A.27
REGULASI EMOSI REMAJA YANG DIASUH SECARA OTORITER OLEH ORANGTUANYA Wulan Kurniasih Wiwien Dinar Pratisti Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
[email protected] [email protected]
Abstraksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, memahami, dan mendeskripsikan regulasi emosi pada remaja yang memiliki pola asuh otoriter. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif yang dikombinasikan dengan metode kuantitatif. Informan dalam penelitian ini adalah remaja yang berusia 15 sampai dengan 18 tahun. Pola asuh otoriter diungkap melalui skala pola asuh otoriter, sedangkan regulasi emosi pada remaja yang memiliki pola asuh otoriter diungkap menggunakan kuesioner tertutup tentang regulasi emosi. Hasil penelitian yang berasal dari skala pola asuh otoriter menunjukkan bahwa dari 69 remaja, sebanyak 4,34% remaja memiliki pola asuh otoriter sangat tinggi, 20,29% memiliki pola asuh otoriter tinggi, 42,03% memiliki pola asuh otoriter sedang, 46,38% memiliki pola asuh otoriter rendah, dan sebanyak 0% memiliki pola asuh otoriter sangat rendah. Berdasarkan hasil dari skala pola asuh otoriter tersebut, diperoleh 17 remaja yang memiliki kategori sangat tinggi dan tinggi. Selanjutnya subjek penelitian diberi kuesioner tertutup tentang regulasi emosi. Hasilnya menunjukkan bahwa sebanyak 4 remaja cenderung menggunakan strategi regulasi emosi yang positif dalam menghadapi permasalahan di lingkungan keluarga, teman sebaya, sekolah, dan masyarakat seperti kembali fokus pada perencanaan awal, fokus pada hal-hal positif, bersedia menerima peristiwa apapun sebagai bagian dari kehidupannya, mengevaluasi peristiwa yang dihadapi secara lebih positif, dan berusaha menempatkan peristiwa yang dihadapi sesuai dengan perspektifnya; dan sebanyak 13 remaja yang memiliki kecenderungan menggunakan strategi regulasi emosi kombinasi antara positif dan negatif dalam menghadapi permasalah kehidupan. Strategi yang digunakan adalah fokus pada perencanaan awal, focus pada hal-hal yang positif, bersedia menerima peristiwa apapun sebagai bagian dari kehidupannya, mengevaluasi peristiwa yang dihadapi secara lebih positif, dan berusaha menempatkan peristiwa yang dihadapi sesuai dengan perspektifnya, meskipun kadang-kadang masih menyalahkan diri sendiri, menyalahkan orang lain, mencoba memahami kembali, dan katastrop. Kata Kunci: Regulasi Emosi, Pola Asuh Otoriter, Remaja
Keluarga pertama
bagi
merupakan seorang
lingkungan anak
setiap
dalam
keluarga
anggota
keluarganya.
khususnya
orangtua
Perilaku dalam
mempelajari berbagai macam hal yang tidak
menerapkan pola asuh terhadap anak akan
pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses
berpengaruh pada proses tumbuh kembang
belajar inilah, seorang anak akan mencontoh
anak
apa yang diajarkan dan dilakukan oleh
kepribadian anak. Orangtua yang cenderung
293
terutama
dalam
membentuk
294 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
menuntut
dan
mengekang
dapat
memberikan dampak negatif pada anak khususnya
anak
yang
remaja berasal dari rumah yang orangtuanya kurang memiliki cinta dan perhatian.
sudah beranjak
Perilaku–perilaku
remaja
yang
remaja. Remaja yang dalam kehidupannya
cenderung negatif sebenarnya dapat dicegah
cenderung dituntut dan dikekang, justru
apabila remaja memiliki kemampuan untuk
akan berpengaruh pada kondisi fisik dan
mengatur emosinya. Kemampuan untuk
psikologis remaja tersebut.
mengatur emosi yang terjadi biasanya
Orangtua
diharapkan
mampu
disebut dengan regulasi emosi. Gross (1998)
menerapkan pola asuh yang sesuai pada
mendefinisikan regulasi emosi sebagai suatu
remaja dengan memberikan contoh yang
proses individu dalam mempengaruhi emosi
baik serta dukungannya kepada remaja
yang
dalam mengembangkan bakat dan minat
merasakannya, dan bagaimana individu
yang dimilikinya. Namun kenyataannya,
mengalami dan mengekspresikan emosi
masih banyak orangtua yang menerapkan
tersebut. Menurut Gross (1999) proses
pola asuh yang tidak sesuai kepada remaja,
tersebut
seperti pola asuh otoriter.
meningkatkan emosi.
Barnadib (1986, dalam Aisyah, 2010) mengungkapkan
Regulasi
individu
menurunkan
emosi
tidak
dan
hanya
melibatkan pengalamanan afektif, tetapi
memberikan
juga melibatkan proses kognitif, perilaku,
kesempatan pada anak untuk mengutarakan
dan fisiologis. Semakin banyak bukti yang
pendapat dan perasaannya, sehingga pola
menunjukkan
asuh otoriter cenderung mengakibatkan
merupakan faktor penting pada kemampuan
perilaku agresif. Orangtua yang otoriter
anak dan remaja untuk mendorong perilaku
kemungkinan
prososial dan pro-akademik (Pekrun dkk,
cenderung
sering
orangtua
meliputi
kapan
yang
otoriter
bahwa
dimilikinya,
tidak
juga
melakukan
tindakan yang tidak sesuai, seperti memukul
bahwa
regulasi
emosi
2002, dalam Augustyniak dkk, 2009).
anak, menuntut anak untuk mematuhi aturan
Terdapat bermacam – macam strategi
yang kaku tanpa ada penjelasan dari
yang dapat digunakan oleh remaja untuk
orangtua, serta cenderung menunjukkan rasa
meregulasi emosinya supaya tidak meledak–
marahnya pada anak (Hart dkk, 2003, dalam
ledak dan bergelora. Menurut Frydenberg
Santrock, 2007).
(dalam Brown, 2011), ketidakmampuan
Odebunmi (2007, dalam Okorodudu,
seorang remaja dalam meregulasi respon
2010) mengungkapkan bahwa hasil dari
emosinya terhadap peristiwa kehidupan
beberapa laporan penelitian menunjukkan
yang
bahwa sebagian besar dari semua kenakalan
mengakibatkan terhambatnya perkembangan
penuh
dengan
tekanan
akan
Regulasi Emosi Remaja yang Diasuh Secara Otoriter oleh Orangtuanya | 295 Kurniasih, W., Pratisti, W.D. [293-301]
perilaku sosial mereka dan keberfungsian
yang valid dan 18 aitem yang gugur,
mereka di dalam keluarga dan masyarakat.
dengan nilai reliabilitas 0,855 dan
Berdasarkan uraian di atas, maka yang
menjadi
rumusan
masalah
pada
penelitian ini adalah “bagaimana regulasi emosi pada remaja yang memiliki pola asuh otoriter?
validitas aitem yang bergerak dari angka 0,315 – 0,712. 2. Kuesioner Tertutup tentang Regulasi Emosi Peneliti menggunakan kuesioner tertutup tentang regulasi emosi untuk mengetahui regulasi emosi pada remaja
Metode Penelitian Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif
yang
pendekatan
dikombinasikan kuantitatif.
dengan
Pendekatan
yang memiliki pola asuh otoriter. Pertanyaan–pertanyaan pada kuesioner tertutup
ini
disusun
berdasarkan
kuantitatif digunakan untuk menggali data
permasalahan-permasalahan
sekunder yakni data tentang pola asuh
yang berkaitan dengan lingkungan
otoriter, kemudian data sekunder ini akan
sekitar
digunakan peneliti untuk memperoleh data
Brofenbrenner (dalam Santrock, 2007)
primer. Sedangkan pendekatan kualitatif
yaitu lingkungan keluarga, sekolah,
digunakan untuk menggali data primer yaitu
teman
regulasi emosi pada remaja yang memiliki
Kuesioner
pola asuh otoriter.
memiliki 9 alternatif jawaban, dimana
1. Skala Pola Asuh Otoriter
jawaban
Untuk memperoleh data tentang remaja
yang
memiliki
pola
asuh
remaja
seperti
sebaya,
dan
regulasi
yang
remaja
menurut
masyarakat.
emosi
disediakan
tersebut
disusun
berdasarkan strategi regulasi emosi menurut Garnefski dan Kraaij (2007)
otoriter, maka peneliti menggunakan
yaitu
skala pola asuh otoriter yang harus diisi
menyalahkan orang lain, pemahaman
oleh remaja. Alat ini digunakan untuk
ulang, kasastrop, pemusatan ulang pada
mendapatkan informan yang sesuai
perencanaan, penilaian ulang yang
dengan tema penelitian yang akan
positif,
diteliti.
perspektif, dan pemusatan ulang yang
Skala
tersebut
disusun
berdasarkan aspek – aspek pola asuh
menyalahkan
penerimaan,
diri
sendiri,
menempatkan
positif.
otoriter menurut Frazier. Skala tersebut memiliki 40 aitem pernyataan dengan 4 alternatif dilakukan
pilihan uji
jawaban.
coba
Setelah
terhadap
Hasil dan Pembahasan 1. Skala Pola Asuh Otoriter
103
Skala pola asuh otoriter diberikan
remaja, diperoleh sebanyak 22 aitem
kepada 69 remaja. Berdasarkan skala
296 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
pola asuh otoriter diperoleh hasil
dengan hobi dan cita-cita yang tidak
perhitungan rata – rata dari skor total
didukung orangtua. Di dalam hal ini,
skala pola asuh otoriter (mean) sebesar
remaja cenderung memikirkan langkah
40,8 dan standar deviasi (SD) sebesar
apa yang harus mereka ambil untuk
9,927.
menyelesaikan
Hasil
menunjukkan
perhitungan bahwa
tersebut
remaja
permasalahan-
yang
permasalahan tersebut. Hasil tersebut
memiliki tingkat pola asuh otoriter
sesuai dengan pendapat Pekrun dkk
sangat tinggi sebanyak 4,34%, pola
(2002, dalam Augustyniak dkk, 2009)
asuh otoriter tinggi sebesar 20,29%,
bahwa regulasi emosi tidak hanya
pola asuh otoriter sedang sebanyak
melibatkan
46,38%, pola asuh otoriter rendah
tetapi juga melibatkan proses kognitif,
dengan persentase 28,99%, dan pola
perilaku, dan fisiologis.
pengalamanan
afektif,
asuh otoriter sangat rendah sebanyak
Ketika remaja melanggar aturan
0%. Hal ini berarti bahwa orangtua
yang telah ditetapkan oleh orangtua,
pasti pernah menerapkan pola asuh
kemudian orangtua memarahi mereka,
otoriter pada remaja, akan tetapi pola
remaja
asuh otoriter yang diterapkan pada
strategi regulasi emosi yang positif
remaja tersebut memiliki tingkatan
seperti penerimaan. Remaja cenderung
yang berbeda – beda.
menerima apa yang dilakukan oleh
2. Kuesioner Tertutup tentang Regulasi Emosi
cenderung
menggunakan
orangtua mereka. Dalam hal ini remaja berusaha
untuk
mempengaruhi
Setelah dilakukan analisis terhadap
emosinya ke arah yang positif. Hal ini
skala pola asuh otoriter, kemudian
sesuai dengan pendapat Gross (1998)
didapatkan remaja yang memiliki pola
yang menyatakan bahwa regulasi emosi
asuh otoriter dengan kategori sangat
adalah
tinggi dan tinggi sebanyak 17 remaja,
mempengaruhi emosi yang dimilikinya,
kemudian remaja tersebut diberikan
kapan individu merasakannya, dan
kuesioner
bagaimana individu mengalami dan
tentang
regulasi
emosi.
Berdasarkan analisis isi dari kuesioner tentang regulasi emosi, didapatkan hasil
bahwa
remaja
cenderung
proses
individu
dalam
mengekspresikan emosi tersebut. Saat
orangtua
keinginan remaja,
menuruti
strategi regulasi
menggunakan strategi regulasi emosi
emosi
yang positif seperti pemusatan ulang
cenderung ke arah yang positif. Remaja
pada perencanaan saat menghadapi
cenderung
permasalahan
regulasi emosi seperti fokus pada awal
yang
berhubungan
yang
tidak
digunakan
menggunakan
remaja
strategi
Regulasi Emosi Remaja yang Diasuh Secara Otoriter oleh Orangtuanya | 297 Kurniasih, W., Pratisti, W.D. [293-301]
perencanaan. Dalam hal ini, remaja
permasalahan itu, sehingga remaja
cenderung memikirkan langkah apa
tersebut menerima permasalahan yang
yang
untuk
dihadapi dan berusaha memikirkan
menyelesaikan permasalahan tersebut.
langkah apa yang harus diambil untuk
Hal
pendapat
menyelesaikan permasalahan tersebut.
Thompson (1994, dalam Putnam &
Remaja berusaha untuk meminimalisasi
Silk, 2005) yang menyatakan bahwa
emosi negatif dengan menggunakan
regulasi
proses
regulasi emosi yang positif. Hal ini
intrinsik dan proses ekstrinsik yang
sesuai dengan pernyataan Diamond dan
bertanggung jawab dalam memantau,
Aspinwall
mengevaluasi, dan memodifikasi reaksi
regulasi emosi adalah memaksimalkan
emosional, terutama sifat individu yang
emosi positif dan meminimalisir emosi
cenderung
negatif.
harus
ini
diambil
sesuai
dengan
emosi
merupakan
intensif
dan
sementara
dalam mencapai suatu tujuan.
(2003),
bahwa
tujuan
Pekrun dkk (dalam Augustyniak
Data temuan lain menunjukkan
dkk, 2009) mengungkapkan bahwa
bahwa remaja cenderung menggunakan
regulasi
strategi
penting pada kemampuan anak dan
regulasi
emosi
seperti
mengevaluasi kembali pada hal-hal
remaja
yang
lebih
menerima apabila
positif situasi
dilarang
emosi
untuk
merupakan
mendorong
faktor
perilaku
dan
berusaha
prososial dan pro-akademik. Temuan
yang
dihadapi,
peneliti ternyata menunjukkan dua
untuk
respon yang berbeda saat menghadapi
menjalin hubungan dengan lawan jenis
situasi yang berhubungan dengan nilai.
(berpacaran). Dalam hal ini remaja
Ketika remaja mendapatkan nilai ujian
cenderung menciptakan sisi positif dari
yang
permasalahan yang dihadapinya serta
menggunakan strategi regulasi emosi
menerima permasalahan tersebut. Hasil
yang negatif seperti menyalahkan diri
tersebut
pernyataan
sendiri. Saat orangtua memberikan
Kalat dan Shiota (2007) bahwa regulasi
hukuman, remaja cenderung menerima
emosi merupakan upaya melakukan
hukuman
sesuatu yang menyenangkan sehingga
remaja,
menimbulkan perasaan positif.
memunculkan strategi regulasi emosi
sesuai
orangtua
dengan
Dalam kasus pertengkaran dengan saudara kandung karena orangtua yang
buruk,
remaja
tersebut. hukuman
cenderung
Bagi
beberapa
tersebut
justru
yang positif yaitu penerimaan. Penerimaan
juga
muncul
saat
terkesan pilih kasih, responden ternyata
hukuman muncul dari figur otoritas di
mampu mengambil makna positif dari
sekolah, yaitu guru. Dalam hal ini
298 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
remaja cenderung meminimalisir emosi
sahabat karena masalah perasaan suka
negatif yang dimilikinya. Hal tersebut
yang ditujukan pada orang yang sama.
sesuai dengan pendapat Multi – Health
Dalam lingkup lingkungan tempat
System (dalam Augustyniak dkk, 2009)
tinggal, remaja menunjukkan pola yang
yang menyatakan bahwa regulasi emosi
berbeda dengan saat dihadapkan pada
adalah kemampuan untuk menghambat,
situasi keluarga dan sekolah. Apabila
menaklukan,meminimalisir,memelihara
tetangga di lingkungan tempat tinggal
,menekankan,
remaja
atau
memperpanjang
suatu keadaan emosi. Apabila
remaja
remaja
membicarakan tersebut,
keburukan
remaja
cenderung
memiliki
menggunakan strategi regulasi emosi
perbedaan pendapat dengan teman–
yang negatif seperti menyalahkan orang
teman mereka ketika sedang berdiskusi
lain. Frydenberg (dalam Brown, 2011)
kelompok di kelas, remaja cenderung
menjelaskan bahwa ketidakmampuan
memikirkan langkah apa yang harus
seorang
dilakukannya
menghadapi
respon emosinya terhadap peristiwa
perbedaan pendapat yang terjadi. Hasil
kehidupan yang penuh dengan tekanan
ini sesuai dengan pendapat Planalp
akan
(1999, dalam Hude, 2008) bahwa
perkembangan perilaku sosial mereka
regulasi emosi tidak hanya menyangkut
dan keberfungsian mereka di dalam
dengan
keluarga dan masyarakat.
untuk
tindakan
individu
untuk
remaja
dalam
mengakibatkan
meregulasi
terhambatnya
menghentikan suatu perbuatan yang
Berdasarkan uraian–uraian tentang
negatif, tetapi regulasi emosi juga
strategi regulasi emosi yang digunakan
merupakan bagian yang tidak bisa
oleh remaja yang memiliki pola asuh
dipisahkan dari proses–proses emosi
otoriter
yang dibangun diatas komponen lain,
permasalahan–permasalahan di atas,
seperti obyek, penilaian, fisiologis,
menunjukkan
serta kecenderungan untuk bertindak.
memiliki pola asuh otoriter cenderung
Individu meregulasi emosi secara tidak
menggunakan strategi regulasi emosi
sadar
yang
dan
otomatis.
Cara
remaja
dalam
positif
bahwa
dalam
menghadapi
remaja
yang
menghadapi
menangani perbedaan pendapat juga
permasalahan – permasalahan di dalam
muncul
mendapatkan
kehidupan mereka. Remaja cenderung
komentar dari teman sebaya mengenai
menggunakan strategi penilaian ulang
penampilannya,
yang
saat
menghadapi
remaja
dan
saat
pertengkaran
harus dengan
positif,
penerimaan,
dan
pemusatan ulang pada perencanaan. Hasil ini menunjukkan bahwa pola
Regulasi Emosi Remaja yang Diasuh Secara Otoriter oleh Orangtuanya | 299 Kurniasih, W., Pratisti, W.D. [293-301]
asuh otoriter yang diterapkan oleh
Pola asuh otoriter yang diterapkan
orangtua tidak selalu memiliki dampak
oleh orangtua kurang berfungsi ketika
negatif
ini
remaja menghadapi permasalahan yang
dikarenakan orangtua yang berada di
berkaitan dengan bakat dan minat yang
kebudayaan Timur seperti Indonesia
dimilikinya,
cenderung
keinginan remaja yang tidak dipenuhi
terhadap
remaja.
menerapkan
Hal
pola
asuh
bermasalah
otoriter, dimana orangtua cenderung
orangtua
memberikan batasan, tuntutan, arahan,
memenuhi keinginan saudara kandung
dan aturan kepada putra / putri mereka
mereka, bermasalah dengan prestasi
yang sedang beranjak remaja. Dimana
akademik
ketika orangtua menerapkan pola asuh
dengan teman sebaya, serta ketika
otoriter, kecenderungan remaja dalam
remaja
menggunakan strategi regulasi emosi
masyarakat. Hal ini dikarenakan secara
yang
remaja
kognisi, remaja cenderung memiliki
tersebut cenderung menerima pola asuh
sikap kritis terhadap permasalahan
tersebut, mengambil makna positif dari
yang mereka alami yang berkaitan
penerapan pola asuh tersebut, serta
dengan lingkungan di sekitar mereka,
memikirkan langkah apa yang harus
sehingga remaja cenderung berusaha
mereka
untuk
positif
dikarenakan
ambil terhadap apa
yang
dan
dengan
orangtua
mereka,
berada
cenderung
bermasalahan
di
memecahkan
lingkungan
permasalahan
orangtua terapkan pada mereka. Dalam
mereka sendiri tanpa mempedulikan
hal ini remaja cenderung berpikir
arahan–arahan yang diberikan oleh
bahwa
orangtua,
apa
yang
dilakukan
oleh
remaja
cenderung
orangtua mereka memiliki tujuan yang
memikirkan
positif untuk kehidupan remaja yakni
harus
supaya remaja tidak terjerumus pada
menyelesaikan
pergaulan yang salah, sehingga remaja
mereka hadapi. Hal ini sesuai dengan
cenderung
pendapat dari Sunarto dan Hartono
meregulasi
emosi
yang
langkah–langkah
diambil
untuk
dapat
permasalahan
(2008)
sesuai dengan hasil penelitian Rahayu,
pemikiran
dkk (2008) yang menunjukkan bahwa
dipengaruhi oleh ide dan teori yang
dalam
mengakibatkan sikap kritis
Timur
yang
menyatakan
yang
dialaminya ke arah yang positif. Hal ini
kebudayaan
yang
yang
remaja
bahwa
cenderung
remaja
memiliki ciri kolektivisme, pola asuh
terhadap keadaan dan orangtua. Setiap
otoriter
pendapat
tidak
selalu
dampak yang negatif.
menunjukkan
dari
dibandingkan
orangtua
dengan
teori
akan yang
diikutinya. Selain itu, hal ini juga
300 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
didukung oleh teori dari Tolan, dkk
asuh
(2003, dalam Papalia, dkk, 2009) yang
memiliki peranan khusus terhadap proses
menyatakan bahwa perilaku antisosial
regulasi emosi pada remaja di dalam
cenderung dipengaruhi oleh faktor –
menghadapi permasalahan – permasalahan
faktor yang bertingkat dan saling
kehidupannya. Remaja yang memiliki pola
berinteraksi seperti pola asuh orangtua,
asuh otoriter dengan kategori sangat tinggi
teman
menyimpang,
dan tinggi selalu menggunakan strategi
sampai pada masyarakat dan dukungan
regulasi emosi dalam mengatur emosi yang
lingkungan sosial.
dialaminya baik ke arah yang positif seperti
sebaya
yang
yang
diterapkan
oleh
orangtua
menempatkan perspektif, pemusatan ulang yang positif, penilaian ulang yang positif,
Simpulan dan Saran Berdasarkan
hasil
analisis
data
penerimaan, dan pemusatan ulang pada
penelitian di atas, maka peneliti mengambil
perencanaan, maupun ke arah yang negatif
kesimpulan bahwa informan yang memiliki
seperti
pola asuh otoriter dapat dikategorikan
menyalahkan orang lain, katastrop, dan
berdasarkan tingkatan pola asuh otoriter
pemahaman ulang. Selain itu, hal ini juga
yaitu tingkat pola asuh otoriter dengan
menunjukkan
kategori sangat tinggi sebanyak 4,34%, pola
Timur yang berciri kolektivisme, pola asuh
asuh otoriter dengan kategori tinggi sebesar
otoriter cenderung memiliki dampak yang
20,29%, pola asuh otoriter dengan kategori
positif terhadap regulasi emosi pada remaja.
sedang sebanyak 46,38%, pola asuh otoriter
Hal ini dikarenakan orangtua yang berada di
dengan kategori rendah dengan persentase
kebudayaan
28,99%, dan kategori pola asuh otoriter
cenderung menerapkan pola asuh otoriter,
sangat rendah sebanyak 0%.
dimana orangtua cenderung memberikan
menyalahkan
bahwa
Timur
diri
pada
seperti
sendiri,
kebudayaan
Indonesia
Berdasarkan uraian tentang strategi
batasan, tuntutan, arahan, dan aturan kepada
regulasi emosi yang digunakan oleh 17
putra / putri mereka yang sedang beranjak
remaja yang memiliki pola asuh otoriter di
remaja.
atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pola
Regulasi Emosi Remaja yang Diasuh Secara Otoriter oleh Orangtuanya | 301 Kurniasih, W., Pratisti, W.D. [293-301]
DAFTAR PUSTAKA Aisyah, S. (2010). Pengaruh Pola Asuh Orangtua terhadap Tingkat Agresivitas Anak. Jurnal MEDTEK, Vol. 2 No. 1. Augustyniak, K. M., Brooks, M., Rinaldo, V. J., Bogner, R., & Hodges, S. (2009). Emotion Regulation: Considerations for School – Based Group Interventions. The Journal for Specialists in Group Work, Vol. 34 No. 4, p. 326 – 350. Brown, C. L. (2011). The Effects of Parental Conflict and Close Friendships on Emotion Regulation in Adolescence. University of Virginia Press. Chang, L., Schwartz, D., Dodge, K. A., & McBride-Chang, C. (2003). Harsh Parenting in Relation to Child Emotion Regulation and Agression. Journal of Family Psychology, Vol. 17, No. 4, p. 598 – 606. Diamond, L. M., & Aspinwall, L. G. (2003). Emotion Regulation Across the Life Span : An Integrative Perspective Emphasizing Self - Regulation, Positive Affect, and Dyadic Processes. Motivation and Emotion, Vol. 27, No. 2 , Vol. 27 No. 2, p. 125 - 156. Frazier, Barbara. (2012). Assessing Your Parenting Style [online]. www.thesuccessfulparent.com/parenting-style/assessing-your-parenting-style diakses pada hari Minggu tanggal 4 November 2012 pukul 23.48 WIB. Garnefski, N., & Kraaij, V. (2007). The Cognitive Emotion Regulation Questionnaire Psychometric Features and Prospective Relationship with Depression and Anxiety in Adults. European Journal of Psychological Assesment, Vol. 23, No. 3, p. 141 – 149. Gross, J. J. (1998). The Emerging Field of Emotion Regulation: An Integrative Review. Review of General Psychology, Vol. 2, No. 3, p. 271 – 299. Gross, J. J. (1999). Emotion Regulation: Past, Present, Future. Cognition and Emotion, Vol. 13, No. 5, p. 551- 573. Hude, M. D. (2008). Emosi (Penjelajahan Religio – Psikologis tentang Emosi Manusia dalam Al – Qur’an). Jakarta: Erlangga. Kalat. J. W., & Shiota, M. N. (2007). Emotion. USA: Thomson Higher Education. Okorodudu, G. N. (2010). Influence of Parenting Style on Adolescent Delinquency in Delta Central Senatorial District. Edo Journal of Counselling, Vol. 3, No. 1, p. 58 – 86. Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Human Development (Perkembangan Manusia). Jakarta: Salemba Humanika. Putnam, K. M., & Silk, K. R. (2005). Emotion Dysregulation and the Development of Borderline Personality Disorder. Development and Psychopatology, Vol. 17, p. 899 – 925. Santrock, J. W. (2007). Perkembangan Anak. (ed. 11). Jakarta: Erlangga. Sunarto, & Hartono, B. A. (2008). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT. Rineka Cipta