BAB 2 KAJIAN LITERATUR
Bab ini berisikan tentang teori yang terkait dengan pembahasan studi yakni teori mengenai perencanaan pengembangan wilayah, teori keterkaitan antar industri, dan teori pemilihan lokasi industri. Bab ini bertujuan untuk membangun kerangka teoritis yang kuat dan terstruktur sehingga memudahkan pelaksanaan analisis studi sekaligus membatasi fokus pembahasan pada permasalahan yang diangkat.
2.1
Teori Perencanaan Pengembangan Wilayah Terdapat dua pendekatan dalam perencanaan pengembangan wilayah,
yakni pendekatan sektoral dan pendekatan regional (wilayah). Pendekatan sektoral memfokuskan perhatian pada sektor-sektor kegiatan yang ada pada wilayah tersebut, dengan mengelompokkan kegiatan ekonomi atas sektor-sektor seragam atau yang dianggap seragam. Sementara itu pendekatan regional melihat pemanfaatan ruang serta interaksi yang terjadi pada berbagai kegiatan dalam ruang wilayah. Perbedaan cara pendekatan ini terjadi karena perbedaan lokasi, potensi, dan aktivitas utama pada masing-masing wilayah (Firman, 2006). Pendekatan sektoral merupakan pendekatan dimana seluruh kegiatan ekonomi di dalam wilayah perencanaan dikelompokkan atas sektor-sektor, yang selanjutnya tiap sektor dianalisis satu per satu. Setiap sektor dianalisis potensi dan peluangnya sebagai masukan untuk menetapkan sektor yang dapat ditingkatkan dan dimana lokasi dari kegiatan peningkatan itu. Caranya adalah dengan membagi-bagi sektor ke dalam kelompok yang bersifat homogen kemudian dianalisis satu persatu. Misalnya, untuk menganalisis sektor perindustrian, sektor tersebut dibagi atas subsektor industri kecil, menengah, besar, dan sebagainya. Masing-masing subsektor dapat lagi diperinci atas dasar komoditi, seperti subsektor industri besar dapat diperinci atas industri kertas, kimia, kayu, dan lain sebagainya. Setelah informasi ini diketahui, metoda aregasi dapat menyimpulkan tentang keadaaan subsektor dan selanjutnya dapat menggambarkan keadaan sektor
17
18
secara keseluruhan. Analisis sektor tidak berarti bahwa satu sektor dengan sektor lain terpisah total dalam analisis. Salah satu pendekatan yang melihat kaitan pertumbuhan antara satu sektor dengan sektor lain dan sebaliknya adalah dengan analisis masukan-keluaran, dimana perubahan pada input atau output pada satu sektor/industri secara otomatis akan mendorong perubahan pada sektor industri lainnya. Pendekatan sektoral terlebih dahulu memperhatikan sektor/komoditi yang kemudian setelah dianalisis akan menghasilkan proyek-proyek peningkatan yang diusulkan untuk dilaksanakan. Pendekatan regional sangat berbeda dengan pendekatan sektoral walaupun tujuan akhirnya adalah sama. Pendekatan sektoral adalah pendekatan yang pada mulanya mengabaikan faktor ruang (spasial). Memang pendekatan sektoral dapat diperinci atas daerah yang lebih kecil, misalnya analisis sektoral per kabupaten, perkecamatan, atau per desa, sehingga seakan-akan faktor ruang telah terpenuhi. Namun hal ini belum memenuhi pendekatan regional karena pendekatan regional memiliki segi-segi tersendiri. Pendekatan regional dalam pengertian sempit adalah perencanaan pengembangan wilayah dengan memperhatikan ruang dengan segala kondisinya. Setelah analisis dilakukan, ditemukan adanya ruang yang belum dimanfaatkan atau penggunaannya masih belum optimal, sehingga direncanakan kegiatan apa sebaiknya yang diadakan pada lokasi tersebut, agar pengunaan ruang menjadi serasi dan efisien serta optimal. Pendekatan regional adalah analisis atas penggunaan ruang saat ini, analisis atas aktivitas yang akan mengubah penggunaan ruang dan perkiraan atas bentuk penggunaan ruang di masa datang. Analisis regional didasarkan pada anggapan bahwa perpindahan orang dan barang dari satu daerah ke daerah lain adalah bebas dan bahwa orang juga modal akan berpindah berdasarkan daya tarik suatu daerah yang lebih kuat dari daerah lain. Perencanaan pendekatan regional memandang wilayah sebagai kumpulan dari bagian wilayah yang lebih kecil dengan potensi dan daya tarikan masing-masing. Hal inilah yang membuat setiap wilayah saling menjalin hubungan untuk mendapatkan manfaat sebesar-besarnya.
19
Perbedaan antar kedua pendekatan tersebut hanya terletak pada cara memulai analisis serta sifat analisisnya. Pendekatan regional dalam pengertian yang luas selain memperhatikan penggunaan ruang untuk kegiatan produksi juga memprediksi arah konsentrasi kegiatan dan memperkirakan kebutuhan fasilitas untuk masing-masing konsentrasi serta merencanakan jaringan penghubung sehingga berbagai konsentrasi dapat dihubungkan secara efisien.
2.2
Teori Keterkaitan Antar Industri Keberadaan keterkaitan (linkage) antara industri lokal dan industri asing
akan menghasilkan dampak sosioekonomi yang baik, sebagaimana dikemukakan oleh Blakely (1989). Blakely mengatakan bahwa kegiatan menimbulkan daya tarik, melakukan ekspansi, atau menciptakan industri yang memiliki keterkaitan dengan aktivitas ekonomi yang telah ada di kawasan tersebut akan memberikan dampak sosioekonomi yang lebih bermanfaat dibandingkan industri yang tidak memiliki keterkaitan sama sekali. Dampak sosioekonomi tersebut adalah:
1. Penggunaan bahan mentah lokal; Keberadaan industri asing pada suatu wilayah yang menggunakan bahan mentah yang tersedia di wilayah tersebut akan memberikan dampak positif terhadap industri tersebut maupun terhadap wilayah dimana industri tersebut berlokasi. Dampak positif yang diterima oleh industri adalah mereka dapat mendapatkan bahan mentah bagi kegiatan produksi dengan mudah, dan disisi lain wilayah dimana industri tersebut berlokasi akan mendapatkan dampak pengembangan wilayah yang baik dari keberadaan industri ini. Kondisi ini terjadi terutama pada industri asing yang bersifat process oriented, dimana tipe industri ini lebih memilih untuk mendekati lokasi yang dapat menyediakan bahan baku produksi dibandingkan mendekati lokasi pasar dimana barang produksinya akan dipasarkan. Kondisi ini biasa terjadi pada
20
industri asing yang bergerak di sektor pertambangan, misalnya subsektor industri pengolahan batubara, emas, nikel, dan sebagainya. 2. Penggunaan barang produksi lokal sebagai input produksi; Keberadaan industri asing yang menggunakan bahan baku yang dihasilkan oleh industri lokal pada satu ruang lingkup wilayah akan memberikan dampak positif yang hampir serupa dengan keberadaan industri yang menggunakan bahan mentah lokal. Perbedaannya hanya terletak pada bentuk dampak positif yang didapatkan oleh wilayah tersebut. Jika pada industri asing yang menggunakan bahan mentah lokal dampak positif tersebut bisa langsung dirasakan oleh wilayah, pada penggunaan barang produksi lokal ini dampak yang dirasakan oleh wilayah berupa dampak tidak langsung yang disebabkan oleh keberadaan industri intermediate lokal yang menghasilkan barang produksi sebagai bahan baku bagi industri asing tersebut. Kondisi ini biasa terjadi pada subsektor industri yang bergerak di bidang mesin, elektronika, kendaraan, komunikasi, serta industri yang menghasilkan produk berteknologi tinggi lainnya.
3. Memberikan lapangan kerja bagi tenaga kerja lokal; Industri asing yang berada pada suatu wilayah pada umumnya menggunakan tenaga kerja lokal dengan maksud untuk menekan biaya upah kerja dan menekan biaya yang harus ditanggung apabila industri tersebut harus mendatangkan tenaga kerja dari tempat lain. Kondisi ini akan membuka lapangan pekerjaan baru bagi tenaga kerja yang berada di lokasi industri asing tersebut. Namun, sebuah industri bisa saja memutuskan untuk mendatangkan tenaga kerja dari luar daerah bahkan tenaga kerja asing apabila mereka menilai bahwa kualitas ataupun kuantitas tenaga kerja lokal masih belum memenuhi kriteria tenaga kerja yang mereka butuhkan.
21
4. Pendistribusian barang dan jasa yang diproduksi kepada pasar lokal; Industri asing yang bersifat market oriented biasanya berlokasi di daerah yang mereka anggap potensial sebagai target pemasaran barang yang dihasilkan oleh proses produksi yang mereka lakukan. Kondisi ini akan memberikan dampak positif terhadap sebuah wilayah dimana akan tersedia barang maupun jasa yang dihasilkan oleh sebuah industri yang bersifat market oriented tersebut dengan harga yang kompetitif. Kondisi ini juga akan mendorong masyarakat di lokasi industri tersebut untuk menggunakan barang dan jasa yang diproduksi secara lokal ini dan berdampak baik bagi pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut.
5. Menarik masuknya investasi baru; dan Industri asing yang berada di sebuah wilayah dapat mengakibatkan tumbuhnya industri lokal baru pada lokasi industri yang sama. Hal ini biasanya terjadi apabila pada sebuah wilayah terdapat industri asing intermediate yang melakukan kegiatan produksi namun kekurangan keberadaan industri intermediate yang dapat menyediakan kualitas serta kuantitas bahan baku yang dibutuhkan. Kondisi ini tentu saja akan memberikan dampak positif berupa masuknya industri baru, bertambahnya penerimaan daerah, terbukanya lapangan kerja baru, dan lain sebagainya.
6. Menarik masuknya tenaga kerja tambahan. Industri asing yang berada pada suatu wilayah dapat menimbulkan daya tarik bagi tenaga kerja yang berada di lokasi lain untuk datang ke wilayah tersebut. Kondisi ini dapat menimbulkan dampak positif sekaligus dampak negatif bagi wilayah tersebut. Dampak positif yang didapatkan adalah transfer teknologi dan informasi yang berguna bagi peningkatan kualitas tenaga kerja lokal yang telah ada disebabkan masuknya tenaga kerja baru dari wilayah lain. Dampak positif lainnya
22
adalah migrasi tenaga kerja ini juga berarti masuknya penduduk baru yang akan mendorong pertumbuhan dan perkembangan wilayah tersebut. Namun, dampak negatif yang mungkin ditimbulkan dari masuknya tenaga kerja baru ini adalah bertambahnya pemanfaatan sarana dan prasarana umum wilayah serta berpotensi meningkatkan persaingan kerja antara tenaga kerja lokal dan tenaga kerja pendatang.
Dari keseluruhan dampak sosioekonomi yang dapat ditimbulkan oleh keberadaan keterkaitan antara industri asing dan industri lokal tersebut, tidak semuanya akan digunakan sebagai indikator untuk menyatakan adanya keterkaitan antara industri lokal dan industri asing di Kota Batam. Hal ini dikarenakan beberapa indikator dianggap kurang berpengaruh dalam memberikan dampak yang positif terhadap sektor industri di Kota Batam. Studi ini hanya akan menggunakan tiga dari enam dampak sosioekonomi sebagai indikator untuk menyatakan adanya keterkaitan antara industri asing dan industri lokal di wilayah studi, yakni (1) penggunaan barang produk dari industri lokal sebagai bahan baku bagi industri asing, (2) penggunaan tenaga kerja lokal (tenaga kerja yang tersedia di Kota Batam) oleh industri lokal, dan (3) masuknya investasi baru dalam bentuk industri lokal baru disebabkan keberadaan permintaan bahan baku dari industri asing. Sedangkan tiga dampak sosioekonomi lainnya dirasakan tidak tepat untuk digunakan sebagai indikator untuk menyatakan adanya keterkaitan antar industri pada studi ini berdasarkan asumsi sebagai berikut:
1. Penggunaan bahan mentah lokal; Indikator ini dianggap tidak sesuai dikarenakan tidak terdapatnya industri yang melakukan kegiatan ekstraksi sumber daya alam di Kota Batam,
23
2. Pendistribusian barang dan jasa yang diproduksi kepada pasar lokal; Indikator ini dianggap tidak sesuai dikarenakan industri yang berada di Kota Batam kebanyakan merupakan industri intermediate dan industri yang berorientasi ekspor sesuai dengan Keputusan Ketua OPDIP Batam No. 045/AP-KPTS/IV/1990 mengenai kebijakan jenis industri yang dikembangkan di Kota Batam.
3. Menarik masuknya tenaga kerja tambahan; Indikator ini dianggap tidak sesuai dikarenakan jumlah tenaga kerja yang tersedia di Kota Batam sudah cukup banyak dan migrasi tenaga kerja ini akan menambah beban penyediaan sarana dan prasarana umum di Kota Batam.
2.3
Teori Pemilihan Lokasi Industri Teori yang mengatakan terdapatnya preferensi pemilihan bagi suatu lokasi
industri sudah sejak lama dibahas. Secara umum, teori pemilihan lokasi terbagi kedalam tiga kategori, yakni teori lokasi yang berorientasi pada daerah lokasi, teori lokasi yang berorientasi pada tempat lokasi, dan yang berorientasi pada keseimbangan spasial. Teori lokasi yang berorientasi pada daerah lokasi awalnya dipopulerkan oleh Weber (1969) dan Launhart yang mengargumenkan bahwa pemilihan lokasi industri hanya terpengaruh oleh sifat industri yang berproduksi, industri process oriented akan mendekatkan lokasinya pada tempat tersedianya bahan baku, sedangkan industri market oriented akan mendekatkan lokasinya pada tempat dimana barang produksi akan dipasarkan. Teori lokasi yang berorientasi pada keseimbangan spasial diawali oleh Christaller (1966) dengan Central Place Theory yang ia kemukakan. Christaller mengatakan bahwa lokasi industri akan tergantung pada threshold dan range of good or services. Artinya, sebuah industri akan berlokasi pada wilayah yang populasi penduduknya sesuai atau melebihi target konsumen industri tersebut, serta dipengaruhi pula oleh jarak maksimum dimana target konsumen bersedia bergerak untuk mendapatkan barang
24
dan jasa yang mereka butuhkan. Sedangkan teori yang paling mengalami perkembangan yang pesat adalah teori lokasi yang berorientasi pada tempat lokasi. Teori-teori awal yang menyatakan keterkaitan antara tempat lokasi dengan pemilihan lokasi industri adalah kurva Von Thunen (dalam Rhind, 1981). Secara sederhana, kurva Von Thunen mengatakan bahwa setiap lokasi yang memiliki jarak yang sama dari sebuah titik pusat (biasanya berupa sebuah kota atau pusat kegiatan) memiliki biaya lokasi (biaya transportasi) yang sama dan secara alamiah menghasilkan daya tarik yang sama bagi pendirian sebuah industri. Teori ini lalu diperbaiki oleh Greenhut (1956) yang mengatakan bahwa pemilihan lokasi industri selain terkait dengan biaya lokasi (biaya angkutan, tenaga, dan pengelolaan) juga terkait dengan faktor lokasi yang berhubungan dengan banyaknya permintaan pasar, faktor yang dapat menurunkan biaya dan meningkatkan pendapatan, dan faktor pribadi. Sayangnya, ketiga kategori pemilihan lokasi industri yang telah dijelaskan sebelumnya masih kurang menggambarkan faktor-faktor pemilihan lokasi industri di Kota Batam. Hal ini dikarenakan industri yang berada di Kota Batam mayoritas adalah industri footloose yang tidak memperhitungkan lokasi bahan baku maupun lokasi pasar dimana barang produk industri akan dipasarkan, sehingga dibutuhkan teori yang lebih modern yang dapat menggambarkan preferensi pemilihan lokasi industri footloose seperti teori yang dikemukakan oleh Djojodipuro (1992). Dalam teorinya, Djojodipuro menyatakan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh dalam pemilihan lokasi industri adalah:
1. Faktor endowment (tanah, tenaga, modal); Faktor endowment sangat berpengaruh pada karakteristik masingmasing wilayah. elemen tanah sangat berpengaruh pada industri ekstraktif seperti industri tambang dan bahan galian. Faktor harga tanah biasanya berpengaruh pada industri footloose yang hanya berencana untuk berproduksi dalam jangka waktu pendek, namun bagi
25
industri dengan jangka waktu produksi panjang hal ini sering tidak diperhatikan. Faktor tenaga terkait dengan kegiatan industri itu sendiri, industri rokok misalnya akan lebih memilih untuk berlokasi di daerah Jawa Timur mengingat tenaga kerja yang ada di daerah ini sudah memiliki keterampilan khusus yang tidak dimiliki tenaga kerja ditempat lain dan cocok untuk diperkerjakan di industri rokok. Faktor modal sendiri lebih terkait pada kebijakan perusahaan, apakah industri ini bersifat padat karya atau padat modal. Industri padat karya akan lebih baik berlokasi di pinggiran kota dengan jumlah tenaga kerja yang terkonsentrasi dan upah yang lebih rendah, sementara industri padat modal lebih baik berlokasi di dekat pusat kota untuk mempermudah perawatan mesin-mesin industri apabila mengalami kerusakan.
2. Faktor pasar dan harga (jumlah penduduk, pendapatan perkapita, distribusi pendapatan); Faktor pasar dan harga terkait dengan tujuan akhir proses produksi yakni pemasaran bahan produksi ke konsumen. Industri yang langsung menghasilkan barang siap pakai mungkin memilih untuk mendekatkan diri pada wilayah dengan jumlah penduduk besar, sementara industri dengan harga barang produksi tinggi mungkin akan memilih berlokasi di daerah dengan pendapatan perkapita dan distribusi pendapatan yang tinggi.
3. Faktor bahan baku dan energi; Faktor bahan baku dan energi terkait dengan proses produksi dimana industri dengan kebutuhan energi tinggi mungkin akan lebih mendekatkan dirinya pada wilayah dengan harga energi yang murah, sedangkan industri dengan bahan baku spesifik yang hanya terdapat di wilayah tertentu misalnya industri tambang emas mungkin akan memilih berlokasi pada daerah dengan cadangan emas tinggi.
26
4. Faktor aglomerasi, keterkaitan antar industri, dan penghematan intern (sarana dan prasarana); Faktor aglomerasi terkait dengan penghematan yang dapat diberikan akibat adanya pengelompokan industri dengan jenis yang sama. Pada dasarnya, ada dua jenis penghematan, yakni penghematan yang diperoleh industri sejenis atau industri yang memiliki hubungan satu sama lain dan yang kedua adalah penghematan yang diperoleh perusahaan individual yang berlokasi di daerah perkotaan. Faktor sarana dan prasarana yang dimiliki oleh sebuah wilayah industri juga dapat berpengaruh terhadap pemilihan lokasi industri. Lokasi industri dengan fasilitas lengkap tentunya akan lebih menarik bagi calon industri
dibandingkan
industri
tersebut
harus
menyediakan
kelengkapan infrastruktur secara mandiri.
5. Faktor kebijaksanaan pemerintahdan; Faktor kebijaksanaan pemerintah dapat memberikan insentif atau disinsentif terhadap pemilihan lokasi industri, misalnya dengan memberikan tax holiday, keringanan pajak pada jenis industri tertentu, dan lain sebagainya.
6. Faktor kebijaksanaan pengusaha. Kebijakan pengusaha biasanya merupakan hal internal dan tidak dapat diganggu gugat oleh pihak manapun. Sebuah industri bisa saja memilih untuk berlokasi di tempat yang tidak strategis dikarenakan industri tersebut membutuhkan lokasi yang aman apabila terjadi kegagalan proses produksi, dan sebagainya.
27
Pada kenyataannya, dari keenam faktor yang dinyatakan sebagai faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan lokasi industri tersebut, tidak semuanya sesuai untuk digunakan dalam studi ini. Faktor-faktor yang dianggap berpengaruh dalam pemilihan lokasi industri di Kota Batam adalah faktor ketenagakerjaan, bahan baku dan energi, sarana dan prasarana, serta faktor kebijaksanaan pemerintah. Sedangkan faktor-faktor lainnya dianggap tidak memiliki pengaruh didasarkan asumsi sebagai berikut:
1. Faktor endowment a. Elemen tanah tidak digunakan karena topografi dan struktur tanah hanya berpengaruh pada pemilihan lokasi industri ekstraksi serta elemen harga lahan kurang berpengaruh dalam pemilihan lokasi industri dalam jangka panjang. b. Elemen modal termasuk dalam kebijakan internal perusahaan dan tidak akan dibahas lebih lanjut.
2. Faktor pasar dan harga tidak digunakan karena industri lokal dan asing yang ada di Kota Batam tidak menjual langsung barang produksinya ke konsumen dan cenderung mengarahkan penjualannya pada daerah diluar Kota Batam.
3. Faktor aglomerasi tidak digunakan karena sangat tergantung pada struktur industri yang terbentuk secara alami pada wilayah studi.
4. Faktor kebijaksanaan pengusaha termasuk dalam kebijakan internal perusahaan dan tidak akan dibahas lebih lanjut.