Jurnal Tingkat Sarjana Bidang Seni Rupa
REKOMPOSISI URBAN : BANDUNG - SURABAYA Nama Mahasiswa : Wahyu Wibawa Amikarsa
Nama Pembimbing : Dr. Tisna Sanjaya M.Sch
Program Studi Sarjana Bidang Seni Rupa, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB Email:
[email protected]
Kata Kunci : citraan udara, cukil kayu, kolase, serigrafi , dan urbanisasi
Abstrak Ketertarikan penulis terhadap persoalan urban sudah muncul sejak penulis terlibat aktivitas street art di kota asal penulis, Surabaya. Semenjak memulai pendidikan di perguruan tinggi, penulis merasa tata kota Bandung sangat kontras dengan kota asal penulis yang dinilai cukup rapi. Kekacauan tata kota Bandung salah satunya bermula dari arus urbanisasi yang akhirnya menyebabkan kepadatan penduduk, pemekaran urban, kemacetan, banjir, dan sebagainya. Dengan adanya berbagai hal tersebut, penulis merasa perlu untuk melihat permasalahan tata kota Bandung secara lebih menyeluruh. Dari hal tersebut, penulis sadar, kembali ke ruang lingkup seni rupa dan mulai mencoba melihat citraan udara Bandung dan Surabaya dari citraan udara, lalu kemudian menyadari bahwa dibalik kekacauannya, komponen-komponen kota yang dilihat dari sudut pandang satelit juga membentuk sebuah komposisi yang estetis. Hal itu yang menginsipirasi penulis dalam pembuatan karya Tugas Akhir kali ini. Dalam proses berkarya Tugas Akhir ini, penulis menyusun hasil citraan udara kota Bandung dan Surabaya menjadi sebuah komposisi karya dengan menggunakan teknik kolase, cukil kayu, dan serigrafi. Bagi penulis, proses berkarya tersebut merupakan cara penulis untuk rekomposisi atau ‘menyusun ulang’ tata kota Bandung dan Surabaya yang dijadikan ke dalam bentuk karya kolase, cukil kayu, dan serigrafi.
Abstract Interest in the author of the urban problems have emerged since the author was involved in street art activity hometown author, Surabaya. Since its start in higher education, the authors feel Bandung city planning in contrast to the author's hometown is considered quite neat. Bandung urban chaos one stems from urbanization which eventually led to overcrowding, urban expansion, congestion, flooding, and so on. With the variety of this, the authors felt the need to see Bandung city planning issues more thoroughly. From this, the authors are aware, back to the scope of fine art and began to try to see the aerial imagery Bandung and Surabaya from aerial images, and then realized that behind the mess, the components of the city as seen from the point of view of the satellite is also forming an aesthetic composition. It's that inspire the writer in making final project work this time. In the process of this final work, the authors compiled the results of aerial images of the city of Bandung and Surabaya became a composition work using collage techniques, woodcut and serigraphy. For the author, the work process is the way the author for recomposition or 'reorder' urban Bandung and Surabaya are made into the form of works of collage, woodcut and serigraphy.
1. Pendahuluan migrasi mig.ra.si [n] (1) perpindahan penduduk darir satu tempat (negara dsb) ke tempat (negara dsb) lain untuk menetap; (2) perpin-dahan dari satu tempat ke tempat lain bagi burung dsb krn pergantian musim urbanisasi ur.ba.ni.sa.si [n] (1) perpindahan penduduk secara berduyun-duyun dari desa (kota kecil, daerah) ke kota besar (pusat pemerintahan): pembangunan desa dapat membendung --; (2) perubahan sifat suatu tempat dari suasana (cara hidup dsb) desa ke suasana kota
Migrasi adalah sebuah istilah dalam studi perkotaan. Dalam hal ini, migrasi yang dialami penulis yaitu migrasi antar kota, perpindahan penulis dari kota asal Surabaya ke kota Bandung untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Kedua kota tersebut bisa dikategorikan sebagai kota besar yang memiliki keunikannya masing- masing. Secara harafiah, Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 1
urbanisasi merupakan perpindahan penduduk dari desa ke kota, hal ini penulis rasakan ketika berada di kota yang baru penulis huni, banyak sekali hal baru yang penulis tidak dapatkan di kota tempat tinggal penulis sebelumnya. Hal tersebut yang memicu ketegangan dalam diri penulis yang bisa disebut juga sebagai dampak urbanisasi atas sebuah kota dimana kota adalah wilayah terbuka tempat ketegangan dan harmoni terjadi bersamaan, tempat kebebasan sekaligus keterikatan menjadi penentu perilaku, tempat ketegasan dan tawar-menawar sama-sama punya peran. Paradoks dari kepemilikan kota berasal dari watak utamanya: percampuran, keberagaman dan keberdaban. Setelah timbulnya kegelisahan pribadi tersebut, penulis mulai membaca dan mempelajari mengenai kota, perkotaan, tata kota, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan kota. Penulis mencari pengetahuan dari bidang studi arsitektur, planologi, dan juga beberapa kajian sosial mengenai perkotaan. Dari beberapa pencarian singkat tersebut, penulis cukup mendapat gambaran mengenai permasalahan-permasalahan perkotaan khususnya di Indonesia. Permasalahan perkotaan di Indonesia yang cukup kompleks ataupun keberhasilan penataannya, menjadi inspirasi untuk mencari sisi visual yang dihasilkan dari permasalahan kota tersebut. Dalam keseharian, kita terbiasa melihat kota dari sudut pandang ketinggian mata, dimana gedung, rumah, dan segala elemen perkotaan yang lainnya kita lihat sebagai objek yang tegak lurus sejajar dengan kita sebagai manusia. Akan tetapi sudut pandang seperti ini sangat terbatas dan tidak luas. Sudut pandang yang lebih luas dan mengena terhadap sebuah kota secara keseluruhan adalah pencitraan kota yang dilihat dari atas atau dari sudut pandang satelit. Pencitraan yang menjadi sebuah komposisi besar tersebut terlihat rumit, kompleks, dan chaos dimana berbagai elemen kota tersebut seperti pusat kota, pemukiman kumuh, perumahan mewah, daerah industri, jalanan, sungai, dan kawasan pinggiran kota dapat bersanding bersama membentuk sebuah visual utuh yaitu pencitraan kota tersebut. Kita sebagai manusia, rumah tempat tinggal kita di sebuah kota, kegiatan sehari-hari kita, yang secara langsung ataupun tidak langsung turut andil dalam setiap sentimeter pembangunan di kota tempat kita tinggal seolah menjadi sebuah salah satu titik, bentuk atau garis dalam sebuah kanvas besar sebuah kota yang kita tinggali tersebut. Berangkat dari pemikiran-pemikiran di atas penulis mencoba menerapkannya seagai inspirasi berkarya tugas akhir ini. Segi estetika yang meliputi berbagai unsur seni rupa seperti bentuk, garis, warna, dsb menjadi sisi lain yang akan dijadikan landasan untuk mencoba menghadirkan ulang visual tata kota yang akhirnya terekam oleh foto pencitraan satelit pada zaman sekarang. Penghadiran ulang yang diolah ulang adalah pernyataan tentang sebuah order dan chaos terjadi di dalam tata kota Bandung dan Surabaya yang mewakili perkotaan di Indonesia.
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 2
Wahyu Wiabawa Amikarsa
2. Proses Studi Kreatif
Bagan 2.1 Proses Studi Kreatif
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 3
Wahyu Wiabawa Amikarsa
3. Hasil Studi dan Pembahasan Macro View of Two Polar
Gambar 3.1 “Macro View of Two Polar”, Kolase dan Serigrafi diatas Kanvas, 130 x130 cm, 2013
Visual akhir karya ini berupa kolase kertas yang ditumpuk oleh cetak serigrafi satu warna yang berbentuk medan magnet. Penggunaan sumber visual berupa peta kota adalah simbolisasi dari rekomposisi atau penataan ulang atas perancangan kota. Peta yang biasa digunakan untuk menentukan arah dan posisi, menelaah fungsi-fungsi dan menghitung ukuran serta jarak pada sebuah kota diambil dengan pengolahan ang sangat kasar yaitu dirobek. Hal tersebut menyiratkan akan kegelisahan dan munculnya berbagai pertanyaan penulis terhadap kekacauan tata kota di Indonesia, khususnya kota Bandung. Dua panel yang bersanding, kota Bandung dan Surabaya adalah visualisasi dimana penulis mencoba mempertanyakan mengenai kacaunya kota dengan cara membandingkannya dengan kota yang lain. Sementara garis-garis magnetic yang dicetak pada lapisan teratas karya tersebut melambangkan kesetaraan dan keterkaitan yang saling mempengaruhi. Karya ini dibuat tanpa edisi, pada dua buah panel kanvas berukuran 130 x 130 cm dengan teknik kolase kertas yang telah dicetak secara dijital, ditempel menggunakan lem, dan kemudian di tumpuk oleh lapisan visual dengan teknik serifrafi atau cetak saring berwarna hitam.
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 4
Wahyu Wiabawa Amikarsa
Multi-polar Centris
Gambar 3.2 “Multi-Polar Centris”, Cetakan Warna Cukilan Hardboard, 300 x 450 cm (332 set 15 x15 cm), 2013
Karya kedua yang tercetak dengan jumlah total edisi 480 lembar ini membahas mengenai adaptasi penulis mengenai pencarian sudut pandang yang lain selain melalui peta, yaitu mengolah gambar hasil fotografis satelit. Proses yang sama sekali tidak langsung, dimana gambar diolah kemudian dicetak pada plat hardboard yang kemudian dicukil dan dicetak secara manual adalah simbolisasi dari pencarian penulis mengenai kesadaran posisi penulis sebagi mahasiswa seni rupa yang sempat terlalu berlarut-larut dalam pencarian informasi dan perbandingan permasalahan dan komposisi kota Bandung dan Surabaya. Proses mencetak yang cukup banyak membutuhkan waktu ini menjadikan penulis mencapai kesadaran yang muncul setelah terlalu dalam masuk kedalam pikiran penulis, mengenai kesetaraan yang terjadi dalam hal masalah, keberhasilan, ataupun komposisi pada kota Bandung dan Surabaya. Karya ini terdiri dari 60 buah modul yang dicetak delapan edisi cetakan untuk setiap modulnya. Setiap karya dicetak diatas kertas Mountval 300gsm berukuran 15 x 15 cm (setiap modulnya) dengan tiga warna menggunakan tinta cetak dan di-press menggunakan mesin cetak elektrik.
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 5
Wahyu Wiabawa Amikarsa
Two Side Multipicity of Polar
Gambar 3.3 “Two side Multiplicity of Polar”, Serigrafi Multi Warna diatas Kertas, 33x135cm, 2013
Karya yang terakhir yang menggunakan total tujuh lapisan warna yang disatukan dalam sebuah cetakan serigrafi diatas kertas ini adalah sebuah konklusi bagi penulis mengenai kesamarataan dan keterkaitan antara dua macam hal dengan karakter yang sama kuatnya namun berasal dari sifat yang sama. Hal ini juga disimbolisasikan menggunakan warna biru dan merah seperti warna yang biasa digunakan untuk memberi cat apada besi magnet. Warna merah dan biru yang paling kuat terlihat, digunakan untuk merepresentasikan tentang magnet secara lebih banal. Karya ke tiga adalah karya yang sepenuhnya menggunakan teknik cetak serigrafi atau cetak saring. Penggunaan 7 warna lapisan separasi diatas kertas Mountval 300gsm diharapkan penulis bisa mencapai gagasan yang dibawa. Karya ini dibuat dua buah seri. Masing-masing seri tersebut dicetak dalam ukuran 33 x 135 cm sebanyak dua edisi.
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 6
Wahyu Wiabawa Amikarsa
4. Penutup / Kesimpulan Dalam karya Tugas Akhir ini, penulis menemukan pencapaian terdalam atas kegelisahan yang dijadikan latar belakang berkarya dibandingkan dengan proses-proses berkarya sebelumnya. Penulis mencapai kesadaran mengenai porsi sebagai mahasiswa seni rupa dimana sebaiknya kuat dalam hal visual, dan estetika dalam setiap menghadapi atau mengangkat sebuah permasalahan. Permasalahan perkotaan adalah salah satu permasalahan kompleks yang sebenarnya tidak mudah dipecahkan oleh para ahli perkotaan, seniman, bahkan masyarakat yang hidup dan mengenal kota dalam keseharian sekalipun. Namun, dari sudut pandang dan ruang lingkup seni rupa, permasalahan tersebut bisa menjadi sebuah pertanyaan yang sekaligus menjadi pernyataan perbandingan dalam sebuah komposisi estetis yang dihasilkan dari sudut pandang yang lebih luas atau jauh. Melalui karya ini penulis mengharapkan masyarakat luas bisa mencoba untuk terbiasa melihat dari sudut pandang yang lebih jauh dan tidak biasa dalam membandingkan permasalahan kompleks secara umum dan perkotaan yang penuh kontroversi secara khususnya. Dalam hal perkotaan, penulis mengharapkan bahwa manusia harus lebih peka, sadar, dan tetap membandingkan sebelum menjustifikasi keburukan dan kekurangan kota tempat mereka tinggal dan hidup sehari-hari.
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 7
Wahyu Wiabawa Amikarsa
Ucapan Terima Kasih
Artikel ini didasarkan kepada catatan proses berkarya/perancangan dalam Tugas Akhir Program Studi Sarjana Bidang Seni Rupa FSRD ITB. Proses pelaksanaan Tugas Akhir ini disupervisi oleh pembimbing Bapak Dr. Tisna Sanjaya, M.Sch.
Daftar Pustaka Buku dan Katalog Pameran · _Wiryomartono, A. Bagoes. P. Seni Bangunan dan Seni Binakota di Indonesia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1995. · _Colombijn, Freek. Kota Lama Kota Baru : Sejarah Kota- Kota di Indonesia. Yogyakarta : Ombak, 2005. · _Sabari Yunus, Hadi. Klasifikasi Kota. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005. Website · _Meriam-Webster Dictionary. Online. Diakses pada 9 Mei 2013 pukul 18.21 WIB http://www.merriam-webster.com/dictionary/collage?show=0&t=1357787962 · _Karya Sol Le Witt, Wall Drawing 610. Online. Diakses pada 12 Mei 2013 pukul 16.41 WIB http://www.massmoca.org/lewitt/walldrawing.php?id=610 · _Karya Julie Mehretu, "Dispersion," 2002. Online. Diakses pada 12 Mei 2013 pukul 16.41 WIB http://www.art21.org/images/julie-mehretu/dispersion-2002 )
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 8