INFOKAM Nomor I Th. XIII/MARET/2017
43
RELEVANSI RELIGIUSITAS DALAM MENGATASI ANOMALI ZAMAN (KAJIAN LITERATUR) Heru Sulistiyo Prodi Akuntansi, STIE Dharma Putera Abstrak
Dunia sudah memasuki anomali yang ditunjukkan dengan gencarnya kegiatan yang baik, di sisi lain terberitakan pula kegiatan jahat setiap hari di mas media. Studi leteratur dapat diusulkan peningkatan religiusitas seseorang dapat menghadapi anomali zaman. Hasil telaah penelitian terdahulu menunjukkan bahwa agama meningkatkan pengendalian diri, pengaturan diri, mencegah perilaku menyimpang, suasana hati yang tenang, lebih bahagia, dll. Kata kunci: religiusitas, manusia makhluk Tuhan, monitoring diri, kendali diri dan pengaturan diri
1. LATAR BELAKANG Makalah ini adanya pemberitaan tiap hari mengenai korupsi, narkoba, curanmor, pemerkosaan, pornografi, porno aksi, teroris, penipuan, pemalsuan, pungli, hoax dan lain-lain tindakan melawan hukum di mas media cetak maupun TV. Di sisi lain siraman rohani keagamaan juga gencar diberitakan setiap pagi dan sore. Bahkan majelis keagamaan juga tumbuh subur, antrian haji sudah 15 tahun ke depan dan perjalanan umroh menjamur serta reaksi pembelaan “penistaan agama” begitu cepatnya. Fenomena tersebut menunjukkan adanya kontradiktif, kelihatannya permusuhan laten antara kebathilan dan kebenaran semakin tajam dan terkuak nyata di era teknologi informasi sekarang ini. Zaman telah masuk pada anomali yang sulit untuk diprediksikan kapan permusuhan laten antara kebenaran dan kebatilan berakhir, menentukan mana yang bathil dan benar terasa sulit. Agama dijadikan simbol untuk melancarkan serangan teror terhadap kelompok dan negara lain. Sudah jamak mengikatkan diri dengan simbol agama rela untuk berdemostrasi, menyerang kelompok lain, bahkan menjadi bom bunuh diri. Karena alasan ekonomi dan kebutuhan biaya maka rela mencuri, menipu, menjual diri, membunuh orang lain dan bunuh diri. Timbul pertanyaan mengapa hal tersebut dapat terjadi ? Tidak bisakah dunia ini dalam kehidupan yang aman tenteram dan damai ? Atas dasar pertanyaan tersebut, di sini akan diketengahkan konsep kendali religius yang merupakan refleksi usaha menyebarluaskan hasil disertasi saya. Semoga memberikan insiparasi kecil yang berguna untuk mengurangi kontradiktif tersebut di kemudian hari dan membawa pencerahan kita semua dalam mengarungi kehidupan di dunia dan di akherat kelak, amin Yaa Robal alamin.
B. MANUSIA MAKHLUK TUHAN. Inspirasi lanjut yang akan diketengahkan di sini adalah mengenai manusia sebagai makhluk Tuhan. Manusia pada hakekatnya tidak ada dengan sendirinya, tetapi ada yang mencipta dan membuat, yaitu Tuhan. Manusia sebagai makhluk mengandung arti sesuatu yang dijadikan atau yang diciptakan Tuhan (Kamus besar bahasa Indonesia, 2008). Manusia berbeda dengan makhluk Tuhan lainnnya, seperti: benda, tumbuh-tumbuhan dan binatang. Manusia memiliki akal atau hati nurani yang dapat digunakan menimbang, berpikir, menghitung, menghubungkan sesuatu dengan yang lain, menyusun dan menarik simpulan. Kemampuan akal tersebut membuat manusia lebih unggul dibandingkan makhluk lainnya. Manusia dengan akalnya dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan berbagai cara. Lebih dari pada itu manusia dapat membuat sarana dan prasarana pemuas kebutuhannya dengan berbagai variasi. Jika tumbuh-tumbuhan memenuhi kebutuhan makan hanya dengan satu cara yang relatif statis, di tempat yang sama dan jenis makanan yang relatif sama. Binatang dengan jenis makanan yang sama (herbivora dan carnivora) dan jenis makanan yang berbeda (omnivora), meskipun bergerak, namun masih dengan cara yang sama. Manusia dengan akalnya dapat mencampur berbagai jenis bahan
44
INFOKAM Nomor I Th. XIII/MARET/2017
makanan, memasak dan membentuk makanan yang berbeda serta membungkus atau menyajikan secara indah di meja makan. Demikian juga di bidang sandang, perumahan dan pekerjaan, manusia dengan akalnya dapat memenuhi kebutuhan tersebut dengan variasi yang luas. Manusia dengan hati nurani dapat mengetahui dan membedakan mana yang baik dan buruk, membedakan benar dan salah, sehingga mampu beradab, bijaksana, saling menghormati dan menghargai. Hati nurani selalu menyuarakan yang baik harus dilakukan dan yang jahat harus dihindari. Hati nurani menduduki tempat sentral dalam hidup manusia, karena darinya norma-norma hidup manusia dibentuk (Leenhouwers, 1988). Manusia diberi naluri atau nafsu, di samping hati nurani. Nafsu dasar (basic insting) yang dimiliki manusia sama dengan binatang, yaitu sama-sama memiliki kehendak untuk makan, berhubungan dan berkembang biak. Namun nafsu pada manusia perlu dikendalikan agar mereka tidak jatuh martabatnya seperti binatang, karena nafsu pada umumnya berkecenderungan merusak atau buruk (Ahmad, 2012). Hal ini ditegaskan dalam Al Qur’an “janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat” (QS Shaad:26). “Katakanlah: “Aku tidak akan mengikuti hawa nafsu, sungguh tersesatlah jika berbuat demikian dan tidaklah pula termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS An’Aam:56). Eksistensi nafsu merupakan keniscayaan bagi manusia, namun beruntunglah bagi yang mensucikan dan merugilah bagi yang mengotorinya. Dalam Al Quran ditegaskan bahwa “Allah mengilhamkan kepada jiwa (nafs) kefasikan dan ketakwaan (sekaligus). Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa (nafs) itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”. Sebagai contoh sederhana: cara makan, berpakaian, bermukim, berhubungan dan berkembang biak pada manusia seharusnya berbeda dengan binatang. Namun jika manusia tidak dapat mengendalikan nafsunya, maka boleh jadi cara dan perilakunya seperti binatang. Agar manusia berbeda dengan binatang, maka manusia mengembangkan berbagai adab sopan santun, nilai atau norma (Drijakara, 1989). Perumpamaan seperti binatang tersebut juga ditegaskan dalam Al Quran, yaitu “Kami telah menjadikan isi neraka Jahanam, kebanyakan dari manusia dan jin. Mereka mempunyai hati (akal), tetapi tidak digunakan untuk berfikir. Mereka mempunyai mata, tetapi tidak digunakan untuk melihat. Mereka mempunyai telinga, tetapi tidak digunakan untuk mendengar. Mereka itu seperti hewan ternak, bahkan lebih hina lagi, mereka itulah orang-orang yang lalai (QS. Al-A’râf: 179). Allah mengingatkan bahwa untuk mensucikan hati, maka manusia harus menerapkan beragama dengan selurus-lurusnya, seperti firmanNya, “maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu, tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS. Al-Ruum: 30). Manusia sebagai makhluk hidup, di samping diilhami nafsu dan hati nurani, secara struktur memiliki dua unsur, yaitu materi dan non materi. Unsur materi memuat unsur yang dapat dilihat dalam bentuknya tubuh, sedangkan unsur non materi yang tidak dapat dilihat disebut ruh. Ruh bersifat ke-Ilahian, karena berasal dari tiupan ruh ciptaan Tuhan (Qs. As Sajdah:9). Oleh karena itu manusia, sebagai tubuh perlu memenuhi kebutuhan materi dengan sesuatu yang diperbolehkan dan yang baik berdasarkan ketentuan Sang Pencipta (QS. Al-Baqarah: 168). Sedangkan kebutuhan ruhani dengan cara mensucikan nafsu dengan tidak mengotorinya (QS. Al-Syam: 10), yaitu dengan menerapkan nilai-nilai agama secara lurus (QS. Al-Ruum: 30) dan selalu mengingat kehidupan akherat (kehidupan kekal sesudah mati). “Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat. Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik”(QS Shaad: 46-47). Sebagai ciptaan, maka manusia sudah sewajarnya mengabdi pada Sang Pencipta, dengan melaksanakan perintah dan menjauhi laranganNya, beriman dan beramal sholeh (baik). Manusia sudah sewajarnya bersyukur kepadaNya, karena telah diberi hidup dengan ketersediaan sarana dan prasarana yang tak terhingga jumlahnya. Rasa syukur tersebut sudah sewajarnya diiringi dengan melaksanakan ketaatan dan amal sholeh, karena bersyukur merupakan bukti kebenaran iman sesorang. QS. Al Baqaroh: 172 menyebutkan bahwa “ hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepadaNya kamu menyembah”.
INFOKAM Nomor I Th. XIII/MARET/2017
45
Namun demikian bersyukur tanpa mengabdi merupakan kemunafikan (kesesatan), sedangkan mengabdi tanpa bersyukur merupakan kekufuran (pengingkaran). “Ingatlah juga, tatkala Tuhanmu memaklumkan, sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari/kufur (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”(QS. Ibrahim:7). Dengan demikian pengabdian dan bersyukur dua hal yang tidak bisa dipisahkan, harus dipandang secara komprehensif. Untuk itu semua, sudah sewajarnya manusia mengarungi hidupnya berdasarkan agama dengan mempraktekkan yang lurus agar menjadi penghuni kekal di surga setelah mati. “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: Rabb kami ialah Allah kemudian mereka istiqomah (konsisten) pada pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu “ (QS. Fushilat: 30). Maka tetaplah istiqomah (konsisten) pada jalan yang lurus menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya (QS. Fushilat: 6). Manusia Makhluk Tuhan
Tubuh
Perlu makanan yang halal dan baik
Bersyukur
Ruh
Hati Nurani
Nafsu
Perlu beragama yang lurus dan ingat kehidupan akherat
Tujuan mengabdi kepada Sang Pencipta (Allah)
Istiqomah/konsisten dan Istighfar/mohon ampun
Surga Gambar1 Hakekat Manusia dan Agama Mohon ampun dan taubat menjadi sarana penting juga dalam melaksanakan pengabdian kepada Allah. Manusia tidak lepas dari kekilafan dan kesalahan, untuk mensucikan hal tersebut hanya dapat ditempuh dengan mohon ampun dan taubat kepada Allah SWT. "Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada -Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus-menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan, dan Dia (Allah) akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari Kiamat" (Q.S.Hud:3). Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang selalu bertaubat dan mencintai orang yang mensucikan dirinya (Q.S Al Baqoroh:222). Gambar 1 menunjukkan bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan terdiri dari 4 unsur, yaitu: tubuh, ruh, hati nuarani dan nafsu. Tubuh sifatnya pisikal dapat dilihat, sedangkan ruh, hati nurani dan nafsu sifatnya non pisik atau tidak dapat dilihat. Tubuh agar sehat memerlukan makanan yang halal dan baik. Sedangkan ruh, hati nurani dan nafsu memerlukan beragama yang lurus dan selalu mengingat kehidupan akherat agar suci. Pemenuhan 4 unsur tersebut perlu juga diikuti: rasa syukur dan
46
INFOKAM Nomor I Th. XIII/MARET/2017
pengabdaaaaaian kepada Allah yang dilakukan secara konsisten dan selalu mahon ampun. Pada akhirnya kehidupan di surga yang dijanjikan Allah akan teraih.
3. HASIL STUDI PERAN AGAMA DALAM KEHIDUPAN Peran agama dalam kehidupan manusia dan lingkungan dapat ditemukan dalam risalah kitab suci setiap agama. Dan di dalam dunia nyata telah dibuktikan oleh serangkaian penelitian, diantaranya adalah diuraikan di bawah ini.
Parliament of the World’s Religions (1993) telah mendeklarasikan perlunya saling ketergantungan umat beragama di dunia pada tujuan bersama mengenai kesejahteraan dan penghormatan keseluruhan komunitas makhluk hidup (manusia, hewan, dan tumbuhan) serta pelestarian bumi, air dan udara. Pencapaian tujuan bersama tersebut mengingat kekuatan spiritual dari agama yang menawarkan dasar kepercayaan, makna atau nilai dasar dan standar tertinggi. Selaras dengan deklarasi tersebut, Organisasi Buruh Dunia atau ILO (2012) menyatakan bahwa nilai spritual dan religius (agama) dapat menjadi pijakan umum, karena ada banyak untuk menginspirasi dan membimbing tindakan di masa depan dalam era globalisasi. Nilai spritual dan religius menjadi penting dalam upaya melakukan globalisasi yang adil. Nilai spritual dan religius yang kuat mempunyai peran penting di atas semua hubungan pekerjaan, keadilan sosial dan perdamaian. Agama berperan mengurangi bahkan mencegah perilaku menyimpang, seperti: vandalisme, mencuri, penyalahgunaan narkoba, sex pra nikah, perkosaan atau penyerangan dan penyalahgunaan senjata. Pencegahan tersebut dapat dimungkinkan, karena orang yang memiliki religiusitas yang tinggi mempunyai kendali diri (self control) yang kuat, sehubungan dengan ajaran agama yang diyakininya melarang perbuatan tersebut. Peran agama terhadap pencegahan perilaku menyimpang tersebut dikemukakan oleh Cohran (1988), Shyam, Waller dan Zafer (2002) dan Desmond, Ulmer dan Bader (2013). Agama bermanfaat: mengurangi bunuh diri, mengurangi resiko depresi, mengatasi kesedihan berkabung, menambah harapan hidup, stabilitas perkawinan dan pemulihan kesehatan dari sakit (Casey,2009). Casey (2009) menyimpulkan bahwa jika agama dipraktekkan oleh sejumlah besar orang, maka manfaatnya akan bertambah bagi masyarakat secara keseluruhan. McCullough dan Willoughby (2009) mengungkapkan bahwa setidaknya terdapat enam simpulan penelitian empiris mengenai peran agama, yaitu: (1) meningkatkan pengendalian diri (self control), (2) mengarahkan tujuan yang dipilih, dikejar, dan diorganisir, (3) memfasilitasi pemantauan diri (self monitoring), (4) mendorong pengembangan kekuatan pengaturan diri (self regulatory); (5) mengatur dan mendorong terbentuknya seperangkat perilaku pengaturan diri, dan (6) berpengaruh terhadap kesehatan, kesejahteraan, dan perilaku sosial yang ditimbulkan dari pengaruh kontrol diri dan pengaturan diri. Hommel, Colzato, Scorolli, Borghi, dan Wildenberg (2011) menemukan pada penelitian eksperimennya bahwa agama mempengaruhi kontrol tindakan (action control). Pola ini menunjukkan bahwa agama menekankan individualisme atau kolektivisme yang mempengaruhi kontrol tindakan dengan cara tertentu, mungkin dengan mengurangi bias kronis ke arah gaya pengambilan keputusan.yang lebih ''eksklusif '' atau ''inklusif.” Menariknya, tidak ada bukti bahwa praktek keagamaan mempengaruhi penghambatan keahlian. Carter, McCullough, dan Carver (2012) mengemukakan hasil penelitiannya bahwa orang-orang yang lebih religius cenderung untuk memantau posisi pencapaian tujuan mereka (self-monitoring) ke tingkat yang lebih besar, yang pada gilirannya berhubungan dengan kontrol diri (self control). Orangorang religius cenderung percaya bahwa terdapat kekuatan yang maha tinggi sedang mengawasi mereka (God), yang terkait dengan pemantauan diri (self-monitoring) yang lebih besar, yang pada gilirannya terkait dengan kontrol diri (self control) . Peran agama dalam kehidupan organisasi telah diteliti kaitannya dengan sikap, komitmen organisasi, kepuasan kerja dan produktifitas kerja. Agama sebagai sumber nilai etika, juga dapat digunakan sebagai sumber etika dalam bisnis dan dapat berperan dalam membentuk sikap para pebisnis dan profesional. Ghozali (2002) mengungkapkan dalam hasil penelitiannya, bahwa konstruk religuisitas kepercayaan, komitmen dan perilaku meningkatkan komitmen organisasional dan keterlibatan kerja, serta berpengaruh tidak langsung terhadap kepuasan kerja dan produktifitas kerja. Selaras dengan hal tersebut nilai religius, khususnya berdasarkan agama Islam, telah dikembangkan menjadi etika kerja
INFOKAM Nomor I Th. XIII/MARET/2017
47
oleh Ali (2001) dan etika bisnis oleh Beecun (1996). Pada umumnya kedua penulis tersebut menjadi rujukan bagi penelitian sejenis. Etika kerja Islam telah diteliti meningkatkan komitmen organisasional oleh Muhamed, Shahriza dan Hussein (2010), Omer dan Omar (2012), dan Hayati dan Caniago (2012). Kaitan dengan etika berbisnis, Emerson dan Mckinney (2010) mengungkapkan bahwa religiusitas profesional kristiani di USA menunjukkan berperan penting dalam membentuk sikap berbisnis, terutama pada pertimbangan pengambilan keputusan yang lebih etis. Pengambilan keputusan etis digunakan juga pada keputusan keuangan pribadi. Individu yang mempunyai religiusitas tinggi akan menghindari resiko keuangan, dan pada umumnya lebih bijaksana dalam menggunakan uangnya. Hess (2012) mengungkapkan hasil penelitiannya bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara religiusitas dan skor kredit dan hubungan negatif yang signifikan dengan saldo kartu kredit, penyitaan dan kebangkrutan. Hal tersebut mengandung arti bahwa religiusitas meningkatkan kehati-hatian dalam menggunakan keuangan. Hacknney dan Sanders (2003) mengungkapkan bahwa relegiusitas berpengaruh dalam peningkatan kesehatan mental yang diproksi dengan ketahanan mental, kepuasan hidup dan aktualisasi diri. Demikian juga, Aghili dan Kumar (2008) telah meneliti hubungan sikap religius dengan kebahagiaan pekerja profesional di India dan Iran. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sikap religius yang tinggi berkorelasi positif dengan kebahagiaan (happiness atau well being) profesional di India dan Iran. Peran agama telah diteliti meningkatkan tanggungjawab sosial dan lingkungan. Guth, Green, Kellstedt dan Smidt (1995) menemukan sikap konservatif agama, tradisi agama dan komitmen beragama berpengaruh signifikan terhadap kegiatan perlindungan lingkungan di USA. Selaras dengan itu Brammer, Williams dan Zinkin (2006) mengungkapkan peran agama terhadap tanggung jawab sosial perusahaan pada 20 negara di dunia. Individu yang terikat agama lebih memegang tanggung jawab sosial perusahaan yang lebih luas dibandingkan dengan individu yang tidak terikat agama. Peran agama dapat mempengaruhi sikap individu, termasuk di dalam bersikap terhadap pelaporan keuangan usaha. Religiusitas sesorang akan mempengaruhi tingkat tanggungjawabnya terhadap informasi yang akan dilaporkannya. Hal ini terkait dengan peningkatan kejujuran, keadilan dalam informasi. Di samping itu dengan pengungkapan informasi yang jujur dan adil dapat mengurangi tuntutan hukum. Dyreng, Mayew dan Williams (2010) menemukan bukti baru tentang peran agama dan normanorma sosial dalam pelaporan keuangan perusahaan di Amerika Serikat. Manajer perusahaan dengan kepatuhan agama yang tinggi menunjukkan penyimpangan lebih kecil dari harapan. Jika terjadi penyimpangan, cenderung meningkatkan penyajian ke dalam arus kas. Di samping itu, perusahaan yang terletak di daerah kepatuhan agama yang tinggi cenderung mengurangi kegiatan penggelapan pajak (tax sheltering), dan lebih terbuka mengungkapkan secara sukarela berita buruk. Hasil tersebut di atas secara keseluruhan dan secara individual dilihat dari dimensi kepatuhan agama Katolik dan Protestan. McGuire, Omer dan Sharp, Nathan (2011) mengungkapkan bahwa religiusitas menurunkan
abnormal accruals, dikarenakan telah terjadi peningkatan praktek pengungkapan manajemen earning dan manipulasi acrruals. Dilaporkan juga bahwa religiusitas meningkatkan pelaporan keuangan pada perusahaan yang monitor ekternalnya rendah.
Omer, Sharp dan Wang (2013) telah meneliti hubungan religiusitas dengan keputusan pelaporan opini audit kesinambungan usaha (going concers) pada kantor akuntan publik di kota metropolitan USA. Hasilnya menunjukkan bahwa religiusitas auditor non big four berpengaruh terhadap pengungkapan kesinambungan usaha pada opini auditnya dan mempunyai prediksi kebangkrutan yang akurat. Peran nilai religius dalam bisnis dan pelaporan keuangan dapat dijumpai pada institusi keuangan yang menjalankan syariah atau hukum Islam. Bisnis bank syariah merupakan contoh nyata dari diterapkannya hukum agama Islam yang melarang riba. Hal tersebut berimplikasi pada penyusunan standar akuntansi keuangan bank syariah, baik pada tingkat nasional maupun internasional. Dalam bisnis kantor akuntan publik dan profesi auditor di Indonesia telah diteliti bahwa kendali religius dapat menurunkan perilaku audit disfungsional (Heru, 2016). Dimensi dari kendali religius meliputi: lingkungan ideologi yang agamis, lingkungan kerja yang agamis, lingkungan tempat tinggal yang agamis, lingkungan keluarga yang agamis dan lingkungan pergaulan yang agamis.
48
INFOKAM Nomor I Th. XIII/MARET/2017
Uraian tersebut di atas membuktikan bahwa agama telah menjadi perhatian para peneliti dan memainkan peran penting dengan cakupan luas dalam berbagai segi kehidupan manusia dan lingkungan. Peran penting agama tersebut disebabkan agama merupakan salah satu sumber etika yang diakui secara universal. Di samping itu, tidak ada satu agama yang menempatkan etika secara marjinal pada ajarannya yang bisa diterapkan sambil lalu. Setiap agama selalu menempatkan etika sebagai salah satu inti utama ajarannya (Kholis,2004). Nilai agama bersumber dari Tuhan, mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia dan manusia dengan lingkungannya. Nilai agama cenderung bersifat mutlak, mangatur balasan ketaatan dengan kehidupan sejahtera dan ketidak taatan dengan kehidupan sengsara, baik di dunia maupun setelah meninggal dunia. Balasan tersebut yang memotivasi manusia mengendalikan perilakunya agar sesuai dengan tuntunan yang digariskan oleh agama. Oleh karena itu, manusia sebagai makhluk Tuhan sudah sewajarnya menganut nilai-nilai bersumber dari Penciptanya, yaitu agama. Karena semua agama bertujuan merealisasikan nilai kehidupan tertinggi manusia, yaitu hidup kekal di akhirat. Nilai-nilai kehidupan duniawi bukan merupakan tujuan akhir, tapi hanya tujuan antara, sebagai media untuk mencapai tujuan akhir, yaitu hidup kekal di akhirat (Agoes dan Ardana, 2013).
4. SIMPULAN Atas dasar uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa agama masih relevan digunakan dalam mengatasi anomali zaman. Asumsinya adalah agama memuat nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang dapat digunakan sebagai kendali sikap, niat dan perilaku. Seseorang akan memiliki self monitoring, self control dan self regulation yang sangat penting diterapkan dalam menjalankan kehidupannya. Nilai etika yang kuat hanya dijumpai pada agama, karena bersumber dari Yang Maha Kuasa yaitu Tuhan. Lebih dari pada itu, agama telah terbukti berperan dalam mencegah perilaku menyimpang, karena individu dengan religius tinggi memiliki self monitoring, self control dan self regulation. Selain tersebut kesadaran mengenai manusia sebagai makhluk Tuhan juga penting agar menyadari bahwa sebagai makhluk yang diciptakan mengabdi kepada Sang Pencipta merupakan kewajiban. Cara pengabdian hanya melalui agama yang telah diturunkanNYA, yang harus diterapkan secara lurus dan konsisten. Selain tersebut selalu bersyukur dan istghfar juga merupakan kunci dari kemurnian pengabdian diri tersebut.
DAFTAR PUSTAKA ………2012, Al Qur’an dan Terjemahannya, Bandung, Sinar Baru Algensindo ............Departemen Pendidikan Nasional, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi 4, Jakarta, Pusat Bahasa.
Agoes Sukrisno dan Ardana I Cenik, 2013, Etika Bisnis dan Profesi-Tantangan Membangun Manusia Seutuhnya, Salemba Empat, Jakarta. Aghili Mojtaba dan Kumar G. Venkatesh, 2008,” Relationship between Religious Attitude and Happiness among Professional Employees,” Journal of the Indian Academy of Applied Psychology , April 2008, Vol. 34, Special Issue, 66-69 Ahmad Undang Kamaludin, 2012, Filsafat Manusia - Sebuah Perbandingan Antara Islam dan Barat, Bandung, Pustaka Setia. Ali, 2001,” Scaling Islamic Work Ethics,” The Journal of Social Psicology, 128 (5), 575-583 Beecun Rafik Issa, 1996, Islamic Business Ethics, Copyright © 1996, International Institute of Islamic Thought PO Box 669, Herndon, VA 20170 (703) 471-1133 Brammer, Stephen J. and Williams, Geoffrey and Zinkin, John, 2005,” Religion and Attitudes to Corporate Social Responsibility in a Large Cross-Country Sample,” December 2005, Available at SSRN: http://ssrn.com/abstract=905182 Carter Evan C, McCullough Michael E dan Carver Charles S, 2012,” The Mediating Role of Monitoring in the Association of Religion With Self-Control,” Social Psychological and Personality Science, 3(6), 691-697, sagepub.com/journals Permissions.nav DOI: 10.1177/1948550612438925 http://spps.sagepub.com Casey Patricia , 2009, The psycho social benefits of religious practise, The Iona Institute 23 Merrion Square Dublin 2 Ireland
INFOKAM Nomor I Th. XIII/MARET/2017
49
Cohran John K, 1988,” The Effect of Religiosity on Secular and Ascetic Deviance,” Sociological Focus, Vol. 21, No. 4 (October 1988), pp. 293-306, Published by: Taylor & Francis, Ltd.Stable URL: http://www.jstor.org/stable/20831486 Desmond Scott A. , Jeffery T. Ulmer & Christopher D. Bader, 2013,” Religion, Self Control, and Substance Use, Deviant Behavior, 34:5, 384-406 Dyreng, Scott and Mayew, William J. and Williams, Christopher D, 2010,” Religious Social Norms and Corporate Financial Reporting,” (August 3, 2009), AAA 2010 Financial Accounting and Reporting Section (FARS) Paper, Available at SSRN: http://ssrn.com/abstract=1444839 Emerson Tisha L. N. and Mckinney Joseph A, 2010," Importance of Religious Beliefs to Ethical Attitudes in Business," Journal of Religion and Business Ethics, Vol. 1: Iss. 2, Article 5, Available at: http://via.library.depaul.edu/jrbe/vol1/iss2/5 Ghozali Imam, 2002,” Pengaruh Religiositas Terhadap Komitmen Organisasi, Keterlibatan Kerja, Kepuasan Kerja dan Produktifitas,” Jurnal Bisnis dan Strategi, Vol 9 th 7 Juli. Guth James L, Green John C, Kellstedt Lyman A dan, Smidt Corwin E, 1995,” Faith and the Environment: Religious Beliefs and Attitudes on Environmental Policy,” American Journal of Political Science , Vol. 39, No. 2 (May, 1995), pp. 364-382 . Hackney Charles H dan Sanders Glenn S, 2003,” Religiosity and Mental Health: A Meta-Analysis of Recent Studies,” Journal for the Scientific Study of Religion, 42:1 (2003) 43–55 Hayati Keumala dan Caniago Indra, 2012,” Islamic Work Ethic: The Role of Intrinsic Motivation, Job Satisfaction, Organizational Commitment and Job Performance,” Procedia - Social and Behavioral Sciences, 65 ( 2012 ) 272 – 277 1877-0428 © 2012 The Authors. Published by Elsevier Ltd. Selection and peer-review under responsibility of JIBES University, Jakarta doi: 10.1016/j.sbspro.2012.11.122 Heru Sulistiyo, 2016, Peran Independensi dan Kendali Religius Terhadap Perilaku Audit Disfungsional, Program Doktor Ilmu Ekonomi Undip, Pustaka Magister Undip, Semarang. Hess Dan W., 2012,” The Impact of Religiosity on Personal Financial Decisions,” Journal of Religion & Society ,2-14 (2012), ISSN 1522-5668 Hommel Bernhard, Colzato Lorenza S, Scorolli Claudia, Borghi Anna M., dan Wildenberg Wery P.M. van den d, 2011,” Religion and action control: Faith-specific modulation of the Simon effect but not Stop-Signal performance,” 0010-0277/ Published by Elsevier B.V.doi:10.1016/ j.cognition.2011.04.003 ILO , 2012 , Convergences : Decent Work and Social Justice in Religious Traditions A Handbook Kholis Nur, 2004 ,” Etika Kerja Dalam Perspektif Islam, Al Mawarid Edisi XI Leenhouwers, 1988, Manusia Dalam Lingkungannya – Refleksi Filsafat Tentang Manusia, Diindonesiakan Oleh KJ. Veeger MA, Jakarta, Gramedia. McCullough Michael E dan Willoughby Brian L. B, 2009,” Religion, Self-Regulation, and Self-Control: Associations, Explanations, and Implications,” Psychological Bulletin, Vol. 135, No. 1, 69–93, © 2009 American Psychological Association 2009 0033-2909/09/$12.00 DOI: 10.1037/a0014213. McGuire, Sean T. and Omer, Thomas C. and Sharp, Nathan Y, 2011,” The Impact of Religion on Financial Reporting Irregularities,” (April 2011), Available at SSRN: http://ssrn.com/abstract=1548154 Muhamed, Shahriza dan Hussein, 2010,” Linking Islamic Work Ethic to Computer Use Ethics, Job Satisfaction and Organisational Commitment in Malaysia,” Journal of Business Systems, Governance and Ethics, Vol 5, No 1. Omer, Thomas C. and Sharp, Nathan Y. and Wang, Dechun, 2013,” The Impact of Religion on the Going Concern Reporting Decisions of Local Audit Practice Offices,” (April 2013), Available at SSRN: http://ssrn.com/abstract=1664727 Omer Zaneb Salem dan Syed Omar Syed Agil, 2012,” The Effects of Islamic Individuals’ Ethics on Organizational Commitment of Employees in Libyan Public Banks,” British Journal of Arts and Social Sciences, ISSN: 2046-9578, Vol.9 No.I (2012) ©BritishJournal Publishing, Inc. 2012 http://www.bjournal.co.uk/BJASS.aspx Parliament of the World’s Religions, 1993,” Declaration Toward a Global Ethic, 4 September 1993,. Chicago, U.S.A.
50
INFOKAM Nomor I Th. XIII/MARET/2017
Shyam Kim Fam, David S. Waller dan B. Zafer Erdogan, 2002,” The influence of religion on attitudes towards the advertising of controversial products,” European Journal of Marketing, Vol. 38 No. 5/6, 2004 pp. 537-555, Emerald Group Publishing Limited 0309-0566 DOI 10.1108/03090560410529204