Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
Diterbitkan oleh : Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (c) 2010
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
Kata Pengantar Dalam rangka mengimplementasikan arah kebijakan pembangunan nasional yang tertuang di dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005−2025 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010−2014 perlu diterjemahkan dalam bentuk Rencana Strategis (Renstra) sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing unit kerja organisasi pemerintah. Rencana Strategis Pembangunan Perdagangan Dalam Negeri Tahun 2010-2014 merupakan arah dan acuan utama bagi Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan dalam menyusun kebijakan serta melaksanakan program dan kegiatan pembangunan sub sektor perdagangan dalam negeri selama periode 20102014. Dalam menyusun rencana strategis ini, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri tetap mengacu kepada RPJMN 2010−2014 dan Rencana Strategis Kementerian Perdagangan 2010−2014 yang dielaborasi secara lebih fokus dengan mempertimbangkan kekuatan dan potensi yang dimiliki serta tantangan dan permasalahan yang dihadapi, sehingga diharapkan dapat diimplementasikan dengan baik selama lima tahun kedepan. Rencana pembangunan perdagangan dalam negeri periode 2010-2014 difokuskan untuk mencapai empat misi utama, yaitu: perbaikan iklim usaha perdagangan dalam negeri, peningkatan kinerja sektor perdagangan besar dan eceran serta ekonomi kreatif, stabilisasi dan penurunan disparitas harga bahan pokok, dan penciptaan jaringan distribusi perdagangan yang efisien. Dalam rangka pencapaian misi pembangunan perdagangan dalam negeri tersebut, Direktorat jenderal Perdagangan Dalam Negeri akan terus berupaya untuk dapat mengimplementasikanya melalui program dan kegiatan yang sejalan dengan prioritas pembangunan nasional. Namun demikian, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri menyadari sepenuhnya bahwa misi pembangunan perdagangan dalam negeri periode 2010-2014, tidak mungkin dapat tercapai tanpa dukungan dan partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan dan instansi terkait. Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri akan terus berupaya melakukan koordinasi yang baik dan konstruktif agar tujuan, sasaran dan target pembangunan perdagangan dalam negeri periode 2010-2014 dapat tercapai dengan baik. Akhir kata, semoga Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri tahun 2010-2014 dapat bermanfaat bagi pembangunan perdagangan dalam negeri untuk kesejahteraan masyarakat dan kejayaan Bangsa Indonesia. Jakarta, 01 Oktober 2010 Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri
Subagyo
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
Daftar Isi BAB 1
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 1.1. Konsisi Umum ................................................................ 2 1.2. Potensi dan Permasalahan ................................................. 25
BAB 2
VISI MISI DAN TUJUAN .............................................................................. 33 2.1. Visi
......................................................................... 34
2.2. Misi
........................................................................ 34
2.3. Tujuan
..................................................................... 35
2.4. Sasaran Strategis BAB 3
......................................................... 35
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI ............................................................ 45 3.1. Arah Kebijakan Kementerian Perdagangan
........................... 46
3.1. Arah Kebijakan Ditjen Perdagangan Dalam Negeri 3.3. Program dan Indikator Kinerja
.................. 48
........................................ 50
3.4. Kelembagaan dan Ketatalaksanaan
................................... 52
BAB 4 PENUTUP .................................................................................................. 59 LAMPIRAN-LAMPIRAN
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
Daftar Tabel Tabel 1.1 Tabel 1.2 Tabel 1.3 Tabel 1.4 Tabel 1.5 Tabel 1.6 Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 2.4 Tabel 2.5 Tabel 2.6
Peringkat Iklim Usaha Indonesia Tahun 2009 ........................................................................ 5 Pelayanan Perizinan/Pendaftaran pada Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Tahun 2007−2009 ................................................................................................................... 7 Logistic Performance Index, 2009 ........................................................................................ 11 Perkembangan Revitalisasi Pasar Tradisional 2004−2009 ................................................... 14 PDB Sektor Perdagangan Dalam Negeri Tahun 2004 s/d 2009* (Milyar) ............................ 25 Perkembangan Omzet Bisnis Ritel Indonesia (Rp. Triliun) ................................................... 26 Sasaran Perbaikan Layanan Perizinan Perdagangan Dalam Negeri 2010‐2014 ................... 37 Sasaran Peningkatan Pertumbuhan PDB Sektor Perdagangan Besar dan Eceran ................................................................................................................................... 38 Sasaran Penurunan Koefisien Variasi Harga Komoditi Tertentu .......................................... 40 Sasaran Penurunan Rasio Variasi Harga Komoditi Tertentu di Dalam dan Luar Negeri ................................................................................................................................... 41 Sasaran Penurunan Disparitas Harga antar Provinsi ............................................................ 43 Sasaran Peningkatan Kinerja Logistik Indonesia .................................................................. 44
Daftar Grafik Grafik 1.1 Grafik 1.2 Grafik 1.3 Grafik 1.4 Grafik 1.5 Grafik 1.6 Grafik 1.7 Grafik 1.8 Grafik 1.9 Grafik 1.10
Prosedur, Waktu dan Biaya Memulai Usaha Baru di Indonesia ............................................. 6 Produksi, Konsumsi dan Harga Bera Periode 2004‐2009 .................................................... 17 Produksi, Konsumsi dan Harga Gula ..................................................................................... 18 Produksi, Konsumsi, dan Harga Minyak Goreng .................................................................. 19 Perkembangan Produksi, Konsumsi dan Harga Kedelai ....................................................... 20 Perkembangan Harga Tepung Terigu dan Harga Gandum Dunia ........................................ 21 Perkembangan Serapan Nasional Pupuk Bersubsidi ............................................................ 22 Penjualan Pupuk Urea Per Sektor (Juta Ton) ……………………………………………………………… .. 23 Tingkat Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang Tahun 2005−2009 ....................................... 24 Tingkat Inflasi Nasional Tahun 2005−2009 ........................................................................... 24
Daftar Gambar Gambar 1.1 Gambar 1.2 Gambar 1.3 Gambar 1.4 Gambar 2.1 Gambar 3.1 Gambar 3.2
Posisi Strategis Pasar Tradisional ......................................................................................... 13 Kontribusi PDRB Sektor Perdagangan Menurut Wilayah Tahun 2008 ................................. 27 Aliran Input Produksi Antar Wilayah (dalam persen terhadap total input nasional ................................................................................................................................ 28 Aliran Output Perdagangan Antarwilayah (dalam persen terhadap total output nasional) ................................................................................................................... 29 Keterkaitan Misi, Tujuan dan Sasaran Pembangunan Perdagangan Dalam Negeri 2010 – 2014 ............................................................................................................. 35 Reformasi Birokrasi Kementerian Perdagangan ................................................................ …52 Struktur organisasi Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (sesuai dengan Perpres No. 24 Tahun 2010) .................................................................................... 57
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
BAB 1 Pendahuluan
1
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
1.1. Kondisi Umum Kemampuan manusia dalam mencari dan memproduksi alat dan barang untuk memenuhi kebutuhan hidup dan aktivitasnya relatif terbatas, sehingga membutuhkan jasa dan atau hasil produksi dari manusia lainnya. Dalam konteks ini, berarti terjadi kegiatan transaksi, baik yang dilakukan dengan menggunakan sistem tukar tradisional ataupun dengan menggunakan alat tukar yang disepakati para pihak yang melakukan transaksi perdagangan. Kegiatan transaksi atau perdagangan tersebut mencakup sebagian besar aspek-aspek kehidupan dan aktivitas manusia. Kondisi dan pemikiran tersebut menjadikan sektor perdagangan memiliki posisi yang penting dan strategis dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi suatu negara. Oleh karenanya, diperlukan adanya upaya-upaya untuk menfasilitasi, mengatur dan mengendalikan agar aktivitas perdagangan dapat berlangsung dalam iklim yang kondusif baik bagi produsen, konsumen, dan pemangku kepentingan lainnya yang terkait dengan aktivitas perdagangan. Salah satu sub-sektor dari kegiatan perdagangan tersebut adalah sub-sektor perdagangan dalam negeri. Secara harfiah, aktivitas perdagangan dalam negeri merupakan aktivitas perdagangan yang terjadi dalam batas-batas teritorial suatu negara (domestik), yang hanya melibatkan penduduk di negara yang bersangkutan (baik antar individu, individu dengan lembaga, atau antar lembaga) atau antara penduduknya dengan negara melalui BUMN dan BUMD. Namun demikian, perkembangan ekonomi global saat ini, menjadikan aktivitas perdagangan dalam negeri tidak hanya dipengaruhi oleh faktor internal dengan berbagai isu dan kondisi domestik, tetapi juga faktor eksternal dan isu perdagangan global. Dalam tinjauan tugas dan fungsi pemerintah, kondisi ini menjadikan proses manajemen, regulasi atau pengaturan serta pengelolaan perdagangan dalam negeri perlu dilakukan secara dinamis, mempertimbangkan faktor internal dan eksternal yang memengaruhinya, namun tetap memperhatikan arah dan kebijakan pembangunan ekonomi nasional. Sejalan dengan itu, peran sektor perdagangan semakin penting dalam perekonomian nasional, baik secara kuantitas maupun kualitas. Secara kuantitas, pentingnya peran sektor perdagangan terlihat dari peningkatan kontribusi PDB Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran yang terus meningkat secara signifikan. Nilai tambah sektor perdagangan selama periode 2005−2008 menunjukkan peningkatan positif dari tahun ke tahun, yaitu dari Rp 293,9 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp 363,3 triliun pada tahun 2008. Peranan sektor perdagangan dalam PDB nasional masih tetap signifikan, yaitu sebesar 14% dari PDB nasional pada tahun 2008. Perkembangan jumlah usaha dan nilai transaksi sektor perdagangan mengalami peningkatan, yaitu nilai transaksi perdagangan eceran dan nilai transaksi perdagangan ekspor-impor. Sedangkan dalam kategori nilai transaksi perdagangan besar, terlihat proporsi nilai transaksi perdagangan nasional didominasi oleh transaksi perdagangan dalam negeri untuk distribusi dan nondistribusi serta transaksi para eksportir, yaitu berada di atas transaksi importir dan transaksi perdagangan besar yang berdasarkan fee atau kontrak.
2
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
Secara kualitas, semakin pentingnya sektor perdagangan terlihat dari kegiatan-kegiatan yang lebih mengedepankan kegiatan usaha perdagangan untuk mendukung sektor lain seperti sektor industri, telekomunikasi, transportasi, pertanian, kehutanan, perikanan, turisme, pertambangan, dan lain-lain. Dukungan kegiatan tersebut memberikan pengaruh yang positif terhadap meningkatnya kontribusi sektor perdagangan dalam pembangunan ekonomi secara nasional. Kegiatan-kegiatan ini antara lain meliputi perbaikan pelayanan publik, peningkatan iklim usaha, pembangunan/revitalisasi pasar tradisional, peningkatan kelancaran distribusi bahan kebutuhan pokok dan barang strategis, penurunan disparitas harga antar provinsi serta stabilisasi harga. Pentingnya peran sub sektor perdagangan dalam negeri juga terlihat dari jumlah tenaga kerja yang dapat terserap di sektor ini. Jumlah tenaga kerja di sektor perdagangan pada tahun 2008 sebanyak 17,1 juta jiwa, atau merupakan sektor penyerap tenaga kerja nomor dua setelah sektor pertanian. Jumlah tersebut meningkat 3,64 persen dari tahun sebelumnya. Jika digabung dengan hotel dan restoran, yang didalamnya juga dominan aktivitas perdagangan, maka jumlah tenaga kerja yang terserapa sebanyak 21,2 juta jiwa dengan tingkat pertumbuhan sebesar 3,26 persen. Selain itu, bidang perdagangan dalam negeri juga terus berupaya melakukan pemberdayaan UMKM di sektor perdagangan agar dapat menjadi lebih efisien dan lebih produktif dalam melaksanakan aktivitas usahanya. Selain pemberdayaan UMKM juga dilakukan pemberdayaan petani melalui program penyaluran pupuk bersubsidi. Dalam RPJM 2004−2009, pemberdayaan UMKM diarahkan untuk meningkatkan kepastian berusaha, kepastian hukum, peningkatan akses UMKM kepada sumber daya produksi serta peningkatan kompetensi tenaga kerja dan kewirausahaan. Beberapa indikator kinerja utama yang dilakukan Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, dapat digambarkan sebagai berikut :
1.1.1. Pengembangan Kelembagaan dan Pelaku Usaha Perdagangan Salah satu tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri adalah meningkatkan iklim usaha yang kondusif melalui berbagai program dan kebijakan yang probisnis. Salah satu program prioritas Pemerintah 2004−2009 adalah untuk memperbaiki iklim investasi dengan reformasi dan penyempurnaan peraturan perpajakan, kepabeanan, perburuhan dan investasi/penanaman modal. Terkait dengan penanaman modal, telah lama dilakukan upaya untuk penyempurnaan Undang-undang penanaman modal dengan menyatukan dua rezim investasi yang berlaku sejak tahun 1967 yaitu : a. Undang-undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan UU No. 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan UU No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, dan b. Undang-undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan UU No. 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan UU No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. 3
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam negeri bersama dengan para pemangku kepentingan lainnya, termasuk Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), bersama-sama berupaya merumuskan Undang-undang Penanaman Modal yang baru secara intensif mulai pada tahun 2005 yang kemudian disahkan menjadi Undang-undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang memuat best practices dan prinsip-prinsip rezim penanaman modal di negara-negara lain. Beberapa prinsip utama dalam Undang-undang tersebut antara lain adalah : • Prinsip perlakuan sama antara penanam modal asing dan penanam modal dalam negeri, kepastian hukum, akuntabilitas, dan keterbukaan; • Kepastian hukum dengan jaminan terhadap nasionalisasi atau pengambil alihan kepemilikan penanam modal dan kejelasan mengenai penyelesaian sengketa; • Peningkatan transparansi dengan kejelasan mengenai kriteria yang mendasari sektor tertutup dan terbuka dengan persyaratan tertentu; • Kejelasan mengenai wewenang dan tanggung jawab dalam pemberian izin penanaman modal antara pusat dan daerah. • Penyerdehanaan prosedur untuk penanaman modal termasuk persyaratan untuk dibentuk pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) dalam rangka perizinan untuk investasi. Sebagai tindak lanjut diberlakukannya Undang-undang No. 25 Tahun 2007, Kementerian Perdagangan selaku Ketua Kelompok Kerja Tim Nasional Peningkatan Investasi dan Peningkatan Ekspor (Timnas PEPI) yang bertanggung jawab untuk merumuskan kebijakan peningkatan investasi dan peningkatan ekspor, melalui proses koordinasi dengan semua pemangku kepentingan berupaya merumuskan dan menerbitkan beberapa peraturan antara lain : a.
Perpres No. 76 Tahun 2007 tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha yang Tertutup dan Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Kriteria yang digunakan untuk menetapkan bidang usaha yang tertutup adalah kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan keamanan nasional, dan kepentingan nasional lainnya. Sementara itu, kriteria yang digunakan untuk menetapkan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah kepemilikan modal, lokasi, kemitraan dengan UMKM dan Koperasi, dicadangkan untuk UMKM dan Koperasi dan perizinan khusus.
b.
Perpres No. 111 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Terbuka dengan Persyaratan di bidang Penanaman Modal yang merupakan perbaikan atas Perpres No. 77 Tahun 2007;
c.
Perpres No. 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Bidang Penanaman Modal. Keberadaan PTSP ini bertujuan untuk membantu penanam modal dalam memperoleh kemudahan pelayanan perizinan, fasilitas fiskal dan informasi mengenai penanaman modal di Indonesia. Penyelenggara PTSP dapat dibedakan menjadi: 4
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
• di tingkat pusat dilaksanakan oleh BKPM; • di tingkat provinsi dilaksanakan oleh Perangkat Daerah Provinsi bidang Penanaman Modal); dan di tingkat Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh Perangkat Daerah Kabupaten/Kota bidang Penanaman Modal. d.
Surat Keputusan Bersama 4 Menteri yakni, Menteri Dalam Negeri Nomor 69 Tahun 2009, Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-08.AH.01.01.2009, Menteri Perdagangan Nomor 60/M-DAG/PER/12/ 2009, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per.30/MEN/XII/2009 dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 10 Tahun 2009, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 01/SE/PDN/01/2010 tentang Percepatan Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan Untuk Memulai Usaha, yang salah satunya mengatur kemudahan prosedur penerbitan SIUP dan TDP tidak lebih dari 3 hari kerja.
Melalui berbagai peraturan dan kebijakan tersebut di atas, maka selama periode 2004-2009, peringkat iklim usaha di Indonesia semakin membaik. Berdasarkan hasil survei Bank Dunia yang dilaksanakan sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2009, posisi kemudahan berusaha di Indonesia dari tahun ke, menunjukkan perbaikan, yaitu dari posisi ke-133 tahun 2006 menjadi ke-122 pada tahun 2009. Hal ini tidak luput dari kontribusi sektor perdagangan dalam negeri yang cukup ”signifikan” terhadap perbaikan iklim usaha di Indonesia, yaitu melalui peningkatan pelayanan dan proses penerbitan perizinan di sektor perdagangan, antara lain: Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba (STPUW), dan surat izin/pendafatan lainnya. Peringkat kemudahan berusaha di Indonesia pada tahun 2009 berdasarkan hasil survey International Finance Corporation (IFC) yang dilakukan tahun 2010 dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 1.1 Peringkat Iklim Usaha Indonesia Tahun 2009
Economy Ease of Doing Business Rank Starting a Business Dealing with Construction Permits Employing Workers Registering Property Getting Credit Protecting Investors Paying Taxes Trading Across Borders Enforcing Contracts Closing a Business
Singapore Thailand Malaysia 1 4 2 1 16 4 2 5 1 13 2
12 55 13 52 6 71 12 88 12 24 48
23 88 109 61 86 1 4 24 35 59 57
China 89 151 180 140 32 61 93 130 44 18 65
Vietnam Indonesia Philippines 93 116 69 103 40 30 172 147 74 32 127
122 161 61 149 95 113 41 126 45 146 142
144 162 111 115 102 127 132 135 68 118 153
Sumber : International Finance Corporation (IFC) Doing Bussiness Report 2010
5
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
Mengingat sebagian besar urusan di bidang perdagangan dalam negeri termasuk pelayanan perizinan dan non perizinan telah didesentralisasikan kepada daerah melalui UU No. 32 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah No. 38, maka Ditjen Perdagangan Dalam Negeri juga aktif melakukan kegiatan advokasi dan sosialisasi kebijakan terkait perizinan dan Pendaftaran Perusahaan kepada pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam rangka memberi pedoman bagi pelaksanaan pelayanan perizinan dan pendaftaran perusahaan. Untuk dapat memulai suatu kegiatan usaha di Indonesia, maka prosedur, waktu dan biaya perizinan dan non perizinan terus ditekan seminimal mungkin, sehingga jumlah hari untuk memulai bisnis dari 105 hari pada tahun 2008 menjadi 76 hari pada tahun 2009. Biaya yang harus dikeluarkan pengusaha untuk memulai usaha di Indonesia pun semakin rendah, yaitu dari 80% dari income per capita di tahun 2008 menjadi 77,9% income per capita di tahun 2009, atau mengalami penurunan sebesar 2.62% selama dua tahun. Grafik 1.1 Prosedur, Waktu dan Biaya Memulai Usaha Baru di Indonesia 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
YEAR Procedures (number)
Time (days)
Cost (% of income per capita)
Min. capital (% of income per capita)
Sumber: IFC, Doing Business 2010
Tujuan penyederhanaan perizinan adalah untuk memberikan pelayanan prima kepada publik, meningkatkan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan usaha serta menekan ekonomi biaya tinggi, sehingga diharapkan dapat menciptakan kepastian hukum, kepastian berusaha dan iklim investasi yang sehat dan kondusif. Sebagai komitmen dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif, maka selain aktif dalam pengembangan kebijakan yang terkait dengan penanaman modal dan penyederhanaan perizinan, DIrektorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri juga melakukan perbaikan-perbaikan pelayanan lainnya, yaitu dengan mengembangkan Unit Pelayanan Perdagangan (UPP). Unit ini bertugas untuk memberikan pelayanan perizinan dan pendaftaran perdagangan dalam negeri maupun perdagangan luar negeri.
6
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
Unit Pelayanan Perdagangan (UPP) merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan pelayanan perizinan kepada dunia usaha dan meningkatkan fungsi pelayanan perizinan. Melalui penerapan pelayanan ini, waktu penyelesaian permohonan perizinan menjadi lebih singkat dan tanpa dipungut biaya. Sebelumnya penyelesaian perizinan memakan waktu antara 5-15 hari kerja, tetapi dengan penerapan sistem ini, waktu persetujuan permohonan perizinan menjadi sekitar 1−5 hari kerja. Beberapa perizinan/pendaftaran terkait perdagangan dalam negeri yang dilayani melalui UPP antara lain: perizinan jasa surveyor, surat izin usaha penjualan langsung (Multilevel Marketing), Surat Tanda Pendaftaran Waralaba Asing (STPWA), STP Keagenan/Distributor, Surat Izin Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing (SIUP P3A), SIUP Minuman Beralkohol, dan beberapa perizinan lainnya. Perkembangan perizinan sektor perdagangan di dalam negeri meningkat tajam khususnya terkait dengan izin usaha Penjualan langsung (MLM) dengan total izin yang dikeluarkan pada tahun 2008 sebanyak 157 izin, dibandingkan dengan tahun 2007 hanyalah 38 izin. Jenis perizinan sektor perdagangan lainnya yang mengalami peningkatan adalah izin SPPGRAP, peningkatan dari tahun 2007 ke 2008 adalah sebesar 580% Disamping itu, di tahun 2008, berbagai Permendag juga dikeluarkan untuk memberikan kejelasan mengenai: Penyelenggaraan Waralaba; Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan dengan Sistem Penjualan Langsung; dan tentang Perusahaan Perantara Perdagangan Properti yang mengatur kegiatan usaha yang dilakukan oleh perusahaan perantara perdagangan properti (selama ini dikenal dengan nama Broker Properti). Tabel 1.2 Pelayanan Perizinan/Pendaftaran pada Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Tahun 2007−2009 No
Jenis Perizinan/ Pendaftaran
Tahun 2007
Tahun 2008
∆%
s.d. Bulan Juni 2009
1
Jasa Surveyor : a. Baru b. Penyesuaian
39 21
30 12
‐23 ‐40,90
19 2
2
Surat Izin Usaha Penjualan Langsung (MLM): a. Baru b. Perpanjangan
38 32
157 ‐
313 ‐
15 8
3
STP Waralaba Asing a.Baru b.Perpanjangan
7 1
9 ‐
5 0
4 5 6 7
STP Keagenan/Distributor SIUP3A Izin Usaha Pasar Modern SIUP‐Minuman Beralkohol a. Distributor b. Sub Distributor
2.036 487 11 33 40
1414 495 ‐ 25 22
‐ 30,55 1,64 ‐ ‐24,24 ‐45
705 123 ‐ 17 45
8 9 10 11 12 13 14 15
SIUP‐B2 (Distributor) PKAPT PGAPT SPPGAP SPPGRAP Pameran, Konvensi dan Seminar Internasional Izin Tipe UTTP Izin Tanda Pabrik UTTP
2 154 63 215 25 53 140 35
22 99 57 254 170 44 179 14
1000 ‐35,71 9,52 18,13 580 16,98 27,85 ‐ 60
‐ 4233 46 187 228 54 4
Sumber: Ditjen Perdagangan Dalam Negeri (2009)
7
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
1.1.2. Pemberdayaan Dagang Kecil Menengah dan Peningkatan
Penggunaan Produk Dalam Negeri Pemberdayaan UMKM Bidang Perdagangan Diberlakukannya pula UU No. 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang bertujuan agar pemberdayaan UMKM dapat diselenggarakan secara menyeluruh, optimal, dan berkesinambungan melalui pengembangan iklim usaha yang kondusif, pemberian kesempatan berusaha, dukungan, perlindungan, dan pengembangan usaha seluas-luasnya, sehingga mampu meningkatkan kedudukan, peran, dan potensi UMKM dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan peningkatan pendapatan rakyat, penciptaan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan. UU No. 20 Tahun 2008 menegaskan pula bahwa pengembangan UMKM diarahkan dalam rangka menumbuhkan iklim usaha melalui: (a) pendanaan; (b) sarana dan prasarana; (c) informasi usaha; (d) kemitraan; (e) perizinan usaha; (f) kesempatan berusaha; (g) promosi dagang; dan (h) dukungan kelembagaan UMKM. Dalam rangka pembinaan dan pemberdayaan UMKM di bidang perdagangan, selain dilakukan melalui pengembinaan dan pengembangan usaha waralaba, juga dilakukan melalui berbagai program dan kegiatan, antara lain fasilitasi UMKM melalui bantuan pemasaran dan pengembangan jaringan kemitraan, pengembangan keterampilan pelaku UMKM. Beberapa capaian utama dalam rangka pemberdayaan UMKM tersebut, antara lain : a.
Fasilitasi perluasan akses pasar produk UMKM dengan membuka gerai, penyediaan kios, dan fasilitasi produk UMKM untuk masuk dalam jalur distribusi melalui toko modern dan pusat-pusat perbelanjaan. Pada tahun 2008 sampai 2009, tercatat 95 UMKM dengan berbagai macam produk menjadi pemasok di 8 gerai ritel modern. Selain itu, terdapat 20 UMKM ekspor yang sudah masuk jaringan ritel modern Carrefour di Perancis dan Lulu Hypermarket di Dubai.
b.
Penciptaan jaringan kemitraan UMKM yang dilakukan dengan mengembangkan waralaba lokal. Jumlah gerai minimarket yang diwaralabakan sebanyak 1.058 dan diperkirakan dapat menyediakan kesempatan kerja kepada 30.000 tenaga kerja.
c.
Pengenalan kuliner tradisional nusantara dan produk pangan UMKM, dimana selama 4 tahun berturut-turut Kementerian Perdagangan menggelar Pameran Pangan Nusa dan ajang lomba masakan khas daerah dari 33 provinsi di Indonesia.
d.
Penyelenggaraan bimbingan teknis pembiayaan dan bantuan penerapan ISO 9000, pengemasan, dan branding kepada UMKM berorientasi ekspor.
Disamping itu, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri melalui Program Peningkatan Efisiensi Perdagangan Dalam Negeri telah menggariskan bahwa perlu meningkatkan dan memberdayakan UMKM melalui kemitraan usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha besar dan pengusaha kecil dan meningkatkan 8
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
kualitas SDM. Pengembangan UMKM diarahkan dalam rangka menumbuhkan iklim usaha melalui pendanaan; sarana dan prasarana (tenda, gerobak, peralatan kemasan); informasi usaha; kemitraan; perizinan usaha; kesempatan berusaha; promosi dagang; dan dukungan kelembagaan UMKM. Pembinaan dan pengembangan UMKM ini dilakukan melalui 4 program utama, yaitu: fasilitasi UMKM, bantuan pemasaran dan pengembangan jaringan kemitraan, pengembangan keterampilan pelaku UMKM, serta pengembangan produk UMKM potensial ekspor. Selain itu, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri secara konsisten melakukan pengembangan kompetensi pelaku usaha melalui berbagai penyelenggaraan diklat dan bimbingan teknis secara terpadu. Selama periode 2004−2009, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri telah menyelenggarakan Diklat Kewirausahaan, Manajemen Pengelolaan Keuangan Mikro, Kiat Pemasaran Produk, Business Plan, Strategi Penetapan Harga, serta Strategi Distribusi dan Keagenan untuk UMKM Pemula. Untuk Diklat UMKM Madya diselenggarakan Diklat Strategi Penguatan Merek, Era Baru Strategi Promosi dan Strategi Negosiasi Pemasaran. Sedangkan bagi UMKM Lanjutan diselenggarakan Diklat Manajemen Bisnis Waralaba. Kegiatan Pemberdayaan Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing (P3A) juga dilakukan sebagai upaya mempertemukan pelaku usaha kecil dan menengah dengan Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing, dimana salah satu fungsi dari P3A adalah sebagai agen pembelian yaitu mempromosikan produk-produk Indonesia untuk tujuan ekspor. Dari kegiatan ini pelaku usaha kecil dan menengah dapat bekerjasama dengan P3A dalam rangka mempromosikan produkproduk ekspornya melalui keberadaan P3A. Kegiatan ini dapat dijadikan forum konsultasi dan media alih teknologi dalam meningkatkan kualitas maupun desain produk-produk yang dihasilkan oleh UKM sekaligus dalam rangka mencari informasi pangsa pasar untuk produk UKM di luar negeri melalui jaringan pasar yang dimiliki oleh P3A. Pada tahun 2009, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri melaksanakan program pemberdayaan UMKM dengan melakukan pelatihan, pendampingan dan fasilitasi UMKM Potensial Waralaba pada Pameran Franchise Internasional baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Kegiatannya meliputi: pelatihan dan pendampingan bagi 60 UMKM Potensial Waralaba di Surabaya dan di Yogyakarta; memfasilitasi 51 UMKM Potensial Waralaba pada Pameran Franchise Internasional di Jakarta; dan memfasilitasi 7 pengusaha Indonesia dengan menyediakan stan pada Pameran Franchise Internasional di Kuala Lumpur, Shanghai, Melbourne, dan Singapura.
Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri Dalam rangka menumbuhkan kesadaran dan kecintaan terhadap produk dalam negeri, perlu dilakukan promosi/kampanye dan gerakan secara berkesinambungan, untuk mendapatkan hasil dan dampak yang optimal. Untuk itu, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri melalui kampanye atau gerakan Aku Cinta Indonesia berupaya meningkatkan “awareness” masyarakat 9
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
Indonesia tentang bangsanya, negaranya, potensi yang dimilikinya sehingga diharapkan memunculkan rasa bangga sebagai bangsa Indonesia dan cinta terhadap tanah air Indonesia. Tujuan akhir dari gerakan Aku Cinta Indonesia ini tentunya adalah meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan Indonesia serta meningkatnya permintaan produk-produk dalam negeri di pasar domestik. Gerakan Aku Cinta Indonesia sepenuhnya mengacu pada Inpres No.2 Tahun 2009 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri Dalam dan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Melalui pendekatan persuasif, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, juga terus berupaya mengajak seluruh instansi pemerintah dan masyarakat untuk mencintai dan menghargai produk dalam negeri dengan mengonsumsi barang atau jasa produksi dalam negeri sehari-hari. Pengembangan Citra Produk Indonesia melalui program Aku Cinta Indonesia (ACI) dilakukan karena pencitraan harus mulai dari dalam negeri, termasuk pengembangan ekonomi dan industri kreatif. Hal ini juga penting mengingat bahwa sekitar 60% dari sumber pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) adalah dari konsumsi dalam negeri dan dalam situasi kelesuan pasar internasional, justru konsumsi dalam negeri yang harus didorong dan dijadikan modal dasar pertumbuhan ekonomi dan pasar domestik. Dengan diluncurkannya kampanye Cinta Indonesia dengan logo “100% Cinta Indonesia”, diharapkan bangsa Indonesia bangga menjadi orang Indonesia serta cinta menggunakan produk Indonesia. Selain itu, kampanye ini juga diharapkan dapat meningkatkan citra Indonesia sebagai bangsa yang kreatif, yang dihormati keberadaannya di pasar Internasional. Oleh sebab itu, diharapkan kampanye ini tidak statis, namun dinamis, berkesinambungan dan dalam aktivasinya akan melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Kampanye ini akan mengenalkan barang dan jasa yang dihasilkan di Indonesia dengan harapan masyarakat akan mengenalnya, kemudian bangga, dan pada akhirnya memakai serta membeli produk tersebut. Tahapan ini secara tidak langsung mampu menumbuhkan kesadaran dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Peluncuran resmi merupakan tahap pertama aktivasi gerakan Cinta Indonesia dimana Pemerintah yang menjadi katalisator gerakan dengan program aktivasi sosialisasi dan berbagai kegiatan promosi untuk mencapai target tahap pertama, yaitu menimbulkan apresiasi dan menyediakan informasi. Berbagai pihak yang sudah dilibatkan seperti sejumlah BUMN, Asosiasi produsen dan ritel, Kadin, dan ahli komunikasi dan humas, sudah menyatakan kesiapannya mendukung. Komitmen pemerintah melakukan kampanye ’Aku Cinta Indonesia’ (ACI) membutuhkan partisipasi dari semua pihak. Keterlibatan seluruh Kementerian, instansi pemerintah, dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sangat penting agar gerakan ini dapat berlangsung dengan baik. Sehubungan dengan hal tersebut, Kementerian Perdagangan, Kementerian Komunikasi dan Informasi, Kementerian Negara BUMN serta Badan Usaha Milik Negara terkait, telah melakukan penandatanganan MOU kampanye ’Aku Cinta Indonesia’ di Jakarta yang bertujuan untuk meningkatkan penggunaan produk dalam negeri. 10
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
Tindak lanjut dari peluncuran kampanye cinta Indonesia telah dilakukan dengan penandatanganan MoU kampanye ’Aku Cinta Indonesia’ di Jakarta antara seluruh Kementerian, instansi pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sebanyak 43 BUMN telah menandatangani MoU kampanye ACI ini. Peluncuran film animasi Kabayan juga merupakan salah satu upaya meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap Indonesia, baik produk, lokasi wisata, maupun budayanya. Film kabayan ini telah ditayangkan di TVRI dan Global TV. Film animasi ini juga merupakan salah satu upaya mengangkat industri animasi Indonesia yang masih mengalami kesulitan bersaing dengan negara-negara yang kuat dalam animasi seperti Amerika, Jepang, dan Korea.
1.1.3. Pengembangan Sarana Distribusi Perdagangan Dalam Rangka
Menunjang Sistem Logistik Nasional Belum efisiennya sistem distribusi ini memberikan kontribusi terhadap tingginya biaya logistik di Indonesia yang merupakan salah satu faktor penyebab ekonomi biaya tinggi. Berdasarkan survei Bank Dunia. peringkat Indonesia jauh menurun dalam Logistic Performance Index (LPI) yang dipublikasikan Bank Dunia pada tahun 2007 dan 2009. Tahun 2007 Indonesia berada pada peringkat ke-43 dari 150 negara, dan kemudian menurun menjadi peringkat ke-75 dari 183 negara yang disurvey ditahun 2009. Posisi ini menempatkan Indonesia di bawah kinerja logistik beberapa negara ASEAN seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan Vietnam. Tabel 1.3 Logistic Performance Index, 2009
Int. LPI RANK
NEGARA
LPI SCORE Pengiriman Kompetensi Keter‐ Ketepatan Kepabeanan Infrastruktur (1‐5) Internasional Logistik telusuran Waktu
1
Germany
4.11
4
4.34
3.66
4.14
4.18
4.48
2
Singapore
4.09
4.02
4.22
3.86
4.12
4.15
4.23
7
Japan
3.97
3.79
4.19
3.55
4
4.13
4.26
27
China
3.49
3.16
3.54
3.31
3.49
3.55
3.91
29
Malaysia
3.44
3.11
3.5
3.5
3.34
3.32
3.86
35
Thailand
3.29
3.02
3.16
3.27
3.16
3.41
3.73
44
Philippines
3.14
2.67
2.57
3.4
2.95
3.29
3.83
47
India
3.12
2.7
2.91
3.13
3.16
3.14
3.61
53
Vietnam
2.96
2.68
2.56
3.04
2.89
3.1
3.44
75
Indonesia
2.76
2.43
2.54
2.82
2.47
2.77
3.46
118
Lao PDR
2.46
2.17
1.95
2.7
2.14
2.45
3.23
129
Cambodia
2.37
2.28
2.12
2.19
2.29
2.5
2.84
133
Myanmar
2.33
1.94
1.92
2.37
2.01
2.36
3.29
Sumber : World Bank, 2010
11
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
Revitalisasi Pasar Tradisional Menyadari pentingnya peran pasar tradisional dalam perekonomian Indonesia, khususnya dalam menunjang kelancaran distribusi bahan kebutuhan pokok masyarakat dan barang strategis, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan telah dan akan terus melakukan berbagai upaya untuk memberdayakan pasar tradisional. Upaya-upaya yang dilakukan selain melalui kebijakan dan peraturan dalam rangka pembinaan dan penataan pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan toko modern; juga dilakukan melalui rencana aksi dalam bentuk program dan kegiatan revitalisasi pasar tradisional guna meningkatkan daya saing pengelolaan pasar tradisional. Dalam rangka pembinaan dan penataan pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan toko modern, telah diterbitkan Perpres Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern. Untuk mengimplementasikan Perpres tersebut, kemudian diterbitkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 53 Tahun 2008 tanggal 12 Desember 2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern guna mengatur secara lebih teknis terhadap berbagai ketentuan dalam Perpres dimaksud, antara lain mengenai zonasi dan tata ruang lokasi pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern; hubungan pemasok dengan toko modern; kemitraan dan pemberdayaan usaha kecil. Dalam program Peningkatan Efisiensi Perdagangan Dalam Negeri, salah satu kegiatan pokok yang dilakukan adalah revitalisasi pasar tradisional melalui pembangunan baru, renovasi dan pengembangan pasar tradisional, serta pelatihan manajemen pengelolaan pasar. Kegiatan ini dilakukan secara simultan dan sinergis dengan kegiatan-kegiatan lainnya untuk memperkuat pasar dalam negeri guna menjaga efisiensi dan kelancaran distribusi barang kebutuhan masyarakat. Selain itu, juga untuk mempertahankan agar pasar tradisional dapat tetap eksis dan berkembang di tengah persaingan yang semakin ketat dalam bisnis ritel di tanah air. Peningkatan dan pengembangan pasar tradisional sangat strategis, karena pasar tradisional memiliki posisi strategis dalam pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM); peningkatan penyerapan tenaga kerja; peningkatan potensi ekonomi daerah; peningkatan kesejahteraan masyarakat; peningkatan pendapatan asli daerah, serta menjaga tingkat kestabilan harga bahan kebutuhan pokok masyarakat. Di lain pihak, toko modern dan pusat-pusat perbelanjaan mengalami perkembangan yang cukup pesat terutama di kota-kota besar, sehingga perlu disikapi secara bijaksana dan berimbang, untuk kesejahteraan masyarakat.
12
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
Gambar 1.1 Posisi Strategis Pasar Tradisional
Selama periode 2005−2009, Kementerian Perdagangan bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi dan Kab/Kota telah melakukan kegiatan revitalisasi terhadap 785 pasar tradisional melalui Tugas Pembantuan (TP) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Kegiatan revitalisasi pasar tradisional ditujukan untuk pembangunan dan atau renovasi/perluasan pasar, pelatihan manajemen pengelolaan pasar dan pendampingan pengelola pasar dan atau pedagang. Pasar tradisional yang telah direvitalisasi diharapkan dapat dijadikan “model” oleh Pemerintah Daerah dalam pembangunan dan pengembangan pasar tradisional dimasa yang akan datang agar pasar tradisional dapat tetap eksis dan mampu bersaing dengan toko modern dan pusat-pusat perbelanjaan. Dalam program revitalisasi pasar tradisional, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri juga telah melakukan gerakan pasar bersih yang bertujuan untuk menghimbau agar pasar tradisional selalu berupaya menuju pasar “Bersih, Aman, Nyaman, dan Adil”. Gerakan ini dilakukan di 750 pasar di 33 provinsi Indonesia secara serempak bekerjasama dengan pihak swasta (Bank Danamon). Dalam rangka mewujudkan program ini, juga telah dicanangkan bahwa tanggal 18 Juli 2009 merupakan Hari Pasar Bersih Nasional. Perkembangan alokasi anggaran dan jumlah pasar tradisional untuk program dan kegiatan revitalisasi pasar selama periode 2004−2009 dapat dilihat pada tabel berikut.
13
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
Tabel 1.4 Perkembangan Revitalisasi Pasar Tradisional 2004−2009 Lokasi
Alokasi (Rp.)
Kab/Kota
Jumlah Pasar (unit)
35
80
39.265.590.000
-
39.265.590.000
29
45
21.565.160.000
-
21.565.160.000
17
29
7.815.160.000
-
7.815.160.000
2006
33
67
51.025.000.000
-
51.025.000.000
2007
55
70
103.780.000.000
-
103.780.000.000
2008
101 66 240
101 94 406
150.850.000.000 315.000.000.000 -
150.000.000.000
150.850.000.000 315.000.000.000 150.000.000.000
576
892
689.300.910.000
150.000.000.000
839.300.910.000
Tahun
2004 2005
2009
Tugas Pembantuan
Dana Alokasi Khusus
Total Anggaran (rupiah)
1.1.4. Peningkatan Kelancaran Distribusi Bahan Pokok dan Barang
Strategis Stabilitas harga bahan pangan dan kecukupan pasokan di dalam negeri periode 2004-2009 sempat terkendala oleh berbagai gejolak seperti bencana alam dan lonjakan harga pangan dunia. Harga bahan-bahan pangan mengalami kenaikan yang fluktuatif, namun secara umum harga dan pasokan bahan kebutuhan pokok masyarakat dapat dikatakan cukup dan dengan harga yang relatif terkendali. Hal ini dapat dilihat pada kontribusi harga pangan terhadap inflasi selama periode 2005 – 2008 masih cukup rendah, yaitu berturut-turut sebesar 3,3%; 3,1%; 2,8%; dan 3,5%. Perkembangan harga, pasokan dan konsumsi beberapa bahan kebutuhan pokok dan barang strategis selama 2004-2009 dapat diuraikan sebagai berikut :
Beras Mengingat beras merupakan komoditi yang sangat strategis bagi bangsa Indonesia yang tercermin dalam belanja pengeluaran konsumsi masyarakat, terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah dan pengaruhnya terhadap inflasi, maka pemerintah mengambil kebijakan untuk mengintervensi pasar dalam negeri melalui penetapan harga pembelian pemerintah (HPP), agar pemerintah dapat mengalokasikan anggaran untuk menjamin pasokan dan kestabilan harga beras. Dengan kebijakan ini, maka setiap wiawal tahun, Pemerintah menentukan HPP untuk gabah dan beras berdasarkan berbagai perhitungan termasuk biaya produksi. HPP merupakan harga paling rendah yang perlu dipertahankan untuk melindungi produsen (petani), dan pada sisi lain Pemerintah juga menetapkan HET (Harga Eceran Tertinggi) untuk melindungi konsumen dan menjaga stabilitas harga beras dalam negeri. 14
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
Secara teknis, stabilisasi harga beras di dalam negeri, dilakukan Pemerintah melalui Perum Bulog dengan melakukan pengadaan beras, terutama untuk menjaga supaya petani memperoleh minimum HPP. Setelah 2007, Bulog diperbolehkan membeli beras bukan hanya saja jika harga dibawah HPP, namun diminta juga melakukan pengadaan untuk jalur penyaluran yang ditugaskan dengan target menjaga stok beras di Bulog pada tingkatan 1,5−2 juta ton. Bulog melakukan intervensi pasar melalui 3 jalur, yaitu: langsung ke pasar melalui Operasi Pasar Murni dari Cadangan Beras Pemerintah (OPM-CBP), program Operasi Stabilisasi Harga Beras (OSHB), dan tidak langsung melalui program beras untuk masyarakat miskin (Raskin). Bulog melakukan OPM-CBP bila harga beras mengalami lonjakan harga diatas 25% di daerah yang mengalami kenaikan tersebut, dan peraturan pengadaan beras telah disempurnakan sehingga tidak harus menunggu permintaan dari Pemerintah Daerah sebelum melakukan OP. Target operasi pada umumnya adalah pasar induk/grosir dengan tujuan untuk menurunkan harga beras umum dan harga beras di tingkat pengecer di pasar dan daerah pemukiman. Sedangkan jatah Raskin adalah 10 kg per bulan per RT miskin, dan ditingkatkan ke 15 kg per bulan per RT miskin setelah 2008 dengan harga penjualan Rp1.600 per kg dibandingkan dengan harga eceran beras termurah sekitar Rp4.500−5.000 per kg. Pemerintah menanggung selisih harga tersebut dan mengalokasikan anggaran yang disalurkan melalui Bulog. Karena Raskin diperkirakan dapat mempengaruhi 8-10% dari konsumsi masyarakat, maka Raskin adalah instrumen efektif untuk menstabilkan harga beras.Sepanjang tahun 2004−2009, harga beras dalam negeri relatif stabil. Lonjakan harga beras hanya terjadi pada saat pemerintah menaikkan harga BBM pada bulan Oktober 2005 dan pada triwulan IV 2006 sampai dengan Triwulan I 2007. Harga beras pada triwulan I−III 2005 stabil pada kisaran Rp 3.413,- sampai dengan Rp. 3.526,- per kg. Seiring dengan kenaikan harga BBM pada triwulan IV 2005, harga beras mengalami lonjakan mendekati Rp 4.000 per kg. Lonjakan harga kembali terjadi pada triwulan IV 2006 hingga triwulan I 2007, sehingga pada triwulan I 2007, harga beras mencapai Rp 6.267,- per kg. Sepanjang tahun 2005−2009, harga beras dalam negeri relatif terjaga stabilitasnya. Lonjakan harga beras hanya terjadi pada saat pemerintah menaikkan harga BBM pada bulan Oktober 2005 dan pada triwulan IV 2006 sampai dengan Triwulan I 2007. Tahun 2005, harga rata-rata beras dalam negeri lebih rendah, yaitu sebesar Rp3.563 per kg sementara harga paritas impor mencapai Rp3.975 per kg. Harga beras dalam negeri sedikit lebih tinggi dari harga paritas sepanjang tahun 2006−2007 dimana harga rata-rata dalam negeri mencapai Rp5.531 per kg sementara harga internasional bertahan pada harga sekitar Rp4.090 per kg. Harga beras triwulan I−III 2005 stabil pada kisaran Rp3.413−3.526 per kg. Seiring kenaikan harga BBM pada triwulan IV 2005, harga beras melonjak ke Rp. 4.000 per kg. Lonjakan harga kembali terjadi pada triwulan IV 2006 hingga triwulan I 2007. 15
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
Pengalaman 2006−2007 menggambarkan situasi dimana terjadi polemik mengenai impor beras yang menyebabkan kekurangan di awal 2007 pada saat paceklik. Kenaikan harga beras sebesar 30% pada waktu itu sempat mempengaruhi persentase penduduk yang di bawah garis kemiskinan. Sejak itu, kebijakan beras telah dikoordinasikan dengan lebih baik dengan berpegang kepada prinsip-prinsip yang telah digariskan. Tahun 2008, disaat harga beras dunia bergejolak, harga beras dalam negeri tetap stabil pada kisaran Rp6.200−6.500 per kg. Stabilitas harga beras masih tetap terjaga hingga saat ini. Pasokan beras, baik hasil produksi dalam negeri maupun impor selalu mencukupi kebutuhan. Pasokan beras pada tahun 2005 mencapai 32,2 juta ton, dimana kebutuhan konsumsi sebesar 30.6 juta ton. Tahun 2008, produksi beras mencapai 33,9 juta ton, dan konsumsi sebesar 31,8 juta ton. Hingga kuartal III 2009, pasokan beras sudah mencapai 30,9 juta ton, sementara konsumsi hanya sebesar 24,2 juta ton. Produksi beras dalam negeri tahun 2005−2007 masih lebih kecil daripada kebutuhan konsumsi. Kekurangan pasokan dipenuhi dengan melakukan impor. Impor beras yang dilakukan selama tahun 2005−2007 mengalami peningkatan. Pada tahun 2007 pemerintah mengimpor sebanyak 1,5 juta ton, meningkat sekitar 226 persen dibandingkan tahun 2006 sebanyak 438 ribu ton. Seiring dengan pertumbuhan produksi beras di dalam negeri yang meningkat ratarata 1,2% per tahun. Sejak tahun 2008, impor beras tidak dilakukan lagi. Peningkatan produksi beras di dalam negeri tidak terlepas dari koordinasi kebijakan beras yang lebih baik sejak 2007, seperti pembagian benih hibrida, penyaluran pupuk bersudsidi, perbaikan irigasi, dan lain-lain. Pada tahun 2008, disaat harga beras dunia bergejolak, harga beras dalam negeri tetap stabil pada kisaran Rp 6.200−6.500 per kg. Stabilitas harga beras masih tetap terjaga sampai pada akhir tahun 2009. Pasokan beras hasil produksi dalam negeri, cukup memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pasokan beras pada tahun 2005 mencapai 32,2 juta ton, sementara konsumsi sebesar 30.6 juta ton. Kemudian pada tahun 2008, produksi beras mencapai 33,9 juta ton dan konsumsi sebesar 31,8 juta ton. Hingga kuartal III 2009, pasokan beras sudah mencapai 30,9 juta ton, sementara konsumsi masih pada angka 24,2 juta ton.
16
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
Grafik 1.2 Produksi, Konsumsi, dan Harga Beras Periode 2004-2009
Grafik 1.2 di atas, menunjukkan bahwa produksi beras dalam negeri pada tahun 2005−2007 masih lebih kecil daripada kebutuhan untuk konsumsi dalam negeri. Untuk itu, kekurangan pasokan dipenuhi melalui kebijakan impor beras. Pada tahun 2007, pemerintah mengimpor sebanyak 1,5 juta ton, meningkat sekitar 226 persen dibandingkan impor tahun 2006 sebanyak 438 ribu ton. Seiring dengan pertumbuhan produksi beras di dalam negeri yang meningkat rata-rata 1,2% per tahun, impor beras tidak dilakukan lagi sejak tahun 2008. Peningkatan produksi beras di dalam negeri, dapat terlaksana melalui koordinasi dan konsistensi kebijakan yang lebih baik sejak 2007, seperti pembagian benih hibrida, penyaluran pupuk bersudsidi, perbaikan irigasi, dan lain-lain.
Gula Sealama periode 2004–2009, disaat harga gula dunia bergejolak, harga gula di dalam negeri relatif stabil. Stabilitas harga gula ini tidak terlepas dari peningkatan produksi gula dalam negeri. Namun demikian, stabilitas harga gula mengalami gangguan pada awal tahun 2009 dimana terjadi lonjakan harga gula internasional. Selama periode 2005−2008, harga gula berada pada kisaran Rp 5.300–6.600 per kg. Namun pada tahun 2009, harga gula dalam negeri mengalami kenaikan signifikan dengan kisaran 25% dibanding tahun 2007−2008. Hal ini disebabkan kenaikan harga gula di tingkat dunia yang mencapai rata-rata USD 520−570 per ton, atau tertinggi dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yang hanya mencapai USD 350 per ton. Kenaikan harga gula dunia disebabkan beberapa hal seperti faktor musim di beberapa negara produsen utama seperti Brasil, India, dan Thailand serta meningkatnya penggunaan bioetanol berbahan baku tebu. Namun demikian, jika dilihat dari perkembangan harga rata-rata selama tahun 2005−2009, rata-rata harga gula dalam negeri berkisar Rp 6.554 per kg, relatif lebih rendah dibanding rata-rata harga dunia sebesar Rp 6.800 per kg. 17
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
Grafik 1.3 Produksi, Konsumsi, dan Harga Gula Rp/Kg
Ton
12000
2,000,000 1,800,000
10000
1,600,000 8000
1,400,000 1,200,000
6000
1,000,000 800,000
4000
600,000 400,000
2000
200,000 0
0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 2004
2005
2006
2007
Produksi
2008
Kebutuhan
2009
Harga BPS
Harga Paritas
Sumber : Ditjen Tanaman Pangan, NBM, BPS dan Depdag
Minyak Goreng Fluktuasi harga dan pasokan minyak goreng di dalam negeri terjadi pada tahun 2007−2008 ketika harga minyak kelapa sawit internasional mengalami kenaikan cukup tajam hampir dua kali lipat dibandingkan harga tahun sebelumnya. Kenaikan harga minyak kelapa sawit dunia ini sempat mengakibatkan kelangkaan pasokan minyak kelapa sawit di dalam negeri, yang memicu peningkatan harga minyak goreng. Antisipasi yang dilakukan pemerintah melalui peraturan bea keluar secara progresif, pengurangan harga jual dalam negeri dan pengamanan daya beli masyarakat melalui program penyaluran “Minyakita”, cukup efektif menstabilkan harga dan pasokan di dalam negeri. Harga minyak goreng pada tahun 2005−2006 masih stabil pada kisaran Rp 7.000 per liter. Tahun 2007, harga minyak goreng mengalami peningkatan yang sangat signifikan, dimana puncak kenaikan harga minyak goreng terjadi pada kuartal II 2008 yang menembus angka Rp 12.471 per liter. Harga minyak goreng dalam negeri mulai mengalami penurunan pada awal tahun 2009, dimana harga rata-rata minyak goreng curah bulan Agustus 2009 lebih rendah (turun 14%) dibanding harga tahun 2008. Sementara itu, harga rata-rata minyak goreng kemasan juga mengalami penurunan sebesar 13% dibanding tahun 2008. Perkembangan harga, konsumsi dan produksi minyak goreng dalam negeri dapat ditunjukkan pada grafik berikut ini.
18
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
Grafik 1.4 Produksi, Konsumsi, dan Harga Minyak Goreng
Kedelai Sepanjang tahun 2005–2008, harga kedelai dalam negeri di tingkat eceran mengalami kenaikan seiring dengan naiknya harga kedelai di pasar internasional. Pada periode tersebut, harga berkisar antara Rp 4.500−8.500 per kg. Peningkatan harga kedelai yang tajam terjadi pada tahun 2008, yaitu dari Rp 5.406 per kg pada tahun 2007 menjadi Rp 8.514 per kg pada tahun 2008. Tahun 2009, harga kedelai relatif stabil, meskipun masih cukup tinggi, yaitu pada kisaran harga Rp 8.000−8.700 per kg. Harga kedelai dalam negeri tersebut masih relatif tinggi dibandingkan dengan harga dunia yang sudah mengalami penurunan. Ketika harga kedelai dunia 2009 sudah turun menjadi Rp 5.839 per kg, harga di dalam negeri masih bertahan di harga Rp 8.719 per kilogram. Produksi kedelai di dalam negeri cenderung mengalami peningkatan. Meskipun sempat mengalami penurunan di tahun 2007 menjadi 592 ribu ton dari 748 ribu ton di 2006, produksi kedelai terus membaik di tahun 2008 sampai 2009, berturut-turut sebesar 776 ribu ton dan 925 ribu ton.
19
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
Grafik 1.5 Perkembangan Produksi, Konsumsi dan Harga Kedelai 10000
3000
9000 2500
8000 7000
2000
6000 5000
1500
4000 1000
3000 2000
500
1000 0
2005
2006
2007
2008
2009
Produksi
808
748
592
776
925
Konsumsi
2357
2389
2420
2420
2420
Impor
1886
1132
1412
819
0
Harga Eceran
4893
5086
5406
8514
8719
Harga Paritas
3392
3178
4595
6498
5839
0
Sumber : Ditjen Tanaman Pangan, NBM, BPS dan Kemendag
Tepung Terigu Terigu merupakan komoditas yang bahan bakunya masih mengandalkan impor. Dengan demikian, fluktuasi kenaikan harga gandum dunia akan berdampak langsung pada pembentukan harga terigu di dalam negeri. Sepanjang tahun 2005−2009, terjadi peningkatan harga yang tajam pada bahan pokok terigu. Tahun 2005 hingga pertengahan tahun 2007, harga terigu masih relatif stabil dan rendah pada kisaran Rp3.900−4.500 per kg. Sejak kuartal III 2007, harga terigu di dalam negeri mulai mengalami peningkatan, seiring dengan meningkatnya harga gandum dunia. Hingga saat ini, harga terigu di dalam negeri masih tinggi, pada kisaran Rp7.600 per kg. Kenaikan harga gandum dunia yang signifikan hingga mencapai puncaknya pada kuartal I 2008, memang mengakibatkan lonjakan harga terigu di dalam negeri. Namun sejak kuartal II tahun 2008, harga gandum dunia terus mengalami penurunan hingga saat ini. Pada saat harga gandum dunia mengalami kecenderungan penurunan, harga terigu di dalam negeri masih tetap tinggi, meskipun stabil pada kisaran harga Rp7.400−7.600 per kg.Dalam periode 2005−2009, terjadi peningkatan harga yang cukup tajam untuk komoditi tepung terigu. Tahun 2005 hingga pertengahan tahun 2007, harga tepung terigu masih relatif stabil pada kisaran Rp 3.900−4.500 per kg.
20
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
Kenaikan harga gandum dunia yang signifikan hingga mencapai puncaknya pada kuartal pertama tahun 2008, mengakibatkan lonjakan harga tepung terigu di dalam negeri. Namun sejak kuartal kedua tahun 2008, harga gandum dunia terus mengalami penurunan hingga saat ini. Pada saat harga gandum dunia mengalami kecenderungan penurunan, harga tepung terigu di dalam negeri masih tetap tinggi, meskipun stabil pada kisaran harga Rp 7.400−7.600 per kg. Grafik 1.6 Perkembangan Harga Tepung Terigu dan Harga Gandum Dunia
600
USD/ton
Rp/kg 8000
500
7000
400
6000
300
5000
200
4000
100
3000
0
2000 Triw Triw Triw Tiw Triw Triw Triw Tiw Triw Triw Triw Tiw Triw Triw Triw Tiw Triw Triw Triw Tiw ulan ulan ulan ulan ulan ulan ulan ulan ulan ulan ulan ulan ulan ulan ulan ulan ulan ulan ulan ulan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2005
2006
2007
2008
2009
Harga Gandum 117 119 119 118 130 136 152 182 169 194 286 313 359 293 275 207 197 205 182 165 Harga Terigu
159 161 161 159 175 184 206 246 228 262 386 423 485 395 371 279 266 276 242 223
Harga Eceran
394 404 407 423 424 425 424 426 437 447 486 586 705 748 758 763 758 766 767 767
Sumber : Ditjen Tanaman Pangan, NBM, BPS dan Kemendag
PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri sejak tahun 2005−2009 fokus pada Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi sesuai yang diamanatkan dalam Perpres No. 77 tahun 2005. Kebijakan tentang pupuk nasional adalah bahwa pupuk diutamakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, baik untuk subsidi maupun nonsubsidi. Apabila kebutuhan dalam negeri sudah terpenuhi dan masih ada kelebihan, maka dalam rangka meningkatkan devisa diberikan izin ekspor. Melalui subsidi pupuk ini, diharapkan terjadi peningkatan produktivitas petani sehingga tercapai swasembada pangan. Pola pendistribusian pupuk bersubsidi adalah dengan pola memberikan tugas dan tanggung jawab kepada lima produsen pupuk, yaitu: PT. Pusri, PT. Pupuk Kaltim, PT. Pupuk Kujang, PT. Petrokimia Gresik dan PT. Pupuk Iskandar Muda.
21
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
Untuk mengoptimalkan penyaluran pupuk bersubsidi ini, maka dilakukan penyempurnaan pola distribusi yang bertujuan agar pupuk bersubsidi tidak diperjualbelikan oleh pihak yang tidak berkepentingan. Aturan pola distribusi digariskan melalui Permendag No. 21 Tahun 2008 j.o. Permendag No. 7 Tahun 2009 yang mengatur penyaluran pupuk dengan pola distribusi tertutup dengan sistem Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). Dengan sistem ini diharapkan pupuk bersubsidi benar-benar akan sampai pada petani karena petani yang dapat membeli pupuk adalah petani yang sudah tercatat dalam Kelompok Tani. Disamping itu, fungsi pengawasan PemDa lebih ditingkatkan melalui Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida di Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Direktorat Jenderal PDN juga secara aktif melakukan pengawasan dengan langsung ke lapangan bila terindikasi kekurangan pupuk di suatu dareah serta berkoordinasi rutin dengan para produsen pupuk dan instansi terkait dalam rencana penyaluran bulanan dan rencana penyaluran periode berikutnya. Grafik 1.7 Perkembangan Serapan Nasional Pupuk Bersubsidi
(Juta Ton) 5 4 3 2 1 0
2005
2006
2007
2008
UREA
3,99
3,96
4,25
4,5
SP‐36
0,79
0,71
0,76
0,79
ZA
0,64
0,6
0,7
0,71
NPK
0,26
0,39
0,64
0,86
Dalam perkembangan realisasi penyaluran pupuk bersubsidi dari tahun 2005−2008 khususnya untuk pupuk urea bersubsidi mengalami peningkatan sejalan dengan meningkatnya produktivitas petani, hal tersebut dapat digambarkan sebagaimana tabel dibawah ini. Sedangkan untuk tahun 2009, diperkirakan serapan pupuk akan mencapai 5,2 juta ton. Beberapa tantangan dalam menyalurkan pupuk bersubsidi pada sektor pertanian adalah sebagai berikut:
22
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
• Kelangkaan pupuk bersubsidi yang disebabkan adanya perbedaan antara rencana kebutuhan yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan)/SK Gubernur/Bupati/ Walikota dengan keinginan petani dan adanya tambahan kebutuhan yang disebabkan oleh gangguan alam dan tambahan tanaman baru seperti perluasan tanaman jagung di kawasan hutan dan perkebunan (inter-cropping), dan musim tanam lebih cepat. • Disparitas harga pupuk bersubsidi (Rp1.200 per kg) dengan pupuk nonsubsidi (sekitar Rp5.000 per kg) atau dengan pupuk impor, sehingga mendorong meningkatnya perdagangan/ spekulasi dari sektor subsidi ke sektor nonsubsidi. • Fungsi pengawasan oleh Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) di daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota), terutama pengawasan pupuk dari pengecer di lini IV ke petani perlu dioptimalkan. Dengan mempertimbangkan berbagai permasalahan distribusi pupuk bersubsidi yang dialami sampai dengan saat ini, selama dua tahun terakhir telah dibahas untuk beralih ke sistem subsidi langsung ke petani dan bukan melalui harga yang disubsidi. Dalam rangka menjalankan pola subsidi yang lebih terarah kepada yang memerlukan subsidi, yaitu petani, telah dilakukan pendataan atau sensus petani oleh BPS sehingga target penerima subsidi jelas. Saat ini sedang dibahas nilai dan mekanisme penyaluran subsidi bagi petani untuk diberlakukan di masa yang akan datang. Grafik 1.8 Penjualan Pupuk Urea Per Sektor (Juta Ton)
Juta Ton 5,00
Pangan
Industri
Kebun
Ekspor
4,00 3,00 2,00 1,00 0,00
2004
2005
2006
2007
2008
Pangan
4,21
3,99
3,96
4,26
4,53
Industri
0,51
0,59
0,56
0,59
0,66
Kebun
0,28
0,63
0,65
0,72
0,54
Ekspor
0,49
0,79
0,00
0,69
0,17
23
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
Perkembangan Inflasi Salah satu indikator pencapaian stabilisasi harga adalah dengan melihat tingkat inflasi pada periode tertentu. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah menargetkan tingkat inflasi rata-rata antara tahun 2005−2009 sebesar 3-7%. Secara umum, selama kurun waktu 2005−2009, angka inflasi berada pada kisaran yang fluktuatif dengan tingkat tertinggi pada tahun 2005 sebesar 17,11% dan tahun 2008 sebesar 11,06%. Inflasi bahan pangan cenderung tinggi, namun andil inflasi bahan pangan relatif stabil pada 2005−2008, yaitu berturut-turut 3,3%, 3,1%, 2,8%, dan 3,5%. Dari grafik berikut terlihat bahwa tingginya inflasi pada tahun 2005 dan 2008 bukan disebabkan oleh kenaikan harga bahan pangan. Grafik 1.9 Tingkat Inflasi Nasional Tahun 2005−2009
Sumber : BPS 2009 , Keterangan:: data tahun 2009 sampai bulan Agustus
Jika dilihat berdasarkan kelompok barang, tingginya tingkat inflasi yang terjadi pada tahun 2005 terutama disebabkan oleh inflasi kelompok transportasi (44,75%) karena kenaikan harga BBM sebanyak dua kali pada bulan Maret (kenaikan BBM sebesar 32,5%) dan bulan Oktober (kenaikan BBM sebesar 87,5%). Sementara itu, tingkat inflasi yang kembali tinggi pada tahun 2008 disebabkan oleh inflasi kelompok bahan makanan (16,35%), makanan jadi (12,53%), dan perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar (10,92%) karena kenaikan BBM pada bulan Mei sebesar 33,33% dan terjadi gejolak harga pangan di pasar internasional. Grafik 1.10 Tingkat Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang Tahun 2005−2009
24
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
1.2. Potensi dan Permasalahan 1.2.1. Potensi Indonesia merupakan negara dengan pasar domestik yang sangat besar. Besarnya pasar domestik tercermin dari luasnya wilayah, besarnya jumlah populasi dengan daya beli yang semakin meningkat, dan besarnya nilai produksi perekonomian. Besarnya pasar domestik Indonesia merupakan daya tarik tersendiri bagi masuknya investasi yang kemudian juga akan meningkatkan ekspor. Selain besarnya tingkat penyerapan output industri, besarnya ukuran pasar juga menggambarkan skala ekonomi yang besar. Berdasarkan data PDB yang dipublikasikan Biro Pusat Statistik, dapat diketahui bahwa sub-sektor perdagangan dalam negeri yang meliputi perdagangan besar dan kecil, hotel, dan restoran, memberikan kontribusi nilai tambah dengan kecenderungan yang terus meningkat pada periode tahun 2004-2009. Pada tabel 3, dapat dilihat bahwa kontribusi PDB sub-sektor perdagangan, hotel, dan restoran (berdasarkan PDB harga konstan tahun 2000) pada tahun 2004 sebesar 16,37%, dan meningkat menjadi 16,77% pada tahun 2005 (atau tumbuh sebesar 8,30 % dari PDB tahun 2004). Pada tahun 2006, kontribusinya terhadap PDB nasional naik menjadi 16,92%, dan 17,26% pada tahun 2007. Adapun pada tahun 2008, kembali terjadi kenaikan kontribusi nilai tambah dari sektor ini menjadi 17,45%. Tabel 1.5 PDB Sektor Perdagangan Dalam Negeri Tahun 2004 s/d 2009* (Milyar)
Sumber : BPS 2009
25
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
Ritel modern dan tradisional terutama di kota-kota besar menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Hal ini terlihat dari peningkatan total omzet ritel sebesar Rp 146,9 triliun di tahun 2004 menjadi Rp 227,4 triliun di tahun 2008. Selain itu, ritel modern tumbuh dengan pesat dari Rp 27 triliun pada tahun 2004, meningkat menjadi sekitar Rp 44,8 triliun pada tahun 2007, dan menjadi sekitar Rp 55,4 triliun di tahun 2008. Peningkatan omzet ritel modern terutama didorong semakin maraknya pembukaan gerai baru hypermarket dan minimarket. Meskipun di era krisis ekonomi global, perkembangan bisnis ritel modern di Indonesia tetap menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Hal tersebut dikarenakan potensi pasar di Indonesia masih cukup besar dan menguatnya usaha kelas menengah dan kecil sehingga menambah banyaknya kelompok masyarakat yang dapat berusaha dalam bisnis ritel. Meningkatnya aktifitas perdagangan domestik yang ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan PDB riil sub sektor perdagangan besar dan eceran. Selain itu juga tercermin pada peningkatan omset penjualan bisnis ritel Indonesia yang ditunjukkan dalam tabel berikut ini. Tabel 1.6 Perkembangan Omzet Bisnis Ritel Indonesia (Rp. Triliun)
TAHUN Omset Bisnis
2004
2005
2006
2007
2008
Ritel Modern
38,2
45,2
53,2
59,4
70,5
Ritel Tradisional
108,7
116,2
130,2
138,6
156,9
Total Omset Ritel Nasional
146,9
161,4
183,4
198,0
227,4
Sumber: AC Nielsen 2008, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (diolah)
1.2.2.
Permasalahan Disparitas harga dan kesenjangan perdagangan antarwilayah Meskipun harga-harga bahan pokok relatif stabil dan terkendali, masih terdapat permasalahan disparitas harga antar-daerah yang relatif masih cukup tinggi. Hal ini terutama disebabkan antara lain oleh pengaruh musim, kondisi geografis, kurangnya infrastruktur dan keterbatasan sarana dan prasarana distribusi di daerah-daerah tertentu. Pengaruh musim terutama berpengaruh pada komoditi pertanian, perkebunan dan hasil-hasil sumber daya alam lainnya yang tidak tahan lama, sehingga pada musim panen harga cenderung turun dan pada musim tanam harga mengalami 26
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
kenaikan. Pengaruh musim ini pada gilirannya mengganggu kelancaran pasokan ke daerah-daerah diluar sentra produksi. Selain itu kondisi geografi di berbagai daerah di Indonesia, masih banyak yang sulit dijangkau baik melalui udara, laut maupun darat karena kurangnya infrastruktur, sarana transportasi, dan sarana distribusi yang dapat menunjang kelancaran arus barang khususnya bahan kebutuhan pokok masyarakat. Kondisi ini mengakibatkan tingginya disparitas harga antara daerah sentra produksi dengan daerah-daerah diluar sentra produksi. Biaya logistik dalam negeri dan kualitas pelayanan merupakan permasalahan utama yang menyebabkan belum optimalnya kinerja logistik Indonesia. Permasalahan utama ini muncul sebagai akibat beberapa kondisi berikut: a. Rendahnya tingkat penyediaan infrastruktur baik kuantitas maupun kualitas; b. Banyaknya pungutan tidak resmi dan biaya transaksi yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi; c. Tingginya waktu pelayanan ekspor dan impor yang disertai dengan adanya hambatan operasional pelayanan di pelabuhan; d. Terbatasnya kapasitas dan jaringan pelayanan penyedia jasa logistik nasional. Salah satu tantangan yang dihadapi di bidang perekonomian nasional pada masa mendatang adalah kesenjangan perdagangan antarwilayah yang ditunjukkan oleh kemampuan produksi. Berdasarkan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kuartal 3 tahun 2009, terlihat adanya ketimpangan nilai PDRB antara wilayah Jawa Bali dan wilayah Sumatera dengan wilayah lainnya. Gambar 1.2 Kontribusi PDRB Sektor Perdagangan Menurut Wilayah Tahun 2008
Sumber: BPS, atas dasar harga konstan (2008)
27
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
Wilayah Jawa Bali masih menjadi pusat kegiatan perdagangan utama dengan sumbangan PDRB rata-rata per tahun lebih dari 60 persen dan wilayah Sumatera lebih dari 20 persen, sementara sumbangan wilayah Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua hanya sekitar 17 persen. PDRB perkapita rata-rata antarwilayah juga menunjukan perbedaan yang cukup tinggi. Pada tahun 2008, hanya terdapat 5 (lima) provinsi dengan PDRB perkapita diatas rata-rata PDRB perkapita nasional, yaitu: Riau, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Kalimantan Timur dan Papua. Sebagai negara kepulauan, keterkaitan antarwilayah yang efisien, kokoh dan terpadu menjadi dasar dari percepatan peningkatan kesejahteraan rakyat dan kemajuan daerah. Keterkaitan antarwilayah mendorong perpindahan arus barang/jasa, modal, dan informasi lebih cepat dan produktif. Selain itu, hal ini juga menjaga kesatuan wilayah solid, dan terbangunnya wawasan kebangsaan yang kuat. Keterkaitan antarwilayah saat ini masih belum optimal. Berdasarkan data Input Output Antardaerah tahun 2007, perdagangan antar wilayah di Sumatera, Jawa Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara masih sangat terbatas. Arus perdagangan antarwilayah sebagian besar terjadi antara Jawa-Bali dan Sumatera. Sementara, perdagangan wilayah Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua dan Nusa Tenggara sebagian besar hanya terjadi dengan wilayah Jawa Bali. Kondisi ini menyiratkan bahwa keterkaitan perdagangan di kawasan barat Indonesia lebih berkembang dibanding kawasan timur Indonesia. Gambar 1.3 Aliran Input Produksi Antar Wilayah (dalam persen terhadap total input nasional)
Sumber : Tabel Inter Regional Input Output 2007, BPS (diolah) Ket : Arah panah menunjukkan arus perdagangan antarwilayah. Angka yang digarisbawahi menunjukkan produksi bruto setiap wilayah. Angka dalam lingkaran menunjukkan input antara dalam wilayah.
28
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
Bahan baku sebagian besar diperoleh dari masing-masing wilayah (80,65 persen), dari perdagangan antarwilayah mencapai 8,21 persen, dan dari impor mencapai 10,09 persen. Tantangan dalam lima tahun mendatang adalah membuka jalur dan dan memperluas jaringan perdagangan antardaerah dengan dukungan infrastruktur, pengembangan pusat-pusat perdagangan, penghapusan hambatan perdagangan antardaerah, serta pengembangan jaringan distribusi perdagangan khususnya di wilayah bagian timur Indonesia. Gambar 1.4. Aliran Output Perdagangan Antarwilayah (dalam persen terhadap total output nasional)
Sumber : Tabel Inter Regional Input Output 2007, BPS (diolah)
Dalam perdagangan hasil produksi (output) antarwilayah, hasil produksi yang digunakan sendiri di masing-masing wilayah mencapai 74,40 persen, diperdagangkan antarwilayah mencapai 8,59 persen, dan diekspor ke luar negeri mencapai 17,01 persen. Perdagangan hasil produksi antara wilayah Jawa-Bali dan Sumatera mencapai 4,77 persen dari total nilai output, antara wilayah Jawa-Bali dan Kalimantan mencapai 1,43 persen, antara wilayah Jawa-Bali dan Sulawesi mencapai 0,84 persen, antara wilayah Jawa-Bali dan Maluku mencapai 0,07 persen, antara wilayah Jawa-Bali dan Papua mencapai 0,42 persen, dan antara wilayah Jawa-Bali dan Nusa Tenggara mencapai 0,39 persen. Dengan demikian, perdagangan hasil produksi antar wilayah / pulau di luar Jawa dan Bali hanya 0,67 persen.
29
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
Dengan memperhitungkan nilai perdagangan luar negeri (ekspor dan impor), lemahnya keterkaitan ekonomi antarwilayah telah mengakibatkan terjadinya kehilangan nilai ekonomi yang cukup besar. Dalam perdagangan bahan baku, nilai impor total lebih besar dibanding nilai perdagangan domestik antarwilayah. Rasio bahan baku yang digunakan di wilayah Jawa-Bali dari impor dan bahan baku dari perdagangan antarwilayah adalah sebesar 2,15. Hal ini menyiratkan bahwa perluasan dan penguatan keterkaitan produksi dan perdagangan antarwilayah akan mengurangi ketergantungan terhadap impor. Selain itu, nilai perdagangan bahan baku dengan luar negeri untuk seluruh wilayah lebih besar dari nilai perdagangan antarwilayah, kecuali untuk wilayah Maluku, Nusa Tenggara dan Papua. Sebagai wilayah kepulauan yang tidak memiliki prasarana pendukung kegiatan ekspor-impor berskala besar, hasil produksi yang dihasilkan wilayah Maluku dan Nusa Tenggara lebih banyak dikirim ke wilayah Jawa- Bali. Kondisi ini menegaskan bahwa pengembangan pusat produksi dan perdagangan di Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua menjadi penting dan mendesak dalam memperkuat keterkaitan antarwilayah. Tantangan utama lainnya yang dihadapi di bidang perdagangan domestik pada nasional pada masa mendatang adalah menjaga daya beli masyarakat agar tetap meningkat sehingga tetap dapat menjadi penopang pertumbuhan ekonomi. Daya beli masyarakat akan dijaga melalui: (i) peningkatan stabilitas harga; (ii) peningkatan kelancaran arus barang (terutama bahan pokok) untuk menjaga ketersediaan barang; serta (iii) penguatan perdagangan dalam negeri yang berkesinambungan untuk mendorong transaksi perdagangan domestik dan meningkatkan kesempatan berusaha. Untuk itu berbagai permasalahan yang menghambat peningkatan daya beli masayarakat harus dapat diatasi. Kebijakan yang dilakukan pemerintah selama ini dalam mengatasi kelangkaan dan gejolak harga masih bersifat ad hoc melalui operasi pasar (OP) yang dirasa kurang efektif dalam mengendalikan kelangkaan dan fluktuasi harga, terutama pada saat hari besar keagamaan, yang merupakan salah satu indikator dari belum optimalnya sistem distribusi komoditas strategis, pokok, dan kebutuhan hajat masyarakat banyak. Upaya tersebut merupakan mekanisme intervensi perdagangan dan distribusi yang parsial. sehingga perlu adanya perbaikan dalam sistem perdagangan dan distribusi nasional. Biaya logistik dalam negeri dan kualitas pelayanan merupakan permasalahan utama yang menyebabkan belum optimalnya kinerja logistik Indonesia. Permasalahan utama yang dihadapi terkait pengembangan sistem logistik nasional antara lain adalah : a. Rendahnya tingkat penyediaan infrastruktur baik kuantitas maupun kualitas; b. Banyaknya pungutan tidak resmi dan biaya transaksi yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi;
30
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
c. Tingginya waktu pelayanan ekspor dan impor yang disertai dengan adanya hambatan operasional pelayanan di pelabuhan; d. Terbatasnya kapasitas dan jaringan pelayanan penyedia jasa logistik nasional. Berbagai permasalahan di atas pada akhirnya akan berdampak negatif pada kinerja perdagangan dalam negeri yang dapat mengakibatkan : a. Terjadinya kelangkaan pasokan dan fluktuasi harga kebutuhan bahan pokok masyarakat, terutama pada hari-hari besar keagamaan; b. Tingginya disparitas harga antar daerah khususnya pada daerah-daerah perbatasan, terpencil dan terluar.
Mengacu kepada RPJMN 2010−2014 dan Rencana Strategik Kementerian Perdagangan 2010−2014, dengan mempertimbangkan potensi yang dimiliki serta pengaruh faktor internal dan eksternal, maka kondisi perdagangan dalam negeri yang diharapkan lima tahun kedepan adalah sebagai berikut : a. Meningkatnya
peran
sub
sektor
perdagangan
dalam
negeri
melalui
peningkatan kontribusi perdagangan eceran dan perdagangan besar terhadap produk domestik bruto (PDB), dan penciptaan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. b. Meningkatnya kelancaran distribusi bahan kebutuhan pokok masyarakat dan barang strategis. Kondisi ini memerlukan ketersediaan pasokan dengan harga yang wajar dan terjangkau oleh masyarakat. c. Menurunnya disparitas harga antar provinsi melalui pengembangan sistem distribusi yang efektif dan efisien, serta pembangunan/revitalisasi sarana distribusi dalam rangka pengembangan sistem logistik nasional. d. Meningkatnya indeks kepercayaan bisnis, melalui peningkatan iklim usaha yang kondusif, penyusunan peraturan/kebijakan yang pro bisnis, dan peningkatan pelayanan perizinan dan non perizinan, e. Meningkatnya penggunaan produk dalam negeri, melalui peningkatan daya saing produk dalam negeri, kampanye/sosialisasi “100% Cinta Indonesia (ACI), f. Meningkatnya pemberdayaan UMKM melalui peningkatan akses pasar produkproduk UMKM, partisipasi pada berbagai event pameran dalam negeri, pengembangan pola kemitraan UMKM dengan toko-toko modern dan pusat perbelanjaan.
31
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
Untuk mencapai kondisi perdagangan dalam negeri di atas, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri berupaya melakukan evaluasi dan analisis terhadap kondisi umum perdagangan dalam negeri saat, serta memperhatikan potensi dan permasalahan yang akan dihadapi dalam pembangunan perdagangan dalam negeri periode 2010−2014. Bertolak dari berbagai hal tersebut di atas, maka rencana strategis pembangunan perdagangan dalam negeri 2010−2014 dapat diformulasikan dalam bentuk visi, misi, tujuan, sasaran strategis, dan arah kebijakan serta program dan kegiatan pembangunan perdagangan dalam negeri yang akan dilaksanakan selama periode 2010−2014. Rencana strategis pembangunan perdagangan dalam negeri 2010−2014 merupakan pedoman bagi unit kerja Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya untuk membantu Pemerintah mewujudkan visi dan misi pembangunan nasional 2010−2014.
32
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
BAB 2 Visi, Misi, dan Tujuan
33
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
2.1.
Visi Sejalan dengan RPJPN 2005−2025, maka RPJMN 2010−2014, yang merupakan RPJMN Tahap II, bertujuan untuk lebih memantapkan penataan Indonesia di segala bidang dengan menekankan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk pengembangan ilmu dan teknologi serta penguatan daya saing ekonomi. Kementerian Perdagangan sebagai salah satu instansi yang diberi tugas dan fungsi di bidang pembangunan ekonomi tentunya akan berupaya untuk ikut berperan aktif dalam mewujudkan daya saing ekonomi nasional. Oleh karena itu, dengan mempertimbangkan perkembangan, masalah, dan berbagai kecenderungan pembangunan perekonomian ke depan, maka Kementerian Perdagangan menetapkan visi sebagai berikut :
”Perdagangan Sebagai Sektor Penggerak Pertumbuhan dan Daya Saing Ekonomi serta Pencipta Kemakmuran Rakyat Yang Berkeadilan” Perdagangan sebagai sektor penggerak pertumbuhan dan daya saing ekonomi serta pencipta kemakmuran rakyat yang berkeadilan dapat diwujudkan melalui peningkatan kinerja ekspor nonmigas secara berkualitas, penguatan pasar dalam negeri dan stabilisasi ketersediaan bahan pokok dan penguatan jaringan distribusi nasional. Dalam rangka mewujudkan visi tersebut, Kementerian Perdagangan menetapkan misi sebagai berikut :
1. Meningkatkan kinerja ekspor nonmigas secara berkualitas. 2. Menguatkan pasar dalam negeri. 3. Menjaga ketersediaan bahan pokok dan penguatan jaringan distribusi nasional.
2.2.
Misi Mengacu pada RPJPN 2005−2025, RPJMN 2010−2014, serta visi dan misi Kementerian Perdagangan tersebut di atas, maka pembangunan perdagangan dalam negeri pada tahun 2010-2014 disusun secara sinergis, terintegrasi dan sekaligus berkseinambungan dengan pencapaian pembangunan perdagangan dalam negeri tahun 2004-2009, maka misi Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri dirumuskan sebagai berikut : 1. Perbaikan iklim usaha perdagangan dalam negeri. 2. Peningkatan kinerja sektor perdagangan besar dan eceran, serta penggunaan produk dalam negeri. 3. Stabilisasi dan penurunan disparitas harga bahan pokok. 4. Penciptaan jaringan distribusi perdagangan yang efisien.
34
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
2.3.
Tujuan Sebagai penjabaran dari Visi dan Misi tersebut di atas, maka tujuan yang hendak dicapai Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri mengemban periode 2010−2014 adalah :
2.4.
1.
Peningkatan pelayanan perizinan/non perizinan sektor perdagangan dalam negeri melalui penyederhanaan prosedur dan waktu, serta harmonisasi kebijakan perdagangan dalam negeri.
2.
Stabilisas harga bahan pokok yang terkendali, supaya kemampuan/ daya beli masyarakat terjaga
3.
Penurunan disparitas harga bahan pokok antarpropinsi.
4.
Peningkatan kontribusi sektor perdagangan besar dan eceran terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
5.
Pengembangan sarana distribusi dan kapasitas penyedia jasa logistik.
Sasaran Strategis Sasaran strategis merupakan indikator kinerja Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri terkait dengan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Sasaran strategis yang hendak dicapai pada masing-masing tujuan yang telah dipaparkan di atas, secara umum dapat dilihat pada diagram berikut ini.
Gambar 2.1 Keterkaitan Misi, Tujuan dan Sasaran Pembangunan Perdagangan Dalam Negeri 2010-2014
35
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
2.4.1. Perbaikan Iklim Usaha Perdagangan Dalam Negeri Sasaran strategis yang hendak dicapai dalam perbaikan iklim usaha pedagangan dalam negeri antara lain adalah membaiknya layanan perizinan dan non-perizinan bidang perdagangan dalam negeri melalui layanan perizinan online, penyederhanaan prosedur serta pengurangan waktu dan biaya. Perbaikan layanan perizinan dan non-perizinan bidang perdagangan dalam negeri merupakan upaya mendukung penciptaan iklim investasi dan iklim usaha yang kondusif dalam rangka penguatan pasar domestik. Pelayanan perizinan dan nonperizinan pada Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri saat ini masih terdapat 22 jenis, dan 9 jenis perizinan telah dapat dilayani secara online dan akan terus dikembangkan hingga akhir tahun 2014 diharapkan semuanya dapat dilayani secara online. Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja perbaikan pelayanan ini adalah : 1. Jumlah perizinan perdagangan dalam negeri yang dapat dilayani secara online; dan 2. Waktu pelayanan masing-masing jenis perizinan dan non perizinan tersebut. Layanan perizinan semakin baik jika layanan semakin mudah, semakin cepat, transparan, dan murah, sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kegiatan usaha perdagangan dalam negeri. Layanan dikatakan online jika permohonan perizinan dan non perizinan dapat disampaikan oleh pemohon secara online, yang kemudian akan diproses oleh Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri secara otomasi melalui sistem informasi yang dimiliki, sehingga data dapat diakses secara online oleh pihak yang berkompeten. Waktu layanan perizinan yang dimaksudkan adalah waktu sejak permohonan perizinan diterima hingga surat perizinan dikeluarkan oleh pihak berwenang dengan syarat bahwa pemohon telah melengkapi seluruh persyaratan pengurusan perizinan dengan baik dan benar. Jika pemohon belum melengkapi persyaratan tersebut, maka waktu untuk menyelesaikan persyaratan tersebut, tidak akan diperhitungkan sebagai waktu layanan perizinan. Sumber data dari ukuran indikator di atas diperoleh dari Diretorat Jendral Perdagangan Dalam Negeri, yang dipublikasi secara tahunan. Target perbaikan yang hendak dicapai adalah mengupayakan 12 perizinan terkait perdagangan dalam negeri dapat dilayani secara online di tahun 2010 dan menjadi 21 jenis di tahun 2014. Disamping itu, rata-rata waktu pelayanan diharapkan menurun dari 6 hari pada tahun 2010, menjadi 2 hari pada tahun 2014, untuk setiap jenis perizinan yang telah dapat dilayani secara online.
36
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
Tabel 2-1 Sasaran Perbaikan Layanan Perizinan Perdagangan Dalam Negeri 2010-2014 Sasaran
Tahun 2010
2011
2012
2013
2014
Jumlah Perizinan Online
12
15
17
19
21
Waktu Pelayanan (hari)
6
6
5
4
2
Sumber: Ditjen Perdagangan Dalam Negeri, Kemendag
2.4.2. Peningkatan Kinerja Sektor Perdagangan Besar dan Eceran Pertumbuhan PDB riil tahunan Sektor Perdagangan digunakan sebagai basis perhitungan peningkatan nilai tambah Sektor Perdagangan karena pertumbuhan merupakan indikator dasar untuk menunjukkan perubahan kondisi di Sektor Perdagangan. Apabila pertumbuhan positif dan semakin tinggi menunjukkan adanya perbaikan kinerja yang baik, dan sebaliknya jika pertumbuhan negative menunjukkan kinerja yang kurang baik. Cara perhitungannya adalah dengan menggunakan rumus:
dimana : g
adalah pertumbuhan,
Qt adalah nilai PDB riil sektor perdagangan pada tahun t, Qo adalah nilai PDB riil sektor perdagangan pada tahun t-1 (tahun sebelumnya), dan 100 sebagai faktor pengali persen.
Data PDB riil Sektor Perdagangan yang dibutuhkan untuk perhitungan indikator yang digunakan, dapat diperoleh dari publikasi PDB Badan Pusat Statistik yang diterbitkan setiap tahun Indikator peningkatan output Sektor Perdagangan Besar dan Eceran yang digunakan adalah pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) riil tahunan Sektor Perdagangan Besar dan Eceran. Penentuan target pertumbuhan tahunan Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, selain mengacu pada kondisi periode 5 tahun lalu, juga mengacu pada target pertumbuhan tahunan PDB nasional yang telah ditetapkan pemerintah.
37
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
Mempertimbangkan kondisi Sektor Perdagangan Besar dan Eceran periode 5 tahun sebelumnya, dan target pertumbuhan PDB nasional yang telah ditetapkan dalam RPJMN 2010−2014, yaitu sebesar 5,5 − 7 persen, maka target pertumbuhan PDB Sektor Perdagangan Besar dan Eceran tahun 2010 berada pada kisaran 3−4,5 persen, dan ditargetkan meningkat menjadi 4,8 − 7,0 persen pada tahun 2014. Tabel 2-2 Sasaran Peningkatan Pertumbuhan PDB Sektor Perdagangan Besar dan Eceran Sasaran Pertumbuhan PDB Sektor Perdagangan Besar dan Eceran(persen)
2010
2011
Tahun 2012
3,4-3,5
3,9-4,5
4,2-5,0
2013
2014
4,6-6,6
4,8-7,0
Sumber: Renstra Kemendag Periode 2010-2014, BPS, diolah
2.4.3. Stabilisasi dan Penurunan Disparitas Harga Bahan Pokok Sasaran strategis yang akan dicapai terkait dengan stabilisasi dan penurunan disparitas harga bahan pokok adalah : 1. Stabilitas harga bahan pokok yang terkendali, sehingga harga tetap terjangkau sesuai daya beli masyarakat, dan 2. Penurunan disparitas harga bahan pokok antarprovinsi, sehingga kelangkaan dan penyimpangan penyaluran bahan pokok dapat diminimalkan.
2.4.3.1. Stabilisasi Harga Bahan Pokok Dalam hal stabilisasi harga bahan pokok, maka harga dapat dikatakan stabil jika persentase koefisien variasi harga (Standar deviasi/rata-rata x 100 persen) berada pada rentang yang wajar atau koefisien rasio variasi harga di dalam negeri lebih kecil dibandingkan di luar negeri. Oleh karena itu, indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja stabilisasi harga adalah: 1. Rata-rata koefisien variasi harga (persen) untuk komoditi: (1) beras; (2) gula; (3) minyak goreng; (4) terigu; (5) kedelai; (6) jagung; (7) susu; (8) daging sapi; (9) daging ayam; (10) telur; dan 2. Rata-rata rasio koefisien variasi harga komoditi tertentu tersebut di dalam negeri dibandingkan dengan di luar negeri untuk komoditi: (1) beras; (2) gula; (3) minyak goreng; (4) terigu; (5) kedelai; (6) jagung; dan (7) susu. 38
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
Perhitungan rata-rata rasio koefisien variasi harga komoditi tertentu tersebut di dalam negeri dibandingkan dengan di luar negeri untuk komoditi yang dipilih dilakukan sebagai berikut: 1.
Menghitung koefisien variasi harga masing-masing komoditi yang dipilih, untuk harga komoditi di dalam negeri dan di luar negeri
2.
Menghitung rasio koefisien variasi harga masing-masing komoditi, di dalam dan di luar negeri
3.
Melakukan simple average terhadap rasio koefisien variasi harga di dalam dan di luar negeri untuk seluruh komoditi
Dalam perhitungan besaran indikator, perlu dijaga konsistensi jenis varian komoditi yang dijadikan objek survey, mengingat masing-masing komoditi yang dipilih masih memiliki beberapa jenis varian. Misalnya beras, dapat terdiri dari berbagai jenis beras, dan demikian juga halnya dengan komodit lainnya. Data harga komoditi di dalam dan di luar negeri yang digunakan untuk perhitungan indikator diperoleh dari Badan Pusat Statistik. Semakin kecil nilai rata-rata koefisien variasi harga, maka semakin baik kondisi stabilitas harga di dalam negeri, dan semakin kecil nilai rata-rata rasio koefisien variasi harga komoditi di dalam dengan di luar negeri, maka semakin baik stabilitas harga di dalam negeri dibandingkan stabilitas harga di luar negeri. Perhitungan rata-rata koefisien variasi harga (persen) dilakukan dengan langkah dan rumus sebagai berikut: • Menghitung standar deviasi harga untuk setiap komoditi yang telah ditetapkan.
• Menghitung koefisien variasi harga untuk setiap komoditi yang telah ditetapkan.
• Melakukan simple average koefisien variasi harga dari seluruh komoditi yang telah ditetapkan.
39
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
dimana : adalah standar deviasi komoditi i, Pit adalah harga komoditi i pada bulan ke-t dalam satu tahun adalah harga rata-rata komoditi i dalam 1 tahun (t = 12) N
adalah jumlah komoditi yang dipilih
KVi adalah koefisien variasi komoditi i Adapun target yang diharapkan dapat dicapai dalam stabilisasi harga pada periode 2010−2014 adalah rata-rata koefisien variasi harga di dalam negeri berada pada kisaran 5−9 persen. Tabel 2.3 Sasaran Penurunan Koefisien Variasi Harga Komoditi Tertentu Koefisien Variasi (persen)
Tahun
Target
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Beras
1,8
4,7
4,5
2,5
0,7
1,0
Gula Pasir
5,5
5,6
1,9
2,7
0,8
12,1
Jagung
5,7
3,7
4,9
3,7
9,8
2,3
Kedelai
5,0
4,3
1,9
4,7
3,9
1,3
Tepung Terigu
4,9
1,9
1,6
11,7
3,7
0,4
Minyak goreng
4,1
4,5
5,2
15,0
14,3
5,5
Susu Kental Manis
0,4
26,6
1,7
6,2
1,2
0,5
Susu Bubuk
1,5
26,7
0,8
7,1
4,8
0,4
Daging Ayam
7,9
4,7
8,3
9,2
9,7
2,6
Daging Sapi
3,2
5,6
2,2
3,1
5,8
1,6
Telur
5,7
6,4
4,2
7,7
9,2
2,9
Rata-rata koefisien variasi (persen)
4,2
8,6
3,4
6,7
5,8
2,8
2010−2014
5−9
Sumber: Renstra Kemendag Periode 2010-2014, BPS diolah Sedangkan target indikator rata-rata rasio koefisien variasi harga komoditi tertentu tersebut di dalam negeri dibandingkan dengan di luar negeri adalah lebih kecil dari 1 (< 1).
40
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
Tabel 2.4 Sasaran Penurunan Rasio Variasi Harga Komoditi Tertentu di Dalam dan Luar Negeri Rasio koefisien variasi harga dalam dan luar negeri
Tahun
Target
2004 2005 2006 2007 2008
2009
Beras
0,27
2,26
2,07
0,42
0,03
0,07
Gula
0,42
0,44
0,11
0,61
0,11
6,49
Minyak goreng
0,54
0,39
0,47
0,25
0,40
0,14
Terigu
0,43
0,89
0,13
0,16
0,32
0,11
Kedelai
0,18
0,24
0,20
0,69
0,48
0,04
Jagung
0,56
1,16
0,99
3,85
4,47
1,52
Susu
0,05
14,1
0,64
0,60
0,50
0,07
Rata-rata rasio koefisien variasi
0,35
2,78
0,66
0,94
0,90
1,21
2010−2014
<1
Sumber: Renstra Kemendag Periode 2010-2014, BPS diolah
2.4.3.2. Penurunan Disparitas Harga Bahan Pokok antar Provinsi Peningkatan kelancaran arus barang antar daerah merupakan prioritas utama dalam mencapai target penurunan disparitas harga bahan pokok dan barang strategis antar provinsi. Pra kondisi yang diperlukan untuk mewujudkan hal tersebut adalah, adanya kebijakan, standar, norma, kriteria, dan prosedur yang jelas dan adanya infrastruktur yang memadai. Fluktuasi dan disparitas harga bahan kebutuhan pokok dan barang strategis terutama untuk komoditi bahan pokok tertentu relatif masih cukup tinggi dan perlu diwaspadai. Hal ini disebabkan oleh pengaruh musim atau kondisi geografis dan keterbatasan sarana dan prasarana distribusi di daerah. Disparitas harga yang tinggi tentunya dapat mengganggu pencapaian kinerja dan stabilitas ekonomi nasional. Pada dasarnya indikator ini mengukur perbandingan antara stabilitas harga disetiap provinsi dengan stabilitas harga secara nasional. Jika nilai indikator mendekati angka 1 (satu), maka dapat dikatakan bahwa gejolak harga di setiap provinsi sama dengan gejolak harga di tingkat nasional, dengan demikian secara implisit dapat dikatakan tidak terdapat disparitas harga antar provinsi. Perhitungan nilai indikator rata-rata rasio antara koefisien variasi harga di provinsi dibandingkan koefisien variasi harga nasional dilakukan sebagai berikut: 41
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
1.
Menghitung koefisien variasi harga untuk masing-masing komoditi secara nasional
2.
Menghitung koefisien variasi harga untuk masing-masing komoditi di tingkat provinsi
3.
Menghitung rasio koefisien variasi harga setiap provinsi terhadap koefisien variasi harga nasional, untuk masing-masing komoditi.
4.
Melakukan simple average rasio koefisien variasi harga seluruh provinsi/nasional untuk setiap komoditi
5.
Melakukan simple average terhadap rata-rata rasio koefisien variasi harga provinsi/nasional seluruh komoditi menjadi satu nilai indeks.
Perhitungan koefisien variasi dilakukan sama dengan perhitungan koefisien variasi pada indikator stabilisasi harga. Sumber data harga komoditi provinsi diperoleh dari publikasi Badan Pusat Statistik. Seperti halnya dalam perhitungan indikator stabilitas harga, pada perhitungan indikator disparitas harga ini perlu dijaga konsistensi jenis varian komoditi yang akan dijadikan obyek perhitungan atau obyek survei. Indikator yang digunakan untuk mengukur disparitas harga bahan pokok antarprovinsi adalah rata-rata rasio antara koefisien variasi harga provinsi dibandingkan variasi harga nasional (standar deviasi/rata-rata harga) Bahan Pokok yang menjadi fokus yaitu meliputi komoditi (1) beras; (2) gula pasir; (3) minyak goreng; (4) terigu; (5) kedelai; (6) jagung pipilan; (7) susu bubuk; (8) daging sapi; (9) daging ayam ras; (10) telur ayam ras. Penurunan disparitas diharapkan dapat terjadi di 33 provinsi, dimana semakin besar nilai rasio indikator ini, maka semakin tinggi disparitas harga antarprovinsi. Target penurunan disparitas harga antarprovinsi yang ingin dicapai adalah penurunan rata-rata rasio antara koefisien variasi harga provinsi dibandingkan koefisien variasi harga nasional ke-10 komoditi, pada kisaran 1,5−2,5 di tahun 2010−2014.
42
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
Tabel 2.5 Sasaran Penurunan Disparitas Harga antar Provinsi Rasio koefisien variasi harga provinsi/nasional
Tahun
Target
2004
2005
2006
2007
2008
2009
1
Beras
2,5
1,7
1,4
2,2
4,5
2,5
2
Gula Pasir
1,0
1,2
1,4
1,2
2,7
1,0
3
Kedelai
1,9
2,0
3,0
1,4
1,2
4,7
4
Tepung Terigu
1,1
2,5
2,4
1,0
1,1
5,4
5
Minyak Goreng (curah)
1,7
1,5
1,3
1,0
1,1
1,2
6
Jagung Pipilan
1,4
2,3
2,2
2,9
1,3
3,3
7
Susu bubuk (400g)
2,5
0,2
2,2
1,1
1,1
4,3
8
Telur Ayam Ras
1,4
1,3
1,6
1,4
1,2
2,2
9
Daging Ayam Ras
1,5
1,8
1,5
1,2
1,4
2,7
10
Daging Sapi
1,1
1,1
1,4
1,2
1,1
1,5
Rata-rata
1,6
1,6
1,8
1,5
1,7
2,9
2010−2014
1,5−2,5
Sumber: Renstra Kemendag Periode 2010-2014, BPS diolah
2.4.4. Penciptaan Jaringan Distribusi Perdagangan yang Efisien Sasaran yang ingin dicapai dalam penataan jaringan distribusi perdagangan yang efisien adalah peningkatan kinerja logistik nasional melalui konektivitas sub sistem dan jaringan distribusi yang mempengaruhinya. Indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja logistik Indonesia adalah Logistic Performance Index (LPI) yang dipublikasikan oleh Bank Dunia. Logistic Performance Index yang diterbitkan Bank Dunia pada tahun 2009 bertujuan untuk membandingkan kinerja logistik di 155 negara yang disurvei, dimana responden yang dipilih adalah para pelaku usaha logistik. International LPI dilakukan dengan mempertimbangkan enam variabel kunci logistik yaitu : 1. Efisiensi dan efektivitas kepabeanan. 2. Kualitas infrastruktur transportasi dan TI di bidang logistik. 3. Kemudahan dan keterjangkauan biaya pengiriman muatan. 4. Kompetensi industri logistik lokal (operator transportasi, broker, bea cukai, dan sebagainya). 5. Kemampuan untuk melacak barang yang dikirim. 6. Waktu yang dibutuhkan barang yang dikirim sampai ke tujuan.
43
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
Masing-masing variabel kunci diberikan penilaian berdasarkan opini pelaku usaha logistik, mulai dari skala nilai 1 (terburuk) sampai 5 (terbaik). Secara rata-rata, peningkatan 1 basis poin indeks LPI (misalnya dari 2,5−3,5) mengindikasikan kondisi pengurangan 6 hari waktu impor, dan pengurangan 3 hari waktu ekspor (terhitung dari gudang perusahaan dan pelabuhan). Pada tahun 2009, LPI Indonesia berada pada peringkat 75 dari 155 negara yang disurvei, dengan skor 2,76, dimana peringkat di masing-masing pilar logistik yang diukur adalah: kepabeanan 72 (skor 2,43), infrastruktur 69 (skor 2,54), pengiriman internasional 80 (skor 2,82), kompetensi logistik 92 (skor 2,47), ketertelusuran 80 (2,77), dan ketepatan waktu 69 (skor 3,46). Tahun 2009, rata-rata waktu pelayanan perizinan dan non perizinan perdagangan luar negeri adalah 8 hari, yang akan diturunkan menjadi 5 hari di 2010, dan menjadi 1 hari di 2014. Target peningkatan kinerja logistik ditetapkan dengan mempertimbangkan upaya penyederhanaan perizinan perdagangan luar negeri yang akan dilakukan di atas. Target yang akan dicapai pada periode 5 tahun ke depan adalah peningkatan 0,5 basis poin LPI, dari 2,76 (skor LPI 2009) menjadi 3,26 di tahun 2014. Target ini dicapai berdasarkan publikasi LPI pada tahun 2013, mengingat LPI dipublikasikan dalam periode 2 tahunan. Tabel 2.6 Sasaran Peningkatan Kinerja Logistik Indonesia Tahun Sasaran
Skor Logistic Performance Index
2007
2009
Skor berdasarkan publikasi tahun 2013
3,01
2,76
3,26
Sumber: Renstra Kemendag Periode 2010-2014, Bank Dunia diolah
44
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
BAB 3 Arah Kebijakan dan Strategi 45
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
3.1. Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Perdagangan Mencermati perkembangan lingkungan strategis yang mempengaruhi kinerja perdagangan dalam negeri dengan memperhatikan kondisi saat ini dan kondisi yang diharapkan di masa yang akan datang, maka penetapan ukuran keberhasilan, tujuan, dan sasaran strategis sebagai penjabaran dari visi dan misi yang dikemukakan pada Bab 2, maka strategi operasional dapat ditetapkan lebih lanjut. Strategi tersebut ditetapkan sebagai acuan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan baik melalui kebijakan, perencanaan, maupun penyusunan dan pelaksanaan program dan kegiatan. Selain itu, dengan tersusunnya Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II, maka Renstra ini dilengkapi dan dijiwai oleh 11 (sebelas) Prioritas Nasional dan prioritas nasional lainnya berdasarkan 3 bidang utama, serta Program 100 hari Presiden dan Kontrak Kinerja Menteri Perdagangan dengan Presiden, termasuk didalamnya Program 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu II. Sebelas Prioritas Nasional meliputi: (1) Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola; (2) Pendidikan; (3) Kesehatan; (4) Penanggulangan Kemiskinan; (5) Ketahanan Pangan; (6) Infrastruktur; (7) Iklim Investasi dan Iklim Usaha; (8) Energi; (9) Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana; (10) Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pascakonflik; dan (11) Kebudayaan, Kreativitas, dan Inovasi Teknologi. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010−2014 telah ditetapkan misi pembangunan nasional yang terkait langsung dengan sektor perdagangan yaitu mewujudkan bangsa yang berdaya saing. Oleh karena itu, arah kebijakan pembangunan sektor perdagangan dirumuskan kedalam lima pokok pikiran, yaitu: 1. Mengembangkan kebijakan dan diplomasi perdagangan di fora internasional dengan senantiasa menjaga kepentingan nasional, integritas wilayah, dan pengamanan kekayaan SDA nasional. 2. Menjaga pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. 3. Menurunnya kesenjangan antar kelompok masyarakat dan antar daerah. 4. Memantapkan nilai-nilai baru yang positif memantapkan budaya dan karakter bangsa.
dan
produktif
dalam
rangka
5. Menata kelembagaan perdagangan yang mendorong prakarsa masyarakat dalam kegiatan perekonomian. Berdasarkan lima pokok pikiran tersebut di atas, Kementerian Perdagangan menetapkan langkah strategis sebagai berikut :
1. Pengembangan kebijakan dan diplomasi perdagangan dengan senantiasa menjaga kepentingan nasional, integritas wilayah dan pengamanan kekayaan SDA nasional dilakukan melalui:
46
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
a. Peningkatan partisipasi dan kepemimpinan dalam forum multilateral dan regional. b. Peningkatan kemitraan ekonomi dan perdagangan bilateral yang strategis. c. Peningkatan dan pengamanan akses pasar luar negeri. d. Pengamanan kebijakan perdagangan dan kebijakan terkait lainnya.
2. Peningkatan Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dilakukan melalui : a. Peningkatan konsumsi produk dalam negeri. b. Peningkatan dan pengembangan ekspor. c. Pengelolaan impor dengan baik. d. Penciptaan iklim investasi dan perdagangan yang lebih kondusif. e. Optimalisasi belanja pemerintah. f. Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) atau kawasan perdagangan bebas seperti kawasan perdagangan bebas Batam, Bintan, dan Karimun. g. Peningkatan perlindungan konsumen dalam negeri serta pengamanan pasar domestik
3. Pemerataan hasil-hasil pembangunan sehingga dapat menurunkan kesenjangan antarkelompok masyarakat dan antardaerah dilakukan melalui: a. Penciptaan sistem logistik yang efisien untuk menjaga kelancaran distribusi bahan pokok dan meminimasi disparitas harga antar daerah. b. Fasilitasi Usaha Mikro Kecil, dan Menengah (UMKM), antara lain melalui: revitalisasi pasar tradisional, pendidikan dan pelatihan ekspor bagi UMKM, fasilitasi produk UMKM untuk masuk dalam distribusi pasar ritel modern, fasilitasi desain, branding dan kemasan, dan promosi.
4. Pemantapan nilai-nilai baru yang positif dan produktif dalam rangka memantapkan budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui: a. Aktivasi secara intensif gerakan Aku Cinta Indonesia yang akan memacu rasa percaya diri bangsa untuk berkarya serta meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap produk dalam negeri dengan mengkonsumsi produk-produk dalam negeri. b. Pencitraan Indonesia baik ke dalam maupun ke luar negeri. c. Pengembangan Ekonomi Kreatif yang mendukung penciptaan nilai tambah terhadap produk-produk dalam negeri dan pengembangan jasa kreatif yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia.
5. Penataan dan peningkatan peranan kelembagaan perdagangan dilakukan melalui penataan waralaba, kemitraan usaha, distributor, keagenan, ritel, trading house, eksportir, dan lembaga perlindungan konsumen agar masyarakat dapat terlibat secara luas dalam aktivitas perekonomian perdagangan. 47
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
Sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010−2014 dimana didalamnya telah ditetapkan misi pembangunan nasional lima tahun kedepan, maupun arah kebijakan dan langkah strategis Kementerian Perdagangan periode 2010−2014, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, merumuskan arah kebijakan dan strategi yang akan dilakukan pada periode 2010-2014 sebagaimana dijelaskan pada sub bab berikut ini.
3.2. Arah Kebijakan Direktorat Jenderal Perdagangan
Dalam Negeri Amanat yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, maka arah kebijakan pembangunan perdagangan dalam negeri periode 2010-2014 dititikberatkan kepada “Peningkatan penataan sistem distribusi nasional yang menjamin kelancaran arus barang dan jasa, kepastian berusaha, dan peningkatan daya saing produk domestik”. Dalam rangka mengimplementasikan arah kebijakan tersebut, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri merumuskan langkah strategi yang perlu dilakukan selama periode 2010−2014 sebagai berikut : 1. Meningkatkan integrasi perdagangan antar dan intrawilayah melalui pengembangan jaringan distribusi perdagangan, untuk mendorong kelancaran arus barang sehingga ketersediaan barang dan kestabilan harga dapat terjaga. 2. Meningkatkan iklim usaha perdagangan, melalui persaingan usaha yang sehat dan pengamanan perdagangan, untuk mendorong pengembangan usaha kecil menengah, peningkatan usaha ritel tradisional dan modern, bisnis waralaba, termasuk pengembangan pola kerjasama yang saling menguntungkan antarpelaku usaha. 3. Mendorong terciptanya pengelolaan resiko harga, transparansi harga, pemanfaatan alternatif pembiayaan, dan efisiensi distribusi melalui peningkatan efektivitas perdagangan berjangka, sistem resi gudang, dan pasar lelang. 4. Meningkatkan penggunaan produk dalam negeri dengan memaksimalkan potensi pasar domestik melalui pemanfaatan daya kreasi bangsa. 5. Memperkuat kelembagaan perdagangan dalam negeri yang mendorong terwujudnya persaingan usaha yang sehat, efektivitas perlindungan konsumen serta menciptakan perdagangan berjangka, sistem resi gudang, dan pasar lelang yang efisien. Adapun fokus prioritas dan kegiatan prioritas pembangunan perdagangan dalam negeri dalam lima tahun ke depan adalah:
48
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
Fokus prioritas 1: Peningkatan jaringan distribusi dalam rangka menunjang pengembangan sistem logistik nasional, yang didukung oleh kegiatan prioritas sebagai berikut : 1. Peningkatan Kelancaran Distribusi Bahan Pokok dan Barang Strategis; 2. Pengembangan Sarana Distribusi Perdagangan dan Kapasitas Pelaku Usaha/Penyedia Jasa Logistik Nasional;dan 3. Koordinasi Penataan dan Pengembangan Sistem Logistik Nasional.* n Koordinator Kegiatan prioritas butir 1 (satu) dan 2 (dua) merupakan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan, sedangkan kegiatan prioritas butir 3 (tiga) merupakan tugas pokok dan fungsi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. ian).
Fokus prioritas 2: Penguatan pasar domestik dan efisiensi pasar komoditi, yang didukung oleh kegiatan prioritas : 1. Pengembangan Kelembagaan dan Pelaku Usaha Perdagangan 2. Pemberdayaan Dagang Kecil dan Menengah; 3. Pengembangan Ekonomi Kreatif sesuai dengan INPRES No.6 Tahun 2009; 4. Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri termasuk kampanye Aku Cinta Indonesia; 5. Pembinaan dan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi; dan 6. Pembinaan dan Pengawasan Pasar Lelang Dan Sistem Resi Gudang. Kegiatan prioritas butir 1 (satu), 2 (dua), 3 (tiga) dan 4 (empat) merupakan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan, sedangkan kegiatan prioritas butir 5 (lima) dan 6 (enam) merupakan tugas pokok dan fungsi Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi, Kementerian Perdagangan.
Fokus prioritas 3: Peningkatan efektivitas pengawasan dan iklim usaha perdagangan, yang didukung oleh kegiatan prioritas: 1. Penegakan Hukum Persaingan Usaha;* 2. Pengembangan dan Harmonisasi Kebijakan Persaingan; * 3. Pengembangan Kebijakan dan Pemberdayaan Perlindungan Konsumen; 4. Penguatan Lembaga Perlindungan Konsumen Nasional; 5. Peningkatan Tertib Ukur; dan 6. Peningkatan Efektivitas Pengawasan Barang Beredar dan Jasa. Kegiatan prioritas butir 1 (satu) dan 2 (dua), merupakan tugas pokok dan fungsi KPPU, sementara kegiatan prioritas 3 (tiga) sampai butir 6 (enam) merupakan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Standarisasi dan Perlindungan Konsumen, Kementerian Perdagangan.
49
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
3.3. Program dan Indikator Kinerja Sejalan dengan reformasi penyusunan program dan kegiatan yang berbasis kinerja, dimana setiap unit Eselon Satu pada Kementerian/Lembaga hanya boleh melaksanakan 1 (satu) program, dan 1 (satu) kegiatan untuk setiap unit kerja Eselon Dua, maka dalam rangka mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran strategis yang dikemukakan pada bab 2, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, mengemban tugas untuk melaksanakan “Program Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri”. Program ini menjadi tugas dan tanggungjawab Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri dalam membantu Kementerian Perdagangan mewujudkan sasaran strategis 2010-2014. Beberapa kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mendukung pencapaian tujuan dan sasaran program ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya, melalui penajaman penyusunan program dan kegiatan yang lebih fokus; peningkatan kerjasama dan koordinasi dengan unit-unit teknis dalam lingkup Direktorat Jenderal dan pemangku kepentingan lainnya; peningkatan monitoring dan evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan; penyusunan dan harmonisasi peraturan/kebijakan perdagangan dalam negeri; dan pembinaan/ pengembangan SDM dan organisasi.
2. Peningkatan kelancaran distribusi bahan pokok melalui penyempurnaan berbagai kebijakan terkait distribusi barang dan jasa di dalam negeri, peningkatan efektivitas prognosis pasokan dan kebutuhan bahan kebutuhan pokok masyarakat, peningkatan efektivitas monitoring stok dan harga bahan kebutuhan pokok serta pengembangan sistem informasi perdagangan dalam rangka early warning system (peringatan dini) bahan kebutuhan pokok.
3. Pengembangan
sarana
distribusi
melalui peningkatan keterhubungan (connectivity) sarana distribusi dalam negeri, revitalisasi pasar tradisional dalam rangka meningkatkan daya saing pasar tradisional, pembangunan pusat distribusi serta fasilitasi pembangunan sarana distribusi di daerah-daerah perbatasan dan daerah tertinggal/terpencil dalam rangka percepatan pertumbuhan ekonomi dan perdagangan.
4. Pengembangan kelembagaan dan pelaku usaha perdagangan melalui penyusunan dan penyempurnaan kebijakan untuk mendorong peningkatan iklim usaha yang lebih kondusif serta pengembangan dan peningkatan data dan informasi perusahaan.
5. Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri dan Pengembangan Dagang Kecil Menengah melalui peningkatan promosi penggunaan produk dalam negeri untuk mendorong peningkatan apresiasi dan kecintaan terhadap produk dalam negeri serta aktivasi kampanye program Aku Cinta Indonesia (ACI), dan upaya peningkatan mutu, desain, kemasan, dan branding produk dalam negeri. 50
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
Outcome
yang diharapkan dari pelaksanaan Program Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri adalah meningkatnya efektivitas kebijakan yang menunjang pengembangan perdagangan dalam negeri. Sementara itu, Indikator kinerja Outcome yang digunakan untuk mengukur kinerja yang dicapai dari pelaksanaan program ini adalah sebagai berikut: 1. Persentase ketersediaan bahan kebutuhan pokok masyarakat. 2. Persentase rata-rata perbedaan tingkat harga bahan pokok antar provinsi di Indonesia. 3. Jumlah perizinan perdagangan dalam negeri yang dapat dilayani secara online. 4. Waktu penyelesaian perizinan perdagangan dalam negeri. Indikator kinerja dan target yang akan dicapai terkait program dan kegiatan Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri periode 2010-2014 secara rinci dapat dilihat pada lampiran 1, sementara dukungan pendanaan untuk pencapaian kinerja dan target yang telah ditetapkan dapat dilihat pada lampiran 2.
51
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
3.4. Kelembagaan dan Ketatalaksanaan Reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Perdagangan, dilakukan melalui perubahan pola pikir (mind set) dan budaya kerja (culture set) serta sistem manajemen pemeritahan sebagai upaya perwujudan tata pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa serta bebas dari Korupsi, kolusi dan Nepotisme/KKN (good governance). Langkah tersebut dilakukan melalui tujuh pilar untuk meningkatkan kinerja Kementerian Perdagangan, yaitu (i) kepemimpinan, (ii) perencanaan, (iii) organisasi, (iv) manajemen SDM, (v) penganggaran berbasis kinerja, (vi) proses bisnis, dan (vii) pemantauan, evaluasi dan pelaporan. Seiring dengan perkembangan, dan tuntutan perubahan, baik eksternal maupun internal, maka untuk dapat menjalankan tugas pokok dan fungsinya, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, berupaya untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good goverment), melalui reformasi birokrasi. Reformasi Birokrasi diarahkan pada upaya-upaya mencegah korupsi serta mempercepat pemberantasan korupsi secara berkelanjutan dalam menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa. Dalam rangka reformasi birokrasi, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri mengacu pada reformasi birokrasi Kementerian Perdagangan, yang didasarkan pada 7 pilar utama sebagaimana pada gambar berikut :
Gambar 3.1 Reformasi Birokrasi Kementerian Perdagangan
52
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
Kementerian Perdagangan, termasuk Direktrorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri telah menyampaikan dokumen-dokumen yang diperlukan dalam rangka reformasi birokrasi kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Dokumen-dokumen yang telah disampaikan antara lain: 1. Dokumen usulan Identifikasi Program Percepatan (Quick Wins) Perijinan Sektor Perdagangan Dalam Negeri, dengan target pada tahun 2010, jumlah perijinan yang dilayani secara online sebanyak 12 ijin dan dapat diselesaikan selama 6 hari. Seluruh pelayanan perijinan perdagangan tersebut telah di-launch pada 10 Agustus 2010 dengan mengundang perwakilan instansi pemerintah dan dunia usaha sebagai pengguna layanan. Dalam launching quickwins tersebut juga dilakukan simulasi mengenai proses pelayanan perijinan perdagangan, baik dalam negeri luar negeri maupun perdagangan berjangka komoditi. 2. Cetak Biru Postur Birokrasi Kementerian Perdagangan RI, termasuk Direktrorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri pada tahun 2025. Cetak biru tersebut berisi time-frame dan rencana kerja reformasi birokrasi Kementerian Perdagangan berdasarkan 9 program dan 23 rencana aksi dari Kementerian Negara PAN dan RB, dalam rangka mencapai postur birokrasi Kementerian Perdagangan tahun 2025 yaitu: Organisasi Kementerian Perdagangan RI yang tepat fungsi & tepat ukuran; budaya organisasi Kementerian Perdagangan RI, termasuk Direktrorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri dengan integritas dan kinerja tinggi; ketatalaksanaan dengan sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien, terukur dan sesuai dengan prinsip good governance; regulasi-deregulasi birokrasi lebih tertib dan tidak tumpang tindih; serta SDM yang berintegritas, kompeten, profesional, berkinerja tinggi dan sejahtera. Cetak biru tersebut juga merupakan panduan kerja Direktrorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri dalam melaksanakan dan mengimplementasi proses Reformasi Birokrasi.
3. Penataan tatalaksana Tahapan yang telah dilakukan melalui Penyusunan Tatalaksana (bussiness Proses) dan Elektronisasi Dokumentasi adalah: a. Diterbitkan Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 703/MDAG/KEP/4/2010 tentang Pedoman Penyusunan dan Mekanisme Penyusunan SOP sebagai dasar pembuatan SOP dan telah dilakukan workshop dan sosialisasi tentang fungsi dan mekanisme pembuatan SOP di Direktrorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri; 53
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
b. Elektronisasi Dokumentasi di Direktrorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri dilakukan melalui pengembangan sistem disposisi online yang bertujuan mempermudah tracking surat/dokumen yang didisposisikan berdasarkan struktur kerja dan telah dikembangkan sistem file sharing yang berfungsi menyimpan file hasil pelaksanaan pekerjaan yang dapat dipakai bersamaan dan diakses dari manapun. Penggunaannya diatur oleh administrator di masing-masing unit kerja Direktrorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri; Direktrorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, secara keseluruhan, telah menyusun total 372 buah SOP.
4. Penataan Sistem Manajemen SDM Program penataan sistem manajemen SDM dilakukan melalui Assessment kompetensi individu bagi pegawai, pembangunan sistem penilaian kinerja, pengembangan Sistem Pengadaan dan Seleksi PNS, penyusunan Pola Pengembangan dan Pelatihan, penguatan Pola Rotasi, Mutasi, Promosi dan Database Pegawai. Dalam perkembangannya, telah dihasilkan capaian-capaian sebagai berikut: a. Telah dilakukan assessment seleksi dan pasca tugas belajar (S2 maupun S3 bagi 38 pegawai). b. Telah dilakukan penandatanganan kontrak kinerja bagi para pejabat strultural di lingkungan Direktrorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri dan sedang dilakukan pembangunan sistem penilaian kinerja. c. Implementasi rekrutmen online telah memasuki tahun keempat dan hingga saat ini sistem rekrutmen online terus dikembangkan. d. Telah disusun HRD-plan sampai dengan tahun 2012.
5. Penyusunan Peraturan Perundangan dan Pengawasan Internal Merupakan tahapan yang dilakukan dalam rangka mengawal pelaksanan reformasi birokrasi Direktrorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri yang dilakukan melalui pemetaan regulasi, deregulasi, menyusun regulasi baru serta penegakan disiplin dan kode etik. Tahapan ini telah menghasilkan : - Harmonisasi Peraturan bidang perdagangan dalam negeri; - Peraturan pelaksana reformasi Perdagangan Dalam Negeri;
birokrasi
Direktrorat
Jenderal
- Implementasi sistem aplikasi absensi online di lingkungan Direktrorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri.
54
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
6. Penataan organisasi Direktrorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri. Direktrorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri telah melakukan redefinisi visi dan misi (Renstra Perdagangan 2010-2014) serta penyempurnaan struktur organisasi melalui Penajaman struktur organisasi dan tupoksi dalam rangka mendukung visi dan misi yang baru dengan menyusun organisasi sesuai dengan fungsi yang diemban masing-masing unit. Perubahan struktur organisasi tersebut dilatarbelakangi dengan tanggung jawab Direktrorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri yang semakin kompleks, baik di dalam maupun di luar negeri. Hal ini juga mendorong perlunya pembenahan-pembenahan secara berkala dan terus menerus baik dalam upaya peningkatan kuantitas maupun kualitas SDM Direktrorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri terutama dalam hal pembagian beban kerja yang seimbang dan merata berdasarkan kompetensi, juga pembenahan organisasi dan penajamanan fungsi Direktrorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri.Tujuan pencapaian ini adalah dalam rangka mewujudkan Organisasi Direktrorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri sebagai Institusi yang handal dan proaktif serta berperan dalam menciptakan nilai tambah dalam perdagangan dalam negeri. Tujuan tersebut dapat dirinci sebagai berikut : a. Restrukturisasi yang bertujuan untuk meningkatkan efektifitas kerja berbasis Kinerja agar mampu memberikan pelayanan secara optimal. b. Penyusunan berbagai kreteria, norma dan SOP yang dapat digunakan sebagai basis/alat ukur tingkat keberhasilan kinerja organisasi dalam mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. c. Pengembangan metode implementasi kebijakan untuk mengurangi disharmonisasi kebijakan pemerintah pusat dan daerah dengan memanfaatkan sarana dan prasana berbasiskan teknologi informasi. d. Pengembangan sistem evaluasi dan pentaatan kebijakan perdagangan dalam negeri. e. Pengembangan kerjasama dengan lembaga/instansi terkait f. Pengembangan sarana dan prasarana penunjang. Sejalan dengan di atas, dalam rangka pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, dan Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara; dan Peraturan Menteri Perdagangan No. 31/MDAG/PER/7/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan, maka Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri diberi tugas untuk merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perdagangan dalam negeri, dengan fungsi sebagai berikut : 55
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
a. perumusan kebijakan di bidang penguatan dan pengembangan, serta penciptaan iklim usaha perdagangan dalam negeri; b. pelaksanaan kebijakan di bidang penguatan dan pengembangan, serta penciptaan iklim usaha perdagangan dalam negeri; c. penyusunan pedoman, norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penguatan dan pengembangan, serta penciptaan iklim usaha perdagangan dalam negeri; d. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang penguatan dan pengembangan, serta penciptaan iklim usaha perdagangan dalam negeri; e. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri.
Sehubungan dengan pelaksanaan reformasi birokrasi di Kementerian Perdagangan, diperlukan penataan kembali unit-unit kerja di tingkat Eselon I melalui penajaman tugas pokok dan fungsi serta penyesuaian nomenklatur. Dengan demikian diharapkan kualitas kebijakan dan pelayanan publik yang diberikan dapat lebih optimal. Untuk mendukung pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta pelaksanaan program dan kegiatan Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, maka unit kerja ini dibantu oleh 5 (lima) unit kerja setingkat Eselon II yang terdiri dari : 1. Sekretariat Direktorat Jenderal; 2. Direktorat Bina Usaha Perdagangan; 3. Direktorat Dagang Kecil Menengah dan Produk Dalam Negeri; 4. Direktorat Logistik dan Sarana Distribusi; dan 5. Direktorat Bahan Pokok dan Barang Strategis.
56
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
Gambar 3.2 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri
Untuk dapat menjalankan tugas pokok dan fungsi serta program dan kegiatan Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri secara optimal maka dibutuhkan SDM yang memiliki kompetensi dalam membuat perencanaan yang baik, melaksanakan program dan kegiatan secara baik pula, serta melakukan evaluasi dan monitoring pelaksanaan program dan kegiatan yang telah direncanakan. Selain itu, juga perlu dilakukan perbaikan proses bisnis internal melalui penyusunan Standard Operating Procedure (SOP) dan peningkatan kualitas pelayanan yang akuntabel dan transparan kepada pemangku kepentingan baik internal maupun eksternal, terkait dengan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri. Salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri adalah penerapan Balanced Scorecard (BSC), yang sudah mulai dirintis sejak tahun 2007. Implementasi BSC ini dipandang perlu untuk membangun sistem informasi manajemen yang lebih efektif. Fungsi BSC sebagai alat untuk mengukur kinerja aparat menjadi penting dalam upaya pemantapan sistem manajemen perencanaan, monitoring, dan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan dan program maupun pencapaian sasaran dan target yang telah ditetapkan.
57
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
Sejalan dengan itu, upaya perbaikan manajerial juga dilakukan melalui reformasi penyusunan program dan kegiatan di lingkungan Kementerian yang hasilnya berupa restrukturisasi program dan kegiatan dengan penerapan sistem penganggaran berbasis kinerja dan mengacu pada sasaran RPJMN tahun 2010−2014. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja aparatur dengan penggunaan anggaran secara efektif dan efisien.
58
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
BAB IV Penutup
59
Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri – Kementerian Perdagangan RI
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri periode 2010-2014 merupakan implementasi dari Rencana Strategis Kementerian Perdagangan periode 2010-2014 dengan tetap mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) periode 2005-2025 yang dielaborasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode 2010-2014. Rencana strategis ini juga dimaksudkan sebagai pedoman bagi unit kerja di lingkungan direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri dan para pemangku kepentingan lainnya baik di pusat maupun di daerah. Bagi Pemerintah Daerah terutama Dinas yang membidangi sektor perdagangan, Rencana strategis agar dijadikan acuan dalam menyusun rencana strategis daerah guna mendukung pencapaian sasaran pembangunan perdagangan dalam negeri. Bagi masyarakat, karena rencana strategis ini juga memuat sasaran dan target kuantitatif yang penting untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan program dan kegiatan Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, kirana Rencana strategis ini dapat dijadikan sebagai alat untuk mengontrol dan memantau pencapaian target kinerja yang telah ditetapkan. Kiranya Rencana strategis ini dapat dilaksanakan dengan baik bagi pembangunan bangsa khususnya terkait dengan perdagangan dalam negeri.
60