PERPUSTAKAAN DALAM DUNIA PENDIDIKAN ISLAM; Pengembangan Perpustakaan Pondok Pesantren Raudhatul ‘Ulum (PPRU) Oleh: Elfi Moralita Pustakawan Muda UPT Perpustakaan Universitas Sriwijaya Abstrak Tulisan ini membahas perpustakaan dalam dunia pendidikan Islam secara umum dan pengembangan perpustakaan Pondok Pesantren Raudhtaul Ulum secara khusus. Perpustakaan dalam dunia pendidikan Islam telah maju sejak berabad yang lalu. Namun aktifitas perpustakaan itu sempat terhenti karena perang dan sebab lainnya yang berimbas juga pada kemunduran dalam dunia pendidikan Islam. Saat ini kesadaran umat Islam untuk membangkitkan kembali dunia pendidikan Islam tumbuh dan berkembang pesat termasuk di Indonesia. Salah satu lembaga pendidikan Islam itu adalah Pondok Pesantren Raudhatul Ulum Sakatiga. Lembaga ini sudah memiliki banyak fasilitas pendukung proses belajar mengajar santrinya, namun di segi perpustakaan masih sangat minim.
Kata kunci: perpustakaan, pendidikan Islam, PPRU
PENDAHULUAN
Undang-undang Nomor 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) menjelaskan bahwa perpustakaan merupakan sumber daya pendidikan yang penting dalam upaya meningkatkan kualitas Pendidikan Prasekolah, Pendidikan Dasar dan Menengah. Pada lembaga pendidikan tingkat dasar, perpustakaan merupakan tempat untuk mengasah kemampuan anak didik untuk belajar mandiri. Hal ini juga berlaku bagi dunia pendidikan yang berbasis Islam. Fungsi perpustakaan madrasah antara lain adalah sebagai tempat sumber belajar, pusat informasi, tempat penelitian sederhana, pusat rekreasi edukatif, dan tempat sosialisasi antar siswa/santri
SEJARAH PERPUSTAKAAN ISLAM Sejarah telah membuktikan hubungan sebab akibat yang tak terbantahkan antara kemajuan peradaban suatu bangsa dengan keberadaan perpustakaan di tengah masyarakatnya. Perpustakaan merupakan mediator munculnya gairah intelektual yang tinggi yang kemudian akan melahirkan ilmuwan-ilmuwan yang menjadi titik tolak kemajuan peradaban bangsa tersebut. Di berbagai literatur tersirat bahwa bila ingin menghancurkan suatu bangsa, hancurkanlah pusat peradabannya, yaitu perpustakaan. Pada abad ke-5 Masehi, Roma yang waktu itu menjadi salah satu pusat ilmu dunia barat dihancurkan oleh tentara barbar Jerman. Perpustakaan umum dan pribadi dihancurkan dan dibakar. Pada abad pertengahan ini dunia barat mengalami kemerosotan. Sementara itu dunia Islam mulai bangkit. Kesadaran dan kecintaan terhadap ilmu pengetahuan pada jaman itu memunculkan berbagai jenis perpustakaan umum maupun milik pribadi yang bertebaran di berbagai wilayah Islam. Perpustakaan ini jumlahnya puluhan bahkan mungkin ratusan, dan melahirkan ulama-ulama dan ilmuwan besar Islam, seperti Jabir Ibnu Hayyan, Al Farabi, Ibnu Sina dan lain-lain. Sejarah keemasan Islam menunjukkan bahwa perpustakaan ternyata bukan hanya sekadar penyimpan buku, tapi juga penghasil buku; wadah berbagai penulisan, penyalinan, penerjemahan dan penerbitan naskah serta sebagai pusat penelitian para cendekiawan besar. Perpustakaan juga menjadi tempat berkumpul dan pembelajaran para ilmuwan. Perpustakaan juga kemudian menjadi indikator keberadaban suatu bangsa. Perpustakaan-perpustakaan tersebut antara lain: 1. Baitul Hikmah, sebuah kombinasi yang baik dari perpustakaan, akademi dan sarana penerjemahan, yang didirikan oleh Khalifah Abbasiyah, al-Ma`mun, sekitar tahun 318 H; 2. Perpustakaan Umar al-Waqidi (736 H) yang diperkirakan memiliki banyak sekali buku yang kalau ditimbang beratnya sama dengan dua puluh ekor unta; 3. Darul Ilmi (991); 4. Perpustakaan sekolah tinggi Nidzamiyah (1064); 5. Perpustakaan sekolah Mustansiriyyah (1233);
6. Perpustakaan al-Baiqani, berisi banyak sekali buku, sehingga untuk mengangkutnya saja membutuhkan enam puluh tiga keranjang dan dua ratus lima puluh koper; 7. Perpustakaan Baitul Hikmah (998) di Kairo yang berisi tidak kurang dari 100.000 volume, termasuk 2.400 buah al-Qur’an berhiaskan emas dan perak yang disimpan dalam ruangan terpisah. Perpustakaan ini mempunyai 40 lemari yang tiap lemarinya bisa memuat sampai 18.000 buku. Selain itu, di perpustakaan ini juga disediakan segala yang diperlukan seperti tinta, pena, kertas dan tempat tinta. 8. Perpustakaan al-Ma’arif berisi ribuan buku dari setiap cabang ilmu pengetahuan. 9. Perpustakaan Khalifah al-Hakim (976) di Spanyol, berisi 600.000 jilid, yang secara hatihati diseleksi seluruh penyalur buku yang ahli dari semua pasar Islam 10. Perpustakaan para khalifah dinasti Fatimiyah di Kairo. Jumlah seluruh buku yang ada di situ mencapai 2.000.000 (dua juta) eksemplar. Perpustakaan ini berisi berbagai macam ilmu antara lain Al-Qur’an, astronomi, tata bahasa, lexicography dan obat-obatan. 11. Perpustakaan Baitul Hakam di Bagdad. Perpustakaan ini menyerupai universitas yang bertujuan untuk membantu perkembangan belajar, mendorong penelitian, dan mengurusi terjemahan teks-teks penting. Koleksi buku Perpustakaan ini berjumlah 400 hingga 500 ribu jilid. 12. Perpustakaan Al-Hakam di Andalus. Jumlah buku didalamnya mencapai 400.000 buah. Perpustakaan ini mempunyai katalog-katalog yang sangat teliti dan teratur yang mencapai 44 bagian. Di perpustakaan ini terdapat pula para penyalin buku yang cakap dan penjilidpenjilid buku yang mahir. 13. Perpustakaan Bani Ammar di Tripoli. Perpustakaan ini berisi buku-buku yang langka dan baru dijamannya. Bani Ammar mempekerjakan orang-orang pandai dan pedagangpedagang untuk menjelajah negeri-negeri dan mengumpulkan buku-buku yang berfaedah dari negeri-negeri yang jauh dan dari wilayah-wilayah asing. Jumlah koleksi bukunya mencapai 1.000.000. Terdapat 180 penyalin yang menyalin buku-buku di sana.
Buku-buku di perpustakaan ini tidak hanya berasal dari penulis bangsa Arab, tapi juga dari penulis luar yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Seorang ulama senior, Dr. Mustafa As-Siba’I dalam salah satu bukunya yang berjudul “Min Rawa’ii Hadharatina” mengemukakan berbagai kisah dan perkembangan ilmu dan perpustakaan dunia Islam. Dalam
bukunya beliau mengisahkan bahwa Muhammad bin Abdul Malik az Zayyat memberi 2000 dinar setiap bulan bagi para penerjemah dan penyalin buku. Al-Ma’mun senantiasa memberi emas kepada Hunain bin Ishaq seberat buku-buku yang diterjemahkannya ke dalam Bahasa Arab. Hal ini membuktikan betapa berharganya penyebaran ilmu dalam pengembangan peradaban suatu bangsa. Hampir sama dengan kemerosotan yang terjadi di dunia Barat pada masa Abad Pertengahan, awal mula kemunduran Islam ditandai dengan hancurnya perpustakaanperpustakaan Islam. Hal itu berawal setelah penyerangan habis-habisan tentara Mongol terhadap Daulah Abbasiyah di Baghdad pada tahun 1258. Tentara Mongol tidak menyisakan satupun perpustakaan, semuanya dibakar habis. Dikabarkan, begitu banyaknya buku yang dibakar dan yang dibuang ke sungai, membuat laut di daerah Baghdad berwarna hitam oleh tinta buku tersebut. Tinggi tumpukan buku yang dibakar hampir menyamai tinggi menara mesjid di Baghdad. Nasib yang sama juga terjadi di Samarkand dan Bukhara serta perpustakaan di Tripoli pada saat Perang Salib. Meskipun sudah banyak yang dihancurkan, saat ini masih banyak perpustakaan Islam yang terkenal, khususnya perpustakaan perguruan tinggi dan perpustakaan umum. Hal ini menunjukkan bahwa perhatian umat Islam terhadap dunia perbukuan dan perpustakaan tetap tinggi dan sekaligus menunjukkan bahwa Islam menempatkan belajar, membaca, dan ilmu pada tempat yang tinggi.
PONDOK PESANTREN RAUDHATUL ‘ULUM (PPRU) Pondok Pesantren Raudhatul Ulum, selanjutnya disebut PPRU, adalah lembaga pendidikan berbasis Islam yang berdiri pada tahun 1930 dan berlokasi di dusun Sakatiga, Kec. Indralaya, Kabupaten Ogan Ilir, Provinsi Sumatra Selatan. Lembaga pendidikan yang cukup terkenal di Sumatra Selatan ini mengelola pendidikan mulai dari tingkat Play Group-Taman Kanak-kanak sampai dengan tingkat Perguruan Tinggi. Di tingkat pendidikan lanjutan, PPRU juga menyelenggarakan pendidikan umum dan Islam Terpadu yaitu SMP-IT dan SMA-IT. Untuk pendidikan tinggi, lembaga ini memiliki STIT-Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah atau keguruan dan ilmu pendidikan Islam. Tiap sekolah memiliki kepala sekolah sendiri dan pimpinan tertinggi pondok pesantren disebut Mudir.
Menurut jenjang pendidikan yang ada di PPRU, perpustakaan yang seharusnya ada di sana bisa digolongkan menjadi dua jenis, yaitu perpustakaan sekolah dan perpustakaan perguruan tinggi. Perpustakaan sekolah adalah semua perpustakaan yang terintegrasi ke dan diselenggarakan di sekolah pada semua tingkatan, yang bertugas mengumpulkan dan mengelola bahan pustaka untuk menunjang proses belajar mengajar siswa dan guru, sementara perpustakaan akademis agak sedikit berbeda karena bertugas menunjang visi dan misi perguruan tinggi yang menaunginya. Perpustakaan sekolah yang seharusnya ada di RU terdiri dari perpustakaan TK, MI, MTs, MA, SMP-IT, dan SMA-IT. Sedangkan perpustakaan perguruan tinggi yaitu perpustakaan STIT. Berikut adalah daftar fasilitas yang ada di PPRU yang dirilis dalam situs lembaga ini: 1. Ruang Belajar 56 Lokal 2. Kantor Pusat Administrasi (KPA) 3. Ruang Seminar (Aula) kapasitas 200 orang 4. Masjid 2 Lt kapasitas 3.000 orang 5. Mushallah putri 6. Lab. MIPA 7. Lab. Komputer 8. Lab. Dakwah 9. Ruang keterampilan 10. Asrama santri/wati kapasitas 3.000 orang 11. Kamar mandi perasrama 12. M C K per asrama dan per lokal belajar 13. Sumur Bor 2 buah. 14. Toko Pelajar 15. Kantin 16. Dapur Umum 17. Penginapan tamu
18. perumahan guru 19. Klinik 20. Kantor Madrasah (TKIS, MI, MTs, MAK, SMPIT, SMAIT, STIT) 21. Kantor Konseling (Bimbingan dan Pengasuhan santri) 22. Kantor Organisasi Pelajar Pondok Pesantren Raudhatul Ulum (OP3RU) 23. Kedai pramuka 24. Ruang tunggu tamu 25. Gedung olahraga dan seni (ukuran 30m x 60m) tahap penyelesaian 26. Sarana Out Bound. 27. Sarana Olahraga - Lapangan Bola kaki - Lapangan Bola Volly - Lapangan Basket - Lapangan Bulu Tangkis - Lapang Tennis Meja. Dari sekitar 30 daftar fasilitas yang tersedia di PPRU ini bisa kita lihat bahwa perpustakaan tidak termasuk di dalamnya.
KONDISI PERPUSTAKAAN PPRU Bila merujuk pada Undang Undang NO. 20/2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 35 ttg Standar Nasional Pendidikan yang menyebutkan bahwa “Standar sarana dan prasarana pendidikan mencakup ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan,…” maka lembaga ini akan dianggap memenuhi standar pendidikan nasional bila memiliki sarana perpustakaan. Kemudian perpustakaan tersebut baru bisa disebut perpustakaan bila memenuhi syarat mendasar seperti adanya gedung, koleksi, pustakawan dan pengguna. Untuk saat ini, perpustakaan Pondok baru bisa memenuhi syarat terakhir yaitu adanya pengguna, sementara tiga yang pertama masih dalam proses. Dari hasil pengamatan pertama, perpustakaan di PPRU masih sangat jauh dari standar. Perpustakaan di tingkat MI belum berfungsi, begitu juga di tingkat MTs dan MA, serta di tingkat
perguruan tingginya. Satu-satunya yang bisa dianggap gedung perpustakaan adalah bekas mesjid yang-karena sudah tersedia mesjid baru- kemudian dialih-fungsikan menjadi perpustakaan yang dinamai Al Ghazali. Di sini terdapat sejumlah koleksi yang tidak terawat dan mungkin juga tidak termanfaatkan. Kondisi bangunan perpustakaan sendiri memerlukan perbaikan fisik karena terlihat rembesan air di seluruh permukaan dinding. Udara dalam gedung juga lembab dan pengap. Kondisi ini membuat koleksi perpustakaan tidak akan bertahan lama. Selain itu, tidak ada tenaga pustakawan profesional yang bertugas mengelola perpustakaan tersebut. Tenaga pustakawan yang dimaksud adalah yang memiliki latar belakang pendidikan perpustakaan atau bisa juga non-perpustakaan tetapi harus memiliki sertifikat pustakawan dari lembaga berwenang. Pengadaan koleksi tidak atau belum terencana dengan baik. Kemudian yang tidak kalah penting anggaran untuk pengembangan perpustakaan juga tidak jelas. Dari semua kondisi itu, ada satu hal yang cukup menggembirakan karena menurut tenaga pengajar di sana, PPRU sudah terkoneksi dengan internet. Hal ini sangat penting mengingat internet –terlepas dari pengaruh negatif yang bisa ditimbulkannya bila penggunaannya tidak diarahkan dengan benar- adalah sumber informasi terkini yang tidak terbatas. Dengan internet kita bisa bertukar informasi dengan cepat dengan orang lain di seluruh dunia dan juga mendapatkan pengetahuan yang hampir tidak terbatas.
USULAN PENGEMBANGAN PERPUSTAKAAN PPRU Langkah pertama adalah memutuskan bentuk perpustakaan yang akan didirikan. Karena di lingkungan PPRU ada beberapa sekolah dan satu sekolah tinggi, namun masih berada dalam satu komplek, maka satu perpustakaan pusat ditambah perpustakaan sekolah dengan format ruang baca di tiap sekolah sudah bisa mencukupi kebutuhan santri. Ruang baca hanya melayankan koleksi, tidak melakukan pembelian buku, pengolahan dan proses lainnya. Pembelian atau pengadaan dan proses pengolahan buku cukup dilakukan oleh perpustakaan pusat. Namun ruang baca tetap terlibat dalam perencanaan judul-judul buku atau koleksi yang akan dibeli. Ruang baca yang pertama atau harus mendapat prioritas pengembangan adalah ruang baca di tingkat pendidikan dasar atau Madrasah Ibtidaiyah. Alasan utamanya adalah bahwa perpustakaan pendidikan dasar adalah tempat yang paling tepat untuk membina ketrampilan membaca santri. Dengan kata lain, pembinaan kebiasaan membaca yang akan
membimbing santri untuk belajar seumur hidupnya paling tepat dilakukan pada santri yang masih duduk di Madrasah Ibtidaiyah. Kemudian yang juga perlu dikembangkan pada tahap awal adalah perpustakaan pusat yang akan menjadi tempat belajar bagi santri yang duduk di kelas yang lebih tinggi. Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mendirikan perpustakaan madrasah. 1. Tenaga Pustakawan Hal pertama yang perlu dan sangat direkomendasikan dilakukan oleh pihak manajemen PPRU adalah mengadakan paling tidak satu orang tenaga pustakawan yang profesional. Tenaga pustakawan profesional bisa direkrut dari luar, bila memungkinkan yang berijazah S1 atau setidaknya D3 Ilmu Perpustakaan, namun bisa juga melatih tenaga yang ada hingga mendapat sertifikat resmi sebagai tenaga pustakawan dari Perpustakaan Nasional. Perpustakaan Nasional RI sebagai lembaga resmi yang mengurusi masalah perpustakaan dan pustakawan di Indonesia selalu mengadakan pelatihan pengelola perpustakaan yang kadang diselenggarakan secara gratis. Pimpinan bisa mengirim setidaknya satu orang calon tenaga pustakawan yang kelak akan mengkordinir dan memantau seluruh kegiatan kepustakaan di lingkungan PPRU. Untuk jangka pendek, langkah lain yang juga bisa diambil adalah mengontrak seorang pustakawan profesional untuk jangka waktu tertentu yang ditugaskan untuk membina tenaga yang ada dan mengawasi operasional perpustakaan dalam masa-masa awal pendirian. Namun, sekali lagi, hal ini untuk program jangka pendek. Untuk jangka panjang tetap dianjurkan memiliki pustakawan sendiri. Apalagi ada peraturan menteri yang mengatur hal ini, yaitu PERMENDIKNAS NO 25/2008 PASAL 1 yang berbunyi ‘Standar tenaga perpustakaan sekolah/madrasah mencakup KEPALA perpustakaan sekolah/madrasah dan TENAGA perpustakaan sekolah/madrasah.’ Ditambahkan lagi bahwa standar ini harus direalisasikan selambatnya 5 (lima) tahun sejak diberlakukan.
Tugas Pustakawan Sekolah menurut Pedoman Perpustakaan Sekolah yang dikeluarkan oleh IFLA dan diadopsi oleh Perpustakaan Nasional dan Departemen Pendidikan Nasional adalah sebagai berikut: • menganalisis sumber dan kebutuhan informasi komunitas sekolah • memformulasi dan mengimplementasi kebijakan pengembangan jasa
• mengembangkan kebijakan dan sistim pengadaan sumberdaya perpustakaan • mengkatalog dan mengklasifikasi materi perpustakaan • melatih cara penggunaan perpustakaan, pengetahuan dan ketrampilan informasi • membantu murid dan guru mengenai penggunaan sumberdaya perpustakaan dan teknologi informasi • menjawab pertanyaan referensi dan informasi dengan menggunakan berbagai materi yang tepat • mempromosikan program membaca dan kegiatan budaya • ikut serta dalam kegiatan perencanaan terkait dengan implementasi kurikulum serta persiapan, implementasi dan evaluasi aktivitas pembelajaran • mempromosikan evaluasi jasa perpustakaan sebagai bagian dari sistem evaluasi sekolah secara menyeluruh • membangun kemitraan dengan organisasi di luar sekolah • merancang dan mengimplementasi anggaran • mendisain perencanaan strategis dan mengelola serta melatih tenaga perpustakaan
Struktur Organisasi Perpustakaan PPRU
PUDIR BIDANG PENDIDIKAN
Kepala Perpustakaan PRU
Kab Pengolahan
Kabag Layanan
Kepala Ruang baca MI, MTs, MA, STIT
2.Gedung Pengembangan perpustakaan kemudian juga harus dimulai dengan pengadaan gedung yang memenuhi syarat. Kondisi fisik bangunan perpustakaan PPRU yang sudah ada adalah sebagai berikut: 1. Atap bocor; akan merusak koleksi perpustakaan dan tentu saja mengurangi kenyamanan pengguna. 2. Gelap/pencahayaan kurang ; akan merusak mata pengguna dan membuat nyamuk mudah bersarang 3. Pengap/sirkulasi udara kurang; udara yang pengap mengurangi kenyamanan pengguna 4. Dinding lembab; dinding yang lembab karena rembesan air akan mengakibatkan koleksi yang ada di dalam cepat rusak dan udara dalam ruangan juga tidak sehat. Selain itu, yang juga harus diperhatikan adalah lokasi gedung, sebaiknya berada di tengah komplek sehingga mudah dicapai, kemudian tidak berada di tempat yang bising, tidak berada di daerah yang rawan banjir atau tergenang dan lain-lain. Desain ruang baca perpustakaan sekolah cukup dibuat sederhana karena yang dibutuhkan hanya area baca dan area layanan. Ukuran ruang baca idealnya dua kali ukuran ruang kelas. Bila ruang kelas hanya untuk menampung santri, maka ruang baca perpustakaan disamping harus menampung santri, paling tidak juga akan menampung rak-rak buku, meja baca, lemari penyimpan, lemari pajang serta meja petugas.
3. Pengembangan Koleksi Perpustakaan madrasah/sekolah pada prinsipnya juga berfungsi sebagai penopang pelaksanaan kurikulum di sekolah atau madrasah yang menaunginya, karena itu secara umum perpustakaan harus menyediakan koleksi yang sesuai dengan kebijakan dan prioritas yang digariskan. Idealnya, jumlah judul buku di perpustakaan minimal 10x jumlah santri, dengan begitu rasionya menjadi 1:10, tiap satu santri disediakan 10 judul buku. Di negara maju rasionya malah lebih besar yaitu 1:20, artinya untuk setiap satu siswa di perpustakaan disediakan 20 judul buku. Bila misalnya di PPRU ada 500 santri, maka idealnya ada 500x10=5000 judul buku tersedia di perpustakaan. Pengembangan atau penambahan koleksi baik dari segi jumlah maupun jenis bisa dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
1. pembelian secara langsung ke toko buku, 2. pemesanan lewat penerbit, 3. hibah/hadiah, 4. tukar menukar terbitan dengan lembaga lain, 5. kerjasama dengan lembaga lain dalam bentuk buku 6. sumbangan baik dari alumni, pemerintah setempat, perusahaan dan lain-lain.
Pengadaan sejumlah besar buku ini biasanya terhalang masalah dana. Untuk itu ada baiknya pengadaan ini dilakukan secara bertahap. Misalnya untuk tahap awal atau tahun pertama dilakukan pengadaan buku sejumlah santri, kemudian tahun kedua ditambah menjadi dua kali lipat dan begitu seterusnya hingga tercapai jumlah ideal. Jadi ada beberapa cara sebenarnya yang bisa dilakukan agar tujuan pengadaan buku dengan jumlah ideal bisa tercapai.
4. Anggaran Anggaran adalah hal yang kadang membuat semua perencanaan pengembangan perpustakaan menjadi terhambat bila tidak jelas pengaturan atau alokasinya. Menurut Pedoman Perpustakaan Sekolah yang dikeluarkan IFLA/UNESCO, anggaran yang harus disediakan pihak manajemen untuk belanja material perpustakaan sekolah paling sedikit adalah 5% untuk biaya per murid dalam sistim persekolahan, tidak termasuk untuk belanja gaji dan upah, pengeluaran pendidikan khusus, anggaran transportasi serta perbaikan gedung dan sarana lain. UU NO.43/2007 Pasal 23 tentang Perpustakaan Sekolah/Madrasah juga mengatur bahwa ‘Sekolah/madrasah mengalokasikan dana paling sedikit 5% dari anggaran belanja operasional sekolah/madrasah atau belanja barang di luar belanja pegawai dan belanja modal untuk pengembangan perpustakaan’. Dari sini bisa kita lihat bahwa semua sebenarnya sudah diatur oleh pemerintah, tinggal terpulang pada itikad manajemen sekolah/madrasah mau atau tidak melaksanakan dan mengimplementasikan panduan dan aturan tersebut.
5. Pengolahan Satu Atap Yang dimaksud dengan pengolahan koleksi adalah memproses koleksi perpustakaan sehingga siap untuk dilayankan pada pengguna. Proses pengolahan buku atau koleksi meliputi: Inventarisasi; memberi stempel nomor induk buku dan mencatat buku ke dalam buku besar. Buku juga diberi stempel lembaga pada beberapa halaman dan di bagian samping buku. Contoh kolom yang terdapat dalam buku besar adalah sebagai berikut:
No Inv.
Tanggal
Judul
Pengarang
Penerbit
Tahun terbit
Kota
Edisi
Asal
Ket.
Proses pengolahan yang kedua adalah pemasangan atribut; label buku, kartu buku, slip tanggal kembali dan kantong buku. Berikutnya input data, data buku dimasukkan ke online database bila sudah tersedia. Saat ini sudah banyak tersedia program atau software perpustakaan yang dijual bebas, bahkan ada pula yang tinggal didownload secara gratis dari internet, contohnya software Athenaeum light yang sudah digunakan oleh banyak perpustakaan di Indonesia. Untuk sekolah yang berada dalam satu komplek seperti RU, sebaiknya pengolahan buku dan koleksi perpustakaan lainnya seperti tersebut di atas dilakukan di satu atap, yaitu buku atau koleksi yang baru datang diolah di satu tempat.
Keuntungan pengolahan satu atap adalah: 1.
Memudahkan koordinasi; proses pengembangan koleksi mulai dari perencanaan, pengadaan sampai pengolahan dan pendistribusian lebih terkordinir dengan baik dan semua buku tercatat pada satu buku induk yang sama sehingga akan memudahkan dalam memantau jumlah dan kondisi koleksi.
2.
Menghemat ruangan; setiap sekolah cukup menyediakan ruang baca dan layanan perpustakaan, tidak diperlukan lagi ruang pengolahan di setiap perpustakaan sekolah.
3.
Menghemat SDM; setiap sekolah cukup menyediakan satu atau dua orang petugas pelayanan perpustakaan, tidak perlu lagi menggaji petugas untuk memproses atau mengolah buku. Petugas pengolah buku cukup ada di satu pusat pengolahan saja. 4. Menjaga keseragaman; setiap koleksi akan memiliki stempel dan atribut yang sama sehingga mudah dikenali dan diidentifikasi 5. Memudahkan pengawasan/kontrol; alur buku akan lebih mudah terpantau bila diproses dalam satu tempat.
PENUTUP Perpustakaan madrasah merupakan sarana utama bagi para santri untuk berlatih agar terampil belajar sepanjang hayat dan mampu mengembangkan daya pikir agar mereka dapat hidup sebagai umat yang bertanggung jawab. Yang patut diingat adalah bahwa mendirikan perpustakaan yang baik memang membutuhkan dan menghabiskan dana yang cukup besar, dan sebaliknya tidak akan menghasilkan uang dalam waktu singkat. Namun sebagai imbalannya, dana yang habis itu akan menjadi semacam investasi yang akan kembali dalam bentuk lulusan yang lebih berkualitas. Perpustakaan yang bagus dan lulusan yang berkualitas pada gilirannya akan menjadi alat promosi untuk mengembangkan madrasah atau lembaga yang menaunginya.
REFERENSI
Akbar, Muzakki. (2010) Perpustakaan; Jalan Panjang Mengusung Peradaban Dunia PII akses 6 Maret Budhi, Santoso (2007) Perpustakaan MAN 3 Yogyakarta Terbaik Tingkat Nasional dan Mempunyai Fasilitas Terlengkap Untuk Ukuran Perpustakaan Sekolah kangbudhi.wordpress.com akses 2 Maret 2010 IFLA Pedoman Perpustakaan Sekolah (2010) www.ifla.org akses 8 Maret 2010 M. Djaenudin (2007) Napak Tilas Perpustakaan Islam akses 5 April 2010 Mohamad, Hasim. (2010). Perpustakaan Sekolah, Pentingkah? teacheracim.blogspot.com akses 17 Maret 2010 PERMENDIKNAS NO. 25/2008 Tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah Perpustakaan Masjid Kampus Blogspot (2008) Kedudukan Membaca Dalam Islam akses 5 April 2010 Pondok Pesantren RU (2010) Fasilitas PPRU www.raudhatul-ulum.com akses 1 Juli 2010 Susanti Agustina (2007) Perpustakaan dalam Peradaban Islam situs Fikom Library and Knowledge Center Universitas Padjajaran akses 5 April 2010 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 Tentang Program Pembangunan Nasional Undang-Undang No. 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan pasal 23 Perpustakaan Sekolah/Madrasah Wardan Perpustakaan Kita Harus Jadi Lebih Baik www.ppdarunnajahcipining akses 2 April 2010