia masih bisa menjangkaunya. Sedangkan lokasi menggambarkan posisi dalam ruang tersebut (Tarigan, 2005). Menurut istilah geografi regional, ruang merupakan suatu wilayah yang mempunyai batas geografi, yaitu batas menurut keadaan fisik, sosial atau pemerintahan, yang terjadi dari sebagian permukaan bumi dan lapisan tanah dibawahnya serta lapisan udara diatasnya (Jayadinata, 1999). Salah satu unsur ruang adalah jarak. Jarak dapat menciptakan ”gangguan” ketika manusia akan berhubungan dan melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat lainnya. Hal ini dikarenakan untuk mencapai suatu lokasi dari lokasi lainnya membutuhkan waktu dan biaya. Selain itu juga jarak dapat menciptakan gangguan informasi, sehingga semakin jauh dari suatu lokasi maka informasi yang diperoleh tentang potensi dan karakter suatu wilayah akan
semakin
berkurang. Salah satu yang dibahas dalam teori lokasi adalah pengaruh jarak terhadap intensitas orang untuk bepergian dari satu lokasi ke lokasi lainnya. (Tarigan, 2005) Kondisi sumberdaya alam
di suatu wilayah terikat dengan lokasi,
sehingga tidak mungking untuk memindahkan berbagai sumberdaya alam seperti sungai, danau, gas, minyak bumi, mineral dan sebagainya. Untuk meningkatkan pembangunan daerah sangat didukung oleh ketersediaan sumberdaya alam lokal.
Christaller berpendapat bahwa sistem tempat sentral akan membentuk suatu hirarki yang teratur. Keteraturan dan hirarki tersebut didasarkan pada prinsip bahwa suatu tempat pada tingkat tertentu dalam hirarki tersebut menyediakan tidak hanya barang dan jasa untuk tingkatnya sendiri, akan tetapi juga semua barang dan jasa yang ada pada orde yang libih rendah. Model Christaller mencerminkan suatu hubungan yang tetap antara setiap level dalam hirarki. Hubungan tersebut dikenal sebagai nilai k (konstanta) yang menunjukan bahwa setiap pusat mendominasi pusat yang ordenya lebih rendah dan market area yang dimilikinya. Christaller menggunakan prinsip pemasaran untuk menggambarkan organisasi sistem k =3 yaitu didasarkan atas prinsip bahwa jumlah maksimum penawaran terhadap konsumen yang terdistribusi secara merata diperoleh dari jumlah central place yang minimum. Prinsip lalu lintas Christaller k=4 dipilih sebagai alternatif pengaturan sistem k=3, karena prinsip k=3 merupakan prinsip yang kurang baik, karena untuk mencapai tempat penting dalam central place memerlukan jarak tempuh yang jauh karena harus memutar dan berliku. Prinsip administratif Christaller k=7 mengatur hirarki central place dari sudut pandang politik atau administratif karena pada kenyataanya central place mempunyai potensi masalah. Selain itu, prinsip ini mengatur bahwa seluruh pusat-pusat dari order yang lebih rendah karena alasan politik dimasukan kedalam pusat yang berorder tertinggi. Sedangkan August Losch membuat pengaturan hirarki pusat-pusat yang lebih fleksibel dibandingkan Christaller. Losch berpendapat bahwa daerah pasar tidak hanya terjadi menurut pengaturan 3,4, dan 7 tetapi masih memungkinkan terjadinya lebih banyak daerah pasar dalam suatu jaringan. Sehingga menurut
Losch tidak ada alasan mengapa daerah pasar dikaitkan dengan pusat-pusat produksi yang bersifat kaku seperti yang diungkapkan oleh Christaller. Sedangkan Losch mengatakan bahwa lokasi penjual sangat berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang dapat digarapnya. Semakin jauh dari tempat penjualan, maka konsumen semakin enggan untuk membeli karena biaya transportasi untuk datang ketempat penjualan semakin mahal. Begitu juga dalam hal pelayanan terhadap masyarakat. Ketika lokasi masyarakat itu sangat jauh dari pusat pelayanan pemerintahan, maka masyarakat akan enggan untuk datang mengurus perizinan atau yang lainnya disebabkan biaya transportasi yang sangat mahal. Maka konsep pemekaran berawal dari teori ini. Daerah yang wilayahnya relatif luas, sehingga menyulitkan jangkauan pemerintah untuk melayani warga masyarakat dipandang perlu untuk dimekarkan menjadi beberapa daerah otonom. Seperti telah diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 hasil revisi UU Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa : ”Daerah otonomi, selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Repubublik Indonesia”. Untuk membentuk daerah otonom yang baru maka daerah tersebut harus memenuhi beberapa persyaratan seperti syarat administrasi, syarat teknis dan syarat kewilayahan. Syarat administrasi untuk membentuk kabupaten atau kota adalah persetujuan DPRD kabupaten atau kota dan Bupati atau walikota yang
bersangkutan, persetujuan DPRD propinsi dan gubernur serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri. Syarat teknis yang harus dipenuhi meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan dan faktor lainnnya yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Syarat fisik meliputi paling sedikit 5 (lima) kabupaten atau kota untuk membentuk propinsi baru, paling sedikit 5 (lima) kecamatan untuk pembentukan kabupaten dan 4 (empat) kecamatan untuk membentuk kota baru, lokasi calon ibukota, sarana dan prasana pemerintahan. Menurut Rasyid dalam Agusniar (2006) menjelaskan bahwa jika pembangunan atau pemekaran wilayah akan dilakukan, maka kebijakan itu harus menjamin bahwa aparatur pemerintahan yang ada memiliki kemampuan yang cukup untuk memaksimalkan fungsi-fungsi pemerintahan. Berdasarkan peraturan pemerintah nomor 129 tahu 2000 tentang persyaratan pemekaran wilayah bahwa daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk,
luas
daerah
dan
pertimbangan
lain
yang
memungkinkan
terselenggaranya Otonomi Daerah. Menurut peraturan pemerintah nomor 129 tahun 2000, yang dimaksud pemekaran wilayah adalah Pemecahan Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten, dan Daerah Kota menjadi lebih dari satu Daerah. Pemekaran wilayah tidak hanya sekedar memekarkan wilayah sesuai keinginan, akan tetapi harus memiliki beberapa tujuan seperti : peningkatan pelayanan kepada masyarakat; percepatan
pertumbuhan kehidupan demokrasi; percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah;
percepatan pengelolaan potensi daerah; peningkatan
keamanan dan ketertiban; serta peningkatan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah. Menurut peraturan tersebut untuk memekarkan suatu wilayah harus memenuhi persyaratan yang ada seperti : kemampuan daerah; potensi daerah; sosial budaya; sosial politik; jumlah penduduk; serta luas daerah. Sedangkan tingkat kesejahteraan masyarakat berdasarkan peraturan pemerintah tersebut adalah: lembaga keuangan; sarana ekonomi; sarana pendidikan; sarana kesehatan; sarana transportasi dan komunikasi; sarana pariwisata; serta ketenagakerjaan. Berdasarkan uraian diatas, pemekaran wilayah pemerintahan diharapkan dapat mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, membuka peluang baru untuk pemberdayaan masyarakat dan meningkatkan intensitas pembangunan untuk menuju masyarakat yang lebih sejahtera. Konsep pelayanan pemerintah yang saat ini sedang dikembangkan adalah pelayanan prima atau pelayanan istimewa bagi masyarakat, yang memiliki tiga hal pokok yaitu adanya pendekatan sikap yang berkaitan dengan kepedulian kepada masyarakat, upaya melayani dengan tindakan terbaik dan ada tujuan untuk memuaskan masyarakat dengan berorientasi pada standar layanan tertentu. Menurut Barata (2003), terdapat enam faktor pelayanan prima, yaitu: 1. Kemampuan (Ability) Kemampuan merupakan pengetahuan dan keterampilan tertentu yang mutlak diperlukan untuk menunjang program layanan prima, yang meliputi kemampuan dalam bidang kerja yang ditekuni, melaksanakan
komunikasi yang efektif, mengembangkan komunikasi, dan menggunakan public relation sebagai instrumen dalam membina hubungan kedalam dan keluar organisasi. 2. Sikap (attitude) Sikap merupakan perilaku atau perangai yang harus ditonjolkan ketika menghadapi masyarakat. 3. Penampilan (appearance) Penampilan merupakan penampilan seseorang, baik yang berupa fisik saja maupun fisik dan non-fisik, yang mampu merefleksikan kepercayaan diri dan kredibilitas dari pihak lain. 4. Perhatian (attention) Perhatian merupakan kepedulian penuh terhadap masyarakat, baik yang berkaitan dengan perhatian akan kebutuhan dan keinginan masyarakat maupun pemahapan atas saran dan kritiknya. 5. Tindakan (action) Tindakan merupakan berbagai kegiatan nyata yang harus dilakukan dalam memberikan layanan kepada masyarakat. 6. Tanggung jawab (accountability) Tanggung jawab merupakan suatu sikap keberpihakan kepada masyarakat sebagai wujud kepedulian untuk menghindarkan atau meminimalkan kerugian atau ketidakpuasan masyarakat. Selain
konsep
pelayanan
prima,
saat
ini
pemerintah
sedang
mengembangkan konsep standar pelayanan minimal (SPM). Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005, yang dimaksud dengan SPM adalah ketentuan
tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh oleh setiap warga secara minimal. Pelayanan dasar yang harus diterima oleh setiap warga adalah pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sosial, ekonomi dan pemerintahan. Penyusunan SPM dilakukan oleh setiap menteri atau pimpinan pemerintah non-departemen yang mengacu pada peraturan perundang-undangan yang mengatur urusan wajib. Pemerintah daerah berperan menerapkan SPM sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan menteri dan menyusun rencana pencapaian SPM yang memuat target tahunan pencapaian SPM dengan mengacu pada batas waktu pencapaian SPM. Pemerintah daerah dapat bekerjasama dengan pihak swasta dalam upaya pencapaian SPM dan Menteri Dalam Negeri bertanggung jawab atas pengawasan umum penerapan SPM. 2.2 Konsep Desentralisasi dan Otonomi Daerah 2.2.1 Konsep Desentralisasi Suatu perencanaan pembangunan yang bersifat sentralistik, ternyata tidak memberikan dampak positif terhadap pembangunan suatu daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Suatu sistem sentralisistik tidak memberikan kebebasan kepada daerah untuk mengembangkan daerahnya masing-masing, selain itu juga tidak adanya kebebasan dalam pengelolaan sumberdaya lokal yang bersifat keberlanjutan. Oleh karena itu, dengan adanya konsep desentralisasi dapat memberikan kebebasan kepada daerah untuk mengelola sumberdaya dan mengembangkan daerahnya. Dalam istilah ketatanegaraan yang dimaksud dengan desentralisasi adalah pelimpahan kekuasaan dari pusat ke daerah-daerah untuk mengurus rumah
tangganya sendiri. Menurut Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, bahwa desentralisasi bermakna penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik
Indonesia.
Kewenangan
tersebut
mencakup
semua
kewenangan dibidang pemerintahan, kecuali kewenangan politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan lainnya yang akan ditetapkan pemerintah melalui peraturan pemerintah. Menurut Tadjoeddin et all (2001) bahwa desentralisasi adalah dua keping mata uang yang bisa berdampak baik atau buruk bagi kelangsungan hidup sebuah bangsa disegala bidang, yang oleh karenanya harus dikelola dengan baik agar dapat memberikan hasil yang diinginkan. Pada prinsipnya menuntut adanya kesempatan mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi dari daerah-daerah yang memang memiliki kelebihan. Dijelaskan oleh Osborne dan Gaebler (1995), bahwa ada beberapa keuntungan yang diraih dengan diterapkannya sistem desentralisasi, yaitu : 1. Lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih fleksibel daripada yang tersentralisasi. Lembaga tersebut dapat memberi respon dengan cepat terhadap lingkungan dan kebutuhan pelanggan. 2. Lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih efektif daripada yang tersentralisasi. Para pegawai yang berada di lini depan, paling dekat dengan masalah dan peluang serta mereka yang lebih tahu dengan apa yang sebenarnya terjadi, sehingga akan lebih cepat mengambil keputusan yang diperlukan.
3. Lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih inovatif dibanding dengan lembaga yang tersentralisasi. Inovasi biasanya tidak terjadi pada seseorang yang berada pada pucuk pimpinan, tetapi sering muncul dari gagasan baik dari pegawai yang benar-benar melaksanakan pekerjaan dan berhubungan dengan pelanggan. 4. Lembaga yang terdesentralisasi menghasilkan semangat kerja yang lebih tinggi, sehingga banyak komitmen dan lebih besar produktivitasnya. Pemberian pekerjaan kepada pegawai untuk mengambil keputusan yang penting dalam tugasnya dapat menjadi motivasi bagi mereka, sehingga akan berpengaruh tehadap produktifitas kerjanya. Secara spesifik, berdasarkan kepentingan nasional tujuan utama dari desentralisasi adalah : (a) untuk mempertahankan dan memperkuat integrasi bangsa ; (b)sebagai sarana untuk training bagi calon-calon pemimpin nasional ; (c) untuk mempercepat pencapaian kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Sedangkan dari sisi kepentingan daerah, tujuan utama dari desentralisasi adalah : (a) untuk mewujudkan demokratisasi di tingkat lokal; (b) peningkatan pelayanan publik; (c) untuk menciptakan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan di daerah. Menurut Susanto et al, (2004) dalam Agusniar (2006) 2.2.2 Konsep Otonomi Daerah. Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu autos berarti sendiri dan nomos berarti hukum atau aturan sendiri. Ada beberapa ahli yang memberi pengertian tentang otonomi, diantaranya yaitu Manan (1994) dalam Agusniar (2006) yang mendefinisikan otonomi sebagai kemandirian untuk mengatur dan
mengurus urusan rumahtangganya sendiri. Otonomi daerah adalah keleluasaan dalam bentuk hak dan wewenang serta tanggung jawab badan pemerintahan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya sebagai manivestasi desentralisasi. Dalam Undang-undang nomor 22 Tahun 1999 pasal 1 butir h, yang dimaksud otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan yang dimaksud daerah otonom yang selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri ( Pasal 1 butir I). Hakikat otonomi daerah adalah adanya hak penuh untuk mengurus dan menjalankan sendiri apa yang menjadi bagian atau wewenangnya. Otonomi daerah disini tidak merupakan pendelegasian wewenang, melainkan pemberian atau pelimpahan wewenang ( Saragih, 2003).
Dengan demikian pemerintah
daerah mempunyai otoritas penuh untuk mengatur dan menjalankannya sesuai dengan cara masing-masing. Pemberian otonomi kepada daerah menurut Riyadi dan Bratakusumah (2003) dalam Agusniar (2006), merupakan upaya pemberdayaan dalam rangka mengelola pembangunan di daerahnya. Kreativitas, inovasi dan kemandirian diharapkan akan dimiliki oleh setiap daerah, sehingga dapat mengurangi ketergantungan kepada pemerintah pusat. Hal penting lainnya adalah dengan adanya otonomi daerah, kualitas pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah
kepada masyarakatnya akan meningkat. Dengan kata lain penyediaan barangbarang publik dan pelayanan publik dapat lebih terjamin. Dijelaskan lebih lanjut bahwa implementasi otonomi daerah harus lebih berorientasi pada upaya pemberdayaan daerah, bila dilihat dari kontek kewilayahan, sedangkan apabila dilihat dari struktur tata pemerintahan, berupa pemberdayaan pemerintah daerah dalam mengelola sumberdaya yang dimiliki dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip kesatuan bangsa dan negara. Kemudian dalam konteks kemasyarakatan, pemberdayaan yang diupayakan harus lebih berorientasi pemberdayaan masyarakat di masing-masing daerah, sehingga lebih berpartisipasi dalam pembangunan. Mustopadidjaja
(1999)
dalam
Agusniar
(2006),
bahwa
dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang baik, ada enam prinsip yang harus dikembangkan
dan
diimplementasikan
dengan
segala
konsekuensi
dan
implikasinya, yaitu : demokrasi dan pemberdayaan; pelayanan; desentralisasi; transparansi dan akuntabilitas; partisipasi; serta konsekuensi kebijakan dan kepastian hukum. Menurut Riyadi dan Bratakusumah (2003) dalam Agusniar (2006) ada beberapa permasalahan yang perlu dipahami dalam penerapan otonomi daerah, yaitu : 1. Kita harus memahami bahwa otonomi daerah adalah suatu sistem pemerintahan dalam sistem ketatanegaraan secara utuh. Ini berarti bahwa otonomi adalah subsistem dalam sistem ketatanegaraan dan merupakan sistem yang utuh dalam pemerintahan. Artinya seluas apapun otonomi
daerah diterapkan tidak akan pernah lepas dari kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Perlu dipahami juga bahwa untuk dapat melaksanakan otonomi secara baik dan benar diperlukan adanya kemampuan politik dari semua pihak, baik
pemerintah
Kemampuan
pusat,
politik
ini
masyarakat, sangat
maupun
penting,
pemerintah
karena
diyakini
daerah. dapat
mempersatukan berbagai kepentingan yang berbeda kedalam suatu wadah pemahaman yang berorientasi pada suatu tujuan. Dengan kemampuan politik ini pula diharapkan pemikiran-pemikiran parsial, primordial, rasial dan separatisme dapat terbendung, bahkan dapat diakomodasikan secara optimal menjadi suatu kekuatan yang besar bagi proses pembangunan. 3. Perlu adanya komitmen bersama untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai denagan atuaran yang berlaku guna mencapai tujuan yang diharapkan. 2.3 Konsep Kesejahteraan Masyarakat Kesejahteraan merupakan suatu hal yang bersifat subjektif, karena setiap orang mempunyai pandangan hidup, tujuan hidup dan cara hidup yang berbedabeda. Maka nilai-nilai yang diberikan kepada faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan mereka juga berbeda-beda. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada umumnya dihubungkan dengan pengurangan tingkat kemiskinan dan pemerataan pendapatan di dalam masyarakat. Akan tetapi sampai saat ini, tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi, tidak mampu memecahkan permasalahan ekonomi baik masalah kemiskinan maupun ketimpangan pendapatan dalam masyarakat.
Masyarakat yang sejahtera mengandung arti bahwa setiap masyarakat dapat memperoleh kebahagian dan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Akan tetapi kesejahteraan satu individu tidak menjamin kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah upaya untuk mensejahterakan seluruh masyarakat. BPS berupaya mengukur kesejahteraan rakyat dengan indikator dampak selain indikator input, proses dan output. Indikator yang digunakan BPS terdiri dari enam, yaitu : 1. Pendidikan, seperti angka melek hurup, tingkat pendidikan yang ditamatkan, ketersediaan sarana pendidikan, dan partisipasi penduduk usia sekolah 2. Kesehatan, seperti sarana kesehatan, tenaga kesehatan, angka kematian bayi dan penyebab kematian, angka harapan hidup, angka kesakitan, penyakit menular dan cara pengobatan. 3. Gizi, seperti penyediaan zat gizi dan asal bahan makanan, konsumsi energi dan protein, status gizi balita 4. Konsumsi dan pengeluaran rumah tangga, seperti pengeluaran rata-rata perkapita, pengeluaran untuk makanan, pengeluaran untuk bukan makanan, dan distribusi pengeluaran makanan 5. Ketenagakerjaan seperti angka beban tanggungan angkatan kerja, status pekerjaan dan lapangan pekerjaan, jam kerja dan upah buruh, profil tingkat pendidikan angkatan kerja 6. Perumahan dan lingkungan, seperti fasilitas perumahan dan lingkungan, jenis penerangan, air minum, bahan bakar dan keadaan tempat tinggal.
Kesejahteraan mencakup beberapa parameter yang melekat pada individu. Dalam hal ini digunakan tiga kategori
indikator untuk merepresentasikan
kesejahteraan, yaitu pengeluaran konsumsi, pendidikan dan kesehatan yang mengacu pada konsep indeks pembangunan manusia (Tadjoeddin et all, 2001). Ada hubungan yang positif antara tingkat pendapatan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat, hubungan positif ini berdasarkan hukum engel. Bahwa ketika pendapatan suatu masyarakat meningkat, maka pengeluaran masyarakat untuk konsumsi (makanan) akan cenderung turun, sedangkan pengeluaran masyarakat untuk non-konsumsi (pendidikan, kesehatan, rekreasi) akan cenderung meningkat. Hipotesis yang digunakan adalah makanan merupakan kebutuhan pokok konsumsi yang meningkat lebih lambat dari pendapatan (Nicholson, 1991). Menurut Nicholson (1991) bahwa perbandindangan antar negara memperlihatkan secara rata-rata, para individu di negara sedang berkembang nenggunakan persentase yang lebih besar dari pendapatan mereka untuk makanan dari pada individu di negara maju. Keluarga-keluarga yang menggunakan 35 persen dari pendapatan mereka untuk makanan kemungkinan dipandang sebagai keluarga miskin, sedangkan keluarga yang menggunakan kurang dari persentase tersebut dikatakan sejahtera. 2.4 Penelitian Terdahulu Nazara (2006) dalam skripsi dengan judul ”Dampak Otonomi Daerah Terhadap Pemekaran Propinsi Banten” menyatakan bahwa sebelum terjadinya pemekaran wilayah Banten, sektor yang memilki tingkat pertumbuahan terbesar di propinsi Banten adalah sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Sektor yang memiliki tingkat pertumbuhan terendah adalah sektor jasa-jasa. Secara total,
peningkatan laju pertumbuhan propinsi Banten sebesar 24,04%. Sedangkan setelah terjadi pemekaran propinsi Banten, sektor yang pertumbuhan ekonomi terbesar adalah sektor pengangkutan dan komunikasi. Sektor yang memiliki pertumbuhan ekonomi terendah adalah sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Secara total, peningkatan laju pertumbuhan ekonomi Propinsi Banten pemekaran wilayah sebesar 14,64%. Lumbessy (2005) dalam tesis dengan judul ” Analisis Dampak Pemekaran Wilayah Terhadap Perkembangan Wilayah dan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten Buru” menyatakan bahwa selama empat tahun pemekaran wilayah, Kabupaten Buru mampu mendorong terjadinya pertumbuhan sektor-sektor perekonomian yang lebih merata diatara kecamatan-kecamatan di Kabupaten Buru. Distribusi manfaat dari pemekaran wilayah Kabupaten Buru masih lebih dominan dinikmati oleh para elit lokal yang mempunyai posisi tawar lebih kuat yaitu PNS dan pengusaha. Sejauh ini manfaat dari pemekaran wilayah Kabupaten Buru masih sebatas peningkatan dari sisi pelayanan administrasi kependudukan
dan
perizinan
serta
pembangunan
infrastruktur.
Fungsi
pemerintahan daerah untuk mengembangkan ekonomi wilayah dan meningkatkan kesejahteraan bagi sebagian terbesar masyarakat Kabupaten Buru masih belum optimal. Selain itu juga, dalam penelitian Kadir Lumbessy diperoleh temuan penting, seperti : masyarakat golongan menengah keatas merasakan adanya peningkatan pendapatan, sedangkan masyarakat menengah kebawah belum merasakan adanya peningkatan pendapatan; Pelayanan pemerintah dapat dirasakan oleh masyarakat perkotaan, belum menyentuh sampai ke masyarakat
pedesaan; Masyarakat yang merasa dilibatkan dalam partisipasi pembangunan adalah masyarakat yang pendidikannya SMA dan S1; Ketersediaan fasilitas umum masih dirasakan sama seperti sebelumnya; Kelompok golongan menengah keatas merasa lingkungan menjadi lebih rusak, sedangkan bagi masyarakat golongan menengah kebawah merasa lebih baik karena mereka dilibatkan dalam pengelolaan sumberdaya alam walaupun dalam sekala kecil; dan Potensi sumberdaya alam Kabupaten Buru yang cukup besar ternyata belum banyak dimanfaatkan mengingat terbatasnya kapasitas pengelolaan. Tadjoeddin et all (2001) dalam jurnal penelitian dengan judul ” Aspirasi Terhadap Kitidakmerataan (Disparisitas Regional dan Konflik Vertikal di Indonesia) menyatakan bahwa hubungan antara tingkat output regional (PDRB perkapita) menurut kabupaten dan kota dengan indikator-inikator kesejahteraan masyarakat terlihat tidak terdapat hubungan yang kuat. Angka koefisien korelasi antara output perkapita dengan bebagai indikator kesejahteraan masyarakat lokal relatif sangat kecil yaitu antara 0,1-0,3. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa kaitan antara tingkat output disuatu wilayah dengan tingkat kesejahteraan masyarakat didaerah yang bersangkutan sangat lemah. Selain itu juga, pendududk asli tidak merasakan manfaat dari kekayaan daerah yang ada disekitar mereka.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Perilaku Konsumen dan Masyarakat Berdasarkan KBBI (1995) bahwa yang dimaksud dengan Perilaku adalah tanggapan atau
reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan.
Sedangkan menurut schiffman dan Kanuk (1994) dalam Ujang Sumarwan (2004) perilaku konsumen didefinisikan sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. Apabila dihubungkan antara perilaku konsumen dengan perilaku masyarakat, maka akan terlihat bagaimana perilaku masyarakat dalam menilai tingkat kesejahteranya melalui suatu tanggapan atau reaksi masyarakat baik langsung maupun tidak langsung terhadap kondisi kesejahteraan pribadi dan masayarakat sekitarnya. Menurut Sumarwan (2004) bahwa konsumen dalam pengambilan keputusan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu : a.
Kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh produsen dan lembaga lainnya
b.
Faktor perbedaan individu konsumen, yang meliputi kebutuhan dalam motivasi, kepribadian, pengolahan informasi, dan persepsi, proses belajar, pengetahuan dan sikap.
c.
Faktor lingkungan konsumen, yang meliputi budaya, karakteristik sosial ekonomi,
keluarga dan rumah tangga, kelompok acuan dan ituasi
konsumen. Sehingga apabila dihubungkan dengan perilaku konsumen dengan perilaku masyarakat dalam hal pengambilan keputusan untuk mengevaluasi
tingkat kesejahteraan masyarakat setelah adanya pemekaran wilayah, maka faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan masyarakat diantaranya : a. Kegiatan operasional yang dilakukan oleh pemerintah setempat setelah adanya
pemekaran
wilayah
yang
dapat
meningkatkan
kondisi
kesejahteraan masyarakat. Kegiatan operasional ini berupa pelaksanaan program pembangunan dalam bidang infrastuktur, pendidikan, kesehatan, aparatur negara dan lainnya, dimana masyarakat merasakan kepuasan yang pada akhirnya merasa lebih sejahtera dengan adanya program pemerintah tersebut. b. Faktor perbedaan individu dalam masyarakat, yang meliputi kebutuhan dan motivasi, kepribadian, pengolahan informasi dan persepsi, proses belajar, pengetahuan dan sikap. Perbedaan individu ini dapat mempengaruhi keputusan
setiap
individu
untuk
melakukan
evaluasi
terhadap
kesejahteraan masyarakat. c. Faktor lingkungan masyarakat, yang meliputi budaya, karakteristik sosial ekonomi, keluarga dan rumah tangga, kelompok acuan dan situasi konsumen. 3.1.2 Kepuasan Konsumen Setelah adanya pemekaran wilayah, masyarakat tidak akan berhenti sampai kebutuhan hidupnya terpenuhi, akan tetapi masyarakat akan melakukan evaluasi pasca pemekaran wilayah. Hasil dari proses evaluasi pasca pemekaran, masyarakat merasa puas atau tidak puas terhadap kebijakan pemekaran wilayah yang telah dilakukan.
Menurut Sumarwan (2004), kepuasan dan ketidakpuasan konsumen merupakan dampak dari perbandingan antara harapan konsumen sebelum pembelian dengan sesungguhnya yang diperoleh konsumen dari produk yang dibeli tersebut. Ketika konsumen membeli produk, maka ia memiliki harapan tentang bagaimana produk tersebut berfungsi. Produk akan berfungsi sebagai berikut : a. Produk lebih baik dari yang diharapkan, jika ini yang terjadi maka konsumen akan merasa puas. b. Produk berfungsi seperti yang diharapkan, produk tersebut tidak memberikan rasa puas dan produk tersebut tidak mengecewakan konsumen. c. Produk berfungsi lebih buruk dari yang diharapkan, jika ini yang terjadi konsumen akan merasa tidak puas. Apabila dihubungkan antara kepuasan konsumen terhadap produk dengan kepuasan masyarakat terhadap kebijakan pemekaran wilayah, maka masyarakat akan merasa puas apabila kebijakan pemekaran wilayah dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kepuasan masyarakat ini merupakan dampak dari harapan masyarakat sebelum pemekaran wilayah dengan kondisi setelah terjadinya pemekaran wilayah. Dalam ilmu ekonomi kepuasan konsumen dikenal dengan istilah utilitas, dengan mempertimbangkan asumsi kelengkapan, transitivitas, dan kontinuitas dapat memperlihatkan bahwa manusia mampu mengurutkan semua situasi yang mungkin dari yang paling tidak diinginkan sampai yang paling diinginkan (Nicholson, 1991).
Utilitas menunjukan kepuasan secara keseluruhan, sehinggga utilitas seseorang tidak dipengaruhi konsumsi atas komoditas fisik saja, tetapi juga oleh sikap psikologgis, tekanan kelompok kawan sebaya, pengalaman pribadi, dan lingkungan budaya. Y GA
E
U1 U2
U1 0
X Gambar 2. Kurva Utilitas Terhadap Barang X dan Barang Y
Keterangan : X = Bahan kebutuhan pokok (sembako) Y = Bahan bakar minyak (BBM) GA = Garis anggaran yang menunjukan besarnya pendapatan yang siap dibelanjakan untuk barang X dan barang Y. U = Besarnya kepuasan yang sama dirasakan seseorang dengan melihat kombinasi barang X dan barang Y. E = Tingkat kepuasan maksimum yang didapatkan seseorang. Untuk mencapai tingkat kepuasan maksimum, maka semua anggaran individu harus dibelanjakan dan tingkat perimbangan fisik (MRS) bagi individu tersebut sama dengan rasio harga kedua barang. Jika kondisi tersebut tidak dipenuhi, individu tersebut dapat memperoleh kepuasan yang lebih tinggi dengan mengubah alokasi pengeluaran. Ketika pendapatan individu meningkat, maka anggaran individu juga akan ikut meningkat. Sehingga bila digambarkan, garis anggaran akan semakin bergeser kearah kanan menjauhi titik asal atau nol dengan asumsi harga sembako dan BBM tetap sama. Semakin besarnya anggaran individu, menyebabkan semakin besarnya jumlah barang X (sembako) atau Y (BBM) yang dikonsumsi
oleh individu, sehingga kepuasan maksimum invidu juga akan semakin meningkat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 3. Y (BBM)
I3 I2 I1
Y3 Y2
U3
Y1 0
U2 U1 X1 X2
X (sembako)
X3
Gambar 3. Pengaruh Peningkatan Pendapatan Terhadap Jumlah Sembako dan BBM yang Dikonsumsi Akan tetapi apabila diasumsikan harga BBM meningkat seperti yang terjadi pada saat ini, yaitu pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk meningkatkan harga BBM. Maka individu atau masyarakat akan cenderung untuk mengurangi konsumsi BBM dan mengalihkannya untuk meningkatkan konsumsi sembako. Efek dari kenaikan harga BBM, akan menggeser kurva anggaran semakin elastis. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4. Y (BBM)
Y1 Y2 I1
0 X1
U1
X2
I2
U2 X (sembako)
Gambar 4. Pengaruh Peningkatan Harga BBM Terhadap Tingkat Kepuasan dan Jumlah Barang yang Dikonsumsi
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Kota Depok merupakan salah satu kota yang baru terbentuk pada tahun 1999, pada awalnya Kota Depok merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Bogor. Apabila dilihat dari letak wilayah, Kota Depok termasuk Kota yang sangat setrategis terhadap berbagai akses ekonomi khususnya dengan DKI Jakarta yang merupakan salah satu pusat kegiatan perekonomian. Tujuan akhir dari setiap pemekaran wilayah yaitu untuk mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. Sehingga bagi wilayah yang merasa mempunyai keunggulan seperti ketersediaan sumberdaya alam yang melimpah, sumberdaya manusia yang berkualitas, kondisi wilayah yang setrategis yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan lainnya, maka wilayah tersebut akan berusaha untuk memekarkan diri. Sehingga dengan dimekarkannya wilayah tersebut, diharapkan kondisi kesejahteraan masyarakat akan lebih meningkat. Pemekaran wilayah berawal dari sebuah tuntutan dari sebagian masyarakat yang mengharapkan adanya perubahan bagi kondisi kesejahteraan masyarakat. Kondisi yang biasanya terdapat saat sebelum pemekaran wilayah yaitu : 1. Lemahnya pembangunan dalam bidang ekonomi di wilayah tersebut. Seperti rendahnya tingkat pendapatan masyarakat, sedikitnya lapangan pekerjaan yang tersedia, tingkat pengangguran yang tinggi, dan semakin banyaknya masyarakat miskin. 2. Buruknya layanan pemerintah baik dalam hal administrasi kependudukan maupun dalam administrasi usaha. Hal ini disebabkan oleh rumitnya birokrasi pemerintahan serta letak pelayanan pemerintah yang sangat jauh sehingga sulit dijangkau oleh masyarakat.
3. Terbatasnya partisipasi masyarakat dalam program pembangunan wilayah, seperti program pendidikan, program kesehatan, program pengentasan kemiskinan serta kesempatan untuk mengkritik pemerintah. 4. Rendahnya pembangunan dan pengadaan fasilitas umum dan fasilitas sosial. Seperti pembanguan fasilitas jalan, air bersih, listrik, irigasi, pendidikan dan kesehatan. Setelah wilayah tersebut dimekarkan dalam hal ini adalah Kota Depok, maka diharapkan kondisi kesejahteraan masyarakat akan berubah menjadi lebih baik. Kondisi kesejahteraan masyarakat setelah terjadi pemekaran yaitu : 1. Adanya peningkatan dalam bidang perekonomian. Seperti semakin meningkatnya tingkat pendapatan masyarakat, semakin terbukanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat, tingkat pengangguran yang semakin berkurang dan jumlah masyarakat miskin semakin sedikit. 2. Layanan pemerintah yang semakin baik, seperti dalam administrasi kependudukan dan administrasi usaha. Selain itu juga, letak pelayanan pemerintah yang semakin dekat dengan masyarakat sehingga mudah dijangkau oleh masyarakat. 3. Semakin
terbukanya
partisipasi
masyarakat
dalam
program
pembanguan wilayah. 4. Pembangunan fasilitas umum dan fasilitas sosial yang semakin baik dan bertambah. Kondisi-kondisi masyarakat sebelum dan setelah pemekaran diatas dapat diterjemahkan kedalam indikator-indikator kesejahteraan masyarakat. Indikatorindikator kesejahteraan masyarakat akan dijabarkan menjadi atribut-atribut
kesejahteraan
masyarakat
sehingga
masyarakat
dapat
menilai
kondisi
kesejahteraanya melalui atribut-atribut tersebut. Untuk mengetahui tingkat kepuasan masyarakat terhadap kebijakan pemekaran wilayah Kota Depok menggunakan model Customer Satisfaction Index (CSI), dan model Importance Performance Analysis (IPA). Kondisi Kesejahteraan Masyarakat Kota Depok
Setelah pemekaran :
Sebelum Pemekaran: 1. Lemahnya Ekonomi 2. Buruknya layanan pemerintah 3. Terbatasnya partisipasi masyarakat 4. Rendahnya pembangunan fasilitas umum dan sosial
1. Meningkatnya perekonomian 2. Baiknya layanan pemerintah 3. Terbukanya partisifasi masyarakat 4. Meningkatnya pembangunan fasilitas umum dan sosial
Indikator‐indikator kesejahteraan masyarakat
Karakteristik masyarakat dan kondisi kesejahteraan masyarakat
Analisis Deskriptif
Penilaian tingkat kepuasan masyarakat terhadap pemekaran Kota Depok
Importance Performance Analysis dan Customer Satisfaction Index
Implikasi Kebijakan Pemerintah Gambar 5. Bagan Alur Kerangka Pemikiran Operasional
3.3 Hipotesis Operasional Pemekaran wilayah bertujuan untuk meningkatkan kondisi kesejahteraan masyarakat, begitu juga dengan Pemekaran Kota Depok dari Kabupaten Bogor. Masyarakat akan merasa lebih sejahtera atau dengan kata lain masyarakat akan merasa puas dengan dimekarkannya Kota Depok. Hal ini detandai dengan semakin meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia yang menjadi indikator kesejahteraan masyarakat. Terdiri dari pendapatan dan pengeluaran masyarakat; pendidikan; serta kesehatan.
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi yang dipilih secara sengaja (purposive) sebagai tempat penelitian adalah Kota Depok yang merupakan salah satu wilayah yang baru dimekarkan pada tahun 1999. Alasan utama pemilihan Kota Depok sebagai lokasi penelitian adalah Kota Depok merupakaan wilayah yang sangat potensial untuk berkembang terutama dalam bidang perekonomian. Kondisi ini sangat didukung oleh letak geografis Kota Depok yang sangat setrategis. Sehingga dengan keuntungan tersebut seharusnya masyarakat Kota Depok menjadi lebih sejahtera setelah adanya pemekaran. Kegiatan penelitian dilakukan pada bulan februari-maret 2008. Waktu tersebut digunakan untuk memperoleh data-data dari pihak terkait terutama informan dari pemerintahan serta masyarakat sebagai penerima sebuah kebijakan 4.2 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data primer dan data sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun bersifat kuantitatif. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden menggunakan kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi literatur. Diantaranya terdiri dari berbagai instansi-instansi terkait, seperti Pemerintah Kota Depok, Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Deok, Bappeda Kota Depok, studi literatur, penelusuran internet dan literatur-literatur lain yang relevan.
Data dan informasi yang diperlukan antara lain : 1. Kondisi fisik wilayah penelitian yang meliputi letak, luas wilayah, topografi, kesesuaian lahan dan tata guna lahan. 2. Karakteristik sumberdaya yang ada di Kota Depok (sumberdaya manusia, sumberdaya alam, sumberdaya buatan, sumberdaya sosial) 3. Tingkat perkembangan wilayah Kota Depok setelah pemekaran yang meliputi pertumbuhan PDRB, pertumbuhan sektor-sektor perekonomian, pertumbuhan penduduk, pertumbuhan angkatan kerja, pertumbuhan penyediaan infrastruktur, pertumbuhan PAD, pertumbuhan investasi, dan pertumbuhan tabungan. 4. Data tingkat kesejahteraan masyarakat Kota Depok. 5. Peraturan perundang-undangan terutama yang terkait dengan kebijakan pemekaran wilayah. 6. Peraturan dan perundang-undangan yang terkait dengan rencana setrategis pengembangan Kota Depok. 7. Persepsi masyarakat mengenai tingkat kepuasan dan tingkat kepentingan terhadap tujuan pemekaran wilayah. 4.3 Teknik Pengumpulan Data Jumlah kecamatan yang ada di Kota Depok terdiri dari 6 kecamatan, dari enam kecamatan tersebut diambil dua kecamatan yaitu kecamatan sukmajaya yang letak wilayahnya dekat pusat pemerintahan Kota Depok serta mempunyai nilai IPM sebesar 78,79 dan kecamatan Beji yang letak wilayahnya relatif jauh dari pusat pemerintahan Kota Depok serta hanya mempunyai nilai IPM sebesar 75,02. Kemudian dari tiap-tiap kecamatan tersebut akan diambil satu sampel
kelurahan secara sengaja yaitu Kelurahan Tanah Baru dan Kelurahan Mekar Jaya . Dari setiap kelurahan tersebut akan diambil sampel sebanyak 35 responden berdasarkan block sampling. Selain itu juga, responden yang dipilih adalah masyarakat Kota Depok yang sudah menetap sebagai warga Depok sebelum adanya pemekaran Kota Depok. Hal ini dilakukan agar responden mengetahui perbedaan serta dapat mengevaluasi kondisi kesejahteraan masyarakat. Paket kuesioner yang diberikan kepada masyarakat disajikan dalam format Close Ended Question, yaitu format pertanyaan yang diarahkan kepada alternatifalternatif jawaban yang mungkin dipikirkan oleh masyarakat. Jenis pertanyaan seperti ini memiliki format sebagai berikut : a.
Masyarakat diminta untuk memilih satu atau lebih pilihan dari daftar kemungkinan respon yang disediakan. Scale response questions , yaitu format pertanyaan yang menggunakan
b.
skala tertentu dengan maksud untuk mengukur atribut-atribut yang berkaitan dengan topik penelitian. Penelitian ini menggunakan skala untuk pengukuran, karena ada beberapa hal yang bersifat subjektif sehingga sulit untuk diukur secara langsung. Masalah yang umum dijumpai dalam pemilihan teknik penyusunan skala adalah bagaimana menentukan pertanyaan mana yang sebaiknya dimasukkan ke dalam proses penyusunan skala ini. Peneliti harus dapat meyakinkan bahwa pertanyaan-pertanyaan yang diajukan merujuk kepada konsep yang sama. Adapun skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala likert. Masyarakat diminta untuk mengidentfikasi tingkat kesetujuan, menentukan tingkat kepentingan dan
pelaksanaan atribut-atribut yang dipertanyaakan, dengan menyatakan penting tidaknya serta baik tidaknya dengan pelaksanaan atribut kesejahteraan masyarakat yang ada di kota Depok Tingkat persetujuan yang dipakai pada skala Likert adalah: sangat setujusetuju-tidak setuju-sangat tidak setuju. Untuk menganalisis respon yang diukur dengan mengikuti skala Likert ini, setiap respons mendapatkan nilai numerik. Misalnya, sangat setuju mendapat nilai 4 dan sangat tidak setuju mendapat nilai 1, atau sebaliknya. Kelebihan skala Likert adalah mudah digunakan, dibangun dan diadministrasikan kepada responden. Instruksi yang dipakai untuk menerangkan skala Likert umumnya mudah dipahami. Metode ini dapat digunakan untuk melakukan survey di antara anak-anak sekalipun atau survey melalui telepon. 4.4 Metode Analisis Data Penelitian ini menggunakan model Customer Satisfaction Index (CSI) dan Importance Performance Analysis (IPA). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan alat bantu software computer Excel 2007 dan SPSS versi 12 for windows. Berikut ini akan dijelaskan mengenai metode-metode analisis data tersebut : 4.4.1 Uji Validitas dan Reabilitas Uji validitas atau kesahihan dilakukan untuk mengetahui seberapa tepat suatu alat ukur mampu melakukan fungsi. Alat ukur yang dapat dilakukan dalam pengujian validitas suatu kuesioner adalah angka hasil korelasi antara skor pernyataan dan skor seluruh pernyataan responden terhadap informasi dalam kuesioner.
Menurut Burhan Bungin (2003), bahwa standar validitas ada dua macam yaitu : 1. Validitas internal yaitu mempertanyakan sampai seberapa jauh suatu alat ukur berhasil mencerminkan objek yang akan diukur pada suatu setting tertentu. 2. Validitas eksternal lebih terkait dengan keberhasilan suatu alat ukur untuk diaplikasikan pada setting yang berbeda, artinya alat ukur yang cukup valid mengukur objek pada suatu setting tertentu, apakah juga valid untuk mengukur objek yang sama pada setting yang lain. Pengujian kuesioner akan dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pertanyaan di dalam kuisioner dapat dimengerti oleh responden. Bentuk kuisioner dapat dilihat pada Lampiran 1. Uji pendahuluan atau uji coba yang dilakukan adalah uji validitas dengan menyebarkan kuisioner kepada 20 orang responden dengan kriteria adalah orang yang berdomisili di Kota Depok dan sudah tinggal sebelum tahun 1999 atau terjadinya pemekaran.
Tabel 3. Daftar Atribut yang Diuji Validitas
No
Atribut
1 Ketersediaan dan kemudahan mendapatkan pekerjaan 2 Kondisi keamanan dan ketertiban lingkungan 3 Pelayanan kesehatan Kemudahan (akses) untuk menjangkau tempat kesehatan (RS, Puskesmas, 4 Bidan) 5 Fasilitas kesehatan yang didapatkan Kualitas pendidikan yang didapatkan dan biaya pendidikan yang harus 6 dikeluarkan 7 Kemudahan (akses) untuk menjangkau tempat pendidikan 8 Fasilitas pendidikan yang tersedia Pelayanan administrasi kependudukan yang diberikan (pembuatan 9 KTP,KK,dll) 10 Kemudahan (akses) untuk menjangkau kantor pemerintahan Kebebasan masyarakat untuk berpartisipasi (berpendapat, berserikat, dan 11 mengkritik pemerintah) 12 Kemudahan untuk mendapatkan sarana transportasi ( Bus, angkot, dll) 13 Kemudahan untuk mendapatkan air bersih Pelayanan listrik yang didapatkan (PLN) serta biaya yang harus 14 dikeluarkan Kemudahan untuk berkomunikasi (sarana dan prasarana komunikasi, 15 sinyal yang didapat, dll) 16 Kemudahan untuk menjangkau fasilitas jasa keuangan dan perkreditan 17 Kemudahan untuk mendapatkan dan memenuhi sembako 18 Ketersediaan taman kota Kemudahan untuk mendapatkan dan memenuhi kebutuhan energi (bensin, 19 minyak tanah, gas LPG , dll) Uji validitas dilakukan dengan menggunakan metode Cochran Q Test, yaitu dengan memberikan pertanyaan tertutup kepada responden. Pilihan jawaban dari pertanyaan tersebut sudah disediakan. Responden tinggal memilih atribut mana yang dianggap berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat. Atribut yang sudah disediakan ditentukan oleh peneliti dengan melihat keadaan pemerintahan dan masyarakat Kota Depok. Atribut-atribut yang diuji dapat dilihat pada Tabel 3.
Untuk mengetahui atibut yang valid, dilakukan tes Cochran dengan prosedur sebagai berikut : 1. Menentukan hipotesis yang akan diuji 2. Mencari Q hitung dengan rumus :
Q hit
2 ⎡ k 2 ⎛ k ⎞ ⎤ ( k − 1) ⎢k ∑ C i − ⎜ ∑ C i ⎟ ⎥ ⎝ i ⎠ ⎥⎦ ⎢⎣ i = n n k ∑ R i − ∑ R i2 i
i
keterangan : k
= jumlah atribut yang diuji
Ci
= jumlah skor atribut i
Ri
= jumlah skor responden i
3. Penentuan Q tabel dengan α = 0.05, derajat kebebasan (dk) = k-1, maka diperoleh Qtab (0.05 ; dk) dari tabel Chi Square Distribution. 4. Keputusan : Tolak Ho dan terima H1, jika Qhit > Qtab Terima Ho dan tolak H1, jika Qhit < Qtab Hasil pengujian validitas menyatakan bahwa dari 19 atribut yang diuji hanya 17 atribut yang dipertimbangkan oleh responden. Ada satu atribut yang berdasarkan hasil uji menunjukan tidak valid, akan tetapi peneliti tetap memasukan atribut tersebut kedalam atribut yang akan diteliti. Atribut tersebut adalah ketersediaan dan kemudahan mendapatkan pekerjaan, peneliti menganggap atribut tersebut penting untuk dimasukan kedalam bagian atribut-atribut yang akan diteliti. Hasil Perhitungan validitas dapat dilihat pada Lampiran 2. Atributatribut hasil uji validitas dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Daftar atribut hasil uji validitas No
Atribut
1 Ketersediaan dan kemudahan mendapatkan pekerjaan 2 Kondisi keamanan dan ketertiban lingkungan 3 Pelayanan kesehatan Kemudahan (akses) untuk menjangkau tempat kesehatan (RS, Puskesmas, 4 Bidan) 5 Fasilitas kesehatan yang didapatkan Kualitas pendidikan yang didapatkan dan biaya pendidikan yang harus 6 dikeluarkan 7 Kemudahan (akses) untuk menjangkau tempat pendidikan 8 Fasilitas pendidikan yang tersedia Pelayanan administrasi kependudukan yang diberikan (pembuatan 9 KTP,KK,dll) 10 Kemudahan (akses) untuk menjangkau kantor pemerintahan Kebebasan masyarakat untuk berpartisipasi (berpendapat, berserikat, dan 11 mengkritik pemerintah) 12 Kemudahan untuk mendapatkan sarana transportasi ( Bus, angkot, dll) 13 Kemudahan untuk mendapatkan air bersih 14 Pelayanan listrik yang didapatkan (PLN) serta biaya yang harus dikeluarkan Kemudahan untuk berkomunikasi (sarana dan prasarana komunikasi, sinyal 15 yang didapat, dll) 16 Kemudahan untuk menjangkau fasilitas jasa keuangan dan perkreditan 17 Kemudahan untuk mendapatkan dan memenuhi sembako Kemudahan untuk mendapatkan dan memenuhi kebutuhan energi (bensin, 18 minyak tanah, gas LPG , dll) Setelah melakukan pengujian validitas, selanjutnya dilakukan pengujian realiabilitas. Tujuan utama pengujian ini adalah untuk mengetahui konsistensi atau keteraturan hasil pengukuran atau instrumen apabila instrumen tersebut digunakan lagi sebagai alat ukur suatu objek atau responden. Hasil uji ini mencerminkan dapat dipercaya atau tidaknya suatu instrumen penelitian berdasarkan tingkat kemantapan dan ketepatan suatu alat ukur, dalam pengertian bahwa hasil pengukuran yang didapatkan merupakan ukuran yang benar dari sesuatu yang diukur. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode Alpha-Cronbach.
Menurut Burhan Bungin (2003), standar reliabilitas mencakup tiga aspek, yaitu : 1. Kemantapan atau ke “ejagan” an Suatu alat ukur memiliki tingkat kemantapan yang tinggi bilamana digunakan mengukur berulang kali, akan memberikan hasil yang sama, dengan syarat kondisi pada saat pengukuran relatif tidak berbeda. 2. Ketepatan atau akurasi Suatu alat ukur memiliki tingkat ketepatan yang tinggi bilamana menunjukan ukuran yang benar terhadap suatu objek yang diukur. 3. Homogenitas Suatu alat ukur memiliki tingkat homognitas yang tinggi bilaman unsurunsur pokoknya mempunyai kaitan erat satu sama lainnya dan memberikan kontribusi pemahaman yang utuh terhadap pokok persoalan yang diteliti. Uji reabilitas akan dilakukan dengan menggunakan rumus alpha (α). Uji ini dilakukan untuk mengetahui keandalan kuesioner. Nilai r11 dibandingkan dengan nilai rtabel. Apabila nilai r11 lebih besar dari rtabel maka dapat dinyatakan bahwa kuesioner tersebut reliabel. Rumus ini digunakan untuk mencari reabilitas instrumen yang skornya merupakan rentangan antara beberapa nilai. Rumus tersebut ditulis seperti berikut: 2 ⎛ k ⎞⎛⎜ ∑ σ b r11 = ⎜ 1 − ⎟ σ t2 ⎝ k − 1 ⎠⎜⎝
dimana : r11
= reliabilitas konsumen
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
= banyaknya butir pertanyaan
k
σ
2 t
∑σ
= varian total 2 b
= jumlah varian butir
Dari hasil perhitungan dihasilkan reabilitas kuesioner (r11) adalah 0,871. Nilai rtabel adalah 0,444 dengan N=20, selang kepercayaan 95%. Dengan demikian kuesioner dinyatakan reliabel karena r11 > rtabel. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 2. 4.4.2 Analisis Deskriftif Analisis Deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu system pemikiran, ataupun suatu peristiwa dimasa sekarang. Tujuannya adalah untuk membuat deskripsi, gambaran secara sistematis, faktual dan aktual mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Langkah awal dalam analisis deskriptif adalah membuat table frekuensi sederhana berdasarkan jawaban masyarkat. Data tentang identitas masyarakat dan proses pengambilan keputusan masyarakat dikelompokan berdasarkan jawaban yang sama, ditabulasikan kemudian dipersentasekan. Persenatase terbesar merupaka fakor-faktor yang dominan dari amsing-masing atribut yang diteliti. 4.4.3 Customer Satisfaction Index (CSI) Tingkat kepuasan keseluruhan dari evaluasi keputusan pasca pemekaran wilayah Kota Depok memilki kelemahan dimana nilai yang diperoleh dari pernyataan
tentang
tingkat
kepuasan
secara
keseluruhan
tidaklah
memperhitungkan tingkat kepentingan dari atribut. Padahal, atibut yang
mempunyai tingkat kepentingan yang lebih tinggi dari yang lain akan mempengaruhi tingkat kepuasan secara keseluruhan dibandingkan atribut yang diangggap kurang penting. Dengan demikian, perlu diukur suatu indeks yang menentukan tingkat kepuasan secara menyeluruh dengan pendekatan yang memperhitungkan tingkat kepentingan dari atribut-atribut yang diukur, sehingga perlu digunkan metode pengukuran customer satisfaction index (CSI)
yang perhitungannya adalah
sebagai berikut : 1. Menentukan Mean Importance Score (MIS), yaitu nilai rata-rata tingkat kepentingan setiap responden. MIS = Keterangan : Yi = Nilai kepentingan atribut Y ke i n = jumlah responden 2. Membuat Weight Factor (WF). Bobot ini merupakan persentase nilai MIS per atribut terhadap total MIS seluruh atribut. Dimana p adalah atribut kepentingan ke p. WF =
x 100%
3. Membuat Weight Score (WS), merupakan perkalian antara WF dengan rata-rata tingkat kepuasan (X) (Mean Satisfaction Score= MSS) WSi = WFi x MSS 4. Menentukan Customer Sutisfaction Index (CSI) CSI
= x 100%
Dimana = p adalah atribut kepentingan ke p HS merupakan skala maksimum yang digunakan. Adapun pedoman dalam melakukan interpretasi angka kepuasan masyarakat adalah seperti terlihat pada table 5. Tabel 5. Interpretasi Customer Satisfaction Index. Angka Indeks 0,81-1,00 0,66-0,80 0,51-0,65 0,35-0,50 0,00-0,34 Sumber : Panduan Survey Kepuasan Andriani 2007
Interpretasi Sangat puas Puas Cukup Puas Kurang Puas Tidak Puas Konsumen PT. SUCOFINDO dalam
4.4.4 Importance Performance Analysis (IPA) Importance Performance Analysis (IPA) merupakan suatu teknik penerapan yang digunakan untuk mengukur atribut-atribut dari tingkat kepentingan (importance) dan tingkat pelaksanaan. Metode ini digunakan untuk mengukur tigkat kepuasan masyarakat terhadap kebijakan pemekaran wilayah. Penilaian tingkat pelaksanaan yang dapat mempengaruhi kepuasan konsumen akan diwakili oleh huruf X, sedangkan untuk penilaian tingkat kepentingan ditunjukan oleh hurup Y. Untuk menilai pelaksanaan dan kepentingan konsumen digunakan skor seperti terlihat pada Tabel 6. Tabel 6. Skor Penilaian Tingkat Pelaksanaan dan Kepentingan Skor Skor 1
Pelaksanaan (X) Sangat tidak baik
Kepentingan (Y) Sangat tidak penting
Skor 2 Skor 3 Skor 4
Tidak baik Baik Sangat baik
Tidak penting penting Sangat Penting
Total penilaian tingkat pelaksanaan dan kepentingan diperoleh dengan cara menjumlahkan skor penilaian yang diberikan oleh masyarakat. Untuk menginterpretasikan bagaimana suatu atribut dinilai secara keseluruhan oleh masyarakat berdasarkan tingkat pelaksanaan dan kepentingan, dibutuhkan suatu rentang skala. Adapun range setiap skala adalah Rumus rentang skala :
m−n b = skor terbesar yang mungkin diperoleh dengan asumsi bahwa semua RS =
dimana : m
konsumen
memberikan jawaban sangat penting dan sangat puas (skor
4) terhadap setiap atribut i. n
= Skor terkecil yang mungkin diperoleh dengan asumsi bahwa semua masyarakat
memberikan jawaban tidak penting atau tidak puas (skor1)
terhadap setiap atribut i. b
= Banyak sekala pengukuran Maka besarnya range untuk setiap kelas yang diteliti adalah : =0,75
Maka pembagian kelas berdasarkan tingkat pelaksanaan dan kepentingan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Skor Jawaban Tingkat Pelaksanaan dan Kepentingan Skor
Tingkat Pelaksanaan
Tingkat Kepentingan
1-1,75 1,76-2,50 2,51-3,25 3,26-4
Sangat tidak baik Tidak baik Baik Sangat baik
Sangat tidak penting Tidak penting Penting Sangat penting
Hasil perhitingan akan digambarkan dalam diagram kartesius. Masingmasing atribut diposisikan dalam diagram tersebut berdasarkan skor rata-rata (
,
dimana skor rata-rata penilaian pelaksanaan menunujukan suatu atribut pada sumbu X, sedangkan posisi atribut pada sumbu Y, ditunjukan oleh skor rata-rata tingkat kepentingan
. Rumus yang digunakan adalah
= = Keterangan : = Skor rata-rata tingkat pelaksanaan = Skor rata-rata tingkat kepentingan n = jumlah data konsumen Diagram kartesius merupakan suatu ruang yang dibagi atas empat bagian dan dibatasi oleh dua buah garis yang berpotongan tegak lurus pada titik-titik (a,b). Titik-titik tersebut diperoleh dari rumus : a=
b= Keterangan : a = batas sumbu X (tingkat pelaksanaan) b = batas sumbu Y (tingkat kepentingan) k = banyaknya atribut yang diteliti Selajutnya setiap atribut tersebut dijabarkan dalam diagram kartesius seperti yang terlihat dalam Gambar 6.
Y
Tingkat Kepentingan
I Prioritas Utama
II Pertahankan Prestasi
III Prioritas Rendah
IV Berlebihan
Tingkat Pelaksanaan
X
Gambar 6. Diagram Kartesius Kepuasan Konsumen Keterangan : 1. Kuadran 1 (Prioritas Utama) : Pelaksanaan suatu faktor/variabel/atribut dianggap sangat penting oleh masyarakat. Akan tetapi pelaksanaan kesejahteraan lebih rendah dari yang diharapkan masyarakat sehingga menimbulkan kekecewaan masyarakat. 2. Kuadran II (Pertahankan Prestasi) : Pelaksanaan suatu atribut dianggap masyarakat penting. Pelaksanaan dari faktor/variabel/atribut dan berada pada tingkat tinggi dan sesuai, sehingga pemerintah cukup mempertahankan pelaksanaan atribut tersebut. 3. Kuadran III (Prioritas Rendah) : Menunjukan bahwa atribut yang memang dianggap kurang penting oleh masyarakat dimana sebaiknya pemerintah menjalankannya secara sedang saja. 4. Kuadran IV (Berlebihan) : Menunjukan bahwa atribut jasa yang dianggap kurang penting akan tetapi telah dijalankan dengan sangat baik oleh pihak pemerintah atau sangat memuaskan. Hal ini dapat dianggap berlebihan.
V. GAMBARAN UMUM 5.1 Kondisi Geografi Wilayah 5.1.1 Posisi Geografi Wilayah Kota Depok terletak di Propinsi Jawa Barat, bentang alam Kota Depok dari selatan ke utara merupakan daerah dataran rendah, perbukitan bergelombang lemah, dengan elevasi antara 50-140 meter diatas permukaan laut dan kemiringan lerengnya kurang dari 15 persen. Kota Depok sebagai salah satu wilayah termuda di Jawa Barat. 5.1.2 Batas Administrasi Wilayah Batas administrasi Kota Depok di sebelah utara adalah Kecamatan Ciputat Kabupaten Tangerang dan Ibukota Jakarta. Bagian selatan berbatasan dengan kecamatan Cibinong dan Bojong Gede Kabupaten Bogor. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Parung dan Gunung Sindur Kabupaten Bogor. Sedangkan bagian timur Kota Depok berbatasan dengan Kecamatan Pondokgede Kota Bekasi dan Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor. 5.1.3 Luas, Jarak dan Wilayah Kecamatan Luas wilayah Kota Depok adalah 200.29 Km2, yang terdiri dari 6 wilayah administrasi kecamatan, 63 kelurahan. Dari 6 Kecamatan tersebut, Kecamatan Sawangan merupakan wilayah yang memiliki kelurahan terbanyak, yaitu 14 kelurahan. Sedangkan Kecamatan Beji merupakan wilayah yang memiliki jumlah kelurahan paling sedikit, yaitu 6 kelurahan. Secara rinci jumlah kelurahan dari masing-masing kecamatan tersaji pada Tabel 8.
Tabel 8. Jumlah Kelurahan, RT dan RW Setiap Kecamatan di Kota Depok Tahun 2007 Jumlah Jumlah RW Kelurahan 1 Sawangan 14 137 2 Pancoran Mas 11 150 3 Sukmajaya 11 175 4 Cimanggis 13 209 5 Beji 6 72 6 Limo 8 85 Kota Depok 63 828 Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Depok Tahun 2007. No.
Kecamatan
Jumlah RT 589 846 1.150 1.185 369 399 4.538
Jarak antar kecamatan di Kota Depok tidak terlalu berjauhan, hal ini dapat memudahkan masyarakat untuk berinteraksi dengan masyarakat dari kecamatan lainnya dan dapat meningkatkan kegiatan perekonomian antar kecamatan. Tabel 9. Jarak Antar Ibu Kota Kecamatan di Kota Depok ( dalam Km) Kecamatan
Sawangan
Sawangan Pancoran Mas
Pancoran Sukmajaya Cimanggis Mas 13
13
Beji
Limo
14
18
18
2
7
13
3
9
10
4
16
16
58
Sukmajaya
14
7
Cimanggis
18
13
10
Beji
18
3
4
16
Limo
2
9
16
58
12 12
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Depok Tahun 2007. 5.2 Kependudukan Kota Depok 5.2.1 Jumlah dan Komposisi Penduduk Data statistik menunjukan bahwa penduduk Kota Depok telah mengalami pertumbuhan. Pada tahun 2003, penduduk Kota Depok telah berkembang menjadi 1.289.297 jiwa. Untuk tahun 2007, penduduk Kota Depok sebesar 1.470.002 jiwa
dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 3,43 persen. Perkembangan jumlah penduduk tersebut secara langsung akan berpengaruh pada perkembangan indikator kependudukan lainnya, seperti jumlah angkatan kerja, penduduk usia kerja serta jumlah pengangguran terbuka. Jumlah penduduk yang semakin banyak dari tahun ke tahun bagaikan dua sisi mata uang, disatu sisi jumlah penduduk yang semakin banyak dapat menyediakan SDM yang melimpah bagi lapangan usaha, akan tetapi di sisi lainnya meningkatnya jumlah penduduk dapat meningkatkan jumlah masyarakat miskin, pengangguran, dan sebagainya yang disebabkan karena tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang cukup. Tabel 10. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di Kota Depok Tahun 2003-2007 No. Kecamatan 2003 2004 2005 2006 2007 1 Sawangan 149.039 153.245 159.543 166.276 166.076 2 Pancoran 235.790 240.904 247.622 254.797 269.144 Mas 3 Sukmajaya 296.636 301.809 307.753 314.147 342.447 4 Cimanggis 357.546 367.283 379.487 392.512 403.037 5 Beji 126.653 130.656 136.899 143.592 139.888 6 Limo 123.633 137.633 143.218 149.156 149.410 Kota Depok 1.289.297 1.331.559 1.374.522 1.420.480 1.470.002 Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Depok Tahun 2007. Apabila dilihat dari jumlah penduduk setiap kecamatan maka kecamatan Cimanggis memiliki jumlah penduduk paling banyak dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Sedangkan kecamatan yang memiliki jumlah penduduk paling sedikit adalah kecamatan Beji. Apabila dilihat dari komposisi antara laki-laki dan perempuan maka wilayah kecamatan yang memiliki rasio jenis kelamin paling tinggi adalah kecamatan Beji. Sedangkan wilayah kecamatan yang memiliki rasio jenis kelamin paling rendah adalah kecamatan sukmajaya.
Tabel 11. Penduduk Menurut Kecamatan, Jenis Kelamin dan Sex Ratio di Kota Depok Tahun 2007 No. 1 2 3 4 5 6
Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah Sex Ratio Sawangan 86.640 79.436 166.076 109 Pancoran Mas 139.814 129.330 269.144 108 Sukmajaya 175.033 167.414 342.447 105 Cimanggis 209.019 194.018 403.037 108 Beji 73.457 66.431 139.888 111 Limo 77.419 71.419 149.410 108 Kota Depok 761.382 708.620 1.470.002 102 Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Depok Tahun 2007. 5.2.2 Kepadatan Penduduk Pada tahun 2007 kepadatan penduduk Kota Depok mencapai 7.339,37 jiwa/km2. Kecamatan Sukmajaya merupakan kecamatan terpadat di Kota Depok dengan kepadatan 10.033,61 jiwa/km2, kemudian Kecamatan Beji dengan tingkat kepadatan 9.782,38 jiwa/km2. Sedangkan kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah adalah Kecamatan Sawangan yaitu sebesar 3.634,84 jiwa/km2. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 12. Tabel 12. Penduduk, Luas Wilayah, dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kota Depok Tahun 2007 Kecamatan
Jumlah Penduduk
Luas Wilayah (Km2)
Sawangan 166.076 Pancoran Mas 269.144 Sukmajaya 342.477 Cimanggis 403.037 Beji 139.888 Limo 149.410 Kota Depok 1.470.002 Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Depok
45,69 29,83 34,13 53,54 14,30 22,80 200.29
Kepadatan Penduduk (Jiwa/km2) 3.634,84 9.022,59 10.033,61 7.527,77 9.782,38 6.553,07 7.339,37
5.2.3 Struktur Penduduk Struktur umur penduduk dapat menentukan tingkat produktivitas penduduk suatu daerah. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2000 (SP-200) jumlah usia produktif (15-59 tahun) sebesar 979.659 jiwa atau sebesar 66,64
persen, sedangkan usia non produktif (0-14 dan > 60 tahun) sebesar 490.343 jiwa atau sebesar 33,36 persen. Tabel 13. Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kota Depok Tahun 2007 Kelompok Umur (Tahun) 0-4 5-9 10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 65-69 70-74 75+ Kota Depok
Laki-laki 73.306 71.218 64.881 65.636 72.278 77.081 75.537 65.905 51.320 41.041 32.805 23.438 16.968 13.118 9.901 6.949 744.532
Perempuan 66.685 63.982 57.842 60.900 69.501 73.869 70.360 61.768 48.921 35.762 30.905 22.632 15.601 13.567 9.002 7323 692.295
Jumlah 139.991 135.200 122.723 126.536 141.779 150.950 145.897 127.673 100.241 76.803 63.710 46.070 32.569 26.685 18.903 14.272 1.470.002
5.3 Potensi Ekonomi Daerah Kota Depok meruapakan daerah yang memiliki potensi ekonomi yang tinggi. Potensi tersebut karena letaknya yang sangat strategis yang menjadi penyangga Ibu kota Jakarta. Posisi demikian berdampak positif antara lain menarik bagi investor untuk menanamkan modalnya diwilayah ini, terutama yang berkaitan dengan pengembangan kawasan di Kota Depok, sebagai kota perdagangan dan jasa. Indikator ekonomi yang digunakan untuk melihat perkembangan ekonomi suatu daerah adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Melalui data PDRB yang disajikan secara series, indikator-indikator ekonomi lain suatu
wilayah dapat pula digambarkan, seperti laju pertumbuhan ekonomi (LPE), struktur perekonomian, PDRB/Pendapatan perkapita dan laju inflasi. Secara sederhana, perekonomian suatu daerah dikatakan tumbuh dan berkembang bila ada pertumbuhan output dari sektor-sektor ekonomi yang membentuk struktur perekonomian dari suatu wilayah. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kota Depok cenderung naik setiap tahunnya. Pada tahun 2001 laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan 2000 sebesar 5,89 persen, dan pada tahun 2004 laju pertumbuhan PDRB naik menjadi 6,50 persen. Laju pertumbuhan ekonomi Kota Depok selalu lebih besar apabila dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi propinsi Jawa Barat. Kondisi tersebut dapat dilihat pada Tabel 14 yang memperlihatkan pertumbuhan (LPE) di kedua daerah tersebut. Tabel 14. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Depok dan Propinsi Jawa Barat Tahun 2001-2006 Tahun LPE Depok 2001 5,89 2002 6,10 2003 6,26 2004 6,50 * 2005 ) 6,96 2006**) 6,65 Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Depok. Keterangan : *) angka perbaikan ** ) angka sementara
LPE Jawa Barat 4,93 4,14 4,84 4,77 5,62 6,01
Peningkatan perekonomian daerah pada tahun 2001-2006 sebagaimana tersebut diatas tidak lepas dari peranan sektor-sektor yang ada didalamnya. Kekuatan perekonomian Kota Depok tahun 2001-2006 masih bertumpu pada sektor industri pengolahan, konstruksi dan perdagangan. Kontribusi sektor-sektor
lainnya dan perbandingan dengan kontribusi per sektor dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Depok Berdasarkan Sektor Ekonomi Tahun 2001-2006 Kelompok Sektor/Sektor 2001 2002 2003 2004 2005*) 2006** Primer 3,04 3,58 2,23 4,24 4,70 4,27 1. Pertanian 3,04 3,58 2,23 4,24 4,70 4,27 2. Pertambangan dan galian Sekunder 6,78 7,60 6,88 6,94 8,03 6,44 3. Industri pengolahan 7,04 8,57 7,21 7,27 9,00 7,15 4. Listrik,gas, dan air 4,20 3,87 5,62 5,66 7,86 3,03 minum 5. Bangunan/konstrusi 6.64 3.84 5.54 5.58 2.00 3.49 Tersier 5,21 4,76 5,93 6,21 5,98 7,73 6. Perdangan, 5,59 2,67 5,87 5,91 6,07 9,39 hotel&restoran 7. Penagangkutan dan 3,73 15,38 6,95 6,83 7,95 2,23 komunikasi 8. Bank dan lembaga 5,04 6,69 7,34 10,32 6,64 2,80 keuangan lainnya 9. Jasa-jasa 4,77 5,21 4,78 4,83 3,94 8,04 Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Depok Keterangan : *) angka perbaikan ** ) angka sementara
Apabila dilihat dari perkembangan struktur ekonomi pada Tabel 15, perekonomian Kota Depok bertumpu pada kelompok sektor sekunder seperti industri pengolahan dan konstruksi, serta kelompok sektor tersier seperti sektor perdagangan. Kedua kelompok sektor ekonomi tersebut memberikan andil besar terhadap peningkatan laju pertumbuhan ekonomi Kota Depok. Semakin baiknya laju pertumbuhan ekonomi Kota Depok berdampak pula pada peningkatan pendapatan/PDRB per kapita Kota Depok.
Perkembangan
PDRB per kapita pada tahun 2001-2006 di Kota Depok terus mengalami peningkatan, hal ini berpengaruh positif terhadap kondisi kesejahteraan
masyarakat. Hal ini karena secara umum peningkatan pendapatan perkapita menggambarkan peningkatan daya beli masayarakat. Tabel 16. PDRB Perkapita Kota Depok Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan Pada Tahun 2001-2006 PDRB Perkapita Atas Dasar Harga Berlaku 2001 3.470.917,29 2002 3.957.922,09 2003 4.382.013,52 2004 4.827.071,63 2005* 5.569.813,08 ** 2006 6.408.948,60 Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Depok Keterangan : * angka perbaikan ** angka sementara Tahun
PDRB Perkapita Atas Dasar Harga Konstan 3.113.484,58 3.190.869,66 3.283.308,19 3.385.720,44 3.508.084,49 3.620.5779,94
5.4 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) IPM merupakan angka indeks komposit dari tiga indikator utama, yaitu indeks pendidikan, kesehatan dan perekonomian masyarakat. Peningkatan IPM di Kota Depok tersebut mencerminkan semakin meningkatnya tingkat kesehatan, pendidikan, dan perekonomian masyarakat. Pergerakan angka IPM yang semakin meningkat dari tahun ke tahun menunjukkan adanya keberhasilan pembangunan sumberdaya manusia di Kota Depok. Aspek kependudukan menjadi salah satu faktor pertimbangan dalam menentukan kebijakan umum Pemerintah Daerah. Antara lain disebabkan oleh adanya interaksi hubungan dilayani-melayani antara masyarakat dengan aparat, seperti dalam hal-hal berikut : 1. Mutu dan kinerja pelayanan Pemerintah Daerah terhadap aspek administrasi dasar, seperti pelayanan lisensi kependudukan, antara lain: pelayanan pembuatan KTP, Akta Kelahiran, pendaftaran kelahiran dan
kematian, pembuatan IMB, pengurusan sertifikat tanah, serta perijinan usaha atau lainnya yang berhubungan dengan pemerintah Daerah. 2. Mutu dan kinerja pelayanan Pemda Kota Depok terhadap aspek infrastruktur dan utilitas dasar, antara lain: a. Infrastruktur publik dan lingkungan, antara lain menyangkut kualitas jalan lingkungan, trotoar, drainase, kebersihan, penerangan jalan, mutu air bersih/PDAM, MCK dan penerangan limbah, serta jaringan irigasi untuk sektor pertanian. b. Transportasi jasa publik, antara lain berhubungan dengan jasa transportasi baik dari sisi sarana berupa kendaraan bermotor seperti mobil, kereta, maupun sarana seperti jalan. c. Pelayanan jasa publik, antara lain berhubungan dengan pelayanan kebersihan dan persampahan serta layanan pencegahan dan pemadaman kebakaran. 3. Mutu dan kinerja pelayanan Pemda Kota Depok terhadap aspek pelayanan sosial dasar, seperti penyediaan sekolah dan akses pendidikan, pelayanan kesehatan masyarakat dan rumah sakit, fasilitas olah raga, taman bermain dan area publik. 4. Mutu dan kinerja pelayanan terhadap aspek ekonomi dasar, seperti penyediaan prasarana perekonomian/pasar yang disediakan oleh pemda, layanan pengembangan lapangan kerja dan lainnya. Kondisi kesejahteraan masyarakat pada setiap kecamatan di Kota Depok berdasarkan tingkatan status pembangunan manusia tergolong kedalam lapisan menengah atas. Kecamatan yang memiliki nilai IPM tertinggi adalah Kecamatan
Sukmajaya sebesar 78,79 sedangkan kecamatan yang memiliki nilai IPM terendah adalah Kecamatan Sawangan sebesar 73,40. Tabel 17. Indeks Pembangunan Manusia Kecamatan di Kota Depok Tahun 2007
Kecamatan
Angka Harapan Hidup (Tahun) 74,24 73,63 71,07 67,98 67,60
Angka Melek huruf (%)
Rata-rata Konsumsi Lama Perkapita Sekolah Disesuaikan (Tahun) (Rp.000) 11,10 576,45 10,31 571,22 10,27 582,66 10,60 576,08 10,58 573,41
Sukmajaya 98,61 Cimanggis 98,41 Limo 97,77 Beji 99,12 Pancoran 98,54 Mas Sawanagan 67,25 98,18 Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Depok.
9,69
571,73
IPM 78,79 77,35 76,70 75,02 74,46 73,40
5.5 Karakteristik Demografi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Karakteristik
demografi
Responden
terdiri
dari
jenis
kelamin,
pendidikan terakhir, status pernikahan, lokasi tempat tinggal, usia, agama, jumlah anggota keluarga, status dalam keluarga, pekerjaan, jumlah pendapatan keluarga dan jumlah pengeluaran keluarga. Responden dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan tingkat pendidikan. Responden menengah ke atas yaitu kelompok responden yang telah menempuh pendidikan mulai program diploma, sarjana hingga pascasarjana. Responden menengah adalah kelompok responden yang telah menempuh jenjang pendidikan Sekolah Menengah Umum (SMU) atau yang setingkat. Sedangkan responden menengah ke bawah adalah kelompok responden yang baru menempuh pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau yang setingkat. Jumlah responden menengah ke atas yakni sebanyak 9 responden,
jumlah menengah sebanyak 49 responden dan jumlah menengah ke bawah sebanyak 12 responden. Berdasarkan hasil analisis deskriptif, semua kelompok responden dengan tingkat pendidikan menengah ke atas didominasi laki-laki yaitu sebanyak 9 responden (100 persen). Responden menengah didominasi oleh laki-laki sebanyak 35 responden (71.43 persen) dan sisanya adalah perempuan sebanyak 14 orang (28.57 persen). Sedangkan pada responden kelas menengah ke bawah jumlah lakilaki dan perempuan sama yaitu 6 responden (50 persen). Secara umum, responden didominasi oleh laki-laki yakni 50 responden (71.43 persen) dan perempuan 20 responden (28.57 persen). Hal ini disebabkan oleh posisi laki-laki yang banyak menjadi tumpuan dan harapan masa depan keluarga atau orang tua, sehingga lebih banyak laki-laki yang menempuh beberapa jenjang pendidikan yang lebih tinggi dibanding perempuan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Persebaran Jenis Kelamin Responden Jenis Kelamin Laki-laki (orang) (%) Perempuan (orang) Jumlah (orang)
Tingkat Pendidikan Menengah ke Menengah Menengah ke Bawah Atas 6 35 9 (8.58) (50) (12.85) 6 (8.57) 12
14 (20) 49
0 9
Jumlah 50 (71.43) 20 (28.57) 70
Pada Tabel 19 berikut disajikan persebaran tingkat pendidikan responden. Pendidikan responden menengah ke atas,
3 reponden
telah menempuh
pendidikan setingkat program diploma dan 6 responden telah menempuh pendidikan setingkat dengan sarjana atau pascasarjana. Pendidikan responden
tingkat menengah telah menjalani pendidikan setingkat dengan sekolah menengah umum (SMU) yakni 49 responden. Responden menengah ke bawah lebih didominasi oleh responden yang telah lulus sekolah menengah pertama (SMP) yaitu sebanyak 10 responden, sedangkan terdapat sekitar 2 responden yang telah menempuh pendidikan sekolah dasar (SD). Tabel 19. Persebaran Tingkat Pendidikan Terakhir Responden Tingkat Pendidikan Terakhir Sekolah Dasar (orang) (%) SMP (orang) (%) SMU (orang) (%) Diploma (orang) (%) Sarjana/Pascasarjana (%) Lainnnya (orang) (%) Jumlah (orang)
Tingkat Pendidikan Menengah ke Menengah Menengah ke Bawah Atas 2 (2.86) 10 (14.28) 49 (70) 3 (4.28) 6 (8.57) 12
49
9
Jumlah 2 (2.86) 10 (14.29) 49 (70) 3 (4.29) 6 (8.56) 70
Pembagian proporsi tersebut memberikan proporsi sekitar 70.00 persen untuk responden menengah dan proporsi 12.85
persen untuk responden
menengah ke atas dan 17.15 persen untuk responden menengah ke bawah. Terdapat beberapa alasan yang cukup substansial dalam pengambilan proporsi responden berdasarkan tingkat pendidikan tersebut. Alasan utama adalah untuk memperoleh titik optimum proses penilaian dari perspektif masyarakat yang representatif. Karena masyarakat yang telah menempuh tingkat pendidikan hingga sekolah menengah umum (SMU) atau setingkat dianggap telah memiliki daya nalar yang cukup untuk menilai tingkat kepuasan tujuan pemekaran wilayah yaitu
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan untuk responden menengah ke atas akan memperlengkap proses penilaian yang dianggap sangat kritis dalam menilai dan responden menengah ke bawah dianggap sebagai responden yang cukup rendah dalam melakukan penilaian yang objektif. Sehingga hasil dari penilaian masyarakat terhadap pencapaian tujuan pemekaran wilayah yang secara sistematis akan mewakili dan cukup representatif menggambarkan seluruh tanggapan penduduk sebagai perwakilan. Tabel 20. Persebaran Status Pernikahan Responden Status Pernikahan Sudah menikah (orang) (%) Belum menikah (orang) (%) Janda/duda (orang) (%) Jumlah (orang)
Menengah ke Bawah 8 (11.43) 3 (4.29) 1 (1.43) 12
Tingkat Pendidikan Menengah Menengah ke Atas 30 5 (42.86) (7.14) 18 4 (25.71) (5.71) 1 (1.43) 49 9
Jumlah 43 (61.43) 25 (35.71) 2 (2.86) 70
Persebaran status pernikahan responden ditunjukkan pada Tabel 20. Status pernikahan responden menengah ke atas dianggap cukup berimbang dimana yang sudah menikah sebanyak 5 responden dan belum menikah sejumlah 4 responden. Responden menengah sebagian besar didominasi sudah menikah sejumlah 30 responden sedangkan yang belum menikah sejumlah 18 responden dan 1 responden yang yeng berstatus sebagai janda atau duda. Sedangkan responden menengah ke bawah terdapat 8 responden yang telah menikah dan 3 responden serta terdapat 1 responden yang berstatus sebagai janda atau duda. Responden sebagian besar sudah menikah yakni terdapat 43 responden (61.43 persen) persen khususnya kelas menengah. Hal ini dilakukan secara
sengaja untuk melihat bagaimana masyarakat yang sudah menikah dalam menilai tingkat kesejahteraannya sebagai penilaian terhadap pencapaian tujuan pemekaran wilayah. Pada Tabel 21 terlihat bahwa secara keseluruhan responden didominasi oleh responden yang berusia 31-40 tahun sebanyak 22 orang (31.43 persen) dan responden yang berusia 21-30 tahun sebanyak 16 responden (22.85 persen). Fenomena ini disebabkan oleh metode pengambilan kuesioner yang memfokuskan kepada responden yang menjadi tumpuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga dapat diketahui persepsi mereka mengenai kondisi kesejahteraan keluarga. Pada responden menegah ke atas hanya didominasi oleh responden yang berusia 21-30 tahun dan >50 tahun. Jumlah persebarannya berimbang dengan jumlah masing-masing empat reponden (5.71 pesen) dan sebagian kecil adalah responden yang berusia 31-40 tahun dengan jumlah satu ressponden (1.43 persen). Tabel 21. Persebaran Usia Responden Usia 15-20 tahun (orang) (%) 21-30 tahun (orang) (%) 31-40 tahun (orang) (%) 41-50 tahun (orang) (%) > 50 tahun (orang) (%) Jumlah (orang)
Tingkat Pendidikan Menengah Menengah ke Menengah ke Bawah Atas 3 7 (4.28) (10) 2 10 4 (2.86) (14.28) (5.71) 2 19 1 (2,86) (27.14) (1.43) 4 4 (5.72) (5.72) 1 9 4 (1.43) (12.86) (5.71) 12 49 9
Jumlah 10 (14.28) 16 (22.85) 22 (31.43) 8 (11.44) 14 (20) 70
Pada kelompok responden menengah terdapat beragam usia. Persebaran usia terbesar adalah usia 31-40 tahun sebanyak 19 responden (27.14 persen), kemudian usia 21-30 tahun sebanyak 10 responden (14.28 persen), usia >50 tahun terdapat 9 responden (12.86 persen), selain itu responden usia 15-20 tahun sebanyak 7 responden (10 persen) dan usia 41-50 tahun sebanyak empat orang (5.72 persen). Untuk kelompok responden menengah ke bawah, terdapat 4 responden (5.72 persen) yang berusia 41-50 tahun, 3 responden (4.28 persen) usia 15-20 tahun, masing-masing 2 responden (2.86 persen) usia 21-30 tahun dan 3140 tahun, dan ada 1 responden (1.43 persen) yang telah berusia di atas 50 tahun. Persebaran agama responden ditunjukkan pada Tabel 22. Secara keseluruhan responden mayoritas adalah beragama islam sebanyak 67 responden (95.71 persen). Responden kelas menengah ke atas terdapat 8 responden (11.43 persen), untuk responden kelas menengah ada 48 responden (68.57 persen) dan responden menengah ke bawah
seluruhnya 11 responden (15.71 persen).
Sedangkan untuk responden agama kristen masing-masing satu responden untuk setiap tingkatan pendidikan (1.43 persen). Tabel 22. Persebaran Agama Responden Tingkat Pendidikan Agama Islam (orang) (%) Kristen (orang) (%) Jumlah (orang)
Menengah ke Bawah 11 (15.71) 1 (1.43) 12
Menengah 48 (68.57) 1 (1.43) 49
Menengah ke Atas 8 (11.43) 1 (1.43) 9
Jumlah 67 (95.71) 3 (4.29) 70
Secara keseluruhan persebaran jumlah anggota keluarga responden didominasi antara 3-6 orang tiap keluarga yakni 80 responden (80.00 persen).
Jumlah anggota responden > 6 orang menempati posisi ke dua dominan yakni sejumlah 23 orang (19.16 persen). Sedangkan responden dengan jumlah keluarga 1-2 orang terdapat 17 responden (14.17 persen). Sebagian besar keluarga di Kota Depok masih merupakan keluarga kecil yang sadar dengan program Keluarga Berencana (KB). Sehingga persebaran keluarga didominasi oleh jumlah keluarga 3-6 orang. Tabel 23. Persebaran Jumlah Anggota Keluarga Responden Jumlah Anggota Keluarga 1-2 orang (%) 3-6 orang (%) > 6 orang (%) Jumlah (orang)
Tingkat Pendidikan Menengah ke Bawah 6 (8.57) 6 (8.57) 12
Menengah 11 (15.72) 33 (47.14) 5 (7.14) 49
Menengah ke Atas 1 (1.43) 6 (8.57) 2 (2.86) 9
Jumlah 18 (25.72) 45 (64.28) 7 (10) 70
Berdasarkan keterangan Tabel 23, responden menengah ke atas yang mempunyai jumlah keluarga 3-6 orang adalah sebanyak 6 responden (8.57 persen), jumlah keluarga antara 1-2 orang sebanyak 1 orang (1.43 persen) dan jumlah keluarga lebih dari 6 orang sejumlah 2 orang (2.86 persen). Responden tingkat menengah sebagian besar memiliki jumlah keluarga 3-6 orang sebanyak 33 responden (47.14 persen), sisanya memiliki jumlah keluarga antara 1-2 orang yaitu sebanyak 11 responden (15.72 persen) dan jumlah keluarga lebih dari enam orang sebanyak 5 responden (7.14 persen). Responden kelas menengah ke bawah memiliki jumlah yang sama yaitu 6 responden (8.57 persen). Dari hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa responden didominasi oleh keluarga sedang dengan maksimal jumlah anak sebanyak empat orang.
Tabel 24. Persebaran Status Reponden dalam Keluarga Status Dalam Keluarga Suami/ayah (orang) (%) Istri/Ibu (orang) (%) Anak (orang) (%)
Menengah ke Bawah 4 (5.71) 5 (7.14) 3 (4.28)
Jumlah (orang)
12
Persebaran
status
Tingkat Pendidikan Menengah ke Menengah Atas 22 5 (31.43) (7.14) 9 (12.86) 18 4 (60) (5.72)
responden
49 dalam
Jumlah 31 (44.28) 14 (20) 25 (35.72)
9 keluarga
secara
70 keseluruhan
didominasi adalah sebagai suami atau ayah yakni sujumlah 31 responden (44.28 persen), kemudian responden yang berstatus sebagai anak sebesar 25 responden (35.72 persen). Selain itu responden yang bersatatus sebagai istri atau ibu sebanyak 14 orang (20 persen). Status responden paling banyak sebagai ayah atau suami karena mereka merupakan kepala dalam keluarga yang mengatur rumah tangga. Tabel 25. Persebaran Pekerjaan Responden Tingkat Pendidikan Menengah ke Menengah ke Menengah Bawah Atas Mahasiswa/pelajar 3 9 2 (orang) (%) (4.28) (12.86) (2.86) Ibu RT/tidak bekerja 4 6 (orang) (%) (5.71) (8.57) Wiraswasta (orang) 4 18 1 (%) (5.71) (25.73) (1.43) Pegawai Negeri 1 1 (orang) (%) (1.43) (1.43) Pegawai swasta 1 12 4 (orang) (%) (1.43) (17.14) (5.71) Lainnnya (orang) 3 1 (%) (4.28) (1.43) Jumlah (orang) 12 49 9 Pekerjaan
Jumlah 14 (20) 10 (14.28) 23 (32.87) 2 (2.86) 17 (24.28) 4 (5.71) 120
Pada Tabel 25 di atas terlihat bahwa persentase pekerjaan responden yang terbesar adalah masih berstastus sebagai wiraswasta yakni sebanyak 23 responden (32.87 persen). Persentase pekerjaan responden terbesar kedua adalah sebagai pegawai swasta yakni sebanyak 17 responden (24.28 persen). Sisanya adalah sebagai mahasiswa atau pelajar sebanyak 14 responden (20 persen), Ibu rumah tangga sebanyak 10 responden (14.28 persen), pegawai lainnya 4 responden (5.71 persen) dan pegawai negeri sipil 2 responden (2.86 persen). Tabel 26. Persebaran Penerimaan Keluarga Responden Penerimaan Keluarga (Rupiah) < 500.000 (%) 500.000-1.500.000 (%) 1.500.000-2.500.000 (%) 2.500.000-3.500.000 (%) 3.500.0000 (%) Jumlah (orang)
Tingkat Pendidikan Menengah ke Menengah ke Menengah Bawah Atas 4 12 1 (5.71) (17.14) (1.43) 4 29 2 (5.71) (41.43) (2.86) 3 2 2 (4.28) (2.86) (2.86) 1 4 3 (1.43) (5.71) (4.28) 2 1 (2.86) (1.43) 12
49
9
Jumlah 17 (24.28) 35 (50) 7 (10) 8 (11.43) 3 (4.28) 120
Persentase penerimaan keluarga responden sebagian besar didominasi oleh responden yang memiliki penerimaan sebesar Rp 500.000-Rp 1.500 000 yakni sebanyak 35 responden (50 persen). Sedangkan terbesar kedua dimiliki oleh responden yang memiliki penerimaan RP <500.000 sebanyak 17 responden (24. 28 persen). Sedangkan sisanya adalah Rp 2.500.000-3000.000, Rp 1 500 000- Rp 2.500 000 dan Rp >3.500.000 yakni berturut-turut 8 responden (11.43 persen), 7 responden (10 persen) dan 3 responden (4.28 persen). Kondisi tersebut secara
tidak langsung memberikan kesimpulan bahwa masih banyaknya keluarga yang berpenghasilan dibawah Rp. 1.500.000. Tabel 27. Persebaran Pengeluaran Keluarga Responden Pengeluaran Keluarga (Rupiah) < 300.000 (%) 300.000-600.000 (%) 600.000-1000.000 (%) 1.000.000-2.000.000 (%) 2.000.000-3.000.00 (%) >3.000.000 (%) Jumlah (%)
Tingkat Pendidikan Menengah Menengah Menengah Ke Bawah Ke Atas 1 8 (1.43) (11.43) 5 13 2 (7.14) (18.57) (2.86) 3 9 2 (4.280 (12.86) (2.86) 2 12 2 (2.86) (17.14) (2.86) 1 4 1 (1.43) (5.71) (1.43) 3 2 (4.28) (2.86) 12 49 9
Jumlah 9 (12.86) 20 (28.57) 14 (20) 16 (22.86) 6 (8.57) 5 (7.14) 120
Persentase pengeluaran keluarga responden sebagian besar didominasi oleh responden yang memiliki pengeluaran sebesar Rp 300.000-Rp 600.000 yakni sebanyak 20 responden (28.57 persen). Sedangkan terbesar kedua dimiliki oleh responden yang memiliki pengeluaran Rp. 1.000.000- Rp. 2.000.000 sebanyak 16 responden (22.86 persen). Sedangkan sisanya adalah Rp 600.000- Rp. 1000.000., Rp <300.000, Rp 2.000.000 – Rp. 3000.000 dan Rp >3.000.000 yakni berturutturut 14 responden (20 persen), 9 responden (12.86 persen), 6 responden (8.57) dan
5
responden
(7.14
persen).
Besaran
Pengeluaran
rumahtangga
memperlihatkan kemampuan daya beli masyarakat, sehingga besaran pengeluaran rumah tangga mengindikasikan tingkat kesejahteraan rumahtangga masyarakat Kota Depok.
VI . PEMBAHASAN
6.1 Analisis Tingkat Kepuasan Masyarakat Terhadap Pemekaran Kota Depok. Kepuasan masyarakat terhadap pemekaran Kota Depok merupakan bagian dari evaluasi terhadap pencapaian tujuan pemekaran wilayah, masyarakat akan merasa puas ketika kebijakan tersebut setidaknya memenuhi atau bahkan melebihi apa yang diharapkan oleh masyarakat. Tingkat kepuasan masyarakat terbentuk dari berbagai faktor atau atribut yang membentuk performance dari suatu produk yang ditawarkan dalam hal ini adalah pemekaran wilayah. Pengukuran
kepuasan
bagi
masing-masing
atribut
kesejahteraan
masyarakat yang merupakan tujuan akhir dari pemekaran Kota Depok, dapat memberikan gambaran bagi pemerintah yang berperan sebagai pengambil keputusan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan yang dianggap oleh masyarakat masih belum memuaskan. 6.1.1 Indeks Kepuasan Masyarakat 6.1.1.1 Indeks Kepuasan Masyarakat Kecamatan Sukmajaya Pada Tabel 28 dapat dilihat bahwa nilai ∑WSi adalah 277,38 yang merupakan penjumlahan dari nilai WSi seluruh atribut tujuan pemekaran wilayah. Nilai CSI dapat diperoleh dengan membagi nilai ∑WSi dengan skala maksimum yang digunakan dalam penelitian ini yaitu skala 4. Dengan demikian nilai CSI di Kecamatan Sukmajaya adalah 69,34 atau masyarakat di Kecamatan Sukmajaya merasa puas terhadap atribut tujuan pemekaran wilayah. Dengan kata lain masyarakat menilai tujuan pemekaran wilayah Kota Depok dari Kabupaten Bogor
yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kota Depok telah berhasil atau memuaskan bagi masyarakat. Tabel 28. Hasil Perhitungan Indeks Kepuasan Masyarakat di Kecamatan Sukmajaya No. Atribut MIS WF MSS WSi 1 Pekerjaan 2.57 4.70 1,68 7.92 2 Keamanan 3.06 5.58 2,80 15.64 3 Pelayanan kesehatan 3.14 5.74 2,83 16.24 4 Akses Kesehatan 3.17 5.79 2,88 16.72 5 Fasilitas kesehatan 3.08 5.64 2,68 15.14 6 Kualitas pendidikan 3 5.48 2,46 13.46 7 Akses pendidikan 2.97 5.43 2,94 15.97 8 Fasilitas pendidikan 3.03 5.53 2,77 15.33 9 Pelayanan administrasi 3.14 5.74 3,03 17.39 10 Akses kantor pemerintah 3.03 5.53 2,97 16.44 11 Kebebasan partisipasi 2.94 5.37 2,66 14.28 12 Sarana transportasi 3.17 5.79 3,23 18.70 13 Air bersih 3.11 5.69 2,94 16.74 14 Pelayanan listrik (PLN) 2.91 5.32 2,54 13.54 15 Sarana komunikasi 3.11 5.69 3,06 17.39 16 Jasa keuangan 3 5.48 2,91 15.97 17 Sembako 3.11 5.69 2,71 15.44 18 Energi 3.17 5.79 2,60 15.06 ∑ WSi 277.38 CSI 69.34 Meskipun masyarakat sudah merasa puas dengan adanya pemekaran Kota Depok dengan nilai CSI sebesar 69,34 persen, akan tetapi besaran CSI tersebut masih jauh dari angka 100%. Masih ada 30,66 persen yang harus ditingkatkan oleh pemerintah untuk mencapai tingkat kepuasan masyarakat yang lebih baik, khususnya pada atribut-atribut kesejahteraan yang nilai tingkat kepuasannya masih berada dibawah nilai harapan masyarakat.
6.1.1.2 Indeks Kepuasan Masyarakat Kecamatan Beji Pada Tabel 29 dapat dilihat bahwa nilai ∑WSi adalah 244,13 yang merupakan penjumlahan dari nilai WSi seluruh atribut tujuan pemekaran wilayah. Nilai CSI dapat diperoleh dengan membagi nilai ∑WSi dengan skala maksimum yang digunakan dalam penelitian ini yaitu skala 4. Dengan demikian nilai CSI di Kecamatan Beji adalah 61,03 atau masyarakat di Kecamatan Beji merasa cukup puas terhadap atribut tujuan pemekaran wilayah. Dengan kata lain masyarakat menilai tujuan pemekaran wilayah Kota Depok dari Kabupaten Bogor yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kota Depok telah berhasil atau cukup memuaskan bagi masyarakat. Tabel 29. Hasil Perhitungan Indeks Kepuasan Masyarakat di Kecamatan Beji No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Atribut Pekerjaan Keamanan Pelayanan kesehatan Akses Kesehatan Fasilitas kesehatan Kualitas pendidikan Akses pendidikan Fasilitas pendidikan Pelayanan administrasi Akses kantor pemerintah Kebebasan partisipasi Sarana transportasi Air bersih Pelayanan listrik (PLN) Sarana komunikasi Jasa keuangan Sembako Energi
MIS 2.89 2,86 3,09 3,06 2,86 2,77 2,83 2,89 2,97 2,91 3,03 3,06 3,09 2,74 2,80 2,80 3,17 2,97
WF MSS 5.47 1.83 5.41 2,46 5.85 2,43 5.79 2,80 5.4 2,37 5.25 1,74 5.36 2,49 5.47 2,40 5.63 2,60 5.52 2,86 5.74 2,46 5.79 2,57 5.84 2,69 5.12 2,23 5.30 2,83 5.30 2,57 6.01 2,29 5.63 2,29 ∑WSi CSI
WSi 9.99 13.30 14.20 16.22 12.84 9.15 13.32 13.12 14.64 15.78 14.10 14.81 15.70 11.58 15.01 13.64 13.74 12.87 244.13 61.03
Meskipun masyarakat sudah merasa cukup puas dengan adanya pemekaran Kota Depok dengan nilai CSI sebesar 61,03 persen, akan tetapi besaran CSI tersebut masih jauh dari angka 100%. Masih ada 38,97 persen yang harus ditingkatkan oleh pemerintah untuk mencapai tingkat kepuasan masyarakat yang lebih baik, khususnya pada atribut-atribut kesejahteraan yang nilai tinggkat kepuasannya masih berada dibawah nilai harapan masyarakat. 6.1.2 Analisis Tingkat Kepentingan dan Tingkat Pelaksanaan 6.1.2.1 Analisis Tingkat Kepentingan Atribut di Kecamatan Sukmajaya dan Kecamatan Beji Tingkat kepentingan adalah penilaian masyarakat tentang seberapa penting dan berpengaruh suatu atribut terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tingkat kepentingan juga menunjukan seberapa kuat keinginan masyarakat agar suatu atribut memiliki karakteristik yang diinginkannya. Berdasarkan hasil survei penilaian masyarakat Kecamatan Sukmajaya dan Kecamatan Beji terhadap tingkat kepentingan atribut-atribut kesejahteraan masyarakat, hanya terbagi kedalam satu kelas kepentingan saja yaitu kelas penting (2,51-3,25). Atribut kepentingan di Kecamatan Sukmajaya yang memiliki skor ratarata tingkat kepentingan tertinggi adalah atribut akses kesehatan, sarana transportasi dan kebutuhan energi dengan skor rata-rata 3,17. Sedangkan atribut yang memiliki skor rata-rata terendah adalah atribut pekerjaan dengan skor ratarata 2,57. Atribut kepentingan di Kecamatan Beji yang memiliki skor rata-rata tingkat kepentingan tertinggi adalah atribut Sembako dengan skor rata-rata 3,17. Sedangkan atribut yang memiliki skor rata-rata terendah adalah atribut pelayanan listrik dengan skor rata-rata 2,74. Tingkat kepentingan dan kelas kepentingan dapat dilihat pada Tabel 30.
Tabel 30. Perbandingan Tingkat Kepentingan Atribut-atribut Kesejahteraan di Kecamatan Sukmajaya dan Kecamatan Beji Sukmajaya Beji Atribut Mean Kelas Mean Kelas kepentingan kepentingan Pekerjaan 2,57 Penting 2.89 Penting Keamanan 3,06 Penting 2,86 Penting Pelayanan kesehatan 3,14 Penting 3,09 Penting Akses Kesehatan 3,17 Penting 3,06 Penting Fasilitas kesehatan 3,08 Penting 2,86 penting Kualitas pendidikan 3 Penting 2,77 Penting Akses pendidikan 2,97 Penting 2,83 Penting Fasilitas pendidikan 3,03 Penting 2,89 Penting Pelayanan administrasi 3,14 Penting 2,97 Penting Akses kantor pemerintah 3,03 Penting 2,91 Penting Kebebasan partisipasi 2,94 Penting 3,03 Penting Sarana transportasi 3,17 Penting 3,06 Penting Air bersih 3,11 Penting 3,09 Penting Pelayanan listrik (PLN) 2,91 Penting 2,74 Penting Sarana komunikasi 3,11 Penting 2,80 Penting Jasa keuangan 3 Penting 2,80 Penting Sembako 3,11 Penting 3,17 Penting Energi 3,17 Penting 2,97 Penting A. Ketersediaan dan kemudahan untuk mendapatkan pekerjaan Hasil survei di kedua kecamatan yaitu Kecamatan Sukmajaya dan Kecamatan Beji memperlihatkan bahwa atribut pekerjaan tergolong kedalam kelas penting. Skor rata-rata di Kecamatan Beji sebesar 2,89 lebih besar dari pada skor rata-rata di Kecamatan Sukmajaya yang hanya sebesar 2,57. Atribut ini merupakan bagian penting dari atribut-atribut kesejahteraan suatu masyarakat, karena atribut pekerjaan akan menentukan tingkat pendapatan masyarakat dan pemenuhan kebutuhan masyarakat Kota Depok. Sehingga masyarakat Kota Depok merasa atribut ini merupakan bagian penting untuk menilai tingkat kesejahteraannya.
B. Kondisi keamanan dan ketertiban lingkungan. Kondisi keamanan dan ketertiban termasuk kedalam kelas penting pada kedua kecamatan. Tapi apabila dilihat dari skor rata-rata ada perbedaan, Kecamatan Sukmajaya memiliki skor rata-rata lebih tinggi dari Kecamatan Beji. Skor rata-rata Kecamatan Sukmajaya adalah 3,06 sedangkan skor rata-rata Kecamatan Beji adalah 2,86. Masyarakat akan merasa lebih sejahtera apabila lingkungan tempat tinggalnya nyaman dan aman, sehingga masyarakat dikedua kecamatan tersebut masih merasa kondisi keamanan dan ketertiban lingkungan menjadi atribut yang penting. C. Pelayanan kesehatan Skor rata-rata atribut pelayanan kesehatan antara kedua kecamatan tidak terlalu berbeda jauh, berada diatas angka tiga yang menunjukan atribut kesehatan menjadi hal yang penting. Skor rata-rata atribut kesehatan kesehatan di Kecamatan Sukmajaya adalah 3,14 sedangkan skor rata-rata di Kecamatan Beji sebesar 3,09. Pelayanan kesehatan dinilai masyarakat menjadi atribut yang penting, karena masyarakat membutuhkan pelayanan yang baik dalam masalah kesehatan. D. Kemudahan atau akses untuk menjangkau tempat kesehatan. Akses untuk menjangkau tempat kesehatan dinilai oleh masyarakat sebagai atribut yang penting, skor rata-rata di Kecamatan Sukmajaya sebesar 3,17 sedangkan di Kecamatan Beji sebesar 3,06. Masyarakat mengharapkan tempat kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas atau klinik letaknya tidak terlalu jauh dengan tempat tinggal mereka. Hal ini
bertujuan agar masyarakat dapat lebih mudah untuk mencapai atau menuju tempat kesehatan. E. Fasilitas kesehatan Fasilitas kesehatan merupakan atribut yang dinilai masyarakat termasuk penting, di Kecamatan Sukmajaya skor rata-rata atribut fasilitas kesehatan sebesar 3,08 sedangkan di Kecamatan Beji sebesar 2,86. Meskipun masyarakat tidak mengetahui fasilitas kesehatan secara spesifik, akan tetapi masyarakat mengharapkan fasilitas kesehatan tersedia disetiap tempat kesehatan. Sehingga penanganan bagi pasien dapat terlayani dengan baik dengan adanya fasilitas kesehatan yang memadai. F. Kualitas pendidikan Masyarakat dikedua kecamatan menilai bahwa kualitas pendidikan menjadi atribut yang penting, baik dalam peningkatan kualitas sumberdaya manusia maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat. Skor rata-rata di Kecamatan Sukmajaya sebesar 3, sedangkan di Kecamatan Beji sebesar 2,77. Masyarakat tidak secara spesifik mengetahui tingkatan kualitas pendidikan yang didapatkan, akan tetapi masyarakat mengharapkan adanya peningkatan kualitas pendidikan. Hal ini akan berpengaruh terhadap ilmu yang akan didapatkan oleh anak-anak mereka, selain itu juga agar tujuan untuk mencerdaskan manusia dapat tercapai. Sehingga cita-cita agar hidup lebih sejahtera dimasa depan akan terpenuhi. G. Kemudahan atau akses untuk menjangkau tempat pendidikan
Masyarakat menilai atribut akses menuju tempat pendidikan merupakan atribut yang penting. Skor rata-rata di Kecamatan Sukmajaya sebesar 2,97 sedangkan di Kecamatan Beji sebesar 2,83. Mayarakat mengharapkan adanya kemudahan untuk menjangkau tempat pendidikan baik itu sekolah maupun perguruan tinggi, artinya masayarakat mengharapkan tempat pendidikan dekat dengan tempat tinggalnya. Sehingga dengan semakin banyaknya tempat pendidikan maka masyarakat akan merasa lebih mudah untuk menjangkau tempat pendidikan. H. Fasilitas pendidikan Fasilitas penidikan dinilai masyarakat sebagai atribut yang penting dalam menilai tingkat kesejahteraan masyarakat. Skor rata-rata di Kecamatan Sukmajaya sebesar 3,03 lebih tinggi apabila dibandingkan dengan skor rata-rata di Kecamatan Beji yang hanya sebesar 2,89. Masyarakat mengharapkan fasilitas pendidikan yang didapat oleh anak-anak mereka tersedia dengan baik, seperti lab komputer, perpustakaan, lab bahasa, lab ilmu eksak dan lainnya. Masyarakat menilai fasilitas pendidikan yang didapatkan menentukan tingkat pelayanan pendidikan yang pada akhirnya akan menentukan kualitas pendidikan yang diterima. I. Pelayanan administrasi kependudukan Masyarakat
di
kedua
kecamatan
menilai
pelayanan administrasi
kependudukan yang diberikan oleh pemerintah menjadi atribut yang penting. Skor rata-rata di Kecamatan Sukmajaya sebesar 3,14 lebih besar dibandingkan
Kecamatan
Beji
yang
hanya
2,97.
Masyarakat
mengharapkan pelayanan administrasi kependudukan yang diberikan dapat lebih memuaskan, selain itu juga masyarakat mengharapkan birokrasi pemerintahan yang ada tidak terlalu rumit. Sehingga masyarakat akan merasa lebih mudah dan lebih nyaman ketika mereka datang kekantor pemerintahan. J. Akses atau kemudahan untuk menjangkau kantor pemerintahan Masyarakat
di
kedua
kecamatan
menilai
akses
menuju
kentor
pemerintahan menjadi atribut yang termasuk kelas penting. Skor rata-rata di Kecamatan Sukmajaya sebesar 3,03 lebih besar apabila dibandingkan dengan Kecamatan Beji yang hanya sebesar 2,91. mengharapkan
adanya
kemudahan
untuk
Masyarakat
menjangkau
kantor
pemerintahan, hal ini sangat berhungan dengan jarak jangkauan antara tempat tinggal masyarakat dengan kantor pemerintahan. K. Kebebasan masyarakat untuk berpartisipasi Atribut kebebasan masyarakat dinilai oleh masyarakat tergolong dalam kelas penting. Skor rata-rata di Kecamatan Beji sebesar 3,03 lebih besar apabila dibandingkan dengan Kecamatan Sukmajaya yang hanya sebesar 2,94. Masyarakat mengharapkan pemerintah kota lebih terbuka dalam menerima kritikan dan saran dari masyarakat yang membangun, selain itu juga masyarakat mengharapkan mereka dilibatkan untuk berpartisipasi demi mencapai tujuan Kota Depok. L. Kemudahan untuk mendapatkan sarana transportasi
Masyarakat di kedua kecamatan menilai atribut sarana transportasi termasuk kedalam kelas penting. Skor rata-rata dikedua kecamatan tidak jauh berbeda, di Kecamatan Sukmajaya sebesar 3,17 lebih besar dibandingkan dengan Kecamatan Beji sebesar 3,06. Masyarakat mengharapkan sarana transportasi yang ada di Kota Depok dapat menjangkau seluruh wilayah yang ada. Hal ini disebabkan sarana transportasi merupakan bagian yang penting dalam mobilitas masyarakat, sehingga kegiatan ekonomi masyarakat dapat berjalan dengan lancar. M. Kemudahan untuk mendapatkan air bersih Air bersih dinilai masyarakat menjadi atribut yang termasuk kedalam kelas penting. Skor rata-rata dikedua kecamatan tidak terlalu jauh berbeda, skor rata-rata di Kecamatan Sukmajaya sebesar 3,11 lebih tinggi dibandingkan dengan Kecamatan Beji 3,09. Masyarakat mengharapkan kebutuhan air bersih dapat terpenuhi, seperti untuk air minum, masak atau MCK. Air bersih menjadi atribut yang penting dalam menilai tingkat kesejahteraan masyarakat, karena tingkat kesehatan masyarakat sangat terkait erat dengan air yang digunakan. N. Pelayanan listrik yang diterima. Masyarakat dikedua kecamatan menilai pelayanan listrik termasuk kedalam kelas penting. Skor rata-rata di Kecamatan Sukmajaya sebesar 2,91 lebih tinggi dari Kecamatan Beji yang hanya sebesar 2,74. Masyarakat mengharapkan pelayanan listrik yang diberikan oleh PLN dapat lebih baik lagi, selain itu juga listrik menjadi atribut yang penting
karena sebagian besar kehidupan masyarakat sangat terkait dengan penggunaan listrik. O. Kemudahan untuk berkomunikasi (sarana prasarana komunikasi) Masyarakat dikedua kecamatan menilai atribut kemudahan untuk berkomunikasi termasuk kedalam kelas penting. Skor rata-rata dikedua kecamatan sangat berbeda, di Kecamatan Sukmajaya sebesar 3,11 lebih tinggi apabila dibandingkan dengan Kecamatan Beji yang hanya sebesar 2,80. Masyarakat mengharapkan sarana komunikasi yang sudah ada agar ditingkatkan lagi, selain itu juga masyarakat mengharapkan adanya peningkatan dalam pelayanan yang diberikan. Atribut sarana komunikasi menjadi penting karena kegiatan masyarakat sebagian besar sangat terkait dengan sarana komunikasi. P. Kemudahan untuk menjangkau fasilitas jasa keuangan dan perkreditan Masyarakat menilai atribut jasa keuangan dan perkreditan termasuk kedalam kelas penting. Skor rata-rata dikedua kecamatan tidak jauh berbeda, di Kecamatan Sukmajaya sebesar 3,00 lebih besar dibandingkan dengan
Kecamatan
Beji
yang
hanya
sebesar
2,80.
Masyarakat
mengharapkan fasilitas jasa keuangan tersedia dekat dengan tempat tinggalnya, hal ini agar masyarakat merasa lebih mudah untuk menjangkau tempat jasa keuangan. Fasilitas jasa keuangan dianggap penting karena fasilitas jasa keuangan dijadikan tempat bagi masyarakat untuk menabung dan meminjam uang untuk kegiatan perekonomian atau untuk menanam investasi.
Q. Kemudahan untuk mendapatkan dan memenuhi sembako. Sembako merupakan atribut yang dianggap penting oleh masyarakat dikedua kecamatan. Skor rata-rata di Kecamatan Beji sebesar 3,17 lebih besar bila dibandingkan dengan Kecamatan Sukmajaya yang hanya sebesar 3,11. Masyarakat mengharapkan kebutuhan sembako mereka dapat terpenuhi, atau ada kemudahan untuk mendapatkan dan memenuhi sembako. Sembako merupakan bagian yang dapat memenuhi kebutuhan manusia sehingga masyarakat menganggap sembako merupakan bagian penting dalam kehidupam mereka. R. Kemudahan untuk mendapatkan dan memenuhi kebutuhan energi. Kebutuhan energi seperti BBM dan gas dianggap masyarakat termsuk kedalam kelas penting. Skor rata-rata di Kecamatan Sukmajaya sebesar 3,17 lebih besar dari Kecamatan Beji yang hanya sebesar 2,97. Masyarakat mengharapkan kebutuhan mereka terhadap energi (BBM atau gas) dapat terpenuhi,
dengan
cara
masyarakat
merasa
lebih
mudah
untuk
mendapatkan energi (BBM atau gas). 6.1.2.2 Analisis Tingkat Pelaksanaan Atribut di Kecamatan Sukamajaya dan Kecamatan Beji. Tingkat pelaksanaan adalah penilaian masyarakat tentang seberapa baik kinerja atribut tujuan pemekaran wilayah dalam memberikan kepuasan bagi masyarakat. Berdasarkan hasil survei penilaian masyarakat di Kecamatan Sukmajaya dan Kecamatan Beji terhadap tingkat pelaksanaan atribut-atribut kesejahteraan masyarakat, terbagi kedalam tiga kelas kepuasan yaitu kelas puas, (2,51-3,25) Tidak puas (1,76-2,5) dan sangat tidak puas ( 1-1,75).
Atribut tujuan pemekaran wilayah di Kecamatan Sukmajaya yang memiliki skor rata-rata tingkat pelaksanaan tertinggi adalah atribut sarana transportasi dengan skor rata-rata 3,23. Sedangkan atribut yang memiliki skor rata-rata terendah adalah atribut pekerjaan dengan skor rata-rata 1,68. Atribut tujuan pemekaran wilayah
di Kecamatan Beji yang memiliki skor rata-rata
tingkat pelaksaan tertinggi adalah atribut akses kantor pemerintahan dengan skor rata-rata 2,86. Sedangkan atribut yang memiliki skor rata-rata terendah adalah atribut kualitas pendidikan dengan skor rata-rata 1,74. Tingkat pelaksanaan dan kelas kepuasan dapat dilihat pada Tabel 31. Tabel 31. Perbandingan Tingkat Pelaksanaan Atribut-atribut Kesejahteraan di Kecamatan Sukmajaya dan Kecamatan Beji Sukmajaya Beji Atribut Mean Kelas pelaksanaan Mean Kelas pelaksanaan Pekerjaan 1,68 Sanagat tidak baik 1.83 Tidak Baik Keamanan 2,80 Baik 2,46 Tidak Baik Pelayanan kesehatan 2,83 Baik 2,43 Tidak Baik Akses Kesehatan 2,88 Baik 2,80 Baik Fasilitas kesehatan 2,68 Baik 2,37 Tidak Baik Kualitas pendidikan 2,46 Tidak Baik 1,74 Sangat tidak Baik Akses pendidikan 2,94 Baik 2,49 Tidak Baik Fasilitas pendidikan 2,77 Baik 2,40 Tidak Baik Pelayanan administrasi 3,03 Baik 2,60 Baik Akses kantor pemerintah 2,97 Baik 2,86 Baik Kebebasan partisipasi 2,66 Baik 2,46 Tidak Baik Sarana transportasi 3,23 Baik 2,57 Baik Air bersih 2,94 Baik 2,69 Baik Pelayanan listrik (PLN) 2,54 Baik 2,23 Tidak Baik Sarana komunikasi 3,06 Baik 2,83 Baik Jasa keuangan 2,91 Baik 2,57 Baik Sembako 2,71 Baik 2,29 Tidak Baik Energi 2,60 Baik 2,29 Tidak Baik A. Ketersediaan dan kemudahan untuk mendapatkan pekerjaan
Hasil survei di Kecamatan Sukmajaya menunjukan bahwa atribut pekerjaan termasuk kelas sangat tidak baik dengan skor rata-rata 1,68, sedangkan di Kecamatan Beji termasuk kedalam kelas tidak baik dengan skor rata-rata 1,83. Masyarakat menilai atribut ketersediaan dan kemudahan untuk mendapatkan pekerjaan tidak baik bahkan sampai pada sangat tidak baik. Hal ini dikarenakan masyarakat merasa lapangan pekerjaan tidak tersedia dengan cukup, kalaupun tersedia masyarakat merasa sulit untuk mendapatkannya. Susahnya mendapatkan pekerjaan di Kota Depok menyebabkan banyak masyarakat lebih memilih untuk bekerja ke Jakarta dan mereka merasa lebih mudah mendapatkan pekerjaan di Jakarta. Kondisi tersebut sangat didukung oleh letak Jakarta dengan Depok yang dekat, sehingga jarak tempuh dan biaya transportasi menjadi sedikit. B. Kondisi keamanan dan ketertiban lingkungan. Bagi masyarakat di Kecamatan Sukmajaya kondisi keamanan dan ketertiban lingkungan dirasa sudah baik dengan skor rata-rata 2,80. Hal ini disebabkan kondisi keamanan di Kecamatan Sukmajaya telah sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat. Sedangkan masyarakat di Kecamatan Beji merasa pelaksanaan untuk atribut kondisi keamanan dinilai tidak baik, dengan skor rata-rata sebesar 2,46. Sehingga kondisi yang dirasakan oleh masyarakat tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat. Peran aktif masyarakat untuk menjaga kemanan dan ketertiban lingkungan perlu ditingkatkan kembali. C. Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan bagi masyarakat di Kecamatan Sukmajaya termasuk kedalam kelas baik, dengan skor rata-rata 2,83. Kondisi ini didukung oleh banyaknya petugas kesehatan yang siap melayani masyarakat Kecamatan Sukmajaya yang berjumlah 126 petugas terdiri dari 19 Dokter umum, 10 Dokter gigi, 21 perawat, 17 bidan dan 59 bidan praktek swasta. Selain itu juga terdapat 378 Dokter praktek baik untuk Dokter Umum, Dokter Gigi maupun Dokter spesialis. Sedangkan bagi masyarakat di Kecamatan Beji pelayanan kesehatan dianggap tidak baik dengan skor rata-rata 2,43. Sehingga pelayanan kesehatan di Kecamatan Beji lebih rendah dibandingkan dengan Kecamatan Sukmajaya. Hal ini karena jumlah petugas kesehatan di Kecamatan Beji hanya berjumlah 64 petugas yang terdiri dari 6 Dokter Umum, 4 Dokter Gigi, 12 Perawat, 10 Bidan, dan 32 Bidan praktek. Selain itu juga terdapat 275 Dokter praktek baik itu Dokter Umum, Dokter Gigi maupun Dokter spesialis. D. Kemudahan untuk menjangkau tempat kesehatan (RS, puskesmas, klinik) Masyarakat dikedua kecamatan menilai atribut akses menuju tempat kesehatan sudah baik. Skor rata-rata dikedua kecamatan tidak jauh berbeda yaitu di Kecamatan Sukmajaya sebesar 2,88 sedangkan di Kecamatan Beji sebesar 2,80. Sikap puas masyarakat tersebut bisa disebabkan oleh beberapa faktor seperti tempat kesehatan sudah tersedia di sekitar tempat tinggalnya sehingga jarak yang harus ditempuh oleh masyarakat menjadi pendek, faktor yang lainnya disebabkan oleh ketersediaan sarana
transportasi yang sudah baik sehingga masyarakat merasa lebih mudah untuk menjangkau tempat kesehatan. E. Fasilitas kesehatan yang didapatkan Masyarakat tidak secara pasti mengetahui fasilitas kesehatan yang sudah tersedia di Kota Depok, akan tetapi masyarakat di Kecamatan Sukmajaya merasa fasilitas kesehatan yang mereka dapat sudah baik dengan skor ratarata 2,68. Sedangkan bagi masyarakat di Kecamatan Beji fasilitas kesehatan dinilai tidak baik dengan skor rata-rata sebesar 2,37. Selain rumah sakit, keberadaan puskesmas sangat berarti bagi masyarakat khususnya masyarakat dengan ekonomi menengah kebawah. Kecamatan Sukmajaya memiliki tujuh puskesmas yang siap melayani masyarakat, dan di Kecamatan Beji tersedia tiga puskesmas dan satu puskesmas pembantu. F. Kualitas pendidikan yang didapatkan Masyarakat dalam menilai kualitas pendidikan tidak secara pasti mengetahui bagaimana kualitas pendidikan yang diterima khususnya oleh anak-anak mereka. Bagi masyarakat di Kecamatan Sukmajaya kualitas pendidikan yang diterima dinilai tidak baik dengan skor rata-rata 2,46, sedangkan bagi masyarakat di Kecamatan Beji kualitas pendidikan yang didapat dinilai sangat tidak baik dengan skor rata-rata sebesar 1,74. Padahal pendidikan menjadi faktor penting untuk menilai kesejahteraan masyarakat, ketika kualitas pendidikan yang didapat memuaskan maka tujuan untuk membentuk manusia yang berkualitas akan tercapai. G. Kemudahan atau akses untuk menjangkau sekolah
Masyarakat di Kecamatan Sukmajaya menilai akses menuju sekolah termasuk kedalam kelas baik dengan skor rata-rata sebesar 2,94, sedangkan bagi masyarakat Kecamatan Beji menilai akses menuju sekolah tidak baik dengan skor rata-rata sebesar 2,49. Faktor kemudahan untuk menjangkau sekolah sangat terkait dengan faktor lainnya seperti ketersediaan sarana dan prasana sekolah disekitar lingkungan mereka, sehingga jarak tempuh yang harus dilalui menjadi pendek.
H. Fasilitas pendidikan yang tersedia. Atribut fasilitas pendidikan dinilai oleh masyarakat Kecamatan Sukmajaya termasuk baik dengan skor rata-rata 2,77, sedangkan bagi masyarakat di Kecamatan Beji fasilitas pendidikan yang didapat dinilai tidak baik. Fasilitas pendidikan yang diharapkan oleh masyarakat seperti gedung sekolah, lab komputer, lab bahasa, lab IPA dan sebagainya. I. Pelayanan administrasi kependudukan yang didapat Masyarakat di kedua kecamatan menilai atribut pelayanan administrasi oleh pemerintah sudah baik. Skor rata-rata di Kecamatan Sukmajaya sebesar 3,03 lebih besar apabila dibandingkan dengan skor rata-rata di Kecamatan Beji yang hanya sebesar 2,60. Pelayanan administrasi yang tidak rumit dan birokrasi yang ramping dinilai masyarakat sudah sesuai dengan apa yang diharapkan, sehingga masyarakat merasa puas.
J. Kemudahan untuk menjangkau kantor pemerintahan. Atribut kemudahan menjangkau kantor pemerintahan dinilai masyarakat di kedua kecamatan sudah baik. Skor rata-rata di Kecamatan Sukmajaya sebesar 2,97, sedangkan skor rata-rata di Kecamatan Beji hanya sebesar 2,86. Bagi masyarakat Kecamaatan Beji atribut kemudahan untuk menjangkau kantor pemerintahan menjadi atribut yang memiliki skor ratarata tertinggi. Hal ini disebabkan, pelayanan administrasi bagi masyarakat sudah terdapat disetiap kelurahan, sehingga akan memudahkan masyarakat untuk menjangkaunya dan pelayanan administrasi menjadi lebih cepat.
K. Kebebasan masyarakat untuk berpartisipasi Bagi masyarakat di Kecamatan Sukmajaya atribut kebebasan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi dinilai baik dengan skor rata-rata sebesar 2,66. Sedangkan bagi masyarakat di Kecamatan Beji atribut kebebasan masyarakat dinilai tidak baik dengan skor rata-rata 2,46. L. Kemudahan untuk mendapatkan sarana transportasi Masyarakat di kedua kecamatan menunjukan bahwa mereka merasa pelaksanannya sudah baik terhadap atribut transportasi. Skor rata-rata di Kecamatan Sukmajaya sebesar 3,23 lebih besar apabila dibandingkan dengan Kecamatan Beji sebesar 2,57. Masyarakat merasa sarana
transportasi sudah lebih dari cukup, sebagai sarana untuk mobilisasi masyarakat dalam berbagai bidang termasuk kegiatan perekonomian. M. Kemudahan untuk mendapatkan air bersih Atibut air bersih dinilai oleh masyarakat termasuk kedalam kelas baik. Skor rata-rata di Kecamatan Sukmajaya sebesar 2,94 sedangkan skor ratarata di Kecamatan Beji sebesar 2,69. Air bersih merupakan bagian penting dalam menilai tingkat kesejahteraan masyarakat, karena kualitas air akan menentukan kualitas kesehatan masyarakat. Masyarakat Kota Depok yang sudah mempunayai fasilitas air bersih sudah mencapai 99,85 persen, sehingga mayoritas masyarakat Kota Depok sudah dapat memenuhi kebutuhan air bersih. N. Pelayanan listrik yang didapatkan Bagi masyarakat yang berada di Kecamatan Sukmajaya pelayanan listrik yang didapatkan sudah baik yaitu dengan skor rata-rata 2,54. Sedangkan bagi masyarakat yang berada di Kecamatan Beji, pelayanan listrik yang mereka dapatkan tidak baik. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti sering adanya pemadaman bergilir yang dapat menggangu kegiatan masyarakat yang tergantung dengan kebutuhan listrik. O. Kemudahan untuk berkomunikasi (ketersediaan sarana dan prasarana komunikasi) Sarana dan prasarana komunikasi saat ini sudah menjadi kebutuhan yang penting, karena kegiatan bagi sebagian besar masyarakat Kota Depok tidak dapat terlepas dari sarana komunikasi. Sehingga masyarakat di kedua
kecamatan menilai pelaksanannya sudah baik dengan keberadaan dan terpenuhi sarana prasarana untuk
berkomunikasi. Masyarakat di
Kecamatan Sukmajaya sudah merasa puas dengan skor rata-rata 3,06 begitu juga dengan masyarakat di Kecamatan Beji mereka juga sudah merasa puas dengan skor rata-rata 2,83. P. Kemudahan untuk menjangkau fasilitas jasa keuangan dan perkreditan. Keberadaan fasilitas jasa keuangan seperti Bank, BPR dan yang lainnya sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan mereka baik untuk menyimpan uang mereka atau untuk meminjam kredit bagi tambahan modal usaha mereka. Masyarakat di kedua kecamatan sudah merasa baik dengan ketersediaan fasilitas jasa keuangan yang memadai. Masyarakat di Kecamatan Sukmajaya menilai pelaksanaannya sudah baik dengan skor rata-rata 2,91 begitu juga bagi masyarakat di Kecamatan Beji dengan skor rata-rata 2,57.
Q. Kemudahan untuk mendapatkan dan memenuhi sembako Sembako merupakan kebutuhan dasar bagi masyarakat Kota Depok, sehingga mereka mengharapkan kebutuhan dasar tersebut dapat terpenuhi. Masyarakat yang tinggal di Kecamatan menilai pelaksanaan sudah baik dengan skor rata-rata 2,71. Sedangkan bagi masyarakat yang tinggal di Kecamatan Beji atribut sembako tidak baik, hal ini disebabkan oleh semakin mahalnya harga sembako di pasaran sehingga mereka merasa
susah untuk mendapatkan dan memenuhi kebutuhan sembako meskipun di pasaran sudah tersedia. R. Kemudahan untuk mendapatkan dan memenuhi kebutuhan energi (BBM, gas) Seperti halnya sembako kebutuhan BBM dan gas sudah menjadi barang vital bagi masyarakat, karena setiap kegiatan masyarakat tidak dapat dipisahkan dari barang tersebut. Bagi masyarakat di Kecamatan Sukmajaya, mereka sudah merasa baik terhadap kebutuhan BBM dan gas dengan skor rata-rata 2,60. Sedangkan bagi masyarakat di Kecamatan Beji mereka merasa tidak baik terhadap pemenuhan kebutuhan energi dengan skor rata-rata 2,29. Kondisinya hampir sama dengan sembako, saat ini harga BBM dan Gas semakin mahal sehingga menyulitkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan energi. Kondisi tersebut diperparah oleh kebijakan pembatasan untuk minyak tanah secara bertahap, yang menyebabkan pasokan minyak tanah semakin berkurang. Padahal sampai saat ini minyak tanah masih merupakan kebutuhan dasar bagi masyarakat miskin. 6.1.3 Diagram Kartesius Informasi mengenai tingkat kepentingan dan tingkat pelaksanaan yang konsumen rasakan dari penerapan atribut tujuan pemekaran wilayah yakni tingkat kesejahteraan masyarakat perlu ditelaah keterkaitannya. Alat yang dapat dipakai untuk menganalisis tingkat kepentingan dan tingkat pelaksanaan adalah
Importance Performance Analysis (IPA). Metode IPA memberikan informasi
mengenai atribut yang perlu diperbaiki dan atribut yang tingkat pelaksanaanya masih rendah. 6.1.3.1 Diagaram Kartesius Kecamatan Sukmajaya Untuk mengetahui bagaimana pencapaian tujuan dari pemekaran wilayah di Kecamatan Sukmajaya, maka kita harus melihat informasi mengenai tingkat kepentingan dan tingkat pelaksanaanya. Hasil perhitungan terhadap rata-rata tingkat kepentingan dan tingkat pelaksanaan di Kecamatan Sukmajaya dapat dilihat pada Tabel 32.
Tabel
32.
Rata-rata Penilaian Tingkat Kepentingan dan Tingkat Pelaksanaan Atribut Tujuan Pemekaran Wilayah (Kesejahteraan Masyarakat) di Kecamatan Sukmajaya Penilaian Penilaian RataRataPelaksanaan Kepentingan Atribut rata rata Kelas Nilai Kelas Nilai Sangat 59 Penting Pekerjaan 1,68 90 2,57 tidak baik Keamanan Baik 98 2,80 Penting 107 3,06 Pelayanan kesehatan Baik 99 2,83 Penting 110 3,14 Akses Kesehatan Baik 101 2,88 Penting 111 3,17 Fasilitas kesehatan Baik 94 2,68 Penting 108 3,08 Kualitas pendidikan Tidak baik 86 2,46 Penting 105 3 Akses pendidikan Baik 103 2,94 Penting 104 2,97
Fasilitas pendidikan Pelayanan administrasi Akses kantor pemerintah Kebebasan partisipasi Sarana transportasi Air bersih Pelayanan listrik (PLN) Sarana komunikasi Jasa keuangan Sembako Energi
Baik 97 Baik 106 Puas 104 Baik 93 Baik 113 Baik 103 Baik 89 Baik 107 Baik 102 Baik 95 Baik 91 Total Rata-rata
2,77 3,03 2,97 2,66 3,23 2,94 2,54 3,06 2,91 2,71 2,60 49,71 2,76
Penting 106 Penting 110 Penting 106 Penting 103 Penting 111 Penting 109 Penting 102 Penting 109 Penting 105 Penting 109 Penting 111 Total Rata-rata
3,03 3,14 3,03 2,94 3,17 3,11 2,91 3,11 3 3,11 3,17 54,74 3,04
Pada Tabel 32 dapat dilihat bahwa rata-rata tingkat pelaksanaan dari atribut tujuan pemekaran wilayah sebesar 2,76 lebih kecil apabila dibandingkan dengan rata-rata tingkat kepentingannya sebesar 3,04. Hasil perhitungan tersebut selanjutnya diplotkan kedalam Diagram Kartesius. Hasil perhitungan yang telah diplotkan dapat dilihat pada Gambar 7.
I I
IIIII
II II
IVI
Gambar 7. Plot Atribut-atribut Tujuan Pemekaran Wilayah Berdasarkan Penilaia Tingkat Kepentingan dan Tingkat Pelaksanaan di Kecamatan Sukmajaya. Keterangan : V1 : Pekerjaan V2 : Keamanan V3 : Pelayanan Kesehatan V4 : Akses kesehatan V5 : Fasilitas Kesehatan V6 : Kualitas pendidikan V7 : Akses pendidikan V8 : Fasilitas pendidikan V9 : Pelayanan administrasi
V10 : Akses kantor pemerintahan V11: Kebebasan partisipasi V12 : Sarana transportasi V13 : Air bersih V14 : Pelayanan listrik (PLN) V15 : Sarana komunikasi V16 : Jasa keuangan V17 : Sembako V18 : Energi
Gambar 7 menunjukan posisi setiap atribut tujuan pemekaran wilayah dalam diagram kartesius yang dibagi kedalam empat wilayah atau kuadran. Pembahasan lebih lanjut mengenai posisi masing-masing dalam tiap kuadran adalah sebagai berikut.
Kuadran I (Prioritas Utama) Atribut-atribut yang berada dalam kuadran ini berarti memiliki tingkat kepentingan yang tinggi menurut penilaian masyarakat, akan tetapi memiliki tingkat pelaksanaan dibawah rata-rata. Hal ini dapat diartikan, atribut-atribut ini perlu ditingkatkan kualitasnya agar dapat memenuhi harapan masyarakat yang tinggi. Atribut-atribut yang berada pada kuadran ini adalah fasilitas kesehatan; kemudahan untuk mendapatkan dan memenuhi sembako; serta kemudahan untuk mendapatkan dan memenuhi kebutuhan energi. Bagi masyarakat di Kecamatan Sukmajaya fasilitas kesehatan yang telah tersedia belum dapat memenuhi keinginan yang mereka harapkan, sehingga tingkat pelaksanaan dari atribut fasilitas kesehatan dinilai masih berada dibawah
tingkat kepentingannya. Sehingga pemerintah Kota Depok harus berusaha untuk meningkatkan kembali pemenuhan fasilitas kesehatan ini, dengan harapan kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi dan masyarakat merasa puas. Sembako merupakan kebutuhan dasar manusia, untuk kelangsungan hidupnya manusia harus memenuhi salah satu kebutuhan dasar ini. Saat ini bagi masyarakat sembako sudah tersedia di pasaran, akan tetapi harga bahan pangan serta sembako semakin mahal. Hal ini menjadi kesulitan bagi masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan sembako. Sehingga peranan pemerintah sangat diperlukan untuk menstabilkan harga produk di pasaran, yang pada akhirnya masyarakat akan merasa lebih puas. Kebijakan pemerintah pusat untuk mengkonversi bahan bakar minyak, menyebabkan stok BBM khususnya minyak tanah di pasaran semakin berkurang. Padahal sampai saat ini, minyak tanah merupakan kebutuhan bagi masyarakat menengah kebawah. Sehingga pemerintah harus bisa mencari alternatif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap BBM. Kuadran II (Pertahankan Prestasi) Kuadran ini memuat atribut-atribut yang dianggap penting oleh masyarakat dan pelaksanaannya sudah dilakukan dengan baik, sehingga dapat memberikan kepuasan yang relatif tinggi bagi masyarakat. Tingkat pelaksanaan atribut yang berada pada kuadran ini perlu dipertahankan, karena atribut pada kuadaran ini merupakan atribut yang unggul menurut penilaian masyarakat. Atrbut-atribut yang berada pada kuadran ini adalah Kondisi keamanan dan ketertiban lingkungan, pelayanan kesehatan, kemudahan untuk menjangkau tempat kesehatan, pelayanan administrasi kependudukan, kemudahan untuk
mendapatkan air bersih, kemudahan untuk berkomunikasi serta kemudahan untuk mendapatkan sarana trasportasi. Kuadran III (Prioritas Rendah) Atribut-atribut yang berada pada kuadran ini memiliki kepentingan yang relatif rendah dan memiliki tingkat pelaksanaan yang relatif tidak baik menurut penilaian masyarakat. Atribut-atribut yang berada pada kuadran ini adalah Ketersediaan dan kemudahan untuk mendapatkan pekerjaan; kualitas pendidikan yang didapat; Kebebasan masyarakat untuk berpartisipasi; serta pelayanan listrik yang didapatkan. Atribut ketersediaan dan kemudahan untuk mendapatkan perkerjaan dinilai masyarakat tidak penting dan tidak memuaskan. Kondisi tersebut sebagai bentuk kekecewaan masyarakat, karena harapannya tidak dapat terpenuhi. Meskipun masyarakat menilai atribut ini tidak penting, akan tetapi pemerintah Kota Depok harus bisa membuka lapangan kerja baru yang dapat menampung masyarakat yang masih menganggur. Begitu juga dengan atribut-atribut lain, yang perlu penanganan pemerintah seperti kualitas pendidikan, partisipasi masyarakat, dan pelayaan listrik. Sehingga atribut-atribut tersebut tidak menjadi atribut yang dilupakan oleh pemerintah Kota Depok, yang pada akhirnya masyarakat akan merasa puas dan kesejahteraan mereka juga dapat meningkat. Kuadran IV (Berlebih) Atribut yang berada pada kuadran ini adalah atribut yang nilai kepentingannya berada dibawah rata-rata, akan tetapi secara relatif kinerjanya sudah memuaskan masyarakat. Atribut-atribut ini berdasarkan nialai rata-rata pelaksanaannya juga sudah termasuk kedalam kelas kinerja yang baik. Atribut-
atribut yang berada dalam kuadran ini adalah kemudahan untuk menjangkau tempat pendidikan, fasilitas pendidikan, kemudahan untuk menjangkau kantor pemerintahan, serta kemudahan untuk menjangkau fasilitas jasa keuangan. 6.1.3.2 Diagram Kartesius Kecamatan Beji Untuk mengetahui bagaimana pencapaian tujuan dari pemekaran wilayah di Kecamatan Sukmajaya, maka kita harus melihat informasi mengenai tingkat kepentingan dan tingkat pelaksanaanya. Hasil perhitungan terhadap rata-rata tingkat kepentingan dan tingkat pelaksanaan di Kecamatan Sukmajaya dapat dilihat pada Tabel 33.
Tabel
33.
Rata-rata Penilaian Tingkat Kepentingan dan Tingkat Pelaksanaan Atribut Tujuan Pemekaran Wilayah (Kesejahteraan Masyarakat) di Kecamatan Beji Penilaian Penilaian RataRataPelaksanaan Kepentingan Atribut rata rata Kelas Nilai Kelas Nilai Tidak baik 1.83 Penting 2.89 Pekerjaan 64 101 Keamanan Pelayanan kesehatan Akses Kesehatan Fasilitas kesehatan Kualitas pendidikan Akses pendidikan Fasilitas pendidikan Pelayanan administrasi Akses kantor pemerintah Kebebasan partisipasi Sarana transportasi Air bersih Pelayanan listrik (PLN) Sarana komunikasi Jasa keuangan Sembako
Tidak baik Tidak baik Baik Tidak baik Sangat tidak baik Tidak baik Tidak baik Baik Baik Tidak baik Baik Baik Tidak baik Baik Baik Tidak baik
86 85 98 83 61
2,46 2,43 2,80 2,37 1,74
Penting Penting Penting Penting Penting
100 108 107 100 97
2,86 3,09 3,06 2,86 2,77
87 84 91 100 86 90 94 78 99 90 80
2,49 2,40 2,60 2,86 2,46 2,57 2,69 2,23 2,83 2,57 2,29
Penting Penting Penting Penting Penting Penting Penting Penting Penting Penting Penting
99 101 104 102 106 107 108 96 98 98 111
2,83 2,89 2,97 2,91 3,03 3,06 3,09 2,74 2,80 2,80 3,17
Energi
Tidak baik 80 Total Rata-rata
2,29 43,88 2,44
Penting 104 Total Rata-rata
2,97 52,77 2,93
Pada Tabel 33 dapat dilihat bahwa rata-rata tingkat pelaksanaan dari atribut tujuan pemekaran wilayah sebesar 2,44 lebih kecil apabila dibandingkan dengan rata-rata tingkat kepentingannya sebesar 2,93. Hasil perhitungan tersebut selanjutnya diplotkan kedalam Diagram Kartesius. Hasil perhitungan yang telah
diplotkan dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Plot Atribut-atribut Tujuan Pemekaran Wilayah Berdasarkan Penilaian Tingkat Kepentingan dan Tingkat Pelaksanaan di Kecamatan Beji. Keterangan : V1 : Pekerjaan V2 : Keamanan V3 : Pelayanan Kesehatan V4 : Akses kesehatan V5 : Fasilitas Kesehatan V6 : Kualitas pendidikan V7 : Akses pendidikan V8 : Fasilitas pendidikan V9 : Pelayanan administrasi
V10 : Akses kantor pemerintahan V11: Kebebasan partisipasi V12 : Sarana transportasi V13 : Air bersih V14: Pelayanan listrik (PLN) V15 : Sarana komunikasi V16 : Jasa keuangan V17 : Sembako V18 : Energi
Gambar 8 menunjukan posisi setiap atribut tujuan pemekaran wilayah dalam diagram kartesius yang dibagi kedalam empat wilayah atau kuadran. Pembahasan lebih lanjut mengenai posisi masing-masing dalam tiap kuadran adalah sebagai berikut. Kuadran I (Prioritas Utama) Atribut-atribut yang berada dalam kuadran ini berarti memiliki tingkat kepentingan yang tinggi menurut penilaian masyarakat, akan tetapi memiliki tingkat pelaksanaan dibawah rata-rata. Hal ini dapat diartikan, atribut-atribut ini perlu ditingkatkan kualitasnya agar dapat memenuhi harapan masyarakat yang tinggi. Atribut-atribut yang berada pada kuadran ini adalah kemudahan untuk mendapatkan dan memenuhi sembako serta kemudahan untuk mendapatkan dan memenuhi kebutuhan energi. Kuadran II (Pertahankan Prestasi) Kuadran ini memuat atribut-atribut yang dianggap penting oleh masyarakat dan pelaksanaannya sudah dilakukan dengan baik, sehingga dapat memberikan kepuasan yang relatif tinggi bagi masyarakat. Tingkat pelaksanaan atribut yang berada pada kuadran ini perlu dipertahankan, karena atribut pada kuadaran ini merupakan atribut yang unggul menurut penilaian masyarakat. Atrbut-atribut yang berada pada kuadran ini adalah pelayanan kesehatan; kemudahan untuk menjangkau tempat kesehatan; pelayanan administrasi kependudukan; kebebasan masyarakat untuk berpartisipasi; kemudahan untuk mendapatkan sarana transportasi; serta kemudahan untuk mendapatkan air bersih. Kuadran III (Prioritas Rendah)
Atribut-atribut yang berada pada kuadran ini memiliki kepentingan yang relatif rendah dan memiliki tingkat pelaksanaan yang relatif tidak baik menurut penilaian masyarakat. Atribut-atribut yang berada pada kuadran ini adalah Ketersediaan dan kemudahan untuk mendapatkan pekerjaan; fasilitas kesehatan yang didapatkan; kualitas pendidikan yang didapat; fasilitas pendidikan yang tersedia; serta pelayanan listrik yang didapatkan. Kuadran IV (Berlebih) Atribut yang berada pada kuadran ini adalah atribut yang nilai kepentingannya berada dibawah rata-rata, akan tetapi secara relatif kinerjanya sudah memuaskan masyarakat. Atribut-atribut ini berdasarkan nilai rata-rata pelaksanaannya juga sudah termasuk kedalam kelas kinerja yang baik. Atributatribut yang berada dalam kuadran ini adalah kondisi keamanan dan ketertiban lingkungan; kemudahan untuk menjangkau tempat pendidikan; kemudahan untuk menjangkau kantor pemerintahan; kemudahan untuk berkomunikasi; serta kemudahan untuk menjangkau fasilitas jasa keuangan. 6.2 Identifikasi Kondisi Kesejahteraan Masyarakat Kota Depok. 6.2.1 Kondisi Pendidikan Masyarakat Kota Depok Pendidikan merupakan suatu proses berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia ditempuh melalui pelaksanaan berbagai program pendidikan dan keterampilan. Mereka yang mempunyai tingkat pendidikan dan keterampilan yang tinggi mempunyai kemungkinan lebih besar untuk memperoleh pendapatan yang tinggi. Sebaliknya,
mereka
yang
mempunyai
pendapatan
yang
rendah,
kecil
kemungkinannya untuk mendapatan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Dengan demikian dari sudut sosial ekonomi, tingkat pendidikan seseorang merefleksikan tingkat kesejahteraannya.
• Partisipasi Sekolah Masyarakat Kota Depok. Banyaknya penduduk yang mendapatkan pendidikan disekolah merupakan indikator tersedianya tenaga terdidik atau sumberdaya manusia terdidik yang tersedia saat ini. Besaran ini ditujukan oleh angka partisipasi sekolah. Tabel 34. Menyajikan persentase partisipasi sekolah dan status pendidikan di Kota Depok. Dari penduduk yang berusia 10 tahun keatas di Kota Depok dapat dikelompokan kedalam tiga kelompok besar, yaitu penduduk yang tidak atau belum pernah sekolah, masih sekolah dan tidak bersekolah lagi. Sebesar 1,49 persen penduduk Kota Depok tidak atau belum pernah sekolah dengan rincian 0,89 persen penduduk laki-laki dan 2,08 perssen penduduk perempuan. Dari angka ini kita dapat melihat bahwa untuk perempuan persentasenya lebih besar daripada laki-laki, hal ini menunjukan bahwa kesempatan anak perempuan untuk mengenyam pendidikan lebih buruk dari pada anak laki-laki. Hal ini tentu terjadi karena sudah menjadi kebiasaan untuk mengutamakan pendidikan anak lakilakinya dari pada perempuan. Jumlah penduduk yang masih sekolah di Kota Depok untuk usia 10 tahun keatas sebesar 19,63 persen, yaitu 19,35 persen untuk laki-laki dan 19,91 untuk perempuan. Dari angka ini kita dapat melihat bahwa persentase untuk perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki. Sedangkan banyaknya penduduk yang tidak bersekolah lagi di Kota Depok sebesar 78,89 persen, dengan rincian 79,76 persen untuk laki-laki dan 78,01 persen untuk perempuan.
Tabel 34. Persentase Penduduk Berusia 10 Tahun Keatas Menurut Jenis Kelamin, Partisipasi Sekolah dan Status Pendidikan di Kota Depok, Tahun 2006 Partisipasi Sekolah / Status Laki-laki Perempuan Pendidikan Tidak/Belum Pernah sekolah 0,89 2,08 Masih Sekolah SD 5,57 6,39 SLTP 5,86 6,15 SLTA 4,91 4,34 D1/UNIVERSITAS 3,01 3,03 Jumlah yang masih sekolah 19,35 19,91 Tidak Bersekolah Lagi 79,76 78,01 JUMLAH 100 100 Sumber : Susenas 2006 dalam BPS Kota Depok.
Laki-laki + Perempuan 1,49 5,98 6,01 4,62 3,02 19,63 78,89 100
• Tingkat Pendidiakan Yang Ditamatkan Tingkat pendidikan yang ditamatkan merupakan indikator pokok kualitas pendidikan formal. Tingginya tingkat pendidikan yang dapat dicapai oleh rata-rata penduduk suatu wilayah akan mencerminkan taraf intelektualitas wilayah yang bersangkutan. Tabel 35 Menunjukan bahwa penduduk 10 tahun keatas yang tidak punya ijazah adalah sebesar 11,72 persen, tamat SD/MI/Sederajat 20 persen, tamat SLTA/MTs/Sederajat sebesar 17,77 persen, tamat SMU/SM Kejuruan 37,23 persen dan tamat Diploma I sampai dengan Universitas sebesar 13,28 persen. Selanjutnya dapat dilihat bahwa persentase perempuan yang masuk dalam kelompok tamat SD lebih besar bila dibandingkan dengan laki-laki sekitar 17,52 persen. Dari tabel 35 dapat dilihat bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, persentase perempuan lebih kecil bila dibandingkan dengan lak-laki. Tabel 35. Persentase Penduduk Berusia 10 Tahun Keatas Menurut Jenis Kelamin dan Ijazah yang Dimiliki di Kota Depok, Tahun 2006 Tingkat Pendidikan yang
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki +
Ditamatkan Tidak punya Ijazah 9,80 Tamat SD/MI/Sederajat 17,52 Tamat SLTP/MTs/ Sederajat 16,70 Tamat SMU/MA/Sederajat 28,47 Tamat SM Kejuruan 11,66 Tamt Diploma (DI/DII) 1,13 Tamat Akademik 4,76 (DIII/Sarmud) Tamat Universitas (DIV/SI) 9,07 Tamat S2/S3 0,89 Jumlah 100 Sumber : Susenas 2006 dalam BPS Kota Depok.
13,65 22,48 18,85 26,86 7,46 1,96 4,10
Perempuan 11,72 20,00 17,77 27,67 9,56 1,55 4,43
4,19 0,45 100
6,63 0,67 100
• Angka Melek Huruf (AMH) Salah satu kebutuhan dasar penduduk untuk berkomunikasi adalah kemampuan membaca dan menulis. Dimana hal ini merupakan keterampilan minimum yang dibutuhkan penduduk dalam proses bermasyarakat, sehingga penduduk dapat berperan lebih aktif dalam pembangunan ekonomi yang berkesinambungan di Kota Depok. Karena mempunyai peranan yang sangat penting, kemampuan membaca ini dijadikan salah satu indikator penting untuk mengukur output pendidikan. Secara matematis, angka ini memperlihatkan rasio antara yang dapat membaca atau menulis dengan jumlah penduduk diatas usia 10 tahun dalam satuan ratusan. Tabel 36 Menyajikan persentase penduduk di Kota Depok pada tahun 2006 yang mempunyai kemampuan membaca dan menulis. Jumlah penduduk yang tidak dapat membaca atau menulis sekitar 1,43 persen dari jumlah penduduk yang berusia 10 tahun keatas. Persentase penduduk laki-laki yang bisa membaca dan menulis sebesar 99,20 persen, sedangkan untuk perempuan sebesar 97,94
persen. Persentase untuk perempuan lebih rendah dari laki-laki, perlu penekanan lebih bagi perempuan untuk meningkatkan kemampuan diri, karena perempuan mempunyai peranan yang lebih dominan dalam mendidik anak-anak di rumah. Tabel 36. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Keatas Menurut Jenis Kelamin dan Kemampuan Membaca/Menulis di Kota Depok, Tahun 2006 Kemampuan Laki-laki + Laki-laki Perempuan Membaca/Menulis Perempuan Huruf latin 60,70 59,28 59,99 Huruf lainnya 1,06 1,07 1,07 Huruf latin dan lainnya 37,43 37,59 37,51 Tidak dapat 0,80 2,06 1,43 Jumlah 100 100 100 Sumber : Susenas 2006 dalam BPS Kota Depok. 6.2.2 Kondisi Kesehatan Masyarakat Kota Depok Tujuan utama dari program pembangunan bidang kesehatan di Kota Depok adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarkat Kota Depok secara keseluruhan. Sehingga dengan semakin baiknya derajat kesehatan masyarakat di Kota Depok, maka tujuan dari program kesejahteraan masyarakat Kota Depok baik lahir maupun batin dapat tercapai.
• Angka Kematian Bayi (AKB) Salah satu ukuran yang digunakan untuk mengamati derajat kesehatan masyarakat disuatu wilayah adalah Angka Kematian Bayi (AKB). AKB dihitung dengan cara membuat rasio jumlah bayi yang mati untuk per 1000 kelahiran hidup pada tahun tertentu. Perubahan angka kematian bayi diakibatkan oleh faktor demografis dan sosial ekonomi. Faktor-faktor demografis yang mempengaruhi angka kematian bayi antara lain adalah jenis kelamin, tempat tinggal, urutan anak, selang kelahiran dan umur ibu saat melahirkan. Sedangkan faktor sosial ekonomi yang
mempengaruhi angka kematian bayi adalah pendidikan, pekerjaan, dan keadaan perumahan. Tabel 37. Perkembangan Angka Kematian Bayi (AKB) di Kota Depok, Tahun 2002-2006 Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 Sumber : Susenas 2002-2006 dalam BPS Kota Depok.
AKB 44,20 33,38 29,28 28,07 27,99
Pada Tabel. 37 dapat dilihat perkembangan kemajuan peningkatan derajat kesehatan di Kota Depok dengan menggunakan angka kematian bayi. Mengamati angka-angka tersebut dapat dilihat secara umum adanya trend penurunan AKB pada kurun waktu 2002-2006. Nilai AKB yang tinggi mencerminkan banyak hal, seperti rendahnya tingkat penggunaan maupun pelayanan kesehatan, kekurangan gizi, kontaminasi lingkungan serta rendahnya pendidikan para ibu. Oleh karena itu, upaya untuk menurunkan AKB adalah melalui peningkatan pendidikan bagi kaum wanita. Diharapkan budaya patrilineal yang memprioritaskan pendidikan anak laki-laki dari pada anak perempuan
yang masih dianut sebagian masyarakat dapat
dihilangkan.
• Angka Harapan Hidup (AHH) Salah satu ukuran demografi yang memperlihatkan kondisi kesehatan masyarakat ialah Angka Harapan Hidup (AHH). Usia anak sebelum mencapai satu tahun sangat rentan dengan berbagai penyakit, sehingga resiko kematian menjadi semakin tinggi, pengamatan harapan hidup dengan menggunakan alat ukur Angka Harapan Hidup menjadi cukup penting.
Tabel 38. Perkembangan Angka Harapan Hidup di Kota Depok, Tahun 2002-2006 Tahun Angka Harapan Hidup 2002 71,80 2003 71,90 2004 72,17 2005 72,97 2006 72,97 Sumber : Susenas 2002-2006 dalam BPS Kota Depok. Pada Tabel 38 memperlihatkan perkembangan angka harapan hidup penduduk berumur satu tahun dari tahun 2002-2006. Dari angka tersebut, dapat diamati bahwa untuk angka harapan hidup tahun 2006 sebesar 72,97 sama apabila dibandingkan dengan angka harapan hidup tahun 2005. 6.2.3 Kondisi Ketenagakerjaan Kota Depok Ketenagakerjaan menjadi salah satu faktor yang sangat vital untuk menganalisis kualitas sumberdaya manusia. Apabila diamati status penduduk dibagi kedalam dua kelompok besar yaitu penduduk usia kerja dan bukan usia kerja. Secara definitif penduduk usia kerja adalah penduduk yang berusia 10 tahun keatas. Dimana penduduk usia kerja terbagi atas penduduk yang termasuk dalam angkatan kerja, yaitu penduduk yang bekerja dan mencari pekerjaan dan yang bukan angkatan kerja, yaitu mereka yang mengurus rumah tangga, sekolah, pensiunan, dan lainnya. Tabel 39 menunjukan bahwa penduduk Kota Depok yang termasuk kedalam angkatan kerja sekitar 625.970 orang, terdiri atas laki-laki sebanyak 432.850 orang dan perempuan 193.120 orang. Dari jumlah tersebut, 517.479 orang yang bekerja, yang terdiri dari laki-laki sekitar 368.344 orang dan perempuan sebanyak 149.135 orang. Dengan demikian masih ada yang belum
mendapatkan kesempatan kerja, yaitu sebanyak 108.491 orang yang terdiri atsa laki-laki sekitar 64.506 orang dan perempuan 43.985 orang. Penduduk yang termasuk kedalam bukan angkatan kerja sebanyak 533.625 orang, dengan rincian 216.186 orang sedang sekolah, 265.898 orang mengurus rumah tangga dan lainnya sebanyak 51.541 orang.
Tabel 39. Jumlah dan Persentase Penduduk Usia Kerja (10 Tahun Keatas) Menurut jenis Kelamin dan Kegiatan Utama di Kota Depok, Tahun 2006 Kegiatan Utama
Laki-laki
Perempuan
N % N Angkatan Kerja 432.850 74.69 193.120 a. Bekerja 368.344 63,56 1449.135 b. Pengangguran 64.506 11,13 43.985 Bukan Angkatan Kerja 146.709 25,32 386.916 a. Sekolah 105.349 18,18 110.837 b. Mengurus 7.755 1,34 258.143 RMT c. Linnya 33.605 5,80 17.936 Jumlah 579.559 100 580.036 Sumber : Susenas 2006 dalam BPS Kota Depok.
% 33,29 25,71 7,58 66,70 19,11 44,50 3,09 100
Laki-laki + Perempuan N % 625.970 53,99 517.479 44,63 108.491 9,36 533.625 46,01 216.186 18,64 265.898 22,93 51.541 1.159.595
4,44 100
• Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). Angkatan kerja merupakan penduduk yang aktif secara ekonomi sebagai penduduk yang memproduksi barang dan jasa secara ekonomi, yang mencakup mereka yang tidak bekerja tetapi bersedia bekerja. Tingkat partisipasi angkatan kerja merupakan suatu ukuran yang menggambarkan proporsi penduduk yang telah bekerja dan sedang dalam proses mencari pekerjaan terhadap seluruh penduduk usia 10 tahun keatas. Dengan demikian indikator tersebut cukup
penting dalam menerangkan kecenderungan penduduk yang terlibat secara langsung dalam kegiatan ekonomi. Tabel 40. TPAK, TPT dan TKK Menurut Jenis Kelamin di Kota Depok, Tahun 2006 Tahun 2006 Kegiatan
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki + Perempuan 53,98 17,33 82,67
TPAK 74,69 33,29 TPT 14,90 22,78 TKK 85,10 77,22 Sumber : Susenas 2006 dalam BPS Kota Depok Catatan : TPAK = Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja TPT = Tingkat Pengangguran Terbuka TKK = Tingkat Kesempatan Kerja Secara total TPAK Kota Depok sebesar 53,98 persen, sehingga untuk seratus orang penduduk usia kerja yang berdomisili di Kota Depok, sekitar 54 orang yang memasuki pasar kerja. Bila diamati secara gender TPAK Laki-laki lebih besar dari TPAK Perempuan dengan besaran 74,69 persen berbanding 33,29 persen. Fenomena ini menunjukan bahwa kontribusi wanita dalam kegiatan ekonomi belum maksimal. Implikasinya banyak wanita yang masih menjadi kelompok Bukan Angkatan Kerja. Mengurus rumah tangga adalah kegiatan yang paling banyak dilakukan oleh perempuan. Pergeseran nilai-nilai budaya terutama dalam hal bekerja cecara ekonomis, yang terjadi di Kota Depok belum bergerak cepat. Istilah bahwa yang mencari pekerjaan adalah laki-laki masih kuat berakar dalam budaya masyarakat Kota Depok.
• Tingkat Pengangguran Tingkat pengangguran merupakan salah satu dari informasi yang vital, terutama berkenaan dengan kemampuan sektor-sektor ekonomi yang ada dapat menyerap tenaga kerja kedalam aktivitas ekonomi produktif. Secara teoritis ada
dua istilah pengangguran yang banyak digunakan, yaitu Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan Tingkat Setengah Penganggguran. a. Tingkat Pengangguran Terbuka Indikator Tingkat Pengangguran Terbuka secara tidak langsung dapat menggambarkan kondisi ekonomi suatu wilayah. Angka ini merupakan proporsi penduduk yang mencari pekerjaan terhadap seluruh angkatan kerja. Tinggi rendahnya angka ini memiliki kepekaan terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat maupun keamanan dan stabilitas regional. Dari Tabel 39 secara umum tingkat pengangguran terbuka di Kota Depok pada tahun 2006 sebesar 17,33 persen, yang terdiri dari TPT laki-laki sebesar 14,90 persen dan TPT perempuan sebesar 22,78 persen. Sehingga TPT perempuan lebih tingggi dibandingkan laki-laki. Kondisi ini mungkin diakibatkan oleh rendahnya kualitas sumberdaya wanita sehingga kalah bersaing dengan laki-laki dalam mengisi kesempatan kerja yang tersedia. b. Tingkat Setengah Pengangguran. Ukuran tingkat setengah menganggur dapat memberikan gambaran tentang sebarapa banyak pekerja yang bekerja tidak penuh, juga secara umum dapat digunakan untuk melihat tingkat produktifitas. Pada tahun 2005 diperoleh angka setengah pengangguran sebesar 13,38 persen dan pada tahun 2006 sebesar 12,72 persen. Kondisi ini memprihatinkan apabila dikaitkan dengan suatu asumsi bahwa jumlah jam kerja yang normal akan memberikan taraf penghidupan yang normatif dan sesuai dengan kebutuhan dasar. Sehingga dengan semakin banyaknya yang bekerja dibawah jam kerja normal dapat diinterpretasikan
bahwa jumlah pendapatan menjadi berkurang dan tingkat kesejahteraan menjadi menurun. 6.2.4 Kondisi Perumahan Kota Depok Rumah merupakan kebutuhan yang sangat mendasar bagi manusia ataupun rumahtangga, disamping kebutuhan akan sandang dan pangan. Berbaagai kondisi fasilitas perumahan seperti fasilitas penerangan, air minum, jamban dan lain-lain merupakan aspek yang perlu untuk diperhatikan apabila mengamati tingkat kesejahteraan masyarakat. Sehingga berbagai fasilitas perumahan dijadikan sebagai indikator kesejahteraan suatu masyarakat.
• Failitas Perumahan Salah satu ukuran dari tingkat kenyamanan rumah, ialah adanya fasilitas perumahan yang memadai. Hal ini berkaitan erat dengan fungsi rumah sebagai tempat bernaung, berteduh dan berkreasi. Salah satu fasilitas dasar perumahan, ialah luas lantai yang memadai untuk pengaturan hidup sehari-hari. Luas lantai hunian sangat penting sebagai salah satu indikator kesejahteraan. Semakin sempit luas lantai rumah cenderung dianggap kurang sehat. Beberapa jenis penyakit mudah saling tertularkan diantara sesama anggota rumahtangga pada keluarga yang menghuni luas lantai yang sempit. Tabel 41. Persentase Rumahtangga Menurut Luas Lantai Rumah di Kota Depok Tahun 2003-2006 Luas Lantai 2003 dalam % 2004 dalam % 2005 dalam % (m2) < 20 1,57 1,58 1,9 20-49 17,94 20,69 17,71 50-99 50,88 50,62 46,43 100-149 19,75 19,40 23,13 >150 9,86 7,71 10,83 Jumlah 100 100 100 Sumber : Susenas 2003-2006 dalam BPS Kota Depok.
2006 dalam % 2,27 30,40 43,12 14,10 10,11 100
Tabel 41 memperlihatkan pada tahun 2006 sebesar 2,27 persen, rumahtangga di Kota Depok tinggal dirumah dengan luas lantai kurang dari 20 m2, sekitar 30,40 persen rumah tangga menempati rumah dengan luas lantai antar 20-49 m2, rumahtangga yang menempati rumah dengan luas 50-99 m2 sebesar 43,12 persen dan mereka yang menghuni rumah dengan luas lantai diatas 99 m2 sebanyak 24,21 persen rumah tangga. Sehingga sebagian besar rumah tangga di Kota Depok menempati rumah dengan luas lantai antara 50-99 m2.
• Fasilitas Penerangan Perkembangan kesejahteraan rumah tangga di Kota Depok, dapat dilihat dari fasilitas penerangan yang dapat dinikmati oleh rumah tangga yang berdomisili di Kota Depok. Tabel 42 menunjukan persentase rumah tangga yang memanfaatkan listrik PLN untuk sumber penerangan rumah tangga. Tahun 2006 rumah tangga yang menggunakan listrik sebesar 99,86 persen. Ada sekitar 0,14 persen rumah tangga yang menggunakan pelita/sentir sebagai fasilitas penerangan. Tabel 42. Persentase Rumahtangga Menurut Sumber Penerangan di Kota Depok Tahun 2006 Sumber Penerangan Listrik PLN Listrik non PLN Petromak/Aladin Pelita/ sentir Lainnya Jumlah Sumber : Susenas 2006 dalam BPS Kota Depok.
2006 dalam persen 99.86 0 0 0,14 0 100
• Fasilitas Air Minum Air merupakan kebutuhan yang paling penting bagi kehidupan manusia, tanpa adanya air merupakan suatu bencana bagi kelangsungan hidup manusia.
Pada tabel 43 kita dapat melihat keadaaan rumahtangga di Kota Depok menurut fasilitas air minum. Pada tahun 2006 persentase rumah tangga yang mempunyai fasilitas air minum sendiri turun dari 94,20 persen menjadi 90,02 persen, terjadi penurunan sebesar 4,18 persen. Masyarakat yang mempunyai fasilitas air minum bersama naik dari 4,40 persen menjadi 9,19 persen. Hal yang sama juga terjadi pada rumahtangga yang menggunakan fasilitas air minum umum naik dari 0,60 persen menjadi 0,64 persen. Sedangkan bagi rumahtangga yang tidak ada fasilitas air minum persentasenya turun dari 0,80 persen menjadi 0,15 persen. Hal ini menjadi bukti bahwa pemerintah telah bisa memenuhi kebutuhan air minum dengan meningkatkan fasilitas dan pelayanan air minum bagi masyarakat. Tabel 43. Persentase Rumahtangga Menurut Fasilitas Air Minum di Kota Depok Tahun 2002-2006 Fasilitas Air Minum 2002 (%) 2003 (%) Sendiri 86,14 92,04 Bersama 8,76 5,08 Umum 3,96 1,25 Tidak ada 1,14 1,63 Jumlah 100 100 Sumber : Susenas 2002-2006 dalam BPS Kota Depok.
2004 (%) 94,20 4,40 0,60 0,93 100
2006 (%) 90,02 9,19 0,64 0,15 100
• Fasilitas Jamban Salah satu gambaran yang dapat memperlihatkan tingkat kesejahteraan suatu masyarakat adalah ketersedian fasilitas jamban yang dikuasai rumahtangga. Budaya menggunakan jamban biasanya masih kurang, hal ini berkaitan dengan adanya faktor kurangnya perhatin masyarakat terhadap kesehatan. Tabel 44. Persentase Rumahtangga Menurut Failitas Buang Air Besar di Kota Depok Tahun 2002-2006 Fasilitas Tempat Baung Air Besar Sendiri Bersama
2002 (%)
2003 (%)
2004 (%)
2006 (%)
89,70 7,20
93,41 4,37
94,20 4,40
89,67 7,96
Umum 1,30 1,69 Lainnya 1,80 0,53 Jumlah 100 100 Sumber : Susenas 2002-2006 dalam BPS Kota Depok
0,60 0,30 100
0,85 1,51 100
Pada Tabel 44 terlihat bahwa persentase fasilitas jamban milik sendiri pada tahun 2006 sebesar 89,67 persen. Fasilitas jamaban milik bersama naik menjadi 7,97 persen. Persentase masyarakat yang menggunakan jamban umum turun menjadi 0,85 persen pada tahun 2006. 6.2.5 Pola Konsumsi dan Distribusi Pengeluaran Masyarakat Kota Depok. Ukuran kesejahteraan masyarakat di suatu daerah dapat dilihat dengan menggunakan tingkat pendapatan masyarakat di wilayah tersebut. Sesungguhnya tingkat pendapatan dapat berpengaruh terhadap daya beli masyarakat. Pendapatan yang rendah, akan mempersempit pilihan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sehingga bagi kelompok masyarakat dengan penghasilan terbatas, pemenuhan kebutuhan konsumsi yang bersifat primer menjadi alternatif pilihan yang pertama. Sehingga sulit bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat kebutuhan sekunder. Selain itu juga, dengan terbatasnya penghasilan dapat berpengaruh terhadap semakin rendahnya tinggkat kesehatan dan pendidikan masyarakat. Tabel 45. Pengeluaran Rata-rata Perkapita Sebulan Untuk Kelompok Makanan dan Bukan Makanan di Kota Depok, tahun 2002-2006
Tahun 2002 2003 2004 2005
Makanan (Rp) 181.259 162.056 190.211 197.905
Makanan (%) 54.87 44,24 42,27 38,30
Non Makanan (Rp) 149.073 204.236 259.809 318.850
Non Makanan (%) 45.13 55,76 57,73 61,70
Makanan + Non Makanan (Rp) 330.332 366.292 450.020 516.755
2006 212.169 40.41 316.460 59,86 Sumber : Susenas 2002-2006 dalam BPS Kota Depok.
528.629
Pola pengeluaran rumahtangga dapat mencerminkan besar kecilnya daya beli masyarakat. Kondisi kesejahteraan dikatakan meningkat apabila pengeluaran untuk nonmakanan sudah lebih dari 60 persen. Pada Tabel 45 terliahat bahwa selama kurun waktu 2002-2006 persentase pengeluaran untuk makanan cenderung turun dari 54,87 persen pada tahun 2002 menjadi 40,14 persen pada tahun 2006. Namun persentase untuk bukan makanan naik dari 45,13 persen pada tahun 2002 menjadi 59,86 persen pada tahun 2006.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan
1. Masyarakat Kota Depok sudah merasa puas dengan adanya pemekaran Kota Depok. Hal ini ditunjukan oleh nilai Customer Satisfasction Index di Kecamatan Sukmajaya sebesasar 69,34 dan Kecamatan Beji sebesar 61,03 yang menunjukan tingkat kepuasan masyarakat Kota Depok. 2. Kondisi kesejahteraan masyarakat Kota Depok semakin baik. Hal ini di tunjukan oleh semakin baiknya pendidikan di Kota Depok, dilihat dari partisipasi sekolah, tingkat pendidikan yang ditamatkan dan angka melek huruf. Selain itu juga, kondisi kesehatan masyarakat Kota Depok semakin baik, dilihat dari angka kematian bayi dan angka harapan hidup. Persentase pengeluaran untuk konsumsi semakin menurun, dan persentase pengeluaran untuk non konsumsi semakin naik. 3. Masyarakat Kota Depok mengeluhkan kondisi fasilitas kesehatan, kemudahan mendapatkan sembako dan energi. Hal ini dilihat dari tingkat pelaksanaannya yang dinilai masyarakat tidak baik, sedangkan atribut tersebut dinilai penting oleh masyarakat.
8.2 Saran 1. Untuk meningkatkan kepuasan masyarakat, pemerintah Kota Depok hendaknya meningkatkan kinerjanya terutama dalam atribut yang pelaksanaannya masih dinilai kurang baik seperti : Fasilitas pendidikan, kemudahan untuk mendapatkan sembako, kemudahan untuk mendapatkan energi, ketersediaan lapangan pekerjaan, kualitas pendidikan, partisipasi masyarakat, serta pelayanan listrik. 2. Pemerintah sebaiknya berusaha untuk membuka lapangan pekerjaan baru, untuk menampung masyarakat yang masih menganggur. Karena lapangan pekerjaan menjadi atribut yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. 3. Hendaknya ada penelitian lanjutan, untuk menilai tingkat kesejahteraan masyarakat yang mensinergikan antara penilaian masyarakat mengenai kondisi kesejahteraanya dan penilaian pemerintah sebagai pembuat kebijakan.
DAFTAR PUSTAKA Agusniar, Ami. 2006. Analisis Dampak Pemekaran Wilayah Terhadap Perekonomian Wilayah dan Kesejahteraan Masyarakat. Tesis. Bogor : Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor Andriani, Berlian. 2007. Analisis Kepuasan dan Loyalitas Konsumen Restoran Waralaba Lokal. Skripsi. Bogor : Program Studi Manajemen Agribisnis. Institut Pertanian Bogor. Anonymous. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2000 Tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. --------------. Peraturan Pmerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah
--------------.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Pedoman Evaluasi Pemerintahan Daerah. -------------. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2005 Tentang Pedoma Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal. -------------. Undang- undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. -------------. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. BPS. 2006. Depok Dalam Angka 2006. Depok : Biro Pusat Statistik -----. 2007. Indikator Kesejahteraan Masyarakat Kota Depok Tahun 2007. Depok : Biro Pusat Statistik
-----. 2007. Indeks Pembangunan Manusia Kota Depok Tahun 2007. Depok : Biro Pusat Statistik -----. 2006. PDRB Kota Depok Menurut Lapangan Usaha Tahun 2000-2004. Depok : Biro Pusat Statistik. -----. 2007. PDRB Kota Depok Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007. Depok : Biro Pusat Statistik Barata, Atep Adya. 2003. Dasar-dasar Pelayanan Prima. Jakarta : PT Elex Media Komputindo. Bungin. Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta : Rajapindo Persada Haris. Syamsuddin (Editor). 2005. Desentralisasi dan Otonomi Daerah (Desentralisasi, Demokrasi dan Akuntabilitas Pemerintahan Daerah . Jakarta : LIPI Press Jayadinata. Johara. 1992. Tata Guna Tanah Dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan dan Wilayah. Bandung: Institut Teknologi Bandung Lumbessy. Kadir. 2005. Analisis Dampak Pemekaran Wilayah Terhadap Perkembangan Perekonomian Wilayah dan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten Buru. Tesis. Bogor : Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor Mahardini. Anggi. 2006. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat Periode Sebelum dan Sesudah Pemekaran Wilayah. Skripsi. Bogor : Departemen Ilmu Ekonomi. Institut Pertanian Bogor. Najara. Citra Mulianty. 2006. Dampak Otonomi Daerah Terhadap Pemekaran Propinsi Banten. Skripsi. Bogor. Depatemen Ilmu Ekonomi. Institut Pertanian Bogor. Nicholson, Walter. 1991. Teori Mikroekonomi ( Prinsip dan Dasar Perluasan). Jakarta : Binarupa Aksara Santoso, Singgih. -. Menggunakan SPSS dan Excel Untuk Mengukur Sikap dan Kepuasan Konsumen. Jakarta : Media Komputindo Saragih, Tumpal P. 2004. Mewujudkan Otonomi Masyarakat Desa (Alternatif Pemberdayaan Desa). Jakarta : CV.Cipruy Sitohang. Paul. 1977. Pengantar Perencanaan Regional. Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Sumarwan, Ujang. 2004. Perilaku Konsumen. Bogor : Ghalia Indonesia. Tadjoeddin, dkk. 2001. Aspirasi Terhadap Ketidakmertaan (Disparisitas Regional dan Konflik Vertikal di Indonesia). Jakarta : UNSFIR Tarigan. Robinson. 2005. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta : Bumi Aksara
118 Lampiran 1. Kuesioner Penelitian KUESIONER SURVEY MASYARAKAT KOTA DEPOK Kuesioner ini digunakan sebagai bahan untuk menyusun skripsi “ Analisis Tingkat Kepuasan Mayarakat Terhadap Pemekaran Kota Depok”. oleh Yamin Suryamin, mahasiswa Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Petunjuk : Isilah beri tanda (x) atau (√) pada tempat yang sudah disediakan I. DATA DEMOGRAFI RESPONDEN No Responden Nama Jenis Kelamin
: ........ : ..................................................... : Laki-laki/Perempuan (lingkari jawaban anda)
1 . Alamat 1. ( ) Limo 2. ( ) Sawangan 3. ( ) Pancoran Mas 4. ( ) Beji 5. ( ) Sukmajaya 6. ( ) Cimanggis 2. Usia : 1. ( ) 15-20 tahun 2. ( ) 21-30 tahun 3. ( ) 31-40 tahun 4. ( ) 41-50 tahun 5. ( ) > 50 tahun 3. Agama : 1. ( ) Islam 2. ( ) Kristen Katolik 3. ( ) Protestan 4. ( ) Hindu 5. ( ) Budha 6. ( ) Lainnya (sebutkan) : ........... 4. Status pernikahan : 1. ( ) Sudah menikah 2. ( ) Belum menikah 3. ( ) Janda/duda 5. Jumlah anggota keluarga : 1. ( ) 1-2 orang 2. ( ) 3-6 orang 3. ( ) > 6 orang 6. Status dalam keluarga : 1. ( ) Suami/ayah 2. ( ) Istri/ibu 3. ( ) Anak 4. ( ) Lainnya (sebutkan) : ..........................
7. Pendidikan terakhir : 1. ( ) SD 2. ( ) SMP 3. ( ) SMA 4. ( ) Diploma 5. ( ) Sarjana/pascasarjana 6. ( ) Lainnya (sebutkan) : .......................... 8. Pekerjaan : 1. ( ) Mahasiswa/pelajar 2. ( ) Ibu rumah tangga /tidak bekerja 3. ( ) Wiraswasta 4. ( ) Pegawai negeri 5. ( ) Pegawai swasta 6. ( ) Lainnya (sebutkan) : .......................... 9. Rata-rata pendapatan keluarga/RT anda per bulan : 1. ( ) < Rp. 500.000 2. ( ) Rp. 500.000 – Rp. 1.500.000 3. ( ) Rp. 1.500.000 – Rp. 2.500.000 4. ( ) Rp. 2.500.000 – Rp. 3.500.000 5. ( ) > Rp. 3.500.000 10. Rata-rata pengeluaran keluarga/RT anda per bulan : 1. ( ) < Rp. 300.000 2. ( ) Rp. 300.000 – Rp. 600.000 3. ( ) Rp. 600.000 – Rp. 1.000.000 4. ( ) Rp. 1.000.000 – Rp. 2.000.000 5. ( ) Rp. 2.000.000 – Rp. 3.000.000 6. ( ) > Rp. 3.000.000
119
II. EVALUASI TINGKAT KEPUASAN MASYARAKAT TERHADAP ATRIBUTATRIBUT TUJUAN PEMEKARAN WILAYAH (Semua pertanyaan berikut mengacu pada kondisi pasca pemekaran Kota Depok). Petunjuk: Berilah penilaian anda berdasarkan hal-hal berikut ini dengan tanda (x) atau (√) pada sekala evaluasi lima angka yang berjajar dari Sangat tidak puas (1), Tidak puas (2), Puas (3), atau Sangat Puas (4) terhadap atribut-atribut tujuan pemekaran wilayah : No. 1. 2. 3 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Atribut-atribut Tujuan Pemekaran Ketersediaan dan kemudahan mendapatkan pekerjaan Kondisi keamanan dan ketertiban lingkungan Pelayanan kesehatan Kemudahan (akses) untuk menjangkau tempat kesehatan (RS, Puskesmas, Bidan) Fasilitas kesehatan yang didapatkan Kualitas pendidikan yang didapat dan biaya pendidikan yang harus dikeluarkan Kemudahan (akses) untuk menjangkau sekolah Fasilitas pendidikan yang tersedia Pelayanan adminidtrasi kependudukan yang diberikan (pembuatan KTP,KK,dll) Kemudahan (akses) untuk menjangkau kantor pemerintahan Kebebasan masyarakat untuk berpartisipasi (berpendapat, berserikat, mengkritik pemerintahan) Kemudahan untuk mendapatkan sarana transportasi (Bus, angkot, dll) Kemudahan untuk mendapatkan air bersih Pelayanan listrik yang didapatkan (PLN) serta biaya yang harus dikeluarkan Kemudahan untuk berkomunikasi (sarana dan prasarana komunikasi, sinyal yang didapat, dll) Kemudahan untuk menjangkau fasilitas jasa keuangan dan perkreditan Kemudahan untuk mendapatkan dan memenuhi SEMBAKO Kemudahan untuk mendapatkan dan memenuhi kebutuhan energi (Bensin , minyak tanah, gas LPG, dll)
Tingkat Kepuasan Masyarakat (1) (2) (3) (4)
120 III. EVALUASI TINGKAT KEPENTINGAN MASYARAKAT TERHADAP ATRIBUTATRIBUT TUJUAN PEMEKARAN WILAYAH. (Semua pertanyaan berikut mengacu pada kondisi pasca pemekaran Kota Depok) Petunjuk : Berilah penilaian anda berdasarkan hal-hal berikut ini dengan tanda (x) atau (√) pada sekala evaluasi lima angka yang berjajar dari Sangat tidak Penting (1), Tidak Penting (2), Penting (3), atau Sangat penting(4) terhadap atribut-atribut tujuan pemekaran wilayah : No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Atribut-Atribut Tujuan Pemekaran Ketersediaan dan kemudahan mendapatkan pekerjaan Kondisi keamanan dan ketertiban lingkungan Pelayanan kesehatan Kemudahan (akses) untuk menjangkau tempat kesehatan (RS, Puskesmas, Bidan) Fasilitas kesehatan yang didapatkan Kualitas pendidikan yang didapat dan biaya pendidikan yang harus dikeluarkan Kemudahan (akses) untuk menjangkau sekolah Fasilitas pendidikan yang tersedia Pelayanan administrasi kependudukan yang didapatkan (pembuatan KTP,KK, dll) Kemudahan (akses) untuk menjangkau kantor pemerintahan Kebebasan masyarakat untuk berpartisipasi (berpendapat, berserikat, dan mengkritik pemerintahan) Kemudahan untuk mendapatkan sarana transportasi (BUS, angkot , dll) Kemudahan untuk mendapatkan air bersih Pelayanan listrik yang didaptakan (PLN) serta biaya yang harus dikeluarkan Kemudahan untuk berkomunikasi (sarana dan prasarana komunikasi, sinyal yang didapat) Kemudahan untuk menjangkau fasilitas jasa keuangan dan perkreditan. Kemudahan untuk mendapatkan dan memenuhi SEMBAKO Kemudahan untuk mendapatkan dan memenuhi kebutuhan energi (Bensin, minyak tanah dan gas LPG)
Tingkat Kepentingan Mayarakat (1) (2) (3) (4)
121 Lampiran 2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
•
Hasil Uji Validitas Atribut Tujuan Pemekaran Wilayah
ATRIBUT
N
Correlation Coefficient
Spearman Coefficient
α≤ 0,05
HASIL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
0,340 0,603 0,631 0,637 0,592 0,585 0,518 0,585 0,631 0,595 0,588 0,503 0,595 0,588 0,601 0,595 0,601 -0.324 0,459
0,486 0,486 0,486 0,486 0,486 0,486 0,486 0,486 0,486 0,486 0,486 0,486 0,486 0,486 0,486 0,486 0,486 0,486 0,486
0,143 0,005 0,003 0,003 0,006 0,007 0,019 0.007 0,003 0.006 0,006 0,024 0,006 0,006 0,005 0,006 0,005 0,163 0,042
Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Valid
•
Hasil Uji Reliabiltas Reliability Statistics
Cronbach's Alpha .871
N of Items 19
Dari hasil perhitungan dihasilkan reliabilitas kuesioner (r11) adalah 0,871. Nilai rtabel adalah 0,444 dengan N=20, selang kepercayaan 95%. Dengan demikian kuesioner dinyatakan reliabel karena r11 > rtabel.
122 Lampiran 3. Hasil Kuesioner Tingkat Pelaksanaan di Kecamatan Sukmajaya Responden
V1
V2
V3
V4
V5
V6
V7
V8
V9
V10
V11
V12
V13
V14
V15
V16
V17
V18
Indra.S
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
Suhandi
1
2
1
2
2
1
2
3
3
3
3
3
3
1
3
3
1
2
Olih
2
3
3
3
2
2
2
3
4
4
3
3
3
2
2
2
2
1
Nurjan
1
2
2
2
3
1
2
2
2
2
1
2
3
1
3
3
3
3
Chotib
2
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
Zainal
2
4
3
3
3
3
4
3
3
3
2
4
4
3
3
4
3
3
Yanti
2
3
3
3
4
2
3
3
3
3
3
4
3
3
4
3
3
3
Suhartati
3
3
4
3
3
3
3
3
4
3
2
4
3
3
3
3
3
2
Rohanih
2
3
3
3
3
4
3
4
3
3
3
3
3
3
3
4
3
2
Yanto
2
3
3
3
3
3
4
3
3
3
3
4
3
3
3
3
2
3
Elisabet
3
3
3
4
3
3
4
3
3
3
3
4
3
4
4
3
3
3
Setiawan
2
3
3
3
3
2
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
2
Ate
1
3
4
3
3
3
4
3
3
3
2
4
3
3
4
3
3
3
Siswanto
2
2
3
3
3
2
3
3
4
3
3
3
4
4
4
3
3
3
Yaris
1
2
2
2
2
2
3
2
2
3
2
3
3
2
3
2
2
2
Akmalia
1
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
4
3
3
4
3
3
3
Heriyanto
1
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
4
3
3
3
Yonathan
1
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
Nuryanti
1
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
4
3
3
4
3
3
3
Astuti
3
3
3
2
2
2
2
3
2
2
3
2
2
2
2
3
2
2
Nurul
2
3
3
4
3
3
3
4
3
4
4
4
3
4
4
4
4
4
Anton
1
2
3
3
2
3
3
2
3
2
3
4
3
3
3
3
3
2
Jaya
1
3
3
3
2
3
4
3
3
4
3
4
3
2
4
3
3
3
Sugih
1
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
4
3
3
4
3
3
3
Hodijah
1
3
3
4
3
3
4
3
3
4
3
3
3
3
3
4
3
3
Saimun
1
2
2
3
2
2
3
2
3
3
2
3
3
2
3
3
3
3
Jati
4
4
3
4
3
2
3
3
4
4
3
3
3
2
2
3
2
3
Sukirman
1
2
2
2
2
1
2
2
2
2
2
2
2
1
2
2
2
2
chotib
2
2
3
3
2
3
3
2
2
3
2
3
3
1
2
3
3
1
Machmud
3
3
3
3
2
2
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
Efendi
2
3
3
3
3
2
3
3
3
3
2
3
3
3
3
2
3
3
Marpaung
1
3
1
2
3
4
2
2
4
3
3
3
4
1
3
2
1
3
Koesnady
1
3
3
3
2
2
3
2
4
3
3
3
3
3
3
3
3
3
Dewi
1
3
4
2
3
1
2
2
4
2
2
3
1
1
1
2
3
1
Diday
2
3
3
3
3
2
3
3
3
3
2
3
3
3
3
3
3
3
123 Lampiran 4. Hasil Kuesioner Tingkat Kepentingan di Kecamatan Sukmajaya
Responden Indra Suhandi Olih Nurjan Chotib Zainal Yanti Suhartati Rohanih Yanto Elisabet Setiawan Ate Siswanto Yaris Akmalia Heriyanto Yonathan Nuryanti Astuti Nurul Anton Jaya Sugih Hodijah Saimun Jati Sukirman Chotib Machmud Tjasma Marpaung Koesnadi Dewi Diday
V1
V2
V3
V4
V5
V6
V7
V8
V9
V10
V11
V12
V13
V14
V15
V16
V17
V18
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
3
3
3
3
3
3
3
3
1
2
2
2
3
4
2
2
2
3
3
2
3
3
2
2
3
2
4
4
3
4
3
4
3
3
4
3
3
4
4
4
3
4
4
4
2
2
2
3
2
2
2
2
2
2
1
2
1
2
2
2
2
2
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
4
3
3
4
4
4
4
4
4
4
4
3
3
3
3
3
3
3
4
3
4
3
3
4
3
3
3
3
3
4
3
3
4
4
4
3
4
3
4
3
4
4
3
3
4
4
3
3
4
4
4
3
4
3
4
3
4
3
3
3
4
3
3
3
3
4
3
3
3
3
3
4
3
3
3
3
4
4
3
3
4
3
3
3
3
3
3
2
3
4
3
3
4
4
4
4
3
3
4
4
4
4
3
3
4
4
4
4
3
4
3
4
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
4
4
3
4
4
4
4
4
4
3
3
3
3
4
3
3
4
3
4
4
4
4
4
4
3
4
4
4
3
3
3
4
3
4
3
4
4
1
2
2
2
2
2
3
2
2
3
2
3
3
2
3
2
2
2
1
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
4
3
3
3
3
3
3
1
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
4
3
3
3
3
3
3
1
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
1
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
4
3
3
4
3
3
3
3
3
3
3
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
3
3
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
3
4
3
4
3
2
4
2
3
3
3
3
3
3
1
3
3
3
2
3
3
3
3
4
3
4
3
2
4
3
3
3
1
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
4
3
3
4
3
3
3
1
3
3
4
3
3
4
3
3
4
3
3
3
3
3
4
3
3
3
2
3
3
3
3
2
3
3
2
3
2
3
2
2
2
3
2
4
4
4
3
4
2
2
3
3
3
2
3
3
2
2
3
4
4
3
2
3
3
3
2
2
2
2
2
1
2
2
2
2
2
2
2
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
3
3
3
2
2
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
2
3
3
3
3
2
3
3
3
3
2
3
3
3
3
2
3
3
1
3
1
2
3
2
2
3
4
3
3
3
3
1
3
2
1
3
1
3
3
3
2
2
3
2
4
3
3
3
3
3
3
3
3
2
1
3
3
3
3
1
2
4
3
3
3
3
4
4
3
3
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
124 Lampiran 5 Hasil Kuesioner Tingkat Pelaksanaan di Kecamatan Beji Responden Dede Jamal Siti Haerudin Machmud Wati Naim Indah Agus Kurnia Udin Jamaludin Endang Andi Supardi Sofyan Rasid Pendi Lastri Armain Zulmati Hidayat Alik Agus Andi Jayadih Janatun Robi Dini Dewi Wijaya Bakri Maemunah Gofur Izzan
v1
v2
v3
v4
v5
v6
v7
v8
v9
v10
v11
v12
v13
v14
v15
v16
v17
v18
2
3
3
3
3
1
2
3
2
3
3
2
3
3
3
3
2
3
3
3
3
3
2
2
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
2
2
2
3
3
3
3
2
3
3
3
3
3
2
3
3
3
3
2
2
2
3
3
3
3
2
2
3
3
3
3
2
3
3
3
3
2
2
2
2
2
3
2
1
2
2
3
3
3
3
2
2
3
3
3
3
1
3
3
3
3
2
3
4
3
3
3
2
3
3
3
3
2
2
2
2
2
3
2
1
2
2
3
3
3
3
2
2
3
3
3
3
3
3
3
3
2
2
2
3
3
2
3
3
3
2
2
3
3
3
2
2
2
2
1
1
2
1
2
2
1
1
2
2
2
2
2
1
2
2
2
2
1
1
2
3
3
3
2
3
2
3
2
3
2
2
2
2
3
4
2
1
1
1
3
4
3
2
4
3
4
3
4
2
2
2
3
4
2
1
1
1
3
4
3
2
4
3
4
3
4
2
1
3
3
3
3
2
3
3
3
3
2
2
3
2
3
3
2
2
1
1
1
2
2
2
2
2
3
3
3
3
3
3
3
3
2
3
1
3
3
3
3
2
3
3
3
3
3
2
3
2
3
3
2
2
2
2
2
3
2
1
2
2
3
3
3
3
2
2
3
3
3
3
3
3
3
3
2
2
3
2
4
3
3
1
3
1
1
1
2
2
1
2
2
2
2
2
1
3
3
2
3
3
3
2
3
2
1
1
2
2
2
2
2
2
3
2
2
3
2
2
3
2
2
2
2
2
1
3
3
3
3
2
3
2
2
3
2
2
3
2
3
2
2
2
1
2
2
2
2
2
2
2
2
2
1
2
2
1
2
1
1
1
1
2
2
2
2
2
2
2
2
2
1
2
2
1
2
1
1
1
2
3
2
3
3
2
3
2
3
3
3
3
3
1
3
3
3
3
4
3
3
3
3
1
3
2
2
3
3
3
3
1
3
3
3
3
1
2
1
3
3
1
3
3
3
3
1
3
1
1
3
1
1
1
1
2
1
2
2
2
2
2
2
2
2
3
2
2
3
3
2
3
1
2
1
2
2
2
2
2
2
2
2
3
2
2
3
3
2
3
1
3
3
3
1
1
3
1
1
3
1
3
1
1
3
1
1
1
3
3
3
3
3
2
3
3
2
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
2
2
3
3
4
4
4
2
3
3
3
3
3
3
2
3
3
2
3
3
3
2
2
3
2
3
3
2
4
3
3
3
3
3
3
2
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
2
3
3
3
3
1
3
3
3
3
2
3
3
3
3
3
2
3
1
2
2
3
3
2
3
3
2
3
2
3
3
2
3
3
2
2
2
2
3
3
3
2
3
2
2
3
3
3
3
3
3
3
3
3
125 Lampiran 6 Hasil Kuesioner Tingkat Kepentingan di Kecamatan Beji Responden Dede Jamal Siti Haerudin Machmud Wati Naim Indah Agus Kurnia Udin Jamaludin Endang Andi Supardi Sofyan Rasid Pendi Lastri Armain Zulmati Hidayat Alik Supriatna Andi Jayadih Janatun Robi Dini Dewi Wijaya Bakri Maemunah Gofur Izzan
V1
V2
V3
V4
V5
V6
V7
V8
V9
V10
V11
V12
V13
V14
1V5
V16
V17
V18
4
3
4
3
3
4
3
4
4
3
3
4
4
3
3
4
4
3
4
3
4
3
4
3
3
4
4
4
4
4
4
3
3
3
4
4
4
3
4
3
3
2
3
4
3
4
3
3
4
3
3
4
4
4
3
3
3
3
4
4
4
3
3
4
3
3
4
2
3
3
3
3
2
2
2
3
2
1
2
2
2
3
3
3
3
2
3
3
3
3
4
3
4
4
3
2
3
4
3
3
4
4
4
3
3
3
4
3
4
4
4
3
4
3
3
3
3
3
3
3
4
4
3
3
3
3
3
3
3
3
2
2
2
3
3
2
3
3
3
2
2
3
3
3
2
2
2
2
1
1
2
1
2
2
1
1
2
2
2
2
2
1
2
2
3
3
3
2
3
3
3
3
2
3
2
3
2
3
2
2
2
1
3
4
2
3
3
2
3
2
4
2
2
2
2
3
4
3
2
1
3
4
2
3
3
2
3
2
4
2
2
2
2
3
4
3
4
3
3
4
4
3
4
4
4
4
3
4
3
3
3
4
4
4
3
3
3
3
3
3
2
2
3
2
2
2
2
3
2
2
3
3
4
3
4
3
4
3
4
4
4
4
3
4
4
3
3
3
4
4
2
2
2
3
2
1
2
2
2
3
3
3
3
2
3
3
3
3
3
4
4
3
4
4
3
4
3
3
4
3
4
3
2
2
3
4
1
2
2
2
2
2
1
3
2
2
3
3
3
2
3
2
2
1
4
4
4
4
4
2
3
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
1
3
3
4
4
2
3
3
3
3
4
4
4
3
3
3
4
4
1
2
2
2
2
3
2
2
2
2
3
2
2
2
2
2
2
2
1
2
2
2
2
3
2
2
2
2
3
2
2
2
2
2
2
2
3
3
3
3
4
4
3
3
3
3
2
3
3
4
3
3
3
3
4
4
4
3
3
4
3
3
3
3
2
3
3
4
3
3
3
4
1
3
3
3
1
1
1
1
1
3
1
3
1
1
3
1
1
1
3
3
3
2
2
3
3
2
3
2
3
3
3
3
3
2
3
3
3
3
3
2
2
3
3
2
3
2
3
3
3
3
3
2
3
3
1
3
1
3
1
1
3
1
1
3
1
3
1
1
3
1
1
1
3
3
3
3
4
4
4
4
3
3
4
3
4
3
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
4
4
4
3
4
4
3
4
3
3
3
3
4
3
3
3
3
2
3
3
3
3
3
4
3
4
3
3
3
3
3
3
3
3
3
4
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
4
3
3
4
4
4
3
3
3
3
3
3
3
4
4
3
4
3
2
3
4
4
3
4
4
4
2
3
3
4
4
4
3
4
3
3
4
3
4
4
3
3
3
4
4
3
3
4
3