MODEL HUBUNGAN PENDUDUK DAN KONVERSI LAHAN DENGAN KETERSEDIAAN AIR BERSIH UNTUK PERENCANAAN PENGELOLAAN SUMBER DAYAAIR MELALUI METODE SYSTEM DYNAMICS DI KABUPATEN BEKASI Darwati Susilastuti1, I Made Putrawan2 C. Hanny Wijaya3 1 Dosen Fakultas Pertanian Universitas Borobudur Jakarta 2 Guru Besar Tetap Universitas Negeri Jakarta 3 Guru Besar Tetap Institut Pertanian Bogor Abstract The objective of this research was to develop a system dynamics model that represents the relationship between population subsystem and land conversion subsystem with freshwater availability subsystem in Bekasi Regency. The models were used to predict the relationship until 2025. The models were designed, both with and without intervention factors to population behavior toward water. The purpose of this study was to strengthen water resources management planning in Bekasi Regency. The method of the research was system dynamics. Water availability as a system was represented as a simple model in line with the factors in this research, so that the model represents the real world. The Causal Loop Diagram showed that factors in subsystem and inter subsystem formed balancing causal feedback loop. Model behavior simulation showed that freshwater availability (i.e. surface water and shallow ground water) decreased substantially (collapse) from 2003 until 2025. The decrease was caused by water pollution rather than the population growth and land conversion increasing. Population numbers increased slowly (growth), while land carrying capacity decreased gradually (decay). It was predicted, if the condition does not change, water crisis will happen in 2018. When communitys behavior for water (i.e. thrifty and sanitation behavior) increase began 2008, it was predicted that beginning from 2009, the freshwater availability will increase, the water crisis can be suspended, and the freshwater inventory can be reserved. Based on those findings, it could be suggested that water resources management planning should consider water as a system and integrate supply side management, demand side management, and governance side management. Key words: population, water availability, system dynamic, mode 1.
Pendahuluan Air adalah sumberdaya alam utama yang penting untuk memenuhi hajat hidup orang banyak. Masalah kekurangan jumlah air maupun kualitas air dapat menimbulkan dampak pada kesehatan, sosial maupun ekonomi. Berdasarkan temuan penelitian Anwar et.al. (2004: 289) permintaan air di wilayah perkotaan lebih besar daripada suplainya dan ketersediaan air telah mengalami decreasing return to scale. Terdapat tiga kesenjangan berkaitan dengan sumberdaya air yaitu (1) ketersediaan air menurun sedangkan kebutuhan meningkat, (2) peningkatan
jumlah penduduk tidak diikuti dengan peningkatan kualitas hidup dimana salah satu faktor penentunya yaitu ketersediaan air, dan (3) peningkatan konversi lahan cenderung menurunkan daerah tangkapan air Pola ekosistem berubah dengan berubahnya variabel-variabel penyusunnya terhadap waktu atau bersifat dinamis. Perubahan tersebut menghasilkan kinerja sistem atau mekanisme kerja yang dapat diamati perilakunya melalui pemodelan. Model merupakan representasi dari dunia nyata sebagai pendekatan konseptual dan kontekstual yang cenderung lebih realistis, pluralistis, dan holistik. Kabupaten Bekasi terdiri atas 23 kecamatan, 138
Darwati S., dkk. : Model Hubungan Penduduk dan Konversi Lahan dengan Ketersediaan ..... luas wilayah 127.388 ha dengan luas lahan terbuka tahun 2005 sebesar 85,2 %. Berdasarkan data Bapeda Bekasi, tahun 2005 pengajuan izin lokasi untuk pembangunan perumahan skala besar, industri/ gudang dan kawasan industri seluas 17.987,9 ha atau hampir sama dengan luas lahan terbangun tahun 2005 yaitu 18.868 ha. Jumlah penduduk tahun 2005 sebanyak 2.027.902 jiwa. Kepadatan penduduk 1.592 jiwa/km2. Jumlah rumah tangga yang mengkonsumsi air bersih yang bersumber dari air tanah dangkal dan air permukaan sebanyak 82,6% dan di antaranya hanya sebanyak 27.114 rumah tangga atau 5,5% berlangganan air leideng (PAM). Data tersebut di atas menunjukkan bahwa penduduk Kabupaten Bekasi sangat bergantung pada air permukaan dan air tanah dangkal sebagai sumber air, namun penutupan lahan terus meningkat sehingga dapat menurunkan cadangan atau ketersediaannya. Model keseimbangan dinamis hubungan antara penduduk, konversi lahan dan ketersediaan air di wilayah Kabupaten Bekasi perlu diketahui. Keseimbangan dinamis tersebut dapat berguna untuk perencanaan pengelolaan sumberdaya air di masa mendatang. Permasalahan yang diteliti dibatasi pada beberapa hal yang berkaitan dengan model system dynamics hubungan sebab akibat umpan balik (causal feedback) antara subsistem penduduk, subsistem konversi lahan dengan subsistem ketersediaan air bersih di Kabupaten Bekasi. Rumusan masalah yang diajukan pada penelitian ini yaitu : 1) bagaimana model system dynamics yang dapat menggambarkan hubungan sebab akibat umpan balik antara penduduk dan konversi lahan dengan ketersediaan air bersih di Kabupaten Bekasi? 2) apabila kondisi sekarang tetap dipertahankan, bagaimana prediksi hubungan sebab akibat umpan balik antara penduduk dan laju koversi lahan dengan ketersediaan air bersih melalui metode system dynamics di Kabupaten Bekasi? 3) bagaimana prediksi ketersediaan air bersih guna perencanaan pengelolaan sumberdaya air di masa yang akan datang (2009-2025) di Kabupaten Bekasi melalui intervensi model dengan faktor perilaku penduduk terhadap air? Penelitian ini diharapkan dapat berguna antara lain sebagai dasar bagi pengambil kebijakan untuk
merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, dan mengendalikan/ konservasi ketersediaan air bersih dalam hubungannya dengan penduduk dan konversi lahan. Selain itu untuk mendapatkan terobosan dalam upaya memecahkan permasalahan lingkungan dengan metode system dynamics. Melalui analisis system dynamics diharapkan pemecahan permasalahan lingkungan dapat lebih bersifat holistik, sistemik, mudah, cepat, hemat dan akurat. 2. Kerangka Berpikir Berdasarkan pemikiran bahwa lingkungan merupakan suatu sistem yang dinamis dan kompleks, pengkajian permasalahan ketersediaan air pada penelitian ini dikaji melalui pengkajian sistem. Pada penelitian ini lingkungan alam diwakili oleh sumberdaya air bersih, lingkungan sosial diwakili oleh dinamika penduduk dan lingkungan binaan diwakili oleh konversi lahan. Garis besar hubungan tersebut dapat digambarkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Kerangka Berpikir Model Hubungan antara Pertumbuhan, Konversi Lahan dengan Ketersediaan Air Bersih Guna Perencanaan Pengelolaan Air Bersih 139
Jurnal Bumi Lestari, Volume 9 No. 2, Agustus 2009, hlm. 138 - 150 3. Metodologi Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat, mulai bulan Agustus 2006 sampai dengan Nopember 2006. Metode penelitian menggunakan metode system dynamics. Hubungan antarvariabel disimulasikan dengan menggunakan perangkat lunak Powersim 2.5 (Anon, 1996). Simulasi menghasilkan persamaan Powersim, diagram simpal kausal, diagram alir, grafik waktu, dan tabel waktu. Hasil simulasi dianalisis secara kualitatif. Variabel dalam system dynamics, menurut Ford (1999: 14-24) dikelompokkan dalam dua jenis yaitu level (stock) dan rate. Level menyatakan kondisi sistem pada setiap saat (state variable system). Level merupakan hasil akumulasi di dalam sistem, sedangkan rate menyatakan aktivitas sistem. Level adalah suatu besaran (quantity) yang berakumulasi terhadap waktu dan rate merupakan aktivitas atau pergerakan (movement) atau aliran yang berkontribusi terhadap perubahan per satuan waktu dalam level. Setiap variabel akan didefinisikan dalam suatu persamaan yaitu persamaan level, persamaan rate, persamaan auxiliary atau persamaan konstanta. Berdasarkan pengelompokkan tersebut di atas, maka faktor-faktor dalam sub-sub sistem dikelompokkan menjadi variabel dan jenis variabel sebagai berikut. 1) Level: jumlah penduduk, luas lahan terbuka, ketersediaan air bersih, produksi PAM, konsumsi non domestik; 2) Rate: kelahiran, kematian, migrasi masuk, migrasi keluar, konversi lahan terbuka, penambahan air, pencemaran air, konsumsi air, pertambahan konsumsi non domestik; 3) Auxiliary: laju migrasi masuk, laju migrasi keluar, pengali faktor kematian, pengali faktor migrasi masuk, kepadatan penduduk, derajat kesehatan, rasio lahan terbuka, faktor sisa lahan, lahan terbangun, rasio lahan terbangun, laju pembangunan, pertambahan air alami, pertambahan produksi PAM, konsumsi domestik, perilaku hemat, perilaku bersih; 4) Konstanta: angka kelahiran kasar, angka kematian kasar, luas wilayah, curah hujan, daya infiltrasi tanah dangkal, angka kenaikan produksi PAM, derajat pencemaran, konsumsi per kapita, angka kenaikan konsumsi domestik, angka kenaikan konsumsi non domestik
Data primer (derajat kesehatan, derajat pencemaran, perilaku hemat dan perilaku bersih) bersumber dari responden dan pengukuran langsung. Sampel data primer diambil secara three stage cluster purposive sampling. Data sekunder didapatkan dari pencatatan data selama empat (4) tahun yaitu 2003, 2004, 2005 dan 2006. Teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara terbuka menggunakan daftar pertanyaan sebagai pedoman wawancara, dan pengamatan secara langsung untuk mendapatkan data perilaku terhadap air dan data derajat kesehatan yang berkaitan dengan air. Pengambilan sampel air pada titik pengamatan dilakukan untuk mendapatkan data primer kualitas air/derajat pencemaran. Tahapan pembangunan model yaitu sebagai berikut. 1) Pembuatan konsep dalam sebuah model CLD (Causal Loop Diagram). 2) Pembuatan model SFD (Stock-Flow Diagram) atau diagram alir. 3) Input data. 4) Simulasi berupa diagram waktu dan tabel waktu. 5) Validasi dengan melihat Absolute Mean Error (AME) penyimpangan antara nilai rata-rata simulai terhadap aktual. Model valid jika AME kurang dari 5%. 6) Analisis Kebijakan (Uji Sensivitas). Pada penelitian ini unsur perilaku hemat dan perilaku bersih sebagai variabel eksogen diintervensikan ke dalam model, masing-masing diinter-vensikan dengan memberikan Fungsi IF pada faktor konsumsi air dan faktor pencemaran pada tahun 2008. Pernyataan kebijakan atau skenario yang dicobakan yaitu : jika Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi meningkatkan perilaku positif penduduk terhadap air yaitu peningkatan perilaku hemat dan perilaku bersih mulai tahun 2008, bagaimana dampak perilaku tersebut terhadap ketersediaan air bersih di wilayah Kabupaten Bekasi mulai tahun 2009 sampai dengan 2025. 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Model Simpal Kausal Model simpal kausal atau Causal Loop Diagram (CLD) sistem hubungan antara penduduk dan konversi lahan dengan ketersediaan air bersih 140
Darwati S., dkk. : Model Hubungan Penduduk dan Konversi Lahan dengan Ketersediaan ..... digambarkan pada Gambar 3. Secara keseluruhan model simpal kausal terdapat 1 (satu) lup reinforcing (R) dan 6 (enam) lup balancing (B). Antar subsistem penduduk, subsistem konversi lahan dan subsistem ketersediaan air secara umum
saling menyeimbangkan, artinya apabila salah satu subsistem tidak terkendali maka akan terjadi umpan balik sebab akibat secara negatif (berlawanan arah) sehingga akan menurunkan keberadaan salah satu subsistem dengan unsur-unsur penyusunnya.
Gambar 3. Model Simpal Kausal Hubungan Penduduk dan Konversi Lahan dengan Ketersediaan Air Bersih (Sumber : pengolahan Powersim 2.5)
4.2. Model Dinamis (Stock Flow Diagram), Simulasi, dan Uji Validasi Berdasarkan model simpal kausal diagram alir model dinamis hubungan sebab akibat
umpan balik antara penduduk, konversi lahan, dan ketersediaan air bersih, seperti pada gambar 4.
141
Jurnal Bumi Lestari, Volume 9 No. 2, Agustus 2009, hlm. 138 - 150
Gambar 4. Diagram Alir Model Dinamis Hubungan Sebab Akibat Umpan Balik antara Penduduk, Konversi Lahan, dan Ketersediaan Air Bersih di Kabupaten Bekasi (Sumber: pengolahan Powersim 2.5)
142
Darwati S., dkk. : Model Hubungan Penduduk dan Konversi Lahan dengan Ketersediaan ..... Simulasi model yang menggambarkan perilaku model dinamis tersebut ditampilkan dalam grafik waktu (time graph) dan tabel waktu (time table) yang dijelaskan sebagai berikut. 1). Subsistem Penduduk Berdasarkan asumsi bahwa tidak terjadi bencana yang dapat menyebabkan goncangan penduduk sampai dengan tahun 2025, model tersebut di atas menghasilkan simulasi grafik waktu sebagai berikut.
Gambar 5. Grafik Waktu Simulasi Penduduk di Kabupaten Bekasi Tahun 2003 2025.
Bekasi akan terus meningkat lebih besar dari simulasi tersebut di atas. Migrasi masuk merupakan unsur pertambahan penduduk yang lebih nyata dibandingkan dengan kelahiran, sedangkan unsur kematian merupakan unsur pengurangan penduduk yang lebih nyata dibandingkan dengan migrasi keluar, sesuai dengan simulasi Gambar 6. Berdasarkan perhitungan uji validitas model didapat AME 4,2% berarti valid. Schultink (2007: 7) mengatakan bahwa, migrasi masuk berpengaruh terhadap pembangunan lahan (build up area) dan kepadatan penduduk. Migrasi yang tidak terkendali meningkatkan tekanan terhadap lingkungan dan dapat menyebabkan terganggunya kesehatan masyarakat. 2). Subsistem Konversi Lahan Berdasarkan Gambar 8 dan 9, luas lahan terbuka menurun, luas lahan terbangun meningkat dengan pertambahan luas lahan konversi menurun. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan lahan untuk dikonversi menurun, yang mana dapat menurunkan laju pembangunan (fisik) karena penyediaan lahan menurun, selain itu penurunan luas lahan terbuka akan menurunkan daerah tangkapan air hujan sehingga infiltrasi air ke dalam tanah akan menurun. Laju pembangunan dalam hal ini merupakan kapasitas pemerintah daerah untuk mendirikan bangunan fisik atau infrastruktur guna menunjang pembangunan di bidang lain, cenderung menurun atau daya dukung lahan menurun namun belum menjadi faktor pembatas.
Gambar 6. Grafik Waktu Simulasi Jumlah Kelahiran, Kematian, Migrasi Masuk, dan Migrasi Keluar Tahun 2003 2025 Gambar 5 menjelaskan bahwa penduduk Kabupaten Bekasi diprediksikan meningkat terus (growth) sampai tahun 2025, namun peningkatannya relatif rendah. Asumsi laju pertumbuhan penduduk memakai angka hasil perhitungan dari Badan Kependudukan, Catatan Sipil dan Keluarga Berencana yaitu sebesar rata-rata 1,29% lebih rendah dari data Bapeda/BPS tahun 2004 yaitu sebesar 4,23%. Dengan demikian apabila unsur lain dianggap tetap, maka pertumbuhan penduduk Kabupaten
Gambar 7. Grafik Waktu Simulasi Luas Lahan Terbuka dan Luas Lahan Terbangun di Kabupaten Bekasi Tahun 20032025 143
Jurnal Bumi Lestari, Volume 9 No. 2, Agustus 2009, hlm. 138 - 150 relatif kecil. Peningkatan konsumsi air relatif rendah disebabkan oleh peningkatan konsumsi domestik yang dipengaruhi kenaikan jumlah penduduk relatif rendah (angka kenaikan konsumsi domestik 5% dan angka pertumbuhan penduduk 1,4%). Demikian juga peningkatan konsumsi non domestik relatif rendah (laju kenaikan = 1%). Konsumsi dapat dipenuhi dari sistem alam dan produksi PAM, namun demikian cadangan air bersih terus menurun dengan tajam. Hal ini diduga berhubungan sebab akibat dengan adanya proses pencemaran (Gambar 9).
Gambar 8. Grafik Waktu Simulasi Pertambahan Luas Konversi Lahan Berdasarkan data empiris, 51,5% lahan terbangun digunakan untuk permukiman yang dibangun pengembang, 16,3% sebagai kawasan industri dan selebihnya permukiman yang dibangun oleh penduduk, sarana umum dan infrastruktur lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa dengan meningkatnya jumlah penduduk, maka permintaan lahan untuk permukiman akan semakin meningkat. Uji validitas model dinamis konversi lahan, menghasilkan nilai AME sebesar 0,43% berarti valid. 3). Subsistem Ketersediaan Air Bersih Volume ketersediaan air bersih, pertambahan, konsumsi dan pencemarannya di Kabupaten Bekasi tahun 2003-2025, disimulasikan pada Gambar 9. Nampak bahwa pertambahan air berdasarkan tambahan dari sistem alam dan PAM, dan pengurangan air berdasarkan konsumsi, selisihnya tidak berarti, namun demikian ketersediaan air menurun tajam (collapse). Kenaikan pertambahan air disebabkan karena kenaikan produksi PAM yang diasumsikan sebesar 34%, sedangkan pertambahan air alami relatif konstan karena dalam model ini curah hujan diasumsikan sebagai konstanta dan pengurangan lahan terbuka berdasarkan simulasi
Gambar 9. Grafik Waktu Simulasi Penambahan, Konsumsi, Pencemaran dan Ketersediaan Air Bersih di Kabupaten Bekasi Tahun 2003 -2025 Penurunan ketersediaan air bersih yang tajam (Gambar 9 dan Tabel 1) pada model sistem ini diperkirakan diakibatkan oleh adanya pencemaran air, artinya secara kuantitas air ada namun secara kualitas air tidak layak untuk dikonsumsi, baik konsumsi domestik maupun konsumsi nondomestik. Titik kritis ketersediaan air bersih akan terjadi mulai pada tahun 2018, dimana ketersediaan air bersih tidak dapat memenuhi kebutuhan.
144
Darwati S., dkk. : Model Hubungan Penduduk dan Konversi Lahan dengan Ketersediaan ..... Tabel 1. Tabel Waktu Simulasi Penambahan, Konsumsi, Pencemaran dan Ketersediaan Air Bersih di Kabupaten Bekasi Tahun 2003 - 2025
Sumber: Pengolahan data dengan Powersim 2.5 Berdasarkan tabel waktu, diprediksikan pertambahan air alami (dari infiltrasi air hujan dan aliran permukaan) pada tahun 2025 menurun sebesar 7,5% dibandingkan tahun 2006, sedangkan produksi air PAM akan meningkat sebesar 600% pada tahun 2025 dibandingkan tahun
2006. Produksi air PAM sebagian berasal dari waduk Jatiluhur. Karena itu jika suplai dari waduk tersebut terganggu maka krisis air di wilayah Kabupaten Bekasi akan lebih parah daripada hasil simulasi tersebut di atas. Model valid dengan AME 4,04%.
145
Jurnal Bumi Lestari, Volume 9 No. 2, Agustus 2009, hlm. 138 - 150 4). Sistem Hubungan Penduduk dan Konversi Lahan dengan Ketersediaan Air Bersih Berdasarkan simulasi model dinamis sebelumnya, dijelaskan bahwa laju pembangunan mengakibatkan migrasi masuk meningkat, demikian juga pencemaran meningkatkan potensi jumlah kematian melalui adanya penurunan derajat kesehatan.
Gambar 10. Grafik Waktu Simulasi Hubungan Laju Pembangunan dengan Migrasi Masuk
Pada Gambar 10 nampak bahwa migrasi masuk 1 yaitu migrasi setelah diperhitungkan hubungannya dengan laju pembangunan, cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah migrasi masuk sebelum memperhitungkan hubungannya dengan laju pembangunan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat William P. Cunningham, Mary Ann Cunningham and Barbara Woodworth Saigo (2003: 554) maupun G. Schultink (2007: 5-6) bahwa perkembangan sebuah
Gambar 11. Grafik Waktu Simulasi Hubungan Pencemaran dengan Potensi Kematian Penduduk
kota dapat menjadi daya tarik (pull factors) atau daya tekan (push factors) migrasi masuk. Kota berkembang karena adanya pembangunan yaitu utamanya perubahan ke arah modernisasi di antaranya industrialisasi. Dalam hal ini, industralisasi di Kabupaten Bekasi lebih berperan sebagai daya tarik dibandingkan sebagai daya tekan terhadap migrasi masuk. Pada Gambar 11, Kematian-1 adalah jumlah kematian penduduk setelah diperhitungkan hubungan sebab akibat dengan pencemaran, lebih tinggi dibandingkan jumlah kematian tanpa memperhitungkan hubungannya dengan pencemaran. Hubungan pencemaran berlangsung melalui adanya penurunan derajat kesehatan yang mana berpotensi dapat meningkatkan jumlah kematian. Peningkatan jumlah kematian tersebut terjadi secara tidak langsung, yaitu melalui penurunan derajat kesehatan. Namun demikian faktor pencemaran bukan merupakan faktor penyebab tunggal, karena dalam suatu sistem, komponen saling berhubungan sebab akibat umpan balik baik membentuk lup ataupun tidak membentuk lup. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Donald L. Hardesty (1977: 199) bahwa faktor pembatas tidak berdiri sendiri atau bukan merupakan faktor tunggal, demikian juga Donella H. Meadows et. al. (1972: 185-188)
Gambar 12. Grafik Waktu Simulasi Hubungan Ketersediaan Air, Penduduk, dan Luas Lahan Terbuka di Kabupaten Bekasi Tahun 2003 2025 146
Darwati S., dkk. : Model Hubungan Penduduk dan Konversi Lahan dengan Ketersediaan .....
Gambar 13. Grafik Waktu Simulasi Intervensi Model dengan Unsur Perilaku Alternatif 1 pada Ketersediaan Air Bersih Tahun 2009-2025
Gambar 14. Grafik Waktu Simulasi Intervensi Model dengan Unsur Perilaku Alternatif 2 pada Ketersediaan Air Bersih Tahun 2009-2025
mengemukakan bahwa antara faktor pendukung dan faktor pembatas membentuk keseimbangan yang dinamis. Perilaku model sistem dinamis hubungan sebab akibat umpan balik ketersediaan air bersih dengan penduduk dan konversi lahan disimulasikan oleh Gambar 12. Berdasarkan gambar tersebut, diprediksikan bahwa sampai dengan tahun 2025 jumlah penduduk meningkat dengan lambat, luas lahan terbuka menurun secara perlahan sedangkan ketersediaan air bersih menurun dengan tajam.
bersih sebesar 10% (alternatif 2) ditunjukkan pada Gambar 14. Pada kedua simulasi nampak grafik Ketersediaan Air Bersih-2, yaitu ketersediaan air setelah diintervensi menurun lebih lambat jika dibandingkan dengan grafik Ketersediaan Air Bersih yaitu ketersediaan air sebelum adanya intervensi. Adanya pola peningkatan ketersediaan air setelah intervensi unsur perilaku menunjukkan bahwa sistem manusia berhubungan dengan sistem ketersediaan air. Perilaku positif penduduk terhadap air mengakibatkan pengurangan konsumsi dan pencemaran, sehingga cadangan ketersediaan air bersih meningkat. Berdasarkan simulasi tersebut, peningkatan ketersediaan air akibat adanya intervensi unsur perilaku dapat memperlambat krisis air yang semula diprediksikan terjadi pada tahun 2018 dapat diundurkan menjadi tahun 2022. Hal ini dapat dikatakan, bahwa besaran perilaku dapat memperlambat prediksi terjadinya krisis air bersih, namun belum cukup untuk dapat mengatasi krisis air. Sejalan dengan hasil uji sensivitas tersebut di atas, perencanaan kebijakan berkaitan dengan faktorfaktor yang diteliti secara holistik, baik untuk mengantisipasi kemungkinan dampak negatif maupun mengakselerasi kemungkinan pencapaian hasil positif menurut Helmi (dalam Sutopo, 2002: 40-
4.3 Analisis Kebijakan (Uji Sensivitas) Berdasarkan data primer indikator perilaku hemat yaitu ada tidaknya bak penyimpan air, sumur resapan dan daur ulang buangan air pada tahun 2006, besaran unsur perilaku hemat sekitar 0,11, sedangkan besaran unsur perilaku bersih yang diukur dengan indikator ada tidaknya fasilitas air minum, fasilitas air mandi/cuci, drainase buangan air dan pencemaran air permukaan menghasilkan nilai 0,597 dari skala 0 1. Melalui trial and error, besaran kedua perilaku tersebut diupayakan untuk ditingkatkan mulai tahun 2008. Kombinasi peningkatan perilaku hemat sebesar 25% dan perilaku bersih sebesar 5% (alternatif 1) ditunjukkan pada Gambar 13 dan kombinasi peningkatan perilaku hemat sebesar 25% dan perilaku
147
Jurnal Bumi Lestari, Volume 9 No. 2, Agustus 2009, hlm. 138 - 150 43) dapat ditinjau dari sisi permintaan (demand side management), sisi penyediaan (supply side management) dan sisi pemerintah (governance side management). 5. Simpulan dan Saran 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh temuan sebagai berikut. 1) Model dinamis sistem ketersediaan air bersih di Kabupaten Bekasi menggambarkan bahwa jumlah penduduk meningkat secara lambat (growth), konversi lahan digambarkan oleh penurunan secara lambat (decay) pada ketersediaan lahan terbuka dan ketersediaan air bersih menurun secara tajam (collapse). Pada subsistem penduduk, pertambahan penduduk lebih banyak disebabkan oleh migrasi masuk, pada subsistem konversi lahan, konversi lahan menyebabkan penurunan luas lahan terbuka dan pada subsistem ketersediaan air bersih, penurunan ketersediaan air bersih disebabkan oleh pencemaran. 2) Prediksi perilaku model hubungan sebab akibat umpan balik subsistem penduduk dan subsistem konversi lahan dengan subsistem ketersediaan air bersih sampai dengan tahun 2025 menunjukkan bahwa akan terjadi krisis air bersih di Kabupaten Bekasi mulai tahun 2018. 3) Intervensi model dengan faktor perilaku penduduk terhadap air, diprediksikan dapat meningkatkan ketersediaan air bersih. Peningkatan perilaku hemat sebesar 25% per tahun dan perilaku bersih sebesar 10% per tahun mulai tahun 2008 dapat meningkatkan cadangan air, mengundurkan prediksi krisis air, yaitu menjadi tahun 2022, namun demikian tidak cukup untuk mengatasi krisis air. Berdasarkan temuan di atas, disimpulkan bahwa model sistem ketersediaan air di Kabupaten Bekasi terdiri atas faktor-faktor penduduk dan konversi lahan, serta ketersediaan air bersih yang saling berhubungan sebab akibat umpan balik, dimana faktor pencemaran merupakan penyebab utama penurunan ketersediaan air bersih. Faktor perilaku penduduk dapat mengubah ketersediaan air bersih.
5.2 Saran dan Rekomendasi Saran-saran guna perencanaan kebijakan pengelolaan air berkaitan dengan faktor-faktor yang diteliti secara holistik baik untuk mengantisipasi kemungkinan dampak negatif maupun mengakselerasi kemungkinan pencapaian hasil positif ditinjau dari sisi penyediaan (supply side management), sisi permintaan (demand side management), dan sisi pemerintah (governance side management). Rekomendasi yang dapat diajukan sebagai implikasi dari temuan-temuan yang telah disimpulkan dalam penelitian ini yaitu : (1) Rekomendasi bagi Pelaksana Kebijakan a. Melakukan tindakan nyata guna peningkatan pengetahuan, kebiasaan baik, kesadaran, dan kreativitas penduduk secara individu maupun kelompok dan badan usaha berkaitan dengan perubahan perilaku dan upaya-upaya positif untuk menekan pencemaran air dan menurunkan konsumsi air melalui prinsip-prinsip pembelajaran, motivasi, persepsi, pembentukan sikap, dan interaksi sosial. b. Mengendalikan pencemaran melalui peningkatan kegiatan prokasih (program kali bersih) dan proper (program penilaian peringkat kinerja perusahaan terhadap lingkungan). c. Mempertahankan pertumbuhan penduduk maksimal seperti asumsi pada penelitian ini yaitu sebesar 1,4% per tahun. Hal penting Hal hh yang harus diperhatikan yaitu pengendalian migrasi masuk/urbanisasi. d. Mempertahankan laju konversi lahan maksimal seperti asumsi pada penelitian ini yaitu sebesar 2,95% per tahun. Hal yang harus diperhatikan adalah mempertahankan dan merehabilitasi ruang terbuka seperti rawa-rawa dan tempat parkir air lainnya. e. Mengelola kapasitas produksi PAM dengan kenaikan produksi minimal sebesar 10% per tahun. f. Meningkatkan pertambahan air alami dengan cara mengelola hujan dan memperluas daerah parkir air, serta mengelola air permukaan. serta meningkatkan jumlah sumur-sumur resapan.
148
g.
h.
Menurunkan konsumsi air dengan meningkatkan gerakan hemat air. Menurunkan konsumsi air terutama konsumsi non domestik yaitu dengan meningkatkan perilaku hemat terutama pada pelaku usaha-usaha pertanian, peternakan, dan industri didukung dengan regulasi yang efektif. Mengupayakan regulasi dan deregulasi baik yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dalam pengelolaan sumberdaya air bersih, khususnya pengelolaan pencemaran air.
(2) Rekomendasi bagi Peneliti a. Mengkaji lebih teliti bentuk-bentuk perilaku terhadap air seperti perilaku
b. c.
d.
bersih, perilaku hemat, perilaku ekonomis, perilaku efisien, dan perilaku sehat, baik bagi penduduk maupun badan usaha yang dapat menurunkan tingkat pencemaran air dan tingkat konsumsi air termasuk pengambangan teknologinya. Mengkaji lebih teliti penelitian ini dengan membedakan ketersediaan air bersih pada musim hujan dan musim kemarau. Mengkaji lebih teliti model hubungan curah hujan, infiltrasi, luas daerah tangkapan hujan, dan kondisi banjir untuk dapat memanen hujan lebih efektif. Mengkaji lebih lanjut hubungan pencemaran dengan sistem manusia termasuk kebijakan pemerintah dan sistem alam.
Daftar Pustaka Anwar, Affendi et al. 2004. Perilaku Supply-Demand Air di Wilayah Perkotaan dan Pedesaan. Lembaga Penelitian IPB, Bogor. Bappeda Bekasi. 2004.Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Bekasi Tahun 2004, Bekasi. Kerjasama Bappeda dengan BPS Kabupaten Bekasi. ________. 2005.Kabupaten Bekasi Dalam Angka 2005. Kerjasama Bapeda dengan BPS Kabupaten Bekasi. ________. 2005.Selayang Pandang Kabupaten Bekasi Tahun 2005. Bekasi. ________. 2005.Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air di Kabupaten Bekasi. Bekasi. _______.2006. Kabupaten Bekasi Dalam Angka 2006. Kerjasama Bappeda dengan BPS Kabupaten Bekasi ________2006. Studi Pengembangan Potensi Air Bersih Kabupaten Bekasi. Bekasi. Bapedal. 1996. Pencegahan Pencemaran Air Perkotaan. Kantor MenLH., Jakarta. Bappenas. 2004. Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Indonesia: Antara Krisis dan Peluang. Jakarta. Bogue, Donald J. 1969. Principles of Demography. John Wiley and Sons, Inc, New York. Cunningham, William P., Mary Ann Cunningham and Barbara W. Saigo. 2003. Environmental Science, A Global Concern, 7th Ed, Mc. Graw Hill, Boston. FAO.2000. Land Use, Land-Use Change and Forestry. Robert T. Watson et. al (ed), Cambridge Univ. Press, Cambridge. 149
Jurnal Bumi Lestari, Volume 9 No. 2, Agustus 2009, hlm. 138 - 150 Ford, Andrew.1999. Modeling the Environmen:. An Introduction to System Dynamics Models of Environmental System. Island Press, Washington. Hardesty, Donald L. 1977. Ecologycal Anthropology. John Willey & Sons, New York. Kuswartojo, Tjuk dan Suparti Amir Salim. 1997. Perumahan dan Permukiman yang Berwawasan Lingkungan. Dirjen DIKTI Depdikbud, Jakarta. Marten, Gerald G. 2001. Human Ecology: Basic Concepts for Sustainable Development. Earthscan, London. Meadows, D.H., D.L. Meadows, J. Randers and W.W. Behrens III. 1972. The Limits to Growth. Universe Books, New York. Menneg LH, 2006. PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, dalam Himpunan Peraturan Perundang-undangan di Bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta. Miller, G. Tyler. 1985. Living in The Environment. An Introduction to Environmental Scienc. Belmont, Wadsworth Publ. Com., California. Muhammadi, M. Tasrif, A. Taba P, E. Pudjiastuti, E. Aminullah, S. Dolant. 1995. Analisis Lingkungan Hidup dengan Dinamika Sistem. PP-PSL Dirjen DIKTI, Jakarta. Muhammadi, Aminullah, E. dan Soesilo, B. 2001. Analisis Sistem Dinamis Lingkungan Hidup, Sosial, Ekonomi, Manajemen. UMJ Press, Jakarta . PDAM. 2005.Perkembangan Kinerja PDAM Bekasi Tahun 2001 sampai dengan 2004. Bekasi. Roberts, Edward B. 1978. System Dynamics An Introduction, Manageria. Aplications of System Dynamics. Roberts, E.B.(ed.), The MIT Press, Cambridge. Schultink, G. 2007. Sustainable Land Use and Urban Growth Management: Demand-Supply Factors and Strategic Planning Consideration, Scientific Journals International. Volume 1, Issue 1. Suripin. 2001. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Andi, Yogyakarta. Sutopo Purwo Nugroho (ed). 2002. Peluang dan Tantangan Pengelolaan Sumbedaya Air di Indonesia. BPPT, Jakarta.
150