ANALISIS PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP ETIKA LINGKUNGAN DALAM PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DI KOTA DEPOK (STUDI KASUS DI KECAMATAN SUKMAJAYA) Syifa Fauzia Putri Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pengelolaan sampah yang dilakukan di Kota Depok sesuai dengan prinsip-prinsip etika lingkungan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan teknik analisis deskriptif. Hasil dari penelitian ini adalah pengelolaan sampah yang dilakukan di Kota Depok belum sesuai dengan prinsip-prinsip etika lingkungan. Hal ini menjadi penyebab banyak terjadinya masalah lingkungan dan masalah kesehatan. Penelitian ini mendesak kewenangan Pemerintah Kota Depok untuk menerapkan prinsip-prinsip etika lingkungan dalam melaksanakan sistem pengelolaan sampah. Penerapannya juga harus diikuti oleh tindakan yang signifikan yaitu untuk meningkatkan kinerja pegawai di satu sisi serta kesadaran dan partisipasi masyarakat di sisi lain.
Abstract Analysis Implementation of Environment Principles and Ethic in Household Waste Management at Depok City Government (case study in sub-district sukmajaya). The aim of this study is to recognize implementation of environmental principles and ethics in waste management system at Depok City. This study using quantitative research method and descriptive analysis technique. The result shown that the waste management system at Depok City is not based by environmental principles and ethics. This condition then leads to many environmental problems and health issue. This study urges Local Depok Authority to implement the environmental principles and ethics in conducting Depok’s waste management system. The implementation should be followed by significant actions to increase local staffs capabilities and performance in one side and publics participation and awareness in another side. Keywords : Rubbish, waste management, environmental ethics, environmental ethics principles
1. Pendahuluan Kota didefinisikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang memiliki ciri sosial, seperti jumlah penduduk tinggi dan strata sosial ekonomi yang homogeni dengan corak matrelialistis. Kota memiliki kondisi fisik yang relatif lebih modern seperti kondisi sarana dan prasarana jaringan trasnportasi yang kompleks, sektor pelayanan dan industri yang lebih dominan (Hartono: 2007, 76). Pertambahan penduduk perkotaan diperkirakan tidak akan tersebar merata. Hal ini dikarenakan kawasan perkotaan merupakan tempat yang sangat menarik bagi masyarakat untuk mengembangkan kehidupan sosial ekonomi. Selain itu, pembangunan ekonomi Indonesia melalui jalur industrialisasi berpengaruh langsung terhadap pembangunan perkotaan. Akibat dari semakin
bertambahnya tingkat konsumsi masyarakat serta aktivitas lainnya adalah bertambahnya pula buangan/limbah yang dihasilkan. Limbah ini dikenal sebagai limbah domestik telah menjadi permasalahan lingkungan yang harus ditangani oleh pemerintah dan masyarakat itu sendiri. Khusus untuk sampah atau limbah padat rumah tangga, peningkatan jumlah sampah yang dihasilkan di Indonesia diperkirakan akan bertambah 5 kali lipat pada tahun 2020 (Bappedal: 2001, 11- 17). Sampah merupakan masalah yang terus menerus berulang hampir setiap tahun seiring dengan berjalannya waktu. Berbagai kegiatan manusia menghasilkan sampah. Sampah dihasilkan dari pemukiman, pasar, pertokoan, fasilitas sosial, dan kegiatan industri.
Analisis penerapan ..., Syifa Fauzia Putri, FISIP UI, 2013
Pemukiman penduduk merupakan penyumbang sampah terbesar yang berupa buangan padat yang berasal dari sisa sayuran, buah-buahan, makanan, serta sampah organik seperti plastik, kertas, logam dan lain-lain (Tim Penulis Penebar Swadaya: 2008, 6). Permasalahan mengenai sampah merupakan suatu permasalahan serius bagi kota terutama untuk kota yang padat penduduknya, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor (Sudrajat: 2006, 6), yaitu : Volume sampah sangat besar sehingga melebihi kapasitas daya tampung Tempat Pembuangan sampah Akhir (TPA). Lahan TPA semakin sempit karena tergeser tujuan penggunaan lain. Teknologi pengeloaan sampah tidak optimal sehingga sampah lambat membusuknya. Hal ini menyebabkan percepatan peningkatan volume sampah lebih besar dari pembusukannya dan membutuhkan areal perluasan TPA baru. Manajemen pengelolaan sampah tidak efektif sehingga sering kali menjadi penyebab distorsi dengan masyarakat setempat. Pengelolaan sampah dirasakan tidak memberikan dampak positif kepada lingkungan. Kurangnya dukungan kebijakan dari pemerintah, terutama dalam memanfaatkan produk sampingan dari sampah sehingga menyebabkan tertumpuknya produk tersebut di TPA. Pengelolaan sampah merupakan fasilitas penyediaan sarana dan prasarana umum (urban service) yang diberikan oleh pemerintah dalam rangka memenuhi kepentingan masyarakat terhadap permasalahan sampah. Pemerintah dan pemerintahan daerah bertugas menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan sesuai dengan tujuan sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang (UU). Fasilitas pengelolaan sampah yang diberikan oleh pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintahan daerah (UU No 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah), meliputi : Menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah; Melakukan penelitian, pengembangan teknologi pengurangan, dan penanganan sampah; Memfasilitasi, mengembangkan, dan melaksanakan upaya pengurangan, penanganan, dan pemanfaatan sampah; Melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah; Mendorong dan memfasilitasi pengembangan manfaat hasil pengolahan sampah; Memfasilitasi penerapan teknologi spesifik lokal yang berkembang pada masyarakat setempat untuk mengurangi dan menangani sampah; dan
Melakukan koordinasi antarlembaga pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha agar terdapat keterpaduan dalam pengelolaan sampah. Berbicara mengenai sampah dan kerusakan yang berakibat kepada pencemaran lingkugan tidak terlepas dari pembahasan lingkungan hidup yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Lingkungan hidup adalah sumber penting yang dapat menjamin kelangsungan dan kelestarian bagi semua mahluk hidup baik manusia, hewan dan tumbuhtumbuhan yang ada di bumi. Lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain (UU No 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup). Lingkungan hidup manusia sangat mempengaruhi kualitas kehidupan dari manusia itu sendiri. Komponen-komponen lingkungan hidup yang sangat erat dalam kehidupan manusia adalah udara yang dihirup setiap saat dan air yang diminum setiap hari. Udara dan air yang bersih sangat diperlukan untuk kebutuhan kesehatan sehingga dapat menunjang aktivitas-aktivitas hidup. Tetapi sebaliknya, apabila dua komponen utama tersebut tercemar, maka pencemarannya akan menimbulkan perubahan terhadap kualitas kehidupan. Semuanya itu akan berpengaruh terhadap penurunan produktivitas dalam berkarya (Darmono: 2001, 5). Semakin hari dari waktu ke waktu terjadi pencemaran dan perusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas-aktivitas manusia yang secara tidak langsung menimbulkan dampak yang besar bagi kesehatan dan kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Hal ini disebabkan karena manusia masih menganut paham antroposentrime, yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap sebagai nilai tertinggi yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem serta kebijakan yang berkaitan dengan alam baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam hal ini alam hanya sebagai objek serta alat bagi pencapaian tujuan manusia dan tidak memiliki nilai sendiri (Keraf: 2006, 33). Dampak tersebut dapat mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan hidup bagi semua mahluk yang ada di bumi. Pada kenyataannya, pencemaran lingkungan hidup seringkali disebabkan oleh kegiatan manusia walaupun kegiatan alam juga tidak jarang menyebabkan kerusakan lingkungan (Saile: 2003, 34-35). Berbicara mengenai lingkungan hidup beserta permasalahan-permasalahan yang terjadi tidak terlepas dari pembahasan mengenai etika lingkungan. Isu-isu mengenai kerusakan lingkungan yang terjadi menghadirkan persoalan etika yang rumit karena meskipun pada dasarnya alam sendiri sudah diakui memiliki nilai dan berharga, tetapi pada kenyataannya
Analisis penerapan ..., Syifa Fauzia Putri, FISIP UI, 2013
terus terjadi pencemaran dan perusakan alam. Pencemaran dan kerusakan alam yang terjadi dikarenakan kurangnya penerapan etika lingkungan yang ada di dalam masyarakat yang dapat mengakibatkan lingkungan menjadi tidak nyaman dan teratur. Keadaan tersebut menjadi lebih buruk dengan pola hidup dan tingkah laku manusia yang membuat keadaan alam menjadi semakin memprihatinkan. Permasalahan sampah merupakan masalah yang krusial. Bahkan masalah sampah dapat dikatakan sebagai masalah kultural karena dampaknya terkena di berbagai sisi kehidupan terutama di kota-kota besar (Sudrajat: 2006, 6). Volume sampah yang besar dan beraneka ragam jenisnya, jika tidak dikelola dengan baik dan benar sangat berpotensi menimbulkan permasalahan yang kompleks dan serius untuk kota besar seperti Jakarta dan kota-kota di sekitarnya yang menjadi daerah penyangganya seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Kota Depok merupakan sebuah kota yang dikelilingi oleh kota-kota besar seperti Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta dan Bogor. Kota Depok yang letaknya berbatasan langsung dengan wilayah DKI Jakarta, menjadikan Depok sebagai kota penyangga bagi DKI Jakarta. Hal tersebut sesuai dengan isi Undang-Undang No. 15 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon yang menjelaskan bahwa Depok yang memiliki luas 20.029 hektar ditetapkan menjadi wilayah penyangga untuk meringakan tekanan perkembangan penduduk DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara, yang diarahkan untuk pola pemukiman dan penyebaran kesempatan kerja secara lebih merata sebagaimana dimaksud dalam Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 1976 tentang Pengembangan Wilayah Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi) dalam perkembangannya tumbuh sebagai kota industri bagi wilayah Jawa Barat bagian barat. Sejarah kota Depok bermula pada tahun 1981 saat Pemerintah Pusat membentuk Kota Administratif Depok berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1981 yang peresmiannya pada tanggal 18 Maret 1982 oleh Menteri Dalam Negeri (H. Amir Machmud) yang terdiri dari 3 (tiga) Kecamatan dan 17 (tujuh belas) Desa. Selama kurun waktu 30 tahun, Kota Administratif Depok berkembang pesat baik dibidang Pemerintahan, Pembangunan dan Kemasyarakatan khususnya bidang Pemerintahan. Semua desa di kota Depok berganti menjadi Kelurahan dan terjadi pemekaran Kelurahan, sehingga pada akhirnya Depok terdiri dari 11 Kecamatan dan 63 Kelurahan dan mengakibatkan bertambahnya penduduk di kota Depok dari 240.000 jiwa di tahun 1982 sedangkan pada tahun 2005 mencapai 1.374.522 jiwa. Dalam kurun waktu 5 tahun (2000 – 2005) penduduk Kota Depok mengalami peningkatan sebesar 447.993 jiwa. Pada tahun 1999 jumlah penduduk masih dibawah 1 juta jiwa dan pada
tahun 2005 telah mencapai 1.374.522 jiwa, sehingga perkembangan rata-rata 4,23 % per tahun. Peningkatan tersebut disebabkan tingginya angka migrasi setiap tahunnya. Pada tahun 2011 jumlah penduduk di Kota Depok mencapai angka 1.736.565 (http://www.depok.go.id) dan Jumlah penduduk Kota Depok tahun 2011 mencapai 1.813.612 jiwa, yang terdiri dari penduduk laki-laki 918.835 jiwa dan penduduk perempuan 894.777 jiwa (http://depokkota.bps.go.id). Meningkatnya jumlah penduduk Kota Depok disebabkan tingginya migrasi penduduk ke Kota Depok sebagai akibat pesatnya pengembangan kota yang dapat dilihat dari meningkatnya pengembangan kawasan perumahan. Angka kepergian penduduk Kota Depok tahun 2004 memperlihatkan pula pola yang berfluktuasi, dimana jumlah penduduk yang datang 11,899 jiwa dan penduduk yang pergi 4.503 jiwa, atau rata-rata jumlah pendatang pertahun mencapai 7,396 jiwa dan pada tahun 2011 kepadatan penduduk mencapai 7.877 jiwa per km2. Berdasarkan perkembangan tersebut, diperkirakan jumlah penduduk yang datang ke Kota Depok pada waktu mendatang akan meningkat, seiring dengan semakin banyaknya operasional kegiatan jasa dan niaga yang berkembang pesat di Kota Depok (http://www.depok.go.id). Jumlah rumah tangga berdasarkan Sensus Penduduk pada tahun 2011 adalah 440.075 rumah tangga. Secara rata-rata, banyaknya penduduk yang menempati satu rumah tangga adalah 4 orang. Rata-Rata Anggota Rumah Tangga menurut Kecamatan Hasil Sensus Penduduk Tahun 2011 Kecamatan
Jumlah Rumah Tangga
Jumlah Penduduk
Rata-Rata Anggota Rumah Tangga 4,12 4,14 4,11
Sawangan 29.962 123.356 Bojongsari 24.078 99.768 Pancoran 51.104 210.204 Mas Cipayung 30.487 127.707 4,19 Sukmajaya 55.400 232.895 4,20 Cilodong 31.726 123.713 3,90 Cimanggis 62.813 242.214 3,86 Tapos 57.321 216.581 3,78 Beji 48.071 164.682 3,43 Limo 22.564 87.615 3,88 Cinere 26.949 107.830 4,00 Kota Depok 440.475 1.736.565 4 Sumber : Hasil Sensus Penduduk Tahun 2011
Dari tabel tersebut, dapat kita ketahui bahwa Kecamatan Sukmajaya memiliki rata-rata anggota
Analisis penerapan ..., Syifa Fauzia Putri, FISIP UI, 2013
rumah tangga terbesar yaitu 4,20 sedangkan yang terkecil ada pada Kecamatan Beji sebesar 3,43. Pada tahun 2011, kepadatan penduduk Kota Depok mencapai 9.055 jiwa/km². Kecamatan Sukmajaya selain menjadi kecamatan dengan rata-rata anggota rumah tangga terbesar juga merupakan kecamatan terpadat di Kota Depok dengan tingkat kepadatan 13.433 jiwa/km2, kemudian Kecamatan Pancoran Mas dengan tingkat kepadatan 12.059 jiwa/km2. Sedangkan kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah adalah Kecamatan Sawangan yaitu sebesar 4.977 jiwa/km2. Penetapan Kota Depok sebagai daerah penyangga DKI Jakarta bermakna bahwa Kota Depok juga menjadi daerah resapan air bagi DKI Jakarta. Akan tetapi kondisi Kota Depok yang dianggap sebagai kota penyangga yang berfungsi sebagai daerah resapan air, kini mulai luntur seiring perkembangan yang terjadi di Kota Depok. Akibat dari pertambahan jumlah penduduk di Kota Depok, bangunan-bangunan yang mulai didirikan, pelebaran jalan-jalan, bertambahnya volume kendaraan bermotor di jalan raya, serta pendirian beberapa pabrik yang mulai berdiri di Kota Depok adalah munculnya berbagai macam permasalahan kompleks dalam konteks lingkungan hidup yang ada di Kota Depok. Masalah lingkungan hidup yang terjadi di Kota Depok adalah mengenai timbunan sampah yang berasal dari daerah perumahan, daerah komersial (pasar, pertokoan, dan pusat perdagangan), daerah industri, perkantoran, sarana umum, jalan, taman, dan lain-lain. Saat ini daerah-daerah yang sudah dilayani oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Depok baik sampah domestik maupun non domestik, meliputi 3 kecamatan yaitu Kecamatan Sukmajaya, Kecamatan Pancoran, dan Kecamatan Beji (http://www.pikiranrakyat.com/). Timbunan sampah yang berasal dari daerah pelayanan dikumpulkan di Tempat Pembuangan Sementara (TPS) yang tersebar di lokasi-lokasi tertentu untuk selanjutnya diangkut ke TPA Cipayung yang terletak di Kecamatan Pancoran Mas Depok. Spesifikasi timbunan sampah untuk kota kecil dan sedang di Indonesia menurut standar SK. SNI S – 04 – 1991 adalah antara 2,75 – 3,25 liter/orang/hari (http://depoklik.com). Menurut Kepala DKP Kota Depok, Ulis Sumardi kepada Jurnal Nasional, tahun 2011 sampah yang dihasilkan masyarakat mencapai 1,55 juta meter kubik (m3). Sedangkan tahun sebelumnya mencapai 1,45 juta m3 (http://www.jurnas.com). Satu penduduk rata-rata menghasilkan 2,5 liter sampah setiap hari. Sementara jumlah penduduk Kota Depok tahun 2011 sebanyak 1,7 juta orang. Dengan demikian, setiap hari penduduk Kota Depok menghasilkan 4.250 m3 sampah (http://www.depok.go.id). Secara keseluruhan jumlah sampah yang dihasilkan Kota Depok tahun 2011 bertambah 91.250 m3. Berdasarkan data DKP Kota Depok, perangkat pengelolaan sampah dari mulai
pengangkutan sampai pemrosesan sampah yang terangkut ke TPA volumenya hanya 1.200 meter kubik per hari. Sementara sampah yang di angkut ke Unit Pembuangan Sementara (UPS) hanya 600 meter kubik saja. Jika dilihat dari angka diatas, artinya dalam satu hari, ada sekitar 2.450 meter kubik sampah yang tidak tertangani (http://www.ampuh.org). Dampak dari penimbunan sampah yang tidak tertangani dalam pengelolaanya adalah dampak terhadap kesehatan dan lingkungan seperti membentuk lingkungan yang kurang menyenangkan bagi masyarakat seperti bau yang tidak sedap, pemandangan yang buruk karena sampah yang bertebaran dimanamana. Selain itu, penanganan sampah yang kurang baik juga berdampak pada segi sosial dan ekonomi seperti memberikan dampak negatif terhadap kepariwisataan, menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan masyarakat dan produktivitas kerja, terjadinya banjir dan menyebabkan tingginya biaya yang dibutuhkan dalam pengelolaan air (Suhan: 2009, 15). Penanganan masalah sampah memang merupakan persoalan yang tidak mudah, semakin meningkatnya jumlah penduduk dibarengi dengan semakin tingginya tingkat konsumsi tidak sebanding dengan ketersediaan TPA untuk menampungnya. Terbatasnya fasilitas pendukung pengelolaan sampah, serta konsep pengelolaan sampah yang masih konvensional, hingga sampai kepada masalah sosial yang ditimbulkan dari sampah (seperti bau yang menyengat, air limbah sampah yang mencemari sungai, terganggunya kesehatan, serta rendahnya keaktifan masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya) merupakan masalah lingkungan hidup yang serius. Hal ini diakibatkan oleh kurangnya penerapan etika lingkungan dalam pengelolaan sampah, maka perlu penanganan pemerintah secara cepat dan tepat (Adnan: 2010). Dalam UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah diartikan sebagai kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah bukan kepada pengelolaan sampah. Sampah telah menjadi permasalahan nasional sehingga pengelolaannya perlu dilakukan secara komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir agar memberikan manfaat secara ekonomi, sehat bagi masyarakat, dan aman bagi lingkungan, serta dapat mengubah perilaku masyarakat. Kota Depok saat ini mengalami masalah serius dalam pengelolaan sampah. Perubahan status Depok dari sebuah Kota Administratif yang hanya membawahi 3 Kecamatan kini berkembang menjadi Kota yang membawahi 11 Kecamatan. Dengan bertambahnya luas wilayah dan juga jumlah penduduk tentunya memerlukan penanganan yang serius dalam mengelola permasalahan sampah demi menjaga lingkungan hidup yang ada di Kota Depok sesuai penerapan etika lingkungan yang ada demi menjaga kelestarian dan keberlangsungan lingkungan hidup yang menjadi tempat tinggal manusia.
Analisis penerapan ..., Syifa Fauzia Putri, FISIP UI, 2013
Permasalahan yang dibahas oleh peneliti dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana penerapan prinsip-prinsip etika lingkungan dalam
2. Metode Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif merupakan pendekatan yang dapat dikatakan sebagai suatu gejala sosial yang real dan menjadi suatu fenomena yang sifatnya universal dan diakui oleh banyak orang. Pendekatan kuantitatif juga merupakan suatu pendekatan untuk menemukan hukum universal dan mencari penjelasan (Prasetyo dan Jannah: 2008, 28-32). Penelitian ini merupakan penelitian yang bertema penerapan etika lingkungan dalam pengelolaan sampah dengan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif sehingga penelitian ini banyak digunakan untuk menguji suatu teori, menyajikan suatu fakta atau mendeskripsikan statistik untuk menunjukan hubungan antar variabel dan pengembangan konsep serta pengembangan pemahaman untuk mendeskripsikan banyak hal, baik ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial. (http://id.shvoong.com). Tujuan dari penelitian ini adalah penelitian deskriptif untuk memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena yang terjadi. Penelitian deskriptif menggambarkan mekanisme sebuah proses dan menciptakan seperangkat kategori atau pola (Prasetyo dan Jannah:2008, 43). Manfaat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian murni. Penelitian murni merupakan penelitian yang manfaatnya dirasakan dalam waktu lama. Lamanya manfat penelitian dikarenakan penelitian ini biasanya dilakukan karena kebutuhan dari peneliti itu sendiri. Penelitian murni mencakup penelitian-penelitian yang dilakukan dalam kerangka akademis seperti penelitian untuk skripsi, tesis, atau disertasi. Karena penelitian murni lebih banyak digunakan dalam lingkungan akademik, penelitian tersebut memiliki karakteristik yaitu penggunaan konsep-konsep yang abstrak (Prasetyo dan Jannah: 2008, 38). Dimensi waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian cross-sectional karena informasi yang dikumpulkan hanya pada suatu saat tertentu. Penelitian ini hanya digunakan dalam waktu tertentu, dan tidak akan dilakukan penelitian lain di waktu yang berbeda untuk dibandingkan (Prasetyo dan Jannah, 2005 : 45). Penelitian cross-sectional adalah penelitian yang digunakan pada satu waktu. Penelitian ini mencirikan bahwa unit analisis atau objek penelitian yang diamati berjumlah banyak akan tetapi pengamatan atau pengumpulan data dalam kurun waktu tertentu hanya dilakukan sekali saja (Nasution dan Usman: 2007, 89).
pengelolaan sampah rumah tangga di Kota Depok khususnya di Kecamatan Sukmajaya? Jenis data yang dikumpulkan oleh peneliti dalam melakukan penelitian adalah data primer merupakan data asli yang dikumpulkan oleh periset untuk menjawab masalah risetnya secara khusus (Istijanto: 2005, 45). Data-data tersebut didapatkan langsung pada sumber data, data-data tersebut didapat melalui survey, yaitu pengunaan instrumen pengambilan data berupa kuesioner yang berisi daftar pertanyaan-pertanyaan tertulis dan jawaban dari responden. Dalam metode penyebaran kuesioner ini, pengisian jawaban atas pertanyaan sepenuhnya diserahkan kepada responden. Lembaran kuesioner ini dibagikan kepada masyarakat Kota Depok yang bertempat tinggal di Kecamatan Sukmajaya, Depok serta data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Data sekunder ini merupakan data-data yang biasanya didapat dari buku, artikel, jurnal mutakhir, jurnal dari internet, skripsi, thesis, situs internet, penelitian terdahulu, dan berbagai literatur lainnya (Widjono: 2007, 48). Lokasi penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah di Kecamatan Sukmajaya, Depok. Kecamatan Sukmajaya merupakan salah satu Kecamatan di Kota Depok yang memiliki jumlah kepadatan penduduk paling banyak dibandingkan dengan kecamatan lainnya, yaitu sebanyak 13.433 jiwa/km2 dengan anggota rata-rata rumah tangga sebanyak 55.400 (http://depokkota.bps.go.id). Tehnik penarikan sample yang dilakukan peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah teknik penarikan sample nonprobabilitas. Teknik penarikan sample nonprobabilitas atau teknik penarikan sample secara acak adalah setiap unsur yang ada dalam populasi tidak diberi kesempatan atau peluang yang sama untuk bisa diambil sebagai sampel. Tehnik penarikan sample ini menggunakan pendekatan teknik accidental sampling yaitu sampling non acak dan penentuan sampel berdasarkan kepada siapa yang ditemui saat itu, sampel tetap pada obyek penelitian(http://www.sodiycxacun.web.id) Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah anggota rata-rata rumah tangga di Kecamatan Kota Depok, yaitu sebesar 55.400. Sedangkan untuk penarikan sample digunakan rumus slovin (Ridwan: 2005, 65) dengan tingkat kesalahan yang dikehendaki oleh peneliti sebesar 10% maka sample yang digunakan dalam penelitian ini adalah 100 responden, 1 responden yang dijadikan sample dianggap dapat mewakili 1 rumah tangga di Kecamatan Sukmajaya dari total 100 rumah tangga yang dijadikan sample dalam penelitian ini. Tahapan pengolahan data yang akan dilakukan dalam mengolah kuesioner adalah sebagai berikut:
Analisis penerapan ..., Syifa Fauzia Putri, FISIP UI, 2013
Memberi nilai pada masing-masing jawaban responden berdasarkan jawaban yang ada pada kuesioner yang telah diisi oleh responden dengan menggunakan skala likert. Nilai Jawaban Kuesioner Kategori Jawaban Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju Sumber: Diolah oleh penulis
Nilai 1 2 3 4 5
Melakukan tabulasi data dengan bantuan SPSS. Melakukan analisis statistik, analisis statistik dilakukan dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi. Mengkategorikan jawaban responden untuk dianalisis menjadi dua kategori dengan menggunakan rentang skala. Tabel Kategori Analisis Kategori Analisis Nilai Belum Terlaksana 1-3 Terlaksana 4-6 Sumber: Diolah oleh penulis
Rentang skala yang didapat adalah 3, sehingga untuk kategori jawaban 1, 2 dan 3 maka jawaban dikategorikan menjadi belum terlaksana, sedangkan untuk kategori jawaban diatas 4, 5 dan 6 dikategorikan menjadi terlaksana. Menginterpretasikan tabel indikator dari prinsipprinsip etika lingkungan.
3. Hasil dan Pembahasan Pada bagian ini akan ditampilkan data berdasarkan indikator yang berasal dari dimensi dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam membaca hasil penelitian yang telah dilakukan. Adapun data untuk membuat tabel tersebut merupakan hasil pengolahan data kuesioner menggunakan software SPSS 19.0 dengan melihat tingkat frekuensi responden dalam memilih jawaban yang tersedia. Semua dimensi yang digunakan pada penelitian ini, diambil dari teori Etika Lingkungan dari A. Sonny Keraf (2006). Pada tabel dibawah ini peneliti akan menampilkan hasil jawaban responden dan menganalisis hasil dari jawaban responden.
Tabel Frekuensi Dimensi Prinsip Tanggung Jawab
Indikator
Belum Terlaksana (%)
Masyarakat Mengetahui Perbedaan Sampah 32 Organik dan Anorganik di Kota Depok Masyarakat Kota Depok Selalu Memilah Sampah 55 Organik dan Anorganik Sebelum Dibuang Program Pengelolaan Sampah yang Dilakukan Oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Sudah 75 Dapat Mengatasi Permasalahan Sampah di Kota Depok Sudah Diberlakukanya Perda yang Mengatur 53 tentang Pengelolaan Sampah di Kota Depok Masyarakat Sudah Membentuk Kelompok Peduli Lingkungan yang 30 Membantu Mengolah Sampah Rumah Tangga di Kota Depok Seluruh Masyarakat Ikut Berpartisipasi Dalam Mengelola Sampah 53 Rumah Tangga di Kota Depok Total 298 Total Persentase 49,66 Sumber: data kuesioner
Terlaksana (%)
68
45
25
47
70
47
302 50,34
Prinsip Tanggung Jawab ini menuntut manusia untuk mengambil prakarsa, usaha, kebijakan dan tindakan bersama secara nyata untuk menjaga alam semesta dengan segala isinya dalam beberapa indikator yang dijadikan pernyataan dalam menjawab kuesioner. Beberapa dari indikator dalam prinsip tanggung jawab sudah diterapkan lebih dari 50% di Kota Depok, indikator tersebut mencakup: Masyarakat mengetahui perbedaan sampah organik dan anorganik Masyarakat sudah membentuk kelompok peduli lingkungan yang membantu mengolah sampah rumah tangga di kota Depok Sedangkan dalam prinsip ini ada empat indikator yang penerapannya masih dibawah 50% oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok, yaitu: Masyarakat selalu memilah sampah organik dan anorganik sebelum dibuang
Analisis penerapan ..., Syifa Fauzia Putri, FISIP UI, 2013
Sudah diberlakukanya perda yang mengatur tentang pengelolaan sampah Kota Depok Program pengelolaan sampah yang dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan sudah dapat mengatasi permasalahan sampah di Kota Depok Seluruh masyarakat ikut berpartisipasi dalam mengelola sampah rumah tangga Sehingga dapat disimpulkan bahwa Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok dalam prinsip tanggung jawab ini sudah dapat melaksanakan penerapan dari prinsip-prinsip etika lingkungan sebesar 50,34%. Tabel Frekuensi Dimensi Prinsip No Harm
Indikator
Belum Terlaksana (%)
Petugas Kebersihan Sudah Rutin Membersihkan Sampah 36 di Lingkungan Tempat Tinggal Warga di Kota Depok Tempat-Tempat Umum Seperti Halte, Stasiun, Dan Jalanan Umum 80 Terbebas Dari Sampah di Kota Depok Masyarakat Depok sudah membuang Sampah Sesuai Pada 45 Tempat yang Telah Disediakan Sungai-Sungai di Kota Depok Bersih Dan 80 Tidak Tercemar Sampah Total 241 Total Presentase 60,25 Sumber: data kuesioner
Terlaksana (%)
Petugas kebersihan sudah rutin membersihkan sampah di lingkungan tempat tinggal warga Membuang sampah sesuai pada tempat yang telah disediakan Sedangkan dalam prinsip ini, ada beberapa indikator yang belum dapat dilaksanakan karena penerapannya kurang dari 50% oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok, yaitu: Tempat-tempat umum seperti halte, stasiun, dan jalanan umum terbebas dari sampah Sungai-sungai di Depok bersih dan tidak tercemar sampah Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam prinsip no harm ini sudah terlaksana penerapan dari prinsip-prinsip etika lingkungan sebesar 39,75%. Tabel Frekuensi Dimensi Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras dengan Alam
Indikator 64
20
55
20 159 39,75
Dalam Prinsip No Harm ini, manusia memiliki kewajiban dan tanggung jawab moral yang bisa dinyatakan dalam bentuk maksimal dengan melakukan tindakan merawat, melindungi, menjaga dan melestarikan alam. Sebaliknya kewajiban dan tanggung jawab moral yang sama bisa mengambil bentuk minimal dengan tidak melakukan tindakan yang merugikan alam semesta dan segalanya yang dapat kita lihat dalam beberapa indikator yang dijadikan pernyataan dalam menjawab kuesioner. Beberapa dari indikator tersebut sudah diterapkan diatas 50 % di Kota Depok, seperti:
Belum Terlaksana (%)
Masyarakat Telah Mengurangi Tingkat Konsumsi Untuk 77 Mengurangi Masalah Sampah di Kota Depok Masyarakat Kota Depok Sudah Berpartisipasi 54 dalam Gerakan Go Green Masyarakat Sudah Ikut Serta dalam Mengurangi 68 Penggunaan Limbah Plastik di Kota Depok Masyarakat Kota Depok Sudah Menerapkan Cara 3R (Resycle, Reduce, 59 Reuse) Dalam Pengelolaan Sampah Masyarakat Kota Depok Menjaga Kebersihan 50 Agar Lingkungan Tidak Tercemar Oleh Sampah Total 308 Total Presentase 61,6 Sumber: data kuesioner
Terlaksana (%)
23
46
32
41
50 192 38,4
Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras dengan Alam adalah suatu prinsip yang menekankan pada mutu kehidupan yang baik seperti nilai, kualitas, cara hidup yang baik dan bukan kekayaan, sarana, standar material yang dapat kita lihat dalam beberapa indikator yang dijadikan pernyataan dalam menjawab kuesioner. Terdapat 1 dari indikator yang sudah diterapkan di lingkungan Kota Depok walaupun dalam
Analisis penerapan ..., Syifa Fauzia Putri, FISIP UI, 2013
pelaksanaannya indikator tersebut hanya dapat berjalan 50% di Kota Depok, yaitu: Masyarakat menjaga kebersihan agar lingkungan tidak tercemar oleh sampah Sedangkan dalam prinsip ini ada beberapa indikator yang belum dapat dilaksanakan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok dikarenakan penerapannya terlaksana dibawah 50%, yaitu: Masyarakat Kota Depok sudah berpartisipasi dalam gerakan Go Green Masyarakat telah mengurangi tingkat konsumsi untuk mengurangi masalah sampah Masyarakat sudah ikut serta dalam mengurangi penggunaan limbah plastik Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam ini sudah terlaksana penerapan dari prinsip-prinsip etika lingkungan sebesar 38,4%.
ini, semua indikator yang ada belum dapat dilaksanakan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok karena indikator penerapannya masih dibawah 50% tersebut mencakup: Adanya kegiatan kerja bakti rutin yang dilakukan laki-laki dan perempuan untuk membersihkan sampah di lingkungan perumahan Kota Depok Sudah tersedianya fasilitas pengelolaan sampah yang dapat dinikmati seluruh warga Depok UPS dan TPA sudah mencukupi kebutuhan sampah di Kota Depok Seluruh warga Kota Depok tidak mendapatkan dampak negatif dari permasalahan sampah Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam prinsip keadilan ini sudah terlaksana penerapan dari prinsip-prinsip etika lingkungan sebesar 25,25%. Tabel Frekuensi Dimensi Prinsip Integritas Moral
Tabel Frekuensi Dimensi Prinsip Keadilan Indikator Indikator
Belum Terlaksana (%)
Sudah Tesedianya Fasilitas Pengelolaan Sampah Yang Dapat 68 Dinikmati Seluruh Warga Depok Adanya Kegiatan Kerja Bakti Rutin yang Dilakukan Laki-Laki dan Perempuan Untuk 60 Membersihkan Sampah di Lingkungan Perumahan Kota Depok UPS dan TPA Sudah Mencukupi Kebutuhan 83 Sampah di Kota Depok Seluruh Warga Kota Depok Tidak Mendapatkan Dampak 88 Negatif dari Permasalahan Sampah Total 299 Total Presentase 74,75 Sumber: data kuesioner
Terlaksana (%)
32
40
17
12
101 25.25
Dalam prinsip keadilan ini berbicara tentang akses yang sama bagi semua kelompok dan anggota masyarakat dalam ikut menentukan kebijakan pengelolaan sumber daya alam, pelestarian alam, dan ikut menikmati pemanfaatan sumber daya alam atau alam semesta secara keseluruhan yang dapat kita lihat dalam beberapa indikator yang dijadikan pernyataan dalam menjawab kuesioner. Dalam prinsip keadilan
Belum Terlaksana (%)
Pejabat Pemerintah Kota Depok Beserta Pegawainya Memberikan 51 Penyuluhan Tentang Pengelolaan Sampah yang Baik di Depok Pejabat Pemerintah Memiliki Kesadaran untuk Dapat Memberi Contoh kepada 64 Masyarakat dalam Hal Pengelolaan Sampah di Kota Depok Pejabat Pemerintah Kota Depok Sudah Melakukan Peninjauan Secara Langsung untuk 68 Mengetahui Secara Mendalam Mengenai Masalah Sampah di Depok Total 183 Total Presentase 61 Sumber: data kuesioner
Terlaksana (%)
49
36
32
117 39
Dalam Prinsip Integritas Moral ini menuntut pejabat publik agar memiliki perilaku dan sikap moral yang terhormat serta memegang teguh prinsip-prinsip moral yang mengutamakan kepentingan publik terutama yang berhubungan dengan masalah lingkungan. Sedangkan dalam prinsip ini, semua indikator belum dapat dilaksanakan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok karena
Analisis penerapan ..., Syifa Fauzia Putri, FISIP UI, 2013
penerapan indikator dalam prinsip ini semua dibawah 50%, yaitu: Pejabat pemerintah beserta pegawainya memberikan penyuluhan tentang pengelolaan sampah yang baik di Kota Depok Pejabat pemerintah memiliki kesadaran untuk dapat memberi contoh kepada masyarakat dalam hal pengelolaan sampah Pejabat pemerintah Kota Depok sudah melakukan peninjauan secara langsung untuk mengetahui secara mendalam mengenai masalah sampah Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam prinsip integritas moral ini sudah terlaksana penerapan dari prinsip-prinsip etika lingkungan sebesar 39%. Tabel Variabel Prinsip–Prinsip Etika Lingkungan
Dimensi
Belum Terlaksana (%) 298 241
Terlaksana (%)
Prinsip Tanggung Jawab 302 Prinsip No Harm 159 Prinsip Hidup Sederhana 308 192 dan Selaras dengan Alam Prinsip Keadilan 299 101 Prinsip Integritas Moral 183 117 Total 1.329 871 Total Presentase 60,41 % 39,59 % Sumber: data kuesioner, telah diolah kembali
Penerapan prinsip-prinsip etika lingkungan di Kota Depok belum dapat diterapkan secara maksimal oleh pemerintah dan masyarakat, hal ini dapat di ketahui dari jumlah total presentase di tiap-tiap dimensi dalam etika lingkungan secara keseluruhan belum ada pelaksanaanya yang mencapai lebih dari 50% kecuali hanya pada prinsip tanggung jawab. Dari tabel data keseluruan diatas, dapat diketahui bahwa pengelolaan sampah di Kota Depok tidak sesuai penerapannya dengan prinsip-prinsip etika lingkungan dan pelaksanaanya baru berjalan 39,59% dengan kata lain, prinsip-prinsip etika lingkungan di Kota Depok belum terlaksana dengan baik.
4. Kesimpulan Pengelolaan sampah rumah tangga yang ada di kota Depok dalam hal penerapannya belum sesuai dengan etika lingkungan. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor berikut: a) Belum terlaksananya beberapa programprogram pengelolaan sampah Dinas Kebersihan dan Pertamanan seperti program pemilahan sampah organik dan anorganik dan tidak adanya Peraturan Daerah yang khusus mengatur pengelolaan sampah di Kota Depok.
b)
Kurangnya rasa memiliki kewajiban dan tanggung jawab moral pemerintah maupun masyarakat Kota Depok untuk menjaga lingkungan serta fasilitas umum sehingga lingkungan dan fasilitas umum belum dapat terbebas dari masalah sampah. c) Kurangnya partisipasi masyarakat Kota Depok dalam pelaksanaan program pengelolaan sampah oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan sehingga permasalahan sampah masih belum dapat terselesaikan dengan baik. d) Ketidakmerataan penyediaan fasilitas pengelolaan sampah yang diberikan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan kepada masyarakat serta penyediaan fasilitas tersebut masih dianggap kurang dan belum dapat menyelesaikan permasalahan sampah di Kota Depok. e) Kurangnya kepedulian pejabat pemerintah Kota depok untuk mengutamakan kepentingan publik terutama dalam hal mengatasi permasalahan sampah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok dalam pengelolaan sampah belum menerapkan prinsip-prinsip etika lingkungan.
Daftar Acuan BUKU 1. Ahmad, Shanon. Sampah. Dewan Bahasa dan Pustaka: Kementrian Pelajaran Malaysia, 1977. 2. Anwar, Ali. Konflik Sampah Kota. Bekasi: Komunitas Jurnalis Bekasi, 2003. 3. Atoshoki, Antonius. Relasi dengan Dunia (Alam, Iptek &Kerja). Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2005. 4. Chandra, Budiman. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2007. 5. Darmono. Lingkungan Hidup dan Pencemaran: Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 2001. 6. Hartono. Geografi: Jelajah Bumi dan Alam Semesta. Bandung: Penerbit Cita Praya, 2007. 7. HS, Widjono. Bahasa Indonesia: Mata Kuliah Perkembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT. Grasindo, 2007. 8. Indrawan, Mochamad. Biologi Konservasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007. 9. Istijanto. Aplikasi Praktis Riset Pemasaran. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005. 10. K. Bertens. Etika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007. 11. Keraf, A. Sonny. Etika Lingkungan Hidup. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2010.
Analisis penerapan ..., Syifa Fauzia Putri, FISIP UI, 2013
12. Kusnoputransto. Kesehatan Lingkungan Seri 1. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1985. 13. Kumorotomo, Wahyudi. Etika Administrasi Negara. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007. 14. Mangunjaya, Fachruddin M. Bertahan di Bumi: Gaya Hidup Mengatasi Perubahan Iklim. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008. 15. Nasution, Mustafa Edwin dan Hardis Usman. Proses Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2007. 16. Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul Jannah. Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008. 17. Purwendro, Setyo dan Nur Hidayat. Seni Agritekno: Mengolah Sampah Untuk Pupuk Pestida dan Organik. Depok: Penebar Swadaya, 2007. 18. Pusat Informasi Lingkungan Hidup, State of The Environment Report Indonesian. Bappedal, 2001. 19. Riduwan. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta, 2005. 20. Sadyohutomo, Mulyono. Manajemen Kota dan Wilayah: Realita dan Tantangan. Jakarta: Bumi Aksara, 2008. 21. Saile, Said. Penegakan Hukum Lingkungan Hidup. Jakarta: CV. Restu Agung, 2003. 22. Sejati, Kuncoro. Pengolahan Sampah Terpadu dengan Sistem Node, Sub Point, dan Center Point. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2009. 23. Siahaan. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan. Jakarta: Erlangga, 2004. 24. Siswanto, Hadi. Kamus Populer Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2003. 25. Stokes, Jane. HOW TO DO MEDIA AND CULTURAL STUDIES: Panduan untuk Melaksanakan Penelitian dalam Kajian Media dan Budaya. Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka, 2007. 26. Sudrajat. Mengelola Sampah Kota. Jakarta: Penebar Swadaya, 2006. 27. Suherneti, Nita, et al. Pendidikan Lingkungan Hidup. Jakarta: Grasindo, 2010. 28. T. S, Daniel, Hasan, P. dan Vonny, S. Teknologi Pemanfaatan Sampah Kota dan Peran Pemulung Sampah: Suatu Pendekatan Konseptual. Bandung: PPLH ITB, 1985. 29. Tim Penulis Penebar Swadaya. Penanganan dan Pengolahan Sampah. Jakarta: Penebar Swadaya, 2008. 30. Republik Indonesia, Undang-Undang No. 15 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon. 31. Republik Indonesia, Undang-Undang No 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
32. Republik Indonesia, Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. INTERNET 33. http://id.shvoong.com 34. www.bappenas.go.id 35. http://www.depok.go.id 36. http://www.pikiran-rakyat.com 37. http://www.jurnas.com 38. http://www.ampuh.org 39. http://www.sodiycxacun.web.id 40. http://www.bps.go.id KARYA ILMIAH 41. Desmawati, Erny. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai Dinas Kebersihan DKI Jakarta dan Pranserta Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah (Pendekatan Ekologi Adminstrasi), 2002. 42. Riama, Vivid. Pencemaran Lingkungan dalam Pengelolaan Sampah dan Dampaknya terhadap Masyarakat (Studi Kasus di Perumnas Depok II Tengah), 2010. JURNAL 43. Adnan, Ricardi S. Perbandingan Pengelolaan Sampah di Depok dengan di Jepang. Jurnal Sampah Jakarta Selatan, 2010. 44. Kosmanto, Yogi. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga di Kecamatan Kota Manna Kabupaten Bengkulu Selatan. Journal of Environment, 2011.
Analisis penerapan ..., Syifa Fauzia Putri, FISIP UI, 2013