REKAYASA REMATURASI IKAN BETOK (Anabas testudieus) MENGGUNAKAN HORMON OODEV PADA DOSIS BERBEDA MELALUI PENYUNTIKAN DENGAN RENTANG WAKTU 6 HARI
ERMINA SARI
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Rekayasa Rematurasi Ikan Betok (Anabas testudineus) Menggunakan Hormon OODEV pada Dosis Berbeda Melalui Penyuntikan dengan Rentang Waktu 6 Hari adalah benar karya saya dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2015
Ermina Sari NIM C14110093
ABSTRAK ERMINA SARI. Rekayasa Rematurasi Ikan Betok (Anabas testudineus) Menggunakan Hormon OODEV pada Dosis Berbeda Melalui Penyuntikan dengan Rentang Waktu 6 Hari. Dibimbing oleh AGUS OMAN SUDRAJAT dan TATAG BUDIARDI. Ikan betok (Anabas testudineus) merupakan ikan asli Indonesia yang sangat digemari oleh masyarakat Kalimantan dan mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Salah satu permasalahan pada ikan ini adalah kesulitan mendapatkan induk matang gonad pada musim kemarau, karena ikan ini memijah pada musim hujan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memanipulasi reproduksi dengan cara menginduksi pematangan gonad secara hormonal. Ikan diinduksi melalui penyuntikan hormon premix (OODEV) yang mengandung gonadotropin dan antidopamin, dengan perlakuan 0; 0,25; 0,50; 0,75 dan 1,0 mL/kg ikan per 6 hari. Hasil menunjukkan bahwa penyuntikan OODEV dapat menginduksi maturasi ikan betok. Dosis terbaik induksi maturasi didapatkan pada dosis 1,0 mL/kg ikan per 6 hari, yaitu kematangan gonad dicapai pada hari ke-12 setelah penyuntikan, indeks kematangan gonad sebesar 9,30% dan tingkat kematangan gonad IV. Ikan betok dapat dimanipulasi reproduksinya dengan hormon OODEV di musim kemarau, yaitu ikan betok dapat dipercepat pematangannya hanya dalam waktu 12 hari dan siap untuk dipijahkan. Hasil penelitian ini dimungkinkan untuk produksi benih ikan betok sepanjang tahun. Kata kunci: Anabas testudineus, hormon OODEV, rematurasi
ABSTRACT ERMINA SARI. Engineering of Climbing Perch (Anabas testudineus) Rematuration Using OODEV Hormone at Different Dose by Injection with a Span of 6 Days. Supervised by AGUS OMAN SUDRAJAT and TATAG BUDIARDI. Climbing perch (Anabas testudineus) is Indonesia’s native fish that highly favored by the people of Borneo and it has high economic value. One of problems on this fish is difficult to get mature broodstock in the dry season, because these fish spawn in the rainy season. The purpose of this research is to manipulate reproduction by hormone induced gonadal maturation. The fish was induced by injection of premix hormone (OODEV) which containing gonadotropins and antidopamin, at 0; 0.25; 0.50; 0.75 and 1.0 mL/kg fish/6 days. The results showed that injection of OODEV to induce climbing perch maturation. The best dose induction of maturation obtained at 1.0 mL/kg fish/6 days, climbing perch’s gonad mature in 12th day after injection, with 9.30% gonadosomatic index and gonad maturity level IV. Climbing perch reproduction could be manipulated by OODEV hormone in dry season, climbing perch maturation can be accelerated in just 12 days and ready for spawning. The result of this research could be enabled to production of climbing perch seed year round. Key words: Anabas testudineus, OODEV hormone, rematuration
REKAYASA REMATURASI IKAN BETOK (Anabas testudineus) MENGGUNAKAN HORMON OODEV PADA DOSIS BERBEDA MELALUI PENYUNTIKAN DENGAN RENTANG WAKTU 6 HARI
ERMINA SARI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Sarjana Perikanan pada Departemen Budidaya Perairan
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Judul Skripsi
Nama NIM
: Rekayasa Rematurasi Ikan Betok (Anabas testudineus) Menggunakan Hormon OODEV pada Dosis Berbeda Melalui Penyuntikan dengan Rentang Waktu 6 Hari : Ermina Sari : C14110093
Disetujui oleh
Dr Ir Agus Oman Sudrajat, MSc Pembimbing I
Diketahui oleh
Dr Ir Sukenda, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
Dr Ir Tatag Budiardi, MSi Pembimbing II
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul Rekayasa Rematurasi Ikan Betok (Anabas testudineus) Menggunakan Hormon OODEV pada Dosis Berbeda Melalui Penyuntikan dengan Rentang Waktu 6 Hari dapat diselesaikan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni hingga Agustus 2014 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Mandiangin, Kalimantan Selatan. Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Agus Oman Sudrajat, MSc, Bapak Dr Ir Tatag Budiardi, MSi selaku pembimbing dan Ibu Dr Ir Dinar Tri Soelistyowati, DEA selaku dosen tamu ujian skripsi serta Ibu Ir Endang Mudjiutami, Bapak Bunasyir, Bapak Rahmat, Bapak Hilmi, Bapak Bambang, Bapak Aulia, Bapak Syafrudin, Mas Amrih dan seluruh pihak BBAT Mandiangin, yang telah membantu dan memberikan arahan selama penelitian berlangsung. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada PT. Adaro Indonesia yang telah memberikan beasiswa melalui Beasiswa Utusan Daerah (BUD), teman-teman BDP 48, mahasiswa BUD Adaro Indonesia dan temen-teman KSR PMI Unit I IPB yang telah memberikan do’a dan semangatnya, ayah, ibu, adik, paman dan seluruh keluarga atas kasih sayang, do’a dan dukungannya serta semua pihak yang terlibat selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Bogor, Maret 2015
Ermina Sari
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Rancangan Percobaan Prosedur Penelitian Parameter Pengamatan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
xiii xiii xiii 1 1 2 2 2 2 4 6 6 9 12 12 12 12 14 18
DAFTAR TABEL 1 Parameter kualitas air pada pemeliharaan ikan betok (Anabas testudineus) 2 Klasifikasi tingkat kematangan gonad ikan betok (Anabas testudineus) 3 Indeks kematangan gonad ikan betok (Anabas testudineus) 4 Tingkat kematangan gonad ikan betok (Anabas testudineus) 5 Kinerja reproduksi ikan betok (Anabas testudineus) pada induksi rematurasi dengan hormon OODEV
3 4 6 6 9
DAFTAR GAMBAR 1 Morfologi dan histologi gonad ikan betok (Anabas testudineus) sebelum diberi perlakuan pemberian hormon OODEV 2 Histologi gonad ikan betok (Anabas testudineus) pada hari ke-12 3 Morfologi dan histologi gonad ikan betok (Anabas testudineus) pada hari ke-24.
7 7 8
DAFTAR LAMPIRAN 1 Pelaksanaan kegiatan penelitian rematurasi induk ikan betok (Anabas testudineus) 2 Analisis indeks kematangan gonad (%) pada hari ke-12 dan hari ke-24 dengan analisis ragam (ANOVA) dan uji Tukey 3 Analisis fekunditas, fertilization rate, hatching rate dan survival rate dengan uji-t bagi perlakuan terhadap kontrol 4 Data curah hujan di wilayah Banjarbaru, Kalimantan Selatan pada bulan Januari sampai Desember 2014 5 Analisis biaya pemijahan ikan betok (Anabas testudineus) untuk satu siklus produksi
14 15 15 16 17
PENDAHULUAN Latar Belakang Ikan betok (Anabas testudineus) merupakan komoditas ikan air tawar asli Indonesia khususnya di Kalimantan, Jawa dan Sumatera. Ikan betok merupakan ikan unggulan masyarakat Kalimantan karena mempunyai nilai ekonomis tinggi. Harga ikan betok mencapai Rp150 000 per kilogram pada bulan Maret 2013 di Palangka Raya (BBAT Mandiangin 2014) dan di Kalimantan Selatan pada bulan Agustus 2014 mencapai Rp60 000-Rp100 000 per kilogram. Permintaan terhadap ikan betok sampai saat ini masih mengandalkan hasil tangkapan dari alam. Hal ini dibuktikan dengan jumlah penangkapan ikan betok di alam yang meningkat. Tahun 2009 jumlah tangkapan ikan betok mencapai 11 116 ton dan tahun 2010 meningkat menjadi 14 234 ton, dengan kenaikan rata-rata sebesar 28,05% (DJPT 2010). Jumlah penangkapan yang tinggi dan terus menerus dikhawatirkan akan menyebabkan populasi ikan betok di alam berkurang dan mengalami kepunahan. Sekarang budidaya ikan betok mulai berkembang di masyarakat, dengan total produksi ikan betok nasional pada tahun 2010 sebesar 150 ton dan tahun 2011 sebesar 278 ton (DJPB 2015). Pembenihan ikan betok dilakukan dengan pemijahan secara semi buatan dengan rangsangan hormon. Hormon yang biasa digunakan adalah LHRH (luteinizing hormon releasing hormon) dan antidopamin (Yasin 2013). Pemijahan ikan betok dapat dilakukan setiap 2 bulan sekali terutama pada musim penghujan, sedangkan saat musim kemarau ikan betok hanya dapat dipijahkan kembali setelah 3 bulan sampai 4 bulan dan sulit diperoleh induk yang matang gonad (DJPB 2012). Ketersediaan induk yang matang gonad tersebut dapat menghambat ketersediaan benih secara berkelanjutan. Dengan demikian, diperlukan teknologi yang mampu mempercepat kematangan gonad kembali ikan betok. Strategi pematangan gonad menurut Tang dan Affandi (2004) dapat dilakukan dengan memanipulasi faktor lingkungan, pakan dan hormonal. Selain itu yang berperan penting dalam pematangan gonad adalah proses vitelogenesis yang berada di bawah pengaruh hormon-hormon pituitari, sehingga manipulasi hormonal sering digunakan untuk mempercepat pematangan gonad. Salah satu hormon yang dapat digunakan dalam manipulasi hormonal adalah Oocyte Developer (OODEV) yang mempunyai kandungan pregnant mare serum gonadotropin (PMSG) dan antidopamin (AD). Hormon PMSG adalah hormon yang terdapat pada serum bangsa Eguidae seperti kuda dan zebra yang sedang bunting (Basuki 1990). Hormon PMSG mempunyai aktivitas seperti follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH), yang cenderung lebih banyak seperti FSH untuk pematangan gonad awal (Farastuti 2014). Hasil penelitian Nugraha (2014) pemberian hormon OODEV 0,25 mL/kg ikan per 2 minggu melalui pemberian pakan dengan FR 2% selama 4 minggu, mampu mempercepat kematangan gonad ikan patin siam dalam waktu 8 minggu. Hasil penelitian Farastuti (2014) pada ikan torsoro dengan pemberian hormon OODEV sebanyak 1 mL melalui penyuntikan dapat menghasilkan induk matang gonad dalam waktu 1 minggu. Selain itu pemberian hormon OODEV dengan
2 dosis 0,3 mL/kg ikan dengan rentang waktu penyuntikan 3 hari sebanyak 4 kali mampu mempercepat rematurasi pada ikan betok (Kusuma 2014). Meskipun telah diketahui bahwa hormon OODEV dapat digunakan untuk rematurasi ikan betok, namun rentang waktu penyuntikan dan dosis yang efektif perlu diketahui. Pada penelitian ini dilakukan penyuntikan hormon OODEV dengan rentang waktu 6 hari dan diharapkan dapat mempercepat rematurasi pada ikan betok. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis hormon OODEV yang efektif melalui penyuntikan 4 kali dengan rentang waktu 6 hari terhadap rematurasi ikan betok.
METODE Rancangan Percobaan Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Perlakuan berupa penyuntikan ikan betina dengan hormon OODEV pada dosis yang berbeda dengan rentang penyuntikan 6 hari. Perlakuan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: kontrol (A), hormon OODEV 0,25 mL/kg ikan (B), 0,50 mL/kg ikan (C), 0,75 mL/kg ikan (D) dan 1,0 mL/kg ikan (E). Pada perlakuan kontrol tidak dilakukan penyuntikan hormon OODEV. Perlakuan penyuntikan dengan hormon OODEV dilakukan 4 kali penyuntikan yaitu pada hari ke-6, hari ke-12, hari ke-18 dan hari ke-24 serta dilakukan pemijahan pada hari ke-30. Masing-masing perlakuan dilakukan 2 kali ulangan dengan jumlah ikan yang digunakan pada setiap ulangan adalah 6 ekor. Prosedur Penelitian Persiapan wadah Wadah yang digunakan berupa kolam beton berukuran 15 m × 10 m × 1 m yang dipasang hapa ukuran 1 m × 1 m × 1 m sebanyak 10 buah. Kolam beton yang akan digunakan terlebih dahulu dibersihkan dan dilakukan perbaikan instalasi, lalu dikeringkan dan dilakukan pengapuran serta pemupukan. Setelah itu, kolam diisi air sebanyak 2/3 dari volume wadah dan dilakukan pemasangan hapa. Ikan Uji Ikan uji yang digunakan adalah induk betina ikan betok yang pernah memijah dan belum matang gonad serta mempunyai status biologis yang sehat. Induk yang digunakan berbobot 46±3,06 g/ekor diambil dari wadah stok induk di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Mandiangin, Kalimantan Selatan. Induk ditebar ke dalam wadah percobaan pada pagi hari.
3 Manajemen pemberian pakan Induk ikan betok diberi pakan sebanyak 2 kali sehari yaitu pada pagi hari (pukul 08.00 WITA) dan sore hari (pukul 16.00 WITA) dengan FR 3%. Pakan yang digunakan berupa pakan apung dengan kandungan protein sebesar 32%. Manajemen kualitas air Kualitas air dijaga agar tetap baik dengan cara pengelolaan air yang masuk kedalam wadah pemeliharaan yaitu dengan diendapkan terlebih dahulu dalam wadah penampungan air serta pada saluran inlet diberi saringan agar partikel besar tidak masuk dalam wadah pemeliharaan. Pengukuran kualitas air berupa kandungan oksigen terlarut, amonia dan pH air dilakukan pada awal dan akhir pemeliharaan, sedangkan pengukuran suhu perairan dilakukan setiap hari pada pagi hari (pukul 08.00 WITA) dan sore hari (pukul 17.00 WITA) (Tabel 1). Tabel 1 Parameter kualitas air pada pemeliharaan ikan betok (Anabas testudineus) Parameter Satuan Kisaran Nilai Toleransi o Suhu C 26,0-31,5 24-32 (Ahmad dan Fauzi 2010) pH unit 6,77-6,97 6-9 (Boyd 2001) DO mg/L 2,23-4,78 >1,8 (Vicaya et al. 2014) Amonia mg/L 0,06-0,17 <0,1 (Boyd 2001) Penyuntikan ikan betok Penyuntikan hormon OODEV dilakukan pada hari ke-6, hari ke-12, hari ke18 dan hari ke-24. Penyuntikan dilakukan secara intramuscular yaitu pada bagian otot punggung (Lampiran 1). Sebelum dilakukan penyuntikan ikan dipuasakan selama 1 hari. Penyuntikan dilakukan pada sore hari (pukul 16.00 WITA). Pengambilan sampel gonad Pengambilan sampel gonad dilakukan pada awal pemeliharaan sebelum dilakukan penyuntikan dan setelah dilakukan penyuntikan yaitu pada hari ke-12 dan hari ke-24. Pada setiap perlakuan dilakukan pengambilan sampel berupa 2 ekor ikan. Sampel gonad didapatkan melalui pembedahan yaitu mulai dari lubang anus menuju operkulum secara horizontal. Gonad yang diambil diamati indeks kematangan gonad (IKG) dan uji histologi gonad. Uji Histologi Uji histologi dilakukan untuk menentukan perkembangan sel gamet ikan dan tingkat kematangan gonad. Gonad disimpan pada larutan formalin 10%. Pembuatan preparat dimulai dengan pemotongan (trimming) gonad, fiksasi, dehidrasi, clearing dan impregnasi. Kemudian dilakukan proses blocking dengan parafin dan dilakukan pemotongan menggunakan mikrotom dengan ketebalan 5 µm. Setelah itu proses pewarnaan menggunakan haemotoksilin dan eosin, lalu dilakukan pembacaan hasil preparat gonad. Pemijahan induk ikan betok Pemijahan dilakukan serentak pada hari ke-30 setelah semua perlakuan penyuntikan dengan hormon OODEV dilakukan sebanyak 4 kali. Setiap perlakuan
4 digunakan sebanyak 2 ekor betina untuk dipijahkan. Pemijahan dilakukan secara semi buatan yaitu dengan menggunakan hormon ovaprim, dengan dosis penyuntikan sebanyak 0,2 mL/kg induk betina dan 0,1 mL/kg induk jantan. Penyuntikan dilakukan pada bagian punggung sebanyak 1 kali pada semua induk, setelah itu induk jantan dan betina digabungkan dalam akurium dengan volume air yang digunakan 46 L, sedangkan perbandingan induk jantan dan betina sebanyak 3:1. Pemijahan berlangsung 8-10 jam lalu diamati jumlah fekunditas dan fertilization rate. Setalah 24 jam terjadi pembuahan, kemudian diamati hatching rate dan setelah larva yang berumur 7 hari diamati survival rate. Parameter Pengamatan Histologi Gonad Histologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang sel, jaringan dan organ tubuh secara mikroskopik (Panigoro et al. 2007). Histologi gonad digunakan sebagai petunjuk dalam menentukan tingkat kematangan gonad. Klasifikasi tingkat kematangan gonad ikan betok disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Klasifikasi tingkat kematangan gonad ikan betok (Anabas testudineus) TKG Morfologi Histologi TKG I. Ovari berwarna merah jambu dan Oosit kecil dan banyak, Immature transparan, mengisi 1/4 bagian diameter oosit 121 µm. (Tahap muda) rongga perut dan mempunyai nilai GSI 0,03-0,35% dengan rata-rata 0,13%. TKG II. Ovari berwarna orange kemerahan Nukleus terlihat jelas pada Maturing dan tidak transparan, mengisi 1/3 setiap oosit, diameter oosit (Tahap bagian rongga perut dan 175 µm. perkembangan) mempunyai nilai GSI 0,05-0,74% dengan rata-rata 0,25%. TKG III. Mature Ovari berwarna kekuningan dan Kuning telur banyak (Matang) mengisi 2/3 rongga perut serta berkembang pada tahap mempunyai nilai GSI 0,33-7,3% primer dan sekunder, dengan rata-rata 2,95%. diameter oosit 415 µm. TKG IV. Mature Ovari berwarna kuning muda dan Butiran kuning telur dan (Matang) mengisi seluruh bagian rongga minyak yang besar serta perut, mempunyai nilai GSI 4,02- berkembang tahap tersier, 14,6% dengan rata-rata 9,84%. diameter oosit 590 µm. TKG V. Spend Ovari terlihat kecil dan menyusut, Ada oosit yang tidak (Salin) mempunyai nilai GSI 0,28-1,77% diovulasikan dan oosit dengan rata-rata 0,93%. yang mengalami atresia Sumber: Jacob (2005) Indeks Kematangan Gonad (IKG) Indeks kematangan gonad menurut Effendie (2002) adalah persentase dari perbandingan bobot gonad dengan bobot tubuh ikan yang berisi gonad. Berikut merupakan rumus perhitungan indeks kematangan gonad (IKG) :
5 IKG = Keterangan:
IKG Bg Bt
g t
x 100
= Indeks kematangan Gonad (%) = bobot gonad (g) = bobot tubuh (g)
Fekunditas Fekunditas menurut Effendie (2002) merupakan total jumlah telur yang diperoleh dari induk per satuan bobot tubuh. Berikut rumus perhitungan fekunditas : telur yang dihasilkan Fekunditas = obot induk FR (Fertilization rate) Fertilization rate merupakan persentase perbandingan antara jumlah telur yang terbuahi dengan jumlah telur keseluruhan. Berikut rumus perhitungan fertilization rate : ∑ telur terbuahi FR = x 100% ∑ telur keseluruhan HR (Hatching rate) Hatching rate merupakan persentase perbandingan jumlah telur yang menetas dengan jumlah telur yang dibuahi. Berikut rumus perhitungan hatching rate: ∑ telur menetes HR = x 100% ∑ telur terbuahi SR (Survival rate) Survival rate merupakan persentase jumlah ikan yang hidup selama waktu pemeliharaan 7 hari. Berikut rumus perhitungan survival rate : SR = Keterangan:
SR Nt No
x 100
= Kelangsungan hidup (%) = Jumlah ikan pada akhir pemeliharaan (ekor) = Jumlah ikan pada awal pemeliharaan (ekor)
Analisis data Analisis data diolah menggunakan Microsoft Excel 2010 dan program Minitab 16.0. Analisis ragam (ANOVA) untuk parameter IKG, apabila diperoleh perbedaan yang nyata antar perlakuan (P<0,05) maka dilanjutkan dengan uji Tukey. Parameter fekunditas, FR, HR dan SR dilakukan dengan uji-t, sedangkan tingkat kematangan gonad dan hasil histologi dianalisis secara deskriptif.
6
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Indeks Kematangan Gonad (IKG) Hasil pengamatan terhadap indeks kematangan gonad ikan betok pada awal pemeliharaan sebesar 1,18%. Setelah 12 hari indeks kematangan gonad terjadi peningkatan (Tabel 3), dengan dosis 1,0 mL/kg ikan diperoleh nilai tertinggi dan berbeda nyata (P<0,05) dengan dosis 0 mL/kg ikan dan 0,50 mL/kg ikan, namun dosis 0,25 mL/kg ikan dan 0,75 mL/kg ikan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan dosis 0 mL/kg ikan dan 0,50 mL/kg ikan. Pada hari ke-24 antar perlakuan diperoleh hasil yang sama (P>0,05) (Lampiran 2). Tabel 3 Indeks kematangan gonad ikan betok (Anabas testudineus) Indeks Kematangan Gonad (%)*) Perlakuan (mL/kg ikan) H12 H24 b 0,00 1,34±0,13 5,06±0,41a ab 0,25 5,21±1,04 6,51±0,84a b 0,50 3,59±0,43 6,04±1,13a 0,75 4,46±2,89ab 7,45±0,71a a 1,00 9,30±0,25 6,01±0,77a Angka pada kolom sama dengan huruf yang sama menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05) uji selang kepercayaan Tukey *) Sampling hari ke-12 (H12), sampling hari ke-24 (H24)
Histologi Gonad Berdasarkan hasil histologi pada Tabel 4, gonad ikan betok sebelum diberikan perlakuan berada pada tingkat kematangan gonad stadia II. Setelah dilakukan pemberian hormon OODEV, hari ke-12 tingkat kematangan gonad meningkat menjadi stadia III kecuali pada dosis 1,0 mL/kg ikan telah mencapai stadia IV, sedangkan tanpa pemberian hormon OODEV tidak mengalami peningkatan. Hari ke-24 tingkat kematangan gonad tanpa pemberian hormon OODEV mencapai stadia III dan perlakuan pemberian hormon OODEV telah mencapai stadia IV. Tabel 4 Tingkat kematangan gonad ikan betok (Anabas testudineus) Tingkat kematangan gonad*) Perlakuan (mL/kg ikan) H0 H12 H24 0,00 II II III 0,25 II III IV 0,50 II III IV 0,75 II III IV 1,00 II IV IV *)
Sampling sebelum perlakuan (H0), sampling hari ke-12 (H12), sampling hari ke-24 (H24)
7 Pada Gambar 1 tertera morfologi dan hasil histologi gonad ikan betok sebelum dilakukan pemberian hormon OODEV, terlihat bahwa oosit dalam tahap perkembangan yang ditunjukkan masih tahap maturing dan terdapat germ cell.
N
1 cm
Gambar 1
Morfologi dan histologi gonad ikan betok (Anabas testudineus) sebelum diberi perlakuan hormon OODEV. Tahap Maturing (MI), Germ Cell (GC) dan Nukleus (N); perbesaran 100 kali dengan skala bar = 50 µm
Setelah pemberian hormon OODEV pada hari ke-12 hasil histologi gonad ikan betok ditunjukkan pada Gambar 2. Perlakuan kontrol masih tahap maturing, sedangkan dengan pemberian hormon OODEV telah mencapai tahap mature (TKG III), kecuali pada dosis 1,0 mL/kg ikan pada tahap mature (TKG IV). A N
B
C sys N N
sys
E
D
N
tys
sys
Gambar 2 Histologi gonad ikan betok (Anabas testudineus) pada hari ke-12. Kontrol (A), 0,25 mL/kg ikan (B), 0,50 mL/kg ikan (C), 0,75 mL/kg ikan (D), 1,0 mL/kg ikan (E), tahap Maturing (MI), tahap Mature (M), Nukleus (N), secondary yolk stage (sys) dan tertiary yolk stage (tys); perbesaran 100 kali dengan skala bar = 50 µm
8 Hasil histologi gonad ikan betok hari ke-24 (Gambar 3), pada perlakuan kontrol masih tahap mature (TKG III) dengan ukuran oosit yang masih beragam, sedangkan dengan pemberian hormon OODEV mencapai tahap mature (TKG IV). A
N
sys 1 cm
B
tys 1 cm
C
tys
1 cm
D
tys 1 cm
E
1 cm
tys
Gambar 3 Morfologi dan histologi gonad ikan betok (Anabas testudineus) pada hari ke-24. Kontrol (A), 0,25 mL/kg ikan (B), 0,50 mL/kg ikan (C), 0,75 mL/kg ikan (D), 1,0 mL/kg ikan (E), tahap Mature (M), Nukleus (N), secondary yolk stage (sys) dan tertiary yolk stage (tys); perbesaran 100 kali dengan skala bar = 50 µm
9 Fekunditas, Fertilization Rate, Hatching Rate dan Survival Rate Ikan betok yang telah diinduksi dengan hormon OODEV kemudian dipijahkan secara semi buatan dengan induksi ovulasi berupa hormon ovaprim. Kinerja reproduksi berupa fekunditas, fertilization rate, hatching rate dan survival rate ikan betok pada induksi rematurasi dengan hormon OODEV disajikan pada Tabel 5. Tabel 5
Kinerja reproduksi ikan betok (Anabas testudineus) pada induksi rematurasi dengan hormon OODEV Perlakuan (mL/kg ikan) Parameter*) 0,0 0,25 0,50 0,75 1,00 n 2 2 2 2 2 Bobot (g) 47±6,0 42±0,0 44,5±4,5 49±9,0 37±3,0 TKG III IV IV IV IV Induk mijah 50 100 100 100 100 (%) Fekunditas 239a 241±7,04a 258±163a 271±199a 237±47,8a (butir/g) FR (%) 91,7a 92,71±8,8ab 98,45±0,78ab 99,24±0,42b 79,64±23,4ab HR (%) 85,33a 92,42±7,40a 89,72±4,75a 93,89±7,98a 91,30±11,75a SR (%) 54,10a 66,17±11,2a 54,35±6,30a 60,72±6,80a 62,61±5,08a angka pada baris yang sama dengan huruf yang sama menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05) *) Jumlah sampel (n), Tingkat Kematangan Gonad (TKG), Fertilization Rate (FR), Hatching Rate (HR), Survival Rate (SR)
Induk ikan betok telah dilakukan induksi rematurasi dengan hormon OODEV sebanyak 4 kali lalu dilakukan pemijahan dan kinerja reproduksi ikan betok tertera pada Tabel 5. Perlakuan yang sebelumnya diinduksi rematurasi dengan hormon OODEV dapat memijah 100%, sedangkan perlakuan kontrol hanya memijah 50%. Hasil fekunditas, HR dan SR diperoleh hasil yang sama (P>0,05), sedangkan FR diperoleh hasil yang berbeda nyata (P<0,05) yaitu pada perlakuan 0,75 mL/kg ikan terhadap perlakuan 0,0 mL/kg ikan (kontrol) (Lampiran 3). Pembahasan Kegiatan pembenihan ikan betok (Anabas testudineus) berlangsung dalam waktu yang relatif singkat yaitu selama satu bulan untuk menghasilkan benih yang siap didederkan untuk kegiatan pembesaran. Pada musim kemarau induk ikan betok yang telah dipijahkan, dapat dipijahkan kembali dan matang gonad setelah 3 bulan sampai 4 bulan. Waktu pematangan gonad induk relatif lebih lama dibandingkan dengan siklus pemeliharaan larva, sehingga ketersediaan induk matang gonad tersebut dapat menghambat siklus pembenihan selanjutnya. Untuk mempercepat kematangan gonad induk ikan betok yang telah dipijahkan dapat dilakukan dengan rangsangan hormonal yaitu pemberian OODEV. Hal ini dapat dilihat keberhasilannya melalui pengamatan nilai indeks kematangan gonad dan tingkat kematangan gonad. Hasil indeks kematangan
10 gonad tertera pada Tabel 3, bahwa setelah 12 hari terjadi peningkatan nilai indeks kematangan gonad dan tertinggi pada dosis 1,0 mL/kg ikan sebesar 9,30±0,25%. Dengan demikian, pemberian hormon OODEV memberikan pengaruh terhadap indeks kematangan gonad induk ikan betok dan dapat mempercepat kematangan gonad dengan 2 kali penyuntikan. Kandungan PMSG dalam hormon OODEV yang digunakan adalah 10 IU/mL, sehingga dengan dosis hormon OODEV 1,0 mL/kg ikan dengan 2 kali penyuntikan, setara dengan total PMSG yang digunakan sebanyak 20 IU/kg ikan. Setelah 24 hari dengan 4 kali penyuntikan dengan hormon OODEV, indeks kematangan gonad mengalami peningkatan dan menunjukkan hasil yang sama (P>0,05) (Tabel 3), namun pada dosis 1,0 mL/kg ikan sebesar 6,01±0,77% mengalami penurunan. Hal ini diduga pada hari ke-12 indeks kematangan gonad telah mencapai nilai yang maksimum sebesar 9,30±0,25% dan siap untuk dipijahkan, namun apabila tidak dipijahkan, telur akan mengalami atresia atau penyerapan telur kembali. Berdasarkan hasil histologi pada hari ke-24 disajikan pada Gambar 3, pada dosis 1,0 mL/kg ikan terlihat oosit mulai mengalami perkembangan lebih lanjut, yaitu butiran minyak yang membesar dan kuning telur mulai bergabung membentuk massa yang lebih besar serta oosit terlihat mengalami penurunan ukuran. Selain itu menurut Jacob (2005) nilai indeks kematangan gonad ikan betok yang telah mencapai tahap matang gonad sebesar 9,84±3,52%. Effendie (2002) menyatakan bahwa indeks kematangan gonad akan semakin meningkat dan akan mencapai batas maksimum saat akan terjadi pemijahan. Menurut Effendie (1979) nilai indeks kematangan gonad merupakan perubahan yang terjadi di dalam gonad secara kuantitatif dan meningkatnya nilai indeks kematangan gonad sejalan dengan perkembangan kematangan gonad. Sesuai dengan hasil pengamatan bahwa pada hari ke-12 diperoleh nilai indeks kematangan gonad tertinggi pada dosis 1,0 mL/kg ikan dan sejalan dengan tingkat kematangan gonad telah mencapai stadia IV. TKG IV pada ikan betok menggambarkan tahapan perkembangan gonad telah mencapai maksimal (Jacob 2005). Dengan demikian, pemberian hormon OODEV mampu mempercepat kematangan gonad ikan betok. OODEV mengandung hormon PMSG dan AD. Hormon PMSG mengandung aktivitas seperti FSH dan LH. Hormon ini bekerja cenderung lebih banyak seperti FSH untuk pematangan gonad awal, sedangkan LH berperan dalam merangsang proses kematangan gonad yang kemudian siap untuk diovulasikan (Farastuti 2014). Menurut Nagahama et al. (1991) hormon PMSG pada ikan medaka dapat meningkatkan produksi estradiol 17β. Estradiol 17β berperan sebagai stimulator dalam biosintesis vitelogenin yang diproduksi oleh lapisan granulosa di bawah pengaruh gonadotropin. Menurut Tang dan Affandi (2004) mekanisme kerja gonadotropin hormon (GTH) dalam mempercepat pematangan gonad yaitu GTH I (FSH) akan bekerja pada sel-sel teka dan menghasilkan testosteron, kemudian pada sel-sel granulosa oleh enzim aromatase akan dikonversi menjadi estradiol 17β. Estradiol 17β dibawa ke hati untuk merangsang sintesis vitelogenin yang berperan dalam proses vitelogenesis, sehingga memicu perkembangan oosit semakin besar sampai fase dorman dan menunggu sinyal lingkungan lain yang melepaskan GTH II (LH) dan berperan dalam terjadinya
11 pematangan dan ovulasi. AD berfungsi untuk menghambat kerja dopamin dan dopamin berfungsi untuk menghambat sekresi GnRH. Pemijahan induk ikan betok yang telah diberikan hormon OODEV dilakukan pada hari ke-30 dan dilakukan pemijahan secara semi buatan. Saat kegiatan pemijahan induk jantan yang telah matang gonad sulit didapatkan, sehingga dapat menjadi kendala dalam kegiatan pembenihan walaupun induk betina yang matang gonad telah tersedia. Berdasarkan hasil pengamatan induk betina yang sebelumnya dilakukan pematangan gonad dengan hormon OODEV dapat memijah 100%, sedangkan induk yang tanpa pemberian hormon OODEV hanya dapat memijah 50%. Hal ini disebabkan karena oosit belum siap untuk diovulasikan dan kematangan oosit masih pada stadia TKG III. Fekunditas yang dihasilkan sama (P>0,05) pada semua perlakuan yaitu berkisar 237-271 butir/g induk. Namun demikian, fekunditas tersebut lebih tinggi dari pada yang diproduksi oleh Balai Budidaya Air Tawar Mandiangin sebesar 192±17 butir/g induk (BBAT Mandiangin 2014). Hal ini disebabkan pada penelitian ini dilakukan dalam wadah terkontrol serta menurut Rahmatia (2013) faktor yang mempengaruhi fekunditas diantaranya suhu, karena semakin tinggi suhu maka jumlah fekunditas akan semakin meningkat. Fertilization rate diperoleh nilai tertinggi pada dosis 0,75 mL/kg ikan yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap perlakuan kontrol, namun menunjukan hasil yang sama (P>0,05) dengan perlakuan dosis hormon OODEV yang lainnya. Dengan demikian, induksi rematurasi hormon OODEV dapat mempengaruhi kualitas pembuahan terhadap telur. Menurut Tang dan Affandi (2004), fertilisasi adalah proses bergabungnya inti sperma dan inti sel telur yang akan membentuk zigot. Menurut Burmansyah et al. (2013), faktor yang mempengaruhi derajat pembuahan adalah kualitas telur dan kualitas sperma. Hatching rate dan survival rate tertera pada Tabel 5, menunjukkan hasil yang sama (P>0,05), sehingga induksi rematurasi dengan hormon OODEV tidak menurunkan hasil kinerja reproduksi ikan betok. Berdasarkan hasil penelitian pemberian hormon OODEV mampu mempercepat kematangan gonad induk ikan betok untuk dapat dipijahkan kembali pada musim kemarau (Lampiran 4), mulai tingkat kematangan gonad stadia II hingga mencapai stadia IV dalam waktu 12 hari. Di alam pada perairan Riau tingkat kematangan gonad ikan betok pada stadia II akan berkembang mencapai stadia IV selama 2 bulan (Vicaya et al. 2014). Dengan demikian, pemberian hormon OODEV dapat meningkatkan siklus dan kontinuitas pemijahan ikan betok. Analisis biaya dari hasil pemijahan induk dengan pemberian hormon OODEV menghasilkan penerimaan yang lebih besar dibandingkan dengan tanpa pemberian hormon OODEV. Analisis biaya tertera pada Lampiran 5.
12
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hormon OODEV dengan dosis 1,0 mL/kg ikan melalui 2 kali penyuntikan, dengan rentang waktu 6 hari antar penyuntikan dapat mempercepat rematurasi ikan betok (Anabas testudineus). Saran Rematurasi induk betina ikan betok (Anabas testudineus) disarankan menggunakan hormon OODEV dengan dosis 1,0 mL/kg ikan per 6 hari dengan 2 kali penyuntikan. Selain itu perlu dilakukan penelitian tentang pematangan gonad pada induk jantan melalui rekayasa hormonal.
DAFTAR PUSTAKA [BBATM] Balai Budidaya Air Tawar Mandiangin. 2014. Domestikasi dan Budidaya Ikan Papuyu. Kalimantan Selatan (ID): BBAT Mandiangin Kementrian Kelautan dan Perikanan. [DJPB] Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2012. Ikan betok dan potensinya [Internet]. [diunduh 2014 Mei 1]; Tersedia pada: http://www.djpb.kkp.go.id. [DJPB] Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2015. Jumlah produksi perikanan budidaya kolam menurut jenis dan provinsi [Internet]. [diunduh 2015 Maret 12]; Tersedia pada: http://www.djpb.kkp.go.id. [DJPT] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2010. Statistika perikanan tangkap, 2010. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Ahmad M, Fauzi. 2010. Percobaan pemijahan ikan puyu (Anabas testudineus). Jurnal Perikanan dan Kelautan. 15(1):16-24. Basuki F. 1990. Pengaruh kombinasi hormon PMSG dan HCG terhadap ovulasi Clarias gariepinus (Burchell) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Boyd CE. 2001. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Auburn (US): Auburn University. Burmansyah, Muslim, Fitrani M. 2013. Pemijahan ikan betok (Anabas testudineus) semi alami dengan sex ratio berbeda. Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia. 1(1):23-33. Effendie I. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Bogor (ID): Yayasan Dewi Sri. Effendie I. 2002. Biologi Perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Pusaka Nusatama. Farastuti ER. 2014. Induksi maturasi gonad, ovulasi dan pemijahan pada ikan torsoro (Tor soro) menggunakan kombinasi hormon [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Jacob PK. 2005. Studies on some aspects of reproduction of female Anabas testudineus (Bloch). India (IN): Departemen of Marine Biology.
13 Microbiology and Biochemistry. Cochin University of Science and Technology. Kusuma H. 2014. Kinerja OODEV dalam rematurasi induk ikan betok di dalam wadah budidaya [skripsi]. Banjarbaru (ID): Universitas Lambung Mangkurat. Nagahama Y, Matsuhisa A, Iwamatsu T, Sakai N, Fukada S. 1991. A mechanism for the action of pregnant mare serum gonadotripin on aromatase activity in the ovarian follicle of the medaka, Oryzias latipes. Journal of Experimental Zoology. 259:53-58. Nurgaha AD. 2014. Induksi pematangan gonad ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus secara hormonal menggunakan OODEV melalui pakan selama 4 minggu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Panigoro N, Astuti I, Bahnan M, Prayudha, Salfira, Wakita K. 2007. Teknik Dasar Histologi dan Atlas Dasar-dasar Histopatologi Ikan. Jambi (ID): Balai Budidaya Air Tawar Jambi. Rahmatia F. 2013. Kajian kombinasi penambahan Spirulina platensis pada pakan dan penyuntikan OODEV terhadap kinerja reproduksi ikan nila [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tang UM, Affandi R. 2004. Biologi Reproduksi Ikan. Pekanbaru (ID): Unri Press. Vicaya DS, Efizon D, Windarti. 2014. Reproductive biology of Anabas testudineus living in the palm tree plantation canal, Tepung Kiri River, Bencah Kelubi Village, Riau Province. Jurnal Online Mahasiswa. 1(2). Yasin MN. 2013. Pengaruh level dosis hormon perangsang yang berbeda pada pemijahan ikan betok (Anabas testudineus Bloch) di media air gambut. Jurnal Ilmu Hewani Tropika. 2(2).
14
LAMPIRAN Lampiran 1 Pelaksanaan kegiatan penelitian rematurasi induk ikan betok (Anabas testudineus)
Wadah pemeliharaan
Seleksi induk
Penebaran induk
Penyuntikan
Sampling
Pembedahan
Proses histologi
Pemijahan
15 Lampiran 2 Analisis indeks kematangan gonad (%) pada hari ke-12 dan hari ke24 dengan analisis ragam (ANOVA) dan uji Tukey Struktur Data Ulangan
0
H12 1 1,43 2 1,25 Rata-rata 1,34
H24 4,77 5,35 5,06
Perlakuan (mL/kg ikan) 0,25 0,50 0,75 H12 H24 H12 H24 H12 H24 5,94 5,92 3,29 6,84 6,50 6,95 4,47 7,11 3,90 5,24 2,42 7,96 5,21 6,51 3,59 6,04 4,46 7,45
Indeks Kematangan Gonad hari ke-12 Anova Sumber Db Jumlah kuadrat Perlakuan 4 67,99 Sisa 5 9,67 Total 9 77,66
Perlakuan 1,00 0,25 0,75 0,50 0,00
Uji Tukey IKG 12 n Rata-rata 2 9,304 2 5,207 2 4,460 2 3,592 2 1,339
Indeks Kematangan Gonad hari ke-24 Anova Sumber Db Jumlah kuadat Perlakuan 4 6,055 Sisa 5 3,254 Total 9 9,310 Lampiran 3
Kuadrat tengah 17,00 1,93
1,0 H12 H24 9,48 5,47 9,13 6,56 9,30 6,02
F 8,79
P 0,017
F 2,33
P 0,190
Kelompok a ab ab b b
Kuadrat tengah 1,514 0,651
Analisis fekunditas, fertilization rate, hatching rate, dan survival rate dengan uji-t bagi perlakuan terhadap kontrol
Fekunditas Kontrol = 239 Perlakuan (mL/kg ikan) 0,25 0,50 0,75 1,00
n 2 2 2 2
Rata-rata 240,72 258 271 236,9
Standar deviasi 7,04 163 199 47,8
P 0,788 0,898 0,856 0,960
16 Fertilization rate Kontrol = 91,76 Perlakuan (mL/kg ikan) 0,25 0,50 0,75 1,00
N 2 2 2 2
Rata-rata 92,72 98,449 99,241 79,7
Standar deviasi 8,81 0,78 0,42 23,4
P 0,903 0,052 0,025 0,598
Hatching rate Kontrol = 85,33 Perlakuan (mL/kg ikan) 0,25 0,50 0,75 1,00
N 2 2 2 2
Rata-rata 92,42 89,72 93,89 91,30
Standar deviasi 7,40 4,75 7,98 11,75
P 0,405 0,416 0,371 0,603
Survival rate Kontrol = 54,1 Perlakuan (mL/kg ikan) 0,25 0,50 0,75 1,00
N 2 2 2 2
Rata-rata 66,17 54,35 60,72 62,61
Standar deviasi 11,23 6,30 6,80 5,08
P 0,370 0,965 0,400 0,254
Lampiran 4 Data curah hujan di wilayah Banjarbaru, Kalimantan Selatan pada bulan Januari sampai Desember 2014 Lokasi Lintang Bujur
Jan 443
Feb 220
: Stasiun Klimatologi Banjarbaru : -3.46225 : 114.84084
Mar 332
Apr 223
Curah hujan (mm) Mei Juni Juli Ags 156 221 113 53
Kriteria Hujan : Ringan : (0-5 mm/hari) Hujan Sedang : (5-20 mm/hari) Hujan Lebat : (20-50 mm/hari) Hujan
Sep 5
Okt 16
Nov 199
Des 387
17 Lampiran 5 Analisis biaya pemijahan ikan betok (Anabas testudineus) untuk satu siklus produksi Parameter Dosis OODEV mL/kg Jumlah ikan mijah (%) Fekunditas (butir/g) Bobot 50 g/ekor Jumlah telur (butir) FR (%) Jumlah telur (butir) HR (%) Jumlah larva (ekor) SR (%) Jumlah larva (ekor)/siklus * Pendapatan (Rp) Kebutuhan OODEV mL/siklus *) Biaya OODEV (Rp) Penerimaan (Rp) *
0 50 239 239 000 119 500 91,76 109 653 85,33 93 567 54,1 50 620
0,25 100 241 241 000 241 000 92,71 223 431 92,42 206 495 66,17 136 638
Dosis OODEV 0,5 100 258 258 000 258 000 98,44 253 998 89,72 227 887 54,35 123 857
0,75 100 271 271 000 271 000 99,24 268 943 93,89 252 511 60,72 153 324
1 100 237 237 000 237 000 79,70 188 889 91,3 172 456 62,61 107 974
10 123 958
27 327 551
24 771 358
30 664 898
21 594 897
0
1
2
3
4
0
25 000
50 000
75 000
100 000
10 123 958
27 302 551
24 721 358
30 589 898
21 494 897
Harga larva Rp200/ekor Harga hormon OODEV Rp250 000/10 mL
*)
18
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Ermina Sari dilahirkan di Tabalong 15 April 1994 dari ayah Nordin dan ibu Maslian. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis mengikuti pendidikan formal di Taman Kanak-kanak Tunas Mulia 1997-1998, MIN Tanta 1998-2004, MTsN 1 Tanjung 2004-2007, MAN 1 Tanjung 2007-2011 dan diterima di Institut Pertanian Bogor tahun 2011 melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dengan memilih Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Prairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama perkuliahan penulis pernah mengikuti magang di Balai Budidaya Air Payau Situbondo dan Praktik Lapangan Akuakultur di Balai Budidaya Air Tawar Mandiangin. Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Bioteknologi Akuakultur semester ganjil 2014/2015. Selain itu penulis pernah menjadi pengurus aktif UKM KSR PMI Unit I IPB periode 2012/2013 dan 2013/2014 serta aktif menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) periode 2013/2014. Penulis pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang didanai Dikti pada Bidang Pengabdian Masyarakat tahun 2012, Bidang Penelitian tahun 2013 dan 2014. Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi berjudul “Rekayasa rematurasi ikan betok (Anabas testudineus) menggunakan hormon OODEV pada dosis berbeda melalui penyuntikan dengan rentang waktu 6 hari”.