DISERTASI
REKONSTRUKSI WAYANG ORANG DARMA KERTI DUSUN BATU PANDANG: SEBUAH PERGULATAN IDENTITAS DI MATARAM LOMBOK
I GUSTI NGURAH SERAMASARA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 i
DISERTASI
REKONSTRUKSI WAYANG ORANG DARMA KERTI DUSUN BATU PANDANG: SEBUAH PERGULATAN IDENTITAS DI MATARAM LOMBOK
I GUSTI NGURAH SERAMASARA NIM 1190371001
PROGRAM DOKTOR PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016
ii
REKONSTRUKSI WAYANG ORANG DARMA KERTI DUSUN BATU PANDANG: SEBUAH PERGULATAN IDENTITAS DI MATARAM LOMBOK
Disertasi untuk Memperoleh Gelar Doktor pada Program Doktor, Program Studi Kajian Budaya, Program Pascasarjana Universitas Udayana
I GUSTI NGURAH SERAMASARA NIM 1190371001
PROGRAM DOKTOR PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 iii
Lembar Pengesahan DISERTASI INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 28 JUNI 2016
Promotor,
Prof. Dr. Phil I Ketut Ardhana, M.A. NIP. 196007291986011001
Kopromotor I,
Kopromotor II,
Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M.Hum. NIP. 196102121988031001
Dr. Ni Made Ruastiti, S.S.T.,M.Si. NIP. 196503221992032001
Mengetahui
Ketua Program Studi Doktor (S3) Kajian Budaya Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, S.U. NIP. 194807201978031001
Prof. Dr.dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K). NIP. 195902151985102001
iv
Disertasi Ini Telah Disetujui pada Ujian Tertutup Tanggal 18 April 2016 Panitia Penguji Disertasi Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana Nomor: 1483/UN 14.4/HK/2016, Tanggal 14 April 2016
Ketua : Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, S.U.
Anggota : 1. Prof. Dr. Phil. I Ketut Ardhana, M.A. 2. Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M.Hum. 3. Dr. Ni Made Ruastiti, S.S.T., M.Si. 4. Prof. Dr. I Wayan Cika, M.S. 5. Prof. Dr. I Gde Parimartha, M.A. 6. Prof. Dr. I Wayan Rai S., M.A. 7. Dr. Putu Sukardja, M.Si.
v
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
NAMA
: I Gusti Ngurah Seramasara
NIM
: 1190371001
PROGRAM STUDI
: Doktor (S3) Kajian Budaya
JUDUL DISERTASI : Rekonstruksi Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu Pandang: Sebuah Pergulatan Identitas di Mataram Lombok
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Disertasi ini bebas plagiat. Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 30 Juni 2016 Materai Rp. 6000,-
I Gusti Ngurah Seramasara NIM 1190371001
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur saya panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, atas asung kerta nuragaha-Nya memberikan restu dan membuka jalan, sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian disertasi
dengan judul
Rekonstruksi Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu Pandang: Sebuah Pergulatan Identitas di Mataram Lombok. Penelitian disertasi ini dapat diselesaikan berkat bantuan berbagai pihak. Olehkarena itu,pertama-tama saya mengucapkan terima kasih sedalam dalamnya, setinggi-tingginya, dan seluasluasnya kepada Prof. Dr. Phil.I Ketut Ardhana, M.A, selaku promotor, yang telah banyak memberikan bimbingan, dorongan, motivasi, dan semangat untuk menyelasaikan penelitian disertasi ini.Di samping itu, selalu meluangkan waktunya untuk
membantu memberikan masukan mengenai detail-detail
penelitian yang harus dikerjakan dalam menulis disertasi ini. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada kopromotor I, Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M.Hum, yang dengan sangat teliti
dansabar
memeriksa
disertasi saya. Selain itu, juga memberikan masukan secara sistematik sehingga disertasi ini terwujud. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Dr. Ni Made Ruastiti, S.S.T., M.Si,
selaku kopromotor II yang telah banyak
meluangkan waktu untuk memberikan saran,masukandan sistematika penulisan untuk penyelesaian penelitian disertasi ini. Ucapan terima kasih dan rasa hormat yang setinggi-tinggi saya sampaikan kepada Rektor Universitas Udayana, Prof.Dr.dr. I Ketut Suastika, Sp.P.D (KEMD), yang telah memberikan kesempatan pada saya untuk melanjutkan di Program Studi Doktor, Program Studi Kajian Budaya, Universitas Udayana. Ucapan terima kasih dan rasa hormat setinggi-tingginya juga saya sampaikan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof.Dr.dr. Anak Agung Raka Sudewi, Sp.S (K)., Asdir I Prof. Dr. I Made Budiarsa, M.A., Asdir II Prof. I Made Sudiana Mahendra, Ph.D., Ketua Program Studi Doktor (S-3), Kajian Budaya Universitas Udayana, Prof. Dr. Anak Agung Bagus Wirawan, S.U., Sekretaris Program Studi Doktor (S-3), Kajian Budaya, Dr. I Putu Sukarja,
vii
M.Si, pembimbing akademik Prof. Dr.I Wayan Cika, M.A. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Prof. Dr.I Gde Parimartha, M.A yang telah banyak memberikan masukan mengenai penelitian ini, sehingga pemahaman saya tentang objek penelitian di Mataram, Lombok menjadi lebih terbuka.Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya juga saya sampaikan kepada semua pengampu mata kuliah Program Doktor (S-3), Kajian Budaya Universitas Udayana.Berkat para pengajar itulah ilmu tentang kajian budaya dengan pendekatan teori kritis, dapat saya pahami. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Rektor ISI Denpasar, Dr. I Gede Arya Sugiartha, S.Skar., M.Hum, yang telah memberikan kesempatan dan peluang untuk melanjutkan studi doktor (S-3), dengan segala fasilitas dan bantuannya, sehingga studi ini dapat berjalan dengan baik. Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya juga saya sampaikan kepada Prof. Dr. I Wayan Rai S, M.A, selaku mantan rektor ISI Denpasar, yang banyak memberikan bimbingan mengenai proses rekonstruksi dan juga memberikan ijin untuk melanjutkan studi doktor (S-3) di Program Studi Kajian Budaya, Universitas Udayana, Denpasar, ketika menjabat sebagai Rektor ISI Denpasar. Di samping itu, ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada, Prof. Dr. Drs. I Nyoman Artayasa, M.Erg., Drs. I Wayan Gulendra, M.Sn., I Ketut Garwa, S.S.Kar., M.Hum., Dr. I Gusti Ngurah Ardana, M.Erg, yang memberikan semangat dan dorongan agar disertasi ini cepat dapat diselesai. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada seluruh staf pegawai Program Studi Doktor (S-3) Kajian Budaya Universitas Udayana, I Putu Sukaryawan, S.T., I Ketut Budiastra, I Nyoman Candra S.E., Putu Hendrawan., Dra. Ni Luh Witari., Cok Istri Murniati., Ni Wayan Arniati, S.E., dan Anak Agung Ayu Indrawati atas semua bantuan dalam bidang administrasi akademik, informasi dan layanan perpustakaan, selama saya menempuh studi doktor (S-3). Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini saya banyak dibantu oleh para informan di Lombok terutama informasi tentang wayang orang dan tentang rekonstruksiWayang Orang Darma KertiDusun Batu Pandang, Lombok Timur. Oleh karena itu,ucapan terima kasih juga saya tujukan kepada Bapak I Komang
viii
Kantun, B.A., Drs. H. Lalu
Anggawa Nuraksi., Bapak Sadarudin, H.Lalu
Qodariah, Bapak Zainal Muhamad, Bapak Rusmadi, S.Sn., I Wayan Balik, Bapak H. Lalu Abdurahman., H. Lalu Prima Wira Putra., I Made Darundia, Ibu Dewi Kusuma, S.Pd, Bapak I Nengah Gusia, S.E., Ibu Ni Wayan Arti, S.Sn, Bapak Drs. H. Darmatif, M.Pd., dan Amaq Ulfi. Dalam proses wawancara tidak lupa juga saya ucapkan terima kasih kepada, Dr. I Gede Yudartha S.S.Kar, M.Si.dan Bapak Drs. I Nengah Sukanta. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman angkatan 2011, yang telah banyak memberikan dorongan dan motivasi yaitu, Dr. Anak Agung Raka, M.Si., Dr I Wayan Mudana, M.Si., Dr. I Nyoman Sidipa S.T., Dr. Salman Alfarisi M.Sn., Dr. Ni Gusti Ayu Suci Murni, M.Par., Drs. I Ketut Muka M.Si, dan Cok Istri Ratna Cora S., I Ketut Kodi, SSP., M.Si. Dalam kesempatan ini ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada rekan-rekan dosen ISI Denpasar, I Wayan Suharta, S.S.Kar., M.Si., I Dewa Ketut WicaksanaS.S.P., M.Hum., Ni Ketut Suryatini, S.S.Kar., M.Sn., Dr. Ni Luh Sustiawati M.Pd., Rinto WidyartoS.S.T., M.Si., yang telah banyak mendorong dan memotivasi agar disertasi ini cepat dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada kedua orang tua saya, I Gusti Gde Raka (Alm) dan Ni Gusti Made Perati (Alm), yang selama hidupnya selalu memberikan arahan dan bimbingan agar menuntut ilmu setinggi-tingginya karena pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam hidup ini. Kepada istri tercinta yang penuh kasih sayang I Gusti Ayu Sri Utami, selalu menemani saya baik, suka maupun duka. Sebagai istri yang setia selalu mendampingi saya dalam melakukan penelitian di Mataram, Lombok termasuk ke Dusun Batu Pandang, Lombok Timur. Dusun yang letaknya sangat jauh di pegunungan dan jalan menuju ke Dusun Batu Pandang itu sangat curam, bertebing, jalannya berbatu-batu, terjal, dan
sangat licin. Batu Pandang
sebuah
dusun
yang
berlokasi jauh dari keramian kota dengan suasana pegunungan yang sangat terpencil. Kepada anak-anak dan cucu-cucu yang selalu memberikan semangat agar studi ini cepat dapat diselesaikan
sehingga lebih fokus dalam mengurus
ix
pekerjaan di ISI Denpasar yaitu, Ni Gusti Ayu Oka Tirtawati S.E (anak)., I Gusti Ngurah Ari Somawangsa, S.T., M.T., S.H (anak), I Gusti Ngurah Oka Ariwangsa, S.E., M.M (anak), Anak Agung Ngurah Nata Praba Wangsa (cucu), Anak Agung Ngurah Satria Putra Wangsa(cucu), I Gusti Ngurah Abi Wijaya Kesuma (cucu), Ni Gusti Ayu Dian Cahyani Kusuma Dewi (cucu). Untuk itu saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas pengorbanan, dan motivasinya agar studi ini dapat selesai sesuai dengan harapan. Akhirnya lewat kesempatan ini saya memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sanghyang Widhi Wasa agar selalu memberikan
perlindungan dan
tutunan menuju jalan yang benar. Dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu maka saya ucapkan banyak terika kasih atas pengorbannya dan dukungannya untuk menyukseskan penulisan disertasi ini. Denpasar, Juni 2016 Saya,
I Gusti Ngurah Seramasara
x
ABSTRAK Wayang Orangmerupakan salah satu bentuk seni pertunjukan yang tokohtokohnya diperankan oleh manusia.Wayang orang sebagai seni pertunjukan khasSasak menggunakan Serat Menaksebagai sumber cerita, yang saat ini mengalami keterpinggiran, bahkan hampirpunah.Untuk itu seniman dan budayawan Sasakberupaya menyelamatkan wayang orang itu dengan melakukan rekonstruksi.Salah satu wayang orang yang direkonstruksi adalah Wayang Orang Darma KertiDusun Batu Pandang. Rekonstruksi wayang orang itu difasilitasi oleh UPTD Taman Budaya Mataram, Lombok yang dilakukan ditengah-tengah pergulatan identitas. Hal itu merupakan permasalahan dan tantangan bagi semua pihak mengingat bahwa Mataram, Lombok merupakan masyarakat multietnis, dan multireligius. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami permasalahan rekonstruksi Wayang Orang Darma Kerti, dalam pergulatan identitas di Mataram Lombok. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah,(1) ideologi yang ada di balik rekonstruksiWayang Orang Darma KertiDusun Batu Pandang, (2) prosesrekonstruksi itu dilakukan, dan(3) implikasi rekonstruksi wayang orang itu terhadap masyarakat Mataram, Lombok. Lokasi Penelitian ini adalah di Mataram, Lombok, dan pengumpulan datanya digunakan metode kualitatif dengan kaidah-kaidah ilmiah berdasarkan paradigma kajian budaya. Untuk menganalisis temuan data sesuai denganpermasalahan di atas, digunakan teori dekonstruksi, multikultural, dan hegemoni. Hasil analisispenelitian ini menunjukkan. (1) ideologi yang ada di balikrekonstruksi wayang orang itu, adanya keinginan untuk melestarikan wayang orang sebagai identitas Lombok berdasarkan, ideologi religius yang bersumber pada nilai agama Islam dan ideologi kultural yang bersumber dari nilai wetu telu. (2) rekonstruksi itu dilakukan melalui tahapan observasi, inventarisasi, dan klasifikasisehingga diputuskan untuk merekonstruksi Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu Pandang, Lombok Timur dengan menggunakan penari para dalang yang ada di Mataram dan Lombok Barat. Pada tahapImplementasi dilakukan dengan mengumpulkan para dalang, seniman, dan penabuh untuk menyusun lakon, mengadakan latihan, dan terakhir melakukan pementasan. (3)rekonstruksiwayang orang ituberimplikasi pada nilai agama, kebangkitan nilai Sasak, berkembangnya kretivitas seni, kesejahtraan masyarakat dan, terwujudnya identitas Sasak. Kata kunci: nilai wetu telu, rekonstruksi,wayang orang, danpergulatan identitas.
xi
ABSTRACT
Wayang Orang is a form of performing art that those characters are enacted by people. Wayang Orangas a typical of Sasak’sperforming art is making use the Serat Menak as the source of its play, nonetheless it is virtually marginalized and assuredly near-extinct.Artists and culturalistsof Sasak who are unbreakably facilitated bythe Technical Implemetation Unit of MataramCultural Park, Lombok, are therefore delivering conservative effort by mean of reconstruction.An offshoot of reconstructed Wayang Orangis particularly the Wayang Orang Darma Kertifrom Batu Pandang village. Reconstruction of Wayang Orang is made through under the scrimmage of Sasak identity in Mataram, Lombok,and is considered as a prospective matter and challenge for all sides that taking into account Mataram Lombok is a multiethnic and multireligious society. The objective of this study is to understand the matters of reconstruction of Wayang Orang Darma Kertiunder the scrimmage of Sasak identity in Mataram, Lombok.Subject matters are concerned in this study are namely (1) the background ideologyof delivering reconstruction over Wayang Orang Darma Kertiof Batu Pandang Village, (2) How reconstruction processes aredelivered, and (3) implications of the talked-about Wayang Orang reconstruction.The locations of this study in Mataram, Lombok and data collecting to be used kualitatif method with sceintifics form and culture studies paradigm. For to analize data finding in accordance with on problem to used deconstructions teori, multicultural, and hegemony. Analytical outcomes of this study represent. First, foremost a resolveto preserve Wayang Orang as a local identity as of a religious ideology stood up based on Islamic and Wetu Teluvalues as a background of reconstruction.Second, reconstruction isdelivered through several critical stages of observation, inventory, classification and finally figuring out to reconstruct Wayang Orang Darma Kertiof Batu Pandang Village, East Lombok, whereby dancersand puppeteersof Mataram and West Lombok are invited to collaborate. The implementation of this stage is to collect puppeteers, playwriting, rehearsing, and finally staging. Third, reconstruction itself implicates religion, aesthetics, and emersion of Sasak identity. Keywords: values of wetu telu, reconstruction, wayang orang, and scrimage of identity.
xii
RINGKASAN DISERTASI
Wayang orang merupakan salah satu bentuk seni pertunjukan yang tokohtokohnya diperankan oleh manusia. Wayang orang sebagai seni pertunjukan khas Sasak menggunakan Serat Menak sebagai sumber cerita, yang saat ini mengalami keterpinggiran, bahkan hampir punah.Untuk itu seniman dan budayawan Sasak yang difasilitasi oleh UPTD Taman Budaya Mataram, Lombok, berupaya menyelamatkan wayang orang dengan melakukan rekonstruksi. Salah satu wayang orang yang direkonstruksi adalah Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu Pandang di UPTD Taman BudayaMataram, Lombok. Rekonstruksi wayang orang itudilakukan di tengah-tengah pergulatan identitas di Mataram, Lombok, hal itumerupakan permasalahan dan tantangan bagi semua pihak.Mataram, Lombok merupakan masyarakat multietnis dan multireligius yang sangat potensial untuk terjadinya pergulatan. Penelitian ini bertujuan untuk memahami permasalahan rekonstruksi Wayang Orang Darma Kerti, dalam pergulatan identitas di Mataram, Lombok.Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah (1) Ideologi yang ada di balik rekonstruksi Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu Pandang, (2) Proses rekonstruksi Wayang OrangDarma Kerti Dusun Batu Pandang itu dilakukan, (3) Implikasi rekonstruksi Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu Pandang terhadap masyarakat Mataram, Lombok. Wayang sebagai tradisi budaya wetu telu, meskipun mengandung nilai agama Islam, tetap saja menjadi pergulatan dalam mewujudkan identitas di Mataram Lombok. Berdasarkan permasalahan di atas penelitian ini dirancang sebagai penelitian
kualitatif
penelitiankualitatif
dengan adalah
paradigma rancangan
kajian
penelitian
budaya.Rancangan yang
dimulai
dari
mengumpulkan dan menganalisis data (Ratna, 2010:289). Paradigma kajian budaya adalah
digunakannya teori-teori kritis sebagai standar ilmiah dalam
menganalisis temuan data di lapangan.
Metode dalam hal ini merupakan
petunjuk untuk mendapatkan data (Silalahi, 1999:6).Menurut John Almack dalam Garrghan (1957:34), metode ilmiah adalah pencarian ilmu pengetahuan dengan
xiii
menggunakan logika untuk mengesahkan dan menjelaskan temuan.Metode kualitatif menempatkan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi sebagai langkah-langkah untuk mendapatkan data (Moleong, 2011:174--216). Dalam penelitian ini keterkaitan antara metode dan teori untuk menganalisis temuan data dilapangan sangat kuat. Untuk menganalisis permasalahan sesuai dengan temuan data dilapangandigunakan beberapa konsep dan teori. Konsep yang digunakan adalah konsep rekonstruksi, konsep wayang orang dan konsep pergulatan identitas.
Konsep rekonstruksi,
konsep untuk membangun, merangkai, dan menghubungkan
yaitu sebuah kembali antara
bagian yang satu dan bagian yang lain yang telah lama putus (Encyclopedi, tt:406).
Rekonstruksi juga merupakan sebuah kegiatan untuk mewujudkan
sebuah peristiwa melalui kesadaran, perencanaan, dan pemikiran terhadap hal yang ingin diwujudkan (Cassirer, 1970: 193). Rekonstruksi juga merupakan produk pemikiran subjektif dari proses pemahaman intelektual yang dapat berubah-ubah dari waktu kewaktu (Purwanto, 2006: 3). Konsep pelaku-pelakunya
wayang orang, yaitu sebuah konsep seni pertunjukan yang tidak menggunakan boneka wayang, tetapi menggunakan
manusia yang mencakup beberapa elemen seni (Soedarsono, 2000; Bandem, 2001).
Konsep Pergulatan yaitu sebuah konsep perjuangan (Purwadarminta,
1979: 331).Perjuangan dalam hal ini bersifat kompetitif bukan konfrontatif, yang melibatkan kekuatan dua atau lebih. Konsep identitas merupakan sebuah esensi yang dimaknai melalui tanda, selera, sikap, dan gaya hidup (Purwadarminta, 1979: 369). Identitas bisa bersifat personal bisa kelompok yang pada intinya mengacu pada perbedaan, baik pribadi maupun sosial (Burke, 2011:143).Politik identitas adalah politik perbedaan yang semula dimunculkan oleh perbedaan tubuh atau disebut dengan biopolitik (Abdilah, 2002:16).Konsep pergulatan identitas adalah sebuab konsep peerjuangan untuk mewujudkan identitas Sasak yang dapat diterima bersama. Teori yang digunakan dalampenelitian ini adalah teori-teori kritis, sesuai dengan paradigma kajian budaya.Di antara teori kritis yang paling relevan dengan permasalahan rekonstruksi wayang orangadalah teori dekonstruksi,yaitu sebuah
xiv
teori yang
terkait dengan pembongkaran terhadap teks pertunjukan(Zehfuss,
2010:190; Norris, 2003:10--11). Teori multikultural, digunakan untuk mengkaji unsur-unsur seni dan membedakan
pendukung rekonstruksi wayang orang itu yang tidak
tradisi budaya antara
Douglas, 2004:106).
yang satu dengan lainnya
(Ritzer dan
Teori hegemoni digunakan untuk memahami adanya
kekuatan Islamdengan aliran syariah menolak tradisi wetu telu, melalui doktrin dan dakwah. Inilah yang disebut dengan hegemoni kultural karena dilakukan dengan cara yang etis dan bermoral (Santoso, 2010:84; Mutahir, 2011). Hasil penelitian ini menunjukan adanya keinginan yang
kuat untuk
melestarikan wayang orang sebagai kekayaan budaya lokal. Wayang orang sebagai warisan budayawetu telu dapat dijadikan identitas bagi masyarakat Mataram, Lombok khususnya dan Sasak pada umumnya. Rekonstruksi wayang orang itu menampikan nilaiagama Islam dan nilai wetu telu dalam bentuk sikritisme.Dari segi demografi agama Islam merupakan agama mayoritas
di
Mataram, Lombok yang menolak budaya wetu telu, dan saat ini diperkuat oleh firkoh-firkoh baru dalam agama Islam Waktu Lima di Lombok. Dalam konteks demografis dapat dipahami bahwa kekuatan agama Islam yang sangat besar dan berhadapan dengan budayawetu telu menjadi sumber pergulatan.Pihak yang mempertahankan tradisi menganggap budaya wetu telu sebagai identitas Sasak, sedangkan yang menolak tradisi menganggap bahwa ajaran Islam sesuai dengan budaya Arab sebagai identitas Sasak. Oleh karena itu penelitian, mengetahui adanya ideologi dalam proses rekonstruksi wayang orang itu, dan implikasinya terhadap masyarakat Mataram, Lombok. Pertama, ideologi yang ada di balik rekonstruksi wayang orang ituadalah ideologi wetu telu atau disebut dengan ideologi kultural dan ideologi Islam Waktu Lima yang berorientasi syariah atau pemurnian ajaran Islam dan dapat disebut
ideologi syariah.
Pergulatan identitas diproduksi oleh kepentingan
pemurnian ajaran Islam dan kepentingan mempertahankan budaya lokal yaitu budaya wetu telu.
xv
Budaya wetu telu yang diwarisi secara turun-temurun ditolak oleh Islam Waktu Lima yang berideologi syariah karena dianggap tidak sesuai dengan ajaran agama Islam, termasuk pertunjukan wayang orang. Produksi budaya melalui rekonstruksi wayang orang itu, dapat mempresentasikan simbol, gambar, dan pesan (Ida, 2014:5).Melalui rekonstruksi wayang orang itu kelompok IslamWetu Telu, mempunyai kepentingan untuk menggali dan membangun nilai-nilai tradisi menjadi identitas Lombok.
Hegemoni Islam Waktu Lima yang ingin
memjalankan ajaran Islam secara murni sangat kuat,sehingga gagasan untuk membangun identitas Lombok, berdasarkan budaya wetu telu tidak mendapatkan perhatian dari kekuasaan formal. Sesungguhnya pergulatan ini merupakan peristiwa sejarah yang telah terjadi sejak masuknya Islam ke Lombok pada abad ke-16 antara Islam Sufi dan Islam Suni. Munculnya kekuasaan Karangasem di Lombok pada tahun 1720 (Agung, 1991: 04), telah menyebabkan adanya tekanan psikologis bagi Islam Sasak yang menganut aliran Suni, karena Islam Sasakwetu telu, lebih diayomi oleh raja. Munculnya pemerintahan kolonial Belanda di Lombok dimanfatkan oleh kelompok Islam Sasak dan para Tuan Guru untuk bekerjasama, menumbangkan kekuasaan Raja Karangasem, yang kemudian dikenal dengan Pemberontakan Tuan Guru Bangkol pada tahun 1894 (Alfons, 1980: 190--200). Permohonan kerjasama dengan Belanda ditanda tangani oleh Ratmawa (Rarang), Raden Wiranon(Pringgabaya), Raden Melayu Kusuma (Masbagik), Jero Ginawang (Batukliang), Mamik Bangkol (Praya), Mamiq Mustaji (Kopang), dan Mamiq Nursasi (Sakra) (Suprapto, 2013:122). Proses sejarah ini berkembang terus sampai pada tahun 1965, dengan adanya G. 30. S. Kelompok yang mempertahankan budaya wetu telu dianggap tidak melaksanakan ajaran agama Islam dengan benar bahkan cendrung dianggap kafir. Menurut Anggawa, banyak sekali orang wetu telu yang terbunuh (Wawancara, 15 Oktober 2016). Pada tahun 1968 terjadi konsulidasi Islam, yang menyebabkan tidak ada lagi Istilah Islam Wetu Telu, dan semua Islam adalah Waktu Lima (Supratno, 1996:141). Sejak itu,Islam Waktu Lima menjadi sangat kuat, bahkan pada tahun 1970 sempat melarang setiap pementasan kesenian
xvi
tradisional (Supratno, 1996:315). Dengan hegemoni yang sangat kuat dari ideologi Islam di atas, maka wayang orang sebagai tradisi budaya wetu telu ditinggalkan, sehingga dikhawatirkan wayang orang akan mengalami kepunahan. Kekhawatiran
terhadap
punahnya
wayang
orang,
menyebabkan
munculnya keinginan para seniman dan budayawan untuk melakukan rekonstruksi wayang orang, yang berpola pada Wayang Orang Darma Kerti, Dusun Batu Pandang, di UPTD Taman Budaya Mataram, Lombok.Wayang orang dengan sumber ceritanya Serat Menak, merupakan media komunikasi budaya yang dapat mempersatukan pengalaman kolektif antara agama dan nilai-nilai budaya yang berkembang dalam masyarakat Mataram, Lombok. Menurut Kantun, Serat Menak dibedakan menjadi dua yaitu Serat Menak Bel dan Serat Menak Parigan. Serat Menak Bel merupakanSerat menak yang telah dibukukan sebagai sebuah cerita, sehingga tokoh penting dapat hidup kembali hanya dengan percikan air suci.Serat Menak Parigan adalah serat menak yang telah ditetapkan dalam bentuk lontar.Tokoh penting yangsudah mati tidak bisa hidup kembali, tidak bisa hanya dengan air suci (Wawancara, 9 Oktober 2015). Kedua, Proses rekonstruksi Wayang Orang Darma KertiDusun Batu Pandang dilakukan melalui observasi dan inventarisasi terhadap wayang orang yang ada di Lombok. Hasil observasi menunjukan bahwa Wayang Orang Darma KertiDusun Batu Pandang yang layak untuk direkonstruksi, karena pelakunya, perangkat gamelannya, dan gending-gending yang digunakan masih bisa diingat oleh tokoh Wayang Orang Darma KertiDusun Batu Pandang yaitu Amaq Marni. Hasil observasi dan inventarisasi itu dengan cara mengadakan
difasilitasi oleh
UPT Taman Budaya
pertemuan para seniman dan budayawan, untuk
menetapkan rencana rekonstruksi. Pertemuan itu menunjuk I Komang Kantun, sebagai kordinator rekonstruksi wayang orang tersebut. Sebagai kordinator I Komang Kantun mengundang seniman Sasak yaitu seniman tari, seniman dalang dan seniman kerawitan untuk membahas rencana rekonstruksi, baik yang berhubungan dengan cerita, tarinya maupun iringannya. Dalam pertemuan itu disepakati bahwa para dalang yang ada di Mataram dan Lombok Barat, sebagai
xvii
penari, terutama penari yang berdialog.Musik iringannya dibuat oleh I Komang Kantun sendiri, dan latihan-latihan dilakukan di UPTD Taman Budaya Mataram. Sumber ceritarekonstruksi wayang orang itu adalah Serat Menak, sebuah karya sastra yang mengandung nilai-nilai Islam bersifat adaptif. Adaptasi antara tradisi dan nilai agama Islam
masih tampak pada tradisi budaya yang
berkembang di Mataram, Lombok dalam bentuk adat istiadat. Sebutan raden pada golongan ningrat juga tampak di Lombok, tetapi juga ada sebutan bangsawan Sasak, seperti lalu dan baiq. Konsep adaptasi budayaantara budaya dan ajaran agama terintegrasi dalam pertunjukan wayang orang dan
ditawarkan sebagai
identitas Lombok yang dikenal dengan sebutan adatlwirgama. Dengan demikian, rekonstruksi wayang orang dapat dimaknai sebagai media komunikasi untuk menyampaikan pesan-pesan moral bahwa nilai-nilai yang terdapat pada rekonstruksi wayang orang adalah nilai multikultural.Teori multikultural adalah teori yang mengambil serangkaian bentuk dan makna dari berbagai kebudayaan yang berbeda dalam satu wilayah tertentu untuk dipahami bersama (Ritzer, 2004:106). Dalam proses rekonstruksi wayang orang itu teks Serat Menak dan teks pertunjukan dimaknai sebagai pergulatan antara ideologi Islam Syariah atau murni yang diperankan oleh Jayengrana, sedangkan ideologi kultural diperankan oleh Prabu Jubil.
Pergulatan yang digambarkan dalam rekonstruksi wayang
orang ternyata Jayengrana sebagai simbol orang yang menjalankan ajaran Islam secara murni, tidak menolak tradisi, bahkan dapat menerima tradisi merariq, sebagai warisan budaya wetu telu. Dengan demikian, rekonstruksi wayang orang menunjukan adanyaideologi religi yang bersumber pada keyakinan dan kepercayaan. Disamping idelogi religi juga ada ideologi estetik yaitu kreativitas seni supaya komunikasi mengenai nilai-nilai yang ada dalam rekeonstruksi itu mudah diterima oleh penikamat.Rekonstruksi wayang orang itu menampilkan integrasi
antaraideologi religi yang bersumber dari ajaran agama Islam,
danideologi estetika dari tradisiwetu telu. Dari Integrasi itu dapat dipahamai adanya ideologi identitas yang ada di balik rekonstruksi itu yang tujuannya adalah diimplementasikannyaadatlwirgama sebagai wujud identitas Sasak.
xviii
Temuan data di lapangan menunjukan adanya pembongkaran teks, baik terhadap teks pertunjukan (teks lisan) maupun teks cerita (teks tertulis). Untuk membaca teks, maka teori dekonstruksi dapat diapalikasikan dalam penelitian ini. Teks adalah semua struktur yang nyata, seperti ekonomi, historis, sosio institusional, dan semua kemungkinan acuan (Zehfuss, 2010:190). Teori dekonstruksi dikembangkan oleh J. Derrida berangkat dari
penyangkalan
terhadap pemikiran struktural dari Sausure, yang menganggap bahwa bahasa ada karena adanya sistem perbedaan (sistem of difference). Inti perbedaan adalah oposisi biner, yang tuturan/tulisan,
melihat bahwa bahasa
benar/salah,
bentuk/makna,
muncul dari oposisi jiwa/badan,
antara
baik/buruk, dan
sebagainya (Norris, 2003:9). Dari oposisi biner itu Sausure menganggap yang pertama lebih superior daripada yang kedua, yang pertama adalah logos, yaitu kebenaran dari kebenaran atau kebenaran mutlak dan kebenaran tunggal (Norris, 2003:10--11). Di pihak lain, yang kedua adalah representasi palsu dari yang pertama atau bersifat inferior (Noris, 2003:10). Yang kedua dianggap sebagai ikutan, karena tanpa yang pertama, yang kedua tidak pernah ada sehingga yang pertama ditempatkan sebagai pusat (sentral), fondasi, dan lebih unggul.Pemikiran dekonstruksi Derrida, adalah penyangkalan terhadap kebenaran tunggal atau logos itu sendiri, karena apa yang menjadi penanda kebenaran absolut hanyalah jejak atau bekas yang mustahil memiliki makna absolut (Noris, 2003:12). Dengan demikian, tidak ada kepastian tunggal karena apa yang dikatakan pasti, menurut Derrida adalah ketidakpastian atau permainan.Artinya semua harus ditangguhkan (differed), dan terus menerus bermain dalam perbedaan (to differ) (Noris, 2003: 12).
Langkah-langkah
dekonsruksi yang ditawarkan J. Derrida adalah (1) mengidentifikasi hierarki oposisi dalam teks, mana yang diistimewakan dan mana yang tidak, (2) oposisi itu dibalik karena adanya saling ketergantungan, dan(3)
memperkenalkan
peristilahan baru (Norris, 2003:14). Berdasarkan pemikiran J. Derrida, diketahui bahwa rekonstruksi wayang orang merupakan pembongkaran dan pemaknaan terhadap teks lakon wayang orang, bahwa Islam Syariahyang diwakili oleh tokoh Jayengrana dianggap
xix
melaksanakan ajaran Islam secara murni ternyata tidak menolak budaya wetu telu, tetapi dapat menerima budaya wetu telu. Islam Syariahyang melaksanakan ajaran Islam secara murni, disimbolkanmelalui tokoh Jayengrana. Tokoh kafir adalah Dewi Muninggaring karena anak dari Prabu Nursiwan yang dianggap kurang memperhatikan ajaran Islam. Perkawinan (merariq) Jayengrana dengan Dewi Muninggarim merupakan simbol dari penerimaan terhadap tradisiwetu telu.Disini dapat dicermati bahwa aplikasi teori dekonstruksi terhadap teks, baik teks tertulis maupun teks pertunjukan, telah melakukan penjungkirbalikan makna yang dikomunikasikan lewat rekonstruksi wayang orang mengenai realitas sosial yang ada di Mataram, Lombok. Ketiga, Implikasi rekonstruksi Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu Pandang, terhadap masyarakat Mataram, Lombok, adalah dibangunnya nilai religius, yang dijiwai ajaran agama Islam dan tradisi wetu telu. Nilai itu akan mudah dipahami oleh masyarakat Mataram, Lombok melalui kreativitas estetik, karena kreativitas estetik dapat menumbuhkan komunikasi yang lebih efektif melalui, lelucon, dan kemasan cerita yang lebih padat. Rekonstruksi Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu Pandang merupakan rekonstruksi terhadap praktik sosisl, tempat makna itu diproduksi. Cerita Jayengrana merariq, yang dijadikan lakon pada rekonstruksi itu mengandung makna sebuah perkawinan Sasak yang mengandung nilai cinta dan sifat-sifat kepahlawanan. Dalam hal ini teori dekonstruksi
berperan sangat
penting untuk memberikan makna terhadap rekonstruksi itu sebagai sebuah upaya untuk memaknai tradisi Sasak sebagai sebuah identitas (Haryanto, 2012 :308). Teori multikultural juga dapat diaplikasikan dalam hal ini untuk memberikan pemahaman terhadap pentingnya membangun kesadaran bersama dalam membangun identitas Sasak yang bersifat multietnis melalui bentuk dan makna dari berbagai budaya (Ritzer dan Douglas, 2004 :106). Dalam rekonstruksi itu juga digambarkan adanya hegemoni kultural yang dilakukan dengan dakwah agama melalui pesantren oleh kelompok Tuan Guru yang menolak budaya wetu telu.Hal itu merupakan sebuah hegemoni kultural. Hegemoni kultural yang dikembangkan oleh Gramsci adalah sebuah hegemoni
xx
yang dibangun berdasarkan premis ide dan gagasan untuk melakukan kontrol sosial politik.
Maksudnya adalah menguasai dengan kepemimpinan moral dan
intelektual secara konsensus (Hasan, 2011:26 ; Santoso, 2010:89). Hegemoni dalam hal ini adalah kekuasaanIslam Syariah terhadap Islam Kultural, dengan cara-cara melakukan doktrin dan pendidikan agama yang menganggap bahwa kesenian tradisional itu biddhah. Doktrin itu dilakukan oleh para Tuan Guru Haji, sebagai kelompok intelektual, yang dilakukan melalui penyadaran (Santoso, 2010:84; Mutahir, 2011). Dalam teks rekonstruksi wayang orang ternyata bukan Jayengranasebagai simbol Islam Syariahyang ingin menguasai kelompok yang lain tetapi Jubil,sebagai simbol kafir yang ingin menguasai dengan
Raja
kekuatannya dan
kekayaannya sehingga dia merasa lebih berhak atas Dewi Muninggarim yang juga anak Prabu Nursiwan simbol pendukung rajakafir. Terjadinya perkawinan (merariq) Dewi Muninggarim dengan Jayengrana merupakan penerapan konsep multikultural, sesuai dengan realitas sosial di Mataram, Lombok, sebagai masyarakat yang multietnis. Rekonstruksi wayang orang merupakan usaha untuk membangun nilainilai Sasak sebagai identitas, memiliki implikasi dan makna terhadap kehidupan masyarakat Sasak.Nilai-nilai yang dibangun, seperti nilai kesetiaan, nilai kejujuran dan nilai kephlawanan melalui tokoh Jayengrana dan Dewi Muninggarim dapat memberikan pemahaman terhadap identitas Sasak yang sangat mulia.Nilai kebenaran, nilai estetika, dan nilai kedamaian merupakan wujud dari perpaduan antara agama dan tradisi yang telah diwarisi secara turun temurun. Implikasi dari rekonstruksi itu adalah dapat memadukan nilai tradisi dan nilai agama sehingga diharapkan mampu mencegah konflik dan sentiman etnis.
Rekonstruksi itu juga berimplikasi terhadap
terjadinyapemadatan
pertunjukan karena wayang orang yang biasanya pentas selama satu minggu dengan cerita yang berurut-urutan, menjadi pertunjukan yang pementasannya hanya satu jam. Implikasi rekonstruksi itu juga bermakna untuk menawarkan sinkretismeantara nilai agama dengan nilai tradisi yang disebut dengan adatlwirgama.
xxi
Rekonstruksi Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu Pandang di UPTD Taman Budaya Mataram, NTB dapat membangun karakter multikultural, artinya menghargai bentuk dan makna budaya antaretnis.Selain itu, juga menampilkan kesenian tradisional yang dapat dijadikan sumber kreativitas, sehingga dapat menjadi identitas Sasak.Implikasi lainnya adalah mewujudkan kesejahteraan masyarakat dengan berkembangnya pariwisata di Lombok. Temuan-temuan dalam penelitian ini adalah mulai adanya kebijakan Gubenur
NTB
yang
menyebutkan,
beriman,
berbudaya,
kreatif
dan
sejahtera.Temuan ini mengisyaratkan bahwa seni tradisional sebagai salah satu bentuk kebudayaan Sasak, dapat dijadikan sumber kreativitas dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat.Dengan demikian,
sebagai sebuah refleksi, agama
Islam harus dipahami melalui konteks budaya lokal
yaitu tradisi wetu
telu,sehingga akan memiliki ciri dan kekhasan sendiri sebagai identitas agama Islam Sasak. Upaya membangun identitas Sasakmerupakan persoalan ideologi karena harus berhadapan dengan hegemoni kekuasaan yang menganggap tradisi tidak perlu dipertahankan karena tidak sesuai dengan ajaran Islam. Hegemoni kekuasaan Islam diperkuat oleh kekuasaan formal dan firkoh-firkoh baru sejak terjadinya reformasi. Hegemoni inilah yang menjadi hambatan bagi kelompok Islam yang ingin membangun identitas Sasak berbasis budaya lokal (wetu telu). Rekonstruksi Wayang OrangDarma Kerti Dusun Batu Pandang, merupakan salah satu alternatif untuk membangun identitas Sasak karena melalui rekonstruksi itu dapat ditawarkan nilai-nilai Sasak sebagai sebuah kearifan lokal yang perlu dipertahankan. Nilai-nilai kearifan lokal itu tersimpan dalam serat menak, sehingga serat menak dijadikan sumber cerita dan lakonnya adalah Jayengrana Merariq. Nilai
dapat
(Koentjaraningrat,
memberikan 1990:190),
arah yang
pada
manusia
mengarah
dalam
pada
bertindak
pembentukan
budaya.Pembentukan budaya merupakan sebuah proses simbolis kegiatan manusia untuk memberikan makna, merujuk pada realitas pengalaman manusia sehri-hari yang meliputi agama, filsafat, seni, ilmu, sejarah, mitos, dan bahasa
xxii
(Kutowijoyo, 1999:13). Rekonstruksi Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu Pandang merupakan proses simbolis untuk memberikan makna pada realitas pengalaman orang Sasak sehari-hari sebagai identitas.
xxiii
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM .............................................................................
i
PRASYARAT GELAR .......................................................................
ii
LEMBARAN PERSETUJUAN ..........................................................
iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI.....................................................
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT......................................
v
UCAPAN TERIMAKASIH.................................................................
vi
ABSTRAK .........................................................................................
x
ABSTRACT .......................................................................................
xi
RINGKASAN DISERTASI.................................................................
xii
DAFTAR ISI .......................................................................................
xxiii
DAFTAR TABEL DAN PETA ...........................................................
xxviii
DAFTAR GAMBAR...........................................................................
xxix
DAFTAR ARTI LAMBANG ..............................................................
xxx
DAFTAR SINGKATAN .....................................................................
xxxi
GLOSARIUM .....................................................................................
xxxii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................
1
1.1
Latar Belakang ............................................................
1
1.2
Rumusan Masalah ........................................................
19
1.3
Tujuan Penelitian ..........................................................
21
1.4
Tujuan Umum...............................................................
22
1.5
Tujuan Khusus ..............................................................
23
1.6
Manfaat Penelitian ........................................................
25
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN................................................................
28
2.1
Kajian Pustaka ..............................................................
28
2.2
Konsep..........................................................................
37
xxiv
2.2.1 Rekonstruksi.................................................................
39
2.2.2 Wayang Orang .............................................................
42
2.2.3 Pergulatan.....................................................................
45
2.2.4 Identitas........................................................................
47
2.3
Landasan Teori .............................................................
51
2.3.1 Teori Dekonstruksi .......................................................
52
2.3.2 Teori Multikultural .......................................................
55
2.3.3 Teori Hegemoni............................................................
59
2.4
Model Penelitian ..........................................................
61
BAB III METODE PENELITIAN ...................................................
65
3.1
Rancangan Penelitian....................................................
69
3.2
Lokasi Penelitian ..........................................................
76
3.3
Jenis Data dan Sumber Data..........................................
77
3.4
Instrumen Penelitian .....................................................
82
3.5
Metode dan Teknik Pengumpulan Data .........................
84
3.5.1 Metode Observasi .........................................................
85
3.5.2 Metode Wawancara.......................................................
87
3.5.3 Metode Dokumentasi ....................................................
91
3.6
Metode dan Teknik Analisis Data .................................
92
3.7
Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ........
93
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DI MATARAM LOMBOK .................................................
100
4.1
Letak Geografis Kota Mataram.....................................
100
4.2
Kondisi Demografis Kota Mataram ..............................
108
4.3
Kehidupan Agama dan Adat .........................................
111
4.4
Identitas dalam Masyarakat Mataram,Lombok..............
116
4.4.1 Identitas Dilihat dari Segi Nama Diri ............................
121
4.4.2 Identitas Dilihat dari Segi Agama .................................
122
4.4.3 Identitas Dilihat dari Segi Upacara dan Budaya ............
122
xxv
4.4.4 Identitas Dilihat dari Segi Seni dan Budaya ..................
123
4.4.5 Identitas Dilihat dari Segi Cara Berpakaian...................
124
4.5
Etnisitas dan Hubungan Sosial ......................................
127
4.6
Identitas dan Pluralisme Budaya ...................................
132
4.7
Potensi Seni Budaya di Mataram Lombok.....................
134
4.7.1 Seajarah Wayang Orang di Mataram, Lombok ...........
138
4.7.2 Budaya Wetu Telu di Mataram, Lombok ......................
145
BAB V IDEOLOGI DI BALIK REKONSTRUKSI WAYANG ORANG DARMA KERTI DUSUN BATU PANDANG DI MATARAM LOMBOK
.........................................................................
151
5.1
Ideologi dan Pergulatan Identitas ..................................
151
5.2
Ideologi Religi..............................................................
153
5.3
Ideologi Estetika ...........................................................
178
5.4
Ideologi Identitas ..........................................................
184
BAB VI PROSES REKONSTRUKSI WAYANG ORANG DARMA DARMA KERTI DUSUN BATU PANDANG ................... 6.1
193
Usaha Usaha Pelestarian Wayang Orang.......................
193
6.1.1 Tahapan Rekonstruksi..................................................
198
6.1.2 Pihak Pihak yang Terlibat dalam Rekonstruksi .............
203
6.2
Unsur-Unsur Perlengkapan Rekonstruksi......................
205
6.2.1 Penari ...........................................................................
205
6.2.2 Iringan ..........................................................................
220
6.2.3 Panggung......................................................................
222
6.3
Struktur Pertunjukan .....................................................
223
6.3.1 Setting Pertunjukan .......................................................
226
6.3.2 Penokohan ....................................................................
228
6.3.3 Bahasa ..........................................................................
229
6.4
Sumber Lakon Rekonstruksi Wayang Orang .................
231
6.4.1 Sinopsis ........................................................................
233
xxvi
6.4.2 Struktur Lakon ..............................................................
235
6.4.3 Tema.............................................................................
236
6.4.4 Alur ..............................................................................
236
6.5
Rekonstruksi Wayang Orang Sebuah Representasi Praktik Sosial................................................................
6.6
239
Hasil Rekonstruksi dan Bentuk Pertunjukan Wayang Orang ..............................................................
253
6.7
Usaha-Usaha Pelestarian Wayang Orang.......................
269
6.8
Usaha-Usaha Mengembangkan Identitas Sasak .............
275
BAB VII IMPLIKASI REKONSTRUKSI WAYANG ORANG TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT MATARAM LOMBOK .................................................... 7.1
279
Implikasi Rekonstruksi Wayang Orang terhadap Nilai Agama..................................................................
279
7.1.1 Kebangkitan Nilai-Nilai Sasak......................................
280
7.1.2 Wayang Orang Sumber Nilai yangTerlupakan ..............
283
7.1.3 Membangun Solidaritas Sosial Antaretnis.....................
291
7.1.4 Implikasi Rekonstruksi Wayang Orang sebagai Media Komunikasi Tradisi Sasak .................................. 7.2
296
Implikasi Rekonstruksi terhadap Pementasan Wayang Orang ..............................................................
399
7.2.1 Nilai Kesetiaan, Kejujuran, dan Kepemimpinan ............
300
7.2.2 Nilai Kebenaran ............................................................
301
7.2.3 Nilai Kedamaian ...........................................................
301
7.2.4 Implikasi Rekonstruksi Wayang Orang terhadap Seniman di Mataram, Lombok ...................................... 7.3
ImplikasiEkonomi Rekonstruksi Wayang Orang terhadap Masyarakat Mataram, Lombok ......................
7.4
302
303
ImplikasiRekonstruksi Wayang Orang terhadap Identitas Sasak ..............................................................
xxvii
308
7.4.1 Membangun Identitas Berdasarkan Nilai Lokal ............
309
7.4.2 Kemasan Wayang Orang Bersifat Sesaat ......................
311
7.5
Implikasi Rekonstruksi Wayang Orang sebagai Pelestari Seni Budaya Sasak..........................................
313
7.5.1 Memberikan Gambaran Konflik dan Integrasi ...............
314
7.5.2 Membangun Identitas....................................................
316
7.6
Implikasi Rekonstruksi terhadap Kesejahteraan Masyarakat Lombok .....................................................
7.7
318
Implikasi Rekonstruksi Wayang Orang terhadap Identitas Sasak yang Adaptif .........................................
322
BAB VIII PENUTUP ........................................................................
325
8.1
Simpulan.......................................................................
325
8.2
Temuan ........................................................................
330
8.3
Refleksi.........................................................................
332
8.4
Saran.............................................................................
333
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................
335
LAMPIRAN-LAMPIRAN.................................................................
343
Daftar Informan .......................................................................
343
Daftar Wawancara....................................................................
346
xxviii
DAFTAR TABEL DAN PETA
1. Peta Pulau Lombok .........................................................................
103
2. Peta Kota Mataram..........................................................................
105
3. Tabel Jumlah Kecamatan, Desa/Keluarahan,Lingkungan, danKeterangan ................................................................................
106
4. Tabel Jumlah Umat Beragama, Islam, Protestan,Katolik, Hindu dan Budha, dari Tiap-TiapKecamatan .............................................
109
5. Tabel Jumlah Sarana Peribadatan dari Tiap-TiapKecamatan, Mesjid, Musola, Gereja, Pura, Vihara/Kelenteng..........................................
xxix
110
DAFTAR GAMBAR
1.
Gambar FGD di UPTD Taman Budaya .........................................
88
2.
Gambar FGD di UPTD Taman Budaya………………………... ...
89
3.
Gambar Gamelan Wayang Orang Dusun Batu Pandang ................
196
4.
Gambar Wawancara dengan Amaq Ulfidi Dusun Batu Pandang....
197
5.
Gambar Tokoh Jayengrana............................................................
207
6.
Gambar Tokoh Prabu Jubil ...........................................................
210
7.
Gambar Tokoh Prabu Nursiwan ...................................................
212
8.
Gambar Tokoh Patih Baktak ........................................................
213
9.
Gambar Tokoh Umar Maya .........................................................
214
10. Gambar Tokoh Dewi Muninggarim ..............................................
216
11. Gambar Tokoh Tamtanus.............................................................
217
12. Gambar Adegan Adu Mulut antara Tamtanusdan Patih Bandreas ..............................................................................
254
13. Gambar Adegan Perang antara Tamtanusdan PatihBandreas .......
256
14. Gambar Adegan Negosiasi dan KonsensusPerkawinan Jayengrana dengan Dewi Mininggarim .........................................
259
15. Ganbar Dewi Muninggarim dan EmbanBersedih di Taman Sari, Kerajaan Medayin.........................................................................
261
16. Gambar Pertengkaran antara Tamtanusdan Prabu Nursiwan.........
263
17. Gambar Pertengkaran antar Tamtanusdan Prabu Jubil ..................
265
18. Gambar Dewi Muninggarim Disunting oleh Jayengrana...............
267
xxx
DAFTAR ARTI LAMBANG
1. Lambang Kota Mataram..................................................................
101
2. Arti Lambang Kota Mataram..........................................................
101
xxxi
DAFTAR SINGKATAN
DPRD
:
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
FGD
:
Focus Group Discation
FPK
:
Forum Pengkajian Kesasakan
ISI
:
Institut Seni Indonesia
KPM
:
Koninklijk Paketvaarkt Mastschappij
MAS
:
Majelis Adat Sasak
NTB
:
Nusa Tenggara Barat
NU
:
Nahlatul Ulama
NW
:
Nahlatul Watan
PAD
:
Pendapatan Asli Daerah
SD
:
Sekolah Dasar
STQ
:
Seleksi Tilawati Quran
TGH
:
Tuan Guru Haji
TKI
:
Tenaga Kerja Indonesia
UNESCO
:
United Nations Educational Scientific, and Cultural Organization
UPTD
:
Unit Pelayanan Teknis Daerah
VOC
:
Verenigde Oost Indische Compagnie.
xxxii
GLOSARIUM adat agama
: upacara yang dilakukan dalam masyarakat Sasak untuk mendukung pelaksanaan agama
adat natasila
: sopan santun dalam pergaulan antarwarga dalam masyarakat Sasak.
adatlwirgama
: memperhatikan lingkungan dengan cara menjunjung tinggi agama yang didasari oleh adat dan tradisi.
aji krama
: upacara peminangan bagi menurut adat Sasak.
ale-ale
: sebuah bentuk kesenian Sasak yang baru muncul di Lombok Timur, mirip dengan joged di Bali,tetapi dipentaskan berkeliling.
al-haqq
: keyakinan kepada Allah Mahabesar, Maha Tinggi, dan tidak ada yang lebih tinggi dariNya, Dialah yang sesungguhnya kepastian, Maha sempurna, dan Maha benar.
alif gama
: upacara pemugaran makan yang roboh
alif lwirgama
: upacara pemugaran bangunan gedang daya atau gedang laug.
al-khalish
: melakukan dosa secara sengaja, berbuat maksiat adalah melanggar perintah Allah atau keluar dari ajaran yang benar (haq)
al-qayyim
: seorang tokoh agama Islam yang memiliki kemampuan tinggi tentang ajaran agama Islam dan dapat dipercaya
amaq
: sebutan bagi laki-laki yang telah kawin pada etnis Sasak pegunungan.
anomie
: kekosongan budaya, ketika orang atau masyarakat kehilangan pedoman dalam bertindak sehingga sering terjadi kekacauan
xxxiii
anak gadis
antawacana
: dialog-dialog yang diucapkan oleh seorang dalang dalam pertunjukan wayang, termasuk dialog para pemain wayang orang
baiq
: anak gadis yang lahir dari perkawinan antara golongan ningrat atau prabangsa danjajar karang
balok
: orang Bali yang telah turun temurun tinggal di Lombok
bebatelan
: musik pengering wayang ramayana di Bali
bidak catur
: sistem permukiman dalam bentuk kotakkotak seperti papan catur
biddah
: kesenian tradisional Sasak, dianggap tidak sesuai dengan ajaran agama Islam sehingga tidak perlu dipertahankan
dallah
: orang yang mampu memberikan pencerahan atau penerangan atau sama dengan dalang
darma kerti
: nama perkumpulan wayang orang Dusun Batu Pandang, Lombok Timur
dewan hakab
: dewan Juri
doktrin
: ajaran agama yang bersifat perintah
etnis
: sekelompok manusia dengan ciri-ciri yang sama dalam budaya dan biologis serta bertindak menurut pola-pola yang sama
firkoh
: aliran baru dalam agama Islam yang berkembang di Lombok dan sepenuhnya : berkiblat pada budaya Arab
gampil
: gamelan wayang orang Dusun Batu Pandang dijadikan satu dalam satu ruangan dan tidak digunakan lagi.
xxxiv
gendang beleq
: instrumen kendang dengan ukuran besar
gending tawaq-tawaq
: gending-gending pembukaan rekonstruksi wayang orang yang bertujuan untuk memberitahukan penonton bahwa pertunjukan akan dimulai
gerak briuk tinjal
: gerak-gerak keseharian dalam hal bekerja, seperti menanam padi dan mengetam padi
gerak stilisasi
: gerak keseharian yang diperindah sesuai dengan kebutuhan tari
gerak wantah
: gerak-gerak pokok dalam tari yangbersifat masih sederhana
halal
: hal-hal yang dibenarkan oleh ajaran agama Islam untuk dikonsumsi
haram
: hal-hal yang tidak dibenarkan oleh ajaran agama Islam untuk dikonsumsi
hijrah
: berpindah-pindah dari satu wilayah kewilayah yang lain untuk menyebarkan agama Islam
ibadah
: kewajiban kewajiban dalam menjalankan agama Islam, sesuai dengan alquran
inaq
: perempuan dari golongan prebangsa yang sudah kawin
sufi
: mendalami ketakwaan pada Allah melalui ilmu pembersihan diri (kerohanian), orang sufi adalah orang suci.
sunni
: orangIslam yang selalu tegak pada alquran dan hadis. Sunnisama dengan sunnah.
jahiliah
: orang Islam yang bersifat sinkritis, dapat menerima budaya dan tatacara agama lain
jajar karang
: orang yang tidak berasal dari golongan menak atau prebangsa, atau juga disebut bulu ketujur (kaula).
xxxv
kafir
: orang yang dianggap tidak menjalankan syariat Islam, termasuk sama-sama Islam bisa dianggap kafir, apalagi agama lain.
kelir
: layar putih pada pertunjukan wayang kulit, yang digunakan sebagai pembatas antara pertunjukan wayang dan penonton dan layar putih pada rekonstruksi wayang orang simbol bahwa itu adalah pertunjukan wayang
kemeliq
: tempat persembahyangan orang Sasak di pura Lingsar, Lombok.
ketawaq
: tanah warisan yang tidak bisa dibagibagikan kepada keluarga.
lailahaillallah muhamadar rasullah
: tidak ada kesenangan atau kenikmatan yang sempurna, kecuali kecintaan pada Allah.
lalu
: anak laki-laki dari perkawinan antara golongan ningrat atau prebangsa danjajar karang.
lelendong
: wayang kulit dengan cerita mahabarata yang pernah berkembang di Lombok
lelinyikan
: musik pengiring rekonstruksi wayang orang di UPTD Mataram, dengan perangkat instrumen yang sangat sederhana dan apa adanya.
makam reag
: makam yang roboh atau runtuh sehingga perlu diupacarai.
mamik
: seorang lalu yang mempunyai anak
menak
: golongan bangsawan atau ningrat, tetapi di Lombok menak juga diartikan manik yaitu inti ajaran agama Islam. Jeyengrana dianggap sebagai wong menak, yaitu orang yang memahami inti ajaran agama Islam.
xxxvi
telah
kawin
Islam
dan
merariq
: perkawinan tradisi Sasak dengan cara melarikan anak gadis yang telah saling mencintai, tetapi akhirnya juga dilakukan upacara sorong serah
mubalig
: pengikut agama Islam, yang sangat setia menjalankan ajaran agama Islam, sesuai dengan tuntutan tokoh yang menjadi panutannya.
multikultural
: keanekaragaman budaya
ngaji makam potong padi
: upacara pada saat padi telah menguning dan siap untuk dipotong yang dilakukan dikuburan
ngaji makam turun bibit
: upacara menanam bibit padi yang dilakukan dikuburan.
ngaji makan ngule kaya
: upacara puji syukur kepada Tuhan karena panen berhasil dengan baik
ngayu-ngayu
: upacara untuk menuntun roh nenek moyang yang dilakukan dikemelik, atau juga disebut padewaan.tiap-tiap rumah adat Sasak asli memiliki pedewaan.
nyongkolan
: upacara kunjungan pengantin ke rumah mertua yang diringi dengan gambelan pengiring.
panca awit pinajaran Sasak
: lima prinsip yang harus diketahui mengenai nilai-nilai kesasakan
papuq mamie
: laki-laki dari golongan prebangsa yang telah mempunyai cucu
papuq nanie
: perempuan dari golongan prebangsa yang telah mempunyai cucu
parwa
: wayang wong mahabarata
payer
: wilayah adat Sasak
payer bat
: wilayah adat Sasak bagian barat
xxxvii
Bali
dengan
cerita
payer bawak
: wilayah adat Sasak bagian bawah
payer lauk
: wilayah adat Sasak bagian selatan
payer timuk
: wilayah adat Sasak bagian timur
pemimpin mukmin
: pemimpin yang bijaksana menurut ajaran Islam
pertiwimbe adiluhung
: petunjuk menjadi orang besar
pesantren
: tempat pendidikan agama Islam
petangan tiga
: tiga ajaran yang membentuk budaya wetu telu.
prabangsa
: orang yang berasal dari golongan menak, tetapi secara turun temurun dianggap sebagai orang biasa.
pulau seribu mesjid
: semboyan bahwa Lombok adalah sebuah pulau yang penduduknya mayoritas Islam
qissai emr hamza
: nama tokoh dalam karya sastra Persia yang di Indonesia disebut dengan Amir Hamzah.
raad Sasak
: pengadilan adat Sasak pada zaman Belanda
segare anakan
: kawah Gunung Rinjani
selepawis
: sebutan pada Seleparang, yang kemudian disebut Sasak
selesuwung
: sebutan pada Seleparang, yang kemudian disebut Lombok
serat menak bel
: serat menak yang telah dibukukan
serat menak parigan
: serat menak yang masih dalam bentuk lontar (serat menak asli)
serat Menak
: sumber lakon pertunjukan wayang Sasak
slakaran
: aktivitas pembacaan barzanji (sejarah Nabi
xxxviii
Muhamad SAW) slawatan
: kesenian yang bernafaskan Islam serta menggunakan alat musik rebana dan sejenisnya
sorong serah
: upacara peminangan dan serah terima pengantin perempuan kepada pihak lakilaki.
suluk
: jalan menuju kesempurnaan yang dapat dilakukan dengan mengolah kemampuan batin
syiar agama
: usaha-usaha untuk mengajarkan dan menyebarluaskan ajaran agama Islam, melalui berbagai media
syariah
: kewajiban-kewajiban Islam berdasarkan alquran dan hadis yang harus dilaksanakan oleh pemeluk agama Islam.
tabu
: hal-hal yang tidak pantas dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat
taliwatan
: pembacaan alquran di mesjid pada malam hari setelah salat
tanda
: petunjuk untuk memahami sesuatu
tawaq-tawaq
: tahu diri bahwa kita selalu hidup bersama, dan gending tawaq-tawaq adalah gending pembuka pertunjukan wayang orang untuk mengundang penonton bahwa pertunjukan telah mulai dan bersama-sama menyaksikan pertunjukan.
the golden age
: zaman keemasan Lombok yang terjadi pada tahun 1838 pada pemerintahan Raja Anak Agung Karangasem.
tontonan
: seni pertunjukan yang khusus dikemas sebagaui seni hiburan
topeng
: penutup muka dalam sebuah seni pertunjukan topeng atau wayang wong
xxxix
tuntunan
: seni pertunjukan yang dapat memberikan pendidikan kepada masyarakat sebagai pedoman moral
turun taon turun bibit
: upacara kesuburan untuk memohon agar mendapatkan hasil panen yang baik
upacara alif
: upacara perayaan tahun alif, yaitu pertama dalam putaran delapan tahun (windu)
wakaf
: tanah pribadi yang diserahkan pada desa
waktu lima
agama Islam yang melaksanakan salat lima waktu
wallulah
: pengarang karya sastra yang dianggap telah mendapatkan firman Tuhan
wetu telu
: ajaran yang bersumber dari tiga bilahan atau petanganyaitupetangan Jawa,petangan Kudus danpetangan Arab, juga disebut Islam yang melakkan solat tiga kali atau waktu telu.Islam wetu telu saat ini disebut dengan Islam kultural.
windu
: lingkaran yang kembali pada ujungnya pada tahun kedelapan
wiwitan
: upacara yang dilakukan ketika ternak dan tanaman kena wabah penyakit
wong agung
: orang besar yang bijaksana atau juga seorang penguasa yang bijaksana
wong menak
: ksatria atau golongan ningrat, dalam masyarakat Sasak ada pandangan bahwa wong menak adalah orang yang memahami inti ajaran agama Islam.
xl