RENCANA 5 TAHUNAN DITJEN PERHUBUNGAN DARAT (Review) TAHUN 2010 - 2014
1
1.1 Latarbelakang Transportasi merupakan urat nadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, mempunyai tugas sebagai penggerak, pendorong dan penunjang pembangunan. Transportasi merupakan suatu sistem yang terdiri dari sarana, prasarana yang didukung oleh tata laksana dan sumber daya manusia yang terkait dalam sistem transportasi baik sarana, prasarana maupun pergerakan, antara lain : kelayakan, sertifikasi, perambuan, sumber daya manusia, geografi, demografi dan lain-lain. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 09 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia yang ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 20 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Departemen Perhubungan sebagai lembaga penunjang penggerak pembangunan nasional mempunyai peranan penting dalam pelayanan jasa transportasi darat. Pembangunan bidang transportasi darat akan berpengaruh besar terhadap perekonomian nasional, mengingat kegiatan di bidang transportasi berperan penting dalam kegiatan distribusi barang dan jasa ke seluruh pelosok tanah air dan antar negara. Pembangunan transportasi darat akan berdampak signifikan terhadap kondisi perekonomian nasional, maka kebijakan transportasi ke depan akan sangat berpengaruh terhadap prospek perekonomian nasional yang tentu akan terpengaruh oleh kelambatan pertumbuhan ekonomi dunia. Keberhasilan pembangunan sangat ditentukan oleh peran sektor transportasi. Karenanya system transportasi nasional harus dibina agar mampu menghasilkan jasa transportasi yang baik, berkemampuan tinggi dan diselenggarakan secara terpadu, tertib, lancer, aman, nyaman dan efisien dalam menunjang dan menggerakkan dinamika pembangunan, mendukung mobilitas manusia, barang dan jasa, mendukung pola distribusi nasional serta mendukung pengembangan wilayah dan meningkatkan hubungan internasional yang lebih memantapkan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka perwujudan wawasan nusantara. Dalam antisipasi kondisi tersebut, sistem transportasi darat ditata dan terus disempurnakan dengan didukung peningkatan kualitas sumber daya manusia sehingga terwujud baik keandalan untuk pelayanan maupun keterpaduan antar dan intramoda transportasi, serta disesuaikan dengan perkembangan ekonomi, tingkat kemajuan teknologi, kebijaksanaan tata ruang, pelestarian lingkungan hidup dan kebijaksanaan energi nasional agar selalu dapat memenuhi kebutuhan pembangunan, tuntunan masyarakat serta kebutuhan perdagangan nasional dan internasional dengan memperhatikan keandalan maupun kelaikan sarana transportasi.
I-1
Berkaitan dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintah antara pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota, maka peranan sektor transportasi darat sangatlah dituntut persiapan dan kesiapan yang matang. Menyadari peranan transportasi darat yang demikian kompleksnya, maka diperlukan adanya kesamaan visi, misi dan persepsi terhadap pelaksanaan kegiatan pembangunan maupun pemerintah, serta arah pengembangan ke depan nantinya. Mengingat pembangunan perhubungan berdampak signifikan terhadap kondisi perekonomian nasional, maka kebijakan pembangunan perhubungan ke depan akan sangat berpengaruh terhadap prospek perekonomian nasional. Prospek perekonomian nasional sangat dipengaruhi oleh kondisi eksternal dan internal, kemajuan-kemajuan yang telah dicapai serta kebijakan strategis yang ditempuh selama ini. Kondisi internal yang akan berpengaruh positif adalah dukungan stabilitas politik dan keamanan berkaitan dengan suksesnya pelaksanaan Pemilihan Umum tahun 2009 yang telah menghasilkan pemerintahan baru yang kredibel, sehingga diharapkan mampu memulihkan perekonomian nasional, dan memberikan kepastian usaha di dalam negeri. Bidang perekonomian, terdapat kecenderungan peningkatan suku bunga internasional berkaitan dengan nilai US.$ dan fluktuatif harga minyak bumi dipasar global yang sangat tinggi sehingga pada gilirannya akan menimbulkan kenaikan biaya produksi, terutama yang berkaitan dengan biaya transportasi, biaya persediaan (inventory), biaya assuransi dan lain sebagainya yang kesemuanya ini akan menimbulkan kontraksi ekonomi dan memperlambat pertumbuhan ekonomi dunia. Indonesia sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka (open economy) tentu akan terpengaruh oleh kelambatan pertumbuhan ekonomi dunia, sehingga harus dipertimbangkan dalam menyusun rencana dan kebijakan di bidang perhubungan pada kurun waktu 2010-2014. Arah kebijakan nasional dalam pengembangan perhubungan dalam kurun waktu 20102014 adalah mengupayakan tersedianya infrastruktur melalui pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana transportasi yang berkelanjutan, guna mendorong pemerataan pembangunan, melayani kebutuhan masyarakat dengan harga terjangkau serta membuka keterisolasian wilayah tertinggal. Hal ini mengandung pengertian bahwa penyelenggaraan jasa perhubungan merupakan bagian integral dari sendi kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keterkaitan ini dapat dijelaskan secara rinci bahwa usaha jasa perhubungan sebagai bagian integral dari kegiatan perekonomian bangsa, mengemban fungsi aksesibilitas ke seluruh wilayah tanah air sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Perhubungan Darat dipandang perlu dilakukan penyusunan Rencana Lima (5) Tahunan Ditjen Perhubungan Darat Tahun 2010-2014 sebagai masukan penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Departemen Perhubungan 2010-2014 sebagaimana diamanahkan dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistim Perencanaan Pembangunan Nasional. Rencana Strategis ini merupakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Departemen Perhubungan sebagai kesinambungan dari Rencana Strategis Departemen Perhubungan Tahun 2005-2009. Rencana Strategis Departemen Perhubungan Tahun 2010-2014 disusun berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dalam jangka 25 tahun.
I-2
1.2 Maksud dan Tujuan Maksud penyusunan Rencana 5 Tahunan Ditjen Perhubungan Darat 2010-2014 adalah untuk memberikan gambaran tentang visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, kebijakan, dan program Ditjen Perhubungan Darat dalam kurun waktu 2010-2014 sebagai masukan dalam penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Departemen Perhubungan 2010-2014 agar bersinergi dan mempunyai kesatuan arah dan tujuan pegembangan perhubungan. Tujuan penyusunan Rencana 5 Tahunan Ditjen Perhubungan Darat adalah memberikan acuan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Ditjen Perhubungan Darat di bidang pembangunan dan penyelenggaraan pelayanan trasportasi dalam rangka meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas manusia dan barang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan perkembangan wilayah yang terintegrasi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. 1.3 Ruang Lingkup Ruang lingkup dan cakupan Rencana 5 Tahunan Ditjen Perhubungan Darat Departemen Perhubungan meliputi hal-hal sebagai berikut : 1. Jangkauan Waktu : Kurun waktu Rencana 5 Tahunan Ditjen Perhubungan Darat Departemen Perhubungan adalah tahun 2010-2014. 2. Substansi : Substansi Rencana 5 Tahunan Ditjen Perhubungan Darat meliputi evaluasi pencapaian Rencana Strategis Departemen Perhubungan kurun waktu 2005-2009, Kondisi Perubahan Lingkungan Strategis (Lingstra), Visi dan Misi Ditjen Perhubungan Darat, penentuan Tujuan, Sasaran dan Strategi yang selanjutnya dijabarkan ke dalam Arah Kebijakan dan Program secara rinci dan terukur sebagai penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi Ditjen Perhubungan Darat Departemen Perhubungan. 3. Pembiayaan Rencana 5 Tahunan Ditjen Perhubungan Darat Departemen Perhubungan 20102014 ini merupakan acuan dalam penyusunan anggaran tahunan berbasis kinerja yang dimulai pada tahun 2005. Dengan demikian pembiayaan kegiatan Ditjen Perhubungan Darat dalam APBN 2010-2014 merupakan integrasi dari pembiayaan rutin dan pembangunan yang terdiri dari: belanja pegawai, belanja barang, belanja modal dan transito. Belanja pegawai dan belanja barang dirinci menjadi belanja yang mengikat dan tidak mengikat, sedangkan belanja modal terdiri dari rupiah murni dan pinjaman luar negeri. Disamping itu terdapat kegiatan belanja modal yang dibiayai dari anggaran BUMN dan peranserta swasta.
I-3
1.4 Kerangka Pikir Proses penyusunan Rencana 5 Tahunan Ditjen Perhubungan Darat 2010 – 2014 diawali dengan melakukan pemetaan terhadap pencapaian target yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategis Departemen Perhubungan selama kurun waktu 2005 – 2009. Di samping itu perlu dicermati permasalahan dan tantangan yang berpengaruh terhadap tugas pokok dan fungsi Departemen Perhubungan. Sejalan dengan itu akan diuraikan target pertumbuhan dan kebutuhan investasi sektor transportasi 2010-2014 sesuai dengan indikator target pertumbuhan ekonomi nasional. Pemetaan awal terhadap pencapaian target Rencana Strategis Departemen Perhubungan 2005-2009 dan target pertumbuhan serta kebutuhan investasi transportasi 2010-2014 merupakan dasar kebijakan lanjut untuk menentukan kebutuhan sarana dan prasarana perhubungan pada tahun 2010-2014. Sejalan dengan itu, diperlukan pengamatan dan analisis terhadap pengaruh lingkungan strategis yang terkait, baik langsung maupun tidak langsung dengan tugas pokok dan fungsi Ditjen Perhubungan Darat Departemen Perhubungan, baik internal maupun eksternal. Pengaruh strategis internal akan diformulasikan dalam bentuk kekuatan dan kelemahan, sedangkan pengaruh strategis eksternal akan diformulasikan dalam bentuk peluang dan ancaman. Dengan mempertimbangkan pengaruh perubahan lingkungan strategis serta mencermati pencapaian target pada rencana 5 Tahunan Ditjen Perhubungan Darat Departemen Perhubungan 2005-2009, maka di dalam penyusunan Rencana 5 Tahunan Ditjen Perhubungan Darat Departemen Perhubungan 2010-2014 akan dirumuskan langkah-langkah kebijakan lanjut dalam mencapai target kinerja pelayanan sarana dan prasarana perhubungan. Dalam rangka memperjelas arah tugas pokok dan fungsi Ditjen Perhubungan Darat akan dirumuskan Visi Ditjen Perhubungan Darat yang dijabarkan lanjut ke dalam Misi Ditjen Perhubungan Darat Departemen Perhubungan. Berdasarkan visi dan misi dimaksud diformulasikan tujuan, sasaran, prioritas, strategi dan arah kebijakan pembangunan Ditjen Perhubungan Darat Departemen Perhubungan. Bagan alur pikir penyusunan Rencana Ditjen Perhubungan Darat 2010-2014 disampaikan pada diagram sebagai berikut :
I-4
EVALUASI PENCAPAIAN
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG (RPJP) DEPARTEMEN PERHUBUNGAN
TARGET KINERJA TAHUN 2005 - 2009
KEKUATAN, KELEMAHAN, PELUANG, ANCAMAN
VISI
TUJUAN PEMBANGUNAN
MISI
SASARAN DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN
ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN 2010-2014
STRATEGI
2010-2014
PROGRAM 2010-2014
VISI
MISI
TUJUAN
SASARAN
Kebijakan
Startegi
Program
Kegiatan efektif, efisien, tepat sasaran dan berkelanjutan Gambar 1.1. Aspek-aspek Fundamental
I-5
2.1. Bidang Angkutan Jalan Dalam rangka memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa dan negara serta memperlancar gerak dari roda perekonomian maka diperlukan sarana dan prasarana transportasi jalan yang memadai. Dengan adanya sarana dan prasarana transportasi yang memadai seperti bus, terminal maka diharapkan dapat membantu masyarakat dalam bermobilisasi baik mobilisasi penumpang maupun barang. Transportasi diharapkan juga dapat sebagai pendukung program pemerintah dalam rangka meratakan hasil pembangunan di seluruh wilayah Indonesia termasuk pada pulaupulau terpencil. 1. Perkembangan Sarana Lalu Lintas Angkutan Jalan a. Pembinaan Pengujian Kendaraan Bermotor merupakan salah satu tugas Direktorat LLAJ. Dengan terbitnya PP No. 38 Tahun 2007, maka pelaksanaan pengujian berkala kendaraan bermotor menjadi kewenangan Kabupaten / Kota. b. Pada 2008 terdapat 440 unit tempat pengujian kendaraan bermotor dengan 508 jenis alat uji yang terdiri dari : 1). 257 unit uji mekanis 2). 235 unit uji non mekanis 3). 16 unit uji keliling c. Untuk pengembangan karier dan peningkatan kualitas profesionalisme PNS yang menjalankan tugas di bidang pengujian kendaraan bermotor, telah dikeluarkan Peraturan Dirjen Perhubungan Darat No.1076/Kp.108/DRJD/2005 tentang Kompetensi Penguji Kendaraan. Pada saat ini telah dilakukan peralihan kualifikasi teknis dari strata ke kompetensi. d. Untuk menghindari pemalsuan Buku Uji dan Plat Uji harus dicetak dengan security printing. Sesuai ketentuan yang ada, Surat Peraturan Dirjen Perhubungan Darat No.2889/AJ.402/DRJD/2007 tanggal 25 Juli 2007 tentang perubahan atas peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor : SK.2757/AJ.402/DRJD/2006 tentang Pedoman Teknis Buku Uji, Tanda Uji Berkala dan Tanda Samping Kendaraan Bermotor. Adanya tuntutan teknologi dalam pencetakan buku uji, maka perlu dilakukan penyempurnaan terhadap pedoman teknis buku uji, tanda uji berkala dan tanda samping kendaraan bermotor. Adapun beberapa ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. SK 2757/AJ.402/DRJD/2006 ada sebagian perubahan sebagai berikut : 1). Pasal 3 ayat (3) : Lembar bagian dalam sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terdiri dari 6 (enam) lembar dengan 12 (dua belas) halaman yang diberi
II - 1
2).
3). 4).
5).
nomor halaman secara berurutan dari nomor 1 sampai dengan nomor 12 yang dicantumkan pada setiap halaman di bagian sudut kanan atas. Pasal 4 ayat (1) : Sisi luar bagian sampul buku uji sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 memiliki warna dasar biru tua yang pada halaman depan memuat tulisan “BUKU UJI BERKALA KENDARAAN BERMOTOR”, pada halaman depan sudut kiri atas memuat logo perhubungan dengan warna foli emas dan biru tua serta bagian atas memuat stiker yang ditempel berupa logo Kabupaten/Kota tempat dikeluarkannya buku uji dan lubang berbentuk bidang segi empat, dengan ukuran panjang 40 mm x 8 mm. Pasal 5 ayat (2) : Unsur pengaman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa : tinta atau hologram Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 6 ayat (1) huruf d dan e : a). halaman 6,7,8 dan 9 memuat kolom hasil pengujian berkala, pengesahan hasil uji serta penguji yang berwewenang mengesahkan hasil uji b). halaman 10, 11 dan 12 tempat memuat catatan khusus yang dapat digunakan oleh Penguji dan/atau Pemeriksa kendaraan bermotor di jalan dan/atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil Mengubah lampiran I dengan mengubah data-data pada kartu elektronik (smart card), mengubah lampiran II untuk memperjelas letak ruang untuk penempelan stiker logo daerah, mengubah lampiran III dengan menambahkan huruf c1 pada contoh 3 kolom 4 mengenai “Dimensi tangki” menambah data “Muatan Sumbu Terberat (MST)” pada contoh 3 kolom 5 mengubah ketentuan pada contoh 4 mengenai “hasil uji (test result)” menambah ketentuan tentang “hasil pengujian berkala, pengesahan hasil uji serta Penguji yang berwenang mengesahkan hasil uji” pada contoh 5 kolom 9 serta menambah lampiran mengenai “stiker” sebagaimana contoh 1 s/d 6 dalam lampiran perubahan peraturan.
Sebagai Operasionalisasi Kepetusan Menteri tersebut pada tahun 2008 telah dikeluarkan Surat Keputusan Pengesahan dan Sertifikasi Tipe Kendaraan Bermotor, Pengesahan Rancang Bangun Kendaraan Bermotor dan Pemasangan Sistem Pemakaian Bahan Bakar Gas Tahun 2008 sebanyak 1.445 Surat Keputusan. Adapun perinciannya dapat dilihat pada tabel 2.1 sebagai berikut: Tabel 2.1 Rekapitulasi Keputusan Dirjen Hubdat Tentang Pengesahan Dan Sertifikasi Tipe Kendaraan Bermotor, Pengesahan Rancang Bangun Kendaraan Bermotor Dan Pemasangan Sistem Pemakaian BBG Tahun 2008 No. Keterangan Jumlah 1. Tipe Sepeda Motor 131 2. Tipe Roda 3 10 3. Tipe Roda 4 atau Lebih 452 4. Tipe Landasan Kendaraan Bermotor 65 5. Rancang Bangun Kereta Tempelan 34 6. Rancang Bangun Kereta Gandengan 4 7. Rancang Bangun dan Rekayasa Kendaraan Bermotor 741 8. Tipe Kendaraan CBU Bekas 6 9. Sistem Pemasangan BBG 2 Total 1.445 Sumber : Dit. LLAJ, Ditjen Hubdat
II - 2
2. Perkembangan Prasarana Lalu Lintas Angkutan Jalan a. Jaringan Jalan 1). Peranan Jalan Dalam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 375/KPTS/2004 tanggal 19 Oktober 2004 tentang Penetapan ruas-ruas jalan dalam jaringan jalan primer menurut peranannya sebagai Jalan Arteri, Jalan Kolektor 1, Jalan Kolektor 2 dan Jalan Kolektor 3. Tabel 2.2 Panjang Jalan menurut Kewenangan Tahun 2004 - 2008 Jalan (km) 2004 Nasional 34.629 Provinsi 46.498 Kabupaten 229.080 Kota 21.863 Tol 660 Sumber : Dep. Pekerjaan Umum
2005 34.318 46.771 229.208 21.934 772
2006 34.318 46.771 229.208 21.934 772
2007 36.318 50.044 245.253 23.469 772
2008 36.318 50.044 245.253 23.469 772
2). Kelas Jalan Ruas-ruas jalan di Pulau Jawa ditetapkan sebagai jalan kelas II, IIIA, IIIB, dan IIIC dengan muatan sumbu terberat jalan masing-masing adalah 10,0 ton untuk jalan kelas II dan 8 ton untuk jalan kelas IIIA, IIIB dan IIIC. Penetapan kelas jalan tersebut didasarkan atas pertimbangan ketentuan kelas jalan dan kemampuan jaringan prasarana jalan yang ada. Selain di Pulau Jawa, Penetapan Kelas Jalan di Pulau Kalimantan, Sumatera dan Propinsi Bali, NTB, Maluku Utara, Papua. 3). Simpul Jaringan Transportasi Jalan Terminal Penumpang Tipe A Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor SK.1361/AJ.106/DRJD/2003 tanggal 11 Agustus 2003 telah ditetapkan Simpul Jaringan Transportasi Jalan untuk Terminal penumpang Type A diseluruh Indonesia sebanyak 203 simpul. b. Jaringan Trayek 1). Trayek Angkutan Antar Kota Antar Propinsi (AKAP) Sebagai titik tolak pelayanan angkutan umum antar kota antar propinsi, Ditjen Hubdat dengan SK. No. 1200/AJ.205/DRJD/2004 tanggal 12 Agustus 2004 tentang Penetapan Jaringan Trayek Angkutan Antar Kota Antar Propinsi (AKAP) di seluruh Indonesia.
II - 3
Tabel 2.3 Perkembangan Bus AKAP Jumlah
No.
Tahun
Jumlah PO
Bus
Cadangan
1
2004
759
17.777
2
2005
765
3
2006
4 5
Total
Bus - Rit
1.586
19.363
35.823
17.753
1.500
19.253
36.247
772
17.703
1.494
19.197
36.242
2007
790
17.932
1.496
19.428
26.569
2008
822
18.445
1.525
19.970
37.427
Sumber : Dit.LLAJ. Ditjen Hubdat
2). Trayek Lintas Batas Negara Trayek lintas batas negara antara Indonesia dengan negara tetangga diantaranya beberapa telah ditetapkan dan dilayani dengan moda transportasi jalan dan beberapa masih dalam proses perundingan kesepakatan. Lintas Batas Negara yang telah dilayani: a). Pontianak-Kuching Berdasarkan hasil kesepakatan Kelompok Kerja Pembangunan Sosial Ekonomi Malaysia-Indonesia (Sosek Malindo), sejak tanggal 2 Januari 1993 dioperasikan perusahaan dan jumlah kendaraan umum untuk trayek Pontianak-Kuching sebagai berikut: Tabel 2.4 Perusahaan kendaraan umum yang berdomisili di Pontianak untuk melayani trayek Pontianak-Kuching No. 1 2 3
Nama Perusahaan Perum DAMRI Andau Kapur Jiwana Sakti Jumlah Sumber : Dit.LLAJ. Ditjen Hubdat
Mobil Bus 6 eksekutif 2 eksekutif 9 eksekutif 17 eksekutif
RIT 6 2 9 17
SEAT 35 36 40 111
Tabel 2.5 Perusahaan kendaraan umum yang berdomisili Kuching untuk melayani trayek Kuching- Pontianak No. 1 2 3 4 5 6
Nama Perusahaan Sri Tebakang Kirata Saphire Pacific Eva Transport Sri Merah Bintang Jaya Ekspres Jumlah Sumber : Dit.LLAJ. Ditjen Hubdat
II - 4
Mobil Bus 3 eksekutif 3 eksekutif 3 eksekutif 5 eksekutif 3 eksekutif 3 eksekutif 20 eksekutif
RIT 3 3 3 5 3 3 20
SEAT 32 32 32 53 66 32 247
b). Pontianak-Bandar Sri Begawan Via Kuching Uji coba Angkutan Lintas Batas Negara Pontianak-Bandar Sri Begawan Via Kuching dilakukan sejak tanggal 16 November 2008 dan Launcing pada tanggal 15 Januari 2009. Trayek dilayani sebanyak 20 (duapuluh) unit bus tetapi baru beroperasi 12 (duabelas) unit bus dengan data sebagai berikut : (1) Perusahaan ALBN dari Indonesia, terdapat 2 (dua) perusahaan yaitu Perum DAMRI (4 unit bus) dan PO. Setia Jiwana Sakti (4 unit bus) (2) Perusahaan ALBN dari Bandar Seri Begawan, dengan perusahaan ADBH Sdn.Bdn (4 unit bus) c). Indonesia - Papua New Guinea (Jayapura-Vanimo) masih dalam tahap pembahasan draft kesepakatan d). Indonesia – Timor Leste masih dalam tahap pembahasan draft kesepakatan 3). Angkutan Tidak Dalam Trayek Sesuai KM 84 Tahun 1999, disamping adanya angkutan dalam trayek terdapat pula angkutan tidak dalam trayek, meliputi: taksi, angkutan sewa, angkutan pariwisata dan angkutan khusus. Untuk angkutan taksi dan angkutan khusus pengaturan izin operasinya oleh Walikota untuk dalam kota dan oleh Gubernur untuk angkutan lebih dari satu kota. Disamping mempunyai kewenangan untuk memberikan izin trayek bis AKAP, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat dalam hal ini Direktur LLAJ mempunyai kewenangan pula kewenangan untuk memberikan izin angkutan tidak dalam trayek meliputi: taxi bandara, angkutan sewa, angkutan pariwisata dan angkutan khusus. c. Terminal Terminal merupakan prasarana transportasi jalan untuk keperluan memuat dan menurunkan orang dan/atau barang serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan. Sejalan dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 31 Tahun 1995 tentang Terminal Transportasi Jalan, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat telah menetapkan Simpul Terminal Tipe A dengan SK Dirjen No. 1361/AJ.106/DRJD/2003 tanggal 11 Agustus 2003 tentang Penetapan Simpul JTJ untuk terminal Penumpang Type A diseluruh Indonesia sebanyak 165 lokasi yang didasarkan pada beberapa kriteria sebagai berikut : 1). Fungsi Kota; 2). Asal Tujuan Perjalanan; 3). Pelayanan AKAP; 4). Terletak dalam jaringan trayek antar kota antar propinsi dan/atau angkutan lintas batas negara; 5). Jarak antara dua terminal penumpang tipe A, sekurang-kurangnya 20 Km di Pulau Jawa 30 Km di Pulau Sumatra dan 50 km di Pulau lainnya.
II - 5
Tabel 2.6 Data Jumlah Terminal Tahun 2005 - 2008 TAHUN
URAIAN
2005 Tipe A 120 Tipe B 174 Tipe C 134 TOTAL 428 Sumber : Dit.LLAJ. Ditjen Hubdat
2006 108 187 136 431
2007 108 187 136 431
2008 108 187 136 431
3. Perkembangan SDM LLAJ (Penegakan Hukum Bidang LLAJ dan Penyidik Negeri Sipil Bidang LaLu Lintas dan Angkutan (PPNS LLAJ)) a. Pelanggaran Operasional Pada tahun 2008 pelanggaran mengalami peningkatan yang cukup banyak dibanding dengan tahun 2007, dikarenakan pada tahun 2007 belum semua daerah melapor. Sedangkan pada Tahun 2008 ini telah banyak daerah yang melaporkan pelanggaran yang terjadi. Jumlah pelanggaran operasional bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dapat dilihat pada table 2.7 Tabel 2.7 Jumlah Pelanggaran Operasional Tahun 2006-2008 No.
2006 PO 93 4 0 1 0 4 102
Jenis Pelanggaran
1 Penyimpangan Trayek 2 Tanpa Izin Trayek/Operasi 3 Trayek Mati 4 Tanpa Buku Uji 5 Buku Uji Mati 6 Lain - lain Jumlah Sumber : Dit.LLAJ. Ditjen Hubdat
Grafik Pelanggaran Operasional Tahun 2007-2008
II - 6
Kend 329 31 0 1 0 4 365
2007 PO Kend 30 50 22 25 5 11 8 15 14 23 0 0 79 124
2008 PO Kend 33 65 18 40 6 11 5 7 10 34 14 68 86 225
b. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bidang LLAJ Jumlah Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tahun 2008 adalah 2.044 orang. Yang terdiri dari 54 orang PPNS yang ada di Ditjen Perhubungan Darat (pusat) dan 1.990 PPNS yang ada di Provinsi/Kabupaten/Kota (daerah). Untuk data PPNS daerah dapat dihimpun dari 32 provinsi yang mana pada tiap-tiap provinsi belum semua melaporkan jumlah PPNS-nya. Tabel 2.8 Daftar PPNS Bidang LLAJ Tahun 2007-2008 NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
PROPINSI PUSAT NANGROE ACEH DARUSSALAM SUMATERA UTARA KEPULAUAN RIAU RIAU JAMBI BENGKULU BANGKA BELITUNG SUMATERA BARAT SUMATERA SELATAN LAMPUNG BANTEN DKI JAKARTA JAWA BARAT JAWA TENGAH DIY JAWA TIMUR KALIMANTAN TIMUR KALIMANTAN TENGAH KALIMANTAN SELATAN SULAWESI SELATAN SULAWESI UTARA SULAWESI TENGAH SULAWESI BARAT SULAWESI TENGGARA GORONTALO BALI NTB NTT MALUKU PAPUA BARAT PAPUA MALUKU UTARA
TOTAL Sumber : Dit.LLAJ. Ditjen Hubdat
II - 7
JUMLAH 2007 2008 49 54 63 28 143 146 3 5 21 54 21 21 6 11 15 14 119 123 95 108 73 68 57 70 101 128 77 165 219 220 102 108 361 417 4 9 34 38 7 10 27 37 24 19 22 33 9 8 6 4 9 16 7 10 10 17 47 51 7 10 4 1 31 4 1 37 1.774
2.044
c. Penjatuhan Sanksi Administratif Sanksi administatif pada pelanggaran tarif angkutan Bus AKAP ekonomi pada masa angkutan lebaran dengan dasar hukum Peraturan Dirjen SK.2523/AJ.201/DRJD/2008. Adapun data pelanggarannya sebagai berikut: Tabel 2.9 Penjatuhan Sanksi Administrasi Pelanggaran Tarif No.
Tahun
1 1996 (1416 H) 2 1997 (1417 H) 3 1998 (1418 H) 4 1999 (1419 H) 5 2000 (1420 H) 6 2000 (1421 H) 7 2001 (1422 H) 8 2002 (1423 H) 9 2003 (1424 H) 10 2004 (1425 H) 11 2005 (1426 H) 12 2006 (1427 H) 13 2007 (1428 H) 14 2008 (1429 H) Sumber : Dit.LLAJ. Ditjen Hubdat
Jumlah Sanksi PO BUS 88 140 44 56 51 62 43 49 64 86 48 68 91 179 59 85 26 38 35 56 27 42 26 39 16 19 25 40
4. Kegiatan-kegiatan Strategis a. Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Pengujian Kendaraan Bermotor Langkah/usaha untuk memperbaiki tingkat keselamatan dan menurunkan emisi gas buang dari kendaraan adalah dengan peningkatan kualitas dan kuantitas dari pengujian kendaraan bermotor oleh Unit Pengujian Kendaraan Bermotor di Kota/Kabupaten. Pada tahun 2008 ini telah dilakukan rehabilitasi alat uji kendaraan bermotor di BPLJSKB, Bekasi dan pengadaan emission test kendaraan bermotor GVW > 3,500 kg untuk menurunkan tingkat emisi gas buang kendaraan. Saat ini, pengujian berkala untuk kendaraan bermotor hanya diwajibkan bagi bus, kendaraan umum dan mobil barang saja, sedangkan untuk mobil penumpang pribadi dan sepeda motor belum dilakukan. Dari 440 kabupaten/kota yang ada di Indonesia, sampai dengan akhir tahun 2008 baru tersedia 257 Unit Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor secara mekanis, 235 unit secara non mekanis dan 16 unit uji keliling dengan 2.091 tenaga penguji yang telah memiliki sertifikat kompetensi penguji berkala kendaraan bermotor.
II - 8
b. Perkembangan Penanganan Muatan Lebih Pada tahun anggaran 2008 telah dilakukan rehabilitasi peralatan operasional jembatan timbang di 4 (empat) lokasi yaitu Lampung, Sumedang, Cilacap, dan Lamongan dan juga dibangun sistem informasi/konektivitas jaringan di 3 (tiga) lokasi jembatan timbang yaitu JT.Jabar, Jateng dan Jatim. Selain itu juga dilakukan monitoring terhadap kinerja jembatan timbang sehingga diperoleh data pelanggaran sebagai berikut : Tabel. 2.10 Rekapitulasi Data Pelanggaran Di Jembatan Timbang Pada Tahun 2008 PELANGGARAN TERHADAP JBI (KEND)
TINDAKAN
PROPINSI
JUMLAH DITIMBANG
5 - 25 %
25 - 50 %
50 - 60 %
> 60 %
Pengembalian Kendaraan
Penurunan Muatan
Surat Tilang
NAD SUMUT
61.618 410.595
30.581 8.413
2.168 230
709 31
488 55
117
-
3.222 1.773
BABEL
-
-
-
-
-
-
-
-
JAMBI
-
-
-
-
-
-
-
-
SUMBAR
71.114
-
-
-
259
-
-
-
SUMSEL
-
-
-
-
-
-
-
-
RIAU
-
-
-
-
-
-
-
-
BENGKULU
-
-
-
-
-
-
-
-
LAMPUNG
16.834
3.171
731
304
-
-
50
510
BANTEN
-
-
-
-
-
-
-
-
JABAR
278.043
39.557
22.274
9.852
14.698
6.627
5.092
13.595
JATENG
3.934.444
770.452
295.525
65.292
1.962
34.719
19.590
40.079
DIY
247.509
30.762
26.919
5.940
2.382
2.444
148
5.959
JATIM
5.240.760
1.123.485
21.899
20.381
3.298
13.741
6.643
223.451
BALI
598
248
142
30
-
-
-
73
TOTAL
10.261.515
2.006.669
369.888
102.539
23.142
57.648
31.523
288.662
Sumber : Dit.LLAJ. Ditjen Hubdat
c. Upaya Peningkatan Keselamatan Dan Kelancaran Pengguna Jalan Dalam Berlalu Lintas Untuk meningkatkan keselamatan dan kelancaran pengguna jalan dalam hal ini maka LLAJ memasang 1.951.855 M Marka Jalan, 70.902 M Guadrail, 15.784 Buah Rambu Lalu Lintas dan No.Rute, 524 Buah RPPJ, 51 Buah Traffic Light, 57 Buah Cermin Cekung, 23.185 Buah Deliniator, 10.206 Buah Paku Marka, 2.500 Buah Traffic Cone, 53 Paket APILL yang dipasang di jalan nasional diseluruh Indonesia serta dilakukannya Manajenen dan Rekayasa Lalu Lintas di 19 Lokasi untuk mengurangi tingkat kemacetan lalau lintas di jalan nasional.
II - 9
5. Permasalahan yang dihadapi Hampir keseluruhan pada pelaksanaan program kegiatan pada tahun 2008 dapat terealisasi sesuai dengan program yang direncanakan. Tetapi ada beberapa kegiatan/program yang tidak dapat dilaksanakan ataupun pencapaian hasilnya kurang memenuhi target. Adapun kegiatan yang menemui hambatan dalam pelaksanaannya yaitu: a. Kegiatan yang tidak terealisasi antara lain pembekalan kepala teknis terminal penumpang, perencanaan teknis penyusunan penetapan jaringan lintas angkutan B3 di P. Sumatera; pembangunan test track/proving ground di BPLJSKB Bekasi Tahap I termasuk supervisi, pembangunan Terminal Tipe A Badung termasuk supervisi, Evaluasi Biaya pokok tarif AKAP. Penyebab kegiatan tersebut diatas tidak dapat terealisasi karena peserta yang mendaftar kurang dari kuota yang disediakan untuk kegiatan pembekalan kepala teknis terminal, adanya revisi DIPA penghematan 10% (perencanaan tehnis penyusunan penetapan jaringan lintas angkutan B3 di Pulau Sumatera), DED pembangunan test track belum final dan kegiatan DED test track berada di tahun yang sama (pembangunan test track/proving grond di BPLJSKB Bekasi Tahap I termask supervisi), ABT tanggal 29 Agustus 2008 dan lelang gagal (pembangunan Terminal Tipe A Badung termasuk supervisi), dan dikarenakan kenaikan harga BBM tahun 2008 secara mendadak sehingga mempengaruhi perencanaan pelaksanaan evaluasi biaya pokok tarif AKAP. b. Kegiatan yang pencapaiannya tidak memenuhi target. Penyebab kegiatan LLAj tidak mencapai target antara lain : karena adanya penghematan dana sebesar 10%, keterbatasan waktu dan personel seperti kegiatan semiloka perlengkapanjalan dan bimbingan teknis manajemen dan rekayasa lalu lintas dan tidak sinkronnya antara jadwal pelaksanaandengan turunnya anggaran seperti kegiatan evaluasi jaringan trayek AKAP dan survey pengaruh biaya transport terhadap harga sembako. 6. Upaya yang dilakukan Dari hambatan-hambatan di atas maka untuk menanggulanginya dilakukan berbagai upaya yaitu : a. Menyusun jadwal program kegiatan yang lebih baik lagi sehingga tidak ada program kegiatan yang saling tumpang tindih waktu pelaksanaannya dan menyingkronisasikan dengan turunnya anggaran sehingga program kegiatan dapat dilaksanakan dengan baik. b. Mengoptimalkan kinerja sumber daya manusia yang ada di Direktorat LLAJ c. Mengkalkulasikan dana lebih teliti dengan mempertimbangkan terjadinya kegiatan-kegiatan diluar rencana. d. Meningkatkan kinerja PPNS sehingga pelanggaran yang terjadi dapat menurun dan memberikan sanksi tegas terhadap pelanggarnya.
II - 10
2.2. Bidang Angkutan Penyeberangan Transportasi sungai merupakan salah satu moda transportasi yang tertua diantara moda transportasi lain. Pada masa lalu, transportasi sungai memiliki peran yang sangat penting dalam perhubungan dan komunikasi di dunia. Kondisi ini menjelaskan mengapa pada umumnya kota-kota besar dan pusat perdagangan di dunia berada di dekat sungai. Jika terdapat jaringan sungai, maka transportasi sungai dapat digunakan sebagai moda transportasi utama guna meningkatkan akses suatu wilayah tanpa harus melakukan pembangunan sarana dan prasarana transportasi jalan raya yang mahal. Fenomena transportasi sungai di dunia dan Indonesia dewasa ini memperlihatkan peran transportasi sungai dalam melayani kebutuhan pergerakan dan komunikasi tidak sepenting di masa lalu. Hal ini disebabkan antara lain perkembangan moda transportasi jalan dan rel lebih cepat dibandingkan perkembangan transportasi sungai, dimana transportasi jalan lebih menawarkan: fleksibelitas, layanan dari pintu ke pintu, keteraturan jadwal, ketersediaan dan frekuensi armada tinggi, biaya murah serta kebutuhan penanganan barang dan ruang penyimpanan kecil. 1. Perkembangan Sarana LLASDP a. Perkembangan Jumlah Lintas Penyeberangan Sejak pertama kali ditetapkannya lintas penyeberangan pada tahun 1989, melalui Keputusan Menteri Perhubungan KM No. 64 Tahun 1989, sebanyak 44 lintas penyeberangan, sampai saat ini telah menjadi sebanyak 184 lintas penyeberangan, ditambah dengan 43 lintas penyeberangan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah (Gubernur atau Bupati/Walikota) setelah era otonomi daerah. Sehingga jumlah total lintas penyeberangan yang telah ditetapkan adalah sebanyak 227 lintas penyeberangan. Dari 227 lintas tersebut, yang beroperasi pada tahun 2008 sebanyak 125 lintasan dan yang belum/tidak beroperasi sebanyak 102 lintasan. Dari sisi pengoperasiannya, sebanyak 34 lintas adalah berupa lintas penyeberangan dengan angkutan komersil dan sisanya sebanyak 70 lintasan berupa lintas penyeberangan angkutan perintis. Tabel 2.11 Kondisi Perkembangan Lintas Penyeberangan No. 1.
Status Operasional Lintas Jumlah lintas yang ditetapkan a. Melalui Keputusan Menteri Perhubungan b. Melalui Keputusan Pemerintah Daerah 2. Status pengoperasian a. Lintasan yang beroperasi b. Lintasan yang belum dan tidak beroperasi 3. Jenis Pengoperasian angkutan a. Lintas penyeberangan dengan angkutan komersil b. Lintas penyeberangan dengan angkutan perintis Sumber : Dit. LLASDP. Ditjen Hubdat
II - 11
Jumlah 184 43 125 102 34 70
Tabel 2.12 Lintas Penyeberangan berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No. No. KM Tahun Jumlah Lintas 1 KM No. 64 1989 44 2 KM No. 25 1991 21 3 KM No. 49 1994 23 4 KM No. 33 1995 10 5 KM No. 1 1997 8 6 KM No. 13 1997 26 7 KM No. 30 1998 18 8 KM No. 43 1998 1 9 KM No. 82 1998 12 10 KM No. 66 2000 5 11 KM No. 1 2001 4 12 KM No. 58 2002 1 13 KM No. 16 2003 1 14 KM No. 71 2004 3 15 KM No. 76 2004 1 16 KM No. 38 2005 4 17 KM No. 48 2005 1 18 KM No. 69 2005 1 Jumlah 184 Sumber : Dit. LLASDP. Ditjen Hubdat
No
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
Tabel 2.13 Lintas Penyeberangan yang ditetapkan oleh Gubernur/Bupati/Walikota Nama Lintas Provinsi Singkil - P. Banyak NAD Singkil - Sinabang NAD Balohan – Ulheu Lheu NAD Tebas Kuala - Tebas Seberang Kalimantan Barat Parit Sarem – S. Nipah Kalimantan Barat Pamatat – Patumbukan – Labuhan Bajo Sulsel - NTT Bira – Sikeli Sulawesi Selatan Sikeli - Tondasi Sulawesi Selatan Wakai - Ampana Sulawesi Tengah Bitung-Siau Sulawesi Utara Dongkala – Bau Bau Sulawesi Tenggara Bau Bau - Mawasangka Sulawesi Tenggara Aimere - Waingapu NTT Waingapu - Sabu NTT Kalabahi - Lewoleba NTT Saumlaki - Tepa Maluku Dobo - Benjina Maluku Tulehu - Pelauw Maluku Umiputih - Waley Maluku
II - 12
No
20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43.
Nama Lintas Tulehu – Saparua Saparua - Nalahia Nalahia - Amahai Hunimua – Masohi Namlea - Ambalau Ambalau - Wamsisi Wamsisi – Namrole Namrole - Leksula Ternate – Bacan Ternate - Batang Dua Sorong - Seget Seget - Seremuk Seremuk - Konda Konda - Teminabuan Mogim - Kais Kais - Inawatan Inawatan - Kokoda Bade - Mur – Kepi Waren - Nabire Merauke - Atsy Atsy - Asgon Atsy - Senggo Atsy - Agat Biak - Numfor
Provinsi Maluku Maluku Maluku Maluku Maluku Maluku Maluku Maluku Maluku Utara Maluku Utara` Irian Jaya Barat Irian Jaya Barat Irian Jaya Barat Irian Jaya Barat Irian Jaya Barat Irian Jaya Barat Irian Jaya Barat Irian Jaya Barat Papua Papua Papua Papua Papua Papua
Sumber : Dit. LLASDP. Ditjen Hubdat
Berdasarkan jenis pengoperasian, lintas penyeberangan yang sudah beroperasi dapat dibedakan dalam 2 lintas, yaitu : lintasan komersil dan perintis yang disubsidi pemerintah. Tabel 2.14 Jenis Pengoperasian Angkutan Penyeberangan No. Jenis Pengoperasian a. Lintasan komersil b. Lintasan perintis yang disubsidi pemerintah Jumlah yang beroperasi
Jumlah 34 70 104
Sumber : Dit. LLASDP. Ditjen Hubdat
1). Lintasan Komersil Lintas komersil 2008 sebanyak 34 lintas penyeberangan dengan rincian status: Antar Propinsi (AP) sebanyak 10 lintas, Dalam Propinsi (DP) sebanyak 19 lintas dan Dalam Kabupaten/Kota (DK) sebanyak 5 lintas.
II - 13
Tabel 2.15 Lintas Penyeberangan Komersil No.
Nama Lintasan
Status
Propinsi
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Balohan – Malahayati Sibolga – Gn. Sitoli Ajibata – Tomok Palembang – Muntok Merak – Bakauheni Ujung – Kamal Jangkar – Kalianget Ketapang – Gilimanuk Rasau Jaya – Tl. Batang Pontianak Kota – Siantan Batu Licin – Tj.Serdang Penajam – Balikpapan Mamuju – Balikpapan Pagimana – Gorontalo Bajoe – Kolaka Bira – Pamatata Padangbai - Lembar Kayangan - Pototano Torobulu – Tampo Bitung – Ternate Sape – Labuan Bajo Kupang – Larantuka Kupang – Rote Kupang – Kalabahi Kupang – Waingapu Kupang – Aimere Galala – Namlea Pokka – Galala Hunimua – Waipirit Bastiong – Sidangole Bastiong – Rum Siwa – Lasusua Bau-Bau - Wara Kupang - Sabu
DP DP DP AP AP DP DP AP DP DP DP DP AP AP AP DP AP DP DP AP AP DP DP DP DP DP DK DK DK DK DK AP DP DP
NAD Sumatera Utara Sumatera Utara Sumsel-Babel Lampung-Banten Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur-Bali Kalimantan Barat Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulsel-Kaltim Sulteng-Gorontalo Sulsel-Sultra Sulawesi Selatan Bali - NTB NTB Bali-NTB Sulut - Malut NTB-NTT NTT NTT NTT NTT NTT Maluku (Mlk Tengah) Maluku (Mlk Tengah) Maluku (Mlk Tengah) Maluku Utara Maluku Utara Sulsel-Sultra Sultra NTT
11. 12. 13. 14. 15.
16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34.
Keterangan :AP : Antar Propinsi, DP : Dalam Propinsi, DK : Dalam Kab/Kota Sumber : Dit. LLASDP. Ditjen Hubdat
2). Lintasan perintis yang disubsidi pemerintah Lintas penyeberangan perintis tahun 2008 sebanyak 70 lintas penyeberangan, yang terdiri dari 56 lintas penyeberangan yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Perhubungan dan 14 lintas penyeberangan yang
II - 14
ditetapkan berdasarkan Sk Gubernur. Sedangkan rincian status terdiri dari : 3 lintas Antar Propinsi (AP) dan 67 lintas Dalam Propinsi (DP).
No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39.
Tabel 2.16 Lintas Penyeberangan Bersusidi Lintas Status Propinsi Singkil – Pulau Banyak DP NAD Singkil – Sinabang DP NAD Padangf – Sikakap DP Sumbar Padang – Tua Pejat DP Sumbar Padang - Siberut DP Sumbar Sadai – Tanjung Ru DP Babel Bengkulu – Enggano DP Bengkulu Jepara – Karimunjawa DP Jateng Tayan – Teraju DP Kalbar Tanjung Harapan – Tl. Kalong DP Kalbar Kuala Tebas – S. Kuala Tebas DP Kalbar Parit Sarem – Sungai Nipah DP Kalbar Bitung - Melonguane DP Sulut Bitung – Pananaru DP Sulut Bitung – Siau DP Sulut Luwuk – Salakan DP Sulteng Salakan – Banggai DP Sulteng Gorontalo – Wakai – Ampana DP Sulteng Kendari – Lenggara DP Sultra Bau Bau – Dongkala DP Sultra Dongkala – Mawasangka DP Sultra Ende – Waingapu DP NTT Waingapu – Sabu DP NTT Waingapu – Aimere DP NTT Larantuka – Waiwerang DP NTT Waiwerang – Lewoleba DP NTT Lewoleba – Baranusa DP NTT Baranusa – Kalabahi DP NTT Kupang – Lewoleba DP NTT Kupang – Ende AP NTT Sape – Waikelo AP NTB – NTT Balikpapan – Taipa AP Kaltim–Sulteng Pamatata–Patumbukan– DP Sulsel – NTT Jampea–Labuhan Bajo Tolehu – Pelauw DP Maluku Pelau – Umeputih DP Maluku Umeputih – Wailey DP Maluku Tolehu – Saparua DP Maluku Saparua – Nalahia DP Maluku Nalahia – Amahai DP Maluku
II - 15
Penetapan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan SK. Gubernur KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan
No.
40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70.
Lintas Tual – Larat Larat – Saumlaki Saumlaki – Tepa Tual – Dobo Dobo – Benjina Tobelo – Daruba Tobelo – Subaim Sorong – Saonek Saonek - Kabarai Sorong - Waigama Sorong – Seget Seget – Seremuk Seremuk - Konda Konda - Taminabuan Taminabuan - Mugim Mugim – Kais Kais – Inanwatan Inanwatan - Kokoda Biak – Serui Serui – Waren Waren – Nabire Biak – Numfor Numfor – Manokwari Merauke – Atsy Atsy – Senggo Atsy – Asgon Atsy – Agats Merauke - Tanah Merah Bade – Mur Mur – Kepi Teluk Gurita - Kalabahi - Kisar
Status DP DP DP DP DP DP DP DP DP DP DP DP DP DP DP DP DP DP DP DP DP DP DP DP DP DP DP DP DP DP DP
Propinsi Maluku Maluku Maluku Utara Maluku Utara Irjabar Irjabar Irjabar Irjabar Irjabar Irjabar Irjabar Irjabar Irjabar Papua Papua Papua Papua Papua Papua Papua Papua Papua Papua Merauke Merauke Merauke Merauke Merauke Merauke Merauke NTT
Penetapan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan SK. Gubernur SK. Gubernur SK. Gubernur SK. Gubernur SK. Gubernur SK. Gubernur SK. Gubernur SK. Gubernur SK. Gubernur KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan SK. Gubernur SK. Gubernur SK. Gubernur SK. Gubernur KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan KM. Perhubungan
Sumber : Dit. LLASDP. Ditjen Hubdat
b. Perkembangan Jumlah Kapal Penyeberangan Seiring dengan pembangunan pelabuhan sementara di Srengsem (selesai pada tahun 1977), sementara itu dilakukan pengadaan kapal Ro-Ro dari Jepang (KMF Merak (ex Nahagama). Sejak itulah dimulainya sejarah penggunaan kapal penyeberangan Ro-Ro di Indonesia. Selanjutnya dalam perkembangannya mulailah dibangun kapal penyeberangan pada galangan di dalam negeri. Sampai saat ini terdapat 196 unit kapal, yang terdiri dari Kapal Ro-Ro, Kapal LCT, Kapal Cepat dan Bus Air.
II - 16
Tabel 2.17 Jumlah Kapal SDP yang beroperasi No. Jenis Kapal 1. Kapal Ro-Ro 2. Kapal LCT 3. Kapal cepat penumpang 4. Kapal penumpang/bus air Jumlah Sumber : Dit. LLASDP. Ditjen Hubdat
Jumlah 171 10 11 4 196
Tabel 2.18 Jumlah Kapal Penyeberangan yang beroperasi berdasarkan kepemilikan No. Pemilik/operator 1. PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) 2. Kerja Sama Operasi (KSO) 3. Swasta 4. Pemda Jumlah Sumber : Dit. LLASDP. Ditjen Hubdat
Jumlah 80 2 112 2 196
2. Perkembangan Prasarana LLASDP Dimulai dengan diserahterimakannya pelabuhan Merak dan sebagian pelabuhan Panjang dari Ditjen Perhubungan Laut kepada Ditjen Perhubungan Darat pada tahun 1973, sampai saat ini terus dibangun pelabuhan-pelabuhan penyeberangan, seiring dengan pembukaan dan penetapan lintas penyeberangan baru. Sampai tahun 2008, jumlah pelabuhan penyeberangan yang telah beroperasi sebanyak 175 pelabuhan. Pelabuhan tersebut diselenggarakan oleh PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) sebanyak 34 pelabuhan, Dinas Perhubungan sebanyak 77 pelabuhan, UPT Ditjen Perhubungan Darat sebanyak 3 pelabuhan. Dan sisanya sebanyak 61 pelabuhan belum ditetapkan karena masih dalam proses penyelesaian pembangunan. Tabel 2.19 Perkembangan Pelabuhan Penyeberangan No. Penyelenggara 1. PT. ASDP Persero 2. Dinas Perhubungan 3. UPT Ditjen Perhubungan Darat 4. Dalam Proses Pembangunan Jumlah Sumber : Dit. LLASDP. Ditjen Hubdat
Jumlah 34 77 3 61 175
Tabel 2.20 Pelabuhan Penyeberangan yang dioperasikan oleh PT. ASDP No. 1. 2. 3. 4.
Pelabuhan Bakauheni Merak Ujung Kamal
Lintas yang dilayani Merak-Bakauheni Idem Ujung-Kamal Idem
II - 17
5. Ketapang 6. Gilimanuk 7. Padangbai 8. Lembar 9. Khayangan 10. Pototano 11. Sape 12. Labuhan Bajo 13. Larantuka 14. Rote 15. Bolok 16. Telaga Pungkur No. Pelabuhan 17. Tj. Uban 18. Batu Licin 19. Tj. Serdang 20. Penajam 21. Bitung 22. Pagimana 23. Mamuju 24. BajoE 25. Kolaka 26. Bastiong 27. Sidangole 28. Rum 29. Pokka 30. Galala 31. Hunimua 32. Waipirit 33. Namlea 34. Muntok Sumber : Dit. LLASDP. Ditjen Hubdat
Ketapang-Gilimanuk Idem Padangbai-Lembar Idem Kahayangan-Pototano Idem Sape – Labuhan Bajo Idem Larantuka-Kalabahi Kupang-Rote Kupang-Rote Dsn Telaga Pungkur –Tj. Uban Lintas yang dilayani Idem Batulicin-Tj. Serdang Idem Penajam-Kariangau Bitung-Ternate Pagimana-Gorontalo Mamuju-Balikpapan BajoE-Kolaka Idem Bastiong-Sidangole Idem Bastiong-Rum Pokka-Galala Idem Hunimua-Waipirit Idem Namlea-Negeri Lima Palembang-Muntok
3. Perkembangan Kinerja Angkutan Penyeberangan a. Perkembangan Produksi Angkutan Penyeberangan Tabel 2.21 Produksi Angkutan Penyeberangan tahun 1999 – 2008 Penumpang (orang) 1999 42.852.763 2000 40.538.799 2001 34.197.063 2002 29.408.039 2003 37.649.113 2004 27.603.012 2005 26.501.889 2006 27.829.666 2007 40.557.832 2008 46.926.166 Sumber : Dit. LLASDP. Ditjen Hubdat Tahun
Kend R-4 (unit) 5.900.575 6.546.288 6.130.548 6.318.019 5.903.365 6.529.693 6.272.819 5.738.196 5.720.396 6.850.114
II - 18
Kend R-2 (unit) 3.681.054 3.475.653 3.595.304 4.250.175 3.428.908 4.334.519 4.719.152 5.037.859 6.154.104 7.374.333
Barang (ton) 13.120.299 14.803.719 14.371.231 13.361.041 17.039.805 16.606.806 25.187.160 25.422.005 31.936.937 41.079.174
b. Perkembangan Produksi Angkutan di (5) Lima Lintas Penyeberangan Utama 1)
Perkembangan Produksi Angkutan di Lintas Merak – Bakauheni Tabel 2.22 Produksi Angkutan Lintas Merak - Bakauheni Tahun 1999 – 2008
Penumpang Kend R-4 (orang) (unit) 1999 13,731,991 2,007,143 2000 14,013,180 2,580,568 2001 11,546,449 2,152,303 2002 9,452,757 2,156,467 2003 8,427,604 2,111,991 2004 8,875,387 2,468,168 2005 4.050.409 2.356.082 2006 3.810.594 2.219.075 2007 14.585.873 2.219.075 2008 16.363.319 2.693.983 Sumber : Dit. LLASDP. Ditjen Hubdat Tahun
Kend R-2 (unit) 62,275 49,534 47,786 58,105 36,690 147,900 225.563 327.084 327.084 424.244
Barang (ton) 6,418,832 6,671,523 6,675,810 7,239,257 7,103,559 8,025,256 0* 0* 18.058.364 20.573.457
2) Perkembangan Produksi Angkutan di Lintas Ujung - Kamal Tabel 2.23 Produksi Angkutan Lintas Ujung - Kamal Tahun 1999 – 2008 Penumpang Kend R-2 Kend R-4 (unit) (orang) (unit) 1999 14,414,780 1,553,401 1,731,195 2000 14,254,319 1,581,618 1,770,023 2001 13,348,557 1,559,236 1,984,528 2002 14,022,345 1,667,588 2,408,573 2003 20,485,178 1,240,757 1,951,909 2004 12,077,956 1,761,805 2,932,358 2005 11.618.231 1.700.869 3.029.185 2006 10.411.408 1.516.321 3.217.565 2007 9.875.436 1.009.397 3.282.384 2008 10.650.973 1.615.251 3.638.258 Sumber : Dit. LLASDP. Ditjen Hubdat Tahun
Barang (ton) 1,494,013 2,120,995 2,125,966 2,320,364 1,897,905 2,585,303 2.422.347 2.259.391 2.059.249 5.693.377
3) Perkembangan Produksi Angkutan di Lintas Ketapang - Gilimanuk Tabel 2.24 Produksi Angkutan Lintas Ketapang - Gilimanuk Tahun 1999 – 2008 Tahun 1999 2000 2001 2002 2003
Penumpang (orang) 5,782,372 6,073,763 4,725,014 4.361.089 3,608,396
Kend R-4 (unit) 1,145,083 1,261,147 1,446,504 1.446.473 1,341,632
II - 19
Kend R-2 (unit) 239,202 289,965 333,991 296,748 298,694
Barang (ton) 3,143,059 4,242,694 3,911,605 4,058,662 4,344,737
Penumpang Kend R-4 (orang) (unit) 2004 3,656,891 1,382,651 2005 993.158 1.395.113 2006 565.188 1.260.211 2007 7.907.383 1.285.721 2008 9.773.221 1.580.293 Sumber : Dit. LLASDP. Ditjen Hubdat Tahun
Kend R-2 (unit) 430,751 476.736 418.583 454.677 615.303
Barang (ton) 4,039,092 0* 0* 0* 0*
4) Perkembangan Produksi Angkutan di Lintas Padangbai – Lembar Tabel 2.25 Produksi Angkutan Lintas Padangbai - Lembar Tahun 1999 – 2008 Penumpang Kend R-4 (orang) (unit) 1999 852,503 192,816 2000 905,657 206,528 2001 874,771 210,595 2002 713,920 201,720 2003 514,025 192,883 2004 467,316 201,106 2005 190.640 194.951 2006 134.910 180.250 2007 1.099.128 184.364 2008 1.215.759 197.429 Sumber : Dit. LLASDP. Ditjen Hubdat Tahun
Kend R-2 (unit) 98,418 111,999 125,304 140,108 128,608 147,184 122.783 100.337 108.467 130.555
Barang (ton) 631,479 660,767 616,968 575,618 635,018 637,645 0* 0* 0* 0*
5) Perkembangan Produksi Angkutan di Lintas Kayangan – Pototano Tabel 2.26 Produksi Angkutan Lintas Kayangan - Pototano Tahun 1999 – 2008 Penumpang Kend R-4 (orang) (unit) 1999 866,475 169,587 2000 618,165 154,011 2001 480,920 131,556 2002 420,456 146,186 2003 348,372 135,784 2004 434,310 151,694 2005 360.027 69.307 2006 68.129 155.831 2007 972.800 180.23 2008 1.158.635 183.885 Sumber : Dit. LLASDP. Ditjen Hubdat Tahun
II - 20
Kend R-2 (unit) 78,283 50,496 69,863 63,859 55,509 76,265 34.918 102.752 101.215 163.113
Barang (ton) 162,366 145,490 143575 138,089 64,004 147,415 0* 0* 0* 0*
c. Jaringan Pelayanan Jaringan pelayanan transportasi sungai dan danau meliputi jaringan pelayanan angkutan orang dan jaringan pelayanan angkutan barang. Kedua jaringan pelayanan tersebut dapat dilakukan dalam trayek tetap, trayek tidak tetap dan tidak dalam trayek. Tabel 2.27 Jumlah Alur Pelayaran Sungai dan Danau No. 1 2 3 4 5S 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Propinsi
Jml 10 20 21 19 35 8 1 1 11 15 17 21 9 2 24 214
NAD Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Lampung Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Bali Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Utara Irian Jaya Jumlah
Sungai Pjg (km) 1.749 1.796 2.747 3.858 4.856 695 122 500 1.227 1.737 4.089 3.108 548 175 734 34.342
Navigable 660 1.269 2.082 2.578 3.771 530 22 39 760 1.223 2.786 2.285 222 87 4.940 23.255
Jml 1 1 4 1 1 3 2 1 3 4 1 2 3 27
Danau Luas (km2) 490 1.250 391 50 122 205 600 190 40 390 120 34 33 372 3.737
Sumber : Dit. LLASDP. Ditjen Hubdat
d. Sarana
Tabel 2.28 Jenis dan Karakteristik Kapal Sungai
Isi Kotor (m3) 1 Speed Boat 1-5 2 Long Boat 5-10 3 Bis Air <200 4 Klotok <15 5 Truk Air 15-200 6 Barge Steel Hull 50-190 7 Barge (tiung) 20-50 8 Tug Boat 20-50 Sumber : Dit. LLASDP. Ditjen Hubdat No.
Jenis
Kapasitas Angkut Brg(ton) Penump. <14 <60 <10 <200 <5 20-70 50-150 15-35 -
II - 21
Draft (m) 0.35-0,60 0,40-0,60 0,80-1,50 0,50-0,65 1,00-1,60 1,00-1,60 1,00-1,60 0,80-1,40
Tenaga (hp) <200 <85 75-100 5-15 22-33 <100
Kec. (km/j) <40 20-30 12-15 7-12 7-8 30-60
e. Dermaga Jumlah dermaga sungai dan danau lebih kurang 530 buah, yang terdiri dari beberapa jenis; seperti dermaga kayu, dermaga beton, dermaga ponton dan kombinasi dari kayu dan ponton, kombinasi beton dan ponton. Disamping itu masih banyak terdapat dermaga kecil sebagai tempat singgah. 4. Kegiatan - kegiatan Strategis a) Pembangunan Pelabuhan Penyeberangan Margagiri dan Ketapang Rencana pembangunan Pelabuhan Penyeberangan Margagiri (Provinsi Banten) dan Ketapang (Provinsi Lampung) dalam rangka mengembangkan lintas penyeberangan alternatif yang menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Sumatera, disamping Lintas Penyeberangan Merak – Bakauheni yang sudah beroperasi. Pembangunan kedua pelabuhan ini ditawarkan melalui pola kerjasama pemerintah dan pihak swasta (Public Privat Partnership/PPP). Proyek ini telah dimasukkan dalam buku biru yang diterbitkan oleh Bappenas dalam kategory proyek potensial. Saat ini sedang dilakukan proses pelelangan untuk jasa konsultan dalam rangka penyusunan Studi Kelayakan. Kegiatan ini didanai melalui Bantuan ADB dan Proses pelelangan dilaksanakan ole Bappenas. b) Studi Penyusunan Potensi Simpul Transportasi Penyeberangan. Studi ini dimaksudkan untuk menghimpun simpul – simpul yang potensial untuk dikembangkan sebagai lintas penyeberangan di Indonesia. Simpulsimpul tersebut dimasukkan dalam sistem informasi berbasis GIS. Studi ini menjadi dasar dalam menetukan kegiatan Pra Kelayakan. c) Studi penyusunan potensi simpul angkutan sungai dan danau di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Studi penyusunan potensi simpul angkutan sungai dan danau di Pulau Sumatera dan Kalimantan dimaksudkan untuk menentukan simpul-simpul yang potensial untuk dibangun dermaga sungai dan danau. Hasil studi ini menjadi dasar dalam pelaksanaan studi Pra Kelayakan pengembangan Dermaga Sungai dan Danau. 5. Permasalahan yang dihadapi a. Pembangunan 1) Kesiapan lahan, masih menjadi kendala pada beberapa lokasi pelabuhan, dimana pemerintah daerah tidak bisa membebaskan lahan dilokasi yang telah direncanakan semula sesuai dengan hasil pekerjaan Pradesain dan desain. Akibatnya dibutuhkan waktu untuk mencari lokasi baru dan revisi desain sesuai dengan lokasi yang baru. Dampak dari permasalahan ini adalah tertundanya pelaksanaan pembangunan.
II - 22
2) Pelelangan a) Belum jelasnya peraturan pelaksanaan mengenai kontrak tahun jamak (multi year) untuk pekerjaan yang pada kenyataannya secara teknikal tidak mungkin daoat dikerjakan dalam 1 tahun anggaran. Akibatnya untuk pekerjaan lanjutan tetap dilaksanakan pelelangan dan pekerjaan persiapan yang berulang-ulang. Dampak dari permasalahan ini adalah kegiatan pembangunan menjadi tidak efisien dan efektif. Disamping itu menimbulkan permasalahan dalam pertanggungjawaban hasil pekerjaan jika dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa yang berbedabeda. b) Belum jelasnya peraturan pelaksanaan mengenai sistem pelelangan pra kualifikasi atau paska kualifikasi. Khususnya untuk penerapannya di lingkungan Departemen Perhubungan. c) Keterbatasan SDM yang memiliki Sertifikasi Pengadaan Barang/Jasa yang harus dipenuhi oleh seluruh panitia Pengadaan yang mulai diberlakukan sejak tahun 2008. 3) Keterlambatan Penyelesaian Hal yang sama juga masih sering ditemukan permasalahan keterlambatan penyelesaian pekerjaan. Keterlambatan ini biasanya disebabkan oleh cuaca/iklim dan keterbatasan ketersediaan peralatan pada suatu daerah. b. Pengoperasian Pelabuhan 1) Kesiapan pemerintah daerah 2) Penyedia SDM dan Organisasi 3) Pemeliharaan dan perawatan 6. Upaya yang dilakukan a. Dalam pelaksanaan pembangunan dibidang angkutan sungai danau dan penyeberangan diperlukan kesiapan dalam penyediaan lahan, proses dalam pelelangan, kualitas output dan keterlambatan penyelesaian. b. Pengoperasian Pelabuhan 1) Kesiapan pemerintah daerah 2) Penyedia SDM dan Organisasi
2.3. Bidang Transportasi Perkotaan Tingginya pertumbuhan penduduk yang berbanding lurus dengan pertumbuhan kendaraan bermotor dan berbanding terbalik perkembangan jumlah prasarana berupa jalan dan perlengkapannya menyebabkan semakin meningkatnya permasalahan sektor transportasi khususnya sektor transportasi darat. Permasalahan lain selain yang telah terurai tersebut diatas adalah buruknya pelayanan angakutan umum yang ada saat ini juga sangat mempengaruhi tingkat pertumbuhan kepemilikan kendraan pribadi, grafik berikut ini adalah perbandingan
II - 23
penggunaan kendaraan bermotor berdasarkan jumlah konsumsi bahan bakar yang digunakan masing-masing kendaraan bermotor. Komersial 3%
Lainnya 9%
Rumah Tangga 14%
Mobil Pribadi; 34%
Industri 18%
Mobil Angkutan; 32%
Bus; 9% Sepeda Motor; 13%
Transportasi 56%
Melihat permasalah tersebut, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat melalui Direktorat Bina Sistem Transportasi telah menyelenggarakan beberapa program untuk mengatasinya, diantaranya adalah dengan Program Angkutan Umum Massal Berbasis Jalan Raya/BRT, dimana program ini bekerjasama antara Pemerintah Pusat dengan pemerintah Daerah dalam bentuk MOU atau kesepakatan bersama untuk membuat pelayanan angkutan umum menjadi lebih baik dari angkutan umum yang ada saat ini, dan bentuk lain adalah membuat program bantuan berupa conventercit kepada angkutan umum taksi guna mengganti dari Bahan Bakar Minya menjadi Bahan Bakar Gas/BBG, dan disiisi lain Direktorat Bina Sistem Transportasi Perkotaaan juga telah menyelenggarakan kegiatan penunjang sektor angkutan umum berupa penyediaan perlengkapan jalan baik APIL, atau perlengkapan-perelengkapan prasarana yang lain.
1. Perkembangan Sarana Angkutan Perkotaan Pada tahun 2008 jumlah angkutan umum perkotaan hanya pada angkutan kota dan taksi. Untuk angkutan kota, jumlah yang paling tinggi yaitu pada mobil penumpang umum (MPU) sebesar 188.047 unit, sedang untuk taksi hanya sebesar 52.772 unit. Tabel 2.29 Jumlah Angkutan Umum No.
Pelayanan
1 Angkutan Kota 2 Taksi Total Sumber : Dit. BSTP. Ditjen Hubdat
Jenis Kendaraan BB BS 12.029 32.277 12.029 32.277
BK 69.845 69.845
MPU 188.047 52.772 240.819
Total 302.198 52.772 54.970
Kondisi saat ini menunjukan jumlah angkutan umum di Indonesia semakin meningkat namun tingkat pelayanannya dirasakan masih kurang memuaskan. Hal ini disebabkan karena penataan dan perencanaan angkutan umum
II - 24
diperkotaan tidak seimbang dengan pertumbuhan prasarana yang ada.
laju
pertumbuhan
kendaraan
dan
Dalam peningkatan pelayanan angkutan umum perkotaan dan untuk mengatasi permasalahan diatas telah diterapkan kebijakan dengan orientasi pada pengembangan angkutan umum dengan strategi : a. Mengembangkan angkutan umum yang mampu menjangkau seluruh kawasan perkotaan dan mampu melayani seluruh lapisan masyarakat yang cepat, tepat, aman, nyaman, murah (CTANM) dan berkelanjutan. b. Menjamin kepastian dan keberlangsungan untuk pelayanan angkutan umum dimasa yang akan datang.
2. Perkembangan Prasarana Angkutan Perkotaan Program yang dilakukan untuk mendukung strategi tersebut adalah: a. Pengembangan Bus Rapid Transit (BRT) 1). Pengadaan 47 Unit Bus Sedang AC untuk sarana BRT yang diberikan kepada Pemerintah Daerah masing-masing 27 unit untuk Kota Manado (No. : SK 3473/UM.303/DRJD/2008 tanggal 16 Desember 2008) dan 20 unit untuk Propinsi DI. Yogyakarta (No. : SK 3475/UM.303/DRJD/2008 tanggal 24 Desember 2008) 2). Pengadaan 40 Unit Bus Ukuran Besar (EURO II Engine) dialokasikan sebanyak 20 Unit untuk Kota Pekanbaru dan 20 Unit Kota Semarang (No. : SK 3286/UM.303/DRJD/2008 tanggal 5 Desember 2008) Bus Bantuan Angkutan Pelajar/Masiswa Kota Manado.
Bus BRT Kota Semarang
II - 25
Bus BRT Kota Pakanbaru
Bus Bantuan Angkutan Pelajar/Masiswa Kota Manado
Bus BRT Kota Yogyakarta
3). Pengadaan 75 Bus Ukuran Sedang Non AC yang diberikan kepada Pemerintah Kota/Kabupaten/Perguruan Tinggi, sebagaimana SK Dirjen Nomor. SK.3285/UM.303/DRJD/2008 tanggal 05 Desember 2008 yang didistribusikan sebagaimana terdapat dalam tabel berikut ini: Tabel 2.30 Jumlah Pengadaan Bus Ukuran Sedang Non AC untuk Pemerintah Kota/Kabupaten/Perguruan Tinggi NO. 1
PENERIMA
LOKASI
PERUNTUKAN
2
Sekolah
NAD Kota Langsa
2
SUMUT 2 2
Sekolah Sekolah
3
Kota Tebing Tinggi Kota Sibolga SUMBAR
2 2 2
Sekolah Sekolah Umum
4
Kab. Pasaman Kab. Pesisir Selatan Kab. Pasaman Barat SUMSEL
2 2
Umum Kampus
5
Kab. Ogan Ilir (Indralaya) Univ. Sriwijaya JAMBI Kab. Kerinci Kab. Tanjung Jabung Barat Kab. Tebo/Muara Tebo
2 1 2
Sekolah Sekolah Umum
2
Sekolah
2 2 2
Sekolah Umum Umum
1
Kampus
6
LAMPUNG Kab. Lampung Barat
7
RIAU Kab. Kampar Kota Dumai Kab. Rokan Hilir
8
BALI Univ. Ganesha
II - 26
NO. 9
PENERIMA JATENG
LOKASI
PERUNTUKAN
STAIN Purwokerto
1
Kampus
2 1
Sekolah Kampus
Kab. Lombok Tengah Kab. Sumbawa
2 2
Umum Umum
NTT Kab. Nagekeo
2
Umum
13
KALBAR Kab. Sintang
2
Sekolah
14
KALSEL 2 2
Umum Umum
Kab. Lamandau
2
Umum
GORONTALO Kab. Bone Bolango Kab. Gorontalo Utara
2 2
Umum Umum
SULUT Kab. Minahasa Selatan SULSEL
2
Sekolah
Kab. Luwu Timur Kab. Bantaeng
2 2
Sekolah Sekolah
2 2 2
Sekolah Sekolah Umum
2
Umum
2
Umum
22
Kab. Buton BENGKULU Kab. Rejang Lebong MALUKU Kab. Seram Bagian Barat IRIAN JAYA BARAT
2
Umum
23
2
Sekolah
24
Kab. Teluk Wondama PAPUA Kab. Yahukimo Univ. Cenderawasih
2 1
Sekolah
10
JATIM Kab. Pacitan UNISKA Kediri
11
12
NTB
Kab. Tapin Kab. Tanah Bumbu 15 16
17 18
19
KALTENG
SULTENG Kab. Morowali Kab. Poso Kab. Tojo Una-una
20 21
SULTRA
TOTAL
75
II - 27
b. c. d. e. f. g. h. i. j.
k.
l. m. n. o. p. q. r. s. t. u.
v.
Penyusunan draft pedoman Standart Pelayanan Minimal Angkutan Umum. Pembangunan Urban Transport Information Center (UTIC). Penilaian Kinerja Pelayanan Angkutan Umum di Wilayah Perkotaan Pelaksanaan kegiatan konsolidasi penanganan masalah angkutan umum perkotaan tahun 2008. Penyuluhan Dampak Transportasi Perkotaan di lakukan di 5 Propinsi Worshop pemanfaatan bahan bakar nabati di 5 Kota. Penyusunan draft pedoman tata cara transportasi sepeda. Evaluasi Kinerja Pelayanan Angkutan di Wilayah Perkotaan, hal ini dilakukan di Kota Manado, Denpasar, Kupang, Malang dan Jambi Sedangkan kegiatan Konsolidasi Penanganan Masalah Transportasi di Wilayah Perkotaan yaitu Penyusunan Pra Studi Kelayakan Angkutan Massal pada Jalan Tol Jabodetabek; dan Penyusunan Standar Pelayanan Minimal Angkutan Umum Berbasis Jalan di Wilayah Perkotaan. Pemantauan Kinerja Identifikasi Fasilitas Angkutan Taksi dilakukan di 10 (sepuluh) wilayah Kota di Indonesia yang meliputi: Kota Aceh, Kota Medan, Kota Batam, Kota Pangkal Pinang, Kota Pekanbaru, Kota Jambi, Kota Padang, Kota Palembang, Kota Bengkulu, dan Kota Bandar Lampung Monitoring Kinerja Pelayanan Angkutan dengan Fasilitas Pemadu Moda 4 (empat) wilayah Kota di Indonesia yang meliputi: Kota Aceh, Kota Palembang, Kota Padang dan Kota Surabaya. Kajian Teknis Pengoperasian Angkutan Bus Pemadu Moda Bandar Udara Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh-NAD Sosialisasi Kebijakan Pemadu Moda Transportasi Perkotaan; Pemantauan Kinerja Lalu Lintas pada Jalan Nasional di Wilayah Perkotaan yang dilakukan di Kota Cirebon. Survey Monitoring Pelayanan Angkutan Umum di Wilayah Perkotaan pada Masa angkutan Lebaran Perencanaan Teknis Park And Ride Di Jabodetabek Perencanaan Teknis Manajemen dan Rekayasa Lalin Jalan Nasional di Jabodetabek Analisis pemanfaatan bahan bakar gas terkait dengan jaringan trayek angkutan umum di Kota Cirebon; Evaluasi dampak lalu lintas pada kawasan jalan nasional perkotaan di Kota Yogyakarta. Kegiatan konservasi energi yang telah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat pada Tahun 2008 adalah kegiatan tahap ke II yang telah dilakukan, dan kegiatan ini dilakukan pada kegiatan pengadaan Converter Cit sebanyak 820 unit dan dibagikan kepada perusahaan taksi sebanyak 9 perusahaan dengan jumlah 820 unit, melalui No. SK Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor: 3145/UM.303/DRJD/2008, tanggal 14 Nopember 2008; Penyelenggaraan kegiatan lomba tertib lalu lintas dan angkutan kota tahun 2008, yang meliputi Kegiatan evaluasi dan monotoring terhadap kinerja ruas jalan di kawasan perkotaan, sekaligus lomba tertib lalu litas dan angkutan jalan yang telah dilakukan tahun 2008 yang terbagi dalam klasifikasi kota yaitu : 1). Kota Metropolitan Kota Surabaya (Kota Surabaya, Propinsi Jawa Timur); Kota Bandung (Provinsi Jawa Barat); Kota Makassar (Provinsi Sulawesi Selatan); Kota Medan (Provinsi Sumatera Utara); Kota Palembang (Provinsi Sumatera Selatan); Kota Semarang (Provinsi Jawa Tengah)
II - 28
2). Kota Besar Kota Pekanbaru (Kota Pekanbaru, Propinsi Riau); Kota Balikpapan (Provinsi Kalimantan Timur); Kota Bogor (Provinsi Jawa Barat)Kota Denpasar (Provinsi Bali); Kota Malang (Provinsi Jawa Timur); Kota Manado (Provinsi Sulawesi Utara); Kota Padang (Provinsi Sumatera Barat); Kota Samarinda (Provinsi Kalimantan Timur); Kota Surakarta (Provinsi Jawa Tengah); Kota Tasikmalaya (Provinsi Jawa Barat) 3). Kota Sedang Kota Binjai (ProvinsiSumatera Utara); Kota Kuta, Kabupaten Badung (Provinsi Bali); Kota Lumajang (Provinsi Jawa Timur); Kota Madiun (Provinsi Jawa Timur); Kota Mojokerto (Provinsi Jawa Timur); Kota Probolinggo (Provinsi Jawa Timur); Kota Sukabumi (Provinsi Jawa Barat)Kota Tarakan (Provinsi Kalimantan Timur); Kota Watampone, Kabupaten Bone (Provinsi Sulawesi Selatan); Kota Banjarbaru (Provinsi Kalimantan Selatan); Kota Barru, Kabupaten Barru (Provinsi Sulawesi Selatan); Kota Blitar (Provinsi Jawa Timur); Kota Bontang (Provinsi Kalimantan Timur); Kota Bukittinggi (Provinsi Sumatera Barat); Kota Cianjur, Kabupaten Cianjur (Provinsi Jawa Barat); Kota Cimahi (Provinsi Jawa Barat); Kota Cirebon (Provinsi Jawa Barat); Kota Dumai (Provinsi Riau); Kota Jepara, Kabupaten Jepara (Provinsi Jawa Tengah); Kota Palopo (Provinsi Sulawesi Selatan); Kota Parepare (Provinsi Sulawesi Selatan); Kota Payakumbuh (Provinsi Sumatera Barat); Kota Pematang Siantar (Provinsi Sumatera Utara); Kota Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo (Provinsi Jawa Timur); Kota Tanjung Balai (Provinsi Sumatera Utara); Kota Tebing Tinggi (Provinsi Sumatera Utara) 4). Kota Kecil Kota Amlapura, Kabupaten Karang Asem (Provinsi Bali); Kota Ciamis, Kabupaten Ciamis (Provinsi Jawa Barat). Kota Padang Panjang (Provinsi Sumatera Barat); Kota Painan, Kabupaten Pesisir Selatan (Provinsi Sumatera Barat); Kota Semarapura, Kabupaten Klungkung (Provinsi Bali); Kota Sengkang, Kabupaten Wajo (Provinsi Sulawesi Selatan); Kota Singaraja, Kabupaten Buleleng (Provinsi Bali); Kota Sragen, Kabupaten Sragen (Provinsi Jawa Tengah); Kota Stabat, Kabupaten Langkat (Provinsi Sumatera Utara); Kota Tulungagung (Provinsi Jawa Timur); Kota Balangnipa, Kabupaten Sinjai (Provinsi Sulawesi Selatan); Kota Baturaja, Kabupaten Ogan Komering Ulu (Provinsi Sumatera Selatan); Kota Batu Sangkar, Kabupaten Tanah Datar (Provinsi Sumatera Barat); Kota Gianyar, Kabupaten Gianyar (Provinsi Bali); Kota Klaten, Kabupaten Klaten (Provinsi Jawa Tengah); Kota Kolaka, Kabupaten Kolaka (Provinsi Sulawesi Tenggara); Kota Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman (Provinsi Sumatera Barat); Kota Wonosari, Kabupaten Gunung Kidul (Provinsi D.I Yogyakarta); Kota Magetan, Kabupaten Magetan (Provinsi Jawa Timur); Kota Mojosari, Kabupaten Mojokerto (Provinsi Jawa Timur); Kota Muara Bungo, Kabupaten Muara Bungo (Provinsi Jambi); Kota Muara Enim, Kabupaten Muara Enim (Provinsi Sumatera Selatan); Kota Pariaman (Provinsi Sumatera Barat); Kota Sibolga (Provinsi Sumatera Utara); Kota Solok (Provinsi Sumatera Barat); Kota Sumbawa Besar, Kabupaten Sumbawa (Provinsi Nusa Tenggara Barat); Kota Sungguminasa, Kab.Gowa (Provinsi Sulawesi Selatan); Kota Tomohon (Provinsi Sulawesi Utara); Kota Tuban, Kabupaten Tuban (Provinsi Jawa Timur); Kota Balangnipa, Kabupaten Sinjai (Provinsi Sulawesi Selatan); Kota Baturaja, Kabupaten Ogan Komering Ulu (Provinsi Sumatera Selatan); Kota Gianyar, Kabupaten Gianyar (Provinsi Bali); Kota Batu Sangkar, Kabupaten Tanah Datar (Provinsi Sumatera Barat);
II - 29
Kota Klaten, Kabupaten Klaten (Provinsi Jawa Tengah); Kota Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman (Provinsi Sumatera Barat); Kota Magetan, Kabupaten Magetan (Provinsi Jawa Timur); Kota Mojosari, Kabupaten Mojokerto (Provinsi Jawa Timur); Kota Tanjung, Kabupaten Tabalong (Provinsi Kalimantan Timur); Kota Bitung (Provinsi Sulawesi Utara); Kota Tomohon (Provinsi Sulawesi Utara); Kota Batu (Provinsi Jawa Timur); Kota Demak (Provinsi Jawa Tengah); Kota Selong, Kabupaten Lombok Timur (Provinsi NTB); Kota Pangkajene, Kabupaten Pangkep (Provinsi Sulawesi Selatan); Kota Ekke, Kabupaten Ende (Provinsi NTT); Kota Ruteng, Kabupaten Manggarai (Provinsi NTT); Kota Maumere, Kabupaten Sikka (Provinsi NTT);
3. Kinerja Angkutan Perkotaan
Untuk kerja pelayanan angkutan perkotaan antara lain : a. Ketepatan waktu pelayanan b. Kepastian akan pelayanan c. Tarif yang ditetapkan terjangkau oleh pengguna jasa angkutan umum d. Tingkat keamanan dan kenyamanan dalam angkutan terjaga
4. Kegiatan-kegiatan Strategis
a. Pengembangan Angkutan Umum Massal Berbasis Jalan/BRT Kegiatan pengembangan angkutan umum massal berbasis jalan ini dilakukan sebagai salah satu upaya peningkatan pelayanan angkutan umum wilayah perkotaan, kegiatan ini merupakan kerjasama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam bentuk Kesepakatan Kerjasama/MOU yang masingmasing instansi telah menyepakati kewajiban masing-masing dalam pelaksanaan kegiatan ini. Beberapa Pemda yang telah melaksanakan program BRT pada tahun 2008 antara lain : Kota Manado, Kota Pekanbaru, Kota Semarang dan Kota Yogyakarta. b. Program bantuan fasiltias penunjang BRT yang meliputi halte dan sistem tiketing pada Kota Pekanbaru, Kota Semarang, Kota Manado dan Kota Bogor c. Program bantuan angkutan sekolah/pelajar dan mahasiswa d. Program bantuan konversi Bahan Bakar Minyak ke Bahan Bakar Gas, berupa Coverterkit yang diberikan kepada angkutan umum taksi e. Pengembangan ATCS (Sistem APILL Terkoordinasi), meliputi : Kota Bukittinggi, Kota Pontianak, Kota Manado dan Kota Balipapan
5. Permasalahan yang dihadapi
a. Masih kurangnya pedoman/panduan tentang penyelenggaraan transportasi perkotaan; b. Kurangnya pemahaman terhadap penyelenggaraan transportasi perkotaan; c. Kemacetan lalu lintas; d. Pelayanan angkutan umum belum memadai; e. Pencemaran udara akibat kendaraan bermotor.
6. Upaya yang dilakukan
Dari hambatan-hambatan di atas maka untuk menanggulanginya dilakukan berbagai upaya antara lain : Penyelenggaraan kegiatan konsolidasi kepada Pemerintah Daerah tingkat Propinsi maupun Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota guna mengetahui perkembangan serta permasalahan transportasi yang terjadi pada masing-masing Kota/Kabupaten lebih mendalam dan mensosialisasikan visi dam misi dari Direktorat Jenderal Perhubungan Darat dalam pengambangan trasportasi yang lebih baik.
II - 30
2.4. Bidang Keselamatan Transportasi Darat Meningkatnya pertumbuhan penduduk serta meningkatnya kebutuhan akan pergerakan serta pelayanan jasa transportasi di satu sisi membutuhkan dukungan kinerja sarana dan prasarana yang efektif dan efisien guna mengantisipasi meningkatnya dampak kecelakaan lalu lintas. Pertumbuhan kepemilikan kendaraan terutama setelah dipicu oleh pertumbuhan sepeda motor yang mencapai 7% pertahun memperlihatkan bagaimana kondisi prasarana jalan yang pertumbuhannya relatif kecil tidak dapat mengantisipasi pergerakan lalu lintas di atasnya. Kondisi ini juga dapat diperlihatkan oleh perbandingan luas prasarana jalan dengan luas perkotaan di Indonesia yang masih jauh dari memadai, dimana perbandingan luas jalan yang ideal seharusnya mencapai 15%-20% dari luas total kotanya. Secara kualitas prasarana jalan kita juga masih jauh dari harapan terutama dikaitkan dengan masih tingginya angka kecelakaan lalu lintas di ruas-ruas jalan kita. Berdasarkan data Kepolisian Negara RI, menunjukkan bahwa angka korban meninggal dunia setiap tahunnya lebih dari 10.000 orang akibat kecelakaan lalu-lintas serta lebih dari 32.000 orang mengalami luka-luka, baik luka berat maupun luka ringan. Secara ekonomi, kerugian akibat kecelakaan lalu lintas yang dialami oleh negara mencapai Rp. 30.85 triliun (US$ 3,5 billions).
1. Data Kecelakaan Transportasi Jalan a. Jumlah Kendaraan Bermotor Tingkat pertumbuhan kendaraan bermotor di Indonesia mencapai 14,80 %. Selama lima tahun terakhir, tingkat pertumbuhan ini didominasi oleh Mobil Truk yaitu sebesar 18,30%. Jika dilihat dari jumlah kendaraan bermotor Pada Tahun 2008, yang paling besar adalah sepeda motor sebesar 51.697.879 kendaraan atau sekitar 71% dari total kendaraan bermotor, dengan tingkat pertumbuhan sekitar 15,94%. Tabel 2.31 Data Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor Tahun 2004 – 2008 No.
Uraian
Satuan
2004
2005
2006
2007
2008 *
Pertumb. Rata2
(%)
1
Mobil Penumpang
Unit
6.748.762
7.484.175
7.678.891
9.501.241
10.779.687
12,67
2
Bus
Unit
4.260.889
4.573.864
4.896.065
5.013.544
6.025.023
9,24
3
Mobil Truk
Unit
2.013.176
2.413.711
2.737.610
2.854.990
3.870.741
18,30
4
Sepeda Motor
Unit
28.963.987
33.193.076
35.102.492
45.948.747
51.697.879
15,94
41.986.814
47.664.826
50.415.058
63.318.522
72.373.329
14,80
Jumlah
Sumber : * Angka Prediksi
II - 31
60000000 50000000 40000000 30000000 20000000 10000000 0 2004
2005
Mobil Penumpang
Bus
2006 Mobil Truk
2007
2008
Sepeda Motor
b. Kecelakaan Lalu Lintas di Jalan Jumlah kecelakaan lalu lintas jalan mengalami peningkatan, jika dirata-rata tingkat pertumbuhannya 96,02% tiap tahun. Pertumbuhan yang besar terjadi pada tahun 2004. Pada tahun 2008 indek fatalitas (meninggal per kecelakaan) sebesar 33,96%, ini berarti bahwa setiap 100 kecelakaan menimbulkan sekitar 34 orang meninggal dunia. Rata-rata pertumbuhan indeks fatalitas selama lima tahun tekahir sebesar 1,63% per tahun. Tabel 2.32 Kecelakaan Lalu Lintas Tahun 2004-2008 No.
Uraian
Satuan
2004
2005
2006
2007
2008 *
Pertumb. Rata2
(%)
1
Kecelakaan
Kecelakaan
17.732
91.623
87.020
48.508
56.584
96,02
2
Kendaraan yang terlibat
Unit
26.187
28.245
70.308
84.090
130.062
57,76
3
Korban Laka
Org
32.271
103.323
101.354
82.588
94.921
53,67
- Meninggal Dunia
Org
11.204
16.115
15.762
16.548
19.216
15,69
- Luka Berat
Org
8.983
35.891
33.282
20.180
22.364
65,93
- Luka Ringan
Org
12.084
51.317
52.310
45.860
53.341
82,65
Kerugian (Milyar Rupiah)
Rp
53,05
51,56
81,85
103,29
123,01
25,31
4
Sumber : * Angka Prediksi
Jika dilihat dari jenis kendaraan yang terlibat, dalam lima tahun terakhir sepeda motor merupakan jenis yang paling banyak terlibat dalam kecelakaan. Pada tahun 2008 saja sebesar 95.209 kendaraan dari 130.062 kendaraan atau sekitar 73,2%.
II - 32
Tabel 2.33 Korban Kecelakaan berdasar Jenis Kendaraan yang Terlibat Tahun 2004-2008 No.
Uraian
Satuan
2004
2005
2006
2007
2008 *
Pertumb. Rata2
(%)
1
Mobil penumpang
unit
5.442
6.095
10.604
12.726
16.552
34,01
2
Mobil beban
unit
4.872
4.872
9.168
11.006
14.328
34,60
3
Mobil bus
unit
1.650
1.607
2.945
3.278
3.973
28,29
4
Sepeda motor
unit
14.223
15.671
47.591
57.080
95.209
75,15
26.187
28.245
70.308
84.090
130.062
57,76
Jumlah Sumber : * Angka Prediksi
Korban kecelakaan jika dilihat dari tingkat pendidikannya yang paling banyak adalah berpendidikan SMA atau sederajat. Pada tahun 2008 sebesar 55.754 orang atau sekitar 58,7 % dari total korban yang ada. Setiap tahun mengalami peningkatan sebesar 85,82% untuk tingkat SMA. Keadaan seperti ini memerlukan suatu langkah dalam peningkatan kesadaran akan pentingnya keselamatan. Tabel 2.34 Korban Kecelakaan berdasar Tingkat Pendidikan Korban Tahun 2004-2008 Pertumb. Rata2
Satuan
2004
2005
2006
2007
2008 *
1
SD
Org
2.251
2.299
5.464
7.689
9.911
52,36
2
SMP
Org
5.415
5.429
12.071
15.362
20.330
45,55
3
SMA
Org
8.386
9.377
33.897
31.488
55.754
85,82
Org
1.259
1.030
2.648
4.765
5.603
59,11
17.311
18.135
54.080
59.304
91.598
66,77
No.
4
S
Uraian
Perguruan Tinggi
J u m l auh Org Sumber : * Angka Prediksi
II - 33
(%)
60,000
40,000
20,000
0 2004
2005
2006
2007
2008
Sekolah Dasar/Elementary School Sekolah Menengah Pertama/Yunior High School
Jika ditinjau dari usia korban, maka pada usia produktif pada tahun 2008 sebesar 96,2 % dari total korban. Tabel 2.35 Korban Kecelakaan berdasar Usia Korban Tahun 2004-2008 No. 1 2 3 4 5 6
Uraian
Satuan
5 - 15
Org
16 - 25
Org
26 - 30
Org
31 - 40
Org
41 - 50
Org
51 -60
Org
Jumlah
2006
2007
2005
409
506
2.311
3.492
6.437
128,97
4.717
4.994
12.813
17.963
25.681
61,40
6.036
6.230
13.607
18.776
25.064
48,28
3.946
3.927
9.196
13.380
17.712
52,89
1.920
1.918
5.164
8.260
11.115
65,91
568
778
1.957
3.645
5.318
80,17
17.596
18.353
45.048
65.516
91.327
58,65
Sumber : * Angka Prediksi
30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 0 2004 5 - 15
2005 16 - 25
2006
26 - 30
II - 34
31 - 40
2007 41 - 50
2008 51 -60
2008 *
Pertumb. Rata2 (%)
2004
2. Kegiatan Keselamatan Transportasi Jalan a. Pekan Keselamatan Transportasi Jalan Kegiatan Pekan Keselamatan Transportasi Jalan tahun 2008 mengambil tema “Keselamatan Jalan Tanggung Jawab Kita Semua” yang peresmiannya dilakukan di Monas pada tanggal 9 April 2008, salah satu hasil dari kegiatan ini adalah intruksi Wakil Presiden mengenai enam prioritas kerja, yaitu : 1). Membentuk institusi keselamatan transportasi jalan sebagai wadah koordinasi antar instansi untuk mewujudkan keselamatan transportasi jalan; 2). Merumuskan cetak biru keselamatan transportasi jalan untuk semua instansi terkait; 3). Membangun sistem informasi keselamatan transportasi jalan; 4). Merumuskan sumber pendanaan yang dapat membiayai program keselamatan secara berkelanjutan; 5). Melakukan pendidikan berlalu lintas sejak dini; 6). Melakukan sosialisasi yang berkaitan dengan perilaku berlalu lintas baik terkait hukum maupun dan etika berlalu lintas.
b. GRSP ASEAN Road Safety di Hyatt, Yogyakarta
Kegiatan ini diadakan pada tanggal 3 s/d 4 November 2008 yang dihadiri oleh negara-negara anggota ASEAN, kegiatan ini bertujuan untuk : 1) membahas perkembangan keselamatan jalan di negara-negara ASEAN; 2) mengembangkan rencana kerja(Action Plan) keselamatan jalan; 3) mengembangkan jaringan kerjasama untuk membagi informasi, pengetahuan dan pengalaman di bidang keselamatan jalan
c. Zona Selamat Sekolah (ZoSS) Untuk mengurangi kejadian kecelakaan yang melibatkan anak sekolah dasar telah dilakukan pembangunan fisik ZoSS pada 4 lokasi yaitu Bintan, Batam, Jambi, Solok . d. Sosialisasi Keselamatan Melalui Media Cetak bertujuan untuk mensosialisasikan program keselamatan transportasi. Sasaran yang dituju dalam kegiatan ini adalah masyakarat dan para Stakeholder. e. Pembuatan dan Penayangan Filler Keselamatan melalui Media Elektronik. bertujuan untuk mensosialisasikan program keselamatan dalam rangka meningkatkan keselamatan transportasi. Sasaran yang dituju dalam kegiatan ini adalah masyarakat seluruh Indonesia. f.
Sosialisasi dan Evaluasi Keselamatan Masa angkutan Lebaran. bertujuan untuk meningkatkan keselamatan masyarakat khususnya yang sedang melakukan perjalanan mudik selama masa angkutan lebaran. Sasaran yang dituju dalam kegiatan ini adalah masyarakat yang sedang mudik lebaran. Pada tahun 2008 telah dilakukan sosialisasi pada 7 Propinsi.
g. Monitoring Pelaksanaan ZoSS bertujuan untuk memonitor pelaksanaan Zona Selamat Sekolah di sekolahsekolah dalam rangka meningkatkan keselamatan transportasi. Sasaran yang
II - 35
dituju dalam kegiatan ini adalah Sekolah yang telah dibangun Zona Selamat Sekolah. Pada tahun 2008 telah dilakukan sosialisasi pada 4 Propinsi. h. Workshop Sosialisasi Keselamatan bertujuan untuk mensosialisasikan program keselamatan transportasi. Sasaran yang dituju dalam kegiatan ini adalah para Stakeholder yang terkait di daerah. Pada tahun 2008 telah dilakukan sosialisasi pada 3 Propinsi. i.
Semiloka Manajemen Keselamatan bertujuan untuk mensosialisasikan program keselamatan transportasi dalam rangka mengurangi kecelakaan di Indonesia. Sasaran yang dituju dalam kegiatan ini adalah para Stakeholder yang terkait di daerah. Pada tahun 2008 telah dilakukan semiloka pada 2 Propinsi.
j.
Unit Penelitian Kecelakaan Terus dilakukan kegiatan untuk mendorong terbentuknya Unit Penelitian Kecelakaan (UPK) di tingkat propinsi atau di tingkat kabupaten/kota. Untuk tahun 2008 sudah terbentuk 21 UPK tingkat propinsi dan 2 UPK tingkat kabupaten/kota.
k. Pelaksanaan Diklat Penanganan kecelakaan lalu lintas jalan di daerah bertujuan untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM) bidang investigator kecelakaan transportasi jalan. Sasaran yang dituju dalam kegiatan ini adalah pegawai atau pejabat Dinas Perhubungan atau LLAJ yang ada di daerah. Pada tahun 2008 telah dilaksanakan Diklat penanganan kecelakaan lalu lintas jalan di 3 daerah, yaitu : 1) TOT Investigasi Kecelakaan Lalu Lintas Jalan di Kota Kupang, NTT 2) TOT Investigasi Kecelakaan Lalu Lintas Jalan di Kota Denpasar, Bali 3) TOT Investigasi Kecelakaan Lalu Lintas Jalan di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. l.
Pelaksanaan Diklat Audit Keselamatan Jalan mempunyai tujuan meningkatkan SDM bidang audit keselamatan jalan. Sasaran yang dituju adalah pejabat atau pegawai dinas perhubungan atau LLAJ di daerah. Kota yang sudah diadakan pelatihan audit keselamatan pada tahun 2008 adalah sebagai berikut: 1) TOT Audit Keselamatan Jalan di Kota Medan, propinsi Sumatera Utara; 2) Kota Manado, propinsi Sulawesi Utara 3) Kota Bandung, propinsi Jawa Barat;
m. Diklat TOT Pengemudi Angkutan Umum mempunyai tujuan meningkatkan Pelatih /Pengajar dalam rangkan menambah Pengetahuan bagi Pengemudi angkutan Umum tentang Keselamatan Transportasi. Sasaran yang dituju adalah pejabat atau pegawai dinas perhubungan atau LLAJ di daerah. Kota yang sudah diadakan pelatihan audit keselamatan pada tahun 2008 adalah sebagai berikut Kota Semarang, propinsi Jawa Tengah; n. Pemilihan Awak Kendaraan Umum Teladan (AKUT) Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 11 s/d 17 September 2008 di Lembaga Administrasi Negara, kegiatan ini bertujuan untuk memberikan
II - 36
penghargaan kepada pengemudi angkutan umum sehingga dapat turut meningkatkan keselamatan transportasi jalan, diikuti oleh 58 peserta dari 29 propinsi. o. Pelatihan Pengemudi Angkutan Umum (Peningkatan Kualitas Mental dan Disiplin Angkutan Umum) Merupakan upaya pembinaan kepada para pengemudi angkutan umum agar lebih meningkatkan kinerja dan komitmen untuk meningkatkan keselamatan dijalan melalui pemahaman terhadap peran pentingnya dalam sub sistem transportasi darat dengan memberi substansi/materi aspek pengetahuan, teknis, dan perilaku (attitude). 1) Peningkatan Kualitas Mental dan Disiplin Pengemudi AKAP/AKDP, diikuti oleh 39 peserta dengan jumlah angkatan sebanyak 1 angkatan (angkatan XXIV) 2) Peningkatan Kualitas Mental dan Disiplin Pengemudi B3, diikuti oleh 40 peserta dengan jumlah angkatan sebanyak 1 angkatan (angkatan IV) 3) Peningkatan Kualitas Mental dan Disiplin Pengemudi Taksi Bandara Soekarno-Hatta, diikuti oleh 40 peserta dengan jumlah angkatan sebanyak 1 angkatan (angkatan IV). p. Pelaksanaan investigasi kecelakaan jalan. Telah dilakukan investigasi kecelakaan jalan sebanyak 9 kali. 1) Peristiwa Kecelakaan di Ruas Jalan Raya Brondong - Palang KM SBY 86+900, Kec. Brondong, Kab. Lamongan, Prop. Jawa Timur, sekitar pukul 15.30 WIB; 2) Peristiwa Kecelakaan di Ruas Jalan Prapatan, Kawasan Tugu Tani, Jakarta Pusat sekitar pukul 08.15 WIB; 3) Peristiwa Kecelakaan Jalan Raya Lintas Timur Km.3,5, Kecamatan Karang Tanjung, Kab. Pandeglang, Propinsi Banten; 4) Peristiwa Kecelakaan di Ruas Jalan Dewi Sartika di dekat Toko mebel Sejati, Rt.05/09, Desa Temas, Kecamatan Batu, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur sekitar pukul 09.30 WIB; 5) Peristiwa Kecelakaan di Ruas Jalan Raya Cugenang Tikungan Tapal Kuda Cijedil, Kab.Cianjur, Prop. Jawa Barat; 6) Peristiwa Kecelakaan Kandas di Perairan Pulau Dua pada alur masuk Pelabuhan Penyeberangan Bakauheni; 7) Peristiwa Kecelakaan di Ruas Jalan kampung Jurusan Benteng Jawa – kampung Bea lalang, Desa Compang Mekar, Kampung Bea lalang, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur, Propinsi NTT, sekitar pukul 11.30 WIB; 8) Peristiwa Kecelakaan di Ruas Jalan Lintas Sumatera KM 137-138, Desa Ogan Lima, Kecamatan Abung Barat, Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung sekitar pukul 01.30 WIB; 9) Peristiwa Kecelakaan di Ruas Jalan Lintas barat Pulau Sumatera, Kec. Lemong, Kab. Lampung Barat, Prov. Lampung pada tanggal 19 desember 2008 pukul 13.30 WIB.
3. Permasalahan yang dihadapi a. Susahnya koordinasi dengan pihak lain terutama untuk kegiatan yang melibatkan pihak di luar Departemen Perhubungan, misalnya kegiatan
II - 37
analisis data kecelakaan yang bersumber datanya dari pihak Kepolisian Republik Indonesia,investigasi kecelakaan yang sering bersinggungan dengan pihak Kepolisian, audit jalan dan sebagainya. b. Kurangnya sumber daya manusia yang menjadikan faktor kurang maksimalnya pelaksanaan program keselamatan transportasi jalan. c. Adanya kegiatan yang tidak terlaksana seperti : pembuatan buletin keselamatan transportasi darat, biaya operasi dan perawatan VMS, dan biaya operasi dan penunjang studio mini dikarenakan tidak adanya peminat lelang dan justifikasi perubahan kegiatan yang tidak disetujui.
4. Upaya yang dilakukan a. Membentuk institusi keselamatan transortasi jalan sebagai wadah koordinasi antar instansi untuk mewujudkan keselamatan transportasi jalan b. Dengan mengadakan pelatihan-pelatihan antara lain : 1). Workshop sosialisasi keselamatan dan semiloka keselamatan 2). Unit penelitian kecelakaan 3). Pelaksanaan diklat penanganan kecelakaan lalu lintas jalan di daerah 4). Diklat audit keselamatan jalan 5). Diklat TOT pengemudi angkutan umum 6). Pelatihan pengemudi AKAP/AKDP, Taksi Bandara dan B3 7). Pemilihan Awak Kendaraan Umum Teladan (AKUT) c. Dengan melakukan berbagai langkah koordinasi dengan berbagai instansi pemerintah terkait untuk mensinergikan dan mengharmoniskan berbagai kebijakan yang terkait dengan kinerja keselamatan transportasi darat.
2.5. Permasalahan 1. Bidang Lalu Lintas Angkutan Jalan Transportasi jalan merupakan moda transportasi utama yang berperan penting dalam mendukung pembangunan nasional serta mempunyai kontribusi terbesar dalam pangsa angkutan dibandingkan moda lain. Oleh karena itu, visi transportasi jalan adalah sebagai penunjang, penggerak dan pendorong pembangunan nasional serta berperan sebagai urat nadi kehidupan ekonomi, politik, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Misi transportasi jalan adalah untuk mewujudkan sistem transportasi jalan yang andal, berkemampuan tinggi dalam pembangunan serta meningkatkan mobilitas manusia dan barang, guna mendukung pengembangan wilayah untuk mewujudkan wawasan nusantara. Namun dalam pelaksanaan untuk mencapai dan menciptakan visi dan misi transportas jalan yang sesuai harapan masih sangat sulit dikarenakan banyaknya permasalahan yang terjadi. Adapun permasalahan yang terjadi, adalah sebagai berikut : a. Rendahnya kondisi pelayanan prasarana jalan akibat kerusakan di jalan; belum terpadunya pembangunan prasarana jalan dengan sistem jaringan transportasi jalan, penataan kelas jalan dan terminal serta pola pelayanan distribusi angkutan jalan, antarkota, perkotaan dan perdesaan.
II - 38
b. Masih tingginya kerusakan jalan akibat pelanggaran muatan lebih di jalan yang dapat mengakibatkan kerugian ekonomi akibat dari : 1) Pengawasan melalui jembatan timbang belum optimal karena keterbatasan fisik/peralatan, SDM dan sistem manajemen; 2) Terdapat pergeseran fungsi jembatan timbang yang cenderung untuk menambah PAD (pendapatan asli daerah) bukan sebagai alat pengawasan muatan lebih; c. Kondisi kualitas dan kuantitas sarana dan pelayanan angkutan umum yang masih terbatas, walaupun setiap tahun terjadi peningkatan ijin trayek angkutan umum (ijin trayek angkutan bus antarkota antarprovinsi), namun tingkat kelaikan armada umumnya masih rendah. d. Masih tingginya jumlah dan fatalitas kecelakaan akibat: disiplin pengguna jalan, rendahnya tingkat kelaikan armada; rambu dan fasilitas keselamatan di jalan; law enforcement peraturan lalu lintas dan pendidikan berlalu lintas. e. Masalah mobilitas, terutama rendahnya kelancaran distribusi angkutan jalan, akibat 1) terbatasnya perkembangan kapasitas prasarana jalan dibandingkan dengan perkembangan armada di jalan; 2) Kondisi sarana jalan yang rata-rata semakin menurun pelayanannya; 3) Optimalisasi penggunaan kapasitas jalan yang masih rendah, serta banyaknya daerah rawan kemacetan akibat penggunaan badan dan daerah milik jalan untuk kegiatan sosial ekonomi, pasar, parkir, dsb; 4) Sistem manajemen lalu lintas yang belum optimal; 5) Penataan jaringan transportasi jalan, penetapan kelas jalan dan pengaturan sistem terminal. f.
Masalah keterjangkauan dan pemerataan pelayanan transportasi jalan; banyaknya pungutan dan retribusi di jalan yang membuat biaya angkut di jalan belum efisien;
g. Masalah peraturan dan kelembagaan, terutama: 1) Belum mantapnya tatanan transportasi nasional dan wilayah; 2) Masalah pendidikan dan law enforcement peraturan yang belum efektif dilihat dari tingginya jumlah pelanggaran lalu lintas di jalan. Pelanggaran lalu lintas dibedakan menjadi pelanggaran batas muatan, perlengkapan kendaraan, kelengkapan surat, dan pelanggaran rambu jalan. Masalah disiplin berlalu lintas juga merupakan salah satu penyebab utama terjadinya kecelakaan lalu lintas; 3) Belum optimalnya peran swasta dan BUMN dalam investasi/penyelenggaraan LLAJ. Sebagian besar pelayanan angkutan umum memang sudah menjadi domain swasta, peran BUMN belum diperjelas apakah hanya untuk penugasan pelayanan di lintas yang kurang komersial (angkutan perintis dan perbatasan untuk Perum Damri); sedangkan peran Perum PPD dalam sistem transportasi umum di Jakarta semakin kecil, karena semenjak desentralisasi, transportasi perkotaan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah;
II - 39
4) Kebijakan tarif dan subsidi melalui berbagai pungutan dan “road pricing” yang belum tepat sasaran. 5) Masih terbatasnya pengembangan SDM di bidang LLAJ baik di tingkat regulator maupun operator, pembinaan usaha angkutan serta pengembangan teknologi sarana dan prasarana LLAJ yang lebih efisien dan ramah lingkungan. 6) Masih tingginya dampak lingkungan (polusi udara dan polusi suara) akibat kemacetan dan masih dominannya penggunaan lalu lintas kendaraan pribadi di jalan, terutama di wilayah perkotaan. 7) Rendahnya kualitas dan kuantitas angkutan umum terutama transportasi perkotaan akibat belum berkembangnya keterpaduan rencana tata ruang dan transportasi perkotaan, kesadaran dan kemampuan pemerintah daerah dalam perencanaan dan pengelolaan transportasi, rendahnya disiplin masyarakat pengguna, profesionalitas aparat dan operator transportasi, tingginya tingkat kemacetan lalu lintas pada jam sibuk, serta rendahnya kualitas pelayanan transportasi umum.
2. Bidang Lalu Lintas Angkutan Penyeberangan a. Masih terbatasnya jumlah prasarana dan sarana penyeberangan dibanding kebutuhan berdasarkan kondisi geografis dan jumlah pulau di Indonesia (sekitar 17.000 pulau). Berdasarkan jumlah lintas penyeberangan yang ditetapkan oleh Departemen Perhubungan, saat ini baru ditetapkan sebanyak 172 lintas, tetapi yang baru beroperasi adalah 130 lintas; Pemanfaatan sungai, kanal dan danau untuk kebutuhan transportasi rakyat/lokal/kota masih rendah serta kurangnya pemanfaatan potensi untuk mendukung transportasi pariwisata dan pengembangan wilayah. Kelembagaan, peraturan serta SDM dan pendanaan dalam sistem pelestarian dan pemeliharaan alur transportasi sungai dan kanal yang perlu dikoordinasikan dengan penanganan masalah lingkungan, pengembangan pariwisata, budaya masyarakat dan tata ruang wilayah. b. Masih terbatasnya sarana yang tersedia dan kondisi sarana perintis ASDP yang telah berumur tua. c. Masih kurangnya keterpaduan pembangunan jaringan transportasi SDP dengan rencana pengembangan wilayah serta lemahnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam sistem pengembangan prasarana dan sarana ASDP dalam era otonomi. d. Terbatasnya keterjangkauan pelayanan Angkutan SDP dalam melayani kebutuhan angkutan antarpulau dan wilayah terpencil. e. Peran serta swasta dan Pemda belum optimal dalam penyelenggaraan ASDP, baik dalam investasi pembangunan, operasi dan pemeliharaan, serta penyelenggaraan angkutan perintis. Peran BUMN (PT ASDP) masih terbatas dalam penyelenggaraan (operator) prasarana dan sarana ASDP, terutama dalam pengoperasian kapal perintis dan penggusahaan beberapa lintas/dermaga penyeberangan. Pemerintah pusat masih dominan dalam pembiayaan pembangunan sarana dan prasarana ASDP. Oleh sebab itu, diperlukan deregulasi dan restrukturisasi agar peran pemerintah daerah lebih optimal, serta peningkatan
II - 40
peran BUMN dan swasta lebih didorong. Dalam penyelenggaraan transportasi sungai dan danau, peran swasta dan masyarakat lebih berkembang, sebagai owner dan operator prasarana dan sarana angkutan masyarakat. Peran BUMN hanya terbatas pada beberapa lintas penyeberangan sungai dan danau di Kalimantan dan Sumatera. Peran pemerintah sebagai regulator, pemerintah daerah sebagai penyedia prasarana dan sarana sungai untuk keperluan publik. f.
Dalam penyelenggaraan angkutan penyeberangan, peran BUMN (PT ASDP) masih terbatas sebagai operator penyelenggaraan prasarana penyeberangan sekaligus juga sebagai operator sarana. Operator prasarana lain adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT/Pemda), dan operator sarana lain adalah swasta atau KSO swasta dan PT ASDP. Penyediaan prasarana dan sarana ASDP untuk BUMN umumnya masih dibiayai dari APBN (pemerintah pusat); peran Pemda masih terbatas dalam penyediaan sarana dan prasarana ASDP.
II - 41
3.1 Pelaksanaan Tahun Anggaran 2005 Kinerja pembangunan adalah program kerja yang berorientasi pada pembangunan fisik, yang didanai oleh DIPA. Jumlah proyek yang didanai dengan APBN dilingkungan Ditjen Perhubungan Darat sebanyak 89 proyek dengan pagu dana sebesar Rp. 622.146.393.000 dengan rincian masing-masing program sebagai berikut : Tabel 3.1 Pendanaan Kegiatan di lingkungan Sub Sektor Transportasi Darat Tahun Anggaran 2005 No
Program
Jumlah
Pagu DIP
1. Pengembangan Fasilitas LLAJ
Proyek 34
(Rp.) 136.973.995.000
2. Pengembangan Angkutan SDP
35
412.737.385.000
3. Kantor Pusat dan UPT
20
72.435.013.000
89
622.146.393.000
Jumlah Sumber : Setditjen Perhubungan Darat
Adapun uraian singkat kegiatan DIP Rupiah tahun anggaran 2005 dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut: 1. Bidang Angkutan Jalan Sebagai kelanjutan pelaksanaan program pembangunan, maka pada tahun anggaran 2005 diprogramkan pengadaan fasilitas keselamatan berupa pengadaan dan, marka jalan sepanjang 398.000 meter, pagar pengaman jalan sepanjang 18.544 m pemasangan rambu lalu lintas sebanyak 2.446 buah, traffic light 2 buah, lampu penerang jalan 40 buah, 3 unit peralatan PKB, Pengadaan dan pemasangan Gas Analizer ( 1 Paket ), pembangunan terminal ( 3 lokasi ), rehabilitasi terminal ( 5 lokasi ) serta pelaksanaan Manajemen Rekayasa Lalin ( 2 paket ). Guna menunjang keperintisan diprogramkan pengadaan pengadaan bus ukuran sedang Perintis/Bus Kota/Mahasiswa sebanyak 86 unit, dan subsidi operasi angkutan perintis di 101 trayek.
III - 1
2. Bidang Angkutan Sungai, Danau & Penyeberangan Tahun anggaran 2005 dilaksanakan pembangunan dermaga penyeberangan sebanyak 48 paket, pembangunan breakwater 2 paket, peningkatan pelabuhan penyeberangan 7 paket, rehabilitasi pelabuhan penyebrangan 12 paket, pembangunan dermaga sungai/danau 8 paket, dan 8 paket studi. 3. Bantuan Luar Negeri Proyek Bantuan Luar Negeri (BLN) yang seang berjalan (On – Going) pada tahun 2005 sebanyak 3 proyek terdiri dari : a. Bidang Angkutan Jalan Program pengembangan fasilitas LLAJ terdiri dari 2 proyek. Secara singkat umum gambaran data base di lingkungan LLAJ adalah sebagai berikut : Tabel 3.2 Nilai Loan Program Pengembangan LLAJ No.
Proyek
No./Nama
NILAI
Loan
Ket.
LOAN
1
Sumatra Region Road Project (SRRP)
4037-IND IBRD
(ribu) USD 4.078,77
2
Road Rehabilitation (Sector) Project
1798/INO ADB
USD 5.400,00
Proyek Iinduk di Kimpraswil dengan Total Loan USD 234.000,00 yang telah berakhir per 31 Desember 2005 Proyek Iinduk di Kimpraswil dengan Total Loan USD 190.000,00
USD 9.478,77
b. Bidang Angkutan Sungai Danau & Penyeberangan Program peningkatan angkutan sungai, danau dan penyeberangan terdiri dari 1 proyek. Secara umum gambaran data base proyek di lingkungan LLASDP sebagai berikut : Tabel 3.3 Nilai Loan Program Pengembangan LLASDP No. 1
Proyek Pembangunan Dermaga Penyeberangan Bajo E Kolaka dan Palembang Muntok Ferry Terminal
No./Nama
Loan
IP-446 JBIC
III - 2
NILAI LOAN (ribu) ¥ 3.129.000
Ket. Telah selesai 28 Juni 2005
Development Project : USD 26.778,08
3.2 Pelaksanaan Tahun Anggaran 2006 Kinerja pembangunan adalah program kerja yang berorientasi pada pembangunan fisik, yang didanai oleh DIPA. Jumlah proyek yang didanai dengan APBN dilingkungan Ditjen Perhubungan Darat sebanyak 92 Satuan Kerja (Satker) dengan pagu dana sebesar Rp. 735.828.464.000,- dengan rincian masing-masing program sebagai berikut : Tabel 3.4 Pendanaan Kegiatan di lingkungan Sub Sektor Transportasi Darat Tahun Anggaran 2006 No
Program
Jumlah
Pagu DIP
Satker 1. Pengembangan Fasilitas LLAJ
39
(Rp.) 271.898.165.000
2. Pengembangan Angkutan SDP
36
396.621.128.000
3. Kantor Pusat dan UPT
17
67.109.171.000
92
735.828.464.000
Jumlah Sumber : Setditjen Perhubungan Darat
Adapun uraian singkat kegiatan DIP Rupiah tahun anggaran 2006 dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut: 1.
Bidang Angkutan Jalan Tabel 3.5 Program dan Realisasi Pembangunan Angkutan Jalan
No
PROGRAM/KEGIATAN
1.
Pembangunan Fasilitas dan Keselamatan LLAJ a. Pengadaan dan pemasangan Marka Jalan b. Pengadaan dan pemasangan Guardrail c. Pengadaan dan pemasangan Rambu Lalu Lintas d. Pengadaan dan pemasangan Traffic Light e. Pengadaan dan pemasangan Warning Light f. Pengadaan & Pemas Paku Marka g. Delineator h. RPPJ i. Lampu Penerangan Jalan j. Pengadaan dan Pemasangan Alat PKB
2.
Rehab Jembatan Timbang
III - 3
PROGRAM
REALISASI
UNIT
750.700 28.010 10.054 14 2 0 1.400 338 10 12
797.000 28.010 10.054 14 2 587 1.790 338 0 12
m1 m1 Buah Buah Unit Unit Buah Buah Buah Unit
1
1
Lokasi
No
PROGRAM/KEGIATAN
PROGRAM
REALISASI
1 1 2 4
1 1 2 4
Lokasi Lokasi Paket Lokasi
1 1
1 1
Paket Paket
28 104
28 111
Paket Trayek
41 9 70 19 4 89
40 9 70 19 2 89
Unit Unit Unit Unit Lokasi Lokasi
18
18
Lokasi
3. 4. 5. 6.
Pembangunan Terminal Penumpang Rehab Terminal Manajemen & Rekayasa Lalu Lintas Pembangunan terminal (Baru : Sumsel; Lanjutan : Jabar; Kalbar; NTT) 7. Pengadaan Uji Tipe Khusus Sepeda Motor 8. Pembangunan gedung Uji Tipe Khusus Sepeda Motor 9. Sosialisasi Keselamatan LLAJ 10. Subsidi Operasional Bus Perintis 11 Pengadaan Bus a. Sedang (Kota/Mahasiswa/Pelajar) b. Sedang Perintis (Inpres No.6 Thn 2003) c. Bus Besar d. Bus Perintis 12. Perbaikan DRK di perlintasan sebidang 13 Pemasangan Fasilitas Keselamatan Perlintasan Sebidang 14. Pengadaan dan pemasangan Fasilitas ZoSS Sumber : Dit. LLAJ. Ditjen Hubdat
2.
UNIT
Bidang Angkutan Sungai Danau & Penyebarangan Tabel 3.6 Program dan Realisasi Pembangunan LLASDP
No 1.
PROGRAM/KEGIATAN Pembangunan Dermaga Sungai & Danau a. Sungai b. Danau
2.
Pembangunan Dermaga Penyeberangan a. Baru b. Lanjutan c. Selesai 3. Rehabilitasi/Peningkatan Dermaga SDP a. Sungai b. Danau c. Penyeberangan 4. Pembangunan Kapal Penyeberangan a. Baru b. Lanjutan c. Rehabilitasi 5. Rehabilitasi Kapal 6. Pembangunan Speed Boat 7. Rambu Suar 8. Subsidi Angkutan Penyeberangan Perintis a. Dalam Propinsi b. Antar Propinsi Sumber : Dit. LLASDP. Ditjen Hubdat
III - 4
PROGRAM
REALISASI
UNIT
6 1
6 1
Unit Unit
4 37 4
4 36 4
Unit Unit Unit
2 5 10
2 5 10
Unit Unit Unit
4 4 1 3 6 7
4 4 1 3 6 7
Unit Unit Unit Unit Unit Unit
60 8
54 8
Lintas Lintas
3.3 Pelaksanaan Tahun Anggaran 2007 Kinerja pembangunan adalah program kerja yang berorientasi pada pembangunan fisik, yang didanai oleh DIPA. Jumlah proyek yang didanai dengan APBN di lingkungan Ditjen Perhubungan Darat sebanyak 97 proyek dengan pagu dana sebesar Rp. 1.280.411.288.000,- dengan rincian masing-masing program sebagai berikut : Tabel 3.7 Pendanaan Kegiatan di lingkungan Sub Sektor Transportasi Darat Tahun Anggaran 2007 No.
Program
Jumlah Proyek
Pagu DIP (Rp.)
1.
Pengembangan LLAJ
40
416.274.081.000
2.
Pengembangan ASDP
36
778.772.352.000
3.
Kantor Pusat dan UPT Jumlah
21 97
85.364.855.000 1.280.411.288.000
Sumber : Setditjen Perhubungan Darat
Progres pelaksanaan APBN T.A 2007 untuk Sub Sektor Perhubungan Darat per 31 Desember 2007 adalah Realisasi Fisik sebesar 97,97 % dan Realisasi Keuangan sebesar Rp. 1.229.057.947.354 (93,29 % dari total pagu anggaran). Rincian masing-masing bidang dapat dilihat pada tabel III.2 Sedangkan untuk rincian masing-masing propinsi dapat dilihat pada daftar terlampir. Tabel 3.8 Progres APBN T.A 2007 per 31 Desember 2007 Sub Sektor Perhubungan Darat No. 1. 2. 3.
Program
Realisasi Fisik
LLAJ LLASDP Kantor Pusat dan UPT Total
31,34 % 60,49 % 6,15 % 97,97 %
Sumber : Setditjen Perhubungan Darat
III - 5
Realisasi Keuangan 394.984.500.230 773.938.099.874 60.135.347.250 1.229.057.947.354
Adapun uraian evaluasi kegiatan Ditjen Perhubungan Darat T.A 2007 adalah : 1.
Bidang Angkutan Jalan Tabel 3.9 Program dan Realisasi Pembangunan LLAJ, Keselamatan dan Perkotaan No
PROGRAM/KEGIATAN
Pembangunan Fasilitas dan Keselamatan LLAJ a. Pengadaan dan pemasangan Marka Jalan b. Pengadaan dan pemasangan Guardrail c. Pengadaan dan pemasangan Rambu Lalu Lintas d. Pengadaan dan pemasangan RPPJ e. Pengadaan dan pemasangan Traffic Light f. Pengadaan dan Pemasangan Alat PKB g. Pengadaan dan pemasangan Cermin Tikungan h. Pengadaan dan pemasangan Deliniator 2. Pembangunan Balai PKB 3. Pembangunan Jembatan Timbang (Subulussalam-Aceh Singkil) 4. Pembangunan Terminal Penumpang Rehabilitasi Terminal (Maluku, Inpres 6/2003: Masohi, Tual, Saumlaki, Kodya ambon) 5. Manajemen & Rekayasa Lalu Lintas 6. Pembangunan Paku Marka 7. Pengadaan Uji Tipe Khusus Kendaraan Motor 8. Sosialisasi Keselamatan LLAJ 9. Subsidi Operasional Bus Perintis 10. Pengadaan Bus a. Sedang b. Sedang BRT c. Bus Besar 11. Pengadaan Peralatan Unit Penelitian Kecelakaan 12. Perbaikan LRK di perlintasan sebidang 13. Pengadaan dan pemasangan Fasilitas ZoSS 14. Pengadaan Helm untuk anak 15. Pengadaan Peralatan Sosialisasi Keselamatan 16. Pengadaan dan Pemasangan Conventer Kit pada Taksi termasuk Instalasi dan Supervisi Sumber : Dit. LLAJ. Ditjen Hubdat
PROGRAM
REALISASI
1.
994.651 35.598 13.418 414 29 15 22 4.000 1 1
1.009.555 37.558 13.418 426 30 15 30 4.150 1 1
m1 m1 Buah Buah Unit Unit Buah Buah Unit Lks
9 4
8 4
Lks Paket
27 1.000 1 28 104
27 1.000 1 28 111
Paket Buah Paket Paket Tryk
100 40 30 1 1 6 1000 2 1.755
100 40 30 1 1 6 1000 2 1.755
Unit Unit Unit Paket Paket Lks Buah Unit Set
Pada tahun 2007 diprogramkan pembangunan prasarana LLAJ guna mendukung peningkatan aksesibilitas berupa pembangunan 9 (sembilan) lokasi terminal penumpang, antara lain : a. Terminal Ogan Ilir (Sulawesi Selatan) b. Terminal Ambang kabupaten Pontianak (Kalimantan Barat) c. Terminal Badung (Bali) d. Terminal Kuningan e. Terminal Enterop Kota Jayapura (Papua) f. Terminal Mota’ain Atambua (NTT) g. Terminal Wonosari Kapupaten Gunung Kidul III - 6
UNIT
h. Terminal Palangkaraya (Kalimantan Tengah) i. Terminal Aceh Timur kabupaten Aceh Timur (NAD) Dari 9 (sembilan) terminal tersebut, terdapat 3 (tiga) terminal Antar Lintas Batas Negara (ALBN), yaitu di NTT, Kalimantan Barat dan Papua. Untuk terminal Antar Lintas Batas Negara (ALBN) yaitu di NTT dan Kalimantan Barat direncanakan akan selesai pada tahun 2008. Pada bidang LLAJ tahun anggaran 2007 terdapat 3 (tiga) program yang tidak dapat terealisir sampai dengan tahun anggaran berakhir, yaitu : a. Kegiatan Technical Assistance ADB Roda Safety Awareness 2184/INO-RR2P, dari Loan ADB no. 2184/INO sebesar Rp. 2.050.000.000,- tidak terlaksana sampai dengan akhir tahun anggaran 2007 karena sampai saat ini masih dalam proses lelang. b. Kegiatan Pembangunan Terminal Antar Lintas Batas Negara Entrop di Propinsi Papua dengan alokasi dana senilai Rp. 2,8 Milliar, dikarenakan masih ada kendala masalah pembebasan lahan. Di akhir tahun anggaran 2007 permasalahan tersebut sudah diselesaikan dan pembangunan akan ditampung di tahun anggaran 2008. c. Kegiatan Jasa Konsultansi Penyuluhan Dampak Transportasi Perkotaan dengan alokasi dana sebesar Rp. 400 Juta, dikarenakan terjadinya kesalahan penempatan per belanja, yang seharusnya dimasukkan dalam Belanja Barang tetapi tertuang dalam belanja Modal. 2.
Bidang Angkutan Sungai Danau & Penyeberagan Tabel 3.10 Program dan Realisasi Pembangunan LLASDP No 1.
2.
3.
4.
5. 6. 7.
PROGRAM/KEGIATAN Pembangunan Dermaga Sungai a. Baru b. Lanjutan c. Rehabilitasi Pembangunan Dermaga Danau a. Baru b. Lanjutan c. Rehabilitasi Pembangunan Pelabuhan Penyeberangan a. Baru b. Lanjutan c. Rehabilitasi Pembangunan Kapal Penyeberangan a. Baru b. Lanjutan c. Rehabilitasi Pembangunan Bus Air Pembangunan Speed Boat Rambu Suar
III - 7
PROGRAM
REALISASI
UNIT
9 6 4
9 6 4
Unit Unit Unit
2 3
2 3
Unit Unit Unit
19 38 25
18 38 25
Unit Unit Unit
8 10 5 10 20
8 7 5 10 18
Unit Unit Unit Unit Unit Unit
No 8.
PROGRAM/KEGIATAN Subsidi Angkutan Penyeberangan Perintis c. Dalam Propinsi d. Antar Propinsi
PROGRAM
64 8
REALISASI
64 8
UNIT
Lintas Lintas
Sumber : Dit. LLASDP. Ditjen Hubdat
Pada bidang LLASDP tahun anggaran 2007 terdapat 3 (tiga) program yang tidak dapat terealisir sampai dengan tahun anggaran berakhir, yaitu :
a. Pembangunan Pelabuhan Penyeberangan Sebuku Kab. Kotabaru Propinsi Kalsel tahap I dengan nillai sebesar Rp.4.000.000.000,- tidak dapat terlaksana karena: - Lokasi yang telah ditetapkan dalam design tidak dapat dibebaskan sehingga Pemda Kab.Kotabaru berupaya melakukan survey ulang untuk mendapatkan lahan yang lain, namun dari segi teknis dapat/layak untuk digunakan sebagai pelabuhan penyeberangan oleh sebab itu pula dilakukan review design menyesuaikan dengan lokasi baru yang dapat dibebaskan oleh pemda (sebagai informasi bahwa studi/DED yang dilakukan oleh pemda dengan dana APBD Kab.Kotabaru). - Mengingat s/d Agustus 2007 belum diperoleh lokasi yang pasti sehingga review designnya juga ditunda sehingga proses pelelangan tidak dapat dilaksanakan hingga saat ini. b. Pengadaan/Pemasangan Rambu Suar di Pelabuhan Penyeberangan Saubeba Propinsi Papua sebesar Rp. 662.500.000,- tidak dapat dilaksanakan karena : - Pembangunan breakwater yang direncanakan sebagai tempat peletakan rambu suar tidak selesai s/d tahun 2007, hal ini terjadi karena sebagain dana pembangunan breakwater tersebut didanai dari APBD Papua (dana Otsus) dimana salah satu breakwater yang berada disebelah timur baru ditampung pendanaannya s/d pemancangan T.pancang, sedangkan pile cap beton dananya ditampung tahun 2008. - Oleh karena hal tersebut, 2 unit rambu suar tidak dapat dipasang di atas / di ujung breakwater tersebut, sedangkan 1 unit rambu suar di darat ikut tertunda karena satu paket dengan pengadaan 2 unit rambu suar lainnya. Hal ini telah disampaikan oleh KPA pada tanggal 22 Agustus 2007 dan saran Itjen untuk dapat ditampung dalam anggaran APBN tahun 2008. c. Terdapat 3 (tiga) Pembangunan Kapal Penyeberangan lanjutan/ penyelesaian untuk Pengganti KMP Digul (300 GRT) dengan nilai Rp.6.387.511.000,-, Kapal untuk Lintas Bitung – Lembeh nilai Rp.5.571.000.000,- dan Kapal untuk Lintas Siwa – Lasusuna nilai
III - 8
Rp.853.400.000,- tidak dapat terealisasi/ terserap dikarenakan manajemen galangan kapal (rekanan) kurang baik. 3.
BANTUAN LUAR NEGERI Proyek Bantuan Luar Negeri (BLN) yang sedang berjalan (On – Going) pada tahun 2007 adalah : a. Direktorat Lalu Lintas Angkutan Jalan Penyusunan Rencana Teknis Angkutan Jalan dan Perkotaan : 1) TA. ADB Action Plan INO 1798 RRSP (1 paket ) 2) Equipment ADB Action Plan INO 1798 RRSP (1 paket ) 3) Civil Works ADB Action Plan 1798 RRSP (1 paket ) 4) TA. ADB Truck Overloading INO 2184 RR2P (1 paket ) b. Direktorat Keselamatan Transportasi Darat 1) TA. ADB Road Safety Awarness 2184/INO-RR2P 2) TA. IBRDRoad Safety Development 48340/IND-SIRP
(1 paket ) ( 1 paket)
3.4 Pelaksanaan Tahun Anggaran 2008 Kinerja pembangunan adalah program kerja yang berorientasi pada pembangunan fisik, yang didanai oleh DIPA. Jumlah satker yang didanai dengan APBN di lingkungan Ditjen Perhubungan Darat sebanyak 95 satker dengan pagu dana sebesar Rp. 1.821.187.629.000,- dengan rincian masing-masing program sebagai berikut : Tabel 3.11 Pendanaan Kegiatan di lingkungan Sub Sektor Transportasi Darat Tahun Anggaran 2008 No.
Program
Jumlah Proyek
Pagu DIP (Rp.)
1.
Pengembangan LLAJ
40
590.324.550.000
2.
Pengembangan ASDP
39
1.144.145.746.000
3.
Kantor Pusat dan UPT Jumlah
16 95
86.717.333.000 1.821.187.629.000
Sumber : Setditjen Perhubungan Darat
Progres pelaksanaan APBN T.A 2008 untuk Sub Sektor Perhubungan Darat per 31 Desember 2008 adalah Realisasi Fisik sebesar 96,67 % dan Realisasi Keuangan sebesar Rp. 1.703.551.358.717 (93,54 % dari total pagu anggaran). Rincian masingmasing bidang dapat dilihat pada tabel III.2. Sedangkan untuk rincian masingmasing propinsi dapat dilihat pada daftar terlampir.
III - 9
Tabel 3.12 Progres APBN T.A 2008 per 31 Desember 2008 Sub Sektor Perhubungan Darat No. 1. 2. 3.
Program
Realisasi Fisik
LLAJ LLASDP Kantor Pusat dan UPT Total
Realisasi Keuangan
31,65 % 61,51 % 3,52 % 96,67 %
543.551.150.722 1.095.893.353.567 64.106.854.428 1.703.551.358.717
Sumber : Setditjen Perhubungan Darat
Adapun uraian evaluasi kegiatan Ditjen Perhubungan Darat T.A 2008 adalah : 1. Bidang Angkutan Jalan Tabel 3.13 Program dan Realisasi Pembangunan LLAJ, Keselamatan dan Perkotaan No
PROGRAM/KEGIATAN
1.
Fasilitas dan Keselamatan LLAJ a. Pengadaan dan pemasangan Marka Jalan b. Pengadaan dan pemasangan Pagar (Guardrail) c. Pengadaan dan pemasangan Rambu Lalu Lintas d. Pengadaan dan pemasangan Rambu Pendahulu Petunjuk Jalan (RPPJ) e. Pengadaan dan pemasangan Traffic Light f. Pengadaan dan pemasangan Alat PKB g. Pengadaan dan pemasangan Cermin Tikungan h. Pengadaan dan pemasangan Deliniator i. Pengadaan dan Pemasangan Paku Marka j. Pengadaan dan Pemasangan Traffic Cone k. Pengadaan dan Pemasangan APILL Pembangunan Terminal Pembangunan Jembatan Timbang (Sulbar, Sulut, Riau) Manajemen & Rekayasa Lalu Lintas Pengadaan Uji Tipe Khusus Kendaraan Motor Sosialisasi Keselamatan LLAJ Pengadaan Bus Perintis a. Bus Sedang Non AC (LLAJ) b. Bus Besar AC Euro II Engine (untuk BRT, BSTP) c. Bus Sedang AC Euro II Engine PS≥120 (untuk BRT,BSTP) d. Bus Sedang AC Euro II Engine PS≥120 (untuk angkutan kota, pelajar/mahasiswa, BSTP) e. Bus Sedang AC Euro II Engine PS≥120 (untuk pegawai, BSTP) Pengadaan Peralatan Unit Penelitian Kecelakaan Perbaikan LRK di perlintasan sebidang Pengadaan Helm untuk anak
2. 3. 4. 5. 6. 7.
8. 9. 10.
PROGRAM
III - 10
REALISASI
UNIT
1.949.000 70.902 15.651 524
1.951.855 70.902 15.784 524
M’ M’ Buah Buah
52 18 72 22.935 8.550 2.500 62 9 6
51 12 57 23.185 10.206 2.500 53 8 3
Unit Unit Buah Buah Buah Buah Paket Lokasi Lokasi
36 1 27
19 1 8
Lokasi Paket Paket
31 40 47
31 40 47
Unit Unit Unit
75
75
Unit
5
0
Unit
6 1 5.000
6 1 5.000
Unit Paket Buah
No
PROGRAM/KEGIATAN
11. 12.
Pengadaan Peralatan Sosialisasi Keselamatan Pengadaan dan Pemasangan Fasilitas Keselamatan Zona Selamat Sekolah (ZOSS) Subsidi Operasi Bus Perintis
13.
PROGRAM
REALISASI
UNIT
2 134
2 132
Unit Lokasi
19 128
20 130
Propinsi Lintas
Sumber : Setditjen Perhubungan Darat
Angka program yang digunakan merupakan angka sebelum terjadinya penghematan sebesar 10% berdasarkan Surat Edaran dari Menteri Keuangan dengan Nomor : SE 375/MK.02/2008 tentang Perubahan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga dalam APBN-P Tahun 2008 tanggal 11 April 2008. Secara keseluruhan program pembangunan LLAJ, Perkotaan dan Keselamatan dapat terealisasi sesuai dengan yang direncanakan dan terdapat beberapa perubahan volume dari yang ditargetkan dikarenakan adanya realokasi anggaran dan penghematan sebesar 10%, program tersebut antara lain : a. Fasilitas dan Keselamatan LLAJ antara lain : pengadaan dan pemasangan marka jalan, rambu lalu lintas, traffic light, alat PKB, cermin tikungan, deliniator, paku marka dan APILL. b. Pembangunan terminal penumpang yang tidak dapat dilaksanakan adalah terminal penumpang Tipe A di Propinsi Kalimantan Selatan, sedangkan untuk terminal ALBN di Entrop-Papua (sampai akhir tahun anggaran baru terserap uang muka dan angsuran pertama) dikarenakan permasalahan pengadaan/pembebasan tanah oleh Pemda setempat. c. Pembangunan jembatan timbang yang tertunda karena penghematan yaitu Jambi, Banten dan Jabar d. Manajemen dan rekayasa lalu lintas e. Sosialisasi Keselamatan LLAJ f. Pengadaan bus perintis ukuran Sedang AC Euro II Engine PS≥120 (untuk pegawai, BSTP) sebanyak 5 unit, tidak dapat terealisasi dikarenakan pada saat proses pelelangan harga penawaran peserta lelang terlalu tinggi daripada harga satuan. g. Pengadaan dan pemasangan fasilitas ZoSS yang tidak dapat dilaksanakan yaitu di Papua Barat dan Papua dikarenakan tidak ada peserta lelang yang mendaftar/berminat, hal tersebut disebabkan harga Penawaran Peserta Lelang terlalu tinggi daripada harga satuan. h. Untuk subsidi operasi bus perintis terjadi penambahan/perubahan pada lokasi/trayek, sesuai dengan Keputusan Dirjen Hubdat No. : SK.886/AJ.204/DRJD/2008 tentang erubahan Lampiran Keputusan DirekturJenderal Perhubungan Darat No. : SK.4382/AJ.204/DRJD/2007 tanggal 27 Desember 2007 tentang Penetapan Jaringan Trayek Angkutan Jalan Perintis Tahun 2008. Perubahan jaringan tersebut adalah : 1) NAD Trayek semula Banda Aceh – Meulaboh – Singkil, menjadi Meulaboh – Tapak Tuan - Singkil 2) Kalimantan Tengah Penambahan trayek asongan – Pendahara – Buntut Bali 3) NTB
- Penambahan trayek asongan – Pendahara – Buntut Bali
III - 11
- Trayek semula Mataram – Plampang – Labangka, menjadi Mataram – Sumbawa Besar - Ropang 4) Kalimantan Timur Trayek semula Samarinda – Lebak Cilong – Muara Pahu, menjadi Samarinda – Bentingan Besar 2. Bidang Angkutan Sungai Danau & Penyeberangan Tabel 3.14 Program dan Realisasi Pembangunan LLASDP No
PROGRAM/KEGIATAN
1.
Pembangunan Dermaga Sungai a. Baru b. Lanjutan c. Rehabilitasi 2. Pembangunan Dermaga Danau a. Baru b. Lanjutan c. Rehabilitasi 3. Pembangunan Pelabuhan Penyeberangan a. Baru b. Lanjutan c. Rehabilitasi 4. Pembangunan Kapal Penyeberangan a. Baru b. Lanjutan c. Rehabilitasi 5. Pembangunan SBNP a. Rambu Laut/Suar b. Rambu Sungai c. Ramu Danau 6. Pembangunan Bus Air 7. Pembangunan Speed Boat 8. Pembangunan Break Water 9. Pengerukan 10. Subsidi Angkutan Penyeberangan Perintis a. Dalam Propinsi b. Antar Propinsi Sumber : Setditjen Perhubungan Darat
PROGRAM
REALISASI
UNIT
18 5 8
18 5 8
Unit Unit Unit
5 -
5 -
Unit Unit Unit
14 54 22
14 52 21
Unit Unit Unit
16 12 -
16 12 -
Unit Unit Unit
15 900 7 3 1 4
13 900 7 3 1 2
Unit Buah Unit Buah Unit Paket Lokasi
68 8
68 8
Lintas Lintas
Secara keseluruhan program pembangunan LLASDP dapat terealisasi sesuai dengan yang direncanakan dan terdapat beberapa perubahan volume dari yang ditargetkan dikarenakan adanya penghematan sebesar 10%, program tersebut antara lain : a. Pembangunan pelabuhan penyeberangan Bintuni Tahap II (Lanjutan) Propinsi Papua sampai akhir tahun anggaran baru terserap uang muka tetapi uang muka tersebut dikembalikan lagi ke kas negara dikarenakan permasalahan pengadaan/pembebasan tanah.
III - 12
b. Permasalahan Pengadaan/Pembebasan Tanah oleh Pemda setempat seperti pembangunan pelabuhan penyeberangan Margagiri Ketapang (sampai akhir tahun anggaran baru terserap Uang Muka dan Angsuran Pertama) c. Rehabilitasi pembangunan pelabuhan penyeberangan dikarenakan penghematan 10%. d. Pembangunan SBNP rambu suar/laut terdapat 2 unit, dikarenakan rambu suar tersebut bagian dari UPT penyeberangan Kariangau e. Untuk pengerukan terdapat 2 lokasi (Pengerukan Anjir Kelampan dan Anjir Serapat di Kalimantan Tengah) yang tidak terserap, digantikan dengan pekerjaan pembangunan dermaga penyeberangan Bahaur.
3. BANTUAN LUAR NEGERI Proyek Bantuan Luar Negeri (BLN) yang sedang berjalan (On – Going) pada tahun 2008. Kegiatan tersebut dibiayai dari Pinjaman Luar Negeri (PLN) sebesar Rp. 15.342.500.000,-, dimana pada tahun 2008 tidak dapat dilaksanakan. Kegiatan tersebut antara lain :
a. Loan ADB No. 2184/INO T/A untuk Enforcing Control on Overloaded Truck
Kegiatan Technical Assistance (T/A) untuk Enforcing Control on Overloaded Truck belum dapat dilaksanakan mengingat sampai dengan posisi saat ini Persetujuan Approval (NOL) dari ADB belum ada, sehingga kegiatan tersebut tidak dapat dilaksanakan sampai akhir tahun anggaran dengan Pagu sebesar Rp. 5.000.000.000,-
b. Work untuk Enforcing Control on Overloaded Truck
Kegiatan Civil Work untuk Enforcing Control on Overloaded Truck baru dapat dilaksanakan apabila Kegiatan Technical Assistance (T/A) untuk Enforcing Control on Overloaded Truck (Pada butir 2.a) telah diselesaikan, sehingga kegiatan Civil Work tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan Pagu sebesar Rp. 3.292.500.000,-
c. Loan ADB No. 2184/INo T/A untuk Road Safety Awareness Campaign
Technical Assistance (T/A) untuk Road Safety Awareness Campaign belum dapat dilaksanakan mengingat sampai dengan posisi saat ini Satker masih menunggu Persetujuan Evaluasi Teknis dari ADB dengan Pagu sebesar Rp. 2.050.000.000,
d. Loan IBRD No. 4843/IND T/A untuk Integrated Road Safety Management System (IRSM) Kegiatan Technical Assistance (T/A) untuk Integrated Road Safety Management System (IRSM) belum dapat dilaksanakan mengingat sampai dengan posisi saat ini Satker masih menunggu Persetujuan TOR dan RAB dari World Bank sehingga kegiatan tersebut tidak dapat dilaksanakan sampai akhir tahun anggaran dengan Pagu sebesar Rp. 5.000.000.000,-
III - 13
4.1 Fenomena Globalisasi Globalisasi dapat dimaknai sebagai proses integrasi dunia disertai dengan ekspansi pasar yang di dalamnya mengandung banyak implikasi bagi kehidupan manusia. Peranan transportasi darat di era global menjadi semakin penting, karena dalam menjalankan fungsi dan kegiatannya transportasi darat tidak mengenal sekat-sekat administratif, baik batas daerah maupun batas negara, sehingga jati diri transportasi darat identik dengan karakteristik globalisasi. Pada era global peran transportasi darat sangat ditentukan oleh pasar yang dicirikan oleh semangat persaingan yang tajam. Oleh karena itu dari aspek permintaan (demand side), kebijakan efisiensi teknis dan efisiensi ekonomi dalam penyelenggaraan transportasi darat nasional merupakan syarat mutlak agar dapat bersaing di pasar global. Dari sisi penawaran (supply side), kebijakan penambahan kapasitas dan pembangunan sarana serta prasarana transportasi darat harus diupayakan memenuhi persyaratan teknis dan layak dioperasikan dengan biaya terendah (least cost) dalam kerangka biaya jangka panjang (long run variable cost). 1.
Kekuatan Mengundang investor baik lokal maupun asing dalam pembangunan infrastruktur transportasi darat akan menghemat pengeluaran pemerintah, memacu pemasukan modal secara langsung (capital inflow) yang akan memperkuat neraca pembayaran, menyehatkan fiskal, memperluas lapangan kerja dan pada gilirannya melalui faktor pemicu dampak ganda akan meningkatkan pendapatan nasional. Tingkat pelayanan transportasi darat akan memenuhi standar nasional maupun internasional sehingga meningkatkan daya saing produk nasional di pasar global.
2.
Kelemahan Menyerahkan pengoperasian infrastruktur transportasi darat kepada swasta/asing akan memperlemah kontrol pemerintah, terutama dalam pengalokasian sumber daya akibat terjadi distorsi pasar. Sesuai dengan karakteristiknya, pasar infrastruktur pada umumnya tidak sempurna (oligopoli atau monopolistic competition), sehingga meskipun terdapat pilihan produk, posisi konsumen lemah dan cenderung mengikuti kemauan produsen. Pemerintah melalui produk regulasi tertentu seharusnya bertindak sebagai penyeimbang, namun sebagai negara yang sedang menjalani pemulihan dari krisis ekonomi, pemerintah Indonesia tidak mempunyai posisi tawar yang memadai dalam menghadapi investor asing, terutama berkaitan dengan kebijakan tarif yang akan menjadi beban konsumen.
IV - 1
3.
Peluang Terbukanya infrastruktur transportasi darat bagi peranserta swasta termasuk investor asing akan membuka peluang alih teknologi serta peluang perluasan pangsa pasar, terutama untuk segmen usaha yang memiliki pasar pada skala global.
4.
Ancaman Perusahan-perusahaan swasta nasional di bidang transportasi darat yang tidak siap bersaing akan mengalami kebangkrutan dan gulung tikar karena persaingan modal kerja yang tidak seimbang. BUMN bidang transportasi darat, seperti Perum DAMRI yang selama ini menjadi market leader akan semakin kehilangan perannya, sehingga kontribusi terhadap fiskal dalam bentuk pajak dan deviden semakin menurun. Di samping itu penugasan pemerintah yang selama ini dijalankan oleh BUMN terutama untuk kegiatan Public Service Obligation tidak dapat berjalan dengan baik dan tidak mungkin dialihkan kepada swasta terutama swasta asing.
4.2 Sistem Transportasi Darat Nasional Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi darat sebagai urat nadi kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Pembangunan sektor transportasi diarahkan pada terwujudnya sistem transportasi darat nasional yang handal, berkemampuan tinggi dan diselenggarakan secara efektif dan efisien dalam menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan; mendukung mobilitas manusia, barang serta jasa; mendukung pola distribusi nasional serta mendukung pengembangan wilayah dan peningkatan hubungan internasional yang lebih memantapkan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka perwujudan wawasan nusantara. Dalam mewujudkan sistem transportasi darat nasional yang handal dan berkemampuan tinggi, terdapat berbagai tantangan, peluang dan kendala antara lain berupa perubahan lingkungan yang dinamis seperti otonomi daerah; globalisasi ekonomi; perubahan perilaku permintaan jasa transportasi darat; kondisi politik; perkembangan ilmu pengetahuan; teknologi; dan kepedulian pada kelestarian lingkungan hidup; serta adanya keterbatasan sumber daya. Dalam mengantisipasi kondisi tersebut, sistem transportasi darat nasional diarahkan untuk mewujudkan keandalan pelayanan dan keterpaduan antar dan intra moda transportasi darat, yang disesuaikan dengan perkembangan ekonomi, tingkat kemajuan teknologi, kebijakan tata ruang, pelestarian lingkungan dan kebijakan energi nasional, sehingga diharapkan memenuhi fungsinya sebagai penunjang dan pendorong pembangunan, memenuhi kebutuhan aksesibilitas masyarakat serta memenuhi kebutuhan distribusi dalam perdagangan nasional dan internasional dengan memperhatikan kehandalan serta kelaikan sarana dan prasarana transportasi darat. 1.
Kekuatan Dalam hirarki perencanaan, Sistem Transportasi Darat Nasional merupakan tatanan mikro strategis bagian dari perencanaan secara komprehensif, yang menjadi acuan dalam perencanaan dan pengembangan sistem transportasi darat
IV - 2
di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota, sehingga pembangunan bidang transportasi darat dapat dilakukan secara terpadu. Keterpaduan dalam Sistranas mencakup intra dan antar moda transportasi darat, laut dan udara serta keterpaduan moda transportasi antara provinsi satu dengan provinsi lainnya, sehingga pembangunan transportasi darat dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Sistranas dijabarkan dalam perwujudan Tatranas (Tataran Transportasi Nasional) dalam skala nasional, Tatrawil (Tataran Transportasi Wilayah) dalam skala wilayah provinsi dan Tatralok (Tataran Transportasi Lokal) dalam skala kabupaten/kota. Penyusunan Tatrawil dan Tatralok memberikan keleluasaan kepada Pemerintah Daerah untuk menyusun rencana transportasi di daerah masing-masing sehingga perencanaan transportasi dapat dilaksanakan sesuai dengan karakter budaya dan kondisi geografi masing-masing daerah. Di dalam Sistranas terdapat kebijakan umum yang menjadi acuan dalam menyusun perencanaan transportasi darat, yaitu meliputi kebijakan yang berkaitan dengan : Pelayanan Transportasi Darat Nasional; Keselamatan dan Keamanan Transportasi Darat; Pembinaan Pengusahaan Transportasi Darat; Kualitas SDM dan Iptek; Kualitas Lingkungan Hidup dan Penghematan Energi; Penyediaan Dana Pembangunan Transportasi Darat; dan Penyelenggaraan Administrasi Negara di Sub Sektor Transportasi Darat. 2.
Kelemahan Pemberian keleluasaan kepada daerah untuk menyusun Tatrawil dan Tatralok, memberikan kesempatan bagi daerah untuk membangun infrastruktur secara berlebihan sehingga akan menimbulkan inefisiensi nasional. Penetapan Tatrawil dan Tatralok sebagai perwujudan Sistranas dalam skala wilayah provinsi dan kabupaten/kota terkesan dipaksakan untuk menampung aspirasi kebijakan otonomi daerah, sehingga tidak sesuai dengan karakteristik transportasi darat yang mengabaikan sekat-sekat daerah administratif dan konsisten dengan pandangan daerah fungsional. Tatrawil dan Tatralok akan dijadikan legitimasi bagi daerah untuk membangun infrastruktur transportasi darat dengan motivasi utama untuk meningkatkan pendapatan asli daerah. Kondisi ini akan menjadikan kebijakan pelayanan transportasi darat yang diamanahkan dalam Sistranas terdistorsi sehingga berpotensi menimbulkan ekonomi biaya tinggi.
3.
Peluang Posisi Sistranas sebagai Tatanan Makro Strategis memungkinkan dilakukan perumusan kebijakan dan penyusunan peraturan perundang-undangan di bidang transportasi darat yang akan memberikan kesempatan pada masyarakat untuk mengambil peran optimal dalam pengoperasian dan pembangunan transportasi. Penjabaran Sistranas ke dalam Tatranas, Tatrawil dan Tatralok, memberikan kesempatan untuk mensinergikan kepentingan pusat dan daerah dalam pengembangan transportasi.
4.
Ancaman Kebijakan desentralisasi bidang transportasi darat yang tidak terkendali berpotensi menimbulkan kerancuan dalam penyelenggaraan transportasi darat yang mengabaikan prinsip-prinsip dasar dan kebijakan umum Sistranas. Ketidakharmonisan perencanaan transportasi darat antara pusat dan daerah akan berdampak kepada kualitas pelayanan sehingga menjadi ancaman bagi daya saing produk nasional.
IV - 3
4.3 Teknologi & Energi Sebagai sebuah negara yang masih berkembang Indonesia memiliki kota-kota yang masih terus tumbuh dan berkembang baik kualitas maupun kuantitasnya. Pertumbuhan dan perkembangan ini mengakibatkan munculnya berbagai kebutuhan dan permasalahan yang terkait dengan penyediaan dan pengelolaan berbagai sarana dan prasarana. Sektor transportasi di perkotaan memegang peranan yang sangat penting dalam mendukung kelancaran kegiatan perekonomian, pemerintahan dan pembangunan. Seiring dengan perkembangan kota ini maka sektor transportasi harus dirancang dan dikelola secara tepat dan terintegrasi agar selalu dapat memenuhi kebutuhan dan mengatasi berbagai masalah yang kemungkinan akan timbul akibat pertumbuhan dan perkembangan pada sektor-sektor lainnya. Transportasi darat telah menjadi kebutuhan dasar manusia (basic necessities) setelah pangan, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan. Untuk mendapatkan solusi masalah kebutuhan transportasi sesuai dengan preferensi masyarakat yang selalu berkembang, diperlukan pendekatan komprehensif terkait dengan teknologi transportasi darat yang memiliki skala besar namun hemat energi. Pengembangan angkutan massal di kawasan metropolitan ataupun kawasan perkotaan diarahkan kepada pilihan jenis moda yang berskala besar dan hemat energi. Di samping itu teknologi transportasi darat diperlukan untuk memperbaiki atribut pelayanan, misalkan kecepatan, keselamatan, keamanan dan kenyamanan. Di sektor transportasi darat, diperlukan kompatibilitas teknologi secara sistemik, misalnya pengoperasian sarana nagkutan massal dengan kendaraan Euro harus kompatibel. Berkaitan dengan kebutuhan komunikasi dalam operasi transportasi darat, teknologi informasi akan sangat berpengaruh terhadap kinerja sektor transportasi darat. Dalam pengembangan dan pembangunan transportasi darat diperlukan penerapan Intelligent Transportation System (ITS), Electronic Data Interchange (EDI), Telecommuting, dan usaha-usaha rekayasa untuk mengoptimalkan keterkaitan antara transportasi darat, telekomunikasi dan energi secara bertahap. Kebutuhan ini hanya dapat dipenuhi oleh industri transportasi darat yang modern dan efisien dan ditangani dengan manajemen profesional serta tersedianya lembaga riset dan pengembangan teknologi yang memadai. Sumber daya energi mempunyai peran yang sangat penting bagi pembangunan ekonomi nasional. Energi diperlukan untuk kegiatan industri, jasa, transportasi darat dan rumah tangga. Dalam jangka panjang, peran energi akan lebih berkembang khususnya guna mendukung pertumbuhan sektor industri dan kegiatan lain yang terkait. Sumber daya energi fosil di Indonesia yang sangat penting dan mempunyai peran strategis bagi pembangunan nasional adalah minyak bumi, gas bumi dan batu bara. Fungsi utama dari tiga jenis sumber daya alam ini adalah sebagai sumber energi, bahan baku industri dalam negeri, bahan bakar untuk kegiatan transportasi dan sebagai sumber devisa negara. Mengingat strategisnya sumber daya dimaksud dan makin terbatasnya ketersediaan sumber daya energi fosil (unrenewable resource), maka pemanfaatannya harus dilakukan secara bijaksana dan hati-hati. Oleh karena itu pengelolaan sumber daya energi ini harus dilakukan secara efisien agar dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya (maximum net benefit) bagi keseluruhan masyarakat Indonesia sehingga pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dapat terlaksana dengan baik.
IV - 4
Aspek lain yang dewasa ini menjadi permasalahan di seluruh dunia, termasuk Indonesia, adalah makin tingginya harga bahan bakar minyak. Pada bulan Mei 2008 ini harga minyak dunia telah mencapai angka di atas USD 120 per barrel. Bahkan beberapa pengamat perminyakan memperkirakan harganya dapat mencapai sekitar USD 150 per barrel pada tahun ini. Seperti diketahui saat ini Indonesia merupakan negara pengimpor minyak, karena produksi (lifting) dalam negeri hanya sekitar 920 ribu barrel per hari sedangkan kebutuhan nasional mencapai sekitar 1,4 juta barrel per hari. Terkait dengan kondisi ini, Pemerintan dan Dewan Perwakilan Rakyat telah melakukan revisi APBN Tahun 2008 akibat dampak dari tingginya harga bahan bakar minyak. Ketergantungan bangsa Indonesia terhadap bahan bakar minyak menyebabkan tingginya anggaran belanja untuk mensubsidi harga bahan bakar minyak di dalam negeri. Nilai yang dianggarkan saat ini mencapai sekitar 2% dari produk domestik bruto (GDP) nasional. Oleh karena itu dalam waktu dekat pemerintah kemungkinan akan menaikkan harga bahan bakar minyak, dan menerapkan beberapa kebijakan yang bertujuan untuk mengurangi beban anggaran subsidi bahan bakar minyak. Kenaikan harga ini tentu saja akan menimbulkan dampak lain yang lebih menyeluruh di dalam negeri. Untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak maka ini sebenarnya Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Di dalam peraturan ini terdapat amanat berupa target untuk mengurangi penggunaan bahan bakar minyak menjadi kurang dari 20% serta pemakaian bahan bakar gas dengan porsi 30% pada tahun 2025. Kebijakan lain yang telah ditetapkan oleh pemerintah terkait dengan masalah energi ini adalah Instruksi Presiden RI No. 10 Tahun 2005 tentang Penghematan Energi dan Instruksi Presiden RI No. 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain. Sebagai tindak lanjut dari peraturan dan Instruksi Presiden tersebut diatas Departemen Perhubungan menetapkan beberapa kebijakan khusus berupa diversifikasi bahan bakar dan peningkatan efisiensi penggunaan bahan bakar minyak untuk kendaraan. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh Pusat Data dan Informasi – Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (Pusdatin – DESDM, dahulu dikenal dengan Pusat Infomasi Energi – PIE), emisi GRK dari sektor energi mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Sejak tahun 1990, emisi GRK dari sektor energi tumbuh sebesar 7% per tahun dengan pertumbuhan tercepat di sektor pembangkitan listrik, yaitu sebesar 9% per tahun (Tabel 4.4). Pertumbuhan emisi GRK dari sektor energi ini sejalan dengan pertumbuhan pemakaian energi final Indonesia (7% per tahun) yang masih didominasi oleh energi fosil, khususnya minyak bumi.
IV - 5
Tabel 4.4 Perkembangan Emisi CO2 menurut Sektor
Pengaruh pencemaran SO2 terhadap lingkungan telah banyak diketahui. Pada Tumbuhan, Daun adalah bagian yang paling peka terhadap pencemaran SO2, dimana akan terdapat bercak atau noda putih atau coklat merah pada permukaan Daun. Dalam beberapa hal, kerusakan pada tumbuhan dan bangunan disebabkan karena SO2 dan SO3 di udara, yang masing-masing membentuk Asam Sulfit dan Asam Sulfat. Suspensi Asam di udara ini dapat terbawa turun ke tanah bersama air hujan dan mengakibatkan air hujan bersifat Asam. Sifat Asam dari air hujan ini dapat menyebabkan Korosif pada logam-logam dan rangka-rangka bangunan, merusak bahan pakaian dan tumbuhan. Oksida Nitrogen, NO dan NO2 berasal dari pembakaran bahan bakar fosil. Pengaruh NO yang utama terhadap lingkungan adalah dalam pembentukan smog. NO dan NO2 dapat memudarkan warna dari serat-serat rayon dan menyebabkan warna bahan putih menjadi kekuning-kuningan. Kadar NO2 sebesar 25 ppm yang pada umumnya dihasilkan dari emisi Industri Kimia, dapat menyebabkan kerusakan pada banyak jenis tanaman. Kerusakan Daun sebanyak 5% dari luasnya dapat terjadi pada pemajanan dengan kadar 4-8 ppm, untuk 1 jam pemajanan. Kerusakan yang terjadi bisa bervariasi tergantung dari jenis tanaman; umur tanaman; dan lamanya pemajanan. Kadar NO2 sebesar 0,22 ppm dengan jangka waktu pemajanan 8 bulan terusmenerus, untuk berbagai jenis tanaman dapat menyebabkan rontoknya daun. Meskipun tidak ada pengetahuan rinci tentang efek Ozon (O3) terhadap tumbuhan, tetapi dalam beberapa studi kadar Ozon yang tinggi telah memperlihatkan kerusakan species tumbuhan. Ozon memang bukan produk langsung emisi dari gas buang kendaraan bermotor, akan tetapi terbentuk di udara sebagai hasil reaksi antara
IV - 6
berbagai Oksida Nitrogen (NOx) dengan Senyawa Hidrokarbon (HC) yang menghasilkan Ozon dan Oksida lain. Beberapa spesies terutama yang berdaun pendek seperti bayam dan semanggi peka terhadap ozon, dan kerusakan tampak setelah pajanan yang pendek. Ozon dapat masuk dan mengganggu fungsi stomata, serta merusak struktur sel dan kemudian merusak keseimbangan kelembaban. 1. Kekuatan Teknologi transportasi darat akan berpengaruh terhadap kapasitas angkut, fleksibilitas pergerakan, kecepatan waktu tempuh, dan bentuk serta kehematannya dalam mengkonsumsi bahan bakar. Untuk moda transportasi darat yang memerlukan kecepatan tinggi, teknologi akan mengarah kepada modernisasi teknologi. Dalam upaya mewujudkan teknologi transportasi darat yang dapat diimplementasikan secara nasional, Departemen Perhubungan memiliki lembaga penelitian dan pengembangan (Badan Lit-bang Perhubungan) yang dapat diarahkan untuk melakukan penelitian murni dan terapan secara lebih fokus kepada penyusunan konsep teknologi transportasi darat nasional dalam kerangka pengembangan teknologi transportasi darat. Kebijakan ini diarahkan untuk bersinergi dengan lembaga penelitian lain baik swasta maupun pemerintah di dalam negeri dan di luar negeri. Kebijakan di bidang transportasi darat berkaitan dengan kelangkaan bahan bakar minyak bumi di masa depan telah mendapatkan dukungan dalam kebijakan operasional pembangunan di bidang energi yang terdiri atas lima pilar, yaitu: 1)
2)
3)
4)
Diversifikasi energi diarahkan untuk penggunaan bahan bakar alternatif dalam sub sektor transportasi darat, baik yang terbaharukan maupun yang tidak terbaharukan, dalam rangka optimasi penyediaan energi nasional yang paling ekonomis dan mengurangi laju pengurasan sumberdaya hidrokarbon; Kegiatan pencarian sumber energi dilaksanakan melalui kegiatan survei dan eksplorasi sumber energi agar dapat meningkatkan cadangan sumber energi yang baru, terutama minyak, gas bumi dan batu bara secara berkesinambungan. Upaya pencarian sumber energi terutama dilakukan untuk peningkatan penggunaan moda transportasi darat massal seperti tenaga listrik untuk pemakaian kereta listrik, namun hal ini hanya dapat diberlakukan pada daerah-daerah tertentu. Selanjutnya di daerah yang sudah terindikasi diperlukan upaya peningkatan status cadangan menjadi status yang lebih pasti; Prinsip konservasi diterapkan pada seluruh tahap pemanfaatan, mulai dari pemanfaatan sumber daya energi sampai pada pemanfaatan akhir. Upaya konservasi dilaksanakan di dua sisi, yaitu sisi hulu dan sisi hilir. Konservasi di sisi hulu dilaksanakan melalui upaya peningkatan efisiensi eksploitasi pemanfaatan sumber daya energi, sedangkan konservasi di sisi hilir dilaksanakan melalui peningkatan efisiensi pemanfaatan energi akhir di semua bidang terma-suk transportasi darat; Harga energi secara bertahap dan terencana diarahkan untuk mengikuti mekanisme pasar dengan memperhatikan beberapa aspek, yaitu optimasi pemanfaatan sumber daya energi dan optimasi pemakaian energi;
IV - 7
5)
meningkatkan daya saing ekonomi; melindungi konsumen; dan melakukan azas pemerataan. Kondisi ini berimplikasi kepada kebijakan tarif di sektor transportasi darat, sehingga perlu dilakukan simulasi sensitivitas harga energi terhadap perubahan biaya dalam pembentukan harga pokok jasa transportasi darat; Aspek lingkungan harus diperhatikan dalam semua tahapan pembangunan energi, yaitu mulai dari proses eksplorasi sampai pemanfaatan akhir, dengan menggunakan bahan bakar bebas timbal.
Sesuai dengan sasaran Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 mengenai Kebijakan Energi Nasional untuk meningkatkan penggunaan energi alternatif hingga 80% dan menurunkan penggunaan BBM (Bahan Bakar Minyak) hingga kurang dari 20% pada tahun 2025 maka mulai tahun ini merupakan era kebangkitan energi kedua yang ditandai dengan ekspansi energi alternatif. Program Pemerintah dalam pengembangan Bahan Bakar Nabati sejalan dengan Blueprint Pengelolaan Energi Nasional. Pengembangan bahan bakar nabati untuk penyediaan energi nasional cukup menjanjikan, karena tingginya biodiversity Indonesia; potensinya cukup besar; dengan tingginya harga minyak bumi dunia, harga bahan bakar nabati cukup kompetitif; permintaan energi terus meningkat; masih banyak masyarakat yang belum mempunyai akses terhadap energi.
PERATURAN PRESIDEN NO. 5 TAHUN 2006 SASARAN ENERGI MIX 2025 Energi (Primer) Mix Saat Ini Tenaga Air, 3.11% Panas Bumi, 1.32% Gas Bumi, 28.57%
Minyak Bumi, 51.66% Batubara, 15.34%
Energi Mix Tahun 2025 (Skenario BaU)
Energi Mix Tahun 2025 (Sesuai Perpres No. 5/2006)
PLTA, 1.9% PLTMH, 0.1% Panas Bumi, 1.1%
Minyak Bumi, 20%
Gas Bumi, 20.6%
Bahan Bakar Nabati (Biofuel), 5%
Gas Bumi, 30% EBT, 17%
OPTIMALISASI PENGELOLAAN ENERGI
Minyak Bumi, 41.7%
Biomasa, Nuklir, Air, Surya, Angin, 5%
Batubara , 33%
Batubara, 34.6%
Gambar 4.1 Sasaran Energi Mix 2025
IV - 8
Panas Bumi, 5%
Batubara yang Dicairkan (Coal Liquefaction), 2%
Mengingat pertimbangan ekonomi dan sarana pendukung yang telah dimiliki, maka hingga tahun 2007 pemerintah mengintensifkan penggunaan Compressed Natural Gas (CNG) sebagai salah satu bahan bakar alternatif kendaraan bermotor. Untuk mendukung program diversifikasi energi di sektor transportasi ini maka telah dikeluarkan beberapa perangkat hukum yaitu: Keputusan Dirjen Perhubungan Darat No. SK.852/AJ.302/DRJD/2004 tentang Pemakaian Bahan Bakar pada Kendaraan Bermotor; dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 0048 Tahun 2005 tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) serta Pengawasan Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas, Bahan Bakar Lain, LPG, LNG dan Hasil Olahan yang Dipasarkan di Dalam Negeri. Beberapa undang-undang dan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah dan departemen terkait juga telah dikeluarkan guna mendukung program penggunaan bahan bakar gas sebagai bahan bakar alternatif kendaraan bermotor. Dengan adanya beberapa peraturan tersebut sebenarnya beberapa persyaratan teknis telah terpenuhi untuk penggunaan bahan bakar gas secara nasional. Namun demikian hingga kini proses implementasinya di masyarakat terasa berjalan dengan sangat lambat. Upaya diversifikasi energi di sektor transportasi sebenarnya sudah dilakukan Departemen Perhubungan sejak tahun 2007 lalu. Saat itu departemen ini membagikan secara gratis sebanyak 1.755 converter kit kepada pemilik taksi, khususnya taksi yang dimiliki perorangan. Dengan menggunakan CNG, sopir taksi jelas bisa mengurangi pengeluaran karena harga bahan bakar gas lebih ekonomis dari bahan bakar minyak. Selain itu, CNG juga dianggap lebih bersih bila dibandingkan dengan BBM karena emisi gas buangnya yang ramah lingkungan. CNG, yang dibuat dengan melakukan kompresi gas metana (CH4) yang diekstrak dari gas alam ini juga dikenal aman.
2. Kelemahan Kemampuan riset dan pengembangan teknologi transportasi darat di lingkungan Departemen Perhubungan sampai dengan akhir tahun 2008 telah mengalami kemajuan yang berarti dan dikategorikan belum signifikan. Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya masih beorientasi kepada riset kebijakan (policy research). Kerjasama antar lembaga riset di bidang transportasi darat belum dilakukan secara efektif, karena disamping keterbatasan tenaga peneliti, kelemahan pendanaan merupakan faktor utama, mengingat kondisi ekonomi nasional belum sepenuhnya mengalami pemulihan dari krisis ekonomi. Terdapat beberapa kendala yang menghambat kelancaran pembangunan di bidang energi terkait dengan penentuan dan pemilihan bahan bakar alternatif yang murah dan ramah lingkungan. Misalkan kebijakan penggunaan bahan bakar gas (BBG) di sektor transportasi darat jalan ternyata tidak mudah dilaksanakan, karena industri otomotif tidak memberikan respons yang memadai, dengan pertimbangan mahalnya teknologi transportasi darat guna mengantisipasi perubahan penggunaan bahan bakar alternatif, dan preferensi konsumen masih lebih condong kepada moda transportasi berbahan bakar minyak. Ketidakseimbangan antara kapasitas dengan penggunaan jalan yang dibarengi
IV - 9
dengan kelemahan dalam manajemen lalu lintas telah menimbulkan kemacetan sehingga menjadikan pemakaian energi yang ada belum efisien. 3. Peluang Sektor transportasi darat memiliki karakteristik padat modal dan sensitif terhadap perubahan teknologi untuk mengantisipasi tuntutan pasar dan persaingan masa depan. Sejalan dengan hal tersebut, terdapat peluang untuk memanfaatkan teknologi transportasi darat yang terdiri dari : 1) Transportasi darat dan logistik, meliputi pengembangan sistem, sarana dan prasarana darat; 2) Pengembangan sistem dan piranti keras serta lunak termasuk pemanfaatannya. Terdapat peluang untuk mengoptimalkan pemanfaatan energi di sektor transportasi darat dalam rangka meningkatkan nilai tambah ekonomi dan memaksimalkan kesejahteraan masyarakat melalui beberapa langkah sebagai berikut : 1) Mengarahkan pemanfaatan sumber energi alternatif, khususnya energi BBG, untuk mendapatkan nilai tambah yang tinggi. Sumber daya energi diarahkan sebagai sumber energi dan sebagai bahan baku industri untuk menghasilkan devisa; 2) Mendorong upaya pemanfaatan energi baru dan terbaharukan sehingga perannya dalam penyediaan energi nasional meningkat; 3) Meningkatkan upaya pencarian alternatif sumber daya energi dan teknologi; 4) Memberikan kesempatan kepada pihak BUMN dan Swasta untuk menangani penyediaan sarana transportasi darat yang hemat penggunaan bahan bakar minyak untuk memacu pembangkitan energi alternatif. 4. Ancaman Ancaman perkembangan teknologi transportasi darat bagi Indonesia pasca krisis adalah ketidakmampuan pemerintah membeli barang modal dan teknologi, sehingga barang modal yang aus (telah terlampaui umur ekonomisnya) tidak dapat diperbaharui dengan teknologi mutakhir, sebagai contoh adalah kondisi prasarana dan sarana transportasi darat. Dengan demikian kinerja pelayanan moda transportasi darat ini cenderung semakin memburuk sehingga sangat merugikan konsumen dan memperlemah daya saing. Sektor transportasi darat berperan besar terhadap pencemaran dengan komposisi 78,32% (SO2), 29,18% (NO2), 62,62 %(HC), dan 85,78 % (CO), serta debu 6,9%. Berdasarkan data studi kualitas udara di Jakarta tahun 1997, selama satu tahun kota Jakarta menghasilkan CO sebanyak 120.002 ton, HC 38.302 ton, NO2 971 ton, SO2 101 ton, dan PM 101 ton. Kendaraan penumpang mengeluarkan CO 197.055 ton, HC 26.492 ton, NO2 29.382 ton, SO2 1.433 ton, dan PM 2.134 ton per tahun. Belum lagi kendaraan lain sehingga tidak salah kalau keluarnya peraturan baru sangat mendesak. Pada pengukuran kualitas ambient DKI Jakarta diestimasi : nitrogen oxides (NOx) 120 μg/m3; sulfur dioxide (SO2) 28μg/m3; partikel yang baik kurang dari 10 μm dalam diameter (PM10) 81 μg/m3; dan ozone (O3) 42 μg/m3).
IV - 10
Kondisi polusi udara di Jakarta dari waktu ke waktu cenderung meningkat daripada menurun, hal ini sebagai dampak dari peningkatan jumlah kendaraan bermotor tiap tahunnya (diperkirakan naik sebesar 5 persen per tahun). Sekitar 70 persen dari polusi udara di Jakarta berasal dari bahan pencemar udara yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor, sedangkan sisanya 30 persen berasal dari pencemaran industri. Umumnya kendaraan bermotor yang ada di Jakarta berbahan bakar diesel, bensin premium, minyak tanah dan gas. Seringkali diesel yang dijual di Jakarta memiliki kualitas yang rendah dan melepaskan banyak bahan belerang.
4.4 Kebijakan Pemberdayaan Daerah Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 bahwa sebagian kewenangan Pemerintah Pusat diserahkan kepada Pemerintah Daerah, sedangkan perencanaan makro strategis masih tetap menjadi tanggung jawab pemerintah pusat termasuk di sektor transportasi, antara lain penetapan standar keselamatan, sertifikasi kelaikan operasi prasarana dan sarana, pengembangan sumberdaya manusia serta optimasi pembiayaan. Hal tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan pemberdayaan daerah dan efisiensi secara nasional. Namun demikian agar kebijakan desentralisasi tidak mengorbankan kepentingan nasional, perlu dipastikan sejauhmana kemampuan daerah menerima pelimpahan kewenangan-kewenangan tersebut terutama yang bersifat teknis, baik dari aspek biaya, sarana, prasarana, serta kualifikasi sumberdaya manusia. Departemen Perhubungan termasuk lembaga pemerintah yang telah jauh-jauh hari sebelum diberlakukannya kebijakan otonomi daerah, telah melimpahkan sebagian kewenangannya di bidang transportasi darat jalan (kecuali pembinaan jalan negara dan pembinaan angkutan antar kota antar provinsi) baik kepada pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota. Dewasa ini penyelenggaraan angkutan sungai danau dan penyeberangan yang tidak dikelola oleh BUMN telah sepenuhnya diserahkan kepada daerah, namun terdapat beberapa daerah yang belum mampu menerima karena faktor teknis dan kemampuan biaya. Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, yang akan diikuti oleh penerbitan Peraturan Pemerintah dan rangkaian hirarkhi peraturan-peraturan di bawahnya, berbagai perbedaan pendapat tersebut diharapkan dapat terjembatani terutama penjabaran lanjut dari kriteria dampak : eksternalitas, akuntabilitas, efektifitas dan efisiensi, bagi berbagai kewenangan pemerintah pusat di sektor transportasi darat yang akan dilimpahkan kepada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. 1. Kekuatan Sektor transportasi darat yang memiliki tugas menyediakan aksesibilitas bagi masyarakat di seluruh pelosok tanah air, sangat terbantu oleh kebijakan otonomi daerah sebagai instrumen desentralisasi dan demokratisasi untuk mendukung peran transportasi darat sebagai pemersatu bangsa yang majemuk. Substansi demokratisasi dalam otonomi daerah memberikan arah terwujudnya cita-cita kedaulatan rakyat, dan dapat digunakan sebagai instrumen administratif bagi implementasi hak daerah dalam mengurus rumah tangga daerahnya masingmasing, serta memberi peran yang lebih besar kepada daerah dalam pelaksanaan
IV - 11
pemerintahan dan pembangunan. Implementasi otonomi daerah di sektor transportasi darat menjadikan pemerintah daerah memiliki otoritas dalam pembuatan berbagai kebijakan transportasi di daerahnya, sehingga jarak antara pemegang otoritas pembuat kebijakan dengan masyarakat pengguna jasa transportasi semakin dekat dan masyarakat semakin mudah dalam memperoleh pelayanan jasa transportasi darat. Besarnya pembiayaan pembangunan infrastruktur transportasi darat yang selama ini sepenuhnya dipikul oleh pemerintah akan dapat dikurangi dan beban tanggungjawabnya didistribusikan kepada pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Keharusan pemerintah daerah untuk mampu menghidupi diri sendiri akan semakin mengurangi ketergantungan pada pemerintah pusat, dengan cara menggali berbagai sumber penerimaan daerah seperti pajak daerah, retribusi daerah, laba BUMD, jasa giro, dan lain-lain untuk dimanfaatkan seoptimal mungkin guna membiayai penyelenggaraan transportasi darat di daerah. Substansi otonomi daerah yang mengupayakan terwujudnya masyarakat otonom di daerah akan semakin meningkatkan peran-serta masyarakat melalui peran DPRD dalam melakukan peng-awasan terhadap penyelenggaraan transportasi darat. 2. Kelemahan Daerah belum memiliki keleluasaan untuk menggali sendiri sumber-sumber keuangannya karena terdapat ketentuan yang masih mengikat pemerintah daerah. Di samping itu tidak semua daerah memiliki potensi sumber-sumber keuangan yang memadai, sehingga dalam pembangunan infrastruktur transportasi darat masih sangat mengharapkan dukungan APBN. Desentralisasi merupakan suatu upaya demokratis, namun pada implementasinya, kebijakan desentralisasi seringkali bersinggungan dengan masalah globalisasi di tingkat lokal khususnya dengan kalangan investor baik domestik maupun asing. Proses pelimpahan kewenangan yang bersifat teknis seperti penyelenggaraan transportasi darat beserta pengoperasian infrastruktur transportasi darat dalam waktu yang singkat menyebabkan kesulitan bagi daerah dalam mempersiapkan SDM serta perangkat penunjangnya. Disamping itu beberapa daerah terlihat kurang siap dalam mempersiapkan sistem dan prosedur persetujuan penanaman modal di daerah, baik asing maupun domestik. Dampak pemekaran daerah berupa bertambahnya jumlah provinsi dengan hampir 483 kabupaten/kota membuat makin rancu dan rumitnya perencanaan transportasi darat lokal dan regional. Pada umumnya hampir semua daerah menginginkan membangun infrastruktur transportasi darat sendiri seperti terminal penumpang tanpa mempertimbangkan keberadaan fasilitas yang telah ada di daerah lain, sehingga berpotensi terjadi inefisiensi nasional. Keterlambatan dan ketidaksempurnaan penyiapan peraturan perundang-undangan, keterlambatan dalam memberikan pedoman, arahan, bimbingan, pelatihan dan supervisi di bidang transportasi darat dari pusat mengakibatkan beberapa daerah terjebak dalam berbagai kekeliruan.
IV - 12
3. Peluang Keragaman potensi dan kemampuan berbagai daerah dengan kondisi geografi dan demografi yang berbeda memberikan peluang bagi implementasi kebijakan otonomi daerah yang bersifat fleksibel atau kondisional, untuk memacu kreativitas kepala daerah guna menarik investor guna membangun infrastruktur transportasi darat dan menyelenggarakan kegiatan transportasi darat di daerahnya. Pemberian pelimpahan kewenangan di bidang transportasi darat berpeluang untuk melakukan penyederhanaan baik dalam perijinan maupun prosedur pelayanan. Di samping itu pemerintah daerah dapat membentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk melakukan pengusahaan jasa transportasi darat pada segmensegmen usaha yang bersifat komersial, sehingga berdampak positif bagi upaya pemerintah daerah meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). 4. Ancaman Kesalahan dalam pelaksanaan otonomi daerah akan mengakibatkan munculnya "raja-raja kecil" dan pemindahan birokrasi ke daerah. Semangat daerah dalam menyambut era otonomi yang begitu besar, cenderung lebih bersifat eforia dan seringkali disertai dengan sentimen etnis kedaerahan dengan maraknya tuntutan pembentukan provinsi dan kabupaten/kota yang dipicu oleh keinginan untuk menguasai sepenuhnya dana pembagian pendapatan sumber daya alam (SDA). Pergeseran wewenang pemerintah yang sudah terjadi lewat otonomi telah menyebabkan terjadinya cultural shock terutama pada pejabat di pusat dan daerah yang disebabkan perubahan pemerintahan ke arah desentralistik parsipatoris yang begitu luas dan tiba-tiba ternyata belum diikuti dengan perubahan mental aparat pemerintah pusat dan daerah. Penyelenggaraan transportasi darat oleh beberapa pemerintah daerah terkesan sebagai sarana untuk melakukan berbagai pungutan guna memperoleh pendapatan asli daerah (PAD), tanpa mempertimbangkan kewajiban pelayanan yang seharusnya diberikan dan menjamin aspek keselamatan bagi para pemakai jasa. Karakteristik infrastruktur transportasi darat yang tidak dapat melakukan pengembalian biaya (cost recovery) seharusnya menjadi cost centre bagi pemerintah daerah, sehingga perlakuan sebagai revenue center akan mengakibatkan penurunan keandalan dalam pelayanan dan pada gilirannya akan membutuhkan biaya perawatan dan biaya rehabilitasi yang lebih besar daripada jumlah pungutan yang diperoleh. Ketidakjelasan penyerahan kewenangan telah mengakibatkan terjadinya berbagai konflik kepentingan antara elite politik di daerah, antara DPRD dengan eksekutif, antara daerah satu dengan daerah lainnya dan juga antara daerah dengan pemerintah pusat.
IV - 13
4.5 Tata Pemerintahan Yang Baik (Good Governance) Tata pemerintahan yang baik (Good Governance) telah menjadi ideologi baru bagi negara-negara dan lembaga-lembaga donor internasional dalam mendorong negaranegara anggotanya menghormati prinsip-prinsip ekonomi pasar dan demokrasi sebagai prasyarat dalam pergaulan internasional. Penerapan Good governance di Indonesia dilaksanakan dengan menunjuk pada sekumpulan nilai–nilai (cluster of values) yang sudah lama hidup dan berkembang di masyarakat. Sekumpulan nilai-nilai tersebut terdiri dari 11 (sebelas) nilai, yakni check
and balances, decentralization, effectiveness, efficiency, equity, human rights protection, integrity, participation, pluralism, predictability, rule of law dan transparency. Good Governance merupakan penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik melalui
mekanisme pengelolaan sumber daya dengan substansi dan implementasi yang diarahkan untuk mencapai pembangunan yang efisien dan efektif secara adil bagi unsur-unsur pendukungnya yaitu peran negara (state), sektor swasta (private sector), dan masyarakat madani (civil society) dimana hubungan diantara ketiganya dan aturan main yang ada di dalamnya harus lahir dari kesepakatan melalui cara-cara yang demokratis. Untuk pencapaian good governance direkomendasikan adanya tiga faktor determinan, yakni sumber daya manusia (human factor), lembaga atau pranata (institutions/system) dan budaya (cultures). 1. Kekuatan Meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan kegiatan ekonomi sebagai hasil dari proses pemulihan perekonomian nasional yang mengakibatkan meningkatnya daya beli masyarakat dan berimbas pada meningkatnya mobilitas orang dan barang, akan mendorong pertumbuhan sektor transportasi darat. Kemajuan industri dalam negeri terutama di bidang sarana dan prasarana transportasi darat akan menimbulkan tuntutan peningkatan kapasitas dan efisiensi pelayanan, sehingga akan mendorong peran serta swasta dalam kegiatan transportasi darat. Melalui kebijakan deregulasi akan memungkinkan meningkatnya peran swasta dan masyarakat dalam penyediaan dana investasi yang dibutuhkan bagi pembangunan infrastruktur transportasi darat. Meningkatnya peran serta swasta dan masyarakat dalam pengembangan pelayanan transportasi darat akan memperluas jangkauan pelayanan dengan kualitas pelayanan yang makin baik. Penegakan good governance didukung oleh tiga pilar pasif, yakni bersih, transparan, dan bertanggunggugat dan beberapa pilar aktif/dinamis, meliputi responsif, sigap, solid, fleksibel, terintegrasi, dan inovatif. Kedua jenis pilar tersebut, khususnya pilar aktif sangat berkaitan dengan kondisi penyelenggaraan negara yang bebas dari korupsi. Usaha-usaha pemberantasan korupsi adalah bersifat dinamis karena dalam jangka panjang akan memacu pertumbuhan ekonomi sehingga mempunyai dampak positif bagi pengembangan transportasi darat. IV - 14
2. Kelemahan Kurangnya pemahaman aparatur terhadap fungsi pelayanan publik dan keterpaduan pelayanan jasa transportasi darat mengakibatkan terjadinya ekonomi biaya tinggi. Belum tegasnya wewenang dan fungsi antara pemerintah dan korporasi dalam pengelolaan pelayanan publik yang menimbulkan dilema antara orientasi pelayanan yang mengorbankan profit dan orientasi profit yang mengorbankan pelayanan akan mengurangi tujuan terselenggaranya good governance dan good corporate governance. Terdapat kendala kelembagaan yang menghambat berkembangnya sistem transportasi darat antar moda yang terpadu, hal ini lebih disebabkan kultur aparatur yang masih cenderung menggunakan pendekatan parsial dan sektoral untuk kepentingan jangka pendek. Terbatasnya kesempatan penggunaan teknologi pada pelayanan transportasi darat karena terbatasnya dana dan keterbatasan sumber daya manusia, serta berkaitan dengan masalah nasional dalam penyediaan kesempatan kerja. Masih berlangsungnya praktek dan perilaku yang bertentangan dengan kaidah good governance yang bisa menjadi penghambat terlaksananya agenda-agenda reformasi. Dengan kata lain bahwa good governance menjadi isu pokok sekaligus tantangan bagi pelaksanaan agenda reformasi. Kondisi kelembagaan yang tidak efisien dan membengkak tidak sesuai dengan kebutuhan pembangunan, ketatalaksanaan (manajemen) yang kurang berorientasi kepada efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas dan pencapaian hasil optimal serta SDM yang berkualitas kurang baik dari segi kemampuan maupun perilakunya dan cenderung tidak terdistribusi dengan baik. Struktur penyelenggaraan negara yang tidak fleksibel (inflexible) dalam menanggapi tantangan yang terjadi mempersulit untuk segera terlepas dari krisis yang berkepanjangan. Indonesia masih mencari dasar yang kuat untuk membangun serta bentuk struktur penyelenggaraan negara yang hendak dibangun sesuai dengan perkembangan saat ini. 3. Peluang Wujud peranserta masyarakat sebagai salah satu nilai good governance di sektor transportasi darat adalah berkaitan dengan peluang untuk mendapatkan pembiayaan pembangunan khususnya bantuan teknik dan pinjaman luar negeri. Peran serta masyarakat yang bisa dikembangkan dalam penyelenggaraan transportasi darat, terutama dalam pengoperasian moda transportasi darat dan pembangunan infrastruktur transportasi darat. Peran serta tersebut dapat berlangsung dalam setiap proses pembangunan infrastruktur transportasi darat, yaitu mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan/pengawasan. Selain berbeda intensitas dan bentuknya, partisipannya juga berbeda-beda, baik individu, maupun lembaga swadaya masyarakat, dan lembaga perwakilan rakyat, sehingga bentuk peranserta dan partisipannya akan menentukan keefektifannya. Berkaitan dengan pembiayaan pembangunan dan penyusunan usulan kegiatan di sektor transportasi darat yang akan dibiayai melalui APBN (baik dana rupiah murni maupun pinjaman luar ngeri), akuntabilitas muncul sebagai konsekuensi dari
IV - 15
mengemukanya peranserta masyarakat dalam perencanaan dan pembiayaan pembangunan. Akuntabilitas tersebut mencakup empat hal, yaitu : hierarchial accountabiltiy (ketaatan pada perintah/kebijakan pimpinan); legal accountability (kepatuhan pada hukum dan ketentuan yang berlaku); political accountability (kepatuhan terhadap kesepakatan politik yang telah dicapai dengan komisi partner kerja di DPR) dan professional accoun-tability (kepatuhan terhadap ketentuan teknis terutama yang mengacu kepada konvensi internasional) yang menyangkut aturan profesi (code of conduct). Penerapan teknologi informasi di sektor transportasi darat seperti dalam operasional di terminal dan ruas jalan dan e-precurement dalam proses pengadaan barang dan jasa, memungkinkan penyelengaraan transportasi darat yang efisien dan terjadi tranparansi serta akuntabilitas publik. 4. Ancaman Desentralisasi dalam bidang pemerintahan melahirkan pendistribusian kewenangan dan melahirkan potensi penyalahgunaan kekuasaan untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan kaidah-kaidah good governance. Sebagai contoh, praktek KKN yang sebelumnya terpusat, berpotensi muncul secara merata di setiap daerah. Terjadinya penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) yang terwujud dalam bentuk KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme), misalnya mewabahnya pungutan liar, akan merusak kehidupan masyarakat dan kehidupan bernegara serta dapat menimbulkan krisis multidimensi.
4.6 Pembangunan Berkelanjutan Pembangunan, pemeliharaan dan pengoperasian sarana dan prasarana transportasi darat sangat ditekankan kesesuaiannya dengan aspek lingkungan, sehingga dalam tahapan pembangunan, pemeliharaan dan pengoperasian sarana dan prasarana transportasi darat diperlukan studi analisis mengenai dampak lingkungan, rencana serta pemantauan pengelolaan lingkungan. Hal tersebut merupakan persyaratan yang harus dipenuhi dalam prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Setiap usaha atau kegiatan pada dasarnya menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Kegiatan transportasi darat selain menimbulkan polusi yang bersumber dari emisi gas buang, juga berupa kebisingan serta pencemaran limbah, terutama di kawasan perairan maupun di pelabuhan penyeberangan. Dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di sub sektor transportasi darat, telah diupayakan program langit biru. Karena dampak pencemaran udara yang sangat merugikan ini maka pemerintah sebenarnya telah mengeluarkan berbagai aturan, yang diantaranya adalah Peraturan Pemerintah No. 141 tahun 1999, yang mengamanatkan agar pencemaran terhadap udara dapat ditanggulangi melalui penentuan ISPU (Indeks Standar Pencemar Udara). Selain itu juga telah dikeluarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 141 tahun 2003 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan yang Sedang Diproduksi, yang merinci besaran-besaran kendali yang perlu
IV - 16
diperhatikan pada emisi kendaraan bermotor. Selanjutnya Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta juga telah mengeluarkan Peraturan Daerah No. 2 tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara yang berisi sejumlah pembatasan dan definisi mengenai pencemaran udara yang harus dipenuhi oleh aparat Pemerintah Daerah. Bahkan pada Pasal 20 Perda ini secara tegas mewajibkan penggunaan bahan bakar gas untuk kendaraan umum dan kendaraan operasional Pemerintah Daerah sebagai upaya pengendalian emisi gas buang kendaraan bermotor. 1. Kekuatan Dengan melakukan program pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan maka akan meningkatkan citra Pemerintah Indonesia dan akan mempermudah posisi Indonesia dalam dunia internasional dan meningkatkan citra bangsa. Dengan program-program seperti tersebut di atas, dan peraturan perundang-undangan yang telah ada, pembangunan transportasi darat berkelanjutan dapat dilakukan secara konsisten, misalnya mewajibkan melakukan studi amdal sebelum masa konstruksi bagi setiap program pembangunan transportasi darat yang telah disetujui pendanaannya. Selanjutnya dilakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan pasca operasi secara berkala oleh lembaga-lembaga yang telah ada (Bapedal, Bapedalda atau lembaga teknis lainnya) baik di pusat maupun di daerah. Pembagian kewenangan yang jelas antara pusat dan daerah dalam menangani masalah lingkungan dapat disinergikan menjadi kekuatan yang efektif untuk melakukan pemantauan lingkungan sesuai dengan skala operasi obyek pemantauan lingkungan. 2. Kelemahan Kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat tidak semuanya dapat diimplementasikan di tingkat daerah, sehingga tidak semua kegiatan dapat dilaksanakan di tingkat daerah. Dalam pelaksanaan pembangunan transportasi darat berkelanjutan yang berwawasan lingkungan diperlukan tambahan biaya, serta diperlukan pemantauan yang berkesinambungan, sehingga pada akhirnya akan berdampak pada kenaikan biaya pelayanan. Pembangunan transportasi darat berkelanjutan dilakukan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan, dengan demikian maka diperlukan peraturan perundang-undangan dan disertai dengan pedoman pelaksanaan di lapangan. Kurangnya koordinasi dalam penyusunan peraturan perundang-undangan dan pedoman pelaksanaan di lapangan berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan pada sektorsektor baik di pusat maupun di daerah. 3. Peluang Pelaksanaan pembangunan berkelanjutan akan menjamin kelestarian lingkungan sehingga pemanfaatan sumber daya alam untuk kepentingan pembangunan dapat dilakukan oleh generasi mendatang secara berkesinambungan. Pembiayaan program-program pembangunan yang dibiayai dengan dana pinjaman luar negeri selalu mempersyaratkan pembangunan berwawasan lingkungan, sehingga program-program pembangunan infrastruktur transportasi darat yang telah disahkan rencana induknya mendapatkan kemudahan dalam pembiayaan program dari negara donor. Pembangunan berwawasan lingkungan merupakan tuntutan masyarakat dan dunia internasional, sehingga masyarakat/dunia internasional akan memperhatikan layanan yang ramah
IV - 17
lingkungan, dengan demikian pelaksanaan program-program langit biru akan berpeluang mendapatkan respons positif dari lembaga-lembaga internasional. 4. Ancaman Kurangnya kepedulian masyarakat terhadap pembangunan yang berwawasan lingkungan akan memperburuk dampak pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah. Di bidang transportasi darat (jalan), emisi gas buang kendaraan bermotor yang melampaui ambang batas yang ditentukan akan menimbulkan efek rumah kaca yang selanjutnya akan meningkatkan pemanasan global. Kondisi masyarakat yang kurang siap untuk penerapan pelaksanaan perundangundangan yang berkaitan dengan emisi gas buang kendaraan, dapat menimbulkan gejolak sosial secara nasional.
IV - 18
A. VISI Visi dari perhubungan darat adalah: “Menjadi organisasi pemerintah yang profesional, yang
dapat memfasilitasi dan mendukung mobilitas masyarakat, melalui suatu layanan Transportasi darat yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan berkeadilan, yang selamat, aman, mudah dijangkau, berkualitas, berdaya-saing tinggi, memberikan nilai tambah dan terintegrasi dengan moda transportasi lainnya dan dapat dipertanggungjawabkan”. B. MISI 1. Menciptakan sistem pelayanan transportasi darat yang selamat, aman dan mampu menjangkau masyarakat di seluruh wilayah Indonesia. 2. Menciptakan dan mengorganisasi transportasi jalan, sungai, danau dan penyeberangan serta perkotaan yang berkualitas, berdaya saing dan berkelanjutan. 3. Mendorong terselenggaranya industri transportasi darat dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi nasional 4. Membangun prasarana dan sarana transportasi darat yang terintegrasi dengan moda lainnya. C. TUJUAN Berdasarkan visi, misi dan maksud tersebut diatas, maka dirumuskan tujuan (goals) yang merupakan hasil akhir (results) yang ingin dicapai dalam mewujudkan visi, misinya melalui serangkaian program dan tindakan, selain itu tujuan juga merupakan arah (direction) yang akan menunjukkan ke mana tujuan (destination) yang ingin dicapai di masa yang akan datang. Berdasarkan visi dan misi tersebut maka tujuan perhubungan darat adalah: 1 Peningkatan keselamatan pelayanan transportasi darat; 2 Pemenuhan kebutuhan prasarana dan sarana transportasi darat yang menjangkau masyarakat dan wilayah Indonesia; 3 Peningkatan daya saing pelayanan transportasi darat sehingga mampu berkompetisi dengan moda lainnya dan memberikan nilai tambah; 4 Pertumbuhan pembangunan transportasi darat yang merata dan berkelanjutan; 5 Penciptaan pembangunan transportasi darat yang terintegrasi dengan moda lainnya.
V-1
D. SASARAN 1. Sasaran Prioritas a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l.
Menurunnya dampak sub sektor transportasi darat terhadap lingkungan melalui pengurangan konsumsi energi tak tergantikan dan emisi gas buang Peningkatan manfaat sub sektor transportasi darat terhadap pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan / pembangunan sarana dan prasarana Meningkatnya keselamatan transportasi darat Meningkatnya pelayanan transportasi darat sesuai spm Peningkatan penggunaan teknologi yang efisien dan ramah lingkungan di bidang transportasi darat Meningkatnya aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan sarana dan prasarana transportasi darat Meningkatnya kapasitas sarana dan prasarana transportasi darat Meningkatnya pemenuhan standar teknis dan standar operasional sarana dan prasarana transportasi darat Meningkatnya optimalisasi pengelolaan akuntabilitas kinerja, anggaran dan bmn ditjen perhubungan darat Peningkatan kualitas sdm Melanjutkan restrukturisasi kelembagaan di sub sektor transportasi darat Melanjutkan reformasi regulasi
2. Sasaran Bidang a.
Bidang Angkutan Jalan Sasaran Pembangunan Lalu Lintas Angkutan Jalan dalam periode 5 (lima) tahun ke depan (tahun 2010 – 2014) adalah : 1) Meningkatnya kondisi prasarana LLAJ terutama menurunnya jumlah pelanggaran lalu lintas dan muatan lebih di jalan sehingga dapat menurunkan kerugian ekonomi yang diakibatkannya. 2) Meningkatnya kelaikan dan jumlah sarana LLAJ. 3) Menurunnya tingkat kecelakaan dan fatalitas kecelakaan lalu lintas di jalan serta meningkatnya kualitas pelayanan angkutan dalam hal ketertiban, keamanan dan kenyaman transportasi jalan, terutama angkutan umum di perkotaan, perdesaan dan antarkota. 4) Meningkatnya keterpaduan antarmoda dan efisiensi dalam mendukung mobilitas manusia, barang dan jasa, mendukung perwujudan sistem transportasi nasional dan wilayah (lokal), serta terciptanya pola distribusi nasional. 5) Meningkatnya keterjangkauan pelayanan transportasi umum bagi masyarakat luas di perkotaan dan perdesaan serta dukungan pelayanan transportasi jalan perintis di wilayah terpencil untuk mendukung pengembangan wilayah. 6) Meningkatnya efektivitas regulasi dan kelembagaan transportasi jalan, melalui: a) Desentralisasi dan otonomi daerah, peningkatan koordinasi dan kerjasama antarlembaga dan antarpemerintah pusat dan daerah dalam pembinaan transportasi jalan, terutama untuk angkutan perkotaan,
V-2
perdesaaan dan antarkota dalam provinsi; b) Meningkatnya peran serta swasta dan masyarakat dalam penyelenggaraan transportasi jalan (angkutan perkotaan, perdesaan, dan antarkota); c) Memperjelas peran regulator, pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta BUMN dan BUMD dalam pelayanan transportasi publik. 7) Meningkatnya kesadaran masyarakat dalam berlalu lintas yang baik, dan penanganan dampak polusi udara serta pengembangan teknologi sarana yang ramah lingkungan, terutama di wilayah perkotaan. 8) Meningkatnya SDM profesional dalam perencanaan pembinaan dan penyelenggaraan LLAJ. 9) Terwujudnya penyelenggaraan angkutan perkotaan yang efisien dengan berbasis masyarakat dan wilayah, andal dan ramah lingkungan serta terjangkau bagi masyarakat. Untuk itu perlu didukung perencanaan transportasi perkotaan yang terpadu dengan pengembangan wilayah dan mengantisipasi perkembangan permintaan pelayanan serta didukung oleh kesadaran dan kemampuan pemerintah daerah dan masyarakat. b.
Bidang Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan Sasaran pembangunan angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (SDP) periode 5 (lima) tahun ke depan (tahun 2010 – 2014) adalah : 1) Meningkatnya jumlah prasarana dermaga untuk meningkatkan jumlah lintas penyeberangan baru yang siap operasi maupun meningkatkan kapasitas lintas penyeberangan. 2) Peningkatnya kalaikan dan jumlah sarana ASDP. 3) Meningkatnya keselamatan ASDP. 4) Meningkatnya kelancaran dan jumlah penumpang, kendaraan dan penumpang yang diangkut, terutama meningkatnya kelancaran perpindahan antar moda di dermaga penyeberangan; serta meningkatkan pelayanan angkutan perintis. 5) Meningkatnya peran serta swasta dan pemerintah daerah dalam pembangunan dan pengelolaan ADSP, serta meningkatnya kinerja BUMN di bidang ASDP.
c.
Bidang Transportasi Perkotaan 1) Meningkatnya tata cara dan konsep pembinaan transportasi perkotaan; 2) Meningkatnya partisipasi dan peranserta institusi terkait dalam penyelenggaraan transportasi perkotaan; 3) Meningkatnya kualitas penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan perkotaan; 4) Meningkatnya efisiensi dan efektivitas penyeleng-garaan transportasi perkotaan; 5) Meningkatnya peran serta masyarakat dalam peningkatan tertib lalu lintas; 6) Meningkatnya tertib lalu lintas dan keselamatan angkutan perkotaan; 7) Meningkatnya inovasi pengembangan dan teknologi transportasi transportasi perkotaan
V-3
d.
Bidang Keselamatan Transportasi Darat 1) Terwujudnya Prioritas kebijakan Keselamatan Jalan 2) Terwujudnya keselamatan bagi pengguna jalan dan penguna ASDP yang berisiko 3) Terwujudnya Jalan yang lebih selamat dan mengurangi Tingkat Fatalitas Kecelakaan 4) Terwujudnya kendaraan yang lebih selamat 5) Meningkatkan sistem keselamatan dan manajemen keselamatan serta pengawasan 6) Meningkatkan kerjasama dan kemitraan
3. Prioritas Pembangunan perhubungan darat tahun 2010-2014, dititikberatkan kepada pemeliharaan, rehabilitasi dan peningkatan pembangunan angkutan jalan, angkutan perkotaan, angkutan sungai, danau dan penyeberangan dengan prioritas sebagai berikut: a. Pembangunan angkutan jalan diprioritaskan pada pemulihan kondisi pelayanan transportasi darat sesuai dengan standar pelayanan minimal; b. Pembangunan angkutan sungai, danau dan penyeberangan diprioritaskan pada pengembangan armada angkutan sungai, danau dan penyeberangan; rehabilitasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana transportasi sungai, danau dan penyeberangan; pengembangan sarana dan prasarana transportasi sungai, danau dan penyeberangan; serta penyediaan sarana bantu navigasi beserta fasilitas penyeberangan di pulau-pulau kecil dan di kawasan perbatasan c. Pembangunan taransportasi perkotaan terutama di kota-kota besar dan metropolitan diprioritaskan pada pengembangan dan pemanduan jaringan pelayanan di kawasan perkotaan sesuai dengan hirarkinya, pengembangan angkutan umum massal, peningkatan kelancaran lalu lintas serta pengurangan dampak transportasi; E. STRATEGI Di dalam mewujudkan visi dan menjalankan misi, serta mencapai tujuan dan sasaran Ditjen Perhubungan Darat Departemen Perhubungan seperti tersebut di atas, ditempuh melalui 2 (dua) strategi pokok pembangunan perhubungan darat, yaitu: 1. Strategi Pemulihan dan Penataan Penyelenggaraan Perhubungan Darat Strategi ini diarahkan untuk melakukan pemulihan dan penataan penyelenggaraan perhubungan kembali ke posisi normal setelah terjadi krisis ekonomi pada tahun lalu dan krisis ekonomi global yang belum lama ini terjadi, dan dilanjutkan dengan penataan Sistem Transportasi Nasional sejalan dengan perubahan lingkungan
V-4
strategis baik pada skala lokal, regional maupun global. Pemulihan dan penataan penyelenggaraan perhubungan darat sebagai bagian integral dari pembangunan perhubungan secara global dilakukan melalui kegiatan rehabilitasi sarana dan prasarana perhubungan darat dibarengi dengan pelaksanaan reformasi dan restrukturisasi kelembagaan dan peraturan perundang-undangan di bidang perhubungan (regulatory reform), peningkatan profesionalisme Sumber Daya Manusia Perhubungan, dengan pemihakan kepada peran serta swasta dalam pengoperasian dan pembangunan infrastruktur perhubungan, serta mereposisi peran pemerintah dari operator dan pemilik (owner) menjadi regulator dan fasilitator. 2. Strategi Pembangunan Perhubungan Darat Strategi Pembangunan perhubungan darat diarahkan untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayanan dalam kerangka penyediaan aksesibilitas jasa perhubungan darat kepada masyarakat baik di seluruh pelosok tanah air maupun di manca negara. Pembangunan perhubungan darat dilaksanakan dengan berpedoman kepada 7 (tujuh) pilar sebagai berikut: a. Pembangunan perhubungan darat dilakukan berdasarkan penerapan prinsip ekonomi dalam rangka memaksimumkan manfaat dan meminimumkan biaya dengan penggunaan asumsi yang rasional dan variabel-variabel ekonomi yang signifikan, sehingga dapat menghasilkan pengembalian biaya (cost recovery), baik dalam jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang; b. Pembangunan perhubungan darat dilakukan dengan mempertimbangkan aspek politik, sosial dan budaya masyarakat, sehingga hasil pembangunan perhubungan darat memiliki daya guna yang tinggi bagi seluruh lapisan masyarakat; c. Pembangunan perhubungan darat difokuskan kepada segmen-segmen tertentu dalam rangka menunjang kegiatan sektor-sektor lain yang memiliki kontribusi besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memberdayakan daerah; d. Pembangunan perhubungan darat dilaksanakan dengan mempertimbangkan aspek keselamatan, keadilan, kepastian hukum dan kelestarian lingkungan dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional yang berkelanjutan (sustainable development); e. Pembangunan perhubungan darat dilakukan dengan orientasi peningkatan pelayanan kepada masyarakat melalui mekanisme pasar dan campur tangan pemerintah dalam rangka meminimalisasi kegagalan pasar (market failure); f. Pembangunan perhubungan darat dilakukan sesuai dengan arah pengembangan sosial dan ekonomi yang diadopsi dalam perencanaan makro nasional, perencanaan sektoral, perencanaan daerah dan penganggaran secara realistik dan rasional; g. Pembangunan perhubungan darat dilakukan dengan mengikutsertakan masyarakat (sektor swasta) untuk berperan aktif dalam penyelenggaraan dan melakukan pengawas-an baik pada skala kecil, menengah, maupun skala besar.
V-5
F. KEBIJAKAN UMUM I. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI DARAT a. Arah Pengembangan Jaringan Transportasi Darat Pengembangan jaringan transportasi darat sesuai dengan wilayah pengaruhnya diarahkan untuk mewujudkan keterpaduan antara moda transportasi jalan, transportasi sungai dan danau serta penyeberangan, sebagai upaya untuk menghubungkan seluruh wilayah tanah air dalam rangka memantapkan perwujudan Wawasan Nusantara dan memperkukuh Ketahanan Nasional. Di sisi lain dalam hubungannya dengan moda transportasi laut dan moda transportasi udara dilakukan dengan menghubungkan pelabuhan laut dan bandar udara dengan daerah belakang (hinterland) sesuai dengan wilayah pengaruhnya. Berdasarkan arahan dimaksud, maka jaringan transportasi darat dapat dibedakan menjadi jaringan transportasi darat antar kota dan jaringan transportasi darat perkotaan. Selanjutnya gambaran jaringan transportasi darat antar kota yang ingin diwujudkan dalam jangka panjang pada skala nasional, ditampilkan dalam regional kewilayahan yang terbagi dalam beberapa wilayah yaitu: 1) Regional Pulau Sumatera; 2) Regional Pulau Jawa - Bali; 3) Regional Pulau Kalimantan; 4) Regional Pulau Sulawesi; 5) Regional Pulau Nusa Tenggara; 6) Regional Pulau Maluku; 7) Regional Pulau Papua. Regional tersebut di atas akan dibagi dalam beberapa lintas sesuai karakteristik dan merupakan arahan umum pengembangan jaringan transportasi darat, yang memuat indikasi-indikasi jenis moda transportasi yang dapat melayaninya. Transportasi Jalan Rencana umum jaringan transporatsi jalan primer dalam peranannya sebagai unsur penunjang diarahkan untuk ditingkatkan kemampuan dan daya dukungnya sesuai dengan beban lalu lintas terutama yang melayani dan menghubungkan pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah serta kawasan-kawasan andalan yang cepat berkembang. Penanganan Jaringan Transportasi Jalan Primer dalam rangka mendukung pengembangan daerah/wilayah perbatasan antar negara. Pembangunan jalan tol bebas hambatan yang mendukung sistem transportasi cepat, dikembangkan bersama sama antara pemerintah dan swasta dengan tetap memperhatikan alternatif yang memadai. Rencana umum jaringan transportasi jalan sekunder dikembangkan secara terpadu dengan moda transportasi darat lainnya sesuai dengan besaran kota, fungsi kota, dan hirarki fungsional kota dengan mempertimbangkan karakteristik dan keunggulan karakteristik moda, perkembangan teknologi, pemakaian energi, lingkungan dan tata ruang. Penanganan Jaringan Transportasi Jalan Sekunder dikembangkan juga untuk
V-6
mendukung penanganan kawasan tertinggal dengan memperhatikan aspek prasarana dan sarana yang sesuai dengan karakteristik kawasan tersebut. Transportasi Sungai dan Danau Angkutan sungai menjadi bagian penting dalam pengembangan jaringan transportasi darat, karena pelayarannya aman, murah dan ramah lingkungan. Meskipun angkutan sungai tidak eksis (exist) disemua provinsi di Indonesia, tetapi dibeberapa provinsi terutama di Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan dan Papua, angkutan sungai merupakan transportasi yang saat ini dapat dihandalkan. Di Pulau Sumatera, jaringan transportasi sungai menjadi alternatif transportasi jalan dengan titik berat untuk angkutan barang dalam jumlah besar (massal). Di Pulau Kalimantan dan Pulau Irian Jaya peran transportasi sungai dan danau diharapkan akan sinergi dengan transportasi jalan yang akan menjadi tulang punggung sistem transportasi serta diharapkan dapat membuka daerah terisolir. Transportasi Penyeberangan Dalam upaya mewujudkan keterpaduan antar moda, maka arah pengembangan jaringan transportasi penyeberangan di Kawasan Barat Indonesia pada daerah yang sudah berkembang, diarahkan sesuai dengan tingkat perkembangan jaringan transportasi jalan baik dalam fungsinya sebagai jembatan maupun sebagai alternatif ruas jalan untuk mengurangi beban lalu lintas pada ruas dimaksud. Di sisi lain juga diarahkan untuk menghubungkan pulau-pulau terpencil yang mempunyai nilai strategis baik ditinjau dari segi pertahanan dan keamanan. Selanjutnya di Kawasan Timur Indonesia, titik berat pengembangan transportasi penyeberangan diarahkan sebagai pembuka isolasi, yang secara bertahap perannya akan saling mendukung dengan transportasi jalan untuk pengembangan wilayah sesuai dengan tata ruang wilayah dan nasional. Transportasi Perkotaan Transportasi Perkotaan dikembangkan untuk mewujudkan sistem jaringan transportasi perkotaan yang terintegrasi dengan tata ruang, meningkatkan peran angkutan umum perkotaan dan peningkatan kelancaran serta kenyamanan lalulintas perkotaan sehingga terciptanya transportasi perkotaan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan serta mampu melayani segenap masyarakat dan seluruh kawasan perkotaan. b. Arah Pengembangan Berdasarkan Moda 1) Nasional Transportasi jalan untuk jangka pendek, menengah maupun panjang masih merupakan tulang punggung transportasi darat untuk mendukung kegiatan ekonomi serta menghubungkan daerah-daerah terisolir. Secara nasional,
V-7
transportasi jalan melayani lebih dari 95 % permintaan jasa transportasi darat. Di Kawasan Barat Indonesia, untuk jangka menengah dan panjang, karena permintaan angkutan penumpang dan barang semakin meningkat maka diharapkan peran moda lain yang bersifat masal dapat mengurangi beban transportasi jalan. Disadari bahwa akibat dari beban yang semakin meningkat menyebabkan biaya pemeliharaan jalan semakin besar sehingga upaya-upaya peningkatan jalan maupun pembangunan jalan baru semakin berkurang. Di Kawasan Timur Indonesia, untuk jangka menengah dan panjang, transportasi jalan masih merupakan tulang punggung transportasi darat, disamping transportasi penyeberangan. Tujuan utama penyelenggaraan transportasi darat di KTI ditujukan untuk mendorong kegiatan ekonomi serta pembuka isolasi. Sedangkan peran moda transportasi jalan rel maupun transportasi danau dan sungai masih sangat terbatas. Moda transportasi jalan rel dikembangkan terutama untuk angkutan khusus, yaitu angkutan barang yang bersifat masal; sedangkan transportasi danau dan sungai dikembangkan untuk kepentingan angkutan lokal. 2) Regional (Pulau) Pulau Jawa Jaringan transportasi darat di Pulau Jawa digambarkan atas 3 lintasan utama dan perintis yaitu : a) Lintasan utara; b) Lintasan selatan; c) Lintasan Utara – Selatan; dan d) Lintasan Angkutan Perintis. Untuk keempat lintasan tersebut, moda transportasi jalan merupakan moda yang paling dominan dalam melayani angkutan penumpang maupun barang. Untuk jangka menengah dan panjang, peran moda transportasi jalan akan dikurangi dan angkutan massal akan ditingkatkan, terutama dalam melayani angkutan penumpang jarak sedang dan jauh. Demikian pula untuk kota-kota raya seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Surakarta, Bogor dan Malang akan dikembangkan angkutan umum yang bersifat masal untuk mengurangi beban transportasi jalan. Untuk angkutan barang, dalam jangka pendek dan menengah, moda transportasi jalan masih merupakan pilihan yang utama. Hal ini disebabkan karena moda jalan rel belum diberdayakan secara optimum. Untuk itu perlu dilakukan upaya-upaya untuk mendorong efisiensi dan efektivitas moda ini dalam melayani angkutan barang dengan cara peningkatan terminal barang/peti kemas, peningkatan/ pembangunan jalanjalan akses ke terminal, peningkatan sarana dan prasarana pada titiktitik peralihan moda, kemudahan pengurusan pengiriman barang baik di terminal maupun di pelabuhan, dan lain sebagainya.
V-8
Dengan melihat kondisi seperti tersebut di atas, dalam jangka pendek dan menengah, prasarana transportasi jalan masih perlu ditingkatkan, terutama pada jaringan lintas dengan meningkatkan daya dukung jalan dan jembatan (sampai 10 T) dan perbaikan geometrik dalam rangka mengakomodir kemajuan teknologi kendaraan angkutan barang yang semakin meningkat. Sejalan dengan meningkatnya peran transportasi jalan rel untuk angkutan barang, peran transportasi jalan dapat dikurangi. Sedangkan angkutan penyeberangan masih akan tetap berperan secara cukup berarti dalam jangka pendek dan menengah untuk melayani angkutan penumpang dan barang, dalam rangka menjembatani ruas jalan yang terpotong. Peran angkutan penyeberangan akan berkurang sangat drastis pada jangka panjang dengan dibangunnya jembatan antara Pulau Sumatera – Pulau Jawa dan Pulau Jawa – Pulau Bali. Pulau Sumatera Jaringan transportasi darat di Pulau Sumatera digambarkan atas 3 Lintasan utama dan perintis yaitu : a) Lintasan Timur; b) Lintasan Tengah; c) Lintasan Barat – Timur; dan d) Lintasan Angkutan Perintis. Kelima lintasan tersebut secara bersama akan membentuk jaringan transportasi jalan yang merupakan urat nadi pendukung perekonomian Pulau Sumatera. Saat ini hanya lintasan Timur dan Tengah yang telah berfungsi penuh, sedangkan pembangunan lintasan Barat baru menyelesaikan sebagian. Untuk jangka pendek dan menengah, pembangunan lintasan Barat secara penuh belum diperlukan mengingat lalu lintas yang ada (baik penumpang maupun barang) masih dapat dilayani oleh kedua lintasan lainnya. Jaringan jalan sekunder perlu terus dikembangkan untuk mendukung pengembangan jaringan trayek dan jalur distribusi antar dan intra Kabupaten/ Kotamadya. Pengembangan jalan primer dalam kota, yang merupakan bagian jaringan transportasi nasional perlu terus ditingkatkan untuk menjamin kelancaran lalu lintas yang melintas (by pass), demikian juga jalan primer yang menuju ke pelabuhan. Sedangkan angkutan penyeberangan masih akan tetap berperan secara cukup berarti dalam jangka pendek dan menengah untuk melayani angkutan penumpang dan barang, dalam rangka menjembatani ruas jalan yang terpotong. Peran angkutan penyeberangan akan berkurang sangat drastis pada jangka panjang dengan dibangunnya jembatan antara Pulau Sumatera – Pulau Jawa. Di Pulau Sumatera, jaringan transportasi sungai dan danau menjadi alternatif transportasi jalan dengan titik berat untuk angkutan barang dalam jumlah besar (masal).
V-9
Pulau Kalimantan Jaringan transportasi darat di Pulau Kalimantan digambarkan atas 3 lintasan utama dan perintis yaitu : a) Lintasan Tengah; b) Lintasan Selatan; c) Lintasan Utara; dan d) Lintasan Angkutan Perintis. Untuk jangka pendek transportasi sungai merupakan moda transportasi darat yang utama. Disadari bahwa sebagai pendukung pengembangan kegiatan ekonomi di Pulau Kalimantan, transportasi sungai memiliki keterbatasan-keterbatasan (geografis) untuk pengembangan lebih lanjut. Oleh karena itu, pada jangka menengah dan panjang, peran transportasi sungai akan dikurangi dan digantikan dengan transportasi jalan. Walaupun demikian transportasi sungai tetap dipertahankan sebagai alternatif transportasi jalan, terutama untuk angkutan barang yang bersifat masal. Transportasi jalan akan dikembangkan untuk melayani dan menghubungkan pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah serta kawasan-kawasan andalan yang cepat berkembang. Pengembangan jaringan jalan primer, yang didukung dengan pengembangan jaringan jalan sekunder diharapkan dapat mendukung jaringan trayek dan jaringan lintas antar dan dalam kota sesuai dengan rencana pengembangan ruang wilayah dan nasional. Jalan lintas antar negara perlu dikembangkan untuk mendukung kegiatan ekonomi antar negara serta pertahanan-keamanan. Pulau Sulawesi Jaringan transportasi darat di Pulau Sulawesi digambarkan atas 3 lintasan utama dan perintis yaitu : a) Lintasan Utara - Barat; b) Lintasan Utara - Tengah; c) Lintasan Selatan - Timur; d) Lintasan Angkutan Perintis. Untuk jangka panjang, transportasi jalan masih merupakan moda yang dominan dalam menunjang kegiatan perekonomian di Pulau Sulawesi. Transportasi jalan akan dikembangkan untuk melayani dan menghubungkan pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah serta kawasan-kawasan andalan yang cepat berkembang. Angkutan penyeberangan akan dikembangkan untuk menghubungkan lokasi-lokasi strategis di Pulau Sulawesi, dan pelabuhan penyeberangan antar pulau lainnya. Pengembangan diarahkan untuk terwujudnya keterpaduan antara angkutan penyeberangan dengan transportasi jalan sehingga mampu melayani angkutan penumpang dan angkutan barang secara efisien dan efektif dengan tarip yang terjangkau.
V - 10
Pengembangan jaringan transportasi jalan sekunder dikembangkan secara terpadu dengan moda transportasi darat lainnya sesuai dengan besaran kota, fungsi kota, dan hirarki fungsional kota dengan mempertimbangkan karakteristik dan keunggulan karakteristik moda, perkembangan teknologi, pemakaian energi, lingkungan dan tata ruang. Sejalan dengan pengembangan transportasi jalan, angkutan sungai dan danau akan dikurangi perannya, yang selanjutnya hanya melayani trasnportasi lokal. Walaupun demikian transportasi ini tetap dipertahankan untuk keperluan angkutan barang yang bersifat masal. Disamping itu, untuk keperluan angkutan barang khusus (hasil tambang) juga akan dikembangkan transportasi jalan rel yang menghubungkan lokasi tambang dengan pelabuhan. Pengembangan transportasi jalan rel untuk jangka menengah dan panjang akan dilaksanakan di Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan. Kepulauan Maluku Jaringan transportasi darat di Kepulauan digambarkan atas 3 lintasan utama dan perintis yaitu : a) Lintasan Utara - Barat; b) Lintasan Utara - Tengah; c) Lintasan Selatan - Timur; d) Lintasan Angkutan Perintis. Sesuai dengan sebaran pulau-pulau dalam kawasan kepulauan Maluku, maka pengembangan transportasi darat terutama diarahkan untuk mengembangkan angkutan penyeberangan yang terpadu dengan jaringan transportasi jalan di masing-masing pulau sehingga membentuk satu kesatuan jaringan transportasi darat. Jaringan transportasi jalan primer diarahkan untuk menghubungkan pusat-pusat kegiatan wilayah dan kawasan-kawasan yang berkembang cepat dengan pelabuhan penyeberangan yang dapat mengakomodasikan seluruh kebutuhan akan angkutan penumpang dan barang. Pengembangan jaringan transportasi jalan sekunder dikembangkan secara terpadu dengan moda transportasi darat lainnya sesuai dengan besaran kota, fungsi kota, dan hirarki fungsional kota dengan mempertimbangkan karakteristik dan keunggulan karakteristik moda, perkembangan teknologi, pemakaian energi, lingkungan dan tata ruang. Pulau Irian Jaya Jaringan transportasi darat di Pulau Irian Jaya digambarkan atas 3 lintasan utama dan perintis yaitu : a) Lintasan Utara; b) Lintasan Tengah; c) Lintasan Selatan; d) Lintasan Angkutan Perintis.
V - 11
Untuk jangka pendek transportasi sungai dan danau merupakan moda transportasi darat yang utama. Sedangkan untuk jangka menengah dan panjang, peran transportasi sungai dan danau akan dikurangi dan digantikan dengan transportasi jalan. Walaupun demikian transportasi ini tetap dipertahankan sebagai alternatif transportasi jalan, terutama untuk angkutan barang yang bersifat masal. Transportasi jalan akan dikembangkan untuk melayani dan menghubungkan pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah serta kawasan-kawasan andalan yang cepat berkembang. Pengembangan jaringan jalan primer, yang didukung dengan pengembangan jaringan jalan sekunder diharapkan dapat mendukung jaringan trayek dan jaringan lintas antar dan dalam kota sesuai dengan rencana pengembangan ruang wilayah dan nasional. Jalan lintas antar negara perlu dikembangkan untuk mendukung kegiatan ekonomi antar negara serta pertahanan-keamanan. 3) Lokal/ Perkotaan Moda-moda transportasi di wilayah perkotaan dikembangkan dengan memberikan kesempatan yang sama sesuai peran masing-masing moda. Angkutan umum untuk kota-kota raya dan besar dikembangkan dengan sistem angkutan umum massal yang berbasis jalan dan rel, dengan tingkat teknologi dan investasinya dapat dilakukan secara bertahap; Angkutan umum untuk kota-kota sedang dan kecil dikembangkan dengan berbasis jalan, dengan bus kota sebagai moda utama angkutan penumpang, ditunjang oleh paratransit sebagai angkutan pengumpan. Transportasi sebagai suatu konsep dipahami sebagai suatu usaha untuk memfasilitasi terjadinya pergerakan secara sistematis, sedangkan rencana umum pengembangan transportasi darat disusun berdasarkan suatu kriteria yang disepakati. Pengertian sistematis selain berarti sistem yang kompak, didalamnya juga termasuk pertimbangan aspek effisiensi yang dijabarkan antara lain dengan usaha meminimasi waktu tempuh, jaminan keselamatan, kemudahan perpindahan dengan pemaduan simpul moda, penghematan bahan bakar, optimalisasi penggunaan lahan serta biaya sosial akibat pencemaran lingkungan, sedangkan kriteria rencana umum perencanaan transportasi darat yang berdimensi nasional, dirumuskan sebagai berikut: a) Mendukung kepentingan nasional (ekonomi, sosial, budaya dan hankam); b) Secara spesifik, menjamin terselenggaranya distribusi nasional secara efisien; c) Menghubungkan simpul nasional (ibukota provinsi) dan internasional; d) Senantiasa terjaga keandalannya.
V - 12
Secara rinci, rencana pengembangan prasarana pada setiap moda transportasi darat diuraikan sebagai berikut: 1. Bidang Lalu Lintas Angkutan Jalan a. Arah Pengembangan Jaringan Transportasi Jalan Nasional Untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan yang terpadu dengan moda transportasi lain perlu ditetapkan jaringan transportasi jalan (JTJ) yang menghubungkan seluruh wilayah tanah air. Dengan ditetapkannya jaringan transportasi jalan akan terwujud keterpaduan baik lalu lintas dan angkutan jalan dengan perkeretaapian, angkutan sungai danau dan penyeberangan yang mempunyai kesamaan wilayah pelayanan di daratan maupun antara lalu lintas dan angkutan jalan dengan moda transportasi laut dan udara yang keseluruhannya ditata dalam pola jaringan transportasi jalan dalam kesatuan sistem transportasi nasional. Jaringan transportasi jalan diwujudkan dengan menetapkan rencana umum jaringan transportasi jalan (RUJTJ). Sebagaimana Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992, rencana umum jaringan transportasi jalan meliputi : 1) Rencana umum jaringan transportasi jalan primer (RUJTJ Primer) adalah gambaran keadaan jaringan transportasi jalan yang ingin diwujudkan untuk keperluan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan antar kota, lintas batas negara yang terpadu baik intra maupun antar moda transportasi. Rencana Umum Jaringan Transportasi Jalan Primer (RUJTJ Primer) meliputi: a) Rencana umum transportasi jalan primer nasional, adalah gambaran keadaan jaringan transportasi jalan seluruh wilayah negara kesatuan Indonesia yang ingin diwujudkan untuk keperluan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan antar kota dan/atau lintas batas negara yang terpadu baik intra maupun antar moda transportasi; b) Rencana umum transportasi jalan primer provinsi, adalah gambaran keadaan jaringan transportasi jalan seluruh wilayah negara kesatuan Indonesia yang ingin diwujudkan untuk keperluan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan antar kota dan/atau lintas batas negara yang terpadu baik intra maupun antar moda transportasi; 2)
Rencana umum jaringan transportasi jalan sekunder (RUJTJ Sekunder) adalah gambaran keadaan jaringan transportasi jalan yang ingin diwujudkan untuk keperluan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan lokal baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan yang terpadu baik intra maupun antar moda transportasi.
V - 13
b. Rencana Umum Jaringan Transportasi Nasional Sejalan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 dan memperhatikan pelaksanaan asas desentralisasi dimana daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota berwenang mengatur dan mengurus kepentingan setempat dan masing-masing berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan hirarkhi satu sama lain termasuk antara lain penyerahan wewenang perhubungan sebagaimana Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, maka masih dipandang perlu untuk melaksanakan kebijaksanaan perencanaan yang bersifat nasional secara makro dalam rangka mengintegrasikan kebijaksanaan perencanaan daerah. Disamping itu perlu memperhatikan arus globalisasi perdagangan yang berjalan cepat, dimana berbagai kerjasama bilateral, regional maupun antar kawasan menuntut dukungan sektor transportasi jalan yang mempunyai standar selaras dengan negara lain. Sebagai tindaklanjut hal tersebut, Pemerintah memandang perlu melaksanakan kebijaksanaan perencanaan nasional dalam penyusunan rencana umum dan perwujudan unsurunsur jaringan transportasi jalan nasional, meliputi :
1) Rencana Umum Pengembangan Jaringan Jalan Nasional Rencana Umum Jaringan Jalan Nasional merupakan rencana kebutuhan ruang lalu lintas yang disusun berdasarkan kebutuhan untuk menampung beban lalu lintas pada jaringan jalan dan lintas penyeberangan pada masa mendatang secara efisien. Rencana Umum Jaringan Jalan Nasional memuat indikasi tatanan jaringan jalan yang ingin diwujudkan dalam jangka panjang (2020) yang merupakan bagian dari Rencana Umum Jaringan Transportasi Jalan Nasional. Rencana Umum Jaringan Jalan Nasional Jangka Panjang dikembangkan dalam rangka mewujudkan mobilitas lalu lintas dan angkutan jalan secara menerus yang disusun dengan : a) Memperhatikan hirarkhi simpul-simpul pelayanan yang berwujud kotakota, maka rencana pengembangan jaringan jalan diarahkan akan menghubungkan antar ibukota provinsi dan antara ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten; b) Memperhatikan tata ruang nasional yaitu hirarkhi pusat-pusat pengembangan wilayah nasional, maka rencana pengembangan jaringan jalan diarahkan akan menghubungkan antar kota-kota yang berfungsi sebagai pusat kegiatan nasional (PKN); dan/atau antara kota-kota yang berfungsi sebagai pusat kegiatan nasional (PKN) dengan kota-kota pusat kegiatan wilayah (PKW); c) Memperhatikan kondisi geografis dan pengembangan wilayah, maka rencana pengembangan jaringan jalan diarahkan akan membentuk jaringan jalan lintas-lintas utama, khususnya wilayah Pulau Jawa, Pulau Sumatra, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi dan Pulau Irian Jaya.
V - 14
(1) Jaringan jalan di Pulau Jawa meliputi lintas-lintas : (a) Jalan lintas utara Jawa : Merak – Cilegon – Serang – Tangerang – Jakarta –Bekasi – Karawang – Cikampek - Lohbener – Palimanan – Cirebon – Brebes – Tegal – Pemalang – Pekalongan – Batang – Kendal – Semarang – Demak – Kudus – Pati – Rembang – Tuban – Lamongan – Gresik – Surabaya – Kamal – Bangkalan – Sampang – Pamekasan - Sumenep. (b) Jalan lintas tengah Jawa : Merak – Cilegon – Serang – Pandeglang – Rangkasbitung – Cigelung – Bogor – Sukabumi – Cianjur – Padalarang – Bandung – Nagreg – Ciamis – Banjar – Wangon - Ajibarang – Purwokerto – Sukaraja – Purbalingga – Klampok – Banjarnegara – Wonosobo – Temanggung – Secang – Magelang – Salatiga -Boyolali- Surakarta – Sragen – Ngawi – Nganjuk – Jombang – Mojokerto - Surabaya - Sidoarjo – Gempol - Pasuruan – Probolinggo – Panarukan – Asembagus - Banyuwangi. (c) Jalan lintas selatan Jawa : Merak – Cilegon - Simpang Labuhan – Cibaliung - Muara Binuangeun – Simpang – Cikotok - Pelabuhan Ratu Bagbagan Jampangkulon – Sindangbarang – Cipatujeh Cimerak – Pangandaran – Sidareja – Jeruklegi – Gumilir – Slarang – Buntu – Gombong – Kebumen – Purworejo – Wates – Yogjakarta – Klaten – Cawas – Wonogiri – Ponorogo – Trenggalek – Tulungagung – Blitar – Kepanjen – Malang – Lumajang – Jember – Gentengkulon - Banyuwangi. (d) Jalan lintas angkutan perintis Jawa : Cikeusik - Cibareno; Serang – Pasar Sukamaju (Cikaju) – Malimping; Labuan - Panimban – Angsana – Munjul; Merak – Sumur (2) Jaringan jalan di Pulau Sumatra meliputi lintas-lintas : (a) Jalan lintas timur Sumatera : Sabang – BandaAceh – Sigli – Lhoksuemawe – Langsa – Medan – Tebingtinggi - Rantau Prapat Dumai – Pekanbaru – Rengat – Jambi – Palembang - Kayu Agung - Bandar Lampung - Bakauheni. (b) Jalan lintas tengah Sumatra : Sabang – BandaAceh – Geumpang – Takengon – Blangkejeren – Kotacane – Kotabuluh – Kabanjahe – Merek – Prapat – Porsea – Tarutung – Sipirok – Bangkinang – Pekanbaru – Payakumbuh – Batusangkar – Sawahlunto – Muarabungo – Bangko – Sarolangun - Lubuk Linggo – Lahat
V - 15
- Muara Enim – Baturaja – Kotabumi - Bandar Lampung Bakauheni. (c) Jalan lintas barat Sumatera : Sabang - Banda Aceh – Meulaboh – Tapaktuan – Sidikalang – Doloksanggul – Barus – Sibolga – Padangsidempuan - Lubuk Sikaping – Bukittinggi – Padangpanjang – Padang – Painan – Bengkulu – Mana – Krui - Kota Agung – Pringsewu - Bandar Lampung – Bakauheni. (d) Jalan lintas angkutan perintis Sumatera: Terminal Keudah – Darussalam; Terminal Keudah – Lampenerut – Cot Gue; Terminal Keudah – Surin; Terminal Keudah – Batoh; Terminal Keudah – Syiah Kuala; Banda Aceh – Takengon – Blang Kejereng; Meulaboh – Tapaktuan – Singkil; Meulaboh – Alue Peunyaring – Jeuram; Terminal Alam Barajo – Sungai Bahar(Tanjung Lebar); Bangko – Pamenang – Jelatan – TTKDA; Jambi – Petaling; Bangko – Tanah Garau; Terminal Alam Barajo – Muara Tebo – Kuamang Kuning; Terminal Alam Barajo – Sungai Bahar – Johor (PT. ASIATIC); Bangko – Air Jenih; Pagar Duo – Kampung; Terminal Sungai Hitam – Kampung; Betungan (Bengkulu) - Muko-Muko; Betungan (Bengkulu) – Muara Aman; Bengkulu – Mana; Pangkal Pinang – Sadai; Pangkal Pinang – Belinyu; Pangkal Pinang – Batu Betumpang; Pangkal Pinang – Tj.RU; Pangkal Pinang – P. Besar; Pangkal Pinang – Baki; Pangkal Pinang – Manggar; Tj. Pandan – Tj. Ru; Tj. Ru – Manggar; Pangkal Pinang – Tepus; Tanjung Pinang – Tanjung Rias; Rajabasa – Kemiling – THR Bumi Kedaton – Lempasing – Hanura; Rajabasa – Tanjung Seneng – Jatimulyo – Metro Kibang – Metro – Mojopati; Rajabasa – Branti – Gedong Tataan; Metro – Labuan (3) Jaringan jalan di Pulau Kalimantan meliputi lintas-lintas : (a) Jalan lintas selatan Kalimantan : Longbawa – Longberang – Tanjungselor – Tanjungredep Simp.Perdau – Samarinda – Balikpapan – Kuaro – Tanjung Barabai – Kandangan – Rantau – Martapura – Banjarbaru Banjarmasin – KualaKapuas – Pulangpisau – Palangkaraya Kasongan – Purdu – Kotabesi – Pangkalanbun – Kudangan Nangatayap – Tayan – Pontianak – Mempawah Singkawang – Sambas - Merbau.
– – – – –
(b) Jalan lintas tengah Kalimantan : Longbawa – Longberang – Malinau – Tanjungselor Tanjungredep - Simp.Perdau – Samarinda – Tenggarong Muarateweh – Kualakurun – Tumbangjutuh – Nangapinoh Tabelian – Sanggau – Sosok – Asjungan – Mempawah Singkawang – Sambas - Merbau.
– – – –
V - 16
(c) Jalan lintas utara Kalimantan : Longberang – Longbawah - Kembang janggutuluh Tumbang Kunyi – Putusibau – Sintang – Sosok – Asjungan – Mempawah – Singkawang – Sambas - Merbau. (d) Jalan lintas angkutan perintis Kalimantan: Pontianak – Tayan – Ketapang; Kasongan – Buntut Bali; Banjarmasin – Banjarbaru (Lingkar Selatan); Banjarmasin – Tanah Grogot; Paringin Halong; Samarinda – Bongan; Samarinda – Lebak Cilong – Muara Pahu; Samarinda – Bentingan Besar; Samarinda – Muara Muntai. (4) Jaringan jalan di Pulau Sulawesi maliputi lintas-lintas : (a) Jalan lintas utara-barat Sulawesi : Bitung – Manado – Kwandang - Toli-Toli – Besi – Tambu – Palu – Donggala – Surumana – Kaluku – Mamuju – Majene – Pinrang - Pare-Pare – Barru - Pankajene K – Maros Ujungpandang. (b) Jalan lintas utara-tengah Sulawesi : Bitung – Manado – Kwandang - Toli-Toli – Besi – Tambu – Palu – Tidantene – Wotu - Palopo – Anabanua – Sengkang – Watampone – Sinjai – Bulukumba – Bantaeng - Jeneponto – Sungsuminasa - Ujungpandang. (c) Jalan lintas selatan-timur Sulawesi : Bitung – Manado – Gorontalo – Mepamga – Kasimbar – Tobali – Poso – Balingara – Luwuk – Rata – Tempire – Tidantane – Wotu – Kolaka - Una Aha - Kendari. (d) Jalan lintas angkutan perintis Sulawesi: Manado – Ratatotok – Molobog; Manado – Molibagu – Pinolosian; Tahuna – Tamako – Pananaru – Laine – Peta – Kendage; Tuminting – Palaes – Maliambaong – Munte – Likupang – Pinenek; Manado – Tondano – Kema – Bitung; Manado – Tungoi – Matalibaru; Manado – Lola – Labuan Uki; Palu – Poso – Napu; Tonusu – Tentena – Gintu; Palu – Kolonedale – Matano; Amapana – Dataran Bulan; Toili – Baturube; Kolonedale – Nuha; Buol – Paleleh; Gorontalo – Tolinggula Ulu – Papualangi; Gorontalo – Marisa – Malango; Gorontalo – Biluhu Tengah – Liomata; Gorontalo – Malibagu; Terminal 42 – Bongopini –Suwawa – Wongkaditi; Gorontalo – Parungi – Lakeya – Mohiyolo; Terminal 42 – Bubaa; Terminal 42 – wonosari (Daerah KTM); Kendari – Benua; Kendari – Lamonae; Kendari – Sumber Sari; Kendari – Mawasangka; Kendari – Tondasi; Kendari – Bungku; Kendari – Buah Pinang; Mamuju – Mamasa; Mamuju – Pasang Kayu; Mamuju
V - 17
– Kalumpang; Mamuju – Tomo; Mamuju – Tobadak; Mamuju – A.T.M. (5) Jaringan jalan di Pulau Maluku meliputi lintas-lintas : Jalan lintas angkutan perintis di P. Maluku : Sidangoli – Kao – Toliwang; Tobelo – Trans – Togoliua; Tobelo – Trans Toliwang; Tobelo – Jailolo – Trans Goal; Sofifi – Weda – Wairoro; Sofifi – Trans Subaim; Daruda – Sangowo – Bere-bere; Ambon – Waisala; Ambon – Kawa/Masika; Ambon – Tehoru; Namela – Km.18; Namela – Hilat; Namela – Teluk Bara; Ambon – Pasanea (Gale-Gale); Piru – Luhu; Namlea - Wamlana. (6) Jaringan jalan di Pulau Irian Jaya meliputi lintas-lintas : (a) Jalan lintas utara Irian Jaya: Sorong – Manokwari – Nabire – Napan – Waren – Barapasi – Damao – Ampawar – Sarmi – Demta – Sentani – Jayapura (b) Jalan lintas tengah Irian Jaya : Sorong – Manokwari – Nabire – Wamena – Tangon – Jayapura – Merauke. (c) Jalan lintas selatan Irian Jaya : Sorong – Manokwari – Nabire – Enarotali – Tembagapura – Akimuga – Sewerma – Ageta - Pirimapun – Oboa – Bodo – Senomere – Okabe - Merauke. (d) Jalan lintas angkutan perintis Irian Jaya : Sorong – Aimas II Sp.IV; Sorong – Ketapop; Sorong – Arar; Manokwari – Warmare; Manokwari – Sp. IX; Manokwari – Sp. II – Sp.IV; Manokwari – Masni; Manokwari – Momiwaren; Jayapura – Nimbrokran; Jayapura – Skow/Perbatasan; Jayapura – Sentani – Depapre; Jayapura – Arso; Jayapura – Bonggo; Jayapura – Demta; Nabire – Keradiri Dalam; Nabire – Sambusa; Nabire – Lagare Sp.IV; Biak – Wardo; Biak – Bosnik; Biak – Korem; Serui – Ariepi; Serui – Wadapi; Serui – Kota; Terminal Merauke – Kokab; Terminal Merauke – Sota; Kuprik – Pasar Kurik; Kuprik – Jagebob 8; Kuprik – Jagebob 2; Timika – Pigafu; Timika – Mauni; Timika – Miyoko. d) Memperhatikan kebutuhan lalu lintas dan angkutan, maka rencana umum jaringan jalan nasional diarahkan akan ditetapkan sebagai jaringan jalan dengan kelas jalan sekurangkurangnya jalan kelas II.
V - 18
2)
Rencana Umum Pengembangan Terminal Transportasi Jalan Nasional Rencana Umum Pengembangan Terminal Transportasi Jalan Nasional merupakan rencana kebutuhan lokasi simpul yang disusun berdasarkan perkiraan beban yang harus ditampung oleh terminal, keterpaduan intra dan antar moda transportasi serta efisiensi angkutan. Rencana Umum Terminal Transportasi Jalan Nasional Jangka Panjang dikembangkan dalam rangka mendukung pengembangan tata ruang nasional sebagai bagian dari Rencana Umum Jaringan Transportasi Jalan Nasional, yang disusun dengan: a) Memperhatikan rencana umum jaringan jalan nasional, maka rencana umum penetapan terminal transportasi jalan diarahkan sebagai simpulsimpul yang akan menghubungkan antar ruas-ruas jalan nasional dan/atau jaringan jalan lintas-lintas utama; b) Memperhatikan tata ruang nasional yaitu hirarkhi pusat-pusat pengembangan wilayah nasional, maka rencana umum terminal transportasi jalan diarahkan akan ditetapkan sesuai hirarkhi kota-kota yang berfungsi sebagai pusat kegiatan nasional (PKN) dan kota-kota sebagai pusat kegiatan wilayah (PKW); c) Memperhatikan jaringan pelayanan, maka rencana umum terminal transportasi jalan diarahkan akan ditetapkan sebagai terminal asal dan tujuan, serta persinggahan dari jaringan trayek nasional untuk pelayanan angkutan orang dan jaringan lintas nasional untuk pelayanan angkutan barang; d) Memperhatikan jaringan prasarana, maka rencana umum terminal transportasi jalan diarahkan akan ditetapkan sebagai terminal yang terletak pada jaringan jalan nasional dengan kelas jalan sekurangkurangnya jalan kelas II.
c. Rencana Umum Jaringan Pelayanan Nasional Rencana Umum Nasional Jaringan Pelayanan merupakan rencana kebutuhan pelayan angkutan yang disusun berdasarkan perkiraan perpindahan orang dan/atau barang menurut asal dan tujuan perjalanan, yang meliputi : 1) Rencana Umum Jaringan trayek nasional Rencana Umum Jaringan Trayek Nasional adalah kumpulan trayek-trayek yang menjadi satu jaringan pelayanan angkutan orang ditingkat nasional yang disusun dengan : a)
Memperhatikan tata ruang nasional yaitu hirarkhi pusat-pusat pengembangan wilayah nasional, maka rencana umum jaringan trayek nasional diarahkan akan menghubungkan antar kota-kota yang berfungsi sebagai pusat kegiatan nasional (PKN), dan/atau antara kota-kota yang berfungsi sebagai pusat kegiatan nasional
V - 19
(PKN) dengan kota-kota yang berfungsi sebagai pusat kegiatan wilayah (PKW), dan/atau antar kota-kota yang berfungsi sebagai pusat kegiatan wilayah (PKW); b)
Memperhatikan rencana umum terminal transportasi jalan, maka rencana umum jaringan trayek nasional diarahkan akan menghubungkan kota-kota yang merupakan lokasi terminal penumpang tipe A;
c)
Memperhatikan jaringan prasarana, maka rencana umum jaringan trayek nasional diarahkan akan melalui jaringan jalan nasional dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas II.
d)
Memperhatikan hirarkhi trayek menurut peranan yaitu tingkat hubungan antar simpul atau antar pusat kegiatan, maka rencana umum jaringan trayek nasional diarahkan meliputi : (1) trayek nasional utama, yaitu trayek yang menghubungkan antar kota-kota sebagai pusat kegiatan nasional (PKN); (2) trayek nasional cabang, yaitu trayek yang menghubungkan antara kota-kota sebagai pusat kegiatan nasional dengan kota-kota sebagai pusat kegiatan wilayah (PKW); (3) trayek nasional ranting, yaitu trayek yang menghubungkan antar kota-kota sebagai pusat kegiatan wilayah (PKW).
2) Rencana Umum Jaringan Lintas nasional Rencana Umum Jaringan Lintas Nasional adalah kumpulan lintas-lintas yang menjadi satu jaringan pelayanan angkutan barang ditingkat nasional yang disusun dengan : a). Memperhatikan tata ruang nasional yaitu hirarkhi pusat-pusat pengembangan wilayah nasional, maka rencana umum jaringan lintas nasional diarahkan akan menghubungkan antara lokasi simpul-simpul utama (pelabuhan laut utama, bandara pusat penyebaran primer, terminal barang utama) dengan kota-kota yang berfungsi sebagai pusat kegiatan nasional (PKN) atau kota-kota yang berfungsi sebagai pusat kegiatan wilayah (PKW); b). Memperhatikan rencana umum terminal transportasi jalan, maka rencana umum jaringan lintas nasional diarahkan akan menghubungkan antar simpul-simpul transportasi utama; c). Memperhatikan jaringan prasarana, maka rencana umum jaringan lintas nasional diarahkan akan melalui jaringan jalan nasional dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas II; d). Memperhatikan peruntukannya, maka rencana umum jaringan trayek nasional diarahkan meliputi : (1) Jaringan lintas angkutan peti kemas adalah kumpulan lintas-lintas yang menjadi satu jaringan pelayanan angkutan peti kemas; (2) Jaringan lintas angkutan alat berat adalah kumpulan lintas-lintas yang menjadi satu jaringan pelayanan angkutan alat berat; (3) Jaringan lintas angkutan bahan berbahaya adalah kumpulan
V - 20
lintas-lintas yang menjadi satu jaringan pelayanan angkutan bahan berbahaya. 2. Bidang Lalu Lintas Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan a. Pengembangan Angkutan Penyeberangan Nasional Pengembangan penyeberangan diusulkan mengkuti pola berikut : 1) Poros memanjang: meliputi poros Utara, Tengah dan Selatan yang menghubungkan pulau-pulau arah Timur dan Barat. Untuk mendukung struktur ruang nasional yang telah ditetapkan dalam RTWN maka pengembangan jaringan penyeberangan dititik beratkan pada jaringan transportasi penyeberangan lintas Utara dari Sabang sampai Jayapura melalui : Balohan-Ulee Lheue, Mengkapan-Kp.Balak (Selat Panjang)-TB.Karimun-Tj.Pinang-Anambas-Natuna-Sintete (Kalbar), AncamTarakan-Tolitoli, Bitung/Likupang-Bastiong (Ternate)-Rum-Sofifi, PataniSorong, Manokwari-Numfor-Mokmer (Biak)-Saubeba, Kabuena-Waren. Jaringan transportasi lintas tengah dari Palembang (Tj.Apiapi)Tj.Kalian(Muntok), Sadai-Tj.Ru, Manggar-Ketapang (Kalbar), Dari Kalimantan Selatan melalui : Batulicin-Garongkong, Bajoe-Kolaka, Torobulu-Tampo, Wara-Baubau, Kamaru-Wanci, Dari Kalimantan Timur melalui : Kariangau-Taipa, Luwuk-Salakan-Banggai-Taliabu-MangoleSanana-Teluk Bara(P.Buruh), Namlea-Ambon, Hunimua-Waipirit, WahaiFakfak (Papu Barat). Jaringan transportasi penyeberangan lintas selatan dari Sabang sampai Merauke melalui : Balohan-Ulee Lheue, Bakauheni-Merak, KetapangGilimanuk, Padangbai-Lembar, Kayangan-Pototano, Sape-Lab.Bajo, Larantuka-Waiwerang-Lewoleba-Balauring-Baranusa-Kalabahi, Ilwaki-KisarLakor-Tepa-Adaut-Saumlaki-Larat-Tual-Dobo-Benjina-Timika-PomakoAgats-Bade-Merauke. 2) Penghubung poros: lintas penyeberangan jarak jauh yang menghubungkan pulau-pulau utama Utara – Selatan. Lintas penyeberangan penghubung poros merupakan lintas penghubung simpul aktivitas ekonomi yang terdapat sepanjang poros. Lintas penghubung poros yang diidentifikasikan dapat dikembangkan diantaranya : Lamongan-Garongkong, Lamongan-Bahaur, Kendal-Kumai, Patumbukan-Marapokot. 3) Poros internasional: Lintas penyeberangan antara Indonesia dengan negara-negara tetangga untuk mendukung kerjasama regional dan kutubkutub pertumbuhan. Untuk mendukung kerjasama regional dan kutub-kutub pertumbuhan, diidentifikasikan lintas penyeberangan yang perlu dikembangkan antara Indonesia dengan negara-negara tetangga yaitu Kupang (NTT) - Darwin, Belawan (Sumut)-Penang, Marampit (Sulut)General Santos, Dumai (Riau)-Malaka.
V - 21
b. Arah Pengembangan Angkutan Penyeberangan Strategi Pengembangan Lintas: Pengembangan angkutan penyeberangan di Indonesia ditujukan untuk : a). Membentuk struktur jaringan jalan yang utuh pada suatu gugus pulau; b). Menghubungkan daerah produksi dengan pusat pengumpul dan pemasaran; c). Memberikan kemudahan akses bagi pemerintah dan masyarakat untuk melaksanakan fungsi-fungsi sosial, administrasi, pertahanan keamanan; d). Sebagai mode angkutan alternatif; e). Merangsang pertumbuhan daerah-daerah terisolir. Pelayaran ferry dapat diklasifikasikan menurut beberapa kriteria: (1) Berdasarkan Karakter Fungsional (a) Natural Route : Rute yang menghubungkan dua ibu kota provinsi. (b) Regional Trunk Route: Rute yang menghubungkan dua tempat dimana salah satunya adalah ibu kota provinsi. (c) Regional Route: Rute yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan ibu kota provinsi. (2) Berdasarkan Karakteristik Geografis : (a) Inter-Regional Route : Rute yang menghubungkan dua pulau utama dan cenderung merupakan rute "Long-Haul" (b) Inter-Island Route: Rute yang menhubungkan pulau -pulau dalam satu regioan. (c) Island- Route: Rute yang menghubugnkan lokasi-lokasi di dalam suatu daratan, misalnya penyeberangan danau, penyeberangan sungai, (d) Short-Cut Route: Rute yang merupakan perpendekan dari angkutan jalan raya. (3) Berdasarkan besarnya Demand : (a) High Demand Route: Rute dengan 6 trips/hari dalam satuan kapal 300500 GRT. (b) Medium Demand Route: Rute dengan 2-6 trips / hari dalam satuan kapal 300-500 GRT. (c) iii. Low Demand Route: Rute lebih kecil dari 2 trips/hari dalam satuan kapal 300-500 GRT. (4) Berdasarkan Operasi Kapal Penyeberangan : (a) Sangat pendek ( jarak operasi < 5 mil ) (b) Pendek ( jarak operasi > 5 < 25 mil ) (c) Jauh (jarak operasi > 25 < 150 mil ) (d) Sangat Jauh. ( jarak operasi > 150 mil c. Rencana Pembangunan Dermaga Pembangunan dermaga baru akan dipertimbangkan apabila: (1) Tidak tersedianya dermaga di daerah rencana lokasi; (2) Dermaga yang sudah ada tidak sesuai dengan kapal yang dioperasikan;
V - 22
(3) Dermaga yang sudah ada tidak mencukupi kebutuhan bongkar-muat, arus barang dan penumpang yang ada pada saat ini; (4) Dermaga yang sudah ada rusak dan tidak dapat dimanfaatkan lagi atau membahayakan kapal yang sandar di dermaga. Penilaian lokasi pelabuhan harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: (1) Tatanan kepelabuhan nasional; (2) Kelayakan teknis dengan memperhatikan kondisi geografi, hidrooceanografi dan topografi; (3) Aksesibilitas terhadap hinterland untuk kelancaran distribusi dan industri; (4) Fasilitas pendukung (listrik, air bersih, telpon); Keterpaduan intra dan antar moda transportasi. 3. Bidang Transportasi Perkotaan a. Arah Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan Yang Terpadu Menyusun norma, standar, pedoman dan kriteria (NSPK) dibidang transportasi perkotaan Mendorong penyusunan rencana transportasi perkotaan yang terintegrasi dengan rencana tata ruang pada kota kecil dan kota sedang Menyusun rencana transportasi perkotaan yang terintegrasi dengan rencana tata ruang pada kota besar, raya dan aglomerasi Pengembangan dan penyusunan sistem informasi manajemen transportasi perkotaan b. Rencana Umum Penataan Angkutan dan Lalu Lintas di Kawasan Perkotaan Untuk kota-kota raya dan kota besar didorong untuk menyediakan angkutan umum massal berbasis jalan (BRT). Untuk kota-kota raya dan kota besar yang memiliki bandara internasional dan belum dilayani oleh angkutan bandara, pelabuhan dan stasiun maka prasarana tersebut dikembangkan/diberdayakan/direvitalisasi, untuk dapat dilayani oleh angkutan pemadu moda. Untuk kota-kota raya pengendalian dan pengaturan lalu lintas perlu didukung dengan penerapan Inteligent Transport System (ITS). Untuk kota-kota sedang dan besar, pengendalian dan pengaturan lalu lintas perlu didukung dengan penerapan Sistem APILL Terkoordinasi (ATCS). Untuk Kota/Kabupaten seluruh Indonesia, harus dikembangkan penggunaan sarana angkutan umum yang ramah lingkungan dan fasilitas lalu lintas yang hemat energi. Di wilayah perkotaan harus disediakan fasilitas-fasilitas khusus untuk pejalan kaki dan kendaraan tidak bermotor. 4. Bidang Keselamatan Transportasi Darat Arah Kebijakan Direktorat Keselamatan Transportasi Darat dari tahun 2010 s/d 2014 masih mengacu pada rencana umum keselamatan Transportasi jalan dengan sasaran sebagai berikut : a. Memperkuat koordinasi dan penanganan keselamatan transportasi darat
V - 23
b. Menciptakan masyarakat yang sadar dan menghargai keselamatan melalui pendidikan c. Perencanaan dan Evaluasi kinerja manajemen Keselamatan d. Meningkatka ketertiban dan keselamatan dalam berlalu lintas e. Menciptakan sistem penjaminan resiko keselamatan yang berkeadilan dan sumber pendanaan keselamatan f. meminimalisir resiko ancaman dari devisiensi keselamatan melalui pendekatan rekayasa modern g. megupayakan perlindungan bagi kelompok pengguna moda transportasi darat yang lebih berkeselamatan h. membangun sistem tanggap darurat yang mudah diakses dan responsip. Secara umum program jangka panjang transportasi darat terdiri dari 5(lima) program besar yang bersifat pundamental dan member dukungan terhadap program-program lain yaitu : a. Peningkatan fungsi dan peran pendidikan/Edukasi dalam menciptakan masyarakat yang sadar dan mengahargai keselamatan. b. Pengembangan sistem data dan infomasi kecelakaan c. perkuatan penegakan peraturan berlalu lintas. d. Kerja sama pendanaan berbagi program keselamatan dan penjaminan resiko keselamatan e. Mendorong penggunaan moda yang lebih berkeselamatan II. KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TRANSPORTASI DARAT a.
Mendorong penggunaan angkutan massal untuk menggantikan kendaraan pribadi di perkotaan sebagai pelaksanaan pembatasan kendaraan pribadi. 1) Mengembangkan pelayanan angkutan umum massal untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat dan mampu berkompetisi dengan kendaraan pribadi. 2) Mendukung program penggunaan angkutan umum dan pembatasan penggunaan kendaraan pribadi. 3) Membina dan mendorong perusahaan angkutan umum sehingga menjadi perusahaan yang sehat secara finansial dan mantap secara operasional didukung dengan manajemen yang kuat. 4) Menyusun standar sistem pemberian ijin kepada calon operator dengan sistem tender untuk menjaring calon operator potensial. 5) Memberikan kesempatan yang sama kepada swasta untuk ikut serta dalam persaingan penyediaan layanan transportasi darat. 6) Membuat bentuk-bentuk kerjasama pemerintah dan swasta dalam pengembangan angkutan umum.
b.
Mendorong penyusunan standar kompetensi untuk SDM transportasi darat (pemangku kebijakan, operator) 1) Mendorong dan memfasilitasi pendidikan profesi untuk SDM transportasi darat 2) Memberdayakan asosiasi profesi untuk SDM transportasi darat
V - 24
3) Menjalin kerjasama dengan institusi pendidikan dalam rangka penyusunan standar kompetensi c.
Mendorong penggunaan teknologi dalam pengembangan transportasi darat 1) Melakukan penelitian dan pengembangan teknologi untuk mengantisipasi wilayah rawan bencana; 2) Melakukan penilaian terhadap berbagai pilihan teknologi; 3) Melakukan inventarisasi dan promosi teknologi lokal (indigenous technology) yang tepat dengan cara kerjasama dengan pemerintah daerah; 4) Melakukan kerjasama dengan institusi pendidikan dalam rangka pengembangan teknologi; 5) Melakukan inovasi teknologi transportasi darat, termasuk bekerja sama dengan institusi penyedia jasa Research and Development; 6) Mengembangkan teknologi untuk pemantauan, pengaturan dan pengendalian dan informasi untuk lalu lintas dan angkutan umum (smart card, ITS, navigasi, alat survey, ATCS dll) 7) Mengembangkan prototype dan produksi kendaraan ramah lingkungan 8) Mengembangkan teknologi sumber daya alternative untuk fasilitas lalu lintas dan angkutan umum.
d.
Mendorong daerah untuk menyusun perencanaan transportasi darat yang sinergis dengan rencana transportasi nasional sehingga mampu mengatasi permasalahan transportasi didaerahnya 1) Melakukan sosialisasi rencana transportasi nasional ke daerah-daerah untuk dapat disesuaikan dengan kebijakan perencanaan transportasi darat di daerah 2) Menyusun panduan/pedoman perencanaan transportasi darat sebagai pegangan bagi daerah dalam perencanaan transportasi daerah 3) Mendorong dan memfasilitasi terbentuknya forum kerjasama antar daerah dalam rangka perencanaan transportasi regional. 4) Memberikan bimbingan teknis dan bantuan teknis kepada daerah dalam penyusunan rencana transportasi darat.
e.
Mendorong dan memfasilitasi perubahan dalam industri transportasi darat menuju sistem tender trayek; 1) Melaksanakan proses pengadaan yang adil dan transparan, melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pengadaaan barang/jasa (tender trayek); 2) Peningkatan kompetensi penyelenggara proses pengadaan; 3) Menciptakan perlindungan hak dari pihak-pihak yang melakukan proses transaksi; 4) Mendorong kemudahan investasi usaha dan peningkatan peran pemerintah daerah dalam pengaturan dan pengawasan untuk keseimbangan dari struktur industri dan struktur pasar;
f.
Menyusun regulasi yang memberikan kepastian dan ketetapan hukum tata niaga transportasi.
V - 25
1) Bekerjasama dengan institusi pendidikan dalam menyusun kajian penyiapan regulasi tata niaga transportasi. 2) Mensosialisasikan regulasi tata niaga transportasi ke seluruh daerah. 3) Meningkatkan kompetensi SDM perangkat dan aparat hukum sehingga mampu menegakkan kepastian & Ketetapan hukum. G. ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN 1. Arah Kebijakan Pembangunan Lalu Lintas Angkutan Jalan Arah Kebijakan Pembangunan Lalu Lintas Angkutan Jalan dalam periode 5 (lima) tahun ke depan (tahun 2010 – 2014) adalah : a. Meningkatkan kondisi pelayanan prasarana jalan melalui penanganan muatan lebih secara komprehensif, dan melibatkan berbagai instansi terkait. b. Meningkatkan keselamatan lalu lintas jalan secara komprehensif dan terpadu dari berbagai aspek (pencegahan, pembinaan dan penegakan hukum, penanganan dampak kecelakaan dan daerah rawan kecelakaan, sistem informasi kecelakaan lalu lintas dan kelaikan sarana, serta ijin pengemudi di jalan). c. Meningkatkan kelancaran pelayanan angkutan jalan secara terpadu: (1) penataan sistem jaringan dan terminal; (2) manajemen lalu lintas; (3) pemasangan fasilitas dan rambu jalan; (4) penegakan hukum dan disiplin di jalan; (5) mendorong efisiensi transportasi barang dan penumpang di jalan melalui deregulasi pungutan dan retribusi di jalan, penataan jaringan dan ijin trayek; (6) kerjasama antar lembaga pemerintah (pusat dan daerah). d. Meningkatkan aksesibilitas pelayanan kepada masyarakat diantaranya melalui penyediaan pelayanan angkutan perintis pada daerah terpencil. e. Meningkatkan kinerja peraturan dan kelembagaan melalui: 1) Penataan sistem transportasi jalan sejalan dengan sistem transportasi nasional dan wilayah (lokal); diantaranya melalui penyusunan RUJTJ (Rancangan Umum Jaringan Transportasi Jalan) meliputi penataan simpul, ruang kegiatan, ruang lalu lintas serta penataan pola distribusi nasional sesuai dengan rencana kelas jalan; 2) Melanjutkan revisi Undang-undang Nomor 14 tahun 1992 tentang lalu lintas angkutan jalan dan peraturan pelaksanaannya; 3) Peningkatan pembinaan teknis transportasi di daerah, sejalan dengan desentralisasi dan otonomi daerah, dibuat sistem standar pelayanan minimal dan standar teknis di bidang LLAJ serta skema untuk peningkatan pelaksanaan pengendalian dan pengawasan LLAJ di daerah; 4) Meningkatkan peran serta, investasi swasta dan masyarakat dalam penyelenggaraan transportasi jalan dengan menciptakan iklim kompetisi yang sehat dan transparan dalam penyelenggaraan transportasi, serta pembinaan terhadap operator dan pengusaha di bidang LLAJ; f. Meningkatkan profesionalisme SDM (petugas, disiplin operator dan pengguna di jalan), meningkatkan kemampuan manajemen dan rekayasa lalu lintas, serta pembinaan teknis tentang pelayanan operasional transportasi. g. Mendukung pengembangan transportasi yang berkelanjutan, terutama penggunaan transportasi umum massal di perkotaan yang padat dan yang terjangkau dan efisien, berbasis masyarakat dan terpadu dengan pengembangan wilayahnya.
V - 26
2. Arah Kebijakan Pembangunan Lalu Lintas Angkutan Sungai Danau & Penyeberangan Arah kebijakan pembangunan angkutan Sungai, Danau dan Penyebeangan (SDP) periode 5 (lima) tahun ke depan (tahun 2010 – 2014) adalah : a. Memperbaiki keselamatan dan kualitas pelayanan prasarana dan sarana serta pengelolaan angkutan ASDP; b. Meningkatkan kelancaran dan kapasitas pelayanan di lintas yang telah jenuh dan memperbaiki tatanan pelayanan angkutan antarmoda dan kesinambungan transportasi darat yang terputus di dalam pulau (sungai dan danau) dan antarpulau dengan pelayanan point to point; sejalan dengan sistem transportasi nasional dan wilayah (lokal). Arah pengembangan jaringan pelayanan ASDP diarahkan untuk pencapaian arah pengembangan jaringan Sistranas jangka panjang adalah: 1) Jawa dan Madura diarahkan untuk mendukung pariwisata dan angkutan lokal pada lintas: penyeberangan antarprovinsi antarpulau seperti Merak-Bakauheni, Jakarta-Pangkal Pinang, Semarang-Banjarmasin, Lamongan-Balikpapan, Lamongan -MakasarTakalar dan Ketapang Gilimanuk. Selain itu, dilanjutkan pengembangan lintas penyeberangan antar kab/kota. 2) Bali dan Nusa Tenggara diarahkan untuk kegiatan transportasi lokal dalam menunjang: pariwisata di danau Bedugul, Batur dan Kelimutu; lintas penyeberangan antarnegara seperti Kupang-Dili, dan rencana kajian untuk Kupang-Darwin, serta lintas penyeberangan antarprovinsi antarpulau menuju pulau Jawa dan pulau Sulawesi. Pengembangan lintas penyeberangan antarkabupaten/kota diperlukan keterpaduan antarmoda dan dikembangkan sesuai dengan tingkat perkembangan permintaan pada jaringan transportasi jalan. 3)
4)
Kalimantan diarahkan pada pengembangan jaringan transportasi sungai untuk menjangkau: seluruh daerah pedalaman dan terpencil yang didominasi oleh perairan yang tersebar luas; jaringan transportasi penyeberangan pada lintas antarprovinsi dan antarpulau terutama dengan pulau Sulawesi seperti Balikpapan-Mamuju, Nunukan-Manado, serta dengan pulau Jawa dan Sumatera, dan perencanaan lintas internasional Tarakan-Nunukan-Tawao. Sulawesi diarahkan pada pengembangan jaringan transportasi penyeberangan dengan perioritas tinggi di danau Tempe, danau Towuti dan danau Matano; serta pada lintas penyeberangan dalam provinsi dan antarprovinsi.
V - 27
5)
Maluku dan Papua diarahkan untuk meningkatkan lintas antar provinsi dan antar kepulauan dalam provinsi.
c. Meningkatkan aksesibilitas pelayanan ASDP: (1) mengembangkan angkutan sungai terutama di wilayah Kalimantan, Sumatera dan Papua yang telah memiliki sungai cukup besar; (2) mengembangkan angkutan danau untuk menunjang program wisata; (3) meningkatkan pelayanan penyeberangan sebagai penghubung jalur jalan yang terputus di perairan, terutama pada lintasan ASDP di Sabuk Selatan (Sumatera-Jawa-Bali-NTB-NTT). d. Mendorong peran serta pemda dan swasta dalam penyelenggaraan ASDP; mendorong penyelesaian revisi UU Nomor 21 tahun 1992 tentang Pelayaran serta peraturan pelaksanaanya; melaksanakan restrukturisasi BUMN dan kelembagaan dalam moda ASDP, agar tercapai efisiensi, transparansi serta meningkatkan peran swasta dalam bidang ASDP. 3. Arah Kebijakan Pembangunan Transportasi Perkotaan a. Terciptanya sistem transportasi perkotaan yang terintegrasi dengan tata ruang: 1) Menyusun norma, standar, pedoman dan kriteria (NSPK) jaringan transportasi perkotaan 2) Menyusun rencana umum transportasi perkotaan di wilayah perkotaan 3) Pengembangan dan penyusunan sistem informasi manajemen transportasi perkotaan 4) Sosialisasi, publikasi dan koordinasi penyelenggaraan transportasi perkotaan b. Peningkatan peran angkutan umum perkotaan: 1) Menyusun norma, standar, pedoman dan kriteria (NSPK) angkutan perkotaan 2) Menyusun norma, standar, pedoman dan kriteria (NSPK) angkutan pemadu moda 3) Menyusun norma, standar, pedoman dan kriteria (NSPK) angkutan tidak dalam trayek 4) Menyusun norma, standar, pedoman dan kriteria (NSPK) angkutan barang di wilayah perkotaan 5) Pengembangan angkutan umum massal berbasis jalan di wilayah perkotaan 6) Bimbingan teknis, Evaluasi dan monitoring penyelenggaraan angkutan umum di wilayah perkotaan (Dalam trayek dan tidak dalam trayek) 7) Bantuan teknis penyelenggaraan angkutan pemadu moda pada Bandarabandara Internasional, Pelabuhan dan Stasiun dan Kota-kota Percontohan 8) Bantuan teknis penyelenggaraan angkutan pelajar/mahasiswa/perintis kota pada kabupaten/kota/perguruan tinggi seluruh Indonesia
c. Peningkatan kelancaran dan kenyamanan lalu lintas perkotaan: 1) Menyusun norma, standar, pedoman dan kriteria (NSPK) lalu lintas perkotaan 2) Penyelenggaraan manajemen dan rekayasa lalu lintas di jalan nasional pada kawasan perkotaan
V - 28
3) Penerapan Sistem APILL Terkoordinasi (ATCS) pada kota sedang, kota besar, kota metropolitan, ibukota provinsi dan kota percontohan 4) Penerapan teknologi untuk kepentingan lalu lintas 5) Penerapan Fasilitas Lalu Lintas Perkotaan yang Hemat Energi 6) Penerapan kawasan percontohan tertib penyelenggaraan lalu lintas perkotaan 7) Bimbingan teknis, Evaluasi dan monitoring penyelenggaraan manajemen dan rekayasa lalu lintas perkotaan d. Peningkatan transportasi perkotaan berkelanjutan yang ramah lingkungan: 1) Menyusun rencana umum Pemberian bimbingan teknis tentang penyelenggaraan transportasi berwawasan lingkungan dan penanganan dampak transportasi di kawasan perkotaan 2) Penyelenggaraan analisis dampak lalu lintas di jalan nasional di wilayah perkotaan 3) Penerapan diversifikasi energi ramah lingkungan untuk angkutan umum di wilayah perkotaan : 4) Bimbingan teknis, evaluasi dan monitoring penyelenggaraan andal lalu lintas di jalan nasional di wilayah perkotaan 5) Bimbingan teknis, evaluasi dan monitoring Penanganan Dampak Transportasi dan Penggunaan Energi Ramah Lingkungan di Wilayah Perkotaan 4. Arah Kebijakan Pembangunan Keselamatan Transportasi Darat a. Penyusunan Revisi UU 14/1992 dan Penyiapan peraturan pendukungnya; b. Pembentukan Dewan Keselamatan Transportasi Jalan (DKTJ) pusat dan daerah; c. Revisi dan penetapan cetak biru Keselamatan jalan; d. Penggalian sumber-sumber pendanaan untuk mendukung keselamatan transportasi darat; e. Pembangunan Sistem Informasi Keselamatan (SIK); f. Promosi dan Kemitraan ( Pendidikan dan pelatihan, penghargaan dan sanksi) terhadap penyelenggaraan keselamatan transportasi darat. H. PROGRAM PEMBANGUNAN Program pembangunan transportasi darat tahun 2010-2014 bertujuan untuk mendukung pengembangan transportasi darat yang lancar, terpadu, aman dan nyaman, sehingga mampu meningkatkan efisiensi pergerakan orang dan barang, memperkecil kesenjangan pelayanan angkutan antar wilayah serta mendorong ekonomi nasional. 1. Program Pengembangan Transportasi Darat Kebijakan-kebijakan yang telah disusun dengan baik mempertimbangkan semua aspek yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pembangunan transportasi darat harus ditindak-lanjuti oleh program-program yang lebih detail. Diharapkan dengan perumusan program-program yang lebih detail lebih mudah diimplementasikan di lapangan dan hasilnya lebih berdaya guna. Dibawah ini disampaikan program-program yang merupakan tindak lanjut dari kebijakan yang telah disusun sebelumnya, dan telah diklasifikasikan untuk masing-masing direktorat.
V - 29
Rencana program transportasi jalan disusun sebagai tindak lanjut dari kebijakan yang telah disusun sebelumnya dengan mendasarkan pada visi-misi dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Program penting yang memerlukan perhatian dan komitmen dari berbagai pihak yang terkait adalah program penetapan koridor keselamatan nasional untuk transportasi jalan, dimana pada koridor tersebut telah terdapat komitmen pemerintah untuk memberikan jaminan keselamatan yang tinggi bagi pengguna jalan (masyarakat pengguna jalan). Konsekuensi yang harus dijalankan pemerintah adalah, pemerintah harus memenuhi seluruh standar yang akan dapat mempengaruhi keselamatan perjalanan, seperti standar geometrik, standar alinemen vertikal dan horisontal, sehingga dapat menjamin tingkat keselamatan penggunaan prasarana jalan. Misi Sistem Pelayanan Transportasi Darat yang aman, selamat dan mampu menjangkau masyarakat dan wilayah Indonesia Transportasi darat yang berkualitas, berdaya saing dan berkelanjutan
Tabel 5.1 Rencana Program Transportasi Jalan Tujuan Kebijakan Program Peningkatan keamanan dan keselamatan pelayanan transportasi darat Pemenuhan kebutuhan prasarana dan sarana transportasi darat yang menjangkau masyarakat dan wilayah Indonesia Perusahaan dan operator/penyedia jasa di transportasi darat yang memiliki kualitas prima di dalam manajemen produksi:
Terwujudnya keamanan dan Penetapan koridor keselamatan menggunakan keselamatan nasional untuk prasarana transportasi jalan transportasi jalan Terwujudnya penyelenggaraan Menjamin aksesibilitas transportasi jalan yang mampu jaringan nasional menjangkau masyarakat dan wilayah Indonesia
Penetapan persyaratan operator penyedia jasa transportasi darat, baik dari sisi kemampuan keuangan, administrasi dan Sumber Daya Manusia perusahaan
Pengaturan batas bawah kemampuan operator/penyedia jasa transportasi jalan, untuk menjamin kualitas pelayanan yang dihasilkan
Terwujudnya kehandalan, efektivitas dan kelancaran pergerakan lalu lintas pada ruas-ruas jalan di Indonesia.
Penerapan manajemen lalulintas untuk meningkatkan kelancaran pergerakan lalulintas
Pengurangan dampak negatif transportasi jalan pada lingkungan
Mengurangi polusi akibat aktivitas transportasi di jalan Nasional
process, capacity, inventory, workforce’s, dan quality
Meningkatkan daya saing pelayanan transportasi jalan sehingga mampu berkompetisi dengan moda lainnya Pertumbuhan pembangunan transportasi darat yang merata dan berkelanjutan Tata niaga dan Peningkatan industri perkembangan transportasi tata niaga yang darat yang menjamin transparan dan hak–hak pemangku
Pemberlakuan sistem buy the Pengelolaan perijinan service untuk transportasi dengan sistem tender jalan dan sistem tender Pelaksanaan sistem jaminan mutu pada pelayanan transportasi
V - 30
Misi
Tujuan
akuntabel
Kebijakan
kepentingan yang berkeadilan
Prasarana dan sarana transportasi darat yang terintegrasi dengan moda lainnya
Perkuatan industri transportasi darat yang bertata-kelola usaha yang baik Terciptanya pembangunan transportasi jalan yang terintegrasi dengan moda lainnya
Program jalan Perencanaan rute yang terintegrasi dengan moda lain
Peningkatan kualitas SDM yang Penyusunan standar profesional di bidang LLAJ. kompetensi SDM transportasi jalan Penguatan regulasi dan Mendorong riset dan penetapan perijinan usaha pengembangan pengusahaan transportasi jalan Terwujudnya pelayanan angkutan jalan yang terpadu dan terjangkau lapisan masyarakat.
- Penyusunan konsep integrasi pelayanan dan operasi angkutan umum - Koordinasi Pengintegrasian dengan pemangku kebijakan moda lain - Integrasi prasarana transportasi darat
Rencana program transportasi sungai, danau dan penyeberangan disiapkan untuk mengakomodasi rencana pengembangan transportasi sungai, danau dan penyeberangan yang ditujukan untuk angkutan barang dan menyambung angkutan jalan yang terputus oleh perairan. Program yang direncanakan adalah penerapan standar keselamatan dan keamanan penyelenggaraan angkutan, perencanaan jaringan, penyusunan dan penetapan standar pelayanan dan tata operasi, pengembangan sarana-prasarana, penyusunan standar kompetensi operator dan rencana integrasi dengan moda lain. Uraian lebih lengkap dapat dilihat dalam tabel berikut ini. Tabel 5.2 Rencana Program Transportasi Sungai, Danau dan Penyeberangan Misi Sistem Pelayanan Transportasi Darat yang aman, selamat dan mampu menjangkau masyarakat dan wilayah Indonesia
Tujuan
Kebijakan
Peningkatan keamanan dan keselamatan pelayanan transportasi darat
Memberikan rasa aman, selamat dan nyaman dalam penyelenggaraan transportasi sungai, danau dan penyeberangan.
Penerapan standar keselamatan dan keamanan transportasi sungai, danau dan penyeberangan
Pemenuhan kebutuhan prasarana dan sarana transportasi darat yang menjangkau masyarakat dan wilayah Indonesia
Menciptakan aksesibiltas yang tinggi dengan transportasi sungai, danau dan penyeberangan.
Perencanaan jaringan sungai, danau dan penyeberangan dan fasilitas penunjangnya
V - 31
Program
Misi
Tujuan
Transportasi darat yang berkualitas, berdaya saing dan berkelanjutan
Perusahaan dan operator/ penyedia jasa di transportasi darat yang memiliki kualitas prima di dalam manajemen produksi: process,
capacity, inventory, workforce’s,
Kebijakan
Program
Mewujudkan perusahaan dan operator/penyedia jasa transportasi sungai, danau dan penyeberangan yang berkualitas prima
Penyusunan dan penetapan standar pelayanan dan tata cara operasi sungai, danau dan penyeberangan.
Mewujudkan kualitas pelayanan transportasi sungai, danau dan penyeberangan sesuai dengan standar pelayanan
Penerapan dan penegakan standar pelayanan pada transportasi sungai, danau dan penyeberangan
dan
quality
Tata niaga dan industri transportasi darat yang transparan dan akuntabel Misi tujuan Kebijakan Program Prasarana dan sarana transportasi darat yang terintegrasi dengan moda lainnya
Meningkatkan daya saing pelayanan transportasi darat sehingga mampu berkompetisi dengan moda lainnya Pertumbuhan pembangunan transportasi darat yang merata dan berkelanjutan Peningkatan perkembangan tata niaga yang menjamin hak–hak pemangku kepentingan yang berkeadilan Perkuatan industri transportasi darat yang bertata-kelola usaha yang baik Terciptanya pembangunan transportasi jalan yang terintegrasi dengan moda lainnya
Minimalisasi dampak negatif operasiona sungai, danau dan penyeberangan terhadap lingkungan
Pengembangan sarana prasarana transportasi sungai, danau dan penyeberangan yang ramah lingkungan
Terwujudnya kesempatan kepada BUMN, pengusaha swasta untuk berperan serta dalam pelayanan angkutan sungai, danau dan penyeberangan
Menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pengembangan angkutan sungai, danau dan penyeberangan
Menciptakan iklim kondusif pengusahaan transportasi sungai, danau dan penyeberangan.
Menyusun standar kompetensi pengusahaan transportasi sungai, danau dan penyeberangan
Menciptakan aksesibilitas maksimum dengan integrasi intermoda
Perencanaan integrasi intermoda
Transportasi perkotaan memiliki kompleksitas yang tinggi, di mana berbagai moda saling berinteraksi untuk melayani kebutuhan mobilitas di perkotaan. Permasalahan etika berlalulintas, kualitas pelayanan angkutan umum dan integrasi intermoda merupakan agenda besar yang harus diselesaikan dengan rencana program transportasi perkotaan. Rencana program untuk transportasi perkotaan diuraikan pada Tabel 5.3.
V - 32
Misi
Tabel 5.3 Rencana Program Transportasi Perkotaan Tujuan Kebijakan
Sistem pelayanan transportasi darat yang aman, selamat, dan mampu menjangkau masyarakat dan wilayah Indonesia Transportasi darat yang berkualitas, berdaya saing dan berkelanjutan
Peningkatan keamanan dan keselamatan pelayanan transportasi darat Pemenuhan kebutuhan prasarana dan sarana transportasi darat yang menjangkau masyarakat dan wilayah Indonesia
Tata niaga dan industri transportasi darat yang transparan dan akuntabel
Peningkatan perkembangan tata niaga yang menjamin hak-hak pemangku kepentingan yang berkeadilan
Peningkatan disiplin berlalulintas
Program Pembelajaran etika berlalu lintas
Mengembangkan angkutan umum Peningkatan kualitas yang mampu menjangkau seluruh pelayanan angkutan kawasan perkotaan dan mampu umum melayani seluruh lapisan
Perusahaan dan operator/penyedia jasa di transportasi darat yang Memiliki kualitas prima di dalam manajemen produksi: process,
Mensyaratkan batas kemampuan - Penerapan perusahaan operator/penyedia jasa persyaratan minimal yang harus dipenuhi untuk perusahaan dari sisi menyelenggarakan angkutan umum administrasi, keuangan dan sumber daya manusia capacity, inventory, - Mengkondisikan workforce’s, dan Quality multioperator dalam penyelenggaraan angkutan KA untuk kompetisi Meningkatkan daya saing Meningkatkan pelayanan angkutan Memberikan insentif pelayanan transportasi umum untuk penggunaan darat sehingga mampu angkutan umum berkompetisi dengan dan disinsentif untuk moda lainnya penggunaan kendaraan pribadi Pertumbuhan Mengurangi dampak negatif Penerapan pembangunan transportasi terhadap lingkungan transportasi transportasi ramah lingkungan darat yang merata dan berkelanjutan Terwujudnya landasan hukum yang Perencanaan rute kukuh dan komprehensif dalam transportasi kota penyelenggaraan transportasi secara terintegrasi perkotaan.
Perkuatan industri Keberpihakan pada angkutan umum Peningkatan kualitas transportasi darat yang pelayanan angkutan bertata-kelola usaha yang umum baik
V - 33
Misi Prasarana dan sarana transportasi darat yang terintegrasi dengan moda lainnya
Tujuan
Kebijakan
Terciptanya Integrasi antar moda transportasi pembangunan perkotaan transportasi darat yang terintegrasi dengan moda lainnya
Program Penyusunan konsep integrasi pelayanan dan operasi angkutan perkotaan
2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Transportasi Darat Transportasi secara umum berfungsi sebagai katalisator dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah, dan pemersatu wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Infrastruktur transportasi mencakup transportasi jalan, angkutan sungai, danau dan penyeberangan. Pada umumnya infrastruktur transportasi mengemban fungsi pelayanan publik dan misi pembangunan nasional. Di sisi lain transportasi juga berkembang sebagai industri jasa. Pembangunan transportasi, diarahkan untuk mendukung perwujudan Indonesia yang lebih sejahtera dan sejalan dengan perwujudan Indonesia yang aman dan damai serta adil dan demokratis. Untuk mendukung perwujudan kesejahteraan masyarakat, maka fungsi pelayanan umum transportasi adalah melalui penyediaan jasa transportasi guna mendorong pemerataan pembangunan, melayani kebutuhan masyarakat luas dengan harga terjangkau baik di perkotaan maupun perdesaan, mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah pedalaman dan terpencil, serta untuk melancarkan mobilitas distribusi barang dan jasa dan mendorong pertumbuhan sektor-sektor ekonomi nasional. Oleh sebab itu pembangunan transportasi diarahkan untuk meningkatkan pelayanan jasa transportasi secara efisien, andal, berkualitas, aman dan dengan harga terjangkau. Selain itu perlu dikembangkan pembangunan sistem transportasi nasional (Sistranas) untuk mencapai keterpaduan secara intermoda dan keterpaduan dengan sistem tata ruang nasional, pembangunan wilayah dan berkelanjutan; serta terciptanya sistem distribusi nasional, regional dan internasional yang mampu memberikan pelayanan dan manfaat bagi masyarakat luas, termasuk meningkatkan jaringan transportasi antara desa-kota dan daerah produksi-pemasaran serta memadai. Selain itu, fungsi pembangunan infrastruktur transportasi juga diarahkan untuk dapat mendukung perwujudan Indonesia yang aman dan damai, terutama dengan semakin banyaknya permasalahan sosial politik yang timbul di beberapa wilayah konflik dan wilayah perbatasan, diperlukan tindakan pencegahan dan pemecahan segera. Ketersediaan prasarana dan sarana transportasi diperlukan di wilayah konflik dan wilayah perbatasan serta wilayah terisolasi, untuk mendorong kelancaran mobilitas barang dan orang serta mempercepat pengembangan wilayah dan mempererat hubungan antarwilayah NKRI. Sejalan dengan perwujudan Indonesia yang adil dan demokratis, maka peranan transportasi diperlukan untuk menjembatani kesenjangan dan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan. Transportasi antarwilayah akan membuka peluang terjadinya perdagangan antarwilayah dan mengurangi perbedaan harga antarwilayah, serta meningkatkan mobilitas tenaga kerja sehingga mengurangi konsentrasi keahlian dan keterampilan pada beberapa wilayah. Dengan adanya pemerataan keterampilan dan
V - 34
keahlian, maupun biaya antarwilayah, dapat mendorong terciptanya kesamaan kesempatan pembangunan wilayah. Pemerataan pelayanan transportasi secara adil dan demokratis juga diarahkan agar setiap lapisan masyarakat bisa mendapatkan kebutuhan pelayanan jasa transportasi secara mudah dan terjangkau. Secara umum, kendala yang dihadapi sektor transportasi meliputi aspek kapasitas, kondisi, jumlah dan kuantitas prasarana dan sarana fisik; kelembagaan dan peraturan; sumber daya manusia; teknologi; pendanaan/investasi; serta manajemen, operasi dan pemeliharaan. Sehingga sasaran umum pembangunan transportasi dalam lima tahun mendatang adalah: a. Meningkatnya kondisi dan kualitas prasarana dan sarana dengan menurunkan tingkat backlog pemeliharaan; b. Meningkatnya jumlah dan kualitas pelayanan transportasi, terutama keselamatan transportasi nasional; c. Meningkatnya kualitas pelayanan transportasi yang berkesinambungan dan ramah lingkungan, serta sesuai dengan standar pelayanan yang dipersyaratkan; d. Meningkatnya mobilitas dan distribusi nasional dan wilayah; e. Meningkatnya pemerataan dan keadilan pelayanan transportasi baik antar wilayah maupun antar golongan masyarakat di perkotaan, perdesaan, maupun daerah terpencil dan perbatasan; f. Meningkatnya akuntabilitas pelayanan transportasi melalui pemantapan sistem transportasi nasional, wilayah dan lokal; dan g. Khusus untuk daerah yang terkena bencana nasional akan dilakukan program rehabilitasi sarana dan prasarana transportasi dan pembinaan sumber daya manusia yang terpadu dengan program-program sektor-sektor lainnya dan rencana pengembangan wilayah. Untuk mencapai sasaran tersebut, maka kebijakan umum pembangunan transportasi adalah: a. Kebijakan pembangunan prasarana dan sarana transportasi; b. Kebijakan untuk meningkatkan keselamatan transportasi nasional secara terpadu; c. Kebijakan untuk meningkatkan mobilitas dan distribusi nasional; d. Kebijakan pembangunan transportasi yang berkelanjutan; e. Kebijakan pembangunan transportasi terpadu yang berbasis pengembangan wilayah; f. Kebijakan peningkatan data dan informasi serta pengembangan audit prasarana dan sarana transportasi nasional; g. Kebijakan membangun dan memantapkan terwujudnya sistem transportasi nasional, wilayah dan lokal secara bertahap dan terpadu; h. Kebijakan untuk melanjutkan restrukturisasi kelembagaan dan peraturan perundangan transportasi dan peraturan pelaksanaannya; i. Kebijakan untuk mendorong pengembangan industri jasa transportasi yang bersifat komersial di daerah yang telah berkembang dengan melibatkan peran serta swasta dan masyarakat dan meningkatkan pembinaan pelaku transportasi nasional; dan j. Kebijakan pemulihan jalur distribusi dan mobilisasi di wilayah-wilayah yang terkena dampak bencana nasional secara terpadu.
V - 35
Dalam lima tahun ke depan (tahun 2010 – 2014) Direktorat Jenderal Perhubungan Darat melalui Program Pengelolaan dan Penyelenggaraan Transportasi Darat melaksanakan kegiatan pembangunan yang meliputi : 1) Kegiatan Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Direktorat Jenderal Perhubungan Darat 2) Pembangunan dan Pengelolaan Prasarana dan Fasilitas Lalu Lintas Angkutan Jalan 3) Pembangunan Sarana dan Prasarana Transportasi SDP dan Pengelolaan Prasarana Lalu Lintas SDP; 4) Pembinaan dan Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan; 5) Manajemen dan Peningkatan Keselamatan Transportasi Darat.
I. INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10) 11) 12) 13) 14) 15) 16) 17) 18) 19) 20) 21) 22) 23) 24) 25) 26) 27) 28)
Jumlah konsumsi energi tak tergantikan oleh angkutan umum sektor transportasi darat Jumlah produksi emisi gas buang dari sub sektor transportasi darat Prosentase peningkatan kontribusi transportasi darat terhadap PDRB Kejadiankecelakaan lalu lintas jalan dan SDP yang terkait dengan kewenangan Ditjen Hubdat Prosentase terpenuhinya frekuensi pelayanan pada lintas penyeberangan utama Prosentase kinerja pelayanan AKAP Jumlah lokasi yang memanfaatkan sarana transportasi darat berteknologi efisien dan ramah lingkungan Jumlah prasarana transportasi jalan yang memanfaatkaan teknologi efisien dan ramah lingkungan di jalan nasional Jumlah pembangunan kenavigasian untuk angkutan sungai danau penyeberangan yang memanfaatkan teknologi ramah lingkungan Jumlah Kota yang menerapkan ATCS dalam pelaksanaan Manajemen rekayasa Lalu Lintas Jumlah kota yang memanfaatkan angkutan massal untuk pelayanan angkutan perkotaan Jumlah trayek keperintisan angkutan jalan Jumlah trayek AKAP Jumlah lintas penyeberangan perintis Jumlah lintas penyeberangan komersial Jumlah produksi angkutan penyeberangan Jumlah penumpang angkutan umum pada pelayanan angkutan lebaran Jumlah penumpang angkutan umum pada pelayanan angkutan natal dan tahun baru Jumlah kapasitas penumpang angkutan umum massal di perkotaan Prosentase penyelenggaraan operasional prasarana LLAJ yang memenuhi SPM Prosentase sarana pelayanan AKAP yang memenuhi SPM Prosentase sarana pelayanan AKAP yang memenuhi SPM Prosentase pemenuhan standar operasional pelabuhan penyeberangan Prosentase kapal penyeberangan yang memenuhi SPM Nilai AKIP Ditjen Perhubungan Darat Tingkat penyerapan anggaran Ditjen Perhubungan Darat Nilai aset Ditjen Perhubungan Darat yang berhasil diinventarisasi Jumlah pemberian sertifikat dan kualifikasi teknis petugas operasional Jumlah Pegawai yang sudah memiliki sertifikat
V - 36
29) 30)
Jumlah kerjasama dengan Pemda/swasta di bidang transportasi darat Jumlah tersusunnya peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaannya
J. STRATEGI NASIONAL PEMBANGUNAN DAERAH TERISOLIR/TERTINGGAL DAN KAWASAN PERBATASAN 1. Definisi Strategi Nasional Pembangunan Daerah Tertinggal (Stranas PDT) adalah acuan berbagai pihak (staholders) baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat dalam melaksanakan pembangunan daerah tertinggal. Stranas PDT mengatur pelaksanaan pembangunan daerah tertinggal berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan yang adil, demokratis, terbuka, partisipatif, dan terintegrasi. Daerah tertinggal adalah daerah Kabupaten yang relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional, dan berpenduduk yang relatif tertinggal. Unit terkecil daerah tertinggal adalah wilayah administrasi Kabupaten, sesuai dengan kewenangan otonomi daerah yang secara penuh diberikan kepada pemerintah Kabupaten. Penetapan kriteria daerah tertinggal dilakukan dengan menggunakan pendekatan berdasarkan pada perhitungan 6 (enam) kriteria dasar yaitu : perekonomian masyarakat, sumberdaya manusia, prasarana (infrastruktur), kemampuan keuangan lokal (celah fiskal), aksesibilitas dan karakteristik daerah, serta berdasarkan kabupaten yang berada di daerah perbatasan antarnegara dan gugusan pulau-pulau kecil, daerah rawan bencana, dan daerah rawan konflik. Berdasarkan pendekatan tersebut, maka ditetapkan 199 kabupaten yang dikategorikan kabupaten tertinggal.
V - 37
No. 1
2
3
4
5
6
Tabel 5.4 Daftar Daerah Tertinggal di 6 Provinsi Lokasi Studi Provinsi Kabupaten Sumatera Selatan 1. Musi Rawas 4. Ogan Ilir 2. Banyuasin 5. OKI 3. OKU Selatan 6. Lahat Jawa Timur 1. Sampang 5. Trenggalek 2. Pacitan 6. Bondowoso 3. Bangkalan 7. Madiun 4. Pamekasan 8. Situbondo NTT 1. Alor 9. Belu 2. Sumba Barat 10. Timor Tengah Utara 3. Timor Tengah Selatan 11. Manggarai 4. Lembata 12. Manggarai Barat 5. Kupang 13. Flores Timur 6. Sumba Timur 14. Ende 7. Rote Ndao 15. Ngada 8. Sikka Sulawesi Tenggara 1. Wakatobi 5. Buton 2. Bombana 6. Konawe Selatan 3. Konawe 7. Kolaka 4. Kolaka Utara 8. Muna Kalimantan Tengah 1. Seruyan 5. Gunung Mas 2. Sukamara 6. Lamandau 3. Katingan 7. Pulau Pisang 4. Barito Selatan Papua 1. Puncak Jaya 11. Boven Digoel 2. Yahukimo 12. Biak Numfor 3. Asmat 13. Yapen Waropen 4. Pegunungan Bintang 14. Sarmi 5. Paniai 15. Supiori 6. Nabire 16. Keerom 7. Tolikara 17. Jayapura 8. Mappi 18. Merauke 9. Jayawijaya 19. Mimika 10. Waropen
Sumber : Kepmenneg PDT No. 001/KEP/M-PDT/I/2005
2. Faktor-Faktor Penyebab Suatu daerah dikategorikan sebagai daerah tertinggal, karena beberapa faktor penyebab, antara lain : a. Geografis. Umumnya secara geografis daerah tertinggal relatif sulit dijangkau karena letaknya yang jauh di pedalaman, perbukitan/pegunungan, kepulauan, pesisir, dan pulau-pulau terpencil atau karena faktor geomorfologis lainnya sehingga sulit dijangkau oleh jaringan baik transportasi maupun media komunikasi.
V - 38
b. Sumberdaya Alam. Beberapa daerah tertinggal tidak memiliki potensi sumberdaya alam, daerah yang memiliki sumberdaya alam yang besar namun lingkungan sekitarnya merupakan daerah yang dilindungi atau tidak dapat dieksploitasi, dan daerah tertinggal akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan. c. Sumberdaya Manusia. Pada umumnya masyarakat di daerah tertinggal mempunyai tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan yang relatif rendah serta kelembagaan adat yang belum berkembang. d. Prasarana dan Sarana. Keterbatasan prasarana dan sarana komunikasi, transportasi, air bersih, irigasi, kesehatan, pendidikan, dan pelayanan lainnya yang menyebabkan masyarakat di daerah tertinggal tersebut mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas ekonomi dan sosial. e. Daerah Rawan Bencana dan Konflik Sosial. Seringnya suatu daerah mengalami bencana alam dan konflik sosial dapat menyebabkan terganggunya kegiatan pembangunan sosial dan ekonomi. f. Kebijakan Pembangunan. Suatu daerah menjadi tertinggal dapat disebabkan oleh beberapa kebijakan yang tidak tepat seperti kurang memihak pada pembangunan daerah tertinggal, kesalahan pendekatan dan prioritas pembangunan, serta tidak dilibatkannya kelembagaan masyarakat adat dalam perencanaan dan pembangunan. Sebaran daerah tertinggal secara geografis digolongkan menjadi beberapa kelompok, antara lain: a. Daerah yang terletak di wilayah pedalaman, tepi hutan, dan pegunungan yang pada umumnya tidak atau belum memiliki akses ke daerah lain yang relatif lebih maju; b. Daerah yang terletak di pulau-pulau kecil, gugusan pulau yang berpenduduk dan memiliki kesulitan akses ke daerah lain yang lebih maju; c. Daerah yang secara administratif sebagian atau seluruhnya terletak di perbatasan antarnegara baik batas darat maupun laut; d. Daerah yang terletak di wilayah rawan bencana alam baik gempa, longsor, gunung api, maupun banjir. e. Daerah yang sebagian besar wilayahnya berupa pesisir. 3. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Visi pembangunan daerah tertinggal adalah : Terwujudnya daerah tertinggal sebagai daerah yang maju dan setaraf dengan daerah lain di Indonesia. Untuk mewujudkan visi di atas, misi pembangunan daerah tertinggal adalah : a. Mengembangkan perekonomian lokal melalui pemanfaatan sumberdaya lokal (sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan kelembagaan) dan partisipasi semua pemangku kepentingan (stakeholders) yang ada; b. Memberdayakan masyarakat melalui peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan pendidikan dan kesehatan, penciptaan lapangan kerja; peningkatan akses modal usaha, teknologi, pasar dan informasi; c. Meningkatkan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah dan masyarakat d. Memutus keterisolasian daerah tertinggal melalui peningkatan sarana dan prasarana komunikasi dan transportasi, sehingga memiliki keterkaitan dengan daerah lainnya
V - 39
e. Mengembangkan daerah perbatasan sebagai beranda depan Negara Kesatuan RI melalui pengembangan pusat pertumbuhan ekonomi berbasis sumber daya alam dan pengembangan sektor-sektor unggulan. f. Mempercepat rehabilitasi dan pemulihan daerah–daerah pasca bencana alam dan pasca konflik serta mitigasi bencana. Pembangunan daerah tertinggal bertujuan untuk memberdayakan masyarakat yang terbelakang agar terpenuhi hak dasarnya, sehingga dapat menjalankan aktivitas untuk berperan aktif dalam pembangunan yang setara dengan masyarakat Indonesia lainnya. Berdasarkan tahapan pembangunan, maka sasaran pembangunan daerah tertinggal terbagi dalam sasaran jangka menengah (2009) dan sasaran jangka panjang (2024). Sasaran jangka menengah tahun 2009 adalah : a. Berkurangnya jumlah daerah tertinggal sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan; b. Menurunnya indeks kemiskinan di daerah tertinggal melalui peningkatan partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan potensi sumberdaya lokal. c. Berkurangnya daerah yang terisolasi secara fisik (transportasi dan komunikasi) pada daerah tertinggal secara signifikan; d. Meningkatnya laju pendapatan penduduk di daerah tertinggal lebih besar dari laju pendapatan penduduk di daerah maju; e. Tercapainya rehabilitasi dan pemulihan pembangunan di daerah pasca konflik dan bencana alam. Sasaran sampai dengan tahun 2024 adalah : a. Berkurangnya isu kesenjangan antardaerah b. Munculnya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi pada daerah yang saat ini dikategorikan tertinggal; c. Hilangnya daerah yang terisolasi secara fisik (transportasi dan komunikasi); d. Berkurangnya kesenjangan sosial dan ekonomi antara daerah tertinggal dengan daerah lain. e. Meningkatnya pendapatan per kapita penduduk di daerah tertinggal mendekati pendapatan per kapita nasional. 4. Kebijakan Umum, Strategi dan Program Prioritas Untuk mempercepat pembangunan daerah tertinggal ditetapkan kebijakan umum berupa: (1) pemihakan; (2) percepatan; dan (3) pemberdayaan masyarakat di daerah tertinggal. Strategi pembangunan daerah tertinggal disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing daerah. Strategi dimaksud meliputi: a. Pengembangan ekonomi lokal, strategi ini diarahkan untuk mengembangkan ekonomi daerah tertinggal dengan didasarkan pada pendayagunaan potensi sumberdaya lokal (sumberdaya manusia, sumberdaya kelembagaan, serta sumberdaya fisik) yang dimiliki masing-masing daerah, oleh pemerintah dan masyarakat, melalui pemerintah daerah maupun kelompok-kelompok kelembagaan berbasis masyarakat yang ada. b. Pemberdayaan Masyarakat, strategi ini diarahkan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan sosial, budaya, ekonomi, dan politik
V - 40
c. d. e.
Perluasan Kesempatan, strategi ini diarahkan untuk membuka keterisolasian daerah tertinggal agar mempunyai keterkaitan dengan daerah maju Peningkatan Kapasitas, strategi ini diarahkan untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan dan sumberdaya manusia pemerintah dan masyarakat di daerah tertinggal. Peningkatan Mitigasi, Rehabilitasi dan Peningkatan, strategi ini diarahkan untuk mengurangi resiko dan memulihkan dampak kerusakan yang diakibatkan oleh konflik dan bencana alam serta berbagai aspek dalam wilayah perbatasan.
Program prioritas yang diarahkan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan mendasar yang dihadapi oleh semua daerah tertinggal. a. Program Pengembangan Ekonomi Lokal b. Program Pemberdayaan Masyarakat c. Program Pengembangan Prasarana Dan Sarana; meliputi: (1) Pengembangan sarana dan prasarana sosial dasar, terutama bidang pendidikan dan kesehatan; (2) Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana ekonomi antara lain melalui skim USO (Universal Service Obligation) untuk telekomunikasi, keperintisan untuk transportasi, dan listrik masuk desa; (3) Menyerasikan sistem transportasi di daerah tertinggal ke dalam satu kesatuan sistem yang terpadu dengan daerah maju; (4) Memperluas jaringan informasi dan teknologi; dan (5) Mengembangkan prasarana perdesaan khususnya prasarana pertanian dan transportasi penghubung dengan kawasan perkotaan. d. Program Pencegahan Dan Rehabilitasi Bencana e. Program Pengembangan Daerah Perbatasan 5. MoU Antara Menteri Negara PDT dan Menteri Perhubungan Tentang Pembangunan Infrastruktur di Daerah Tertinggal MoU ini ditandatangani pada 28 Maret 2006 dengan maksud dan tujuan untuk: a. Meningkatkan koordinasi perencanaan percepatan pembangunan infrastruktur transportasi di daerah tertinggal; b. Melaksanakan pembangunan infrastruktur di daerah tertinggal secara baik dan tepat sasaran; c. Melaksanakan monitoring dan evaluasi pembangunan terhadap infrastruktur tranportasi di daerah tertinggal. Ada 3 (tiga) hal yang harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh oleh Dephub dan Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) dalam pembangunan infrastruktur daerah tertinggal, yaitu : a. Melakukan fungsi koordinasi untuk menyamakan pemahaman yang ada terkait daerah tertinggal. Selama ini daerah tertinggal identik dengan kawasan timur Indonesia sudah tidak relevan, karena di kawasan barat Indonesia yang dianggap sudah maju infrastrukturnya, masih dijumpai daerah-daerah dengan kategori tertinggal. Oleh karena itu program Dephub yang terkait dengan membuka keterisolasian, pelaksanaan PSO dan pembangunan keperintisan akan sangat efektif apabila dilakukan koordinasi untuk memetakan daerah-daerah yang menjadi prioritas mengingat dana yang terbatas. b. Melakukan pembangunan dari skala prioritas yang telah ditetapkan. Pembangunan tersebut merupakan tindak lanjut yang perlu terus dimonitor karena dalam pembangunan infrastruktur akan ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan kesepakatan.
V - 41
c.
Melakukan monitoring sistem. Dengan dilakukan monitoring oleh Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal akan diketahui output atau Key Performance Indicator (KPI) berupa kemiskinan daerah tersebut yang akan semakin meningkat atau menurun dengan telah dilakukan pembangunan infrastruktur.
V - 42
RENCANA STRATEGI TAHUN 2009-2014 PEMBANGUNAN DERMAGA PENYEBERANGAN
PEMBANGUNAN DERMAGA PENYEBERANGAN ANTAR NEGARA 1. PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR a. Pembangunan Dermaga Penyeberangan Wonreli ( Lintas Wonreli – Dili) 2. PROPINSI RIAU a. Pembangunan Dermaga Penyeberangan Dumai ( Lintas Dumai – Malaka) 3. PROPINSI NAD a. Pembangunan Dermaga Penyeberangan Lhokseumawe ( Lintas Lhokseumawe – Penang) PEMBANGUNAN DERMAGA PENYEBERANGAN DI KEPULAUAN TERLUAR INDONESIA 1. PROPINSI SULAWESI UTARA a. Pembangunan Dermaga Penyeberangan Miangas b. Pembangunan Dermaga Penyeberangan Marore 2. PROPINSI KALIMANTAN TIMUR a. Pembangunan Dermaga Penyeberangan Sebatik 3. PROPINSI KALIMANTAN BARAT a. Pembangunan Dermaga Penyeberangan Sintete b. Pembangunan Dermaga Penyeberangan Sungai Sumpit – Cireme di Paloh 4. PROPINSI KEPULAUAN RIAU a. Pembangunan Dermaga Penyeberangan Natuna b. Pembangunan Dermaga Penyeberangan Matak c. Pembangunan Dermaga Penyeberangan Anambas 5. PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR a. Pembangunan Dermaga Penyeberangan Sabu b. Pembangunan Dermaga Penyeberangan Rote 6. PROPINSI MALUKU a. Pembangunan Dermaga Penyeberangan Lakor b. Pembangunan Dermaga Penyeberangan Leti c. Pembangunan Dermaga Penyeberangan Moa 7. PROPINSI SUMATERA BARAT a. Peningkatan Dermaga Penyeberangan Sikakap 8. PROPINSI SUMATERA UTARA a. Pembangunan Dermaga Penyeberangan Teluk Dalam
RENCANA STRATEGIS PEMBANGUNAN PELABUHAN PENYEBERANGAN DARI SABANG SAMPAI DENGAN NUSA TENGGARA TIMUR UNTUK MENDUKUNG JALUR UTAMA LOGISTIK N O 1.
2.
LINTAS PEYEBERANGAN Balohan – Ulee Lheue Prov NAD Bakauheni - Merak
Posisi s/d tahun 2009
KEBUTUHAN 2010 -20014
- 1 pasang dermaga - 2 unit kapal penyeberangan
Usulan dari dishub kota untuk Ulee Lheue Penggantian electric tackle menjadi hidrolik
- 4 pasang dermaga (D1, D2, D3, D4) - 1 unit sedang dibangun (D5) - 33 unit kapal penyeberangan
Lanjutan: 1. Pembangunan dermaga (D5) Merak 2. Pembangunan dermaga (D5) Bakauheni 3. Pembangunan breakwater di Merak
Rp.
1.000.000.000,-
Rp. 7.000.000.000,Rp. 25.000.000.000,Rp. 135.000.000.000,-
Peningkatan Kapasitas 1. Pembangunan 2 unit kapal penyeberangan 5000 GT 2. Pembangunan elevated side ramp dan gangway dermaga IV dan dermaga V di Merak dan Bakauheni 3. Pembangunan dermaga (D6) merak 4. Pembangunan dermaga (D6) Bakauheni 5. Pembangunan Breakwater di Bakauheni
Rp. 400.000.000.000,Rp. 60.000.000.000,Rp. 70.000.000.000,Rp. 70.000.000.000,Rp. 150.000.000.000,-
Alternatif Merak – Bakauheni (rencana Margagiri – Ketapang) 1. Pembangunan dermaga di sisi pulau jawa 2. Pembangunan dermaga di sisi pulau sumatera
Rp. 70.000.000.000,Rp. 70.000.000.000,-
4.
5.
Ketapang - Gilimanuk
Padang bai – Lembar
- 3 pasang dermaga + fasilitas sandar beaching (untuk kapal LCT) - 15 unit kapal penyeberangan ro-ro dan 9 unit kapal LCT
1. Peningkatan satu pasang dermaga pontoon menjadi dermaga movable bridge 2. Penambahan satu pasang dermaga MB 1500 GT 3. Penambahan kapal penyeberangan 1500 GT
Rp. 80.000.000.000,-
Padangbai:
1. Pembangunan lanjutan dermaga D2 Padangbai 2. Pembangunan Breakwater Padangbai 3. Penambahan satu pasang dermaga di Padangbai dan Lembar kapasitas 3000 GT 4. Penambahan kapal penyeberangan 3000 GT
Rp. 15.000.000.000,Rp. 75.000.000.000.Rp. 100.000.000.000,-
- 1 dermaga MB - Sedang dibangun 1 dermaga MB
Rp. 80.000.000.000,Rp. 50.000.000.000,-
Rp. 75.000.000.000,-
Lembar: - 2 dermaga MB + 1 dermaga plengsengan - 17 unit kapal penyeberangan
6.
Kayangan – Pototano
- 2 pasang dermaga - 12 unit kapal penyeberangan
Belum diperlukan penambahan dermaga
-
7.
Sape – Waikelo
- 1 pasang dermaga - 1 unit kapal penyeberangan
1. Belum diperlukan penambahan dermaga 2. Lanjutan pembangunan breakwater di Waikelo 3. Penambahan kapal penyeberangan 600 GT
Rp. 25.000.000.000,Rp. 30.000.000.000,-
8.
Waingapu - Sabu
Waingapu: - 1 dermaga MB
1. Belum diperlukan penambahan dermaga 2. Lanjutan pembangunan dermaga di Sabu
Rp. 30.000.000.000,-
Sabu : - Sedang dibangun 1 Dermaga - 1 unit kapal penyeberangan
9.
Sabu - Kupang (Bolok)
Sabu : - Sedang dibangun 1 Dermaga
-
Bolok: 10. Sape – Labuhan Bajo
11. Larantuka – Weiwerang (P. Adonara)
- 2 dermaga - 1 pasang dermaga - 1 unit kapal penyeberangan
1. Belum diperlukan penambahan dermaga 2. Penambahan kapal penyeberangan 600 GT
Rp. 30.000.000.000,-
Larantuka:
Diusulkan pembangunan dermaga di Weiwerang.
RP. 30.000.000.000,-
Lanjutan Pembangunan di Lewoleba
Rp. 16.000.000.000,-
1. Diusulkan pembangunan dermaga di Balauring. 2. Diusulkan pembangunan dermaga di Kabir.
Rp. 30.000.000.000,Rp. 30.000.000.000,-
Lanjutan pembangunan dermaga (D2) di Kalabahi
Rp. 30.000.000.000,-
- 1 dermaga MB - 1 unit kapal penyeberangan
12. Weiwerang – Lewoleba
- Sedang di bangun dermaga di Lewoleba
13. Balauring – Kabir
- 1 unit kapal penyeberangan - Menggunakan fasilitas dermaga laut
14. Kabir-Kalabahi
Kalabahi :
- 1 unit kapal penyeberangan - Satu unit dermaga
- Sedang dibangun dermaga plengsengan
15. Nangakeo (Ende) – Bolok 16. Bolok – Larantuka Bolok – Kalabahi Bolok – Rote Bolok – Sabu Bolok - Ende
Nangakeo: -
-
1. Penambahan pembangunan dermaga (D3) di Bolok 2. Penambahan 2 unit kapal
Rp. 30.000.000.000,Rp.
1 dermaga 1 unit kapal penyeberangan
Bolok: -
Belum diperlukan penambahan dermaga
2 dermaga 4 unit kapal penyeberangan