RELASI GENDER DALAM PERSPEKTIF AKSES DAN KONTROL TERHADAP SUMBERDAYA: KASUS PADA SENTRA INDUSTRI GERABAH DI DESA ANJUN, KECAMATAN PLERED, KABUPATEN PURWAKARTA, PROVINSI JAWA BARAT
TUBAGUS MAULANA HASANUDIN I34050781
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOBOR 2009
ABSTRACT
Gender Relation in Access and Control Perspective: A Case of Gerabah Industry in Desa Anjun, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta, West Java. The objectives of this study were: (1) identified respondent’s characteristic in gerabah industry; (2) analyzed factors which related to access and control of craftsman; and (3) analyzed gender relation in household’s craftsman (consists of three main parts: access and control to productive resources in gerabah industry, division of labour, and pattern of decision making). The research applied a quantitative approach which supported by qualitative information. The quantitative data were collected by using survey method on 32 craftsman. The results of these study showed that there were still happen the gender inequality which can identify by activities of craftsman’s household. Men has the bigger access and control to productive resources than women. The fact showed that the owner of these business mostly were men and there was stereotype in craftsman’s society that men convenience to operate this business. Generally, the division of labour influenced determined by sex. Men participated in productive and social activities and women participated in reproductive activities. Beside that, in the process of gerabah’s production, men did the activities which need physical power and women did the activities which need high accuration. The pattern of decision making in craftsman’s household dominant by one actor (man or woman only). Key words : gender relation, access, control, division of labour, pattern of decision making
RINGKASAN TUBAGUS MAULANA HASANUDIN. Relasi Gender dalam Perspektif Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya. Kasus pada Sentra Industri Gerabah di Desa Anjun, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat (Di bawah bimbingan SITI AMANAH). Perkembangan industri kecil di pedesaan mendukung adanya penyerapan tenaga kerja dan peningkatan nilai tambah terhadap sumberdaya alam (bahan baku) yang tersedia. Akan tetapi, masih terdapat ketidaksetaraan dan bentuk ketidakadilan gender dalam usaha yang melibatkan tenaga kerja laki-laki maupun perempuan. Hal ini terlihat pada kasus sentra industri gerabah dimana terdapat potensi perempuan yang dilumpuhkan oleh ideologi gender dalam masyarakat sehingga terdapat perbedaan akses dan kontrol terhadap sumberdaya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi karakteristik responden pada usaha gerabah, menganalisis faktor-faktor yang memiliki hubungan dengan akses dan kontrol pengrajin terhadap sumberdaya pada usaha gerabah, serta menganalisis relasi gender dalam rumahtangga pengrajin pada usaha gerabah. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif yang dilengkapi dengan analisis data secara kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan metode survai sedangkan data kualitatif diperoleh dengan menggunakan wawancara mendalam dan observasi. Lokasi penelitian ini adalah sentra industri gerabah yang terletak di Desa Anjun, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat yang ditentukan secara sengaja (purposive). Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juni dan Juli 2009. Populasi penelitian adalah seluruh rumahtangga pengrajin yang bertempat tinggal di Desa Anjun. Pemilihan responden dilakukan dengan simple random sampling (acak sederhana). Berdasarkan perhitungan dengan rumus Slovin, diperoleh 32 rumahtangga sebagai sampel dalam penelitian ini. Data primer diolah dengan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS 15.0 for windows. Selanjutnya, data dianalisis dan diinterpretasikan. Analisis hubungan dianalisis dengan dengan uji Chi-Square dan korelasi Rank Spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan akses dan kontrol terhadap sumberdaya pada pengrajin laki-laki dan perempuan. Sumberdaya yang dimaksud dalam penelitian ini mencakup: bahan baku, pelatihan, kredit usaha, teknologi, tenaga kerja, serta pemasaran komoditi. Hampir seluruh sumberdaya tersebut dapat diakses oleh pengrajin laki-laki sedangkan pengrajin perempuan hanya mampu mengakses bahan baku dan pemasaran komoditi saja. Kontrol dalam kegiatan usaha atau sumberdaya usaha dominan berada pada laki-laki (suami) karena dipengaruhi oleh stereotipe bahwa pencari nafkah utama dalam rumahtangga adalah laki-laki. Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan uji Chi-Square dan Rank Spearman, diketahui faktor yang berhubungan dengan akses dan kontrol pengrajin gerabah terhadap sumberdaya pada usaha gerabah. Faktor yang memiliki hubungan nyata dengan akses dan kontrol terhadap
sumberdaya adalah pendidikan formal, pendidikan nonformal (pelatihan), status pekerjaan, dan pendapatan rumahtangga. Faktor yang tidak memiliki hubungan nyata dengan akses dan kontrol terhadap sumberdaya mencakup umur, pengalaman bekerja, dan jumlah anggota rumahtangga. Hal ini disebabkan adanya perbedaan kebutuhan atas sumberdaya pada masing-masing usaha pengrajin. Pembagian kerja dapat dilihat melalui curahan waktu kerja pada profil aktivitas rumahtangga pengrajin. Berdasarkan total curahan waktu kerja anggota rumahtangga, perempuan memiliki jam kerja yang lebih banyak dibandingkan laki-laki. Curahan waktu kerja perempuan berpusat pada pekerjaan reproduktif sedangkan kegiatan produktif (usaha gerabah) dan sosial dilakukan oleh laki-laki. Tingginya curahan waktu kerja perempuan pada pekerjaan reproduktif karena masih adanya anggapan bahwa tugas perempuan hanya mengurusi rumahtangga. Partisipasi perempuan dalam kegiatan usaha gerabah (mencari nafkah) dianggap sebatas membantu pekerjaan laki-laki (suami). Selain itu, curahan waktu kerja pada aktivitas sosial dominan dilakukan oleh laki-laki. Pembagian kerja pada rumahtangga pengrajin mendukung adanya pola pengambilan keputusan yang dominan dilakukan oleh salah satu anggota rumahtangga. Pengambilan keputusan di bidang pemenuhan kebutuhan rumahtangga dilakukan oleh istri sendiri. Berbeda dengan pengambilan keputusan di bidang pembentukan rumahtangga yang dominan dilakukan bersama setara. Pada bidang kegiatan kemasyarakatan, pengambilan keputusan ditentukan sesuai jenis kegiatan yang ada dalam masyarakat pengrajin. Adapun saran pada penelitian ini adalah: (1) pihak UPT Litbang Keramik memperjelas mekanisme pelatihan/pemberian kredit usaha dan memberikan perlakuan yang sama antara pengrajin laki-laki maupun perempuan sehingga akses dan kontrol terhadap sumberdaya seimbang; dan (2) menghilangkan stereotipe bahwa laki-laki merupakan pencari nafkah utama dalam rumahtangga sedangkan perempuan hanya membantu pendapatan laki-laki. Oleh karena itu, diperlukan sosialisasi gender pada setiap kegiatan pelatihan yang umumnya berfokus hanya pada teknik produksi gerabah.
RELASI GENDER DALAM PERSPEKTIF AKSES DAN KONTROL TERHADAP SUMBERDAYA: KASUS PADA SENTRA INDUSTRI GERABAH DI DESA ANJUN, KECAMATAN PLERED, KABUPATEN PURWAKARTA, PROVINSI JAWA BARAT
TUBAGUS MAULANA HASANUDIN I34050781
Skripsi Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOBOR
2009
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh: Nama
: Tubagus Maulana Hasanudin
NRP
: I34050781
Judul
: Relasi Gender dalam Perspektif Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya: Kasus pada Sentra Industri Gerabah di Desa Anjun, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat.
dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc NIP. 19670903 199212 2 001 Mengetahui, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Ketua
Dr. Lala M. Kolopaking, MS NIP. 19580827 198303 1 001
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ”RELASI GENDER DALAM PERSPEKTIF AKSES DAN KONTROL TERHADAP SUMBERDAYA: KASUS PADA SENTRA INDUSTRI GERABAH DI DESA ANJUN, KECAMATAN PLERED, KABUPATEN PURWAKARTA,
PROVINSI
JAWA
BARAT”
BELUM
PERNAH
DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENARBENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK
LAIN
KECUALI
SEBAGAI
BAHAN
RUJUKAN
YANG
DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Agustus 2009
Tubagus Maulana Hasanudin I34050781
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Purwakarta pada tanggal 15 April 1988, anak dari almarhum H. Tubagus Abdul Wase dan Almarhumah Hj. Nurhayati. Penulis menyelesaikan sekolah menengah atas pada SMA Negeri 1 Cianjur pada tahun 2005. Pada masa SMA, penulis aktif dalam kegiatan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dan pernah menjabat sebagai Bendahara Umum OSIS tahun 2003/2004. Pada tahun 2005, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Setelah melewati satu tahun di TPB (Tingkat Persiapan Bersama), penulis diterima pada Mayor Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, dengan Minor Manajemen Fungsional. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan, yaitu sebagai Staf Departemen Pendidikan BEM KM IPB Kabinet Pembaharu tahun 2005/2006, Staf Departemen Budaya, Olahraga dan Seni BEM KM IPB Kabinet IPB Bersatu tahun 2006/2007, Staf Departemen Pengembangan Sumberdaya Manusia Internal BEM KM IPB Kabinet Totalitas Perjuangan tahun 2007/2008, anggota Paduan Suara Mahasiswa Agriaswara IPB (Tenor 2) dan anggota Komunitas Seni Masyarakat Roempoet. Disamping itu, penulis aktif dalam beberapa kepanitiaan di lingkungan kampus, yaitu sebagai Koordinator Divisi Acara Cookies 2007, Wakil Ketua Gebyar Nusantara 2007, dan Ketua kegiatan Open House Paduan Suara Mahasisiwa Agriaswara 44 tahun 2007. Penulis juga pernah menjadi Asisten Mata Kuliah Komunikasi Bisnis, Pengantar Ilmu Kependudukan, dan Sosiologi Umum.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan karunia dan Hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul ”Relasi Gender dalam Perspektif Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya: Kasus pada Sentra Industri Gerabah di Desa Anjun, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat”. Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penulisan skripsi ini untuk mengidentifikasi karakteristik responden sehingga dapat menganalisis faktor-faktor yang memiliki hubungan dengan akses dan kontrol terhadap sumberdaya pada usaha gerabah. Disamping itu, skripsi ini juga mengkaji tentang relasi gender dalam rumahtangga pengrajin meliputi akses dan kontrol terhadap sumberdaya, pembagian kerja, dan pola pengambilan keputusan. Mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat bagi pembaca. Disamping itu, penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini sehingga mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.
Bogor, Agustus 2009
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih untuk semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, terutama kepada: 1. Dr. Ir. Siti Amanah M.Sc., selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan bimbingan, bantuan, arahan serta kesabaran dalam proses penyusunan skripsi ini. 2. Dra. Winati Wigna MDS selaku dosen penguji utama dan Ir. Hadiyanto M.Si selaku dosen penguji wakil departemen dalam ujian sidang skripsi. Terima kasih atas saran yang diberikan untuk penyempurnaan skripsi ini. 3. Ir. Siti Sugiah Mugniesyah, MS selaku dosen pembimbing Studi Pustaka yang telah memberikan arahan dan masukan selama proses penyelesaian Studi Pustaka. 4. Kedua orangtua (almarhum) dan keluarga besar, yang senantiasa memberikan kasih sayang dan sumber inspirasi untuk tetap semangat menjalani hidup ini. “i’ll never forget who you are and what should i give for you…” 5. Bapak Nizar dan Bapak Jujun, selaku staf UPT Litbang Keramik, yang telah memberikan informasi yang berkaitan dengan penelitian ini. 6. Maria dan Lidia, teman satu bimbingan yang senantiasa menyemangati dalam proses penyusunan skripsi ini. 7. Ika Puspitasari, teman satu bimbingan Studi Pustaka yang senantiasa memberikan semangat dan berbagi suka duka selama proses penyusunan Studi Pustaka. 8. Fadli dan Mahendra, teman satu kamar asrama TPB (C1-093) yang senantiasa berbagi suka dan duka hingga sekarang. 9. Keluarga kedua di Saung Kuring (Garna, Jihad, Lenna, Erys, Irvan, Agus, Dwi, Indra dan Dian) yang memberikan kebersamaan dan keceriaan selama di kostan. 10. Teman-teman KPM 42 (khususnya Fachri, Tari, Palupi, Astrid, Wulan, Virgin, Vidya, Wina, Ficha, Idham, Mora, Fahmi, Reni, Tri Cahyo, Rio, Anvina, Andi, Arya, Sinta, Alwin, Sihol, Lussi, Aida). Senang pernah belajar sesuatu dan menjalani kebersamaan dengan kalian.
11. Keluarga besar Paduan Suara Mahasiswa Agriaswara (khususnya Melvin, Max, Joe, Meilina, Ahmad Budi, Irwan), BEM KM IPB (khususnya Gusri, Yuni, Kak Tuko, Kak Syamsu, Kak Ame, Kak Erik, Kak Dara), dan Masyarakat Rumput (khususnya Rita dan Nando). Pengalaman berharga bersama kalian takkan terlupakan. 12. Teman-teman selama kuliah di IPB, khususnya Kak Redy, Toni, Lina Kristina, Maulani, Faiz, Alien, Liena, Nanda, Dyah Dewi, Jap Mai Cing. 13. Teman-teman facebook di grup TUBAGUS, yaitu Aria, Andi, dan Chaki. Senang bisa berbagi pengalaman hidup dengan kalian meskipun hanya bertemu di dunia maya. 14. Seluruh dosen pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat dan Departemen Manajemen yang telah memberikan pengetahuan selama perkuliahan. 15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang secara tidak langsung membantu saya dalam proses penyusunan skripsi ini.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii DAFTAR TABEL ............................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1 1.1
Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2
Perumusan Masalah......................................................................... 5
1.3
Tujuan Penelitian............................................................................. 6
1.4
Kegunaan Penelitian ........................................................................ 7
BAB II PENDEKATAN TEORITIS................................................................. 8 2.1
Tinjauan Pustaka.............................................................................. 8
2.1.1 Definisi, Fungsi, dan Pentingnya Industrialisasi Pedesaan ............. 8 2.1.2 Tipologi Industri Kecil .................................................................. 10 2.1.3 Konsep Jenis Kelamin dan Gender ...........................................…. 14 2.1.4 Analisis Gender......................................…………………………...15 2.1.5 Relasi Gender dalam Rumahtangga Industri Kecil di Pedesaan……………....………………....................................... 17 2.1.6 Konsep Keadilan dan Kesetaraan Gender....................................... 22 2.2
Kerangka Pemikiran.......................................................................... 23
2.3
Hipotesis Penelitian.......................................................................... 24
2.4
Definisi Operasional......................................................................... 25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN....................................................... 30 3.1 Metode Penelitian ............................................................................... 30 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 30 3.3 Teknik Pemilihan Responden ........................................................... 31 3.4 Metode Pengumpulan Data ................................................................ 31 3.5 Teknik Analisis Data ........................................................................ 32 BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN PROFIL USAHA SENTRA INDUSTRI GERABAH.......................................................................................... 34
4.1
Keadaan Umum Lokasi Penelitian ................................................. 34
4.1.1 Sejarah Industri Gerabah Plered.................................................... 34 4.1.2 Kondisi Fisik Desa Anjun .............................................................. 37 4.1.3 Keadaan Umum Penduduk Desa Anjun ......................................... 39 4.1.4 Kelembagaan .................................................................................. 46 4.2 Profil Usaha Sentra Industri Gerabah .............................………… 48 4.2.1 Potensi Sentra Industri Gerabah di Desa Anjun ............................. 48 4.2.2 Informasi Umum (Keragaan Usaha)............................................... 50 4.2.3 Informasi Teknis ............................................................................. 52 4.2.3.1 Persiapan Alat dan Bahan Baku................................................... 52 4.2.3.2 Proses Pembuatan Produk Gerabah............................................. 54 4.2.4 Informasi Bisnis beserta Pendukung Lainnya................................. 57 BAB V KARAKERISTIK RESPONDEN DAN DUKUNGAN UPT LITBANG KERAMIK................................................................ 60 5.1
Karakteristik Individu...................................................................... 60
5.1.1 Umur................................................................................................ 60 5.1.2 Pendidikan Formal........................................................................... 61 5.1.3 Pendidikan Nonformal ................................................................... 62 5.1.4 Pengalaman Bererja ....................................................................... 65 5.1.5 Status Pekerjaan ............................................................................. 66 5.2
Karakteristik Rumahtangga............................................................ 67
5.2.1 Jumlah Anggota Rumahtangga ...................................................... 67 5.2.2 Pendapatan Rumahtangga .............................................................. 68 5.3
Dukungan UPT Litbang Keramik....................................................70
BAB VI AKSES DAN KONTROL PENGRAJIN TERHADAP SUMBERDAYA PADA USAHA GERABAH ............................... 72 6.1
Karakteristik Individu dan Hubungannya dengan Akses dan Kontrol terhadap sumberdaya ............................................... 72 6.1.1 Hubungan Umur dengan Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya .................................................................. 72 6.1.2 Hubungan Pendidikan Formal dengan Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya .................................................................. 74 6.1.3 Hubungan Pendidikan Nonformal dengan Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya .................................................................. 77
6.1.4
Hubungan Pengalaman Bekerja dengan Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya ...................................................................79 6.1.5 Hubungan Status Pekerjaan dengan Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya ................................................................. 81 6.2 Karakteristik Rumahtangga dan Hubungannya dengan Akses dan Kontrol terhadap sumberdaya .............................................. 83 6.2.1 Hubungan Jumlah Anggota Rumahtangga dengan Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya........................83 6.2.1 Hubungan Pendapatan Rumahtangga dengan Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya........................85 6.3 Hubungan Dukungan UPT Litbang Keramik Dengan Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya....................... 87 BAB VII RELASI GENDER DALAM RUMAHTANGGA PENGRAJIN GERABAH ............................................................. 91 7.1
Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya ................................... 91
7.1.1 Akses dan Kontrol terhadap Bahan Baku .................................... 92 7.1.2 Akses dan Kontrol terhadap Pelatihan ......................................... 93 7.1.3 Akses dan Kontrol terhadap Kredit Usaha .................................. 94 7.1.4 Akses dan Kontrol terhadap Teknologi ....................................... 95 7.1.5 Akses dan Kontrol terhadap Tenaga Kerja .................................. 96 7.1.6 Akses dan Kontrol terhadap Pemasaran Komoditi ...................... 96 7.2
Pembagian Kerja ......................................................................... 97
7.3
Pola Pengambilan Keputusan .................................................... 100
7.4
Budaya Lokal pada Masyarakat Pengrajin..................................102
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN .................................................
107
8.1
Kesimpulan .................................................................................... 107
8.2
Saran............................................................................................... 109
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN .......................................................110 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 111 LAMPIRAN ...................................................................................................... 115
DAFTAR TABEL No
Halaman
1. Rincian Metode Pengumpulan Data.............................................................. 32 2. Analisis Hubungan dengan Uji Chi-Square dan Rank Spearman................. 33 3. Sebaran Penduduk Desa Anjun menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin, 2007 ............................................................................... 41 4. Sebaran Penduduk Desa Anjun menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin, 2007 ............................................................................... 43 5. Sebaran Penduduk Desa Anjun menurut Jenis Pekerjaan, 2007 ................... 45 6. Sebaran Penduduk Desa Anjun menurut Etnis, 2007 ................................... 46 7. Jadwal Pengajian Laki-laki dan Perempuan Dewasa di Desa Anjun, 2009.......................................................................................48 8. Sebaran Responden menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009....................................................................................... 60 9. Sebaran Responden menurut Pendidikan Formal dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009....................................................................................... 62 10. Sebaran Responden menurut Pendidikan Nonformal dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009....................................................................................... 63 11. Sebaran Responden menurut Pengalaman Bekerja dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009....................................................................................... 65 12. Sebaran Responden menurut Status Pekerjaan dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009....................................................................................... 67 13. Sebaran Jumlah Anggota Rumahtangga menurut Jenis Kelamin Responden di Desa Anjun, 2009 .................................................................... 68 14. Sebaran Pendapatan Rumahtangga menurut Jenis Kelamin Responden di Desa Anjun, 2009 .................................................................... 69 15. Sebaran Responden menurut Dukungan UPT Litbang Keramik dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 ........................................................ 71 16. Jumlah dan Persentase Responden menurut Umur, Akses terhadap Sumberdaya dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 ........... 73
17. Jumlah dan Persentase Responden menurut Umur, Kontrol terhadap Sumberdaya dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 ....... 74 18. Jumlah dan Persentase Responden menurut Pendidikan Formal, Akses terhadap Sumberdaya dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 .......... 76 19. Jumlah dan Persentase Responden menurut Pendidikan Formal, Kontrol terhadap Sumberdaya dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 ....... 77 20. Jumlah dan Persentase Responden menurut Pendidikan Nonformal, Akses terhadap Sumberdaya dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 .......... 78 21. Jumlah dan Persentase Responden menurut Pendidikan Nonformal, Kontrol terhadap Sumberdaya dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 ....... 79 22. Jumlah dan Persentase Responden menurut Pengalaman Bekerja, Akses terhadap Sumberdaya dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 .......... 80 23. Jumlah dan Persentase Responden menurut Pengalaman Bekerja, Kontrol terhadap Sumberdaya dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 ....... 81 24. Jumlah dan Persentase Responden menurut Status Pekerjaan, Akses terhadap Sumberdaya dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 .......... 82 25. Jumlah dan Persentase Responden menurut Status Pekerjaan, Kontrol terhadap Sumberdaya dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 ........ 83 26. Jumlah dan Persentase Rumahtangga Responden menurut Jumlah Anggota Rumahtangga, Akses terhadap Sumberdaya, dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 ......................................................... 84 27. Jumlah dan Persentase Rumahtangga Responden menurut Jumlah Anggota Rumahtangga, Kontrol terhadap Sumberdaya, dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 ......................................................... 85 28. Jumlah dan Persentase Rumahtangga Responden menurut Pendapatan Rumahtangga, Akses terhadap Sumberdaya, dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 ......................................................... 86 29. Jumlah dan Persentase Rumahtangga Responden menurut Pendapatan Rumahtangga, Kontrol terhadap Sumberdaya, dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 ......................................................... 87
30. Jumlah dan Persentase Responden menurut Dukungan UPT Litbang Keramik, Akses terhadap Sumberdaya dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 ......................................................... 88 31. Jumlah dan Persentase Responden menurut Dukungan UPT Litbang Keramik, Kontrol terhadap Sumberdaya dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 ......................................................... 89 32. Persentase Akses dan Kontrol pada 32 Rumahtangga Pengrajin Gerabah di Desa Anjun, 2009......................................................................................... 92 33. Pembagian Kerja pada 32 Rumahtangga Pengrajin Gerabah di Desa Anjun, 2009 ........................................................................................ 99 34. Persentase Pengambilan Keputusan di Bidang Pengeluaran Kebutuhan Pokok pada 32 Rumahtangga Pengrajin Gerabah di Desa Anjun, 2009 ....................................................................................... 100 35. Persentase Pengambilan Keputusan di Bidang Pembentukan Rumahtangga pada 32 Rumahtangga Pengrajin Gerabah di Desa Anjun, 2009 ....................................................................................... 101 36. Persentase Pengambilan Keputusan di Bidang Kegiatan Kemasyarakatan pada 32 Rumahtangga Pengrajin Gerabah di Desa Anjun, 2009 ....................................................................................... 102 37. Persentase Responden menurut Penerapan Budaya Lokal di Desa Anjun, 2009 ....................................................................................... 103
DAFTAR GAMBAR No
Halaman
1. Kerangka Pemikiran ...................................................................................... 24 2. Persentase Luas Wilayah Desa Anjun menurut Penggunaan Lahan, 2007 ... 39 3. Persentase Jumlah Penduduk Desa Anjun menurut Jenis Kelamin, 2007 .... 40
DAFTAR LAMPIRAN No
Halaman
1. Kuesioner Penelitian .................................................................................... 115 2. Analisis data dengan korelasi Rank Spearman dan uji Chi-Square ............. 121 3. Dokumentasi penelitian................................................................................ 127 4. Peta Lokasi Penelitian ................................................................................. 128
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Industrialisasi di Indonesia merupakan salah satu aktivitas yang bertujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat, baik secara struktural maupun kultural. Menurut Sastrosoenarto (2006), hal ini didukung oleh adanya kebijakan
industrialisasi
yang
disusun
pada
periode
Pelita
IV-V
(periode 1983-1993) yang dapat digolongkan menjadi dua kategori, yaitu kebijakan strategis utama dan kebijakan strategis penunjang.1 Dengan adanya kebijakan ini, diharapkan sektor industri memiliki daya saing yang kuat yang dapat dijadikan acuan pada saat ini dan sampai tahun 2030 dan bahkan tahuntahun berikutnya dengan syarat didukung oleh kemampuan penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan peluang dan ancaman dari lingkungan strategis. Djojohadikusumo (1985) menegaskan bahwa industrialisasi dapat diusahakan baik secara vertikal maupun horizontal.2 Secara makro, sektor industri mempunyai kontribusi besar terhadap perekonomian di Indonesia. Sektor industri merupakan penyumbang terbesar dalam pembentukan PDB3 Indonesia selama sepuluh tahun terakhir. Pada tahun
1
Terdapat enam butir kebijakan strategis utama, mencakup: (1) pendalaman struktur industri sejauh mungkin terkait dengan sektor ekonomi lainnya, (2) pengembangan industri permesinan dan elektronika, (3) pengembangan industri kecil, (4) pengembangan ekspor hasil industri, (5) pengembangan litbang terapan, rancang bangun dan perekayasaan, serta perangkat lunak, dan (6) pengembangan kewiraswastaan dan tenaga profesi. Selain itu, terdapat lima butir kebijakan strategis penunjang, mencakup: peletakan landasan hukum, (2) pengelompokkan industri untuk mempermudah pembinaan, (3) program keterkaitan antara industri kecil, menengah, dan besar; antara industri hilir, antara, dan hulu; maupun antarsektor, (4) pemanfaatan pasar dalam negeri, dan (5) peningkatan kemampuan dunia usaha. 2 Secara vertikal, industrialisasi dapat meningkatkan nilai tambah pada hasil kegiatan ekonomi sedangkan secara horizontal mengakibatkan perluasan lapangan pekerjaan produktif bagi penduduk yang jumlahnya semakin bertambah. 3 Pertumbuhan nilai tambah sektor ekonomi.
2007, kontribusi sektor industri pengolahan diperkirakan mencapai lebih dari seperempat (27,01 persen) dalam komponen pembentukan PDB (BPS, 2008c). Hal ini didukung oleh daya serap tenaga kerja pada sektor industri sebesar 12,6 persen dan lebih besar dibandingkan sektor jasa yang menyerap tenaga kerja sebesar 11,9 persen dari 95,5 juta penduduk yang bekerja (BPS, 2007a). Data BPS (2008c) menunjukkan bahwa perkembangan struktur industri di Indonesia pada tahun 2007 masih didominasi oleh industri mikro yang mencapai sekitar 91,79 persen diikuti dengan penyerapan tenaga kerja yang relatif tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh karakteristik industri mikro yang menggunakan baku relatif murah dan mudah didapatkan, modal yang relatif rendah serta teknologi yang tergolong sederhana. Perkembangan pekerjaan di sektor nonpertanian melalui industrialisasi mendukung penyerapan tenaga kerja dalam rangka mengurangi jumlah rumahtangga miskin pedesaan di Indonesia. BPS (2008a) mengemukakan data penduduk menurut jenis kelamin kepala rumahtangganya. Pada tahun 2007, dari total 37,12 juta penduduk miskin, 90,59 persen diantaranya berasal dari rumahtangga miskin yang dikepalai laki-laki (RMKL) dan sisanya merupakan rumahtangga yang dikepalai perempuan (RMKP). Distribusi penduduk miskin di Indonesia menurut jenis kelamin tahun 2007 menunjukkan persentase yang hampir sama, baik laki-laki (50,04 persen) maupun perempuan (49,96 persen). Akan tetapi, terjadi ketimpangan distribusi penduduk miskin di Indonesia tahun 2007 dimana persentase penduduk miskin di pedesaan (63,5 persen) hampir mencapai dua kali lipat lebih besar dibandingkan di perkotaan (36,4 persen).
Merespon tingginya angka kemiskinan di pedesaan dan adanya kebijakan industrialisasi oleh pemerintah, salah satu solusi alternatif yang dapat dilakukan adalah melalui pengembangan industri kecil di pedesaan. Sajogyo (1990) menegaskan bahwa industri kecil merupakan bentuk yang membawa benih kemantapan dalam perekonomian uang yang meluas dan lebih lanjut mekanisme kaitan antara industri kecil dengan industri rumahtangga berperan penting dalam dinamika ekonomi pedesaan. Industri kecil mempunyai potensi yang lebih besar dibandingkan industri kerajinan rumahtangga. Hal ini disebabkan oleh rata-rata output per usaha pada industri kecil lebih besar, yaitu Rp 273,59 juta per usaha sedangkan industri kerajinan rumahtangga hanya sebesar Rp 25,04 juta per usaha. Selain mempunyai output rata-rata per usaha yang besar, usaha industri kecil umumnya juga menggunakan pekerja dibayar sehingga usaha industri kecil lebih mampu menciptakan lapangan pekerjaan (BPS, 2007b). Terciptanya lapangan pekerjaan pada usaha industri di pedesaan mengakibatkan semakin tingginya peluang daya serap tenaga kerja, baik laki-laki maupun perempuan. Umumnya status pekerjaan laki-laki dan perempuan pada usaha industri kecil di pedesaan dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu pengusaha, buruh, dan pekerja keluarga. Status pekerjaan akan menentukan sejauhmana peranan individu terhadap usaha industri kecil yang dijalankan. Berdasarkan studi Sukardi (1997), laki-laki maupun perempuan mempunyai kontribusi dalam proses produksi gerabah dan kesejahteraan rumahtangga, akan tetapi peranan produktif perempuan lebih besar dibandingkan laki-laki. Kontribusi laki-laki dan perempuan dalam sektor industri kecil di pedesaan dipengaruhi pula oleh nilai bekerja yang berbeda dalam kehidupan bermasyarakat.
Penelitian Wijaya (1992) menjelaskan bahwa pada industri kerajinan tembaga kuning di Desa Cepogo dipengaruhi oleh nilai bekerja masyarakat Jawa sehingga mengakibatkan adanya pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan. Masalah kesenjangan gender dalam sektor industri sangat beragam. Data ILO sebagaimana dikutip dalam Jurnal Perempuan (2005), menunjukkan bahwa dari 51 persen umur produktif perempuan di Indonesia hanya 37,2 persen yang berhasil masuk dalam angkatan kerja. Selain itu, diskriminasi upah dan eksploitasi beban kerja juga masih menjadi masalah perempuan di sektor industri pedesaan. Rata-rata jam kerja perempuan yang lebih panjang sekitar 30-50 persen dari laki-laki untuk pekerjaan yang dibayar maupun tidak dibayar dalam kelompok umur yang sama. Hal tersebut mempertegas bahwa diperlukan adanya kajian gender dalam industri kecil di pedesaan untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender. Kabupaten Purwakarta merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan industri kecil di pedesaan. Berdasarkan data komoditi andalan industri kecil tahun 2005 di Kabupaten Purwakarta, industri keramik merupakan unit usaha industri kecil terbesar di Kabupaten Purwakarta yang mampu menyerap 1069 pekerja dan dominan berada di Kecamatan Plered (BPS, 2008b). Komoditi utama industri keramik di Kecamatan Plered yang mampu mendukung terciptanya lapangan pekerjaan, memiliki daya serap tenaga kerja yang tinggi serta mengurangi jumlah penduduk miskin adalah sentra industri gerabah yang terletak di Desa Anjun.
Gerabah Plered4 merupakan salah satu komoditi yang memperhatikan desain yang unik dan kreativitas yang tinggi. Berdasarkan definisi BPS, industri gerabah di Desa Anjun dapat digolongkan sebagai industri kecil karena melibatkan 5-19 pekerja, baik laki-laki maupun perempuan. Pada umumnya, masyarakat di sekitar industri gerabah bekerja sebagai pengrajin sehingga dinamika ekonomi masyarakat sangat ditentukan oleh pengembangan usaha tersebut.
1.2
Perumusan Masalah Pada tahun 2008, perkembangan usaha di sentra industri gerabah Plered
tergolong cukup pesat dimana terdapat 286 unit usaha5 dan menyerap tenaga kerja yang cukup tinggi. Hal ini didukung pula dengan adanya partisipasi pemerintah melalui Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Purwakarta
yang
berusaha
memfasilitasi
masyarakat
melalui
pendirian
UPT Litbang Keramik pada tahun 2002 untuk mengembangkan desain, teknologi dan pemasaran produk. Selain itu, pihak UPT Litbang Keramik bekerjasama dengan stakeholder terkait seperti kerjasama dengan Fakultas Seni Rupa ITB melalui penelitian dan pengembangan desain, kerjasama dengan Bank BRI, Bank Jabar, Bank Mandiri di bidang permodalan dan bentuk kerjasama lainnya. Sentra industri gerabah Plered merupakan pusat perekonomian masyarakat di Desa Anjun karena sebagian besar aktivitas ekonomi masyarakat setempat dilakukan pada sektor ini. Dalam pengelolaannya, terdapat pembagian kerja antara
4
Nama lain untuk usaha industri gerabah di Desa Anjun, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta. 5 Unit usaha dalam industri gerabah di Desa Anjun dapat digolongkan menjadi empat kategori: pengelola bahan baku, pembuat produk gerabah, pemasok, dan pemasar.
laki-laki dan perempuan mulai dari tahap persiapan alat dan bahan yang dibutuhkan, proses produksi hingga pemasaran produk. Keterlibatan lakilaki dan perempuan pada industri ini didorong oleh ketersediaan bahan baku, modal usaha yang relatif rendah serta keterampilan yang dimiliki secara turun temurun sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat setempat. Akan tetapi, terdapat potensi tenaga kerja perempuan yang dilumpuhkan oleh ideologi gender
yang
berkembang
dalam
masyarakat
pengrajin,
seperti
tidak
diikutsertakannya perempuan terhadap pelatihan dan rendahnya akses perempuan terhadap sumberdaya lainnya. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan akses dan kontrol terhadap sumberdaya antara pengrajin laki-laki dan perempuan dalam sentra industri gerabah. Hal ini akan berdampak pula terhadap kondisi relasi gender dalam rumahtangga pengrajin tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini mengkaji akses
dan kontrol terhadap sumberdaya pada pengrajin gerabah.
Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana karakteristik responden pada usaha gerabah? 2. Faktor-faktor apa saja yang memiliki hubungan dengan akses dan kontrol pengrajin terhadap sumberdaya pada usaha gerabah? 3. Bagaimana relasi gender dalam rumahtangga pengrajin gerabah?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang diuraikan di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi karakteristik responden pada usaha gerabah.
2. Menganalisis faktor-faktor yang memiliki hubungan dengan akses dan kontrol terhadap sumberdaya pada pengrajin gerabah. 3. Menganalisis relasi gender dalam rumahtangga pengrajin gerabah.
1.4
Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan pada penelitian ini adalah:
1. Bagi peneliti merupakan sarana untuk menerapkan beragam konsep, teori dan pendekatan mengenai studi gender. 2. Bagi kalangan akademisi, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian lebih lanjut mengenai studi gender dalam industri kecil di pedesaan pada kasus industri gerabah. 3. Bagi para penentu kebijakan, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam strategi pengembangan industri gerabah dengan mengoptimalkan partisipasi laki-laki dan perempuan.
BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1
Tinjauan Pustaka
2.1.1 Definisi, Fungsi, dan Pentingnya Industrialisasi Pedesaan Saith (1986) dalam Tambunan (1990) mengartikan industrialisasi pedesaan sebagai suatu bentuk transisi antara industri yang bersifat artisan dengan industri modern dan dapat berfungsi sebagai mediator (alat pertumbuhan) pada periode tertentu dan berfungsi mengakumulasi dan transfer modal dari sektor pertanian ke industri melalui mekanisme pasar. Mandagi (1990) dalam Sajogyo dan Tambunan (1990) berpendapat bahwa industrialisasi pedesaan didefinisikan sebagai pengembangan aktivitas-aktivitas ekonomi yang produktif dalam kelompok-kelompok aktivitas basis dan bukan basis, yang satu terhadap yang lainnya saling berkaitan. Tujuan utama adanya industrialisasi pedesaan adalah mengurangi kesenjangan ekonomi (Sitorus, 1990 dalam Sajogyo dan Tambunan, 1990). Saith (1987) dalam Saptari dan Holzner (1997) menggolongkan industri pedesaan ke dalam tiga kategori berdasarkan potensi relatif hasil produksinya, mencakup: (1) industri proto, yaitu industri yang mempunyai kemampuan untuk berkembang menjadi industri modern melalui inovasi teknologi dan institusi, contohnya industri tekstil dan sepatu, (2) industri inferior, yaitu industri yang tidak mempunyai kemampuan untuk berkembang menjadi industri modern karena permintaan akan hasil pertanian menurun apabila permintaan efektif meningkat, contohnya industri tikar anyaman dan kerajinan tanah liat yang digantikan oleh plastik, (3) industri kerajinan pedesaan yang diubah, yaitu industri yang mendapat
keuntungan dari peningkatan permintaan hasil produksi melalui peningkatan permintaan efektif karena operasi mereka yang berskala kecil mempunyai keuntungan dibandingkan dengan industri kota yang berskala besar, contohnya industri batik dan perabotan rotan. Tambunan (1990) menjelaskan mengenai beberapa fungsi industrialisasi pedesaan, yaitu mencakup: (1) mendorong pertumbuhan pedesaan dengan mendiversifikasi sumber pendapatan, (2) meningkatkan dampak pertumbuhan permintaan di dalam atau di luar suatu daerah, (3) meningkatkan kesempatan kerja baru, (4) mendekatkan hubungan fungsional (functional linkage) antara sektor pertanian dengan sektor urban/industri, (5) meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan industri, dan (6) mengurangi kemiskinan di pedesaan. Oleh karena itu, industrialisasi pedesaan dapat diartikan sebagai transformasi potensi pedesaan baik segi perbaikan kualitas sumberdaya manusia dan tata nilai untuk memenuhi kebutuhan hidup yang berkelanjutan melalui peningkatan pemerataan pendapatan, kesempatan kerja serta nilai tambah sehingga jumlah pengangguran dan gejala migrasi berkurang. Industrialisasi pedesaan mempunyai peranan besar di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan empat alasan utama mengenai pentingnya industrialisasi pedesaan yang disampaikan pada simposium industrialisasi pedesaan di Bogor meliputi: (1) jumlah penduduk Indonesia (sekitar 70 persen) sebagian besar bermata pencaharian di pedesaan meskipun jumlah penduduk pedesaan telah berkurang,
(2) sumber penghasilan penduduk pedesaan sebagian besar berasal
dari pertanian skala kecil, (3) terdapat kecenderungan menurunnya daya absorbsi sektor pertanian terhadap pertambahan tenaga kerja sedangkan kemampuan sektor
industri masih sangat terbatas baik di perkotaan apalagi di pedesaan, dan (4) keadaan pedesaan yang selalu kalah dalam keunggulan-keunggulan ekonomi akan selalu menyebabkan perkembangan ekonomi pedesaan menjadi beban bagi perkembangan ekonomi nasional (Arsyad, 1989 dalam Sajogyo dan Tambunan, 1990).
2.1.2 Tipologi Industri Kecil Penggolongan industri dapat dikategorikan berdasarkan karakteristik tertentu. Sebagaimana yang dikemukakan BPS (2008c), industri dapat digolongkan ke dalam empat kategori menurut banyaknya pekerja yaitu mencakup: (a) industri besar, yaitu perusahaan industri yang mempunyai jumlah pekerja 100 orang atau lebih, (b) industri sedang/menengah, yaitu perusahaan industri yang mempunyai jumlah pekerja 20-99 orang, (c) industri kecil, yaitu perusahaan industri yang mempunyai jumlah pekerja 5-19 orang, dan (d) industri kerajinan rumahtangga/mikro, yaitu perusahaan industri yang mempunyai jumlah pekerja 1-4 orang. Penggolongan industri menurut BPS tergolong mudah dalam keperluan statistik, akan tetapi memiliki kelemahan karena tidak dapat menjelaskan produktivitas, mekanisasi, jumlah modal, keuntungan dan hubungan kerja (Saptari dan Holzner, 1997). Tambunan (1997) dalam Saputrayadi (2004) menjelaskan perbedaan antara industri rumahtangga dengan industri kecil. Industri rumahtangga dikelompokkan sebagai industri yang memakai tempat kerja khusus yang biasanya digabungkan dengan rumah dan menggunakan teknologi sederhana sedangkan industri kecil merupakan industri dengan sifat-sifat tempat produksi terpisah dari
rumah, tetapi masih dalam halaman rumah, menggunakan tenaga kerja yang digaji dan teknologi serta metode yang digunakan lebih maju dibandingkan dengan industri rumahtangga. Berdasarkan
penjelasan
Undang-Undang
Nomor
9
Tahun
1995
tentang Usaha Kecil dalam Yaniprasetyanti (2002), usaha kecil/industri kecil merupakan kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih paling banyak dua ratus juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat
usaha.
Selain
itu,
Departemen
Perindustrian
(1999)
dalam Siahaan (2008) turut menyempurnakan industri kecil melalui Surat Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 589/MPP/Kep/10/1999 tanggal 13 Oktober 1999, yang menyatakan bahwa industri kecil merupakan suatu industri dengan nilai kekayaan perusahaan seluruhnya tidak lebih dari satu milyar rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usahanya. Ditinjau dari segi pengelolaan dan teknologi yang digunakan, Sinaga (2002) dalam Widiyanti (2007) mengemukakan bahwa industri kecil digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu: 1. kelompok industri kecil tradisional, memiliki ciri penggunaan teknologi yang sederhana berlandaskan dukungan unit pelayan teknis dan mempunyai keterkaitan dengan sektor ekonomi lain secara regional. Pengelolaannya bersifat sektoral dan dalam batas pembinaan administratif pemerintah. 2. kelompok industri kerajinan menggunakan teknologi tepat guna tingkat madya dan sederhana, merupakan perpaduan industri kecil yang menerapkan proses modern dengan keterampilan nasional. Ciri yang sangat spesifik adalah
mengembangkan misi pelestarian budaya bangsa yang erat kaitannya dengan seni budaya bangsa. 3. kelompok industri kecil modern menggunakan teknologi madya dengan skala produksi terbatas, didasarkan atas dukungan penelitian dan pengembangan di bidang teknik. Penanganannya lebih bersifat lintas sektoral dan menggunakan peralatan/mesin produksi khusus. Rahardjo (1984) menegaskan bahwa pada masa Repelita III, program industri kecil dan pedesaan digolongkan berdasarkan sifat dan orientasinya menjadi tiga kategori, yaitu: 1. industri yang memanfaatkan potensi dan sumber alam, umumnya berorientasi pada pemrosesan bahan mentah menjadi bahan baku, baik dari hasil pertanian, bahan galian, hasil laut, dan sebagainya. 2. industri yang memanfaatkan keterampilan dan bakat tradisional yang banyak ditemukan di sentra-sentra produksi. 3. industri yang terletak di daerah pedesaan, yaitu yang berkaitan dan merupakan bagian dari kehidupan dan ekonomi daerah pedesaan. Berdasarkan ciri-ciri industri, industri kecil dapat digolongkan menjadi dua kategori, yaitu industri lokal dan industri sentral/sentra. Industri lokal merupakan jenis industri kecil yang bercirikan: kelangsungan hidupnya tergantung pada pasar lokal yang terbatas, lokasinya relatif tersebar dan berskala sangat kecil; sedangkan industri sentral/sentra diartikan sebagai jenis industri kecil yang bercirikan: unit usahanya berskala kecil, berkelompok, menghasilkan barang sejenis dan selain untuk memenuhi kebutuhan lokal juga untuk keluar (Saleh, 1986 dalam Yaniprasetyanti, 2002).
Menurut Hubeis (1997), tipologi industri kecil dapat pula dinyatakan secara umum menurut aspek usaha (kelembagaan) dan aspek pengusaha (pelaku). Aspek usaha ditinjau dari indikator seperti aspek hukum, lokasi usaha, jam kerja, jumlah dan sumber modal, omzet penjualan, jumlah dan sumber serta kebutuhan tenaga kerja, dan masalah yang dihadapi (manajemen, pemasaran, produksi dan pengembangan produk, permodalan dan sumberdaya manusia) sedangkan aspek pengusaha dilihat dari lama usaha, kebutuhan pengembangan keahlian dan rencana pengembangan usaha. Cara lain untuk menjabarkan tipologi industri kecil adalah melihat dari jenis informasi yang dimiliki, digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu: (1) informasi umum (kepemilikan, tenaga kerja, jam kerja/shift, luas
perusahaan/bangunan,
investasi,
biaya
produksi
dan
lama
usaha)
yang digunakan untuk mengetahui keragaan suatu unit usaha; (2) informasi teknis (bahan baku, kapasitas alat produksi, jenis produk, volume produksi dan harga jual) yang mendukung pengambilan keputusan dalam proses produksi; dan (3) informasi bisnis beserta pendukungnya (pemasaran, pangsa pasar, promosi, merek, mutu produk, persaingan, sasaran usaha dan perluasan usaha, perizinan dan fasilitas litbang). Ketiga kategori tersebut dapat dijadikan sebagai profil usaha dengan indikator dari komponen yang terdapat pada masing-masing informasi yang bersangkutan. Hubeis (1997) mengemukakan pula tipologi industri kecil berdasarkan komponen penilaian bisnis yang digolongkan menjadi enam kategori, yaitu: (1) keuangan (permodalan: sendiri dan luar; asset, omzet/bulan atau per tahun, persediaan barang: barang jadi, barang setengah jadi dan bahan baku; laba rata-rata per bulan atau per tahun, (2) administrasi/manajemen (organisasi, jumlah
karyawan, peralatan kantor, kendaraan, bangunan dan peralatan lainnya), (3) pemasaran (penjualan dan distribusi secara lokal, regional, nasional dan internasional), (4) teknis (tata letak pabrik/usaha, sumber bahan baku, produksi dan penyimpanan), (5) yuridis (akta notaris, badan hukum, SIUP, TDP, dll) serta
6) jaminan (nilai dan status).
Menurut Direktorat Jenderal Industri Kecil (1999) dalam Siahaan (2008), terdapat lima ciri industri kecil, yaitu: (1) jumlahnya besar dan tersebar di seluruh pelosok tanah air, (2) mencakup bagian terbesar dari kelompok masyarakat golongan
ekonomi
lemah,
(3)
mampu
mendorong
proses
pemerataan
dan penanggulangan kemiskinan karena mudah diakses oleh rakyat kecil dan masyarakat yang tergolong miskin, (4) mampu menggali dan memanfaatkan keunggulan komparatif serta ketersediaan tenaga kerja dan sumberdaya alam, dan (5) dapat hidup walaupun dengan modal yang sangat terbatas.
2.1.3
Konsep Jenis Kelamin dan Gender Istilah jenis kelamin (sex) berbeda dengan gender. Menurut Fakih (1996),
jenis kelamin merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Hal ini dapat ditunjukkan dengan perbedaan bagian anatomi dan genital eksternal antara laki-laki dan perempuan. Wood (2001) dalam Mugniesyah (2007) menjelaskan bahwa jenis kelamin ditentukan oleh kromosom yang memprogram bagaimana suatu janin berkembang. Pada 23 pasangan kromosom yang menentukan perkembangan manusia, hanya terdapat satu pasangan yang menentukan jenis kelamin. Pasangan tersebut selalu terdiri atas kromosom X dan yang dapat atau
tidak memiliki kromosom Y. Pada umumnya, kromosom XX menghasilkan jenis kelamin perempuan sedangkan kromosom XY menghasilkan jenis kelamin laki-laki. Berbeda dengan konsep gender sebagaimana dikutip Mugniesyah (2007), definisi gender memiliki banyak pengertian, baik oleh lembaga, ahli, atau peminat studi perempuan/gender. Gender adalah suatu konstruksi sosial yang bervariasi lintas budaya, berubah sejalan perjalanan waktu dalam suatu kebudayaan tertentu, bersifat relasional, karena feminitas dan maskulinitas memperoleh maknanya dari fakta
dimana
masyarakat
kitalah
yang
menjadikan
mereka
berbeda
(Wood, 2001 dalam Mugniesyah, 2007). Gender diartikan pula sebagai perbedaan-perbedaan (dikotomi) sifat perempuan dan laki-laki yang tidak hanya berdasarkan biologis semata tetapi lebih pada hubungan-hubungan sosial-budaya antara perempuan dan laki-laki yang
dipengaruhi
oleh
struktur
masyarakatnya
yang
lebih
luas
(Donnel, 1988; Eviota 1993 dalam Mugniesyah, 2007). Disamping itu, Fakih (1996) mengartikan konsep gender sebagai sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Berdasarkan definisi tersebut, diketahui bahwa gender tidak bersifat universal dan bersifat dinamis dalam kerangka waktu tertentu. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin merupakan kodrat sedangkan gender bukanlah kodrat.
2.1.4
Analisis Gender
Analisis gender adalah analisis sosial (meliputi aspek ekonomi, budaya, dan sebagainya) yang melihat perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi kondisi (situasi) dan kedudukan (posisi) di dalam keluarga dan komunitas atau masyarakat. Fokus utama analisis situasi gender meliputi tiga bagian utama, yaitu: (1) pembagian kerja atau peran, (2) akses dan kontrol terhadap sumberdaya serta manfaat program pembangunan, dan (3) partisipasi dalam kelembagaan dan pengambilan keputusan di dalam keluarga (Prasodjo et al., 1993). Pada tingkat keluarga/rumahtangga, analisis gender dilihat dari (a) pembagian kerja antara perempuan dan laki-laki dalam kegiatan produktif, reproduktif dan pengelolaan kelembagaan masyarakat serta curahan waktu dalam kegiatan tersebut, (b) akses dan kontrol perempuan dan laki-laki terhadap sumberdaya keluarga (lahan, anak, harta, pendidikan). Pada tingkat masyarakat, analisis gender menyoroti akses dan kontrol laki-laki dan perempuan terhadap sumberdaya yang mencakup informasi, kredit, teknologi, pendidikan/penyuluhan/pelatihan, sumberdaya alam, peluang bekerja dan berusaha; sementara di tingkat negara/pemerintah dapat dipelajari melalui kebijaksanaan pembangunannya (Donnel, 1988; Feldstein dan Poats, 1989; Fao, 1990; Anonymous, 1991 dalam Mugniesyah et al., 2002) Menurut Handayani dan Sugiarti (2002), teknik analisis gender dapat mengidentifikasi berbagai kesenjangan maupun isu gender yang terjadi dalam masyarakat dan lingkungannya. Sebagai suatu alat, analisis gender tidak hanya melihat peran, aktivitas, akan tetapi mencakup hubungan dalam hal ”siapa
mengerjakan apa”, siapa yang membuat keputusan, siapa yang membuat keuntungan, dan siapa yang menggunakan sumberdaya pembangunan. Salah satu kategori utama alat analisis gender adalah kerangka Harvard. Alat ini digunakan untuk melihat suatu profil gender dari suatu kelompok sosial dan peran gender dalam proyek pembangunan yang menjelaskan pentingnya tiga komponen dan interaksi satu sama lain, yaitu: profil aktivitas, profil akses dan profil kontrol (Overholt, 1985 dalam Handayani dan Sugiarti, 2002). Alat ini berguna untuk menganalisis situasi keluarga/rumahtangga dan komunitas masyarakat. Pada kerangka analisis Harvard, terdapat tiga komponen utama yaitu: (1) pembagian kerja (dapat dilihat dari profil kegiatan laki-laki dan perempuan), (2)
profil
akses
dan
kontrol
terhadap
sumberdaya
dan
manfaat,
dan (3) faktor-faktor yang mempengaruhi profil kegiatan, akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat, partisipasi dalam lembaga dan pengambilan keputusan (Prasodjo et al., 2003).
2.1.5 Relasi Gender dalam Rumahtangga Industri Kecil di Pedesaan Merujuk pendapat Agarwal (1994) dalam Mugniesyah (2007), relasi gender dapat diartikan sebagai suatu hubungan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki yang terlihat pada lingkup gagasan (ide), praktek, dan representasi yang meliputi pembagian kerja, peranan dan alokasi sumberdaya antara laki-laki dan perempuan. Berdasarkan definisi tersebut, relasi gender menitikberatkan hubungan kekuasaan (akses dan kontrol) antara laki-laki dan perempuan terhadap pembagian kerja, peranan, dan alokasi sumberdaya.
Pembagian kerja dilihat dari profil aktivitas dan curahan waktu antara laki-laki dan perempuan. Pada beberapa studi industri kecil di pedesaan, umumnya terdapat pembagian kerja yang tegas antara laki-laki dan perempuan. Berdasarkan penelitian Murdianto (1999) mengenai studi gender dalam rumahtangga pengrajin gula aren di daerah lahan kering di Jawa Barat, perempuan (istri) lebih banyak terlibat dalam proses produksi terutama dalam tahap yang membutuhkan banyak energi. Pada tahap pra pengolahan dilakukan oleh laki-laki, kecuali pada pekerjaan mengangkut nira dan pengambilan kayu bakar dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan. Pekerjaan yang berkaitan dengan pengolahan nira sampai menjadi gula dilakukan oleh perempuan. Pada tahap pemasaran, umumnya dilakukan oleh perempuan. Disamping itu, curahan waktu total perempuan pada industri gula aren 2,5 kali lipat dari laki-laki. Hal ini dipengaruhi oleh persepsi tentang kemampuan kerja laki-laki dan perempuan dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Pada penelitian Wijaya (1992) mengenai industri tembaga kuning di Desa Cepogo menjelaskan bahwa terdapat pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki bekerja di bidang produksi sedangkan perempuan bekerja di bidang perdagangan. Curahan waktu kerja laki-laki dalam bidang produksi selama 6 jam sedangkan perempuan bertugas dalam bidang pemasaran yang hanya mencurahkan waktu 2 jam. Pekerjaan rumahtangga seperti memasak, mencuci, mengambil air, bersih dari bak penampungan air, memandikan anak, dan mengasuh anak dilakukan oleh perempuan (istri). Hal tersebut dipengaruhi oleh nilai budaya ketug6. Grijns et al. (1992) menegaskan 6
Nilai budaya ketug menjelaskan bahwa laki-laki bekerja dengan cara ngeluk boyok atau bekerja keras sedangkan perempuan bekerja ngurus pawon atau mengurusi dapur.
bahwa pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan masih dipengaruhi oleh nilai dan norma masyarakat, dimana semua jenis pekerjaan yang bersifat domestik atau feminin yang menggunakan teknologi tradisional yang tidak memerlukan tenaga kerja yang kuat dominan dikerjakan oleh perempuan. Faktor internal yang mempengaruhi alokasi waktu kerja rumahtangga pengusaha tetapi tidak berpengaruh kuat adalah umur pengusaha, jumlah angkatan kerja, dan pengalaman kerja pengusaha. Pada rumahtangga pengusaha berdampak terhadap peningkatan pendapatan total rumahtangga pekerja sehingga seluruh pengeluaran rumahtangga pekerja meningkat (Elinur, 2004). Sebagaimana
penelitian
yang
dilakukan
Sukardi
(1997),
faktor
yang mempengaruhi curahan waktu kerja ibu rumahtangga pada industri kerajinan gerabah adalah: umur, jumlah anggota keluarga, total pendapatan rumahtangga, status pengrajin (binaan/non binaan), pendidikan, curahan waktu kerja suami pada kerajinan, curahan waktu kerja anak pada kerajinan, anak balita, dan pendapatan rumahtangga dari luar kerajinan. Grijns et al. (1992) menjelaskan bahwa pendidikan akan berpengaruh pada status kerja karena posisi pekerja akan lebih tinggi dengan semakin tingginya tingkat pendidikan. Kesempatan kerja perempuan pengusaha dibatasi oleh adanya anak kecil dan tingkat pendidikan yang rendah. Akses perempuan pengusaha lebih kecil dibandingkan laki-laki dalam hal modal, bahan dasar, tenaga kerja, latihan dan informasi serta teknologi. Sebagaimana studi Mugniesyah dan Kusumastuti (1991) tentang peranan dan status perempuan dalam industri pengolahan pangan di Kabupaten Subang dan Majalengka, tingkat pendidikan turut mempengaruhi keterlibatan perempuan dalam industri tersebut. Perempuan yang bekerja tergolong mempunyai tingkat
pendidikan yang rendah. Pada penelitian Saptari (1989), kontribusi pengrajin dalam industri logam/kaleng di Desa Tarikolot dalam proses produksi dipengaruhi oleh kemampuan rumahtangga pengrajin atau pengusaha logam/kaleng dalam mengerahkan modal, mengerahkan tenaga kerja, dan menembus pemasaran produk. Peluang kerja dimasuki oleh laki-laki disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu adanya nilai-nilai yang melahirkan anggapan bahwa ibu rumahtangga tidak pantas bekerja di luar rumah dan pembagian kerja antara laki-laki (kepala rumahtangga) dan perempuan (ibu rumahtangga) menempatkan ibu rumahtangga bukan sebagai pencari nafkah utama tetapi sebagai pelaksana untuk kegiatankegiatan reproduktif. Tenaga kerja perempuan diikutsertakan dalam melakukan bagian-bagian pekerjaan yang dianggap halus, ukuran produk yang dihasilkan kecil, dan perlu ketelitian yang tinggi. Kesempatan kerja pun rendah disebabkan oleh tingkat pendidikan formal yang tergolong rendah. Konsep peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukan, maka ia telah menjalani suatu peranan.7 Mengacu pendapat Moser (1993) yang dikutip Mugniesyah (2007), peranan gender diartikan sebagai peranan yang dilakukan laki-laki dan perempuan sesuai status, lingkungan, budaya dan struktur masyarakatnya. Selain itu, peranan gender adalah perilaku yang diajarkan pada setiap masyarakat, komunitas dan kelompok sosial tertentu yang menjadikan aktivitas-aktivitas, tugas dan tanggung jawab tertentu dipersepsikan sebagai peranan perempuan dan laki-laki. Moser (1993) mengemukakan tiga kategori peranan (triple roles), meliputi: 7
Nuraini W. Prasodjo dan Nurmala K. Pandjaitan . 2003. Sosiologi Umum. Bogor: Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Pustaka Wirausaha Bogor, halaman 74.
1. Peranan produktif, yakni peranan yang dikerjakan perempuan dan laki-laki untuk memperoleh bayaran/upah secara tunai atau sejenisnya. 2. Peranan reproduktif, yakni peranan yang berhubungan dengan tanggung jawab pengasuhan anak dan tugas-tugas domestik yang dibutuhkan untuk menjamin pemeliharaan dan reproduksi tenaga kerja yang menyangkut kelangsungan keluarga. Peranan ini tidak hanya terdiri atas kegiatan reproduksi secara biologis tetapi juga dalam kepedulian dan pemeliharaan angkatan kerja (suami
dan
pekerjaan
anak)
dan
angkatan
kerja
berikutnya
(bayi dan anak sekolah). 3. Peranan pengelolaan masyarakat dan politik. Peranan ini dibedakan menjadi dua kategori, yaitu: (a) peranan pengelolaaan masyarakat (kegiatan sosial), yang mencakup semua aktivitas yang dilakukan pada tingkat komunitas sebagai kepanjangan peranan reproduktif, bersifat volunter dan tanpa upah, dan (b) pengelolaan masyarakat politik (kegiatan politik), yakni peranan yang dilakukan pada tingkat pengorganisasian komunitas pada tingkat formal secara
politik,
umumnya
dibayar
(langsung
atau
tidak
langsung),
dan meningkatkan kekuasaan atau status. Menurut Sajogyo (1981), pola pengambilan keputusan dalam rumahtangga dapat digolongkan menjadi lima kategori: (1) keputusan dibuat oleh istri seorang diri tanpa melibatkan suami, (2) keputusan dibuat bersama oleh suami dan istri tetapi pengaruh istri lebih besar, (3) keputusan dibuat bersama dan senilai oleh suami dan istri (dengan tidak ada tanda-tanda bahwa salah satu mempunyai pengaruh yang relatif lebih besar), (4) keputusan dibuat bersama oleh suami
dan istri tetapi pengaruh suami lebih besar, dan (5) keputusan dibuat oleh suami seorang diri tanpa melibatkan istri. Pada penelitian Ranti (2008), peranan reproduktif dan produktif ditentukan dominan oleh perempuan sedangkan pada peranan sosial kemasyarakatan ditentukan secara bersama suami dan istri bersama setara. Hal ini menunjukkan bahwa
anggapan
perempuan
sebagai
ibu
rumahtangga
masih
melekat
dalam kehidupan masyarakat meskipun perempuan sendiri terlibat dalam sektor produktif. Disamping itu, istri cukup berarti dalam pengambilan keputusan karena adanya sistem materilinial yang mewariskan harta kepada anak perempuan dan kontribusi pendapatan istri dari kegiatan bertenun (berusaha). Berbeda dengan penelitian Indaryanti (1990), pola pengambilan keputusan rumahtangga dalam industri keramik di Plered dapat dibedakan ke dalam empat kategori, yaitu bidang produksi (dominan dilakukan suami sendiri), bidang pengeluaran kebutuhan pokok rumahtangga (bervariasi sesuai aspek tertentu), bidang pembentukan pembinaan rumahtangga (dilakukan berdasarkan keputusan bersama, baik istri dominan atau setara atau suami dominan), dan kegiatan kemasyarakatan (keputusan bersama setara).
2.1.6 Konsep Keadilan dan Kesetaraan Gender Keadilan gender (gender equity) diartikan sebagai keadilan perlakuan bagi laki-laki dan perempuan berdasar pada kebutuhan-kebutuhan mereka, mencakup perlakuan setara atau perlakuan yang berbeda akan tetapi dalam koridor pertimbangan kesempatan
kesamaan dalam hak-hak, kewajiban, kesempatan-
dan manfaat. Adapun kesetaraan gender (gender equality) adalah
suatu konsep yang menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kebebasan untuk mengembangkan kemampuan personal mereka dan membuat pilihan-pilihan tanpa pembatasan oleh seperangkat stereotipe, prasangka dan peranan gender
2.2
yang kaku (ILO, 2001 dalam Mugniesyah, 2007)
Kerangka Pemikiran Penelitian mengenai Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya dalam
Sentra Industri Gerabah di Desa Anjun, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat ini didasarkan pada hasil sintesis dari beragam konsep, pendekatan, dan teori mengenai gender dan industri kecil yang dirumuskan dalam kerangka pemikiran seperti yang tertera pada Gambar 1. Dengan pertimbangan bahwa partisipasi pengrajin dalam sentra industri gerabah dilakukan berdasarkan nilai kesetaraan dan keadilan gender, variabel terpengaruh yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
adalah
Akses
dan
Kontrol
terhadap Sumberdaya (Y). Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, terdapat beberapa faktor yang diduga memiliki hubungan terhadap akses dan kontrol terhadap sumberdaya pada pengrajin gerabah yang digolongkan menjadi tiga kategori, mencakup: Karakteristik Individu (X1), Karakteristik Rumahtangga (X2), dan Dukungan UPT Litbang
Keramik
(X3).
sebagai
pembeda
terhadap
Pada
penelitian
akses
dan
ini,
digunakan
kontrol
terhadap
jenis
kelamin
sumberdaya.
Karakteristik individu yang diduga memiliki hubungan adalah: Umur (X1.1), Pendidikan Formal (X1.2), Pendidikan Nonformal (X1.3), Pengalaman Bekerja (X1.4) serta Status Pekerjaan (X1.5). Sementara itu, karakteristik Rumahtangga
Pengrajin yang diduga memiliki hubungan adalah: Jumlah Anggota Rumahtangga (X2.1)
dan Pendapatan Rumahtangga (X2.2). Penelitian ini melihat ada tidaknya
hubungan antara karakteristik individu, karakteristik rumahtangga, dan dukungan UPT Litbang Keramik dengan akses dan kontrol terhadap sumberdaya dapat mendukung keberlanjutan usaha dalam usaha gerabah di Desa Anjun.
Jenis Kelamin
Karakteristik Individu (X1) X1.1 Umur X1.2 Pendidikan Formal X1.3 Pendidikan Nonformal X1.4 Pengalaman Bekerja X1.5 Status Pekerjaan
Karakteristik Rumahtangga Pengrajin (X2) X2.1 Jumlah Anggota Rumahtangga X2.2 Pendapatan Rumahtangga
Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya dalam Sentra Industri Gerabah
(Y)
Keberlanjutan Usaha Gerabah
Keterangan :
Hubungan Tidak dikaji Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Dukungan UPT Litbang Keramik (X3)
2.3
Hipotesis Penelitian Untuk mencapai tujuan penelitian ini, diajukan hipotesis sebagai berikut:
1. Diduga jenis kelamin merupakan pembeda utama yang memiliki hubungan dengan akses dan kontrol terhadap sumberdaya. 2. Diduga terdapat hubungan nyata antara karakteristik pribadi, yaitu: umur, pendidikan formal, pendidikan nonformal, pengalaman bekerja serta status pekerjaan dengan akses dan kontrol terhadap sumberdaya pada usaha gerabah. 3. Diduga terdapat hubungan nyata antara karakteristik rumahtangga, yaitu: jumlah anggota rumahtangga dan pendapatan rumahtangga dengan akses dan kontrol terhadap sumberdaya pada usaha gerabah. 4. Diduga terdapat hubungan nyata antara dukungan UPT Litbang Keramik dengan akses dan kontrol terhadap sumberdaya pada usaha gerabah.
2.4 1.
Definisi Operasional Pengrajin
Gerabah
didefinisikan
sebagai
individu
yang
mengelola
atau membuat gerabah pada sebagian atau seluruh tahap produksi gerabah, mulai dari bahan baku (tanah liat) menjadi barang jadi atau hanya sampai barang setengah jadi (barang belum dibakar/atahan maupun sudah dibakar/biskuitan) hingga tahap pemasaran produk gerabah dan merupakan usaha utama bagi pengrajin tersebut. 2.
Jenis Kelamin adalah pembedaan pengrajin secara biologis. Jenis kelamin dapat digolongkan menjadi dua kategori: (a) laki-laki, dan (b) perempuan.
3.
Karakteristik Individu (X1) diartikan sebagai identitas yang dimiliki secara pribadi oleh seseorang. Karakteristik individu terdiri atas lima kategori: umur, tingkat pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman bekerja serta status pekerjaan.
4.
Umur (X1.1) adalah lama hidup (tahun) responden mulai lahir sampai penelitian dilakukan yang diukur dalam skala rasio. Umur digolongkan menjadi tiga kategori: (a) dewasa awal (18-29 tahun), (b) dewasa pertengahan (30 hingga 50 tahun), dan (c) dewasa tua (≥ 50 tahun). Pengkategorian umur dewasa tersebut berdasarkan pendapat Havighurst (1950) dalam Mugniesyah (2006).
5.
Pendidikan Formal (X1.2) adalah lamanya (tahun) anggota responden mengikuti pendidikan terakhir di bangku sekolah yang diukur dalam skala rasio. Tingkat pendidikan formal digolongkan menjadi tiga kategori: (a) rendah, jika tidak tamat SD dan tamat SD; (b) sedang, jika pengrajin tidak tamat SMP dan tamat SMP; (c) tinggi, jika anggota rumahtangga tidak tamat SMA/tamat SMA maupun Perguruan Tinggi.
6.
Pendidikan Nonformal (X1.3) adalah frekuensi/jumlah keikutsertaan (kali) responden dalam kursus atau pelatihan keterampilan gerabah dalam satu tahun terakhir yang diukur dalam skala rasio. Pendidikan nonformal dapat digolongkan menjadi tiga kategori: (a) tidak pernah mengikuti pelatihan; (b) sedang, jika anggota rumahtangga mengikuti satu hingga tiga kali pelatihan; (c) tinggi, jika anggota rumahtangga mengikuti minimal empat kali pelatihan.
7.
Pengalaman Bekerja (X1.4) adalah lamanya (tahun) waktu kerja responden sampai penelitian ini dilakukan yang diukur dalam skala rasio. Pengalaman Bekerja dapat digolongkan menjadi tiga kategori: (a) rendah, jika anggota rumahtangga bekerja selama kurang dari 16 tahun; (b) sedang, jika anggota rumahtangga bekerja 15 hingga 30 tahun; (c) tinggi, jika anggota rumahtangga bekerja minimal 31 tahun.
8.
Status Pekerjaan (X1.5) adalah posisi/kedudukan responden untuk melakukan pekerjaan dalam menjalankan unit usaha gerabah yang diukur dalam skala nominal. Status pekerjaan responden digolongkan menjadi tiga kategori: (a) pengrajin rumahtangga, yaitu orang yang terlibat secara langsung pada salah satu/sebagian atau seluruh tahapan proses produksi gerabah dan seluruh tenaga kerja merupakan tenaga kerja dalam rumahtangga; (b) pengusaha-pengrajin, yaitu orang yang terlibat secara langsung pada salah satu/sebagian tahapan proses produksi gerabah dan memiliki tenaga kerja luar rumahtangga; dan (c) pengusaha, yaitu orang yang terlibat dalam manajemen atau pengelolaan usaha gerabah yang dimiliki, baik pada proses tahapan produksi maupun pemasaran produk gerabah. Oleh karena itu, pada kategori ini pengrajin tidak terlibat secara langsung pada proses pembuatan gerabah dan memiliki tenaga kerja luar rumahtangga.
9.
Karakteristik Rumahtangga Pengrajin (X2) adalah identitas pada sekelompok individu yang hidup bersama seatap dan sedapur, mungkin menyatu karena ikatan
perkawinan
dan
kekerabatan,
pada rumahtangga pengrajin gerabah.
tetapi
mungkin
juga
tidak
10. Jumlah Anggota Rumahtangga (X2.1) adalah banyaknya individu (orang) yang tinggal bersama dalam satu atap dan satu dapur yang mungkin menyatu dalam karena ikatan perkawinan dan kekerabatan tetapi mungkin juga tidak dan menjadi tanggungan kepala keluarga yang diukur dalam skala rasio. Jumlah anggota rumahtangga dapat digolongkan menjadi tiga kategori: (a) sedikit, jika total anggota rumahtangga berjumlah kurang dari empat orang; (b) sedang, jika total anggota rumahtangga berjumlah empat hingga enam orang; (c) banyak, jika total anggota rumahtangga berjumlah minimal tujuh orang. 11. Pendapatan Rumahtangga (X2.2) adalah total pemasukan uang (rupiah) yang bersumber dari usaha industri gerabah, luar usaha industri gerabah dan total penerimaan seluruh anggota rumahtangga yang menjadi tanggungan dalam pengasuhan orangtua yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang dinyatakan dalam rupiah per bulan yang diukur dalam skala rasio. Pendapatan
rumahtangga
dapat
digolongkan
menjadi
tiga
kategori:
(a) rendah, jika total pendapatan per bulan kurang dari Rp 5.000.000; (b) sedang, jika total pendapatan per bulan antara Rp 5.000.000 hingga Rp 9.999.999; (c) tinggi, jika total pendapatan minimal Rp 10.000.000. 12. Dukungan UPT Litbang Keramik (X3) adalah dorongan atau bantuan dari UPT Litbang Industri Keramik dalam mendukung peningkatan dan perbaikan komoditi gerabah. Hal ini dapat dilihat dari keikutsertaan pihak UPT Litbang Keramik terhadap pengrajin dalam memberikan bantuan pinjaman modal, memberikan pelatihan, memberikan infromasi atau bantuan program kemitraan, kesesuaian program pelatihan dengan kebutuhan
pengrajin serta mengadakan evaluasi program pelatihan. Dukungan UPT Litbang Keramik dapat digolongkan menjadi menjadi tiga kategori: (a) tidak pernah memberikan dukungan terhadap pengrajin; (b) sedang, jika total skor antara 13. Akses
1 hingga 3; (c) tinggi, jika total skor minimal 4. dan
Kontrol
terhadap
Sumberdaya
(Y)
adalah
kesempatan
dan kemampuan individu dalam pengambilan keputusan terhadap bahan baku (tanah liat), pelatihan, kredit usaha, teknologi, tenaga kerja, serta pemasaran komoditi pada usaha gerabah. Berikut ini definisi akses dan kontrol secara detail: Akses
adalah
kesempatan
atau
peluang
pengrajin
untuk
memperoleh/mempunyai sumberdaya pada usaha gerabah. Tingkat akses terhadap sumberdaya pada usaha gerabah dapat digolongkan menjadi tiga kategori: (a) rendah, jika total skor kurang dari 4; (b) sedang, jika total skor antara 4 hingga 5; (c) tinggi, jika total skor 6. Kontrol adalah kemampuan pengrajin dalam pengambilan keputusan untuk memperoleh/mempunyai sumberdaya pada usaha gerabah. Tingkat kontrol terhadap sumberdaya pada usaha gerabah dapat digolongkan menjadi tiga kategori: (a) rendah, jika total skor kurang dari 4; (b) sedang, jika total skor antara 4 hingga 5; (c) tinggi, jika total skor 6.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan dilengkapi dengan
analisis data secara kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan metode survai pada rumahtangga pengrajin industri gerabah. Penelitian survai merupakan penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang lengkap (Singarimbun,
1989).
Pengumpulan
data
kualitatif
dilakukan
dengan
menggunakan wawancara mendalam (in-depth interview) dan observasi. Wawancara mendalam bertujuan untuk memperoleh informasi yang lengkap mengenai profil usaha pada sentra industri gerabah. Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang aktivitas kegiatan pengrajin gerabah di lokasi penelitian.
3.2
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Anjun, Kecamatan Plered, Kabupaten
Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa di lokasi ini merupakan sentra industri yang sebagian besar penduduknya bekerja pada usaha gerabah, diantaranya merupakan pengrajin. Selain itu, pada rumahtangga pengrajin di lokasi tersebut menunjukkan adanya permasalahan mengenai perbedaan akses dan kontrol antara laki-laki dan perempuan terhadap sumberdaya pada usaha gerabah. Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu pada bulan Juni sampai Juli 2009.
3.3
Teknik Pemilihan Responden Populasi pada penelitian ini adalah rumahtangga pengrajin gerabah
di Desa Anjun, Kecamatan Plered, kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat yang berjumlah 46 rumahtangga pengrajin. Unit analisis dalam penelitian ini adalah anggota rumahtangga, baik laki-laki (suami) maupun perempuan (istri) yang bekerja sebagai pengrajin dalam sentra industri gerabah di Desa Anjun. Mengingat usaha pengrajin gerabah yang relatif homogen berdasarkan kondisi sosial ekonomi (jumlah tenaga kerja, pola nafkah, dan tingkat pendidikan), pemilihan responden dilakukan dengan simple random sampling (acak sederhana) yang dihitung dengan menggunakan rumus Slovin dengan nilai kritis sebesar 10 persen sehingga diperoleh 32 rumahtangga pengrajin (terdiri atas 26 responden laki-laki dan 6 responden perempuan) sebagai sampel. Rumus Slovin yaitu: N 1 + Ne 2 Keterangan : η = besaran sampel N = besaran populasi e = nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan penarikan sampel)
η =
Adapun informan yang dipilih meliputi tokoh masyarakat (satu orang), staf pemerintahan desa (satu orang) serta staf UPT Litbang Keramik (dua orang).
3.4
Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang mencakup semua variabel bebas dan variabel terikat dalam penelitian ini yang akan dikumpulkan melalui kuesioner
tersktruktur,
hasil
wawancara
mendalam
dan
pengamatan.
Pengumpulan data sekunder bersumber dari Kantor Desa Anjun, BPS, UPT Litbang Keramik serta lembaga yang terkait dengan penelitian ini. Adapun rincian metode pengumpulan data tertera pada Tabel 1. Tabel 1. Rincian Metode Pengumpulan Data Data yang dibutuhkan Karakteristik responden
Relasi gender dalam rumahtangga pengrajin gerabah Keadaan umum lokasi penelitian dan profil usaha gerabah
3.5
Keterangan Jenis kelamin, umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman bekerja, status pekerjaan serta dukungan Unit Pelayanan Teknis (UPT) Litbang Keramik Akses dan kontrol terhadap sumberdaya, pembagian kerja, pola pengambilan keputusan serta budaya lokal Sejarah industri gerabah, kondisi fisik, keadaan umum penduduk, kelembagaan, potensi sentra industri gerabah, informasi teknis, informasi bisnis beserta pendukungnya
Sumber Data Primer
Metode Pengumpulan Data Kuesioner dan wawancara mendalam
Primer
Kuesioner, observasi, dan wawancara mendalam
Primer dan Sekunder
Wawancara mendalam dan studi literatur
Teknik Analisis Data Data primer yang telah diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan
komputer dengan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS 15.0 for windows. Selanjutnya, data tersebut dianalisis dan diinterpretasikan. Uji statistik Chi-Square atau kai kuadrat yang digunakan untuk melihat adanya hubungan antara variabel-variabel dengan skala nominal. Selanjutnya, hasil pengolahan data tersebut dianalisis dengan mengacu pada pendekatan dan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Data dengan skala ordinal diolah dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman. Proses analisis data kualitatif dimulai dari tahap
klasifikasi data dari catatan lapangan dan analisis data untuk mencari relasi alasan (sebab akibat) dengan temuan masalah pada data kuantitatif. Adapun rincian variabel yang akan dianalisis dengan uji statistik Chi-Square dan korelasi Rank Spearman tertera pada Tabel 2. Tabel 2. Analisis Hubungan dengan uji Chi-Square dan korelasi Rank Spearman Rank Variabel yang dihubungkan Chi-Square Spearman Umur*Akses dan Kontrol terhadap X sumberdaya Pendidikan formal*Akses dan Kontrol X terhadap sumberdaya Pendidikan nonformal*Akses dan Kontrol X terhadap sumberdaya Pengalaman Bekerja*Akses dan Kontrol X terhadap sumberdaya X Status Pekerjaan*Akses dan Kontrol terhadap sumberdaya Jumlah anggota rumahtangga*Akses X dan Kontrol terhadap sumberdaya Pendapatan Rumahtangga*Akses dan X Kontrol terhadap sumberdaya Dukungan UPT Litbang Keramik*Akses X dan Kontrol terhadap sumberdaya
BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN PROFIL USAHA SENTRA INDUSTRI GERABAH Bab ini akan mendeskripsikan keadaan umum lokasi penelitian dan profil usaha pada sentra industri gerabah. Keadaan umum lokasi penelitian mencakup sejarah industri gerabah Plered, kondisi fisik Desa Anjun, keadaan umum penduduk
Desa Anjun serta kelembagaan. Profil usaha sentra industri gerabah
terdiri atas: potensi sentra industri gerabah, informasi umum, informasi teknis serta informasi bisnis dan pendukungnya.
4.1
Keadaan Umum Lokasi Penelitian
4.1.1 Sejarah Industri Gerabah Plered Sejarah Plered memiliki kaitan erat dengan perkembangan industri keramik yang sudah ada sejak zaman Neolitikum. Pada zaman tersebut, penduduk berdatangan menyusuri Sungai Citarum ke wilayah Cirata. Berdasarkan hasil penggalian di daerah tersebut ditemukan peninggalan dari batu, kapak persegi serta alat untuk menumbuk dari alu dan batu. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk sekitar kawasan tersebut melakukan kegiatan bercocok tanam (berhuma di ladang dan menanam padi) dan berburu. Disamping itu, ditemukan pula periuk dan belanga yang masih sederhana karena terbuat dari tanah liat serta panjunan, yaitu tempat untuk membuat barang-barang dari tanah liat yang disebut gerabah. Kegiatan pembuatan gerabah Plered umumnya dilakukan di Desa Anjun (diambil dari kata panjunan) sedangkan tanah liat diambil dari Desa Citalang dan Citeko.
Cerita mengenai asal usul nama Plered memiliki dua versi. Versi pertama berasal dari masa tanam paksa pada zaman penjajahan Belanda. Plered merupakan wilayah penanaman kopi dimana hasil produksinya diangkut menggunakan pedati kecil yang disebut palered. Pedati kecil tersebut terbuat dari papan kayu dan ditarik oleh kerbau dengan rute Plered-Cianting-Selaeurih-Kembangkuning menuju Cikao, Bandung. Disamping itu, palered digunakan juga untuk mengangkut bambu, kayu, dan sumberdaya alam lainnya termasuk tanah liat yang merupakan bahan baku pembuatan gerabah. Versi kedua berasal dari masa setelah serangan Mataram ke Batavia. Pada tahun 1628-1629, tentara kerajaan Mataram menyerang Batavia untuk mengusir VOC. Aksi penyerangan tentara Mataram tersebut ternyata gagal, akan tetapi tentara tersebut tidak kembali ke daerah asal mereka. Di antara tentara tersebut, terdapat tentara yang berasal dari Plered, Yogyakarta dimana sebelum menjadi tentara, mereka adalah pengrajin gerabah sehingga mereka kembali berprofesi sebagai pengrajin dan menetap di daerah Panjunan/Anjun tetapi ada juga yang beralih profesi sebagai petani. Oleh karena itu, digunakan nama Plered untuk mengenang tempat kelahiran dan sebagai wilayah tempat tinggal baru. Pada tahun 1795, di sekitar Citalang terdapat lio (tempat pembuatan genteng dan batu bata) sehingga rumah-rumah masyarakat sekitar yang awalnya beratap ijuk, sirap, daun kelapa atau alang-alang mulai diganti dengan genteng yang dibuat dengan cetakan yang masih sederhana. Terdapat dua tempat pembuatan genteng dari tanah liat, yaitu pembuatan genteng yang terletak di Citalang dan pembuatan gerabah di Anjun. Pada tahun 1935, produksi gerabah yang diglasir semakin berkembang menjadi industri rumahtangga. Pada tahun
tersebut, terdapat perusahaan Belanda yang membuka pabrik glasir bernama Hendrik De Boa di Warung Kandang, Plered. Pada masa penjajahan Jepang, masyarakat Plered harus bekerja secara romusha dimana mereka bekerja di kaki Gunung Cupu dan Ciganea untuk membuat gua pertahanan tentara Jepang. Pada masa ini, pabrik glasir yang semula bernama Hendrik De Boa diganti menjadi Toki Kojo sehingga perusahaan tersebut masih beroperasi. Pada masa kemerdekaan, banyak pengrajin keramik yang membantu peperangan sehingga produksi keramik hampir terhenti. Setelah penyerahan kedaulatan tanggal 29 Desember 1949, produksi keramik (termasuk gerabah) kembali meningkat karena keamanan di Plered sudah membaik. Pada tahun 1950, Bung Hatta membuka resmi Induk Keramik yang gedungnya terletak di dekat Gonggo. Produksi keramik pun meningkat karena terdapat mesin-mesin untuk menghaluskan tanah liat yang didatangkan dari Jerman sehingga Keramik Plered mencapai masa kejayaannya. Selain itu, Induk Keramik mengadakan pelatihan terhadap pengrajin untuk mengembangkan usaha keramik, baik dari aspek bahan baku, desain hingga permodalan. Keberadaan Induk Keramik bertahan selama lima tahun saja, hal ini disebabkan oleh manajemen usaha yang kurang baik. Pada tahun 1975, salah seorang pengrajin gerabah Plered yang bernama Suratani mengadakan pembaharuan. Umumnya, gerabah atau biskuitan dari tanah liat dilakukan dengan dua kali pembakaran. Suratani mengusulkan bahwa proses pembakaran gerabah atau biskuitan dari tanah liat cukup dilakukan dengan satu kali pembakaran saja, kemudian dicat atau dipernis. Setelah itu digosok dengan sikat sehingga gerabah terlihat mengkilat dan indah. Hal ini berdampak pada peningkatan pangsa pasar
produksi gerabah yang tidak hanya dipasarkan di dalam negeri tetapi mencakup luar negeri dimana setiap bulannya dapat mengekspor dua hingga tiga kontainer. Gagasan Suratani tersebut mendapat Piala Kalpataru dari Presiden Republik Indonesia pada tahun 1975. Pada tahun 1970-an, terdapat tiga jenis produk gerabah, mencakup: guci, pot bunga, dan celengan. Penampilan gerabah Plered saat itu sangat sederhana dan berwarna merah bata (tanpa dicampur dengan warna lainnya). Pada tahun 1980-an, produksi gerabah mengalami penurunan bahkan seakan hilang dari pasaran. Pada tahun 1998, produksi gerabah sempat terhenti karena adanya krisis moneter yang mengakibatkan perekonomian di Indonesia tidak stabil. Akan tetapi, produksi gerabah Plered mengalami perubahan dari jenis dan desainnya. Hal ini terlihat dengan adanya produksi gerabah yang berfungsi sebagai interior rumahtangga seperti cangkir dan vas bunga kontemporer.
4.1.2 Kondisi Fisik Desa Anjun Desa Anjun merupakan salah satu desa yang secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Secara geografis, desa ini berbatasan Desa Cianting Utara (Kecamatan Sukatani) di sebelah Utara dan di sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Babakan Sari, Kecamatan Plered. Di sebelah Timur, desa ini berbatasan dengan Desa Palinggihan (Kecamatan Plered) dan Desa Cianting (Kecamatan Sukatani), sementara di sebelah Barat berbatasan dengan Desa Linggarsari, Kecamatan Plered.
Desa Anjun terdiri atas 20 RT dan 3 RW. Adapun pembagian wilayah menurut penamaan secara lokal dikenal dengan wilayah Kampung dan Dusun, dimana wilayah kampung merupakan bagian dari dusun itu sendiri. Desa Anjun terdiri atas dua dusun dan empat kampung, yakni Dusun 1 terdiri atas Kampung Banten/Anjun dan Kampung Gunung Cupu. Adapun Dusun 2 terdiri atas Kampung Lio dan Cidadapan. Disamping itu, diketahui bahwa RT 1, 2, 3, 4, 5, 6 termasuk pada Kampung Gunung Cupu, RT 7, 8, 9, 10 termasuk pada Kampung Banten/Anjun, RT 11, 12, 13, 14 termasuk pada Kampung Lio serta RT 15, 16, 17, 18, 19, 20 termasuk pada Kampung Cidadapan. Ditinjau dari letaknya, Desa Anjun terletak 1 km dari ibukota kecamatan, 15 km dari ibukota kabupaten, dan 60 km dari ibukota provinsi. Untuk menjangkau desa ini, dibutuhkan waktu tempuh selama satu jam perjalanan jika menggunakan kendaraan bermotor dari ibukota kabupaten. Desa Anjun dapat dicapai dengan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum. Kendaraan umum yang digunakan untuk menjangkau desa ini adalah colt jurusan Cikampek-Plered, angkot (angkutan kota) jurusan Purwakarta-Plered serta kendaraan lainnya seperti ojeg, becak maupun gelebeg untuk menghubungkan desa ini dengan jarak yang tergolong dekat. Kondisi jalan cukup baik karena merupakan jalan aspal meskipun terdapat jalan yang rusak. Akan tetapi, sarana pendidikan tergolong sangat sedikit karena hanya terdapat 2 SD. Mayoritas penduduk bersekolah wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Plered. Bentang wilayah Desa Anjun memiliki ketinggian 257 m di bawah permukaan laut (mdpl) permukaan laut dengan suhu rata-rata harian 24º C. Desa Anjun memiliki luas wilayah 114,48 ha dengan pemanfaatan lahan yang
dapat dilihhat pada Gambar 2. Berdasarkan B n gambar tersebut, dappat dilihat bahwa b mayoritas lahan diguunakan untuuk perkebun nan, yaitu 35 3 ha (30,557 persen). Hasil produksi perkebunann/tanaman pangan p di Desa Anjuun yang cuukup baik, yaitu jagung, ubbi jalar, kacang tanah, kacang keedelai, terong dan mentimun. Ad dapun lahan seluuas 24,55 ha h (21,44 persen) p digu unakan sebagai pemukkiman pend duduk yang umuumnya berrmata pencaharian seb bagai temppat berlanggsungnya proses p produksi gerabah di Desa Anjun. Selanju utnya terdaapat lahan seluas 23,5 50 ha (20,53 perrsen) digunaakan sebagaai kuburan atau tempatt pemakamaan umum. Lahan L persawahaan di Desa Anjun yaituu mencapaii 16 ha (13,98 persen). Sisanya adalah a lahan yanng digunakaan sebagai perkantoraan seluas 7,23 7 ha (6,32 persen)) dan prasarana umum lainnnya seluas 8,20 8 ha (7,1 16 persen).
7,16 % 6,322 % 13,988 %
30,57 %
Perkkebunan Pem mukiman Pem makaman
20,533 %
21,444 %
Perssawahan
G Gambar 2. Peersentase Luuas Wilayahh Desa Anju un menurutt Penggunaaan Lahan, 2007 2
4.1.3 Keadaan Umu um Pendud duk Desa Anjun A Jum mlah penduuduk Desa Anjun pada tahun 2007 tercatat sebanyak 5.318 jiwa yangg terdiri ataas 2.333 jiw wa laki-laki dan 2.985 jiwa perem mpuan dari total 1.655 KK K. Adapun sebaran jum mlah pendud duk Desa Annjun menurrut jenis kellamin tahun 2007 dapat dilihat pada Gaambar 3.
43,87 %
56,13 %
Laki-laki Perempuan
Gambar 3.. Persentasee Jumlah Penduduk Desa Anjun menurut m Jeniis Kelamin, 2007 Beerdasarkan Tabel 3, diketahui d bahwa b jumllah pendudduk Desa Anjun A terbanyak pada keloompok um mur produk ktif (15-64 tahun), yaaitu 3.293 jiwa (61,92 perrsen) dari jumlah j pennduduk yang terdapat di Desa Anjun. Kelom mpok umur terbbesar keduaa terdapat pada p kelom mpok umur non-produkktif muda (0-14 tahun), yaaitu sebesar 1.498 jiwa atau 28,16 persen. Sissanya meruppakan kelom mpok umur nonpproduktif tuua (65 tahunn ke atas) yaaitu sebesar 527 jiwa attau 9,92 perrsen. Terdapat
keecenderungaan
bahwaa
semakinn
tua
keelompok
umur
penduduknnya, semakkin rendah persentasen nya. Hal ini berkaitan dengan an nalisis ketergantuungan indivvidu (dependdency ratio)) yang diperoleh dengaan cara mem mbagi jumlah peenduduk um mur non-prooduktif den ngan jumlahh pendudukk umur prod duktif (Rusli, 19996). Berdassarkan anallisis tersebu ut diperolehh kesimpulaan bahwa tin ngkat ketergantuungan penduuduk di Dessa Anjun tergolong renndah (kuranng dari 1,0), yaitu sebesar 0,,61. Hal inni menunjukkkan bahwa jumlah penduduk p uumur kerja lebih banyak daaripada jumllah penduduuk yang buk kan umur keerja.
Tabel
3.
Sebaran Penduduk Desa Anjun menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin, 2007 Laki-laki Perempuan Total Golongan Umur Jumlah Persentas Jumlah Persentas Jumlah Persentas (tahun) (jiwa) e (persen) (jiwa) e (persen) (jiwa) e (persen) 0-4 214 4,02 276 5,19 490 9,21 5-9 238 4,48 282 5,30 520 9,78 10-14 205 3,85 283 5,32 488 9,18 15-19 220 4,14 340 6,39 560 10,53 20-24 205 3,85 259 4,87 464 8,73 25-29 135 2,54 194 3,65 329 6,19 30-34 140 2,63 160 3,01 300 5,64 35-39 126 2,37 165 3,10 291 5,47 40-44 122 2,29 143 2,69 265 4,98 45-49 110 2,07 145 2,73 255 4,80 50-54 135 2,54 166 3,12 301 5,66 55-59 135 2,54 154 2,90 289 5,43 60-64 107 2,01 132 2,48 239 4,49 65-69 106 1,99 132 2,48 238 4,48 70-74 97 1,82 113 2,12 210 3,95 75+ 38 0,71 41 0,77 79 1,49 Total 2.333 43,87 2.985 56,13 5 318 100
Sumber: Laporan Pendataan Profil Desa Anjun Tahun 2008
Selain itu, untuk mengetahui struktur umur penduduk suatu negara atau wilayah tertentu, dapat digunakan teknik perhitungan umur median8 (Rusli, 1996). Adapun rumus untuk menghitung umur median adalah:
Um
B Um
P 2
f xm f Um
k
Keterangan: Um B Um P f xm
8
= Umur median = Batas bawah umur dari kelompok umur yang terdapat umur median = Jumlah penduduk = Jumlah kumulatif penduduk hingga kelompok umur yang diperkirakan terdapat umur median
Terdapat tiga kategori umur median, mencakup: (1) umur median rendah < 20 tahun, (2) umur median intermediate atau sedang 20-29 tahun, dan (3) umur median tua ≥ 29 tahun.
f Um k
= Jumlah penduduk kelompok umur yang diperkirakan terdapat umur median = Interval kelompok umur
Berdasarkan rumus tersebut, diperoleh umur median sebesar 27,08 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa struktur umur di Desa Anjun tergolong umur median intermediate
atau
sedang
karena
berada
pada
kisaran
20-29
tahun.
Menurut jenis kelaminnya, jumlah perempuan lebih besar dibandingkan jumlah laki-laki pada setiap kelompok umur. Hal ini disebabkan oleh jumlah penduduk yang berjenis kelamin perempuan di Desa Anjun lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki. Selain itu, Tabel 3 menjelaskan pula komposisi umur berdasarkan jenis kelaminnya. Persentase penduduk perempuan lebih besar 12,26 persen dibanding penduduk laki-laki. Hal ini terlihat pada persentase penduduk perempuan pada umur produktif (15-64 tahun) lebih besar dibandingkan penduduk laki-laki, yaitu sebanyak 1.858 jiwa untuk penduduk perempuan dan 1.435 jiwa penduduk perempuan. Tabel 4 menunjukkan jumlah penduduk Desa Anjun menurut tingkat pendidikan yang teragregasi menurut jenis kelamin. Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat bahwa mayoritas penduduk Desa Anjun menempuh pendidikan hingga tingkat Sekolah Dasar (SD), yaitu berjumlah 1.986 jiwa (38,57 persen). Hal ini diduga karena faktor ekonomi masyarakat Anjun yang tergolong lemah. Terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan penduduk maka semakin rendah persentasenya. Jumlah penduduk yang menempuh pendidikan SMP, SMA, D1, D2, D3 secara berturut-turut yaitu sebanyak 743 jiwa (14,43 persen), 329 jiwa (6,39 persen), 41 jiwa (0,80 persen), 11 jiwa (0,21 persen), 10 jiwa (0,19 persen). Akan tetapi, jumlah penduduk yang menempuh
pendidikan hingga Strata 1 (S1) lebih besar daripada tingkat pendidikan sebelumnya (D1, D2 dan D3), yaitu sebanyak 32 jiwa (0,62 persen). Selain itu, terdapat penduduk yang sedang bersekolah sebanyak 743 jiwa (14,43 persen), penduduk yang belum bersekolah sebanyak 720 jiwa (13,98 persen) penduduk yang putus sekolah sebanyak 284 jiwa (5,52 persen). Sisanya adalah penduduk yang tidak pernah sekolah sebanyak 250 jiwa (4,86 persen). Tabel 4. Sebaran Penduduk Desa Anjun menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin, 2007 Tingkat Pendidikan Tidak Sekolah Putus Sekolah Belum Sekolah Sedang Sekolah SD/Sederajat SMP/Sederaja t SMA/Sederaja t Diploma 1 Diploma 2 Diploma 3 S1 Total
Laki-laki Perempuan Jumlah Persentas Jumlah Persentas (jiwa) e (persen) (jiwa) e (persen) 100 1,94 150 2,91 114 2,21 170 3,30 347
6,74
373
7,24
370 964
7,19 18,72
373 1.022
7,24 19,85
370
7,19
373
7,24
160 14 6 4 17 2.466
3,11 0,27 0,12 0,08 0,33 47,89
169 27 5 6 15 2.683
3,28 0,52 0,10 0,12 0,29 52,11
Total Jumlah Persentas (jiwa) e (persen) 250 4,86 284 5,52 720 743 1.986 743 329 41 11 10 32 5.149
13,98 14,43 38,57 14,43 6,39 0,80 0,21 0,19 0,62 100
Sumber: Laporan Pendataan Profil Desa Anjun Tahun 2008
Berdasarkan jenis kelaminnya, terdapat perbedaan akses terhadap pendidikan antara penduduk perempuan dan laki-laki. Ditinjau dari jumlah penduduknya, perempuan yang menempuh tingkat pendidikan tertentu cenderung akan lebih besar dibandingkan tingkat pendidikan laki-laki karena jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan persentase penduduk perempuan yang menempuh pendidikan
hingga SD, SMP, D1, D3 lebih besar daripada penduduk laki-laki. Akan tetapi, persentase penduduk perempuan yang tidak sekolah dan putus sekolah lebih besar dibandingkan penduduk laki-laki. Hal ini diduga masih terdapat stereotipe9 masyarakat Desa Anjun yang menganggap bahwa tingkat pendidikan anak lakilaki harus lebih tinggi dibandingkan perempuan karena tanggung jawab anak lakilaki lebih besar dibandingkan dengan anak perempuan. Berdasarkan Tabel 5, terdapat variasi dalam hal jenis pekerjaan penduduk Desa Anjun. Mayoritas penduduk Desa Anjun berprofesi sebagai karyawan perusahaan swasta yaitu sebanyak 359 jiwa (32,58 persen). Tingginya daya serap tenaga kerja pada jenis pekerjaan ini disebabkan oleh banyaknya pabrik swasta yang terdapat di Kabupaten Purwakarta dan sekitarnya, seperti Kabupaten Karawang dan Bekasi. Partisipasi penduduk sebagai karyawan pabrik swasta tergolong tinggi disebabkan oleh penerimaan gaji yang lebih besar jika dibandingkan jenis pekerjaan lainnya. Partisipasi terbesar kedua penduduk berdasarkan jenis pekerjaan adalah pengrajin industri rumahtangga sebesar 303 jiwa (27,50 persen). Dalam konteks ini, pengrajin yang dimaksud adalah pengrajin gerabah. Partisipasi penduduk terhadap jenis pekerjaan ini tergolong tinggi karena tidak memerlukan tingkat pendidikan formal yang tinggi dan menggunakan keterampilan yang umumnya dipelajari secara turun temurun dalam lingkungan rumahtangga. Adapun profesi lainnya adalah pedagang keliling yang berjumlah 152 jiwa (13,79 persen). Pedagang keliling yang dimaksud umumnya merupakan pedagang keliling produk gerabah, khususnya gerabah yang tergolong produk pakai
9
Pelabelan atau pencitraan terhadap suatu kelompok tertentu.
(seperti celengan dan cobek). Selanjutnya adalah penduduk yang berprofesi sebagai pembantu rumahtangga, yaitu sebanyak 100 jiwa (9,07 persen). Penduduk
yang
mempunyai
pekerjaan
pada
bidang
usahatani
(petani dan buruh tani) tergolong sedikit, secara berturut turut yaitu sebanyak 52 jiwa (4,72 persen) dan 45 jiwa
(4,08 persen). Persentase penduduk yang
tergolong rendah berprofesi sebagai peternak (2,27 persen), pensiunan PNS/TNI/POLRI (2,18 persen), PNS (1,72 persen), TNI (0,73 persen), montir (0,45 persen), POLRI (0,36 persen), karyawan BUMN (0,27 persen), dukun kampung terlatih (0,18 persen) serta jasa pengobatan alternatif (0,09 persen). Tabel 5. Sebaran Penduduk Desa Anjun menurut Jenis Pekerjaan, 2007 Jenis Pekerjaan Total (Jiwa) Persentase (%) Petani 52 4,72 Buruh Tani 45 4,08 Pegawai Negeri Sipil (PNS) 19 1,72 Pengrajin Industri Rumahtangga 303 27,50 Pedagang Keliling 152 13,79 Peternak 25 2,27 Montir 5 0,45 Pembantu Rumahtangga 100 9,07 TNI 8 0,73 POLRI 4 0,36 Pensiunan PNS/TNI/POLRI 24 2,18 Dukun Kampung Terlatih 2 0,18 Jasa Pengobatan Alternatif 1 0,09 Karyawan BUMN 3 0,27 Karyawan Perusahaan Swasta 359 32,58 Total 1.102 100 Sumber: Laporan Pendataan Profil Desa Anjun Tahun 2008
Dilihat dari agama yang dianutnya, seluruh penduduk Desa Anjun menganut agama Islam. Berdasarkan Tabel 6, mayoritas penduduk Desa Anjun berasal dari etnis Sunda, yaitu 4.342 jiwa (98,10 persen). Sisanya adalah etnis
Jawa (1,72 persen), Minang (0,11 persen), Batak (0,02 persen), Makasar (0,02 persen) serta Timor (0,02 persen). Tabel 6. Sebaran Penduduk Desa Anjun menurut Etnis, 2007 Etnis Jumlah (Jiwa) Persentase (%) Batak 1 Minang 5 Sunda 4.342 Jawa 76 Makasar 1 Timor 1 Total 4.426
0,02 0,11 98,10 1,72 0,02 0,02 100,00
Sumber: Laporan Pendataan Profil Desa Anjun Tahun 2008
4.1.4 Kelembagaan Kelembagaan yang terdapat di Desa Anjun meliputi kelembagaan formal dan informal. Kelembagaan formal yang terdapat di Desa Anjun antara lain Pemerintahan Desa, POSYANDU, dan KB. Peranan pemerintahan Desa Anjun didukung oleh pemerintah Kabupaten Purwakarta dalam menjalankan program peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal ini terlihat dengan adanya pinjaman bantuan modal untuk pengrajin gerabah melalui PNPM Mandiri. Selain itu, pinjaman modal usaha untuk pengrajin diberikan juga oleh pihak swasta, yaitu PT. Pupuk Kujang dan PT. Indosat. Pada tahun 2009, pemerintahan desa merencanakan peningkatan partisipasi masyarakat
melalui pembayaran Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) dari 70 persen menjadi 80 persen. Selanjutnya pemerintahan desa turut memfasilitasi bantuan terhadap jompo yang berjumlah 145 jiwa. Kegiatan ini dilakukan dua hingga tiga kali per bulan melalui pembagian tiga liter beras terhadap jompo yang terdapat di Desa Anjun. Partisipasi masyarakat Desa Anjun juga dapat dilihat dengan adanya peranan pemerintahan desa melalui siskamling. Dominasi laki-laki dalam
kelembagaan ini tergolong kuat karena dianggap sebagai tanggung jawab lakilaki. Lembaga yang cenderung kepanjangan dari peranan reproduktif didominasi oleh perempuan, seperti halnya POSYANDU dan KB. Kegiatan POSYANDU di Desa Anjun dilakukan sebulan sekali yang umumnya dilakukan tiap hari Rabu pada lima lokasi yang berbeda sedangkan kegiatan KB dianggap telah berhasil karena mencapai target sebesar 75 persen. Mengingat sebagian besar penduduk Desa Anjun berprofesi sebagai pengrajin gerabah, UPT Litbang Keramik Kabupaten Purwakarta dan Klaster Industri Kerajinan Gerabah Plered mempunyai peranan penting dalam industri gerabah. UPT Litbang Keramik Kabupaten Purwakarta memiliki tanggung jawab terhadap bidang penelitian dan pengembangan desain, teknologi, dan pemasaran produk. Berbeda dengan Klaster Industri Kerajinan Gerabah Plered yang dibentuk oleh masyarakat pengrajin untuk untuk mengidentifikasi potensi, permasalahan, dan peluang pada industri gerabah Plered. Kelembagaan informal yang terdapat di Desa Anjun adalah kelembagaan gotong royong, keuangan (arisan), dan keagamaan (pengajian). Kegiatan gotong royong dilaksanakan melalui kegiatan yang terjadwal (Jumsih/jumat bersih) maupun kegiatan yang bersifat temporer. Program JUMAT BERSEKA atau umumnya disebut Jumsih merupakan program pemerintah Kabupaten Purwakarta yang dikoordinir oleh pihak pemerintahan desa. Kegiatan ini meliputi pembersihan jalan/trotoar dan lingkungan sekitar tempat tinggal penduduk setempat. Adapun kegiatan gotong royong yang bersifat temporer meliputi pembangunan mesjid, perbaikan jalan, dan kegiatan lain yang tergolong fasilitas publik. Kelembagaan arisan hampir ditemukan pada setiap RT di Desa
Anjun. Dalam hal ini, kegiatan arisan yang dilakukan dalam bentuk uang yang dipergilirkan sesuai dengan undian pada awal arisan ini dibentuk dan diundi seminggu sekali. Kegiatan pengajian dikoordinir pula oleh pemerintahan desa. Partisipasi penduduk Desa Anjun dalam kegiatan pengajian tergolong tinggi. Hal ini terlihat dengan adanya kegiatan pengajian yang terjadwal, baik anak-anak maupun orangtua/dewasa. Pengajian anak-anak umumnya dilakukan tiap hari, kecuali hari Kamis (kegiatan Yasinan dengan anggota keluarga). Berbeda halnya dengan pengajian orangtua/dewasa, jadwal pengajian laki-laki dewasa dilaksanakan sesudah magrib hingga pukul 20.00 WIB sedangkan pengajian perempuan dewasa berlangsung setelah Shalat Ashar hingga pukul 17.00 WIB. Jadwal pengajian laki-laki dan perempuan dewasa di Desa Anjun dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Jadwal Pengajian Laki-laki dan Perempuan Dewasa di Desa Anjun, 2009 Hari Laki-laki Dewasa Perempuan Dewasa Senin Mesjid Raudhatul Hikmah Putra (RT Mesjid Attaqwa (RT 1) 2) Mesjid Al Huda (RT 11) Selasa Mesjid Al Amanah (RT 4) Mesjid Al Hikmah (RT Mesjid Al Ikhlas (RT 9) 10) Rabu Mesjid Attaqwa (RT 1) Mesjid Attaqwa (RT 1) Kamis Mesjid Raudhatul Hikmah (RT 6) Mesjid Arrahman Mesjid Attaufiq (RT 18) Jumat Mushola Al Amanah (RT Mushola Al Amanah (RT 4) 4) Sabtu Mesjid Al Ikhlas (RT 9) Mushola Al Huda Minggu Mesjid Al Huda (RT 11) Mesjid Al Hikmah (RT 10)
4.2
Profil Usaha Sentra Industri Gerabah
4.2.1 Potensi Sentra Industri Gerabah di Desa Anjun Saptari dan Holzner (1997) menjelaskan bahwa industrialisasi pedesaan tidak hanya mencakup komoditisasi ekonomi, tetapi sebagai salah satu strategi untuk mengatasi jumlah pengangguran di pedesaan dan perpindahan penduduk desa ke kota. Hal ini sesuai dengan kondisi kerja pada kawasan sentra industri keramik di Plered, yaitu industri gerabah. Keberadaan industri gerabah di Desa Anjun mempunyai dampak positif terhadap pengembangan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia di sekitar kawasan tersebut. Pada umumnya, industri gerabah di Desa Anjun merupakan usaha yang dikelola untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan ketersediaan sumberdaya alam (tanah liat) pada masyarakat pengrajin baik menggunakan tenaga kerja dari dalam maupun luar rumahtangga. Selain itu, keterlibatan pengrajin pada sektor ini didukung pula oleh status kepemilikan usaha secara turun temurun. Industri gerabah dapat dikategorikan sebagai industri sentra karena menghasilkan produk sejenis pada wilayah tertentu baik untuk pemenuhan kebutuhan sendiri/subsisten maupun komersil. Sentra industri gerabah daya serap tenaga kerja yang tinggi sehingga diharapkan dapat mengurangi tingkat pengangguran di Desa Anjun. Basis aktivitas ekonomi masyarakat di Desa Anjun berada pada sektor industri gerabah. Hal ini dapat dilihat berdasarkan status pekerjaan masyarakat pengrajin yang tergolong beragam. Menurut data monografi Desa Anjun tahun 2008, jumlah buruh pada industri gerabah mencapai 1600-an orang yang berasal dari dalam maupun luar Desa Anjun.
Sebagaimana pendefinisian menurut BPS (2008c), industri gerabah di Desa Anjun dapat digolongkan sebagai industri kecil karena sebagian besar pengrajin memiliki jumlah tenaga kerja sekitar 5-19 orang. Berbeda dengan pendapat Tambunan (1997) dalam Saputrayadi (2004) tentang
perbedaan
antara industri rumahtangga dengan industri kecil, industri gerabah di Desa Anjun dapat dikategorikan sebagai industri kecil maupun rumahtangga. Jika dilihat sebagai industri kecil, tempat produksi gerabah terpisah dengan tempat tinggal pengrajin. Umumnya produksi gerabah dilakukan pada pabrik milik pengrajin. Selain itu, teknologi yang digunakan pada usaha ini tergolong modern. Hal ini terlihat berdasarkan kepemilikan sarana dan prasarana produksi dalam usaha pengrajin seperti tungku pembakaran. Akan tetapi, terdapat pula usaha gerabah yang dilakukan di dalam tempat tinggal/rumah sehingga dapat dikategorikan sebagai
industri
rumahtangga.
Teknologi
yang
digunakan
pengrajin
masih tergolong sederhana seperti cetakan atau menggunakan peralatan sederhana dalam proses pembuatan produk gerabah. Berdasarkan penggolongan industri kecil dan pedesaan menurut Rahardjo (1984), usaha gerabah dapat digolongkan sebagai industri yang mampu memanfaatkan potensi sumberdaya, keterampilan serta terletak di pedesaan. Pada usaha gerabah, digunakan tanah liat sebagai bahan baku yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat dan lokasi terdapatnya bahan baku tidak terlalu jauh dengan Desa Anjun. Keterampilan pengrajin dipelajari karena bersifat turun temurun sehingga sebagian besar masyarakat mampu membuat produk gerabah.
4.2.2
Informasi Umum (Keragaan Usaha) Secara
umum,
status
kepemilikan
usaha
pada
industri
gerabah
adalah milik laki-laki (suami) karena sebagian besar rumahtangga pengrajin di Desa Anjun dikepalai oleh laki-laki, kecuali pengrajin perempuan yang berstatus janda atau memiliki keterampilan membuat produk gerabah. Usaha ini dilakukan rata-rata selama enam hari tiap minggunya, yaitu hari Senin hingga Sabtu pada pukul 08.00-16.00 WIB. Umumnya lokasi usaha bertempat di pabrik atau rumah pengrajin karena tergantung pada ukuran dan komoditi gerabah. Produk gerabah yang berukuran sedang atau besar diproduksi pada sebuah pabrik sedangkan produk gerabah yang berukuran kecil diproduksi di dalam/sekitar rumah pengrajin. Terdapat perbedaan tenaga kerja yang digunakan pada kedua tempat usaha tersebut. Produk gerabah yang berukuran sedang atau besar (tinggi produk yang dibuat hingga 50 cm) diproduksi oleh tenaga kerja laki-laki sedangkan produk yang berukuran kecil (tinggi produk yang dibuat antara 10 hingga 30 cm) diproduksi oleh tenaga kerja perempuan. Contoh produk gerabah yang berukuran sedang atau besar adalah vas payung, guci, pot besar dan jambangan sedangkan produk yang berukuran kecil adalah pendil, coet, vas pensil serta produk cinderamata. Biaya produksi yang digunakan pada industri gerabah sebagian besar berupa biaya variabel (tidak tetap) dan sesuai dengan jenis komoditi gerabah yang dihasilkan. Biaya variabel pada usaha ini dialokasikan pada biaya bahan baku, cat/pewarna, telepon, biaya transportasi, upah buruh serta kayu bakar. Adapun jenis komoditi pada industri gerabah di Desa Anjun dapat digolongkan
menjadi tiga kategori yaitu produk atahan, biskuit, maupun produk jadi. Produk atahan dan biskuitan tidak dibutuhkan alokasi biaya cat/pewarna karena dijual sebelum tahap finishing/penyelesaian sedangkan pada produk jadi memerlukan biaya cat/pewarna. Penggunaan
tenaga
kerja
dipengaruhi
oleh
kebutuhan
pengusaha/pengusaha pengrajin berdasarkan kapasitas produksi dan tipe komoditi gerabah. Terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi kapasitas produksi usaha maka semakin besar jumlah tenaga kerja yang digunakan. Rata-rata upah buruh harian pada industri gerabah adalah sebesar Rp 200.000 per minggu. Berbeda dengan buruh yang bekerja pada bagian desain/pengecatan, jumlah upah lebih besar dibandingkan upah buruh kasar yaitu mencapai Rp 300.000 per bulan. Pada buruh borongan, upah ditentukan berdasarkan jumlah produk dan upah pembuatan satu jenis produk.
4.2.3
Informasi Teknis
4.2.3.1 Persiapan Alat dan Bahan Baku Bahan baku dalam proses pembuatan produk gerabah menggunakan tanah liat. Secara umum, tanah liat di kawasan sentra industri keramik Plered dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu tanah kasar (tanah yang digunakan pada pembuatan genteng), tanah pertengahan (tanah yang dicampur dengan pasir dan sudah dipuder/dihaluskan), dan tanah lumpur (tanah yang disaring). Dari ketiga jenis tanah liat tersebut, tanah lumpur merupakan tanah liat yang memiliki kualitas paling baik tetapi memerlukan waktu yang cukup lama (sekitar satu minggu dan harus memiliki bak dalam proses pembuatannya. Umumnya pengrajin
gerabah di Desa Anjun menggunakan tanah pertengahan (tanah yang sudah dicampur pasir dan dihaluskan). Tanah liat diproduksi di Desa Citeko dan pengrajin dapat membeli tanah liat secara borongan maupun eceran. Tanah yang dibeli sudah berada dalam bentuk tanah molen (dihaluskan dan dikemas dalam plastik). Harga tanah liat per ton ± Rp 130.000. Disamping itu, bahan yang penting untuk membuat gerabah adalah pasir dan dapat dibeli maupun diambil secara langsung dari sungai yang terletak di Kampung Cidadapan. Bahan penting lainnya adalah glasir, cat, dan semir. Alat yang digunakan dalam proses pembentukan produk gerabah adalah perbot atau meja putaran tangan (hand wheel). Secara umum, pengrajin gerabah
di Desa Anjun menggunakan perbot terbuat dari batu berbentuk bundar.
Hal ini disebabkan tidak mudah pecah dan rusak. Akan tetapi, terdapat pengrajin gerabah yang menggunakan perbot yang terbuat dari semen. Alat lainnya yang digunakan dalam proses pembentukan gerabah Plered adalah sebagai berikut: a. cawi, yaitu alat yang terbuat dari hinis atau kulit bambu yang berguna untuk memberi bentuk pada barang yang dibuat saat muter atau menggunakan perbot. Alat ini berbentuk persegi panjang. b. serat, yaitu alat yang terbuat dari kawat kecil yang kedua ujung kawatnya diikat dengan kain sebagai alat pegangan. Alat ini berfungsi untuk menyerat atau mengiris tanah liat dan memisahkan bagian dasar produk gerabah yang sudah selesai dibentuk dengan perbot. c. kain yang dapat menyerap air, yaitu kain yang digunakan untuk membasahi dan melicinkan permukaan tanah pada saat tanah tersebut dibentuk.
d. pangorek/korekan, yaitu alat yang digunakan untuk memberikan hiasan pada permukaan produk gerabah dengan cara digoreskan. e. papan,
digunakan
untuk
meletakkan
produk
yang
sudah
dibentuk
untuk selanjutnya dipoe atau dijemur. f. rak, yaitu tempat yang digunakan untuk mengeringkan produk gerabah yang tidak dijemur di bawah sinar matahari secara langsung hingga produk tersebut cukup kering. g. bak, yaitu tempat yang digunakan untuk mengolah tanah liat melalui proses ngalumpur. Waktu yang digunakan pada proses ini kurang lebih satu minggu. h. open atau tungku pembakaran, yaitu tempat yang terbuat dari bata merah (tungku
tradisional)
atau
sejenis
seng/alumunium
(tungku
modern)
untuk membakar produk gerabah. i. peralatan nyemir, terdiri atas kain, hampelas, sikat dan kuas.
4.2.3.2 Proses Pembuatan Produk Gerabah Secara umum, proses pembuatan produk gerabah di Desa Anjun terdiri atas empat tahapan, mencakup (a) pengolahan tanah, (b) pembentukan barang, (c) pembakaran, dan (d) finishing/penyelesaian. Proses pengolahan tanah dilakukan dengan cara memasukkan tanah ke dalam mesin molen (penghalus). Setelah melalui proses penggilingan melalui mesin tersebut, tanah liat dicampur dengan air secukupnya, pasir serta samon (serpihan barang-barang pecah). Kemudian batu-batu kecil/kerikil yang tercampur dengan tanah tersebut dipisahkan hingga tanah terasa halus. Tahapan selanjutnya adalah ngaluluh atau
menginjak-injak tanah liat dengan kaki sehingga tanah liat mudah dibentuk dan tidak terdapat gelembung. Terdapat dua jenis proses pembentukan produk gerabah, yaitu dengan menggunakan citakan (cetakan) dan perbot. Jika membentuk produk gerabah dengan citakan, tentunya barang dibentuk sesuai dengan bentuk alat cetakan tersebut, misalnya vas payung dan celengan. Cetakan tersebut terdiri atas dua sisi, yaitu sisi kiri dan sisi kanan. Kemudian kedua cetakan diisi dengan tanah liat. Setelah selesai, kedua sisi cetakan tersebut disatukan/disambungkan sehingga membentuk produk gerabah sesuai bentuk cetakannya. Pada proses pembentukan produk gerabah dengan menggunakan perbot, terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan, yaitu: (1) ngaplok, yaitu membentuk tanah liat yang telah diolah menjadi bulatan-bulatan sesuai dengan barang yang akan dibentuk, (2) ngaleler, yaitu meletakkan bulatan-bulatan tanah liat tersebut di atas perbot untuk dibentuk sesuai produk gerabah yang akan dibuat, (3) meletakkan produk gerabah yang telah dibentuk di atas papan yang untuk dijemur hingga eumeul-eumeul (tidak terlalu basah), (4) ngadekor, yaitu menghias produk gerabah yang telah dijemur tersebut, dan (5) produk gerabah dijemur, baik secara langsung terkena sinar matahari (jangan terlalu lama) atau dibiarkan kering di rak. Pada tahapan ini, produk gerabah disebut produk atahan. Tenaga kerja laki-laki maupun perempuan memiliki akses yang sama untuk terlibat dalam tahapan ini. Tahapan selanjutnya adalah ngabeuleum atau proses pembakaran. Kegiatan
yang
dilakukan
pada
tahapan
ini
adalah
sebagai
berikut:
(1) memasukkan produk atahan ke dalam tungku pembakaran selama 2-3 jam, dan tergantung ukuran dan banyaknya produk gerabah yang akan dibakar
(2) membakar produk gerabah dengan menggunakan kayu bakar yang diletakkan di bawah tungku pembakaran selama 8-12 jam karena disesuaikan dengan ukuran produk gerabah. Suhu pembakaran yang digunakan pada proses pembakaran antara 800º C hingga 900º C. Proses pembakaran dengan menggunakan tungku modern lebih efisien karena dapat menghemat kayu bakar yang digunakan dan hasil pembakaran lebih baik dibandingkan dengan menggunakan tungku pembakaran tradisional. Selama proses pembakaran, pengrajin harus mengontrol panas api sehingga proses pembakaran produk gerabah merata (3) produk gerabah yang telah dibakar kemudian didiamkan selama 3-4 jam setelah api dimatikan. Setelah itu, ngabongkar atau mengeluarkan produk gerabah yang telah dibakar selama 2-3 jam. Barang yang telah dibakar disebut sebagai barang biskuitan atau barang setengah jadi. Proses pembakaran merupakan tahapan terpenting karena tolok ukur berhasil tidaknya proses pembuatan produk gerabah berada pada tahapan ini. Tenaga kerja yang terlibat pada tahapan ini adalah laki-laki dewasa.
Proses
pembakaran
dianggap
sebagai
pekerjaan
laki-laki
karena memerlukan kemampuan fisik untuk memasukkan dan mengeluarkan produk gerabah sebelum dan sesudah pembakaran. Pada tahapan penyelesaian, produk gerabah yang sudah dibakar kemudian dihampelas
dengan
menggunakan
hampelas
kasar,
didempul
dengan
menggunakan cat dasar (berwarna putih), setelah cat dasar kering kemudian dicat lagi dengan cat tembok/cat mobil. Produk yang menggunakan cat mobil akan memiliki harga jual yang lebih tinggi dibandingkan produk yang menggunakan cat tembok. Disamping itu, terdapat pengrajin yang membuat formula cat sendiri sehingga warna produk gerabah yang diproduksi berbeda dengan produk gerabah
yang diproduksi oleh pengrajin lainnya. Setelah produk tersebut dicat, produk gerabah dihampelas lagi dengan hampelas halus kemudian dilap sehingga tidak terkena debu. Produk gerabah akhirnya disemir dan digosok dengan sikat ijuk. Setelah semir kering, produk tersebut dilap dengan kain hingga terlihat mengkilat. Tenaga kerja yang terlibat pada tahapan ini dapat diakses oleh tenaga kerja lakilaki maupun perempuan. Akan tetapi, sebagian besar pekerjaan ini dilakukan oleh pengrajin perempuan. Hal ini terkait dengan stereotipe masyarakat bahwa perempuan memiliki ketelitian yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Pada tahapan penjualan produk, umumnya harga jual ditentukan oleh pemilik usaha tersebut. Jika pengrajin tersebut memiliki showroom atau toko, keputusan harga jual ditentukan anggota rumahtangga lain karena pemilik usaha mengontrol proses produksi gerabah di pabrik. Umumnya toko menyatu dengan dengan rumah pengrajin sehingga anggota rumahtangga yang mengontrol penjualan produk adalah perempuan (istri) karena sebagian besar pekerjaan istri dilakukan di dalam rumah.
4.2.4
Informasi Bisnis beserta Pendukungnya Kegiatan pemasaran pada industri gerabah di Desa Anjun dilakukan
melalui beberapa saluran pemasaran, yaitu sebagai berikut: 1) Pengrajin - penjual produk gerabah - konsumen, 2) Pengrajin - pengrajin – konsumen 3) Pengrajin – konsumen
Keragaman
saluran
pemasaran
ini
didukung
oleh
jaringan
pengrajin
dalam mempromosikan produk dalam usahanya. Pengrajin gerabah umumnya memiliki pelanggan khusus sehingga dapat memproduksi produknya setiap bulan dan pihak pembeli. Kegiatan promosi produk dilakukan melalui mulut ke mulut. Penggunaan media massa (iklan di internet/radio/televisi) sebagai sarana promosi pengrajin jarang dilakukan. Akan tetapi, pangsa pasar produk gerabah tergolong luas, baik dalam maupun luar negeri. Sebagian besar produk gerabah dipasarkan ke kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Bogor, dan Bandung. Akan tetapi, terdapat pengrajin yang memasarkan produk ke kota-kota di Pulau Sumatera, seperti Palembang dan Pekanbaru. Sementara itu, produk gerabah dipasarkan pula di luar negeri, seperti Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Italia. Salah satu kendala besar dalam pemasaran produk gerabah adalah kualitas produk yang kurang diperhatikan pengrajin. Umumnya pengrajin lebih mementingkan kuantitas produk dibandingkan kualitas produk. Hal ini tentunya didukung oleh pengetahuan dan manajemen usaha yang kurang baik. Berdasarkan pemaparan UPT Litbang Keramik, hambatan produksi gerabah di Desa Anjun dapat disebabkan oleh beberapa hal, meliputi: (a) kenaikan harga bahan bakar, (b) kurangnya peralatan produksi yang baik, (c) rendahnya pemahaman pengrajin terhadap perlakuan metodologi dan teknologi proses pembuatan keramik yang benar, (d) pengembangan desain produk yang tergolong lemah, (e) terbatasnya kemampuan promosi dan pemasaran yang tergolong lemah, (f) tingkat keterampilan pengrajin umumnya diperoleh secara turun temurun sehingga
kreativitas
pengrajin
rendah,
(g)
proses
produksi
dan finishing/penyelesaian produk tergolong lemah dari segi manajemen maupun
teknologi, (h) diversifikasi produk cenderung belum berkembang sehingga produk gerabah yang diekspor berdasarkan pesanan dengan desainyang sudah ditentukan dengan nilai keuntungan rendah, dan (i) tingkat pendidikan formal masyarakat pengrajin tergolong rendah (tidak tamat atau tamat Sekolah Dasar). Oleh karena itu, UPT Litbang Keramik mengadakan pelatihan untuk pengrajin dalam pengembangan desain dan manajemen usaha. Tujuan pelatihan berfokus pada tiga hal, yaitu pemasaran, diversifikasi produk, dan kolaborasi. Materi pelatihan berupa peningkatan saluran promosi melalui internet, mengembangkan desain produk melalui penggabungan bahan baku (tanah liat) dengan bahan lain (seperti rotan dan kayu) sehingga memiliki daya jual yang lebih tinggi. Akan tetapi, sebagian besar pengrajin berpendapat bahwa pelatihan tersebut kurang efektif karena umumnya bersifat teori sedangkan pengrajin membutuhkan pelatihan secara praktik. Kendala lain dalam bidang pemasaran produk gerabah adalah tidak adanya merek khusus pada produk gerabah pengrajin sehingga sulit untuk dipasarkan dan tidak memiliki harga jual yang cukup tinggi. Selain itu, kegiatan usaha ini tidak memerlukan izin usaha karena dilakukan pada pabrik milik pengrajin.
BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN DUKUNGAN UPT LITBANG KERAMIK
5.1
Karakteristik Individu
5.1.1 Umur Pada penelitian ini, responden berjumlah 32 orang yang terdiri atas 26 pengrajin laki-laki dan 6 pengrajin perempuan. Akan tetapi, mayoritas responden berasal dari Kampung Banten/Anjun dan Gunung Cupu (Dusun 1). Hal ini disebabkan oleh sebagian besar usaha gerabah terdapat pada kedua kampung tersebut. Seluruh responden pada penelitian ini tergolong umur produktif, yaitu 15-64 tahun dan sudah menikah. Pada penelitian ini, umur terendah responden adalah 24 tahun sedangkan umur tertinggi mencapai 70 tahun. Adapun sebaran responden menurut golongan umur dan jenis kelamin tertera pada Tabel 8. Tabel 8. Sebaran Responden menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 Laki-laki Perempuan Total Umur Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase (jiwa) (persen) (jiwa) (persen) (jiwa) (persen) 18-29 tahun 3 11,54 0 0 3 9,38 30-50 tahun 16 61,54 4 66,67 20 62,5 ≥ 50 tahun 7 26,92 2 33,33 9 28,12 Total
26
100
6
100
32
100
Mengutip pendapat Havighurst (1950) dalam Mugniesyah (2006), umur dewasa dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu dewasa awal (18-29 tahun), dewasa pertengahan (30-50 tahun), dan dewasa tua (50 tahun ke atas). Berdasarkan Tabel 8, sebaran umur responden dominan berada pada kategori
umur dewasa sedang (30-50 tahun). Tingginya partisipasi responden pada kategori umur ini sesuai dengan tugas salah satu tugas perkembangan pada masa ini yaitu berusaha mencapai dan mempertahankan suatu tingkat kehidupan ekonomi menstabilkan perekonomian rumahtangga melalui sektor usaha tersebut. Menurut jenis kelaminnya, persentase responden perempuan (66,67 persen) lebih besar dibandingkan responden laki-laki (61,54). Motif utama keterlibatan perempuan dalam membuat gerabah disebabkan suaminya tidak memiliki keterampilan membuat produk gerabah. Sebaran umur terbesar kedua berada pada kategori umur dewasa tua (≥50 tahun), yaitu sebesar 26,92 persen untuk responden laki-laki dan 33,33 persen untuk responden perempuan. Hal yang menarik untuk dikaji pada kategori umur ini, terdapat responden perempuan janda yang berumur 70 tahun tetapi masih bekerja sebagai pengrajin. Jika dikaitkan dengan ketentuan BPS dalam Rusli (1996), umur responden tersebut tidak tergolong ke dalam umur produktif kerja (15-64 tahun). Keterlibatan responden pada kategori umur tersebut disebabkan tidak memiliki keterampilan lainnya selain membuat coet. Sebaran umur terendah berada pada kategori dewasa muda (18-29 tahun). Responden yang terlibat pada kategori umur ini disebabkan oleh faktor pengembangan usaha milik orangtua responden tersebut.
5.1.2
Pendidikan Formal Pada Tabel 9, pendidikan formal responden sebagian besar tergolong
rendah karena persentase responden yang tidak tamat dan tamat SD mencapai 37,5 persen. Hal ini disebabkan oleh kondisi ekonomi orangtua yang tergolong
lemah sehingga tingkat pendidikan formal responden umumnya rendah. Hal ini diduga masih terdapat anggapan bahwa tanggung jawab seseorang diidentikkan dengan mendapatkan penghasilan sendiri dan tidak memerlukan tingkat pendidikan formal yang tinggi dalam membuat produk gerabah. Berdasarkan jenis kelaminnya, tingkat pendidikan formal responden laki-laki lebih tinggi dibandingkan responden perempuan. Seluruh responden perempuan tergolong memiliki tingkat pendidikan formal yang rendah sedangkan responden laki-laki tergolong beragam, bahkan dominan memiliki pendidikan formal yang tergolong tinggi. Hal ini diduga masih terdapat subordinasi yang memposisikan tingkat pendidikan formal perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki. Hal ini terlihat dengan adanya pernyataan responden yang menegaskan bahwa perempuan tidak perlu menempuh pendidikan formal yang lebih tinggi karena tugas utama perempuan setelah tamat SMA hanya mengurusi rumahtangga (pekerjaan reproduktif). Berikut pernyataan responden tersebut: “Jang, upami awewe tos tamat SMA mah tanggung jawabna oge ukur nikah jeung patuh ka salaki.“ (Bapak Mmt, 49 tahun) Tabel 9. Sebaran Responden menurut Pendidikan Formal dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 Laki-laki Perempuan Total Pendidikan Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentas Formal (jiwa) (persen) (jiwa) (persen) (jiwa) e (persen) Rendah 6 23,08 6 100 12 37,5 Sedang 9 34,62 0 0 9 28,13 Tinggi 11 42,3 0 0 11 34,37 Total 26 100 6 100 32 100
5.1.3 Pendidikan Nonformal Pada penelitian ini, pendidikan nonformal responden diartikan dengan frekuensi keikutsertaan responden dalam pelatihan tentang pengembangan
produk, baik dari segi desain maupun manajemen usaha gerabah selama satu tahun terakhir. Pelatihan ini difasilitasi oleh UPT Litbang Keramik, Dinas Perindustrian Provinsi Jawa Barat dan Institut Teknologi Bandung (ITB). Selengkapnya data sebaran responden menurut pendidikan nonformal disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Sebaran Responden menurut Pendidikan Nonformal dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 Pendidikan Nonformal
Laki-laki
Perempuan
Jumlah (jiwa)
Persentas e (persen)
14 11 1 26
53,84 42,31 3,85 100
Tidak pernah ikut Sedang Tinggi Total
Jumlah (jiwa) 5 1 0 6
Total
Persentas e (persen)
Jumla h (jiwa)
Persentas e (persen)
83,33 16,67 0 100
19 12 1 32
59,37 37,5 3,13 100
Berdasarkan Tabel 10, mayoritas responden tidak pernah mengikuti kegiatan pelatihan tentang gerabah, yaitu sebanyak 19 responden atau 59,37 persen. Adapun motif ketidakikutsertaan responden pada pelatihan tersebut cukup beragam, mencakup: (a) tidak diundang pelatihan (sembilan pengrajin), (b) memiliki skala usaha yang tergolong tinggi sehingga tidak diikutsertakan pada pelatihan tersebut (delapan pengrajin), dan (c) diundang pelatihan tetapi pengrajin tidak ingin mengikuti pelatihan tersebut karena menganggap sudah memiliki keterampilan membuat gerabah yang dipelajarinya sejak kecil (dua pengrajin). Terdapat anggapan pengrajin bahwa orang yang mendapat akses terhadap pelatihan tersebut adalah pengrajin yang usahanya tergolong sudah maju. Anggapan tersebut umumnya dipaparkan oleh pengrajin rumahtangga. Disamping itu, bantuan modal dan peralatan usaha (seperti tungku pembakaran dan perbot) umumnya diakses
oleh pengrajin yang tergolong skala usahanya tinggi atau
memiliki kedekatan interpersonal dengan pihak UPT Litbang Keramik dan Klaster Industri Kerajinan Gerabah Plered. Persentase responden perempuan (83,33 persen) yang tidak pernah mengikuti pelatihan lebih besar dibandingkan persentase responden laki-laki (53,84 persen). Kegiatan pelatihan tentang gerabah diperuntukkan KK pengrajin gerabah di Desa Anjun yang sebagian besar dikepalai oleh laki-laki. Rendahnya akses perempuan terhadap pelatihan disebabkan pihak UPT Litbang Keramik tidak mempertimbangkan adanya potensi pengrajin perempuan dalam mendukung usaha gerabah di Desa Anjun. Hal ini disebabkan pula oleh jenis produk yang dibuat responden perempuan tergolong sederhana (seperti vas pensil, cinderamata, dan pendil) sehingga terdapat anggapan tidak diperlukan pengembangan desain untuk produk-produk tersebut. Persentase pendidikan nonformal terbesar kedua tergolong ke dalam kategori sedang (mengikuti satu hingga tiga kali pelatihan), yaitu sebesar 37,50 persen. Pada kategori ini, hanya terdapat satu orang responden perempuan yang mengikuti pelatihan. Keikutsertaan responden dalam kegiatan pelatihan ini sebagian besar didorong oleh pemberian uang transportasi dan konsumsi sebesar ± Rp 100.000 per pelatihan. Pelatihan dianggap sebagai program dari pemerintah saja, bukan sebagai real need (kebutuhan nyata) untuk menunjang pengembangan usaha gerabah. Sementara itu, hanya terdapat satu orang responden laki-laki yang tergolong memiliki tingkat pendidikan nonformal tinggi (mengikuti minimal empat kali pelatihan). Hal ini disebabkan oleh besarnya akses responden tersebut terhadap pelatihan lainnya, seperti pelatihan yang diadakan Dinas Perindustrian Provinsi Jawa Barat.
5.1.4 Pengalaman Bekerja Pada penelitian ini, pengalaman bekerja responden dilihat dari lamanya (dalam tahun) pengrajin mempunyai usaha gerabah. Berdasarkan Tabel 11, diketahui bahwa mayoritas responden memiliki pengalaman bekerja yang tergolong rendah (< 16 tahun), yaitu sebanyak 17 responden. Pada kategori ini, persentase responden laki-laki (53,85 persen) lebih besar dibandingkan responden perempuan (50 persen). Hal ini diduga disebabkan kepemilikan modal usaha dimiliki laki-laki sehingga usaha gerabah yang tergolong baru didirikan sebagian besar merupakan usaha gerabah pada pengrajin laki-laki. Tabel 11. Sebaran Responden menurut Pengalaman Bekerja dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 Pengalaman Bekerja Rendah Sedang Tinggi Total
Laki-laki Jumlah Persentas (jiwa) e (persen) 14 53,85 10 38,46 2 7,69 26 100
Perempuan Jumlah Persentas (jiwa) e (persen) 3 50 3 50 0 0 6 100
Total Jumlah Persentas (jiwa) e (persen) 17 53,13 13 40,63 2 6,25 32 100
Persentase pengalaman bekerja terbesar kedua adalah responden yang tergolong mempunyai pengalaman bekerja sedang (16-30 tahun), yaitu sebesar 40,63 persen. Berdasarkan jenis kelaminnya, persentase responden laki-laki lebih kecil dibandingkan responden perempuan. Sisanya merupakan responden yang tergolong mempunyai pengalaman bekerja tinggi (≥ 31 tahun), yaitu sebesar 6,25 persen. Pada kategori ini, tidak terdapat responden perempuan yang tergolong memiliki pengalaman bekerja tinggi karena umumnya kegiatan produktif menjadi tanggung jawab suami atau Kepala Keluarga (KK) yang masih hidup sehingga tidak terlibat dalam kegiatan usaha gerabah. Perempuan terlibat
dalam kegiatan usaha jika suaminya telah meninggal. Disamping itu, terdapat kecenderungan semakin tinggi pengalaman bekerja pengrajin, semakin sedikit jumlah pengrajin yang berprofesi sebagai pengrajin. Hal ini disebabkan oleh umur responden yang tergolong tua/menuju lansia sehingga produktivitas bekerja responden semakin rendah.
5.1.5 Status Pekerjaan BPS (2007b) mendefinisikan status pekerjaan sebagai jenis kedudukan seseorang dalam melakukan pekerjaan pada suatu unit usaha atau kegiatan. Secara umum, status pekerjaan pengrajin gerabah di Desa Anjun dapat digolongkan menjadi tiga kategori, meliputi: pengrajin rumahtangga, pengusahapengrajin, dan pengusaha. Berdasarkan Tabel 12, diketahui bahwa mayoritas responden merupakan pengusaha pengrajin dan seluruhnya berjenis kelamin laki-laki, yaitu sebesar 46,15 persen. Persentase terbesar kedua sebaran responden menurut status pekerjaannya adalah pengusaha dan seluruhnya berjenis kelamin laki-laki, yaitu sebesar 42,31 persen. Berbeda dengan kategori pengrajin rumahtangga, seluruh responden perempuan tergolong kategori ini dan hanya terdapat tiga responden laki-laki (11,54 persen). Hal ini menunjukkan bahwa responden perempuan tidak memiliki tenaga kerja luar rumahtangga. Sama halnya dengan studi Machfud, van Velzen, dan Smyth, 1992 dalam Grijns et al. (1992) mengenai kegiatan industri di pedesaan Jawa Barat yang menunjukkan akses perempuan terhadap tenaga kerja tergolong lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki.
Tabel 12.
Sebaran Responden menurut Status Pekerjaan dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 Laki-laki Perempuan Total Status Pekerjaan Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase (jiwa) (persen) (jiwa) (persen) (jiwa) (persen) Pengrajin rumahtangga 3 11,54 6 100 9 28,12 Pengusaha-pengrajin 12 46,15 0 0 12 37,5 Pengusaha 11 42,31 0 0 11 34,38 Total 26 100 6 100 32 100
5.2
Karakteristik Rumahtangga
5.2.1
Jumlah Anggota Rumahtangga Berdasarkan Tabel 13, diketahui bahwa mayoritas jumlah anggota
rumahtangga responden tergolong sedang (4-6 orang). Persentase jumlah anggota rumahtangga pada rumahtangga responden laki-laki sebesar 69,23 persen sedangkan pada rumahtangga responden perempuan sebesar 66,67 persen. Tingginya persentase pada kategori ini dipengaruhi oleh norma dalam masyarakat pengrajin yang beranggapan bahwa semakin banyak anak semakin banyak rezeki. Selain itu, semakin banyak anggota rumahtangga maka akan mempermudah produksi gerabah karena anak diharapkan dapat membantu orangtua dalam menjalankan usahanya. Pada kategori jumlah anggota rumahtangga sedikit (< 4 orang), persentase pada rumahtangga responden perempuan (33,33 persen) lebih besar dibandingkan rumahtangga responden laki-laki (19,23 persen). Disamping itu, terdapat 11,54 persen rumahtangga responden laki-laki yang jumlah anggota rumahtangganya tergolong banyak. Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa jumlah anggota rumahtangga responden laki-laki lebih beragam dibandingkan pada rumahtangga responden perempuan.
Tabel 13. Sebaran Jumlah Anggota Rumahtangga menurut Jenis Kelamin Responden di Desa Anjun, 2009 Jumlah Laki-laki Perempuan Total Anggota Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase Rumahtangga (jiwa) (persen) (jiwa) (persen) (rumahtangga) (persen) Sedikit 5 19,23 2 33,33 7 21,87 Sedang 18 69,23 4 66,67 22 68,75 Banyak 3 11,54 0 0 3 9,38 Total 26 100 6 100 32 100
5.2.2
Pendapatan Rumahtangga Total pendapatan rumahtangga diperoleh dari penjumlahan pendapatan
bersih usaha gerabah (usaha tetap), pendapatan luar usaha gerabah, dan pendapatan anggota luar rumahtangga responden tiap bulan. Pendapatan bersih usaha diperoleh berdasarkan penjualan produk gerabah yang diproduksi tiap bulan dikurangi dengan biaya produksi usaha gerabah, baik biaya tetap maupun biaya variabel (tidak tetap). Sebagian besar biaya dialokasikan untuk biaya variabel mencakup pembelian bahan baku, cat, kayu bakar, transportasi serta gaji buruh (jika tergolong pada kategori pengusaha dan pengusaha-pengrajin). Sementara itu, pendapatan luar usaha merupakan sumber penerimaan lainnya di luar pekerjaan utama responden sebagai pengrajin. Akan tetapi, pendapatan dari luar usaha gerabah maupun anggota rumahtangga lainnya sangat jarang sehingga sebagian besar pendapatan rumahtangga diperoleh dari usaha gerabah. Sebaran mengenai pendapatan rumahtangga responden tertera pada Tabel 14.
Tabel 14. Sebaran Pendapatan Rumahtangga menurut Jenis Kelamin Responden di Desa Anjun, 2009 Laki-laki Perempuan Total Pendapatan Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase Rumahtangga (jiwa) (persen) (jiwa) (persen) (rumahtangga) (persen) Rendah 6 23,08 5 83,33 11 34,38 Sedang 6 23,08 1 16,67 7 21,87 Tinggi 14 53,84 0 0 14 43,75 Total 26 100 6 100 32 100 Berdasarkan Tabel 14, diketahui bahwa terdapat 14 rumahtangga responden yang tergolong memiliki tingkat pendapatan tinggi (≥ 10 juta rupiah) yang seluruhnya merupakan rumahtangga responden laki-laki. Tingginya pendapatan rumahtangga dipengaruhi oleh kapasitas produksi karena umumnya produk tersebut dipesan langsung oleh pembeli kepada pengrajin sehingga jumlah yang diproduksi dan kebutuhan usaha gerabah dapat diprediksikan tiap bulannya. Jika dilihat berdasarkan status pekerjaan responden, sebagian besar rumahtangga responden yang memiliki pendapatan tinggi memiliki status pekerjaannya sebagai pengusaha (sembilan responden). Persentase pendapatan terbesar kedua adalah rumahtangga responden yang tergolong pendapatan rendah (< Rp 5.000.000). Hal yang menarik untuk dikaji adalah tingginya jumlah rumahtangga responden perempuan yang tergolong pada kategori pendapatan rendah, yaitu sebesar 83,33 persen. Berbeda dengan jumlah rumahtangga responden laki-laki yang hanya mencapai 23,08 persen. Berdasarkan status pekerjaan responden, terdapat sembilan responden pengrajin rumahtangga. Hal ini disebabkan oleh kepemilikan modal yang rendah sehingga kapasitas produksi gerabah pun tidak beragam dan memiliki pangsa pasar yang sempit. Umumnya, komoditi yang dihasilkan merupakan produk gerabah yang digunakan untuk keperluan sehari-hari seperti celengan,
pendil, dan coet. Sisanya merupakan rumahtangga responden yang tergolong memiliki tingkat pendapatan sedang (5-9,99 juta rupiah) dan dominan bekerja sebagai pengusaha-pengrajin. Selisih persentase antara jumlah rumahtangga responden laki-laki dan perempuan pada kategori ini pun tidak terlalu jauh. Berdasarkanbpenjelasan tersebut, diketahui bahwa total pendapatan pada rumahtangga responden laki-laki lebih besar dibandingkan pada rumahtangga responden laki-laki.
5.3
Dukungan UPT Litbang Keramik Pada Tabel 15, diketahui bahwa mayoritas responden tidak pernah
mendapat dukungan UPT Litbang Keramik. Umumnya, responden menganggap bahwa keberadaan UPT Litbang Keramik tidak terlalu berpengaruh terhadap kegiatan usaha gerabah. Hal ini terlihat pada penjelasan salah satu responden yang menyatakan bahwa: “ Sanes oge untung ku ayana UPT Litbang teh. Malah oge buntung! Masalahna upami aya kunjungan atanapi orderan nu kontener-an, pasti ku Litbang!”(Bapak Fah, 34 tahun) Menurut jenis kelaminnya, persentase responden yang tidak mendapat dukungan UPT Litbang Keramik pada responden perempuan (83,33 persen) lebih tinggi dibandingkan responden laki-laki (34,62 persen). Hal ini menunjukkan bahwa pihak UPT Litbang Keramik tidak memperhatikan potensi pengrajin perempuan sebagai tenaga kerja yang mampu mendukung keberlanjutan usaha gerabah. Hal ini disebabkan responden perempuan tidak membauat produk dalam jumlah yang besar dan tergolong sederhana sehingga pihak UPT Litbang Keramik terlihat mengabaikan pengrajin perempuan.
Dukungan UPT Litbang Keramik pada kategori sedang dan tinggi memiliki persentase yang sama. Pada kategori sedang, persentase dukungan UPT Litbang Keramik pada responden laki-laki lebih besar dibandingkan responden perempuan. Berbeda halnya dengan kategori dukungan UPT Litbang Keramik yang tinggi, seluruh responden berjenis kelamin laki-laki. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa semakin tinggi dukungan UPT Litbang Keramik maka semakin rendah jumlah pengrajin. Berdasarkan jenis kelaminnya, responden laki-laki memiliki persentase dukungan UPT Litbang keramik dibandingkan responden perempuan. Tabel 15. Sebaran Responden menurut Dukungan UPT Litbang Keramik dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 Laki-laki Perempuan Total Dukungan UPT Jumla Persentas Jumla Persentas Jumla Persentas Litbang Keramik h e h e h e (jiwa) (persen) (jiwa) (persen) (jiwa) (persen) Tidak ada dukungan 9 34,62 5 83,33 14 43,74 Sedang 8 30,76 1 16,67 9 28,13 Tinggi 9 34,62 0 0 9 28,13 Total 26 100 6 100 32 100
BAB VI AKSES DAN KONTROL PENGRAJIN TERHADAP SUMBERDAYA PADA USAHA GERABAH 6.1
Karakteristik Individu dan Hubungannya dengan Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya
6.1.1 Hubungan Umur dengan Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya Pada Tabel 16, diketahui bahwa terdapat persentase yang sama pada pengrajin laki-laki umur dewasa awal terhadap akses sumberdaya yang rendah, sedang, dan tinggi yaitu sebesar 33,33 persen. Pada pengrajin laki-laki umur dewasa sedang (pertengahan), terdapat kecenderungan semakin tinggi akses terhadap sumberdaya usaha maka semakin besar jumlah pengrajinnya. Pada kategori umur dewasa tua, tidak terdapat pengrajin laki-laki yang memiliki akses
rendah
dan
dominan
memiliki
akses
sedang
(71,43
persen).
Tabel 16 juga menunjukkan bahwa tidak terdapat pengrajin perempuan yang tergolong umur dewasa awal. Akan tetapi, terdapat 100 persen pengrajin perempuan yang tergolong umur dewasa sedang dan umur dewasa tua. Hal tersebut tidak menunjukkan kecenderungan tertentu antara umur dengan akses terhadap sumberdaya pada usaha gerabah. Berdasarkan hasil korelasi rank spearman, diketahui bahwa tidak terdapat hubungan nyata antara umur dengan akses terhadap sumberdaya karena memiliki P value sebesar 0,923 dengan α = 0,05. Akses terhadap sumberdaya tidak ditentukan berdasarkan umur tertentu karena disesuaikan dengan kebutuhan dan jenis usaha pengrajin itu sendiri dalam menjalankan usahanya. Pada pengrajin yang menjual produk berukuran kecil atau cinderamata, tenaga kerja luar rumahtangga tidak terlalu diperlukan karena membutuhkan jumlah tenaga
kerja yang sedikit. Lain halnya dengan pengrajin yang membuat produk berukuran besar, tentunya tenaga kerja luar rumahtangga sangat diperlukan karena proses pembuatannya tergolong rumit. Umumnya pengrajin terlibat dalam usaha gerabah didorong oleh pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Data selengkapnya mengenai hubungan umur dengan akses terhadap sumberdaya disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. Jumlah dan Persentase Responden menurut Umur, Akses terhadap Sumberdaya dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 Umur Akses Responden Dewasa Awal Dewasa Sedang Dewasa Tua sumberdaya Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase Laki-laki Rendah 1 33,33 3 18,75 0 0 Sedang 1 33,33 5 31,25 5 71,43 Tinggi 1 33,33 8 50 2 28,57 Total 3 100 16 100 7 100 Perempuan Rendah 0 0 4 100 2 100 Sedang 0 0 0 0 0 0 Tinggi 0 0 0 0 0 0 Total 0 0 4 100 2 100 Tabel 17 menunjukkan bahwa terdapat persentase yang sama pada pengrajin lakilaki umur dewasa awal terhadap kontrol sumberdaya yang rendah, sedang, dan tinggi yaitu sebesar 33,33 persen. Hal ini menunjukkan bahwa akses yang rendah cenderung memiliki kontrol yang rendah pula terhadap sumberdaya pada usaha gerabah. Pada kategori umur dewasa sedang, terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi kontrol terhadap sumberdaya maka semakin tinggi jumlah pengrajinnya. Pada kategori umur dewasa tua, terdapat 85,71 persen pengrajin laki-laki yang tergolong memiliki kontrol sedang. Sebaran umur pengrajin perempuan yang memiliki kontrol terhadap sumberdaya memiliki persentase yang sama dengan akses terhadap sumberdaya. Seluruh pengrajin perempuan memiliki akses terhadap sumberdaya yang rendah, dengan proporsi empat
pengrajin pada kategori umur dewasa sedang dan dua pengrajin pada kategori umur dewasa tua. Berdasarkan hasil analisis data dengan korelasi rank spearman, tidak terdapat hubungan nyata antara umur dengan kontrol terhadap sumberdaya pada usaha gerabah karena memiliki P value sebesar 0,367 dengan α = 0,05. Sama halnya dengan akses terhadap sumberdaya, kontrol pengrajin juga tidak ditentukan oleh umur karena didasarkan pada aspek kebutuhan dan jenis usaha pengrajin itu sendiri. Tabel 17. Jumlah dan Persentase Responden menurut Umur, Kontrol terhadap Sumberdaya dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 Umur Kontrol Responden Dewasa Awal Dewasa Sedang Dewasa Tua Sumberdaya Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase Laki-laki Rendah 1 33,33 3 18,75 1 14,29 Sedang 1 33,33 6 37,5 6 85,71 Tinggi 1 33,33 7 43,75 0 0 Total 3 100 16 100 7 100 Perempuan Rendah 0 0 4 100 2 100 Sedang 0 0 0 0 0 0 Tinggi 0 0 0 0 0 0 Total 0 0 4 100 2 100
6.1.2
Hubungan Pendidikan Formal dengan Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya Berdasarkan Tabel 18, diketahui bahwa tingkat pendidikan formal
pengrajin laki-laki lebih tinggi dibandingkan pengrajin perempuan. Hal ini ditunjukkan dengan seluruh pengrajin perempuan tergolong memiliki pendidikan formal rendah sedangkan pengrajin laki-laki beragam. Tabel 18 menunjukkan adanya kecenderungan pengrajin laki-laki yang pendidikan formalnya tergolong sedang dan tinggi, memiliki akses terhadap sumberdaya yang meningkat dari yang paling rendah hingga tinggi, kecuali pada pengrajin laki-laki yang pendidikan formalnya tergolong rendah. Hal ini disebabkan tidak terdapat
pengrajin laki-laki yang pendidikan formalnya rendah, memiliki akses tinggi terhadap sumberdaya. Seluruh pengrajin perempuan yang pendidikan formalnya tergolong rendah memiliki akses rendah terhadap sumberdaya pada usaha gerabah. Oleh karena itu, terdapat kecenderungan semakin tinggi pendidikan formal maka semakin akses terhadap sumberdaya juga semakin tinggi. Berdasarkan hasil analisis data dengan korelasi rank spearman, terdapat hubungan yang nyata antara pendidikan formal dengan akses terhadap sumberdaya karena memiliki P value sebesar 0,003 dengan α=0,05. Nilai koefisien korelasi menunjukkan 0,508 yang berarti semakin tinggi pendidikan formal maka akses terhadap sumberdaya juga semakin tinggi dan sebaliknya. Hal ini terlihat dengan adanya perbedaan kondisi dan situasi pada setiap tingkatan pendidikan formal pengrajin dalam menggunakan dan memanfaatkan sumberdaya pada usaha gerabah. Pengrajin yang pendidikan formalnya tergolong rendah atau sedang tidak memperhatikan pemasaran atau manajemen usaha yang baik, tidak memiliki tenaga kerja luar rumahtangga, tidak mendapat pelatihan dan bantuan kredit usaha dari UPT Litbang Keramik serta hanya memperhatikan kapasitas produk gerabah yang diproduksi setiap bulan. Berbeda dengan pengrajin yang pendidikan formalnya tergolong tinggi, umumnya memiliki strategi khusus dalam memanfaatkan sumberdaya yang menunjang usahanya. Pelatihan yang diberikan oleh pihak UPT Litbang Keramik mampu diaplikasikan dalam usahanya, seperti manajemen keuangan, tahapan produksi gerabah yang memperhatikan kualitas produk, adanya introduksi teknologi baru (tungku pembakaran modern), dan bantuan kredit usaha dari UPT Litbang Keramik atau lembaga kemitraan lainnya.
Tabel 18.
Jumlah dan Persentase Responden menurut Pendidikan Formal, Akses terhadap Sumberdaya dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 Pendidikan Formal Akses Responden Rendah Sedang Tinggi Sumberdaya Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase Laki-laki Rendah 2 33,33 0 0 2 18,18 Sedang 4 66,67 3 33,33 4 36,36 Tinggi 0 0 6 66,67 5 45,46 Total 6 100 9 100 11 100 Perempuan Rendah 6 100 0 0 0 0 Sedang 0 0 0 0 0 0 Tinggi 0 0 0 0 0 0 Total 6 100 0 0 0 0 Tabel 19 menyajikan data mengenai sebaran responden menurut pendidikan formal, kontrol terhadap sumberdaya, dan jenis kelamin. Terdapat persentase yang sama antara pengrajin laki-laki yang pendidikan formalnya tergolong rendah dengan kontrol rendah dan sedang, yaitu sebesar 50 persen. Pengrajin laki-laki
yang pendidikan formalnya tergolong sedang, dominan
memiliki kontrol yang sedang yaitu sebesar 55,56 persen. Pada kategori pengrajin laki-laki yang pendidikan formalnya tergolong tinggi, dominan memiliki kontrol sedang yaitu sebesar 45,46 persen. Seluruh pengrajin perempuan memiliki pendidikan formal yang tergolong rendah dan juga memiliki akses rendah terhadap sumberdaya. Berdasarkan
hasil
analisis
data
dengan
menggunakan
korelasi
rank spearman, terdapat hubungan yang nyata antara tingkat pendidikan formal dengan kontrol terhadap sumberdaya pada usaha gerabah karena memiliki P value sebesar 0,002 dengan α = 0,05. Nilai koefisien korelasi menunjukkan 0,536 yang berarti semakin tinggi pendidikan formal maka kontrol terhadap sumberdaya semakin tinggi dan sebaliknya. Kontrol terhadap sumberdaya dipengaruhi akses
pengrajin terhadap sumberdaya sehingga terdapat hubungan yang nyata pula antara pendidikan formal dengan kontrol terhadap sumberdaya. Tabel 19. Jumlah dan Persentase Responden menurut Pendidikan Formal, Kontrol terhadap Sumberdaya dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 Pendidikan Formal Kontrol Responden Rendah Sedang Tinggi Sumberdaya Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase Laki-laki Rendah 3 50 0 0 2 18,18 Sedang 3 50 5 55,56 5 45,46 Tinggi 0 0 4 44,44 4 36,36 Total 6 100 9 100 11 100 Perempuan Rendah 6 100 0 0 0 0 Sedang 0 0 0 0 0 0 Tinggi 0 0 0 0 0 0 Total 6 100 0 0 0 0
6.1.3
Hubungan Pendidikan Nonformal dengan Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya Pengrajin laki-laki yang tidak pernah mengikuti pendidikan nonformal,
dominan memiliki akses sedang terhadap sumberdaya yaitu sebesar 64,29 persen (lihat Tabel 20). Pengrajin laki-laki yang pendidikan nonformalnya tergolong sedang, dominan memiliki akses tinggi terhadap sumberdaya yaitu sebesar 81,82 persen. Seluruh pengrajin laki-laki yang pendidikan nonformalnya tinggi memiliki akses yang tinggi terhadap sumberdaya. Pengrajin perempuan hampir seluruhnya tidak pernah mengikuti pendidikan nonformal dan juga memiliki akses rendah terhadap sumberdaya. Berdasarkan hasil analisis data dengan korelasi rank spearman, terdapat hubungan nyata antara pendidikan nonformal karena memiliki P value sebesar 0,000 dengan α = 0,05. Nilai koefisien korelasi sebesar 0,683 yang menunjukkan semakin tinggi pendidikan nonformal maka semakin tinggi juga akses terhadap sumberdaya dan sebaliknya. Pelatihan
yang diikuti pengrajin gerabah akan meningkatkan akses pengrajin terhadap kredit usaha, pemasaran komoditi maupun informasi yang menunjang usaha gerabah. Informasi usaha yang didapatkan pengrajin yang mengikuti pelatihan lebih baik dibandingkan pengrajin yang tidak mengikuti pelatihan. Tabel 20. Jumlah dan Persentase Responden menurut Pendidikan Nonformal, Akses terhadap Sumberdaya dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 Pendidikan Nonformal Akses Responden Tidak Pernah Sedang Tinggi Sumberdaya Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase Laki-laki Rendah 4 28,57 0 0 0 0 Sedang 9 64,29 2 18,18 0 0 Tinggi 1 7,14 9 81,82 1 100 Total 14 100 11 100 1 100 Perempuan Rendah 5 100 1 100 0 0 Sedang 0 0 0 0 0 0 Tinggi 0 0 0 0 0 0 Total 5 100 1 100 0 0 Tabel 21 menunjukkan bahwa pengrajin laki-laki yang tidak pernah mendapatkan pendapatan nonformal, dominan memiliki kontrol terhadap sumberdaya yang sedang yaitu sebesar 64,29 persen. Pengrajin laki-laki yang pendidikan nonformalnya tergolong sedang dan tinggi, dominan memiliki kontrol yang tinggi. Berbeda dengan pengrajin perempuan, terdapat 100 pengrajin perempuan yang pendidikan nonformalnya tergolong rendah memiliki kontrol yang rendah pula terhadap sumberdaya. Hampir seluruh pengrajin perempuan memiliki kontrol yang rendah terhadap sumberdaya. Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan korelasi rank spearman, terdapat hubungan nyata antara pendidikan nonformal dengan kontrol terhadap sumberdaya karena memiliki P value sebesar 0,000 dengan α = 0,05. Nilai koefisien korelasi menunjukkan 0,681 yang berarti semakin tinggi pendidikan nonformal maka
semakin tinggi kontrol terhadap sumberdaya dan sebaliknya. Kontrol terhadap sumberdaya dipengaruhi akses pengrajin terhadap sumberdaya sehingga terdapat hubungan yang nyata antara pendidikan nonformal dengan kontrol terhadap sumberdaya. Tabel 21. Jumlah dan Persentase Responden menurut Pendidikan Nonformal, Kontrol terhadap Sumberdaya dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 Pendidikan Nonformal Kontrol Responden Tidak Pernah Sedang Tinggi Sumberdaya Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase Laki-laki Rendah 5 35,71 0 0 0 0 Sedang 9 64,29 4 36,36 0 0 Tinggi 0 0 7 63,64 1 100 Total 14 100 11 100 1 100 Perempuan Rendah 5 100 1 100 0 0 Sedang 0 0 0 0 0 0 Tinggi 0 0 0 0 0 0 Total 5 100 1 100 0 0
6.1.4
Hubungan Pengalaman Bekerja dengan Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya Pada Tabel 22, diketahui bahwa pada pengrajin laki-laki yang pengalaman
bekerjanya tergolong rendah, dominan memiliki akses sedang terhadap sumberdaya pada usaha gerabah yaitu sebesar 42,86 persen. pengrajin laki-laki yang pengalaman bekerjanya tergolong sedang, dominan memiliki akses tinggi terhadap sumberdaya yaitu sebesar 60 persen. Disamping itu, terdapat 100 persen pengrajin laki-laki yang pengalaman bekerjanya tergolong tinggi dan memiliki akses sedang terhadap sumberdaya. Pada pengrajin perempuan yang pengalaman bekerjanya tergolong rendah dan sedang, seluruhnya memiliki akses yang rendah. Selain itu, tidak terdapat pengrajin perempuan yang pengalaman bekerjanya tergolong tinggi. Sebaran persentase pengrajin yang didasarkan pada pengalaman
bekerja
dan
akses
terhadap
sumberdaya
tidak
menunjukkan
suatu
kecenderungan/hubungan tertentu. Hal ini didukung dengan analisis data dengan korelasi rank spearman yang menunjukkan tidak terdapat hubungan nyata antara pengalaman bekerja dengan akses terhadap sumberdaya karena memiliki P value sebesar 0,566 dengan α = 0,05. Lama pengrajin bekerja tidak berhubungan dengan akses sumberdaya, tetapi disesuaikan dengan jenis usaha yang dimiliki oleh pengrajin tersebut. Tabel 22.
Jumlah dan Persentase Responden menurut Pengalaman Bekerja, Akses terhadap Sumberdaya dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009
Akses Responden Sumberdaya Laki-laki
Rendah Sedang Tinggi Total Perempuan Rendah Sedang Tinggi Total
Rendah Jumlah Persentase 3 21,43 6 42,86 5 35,71 14 100 3 100 0 0 0 0 3 100
Pengalaman Bekerja Sedang Tinggi Jumlah Persentase Jumlah Persentase 1 10 0 0 3 30 2 100 6 60 0 0 10 100 2 100 3 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 100 0 0
Tabel 23 menunjukkan bahwa pengrajin yang pengalaman bekerjanya rendah, dominan memiliki kontrol yang sedang yaitu sebesar 42,86 persen. Pengrajin yang pengalaman bekerjanya sedang, dominan memiliki kontrol sedang yaitu sebesar 60 persen. Pada pengrajin laki-laki yang pengalaman bekerjanya tinggi, seluruhnya memiliki kontrol yang rendah terhadap sumberdaya pada usaha gerabah. Pengrajin perempuan hanya memiliki pengalaman bekerja rendah dan sedang dengan kontrol terhadap sumberdaya yang tergolong rendah. Berdasarkan hasil analisis data dengan korelasi rank spearman, tidak terdapat hubungan nyata antara pengalaman bekerja dengan kontrol terhadap sumberdaya
karena memiliki P value sebesar 0,705 dengan α = 0,05. Kontrol terhadap sumberdaya dipengaruhi akses pengrajin terhadap sumberdaya sehingga tidak terdapat hubungan nyata antara pengalaman bekerja dengan kontrol terhadap sumberdaya. Tabel 23. Jumlah dan Persentase Responden menurut Pengalaman Bekerja, Kontrol terhadap Sumberdaya dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 Kontrol Responden Sumberdaya Laki-laki
Rendah Sedang Tinggi Total Perempuan Rendah Sedang Tinggi Total
6.1.5
Rendah Jumlah Persentase 3 21,43 6 42,86 5 35,71 14 100 3 100 0 0 0 0 3 100
Pengalaman Bekerja Sedang Tinggi Jumlah Persentase Jumlah Persentase 1 10 0 0 6 60 2 100 3 30 0 0 10 100 2 100 3 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 100 0 0
Hubungan Status Pekerjaan dengan Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya Berdasarkan Tabel 24, diketahui bahwa pengrajin laki-laki yang status
pekerjaannya sebagai pengrajin rumahtangga dominan memiliki akses rendah terhadap sumberdaya yaitu sebesar 66,67 persen. Pengrajin laki-laki yang status pekerjaannya pengusaha-pengrajin, dominan memiliki akses sedang terhadap sumberdaya yaitu sebesar 50 persen. Bahkan, pengrajin laki-laki yang status pekerjaannya sebagai pengusaha, dominan memiliki akses yang tinggi terhadap sumberdaya yaitu sebesar 63,64 persen. Seluruh pengrajin perempuan tergolong pengrajin rumahtangga dengan akses rendah terhadap sumberdaya pada usaha gerabah. Berdasarkan uji chi-square, terdapat hubungan nyata antara status pekerjaan dengan akses terhadap sumberdaya karena memiliki P value sebesar
0,000 dengan α = 0,05.
Hal ini disebabkan oleh adanya kebutuhan akan
sumberdaya yang berbeda pada masing-masing status pekerjaan pengrajin. Tabel 24.
Jumlah dan Persentase Responden menurut Status Pekerjaan, Akses terhadap Sumberdaya dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 Status Pekerjaan Akses Pengrajin PengusahaResponden Pengusaha Sumberdaya Rumahtangga Pengrajin Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase Laki-laki Rendah 2 66,67 2 16,67 0 0 Sedang 1 33,33 6 50 4 36,36 Tinggi 0 0 4 33,33 7 63,64 Total 3 100 12 100 11 100 Perempuan Rendah 6 100 0 0 0 0 Sedang 0 0 0 0 0 0 Tinggi 0 0 0 0 0 0 Total 6 100 0 0 0 0 Tabel 25 menunjukkan bahwa pengrajin laki-laki yang status pekerjaannya sebagai pengrajin rumahtangga, dominan memiliki kontrol yang rendah yaitu sebesar 66,67 persen. Pengrajin laki-laki yang status pekerjaannya sebagai pengusaha-pengrajin dan pengusaha, dominan memiliki kontrol yang sedang yaitu sebesar 50 persen dan 54,55 persen. Seluruh pengrajin perempuan merupakan pengrajin rumahtangga dengan kontrol rendah terhadap sumberdaya pada usaha gerabah. Berdasarkan hasil analisis data menggunakan uji chi-square, diketahui bahwa terdapat hubungan nyata antara status pekerjaan dengan kontrol terhadap sumberdaya karena memiliki P value sebesar 0,001 dengan α = 0,05. Kontrol terhadap sumberdaya dipengaruhi akses pengrajin terhadap sumberdaya sehingga terdapat hubungan nyata antara status pekerjaan dengan kontrol terhadap sumberdaya. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 25 mengenai sebaran responden
berdasarkan
dan jenis kelamin.
status
pekerjaan,
kontrol
terhadap
sumberdaya,
Tabel 25.
Jumlah dan Persentase Responden menurut Status Pekerjaan, Kontrol terhadap Sumberdaya dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 Status Pekerjaan Kontrol Pengrajin PengusahaResponden Pengusaha Sumberdaya Rumahtangga Pengrajin Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase Laki-laki Rendah 2 66,67 3 25 0 0 Sedang 1 33,33 6 50 6 54,55 Tinggi 0 0 3 25 5 45,45 Total 3 100 12 100 11 100 Perempuan Rendah 6 100 0 0 0 0 Sedang 0 0 0 0 0 0 Tinggi 0 0 0 0 0 0 Total 6 100 0 0 0 0
6.2
Karakteristik Rumahtangga dan Hubungannya dengan Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya
6.2.1 Hubungan Jumlah Anggota Rumahtangga dengan Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya Pada Tabel 26, diketahui bahwa pada rumahtangga pengrajin laki-laki yang jumlah anggota rumahtangganya tergolong sedikit dan sedang, dominan memiliki akses yang tinggi terhadap sumberdaya yaitu sebesar 50 persen dan 47,06 persen. Akan tetapi, pada rumahtangga pengrajin laki-laki yang jumlah anggota rumahtangganya tergolong banyak, dominan memiliki akses yang sedang yaitu sebesar 66,67 persen. Hal ini tidak menunjukkan kecenderungan semakin tinggi jumlah anggota rumahtangga pengrajin laki-laki maka semakin tinggi akses terhadap sumberdaya. Seluruh rumahtangga pengrajin perempuan tergolong jumlah anggota rumahtangganya sedikit dan sedang dengan memiliki akses rendah terhadap sumberdaya. Berdasarkan hasil analisis data menggunakan korelasi rank spearman, diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara jumlah anggota rumahtangga dengan akses terhadap sumberdaya karena
memiliki P value sebesar 0,786 dengan α = 0,05. Jumlah anggota rumahtangga tidak memiliki hubungan langsung dengan akses terhadap sumberdaya tetapi berhubungan dengan alokasi pendapatan rumahtangga untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga pengrajin. Tabel 26.
Jumlah dan Persentase Rumahtangga Responden menurut Jumlah Anggota Rumahtangga, Akses terhadap Sumberdaya dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009
Akses Responden Sumberdaya Laki-laki
Rendah Sedang Tinggi Total Perempuan Rendah Sedang Tinggi Total
Jumlah Anggota Rumahtangga Sedikit Sedang Banyak Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase 1 16,67 2 11,76 1 33,33 2 33,33 7 41,18 2 66,67 3 50 8 47,06 0 0 6 100 17 100 3 100 2 100 4 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 100 4 100 0 0
Tabel 27 menunjukkan bahwa pada rumahtangga pengrajin laki-laki yang jumlah anggota rumahtangganya tergolong sedikit, sedang, dan banyak dominan memiliki kontrol yang sedang, secara berturut-turut yaitu sebesar 50 persen, 47,06 persen, dan 66,67 persen. Sama halnya dengan akses terhadap sumberdaya, rumahtangga pengrajin perempuan memiliki kontrol yang rendah pula. Persentase tersebut tidak menunjukkan adanya kecenderungan tertentu antara jumlah rumahtangga pengrajin dengan kontrol terhadap sumberdaya. Berdasarkan hasil analisis data dengan korelasi rank spearman, diketahui bahwa bahwa tidak terdapat hubungan nyata antara jumlah anggota rumahtangga dengan kontrol terhadap sumberdaya karena memiliki P value sebesar 0,906 dengan α = 0,05. Kontrol terhadap sumberdaya dipengaruhi akses pengrajin
terhadap sumberdaya sehingga tidak terdapat hubungan nyata antara jumlah anggota rumahtangga dengan kontrol terhadap sumberdaya. Tabel 27.
Jumlah dan Persentase Rumahtangga Responden menurut Jumlah Anggota Rumahtangga, Kontrol terhadap Sumberdaya dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009
Kontrol Responden Sumberdaya Laki-laki
Rendah Sedang Tinggi Total Perempuan Rendah Sedang Tinggi Total
6.2.2
Jumlah Anggota Rumahtangga Sedikit Sedang Banyak Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase 1 16,67 3 17,65 1 33,33 3 50 8 47,06 2 66,67 2 33,33 6 35,29 0 0 6 100 17 100 3 100 2 100 4 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 100 4 100 0 0
Hubungan Pendapatan Rumahtangga dengan Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya Berdasarkan Tabel 28, diketahui bahwa rumahtangga pengrajin laki-laki
yang pendapatan rumahtangganya tergolong rendah dominan memiliki akses sedang terhadap sumberdaya yaitu sebesar 50 persen. Persentase rumahtangga pengrajin laki-laki yang pendapatan rumahtangganya tergolong sedang, tersebar merata (50 persen) pada akses yang rendah dan sedang. Persentase rumahtangga pengrajin laki-laki yang pendapatan rumahtangganya tergolong tinggi, dominan memiliki akses tinggi terhadap sumberdaya yaitu sebesar 64,29 persen. Hal ini menunjukkan semakin tinggi pendapatan rumahtangga maka semakin tinggi akses terhadap sumberdaya. Akan tetapi, pendapatan pada rumahtangga pengrajin perempuan tergolong rendah dan sedang saja dengan memiliki akses rendah terhadap sumberdaya. Berdasarkan hasil analisis data dengan korelasi rank spearman, terdapat hubungan nyata karena memiliki P value sebesar 0,001
dengan α = 0,05. Nilai koefisien korelasi sebesar 0,578 yang menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan rumahtangga maka semakin tinggi akses terhadap sumberdaya dan sebaliknya. Pengrajin yang pendapatan rumahtangganya tergolong tinggi, dapat membeli bahan baku yang lebih banyak, kapasitas produksi yang tinggi, teknologi yang lebih maju, memperoleh kredit usaha serta memiliki biaya untuk sarana pemasaran komoditi yang lebih luas. Berbeda dengan pengrajin yang pendapatan rumahtangganya lebih rendah, tentunya memiliki batas tertentu untuk memperoleh sumberdaya pada usaha gerabah. Tabel 28. Jumlah dan Persentase Rumahtangga Responden menurut Pendapatan Rumahtangga, Akses terhadap Sumberdaya dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 Pendapatan Rumahtangga Akses Responden Rendah Sedang Tinggi Sumberdaya Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase Laki-laki Rendah 1 16,67 3 50 0 0 Sedang 3 50 3 50 5 35,71 Tinggi 2 33,33 0 0 9 64,29 Total 6 100 6 100 14 100 Perempuan Rendah 5 100 1 100 0 0 Sedang 0 0 0 0 0 0 Tinggi 0 0 0 0 0 0 Total 5 100 1 100 0 0 Tabel 29 menunjukkan bahwa rumahtangga pengrajin laki-laki yang pendapatan rumahtangganya tergolong rendah, dominan memiliki akses sedang yaitu
sebesar
50
persen.
Persentase
rumahtangga
pengrajin
laki-laki
yang pendapatan rumahtangganya tergolong sedang, tersebar merata (50 persen) pada kontrol yang rendah dan sedang. Pada pengrajin laki-laki yang pendapatan rumahtangganya tergolong tinggi, tersebar merata (50 persen) pada kategori sedang dan tinggi. Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan semakin tinggi pendapatan rumahtangga, semakin tinggi kontrol terhadap sumberdaya.
Berdasarkan hasil analisis data dengan korelasi rank spearman, diketahui bahwa terdapat hubungan nyata antara pendapatan rumahtangga dengan kontrol terhadap sumberdaya karena memiliki P value sebesar 0,001 dengan α = 0,05. Nilai koefisien korelasi sebesar 0,633 menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan rumahtangga maka semakin tinggi kontrol terhadap sumberdaya dan sebaliknya. Kontrol terhadap sumberdaya dipengaruhi akses pengrajin terhadap sumberdaya sehingga terdapat hubungan nyata antara pendapatan rumahtangga dengan kontrol terhadap sumberdaya. Tabel 29. Jumlah dan Persentase Rumahtangga Responden menurut Pendapatan Rumahtangga, Kontrol terhadap Sumberdaya dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 Responden Laki-laki
Kontrol Sumberdaya
Rendah Sedang Tinggi Total Perempuan Rendah Sedang Tinggi Total
6.3
Pendapatan Rumahtangga Rendah Sedang Tinggi Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase 2 33,33 3 50 0 0 3 50 3 50 7 50 1 16,67 0 0 7 50 6 100 6 100 14 100 5 100 1 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 100 1 100 0 0
Hubungan Dukungan UPT Litbang Keramik dengan Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya Berdasarkan Tabel 30, diketahui bahwa pengrajin laki-laki yang memiliki
tidak pernah mendapat dukungan dari UPT Litbang Keramik, dominan memiliki akses sedang terhadap sumberdaya yaitu sebesar 66,67 persen. Persentase pengrajin laki-laki yang dukungannya tergolong sedang, dominan memiliki akses yang tinggi yaitu sebesar 50 persen. Pada pengrajin laki-laki yang memiliki dukungan UPT Litbang Keramik tinggi, dominan memiliki akses yang tinggi
yaitu sebesar 77,78 persen. Hal ini menunjukkan semakin tinggi dukungan UPT Litbang Keramik terhadap pengrajin, semakin tinggi juga akses terhadap sumberdaya. Umumnya, pengrajin perempuan tidak mendapat dukungan UPT Litbang Keramik dan memiliki akses yang rendah. Tabel 30. Jumlah dan Persentase Responden menurut Dukungan UPT Litbang Keramik, Akses terhadap Sumberdaya dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 Akses Responden Sumberdaya Laki-laki
Rendah Sedang Tinggi Total Perempuan Rendah Sedang Tinggi Total
Dukungan UPT Litbang Keramik Tidak Pernah Sedang Tinggi Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase 3 33,33 1 12,5 0 0 6 66,67 3 37,5 2 22,22 0 0 4 50 7 77,78 9 100 8 100 9 100 5 100 1 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 100 1 100 0 0
Berdasarkan hasil analisis data dengan korelasi rank spearman, diketahui bahwa terdapat hubungan nyata antara dukungan UPT Litbang Keramik dengan akses terhadap sumberdaya karena memiliki P value sebesar 0,000 dengan α = 0,05. Nilai koefisien korelasi sebesar 0,707 yang menunjukkan semakin tinggi dukungan UPT Litbang Keramik rumahtangga maka semakin tinggi akses terhadap sumberdaya dan sebaliknya. Pihak UPT Litbang Keramik umumnya memberikan pelatihan atau bantuan kredit usaha, memberikan cara pemasaran komoditi yang baik, dan adanya introduksi teknologi baru yang diberikan saat pelatihan berlangsung. Berbeda dengan pengrajin yang tidak pernah mendapat dukungan UPT Litbang Keramik, umumnya memiliki kualitas produk yang kurang baik, peralatan sederhana, tidak memiliki bantuan kredit usaha sehingga berorientasi pada kuantitas produk yang dihasilkan saja tiap bulannya.
Tabel 31 menunjukkan bahwa pengrajin laki-laki yang tidak pernah mendapat dukungan dari UPT Litbang Keramik dominan memiliki kontrol yang sedang yaitu sebesar 55,56 persen. Persentase pengrajin laki-laki yang mendapat dukungan sedang, dominan memiliki kontrol yang sedang yaitu sebesar 50 persen. Pada pengrajin laki-laki yang mendapat dukungan tinggi, dominan memiliki kontrol tinggi terhadap sumberdaya, yaitu sebesar 55,56 persen. Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan semakin tinggi dukungan UPT Litbang Keramik, semakin tinggi pula kontrol terhadap sumberdaya. Mayoritas pengrajin perempuan tidak pernah mendapatkan dukungan UPT Litbang Keramik sehingga memiliki kontrol yang rendah pula terhadap sumberdaya. Tabel 31. Jumlah dan Persentase Responden menurut Dukungan UPT Litbang Keramik, Kontrol terhadap Sumberdaya dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 Kontrol Responden Sumberdaya Laki-laki
Rendah Sedang Tinggi Total Perempuan Rendah Sedang Tinggi Total
Dukungan UPT Litbang Keramik Tidak Pernah Sedang Tinggi Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase 4 44,44 1 12,5 0 0 5 55,56 4 50 4 44,44 0 0 3 37,5 5 55,56 9 100 8 100 9 100 5 100 1 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 100 1 100 0 0
Berdasarkan hasil analisis data dengan korelasi rank spearman, diketahui bahwa terdapat hubungan nyata antara dukungan UPT Litbang Keramik dengan kontrol terhadap sumberdaya karena memiliki P value sebesar 0,000 dengan α = 0,05. Nilai koefisien korelasi sebesar 0,668 yang menunjukkan semakin tinggi dukungan UPT Litbang Keramik terhadap pengrajin maka semakin tinggi kontrol
terhadap sumberdaya dan sebaliknya. Kontrol terhadap sumberdaya dipengaruhi akses pengrajin terhadap sumberdaya sehingga terdapat hubungan nyata antara dukungan UPT Litbang Keramik dengan kontrol terhadap sumberdaya.
BAB VII RELASI GENDER DALAM RUMAHTANGGA PENGRAJIN GERABAH Bab ini akan mendeskripsikan dan menganalisis relasi gender dalam rumahtangga pengrajin gerabah di Desa Anjun yang mencakup: akses dan kontrol anggota rumahtangga pengrajin terhadap sumberdaya pada usaha gerabah, pembagian kerja dan peranan serta pola pengambilan keputusan pada aspek pengeluaran kebutuhan rumahtangga, pembentukan rumahtangga, dan kegiatan kemasyarakatan. Selain itu, bagian ini akan menjelaskan tentang budaya lokal dalam masyarakat pengrajin gerabah di Desa Anjun.
7.1
Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya Akses terhadap sumberdaya merupakan peluang/kesempatan anggota
rumahtangga
(baik
laki-laki
maupun
perempuan)
terhadap
sumberdaya
yang menunjang proses produksi gerabah, termasuk sumberdaya alam yang dimiliki. Pada penelitian ini, sumberdaya yang dimaksud terdiri atas bahan baku (tanah liat), pelatihan, kredit usaha, teknologi (peralatan produksi dan teknologi baru), tenaga kerja serta pemasaran komoditi. Kontrol terhadap sumberdaya dapat diartikan sebagai pola pengambilan keputusan anggota rumahtangga pengrajin terhadap sumberdaya pada usaha gerabah. Jenis keluarga umumnya adalah keluarga inti sehingga pada penelitian ini anggota rumahtangga yang terlibat dalam usaha gerabah adalah suami dan istri. Partisipasi anak laki-laki maupun perempuan pada usaha ini sangat rendah karena sebagian besar anak yang berada dalam rumahtangga pengrajin berada pada umur anak-anak dan sekolah.
Tabel 32. Persentase Akses dan kontrol pada 32 Rumahtangga Pengrajin Gerabah di Desa Anjun, 2009 Sumberdaya Bahan baku Pelatihan Kredit usaha Teknologi Tenaga kerja Pemasaran komoditi
Suami 62,5 100 88,89 96,3 65,22 43,75
Akses Istri Bersama 25 12,5 0 0 11,11 0 3,7 0 0 34,78 6,25
50
Suami 75 100 100 96,3 86,96 75
Kontrol Istri Bersama 25 0 0 0 0 0 3,7 0 8,7 4,34 18,75
6,25
Berdasarkan Tabel 32, diketahui bahwa terdapat dominasi akses dan kontrol suami (laki-laki) terhadap sumberdaya pada usaha gerabah. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya persentase akses suami terhadap bahan baku, pelatihan, kredit usaha, teknologi serta tenaga kerja pada rumahtangga pengrajin. Pada kegiatan pemasaran komoditi gerabah, sebagian besar sumberdaya dapat diakses secara bersama (suami dan istri).
7.1.1 Akses dan Kontrol terhadap Bahan Baku Pada usaha gerabah di Desa Anjun, akses terhadap bahan baku (tanah liat) didominasi oleh suami, yaitu sebesar 62,5 persen karena tahapan pengolahan bahan baku dan pembelian bahan baku umumnya dilakukan oleh suami meskipun tidak semua tahapan pengolahan bahan baku dilakukan di pabrik pengrajin karena memerlukan waktu yang cukup panjang untuk mengolah bahan baku tersebut. Oleh karena itu, sebagian besar pengrajin membeli tanah liat dari desa penghasil tanah liat, yaitu Desa Citeko yang letaknya tidak terlalu jauh dengan Desa Anjun. Persentase akses perempuan (istri) pada rumahtangga pengrajin sebesar 25 persen. Adanya akses istri disebabkan oleh status kepemilikan usaha sendiri dan hanya
istri yang memiliki keterampilan membuat produk gerabah. Disamping itu, adanya akses perempuan terhadap bahan baku disebabkan pula oleh status janda sehingga harus bekerja sebagai pengrajin untuk mengontrol pemesanan bahan baku dalam usaha yang dikelolanya. Persentase akses terendah terhadap bahan baku berada pada rumahtangga yang melibatkan keduanya (suami dan istri), yaitu sebesar 12,50 persen. Berdasarkan Tabel 32, kontrol terhadap bahan baku dominan dilakukan oleh suami, yaitu sebesar 75 persen. Faktor pendorong tingginya kontrol suami karena status kepemilikan dan akses terhadap bahan baku dominan pada suami. Persentase kontrol perempuan (istri atau janda) tergolong rendah, yaitu sebesar 25 persen karena usaha tersebut dikelola sendiri sehingga pengambilan keputusan dilakukan sendiri oleh anggota rumahtangga tersebut.
7.1.2 Akses dan Kontrol terhadap Pelatihan Kegiatan pelatihan pada rumahtangga pengrajin dapat diakses oleh lakilaki (suami) sebesar 100 persen. Hal ini disebabkan oleh kepemilikan usaha gerabah umumnya dimiliki oleh suami sehingga partisipasi dalam pelatihan dapat diakses oleh suami. Kegiatan pelatihan difasilitasi oleh UPT Litbang Keramik dan Klaster Kerajinan Gerabah sedangkan unit pelaksana pelatihan ini adalah institusi pemerintah maupun pendidikan yang terkait, seperti Dinas Koperasi, UMKM,
Perindustrian
dan
Perdagangan
Kabupaten
Purwakarta,
Dinas
Perindustrian Provinsi Jawa Barat serta praktisi pendidikan dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Tingginya akses laki-laki (suami) pada kegiatan pelatihan disebabkan undangan pelatihan hanya diperuntukkan KK pada rumahtangga
pengrajin, khususnya suami. Selain itu, terdapat ketidakjelasan mengenai prosedur siapa
yang dapat mengakses pelatihan sehingga sebagian besar pengrajin tidak
mengetahui persyaratan untuk mengikuti pelatihan tersebut. Tingginya kontrol suami terhadap pelatihan didukung oleh akses yang dominan terhadap pelatihan sehingga keputusan mengikuti pelatihan berada pada suami. Istri tidak memiliki kontrol terhadap pelatihan karena tidak memiliki akses untuk mengikuti pelatihan. Pihak UPT Litbang Keramik dan Klaster tidak mempertimbangkan
keberadaan
pengrajin
perempuan
sehingga
terjadi
kesenjangan akses pada pengrajin perempuan terhadap sumberdaya ini. Salah satu responden perempuan menyatakan bahwa rendahnya akses perempuan terhadap pelatihan pada usaha gerabah disebabkan oleh umur yang tergolong tua. “Abdi pan hoyong ngiringan pelatihan, tapi saur pihak Litbang na teu tiasa ngiringan. Saurna mah umur abdi teh tos kolot jeung tos nikah.”(Ibu Ann, 60 tahun) Jika dilihat berdasarkan penggolongan umur berdasarkan BPS, umur tersebut termasuk pada kategori umur kerja (15-64 tahun).
7.1.3
Akses dan Kontrol terhadap Kredit Usaha Sebagaimana tertera pada Tabel 32, diketahui bahwa sebaran anggota
rumahtangga yang memiliki akses dominan terhadap kredit adalah suami, yaitu sebesar 88,89 persen. Bantuan kredit usaha yang difasilitasi UPT Litbang Keramik maupun Pemerintahan Desa/Kabupaten bersumber dari lembaga keuangan maupun bukan lembaga keuangan, seperti Bank BRI, Bank Danamon, Program PNPM, dan Raksa Desa. Besar pinjaman terhadap lembaga tersebut disesuaikan dengan kapasitas produksi gerabah pengrajin. Rata-rata pinjaman
untuk pengusaha rumahtangga (skala kecil) berjumlah Rp 500.000 - Rp 1.000.000 per tahun. Berbeda dengan kategori pengusaha atau pengusaha pengrajin yang mendapat pinjaman dengan jumlah yang lebih besar. Akses perempuan (istri atau janda) sangat rendah karena jumlah pengrajin perempuan tergolong sedikit dan mendapat bantuan kredit dari Pemerintahan Desa Anjun. Hal ini disebabkan pula oleh sedikitnya jumlah pengrajin perempuan yang berhasil didata oleh pihak UPT Litbang Keramik maupun Pemerintahan Desa Anjun. Persentase kontrol terhadap kredit usaha berada pada suami, yaitu sebesar 100 persen. Hal ini dipengaruhi oleh stereotipe negatif pada masyarakat pengrajin yang beranggapan bahwa peranan perempuan dalam sektor ekonomi dianggap sebagai
pembantu
penghasilan
rumahtangga
sehingga
kontrol
terhadap
sumberdaya ekonomi tergolong rendah. Oleh karena itu, pada rumahtangga pengrajin perempuan, kontrol terhadap kredit usaha berada pada suami.
7.1.4
Akses dan Kontrol terhadap Teknologi Mengacu pada Tabel 32, diketahui bahwa persentase anggota rumahtangga
yang memiliki akses setara dengan kontrol yang dimiliki anggota rumahtangga tersebut terhadap teknologi. Sebaran anggota rumahtangga yang memiliki akses terhadap teknologi dominan berada pada suami, yaitu sebesar 96,3 persen sedangkan sisanya akses terhadap teknologi berada pada istri (3,7 persen). Pengaturan akan peralatan produksi dan teknologi baru dapat diakses oleh suami karena nilai budaya pada masyarakat pengrajin di Desa Anjun menganggap bahwa pekerjaan yang berkaitan dengan teknologi dilakukan oleh laki-laki sehingga akses perempuan terhadap teknologi tergolong rendah.
7.1.5 Akses dan Kontrol terhadap Tenaga Kerja Akses terhadap tenaga kerja diartikan sebagai kesempatan/peluang pengrajin untuk menggunakan tenaga kerja luar rumahtangga atau buruh. Berdasarkan Tabel 32, akses terhadap tenaga kerja dominan berada pada suami (65,22 persen) karena suami lebih mengetahui kebutuhan akan proses produksi sehingga penentuan jumlah tenaga kerja ditentukan oleh suami. Terdapat 34,78 persen dapat diakses oleh suami dan istri pada rumahtangga pengrajin tersebut. Pada kategori pengrajin rumahtangga tentunya tidak memiliki akses terhadap tenaga kerja luar rumahtangga karena semua tenaga kerja dalam usahanya merupakan tenaga kerja dalam rumahtangga. Kontrol terhadap tenaga kerja dominan dilakukan oleh suami (86,96 persen). Terdapat kontribusi perempuan dalam pengambilan keputusan mengenai penggunaan tenaga kerja dari luar rumahtangga, yaitu sebesar 8,7 persen dan sisanya pengambilan keputusan dilakukan secara bersama (4,34 persen).
7.1.6
Akses dan Kontrol terhadap Pemasaran Komoditi Akses anggota rumahtangga terhadap pemasaran komoditi dominan
dilakukan secara bersama (suami dan istri), yaitu sebesar 50 persen. Umumnya istri terlibat dalam pemasaran produk karena pengrajin tersebut memiliki toko/showroom yang letaknya menyatu dengan rumah sehingga memudahkan istri jika melakukan pekerjaan domestik. Sebaran anggota rumahtangga pengrajin pada pemasaran komoditi dapat diakses suami (laki-laki) sebesar 43,75 persen. Anggapan bahwa pekerjaan perempuan identik dengan pekerjaan domestik
mengakibatkan suami saja yang dapat mengakses sumberdaya tersebut. Sisanya adalah istri yang dapat mengakses pemasaran produk sebesar 6,25 persen. Kontrol terhadap pemasaran komoditi dominan dilakukan oleh suami, yaitu sebesar 75 persen. Kontrol istri pada rumahtangga pengrajin mencapai 18,75 persen. Hal ini disebabkan oleh adanya stereotipe bahwa perempuan memiliki ketelitian yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki sehingga penentuan hal-hal yang berkaitan dengan keuangan (gaji karyawan dan penentuan harga jual) dilakukan oleh istri. Sisanya adalah rumahtangga yang pengambilan keputusan terhadap pemasaran komoditi dilakukan secara bersama, yaitu sebesar 6,25 persen.
7.2
Pembagian Kerja Pembagian kerja pada rumahtangga pengrajin di Desa Anjun dapat dilihat
berdasarkan curahan waktu dan tenaga kerja pada rumahtangga tersebut. Aktivitas sosial-ekonomi rumahtangga pengrajin dapat digolongkan menjadi tiga kategori: reproduktif, produktif, dan sosial. Pengkategorian ini dapat menunjukkan peranan gender yang dilakukan anggota rumahtangga pengrajin. Berdasarkan Tabel 33, diketahui bahwa curahan waktu kerja perempuan (istri atau anak perempuan) lebih besar dibandingkan laki-laki (suami atau anak laki-laki) dalam melakukan aktivitas pada rumahtangga pengrajin. Total curahan waktu kerja perempuan per bulan yaitu sebesar 51,15 persen sedangkan laki-laki mencapai 48,85 persen. Curahan waktu kerja perempuan dominan pada aktivitas reproduktif. Tingginya curahan waktu perempuan pada kegiatan reproduktif disebabkan oleh
nilai budaya yang menganggap bahwa perempuan “cocok” bekerja pada kegiatan tersebut. Pada rumahtangga pengrajin perempuan, umumnya kegiatan memasak dilakukan oleh anak perempuan sehingga tidak harus memikirkan pekerjaan tersebut. Curahan waktu perempuan sebagian besar digunakan untuk menyiapkan makanan (menyediakan bahan hingga menyajikan menu makanan) dan mengasuh anak. Adapun keterlibatan laki-laki (suami dan anak laki-laki) yaitu pada kegiatan membersihkan rumah. Hal ini jarang dilakukan karena suami umumnya berada di pabrik untuk membuat atau mengelola usaha gerabah. Aktivitas produktif yang dimaksud merupakan kegiatan yang dilakukan pengrajin gerabah untuk mendapatkan penghasilan berupa uang atau sejenisnya. Kegiatan produktif yang dilakukan meliputi: (1) mempersiapkan alat dan bahan baku, (2) pengolahan tanah, (3) pembentukan barang, (4) pembakaran, serta (5) finishing/penyelesaian. Usaha gerabah umumnya dikelola dan dimiliki oleh laki-laki (suami) sehingga pada aktivitas ini dilakukan oleh suami meskipun terdapat perempuan yang berprofesi sebagai pengrajin. Sama halnya dengan studi Wijaya (2001) pada industri kerajinan tembaga kuning di Desa Cepogo, laki-laki terlibat pada aktivitas produksi sedangkan perempuan pada aktivitas penjualan komoditi di toko. Curahan waktu kerja perempuan pada kegiatan menunggu di toko tidak dicantumkan pada Tabel 33 karena curahan waktu kerja bersamaan dengan aktivitas reproduktif. Lokasi toko menyatu dengan rumah sehingga perempuan tidak perlu menjaga toko secara terus menerus.
Tabel 33. Pembagian Kerja pada 32 Rumahtangga Pengrajin Gerabah di Desa Anjun, 2009 Tenaga Total Waktu Total (Jam) Aktivitas Sosial Kerja Jam per Ekonomi Bulan L P H/M/B Jam L P Reproduktif Menyiapkan V H 2 60 60 makanan Mencuci pakaian V H 1,5 45 45 dan piring V M 2 8 8 Menyetrika pakaian V H 2 60 60 Mengasuh anak Membersihkan V H 1 30 30 rumah Belanja kebutuhan V H 9 9 rumahtangga 0,25 Produktif Kegiatan usaha V H 8 192 192 gerabah Sosial V M 2 8 8 Gotong royong V V M 2 8 8 8 Pengajian V M 0,5 2 2 Arisan V B 2 2 2 Rapat di Desa V B 2 2 2 Ronda malam 212 222 Jumlah (jam) Keterangan : L = Laki-laki; P = Perempuan; H = Harian ; M = Mingguan; B = Bulanan
Aktivitas sosial diartikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan masyarakat sekitar tempat tinggal anggota rumahtangga pengrajin, meliputi gotong royong (Jumsih), pengajian, arisan, menghadiri rapat di desa, dan ronda malam. Curahan waktu pada aktivitas ini dominan dilakukan oleh laki-laki (suami), yaitu kegiatan gotong royong, pengajian, rapat desa serta ronda malam sedangkan partisipasi perempuan hanya pada kegiatan pengajian dan arisan.
7.3
Pola Pengambilan Keputusan Mengacu pendapat Sajogyo (1981), pola pengambilan keputusan dalam
rumahtangga dapat digolongkan menjadi lima kategori: (1) keputusan dibuat oleh istri seorang diri tanpa melibatkan suami; (2) keputusan dibuat bersama oleh suami dan istri tetapi pengaruh istri lebih besar; (3) keputusan dibuat bersama dan senilai oleh suami dan istri (dengan tidak ada tanda-tanda bahwa salah satu mempunyai pengaruh yang relatif lebih besar); (4) keputusan dibuat bersama oleh suami dan istri tetapi pengaruh suami lebih besar; dan (5) keputusan dibuat oleh suami seorang diri tanpa melibatkan istri. Pada bagian sebelumnya (lihat Tabel 32) dijelaskan tentang kontrol atau pola pengambilan keputusan terhadap sumberdaya pada usaha gerabah di Desa Anjun sedangkan pada bagian ini menunjukkan bidang pengambilan keputusan lainnya, yaitu: pengeluaran kebutuhan pokok rumahtangga, pembentukan rumahtangga, dan kegiatan kemasyarakatan. Tabel 34. Persentase Pengambilan Keputusan di Bidang Pengeluaran Kebutuhan Pokok pada 32 Rumahtangga Pengrajin Gerabah di Desa Anjun, 2009 Bidang Pengambilan Keputusan Makanan Perumahan Pembelian pakaian Biaya pendidikan Pembelian alat-alat rumahtangga Pemeliharaan kesehatan anak
SS 0 0 0 0 0 0
IS 100 0 59,38 0 100 0
BS 0 75 15,62 75 0 40,62
SD
ID
0 25 0 15,62 0 12,5
0 0 25 9,38 0 46,88
Keterangan: SS = Suami Sendiri; IS = Istri Sendiri; BS = Bersama Setara; SD = Suami Dominan; dan ID = Istri Dominan
Pada Tabel 34, diketahui bahwa pola pengambilan keputusan di bidang pengeluaran kebutuhan pokok rumahtangga umumnya dilakukan oleh istri sendiri (IS) dan bersama setara (BS). Dalam hal makanan (penentuan menu, pengeluaran
anggaran dan pembagian untuk anggota rumahtangga), pembelian pakaian, dan pembelian alat rumahtangga dilakukan oleh istri sendiri (IS). Hal ini berkaitan dengan pekerjaan reproduktif yang umumnya dilakukan oleh istri (perempuan). Dalam hal penentuan perumahan dan biaya pendidikan sebagian besar dilakukan secara bersama setara (BS). Hal ini dianggap tanggungjawab bersama (suami dan istri) untuk kelangsungan masa depan anak dan kelangsungan hidup dalam rumahtangga. Pengambilan keputusan dalam pemeliharaan kesehatan anak (mengikuti posyandu/imunisasi/berobat) sebagian besar dilakukan secara bersama akan tetapi pengaruh istri lebih besar (ID). Intensitas pengasuhan/perawatan terhadap anak umumnya dilakukan oleh istri sehingga yang mengetahui keadaan fisik anak merupakan istri (ibu). Tabel 35. Persentase Pengambilan Keputusan di Bidang Pembentukan Rumahtangga pada 32 Rumahtangga Pengrajin Gerabah di Desa Anjun, 2009 Pengambilan Keputusan Jumlah anak Disiplin anak Pembagian tugas untuk anak Pendidikan Keluarga Berencana
SS
IS 0 0
0 0
BS 84,38 78,12
0 0 6,25
0 0 0
31,25 100 93,75
SD 15,62 21,88 6,25 0 0
ID 0 0 62,5 0 0
Keterangan: SS = Suami Sendiri; IS = Istri Sendiri; BS = Bersama Setara; SD = Suami Dominan; dan ID = Istri Dominan
Tabel 35 menyajikan data mengenai sebaran rumahtangga pengrajin pada pengambilan keputusan di bidang pembentukan rumahtangga yang umumnya dilakukan secara bersama setara (suami dan istri). Pada aspek jumlah anak, disiplin anak, pendidikan (penentuan jenis, jarak, dan tempat) serta KB ditentukan bersama setara (BS) sedangkan pada pembagian tugas anak dilakukan oleh secara
bersama tetapi pengaruh istri lebih besar (ID). Anak umumnya berada di lingkungan rumah sehingga pengaruh istri lebih dominan. Tabel 36. Persentase Pengambilan Keputusan di Bidang Kegiatan Kemasyarakatan pada 32 Rumahtangga Pengrajin Gerabah di Desa Anjun, 2009 Pengambilan Keputusan SS IS BS SD ID Selamatan 59,38 18,75 18,75 3,12 0 Gotong royong 100 0 0 0 0 Pengajian 0 0 100 0 0 Arisan 31,25 46,88 15,63 3,12 3,12 Rapat desa 93,75 6,25 0 0 0 Ronda malam 100 0 0 0 0 Keterangan: SS = Suami Sendiri; IS = Istri Sendiri; BS = Bersama Setara; SD = Suami Dominan; dan ID = Istri Dominan
Berdasarkan Tabel 36, diketahui bahwa sebaran pengambilan keputusan di bidang kegiatan kemasyarakatan umumnya dilakukan oleh suami sendiri (SS), khususnya kegiatan gotong royong, ronda malam, selamatan dan rapat desa. Pengambilan keputusan pada kegiatan arisan dilakukan oleh istri sendiri (IS) sedangkan kegiatan pengajian ditentukan secara bersama setara (BS). 7.4
Budaya Lokal pada Masyarakat Pengrajin
Budaya10 diartikan sebagai seperangkat nilai dan norma yang menjadi pedoman atau acuan perilaku bagi warga pendukungnya. Hal ini terbentuk melalui pola interaksi sosial, baik sosialisasi primer maupun sekunder. Pada rumahtangga pengrajin, nilai dan norma terbentuk melalui sosialisasi pada lingkup keluarga, tempat bekerja maupun sarana sosialisasi lainnya.
10
Endriatmo Soetarto dan Ivanovich Agusta. 2003. Sosiologi Umum. Bogor: Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Pustaka Wirausaha Bogor, halaman 23.
Tabel 37. Persentase Responden menurut Penerapan Budaya Lokal di Desa Anjun, 2009 No
Setuju
Uraian
1 Nilai Anak a. anak adalah investasi masa depan b. jumlah anak tidak ada kaitannya dengan rezeki dari Tuhan c. tingkat pendidikan anak laki-laki dan perempuan setara d. tanggung jawab anak laki-laki dan perempuan sama saja e. mempunyai anak berjenis kelamin lakilaki maupun perempuan sama saja 2 Norma Bekerja a. pekerjaan domestik dapat dikerjakan lakilaki maupun perempuan b. pembagian kerja tidak didasarkan kemampuan fisik c. pembagian kerja didasarkan keterampilan d. laki-laki maupun perempuan dapat bekerja malam hari e. laki-laki dan perempuan mempunyai kewajiban mencari nafkah 3 Etos Kerja a. laki-laki dan perempuan memiliki keuletan yang sama dalam bekerja b. laki-laki dan perempuan giat dalam bekerja c. laki-laki maupun perempuan bekerja untuk mengembangkan potensi diri d. laki-laki dan perempuan bekerja untuk mendapatkan status/pengakuan e. laki-laki dan perempuan memilki ketelitian yang sama dalam bekerja
n
%
32 23
100
Tidak Setuju n % 0 9
0 28,12
6
18,75
5
15,62
71,88 26 81,25 27 32
84,38 100
0
0
3
9,37
29
90,63
1
3,12
31
96,88
29 14
90,63 43,75
3 18
9,37 56,25
4
12,5
28
87,5
26
81,25
6
18,75
24
75
8
25
30
93,75
2
6,25
32
100
0
0
5
15,62
27
84,38
Tabel 37 menjelaskan penerapan budaya lokal yang dilihat dari tiga aspek yaitu nilai anak, norma bekerja, dan etos kerja. Pada seluruh aspek nilai anak dapat dilihat bahwa persentase responden yang setuju lebih besar dibandingkan persentase responden yang tidak setuju. Kesadaran masyarakat pengrajin akan pentingnya anak sebagai investasi keluarga di masa depan dan kesetaraan
perlakuan terhadap jenis kelamin anak memiliki persentase pernyataan setuju 100 persen. Hal ini didukung oleh tingginya jumlah responden yang setuju terhadap kesetaraan akses antara anak laki-laki dan perempuanterhadap pendidikan, yaitu sebanyak 26 responden (81,25 persen). Baik anak laki-laki maupun perempuan diharapkan mendapatkan pendidikan formal yang lebih baik dibandingkan orangtuanya (responden). Sementara itu, persentase responden yang setuju terhadap kesetaraan tanggung jawab anak laki-laki dan perempuan terhadap rumahtangga tergolong tinggi, yaitu 84,38 persen. Akan tetapi, masih terdapat persepsi responden yang menganggap bahwa memiliki jumlah anak yang banyak akan mendatangkan banyak rezeki atas dasar hukum agama yaitu sebesar 28,12 persen. Hal ini dipertegas oleh salah satu responden yang memberikan pernyataan sebagai berikut: “Ceuk hukum agama oge, loba anak mah bakal ngadatangkeun rezeki gede ti Gusti….makana putra abdi mah seueur Jang.”(Bapak Msg, 63 tahun) Norma bekerja masyarakat pengrajin di Desa Anjun dipengaruhi oleh ideologi patriarkhi yang mengakar dalam kehidupan masyarakat. Laki-laki memiliki akses dan kontrol yang lebih besar dibandingkan perempuan pada berbagai bidang kehidupan, baik penguasaan sumberdaya prduktif usaha maupun sektor lainnya. Perempuan identik pada pekerjaan reproduktif (90,63 persen) dan hal itu dianggap sebagai kodrat pekerjaan perempuan. Bahkan hal ini dipertegas oleh responden perempuan dan laki-laki yang memberikan pernyataan sebagai berikut: “Upami jadi istri mah kitu-kitu wae lah A, engkin oge lebet ka dapur dapur deui.”(Ibu Cc, 34 tahun) “Masak mah cocokna oge dilakukeun ku istri.”(Bapak Ddn, 37 tahun)
Pada proses produksi gerabah, pekerjaan didasarkan pada kemampuan fisik (96,88 persen) tetapi disesuaikan dengan keterampilan (90,63 persen). Lakilaki bekerja pada aktivitas yang memerlukan kemampuan fisik sedangkan keterampilan individu dalam bekerja dipelajari sesuai adat istiadat masyarakat pengrajin. Laki-laki bekerja hampir pada semua tahapan proses produksi gerabah. Hal ini ditunjukkan dengan tugas laki-laki untuk mengolah bahan baku maupun pembakaran. Berbeda dengan perempuan yang terlibat pada pekerjaan yang tergolong ringan dan memerlukan ketelitian yang tinggi. Perempuan umumnya melakukan pengecatan gerabah karena perempuan dianggap memilki kesabaran dan ketelitian yang lebih tinggi dibanding laki-laki. Hal ini pun dipertegas oleh salah satu responden yang menyatakan bahwa: “Padamel di abdi mah seueurna oge istri, biasana istri mah tara seueur protes jeung sok taliti.”(Bapak Ish, 32 tahun) Jenis komoditi gerabah yang diproduksi oleh pengrajin laki-laki maupun perempuan berbeda. Laki-laki membuat produk gerabah yang berukuran besar sedangkan perempuan perempuan membuat produk gerabah yang berukuran kecil. Laki-laki umumnya membuat pot bunga besar, guci dan vas payung (tergantung produk yang dihasilkan masing-masing pengrajin) sedangkan perempuan membuat pendil, coet/cobek, cinderamata serta pot bunga kecil. Persentase waktu bekerja pada malam hari lebih besar pada jawaban tidak setuju, yaitu sebesar 56,25 persen. Perempuan umumnya dilarang bekerja pada malam hari karena dianggap sebagai sesuatu yang tabu dalam masyarakat, terutama perempuan yang berstatus sebagai ibu rumahtangga. Adapun pernyataan responden mengenai hal ini adalah sebagai berikut:
“Saya melarang istri saya bekerja malam hari, nanti dikiranya kerja yang tidak benar di mata masyarakat, kerja di siang hari saja sudah cukup lah.” (Bapak Yhr, 42 tahun) Disamping itu, terdapat pula 14 responden yang menyatakan perempuan memiliki akses untuk bekerja pada malam hari. Mayoritas pekerjaan yang dikerjakan malam hari di sekitar Desa Anjun adalah karyawan/buruh pabrik karena terdapat shift malam. Hal ini dianggap tidak masalah selama pekerjaan itu jelas dan tidak membahayakan perempuan tersebut. Selain itu, responden beranggapan bahwa laki-laki yang memiliki kewajiban mencari nafkah (87,5 persen), partisipasi pendapatan perempuan dalam rumahtangga dianggap sebagai pendapatan tambahan. Hal ini dipertegas oleh salah satu anggota rumahtangga pengrajin seperti yang tertera di bawah ini: “Upami pameget mah wajib ngusahakeun kanggo keluarga. Upami istri mah engke oge diusahakeun ku suami.” (Bapak Ads, 46 tahun) Pada aspek etos kerja, sebagian besar sudah berprinsip pada kesetaraan gender dimana setiap individu memiliki tujuan dan karakteristik yang berbeda, tidak dilihat berdasarkan jenis kelaminnya. Akan tetapi, terdapat jumlah responden yang menyatakan bahwa tingkat ketelitian laki-laki dan perempuan berbeda (84,38 persen) dimana perempuan dianggap memiliki tingkat ketelitian yang lebih baik dibandingkan laki-laki.
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bagian sebelumnya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Jenis kelamin berhubungan dengan akses dan kontrol terhadap sumberdaya. Pengrajin laki-laki memiliki akses dan kontrol terhadap sumberdaya yang lebih tinggi dibandingkan pengrajin perempuan. 2. Terdapat beberapa faktor yang berhubungan dan tidak berhubungan dengan akses dan kontrol terhadap sumberdaya pada pengrajin laki-laki maupun perempuan, yaitu: a. Umur, pengalaman bekerja, dan jumlah anggota rumahtangga tidak berhubungan nyata dengan dengan akses dan kontrol terhadap sumberdaya karena didasarkan pada kebutuhan pengrajin dalam menjalankan usahanya (tergantung komoditi yang dihasilkan). b. Pendidikan formal berhubungan nyata dengan akses dan kontrol terhadap sumberdaya karena terdapat perbedaan kondisi dan situasi pengrajin pada setiap tingkat pendidikan formal dalam menggunakan dan memanfaatkan sumberdaya pada usaha gerabah. c. Pendidikan nonformal berhubungan nyata dengan akses dan kontrol karena pelatihan yang diikuti pengrajin akan meningkatkan akses dan kontrol pengrajin terhadap kredit usaha, pemasaran komoditi maupun sumberdaya lainnya yang menunjang usaha gerabah.
d. Status pekerjaan berhubungan nyata dengan akses dan kontrol terhadap sumberdaya karena terdapat perbedaan kebutuhan terhadap sumberdaya pada masing-masing status pekerjaan pengrajin. e. Pendapatan rumahtangga berhubungan nyata dengan akses dan kontrol terhadap sumberdaya karena tingkat pendapatan akan berpengaruh pada mudah tidaknya memenuhi kebutuhan dalam usahanya. f. Dukungan UPT Litbang Keramik berhubungan nyata dengan akses dan kontrol terhadap sumberdaya karena semakin tinggi dukungan UPT Litbang Keramik, semakin besar pula sumberdaya yang diperoleh dalam menjalankan usahanya. 3. Secara umum, relasi gender dalam rumahtangga pengrajin di Desa Anjun memperlihatkan adanya ketidaksetaraan gender (gender inequality). Hal ini disebabkan oleh: a. Akses dan kontrol terhadap sumberdaya pada usaha gerabah dikuasai oleh salah satu anggota rumahtangga, yaitu suami (laki-laki). b. Curahan waktu kerja perempuan lebih besar dibandingkan laki-laki dan terdapat pemusatan peranan perempuan pada kegiatan reproduktif sedangkan kegiatan produktif (usaha gerabah) dan sosial dikuasai oleh laki-laki. c. Pola pengambilan keputusan dalam rumahtangga dominan dilakukan oleh salah satu anggota rumahtangga atau secara bersama tetapi masih terdapat dominasi
anggota
perempuan).
rumahtangga
tertentu
(baik
laki-laki
maupun
8.2
Saran Adapun saran pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk meningkatkan akses dan kontrol terhadap sumberdaya pada usaha gerabah, sebaiknya pihak UPT Litbang Keramik memperjelas mekanisme pelatihan/pemberian kredit usaha dan memberikan perlakuan yang sama antara pengrajin laki-laki maupun perempuan. 2. Menghilangkan stereotipe bahwa laki-laki merupakan pencari nafkah utama dalam rumahtangga sedangkan perempuan hanya membantu pendapatan laki-laki. Oleh karena itu, diperlukan sosialisasi gender pada setiap kegiatan pelatihan yang umumnya berfokus hanya pada teknik produksi gerabah.
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN BPS ILO KB KK PDB POSYANDU RT RW UPT Litbang coet colt gelebeg ha km m pendil
: Badan Pusat Statistik : International Labour Organization : Keluarga Berencana : Kepala Keluarga : Produk Domestik Bruto : Pos Pelayanan Terpadu : Rukun Tetangga : Rukun Warga : Unit Pelayanan Teknis Penelitian dan Pengembangan : cobek : Kendaraan umum yang berukuran sedang yang mampu membawa sekitar 15 penumpang. : Sejenis dokar/delman : hektar : kilometer : meter : Tempat untuk menyimpan ari-ari bayi sesudah melahirkan
DAFTAR PUSTAKA
BPS. 2007a. Statistik Indonesia 2007. Jakarta: BPS. BPS. 2007b. Statistik Industri Kecil dan Kerajinan Rumahtangga: Survei Usaha Terintegrasi 2005. Jakarta: BPS. BPS. 2008a. Data dan Informasi Kemiskinan 2007. Jakarta: BPS. BPS. 2008b. Purwakarta dalam Angka 2008. Jakarta: BPS. BPS. 2008c. Statistik Indonesia 2008. Jakarta: BPS. Djojohadikusumo, Sumitro. 1985. Pembangunan. Jakarta: LP3ES.
Perdagangan
dan
Industri
dalam
Elinur. 2004. Analisis Sosial Ekonomi Rumahtangga Industri Produk Jadi Rotan di Kota Pekanbaru. Tesis. Magister Sains Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Fakih, Mansour. 1996. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Grijns, Mies, Sugiah Mugniesyah, Pudjiwati Sajogyo, Ines Smyth dan Anita van Velzen. 1992. Gender, Marginalisasi dan Industri Pedesaan: Pengusaha, Pekerja Upahan dan Pekerja Keluarga Wanita di Jawa Barat, “Proyek Penelitian Sektor Non-pertanian Pedesaan Jawa Barat”. Pusat Studi pembangunan Institut Pertanian Bogor (PSP-IPB) kerjasama Institute of Social Studies (ISS) Negeri Belanda, dan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Institut Teknologi Bandung (PPLH-ITB). Institute of Social Studies-The Hague dan Akatiga Foundation. Handayani, Trisakti dan Sugiarti. 2002. Konsep dan Teknik Penelitian Gender. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press. Hubeis, Musa. 1997. Menuju Industri Kecil di Era Globalisasi melalui Pemberdayaan Manajemen Industri. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Manajemen Industri, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Indaryanti, Yoyoh. 1990. Wanita dan Industri Rumahtangga Keramik di Desa Anjun, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta Jawa Barat, “Proyek Penelitian Sektor Luar Pertanian di Jawa Barat”. Laporan Penelitian. Pusat Studi Pembangunan Institut Pertanian Bogor (PSP-IPB), Institute of Social Studies (ISS) Negeri Belanda dan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Institut Teknologi Bandung (PPLH-ITB).
Jurnal Perempuan No.42. 2005. Mengurai Kemiskinan: Dimana Perempuan?. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan. Moser, Caroline O.N. 1993. Gender, Planning and Development: Theory, Practice & Training. New York: Routledge. Mugniesyah, Siti Sugiah M dan Yatri Indah Kusumastuti. 1991. Peranan dan Status Wanita dalam Industri Rumahtangga di Jawa Barat: Kasus Pengolahan Pangan di Kabupaten Subang dan Majalengka, Jawa Barat. Laporan Penelitian. Pusat Studi Pembangunan Institut Pertanian Bogor. Mugniesyah, Siti Sugiah, Winati Wigna dan Endang Husaini. 2002. Jender dan Perilaku Masyarakat Petani Lahan Kering dalam Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. Laporan Penelitian. Pusat Studi Wanita Institut Pertanian Bogor. Mugniesyah, Siti Sugiah. 2006. Modul Mata Kuliah Pendidikan Orang Dewasa. Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan. 2007. “Gender, Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan” dalam Ekologi Manusia. Editor Soeryo Adiwibowo. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Murdianto. 1999. Studi Jender dalam Industri Rumahtangga Gula Aren di Daerah Lahan Kering di Jawa Barat (Studi Kasus di Desa Cidadap, Kecamatan Sagaranten Kabupaten Sukabumi Jawa Barat). Laporan Penelitian. Bogor: Pusat Studi Wanita Institut Pertanian Bogor. Prasodjo, Nuraini W et al. 2003. Modul Mata Kuliah Gender dan Pembangunan. Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan. Rahardjo, M. Dawam. 1984. Transformasi Pertanian, Industrialisasi, dan Kesempatan Kerja. Jakarta: UI-Press. Ranti, Gadi. 2008. Perempuan Pengusaha pada Industri Bordir (Kasus di Nagari Ulakan, Kecamatan Ulakan Tapakis, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat). Skripsi. Sarjana Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Rusli, Said. 1996. Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta: PT. Pustaka LP3ES Indonesia. Sajogyo. 1990. “Industrialisasi Pedesaan dalam Perspektif Ekonomi Nasional”. Industrialisasi Pedesaan. Editor Sajogyo dan Mangara Tambunan. Bogor: Pusat Studi Pembangunan Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor dan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia Cabang Jakarta.
Sajogyo, Pujiwati. 1981. Peranan Wanita dalam Keluarga, Rumahtangga dan Masyarakat yang lebih Luas di Pedesaan Jawa: Dua Kasus Penelitian di Kabupaten Sukabumi dan Sumedang di Jawa Barat. Laporan Penelitian. Jakarta: Universitas Indonesia. Saputrayadi, Adi. 2004. Strategi Pengembangan Industri Kecil Dodol Nangka di Kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat. Tesis. Magister Sains Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Saptari, Ari. 1989. Peranan Subkontrak dalam Industri Rumahtangga dan Kecil: Kasus Industri Logam/Kaleng di Desa Tarikolot Kabupaten Bogor, “Proyek Penelitian Sektor Non-pertanian Pedesaan Jawa Barat”. Laporan Penelitian. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Institut Teknologi Bandung. Saptari, Ratna dan Brigitte Holzner. 1997. Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial: Sebuah Pengantar Studi Perempuan. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti. Sastrosoenarto, Hantarto. 2006. Industrialisasi serta Pembangunan Sektor Pertanian dan Jasa Menuju Visi Indonesia 2030. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Siahaan, Sanggam Ernist B. 2008. Analisis Aktivitas Ekonomi Rumahtangga Pekerja Industri Kecil Sepatu di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. Skripsi. Sarjana Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Singarimbun, Masri. 1989. ”Metode dan Proses Penelitian” dalam Metode Penelitian Survai. Editor Masri Singarimbun dan Sofian Effendi. Jakarta: LP3ES. Sukardi, L. 1997. Analisis Ekonomi Peran Ibu Rumahtangga pada Industri Kerajinan Gerabah di Pulau Lombok. Tesis. Magister Sains Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tambunan, Mangara. 1990. ”Industrialisasi Pedesaan dalam Perspektif Ekonomi Nasional” dalam Industrialisasi Pedesaan. Editor Sajogyo dan Mangara Tambunan. Pusat Studi Pembangunan Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor dan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia Cabang Jakarta. Widiyanti, Tunggal Prasetya. 2007. Analisis Ekonomi Rumahtangga Pengusaha Industri Kecil Tahu Kuning di Kecamatan Parung Kabupaten Bogor. Skripsi. Sarjana Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Wijaya, Mahendra. 1992. Pembagian Kerja dalam Masyarakat Pengrajin (Studi Perkembangan Spesialisasi Pekerjaan dan Produksi dalam Bidang Usaha Rumahtangga Pengrajin Tembaga-Kuningan di Pedesaan). Tesis. Magister Sains Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Yaniprasetyanti, Dwi. 2002. Analisis Kelembagaan dan Keragaan Ekonomi Industri Kecil di Kabupaten Bogor. Tesis. Magister Sains Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian KUESIONER PENELITIAN RELASI GENDER DALAM PERSPEKTIF AKSES DAN KONTROL TERHADAP SUMBERDAYA: Kasus pada Sentra Industri Gerabah di Desa Anjun, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat No. Responden
:
Hari/Tanggal
:
Lokasi Wawancara
:
RT/RW
:
A. KARAKTERISTIK INDIVIDU Nama Pengrajin : ............................................................... Alamat :................................................................ Umur :...................tahun Pendidikan formal (lingkari) : 1) SD/sederajat-tidak tamat; (sd. kelas..........) 2) SD tamat 3) SMP/sederajat-tidak tamat; (sd. kelas...... ) 4) SMP/sederajat-tamat; 5) SMA/sederajat-tidak tamat; (sd. kelas ..... ) 6) SMA/sederajat- tamat 7) Perguruan Tinggi Pendidikan nonformal : ..............kali (pelatihan yang diikuti dalam satu tahun terakhir) Pengalaman Bekerja : tahun................ (............tahun) Status Pekerjaan : a. Pengrajin rumahtangga b. Pengusaha-pengrajin c. Pengusaha
B. KARAKTERISTIK RUMAHTANGGA Jumlah anggota rumahtangga Laki-laki Perempuan No 1 2 3 4 5 6 7
Nama
:…………………jiwa :……….jiwa :……….jiwa Jenis Kelamin*
Umur*
Status dalam Rumahtangga*
Pendidikan Formal*
Nonformal*
Keterangan: *Jenis Kelamin : 1) Laki-laki , 2) Perempuan *Umur : dinyatakan dalam tahun *Status dalam Rumahtangga: 1) Kepala Keluarga; 2) Istri; 3) Anak; 4) Orangtua/Mertua; 5) Famili *Pendidikan formal : 1) SD/sederajat-tidak tamat; (kelas ) 2) SD-tamat; 3) SMP/sederajat-tidak tamat; (kelas ) 4) SMP/sederajat-tamat; 5) SMA/sederajat-tidak tamat;(kelas ) 6) SMA/sederajat-tamat 7) Perguruan Tinggi *Pendidikan nonformal : frekuensi pelatihan dalam satu tahun terakhir (kali) * ANALISIS PENDAPATAN RUMAHTANGGA PER BULAN a. Total Penerimaan Usaha/bulan Jumlah No Nama Produk Harga/produk (Rp.) Produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total b. Total Biaya Usaha/bulan No 1
2
Jenis Biaya
Biaya Tetap a. Pajak b. Sewa tempat usaha c. Lainnya,......................... Biaya Variabel a. Cat/pewarna b. Telepon c. Transportasi d. Lainnya,........................ Total
*Total Pendapatan Usaha/bulan
Penerimaan (Jumlah produk x Harga) Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Jumlah Biaya (Rp.) Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
: Total Penerimaan Usaha – Total Biaya : Rp. – Rp. : Rp.
*Total Pendapatan Rumahtangga/bulan: No
Jenis Pendapatan
Jumlah (Rp.)
1
Pendapatan Tetap (usaha)
2
Pendapatan Tidak tetap
3
Pendapatan Anggota Rumahtangga lainnya Total
*Alokasi Pengeluaran Rumahtangga/bulan No
Aspek Pengeluaran
1
Pendidikan
2
Kesehatan
3
Pangan
4
Sandang
5
Lainnya,……………………..
Jumlah (Rp.)
Total
C.
DUKUNGAN UPT LITBANG KERAMIK No. Aktivitas 1 2 3 4 5
Ya
Tidak
Mendapat bantuan pinajaman modal usaha Mengikuti pelatihan Mendapatkan informasi atau bantuan program kemitraan Kesesuaian program pelatihan dengan kebutuhan pengrajin Mengikuti evaluasi program pelatihan
Keterangan: jika jawaban (a) Ya : diberi skor 1; (b) Tidak: diberi skor 0 *diukur dalam satu tahun terakhir
D.
AKSES DAN KONTROL TERHADAP SUMBERDAYA
Sumberdaya
Akses S
I
Kontrol B
S
I
Bahan Baku Pelatihan Kredit Usaha Teknologi Tenaga Kerja Pemasaran Komoditi Keterangan: S = Suami I = Istri B = Bersama *Beri lingkaran pada salah satu pilihan di atas yang bekerja sebagai pengrajin
B
E.
PEMBAGIAN KERJA DALAM RUMAHTANGGA Aktivitas Sosial Ekonomi
Tenaga Kerja laki-laki
Reproduktif Menyiapkan makanan Mencuci pakaian dan piring Menyetrika pakaian Mengasuh anak Membersihkan rumah Belanja kebutuhan rumahtangga Produktif Kegiatan usaha gerabah Sosial Gotong royong di Desa Pengajian Arisan Rapat di Desa Ronda malam Keterangan:
Waktu: 1) H = Harian; 2) M = Mingguan; 3) B = Bulanan
Perempuan
Waktu H/M/B
Jam
F.
POLA PENGAMBILAN KEPUTUSAN Bidang Pengambilan Keputusan
Pengambil Keputusan SS
IS
BS
SD
ID
Pemenuhan Kebutuhan Rumahtangga Makanan Perumahan (pembelian dan perbaikan) Pembelian pakaian Biaya pendidikan Pembelian alat-alat rumahtangga Pemeliharaan kesehatan Pembentukan Rumahtangga Jumlah anak Disiplin anak Pembagian tugas untuk anak Penentuan jenis, jarak dan tempat pendidikan Menentukan dan mengikuti KB Kegiatan Kemasyarakatan Selamatan Gotong royong Pengajian Arisan Rapat desa Ronda malam Keterangan: SS = Suami Sendiri; IS = Istri Sendiri; BS = Bersama Setara; SD = Suami dan Istri dengan dominasi Suami; ID = Suami dan Istri dengan dominasi Istri
G.
BUDAYA LOKAL PADA MASYARAKAT PENGRAJIN No 1
Uraian Nilai Anak a. anak adalah investasi masa depan b. jumlah anak tidak mempengaruhi rezeki dari Tuhan c. tingkat pendidikan anak laki-laki dan perempuan setara d. tanggung jawab anak laki-laki dan perempuan sama saja e. mempunyai anak laki-laki maupun perempuan sama saja
2
Norma Bekerja a. pekerjaan domestik dapat dikerjakan laki-laki maupun perempuan b. pembagian kerja tidak didasarkan pada kemampuan fisik c. pembagian kerja didasarkan pada keterampilan d. laki-laki maupun perempuan dapat bekerja pada malam hari e. laki-laki dan perempuan mempunyai kewajiban mencari nafkah
3
Etos Kerja a. laki-laki dan perempuan memiliki keuletan yang sama dalam bekerja b. laki-laki dan perempuan giat dalam bekerja c. laki-laki maupun perempuan bekerja untuk mengembangkan potensi diri d. laki-laki dan perempuan bekerja untuk mendapatkan status/pengakuan e. laki-laki dan perempuan memilki ketelitian yang sama dalam bekerja
Pernyataan Setuju
Tidak Setuju
Lampiran 2.
Analisis Data dengan Rank Spearman dan Uji Chi-Square
1. Korelasi Rank Spearman
Correlations
Spearman's rho
umur
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Akses_Sumberdaya
umur 1.000 . 32 -.018 .923 32
Akses_ Sumberdaya -.018 .923 32 1.000 . 32
Correlations
Spearman's rho
umur
Kontrol_Sumberdaya
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
umur 1.000 . 32 -.165 .367 32
Kontrol_ Sumberdaya -.165 .367 32 1.000 . 32
Correlations
Spearman's rho
pendidikan formal
Akses_Sumberdaya
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
pendidikan Akses_ formal Sumberdaya 1.000 .508** . .003 32 32 .508** 1.000 .003 . 32 32
Correlations
Spearman's rho
pendidikan formal
Kontrol_Sumberdaya
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
pendidikan Kontrol_ formal Sumberdaya 1.000 .536** . .002 32 32 .536** 1.000 .002 . 32 32
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
Spearman's rho
pendidikan nonformal
Akses_Sumberdaya
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
pendidikan Akses_ nonformal Sumberdaya 1.000 .683** . .000 32 32 .683** 1.000 .000 . 32 32
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
Spearman's rho
pendidikan nonformal
Kontrol_Sumberdaya
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
pendidikan Kontrol_ nonformal Sumberdaya 1.000 .681** . .000 32 32 .681** 1.000 .000 . 32 32
Correlations
Spearman's rho
pengalaman bekerja
Akses_Sumberdaya
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
pengalaman bekerja 1.000 . 32 .105 .566 32
Akses_ Sumberdaya .105 .566 32 1.000 . 32
pengalaman bekerja 1.000 . 32 -.070 .705 32
Kontrol_ Sumberdaya -.070 .705 32 1.000 . 32
Correlations
Spearman's rho
pengalaman bekerja
Kontrol_Sumberdaya
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Correlations
Spearman's rho
Jumlah Anggota RT
Akses_Sumberdaya
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Jumlah Anggota RT 1.000 . 32 -.050 .786 32
Akses_ Sumberdaya -.050 .786 32 1.000 . 32
Correlations
Spearman's rho
Jumlah Anggota RT
Kontrol_Sumberdaya
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Jumlah Anggota RT 1.000 . 32 -.022 .906 32
Kontrol_ Sumberdaya -.022 .906 32 1.000 . 32
Correlations
Spearman's rho
tingkat pendapatan
Akses_Sumberdaya
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
tingkat Akses_ pendapatan Sumberdaya 1.000 .578** . .001 32 32 .578** 1.000 .001 . 32 32
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
Spearman's rho
tingkat pendapatan
Kontrol_Sumberdaya
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
tingkat Kontrol_ pendapatan Sumberdaya 1.000 .633** . .000 32 32 .633** 1.000 .000 . 32 32
Correlations
Spearman's rho
dukungan litbang
Akses_Sumberdaya
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
dukungan Akses_ litbang Sumberdaya 1.000 .707** . .000 32 32 .707** 1.000 .000 . 32 32
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
Spearman's rho
dukungan litbang
Kontrol_Sumberdaya
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
dukungan Kontrol_ litbang Sumberdaya 1.000 .668** . .000 32 32 .668** 1.000 .000 . 32 32
2. Uji Chi-Square Crosstab Count
status pekerjaan
pengrajin RT pengrajin-pengusaha pengusaha
Total
Akses_Sumberdaya rendah ( <4) sedang (4-6) tinggi ( >=6) 8 1 0 2 6 4 0 4 7 10 11 11
Total 9 12 11 32
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 21.942a 25.275 16.597
4 4
Asymp. Sig. (2-sided) .000 .000
1
.000
df
32
a. 9 cells (100.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.81. Crosstab Count
status pekerjaan Total
pengrajin RT pengrajin-pengusaha pengusaha
Kontrol_Sumberdaya rendah ( <4) sedang (4-6) tinggi ( >=6) 8 1 0 3 6 3 0 6 5 11 13 8
Total 9 12 11 32
Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian
Lampiran 4. Peta Lokasi Penelitian Peta Desa Anjun