REIN REIN diterbitkan oleh Mimbar Reformed Injili Indonesia di Berlin e.V. REIN diterbitkan dua kali setahun. Penasihat: Ev. Steve Hendra Redaksi: Christian Adi Hartono Erna Chandrawati Herawaty Poppy Permadi Shaniyl Jayakodiy Sonja Mondong Stephen Tahary William Aries Tandarto
Alihbahasa: Bravo Santoso Daniel Thie Fungky Hendra Ivonne Tjitra Thomas Mondong Dukungan koreksi bahasa: Roy Homanangan Saragih
Pembimbing/Pengawas: Departemen Pembinaan MRII Berlin e.V. Penanggung Jawab: Mimbar Reformed Injili Indonesia di Berlin e.V. c/o Cahyadi Braunschweigerstr. 75 12055 Berlin
Semua artikel di dalam Buletin REIN hanya boleh diperbanyak dan dikutip di dalam bentuk artikel yang utuh, tanpa mengurangi atau pun menambahkan isi dari artikel tersebut. Cover: Rembrandt van Rijn, 1627 „Parable of The Rich Man” Gemäldegalerie Berlin
DAFTAR ISI Pesan Redaksi
1
Iman Kristen dan Basis Ekonomi
2
Pdt. Sutjipto Subeno Tuhan dan Uang
10
Ev. Steve Hendra Bebas Aturan Main? Peninjauan ulang atas konsep invisible hand dari Adam Smith
17
Kusumorestu Mertowijoyo Resensi Buku: God and Culture
31
Christian Adi Hartono Biografi: Heinz Horst Deichmann
33
Shaniyl Jayakodiy Di Tahun yang Buruk, Pengamatan Terhadap Segi Positiv, Negativ dan Potensinya
37
John Riyadi SEPUTAR MRII-BERLIN Sonja Mondong
42
1
Pesan Redaksi Pembaca REIN yang terkasih, walaupun kita sudah melewati beberapa bulan sejak 1 Januari 2010, tak lupa kami semua dari redaksi REIN mengucapkan “Selamat Tahun Baru 2010” untuk para pembaca sekalian beserta keluarga. Dengan rasa syukur, hati yang penuh harapan dan komitmen-komitmen baru kita semua telah mengawali tahun ini, kiranya Tuhan memberkati dan menyertai langkah kita, kita boleh terus bertumbuh di dalam iman dan setia mengabarkan injil. Buletin REIN edisi kali ini bertemakan “Iman Kristen dan Perekonomian”, yang tentunya adalah tema yang sungguh menarik untuk ditelusuri dan diperdalam, yang terliput di dalam artikel- artikel sepeti “Iman” untuk segmen doktrinal, “Tuhan dan Uang” untuk segmen worldview, biografi Heinz-Horst Deichmann, “Bebas” untuk segmen afeksi, dll. Kami harap edisi ini dapat menjadi berkat dan melaluinya kita semua dapat beroleh bijaksana dan pengenalan sebagai orang Kristen dan pelaku ekonomi. Soli Deo Gloria! Redaksi REIN
Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
Iman Kristen dan Basis Ekonomi
2
Iman Kristen dan Basis Ekonomi Pdt. Sutjipto Subeno
Bidang ekonomi semakin hari semakin dipandang sedemikian penting, bahkan menjadi primadona seluruh bidang studi di era global-material saat ini. Berbagai isu ekonomi semakin menjadi penting dengan terjadinya berbagai krisis ekonomi. Dalam satu dekade, dunia pasca modern ini dilanda dua kali krisis ekonomi global yang sangat pelik. Bahkan diduga, krisis ini masih akan berkepanjangan dan disusul dengan berbagai krisis yang lebih berat lagi. Siapakah penyebab krisis ini? Bukankah benar sekali perkataan seorang pakar investasi, Warren Buffet, bahwa penyebabnya adalah justru para pakar ekonomi, dengan semua teori dan praktek yang mereka jalankan, yang menjadi penyebab semua krisis ini. Makin lama makin terlihat bahwa krisis ekonomi global terjadi karena kesalahan fatal di dalam pemikiran, teori, dan praktek ekonomi yang dijalankan. Bagaimana orang Kristen menyikapi hal ini?
A. Back to Basic (Kembali ke Dasar)
Dari sejak pertama, Alkitab sudah memberikan dasar prinsip “ekonomi” sekaligus hakekat ekonomi tersebut. Ekonomi, secara etimologis, berasal dari dua kata, yaitu “oikos” yang artinya rumah tangga, dan “nomos” yang artinya aturan atau pengaturan. Jadi secara definisi, ekonomi adalah pengaturan rumah tangga agar bisa berjalan baik dan memberikan kesejahteraan bagi seluruh isinya. Ekonomi berarti suatu rangkaian pemikiran, strategi, proses, dan semua tindakan, dimana outputnya adalah seluruh umat manusia, semua bangsa, seluruh alam semesta mendapatkan kesejahteraannya. Di dalam Kejadian 2:15, Allah menyatakan bahwa “Tuhan meletakkan manusia itu di tengah taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu.” Ekonomi adalah hikmat yang Allah berikan kepada manusia, sebagai ciptaan tertinggi, sebagai wakil-Nya, yang dicipta menurut gambar dan rupa-Nya, agar bisa mengatur semua sumber daya, mengembangkan dan menggunakannya sesuai porsi dan cara yang tepat, untuk memberikan kesejahteraan bagi semua penghuninya.
Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
3
Iman Kristen dan Basis Ekonomi
Ada dua aspek yang harus dilakukan secara simultan, yaitu: mengusahakan dan memelihara. Mengusahakan berarti mengembangkan apa yang Tuhan sediakan di dalam taman agar itu mempunyai nilai tambah dan berkembang untuk bisa menjadi sumber kehidupan bagi manusia. Tuhan menyediakan semua sumber daya untuk manusia bisa kembangkan berdasarkan akal budi dan hikmat yang Allah telah berikan kepada manusia. Disini perkembangan ekonomi dimungkinkan untuk digarap sebaik mungkin oleh manusia demi kebaikan dan kesejahteraan seluruh kehidupan manusia dan juga alam semesta itu. Aspek kedua adalah memelihara. Memelihara berarti apa yang Tuhan percayakan bukanlah milik pribadi kita yang boleh dirusak oleh manusia. Semua bentuk eksploitasi yang merusak dan tidak melakukan pemulihan adalah tindakan yang berdosa dan akan mengakibatkan kerugian ekonomis. Memelihara berarti kita menghargai apa yang Tuhan sediakan bagi kita, sehingga semua itu menjadi sarana kesejahteraan bagi manusia itu sendiri. Kapasitas akal budi manusia memungkinkan untuk manusia bisa memikirkan dan mengatur cara yang terbaik untuk memelihara alam semesta dan semua isinya. Tanpa pemeliharaan alam yang baik, atau apapun yang tidak dipelihara dengan baik, pasti akan menghasilkan kerusakan dan kerugian, baik dalam jangka pendek, tetapi khususnya akan menimbulkan kerusakan besar pada jangka panjang.
B. Ekonomi Destruktif
Namun, sekarang tanpa sadar, definisi ekonomi sudah bergeser. Ekonomi sekarang adalah ekonomi materialisme-humanistik. Ekonomi adalah cara bagaimana dengan modal sekecil-kecilnya, kita bisa mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Tanpa disadari pula, banyak orang merasa bahwa inilah teori dan dasar definisi ekonomi yang benar. Mengapa melakukan kegiatan ekonomi? Untuk mendapatkan keuntungan sebesarbesarnya. Untuk kepentingan siapa? Bagi kepentingan seluruh masyarakat? Bukan, bagi kepentingan pribadi. Maka dengan atau tanpa sadar, manusia sudah menjadi manipulatif dalam perilaku ekonominya. Inti kehidupan ekonomi adalah keuntungan material demi kepentingan sekularisme. Ini yang diperingatkan oleh Alkitab. Di dalam 1 Timotius 6:10 Paulus memberikan nasihat kepada Timotius dan jemaat Efesus, “karena akar segala kejahatan adalah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.” Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
Iman Kristen dan Basis Ekonomi
4
Mengapa disebut ekonomi destruktif? Ekonomi tidak lagi mengacu pada kebenaran dan maksud Allah di dalam menggarap dunia ini. Manusia diberi segala kepandaian, hikmat, akal budi, untuk mencintai Tuhan Allah dan taat mengerjakan pekerjaan Allah melalui semua sumber yang Allah berikan, sehingga hidupnya bisa memuliakan Allah. Tetapi manusia tidak mencintai Allah, melainkan mencintai uang. Dengan mencintai uang, manusia tidak bisa lagi mencintai Allah, karena keduanya bertentangan (Matius 6:24).1 Tidak mungkin manusia mencintai Allah dan sekaligus mencintai Mamon. Manusia harus hidup sungguh-sungguh mencintai Allah dan memuliakan Allah. Tetapi manusia cenderung dididik untuk mencintai diri, mencintai uang, dan mencintai dunia ini (2 Timotius 3:1-5). Ketika manusia mencintai uang, kerohaniannya akan rusak, dan ia akan meresikokan dan membayar kerugian yang sangat besar, yaitu membayar nyawanya yang tidak ternilai harganya. Terkadang manusia mengejar Rp. 1000 dan membuang Rp. 1.000.000. Sungguh ironis, hanya karena manusia mau mencari pemuasan diri dan pemikiran diri yang dangkal. Kita mengatakan orang-orang sedemikian adalah orang bodoh, tetapi kalau tidak berhati-hati, kita akan memiliki pola yang sama, walau dalam bentuk yang berbeda. Dan mungkin sekali kerugian yang terjadi jauh lebih besar dari sekedar kerugian Rp. 999.000. Mengapa disebut ekonomi destruktif? Ekonomi yang berorientasi pada cinta uang dan keinginan menjadi kaya, akan membuat manusia tersiksa dan mengorbankan hidupnya yang bisa berakhir dengan kecelakaan atau kesengsaraan yang berkepanjangan. Manusia mengejar kekayaan demi ingin bahagia, tetapi untuk mengejar dan mendapat kekayaan itu, ia akhirnya seumur hidup mengorbankan kebahagiaan yang bisa ia peroleh. Inilah destruksi fatal kehidupan manusia. Ia akan menyiksa diri, menghancurkan diri, bahkan mengalami berbagai kesengsaraan dan duka. Seluruh kehidupannya, relasinya, kebahagiaannya, dihancurkan karena perilaku ekonomi yang salah. Mengapa disebut ekonomi destruktif? Ekonomi yang hanya berorientasi pada keuntungan, tidak akan memikirkan kepentingan kesejahteraan manusia dan alam semesta. Ia tidak rela mengalami pengurangan keuntungan demi untuk mencapai kesejahteraan bersama. Apalagi jika pengurangan keuntungan itu cukup signifikan. Kekayaan dan penumpukan 1
Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon."
Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
5
Iman Kristen dan Basis Ekonomi
harta merupakan suatu kebanggaan ekonomi, suatu lambang kesuksesan, bukan berapa besar dampak kesejahteraan yang sudah dihasilkan oleh pelaku ekonomi tersebut. Maka pengembangan ekonomis bukan dilakukan dengan tujuan dan motivasi untuk kesejahteraan manusia, tetapi demi untuk kebaikan dan kepentingan diri sendiri. Jangan terkejut jika kita mendengar beribu liter susu dibuang ke sungai demi untuk mempertahankan harga susu, dan pengusaha mendapatkan keuntungan besar, walaupun di sekitar tempat itu begitu banyak bayi dan balita yang sedang kelaparan membutuhkan susu tetapi tidak mampu membeli susu. Sungguh suatu perilaku ekonomi yang dibenarkan, walaupun itu akan mengakibatkan kesengsaraan orang tidak tertolong, sekalipun sebenarnya bisa menolong mereka. Mengapa tidak membiarkan banyaknya produksi susu membuat pengusaha susu bisa berbagi dan membagi-bagikan susunya secara gratis bagi mereka yang sangat membutuhkan tetapi tidak memiliki cukup dana untuk membeli susu? Mengapa disebut ekonomi destruktif? Karena ekonomi yang berorientasi keuntungan menyebabkan tindak ekonomi menjadi lawan dari kesejahteraan manusia itu sendiri. Semua orang tahu bahwa rokok adalah hal yang berbahaya. Berbagai upaya dipublikasikan untuk menyadarkan manusia bahwa merokok adalah tindakan destruktif, baik bagi diri pelaku, maupun semua orang di sekeliling pelaku tersebut. Tetapi rokok tidak serta merta bisa dibuang, karena telah menjadi tumpuan ekonomi begitu banyak orang, dan menghasilkan pemasukan negara dalam bentuk cukai yang sangat besar. Ada keengganan dari pemerintah untuk melakukan tindakan strategis menutup semua industri rokok, karena berarti keuntungan akan semakin ciut. Tidak apa ribuan bahkan ratusan ribu orang terkena racun rokok dan nikotin, asalkan banyak uang yang bisa dihasilkan darinya. Secara keseluruhan, keuntungan itu akan berubah menjadi kerugian jika dihitung begitu banyaknya korban dalam bentuk penyakit yang tidak langsung terlihat. Contoh seperti ini bisa diperpanjang ke banyak aspek lainnya. Ekonomi yang berorientasi pada keuntungan akan menjadi ekonomi yang merusak.
C. Ekonomi Kristen
Secara sepintas seharusnya perilaku ekonomi orang percaya dengan orang yang tidak di dalam Tuhan akan sama. Jika orang Kristen bekerja keras, orang dunia juga bekerja keras. Jika orang dunia mendirikan pabrik roti, orang Kristen juga bisa mendirikan pabrik roti. Kalau orang dunia menjual produknya di tengah masyarakat, maka orang Kristen juga menjual Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
Iman Kristen dan Basis Ekonomi
6
produknya di masyarakat. Tetapi dari kedua golongan orang ini, akan sangat berbeda di dalam hakekat kerja dan perilaku ekonominya. Jika orang dunia berdagang untuk mencari uang, orang Kristen berdagang karena ia harus menggenapkan panggilan Tuhan di dunia bisnis dengan cara menjadi berkat bagi banyak orang melalui bisnis atau perdagangan yang ia lakukan. Maka ia tidak akan menipu pembeli, ia tidak menjual rokok atau narkotika, ia tidak akan merugikan konsumen, karena tujuannya adalah kesejahteraan bagi banyak orang, termasuk tentu konsumen atau kliennya. Maka ada beberapa prinsip penting di dalam prinsip dan perilaku ekonomi Kristen: Ekonomi Teologis: Ekonomi Kristen adalah ekonomi yang berpusat pada Allah dan kebenaran-Nya. Ketika Allah dan Firman disingkirkan dari prinsip dan pemikiran ekonomi, maka seluruh pertanggung jawaban bahkan hakekat dan definisi ekonomi akan rusak dan hilang. Pemikiran ekonomi harus dimulai dari Allah yang menciptakan baik manusia sebagai pelaku ekonomi, maupun seluruh alam semesta sebagai sumber daya dan sarana ekonomi yang ada. Maka, ekonomi sejati harus bertanggung jawab menggarap investasi yang Allah percayakan kepada manusia. Gagal mempertanggung jawabkan investasi Allah, yang salah bukan Investor, tetapi penerima investasi, dan harus berhadapan dengan neraka sebagai hukuman yang setimpal. Inilah prinsip yang benar. Maka manusia sebagai penerima investasi dari properti yang Allah percayakan, manusia harus bertanggung jawab menggarapnya, dan nanti mempertanggung jawabkan di hadapan Allah. Ekonomi Kesejahteraan: Ekonomi Kristen harus memikirkan kesejahteraan semua manusia. Di dalamnya harus dipikirkan kepentingan kebersamaan demi kebaikan semua orang. Perilaku ekonomi bukan melihat keuntungan besar, tetapi melihat bagaimana kesejahteraan orang lain dikerjakan melalui apa yang kita lakukan. Ekonomi seperti ini membuat pelaku akan bekerja keras sehingga ia bisa melakukan yang terbaik bagi orang lain. Ekonomi demikian akan menimbulkan etos kerja yang benar, seperti yang Allah inginkan (sempat saya bahas dalam majalah REIN terdahulu). Pelaku ekonomi yang bekerja keras, hidupnya sederhana dan tidak boros, lalu selalu mau berbagi dengan orang lain, menggarap hal-hal yang terbaik karena tidak mau merugikan orang lain, akan menjadi ciri dari ekonomi positif, yang menghasilkan kesejahteraan bagi manusia. Hidup menjadi sangat hemat, produksi tidak boros dan mudah rusak, ekonomi bisa dilaksanakan dengan efektif, dan kerja keras akan menjadi contoh dan teladan bagi kehidupan. Siapa tidak bekerja, dia tidak usah makan; Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
7
Iman Kristen dan Basis Ekonomi
demikian kata Alkitab. Orang yang tidak bekerja tetapi memiliki harta, berarti dia sudah memanipulasi orang lain bekerja (dengan uang atau kuasanya) lalu hasilnya dia yang mengambil. Ini adalah keserakahan dan kejahatan. Ekonomi Etis: Ekonomi Kristen adalah ekonomi yang menekankan aspek etika dan moral. Kesucian dan kebenaran harus menjadi ciri khas yang mewakili atribusi utama Allah. Kita berhadapan dan berada di dalam dunia berdosa, tetapi Tuhan meminta kita untuk menjadi saksi Dia yang suci dan benar. Maka seperti di teladankan oleh Kristus, semua pekerjaan dan bisnis orang Kristen harus memancarkan sifat ilahi yang baik. Ekonomi etis akan membuat setiap perilaku ekonomi bisa dipertanggung jawabkan secara hukum, secara moral, dan secara relasional; bukan hanya di hadapan manusia, tetapi khususnya di hadapan Tuhan Allah. Ekonomi seperti ini, secara jangka panjang akan jauh lebih bertahan dan langgeng, karena tidak harus hidup dalam ketakutan, selalu berada di dalam ancaman hukum, dan akan mendapatkan serangan karena berbuat hal yang jahat. Ekonomi Kasih: Ekonomi Kristen tidak akan berpikir mau merugikan apalagi menghancurkan orang lain demi keuntungan diri sendiri. Setiap perilaku ekonomi Kristen harus memikirkan jangka panjang dan lebih rela diri sendiri rugi apabila terjadi sesuatu ketimbang merugikan orang lain dengan mengambil keuntungan bagi diri sendiri. Sikap kasih dan kerinduan mengimplementasikan kasih melalui perilaku ekonomi kita, akan menjadi landasan tindak ekonomi kita. Ekonomi yang dilandaskan pada kasih akan menimbulkan ekonomi yang sangat efisien dan sangat hemat. Ekonomi kasih bukan berarti akan memberi kelonggaran dan menciptakan kerusakan kehidupan, format moral kerja yang rendah, keinginan orang menarik keuntungan dengan cara berdosa. Semua itu bukan sifat kasih Allah. Kasih Allah adalah kasih yang mendidik agar setiap orang bisa belajar bertumbuh dengan baik dan bisa merasakan kasih Allah dengan hidup tidak berdosa, bergaul dengan Allah yang suci dan benar, dan mau mengimplementasikan kehendak Allah dalam kehidupannya. Ekonomi Kebersamaan: Karena tindak ekonomi bukanlah konglomerasi, maka seharusnya, seperti yang Calvin teladankan, ekonomi harus sebisa mungkin melibatkan sebanyak mungkin orang dari berbagai bagian, agar kebersamaan dalam bekerja bisa diciptakan. Tuhan ingin kita bagai satu tubuh, dimana kita menyadari kebutuhan dukungan setiap orang dengan keahlian masing-masing dan bersama-sama mencapai hal yang Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
Iman Kristen dan Basis Ekonomi
8
terbaik. Dengan makin mengajak sebanyak mungkin bagian di dalam menggarap kesejahteraan manusia, maka ekonomi akan menjadi isu bersama dan ditopang bersama. Semua orang merasakan manfaat dan kebahagiaan tercipta di dalamnya. Ekonomi kebersamaan bukanlah ekonomi sosialis yang mau menyamaratakan semua kerja, tetapi masingmasing mendapat porsi menurut kemampuan dan kapasitasnya. Tujuannya, semua penilaian harus dilakukan dengan adil, dan memberikan kesejahteraan secara meluas, bukan demi kepentingan beberapa orang yang duduk di posisi paling atas. Ekonomi kebersamaan justru akan mengurangi semangat persaingan, tetapi justru harus membangun semangat cinta kasih dan mau melakukan yang terbaik. Upaya bekerja sebaik mungkin, menghasilkan sebaik mungkin, bukan dilandaskan pada semangat kompetisi yang ingin menjatuhkan dan merugikan kompetitor, tetapi karena ingin orang lain mendapatkan yang terbaik dan kita menjadi berkat bagi mereka, karena kita telah melakukan pekerjaan mulia bagi umat manusia dan memuliakan Allah di surga.
D. Tantangan Ekonomi Kristen
Tidak mudah menjalankan ekonomi kristen, bahkan bagi sebagian orang (bahkan orang Kristen sekalipun) menganggap bahwa sistim ekonomi yang baik justru adalah sistim ekonomi materialis yang dikembangkan oleh orang berdosa. Inilah tantangan paling berat dari seluruh perilaku ekonomi kristen. Mengapa? Pikiran Materialisme Humanistik: Kebanyakan orang Kristen, sekalipun dia berkata beriman kepada Tuhan Yesus, sebenarnya ia lebih percaya kepada uang, kekayaan, dan dirinya sendiri. Pendidikan telah memformat manusia untuk menjadi humanis-materialis. Tidak ada tempat untuk sungguhsungguh beriman, bersandar pada Allah dan mengakui kebenaran-Nya. Maka sekalipun sudah menjadi orang Kristen, seluruh cara berpikir, pertimbangan dan keputusan, masih bersifat sekuler. Maka, orang Kristen akan enggan kalau diminta hidup memuliakan Allah melalui seluruh hidup profesinya. Banyak orang kristen akhirnya hidup dualistik, dimana menjadi suci dan benar di gereja, bahkan jadi majelis, tetapi menjadi sangat jorok dan hidup berdosa di dunia profesinya, penuh dengan tipuan, intrik, dan kejahatan yang dilakukan demi mendapat kekayaan. Kegagalan Teologi: Kurangnya orang Kristen belajar dan berlatih mengimplementasikan iman dalam kehidupan. Studi Mandat Budaya merupakan kekuatan dan ciri dari Teologi Reformed, yang perlu dengan Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
9
Iman Kristen dan Basis Ekonomi
serius diajarkan ke jemaat dan diimplementasikan dalam kehidupan. Gagalnya pendalaman teologis, membuat jemaat lebih banyak dididik oleh pikiran dunia, ketimbang kerangka pemikiran Firman Tuhan. Maka perlu sekali mendorong jemaat untuk secara kritis mengerti kebenaran Firman Tuhan dan beriman (percaya dan bersandar sungguh) pada pengertian Firman yang benar dan akurat. Kurangnya Penggarapan Mandat Budaya: Mandat Budaya harus dikerjakan dan dielaborasi secara intensif oleh gereja dan orang percaya. Perlu ada studi, kajian, dan penggarapan integrasi bagaimana orang percaya bisa mengimplementasikan kehidupan yang benar dengan mengkritisi, mengkoreksi, dan membangun bidang-bidang budaya yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Akibatnya banyak orang Kristen masih terpecah-pecah dan bingung di dalam melakukan kritik dan koreksi terhadap bidang yang dia geluti. Di suatu kondisi tertentu mereka bisa mengalami kebuntuan dan tidak tahu harus bertanya dan berdiskusi dengan siapa, karena forum dan penggarapan bidang ini tidak banyak dipublikasikan atau bahkan dilakukan dengan serius. Yang ada adalah perilaku yang sangat kompromistik dan kehilangan makna dari Mandat Budaya itu sendiri. Pembahasan ini masih seharusnya bisa ditarik lebih komprehensif dan meluas, namun, biarlah menjadi pergumulan setiap kita untuk memikirkan, mendiskusikannya, dan menggarap panggilan Tuhan di dunia atau bidang ekonomi ini, sehingga kita tidak terjerumus ke dalam perilaku ekonomi yang dibenci oleh Tuhan, dimana kita meresikokan nyawa kita ke dalamnya, yang kerugiannya tidak bisa terhitung lagi, mengingat perkataan Tuhan Yesus: Apa artinya engkau mendapatkan seluruh isi dunia, tetapi kehilangan nyawamu? Dan apa yang bisa diberikan ganti (setara) sebuah nyawa (Matius 16:26). Kiranya kita bisa dipakai Tuhan menjadi pelakupelaku ekonomi yang menjadi berkat bagi banyak orang dan memuliakan Allah di sorga. Amin.
Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
Tuhan dan Uang
10
Tuhan dan Uang Ev. Steve Hendra „Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada mamon.“
Matius 6:24 “Tak seorangpun dapat hidup tanpa uang.“ Kita tentu mengakui bahwa kalimat ini juga berlaku secara umum. Semua manusia di jaman modern ini tak akan menyangkal hal ini. Selama kita masih di masyarakat modern, baik hidup maupun mati kita memerlukan uang. Itu realita! Bagi sebagian besar orang Kristen hal ini cukup mudah diterima dan bahkan dipadukan dengan iman mereka. Selama kita percaya Tuhan, sering datang ke kebaktian dan ikut dalam pelayanan, bolehlah kita membenarkan keperluan kita akan uang yang tak habis-habisnya. Tetapi, jika kita berpikir lebih kritis, sebuah pertanyaaan akan muncul dalam hidup kita sebagai orang Kristen. Jika peran uang dalam kehidupan kita di dunia ini begitu penting, apakah bedanya antara uang dan Tuhan dalam hidup kita? Apakah batas dari melayani Tuhan atau melayani mamon di dalam hidup kita? Jawaban yang jelas dan juga mudah diterapkan secara praktis untuk pertanyaan ini akan sukar untuk ditemukan. Jika hal ini tidak mudah untuk didefinisikan, dapatkah kita mengatakan bahwa pada dasarnya lebih mudah untuk menerima kenyataan itu dan memadukannya dengan iman kita? Apakah “Allah“ itu? Setelah membaca pertanyaan diatas, bertanya-tanyakah Anda? Itulah setidaknya yang saya harapkan. Jika tidak, mungkin Anda boleh bertanya kepada diri sendiri, “Siapakah sebenarnya Allahku?“ Kenapa demikian? Sebab Allah tidak mungkin suatu benda. Salahkah pertanyaan tersebut? Tidak, karena saya menulisnya dengan “....“ menunjukkan saya ingin berkata tentang “Allah“ dan bukan tentang Allah. Melalui tanda petik saya bermaksud menunjuk ke istilah untuk Allah dan bukan kepada pribadi Allah. Tentang Allah akan kita bahas juga setelah bagian ini. [Pemakaian tanda petik menurut konsep logika menyatakan perbedaan antara pemakaian dan penyebutan kata.] Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
11
Tuhan dan Uang
Apa yang kita mengerti tentang “Allah“ ialah yang kita akui sebagai “Allah“. Hal ini berkaitan dengan pengakuan tentang “Allah“, terlepas dari kenyataan apakah Allah itu yang asli ataukah palsu. Jadi pengakuan tentang “Allah“ merupakan sesuatu yang kita lakukan dalam hidup kita, walaupun kita tidak mengucapkan pengakuan secara langsung. Interpretasi Luther mengenai hukum yang pertama dalam Katekismus besar mengacu pada jawaban pada pertanyaan yang kedua, “Apakah artinya memiliki Allah atau apakah Allah itu?“ Jawabannya demikian: “Allah berarti bahwa segala sesuatunya baik-baik saja dan selalu ada pemecahan untuk semua permasalahan. Jadi memiliki Tuhan tidak lain percaya dari dalam hati, seperti yang telah saya sering katakan, bahwa kepercayaan dari dalam hati menjadikan sesuatu Allah atau Mamon. Jika kepercayaan dan iman itu benar maka Allah-nya benar dan sebaliknya jika salah maka Allahnya pun Allah yang palsu. Karena keduanya tidak dapat dipisahkan, Allah dan iman. Dimana hatimu berada, kataku, disitulah sebenarnya Allahmu.“2 Dari sudut pandang ini maka tak seorangpun yang atheis. Yang sering manusia salah lakukan ialah mengidolakan sesuatu. Apa yang dimengerti oleh Luther dalam hal ini ialah “Tidak adanya pembedaan yang benar antara Allah yang di satu sisi sebagai yang terindah dan terbaik dan sebagai sumber kebajikan yang kekal, dan juga sebagai pencipta dari keindahan ciptaan di dunia, termasuk yang menyebabkan kekeliruan dalam pembedaan antara ciptaan dan pencipta.“3 Kekeliruan semacam itu terjadi ketika manusia mencari penghiburan jiwanya di dalam ciptaan lainnya sebagai ganti Allah. Hal ini bukanlah ketidakpercayaan kepada Allah, melainkan men-Tuhan-kann ciptaan lainnya, dimana manusia lebih percaya kepada mamon atau benda-benda dunia lainnya daripada percaya kepada Allah. Siapakah Allah? Siapakah Allah yang benar, yang kepadanya manusia harus bergantung? Pertanyaan ini hanya bisa terjawab, jika manusia mendengarkan wahyu Allah.4 Jika manusia tidak mau mendengar wahyu Allah, hal tersebut tidak akan mengubah kenyataan siapa Allah sebenarnya. Jadi yang benar adalah 2 BSLK 560,9-24 in Wenz, Gunther, Gott: Studium Systematische Theologie Band 4. (Göttingen:
Vandenhoeck & Ruprecht, 2007). Seite. 20. 3 Wenz, Gunther, Gott: Studium Systematische Theologie Band 4. s.20. bandingkan dengan ide Van
Tils Idee von „the Distinction between Creator and Creation. 4 Kita mengenal dua wahyu Allah, yakni wahyu umum dan khusus.
Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
Tuhan dan Uang
12
mengenal Allah yang benar dan bukan menciptakan Allah untuk diri sendiri. Allah ialah Allah, jika Dia adalah Allah. Sesuai dengan wahyu5 Allah, keberadaan Allah adalah absolut dan hal ini diwahyukan kepada manusia. Dia yang menciptakan semuanya, termasuk manusia. Jadi tidak seorangpun yang menciptakan dan membuat Allah berkuasa, karena tidak mungkin bagi ciptaan untuk menciptakan penciptanya. Manusia tidak dapat memerintahNya untuk membereskan masalah manusia sesuai keinginan manusia, sehingga manusia menganggapNya tidak dapat diandalkan. Masalahnya adalah bahwa kita tidak mengenal siapa diri kita dihadapan Allah. Kita hanya memikirkan diri sendiri dan menghina Dia dan kehendakNya. Kita ingin sesuatu dari Allah yang kita pikir berguna bagi kita. Kenapa kita harus melayani Dia, jika Dia tidak peduli dengan segala masalah yang kita hadapi? Pertanyaan ini selalu muncul dalam penghinaan kita. Apakah pertanyaan ini benar? Mari kita pikirkan. Jika Allah benar-benar tidak peduli dengan kita, kenapa Allah menciptakan kita? Mengapa Allah membiarkan kita hidup dan menikmati yang baik maupun mengalami penderitaan? Alkitab menceritakan dan menjelaskan sejarah – jika kita mengerti sejarah secara alkitabiah –, bahwa Allah sendiri yang mengatur sejarah dan kita. Kita tidak dapat melihatNya, sehingga kita bertanya demikian. Allah membuat segala sesuatu sesuai dengan caraNya dan cara Allah berbeda dengan cara kita. Hal ini dinyatakan oleh Alkitab. Sementara kita memikirkan kita sendiri dengan cara kita, Allah mengerjakan segala sesuatu dengan caraNya sesuai keadilan dan kasihNya. Sejarah menyatakan bahwa apa yang diinginkan manusia adalah sesuatu yang selalu diinginkan manusia, terlepas daripada kenyataaan bahwa tidak ada sukacita didalamnya, bahkan mungkin hanya kekecewaaan. Tetapi, manusia tidak mau belajar dari sejarah. Hal ini juga diajarkan kepada kita melalui kitab Pengkhotbah. Karena menginginkan sesuatu, kita tidak segansegan menukarkan Allah dan kemanusiaan kita demi uang. Hal ini dapat terjadi karena kita melihat bahwa uang adalah pemecahan masalah, pembebasan dari kesesakan, dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan kita..
5 Kita berbicara tentang tema ini atas landasan teologi wahyu, bukan atas landasan teologi rasionalis.
Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
13
Tuhan dan Uang
Mengapa uang tidak mungkin menjadi Allah? Meskipun kita mungkin menerima keberadaanya sebagai Allah kita. Apakah sebenarnya uang itu? Pada pemahaman yang pertama tentang uang telah dibahas bahwa, uang berkuasa karena di dalam dirinya terdapat akar segala yang jahat dan sumber segala kebaikan. Sehubungan dengan hal itu Shakespeare melalui karyanya Timon von Athen menyatakan: "Gold! yellow, glittering, precious gold! No, gods, I am no idle votarist. Roots, you clear heavens! Thus much of this will make black white, foul fair, Wrong right, base noble, old young, coward valiant. … Why, this Will lug your priests and servants from your sides, Pluck stout men's pillows from below their head: This yellow slave Will knit and break religions; bless the accurs'd, Make the hoar leprosy ador'd; place thieves, And give them title, knee, and approbation, With senators on the bench; this is it That makes the wappen'd widow wed again; She, whom the spital-house and ulcerous sores Would cast the gorge at, this embalms and spices To the April day again. Come, damned earth, Thou common whore of mankind, that putt'st odds Among the rout of nations, I will make thee Do thy right nature."6
Namun mengapa uang tersebut demikian berkuasa seperti Allah? Jawaban atas itu tidak seperti biasanya dapat dijawab dengan “karena“, berhubung uang pada dasarnya dalam keberadaan dirinya sendiri tidaklah berkuasa. Manusia yang telah membuatnya berkuasa. Kita melihatnya sebagai 6 Shakespeare, William., „Timon von Athen, in: Shakespeare's dramatische Werke (Berlin, 1850), Bd.
10, IV: 3, S. 335-336.
Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
Tuhan dan Uang
14
jawaban atas segala hal. Apa yang kita inginkan, sejauh kita memiliki uang tersebut, maka kita dapat memperolehnya. “Semua yang menyatakan saya dan yang saya bisa,“ kata Marx, “tidak ditentukan sama sekali oleh individualisme saya. Meskipun saya jelek namun saya dapat membeli wanita tercantik. … Saya tanpa roh, namun uang itulah yang sesungguhnya merupakan roh segala sesuatu. Bagaimana mungkin pemiliknya tidak memiliki roh?“7 Pada pembahasan yang kedua disampaikan bahwa uang merupakan sarana universal dalam hal pertukaran atau alat tukar secara universal. Secara abstrak dapat dikatakan juga bahwa uang merupakan simbol suatu nilai. Di dalam uang terdapat nilai tertentu, oleh karena itu uang dapat dijadikan sebagai alat tukar. Orang-orang pada zaman dahulu melakukan pertukaran barang di pasar sehingga uang pada akhirnya dijadikan sebagai alat tukar. Dengan uang orang dapat dengan gampang menjual dan membeli barang, karena uang dipakai untuk menentukan harga. Kemudian uang dijadikan sebagai sarana pertukaran secara universal, karena segala transaksi jual/beli harus ditukar dengan uang. Siapa memiliki banyak uang, mempunyai kesempatan lebih banyak untuk membeli. Atau sebaliknya dapat dikatakan, semakin banyak uang yang dimiliki seseorang, maka semakin banyak juga kekayaan yang ia miliki untuk dapat membeli segala sesuatu yang ia ingin nikmati. Hal tersebut berkaitan dengan pemahaman yang pertama. Meskipun uang tersebut sangat berperan besar dalam kehidupan kita, namun harus kita sadari bahwa uang tersebut bukanlah Allah dan tidak boleh berperan sebagai Allah. Uang adalah barang yang dibuat oleh manusia, bukan pencipta manusia. Hal ini berarti bahwa keberadaaan, nilai, dan arti uang itu ditentukan oleh manusia. Masalahnya di sini adalah uang seringkali kita lihat sebagai jawaban langsung atas semua masalah yang kita hadapi. Tidak hanya status ontologis uang tersebut yang menunjukkan kita bahwa uang bukanlah Allah, bahkan sejarah memberikan kita beberapa contoh; semakin berkuasa uang itu, maka semakin rendah nilai manusia tersebut. Uang tersebut merampas keberadaan dan nilai manusia oleh karena penyembahan yang dilakukan oleh manusia itu sendiri. Sebagai contoh dalam sejarah yang dapat saya berikan adalah, pada tahun 1863 terjadi wajib (panggilan paksa) militer yang pertama di dalam sejarah Amerika. Namun 7 Marx, Karl, Ökonomisch-philosophische Manuskripte, in: Marx Engels Werke (Berlin, 1968), Erg.
Bd. 1. T., S. 564.
Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
15
Tuhan dan Uang
pada saat itu pembebasan dari wajib militer tersebut dapat dibayar dengan $300. Penduduk yang kaya raya pada saat itu sering melihat kompensasi tersebut sebagai suatu kemudi yang perlu dibayar untuk membebaskan mereka dari wajib militer. Pada akhirnya perang dan pertumpahan darah bertambah dahsyat yang mengakibatkan kepahitan. Inti contoh tersebut adalah, bahwa negara tidak dapat memberi pertanggungjawaban untuk tugas yang begitu berbahaya hanya kepada beberapa warganya saja, sedangkan warga yang lain dapat diperbolehkan lolos dari pertanggungjawaban itu, hanya karena mereka dapat memberi kompensasi. Orang kemudian dapat bertanya, apakah pahlawan mereka hanya berharga $300/orang. Dalam batasan tentang kekuasaan uang terdapat 2 pendekatan yakni secara teoritis dan praktis. Jika uang bukan allah maka uang tersebut seharusnya tidak berkuasa. Peran uang tersebut harus dibatasi agar orang tidak menggunakannya sebagai jawaban atas segala sesuatu. Terkait dengan pembatasan peran uang, tidak hanya sebatas keadilan di antara manusia saja, melainkan juga pencabutan sosok uang sebagai allah, karena seperti yang kita lihat, jika uang tersebut adalah allah, maka ia akan merampas kehidupan dan nilai manusia. Bagaimana orang dapat membatasi peran atau lebih tepatnya kemahakuasaan uang? Pertanyaan ini dapat dijawab dengan dua pendekatan baik secara teoritis maupun juga praktis. a. Jawaban teoritis. Jawaban teoritis adalah, bahwa uang mempunyai bidangnya sendiri dan tidak boleh berkuasa di segala bidang. Bidang uang tersebut berada di pasar, dimana segala keinginan kita akan suatu barang dapat terpenuhi melalui transaksi jual/beli di sana. Namun, barang apakah yang orang dapat tukar dengan uang di pasar? “Tiada keraguan. Setiap budaya memiliki karakternya masing-masing ditinjau dari produktifitas, organisasi sosial, dan jangkauan usaha menurut sistem barangnya secara spesifik (ware system). Meskipun demikian, tidak merubah fakta, bahwa barang yang terdapat pada tiap-tiap sistem itu sangat besar jumlahnya"8 Untuk dapat menjawab pertanyaan itu maka kita perlu memperhatikan dua hal, yang pertama adalah apa yang orang dapat beli dengan uang, dibatasi dengan apa yang
8 Walzer, Michael, Sphären der Gerechtigkeit. Frankfürt: Campus, 162
Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
Tuhan dan Uang
16
orang tidak dapat beli dengan uang. Yang kedua, dengan memberikan jawaban praktis. b. Jawaban praktis Jawaban praktis terdiri dari dua hal. Untuk menjawab pertanyaan, apa yang tidak dapat dibeli orang dengan uang, maka perlu kita pikirkan dengan cara lain, yaitu apakah orang dapat memperoleh barang tersebut tanpa uang dan barang apakah yang orang tidak dapat beli dengan uang. Di satu sisi terdapat beberapa cara, dengan begitu orang dapat memperoleh sesuatu tanpa harus dengan uang. (Tentunya saya membatasinya dengan cara yang adil). Dalam hal ini dapat kita lihat, bahwa uangtidak lagi berkuasa. Orang dapat memperoleh sesuatu tanpa perlu membeli melainkan menerimanya sebagai suatu hadiah. Di sisi yang lain terdapat juga barang yang tidak boleh dibeli dengan uang. Barang-barang ini adalah manusia, kuasa politis dan pengaruh politis, hukum pidana, keputusan pengadilan, kebebasan berbicara, pers, beragama, dan berkumpul, hak dalam status perkawinan dan mempunyai keturuan, kedudukan politis dan keagamaan, bantuanbantuan dasar untuk kesejahteraan, hadiah, dan kehormatan, berkat-berkat ilahi, kasih, dan persahabatan, dsb. Jika seseorang dapat membeli dan menjual semuanya dengan uang maka uang itu mendapatkan kekuasanya. Itu seolah-olah seperti allah yang menguasai kehidupan manusia. Masalahnya tetap sama di dalam masyarakat, bahwa (bahkan bagi orang kristen dan gereja) uang selamanya tidak bersalah/berdosa sampai dosa/kesalahannya dapat dibuktikan bukan?
Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
17
Bebas Aturan Main?
Bebas Aturan Main?
Peninjauan ulang atas konsep invisible hand dari Adam Smith
Kusumorestu Mertowijoyo Pendahuluan
“All is fair in love and war”, demikianlah sebuah kutipan berbahasa Inggris yang kerap beredar di media populer. Klausul tersebut menyiratkan bahwa untuk memperoleh sesuatu yang sangat berharga-- entah itu kemenangan di medan tempur, ataupun keberhasilan dalam urusan romantisme-- segala sesuatu diperbolehkan. Rupanya, semboyan tersebut tidak lagi terbatas di kalangan petinggi militer maupun para 'buaya darat'; para pelaku usaha juga mengibaratkan persaingan niaga sebagai sebuah kancah pertempuran. Dengan demikian, segala sesuatu mereka anggap diperbolehkan di dalam sebuah persaingan niaga. Ada lagi sebuah frasa dalam bahasa Inggris berbunyi “filthy rich”. Frasa ini berkonotasi peyoratif dan sering digunakan di dalam konteks cibiran terhadap orang-orang kaya. Frase tersebut menyiratkan sebuah praduga, bahwa seseorang tidak mungkin menjadi kaya tanpa melakukan hal-hal yang dianggap kotor oleh masyarakat umum. Kedua contoh di atas hanyalah sebagian sampling dari sebuah axioma9 yang menghinggapi pikiran banyak orang pada saat ini. Memang di saat ekonomi dalam konteks makro sedang mengalami fase ekspansi, banyak pelaku bisnis memarginalkan etika dengan alih-alih supaya tidak kehilangan momentum. Tetapi, sejarah mencatat bahwa kurva statistik ekonomi tidaklah terus menerus bergerak ke atas. Riset dari N.D. Kondratieff menunjukkan bahwa sistem kapitalisme global belum mampu menghantarkan dunia ke pintu gerbang Eden yang terhilang; pergerakan ekonomi secara garis besar tidaklah bisa direpresentasikan dengan kurva linear yang bergerak ke atas, melainkan dengan sebuah kurva spiral yang bersifat siklikal. Dengan kata lain, teori siklus bisnis dari Kondratieff menunjukkan bahwa pergerakan ekonomi secara jangka panjang selalu diwarnai oleh fase ekspansi dan fase resesi10. Beberapa indikasi menunjukkan bahwa, pelaku pasar condong 9
Axioma dapat didefinisikan sebagai sebuah premis yang diterima sebagai kebenaran tanpa membutuhkan pembuktian lebih lanjut. 10 N.D Kondratieff dan W.F. Stolper, “The Long Waves in Economic Life”, The Review of Economics and Statistics, Vol. 17, No. 6 (Nov., 1935), pp. 105-115
Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
Bebas Aturan Main?
18
untuk melakukan 'pertobatan', atau paling tidak melakukan evaluasi moral pada fase resesi. Film Wallstreet garapan Oliver Stone yang mengkritisi keserakahan para pialang pasar modal, digarap pada saat pasar modal sedang mengalami fase bear market11, yaitu ketika harga saham di bursa pada berjatuhan. Di dunia akademis, pasca krisis global 2007, studi mengenai etika bisnis mulai mendapatkan perhatian yang lebih besar. Setidaknya di Vrije Universiteit, Belanda, pejabat dari fakultas ekonomi sampai meminta masukan dari fakultas filsafat mengenai konsep etika bisnis. Masih dalam semangat evaluasi yang termotivasi oleh elegi, artikel ini ingin mengajak pembaca untuk meninjau-ulang sebuah axioma lama bahwa ranah ekonomi adalah sebuah realm yang independen terhadap norma. Banyak orang yang mengidentifikasikan axioma ini dengan pemikiran Adam Smith, yang terkenal dengan frasa invisible hand-nya. Dalam pengkarikaturan populer, pemikiran Adam Smith dipaparkan sebagai berikut: manusia harus diijinkan untuk mengejar kepentingan pribadi mereka; apabila semua orang mengejar kepentingan pribadi masing-masing, maka sebuah mekanisme yang disebut sebagai invisible-hand akan bekerja secara otomatis dan menjamin bahwa sebuah kondisi equilibrium akan tercapai di dalam jangka panjang, dimana semua pihak akan diuntungkan dalam keadaan tersebut. Celakanya, penafsiran ini digunakan oleh sebagian orang sebagai sarana untuk melegitimasikan tindak-tanduk tercela mereka, 'pengejaran kepentingan pribadi' diartikan sebagai sebuah 'lampu hijau' untuk melampiaskan egoisme mereka tanpa mengindahkan etika di dalam pasar. Oleh karena itu, artikel ini akan mencoba untuk menggali pentingnya norma di dalam ranah ekonomi dengan membaca ulang konsep Adam Smith mengenai invisible hand, yang hanya muncul satu kali dalam Theory of Moral Sentiments dan satu kali dalam An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations12. Setelah itu, artikel ini akan meninjau pemikiran Adam Smith berdasarkan sudut pandang filsafat Kristen. Pada akhirnya,
11
Di dalam dunia pasar modal, terdapat istilah bear market, dan bull market. Yang pertama digunakan untuk menggambarkan kurva yang bergerak turun, hal ini sesuai dengan analogi gerakan tangan beruang yang bergerak dari atas ke bawah. Istilah yang kedua digunakan untuk menggambarkan kurva yang bergerak naik, hal ini sesuai dengan analogi tindakan kerbau menanduk, bergerak dari bawah ke atas. 12 Kedua buku tersebut dianggap sebagai magnum opus dari Adam Smith, Theory of Moral Sentiments diterbitkan pada tahun 1759 dan An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations diterbitkan pada tahun 1776. Menurut Gertrude Himmelfarb, isi kedua buku tersebut saling melengkapi satu sama lain, oleh karena itu, pembacaan Wealth of Nations harus diimbangi dengan pembacaan Moral Sentiments agar bisa memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif.
Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
19
Bebas Aturan Main?
artikel ini akan berusaha memberi insight mengenai sikap yang selaiknya diambil oleh orang Kristen di dalam ranah ekonomi. I. Adam Smith dan invisible hand. I.1. Invisible hand dalam Moral Sentiments
Pada bab dimana Adam Smith mengungkapkan istilah invisible hand untuk pertama kalinya di buku Theory of Moral Sentiments, yang menjadi pokok diskusi adalah mengenai efek dari manfaat /kegunaan (utility) terhadap sentimen akan kepantasan (the sentiment of propriety). Smith berhasil menemukan sesuatu yang unik mengenai natur manusia; manusia tidaklah terlalu tertarik dengan tujuan kegunaan, melainkan dengan sarana yang dipercaya bisa berguna untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan kata lain, banyak orang suka menggunakan 'mainan canggih' (mungkin padanan kata yang sering digunakan pada konteks masa kini adalah 'gadget'), bukan demi manfaat kegunaan yang bisa mereka dapatkan dari 'mainan' tersebut, melainkan demi sentimen kegembiraan yang mereka terima ketika mereka memakai atau memiliki peralatan canggih tersebut13. Orang-orang mempunyai kecenderungan untuk membeli barang-barang mewah (yang fungsi utilitasnya riil-nya diragukan) bukan karena mereka membutuhkan barang tersebut, melainkan karena mereka pikir mereka membutuhkan barang tersebut. Persepsi yang bagus akan sebuah kinerja atau performa yang cakap dari sebuah peralatan tertentu merangsang minat konsumen untuk membeli suatu peralatan, walaupun mungkin sebenarnya peralatan tersebut hanya mendatangkan manfaat yang sangat kecil bagi pemakainya. Contoh: ada seorang (dalam jamannya Smith) yang tiba-tiba sadar bahwa jam yang dia gunakan sudah terlambat beberapa detik dibanding jam-jam yang lain; orang ini lalu menjual jam tersebut dengan harga murah dan membeli jam baru, yang presisi waktunya bisa diandalkan dengan harga mahal. Lucunya, pemakaian jam yang menunjukkan waktu secara akurat tidaklah memberikan pengaruh yang signifikan terhadap punktualitas (ketepatan waktu secara pribadi) pemakainya, apabila dibandingkan dengan punktualitas si pemakai jam lain (yang presisinya terlambat beberapa detik)14. Memang sensasi yang ditimbulkan oleh pemakaian barang-barang mewah tersebut sedikit- banyak mengurangi fungsi rasionalitas si konsumen. 13
Adam Smith, Theory of Moral Sentiments [electronic version] retrieved from the World Wide Web, http://www.econlib.org/library/Smith/smMS.html, originally published in 1790, IV.I 14 Ibid, IV.I.1-5
Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
Bebas Aturan Main?
20
Barang-barang 'keramat' tersebut tidaklah membawa manfaat yang signifikan selain memberi rasa senang yang temporer. Tapi, perlu dicatat bahwa manusia tidaklah benar-benar bertindak berdasarkan kendali rasio, melainkan berdasarkan sentimen. Sentimen jugalah yang membuat orang (entah kaya maupun miskin) mengidamkan barang-barang mewah yang lain seperti kereta kuda lengkap dengan kusir dan kudanya atau sebuah rumah mewah lengkap pelayan-pelayannya. Barang-barang seperti inilah yang diidamkan oleh kebanyakan orang, bukan karena hal-hal itu adalah kebutuhan primer, melainkan karena sesnsasi menyenangkan yang ditimbulkan oleh barang-barang tersebut15. Bagi Adam Smith, sentimen keinginan inilah yang menggerakkan roda dunia. Sentimen ini memotivasi orang untuk bekerja keras demi memperoleh barang-barang mewah yang diidam-idamkannya. Akan tetapi, perlu diingat bahwa kemampuan mengkonsumsi yang dimiliki oleh manusia tidaklah sebesar nafsunya yang tak terbatas. Maka, pada akhirnya para penggiat ini akan terpaksa untuk membuang sebagian barang-barang yang telah diperolehnya kepada orang-orang miskin. Dari sinilah mekanisme invisible hand bekerja; mekanisme ini memungkinkan orangorang miskin untuk bisa turut mengkonsumsi barang-barang essensial dari kelimpahan orang-orang kaya. Adam Smith percaya bahwa ketika providensia (entah siapa atau apakah itu) menyerahkan bumi ke tangan segelintir penguasa, dia tidak lupa untuk memperhatikan mereka yang nampaknya tidak masuk hitungan; mekanisme invisible hand ini memastikan bahwa orang miskin pun bisa menikmati kelimpahan yang dahulu diperebutkan oleh para raja16. I.2. Invisible hand dalam Wealth of Nations
Buku ini lebih mengarah kepada sistem ekonomi-politik. Di dalam buku ini, istilah invisible hand digunakan oleh Adam Smith untuk memperkuat argumennya untuk membela sistem ekonomi pasar bebas, sebuah sistem dimana restriksi pemerintah akan impor dan ekspor dihilangkan. Lawan yang sedang dihadapi oleh Adam Smith ketika ia mencetuskan pemikiran ini adalah berasal dari kubu merkantilisme, sebuah aliran pemikiran yang dianut oleh sebagian besar pedagang pada saat itu17. 15
Ibid, IV.I.8
16
Ibid, IV.I.10
17
Adam Smith, An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations [Electronic Version], retrieved from the World Wide Web, http://www.econlib.org/library/Smith/smWN.html, originally published in 1904, IV.II.9.
Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
21
Bebas Aturan Main?
Konteks waktu pada saat Smith menulis buku ini adalah jauh sebelum era 'Post Bretton-Woods'18. Pada saat itu, setiap koin yang dikeluarkan harus mengikuti aturan standarisasi berat dan campuran logam berharga. Maka, sebuah koin senilai 1 Pound-Sterling pada zaman Adam Smith benar-benar secara harafiah terbuat dari 1 pon logam berharga. Oleh karena itu, pemerintah Inggris sangatlah ketat dalam meregulasi lalu-lintas uang; mereka lebih suka apabila uang mereka (yang secara harafiah terbuat dari logamlogam berharga) tetap berada di dalam wilayah kedaulatan mereka dan mereka tidak memperkaya negara lain dengan emas atau perak dari Inggris19. Kebijakan ini tentunya ditentang oleh para pedagang Inggris, karena logam berharga sangatlah diperlukan di dalam perdagangan mereka. Untuk memperbaiki permasalahan mereka, mereka lalu mempersuasi pemerintah untuk mencabut restriksi tersebut dengan alasan: 1. Diperbolehkannya ekspor logam berharga belum tentu akan mengurangi jumlah logam berharga di dalam negeri. Di dalam banyak kasus, tindakan terdebut malah bisa menambah perbendaharaan logam berharga di dalam negeri; barang-barang yang diimpor dengan imbalan ekspor logam mulia bisa di ekspor ulang, dengan begitu perbendaharaan logam mulia negara tersebut bisa meningkat20. 2. Logam-logam berharga tersebut amatlah rawan untuk diselundupkan, jadi restriksi ini bisa jadi tidak akan mempunyai dampak yang signifikan di dalam proses penegakan hukumnya21 Sebagai solusinya, para pedagang memperkenalkan sebuah sistem pengukuran bernama neraca perdagangan (balance of trades). Dengan mekanisme kontrol ini, permerintah tidak perlu membatasi semua aliran uang keluar. Yang harus mereka lakukan hanyalah memastikan bahwa aliran dana yang masuk adalah lebih besar daripada aliran dana yang keluar. Tak sependapat dengan argumen kaum pedagang, Smith-pun melontarkan sebuah 'reality check'; dia mempertanyakan apakah yang menjadi mistar pengukur kemakmuran suatu negara hanyalah jumlah bongkahan logam 18
Sistem dimana standard emas untuk mata uang sudah dihapuskan, nilai mata uang bebas diperdagangkan di busa internasional, dan nilainya bergantung dari supply dan demand atas mata uang tersebut. Sistem ini dianut oleh hampir seluruh negara di dunia kecuali China, dan mungkin beberapa gelintir negara-negara yang lain. 19 Ibid, IV.I. 20
Ibid,IV.I.7.
21
Ibid, IV.I.2.
Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
Bebas Aturan Main?
22
yang dimilikinya? Smith pun mengingatkan akan konsep inflasi; semakin banyak logam berharga yang dimiliki suatu negara, maka nilai tukar logam berharga itu pun akan semakin berkurang. Maka, adalah patut disayangkan apabila suatu negara memiliki banyak logam berharga, tetapi tidak bisa membeli apa-apa dengan logam tersebut22. Dalam pemahaman Smith, inti ajaran merkantilisme menekankan bahwa kemakmuran suatu bangsa didefinisikan oleh jumlah logam-logam berharga di dalam perbendaharaannya. Bagi negara-negara yang tidak mempunyai tambang di dalam wilayahnya, logam-logam mulia tersebut hanya bisa meningkat melalui neraca perdagangan yang positif (suatu kondisi dimana ekspor lebih besar daripada impor). Maka, kebijakan ekonomi-politik suatu negara haruslah diarahkan terutama untuk memastikan bahwa neraca perdagangan bangsa tersebut akan selalu positif. Kondisi ini dapat dipelihara dengan menggunakan dua piranti yaitu: restriksi terhadap impor dan dorongan terhadap ekspor23. Dalam responnya terhadap piranti yang ditawarkan oleh kaum merkantilis sebagai solusi, Smith sekali lagi menggunakan frasa invisible hand. Smith kembali mengingatkan bahwa pada dasarnya, di dalam keadaan dimana jumlah laba tidaklah terlalu berbeda secara signifikan, para pedagang akan selalu lebih menyukai perdagangan domestik dibandingkan perdagangan luar-negeri (entah itu ekspor ataupun impor), karena perdagangan domestik mempunyai resiko yang jauh lebih kecil dibandingkan perdagangan luar negeri. Preferensi ini memberikan kesempatan bagi para produsen di dalam negeri untuk mengembangkan kepandaian mereka dan meningkatkan level produksi mereka. Dari sisa kelebihan kapasitas produksi untuk konsumsi domestik inilah, barang-barang hasil produksi dapat digunakan sebagai komoditas ekspor. Tetapi, haruslah diingat bahwa preferensi para pedagang untuk berdagang di dalam negeri tidaklah benar-benar berdasarkan atas patriotisme, nasionalisme, ataupun altruisme dan isme-isme mulia yang lain; yang mereka lakukan hanyalah mengikuti kepentingan pribadi mereka. Mekanisme sang invisible hand yang mengubah usaha-usaha sporadis para pelaku pasar untuk mengejar laba, menjadi sebuah gerakan 'terkoordinasi' yang menghasilkan 'by-products' yang pada akhirnya membawa manfaat kepada masyarakat umum24
22
Ibid, IV.1.32-34
23
Ibid, IV. 1. 35-45
24
Ibid, IV, 2. 9
Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
23
Bebas Aturan Main?
I.3 Jadi, apakah sebenarnya invisible hand itu?
Pemaparan
dari kedua sub-seksi di atas masih menyisakan sebuah pertanyaan mengenai apakah natur dari invisible hand tersebut. Sayangnya, Adam Smith sendiri tidak pernah memberikan definisi terhadap frasa tersebut. Oleh karena itu, para pembaca hanya bisa menebak makna tersirat atas konsep tersebut. Masalah lain yang masih belum terselesaikan adalah bagaimanakah relasi antara invisible hand dengan norma di dalam ranah ekonomi. Apakah invisible hand berfungsi sebagai sebuah surat indulgensia (pengampunan dosa) dapat membuat dosa pelaku pasar yang merah seperti kirmizi dapat menjadi putih seperti bulu domba, dalam arti pelaku pasar boleh berbuat sesuka hati di dalam dunia niaga seperti manipulasi atau korupsi, dan mekanisme invisible hand merubahnya menjadi sesuatu yang baik? Untuk menjawab pertanyaan di atas, mungkin ada baiknya apabila kita melihat kembali definisi asli frasa invisible hand. Menurut penelusuran Bob Goudzwaard, frasa tersebut pertama kali dikemukakan oleh Santo Agustinus di dalam buku De Civitas Dei (Di Dalam Kota Tuhan). Buku tersebut mengkontraskan keadaan di dalam 'kota Tuhan' dengan 'kota manusia'. 'Kota manusia' adalah sebuah ranah yang dipenuhi dosa, mengalami dekadensi, dan bahkan bisa tiba kepada titik kehancuran akibat tingkah-polah mereka sendiri. Untungnya, kemurahan Tuhan masih belum meninggalkan 'kota manusia'. Tuhan sesekali mengintervensi perjalanan 'kota manusia' dengan invisible hand-Nya sehingga 'kota manusia' pun terhindarkan dari kehancuran fatal25. Sampai di sini, masih belum terdapat kejelasan penuh mengenai definisi invisible hand di dalam benak Adam Smith. Bob Goudzwaard menolak anggapan bahwa definisi invisible hand versi Smith adalah sama dengan definisi dari versi Santo Agustinus. Menurut Goudzwaard, Smith sendiri menganut ajaran Deisme26, dan bukan Kekristenan; jadi, adalah sulit (kalau tidak mustahil) bagi Smith untuk mempercayai keberadaan sosok Tuhan yang mengintervensi perjalanan sejarah manusia. Bob Goudzwaard pun menebak definisi invisible hand menurut Smith sebagai suatu mekanisme hukum alam yang sudah ada sejak dahulu untuk mengatasi masalah konflik kepentingan manusia. Mekanisme ini bergerak secara auto-pilot untuk mencapai titik keseimbangan tanpa ada sosok pribadi riil yang memegang 25
Bob Goudzwaard, Capitalism and Progress (Toronto: Eerdmans Publishing Co., 1979), 23-27.
26
Faham yang mendefinisikan Tuhan sebagai 'pensiunan'. Dia hanya menciptakan alam semesta beserta hukum-hukumnya, dan sesudah itu Dia tidak lagi 'cawe-cawe' dengan ciptaan-Nya.
Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
Bebas Aturan Main?
24
kemudinya27.
Di dalam konsep ilmu ekonomi modern, hal ini lebih dikenal dengan istilah equilibrium yang merupakan titik temu dari ketegangan antara penawaran (supply) dan permintaan (demand). Konflik-konflik kepentingan akan saling bertarung seperti racun yang saling menetralkan satu sama lain, sehingga pada akhirnya akan terciptalah sebuah ketentraman. Lalu, bagaimana dengan aturan? Apakah aturan atau norma masih berlaku di dalam ranah ekonomi? Mungkin Smith sendiri agak kebablasan alias hiperbolis dalam retorikanya yang menolak campur tangan regulasi pemerintah di dalam ranah ekonomi. Tetapi, di bagian lain dari Wealth of Nations, Smith (sebagaimana ditelusuri oleh Gertrude Himmelfarb28) juga mengkritik kelicikan para pedagang yang terlalu egois, sampai-sampai merugikan hajat hidup orang banyak (yang mayoritas merupakan para pekerja 'kerah biru'). Berikut adalah contoh kutipan dimana dia mengkritik para pedagang yang terlalu egois: “Our merchants and master-manufacturers complain much of the bad effects of high wages in raising the price, and thereby lessening the sale of their goods both at home and abroad. They say nothing concerning the bad effects of high profits. They are silent with regard to the pernicious effects of their own gains. They complain only of those of other people.” (I.IX.24) “The clamour and sophistry of merchants and manufacturers easily persuade them that the private interest of a part, and of a subordinate part of the society, is the general interest of the whole.” (I.X.80) “People of the same trade seldom meet together, even for merriment and diversion, but the conversation ends in a conspiracy against the public, or in some contrivance to raise prices.” (I.X.82) Himmelfarb juga mencatat bahwa semasa hidupnya, Smith mendermakan sejumlah besar dari hartanya untuk amal dan dia juga mendorong campur tangan pemerintah dan swasta untuk mendirikan sekolah-sekolah bagi anak-anak yang kurang mampu. Sampai sejauh ini, dapat disimpulkan, bahwa Smith pun tidak menganggap invisible hand sebagai obat mujarab yang menganulir norma. Smith menyerukan ide invisible hand sebagai usaha untuk menyelamatkan ranah 27
Ibid
28
Gertrude Himmelfarb, The Idea of Poverty (New York: Knopf, 1984), 42-63
Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
25
Bebas Aturan Main?
ekonomi dari campur tangan pemerintah yang 'totalitarian'. Bisa dibilang, walaupun pada saat ini pemikiran Smith banyak diidentifikasikan dengan kaum borjuis-kapitalis penghisap darah rakyat, justru saat itu Smith sedang berjuang melawan para kapitalis pada jamannya. Proteksi berlebihan yang diberikan oleh pemerintah terhadap pelaku pasar lokal dalam kacamata Smith justru akan menyengsarakan rakyat karena mereka tidak bisa membeli barang-barang dengan harga yang lebih murah; yang lebih diuntungkan dengan proteksi adalah para pemodal-pemodal kakap. II. Adam Smith dalam tinjauan filsafat Kristen
Meskipun
tidak ada bukti otentik yang menunjukkan bahwa Adam Smith mempropagandakan 'anarkhisme' di dalam ranah ekonomi, Smith sendiri tidak berteriak cukup keras untuk mengajak para pelaku bisnis untuk mengindahkan norma di dalam ranah ekonomi. Mungkin hal itu disebabkan oleh karena fokus utama dia pada saat itu adalah untuk menyelamatkan independensi ranah ekonomi dari konspirasi antara para pedagang kakap dengan pemerintah.
Absennya peringatan dari Adam Smith kerap menimbulkan salah pengertian di antara para pembacanya. Banyak pelaku usaha mungkin terinspirasi untuk tidak mengindahkan norma di dalam melakukan kegiatan niaga. Akibatnya, terciptalah sebuah bubble yang siap meletus di masa depan. Norma, menurut Herman Dooyeweerd, adalah sesuatu yang berbeda dengan hukum alam. Hukum alam, seperti gravitasi tidaklah bisa dilanggar; manusia pasti akan jatuh apabila ia melompat dari tempat yang tinggi. Norma tidaklah demikian, manusia mempunyai kebebasan untuk mentaati atau melanggar norma tersebut. Tetapi, pelanggaran norma tidaklah bisa lepas dari sanksi; seperti kelalaian sebuah negara di dalam bidang pertahanan akan mendatangkan hukuman bagi dirinya di saat perang, demikian juga pelanggaran norma akan mendatangkan dampak negatif terhadap pelanggarnya pada suatu saat tertentu29. Peringatan akan 'penghakiman' di dalam ranah ekonomi juga telah 'dinubuatkan' oleh seorang pemikir sekuler, malahan, yang bersangkutan juga dikenal sebagai salah satu dedengkot neoliberalisme –sebuah isme yang kerap dicaci-maki oleh media di Indonesia akhir-akhir ini–, Friedrich 29
Herman Dooyeweerd, Roots of Western Culture:Pagan, Secular, and Christian Option (Toronto: Wedge, 1979), pp.71-72, 88.
Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
Bebas Aturan Main?
26
Von Hayek menegaskan bahwa di dalam pasar terdapat prinsip-prinsip legal-tradisional. Prinsip-prinsip tersebut, apabila dilanggar, akan mengakibatkan ketidak-stabilan, dan akan mendatangkan akibat buruk pada jangka panjang30. Salah satu sebab terjadinya 'siklus bisnis' adalah akumulasi pelanggaran atas aturan-aturan pasar suatu saat akan memuncak dan menimbulkan dampak buruk terhadap pasar itu sendiri. Rupanya krisis yang terjadi pada tahun 1997 di Asia, dan 2007 di Amerika (dengan dampak sistemik yang dirasakan di seluruh dunia) adalah contoh akan sanksi atas pelanggaran norma (dalam istilah Dooyeweerd) atau prinsipprinsip legal-tradisional (dalam istilah Hayek). Lebih jauh lagi, premis dasar Adam Smith yang beranggapan bahwa motivasi dasar manusia dalam melakukan kegiatan niaga adalah demi mengejar kepentingan pribadi adalah sebuah penyederhanaan fakta; Charles Taylor mengamati bahwa wajah pemikiran modernitas tidaklah semata-mata dilukis oleh enlightenment. Selain landasan theistik, dan enlightenment, modernitas juga mempunyai wajah yang dilukis oleh pemikiran ekspresivisme romantis (romantic expressivism). Isme ini muncul sebagai reaksi atas 'kegaringan' rasionalisme enlightenment; ia berusaha menekankan akan sebuah pencarian arti, dan mengajak manusia untuk mendasarkan tindak-tanduk mereka sebagai sebuah pengekspresian sesuatu yang dianggapnya lebih agung daripada dirinya sendiri. Itulah sebabnya mengapa karya-karya seni pada jaman romantis tidak lagi menggembargemborkan kebebasan ataupun rasionalitas, melainkan kepada lebih kepada pengekspresian pesan atas sebuah ide tertentu yang dianggap mulia oleh sang seniman31. Berdasarkan pemikiran Taylor: premis Adam Smith bahwa motif dasar orang melakukan kegiatan ekonomi adalah demi memenuhi egoisme pribadi mungkin benar apabila wajah modernitas hanyalah dilukis oleh enlightenment. Tetapi, wajah modernitas juga dilukis oleh theisme dan romantic expressivism. Tentunya kaum theis beranggapan bahwa kegiatan ekonomi yang mereka lakukan adalah untuk mengabdikan diri kepada Tuhan mereka, dan kaum penganut romantic expressivism melakukan tindakan ekonomi bukan untuk melampiaskan egoisme pribadi, melainkan demi mengekspresikan sesuatu (apapun itu) yang mereka anggap lebih 30
Jesus Huerta De Soto, Money, Bank Credits, and Economic Cycles (Auburn: Ludwig Von Mises Institute, 2006), p. xlvi. 31 Charles Taylor, Sources of the Self: The Making of the Modern Identity (Cambridge: Cambridge University Press, 2006; first published 1989), pp.495-522
Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
27
Bebas Aturan Main?
berharga daripada diri mereka sendiri. Dalam contoh konkret: seorang penjual nasi goreng keliling, entah dia itu orang beragama atau atheis, belum tentu dia memasak nasi goreng hanya demi mengeruk uang dari pembelinya; ada juga kemungkinan bahwa dia melakukan itu untuk mengekspresikan cintanya terhadap kegiatan kuliner. 2 Timotius 3:1-2 mendeskirpsikan tanda-tanda orang berdosa di hari-hari adalah mencintai diri sendiri, dan mencintai uang. Oleh karena itu, adalah sangat sukar (kalau tidak mustahil) bagi seseorang untuk mengejar egoisme pribadinya dan pada saat yang sama mentaati norma. Cepat atau lambat orang yang melakukan kegiatan ekonomi dengan motif mengumbar egoisme pribadi akan jatuh ke dalam perbuatan yang melanggar norma. Dan pelanggaran atas norma, sebagaimana 'dinubuatkan' oleh Dooyeweerd dan Hayek, akan mendatangkan sanksi. Alangkah indahnya (baca: utopisnya) apabila semua orang melakukan tindakan ekonomi dengan prinsip penatalayanan (stewardship) kepada Tuhan; tentu keadaan tersebut hanyalah sebuah mimpi belaka. Tetapi, romantic expressivism berhasil menangkap sebuah wahyu umum bahwa manusia haruslah mengekspresikan suatu pesan dari sesuatu yang lebih agung dari dirinya sendiri. Sebuah calling atau panggilan akan pekerjaan tertentu dapatlah dimengerti oleh semua orang pada batas tertentu, tanpa mengharuskan orang tersebut menganut paham theisme. Apabila semua orang, terlepas apakah dia itu theis atau atheis, bisa menghidupi hidup untuk mengekspresikan sesuatu yang dia anggap lebih berharga dari dirinya sendiri, tentu hidup akan menjadi lebih indah. Penutup: insight bagi orang percaya
Artikel ini sudah berbicara panjang-lebar untuk membela premis bahwa di dalam ranah ekonomi masih terdapat sebuah aturan main. Aturan main tersebut boleh dan bisa dilanggar, tetapi pelanggaran ini akan mengakibatkan ketidak-seimbangan dan pasti akan membawa ganjaran terhadap si pelaku di masa yang akan datang. Adam Smith menggunakan jargon invisible hand untuk melawan totalitarianisme pemerintah dalam ekonomi, yang pada akhirnya (menurut dia) hanya akan menguntungkan segelintir pemodal kakap. Meskipun dia sendiri tidak mempropagandakan 'bebas aturan main', karena dia sendiri juga mengkritik tindakan eksploitasi sewenang-wenang yang dilakukan oleh para pelaku bisnis di jamannya, dan juga dia telah menyumbangkan sebagian besar Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
Bebas Aturan Main?
28
hartanya untuk kegiatan amal, Smith sendiri tidak menekankan pentingnya mentaati norma di dalam ranah ekonomi. Sebagai eksesnya, ajaran Smith disalah tafsirkan sebagai sebuah pembenaran untuk mengumbar egoisme. Sebagai orang percaya kita semua dipanggil bukan untuk mengumbar egoisme kita, melainkan untuk memelihara dan mengembangkan ciptaan (tafsiran Bob Goudzwaard atas Kejadian 2:1632). Kedua tugas tersebut bersifat saling melengkapi satu sama lain; pengembangan tanpa disertai pemeliharaan akan jatuh kedalam destruksi dan pemeliharaan tanpa pengembangan akan jatuh ke dalam kemunduran. Soal bagaimana mengekspresikan panggilan tersebut, itu adalah pergumulan pribadi setiap orang percaya. Yang menjadi masalah ialah bagaimana kita bisa tetap konsisten menjalankan panggilan kita dengan segudang restriksi yang seolah-olah membatasi kita, sedangkan orang-orang di sekeliling kita terlihat lebih sukses, karena mereka bisa mengumbar egoisme pribadi mereka tanpa restriksi. Norma-norma Tuhan seolah-olah menjadi belenggu yang mengakibatkan kita tidak bisa seberhasil orang-orang yang lain. Mungkin ketika kita mengalami situasi tersebut, ada baiknya kita ingat akan 'invisible hand' yang lain, yaitu providensia Allah. Yohanes Calvin mengingatkan bahwa providensia Allah tetap nyata di masa kesusahan; Yusuf pada akhirnya bisa melihat bahwa meskipun saudara-saudaranya mereka-rekakan yang jahat, tetapi Allah di balik semua itu telah mereka-rekakan yang baik33. Itu bukan berarti bahwa kita harus menjadi pasif dan tidak berbuat apapun sambil menunggu tindakan Tuhan; Calvin mengilustrasikan bahwa Yoab, meskipun dia tahu bahwa hasil akhir suatu pertempuran adalah di tangan Tuhan, masih tetap mengajak anak buahnya untuk berjuang sekuat tenaga di medan pertempuran [“Kuatkanlah hatimu dan marilah kita menguatkan hati untuk bangsa kita dan untuk kota-kota Allah kita. TUHAN kiranya melakukan yang baik di mata-Nya.”--2 Samuel 10:12--]34. Mungkin ungkapan yang tepat untuk menyampaikan maksud Calvin dalam istilah kontemporer adalah “Do the best and let God do the rest”. Kiranya Tuhan memberkati pengejaran kita akan panggilan masing-masing.
32
Bob Goudzwaard, Toward Reformation in Economics, AACS Academic Paper, 1980 [electronic version], retrieved from the world wide web, http://records.icscanada.edu/ir/files/198001011.PDF , pp.28-29. 33 John Calvin, Institute of Christian Religion, I.XVII.8 34
Ibid, I.XVII.9
Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
29
Pak Wii Ryo mencoba meyakinkan Wi untuk bergabung bermain saham..
..kamu tau nggak berapa keuntungan yang bisa didapat dalam waktu yang singkat.. ayo gabung sama aku..
Walaupun bisnisku tidak bisa buat aku kaya dalam waktu singkat.. tapi kalau dikerjakan dgn kemampuan yg terbaik, pasti akan mencapai keberhasilan juga.. ini orang bego banget sih.. disarani jalan singkat malah nolak...
tidak lama kemudian.. Hai Wi..
Hai Lis.. kenalin Ryo
Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
30 Di dalam suatu kesempatan, Ryo mencoba meyakinkan Lis juga untuk bergabung.. dan berhasil.. Hanya dalam waktu satu bulan kamu akan mendapat keuntungan yang banyak..
Tidak terduga ternyata masa krisis datang, dan harga saham jatuh.. mengharapkan keuntungan besar, malah mendapat kerugian..
mana ku tau.. itu bukan urusanku..
kamu harus bantu aku.. ini gara-gara kamu..
Ahh.. Seharusnya dari awal aku sadar, kalau tidak ada yang pasti selain di dalam Tuhan.. dan tidak seharusnya hanya cari jalan singkat..
Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
31
Resensi Buku
Resensi Buku
GOD and CULTURE Christian Adi Hartono Editor : D.A. Carson & John D. Woodbridge Bahasa: Inggris ISBN: 979-8131-37-1 Tahun terbit : 2004 Jumlah halaman : 360 Penerbit: Hänssler
Setelah membaca sedikit banyak mengenai ekonomi dari segi pandang Kristen, sudah seharusnya muncul pertanyaan di benak kita, yaitu “Apa kaitan Kristus dengan ekonomi?” Jawaban atas pertanyaan ini akan menentukan bagaimana kita sebagai orang Kristen yang hidup di tengah lingkungan dan masyarakat, juga berperan sebagai pelaku ekonomi. Buku ini tidak hanya memberikan pandangan dalam segi ekonomi, tetapi juga berbagai bidang yang menjadi bagian-bagian dari kehidupan kita, antara lain hermeneutika, psikologi, filsafat, sejarah, politik, literatur, media, sains, bioetika, dan juga pandangan Kristen terhadap seksualitas dan waktu senggang. Dengan demikian para pembaca juga akan mendapatkan wawasan Kristen yang baik untuk dapat lebih terlibat di dalam tiap-tiap segi kehidupan. Ditulis oleh teolog-teolog terkenal dan juga para pakar yang cukup diakui di bidang mereka masing-masing menjadikan buku ini suatu kumpulan esai yang padat, berisikan apa yang mereka pandang sebagai jawaban Alkitab bagi setiap aspek kehidupan yang mereka geluti selama bertahun-tahun. Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
Resensi Buku
32
Khususnya berkaitan dengan ekonomi, buku ini menjabarkan bagaimana aspek ekonomi dibahas di dalam Alkitab dan juga bahaya yang dapat terjadi jika kita memaksakan untuk mengambil ayat Alkitab untuk menjadikannya relevan dengan ekonomi dan juga bagaimana pendekatan yang seharusnya diambil untuk mengolah data dari Alkitab. Secara singkat, esai mengenai ekonomi yang ditulis oleh Ian Smith telah mengevaluasi bagaimana umat Kristen memandang aspek ekonomi yang semakin dominan dalam kebudayaan.
“Di dunia yang berisi pria dan wanita yang secara alamiah bersifat serakah dan tak pernah puas ini, masih banyak ruang bagi kesaksian Kristen dalam bidang ekonomi.” -Ian Smith-
Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
33
Biografi
Biografi
HEINZ HORST DEICHMANN Shaniyl Jayakodiy Nama Keluarga: Deichmann Nama: Heinz Horst Tanggal lahir: 30.09.1926 Tempat lahir: Essen-Borbeck
Seorang
Kristen dan pengusaha? Bukankah itu perpaduan yang sudah usang? Ataukah perpaduan tersebut masih bisa dipakai di jaman sekarang? Jawabannya adalah iya! Dan bahkan ketika banyak perusahaan modern yang tidak dapat bertahan dalam krisis ekonomi 2009 dan yang kalaupun bertahan kebanyakan karena menerima bantuan, ada satu perusahaan Jerman yang terkenal, yang dipimpin dengan ajaran kristen, menunjukkan kekuatannya melalui krisis tersebut, yaitu perusahaan sepatu Firma Heinrich Deichmann-Schuhe. REIN kali ini ingin membawa pembaca untuk mengenal lebih dekat siapa mantan Presiden dari Firma Heinrich Deichmann-Schuhe, yang sekarang menjadi wakil Dewan Direksi yaitu Dr. Heinz-Horst Deichmann dan apa saja yang telah dikerjakannya. Dia telah memulai memimpin sebuah perusahaan kecil pada waktu sebelum jaman perang sampai sekarang dan perusahaannya telah menjadi rantai perdagangan terbesar di Eropa dengan sekitar 2700 toko di 18 negara.
Heinz-Horst Deichmann lahir sebagai anak laki-laki tunggal di antara 4 kakak perempuan dari pasangan pedagang sepatu Heinrich dan istrinya Julie. Firma Deichmann didirikan oleh ayahnya Heinrich Deichmann pada tahun 1913, yang kemudian diambil alih oleh istrinya dikarenakan kematian Heinrich pada tahun 1940. Pada waktu itu tahun 1943, perang dunia Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
Biografi
34
mengakibatkan Heinz-Horst Deichmann awalnya bekerja menjadi pembawa peluru. Ia adalah seorang muda, yang di tahun-tahun terakhir perang dunia kedua terpaksa ditarik mengisi lapangan pekerjaan di tempattempat peluru untuk pesawat dan kapal perang. Tahun setelahnya ia harus menjadi tentara dalam pasukan Jerman di Front Timur. Di Mai tahun 1945 kembalilah Deichmann yang waktu itu berumur 18 tahun dengan terluka para karena pecahan dari granat yang mengancam hidupnya itu. Ingatnya, "Aku hanya berpikir: engkau ada di dalam tangan Tuhan. Kepadamu telah dianugrahkan kembali hidup dan jika kamu keluar dari tempat ini, maka hidupmu harus disumbangkan untuk menolong orang lain". Maka dilihatnya sebagai jalan dan tanggung jawab yang harus dikerjakan, yaitu untuk memelihara keluarga dan usaha sepatu orang tuanya di EssenBorbeck. Kemudian pada tahun 1946, di Borbecker Gymnasium, di kota Essen, ia tamat sekolah. Selama ia bersama ibunya memimpin perusahaan sepatu tersebut, ia juga melanjutkan kuliah theologi di kota Bonn. Di sana juga Karl Barth pernah kuliah. Secara bersamaan ia mengambil kuliah kedokteran di kota Düsseldorf. Di tahun 1951 ia menyelesaikan kuliah dan melanjutkan studi S3 tahun 1952 dan mendapat gelar Dr. Med. HeinzHorst Deichmann dan ia memulai bekerja sebagai Dokter Ortopedi. Pada tahun 1956 ia mengambil alih semua kepemimpinan dari perusahaan keluarga.
Pada tahun 1950, Heinz-Horst menikah dengan seorang guru bernama Ruth, yang sebelum menikah juga bersama-sama dengan Heinz-Horst melayani di satu gereja. Bagi Ruth adalah lumrah jika suaminya dari permulaan, dalam waktu-waktu luang yang singkat itu, suaminya harus mempersiapkan renungan untuk kebaktian minggu. Sejak menikah Ruth rajin mendukung suaminya di dalam usaha dan dalam misi gereja sampai akhir hidupnya. Pada tahun 2007 Ruth meninggal dunia. Pasangan ini dikaruniai tiga anak perempuan dan satu anak laki-laki, yang sudah sejak tahun 1999 mengambil alih memimpin perusahaan keluarga dengan prinsip yang sama dengan yang dilakukan oleh ayahnya. Selain itu mereka juga aktiv melayani dalam misi gereja. Di waktu hidupnya, ayah Heinz-Horst, Heinrich, perintis perusahan keluarga, memberikan teladan sebagai seorang Kristen yang diingat oleh anak-anaknya. Heinz-Horst mengingat pengaruh dari ayahnya demikian: "Ayahku membawa kami tiap kali pergi mengikuti kebaktian. Dia berbicara kepada kami tentang iman. Namun dia tidak hanya berbicara kepada kami, Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
35
Biografi
tetapi juga kepada pelanggan-pelanggannya di toko, yang dia kenal baik, kepada pekerja-pekerjanya , juga kepada pemasok barang dan orang-orang yang datang ke rumah. Ayahku pergi keluar dan membesuki orang-orang tua dan orang-orang sakit. Dia juga sering membawa anak-anaknya untuk ikut, apalagi pada waktu natal. Dan kemudian dia berdoa bersama-sama mereka yang menderita bahaya karena sakit ataupun kemiskinan dan membacakan mereka ayat-ayat alkitab. Waktu itu kami bukan keluarga kaya, tetapi dia selalu memberikan sesuatu dan menolong mereka. Di waktu-waktu natal, kami harus menyisihkan makanan dari piring kami untuk memberikannya kepada anak-anak yang lain. Hal ini tentu saja tidak mudah dilupakan". Meskipun banyak teladan yang mempengaruhi hidupnya, Heinz-Horst sendiri bertobat menjadi Kristen pada waktu ia berumur 11 tahun, sewaktu ia mendengar firman dalam suatu acara di gereja. Tahun 1956 sewaktu ia melepaskan pekerjaannya sebagai doktor ortopedi dan menjadi pengusaha, ia melihat hal itu sebagai pelayanannya, yang diringkas olehnya demikian: "Tetapi, saya sebagai seorang kristen bertanggungjawab terhadap perusahaan ini dan juga bertanggungjawab terhadap Allah dan manusia. Dalam perusahaan ini dan dalam pekerjaan ini aku hidup di hadapan Allah. Dan yang paling penting, di dalam tempat kerja ini harus ada terang Tuhan yang kelihatan, yang terpancar di dunia. Ini adalah perihal tentang bersaksi dari apa yang kami alami dan perihal tentang penyalur kabar baik, juga di dalam perusahaan sendiri. Pekerjaan kami harus bercirikan demikian, sehingga tidak bertentangan dengan prinsip kristen." Kepuasan pelanggan, pekerja, dan tanggungjawab sosial menjadi fokus dari perusahaannya. Sebagai contoh, di dalam perusahaannya terdapat kas sumbangan yang disediakan untuk menolong orang-orang yang ada di dalam penderitaan dan bahaya juga sebagai jaminan masa tua yang tidak biasanya terdapat dalam dunia dagang, juga untuk biaya kesehatan. Suatu kali ketika Heinz-Horst ditanya oleh majalah ekonomi swiss, BILANZ, apakah ia seperti pengusaha jerman lainnya, pernah terpikir untuk memindahkan usahanya ke swiss misalnya karena untuk mengurangi biaya pajak dari warisan, jawabnya "Tidak, kami membayar pajak kami di Jerman. ... Masyarakat negara kami harus tunduk kepada hukum pajak di tempatnya masing-masing"
Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
Biografi
36
Hubungan antara etika dan ketekunan/kerajinan kristen dapat dijelaskan sebagai berikut: Sebagai salah satu pengusaha yang paling sukses dan sebagai seorang yang mengaku Kristen dan aktiv melayani, Heinz-Horst telah membangun sebuah karya hidup yang hebat, yang dapat menjadi teladan dalam menunjukkan hubungan antara etika dan ketekunan/kerajinan kristen, yang dapat dilihat juga melalui berbagai penghargaan. Dalam koran Süddeutsche Zeitung, Heinz-Horst menyebutkan salah satu prinsipnya: "Uang adalah pelayan yang baik tetapi majikan yang buruk". Layanan Sosial yang didirikan olehnya secara misionaris, secara jelas menghasilkan jasa yang besar, antara lain, di India, Tanzania, Moldova dan Yunani. Selain itu ia juga aktif dalam pekerjaan misi lainnya di masyarakat, dan berpartisipasi dalam proyek-proyek amal di daerah-daerah yang membutuhkan. Sebagian dari penghargaan yang diperoleh Heinz-Horst selama ini: ■1989: Penghargaan jasa dari ibukota Nordrhein-Westfalen ■1990: Doktor Kehormatan dari Ben-Gurion-Universität, negara Negev ■2000: Great Federal Cross of Merit (Großes Bundesverdienstkreuz) ■2006: Great Federal Cross of Merit with Star (Großes Bundesverdienstkreuz mit Stern, Höherstufung) ■2006: Deutscher Handelspreis dalam kategori Lifetime Award ■2008: "National Leadership Award" dari Economic Forums Jerman ■2008: "Luther-Rose für gesellschaftliche und unternehmerische Verantwortung" dari Internationalen Martin Luther Stiftung Sumber http://www.jesuslebt.de/seiten/wir_haben_es_erlebt/07.htm http://de.wikipedia.org/wiki/Heinz-Horst_Deichmann http://www.handelsblatt.com/unternehmen/handel-dienstleister/heinz-horstdeichmann-die-firma-muss-dem-menschen-dienen;998467 http://www.wortundtat.de/wortundtat/de/index.php http://www.sueddeutsche.de/wirtschaft/557/343398/text/ http://www.managermagazin.de/koepfe/unternehmerarchiv/0,2828,286876,00.html http://www.bilanz.ch/edition/artikel.asp?AssetID=6723 http://www.derwesten.de/kultur/ruhrrevue/Die-Deichmanns-Das-etwas-andereFamilienunternehmen-id198659.html http://www.faz.net/s/RubD16E1F55D21144C4AE3F9DDF52B6E1D9/Doc~E 88CE35953C3C4658AFC5C1FC32ABBF28~ATpl~Ecommon~Scontent.html Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
37
Di Tahun yang Buruk
Di Tahun yang Buruk, Pengamatan Terhadap Segi Positiv, Negativ dan Potensinya John Riyadi
Dari sepanjang 4.000 tahun tercatatnya sejarah, kebanyakan tidaklah berkesan dan hanya sedikit yang terus dikenang. Tahun 2009 dapat lebih diingat sebagai salah satu yang buruk. Tahun yang lalu dikenang bukan karena terjadinya peristiwa penting yang memicu sejumlah tren baru yang mengubah dunia, melainkan lebih karena ia mengingatkan kita bahwa trentren ini -yang kebanyakan dilupakan di saat susah- malah, di banyak kasus, semakin intensiv. Ada beberapa tren yang baik, beberapa yang buruk, dan yang masih belum dapat dipastikan arahnya. Ada lima tren yang ingin saya kemukakan, dimulai dengan yang baik. Desentralisasi Orde Global
Evolusi politik dunia pasca perang dingin tlah membuat bentuk tradisional institusi pemerintahan global menjadi usang. Badan-badan seperti Dewan Keamanan PBB tidak lagi melambangan kenyataan kekuatan internasional, tetapi karena krisis global, struktur tradisional kita kini berubah mengikuti kenyataan dunia. Sekarang ini banyak kelompok baru bermunculan, G2, G7, G8, G10, G20, dan G77. Selamat datang di medan peperangan para G! Pertemuan puncak di Pittsburgh pada bulan September memahkotai G20 sebagai pengganti G8 untuk pengaturan kebijakan ekonomi global. Di satu sisi hal ini sangatlah menggairahkan, namun pilihan “G” mana yang diterima tidaklah harus murni terpisah antara satu dengan yang lainnya. Kehadiran forum-forum diskusi yang berkompetisi memang diinginkan, mengingat beberapa isu hanya membutuhkan penyelesaian oleh beberapa negara. Untuk perubahan iklim misalnya; jika Cina, India, Rusia, Jepang, dan Amerika Serikat, yang bersama-sama bertanggung jawab untuk lebih dari 70 persen emisi global, menyetujui pengurangan emisi, maka mereka akan mencapai 80 menurut aturan 80-20. Mengapa mempersulit proses dengan menambah 72 negara dengan taruhan kompromi hasil? Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
Di Tahun yang Buruk
38
Alasan lain bertambahnya mimbar global adalah untuk mendorong kompetisi dan produktivitas. Kelompok-kelompok yang negosiasinya sering menjumpai jalan buntu akan menjadi tidak relevan. Mimbar baru akan lahir untuk memenuhi kekosongan ini, dan negara-negara yang tidak mau bekerjasama atau mengahalangi kemajuan akan disisihkan. Bangkitnya Agama
Jumlah orang yang mengaku beragama sedang bertumbuh. Untuk semua agama, tahun 2009 menunjukkan lompatan persentasi jumlah orang yang datang ke tempat-tempat pemujaan. Dari banyaknya kritik yang ada, agama telah dianggap tidak cocok untuk modernisasi. Seiring bertambah modernnya masyarakat, teori diabaikan, manusia juga bertambah jauh dari Allah. Eropa adalah satu contoh yang sering dikutip untuk mendukung teori ini. Hal ini sanga bertentangan dengan data yang ada saat ini. Di negara-negara yang paling banyak mengalami kemajuan seperti Cina dan India, kita melihat ratusan juta orang memperhatikan kerohanian. Turunnya keagamaan di Eropa bukanlah suatu hasil dari modernitas, melainkan karena gangguan dari pemerintah ke dalam gereja-gereja. Agama bukan hanya cocok, tetapi juga memiliki daya tarik dalam modernitas. Saat segala sesuatu berjalan denagn baik, agama dilihat sebagai suatu gangguan. Namun di masa yang sulit seperti tahun lalu, banyak orang kembali ke agama. Motiv pemuasan diri sendiri ini seharusnya tidak menjadi alasan utama untuk beragama, tetapi semoga apa yang dimulai sebagai hal yang egois bagi pecandu, bisa membimbing ke satu pengertian yang benar kepada keadaan yang lebih tinggi. Penolakan Pasar Bebas
Berikut adalah hal-hal yang buruk. Di tahun 1995, Bill Clinton mengumumkan bahwa era pemerintahan yang besar telah berlalu (“era of big government is over”.) Penerus demokratiknya, Obama, telah menjalankan yang sebaliknya. Pemerintahan di segala penjuru dunia menjadi semakin besar, dengan menjadikan pasar dan manusia sebagai taruhannya. Di Asia, kemenangan atas jatuhnya Partai Demokrat Jepang melambangkan penolakan atas perubahan ke arah pasar bebas yang dikampanyekan oleh Koizumi. Resesi ekonomi global yang mengambinghitamkan kurangnya peraturan, hanya makin meruncingkan masalah. Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
39
Di Tahun yang Buruk
Bahwa krisis telah memicu amarah dan kekecewaan yang intesiv dapatlah dimengerti, namun hanyalah masalah waktu sebelum masyarakat menyadari, bahwa pasar, dengan segala ketidaksempurnaannya, masih lebih baik daripada alternativ yang diberikan pemerintah. Sayangnya kita sekarang masih terjebak dengan pemerintahan yang semakin besar. Konflik Berkaitan Dengan Kelangkaan
Isu
tentang kelangkaan telah sekali lagi muncul ke permukaan – kelangkaan air, makanan, sumber daya, energi, sistem kesehatan, dan pendidikan. Dalam 20 tahun ke depan, penduduk bumi akan meledak dari enam menjadi lebih dari delapan milliar. Permintaan akan makanan dan energi akan meningkat sebanyak 50 persen, air 30 persen, dan sistem kesehatan dan pendidikan bahkan lebih dari dua kali lipat. Ini adalah isu hangat di tahun 2007 yang kemudian terlupakan di tahun 2008 karena munculnya krisis yang lebih penting yang menyita perhatian kita. Hal-hal demografis memperparah permasalahan kelangkaan yang ada. Di tahun 2009 kita melihat puncak masalah: negara-negara mengatasnamakan swasembada untuk menghalangi perdagangan, kuk kekuasaan di Madagascar yang merupakan serangan balik atas persetujuan pemerintah yang menyewakan separuh pulau kepada Korea Selatan untuk bercocok tanam, dan tindakan Cina membangun dam dan mengalihkan sumber air di Tibet.
Tantangan-tantangan abad ke-21 dapat disimpulkan dengan satu kata: akses. Bagaimana kita menciptakan sistem yang akan menjamin bahwa sebagian besar dari masyarakat kita mempunyai akses ke barang kebutuhannya, di sisi lain juga menjaga insentiv bagi orang untuk bekerja keras dan menolak godaan untuk bermain curang? Paradoks Kemajuan
Dan hal-hal yang belum jelas. Dari segi kesehatan, kekayaan, dan IPTEK, kebudayaan kita dapat dibilang sedang berada pada masa jayanya. Tetapi apakah benar? Kita memang lebih kaya dari sebelumnya, tetapi krisis yang telah terjadi mengungkapkan jurang pemisah kekayaan yang juga lebih jauh dari sebelumnya. Kita tahu lebih tentang tubuh manusia, tetapi penyakit seperti flu babi memaksa kita untuk menyadari rentannya keberadaan kita. Kita telah mengembangkan sistem hukum yang paling canggih, tetapi Bernie Madoffs (Bernie Madoffs adalah seorang mantan broker saham yang pernah melakukan penipuan terhadap para investor) masa kini menyatakan bahwa struktur hukum tidak dapat menggantikan kepercayaan Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
Di Tahun yang Buruk
40
yang terkikis. Kita hidup di jaman Blackberry, Facebook, dan Twitter, tetapi relasi menjadi semakin kurang personal. Kita tau lebih tentang dunia fisik kita, tetapi frekuensi terjadinya bencana alam makin meningkat. Kita memiliki lebih banyak orang terpelajar, tetapi pembunuhan dan penyalahgunaan obat semakin bertambah. Inilah paradox dari kemajuan. Setiap kali manusa mencapai “puncak” yang baru, masalah yang lebih besar dan tak dapat diatasi ikut terkuak. Pada tahun 2009 pertanyaan berikut kembali muncul: Kapankah kita akan menyadari bahwa manusia bukanlah jawabannya? Dalam buku Dosa dan Kebudayaan, Pastor Stephen Tong menyatakan kasus yang menarik tentang paradox kemajuan dan berkata bahwa satusatunya solusi untuk menyelesaikan masalah di dunia kita dimuai dengan menyadari bahwa akar dari segala sebab adalah dosa. Adalah natur yang korup dan berdosa yang melekat pada manusia yang menambah segala permasalahan dunia kita. Sebagai hasilnya, manusia tidak dapat menjadi solusinya, melainkan Tuhan dan AnugerahNya. Bermacam-macam era dalam sejarah dapat dimengerti lewat pemahaman manusia akan posisinya terhadap Allah. Zaman renaissance menempatkan manusia di pusat dari semesta, sedikit demi mengesampingkan Allah. Zaman pencerahan melihat manusia, bukan hanya mengesampingkan Allah, tetapi secara total menjauhkannya; masyarakat percaya bahwa semua kebenaran dapat dirasionalisasi dan pewahyuan yang kudus tidaklah diperlukan lagi. Dalam dunia post modern yang kita alami saat ini, manusia bukan hanya telah mengenyahkan kebutuhan akan Allah, tetapi manusa telah menempatkan dirinya sebagai Allah, mendefinisikan batasan antara baik dan buruk. Akankah zaman kebudayaan kemanusiaan yang berikut akan semakin menjauhkan manusia dari kebenaran, atau akankah kita mengembalikan Allah dan kehendakNya ditempat yang seharusnya? Beberapa perkembangan di tahun yang telah lewat, seperti tumbuhnya agama dan penyelarasan institusi global dengan kenyataan, memang membesarkan hati. Hal lain seperti penolakan pasar bebas dan tumbuhnya konflik akibat kelangkaan, tidaklah menyenangkan. Dan hal lain seperti paradox pertumbuhan, dapat berarti baik atau buruk – tergantung pada respon kita. Kalau sejarah berulang, kita sepertinya akan melupakan masalah-masalah ini sebelum kita dapat melakukan sesuatu, atau sebelum kita terbawa oleh arus euphoria yang baru. Adalah harapan saya, satu tahun dari sekarang, Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
41
Di Tahun yang Buruk
untuk menulis tentang 2010 sebagai satu tahun untuk diingat, bukan karena keburukannya, tetapi untuk kontribusinya untuk kemakmuran global. Mari kita berharap untuk tahun 2010, dimana akses berhasil melampaui kelangkaan, pasar kembali mendapatkan peran pentingnya, sebuah arsitektur global baru ditemukan, dan bangkitnya agama menyediakan jalan keluar dari paradoks kemajuan.
Zakheus, kepala pemungut cukai (Lukas 19:1-10) Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
Seputar MRII-Berlin
42
Seputar MRIIMRII-BERLIN Sonja Mondong
Tanpa terasa sudah setengah tahun berlalu sejak edisi terakhir REIN dicetak. Kalau kami berkilas balik dan memikirkan apa yang telah terjadi selama enam bulan terakhir, dengan cepat dapat dikatakan bahwa tangan Allah yang baik masih tetap membimbing dan selalu menunjukkan jalan keluar bagi kami, dan untuk itu kami sangat bersyukur. Dimulai dengan Malam Indonesia pada 7 November 2009 di gereja ev. Martin Luther. Seperti yang sudah dijabarkan dalam edisi sebelumnya, persiapan untuk acara ini sudah berlangsung sejak awal tahun dan kami sangat terpuaskan dengan berjalannya acara yang berlangsung tanpa gangguan. Gereja menjadi penuh corak dengan adanya presentasi bajubajau daerah. Grup musik angklung memainkan beberapa lagu baik secara instrumental maupun mengiringi koor dan untuk pertama kalinya Wayang dengan tema „Pencobaan Yesus“ dipersembahkan. Meskipun acara-acara yang ada bisa menghibur tamu yang datang, tetap kami tidak melupakan adanya penginjilan. Pendeta Billy Kristanto menyampaikan renungan pendek yang mengaitkan agama dan budaya. Kami sangat bersyukur pada Allah, karena oleh pertolonganNya acara ini telah berjalan dengan baik dan kami berharap lewat kesempatan ini kami boleh membawa orang-orang lebih dekat kepada firman Allah. Waktu terus berjalan, hari pun menjadi semakin pendek dan dingin. Jalanjalan mulai dipenuhi dengan hiasan natal. Bau makanan dan minuman khas natal semakin tercium di udara. Tanpa terasa adven pertama telah berdiri di depan pintu. Kamipun rindu untuk mengabarkan Allah di masa adven ini, yang kami lalukan lewat nyanyian di panti jompo dan di pasar natal di Berlin. Beberapa minggu sempat terasa sangat dingin, namun Allah telah memberikan kami hati yang hangat, sehingga kami dapat dengan penuh semangat memuji dan menyembah Dia, dengan harapan bahwa kehangatan yang kami peroleh dari Allah lewat cintaNya juga dapat kami bagikan kepada orang lain.
Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
43
Seputar MRII-Berlin
Selain itu kami juga telah merayakan natal dengan semua umat kristen di daerah Berlin-Brandenburg yang diadakan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia pada taggal 19 Desember di Rotes Rathaus, Berlin. Kami diberikan kehormatan untuk ikut mengambil bagian dalam kesempatan ini dan hal ini sangatlah membahagiakan, karena kami dapat melihat begitu banyak orang kristen yang berkumpul di satu tempat untuk bersama-sama merayakan kelahiran Kristus. Perayaan natal kami sendiri berlangsung pada tanggal 20 Desember. Walaupun evangelis Steve Hendra tidak dapat meninggalkan Swedia dikarenakan buruknya cuaca, Allah telah menunjukan kami satu jalan keluar dan acara pada malam itu dapat tetap berjalan baik. Kebesaran Allah dapat dirasakan baik lewat lagu-lagu yang dinyanyikan, khotbah pendeta Stephen Tong yang disampaikan lewat rekaman video, maupun dalam acara kebersamaan sesudah itu. Ini merupakan malam yang penuh kebahagiaan dan kami berharap bahwa kabar baik yang disampaikan boleh tetap tinggal di hati orang-orang yang hadir. „Gerakan berarti hidup“ kata seorang pada saya dan suatu gerakan memang terjadi di jemaat kami. Pada tanggal 5 Desember Ferry Lauda Halwa dan Yanti Gosal telah mengucapkan janji pernikahan di Jakarta. Walaupun kami sebagai anggota jemaat tidak dapat hadir disana, kami mendoakan bimbingan tangan Allah dan berkat untuk masa yang akan datang bagi mereka berdua. Perpisahan juga terjadi dengan Charlie Santoso dan Nikolay Karapetkov, yang masing-masing telah mendapat kerja di luar Jerman. Kami menikmati dan mensyukuri waktu yang telah boleh dilalui bersama mereka di Berlin. Terima kasih untuk pelayanan dan pertumbuhan mereka dan kami mendoakan agar mereka tetap menjadi garam dan terang di tempat barunya. Semoga Allah tetap membimbing mereka di perjalanan kariernya dan kami boleh bertemu lagi suatu saat nanti. Banyak hal telah terjadi dan kami sangat yakin, bahwa ini belum berakhir. Hidup berjemaat kami tetap berlanjut. Beberapa rencana pelayanan di tahun 2010 telah dibuat, seperti retret dan konser yang akan diberitakan lebih lanjut di edisi selanjutnya. Untuk sekarang inilah yang dapat kami sampaikan. Sampai bertemu di edisi selanjutnya. Soli Deo Gloria.
Buletin REIN Edisi 17 - Musim Semi 2010
Mimbar Reformed Injili Indonesia di Berlin e.V.
Gereja Reformed Injili Indonesia Persekutuan Doa Penginjilan Kebaktian Umum Kebaktian Anak-anak
: Minggu, 15:15 : Minggu, 16:00 : Minggu, 16:00
Penelaahan Alkitab
: Sabtu, 16:00
Bertempat di : Ev.Kirchengemeinde Martin-Luther Fuldastr. 50-51 U7, U-Bhf. Rathaus Neukölln 12045 Berlin
Persekutuan Wilayah : setiap Jumat ke-2 dan ke-4, 19:00 Untuk keterangan tempat lebih lanjut harap menghubungi Sekretariat.
Sekretariat MRII-Berlin : Braunschweigerstr. 75 c/o Cahyadi 12055 Berlin Tel. (+49)30-87337853 / (+49)1791458691
http://www.grii.de/berlin email:
[email protected]
Nomor Rekening: MRII Berlin e.V. Kto.Nr. 0257576 BLZ. 100 700 24 Bankinst. Deutsche Bank