STUDI DASAR AIPJ TENTANG IDENTITAS HUKUM
JUTAAN ORANG TANPA IDENTITAS HUKUM DI INDONESIA RINGKASAN DATA NUSA TENGGARA TIMUR
3 ALASAN IDENTITAS HUKUM PENTING BAGI PEMBANGUNAN INDONESIA
1. DAMPAK • Tidak dimilikinya akta kelahiran berkorelasi erat dengan pernikahan usia anak di Indonesia • Sekolah saat ini cenderung tidak mendukung anak yang dinikahkan untuk meneruskan pendidikan • Anak yang punya akta kelahiran memiliki akses lebih baik pada layanan kesehatan • Luaran pendidikan yang lebih baik berkorelasi dengan dimilikinya akta kelahiran • Dokumen identitas hukum penting untuk: • Ikut pemilihan umum • Melamar pekerjaan di sektor publik maupun swasta • Mendapatkan paspor resmi agar pekerja migran lebih terlindungi • Mengakses program perlindungan sosial
3. DATA • Data yang lebih baik = luaran pembangunan yang lebih baik bagi anak, laki-laki dan perempuan • Kecuali sensus yang diadakan 10 tahun sekali, pemerintah belum memiliki data akurat untuk secara efektif mengalokasikan sumber-sumber daya kesehatan dan pendidikan bagi anak-anak Indonesia yang saat ini 50-75% di antaranya tidak memiliki akta kelahiran
2. HAK • Indonesia adalah penandatangan berbagai instrumen internasional yang menjamin hak setiap individu akan identitas hukum • Pada 2013,) Laporan Panel Tingkat Tinggi Tokoh Terkemuka (High-Level Panel of Eminent Persons) untuk Agenda Pembangunan Pasca-2015 mengajukan usulan tujan - tujuan ke-10: Memastikan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dan Kelembagaan yang efektif agar Negara memberikan identitas hukum secara gratis dan universal, seperti pencatatan kelahiran
Studi dasar mencakup kegiatan kompilasi dan analisis data dari berbagai sumber dan studi
Survei Rumah Tangga yang dilakukan oleh PEKKA terhadap lebih dari 320.000 orang di 17 provinsi Studi kuantitatif cross-sectional di Jawa Barat, NTB, dan NTT serta studi kualitatif di Jawa Barat, NTB, NTT, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara yang dilakukan PUSKAPA Analisis data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Analisis data dari penyedia layanan identitas hukum: • Mahkamah Agung RI (Ditjen Badilag dan Badilum) • Kemendagri • Kemenag • Kantor/Dinas terkait di 20 kabupaten/kota di Jabar, NTB, NTT, Sulsel dan Sumut Wawancara mendalam dengan para pemangku kepentingan yang merupakan pengambil kebijakan atau pihak penyedia layanan di 5 provinsi (Jawa Barat, NTB, NTT, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara) dan 20 kabupaten/kota yang dilakukan oleh Program Identitas Hukum AIPJ dan PUSKAPA
Tujuan dan Metodologi Studi
Studi ini merupakan studi dasar (baseline study) yang dilakukan di tahun 2012-2013 oleh AIPJ (Australia Indonesia Partnership for Justice, Kemitraan Australia Indonesia untuk Keadilan) dan merupakan upaya penelitian kolaboratif yang menggabungkan data dan analisis dari berbagai sumber dan studi penelitian yang dilakukan oleh AIPJ dan beberapa organisasi mitra. memberikan informasi mengapa kepemilikan akta kelahiran merupakan hal yang penting bagi kesejahteraan dan pembangunan sosial anak-anak di Indonesia memberikan informasi mengapa akta/buku nikah dan akta cerai serta berbagai dokumen identitas hukum lainnya merupakan hal penting bagi kesejahteraan dan pembangunan sosial perempuan di Indonesia menguraikan berbagai tantangan yang dihadapi oleh warga masyarakat, khususnya perempuan miskin, anak-anak rentan, dan penyandang disabilitas, dalam upaya memperoleh akta kelahiran, akta/buku nikah, atau akta cerai di Indonesia memberikan usulan kebijakan strategis serta tanggapan dan pelaksanaan yang dapat diambil untuk mengatasi berbagai kendala dalam upaya memperoleh akta kelahiran, akta/buku nikah, atau akta cerai di Indonesia sebagaimana telah diidentifikasi sebelumnya
Studi dasar dilakukan atas kerjasama
•
Mahkamah Agung RI, termasuk Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi serta Pengadilan Tinggi Agama
•
Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri), termasuk dinas-dinas yang ada di tingkat kabupaten/kota dan provinsi
•
Kementrian Agama (Kemenag), termasuk dinas-dinas yang ada di tingkat kabupaten/kota dan provinsi
•
Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), dan pemerintah daerah
•
Pusat Kajian Perlindungan Anak Universitas Indonesia (PUSKAPA)
•
LSM Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA)
ANAK TANPA AKTA KELAHIRAN
di beberapa negara, termasuk Indonesia
dokumen resmi yang menunjukkan status pernikahan orang tua adalah persyaratan akta kelahiran anak dengan nama ayah dan nama ibu
akta kelahiran
Buku/Akta Nikah/Akta Cerai
akta kelahiran dengan nama kedua orang tua adalah hak anak dan memberikan perlindungan hukum yang lebih (waris, pengasuhan, dll.)
64% orang tua memandang negatif akta kelahiran dengan hanya nama ibu
50% pernikahan tidak tercatat, secara nasional
47% anak tidak tercatat, secara nasional
di keluarga 30% termiskin 75% anak tidak punya akta kelahiran
55% pasangan tidak punya akta/buku nikah
di pedesaan anak yang tidak punya akta kelahiran dua kali lipat jumlahnya dibanding di perkotaan
berbagai persyaratan seperti KTP dan KK juga harus dipenuhi sebelum mengurus akta kelahiran anak
akta kelahiran padahal di antara perempuan pada 30% keluarga termiskin, hanya separuhnya yang memiliki KTP
KTP
ketiadaan identitas hukum
diwariskan lintas generasi anak dari orang tua yang tidak punya akta kelahiran
3 kali lebih tidak mungkin punya akta kelahiran anak dari kakek-nenek yang tidak punya akta kelahiran
13 kali lebih tidak mungkin punya akta kelahiran
keterkaitan ketiadaan identitas hukum dengan disabilitas
anak dari orang tua yang memiliki disabilitas fisik
5 kali lebih tidak mungkin punya akta kelahiran
ketiadaan akta kelahiran
mempengaruhi kesempatan anak meneruskan pendidikan saat anak punya akta kelahiran, kemungkinan mereka
meningkat 58% untuk berada di SMP saat anak punya akta kelahiran, kemungkinan mereka
meningkat 89% untuk berada di SMA
Akta kelahiran juga merupakan suatu dokumen hukum yang membuktikan usia seseorang, dan selayaknya dapat membantu
mencegah anak dipekerjakan sebagai pekerja anak, mengalami perdagangan anak, ataupun diperlakukan sebagai orang dewasa dalam sistem pemidanaan
secara nasional tidak ada perbedaan signifikan kepemilikan akta kelahiran secara gender, tetapi
dampak lebih berat dialami anak perempuan
Secara nasional, 29% atau lebih dari 24 juta Secara nasion anak di Indonesia tidak memiliki Akta Kelahiran anak di Indon
Di NUSA TENGGARA TIMUR, anak yang tidakDi NUSA TENG memiliki Akta Kelahiran sebesar 51% atau lebih memiliki Akta dari 1 juta anak (SUSENAS 2012) dari 1 juta an
100 ANAK PEREMPUAN DI NUSA 100TENGGARA ANAK PEREMPUAN TIMUR DI N
YANG HIDUP DI DALAM YANG 30% HI
Hanya 9 anak memiliki akta kelahiran sebelum berusia Hanya1 9tahun. anak me
Hanya 47 anak memiliki akta kelahiran sebelum 18 Hanya tahun. 47 a
6 anak dinikahkan pada usia 18 atau lebih muda. Tidak 6 anak seorangpun dinikahkandarianak pada usia ini 18 punya atauakta lebih kelahiran. muda. Tida Sekolah tidak mendukung anak yang telah menikahSekolah untuk meneruskan tidak mendukung pendidikan anak yang 12 tahun. telahTidak menikah ada untuk yang tamat meneruskan sekolahpendidikan 12 tahun. 12
3 anak dinikahkan pada usia 17 atau lebih muda.3Tidak anakseorangpun dinikahkan dari padaanak usiaini 17punya atau lebih akta muda. kelahiran. Tidak Tidak seorang pun yang tamat sekolah 12 tahun T
1 anak dinikahkan pada usia 16 atau lebih muda.1Tidak anakada dinikahkan dari anakpada ini yang usiapunya 16 atau akta lebih kelahiran. muda. Tid Tidak seorangpun tamat pendidikan 12 tahun.
1 anak dinikahkan pada usia 15 atau lebih muda.1Tidak anakseorangpun dinikahkan dari padaanak usiaini 15punya atau lebih akta muda. kelahiran. Tidak Tidak ada dari anak ini yang tamat pendidikan 12 tahun. Tidak ada
KONVENSI HAK-HAK KONVE ANAK MENGATUR BAHWA SETIAP MENGATUR INDIVIDU BAHW
UU Perkawinan (1/1974) menyatakan UU Perkawinan batas minimum (1/1974) usia menikah menyataka
94% pasangan tidak memiliki akta/ 60% anak-anak mereka tidak Anak hanya bisa mendapatkan akta kelahiran Anak hanya dengan bisanama menda
30 perempuan usia 19-29 tahun tamat pendidikan3012perempuan tahun di Indonesia. usia 19-29 6 perempuan dari mereka menikah sebelum usia 618perempuan tahun.1
Hanya 15% perempuan usia 19-29 tahun tanpa akta Hanya kelahiran 15% perempuan yang bisa tamat usia 19-29 pendidikan tahun12 tanpa tahun. akta k 53% perempuan usia 19-29 tahun yang punya akta 53% kelahiran perempuan dapatusia tamat 19-29 pendidikan tahun yang 12 tahun. punya ak
55 perempuan usia 19-29 tahun hanya bersekolah55sampai perempuan SD.
Di NTT, orang tua yang tidak lebih mungkin punya anak tanpa akta kelahiran, lebih mungkin menunjukkan punya anak 1
1 Memotret pendidikan tertinggi kelompok 19-29 tahun menunjukkan Memotret akses pada pendidikan pendidikan tertinggi yang lebih kelompok akurat 19-29 bagi tahun laki-laki menunjukkan dan perempuan. aksesApabila pada pendidikan seluruh yang lebih akurat bagi la populasi di atas 19 tahun dilihat maka angka menjadi semakin kecilpopulasi karena kebanyakan di atas 19 tahun orang dilihat yang maka lebih tua angka bahkan menjadi tidak semakin tamat SD. kecil karena kebanyakan orang yang lebih tua bahkan ti
Secara nasional, 40 juta Secara anaknasional, di 47% atau lebih dari 4064% juta anak anak yang di
n apabila Indonesia turut tidak memilikitidak akta memiliki kelahiranAkta apabila Kelahiran turut berasal ngakumemasukkan memiliki jumlah mereka dari keluarga yang mengaku termiskin memiliki unjukkannya akta kelahiran tetapi tidak dapat menunjukkannya
Secara nasional, 64% anak yang tidak memiliki Akta Kelahiran berasal dari keluarga termiskin
sebut Di mencapai NUSA TENGGARA TIMUR, mencapai 70%angka anaktersebut yang tidak memiliki akta 70% anak yang tidak memiliki akta la turut 68% memasukkan atau lebih dari 1,4kelahiran juta anak30% bila keluarga turut memasukkan termiskin di NUSA kelahiran 30% keluarga termiskin di NUSA ki aktajumlah kelahiran mereka yang mengaku memiliki akta (PEKKA kelahiran TENGGARA TIMUR SPKBK 2012) TENGGARA TIMUR (PEKKA SPKBK 2012) USENAS tetapi 2012) tidak dapat menunjukkannya (SUSENAS 2012)
NUSA100 TENGGARA ANAK LAKI-LAKI TIMUR DI NUSA TENGGARA TIMUR
KIN KELUARGA DI PROPINSINYA TERMISKIN DI PROPINSINYA
m berusia Hanya 117tahun. anak memiliki akta kelahiran sebelum berusia 1 tahun.
Hanya 44 anak memiliki akta kelahiran sebelum 18 tahun. m 18 tahun.
da.1 anak dinikahkan pada usia 18 atau lebih muda.
17Tidak atau lebih muda. seorang pun yang dinikahkan pada usia 17 atau lebih muda.
lebih muda. Tidak ada yang dinikahkan pada usia 16 atau lebih muda.
ebih muda. Tidak ada yang dinikahkan pada usia 15 atau lebih muda.
NESIA (DIRATIFIKASI PADA 1990) INDONESIA PADA 1990) NDI ADALAH BAWAHANAK. 18 TAHUN ADALAH ANAK.
anadalah dan 1916tahun tahununtuk untuklaki-laki. perempuan dan 19 tahun untuk laki-laki.
buku nikah dari Capil atau KUA. memiliki akta kelahiran. ikah kedua orang orang tuatua disertakan. apabila akta/buku nikah orang tua disertakan.
12 26 tahun laki-laki di Indonesia. usia 19-29 1 dari tahun mereka tamatmenikah pendidikan sebelum 12 tahun usiadi18 Indonesia. tahun. 1 dari mereka menikah sebelum usia 18 tahun.
a kelahiran yang bisa tamat pendidikan tahun. laki-lakiyang usiabisa 19-29 Hanya 16% laki-laki usia 19-29 tahun12 tanpa akta43% kelahiran tamat pendidikan 12 tahun. 43% laki-laki usia 19-29 endidikan 12 tahun. tahun yang punya akta kelahiran dapat tamat pendidikan 12 tahun.
58 laki-laki sampai SD. usia 19-29 tahun hanya bersekolah sampai SD.
punya akta kelahiran 2.65 kali anketiadaan lintas generasi identitas hukum diturunkan lintas generasi
PEKKA, Survei Rumah Tangga 2012 dan PUSKAPA-AIPJ, Studi Dasar Identitas Hukum Sumber: PEKKA, Survei Rumah Tangga 20122013 dan PUSKAPA-AIPJ, Studi Dasar Identitas Hukum 2013
KEPEMILIKAN Di bawah ini menunjukkan persentase kepemilikan akta kelahiran anak usia 0-17 tahun (SUSENAS 2012) yang (i) memiliki akta kelahiran, (ii) tidak memiliki akta kelahiran dan (iii) tidak memiliki dan mengaku memiliki tetapi tidak dapat menunjukkan dokumen.
SUSENAS 2012 menunjukkan bahwa dari 2.136.255 anak usia 0-17 tahun di Nusa Tenggara Timur, 51% diantaranya tidak memiliki akta kelahiran. Angka tersebut meningkat hingga 68% jika turut memasukkan jumlah mereka yang mengaku memiliki akta kelahiran tapi tidak dapat menunjukkannya. Sementara itu, di tingkat kabupaten angka tersebut cukup bervariasi. Di Kabupaten Belu jumlah anak yang tidak memiliki akta kelahiran dan mengaku memiliki tetapi tidak dapat menunjukkannya mencapai 76% dari total populasi anak di tahun 2012. Sementara itu di Kabupaten Timor Tengah Utara data tersebut mencapai 85%, di Kabupaten Manggarai Timur 79% anak, dan di Kabupaten Sumba Barat Daya tercatat sebesar 90%.
Persentase Kepemilikan Akta Kelahiran Anak Provinsi NTT Tahun 2012
32% 51% 68%
SUSENAS menanyakan perihal kepemilikan Akta Kelahiran pada penduduk usia 0-17 tahun dengan pilihan jawaban: i) Punya dan bisa menunjukkan ii) Punya tapi tidak bisa menunjukkan iii) Tidak Punya iv) Tidak Tahu
Memiliki Akta Kelahiran
Studi Dasar yang dilakukan PUSKAPA dan AIPJ pada 2013 menunjukkan bahwa 73% dari mereka yang menjawab “Punya tapi tidak bisa menunjukkan” pada akhirnya mengaku tidak pernah memiliki dokumen tersebut.
Tidak Memiliki + Mengaku Memiliki Tetapi Tidak Bisa Menunjukkan Akta Kelahiran
Tidak Memiliki Akta Kelahiran
Sumber: SUSENAS 2012
Tabel 1. Angka dan Persentase Penduduk 0-17 Tahun yang Tidak Memiliki Akta Kelahiran di NTT (SUSENAS) Tahun 2011 Kabupaten/Kota Tidak Memiliki
2012
Tidak Memiliki + Mengaku Mebisa tunjukkan dokumen
Tidak Memiliki
2011 (%)
Tidak Memiliki + Mengaku Mebisa tunjukkan dokumen
Tidak Memiliki
Tidak Memiliki + Mengaku Mebisa tunjukkan dokumen
2012 (%) Tidak Memiliki
Tidak Memiliki + Mengaku Mebisa tunjukkan dokumen
Belu
107,524
130,675
109,931
129,321
65%
79%
65%
76%
Manggarai Timur
92,367
101,167
80,938
96,074
81%
88%
66%
79%
Sumba Barat Daya
122,481
132,444
125,741
139,648
83%
90%
81%
90%
Timor Tengah Utara
75,539
81,621
75,169
87,700
76%
82%
73%
85%
Sumba Barat
37,226
45,989
37,774
49,671
68%
84%
67%
88%
Sumba Timur
60,214
79,771
64,274
83,691
60%
79%
61%
80%
Kupang
61,557
71,404
49,473
66,897
46%
54%
38%
51%
Timor Tengah Selatan
149,964
166,360
143,244
170,525
77%
85%
73%
86%
Alor
41,605
56,004
31,918
47,987
50%
68%
37%
56%
Lembata
24,483
30,701
27,626
32,528
48%
61%
53%
63%
Flores Timur
28,584
36,500
31,306
40,974
29%
36%
31%
41%
Sikka
35,342
85,241
33,841
58,838
29%
71%
28%
48%
Ende
52,991
75,092
52,727
75,981
50%
71%
50%
72%
Ngada
19,723
36,801
16,247
30,928
32%
59%
26%
49%
Manggarai
74,317
96,562
45,324
83,536
52%
68%
31%
58%
Rote Ndao
28,432
35,201
23,964
30,698
56%
69%
43%
55%
Manggarai Barat
43,953
62,079
45,426
78,310
42%
59%
41%
71%
Sumba Tengah
19,549
26,762
24,734
27,609
65%
89%
81%
90%
Nagekeo
30,965
47,688
26,046
39,524
57%
87%
46%
70%
Sabu Raijua
14,731
20,514
16,031
20,751
43%
60%
38%
49%
Kupang
23,556
66,442
13,479
48,566
17%
48%
11%
39%
1,145,103
1,485,018
1,075,213
1,439,757
55%
71%
51%
69%
Total
ANGKA KELAHIRAN DAN AKTA KELAHIRAN Jumlah Kelahiran Hidup di Nusa Tenggara Timur pada tahun 2011 mencapai 118.719 anak. Jika data tersebut dibandingkan dengan data estimasi jumlah anak di bawah 1 tahun1 yang memiliki dan dapat menunjukkan akta kelahiran pada tahun 2012, maka cakupan kepemilikan akta kelahiran di Nusa Tenggara Timur pada 2012 adalah sebesar 10%. Pada tahun berikutnya angka cakupan tersebut meningkat menjadi 11%.
Estimasi Jumlah Kelahiran Hidup di NTT Tahun 2011
Estimasi jumlah anak usia di bawah 1 tahun yang memiliki akta kelahiran dan dapat menunjukkan dokumen di NTT Tahun 2012
118.719 Estimasi Jumlah Kelahiran Hidup di NTT Tahun 2012
11.372 Estimasi jumlah anak usia di bawah 1 tahun yang memiliki akta kelahiran dan dapat menunjukkan dokumen di NTT Tahun 2013
121.030
12.819
Cakupan
10% Cakupan
11%
Data Estimasi Jumlah Kelahiran Hidup: PUSDATIN Kementerian Kesehatan Data Estimasi Jumlah Kepemilikan Akta Kalahiran: SUSENAS
Apabila turut memasukkan jumlah anak yang mengaku memiliki akta kelahiran tetapi tidak dapat menunjukkannya, maka cakupan ini meningkat menjadi 15%. Pada tahun berikutnya angka cakupan tersebut meningkat menjadi 20%.
Estimasi Jumlah Kelahiran Hidup di NTT Tahun 2011
Estimasi Jumlah anak usia di bawah 1 tahun yang memiliki akta kelahiran dan dapat menunjukkan dokumen + mengaku memiliki tetapi tidak dapat menunjukkan dokumen di NTT Tahun 2012
118.719 Estimasi Jumlah Kelahiran Hidup di NTT Tahun 2012
17.546 Estimasi Jumlah anak usia di bawah 1 tahun yang memiliki akta kelahiran dan dapat menunjukkan dokumen + mengaku memiliki tetapi tidak dapat menunjukkan dokumen di NTT Tahun 2013
121.030 Data Estimasi Jumlah Kelahiran Hidup: PUSDATIN Kementerian Kesehatan Data Estimasi Jumlah Kepemilikan Akta Kalahiran: SUSENAS
1
Anak usia 1 hari sampai dengan 1 tahun kurang satu hari
23.714
Cakupan
15% Cakupan
20%
KEMISKINAN Data nasional menunjukkan bahwa hidup dalam kemiskinan menurunkan peluang seseorang memiliki dokumen identitas hukum, termasuk akta kelahiran. Data di Nusa Tenggara Timur menunjukkan bahwa 65% anak yang tidak memiliki akta kelahiran, adalah mereka yang hidup di keluarga termiskin (Q1). Sementara itu, hanya 1% Anak di keluarga terkaya (Q5) yang tidak memiliki akta kelahiran.
Persentase Anak Tanpa Akta Kelahiran Berdasarkan Kuintil Sosial Ekonomi Rumah Tangga Provinsi Nusa Tenggara Timur (SUSENAS 2012)
65% 20% 9% Q1 20% termiskin
Q2
Q3
4%
1%
Q4
Q5 20% terkaya
GENDER Data nasional menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan berdasarkan gender antara anak laki-laki dan anak perempuan dalam kepemilikan akta kelahiran. Hal yang sama juga terjadi di Nusa Tenggara Timur. Pada tahun 2012, jumlah anak laki-laki dan perempuan yang
tidak memiliki akta kelahiran di Nusa Tenggara Timur relatif sama yaitu masing-masing sebesar 50%. Sementara jumlah anak laki-laki dan perempuan yang tidak memiliki akta kelahiran dan mengaku memiliki tetapi tidak dapat menunjukkannyamasing-masing sebesar 67%.
Tabel 2. Angka dan Persentase Penduduk 0-17 Tahun yang Tidak Memiliki Akta Kelahiran Berdasarkan Gender di Nusa Tenggara Timur (SUSENAS 2012) Laki-laki Kabupaten/Kota
Populasi
memiliki akta kelahiran
Perempuan Proporsi terhadap populasi
Populasi
Selisih rasio
memiliki akta kelahiran
Proporsi terhadap populasi
akta kelahiran L-P
Belu
88,091
58,528
66%
81,933
51,403
63%
3%
Manggarai Timur
62,195
40,723
65%
60,343
40,215
67%
-2%
Sumba Barat Daya
80,929
66,934
83%
74,589
58,808
79%
4%
Timor Tengah Utara
52,286
38,411
73%
50,781
36,758
72%
1%
Alor
43,940
16,680
38%
41,508
15,238
37%
1%
Ende
54,303
27,291
50%
51,387
25,436
50%
0%
Flores Timur
52,412
16,708
32%
47,731
14,598
31%
1%
Kupang
67,860
26,344
39%
62,669
23,129
37%
2%
Kupang
65,090
5,972
9%
61,057
7,507
12%
4%
Lembata
26,728
13,628
51%
25,026
13,998
56%
-5%
Manggarai
73,291
24,679
34%
70,885
20,646
29%
5%
Manggarai Barat
56,887
23,963
42%
53,793
21,463
40%
2%
Nagekeo
28,977
13,000
45%
27,415
13,046
48%
-3%
Ngada
32,569
8,077
25%
30,748
8,170
27%
-2%
Rote Ndao
27,972
11,737
42%
28,024
12,227
44%
-2%
Sabu Raijua
21,800
8,078
37%
20,655
7,953
39%
-2%
Sikka
62,751
16,152
26%
59,739
17,689
30%
-4%
Sumba Barat
29,099
19,809
68%
27,184
17,965
66%
2%
Sumba Tengah
15,892
12,527
79%
14,751
12,207
83%
-4%
Sumba Timur
55,010
33,464
61%
50,237
30,810
61%
0%
Timor Tengah Selatan
100,483
69,193
69%
97,230
74,051
76%
-7%
1,098,565
551,898
50%
1,037,685
523,317
50%
0%
Total
Tabel 3. Angka dan Persentase Penduduk 0-17 Tahun yang Tidak Memiliki Akta Kelahiran + Mengaku Memiliki Tetapi Tidak Bisa Menunjukkan Dokumen Berdasarkan Gender di Nusa Tenggara Barat (SUSENAS 2012) Laki-laki
Perempuan
Populasi
miliki Akta Kelahiran + Mengaku Memiliki Tetapi Tidak Bisa Tunjukkan Dokumen
Proporsi terhadap populasi
Populasi
miliki Akta Kelahiran + Mengaku Memiliki Tetapi Tidak Bisa Tunjukkan Dokumen
Proporsi terhadap populasi
akta kelahiran L-P
Belu
88,091
66,948
Manggarai Timur
62,195
48,797
76%
81,933
62,374
76%
0%
78%
60,343
47,278
78%
Sumba Barat Daya
80,929
0%
72,435
90%
74,589
67,212
90%
-1%
Timor Tengah Utara Alor
52,286
44,897
86%
50,781
42,804
84%
2%
43,940
24,517
56%
41,508
23,470
57%
-1%
Ende
54,303
40,020
74%
51,387
35,960
70%
4%
Flores Timur
52,412
21,234
41%
47,731
19,740
41%
-1%
Kupang
67,860
36,363
54%
62,669
30,534
49%
5%
Kupang
65,090
24,839
38%
61,057
23,727
39%
-1%
Kabupaten/Kota
Selisih rasio
Lembata
26,728
16,357
61%
25,026
16,170
65%
-3%
Manggarai
73,291
43,833
60%
70,885
39,704
56%
4%
Manggarai Barat
56,887
40,832
72%
53,793
37,477
70%
2%
Nagekeo
28,977
20,303
70%
27,415
19,221
70%
0%
Ngada
32,569
15,441
47%
30,748
15,487
50%
-3%
Rote Ndao
27,972
14,836
53%
28,024
15,862
57%
-4%
Sabu Raijua
21,800
10,487
48%
20,655
10,263
50%
-2%
Sikka
62,751
29,464
47%
59,739
29,374
49%
-2%
Sumba Barat
29,099
26,087
90%
27,184
23,584
87%
3%
Sumba Tengah
15,892
14,129
89%
14,751
13,480
91%
-2%
Sumba Timur
55,010
43,761
80%
50,237
39,930
79%
0%
Timor Tengah Selatan
100,483
84,244
84%
97,230
86,282
89%
-5%
1,098,565
739,824
67%
1,037,685
699,933
67%
0%
Total
AKSES Data nasional menunjukkan adanya kesenjangan hingga dua kali lipat antara jumlah anak-anak di perkotaan yang memiliki akta kelahiran dibandingkan dengan mereka yang berada di wilayah pedesaan. Kesenjangan kepemilikan akta kelahiran antara wilayah perkotaan dan pedesaan juga terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Sementara itu jumlah anak yang tidak memiliki akta kelahiran di wilayah pedesaan mencapai 57%. Jika turut memasukkan jumlah anak yang mengaku memiliki akta kelahiran tetapi tidak dapat menunjukkan, maka presentase tersebut meningkat hingga 51% di wilayah perkotaan. Sementara di wilayah pedesaan, data tersebut mencapai 71%.
Pada tahun 2012, jumlah anak yang tidak memiliki akta kelahiran di wilayah perkotaan tercatat sebesar 22%.
Tabel 4. Angka dan Persentase Penduduk 0-17 Tahun yang Tidak Memiliki Akta Kelahiran Berdasarkan Wilayah di Nusa Tenggara Timur (SUSENAS 2012) Kota Kabupaten/Kota
Belu Manggarai Timur
Desa
Populasi Anak di Kota
Jumlah Anak Tanpa Akta Kelahiran di Kota
Proporsi terhadap populasi
34,053
14,924
44%
135,971
95,007
70%
-
-
-
122,538
80,938
66%
Populasi Anak di Desa
Jumlah Anak Tanpa Akta Kelahiran di Kota
Proporsi terhadap populasi
Sumba Barat Daya
9,459
6,220
66%
146,059
119,521
82%
Timor Tengah Utara
10,643
3,084
29%
92,424
72,085
78%
Alor
18,477
2,784
15%
66,971
29,134
44%
Ende
35,834
9,814
27%
69,857
42,913
61%
Flores Timur
19,117
2,438
13%
81,026
28,868
36%
Kupang
3,784
1,320
35%
126,746
48,153
38%
Kupang
118,292
12,830
11%
7,855
648
8%
Lembata
9,041
3,291
36%
42,713
24,335
57%
Manggarai
34,424
8,943
26%
109,753
36,382
33%
Manggarai Barat
7,739
1,911
25%
102,941
43,514
42%
Nagekeo Ngada
-
-
-
56,392
26,046
46%
8,050
816
10%
55,267
15,431
28%
Rote Ndao
3,406
259
8%
52,590
23,705
45%
Sabu Raijua
1,549
382
25%
40,907
15,649
38%
Sikka
22,510
1,601
7%
99,981
32,240
32%
Sumba Barat
10,242
4,027
39%
46,041
33,747
73%
Sumba Tengah
-
-
-
30,643
24,734
81%
Sumba Timur
24,130
5,489
23%
81,117
58,785
72%
Timor Tengah Selatan
16,555
4,626
28%
181,158
138,619
77%
Total
387,305
84,759
22%
1,748,950
990,454
57%
Tabel 5. Angka dan Persentase Penduduk 0-17 Tahun yang Tidak Memiliki Akta Kelahiran + Mengaku Memiliki Tetapi Tidak Bisa Tunjukkan Berdasarkan Wilayah di Nusa Tenggara Timur (SUSENAS 2012) Kota Kabupaten/Kota
Belu Manggarai Timur
Desa
Populasi Anak di Kota
Jumlah Anak Tanpa Akta Kelahiran+Mengaku Memiliki Tapi Tidak Bisa Tunjukkan Dokumen
Proporsi terhadap populasi
Populasi Anak di Desa
Jumlah Anak Tanpa Akta Kelahiran+Mengaku Memiliki Tapi Tidak Bisa Tunjukkan Dokumen
34,053
20,329
60%
135,971
108,992
80%
-
0
122,538
96,075
78%
Proporsi terhadap populasi
Sumba Barat Daya
9,459
9,459
100%
146,059
130,189
89%
Timor Tengah Utara
10,643
3,504
33%
92,424
84,197
91%
Alor
18,477
4,387
24%
66,971
43,600
65%
Ende
35,834
21,906
61%
69,857
54,075
77%
Flores Timur
19,117
4,865
25%
81,026
36,108
45%
Kupang
3,784
1,320
35%
126,746
65,577
52%
Kupang
118,292
47,299
40%
7,855
1,267
16%
Lembata
9,041
5,386
60%
42,713
27,142
64%
Manggarai
34,424
26,704
78%
109,753
56,833
52%
Manggarai Barat
7,739
6,418
83%
102,941
71,892
70%
56,392
39,525
70%
15%
55,267
29,726
54%
Nagekeo Ngada
-
0
8,050
1,203
Rote Ndao
3,406
259
8%
52,590
30,439
58%
Sabu Raijua
1,549
1,027
66%
40,907
19,724
48%
Sikka
22,510
7,355
33%
99,981
51,483
51%
Sumba Barat
10,242
7,125
70%
46,041
42,546
92%
30,643
27,609
90%
66%
81,117
67,779
84%
Sumba Tengah
-
0
Sumba Timur
24,130
15,912
Timor Tengah Selatan
16,555
11,272
68%
181,158
159,254
88%
Total
387,305
195,730
51%
1,748,950
1,244,032
71%
SECARA NASIONAL ALASAN ORANG TIDAK MEMILIKI IDENTITAS HUKUM
Terlalu mahal 41% Lokasi layanan terlalu jauh 15% Tidak tahu caranya memperoleh dokumen identitas hukum 12% Proses terlalu rumit 9%
Alasan terbesar di NTT adalah: Terlalu mahal (SUSENAS 2012)
32%
Di Nusa Tenggara Barat, 94% pasangan dari rumah tangga termiskin tidak memiliki akta/buku nikah. 60% anak-anak mereka tidak memiliki akta kelahiran
Jika orang tua tidak memiliki akta/buku nikah, maka mereka harus berurusan dengan 3 lembaga berbeda untuk bisa mendapatkan akta kelahiran anak mereka dengan nama ayah dan ibu:
1.Pengadilan untuk mengesahkan perkawinan
2.KUA atau Disdukcapil untuk mencatat dan menerbitkan akta/buku nikah
3.Disdukcapil untuk mencatat dan menerbitkan akta kelahiran
REKOMENDASI TINDAK LANJUT Mempermudah persyaratan yang non diskriminatif dan menghapuskan denda dan biaya administratif. Meski penerapan denda keterlambatan di dalam sebuah sistem administrasi kependudukan dianggap dapat mendorong masyarakat agar mengurus tepat waktu, hal ini hanya akan terjadi sistem yang ada sudah menjangkau 95% populasi. Bukti juga menunjukkan bahwa sebagian besar orang tidak punya dokumen identitas hukum adalah bukan karena tidak mau, tetapi karena hambatan finansial akibat jarak yang jauh atau biaya memenuhi persyaratan yang ada. Oleh karena itu, pengenaan denda menjadi tidak sesuai bahkan bertentangan dengan permasalahannya. Denda harus disikapi dengan beberapa opsi sebagai berikut: a.
Untuk pelayanan terpadu (Yandu) agar diberlakukan kebijakan khusus bahwa denda administratif tidak diberlakukan. Hal ini sejalan dengan tujuan Yandu yang adalah menjangkau masyarakat yang selama ini sulit memperoleh dokumen kependudukan dan identitas hukum karena hambatan biaya dan akses.
b.
Untuk secara selektif tidak memberlakukan denda pada masyarakat tidak mampu sesuai dengan program Pemerintah untuk mengurangi kemiskinan. Ketidakmampuan ini dapat ditunjukkan dengan dokumen: Surat Keterangan Tunjangan Sosial seperti Kartu Keluarga Miskin (KKM), Kartu Jaminan kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Kartu Beras Miskin (Raskin), Kartu Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Bantuan Langsung Tunai (BLT), Kartu Perlindungan Sosial (KPS), atau dokumen lainnya yang yang berkaitan dengan daftar penduduk miskin dalam basis data terpadu pemerintah atau yang dikeluarkan oleh instansi lain yang berwenang untuk memberikan keterangan tidak mampu; atau Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang dikeluarkan oleh Kepala Desa/Lurah/Kepala wilayah setempat.
c.
Untuk meninjau kembali dan mencabut Perda menyangkut denda administratif dan pungutan atau retribusi yang berkaitan.
Perjanjian internasional dan regional yang ditandatangani Indonesia menyatakan bahwa yang Akta Kelahiran universal wajib mencantumkan nama individu, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, serta nama kedua orangtua yang diketahui. Mengingat hanya separuh pernikahan di Indonesia yang tercatat, dan untuk penduduk miskin bahkan kurang dari separuh, maka harus disediakan alternatif yang lebih mudah, sama-sama berkekuatan hukum dan secara standar diterapkan agar nama ayah dan ibu dicantumkan dalam akta kelahiran tanpa diskriminasi terhadap anak.
Melakukan layanan keliling untuk memperkecil jarak layanan dengan masyarakat dan membuat layanan terpadu agar proses yang semula rumit dan melibatkan 3 instansi dapat dipermudah dan 3 instansi dapat diakses masyarakat secara bersamaan (dalam hal ini adalah pelayanan terpadu pengesahan perkawinan di Pengadilan, pencatatan nikah dan penerbitan buku nikah, serta pencatatan kelahiran dan penerbitan akta kelahiran pada waktu yang bersamaan di lokasi yang sama di Kecamatan atau Desa.
Mengalokasikan sumber daya daerah dan menguatkan kerjasama lintas sektor untuk penyebarluasan informasi mengenai identitas hukum, pelaksanaan layanan identitas hukum dan pelayanan keliling dan terpadu. Diperlukan adanya kolaborasi yang lebih besar antara berbagai lembaga pemerintah dalam memberikan akta kelahiran bagi anak, dan bila perlu, akta/buku nikah bagi orang tua mereka, termasuk melalui: (i) bidan/tenaga kesehatan yang terlibat membantu persalinan, (ii) guru yang terlibat dalam program pendidikan anak usia dini (PAUD), (iii) guru di sekolah dasar, (iv) fasilitator/pendamping yang terlibat dalam program-program pembangunan sosial di tingkat desa seperti misalnya PNPM Generasi yang kegiatannya turut mencakup anak-anak putus sekolah, anak-anak dan orang dewasa yang menyandang disabilitas serta kelompok rentan lainnya, dan (v) para pejabat yang terkait dengan anak-anak yang tinggal di panti asuhan dan tempat-tempat penahanan.
Sejalan dengan UU Keterbukaan Informasi Publik (UU No 14 tahun 2008), Mahkamah Agung, Kemendagri dan Kemenag harus terus mempublikasikan laporan tahunan tentang kinerja kelembagaan yang menguraikan layanan publik apa saja yang telah diberikan. Laporan tahunan ini idealnya memasukkan informasi berupa data terpilah berdasarkan usia, jenis kelamin, dan status disabilitas orang yang memperoleh dokumen identitas hukum, serta data terpilah berdasarkan kabupaten/kota. Dalam satu dasawarsa terakhir, Peradilan Agama telah mengembangkan sistem manajemen perkara secara elektronik untuk mengumpulkan data dari 359 Pengadilan Agama dan 29 Pengadilan Tinggi Agama di seluruh Indonesia. Informasi ini dapat dilihat oleh masyarakat secara daring (dalam-jaringan, online) melalui www.badilag.net dan www.infoperkara.badilag.net. Peradilan Umum juga telah memiliki sistem manajemen perkara secara elektronik untuk mengumpulkan data dari 350 Pengadilan Negeri dan 30 Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia. Informasi manajemen perkara ini dapat dilihat dalam bentuk agregat oleh staf Mahkamah Agung RI. Temuan utama dan rekomendasi selengkapnya dapat dibaca di Laporan Studi Dasar Identitas Hukum “Jutaan Orang Tanpa Identitas Hukum di Indonesia” (DFAT, PEKKA and PUSKAPA 2014). Laporan tersebut dapat diunduh melalui: http://bit.ly/1eyBeLf
Studi dasar AIPJ tentang Identitas Hukum dikoordinir dan ditulis oleh: Cate Sumner, Penasihat Utama AIPJ, Program Identitas Hukum Santi Kusumaningrum, Co-Director, PUSKAPA UI Tim Peneliti dan Analisis: Tim Identitas Hukum AIPJ Wahyu Widiana, Penasihat Senior AIPJ, Program Identitas Hukum Hilda Suherman, Koordinator, Program Identitas Hukum Cate Sumner, Penasihat Utama AIPJ, Program Identitas Hukum Tim Peneliti PUSKAPA Dipimpin oleh: Santi Kusumaningrum (Co-Director) Irwanto Rahmadi Wenny Wandasari Putu Duff Michelle Jackson Mas’ud Suharti Azhar Zaini Ahmad Abdan Syakur Mahmudah Kalla Fauziah Tiaida Rama Adiputra Prisilia Riski Craig Spencer Mackenzie Lawrence W.S. Libby Ratuarat Noldi Todu Hungu Emanuel Suban Wujon Timoriyani Samauna Relisius Hayon Berkhman Gromang Firkan Maulana Harriz Jati Bahrul Fuad Matt MacFarlane Lilith Pope ILah Asti Januarti Raita Kurniadewi Ary Bariyaldi Gunawan Ni Luh Putu Maitra Agastya Muhammad Jaedi
Tim Peneliti PEKKA Dipimpin oleh: Nani Zulminarni (Koordinator Nasional) Kodar Tri Wusananingsih (Koordinator Program) Tim Sekretariat Nasional PEKKA Tim Sekretariat Daerah PEKKA Tim SMERU Tim Peradilan Keluarga Australia Leisha Lister, Executive Advisor William Crawford, Statistical Services Unit
(C) 2014, DFAT (Australian Aid), PEKKA dan PUSKAPA UI