REHABILITASI TAMBANG Praktik Kerja Unggulan dalam Program Pembangunan Berkesinambungan untuk Industri Pertambangan
Agustus 2016
INDUSTRY.GOV.AU | DFAT.GOV.AU
REHABILITASI TAMBANG Praktik Kerja Unggulan dalam Program Pembangunan Berkesinambungan untuk Industri Pertambangan
Agustus 2016
INDUSTRY.GOV.AU | DFAT.GOV.AU
Peringatan (Disclaimer) Praktik Kerja Unggulan dalam Program Pembangunan Berkesinambungan untuk Industri Pertambangan. Publikasi ini telah dikembangkan oleh kelompok kerja yang terdiri dari para ahli, perwakilan industri, pemerintah serta non-pemerintah. Upaya dari semua anggota kelompok kerja sangat dihargai. Pandangan dan pendapat yang diutarakan dalam publikasi ini tidak mencerminkan pandangan dari Pemerintah Australia atau Menteri Luar Negeri, (Minister for Foreign Affairs) Menteri Perdagangan dan Penanaman Modal (Minister for Trade and Investment) dan Menteri Sumber Daya dan Australia Utara (Minister for Resources and Northern Australia). Meskipun berbagai upaya yang pantas telah dilakukan untuk memastikan isi publikasi ini berasarkan pada fakta-fakta yang benar, Persemakmuran tidak menerima pertanggungjawaban dalam hal keakuratan atau kelengkapan materi, dan tidak bertanggung jawab atas kerugian atau kerusakan apa pun yang mungkin timbul secara langsung atau tidak langsung melalui penggunaan, atau mengandalkan pada isi publikasi ini. Para pengguna buku pegangan ini harus ingat bahwa buku ini dimaksudkan sebagai rujukan umum dan tidak dimaksudkan untuk menggantikan kebutuhan nasihat profesional yang relevan dengan situasi khusus dari masingmasing pengguna. Rujukan pada perusahaan atau produk dalam buku pegangan ini tidak boleh dianggap sebagai dukungan Pemerintah Australia bagi perusahaan-perusahaan tersebut atau produk-produknya. Dukungan bagi Praktik Kerja Unggulan dalam Program Pembangunan Berkesinambungan untuk Industri Pertambangan (LPSDP) diberikan oleh program bantuan Australia yang dikelola oleh Departemen Luar Negeri dan Perdagangan (Department of Foreign Affairs and Trade), karena nilai laporan dalam memberikan studi bimbingan dan kasus praktis untuk digunakan dan diterapkan di negara-negara berkembang. Gambar sampul: Rehabilitasi di Xstrata Coal New Wallsend Colliery (Tambang Batu Bara) terletak di Newcastle Coalfield (Lahan Batu Bara), New South Wales © Commonwealth of Australia 2016 Karya ini berhak cipta. Selain dari penggunakan sebagaimana yang diizinkan berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta 1968, tidak ada bagian yang dapat digandakan dengan proses apa pun tanpa izin tertulis sebelumnya dari Persemakmuran. Permintaan dan pertanyaan terkait penggandaan dan hak-hak harus ditujukan ke Commonwealth Copyright Administration, Attorney-General’s Department, Robert Garran Offices, National Circuit, Canberra ACT 2600 atau diposting di www.ag.gov.au/cca. Agustus 2016.
ii
PRAKTIK KERJA UNGGULAN DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN BERKESINAMBUNGAN UNTUK INDUSTRI PERTAMBANGAN
Daftar Isi SAMBUTAN v PRAKATA vi 1.0 PENDAHULUAN 1 2.0 PENTINGNYA REHABILITASI PERTAMBANGAN 3 2.1 Rehabilitasi itu apa? 3 2.2 Rehabilitasi dalam konteks pembangunan berkelanjutan 4 2.3 Kasus bisnis untuk rehabilitasi 5 3.0 REHABILITASI YANG BERHASIL 7 3.1 Target dan tujuan rehabilitasi 7 3.2 Kriteria keberhasilan rehabilitasi 10 3.3 Pedoman Rehabilitasi 14 3.4 Peran pemangku kepentingan 15 4.0 PERENCANAAN REHABILITASI 16 4.1 Garis dasar rehabilitasi dan lingkungan 16 4.2 Karakterisasi bahan-bahan 17 4.3 Perancangan lahan bentukan 19 5.0 PELAKSANAAN REHABILITASI 27 5.1 Konstruksi lahan bentukan 27 5.2 Pemilihan spesies 28 5.3 Penetapan media pertumbuhan tanaman 31 5.4 Perbaikan fisik 34 5.5 Perbaikan kimia 35 5.6 Perbaikan biologis 37 5.7 Rekolonisasi fauna 40 5.8 Pengelolaan rehabilitasi 42 6.0 PEMANTAUAN KINERJA 44 6.1 Pemantauan 44 6.2 Perkembangan program pemantauan 45 6.3 Peran lokasi referensi atau analog 46 6.4 Indikator Kinerja 49 6.5 Pengelolaan adaptif dan kontrol kualitas 50 6.6 Teknik pemantauan 50 6.7 Pelaporan 58 6.8 Percobaan penelitian dan rehabilitasi 58 REFERENSI 59 GLOSARIUM 65
REHABILITASI TAMBANG
iii
STUDI KASUS: Tujuan rehabilitasi Anglo Amerika untuk tambang batubara di Queensland dan NSW Kriteria penyelesaian tambang bauksit Alcoa Pemilihan spesies dan manajemen tanah lapisan atas di tambang bauksit Alcoa di Western Australia Melindungi habitat kakatua hitam yang terancam di hutan jarrah di Western Australia Program pemantauan rehabilitasi tambang batubara Curragh Wesfarmers Kelelawar yang tinggal di gua dan tambang
iv
8 11 28 41 51 56
PRAKTIK KERJA UNGGULAN DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN BERKESINAMBUNGAN UNTUK INDUSTRI PERTAMBANGAN
SAMBUTAN Praktik Kerja Unggulan dalam Program Pembangunan Berkesinambungan dikelola oleh komite pengarah yang diketuai oleh Departemen Perindustrian, Inovasi dan Sains (Department of Industry, Innovation and Science) Pemerintah Australia. Ketujuh belas tema yang ada di dalam program dikembangkan oleh kelompok kerja pemerintah, industri, penelitian, akademik dan masyarakat. Buku pegangan praktik kerja unggulan ini tidak mungkin dapat diselesaikan tanpa kerjasama dan partisipasi aktif dari semua anggota kelompok kerja. Terima kasih juga kepada Bruce Thompson (Redleaf Environmental), Dr Patrick Audet (EDI Environmental Dynamics Inc. (Kanada)), Amanda Dawson-Evenhuis dan Elmien Ballot (Wesfarmers Curragh Pty Ltd).
KONTRIBUTOR
REHABILITASI TAMBANG
ANGGOTA
KONTAK
Dr Carl Grant Kepala Perencanaan Penutupan Tambang dan Lingkungan
[email protected]
Dr Rob Loch Konsultan Utama
[email protected]
Nic McCaffrey Honorary Fellow Pusat Rehabilitasi Tanah Bekas Penambangan (Centre for Mined Land Rehabilitation)
[email protected]
Stuart Anstee Kepala
[email protected]
Dr David Doley, Honorary Research Fellow Pusat Rehabilitasi Tanah Bekas Penambangan (Centre for Mined Land Rehabilitation)
[email protected]
v
PRAKATA Buku pegangan dalam seri Praktik Kerja Unggulan dalam Program Pembangunan Berkesinambungan untuk Industri Pertambangan (Leading Practice Sustainable Development Program for the Mining Industry) telah diterbitkan untuk berbagi pengalaman dan keahlian Australia yang terkemuka di dunia dalam pengelolaan dan perencanaan tambang. Buku pegangan ini memberikan pedoman praktis tentang aspek-aspek ekonomi dan sosial dari semua tahapan ekstraksi mineral, mulai dari eksplorasi ke konstruksi, operasi dan hingga akhirnya penutupan tambang. Australia adalah pemimpin dunia di bidang pertambangan, dan keahlian nasional kita telah digunakan untuk memastikan bahwa buku-buku pegangan ini memberikan bimbingan masa kini dan berguna pada praktik kerja unggulan. Departemen Perindustrian, Inovasi dan Sains Australia telah memberikan manajemen teknis dan koordinasi untuk buku pegangan, bekerjasama dengan industri swasta dan para mitra pemerintah negara bagian. Program bantuan luar negeri Australia, yang dikelola oleh Departemen Luar Negeri dan Perdagangan, telah bersama-sama mendanai pembaharuan buku pegangan ini sebagai pengakuan terhadap peran utama dari sektor pertambangan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kemiskinan. Pertambangan adalah industri global, dan perusahaan-perusahaan Australia merupakan investor aktif serta penjelajah di hampir semua provinsi pertambangan di seluruh dunia. Pemerintah Australia mengakui bahwa industri pertambangan yang lebih baik berarti lebih banyak pertumbuhan, lapangan kerja, investasi dan perdagangan, dan bahwa manfaat ini harus mengalir melalui standar hidup yang lebih tinggi untuk semua orang. Sebuah komitmen yang kuat untuk praktik kerja unggulan dalam pembangunan berkesinambungan sangat penting untuk keunggulan pertambangan. Dengan menerapkan praktik kerja unggulan memungkinkan perusahaan untuk memberikan nilai bertahan, menjaga reputasi mereka atas kualitas dalam iklim investasi yang kompetitif, dan memastikan dukungan yang kuat dari masyarakat setempat dan pemerintah. Memahami praktik kerja unggulan juga penting untuk mengelola risiko dan memastikan bahwa industri pertambangan memberikan potensi penuh. Buku pegangan ini dirancang untuk memberikan informasi penting kepada operator tambang, masyarakat dan regulator. Buku-buku berisi studi kasus untuk membantu semua sektor industri pertambangan, di dalam dan di luar persyaratan yang ditetapkan oleh peraturan resmi. Kami merekomendasikan buku-buku pegangan Praktik kerja unggulan ini kepada Anda dan berharap Anda akan menemukan bahwa buku-buku tersebut praktis untuk digunakan.
Senator The Hon Matt Canavan
The Hon Julie Bishop MP
Menteri Sumber Daya dan Australia Utara
Menteri Luar Negeri
vi
PRAKTIK KERJA UNGGULAN DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN BERKESINAMBUNGAN UNTUK INDUSTRI PERTAMBANGAN
1.0 PENDAHULUAN Pertambangan memiliki potensi untuk mempengaruhi lingkungan dan masyarakat selama seluruh siklus hidup suatu proyek. Dampak-dampak tersebut, biarpun langsung, tidak langsung atau kumulatif, berarti banyak perkembangan proyek berpotensi sensitif bagi para regulator, masyarakat lokal, investor, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan karyawan. Dengan demikian, mendapatkan akses ke tanah demi tujuan ekstraksi mineral menjadi semakin sulit dan telah berkembang menjadi risiko utama untuk industri pertambangan. Untuk memastikan akses lanjutan, perusahaan pertambangan Australia harus menunjukkan komitmennya atas pembangunan berkelanjutan kepada para regulator dan berbagai pemangku kepentingannya. Meskipun rehabilitasi lokasi tambang merupakan kewajiban hukum untuk semua proyek pertambangan di Australia, kegiatan itu juga merupakan kegiatan di mana industri dapat dengan jelas menunjukkan komitmen pembangunan berkelanjutan kepada para pemangku kepentingan utamanya. Buku pegangan ini membahas rehabilitasi tambang, salah satu tema dalam seri Program Praktik Kerja Unggulan dalam Pembangunan Berkelanjutan di bidang Pertambangan. Seri buku pegangan praktik kerja unggulan ini relevan terhadap seluruh tahapan usia tambang (eksplorasi, kelayakan, perancangan, konstruksi, operasi dan penutupan) dan terhadap semua segi operasinya. Praktik kerja rehabilitasi unggulan dimulai pada awal proyek pertambangan dan berlanjut sampai penutupan pertambangan dan pelepasan kuasa. Hali ini harus mempertimbangkan semua aspek lokasi, lokal, wilayah, nasional bahkan internasional yang relevan. Target utama dari buku pegangan ini adalah manajemen di tingkat operasional–yang bertanggung jawab menerapkan pengaturan praktik kerja unggulan di operasi penambangan. Buku pegangan ini juga relevan bagi orang-orang yang berminat dalam praktik kerja unggulan pengelolaan keanekaragaman hayati di industri pertambangan, termasuk para pejabat dan petugas bidang lingkungan, konsultan pertambangan, pemerintah dan para regulator, lembaga swadaya masyarakat, masyarakat pertambangan dan masyarakat tetangganya, serta pelajar dan mahasiswa. Semua pengguna didorong untuk bekerja sama dalam kemitraan, mengambil tantangan untuk terus meningkatkan standar rehabilitasi industri pertambangan, sebagai bagian dari kinerja pembangunan berkelanjutan. Peningkatan kinerja dapat dicapai melalui penerapan prinsip-prinsip yang diuraikan dalam buku pegangan ini. Buku pegangan ini menggariskan prinsip dan prosedur utama yang sekarang diakui sebagai praktik kerja unggulan untuk perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan rehabilitasi: • memahami pentingnya rehabilitasi dan kasus bisnisnya untuk sektor pertambangan (Bagian 2) • menetapkan tujuan, target dan kriteria keberhasilan rehabilitasi (Bab 3) • merencanakan rehabilitasi melalui keterlibatan dengan para pemangku kepentingan, menetapkan tujuan dan kriteria penyelesaian, dan menentukan garis dasar rehabilitasi (Bab 4) • mengintegrasikan dan menerapkan rencana rehabilitasi selama masa operasi (Bagian 5) • memantau dan melapor kinerja rehabilitasi lokasi pertambangan (Bagian 6).
REHABILITASI TAMBANG
1
Buku pegangan ini tidak ditulis secara terpisah dan harus dibaca bersama dengan buku pegangan praktik unggulan lainnya, khususnya yang membahas: • pengelolaan dan pemantauan air permukaan dan air bawah tanah • drainase asam dan logam (metalliferous) • pengelolaan tailing • keanekaragaman hayati • perencanaan penutupan • keterlibatan masyarakat • pemantauan. Buku pegangan ini dimaksudkan sebagai panduan gambaran ikhtisar saja dan tidak memberi petunjuk atau rincian lengkap. Manajer dan praktisi lingkungan didorong untuk mengakses dan menggunakan bahan teknis yang dirujuk dalam buku pegangan ini untuk mendapat informasi yang lebih mendalam.
2
PRAKTIK KERJA UNGGULAN DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN BERKESINAMBUNGAN UNTUK INDUSTRI PERTAMBANGAN
2.0 P ENTINGNYA REHABILITASI PERTAMBANGAN Pesan-Pesan Utama • Rehabilitasi merupakan komponen integral dari strategi pembangunan berkelanjutan suatu perusahaan pertambangan. • Rehabilitasi selalu merupakan indikator kinerja utama dan kinerja lingkungan perusahaan dinilai terhadapnya. • Tambang-tambang yang direhabilitasi secara buruk mewariskan masalah yang signifikan untuk setiap elemen masyarakat - pemerintah, masyarakat dan perusahaan. • Kegagalan merencanakan dan memulai rehabilitasi awal dalam masa operasi dapat menciptakan hambatan dalam pembangunan pengetahuan dan kapasitas yang diperlukan untuk memberikan hasil berkelanjutan yang memenuhi kriteria keberhasilan yang telah disepakati.
2.1 Rehabilitasi itu apa? Buku panduan ini menggunakan definisi rehabilitasi yang berikut: Rehabilitasi terdiri dari perancangan dan konstruksi lahan bentungan serta pembentukan ekosistem atau vegetasi alternatif yang berkelanjutan, tergantung pada penggunaan lahan yang diinginkan pascaoperasional. Rehabilitasi lokasi tambang harus dirancang untuk memenuhi tiga tujuan utama: 1. stabilitas dan keberlanjutan jangka panjang lahan bentungan, tanah dan hidrologi di lokasi. 2. perbaikan atas sebagian atau sepenuhnya kapasitas ekosistem untuk menyediakan habitat untuk biota dan layanan untuk orang-orang (WA EPA 2006) 3. pencegahan pencemaran lingkungan sekitarnya. Berbagai istilah telah digunakan untuk menggambarkan perbaikan tanah yang terganggu pertambangan dan bentuk lain dari penggunaan tanah lain, termasuk rehabilitasi, reklamasi, rekonstruksi, perbaikan, restorasi dan revegetasi. Agar konsisten dengan Standar Nasional untuk Praktik Kerja Restorasi Ekologi di Australia (National Standards for the Practice of Ecological Restoration in Australia) (Kelompok Referensi Standar (Standards Reference Group) SERA 2016), dua istilah utama yang digunakan dalam buku ini adalah rehabilitasi dan restorasi. Walaupun telah dipertanyakan pentingnya definisi yang ketat untuk istilah seperti rehabilitasi dan restorasi, ada manfaat memahami perbedaan antara dua proses tersebut secara fungsional. Pemahaman ini juga dapat membantu mencapai lebih banyak konsistensi dalam kebijakan, undang-undang dan peraturan yang mengatur perbaikan lingkungan.
REHABILITASI TAMBANG
3
Lintasan rehabilitasi dan restorasi ditunjukkan pada Gambar 1, di mana sumbu Y mewakili kondisi ekologi dan kurva-kurva menunjukkan perubahan dari waktu ke waktu dalam kondisi tersebut untuk keduanya. Gambar 1: Perkembangan ekosistem yang bersifat hipotesis yang menggabungkan konsep negara dan transisi (dimodifikasi dari Hibah 2006 dan Doley & Audet 2014) untuk membantu menunjukkan perbedaan antara rehabilitasi dan restorasi (dari Kelompok Referensi Standar (Standards Reference Group) SERA 2016).
Kondisi ekologi
Dinamika ekosistem sebelum ditambang
Pertambangan
g
nin
Pe
an
t ka
a
m
sa
ke
an
s
ko
ne
ga
n de
m
e ist
i
ns
re
fe
re
Restorasi
Menciptakan kembali struktur dan fungsi ekologis sehingga sepertu keadaan sebelumnya atau meniru ekosistem referensi nosional
Rehabilitasi
Pemulihan sebagian struktur dan fungsi ekologis tetapi ekosistem tidak direstorasi
Waktu Sumber: Bradshaw (1987).
Setelah penambangan, biasanya ada penurunan dalam kompleksitas secara struktur dan fungsi. Rehabilitasi
-+%=$@ bertujuan untuk mengembalikan fungsi ekosistem dan produktivitas tanah, meskipun mungkin akan merupakan penggunaan tanah dan komposisi spesies yang berbeda dari ekosistem aslinya. Ekosistem baru mungkin lebih sederhana dalam struktur dari pada yang asli namun lebih produktif, seperti ketika hutan diganti dengan lahan perkebunan atau penggembalaan. Ataupun, ekosistem baru bisa lebih sederhana tetapi tidak seproduktif dalam bentuk ekosistem hibrida atau ekosistem baru, seperti pohon eukaliptus yang ditanam di atas tegakan bawah (understorey) gulma-rumput. Sebaliknya, restorasi memiliki tujuan yang lebih ambisius yaitu untuk menciptakan kembali struktur dan fungsi ekosistem sehingga kelihatan seperti ekosistem sebelum diganggu, atau meniru ekosistem referensi yang diinginkan. Restorasi bertujuan untuk menciptakan kembali ekosistem yang berkembang di sepanjang jalur suksesi sehingga merupakan struktur, fungsi dan komposisi yang mirip, namun tidak harus sama, dengan ekosistem aslinya. Yang penting, seiring ekosistem berkembang, perbedaan-perbedaan mungkin juga berubah atau berkembang dari waktu ke waktu. Misalnya, ekosistem atau bentang alam yang telah direhabilitasi dapat berkembang menjadi ekosistem yang direstorasi yang hampir alami. Sebaliknya, ekosistem yang seolah-olah sedang direstorasikan dapat diabaikan karena kurangnya intervensi manajemen dan mungkin lebih merupakan rehabilitasi.
2.2 Rehabilitasi dalam konteks pembangunan berkelanjutan Pertambangan merupakan penggunaan lahan sementara (meskipun ada tambang yang berlanjut sangat lama), dan setiap operasi diharapkan akan menutup pada suatu saat di masa depan. Penutupan operasi umumnya terjadi ketika sumber daya habis atau ketika biaya produksi melebihi hasilnya. Dengan demikian, penutupan memberikan kesempatan agar tanah yang terganggu oleh pertambangan direhabilitasi untuk satu atau lebih penggunaan tanah pasca-tambang yang bersifat berkelanjutan (DEHP 2014). 4
PRAKTIK KERJA UNGGULAN DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN BERKESINAMBUNGAN UNTUK INDUSTRI PERTAMBANGAN
Untuk perusahaan tambang di Australia, rehabilitasi harus menjadi komponen integral dari strategi pembangunan berkelanjutannya. Rehabilitasi selalu merupakan indikator kinerja utama dan kinerja lingkungan perusahaan dinilai terhadapnya. Tambang-tambang yang direhabilitasi secara buruk mewariskan masalah yang signifikan untuk setiap elemen masyarakat - pemerintah, masyarakat dan perusahaan.
2.3 Kasus bisnis untuk rehabilitasi Sejumlah faktor menentukan kasus bisnis untuk rehabilitasi lokasi pertambangan (Gambar 2). Mendapatkan akses ke tanah semakin mengharuskan perusahaan menunjukkan komitmennya atas penatagunaan (stewardship) terhadap penggunaan lahan. Rehabilitasi selalu merupakan indikator kinerja utama. Akibatnya tren peraturan, mencapai praktik kerja rehabilitasi unggulan akan, dalam jangka pendek dan menengah, menjadi keunggulan kompetitif; dalam jangka panjang lebih lama, hal tersebut akan menjadi kualifikasi minimum untuk mendapatkan akses ke tanah. Kegagalan untuk menunjukkan komitmen yang kuat untuk penatagunaan penggunaan lahan, terutama rehabilitasi yang berhasil, dapat menyebabkan penundaan persetujuan dan, dalam kasus terburuk, kerugian peluang pembangunan total. Gambar 2: Kasus bisnis untuk rehabilitasi lokasi pertambangan Persetujuan proyek
Risiko kepatuhan
Kasus bisnis untuk Rehabilitasi Progresif Kewajiban keuangan
Risiko reputasi
2.3.1 Rehabilitasi progresif Kegagalan untuk memulai rehabilitasi awal dalam masa operasi (atau pada tahap-tahap akhir dari perkembangan proyek) dapat menimbulkan hambatan untuk membangun pengetahuan dan kapasitas yang diperlukan untuk menyampaikan hasil berkelanjutan yang memenuhi kriteria keberhasilan yang telah disepakati. Dalam kasus terburuk, memulai operasi penutupan ketika lokasinya belum mengembangkan keterampilan, peralatan dan pengetahuan teknis yang diperlukan untuk melaksanakan program rehabilitasi besar secara berhasil dapat mengakibatkan hasil yang sangat buruk yang membutuhkan perbaikan yang sangat mahal, dan akan sangat mengurangi kemungkinan mencapai penutupan yang berhasil. Rehabilitasi yang berhasil membutuhkan fokus perbaikan terus-menerus, berdasarkan pengetahuan, penelitian dan pemantauan yang spesifik terhadap lokasinya. Peluang dan ancaman harus diidentifikasi dari awal sehingga operasi penambangan tidak mengurangi pilihan rehabilitasi. Dengan demikian, investasi yang tertunda menyebabkan pelepasan yang tertunda di luar masa operasional tambangnya, yang menambah biaya dan, dalam berbagai kasus, penahanan kewajiban untuk bertahun-tahun lebih lama dari pada yang diperlukan.
2.3.2 Risiko kepatuhan Kegagalan dalam memenuhi harapan peraturan bisa menimbulkan peningkatan pengawasan, yang mengakibatkan pembatasan tambahan pada perusahaan, biaya kepatuhan yang lebih tinggi dan mungkin biaya hukum. Dalam skenario terburuk, hal tersebut bisa menyebabkan hilangnya izin sosial perusahaan untuk beroperasi dan membatasi akses ke sumber daya di masa depan.
REHABILITASI TAMBANG
5
2.3.3 Kewajiban keuangan Rehabilitasi merupakan bagian penting dari perencanaan penutupan pertambangan, dan perencanaan awal yang efektif akan membantu untuk meminimalkan biaya rehabilitasi. Rehabilitasi progresif juga dapat memberikan indikasi awal tentang apakah tujuan penutupan tambang realistis dan dapat dicapai. Dari perspektif legislatif, pemerintah negara semakin memperkuat hubungan penting antara rehabilitasi dan penutupan melalui persyaratan agar lokasinya mengembangkan rencana masa tambang atau rencana operasi penambangan. (DTIRIS 2013).1
2.3.4 Risiko reputasi Sejarah rehabilitasi yang buruk dapat menyebabkan kerusakan reputasi antara regulator dan pemangku kepentingan eksternal. Hal ini dapat terwujud dalam penundaan persetujuan proyek, persyaratan perizinan yang lebih ketat bahkan hilangnya izin sosial perusahaan untuk beroperasi. Sebaliknya, sejarah hasil rehabilitasi berkualitas yang terbukti berpotensi menjadi titik perbedaan dan dapat menunjukkan perusahaan sebagai mitra pembangunan pilihan untuk regulator dan masyarakat lokal.
2.3.5 Rehabilitasi dan layanan ekosistem Perhimpunan Restorasi Ekologi (Society for Ecological Restoration) merekomendasikan penggunaan sembilan sifat ekosistem untuk mengukur restorasi (rehabilitasi dalam konteks pertambangan) yang berhasil (SER 2004): • keanekaragaman ekosistem dan struktur masyarakat yang mirip dengan yang ada di lokasi referensi • kehadiran spesies asli • kehadiran kelompok fungsional yang diperlukan untuk stabilitas jangka panjang • kapasitas lingkungan fisik untuk mempertahankan populasi yang mereproduksi • berfungsi seperti biasa • integrasi dalam bentang alam • penghapusan ancaman potensi • ketahanan terhadap gangguan alam • bersifat berkelanjutan (self-sustainability). Dalam suatu studi pada tahun 2005, Ruiz-Jaen dan Aide menyimpulkan bahwa berbagai studi restorasi memiliki sumber daya keuangan yang memadai untuk memantau semua sifat-sifat tersebut. Dalam kajian mereka atas 68 studi yang diterbitkan, mereka menemukan bahwa ukuran-ukuran yang paling sering dinilai dapat dikategorikan sebagai salah satu dari tiga jenis ukuran: keanekaragaman, struktur vegetasi dan sifat-sifat proses ekologi. Antara yang tiga itu, mereka menemukan bahwa proses ekologi jarang diukur karena pemulihannya lebih lambat bila dibandingkan dengan keanekaragaman atau struktur vegetasi. Sifat terfragmentasi dari rehabilitasi lokasi pertambangan juga perlu dipertimbangkan ketika mempertimbangkan penggunaan proses ekologi dan layanan ekosistem sebagai sifat kriteria untuk memantau keberhasilan. Dalam keadaan tertentu, mungkin tidak bisa menggunakan sifat layanan ekosistem untuk memantau keberhasilan rehabilitasi di lokasi yang kecil dan terpisah.
1 Buku pegangan praktik kerja unggulan Penutupan pertambangan (Mine closure) membahas masalah ini secara rinci.
6
PRAKTIK KERJA UNGGULAN DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN BERKESINAMBUNGAN UNTUK INDUSTRI PERTAMBANGAN
3.0 REHABILITASI YANG BERHASIL Pesan-pesan Utama • Rehabilitasi merupakan proses yang mahal dan oleh karena itu perlu direncanakan dan dilaksanakan dengan hati-hati. • Target dan tujuan SMART (5 langka menetapkan tujuan, yaitu spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, berorientasi pada hasil, dan dalam batas waktu tertentu) sangat penting untuk keberhasilan rehabilitasi. • Pengembangan kriteria keberhasilan rehabilitasi harus melibatkan pemangku kepentingan (baik masyarakat maupun pemerintah) dalam perkembangan dan penilaiannya.
Rehabilitasi merupakan proses yang mahal, dan kesempatan untuk mengulang pekerjaan rehabilitasi berhasil seringkali terbatas, sehingga penting agar pekerjaan rehabilitiasi mencapai hasil yang dapat diterima secara konsisten. Agar berhasil, program rehabilitasi harus mengikuti sejumlah langkah (Gambar 3). Gambar 3: Tahapan perencanaan dan pelaksanaan rehabilitasi
1. Tujuan & Target Rehabilitasi
2. Perencanaan Rehabilitasi
3. Teknik Rehabilitasi
4. Kriteria Penyelesaian
(v) Rekolonisasi Fauna
(i) Perancangan & Konstruksi lahan bentukan
(ii) Rekonstruksi Profil Tanah
(iv) Penanaman dan Pemiliharaan Vegetasi (iii) Pemilihan Species yang Cocok
5. Manajemen & Pemantauan Rehabilitasi
3.1 Target dan tujuan rehabilitasi Seperti dan semua proyek, penting untuk menetapkan target dan tujuan pekerjaan rehabilitasi untuk memandu perencanaan dan pelaksanaan. Pada awalnya, tujuan yang ditentukan dengan jelas sangat penting untuk menginformasikan para pemangku kepentingan dan untuk memberikan dasar untuk masukan dan konsultasi REHABILITASI TAMBANG
7
pemangku kepentingan. Kriteria keberhasilan memberi rincian lebih banyak tentang tujuan rehabilitasi dan memberi keyakinan bahwa pekerjaan rehabilitasi akan mencapai tujuan secara sepenuhnya, termasuk stabilitas dan keberlanjutan. Tujuan rehabilitasi umum dapat bervariasi antara lokasi, atau bahkan dalam suatu lokasi. Tujuan lokasi mungkin melibatkan: • restorasi atau reklamasi daerahnya sehingga kondisi pra-penambangan ditiru (75% dari tambang di Australia menggunakan spesies tanaman asli karena pembentukan ekosistem asli memberikan kesempatan terbesar untuk keberlanjutan (self-sustainability) • rehabilitasi untuk memperbaiki kondisi pra-pertambangan (misalnya, berbagai program rehabilitasi pertambangan batubara di Hunter Valley meningkatkan daya dukung tanah terhadap ternak) • rehabilitasi hingga menjadi lahan bentungan, kemampuan tanah atau penggunaan tanah terakhir yang baru (lapangan golf, tanah basah, perkebunan, subdivisi perumahan serta lapangan bermain olahraga telah didirikan di bekas lokasi pertambangan). Pengelolaan pencemaran serta risiko kesehatan dan keselamatan lainnya perlu menjadi tujuan dari semua kegiatan rehabilitasi (lihat Studi kasus 1).
Studi kasus 1: T ujuan rehabilitasi Anglo Amerika untuk tambang batubara di Queensland dan NSW Tujuan rehabilitasi umum Batubara Anglo American di Australia (Anglo American Coal Australia) adalah: Untuk merehabilitasi kawasan yang terganggu oleh kegiatan pertambangan hingga mencapai kondisi yang aman, stabil, tidak mencemarkan dan bersifat berkelanjutan dan yang mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan. Tujuan rehabilitasi umum ini dilengkapi di setiap lokasi dengan tujuan-tujuan yang lebih spesifik yang dikembangkan menurut masing-masing lokasi. Tujuan tersebut berfokus pada komponen keberlanjutan dari tujuan umumnya dan berkaitan dengan rencana penutupan pertambangan. Dua penggunaan lahan utama yang relevan dengan operasi Anglo American adalah vegetasi asli pemeliharaan rendah dan penggembalaan, yang sering termasuk dalam persyaratan lingkungan oleh pihak berwenang atau persyaratan persetujuan untuk suatu lokasi. Dalam mendefinisikan tujuan rehabilitasi, lokasi analog atau referensi dapat berguna dalam menentukan komposisi, struktur dan fungsi dari hasil rehabilitasi yang diinginkan. Yang penting, lokasi yang direhabilitasi tidak pernah akan persis sama dengan lokasi analog dan, dalam beberapa hal, mungkin sangat berbeda. Namun, ini harus dilihat bukan sebagai alasan untuk tidak menggunakan lokasi analog, melainkan sebagai alasan penting untuk secara jelas mendefinisikan keterbatasan pendekatan tersebut. Setiap lokasi perlu menetapkan tujuan rehabilitasi spesifik untuk setiap jenis penggunaan lahan. Contoh tujuan rehabilitasi khusus untuk vegetasi asli adalah: Untuk merehabilitasi daerah yang ditetapkan hingga merupakan daerah vegetasi asli rendah pemeliharaan, dengan komposisi, struktur dan fungsi yang berdasarkan pada ekosistem analog yang relevan (atau lokasi perwakilan yang disetujui), dan dengan lahan bentukan yang stabil dengan tutupan vegetasi yang bersifat berkelanjutan (self-sustaining). Contoh tujuan rehabilitasi khusus untuk penggembalaan adalah: Untuk merehabilitasi daerah yang ditetapkan hingga merupakan penggunaan lahan penggembalaan dengan daya dukung setara dengan daerah yang belum ditambang, dan dengan lahan bentukan yang stabil dan tutupan vegetasi yang bersifat berkelanjutan.
8
PRAKTIK KERJA UNGGULAN DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN BERKESINAMBUNGAN UNTUK INDUSTRI PERTAMBANGAN
Skala dan jenis dampak pertambangan (misalnya, pemindahan tanah di bawah permukaan selama pertambangan bauksit dibandingkan pertambangan batubara atau logam terbuka), bersama dengan faktor lingkungan lokal, mempengaruhi kemampuan suatu tambang untuk mencapai target dan tujuan rehabilitasinya. Banyak tambang di Australia berada di daerah di mana pembuatan bentang alam pertanian yang produktif atau vegetasi yang mirip dengan ekosistem yang sudah ada sulit atau tidak mungkin (Doley & Audet 2016; Mulligan 1996; Tongway & Ludwig 2011). Hal ini paling nyata di mana sumber daya fisiknya terbatas (misalnya, kualitas fisik atau hara tanah, ketersediaan dan prediktabilitas curah hujan), seperti dalam bentang alam yang semi-kering (Audet et al 2013;. Vickers et al 2012.). Digabung dengan skala gangguan akibat metode ekstraksi sumber daya, faktor lingkungan lokal demikian sangat mempengaruhi kemungkinan berhasil upaya rehabilitasi (Doley & Audet 2013) (Gambar 4). Gambar 4: Hubungan antara tingkat gangguan dan tingkat intervensi yang realistis, yang menunjukkan tingkat perubahan dari ekosistem aslinya dan biaya untuk merehabilitasi tanah yang terkena dampak
%5"'+%
/%
#,
%9
%%,%& &'+%" ""''# $%#(, %9#&'
%#(,
"'%!'9 ,%& &'+%" #&''# "'"&,% 9#&'
"'"&,
#&'
#&'# '(#"
, # "'%,"(#"
%#"%#!&'#% &/&'!
#%! &'+%" #&'% 9#&'
#( "&
#( "&
" ##!&'%/9 /%# #/
, #&'+%" Sumber: dimodifikasi dari Doley & Audet (2013), Jackson & Hobbs (2009), Seastedt et al. (2008).
Dalam setiap lokasi tambang, ada daerah yang berbeda yang membutuhkan pendekatan dan metodologi rehabilitasi yang berbeda. Ini sering disebutkan ‘domain’ dan termasuk lubang, pembuangan batuan sisa, fasilitas +%@$E penyimpanan tailing, jalan, infrastruktur, timbunan tanah lapisan atas, pengalihan arus sungai, landaian dan daerah tidak terganggu. Tujuan rehabilitasi, persyaratan dan kriteria keberhasilan yang berbeda mungkin diperlukan untuk domain yang berbeda. Rehabilitasi berbagai domain (seperti infrastruktur dan jalan) tidak dapat terjadi sampai akhir masa tambang. Namun, domain lainnya (seperti penimbunan batuan sisa dan bendungan tailing) dapat direhabilitasi secara progresif selama tahap operasional. Kondisi tanah pra-penambangan memberikan panduan untuk pilihan yang ada untuk penggunaan tanah pasca-pertambangan, yang harus terhitung dalam tujuan rehabilitasi. Dokumentasi keadaan tanah sebelum penambangan juga menyediakan tolok ukur (benchmark) untuk menilai keberhasilan rehabilitasi, jadi sebaiknya bagi perusahaan pertambangan jika mencatat informasi sebanyak mungkin.
REHABILITASI TAMBANG
9
Penting untuk membedakan antara penggunaan tanah dan kesesuaian tanah. Yang terakhir adalah ukuran kapasitas tanah untuk berbagai jenis penggunaan tanah (seperti konservasi, penanaman atau penggembalaan). Penggunaan tanah saat ini mungkin tepat terhadap kesesuaian untuk penggunaan-penggunaan yang telah ditentukan, atau mungkin tidak pantas, dan akan mengakibatkan degradasi tanah melalui erosi, tumbuhan gulma atau kehilangan bahan organik dan kesuburan. Jika tanah tersebut mengalami degradasi parah, maka mungkin tepat untuk mempertimbangkan pilihan penggunaan tanah pasca-pertambangan alternatif, seperti lapangan golf, pembangunan pemukiman, daerah taman atau kawasan industri.
3.2 Kriteria keberhasilan rehabilitasi Dalam rehabilitasi lokasi tambang, kriteria keberhasilan didefinisikan sebagai standar kinerja kualitatif atau kuantitatif yang digunakan untuk mengukur keberhasilan atau ketidakberhasilan tindakan rehabilitasi yang diperlukan untuk penutupan lokasi dan pelepasan kuasa pertambangan (WA EPA 2006). Hal ini merupakan tonggak-tonggak dalam proses rehabilitasi biofisik yang menyediakan tingkat kepercayaan yang tinggi bahwa lokasi yang direhabilitasi akhirnya akan mencapai keadaan berkelanjutan yang diinginkan (tujuan rehabilitasinya). Perusahaan mencari kriteria yang menunjukkan keberhasilan dari pekerjaan rehabilitasinya dan yang memungkinkan perusahaan menentukan kapan kewajiban untuk daerah itu berhenti. Pemerintah juga menginginkan rehabilitasi yang berhasil untuk memastikan tidak diwarisi kewajiban yang sedang berlangsung, atau bahwa kewajiban akan ditransfer ke pemilik tanah swasta atau pengguna tanah berikutnya jika merupakan tanah publik. Penetapan tujuan untuk rehabilitasi, membangun kriteria keberhasilan yang dapat dicapai dan pencocokan indikator kinerja (lihat Bagian 6.4) perlu dikaitkan erat untuk menghasilkan keberhasilan jangka panjang (Gambar 5). Gambar 5: Hubungan antara penetapan tujuan rehabilitasi, kriteria keberhasilan dan indikator kinerja Penetapan tujuan
Aman dan stabil Lahan bentukan yang tangguh Kemudahan mewarisi Kemudahan visual Kesesuaian penggunaan tanah
Sistem tangguh Spesies lokal Target dicapai
Habitat yang sesuai
Kriteria Keberhasilan
Indikator kinerja
1. Aman, stabil & sesuai untuk penggunaan yang disetujui tanpa masukan 2. Kemudahan mewarisi dan kemudahan visual 3. Hidrologi yang tepat 4. Dampak di luar lokasi yang dapat diterima 5. Tidak ada pencemaran mayor, tanah asam 6. Struktur & fungsi tanah 7. Bersifat berkelanjutan & tangguh
Lahan bentukan fisik: ● formasi tanah ● pengendalian erosi ● endapan ● sifat fisik/kimia (pH/EC) Abiotic: ● stabilitas tanah ● penutup tanah lapisan atas ● pasokan hara ● hidrologi ● toksisitas
8. Target keanekaragaman spesies 9. Kelimpahan target kepadatan 10. Keanekaragaman genetik 11. Target keanekaragaman ekosistem 12. Spesies tutupan tajuk & kunci 13. Pengendalian gulma efektif
Vegetasi: ● kekayaan spesies ● pertumbuhan akar ● bahan organik ● pengerahan ● kolonisasi fauna
14. Pengendalian hama & penyakit 15. Target keanekaragaman hewan 16. Target keanekaragaman habitat
Fauna, jamur, dll: ● penyerbukan ● penyebaran benih ● mikoriza ● pengurai ● ternak yg digembalakan, hama
Catatan: Tidak semua kriteria berlaku untuk setiap lokasi, tetapi tingkat gangguan dan tingkat intervensi yang realistis perlu sesuai dengan kondisi spesifik di lokasi, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4. Sumber: dimodifikasi dari WA EPA (2006).
10
PRAKTIK KERJA UNGGULAN DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN BERKESINAMBUNGAN UNTUK INDUSTRI PERTAMBANGAN
Aspek lain dalam menetapkan kriteria keberhasilan untuk tujuan rehabilitasi adalah pengakuan bahwa daerah yang direhabilitasi akan berkembang selama beberapa tahun dan bahwa tahap pertumbuhan spesifik dan kriteria keberhasilan yang terkait mungkin perlu berubah seiring waktu. Oleh karena itu, penggunaan kriteria keberhasilan progresif dari pada kriteria keberhasilan terakhir saja memungkinkan penerimaan progresif dari regulator dan untuk tindakan pengelolaan korektif pada awal rehabilitasi untuk memperbaiki masalah apapun yang mungkin menjadi nyata. Salah satu contoh praktik kerja unggulan untuk kriteria keberhasilan datang dari Alcoa (Studi Kasus 2).
Studi Kasus 2: Kriteria penyelesaian tambang bauksit Alcoa Alcoa mulai mengembangkan kriteria penyelesaian untuk operasi penambangan bauksit di Western Australia pada 1990-an. Persyaratan untuk rehabilitasi yang digunakan sebelum 1988 (era awal) berbeda dari yang digunakan pada tahun-tahun berikutnya (era saat ini), dan oleh karena itu berarti dua kelompok kriteria dibutuhkan. Kelompok kriteria pertama untuk rehabilitasi era saat ini disetujui pada tahun 1998 dan untuk rehabilitasi era awal pada tahun 2002. Alcoa berkomitmen untuk meninjau secara teratur kriteria untuk rehabilitasi era saat ini agar dapat mengintegrasikan perbaikan dalam pengetahuan (misalnya, yang timbul dari program penelitian dan pemantauan Alcoa), teknologi baru dan perubahan dalam harapan pemangku kepentingan. Dua revisi telah diselesaikan sampai saat ini. Kriteria tersebut dirancang untuk mencerminkan prinsip-prinsip memenuhi tujuan rehabilitasi, integrasi bentang alam, pertumbuhan yang berkelanjutan, integrasi ketahanan dan pengelolaan lahan. Rehabilitasi dinilai selama berbagai tahap operasi rehabilitasi dan selama tahun-tahun awal dan belakangan dalam masa pembangunan ekosistem. Penilaian awal atas kriteria yang dipilih memungkinkan tindakan perbaikan dilakukan secara efektif dan dengan biaya yang efisien. Salah satu dari 30 kriteria penyelesaian rehabilitasi yang ditetapkan dari tahun 2016 dan sesudahnya diuraikan dalam tabel di bawah. Stok pohon tegakan atas (overstorey) yang memadai dari dua spesies pohon hutan yang dominan, jarrah (Eucalyptus marginata) dan marri (Corymbia callophylla), dinilai dalam tahun pertama setelah penanaman (pada 9 bulan), untuk memungkinkan penanaman kembali, penyemaian kembali atau penipisan (dengan aplikasi herbisida) dilakukan pada tahap awal. Alcoa membuat penilaiannya secara internal, dan Departemen Taman dan Satwa Liar Western Australia (Western Australian Department of Parks and Wildlife) melakukan pemeriksaan dan audit tahunan di lapangan. Untuk kebutuhan stok keseluruhan, perbatasan baik minimum maupun maksimum berlaku dalam upaya untuk menyeimbangkan tujuan produksi kayu dengan air, konservasi dan nilai-nilai hutan lainnya.
REHABILITASI TAMBANG
11
Salah satu dari 30 kriteria penyelesaian untuk rehabilitasi yang ditetapkan dari tahun 2016 dan sesudahnya (3. Penanaman awal - 5 tahun pertama; 3.1 Penanaman vegetasi) KRITERIA DAN MAKSUD
PEDOMAN PENERIMAAN
STANDAR
3.1.1 Penanaman pohon tegakan atas (a) stok pohon tegakan atas dari baik pohon jarrah dan pohon marri untuk memenuhi standar.
Daerah yang direhabilitasi harus memiliki tingkat pohon yang akan memenuhi penggunaan lahan yang ditentukan.
Jumlah pohon rata-rata/ha dalam lubang tambang (data pemantauan 9 bulan):
TINDAKAN PERBAIKAN
Alcoa akan memberikan dokumentasi dan saran kepada DPaW jika sertifikasi yang dilakukan sendiri telah • Minimum: 600 pohon menghasilkan hasil yang tidak eukaliptus/ha (termasuk min. memenuhi standar. Alcoa harus menyerahkan 150 pohon jarrah/ha dan min. data pemantauan 9 bulan 200 pohon marri/ha) Daerah yang direhabilitasi yang kepada DPaW setiap tahun. tidak memenuhi standar • Maksimum: 1400 pohon DPaW harus meninjau dan minimum akan ditanam kembali eukaliptus/ha menyarankan Alcoa tentang atau diisi benih lagi oleh Alcoa penerimaan atau meminta dengan penundaan minimal • Target: 1000 pohon tindakan perbaikan. (sesudah kondisinya cocok) untuk eukaliptus/ha (kecuali di memungkinkan standar minimum jalan angkut dan lubang Penanaman pohon tegakan yang harus dicapai. <2 ha). atas yang telah mencapai standarnya akan dianggap Daerah yang direhabilitasi yang Tidak ada lokasi yang dapat diterima kecuali melebihi standar maksimum akan direhabilitasi (>2 ha dalam DPaW menulis surat kepada ukuran) yang memiliki diperiksa oleh DPaW dan Alcoa dalam waktu tiga mungkin ditipis oleh Alcoa untuk daerah>0,5 ha (seperti yang bulan dari waktu sertifikasi mengurangi kepadatan pohon diidentifikasi baik dari yang dilakukan sendiri hingga mencapai kepadatan yang pemantauan 9 bulan atau kecuali yang lain disetujui. telah ditentukan dapat diterima, peninjauan berikutnya atas sebagaimana diperlukan. citra udara di ~5 tahun usia) dengan <100 pohon/ha.
DPaW = Departemen Taman dan Satwa Liar Western Australia (Western Australian Department of Parks and Wildlife).
Salinan kriteria penyelesaian lengkap tersedia di http://www.dsd.wa.gov.au/alcoa’s-bauxite-minerehabilitation-program. Penilaian yang dilakukan di kemudian hari menunjukkan apakah rehabilitasi memperlihatkan pertumbuhan dan perkembangan berkelanjutan dan memastikan bahwa persyaratan skala wilayah, seperti pemulihan jalur akses yang diperlukan untuk pengelolaan hutan di masa depan, sudah lengkap. Aplikasi untuk pelepasan direncanakan untuk bagian wilayah bukan untuk lubang tambang yang direhabilitasi secara individu. Penilaian ikuti proses pemeriksaan yang telah disepakati, penyelesaian pekerjaan perbaikan dan penandatanganan terakhir. Pada tahun 2005, sebanyak 975 ha tanah yang telah direhabilitasi di lokasi tambang Jarrahdale Alcoa yang sekarang dinonaktifkan diserahkan kembali ke pemerintah negara bagian dan sertifikat penerimaan dikeluarkan untuk Alcoa. Ini pertama kali ada pelepasan tanah skala besar yang telah direhabilitasi dari suatu perusahaan pertambangan di Australia. Sertifikat penerimaan lagi dikeluarkan untuk 380 ha tambang yang telah di rehabilitasi di Jaarrahdale pada tahun 2007.
12
PRAKTIK KERJA UNGGULAN DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN BERKESINAMBUNGAN UNTUK INDUSTRI PERTAMBANGAN
Sertifikat penerimaan yang dikeluarkan untuk sebagian lokasi tambang Jarrahdale Alcoa.
Bacaan lebih lanjut: Elliott et al. (1996); Hibah (2007); Grant & Koch (2007).
Langkah pertama dalam mengembangkan kriteria keberhasilan adalah menentukan prinsip-prinsip yang akan memungkinkan kriteria lokasi yang lebih spesifik untuk dikembangkan. Prinsip-prinsip tersebut harus mencakup hal seperti yang berikut: • Tujuan rehabilitasi terpenuhi. • Bentang alam diintegrasikan ke dalam bentang alam di sekitarnya dan bersifat tidak mencemarkan. • Rehabilitasi memperlihatkan pertumbuhan berkelanjutan dan bersifat tangguh.
• Rehabilitasi dapat diintegrasikan dengan daerah sekitarnya dan tidak memerlukan sumber daya tambahan yang berlanjut. Langkah kedua adalah menentukan kategori waktu agar masing-masing prinsip kriteria keberhasilan dapat dinilai dibawahnya. Sangat penting bahwa setiap prinsip diperiksa beberapa kali. Kategori waktu yang mungkin untuk kriteria keberhasilan adalah: • pengembangan dan pertambangan • proses rehabilitasi • pengembangan awal (rehabilitasi 0-5 tahun) • rehabilitasi yang telah berkembang (rehabilitasi >5 tahun).
REHABILITASI TAMBANG
13
Langkah ketiga adalah mulai mengembangkan kriteria keberhasilan yang spesifik untuk lokasinya di bawah setiap prinsip di setiap kategori waktu. Hal ini harus mulai dengan peninjauan persyaratan rehabilitasi yang digariskan dalam izin lokasi. Kriteria harus dikembangkan untuk setiap kebutuhan izin di bawah kategori prinsip dan waktu yang relevan. Langkah keempat adalah menentukan kriteria keberhasilan rehabilitasi yang spesifik untuk lokasinya. Setiap kriteria harus memiliki unsur-unsur berikut: • kriteria dan niat • pedoman untuk penerimaan • standar yang diterima • potensi tindakan perbaikan. Proses untuk pengembangan kriteria keberhasilan telah berhasil digunakan untuk penambangan bauksit di hutan jarrah di Western Australia, di mana lebih dari 3.000 ha tanah yang direhabilitasi telah diberikan sertifikat penyelesaian. Proses serupa telah diusulkan untuk Hunter Valley di NSW dan Bowen Basin di Queensland (Nichols 2004).
3.3 Pedoman Rehabilitasi Kebanyakan negara bagian Australia memiliki pedoman untuk melakukan rehabilitasi tambang, khususnya negara bagian dengan kegiatan pertambangan yang lebih intensif. Contoh pedoman yang lebih rinci untuk rehabilitasi dan penutupan tambang meliputi: • Western Australia: Rehabilitasi ekosistem darat: panduan untuk penilaian faktor lingkungan, Western Australia (Rehabilitation of terrestrial ecosystems: guidance for the assessment of environmental factors, Western Australia) (WA EPA 2006) dan Pedoman untuk mempersiapkan rencana penutupan tambang (Guidelines for preparing mine closure plans) (WA EPA 2015) • Queensland: Persyaratan rehabilitasi untuk kegiatan sumber daya pertambangan (Rehabilitation requirements for mining resource activities) (EM1122) (DEHP 2014) • New South Wales: ESG3: Pedoman Perencanaan Operasi Pertambangan (Mining Operations Plan (MOP) guideline) (DTIRIS 2013). Dokumen dan buku pedoman dari lembaga swadaya masyarakat termasuk Mulligan (1996); Nichols (2004, 2005); Tongway dan Ludwig (2011). Untuk lokasi tambang di mana bahan radioaktif mungkin berada dan merupakan bahaya (seperti tambang uranium atau beberapa tambang pasir mineral), pengelolaan radiasi akan menjadi pertimbangan utama untuk rehabilitasi dan penutupan (lihat ARPANSA 2005). Di tingkat nasional, Kerangka strategis untuk penutupan tambang (Strategic framework for mine closure) (ANZMEC-MCA 2000) memberikan panduan yang luas tentang rehabilitasi tambang, seperti buku pegangan lain dalam seri praktik kerja unggulan. Contoh utama panduan internasional tentang pemantauan dan tujuannya adalah Panduan praktik yang baik untuk pertambangan dan keanekaragaman hayati (Good practice guidance for mining and biodiversity) (ICMM 2006b), Perencanaan penutupan tambang terintegrasi: peralatan (Planning for integrated mine closure: toolkit) (ICMM 2008), Peralatan Pengembangan Masyarakat (Community development toolkit) (ICMM 2006a) dan Pertambangan yang Bertanggung Jawab: studi kasus dalam mengelola risiko sosial dan lingkungan di negara maju (Responsible mining: case studies in managing social and environmental risks in the developed world) (Jarvie-Eggart 2015).
14
PRAKTIK KERJA UNGGULAN DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN BERKESINAMBUNGAN UNTUK INDUSTRI PERTAMBANGAN
3.4 Peran pemangku kepentingan Keterlibatan yang efektif dan tepat waktu dengan para pemangku kepentingan merupakan aspek penting dari manajemen rehabilitasi praktik kerja unggulan. Dalam konteks ini, para pemangku kepentingan merupakan semua orang dengan kepentingan yang dapat dibenarkan dalam atau kekhawatiran tentang proyek dan dampaknya (positif atau negatif) pada penggunaan tanah pasca-pertambangan. Mereka bukanlah kelompok yang homogen. Dalam berbagai situasi, jumlah dan keanekaragaman pemangku kepentingan yang mungkin perlu dikonsultasi oleh operasinya tentang rehabilitasi kelihatan menakutkan. Kedekatan geografis mereka dengan operasinya tidak selalu merupakan indikator yang baik mengenai pentingnya mereka, jadi langkah pertama dalam keterlibatan adalah untuk memetakan pemangku kepentingan berpotensi yang relevan. Keterlibatan pemangku kepentingan dengan tujuan rehabilitasi merupakan aspek penting dalam penetapan tujuan-tujuan. Hal ini sangat penting untuk menyelaraskan harapan mereka dengan realitas rehabilitasi sebaik mungkin. Ada banyak contoh akhir-akhir ini di mana proyek pertambangan menimbulkan biaya dan keterlambatan dalam rehabilitasi dan pelepasan dapat ditelusuri ke keterlibatan pemangku kepentingan yang buruk sebagai akibat dari manajemen risiko perusahaan. Besarnya pengaruh pemangku kepentingan eksternal atas hasil rehabilitasi harus diuraikan dengan jelas. Misalnya, persyaratan peraturan mungkin menghalangi beberapa penggunaan tanah pasca-pertambangan baru (seperti lapangan golf atau jalur tanah untuk sepeda motor dirt bike). Nyatakan pembatasan tersebut kepada para pemangku kepentingan secara jelas dari awal. Ada banyak keadaan di mana para pemangku kepentingan yang telah menguraikan preferensi yang tidak mungkin dicapai kemudian berhenti terlibat. Keterlibatan dengan para pemangku kepentingan bisa dalam banyak bentuk dan melayani berbagai tujuan. Orang dan organisasi dapat dilibatkan: • sebagai sumber data dasar dan sumber daya untuk memantau rehabilitasi: • pemilik lahan • masyarakat penduduk adat • universitas dan peneliti lainnya • departemen lingkungan negara bagian • LSM lingkungan • sebagai kelompok- kelompok yang berpotensi terkena dampak operasi terhadap lingkungan dan tujuan rehabilitasi pasca pertambangan: • masyarakat penduduk adat • masyarakat lokal lainnya • para regulator (pemerintah federal, negara bagian dan lokal) • orang dan organisasi di setiap tingkatan yang peduli keanekaragaman hayati di kawasannya • sebagai mitra pengelolaan tanah: • masyarakat penduduk adat • LSM.
REHABILITASI TAMBANG
15
4.0 PERENCANAAN REHABILITASI Pesan-pesan kunci • Menilai garis dasar rehabilitasi dan lingkungan sesegara mungkin dalam pengembangan proyek. • Mencirikan tanah lapisan atas dan lapisan tanah penutup (overburdens) dari tahap eksplorasi dan berlanjut selama tahap pra-kelayakan dan kelayakan sebagai dasar untuk perencanaan tambang. • Lakukan survei tanah yang lengkap sebelum atau pada awal operasi. • Merancang lahan bentukan lokasi akhir sesegera mungin dalam proyeknya untuk meminimalkan biaya.
4.1 Garis dasar rehabilitasi dan lingkungan Penilaian garis dasar yang memadai dan tepat atas lingkungan lokal merupakan titik awal yang penting dalam praktik kerja unggulan program rehabilitasi lokasi tambang, jadi penting untuk mulai menilai garis dasar rehabilitasi dan lingkungan sesegara mungkin dalam pengembangan proyek. Survei lingkungan dan sosial dasar biasanya dilakukan sebagai bagian dari perencanaan dan kajian dampak lingkungan untuk proyek pertambangan. Bila memungkinkan, data dasar dan data pemantauan yang menginformasikan perencanaan dan pelaksanaan rehabilitasi harus diintegrasi ke dalam survei kajian dampak sosial dan lingkungan. Data dasar penting harus mencakup: • untuk iklim, curah hujan, intensitas curah hujan, suhu dan penguapan harian rata-rata untuk jangka panjangnya • untuk tanah, pH, salinitas, kation yang dapat ditukar (exchangeable cations), kedalaman tanah, kapasitas air tersedia untuk tanaman (plant available water-holding capacity/PAWC), hara tanah, profil karbon organik, keseimbangan air tahunan dan ketahanan terhadap erosi (erodibilitas) • untuk vegetasi dan ekosistem, spesies, kelompok berfungsi, tutupan kanopi dan kontak, dan kedalaman perakaran • kehadiran fauna dan populasinya. Pertimbangan khusus harus diberikan pada spesies tanaman atau hewannya langka atau terancam punah, yang mungkin penting sebagai target rehabilitasi. Kajian yang kuat atas garis dasar rehabilitasi akan meningkatkan pemahaman tim perancang proyek terhadap seberapa jauh rehabilitasi secara realistis dapat mengatasi dan mengurangi dampak dari operasinya, dan juga dapat menginformasikan perkembangan pedoman atau prosedur untuk penanganan dan penempatan bahan untuk memastikan bahwa target rehabilitasi dapat dicapai. Juga merupakan praktik yang baik untuk memulai uji coba rehabilitasi sesegera mungkin. Jika rehabilitasi merupakan kontrol kritis yang paling signifikan untuk menangani dampak, harus ada kepastian keberhasilan yang tinggi, baik akibat kegiatan rehabilitasi serupa di tempat lain atau dari uji coba yang dijalankan sebagai bagian dari proyeknya. Pada saat yang sama, tujuan jangka pendek dapat diatur untuk melacak perkembangan layanan vegetasi penting, seperti penutup permukaan, struktur tanah dan kemasukan air.
16
PRAKTIK KERJA UNGGULAN DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN BERKESINAMBUNGAN UNTUK INDUSTRI PERTAMBANGAN
Petunjuk keseimbangan (offset) dari Undang Undang Perlindungan Lingkungan dan Konservasi Keanekaragaman Hayat (The Environment Protection and Biodiversity Conservation Act) (Undang-Undang EPBC) mewajibkan pendukung proyek untuk memperkirakan keyakinan atas keberhasilan untuk rehabilitasi mereka, dan membutuhkan agar perkiraan tersebut dibenarkan oleh hasil uji di lokasi dan keberhasilan di luar lokasi di lingkungan biotik dan habitat yang mirip dan menggunakan teknik rehabilitasi yang mirip. Pengumpulan data dasar dan perencanaan rehabilitasi dari awal juga penting untuk memastikan bahwa langkah-langkah yang tepat diambil selama tahap konstruksi dan operasi untuk memungkinkan rehabilitasi di kemudian hari. Kegiatan ini mungkin termasuk survei topografi dan hidrologi dari lokasi; dokumentasi atas vegetasi lokasi; pengumpulan dan penyimpanan tanah lapisan atas; penempatan limbah secara strategis; dan koleksi plasma nutfah (biji, setek, bibit) jika sumber lokal lain tidak tersedia.2 Metodologi pengumpulan data dasar harus disesuaikan dengan penggunaan lahan utama dari lingkungan sebelum diganggu dan dengan tujuan rehabilitasinya. Misalnya, sebuah lokasi yang mengganggu tanah penggembalaan yang telah diperbaiki dan yang memiliki penggunaan tanah tersebut sebagai tujuan rehabilitasinya harus mencakup metodologi penilaian kualitas tanah untuk pengembalaan ternak di dalam garis dasar rehabilitasi.
4.2 Karakterisasi bahan-bahan Sifat bahan-bahan yang digali dan ditempatkan ke dalam lahan bentukan limbah sangat penting dan secara dramatis dapat mempengaruhi biaya dan keberhasilan rehabilitasi. Karakterisasi tanah lapisan atas dan lapisan tanah penutup (overburdens) harus dimulai dalam tahap eksplorasi dan berlanjut melalui tahap pra-kelayakan dan kelayakan sebagai dasar untuk perencanaan tambang. Informasi tersebut bahkan dapat menentukan apakah penggaliannya bersifat terbuka atau bawah tanah. Karakterisasi awal atas bahan-bahannya dapat memungkinkan perencanaan untuk menghindari risiko signifikan dan memungkinkan penggunaan terbaik dari bahan-bahan yang diinginkan untuk infrastruktur dan rehabilitasi lokasinya. Secara luas, karakterisasi limbah awalnya bertujuan untuk mengidentifikasi bahan berisiko tinggi yang membutuhkan penanganan khusus atau penempatan selektif. Bahan tersebut adalah bahan yang ada risiko yang signifikan dari air asam tambang, serat asbestiform, salinitas yang tinggi dan pergerakan garam dan/atau elemen tertentu dalam drainase dan limpasan air (run-off), dan tingkat erosi tinggi (erosi terowongan menjadi perhatian khusus). Litologi limbah yang akan digali dapat menginformasikan perancangan lahan bentukan. Misalnya, proporsi tinggi batuan keras kompeten memungkinkan perencanaan lahan bentukan limbah yang lebih tinggi dan curam dari pada akan terjadi jika semua limbah bersifat oksidasi tinggi, dengan tekstur halus dan sangat mudah tererosi. Sekali lagi, penempatan selektif mungkin diperlukan untuk mengambil keuntungan dari limbah tertentu yang lebih berguna untuk stabilisasi dan rehabilitasi lahan bentukan. Tampang lintang (cross-section) lubang tambang awal memiliki potensi untuk menyediakan sebagian dari informasi ini dari awal, tetapi karakterisasi limbah harus berlanjut terus selama operasi tambang, khususnya jika ada perubaan dalam kadar bijih dan perencanaan pertambangan. Survei tanah biasanya diperlukan sebagai bagian dari proposal pertambangan, dan digunakan untuk memberikan informasi tentang sumber daya tanah yang tersedia, tentang hubungan antara tanah dan ekosistem vegetasi, dan tentang sumber daya tanah lapisan atas yang mungkin bisa diambil untuk pekerjaan rehabilitasi. Umumnya, analisis dan karakterisasi fokus pada sifat kimia, mineral dan fisik bahan-bahannya. Kualitas data yang diperoleh sangat tergantung pada perancangan atau strategi percontohan (sampling). Biaya dapat dikurangi sedikit dengan pengambilan sub-contoh (sub-samples) meruah secara strategis, tetapi tetap penting untuk menerapkan intensitas percontohan yang sesuai. Dollhopf (2000), De Gruijter (2002) dan Yates & Warrick (2002) memberikan panduan yang berguna tentang protokol percontohan. 2 Kegiatan ini juga mungkin memerlukan pemahaman lebih lanjut tentang pembungaaan dan penyemaian musiman untuk memastikan bahwa benih dapat dikumpulkan pada waktu yang tepat. REHABILITASI TAMBANG
17
4.2.1 Limbah Limbah biasanya terlihat sebagai campuran partikel (batu) kasar dan bahan yang lebih halus. Proporsi dan ukuran partikel batuan dapat bervariasi tergantung pada metode penggalian, tetapi analisis awal bisa diharapkan akan mempertimbangkan: • ukuran, distribusi dan konten batuan • salinitas partikel kasar dan halus • potensi limbah untuk menghasilkan asam • elemen tertentu yang dapat menimbulkan kekhawatiran tentang kualitas drainase atau limpasan air • kehadiran litologi asbestiform. Jika limbah dianggap memiliki potensi untuk digunakan dalam pekerjaan rehabilitasi (misalnya, ditempatkan dekat dengan permukaan lahan bentukan atau dicampur dengan tanah lapisan atas), maka analisis tambahan (terutama pada komponen halus) berguna jika mencakup: • kompetensi batu • distribusi ukuran partikel (termasuk isi dari tanah liat dan lanau) • isi pH dan klorida • risiko sodisitas (kadar Na tinggi), dan erosi terowongan • kemudahaan erosi (erodibilitas) • kapasitas menahan air • kesuburan.
4.2.2 Tanah lapisan atas Umumnya, survei tanah dari meja (desktop) ataupun berskala luas (broadscale) dilakukan selama tahapan awal perencanaan dan persetujuan untuk suatu proyek. Namun, survei tanah yang lebih lengkap umumnya diperlukan pada saat, atau sebelum operasi dimulai. Kegiatan ini mungkin dalam bentuk survei-survei yang dilakukan dengan interval satu sampai beberapa tahun untuk menilai sumber daya tanah di daerah gangguan yang direncanakan sebelum penyelamatan lapisan tanah atas dan penggalian lokasi. Intensitas percontohan yang diperlukan (baik lokasi pengamatan maupun profil yang dianalisis) harus ditentukan dengan jelas sebelum surveinya. Panduan tentang metode survei tanah ada di: • Pedoman untuk melakukan survei sumber daya tanah dan lahan (Guidelines for surveying soil and land resources) (McKenzie et al. 2008) • Klasifikasi Tanah Australia (The Australian Soil Classification) (Isbell 2002) • Buku pedoman lapangan Survey Tanah dan Survei Lahan Australia (Australian Soil Survey and Land Survey field handbook) (NCST 2009) • Masalah tanah dan bentang alam dalam kajian dampak lingkungan (Soil and landscape issues in environmental impact assessment) (DLWC 2000) • Protokol untuk pemantauan kondisi tanah dan kemampuan lahan (Protocols for soil condition and land capability monitoring) (DECCW 2009). Informasi yang dikumpulkan dapat mencakup penggunaan tanah saat ini dan kondisi dan atribut bentang alam, bersama dengan deskripsi morfologi dari profil tanah. Untuk setiap jenis tanah yang diidentifikasi, beberapa profil harus dicontohkan dan dianalisis oleh laboratorium yang terakreditasi oleh Asosiasi Nasional untuk Pihak Berwenang atas Pengujian (National Association of Testing Authorities) atau Dewan Analisis Tanah dan Tanaman Australia (Australian Soil and Plant Analysis Council). Rangkaian analisis yang berbeda dapat digunakan berdasarkan sifat lokasi dan informasi tanah yang sudah ada.
18
PRAKTIK KERJA UNGGULAN DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN BERKESINAMBUNGAN UNTUK INDUSTRI PERTAMBANGAN
Suatu rangkaian analisis khas untuk tanah referensi (DECCW 2009) adalah: Rangkaian tanah lapisan atas dan tanah lapisan bawah • tes kimia, termasuk pH, konduktivitas listrik (EC) (1: 5 air), kapasitas tukar kation dan kation yang dapat ditukar, karbon organik, nitrogen total, fosfor yang tersedia • tes fisik, termasuk analisis ukuran partikel, tes agregat Emerson (Emerson aggregate test), batas atas yang dikeringkan (drained upper limit) dan batas bawah penanaman (crop lower limit). Kehadiran batu, meskipun tidak diinginkan untuk operasi pertanian, seringkali cukup berguna untuk rehabilitasi tambang. Penutup batuan permukaan dapat mengurangi potensi erosi (Simanton et al. 1984) dan meningkatkan pergerakan air hingga kedalaman, sehingga mengurangi dampak salinitas di berbagai situasi (Jennings et al. 1993).
4.3 Perancangan lahan bentukan 4.3.1 Waktu Untuk meminimalkan biaya akhir pembentukan lahan bentukan (dan mungkin penanganan berganda), sangat penting untuk memiliki perancangan lahan bentukan yang disiapkan sesegera mungkin dalam kehidupan proyek. Dengan demikian, sama pentingnya agar tujuan rehabilitasi untuk penggunaan lahan terakhir, stabilitas dan pengelolaan jangka panjang dibahas dan disepakati dengan para regulator dan pemangku kepentingan masyarakat utama sesegera mungkin dalam kehidupan tambang. Perancangan bentang alam rinci dan konstruksinya tidak dapat dilakukan (dan penghematan yang signifikan dicapai) sampai tujuan-tujuan tersebut ditetapkan. Semakin lama penundaan dalam perencanaan tersebut, semakin sedikit penghematan yang dapat dicapai.
4.3.2 Strategi Perancangan Pada umumnya, tujuan rehabilitasi tambang adalah untuk akhirnya mencapai penutupan, penandatanganan dan pelepasan tanggung jawab penambang untuk daerah yang telah ditambang. Untuk berbagai penggunaan lahan pasca-tambang, seperti penggembalaan, manajemen lokasi yang berlanjut mungkin diperlukan, tetapi untuk penggunaan tanah lain, mungkin tidak diperlukan sama sekali. Oleh karena itu, praktik kerja unggulan perancangan sering berusaha untuk menghindari ketergantungan jangka panjang pada struktur rekayasa sebanyak mungkin. Struktur direkayasa seperti tumpukan yang diratakan (graded banks) pematang (berm) dan saluran air batu dirancang untuk kondisi tertentu, seperti jangka waktu yang ditentukan untuk periode ulang curah hujan (rainfall return period), dan dapat diharapkan akan akhirnya gagal ketika kondisi-kondisi perancangan terlampaui seperti biasanya terjadi. Selain itu, ada (biasanya) pengurangan kapasitas pematang secara bertahap akibat erosi dan endapan, dan penurunan lahan bentukan limbah secara signifikan dapat mengubah jalur aliran yang telah dibangun, sehingga pemeliharaan terus diperlukan. Dalam banyak kasus, struktur yang direkayasa tergabung ke dalam perancangan lahan bentukan sebagai struktur-struktur sementara yang akan dipindahkan setelah pembentukan vegetasi mencapai keadaan di mana risiko erosi dan tingkat limpasan air telah berkurang secara signifikan.
REHABILITASI TAMBANG
19
4.3.3 Profil dan risiko batter (kemiringan lereng) Meskipun ada saran bahwa lahan bentukan yang ditambang yang telah direkonstruksi harus, sedapat mungkin, meniru bentang alam alami di dalam wilayah operasi, harus dipahami bahwa kebanyakan lahan bentukan limbah pada dasarnya merupakan gundukan besar bahan yang belum dikonsolidasikan yang mungkin - dalam sifatnya - hanya memiliki sedikit atau sama sekali tidak memiliki hubungan dengan batuan dan bahan yang telah dihancur cuaca yang membentuk bentang alam alaminya yang dekat. Juga tidak ada potensi bahwa setiap sayatan yang terjadi akan dibatasi oleh batuan dasar yang dibawanya, seperti terjadi dengan lereng alami. Sebagai akibat, jika meniru bentang alam alami tanpa mempertimbangkan sifat bahan-bahannya ada probabilitas kegagalan yang sangat tinggi, terutama jika ada risiko erosi yang tinggi. Untuk lahan bentukan limbah, risiko kegagalan bisa sangat bervariasi, dan hal itu harus mempengaruhi proses perancangan dan upaya yang dikerjakan. Bentuk lahan yang berisiko tinggi memiliki sebagian atau semua karakteristik yang berikut: • tutupan vegetasi rendah (mungkin terkait dengan curah hujan yang rendah atau dengan pola curah hujan) • kemudahan erosi akibat curah hujan tinggi • lereng batter tinggi (definisi ‘tinggi’ bervariasi menurut iklim dan bahan, tetapi dalam banyak situasi ≥60 m akan dianggap tinggi) • bahan dengan kemungkinan erosi tinggi • kapasitas terbatas untuk mengurangi gradien hingga tingkat yang efektif. Sebaliknya, lokasi berisiko rendah memiliki sebagian atau semua dari yang berikut: • tutupan vegetasi yang tinggi dan efektif • kemudahan erosi akibat curah hujan moderat (terkait dengan hujan dengan intensitas rendah tetapi volume yang cukup untuk pertumbuhan vegetasi) • lereng batter rendah (umumnya ≤20 m) • bahan dengan kemungkinan erosi rendah, sering dengan isi batu kompeten yang signifikan • kapasitas untuk mengurangi gradien hingga tingkat yang efektif. Untuk lokasi berisiko rendah, berbagai pilihan perancangan lahan bentukan dapat diterapkan, estetika bentuk lahan dapat benar-benar ditangani, dan aplikasi perangkat lunak khusus dapat memberikan hasil yang efektif. Namun, di mana ada risiko lahan bentukan tinggi, ada persyaratan yang jauh lebih besar untuk mengembangkan perancangan yang sangat erat selaras dengan bahan-bahan, iklim dan hasil revegetasi di lokasi. Umumnya, hal ini membutuhkan karakterisasi bahan bahan yang berhati-hati dan penggunaan yang tepat atas model limpasan air/ erosi dan evolusi lahan bentukan. Praktik kerja unggulan saat ini di Australia telah menggunakan model erosi tanah dan evolusi lahan secara luas untuk mengembangkan profil lahan bentukan yang sesuai untuk lokasi dan tujuan tertentu (Howard et al. 2011) dan dalam banyak kasus menggabungkan sebagian besar atau semua elemen yang diinginkan secara estetis. Perancangan yang efektif didasarkan pada: • iklim dan kemudahan erosi akibat curah hujan di lokasi • kemudahan erosi dari bahan yang digunakan untuk membangun lahan bentukan • penutup vegetasi yang mungkin dan perubahan yang dihasilkannya dalam fungsi tanah.
20
PRAKTIK KERJA UNGGULAN DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN BERKESINAMBUNGAN UNTUK INDUSTRI PERTAMBANGAN
Contoh penerapan model dan ulasan pilihan terdapat di Hancock et al. (2000, 2003); Loch (2010); Howard et al. (2010); dan Howard & Lowe (2014). Pilihan lanjutan disampaikan oleh atau dapat dipertimbangkan dengan pemodelan meliputi: • profil cekung, yang secara signifikan dapat mengurangi erosi berbagai bahan (angka 6 dan 7) • penggabungan batu untuk mengurangi kemudahan erosi dan meningkatkan infiltrasi • penempatan mulsa pohon untuk mengontrol erosi permukaan di tempat-tempat strategis di lereng • pemodifikasian kapasitas infiltrasi tanah dengan pertumbuhan vegetasi (Gambar 8). Gambar 6: Profil lereng cekung yang stabil dan telah direvegetasi secara berhasil (operasi Nikel Murrin Murrin (Murrin Murrin Nickel) di utara-barat wilayah tambang emas Western Australia)
Catatan: Uang jaminan (bond) sepenuhnya dikembalikan 4 tahun setelah rehabilitasi. Foto: R Loch.
Gambar 7: Lereng cekung dan sisa pohon di tambang Wattle Dam dekat Kambalda, WA
Photo: R Gerrard.
Gambar 8: Revegetasi yang berhasil di tambang Wattle Dam 4 tahun setelah revegetasi, didukung oleh penggunaan gipsum atas limbah yang mendasari, pemupukan tanah lapisan atas, penghapusan pematang (untuk menghindari erosi terowongan) dan penempatan sisa pohon untuk mengendalikan erosi REHABILITASI TAMBANG
21
Catatan: lihat Howard et al. (2010). Foto: R Gerrard.
Telah ada penerapan luas dari Proyek Prediksi Erosi Air (Water Erosion Prediction Project/WEPP) model limpasan air/erosi (Flanagan & Livingston 1995) (misalnya, Loch 2010) dan model evolusi lahan bentukan SIBERIA (Willgoose et al. 1991). Walaupun telah ada penggunaan berbagai faktor dari metode prediksi erosi yang telah direvisi (RUSLE) (revised universal soil loss equation) (Renard et al. 1997), disarankan berhati-hati dalam penerapan model itu, karena memberikan tingkat erosi rata-rata untuk suatu lereng saja dan tidak memberikan informasi tentang tingkat erosi puncak yang mungkin berkembang pada titik-titik di sepanjang lereng. Modelmodel lain sedang dikembangkan dan diuji coba, tetapi pengguna model apapun harus mempertimbangkan: • apakah model tersebut telah divalidasi dan tingkat akurasi yang ditunjukkan • ketersediaan data masukan yang akurat dan tepat (sebaiknya diukur langsung) • penerapan model dalam situasi yang bersangkutan. Asal data masukan yang akurat digunakan, model seperti WEPP dapat memberikan kepastian yang cukup bahwa stabilitas lahan bentukan akan sesuai dengan persyaratan dan perkiraan lokasi (Howard & Roddy 2012a). Saat ini tidak ada kesepakatan yang luas tentang apa yang merupakan tingkat erosi ‘yang dapat diterima’ di lokasi tambang yang direhabilitasi. Perkembangan model erosi AS awal menimbulkan minat terhadap tingkat erosi yang ditoleransi, dengan nilai 12,6 t/ha/y disarankan untuk pemeliharaan kesuburan lahan pertanian (Wischmeier & Smith 1978). Untuk tanah yang tidak terganggu, baik Wight & Siddoway (1979) dan Skidmore (1979) memperhatikan bahwa tingkat kerugian tanah yang ditoleransi sebesar 4,5 t/ha/y telah ditetapkan untuk tanah penggembalaan, dan Skidmore menyarankan bahwa nilai 2 t /ha/y mungkin sesuai untuk berbagai jenis tanah yang rapuh di tanah penggembalaan. Pendekatan Australia yang umum telah menggunakan target untuk tingkat erosi yang mengakibatkan keadaan di mana erosi rill (sungai kecil) dan perkembangan selokan lambat laun tidak mungkin.
22
PRAKTIK KERJA UNGGULAN DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN BERKESINAMBUNGAN UNTUK INDUSTRI PERTAMBANGAN
Dalam beberapa kasus, kedekatan dengan perairan penerima yang sensitif mungkin berarti bahwa target untuk tingkat erosi ditentukan menurut tujuan kualitas air, sedangkan dalam kasus lain pemeliharaan produktivitas tanah permukaan dapat membatasi target untuk tingkat erosi dalam jangka pendek dan jangka panjang.
4.3.4 Penempatan lahan bentukan Lahan bentukan yang dibangun harus diletakkan sehingga tidak mengganggu fitur bentang alam penting dan potensi cadangan bijih masa depan. Pertimbangan harus diberikan untuk jalur aliran melalui darat yang ada di lokasi untuk memastikan bahwa lahan bentukan tidak mengalihkan atau merintangi sungai yang dihargai. Dampak-dampak pada gerakan fauna dan akses ke tempat perairan juga harus dihindari.
4.3.5 Meminimalkan tapak kaki Luas lahan yang terganggu oleh pembangunan lahan bentukan (tapak kakinya) harus diminimalkan jika mungkin. Namun, kompromi diperlukan untuk menghindari prioritas tersebut mengakibatkan pembangunan lahan bentukan yang curam dan tinggi dengan potensi rendah untuk stabilitas. Selain itu, lahan bentukan yang curam dan tinggi mungkin tidak akan berbaur dengan bentang alam alami di sekitarnya. Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi ketinggian lahan bentukan yang dapat dibangun dengan berhasil (yaitu, menutup limbah reaktif tanpa risiko erosi signifikan di kemudian hari) agar perawatan jangka panjang dapat dihindari atau diminimalkan. Ketinggian stabil yang mungkin tergantung pada: • potensi erosi akibat iklim • kemudahan erosi dari bahan-bahan permukaan, termasuk batuan sisa, limbah dan media pertumbuhan • ketinggian dan kemiringan lereng yang dibuat • tutupan vegetasi yang mungkin di batter luar • profil yang digunakan (linear, cekung, cembung) dan cara dibangun. Jika ketinggian stabil yang diidentifikasi lebih rendah dari yang dianggap diinginkan secara ekonomi atau praktis, pilihan untuk stabilisasi lahan bentukan lebih lanjut, seperti penempatan strategis bahan yang lebih stabil atau penempatan rip-rap di lereng luar dapat diselidiki.
4.3.6 Mengelola potensi erosi terowongan Berbagai limbah dan tanah tambang di Australia sangat rentan terhadap erosi terowongan. Ketika terjadi, erosi terowongan dapat menyebabkan kegagalan lahan bentukan tambang serius, dan khususnya dari struktur rekayasa yang ditempatkan diatasnya. Erosi terowongan umumnya terkait dengan bahan yang mengandung tanah liat dispersif dan dengan bahan yang mengandung proporsi tinggi partikel halus yang sangat mudah bergerak. Metode untuk mengidentifikasi dan mengelola bahan rawan terowongan diuraikan dalam Vacher et al. (2004) dan Landloch (2006). Pertama, limbah dan tanah yang akan digunakan dalam rehabilitasi harus dinilai untuk dispersi tanah liat dan untuk risiko erosi terowongan. Harus berhati-hati agar tidak tergantung pada tes dispersi yang sederhana, karena salinitas tanah dapat menutupi efek dari sodisitas. (Karena garam larut tercuci dari bahan yang ditempatkan dekat dengan permukaan tanah, bahan salin/sodik (mengandum natrium) yang stabil dapat dikonversi menjadi non-salin, sodik dan tidak stabil.) Dispersi tanah liat umumnya disebabkan oleh peningkatan kadar natrium yang dapat ditukar, dengan garam larut rendah atau dengan peningkatan kadar magnesium (atau kombinasi dari ketiga faktor tersebut). Untuk mencegah atau mengurangi dispersi, perubahan dengan sumber kalsium seperti gipsum (atau kapur jika bahannya asam) dapat dipertimbangkan. Jika menggunakan gipsum, perhatian bahwa pelarutannya lambat dan bahwa harus ditambahkan pada tanah/limbah sesegera mungkin (sebaiknya ketika tanah lapisan atas awalnya REHABILITASI TAMBANG
23
dikupas (stripped) untuk memberikan waktu agar dilarut dan mengganti natrium dalam tanah atau limbah. Tingkat gipsum diperkirakan berdasarkan kapasitas tukar kation tanah/limbah, isi natrium (atau magnesium) yang dapat ditukar, kerapatan curah, dan volume yang akan diisi. Jika bahan rawan terowongan ada, harus berhati-hati dengan perancangan dan pembangunan lahan bentukan untuk menghilangkan atau meminimalkan konsentrasi dan genangan berkepanjangan dari jalur aliran melalui darat. Struktur untuk mengontrol drainase yang mengenang limpasan air umumnya dikenakan erosi terowongan.
4.3.7 Keseimbangan air dan drainase dalam Jika lahan bentukan mengandung bahan yang memprihatinkan (seperti potensi untuk drainase asam atau pengangkutan pencemar, seperti garam larut tinggi atau berbagai elemen tertentu), perancangan pembuangan limbah perlu mempertimbangkan baik kontrol atas drainase dalam (yang dapat meningkatkan potensi rembasan yang tidak diinginkan) dan meminimalkan erosi (yang akhirnya bisa mengekspos bahan yang diliputi).3 Meskipun demikian, jika ingin mengurangi drainase dalam hingga dan melalui suatu lahan bentukan, penting untuk mempertimbangkan beberapa prinsip dasar: • Lapisan penghalang padat – jika dekat dengan zona aktif pembasahan/pengeringan dan kegiatan biologi -biasanya gagal dalam jangka pendek hingga jangka menengah. • Penutup simpan/lepas (store-and-release covers) dapat sangat mengurangi drainase dalam, namun masih akan ada drainase sedikit dalam tahun-tahun dengan curah hujan banyak. • Efektivitas penutup simpan/lepas dapat sangat bervariasi, tergantung pada dua parameter penting: besarnya penyimpanan air tanah tersedia untuk penggunaan tanaman dan efektivitas vegetasi dalam menggunakan air tanah yang disimpan. Berbagai studi di daerah Queensland Murray-Darling Basin telah menunjukkan bahwa - untuk pohon-pohon asli yang mengakar pada tanah liat dengan kapasitas air tersedia untuk tanaman (PAWC) tinggi di Queensland selatan dan tengah - drainase hingga kedalaman di bawah 2,4 m bisa cukup rendah. Hal ini digambarkan pada Tabel 1, yang menunjukkan data yang dipilih dari Yee Yet & Silburn (2003) tentang drainase dalam tahunan yang dimodelkan untuk suatu lokasi yang dekat Theodore di Queensland tengah. Untuk lokasi tersebut, simulasisimulasi mempertimbangkan: • PAWC konsisten dengan berbagai jenis tanah di Queensland selatan dan tengah • perubahan-perubahan kecil dalam PAWC (umumnya hanya 5-12 mm) akibat perbedaan kedalaman akar antara jenis vegetasi • perbedaan transpirasi antara jenis vegetasi.
3 Lapisan tanah penutup dan peliputan limbah dibahas secara lebih rinci dalam buku pegangan praktik kerja unggulan Mencegah drainase asam dan logam (Preventing acid and metalliferous drainage) (DIIS 2016a).
24
PRAKTIK KERJA UNGGULAN DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN BERKESINAMBUNGAN UNTUK INDUSTRI PERTAMBANGAN
Tabel 1: Drainase dalam tahunan yang dimodelkan di Stasiun Penelitian Brigalow di Queensland tengah). TANAH
RUDOSOL
RUDOSOL KELABU
TENOSOL
DERMOSOL MERAH
VERTOSOL KELABU
VERTOSOL HITAM
PAWC (mm) hingga 1,5m
43
51
88
132
182
232
DRAINASE YANG DIPERKIRAKAN (MM / T), UNTUK STASIUN PENELITIAN BRIGALOW (702 MM HUJAN/T)
Daerah berhutan
100
59
14
5
0
0
Padang rumput
142
111
78
19
2
0
Sumber: diadaptasi dari Yee Yet & Silburn (2003).
Berbagai penelitian lain tentang profil garam larut tanah di wilayah tersebut (Tolmie et al. 2011 adalah contoh yang berguna) telah mengkonfirmasi bahwa perkiraan model drainase ini konsisten dengan kinerja lapangan. Namun, komentar berikut dari Yee Yet & Silburn (2003) mengenai dampak vegetasi bersifat instruktif: Pohon berpotensi mengurangi drainase untuk dua alasan (a) pohon memiliki akar yang lebih dalam dari pada tanaman pangan atau padang rumput dan oleh karena itu mengakibatkan kekurangan air tanah yang lebih besar, dan (b) pohon melakukan transpirasi untuk lebih banyak hari setahun dibandingkan dengan tanaman pangan dan padang rumput yang dorman pada musim dingin yaitu lebih banyak ‘hari hijau’ sepanjang tahun. Tidak banyak yang diketahui tentang kedalaman serapan air akar pohon-pohon di [Queensland Murray-Darling Basin] dan pada berbagai jenis tanah mungkin tidak lebih besar dari pada rumput dan tanaman pangan. Namun, tidak mungkin bahwa rumput dan tanaman pangan akan memiliki akar yang lebih dalam dari pada pohon sehat yang telah beradaptasi dengan baik dan tanaman perenial lainnya. Demikian pula, tidak mungkin dalam kebanyakan kasus bahwa tanaman pangan dan padang rumput akan memiliki lebih banyak ‘hari hijau’ dari pada pohon yang hijau sepanjang tahun (evergreen). Oleh karena itu pohon atau vegetasi perenial umumnya memiliki evapotranspirasi lebih besar dan drainase lebih sedikit dibandingkan jenis vegetasi lainnya. Tantangan untuk rehabilitasi lahan bentungan tambang adalah untuk dapat memberikan penutup simpan/lepas dengan kedalaman dan tekstur yang cocok dan untuk memberikan PAWC yang cukup dan kesuburan yang memadai untuk mendukung pertumbuhan pohon dan rumput. Perhatikan juga bahwa pengeluaran air dari puncak pembuangan limbah membawa risiko yang signifikan. Dalam banyak keadaan, limpasan air dari puncak lahan bentukan terkonsentrasi maka semacam garis alir yang stabil akan diperlukan untuk membawa air sampai ke tingkat permukaan tanah, di mana titik pengeluaran yang terkontrol akan diperlukan. Saluran air atau parit batu sering digunakan, namun tingkat kegagalan jenis struktur tersebut sangat tinggi. Jika tingkat tutupan vegetasi tinggi–khususnya dari rumput–mungkin bisa terdapat limpasan air dari puncak lahan bentukan yang dikeluarkan secara merata dan lembut sampai lereng batter luar dan pindah ke permukaan tanah tanpa kerusakan. Dalam keadaan demikian, tutupan kontak permukaan bertingkat tinggi sangat penting. Jika air dipertahankan di atas pembuangan limbah atau fasilitas penyimpanan tailing, penting untuk mempertimbangkan potensi genangan berkepanjangan dan kerusakan tanaman. Ada juga potensi air yang tergenang di atas lahan bentukan untuk menyusup dan kemudian menyebabkan penurunan dalam bahan yang dibuang dengan longgar dan menciptakan lubang. Oleh karena itu, kedalaman dan durasi genangan di setiap tempat pada permukaan lahan bentukan harus diminimalkan. Hal ini dapat dicapai dengan menjaga agar bagian atas tingkat lahan bentukan merata, memaksimalkan kekasaran permukaan dan memasang tanggul-tanggul untuk menciptakan sel-sel yang relatif kecil dari 1-3 hektar. Pembentukan vegetasi berakar dalam untuk meningkatkan penggunaan air juga dianjurkan.
REHABILITASI TAMBANG
25
4.3.8 Mengelola arus drainase permukaan Berbagai pilihan digunakan secara teratur untuk ‘mengelola’ arus permukaan. Karena pilihan tersebut dapat membawa risiko jangka panjang yang signifikan, keputusan untuk membangun sebuah jaringan yang direkayasa untuk mengontrol aliran atau drainase harus diambil dengan hati-hati. Tanggul (bund) lingkar dapat dipasang untuk mengandung kelebihan curah hujan di bagian atas lahan bentukan dan menyusupnya secara relatif merata di sel-sel yang datar (lihat, misalnya, Squires et al. 2012), dari pada mendapat aliran yang tidak terkendali yang dikeluarkan pada lereng batter luar dan menyebabkan selokan. Sebagai alternatif, jalur aliran dapat dibentuk di bagian atas lahan bentukan dan dirancang untuk memberikan kelebihan curah hujan ke beberapa tempat pengeluaran yang stabil. Di puncak lahan bentukan mungkin terdapat satu atau beberapa tangkapan, masing-masing dengan tempat pembuangan yang ditentukan. Keputusan tentang cara mengelola kelebihan curah hujan di atas lahan bentukan yang direhabilitasi dipengaruhi risiko yang dirasakan ada dari drainase dalam, iklim yang umum dan tingkat limpasan air yang mungkin, serta kondisi tanah dan vegetasi yang dapat diciptakan di atas lahan bentukan. Semakin besar aliran yang dikumpulkan menjadi satu saluran, semakin besar kesulitan menstabilkan pengeluarannya, dan semakin besar potensi kerusakan jika strategi stabilisasi gagal. Lereng batter luar secara tradisional bentuk linear, dengan pematang dipasang di beberapa interval vertikal yang ditentukan untuk mencegat limpasan air. Pematangnya mungkin dimaksudkan untuk mengenang air atau mungkin dirancang untuk menyampaikan limpasan air ke saluran air batu. Pada umumnya, erosi lahan bentukan yang dibangun di lokasi tambang didominasi oleh selokan - konsekuensi langsung dari kegagalan pematang. Setelah gagal, pematang-pematang mengeluarkan aliran terkonsentrasi pada lereng batter di bawahnya dan menghasilkan selokan. Alasan kegagalan pematang meliputi pembangunan yang tidak tepat, erosi terowongan serta limpasan akibat endapan sedimen. Jika tingkat erosi tetap signifikan (seperti umumnya terjadi di daerah kering di mana tutupan vegetasi permukaan terlalu rendah untuk memberikan pengendalian erosi), profil batter luar yang termasuk pematang akan membutuhkan perawatan rutin (pengeluaran lanau (desilting)) selama erosinya berlanjut, atau akan diisi dengan sedimen dan penimbunan berlebihan (overtop), dan menyebabkan selokan (Howard & Roddy 2012b). Risiko dan konsekuensi yang terkait dengan kehadiran pematang di lahan bentukan limbah telah banyak didokumentasikan (Loch & Willgoose 2000; Vacher et al 2004; Loch & Vacher 2006; Stevens 2006; Howard et al 2010). Oleh karena itu, berbagai lokasi telah melaksanakan praktik menggunakan pematang atau beberapa bentuk tumpukan lintas-lereng selama tahap rehabilitasi awal, kemudian membongkar pematang-pematang setelah vegetasi berkembang dan mampu menstabilkan lereng. Di lokasi lain telah digunakan pilihan yang memungkinkan orang menghindari penggunaan pematang; strategi-strategi tersebut termasuk penempatan strategis sisa pohon untuk mengendalikan erosi (Howard et al. 2010) dan penggabungan batu ke dalam permukaan lereng batter luar untuk mengurangi potensi erosi. Pilihan lain adalah menggunakan pemodelan erosi untuk merancang profil lereng cekung untuk mengurangi potensi erosi (Howard et al. 2010). Hal ini dapat memberikan pengurangan yang signifikan dalam potensi erosi, meskipun hanya pada bahan yang cocok.
26
PRAKTIK KERJA UNGGULAN DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN BERKESINAMBUNGAN UNTUK INDUSTRI PERTAMBANGAN
5.0 PELAKSANAAN REHABILITASI Pesan-pesan kunci • Pembangunan lahan bentukan rehabilitasi bervariasi dan sering sangat ditentukan oleh metode penggalian tambang. • Berbagai perangkat lunak tersedia untuk memungkinkan perusahaan mengoptimalkan biaya konstruksi pembuangan limbah dengan memastikan jarak angkutan dan jadwal pembuangan optimal. • Pemilihan jenis tanaman yang akan digunakan di daerah-daerah yang direhabilitasi dipengaruhi oleh tujuan rehabilitasi, kriteria penyelesaian dan penggunaan lahan pasca tambang. • Media pertumbuhan yang ditempatkan di daerah-daerah yang akan direhabilitasi harus mampu mendukung penutup vegetatisi yang bersifat berkelanjutan. • Masalah pengelolaan rehabilitasi utama adalah api, gulma, satwa liar, erosi, penyakit tanaman dan siklus hara.
Dalam bagian ini, teknik pelaksanaan rehabilitasi dipisahkan ke dalam subbagian-subbagian: konstruksi lahan bentukan; pemilian spesies; penetapan media pertumbuhan tanaman; perbaikan fisik; perbaikan kimia; perbaikan biologis; rekolonisasi fauna; dan pengelolaan rehabilitasi. Ada tumpang tindih yang signifikan antara subbagian tersebut, yang seharusnya diintegrasikan ke dalam persyaratan rehabilitasi rinci.
5.1 Konstruksi lahan bentukan Pembangunan lahan bentukan rehabilitasi sangat bervariasi, dan sering sangat ditentukan oleh metode penggalian. Misalnya, tumpukan limbah yang terbuat oleh mesin dragline tidak begitu menawarkan pilihan untuk penempatan selektif, sedangkan operasi truk/shovel memungkinkan penempatan selektif untuk meliputi bahan-bahan yang bermasalah atau untuk memastikan bahwa bahan-bahan yang lebih stabil ditempatkan di bagian luar lahan bentukan tersebut. Berbagai perangkat lunak tersedia untuk memungkinkan perusahaan mengoptimalkan biaya konstruksi pembuangan limbah dengan memastikan jarak angkutan dan jadwal pembuangan optimal. Namun, sebagian besar perangkat lunak menggunakan perkiraan inti yang mempengaruhi hasilnya, sehingga perkiraan tersebut harus dipahami dengan jelas untuk mencapai hasil yang direncanakan. Selain itu, penghematan dalam biaya pembuangan awal tidak begitu berharga jika biaya pembentukan kembali terakhir kemudian sangat meningkat. Pembuangan umumnya harus dilakukan untuk mengoptimalkan pembentukan kembali terhadap lahan bentukan akhir. Kekasaran permukaan adalah suatu pertimbangan penting dalam rehabilitasi lahan bentukan di lokasi tambang. Kekasaran cenderung menjebak air dan benih, dan secara umum diterima bahwa permukaan kasar lebih baik untuk pertumbuhan vegetasi dari pada yang halus. Namun, sementara penciptaan permukaan kasar yang besar melalui garis robek atau moonscaping dapat memberikan manfaat dalam jangka pendek, dalam jangka panjang metode itu dapat menyebabkan peningkatan erosi dan ketidakstabilan lahan bentukan, karena elemen kekasaran yang besar cenderung mengonsentrasikan aliran pada bagian lereng yang lebih lebar dan aliran besar itu maka menyebabkan tingkat erosi yang lebih tinggi. Walaupun pada umumnya bagus jika ada sedikit kekasaran permukaan, tidak berarti bahwa elemen kekasaran yang besar lebih bagus lagi. Nilai kekasaran permukaan terkait REHABILITASI TAMBANG
27
erat dengan ketekunan melalui waktu, yang sebagian besar dikontrol oleh distribusi ukuran partikel (isi batu) bahannya yang di dalamnya dibuat kekasaran dan sejauh mana penimbunan berlebihan mungkin atau tidak mungkin membuat jalur aliran baru.
5.2 Pemilihan spesies Pemilihan jenis tanaman yang akan digunakan di daerah-daerah direhabilitasi dipengaruhi oleh tujuan rehabilitasi, kriteria keberhasilan dan penggunaan lahan yang dimaksudkan (Bagian 3.2). Dalam beberapa kasus, bentuk dan spesies vegetasi tertentu mungkin diperlukan untuk mencapai fungsi ekosistem tertentu, seperti tingkat tutupan kontak permukaan yang kritis, siklus atau fiksasi hara, dan dampak pada infiltrasi dan drainase dalam. Spesies yang berbeda mungkin diperlukan untuk domain yang berbeda di lokasi. Aspek fisik, kimia dan biologi dari media pertumbuhan juga harus dipertimbangkan, terutama ketika ada modifikasi yang signifikan terhadap kondisi media akibat penggunaan lahan sebelumnya, penimbunan barang atau pengaruh dari pertambangan atau pengolahan. Jika telah terjadi modifikasi yang signifikan, pendekatan yang berguna adalah untuk mencari analog alami dari bentang alam pasca-pertambangan dan tanah tambang di daerah lokal dan menggunakannya sebagai model untuk ekosistem pasca penambangan yang diusulkan. Jika analog alami tidak ditemukan, hal itu tidak harus dianggap sebagai batasan. Salah satu pilihan adalah untuk memilih spesies yang toleran terhadap kondisi dalam media pertumbuhan dan campuran yang tepat dari bentuk kehidupan untuk memenuhi tujuan rehabilitasi. Sebaliknya, media pertumbuhan mungkin perlu diubah atau dikelola untuk memastikan bahwa tujuan rehabilitasi dapat dipenuhi.
Studi kasus 3: P emilihan spesies dan manajemen tanah lapisan atas di tambang bauksit Alcoa di Western Australia Di operasi bauksit Western Australia Alcoa, pemantauan komposisi spesies di hutan jarrah yang belum pernah ditambang menyediakan data dasar yang digunakan untuk memilih spesies untuk memulihkan daerah yang telah ditambang. Alcoa melakukan survei vegetasi pra-penambangan pada kisi 120 m x 120 m di seluruh daerah yang akan ditambang. Selain itu, jaringan 20 m x 20 m bidang hutan permanen telah ditetapkan di berbagai bagian hutan jarrah di mana tambang biasanya terjadi. Kedua sumber data digunakan untuk menentukan target kekayaan spesies untuk daerah yang sedang direstorasi dan untuk memandu pemilihan spesies untuk campuran benih yang diterapkan di daerah yang direstorasi dan untuk tanaman yang tumbuh di pembibitan Alcoa. Alcoa telah menentukan target internal untuk mencapai 100% kekayaan spesies tanaman di daerah yang direstorasi. Dalam praktiknya, target ini berarti bahwa bidang pemantauan yang sebesar 20 m x 20 m di hutan yang direstorasi harus memiliki jumlah spesies yang sama dengan bidang sebesar 20 m x 20 m di hutan yang belum pernah ditambang. Namun, membangun hutan jarrah yang telah direstrasi dengan komposisi yang mirip dengan yang di hutan yang belum pernah ditambang juga penting. Sekitar 60% dari spesies di lokasi yang direstorasi berasal dari biji di tanah lapisan atas segar yang telah dikupas (stripped) dari lokasi ‘donor’ yang telah dibersihkan sebelum permulaan pertambangan dan segera ‘dikembalikan’ ke daerah-daerah yang sedang direstorasi. Menggunakan tanah lapisan atas segar dari lokasi ‘donor’ penting karena tanah lapisan atas segar menghasilkan setidaknya 33% lebih banyak spesies di lokasi yang telah direstorasi dari pada tanah lapisan atas yang telah ditimbun sebelum digunakan.
28
PRAKTIK KERJA UNGGULAN DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN BERKESINAMBUNGAN UNTUK INDUSTRI PERTAMBANGAN
Dulu, tanah lapisan atas segar dikembalikan menggunakan pencakar. Namun, menantanglah untuk menerapkan lapisan-lapisan tanah tipis secara merata jika menggunakan pencakar. Untuk memungkinkan penggunaan yang lebih efisien dari tanah lapisan atas segar yang terbatas, perkembangan terakhir adalah untuk menyebar lapisan-lapisan tanah tipis (10-25 mm) dengan menggunakan truk artikulasi yang telah dimodifikasi.
Tanah lapisan atas segar sedang disebarkan dalam lapisan tipis di atas lubang tambang yang baru direstorasi.
Tegakan bawah (understorey) yang kaya spesies di hutan jarrah yang belum pernah ditambang, dengan spesies monokotil berlimpah (terutama Juncaceae (rushes) dan Cyperaceae (sedges).
REHABILITASI TAMBANG
29
Data pemantauan botani dari hutan yang belum pernah ditambang digunakan untuk mengidentifikasi spesies yang berlimpah di hutan, tetapi yang absen dari atau hanya terjadi dalam jumlah yang sangat rendah di daerah yang direstorasi. Spesies-spesies tersebut ditargetkan untuk dimasukkan dalam campuran benih yang akan disebarkan pada permukaan tanah (broadcast) atau untuk propagasi pembibitan. Jika biji tersedia dalam jumlah besar, penyemaian dengan cara menyebarkan pada permukaan tanah (broadcast seeding) adalah pilihan yang terbaik. Namun, hutan jarrah juga mengandung sejumlah besar spesies yang bisa tumbuh kembali (resprouter) yang berumur panjang, dan tumbuh lambat, terutama rushes dan sedges. Spesies-spesies tersebut sangat berlimpah di hutan yang belum pernah ditambang tetapi tidak tumbuh kembali dari lapisan atas tanah segar yang digunakan dalam restorasi dan sering menghasilkan jumlah biji yang kecil atau biji yang sulit berkecambah, dengan akibat tidak cocok untuk dimasukkan dalam campuran benih untuk disebarkan. Spesies yang yang sulit berkecambah ini disebarkan di pembibitan Alcoa di Marrinup kemudian ditanam di daerah-daerah yang baru direstorasi. Penelitian selama lebih dari 20 tahun telah menghasilkan pengembangan teknik propagasi yang cocok untuk berbagai spesies yang sulit berkecambah. Kultur jaringan digunakan untuk rushes dan sedges, dan setek untuk sebagian besar spesies tegakan bawah berdaun lebar. Setiap tahun, Alcoa menghasilkan dan menanam sekitar 450.000 tanaman yang sulit berkecambah di daerah-daerah yang baru direstorasi.
Tetraria capillaris (Cyperaceae) yang dihasilkan oleh kultur jaringan dan ditanam di lokasi yang direstorasi. Tanaman ini dikelilingi oleh penjaga jala plastik untuk mencegah penggembalaan oleh kanguru.
30
PRAKTIK KERJA UNGGULAN DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN BERKESINAMBUNGAN UNTUK INDUSTRI PERTAMBANGAN
Upaya penghijauan awal harus membangun dasar untuk sistem bersifat berkelanjutan, sehingga proses suksesi menyebabkan kompleks vegetasi yang diinginkan. Studi vegetasi dari kajian dampak lingkungan harus digunakan sebagai titik awal untuk membuat daftar spesies jika tujuannya adalah untuk mengembalikan daerah yang ditambang agar berisi jenis vegetasi yang mirip dengan yang ada sebelum pertambangan. Spesies yang tidak asli umumnya harus dihindari, tetapi dapat dipertimbangkan bila penggunaan lahan pasca-tambang yang dimaksud adalah penggembalaan atau penanaman pangan, atau ketika sudah disebar luas di daerah sekitarnya. Untuk ekosistem asli, kombinasi dari spesies penutup tanah, semak dan pohon harus digunakan. Spesies yang lebih langka atau terancam juga harus dipertimbangkan jika media pertumbuhan cocok untuk penanamannya. Hal ini bisa terjadi jika menggunakan transplantasi langsung dari tanaman yang diselamatkan sebelum pembersihan tanah atau jika menggunakan benih yang dipanen dari tanaman yang dibersihkan atau dari tanaman dari daerah sekitarnya. Tanaman penutup dapat ditabur dengan spesies tanaman asli untuk melindungi tanah yang diganti terhadap erosi dalam tahun pertama, sebelum spesies tanaman asli yang tumbuh lambat mampu memberikan perlindungan. Dalam kasus tersebut, pupuk yang memadai harus ditambahkan untuk mencapai pertumbuhan yang diinginkan dari tanaman penutup tanpa merugikan spesies tanaman asli. Contohnya, tanaman penutup gandum (oats) ditaburkan dengan pupuk dan benih tanaman asli di daerah yang telah diisi mulsa di daerah rehabilitasi tambang bersifat pasir mineral berat dekat Eneabba di Western Australia. Oats memberikan perlindungan untuk bibit yang berkecambah pada musim pertama kemudian digantikan oleh spesies perintis yang tumbuh cepat pada musim berikutnya (Petersen & Brooks 1996). Namun, dalam beberapa kasus, tanaman penutup dapat bersaing dengan vegetasi target untuk hara tanaman dan air tanah yang langka. Juga, meskipun kelihatannya memberikan tutupan kontak tingkat tinggi, tanaman penutup sering tidak mencapai kepadatan batang dan tingkat tutupan kontak permukaan yang diperlukan untuk mengendalikan erosi oleh aliran permukaan. Akibatnya, strategi revegetasi harus dipertimbangkan menurut kondisi spesifik di lokasinya.
5.3 Penetapan media pertumbuhan tanaman Media pertumbuhan yang ditempatkan di daerah-daerah yang akan direhabilitasi harus mampu mendukung penutup vegetasi yang bersifat keberlanjutan, dan harus: • memiliki kapasitas infiltrasi yang memadai • memiliki kapasitas air tersedia yang memadai • memiliki aerasi yang memadai • memberikan kedalaman perakaran yang memadai, tidak dibatasi oleh penghalang mekanis atau oleh kondisi lapisan tanah yang bertentangan • mampu memasok hara tanaman yang memadai • bebas dari salinitas, kemasaman dan alkalinitas berlebihan • memberikan asosiasi mikroba yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Ada kemungkinan bisa menciptakan media pertumbuhan yang sesuai dari lapisan tanah penutup (overburden) atau tailing yang digali saja, atau dari tanah lapisan atas yang ditempatkan di atas bahan tersebut. Untuk mencapai zona akar yang sesuai, tanah dan lapisan tanah penutup mungkin harus ditangani secara selektif. Hal ini melibatkan penempatan bahan-bahan yang tidak cocok untuk pertumbuhan tanaman jauh di dalam profil dan menempatkan bahan-bahan yang cocok dekat permukaan. Jika ada kekurangan tanah lapisan atas (seperti yang sering terjadi dengan tambang yang lebih tua), bahan tanah lapisan bawah yang lembam mungkin cocok tetapi kemungkinan juga memerlukan perbaikan fisik, kimia dan, khususnya, perbaikan biologis sebelum menjadi cocok untuk pertumbuhan tanaman.4 4 Subbagian-subbagian berikut menetapkan pemilihan untuk perbaikan. Subbagian tentang perbaikan fisik, kimia dan biologis khususnya relevan jika lapisan tanah penutup (overburden) atau bahan tailing digunakan sebagai media pertumbuhan. REHABILITASI TAMBANG
31
Tanah lapisan atas sering menjadi faktor paling penting dalam rehabilitasi yang berhasil, terutama jika tujuannya adalah untuk mengembalikan ekosistem asli. Keputusan tentang apakah tanah harus dilestarikan selama pertambangan hanya dapat diambil setelah terdapat penilaian menyeluruh tentang sifat dan distribusi tanah dan jenis lapisan tanah penutup sebelum pertambangan. Pada umumnya, tanah harus dilestarikan dan digunakan dalam program rehabilitasi jika bahan lapisan tanah penutup atau tailing tidak dapat mendukung penggunaan lahan pasca tambang yang diinginkan, biarpun diterapkan teknik perbaikan dengan biaya yang sebesar biaya untuk melestarikan dan mengganti lapisan atas tanah. Namun, dalam kasus luar biasa, lapisan atas tanah dapat berisi beban benih gulma atau rumput yang diperkenalkan berlebihan yang mungkin menang bersaing vegetasi targetnya. Jika biaya pengelolaan gulma di tanah lapisan atas setelah disebar melebihi biaya perbaikan tanah lapisan bawah sehingga menjadi media pertumbuhan yang sesuai, maka lapisan atas tanah harus dikubur. Jika beban benih rumput yang diperkenalkan dan invasif di tanah lapisan atas menjadi masalah, salah satu alternatif adalah untuk menempatkan lapisan (strip) tanah lapisan atas dengan lapisan lapisan tanah penutup yang berselang. Benih spesies pohon dan semak asli dapat diisi langsung ke dalam lapisan tanah penutup. Daerah tanah lapisan atas menyediakan cakupan rumput segera dan bertindak sebagai sumber benih rumput untuk memasuki daerah-daerah lapisan tanah penutup setelah pohon-pohon asli telah menetap, sehingga mengatasi masalah spesies rumput yang diperkenalkan menang bersaing dengan pohon dan semak asli. Strategi ini sangat tergantung pada tujuan rehabilitasi, sifat bahan dan penggunaan lahan yang dimaksudkan. Sebagian besar tanah permukaan memiliki keterbatasan yang lebih sedikit terhadap pertumbuhan tanaman dari pada bahan lapisan tanah penutup, dan biaya tambahan penanganan tanah umumnya sebanding dengan keberhasilan yang lebih besar dalam penetapan penutup vegetasi. Keuntungan dan kerugian melestarikan tanah lapisan atas untuk rehabilitasi diuraikan di bawah dan harus dinilai untuk lokasi tertentu. Penggunaan profil tanah keseluruhan biasanya hanya dianjurkan jika semua horizon sesuai untuk pertumbuhan tanaman atau dapat dibuat sesuai melalui perbaikan kimia. Horizonnya dapat dipindahkan dan kemudian ditempatkan dalam urutan, atau dapat dicampur. Namun, pencampuran lapisan tanah tidak dianjurkan jika memiliki sifat seperti salinitas, sodisitas atau kapasitas fiksasi P tinggi yang akan mengakibatkan pengurangan yang signifikan dari nilai tanah lapisan atas sebagai media pertumbuhan. Pengupasan horizon permukaan secara terpisah dari lapisan tanah bawah memberikan kesempatan untuk menciptakan kembali, sedekat mungkin, profil tanah asli, dengan horizon A yang kaya hara dan mikroba pada permukaan di mana akan dimanfaatkan secara maksimal oleh akar tanaman. Pengupasan dua kali (double stripping) lapisan atas tanah, di mana 50-100 mm bagian atas tanah dipindahkan dan dikembalikan secara terpisah dan di atas tanah lapisan atas yang tersisa, dapat dibenarkan, terutama jika tujuannya adalah untuk mengembalikan flora asli. Sebagian besar benih disimpan dalam lapisan atas tanah ini, dan pemindahan dan pengembalian sebagai lapisan tipis di permukaan akan memaksimalkan kontribusi benih tersebut pada flora pasca tambang. Berbagai keuntungan dan kerugian menggunakan tanah lapisan atas dalam program rehabilitasi tercantum dalam Tabel 2. Tabel 2: Keuntungan dan kerugian menggunakan tanah lapisan atas dalam program rehabilitasi KEUNTUNGAN
KERUGIAN
Pasokan benih
Infestasi gulma
Mikroba yang bermanfaat
Biaya
Mengurangi pupuk
Bahaya erosi
Penutup ditetapkan lebih cepat
Persaingan
Penguburan batu Mengurangi sifat merugikan dari lapisan tanah penutup (overburden)
32
PRAKTIK KERJA UNGGULAN DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN BERKESINAMBUNGAN UNTUK INDUSTRI PERTAMBANGAN
Jika bank benih tanah penting untuk keberhasilan rehabilitasi, maka selama operasi rehabilitasi tanah lapisan atas harus ditangani dengan cara yang akan melestarikan keanekaragaman tumbuhan di bank benih tanah lapisan atas dan memaksimalkan pertumbuhan tanaman setelah disebarkan. Pertimbangan khusus untuk mengelola bank benih tanah meliputi: • mengumpulkan tanah lapisan atas pada waktu bank benih tanah cenderung tertinggi • memperhitungkan dampak dari pembakaran vegetasi sebelum pertambangan, jika mungkin akan mempengaruhi kelangsungan hidup atau perkecambahan benih • menyebarkan tanah lapisan atas langsung ke daerah yang disiapkan untuk rehabilitasi, mana mungkin. Jika jumlah tanah lapisan atas yang tersedia terbatas, sebaiknya menyebarkannya ke kedalaman lebih tipis atau dalam lapisan-lapisan. Permukaan tanah lapisan atas yang terakhir harus baru ditempatkan dan cocok untuk penyemaian langsung, jika kegiatan itu yang akan berikut. Sebaiknya tanah lapisan atas tidak ditimbun tetapi diangkat, diangkut dan disebarkan pada daerah yang telah dibentuk dalam satu operasi (dikenal sebagai ‘pengembalian langsung’). Ketika tanah lapisan atas dikupas dua kali, horizon atas harus langsung dikembalikan di mana mungkin dan horizon lebih rendah dapat ditimbun berdekatan dengan daerah di mana akan digunakan dalam rehabilitasi. Pengembalian langsung memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan menempatkan tanah lapisan atas atau timbunan dan menyimpannya untuk rehabilitasi di kemudian hari. Pertama, hal ini menghindari penanganan ganda. Kedua, kebutuhan untuk membuat timbunan mungkin berarti bahwa tanah tambahan harus dibersihkan. Ketiga, dan yang paling penting, penimbunan mengurangi kualitas sumber daya tanah. Timbunan menjadi anaerobik, struktur tanah memburuk, bahan organik dan hara bisa hilang, biji memburuk, propagul tanaman lain mati dan populasi mikroorganisme yang menguntungkan tanah dikurangi secara signifikan. Misalnya, pemeriksaan benih di tanah lapisan atas sebelum pertambangan dan seluruh prosedur rehabilitasi setelah penambangan bauksit di Western Australia menunjukkan bahwa banyak simpanan yang berharga ini hilang selama proses rehabilitasi. Namun, juga menunjukkan bahwa lebih sedikit benih hilang ketika tanah lapisan atas langsung dikembalikan (50%) ke lokasi rehabilitasi dari pada ditimbun (15%) (Koch et al. 1996). Sebaliknya, Keipert (2005) menyimpulkan bahwa sebagian besar kerusakan tanah lapisan atas terjadi selama penimbunan 12 bulan pertama, terlepas dari ketinggian timbunan. Di Hunter Valley, di mana ruang untuk timbunan tanah lapisan atas terbatas, Keipert menganggap dapat diterima untuk menimbun bahan di tempat pembuangan besar dan fokus pada perbaikan aspek fisik, kimia dan biologi dalam proses rehabilitasi. Hal ini menekankan pentingnya pencocokan penggunaan tanah rehabilitasi yang telah ditentukan dengan keterbatasan lokasi di daerah pertambangan yang berbeda di seluruh Australia. Namun, kondisi cuaca dan kesulitan dalam waktu rehabilitasi agar sesuai dengan kegiatan pertambangan biasanya berarti bahwa setidaknya sebagian dari tanahnya harus ditimbun untuk digunakan di kemudian hari. Penyimbunan yang lebih lama dari enam bulan dapat menyebabkan degradasi struktur dan kematian benih dan mikro-organisme. Jika tanah lapisan atas harus ditimbun, harus untuk waktu yang sesingkat mungkin dan timbunannya harus: • serendah mungkin (<2 m), dengan luas permukaan besar • direvegetasi untuk melindungi tanah dari erosi, mencegah gulma dan mempertahankan populasi mikroba tanah aktif yang bermanfaat • terletak di tempat di mana tidak akan terganggu oleh pertambangan di masa depan, karena penanganan yang berlebihan akan mempengaruhi struktur tanah.
REHABILITASI TAMBANG
33
Bahan-bahan tanah lapisan atas dan tanah lapisan bawah harus ditimbun secara terpisah. Tanah lapisan atas sebaiknya tidak ditangani saat basah karena dapat menyebabkan kerusakan struktural yang sulit dan mahal diperbaiki. Sebaiknya, tanah harus dikupas dan diganti dengan kadar air antara 10% dan 15% untuk menghindari efek samping dari pemadatan dan kerusakan struktural. Lokasinya harus menggunakan Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) untuk mempertahankan persediaan volume timpunan tanah lapisan atas dan lokasi-lokasi untuk memastikan penggunaan dan manajemen bahan yang paling efisien. Pemetaan tanah selama kajian dampak lingkungan harus digunakan dalam daerah pengupasan untuk memastikan bahwa jumlah maksimum tanah lapisan atas digunakan. Tanah lapisan atas dapat dikupas dan dikembalikan menggunakan beragam mesin, dan teknik yang paling umum adalah loader dan truk, scraper atau buldoser yang mendorong lapisan atas tanah menjadi tumpukan (windrow).
5.4 Perbaikan fisik Daerah yang direhabilitasi harus dirobek (ripped) untuk menghilangkan pemadatan dari mesin-mesin berat, mendorong infiltrasi air (kecuali dalam kasus di mana ada alasan khusus untuk mencegah infiltrasi, seperti disebutkan di atas) dan mencegah erosi. Jika saluran air yang direkayasa termasuk dalam lahan bentukan, daerah harus dirobek pada tanjakan (seperti 0,5%). Jika tidak, harus dirobek pada konturnya. Perobekan (ripping) umumnya dilakukan oleh buldoser, meskipun penggeseran (scarifying) dangkal dapat dilakukan dengan traktor atau grader. Kedalaman perobekan bervariasi tergantung pada jenis bahan limbah, kedalaman tanah lapisan atas dan peralatan yang digunakan untuk operasi rehabilitasi. Misalnya, perobekan di beberapa lokasi mungkin bertujuan untuk membawa batu hingga bercampur dengan tanah lapisan atas dan mengurangi kemudahan erosinya. Dalam kasus lain, mungkin harus berhati-hati agar menghindari pencampuran limbah sodik atau salin yang mendasari ke dalam tanah lapisan atas. Pencampuran batu ke permukaan tanah dapat berguna untuk mengurangi potensi erosi (Howard & Lowe 2014), dan untuk meningkatkan infiltrasi dan pelindian garam ke kedalaman (Jennings et al. 1993). Namun, penting untuk mencapai campuran batu:tanah yang benar (Howard & Lowe 2014), dan stabilitas komponen halus yang dicampur dengan batu tetap penting. Di mana komponen halus bersifat dispersif, aliran-aliran biasanya terus menyebabkan erosi terhadapnya terlepas dari penutup batu (Gambar 9). Gambar 9: Erosi progresif dari saluran yang dibentuk pada tanah berpasir dispersif dengan tutupan batu terbatas - (kiri) erosi awal dan (kanan) sayatan yang membesar
Foto-foto: R Loch.
34
PRAKTIK KERJA UNGGULAN DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN BERKESINAMBUNGAN UNTUK INDUSTRI PERTAMBANGAN
5.5 Perbaikan kimia Kekhawatiran umum atas sifat kimia lapisan tanah penutup (overburdens) dan tanah lapisan atas termasuk pH yang ekstrim, sodisitas, salinitas dan kesuburan rendah.
5.5.1 pH Jika berurusan dengan komunitas tanaman asli, ingatlah bahwa kisaran pH yang umumnya ditentukan untuk tanaman pangan mungkin tidak relevan untuk pekerjaan rehabilitasi. Vegetasi asli mungkin telah beradaptasi dengan pH yang ekstrim, dan informasi tentang kondisi tanah dasar sangat penting. Jika diperlukan, kapur atau sulfur dapat digunakan untuk memodifikasi pH.
5.5.2 Sodisitas Tanah digambarkan sebagai ‘sodik’ ketika natrium yang dapat ditukar melebihi 6% dari kapasitas tukar kation, dan ‘sangat sodik’ ketika melebihi 15%. Tanah sodik umumnya rentan terhadap dispersi tanah liat, meskipun ada interaksi dengan salinitas tanah, dengan kation tukar lain, dan dengan jenis dan isi tanah liat. Sebagai akibat, para ilmuwan tanah yang berpengalaman harus terlibat dalam kajian risiko dispersi. Lapisan tanah penutup (overburden) dan tanah lapisan atas dispersif rentan terhadap pengerasan permukaan (crusting), permeabilitas rendah dan pengerasan serta (umumnya) sangat mudah kena erosi dan rentan terhadap erosi terowongan. Dampak dari dispersi tanah liat lebih signifikan dalam bahan dengan dengan lebih dari 10% tanah liat. Tingkat dispersi juga dipengaruhi oleh salinitas: peningkatan kadar bertindak sebagai penekan. Penerapan gipsum harus dipertimbangkan untuk bahan ini. Uji tanah tertentu harus dilakukan untuk menentukan tingkat penerapannya, tetapi umumnya 5-15 t/ha diperlukan. Penerapan gipsum untuk daerah rehabilitasi yang telah dibentuk kembali bisa sulit akibat gradiennya yang relatif tinggi, dan penerapan udara pernah digunakan dalam berbagai kasus. Untuk tanah lapisan atas, penerapan gipsum sebelum pengupasan tanah awal sangat dianjurkan, karena gipsum dicampur ke dalam tanah dalam proses pengupasan dan kemudian dapat waktu yang lebih lama untuk melarut dan berinteraksi dengan tanah. Perhatikan bahwa kelarutan gipsum tidak begitu tinggi, dan efek yang signifikan pada sifat-sifat tanah mungkin akan lambat.
5.5.3 Salinitas Limbah salin sering terdapat di pertambangan. Pada umumnya, tidak banyak yang bisa dilakukan untuk remediasinya. Strategi manajemen adalah untuk mengidentifikasinya dan memastikan agar tidak ditempatkan dekat dengan permukaan alam bentukan limbah yang direhabilitasi. Perhatian mungkin diperlukan untuk meminimalkan atau mengelola rembesan salin dari dasar pembuangan limbah yang mengandung bahan salin. Pilihan termasuk minimalkan drainase dalam (yang bisa mencucikan garam dari lahan bentukan) penggunaan vegetasi yang toleran garam, pencampuran dengan limbah berbatu untuk meningkatkan pelindian garam dari zona akar tanaman, dan liputan jika mungkin. Juga, pergerakan rembesan salin hingga kedalaman dan ke air bawah tanah lokal mungkin perlu ditangani.
REHABILITASI TAMBANG
35
5.5.4 Kesuburan Dalam banyak situasi, media pertumbuhan yang disiapkan akan termasuk sejumlah tanah lapisan atas yang cukup dalam yang ditempatkan di atas limbah dengan tingkat kesesuaian untuk pertumbuhan tanaman yang bervariasi. ‘Tanah’ yang dihasilkan kemungkinan mengandung jumlah hara tanaman yang sangat berbeda dari (dan lebih rendah dari) yang ditemukan di ekosistem target yang diusahakan pekerjaan rehabilitasinya. Akibatnya, pemupukan mungkin diperlukan untuk mempertambah tingkat tersebut yang mungkin penting untuk keberlanjutan ekosistem itu, tetapi ada juga tantangan. Dalam ekosistem yang berfungsi, proporsi dari jumlah hara keseluruhan ada dalam biomassa di atas dan di bawah tanah, dan proporsi yang sangat tinggi berada dalam bentuk yang secara perlahan tersedia sebagai bahan organik (Westman 1978). Penerapan jumlah besar suatu hara dalam bentuk yang sangat larut sebagai pupuk mungkin tidak akan mencapai hasil yang diinginkan. Pertumbuhan gulma dapat didorong, hara mungkin hilang atau dihentikan, dan pangkalan dan siklus hara yang diperlukan mungkin tidak akan tercapai. Oleh karena itu, yang berikut harus dipertimbangkan: • tingkat hara yang diperlukan untuk memulaikan pertumbuhan tanaman • hara apa yang akan selanjutnya ditambahkan ke sistemnya oleh aktivitas tanaman • strategi untuk mencapai ekosistem akhir, lengkap dengan pangkalan hara yang berfungsi dalam berbagai bentuk dan jumlah dan dengan siklus yang sesuai. Penerapan pupuk awal sering diperlukan di daerah rehabilitasi, terutama untuk mengisi tingkat nitrogen yang menurun melalui oksidasi selama penanganan tanah lapisan atas dan untuk mendorong pertumbuhan rumput untuk mengendalikan bahaya erosi. Percontohan tanah harus dikumpulkan dan dianalisa untuk menentukan jenis pupuk, perumusan dan tingkat penerapan yang tepat. Tingkat penerapan pupuk yang kaya nitrogen dan fosfor biasanya 100-300 kg/ha. Namun, percobaan yang spesifis untuk lokasinya harus dijalankan untuk menentukan tingkat yang paling tepat. Perobekan (ripping), pemupukan dan penyemaian sering dilakukan dalam satu operasi untuk menghindari pemadatan dan gangguan akibat menggunakan beberapa kendaraan yang berbeda untuk operasi tersebut atau akibat melewati beberapa kali dengan kendaraan yang sama. Penerapan pupuk berkelanjutan tidak umumnya dilakukan tetapi mungkin diperlukan dalam beberapa kasus sementara ekosistemnya berkembang, untuk memastikan bahwa jumlah haranya dicapai. (Fosfor tanah sering merupakan keterbatasan utama.) Kalau semak dan pohon asli sedang dikembangkan pada lahan bekas tambang, spesies legum pengikat nitrogen biasanya termasuk dalam campuran benih; spesies-spesies ini dapat mengikat hingga 20 kg N/ha per tahun. Pupuk organik (seperti limbah padat, mulsa dan kompos) umumnya menguntungkan tetapi sering mahal dan sulit diterapkan. Tidak seperti kebanyakan pupuk anorganik, pupuk tersebut bermanfaat baik sebagai pupuk maupun untuk perbaikan tanah. Penerapan pupuk berlebihan (terutama nitrogen) dapat memperburuk masalah gulma yang ada dan harus dihindari. Ketika toksisitas logam terjadi, ada dua strategi untuk mendapatkan penutup tanaman: mengurangi toksisitas atau menggunakan jenis tumbuhan yang toleran terhadap logam. Kelarutan banyak logam dapat dikurangi dengan pengapuran untuk menaikkan pH, dengan menambahkan pupuk fosfor atau dengan memasukkan bahan organik, seperti limbah lumpur (sewage sludge), agar mengomplekskan logamnya. Ada batas dengan apa yang dapat dicapai dengan cara ini, namun, tujuan dalam program rehabilitasi seharusnya untuk menghindari bahan-bahan yang berpotensi toksik di zona akar. Penerapan kapur pertanian pada tingkat 2.5-3.5 t/ha akan meningkatkan pH dengan sekitar 0.5 unit, asal pH tanah tidak lebih dari 5.0.
36
PRAKTIK KERJA UNGGULAN DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN BERKESINAMBUNGAN UNTUK INDUSTRI PERTAMBANGAN
5.6 Perbaikan biologis Bentuk perbaikan biologis yang paling signifikan di daerah pertambangan yang direhabilitasi adalah perkembangan vegetasi. Vegetasinya harus disesuaikan dengan tujuan rehabilitasi dan penggunaan lahan yang dimaksudkan (lihat Bagian 4.2.2). Spesies tanaman dapat dikembangkan di daerah rehabilitasi dari propagul (biji, lignotuber, bonggol, umbi, rimpang dan akar) yang tersimpan dalam tanah lapisan atas dan dengan cara: • menabur benih • menyebarkan tanaman yang dipanen dengan biji bradysporous (biji yang dipertahankan pada tanaman dalam kapsul berkayu persisten) pada daerah yang sedang direhabilitasi • penanaman bibit yang telah berkembang di pembibitan • transplantasi tanaman individu dari daerah alami • memindakan jumlah besar (> 1 m2) tanah yang relatif tidak terganggu dengan vegetasi yang masih utuh dari daerah alami • memungkinkan pemasukkannya dari daerah sekitarnya melalui vektor seperti burung, hewan dan angin. Masing-masing teknik ini dibahas lebih rinci di bawah. Pada umumnya, kombinasi teknik-teknik dibutuhkan, dan biaya adalah pendorong yang paling signifikan untuk pemilihan teknik-teknik yang paling tepat. Biasanya, cadangan benih di tanah yang diganti harus dilengkapi dengan benih tambahan yang dikumpulkan dari vegetasi di atau dekat lokasi tambang. Menaburkan benih adalah metode yang ekonomis dan dapat diandalkan untuk mengembangkan beberapa spesies. Penyemaian menghasilkan distribusi tanaman yang lebih acak dari pada penanaman bibit, dan menghasilkan vegetasi yang tampak lebih alami. Keuntungan penyemaian langsung lain termasuk biaya tenaga kerja yang rendah serta tidak ada halangan pada tingkat pertumbuhan seperti teradi jika ditanam, berarti cara ini menghasilkan kemungkinan penyebaran ukuran tanaman yang lebih heterogen dalam suatu spesies. Risiko termasuk risiko kegagalan yang lebih tinggi akibat kondisi iklim yang merugikan, persaingan dari gulma, kehilangan benih dari serangga dan tingkat perkecambahan biji rendah. Sejumlah aspek harus diperhitungkan untuk meningkatkan kemungkinan keberhasilan dari penyemaian langsung: • Pasokan benih: Benih dapat dikumpulkan atau dibeli, namun kontrol kualitas selama setiap tahapan proses tetap penting sekali. Perencanaan untuk pengumpulan benih tanaman asli harus dimulai setidaknya satu atau dua tahun sebelum benihnya digunakan, sehingga volume yang diperlukan dan sumber pengumpulan dapat diidentifikasi. Bila memungkinkan, benih harus dikumpulkan secara lokal, karena benih tersebut telah adaptasi dengan kondisinya dan akan mempertahankan integritas genetik dari kumpulan lokal. Setelah dikumpulkan benih harus dibersihkan dan disimpan dalam kondisi yang akan mempertahankan kelangsungan hidup maksimum selama periode penyimpanan dan meminimalkan kerusakan akibat hama dan jamur. • Penanganan benih: Sebelum disebarkan, benih dari banyak spesies mungkin perlu ditangani dengan teknik untuk memulaikan perkecambahan. Metode dapat mencakup pemanasan, penggesaran atau paparan asap atau air asap. Sumber-sumber informasi tentang metode yang mungkin diperlukan termasuk pemasok benih, staf penelitian dan referensi umum (seperti Floradata 2001). Di daerah di mana curah hujan tidak dapat diprediksi, mungkin bijaksana jika tidak menangani semua benih, sehingga sebagiannya tetap bertahan untuk tahun-tahun mendatang. Benih lainnya mungkin memerlukan inokulasi rhizobium atau penambahan pelet kapur. • Suksesi ekosistem: Jika tujuan adalah untuk membangun ekosistem asli yang beragam dan bersifat berkelanjutan, aspek suksesi dari ekosistem harus diperhatikan. Spesies perintis yang dengan mudah berkolonisasi di daerah yang terganggu harus dimasukkan dalam campuran benih; namun, karakteristik spesies untuk tahapan suksesi di kemudian hari juga harus dikembangkan dari awal jika pengalaman membuktikan bahwa hal ini dapat dilakukan secara berhasil. Kelimpahan relatif spesiesnya akan berubah setelah spesies yang pertama masuk mati dan spesies yang hidup lebih lama, atau yang masuk belakangan, menjadi lebih dominan secara proporsional. Tingkat penyemaian tinggi dari berbagai spesies yang awal berkolonisasi dapat mengurangi keanekaragaman keseluruhan karena menang bersaing dengan spesies lainnya.
REHABILITASI TAMBANG
37
• Tingkat penyemaian: Tingkat penyemaian harus ditentukan oleh uji coba di lokasi tambang. Tingkat umum untuk spesies pohon dan semak asli yang digunakan dalam industri bauksit dan pertambangan pasir mineral berat adalah 1-3 kg/ha, dengan 25-35% dari berat keseluruhan yang merupakan benih dari spesies kanopi seperti eukaliptus. Tingkat kelangsungan hidup akhir dalam penanaman langsung biasanya 1-5% untuk spesies benih halus dan 5-10% untuk spesies benih kasar. Dengan asumsi viabilitas benih 75%, panduan umum untuk tingkat penyemaian adalah 0,1-1.0 kg/ha untuk spesies benih halus dan 2-4 kg/ha untuk spesies benih kasar. Tingkat penerapan untuk setiap spesies dalam campuran benihnya harus berdasarkan kepadatan yang diinginkan di daerah yang direhabilitasi, disesuaikan menurut tingkat viabilitas, perkecambahan dan perkembangannya benih. Di daerah-daerah hutan terbuka atau di mana padang rumput merupakan baik komponen penting dari kumpulan vegetasi maupun penting untuk stabilisasi permukaan, tingkat penyemaian rumput sebanyak 10-20 kg/ha mungkin diperlukan. • Penyebaran benih: Metode untuk penyebaran benih tergantung sebagian pada tenaga kerja dan peralatan yang tersedia. Metode ini dapat mencakup penyebaran dengan tangan, helikopter, pesawat sayap tetap, penyebar benih pertanian atau buldoser yang melakukan perobekan (untuk memastikan bahwa benih diterapkan pada permukaan yang baru terganggu daripada yang telah mengeras). Penting untuk memastikan bahwa setiap spesies tersebar pada tingkat target yang dipilih. Berbagai metode mekanik tidak menyebar beberapa jenis benih dengan baik. • Waktu penyemaian: Waktu penyemaian mungkin penting untuk revegetasi yang berhasil. Dalam kebanyakan kasus, benih harus ditanam segera sebelum diharapkan penurunnya hujan yang dapat diandalkan atau setelah perubahan musim. Benih tanaman asli mungkin memerlukan kelembaban dan kondisi suhu khusus untuk berkecambah, sehingga berkembang pada saat yang optimal dalam suatu tahun untuk bertahan. Kebutuhan untuk beberapa isyarat dapat memungkinkan benih ditanam jauh sebelum biasanya akan diharapkan berkecambah • Penyebaran vegetasi: Di beberapa komunitas tumbuhan, seperti di padang gersang, banyak spesies tanaman tidak mudah melepaskan benihnya. Spesies tersebut dapat diperkenalkan kembali dengan mengumpulkan vegetasi dari daerah yang dibersihkan untuk pertambangan dan mengembalikannya langsung ke daerahdaerah yang baru direhabilitasi di mana akan dirilis benihnya dan memberikan perlindungan terhadap erosi. Biasanya lebih ekonomis untuk menanam tanaman melalui penyemaian langsung dari pada menanam bibit. Penanaman bibit yang dikembangkan di pembibitan paling cocok ketika spesies tertentu tidak dapat tumbuh dalam jumlah yang memadai melalui penyemaian atau pengembalian tanah lapisan atas, atau di mana kepadatan tanaman target tidak tinggi. Mungkin bisa menyebarkan spesies seperti itu dari biji, setek, pembelahan atau kultur jaringan, menanamnya di dalam wadah di pembibitan dan kemudian menanamnya sebagai bagian dari proses rehabilitasi. Penanaman bibit secara teratur membutuhkan pemasok bibit berkualitas konsisten yang terpercaya atau pembibitan di lokasi. Keuntungan dari penanaman bibit mencakup penggunaan benih yang tersedia secara lebih efisien, potensi infeksi mikoriza yang tepat terhadap bibitnya, kontrol atas campuran dan penempatan spesies, dan tidak ada batasan spesies yang termasuk dalam program revegetasi. Kerugiannya mencakup biaya yang lebih tinggi untuk penanaman dan operasi pembibitan atau pembelian bibit, pengurangan dalam tingkat pertumbuhan pada saat penanaman, kebutuhan untuk memesan atau menabur beberapa bulan sebelum diharapkan akan digunakan, waktu penanaman yang lebih lama yang diperlukan dan kemungkinan pemburukan bibit jika penyemaiannya tertunda. Saat menanam bibit di daerah yang direhabilitasi, pertimbangan harus diberikan atas: • waktu tahun (biasanya, pada saat curah hujan yang paling dapat diandalkan untuk tahun tersebut mulai turun) • apakah akan menggunakan alat atau mesin penanam • memaksimalkan ketersediaan air untuk bibit (misalnya, dengan menanamnya di bawah garis robek (rip-lines) di mana air hujan yang langka akan mengalir) • apakah akan menyediakan air untuk tanamannya dengan penyiraman secara fisik atau dengan membentuk sistem jaringan tetesan (trickle reticulation system) • menanam bibit pada gundukan di mana genangan air kemungkinan menjadi masalah
38
PRAKTIK KERJA UNGGULAN DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN BERKESINAMBUNGAN UNTUK INDUSTRI PERTAMBANGAN
• memberikan perlindungan dari persaingan gulma, seperti menggunakan penyemprotan di bagian tertentu (spot spraying) atau tikar gulma • memberikan perlindungan dari hewan pemakan rumput (seperti penjaga yang dapat hancur secara alami (biodegradable)) • memberikan jumlah dan jenis pupuk yang tepat. Transplantasi langsung spesies yang tidak dapat berkembang dengan cara lain dapat dilakukan dengan mentransfer irisan atau ember-ember mesin front end loader yang penuh dengan tanah dengan vegetasi utuh (yang disebut ‘pengalihan habitat’). Namun, ini pilihan yang mahal. Berbagai spesies, meskipun tidak mudah berkembang jika menggunakan teknik lain, akan masuk dari kawasan hutan sekitarnya lama kelamaan. Misalnya, banyak spesies anggrek tidak ditemukan di daerah tambang bauksit yang baru direhabilitasi tetapi lama kelamaan spesies ini masuk ketika mikoriza yang diperlukan berkembang dalam ekosistem tanah dan limbah (Grant & Koch 2006). Kemasukan dari daerah sekitarnya dapat ditingkatkan dengan memaksimalkan luas permukaan batas antara wilayah rehabilitasi dan hutan di sekitarnya, dan dengan meninggalkan bagian hutan di tengah-tengah lubang tambang yang direhabilitasi. Berbagai tanaman tidak berhasil berkembang di lokasi yang direhabilitasi di mana tujuannya mengembalikan flora asli, meskipun dilakukan penerapan benih dan penggunaan tanah lapisan atas segar. Spesies demikian sering merupakan spesies yang biasanya merespon terhadap gangguan dengan cara tumbuh kembali dari tunas epikormik (epicormic bud) di bawah kulit kayu atau dari berbagai organ penyimpanan bawah tanah (seperti lignotubers, bonggol, umbi, rimpang dan akar). Spesies yang sulit berkecambah ini harus menjadi fokus penelitian lebih banyak untuk mempelajari lebih lanjut tentang siklus hidupnya dan mengeksplorasi mekanisme alternatif untuk menanamnya di daerah yang direhabilitasi. Tanaman membentuk asosiasi simbiosis yang menguntungkan dengan sejumlah mikroorganisme tanah, termasuk jamur, bakteri dan aktinomycete (tanaman bersel tunggal yang biasanya ditemukan di dalam tanah). Mikoriza merupakan komponen alami dari ekosistem di sebagian besar tanah Australia. Komponen tersebut sangat penting di Australia, karena diperlukan untuk menjamin perkembangan sejumlah spesies tanaman. Sebagian besar spesies tanaman asli yang digunakan dalam rehabilitasi mungkin membentuk asosiasi dengan mikoriza vesikular arbuskular (vesicular arbuscular mycorrhiza /VAM) dan jamur ektomikoriza. Jamur ini telah terbukti efektif dalam meningkatkan penyerapan fosfor oleh tanaman yang tumbuh di tanah yang berkekurangan. Kemampuan jamur VAM untuk berasosiasi dengan tanaman dengan cepat dikurangi oleh gangguan dan penimbunan tanah lapisan atas. Hal ini sering mengakibatkan tingkat infeksi rendah pada tahun-tahun awal rehabilitasi. Demikian pula, hanya sejumlah spesies jamur ektomikoriza telah diamati dalam rehabilitasi muda. Akibatnya, beberapa spesies mungkin tidak berkolonisasi di daerah rehabilitasi sampai mikoriza tertentu telah masuk dan berkembang. Untuk menghemat inokulum mikoriza, tanah lapisan atas harus langsung dikembalikan sedapat mungkin; jika penimbunan tidak dapat dihindari, tumpukannya harus rendah dan revegetasi dilakukan sesegera mungkin. Baru-baru ini, inokulum biologis telah dikembangkan dan diterapkan di daerah yang direhabilitasi untuk mempercepat kemasukan kembali mikroba penting.
REHABILITASI TAMBANG
39
5.7 Rekolonisasi fauna Hewan biasanya akan berkolonisasi di daerah rehabilitasi jika komposisi dan struktur vegetasi yang direhabilitasi mirip dengan daerah sekitarnya. Pengalaman menunjukkan bahwa beberapa komponen kunci dari persyaratan habitat spesies fauna mungkin tidak hadir di daerah rehabilitasi selama beberapa dekade. Metode untuk memasukkan kembali komponen habitat yang berkurang meliputi: • transplantasi tanaman grasstree • melestarikan dan menggunakan kembali vegetasi dengan cara memotong kecil kecil (chipping) dan menyebarkannya sebagai mulsa atau cabang untuk menyediakan tempat perlindungan bagi invertebrata dan reptil kecil, perlindungan terhadap erosi dan hara • membangun kotak sarang untuk menyediakan tempat tinggal dan habitat berkembang biak bagi banyak spesies burung dan mamalia • mengembalikan kayu yang dibersihkan untuk membangun tempat perlindungan dalam bentuk batang kayu dan tumpukan batang kayu yang bisa digunakan sebagai tempat perlindungan untuk spesies yang tinggal di daratan • membangun habitat reptil dengan distribusi batu permukaan terbatas • membangun tenggeran yang digunakan oleh raptor dan burung lainnya (yang mungkin akan memperkenalkan benih) • mendirikan pohon-pohon mati (stag), yang menyediakan rongga, celah dan kulit yang mengelupas, semuanya yang memberikan perlindungan bagi banyak spesies reptil kecil dan invertebrata. Tidak semua teknik ini akan cocok dalam segala situasi, dan harus mengambil pendekatan yang berhati-hati karena ada yang dapat memperkenalkan lebih banyak masalah dari pada yang diselesaikan. Selain itu, teknik yang digunakan harus selaras dengan tujuan rehabilitasi yang ditentukan dan penggunaan lahan yang dimaksudkan (misalnya, tumpukan batu atau batang kayu mungkin tidak cocok dengan penggunaan lahan tersebut).
40
PRAKTIK KERJA UNGGULAN DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN BERKESINAMBUNGAN UNTUK INDUSTRI PERTAMBANGAN
Studi kasus 4: M elindungi habitat kakatua hitam yang terancam di hutan jarrah di Western Australia Alcoa mengelola dampak penambangan bauksit terhadap fauna yang terancam di hutan jarrah Western Australia melalui program pengelolaan spesies terancam. Kakatua hitam ekor merah hutan adalah salah satu spesies tersebut. Burung ini membuat sarang di cekungan besar pohon hutan jarrah, khususnya pohon marri yang sangat besar (diameter lebih dari 1.5 m) dan tua (lebih dari 200 tahun). Melestarikan pohon dengan cekungan merupakan strategi penting dalam pengelolaan dampak pertambangan, dan dicapai dengan beberapa cara. Tidak ada pertambangan di tegakan hutan tua yang telah ditunjukkan, yang melestarikan pohon-pohon jarrah dan marri yang tua. Zona penyangga di sekitar tegakan pohon tua, di mana pertambangan dilarang, juga didirikan. Dalam bentang alam produksi yang lebih luas, Alcoa telah mengembangkan prosedur untuk mengidentifikasi dan mengelola habitat sarang. Tujuan dari strategi ini adalah melestarikan habitat sarang alami yang cukup untuk membantu menjaga populasi yang berkembang biak. Hal ini melibatkan: • survei pra-penambangan untuk mengidentifikasi dan memetakan pohon bersarang di daerah yang direncanakan untuk jalan angkut dan lubang tambang • penggunaan pemetaan Sistem Informasi Geografi (Geographic Information System) GIS untuk menginformasikan dan membantu perencanaan tambang untuk memprioritaskan dan melindungi habitat sarang • pemantauan penggunaan cekungan pohon untuk berkembang biak selama setiap tahapan penambangan. Misalnya, informasi pemetaan pohon bersarang digunakan saat merancang jalan angkut, genangan air drainase dan daerah penimbunan tanah untuk menghindari pembersihan pohon bersarang di mana mungkin. Pohon bersarang di wilayah operasional potensi dinilai secara individual dan diprioritaskan untuk perlindungan didasarkan sejarah penggunaannya oleh burung kakatua, kondisinya dan kedekatannya dengan sarang lain di luar daerah yang akan dibersihkan. Selain itu, sekitar 100 hektar hutan yang signifikan bagi konservasi kakatua hitam telah diidentifikasi di operasi Myara Alcoa dan penambangan dilarang di sana. Daerah ini memiliki konsentrasi tinggi cekungan sarang (lebih dari 40) dan juga merupakan lokasi bertengger penting bagi ratusan burung kakatua. Strategi pengelolaan untuk semua spesies yang terancam di daerah didukung oleh program penelitian fauna yang berupaya lebih memahami kebutuhan ekologi dan habitatnya.
Anak burung kakatua hitam ekor merah duduk di pintu masuk cekungan sarang. Pohon ini diperkirakan berusia 250 tahun. Sarang dipantau untuk kegiatan berkembang biak dan perekrutan menggunakan sistem kamera tiang baru, yang digunakan untuk mengambil foto ini. Foto: T Kirkby.
REHABILITASI TAMBANG
41
Anak burung kakatua dapat dilihat di bagian tengah bawah foto. Foto: T Kirkby.
5.8 Pengelolaan rehabilitasi Tujuan dari pengelolaan rehabilitasi adalah agar wilayah yang direhabilitasi bersifat berkelanjutan dan tangguh dan tidak memerlukan usaha pengelolaan yang lebih dari daerah sekitarnya yang tidak terganggu. Masalah pengelolaan rehabilitasi utama termasuk kebakaran, gulma, satwa liar, erosi, penyakit tanaman dan siklus hara. Kriteria keberhasilan mengharuskan bahwa masalah ini telah ditangani sebelum pelepasan kuasa tambang dapat dipertimbangkan. Masalah pengelolaan utama untuk daerah yang direhabilitasi dibahas secara lebih rinci dalam bagian ini. Topik ini juga dibahas dalam buku pegangan praktik kerja unggulan Penutupan tambang (Mine Closure) (DIIS 2016b). Kebakaran merupakan faktor utama dalam pengembangan komunitas tanaman di Australia. Ada berbagai spesies yang tidak toleran terhadap kebakaran atau tidak toleran ketika masih muda. Rencana perlindungan terhadap kebakaran mungkin diperlukan untuk melindungi daerah yang direhabilitasi selama beberapa tahun sampai tanamannya mampu bertahan jika ada kebakaran atau telah mengeluarkan benih, sehingga dapat berkembang lagi setelah ada kebakaran. Strategi pengendalian kebakaran dapat mencakup sekat bakar, pembakaran untuk mengurangi bahaya di daerah yang berdekatan, pembakaran dingin (cool burns) yang ditentukan di daerah direhabilitasi serta pengendalian gulma. Grant et al. (2007) merangkum pekerjaan ekologi pembakaran yang dilakukan pada lokasi tambang bauksit yang direhabilitasi di hutan jarrah di Western Australia. Pekerjaan ini melibatkan penggunaan kebakaran untuk membantu dalam perkembangan suksesi daerah yang direhabilitasi serta menunjukkan ketahanan terhadap api sebagai agen gangguan. Pekerjaan ini memiliki peran penting dalam menunjukkan keberlanjutan dan ketahanan wilayah yang telah direhabilitasi tersebut dan memfasilitasi pengeluaran sertifikat penyelesaian untuk daerah besar yang sebelumnya merupakan bagian dari tambang Jarrahdale. Mengendalikan pemasukan dan penyebaran gulma merupakan pertimbangan penting dalam rehabilitasi. Infestasi gulma di daerah yang direhabilitasi bisa sangat sulit dikendalikan, sehingga harus ada penekanan pada pencegahan dari pada perbaikan. Gulma di daerah yang berdekatan dengan daerah yang terganggu harus dikendalikan untuk mengurangi potensi beban benih. Perhatian harus diambil agar gulma tidak diperkenalkan ke
42
PRAKTIK KERJA UNGGULAN DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN BERKESINAMBUNGAN UNTUK INDUSTRI PERTAMBANGAN
daerah yang bersangkutan dalam pupuk atau sebagai kontaminan dalam benih dari spesies yang diinginkan. Ada banyak contoh spesies tanaman yang telah menjadi gulma setelah secara sengaja atau tidak sengaja diperkenalkan ke dalam Australia, dan kemungkinan demikian harus selalu dipertimbangkan ketika memperkenalkan spesies asing dalam program rehabilitasi. Teknik untuk mengendalikan gulma meliputi metode fisik/mekanik, kimia, biologi dan ekologi. Penutup yang kuat dari spesies tanaman yang diinginkan sering menjadi penghalang yang efektif terhadap kemasukan spesies gulma. Budidaya, penyiangan tangan, pembakaran ataupun penyemprotan herbisida dapat digunakan dalam upaya mengendalikan infestasi gulma. Namun, pengendalian bisa sulit jika ada tanaman yang perlu dipertahankan yang tumbuh di antara rumput liar. Herbisida rumput secara selektif dapat digunakan untuk gulma rumput di daerah revegetasi yang berisi spesies nonrumput. Penyiangan tangan mahal tapi bisa efektif untuk daerah yang lebih kecil. Satwa liar dapat merusak secara parah daerah yang direhabilitasi melalui gangguan lebih lanjut. Spesies yang diperkenalkan ini dapat dikendalikan di lokasi tambang dan di daerah sekitarnya melalui penggunaan umpan yang tidak toksik untuk satwa asli (seperti 1080) dan pagar (dalam berbagai kasus). Senjata api umumnya tidak diperbolehkan di lokasi tambang, berarti tembakan tidak merupakan pilihan pengendalian. Mempertahankan atau meningkatkan kemampuan tanah untuk memasok hara, untuk menyimpan dan menyediakan air dan untuk mendukung pertumbuhan akar harus menjadi perhatian utama dalam mengembangkan ekosistem yang berkelanjutan. Pembentukan kembali siklus hara penting sekali untuk keberlanjutan rehabilitasi. Pertambangan menghilangkan vegetasi dan pasti menuju kehilangannya sebagian hara tanaman dari lokasi yang bersangkutan. Hal ini sangat penting di mana proporsi dari hara keseluruhan dalam ekosistem yang terkandung dalam tumbuhan dan limbah tanaman pada permukaan tanah tinggi, seperti halnya di banyak ekosistem Australia. Dalam kasus demikian, harus ada masukan hara ke dalam sistemnya agar dapat mencapai tingkat produktivitas yang setara dengan ekosistem pra-pertambangan dan menjadi berkelanjutan dalam jangka panjang. Keadaan ini kadang-kadang dapat dicapai melalui satu penerapan pupuk selama tahap perkembangan rehabilitasi. Namun, terkadang penerapan tindak lanjut dibutuhkan, terutama untuk penggunaan tanah penggembalaan atau penanaman pangan. Bagaimanapun, penting bahwa siklus hara dipantau di daerah yang direhabilitasi dan bahwa hasilnya mendukung perkembangan kembali suatu ekosistem yang bergfungsi. Setiap perkembangan erosi yang signifikan harus dipantau. Pada umumnya, sayatan yang disebabkan jalur aliran melalui darat (anak sungai, selokan atau terowongan) bisa memprihatinkan karena memiliki potensi untuk meningkat secara bertahap. Ketika mempertimbangkan kebutuhan dan jenis tindakan perbaikan, baik penyebab erosi dan potensi untuk meningkat harus dinilai. Dalam berbagai kasus, tindakan perbaikan dapat menyebabkan lebih banyak gangguan atau kerusakan pada daerah yang direhabilitasi dari pada masalah spesifisnya yang ditangani.
REHABILITASI TAMBANG
43
6.0 PEMANTAUAN KINERJA Pesan-pesan kunci • Praktik kerja unggulan pemantauan rehabilitasi harus memiliki tujuan yang jelas, dirancang dengan baik dan secara jelas diintegrasikan ke dalam perencanaan masa tambang keseluruhan untuk memastikan bahwa solusi yang tepat waktu dan hemat biaya dikembangkan untuk memfasilitasi penutupan tambang yang berkelanjutan. • Indikator kinerja rehabilitasi dan kriteria penyelesaian harus dinilai terhadap tujuan rehabilitasi lokasi tertentu yang realistis, serta memperhitungkan sumber daya fisik dan skala gangguan. • Indikator atau parameter yang akan dipantau perlu dipilih dan diberikan sumber daya secara berhati-hati untuk memungkinkan pemantauan jangka panjang dan penilaian respon terhadap rehabilitasi. • Pemantauan harus menginformasikan pengelolaan rehabilitasi bersifat adaptif. • Perencanaan untuk penutupan harus dimulai sebelum pertambangan mulai, dan rehabilitasi dan pemantauannya harus bersifat progresif selama masa tambang
6.1 Pemantauan Pemantauan dan penilaian sangat penting untuk lebih memahami dan memandu praktik rehabilitasi. Tanpa penilaian yang progresif atas upaya rehabilitasi, ada risiko akan mengurangi kredibilitas ilmu dan praktik rehabilitasi tambang dan ada bahayanya perusahaan mungkin tidak akan merehabilitasi daerahnya secara memadai untuk memungkinkan pelepasan kuasa tambangnya.5 Pemantauan adalah pengumpulan, analisis dan interpretasi informasi untuk penilaian kemajuan dan penyelesaian rehabilitasi. Pemantauan yang umumnya digunakan dalam konteks rehabilitasi meliputi pemantauan kadar dan kualitas air; stabilitas permukaan dan erosi permukaan tanah; hidrologi dari pembuangan batuan limbah dan kolam tailing; kualitas udara dan emisi gas; perkembangan vegetasi; kolonisasi oleh fauna; dan sejauh mana tujuan rehabilitasi dan penggunaan lahan akhir dipenuhi. Pengelolaan yang diinformasikan oleh pemantauan dan audit membantu perusahaan pertambangan mencapai hasil perkembangan yang dapat diterima dan berkelanjutan dengan memastikan bahwa proses dan prosedur diterapkan untuk melacak parameter sosial dan lingkungan. Pelacakan kemajuan harus menentukan apakah tujuan atau ukuran kinerja yang telah disepakati sudah ditangani dan harus menunjukkan bahwa kriteria keberhasilan telah dipenuhi untuk menunjukkan bahwa lokasi tersebut aman bagi manusia dan satwa liar, tidak bersifat mencemarkan, stabil serta bersifat berkelanjutan (misalnya, lokasi yang bersangkutan mampu mempertahankan penggunaan lahan pasca-tambang yang telah disepakati) (ANZMEC-MCA 2000; DEHP 2014). Tidak mungkin bahwa kondisi tersebut dapat ditunjukkan dalam waktu kurang dari lima tahun setelah akhir pertambangan di bagian tertentu di lokasi tambang (ANZMEC-MCA 2000). Oleh karena itu, sangat penting bahwa mekanisme dukungan (seperti akuntansi dan staf di lokasi) dan sumber daya pemeliharaan (seperti mesin
5 Rincian lebih lanjut tentang pemantauan kinerja terdapat dalam buku pegangan praktik kerja unggulan lain dalam seri ini, termasuk Mengevaluasi kinerja: pemantauan dan audit (Evaluating performance: monitoring and auditing) (DIIS 2016c), Penutupan tambang (Mine closure) (DIIS 2016b) dan Pengelolaan Keanekaragaman Hayati (Biodiversity management) (DIIS 2016d). 44
PRAKTIK KERJA UNGGULAN DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN BERKESINAMBUNGAN UNTUK INDUSTRI PERTAMBANGAN
yang diperlukan untuk membentuk kembali selokan erosi) tersedia. Kondisi tersebut kemungkinan dipenuhi ketika tambangnya masih operasional, dan dengan demikian rehabilitasi progresif harus digunakan; jika ada kesempatan, daerah yang telah direhabilitasi dapat dilepaskan secara progresif.
6.2 Perkembangan program pemantauan Praktik kerja unggulan pemantauan rehabilitasi memiliki beberapa komponen utama berdasarkan pengetahuan tentang lokasi tambang di Australia dan Bimbingan praktik kerja yang baik untuk pertambangan dan keanekaragaman hayati ICMM (Good practice guidance for mining and biodiversity) (ICMM 2006b): • Proses teknis • Dokumentasi prosedur rehabilitasi, termasuk penyiapan tanah; penggunaan tanah lapisan atas (sumber, penanganan, lama penyimpanan); jenis pupuk, tingkat penerapan dan sejarah; campuran benih (komposisi, tingkat dan penerapan); kepadatan spesies yang ditanam; dan terjadinya gangguan seperti kebakaran semuanya penting untuk menginterpretasikan hasil pemantauan di kemudian hari. • Variabel biotik • Informasi rutin lainnya sering dikumpulkan di lokasi tambang, seperti informasi tentang curah hujan, suhu, kelembaban relatif, kecepatan angin, lokasi limpasan air, tingkat dan kualitas air bawah tanah, proses zona vadose (di atas permukaan air tanah), sedimentasi, infiltrasi air, dan tingkat air di jalur air, juga sangat berguna dalam memahami mengapa hasil rehabilitasi tertentu dicapai. • Lokasi referensi • Pemantauan dasar dan berlanjut terhadap lokasi referensi atau analog yang belum ditambang (yang sering menggambarkan kondisi pra-tambang) berguna sebagai lokasi tolok ukur atau dalam kontrol kualitas. • Proses biologi/suksesi • Pemantauan perkembangan awal, yang dilakukan segera (<2 tahun) setelah operasi rehabilitasi diselesaikan, merupakan langkah kontrol kualitas yang berguna. • Pemantauan jangka panjang yang dimulai 2-3 tahun setelah perkembangan awal dapat menilai kemajuan rehabilitasi menuju lintasan jangka panjang dan apakah tren tersebut cenderung menciptakan ekosistem yang berkelanjutan dalam jangka panjang atau tidak. Pencatatan yang baik oleh mereka yang melakukan pemantauannya sangat penting dalam memungkinkan manajer-manajer mengamati bagaimana sejarah lahan bentukan yang direhabilitasi berkaitan dengan kinerja praktik rehabilitasi saat ini. Penilaian tersebut sangat penting dalam menyelesaikan lingkaran umpan balik sehingga perbaikan terus-menerus dapat dicapai dan sangat penting di mana staf tambang mungkin tidak menetap di lokasi selama rehabilitasi.
6.2.1 Apa yang membuat program pemantauan yang baik Pemantauan yang efektif memerlukan komitmen untuk membuat pengukuran yang sistematis dan terpercaya yang memadai, lengkap dan cukup tepat untuk mendeteksi perubahan kondisi akibat upaya rehabilitasi, yang berbeda dari perubahan akibat variasi alami di lingkungannya, dan dapat diikuti oleh tindakan pengelolaan yang tepat jika diperlukan (Barker 2001). Hal ini hanya dapat dicapai jika program pemantauan disusun dengan hati-hati dan dirancang dengan tepat.6
6 Sebagaimana ditekankan dalam survei para manajer lingkungan lokasi tambang di Western Australia tentang kecukupan praktik pemantauan rehabilitasi tambang (Thompson & Thompson 2004).
REHABILITASI TAMBANG
45
Suatu program pemantauan rehabilitasi yang efektif mengambil langkah-langkah kunci berikut: • Mengidentifikasi tujuan pemantauan dan rehabilitasi yang jelas dan tidak bermakna ganda. • Mengidentifikasi lokasi referensi yang cocok untuk memungkinkan setidaknya perbandingan luas dengan daerah yang telah direhabilitasi. • Pilih unit dan metode percontohan yang tepat untuk sistemnya (misalnya, dengan stratifikasi sesuai jenis tanah atau vegetasi). • Membangun cakupan spasial dan temporal yang memadai untuk mencapai tujuan. • Gunakan replikasi yang cukup untuk memungkinkan analisis statistik dari hasilnya pada kekuatan yang dapat diterima dengan efek yang telah ditentukan. • Hindari atau meminimalkan prasangka ketika memilih lokasi pemantauan (misalnya, dengan randomisasi pemilihan replikasi dalam perancangan percontohan). • Gunakan uji coba untuk mengevaluasi efektivitas perancangan percontohan untuk kondisi lokasi. • Gunakan pelatihan dan pengujian untuk memastikan bahwa metode-metode dapat diulangi dan dibandingkan dari waktu ke waktu dan antara pengamat yang berbeda. • Mempertahankan kontrol kualitas untuk memastikan bahwa data memungkinkan analisis statistik dan inferensi (Green 1979; Legg & Nagy 2006; Lindenmayer & Likens 2010).
6.3 Peran lokasi referensi atau analog Pertambangan sering menyebabkan perubahan besar dalam hidrologi (air permukaan dan air bawah tanah), topografi dan geologi di suatu daerah (Doley et al. 2012). Selain itu, variabilitas dalam penanganan tanah lapisan atas, operasi penyemaian, tingkat pengelolaan perkembangan awal serta kondisi lokasi lainnya membuat sulit untuk memprediksi bagaimana rehabilitasi akan maju, terutama pada tahun-tahun awalnya. Oleh karena itu, lokasi referensi harus digunakan untuk bimbingan awal dan bukan sebagai target yang kokoh (Nichols 2004). Setelah lintasan suksesi ekosistem dapat diprediksi dengan lebih baik (ditunjukkan melalui pengurangan tren perkembangan secara struktural, kekayaan spesies yang menjadi lebih stabil dan kemajuan dalam kriteria keberhasilan yang telah diidentifikasi), sudah tepat untuk meninjau atau memperbaiki target referensi. Penggunaan pendekatan model tahap dan transisi (state-and-transition model) yang di Grant (2006) akan membantu memahami lintasan perkembangan. Sementara standar perbandingan memiliki berbagai keterbatasan, tetap berguna membangun tolok ukur dalam sistem yang belum ditambang untuk beberapa alasan. Misalnya, tolok ukur: • memberikan panduan atas tingkat dan jenis tutupan vegetasi dan pengaruhnya terhadap infiltrasi dan limpasan air • memungkinkan penilaian atas pengaruh iklim dan musim yang dapat mempengaruhi kemajuan rehabilitasi • memberikan wawasan tentang ketersediaan dan gerakan air di seluruh lahan bentukan yang direkonstruksi dan pengaruhnya terhadap ketersediaan hara dalam sistem yang direhabilitasi.
46
PRAKTIK KERJA UNGGULAN DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN BERKESINAMBUNGAN UNTUK INDUSTRI PERTAMBANGAN
Kotak 1 Neldner dan Ngugi (2014) menunjukkan potensi menggabungkan tiga komunitas eukaliptus hutan lokal di tambang Meandu di Queensland selatan-timur untuk membentuk tolok ukur. Mereka menggunakan kerangka penilaian BioCondition (Eyre et al. 2011) sebagai ‘kartu skor’ untuk menilai kondisi saat ini di lokasi yang telah direhabilitasi terhadap tolok ukur. Dengan cara ini, penilaian kondisi vegetasi yang telah berkembang diadaptasi untuk digunakan dalam lingkungan rehabilitasi tambang dan disesuaikan dengan kondisi lokal untuk menyediakan penilaian yang tepat bagi lokasinya dari pada penilaian aspiratif atas rehabilitasi untuk lokasi dengan usia kurang dari 50 tahun. Pelengkap penting dengan cara ini adalah sistem pemodelan (Simulator Dinamika Ekosistem/ Ecosystem Dynamics Simulator) yang dikembangkan untuk memprediksi pertumbuhan jangka panjang pohon dan semak (Ngugi et al. 2015). Hal ini memungkinkan lintasan pertumbuhan masa depan pohon dan semak diukur terhadap atribut tolok ukur yang relevan, dan menyediakan kerangka kerja untuk mendukung intervensi pengelolaan awal dan menilai risiko yang terkait dengan pelepasan kuasa tambang.
REHABILITASI TAMBANG
47
Kotak 2 Doley dan Audet (2013) mengusulkan suatu pohon keputusan (lihat gambar di bawah) untuk mengidentifikasi kondisi untuk restorasi atau rehabilitasi (dan dengan demikian penggunaan tolok ukur) berdasarkan skala gangguan dikombinasikan dengan keterbatasan iklim, geologi dan bentang alam lokal terhadap pertumbuhan tanaman dan perkembangan ekosistem. Langkah pertama memerlukan penilaian awal yang rinci tentang fungsi ekosistem bersama dengan pengawasan risiko intensif (Doley et al. 2012). Kemudian, analisis kesesuaian bentang alam dan fungsi biologis menggunakan pohon keputusan untuk menimbulkan serangkaian pertanyaan untuk membantu membimbing para pendukung tentang apa yang mungkin dianggap dapat dicapai menurut keterbatasan lokasi. Apakah tujuan rehabilitasi merupakan ekosistem yang alami, hibrida atau baru, penekanannya adalah pada pencapaian standar tertinggi dari penatagunaan (stewardship) ekosistem dan pasti tidak merupakan kompromi pada komitmen pada atau penyedian sumber daya untuk rehabilitasi. Menggunakan tanggapan pengelolaan dalam pohon keputusan restorasi/rehabilitasi, pedomannya telah diterapkan di suatu lokasi dekat Mount Isa dan empat lokasi tambang di daerah Bowen Basin (data CMLR yang tidak dipublikasikan). Pohon keputusan restorasi/rehabilitasi yang disederhanakan Langkah 1: Apakah sistem abiotik masih utuh atau bentuk lahan sebelum gangguan telah direstorasi?
Tidak Ya Langkah 2: Apakah kondisi sistem biotik memadai?
Tidak Ya Langkah 3: Apakah hasil ekosistem alami layak?
Tidak Ya
Restorasi Hampir/Alami
Tanggapan Pengelolaan 1: 1. Bentang alam fisik yang stabil 2. Luruskan integritas & kesuburan tanah dengan ekosistem bioregional yang lebih luas 3. Memperbolehkan bentang alam dan elemen lahan bentukan baru
Tanggapan Pengelolaan 2: 1. Bertujuan mendapat tanah berfungsi & kumpulan biotik 2. Perbaikan tanah untuk mendukung vegetasi 3. Memperhitungkan keterbatasan iklim dan musim
Tanggapan Pengelolaan 3: 1. Mempertahankan habitat-habitat yang stabil 2. Mempertahankan fungsi dan layanan ekosistem yang penting
Rehabilitasi Hibrida & Baru
Sumber: dimodifikasi dari Doley & Audet (2013, 2014).
48
PRAKTIK KERJA UNGGULAN DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN BERKESINAMBUNGAN UNTUK INDUSTRI PERTAMBANGAN
6.4 Indikator Kinerja Pengujian hasil rehabilitasi terhadap target atau kriteria keberhasilan tertentu biasanya diperlukan untuk pemantauan dan pelaporan proyek-proyek rehabilitasi tambang. Kriterianya digunakan untuk menunjukkan kemajuan dan akhirnya keberhasilan proses pengelolaan biofisik. Jumlah indikator pemantauan yang mungkin sangat besar, tetapi setiap pilihan harus sesuai dengan lokasi dan relevan dengan tujuan rehabilitasi yang telah ditentukan. Setiap indikator harus dibenarkan oleh relevansinya dengan pedoman, praktik kerja industri unggulan, persyaratan persetujuan proyek, teori ekologi dan sumber informasi lain yang sejenis. Secara umum, indikator yang dipilih harus yang diketahui atau diperkirakan paling membatasi untuk stabilitas lahan bentukan, perkembangan vegetasi, perkembangan dan keberlanjutan yang berhasil. Biasanya, ada tiga strategi untuk menggunakan indikator untuk menilai kemajuan rehabilitasi terhadap penyelesaian (SER 2004): • Perbandingan langsung dapat langsung diukur dari data lokasi referensi atau analog (seperti kekayaan spesies). • Analisis atribut membandingkan data dari indikator kinerja yang telah ditetapkan yang sama dengan tujuan rehabilitasi dan kriteria penutupan. • Analisis lintasan mengkaji tren dalam struktur dan fungsi ekosistem yang semakin berkembang menuju tujuan rehabilitasi yang telah disepakati. Dua strategi terakhir mungkin lebih banyak digunakan sampai struktur dan fungsi vegetasi berkembang dan mencapai tahap di mana sistemnya mulai menyerupai tujuan akhir yang dimaksudkan (seperti penggembalaan atau ekosistem yang hampir-alami, hibrida atau baru). Sebagian besar proyek rehabilitasi memerlukan kriteria keberhasilan yang memperhitungkan faktor-faktor abiotik, seperti stabilitas lahan bentukan, dan restorasi atau perkembangan fungsi dan layanan ekosistem. Biasanya, pemantauan rehabilitasi meliputi: • indikator abiotik: stabilitas permukaan dan lereng; kinerja pentutup yang dibangun (seperti limbah mineral); kemudahan visual, pencemaran di daerah yang direhabilitasi (seperti drainase air asam tambang); sifat media tanah dan zona akar (misalnya, kimia, kesuburan, karbon organik tanah); pertimbangan hidrologi • indikator biotik: struktur komunitas tanaman (kepadatan dan ketinggian penutup, pohon dan semak); komposisi vegetasi (kekayaan spesies, kehadiran gulma); Kehadiran hewan hama; rekolonisasi oleh fauna invertebrata (seperti semut) dan fauna vertebrata (seperti amfibi, reptil, mamalia, burung). Setelah kriteria abiotik dan vegetasi dianggap memuaskan, sering diasumsikan bahwa kolonisasi fauna akan mengikuti; akan tetapi, kriteria flora telah diketahui tidak menjamin rekolonisasi fauna (Cristescu et al. 2013) dan pemantauan langsung mungkin diperlukan. Proyek lebih besar atau lebih rumit yang membutuhkan pertunjukkan fungsionalitas ekosistem dapat juga memantau proses-proses ekologi dengan menggunakan indikator seperti kolonisasi mikoriza, siklus hara (seperti dekomposisi, mineralisasi atau transformasi bahan organik tanah), interaksi antara tanaman dan hewan serta rekolonisasi invertebrata. Proses ekologi tidak diukur sesering ukuran keanekaragaman atau struktur vegetasi, karena mungkin pemulihannya lebih lambat dan memerlukan beberapa pengukuran, yang meningkatkan waktu dan biaya proyeknya (Ruiz-Jaen & Aide 2005). Tergantung pada penggunaan tanah pasca tambang akhir, terutama untuk restorasi yang hampir alami, akan menjadi penting untuk menunjukkan lintasan positif menuju ekosistem yang tahan lama dan berfungsi jangka panjang dengan mengukur sejumlah proses ekologi.
REHABILITASI TAMBANG
49
6.5 Pengelolaan adaptif dan kontrol kualitas Pengelolaan adaptif merupakan proses pengambilan keputusan yang berulang dalam menghadapi ketidakpastian dengan tujuan mengurangi ketidakpastian menggunakan pendekatan berbasis risiko. Tingkat pemicu (atas dan bawah) digunakan untuk secara jelas mengidentifikasi tingkat di mana diperlukan tanggapan manajemen terhadap kondisi rehabilitasi yang tak terduga atau tidak baik. Alat pengelolaan seperti rencana tanggap pemicu (trigger action response plans/TARPs) dapat membantu untuk memberikan sinyal peringatan dini bahwa ada kemungkinan menuju tingkat risiko yang tidak dapat diterima. Rencana tanggap pemicu diuraikan dalam ESG3: Pedoman perencanaan operasi pertambangan (Mining Operations Plan (MOP) guidelines) (DTIRIS 2013).
6.6 Teknik pemantauan Ada susunan metodologi dan alat pemantauan luas yang tersedia untuk personel lingkungan lokasi tambang dan kontraktor mereka. Para praktisi harus menentukan bagaimana pemantauan akan menginformasikan kemajuan rehabilitasi, teknik apa saja yang paling hemat biaya yang sesuai dengan kondisi lokasi khusus mereka dan di mana ada kekurangan dalam teknik pemantauan. Tanpa bukti kuat yang menggunakan data kuantitatif, sulit bagi para regulator untuk menyetujui penutupan tambang dan pelepasan kuasa tambang (Fletcher & Erskine 2013). Teknik dan teknologi pemantauan sebagian besar ditangani dalam buku pegangan praktik kerja unggulan Mengevaluasi kinerja: pemantauan dan audit (Evaluating performance: monitoring and auditing) (DIIS 2016c). Namun, penting untuk membahas berbagai metode pemantauan rehabilitasi di sini oleh karena sifat dan penggunaan khususnya dalam analisis. Berbagai atribut yang paling sering diukur dalam proyek rehabilitasi di seluruh dunia adalah keanekaragaman spesies tanaman, tutupan atau kepadatan vegetasi, dan keanekaragaman spesies arthropoda, menurut suatu studi atas 68 proyek rehabilitasi (Ruiz-Jaen & Aide 2005). Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang atribut biasanya terdiri dari unit atau pengukuran percontohan lapangan seperti plot, transek dan point (titik) untuk menentukan perkiraan jumlah, kepadatan dan penutup spesies. Kajian fungsi bentang alam (landscape function analysis/LFA) telah secara luas digunakan dalam bidang pertambangan untuk mengukur fungsi ekosistem (stabilitas, infiltrasi dan siklus hara) dan untuk analisis lintasan dengan melakukan kajian cepat terhadap fitur permukaan tanah (Tongway et al 2003; Tongway & Hindley 2004). Perdebatan ilmiah tentang pendekatan seperti LFA dibandingkan dengan indikator berdasarkan spesies dan struktur yang lebih mudah diukur belum diselesaikan (WA EPA 2006; Erskine et al 2013). Terlepas dari perdebatan tersebut, pendekatan apapun yang tidak mempertimbangkan berbagai faktor abiotik dan biotik yang diperlukan untuk menunjukkan penggunaan tanah yang aman, stabil dan berfungsi konsisten dengan tujuan rehabilitasi kemungkinan tidak dapat diandalkan.
6.6.1 Penginderaan jauh Pemantauan yang menggunakan teknik penginderaan jauh semakin berperan dalam kajian rehabilitasi lokasi tambang. Dulu, kurangnya resolusi dan biaya tinggi membatasi penggunaan teknik survei udara untuk memantau perkembangan rehabilitasi secara akurat. Munculnya sensor udara dan perangkat lunak pengolahan citra georeferensi berkualitas tinggi telah menyebabkan susunan aplikasi dan teknologi baru yang sedang berkembang. Berbagai praktik kerja unggulan dan contoh ‘bukti konsep’ yang menggunakan penginderaan jauh disediakan dalam subbagian berikut.
50
PRAKTIK KERJA UNGGULAN DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN BERKESINAMBUNGAN UNTUK INDUSTRI PERTAMBANGAN
Studi kasus 5: P rogram pemantauan rehabilitasi tambang batubara Curragh Wesfarmers Tambang batubara Curragh Wesfarmers di Bowen Basin di Queensland pusat memiliki program pemantauan rehabilitasi yang terus menerus, berkelanjutan dan kuat, yang didirikan pada tahun 2002. Tujuan keseluruhan dari program ini adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat tentang kinerja dan perkembangan lahan bentukan yang direhabilitasi dari waktu ke waktu, sementara membangun kasus untuk pelepasan kuasa tambang. Sejak akhir 1980-an, Curragh telah secara proaktif menciptakan suatu arsitektur penelitian terapan, yang meneliti cara yang paling efisien untuk mengembangkan spesies pohon, semak dan rumput asli di sejumlah pilihan media yang menantang, termasuk limbah terbuka, tanah lapisan atas yang ditimbun dan yang baru dikupas (ditempatkan di atas limbah pada berbagai kedalaman), sisa batubara kasar, dan lapisan tanah lapisan atas yang bergantian dengan lapisan limbah. Salah satu hasil penting dari penelitian masa lalu adalah bahwa metode lapisan tanah lapisan atas-limbah meningkatkan perkecambahan pohon dan semak dan mendukung peningkatan kekayaan spesies asli dengan mengurangi dampak kompetitif rumput buffel (Cenchrus ciliaris) (Mulligan & Bell 1991; Orr & Bell 1990) Dulu, program pemantauan rehabilitasi di Curragh melibatkan survei tanah menggunakan transek 8 mx 50 m (400 m2) untuk mencontoh daerah rehabilitasi yang kecil, dengan asumsi bahwa lokasi acak transeknya memberikan data flora dan lahan bentukan yang mewakili seluruh lahan bentukan yang direstorasi. Namun, sejak tahun 2012 program ini telah diperluas untuk mencakup penggunaan sebuah kendaraan udara tak berawak (unmanned aerial vehicle/UAV) untuk memberikan citra spasial dan temporal beresolusi tinggi untuk melengkapi penilaian tanah. Penambahan citra UAV telah memungkinkan pengumpulan informasi berharga tentang metrik kriteria penyelesaian seperti tempat erosi, stabilitas lereng di lokasi, penutup dedaunan proyektif dan kepadatan pohon dan semak. Selain itu, UAV telah menunjukkan potensi untuk peta tematik lokasi dan memperlihatkan keberadaan dan distribusi spesies gulma seperti lamtoro (Leucaena leucocephala). UAV merupakan cara murah yang dapat diandalkan untuk mendeteksi metrik perubahan dari waktu ke waktu dan sangat berharga untuk selokan erosi aktif, daerah kosong dan gerakan gulma di lokasi-lokasi. Pemantauan berkelanjutan menyediakan para regulator, industri dan pemangku kepentingan lainnya keyakinan yang diperlukan ketika menunjukkan perkembangan hasil rehabilitasi dan lintasan menuju kriteria penyelesaian. Penilaian kendaraan udara tak berawak Kekompakan dan kegunaan teknologi UAV berarti bahwa penangkapan data dapat disesuaikan untuk tujuan yang sangat spesifik pada resolusi di bawah 10 cm dan dengan variasi resolusi temporal dan spasial yang lebih luas. Teknologi UAV digunakan di Curragh secara tahunan untuk memberikan: • citra spasial beresolusi tinggi (8-10 cm) dari daerah target • data tentang ada/tidaknya daerah erosi, termasuk hilangnya tanah/perhitungan volume endapan • data tentang ada/tidaknya spesies gulma yang ditargetkan seperti lamtoro • ortofoto yang telah dikoreksi secara geometrik 4-band (merah, hijau, biru dan dekat inframerah) dari daerah yang direhabilitasi • peta tematik yang menunjukkan persentase tutupan pohon, semak, tanah kosong dan tutupan rumput serta tempat erosi • model permukaan digital yang menunjukkan lereng dan aspek rehabilitasi.
REHABILITASI TAMBANG
51
Kajian tradisional berdasarkan plot Pendekatan berdasarkan transek yang telah dimodifikasi terus digunakan di Curragh untuk memberikan kontinuitas dengan pemantauan sebelumnya dan sebagai pelengkap untuk interpretasi citra penginderaan jauh. Pada setiap lokasi baru, tiga transek 50 m x 8 m (400 m2) yang berjalan lereng bawah dan tegak lurus dengan lapisan lapisan atas tanah-limbah ditetapkan dan secara permanen ditandai untuk penilaian kembali di masa depan. Metrik diukur meliputi: • jumlah dan ketinggian spesies pohon berkayu dan semak • kekayaan spesies untuk plotnya yang 50 m x 8 m • penutup proyektif dedaunan • kuadrat keberadaan penutup dan spesies • pengambilan percontohan tanah (0-10 cm) dari tanah lapisan atas dan media limbah untuk analisis atas EC, pH dan hara makro. Hasil pemantauan masa lalu dan berkelanjutan memberikan umpan balik yang berharga kepada staf lokasi, termasuk rekomendasi tentang perbaikan dalam proses rehabilitasi. Peningkatan kepercayaan dalam kemampuan analisis citra UAV membantu Curragh menuju model pemantauan baru yang mungkin akan melibatkan program survei tanah yang dikurangi sambil mempertahankan pemahaman tepat yang berdasarkan ilmiah yang kuat terhadap proses rehabilitasi dan lintasan ekologi. Penelitian kebakaran Tambang Curragh menguji ketahanan rehabilitasi melalui proyek penelitian yang bertujuan mempelajari respon dari komunitas yang didominasi rumput buffel terhadap pembakaran. Pada bulan Mei 2015, Curragh membakar lebih dari 100 ha tanah rehabilitasi berusia 21 tahun dalam satu pembakaran terkendali. Para ilmuwan dari Pusat Rehabilitasi Tanah Tambang di Universtas Queensland (University of Queensland’s Centre for Mined Land Rehabilitation) menggunakan kombinasi teknik penginderaan jauh dan kajiian darat untuk mempelajari perilaku api di ekosistem baru serta pemulihan rehabilitasi setelah kebakaran. Proyek ini bertujuan memahami risiko sisa yang diakibatkan gangguan seperti kebakaran untuk manajer tambang dan pemilik tanah pasca pelepasan kuasa tambang di masa depan.
World View-3 citra satelit multispektral dari kebakaran eksperimental sebelum (kiri) dan sesudah (kanan) pembakaran. Yang dekat inframerah menunjukkan vegetasi sehat dengan warna merah terang.
52
PRAKTIK KERJA UNGGULAN DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN BERKESINAMBUNGAN UNTUK INDUSTRI PERTAMBANGAN
Pembakaran terkendali di ekosistem baru yang didominasi rumput buffel, Mei 2015. Ketahanan rehabilitasi membutuhkan pengujian sebelum pelepasan kuasa tambang. Foto Phill McKenna
UAV mosaik ortofoto 10 cm menunjukkan kehadiran selokan erosi aktif yang diidentifikasi melalui program penginderaan jauh. Selokan ini sekarang dipantau dari waktu ke waktu menggunakan mosaik ortofoto UAV, titik awan 3D dan transek lapangan untuk mendeteksi perubahan jangka panjang. Grafik di sebelah kanan menugjukkan profil tampang lintang sebuah selokan aktif, yang dihasilkan menggunakan pengukuran model permukaan digital di lima lokasi di sepanjang selokannya.
REHABILITASI TAMBANG
53
Citra yang dihasilkan UAV sebagai dasar untuk titik awan 3D warna falsu yang menunjukkan pohon, selokan erosi dan fitur lainnya.
Foto udara Sebagian besar lokasi tambang terbuka sekarang menggunakan berbagai bentuk penginderaan jauh, seperti foto udara (~ resolusi pixel 50 cm), secara teratur. Hal ini memungkinkan para praktisi menyiapkan berbagai produk spasial yang sangat informatif, seperti model permukaan digital dan peta tematik hasil fotogrametri (misalnya, dengan menggunakan analisis iso-cluster dalam perangkat lunak GIS untuk menunjukkan keberadaan daerah kosong) (DIIS 2016d).
Satelit Akses sekarang tersedia atas data resolusi spasial dan spektral yang lebih tinggi melalui satelit WorldView-2 yang diluncurkan pada tahun 2009 dan Worldview-3 (WV3) yang diluncurkan pada tahun 2015. Worldview-3 memiliki delapan band multispektral (~1,2 m resolusi pixel), citra pankromatik ( ~ 0,31 m resolusi) dan citra inframerah gelombang pendek (resolusi 3,7 m). Dataset-dataset baru ini telah memungkinkan metode pemantauan baru untuk dikembangkan, seperti pemetaan kesehatan vegetasi di tambang batubara Ulan (NSW) menggunakan Indeks Vegetasi Perbedaan Dinormalisikan (Normalised Difference Vegetation Index/NDVI) sebagai indikator (Raval et al. 2013) untuk mengidentifikasi perubahan halus dalam komposisi dan kesehatan vegetasi dari waktu ke waktu. Dalam contoh lain, gambar yang berasal dari satelit-satelit SPOT digunakan untuk mendeteksi dan memeriksa perubahan persentase tutupan vegetasi di tambang emas Kidston yang telah ditutup di Queensland utara (Bao et al. 2012). Penelitian ini menggunakan NDVI serta indeks vegetasi yang disesuaikan dengan tanah untuk memeriksa pengaruh musiman, seperti curah hujan, untuk menilai pola dalam kondisi vegetasi dari waktu ke waktu.
54
PRAKTIK KERJA UNGGULAN DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN BERKESINAMBUNGAN UNTUK INDUSTRI PERTAMBANGAN
Laser scanning udara dan darat (Airborne and terrestrial laser scanning/LiDAR) Perangkat lunak deteksi cahaya dan jarak dari udara (Airborne light detection and ranging/LiDAR) sering digunakan dalam teknik dan survei pertambangan untuk menghasilkan titik awan 3D. LiDAR udara memiliki keunggulan karena mengumpulkan banyak poin data dari vegetasi dan permukaan tanah. LiDAR darat atau laser scanning darat memberikan kesempatan untuk mendapatkan karakteristik struktural dari lahan bentukan dan vegetasi (seperti tingginya, tutupan dan biomassa tanaman), yang kuantitatif dan sangat akurat (<10 mm akurasi). Teknologi LiDAR saat ini kurang dimanfaatkan untuk mengukur dan memantau rehabilitasi, tetapi ada potensi besar untuk penggunaannya di masa depan. Penerapan LiDAR berdasarkan darat untuk pemantauan dan perencanaan rehabilitasi dan penutupan serta berbagai contoh terakhir diuraikan di Pratt & Mangan (2013).
Kendaraan udara tak berawak Meningkatnya ketersediaan citra berdasarkan UAV menyediakan industri pertambangan dengan pendekatan baru untuk pemantauan vegetasi. Suatu model yang melengkapi penggunaan tradisional kajian berdasarkan plot karena menangkap seluruh domain rehabilitasi sementara kajiian lapangan dilakukan menyediakan link langsung untuk referensi. Model ini memungkinkan ekstrapolasi dari ukuran poin untuk skala poligon tanpa bergantung pada asumsi statistik atau meningkatkan waktu yang dibutuhkan di lapangan. UAV yang menggunakan pilot otomatis dipandu GPS memungkinkan penangkapan citra dengan resolusi sangat tinggi (~ resolusi pixel 5-10 cm) dari domain rehabilitasi. Menerapkan teknologi ini bersamaan dengan pemantauan lapangan menyediakan link langsung antara pengukuran lapangan di mana penanda plot terlihat dalam citra dan meningkatkan kapasitas staf lapangan untuk menilai kondisi dan keanekaragaman hayati pada skala poligon.
6.6.2 Pemantauan Fauna Fauna vertebrata dan avertebrata memainkan peran penting dalam perkembangan ekosistem berfungsi setelah pertambangan, namun pemantauan berbagai kelompok fauna lebih jarang dilakukan dari pada pemantauan vegetasi. Salah satu alasan untuk hal ini adalah kesalahpahaman bahwa fauna akan kembali tanpa bantuan setelah vegetasinya berkembang (Cristescu et al 2013;. Thompson & Thompson 2004). Hal ini dikenal sebagai ‘paradigma flora sama dengan fauna’. Kurang ada bukti empiris bahwa restorasi flora langsung setara dengan restorasi fauna (Critescu et al. 2012). Menggabungkan fitur ramah fauna dalam bentang alam yang direhabilitasi (misalnya, memperbaiki struktur dan komposisi vegetasi dengan menggunakan tanah lapisan segar, mengendalikan predator liar dan menambahkan batang kayu dan kotak sarang) merupakan langkah menuju menangani masalah ini. Dalam kasus tambang bawah tanah, pemasangan gerbang ramah kelelawar dapat memungkinkan kelelawar yang tinggal di gua masuk keluar secara bebas sementara membatasi akses manusia yang tidak sah. Pertimbangan lebih lanjut terhadap pemantauan fauna dan teknologi baru terdapat di buku pegangan praktik kerja unggulan Keanekaragaman Hayati (Biodiversity management) (DIIS 2016d) dan Mengevaluasi kinerja: pemantauan dan audit (Evaluating performance: pemantauan and auditing) (DIIS 2015c).
REHABILITASI TAMBANG
55
Studi Kasus 6: Kelelawar yang tinggal di gua dan tambang Setidaknya 34 spesies kelelawar di Australia menggunakan gua dan tambang yang terbengkalai, dan 20 antaranya digolongkan sebagai spesies langka atau terancam di tingkat negara bagian atau federal. Oleh karena itu, menggunakan tambang bawah tanah sebagai habitat bertengger kelelawar buatan setelah penutupan dapat memberikan hasil konservasi yang positif. Hal ini telah dilakukan secara efektif di berbagai tambang yang direhabilitasi atau dterbengkalai di Australia dan di negeri lain. Tambang yang cocok digunakan sebagai habitat kelelawar memiliki karakteristik sebagai berikut: • Bebas dari limbah dan gas toksik. • Berada di batu yang keras dan stabil (pintu masuk dapat distabilkan dengan semen atau urung logam, yang juga menyediakan kerangka yang kuat untuk pemagaran jika diperlukan). • Atapnya bisa dibuat dari batu yang dibangun atau kayu kasar dengan kantong, sehingga kelelawar bisa pegangan sementara bertengger. Atap semen mungkin perlu diperkasar atau perlu lubang dibor di dalamnya. • Dinding rendah harus relatif halus untuk mencegah predasi oleh tikus dan ular. • Permukaan harus bebas dari debu. • Tambang yang terbaik memiliki baik rongga yang di atas maupun bagian lain yang lebih rendah dari pintu masuk. Hal ini merangkap udara hangat dan dingin di daerah yang berbeda, sehingga sesuai untuk preferensi yang bervariasi antara spesies atau dalam spesies pada tahap siklus hidup yang berbeda. • Suhu dan kelembaban internal harus lebih stabil dibandingkan kondisi di luar, sehingga kelelawar dapat menghemat tenaga, terutama selama berkembang biak dan pada musim dingin ketika menetap di sana. • Kelelawar yang bertengger perlu kegelapan, sehingga ruangannya harus besar atau cukup rumit untuk mencegah cahaya mencapai daerah bersarang. • Aliran udara segar harus datang dari beberapa pintu masuk pada tingkat yang berbeda atau, jika tidak, melalui sebuah pintu masuk yang lebih tinggi atau lebih rendah dari bagian tambang utama untuk menciptakan gradien suhu dan tekanan sehingga tambangnya ‘bernafas’ dengan bebas. Namun, salah satu kesulitan dengan menggunakan tambang yang tertutup untuk habitat kelelawar adalah pertimbangan keselamatan manusia. Jika daerahnya terpencil atau jarang diakses oleh publik, meninggalkan pintu masuk terbuka adalah pilihan terbaik. Di mana kekhawatiran tentang kewajiban menghalangi pilihan tersebut, pilihan lain termasuk memagari perimeter luar atau bagian bawahnya atau menginstal ‘gerbang kelelawar ‘ (grid logam) di pintu masuk. Bimbingan dari para ahli kelelawar dan penutupan tambang akan diperlukan, karena spesies yang berbeda memiliki persyaratan yang berbeda.
56
PRAKTIK KERJA UNGGULAN DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN BERKESINAMBUNGAN UNTUK INDUSTRI PERTAMBANGAN
Pemantauan berikutnya atas habitat kelelawar buatan diperlukan untuk menentukan apakah rekolonisasi telah terjadi. Dalam beberapa tahun terakhir, ada banyak penelitian yang telah menunjukkan bahwa asumsi ‘impian’ (asumsi bahwa membangun kembali habitat fauna saja akan mengakibatkan pengembalian satwa liar) tidak akurat, meskipun sering diandalkan dalam proyek rehabilitasi. Pemantauan sangat penting jika pintu masuknya dipagari, karena banyak spesies memiliki kesulitan bergerak melalui lubang akibat morfologi sayap dan kelincahan terbangnya. Berbagai metode pemantauan (termasuk kamera inframerah, perhitungan jumlah munculnya atau perekam echolocation terarah (directional echolocation recorders)) sering spesifis untuk lokasi dan spesies tertentu, sehingga pemantauan harus dilakukan oleh ahli ekologi kelelawar yang berpengalaman.
Kelelawar lebih memilih permukaan bertekstur (seperti batu atau kayu) untuk pegangan sementara bertengger.
Terowongan Muntapa di Queensland selatan-timur, dengan bagian bawah dipagari untuk mencegah akses manusia.
Foto: E Williams.
Foto: E Williams.
Sebuah gerbang kelelawar di Amerika Serikat.
REHABILITASI TAMBANG
57
6.7 Pelaporan Pelaporan hasil pemantauan kepada para regulator dan pemangku kepentingan lainnya secara tahunan atau menurut rutin lain mungkin akan merupakan bagian dari persyaratan kepatuhan, tergantung pada persetujuan awal tambangnya. Menentukan kepada siapa harus menyampaikan laporan dan siapa yang harus menginterpretasikannya kadangkadang menjadi proses yang berulang-ulang antara para regulator, perusahaan pertambangan dan terkadang pemangku kepentingan eksternal. Sebuah pendekatan proaktif selama konsultasi dengan pemangku kepentingan dan masyarakat adalah untuk mengidentifikasi garis pelaporan dan frekuensi laporan pemantauannya. Pelaporan atas rehabilitasi harus bersifat progresif sepanjang umur tambangnya untuk memungkinkan umpan balik yang teratur, dari pada terjadi ketika mendekati penandatanganan terakhir. Pelaporan berkala membangun kepercayaan terhadap pendekatan dan teknik yang diterapkan untuk perusahaan, para regulator dan pemangku kepentingan eksternal. Pendekatan ini juga dapat mengidentifikasi kesenjangan dalam informasi, menyoroti isu-isu yang membutuhkan perbaikan dan mengurangi kemungkinan gagal memenuhi kriteria penutupan.
6.8 Percobaan penelitian dan rehabilitasi Ilmu-ilmu rehabilitasi dan restorasi merupakan bidang yang masih berkembang, dan belum ada banyak laporan jangka panjang (20+ tahun) tentang penelitian ekologi dan pengelolaan bentang alam yang direhabilitasi (Doley & Audet 2013), kecuali untuk lokasi penambangan bauksit di Western Australia dan di Northern Territory. Pentinglah bahwa industri dan pemerintah terus mendukung dan mendorong universitas, lembaga penelitian dan para praktisi rehabilitasi untuk menggabungkan penelitian lebih lanjut ke dalam praktik kerja rehabilitasi unggulan yang bersifat aktif dan adaptif.
58
PRAKTIK KERJA UNGGULAN DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN BERKESINAMBUNGAN UNTUK INDUSTRI PERTAMBANGAN
REFERENSI ANZMEC–MCA (Australian and New Zealand Minerals and Energy Council and the Minerals Council of Australia) (2000). Strategic framework for mine closure, ANZMEC and MCA, http://www.sernageomin.cl/pdf/mineria/ cierrefaena/DocumentosRelacionados/Strategic-Framework-Mine-Closure.pdf. ARPANSA (Australian Radiation Protection and Nuclear Safety Agency) (2005). Code of practice and safety guide for radiation protection and radioactive waste management in mining and mineral processing, Radiation Protection Series, no. 9, August 2005, ARPANSA, http://www.arpansa.gov.au/Publications/Codes/rps9.cfm. Audet, P, Arnold, S, Lechner, AM, Baumgartl, T (2013). ‘Site-specific climate analysis elucidates revegetation challenges for post-mining landscapes in eastern Australia’, Biogeosciences, 10(10):6545–6557. Bao, N, Lechner, A, Fletcher, A, Erskine, P, Mulligan, D, Bai, Z (2012). ‘SPOTing long-term changes in vegetation over short-term variability’, International Journal of Mining, Reclamation and Environment, 28(1):2–24. Barker, P (2001). A technical manual for vegetation monitoring, resource management and conservation, Department of Primary Industries, Water and Environment, Hobart, http://live.greeningaustralia.org.au/ nativevegetation/pages/pdf/Authors%20D/12a_DPIWE_Barker.pdf. Bell, LC (1996). ‘Rehabilitation of disturbed land’, in DR Mulligan (ed.), Environmental management in the Australian minerals and energy industries: principles and practices (227–264), UNSW Press, Sydney. Cristescu, RH, Frère, C, Banks, PB (2012). ‘A review of fauna in mine rehabilitation in Australia: current state and future directions’, Biological Conservation, 149(1):60–72. Cristescu, RH, Rhodes, J, Frére, C, Banks, PB (2013). ‘Is restoring flora the same as restoring fauna? Lessons learned from koalas and mining rehabilitation’, Journal of Applied Ecology, 50(2):423–431. De Gruijter, JJ (2002). ‘Sampling’, in JH Dane and GC Topp (eds), Methods of soil analysis, Part 4: Physical methods (45–80), Soil Science Society of America, Inc., Madison, Wisconsin. DECCW (NSW Department of Environment, Climate Change and Water) (2009). Protocols for soil condition and land capability monitoring, DECCW, Sydney South. DEHP (Queensland Department of Environment and Heritage Protection) (2014). Rehabilitation requirements for mining resource activities (EM1122), DEHP, Brisbane. DIIS (Department of Industry, Innovation and Science) (2016a). Preventing acid and metalliferous drainage, DIIS, Canberra. DIIS (Department of Industry, Innovation and Science) (2016b). Mine closure, DIIS, Canberra. DIIS (Department of Industry, Innovation and Science) (2016c). Evaluating performance: monitoring and auditing, DIIS, Canberra. DIIS (Department of Industry, Innovation and Science) (2016d). Biodiversity management, DIIS, Canberra.
REHABILITASI TAMBANG
59
DLWC (NSW Department of Land and Water Conservation) (2000). Soil and landscape issues in environmental impact assessment, technical report no. 34, 2nd edition, Natural Resource Information Systems Branch, DLWC, Sydney. Doley, D, Audet, P (2013). ‘Adopting novel ecosystems as suitable rehabilitation alternatives for former mine sites’, Ecological Processes, 2(22). Doley, D, Audet, P (2014). ‘Changing restoration priorities in the 21st century—opportunities for novel ecosystem design in mine closure’, Life-of-Mine 2014, Brisbane, Australia, Australasian Institute of Mining and Metallurgy. Doley, D, Audet, P (2016). ‘What part of mining are ecosystems? Defining success for the “restoration” of highly disturbed landscapes’, in Squires VR (ed.), Ecological restoration: global challenges, social aspects and environmental benefits (Chapter 4), Nova Science Publishers, New York, ISBN: 978-1-63484-611-0. Doley, D, Audet, P, Mulligan, DR (2012). ‘Examining the Australian context for post-mined land rehabilitation: reconciling a paradigm for the development of natural and novel ecosystems among post-disturbance landscapes’, Agriculture, Ecosystems and Environment, 163:85–93. Dollhopf, DJ (2000). ‘Sampling strategies for drastically disturbed lands’, in RI Barnhisel, RG Darmody, WL Daniels (eds), Reclamation of drastically disturbed lands (21–40), American Society of Agronomy, Madison, Wisconsin. DTIRIS (NSW Department of Trade and Investment, Regional Infrastructure and Services) (2013). ESG3: Mining Operations Plan (MOP) guidelines, DTIRIS, Maitland NSW. Elliott, P, Gardner, J, Allen, D, Butcher, G (1996). ‘Completion criteria for Alcoa of Australia Limited’s bauxite mine rehabilitation’, Proceedings of 3rd international and 21st annual Minerals Council of Australia Environmental Workshop, MCA, Canberra. Erskine, P, Fletcher, A, Seaborn, B (2013). ‘Opportunities and constraints of functional assessment of mined land rehabilitation’, in M Tibbett, A Fourie, C Digby (eds), Mine closure 2013, Perth, Australian Centre for Geomechanics. Eyre, TJ, Kelly, AL, Neldner, VJ, Wilson, BA, Ferguson, DJ, Laidlaw, MJ, Franks, AJ (2011). BioCondition: a condition assessment framework for terrestrial biodiversity in Queensland— assessment manual, version 2.1, Biodiversity and Ecosystem Sciences, Department of Environment and Resource Management, Brisbane. Flanagan, DC, Livingston, SJ (1995). ‘Water Erosion Prediction Project (WEPP) Version 95.7: user summary’, in Flanagan, Livingston (eds), WEPP user summary, NSERL report no. 11. Fletcher, A, Erskine, P (2013). ‘Rehabilitation closure criteria assessment using high resolution photogrammetrically derived surface models’, in G Grenzdörffer, R Bill (eds), UAV-g2013, Rostock, Germany, International Society for Photogrammetry and Remote Sensing. Floradata (2001). A guide to collection, storage and propagation of Australian native plant seed, ISBN 0957796617, http://www.acmer.com.au/publications/floradata.htm. Grant, CD (2006). ‘State-and-transition successional model for bauxite mining rehabilitation in the jarrah forest of Western Australia’, Restoration Ecology, 14(1):28–37. Grant, C (2007). ‘Developing Completion Criteria for Alcoa’s bauxite mine rehabilitation in Western Australia: an iterative process’, in A Fourie, M Tibbett, J Wiertz (eds), Mine closure 2007 (155–166), proceedings of the 2nd International Seminar on Mine Closure, October, Chile, Australian Centre for Geomechanics, Perth.
60
PRAKTIK KERJA UNGGULAN DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN BERKESINAMBUNGAN UNTUK INDUSTRI PERTAMBANGAN
Grant, CD, Koch, JM (2006). ‘Ecological aspects of soil seed-banks in relation to bauxite mining. II. Twelve year old rehabilitation mines’, Australian Journal of Ecology, 22(2):177–184. Grant, C, Koch, J (2007). ‘Decommissioning Western Australia’s first bauxite mine: co-evolving vegetation restoration techniques and targets’, Ecological Management and Restoration, 8:92–105. Grant, CD, Norman, MA, Smith, MA (2007). ‘Fire and silvicultural management of restored bauxite mines in Western Australia’, Restoration Ecology, 15:S127-S136. Green, RG (1979). Sampling design and statistical methods for environmental biologists, John Wiley & Sons, New York. Hancock, G, Evans, KG, Willgoose, GR, Moliere, D, Saynor, M, Loch, RJ (2000). ‘Long-term erosion simulation on an abandoned mine site using the SIBERIA landscape evolution model’, Australian Journal of Soil Research 38:249–264. Hancock, GR, Loch, RJ, Willgoose, GR (2003). ‘The design of post-mining landscapes using geomorphic principles’, Earth Surface Processes and Landforms, 28:1097–1110. Howard, EH, Shemeld, J, Loch, RJ (2010). ‘Ramelius Resources’ Wattle Dam Project: achieving bond reduction through leading practice’, Proceedings Goldfields Environmental Management Workshop 2010, Kalgoorlie– Boulder. Howard, EJ, Loch, RJ, Vacher, CA (2011). ‘Evolution of landform design concepts’, Trans. Inst. Mining and Metallurgy, 120:112–117. Howard, EJ, Lowe, SM (2014). ‘Innovative rehabilitation of marine dredge spoil’, in AB Fourie, M Tibbett (eds), Mine closure 2014, Australian Centre for Geomechanics, Perth. Howard, EJ, Roddy, BP (2012a). ‘Evaluation of the water erosion prediction project (WEPP) model: validation data from sites in Western Australia’, in AB Fourie and M Tibbett (eds), Mine closure 2012, Australian Centre for Geomechanics, Perth, ISBN 978-0-9870937-0-7. Howard, EJ, Roddy, BP (2012b). ‘Importance of surface water flow concentration and its impact on erosion potential of constructed mine landforms’, Proceedings Goldfields Environmental Management Workshop 2012, Kalgoorlie–Boulder. ICMM (International Council on Mining and Metals) (2006a). Community development toolkit, ICMM, London, http://www.icmm.com/document/4080. ICMM (International Council on Mining and Metals) (2006b). Good practice guidance for mining and biodiversity, ICMM, London, http://www.icmm.com/page/1182/good-practice-guidance-for-mining-andbiodiversity. ICMM (International Council on Mining and Metals) (2008). Planning for integrated mine closure: toolkit, ICMM, London, http://www. icmm.com/page/9568/planning-for-integrated-mine-closure-toolkit. Isbell, R, (2002). The Australian Soil Classification, revised edition, CSIRO Publishing, Melbourne. Jackson, ST, Hobbs, RJ (2009). ‘Ecological restoration in the light of ecological history’, Science, 325(5940):567– 569. Jarvie-Eggart, ME (2015). Responsible mining: case studies in managing social and environmental risks in the developed world, Society for Mining, Metallurgy & Exploration, Englewood, Colorado.
REHABILITASI TAMBANG
61
Jennings, B, Barrett-Lennard, EG, Hillman, BJ, Emrose, M (1993). Mine waste management in arid areas, report no. 110, Minerals and Energy Research Institute of Western Australia. Keipert, NL (2005). ‘Effect of different stockpiling procedures in open cut coal mine rehabilitation in the Hunter Valley, NSW, Australia’, PhD thesis, University of New England. Koch, JM (2015). ‘Mining and ecological restoration in the jarrah forest of Western Australia’, in M Tibbett (ed.), Mining in ecologically sensitive landscapes, CSIRO. Koch, JM, Hobbs, RJ (2007). ‘Synthesis: is Alcoa successfully restoring a jarrah forest ecosystem after bauxite mining in Western Australia?’, ‘Restoration Ecology, 15(4):S137-S44. Koch, JM, Ward, SC, Grant, CD, Ainsworth, GL (1996). ‘The effect of bauxite mining and rehabilitation operations on the topsoil seed reserve in the jarrah forest of Western Australia’, Restoration Ecology, 4:368–376. Landloch Pty Ltd (2006). Validation of a risk assessment model for tunnel erosion on waste dumps, final report, ACMER project R68, Australian Centre for Mining Environmental Research. Legg, CJ, Nagy, L (2006). ‘Why most conservation monitoring is, but need not be, a waste of time’, Journal of Environmental Management, 78(2):194–199. Lindenmayer, DB, Likens, GE (2010). Effective ecological monitoring, CSIRO Publishing and Earthscan, Melbourne and London. Loch, RJ (2010). Sustainable landscape design for coal mine rehabilitation, ACARP project C18024 report. Loch, RJ, Vacher, CA (2006). ‘Assessing and managing erosion risk for constructed landforms on minesites’, Proceedings of the Goldfields Environmental Management Workshop 2006, Kalgoorlie–Boulder. Loch, RJ, Willgoose, GR (2000). ‘Rehabilitated landforms: designing for stability, in Environmental standards for the New Millennium (39–44), proceedings of the 2000 Workshop on Environmental Management in Arid and Semi-arid Areas, Goldfields Land Rehabilitation Group. McDonald-Madden, E, Baxter, PWJ, Fuller, RA, Martin, TG, Game, ET, Montambault, J, Possingham, HP (2010). ‘Monitoring does not always count’, Trends in Ecology & Evolution, 25(10):547–550. McKenzie, N, Grundy, M, Webster, R, Ringrose-Vaose, A, (2008). Guidelines for surveying soil and land resources, 2nd edition, CSIRO Publishing, Melbourne. Mulligan, DR (1996). Environmental management in the Australian minerals and energy industries: principles and practices, UNSW Press, Sydney. Mulligan, DR, Bell, LC (1991). ‘Tree and shrub growth on land rehabilitated after mining at Curragh coal mine’, unpublished report, Department of Agriculture, University of Queensland. NCST (National Committee on Soil and Terrain) (2009). Australian Soil and Land Survey field handbook, 3rd edition, CSIRO Publishing, Collingwood. Neldner, VJ, Ngugi, MR (2014). ‘Application of the BioCondition assessment framework to mine vegetation rehabilitation’, Ecological Management & Restoration, 15(2):158–161. Ngugi, MR, Neldner, VJ, Kusy, B (2015). ‘Using forest growth trajectory modelling to complement BioCondition assessment of mine vegetation rehabilitation’, Ecological Management & Restoration, 16(1):78–82.
62
PRAKTIK KERJA UNGGULAN DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN BERKESINAMBUNGAN UNTUK INDUSTRI PERTAMBANGAN
Nichols, OG (2004). Development of rehabilitation completion criteria for native ecosystem establishment on coal mines in the Bowen Basin, ACARP project C12045, Australian Centre for Mining Environmental Research, Kenmore, Queensland. Nichols, OG (2005). Development of rehabilitation completion criteria for native ecosystem establishment on coal mines in the Hunter Valley, ACARP project C13048, Australian Centre for Minerals Extension and Research. Orr, MS, Bell, LC (1990). Strategies for site stabilization and native species regeneration at the Curragh open-cut coal mine, final report to Curragh Queensland Mining Ltd, unpublished report, Department of Agriculture, University of Queensland. Petersen, AE, Brooks, DR (1996). ‘Environmental management practices at RGC’s Eneabba operation in the dry heath sand-plains of Western Australia’, in DR Mulligan (ed.), Environmental management in the Australian minerals and energy industries: principles and practices (571–582), UNSW Press, Sydney. Pratt, AS, Mangan, CM (2013). ‘The use of ground based LiDAR in rehabilitation performance and landform stability monitoring’, in M Tibbett (ed.), Mine closure 2013, Australian Centre for Geomechanics, Perth. Raval, S, Merton, RN, Laurence, D (2013). ‘Satellite based mine rehabilitation monitoring using WorldView-2 imagery’, Mining Technology, 122(4):200–207. Reid, T, Hazell, D, Gibbons, P (2013). ‘Why monitoring often fails to inform adaptive management: a case study’, Ecological Management & Restoration, 14(3):224–227. Renard, KG, Foster, GR, Weesies, GA, McCool, DK, Yoder, DC (1997). Predicting soil erosion by water: a guide to conservation planning with the revised universal soil loss equation (RUSLE), Agriculture handbook no. 703, US Department of Agriculture. Ruiz-Jaen, MC, Aide, TM (2005). ‘Restoration success: how is it being measured?’, Restoration Ecology, 13(3):569– 577. Seastedt, TR, Hobbs, RJ, Suding, KN (2008). ‘Management of novel ecosystems: are novel approaches required?’, Frontiers in Ecology and the Environment, 6(10):547–553. SER (Society for Ecological Restoration) (2004). The SER international primer on ecological restoration, SER International Science & Policy Working Group. SERA (Society for Ecological Restoration Australasia) (2016). National standards for the practice of ecological restoration in Australia, SERA, http://www.seraustralasia.com. Sherwin, RE, Altenbach, JS, and Waldien, DL (2009). Managing abandoned mines for bats, Bat Conservation International, Austin, Texas. Simanton, JR, Rawitz, E, Shirley, ED (1984). ‘Effects of rock fragments on erosion of semiarid rangeland soils’, in Erosion and productivity of soils containing rock fragments (65–72), SSSA special publication no. 13. Skidmore, EL (1979). ‘Soil loss tolerance’, in Determinants of soil loss tolerance (87–94), publication no. 45, American Society of Agronomy. Squires, H, Priest, M, Sluiter, I, Loch, R (2012). ‘Leading practice waste dump rehabilitation at the Ginkgo mineral sands mine’, in Mine closure 2012, Australian Centre for Geomechanics, Perth, ISBN 978-0-9870937-0-7.
REHABILITASI TAMBANG
63
Stevens, T (2006). ‘The development of key performance indicators for progressive rehabilitation at the Murrin Murrin nickel/cobalt operation’, Proceedings of Goldfields Environmental Management Workshop (112–120), Kalgoorlie–Boulder. Thompson, SA, Thompson, GG (2004). ‘Adequacy of rehabilitation monitoring practices in the Western Australian mining industry’, Ecological Management & Restoration, 5(1):30–33. Thomson, B (2002). Australian handbook for the conservation of bats in mines and artificial cave-bat habitats, AMEEF paper no. 15, Australian Centre for Mining Environmental Research, Kenmore. Tolmie, PE, Silburn, DM, Biggs, AJW (2011). ‘Deep drainage and soil salt loads in the Queensland Murray–Darling Basin using soil chloride: comparison of land uses’, Soil Research 49:408–423. Tongway, DJ, Hindley, NL (2004). Landscape function analysis: Procedures for monitoring and assessing landscapes, CSIRO Sustainable Ecosystems, Canberra. Tongway, DJ, Ludwig, JA (2011). Restoring disturbed landscapes: putting principles into practice, Island Press, Washington DC. Tongway, D, Hindley, N, Seaborn, B (2003). Indicators of ecosystem rehabilitation success: Stage two—Verification of EFA indicators, final report, Australian Centre for Mining Environmental Research, Kenmore, Queensland. Vacher, CA, Loch, RJ, Raine, SR (2004). Identification and management of dispersive mine spoils: final report, Australian Centre for Mining Environmental Research. Vacher, CA, Raine, SR, Loch, RJ (2004). ‘Tunnel erosion in waste rock dumps’, in Proceedings of Goldfields Environmental Management Group, Workshop on Environmental Management in Arid and Semi-arid Areas. Vickers, H, Gillespie, M, Gravina, A (2012). ‘Assessing the development of rehabilitated grasslands on post-mined landforms in north west Queensland, Australia’, Agriculture, Ecosystems and Environment, 163:72–84. WA EPA (Western Australian Environmental Protection Authority) (2006). Rehabilitation of terrestrial ecosystems: guidance for the assessment of environmental factors, Western Australia (in accordance with the Environmental Protection Act 1986), WA EPA, Perth. WA EPA (Western Australian Environmental Protection Authority) (2015). Guidelines for preparing mine closure plans, WA EPA, Perth. Westman, WE (1978). ‘Inputs and cycling of mineral nutrients in a coastal subtropical eucalypt forest’, Journal of Ecology, 66:513–531. Wight, JR, Siddoway, FH (1979). ‘Determinants of soil loss tolerance for rangelands’, in Determinants of soil loss tolerance (67–74), publication no. 45, American Society of Agronomy. Willgoose, GR, Bras, RL, Rodriguez-Iturbe, I (1991). ‘A physically-based channel network and catchment evolution model: I Theory’, Water Resources Research, 27:1,671-1684. Wischmeier, WH, Smith, DD (1978). Predicting rainfall erosion losses: a guide to conservation planning, US Department of Agriculture handbook no. 537, US Government Printing Office, Washington DC. Yates, SR, Warrick, AW (2002). ‘Geostatistics’, in JH Dane and GC Topp (eds), Methods of soil analysis, Part 4: Physical methods (81–118), Soil Science Society of America, Inc., Madison, Wisconsin. Yee Yet, JS, Silburn, DM (2003). Deep drainage estimates under a range of land uses in the QMDB using water balance modelling, Department of Natural Resources and Mines, Queensland.
64
PRAKTIK KERJA UNGGULAN DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN BERKESINAMBUNGAN UNTUK INDUSTRI PERTAMBANGAN
GLOSARIUM Analog Fitur tanah yang tak ditambang, sebagai perbandingan terhadap fitur tanah yang ditambang. Batuan sisa tambang Batuan non ekonomis yang diambil dari tanah menggunakan operasi pertambangan untuk mendapat akses ke bijih. Bersumber dari daerah setempat Tumbuhan yang sumber aslinya dekat dengan tempat penanaman (misalnya berada di area lokal yang sama). Drainase asam tambang Drainase atau aliran asam dari limbah tambang, akibat dari oksidasi sulfida seperti pirit. Ekosistem Sebuah sistem di mana anggotanya mendapat manfaat dari partisipasi satu sama lain, melalui hubungan simbiotik (hubungan yang saling menguntungkan). Istilah ini berasal dari biologi, dan merujuk pada sistem yang mampu mempertahankan diri sendiri. Ekosistem yang fungsional Dalam tahap paska-penambangan, ini merupakan ekosistem yang stabil (tidak terkena tingkat erosi yang tinggi), efektif dalam menahan air dan nutrisi, serta dapat mempertahankan diri sendiri. Enkapsulasi Penutupan total limbah dalam bahan lain yang menyekat bahan limbah dari kondisi luar (biasanya oksigen atau air). Fasilitas penyimpanan tailing Area yang digunakan untuk menyimpan tailing; fungsi utamanya untuk mencapai sedimentasi padat, dan memperbaiki kualitas air. Yang dimaksud fasilitas penyimpanan tailing bersifat keseluruhan, dapat mencakup satu atau lebih bendungan tailing. Izin sosial untuk beroperasi Pengakuan dan penerimaan kontribusi perusahaan terhadap masyarakat tempat ia beroperasi, melebihi pemenuhan persyaratan hukum dasar, menuju upaya pengembangan dan pemeliharaan hubungan yang konstruktif dengan para pemangku kepentingan yang diperlukan agar bisnis dapat berkelanjutan. Pada dasarnya, azas ini berupaya mendapatkan hubungan baik yang berdasarkan atas asas kejujuran dan saling menghormati. Kriteria keberhasilan Standar atau tingkat kinerja yang disetujui, yang menunjukkan keberhasilan penutupan tambang. Kultur jaringan Sebuah metode reproduksi aseksual yang digunakan untuk menghasilkan tiruan dari tumbuhan tertentu dalam jumlah besar. Landasan ROM Timbunan bijih yang baru ditambang, digunakan untuk mengisi mesin penggiling dan pengolah.
REHABILITASI TAMBANG
65
Lapisan penutup simpan/lepas Lapisan tanah penutup yang cocok untuk iklim dengan kelembaban rendah musiman, karena dapat menyimpan rembesan curah hujan saat musim hujan dan akan melepaskannya melalui evapo-transpirasi selama musim kering. Lereng batter Slope atau lereng yang terbentuk dengan pembuatan ceruk atau lereng pada sebuah dinding dalam jalur yang berurutan. Limbah reaktif Limbah yang bereaksi saat terpapar oksigen. Lubang final Sisa lubang tambang (pit) terbuka yang masih ada di saat penutupan tambang. Luberan Air atau lumpur slurry tailing yang melewati puncak struktur penahan atau tanggul. Manajemen adaptif A systematic process for continually improving management policies and practices by learning from the outcomes of operational programs. The ICMM’s Good practice guidance for mining and biodiversity refers to adaptive management as ‘do–monitor–evaluate–revise’. Moonscaping Teknik yang menggunakan bilah dozer untuk membentuk pola yang dapat membantu mencegah erosi. Neraca asam basa statik Keseimbangan antara reaksi asam dan alkalin yang lengkap. Pelukaan Proses mengganggu pelapis benih untuk mendorong germinasi atau pengecambahan. Pematang Sebuah gundukan horisontal yang dibangun pada sebuah tanggul atau bidang miring untuk mematahkan kontinuitas lereng yang panjang, dengan tujuan memperkuat dan meningkatkan stabilitas lereng, untuk menangkap atau menahan bahan yang terkelupas di lereng tersebut, atau untuk mengendalikan aliran limpasan air dan erosi. Pembasahan Penyerapan air hujan ke limbah tambang, dan bergerak ke arah bawah. Pembuangan tinggi (di puncak timbunan) Proses membuang bahan dari bagian belakang truk angkut (dump truck). Timbunan overburden dibuat dengan mengarahkan bagian belakang truk angkut di permukaan atas timbunan ke tepian timbunan, lalu membuang batuan sisa/buangan tambang (waste rock) dari belakang truk, ke arah sisi timbunan. Pengembalian kuasa penambangan Persetujuan resmi dari lembaga berwenang yang relevan, mengindikasikan bahwa kriteria penyelesaian untuk tambang telah dipenuhi sesuai persyaratan dari pihak berwenang tersebut. Penyemaian basah Menebarkan campuran mulsa kertas atau jerami, yang mengandung benih, pupuk dan zat pengikatnya, ke lereng yang terlalu curam atau tidak dapat diakses dengan teknik penyemaian konvensional.
66
PRAKTIK KERJA UNGGULAN DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN BERKESINAMBUNGAN UNTUK INDUSTRI PERTAMBANGAN
Pin erosi Pin-pin logam yang dimasukkan ke dalam tanah sebagai tolok ukur dan digunakan untuk memperkirakan besaran penurunan permukaan akibat erosi di titik tersebut. Karena erosi di lereng bukit sangat bervariasi secara spasial, dibutuhkan sejumlah besar pin jika ingin mendapatkan perkiraan yang akurat mengenai erosi. (Biasanya jumlah pin yang digunakan sangat tidak memadai.) Metode ini lebih cocok untuk menilai pertumbuhan galur atau parit yang besar, tempat utama terjadinya erosi. Pori-pori makro Ruang kosong yang besar antara partikel-partikel yang berbutiran kasar. Praktik kerja unggulan Praktik terbaik yang ada saat ini dalam mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Propagul Semua struktur yang mampu menumbuhkan tumbuhan baru, baik melalui reproduksi seksual maupun aseksual (vegetatif). Ini termasuk benih, spora, dan semua bagian dari tubuh vegetative yang mampu tumbuh sendiri jika terlepas dari induknya. Ravelling Penggelusuran dan pemisahan batuan sisa tambang berbutiran kasar dengan cara pembuangan tinggi, melewati lereng dengan sudut kritis (angle-of-repose). Rehabilitasi Pengembalian lahan terganggu ke kondisi yang stabil, produktif dan mandiri, setelah memperhitungkan pemanfaatan terhadap lokasi dan lahan sekitarnya. Program ini hanya mencapai sebagiandari struktur dan fungsi ekosistem semula, apabila pemulihan total (restorasi) tidak menjadi tujuan utama. Restorasi Pembentukan kembali struktur dan fungsi ekosistem ke tingkat keadaan hampir alami yang semula, atau replikasi ke ekosistem rujukan yang diinginkan. Rip-rap Pengumpulan pecahan batuan yang ditaruh untuk melindungi tanah dari kekuatan erosi atau dari gerakan akibat tenaga hidrostatik yang berlebihan. Slurry Zat padat yang telah terbagi secara halus, dan keluar dari bahan pengental. Spesies perintis Spesies pertama yang menghuni area gangguan. Spesies sulit ditumbuhkan Spesies yang sulit untuk dipulihkan/ditumbuhkan kembali. Supernatan Air yang meluber dari puncak slurry tailing yang mengendap. Tambang yang terbengkalai Sebuah area yang dahulu digunakan untuk penambangan atau pengolahan mineral, tetapi penutupannya tidak lengkap dan oleh karena itu pemegang hak lahannya masih ada.
REHABILITASI TAMBANG
67
Tanah dispersif Tanah yang secara struktur tidak stabil dan akan terurai dalam air menjadi partikel-partikel dasarnya (seperti pasir, lumpur dan tanah liat). Tanah dispersif cenderung mudah erosi dan menciptakan masalah untuk dapat mengerjakan tanah secara baik. Tanah sodik Tanah yang mengandung sodium dalam proporsi yang besar (umumnya lebih dari enam persen) terhadap total kation yang dapat dipertukarkan. Tanah sodium ini cenderung memiliki drainase yang buruk akibat struktur tanahnya yang jelek. Tanggul Sebuah dinding penahan dari tanah. Tapak Area permukaan tanah yang terkena penambangan dan infrastruktur terkaitnya. Trayektori komunitas rehabilitasi Tren dalam rehabilitasi yang berkembang seiring waktu. Vegetasi tersisa Vegetasi asli yang masih ada setelah pembukaan lahan.
68
PRAKTIK KERJA UNGGULAN DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN BERKESINAMBUNGAN UNTUK INDUSTRI PERTAMBANGAN
Praktik Kerja Unggulan dalam Program Pembangunan Berkesinambungan untuk Industri Pertambangan