Volume 2 No. 2 Desember 2014
REKONSTRUKSI LINK AND MATCH DALAM DUNIA PENDIDIKAN ISLAM Nursyamsi STAIN Palopo Abstrak: Perguruan tinggi Islam seharusnya mulai menjadikan kompetensi yang dibutuhkan dunia kerja sebagai materi kuliah di kampusnya. Dengan demikian, diharapkan, lulusan perguruan tinggi Islam sudah mengetahui, minimal secara teori, tentang kompetensi apa yang dibutuhkan setelah mereka lulus. Meskipun demikian, perguruan tinggi Islam tidak harus menyesuaikan seluruh materi kuliahnya dengan kebutuhan dunia kerja. Sebab, harus ada materi kuliah yang berguna bagi mahasiswa yang ingin melanjutkan studi ke jenjang strata yang lebih tinggi. Langkah penting lainnya, perguruan tinggi Islam harus menjalin relasi dan menciptakan link dengan banyak perusahaan agar bersedia menjadi arena belajar kerja (magang) bagi mahasiswa yang akan lulus. Dengan magang langsung (on the spot) ke dunia kerja seperti itu, lulusan tidak hanya siap secara teori tetapi juga siap secara praktik. Jika program Link and Match berjalan baik, pemerintah juga diuntungkan dengan berkurangnya beban pengangguran (terdidik). Karena itu, seyogianya pemerintah secara serius menjaga iklim keterkaitan dan mekanisme implementasi ilmu dari perguruan tinggi Islam ke dunia kerja sehingga diharapkan program Link and Match ini berjalan semakin baik dan semakin mampu membawa manfaat bagi semua pihak. Manfaat yang dapat dipetik dari pelaksanaan Link and Match sangat besar. Karena itu, diharapkan semua stake holders dunia pendidikan Islam bersedia membuka mata dan diri dan mulai bersungguh-sungguh menjalankannya. Perguruan tinggi harus lapang dada menerima bidang keahlian (kompentensi) yang dibutuhkan dunia kerja sebagai materi kuliah utama. Perusahaan juga harus membuka pintu selebar-lebarnya bagi mahasiswa perguruan tinggi yang ingin magang (bekerja) di perusahaan tersebut. Sedangkan Pemerintah harus serius dan tidak semata memandang program Link and Match (keterkaitan dan kesepadanan) sebagai proyek belaka. Kata kunci: Rekonstruksi, Link And Match, Pendidikan Islam
Dewasa ini lontaran kritik terhadap sistem pendidikan yang pada dasarnya mengatakan bahwa perluasan kesempatan belajar cenderung telah menyebabkan bertambahnya pengangguran tenaga terdidik dari pada bertambahnya tenaga produktif yang sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja. Kritik ini tentu saja beralasan karena data sensus penduduk memperhatikan kecenderungan yang menarik bahwa proporsi jumlah tenaga penganggur lulusan pendidikan yang lebih tinggi ternyata lebih besar dibandingkan dengan proporsi penganggur dari lulusan yang lebih rendah. Dengan kata lain persentase jumlah penganggur tenaga sarjana
218
Jurnal Pendidikan ‘IQRA’
lebih besar dibandingkan dengan persentase jumlah pengganggur lulusan SMA atau jenjang pendidikan yang lebih rendah (Nunung Isa Anshori 2013). Namun, kritik tersebut juga belum benar seluruhnya karena cara berfikir yang digunakan dalam memberikan tafsiran terhadap data empiris tersebut cenderung menyesatkan. Cara berfikir yang sekarang berlaku seolah-olah hanya memperhatikan pendidikan sebagai satu-satunya variabel yang menjelaskan masalah pengangguran. Cara berfikir seperti cukup berbahaya, bukan hanya berakibat pada penyudutan sistem pendidikan, tetapi juga cenderung menjadikan pengangguran sebagai masalah yang selamanya tidak dapat terpecahkan. Berdasarkan keadaan tersebut, penjelasan secara konseptual terhadap masalah-masalah pengangguran tenaga terdidik yang dewasa ini banyak disoroti oleh masyarakat, sangat diperlukan. Penjelasan yang bersifat konseptual diharapkan mampu mendudukkan permasalahan pada proporsi yang sebenarnya, khususnya tentang fungsi dan kedudukan sistem pendidikan dalam kaitannya dengan masalah ketenagakerjaan. Pendidikan Islam ideal adalah membentuk manusia yang bertaqwa kepada Allah swt, mampu menggunakan logikanya secara baik, berinteraksi sosial dengan baik dan bertanggung jawab. Dengan kata lain, pendidikan Islam ideal adalah membina potensi spiritual, emosional dan intelegensia secara optimal. Ketiganya terintegrasi dalam satu lingkaran. Perlu diakui bahwa dunia pendidikan khususnya pendidikan Islam di Indonesia masih memiliki beberapa kelemahan. setidaknya ada tiga kelemahan wajah pendidikan Islam, yakni kecerdasan terlalu diutamakan, kurangnya pembinaan terhadap akhlak, orientasi pada dunia kerja yang berlebihan, namun tidak memiliki standar kompetensi kerja, atau tidak memiliki link and match, Pengembangan pendidikan kita tidak didasarkan pada riset yang proporsional, dan desentralisasi atau otonomi daerah yang tidak berjalan sesuai dengan standar (Soedijarto 2009). Berangkat dari asumsi bahwa bertambahnya tingkat pengangguran khususnya pendidikan Islam, disebabkan karena kegagalan sistem pendidikan Islam itu sendiri, dan karenanya diperlukan pendekatan-pendekatan tertentu dalam pendidikan dan perlunya konsep Link and Match dihidupkan kembali dalam sistem pendidikan. Pendidikan Islam Nur Uhbiyati, mengutip hasil seminar Pendidikan Islam se-Indonesia tanggal 7 sampai 11 Mei 1960 di Cipayung Bogor, menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam. Pendidikan Islam memuat bimbingan tehadap pertumbuhan rohani dan jasmani anak, agar mampu melakukan semua ajaran Islam secara baik dan benar. Abd.Rahman al-Nahlawiy (1983) pengertian pendidikan Islam sebagai pengaturan pribadi dan masyarakat yang karenanya dapatlah menunaikan (ajaran) Islam secara utuh dan menyeluruh, baik dalam kehidupan individu maupun masyarakat. Sedangkan Muhammad Fadhil Al-Jamali memberikan pengertian 219
Volume 2 No. 2 Desember 2014
pendidikan islam sebagai upaya mengembangkan, mendorong, serta mengajak manusia untk lebih maju dengan berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan, maupun perbuatan. Dari definisi dan pengertian itu ada tiga unsur yang membentuk pendidikan yaitu adanya proses, kandungan, dan penerima. Kemudian disimpulkan lebih lanjut yaitu ”sesuatu yang secara bertahap ditanamkan ke dalam diri manusia”. Jadi definisi pendidikan Islam adalah, pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia, tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan kepribadian. Kembali kepada definisi pendidikan Islam yang menurut Al-Attas diperuntukkan untuk manusia saja. menurutnya pendidikan Islam dimasukkan dalam At-ta‟dib, karena istilah ini paling tepat digunakan untuk menggambarkan pengertian pendidikan itu, sementara istilah tarbiyah terlalu luas karena pendidikan dalam istilah ini mencakup juga pendidikan kepada hewan. Dari pengertian Al-Attas tersebut dibutuhkan pemahaman yang mendalam, arti dari pengertian itu adalah, “pengenalan” adalah menemukan tempat yang tepat sehubungan dengan apa yang dikenali, sedangkan “pengakuan” merupakan tindakan yang bertalian dengan pengenalan tadi. Pengenalan tanpa pengakuan adalah kecongkakan, dan pengakuan tanpa pengenalan adalah kejahilan belaka. Dengan kata lain ilmu dengan amal haruslah seiring. Ilmu tanpa amal maupun amal tanpa ilmu adalah kesia-siaan. Kemudian tempat yang tepat adalah kedudukan dan kondisinya dalam kehidupan sehubungan dengan dirinya, keluarga, kelompok, komunitas dan masyarakatnya, maksudnya dalam mengaktualisasikan dirinya harus berdasarkan kriteria Al-Quran tentang ilmu, akal, dan kebaikan (ihsan) yang selanjutnya mesti bertindak sesuai dengan ilmu pengetahuan secara positif, dipujikan serta terpuji. Link and Match dalam Pendidikan Konsep keterkaitan dan kesepadanan (Link and Match) antara dunia pendidikan dan dunia kerja yang dicetuskan mantan Mendiknas Prof. Dr. Wardiman. Konsep ini dicetuskan untuk bisa menekan jumlah pengangguran lulusan perguruan tinggi yang dari ke hari makin bertambah. Soemarso, Ketua Dewan Pembina Politeknik dan juga dosen UI mengatakan bahwa konsep Link and Match antara lembaga pendidikan dan dunia kerja dianggap ideal. Jadi, ada keterkaitan antara pemasok tenaga kerja dengan penggunanya. Di sisi lain, produk dari Perguruan Tinggi khususnya Islam harus menghasilkan sesuatu yang amat berharga dan bukan hanya sekedar kertas tanpa makna, yaitu produk kepakaran, produk pemikiran dan kerja laboratorium. Produk-produk ini masih sangat jarang dilirik oleh industri di Indonesia. Produk kepakaran yang sering dipakai adalah yang bersifat konsultatif. Tetapi produk hasil laboratorium belum di akomodasi dengan baik. Menjalankan Link and Match bukanlah hal yang sederhana. Karena itu, idealnya, ada tiga komponen yang harus bergerak simultan untuk menyukseskan program Link and Match yaitu perguruan tinggi, dunia kerja (perusahaan) dan 220
Jurnal Pendidikan ‘IQRA’
pemerintah. Dari ketiga komponen tersebut, peran perguruan tinggi merupakan keharusan dan syarat terpenting. Kreativitas dan kecerdasan pengelola perguruan tinggi menjadi faktor penentu bagi sukses tidaknya program tersebut. Ada beberapa langkah penting yang harus dilakukan suatu perguruan tinggi untuk menyukseskan program Link and Match. Perguruan tinggi Islam harus mau melakukan riset ke dunia kerja. Tujuannya adalah untuk mengetahui kompentensi (keahlian) apa yang paling dibutuhkan dunia kerja dan kompetensi apa yang paling banyak dibutuhkan dunia kerja. Perguruan tinggi Islam seharusnya mulai menjadikan kompetensi yang dibutuhkan dunia kerja sebagai materi kuliah di kampusnya. Dengan demikian, diharapkan, lulusan perguruan tinggi Islam sudah mengetahui, minimal secara teori, tentang kompetensi apa yang dibutuhkan setelah mereka lulus. Meskipun demikian, perguruan tinggi Islam tidak harus menyesuaikan seluruh materi kuliahnya dengan kebutuhan dunia kerja. Sebab, harus ada materi kuliah yang berguna bagi mahasiswa yang ingin melanjutkan studi ke jenjang strata yang lebih tinggi. Langkah penting lainnya, perguruan tinggi Islam harus menjalin relasi dan menciptakan link dengan banyak perusahaan agar bersedia menjadi arena belajar kerja (magang) bagi mahasiswa yang akan lulus. Dengan magang langsung (on the spot) ke dunia kerja seperti itu, lulusan tidak hanya siap secara teori tetapi juga siap secara praktik. Jika program Link and Match berjalan baik, pemerintah juga diuntungkan dengan berkurangnya beban pengangguran (terdidik). Karena itu, seyogianya pemerintah secara serius menjaga iklim keterkaitan dan mekanisme implementasi ilmu dari perguruan tinggi Islam ke dunia kerja sehingga diharapkan program Link and Match ini berjalan semakin baik dan semakin mampu membawa manfaat bagi semua pihak. Manfaat yang dapat dipetik dari pelaksanaan Link and Match sangat besar. Karena itu, diharapkan semua stake holders dunia pendidikan Islam bersedia membuka mata dan diri dan mulai bersungguh-sungguh menjalankannya. Perguruan tinggi harus lapang dada menerima bidang keahlian (kompentensi) yang dibutuhkan dunia kerja sebagai materi kuliah utama. Perusahaan juga harus membuka pintu selebar-lebarnya bagi mahasiswa perguruan tinggi yang ingin magang (bekerja) di perusahaan tersebut. Sedangkan Pemerintah harus serius dan tidak semata memandang program Link and Match (keterkaitan dan kesepadanan) sebagai proyek belaka. Secara tradisional teori kependidikan menekankan tiga tujuan instruksional pokok: kognitif, afektif dan psikomotorik. Banyak orang berpendapat bahwa sisi afektif dari pendidikan adalah yang paling penting. Seperti ditekankan oleh Paola friere, suatu konsep pendidikan, dimana otak manusia hanya seperti rekening bank tidak berlaku atau sesuai lagi. Tujuan yang lebih berkaitan dengan proses menyadarkan orang bahwa kemampuan berfikir dan menentukan identitas diri sekarang ini jauh lebih penting. Pendidikan dan pelajaran adalah proses bukan produk akhir. Ivan Illich pernah mengatakan bahwa kita tidak boleh mengijinkan pendidikan formal mengganggu proses belajar terus menerus. Tidak selayaknya orang berhenti dari proses belajar sesudah pendidikan formal selesai. 221
Volume 2 No. 2 Desember 2014
Konsep Dasar Link and Match dalam Pendidikan Islam Link secara harfiah berarti adanya pertautan, keterkaitan, atau hubungan interaktif, dan match berarti cocok, padan. Pada dasarnya link and match adalah keterkaitan dan kecocokan antara proses dan produk pendidikan dengan kebutuhan (needs, or demands). Kebutuhan ini bersifat sangat luas, multidimensional dan multisektoral, mulai dari kebutuhan peserta didik, kebutuhan keluarga, kebutuhan masyarakat dan Negara, dan kebutuhan pembangunan termasuk kebutuhan dunia kerja. Dari perspektif ini, link lebih menunjuk pada proses yang berarti bahwa proses pendidikan seharusnya sesuai dengan kebutuhan pembangunan sehingga hasilnya juga match atau cocok dengan kebutuhan pembangunan dilihat dari jumlah, mutu, jenis maupun waktu. Dengan demikian, konsep link and match pada dasarnya adalah supplay and demand dalam arti luas, dunia pendidikan sebagai lembaga yang mempersiapkan SDM, dan individu, masyarakat, serta dunia kerja sebagai pihak yang membutuhkan. Kebutuhan tersebut adalah tuntutan dunia kerja atau dunia usaha yang dirasakan amat mendesak. Karena itu, prioritas link and match diberikan pada pemenuhan kebutuhan dunia kerja. Pada jenjang pendidikan dasar, link and match ditujukan untuk pembentukan pribadi yang berbudi pekerti luhur, beriman dan bertakwa, berkemampuan, dan mempunyai keterampilan dasar untuk pendidikan selanjutnya di tingkat menengah, dan untuk bekal hidup. Penekan terakhir ditujukan untuk memperoleh keterampilan dasar sebagai bekal hidup yang belum sepenuhnya mengarah pada bidang kejuruan atau pekerjaan tertentu, tetapi merupakan keterampilan dasar untuk belajar yang dapat dikembangkan lebih lanjut. Dengan konsep link and match, lulusan pendidikan dasar adalah mereka yang mampu belajar tetapi tidak seharusnya dianggap memiliki keterampilan kerja dan siap untuk bekerja. Tenaga terampil harus dihasilkan dari lulusan pendidikan dasar (SD dan SLTP) yang dilengkapi dengan kursus dan pelatihan yang diselenggarakan melalui jalur pendidikan luar sekolah. Pada jenjang pendidikan menengah, link and match, ditujukan untuk membekali pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar memiliki kemampuan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi atau kemampuan untuk bekerja. Konsep link and match pada pendidikan menengah kejuruan lebih diarahka untuk menghasilkan lulusan yang diproyeksikan menjadi tenaga kerja tingkat menengah yang terampil. Mereka diharapkan mampu mengisi kebutuhan berbagai jenis lapangan kerja sesuai dengan tingkatannya serta belajar menyesuaikan keterampilanya dengan perkembangan. Untuk tujuan tersebut, penerapan link and match lebih ditujukan pada pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda (PSG). Kemudian pada pendidikan tinggi, konsep link and match lebih diarahkan pada peningkatan perguruan tinggi dalam menghasilkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan industri, baik dari segi jumlah, komposisi menurut keahlian, maupun mutu keahlian yang dimiliki. Pendidikan tinggi juga harus mampu menghasilkan lulusan yang seimbang, baik dilihat dari kemampuan profesional maupun kemampuan akademik. Kemampuan akademik menekankan pada kemampuan penguasaan dan pengembangan ilmu, dan kemampuan profesional 222
Jurnal Pendidikan ‘IQRA’
menekankan pada kemampuan dan keterampilan kerjaLink and Match disusun dalam rangka pengembangan sumber daya manusia yang tidak konvensional dan inovatif, pemuntakhiran desain kurikulum yang berwawasan kebutuhan lapangan dan tenaga siap latih. Beberapa ciri pendidikan dengan menggunakan desain kurikulum ini, antara lain lebih menekankan pada “ skill applied” dari pada “skill course” sehingga peserta didik lebih mampu menggunakan dari pada konsep, prinsip, ataupun kaidah teoritis. Pengelolaan muatan lokal yang disesuaikan dengan lingkungan sekitar pelaksanaan pendidikan, mendidik dan mengembangkan kompetensi ganda, yaitu kemampuan mengaplikasikan pengetahuan dan ketrampilan dalam berbagai sektor kehidupan ilmu pengetahuan dan teknologi. Idealnya perguruan tinggi khususnya perguruan tinggi Islam hadir sebagai institusi pembangun linkage antara dunia sekolah dan dunia kerja. Perguruan tinggi Islam harus menjadi jembatan yang mempersiapkan lulusan sekolah dasarmenengah menjadi personel yang siap pakai dan siap diberdayakan. Lulusan perguruan tinggi Islam kemudian memegang “tanggung jawab” sebagai pemberi value added bagi perusahaan. Lebih lengkap lagi, apabila lulusan perguruan tinggi Islam dituntut untuk bisa meningkatkan value added perusahaan dengan menggunakan sumberdaya internal secara optimal serta memberikan feedback demi perbaikan perusahaan. Tetapi yang menjadi pertanyaan kini ialah seberapa besar tenaga kerja siap pakai yang dihasilkan oleh perguruan tinggi Islam yang terserap ke dalam lapangan kerja atau sebaliknya seberapa besar kebutuhan perusahaan (penyedia lapangan kerja) terhadap lulusan perguruan tinggi Islam? (H.A.R. Tilaar 2004) Dalam hal ini, bertolak pada kebijakan desentralisasi pendidikan. Desentralisasi yang mengandung pengertian proses pendelegasian atau pelimpahan kekuasaan atau wewenang dari pimpinan atau atasan ke tingkat bawahan. Yang dalam skala pendidikan di Indonesia runtutan UU No. 5 tahun 1974 pasal 7 dan 8 tentang pokok – pokok penyelenggaraan pemerintah di daerah, PP No. 8 tahun 1995 tentang penyerahan sebagai urusan pada 26 daerah percontohan, pencanangan pada tanggal 26 April 1995 sebagai hari otonomi daerah, merupakan landasan formal yang menyiratkan adanya pendelegasian wewenang pendidikan dari tingkat pusat ke daerah (Surahmat 2013). Dari kebijakan desentralisasi pendidikan di atas, maka muncul berbagai istilah dalam dunia pendidikan. Beberapa istilah yang muncul diantaranya otonomi pendidikan, desentralisasi pendidikan, reformasi pendidikan, reorientasi pendidikan, demokratisasi pendidikan dan sebagainya. Apapun istilahnya, namun substansi mendasar yang menjadi bahan pemikiran selanjutnya adalah implikasi manajemen pendidikan ditingkat daerah. Paling tidak ada lima implikasi di bidang manajemen pendidikan yang segera harus dicermati, meliputi implikasi organisasional meliputi struktur, mekanisme kerja, jabatan tugas, dan kewenangan, implikasi manajerial yang mempersyaratkan kompetensi dan ketrampilan menejerial, implikasi ketenagaan yang memperdulikan kompensi profesional yang mempersyaratkan kesesuaian tugas, tanggung jawab posisi, dan latar belakang pendidikan, implikasi otoritas yang mencakup kewenangan pengambilan keputusan, dan implikasi substansial manajemen pendidikan yang didelegasikan , 223
Volume 2 No. 2 Desember 2014
sehingga nampak batasan kebijakan lokal yang tidak diintervensi oleh pemerintah diatasnya. Pelaksana manajemen pendidikan ditingkat daerah dihadapkan pada bentuk atau pola pembinaan yang efektif, efisien, fisibel, praktis dan sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan. Beberapa rambu – rambu pelaksanaan pengelolaan pendidikan dalam konteks implementasi desentralisasi pendidikan, dapat di kemukakan sebagai berikut: Pertama, sumber–sumber yang mendukung desentralisasi (semua fungsi pendidikan) hendaknya tersedia dengan cukup dan mampu mendukungnya, antara lain biaya, tenaga, dan keahlian. Kedua, desentralisasi hendaknya tidak mengancam nasib guru, terutama gaji, prospek promosi, beban kerja dan kondisi kerja. Ketiga, pelaksanaan didukung oleh pimpinan yang kuat, kebijakan, dan program yang berkesinambungan/terpadu. Keempat, desentralisasi hendaknya tidak bertentangan dan bahkan mendukung keyakinan masyarakat tentang penyelenggaraan pendidikan. Kelima, pengangkatan dan pelatihan pendidikan (preservice dan inservice trainning) dapat di desentralisasikan ke daerah dengan tetap mengedepankan standar penerimaan secara nasional. Keenam, bentuk desentralisasi di bidang pendidikan hendaklah bersifat berimbang dan partisipatif, artinya ada perimbangan antara aspek–aspek yang didesentralisasikan dan yang tidak didesentralisasikan. Pendekatan-pendekatan dalam mewujudkan Link and Match dalam Pendidikan Islam Setidaknya ada dua pendekatan yang dapat dilakukan dalam mewujudkan Link and Match dalam pendidikan sebagai berikut: 1. Pendekatan Sosial Menurut A.W. Gurugen pendekatan sosial merupakan pendekatan tradisional bagi pembangunan pendidikan dengan menyediakan lembaga-lembaga dan fasilitas demi memenuhi tekanan tekanan untuk memasukan sekolah serta memungkinkan pemberian kesempatan kepada murit dan orang tua secara bebas. Menurut Bohar Soeharto perencanaan sosial adalah proses cara menjelaskan dan memecahkan masalah yang berhubungan dengan masyarakat atau berhubungan dengan aspek sosial dari kehidupan individu untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Banyak agenda yang telah, sedang dan akan dilaksanakan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan Islam. Mulai dari perbaikan sistem, kurikulum, orientasi tujuan dan hingga integrasi antara ilmu agama dengan ilmu umum yang diwujudkan dengan perubahan STAIN menjadi IAIN. Upaya-upaya perbaikan tersebut diharapkan dapat memperkuat posisi pendidikan Islam dalam menghadapi tantangan era globalisasi yang sedang bergulir saat ini. Dimana pengaruh globalisasi sangat terasa di berbagai segment kehidupan. 2. Pendekatan Pendidikan dan Ketenagakerjaan Pendekatan yang dipakai dalam penyusunan perencanaan pendidikan suatu negara sangat tergantung kepada kebijakan pemerintah yang sedang dilaksanakan. Karenanya wajar jikalau timbul pendekatan yang berbeda-beda antara beberapa negara dan juga terjadi perbedaan dalam pendekatan perencanaan antara berbagai 224
Jurnal Pendidikan ‘IQRA’
periode pembangunan dalam satu negara. Dalam kebijakan pemerintah (sebut saja kebijakan lima tahunan), disana tergambar secara jelas harapan-harapan yang akan dan harus dipenuhi oleh sektor pendidikan. Dengan kata lain kebutuhan akan pendidikan yang akan menjadi sasaran dalam perencanaan selalu dijadikan penuntun atau bisa dikatakan sebagai kebijakan awal perencanaan dalam membangun sebuah perekonomian. Perencana pendidikan perlu untuk merencanakan kegiatan/usaha pendidikan sedemikian rupa sehingga menjamin setiap individu, tentunya seorang lulusan lembaga pendidikan dapat terjun ke masyarakat dengan suatu kemampuan untuk menjadi seorang pekerja yang produktif. Dengan kata lain sistem pendidikannya harus menghasilkan lulusan dari berbagai tingkat dan jenis yang siap pakai.
DAFTAR PUSTAKA Dadan Rusmana, Beberapa Kelemahan Dunia Pendidikan di Indonesia , http://dadan rusmana. blogspot.com/2011/11/beberapa-kelemahan-duniapendidikan-di. html (laman diakses 12 Desember 2014) H.A.R. Tilaar, Paradigma Baru Pendidikan Nasional; Reposisi dan Reaktualisasi Madrasah dalam Membangun Masyarakat Indonesia Baru, (Cet. 2; Jakarta: Rineka Cipta, 2004. http://bambumoeda.wordpress.com/2012/06/11/pengertian-pendidikan-islam/ (laman diakses 12 Desember 2014). http://menyempal.wordpress.com/tokoh-pendidikan-4/wardiman-djojonegoro/ (laman diakses 12 Desember 2014). Konsep Link and Match Dalam Pendidikan http://newjoesafirablog.blogspot. com/2012/05/konsep-link-and-match-dalam-pendidikan.html (laman diakses 12 Desember 2014). Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. II; Bandung: Pustaka Setia, 1998 Nunung Isa Anshori, Konsep Link and Match: Fungsi Pendidikan Sebagai Pemasok Tenaga Kerja Siap Pakai, http://rohadiwanasaba.vv.si/2012/12/makalah-pendidikan/ (laman diakses 12 Desember 2014) Soedijarto, Beberapa Catatan terhadap Pendidikan Moral dalam Penyelenggaraan Pendidikan Nasional (Sebuah Renungan Analitik) dalam Mereka Bicara Tentang Pendidikan Islam; Sebuah Bunga Rampai, (Cet. I; Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2009. Surahmat, Visi, Misi dan Desentralisasi Pendidikan Kita, http://www.unisma. ac.id/news detail.php?id=293 (laman diakses 12 Desember 2014).
225