67
REFORMASI SISTEM TATA KELOLA DALAM PELAYANAN PUBLIK PADA PEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE) Oleh: MA. Radjagukguk1 Abstract Between the excellent public services in a bureaucracy associated with efforts to achieve good governance so it can support national development. Acceleration strategy bureaucratic reform done by increasing resources executive officers, including the implementation of reward and punishment as well as improving the quality all elements of public services that accommodate the interests of society. Policy regional development strategy is closely related to resiliency. When created, the resilience of the region will support embody resilience national. In terms of achieving goals and national objectives, namely to create prosperity and national security, national defense is the driving force of national development that one of them through the bureaucratic reforms towards good governance). Keywords: System of Governance Reform, Pubic Service Good, Good Governance
I. Pendahuluan 1. Latar Belakang Birokrasi di Indonesia memiliki posisi dan peran yang strategi Birokrasi menguasai banyak aspek dari hajat hidup masyarakat, seperti urusan kelahiran, pernikahan, perizinan usaha sampai urusan kematian masyarakat tidak bisa menghindar dari birokrasi. Dalam kaitan dengan penyelenggara pemerintahan, khususnya sifat dan lingkup pekerjaannya, birokrasi menguasai aspek-aspek yang sangat luas dan strategis. Birokrasi menguasai akses-akses yang daya alam, anggaran, pegawai, proyek-proyek serta menguasai akses pengetahuan dan informasi yang tidak dimiliki pihak lain. Dengan posisi dan kemampuan besar yang dimilikinya tersebut, birokrasi bukan saja mempunyai akses yang kuat untuk membuat kebijakan yang tepat secara secara teknis, tetapi juga mendapat dukungan yang kuat dari masyarakat dan dunia usaha. Birokrasi dengan 1
Penulis adalah Mahasiswa Program Doktoral Fakultas Hukum Universitas Islam As-Syafiiyah
Jakarta.
68
aparaturnya juga memiliki berbagai kehalian teknis yang tidak dimiliki oleh pihakpihak non birokrasi, seperti dalam hal perencanaan pembangunan, pengelolaan infrastruktur, penyelenggaraan pendidikan, pengelolaan transportasi dan lain-lain. Birokrasi di Indonesia juga memegang pranan penting dalam perumusan, perumusan, pelaksanaan, dan pengawasan berbagai kebijakan publik, serta dlam evaluasi kinerjanya. Ditinjau dari aspek kebudayaan, aparatur birokrasi memiliki status sosial yang tinggi ditengah masyarakat. Status sosial tersebut merupakan asset kekuasaan, karena orang cenderung mau tunduk pada orang lain yang memiliki status sosial lebih tinggi. Dari gambaran di atas nyatalah, bahwa birokrasi di Indonesia memiliki peran yang cukup besar. Biasanya peran birokrasi tersebut akan turut menentukan keberhasilan
pemerintah
dalam
menjalankan
program
dan
kebijakan
pembangunan. Jika birokrasi buruk, upaya pembangunan akan dipastikan mengalami banyak hambatan. Sebaliknya jika birokrasi bekerja secara baik, maka program-program pembangunan akan berjalan lebih lancer. Pada tataran ini, birokrasi menjadi salah satu persyarat penting keberhasilan pembangunan. Dewasa ini menyelenggarakan pelayanan publik masih dihadapan pada kondisi yang belum sesuai denga kebutuhan dan perubahan di berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal tersebut bisa disebabkan oleh ketidaksiapan untuk menanggapi terjadinya transformasi nilai yang berdimensi luas serta dampak berbagai masalah pembangunan yang kompleks. Sementara itu, tatanan baru masyarakat Indonesia dihadapkan pada harapan dan tantangan globnal yang dipicu oleh kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, informasi, komunikasi, transportasi, investasi dan perdagangan. Di tengah posisinya yang cukup strategis, birokrasi di Indonesia sulit menghindar dari berbagai kritik yang hadir yaitu:2 1. Buruknya pelayanan publik 2
Surjadi, Pengembangan Kinerja Pelayanan Publik, (Bandung: Refika Aditama, 2009),
hlm.25.
69
2. Besarnya angka kebocoran anggaran negara 3. Rendahnya profesionalisme dan kompetensi PNS 4. Sulitnya pelaksanaan koordinasi antar instansi 5. Masih banyaknya tumpang tindih kewenangan antar instansi, aturan yang tidak sinergis dan tidak relevan dengan perkembangan aktual dan masalah-masalah lainnya. 6. Birokrasi juga dikenal enggan terhadap perubahan, eksklusif, kaku dan terlalu
dominan,
sehingga
hampir
seluruh
urusan
masyarakat
membutuhkan sentuhan-sentuhan birokrasi. 7. Tingginya biaya yang dibebankan untuk pengurusan hal tertentu baik yang berupa legal cost maupun illegal cost, waktu tunggu yang lama, banyaknya pintu layanan yang harus dilewati dan tidak berspektif pelanggan. Menyadari pentingnya sektor pelayanan publik sebagai salah satu indikator dalam melihat hubungan antara kepercayaan masyarakat terhadap aparat birokrasi dan lebih penting lagi terhadap pemerintah, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini. II. Rumusan Masalah Dalam penelitian ini pokok permasalahan yang dikaji adalah sebagai berikut : 1.
Bagaimana pelaksanaan percepatan reformasi birokrasi pemerintah yang dilakukan? Kendala apa saja yang dihadapi dalam proses percepatan reformasi birokrasi tersebut?
2.
BAgaimana strategi mewujudkan pelayanan public agar mampu mendukung tata kepemerintahan yang baik (good governance) pada birorakrasi pemerintah?
III. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah ditujukan untuk :
70
a. Mengetahui pelaksanaan percepatan reformasi birokrasi pemerintahan yang dilakukan dan kendala apa saja yang dihadapi dalam proses percepatan reformasi birokrasi pemerintahan. b. Mengetahui strategi mewujudkan pelayanan publik agar mampu mendukung tata kepemerintahan yang baik (good governance) pada birokrasi pemerintah. 2. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang dilakukan diharapkan dapat; a. Secara teoritis hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menunjang program percepatan reformasi birokrasi pemerintahan khususnya di bidang peningkatan kualitas pelayanan publik. b. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu kementrian
pemerintahan
untuk
meningkatkan
kinerjanya
dalam
mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance). IV. Metode Penelitian 1.
Jenis Penelitian Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah berdasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan mempelajari suatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan menganalisanya. 3 Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian tesis adalah metode yuridis normatif. Dalam penelitian ini bahan pustaka merupakan data dasar penelitian yang digolongkan sebagai data sekdunder.
2.
Sumber Data Adapun data yang diperlukan dalam penelitian tesis ini bersumber dari data sekunder yang meliputi: 1. Bahan hukum primer, yaitu berupa peraturan-peraturan terkait dengan permasalahan yang diteliti, diantaranya:
3
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986),h.43.
71
-
Undang-undang Dasar 1945.
-
TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi Nepotisme.
-
Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara yang Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
-
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik.
-
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
2. Bahan-bahan hukum sekunder, yang terdiri dari buku-buku, artikelartikel, koran, internet yang terkait dengan permasalahan yang diteliti. 3. Bahan-bahan hukum tertier, yakni bahan yang memberikan petunjukan maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Contohnya adanya kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif dan seterusnya yang berhubungan dengan penelitian ini. 3.
Analisis Data Analisis data merupakan penyusunan terhadap data yang telah diolah untuk mendapatkan suatu kesimpulan. Data atau bahan-bahan yang diperoleh dari penelitian akan disusun dan dianalisis dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Deskriptif kualitatif, artinya menggambarkan data yang terkumpul untuk menjawab permasalahan yang ada.
V. Kerangka Konseptual 1. Reformasi Birokrasi Reformasi birokrasi berdasarkan teori Max Weber adalah upaya-upaya strategis dalam menata kembmali birokrasi yang sedang berjalan sesuai prinsip-prinsip span of control, division of labor, line and staff, rule and regulation,andprofessional staff4. Reformasi birokrasi dalam sector public menurut Mark Schacter dalam papernya Public Sector Reform in Developing
4
Sedarmayanti. Op.Cit. h.58
72
Countries, mengatakan Public sector reform is about strengthening the way the public sector is managed. The public sector may over extended-atterting to do too much with few resources, it may be poorly organized, it decision making process may be irrational. Staff may be mismanaged accountability may be weak public program may be poorly design and public services poorly delivred. Public sector reform is the attempt to fix these problems”. Dari pendapat tersebut Schacter tersebut jelas bawa tujuan reformasi birokrasi antara lain adalah untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang muncul dalam penyelenggaraan pemerintahan khususnya sector publik. Sementara itu. Michael Dugget, Directur general IIAS mendefiniskan reformasi birokrasi sebagai proses yang dilakukan secara konsine untuk mendesain ulang birokrasi yang berada di lingkungan pemerintah dan partai politik sehingga dapat berdaya guna dan berhasil guna baik ditinjau dari segi hukum maupun politik5. Sekarang ini banyak sekali paradigm baru yang berkembang dalam sector publik terutama dalam penyelenggaraan Negara atau pemerintahan. Reformasi birokrasi dimakudkan dalam kerangka mewujudkan
penyelenggaraan
dan
pemerintahan
yang
baik
(good
governance) yang mempunyai tujuan utama memberikan pelayanan yang lebih baik/prima kepada masyarakat (excellent service for civil society). Reformasi birokrasi bisa dikatakan reforming on being reformed perjuangan untuk menegakan hukum dan konstitusi: a change for bettr in morals, habits, methods. Langkah-langkah pembaharuan sector publik (public sector reform) dalam upaya mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance) danpemerintahan yang bersih (clean government) sebagai wahana untuk mewujudkan masyarakat madani. Reformasi birokrasi dimasuksudkan agar birokrasi pemerintah selalu bisa menjalankan kerjanya dengan baik untuk melayani masyarakat sesuai
5
Ibid.
73
dengan prinsip-prinsip manajemen modern. Ini mengandungmaksud adanya proses atau rangkaian kegiatan dan tindakan yang sungguh-sungguh dan rasional, sehingga ada konsep dan sistem yang jelas berlangsug terus menerus secara berkelanjutan dalam enam pekerjaan meliputi evaluasi, penataan, penertiban, perbaikan, penyempurnaan, pembaharuan. Objeknya adalah pada semuasektor penyelenggaraan Negara bidang pemerintahan (kelembagaan, SDM, aparatur, ketatalaksanaan, akuntabilitas, pelayanan publik). Reformasi dalam bidang administrasi publik perlu diarahkan pada peningkatan professional birokrasi pemerintah dalam rangka meningkatkan pengabdian umum pengayoman dan pelayanan publik. Hal ini perlu ditopang dengan system karier dan prestasi kerja yang jujur dan adil. Termasuk dalam hal ini adalah upaya-upaya meningkatkan efisiensi, ekonomi dan daya saing usaha masyarakat/swata berdasarkan prinsip-prinsip reinventing Government Osborne dan gaebler, 1992). Birokrasi pemerintah harus pula memenuhi kriteria-kriteria akuntabilitas (accountability), transparansi (transparancy), keterbukaan (openness), dan aturan hukum (rule of law) 2. Pelayanan Publik Pelayanan public merupakan salah satu fungsi utama dalam penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi kewajiban aparatur pemerintah adalah menyelenggarakan pelayanan publik. Pelayanan publik pada dasarnya mencakup aspek kehidupan masyarakat luas. Dalam kehidupan bernegara, pemerintah memiliki fungsi melayani publik dalam bentuk mengatur masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan, kesejahteraan, dunia usaha (bisnis) dan sebagainya6. Pengertian umum pelayanan public menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : 63/KEP.M.PAN/7/2003 adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan 6
Adi Sujatno, Moral dan Etika Kepemimpinan, Merupakan Landasan Ke Arah Kepemimpinan Yang Baik (Good Goverment), (Jakarta, Team 4AS, 2007), H 9.
74
publik sebagai upaya pemenuhan penerima pelayanan ataupun pelaksanaan ketentuan perundang-undangan. Sedangkan menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. Pelayanan publik diartikan sebagai berikut: “Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga Negara dan penduduk atas barang, jasa dan/atau pelayanan administrtif yang disediakan oleh penyelenggara pelayana publik.” Hakikat pelayanan public adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Karena itu pengembangan kinerja pelayanan publik senantiasa menyangkut tiga unsur pokok pelayanan publik, yakni : unsur kelembagaan penyelenggaraan pelayanan, proses pelayanannya serta sumber daya manusia pemberi layanan. Dalam hubungan ini maka upaya peningkatan kinerja pelayanan publik senantiasa berkenaan dengan pengembangan tiga unsur pokok tersebut7. Pelayanan publik (public services) umumnya dipahami sebagai tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam memenuhi tujuan pembentukannya, yakni mewujudkan kehidupan masyarakat yang tertib dan maju, agar setiap orang secara nyaman dan wajar. Pelayanan publik yang efektif mensyaratkan responsitivitas dan akuntabilitas yang tinggi dari pemerintah8. Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat pemerintah selalu diharapkan dapat melakukannya secara maksimal, dan pelayanan publik yang demikian itu umumnya diistilah sebagai pelayanan prima. Dalam banyak pustakan, pelayanan prima digambarkan sebagai pelayanan yang prosedurnya tidak berbelit-belit, dengan biaya murah dan waktu yang singkat. Berbagai ukuran yang diberikan untuk menilai kualitas pelayanan publik memiliki satu 7 8
Surjadi. Op.cit.h.9 Ibid.
75
kesamaan, yakni bahwa pemberian pelayanan publik merupakan salah satu fungsi birokrasi. Oleh karena itu, semakin besar harapan akan danya pelayanan publik yang baik, juga sekaligus berarti adanya tuntutan agar birokrasi juga dapat berfungsi dengan baik.9Sendi pelayanan prima, dikembangkan menjadi 14 (empat belas) unsur yang relevan, valid dan reliabel, sebagai unsur minimal yang harus ada untuk dasar pengukuran indeks kepuasan masyarakat adalah sebagai berikut:10 a. Prosedur pelayanan: kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan. b. Prasyarat pelayanan: prasyarat teknis dan administratif yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengna jenis pelayanan. c. Kejelasan petugas pelayanan: keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan
pelayanan
(nama,
jabatan
serta
kewenangan
dan
tanggungjawabnya). d. Kedisiplinan petugas pelayanan: kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku. e. Tanggung jawab petugas pelayanan: kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan. f. Kemampuan petugas pelayanan: tingkat keahlian dan keterampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan/menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat. g. Kecepatan pelayanan: target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan. h. Keadilan mendapatkan pelayanan: pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani. 9
Endang Sutrisno, Bunga Rampai Hukum dan Globalisasi, (Yogyakarta: Genta Press, 2007),
hlm.35. 10
SK. Menpan Nomor 63 Tahun 2003, dan UU No. 25/2009, Pasal 21
76
i. Kesopanan dan keramahan petugas: sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara spontan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati. j. Kewajaran
biaya
pelayanan:
keterjangkauan
masyarakat
terhadap
besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan. k. Kepastian biaya pelayanan: kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan. l. Kepastian jadwal pelayanan: pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. m. Kenyamanan lingkungan: kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan. n. Kenyamanan pelayanan: terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap risikorisiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan. 3.
Good Governance Pemerintah atau government dalam bahasa Inggris diartikan sebagai: “the authoritative direction and administration of the affairs of men/women in nation, state, city, etc.” Atau dalam bahasa Indonesia berarti: “pengarahan dan administrasi yang berwenang atas kegiatan orang-orang dalam sebuah negara, negara bagian, atau kota dan sebagainya.” Sedangkan istilah “kepemerintahan” atau dalam bahasa Inggris: “governance” yaitu: “the act, fact, manner of governing,” berarti: “tindakan, fakta, pola, dan kegiatan atau penyelenggaraan pemerintahan.” Dengan demikian “governance” adalah suatu kegiatan (proses), sebagaimana dikemukakan oleh Kooiman bahwa governance lebih merupakan:11
11
Sedamaryanti, Op.Cit, h.263.
77
“…serangkaian proses interaksi sosial/politik antara pemerintahan dengan masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan intervensi pemerintah atas kepentingan-kepentingan tersebut.” Istilah “governance” tidak hanya berarti kepemerintahan sebagai suatu kegiatan, tetapi juga mengandung arti pengurusan, pengelolaan, pengarahan, pembinaan penyelenggaraan dan bisa juga diartikan pemerintahan. Oleh karena itu tidak mengherankan apabila terdapat istilah public governance, private governance, dan lain-lain. Governance sebagai terjemahan dari pemerintahan, kemudian berkembang dan menjadi populer dengan sebutan kepemerintahan, sedangkan praktek terbaiknya disebut kepemerintahan yang baik (good governance). Padanan kata governance dalam bahasa Indonesia adalah penafsiran, yang berarti: pemerintahan, pengelolaan.12 Dasar kata penabdiran adalah tadbir, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996) berarti: perihal mengurus atau mengatur (memimpin, mengelola); pemerintahan; administrasi. Penadbir berarti: pengurus; pengelola. Kata government, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai pemerintah, dengan demikian sama maknanya dengan penadbir.Governance merupakan terminologi yang digunakan menggantikan istilah government, menunjukkan penggunaan otoritas politik, ekonomi, dan administrasi dalam mengelola masalah kenegaraan. Istilah ini secara khusus menggambarkan perubahan peranan pemerintah dari pemberi pelayanan kepada fasilitator, dan perubahan kepemilikan dari milik negera menjadi milik rakyat. Pusat perhatian utama governance adalah perbaikan kinerja atau tidak diimplimentasikan. Governancedapat digunakan dalam beberapa konteks seperti corporate governance, international governance,
national governance, dan
local
governance. Good governance dipandang sebagai paradigma baru dan menjadi ciri yang perlu ada dalam sistem administrasi publik, Secara umum, governance diartikan sebagai kualitas hubungan antara pemerintah dan masyarakat yang
12
Ibid, h.261.
78
dilayani dan dilindunginya. Governance mencakup 3 (tiga) domain yaitu state (negara/pemerintahan), private sectors (sektor swasta/dunia usaha), dan society (masyarakat).13 OECD dan World Bank mengartikan good governance sebagai penyelenggaraan manejemen pembangunan solid yang bertanggung jawab yang sejalan dengan demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah satu dana investasi yang langka, dan pencegahan korupsi secara politik dan administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan kerangka kerja politik dan hukum bagi tumbuhnya aktivitas kewiraswastaan14. Syahrial Syarbaini15 memberikan batasan pengertihan tentang good governance, yakni sebagai berikut: good governance dapat
bermakna
sebagai
kinerja
suatu
lembaga
yang
mengarahkan,
mengendalikan atau mempengaruhi masalah publik. Selanjutnya dikatakan, keberhasilan pembangunan ekonomi adalah daya saing melalui efisiensi pelayanan, mutu dan kepastian kebijakan publik. Dalam menghadapi tantangan tersebut salah satu prasyarat yang harus dikembangkan adalah good governance, yaitu tata kepemimpinan atau tata kepemerintahan yang baik Didin Damanhuri16 menyatakan bahwa ciri-ciri “tata kelola yang baik” (good governance) adalah adanya: transparansi, akuntabilitas publik, supremasi hukum, partisipasi masyarakat, efisiensi dan efektifitas, peduli stakeholder, kesetaraan, berorientasi konsensus dan bervisi strategis. Sedangkan Zudan Arif Fakrullah,17 menyatakan secara umum ada beberapa karakteristik dan nilai yang melekat dalam praktik governance, Pertama, praktik governance yang baik harus memberi ruang kepada aktor lembaga nonpemerintah untuk berperan secara optimal dalam kegiatan pemerintahan sehingga memungkinkan adanya sinergi diantara aktor dan lembaga pemerintah dengan 13
Sedarmayanti, Op. Cit, h.270. Ibid, h.273. 15 Syahrial Syarbaini, Pokok-Pokok Pendidikan Kewarganegaraan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h.315. 16 Didin Damanhuri, Op. Cit. h.136. 17 Zudan Arif Fakrullah, Op.Cit, h.30. 14
79
non-pemerintah seperti masyarakat sipil dan mekanisme pasar, Kedua, dalam praktik governance yang baik terkandung nilai-nilai yang membuat pemerintah dapat lebih efektif bekerja untuk mewujudkan kesejahteraan bersama. Nilai-nilai seperti efisiensi, keadilan, dan daya tanggap menjadi nilai yang penting. Ketiga, praktik governance yang baik adalah praktik pemerintahan yang bersih dan bebas dari praktik KKN dan berorientasi pada kepentingan publik. Karena itu, praktik pemerintahan dinilai baik jika mampu mewujudkan transparansi, penegakan hukum dan akuntalibitas publik. Manajemen pemerintahan tidak lagi berorientasi pada aspek pemerintahan (government) akan tetapi beralih kepada aspek tata pemerintahan (governance). Perubahan aspek ini menandatakan bahwa orientasi kekuasaan tidak lagi berpusat pada penguasa yang mengemudikan pemerintahan itu, melainkan pada proses dimana rakyat memegang peran utamanya.18 VI. Pembahasan Sejak tahun 1990-an reformasi publik telah dimulai di negara-negara maju, karena masyarakat menginginkan peningkatan kualitas pelayanan publik mereka terima.19 Pelayanan publik sebagai kewajiban aparatur pemerintah disadari adanya suatu perubahan yang terjadi di bidang sosial-kultur dan politik yang kemudian berdampak pada pergeseran paradigma, public menuju pada suatu model yang lebih partisipatif dan berstruktur social, berujung pada pelayanan yang berkeadilan, transparan ada kepastian dan terjangkau. Suatu model yang lebih responsive yang dapat memenuhi tuntutan-tuntutan dan kebutuhan-kebutuhan sosial yang sangat mendesak dan terhadap masalahmasalah keadilan social. Paradigma baru administrasi Negara tersebut, menyebabkan pola hubungan atara Negara dengan masyarakat yang lebih menekankan kepada kepentingan masyarakat terlebih lagi dalam era globalisasi. Sehingga Negara dituntut untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan lebih baik dan lebih demokratis. 18
Sedamaryanti, Op.cit, h.263. Ibid, h.28.
19
80
Di Indonesia sendiri, upaya perbaikan pelayanan pemerintah kepada masyarakat sebenarnya telah dilaksanakan sejak tahun 1980-an, antara lain melalui Inpres nomor 5 tahun 1984 tentang Pedoman Penyederhanaan dan Pengendalian Perijinan di Bidang Usaha. Upaya tersebut dilanjutkan dengan Surat Keputusan menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81 Tahun 1993 tentang Pedoman Tatalaksana PElayanan Umum. Kemudian untuk lebih mendorong komitmen apparatus pemerintah terhadap peningkatan mutu pelayanan, maka telah diterbitkan pula Inpres No. 1 Tahun 1995 tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah kepada Masyarakat. Tuntutan reformasi di Indonesia yang bergulir sejak tahun 1997- yang diawali oleh krisis ekonomi, kemudian berimbas ke krisis politik dan akhirnya mengakibatkan krisis social-telah mendorong pemerintah melihat kembali arti pentingnya mutu pelayanan public serta pentingnya melakukan perbaikannya. Sehingga
tahuin
2003
telah
diterbitkan
Keputusan
Nomor
63/KEP/M.PAN/7/2003/ tentang Pedomana Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Perkembangan selanjutnya telah diundangkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik sebagai bingkai atau Umbrellaact, yang menaungi segala peraturan dan regulasi pelayanan publik menandaskan bahwa terhadap semua peraturan perundangundangan yang berlaku yang terkait denga pelayanan publik harus sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik.20
20
Lebih lanjut, tuntutan perbaikan mutu pelayanan pemerintah tidak ditunjukan untuk melayani kebutuhan masyarakat semata, tetapi juga dapat memberikan iklim kondusif bagi dunia usaha nasional dan dapat meningkatkan daya tarik arus investasi dari luar negeri dalam bentuk penanaman modal (PMA/PMDN) denga faktor kemudahan birokrasi. Seiring dengan desentralisasi otonomi dan tuntutan meujudkan good Govermance. Penyelenggaraan pelayanan public yang aksestable dan tepat sasaran mutlak perlu dilakukan.
81
Pada masa rezim orde baru dengan potensi kekuasaan yang begitu besar, seringkali birokrasi terlibat hubungan “Klientelistik” dengan kelompokkelompok kepentingan (korporasi) yang saling menguntungkan. Para birokrat dalam masing-masing lembaga pemerintah memberikan kemudahan-kemudahan kepada anggota kelompok-kelompok kepentingan itu dan sebaliknya kelompokkelompok kepentingan itu memberikan dukungannya terhadap program yang dijalankan oleh birokrasi.21 Sudah barang tentu, bahwa kekuasaan atas orang seringkali merupakan sarana untuk memperoleh kekuasan atas hasil (outcome) penguasan itu22. Rendahnya kualitas pelayanan publik yang ditampilkan oleh penyelenggara pemerintah baik di pusat maupun di daerah, tidak jarang bergesekan atau bahkan bertentangan dengan iklim dan kondisi ideal pelayanan publik yang diharapkan. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti budaya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) aparatur pemerintahan manajemen pelayanan publik yang kurang tepat, lemahnya fungsi control, hingga permasalahan klasik keterbatasan dana, sarana dan prasarana pelayanan. Akibatnya image negative pelayanan publik dari masyarakat tidak lagi terbendung, hingga mengindentikkan pelayanan publik dengan prosedur birokrasi yang berbelit-belit, biaya yang tinggi dan waktu proses pelayanan yang panjang. Rendahnya akuntabilitas birokrasi publik diyakini sebagai salah satu penyebab marak terjadinya tindak pidanan korupsi pada penyelenggaraan pelayanan publik.23 Hal ini dapat dilihat dari laporan Transparancy Internasional (TI) sejak satu decade terakhir (1998-2008) Indonesia selalu menempati peringkat terkorup di dunia. Tahun 1998 (peringkat 6 terkorup dari 85 negara), Tahun 1999 (peringkat 3 terkorup dari 98 negara), Tahun 2000 (peringkat 5 terkorup dari 95 21
Mohtar Mas’oed & Colin MacAndres, Perbandingan Sistem Publik Cet. XVI (Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.2001) h. 103 22 Ibidh.81. 23 Wahyudi Kumorotomo, Akuntabilitas Birokrasi Publik (Yogyakarta Pustaka Pelajar 2005) h.v
82
negara), Tahun 2001 (peringkat 4 terkorup dari 91 negara), Tahun 2002 (peringkat 6 terkorup dari 102 negara) Tahun 2003 (peringkat 6 terkorup dari 133 negara), Tahun 2004 (peringkat 5 terkorup dari 146 negara), Tahun 2005 (peringkat 5 terkorup dari 158 negara), Tahun 2006 (peringkat 7 terkorup dari 163 negara), Tahun 2007 (peringkat 10 terkorup dari 179 negara), Tahun 2008 (peringkat 15 terkorup dari 180 negara)24, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada tahun 2009 mencapai 2.8 atau naik dari 2.6 pada tahun 2008, merupakan gambaran buruknya pelayanan publik25. Dalam kaitannya dengan banyaknya permasalahan penyimpangan pelayanan public ini, perlu disampaikan bahwa ombudsman Republik Indonesia melaporkan pada tahun 2008 menerima 1.244 laporan dari masyarakat maupun hasil investigasi inisiatif ombudsman, laporan masyarakat yang dirikirm lewat surat ada 523 buah, laporan langsung 461 buah, telepon 219 buah, internet 30 buah dan inisiatif Ombudsman 11 buah. Isi laporan yang disampaikan masyarakat meliputi banyak hal, paling banyak terkait dengan penundaan berlarut (41,62 prosen). Soal-soal lain yang dilaporkan meliputi tindakan sewenang-wenang (18,99 prosesn). Tidak menangani (12,93 prosesn) bertindak tidak adil (11,72 prosesn), penyimpangan prosedur (11.52 prosen), permintaan imbalan uang atau korupsi (7,27 prosen) tidak kompeten (6,06 prosen), melalaikan kewajiban (5,86 prosen), bertindak tidak layak (4,44 prosen) dan penyalahgunaan wewenang (2,42 prosen). Lainnya soal keberpihakan nyata, persengkokolan dan sebagainya26. Untuk menciptakan penyelenggaraan pelayanan publik yang sesuai dengan koridor tata kelola pemerintahan yang baik (good govermance), maka diperlukan peningkatan kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik yang dilakukan oleh
24
http.//www.hupelita.com http.//bataviase.co.id 26 http//www.ombudsman.go.id 25
83
lembaga pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan public baik di pusat maupun didaerah. Atas dasar hal-hal tersebut diatas, agenda aksi reformasi pemerintahan dalam rangka mewujudkan kepemrintahan yang baik (good govermance)
perlu
diarahkan kepada beberapa pokok, seperti perubahan sistem politik kearah sistem politik yang demokratis, partisipasif dan egalitarian. Reformasi dalam bidang adminitrasi publik perlu diarahkan pada peningkatan profesionalsme birokrasi pemerintah dalam rangka meningkatkan pengabdian umum, pengayoman dan pelayanan publik. Hal ini perlu ditopang dengan system karier dan prestasi kerja yang jujur dan adil. Termasuk dalam hal ini adalah upaya-upaya meningkatkan efisiensim, ekonomi, dayasaing usaha masyarakat/swasta berdasarkan prinsipprinsip reinventing government. Birokrasi pemerintah harus pula memenuhi kritria-kriteria
akuntabilitas
(accountablity),
transparansi
(transparency),
keterbukaan (openness), dan aturan hukum (rule of law). Reformasipemerintahan yang juga penting adalah perubahan dari pola sentralisasi ke desentralisasi bukan dalam rangka separatism atau federalism karena tidak sesuai dengan semangat berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tetapi reformasi ini adalah dengan memberikjan otonom yang seluasluasnya kepada daerah-daerah. Agenda aksi reformasi lain yang juga stragegis adalah menciptakan pemerintahan yang bersih (clean goverment) yang terdiri dari tiga pokok agenda, yaitu: - Mewujudkan pemerintahan yang bersih daripraktek-praktek korupsi, kolusi, kronisme dan nepotisme (KKKN) UU No. 28/1999. - Disiplin penerimaan dan penggunaan uang/dana rakyat, agar tidak lagi mengutamakan pola deficitfounding dan menghapuskan sama sekali adanya dana public non bugeter, dan - Penguatan system pengawasan dan akuntabilitas publik aparatur Negara, baik yang dilakukan secara fungsional oleh perangkat pengawasan internal dan
84
BPKP, maupun oleh BPKdan DPR/DPRD serta peran serta aktif masyarakat madani dalam mengawasi praktek pemerintahan. VII.Kesimpulan dan Saran Kesimpulan dalam penelitian disertasi ini dapat disampaikan sebagai berikut. 1. Antara pelayanan publik yang prima pada suatu birokasi terkait dengan upaya mewujudkan tata kepemerintahan yang baik(Good Govemance). Sehingga dapat mendukung pembangunan nasional. Strategi percepatan reformasi birokasi dilakukan dengan cara peningkatan sumber daya petugas pelaksana termasuk penerapan reward and punishment serta peningkatan kualitas(seluruh unsur pelayanan publik yang mengakomodasi kepentingan masyarakat. Kebijakan strategi pembangunan daerah sangat terkait erat dengan ketahanan wilayah. Ketika tercipta ketahanan wilayah maka akan mendukung mewujudkan ketahanan nasional. Dalam hal pencapaian cita-cita dan tujuan nasional, yakni untuk menciptakan kesejahteraan dan keamanan nasional, maka ketahanan nasional merupakan pendorong pembangunan nasional yang salah satunya melalui reformasi birokasi menuju tata pemerintahan yang baik(Good Govermance). 2. Strategi peningkatan kualitas pelayanan publik; pertama adalah melakukan pengembangan kelembagaan organisasi pemerintah. Kedua adalah melalui perubahan sikap dan karakter para pelaku birokasi sebagai identitas baru apartur pemerintah, dan ketiga adalah meredesain proses pelaksanaan kewajiban pemerintah yaitu dengan strategi pelaksanaan pelayanan. Good Govermance dalam birokasi pemerintahan menuntut adanya suatu kualitas hubungan antara pemerintah dengan masyarakat yang dilayani, melalui keterlibatan stakeholders terhadap berbagai kegiatan perekomonian, sosial politik, dan pemanfaatan beragam sumber daya seperti sumber daya alam, keuangan, dan manusia bagi kepentingan rakyat yang dilaksanakan dengan menganut keatas keadilan, pemerataan, persamaan, efesiensi, transparansi, akuntabilitas. 85
Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan saran: 1. Diperlukan pula sosialisasi pelaksanaan reformasi birokasi kepada seluruh aparatur pemerintahan dengan melibatkan pihak-pihak terkait dalam hal ini masyarakat/pelaku usaha guna menunjang percepatan reformasi birokasi. Dengan adanya sosialisasi ini akan didapatkan cara pandang yang lebih kondusip bagi terciptanya tata pemerintahan yang lebih baik(good govermace) dalam setiap sektor pelayanan publik pemerintahan. 2. Model pelayanan satu atap dalam pelayanan publik merupakan langkah yang mendesak dan sangat tepat sebagai strategi percepatan reformasi birokasi.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Agus Fanar Syukri, Tinjauan Sosio Teknologi Atas Penerapan Standar Pelayanan Publik Di Kabupaten Jembrana Bali, dalam Jurnal Standarisasi Vo.9 Tahun 2007. Alatas, Syed Hussein, Korupsi: Sifat, Sebab dan Fungsi, Jakarta: LP3ES, 1987. Budi Winarno, Globalisasi dan Krisis Demokrasi, Yogyakarta: MedPress, 2007. VIII.
Soedarso, Korupsi di Indonesia, Jakarta; Bhratara Karya Aksara, 1969.
Chaerudin et all, Tindak Pidana Korupsi: Strategi Pencegahan & Penegakan Hukum, Bandung: Refika Aditama, 2008. Didin S. Damanhuri. Indonesia: Negara, Civil Society dan Pasar Dalam Kemelut Globalisasi, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2009. Held, David et al, Global Transformastions: Politics, Economic, and Culture, California: Stanford University Press, 1999. Hermien Hadiati Koeswadji, “Korupsi Di Indonesia, Dari Delik Jabatan ke Tindak Pidana Korupsi”, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1994.
86
Heywood, Paul, Political Corruption: Problem and Perspectives, dalam Political Studies, Vol.45, No.3, Edisi Khusus, 1997. Girling, John, Corruption, Capitalism, and Democracy, London: Routledge, 1997. MacAndrews, Colin & Ichlasul Amal, Hubungan Pusat Daerah Dalam Pembangunan, Jakarta: Rajawali, 1993. Mohtar Mas’oed Colin MacAndrews, Perbandingan Sistem Politik, Cet.XVI, Yogyakarta: Gadjah Mada University, 2001. Morgan Amanda L, Corruption: Causes, Consequences, and Policy Implications (A Theoritical Review), World Bank Working Paper, October 1998. Muhammad Chatib Basri, “Indonesia: The Political Economy of Policy Reform,” in Arief Budiman, Barbara Hatley and Damien Kingsbury (eds), Reformasi: Crisis and Change in Indonesia, Clayton: Monash Asia Institute.1999. Pokja Ketahanan Nasional, Bidang Studi / Materi Pokok Ketahanan Nasional Modul 3 Sub. B.S, Konsepsi dan Tolok Ukur Ketahanan Nasional. Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia, 2010. Pope, Jeremy, Strategi Memberantas Korupsi: Element Sistem Integritas Nasional, Edisi I, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2003. Samsul Wahidin, Pokok-Pokok Pendidikan Kewarganegaraan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010. Shleifer, Andrei dan Robert W. Vishny, “Corruption”, Quaterly of Journal Economy”, Vol CVIII, August 1993, MIT Press, Cambridge, Massachusetts. Wahyudi Kumorotomo, Akuntabilitas Birokrasi Publik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. Weiss, John. Economic Policy in Developing Countries: The Reform Agenda, New York: Prentice Hall, 1995. Welch, Eric and Wilson Wong, “Public Administration in a Global Context: Bridging the Gaps of Theory and Practice Between Western and Non Western Nations,” Public Administration Review Vol. 58, No. 1 (January/February), 1998. W.J.S. Poerwadarminta, “Kamus Umum Bahasa Indonesia”, Jakarta: PN Balai Pustaka, 1976.
87
World Bank, Helping Countries Combat Corruption: The Role of the World Bank, Provery and Economic Management Network of the World Bank, September 1997.
Jurnal, Makalah, Internet dll. Asia Survey Vol. XX, No.2, Tahun 1980. Bappenas, 2004, Rancangan Rencana Pembangunan Nasional Transisi. Endang Larasati, Regulasi Pelayanan Publik: Praktek dan Penyelenggaraannya, httup://larasati. Community.undip.ac.id. Diakses tanggal 28 April 2011. Glendoh,”Kejahatan Korupsi”, www.petra.ac.id/english/science/social/korup.html. Diakses tanggal 28 April 2011. Integritas Sektor Publik Tahun 2007, KPK Direktorat Penelitian dan Pengembangan. Integritas Sektor Publik Tahan 2007, KPK Direktorat Penelitian dan Pengembangan. Diakses tanggal 28 April 2011. Indriyanto Seno Adji, “Menuju UU Tindak Pidana Korupsi yang Efektif”, Kompas Online, www.kompas.com/9709/25/Opini. Diakses tanggal 28 April 2011. http://www.ombudsman.go.id. Diakses tanggal 28 April 2011. http://www.komisihukum.go.id. Diakses tanggal 28 April 2011. http://www.hupelita.com. Diakses tanggal 28 April 2011. http://www.bataviase.co.id. Diakses tanggal 28 April 2011. http://id.wikipedia.org. Diakses tanggal 28 April 2011. http://www.antikorupsi.org/docs. Diakses tanggal 28 April 2011.
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia, Undang-undang Dasar 1945 Republik Indonesia, TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
88
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara yang Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik.
89