_____________________________________________________________________
LAPORAN TAHUN 2007
Reformasi Regulasi Persaingan Usaha
KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA REPUBLIK INDONESIA
Halaman
1
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________
Halaman
2
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________
BAB
1 PENDAHULUAN 1.1
LATAR
BELAKANG
Reformasi Regulasi dalam prakteknya merupakan sebuah tantangan yang harus dijawab dengan tindakan nyata yang melibatkan berbagai pihak. Dalam hal ini, komitmen Pemerintah dituntut dalam peranannya sebagai Regulator. Sejalan dengan hal tersebut, KPPU terus mendorong Pemerintah untuk secara aktif mengembangkan reformasi regulasi terutama dalam mengeluarkan kebijakankebijakan yang langsung dapat mempengaruhi iklim usaha.
Selain itu, reformasi regulasi juga diharapkan dapat menjadi suatu titik cerah dalam menciptakan kepastian dalam melakukan usaha yang sehat, dimana hal ini akan berdampak langsung terhadap pengembangan di bidang ekonomi agar dapat memberikan manfaat setinggi-tingginya bagi rakyat Indonesia, yang dilandasi oleh nilai-nilai positif persaingan usaha yang sehat.
Istilah persaingan usaha yang sehat kini terasa semakin berkembang di tanah air. Tidak hanya bagi kalangan ahli hukum dan akademisi melainkan juga di kalangan masyarakat, perlahan tetapi pasti mulai memahami dan menyadari tujuan dan manfaat dari kelahiran UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Seperti yang telah diamanatkan undang-undang bahwa Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mempunyai tugas untuk mengawasi dunia usaha di Indonesia guna menciptakan suatu iklim usaha yang sehat, dimana KPPU
Halaman
3
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ mempunyai tugas dan tanggung jawab yang spesifik sebagai ujung tombak perencanaan dan pelaksanaan penegakan hukum persaingan usaha.
Sepanjang tahun 2007, KPPU telah melaksanakan sejumlah program kerjanya dengan para anggota KPPU yang baru. Anggota KPPU yang bertugas untuk periode 2006–2011 terdiri dari empat anggota KPPU periode sebelumnya dan sembilan anggota yang dipilih melalui proses seleksi. Ketiga belas anggota KPPU tersebut telah ditugaskan menjalankan kewajibannya sesuai dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 59/P Tahun 2006 tanggal 12 Desember 2006 yang dituangkan dalam bentuk laporan tahunan.
Laporan tahun 2007 difokuskan pada Reformasi Regulasi atau Regulatory Reform yang merupakan tema besar dalam pelaksanaan kegiatan KPPU. Reformasi regulasi dapat didefinisikan sebagai perubahan–perubahan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas regulasi dalam rangka perbaikan kinerja ekonomi, efektifitas biaya, serta administrasi pemerintahan.
Bentuk reformasi dapat berupa revisi dan penataan ulang kerangka regulasi serta perbaikan proses yang mempertimbangkan 3 (tiga) kunci penggerak utama dalam reformasi regulasi, yaitu kebijakan pemerintah sebagai regulator, kebijakan persaingan, dan kebijakan keterbukaan pasar.
Esensi reformasi regulasi adalah: •
Peningkatan kualitas regulasi melalui peningkatan kinerja, efektifitas biaya, kualitas regulasi, serta berbagai ketentuan formal lainnya.
•
Reformasi berarti revisi, penghapusan, atau pembentukan tatanan regulasi berikut institusinya.
•
Reformasi juga termasuk perbaikan kualitas penyusunan dan pembuatan kebijakan atau regulasi serta manajemen reformasi regulasi.
•
Deregulasi merupakan bagian dari reformasi regulasi, yang berarti penghapusan sebagian dari perangkat regulasi untuk suatu sektor untuk meningkatkan kinerja perekonomian.
Halaman
4
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Instrumen penting dalam reformasi regulasi terdiri atas: •
Deregulasi dan Privatisasi oleh Pemerintah (tingkat pusat dan daerah) untuk memaksimalkan efisiensi, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dari berbagai regulasi.
•
Kebijakan Persaingan yang mencakup regulasi atau kebijakan perdagangan, industri, perpajakan, dan lain sebagainya dengan melibatkan pemerintah (departemen teknis terkait), regulator, serta otoritas pemerintah daerah.
•
Hukum Persaingan Usaha yaitu UU No. 5/1999, dengan KPPU sebagai lembaga pengemban amanat undang-undang tersebut. Hukum persaingan usaha yang efektif diperlukan untuk menjamin terciptanya iklim persaingan usaha sehat.
Dalam bidang kebijakan persaingan, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam reformasi regulasi, diantaranya: •
Kebijakan persaingan dapat mendorong efisiensi dan mengeleminimasi aspekaspek yang menyebabkan hambatan persaingan.
•
Tujuan dari kebijakan persaingan usaha yang terkait dan tidak terkait diharapkan dapat melindungi proses persaingan usaha yang terjadi dan dapat meningkatkan efisiensi ekonomi.
•
Kebijakan persaingan usaha dapat dijadikan sebuah mandat dalam melakukan advokasi untuk menginternalisasikan nilai-nilai persaingan dan meningkatkan efisiensi ekonomi, juga dapat meningkatkan kesadaran akan manfaat dari persaingan.
•
Kebijakan persaingan dapat menciptakan iklim usaha yang sehat antara perusahaan yang dimiliki swasta maupun pemerintah.
Berbagai indikator dan survei mengenai tingkat kondusifitas usaha serta hambatan birokrasi dalam hal perizinan semakin memperkuat dugaan bahwa dampak positif yang diharapkan muncul dari reformasi regulasi belum terasa di masyarakat. Bahkan pasca otonomi daerah, pengaturan regulasi serta retribusi di daerah dirasakan semakin memberatkan pelaku usaha dan masyarakat. Pada tingkat internasional, indikator global competitiveness index dan business competitiveness index Indonesia tahun 2006 juga mengindikasikan bahwa iklim untuk berusaha di Indonesia masih kurang kondusif. Posisi Indonesia ditinjau dari dua indikator dunia
Halaman
5
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ usaha tersebut masih jauh tertinggal apabila dibandingkan dengan sesama negara ASEAN lain seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand. Sejalan dengan hal tersebut, masih ditemukan banyaknya sumber kebijakan Pemerintah yang belum sejalan dengan Undang-undang persaingan usaha tersebut antara lain karena kebijakan Pemerintah yang tidak didukung oleh peraturan perundang-undangan yang jelas atau kebijakan yang belum selaras dengan semangat UU No. 5/1999.
Dari pengamatan KPPU selama ini, kebijakan yang tidak selaras dengan UU No. 5/1999 dikategorikan ke dalam tiga kelompok. Pertama, kelompok kebijakan yang memberikan ruang lebih besar kepada pelaku usaha yang memiliki posisi dominan atau pelaku usaha tertentu. Kebijakan Pemerintah tersebut cenderung menciptakan entry
barrier
bagi
pelaku
usaha
pesaingnya.
Akibatnya
muncul
perilaku
penyalahgunaan posisi dominan oleh pelaku usaha tersebut.
Kelompok kedua adalah kebijakan pemerintah yang memfasilitasi munculnya perjanjian antara pelaku usaha yang secara eksplisit bertentangan dengan UU No. 5/1999. Akibat dari munculnya perjanjian seperti itu, maka muncul perilaku anti persaingan dari pelaku usaha seperti menciptakan entry barrier dan pembatasanpembatasan kepada mitra yang melakukan perjanjian.
Kelompok ketiga adalah kebijakan yang merupakan bentuk intervensi Pemerintah terhadap mekanisme pasar yang berjalan. Hal ini antara lain muncul dalam bentuk tata niaga atau regulasi yang membatasi jumlah pemain yang terlibat. Dilihat dari aspek persaingan, hal ini merupakan kemunduran, karena mencegah bekerjanya mekanisme pasar di sektor tersebut yang dapat memberikan banyak manfaat bagi masyarakat.
Pasar yang dibebaskan bersaing secara sehat dipercaya dapat memberikan banyak keuntungan dan peran Pemerintah diperlukan untuk mewujudkannya. Pada kasus tertentu, persaingan dapat berhasil dengan baik apabila Pemerintah tidak mengintervensi, apalagi bila intervensi yang terjadi cenderung menguntungkan segelintir pelaku usaha yang meraup keuntungan besar. Ironisnya, terkadang permasalahan dalam industri tersebut bersumber dari hal-hal di luar persoalan ekonomi, seperti penyelundupan. Sayangnya solusi yang diambil malah merusak
Halaman
6
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ tatanan yang sudah berjalan dengan baik dan sesuai dengan mekanisme persaingan, contohnya adalah penanganan kebijakan industri gula. Kedepan, diharapkan melalui mekanisme reformasi regulasi yang sedang digulirkan saat ini akan menciptakan iklim perekonomian nasional yang lebih efisen dengan tujuan akhir adalah kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. 1.2
PENEGAKAN
PERSAINGAN
HUKUM
DALAM
DAN
KEBIJAKAN
KERANGKA
REFORMASI
REGULASI
Pembangunan ekonomi pada pembangunan jangka panjang pertama telah menghasilkan
banyak
kemajuan
di
berbagai
bidang
yang
meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Telah banyak kemajuan yang dicapai dalam pembangunan ekonomi pada pembangunan jangka panjang pertama, namun menyisakan tantangan dan persoalan dalam sistem perekonomian nasional yang tidak lagi sesuai dengan kecenderungan globalisasi perekonomian serta dinamika dan perkembangan usaha di dalam negeri, terlebih bangsa Indonesia mengalami krisis multi dimensi pada akhir era tahun 1990 yang telah memporakporandakan tatanan kehidupan yang telah dibangun dalam jangka waktu yang tidak sebentar.
Keinginan rakyat untuk keluar dari krisis ekonomi didukung dengan adanya reformasi dalam hukum, dimana salah satu upayanya adalah menata kembali regulasi dalam melakukan kegiatan usaha di Indonesia agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik yang terhindar dari pemusatan kekuatan ekonomi pada perorangan atau kelompok tertentu.
Cita-cita besar untuk dapat mewujudkan terciptanya persaingan usaha yang sehat diharapkan akan memberikan daya tarik kepada para investor baik dalam maupun luar negeri untuk berinvestasi, dengan adanya investasi yang masuk ke Indonesia tentunya akan menciptakan jutaan lapangan pekerjaan baru yang tentunya menjadi angin segar untuk mengurangi jumlah pengangguran yang angkanya cenderung meningkat. Dengan banyaknya pelaku usaha yang berinvestasi tentunya juga akan meningkatkan baik jumlah maupun pilihan terhadap barang dan atau jasa yang
Halaman
7
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ tersedia di pasar dan masyarakat akan memiliki lebih banyak pilihan terhadap barang dan atau jasa dengan kualitas dan harga yang bersaing. Untuk menuju kepada terciptanya iklim usaha yang sehat, tentunya bukanlah pekerjaan yang bisa diselesaikan dalam hitungan hari, oleh karena itu dibutuhkan komitmen yang kuat dari segenap lapisan masyarakat, termasuk pelaku usaha dan pemerintah. Adanya jaminan kepastian hukum merupakan salah satu penunjang dalam mencegah praktek-praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat sehingga tercipta efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha yang akan meningkatan
efisiensi
nasional
sebagai
salah
satu
upaya
meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
KPPU sebagai lembaga negara yang dibentuk berdasarkan amanat UU No. 5/1999 telah melakukan upaya penegakan hukum persaingan usaha sifatnya lebih menekankan kepada suatu permasalahan secara spesifik dalam industri atau pada pasar tertentu, misalnya mengenai masalah kebijakan pemerintah di sektor telekomunikasi, ritel, dan percetakan sekuriti, dengan mengurangi adanya hambatan-hambatan masuk dari pelaku usaha yang berada dalam posisi dominan bahkan menjadi monopolis di pasar bersangkutan.
Saat ini merupakan waktunya untuk mengubah paradigma berpikir pemerintah dalam kerangka reformasi regulasi yang sebelumnya selalu menjadi penentu pasar menjadi pengatur saja dan persaingan diserahkan pada mekanisme pasar. Begitu juga dengan pola berbisnis pelaku usaha, perlu diberikan pemahaman bahwa banyak praktek-praktek bisnis yang selama ini mereka jalani dan yakini sebagai praktek bisnis yang lazim atau biasa menjadi suatu praktek bisnis yang dilarang semenjak disahkannya UU No. 5 /1999.
Pemerintah selaku regulator, diharapkan dapat menelurkan sejumlah kebijakan yang sejalan dengan semangat persaingan yang sehat, hal ini diharapkan dapat menggerakan sektor ekonomi agar bisa berkembang dengan pesat. Persaingan usaha yang sehat merupakan salah satu kunci sukses bagi sistem ekonomi pasar yang wajar. Dalam implementasinya hal tersebut diwujudkan dalam dua hal, pertama melalui penegakan hukum persaingan, kedua melalui kebijakan persaingan yang kondusif terhadap perkembangan sektor ekonomi.
Halaman
8
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah harus jauh dari upaya mendistorsi pasar secara negatif, yang dapat mengakibatkan berbagai praktek bisnis yang tidak sehat dan akhirnya melahirkan iklim persaingan usaha yang tidak kondusif. Kedua hal tersebut harus bersinergi satu sama lain untuk menghasilkan sebuah iklim persaingan usaha yang sehat dalam ekonomi Indonesia. Motor bagi implementasi keduanya, dalam prakteknya dilakukan oleh lembaga persaingan, yang di Indonesia dipegang oleh KPPU sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 5/1999.
Terkait dengan upaya internalisasi nilai-nilai persaingan usaha yang sehat dalam kebijakan pemerintah, KPPU selama ini memainkan perannya dengan senantiasa melakukan regulatory assessment dalam perspektif persaingan usaha, terhadap berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah ataupun lembaga regulator.
Hasil dari aktivitas tersebut kemudian disampaikan kepada pemerintah atau lembaga regulator melalui proses advokasi dan harmonisasi kebijakan. Dalam hal inilah maka sebagian besar program KPPU senantiasa disinergikan dengan program-program pemerintah di sektor ekonomi.
Dalam beberapa tahun terakhir, kerangka sinergi program KPPU dengan agenda pemerintah, regulatory assessment difokuskan terhadap kebijakan dalam sektor yang memiliki keterkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Misalnya dalam sektor yang memiliki keterkaitan erat dengan pelayanan publik seperti telekomunikasi, pelabuhan, air minum, minyak goreng, buku pelajaran, pos, energi, kesehatan, dan transportasi. KPPU juga senantiasa melakukan assessment terhadap berbagai kebijakan tataniaga komoditas pertanian yang seringkali memberikan efek distorsi yang berdampak buruk bagi kesejahteraan masyarakat, mengingat sektor pertanian sampai saat ini masih menjadi sektor di mana sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya.
Penetapan sektor-sektor prioritas ini dilakukan untuk dapat mengoptimalkan peran KPPU dalam upaya mendorong lahirnya sektor ekonomi yang efisien yang dalam gilirannya akan menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat.
Iklim persaingan usaha yang sehat akan menjamin tercapainya efisiensi dan efektivitas sistem perekonomian. Melalui persaingan usaha yang sehat pula, akan
Halaman
9
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ terjamin adanya kesempatan berusaha yang sama antara pelaku usaha besar, menengah dan kecil. Selain itu, persaingan usaha yang sehat akan meningkatkan daya saing industri dalam negeri sehingga mampu bersaing baik di pasar domestik maupun pasar internasional.
Halaman
10
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________
BAB
2 REFORMASI REGULASI DAN KEBIJAKAN PERSAINGAN Rencana kerja pemerintah yang disusun dalam paket kebijakan ekonomi bertujuan untuk menentukan arah implementasi yang jelas terhadap kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk meningkatkan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan Usaha Kecil Menengah (UKM).
Penjelasan tersebut disampaikan oleh Menteri
Koordinator Perekonomian pada Seminar “APEC–OECD Integrated Checklist on Regulatory Reform” yang diselenggarakan atas kerjasama KPPU dengan Sekretariat APEC pada tanggal 13 Juni 2007 di Jakarta.
Reformasi regulasi didefinisikan sebagai perubahan–perubahan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas regulasi dalam rangka perbaikan kinerja ekonomi, efektifitas biaya serta administrasi pemerintahan. Bentuk reformasi dapat berupa revisi dan penataan ulang kerangka regulasi serta perbaikan proses penyusunan kebijakan yang mempertimbangkan 3 (tiga) kunci penggerak utama dalam reformasi regulasi yaitu kebijakan regulasi, kebijakan persaingan, dan kebijakan keterbukaan pasar dan dilakukan secara terintegrasi.
Sejalan dengan konsep tersebut, maka dalam paket kebijakan ekonomi terbaru, yaitu Kebijakan Percepatan Perkembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UKM, pemerintah telah merancang kebijakan yang diharapkan dapat mengurangi ketidakpastian dalam bisnis dan meningkatkan insentif bagi investasi. Tujuan
Halaman
11
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ utamanya adalah dapat meminimalkan hambatan regulasi bagi bisnis yang pada saat bersamaan juga mencapai tujuan pelayanan publik.
Berdasarkan pengalaman yang ada, pendekatan ad hoc tidak dapat berjalan secara berkesinambungan berdasarkan dua alasan, yaitu birokrasi dan regulasi yang buruk. Strategi reformasi yang komprehensif dibutuhkan untuk hasil yang efektif dan berkelanjutan karena tantangan yang sesungguhnya akan dihadapi pada saat kebijakan tersebut mulai diimplementasikan. Sejauh ini, hambatan implementasi yang dihadapi adalah kepentingan golongan dan tekanan dari berbagai pihak.
Dalam hal ini, pemerintah tidak dapat berjalan sendiri. Dukungan dari lembaga yang berwenang dalam implementasi kebijakan merupakan faktor penentu kebijakan tersebut berjalan sesuai dengan tujuannya. Oleh karena itu, tugas dan wewenang KPPU sangat berperan dalam meletakkan landasan pembangunan ekonomi yang konstruktif. Interaksi aktif di bidang ekonomi dan kerjasama antara KPPU dan pemerintah untuk masa mendatang sangat diperlukan bagi keberhasilan bersama. 2.1.
KEBIJAKAN
PERSAINGAN
Berdasarkan program yang dikembangkan tahun-tahun sebelumnya, program kebijakan persaingan di tahun 2007 tidak jauh berbeda. Dalam tahun 2007 program kebijakan persaingan usaha antara lain meliputi kegiatan harmonisasi kebijakan yang ditujukan untuk menjalin kerjasama dengan berbagai instansi pemerintah untuk memudahkan proses internalisasi nilai-nilai persaingan usaha dalam kebijakan pemerintah. Melalui kegiatan ini, diharapkan UU No. 5/1999 dapat menjadi konsideran pemerintah dalam menetapkan setiap kebijakan di sektor ekonomi. Kegiatan harmonisasi terdiri dari 3 (tiga) sub kegiatan yaitu membangun sistem koordinasi kebijakan persaingan, evaluasi kebijakan pemerintah, dan pemberian saran pertimbangan kepada pemerintah.
Sub kegiatan membangun sistem koordinasi kebijakan persaingan ditujukan untuk membangun mekanisme baku koordinasi antara KPPU dengan instansi Pemerintah dan lembaga regulator terkait dengan kebijakan persaingan. Sementara evaluasi kebijakan pemerintah ditujukan untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah dalam perspektif persaingan usaha. Sub kegiatan yang merupakan tugas utama KPPU
Halaman
12
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ yakni pemberian saran pertimbangan kepada pemerintah. Sub kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari beberapa hasil aktivitas KPPU seperti monitoring pelaku usaha, penanganan perkara, kajian sektor industri dan perdagangan, serta evaluasi kebijakan pemerintah.
Dalam program kebijakan persaingan juga terdapat kegiatan kajian sektor industri dan perdagangan. Kegiatan ini ditujukan untuk menganalisis kondisi sebuah sektor industri dan perdagangan dilihat dari perspektif persaingan usaha. Selain itu, untuk memperluas pemahaman terhadap prinsip-prinsip persaingan usaha, khusus untuk tahun 2007 KPPU melakukan eksplorasi terhadap prinsip-prinsip dasar pengecualian yang terdapat dalam UU No. 5/1999.
Fokus ketiga dalam program kebijakan persaingan adalah kegiatan pengembangan pranata hukum persaingan usaha yang ditujukan untuk mendukung implementasi tugas KPPU baik dalam penegakan hukum maupun pemberian saran dan pertimbangan kepada pemerintah. Kegiatan pengembangan pranata hukum yang dilaksanakan sampai dengan pertengahan tahun anggaran 2007 antara lain meliputi penyusunan pedoman pelaksanaan UU No. 5/1999 dan pembahasan amandemen UU tersebut.
Penyusunan pedoman pelaksanaan UU No. 5/1999 adalah salah satu tugas KPPU sebagaimana diamanatkan UU No. 5/1999 dalam Pasal 35 huruf f. Pedoman pelaksanaan bertujuan memberikan pengertian yang jelas sehingga dapat dijadikan dasar pemahaman atas suatu substansi ketentuan pengaturan dalam UU No. 5/1999. Melalui pedoman tersebut diharapkan terdapat persamaan persepsi dari seluruh stakeholders UU No. 5/1999 terhadap substansi yang diatur dalam UU tersebut.
Kegiatan pembahasan amandemen UU No. 5/1999 dimaksudkan untuk menggali masukan-masukan dari berbagai pihak atas usulan amandemen yang telah disiapkan pada tahun sebelumnya. Dalam tahun 2007 ini pembahasan diharapkan paling tidak telah menyelesaikan koreksi-koreksi yang terkait dengan permasalahanpermasalahan yang paling mengganggu dalam implementasi UU No. 5/1999.
Halaman
13
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ 2.2.
HARMONISASI
KEBIJAKAN
Harmonisasi kebijakan persaingan merupakan salah satu program utama KPPU untuk mendorong terjadinya reformasi regulasi menuju terciptanya kebijakan persaingan yang efektif di Indonesia. Melalui kegiatan ini diharapkan internalisasi nilai-nilai persaingan dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah maupun lembaga regulator dapat dilakukan dengan lebih mudah. Fakta memperlihatkan bahwa sebagai akibat dari proses harmonisasi tahun-tahun sebelumnya, di tahun 2007 beberapa instansi pemerintah secara intensif melakukan koordinasi dengan KPPU terkait dengan isu persaingan dalam beberapa sektor yang diaturnya.
Harmonisasi kebijakan memiliki 3 (tiga) sub kegiatan yakni membangun sistem koordinasi kebijakan persaingan, evaluasi kebijakan pemerintah, serta pemberian saran dan pertimbangan kepada pemerintah.
I. Membangun Sistem Koordinasi Kebijakan Persaingan Berbagai bentuk partisipatif dan koordinatif KPPU dengan beberapa instansi pemerintah dan lembaga regulator, memperlihatkan bahwa proses harmonisasi kebijakan persaingan berlangsung dengan baik. Sampai dengan bulan Desember tahun 2007 beberapa aktivitas koordinasi kebijakan persaingan yang dilakukan oleh KPPU antara lain:
1. KPPU sebagai otoritas pengawas persaingan dilibatkan oleh pemerintah dalam proses penyusunan RPP Penataan Usaha Pasar Modern dan Usaha Toko Modern yang dikoordinir oleh Departemen Perdagangan. Penyusunan RPP ini sebagai bentuk respon pemerintah terhadap perkembangan dalam industri ritel yang melahirkan persaingan ”tidak sebanding” antara ritel kecil atau tradisional dengan ritel modern. Dalam hal ini KPPU memberikan masukan terhadap substansi penyusunan RPP tersebut berdasarkan hasil kajian KPPU terkait industri ritel serta dua penanganan perkara dalam industri ritel yakni kasus Indomaret yang terkait dengan permasalahan ritel modern dan ritel tradisional dan kasus Carrefour yang terkait dengan permasalahan hubungan ritel modern dengan pemasok.
Halaman
14
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ 2. Secara berkesinambungan KPPU juga terlibat sebagai bagian utama dari tim negosiasi perjanjian ekonomi (economic agreement) antara Indonesia dengan negara lain, khususnya terkait dengan substansi persaingan. Peranan KPPU dalam tim tersebut bertambah besar dengan munculnya kepercayaan untuk menjadi leader (pemimpin) negosiasi terkait dengan isu kebijakan persaingan. Beberapa progran yang melibatkan KPPU dalam proses perjanjian tersebut di tahun 2007 antara lain keterlibatan Indonesia dalam sub-fora CTI APEC, kemudian negosiasi ASEAN-Australia-New Zealand, serta keterlibatan dalam Trade Policy Review Meeting di WTO.
3. Terkait dengan kebijakan pengadaan barang dan jasa, KPPU melakukan koordinasi dengan beberapa instansi pemerintah dalam hal kebijakan pengadaan barang dan jasa milik pemerintah. Terdapat beberapa bentuk harmonisasi yang dilakukan. Secara khusus beberapa instansi mencoba berdiskusi dengan KPPU tentang persekongkolan tender yang bertentangan dengan UU No. 5/1999. Hal ini misalnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah DKI. Di sisi lain, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang saat ini sedang berupaya melakukan perbaikan terhadap regulasi pengadaan barang dan jasa juga melibatkan KPPU untuk mendapatkan masukan terhadap kebijakan tersebut dalam perspektif persaingan usaha.
4. Sebagai tindak lanjut dari hasil evaluasi kebijakan pemerintah dalam industri jasa konstruksi, proses harmonisasi antara KPPU dengan Departemen Pekerjaan Umum (DPU) terus dilaksanakan. DPU cukup responsif terhadap beberapa temuan KPPU, dan menjadi masukan penting bagi mereka dalam menyiapkan rancangan perubahan terhadap PP No. 20 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi. Melihat nilai strategis dari prinsip-prinsip persaingan usaha, DPU juga berencana memasukkan KPPU sebagai salah satu instansi yang akan dilibatkan dalam proses pembekalan calon anggota Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) baik nasional maupun di daerah.
5. KPPU bersama dengan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) telah melakukan koordinasi terkait dengan persoalan penetapan fee penjaminan emisi sekuritas. Hal ini seiring dengan mencuatnya persoalan perang fee
Halaman
15
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ yang dilakukan oleh pelaku usaha jasa sekuritas di pasar modal. Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) mendesak Bapepam untuk menetapkan batas bawah tarif sebagai cara untuk meredam perang tarif yang dianggap sebagai bentuk persaingan usaha tidak sehat. Berkaitan dengan hal tersebut, KPPU memberikan pandangan kepada Bapepam bahwa batas bawah memiliki kecenderungan bertentangan dengan prinsip persaingan karena akan mereduksi kapabilitas pelaku usaha melakukan value creation berbasis efisiensi yang akan bermuara pada rendahnya fee penjaminan emisi. KPPU menyarankan agar Bapepam menggunakan instrumen lain untuk mendorong sehatnya
industri
efek
dengan
mengedepankan
profesionalitas
dan
kesehatan perusahaan.
6. Sehubungan dengan munculnya berbagai wacana yang mengaitkan harga tiket dengan keselamatan penerbangan, Departemen Perhubungan bersama KPPU terlibat dalam dialog mengenai pengaturan tarif batas bawah. Dalam hal ini KPPU tetap menegaskan bahwa permasalahan keselamatan penerbangan angkutan udara Indonesia lebih terkait dengan proses penegakan peraturan teknis keselamatan daripada permasalahan tarif. Solusi terbaik adalah menegakkan peraturan keselamatan penerbangan dengan konsekuensi. Saat ini pemerintah secara intensif telah melakukan perbaikan yang signifikan dalam penegakan peraturan penerbangan, terutama keselamatan.
7. KPPU masih terus melakukan kerjasama yang erat dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), khususnya Komisi VI, melalui mekanisme rapat dengar pendapat. Melalui kegiatan ini, KPPU mendapatkan masukan dari DPR berkaitan dengan perilaku persaingan usaha tidak sehat dan kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan UU No. 5/1999 yang berada dalam sektor yang merupakan ruang lingkup kerja Komisi VI. Forum yang sama juga menjadi tempat bagi KPPU untuk menyampaikan berbagai penanganan kasus persaingan serta analisa kebijakan yang telah dilakukan oleh KPPU.
Halaman
16
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ II. Evaluasi Kebijakan Pemerintah dalam Perspektif Persaingan Usaha Kegiatan ini merupakan upaya KPPU untuk menganalisis substansi kebijakan dalam perspektif persaingan usaha. Hal ini terkait
dengan munculnya
kekhawatiran bahwa terdapat beberapa kebijakan yang menjadi sarana bagi lahirnya perilaku pelaku usaha yang bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat sebagaimana tercantum dalam UU No. 5/1999.
Kegiatan evaluasi kebijakan pemerintah di tahun 2007 berjumlah 14 (empat belas) kegiatan, dengan penjelasan garis besar masing-masing kegiatan sebagai berikut:
1.
Evaluasi Kebijakan Pemerintah di Sektor Industri Perbukuan Evaluasi ini merupakan inisiatif KPPU setelah KPPU menerima Menteri Pendidikan Nasional dalam diskusi tentang industri perbukuan yang telah diubah model pengelolaannya dari monopoli menuju kompetisi. Berbagai kalangan menilai bahwa harga buku masih dirasakan sangat mahal oleh masyarakat. Berbagai usulan perbaikan bermunculan, salah satunya adalah dengan mengembalikan pengelolaan perbukuan ke dalam bentuk tata niaga. Hal ini dipandang sebuah kemunduran oleh Menteri Pendidikan Nasional.
Mencermati hal tersebut kemudian KPPU melakukan evaluasi terhadap kebijakan perbukuan nasional. Dari sisi pengaturan KPPU melihat bahwa regulasi sudah selaras dengan persaingan usaha, tetapi implementasinya yang masih jauh dari harapan. Secara umum berikut adalah beberapa temuan KPPU: a.
Terdistorsinya sistem ideal yang diinginkan pemerintah. Jejaring distribusi yang seharusnya penerbit–distributor–toko buku–konsumen terdistorsi menjadi penerbit–kepala sekolah–guru–siswa (konsumen), penerbit–kepala dinas–kepala sekolah–guru–siswa (konsumen), dan penerbit–guru–siswa (konsumen).
Distorsi tersebut menyebabkan persaingan usaha yang sehat dalam sistem ideal yang diinginkan pemerintah terhambat. Persaingan yang seharusnya berujung pada efisiensi industri buku dengan muara akhir buku yang berkualitas dan murah, tidak terjadi. Efisiensi dalam industri
Halaman
17
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ buku hanya berujung pada upaya kolusif dengan memberikan komisi sebesar-besarnya bagi pejabat dan atau pelaksana pendidikan nasional (kepala sekolah, guru, kepala dinas, dan beberapa pejabat pendidikan lainnya).
b.
Lemahnya kebijakan yang antara lain muncul dalam bentuk definisi pasar yang tidak tegas menyatakan toko buku, sehingga pengertian pasar menjadi multi interpretatif sesuai kepentingan masing-masing pihak terkait. Penerbit menyatakan bahwa pasar adalah konsumen akhir, sehingga tidak menjadi masalah ketika penerbit mendistribusikan ke sekolah.
Kelemahan kebijakan lainnya terletak pada tidak adanya peraturan pelaksana (baik petunjuk pelaksanaan maupun petunjuk teknis). Akibat kondisi ini, maka pengaturan sistem ideal yang diinginkan pemerintah berhenti pada tataran kebijakan saja, dengan implementasi yang hampir tidak ada.
c.
Lemahnya implementasi yang disebabkan oleh beberapa permasalahan antara
lain
tidak
tersedianya
sarana
dan
prasarana
untuk
mengimplementasikan sistem ideal dalam hal ini minimnya toko buku.
Kelemahan lainnya terletak pada pengawasan implementasi kebijakan yang berada pada tataran minimal. Tidak jelas siapa yang harus menjadi pengawas sekaligus memberikan sanksi bagi pelanggaran yang terjadi. Di sisi lain, pelanggaran terjadi dengan masal. Beberapa pihak bahkan ”memahami” pelanggaran tersebut dengan mendalilkan rendahnya kesejahteraan guru. Akibat kondisi tersebut, sistem sanksi pun menjadi tidak jelas sehingga tidak mengherankan apabila pelanggaran terjadi dengan masif.
d.
Kebijakan harga buku saat ini dengan yang menyerahkannya kepada mekanisme pasar di mana para penerbitlah yang menetapkan harga buku dianggap tidak tepat, sekalipun dengan kewajiban penerbit untuk mencetak harga buku pada sampul sebagai Harga Eceran Tertinggi
Halaman
18
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ (HET). Hal ini disebabkan buku merupakan komoditas publik dengan pasokan yang relatif terbatas dengan struktur industri yang cenderung mengarah ke oligopoli. Akibatnya potensi pengaturan harga yang excessive oleh pelaku usaha sangat besar.
Dalam perspektif persaingan, umumnya kebijakan yang tepat untuk kondisi tersebut adalah dengan intervensi pemerintah melalui penetapan HET, dengan tujuan untuk menghindari terjadinya eksploitasi konsumen (siswa). Dalam konsep HET, persaingan tetap terjadi karena ruang bagi pelaku usaha yang efisien tetap terjaga.
e.
Terdapat potensi persaingan usaha tidak sehat sebagai akibat dari distorsi sistem, serta tidak adanya pengawasan dan sanksi yang memadai. Potensi muncul dalam bentuk kartel penerbit yang justru banyak difasilitasi pejabat pemerintah.
2.
Evaluasi terhadap Rancangan Undang-undang (RUU) Pos Evaluasi kebijakan ini merupakan inisiatif KPPU terkait dengan upaya pihak eksekutif dan legislatif untuk melakukan amandemen terhadap UU No. 6/1984 tentang Pos. Secara umum, substansi pengaturan yang ada baik dalam UU No. 6/1984 maupun dalam RUU Pos banyak berhubungan dengan persaingan usaha. Hal tersebut antara lain menyangkut terjadinya perubahan model pengelolaan dari monopoli menuju kompetisi. Melalui evaluasi kebijakan ini diharapkan KPPU dapat memberikan masukan kepada pemerintah terkait dengan reformasi regulasi pos diantaranya melalui amandemen terhadap UU No. 6/1984.
3.
Evaluasi Kebijakan Industri Kelapa Sawit Evaluasi kebijakan ini dilakukan sebagai respon KPPU terhadap kondisi aktual dalam industri Crude Palm Oil (CPO), di mana beberapa petani kelapa sawit
mengeluhkan
adanya
pembatasan
pabrik
tanpa
kebun
yang
menyebabkan mereka tidak memiliki banyak pilihan untuk menjual kelapa sawitnya. Sementara di sisi lain, perkebunan besar yang juga memiliki pabrik pengolahan kelapa sawit mengeluhkan maraknya pabrik kelapa sawit tanpa
Halaman
19
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ kebun yang justru kontraproduktif karena dianggap menggerogoti kinerja mereka.
4.
Evaluasi Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Milik Pemerintah Mengingat kegiatan pengadaan barang/jasa melibatkan anggaran yang sedemikian besar dalam APBN/APBD, maka pelaksanaan pengadaan barang/jasa perlu dilaksanakan dengan efektif dan efisien. Untuk menjamin hal
tersebut,
maka
pengawasan
terhadap
pelaksanaan
pengadaan
barang/jasa menjadi sangat penting. KPPU selama ini telah menindak berbagai praktek kolusi dalam tender yang dapat berdampak negatif terhadap hasil dari kegiatan pengadaan. Upaya meningkatkan efektifitas pengadaan barang atau jasa tersebut tidak hanya dilakukan oleh KPPU melalui penangan perkara, namun juga melalui upaya pembenahan kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah dan kebijakan persaingan usaha perlu disinergikan dan dioptimalkan dalam rangka menciptakan pengadaan barang atau jasa yang efektif dan efisien.
5.
Evaluasi Kebijakan Pemerintah Dalam Industri Jasa Konstuksi Evaluasi kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari hasil evaluasi kebijakan sebelumnya yang memperlihatkan bahwa persaingan usaha tidak sehat dalam industri jasa konstruksi, banyak dilatarbelakangi oleh penyalahgunaan terhadap kebijakan jasa konstruksi khususnya peran LPJK sebagai regulator dalam industri jasa konstruksi.
Evaluasi juga dilakukan mengingat saat ini pemerintah tengah berupaya untuk melakukan perubahan PP No. 20 Tahun 2000 tentang usaha dan peran masyarakat jasa konstruksi di mana di dalamnya terdapat upaya untuk mengakomodasi beberapa temuan KPPU bahwa kebijakan jasa konstruksi banyak memfasilitasi terjadinya pelanggaran melalui pengaturan-pengaturan oleh pelaku usaha.
6.
Evaluasi Kebijakan Pemerintah di Industri Bahan Bakar Minyak Evaluasi kebijakan pemerintah di industri BBM pada tahun 2007 membahas mengenai implementasi dari UU No. 22 Tahun 2001 khususnya yang berkaitan dengan isu pembukaan pasar BBM. Ada dua hal yang dikaji dalam
Halaman
20
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ evaluasi ini, yaitu mengenai pembukaan pasar BBM bersubsidi yang ditenderkan pada tahun 2007 serta pembukaan pasar avtur.
Pemerintah saat ini telah mempersiapkan tahapan pembukaan pasar hilir migas, namun belum terlaksana seutuhnya. Perencanaan pentahapan pembukaan pasar menjelaskan bahwa secara perlahan BBM subsidi akan dikurangi. Mengenai rencana ini, ada hambatan yang dialami karena pasar BBM subsidi mencakup kepentingan orang banyak dan infrastruktur yang tersedia hanya dimiliki oleh Pertamina. Pelaku usaha di sisi hilir migas pada prinsipnya akan bertambah, akan tetapi hambatan yang seringkali timbul dan dirasakan pelaku usaha baru adalah belum jelasnya aturan main yang dikeluarkan oleh regulator sehingga mereka cenderung menunggu.
Evaluasi kebijakan ini perlu dilanjutkan untuk mengawasi: a.
Implementasi paska dikeluarkan aturan avtur oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).
b.
Implementasi kebijakan tender untuk Bahan Bakar Minyak Public Service Obligation (BBM PSO) yang juga akan direncanakan oleh BPH Migas.
c.
Isu perubahan Peraturan Pemerintah di sektor hilir migas selaku aturan yang menyempurnakan UU No. 22/2001 setelah diubah oleh Mahkamah Konstitusi.
7. Evaluasi Kebijakan Pemerintah di Industri Telekomunikasi Secara umum permasalahan kebijakan kompetisi di sektor telekomunikasi antara lain adalah belum siapnya pemerintah Indonesia selaku regulator penyelenggaraan telekomunikasi untuk mengantisipasi perubahan bisnis telekomunikasi sehingga kebijakan sering tidak konsisten dan tidak sesuai dengan UU No. 5/1999. Ketidaksiapan kerangka hukum dan regulasi yang ada sehingga tidak mampu mengantisipasi perubahan bisnis dan teknologi telekomunikasi untuk mendorong kompetisi yang sehat dan
menarik
investor. Di sisi lain, para pemain baik operator incumbent maupun operator baru belum mempertimbangkan adanya aspek persaingan sehingga diperkirakan
akan
menimbulkan
kecurangan-kecurangan
menghambat iklim persaingan usaha yang sehat.
Halaman
21
Laporan Tahun 2007
yang
bisa
_____________________________________________________________________ Beberapa
indikator/kecenderungan
dalam
industri
telekomunikasi
di
Indonesia meliputi: a.
Pertumbuhan yang berlanjut. Industri telekomunikasi akan terus tumbuh, karena kelanjutan pembangunan ekonomi Indonesia diperkirakan akan meningkatkan permintaan akan layanan telekomunikasi;
b.
Migrasi ke jaringan nirkabel. Layanan nirkabel akan semakin populer sebagai akibat dari semakin luasnya area cakupan dan membaiknya kualitas jaringan nirkabel, menurunnya biaya pesawat telepon genggam, dan meluasnya layanan prabayar;
c.
Meningkatnya
persaingan.
Pasar
telekomunikasi
akan
semakin
kompetitif sebagai akibat dari reformasi peraturan pemerintah. Berdasarkan situasi tersebut, maka KPPU perlu melakukan evaluasi terhadap kebijakan pemerintah di sektor telekomunikasi agar dapat sejalan dengan prinsip persaingan usaha. 8. Evaluasi Kebijakan Pemerintah di Industri Minyak Goreng Evaluasi kebijakan terhadap industri minyak goreng bertujuan untuk mengidentifikasi keragaan pasar dan menganalisis kinerja pasar hulu (bahan baku minyak goreng sawit) industri minyak goreng sawit di Indonesia serta menganalisis dampak kebijakan pemerintah dalam upaya stabilisasi harga minyak goreng sawit di pasar domestik terhadap keragaan dan kinerja pasar hulu dan industri minyak goreng sawit di Indonesia. Beberapa data dan informasi yang akan menjadi bahan analisis diantaranya mengenai Perkembangan volume produksi tandan buah segar, Crude Palm Oil (CPO), dan minyak goreng sawit; perkembangan volume ekspor CPO ke pasar luar negeri; perkembangan volume kebutuhan CPO untuk pasar domestik khususnya yang digunakan untuk bahan baku minyak goreng sawit; pergerakan harga CPO di pasar domestik dan internasional; pergerakan harga minyak goreng sawit di pasar domestik dan internasional; kebijakan pemerintah dalam industri CPO dan minyak goreng sawit.
Halaman
22
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Hasil evaluasi mengahasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Kebijakan stabilisasi harga minyak goreng dengan instrumen kebijakan jangka pendek (Domestic Market Obligation, Pajak Ekspor, Subsidi, Bebas PPN)
perlu
didukung
dengan
instrumen
kebijakan
industri
dan
perdagangan yang lebih strategis. 2. Perlu dilakukan kajian lebih mendalam dan monitoring terhadap dugaan praktek usaha yang mengarah pada pengaturan dan pengendalian produksi yang diindikasikan dengan rendahnya tingkat utilisasi pabrik minyak goreng sawit nasional yang berkisar pada tingkat utilisasi pabrik sebesar 25 persen s/d 49 persen.
9. Evaluasi Kebijakan Pemerintah di Industri Air Minum
Sektor air minum merupakan sektor natural monopoly dan memiliki karakteristik public service obligation (PSO). Pengelolaan sektor air minum dilakukan oleh pemerintah (pusat dan daerah) yang kemudian dapat didelegasikan kepada BUMN/BUMD. Berbagai keterbatasan yang dimiliki PDAM selaku pengelola tunggal sektor air minum, menyebabkan rendahnya kualitas pelayanan dan kinerja perusahaan. Untuk mengantisipasi berbagai kelemahan pengelolaan air minum selama ini, maka Pemerintah mencoba melakukan peningkatan partisipasi swasta dalam pembangunan sektor air minum. Terdapat beberapa bentuk kerjasama dengan sektor swasta antara lain service contract, management contract, lease contract, BOT contract, dan konsesi.
Dari hasil evaluasi kebijakan tersebut diperoleh beberapa kesimpulan, sebagai berikut:
1. Pemilihan mitra kerjasama PDAM untuk pengelolaan SPAM harus dilakukan melalui proses lelang/tender secara terbuka dan kompetitif; 2. Dari berbagai bentuk (model) kerjasama yang tersedia, model divestasi tidak diperkenankan karena bertentangan dengan peraturan perundangan SDA; 3. Sampai saat ini sudah terdapat beberapa PDAM yang bekerjasama dengan mitra swasta dalam pengelolaan SPAM. Untuk ke depannya,
Halaman
23
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ terdapat sekitar 10-15 proyek kerjasama SPAM yang akan ditenderkan oleh pemerintah; 4. Kerjasama pengelolaan yang tidak melalui tender sebelum lahirnya UU NO 16/2004 tentang SDA tetap berlaku; 5. Proses penunjukkan langsung (kasus PAM Jaya dan PT. ATB Batam) mengindikasikan
bahwa
proses
tersebut
berpotensi
menimbulkan
permasalahan di tingkat implementasi. Dalam hal ini, penunjukan langsung mitra kerjasama dapat berdampak kepada timbulnya praktek monopoli dan atau penyalahgunaan posisi dominan oleh operator yang bersangkutan. Paling tidak, diperlukan penyesuaian terhadap PKS untuk lebih
menyeimbangkan
kepentingan
komersial
dan
kepentingan
pelayanan publik; 6. Pengaturan penetapan tarif air minum sudah tepat, yaitu dengan melibatkan stakeholder (konsumen dan legislatif) serta melalui usulan regulator/direksi PDAM. Namun dalam implementasinya tidak ada transparansi informasi dalam menetapkan tarif air minum. Keterlibatan stakeholder dalam prakteknya hanya sebatas pemberitahuan tentang rencana kenaikan tarif tetapi tidak ada mekanisme untuk mengakomodasi feedback dari stakeholder. 7. Penghitungan tarif air minum dengan metode full cost recovery serta subsidi silang antar pengguna merupakan metode yang tidak optimal dari sisi pelayanan publik dan memberatkan operator; 8. Beberapa PDAM sudah mampu menghasilkan kinerja keuangan positif, namun masih di bawah ambang batas target yang ditetapkan pemerintah (ROA 10%). Secara umum, biaya operasional dan maintenance masih sulit untuk ditutup oleh operator, terlebih dengan sistem subsidi silang antar pengguna; 9. Penyesuaian tarif secara periodik belum mempertimbangkan target efisiensi operator;
10. Evaluasi Kebijakan Pemerintah di Industri Kepelabuhan
Sumber usulan evaluasi kebijakan berawal dari adanya kesepakatan tarif pelayanan barang dan peti kemas LCL (Less than Container Load) impor di Pelabuhan Tanjung Priok yang dilakukan oleh para pelaku usaha penyedia
Halaman
24
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ jasa dan pengguna jasa pelabuhan. Kesepakatan tersebut dilakukan karena mereka menganggap bahwa tarif pelayanan barang dan petikemas LCL impor Tanjung Priok bervariasi dan tidak jelas peruntukannya. Ketidakjelasan penetapan tarif tersebut yang menyebabkan terjadinya high cost economy yang harus ditanggung oleh importir. Kesepakatan tarif bersama yang dilakukan enam asosiasi yang terdiri dari asosiasi penyedia jasa; GAFEKSI, APBMI, INSA, APTESINDO, dan asosiasi pengguna jasa; GPEI dan GINSI berisi tentang kesepakatan komponen dan besaran tarif yang mengikat. Tarif kesepakatan ini, menurut enam asosiasi yang terlibat bertujuan untuk menurunkan high cost economy dalam perdagangan impor LCL. Model penetapan tarif tersebut nampaknya lebih terkait dengan kepentingan para pelaku usaha tertentu. Di sisi lain intervensi pemerintah dalam penetapan tarif dirasakan minim, untuk industri yang sifatnya natural monopoly seperti industri kepelabuhanan. Oleh karena itu dalam rangka internalisasi nilai-nilai persaingan usaha yang sehat dalam dalam sektor tersebut, KPPU melakukan evaluasi dan dampak kebijakan persaingan dalam industri kepelabuhanan. Berkaitan dengan hasil analisa yang telah dilakukan KPPU menghasilkan rekomendasi sebagai berikut : • Permasalahan biaya ekonomi tinggi di pelabuhan, seharusnya diatasi dengan kebijakan pengelolaan pelabuhan secara menyeluruh oleh pemerintah, bukan dengan kesepakatan tarif antar pelaku usaha. • Melihat kondisi pelabuhan yang masih natural monopoly, maka diperlukan pengaturan tarif yang menjadi peran pemerintah sebagai regulator dan tidak diserahkan kepada asosiasi karena hal tersebut akan berpotensi menimbulkan persaingan usaha tidak sehat. Meski demikian, dalam kondisi pelabuhan yang secara umum masih natural monopoly, ada subsub usaha didalamnya yang dapat dikompetisikan. Maka, seluruh kegiatan di pelabuhan seharusnya dipetakan dan dicarikan alternatifnya yang terbaik untuk masing-masing jenis usaha. • Melihat karakteristik gudang CFS yang bervariasi, maka kebijakan tarif yang sesuai adalah price cap dengan standar kualitas. • Berdasarkan regulasi yang ada, untuk jenis, struktur, dan golongan tarif forwarding ditentukan oleh pemerintah dalam bentuk KM, sampai saat ini
Halaman
25
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ KM belum terbentuk. Oleh sebab itu, pemerintah perlu segera menyusun KM tersebut.
11. Evaluasi Kebijakan Pemerintah di Industri Asuransi Kecelakaan di Luar Jam Kerja di wilayah DKI Jakarta
Latar belakang dari kegiatan Evaluasi dan Kajian Dampak Kebijakan Pemerintah Yang Terkait Persaingan Usaha Dalam Industri Asuransi Pemerintah Daerah adalah lahirnya Pergub DKI Jakarta No. 82 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Jaminan Kecelakaan Diri dan Kematian Dalam Hubungan Kerja Untuk di Luar Jam Kerja (JKDK). Dalam Peraturan Gubernur tersebut diatur bahwa seluruh perusahaan di DKI Jakarta wajib mengikuti Program Jaminan Kecelakaan Diri dan Kematian Dalam Hubungan Kerja Untuk di Luar Jam Kerja (JKDK). Pada prakteknya, ditemukan fakta bahwa hanya ada satu perusahaan asuransi yang menjadi provider dalam Program JKDK tersebut. Kondisi tersebut menyebabkan perlunya diselenggarakan analisa yang lebih jauh dari sisi persaingan usaha antara lain terkait masalah apakah mekanisme pemilihan penyedia jasa dalam Program JKDK yang diatur dalam Pergub 82/2006 telah sesuai dengan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat.
Berdasarkan analisa yang dilakukan KPPU, dapatdisimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Asuransi JKDK merupakan asuransi campuran yaitu gabungan antara asuransi umum dan asuransi jiwa. Penyedia jasa dalam industri asuransi tersebut cukup banyak di Indonesia, atau tidak eksklusif hanya dapat dilayani oleh satu/sedikit perusahaan saja. 2. Apabila dilihat dari sisi demand, perbandingan antara pegawai yang telah mengikuti program JKDK dengan yang belum juga menunjukkan bahwa pasar indusri ini masih terbuka luas. Hal ini ditunjukkan dengan masih kecilnya pegawai di DKI Jakarta yang dilindungi melalui program ini. 3. Regulasi JKDK di DKI Jakarta tidak menimbulkan entry barrier bagi perusahaan asuransi yang ingin menjadi provider dalam program JKDK. Hal ini disebabkan karena Pergub 82 tahun 2006 memberikan
Halaman
26
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ kesempatan bagi setiap perusahaan asuransi yang tertarik untuk menjadi penyedia jasa dalam program JKDK, untuk mendaftar kepada Pemda DKI. 4. Meskipun demikian perlu adanya pengawasan yang ketat dari masyarakat atas proses seleksi yang dilakukan Pemda DKI Jakarta, sehingga proses seleksi tersebut dapat berjalan dengan adil dan transparan. 5. Regulasi JKDK DKI Jakarta mempunyai potensi menghilangkan pilihan konsumen, karena program ini bersifat wajib bagi setiap perusahaan di DKI Jakarta meskipun perusahaan tersebut telah mempunyai program serupa yang lebih baik. Berbeda dengan Jamsostek, yang hanya bersifat wajib bagi perusahaan yang belum mengikuti program tersebut. Sedangkan bagi yang telah mempunyai program yang lebih baik, tidak lagi diwajibkan mengikuti program Jamsostek. 6. Dalam regulasi JKDK di Kotamadya Tangerang dan Serang, diatur bahwa pelaku usaha penyedia jasa asuransi dalam Program JKDK, adalah perusahaan yang ditunjuk oleh Bupati atau Walikota. Kondisi tersebut mempunyai potensi persaingan usaha tidak sehat yang cukup besar, karena tidak adanya transparansi dalam porses seleksi serta tidak adanya batasan yang jelas bagi perusahaan asuransi yang dapat menjadi provider dalam program JKDK di kedua daerah tersebut.
12. Evaluasi Kebijakan Pemerintah di Industri Bawang Merah
Harga bawang merah di tingkat petani kota Brebes kerap jatuh ke tingkat harga yang jauh di bawah biaya produksi, sementara harga di tingkat konsumen relatif stabil. Kondisi tersebut semakin diperburuk dengan masuknya bawang merah impor oleh beberapa pedagang, sekalipun Kab. Brebes merupakan sentra produsen bawang merah di Indonesia. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Pemerintah Kab. Brebes berencana untuk mengeluarkan kebijakan (Perda) tentang tata niaga impor bawang merah.
Dalam melaksanakan fungsi internalisasi prinsip-prinsip persaingan usaha, KPPU melakukan evaluasi terhadap rencana tata niaga tersebut. Tujuan evaluasi ini adalah untuk memetakan permasalahan yang terdapat pada industri dan perdagangan bawang merah.
Halaman
27
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Berdasarkan data produksi tahunan, sebenarnya jumlah produksi bawang merah Indonesia lebih besar dibandingkn dengan jumlah konsumsinya (over supply). Akan tetapi, bawang merah merupakan komoditas pertanian yang sifatnya musiman dan tidak tahan lama jika disimpan dengan penanganan yang kurang memadai. Sehingga pada saat di dalam negeri sedang mengalami musim paceklik, maka pedagang besar akan mengimpor bawang merah dari luar negeri.
Berdasarkan analisa statistik, tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara volume bawang impor dengan fluktuasi harga bawang di Brebes. Dengan demikian, volume impor tidak berpengaruh terhadap penurunan harga bawang di tingkat petani Brebes. Titik permasalahan yang lebih besar justru terletak pada saluran pemasaran/distribusi perdagangan bawang merah. Pihak yang memiliki peran besar dalam mengendalikan pasokan bawang lintas daerah, termasuk bawang impor, adalah pedagang besar yang terletak di antara petani dan pengecer di pasar induk – pasar sekunder. Pedagang besar tersebut memiliki kemampuan untuk menetapkan harga bawang merah (price maker). Dari hasil analisa jalur distribusi ditemukan fakta bahwa struktur pasar yang terbentuk pada perdagangan bawang merah adalah oligopoli/oligopsoni, dengan jumlah petani dan pedagang pengecer lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pedagang besar. Hal ini pula yang memperkuat posisi pedagang sebagai price maker. Oleh sebab itu, pihak yang lebih berpengaruh dalam mengendalikan harga bawang merah di tingkat petani Brebes adalah pedagang besar.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, KPPU merekomendasikan supaya dilakukan penataan jalur distribusi untuk meningkatkan efisiensi perdagangan dan meminimalisasi market power pedagang besar. Alternatif yang dapat dipilih antara lain : •
mengaktifkan peranan pasar (market creation) sebagai titik transaksi antara petani dan pedagang pengumpul/besar.
•
memanfaatkan peran koperasi untuk meningkatkan bargaining power di tingkat petani.
•
memanfaatkan mekanisme resi gudang untuk mengurangi resiko ketidakpastian harga bagi para petani.
Halaman
28
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Apabila Pemerintah tetap akan mengeluarkan kebijakan larangan impor bawang merah ke Brebes, sebaiknya dilakukan koordinasi dengan departemen teknis terkait serta terintegrasi dengan kebijakan perdagangan nasional.
13. Evaluasi Kebijakan Pemerintah di Bidang Subsidi
Dewasa ini muncul wacana dari pemerintah untuk melakukan penghematan anggaran yang salah satunya dilakukan dengan cara mengurangi pemberian subsidi yang dinilai tidak tepat sasaran. Beberapa pos subsidi dinilai tidak menciptakan mekanisme pasar yang sehat akan tetapi justru memberikan efek distorsi pasar. Hal ini berdampak negatif pada penciptaan efisiensi dan daya saing operasional pelaku usaha terutama yang menerima subsidi dari pemerintah dan cenderung akan dapat menyebabkan perilaku rent-seeking bagi pelaku usaha tersebut sehingga tidak ada gairah untuk dapat meningkatkan daya saing produknya. Beberapa pos subsidi yang saat ini menjadi tanggung jawab pemerintah di antaranya adalah subsidi bahan bakar minyak (BBM), subsidi listrik, subsidi bunga kredit program, subsidi pangan, subsidi pupuk, subsidi benih, dan subsidi Public Service Obligation (PSO) bertujuan untuk menciptakan stabilitas harga, membantu masyarakat kurang mampu dan usaha kecil menengah dalam memenuhi sebagian kebutuhannya, serta membantu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang melaksanakan tugas pelayanan umum. Mekanisme pemberian subsidi ini biasanya melalui perusahaan yang menjual produk yang bersangkutan sehingga harga jual produknya menjadi lebih murah dan terjangkau masyarakat. Namun demikian kita perlu membedakan antara konsep subsidi dengan konsep bantuan sosial. Konsep subsidi yang dikenal dalam Anggaran pemerintah adalah subsidi yang disalurkan melalui perusahaan (BUMN maupun swasta). Sedangkan bantuan sosial merupakan bantuan dari pemerintah yang diberikan untuk menjaga daya beli masyarakat akibat efek inflasi. Secara umum pengertian subsidi dikaitkan dengan tugas pemerintah untuk mengatasi
kegagalan
pasar
melalui
pemberian
transfer
payment
kepada
masyarakat. Kegagalan pasar tersebut terjadi karena sumber daya tidak teralokasi secara efisien. Kebijakan subsidi merupakan salah satu upaya pemerintah untuk meminimalisir dampak market failure tersebut. yang menjadi perhatian utama
Halaman
29
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ pemerintah saat ini bahwa kebijakan subsidi adalah untuk meningkatkan daya beli masyarakat atas produk yang menjadi kebutuhan utama mereka. Namun demikian, kebijakan subsidi tersebut harus tepat sasaran supaya tidak menjadi government failure yang akan menyebabkan alokasi sumber daya menjadi semakin tidak efisien. Untuk itu perlu adanya evaluasi agar pemberian subsidi menjadi tepat sasaran.
Terkait dengan isu persaingan usaha, kebijakan subsidi memerlukan mekanisme penyaluran yang tepat. Hal ini diperlukan mengingat kebijakan subsidi dapat memberikan dampak efisiensi atau sebaliknya dapat menyebabkan government failure. Perilaku rent-seeking dapat terjadi ketika pelaku ekonomi memperoleh manfaat dari pemberian subsidi dari pemerintah tersebut dan tidak ingin mengubah kondisi tersebut. Bagi pelaku usaha, keberadaan komponen subsidi akan merubah struktur biaya pada setiap aktivitas ekonomi mereka. hal ini akan berpengaruh terhadap perilaku pelaku usaha di pasar. Perilaku pelaku usaha di suatu pasar akan berpengaruh terhadap performance pasar itu sendiri. Pelaku usaha lain yang masih berada dalam pasar bersangkutan yang sama juga akan terpengaruh oleh keberadaan pelaku usaha yang memperoleh subsidi tersebut. Akibatnya pelaku usaha pesaing juga akan memiliki perilaku untuk menyesuaikan diri dengan perilaku pelaku usaha yang menerima subsidi dari pemerintah. Hal ini menyebabkan kinerja usaha dari tiap-tiap pelaku usaha yang ada di pasar tidak berada pada tingkat kompetitif.
14. Evaluasi Kebijakan Pemerintah di Bidang Asuransi Kendaraan Bermotor
Pada tanggal 29 Juni 2007, Menteri Keuangan Sri Mulyani secara resmi mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.010/2007 tentang Penyelenggaraan
Pertanggungan
Asuransi
Pada
Lini
Usaha
Asuransi
Kendaraan Bermotor (selanjutnya disingkat menjadi PMK No. 74/2007). Lahirnya PMK No. 74/2007 merupakan sebuah proses panjang yang dilakukan oleh Departemen Keuangan berdasarkan desakan dari Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), khususnya penyelenggara asuransi kendaraan bermotor. Bahkan dalam perjalanannya, AAUI sempat datang ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk berkonsultasi dengan rencana penetapan kesepakatan tarif premi asuransi sebagaimana yang diinginkan oleh asosiasi
Halaman
30
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ tersebut. Kesepakatan tarif tersebut dianggap mendesak oleh AAUI untuk mengatasi kondisi yang digambarkan mereka sebagai perang tarif. Pada saat berkonsultasi dengan KPPU tersebut, sesungguhnya telah muncul keinginan mereka untuk mendesak pemerintah agar mengatur tarif premi yang mereka gambarkan sudah sampai pada tahap saling menghancurkan. KPPU sendiri pada saat itu berketetapan bahwa setiap penetapan tarif melalui kesepakatan pelaku usaha dianggap bertentangan dengan UU No. 5 Tahun 1999, karena hal tersebut akan menjadi kasus persaingan usaha apabila ada pelaku usaha yang melakukannya.
Setelah melalui proses yang sangat panjang, akhirnya keluarlah PMK No. 74/2007 yang diharapkan dapat menjadi solusi dari gejolak yang terjadi dalam industri asuransi Indonesia. Tetapi setelah diberlakukan mulai 1 September 2007, gejolak terjadi. Beberapa stakeholder industri asuransi kendaraan bermotor seperti perusahaan pembiayaan, agen, produsen otomotif dan broker asuransi,
secara
serentak
mengajukan
keberatannya.
Bahkan
mereka
memberikan bukti bahwa akibat kebijakan tersebut, maka asuransi kendaraan bermotor menjadi mahal dan merugikan konsumen.
Terkait dengan kebijakan tersebut, terdapat beberapa isu persaingan di dalamnya. Isu utama adalah munculnya penetapan tarif yang digiring dengan tarif referensi.
Dikhawatirkan tarif referensi ini akan menjadi sarana tarif
kesepakatan pelaku usaha sekaligus sebagai batas bawah tarif sebagaimana yang sering ditentang KPPU selama ini.
Isu persaingan lainnya adalah terkait dengan munculnya dugaan bahwa latar belakang lahirnya PMK No. 74/2007 ini adalah karena pelaku usaha asuransi besar tidak mampu lagi bersaing dengan asuransi kecil yang mampu menerapkan tarif yang kompetitif.
Hasil evaluasi kebijakan di atas menghasilkan beberapa rekomendasi, yaitu : 1. Disusun saran pertimbangan bagi Pemerintah terkait dengan upaya perbaikan kebijakan Pemerintah di industri asuransi kendaraan bermotor yang selaras dengan UU No. 5 Tahun 1999. Beberapa substansi saran pertimbangan antara lain menyangkut :
Halaman
31
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ a. Perbaikan substansi pengaturan tarif premi yang komprehensif sehingga tidak menimbulkan kerancuan dan multi tafsir bagi pelaku usaha dalam penerapannya di lapangan. b. Mendorong ketegasan regulator untuk menerapkan disiplin yang ketat dalam pelaksanaan PMK No.74/2007 ini dalam bentuk sanksi yang tegas bagi pelaku usaha yang melanggar sehingga tujuan kebijakan yang diharapkan bisa tercapai sebagaimana mestinya. c. Percepatan penyusunan dan penerapan Arsitektur Asuransi Indonesia (AAI) yang didalamnya mengatur industri asuransi secara tersegmentasi, sehingga masing-masing perusahaan asuransi bermain sesuai dengan kelasnya. Dengan adanya AAI diharapkan bisa memberi arah dan pengaturan yang jelas dalam industri perasuransian dan dapat menjadi obat mujarab untuk mengatasi dan mencegah persaingan usaha yang tidak sehat di industri asuransi, lebih khusus di lini kendaraan bermotor. 2. Mengingat kebijakan ini baru berjalan sekitar empat bulan sehingga implementasinya masih belum terlihat secara jelas, maka tim menyarankan perlunya dilakukan monitoring terhadap implementasi kebijakan ini. 3. Maraknya ”tren” penetapan tarif oleh regulator tentu perlu menjadi perhatian KPPU. Penetapan tarif referensi, di satu sisi merupakan salah satu sarana penyelamat sektor usaha, namun di sisi lain dapat mengarah pada terjadinya kolusi harga yang difasilitasi oleh regulator. Ini adalah hal yang harus diwaspadai oleh KPPU, mengingat semakin banyaknya usulan yang diajukan oleh asosiasi pelaku usaha untuk melakukan kolusi harga namun dengan kedok penetapan tarif yang difasilitasi oleh regulator. Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa persaingan sesungguhnya dilakukan untuk mengurangi distorsi harga, dan mendorong sumber daya bebas mengalir ke sektor paling efisien.
Persaingan
juga
mendorong
perusahaan
memperbaiki
produktivitasnya dan mendorong inovasi sehingga tersedia barang dan jasa dengan harga lebih murah, mutu lebih baik, serta pilihan lebih luas bagi konsumen. Persaingan bukanlah semata-mata untuk memperoleh harga yang paling murah tetapi mengabaikan kepentingan konsumen, namun persaingan justru seharusnya menjadi jaminan bagi konsumen untuk memperoleh produk (barang atau jasa) yang terbaik.
Beberapa kasus
penetapan tarif selain di industri asuransi kendaraan bermotor bisa dilihat pada penerapan tarif referensi penerbangan dan juga kesepakatan tarif di lini
Halaman
32
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ 2 Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta. Terkait dengan hal tersebut, tim menilai perlu dilakukan kajian dampak penetapan tarif referensi oleh regulator dalam perspektif persaingan usaha. 4. Dengan melihat hasil analisis penghitungan dengan metode CR4 dan HHI dimana bisa disimpulkan bahwa peta persaingan tidak terpusat di beberapa perusahaan saja, maka KPPU memandang bahwa PMK No. 74/2007 tidak bertentangan dengan UU No 5/1999.
III. Saran dan Pertimbangan Kepada Pemerintah
Sebagai salah satu tugas utama KPPU sebagaimana tercantum dalam Pasal 35 huruf e UU No. 5/1999, di tahun 2007 ini KPPU akan terus memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah terkait dengan kebijakan yang memiliki potensi bertentangan dengan UU No. 5/1999. Hal ini dilakukan sebagai koreksi, agar kebijakan pemerintah selaras dengan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat yang akan mendorong terciptanya kinerja sektor ekonomi yang lebih baik yang bermuara pada kesejahteraan rakyat.
Untuk periode Januari-Desember 2007, saran dan pertimbangan yang diberikan oleh KPPU kepada pemerintah adalah sebagai berikut:
1. Saran dan Pertimbangan Terkait Dengan Sektor Ritel Pokok permasalahan dalam sektor ritel adalah tidak adanya pengaturan tentang equal playing field antara ritel kecil/tradisional dan pemasok dengan ritel besar yang memiliki kapital besar. Terkait kebijakan tersebut, KPPU menyampaikan beberapa hal sebagai berikut : a. KPPU mendukung substansi pengaturan yang dilakukan sebagai upaya perlindungan usaha kecil ritel dan tradisional serta perlindungan terhadap pemasok ritel modern. Mengenai substansi pengaturan KPPU memahami bahwa hal tersebut merupakan kewenangan pemerintah b. Dalam
beberapa
substansi
pengaturan,
KPPU
mengharapkan
agar
memperhatikan potensi-potensi persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam UU No.5 Tahun 1999 antara lain menyangkut pengaturan pembatasan jumlah pelaku usaha berbasiskan analisis terhadap supply dan
Halaman
33
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ demand. Diharapkan pembatasan jumlah pelaku usaha tidak menjadi instrumen yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha untuk melakukan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat melalui eksploitasi terhadap konsumen. c. Terkait dengan hubungan pemasok dan peritel modern, diusulkan agar hal tersebut tidak hanya menyangkut pemasok kecil tetapi juga pemasok menengah dan besar, mengingat daya tawar ritel modern yang sangat tinggi tidak hanya berefek pada pelaku usaha kecil tetapi juga usaha menengah dan besar. Dalam pengaturan juga perlu ditegaskan bahwa segala bentuk hubungan transaksi antara pemasok dan peritel modern tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip persaingan usaha dan sehat d. Apabila keterlibatan KPPU
akan
didefinisikan secara eksplisit dalam
substansi pengaturan, maka diusulkan terdapat klausul tambahan dalam bab/pasal tersendiri sebagai berikut:
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat 1. Pelaku usaha ritel dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat 2. Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Hingga saat ini belum ada respon resmi dari pemerintah terhadap saran dari KPPU untuk memasukan klausul tambahan dalam bab/pasal tersendiri.
2. Saran dan Pertimbangan Terhadap Memorandum of Understanding (MOU) Pemerintah - Microsoft Saran pertimbangan ini, diberikan sehubungan dengan ditandatanganinya MoU antara Pemerintah dan Microsoft, yang dinilai oleh KPPU dapat mendistorsi proses persaingan dalam industri software Indonesia. Hal ini mengingat Microsoft telah menjadi pemegang posisi dominan dalam industri software Indonesia. Alasan Pemerintah bahwa hal ini merupakan bagian dari upaya pemberantasan pembajakan sesungguhnya dapat diterima, hanya sayangnya dalam implementasinya MoU tersebut bertentangan dengan semangat persaingan usaha yang sehat.
Halaman
34
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Atas MoU tersebut KPPU memberikan saran pertimbangan dengan substansi sebagai berikut : 1. KPPU memahami dan mendukung upaya Pemerintah untuk melakukan pemberantasan software ilegal di Indonesia, khususnya di instansi Pemerintah yang dijadikan landasan kebijakan MoU tersebut. Proses pembajakan software, telah sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan dan telah menjadi disinsentif bagi para pelaku usaha industri software Indonesia. Akibatnya inovasi di industri software terancam stagnan bahkan berhenti sama sekali, yang dalam gilirannya dapat mematikan inovasi dan potensi wirausaha di industri tersebut. 2. Tetapi terkait dengan kebijakan Pemerintah untuk melakukan MoU dengan
Microsoft
sebagai
bagian
dari
upaya
pemberantasan
pembajakan, KPPU berpendapat hal tersebut tidaklah tepat karena bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat sebagaimana diatur dalam UU No 5 Tahun 1999. MoU yang dalam implementasinya akan dilakukan dalam bentuk perjanjian, jika ditindaklanjuti akan menyebabkan beberapa hal : a. Memberikan tambahan kekuatan pasar (market power) bagi Microsoft yang secara faktual telah menjadi pemegang posisi dominan dengan menguasai lebih dari 90% pangsa pasar operating system software (melalui Microsoft windows) dan
software aplikasi kantor (melalui
Microsoft Office). Kekuatan pasar yang besar tersebut berpotensi untuk disalahgunakan. MoU akan berpotensi menjadi sarana eksploitasi konsumen (instansi Pemerintah) oleh Microsoft sebagai satu-satunya penyedia software (operating system dan aplikasi kantor). b. Menutup peluang pelaku usaha penyedia operating system software dan
aplikasi
kantor
Indonesia
selain
Microsoft,
untuk
dapat
memasarkan produknya di instansi Pemerintah. Hal ini akan menjadi disinsentif bagi pengembangan software di Indonesia. Inovator dan wirausahawan
Indonesia
dalam
industri
software
terancam
kelangsungannya, karena tidak lagi ada daya tarik pasar. c. Menyebabkan tidak adanya alternatif pilihan operating system software dan software aplikasi kantor bagi instansi Pemerintah selain produk Microsoft. Dalam jangka panjang hal ini akan menutup potensi
Halaman
35
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ efisiensi proses pengadaan software di instansi Pemerintah. Instansi Pemerintah tidak lagi memiliki insentif untuk berinisiatif menumbuhkan inovasi industri software yang bersaing dengan sehat (bukan saja microsoft). 3. Memperhatikan hal-hal tersebut di atas, KPPU berpendapat bahwa solusi untuk mengatasi pembajakan dengan melakukan MoU dengan Microsoft, tidaklah tepat mengingat akar permasalahan yang sesungguhnya dari maraknya pembajakan software adalah terkait dengan permasalahan penegakan hukum dari peraturan perundangan tentang hak kekayaan intelektual yang telah ada. 4. Solusi bagi upaya pemberantasan pembajakan hanya dapat dilakukan melalui
penegakan
hukum
yang
tegas.
Meskipun
hal
tersebut
memerlukan waktu yang lebih panjang dan usaha yang lebih keras, tetapi KPPU meyakini bahwa apabila semua elemen bangsa ini memiliki kemauan
untuk
mewujudkannya,
maka
hal
tersebut
dapat
diimplementasikan. 5. Mencermati hal-hal di atas maka KPPU menyarankan agar Pemerintah mencari model kebijakan lain yang berdampak luas pada pemberantasan pembajakan software dan persaingan usaha yang sehat. Persaingan usaha yang sehat diharapkan mampu mengatasi digital divide dalam pembangunan
ekonomi
berbasis
pengetahuan
(knowledge
based
economy) dalam jangka panjang, karena munculnya inovasi software yang berbasis open system dan aplikasi perkantoran serta aplikasi khusus lainnya yang lebih terjangkau masyarakat luas. 6. Berdasarkan analisis di atas, KPPU menyarankan agar Pemerintah tidak menindaklanjuti MoU dengan Microsoft dalam bentuk perjanjian sekaligus mencabut MoU tersebut, untuk menghindarkan munculnya potensipotensi persaingan usaha tidak sehat di industri software Indonesia
Hingga saat ini belum terdapat tanggapan dari pemerintah, meskipun demikian Memorandum of Understanding (MoU) antara pemerintah dan Microsoft tersebut tidak dilaksanakan.
Halaman
36
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ 3. Saran dan Pertimbangan Kepada Pemerintah Terkait dengan Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informasi tentang Pengiriman Surat
Saran pertimbangan ini, terkait dengan munculnya Surat Edaran (SE) Menkominfo No. 01/SE/M/Kominfo/1/2007 tentang Pengiriman Surat. Dari sudut persaingan usaha, terbitnya SE ini menghambat iklim usaha dan persaingan dalam jasa pelayanan pos. Hal tersebut mengingat substansi SE diskriminatif terhadap pelaku usaha tertentu, menghambat pelaku usaha lain (entry barrier) serta membatasi pilihan konsumen, terutama konsumen perusahaan non individu. Kondisi tersebut tidak hanya merugikan sektor jasa pos saja,
namun dikhawatirkan berdampak negatif
terhadap kinerja
perekonomian keseluruhan, karena sektor jasa pos telah tumbuh begitu dinamis
dengan
keterlibatan
sejumlah
pelaku
usaha
yang
memiliki
kemampuan untuk memberikan layanan dengan kualitas dan harga yang beragam, serta telah menjadi sarana bekerja ribuan tenaga kerja Indonesia.
Di satu sisi, KPPU melihat bahwa SE tersebut secara langsung telah mengembalikan atau menegaskan posisi monopoli PT Pos Indonesia. KPPU menyadari bahwa hal tersebut sejalan dengan Undang-Undang (UU) No 6 Tahun 1984 tentang Pos. Akan tetapi KPPU juga melihat fakta bahwa selama bertahun-tahun Pemerintah membiarkan, bahkan cenderung memfasilitasi kehadiran para pelaku usaha swasta di sektor jasa pos selain
PT Pos
Indonesia. Dalam perspektif persaingan adanya SE tersebut menimbulkan situasi yang tidak kondusif baik terhadap PT. Pos Indonesia, pelaku usaha jasa kurir swasta dan konsumen. Dampak terhadap PT. Pos Indonesia dalam jangka pendek, adalah peningkatan kinerja dengan memanfaatkan hak monopolinya. Dalam jangka panjang, PT Pos Indonesia akan kembali dibesarkan dalam situasi monopoli, yang dapat menjadi disinsentif bagi PT Pos Indonesia untuk berkembang secara efisien sebagaimana yang terjadi bertahun-tahun. Akibatnya saat sektor jasa pos terbuka, PT Pos Indonesia tidak memiliki daya saing yang memadai. Dalam kondisi tersebut, secara keseluruhan, pertumbuhan industri pos dan logistik di Indonesia akan terhambat.
Halaman
37
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ KPPU menyadari bahwa kinerja PT Pos Indonesia saat ini belum optimal. Namun solusi untuk meningkatkan kinerja PT Pos Indonesia tidak harus melalui kebijakan yang cenderung bertentangan dengan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat. Kebijakan yang anti persaingan bahkan dapat memperburuk kinerja sektor jasa pos secara keseluruhan. KPPU memandang perlunya program revitalisasi yang komprehensif terhadap PT. Pos Indonesia untuk perbaikan serta peningkatan kinerja operasional dan pelayanan. Untuk hal tersebut, dibutuhkan dukungan penuh Pemerintah, baik melalui kebijakan maupun hal-hal lain terutama yang terkait dengan penugasan PT Pos Indonesia yang tidak memiliki nilai ekonomis (komersial) yang biasanya terwujud dalam bentuk public service obligation (PSO). Sementara untuk kegiatan komersial, sudah selayaknya manajemen PT. Pos Indonesia diberikan fleksibilitas untuk menetapkan berbagai kebijakan operasional dan strategis, seperti diantaranya adalah penetapan tarif layanan komersial dan inovasi produk dan jasa kepada konsumen komersial. Hal ini sejalan dengan status PT. Pos Indonesia (Persero) yang salah satu tujuan utamanya adalah mencari keuntungan (profit center).
Sementara itu di sisi lain, kehadiran SE tersebut juga menjadi cermin dari inkonsistensi (dualisme) kebijakan Pemerintah dalam upaya pengembangan sektor jasa pos. Melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) Perposan yang saat ini sedang diproses di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Pemerintah secara tegas dan jelas menyatakan dukungan bagi terjadinya perubahan model pengelolaan sektor jasa pos Indonesia dari monopoli menuju persaingan. Tetapi kehadiran SE, memberikan gambaran sikap Pemerintah yang sebaliknya, yang bertentangan dengan upaya perubahan pengelolaan sebagaimana tertuang dalam RUU Perposan. Sebagai upaya perbaikan dalam pengelolaan sektor jasa pos, KPPU menyambut baik langkah-langkah yang ditempuh pihak eksekutif maupun legislatif saat ini dalam melakukan perubahan terhadap Undang-Undang (UU) No 6 Tahun 1984 tentang Pos. Harus diakui bahwa undang-undang tersebut berikut regulasi turunannya sudah tidak sesuai dengan perkembangan dunia usaha saat ini yang semakin terbuka dan dinamis. Untuk mendorong terjadinya
perbaikan
kinerja
sektor
jasa
pos
keseluruhan,
sekaligus
memecahkan persoalan yang ditimbulkan oleh kehadiran SE di muka, KPPU
Halaman
38
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ berharap agar pembahasan perubahan UU No 6/1984 dapat diselesaikan dalam waktu dekat. KPPU juga berharap agar selama proses pembahasan draft RUU Perposan, pemerintah atau dalam hal ini Menkominfo dapat meninjau kembali SE Menkominfo No. 01/SE/M/Kominfo/1/2007 agar tetap sesuai dengan koridor persaingan usaha yang sehat. Selain hal tersebut, KPPU juga berharap agar program revitalisasi PT. Pos Indonesia dapat dirumuskan dan segera diimplementasikan dalam waktu yang tidak terlalu lama.
4. Saran dan Pertimbangan terkait dengan Rancangan Peraturan Presiden (RPP) tentang Penataan dan Pembinaan Usaha Pasar Modern dan Usaha Toko Modern
Saran
pertimbangan
ini
merupakan
respon
KPPU
terhadap
upaya
penyusunan RPP yang diharapkan mampu meminimalkan persoalan di industri ritel yang terjadi selama ini.
Secara garis besar saran pertimbangan yang diberikan adalah sebagai berikut: a. KPPU mendukung sepenuhnya substansi pengaturan yang dilakukan dalam upaya perlindungan usaha kecil ritel dan tradisional serta perlindungan terhadap pemasok ritel modern. Menyangkut substansi pengaturan
KPPU
memahami
sepenuhnya
bahwa
hal
tersebut
merupakan kewenangan Pemerintah. b. Dalam beberapa substansi pengaturan, KPPU mengharapkan agar substansi
pengaturan
memperhatikan
potensi-potensi
terjadinya
persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam UU No 5 tahun 1999. Hal tersebut antara lain menyangkut pengaturan pembatasan jumlah pelaku usaha berbasiskan analisis terhadap supply dan demand. Diharapkan pembatasan jumlah pelaku usaha tidak menjadi instrumen yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha untuk melakukan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat melalui eksploitasi terhadap konsumen. Misalnya saja dengan melakukan praktek kartel antar pelaku usaha yang jumlahnya terbatas atau bahkan praktek monopoli karena hanya ada satu pelaku usaha di satu wilayah.
Halaman
39
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ c. Terkait dengan hubungan pemasok dan peritel modern, diusulkan agar hal tersebut tidak hanya menyangkut pemasok kecil, tetapi juga pemasok menengah dan besar. Hal tersebut mengingat daya tawar ritel modern yang sangat tinggi tidak hanya berefek terhadap pelaku usaha kecil saja tetapi juga usaha menengah dan besar. Selain itu, dalam pengaturan juga perlu ditegaskan bahwa segala bentuk hubungan transaksi antara pemasok dan peritel modern tidak boleh bertentangan dengan prinsipprinsip persaingan usaha yang sehat. Sampai dengan laporan tahun 2007 ini disusun, RPP masih dalam proses penyusunan oleh Pemerintah dan KPPU selalu dilibatkan dalam proses pembahasan RPP Ritel tersebut.
5. Saran dan Pertimbangan Kepada Pemerintah Terkait dengan Kebijakan dalam Penyelenggaraan Haji
Saran ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan evaluasi kebijakan dalam penyelenggaraan
Haji.
KPPU
memandang
penting
hal
ini,
karena
penyelenggaraan ibadah haji merupakan kegiatan yang sangat bersentuhan dengan masyarakat banyak. Setiap tahun sekitar 200.000 jamaah haji menjadi peserta ibadah Haji. Biaya murah dengan kualitas layanan penyelenggaraan yang baik merupakan tuntutan yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah.
Dalam
sarannya
KPPU
menyampaikan
apresiasi
terhadap
beberapa
perubahan yang dilakukan dalam kebijakan penyelenggaraan ibadah haji seperti upaya pemisahan fungsi pengawasan dan fungsi pengelolaan dana abadi umat, sehingga selaras dengan upaya penciptaan good governance.
Namun demikian, pembenahan yang diusulkan di dalam RUU Haji, belum cukup maksimal mendorong pembenahan kebijakan penyelenggaraan haji secara keseluruhan. Terdapat tiga permasalahan utama yang menurut pandangan KPPU perlu dibenahi secara komprehensif, yakni :
1. Kebijakan tarif KPPU memahami bahwa peran Pemerintah masih dibutuhkan untuk menjamin tingkat tarif penyelenggaraan ibadah haji (selanjutnya disingkat
Halaman
40
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ BPIH) yang wajar sehingga terjangkau masyarakat. Berdasarkan regulasi yang berlaku, penetapan BPIH dilakukan oleh Presiden berdasarkan usulan Menteri Agama yang telah mendapat persetujuan DPR.
Sayangnya, usulan BPIH yang diajukan Departemen Agama selalu menggunakan dasar perhitungan biaya operasional tahun sebelumnya. Di sisi lain, besarnya hambatan masuk di pasar jasa penyelenggaraan haji masih tinggi, terutama jasa transportasi, akomodasi dan konsumsi (catering). Akibatnya, BPIH yang ditetapkan Pemerintah memiliki kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Mekanisme kebijakan demikian, telah menyebabkan terjadinya legitimasi bagi terjadinya praktek monopoli
dalam
penyelenggaraan
ibadah
haji,
karena
pasar
dipersepsikan statis.
2. Kebijakan Pemberdayaan Pelaku Usaha Nasional KPPU berpendapat dinamika pasar di industri jasa transportasi, jasa perjalanan (tour&travel), dan jasa boga, telah berkembang dengan baik. Tidak seharusnya mekanisme tender (competition for the market) yang dijalankan pemerintah dalam pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji dilakukan diskriminatif.
Sebagaimana ditunjukkan pada tahun 1999, dampak keikutsertaan perusahaan penerbangan selain PT Garuda Indonesia, yaitu Saudi Arabian Airlines, dapat menekan tarif angkutan haji (dari US$ 1,750.menjadi US$ 1,250.- per orang). Jika perusahaan penerbangan asing (yaitu SV) saja telah diberi akses untuk melayani angkutan haji, kenapa perusahaan penerbangan nasional tidak?. Paradigma pemberdayaan pasar dengan mengikutsertakan pelaku usaha nasional menurut hemat kami perlu dikedepankan.
Selanjutnya, dalam hal penyediaan akomodasi dan konsumsi mekanisme yang dijalankan pemerintah masih diskriminatif sehingga belum efektif mendorong penciptaan kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha di sektor bersangkutan. Mekanisme tender (competition for the
Halaman
41
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ market) yang dilakukan pemerintah masih jauh dari kondisi yang diharapkan.
3. Organisasi Penyelenggaraan Ibadah Haji. KPPU berpendapat perangkapan fungsi regulasi dan fungsi pelaksanaan oleh pemerintah, menjadi salah satu penyebab utama dari inefisiensi penyelenggaraan haji. Hubungan regulator-operator seharusnya bersifat vertikal. Perangkapan fungsi akan menyulitkan mekanisme reward and punishment. Berdasarkan pengalaman, Departemen Agama tidak pernah mendapatkan ’hukuman’ (sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik) atas terus terulangnya berbagai permasalahan di dalam penyelenggaraan ibadah haji.
KPPU berpandangan bahwa bentuk jaminan perlindungan negara tidak ‘harus’ selalu termanifestasikan dalam bentuk perangkapan fungsi regulator
dan
pelaksana
oleh
Pemerintah.
Kinerja
dalam
penyelenggaraan haji selama ini menunjukkan bahwa pola yang berlaku telah mengakibatkan penyelenggaraan haji tidak maksimal.
Menanggapi surat saran dan pertimbangan KPPU, Menteri Agama memberi tanggapan sebagai berikut : 1. Mengenai tarif BPIH, telah dibahas bersama dengan DPR-RI melalui mekanisme pembentukan Panja, dimana sebelumnya telah dilakukan Rapat Dengar Pendapat dengan pihak-pihak terkait untuk membahas penetuan tarif yang wajar dan proporsional. Tarif BPIH tersebut tetap menggunakan
tarif
tahun
sebelumnya
dengan
juga
melakukan
pembahasan dan tawar-menawar untuk memperoleh tarif yang wajar dan proporsional. Sedangkan mengenai keikutsertaan pelaku usaha lain dalam transportasi haji, maskapai nasional yang dipakai hanya satu yaitu Garuda. Hal ini dikarenakan adanya kesulitan perolahan izin pendaratan di Saudi Arabia yaitu Pemerintah Arab Saudi yang memberlakukan single designator bagi penerbangan haji suatu negara. Selain itu maskapai lainnya selalu memberikan penawaran tarif yang lebih tinggi dari Garuda dan Saudi Airline.
Halaman
42
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ 2. Implementasi melalui tender terbuka telah dilakukan melalui media massa seperti pengumuman hasil tender catering di Surabaya melalui koran
media
Indonesia.
Sedangkan
untuk
tarif
pemondokan,
penentuannya dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku dan mengikat di Arab Saudi. Departemen Agama melakukan upaya negosiasi untuk memperoleh harga yang wajar dan kompetitif. 3. Departemen Agama telah mendorong untuk melakukan efisiensi dengan tetap
memperhatikan
Departemen
Agama
perlindungan menetapkan
terhadap harga
jemaah.
minimal
Untuk
dalam
itu,
rangka
perlindungan agar pelayanan benar-benar dapat dilaksanakan sesuai yang dijanjikan. Sementara ini belum dilakukan pembatasan harga maksimal sesuai saran KPPU, karena di Arab Saudi belum ada standarisasi tarif hotel, naqobah, dan catering. Namun, Departemen Agama akan tetap menjaga agar tarif yang ditentukan harus sesuai dengan pelayanan yang diberikan. 4. Tender terbuka telah dilakukan dengan mengumumkan pemenang lelang/tender melaui website disamping koran nasional yang sesuai dengan Kepres No.80 Tahun 2003. 5. Dalam pendekatan G to G, sangat diharapkan adanya peran aktif dari pelaku usaha nasional untuk mendapatkan partner bisnis di Arab Saudi. 6. Usulan pemisahan fungsi regulasi dan fungsi pelaksanaan telah diusulkan oleh beberapa pengamat perhajian dan telah mendominasi pembahasan pada pembicaraan usul inisiatif DPR-RI tentang Perubahan Undang-Undang No.17 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. 7. Departemen Agama sependapat untuk membentuk komite pengawas independen yang ikut mengawasi penyelenggaraan haji di Indonesia, dengan pertimbangan untuk mengantisipasi tidak adanya tumpang tindih pelaksanaan dengan lembaga pengawasan yang dibentuk oleh peraturan perundangan. 8. Akuntabilitas penyelenggaraan haji dilakukan oleh institusi pemeriksa internal yaitu Inspektorat Jenderal dan BPKP, serta institusi pemeriksa eksternal yaitu BPK. Perlu diketahui bahwa sejak dua tahun ini, setelah selesai operasional haji telah diumumkan neraca BPIH secara luas kepada masyarakat melalui media massa nasional.
Halaman
43
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ 6. Saran dan Pertimbangan terhadap Kebijakan Perbukuan Nasional
Peraturan Menteri No. 11 Tahun 2005 tentang Buku Teks Pelajaran merupakan kebijakan yang selaras dengan semangat persaingan usaha yang sehat. Namun dalam implementasinya, kerangka industri perbukuan yang ideal yang sesuai dengan kebijakan masih jauh dari harapan. Salah satu permasalahan yang muncul adalah terjadinya distorsi terhadap sistem ideal yang diinginkan Pemerintah serta minimnya perhatian Pemerintah untuk mendorong implementasi kebijakan yang ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Terkait dengan kebijakan tersebut, KPPU menyampaikan beberapa hal sebagai berikut: 1. Apabila Pemerintah ingin mempertahankan bentuk pengaturan saat ini, maka Pemerintah harus memperkuat kebijakan tersebut dengan : a. mengembangkan program-program turunan dari kebijakan yang telah dibuat saat ini, antara lain dengan : i. mengembangkan pengaturan teknis dari kebijakan yang telah ada ii. mengembangkan toko buku sebagai ujung tombak industri buku b. menegakkan sanksi bagi pihak-pihak yang melanggar ketentuan yang telah ditetapkan, terutama ditujukan kepada pejabat dan pelaksana pendidikan nasional yang mendistorsi sistem melalui kewenangannya. 2. Terkait kebijakan harga buku nasional, mengingat potensi oligopoli dalam industri buku sangat besar, maka untuk menghindari terjadinya eksploitasi konsumen Pemerintah disarankan untuk menetapkan batas atas harga buku. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya pencegahan terhadap potensi eksploitasi siswa oleh pelaku usaha. Di sisi lain kebijakan tersebut memberi ruang persaingan yang seluas-luasnya sehingga upaya efisiensi pelaku usaha tetap terjadi. 3. Memperhatikan nilai strategis perbukuan dalam pendidikan nasional dan lemahnya implementasi kebijakan saat ini, disarankan agar pengaturan perbukuan menggunakan peraturan perundangan yang lebih tinggi yang mengikat
setiap
warga
Negara
yang
menjadi
obyeknya.
KPPU
mengusulkan bentuk pengaturan yang tepat adalah dalam bentuk UndangUndang.
Untuk
itu
KPPU
mengusulkan
agar
Pemerintah
menyiapkan Rancangan Undang-Undang Perbukuan Nasional.
Halaman
44
Laporan Tahun 2007
segera
_____________________________________________________________________ 7. Saran dan Pertimbangan Kepada Pemerintah Terkait dengan Kebijakan Perposan
KPPU melakukan analisa terhadap Draft Rancangan Undang-Undang Perposan, dalam rangka perbaikan regulasi sektor yang bersangkutan. Untuk memperoleh masukan yang lebih komprehensif, KPPU juga melakukan elaborasi terhadap berbagai pendekatan ”best practices” dalam regulasi pos internasional. Saran dan pertimbangan KPPU berkaitan dengan industri perposan ini antara lain: a.
Perlu ada klasifikasi dan spesifikasi yang lebih jelas terhadap jasa pos atau produk pos yang masuk dalam kategori wajib (core) terkait dengan Kewajiban
Pelayanan
Umum/Public
Service
Obligation
(PSO),
sebagaimana tercantum dalam konvensi UPU yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui Keppres No. 112/2000 (Protokol keenam UPU di Beijing) dan Perpres No. 98/2006 (Protokol ketujuh UPU di Bucharest). Klasifikasi tersebut dapat dilakukan berdasarkan kombinasi dari tiga kriteria utama yaitu jenis jasa pelayanan (class of services), berat, dan tarif. b.
Mengacu pada berbagai kebijakan pos yang diterapkan di berbagai negara (sebagaimana tercantum dalam literatur UPU dan OECD), jasa pos standar dengan berat tertentu merupakan kategori produk/jasa yang bersifat wajib disediakan oleh operator/negara dengan tarif yang terjangkau (affordable prices). Sementara, produk/jasa pos seperti express mail dan jasa pos premium lainnya merupakan produk/jasa bernilai tambah yang termasuk ke dalam wilayah komersial dan dapat dilakukan secara kompetitif, baik dari segi pelayanan maupun tarif, berdasarkan mekanisme pasar yang wajar.
c.
Sejalan dengan ketentuan konvensi UPU yang menegaskan bahwa dalam peraturan (undang-undang) pos di setiap negara anggota harus memuat pengaturan mengenai public service obligation (PSO) dalam jasa pos, maka RUU Pos harus tetap memuat pengaturan mengenai PSO dalam jasa pos di Indonesia. Undang-undang pos yang baru harus memberikan amanat kepada negara (pemerintah) dalam hal penyediaan PSO jasa pos dengan sistem dan metode pembiayaan yang memadai.
Halaman
45
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Dalam hal ini, metode atau praktek subsidi silang antara jasa pos yang bernilai komersial dengan jasa pos non komersial harus dihilangkan, karena akan memberatkan kinerja operator sebagai pelaksana PSO pos dan
juga
akan
menimbulkan
adanya
hambatan
terhadap
iklim
persaingan usaha yang sehat. d.
Pemerintah
berdasarkan
undang-undang
pos
yang
baru
perlu
menerbitkan kebijakan yang memberikan hak konsesi kepada operator (pelaksana) PSO dalam jasa pos melalui proses yang kompetitif dan transparan. Melalui proses tersebut, akan diperoleh operator (pelaksana) PSO jasa pos yang dapat melaksanakan fungsi PSO dengan biaya terendah (lowest scheme subsidy) serta menghilangkan adanya subsidi silang antara layanan PSO dengan layanan komersial. Tentunya untuk mencapai
hal
tersebut
diperlukan
kajian
serta
evaluasi
yang
komprehensif, baik terhadap berbagai metode pendanaan PSO yang tersedia maupun terhadap kinerja serta kemampuan kandidat operator sebagai pelaksana POS dalam jasa pos. e.
Untuk menjamin terlaksananya fungsi PSO dan operasional sektor pos secara keseluruhan, maka perlu penguatan fungsi serta peran regulator dan pengawas dalam undang-undang pos yang baru. Penguatan dua fungsi tersebut diutamakan dalam hal status hukum, tatanan institusi, pendanaan serta kewenangannya. Selain hal tersebut, regulator dan pengawas pos harus menjamin tidak terjadi penyimpangan atau persilangan (cross subsidy) antara produk/jasa yang bersifat wajib dengan produk/jasa pos bernilai tambah dan bersifat komersial, terutama dari sisi kebijakan tarif oleh operator (pelaksana) PSO dan pelaku usaha lainnya.
f.
Dalam RUU Pos sebaiknya juga mencakup berbagai perkembangan dan inovasi dalam dunia bisnis, terutama dalam rangka mengantisipasi tren integrasi layanan jasa pos (komersial) dan logistik. Sebagaimana diketahui bersama, integrasi pelayanan jasa (termasuk untuk sektor pos dan logistik) memungkinkan terjadinya peningkatan efisiensi dan inovasi dalam supply chain sehingga dapat mengarah kepada peningkatan kualitas layanan konsumen (user) dengan tarif yang lebih kompetitif.
Halaman
46
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Pada dasarnya, terdapat beberapa isu persaingan dalam sektor pos, seperti diantaranya adalah integrasi vertikal, akses terhadap jaringan pos (melalui interkoneksi) serta penetapan tarif yang tidak wajar (predatory pricing). Untuk menyikapi berbagai isu tersebut, sebaiknya berbagai ketentuan dalam RUU Pos nantinya tetap mempertimbangkan kaidah-kaidah prinsip persaingan usaha sehat sebagaimana diatur dalam UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Berdasarkan perkembangan terakhir, substansi saran KPPU tersebut telah menjadi masukan baik bagi pemerintah dan atau DPR dalam proses penyusunan Draft RUU Pos terbaru.
8. Saran dan Pertimbangan Terhadap Kebijakan Usaha Perkebunan Sawit
Dalam industri kelapa sawit, masih diperlukan berbagai pembenahan agar perkembangan
industri
pengakomodasian
kelapa
nilai-nilai
sawit
sesuai
persaingan
dengan
usaha
yang
harapan
melalui
sehat
dalam
pengembangannya.
Isi saran dan pertimbangan tersebut terkait dengan beberapa hal, antara lain: a. Terbitnya ketentuan yang mengharuskan perusahaan pengolahan hasil perkebunan sawit untuk memenuhi minimal 20% pasokan bahan bakunya dari pengusahaan budidaya tanaman perkebunan sendiri sebagaimana tertuang
di
dalam
Peraturan
26/Permentan/OT.140/2/2007
tentang
Menteri Pedoman
Pertanian Perizinan
Nomor Usaha
Perkebunan yang mengharuskan usaha pengolahan hasil perkebunan sawit untuk memenuhi minimal 20% pasokan bahan baku dari pengusahaan budidaya tanaman perkebunan sendiri. Peraturan tersebut dapat menjadi hambatan masuk bagi perusahaan pengolahan hasil perkebunan sawit yang tidak dapat memenuhi syarat 20% pasokan bahan baku dari kebun sendiri karena minimnya lahan, dan sebagaimana diatur melalui UU No.18/1999 tentang usaha perkebunan, tidak berarti pelaku usaha pengolahan hasil perkebunan juga harus melakukan usaha budidaya tanaman perkebunan sendiri. sehingga KPPU menyarankan agar peraturan tersebut dicabut.
Halaman
47
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ b. Kemitraan antara perkebunan rakyat sebagai pemasok bahan baku dan perusahaan pengolah sawit sebagai pembeli bahan baku menunjukkan posisi tawar pekebun tidak sebanding dengan perusahaan inti (unequal bargaining power), meskipun perkebunan rakyat mengusahakan 35,58% dari total luas areal perkebunan sawit nasional, namun tingkat ketergantungan mereka terhadap industri pengolahan kelapa sawit sangat tinggi, sehingga tingkat keseimbangan pasar lebih dikendalikan oleh inti sebagai pemilik pabrik pengolahan hasil tandan buah segar sawit daripada sisi pekebun sebagai plasma yang menproduksi tandan buah segar sawit. Oleh karena itu, sebaiknya pola kemitraan antara pemasok dan pengolah bahan baku memperhatikan ketentuan larangan praktek monopsoni dalam UU No. 5 Tahun 1999. c. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 395/Kpts/OT.140/11/2005 mengenai Pedoman Penetapan Harga Pembelian TBS Kelapa Sawit Produksi Pekebun secara teknis dimaksudkan sebagai upaya memperkuat posisi tawar pekebun plasma dalam mendapatkan harga tandan buah segar yang wajar. Namun dalam prakteknya, kebijakan tersebut digunakan untuk menyeragamkan tingkat harga tandan buah segar
sawit, baik yang diproduksi pekebun
plasma maupun pekebun non-plasma (perkebunan rakyat swadaya). Praktek tersebut mengarah kepada praktek penetapan harga (price fixing) yang berlawanan dengan UU No. 5 tahun 1999. KPPU menyarankan agar departemen teknis ataupun instansi yang berwenang menjalankan ketentuan operasional Peraturan Menteri Pertanian Nomor 395/Kpts/OT.140/11/2005 dan tidak menyalahgunakannya sebagai instrumen penetapan harga. d. Perusahaan perkebunan besar swasta mendominasi penguasaan luas areal perkebunan kelapa sawit nasional. Meskipun demikian, produktivitas kelapa sawitnya masih lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas perusahaan perkebunan negara dan relatif sebanding dengan produktivitas perkebunan rakyat. Hal tersebut menunjukkan adanya dominasi lahan yang inefisien, sehingga memerlukan evaluasi lebih lanjut dari departemen teknis dan instansi terkait.
KPPU menyarankan agar departemen ataupun instansi yang berwenang menjalankan ketentuan operasional Peraturan Menteri Pertanian Nomor 395/Kpts/OT.140/11/2005 disarankan untuk tidak menyalahgunakannya
Halaman
48
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ sebagai instrumen memaksakan keseragaman harga pasar di pasar bersangkutannya.
8. Saran dan Pertimbangan KPPU terhadap Pelaksanaan Angkutan Kontainer Roll On–Roll Of (RoRo) Batam – Singapura.
Pemanfaatan kapal RoRo sebagai angkutan Batam-Singapura saat ini belum diakomodasi dengan baik dalam kebijakan sektor perhubungan, sehingga implementasinya telah menimbulkan potensi persaingan usaha tidak sehat berupa terhambatnya pelaku usaha nasional yang memiliki keinginan untuk mengoperasikan kapal RoRo di jalur Batam-Singapura.
Permasalahan mendasar terkait dengan pelaksanaan sistem Roro adalah sebagai berikut. 1. Selama ini belum ada kebijakan bilateral antara Pemerintah RI dan Pemerintah Singapura sebagai landasan hukum yang mengatur mengenai angkutan penyeberangan antara kedua negara tersebut. Landasan hukum yang dipakai selama ini adalah berupa MoU antara Pemerintah RI dengan Pemerintah Singapura tentang kerjasama ekonomi serta Surat Keputusan Menteri Perdagangan, Menteri Keuangan, dan Menteri Perhubungan. Ketiadaan landasan hukum ini menjadi entry barrier
bagi pelaku usaha
nasional yang masuk kedalam usaha jasa angkutan penyeberangan dengan sistem Roro. Hambatan tersebut muncul dalam bentuk antara lain tidak adanya jaminan bagi kelangsungan usaha jasa penyeberangan dengan sistem Roro serta seringkali terjadi penolakan chasis kapal Indonesia yang akan masuk ke Singapura dengan alasan bahwa chasis kapal Indonesia tidak sesuai dengan standar chasis yang diterapkan otoritas pelabuhan Singapura. 2. Terdapat berbagai praktek ekonomi biaya tinggi yang terjadi di pelabuhanpelabuhan yang berada di Pulau Batam, terkait dengan pengoperasian kapal Roro tersebut. Muncul biaya-biaya yang tidak sesuai dengan standar kepelabuhanan nasional sehingga lebih mendekati bentuk pungutan ilegal daripada pemasukan bagi Pemerintah di Pulau Batam.
Halaman
49
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Terkait dengan hal-hal tersebut diatas, KPPU menyampaikan beberapa hal sebagai berikut : 1.
KPPU menyarankan agar Pemerintah segera membuat perjanjian bilateral antara kedua negara yang megatur hal tersebut. Pengaturan harus dilakukan secara komprehensif, sehingga tidak ada keraguan dari pelaku usaha nasional untuk berpartisipasi aktif dalam usaha jasa penyeberangan dengan menggunakan kapal Roro,
2.
Pengaturan juga harus mengakomodasi bagi munculnya persaingan usaha yang sehat serta menghindarkan ekonomi biaya tinggi dalam usaha jasa penyeberangan tersebut.
Terdapat tanggapan resmi yang ditujukan kepada KPPU melalui Surat Menteri Sekretaris Negara No B-16/M.Sesneg/D-4/01/2008.
Dalam surat tersebut, Menteri Sekretaris Negara meminta kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian untuk membahas saran dan pertimbangan dari KPPU, mengingat telah ditandatanganinya perjanjian bilateral dengan Pemerintah Singapura mengenai Economic Cooperation in The Island of Batam, Bintan, and Karimun pada tanggal 25 Juni 2006. Hasil pembahasan tersebut diharapkan dilaporkan kepada Presiden melalui Menteri Sekretaris Negara.
Berdasarkan surat tersebut, menurut Menteri Sekretaris Negara, kebijakan yang mengatur
mengenai
pemanfaatan
kapal
Ro-Ro
Batam-Singapura
telah
diakomodasi dalam Framework Agreement between Republic of Indonesia and The Government of The Republic of Singapore on Economic Cooperation in The Islands of Batam, Bintan, and Karimun.
10. Saran dan Pertimbangan terhadap Kebijakan di Sektor Jasa Kontruksi
Sebagian besar laporan persaingan usaha tidak sehat yang masuk ke KPPU berasal dari sektor jasa konstruksi. Laporan tersebut memunculkan dugaan bahwa salah satu akar permasalahan sektor jasa konstruksi terletak pada kebijakan yang tidak kondusif.
Halaman
50
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Terkait dengan kebijakan tersebut, KPPU menyampaikan beberapa hal sebagai berikut : 1. Pengaturan dalam sektor jasa konstruksi harus terus disempurnakan untuk menghindarkan terjadinya distorsi implementasi UU No.18 Tahun 1999. Salah satu permasalahan paling penting yang harus diperbaiki adalah upaya validasi kepada unsur pelaku usaha yang menjadi pengurus LPJK. Pemerintah harus mendorong peran aktif dari unsur LPJK lain yang lebih independen seperti unsur Pemerintah dan Akademisi/Pakar. 2. Diharapkan Pemerintah dapat melahirkan kebijakan yang menjadikan proses validasi perusahaan dan asosiasi jasa konstruksi di LPJK menjadi proses seleksi bagi munculnya perusahaan dan asosiasi yang mengedepankan profesionalitas serta menjadi sarana untuk melahirkan pelaku usaha dengan daya saing tinggi. Memperhatikan bahwa akar permasalahan di sektor jasa konstruksi terletak pada format kelembagaan, maka untuk kepentingan jangka panjang KPPU menyarankan kepada Pemerintah agar mengubah format kelembagaan sektor jasa konstruksi tersebut. Format yang tepat adalah dengan menempatkan LPJK sebagai lembaga resmi negara dengan tugas menjadi regulator dalam sektor jasa konstruksi. Format ini mengedepankan independensi yang akan menghindarkan LPJK dari konflik kepentingan anggotanya. Mengingat perubahan format hanya dapat dilakukan dengan melakukan amandemen terhadap UU No.18 Tahun 1999, maka KPPU menyarankan agar Pemerintah menyiapkan Rancangan Undang-Undang perubahan terhadap UU No.18 Tahun 1999.
Hingga saat ini belum terdapat tanggapan resmi dari Pemerintah. Akan tetapi, Departemen Pekerjaan Umum selalu melibatkan KPPU dalam sosialisasi mengenai prinsip persaingan usaha yang sehat dalam industri jasa konstruksi.
11. Saran dan Pertimbangan terhadap Kebijakan Pengelolaan Taksi Bandar Udara
Dalam pengelolaan taksi bandara, pada perkembangannya telah terjadi monopoli pengelolaan oleh pelaku usaha tertentu dengan potensi penyalahgunaan kekuatan monopoli di dalamnya melalui tarif yang tinggi
Halaman
51
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ dan kualitas pelayanan yang memprihatinkan. Sementara itu, hasil kajian KPPU
memperlihatkan
bahwa
model
persaingan
yang
terbuka
sesungguhnya dapat diimplementasikan dalam pengelolaan taksi bandara dengan memberikan kesempatan kepada pelaku usaha yang memiliki kompetensi dalam pengelolaan taksi bandara.
Beberapa langkah yang telah dilakukan oleh KPPU antara lain : 1.
Secara khusus KPPU telah melakukan koordinasi dengan regulator dalam hal ini Departemen Perhubungan tentang kemungkinan perubahan model pengelolaan taksi dari monopoli menuju persaingan usaha yang sehat. Dari koordinasi tersebut diketahui bahwa kewenangan pengelolaan sepenuhnya berada di tangan pengelola bandara, yang saat ini dilakukan oleh PT Angkasa Pura I dan Angkasa Pura II.
2.
KPPU secara persuasif telah melakukan pendekatan kepada PT Angkasa Pura I dan II untuk melakukan perubahan pengelolaan dengan memberikan kesempatan kepada pelaku usaha lain, selain yang
beroperasi
saat
ini.
Hasil
dari
pendekatan
ini
cukup
menggembirakan dengan dibukanya pengelolaan taksi bandara di Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng dan Bandara Polonia Medan, bagi pelaku usaha taksi yang lainnya. Tetapi di Bandara selain dua bandara tersebut, pengelolaan masih dilakukan dengan model monopoli atau meskipun berangsur dibuka untuk pelaku usaha lain tetapi belum sepenuhnya mengadopsi prinsip persaingan usaha yang sehat, misalnya dalam metode pemilihan pelaku usaha penyedia jasa taksi bandara.
3.
Terkait dengan pengelolaan bandara yang banyak dilakukan oleh pelaku usaha yang memiliki keterkaitan dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI), mengingat beberapa bandara dikembangkan di daerah enclave sipil milik TNI, KPPU telah berupaya untuk melakukan koordinasi dengan Departemen Pertahanan, melalui surat undangan KPPU yang ditujukan kepada Menteri Pertahanan. Melalui surat tersebut, KPPU berharap dapat melakukan pendekatan tentang
Halaman
52
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ penyelesaian upaya monopolisasi taksi bandara yang dilakukan oleh pelaku usaha yang memiliki keterkaitan kelembagaan dengan TNI. Tetapi sayangnya, sampai saat ini, hal tersebut tidak mendapat tanggapan resmi dari Departemen Pertahanan.
4.
Dalam upaya mencari solusi lebih lanjut, KPPU kemudian melakukan pendekatan lain dengan menghadirkan seluruh stakeholder bandar udara di seluruh Indonesia dalam sebuah public hearing. Melalui public hearing ini, KPPU menekankan bahwa model monopoli bandara tidak sesuai dengan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat sebagaimana diatur dalam UU No 5 Tahun 1999, oleh karena itu maka harus dilakukan perubahan pengelolaan menjadi lebih terbuka kepada pelaku usaha yang memiliki kompetensi dalam pengelolaan taksi. Sayangnya upaya inipun tidak membuahkan hasil yang maksimal.
Mencermati perkembangan pengelolaan taksi bandara yang semakin memprihatinkan dan tidak adanya langkah kongkrit menuju perubahan pengelolaan, KPPU kemudian melakukan monitoring terhadap potensi penyalahgunaan hak monopoli pengelolaan taksi bandara. Setelah melalui proses monitoring, dan ditemukan beberapa indikasi kuat terjadinya praktek monopoli, akhirnya dugaan praktek monopoli dalam pengelolaan beberapa taksi bandara masuk ke dalam pemeriksaan pendahuluan sebagai awal dari proses penegakan hukum persaingan.
Mencermati perkembangan di atas dan mempertimbangkan minimnya langkah nyata yang dilakukan beberapa instansi terkait dalam upaya pembenahan
pengelolaan
taksi
bandara
yang
mengedepankan
keterbukaan pengelolaan bagi pelaku usaha yang mampu memberikan pelayanan yang lebih baik dengan harga yang kompetitif, KPPU memandang perlu adanya langkah kongkrit yang dapat dilakukan Pemerintah
untuk
mengambil
kebijakan
yang
mengedepankan
implementasi nilai-nilai persaingan usaha yang sehat dalam sektor taksi bandara. Apabila Pemerintah berkenan untuk mendapatkan penjelasan
Halaman
53
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ yang lebih komprehensif dari KPPU, maka KPPU bersedia untuk melakukan audiensi terkait hal tersebut. 2.3.
KAJIAN
SEKTOR
INDUSTRI
DAN
PERDAGANGAN
Untuk mendukung program harmonisasi kebijakan persaingan dalam rangka reformasi regulasi, KPPU mencanangkan 4 (empat) kegiatan kajian persaingan usaha sektor industri dan perdagangan. Secara umum, kajian persaingan usaha sektor industri dan perdagangan bertujuan untuk mengidentifikasi iklim persaingan dalam sektor industri dan perdagangan tertentu. Identifikasi terhadap iklim persaingan tersebut dilakukan melalui beberapa pendekatan, diantaranya dengan pendekatan SCP (Structure Conduct Performance). Hasil kajian pada umumnya akan menjadi bahan masukan bagi KPPU secara internal, untuk melaksanakan dua kegiatan utamanya yaitu penegakan hukum persaingan dan pemberian saran pertimbangan kepada pemerintah. Hasil kajian KPPU juga dapat disosialisasikan kepada pihak eksternal KPPU, apabila hal tersebut dirasakan perlu untuk mendukung kegiatan sosialisasi dan atau advokasi kebijakan persaingan terhadap stakeholder KPPU.
Berdasarkan keputusan rapat komisi, terpilih empat tema yang akan dikaji di tahun 2007. Keempat tema tersebut adalah:
1.
Kajian Persaingan Usaha Sektor Telekomunikasi;
2.
Kajian Persaingan Usaha Sektor Ritel;
3.
Kajian Persaingan Usaha Sektor Beras; dan
4.
Kajian Persaingan Usaha dalam rangka Pemetaan Struktur Industri Indonesia.
Adapun latar belakang pemilihan keempat tema kajian tersebut adalah dengan mempertimbangkan beberapa kriteria, diantaranya adalah sektor yang bersangkutan merupakan sektor strategis dan atau terkait dengan pelayanan publik. Beberapa pertimbangan lain yang digunakan adalah bahwa tema kajian harus sebisa mungkin bersifat sinergis dengan program pembangunan ekonomi yang dicanangkan pemerintah.
Halaman
54
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Ringkasan berbagai kajian tersebut adalah: 1. Kajian Persaingan Usaha Sektor Telekomunikasi
Perkembangan sektor industri telekomunikasi selama ini begitu pesat karena cepatnya perubahan teknologi telekomunikasi yang bersimbiosis dengan teknologi informasi. Pemerintah sendiri tampaknya senantiasa berusaha untuk mengeluarkan kebijakan yang selaras dengan perkembangan teknologi tersebut. Tetapi perubahan yang cepat membuat proses perubahan pengelolaan menjadi kompetisi penuh sampai saat ini tampak tersendat-sendat. Dalam UU No 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi serta UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha yang Tidak Sehat, secara eksplisit dinyatakan bahwa pengelolaan industri telekomunikasi Indonesia akan diselenggarakan berdasarkan model kompetisi (multi operator). Kedua UU ini telah memberikan angin perubahan bagi industri telekomunikasi Indonesia yaitu dengan mulai mengalirnya arus persaingan sebagai mekanisme pengelolaan dalam industri telekomunikasi. Hal ini telah membuka peluang bagi pelaku usaha telekomunikasi untuk secara lebih serius mengelola usahanya.
Pada bagian awal kajian dipaparkan berbagai teknologi telekomunikasi, meliputi prinsip dasar telekomunikasi dan sistem jaringan telekomunikasi. Pembahasan dilanjutkan dengan pengenalan teknologi media transmisi, mulai dari kawat tembaga hingga penggunaan satelit. Aplikasi dan trend perkembangan teknologi kedepan juga dibahas serta kaitannya dengan dampaknya terhadap perubahan regulasi. Regulasi yang akan mengatur subsektor telekomunikasi, harus memperhatikan kemampuan teknologi IP yang menambah kompleksitas jaringan telekomunikasi, tapi sekaligus menawarkan efisiensi dalam pelayanan. Pengaturan yang akan diterapkan selain perlu memperhatikan perkembangan ke depan, harus juga melihat pemanfaatan
teknologi
pada
jaringan
yang
sudah
ada
(network
legacy).
Berdasarkan analisis dalam bagian, ini maka akan diperoleh gambaran tentang sarana telekomunikasi yang dapat menciptakan kompleksitas persaingan. Berbagai operator telekomunikasi berbasis sarana ini akan saling bersaing satu sama lain dalam industri telekomunikasi, dari mulai operator berbasis kabel, frekuensi, satelit dan IP.
Halaman
55
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Bagian inti dari kajian ini adalah pemetaan struktur industri telekomunikasi di Indonesia. Pemetaan coba dilakukan berdasarkan segmen jasa/layanan yang disediakan operator yaitu telepon tetap (sambungan lokal, sambungan langsung jarak jauh, sambungan langsung internasional) dan seluler.
Untuk seluler
pembahasan meliputi profil pelaku usaha, perilaku, dan kinerja operator. secara umum struktur pasar pada industri telekomunikasi masih sangat terkonsentrasi, bahkan pada pasar SLI dan SLJJ memiliki struktur pasar duopoli dimana hanya terdapat Telkom dan Indosat. Struktur pasar seluler indonesia termasuk ke dalam struktur pasar oligopoli dengan nilai CR3 sebesar 98,9 % dan HHI sebesar 4450. Telkomsel merupakan perusahan dominan pada pasar telepon seluler dengan pangsa pasar sebesar 59,6 %. Sedangkan pada jasa satelit pada tahun 2006 terdapat 55 pelaku usaha yang sudah terdaftar dan penyelengara internet pada tahun 2005 sebanyak 232 pelaku usaha.
Selanjutnya dibahas mengenai regulasi mengenai telekomunikasi yang ada di Indonesia. Undang-Undang Telekomunikasi meliberalisasi hak monopoli Telkom dan Indosat sebagai badan penyelenggara dengan tanggung jawab menyelenggarakan masing-masing
layanan
telekominasi
domestik
dan
internasional.
Untuk
meningkatkan persaingan, Undang-Undang telekomunikasi secara khusus melarang praktek monopoli dan persaingan tidak sehat diantara operator telekomunikasi. Untuk mencegah praktek monopoli dan persaingan bisnis yang tidak sehat, UU juga mengatur interkoneksi jaringan. Biaya interkoneksi harus disepakati oleh etiap penyedia jaringan dan dihitung secara transparan. Hal ini diatur lebih lanjut didalam Peraturan Menkominfo No 8/2006 yang mewajibkan pola interkoneksi berbasis biaya untuk seluruh operator jaringan dan jasa telekomunikasi. Selain itu juga disebutkan perturan yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah yang mengatur pelaksanaan yang terkait dengan Undang-Undang Telekomunikasi.
Dalam kajian ini juga dilakukan studi komparasi kebijakan kompetisi di luar negeri terhadap berbagai negara yaitu Amerika Serikat, Denmark, Malaysia, dan Singapura. Tujuannya adalah untuk melakukan benchmark dengan negara-negara tersebut dalam hal pengawasan kompetisi, pengelolaan industri, lembaga regulator, serta aturan-aturan kompetisi. Dari hasil studi komparasi tersebut disimpulkan bahwa adanya paradigma baru dalam bisnis telekomunikasi. Teknologi tidak dianggap lagi sebagai "market driven industry" tetapi sebagai "public utility". Tiap
Halaman
56
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Negara (USA, Denmark, Malaysia, dan Singapura) memiliki satu perusahaan telekomunikasi yang berperan sebagai tulang punggung sistem telekomunikasi di negaranya. Perusahaan ini dikuasai oleh Negara melalui kepemilikan saham (tetapi bukan Perusahaan Negara) atau merupakan perusahaan nasional (bukan asing). Perusahaan lain secara bebas bersaing dengan perusahaan ini atas dasar persaingan
jasa
(service
based
competition)
atau
fasilitas
(facility
based
competition). Regulator yang ada di beberapa negara yang di-benchmark bersifat IRS (Independent Regulatory Body).
Analisis persaingan usaha meliputi pengenalan konsep kebijakan persaingan di sektor telekomunikasi.
Beberapa konsep penting yang
dijabarkan antara lain
adalah definisi pasar, market power, barriers to entry dan essential facilities. Pada perusahaan yang memiliki market power yang besar maka ada kecenderungan untuk melakukan perilaku anti persaingan seperti penyalahgunaan posisi dominan, penolakan
untuk
bekerjasama
terkait
dengan
essential
facilities,
Cross-
Subsidization, Vertical Price Squeezing, Predatory Pricing, Misuse Of Information, "Locking-In" Customer, Tied Sales & Bundling, dan Restrictive Agreement. Masingmasing bentuk perilaku
anti persaingan tersebut sering terjadi di sektor
telekomunikasi dan memerlukan tindakan perbaikan (remedies) yang berbeda-beda. Beberapa contoh kasus di dalam negeri disampaikan sebagai ilustrasi untuk melengkapai pembahasan tersebut. Salah satu contoh Bundling yang dilakukan PT Telkom dalam Telkomnet instan. PT TELKOM menjual layanan retail internet telkomnet instant dengan harga 100 rupiah per menit, sementara perusahaan pesaing melayani pelanggannya menggunakan fasilitas yang sama dengan harga jual terdiri dari dua komponen yang harus dibayar oleh pelanggannya yaitu waktu penggunaan jaringan PT TELKOM dan biaya waktu akses internet.
Historis perkembangan industri telekomunikasi di Indonesia menunjukkan ciri-ciri struktur pasar oligopoli. Oligopoli tidak berarti buruk, karena hal ini terjadi secara ilmiah sebagaimana juga terjadi di negara-nagara lain. Faktor-faktor yang menyebabkan pasar oligopoli adalah karena keperluan investasi yang sangat besar, teknologi tinggi, sumber daya manusia dengan keahlian khusus dan yang terutama adalah karena kebijakan pemerintah sejak awal memang memberikan hak-hak monopoli kepada pelaku usaha.
Halaman
57
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Dalam kajian ini direkomendasikan beberapa hal antara lain mengenai pengaturan kompetisi penuh yang perlu dikembangkan perlu memenuhi prinsip bahwa peran pemerintah seminimal mungkin, tetapi memastikan bahwa para pemain memiliki peluang dan kesempatan yang sama. Perlu adanya regulasi yang mengatur kompetisi di sektor telekomunikasi yang bersifat implementatif dan mengatur praktek kompetisi.
2. Kajian Persaingan Usaha di Sektor Ritel Perkembangan industri ritel di Indonesia begitu cepat dibandingkan dengan perkembangan sektor riil lainnya. Perkembangan itu disatu sisi menyebabkan persaingan disektor riil ini menjadi tinggi terutama persaingan antar sesama peritel terutama peritel modern. Namun disisi lainnya hal perkembangan industri ritel yang pesat ini berpotensi menimbulkan permasalahan mengingat kehadiran peritel besar dengan dukungan permodalan yang kuat, pelayanan yang prima dan jaringan yang luas diduga mengganggu peritel kecil seperti pasar-pasar tradisonal yang sudah ada sejak lama serta dengan
kemampuan modal yang sangat besar menyebabkan
peritel modern memiliki posisi tawar yang besar dibandingkan dengan pemasok barang-barangnya (supplier).
Kajian terkait sektor ritel difokuskan untuk mengetahui kekuatan pasar yang dimiliki peritel besar sebagai pembeli dalam hubungannya dengan pemasok yang akan dijual di hypermarket yang terfokus pada : ¾ Pemetaan pola hubungan antara pemasok dan peritel pada beberapa produk yang mewakili kondisi persaingan di tingkat pasar modern ¾ Pemetaan pelaku usaha pada jalur distribusinya serta peta persaingan yang terjadi di industri tersebut ¾ Dampak persaingan pada lini vertikal terhadap persaingan di lini horisontal ¾ Potensi permasalahan persaingan pada sisi vertikal maupun horizontal ¾ Identifikasi regulasi yang terkait
Dari hasil kajian yang dilakukan dilapangan diperoleh beberapa hal sebagai berikut : 1. Dalam hubungan antara pemasok dan peritel pada beberapa produk yang mewakili kondisi persaingan di tingkat pasar modern mengindikasikan bahwa
Halaman
58
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ pasar modern memiliki bargaining power yang kuat dikarenakan jangkauan pasar yang luas. 2. Pertimbangan terkait dominannya peritel dalam hal jangkauan pasar menjadi pertimbangan utama oleh pemasok dalam keputusan memasarkan produknya. baik dipasar tradisional maupun dipasar modern. Dalam pasar modern yang menjadi menjadi pertimbangan pemasok adalah potensi jangkauan pasar yang mulai tumbuh sebagai akibat meningkatnya pertumbuhan pasar modern. 3. Pemetaan pelaku usaha pada jalur distribusinya serta peta persaingan yang terjadi pada lini tersebut. Pada hasil survey terhadap 53 perusahaan yang memproduksi sayur dan buahbuahan, mie instan biskuit, air minum dalam kemasan (AMDK) dan lainnya (elektronika, makanan dan keperluan rumah tangga) diperoleh kesimpulan: a. Bahwa beberapa perusahaan yang bergerak dibidang tersebut memiliki posisi dalam rantai pemasaran sebagai produsen dan sekaligus pemasok dengan skala usaha rata-rata menengah dan besar b. Secara umum perusahaan yang bergerak di bidang pertanian (produk sayuran dan buah-buahan) rata-rata memiliki 2 saluran pemasaran yaitu pasar tradisional dan pasar modern. Dalam periode survey 2003-2007 menunjukkan prosentase penjualan produk perusahaan ke pasar tradisional mengalami penurunan sedangkan sebaliknya penjualan produk perusahaan ke pasar modern mengalami peningkatan.
Motif perusahaan memasok produknya dipasar modern didasari oleh beberapa hal diantaranya pasar modern selama ini merupakan saluran terbesar yang dapat menghasilkan keuntungan bagi perusahaan, memperkuat brand image perusahaan dan produk, strategi penjualan lebih menguntungkan, menjanjikan keuntungan yang lebih besar dikarenakan umumnya daya beli konsumen di pasar modern relatif lebih kuat, memperluas dan mencari peluang pasar yang lebih besar dengan menjangkau segmen konsumen kelas atas. Disamping keuntungan dalam hal memasok produknya ke pasar modern juga terdapat hambatan berupa pembayaran yang lamban, adanya bentuk-bentuk perjanjian tertulis maupun tidak tertulis yang cenderung memberatkan perusahaan dengan ketetapan biaya terkait seperti discount, up-front fee, slotting allowance, service level.
Halaman
59
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Untuk perusahaan tradisional kelebihan yang dimiliki adalah antara lain berupa pembayaran yang lebih cepat, umumnya tidak terdapat perjanjian-perjanjian yang memberatkan perusahaan dibandingkan kepasar modern, lebih mudah dijangkau masyarakat kecil, produk mudah dipasarkan dan umumnya tidak ada prosedur yang memberatkan dan mudah serta menjangkau segmen pasar menengah ke bawah. Sedangkan kelemahan yang dijumpai dipasar tradisional berupa sarana dan pelayanan yang relatif kurang memadai, jalur distribusi pasar yang terbatas yang berdampak pada harga dan rendahnya penjualan.
4. Potensi permasalahan persaingan usaha pada sisi vertikal maupun horisontal. Terdapat dua jenis supplier utama dalam industri perdagangan ritel Indonesia yaitu: (i) supplier murni yang terikat kontrak dengan produsen serta (ii) supplier yang sekaligus juga produsen atau perusahaan yang berada dalam hirarki anak perusahaan atau dibawah holding yang sama.
Terdapat 38.9% dari sample perusahaan merupakan supplier murni yang menjalin kontrak dengan produsen (prinsipal) untuk memasarkan produk mereka. Perbedaan mendasar perilaku kedua jenis perusahaan ini terutama kewenangan dan keleluasaan supplier dalam menentukan harga dan dan jumlah yang mereka jual kepada peritel. Pola persaingan lini horisontal antar supplier, lini vertikal antara supplier dan peritel serta antar peritel sekelas maupun berbeda akan dipengaruhi oleh dua jenis supplier tersebut. Potensi masalah lain untuk produk-produk tertentu khususnya terkait produk pertanian, terdapat kecenderungan integrasi vertikal para peritel kedalam fungsi supplier bahkan produsen, yang berpotensi mengurangi tingkat persaingan antar peritel secara horisontal. Terdapat fasilitas-fasilitas tertentu seperti permodalan dan pembibitan yang diberikan peritel tertentu kepada produsen dan atau supplier sebagai upaya mengikat hubungan vertikal antara mereka dengan peritel tersebut. Hal ini berpotensi mengancam kelangsungan industri pertanian yang secara awam memiliki struktur permodalan berskala kecil dan menengah dan selanjutnya adalah terancamnya pola pola persaingan lini horisontal antar peritel melalui penentuan harga dan ketersediaan pasokan.
5. Dampak persaingan pada lini vertikal terhadap persaingan dilini horisontal.
Halaman
60
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Para pemasok secara umum merasa puas menjalin hubungan bisnis dengan peritel
dan sepakat untuk menjaga hubungan bisnis dalam jangka waktu yang
tidak terbatas. Sedangkan strategi harga dan diskon diperoleh gambaran bahwa ada kecenderungan peritel modern mempunyai pengaruh lebih kuat dibanding peritel tradisional. Untuk penentuan harga terhadap pemasok dapat dilihat bahwa posisi penentuan harga yang dimiliki peritel modern lebih besar dibanding peritel tradisional. Begitu juga strategi diskon terhadap pemasok juga memperlihatkan peritel modern memiliki strategi diskon yang dominan. Di tingkat horisontal sebanyak 96.8% pemasok tidak mempunyai perjanjian untuk tidak menjual kepada peritel pesaing dalam jenis pasar yang sama setelah ada kontrak dengan peritel tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa dalam bersaing secara horisontal peritel tidak memaksakan ketentuan untuk memonopoli pasokan. Sedangkan persaingan harga ditingkat horisontal ditemukan bahwa pasar modern selalu menawarkan harga yang lebih murah untuk semua jenis komoditi yang dijadikan sampel dengan komposisi hypermarket menetapkan harga 4% dibawah yang ditetapkan supermarket sedangkan pasar tradisional 22% diatas harga supermarket.
Pada sektor perdagangan ritel terdapat dua hal pokok terkait dengan isu persaingan yaitu pertama pasar modern memiliki skala ekonomi dibandingkan pasar tradisional sehingga memudahkan mereka untuk bersaing baik antar sesama peritel modern maupun peritel tradisional. Kedua, kemampuan pasar modern dalam hal permodalan dibandingkan dengan pasar tradisional dapat menimbulkan bargaining position yang lebih kuat terhadap pemasok sehingga dapat memperoleh berbagai keuntungan negosiasi dibandingkan pasar tradisional dalam membeli harga pokok produk.
Mengingat yang terjadi adalah permasalahan ketidakmampuan bersaing usaha kecil, maka secara garis besar terdapat dua hal yang harus dilakukan oleh Pemerintah. 1. Melakukan perlindungan terhadap usaha kecil ritel serta memberdayakan usaha kecil agar mampu bersaing dengan usaha retail modern. Dan hal inilah yang saat ini diatur oleh pemerintah dalam bentuk Peraturan Presiden No.112/2007 yang baru saja diterbitkan tanggal 27 Desember 2007 yang lalu.
Akan tetapi, dari
berbagai keluhan yang selama ini terjadi, sangat tampak justru permasalahan utama adalah lemahnya penegakan hukum terhadap berbagai peraturan yang ditujukan bagi pengaturan ritel seperti aturan tentang zonasi (Ruang Tata
Halaman
61
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Wilayah), jam buka dan sebagainya. Untuk itu, masalah penegakan hukum merupakan bagian yang sangat penting untuk dipantau bersama-sama.
2. Pemerintah juga berkewajiban untuk memberdayakan usaha kecil ritel agar mampu bersaing dengan usaha ritel modern. Berbagai pelatihan, tambahan permodalan, akses terhadap kredit, penguatan dalam pasokan distribusi, bimbingan manajemen, penataan lokasi berjualan dan bentuk penguatan lainnya
3. Kajian Persaingan Usaha Sektor Beras
Komoditas beras memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia dipandang dari aspek ekonomi, tenaga kerja, lingkungan hidup, sosial, budaya dan politik. Dalam prakteknya beras merupakan barang yang permintaannya bersifat kontinyu dan in-elastis, sehingga pemerintah selalu mengatur ekonomi perberasan nasional. Beberapa permasalahan dalam jalur distribusi mulai bermunculan terutama paska pencabutan tata niaga impor gula dan beras pada tahun 1999, yang antara lain diindikasikan dengan semakin tingginya kesenjangan tingkat harga beras di konsumen dengan harga gabah di tingkat petani.
Permasalahan dalam jalur distribusi itulah yang melatarbelakangi KPPU untuk melakukan kajian industri sektor perberasan dengan fokus kepada analisa industri beras di Indonesia dari sudut pandang persaingan usaha. Kerangka konseptual dari kajian adalah menggunakan pendekatan analisa struktur industri, analisa regulasi, analisa jalur distribusi, dan kinerja Industri yang bersangkutan dalam perspektif efisiensi dan kontribusi terhadap perekonomian nasional. Kajian dilakukan dengan menggunakan perspektif UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Ruang lingkup wilayah kajian adalah Provinsi Sumatera Utara, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan DKI Jakarta. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data sekunder dikumpulkan dari instansi pusat dan daerah serta data primer diperoleh dari survey dan Forum Group Discussion di lapangan.
Halaman
62
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ HASIL PEMBAHASAN Secara umum jalur pemasaran gabah-beras adalah: petani padi Æ pedagang pengumpul Æ pengusaha penggilingan padi Æ pedagang besar/grosir/PAP Æ pedagang pengecer Æ konsumen. Masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat tersebut mempunyai peran penting dalam meningkatkan nilai tambah produk sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan kepuasan konsumen. Struktur pasar pada setiap level dalam jalur pemasaran gabah dan beras adalah tidak kompetitif, melainkan dapat dikategorisasikan dalam struktur pasar yang oligopsoni, oligopoli dan monopolistik (sebagaimana terlihat dalam gambar berikut dibawah ini: PETANI OLIGOPSON
Pengumpul/ penebas
OLIGOPSON
Pengusaha/ Huller
OLIGOPSONI/ OLIGOPOLI
Ped Besar/ GUDANG
OLIGOPOL
GROSIR OLIGOPOL PENGECER KONSUMEN
MONOPOLISTIK
Struktur pasar yang demikian memungkinkan petani dan konsumen pada posisi yang lemah dan pengusaha penggilingan dan pedagang beras pada posisi dominan. Posisi mereka diperkuat oleh adanya barrier to entry secara alami seperti penguasaan modal dan teknologi, juga oleh adanya kebijakan pembelian gabah oleh Bulog dan penyaluran dana LUEP yang pro pada pengusaha tersebut. Dominasi pengusaha
huller
dan
pedagang
besar/PAP
dalam
perdagangan
beras
menyebabkan mereka menjadi pihak yang mampu menentukan harga (price maker).
Jika dilihat dari homogenitas produk sepanjang rantai tataniaga tersebut, terlihat bahwa dari petani hingga pedagang pengumpul, produk yang mereka jual cenderung homogen. Sedangkan dari RMU hingga pedagang pengecer, mengalami peningkatan intensitas keberagaman. Hal ini menunjukkan bahwa semakin ke hilir,
Halaman
63
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ produk yang dikuasai oleh pelaku tataniaga gabah dan beras mengalami kecenderungan keberagaman yang meningkat. Selanjutnya jika dilihat aspek barrier to entry, hambatan masuk pasar tersebut tidak hanya terdapat di tingkat usaha huller dan perdagangan besar akan tetapi juga di tingkat pedagang pengumpul. Untuk dapat menjadi pedagang pengumpul tidak mudah, selain diperlukan modal juga diperlukan adanya jaringan yang kuat baik dengan pengusaha RMU yang biasanya memberi pinjaman modal.
Beberapa indikator perilaku usaha mengindikasikan bahwa dalam perdagangan beras terdapat potensi persaingan usaha yang tidak sehat. Kolusi diantara para pengusaha yang dominan secara eksplisit tidak dapat dibuktikan, namun terdapat kesepakatan-kesekatan secara tidak tertulis yang mengarah pada persaingan yang tidak sehat. Melalui pertemuan informal, kesepakatan mengenai harga biasanya terjadi diantara sesama pedagang pengumpul dan pengusaha huller. Motif menyimpan gabah yang dilakukan oleh pengusaha RMU dan motif menyimpan beras oleh pedagang besar/PAP yang terkadang lebih dari 3 bulan patut dicurigai tidak hanya untuk cadangan mereka didalam proses produksi dan menunggu harga naik saat musim paceklik, tapi juga untuk mencari keuntungan yang lebih banyak. Perilaku lainnya yang terindikasi pada usaha tidak sehat adalah adanya iintegrasi vertikal dan horisontal yang dilakukan oleh pedagang besar/PAP dan pengusaha RMU yang berskala usaha besar. Seorang pengusaha memiliki beberapa usaha dengan beberapa nama atau sesama pengusaha terdapat hubungan kekerabatan yang dekat sehingga mereka berpotensi untuk menguasi pasar dengan integrasi horisontal yang dilakukannya tersebut.
Selain itu mereka melakukan integrasi
secara vertikal dimana pedagang besar juga memiliki RMU, memiliki kaki tangan berupa pedagang pengumpul, dan sekaligus juga pedagang grosir bahkan mempunyai outlet di PIC. Ada juga yang memiliki pabrik pengolahan tepung beras seperti di Lampung dan Sulawesi Selatan.
Berdasarkan analisis margin menunjukkan bahwa pemasaran beras belum berjalan secara efisien meskipun dari sisi rantai pemasarannya relatif pendek. Selain margin pemasaran relatif besar, juga margin tersebut tidak tersebar secara merata. Kecuali di Sulsel dan Lampung, lembaga pemasaran yang paling banyak menikmati margin keuntungan adalah pengusaha huller dan juga dengan B/C rasio yang paling besar.
Halaman
64
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Di Sulsel dan Lampung, pedagang besar/PAP yang menikmati margin keuntungan yang relaif besar sehingga memperoleh B/C rasio yang terbesar.
Melalui uji statistik keterpaduan pasar didapatkan informasi bahwa hubungan pasar antara produsen dengan grosir untuk jangka panjang tidak mengalami keterpaduan. Hal ini dapat terlihat dari nilai IMC > 1 untuk masing-masing wilayah kecuali Medan (IMC = 0.926). Sedangkan untuk jangka pendek hubungan antara produsen dengan Grosir mengalami keterpaduan (nilai b2 yang positif dan signifikan). Hubungan antara grosir dengan pengecer untuk jangka panjang mengalami keterpaduan untuk wilayah Medan dan Bandung sedangkan untuk wilayah yang lain tidak mengalami keterpaduan. Untuk jangka pendek semua wilayah mengalami keterpaduan kecuali wilayah Jakarta (b2 negatif meskipun signifikan). Adapun dalam kaitannya dengan hubungan antara produsen dengan pengecer untuk jangka panjang mengalami ketidakterpaduan (IMC < 1) kecuali untuk wilayah Medan. Sedangkan untuk jangka pendek mengalami keterpaduan untuk setiap wilayah.
Berdasarkan elastisitas transmisi harga menunjukkan bahwa adanya indikasi pasar yang tidak bersaing juga dapat ditunjukkan oleh kondisi asimetris dari respon pergerakan harga mulai dari tingkat petani sampai ke tingkat konsumen. Tidak sehatnya persaingan pasar ini ditunjukkan misalnya oleh fakta bahwa bila harga naik di tingkat pedagang pengecer atau grosir, maka harga di tingkat petani akan ikut naik tetapi dengan persentase yang lebih rendah, dibandingkan dengan jika harga di tingkat pengecer atau grosir turun. Dari sisi persaingan pasar, hal ini berarti posisi tawar petani tidak setara dengan grosir maupun pengecer.
Bila harga beras dalam negeri dikaitkan dengan harga beras luar negeri, maka akan tampak bahwa tidak ada hubungan yang signifikan. Dengan demikian sinyal harga luar negeri tidak memberi dampak yang berarti terhadap perberasan dalam negeri. Ini dibuktikan oleh walaupun harga beras dalam negeri lebih tinggi 30% dari luar negeri, namun tidak mendorong terjadinya penurunan harga beras dalam negeri.
KESIMPULAN Indikasi potensi persaingan usaha yang tidak sehat dalam distribusi gabah-beras dari petani sampai ke konsumen ditunjukkan oleh:
Halaman
65
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ (1) Analisis margin menunjukkan bahwa pemasaran beras belum berjalan secara efisien.
Selain margin pemasarannya cukup besar juga tersebar
secara tidak merata diantara para pelaku pemasaran. Pengusaha bermodal kuat dan menguasai pasar khususnya pengusaha huller dan pedagang besar/PAP menerima margin keuntungan tertinggi dalam perdagangan beras. (2) Hasil analisis keterpaduan pasar menunjukkan bahwa di semua lokasi studi harga GKP di tingkat petani dengan di tingkat pengecer tidak terpadu, sementara antara harga beras di tingkat grosir dan pengecer terpadu. Peningkatan harga di tingkat grosir/pengusaha huller dapat terjadi tanpa diikuti oleh peningkatan harga gabah di tingkat petani padi. (3) Beberapa indikasi perilaku usaha yang tidak sehat yang ditemukan di wilayah studi adalah (a) Beberapa pengusaha yang dominan dalam perdagangan beras
baik pengusaha huller atau pedagang besar, selain melakukan
perdagangan antar wilayah, juga melakukan integrasi vertikal dari mulai tingkat usahatani atau usaha huller hingga ke perdagangan beras, (b) Diantara pengusaha yang dominan tersebut juga terjadi integrasi horisontal dimana diantara mereka
selain saling mengenal juga terdapat hubungan
kekerabatan, (c) Pemilikan fasilitas usaha yang besar, khususnya gudang memungkinkan mereka untuk melakukan penimbunan gabah/beras, (3) Kolusi diantara para pengusaha yang dominan secara eksplisit tidak dapat dibuktikan, namun terdapat kesepakatan-kesekatan secara tidak tertulis yang mengarah pada persaingan yang tidak sehat, dan (d) Adanya persatuan pengusaha beras dan pengusaha penggilingan padi yang umumnya diikuti pengusaha-pengusaha
besar
saja
memungkinkan
untuk
membangun
kesepakatan-kesepakatan.
REKOMENDASI (1) Perlu dilakukan monitoring pelaku usaha terkait dengan dugaan praktek tidak sehat yang dilakukan oleh pelaku usaha penggilingan (huller) dalam menyerap gabah dari petani dan juga terhadap penguasaan stok beras di setiap pelaku tataniaga, terutama di tingkat grosir besar ketika tidak sedang musim panen dimana harga di tingkat konsumen cenderung meningkat. (2) Kebijakan dalam penyaluran LUEP dan kerjasama Bulog dalam pengadaan gabah/beras perlu dikaji lebih lanjut terkait dengan potensi dampak terhadap
Halaman
66
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ penguatan struktur pasar oligopsoni usaha penggilingan dalam jalur pemasaran gabah-beras. 4. Kajian Pemetaan Struktur Industri
Dinamika berbagai variabel ekonomi mikro-makro belakangan ini makin meningkat, seiring dengan makin bergejolaknya perekonomian nasional dan internasional. Peningkatan volatilitas tersebut diprediksikan akan memiliki dampak signifikan terhadap sektor riil, terutama sektor industri dan perdagangan di Indonesia. Fenomena tersebut mengiringi berbagai upaya pemerintah pasca krisis ekonomi 1998-1999 untuk melakukan deregulasi kebijakan serta restrukturisasi sektor industri dan perdagangan untuk mencapai sistem perekonomian yang lebihb sehat, efisien dan berdaya saing, guna menopang target pertumbuhan ekonomi yang sustainable.
Sebagai lembaga pengawas persaingan usaha, adalah penting bagi KPPU untuk melakukan kajian terhadap struktur industri dan perdagangan di Indonesia pasca krisis ekonomi. Melalui kajian tersebut, diharapkan KPPU dapat memperoleh informasi mengenai dinamika struktur industri di Indonesia serta kinerjanya. Selain hal tersebut, melalui kajian ini, diharapkan dapat diketahui berbagai informasi yang mencerminkan ikim persaingan usaha di sektor industri dan perdagangan.
Kajian ini akan dipusatkan terhadap sektor perindustrian nasional dengan mengambil sampel 15 sektor industri strategis (inti) yang telah ditetapkan Departemen Perindustrian mengacu pada Kebijakan Pembangunan Industri Nasional (2005). Terhadap sektor industri strategis tersebut, dilakukan analisa struktur dan kinerja industri dengan menggunakan data sekunder (statistik industri besar-menengah-BPS) serta matriks input-output versi BPS tahun 2000. Untuk melengkapi kajian, juga dilakukan metode wawancara khusus untuk melakukan elaborasi terhadap kebijakan pengembangan industri unggulan daerah (Propinsi Sulsel dan Jawa Barat) dengan model cluster.
Analisa
Hasil pengolahan data statistik serta berdasarkan parameter struktur pasar, terdapat indikasi bahwa industri strategis di Indonesia memiliki tendensi konsentrasi pasar yang berfluktuasi. Industri strategis di Indonesia juga memiliki hambatan pasar yang
Halaman
67
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ relatif besar dengan trend (dynamic) yang meningkat. Dari sisi kinerja, berbagai indikator menunjukkan kinerja yang juga berfluktuasi dengan nilai PCM (Price Cost Margin) berada Pada Kisaran 31 -41% sementara utilisasi kapasitas rata-rata berada pada kisaran 73-77%.
Berdasarkan hasil pengolahan data secara time series dan cross section, terdapat tiga sektor industri dan perdagangan yang memiliki potensi anti persaingan yang cukup signifikan. Ketiga sektor tersebut adalah pulp&paper, tembakau serta gula. Mengacu kepada beberapa parameter yaitu antara lain: rasio konsentrasi pasar, rasio entry barrier dan rasio kinerja, pada ketiga sektor tersebut menunjukkan besaran yang relatif lebih menonjol baik secara lintas sektor maupun lintas waktu dibanding beberapa sektor lainnya.
Untuk mengukur peranan serta kontribusi ketiga sektor tersebut terhadap perekonomian, digunakan analisa multiplier serta kontribusi terhadap PDB. Mengacu pada besaran multiplier, baik gula, tembakau serta pulp & kertas memiliki multiplier terhadap income serta output lebih besar dari 1. Tembakau memiliki output multiplier sebesar 1,4534 dan income multiplier 2.022 dengan rata-rata kontribusi terhadap PDB sebesar 3.39%. Pulp dan kertas memiliki ouput multiplier 1.6099 dan income multiplier 1.76 dengan rata-rata kontribusi terhadap PDB sebesar 3.631%. Sementara gula memiliki output multiplier 1.98 dan income multiplier sebesar 4.2 dengan rata-rata kontribusi terhadap PDB sebesar 0.53%. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kontribusi ketiga sector tersebut, dari sisi multiplier (output dan income) serta kontribusi terhadap PDB relatif besar.
Berdasarkan analisa keterkaitan (linkage) hulu-hilir, industri berbasis pertanian mayoritas mendapatkan bahan baku dari sektor pertanian ataupun sektor perkebunan. Selain hal tersebut, peranan sektor jasa perdagangan dan jasa angkutan pada keterkaitan di hulu maupun di hilir relatif signifikan. Analisa backward linkage index menunjukkan nilai di atas rata-rata industri nasional ( >1), yang berarti keterkaitan ke belakang (backward) atau penggunaan industri nasional sebagai input bagi sektor yang bersangkutan relatif tinggi. Sementara forward linkage index memiliki nilai dibawah rata-rata industri nasional. Artinya, keterkaitan ke depan (forward) atau penggunaan output sektor yang bersangkutan bagi industri lain relatif rendah. Hal tersebut dapat menjadi indikasi bahwa output dari sektor industri lebih
Halaman
68
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ banyak terserap untuk konsumsi (akhir) dan ekspor, dibanding menjadi input di sektor hilir.
Khusus untuk gula, backward-forward index menunjukkan angka 1.25-0.87. Implikasinya, pengolahan gula sangat bergantung pada sektor hulu (perkebunan tebu) dan outputnya digunakan untuk konsumsi akhir (dengan porsi +/- 66%) dan ekspor (+/- 8%). Untuk tembakau, backward–forward index menunjukkan angka 1.25–0.72. Implikasinya, industri pengolahan tembakau bergantung pada sektor hulu (perkebunan tembakau) dan outputnya digunakan untuk konsumsi akhir (+/- 84,8%) dan ekspor (+/- 4.5%). Industri pulp & kertas, backward-forward index menunjukkan angka 1.04 – 1.03. Implikasinya, keterkaitan hulu (kehutanan-pulp) – hilir (industri kertas, percetakan dll) sektor pulp dan kertas relatif kuat. Porsi konsumsi akhir relatif kecil (+/- 6.5%) dan porsi ekspor relatif besar (+/-48.15%). Industri petrokimia menunjukkan integrasi forward yang sangat kuat (2.62) yang mengindikasikan output petrokimia merupakan input yang penting bagi sektor hilir. Porsi konsumsi akhir sebesar +/-16.62%, dengan porsi ekspor +/- 28.17%;
Dalam perspektif kebijakan, pengembangan industri nasional menggunakan dua pendekatan. Pendekatan pertama adalah top down dengan menetapkan industri strategis
(inti)
serta
industri
penunjang
untuk
dikembangkan
(Kebijakan
Pembangunan Industri Nasional, 2005). Pendekatan kedua yang ditempuh adalah bottom up yaitu kebijakan pengembangan industri unggulan daerah berdasarkan kluster. Contoh pendekatan kedua adalah program GERBANG EMAS (Gerakan Pembangunan Ekonomi Masyarakat) yang digalakkan Pemrpov Sulsel. Program serupa juga telah dilakukan oleh Pemrpov Jabar dan beberapa daerah lain. Secara umum, Pemprov akan menetapkan industri unggulan daerah yang dianggap layak untuk dikembangkan. Beberapa faktor yang dipertimbangkan antara lain adalah skala usaha (prioritas untuk UKM) serta penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan pertimbangan tersebut, beberapa sektor yang terpilih lebih mewakili sektor pertanian (resources based), kerajinan, makanan-minuman ringan serta berbagai home industry lainnya. Khusus untuk Jawa Barat, Pemerintah provinsi memilih klaster Industri yang secara tradisional telah berjalan seperti TPT, Alas Kaki, Furnture, dan Suku Cadang sebagai prioritas disamping memilih industri prospekstif dan inovatif seperti Industri Telematika dan Industri Kreatif.
Halaman
69
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Belum diperoleh informasi yang cukup untuk melakukan evaluasi terhadap pendekatan bottom up. Sampai saat ini, isu koordinasi sebagai dampak format otonomi daerah ditenggarai menyebabkan Pemrpov dengan Pemkab/Pemkot kerap kali mengganjal implementasi program pembangunan industri yang telah ditetapkan. Selain hal tersebut, integrasi antar cluster yang bersifat lintas wilayah dan koordinasi dengan pemerintah pusat juga masih belum dapat dilaksanakan secara optimal. Hal ini nampak antara lain melalui kebijakan pemerintah pusat/daerah papua untuk mengembangkan industri kakao terfermentasi, sementara pengembangan sentra kakao di Sulsel sendiri masih relatif terabaikan.
Kesimpulan
1.
Bahwa struktur industri (strategis) Indonesia menunjukkan pola yang dinamis, ditinjau dari sisi struktur pasar, entry barrier serta kinerja. Dari berbagai parameter struktur dan kinerja, industri pulp-kertas, gula dan tembakau memiliki iklim persaingan yang relatif kecil dibanding beberapa sektor industri strategis lainnya;
2.
Sektor industri pulp-kertas, gula dan tembakau memiliki multiplier income dan output yang relatif besar (>1). Selain itu, ketiga sektor tersebut juga memiliki kontribusi yang relatif signifikan terhadap PDB;
3.
Peranan sektor pertanian dan perkebunan relatif besar bagi industri strategis yang menjadi hilir. Selain itu, peranan sektor jasa perdagangan dan jasa angkutan juga memegang porsi signifikan dalam keterkaitan (linkage) hulu-hilir untuk masing masing sektor;
4.
Keterkaitan hulu (backward) industri strategis di Indonesia secara rata-rata sangat kuat (>1). Sementara keterkaitan ke depan (forward) relatif rendah atau dibawah rata-rata (<1). Implikasinya adalah industri strategis Indonesia lebih merupakan sektor hilir, dimana sangat bergantung pada input dari hulu serta kebanyakan outputnya dikonsumsi langsung atau kemungkinan diekspor;
5.
Pendekatan
kebijakan pembangunan industri secara top down (kebijakan
nasional) ataupun bottom up (kebijakan daerah) dapat menghasilkan sinergi perekonomian sepanjang dilakukan secara terkoordinasi dan terintegrasi. Dalam tatanan implementasi, baik koordinasi maupun integrasi lintas wilayah cluster industri relatif sulit dilakukan.
Halaman
70
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________
Rekomendasi
1. Sebagai pilar pembangunan industri ke depan, KPPU perlu untuk melakukan tinjauan periodik kepada berbagai industri strategis yang telah ditetapkan pemerintah untuk memastikan iklim persaingan di masing-masing sektor tetap terjaga. Dalam hal ini perlu dilakukan analisa khusus untuk beberapa sektor, seperti petrokimia yang outputnya merupakan input bagi beberapa industri penting seperti pupuk, industri plastik, cat dll; 2. Perlu dilakukan monitoring terhadap industri gula, tembakau serta pulp-kertas, mengingat
berbagai
rasio
struktur
pasar,
entry
barrier
serta
kinerja
mengindikasikan ketiga sektor tersebut relatif rendah tingkat persaingannya; 3. Untuk
meningkatkan
efisiensi
perekonomian,
KPPU
agar
memfokuskan
perhatiannya terhadap sektor jasa perdagangan serta jasa angkutan yang memegang andil cukup signifikan dalam proses keterkaitan industri hulu-hilir di Indonesia; 4. Mendorong proses harmonisasi kebijakan industri, baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah dengan menggunakan persaingan usaha sebagai entry point of analysis. Dengan demikian, KPPU dapat memberikan andil terhadap pencapaian kebijakan persaingan yang efektif di Indonesia.
2.4.
PEMBAHASAN
AMANDEMEN
UU
NO.
5/1999
Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan KPPU di tahun 2006. Sampai dengan akhir tahun 2007, KPPU telah mengagendakan pembahasan intensif dengan berbagai pihak untuk menyelesaikan materi-materi amandemen UU No. 5/1999, terutama materi yang berdasarkan pengalaman KPPU selama ini dapat mengganggu efektifitas implementasi UU No. 5/1999. Materi-materi tersebut diantaranya adalah mengenai kelembagaan KPPU dan tata cara penanganan perkara.
Halaman
71
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ 2.5. UU
NO.
PENYUSUNAN 5/1999
PEDOMAN
PELAKSAAAN
(GUIDELINE)
Kegiatan penyusunan Pedoman Pelaksanaan UU No. 5/1999 sampai dengan akhir Tahun 2007 telah menyiapkan 4 (empat) draf pedoman, yaitu pedoman Pasal 50 huruf a tentang Pengecualian terhadap Perjanjian dan Perbuatan dalam Rangka Melaksanakan Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku, Pedoman Pasal 47 tentang Sanksi Administratif, Pasal 19 tentang Penguasaan Pasar, dan Pasal 25 tentang Posisi Dominan.
Dalam semester kedua Tahun 2007 ini, 3 (tiga) pedoman telah mulai disusun, yaitu Pedoman Pasal 26 tentang Jabatan Rangkap, Pasal 27 tentang Kepemilikan Saham, dan Pasal 50 d tentang Pengecualian terhadap Keagenan. Draf Pedoman tersebut diharapkan dapat diselesaikan pada akhir tahun ini agar dapat dikonsultasikan kepada publik.
Halaman
72
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________
BAB
3 PERKEMBANGAN PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN UU No. 5/1999 mengamanatkan bahwa tugas utama KPPU selain melakukan penegakan hukum persaingan adalah memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah, terkait dengan kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan UU No. 5/1999 (Pasal 35 huruf e). Implementasinya, untuk melaksanakan tugas sebagai institusi penegak hukum persaingan usaha dan pemberi saran pertimbangan terhadap berbagai kebijakan pemerintah dalam kerangka reformasi regulasi, KPPU mengembangkan mekanisme sebagai berikut:
1. Identifikasi Industri dengan Tingkat Konsentrasi Tinggi Salah satu aktivitas KPPU dalam upaya pengawasan terhadap persaingan usaha di beberapa sektor industri adalah dengan melakukan identifikasi awal terhadap industri yang memiliki tingkat konsentrasi tinggi. Hal ini dilakukan mengingat dalam industri dengan tingkat konsentrasi yang tinggi akan muncul pemegang posisi dominan yang memiliki market power yang besar, sehingga berpotensi untuk melakukan pelanggaran prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat sebagaimana diatur dalam UU No. 5/1999.
UU No. 5/1999 sendiri mendefinisikan pelaku usaha sebagai pemegang posisi dominan apabila menguasai pangsa pasar 50% untuk satu pelaku usaha atau 75% untuk 2 atau 3 pelaku usaha. Proses identifikasi ini sangat penting untuk lebih
Halaman
73
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ memberikan arah bagi pelaksanaan tugas KPPU dengan mengawasi industri-industri dengan tingkat konsentrasi yang tinggi secara ketat.
2. Identifikasi
Kebijakan-Kebijakan
Pemerintah
yang
Memiliki
Dampak
terhadap Persaingan Usaha Salah satu langkah penting dalam upaya menjalankan tugasnya sebagai institusi yang memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah, KPPU juga mengembangkan kegiatan yang ditujukan untuk mengidentifikasi kebijakan maupun rancangan kebijakan pemerintah yang memiliki potensi untuk bertentangan dengan UU No. 5/1999.
Proses identifikasi dilakukan secara berkelanjutan dengan melakukan pemantauan terhadap perkembangan kebijakan di setiap sektor industri. Berbagai informasi diperoleh KPPU melalui media, baik dari media massa, laporan masyarakat, atau regulator yang mengeluarkan kebijakan tersebut.
Secara sederhana, melalui tools yang dimiliki KPPU, dilakukan analisis tentang potensi pertentangan pengaturan tersebut dengan UU No. 5/1999. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan oleh KPPU, selama ini terdapat tiga kelompok kebijakan yang berpotensi bertentangan dengan UU No. 5/1999, yakni:
1)
Kelompok kebijakan yang memberikan ruang lebih besar kepada pelaku usaha yang memiliki posisi dominan. Kebijakan pemerintah tersebut cenderung menciptakan
entry
barrier
bagi
pelaku
usaha
pesaingnya.
Selain
itu
penyalahgunaan posisi dominan dapat dengan mudah dilakukan karena dilindungi oleh kebijakan tersebut. 2)
Kelompok kedua adalah kebijakan pemerintah yang memfasilitasi munculnya perjanjian antar pelaku usaha yang secara eksplisit bertentangan dengan UU No. 5/1999.
3)
Kelompok ketiga adalah kebijakan yang merupakan bentuk intervensi pemerintah terhadap mekanisme pasar yang berjalan. Hal ini antara lain muncul dalam bentuk tata niaga komoditas atau regulasi yang membatasi jumlah pemain yang terlibat.
Halaman
74
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ 3. Monitoring Pelaku Usaha Salah satu upaya penegakan hukum persaingan usaha oleh KPPU adalah melalui kegiatan monitoring pelaku usaha. Inti dari kegiatan monitoring pelaku usaha adalah melakukan observasi dan analisa terhadap perilaku pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang memiliki pangsa pasar yang signifikan pada sektor industri tertentu, baik penguasaan terhadap barang atau jasa, atau bahkan keduanya. Secara struktur, penguasaan pangsa pasar telah ditentukan oleh UU No. 5/1999 yaitu apabila pelaku usaha tersebut secara sendiri memiliki penguasaan pasar terhadap barang dan atau jasa mencapai 50% atau lebih, atau apabila dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar lebih dari 75%.
Tujuan utama dilakukannya monitoring terhadap pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang memiliki pangsa pasar sebagaimana diuraikan diatas adalah untuk mengawasi perilaku pelaku usaha tersebut agar tidak menyalahgunakan posisi dominannya sehingga tidak menimbulkan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Pada teorinya yang kemudian terbukti dalam prakteknya, pelaku usaha yang memiliki posisi dominan dan menjadi market leader memiliki peluang dan kemampuan yang besar untuk menguasai pasar dengan cara-cara yang tidak sehat dan pada akhirnya akan membawa dampak negatif kepada masyarakat, antara lain mengakibatkan masyarakat harus membayar lebih mahal daripada yang seharusnya terhadap suatu produk barang dan atau jasa.
Kegiatan monitoring pelaku usaha ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit karena KPPU harus melakukan beragam survey, baik kepada para pelaku usaha maupun kepada konsumen, survey tersebut sangat diperlukan sebagai suatu metode pengumpulan data primer dalam menentukan pasar dan pangsa pasar yang dikuasai oleh pelaku usaha tertentu. Setelah mengetahui pasar dan mengetahui setidaknya 4 pelaku usaha terbesar dalam suatu pasar atas produk barang atau jasa tertentu, maka KPPU dapat melakukan monitoring terhadap perilaku pelaku usaha. Dalam pasar yang monopolistik, kecenderungan yang umum terjadi adalah penciptaan entry barrier dari pelaku usaha monopoli, sementara dalam pasar oligopolistik, sering terjadi kesepakatan-kesepakatan
Halaman
75
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ yang melanggar prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat, misalnya kartel produksi, pembagian wilayah, maupun penetapan harga.
Selain survey, data-data, dan informasi baik yang masih berupa data mentah maupun yang telah diolah menjadi data primer juga sangat diperlukan untuk melaksanakan kegiatan monitoring pelaku usaha ini. Data sekunder dapat bersumber
dari
mana
saja,
sepanjang
kebenarannya
dapat
dipertanggungjawabkan dan dibuktikan, misalnya dari data statistik yang dikeluarkan oleh badan pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat, data primer dari individu-individu, data lapangan yang diperoleh sendiri oleh KPPU yang kemudian dirangkai dan diolah menjadi sebuah data yang komprehensif juga merupakan sumber data bagi KPPU dalam meningkatkan kualitas pelaksanaan kegiatan monitoring pelaku usaha.
Hasil dari monitoring pelaku usaha ini tidak berakhir pada sebuah laporan kegiatan saja, namun dapat ditindaklanjuti oleh KPPU. Terhadap hasil kegiatan monitoring pelaku usaha yang menemukan adanya indikasi awal terjadinya pelanggaran terhadap UU No. 5/1999, KPPU akan melaksanakan suatu kegiatan penanganan perkara berdasarkan inisiatif KPPU untuk menjaga persaingan usaha di Indonesia agar senantiasa dalam kondisi yang sehat. 3.1.
IMPLEMENTASI
PERSAINGAN
PENEGAKAN
HUKUM
USAHA
Selain mengatur mengenai materi dari hukum persaingan usaha, UU No. 5/1999 juga mengatur mengenai tata cara penanganannya atau hukum formil dari hukum persaingan.
Hukum formil yang diatur dalam UU No. 5/1999 hanyalah pokok-pokoknya saja, dan KPPU sebagai lembaga yang dibentuk berdasarkan undang-undang persaingan usaha bertugas mengawasi jalannya persaingan usaha di Indonesia serta menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan undang-undang persaingan usaha ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 36 butir f UU No. 5/1999.
Halaman
76
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Para pendiri lembaga KPPU sangat menyadari bahwa tata cara penanganan perkara persaingan usaha sebagaimana diatur dalam Bab VII tentang Tata Cara Penanganan Perkara Pasal 38 sampai dengan Pasal 46 UU No. 5/1999, adalah merupakan pokok-pokok hukum formil dalam penanganan perkara persaingan yang masih harus dijabarkan untuk mengeliminir perbedaan-perbedaan penafsiran terhadap ketentuan-ketentuan dalam Bab VII tersebut diatas.
Dalam perjalanannya, dirasakan bahwa SK 05 tidak lagi memadai untuk menangani perkara-perkara persaingan usaha di Indonesia. KPPU banyak menerima masukanmasukan yang membangun dari berbagai pihak, mulai dari para Terlapor yang terlibat dalam perkara-perkara persaingan usaha, para akademisi yang mengamati perkembangan persaingan usaha dan hukum yang mengaturnya, para advokat yang mengkritisi bahwa SK 05 kurang transparan dan kurang memenuhi proses hukum yang baik (due process of law), juga para penegak hukum lainnya seperti hakim yang melihat banyak celah dalam proses penanganan perkara persaingan usaha oleh KPPU.
KPPU memiliki kewenangan yang kuat untuk melakukan penyelidikan dugaan pelanggaran terhadap UU No. 5/1999 sampai dengan mengeluarkan putusan beserta sanksi administratif apabila telah terjadi pelanggaran terhadap UU No. 5/1999, namun para Anggota KPPU berpendapat bahwa tujuan dari undangundang persaingan usaha bukanlah menabur ancaman berupa penghukuman bagi para Terlapor dalam menjalankan usahanya, namun lebih kepada upaya adanya perubahan perilaku Terlapor sehingga dalam menjalankan usahanya telah terinternalisasi nilai-nilai persaingan usaha yang sehat.
Pada tahun 2006, KPPU mengeluarkan sebuah Peraturan Komisi No. 01 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Persaingan Usaha di KPPU (yang untuk selanjutnya disebut “Perkom No. 1 Tahun 2006”) yang mencabut keberlakuan SK 05 dan berlaku efektif sejak November 2006. Perkom tersebut diharapkan dapat lebih memperhatikan prinsip-prinsip beracara yang baik dan benar, dan sejauh ini keberadaaannya telah memberikan suatu perkembangan yang luar biasa dalam penanganan perkara persaingan usaha oleh KPPU, dimana salah satunya adalah memperkenalkan rezim “perubahan perilaku” dalam penegakan hukum persaingan usaha.
Halaman
77
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________
Tahun 2007, Perkom tersebut sedang dalam masa transisi dan mengalami uji implementasi. Penilaian yang dilakukan meliputi kapabilitas Perkom tersebut dalam memenuhi “rasa keadilan” bagi pihak-pihak yang dilaporkan kepada KPPU, sehingga di masa mendatang KPPU dapat memutuskan apakah akan segera melakukan penguatan terhadap hukum formil penanganan perkara persaingan usaha di KPPU, ataukah cukup menyusun peraturan-peraturan pelaksana lainnya. 3.2.
MONITORING
PELAKU
USAHA
Kegiatan monitoring pelaku usaha KPPU selain untuk mengawasi pelaku usaha yang telah memiliki posisi dominan di dalam pasarnya juga dilakukan untuk memantau pelaku usaha yang diduga melakukan pelanggaran terhadap UU No. 5/1999. Selain upaya penegakan hukum, monitoring pelaku usaha dilakukan melaui pendekatan persuasif agar pelaku usaha secara sukarela bersedia melakukan perubahan perilaku terhadap kegiatan yang melanggar UU No. 5/1999. Sejauh ini, kegiatan tersebut telah menghasilkan sejumlah perkara inisiatif, yaitu: 1. Dugaan penetapan harga dalam jasa fumigasi barang ekspor yang dilakukan oleh Ikatan Perusahaan Pengendalian Hama Indonesia (IPPHAMI). 2. Dugaan integrasi vertikal dan penguasaan pasar dalam distribusi kendaraan bermotor antar pulau oleh kelompok PT Astra International Tbk. 3. Dugaan persekongkolan dalam tender pengadaan kompor gas 1 tungku yang dilaksanakan oleh Kementrian Negara UKM. 4. Dugaan persekongkolan dalam tender pengadaan jasa kebersihan di PT Angkasa Pura I. 5. Dugaan monopoli, penetapan harga, dan pembagian wilayah dalam pengelolaan jasa taksi di wilayah Batam. 6. Monitoring Tender Jack Up Drilling di CNOOC. 7. Monitoring diskriminasi penunjukan distributor pupuk bersubsidi oleh PT Kujang. 8. Monitoring diskriminasi penunjukan distributor pupuk bersubsidi oleh PT Petrokimia.
Beberapa kegiatan monitoring yang diupayakan melalui perubahan perilaku adalah dugaan monopoli, penetapan harga, dan pembagian wilayah dalam pengelolaan
Halaman
78
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ jasa taksi di Bandara Hasanuddin (Makassar), Sepinggan (Balikpapan), dan Ngurah Rai (Bali).
Sementara kegiatan penelitian monitoring pelaku usaha dilakukan pada pelaku usaha dari berbagai bidang, antara lain: 1. Monitoring terhadap dugaan kartel oleh kelompok pelaku usaha tertentu yang menguasai pembelian gula lokal. 2. Monitoring terhadap dugaan integrasi vertikal yang dilakukan oleh PT Astra International Tbk dalam bidang pengangkutan kendaraan antar pulau dengan kapal laut. 3. Monitoring dugaan integrasi vertikal dalam industri peternakan unggas ayam broiler di Kalimantan Timur. 4. Monitoring dugaan monopoli jasa fumigasi terhadap barang impor di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta oleh Koperasi Usaha Kita. 5. Monitoring dugaan monopoli pengelolaan gas alam oleh PT Energy Equity Sengkang EPICS di Sulawesi Selatan. 6. Monitoring dugaan diskriminasi dan jual rugi yang dilakukan oleh Astra Honda Motor. 7. Monitoring penguasaan gudang CDC di Pelabuhan Tanjung Priok oleh PT Multi Terminal Indonesia. 8. Monitoring terhadap dugaan kartel yang yang dilakukan AKLI (Asosiasi Kontraktor Listrik Indonesia). 9. Monitoring dugaan monopoli pengelolaan jasa taksi bandara di Bandara Hang Nadim. 10. Monitoring dugaan diskriminasi oleh Angkasa Pura I dalam pengelolaan beberapa fasilitas ground handling dan fasilitas lain di Bandara Ngurah Rai, Bandara Juanda, dan Bandara Hasanuddin. 11. Monitoring dugaan kartel oleh pabrikan lampu penerangan jalan umum. 12. Monitoring dugaan kartel dibidang farmasi. 13. Monitoring dugaan hambatan masuk pasar melalui interkoneksi dalam industri telekomunikasi. 14. Monitoring tentang penetapan tarif standar pelayanan jasa barang dan peti kemas di lini II Pelabuhan Tanjung Priok. 15. Monitoring dugaan integrasi vertikal dalam industri minyak goreng.
Halaman
79
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ 16. Monitoring dugaan penguasaan pasar dan penyalahgunaan posisi dominan dalam distribusi pupuk. 17. Monitoring dugaan penguasaan pasar dalam penyediaan avtur di Bandara Juanda Surabaya. 18. Monitoring tender pengadaan peralatan kesehatan di RSUD Lumajang. 19. Monitoring penyediaan jasa taksi di bandara seluruh Indonesia. 20. Monitoring tender jasa kebersihan di PT Angkasa Pura I. 21. Monitoring tender PLN dalam pengadaan turbin pembangkit listrik Borang, Sumatera Selatan. 22. Monitoring tender pengadaan alat kontrasepsi di BKKBN. 23. Monitoring dugaan penyalahgunaan posisi dominan oleh PD Pasar Jaya dan Developer di Pasar Tanah Abang.
Kegiatan monitoring tersebut diharapkan dapat meningkatkan jumlah perkara inisiatif dari KPPU, sehingga tidak perlu tergantung sepenuhnya kepada laporan dari masyarakat dan meningkatkan kinerja KPPU dalam mengawasi perilaku persaingan tidak sehat. Berikut adalah rincian terhadap kegiatan monitoring pelaku usaha yang dilakukan KPPU pada tahun 2007.
Kegiatan Monitoring Pelaku Usaha Tahun 2007 Persekongko lan Lain
Posisi Dominan
Oligopoli
Penetapan Harga Pembagian Wilayah
Persekongko lan Tender
Kartel Integrasi Vertikal
Penguasaan Pasar Monopoli
Jual Rugi
Gambar 1
Halaman
80
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ 3.3.
PENANGANAN LAPORAN
_____________________________________________________
Jumlah laporan yang diterima KPPU hingga akhir tahun 2007 mengalami peningkatan. KPPU menerima 244 (dua ratus empat puluh empat) laporan, yang masih didominasi oleh laporan mengenai dugaan persekongkolan tender. Laporan lainnya berkaitan dengan permasalahan monopoli, diskriminasi, persekongkolan, penetapan harga, dan beberapa dugaan pelanggaran lain. Berikut rincian jumlah laporan yang diterima oleh KPPU hingga akhir tahun 2007:
Perjanjian yang Dilarang 2% Kegiatan yang Dilarang 15%
Bukan Laporan 2% Bukan Kewenangan KPPU 4%
Posisi Dominan 2%
Persekongkolan Tender 75%
Gambar 2
Sebagai tindak lanjut terhadap laporan tersebut, sebanyak 51 laporan ditindaklanjuti sebagai perkara persaingan usaha, 9 laporan ditindaklanjuti melalui mekanisme monitoring pelaku usaha, dan sebanyak 82 laporan lainnya masuk ke dalam Buku Daftar Penghentian Laporan, dengan alasan bukan perkara persaingan usaha dan atau laporan tidak lengkap dan tidak jelas. 3.4.
PENANGANAN
PERKARA
Selama tahun 2007 KPPU menangani perkara persaingan usaha sebanyak 31 (tiga puluh satu) perkara. Penanganan perkara pada tahun ini merupakan capaian
Halaman
81
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ tertinggi sejak KPPU berdiri dan tampaknya akan terus bertambah mengingat bahwa laporan yang diterima oleh KPPU terus meningkat jumlahnya. Adapun statistik penanganan perkara KPPU sejak tahun 2000 adalah sebagai berikut:
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
18 16 13 Penetapan 7 4 2 0 0 2000
1
Putusan
8
7
Berjalan
6
44
4 2
2
2
0
0
0
0
0
0
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Gambar 3
Halaman
82
Laporan Tahun 2007
2007
_____________________________________________________________________
Daftar Putusan KPPU yang dibacakan pada tahun 2007
Putusan tentang Tender a. Tender Pemerintah 1. Putusan Perkara No. 09/KPPU-L/2006 Tender Pengadaan Meubelair di Lembaga Administrasi Negara (LAN), Makassar 2. Putusan Perkara No. 16/KPPU-L/2006 Tender Pekerjaan SKTM (Kabel Tegangan Menengah) 20 KV Paket 4, 9, 20, dan 21 di PT PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang (PLN Disjaya) Tahun Anggaran 2005. 3. Putusan Perkara No. 17/KPPU-L/2006 Tender Pengadaan Komponen Lampu di Suku Dinas Penerangan Jalan Umum dan Sarana Jaringan Utilitas Kotamadya Jakarta Selatan 4. Putusan Perkara No. 02/KPPU-L/2007 Tender Pengadaan Peralatan Gizi Tahun 2006 di RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda 5. Putusan Perkara No. 03/KPPU-L/2007 Tender Pembangunan Gedung Kantor Pengadilan Negeri di Padangsidempuan, Sumatera Utara 6. Putusan Perkara No. 04/KPPU-L/2007 Tender Pengadaan Proyektor LCD di Biro Administrasi Wilayah Propinsi DKI Jakarta Tahun 2006 7. Putusan Perkara No. 05/KPPU-L/2007 Tender Pekerjaan Pengerukan Alur Pelayaran Pelabuhan Belawan Tahun 2006 8. Putusan Perkara No. 06/KPPU-L/2007 Tender Pengadaan Alat Pembasmi/Penyemprot Nyamuk (Mesin Fogging) di Biro Administrasi Wilayah Propinsi DKI Jakarta Tahun 2006 9. Putusan Perkara No. 08/KPPU-L/2007 Dinas Pertamanan dan Pemakaman Kota Bengkulu b. Tender Swasta 10. Putusan Perkara No. 08/KPPU-L/2006 Tender Pekerjaan Non Distructing Testing Inspection Services 11. Putusan Perkara No. 14/KPPU-L/2006 Tender Pengadaan Integrated Shorebase Management and Logistic Services (No. DCU-0064a) di BP Berau
Putusan Non Tender 12. Putusan Perkara No. 15/KPPU-L/2006 Pendistribusian Elpiji di Sumatera Selatan 13. Putusan Perkara No. 07/KPPU-L/2007 Kepemilikan Silang Yang Dilakukan Oleh Kelompok Usaha Temasek dan Praktek Monopoli Telkomsel
Halaman
83
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ 3.5.
LITIGASI
DAN
MONITORING
PUTUSAN
Pada tahun ini, KPPU cukup berlega hati karena 3 perkara KPPU yang cukup menyedot perhatian masyarakat luas pada saat ditangani, yaitu Perkara No. 01/KPPU-L/2003 tentang Garuda Indonesia, Perkara No. 02/KPPU-I/2004 tentang PT. Telkom Indonesia, Perkara No. 02/KPPU-L/2005 tentang PT Carrefour Indonesia telah mendapat penguatan dari Mahkamah Agung. Hal lain yang lebih melegakan hati disela-sela kritik yang diterima oleh KPPU adalah ketiga putusan Mahkamah Agung tersebut kemudian dilaksanakan oleh masingmasing pelaku usaha secara sukarela tanpa menunggu upaya eksekusi dari KPPU. PT. Carrefour Indonesia adalah perusahaan (dengan modal asing) pertama yang membayarkan
denda
yang
ditetapkan
oleh
KPPU
yaitu
sebesar
Rp. 1.500.000.000,00 (satu milyar lima ratus juta rupiah), disusul oleh PT. Garuda Indonesia yang membayarkan dendanya sebesar Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). PT. Telekomunikasi Indonesia juga telah bersedia melaksanakan sanksi yang dijatuhkan terhadapnya yaitu membatalkan seluruh perjanjian kerja sama yang telah mereka buat dengan 130.000 penyelenggara wartel. Melalui surat No. TEL. 18/HK710/COP-D0032000/2007, Telkom menyampaikan permintaan waktu 6 (enam) bulan untuk mengamandemen seluruh perjanjian kerja sama tersebut dan KPPU telah membentuk tim untuk melakukan monitoring terhadap pelaksanaan putusan Telkom tersebut.
Halaman
84
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Pergulatan Panjang Penegakan Hukum Persaingan Garuda Indonesia, Telkom, dan Carrefour adalah tiga raksasa bisnis yang tersandung oleh UU No.5 Tahun 1999. Ketiganya memenuhi sanksi yang ditetapkan oleh KPPU dan menjadikan tahun 2007 sebagai momentum yang menorehkan sebuah penegasan bahwa Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia tidak akan mentolerir siapapun yang melakukan pelanggaran terhadap Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Proses litigasi KPPU untuk perkara tiga pemain besar tersebut memakan waktu yang cukup lama. Dimulai dari pengajuan banding ke Pengadilan Negeri hingga kasasi ke Mahkamah Agung yang diakhiri dengan kemenangan KPPU. Tiga kemenangan yang menambah daftar panjang Putusan KPPU dengan kekuatan hukum tetap. Carrefour : Trading Terms yang Mencekik. Perkara Carrefour diawali dengan laporan pada tanggal 20 Oktober 2004 mengenai pemberlakuan syarat-syarat perdagangan (trading terms) oleh Carrefour yang dirasakan memberatkan bagi pemasok. Syarat-syarat yang diterapkan tersebut antara lain adalah: listing fee∗, minus margin*, fix rebate, payment term, regular discount, common assortment cost, opening cost (new store) dan penalty. Secara keseluruhan, dalam laporannya, pemasok menganggap bahwa trading terms tersebut memberatkan, khususnya mengenai item persyaratan listing fee dan minus margin, karena setiap tahunnya Carrefour melakukan penambahan jenis item, menaikkan biaya dan persentase fee trading terms. Hal lain yang memberatkan bagi pemasok adalah Carrefour tidak membedakan antara pemasok skala besar dan pemasok berskala kecil. Terhadap pelanggaran tersebut Sidang Majelis Komisi KPPU pada tanggal 19 Agustus 2005 memutuskan Carrefour terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 19 huruf a Undangundang Nomor 5 Tahun 1999 (menolak dan atau menghalangi pelaku usaha untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan) dan memerintahkan kepada Carrefour untuk menghentikan kegiatan pengenaan persyaratan minus margin kepada pemasok serta menghukum Carrefour untuk membayar denda sebesar Rp. 1.500.000.000,- (satu miliar lima ratus juta Rupiah). Atas putusan tersebut pihak Carrefour mengajukan banding kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan alasan bahwa KPPU telah melampaui batas waktu Pemeriksaan Pendahuluan, Pemeriksaan Lanjutan, dan Penjatuhan Putusan. Carrefour juga mengemukakan alasan bahwa persyaratan minus margin adalah perikatan yang sah berdasarkan kesepakatan antara pemohon dengan pemasok, dan para pesaing Carrefour juga menerapkan trading terms yang sama dengan konsep minus margin untuk melawan praktek diskriminasi harga oleh pemasok/supplier. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak seluruh keberatan yang diajukan pihak Carrefour dan menguatkan putusan KPPU No. 02/KPPU-L/2005. Tidak patah arang, Carrefour kembali mengajukan banding kepada Mahkamah Agung dengan alasan keberatan yang sama. Mahkamah Agung mematahkan usaha Carrefour dan kembali menguatkan putusan KPPU pada tanggal 18 Januari 2007. Menghadapi keputusan tersebut, langkah perlawanan Carrefour terhenti dan mereka memilih untuk patuh kepada Putusan KPPU serta membayar hukuman denda sebesar Rp. 1.500.000.000,(satu miliar lima ratus juta Rupiah) kepada negara melalui Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Jakarta I. Denda tersebut dimasukkan ke dalam Kas Negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak pada tanggal 8 Juni 2007. Sejak tanggal 3 Agustus 2005, Carrefour tidak lagi menerapkan persyaratan minus margin dalam kontraknya dengan pemasok, dan tidak lagi memberlakukan persyaratan ini kepada para pemasok yang telah menyetujui hal tersebut di dalam kontrak yang masih berlaku.
Halaman
85
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Exclusive Dealing & Entry Barrier oleh Telkom. Perjanjian kerjasama antara Telkom dan para penyelenggara wartel yang mensyaratkan wartel hanya menjual produk Telkom menyebabkan Telkom terjerat Pasal 15 ayat (3) huruf b (Exclusive Dealing) dan Pasal 19 huruf a dan b (Entry Barrier) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999. Atas dasar perjanjian tersebut, Telkom menutup akses layanan milik operator lain yang ada di wartel tersebut yaitu layanan kode akses 001 dan 008 milik PT. Indosat, dan mengalihkannya ke kode akses 017 milik Telkom. Pada Sidang Majelis KPPU tanggal 13 Agustus 2004, Telkom dinyatakan terbukti melanggar kedua pasal tersebut dan diperintahkan untuk membatalkan klausula yang menyatakan bahwa pihak penyelenggara atau pengelola wartel hanya boleh menjual jasa dan atau produk Telkom. KPPU juga memerintahkan kepada Telkom untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dengan cara meniadakan persyaratan perjanjian kerja sama pembukaan akses SLI dan atau jasa telepon internasional lain selain produk Telkom di wartel serta membuka akses SLI dan atau jasa telepon internasional lain selain produk Telkom di wartel. Menanggapi putusan tersebut, Telkom tidak menyurutkan langkah perlawanannya dan mengajukan banding kepada Pengadilan Negeri Bandung dengan mempermasalahkan ketidaklengkapan Anggota Komisi pada saat pemeriksaan perkara yang dapat dianggap sebagai cacat prosedur. Telkom juga mengemukakan bahwa putusan KPPU diambil dari keterangan yang tidak didasarkan pada Berita Acara Pemeriksaan lanjutan (BAP) sehingga merupakan putusan yang cacat yuridis dan tidak disumpahnya saksi-saksi yang diajukan oleh pihak Telkom menyebabkan Telkom merasa tidak diperlakukan secara sama di depan hukum. Berdasarkan alasan-alasan keberatan yang diajukan oleh pihak Telkom, pada tanggal 8 November 2004 Pengadilan Negeri Bandung mengabulkan permohonan keberatan Telkom dan membatalkan putusan KPPU. Pembatalan putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Bandung tidak membendung usaha KPPU dalam menegakkan hukum persaingan usaha dan mendorong KPPU untuk mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung. Perjuangan panjang KPPU tersebut dijawab dengan baik oleh Mahkamah Agung, tanggal 15 Januari 2007 Mahkamah Agung memutuskan untuk mengabulkan permohonan kasasi KPPU dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Bandung. Kemenangan akhirnya kembali pada UU No. 5 Tahun 1999 dan pihak Telkom bersedia untuk membatalkan seluruh perjanjian kerja sama yang telah mereka buat dengan 130.000 penyelenggara wartel. Melalui surat No. TEL. 18/HK710/COPD0032000/2007 Telkom menyampaikan permintaan waktu 6 (enam) bulan untuk mengamandemen seluruh perjanjian kerja sama tersebut dan KPPU telah membentuk tim untuk melakukan monitoring terhadap pelaksanaan putusan Telkom tersebut.
Halaman
86
Laporan Tahun 2007
Garuda Indonesia dengan persyaratan Abacus Connection. _____________________________________________________________________ Abacus Connection adalah jaringan komputer yang berhubungan secara online dengan sistem reservasi maskapai penerbangan, yang dikenal dengan istilah Computerized Reservation System atau CRS. Beberapa CRS yang ada antara lain : sistem Sabre, sistem Galileo, sistem Amadeus, sistem Worldspan, dan sistem Abacus. Bagi maskapai penerbangan, bekerja sama dengan lebih dari satu CRS yang bukan hal yang merugikan karena biaya hanya timbul berdasarkan transaksi. Namun Garuda Indonesia memilih untuk mendirikan perusahaan distributor sistem Abacus yaitu PT. Abacus Indonesia yang mulai beroperasi sekitar tahun 1995 dan pada masanya merupakan satu-satunya penyedia CRS di Indonesia. Memasuki periode 1998, pesaing sistem Abacus memasuki pasaran Indonesia yaitu sistem Galileo. Garuda Indonesia segera menyusun langkah-langkah proteksi bagi anak perusahaannya, PT. Abacus Indonesia. Proteksi tersebut berupa kebijakan yang menyebabkan biro perjalanan wisata hanya bisa memakai sistem Galileo untuk pemesanan segmen internasional, sementara untuk segmen domestik harus melalui Abacus Connection. Garuda Indonesia kemudian mengembangkan kebijakan untuk membangun sistem dual access yang menyertakan sistem ARGA (Automated Reservation of Garuda Airways). Sistem tersebut pada awalnya ditempatkan di terminal ARGA pada setiap biro perjalanan wisata. Setelah itu seluruh terminal ARGA di biro perjalanan wisata ditarik dan diganti oleh sistem dual access yang menyertakan sistem ARGA ke dalam terminal Abacus. Dengan kebijakan tersebut, Garuda Indonesia memastikan bahwa pemesanan tiket penerbangan domestik, internasional, dan penerbangan campuran (mixed flight) domestik-internasional melalui sistem Abacus dan sistem ARGA- yang sudah dimasukkan ke terminal Abacus melalui sistem dual access. Tak pelak lagi, kebijakan tersebut memberikan kontrol penuh terhadap pemesanan tiket Garuda Indonesia karena seluruh proses pemesanan harus melalui sistem Abacus. Perilaku Garuda Indonesia tersebut dilaporkan kepada KPPU pada tanggal 9 Oktober 2002 dan setelah pemeriksaan menyeluruh melalui Sidang Majelis KPPU, tanggal 30 Juli 2003 KPPU memutuskan bahwa Garuda Indonesia terbukti bersalah melanggar Pasal 14 mengenai Integrasi Vertikal, Pasal 15 ayat (2) mengenai Exclusive Dealing, dan Pasal 26 mengenai Jabatan Rangkap dari UU No. 5 Tahun 1999. Atas pelanggaran tersebut KPPU memerintahkan Garuda Indonesia untuk menghentikan integrasi vertikal berupa pembatalan perjanjian eksklusif dual access dengan PT. Abacus Indonesia, mencabut persyaratan Abacus connection dalam penunjukan keagenan pasasi dalam negeri, dan menghukum Garuda Indonesia untuk membayar denda administratif sebesar Rp. 1.000.000.000 (satu milyar Rupiah) yang harus disetorkan ke Kas Negara. Empat belas hari setelah petikan Putusan tersebut diterima, Garuda Indonesia mengajukan banding ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan mengemukakan beberapa keberatan yaitu: 1. KPPU salah menuliskan nama dan alamat garuda Indonesia dengan ”PT. (Persero) Perusahaan Penerbangan Garuda Indonesia beralamat di Jalan Medan Merdeka Timur No.13, Jakarta Pusat”, yang seharusnya adalah ”Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perusahaan Penerbangan Garuda Indonesia dengan alamat Jl. Medan Merdeka Selatan No.13, Jakarta Pusat”. 2. Proses pemeriksaan dan pengambilan keputusan KPPU melanggar ketentuan-ketentuan jangka waktu UU No.5 Tahun 1999. 3. Proses pemeriksaan dan pengambilan putusan KPPU melanggar ketentuan cara pemeriksaan oleh Majelis Komisi menurut UU No.5 Tahun 1999. 4. Pertimbangan hukum KPPU didasarkan pada pemeriksaan yang dilakukan atas dokumendokumen yang secara hukum tidak seharusnya diterima oleh KPPU. Keberatan yang diajukan Garuda Indonesia tersebut disahkan oleh Pengadilan negeri Jakarta Pusat pada tanggal 16 Oktober 2003 sehingga membatalkan Putusan KPPU sebelumnya. Tidak surut langkah, KPPU mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dan memperoleh kemenangan terhadap perkara tersebut pada tanggal 5 September 2005. Sejak hasil kasasi diputuskan, KPPU mengirimkan surat peringatan pelaksanaan sanksi kepada Garuda Indonesia secara kontinyu. Hingga pada 23 Juli 2007, Garuda Indonesia menyatakan sanggup untuk memenuhi semua sanksi yang dikenakan KPPU terhadap mereka dan membayar denda sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar Rupiah) ke kas negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Halaman
87
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ TINJAUAN HUKUM ATAS SANKSI DENDA KPPU Pasal 47 ayat (2) huruf g UU No 5 Tahun 1999 memberikan kewenangan kepada KPPU untuk menjatuhkan sanksi tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan-ketentuan dalam UU No 5 Tahun 1999 tersebut.REFORM Berapa besarnya denda, bagaimana tata cara penghitungan denda, PERAN REGULATORY DALAM dan ketentuan mana saja dalam UU No 5 Tahun 1999 yang dapat dikenakan denda tidak dijelaskan dalam undang-undang tersebut. Pasal 47 ayat (2) huruf g hanya memberikan batasan denda serendahrendahnya 1 miliar rupiah dan setinggi-tingginya 25 milar rupiah. KPPU sudah berkali-kali mengeluarkan putusan dengan sanksi pembayaran denda yang bervariasi kepada pelaku usaha yang terbukti telah melakukan pelanggaran UU No 5 Tahun 1999. Banyak pihak yang kemudian mempertanyakan justifikasi yuridis atas pengenaan denda yang ditetapkan oleh KPPU dan dasar perhitungan yang dilakukan oleh KPPU dalam menetapkan besaran suatu denda. Sebelum dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, pertama-tama harus dipahami dulu filosofis dari eksistensi denda dalam wacana hukum. Denda merupakan salah satu bentuk penghukuman terhadap pelanggaran hukum publik di samping bentuk penghukuman lain misalnya hukuman penjara. Pada awalnya, filosofi penghukuman dimaksudkan untuk menistakan pelaku pelanggaran atau kejahatan tersebut. Guna menjaga rasa keadilan publik maka pelaku pelanggaran atau kejahatan harus dihukum setimpal dengan perbuatannya. Berkembangnya filsafat utilitarianisme yang memandang segala sesuatu harus mencerminkan utilitasnya tak pelak juga mempengaruhi landasan berpikir para yuris mengenai hukum. Para utilitarianis memandang hukum sebagai alat untuk mencapai kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi orang sebanyak-banyaknya (greatest happines for greatest number). Dalam ranah hukum publik, penghukuman dipandang tidak lagi semata-mata sebagai penistaan, tetapi lebih jauh lagi harus juga berfungsi sebagai efek penjeraan (deterence effect). Untuk mencapai tujuan itu, kalau perlu penghukuman dipertontonkan kepada publik agar pelanggaran atau kejahatan yang sama tidak terulang kembali di kemudian hari oleh orang lain. Memori kolektif publik dibentuk melalui suatu pernyataan yang samar: jika Anda melakukan hal yang sama, maka Anda akan menerima sanksi yang serupa. Sehingga dengan demikian, diharapkan setelah dilakukan suatu penghukuman, pelanggaran atau kejahatan yang sama dapat dicegah. Dalam konteks itulah KPPU menjatuhkan sanksi berupa denda kepada pelaku usaha. Hukum persaingan, dalam hal ini, UU No 5 Tahun 1999, merupakan bagian dari hukum publik, yaitu hukum yang berfungsi untuk melindungi kepentingan publik. Pelanggaran terhadap hukum tersebut berarti mencederai rasa keadilan publik dan terganggunya kepentingan publik. Oleh karena itu KPPU mejatuhkan sanksi berupa denda tidak semata-mata untuk memberikan hukuman kepada pelaku usaha, tetapi juga sebagai upaya menciptakan deterence effect agar kepentingan publik berupa persaingan sehat senantiasa terjaga. Kapan KPPU menjatuhkan sanksi denda dan berapa besarnya denda sepenuhnya menjadi diskresi dari KPPU, khususnya Majelis Komisi, yang menangani perkara bersangkutan. Dalam era transparansi dewasa ini, tata cara Majelis Komisi dalam menentukan besaran denda menjadi tuntutan dari sebagian pelaku usaha. Upaya untuk mentransparansikan tata cara perhitungan denda telah dilakukan oleh KPPU dalam berbagai putusan, namun hingga saat ini belum dilembagakan ke dalam suatu ketentuan formal KPPU. Untuk menjamin transparansi pengenaan denda KPPU ke depannya, saat ini tengah disusun rumusan ketentuan formal mengenai tata cara perhitungan denda untuk pelaku usaha yang terbukti melanggar UU No 5 Tahun 1999. Yang perlu untuk digarisbawahi adalah, pengenaan denda oleh KPPU bertujuan untuk mencegah berulangnya pelanggaran yang sama di kemudian hari. Denda diharapkan menjadi insentif bagi pelaku usaha dalam melakukan kegiatan bisnisnya agar senantiasa mematuhi ketentuan-ketentuan dalam UU No 5 Tahun 1999. Sebagian pihak merasa batasan denda maksimal sebesar 25 miliar rupiah tidak efektif untuk menimbulkan deterence effect kepada pelaku usaha lain dalam suatu industri yang memiliki volume bisnis ratusan miliar hingga puluhan triliun rupiah. Di Amerika Serikat, misalnya, pelanggaran anti-trust law dapat berakibat pada treble damages, yaitu pembayaran ganti rugi tiga kali lipat dari kerugian yang ditimbulkan. Di Uni Eropa, sanksi atas pelanggaran hukum persaingan dapat mencapai hingga 10% revenue dari pelaku usaha yang bersangkutan. Bisa jadi keraguan tersebut ada benarnya, namun mengubah ketentuan batasan denda maksimal berarti harus mengamandemen UU No 5 Tahun 1999 yang memakan proses relatif lama. Yang terpenting bagi KPPU saat ini adalah mensosialisasikan dengan baik putusan-putusan yang telah dikeluarkannya berikut denda-denda yang telah dijatuhkan atas pelanggaran-pelanggaran terhadap UU No 5 Tahun 1999, sehingga deterence effect yang diharapkan dapat tercapai secara efektif.
Halaman
88
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________
BAB
4 SOSIALISASI REFORMASI REGULASI Salah satu tugas utama dalam pengembangan kerjasama kelembagaan adalah membuka dan menjalin hubungan baik dengan lembaga domestik dan internasional. Hubungan tersebut dapat berupa kerjasama resmi melalui nota kesepahaman atau perjanjian, dan dapat berupa kegiatan bersama seperti seminar dan lokakarya. Kerjasama dengan lembaga tersebut menjadi penting apabila dikaitkan dengan reformai regulasi, karena kita menyadari bahwa kebijakan persaingan tidak dapat berdiri sendiri dan harus dibentuk bersama elemen pemerintahan yang lain agar dapat berjalan seiring menuju satu tujuan yang sama, yaitu kesejahteraan rakyat. Dengan ketergantungan tersebut, fungsi kerjasama kelembagaan menjadi penting.
Selama tahun 2007, KPPU telah melakukan beberapa target penting untuk perwujudan reformasi regulasi, yaitu pengadopsian integrated checklist on regulatory reform, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, berbagi ilmu tentang hukum dan kebijakan persaingan usaha pada forum internasional, pelaksanaan negosiasi tentang kebijakan persaingan di tingkat internasional, dan peningkatan peranan KPPU sebagai regular observer pada OECD.
Pengadopsian Integrated Checklist on Regulatory Reform merupakan suatu pedoman bagi ekonomi untuk melakukan reformasi regulasi. Dengan checklist tersebut, ekonomi akan memperoleh best practice atau model terbaik dalam melakukan perubahan kebijakannya. Indonesia hingga saat ini belum menerapkan checklist tersebut secara penuh, namun secara parsial beberapa instansi telah menerapkannya pada beberapa kebijakan spesifik. Dalam mendorong proses
Halaman
89
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ reformasi regulasi tersebut, pada awal tahun 2007 KPPU telah menyampaikan keinginannya untuk mengadakan seminar APEC tentang penerapan integrated checklist pada APEC CPDG Meeting yang diselenggarakan pada 23-24 Januari 2007 di Canberra, Australia. Pada pertemuan tersebut, KPPU menyampaikan beberapa tujuan seminar dan penjelasan tentang teknis pelaksanaan seminar tersebut.
Seminar tersebut dinamakan APEC Seminar on Utilizing the “APEC-OECD Integrated Checklist on Regulatory Reform” in the Competition Policy and Deregulation Aspects yang dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 13-15 Juni 2007. Dalam pelaksanaannya, seminar dihadiri oleh 98 peserta dari 16 ekonomi, lima diantaranya merupakan perwakilan ekonomi di Jakarta. Selain itu, dua peserta dari Sekretariat
OECD
juga
hadir.
Seminar
tersebut
menghasilkan
beberapa
rekomendasi yang menciptakan arah yang jelas bagi reformasi regulasi. Salah satu rekomendasi penting yang dihasilkan adalah adanya kesepakatan para ekonomi untuk menemukan cara terbaik (berdasarkan pengalamannya) dalam mengadopsi competition assessment, reformasi regulasi, dan kebijakan persaingan. Untuk itu mereka juga menekankan pentingnya dialog yang kontinyu dan bantuan teknis dalam penerapan integrated checklist. Hal penting lain yang perlu ditindaklanjuti Indonesia
maupun
ekonomi
lainnya
adalah
adanya
pertimbangan
untuk
mengembangkan intitusi untuk menciptakan kepemimpinan dan koordinasi yang efektif antar pemerintah dalam mewujudkan reformasi regulasi.
Berbagai kesimpulan dan rekomendasi pelaksanaan seminar tersebut telah dilaporkan KPPU dan dibahas oleh ekonomi APEC pada APEC Policy Dialogue: Seminar on the Role of Competition Policy in Structural Reform dan pertemuan kedua APEC Economic Committee II yang dilaksanakan pada akhir bulan Juni 2007.
Peranan KPPU dalam APEC untuk Mendorong Regulatory Reform
Terdapat hal yang perlu mendapat perhatian penting bagi KPPU dan perkembangan penerapan hukum dan kebijakan persaingan di tingkat ekonomi APEC, serta pemenuhan upaya pencapaian regulatory reform di tingkat nasional. Perhatian tersebut diperoleh dari berhasilnya KPPU dalam meloloskan proposal proyek tentang penyelenggaraan seminar APEC tentang pemanfaatan APEC-OECD
Halaman
90
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Integrated Checklist terkait hubungan antara kebijakan persaingan dan regulator sektoral. Dengan keberhasilan tersebut, KPPU kembali mendapat kehormatan sebagai tuan rumah dalam seminar internasional tersebut. Keputusan tersebut diperoleh setelah KPPU memperjuangkan proposalnya pada APEC Budget and Management Committee Meeting yang diselenggarakan di Singapura pada awal Agustus 2007. Seiring dengan persetujuan tersebut, KPPU juga mendapat kehormatan sebagai tuan rumah penyelenggaraan The Forth APEC Training in Competition Policy sesuai usulan Japan Fair Trade Commission (JFTC). Dengan demikian dapat dipastikan bahwa pada tahun 2008, KPPU akan mendapatkan kehormatan sebagai tuan rumah dua kegiatan internasional ekonomi APEC.
Lebih lanjut sebagai anggota ekonomi APEC, khususnya sub fora APEC CPDG, KPPU secara aktif telah berpartisipasi dalam proses penyusunan APEC Individual Action Plan 2007 (Rencana Aksi Individu 2007) di bawah koordinasi Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Rencana aksi individu tersebut merupakan gabungan berbagai isu (chapter) yang terkait dengan kebijakan ekonomi di suatu negara, antara lain tarif dan non tarif, jasa, investasi, standarisasi, bea cukai, pengadaan pemerintah, hak kekayaan intelektual, dan kebijakan persaingan. Dalam konteks tersebut, KPPU bertanggung jawab atas chapter competition policy. Dalam rencana aksi individu tersebut, KPPU melaporkan berbagai perkembangan kebijakan persaingan di Indonesia dari berbagai aspek, antara lain general policy framework, reviews of competition policies, competition institution, measures, cooperation arrangement, activities with other APEC economies and international organization, dan collective action.
Selain berpartisipasi dalam penyusunan APEC Individual Action Plan 2007, KPPU juga turut serta dalam penyusunan APEC Economic Policy Report 2008 (AEPR 2008). AEPR 2008 merupakan laporan yang berisikan perkembangan kebijakan ekonomi di seluruh ekonomi APEC. Untuk AEPR 2007, APEC telah mengesahkan topik Public Sector Governance dimana Indonesia menyampaikan kontribusi dalam Individual Economic Policy Report. Khusus untuk penyusunan AEPR 2008, telah disepakati Competition Policy sebagai topik laporan, sehingga KPPU dipercaya oleh Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI untuk mempersiapkan laporan tersebut. Laporan tersebut terdiri dari tiga chapter yaitu:
Halaman
91
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ a. Chapter 1 tentang The Role of Competition Policy in Structural Reform and Creating Competition Culture. Chapter ini akan terdiri dari beberapa sub-chapter yaitu perkembangan APEC, Economic Committee, serta LAISR; perbedaan persaingan dan kebijakan persaingan; dan perkembangan bidang persaingan usaha di ekonomi APEC. Chapter ini dipersiapkan oleh Jepang dengan dapat memperoleh masukan dari Australia dan Indonesia; b. Chapter 2 tentang Competition Policy at Different Stages for Development: Lesson from APEC. Chapter ini dipersiapkan oleh Peru selaku tuan rumah APEC 2008; dan c. Chapter 3 tentang Individual Economy Report on Competition Policy.
Indonesia (KPPU) merupakan salah satu co-sponsor AEPR 2008 tersebut. Selaku co-sponsor, KPPU diharapkan dapat berpartisipasi dalam penyusunan Chapter 1 dalam laporan tersebut. Selaku anggota APEC, Indonesia juga diminta berpartisipasi dalam menyiapkan Individual Economic Policy Report yang merupakan bagian dari Chapter 3. Oleh karena topik tahun tersebut adalah competition policy, maka KPPU diminta untuk mempersiapkan laporan individual tersebut berdasarkan format (template) yang telah disepakati.
Peranan KPPU dalam Pembentukan Wadah Diskusi Hukum dan Kebijakan Persaingan Tingkat ASEAN
Dalam perwujudan peranan tersebut, KPPU selalu aktif dalam berkontribusi pada seri pertemuan tahunan ASEAN Consultative Forum for Competition (ACFC) dan konferensi internasional ACFC yang diselenggarakan di Vietnam pada bulan Agustus dan Oktober 2007. Dalam konferensi tersebut dibahas berbagai hal, yaitu tentang
forum
regional dalam
mengembangkan hukum
persaingan,
saran
pengembangan kerjasama regional, identifikasi elemen bagi kerjasama regional yang efektif, dan kebutuhan atas kerjasama yang efektif antar anggota ASEAN. Dalam konferensi tersebut, KPPU mendapatkan kepercayaan untuk menyampaikan perkembangan terakhir dalam institusi dan hukum persaingan usaha di tingkat ASEAN. Lebih lanjut dalam pertemuan tahunan perkumpulan institusi terkait hukum dan kebijakan persaingan tingkat ASEAN tersebut juga dibahas 2 (dua) proposal pengembangan implementasi hukum dan kebijakan persaingan di tingkat regional. Proposal pertama datang dari Indonesia yang mengusulkan pembentukan ASEAN
Halaman
92
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Competition Institute (ACI) sebagai organisasi independen yang non-profit yang ditujukan untuk membantu negara ASEAN dalam mengembangkan hukum persaingan dan mendukung tugas ACFC dan AEGC nantinya. Selain ACI, pertemuan juga membahas usulan pembentukan ASEAN Expert Group on Competition (AEGC) dari Vietnam dan Singapura. Berdasarkan keterangan disampaikan, KPPU menyatakan dukungannya atas keberadaan AEGC karena keberadaan organisasi tersebut merupakan salah satu cara terbaik dalam mencapai visi ASEAN Economic Community pada tahun 2015. Namun demikian, KPPU juga berpandangan bahwa keberadaan ACFC tetap dipertahankan walaupun AEGC telah dibentuk. Dalam rangka melanjutkan program ACFC, diputuskan untuk periode 2007-2008 ACFC akan dipimpin oleh Singapura (CCS) selaku Ketua dan Malaysia (Ministry of National Planning and Economic Development) selaku Wakil Ketua. Jabatan tersebut secara efektif berlaku pertanggal 1 Oktober 2007.
Melanjutkan agenda tersebut, pada 25 Oktober 2007 KPPU juga berkontribusi dalam ACFC Top Level Official Meeting guna membahas persiapan pembentukan ASEAN Expert Group on Competition (AEGC) dan serah terima posisi Ketua ACFC dari Vietnam kepada Singapura. Sebagaimana hasil the 39th ASEAN Economic Minister (AEM) Meeting yang dilaksanakan di Makati City, Philippines pada tanggal 24 Agustus 2007, Senior Economic Official Meeting (SEOM) telah setuju untuk merekomendasikan kepada AEM tentang pembentukan AEGC untuk dapat berada di bawah SEOM. Pertemuan ACFC ini ditujukan untuk membahas hal teknis yang dijelaskan dalam kerangka acuan kerja organisasi tersebut. Hingga saat ini, peranan KPPU dalam pembentukan AEGC tersebut masih intensif dilakukan.
Peranan KPPU dalam Peningkatan Kerjasama Antar Lembaga Persaingan
Selain berperan aktif pada forum internasional dan regional, KPPU terus berupaya dalam menjaga dan meningkatkan harmonisasi antar lembaga internasional yang selama ini terjalin dengan baik. Hal tersebut diwujudkan dengan memfasilitasi berbagai survey yang disampaikan oleh berbagai lembaga dan organisasi persaingan usaha tingkat internasional. Salah satu diantaranya adalah pertanyaan (kuesioner) yang disampaikan Office of Commercial Affairs, Royal Thai Embassy di Jakarta. Kuesioner tersebut disampaikan terkait dengan upaya Department of Internal Trade, Ministry of Commerce Thailand, yang tengah dalam proses
Halaman
93
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ penyusunan Competition Policy Framework. Dalam hubungan tersebut, Kementerian meminta KPPU dalam menyampaikan berbagai informasi terkait penerapan kebijakan dan hukum persaingan di Indonesia, antara lain mengenai kerangka kebijakan persaingan; hubungan antara kebijakan persaingan dengan kebijakan lain; cara efektif dalam menerapkan hukum persaingan; aplikasi hukum dan kebijakan persaingan dalam sektor pertanian, industri, dan jasa; serta berbagai bentuk integrasi vertikal di Indonesia.
Selanjutnya dalam lingkup kerjasama KPPU dengan Japan Fair Trade Commission (JFTC), dengan didukung oleh The Association for Overseas Technical Scholarship (AOTS), sub-direktorat pada bulan Oktober memfasilitasi adanya suatu pelatihan bagi para akademisi atau peneliti di bidang persaingan usaha mengenai hukum dan kebijakan persaingan usaha di Jepang. Kegiatan tersebut akan dilaksanakan selama seminggu pada bulan Februari 2008 di Tokyo, Jepang dan akan membahas beberapa substansi, antara lain Japan’s Antimonopoly Act, perkembangan terakhir hukum dan kebijakan persaingan di tiap negara, dan diskusi panel mengenai beberapa isu persaingan. KPPU menyadari bahwa media tersebut merupakan hal yang penting dalam membangun dan meningkatkan peran serta akademisi dalam mengembangkan kebijakan persaingan usaha, baik di tingkat nasional maupun international (dalam hal ini wilayah Asia Timur).
Dalam lingkup kerjasama KPPU dengan GTZ-ICL, KPPU telah memfasilitasi penyelenggaraan kegiatan pelatihan tentang hukum persaingan tingkat lanjutan bagi Hakim Pengadilan Negeri di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Kegiatan tersebut direncanakan membahas mengenai penanganan kasus tender di KPPU dan dilaksanakan pada tanggal 14-15 November 2007 di Yogyakarta. Mengikuti kegiatan pelatihan tersebut, KPPU dan GTZ-ICL juga memfasilitasi kunjungan Prof. J. Bornkamm, Hakim Agung Jerman, ke Indonesia. Kunjungan yang dilaksanakan pada 19-23 November 2007 tersebut, akan membahas beberapa isu, antara lain proses penanganan keberatan putusan persaingan usaha di Indonesia. Selain dengan KPPU, Prof. J. Bornkamm juga akan melakukan pertemuan dan diskusi dengan Mahkamah Agung dan para stakeholder.
Halaman
94
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________
APEC Seminar on Utilizing the “APEC – OECD Integrated Checklist on Regulatory Reform” in the Competition Policy and Deregulation Aspects Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bekerja sama dengan Sekretariat APEC mengundang anggota APEC untuk berpartisipasi dalam “APEC–OECD Integrated Checklist on Regulatory Reform” yang diselenggarakan pada tanggal 13–15 Juni 2007 di Jakarta. Sesi– sesi yang disusun dalam seminar didahului dengan pembukaan dari Mr. Toshiyuki Nanbu (Convenor of CPDG), Bapak Budiono (Menteri Koordinator Bidang Perekonomian), dan Bapak Mohammad Iqbal (Ketua KPPU). Selanjutnya, keynote speech disampaikan masing – masing oleh Professor Tetsuzo Yamamoto (Graduate School of Commerce, Waseda University) dan Mr. Sean Ennis (Competition Division, OECD Secretariat) Seminar yang ditujukan untuk meningkatkan pemahaman mengenai APEC–OECD Checklist (checklist) sebagai sebuah alat self–assesment yang efektif, diselenggarakan sebagai ajang tukar informasi dan pengalaman dalam penerapan checklist serta dampaknya pada proses Regulatory Reform. Hasil seminar ini menjadi rekomendasi mengenai kemungkinan tindakan nyata untuk memanfaatkan checklist dalam harmonisasi kebijakan antara badan regulator dan lembaga persaingan. Pada prinsipnya, reformasi regulasi didefinisikan sebagai perubahan–perubahan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas regulasi dalam rangka perbaikan kinerja ekonomi, efektifitas biaya serta administrasi pemerintahan. Bentuk reformasi dapat berupa revisi dan penataan ulang kerangka regulasi serta perbaikan proses yang mempertimbangkan 3 (tiga) kunci penggerak utama dalam reformasi regulasi yaitu kebijakan regulasi, kebijakan persaingan, dan kebijakan keterbukaan pasar. Mencermati bahwa hasil dari seminar tersebut menjadi awal dari peningkatan pemahaman terhadap dua substansi utama, yaitu reformasi regulasi serta hukum dan kebijakan persaingan, maka pembahasan dibagi dua grup yang berbeda yaitu grup diskusi pertama mengenai Regulatory Reform, dan grup diskusi kedua mengenai Competition Policy and Law. Hasil diskusi dapat merefleksikan rekomendasi dan tanggapan positif terhadap pemberlakuan kebijakan persaingan baik di negara yang telah mengadopsi hukum persaingan maupun yang belum. Rekomendasi yang diperoleh pada sesi terakhir seminar diharapkan dapat menjadi masukan bagi lembaga–lembaga pengawas persaingan dan institusi terkait untuk menyusun implementasi kebijakan persaingan yang berkelanjutan dengan pendekatan bertahap yang juga sejalan dengan kebijakan anggota APEC. Jika hal itu terwujud, maka kontribusinya bagi anggota-anggota APEC akan sangat besar khususnya dalam sistem hukum persaingan. Akhirnya, walaupun antara satu anggota APEC dengan yang lain, pendekatan terhadap kebijakan dan hukum persaingan ditemukan perbedaan tetapi penjabaran masing–masing agenda dari setiap anggota APEC akan sangat berguna untuk mendukung keberadaan hukum persaingan. Dengan demikian setiap negara dapat mengikutsertakan kebijakan dan hukum persaingan bagi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Keterbatasan sumber daya manusia untuk membangun sektor ekonomi dalam kaitannya dengan isu persaingan diharapkan tidak membatasi kepentingan untuk mengadopsi dan mengimplementasi hukum persaingan. Seminar tersebut dihadiri oleh sekitar 60 perserta, baik dari dalam dan luar negeri, khususnya anggota APEC. Diharapkan seminar tersebut akan menghasilkan masukan dan rekomendasi yang bermanfaat.
Halaman
95
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ 4.1.
PENINGKATAN
KAPASITAS
SUMBER
DAYA
MANUSIA
Sumber daya manusia merupakan aset yang harus dijaga, dipertahankan, dan ditingkatkan nilainya. Hal tersebut juga berlaku bagi KPPU, terlebih dengan karakter fungsi KPPU yang sangat spesifik, yaitu penegakan hukum persaingan dan pemberian advokasi kepada pemerintah dan publik. Dalam meningkatkan kapasitas tersebut, KPPU telah memfasilitasi beberapa pelatihan (workshop) di tingkat domestik dan internasional bagi sumber daya manusia KPPU.
OECD-Korea Regional Center for Competition (OECD-RCC) merupakan salah satu bagian dari OECD yang memfasilitasi pelatihan dalam penegakan hukum persaingan bagi pegawai pemerintah di Asia. Dalam pelatihan tersebut, beberapa materi tingkat lanjut disampaikan dan dibahas oleh ahli dalam hukum persaingan usaha yang didatangkan dari kantor pusat OECD di Paris. KPPU sendiri telah aktif dilibatkan dan bertukar pengalaman dalam pelatihan tersebut sejak pendirian OECDRCC, yaitu pada akhir tahun 2004. Pada semester pertama 2007, telah diselenggarakan 3 (tiga) pelatihan (workshop) yang dilaksanakan di Seoul, Korea Selatan. Berbagai teori dan praktek tentang definisi pasar, mengukur kekuatan pasar, merjer, penyalahgunaan posisi dominan, pelaksanaan dan sanksi, serta penetapan harga dibahas dalam workshop tersebut.
Dalam kerjasamanya dengan Japan Fair Trade Commission (JFTC), KPPU dengan difasilitasi oleh Japan International Cooperation Agency (JICA) telah mengirimkan 10 (sepuluh) staf sekretariatnya untuk mengikuti country focused training yang dilaksanakan di Nagoya dan Tokyo selama 3 (tiga) minggu pada bulan FebruariMaret 2007. Pelatihan yang sangat komprehensif tersebut difokuskan kepada praktek-praktek penegakan hukum dan kebijakan persaingan di Jepang dan sekaligus berbagai pengenalan dan pembahasan tentang internal JFC. Selain bagi Staf Sekretariat KPPU, JICA dan JFTC juga memfasilitasi studi banding bagi 13 (tiga belas) Anggota KPPU di kota Osaka dan Tokyo selama 2 (dua) minggu pada bulan Maret 2007.
Dalam konteks keanggotaan ASEAN Consultative Forum for Competition (ACFC), KPPU juga diberikan kesempatan untuk aktif berpartisipasi dalam kegiatan pelatihan
Halaman
96
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ yang diselenggarakan ACFC, yaitu Advanced Workshop on “Investigating Abuse of Dominance Cases” yang dilaksanakan di Hanoi pada bulan Maret 2007.
Untuk
meningkatkan
kualitas
saran
dan
pertimbangan,
KPPU
juga
telah
mengirimkan staf sekretariatnya untuk belajar mengenai teori dan metode analisa ekonomi dalam penilaian permasalahan kebijakan persaingan melalui keikutsertaan pada Research Symposium on Political Economy Constraints in Regulatory Regimesin Developing Countries yang diadakan oleh Consumer Unity and Trust Society (CUTS), suatu organisasi nirlaba yang bergerak dalam bidang perlindungan konsumen, pada bulan Maret 2007 di New Delhi, India.
Pada semester pertama tahun 2007, KPPU telah mengangkat 77 orang staf baru yang berasal dari berbagai latar belakang pengetahuan, seperti hukum, ekonomi, teknik, dan sebagainya. Dengan bertambahnya kekuatan KPPU tersebut, maka adalah suatu kewajiban bagi instansi untuk berupaya meningkatkan nilainya melalui berbagai pelatihan. Pada semester pertama 2007, KPPU bekerjasama dengan UNCTAD dan GTZ telah melaksanakan Roundtable Discussion on Competition Law and Policy dan Workshop on Competition Law and Policy bagi staf baru, direksi, serta Anggota Komisi. Kegiatan tersebut telah memberikan pengetahuan dasar bagi staf baru KPPU dalam melaksanakan tugasnya, serta telah mengangkat suatu kesadaran akan pentingnya reformasi regulasi dalam bidang telekomunikasi dan metode
penanganan keberatan
atas putusan KPPU.
Direncanakan kedua
permasalahan tersebut akan dibahas lebih lanjut pada pertemuan KPPU dengan UNCTAD berikutnya. Selain itu, kegiatan tersebut juga telah menghasilkan suatu kerjasama bilateral antara KPPU dan UNCTAD untuk periode 2 (dua) tahun kedepan. Dalam kerjasama tersebut, KPPU diminta secara khusus untuk menjadi pusat pengembangan hukum dan kebijakan persaingan untuk wilayah Asia Tenggara.
Dalam
mewujudkan
hal
tersebut,
UNCTAD
akan
memfasilitasi
pelaksanaan penerjemahan modul pelatihan UNCTAD ke dalam bahasa Indonesia dan pelaksanaan training for trainer (ToT) bagi internal dan eksternal KPPU, sekaligus
fasilitasi
pelaksanaan
workshop
dalam
industri
telekomunikasi,
infrastruktur dan fasilitas esensial lain, serta potensi penerapan class action dalam penegakan hukum persaingan usaha di Indonesia.
Halaman
97
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Sebagai wujud peran serta dalam pengembangan sumber daya manusia KPPU, KPPU telah memfasilitasi staf dalam mengikuti 2 (dua) pelatihan internasional selama bulan Agustus. Pelatihan tersebut meliputi the 3rd APEC Training Course on Competition Policy for APEC Economies yang diselenggarakan di Singapura dan Specific
Training
Program
oleh
Taiwan
Fair
Trade
Commission
yang
diselenggarakan di Taiwan. Pelatihan pertama merupakan bagian dari seri pelatihan dalam bidang kebijakan persaingan selama periode lima tahun, yaitu dari tahun 2005-2009. Dua pelatihan sebelumnya telah dilaksanakan di Filipina dan Thailand dan secara umum berfokus kepada implementasi kebijakan persaingan dalam anggota APEC. Khusus pada pelatihan ketiga tersebut, materi akan difokuskan kepada dua topik, yaitu Kebijakan Persaingan dan Usaha Kecil dan Menengah; dan Implementasi Hukum dan Kebijakan Persaingan yang Efektif. Sedangkan pelatihan oleh TFTC merupakan program pelatihan yang tailor-made berdasarkan kebutuhan dan usulan yang disampaikan oleh KPPU.
Perumusan peraturan tentang merjer dan akuisisi sebagai tindaklanjut amanat pasal 28 dan 29 UU No. 5/1999 telah dilaksanakan dan disampaikan KPPU kepada instansi pemerintah terkait untuk disahkan. Hingga saat ini proses pembahasan tersebut masih berlangsung. Dalam upaya mendukung kesiapan KPPU dalam pelaksanaan aturan merjer dan akuisisi tersebut, KPPU telah memfasilitasi partisipasi sumber daya KPPU dalam mengikuti The Joint Seminar by The Chinese Taipei Fair Trade Commission (CTFTC) and the OECD on “Merger Control Issues in Developing and Transition Economies” yang dilaksanakan di Kuala Lumpur, Malaysia pada tanggal 11-12 September 2007. Dalam seminar gabungan tersebut dibahas berbagai topik penting, yaitu pentingnya pengaturan tentang merjer, permasalahan pasar produk dan pasar geografis, pentingnya notifikasi sebelum merjer dan pemilihan standar penilaian, proses implementasi peningkatan efektifitas notifikasi sebelum merjer, dan sanksi terkait aturan merjer.
Selain
memfasilitasi
konferensi
tersebut,
KPPU
juga
memfasilitasi
proses
administrasi dan substansi atas kunjungan dinas Anggota KPPU ke berbagai lembaga terkait persaingan usaha di Jerman pada tanggal 2-8 September 2007. Dalam rangkaian kunjungan yang difasilitasi di bawah kerjasama KPPU dan GTZ tersebut, Anggota KPPU telah berdiskusi dengan lembaga penegak hukum persaingan,
lembaga
kebijakan
persaingan,
Halaman
98
regulator
Laporan Tahun 2007
sektoral,
pengadilan,
_____________________________________________________________________ kementerian ekonomi dan teknologi, anggota parlemen, akademisi, dan pengacara di Jerman seputar persoalan persaingan usaha di kedua negara.
Dalam bulan Oktober, KPPU juga memfasilitasi partisipasi KPPU dalam dua kegiatan pelatihan (yaitu pelatihan oleh OECD-RCC dan ACFC) dan dua pertemuan tingkat tinggi (OECD dan ACFC). Pertama, sebagai bentuk perwujudan kerjasama KPPU dengan OECD, KPPU untuk keempat kalinya dalam tahun ini kembali menugaskan stafnya untuk mengikuti Workshop on Anticompetitive Unilateral Conduct yang diselenggarakan di Seoul, 10-12 Oktober 2007. Dalam workshop yang diselenggarakan secara rutin oleh OECD Korea Regional Center for Competition (OECD-RCC) tersebut, pembahasan difokuskan kepada berbagai permasalahan penyalahgunaan posisi dominan; khususnya exclusive dealing, bundling and tying, fidelity rebates, refusals to deal, predation, dan permasalahan lainnya. Dalam pelatihan tersebut, KPPU ditugaskan untuk menyampaikan dua kasus pada dua sesi, yaitu sesi pembahasan bundling, tying dan fidelity rebates; dan sesi pembahasan refusals to deal dan predatory pricing. Pelatihan kedua, merupakan ASEAN Consultative Forum on Competition (ACFC) Training Course on Merger and Acquisition yang diselenggarakan oleh ACFC bekerjasama dengan ASEAN Secretariat dan US FTC. Pelatihan yang dilaksanakan di Hanoi, Vietnam, pada 2224 Oktober 2007 tersebut difokuskan untuk pemahaman peserta dari negara ASEAN tentang teori dan praktek mengenai pengawasan dan penanganan kasus merjer dan akuisisi.
Pada upaya pengembangan kerjasama kelembagaan, pada bulan Agustus KPPU secara aktif berpartisipasi dalam forum APEC guna menunjang program pemerintah khususnya untuk bidang kebijakan persaingan, yaitu dalam Economic Committee dan subfora Competition Policy & Deregulation Group dan Committee on Trade Investment. Pada forum APEC di Australia, KPPU telah mendapat persetujuan dua proyek kegiatan untuk tahun 2008. Proyek pertama adalah seminar mengenai sectoral regulator dengan tujuan untuk meningkatkan kerjasama antara lembaga persaingan dengan badan pengatur sektoral, proyek yang kedua adalah pelatihan untuk staf KPPU mengenai persaingan usaha.
Untuk meningkatkan kesadaran publik terhadap pentingnya peraturan merger, KPPU menyelenggarakan Workshop On Merger Review di Jakarta pada tanggal 27-29
Halaman
99
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ November 2007. Workshop tersebut terselenggara berkat kerjasama dengan Organisation For Economic Co-Operation And Development (OECD) serta dihadiri oleh beberapa pembicara, yaitu Arnold Celnicker dan Karin Lunning dari OECD, dan Osamu Igarashi dari Japan Fair Trade Commision (JFTC). Workshop ditujukan untuk melatih para staf KPPU agar lebih memahami dan lebih mahir dalam menangani kasus merger dan akuisisi. Materi yang disampaikan antara lain:
Overview of merger law and economics
Unilateral and coordinated effects, and entry
Market definition and concentration
Investigative tools & plan
Efficiencies, failing firm and other defenses
Merger regulation in Japan
How to conduct an interview
Dalam workshop tersebut, para peserta diminta melakukan simulasi investigasi kasus merger yang pada akhirnya melahirkan kesimpulan mengenai product market, geographical market, possible effect of merger (price setting, predatory pricing), possible effect of entry to the market.
Selanjutnya, masih bekerjasama dengan Organisation For Economic Co-Operation And Development (OECD), KPPU menyelenggarakan Workshop On Merger Regulation di Jakarta, pada tanggal 30 November 2007. Pada kesempatan tersebut KPPU
mengundang
Perindustrian,
wakil
Gabungan
dari
Departemen
Perusahaan
Farmasi
Perdagangan, Indonesia,
Departemen
Fakultas
Hukum
Universitas Trisakti, dan instansi terkait lainnya. Para pembicara tidak hanya berasal dari KPPU dan OECD, tapi juga dari Bank Indonesia serta Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pada workshop tersebut KPPU banyak memperoleh masukan dari para pelaku usaha/stakeholder, yaitu mengenai: 1. Kesederhanaan peraturan dan sinkronisasi di antara peraturan-peraturan yang sudah ada. 2. Acuan best practices dari negara-negara berkembang yang sesuai dengan Indonesia. 3. Mempertimbangkan kembali besaran threshold karena dinilai terlalu kecil. 4. KPPU dapat menjaga sepenuhnya kerahasiaan data dan informasi yang akan disampaikan dalam dokumen merger.
Halaman
100
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ 5. KPPU mempertimbangkan juga dampak merger secara vertikal (tidak hanya horisontal). Sementara OECD memberi masukan kepada KPPU agar besaran threshold dalam merger diatur di dalam Peraturan Komisi, tidak di dalam RPP, karena akan memudahkan jika terjadi perubahan. OECD juga meminta KPPU meninjau kembali pasal-pasal dalam draft RPP merger sehingga pelaksanaannya efektif dan konsisten dengan UU No. 5/1999. 4.2.
SHARING
KNOWLEDGE
PADA
FORUM
INTERNASIONAL
KPPU menyadari bahwa untuk meningkatkan kesadaran dunia internasional terhadap hukum dan kebijakan persaingan di Indonesia, partisipasi KPPU dalam menyampaikan pengalaman dan bertukar ide dalam pengembangan hukum dan kebijakan persaingan usaha di tingkat internasional sangat diperlukan. Salah satunya adalah adalah Seminar Sharing Experiences in APEC Economies on Strengthening the Economic Legal Infrastructure (dalam lingkup APEC-CPDG) dan The 3rd Top Level Official’s Meeting on Competition Policy dan The 4th East Asia Conference on Competition Law and Policy (dalam lingkup ACFC) yang dilaksanakan di Ha Noi, Viet Nam. Dalam kedua kegiatan tersebut, KPPU diberikan kesempatan
untuk
menyampaikan
pandangannya
tentang
perkembangan
penegakan hukum dan kebijakan persaingan di Indnesia.
Dalam lingkup yang lebih luas, KPPU juga diberikan kesempatan untuk menyampaikan pengalamannya tentang model bantuan teknis antara KPPU dan JFTC pada kegiatan 6th Annual International Competition Network Meeting yang diselenggarakan pada akhir Mei 2007 di Moscow, Russia.
Bulan Juli 2007 merupakan salah satu bulan yang signifikan bagi perkembangan institusi dan kelembagaan KPPU baik secara internal maupun eksternal seiring partisipasi KPPU dalam The 8th Session of the Intergovernmental Groups of Experts on Competition Law and Policy yang diselenggarakan oleh United Nation for Conference on Trade and Development (UNCTAD) di Jenewa pada tanggal 17-19 Juli 2007. Secara umum, sidang tersebut membahas beberapa agenda, yaitu pembahasan persaingan usaha pada tingkat nasional dan internasional di bidang
Halaman
101
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ energi, kebijakan persaingan usaha dan penggunaan Hak Kekayaan Intelektual, kebijakan persaingan di West African Economic and Monetary Union (WAEMU) dan kriteria evaluasi efektifitas lembaga persaingan usaha. Secara khusus pada kesempatan tersebut, KPPU memperoleh kehormatan untuk memimpin sidang sekaligus menyampaikan pengalamannya terkait dengan aplikasi Intellectual Property Right pada hukum persaingan. Delegasi KPPU menyampaikan bahwa dalam beberapa hal, Undang-undang HKI dan Hukum persaingan usaha mempunyai kesamaan. Berkaitan dengan inovasi, Undang-Undang HKI melihat bahwa sebuah inovasi patut untuk mendapatkan perlindungan karena menguntungkan konsumen dan Kebijakan Persaingan Usaha menekankan pada penciptaan semangat persaingan yang sehat sehingga mampu mendorong inovasi. Setiap inovasi yang muncul akan mendorong pesaing memunculkan inovasi baru lainnya yang pada gilirannya akan menguntungkan konsumen, akan tetapi dalam pelaksanaannya dapat menimbulkan pertentangan antara hukum persaingan dengan HKI. KPPU memandang bahwa beredarnya produk bajakan (no license) dari pemegang HKI adalah bentuk persaingan yang tidak sehat. Selain itu KPPU menilai bahwa penggunaan HKI dapat menyebabkan persaingan tidak sehat, misalnya pemegang HKI yang menolak permintaan lisensi seseorang (refuse to license) tanpa alasan yang sah. Dalam kegiatan tersebut KPPU memperoleh beberapa saran, yaitu agar KPPU secara aktif mengikuti konferensi semacam ini karena beberapa pertimbangan. Pertama, forum ini adalah forum pembelajaran tentang hukum persaingan dari berbagai negara. KPPU dapat mengambil pelajaran baik hal-hal yang positif maupun kekurangan dari berbagai negara untuk penguatan hukum persaingan di Indonesia. Dalam sidang-sidang UNCTAD delegasi Indonesia mendapatkan perhatian secara khusus. Hal tersebut merupakan momentum yang tepat agar keberadaan Indonesia khususnya KPPU diakui oleh dunia. Pada Sidang General Assembly V di Turki 2005 yang lalu delegasi Indonesia yang waktu itu dipimpin oleh Komisioner Syamsul Maarif terpilih sebagai Vice President of the Conference. Dalam konferensi kali ini delegasi Indonesia diwakili oleh M. Iqbal yang dipercaya sebagai Chairman of the Conference. Delegasi lainnya yaitu Komisioner Syamsul Maarif dipercaya untuk menjadi panelis di dua sesi yaitu Peer Review West Africa dan sesi HAKI. Ini adalah suatu kepercayaan dari pihak UNCTAD kepada KPPU dan karena itu Indonesia sebaiknya selalu aktif dalam forum-forum global seperti UNCTAD.
Halaman
102
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Selanjutnya, KPPU berpartisipasi aktif dalam proses penyusunan APEC Individual Action Plan 2007 (Rencana Aksi Individu 2007) yang merupakan gabungan berbagai isu yang terkait dengan kebijakan ekonomi di suatu negara, antara lain tarif dan non tarif, jasa, investasi, standarisasi, bea cukai, pengadaan pemerintah, hak kekayaan intelektual, dan kebijakan persaingan.
Selain itu, KPPU juga turut serta dalam penyusunan APEC Economic Policy Report 2008 (AEPR 2008) yang berisi perkembangan kebijakan ekonomi di seluruh negara anggota APEC, dimana telah disepakati Competition Policy sebagai topik laporan. KPPU diharapkan dapat berpartisipasi dalam penyusunan Chapter 1 dalam laporan tersebut, yang berisi tentang The Role of Competition Policy in Structural Reform and Creating Competition Culture serta memaparkan perkembangan APEC, Economic Committee, Leader’s Agenda to Implement Structural Reform (LAISR), perbedaan persaingan dan kebijakan persaingan, dan perkembangan bidang persaingan usaha di negara-negara anggota APEC. Selaku anggota APEC, Indonesia juga diminta berpartisipasi dalam menyiapkan Individual Economic Policy Report yang berisi tentang
perkembangan kebijakan
persaingan dan penegakan hukum persaingan di Indonesia.
4.3.
PELAKSANAAN
NEGOSIASI
TINGKAT
INTERNASIONAL
Kebijakan persaingan merupakan isu yang tengah naik daun di tingkat internasional, dimana beberapa negara (khususnya negara maju) baik melalui organisasi internasional maupun secara bilateral terus berupaya agar tercipta suatu mekanisme peningkatan peranan kebijakan persaingan. Beberapa negosiasi perdagangan yang secara aktif diikuti KPPU pada tahun ini adalah negosiasi ASEAN-Australia-New Zealand (AANZ) Free Trade Area (FTA) dan sidang Trade Policy Review (TPR) Indonesia. Sidang dimaksud merupakan forum untuk membahas pandangan anggota WTO terhadap kebijakan perdagangan Indonesia dan Government Report mengenai pernyataan atau statement Indonesia atas kebijakan perdagangan RI.
Halaman
103
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ 4.4.
PENINGKATAN
REGULAR
PERAN
KPPU
SEBAGAI
OBSERVER
Sebagai regular observer OECD, KPPU secara aktif berpartisipasi dalam berbagai kegiatan competition committee di forum OECD. Hal ini diantaranya dengan memberikan masukan tertulis (paper) mengenai implementasi dan perkembangan kebijakan persaingan di Indonesia, terlibat dalam diskusi dan memberikan pandangan
terhadap
perkembangan
konsep
dan
isu-isu
terkini
mengenai
persaingan usaha di tingkat internasional, dan dalam setiap Working Party, KPPU diberikan kesempatan untuk memberikan kontribusi dalam pembahasan masalah tentang persaingan serta mendapatkan pengalaman dan masukan dari negara lain yang merupakan best practices untuk menganalisa permasalahan persaingan. Pada tahun 2007, KPPU telah memberikan kontribusi tertulisnya tentang penegakan hukum dan kebijakan persaingan dalam bidang energi, profesi hukum, dan pengadaan publik pada 2 (dua) kali penyelenggaraan Competition Committee’s Meeting dan Working Group Roundtable Discussion.
Lebih lanjut, sebagai perwujudan keaktifan KPPU sebagai observer, KPPU juga telah mendorong sosialisasi dan pengadopsian The APEC-OECD Integrated Checklist on Regulatory Reform melalui penyelenggaraan The APEC Seminar in Utilizing APEC-OECD Integrated Checklist on Regulatory Reform and Deregulated Aspect. Serta peningkatan upaya pelaksanaan rekomendasi OECD melalui penerjemahan OECD Competition Assessment Toolkit ke dalam bahasa Indonesia.
Dengan berbagai aktifitas tersebut, KPPU yakin dapat meningkatkan kompetensi dan kapabilitasnya dalam mendukung reformasi regulasi untuk menciptakan budaya bersaing pada setiap aspek ekonomi yang dibutuhkan, sehingga diharapkan bermuara pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
Halaman
104
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ 4.5.
SOSIALISASI
DAN
KERJASAMA
KELEMBAGAAN
Dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan pengenalan masyarakat terhadap UU No. 5/1999, KPPU melakukan berbagai kegiatan yang dilaksanakan di dalam negeri maupun di luar negeri.
1.
Sosialisasi
KPPU menyadari pentingnya program sosialisasi hukum persaingan kepada masyarakat, yaitu sebagai upaya pencegahan praktek persaingan usaha yang tidak sehat dalam dunia bisnis serta harmonisasi kebijakan pemerintah dengan kebijakan persaingan. Selama tujuh tahun berdirinya, KPPU telah melaksanakan berbagai kegiatan sosialisasi seperti sosialisasi di daerah-daerah, menyelenggarakan Public Hearing, forum jurnalis, dan forum mahasiswa, serta penerbitan media berkala ”Kompetisi”, bahan publikasi, dan Guideline Pasal-Pasal UU No. 5 Tahun 1999. Namun demikian, masih banyak anggota masyarakat, kalangan dunia usaha, aparat pemerintah pusat maupun daerah yang belum mengetahui persaingan usaha yang sehat. Oleh karena itu, KPPU mengembangkan strategi komunikasinya dengan mengadakan program dialog interaktif melalui media radio dan media televisi, serta penayangan Iklan Layanan Masyarakat di televisi swasta nasional. Sasaran dari kegiatan sosialisasi tersebut adalah masyarakat dapat lebih mengetahui dan memahami makna hukum persaingan usaha, untuk kemudian menerapkan budaya persaingan usaha yang sehat dalam kehidupan sehari-harinya.
Kegiatan sosialisasi hukum persaingan dilaksanakan melalui dialog interaktif pada media radio dan televisi serta penayangan Iklan Layanan Masyarakat di televisi. Dialog interaktif media radio dilakukan di 3 (tiga) radio, yaitu Elshinta (90,0 FM), Trijaya Jakarta (104,75 FM), dan Suara Metro Jakarta (107,8 FM). Total penayangan sebanyak 30 (tiga puluh) episode, masing-masing 12 (dua belas) episode di 2 (dua) radio berita dan 6 (enam) episode di 1 (satu) radio jaringan nasional secara live dan interaktif.
Dialog interaktif media televisi dilakukan di 3 (tiga) televisi yaitu Metro TV, Trans7, dan TVRI. Total penayangan sebanyak 7 (tujuh) episode yang terbagi pada masingmasing stasiun televisi. Pada kegiatan penayangan Iklan Layanan Masyarakat (ILM),
Halaman
105
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ iklan yang ditayangkan sebanyak 2 (dua) versi. Iklan versi pertama berisi pesan mengenai manfaat persaingan usaha yang sehat pada sektor transportasi udara, sedangkan iklan versi kedua berisi pesan mengenai fungsi KPPU serta perjanjian dan kegiatan yang dilarang dalam UU No. 5 Tahun 1999. Penayangan iklan tersebut dilakukan sebanyak 300 (tiga ratus) spot yang tersebar pada 3 (tiga) stasiun televisi swasta nasional, yaitu RCTI, SCTV, dan Metro TV.
Dalam rangka menanamkan budaya persaingan usaha yang sehat, KPPU juga melakukan kegiatan sosialisasi ke daerah-daerah di seluruh Indonesia yang sekaligus guna memperoleh awareness dari para stakeholder dan dukungan atas pelaksanaan UU No. 5/1999. Kegiatan sosialisasi yang telah dilaksanakan selama periode 2000-2007 tersebar di 23 (dua puluh tiga) propinsi di Indonesia. Kegiatan sosialisasi sepanjag tahun 2007 dilaksanakan di Banjarmasin, Pekanbaru, Surabaya, Gorontalo, Batam, Medan, Makassar, dan beberapa kota lainnya yang melibatkan jajaran Pemda, Kadin, dan media massa setempat. Pertanyaan yang sering muncul dari masyarakat adalah mengenai proses pengaduan dan pemeriksaan laporan tentang dugaan persaingan usaha tidak sehat, sanksi yang diberikan KPPU terhadap pelaku pelanggaran terhadap UU No. 5/1999, jasa konstruksi, persekongkolan tender, dan pandangan KPPU terhadap suatu kebijakan.
Kegiatan pertama di awal tahun ini adalah Forum Pengembangan Komunitas yang berupa Forum Jurnalis bertema “Regulatory Reform untuk Ekonomi Indonesia yang Lebih Baik”. Forum Jurnalis diadakan pada tanggal 25 Januari 2007 di Gedung KPPU Jakarta, dengan dihadiri oleh seluruh Anggota Komisi Periode 2006–2011 dan para jurnalis dari berbagai media massa nasional.
Pada tanggal 8 Maret 2007 telah diadakan Lokakarya Pemerintah di Jakarta, dengan tema ”Dukungan Komunitas Persaingan Usaha untuk Persaingan Usaha yang
Sehat”.
Lokakarya
ini
dihadiri
oleh
Menteri
Perdagangan,
Menko
Perekonomian, dan instansi pemerintahan yang terkait. Pada tanggal yang sama setelah Lokakarya berakhir, diadakan juga Forum Jurnalis yang diikuti oleh berbagai media massa nasional. Selanjutnya, KPPU bekerja sama dengan Mahkamah Agung telah mengadakan seminar tentang persaingan usaha kepada para hakim pada tanggal 15 Maret 2007 di Medan, dengan tema “Standard of Proof of Competition Law Infringements”. Kegiatan ini bertujuan untuk lebih meningkatkan efektifitas
Halaman
106
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ implementasi penegakan UU No. 5/1999 dalam tatanan hukum di Indonesia. Sedangkan, kegiatan terakhir di bulan Maret 2007 adalah Forum Jurnalis yang diadakan di Gedung KPPU pada tanggal 16 Maret 2007 dan mengetengahkan “Penyampaian Saran dan Pertimbangan KPPU (Microsoft dan Ritel)”. Forum Jurnalis ini juga dihadiri oleh para jurnalis dari berbagai media massa nasional.
Kegiatan yang diadakan dalam bulan April 2007 adalah sebanyak 10 (sepuluh) kegiatan. Dari 10 (sepuluh) kegiatan tersebut, terdapat dua kegiatan seminar yaitu Seminar “Implementasi dan Implikasi Penegakan Hukum Persaingan Usaha di Indonesia”, dan Seminar mengenai “Persaingan Usaha: Prinsip-prinsip Persaingan Usaha Menurut UU No. 5 Tahun 1999”. Selain itu, diadakan satu forum jurnalis dalam rangka Penyampaian Putusan MA yang menguatkan putusan KPPU terkait kasus Carrefour dan Telkom. KPPU juga mengadakan dua kali Pelatihan bagi Hakim, untuk Hakim di Pengadilan Negeri Bali-NTT-NTB serta Pengadilan Negeri Jawa Timur dan DIY. Sedangkan sosialisasi hanya dilakukan satu kali yaitu Sosialisasi “Prinsip Persaingan Usaha pada Sektor Agribisnis”. Kegiatan workshop dilaksanakan sebanyak dua kali yaitu workshop bagi para calon pegawai KPPU dan Lokakarya bagi pelaku usaha mengenai ”Prinsip-prinsip Hukum Persaingan Usaha dalam Pasal 22 UU No. 5/1999”.
Untuk bulan Mei 2007, terdapat 4 (empat) kegiatan sosialisasi yang telah diadakan. Pertama, kegiatan Lokakarya Pelaku Usaha yang dilaksanakan tanggal 16 Mei 2007 di Balikpapan. Tema dari lokakarya ini adalah “Prinsip-prinsip Hukum Persaingan Usaha menurut UU No. 5/1999”. Dalam Lokakarya ini, hadir anggota KADIN propinsi Kalimantan Timur dan Asosiasi Pengusaha.
Kegiatan selanjutnya adalah Lokakarya Parlemen/Pemerintah yang bertema Prinsip-prinsip Hukum Persaingan Usaha menurut UU No. 5/1999 di Tanjung Pinang. Lokakarya ini dihadiri oleh para pejabat Pemda Propinsi Kepulauan Riau, DPRD Propinsi, dan Kadinda Propinsi Kepulauan Riau. Selanjutnya, dilaksanakan juga
Lokakarya
Parlemen/Pemerintah
yang
bertema
Prinsip-prinsip
Hukum
Persaingan Usaha menurut UU No. 5/1999 di Kendari. Lokakarya ini dihadiri oleh para pejabat Pemda dan Kadin Propinsi Sulawesi Tenggara. Sedangkan, kegiatan terakhir di bulan Mei 2007 adalah Seminar Persaingan Usaha di Wilayah Kantor Perwakilan Daerah KPPU pada tanggal 30 Mei 2007, yang bertema ”Prinsip-prinsip
Halaman
107
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Hukum Persaingan Usaha Menurut UU No. 5/1999” dan dihadiri oleh para pejabat Pemda dan Kadin Propinsi Nusa Tenggara Barat.
Kegiatan pertama di bulan Juni 2007 adalah Forum Jurnalis yang mengetengahkan ”Pemberian
Saran
dan
Pertimbangan
terhadap
SE
Menkominfo
Nomor
01/SE/M/Kominfo/1/2007” diadakan di Kantor KPPU, Jakarta. Forum Jurnalis ini diadakan pada tanggal 6 Juni 2007 dan dihadiri oleh para jurnalis dari berbagai media massa nasional. Kegiatan selanjutnya adalah Seminar APEC yang diadakan pada tanggal 13-15 Juni 2007 bertempat di Jakarta. Seminar ini dihadiri oleh Anggota Komisi dan stakeholders KPPU. Sedangkan sosialisasi selanjutnya adalah Sosialisasi Perkom yang diadakan pada tanggal 25 Juni 2007 di Banjarmasin, Kalimantan Selatan dan bertemakan ”Prinsip-prinsip Hukum persaingan usaha Menurut UU No. 5/ 1999”. Pada sosialisasi ini, hadir para pejabat Pemda, Kadin, dan para akademisi Kalimantan Selatan. Selain itu, KPPU bekerjasama dengan Mahkamah Agung telah mengadakan seminar tentang persaingan usaha kepada para hakim, hal tersebut ditujukan untuk lebih meningkatkan efektifitas implementasi penegakan UU No. 5/1999 dalam tatanan hukum di Indonesia.
Pada bulan Juli 2007, ada enam kegiatan kegiatan sosialisasi yang telah diadakan, yaitu: -
Lokakarya Pelaku Usaha di Pekanbaru dengan tema ”Prinsip-Prinsip Hukum Persaingan Usaha Menurut UU No. 5/1999”. Lokakarya ini dihadiri oleh Pemerintah Daerah dan KADIN Propinsi Riau.
-
Forum Pengembangan Komunitas (Forum Jurnalis) tentang ”Menangkap Esensi Persekongkolan Tender pada Perkara PLN” Forum ini dihadiri oleh media massa nasional.
-
Sosialisasi ke Surabaya dengan tema ”Prinsip-Prinsip Hukum Persaingan Usaha Menurut UU No. 5/1999”. Sosialisasi ini dihadiri oleh perwakilan industri keuangan, yaitu dari perusahaan pembiayaan, asuransi, dan perbankan Surabaya.
-
Sosialisasi Perkom yang diadakan di Gorontalo dengan tema ”Prinsip-Prinsip Hukum Persaingan Usaha Menurut UU No. 5/1999”. Sosialisasi ini dihadiri oleh Pemerintah Daerah dan KADIN Propinsi Gorontalo.
Halaman
108
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ -
Forum
Pengembangan
Komunitas
(Forum
Jurnalis)
dengan
tema
”Pengembangan Pemahaman terhadap Prinsip-Prinsip Persaingan” yang dihadiri oleh media massa Batam. -
Lokakarya ”Persaingan Usaha di Sektor Perkebunan Kelapa Sawit di Sumatera Utara dan Permasalahannya” yang diadakan di Medan. Acara ini dihadiri oleh pengusaha di bidang perkebunan kelapa sawit.
Pada Agustus 2007, diadakan kegiatan sosialisasi perkom di Makassar dengan tema “Hukum dan Kebijakan Persaingan Usaha Menurut UU No. 5/1999” yang dihadiri oleh akademisi Makassar.
KPPU juga mengadakan sosialisasi intensif media massa berupa penayangan Iklan Layanan Masyarakat KPPU di tiga televisi nasional, yaitu RCTI, SCTV, dan Metro TV. Dialog interaktif juga diadakan sebanyak lima kali di bulan ini. Radio yang menyiarkannya adalah Radio Elshinta, Trijaya, dan Suara Metro.
Dialog interaktif dengan berbagai tema dilaksanakan sebanyak 25 kali di bulan November 2007, disiarkan di Radio Suara Metro, Radio Trijaya, Radio Elshinta, Metro TV, TVRI, dan Trans7. Selain itu ada forum jurnalis yang diadakan untuk membahas Putusan KPPU tentang Temasek. Pada akhir November diadakan Lokakarya Parlemen/Pemerintah tentang “Workshop on Merger Review” yang dihadiri oleh Departemen Hukum dan HAM, Bank Indonesia, Menko Ekonomi, Perbarindo, GP Farmasi, OECD, GTZ, JFTC, JICA, Bapepam, Fakultas Hukum Trisakti, Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran, dan Departemen Perdagangan.
Pada bulan Desember 2007, sosialisasi intensif media massa dilakukan dengan pemasangan artikel pada dua media cetak, yaitu majalah Trust dan Business Review. Dialog interaktif diadakan sebanyak enam kali di Radio Trijaya, Suara Metro, dan Metro TV.
Pada tanggal 4 Oktober 2007, KPPU mengadakan forum jurnalis berkaitan dengan saran dan pertimbangan KPPU terhadap kebijakan penyelanggaraan haji. Hal-hal yang dibahas dalam forum jurnalis tersebut antara lain mengenai mekanisme tender dalam memilih penyedia barang dan jasa bagi penyelenggaraan haji dimana selama ini penyelenggaraan tender untuk pelaksanaan haji tidak diumumkan secara terbuka.
Halaman
109
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Oleh karena itu, KPPU mengusulkan agar mekanisme tender tersebut diperbaiki dengan kriteria-kriteria teknis yang jelas dan transparan sehingga dapat dipilih peserta tender dengan penawaran yang memiliki kualitas paling baik dan harga penawaran
terendah.
Saran
dan
pertimbangan
KPPU
tersebut
ditanggapi
pemerintah melalui Surat Menteri Agama No. MA/164/2007 pada tanggal 24 Agustus 2007, yang menegaskan bahwa penyelenggaraan pelayanan haji di tanah air untuk selanjutnya akan dilakukan berdasarkan mekanisme tender yang sesuai dengan Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003.
Dalam saran dan pertimbangan tersebut terdapat tiga permasalahan yang perlu disempurnakan, yaitu kebijakan tarif, kebijakan pemberdayaan pelaku usaha nasional dan organisasi penyelenggaraan ibadah haji, berikut tanggapan pemerintah terhadap ketiga saran tersebut:
a.
KPPU menyarankan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) ditentukan dalam mekanisme terbuka melalui mekanisme tender yang tidak diskriminatif disertai dengan kriteria – kriteria teknis yang jelas dan transparan. Usulan KPPU tersebut ditanggapi oleh pemerintah dengan argumen bahwa BPIH memang pada awalnya menggunakan dasar perhitungan tahun sebelumnya, namun tetap dilakukan pembahasan dan tawar menawar untuk memperoleh tarif yang wajar dan proporsional. Berkenaan dengan tarif transportasi udara diketahui bahwa penawaran dari Garuda Indonesia adalah yang paling rendah, dibandingkan dengan maskapai lain yang melakukan penawaran pada saat itu, yaitu Air Asia.
b. KPPU juga mengusulkan kebijakan pemberdayaan pelaku usaha nasional. Dalam hal ini, Departemen Agama menetapkan penyelenggaraan pelayanan di tanah air berdasarkan tender sesuai dengan Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 agar pelaku usaha nasional dapat terlibat.
Sedangkan untuk catering dan
pemondokan di Arab Saudi, tidak dapat dilakukan mekanisme yang sama karena harus mengikuti regulasi Pemerintah Arab Saudi bahwa pelaksanaannya harus dengan perusahaan/pemilik warga Negara Arab Saudi. Menanggapi usulan KPPU, maka Departemen Agama menyampaikan bahwa yang diperlukan adalah peran aktif pelaku usaha nasional untuk mendapatkan partner bisnis di Arab Saudi dan menghindari percaloan.
Halaman
110
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ c. KPPU berpendapat bahwa perangkapan fungsi regulasi dan fungsi operator oleh Pemerintah telah menjadi salah satu penyebab utama dari inefisiensi penyelenggaraan haji. Perangkapan tersebut pada prakteknya akan menyulitkan mekanisme reward and punishment. Atas usulan KPPU tersebut, pemerintah menolak bahwa pemisahan fungsi regulator dan operator akan membuat penyelenggaraan ibadah haji yang lebih baik.
Menanggapi jawaban pemerintah melalui Surat Menteri Agama tersebut, KPPU menegaskan akan sepenuhnya menyerahkan pelaksanaan segala kebijakan yang telah dijelaskan dalam Surat Menteri Agama tersebut kepada Departemen Agama. Selanjutnya, sesuai dengan fungsi pengawasan maka KPPU akan memantau realisasi kebijakan tersebut untuk memastikan segala kebijakan yang ditawarkan dapat dijalankan sebagaimana mestinya.
Menjelang akhir tahun, pada tanggal 17 Desember 2007 KPPU menyelenggarakan forum jurnalis Catatan Akhir Tahun 2007 yang membahas hasil kerja KPPU, baik dari segi penegakan hukum maupun penyelarasan kebijakan. Beberapa sektor yang digeluti KPPU pada tahun 2007 adalah sektor telekomunikasi, ritel, kesehatan, dan tender. Forum jurnalis tersebut dihadiri oleh wartawan dari berbagai media massa. Kinerja KPPU sepanjang tahun 2007 mengalami peningkatan cukup signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal tersebut terlihat dari bertambahnya jumlah saran dan pertimbangan KPPU kepada pemerintah dari 5 (lima) menjadi 11 (sebelas) saran dan pertimbangan. Peningkatan tersebut tidak hanya dari sisi kuantitas, tetapi juga dari segi kualitas, karena saran dan pertimbangan yang diberikan KPPU menyangkut sektor-sektor yang penting bagi kesejahteraan masyarakat, diantaranya adalah saran dan pertimbangan mengenai sektor ritel, farmasi, dan industri kelapa sawit. Jumlah laporan dugaan pelanggaran persaingan usaha yang diterima KPPU dari masyarakat juga bertambah sebesar 13,5% dan jumlah perkara yang diputus bertambah sebesar 46 %, peningkatan tersebut dapat menjadi tolak ukur meningkatnya peran serta masyarakat dalam mewujudkan budaya persaingan usaha yang sehat di tanah air.
Pada sektor telekomunikasi, beberapa hal penting yang perlu diperhatikan adalah: a. Sektor telekomunikasi merupakan sektor strategis yang meliputi satelit, jaringan kabel bawah laut, dan microwave links yang menguasai hajat hidup orang
Halaman
111
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ banyak, sehingga Pemerintah berhak mengatur agar tidak terjadi pelanggaran hak–hak
kedaulatan
Indonesia
dalam
memiliki
akses
telekomunikasi
international; b. Sektor telekomunikasi merupakan sektor yang penting dan memberikan kontribusi yang substansial terhadap perkembangan ekonomi nasional, dan meskipun telah terdapat banyak operator akan tetapi belum menunjukkan kinerja persaingan yang optimal; c. Pemerintah hendaknya mengefektifkan kebijakan–kebijakan yang terkait dengan: 1. Pengaturan interkoneksi. 2. Pencegahan potensi penyalahgunaan integrasi vertikal. 3. Penerapan modern licensing. 4. Pengembangan kebijakan agar cepat mampu mengikuti perkembangan teknologi dan strategi bisnis. d. Konsumen selama ini telah dirugikan karena tindakan anti persaingan yang dilakukan pelaku usaha telekomunikasi, antara lain disebabkan oleh struktur kepemilikan silang Kelompok Usaha Temasek, menyebabkan adanya priceleadership dalam industri telekomunikasi. Telkomsel sebagai pemimpin pasar kemudian telah menetapkan harga jasa telekomunikasi seluler secara eksesif. Komisi menemukan bahwa sejak tahun 2003 sampai dengan 2006, konsumen layanan telekomunikasi seluler mengalami kerugian yang cukup besar yaitu antara Rp 14,7 triliun hingga Rp 30,8 triliun;
Pada sektor ritel, beberapa hal penting yang perlu diperhatikan adalah: a. Persaingan antara hypermarket (peritel besar) dengan peritel kecil, dan pasar tradisional adalah sebagai pertarungan pada tingkatan yang berbeda (berbeda level of playing field). Jadi dalam hal ini peran kebijakan persaingan, kebijakan sektoral, kebijakan Pemerintah Daerah amat penting untuk mengatasi hal tersebut; b. Komisi, melalui saran pertimbangan yang disampaikan sebagai masukan rancangan Peraturan Presiden tentang Penataan Usaha Toko Modern dan Usaha Ritel Modern, mendukung sepenuhnya kebijakan Pemerintah untuk melakukan pengaturan dalam upaya perlindungan usaha kecil ritel dan tradisional serta perlindungan terhadap pemasok ritel modern;
Halaman
112
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ c. Pengaturan tersebut, khususnya pengaturan yang terkait dengan pembatasan jumlah pelaku usaha agar tetap memperhatikan potensi persaingan tidak sehat, sebagai contoh peluang terjadinya kartel ataupun praktek monopoli; d. Pengaturan zonasi yaitu kejelasan, ketegasan dan transparansi pengaturan tata ruang, khususnya kebijakan Pemerintah Daerah, yang mampu mewujudkan kepentingan dan keberpihakan pada peritel kecil serta memperhatikan equal of playing field antara peritel besar dengan peritel kecil, dengan tanpa mengabaikan kepentingan konsumen; e. Pengaturan hubungan pemasok dan peritel modern agar tidak hanya menyangkut pemasok kecil, akan tetapi juga pemasok menengah dan besar. Hal tersebut mengingat dalam trend industri ritel sekarang, peritel, khususnya peritel besar, memiliki posisi dominan terhadap pemasok; f. Pengaturan dalam hal transaksi antara peritel dan pemasok, sepenuhnya memperhatikan prinsip persaingan usaha yang sehat; g. Mahkamah Agung telah mendukung putusan KPPU yang menghukum pelaku peritel besar, hypermarket, yaitu Carrefour yang telah melanggar Pasal 19 (a) UU No.5/1999. Untuk itu Carrefour harus harus menghentikan kegiatan pengenaan persyaratan minus margin kepada pemasok dan Carrefour juga dikenakan denda sebesar Rp 1,5 milyar,-
Pada sektor kesehatan, hal penting yang perlu diperhatikan adalah struktur industri farmasi yang oligopolistik dan sangat memungkinkan terjadinya kolusi diantara pelaku usaha serta kebijakan Pemerintah, yang antara lain adalah evaluasi Permenkes No.69/2006 tentang penetapan HET (harga eceran tertinggi) pada label obat dan peraturan mengenai obat generik.
Pada sektor tender, persekongkolan tender yang terjadi tidak jarang juga melibatkan pihak Pemerintah, yaitu Panitia Pengadaan atau atasannya serta pejabat yang terkait
dengan
pengadaan
barang
dan
jasa
tersebut.
Beragam
bentuk
persekongkolan tender yang sering ditemui pada penangan perkara adalah: a. Kerjasama antar peserta lelang untuk mengatur dan menentukan pemenang lelang; b. Rekayasa penyelenggaraan lelang (waktu terbatas, pengumuman lelang tidak skala nasional; lelang dilaksanakan pada saat hari libur);
Halaman
113
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ c. Persekongkolan adanya persyaratan pengalaman dan spesifikasi teknis yang mengarah pada salah satu peserta lelang; d. Panitia lelang tidak memberikan berita acara aanwijzing yang memuat input hasil aanwijzing pada semua peserta lelang; e. Adanya persyaratan untuk membayar jaminan dalam waktu yang sangat terbatas; f. Adanya pertemuan atau komunikasi yang dilakukan oleh panitia dan peserta tender selama kurun waktu tender berlangsung, misalnya untuk memasukkan harga penawaran yang berbeda tipis dengan HPS antar peserta lelang.
Selain
masalah
kinerja,
Forum
jurnalis
Catatan
Akhir
Tahun
2007
juga
mengungkapkan tantangan dan kendala yang dihadapi KPPU dalam menjalankan tugasnya, antara lain, penetapan status kelembagaan yang belum selesai meskipun KPPU telah memberikan draft Rancangan Peraturan Presiden (RPP) tentang KPPU sebagai penyempurnaan Keppres No. 75 Tahun 1999 kepada pemerintah. Status Sekretariat KPPU yang belum jelas tersebut berdampak pada pengembangan kelembagaan, pengelolaan anggaran, dan pengembangan SDM KPPU termasuk pada kesejahteraan pegawai yang belum memadai. Selain itu, keterbatasan prasarana penunjang baik gedung maupun inventaris menyebabkan KPPU tidak dapat melaksanakan kegiatan operasionalnya secara maksimal. KPPU juga menyadari bahwa dukungan dan peran aktif pemerintah dalam menyusun kebijakan yang sejalan dengan persaingan usaha yang sehat sangat dibutuhkan dalam mewujudkan iklim persaingan usaha yang sehat, oleh karena itu KPPU mengharapkan bertambahnya dukungan pemerintah terhadap KPPU di tahun-tahun mendatang.
Kerjasama Kelembagaan KPPU melakukan kegiatan peningkatan kerjasama kelembagaan dengan berbagai lembaga persaingan usaha baik di dalam maupun di luar negeri. Upaya peningkatan hubungan KPPU dengan berbagai lembaga tersebut diwujudkan dalam bentuk seminar, workshop, konferensi, pelatihan, dan sebagainya. Pada periode Januari– Desember 2007, KPPU melakukan kegiatan sebagai berikut: •
Menghadiri pertemuan SOM I APEC di Canberra Australia dalam rangka kerjasama di tingkat internasional. Sejak tahun 2007, isu mengenai kebijakan
Halaman
114
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ persaingan menjadi agenda prioritas dalam program APEC yang di bahas dalam forum EC (Economic Committee), SELI (Strengthening on Economic Legal Infrastructure), dan CPDG (Competition Policy and Deregulation Group). •
Sebagai bentuk realisasi kerja sama KPPU dengan Japan Fair Trade Commission (JFTC), pada tanggal 18–29 Maret 2007, Anggota KPPU periode 2006-2011 mengadakan kunjungan dalam bentuk seminar di Jepang. Kunjungan tersebut bertujuan untuk dapat saling bertukar pengalaman antara Indonesia dan Jepang, dimana Jepang telah menerapkan hukum persaingan usaha semenjak enam puluh tahun yang silam.
•
Menyelenggarakan Seminar “Role of Regional Office of Competition Authority” di Batam dan di Medan, sebagai studi banding kewenangan Kantor Perwakilan KPPU dengan Kantor Perwakilan JFTC, Jepang.
•
Mengadakan pertemuan dengan Bappenas pada tanggal 29 Maret 2007 untuk membahas
kerjasama
Indonesia–Jerman
yang
dihadiri
oleh
perwakilan
pemerintah dari berbagai Departemen. •
Mengikuti pelatihan Advanced Antitrust Market Definition Analysis yang dilaksanakan di Seoul oleh OECD Korea Regional Center for Competition (OECD-RCC Seoul) pada bulan April 2007. Delegasi KPPU membawakan kasus kartel pengadaan alat-alat kesehatan di rumah sakit daerah Bekasi.
•
Mengikuti ABA 2007 Annual Spring Meeting di Washington, Amerika. Kegiatan yang dilaksanakan pada tanggal 17–20 April 2007 ini merupakan ajang pertemuan besar para ahli hukum antitrust dan kompetisi, ekonom, dan pejabat dari belahan dunia dengan jumlah peserta mencapai 2200 peserta.
•
Sebagai bagian dari bentuk kerjasama dengan United Nation for Conference in Trade and Development (UNCTAD), KPPU mengadakan Workshop on Competition Law and Policy pada tanggal 24 April 2007 dan Roundtable Discussion on Competition Law and Policy pada tanggal 25 April 2007. Kedua kegiatan tersebut diadakan di Hotel Sahid Jaya, Jakarta. Acara workshop
Halaman
115
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ dikhususkan bagi staf baru KPPU yang berjumlah 77 (tujuh puluh tujuh) orang, sedangkan roundtable dikhususkan bagi Anggota KPPU, direksi, dan beberapa pejabat pemerintahan (dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Departemen Perdagangan). Kedua acara tersebut melibatkan lima orang tenaga ahli, Hassan Qaqaya dan Michael Adam dari UNCTAD, Fausta Gisolli dari Italia, Ewan Beurrow dari Inggris, dan Min Ho Lee dari Korea. Topik yang dibahas pada workshop adalah penetapan pasar relevan dan penyalahgunaan posisi dominan, sedangkan topik roundtable lebih diarahkan kepada tata cara penanganan perkara di Eropa, industri telekomunikasi di Italia, dan industri ritel di Inggris. •
Setelah pelaksanaan dua seminar tersebut, KPPU juga melakukan pertemuan bilateral dengan UNCTAD untuk membahas tindak lanjut kerjasama teknis berikutnya. Berdasarkan pertemuan tersebut dihasilkan kesepakatan bahwa UNCTAD akan membantu KPPU dalam dua tahun kedepan dalam beberapa hal, yaitu: a. Penyelenggaraan roundtable discussion dalam industri essential facilities, dimana untuk tahap pertama akan difokuskan pada industri telekomunikasi; b. Penyusunan modul dan kurikulum pelatihan KPPU; c. Pelatihan bagi calon pelatih (training for the trainee); dan d. Pelatihan serta studi banding bagi pustakawan KPPU.
•
Terkait kerjasama trilateral antara KPPU, Mahkamah Agung, dan GTZ-ICL, telah dilakukan pertemuan (formal dan informal) antara KPPU dan GTZ-ICL untuk membahas beberapa isu terkait Implementing Agreement antara ketiga belah pihak. Dalam pertemuan tersebut disepakati beberapa hal, antara lain perubahan tujuan utama perjanjian berikut idikatornya, perubahan tujuan jangka pendek beserta indikatornya, pembentukan Steering Committee dan Implementing Level, dan penerapan prinsip transparansi dalam efektifitas pelaksanaan perjanjian.
•
Melakukan
pembahasan
tema
yang
berhubungan
dengan
pelaksanaan
beberapa agenda persidangan yang bertaraf internasional yaitu sidang APEC CTI – II pada tanggal 16–24 April 2007 bersama Departemen Perdagangan, mengikuti pertemuan tentang Integrated Checklist APEC, dan Pembahasan Kerjasama ASEAN–AANZ.
Halaman
116
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________
•
Ikut serta dalam The 3rd Top Level Official’s Meeting on Competition Policy and The 4th East Asia Conference on Competition Law and Policy yang diselenggarakan di Hanoi, Vietnam pada tanggal 3-4 Mei 2007.
•
Menghadiri Intersession ASEAN-Australia-New Zealand (AANZ) TNG Working Group on Economic Cooperation. Pertemuan yang diselenggarakan di Singapura pada tanggal 6-7 Mei 2007 ini merupakan tindak lanjut Trade Negotiating Committee (TNC) AANZ Free Trade Area (FTA) ke-8 yang telah dilaksanakan pada tanggal 4-9 Maret 2007 di Wellington, Selandia Baru.
•
Sixth Annual International Competition Network Meeting yang diselenggarakan di Moscow pada tanggal 29 Mei–1 Juni 2007. Pertemuan tersebut merupakan pertemuan akbar para petinggi lembaga persaingan internasional yang membahas berbagai isu strategis di bidang pengembangan dan penegakan hukum dan kebijakan persaingan usaha.
•
Melakukan persiapan administrasi dan teknis penyelenggaraan seminar APEC yang akan diadakan pada bulan Juni 2007. Selain persiapan seminar APEC, KPPU juga membantu persiapan seminar back-to-back yang dilaksanakan oleh GTZ dan Asian Competition Forum. Dalam seminar yang bertemakan Challenges in Competition Law in Asia diadakan di Hotel Aryaduta Jakarta pada 23 Mei 2007 tersebut, KPPU mendapatkan kehormatan untuk menyampaikan keynote speech tentang isu terakhir persaingan usaha di Indonesia. Seminar tersebut merupakan wadah bertukar pikiran antara akademisi bidang persaingan usaha internasional yang diwakili oleh beberapa pembicara dari Hong Kong, India, Vietnam, Jepang, Cina, dan Indonesia.
•
OECD Competition Committee Regular Meeting pada 5-8 Juni 2007. Dalam pertemuan tersebut, KPPU berpartisipasi aktif pada roundtable discussion yang diselenggarakan oleh Working Party No. 2 yang membahas tentang persaingan usaha dalam profesi hukum dan Working Party No. 3 yang membahas tentang dua topik utama, yaitu How to Provide Effective Guidance to Business on Monopolization/Abuse of Dominance dan Public Procurement–the Role of Antitrust Agencies in Promoting Competition.
Halaman
117
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________
•
Regional Antitrust Workshop di OECD Korea Regional Center for Competition (OECD-RCC Seoul). Seminar kali ini difokuskan kepada studi kasus merjer, penyalahgunaan posisi dominan, dan penetapan harga.
Dalam tiga area
tersebut, para pembicara akan menyediakan penjelasan khusus mengenai berbagai aspek seperti mengukur kekuatan pasar, tes penyalahgunaan posisi dominan, pelaksanaan dan sanksi, dan menentukan market shares serta berbagai isu lainnya. •
Menyelenggarakan APEC Seminar on Utilizing the APEC-OECD Integrated Checklist on Regulatory reform in the Competition and Deregulation Aspect yang diselenggarakan di Hotel Sultan, 13-15 Juni 2007. Berdasarkan perkembangan dan pembahasan seminar, dihasilkan beberapa rekomedasi tindak lanjut berikut: a. Dilaksanakannya diskusi dan dialog yang berkelanjutan antar negara dalam kaitannya dengan pengalamannya dalam pelaksanaan the APEC-OECD Integrated Checklist on Regulatory Reform. b. Negara-negara mempertimbangkan cara-cara dalam penilaian kompetisi, reformasi kebijakan, dan kebijakan persaingan seharusnya diambil melalui pengalaman dan kondisi yang ada. c. Kelanjutan program technical assistance akan dipertimbangkan dalam penggunaannya di APEC-OECD Integrated Checklist on Regulatory Reform yang bertujuan untuk meningkatan pemahaman penggunaan mengenai bagaimana negara negara menerapkan Checklist dalam kondisi dan pertimbangan yang ditentukan dalam mengidentifikasi area prioritas sebagai perhatian utama. d. Negara-negara pihak melanjutkan kegiatan tukar pengalaman yang bertujuan untuk: 1. Penerapan Regulatory Impact Analysis; dan 2. Mempromosikan reformasi regulasi dan nilai-nilai persaingan, dalam rangka mengembangkan peningkatan pemahaman terhadap isu ini dan membantu pengembangan keahlian teknis dan kemampuan di bidang ini. e. Negara-negara pihak mempertimbangkan upaya pengembangan struktur kelembagaan untuk dapat menghasilkan kepemimpinan dan koordinasi yang efektif antar pemerintah untuk menghasilkan perubahan kebijakan.
Halaman
118
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ f.
Masing-masing negara mempertimbangkan pelaksanaan crosscheck atas respon terhadap checklist dengan lembaga pemerintahan lainnya.
g. Seluruh negara-negara mempertimbangkan penggunaan self assesment procedure dalam APEC-OECD Integrated Checklist on Regulatory Reform memberikan arti penting bagi hukum dan kebijakan persaingan dalam pertumbuhan ekonomi dan hasil seminar ini diharapkan akan menjadi perhatian bagi kementrian. •
Selain penyelenggaraan seminar APEC, KPPU, JICA, dan JFTC di tempat yang sama pada tanggal 15 Juni 2007, juga melaksanakan seminar setengah hari tentang reformsi regulasi dan kebijakan persaingan. Seminar ini dihadiri oleh berbagai perwakilan dari elemen Pemerintah, Pelaku Usaha, dan Akademisi.
•
Sidang Kelima tentang Trade Policy Review (TPR) di Jenewa, pada tanggal 2729 Juni 2007.
Sidang TPR dimaksud adalah forum untuk mendiskusikan
kebijakan perdagangan dari negara yang di-review (Indonesia) dalam rangka pelaksanaan transparansi. Materi sidang terdiri dari dua dokumen yaitu Secretariat Report berupa draf laporan mengenai pandangan anggota WTO terhadap kebijakan perdagangan Indonesia dan Government Report mengenai pernyataan atau statement Indonesia atas kebijakan perdagangan RI. Dalam sidang ini, Indonesia akan menghadapi berbagai pertanyaan menyangkut hal teknis berdasar masukan interdep yang terkait dengam kebijakan perdagangan. Khusus bagi partisipasi Indonesia, KPPU diwakili oleh Direktur Kebijakan Persaingan. •
APEC Policy Dialogue: Seminar on the Role of Competition Policy in Structural Reform (27 Juni 2007). Dalam seminar ini, KPPU diminta menyampaikan presentasi dalam sesi ketiga tentang perkembangan hukum dan kebijakan persaingan khusunya pada pengalaman dan tantangan dalam pengembangan kebijakan persaingan. Selanjutnya, partisipasi juga dilakukan pada Economic Committee II Roundtable Discussion: APEC-OECD Integrated Checklist on Regulatory Reform (28 Juni 2007). Dalam pertemuan tersebut, KPPU diminta menyampaikan
presentasi
dalam
sesi
kedua
mengenai
laporan
penyelenggaraan CPDG Seminar on Utilizing APEC-OECD Integrated Checklist on Regulatory Reform in Competition Policy and Deregulation Aspects. Kedua
Halaman
119
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ acara ini diselenggarakan di Cairns, Australia pada tanggal 27-30 Juni 2007. Dalam hal ini, KPPU diwakili oleh Ketua Komisi dan Direktur Komunikasi KPPU.
Halaman
120
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Persaingan Usaha Sehat untuk Pembangunan Ekonomi dan Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat Ketigabelas Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) periode 2006 - 2011 yang telah bertugas sejak awal tahun 2007, telah diterima Presiden RI, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara untuk melaporkan kinerja KPPU, rencana strategis KPPU 2007–2012 serta menyampaikan pandangan KPPU terhadap peran persaingan usaha untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan efisiensi serta meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pada hari Selasa tanggal 15 Mei 2007 tersebut, rombongan KPPU yang dipimpin oleh Ketua KPPU, Mohammad Iqbal, diterima oleh Presiden RI bersama dengan para menteri yaitu Menko Perekonomian, Menteri Keuangan, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Menteri Sekretaris Kabinet (Menseskab), dan Menteri Hukum dan HAM. Pada kesempatan tersebut, Ketua KPPU secara khusus melaporkan sejumlah kasus– kasus yang ditangani KPPU dan beberapa saran dan pertimbangan yang disampaikan kepada Pemerintah. Sejak awal berdirinya, kasus persaingan usaha yang terbanyak dilaporkan ke KPPU adalah kasus persekongkolan tender. Sementara itu, kasus persaingan usaha yang juga ditemukan adalah mengenai diskriminasi sebagaimana yang dilakukan oleh Carrefour dan penyalahgunaan posisi dominan oleh PT. Telkom. Selanjutnya, kepada Presiden juga disampaikan beberapa saran pertimbangan mengenai berbagai sektor industri seperti industri penerbangan, telekomunikasi, energi dan industri kelapa sawit. Mengenai industri kelapa sawit, kajian yang dilakukan KPPU mengindikasikan adanya integrasi vertikal (hulu/hilir), dan adanya penguasaan pasar oleh beberapa pelaku usaha besar (oligopoli). Hanya saja, regulasi dalam industri ini kurang memadai, salah satunya ditandai dengan adanya kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri. Peran penting lain adalah kiprah KPPU di forum internasional seperti ICN, OECD, APEC dan ASEAN. Secara khusus, Ketua KPPU menginformasikan bahwa pada bulan Juni 2007 yang akan datang, Indonesia akan menjadi tuan rumah penyelenggaraan seminar mengenai APEC-OECD Integrated Checklist on Regulatory Reform” in the Competition Policy and Deregulation Aspects. Seminar tersebut ditujukan untuk membahas self– assesment reformasi regulasi di antara ekonomi APEC yang telah memiliki ataupun yang sedang menyiapkan hukum persaingan. Pada akhir laporan disampaikan keinginan KPPU pada Pemerintah agar KPPU dapat menjadi bagian integral dari penyelenggara negara khususnya dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif sebagaimana yang diterapkan di beberapa negara seperti Korea, Jepang, dan Australia. Keseluruhan materi laporan yang disampaikan KPPU ditanggapi positif oleh Bapak Presiden. Menurut beliau, persaingan usaha dibutuhkan dalam memajukan pembangunan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Bapak Presiden juga menyambut baik ajakan KPPU untuk lebih meningkatkan hubungan/kerjasama dengan
Halaman
121
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Keberhasilan Implementasi Konsep Kompetisi dengan Reformasi Regulasi Proses reformasi kebijakan di Jepang, bermula dari kondisi awal ekonomi Jepang yang stagnan dan kini telah menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Penjelasan tersebut disampaikan oleh Profesor Tetsuzo Yamamoto (Graduate School of Commerce, Waseda University) dalam keynote speech yang disampaikan pada pembukaan seminar “APEC–OECD Integrated Checklist on Regulatory Reform” pada tanggal 13 Juni 2007, di Jakarta. Capaian tersebut melalui sejumlah proses reformasi struktural dengan tantangan yang beragam. Yamamoto menunjukkan bahwa lima tantangan yang dihadapi, yaitu kebijakan moneter, konsolidasi fiskal, mendorong reformasi struktural, mengurangi kesenjangan tingkat pendapatan dan kemiskinan,meningkatkan inovasi nasional dan memperkuat integrasi Jepang di ekonomi global. Perbaikan ekonomi atas dasar reformasi struktural ditentukan oleh dua faktor berikut, yaitu reformasi struktural yang dimotori oleh pihak swasta dan reformasi struktural yang dimotori oleh pemerintah. Seiring dengan dinamika pertumbuhan ekonomi, Yamamoto juga mengidentifikasi hal penting yang juga harus diperhatikan oleh lembaga pengawas persaingan, Japan Fair Trade Commission, yaitu mereka harus menyiapkan kebijakan struktural, meningkatkan pengawasan ketentuan administrasi yang tidak sesuai dengan konsep persaingan dan memperkuat proses penanganan perkara. Selain itu, pengalaman Jepang menunjukkan bahwa hubungan antara reformasi regulasi dan kebijakan persaingan pada lingkup tertentu dapat tumpang tindih dengan reformasi struktural, misal pada reformasi industri, penggunaan pihak ketiga pada layanan publik dan regulasi terkait dengan liberalisasi. Selain gambaran yang disampaikan Yamamoto, konsep persaingan untuk pertumbuhan ekonomi juga dapat dirujuk dari paparan lembaga pengawas persaingan Chinese Taipei, yaitu Mr. Tzu-Shun Hu yang menyampaikan bahwa konsep persaingan perlu memperhatikan 3 (tiga) hal yaitu kebijakan pemerintah, komunitas bisnis, dan masyarakat atau publik. Berbagai langkah nyata yang dilaksanakan antara lain yaitu: • Pada tahun 1994, Pemerintah membuat Gugus Tugas 461, mengevaluasi berbagai peraturan yang inkonsisten dengan Fair Trade Law, yaitu diantaranya di industri gula, produk petroleum, telekomunikasi, dan LPG. • Pada tahun 1996, Pemerintah membentuk Gugus Tugas Deregulasi, yang ditujukan untuk menghapus sekitar 200 (dua ratus) kebijakan yang tidak diperlukan pada sejumlah sektor industri. • Pada tahun 1997, melalui Proyek Khusus, Pemerintah mengevaluasi sejumlah 74 (tujuh puluh empat) undang-undang terkait dengan BUMN. • Pada tahun 2001, diluncurkan Proyek Green Silicon yang mereformasi ketentuan dalam asuransi, biaya pengacara, dan perfilman.
Halaman
122
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________
BAB
5 PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN Pasal 34 UU No. 5/1999 mengatur secara tegas bahwa Komisi dibantu oleh Sekretariat KPPU demi kelancaran pelaksanaan tugasnya. Hal ini juga telah diatur dengan jelas dalam Pasal 12 Keputusan Presiden No. 75/1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Ketentuan mengenai susunan organisasi, tugas, dan fungsi sekretariat diatur lebih lanjut oleh Keputusan Komisi.
Berdasarkan ketentuan tersebut, KPPU menyusun serta menetapkan susunan organisasi, tugas, dan fungsi sekretariat dalam Keputusan Komisi. Keputusan Komisi telah
diubah
beberapa
kali,
terakhir
adalah
Keputusan
Komisi
No.
160/Kep/KPPU/VIII/2007 tentang Sekretariat Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
Sementara itu, menindaklanjuti hasil pembahasan interdep pada tahun 2006 yang antara lain menyepakati bahwa perlu dilakukan amandemen terhadap Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha, khususnya Pasal 12 ayat (2) yang berbunyi: “Ketentuan mengenai susunan organisasi, tugas, dan fungsi sekretariat diatur lebih lanjut dengan keputusan Komisi”. Pasal 12 ayat (2) dimaksud perlu dielaborasi sehingga akan mencakup ketentuan mengenai kedudukan, tugas, fungsi, pimpinan, susunan organisasi, anggaran dan kepegawaian sekretariat.
Dalam pembahasan internal KPPU, telah disepakati dan dirumuskan rancangan Peraturan Presiden tentang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Selanjutnya rancangan tersebut telah
Halaman
123
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ disampaikan kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Menteri Sekretaris Negara, dan Menteri Sekretaris Kabinet dengan surat Nomor: 263/K/VIII/2007 tanggal 1 Agustus 2007 perihal Usulan Rancangan Peraturan Presiden, dan telah disusuli dengan surat KPPU Nomor: 251/K/VIII/2007 tanggal 10 Agustus 1999 perihal Perubahan Usulan Rancangan Peraturan Presiden.
Sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat serta Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha bahwa untuk kelancaran pelaksanaan tugas, KPPU dibantu oleh sekretariat. Dengan demikian, jelas bahwa keberadaan Sekretariat KPPU sangat diperlukan untuk mendukung dan menunjang kelancaran pelaksanaan tugas KPPU. Oleh karena itu, agar dalam memberikan dukungan kelancaran pelaksanaan tugas KPPU sehingga dapat terlaksana dengan optimal, maka kepastian kedudukan, organisasi, tugas dan fungsi sekretariat perlu segera ditetapkan.
Selain itu, dalam upaya penguatan kelembagaan, KPPU dituntut menjadi lembaga penegak
hukum
yang
independen,
kredibel,
profesional,
transparan,
dan
bertanggung jawab kepada publik dan negara. Oleh karena itu, Anggota KPPU perlu dilantik oleh Presiden Republik Indonesia. Adapun koordinasi yang telah dilakukan dengan Deputi SDM, kantor Sekneg berkaitan dengan rencana kesediaan Bapak Presiden untuk melantik Anggota KPPU periode 2006-2011 yang semula direncanakan pada minggu pertama bulan Maret, dan dijadwalkan ulang tanggal 20 Maret 2006, belum terlaksana sampai dengan saat ini.
Pada saat ini, KPPU telah memiliki sekitar 200 (dua ratus) orang staf sekretariat jumlah tersebut telah termasuk tambahan sebanyak 120 (seratus duapuluh) orang staf baru yang direkrut tahun 2007 dan ditempatkan di seluruh direktorat dan kantor perwakilan KPPU di daerah. Penambahan jumlah staf ini ditujukan untuk menjadikan KPPU lebih profesional guna menghadapi tantangan kedepan yang lebih berat. Untuk itu, KPPU telah melakukan berbagai bentuk pembekalan terhadap seluruh staf yang ada, baik staf baru maupun staf yang telah senior. Program pembekalan tersebut dikemas dalam berbagai bentuk, salah satunya adalah dalam bentuk pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan di dalam negeri maupun di luar negeri yang
diselenggarakan
oleh
KPPU
Halaman
bekerjasama
124
dengan
Laporan Tahun 2007
lembaga-lembaga
_____________________________________________________________________ penegakan hukum persaingan di negara-negara sahabat, diantaranya Japan Fair Trade Commission (JFTC), Korea Fair Trade Commission (KFTC), dan Chinese Taipei Fair Trade Commission (CFTC). 5.1.
PENGEMBANGAN
KELEMBAGAAN
KPPU melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI yang membahas mengenai perkembangan penegakan hukum dan kebijakan serta anggaran KPPU.
Pada RDP tanggal 12 Juni 2007, KPPU diminta untuk menjawab beberapa pertanyaan Komisi VI DPR RI berikut: 1. Sejauhmana peran KPPU melakukan koordinasi dengan pemerintah, terutama bersama
pemerintah
menghentikan
monopoli
dan
mulai
mengurangi
persengkolan dalam tender; 2. Gambaran realisasi dan evaluasi pencapaian target dari program-program yang telah dilakukan KPPU hingga pertengahan tahun 2007; 3. Sejauhmanakah
proses
penyelesaian
PP
Merger
dan
Akuisisi
tengah
berlangsung; 4. Realisasi atas kajian naskah akademik serta melakukan evaluasi terhadap tentang pasal-pasal UU No. 5/1999; 5. Hasil penyelidikan dan kajian KPPU atas dugaan penyalahgunaan posisi dominan beberapa perusahaan asing pada industri telekomunikasi dan industriindustri strategis lainnya; dan 6. Hasil Investigasi KPPU terhadap adanya dugaan Praktek Monopoli pada PT. Musim Mas dalam kerjasama dengan PT. Pelindo I.
Berdasarkan pembahasan, dihasilkan beberapa kesimpulan berikut: 1. Berkaitan dengan Putusan KPPU Perkara No. 01/KPPU-L/2004 tanggal 1 Juni 2004, dimana PT. Pelindo I dan PT. Musim Mas menjadi terlapor, Komisi VI DPR RI mendesak KPPU untuk secara proaktif melakukan monitoring di lapangan kembali, mengenai pelaksanaan atas amar putusannya. Hal ini mengingat masih terjadinya tumpang tindih atas fungsi regulator dan fungsi operator. Komisi VI DPR RI meminta pemerintah c.q. Departemen Perhubungan dalam hal ini
Halaman
125
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Administrasi Pelabuhan agar memaksimalkan fungsinya sebagai regulator dan fungsi Pelindo I sebagai Operator dan fasilitator. 2. Dalam upaya untuk mengoptimalkan kinerja KPPU, Komisi VI DPR RI mendesak KPPU untuk melakukan inisiatif secara proaktif, bukan hanya menunggu laporan, dalam pemeriksaan segala bentuk perjanjian dan praktek usaha sesuai dengan Tugas KPPU yang tertuang dalam Pasal 35 UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 3. Persaingan sehat di sektor industri yang menguasai hajat hidup orang banyak akan memberikan manfaat pertumbuhan yang besar bagi ekonomi rakyat. Untuk itu, Komisi VI DPR RI meminta kepada pemerintah untuk melakukan internalisasi nilai-nilai persaingan usaha yang sehat di instansi pemerintah. 4. Dalam upaya meningkatkan kinerja KPPU, Komisi VI DPR RI mendesak pemerintah c.q. Departemen Keuangan c.q. Dirjen Anggaran dan Perimbangan Keuangan untuk segera merealisir pelaksanaan anggaran operasional KPPU yang masih tertunda sampai saat ini. 5. Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan kepada rakyat serta memberikan perlindungan terhadap konsumen, Komisi VI DPRI RI mendesak KPPU untuk berkoordinasi dengan BPKN (Badan Perlindungan Konsumen Nasional) dan lembaga terkait lainnya. 6. Terhadap persoalan PT. Indosat, Komisi VI DPR RI meminta KPPU untuk mengeluarkan keputusan yang berpihak kepada konsumen.
Selanjutnya pada RDP tanggal 25 Juni 2007, KPPU diminta untuk menjawab beberapa pertanyaan Komisi VI DPR RI berikut: 1. Gambaran realisasi pencapaian target dari program-program yang telah dilakukan KPPU selama tahun 2006 sampai dengan Semester I tahun 2007, beserta hasil evaluasi secara keseluruhan dari program-program yang telah dilaksanakan. 2. Gambaran mengenai rencana program dan kebijakan KPPU sebagaimana yang dituangkan dalam RKAK/L tahun 2008. 3. Rincian Program Kerja dan Skala Prioritas KPPU beserta rincian pagu indikatif RAPBN Tahun 2008.
Halaman
126
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Berdasarkan pembahasan, dihasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Permintaan kepada KPPU agar dalam penyusunan seluruh kebijakan anggaran harus didasarkan pada tugas dan kewajiban KPPU sebagaimana termaktub dalam UU No. 5/1999, sehingga desain struktur, posting anggaran dan operasionalisasi
anggaran
berdasar
pada
persoalan
pokok
terutama
pemberantasan monopoli, kartel, dan persaingan usaha tidak sehat; dan 2. Persetujuan Komisi VI DPR RI atas usulan pagu anggaran indikatif KPPU sekurang-kurangnya sebesar Rp 88.430.300.000,00 – Rp 150.742.794.000,00
Selain hal yang menjadi kesimpulan rapat tersebut, DPR juga menyampaikan beberapa hal berikut: 1. Pentingnya peningkatan sosialisasi dan monitoring oleh KPPU; 2. Perlunya monitoring atas industri usaha kecil dan menengah (UKM) yang terkait isu strategis (terutama UKM ritel), monitoring tender di daerah, dan monitoring industri sumber daya alam; dan 3. Perlunya pertimbangan kembali KPPU atas pengadaan tanah dan bangunan, karena masih banyaknya gedung pemerintah yang menganggur dan dapat digunakan.
Dalam menjamin efektivitas kebijakan persaingan di Indonesia, sesuai amanat Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, KPPU telah melakukan penjajakan kerjasama dengan Badan Perlindungan Konsumen. Dalam pertemuan yang dilaksanakan pada tanggal 20 September 2007 tersebut, KPPU dan BPKN bersepakat untuk meresmikan hubungan kedua instansi melalui suatu nota kesepahaman. Dengan terwujudnya kerjasama tersebut, maka akan menjadi nota kesepahaman kelima yang telah dihasilkan KPPU, setelah nota kesepahaman dengan Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapapem LK), Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo), dan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK). Kerjasama tersebut diarahkan kepada upaya penciptaan persaingan usaha yang sehat dan perlindungan konsumen. Dalam konsep nota kesepahaman yang disusun Sub Direktorat, ruang lingkup kerjasama akan meliputi konsultasi masalah persaingan usaha dan perlindungan konsumen; koordinasi atas temuan masing-masing pihak, terutama dalam upaya pencegahan persaingan usaha tidak sehat yang berdampak kepada konsumen; dan
Halaman
127
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ sosialisasi tentang hubungan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat dan perlindungan konsumen.
Selain dengan BPKN, KPPU dalam bulan September telah melakukan dua kali Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI, yaitu pada tanggal 11 September dan 24 September 2007. Fokus kedua rapat tersebut terletak pada proses pengajuan anggaran KPPU tahun 2008 dan evaluasi atas kinerja anggaran KPPU tahun 2007. Berdasarkan kesimpulan rapat tersebut, secara garis besar KPPU diminta untuk melakukan optimalisasi penggunaan anggaran 2007 dan menyetujui usulan anggaran 2008. Selain itu, DPR juga menekankan kepada KPPU untuk menyelesaikan perkara terkait dugaan monopoli dalam telekomunikasi yang melibatkan Temasek Holding Company sesuai dengan peraturan yang berlaku. Diluar himbauan kepada KPPU, DPR juga mendesak pemerintah c.q. Departemen Keuangan c.q. Dirjen Anggaran dan Perimbangan Keuangan untuk segera merealisir pelaksanaan anggaran operasional KPPU yang masih tertunda sampai saat ini.
Rapat Kerja DPRD, Sekretaris Daerah, dan Sekretaris DPRD yang diadakan pada tanggal 23–24 Januari 2007 di Hotel Bidakara, Jakarta dihadiri oleh 1500 orang, yang terdiri dari: a. Ketua DPRD, Sekretaris Daerah, dan Sekretaris DPRD dari 33 propinsi di Indonesia b. Ketua DPRD, Sekretaris Daerah, dan Sekretaris DPRD dari 434 kabupaten di Indonesia
Materi yang diberikan kepada peserta meliputi: PP Nomor 37 tahun 2006 yang disampaikan oleh Dirjen BAKD Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah oleh BAPPENAS Larangan Persekongkolan dalam Tender oleh KPPU Pencegahan Tindak Pidana Korupsi dalam Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
Dalam rangka penguatan kelembagaan KPPU, pada bulan Maret 2007 KPPU menyelenggarakan acara Temu Ramah bagi Komunitas Persaingan Sehat sebagai konsep awal dari berdirinya suatu komunitas yang mendukung terciptanya iklim persaingan sehat, sekaligus memperingati 8 tahun diberlakukannya UU No. 5/1999.
Halaman
128
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Temu Ramah tersebut dihadiri oleh Menteri Perdagangan RI, Ketua Komisi VI DPR RI, dan sejumlah perwakilan instansi pemerintah. Dalam kesempatan yang sama, Menteri Perdagangan menyampaikan bahwa KPPU sebagai mitra kebijakan dari Departemen Perdagangan dapat bersama–sama membahas dan menyelesaikan peraturan–peraturan penting untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat, misalnya dalam menyusun Peraturan Presiden mengenai penataan pasar modern. Lebih lanjut, Ketua Komisi VI DPR RI menyatakan bahwa KPPU telah berhasil membudayakan persaingan dalam dunia penerbangan di Indonesia. 5.2.
PENINGKATAN
SARANA
DAN
PRASARANA
Kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenang KPPU dan Sekretariat KPPU tidak hanya ditentukan oleh sumber daya manusia yang dimiliki, namun juga kondisi serta keadaan sarana dan prasarana pendukungnya.
Untuk mengoptimalkan penegakan UU No. 5/1999, pada awal tahun 2007 KPPU merekrut 77 orang tenaga baru untuk ditempatkan sesuai dengan kebutuhan sekretariat. Di sisi lain, hal ini menyebabkan situasi kerja menjadi kurang kondusif, karena kurangnya ruangan serta sarana dan prasarana untuk pegawai baru.
Ruangan yang memadai dan representatif akan memberikan dukungan bagi pelaksanaan tugas KPPU, untuk itu sangat dibutuhkan ruangan-ruangan antara lain ruang kerja untuk Anggota Komisi, Direksi dan pegawai KPPU, ruang pemeriksaan, ruang
rapat,
ruang
pembacaan
putusan,
pelaksanaan
dengar
pendapat,
perpustakaan, ruang audio visual, ruang publik area dan tempat parkir kendaraan.
Upaya memperoleh gedung dan tanah aset milik negara melalui Menteri Keuangan belum memperoleh hasil. Sedangkan melalui Menteri Sekretaris Negara telah disampaikan permintaan untuk memperoleh eks gedung kantor KPK di Jalan Juanda Nomor 36 Jakarta untuk pengembangan ruangan kerja KPPU.
Dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan, pada semester awal 2007 ini KPPU telah memberikan asuransi bagi para pegawainya. Asuransi tersebut mencakup pelayanan layanan rawat inap dan rawat jalan (baik umum maupun spesialis).
Halaman
129
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ 5.4.
PENINGKATAN KANTOR
DAN
PERWAKILAN
PENGEMBANGAN KPPU
DI
DAERAH
KPPU telah mempunyai 5 (lima) Kantor Perwakilan Daerah KPPU (KPD KPPU) yaitu di: Medan, Surabaya, Makassar, Balikpapan, dan Batam. Dengan keberadaan kelima KPD KPPU tersebut sangat dirasakan dukungannya terhadap pelaksanaan tugas KPPU. Penanganan terhadap beberapa perkara, yang sedang ditangani oleh KPPU dan perkara tersebut terkait dengan pelaku usaha di wilayah kerja KPD KPPU bersangkutan,
khususnya
dalam
melakukan
investigasi
dan
pemeriksaan
pendahuluan maupun pemeriksaan lanjutan telah dilakukan di KPD KPPU maupun ditempat lain
yang ditetapkan dengan difasilitasi oleh KPD KPPU, termasuk
kegiatan-kegiatan lainnya yang perlu difasilitasi oleh KPD KPPU.
Upaya peningkatan keberadaan, KPD KPPU mendapat dukungan dari berbagai pihak antara lain dari Komisi VI DPR RI, DPRD maupun Pemerintah Daerah, media massa serta pihak-pihak lainnya. Dukungan dari berbagai pihak tersebut tentunya akan memudahkan operasionalisasi kantor perwakilan daerah KPPU di masingmasing wilayah kerjanya, sehingga diharapkan upaya penegakan UU No. 5/1999 akan dapat berjalan lebih efektif dan memberikan hasil pada terwujudnya persaingan usaha yang sehat di seluruh pelosok tanah air Indonesia.
Dukungan Komisi VI DPR RI terhadap peningkatan dan pengembangan KPD KPPU sangat kuat, hal ini sebagaimana disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VI DPR RI dengan Sekretaris Jenderal Departemen Perdagangan dan Direktur Eksekutif KPPU pada tanggal 9 Juli 2007. Salah satu butir kesimpulan dalam Rapat Dengar Pendapat tersebut (butir 4) berbunyi:” Dalam upaya meningkatkan kinerja KPPU dan pelayanan terhadap publik serta efektifitas penanganan perkara/ laporan atas persaingan usaha yang sehat di daerah-daerah sebagai pelaksanaan UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, maka Komisi VI DPR RI meminta KPPU untuk membuka kantor perwakilan KPPU di seluruh ibukota provinsi di Indonesia secara bertahap”.
Halaman
130
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Permintaan Komisi VI DPR RI tersebut di atas sangatlah menggembirakan dan hal ini perlu direspon secara positif, oleh KPPU maupun pihak Pemerintah serta pihakpihak lain sebagai stakeholders KPPU. Dukungan yang sangat positif dari DPR RI tesebut, dalam implementasinya masih menghadapi hambatan. Hal ini terkait dengan masalah status kelembagaan Sekretariat KPPU, kepegawaian, serta kemandirian anggaran KPPU.
Dalam rangka menindaklanjuti permintaan Komisi VI DPR RI tersebut di atas, KPPU sedang
dan
akan
melakukan
upaya-upaya
secara
bertahap
untuk dapat
mewujudkannya, antara lain yaitu: • Melakukan evaluasi dan kajian terhadap keberadaan dan pengembangan KPD KPPU. • Merencanakan membuka/ membentuk KPD KPPU baru di 2 (dua) ibukota provinsi pada tahun anggaran 2008. • Meningkatkan/ mengembangkan tugas pokok, fungsi dan kewenangan KPD KPPU. • Menambah jumlah sumber daya manusia serta meningkatkan/ mengembangkan kemampuannya. • Melengkapi sarana dan prasarana kerja KPD KPPU. • Mengusulkan anggaran biaya operasional untuk masing-masing KPD KPPU yang cukup signifikan.
Halaman
131
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________
Halaman
132
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________
BAB
6 PENUTUP Dalam perjalanan tahun 2007, KPPU menyadari betapa beratnya beban yang diemban, mengingat kondisi riil ekonomi Indonesia yang sedang dalam upaya pemulihan ekonomi justru banyak dipenuhi oleh praktek – praktek usaha yang anti persaingan seperti diskriminasi, penyalahgunaan posisi dominan, kolusi, kartel dan kegiatan usaha lainnya yang bertentangan dengan UU No 5 Tahun 1999.
Untuk itu menjadi suatu tantangan yang cukup berat bagi KPPU karena publik menaruh harapan yang cukup tinggi pada KPPU untuk dapat berperan aktif membenahi sistem perekonomian dalam upaya meningkatkan daya saing Indonesia pada era globalisasi.
Hal lain yang terungkap, bahwa fakta di lapangan menunjukkan bahwa tantangan yang dihadapi KPPU tidak hanya datang dari pelaku usaha yang menjadi obyek terbesar dari tugas KPPU, akan tetapi juga datang dari pemerintah yaitu bahwa pemerintah belum secara efektif mengakomodasi semangat persaingan ke dalam kebijakan ekonomi yang diambilnya. Sehingga tidaklah aneh apabila muncul beberapa regulasi yang justru diwarnai oleh semangat anti persaingan.
Oleh karena itu, berangkat dari semangat untuk menyelaraskan kebijakan pemerintah dalam rangka meningkatkan efektifitas implementasi hukum persaingan di Indonesia, KPPU terus mendorong upaya reformasi regulasi agar dapat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk itu, KPPU selayaknya selalu memperhatikan kondisi regulasi pemerintah yang terkait dengan
Halaman
133
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ persaingan usaha di semua sektor, dampak ekonomi dari putusan yang dikeluarkan KPPU serta memperhatikan keseimbangan kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum sebagaimana amanat Pasal 2 UU Nomor 5/1999 melalui reformasi regulasi.
Regulasi reformasi yang tengah digulirkan saat ini, sedikit banyak telah memberikan warna dalam perjalanan perkembangan perekonomian bangsa ini. Nilai positif yang dapat diambil dari berjalannya mekanisme reformasi regulasi ini adalah dengan diikutsertakannya KPPU dalam penyusunan berbagai draff Peraturan Pemerintah. Sepanjang tahun 2007 ini KPPU telah mengirimkan tidak kurang dari 10 (sepuluh) saran dan kebijakan terhadap pemerintah dalam berbagai sektor industri, bahkan beberapa diantaranya direspon positif oleh pemerintah dalam menjalankan fungsinya sebagai regulator. Semoga hal ini dapat menjadi awal yang baik dalam mewujudkan tujuan mulia UU ini, yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Suatu program reformasi (penataan kembali) regulasi, membutuhkan 4 (empat) hal, yaitu : dukungan publik, kemauan politik, dan juga anlisa ekonomi yang komprehensif, serta dilengkapi dengan penegakan hukum yang tegas dan adil. Program regulasi reformasi akan bermakna ketika diwadahi dalam suatu frame work dan institusi yang kuat. Untuk itu, perlu segera dibentuk Kebijakan Persaingan Usaha Nasional, yaitu kebijakan tingkat nasional guna mewadahi koordinasi dan harmonisasi nilai-nilai pesaingan usaha dengan kebijakan sektoral dan sebaliknya.
Halaman
134
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________
LAMPIRAN
1 RINGKASAN PERKARA, PUTUSAN, DAN PENETAPAN PUTUSAN PERKARA NO. 08/KPPU-L/2006 TENDER PEKERJAAN NON DISTRUCTING TESTING INSPECTION SERVICES
Perkara ini adalah perkara laporan yang diterima oleh KPPU pada awal Mei 2006 mengenai dugaan pelanggaran Undang-Undang No. 5/1999 terkait dengan Tender No. 200/SINS-WD/03-D untuk pekerjaan Non Distructing Testing (NDT) Inspection Services di Total E & P Indonesia, Balikpapan, Kalimantan Timur. Dugaan persekongkolan tender ini muncul setelah tender NDT tersebut di atas dilakukan tender ulang karena tidak ada peserta yang memenuhi persyaratan. Sebelum dimulainya tender ulang tersebut, dilakukan pertemuan-pertemuan antara PT. Surveyor Indonesia dan PT. Inspektindo Pratama yang dimaksudkan untuk membicarakan kerja sama antara PT. Surveyor Indonesia dan PT. Inspektindo Pratama dalam rangka memenangkan dan menangani kegiatan proyek pekerjaan NDT Inspection Services Tender No. 200/SINS-WD/03-D di Total E & P Indonesia. Beberapa data dan fakta yang diperoleh dari hasil pemeriksaan dan penyelidikan yang dilakukan oleh KPPU: 1.
Pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian kerja sama tanggal 13 Januari 2004 yang ditandatangani oleh masing-masing direktur utama PT. Surveyor Indonesia dan PT. Inspektindo
Halaman
135
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Pratama, yang pada pokoknya berisi pembagian pekerjaan dan tanggung jawab masing-masing antara lain: a. Lingkup kerjasama ini dimulai dari kegiatan pra tender sampai dengan pelaksanaan
kegiatan
proyek,
yaitu
Persiapan,
Penyusunan,
Penyampaian Data Administrasi dan Teknis, Data Penawaran Harga, dan Data Pelaksanaan untuk Pekerjaan; b. PT. Surveyor Indonesia akan berperan sebagai bidder yang akan diupayakan untuk memenangkan tender dan PT. Inspektindo Pratama akan mendukung sepenuhnya; c. PT. Surveyor Indonesia akan mengatur dan membentuk Tim Sukses untuk evaluasi teknis dengan dukungan penuh dari PT. Inspektindo Pratama; d. PT. Inspektindo Pratama akan berperan untuk me-manage dan mengatur komposisi harga penawaran sehingga diperoleh harga jual dan komposisi yang paling menguntungkan di kedua belah pihak; 2.
Perjanjian tersebut ternyata diingkari oleh PT. Inspektindo Pratama karena PT. Inspektindo Pratama pada tanggal 15 Januari 2004 memasukan dokumen penawaran dalam Tender NDT tersebut. Hal tersebut mengingkari kesepakatan yang kedua bahwa yang menjadi bidder adalah PT. Surveyor Indonesia. Hal tersebut dipertegas oleh Johannes Widodo Rantow, Direktur PT.
Inspektindo
Pratama
yang
pada
tanggal
14
Februari
2004
menyampaikan surat pembatalan kepada Direktur Utama PT. Surveyor Indonesia, Didie B. Tedjosumirat, yang berisi pernyataan bahwa perjanjian kerja sama tertanggal 13 Januari 2003 adalah tidak sah, karena pada tanggal penandatanganan perjanjian kerja sama tersebut, H.S. Syafrul sudah tidak lagi menjabat sebagai Direktur Utama PT. Inspektindo Pratama dan memberitahukan bahwa PT. Inspektindo Pratama memutuskan untuk berpartisipasi dalam tender secara mandiri. Pertimbangan dibatalkannya surat perjanjian oleh Direktur PT. Inspektindo Pratama yang baru tersebut, karena sulit dilaksanakan hingga akhirnya merugikan PT. Inspektindo Pratama dan tidak patut adanya kerjasama antara dua bidder. PT. Inspektindo Pratama kemudian memasukan dokumen penawaran tender tersebut pada tanggal 15 Februari 2004. 3.
Pada tanggal 16 Februari 2004, Direktur Utama PT. Surveyor Indonesia, Didie B. Tedjosumirat, menyampaikan surat balasan kepada Direktur PT.
Halaman
136
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Inspektindo Pratama, dan PT. Surveyor Indonesia menyatakan bahwa untuk selanjutnya perjanjian kerjasama tersebut batal demi hukum, sehingga segala hak dan kewajiban yang timbul dalam perjanjian tersebut dinyatakan tidak ada. 4.
Bahwa PT. Surveyor Indonesia dengan PT. Inspektindo Pratama telah melakukan persekongkolan tender berupa kesepakatan kerja sama untuk mengatur dan menentukan PT. Surveyor Indonesia sebagai pemenang lelang NDT Inspection Services yang dilaksanakan oleh Panitia lelang di Total E & P Indonesia, namun dengan dimasukkannya dokumen penawaran tender oleh PT. Inspektindo Pratama dan dibatalkannya Perjanjian Kerja Sama tanggal 13 Januari 2004 oleh kedua pihak, maka perilaku mengatur dan atau menentukan pemenang tender tidak terbukti dilaksanakan oleh PT. Surveyor Indonesia dan PT. Inspektindo Pratama, sehingga tidak memenuhi salah satu unsur Pasal 22 Undang-Undang No. 5/1999 yang berbunyi: “Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau
menentukan
pemenang
tender
sehingga
dapat
mengakibatkan
terjadinya persaingan usaha tidak sehat”, dan oleh karena itu tidak dapat dikatakan telah terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 5/1999. Berdasarkan fakta-fakta diatas maka pada tanggal 15 Maret 2007 KPPU memutuskan bahwa Terlapor I: PT Surveyor Indonesia dan Terlapor II: PT Inspektindo Pratama tidak terbukti melanggar ketentuan Pasal 22 Undang-Undang No. 5/1999 tentang Persekongkolan.
PUTUSAN PERKARA NO. 09/KPPU-L/2006 TENDER PENGADAAN MEUBELAIR DI LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA (LAN), MAKASSAR
Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) No. 09/KPPU-L/2006 merupakan perkara yang berawal dari laporan oleh pelaku usaha ke KPPU. Berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh Tim Pemeriksa, Majelis Komisi menilai bahwa Panitia Tender melakukan beberapa kesalahan dan kelalaian dalam melaksanakan proses tender antara lain: 1.
Tidak membuat kriteria/spesifikasi Barang Pabrikasi dan Barang Non Pabrikasi secara terperinci;
2.
Tidak mengumumkan nilai total Harga Perkiraan Sendiri (HPS) sebagaimana ketentuan Keppres Nomor 80 Tahun 2003;
Halaman
137
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ 3.
Tidak melakukan tahapan evaluasi penawaran peserta tender sebagaimana tercantum dalam Rencana Kerja dan Syarat (RKS);
4.
Tidak melakukan evaluasi kualifikasi Kemampuan Dasar (KD) peserta tender. Meskipun telah terjadi kesalahan dan kelalaian dalam melaksanakan proses
tender, Majelis Komisi menilai bahwa kesalahan dan kelalaian yang dilakukan oleh Panitia Tender tersebut di atas bukan merupakan tindakan kesengajaan untuk mengatur pemenangan salah satu peserta tender. Majelis Komisi menilai dugaan persekongkolan yang dilakukan oleh Panitia Tender dengan CV Diamond Abadi dan CV Banyumas dalam bentuk Post Bidding antara Panitia Tender dengan CV Diamond Abadi serta dugaan adanya persekongkolan horisontal di antara peserta tender tidak didukung oleh fakta dan bukti yang kuat. Berdasarkan hasil pemeriksaan, Majelis Komisi juga menemukan fakta-fakta yang dinilai perlu untuk dikemukakan dalam putusannya, yaitu: 1.
Terdapat
pernyataan
saksi
dibawah
sumpah
mengenai
adanya
persekongkolan horizontal berbentuk tawaran uang mundur sebesar Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dari Terlapor III kepada peserta tender lainnya yang tidak didasarkan pada fakta yang benar; 2.
Ditemukan fakta bahwa para peserta tender kerap meminjam nama perusahaan lain guna memenuhi persyaratan kompetensi yang ditentukan dalam suatu tender sebagai suatu hal yang dianggap lazim. Kelaziman tersebut merupakan kondisi yang tidak benar dan tidak sehat dalam dunia usaha;
3.
Khusus dalam tender pengadaan barang, persyaratan kualifikasi mengenai Kemampuan Dasar berpotensi menjadi hambatan (entry barrier) bagi perusahaan kecil atau perusahaan baru untuk memperoleh kesempatan mengikuti berbagai kegiatan tender yang menimbulkan kondisi persaingan usaha yang tidak sehat;
4.
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara mengenai proses tender yang sama, serta Surat Pemberitahuan Hasil Penyelidikan dan Penyidikan Kepolisan Daerah Sulawesi Selatan terhadap proses tender yang sama, tidak dipertimbangkan oleh Majelis Komisi karena tidak relevan dengan subtansi perkara No. 09/KPPU-L/2006 yang dinilai dari sisi persaingan usaha.
Halaman
138
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Berdasarkan fakta-fakta dan bukti-bukti yang ditemukan selama proses pemeriksaan, maka Majelis Komisi memutuskan: 1.
Menyatakan Terlapor I: Panitia Tender Pengadaan Meubelair Kantor Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur II (PKP2A) Lembaga Administrasi Negara (LAN) Makassar tidak terbukti melanggar Pasal 22 Undang-Undang No. 5/1999 tentang Persekongkolan;
2.
Menyatakan Terlapor II: CV Diamond Abadi tidak terbukti melanggar Pasal 22 Undang-Undang No. 5/1999 tentang Persekongkolan;
3.
Menyatakan Terlapor III: CV Banyumas tidak terbukti melanggar Pasal 22 Undang-Undang No. 5/1999 tentang Persekongkolan; Putusan tersebut dibacakan dalam Sidang Majelis Komisi yang dinyatakan
terbuka untuk umum pada hari Jumat tanggal 16 Maret 2007 di Gedung KPPU Jl. Ir. H. Juanda no. 36 Jakarta Pusat. Meskipun Terlapor tidak terbukti melanggar UU No.5 tahun 1999, namun sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35 huruf e Undang-undang
Nomor
5/1999,
maka
Majelis
Komisi
dalam
putusannya
merekomendasikan hal-hal sebagai berikut: 1.
Meminta kepada atasan Panitia Tender untuk memberikan sanksi kepada Panitia Tender atas kesalahan dan kelalaian dalam melaksanakan tender meubelair di LAN Makassar;
2.
Mengambil tindakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap laporan, sumpah, atau pernyataan yang diduga palsu;
3.
Meminta kepada Pemerintah agar membuat peraturan dalam pengadaan barang dan jasa baik di lingkungan pemerintah maupun swasta yang mewajibkan Panitia lelang/tender memuat ketentuan tentang larangan pinjam meminjam nama perusahaan dan memeriksa keabsahan identitas peserta tender;
4.
Meminta kepada Pemerintah untuk mengkaji ulang ketentuan Keppres Nomor 80 Tahun 2003 mengenai persyaratan Kemampuan Dasar dan kualifikasi lain khususnya untuk pengadaan barang yang berpotensi untuk menghambat para pelaku usaha dalam mengikuti kegiatan tender tanpa mengabaikan penilaian kompetensi pelaku usaha dalam melaksanakan pekerjaan.
Halaman
139
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Putusan Perkara No. 10/KPPU-L/2006 Persekongkolan Tender Pekerjaan Pembangunan 2 (dua) unit Kapal Ferry Ro-Ro 750 GT di BRR NAD-Nias
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah selesai melakukan pemeriksaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan telah menetapkan putusan terhadap perkara No. 10/KPPU-L/2006, yaitu dugaan pelanggaran UU No. 5 /1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) terkait dengan tender pekerjaan pembangunan 2 (dua) unit kapal motor penyeberangan, ukuran 750 GT di Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Nangroe Aceh Darussalam-Nias (BRR NAD-Nias). Perkara ini muncul setelah adanya laporan yang pada pokoknya menemukan adanya indikasi persekongkolan tender yang dilakukan oleh Panitia Tender dengan PT. Daya Radar Utama, PT. Dok & Perkapalan Kodja Bahari dan PT. Dumas Tanjung Perak Shipyard untuk secara bersama-sama meloloskan PT. Daya Radar Utama dalam tahap evaluasi administrasi dengan bukti sebagai berikut: 1. Bahwa terdapat 2 (dua) versi checklist pemeriksaan dokumen administrasi yang ditandatangani oleh PT. Dok & Perkapalan Kodja Bahari dan PT. Dumas Tanjung Perak Shipyard dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk dokumen penawaran yang sama yaitu dokumen penawaran yang diajukan oleh PT. Daya Radar Utama; 2. Bahwa Panitia Tender mengusulkan PT. Daya Radar Utama sebagai pemenang tender meskipun berdasarkan checklist tersebut, PT. Daya Radar Utama tidak memenuhi kelengkapan dokumen administrasi. Pada Pemeriksaan Pendahuluan, Tim Pemeriksa menemukan fakta dan indikasi yang pada pokoknya sebagai berikut: 1. Bahwa 2 (dua) versi checklist pemeriksaan dokumen administrasi PT. Daya Radar Utama tersebut tidak menunjukkan indikasi kuat keterlibatan PT. Dok & Perkapalan Kodja Bahari dan PT. Dumas Tanjung Perak Shipyard dalam persekongkolan tender karena kewenangan untuk meloloskan peserta merupakan wewenang Panitia Tender dan faktanya checklist tersebut tidak dijadikan acuan dari panitia; 2. Bahwa terdapat indikasi kuat adanya persekongkolan antara Kepala SATKER BRR dengan Direktorat LLASDP dalam proses perencanaan tender yang cenderung mengarahkan PT. Daya Radar Utama sebagai pemenang
Halaman
140
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ tender. Hal tersebut terkait dengan penentuan tipe kapal yang ditenderkan yang cenderung memilih tipe kapal yang sering diproduksi PT. Daya Radar Utama dalam proyek Departemen Perhubungan; 3. Bahwa terdapat indikasi kuat adanya tindakan Panitia Tender yang tidak melakukan evaluasi secara sehat yang cenderung mengarahkan PT. Daya Radar Utama sebagai pemenang tender. Hal tersebut terkait dengan tindakan
Panitia
Tender
yang
mengabaikan
kelengkapan
dokumen
penawaran PT. Daya Radar Utama serta melakukan evaluasi kemampuan peserta tender secara sempit dengan mengabaikan kemampuan faktual semua peserta Pada Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa menyimpulkan sebagai berikut: 1. Bahwa atas dasar analisis dugaan pelanggaran UU NO. 5 / 1999 tersebut, maka Tim Pemeriksa menyimpulkan bahwa tindakan yang dilakukan Panitia Tender, PT. Daya Radar Utama, Kepala SATKER BRR dan Direktorat LLASDP baik sendiri maupun secara bersama–sama dalam proses Tender Kapal 750 GT di BRR tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan persekongkolan; 2. Bahwa oleh karena itu, maka Tim Pemeriksa menyimpulkan bahwa tidak ada bukti terjadinya pelanggaran Pasal 22 UU No. 5 / 1999 yang dilakukan oleh Panitia Tender, PT Daya Radar Utama, Kepala SATKER BRR dan Direktorat LLASDP. Berdasarkan fakta-fakta tersebut dan dikaitkan dengan dugaan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, maka Majelis Komisi menilai pemenuhan unsur-unsur pasal sebagai berikut: 1. Unsur Pelaku Usaha. Bahwa pelaku usaha yang dimaksud adalah PT. Daya Radar Utama; Unsur pelaku usaha terpenuhi. 2. Unsur Bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender. o
Bahwa benar Panitia Tender menggugurkan PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) dalam evaluasi administrasi karena memang sesuai dengan aturan yang berlaku dalam Keppres No. 80 Tahun 2003 dan Analisa Harga Satuan tidak memenuhi syarat karena hanya mencantumkan daftar harga material. Hal tersebut telah diakui dan disahkan oleh semua peserta tender termasuk PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) sendiri;
Halaman
141
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ o
Bahwa benar Panitia Tender meluluskan PT. Daya Radar Utama dalam Tahap I (evaluasi administrasi) walaupun tidak melampirkan maker list karena maker list tidak dimuat dalam persyaratan di Dokumen Tender dan Metode Pelaksanaan Kerja tidak harus ditandatangani karena tidak diatur di dalam Dokumen Tender;
o
Bahwa benar Panitia Tender merubah tipe 600 GT menjadi 750 GT karena alasan daya tampung kendaraan. Walaupun Direktorat LLASDP
menyarankan
kepada
Kepala
SATKER
BRR
untuk
menggunakan tipe 750 GT dengan spesifikasi teknis dan prototipe dari konsultan PT. Mega Ocean Jaya, namun Panitia Tender tidak memakai sepenuhnya spesifikasi teknis dan prototipe tersebut karena hanya dapat menampung 11 (sebelas) truk, padahal yang diinginkan oleh Kepala Satker adalah yang dapat menampung 14 truk dan 8 kendaraan sedang/kecil; o
Bahwa benar Panitia Tender hanya mempertimbangkan nilai pengalaman tertinggi pada subbidang pekerjaan dalam pembangunan kapal ferry ro-ro saja dan tidak mempertimbangkan pengalaman pekerjaan pembangunan kapal lainnya yang terbuat dari bahan baku utama besi/baja. Hal ini karena semata-mata keterbatasan kapasitas Panitia Tender dalam menginterpretasikan nilai pengalaman tertinggi pada subbidang pekerjaan yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam KEPPRES No. 80 Tahun 2003 dan bukan dalam upaya bersekongkol sebagaimana dimaksud dalam unsur Pasal 22 UU No. 5 / 1999;
o
Bahwa dengan demikian, unsur bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender tidak terpenuhi.
3. Bahwa karena unsur bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender tidak terpenuhi, maka Majelis Komisi menilai unsur-unsur lain pada Pasal 22 Undang-undang Nomor 5/1999 tidak perlu untuk dibuktikan lebih lanjut. Sebelum memutuskan, Majelis Komisi mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: 1. Bahwa selama pemeriksaan ditemukan kelemahan Panitia Tender dalam penyusunan spesifikasi teknis kapal yang akan ditenderkan. Hal tersebut berpotensi adanya campur tangan pihak lain untuk mengarahkan spesifikasi
Halaman
142
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ teknis kapal yang ditenderkan sehingga mengurangi independensi Panitia Tender; 2. Bahwa
selama
pemeriksaan
ditemukan
kelemahan
dalam
menilai
kemampuan dasar peserta tender yang hanya mempertimbangkan Nilai Pengalaman Tertinggi pekerjaan pada subbidang yang sejenis yaitu pekerjaan pembangunan kapal ferry ro-ro saja; 3. Bahwa
berkaitan
dengan
merekomendasikan
kepada
kelemahan Komisi
untuk
tersebut,
Majelis
memberikan
Komisi
saran
dan
pertimbangan kepada BRR NAD-Nias agar dalam menetapkan susunan keanggotaan Panitia Tender yang memiliki kualifikasi sesuai dengan bidang keahlian dalam pengadaan barang atau jasa yang akan ditenderkan. Menimbang bahwa berdasarkan fakta dan kesimpulan di atas, serta dengan mengingat Pasal 43 ayat (3) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, Majelis Komisi memutuskan: Menyatakan Panitia Tender, PT Daya Radar Utama, Kepala SATKER BRR, dan Direktorat LLASDP tidak terbukti melanggar Pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 dalam Tender Kapal 750 GT di BRR. Pemeriksaan dan penyusunan putusan terhadap perkara tersebut di atas dilakukan oleh KPPU dengan prinsip Independen (tidak memihak siapapun) sematamata sebagai pengemban amanat pengawasan terhadap pelaksanaan UU No. 5/1999 agar terwujud kepastian berusaha yang sama bagi setiap pelaku usaha dan menjamin persaingan usaha yang sehat dan efektif. Putusan Perkara No. 10/KPPUL/2006 tersebut dibacakan dalam Sidang Majelis Komisi yang dinyatakan terbuka untuk umum pada hari Senin tanggal 16 April 2007 di Gedung KPPU Jl. Ir. H. Juanda No. 36 Jakarta Pusat.
Putusan Perkara No. 14/KPPU-L/2006 Tender Pengadaan Integrated Shorebase Management and Logistic Services (No. DCU-0064A) di BP Berau
Perkara ini diawali dari laporan ke KPPU pada tanggal 29 Juni 2006 yang menyatakan bahwa terdapat dugaan pelanggaran Pasal 22 Undang-Undang No. 5/1999 tentang Persekongkolan dalam tender pengadaan integrated shorebase management and logistic services (No. DCU-0064A) di BP Berau. Hasil pemeriksaan Majelis Komisi menemukan fakta bahwa pada tanggal 2 dan 3 November 2004, BP
Halaman
143
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Berau Ltd mengumumkan tender pengadaan integrated shorebase management and logistic services yang mencakup manajemen pangkalan darat di proyek LNG Tangguh, camp dan katering, bengkel mesin, manajemen logistik dan pengurusan kargo, transportasi darat, peralatan angkat, manajemen limbah, penanggulangan dan pembersihan tumpahan minyak, inspeksi pipa bor, dan angkutan laut. BP Berau Ltd melaksanakan 2 kali tender untuk pengadaan integrated shorebase management and logistic services. Tender pertama diadakan pada tanggal 2-3 November 2005 dan dinyatakan batal karena 5 perusahaan yang memasukkan dokumen penawaran dinyatakan gugur karena penawaran yang mereka masukkan dianggap tidak memenuhi syarat. Tender kedua, dilaksanakan pada tanggal 13-27 September 2005 dan diikuti oleh 4 perusahaan yang sebelumnya sudah lulus tahapan prakualifikasi, yaitu PT. Cipta Krida Bahari, PT. Citra Pembina Pengangkutan Industries (CPPI), PT. Eka Nuri (Leader Eka Nuri Consortium), dan PT. Supraco yang dinyatakan gugur setelah proses evaluasi. Ketiga peserta tersebut mengajukan penawaran harga, yaitu (1) Eka Nuri Consortium sebesar US $ 73,696,172.88 dengan nilai Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) 86.05, (2) PT Cipta Pembina Pengangkutan Industries sebesar US $ 78,908,093.00 dengan nilai TKDN 51.29, dan (3) PT Cipta Krida Bahari sebesar US $ 83,911,513.98 dengan nilai TKDN 62.14. Pada tanggal 8 Desember 2005, PT Cipta Pembina Pengangkutan Industries menyampaikan keberatannya kepada BP Berau mengenai penawaran Eka Nuri Consortium terkait dengan masalah perhitungan TKDN dan masalah perizinan pelabuhan PT Bangun Adyabahan Perkasa yang diajukan dalam penawaran Eka Nuri Consortium. Selanjutnya pada tanggal 15 Desember 2005, BP Berau Ltd mengajukan usulan kepada BPMIGAS untuk menetapkan Eka Nuri Consortium sebagai pemenang tender, meskipun perhitungan TKDN belum selesai dilakukan dengan alasan koreksi atas TKDN yang diajukan oleh Eka Nuri Consortium tidak akan mempengaruhi urutan peringkat. BP Berau kemudian mengajukan permohonan verifikasi ke Dirjen Migas. Ditjen Migas menerbitkan hasil verifikasi TKDN dan menyatakan bahwa Eka Nuri Consortium salah menghitung nilai TKDN yang sebelumnya 86.05 menjadi 56.03. Atas kesalahan perhitungan TKDN tersebut, Eka Nuri Consortium dikenai sanksi yaitu harus memenuhi nilai kandungan lokal sebesar nilai yang diajukan ditambah 10% menjadi 96,05%.
Halaman
144
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Tanggal 26 April 2006, BPMIGAS menyetujui usulan BP Berau Ltd. untuk menetapkan Eka Nuri Consortium sebagai pemenang, dengan catatan, semua perizinan yang disyaratkan oleh peraturan yang berlaku sudah harus diperoleh oleh kontraktor sebelum pekerjaan dilakukan. Pada tanggal 27 Januari 2006, kontrak LoA ditandatangani oleh PT. Eka Nuri dan BP Berau Ltd. mengeluarkan pemberitahuan bahwa Eka Nuri Consortium telah ditetapkan sebagai pemenang yang dilanjutkan dengan penandatanganan kontrak kerja oleh BP Berau Ltd. dan Eka Nuri Consortium. Majelis Komisi menilai dugaan pelanggaran pada perkara ini adalah adanya persekongkolan tender yang berdasarkan atas tiga permasalahan, yaitu (1) Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) Eka Nuri Consortium, (2) Izin pelabuhan PT. Bangun Adyabahan Perkasa yang digunakan oleh Eka Nuri Consortium, dan (3) LoA BP Berau. Berdasarkan hasil pemeriksaan yang memadai dengan meminta keterangan dari Saksi, Instansi Pemerintah, Ahli dan meneliti dokumen dan surat-menyurat dengan pihak terkait, pada proses tender tersebut tidak terbukti telah terjadi persekongkolan antara Eka Nuri Consortium (Terlapor I) dengan BP Berau Ltd (Terlapor II) untuk memenangkan Eka Nuri Consortium. Majelis Komisi dalam putusannya yang dibacakan pada hari Kamis tanggal 28 Juni 2007 di Gedung KPPU Jl. Ir. H. Juanda no. 36 Jakarta Pusat, memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dan pihak terkait sebagai berikut: 1.
Merekomendasikan kepada Menteri Perhubungan untuk memperbaiki mekanisme dan proses pemberian izin pengoperasian pelabuhan agar memberi kepastian hukum dan kepastian berusaha bagi pelaku usaha di bidang usaha kepelabuhanan
2.
Merekomendasikan kepada Kepala BPMIGAS untuk memberikan sanksi kepada Kepala Divisi Hukum, Alan Frederik, sesuai dengan peraturan yang berlaku
3.
Merekomendasikan kepada BPMIGAS untuk melakukan koordinasi kepada semua instansi terkait untuk meningkatkan pemakaian barang dan jasa dalam negeri, (4) Merekomendasikan kepada BPMIGAS untuk memberikan sanksi kepada BP Berau Ltd. karena tidak sepenuhnya melaksanakan ketentuan-ketentuan PTK 007 pada tender ini
4.
Merekomendasikan kepada BPMIGAS untuk menyempurnakan PTK 007 khususnya terkait mengenai TKDN dan pekerjaan mendahului kontrak.
Halaman
145
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________
Putusan Perkara No. 15/KPPU-L/2006 Kegiatan Pendistribusian Elpiji di Sumatera Selatan
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah selesai melakukan pemeriksaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan telah menetapkan putusan terhadap perkara No. 15/KPPU-L/2006 yaitu dugaan pelanggaran Undang-Undang No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat terkait dengan Pendistribusian Elpiji di Sumatera Selatan. Berdasarkan rangkaian pemeriksaan yang telah dilakukan oleh Tim Pemeriksa, Majelis Komisi menilai bahwa: a.
Perjanjian antara PT Pertamina (Persero) dengan agen Elpiji bukan merupakan bentuk perjanjian yang bertujuan untuk membatasi agen dalam mendistribusikan dan memasarkan Elpiji.
b.
Perjanjian antara PT Pertamina (Persero) dengan APPEL - PT Bina Mulia Jaya Abadi dimaksudkan untuk menjaga ketersediaan Elpiji di masingmasing agen dengan harga yang lebih murah.
c.
Keberadaan APPEL di Pulau Bangka menyebabkan harga jual Elpiji di tingkat konsumen menjadi lebih murah.
d.
Pencabutan Surat General Manager UPMS II PT Pertamina (Persero) No. 057/E22000/2006-S3 tanggal 3 Maret 2006 merupakan langkah PT Pertamina (Persero) dalam memberikan kebebasan kepada agen Elpiji untuk memilih tempat pembelian/pengisian Elpiji. Berdasarkan hasil pemeriksaan, Majelis Komisi juga menemukan hal-hal lain
yang dinilai perlu untuk dikemukakan dalam putusannya, yaitu: 1.
Bahwa Elpiji merupakan komoditas bebas (yang harganya tidak ditetapkan oleh Pemerintah), namun Pemerintah masih turut campur dalam penentuan harga.
2.
Bahwa akibat kurang tanggapnya Wira Penjualan UPMS II Palembang dalam merespon
permasalahan
pendistribusian
Elpiji
di
Pulau
Bangka
mengakibatkan terjadinya pelanggaran terhadap perjanjian yang dilakukan oleh APPEL dan agen, sehingga menyebabkan keterlambatan PT Pertamina (Persero) mengambil tindakan sebagaimana mestinya.
Halaman
146
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Sesuai tugas Komisi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35 huruf e Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, maka Majelis Komisi dalam putusannya merekomendasikan kepada Komisi hal-hal sebagai berikut: 1.
Meminta kepada Pemerintah agar mengambil kebijakan yang tegas dalam hal pendistribusan dan penetapan harga Elpiji.
2.
Meminta kepada PT Pertamina (Persero) agar memberi sanksi administratif kepada Wira Penjualan UPMS II Palembang atas kelalaiannya dalam menjalankan tugas pengawasan pendistribusian Elpiji di wilayah Pulau Bangka, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Berdasarkan alat bukti yang telah diuraikan di atas, maka Majelis Komisi
memutuskan PT Pertamina (Persero) sebagai Terlapor tidak terbukti melanggar Undang-Undang No. 5/1999 Pasal 15 ayat (1) tentang Perjanjian Tertutup dan Pasal 25 ayat (1) huruf a tentang Penyalahgunaan Posisi Dominan. Putusan tersebut dibacakan pada hari Rabu tanggal 23 Mei 2007 di Gedung KPPU Jl. Ir. H. Juanda no. 36 Jakarta Pusat.
Putusan Perkara No. 16/KPPU-L/2006 tender pekerjaan SKTM (Kabel Tegangan Menengah) 20 KV Paket 4, 9, 20, dan 21 di PT PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang (PLN Disjaya) Tahun Anggaran 2005.
Berdasarkan laporan yang diterima oleh KPPU maka dilakukan serangkaian proses pemeriksaan. Majelis Komisi KPPU menemukan fakta bahwa tender pekerjaan SKTM merupakan tender gabungan antara jasa konstruksi (galian dan instalasi kabel) yang nilai pekerjaannya hanya sekitar 20% dari total nilai proyek dan pengadaan kabel yang nilainya mencapai 80% dari total nilai proyek. Dasar peraturan yang digunakan PLN Disjaya untuk mengatur proses tender ini adalah Surat Keputusan Direksi PLN No. 100.K/010/DIR/2004 dan Keputusan Direksi PLN No. 200.K/010/DIR/2004 yang implementasinya diserahkan pada masing-masing General Manager di setiap wilayah kerjanya. PLN Disjaya sebagai penyelenggara tender telah keliru dalam menerapkan SK Direksi PLN ketika membuat persyaratan mengikuti tender. Salah satu persyaratan tersebut adalah kewajiban bagi kontraktor untuk mendapatkan dukungan pabrik kabel atau membentuk konsorsium dengan menempatkan kontraktor sebagai leader dalam konsorsium, padahal bagian pekerjaannya sangat kecil bila dibandingkan dengan
Halaman
147
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ pengadaan material utamanya. Ketentuan mengenai konsorsium atau dukungan sesungguhnya tidak diatur dalam kedua SK direksi PLN tersebut. Selanjutnya ketentuan tersebut digunakan oleh para pabrikan kabel, DPD Asosiasi Kontraktor Listrik Indonesia (DPD AKLI) dan para kontraktor untuk melakukan pengaturan-pengaturan yang merupakan suatu tindakan persekongkolan dalam bentuk: 1.
Pengaturan mendapatkan surat dukungan atau konsorsium sehingga tercipta suatu kondisi 3 penawar terendah dari paket 4, 20, dan 21 selalu dalam bentuk konsorsium dan bentuk dukungan berada peringkat keempat dan seterusnya;
2.
Pengaturan terhadap harga penawaran sehingga tidak ada peserta tender yang menawar melampaui HPS padahal panitia tender tidak pernah mengumumkan besaran HPS (harga perkiraan sendiri) untuk tiap paket pada saat aanwijzing (rapat penjelasan tender);
3.
Pengaturan terhadap jumlah pasokan kabel untuk tiap paket yang ditenderkan, sehingga masing-masing pabrikan memasok untuk jumlah yang relatif sama. Persekongkolan tersebut tidak sepenuhnya berhasil dengan ditunjuknya PT.
Prima Beton sebagai pemenang di Paket 9 sehingga ada beberapa pabrikan batal memasok kabel untuk paket 9. Selanjutnya dengan pertimbangan bisnis setelah mendapat persetujuan PLN Disjaya, PT. Prima Beton mengimpor kabel untuk melaksanakan tender tersebut. Bentuk pengaturan lainnya adalah melalui tindakan penyesuaian diantara sembilan pabrik kabel untuk menyamakan harga kabel yaitu harga kabel tegangan menengah ukuran 3x240mm2 dan ukuran 3x300mm2 yang pada awalnya bervariasi berubah menjadi Rp 270.000,-/m untuk ukuran 3x240mm2 dan Rp 311.450,-/m untuk kabel ukuran 3x300mm2. Pengaturan terjadi karena Panitia Tender mengundurkan jadwal pemasukan dokumen penawaran dan berpindahnya pabrikan dari satu konsorsium ke konsorsium yang lain. Pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 5/1999 tersebut dilakukan oleh : (1)
PT. PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang (PLN Disjaya) yang merupakan penyelenggara tender,
(2)
DPD Asosiasi Kontraktor Listrik Indonesia Jakarta dan Tangerang yang merupakan lembaga perkumpulan kontraktor dibidang elektrikal,
(3)
Para pelaku usaha sebagai berikut:
Halaman
148
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ PT. Alpha Radiant,
PT. Yudhita Nugraha Karya, PT. Tangguk Jaya, PT.
Prima Beton, PT. Guna Swastika, PT. Kedungjaya Rekadayatama, PT. Dipa Menka Engineering, PT. Nusakontrindo Widyatama, PT. Canas Unggul, PT. Megaputra Ganda Dinamika, PT. Riffi Brothers & Sons, PT. Wahanayasa Trans Energi, PT. Indo Fuji Energi, PT. Hilmanindo Signitama, PT. Andika Energindo, PT. Inpar Saka, PT. Metrindo Maju Persada, PT. Mekadaya Terestria, PT. Dhana Julaga Ekada yang merupakan kontraktor dibidang mekanikal dan elektrikal, PT. Sumi Indo Kabel Tbk., PT. Jembo Cable Company Tbk., PT. BICC Berca Cables, PT. Kabelindo Murni, PT. Voksel Elektrik Tbk., PT. GT Kabel Indonesia Tbk., PT. Prysmian Cables Indonesia, PT. Terang Kita dan PT. Supreme Cable manufacturing Corporation yang merupakan pabrikan kabel. Setelah menganalisis fakta–fakta dan mengambil kesimpulan, pada hari Kamis tanggal 28 Juni 2007 di Gedung KPPU Jl. Ir. H. Juanda no. 36 Jakarta Pusat, Majelis Komisi memutuskan: 1.
Menyatakan PT GT Kabel Indonesia Tbk, PT Supreme Cable Manufacturing Corporation,
PT Prysmian Cable Indonesia, PT BICC Berca Cable, PT
Voksel Electric Tbk, PT Terang Kita, PT Jembo Cable Company Tbk, PT Sumi Indo Kabel dan PT Kabelindo Murni Tbk terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 5 Undang-Undang No. 5/1999 tentang Penetapan Harga. 2.
Menyatakan PT Supreme Cable Manufacturing Corporation terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 19 huruf d Undang-Undang No. 5/1999 tentang Penguasaan Pasar.
3.
Menyatakan PT Alpha Radiant Engineering, PT Yudhita Nugraha Karya, PT Tangguk Jaya, PT Guna Swastika Dinamika, PT Kedungjaya Rekadayatama, PT Dipa Menka Engineering, PT Nusakontrindo Widyatama, PT Canas Unggul, PT Megaputra Ganda Dinamika, PT Riffi Brothres & Sons, PT Wahanayasa Trans Energi, PT Indofuji Energi, PT Hilmanindo Signintama, PT Andika Energindo, PT Inpar Saka, PT Metrindo Maju Persada, PT Mekadaya Terestria, PT Dhana Julaga Ekada, PT Sumi Indo Kabel Tbk, PT Jembo Company Cable Tbk, PT BICC Berca Cables, PT Kabelindo Murni Tbk, PT Voksel Elektrik Tbk, PT GT Kabel Indonesia Tbk, PT Prysmian Cables Indonesia, PT Terang Kita, PT Supreme Cable Manufacturing Corporation, PT PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang dan DPD AKLI
Halaman
149
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Jakarta dan Tangerang terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 Undang-Undang No. 5/1999 tentang Persekongkolan. 4.
Menyatakan PT Prima Beton International tidak terbukti melanggar Pasal 22 Undang-Undang No. 5/1999 tentang Persekongkolan.
5.
Menghukum PT GT Kabel Indonesia Tbk, PT Prysmian Cable Indonesia, PT BICC Berca Cable, PT Voksel Electric Tbk, PT Terang Kita, PT Jembo Cable Company Tbk, PT Sumi Indo Kabel dan PT Kabelindo Murni Tbk membayar denda masing-masing sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
6.
Menghukum PT Supreme Cable Manufacturing Corporation membayar denda sebesar Rp. 1.500.000.000,- (satu milyar lima ratus juta rupiah).
7.
Menghukum PT PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang membayar denda sebesar Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah).
8.
Menghukum melarang PT Alpha Radiant Engineering, PT Yudhita Nugraha Karya, PT Tangguk Jaya, PT Guna Swastika Dinamika, PT Kedungjaya Rekadayatama, PT Dipa Menka Engineering, PT Nusakontrindo Widyatama, PT Canas Unggul, PT Megaputra Ganda Dinamika, PT Riffi Brothres & Sons, PT Wahanayasa Trans Energi, PT Indofuji Energi, PT Hilmanindo Signintama, PT Andika Energindo, PT Inpar Saka, PT Metrindo Maju Persada, PT Mekadaya Terestria, PT Dhana Julaga Ekada mengikuti seluruh kegiatan tender yang diadakan oleh PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang selama 1 (satu) tahun terhitung sejak putusan ini memiliki kekuatan hukum tetap.
Putusan Perkara No. 17/KPPU-L/2006 Tender Pengadaan Komponen Lampu di Suku Dinas Penerangan Jalan Umum dan Sarana Jaringan Utilitas Kotamadya Jakarta Selatan
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah selesai melakukan pemeriksaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan telah menetapkan putusan terhadap perkara No. 17/KPPU-L/2006 yaitu dugaan pelanggaran Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam Tender Pengadaan Komponen Lampu di Suku Dinas Penerangan Jalan Umum dan Sarana Jaringan Utilitas (Dinas PJU & SJU) Kotamadya Jakarta Selatan.
Halaman
150
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Perkara No. 17/KPPU-L/2006 merupakan perkara yang dilaporkan oleh pelaku usaha ke KPPU. Dalam perkara tersebut, Majelis Komisi perlu untuk menilai perilaku persekongkolan horizontal para pelaku usaha sebagai berikut : 1.
PT Harbarinja Agung (Terlapor I)
2.
PT Sekala Jalmakarya (Terlapor II)
3.
PT Dinamika Prakarsa Elektrikal (Terlapor III)
4.
PT Dian Pratama Persada (Terlapor IV) Sedangkan untuk Panitia Pengadaan Barang/Jasa Suku Dinas Penerangan
Jalan Umum dan Sarana Jaringan Utilitas (selanjutnya disebut “PJU & SJU”) Kotamadya Jakarta Selatan (Terlapor V), Majelis Komisi perlu menilai Rencana Kerja dan Syarat (RKS) yang disusun oleh Panitia berdasarkan spesifikasi teknis dari Dinas PJU & SJU Propinsi DKI Jakarta. Dalam RKS tersebut Dinas PJU & SJU Propinsi DKI Jakarta mensyaratkan: 1. Barang yang ditawarkan harus dari satu merek pabrikan; 2. Barang yang ditawarkan dari luar negeri harus mempunyai kantor perwakilan serta mempunyai investasi bidang perlampuan di Indonesia (dibuktikan dengan surat
yang
dikeluarkan
oleh
instansi
yang
berwenang
seperti
BKPM/DEPPERIN/DEPDAG); 3. Merek dagang dari barang yang ditawarkan harus sesuai dengan merek dagang negara pembuatnya. Dengan adanya persyaratan di atas, maka tender ini hanya dapat diikuti oleh 4 merek lampu yang mempunyai investasi bidang perlampuan di Indonesia, yaitu Philips, GE, Osram, dan Panasonic. Pada kenyataannya, tender tersebut hanya diikuti oleh 2 merek lampu yaitu Philips dan GE. Pemenang untuk komponen lampu HPS 70 Watt adalah PT Sekala Jalmakarya yang membawa merek GE dengan harga Rp 1.977.362.750, sedangkan pemenang untuk komponen lampu HPS 150 Watt adalah PT Harbarinja Agung yang membawa merek Philips dengan harga Rp 533.275.600. Berdasarkan rangkaian pemeriksaan yang telah dilakukan oleh Tim Pemeriksa, Majelis Komisi menilai bahwa: a.
PT Philips Indonesia (Philips) dan PT GE Lighting Indonesia (GE) tidak termasuk dalam kategori kantor perwakilan sebagaimana yang dipersyaratkan dalam RKS tentang persyaratan kantor perwakilan serta mempunyai investasi di bidang perlampuan di Indonesia.
Halaman
151
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ b.
Persyaratan kantor perwakilan serta investasi bidang perlampuan di Indonesia tidak relevan dan menjadi hambatan bagi perusahaan yang menawarkan produk yang tidak mempunyai kantor perwakilan serta investasi bidang perlampuan di Indonesia.
c.
Persyaratan kantor perwakilan serta investasi bidang perlampuan di Indonesia bertentangan dengan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat. Meskipun persyaratan tersebut disepakati secara sadar oleh para calon Peserta tender dengan Panitia Tender tetapi kesepakatan tersebut tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian dan bukanlah “kausa yang halal”. Oleh karena perjanjian tersebut tidak memenuhi persyaratan objektif maka perjanjian tersebut harus batal demi hukum.
d.
Kesalahan pengetikan yang terdapat pada dokumen penawaran PT Sekala Jalmakarya, PT Harbarinja Agung dan PT Dian Pratama Persada bukan bersifat kebetulan mengingat PT Sekala Jalmakarya, PT Harbarinja Agung dan PT Dian Pratama Persada merupakan suatu entitas yang terpisah dan mandiri satu sama lain. Kesamaan kesalahan tersebut menunjukkan dokumen penawaran milik PT Sekala Jalmakarya, PT Harbarinja Agung dan PT Dian Pratama Persada disiapkan oleh orang yang sama atau setidak-tidaknya disusun secara bersama-sama.
e.
Pengaturan pemenang tender dilakukan dengan cara menyesuaikan tingkat keuntungan kotor antara PT Sekala Jalmakarya, PT Harbarinja Agung dan PT Dian Pratama Persada. Sebelum memutus perkara ini, Majelis Komisi mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut: 1. Bahwa PT Philips Indonesia dan PT GE Lighting Indonesia menggunakan izin impor komponen lampu HPS 70 Watt dan 150 Watt yang merupakan produk akhir siap pakai dan bukan merupakan bahan baku atau bagian dari penunjang industri kedua pabrikan tersebut. Seharusnya izin impor tersebut hanya digunakan untuk mengimpor komponen sebagai penunjang industri. 2. Bahwa persyaratan surat dukungan perusahaan dengan melampirkan surat investasi bidang perlampuan di Indonesia menghambat calon peserta tender lainnya untuk mengikuti dan memenangkan tender Dalam perkara ini Majelis Komisi bersifat independen dan tidak terikat dengan penanganan perkara apapun atau terikat dengan siapapun.
Halaman
152
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Sesuai tugas Komisi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35 huruf e Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, maka Majelis Komisi dalam putusannya merekomendasikan kepada Komisi hal-hal sebagai berikut: 1. Memberikan rekomendasi kepada Menteri Perdagangan untuk mengevaluasi kembali pemberian izin impor barang jadi yang diberikan kepada pabrikan lampu yang tergabung dalam Asosiasi Industri Lampu dan Kelistrikan Indonesia (AILKI). 2. Memberikan rekomendasi kepada Gubernur DKI Jakarta untuk memerintahkan kepada Kepala Dinas PJU & SJU Propinsi DKI Jakarta agar tidak mencantumkan klausula tentang persyaratan adanya kantor perwakilan serta investasi bidang perlampuan di Indonesia dalam tender-tender yang akan datang. 3. Memberikan rekomendasi kepada Gubernur DKI Jakarta untuk memerintahkan kepada Bawasda agar melakukan pemeriksaan terhadap pemenuhan kebutuhan lampu di lingkungan Dinas dan Suku Dinas PJU & SJU di Propinsi DKI Jakarta. Berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh selama pemeriksaan, maka Majelis Komisi memutuskan : 1. Menyatakan Terlapor I, Terlapor II, dan Terlapor IV terbukti melanggar ketentuan Pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999; 2. Menyatakan Terlapor III dan Terlapor V tidak terbukti melanggar ketentuan Pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999; 3. Menyatakan klausula tentang persyaratan adanya kantor perwakilan serta investasi bidang perlampuan di Indonesia dalam RKS “batal demi hukum”; 4. Menghukum Terlapor I, Terlapor II, dan Terlapor IV untuk tidak mengikuti tender pengadaan di lingkungan Dinas dan Suku Dinas PJU & SJU di Propinsi DKI Jakarta selama 2 (dua) tahun sejak putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap; 5. Menghukum Terlapor I, Terlapor II, dan Terlapor IV untuk membayar denda masing-masing sebesar Rp 1.000.000.000 apabila melanggar butir 4 amar putusan ini, yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN Jakarta I), beralamat di Jl. Ir. H. Juanda No. 19, Jakarta Pusat, melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha). Pemeriksaan dan penyusunan putusan terhadap perkara No. 17/KPPUL/2006 tersebut di muka dilakukan oleh KPPU dengan prinsip independensi, yaitu
Halaman
153
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ tidak memihak siapapun karena peran KPPU sebagai pengemban amanat pengawasan terhadap pelaksanaan UU No. 5/1999 yang berusaha mewujudkan kepastian berusaha yang sama bagi setiap pelaku usaha dan menjamin persaingan usaha yang sehat dan efektif. Putusan tersebut dibacakan dalam Sidang Majelis Komisi yang dinyatakan terbuka untuk umum pada hari Kamis tanggal 4 Juli 2007 di Gedung KPPU Jl. Ir. H. Juanda no. 36 Jakarta Pusat.
Putusan Perkara No. 02/KPPU-L/2007 Tender Pengadaan Peralatan Gizi Tahun 2006 di RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah selesai melakukan pemeriksaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan telah menetapkan putusan terhadap perkara No. 02/KPPU-L/2007 yaitu dugaan pelanggaran Pasal 22 UU No. 5/1999 tentang Persekongkolan dalam tender Pengadaan Peralatan Gizi Tahun 2006 di RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda. Majelis komisi yang terdiri dari Erwin Syahril, S.H. sebagai Ketua Tim Pemeriksa, Dr. Sukarmi, S.H., M.H., dan Ir. Dedie S. Martadisastra, S.E., M.M.,
masing-masing sebagai Anggota, memutuskan
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) A. Wahab Sjahranie (Terlapor I) dan para peserta tender yaitu CV RISA (Terlapor II), PT Binaco Group (Terlapor III), CV Fadlan Prima (Terlapor IV), CV Citra Selaras Abadi (Terlapor V), PT Cahaya Bulu Mampu (Terlapor VI) dan PT Makna Karya Bhakti (Terlapor VII) bersalah melanggar Pasal 22 UU No. 5/1999. Perkara ini diawali dari laporan ke KPPU yang menyatakan bahwa terdapat dugaan pelanggaran UU No. 5/1999 dalam tender Pengadaan Peralatan Gizi Tahun 2006 di RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda. Berdasarkan laporan tersebut dan atas rangkaian pemeriksaan yang telah dilakukan oleh Tim Pemeriksa dan buktibukti, Majelis Komisi menilai dan menyimpulkan bahwa dalam persekongkolan vertikal yang terjadi dalam proses tender tersebut, RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda
(Terlapor
I)
telah
memfasilitasi
CV.
Risa
(Terlapor
II)
untuk
memenangkan tender pengadaan peralatan gizi, berupa antara lain: 1. Panitia Tender membuat kualifikasi sub bidang mekanikal elektrikal meskipun untuk peralatan gizi seharusnya hal tersebut termasuk dalam kualifikasi sub bidang usaha kesehatan non medik sehingga PT Binaco Group, CV Fadlan Prima, CV Citra Selaras`Abadi dan PT Cahaya Bulu Mampu yang tidak
Halaman
154
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ memenuhi kualifikasi bidang usaha kesehatan non medik dapat mengikuti tender sebagai pendamping CV Risa; 2. Panitia Tender meluluskan PT Binaco Group, CV Fadlan Prima, CV Citra Selaras`Abadi dan PT Cahaya Bulu Mampu dalam evaluasi administrasi dan teknis meskipun tidak memiliki pengalaman pekerjaan pengadaan peralatan gizi untuk mendampingi CV Risa sehingga memenuhi persyaratan tender; 3. Panitia Tender meluluskan PT Binaco Group, CV Fadlan Prima, CV Citra Selaras Abadi dan PT Cahaya Bulu Mampu meskipun memiliki kesamaan nomor surat dukungan; Sedangkan dalam persekongkolan horizontal yang terjadi dalam tender tersebut, CV Risa mengatur tender untuk memenangkan tender tersebut dengan cara: 1. Meminjam PT Binaco Group sebagai pendamping dalam tender; 2. Meminta Surat Dukungan kepada PT Makna Karya Bhakti untuk PT Binaco Group; 3. Menggandakan surat dukungan milik PT Binaco Group yang diperoleh dari PT Makna Karya Bhakti untuk peserta tender yang lainnya yaitu CV Fadlan Prima, CV Citra Selaras Abadi dan PT Cahaya Bulu Mampu sehingga terdapat kesamaan nomor surat dukungan untuk PT Binaco Group, CV Fadlan Prima, CV Citra Selaras Abadi dan PT Cahaya Bulu; 4. Terlapor VII, PT Makna Karya Bhakti sebagai distributor peralatan gizi atas permintaan CV Risa telah lalai menerbitkan surat dukungan untuk PT Binaco Group sebagai pendamping CV Risa. Sesuai tugas Komisi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35 huruf e Undang-undang
No.
5/1999,
maka
Majelis
Komisi
dalam
putusannya
merekomendasikan kepada Komisi hal-hal sebagai berikut: 1. Bahwa Terlapor I, RSUD A. Wahab Sjahranie dan Terlapor IV CV Fadlan Prima
telah
bertindak
kooperatif
selama
proses
pemeriksaan
dalam
persidangan; 2. Bahwa Terlapor II CV Risa, Terlapor III PT Binaco Group, PT Citra Selaras Abadi dan PT Cahaya Bulu Mampu bertindak tidak kooperatif sehingga menghambat pelaksanaan pemeriksaan. Berdasarkan temuan-temuan hasil pemeriksan dan Sidang Majelis, Majelis Komisi merekome 1. Bahwa dalam tender pengadaan peralatan gizi tahun 2006, telah terjadi persekongkolan yang mengakibatkan kerugian negara. Oleh karenanya Majelis
Halaman
155
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Komisi merekomendasikan agar Kejaksaan Negeri Samarinda memeriksa seluruh pihak yang terkait dalam pengadaan peralatan gizi tersebut; 2. Bahwa terdapat surat dukungan tidak resmi yang dilampirkan oleh CV Fadlan Prima, CV Citra Selaras Abadi dan PT Cahaya Bulu Mampu dalam dokumen administrasi dan teknis. Oleh karenanya Majelis Komisi merekomendasikan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia Wilayah Samarinda untuk memeriksa pihak-pihak yang terlibat terbitnya surat dukungan tersebut. Rekomendasi tersebut disampaikan guna mendorong pelaksanaan tender pengadaan barang yang profesional dan demi tumbuhnya pelaku-pelaku usaha baru di seluruh wilayah Indonesia sehingga menjamin iklim persaingan yang lebih sehat. Berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh selama pemeriksaan, maka Majelis Komisi memutuskan: 1. Menyatakan Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V, Terlapor VI, dan Terlapor VII terbukti melanggar ketentuan Pasal 22 UU No. 5 / 1999 tentang Persekongkolan; 2. Menghukum Terlapor II dan Terlapor III membayar denda secara tanggung renteng sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN Jakarta I), beralamat di Jl. Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta Pusat melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha); 3. Menghukum Terlapor IV, Terlapor V, dan Terlapor VI untuk tidak mengikuti tender pengadaan barang dan jasa di seluruh rumah sakit milik Pemerintah Daerah di Kalimantan Timur selama 2 (dua) tahun dan apabila tidak melaksanakan putusan ini maka secara tanggung renteng membayar denda sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN Jakarta I) yang beralamat di Jl. Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta Pusat melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha);
Halaman
156
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ 4. Menghukum Terlapor VII untuk tidak memasok kebutuhan peralatan gizi melalui pihak ketiga yang pengadaannya melalui proses tender di seluruh rumah sakit milik Pemerintah Daerah di Kalimantan Timur Samarinda selama 1 (satu) tahun; 5. Memerintahkan Terlapor I untuk segera melakukan pembenahan manajemen rumah sakit khususnya dalam pengadaan barang dan jasa sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemeriksaan dan penyusunan putusan terhadap perkara No. 02/KPPU-L/2007 tersebut di atas dilakukan oleh KPPU dengan prinsip independensi, yaitu tidak memihak siapapun, karena peran KPPU sebagai pengemban amanat pengawasan terhadap pelaksanaan UU No. 5/1999 yang berusaha
mewujudkan kepastian
berusaha yang sama bagi setiap pelaku usaha dan menjamin persaingan usaha yang sehat dan efektif. Putusan tersebut dibacakan dalam Sidang Majelis Komisi yang dinyatakan terbuka untuk umum pada hari Kamis tanggal 20 Juli 2007 di Gedung KPPU Jl. Ir. H. Juanda no. 36 Jakarta Pusat.
Putusan Perkara No. 03/KPPU-L/2007 Tender Pembangunan Gedung Kantor Pengadilan Negeri di Padangsidimpuan, Sumatera Utara
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah selesai melakukan pemeriksaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan telah menetapkan putusan terhadap perkara No. 03/KPPU-L/2007 yaitu dugaan pelanggaran UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat terkait dengan dugaan persekongkolan dalam tender Pembangunan Gedung Kantor Pengadilan Negeri di Padangsidimpuan, Sumatera Utara yang dilaksanakan pada bulan Maret – Juni 2006. Perkara No. 03/KPPU-L/2007 merupakan perkara yang dilaporkan oleh pelaku usaha ke KPPU. Berdasarkan laporan atas rangkaian pemeriksaan yang telah dilakukan oleh Tim Pemeriksa, Majelis Komisi menilai telah terjadi persekongkolan yang dilakukan oleh Terlapor I (Ketua Panitia Tender) dengan Terlapor II (CV Mentari Jasa Mulia), yaitu bahwa Panitia Tender telah melakukan tindakan
untuk
memfasilitasi
Terlapor
II
memenangkan
tender.
Tindakan
memfasilitasi tersebut adalah menggugurkan PT Adhikarya Teknik Perkasa yang merupakan penawar terendah dengan alasan yang tidak tepat, yaitu: a.
Ketentuan Masa Jaminan Penawaran yang tidak jelas dalam dokumen tender;
Halaman
157
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ PT Adikarya Teknik Perkasa digugurkan karena tidak memenuhi masa jaminan penawaran, padahal ketentuan masa jaminan penawaran dalam dokumen tender
dan
dalam
kesepakatan
aanwijizing
juga
berbeda,
sehingga
menimbulkan ketidakjelasan mengenai masa jaminan penawaran yang dipersyaratkan bagi peserta tender; b.
Ketentuan tentang Koefisien Harga Satuan yang tidak tepat; Majelis Komisi juga menilai dan menemukan persekongkolan yang dilakukan
oleh para peserta tender yaitu antara Terlapor II, Terlapor III (PT Menara Kharisma Internusa) dan PT Winda Pratama Karya (dalam perkara ini berkapasitas sebagai Saksi). Bentuk persekongkolan tersebut adalah melakukan tindakan saling menyesuaikan harga penawaran atau pengaturan dokumen penawaran diantara para Peserta Tender anggota ASPEKSU (Asossiasi Perusahaan Konstruksi Sumatera Utara). Terlapor II, Terlapor III dan PT Winda Pratama Karya merupakan anggota ASPEKSU. Berdasarkan hasil pemeriksaan, Majelis Komisi juga menemukan hal-hal lain yang dinilai perlu untuk dikemukakan dalam putusannya, yaitu 1. Bahwa Terlapor I (Ketua Panitia Tender) tidak memiliki Pengetahuan untuk menyelenggarakan tender dan tidak dapat menjelaskan kronologis tender; 2. Bahwa Terlapor I dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh anggota yang seharusnya juga bertanggungjawab terhadap proses tender; 3. Bahwa kapasitas Terlapor IV (PT Tribina Adyasa Consultant) adalah sebagai konsultan Panitia Tender dalam hal mempersiapkan dokumen tender untuk dipergunakan Panitia Tender dalam menyelenggarakan tender, selanjutnya Terlapor IV tidak terlibat dalam proses evaluasi penawaran tender; 4. Bahwa terdapat selisih harga penawaran sebesar Rp. 394.617.000,- antara penawaran harga Terlapor II sebagai pemenang tender, dengan penawaran harga PT Adhikarya Teknik Perkasa sebagai penawar terendah dalam tender, ini berpotensi menimbukan kerugian negara; Sesuai tugas Komisi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35 huruf e UU No. 5 /1999, maka Majelis Komisi dalam putusannya merekomendasikan kepada Komisi hal-hal sebagai berikut: 1. Memberikan saran kepada Ketua Pengadilan Negeri Padangsidimpuan untuk memberikan sanksi kepada Soaloon Siregar karena lalai dalam menjalankan tugasnya sebagai Ketua Panitia Tender Pengadaan Barang/Jasa Program
Halaman
158
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Peningkatan Kinerja Peradilan dan Lembaga Penegakan Hukum lainnya Pengadilan Negeri Padangsidimpuan. 2. Memberikan saran kepada Ketua Pengadilan Negeri Padangsidimpuan untuk lebih memperhatikan kompetensi panitia pengadaan barang/ata jasa dalam melaksanakan
kegiatan
pengadaan
di
lingkukan
Pengadilan
Negeri
Padangsidimpuan. 3. Memberikan saran kepada Menteri Pekerjaan Umum untuk mengembangkan pedoman koefisian harga satuan yang mendukung efisiensi pelaksanaan proyek. Rekomendasi tersebut disampaikan guna mendorong pelaksanaan tender pengadaan barang yang profesional dan demi tumbuhnya pelaku-pelaku usaha baru di seluruh wilayah Indonesia sehingga menjamin iklim persaingan yang lebih sehat. Berdasarkan alat bukti yang telah diuraikan di atas, maka Majelis Komisi memutuskan : 1. Menyatakan Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 UU No. 5/1999 tentang Persekongkolan. 2. Menyatakan Terlapor IV, tidak terbukti melanggar Pasal 22 UU No. 5/1999 tentang Persekongkolan; 3. Menghukum Terlapor II dan Terlapor III membayar denda sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) secara tanggung renteng yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai Setoran Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha, Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Jakarta I, beralamat di Jl. Ir. H. Juanda No. 9, Jakarta Pusat melalui Bank Pemerintah dengan Kode Penerimaan 423419; 4. Menghukum Bob Nasution, S.E., sebagai Direktur Terlapor II maupun perusahaan-perusahaan yang terafiliasi dengan Terlapor II, tidak boleh mengikuti tender di seluruh instansi Pemerintah di Propinsi Sumatera Utara selama 2 (dua) tahun sejak Putusan memiliki kekuatan hukum tetap; Pemeriksaan dan penyusunan putusan terhadap perkara No. 03/KPPUL/2007 dilakukan oleh KPPU dengan prinsip independen (tidak memihak siapapun) semata-mata sebagai pengemban amanat pengawasan terhadap pelaksanaan UU No. 5/1999 agar terwujudnya kepastian berusaha yang sama bagi setiap pelaku usaha dan menjamin persaingan usaha yang sehat dan efektif. Putusan Perkara tersebut dibacakan dalam Sidang Majelis Komisi yang dinyatakan terbuka untuk
Halaman
159
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ umum pada hari Jumat tanggal 31 Agustus 2007 di Gedung KPPU Jl. Ir. H. Juanda no. 36 Jakarta Pusat.
Putusan Perkara No. 04/KPPU-L/2007 Tender Pengadaan LCD Di Biro Administrasi Wilayah Sekretariat Daerah Provinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran 2006
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melalui Majelis Komisi yang terdiri dari Prof. Dr. Tresna P. Soemardi (Ketua), Didik Akhmadi, Ak., M.Comm., dan Yoyo Arifardhani, S.H., MM., LL.M., masing-masing sebagai Anggota, telah selesai melakukan pemeriksaan dan penyelidikan terhadap Perkara No. 04/KPPU-L/2007 tentang dugaan pelanggaran Pasal 22 UU No. 5/1999 tentang Persekongkolan yang berkaitan dengan tender pengadaan LCD di Sekretariat Daerah Provinsi DKI Jakarta. Dugaan Pelanggaran Pasal 22 dalam perkara tersebut dilakukan oleh PT Sima Agustus (Terlapor I), PT Tiga Permata Hati (Terlapor II), PT Buana Rimba Raya (Terlapor III), PANITIA PENGADAAN BARANG DAN JASA UNIT BIRO ADMINISTRASI WILAYAH PROPINSI DKI JAKARTA (Terlapor
IV), Kepala Biro
Administrasi Wilayah SETDA Propinsi DKI Jakarta (Terlapor V). Berawal dari laporan oleh pelaku usaha ke KPPU, maka Perkara No. 04/KPPU-L/2007 mulai ditangani sesuai prosedur yang berlaku. Hasil pemeriksaan awal menunjukkan bahwa proses tender pengadaan LCD sebanyak 267 unit tersebut dimenangkan oleh PT Tiga Permata Hati (Terlapor II) dengan nilai penawaran sebesar Rp 5.185.860.900,- (lima milyar seratus delapan puluh lima juta delapan ratus enam puluh ribu sembilan ratus rupiah). PT Tiga Permata Hati (Terlapor II) dan PT Buana Rimba Raya (Terlapor III) juga menjadi peserta tender dengan menawarkan LCD merek Mega Power tipe ML 164 SE yang distributor tunggalnya adalah PT Sima Agustus (Terlapor I). Mencermati kondisi tersebut, maka Majelis Komisi perlu untuk menilai perilaku para Terlapor dalam persekongkolan yang melibatkan pihak lain tersebut. Selanjutnya, berdasarkan temuan dalam rangkaian pemeriksaan yang telah dilakukan oleh Tim Pemeriksa maka Majelis Komisi menilai bahwa: a.
PT Tiga Permata Hati (Terlapor II) dan PT Buana Rimba Raya (Terlapor III) adalah perusahaan yang dipinjam oleh Muhammad Bahri, Moh. Iqbal, dan Jeffry Bunyamin yang secara bersama-sama menawarkan LCD merek Mega Power tipe ML 164 SE yang distributor tunggalnya adalah PT Sima Agustus
Halaman
160
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ (Terlapor I) dalam mengikuti tender pengadaan LCD di Biro Administrasi Wilayah Propinsi DKI Jakarta. b.
Dokumen penawaran PT Tiga Permata Hati (Terlapor II) dan PT Buana Rimba Raya (Terlapor III) disiapkan dan dibuat oleh Muhammad Bahri dan Moh. Iqbal dengan melibatkan Jeffry Bunyamin, sehingga harga penawaran dapat diatur dan pada akhirnya mengatur PT Tiga Permata Hati (Terlapor II) menjadi pemenang.
c.
Walaupun dalam pembelaan dari PT Tiga Permata Hati (Terlapor II) dan PT Buana Rimba Raya (Terlapor III) menyatakan tidak terlibat secara langsung maupun tidak langsung, serta tidak mengetahui perusahaannya dipinjam dalam proses tender tersebut, namun alasan tersebut tidak dapat dijadikan dasar hukum oleh para terlapor untuk lepas dari tanggung jawab keterlibatan perusahaan dalam persekongkolan dalam tender.
d.
Persekongkolan antara PT Sima Agustus (Terlapor I), PT Tiga Permata Hati (Terlapor II), PT Buana Rimba Raya (Terlapor III), PANITIA PENGADAAN BARANG DAN JASA UNIT BIRO ADMINISTRASI WILAYAH PROPINSI DKI JAKARTA (Terlapor IV), dan Kepala Biro Administrasi Wilayah SETDA Propinsi DKI Jakarta (Terlapor V) yang melibatkan Muhammad Bahri, Moh. Iqbal, dan Jeffry Bunyamin dibuktikan melalui penentuan spesifikasi teknis yang sama persis dengan spesifikasi teknis merek Mega Power tipe ML 164 SE yang distributor tunggalnya adalah PT Sima Agustus (Terlapor I), perolehan surat dukungan sebelum aanwijzing, kesamaan dokumen, alasan menggugurkan peserta tertentu dengan alasan yang tidak sah, penetapan pemenang sebelum masa sanggah selesai, dan pembayaran uang muka sebelum adanya Surat Perintah Mulai Kerja. Mempertimbangkan bukti keterlibatan Jeffrey Bunyamin, Moh. Iqbal, dan
Muhammad Bahri dalam persekongkolan tender pengadaan LCD di Biro Administrasi Wilayah Tahun Anggaran 2006, maka Majelis Komisi merasa perlu menjatuhkan sanksi kepada ketiga orang tersebut. Sesuai tugas Komisi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35 huruf e UU No. 5/1999, maka Majelis Komisi dalam putusannya merekomendasikan kepada Komisi untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk: 1.
Memberikan sanksi administratif kepada PANITIA PENGADAAN BARANG DAN JASA UNIT BIRO ADMINISTRASI WILAYAH PROPINSI DKI JAKARTA
Halaman
161
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ (Terlapor IV) dan Kepala Biro Administrasi Wilayah SETDA Propinsi DKI Jakarta (Terlapor V) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2.
Melakukan evaluasi dalam perekrutan pihak-pihak yang akan terlibat dalam tender pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta dengan tujuan menghindari praktek persekongkolan dalam tender.
3.
Menertibkan
peserta
tender
untuk
menghindari
praktek
peminjaman
perusahaan dan percaloan dalam proses tender di lingkungan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta. Berdasarkan alat bukti yang telah diuraikan di atas, maka Majelis Komisi memutuskan : 1.
Menyatakan Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, dan Terlapor V terbukti melanggar ketentuan Pasal 22 UU No. 5 /1999.
2.
Menghukum Terlapor I untuk tidak memasok barang/jasa di lingkungan Pemerintah Daerah di Provinsi DKI Jakarta selama 2 (dua) tahun sejak putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap.
3.
Menghukum Terlapor II, dan Terlapor III untuk tidak mengikuti tender pengadaan barang atau jasa di lingkungan Pemerintah Daerah di Provinsi DKI Jakarta selama 2 (dua) tahun sejak putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap.
4.
Menghukum Muhammad Bahri, Moh. Iqbal, dan Jeffrey Bunyamin untuk tidak mengikuti tender pengadaan barang atau jasa di lingkungan Pemerintahan Daerah di Provinsi DKI Jakarta selama 2 (dua) tahun terhitung sejak putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap.
5.
Menghukum Terlapor I membayar ganti rugi kepada Negara sebesar Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN Jakarta I), beralamat di Jalan Ir. H. Juanda Nomor 19, Jakarta Pusat melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha).
6.
Menghukum Terlapor II dan Terlapor III membayar ganti rugi kepada Negara masing-masing sebesar Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di
Halaman
162
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ bidang
persaingan
usaha
Departemen
Keuangan
Direktorat
Jenderal
Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN Jakarta I), beralamat di Jalan Ir. H. Juanda Nomor 19, Jakarta Pusat melalui bank Pemerintah
dengan
kode
penerimaan
423491
(Pendapatan
Denda
Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha). Putusan Perkara tersebut dibacakan dalam Sidang Majelis Komisi yang dinyatakan terbuka untuk umum pada hari Jumat tanggal 9 Nopember 2007 di Gedung KPPU Jl. Ir. H. Juanda no. 36 Jakarta Pusat.
Putusan Perkara No. 05/KPPU-L/2007 Tender Pekerjaan Pengerukan Alur Pelayaran Pelabuhan Belawan Tahun 2006
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melalui Majelis Komisi yang terdiri dari Ibu Dr. AM Tri Anggraini, S.H., M.H. (Ketua), Bapak Ir. H. Mohammad Iqbal dan Bapak
Prof. Dr. Ir. Ahmad Ramadhan Siregar, M.S., masing-masing
sebagai Anggota, telah selesai melakukan pemeriksaan dan penyelidikan terhadap Perkara No. 05/KPPU-L/2007 tentang dugaan pelanggaran Pasal 22 UU No. 5/1999 yang berkaitan dengan tender pekerjaan pengerukan alur pelayaran pelabuhan Belawan tahun 2006. Perkara No. 05/KPPU-L/2007 merupakan perkara yang dilaporkan oleh pelaku usaha ke KPPU. Dalam perkara ini, Majelis Komisi perlu untuk menilai perilaku PT (Persero) Pengerukan Indonesia dan PT Inai Kiara Indonesia terutama dalam hal persekongkolan horizontal, dan untuk perilaku PT (Persero) Pelindo I Majelis Komisi perlu menilai persyaratan dalam RKS (Rencana Kerja dan Syarat) dan proses evaluasi penentuan pemenang yang mengarah pada PT (Persero) Pengerukan Indonesia (persekongkolan vertikal). Berdasarkan rangkaian pemeriksaan yang telah dilakukan oleh Tim Pemeriksa, Majelis Komisi menilai bahwa: 1. Adanya perubahan persyaratan tentang kepemilikan kapal keruk milik sendiri jenis Hopper sebagaimana disepakati dalam aanwizjing, dimaksudkan agar Panitia Tender dapat melaksanakan proses tender pengerukan alur pelayaran pelabuhan Belawan dengan jumlah peserta tender yang memenuhi persyaratan tender (minimal 5 peserta) sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Direksi PT (Persero) Pelindo I Nomor PP.21/1/10/P.I-99 tanggal 1 September 1999
Halaman
163
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ tentang Ketentuan/Peraturan Pengadaan Barang dan Jasa di lingkungan PT (Persero) Pelindo I; 2. Tindakan PT (Persero) Pelindo I yang menerima bentuk Joint Operation (JO) PT (Persero) Pengerukan Indonesia yang tidak sesuai dengan bentuk JO yang dipersyaratkan
oleh
Panitia
Tender
dalam
RKS,
merupakan
tindakan
memfasilitasi PT (Persero) Pengerukan Indonesia untuk dapat mengikuti tender pekerjaan pengerukan alur pelayaran Pelabuhan Belawan; 3. PT (Persero) Pelindo I lalai dalam menjalankan tugasnya karena tidak mencantumkan perubahan persyaratan kepemilikan kapal keruk jenis Hopper dalam addendum RKS dan berita acara aanwijzing; 4. PT (Persero) Pelindo I melakukan kesalahan dalam evaluasi untuk penentuan pemenang tender yang hanya berdasarkan pada harga penawaran terendah tanpa menggabungkan nilai yang diperoleh peserta tender pada evaluasi teknis dan evaluasi harga, merupakan tindakan yang menguntungkan PT (Persero) Pengerukan Indonesia dalam memenangkan tender; 5. PT (Persero) Pelindo I melakukan kesalahan dalam penerapan persyaratan bid capacity dalam bentuk : a. PT (Persero) Pelindo I menerima bid capacity dari PT (Persero) Pengerukan Indonesia dalam bentuk transfer dana bukan berupa surat dukungan bank; b. PT (Persero) Pelindo I tidak konsisten dalam melakukan evaluasi bid capacity yang seharusnya dilakukan pada evaluasi administrasi tetapi dilakukan pada evaluasi teknis; c. PT (Persero) Pelindo I dalam melakukan evaluasi bid capacity tidak berdasarkan
nilai
penawaran
masing-masing
peserta
tender
tetapi
berdasarkan nilai acuan sendiri; 6. Pencantuman persyaratan peserta tender memiliki kapal keruk jenis Hopper dalam pengumuman dan ketentuan di RKS sesuai dengan hasil kesepakatan antara PT (Persero) Pelindo I sampai dengan PT (Persero) Pelindo IV dengan PT (Persero) Pengerukan Indonesia pada tanggal 20 Desember 2005, menunjukkan adanya niat PT (Persero) Pelindo I untuk mengarahkan pemenang tender pekerjaan pengerukan alur pelayaran pelabuhan Belawan Tahun 2006 kepada
PT
(Persero)
Pengerukan
Indonesia
sebagai
bentuk
upaya
penyelamatan PT (Persero) Pengerukan Indonesia; 7. PT (Persero) Pelindo I telah melakukan tindakan mengarahkan PT (Persero) Pengerukan Indonesia sebagai pemenang tender dengan cara memberikan nilai
Halaman
164
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ tertinggi kepada PT (Persero) Pengerukan Indonesia dalam hal pemahaman pelaksanaan pekerjaan dan bid capacity; 8. Adanya excess margin sebesar Rp 2.214.060.158,- (dua miliar dua ratus empat belas juta enam puluh ribu seratus lima puluh delapan rupiah) yang diterima oleh PT (Persero) Pengerukan Indonesia namun dinikmati oleh PT Mitha Tirta Wijaya; 9. Berdasarkan excess margin tersebut menunjukkan nilai OE yang ditetapkan oleh Panitia Tender terlalu tinggi dan berpotensi mengakibatkan kerugian/inefisiensi pada PT (Persero) Pelindo I; 10. Harga penawaran PT Inai Kiara Indonesia sebesar Rp 20.200,-/m3 (dua puluh ribu dua ratus rupiah per meter kubik) adalah harga berdasarkan kemampuan PT Inai Kiara Indonesia saat itu dan tidak bertujuan untuk melakukan persesuaian harga atau persaingan semu dengan PT (Persero) Pengerukan Indonesia. Sebelum memutus perkara ini, Majelis Komisi mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: a. PT (Persero) Pelindo I baru pertama kali melaksanakan proses tender pada pekerjaan pengerukan alur pelayaran pelabuhan Belawan; b. Dalam proses pelaksanaan tender pengerukan alur pelayaran pelabuhan Belawan terdapat berbagai kesalahan dan kelalaian yang dilakukan oleh PT (Persero) Pelindo I; c. Berdasarkan
pengakuan
PT
(Persero)
Pengerukan
Indonesia,
dalam
melaksanakan pekerjaan pengerukan alur pelayaran pelabuhan dengan metode penunjukan langsung (tahun 2001 sampai dengan tahun 2005) mengalami kerugian yang diakibatkan oleh harga pekerjaan pengerukan yang tidak didasarkan pada perhitungan harga pasar, namun didasarkan pada skema DIP dan kesepakatan antara PT (Persero) Pelindo I sampai dengan PT (Persero) Pelindo IV dengan PT (Persero) Pengerukan Indonesia; d. Kesepakatan harga yang dilakukan PT (Persero) Pelindo I sampai dengan PT (Persero) Pelindo IV dengan PT (Persero) Pengerukan Indonesia dalam hal kerja sama pengerukan alur pelayaran pelabuhan yang menimbulkan kerugian keuangan
PT
(Persero)
Pengerukan
Indonesia
secara
tidak
langsung
mengakibatkan kerugian negara baik dari segi pemanfaatan aset kapal yang dimiliki
oleh
PT
(Persero)
Pengerukan
Indonesia
maupun
dari
tidak
terpeliharanya alur pelayaran pelabuhan di Indonesia; e. Pada tender pekerjaan pengerukan alur pelayaran pelabuhan Belawan Tahun 2006 dengan harga pekerjaan pengerukan sebesar Rp 14.165,-/m3 (empat belas
Halaman
165
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ ribu seratus enam puluh lima ribu rupiah per meter kubik), PT (Persero) Pengerukan Indonesia memperoleh excess margin sebesar Rp 2.214.060.158,(dua miliar dua ratus empat belas juta enam puluh ribu seratus lima puluh delapan rupiah), namun dinikmati oleh PT Mitha Tirta Wijaya yang tidak terlibat langsung dalam proses pelaksanaan pekerjaan pengerukan alur pelayaran pelabuhan Belawan; f.
Dengan adanya JO antara PT (Persero) Pengerukan Indonesia dengan PT Mitha Tirta Wijaya, maka upaya penyelamatan PT (Persero) Pengerukan Indonesia sebagaimana hasil kesepakatan Kementerian BUMN dengan PT (Persero) Pelindo I sampai dengan PT (Persero) Pelindo IV dengan PT (Persero) Pengerukan
Indonesia
pada
tanggal
20
Desember
2005
tidak
dapat
direalisasikan; g. Berdasarkan analisa Majelis Komisi, PT (Persero) Pelindo I menetapkan nilai OE yang berpotensi mengakibatkan kerugian/inefisiensi pada Terlapor I. Sesuai tugas Komisi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35 huruf e UU No. 5/1999, maka Majelis Komisi dalam putusannya merekomendasikan kepada Komisi hal-hal sebagai berikut: 1. Meminta PT (Persero) Pelindo I untuk membuat dan melaksanakan aturan tender sesuai ketentuan yang berlaku dengan memperhatikan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat; 2. Meminta kepada Menteri Negara BUMN untuk memperbaiki pengelolaan manajemen PT (Persero) Pengerukan Indonesia dengan memperhatikan prinsip Good Corporate Governance; 3. Meminta kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pemeriksaan atas excess margin yang diterima oleh PT (Persero) Pengerukan Indonesia namun dinikmati oleh PT Mitha Tirta Wijaya dalam tender pengerukan alur pelayaran pelabuhan Belawan Tahun 2006. Berdasarkan alat bukti, fakta, serta kesimpulan yang telah diuraikan di muka, maka pada tanggal 19 September 2007 Majelis Komisi memutuskan: 1. Menyatakan Terlapor I dan Terlapor II terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat; 2. Menyatakan Terlapor III tidak terbukti melanggar Pasal 22 UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
Halaman
166
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ 3. Menghukum
Terlapor
I
dan
Terlapor
II
membayar
denda
sebesar
Rp 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah) secara tanggung renteng yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai Setoran Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha, Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Jakarta I, beralamat di Jl. Ir. H. Juanda No. 19, Jakarta Pusat melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423491.
Putusan
Perkara
No.
06/KPPU-L/2007
Tender
Pengadaan
Alat
Pembasmi/Penyemprot Nyamuk (Mesin Fogging) di Biro Administrasi Wilayah Propinsi DKI Jakarta Tahun 2006
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah selesai melakukan pemeriksaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan telah menetapkan putusan terhadap perkara 06/KPPU-L/2007 yaitu dugaan pelanggaran Pasal 22 UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam Tender Pengadaan Alat Pembasmi/Penyemprot Nyamuk (Mesin Fogging) di Biro Administrasi Wilayah Propinsi Dki Jakarta Tahun 2006. Dugaan pelanggaran dalam perkara ini dilakukan oleh PT Bhakti Wira Husada (Terlapor I), PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Terlapor II), PT Tri Mitra Sehati (Terlapor III), PT Rama Mandiri (Terlapor IV), PT Penta Valent (Terlapor V), dan PT Anugerah Multi Perkasatama (Terlapor VI), PANITIA PENGADAAN BARANG DAN JASA UNIT BIRO ADMINISTRASI WILAYAH PROPINSI DKI JAKARTA (Terlapor VII), dan Kepala Biro Administrasi Wilayah SETDA Propinsi DKI Jakarta (Terlapor VIII). Perkara No. 06/KPPU-L/2007 merupakan perkara yang dilaporkan ke KPPU. Berdasarkan laporan tersebut telah dilakukan serangkaian pemeriksaan oleh Tim Pemeriksa. Dalam penanganan perkara, diketahui bahwa tender pengadaan alat pembasmi/penyemprot nyamuk (mesin fogging) sebanyak 2000 unit tersebut dimenangkan oleh Terlapor I dengan nilai penawaran sebesar Rp 29.700.000.000 (Dua Puluh Sembilan Milyar Tujuh Ratus Juta Rupiah). Diketahui juga bahwa Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, dan Terlapor V menjadi peserta tender dengan menawarkan mesin fogging yang sama (BlancFog), milik Terlapor VI, dengan difasilitasi oleh M. Bahri, Ahmad Hidayat, Jeffry Bunyamin, dan Sugiarto Santoso. Untuk itu Majelis Komisi perlu untuk menilai perilaku para pelaku usaha (Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor
Halaman
167
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ V, dan Terlapor VI) dalam persekongkolan horizontal yang difasilitasi oleh pihak lain tersebut. Berdasarkan rangkaian pemeriksaan yang telah dilakukan oleh Tim Pemeriksa, Majelis Komisi menilai bahwa: a. Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV dan Terlapor V adalah perusahaan yang dipinjam oleh M. Bahri, Ahmad Hidayat, Jeffry Bunyamin dan Sugiarto Santoso dan secara bersama-sama menawarkan mesin fogging merek Blancfog
milik
Terlapor
VI
dalam
mengikuti
tender
pengadaan
alat
pembasmi/penyemprot nyamuk (mesin Fogging) di Biro Administrasi Wilayah Propinsi DKI Jakarta dengan imbalan berupa sejumlah uang (fee bendera). b. Dokumen penawaran Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV dan Terlapor V dibuat oleh M. Bahri, Ahmad Hidayat, Jeffry Bunyamin dan Sugiarto Santoso sehingga harga penawaran dapat diatur untuk diajukan oleh masingmasing Terlapor dan pada akhirnya mengatur salah satu diantara 5 (lima) perusahaan Terlapor tersebut menjadi pemenang. c. Walaupun dalam pembelaan dari Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV serta Terlapor V yang pada intinya menyatakan bahwa para terlapor tidak terlibat secara langsung maupun tidak langsung serta tidak mengetahui perusahaannya dipinjam dalam proses tender, namun alasan tersebut tidak dapat dijadikan dasar hukum oleh para terlapor untuk lepas dari tanggung jawab keterlibatan perusahaan dalam persekongkolan tender. d. Peminjaman perusahaan para terlapor oleh M. Bahri, Ahmad Hidayat, Jeffry Bunyamin dan Sugiarto Santoso adalah suatu perbuatan yang tidak dapat dibenarkan karena dapat mengurangi persaingan serta dapat menimbulkan kerugian bagi para pelaku usaha lain yang mengikuti proses tender sesuai dengan prosedur. e. Persekongkolan antara Terlapor VI dengan Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV dan Terlapor V yang difasilitasi oleh M. Bahri, Ahmad Hidayat, Jeffry Bunyamin dan Sugiarto Santoso melalui kesamaan merek yang ditawarkan (merek Blancfog) dan bahkan Terlapor VI telah memesan mesin fogging jauh sebelum penentuan pemenang tender. f.
Berdasarkan keterangan dari Terlapor VI sebagai agen tunggal merek Blancfog yang menyatakan alat penyemprot/mesin fogging bukanlah merupakan alat yang memiliki teknologi yang kompleks dan rumit, sehingga Majelis Komisi
Halaman
168
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ berpendapat Terlapor VII terlalu memaksakan penggunaan metode Merit Point System dalam proses tender; g. Majelis Komisi menemukan fakta Terlapor VIII mencantumkan mesin fogging merek Blancfog lengkap dengan spesifikasinya dalam permintaan patokan harga satuan kepada Biro Perlengkapan Propinsi DKI Jakarta berdasarkan Surat Edaran Sekretaris Daerah Propinsi DKI Jakarta No. 6/SE/2004 tanggal 3 Maret 2004 perihal Permohonan Usulan Patokan Harga Satuan. h. Surat Edaran Sekretaris Daerah Propinsi DKI Jakarta No. 6/SE/2004 tanggal 3 Maret 2004 perihal Permohonan Usulan Patokan Harga Satuan tersebut berpotensi mengurangi persaingan secara substansial. Sebelum memutus perkara ini, Majelis Komisi mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: 1. Karena mesin fogging merek BlancFog tersebut sudah didistribusikan ke seluruh kelurahan di wilayah Propinsi DKI Jakarta, maka Majelis Komisi tidak membatalkan tender pengadaan alat pembasmi/penyemprot nyamuk (mesin fogging) tersebut. 2. Bahwa Surat Edaran Sekretaris Daerah Propinsi DKI Jakarta No. 6/SE/2004 tanggal 3 Maret 2004 perihal Permohonan Usulan Patokan Harga Satuan tidak sesuai dengan Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta No. 108 Tahun 2003 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Propinsi DKI Jakarta, dan berpotensi menghambat persaingan karena pengguna barang/jasa harus sudah mencantumkan merek barang termasuk spesifikasinya secara lengkap ketika akan meminta patokan harga satuan kepada Biro Perlengkapan Propinsi DKI Jakarta. Sesuai tugas Komisi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35 huruf e UU No. 5/1999, maka Majelis Komisi dalam putusannya merekomendasikan kepada Komisi hal-hal sebagai berikut: 1. Merekomendasikan kepada Sekretaris Daerah Propinsi DKI Jakarta untuk mencabut Surat Edaran No. No. 6/SE/2004 tanggal 3 Maret 2004 perihal Permohonan Usulan Patokan Harga Satuan. 2. Memberikan rekomendasi kepada Direktorat Jenderal Pajak Republik Indonesia untuk meneliti laporan pajak dari Terlapor I dan Terlapor VI yang berkaitan dengan tender pengadaan mesin fogging di Biro Administrasi Wilayah Propinsi DKI Jakarta tahun 2006.
Halaman
169
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Berdasarkan alat bukti yang telah diuraikan di atas, maka pada tanggal 20 September 2007 Majelis Komisi memutuskan: 1. Menyatakan Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V, dan Terlapor VI terbukti melanggar ketentuan Pasal 22 UU No. 5 /1999; 2. Menyatakan Terlapor VII, dan Terlapor VIII tidak terbukti melanggar ketentuan Pasal 22 UU No. 5 /1999; 3. Menghukum Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, dan Terlapor V untuk tidak mengikuti tender pengadaan di lingkungan Pemerintah Daerah di Propinsi DKI Jakarta selama 2 (dua) tahun sejak putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap; 4. Menghukum Terlapor VI untuk tidak memasok barang/jasa di lingkungan Pemerintah Daerah di Propinsi DKI Jakarta selama 2 (dua) tahun sejak putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap; 5. Menghukum M. Bahri, Ahmad Hidayat, Jeffry Bunyamin dan Sugiarto Santoso untuk tidak terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam tender pengadaan di lingkungan Pemerintah Daerah di Propinsi DKI Jakarta selama 2 (dua) tahun sejak putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap; 6. Menghukum Terlapor I membayar ganti rugi sebesar Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN Jakarta I), beralamat di Jl. Ir. H. Juanda No. 19, Jakarta Pusat melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha); 7. Menghukum Terlapor II membayar ganti rugi sebesar Rp 10.000.000 (sepuluh juta rupiah) yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN Jakarta I), beralamat di Jl. Ir. H. Juanda No. 19, Jakarta Pusat melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha); 8. Menghukum Terlapor IV membayar ganti rugi sebesar Rp 15.000.000 (lima belas juta rupiah) yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN
Halaman
170
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Jakarta I), beralamat di Jl. Ir. H. Juanda No. 19, Jakarta Pusat melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha); 9. Menghukum Terlapor V membayar ganti rugi sebesar Rp 15.000.000 (lima belas juta rupiah) yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN Jakarta I), beralamat di Jl. Ir. H. Juanda No. 19, Jakarta Pusat melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha); 10. Menghukum Terlapor VI membayar ganti rugi sebesar Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN Jakarta I), beralamat di Jl. Ir. H. Juanda No. 19, Jakarta Pusat melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha).
Putusan Perkara No. 07/KPPU-L/2007 Kepemilikan Silang Yang Dilakukan Oleh Kelompok Usaha Temasek dan Praktek Monopoli Telkomsel
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melalui Majelis Komisi yang terdiri dari Dr. Syamsul Maarif, S.H., LL.M sebagai Ketua Majelis, Prof. Dr. Tresna P. Soemardi, Didik Akhmadi, Ak, M.Comm, Erwin Syahril, S.H. dan Dr. Sukarmi, S.H., M.H. masing-masing sebagai Anggota Majelis, telah memeriksa dan memutus perkara dugaan pelanggaran Pasal 27 huruf a UU No 5/1999 terkait dengan kepemilikan silang oleh Temasek Holdings, STT, STT Communication, Asia Mobile Holdings Company, Asia Mobile Holdings, Indonesia Communication Limited, Indonesia Communication Pte. Ltd., SingTel, SingTel Mobile (“Kelompok Usaha Temasek”) dan Pasal 17 ayat (1) dan Pasal 25 ayat (1) huruf b UU No 5 /1999 terkait dengan praktek monopoli dan penyalahgunaan posisi dominan oleh Telkomsel.
Halaman
171
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Terkait dengan Pelanggaran Pasal 27 huruf a UU No 5 Tahun 1999 Pada akhir tahun 2002 divestasi Indosat yang dimenangkan oleh STT, anak perusahaan yang sahamnya 100% dikuasai oleh Temasek, menyebabkan industri telekomunikasi seluler di Indonesia mengalami struktur kepemilikan silang. Hal ini disebabkan karena sebelum divestasi tersebut, saham Telkomsel yang merupakan operator seluler terbesar di Indonesia telah dimiliki oleh Temasek melalui anak perusahaannya yaitu Singtel dan SingTel Mobile, sehingga secara tidak langsung Kelompok Usaha Temasek telah menguasai pasar seluler Indonesia dengan menguasai Telkomsel dan Indosat secara tidak langsung. Skema kepemilikan silang tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Pangsa
pasar
Telkomsel
dan
Indosat
secara
bersama-sama
terus
mengalami peningkatan sejak terjadinya struktur kepemilikan silang sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut:
Halaman
172
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Tahun
Pangsa
Gabungan
Pendapatan
Pangsa
Pasar
Pendapatan
Usaha
Pasar XL
Telkomsel
Usaha
XL
dan Indosat
(dalam
(dalam
Secara
milyar)
milyar)
BersamaSama 2001
76.34%
6,688
2,073.03
23.66%
2002
83.58%
10,845
2,130.41
16.42%
Periode
2003
88.09%
16,264
2,198.06
11.91%
Cross-
2004
89.74%
22,107
2,528.48
10.26%
Ownership:
2005
90.97%
29,778
2,956.38
9.03%
2003-2006
2006
89.64%
38,373
4,437.17
10.36%
Rata-rata
89.61%
20032006
Adanya kemampuan pengendalian yang dilakukan oleh Kelompok Usaha Temasek
terhadap
Telkomsel
dan
Indosat
menyebabkan
melambatnya
perkembangan Indosat sehingga tidak efektif dalam bersaing dengan Telkomsel yang berakibat tidak kompetitifnya pasar industri seluler di Indonesia. Perlambatan perkembangan Indosat ditandai dengan pertumbuhan BTS yang secara relatif menurun dibanding dengan Telkomsel dan XL yang merupakan dua operator besar lainnya di Indonesia.
Terkait dengan pelanggaran Pasal 17 (1) dan 25(1)b UU No 5 Tahun 1999 Struktur kepemilikan silang Kelompok Usaha Temasek, menyebabkan adanya price-leadership dalam industri telekomunikasi di Indonesia. Telkomsel sebagai pemimpin pasar kemudian telah menetapkan harga jasa telekomunikasi seluler secara eksesif. Konsekuensi dari eksesif profit adalah operator menikmati eksesif profit dan konsumen mengalami kerugian (consumer loss). Perhitungan yang dilakukan Majelis Komisi menunjukkan kerugian yang dialami oleh konsumen layanan telekomunikasi seluler di Indonesia sejak tahun 2003 sampai dengan 2006 berkisar dari Rp 14,76498 Triliun sampai dengan Rp 30,80872 Triliun. Namun sesuai
Halaman
173
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ dengan ketentuan UU No 5/1999, Majelis Komisi dalam perkara ini tidak berada pada posisi yang berwenang menjatuhkan sanksi ganti rugi untuk konsumen. Selanjutnya selama berlangsungnya sidang, Majelis Komisi tidak menemukan adanya bukti-bukti bahwa Telkomsel telah membatasi perkembangan teknologi dalam industri seluler di Indonesia sehingga tidak melanggar Pasal 25(1) b UU No 5 Tahun 1999. Berdasarkan fakta dan bukti yang diperoleh selama Sidang Majelis, pada tanggal 19 November 2007 Majelis Komisi memutuskan: 1. Menyatakan bahwa Temasek Holdings, Pte. Ltd. bersama-sama dengan Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd., STT Communications Ltd., Asia Mobile Holding Company Pte. Ltd, Asia Mobile Holdings Pte. Ltd., Indonesia Communication
Limited, Indonesia Communication Pte. Ltd., Singapore
Telecommunications Ltd., dan Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 27 huruf a UU No 5 /1999. 2. Menyatakan bahwa PT. Telekomunikasi Selular terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 17 ayat (1) UU No 5 /1999. 3. Menyatakan bahwa PT. Telekomunikasi Selular tidak terbukti melanggar Pasal 25 ayat (1) huruf b UU No 5 /1999. 4. Memerintahkan kepada Temasek Holdings, Pte. Ltd., bersama-sama Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd., STT Communications Ltd., Asia Mobile Holding Company Pte. Ltd, Asia Mobile Holdings Pte. Ltd., Indonesia Communication
Limited, Indonesia Communication Pte. Ltd., Singapore
Telecommunications Ltd., dan Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd untuk menghentikan tindakan kepemilikan saham di PT. Telekomunikasi Selular dan PT.Indosat, Tbk. dengan cara melepas seluruh kepemilikan sahamnya di salah satu perusahaan yaitu PT. Telekomunikasi Selular atau PT.Indosat, Tbk. dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak putusan ini memiliki kekuatan hukum tetap. 5. Memerintahkan kepada Temasek Holdings, Pte. Ltd., bersama-sama Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd., STT Communications Ltd., Asia Mobile Holding Company Pte. Ltd, Asia Mobile Holdings Pte. Ltd., Indonesia Communication
Limited, Indonesia Communication Pte. Ltd., Singapore
Telecommunications Ltd., dan Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd untuk memutuskan perusahaan yang akan dilepas kepemilikan sahamnya serta melepaskan hak suara dan hak untuk mengangkat direksi dan komisaris pada
Halaman
174
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ salah satu perusahaan yang akan dilepas yaitu PT. Telekomunikasi Selular atau PT.Indosat, Tbk. sampai dengan dilepasnya saham secara keseluruhan sebagaimana diperintahkan pada diktum no. 4 di atas. 6. Pelepasan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada diktum no.4 di atas dilakukan dengan syarat sebagai berikut: a. untuk masing-masing pembeli dibatasi maksimal 5% dari total saham yang dilepas. b. pembeli tidak boleh terasosiasi dengan Temasek Holdings, Pte. Ltd. maupun pembeli lain dalam bentuk apa pun. 7. Menghukum Temasek Holdings, Pte. Ltd., Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd., STT Communications Ltd., Asia Mobile Holding Company Pte. Ltd, Asia Mobile Holdings Pte. Ltd., Indonesia Communication Limited, Indonesia Communication Pte. Ltd., Singapore Telecommunications Ltd., dan Singapore Telecom
Mobile
Pte.
Ltd
masing-masing
membayar
denda
sebesar
Rp.25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen Perdagangan Sekretariat Jenderal Satuan Kerja Komisi Pengawas
Persaingan
Usaha
melalui
bank
Pemerintah
dengan
kode
penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha). 8. Memerintahkan PT. Telekomunikasi Selular untuk menghentikan praktek pengenaan tarif tinggi dan menurunkan tarif layanan selular sekurang-kurangnya sebesar 15% (lima belas persen) dari tarif yang berlaku pada tanggal dibacakannya putusan ini. 9. Menghukum PT. Telekomunikasi Selular membayar denda sebesar Rp. Rp.25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen Perdagangan Sekretariat Jenderal Satuan Kerja Komisi Pengawas
Persaingan
Usaha
melalui
bank
Pemerintah
dengan
kode
penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha).
Halaman
175
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Putusan Perkara No. 08/KPPU-L/2007 Dinas Pertamanan dan Pemakaman Kota Bengkulu
Setelah melakukan pemeriksaan selama kurang lebih empat bulan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia (KPPU-RI) yang dalam hal ini Majelis Komisi Perkara Nomor: 08/KPPU-L/2007 telah mengambil putusan melalui Rapat Musyawarah Majelis Komisi pada hari Selasa, 28 Agustus 2007, dan membacakan putusannya tersebut dalam sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum pada hari Rabu, 29 Agustus 2007 di Kantor KPPU RI Pusat di Jakarta. Para Terlapor, yaitu Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Dinas Pertamanan dan Pemakaman Kota Bengkulu selaku Terlapor I, PT Multiyasa Anekadharma selaku Terlapor II, CV Lisma selaku Terlapor III, CV Arma Putra selaku Terlapor IV, PT Taruna Bhakti Perkasa selaku Terlapor V terbukti melakukan persekongkolan baik horizontal maupun vertikal dalam 5 Paket Tender Pengadaan dan Pemasangan Lampu Penerangan Jalan Umum dan Lampu Hias di Dinas Pertamanan dan Pemakaman Kota Bengkulu Tahun Anggaran 2006. Adapun kelima paket tender tersebut adalah Pengadaan dan Pemasangan PJU pada median jalan: dari Simpang Pd. Harapan s/d Simpang Km 8 dengan nilai Rp 945.387.000,- (Paket I); dari Simpang Km 8 s/d Simpang Polda dengan nilai Rp 600.454.000,- (Paket II); dari Simpang Polda s/d Simpang Pagar Dewa dengan nilai Rp 454.159.000,- (Paket III); Pengadaan dan Pemasangan Lampu Hias di: Rayon Teluk Segara dengan nilai Rp 667.500.000,- (Paket IV); dan di Rayon Nusa Indah dengan nilai Rp 467.500.000,- (Paket V). Paket I dan III dimenangkan oleh PT Multiyasa Anekadharma, Paket II dimenangkan oleh CV Lisma, dan Paket IV dan V dimenangkan oleh CV Arma Putra. Persekongkolan horizontal yang terjadi di antara sesama pelaku usaha yang merupakan peserta tender terbukti antara lain dengan adanya fakta pinjam meminjam perusahaan dan softcopy dokumen penawaran yang dilakukan oleh Para Terlapor. PT. Multiyasa Anekadharma yang mengikuti kelima paket tender ternyata meminjamkan perusahaannya kepada Sdr. Arief Sukarnawijaya (Paket I, II dan III) dan Sdr. Zikrisa Oktova (Paket IV dan V). Pimpinan Cabang PT Multiyasa Anekadharma Cabang Bengkulu, Sdr. Gasman Hadi, meminjamkan perusahaan tersebut dengan cara memasukkan nama Sdr. Arief Sukarnawijaya dan Sdr. Zikrisa Oktova sebagai Wakil Pimpinan Cabang PT Multiyasa Anekadharma Cabang
Halaman
176
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ Bengkulu dan Kuasa Direktur dalam Akta yang disahkan oleh Notaris Mufti Nokhman, S.H. di Bengkulu. Pengangkatan Wakil Pimpinan Cabang dan Kuasa Direktur tersebut tidak bersifat permanen karena hanya khusus ditujukan untuk mengikuti tender tersebut di atas. Masing-masing Wakil Pimpinan Cabang dan Kuasa Direktur tersebut memberikan fee sebesar 2,5% dari nilai tender kepada PT Multiyasa Anekadharma jika berhasil memenangkan tender. Selain meminjam PT Multiyasa Anekadharma, Sdr. Arief Sukarnawijaya juga mengikuti tender untuk kelima paket dengan cara meminjam PT Taruna Bhakti Perkasa dan menjadi Kuasa Direkturnya. Keikutsertaan PT Taruna Bhakti Perkasa sebagai
peserta
tender
adalah
hanya
untuk
memenuhi
syarat
dapat
dilaksanakannya tender yaitu minimal diikuti oleh 3 (tiga) peserta yang memasukkan penawaran. Sejak awal PT Taruna Bhakti Perkasa sudah dapat dipastikan gugur karena memiliki kualifikasi M (Menengah), sedangkan kualifikasi perusahaan yang dipersyaratkan baik dalam pengumuman tender maupun bestek adalah kualifikasi K (Kecil). Dalam mengikuti tender untuk Paket IV dan V, CV Arma Putra juga meminjamkan
perusahaan
kepada
Sdr.
Armen
Junaedi
dengan
cara
mengangkatnya sebagai Kuasa Direktur CV Arma Putra yang dimuat dalam Akta yang disahkan oleh Notaris Mufti Nokhman, S.H. di Bengkulu. Dalam mengikuti tender, Armen Junaedi yang berprofesi sebagai pembuat dokumen penawaran tender ini, dibiayai oleh Sdr. Teddy Wirajaya yang merupakan Direktur PT Cipta Jaya. Disamping pinjam meminjam perusahaan, para Terlapor yang merupakan peserta tender juga melakukan pinjam meminjam disket atau softcopy penawaran yang terbukti dengan ditemukannya persamaan-persamaan dokumen diantara para Terlapor termasuk persamaan kesalahan pengetikan pada dokumen penawaran para Terlapor. Sebagai contoh, terdapat beberapa persamaan dokumen penawaran antara CV Lisma dengan PT Multiyasa Anekadharma, dan antara CV Arma Putra dengan PT Multiyasa Anekadharma dimana Sdr. Armen Junaedi yang mewakili CV Arma Putra memberikan soft copy dokumen penawaran tender kepada Zikrisa Oktova yang mewakili PT Multiyasa Anekadharma. Peranan Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Dinas Pertamanan dan Pemakaman Kota Bengkulu dalam persekongkolan yang bersifat vertikal adalah dengan cara memfasilitasi para peserta tender untuk melakukan persekongkolan horizontal. Hal tersebut dilakukan dengan cara tidak mencantumkan baik dalam Bestek maupun Berita Acara Aanwijzing mengenai nama pemilik pekerjaan pada
Halaman
177
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ dokumen Jaminan Penawaran dan pihak yang seharusnya memasukkan dokumen penawaran secara langsung. Kedua hal yang tidak tercantum baik dalam Bestek maupun Berita Acara Aanwijzing tersebut dijadikan alat oleh Panitia untuk menggugurkan peserta tender. Dalam tender tersebut, Panitia tidak melakukan penelitian secara mendalam terhadap dokumen penawaran sehingga tidak memperhatikan bahwa Sdr. Arief Sukarnawijaya mengikuti tender di Paket I, II, dan III dengan dua perusahaan yaitu PT Taruna Bhakti Perkasa dan PT Multiyasa Anekadharma. Panitia juga tidak mencurigai adanya kemiripan dan kesamaan kesalahan pengetikan beberapa dokumen
penawaran
peserta
tender
yang
merupakan
indikasi
adanya
persekongkolan di antara para peserta tender. Dalam mengambil putusan terhadap perkara ini, Majelis Komisi telah mempertimbangkan hasil pemeriksaan termasuk keterangan dari seluruh Terlapor dan Saksi-saksi, pembelaan dari para Terlapor dan dokumen-dokumen terkait. Majelis Komisi kemudian memutuskan bahwa para Terlapor bersalah telah melanggar Pasal 22 UU No. 5/1999 tentang Persekongkolan dan menghukum PT. Multiyasa Anekadharma, CV. Lisma, CV. Arma Putra dan PT. Taruna Bhakti Perkasa untuk tidak mengikuti tender di seluruh instansi Pemerintah Kota Bengkulu selama 2 (dua) tahun sejak Putusan ini memiliki kekuatan hukum tetap, dan jika amar tersebut dilanggar, maka Majelis Komisi menghukum masing-masing Terlapor peserta tender untuk membayar denda sebesar Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
Halaman
178
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________
LAMPIRAN
2 PERKEMBANGAN PENANGANAN LAPORAN PERIODE JANUARI – DESEMBER 2007 Tabel Perkembangan Penanganan Laporan
NO 1
PERIHAL Pernyataan sikap
SUBSTANSI LAPORAN
STATUS
Pelapor menyampaikan pernyataan sikap berkaitan dengan
atas
rencana
Pembangunan
Terminal Kota Prabumulih Palembang.
pembangunan
pasar
modern
(mall)
di
lahan
KATEGORI LAPORAN
Penelitian
Bukan
Sekretariat
Laporan
Penelitian
Persekongko
Sekretariat
lan tender
Pasar Modern di Lahan Terminal
Pelapor menolak pembangunan pasar modern dengan alasan
Kota Prabumulih
sebagai berikut: 1. Mall yang akan dibangun berhadapan langsung dengan pasar tradisional. 2. Pembangunan mall melanggar SK Menperindag No. 420/MPP/Kep/10/1997
tentang
Pedoman
Penataan
Pembinaan Pasar dan Pertokoan. 3. Melanggar SK Menperindag No. 261/MPP/Kep/7/1997 tentang Pembentukan Tim Penataan Pembinaan Pasar dan Pertokoan. 2
Dugaan
Pelapor menduga telah terjadi persekongkolan dengan cara
persekongkolan
melawan hukum yaitu;
dengan cara
1. Pelapor mempunyai lahan kosong di Kec. Margahayu,
Halaman
179
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________
NO
PERIHAL
SUBSTANSI LAPORAN
melawan hukum
STATUS
KATEGORI LAPORAN
Bandung dan mengajukan permohonan izin mendirikan SPBU kepada PT Pertamina. 2. Pada saat yang sama, ada pihak lain (Agus Sadikin) mengajukan permohonan izin mendirikan SPBU dekat lahan Pelapor. 3. PT Pertamina menolak kedua permohonan tersebut, tetapi memberi izin kepada Pihak Ketiga diatas lahan Agus Sadikin.
3
Dugaan
Pelapor menyampaikan telah terjadi persekongkolan dalam
Persekongko
persekongkolan
tender pengadaan Alat Penguji Kendaraan Bermotor di Dinas
lan tender
tender
Perhubungan Kabupaten Labuhan Batu, dengan indikasi
pengadaan Alat
sebagi berikut;
Penguji
a.
Kendaraan Bermotor di
Peserta
lelang
yang
memenuhi
syarat
hanya
3
perusahaan. b.
Harga yang ditawarkan ketiga perusahaan tersebut
Dinas
hanya memiliki selisih yang tidak signifikan dan tidak
Perhubungan
jauh dari pagu.
Kabupaten
c.
Persyaratan lelang memuat harus ada dukungan pabrik
Labuhan Batu,
dan ketiga peserta tender tersebut didukung oleh pabrik
Sumatera Utara
yang sama. Nilai proyek tender adalah 2 Milyar
4
Dugaan
Pelapor menyampaikan telah terjadi persekongkolan dalam
Persekongk
persekongkolan
lelang pengadaan bibit tanaman hutan dan buah-buahan,
olan tender
dalam lelang
dengan indikasi sebagai berikut;
Pengadaan Bibit
a.
tanaman hutan dan buah-buahan
Kepala
DAS
Cimanuk
Citanduy
dan
Panitia
lelang
membuat persyaratan lelang yang mengada-ada. b.
Sebelum lelang telah terjadi persekongkolan karena
di BP DAS
paket-paket tertentu diberi syarat khusus yaitu untuk
Cimanuk
satu kabupaten/kota bibitnya sama tetapi sertifikatnya
Citanduy
berbeda-beda. c.
Panitia lelang bersama-sama Kepala DAS Cimanuk Citanduy merubah sebagian dari isi Dokumen Lelang.
Tender dibagi dengan 15 Paket senilai 10 Milyar. 5
Dugaan
Pelapor
menyampaikan
telah
persekongkolan
pengadaan Oil Boom, Oil Dispersant dan CCTV di Direktorat
Halaman
terjadi
180
persekongkolan
Laporan Tahun 2007
Persekongko lan tender
_____________________________________________________________________
NO
PERIHAL
STATUS
tender
Pemasaran & Niaga PT Pertamina, dengan indikasi sebagai
pengadaan Oil
berikut;
Boom, Oil
1.
Pada
pengumuman
tender
Dispersant dan
Prakualifikasi
CCTV di
spesifikasi dan lain-lain.
Direktorat
6
SUBSTANSI LAPORAN
2.
Setelah
lulus
tidak
dan
saat
menyebutkan
prakualifikasi
para
KATEGORI LAPORAN
Penjelasan
tentang peserta
merek, membeli
Pemasaran &
dokumen tender dan dalam Dokumen Tender telah
Niaga PT
mencamtumkan brand/merk (acceptable brands) yang
Pertamina
mengacu pada suatu produk tertentu.
Dugaan
Pelapor menyampaikan ada dugaan persekongkolan dalam
Persekongko
persekongkolan
beberapa tender yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah
lan tender
dalam
di Prop. Sumatera Barat pada Tahun 2006.
pelaksanaan
1. Tender Pengadaan Alat Kesehatan di RSUD Dr. Muh. Zein
lelang
Painan, dengan indikasi sbb;
dibeberapa
a.
instansi pemerintah di
Pemenang
tender
adalah
yang
memiliki
harga
penawaran lebih tinggi. b.
Sole
agent
memberikan
peryaratan
teknis
yang
Propinsi
berbeda-beda antara pemenang lelang dan rekanan
Sumatera Barat
lain. 2. Tender Pengadaan alat laboratorium SMP dan SMA di Dinas Pendidikan, dengan indikasi; 3. Bahwa Pelapor digugurkan
dengan alasan perusahaan
Pelapor tidak memiliki pengalaman selama 3 tahun. 4. Tender pengadaan Komputer SMA dan SMK
di Dinas
Pendidikan, dengan indikasi; bahwa Pelapor digugurkan oleh Panitia saat pembukaan dokumen penawaran karena sampul dokumen pelapor tidak di lak. 5. Tender Pengadaan dan Pendistribusian Pakaian, Sepatu, Tas, BUku, dll untuk Sekolah Dasar Minoritas Terbelakang dan Tidak Mampu di Dinas Pendidikan, dengan indikasi bahwa
sampai
sekarang
pemenang
lelang
belum
diumumkan baik secara tertulis maupun tidak tertulis. 6. Tender
Pengadaan
HPCL
(High
Performance
Liquid
Chromathography dan Gas Chromathography di Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikulkura, dengan indikasi; bahwa pemenang adalah peserta lelang yang memiliki penawaran yang jauh lebih tinggi.
Halaman
181
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________
NO
PERIHAL
SUBSTANSI LAPORAN
STATUS
KATEGORI LAPORAN
7. Tender Pengadaan Bantuan (Ternak/Sapi) untuk Usaha Ekonomi Produktif (UEP) Fakir Miskin sebanyak 300 KK di Kabupaten Solok, Limapuluh Kota dan Pasaman di Dinas Sosial, dengan indikasi; a.
Bahwa
peserta
yang
lulus
adalah
peserta
yang
menawarkan harga diatas 6 milyar. b.
Adanya
beberapa
peserta
yang
merekayasa
pengalaman kerja. 7
Dugaan
Pelapor menyampaikan telah terjadi persekongkolan untuk
persekongkolan
memenangkan
dalam pelaksanaan
CV
Borneo
Interprise
Native
sebagai
pemenang lelang dengan indikasi sebagai berikut; dalam proposal teknis padahal sistem evaluasi yang
pengadaan Bibit
digunakan Panitia adalah Merit Point. 2. CV Borneo Interprise Native sebagai pemenang lelang
Dinas
mendapat Jaminan Supply dalam bentuk kerjasama dari
Perkebunan
Koperasi
Kalimantan Selatan
lan tender
1. Pelapor digugurkan dengan alasan SPEK Teknis tergabung
tender Kelapa Sawit di
Persekongko
Karya
Bersama
yang
merupakan
Koperasi
Karyawan PNS Dinas Perkebunan Prop. Kal. Selatan. 3. Dalam RKS telah ditetapkan syarat teknis yaitu ukuran polibeg minimal ukuran 30 cm, namun fakta dilapangan ukuran polibeg pemenang (CV Borneo Interprise Native) tidak memenuhi syarat minimal tersebut. 4. Adanya kekeliruan
dan kejanggalan dari surat yang
dikeluarkan oleh Panitia yaitu nomor surat sama tetapi tanggal berbeda. Nilai HPS tender tersebut adalah Rp. 4.404.892.800,8
Laporan
Pelapor
persaingan tidak
sekelompok orang didepan pintu masuk ruangan Pemasukan
sehat pada
Penawaran Pelelangan Proyek Paket Peningkatan Jalan dan
tender di Propinsi
Jembatan di Propinsi Bangka Belitung APBN 2007.
menyampaikan
adanya
penghadangan
Bangka Belitung.
Halaman
182
Laporan Tahun 2007
oleh
Persekongko lan tender
_____________________________________________________________________
NO 9
PERIHAL
SUBSTANSI LAPORAN
STATUS
KATEGORI LAPORAN
Dugaan adanya
Pelapor menduga telah terjadi rekayasa dalam menentukan
Penelitian
Persekongko
rekayasa pada
pemenang
sekretariat
lan tender
lelang di Bagian
Kontrak Jasrum PT Pertamina UP V Balikpapan.
dalam
pelaksanaan
tender-tender
di
Bagian
Kontrak-Jasrum PT Pertamina UP
Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;
V Balikpapan
1. pada pelaksanaan lelang panitia dinilai tidak mengikuti ketentuan SK Dirut Pertamina No. 036/C0000/2004-S0. 2. Panitia memungut biaya penggantian dokumen yang nilainya bervariasi tergantung dari nilai proyek. 3. sistem evaluasi yang dilakukan tidak jelas dan tidak mengacu
pada
Keppres
80/2003
dan
SK
No.
036/C00000/2004/S0. 10
Dugaan
Pelapor
pada
Penelitian
Persekongko
persekongkolan
pelaksanaan lelang pengadaan pupuk tablet, herbisida dan
sekretariat
lan tender
pada
bibit
pelaksanaan
Martapura.
menduga
karet
telah
okulasi
di
terjadi Dinas
persekongkolan
Perkebunan
Kab.
Banjar
lelang Pengadaan Pupuk dan Bibit
Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;
Karet di Dinas
1. Terdapat
kesepakatan
bersama
untuk
menentukan
Perkebunan Kab.
pemenang yang dibuat dua hari sebelum pemasukan
Banjar Martapura
dokumen. Kesepakatan tersebut adalah sebagai berikut; a. Paket Pupuk dimenangkan oleh CV IRMA; b. Paket Herbisida dimenangkan oleh CV Yunita; c. Paket Bibit Karet Okulasi dimenangkan oleh CV Bina Karya 2. Pertemuan dilakukan di RM Lesehan di pinggir irigasi kab. Banjar dengan dimoderatori oleh Ir. Suyadi seorang PNS
di
Kab.
menyepakati
Banjar.
pembagian
Pertemuan uang
tersebut
kompensasi
juga
kepada
peserta yang tidak lolos sebesar 5% dari total nilai kontrak dan seluruh pemenang adalah perusahaan yang berdomisili di Kab. Banjar. 3. Panitia pada saat memasukan dokumen penawaran tidak menyediakan kotak penawaran. Baru pada saat waktu pemasukan mengeluarkan
penawaran kotak
berakhir
penawaran
yang
panitia sudah
baru berisi
penawaran dari para peserta yang sebelumnya telah
Halaman
183
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________
NO
PERIHAL
SUBSTANSI LAPORAN
STATUS
KATEGORI LAPORAN
bersepakat. 4. Pelapor tidak dapat memasukan dokumen penawaran karena dihadang oleh sekelompok orang dan kotak penawaran tidak tersedia. 5. Setelah pemasukan penawaran selesai, Sdr. Ardiansyah Direktur CV Yunita membagikan uang Rp. 825.000 kepada para peserta yang terdaftar. 11
Tender
Pelapor menduga telah terjadi pelanggaran Pasal 22 UU No.
Penelitian
Persekongko
pengadaan dan
5 tahun 1999 pada proses pelelangan pengadaan dan
laporan
lan tender
instalasi UPS di
instalasi UPS di PT Geo Dipa Energy tahun 2006.
PT Geo Dipa Energy
Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut; 1. Panitia tidak menjelaskan pagu dana maupun harga perkiraan sendiri dari UPS yang diminta. 2. Pada saat pembukaan dokumen penawaran, panitia tidak melibatkan saksi dari peserta. Semua dokumen diperiksa oleh panitia sendiri. 3. Panitia
mengesahkan
penawaran
dari
peserta
yang
menawarkan barang merk AMITEK tetapi surat dukungan dari ATPM merk lain. 4. Panitia
memperlambat
penyampaian
pengumuman
pemenang dengan alasan no fax pelapor salah. Sehingga pelapor tidak dapat melakukan sanggahan karena waktu sanggah sudah lewat. 5. PT Erico selaku pemenang lelang hanya merupakan perusahaan yang dipinjam oleh Sdr. Sudarsono. 12
Pengaduan
Pengaduan dari Yayasan Soaraja Botto Cempaka Kec. Dua
Laporan
Bukan
perihal
Pitue Kab. Sidenreng Rappang Prop Sulawesi Selatan perihal
tidak
Kewenangan
pemblokiran
dugaan adanya pemblokiran terhadap permohonan bantuan
lengkap
KPPU
permohonan
dana.
bantuan 13
Lelang saham
Pelapor menduga telah terjadi pelanggaran Pasal 22 UU No.
Penelitian
Persekongko
Manulife
5 tahun 1999 oleh PT Dharmala Sakti Sejahtera dalam
Sekretariat
lan tender
proses pelelangan Saham PT
Asuransi Jiwa
Manulife
Indonesia (AJMI).
Halaman
184
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________
NO
PERIHAL
SUBSTANSI LAPORAN Indikasi
pelanggaran yang
STATUS
disampaikan adalah
KATEGORI LAPORAN
sebagai
berikut: 1. Pengumuman lelang isinya bertolak belakang dengan isi risalah lelang. Didalam risalah lelang disebutkan bahwa permintaan lelang diajukan oleh Ari Ahmad Effendi selaku kurator, namun dalam pengumuman di Harian Suara Pembaruan lelang dilakukan atas permintaan RUPS PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia. 2. Jangka waktu pelaksanaan lelang dengan pengumuman lelang di media massa hanya satu minggu, sehingga dianggap terlalu singkat untuk melakukan due diligent. 3. Peserta lelang hanya satu yaitu The Manufactur Life Insurance Company (MILC) dengan nilai penawaran Rp. 170.000.000.000,4. PT
AJMI
persetujuan
dan
MLIC
dari
diketahui
Departemen
telah
memperoleh
Keuangan
atas
permohonan pengambilalihan saham PT Dharmala Sakti Sejahtera dua minggu sebelum lelang diumumkan. 14
Tender pekerjaan
Pelapor menduga telah terjadi persaingan tidak sehat pada
Laporan
Persekongko
jasa kebersihan
pelaksanaan lelang Pekerjaan Jasa Kebersihan Terminal II
tidak
lan tender
Angkasa Pura II
Bandara Soekarno Hatta Cengkareng tahun 2006.
lengkap
Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut; a. Pemenang lelang adalah peserta yang telah menang dalam 4 tahun terakhir. b. Nilai penawaran pemenang dianggap tidak masuk akal, karena menurut perhitungan pelapor, pemenang tender tidak akan sanggup mengerjakan sesuai ketentuan di RKS. 15
Distribusi Gula
Dugaan praktek monopoli pada usaha distribusi gula impor di
Penelitian
Impor
Sulawesi Tengah. Indikasi yang disampaikan adalah sebagai
Sekretariat
berikut: 1. PT PN XI selalu membongkar gula impor untuk propinsi Sulawesi Tengah sebanyak 4.000 Ton di Pelabuhan Soekarno–Hatta Makassar, bukan di Pelabuhan Pantoloan Palu.
Halaman
185
Laporan Tahun 2007
Monopoli
_____________________________________________________________________
NO
PERIHAL
SUBSTANSI LAPORAN
STATUS
KATEGORI LAPORAN
2. PTPN XI hanya memberikan informasi mengenai batas waktu pembayaran tahap I sebesar 40% dari total harga tebusan hanya kepada PT Padi Mas Prima Makassar. Perusahaan
distributor
direkomendasikan
oleh
gula Dinas
di
Palu
Perindagkop
yang Propinsi
Sulawesi Tengah. 16
Tender konsultan
Pelapor menduga proses prakualifikasi tender konsultan
Penelitian
Persekongko
Study Master
pekerjaan studi master plan sistem sumatera yang dilakukan
sekretariat
lan tender
Plan Sistem
di PT PLN P3B Sumatera tidak kompetitif.
Sumatera di PLN P3B Sumatera
Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut; 1. Konsultan APS dari Malaysia diduga telah memberikan “service” kepada pejabat PLN pada saat berkunjung ke Malaysia. 2. Diduga Konsultan APS juga merupakan pemenang tender konsultan untuk Studi Interkoneksi Jawa–Bali. 3. PT PLN akan melakukan penunjukkan langsung untuk jasa
konsultan
perorangan
di
PLN
Pusat
dimana
beberapa bagian pekerjaannya sama dengan lingkup pekerjaan interkoneksi Jawa - Bali. 17
Persaingan usaha
Pelapor menduga PT Dinamika Indonusa Prima (DIP) telah
Penelitian
Persekongko
tidak sehat oleh
melakukan praktek persaingan usaha tidak sehat. PT DIP
sekretariat
lan tender
PT Dinamika
adalah produsen kasur pegas merk AIRLAND.
Indonusa Prima Pelapor adalah supplier kasur pegas untuk kebutuhan PT Badak Natural Gas Liquefaction. Sesuai dengan Purchase Order No. 004/BM40/2007-412 perihal pemesanan 190 unit kasur pegas merk Airland dengan ketentuan kesamaan dan kesetaraan (silent or equal). Pelapor kemudian membeli tunai kasur pegas merk Koala by Airland kepada PT DIP. Tetapi oleh PT Badak ditolak dengan alasan
produk
yang
diserahkan
bukan
merk
Airland
sebagaimana dalam Purchase Order.
Halaman
186
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________
NO 18
PERIHAL
SUBSTANSI LAPORAN
STATUS
Permohonan
Pelapor menyampaikan bahwa telah terjadi sengketa bisnis
Penelitian
Tanggapan atas
antara Pelapor dengan PT Telekominikasi Indonesia, dengan
Sekretariat
Sengketa Bisnis
permasalahan sebagai berikut;
PT Starcom
1.Bahwa
pelapor
adalah
pelaku
usaha
yang
dibidang multimedia berbasiskan internet protocol yang
dengan PT
salah satunya menyediakan broadband internet kepada
Telkom
operator luar negeri. 2.Bahwa
pelapor
dengan
PT
Telkom
LAPORAN
bergerak
Solusindo
Indonesia
KATEGORI
Indonesia
telah
menandatangani Surat Kontrak Berlangganan Sambungan Telekomunikasi Model Tel-2. 19
Dugaan
KPD
Persekongkolan
Persekongkolan tender dalam 145 Paket Pekerjaan pada
tender dalam
Dinas Pendidikan Nasional Propinsi Sumatera Utara.
145 Paket
Indikasi persekongkolan adalah;
Pekerjaan pada
1. Tender terdiri dari 145 paket yang diumumkan pada
Medan
menyampaikan
resume
laporan
Dinas Pendidikan
tanggal
Nasional Propinsi
libur/sabtu bukan diumumkan pada hari kerja.
Sumatera Utara
21
Oktober
2006
yang
Dugaan
merupakan
Penelitian
Persekongko
Sekretariat
lan tender
Monopoli
hari
2. Panitia tender menginapkan dokumen penawaran selama 3 hari sejak penutupan penyerahan dokumen sehingga menyebabkan ada dugaan potensi post bidding. 3. Dari informasi yang diperoleh telah terjadi pinjammeminjam perusahaan hal ini dibuktikan dengan alamat perusahaan yang berbeda-beda. Nilai pekerjaan adalah Rp. 70.264.459.000,-
20
Persaingan usaha
Pelapor menyampaikan bahwa telah terjadi persaingan usaha
Penelitian
Tidak Sehat
tidak sehat dalam ekspor Labi-labi di Kalimantan Timur
Sekretariat
dalam ekspor
dengan indikasi sebagai berikut :
Labi-Labi di
1. Bahwa kuota ekspor labi-labi ditentukan oleh SK
Kalimantan
Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi
Timur
Agro Asia Tunggal yang berlaku sejak tanggal 1 Jan 2006 s/d 31 Des 2006. 2. Bahwa pelapor menduga adanya monopoli ekspor labi-labi yang dilakukan Ting Ham (CV. Agro Asia Tunggal). 3. Adanya
dugaan
bahwa
Halaman
CV
187
Agro
Asia
Tunggal
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________
NO
PERIHAL
SUBSTANSI LAPORAN
STATUS
KATEGORI LAPORAN
menghalangi masuknya UD Daisa Sagena sebagai pesaing dalam ekspor labi-labi. 21
Laporan
Pelapor
menyampaikan
adanya
kejanggalan-kejanggalan
Pembatalan
dalam proses lelang pekerjaan jasa borongan untuk kegiatan
lelang
implementasi rehabilitasi gedung pendidikan pasca gempa
Penelitian
Persekongko
Sekretariat
lan tender
bumi di Prop. Jawa tengah dan pengembangan Poliklinik. PMI Cabang Klaten antara lain: 1. Pengumuman pendaftaran dilakukan pada tanggal 5-8 Feb 2007 dan aanwizjing dilakukan pada tanggal 8 Feb 2007. 2. Panitia tidak melakukan aanwizjing untuk peninjauan lapangan. 22
Laporan dugaan
Pelapor menyampaikan ada dugaan pelanggaran UU No. 5
Penelitian
Penguasaan
pelanggaran
Tahun 1999 yang dilakukan EMI Music South East Asia, EMI
Sekretariat
Pasar
terhadap UU No.
Indonesia, Arnel Affandy, antara lain;
5 Tahun 1999
a.
EMI Asia, EMI Indonesia dibantu oleh Arnel Affandy
yang dilakukan
melakukan
EMI Music South
(pembajakan) artis Dewa 19 dan upaya-upaya untuk
East Asia, EMI
membajak Arri Lasso.
Indonesia, Arnel
b.
Affandy
pengambilalihan
pengelolaan
eksklusif
EMI Asia dan EMI Indonesia secara bersama-sama melakukan tindakan anti persaingan raising rival cost untuk menghalang-halangi Aquarius untuk melakukan kegiatan yang sama dalam pasar bersangkutan.
c.
EMI Asia, EMI Indonesia dan Arnel Affandy bersekongkol untuk mendapatkan informasi tentang segala hal terkait dengan kerjasama diantara artis-artis khususnya Dewa 19, Ari Lasso dengan Aquarius.
23
Laporan
Pasal 19 UU No 5 Tahun 1999 yang dilakukan oleh PT
Penelitian
Penguasaan
pelanggaran
Krakatau Lampung Tourism development
seketariat
pasar
pasal 19 UU No.
bahwa;
5 Tahun 1999
i.
yang dilakukan oleh PT Krakatau
dengan indikasi
Pembatalan dan penghalangan pembangunan jaringan listrik PLN menuju usaha Pelapor.
ii.
Pihak PT Krakatau Lampung Tourism Development dan
Lampung
pemda
Tourism
jaringan listrik karena sebagian besar lahan belum
keberatan
keberatan
Halaman
dengan
188
pembangunan
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________
NO
PERIHAL development
24
SUBSTANSI LAPORAN
STATUS
KATEGORI LAPORAN
dibebaskan.
Penunjukan
Pelapor menduga telah terjadi pelanggaran UU No. 5 tahun
langsung Rehab
1999
Gedung SD di
Gedung SD di Propinsi Sumatera Utara tahun 2006.
pada
proses
pelaksanaan
proyek
Rehabilitasi
46
Penelitian
Persekongko
Sekretariat
lan tender
SUMUT Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut: a.
Proyek
dilaksanakan
dengan
sistem
penunjukan
langsung padahal anggarannya adalah Rp. 7 milyar lebih. b.
Proses penunjukan langsung tidak dilakukan dengan cara yang transparan.
c.
Diduga
dari
46
perusahaan
yang
mendapat
pekerjaan, hanya 7 yang Sertifikat Badan Usahanya terdaftar di LPJK Sumut, 6 perusahaan dipertanyakan SBUnya dan 33 perusahaan tidak memiliki SBU. 25
Persaingan tidak
Pelapor menduga telah terjadi persaingan usaha tidak sehat Buku Daftar Persekongko
sehat pada
pada tender Badak Catering and room services.
Penghentian
Tender Badak Catering and Room Services di PT Vico Indonesia Kaltim
Pelaporan Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut; 1. Pelapor telah mendaftar sebagai peserta tetapi tidak diundang dalam pre-bid meeting. 2. Panitia
kemudian
melakukan
re-tender
atas
keberatan pelapor. 3. Namun kemudian panitia membatalkan re-tender tersebut dan menunjuk PT Anugerah Jasa Caterindo sebagai penyedia jasa untuk jangka waktu 3 bulan. 4. Kemudian dilakukan tender baru dimana pelapor awalnya sebagai pemenangnya, tetapi kemudian pelapor
didiskualifikasi
dikarenakan
tidak
menyertakan certifikat dari tenaga ahli padahal para peserta lainnya tidak diharuskan untuk menyertakan certifikat dari tenaga ahli. 5. Adanya
dugaan
bahwa
panitia
melakukan
diskriminasi terhadap pelapor serta dugaan adanya persekongkolan antara panitia dengan PT Anugrah Jasa Caterindo.
Halaman
189
Laporan Tahun 2007
lan tender
_____________________________________________________________________
NO 26
PERIHAL
SUBSTANSI LAPORAN
STATUS
KATEGORI LAPORAN
Jabatan rangkap
Pelapor menyampaikan bahwa telah terjadi pelanggaran UU
Penelitian
Jabatan
pada PT. Medan
No. 5 tahun 1999 mengenai jabatan rangkap dan pemilikan
Sekretariat
Rangkap
Andalas dan PT.
saham di PT. Medan Andalas dan PT. Sumatera Raya, yang
Sumatera Raya
didirikan di Jakarta.
dan Pemilikan
di Jakarta.
Saham Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut : 1. Pada tanggal 5 November tahun 2001 didirikan PT. Medan Andalas di Jakarta yang bergerak di bidang transportasi dengan
angkutan
nama
penumpang
Family
Taksi.
Di
umum sini
taksi
terlapor
berkedudukan sebagai pemilik saham dan Direktur PT. Medan Andalas. 2. Pada tanggal 25 Februari tahun 2005 didirikan PT. Sumatera Raya di Jakarta yang bergerak di bidang yang sama, yaitu penumpang
umum
bidang transportasi angkutan taksi.
Di
sini
terlapor
I
berkedudukan sebagai pemilik saham dan Komisaris Utama PT. Sumatera Raya, sementara terlapor II berkedudukan sebagai pemilik saham dan Direktur PT. Sumatera Raya. 27
Persekongkolan
Pelapor menyampaikan bahwa telah terjadi persekongkolan
Penelitian
Persekongko
untuk merebut
antara terlapor dengan pihak tertentu di jajaran pemerintah
Sekretariat
lan tender
pesanan
Kabupaten Labuhan Batu.
terhadap T.B Oloan Lubis.
Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut : 1. Pelapor telah mendapatkan pesanan alat peraga dan buku-buku
sekolah
yang
bersumber
dari
Dana
Alokasi Khusus (DAK), yang telah ditandatangani oleh beberapa kepala sekolah dan komite sekolah di Kabupaten Labuhan Batu. 2. Namun pesanan tersebut tidak terlaksana karena adanya
intervensi
dari
terlapor
yang
disinyalir
mempunyai hubungan khusus dengan orang-orang tertentu di jajaran pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, dimana terlapor memaksa beberapa Kepala Sekolah untuk mengalihkan sumber dana DAK ke rekening terlapor
Halaman
190
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________
NO 28
PERIHAL
SUBSTANSI LAPORAN
STATUS
KATEGORI LAPORAN
Dugaan
Pelapor menduga telah terjadi persekongkolan pada proses
Penelitian
Persekongko
persekongkolan
pengadaan 3 mobil Puskesmas Keliling pada Dinas Kesehatan
Sekretariat
lan tender
tender
Kabupaten Bondowoso tahun 2007 senilai Rp. 591.750.000,-
pengadaan mobil puskesmas di
29
Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;
Dinas Kesehatan
1. Diduga tidak dilakukan pengumuman pelelangan.
Bondowoso
2. Tidak dilakukan melalui pelelangan umum.
Permohonan
Surat dari Deputi Bidang Pengawasan Menteri PAN perihal
Laporan
Bukan
Tanggapan dari
permohonan untuk menanggapi surat pengaduan dari Sdr.
tidak
Laporan
MenPAN
Ichwan yang telah disampaiakan ke Tromol POS 5000.
lengkap
Sekretariat telah menjawab surat permohonan tersebut. 30
Dugaan
Pelapor menduga telah terjadi persaingan usaha tidak sehat
Pelanggaran UU
pada
No. 5 tahun 1999
Melawai Blok M.
Penelitian
Persekongko
Sekretariat
lan tender
Pelapor menduga Indonesian Reptile and Ampibie Trade
Penelitian
Monopoli
Association (IRATA) telah melakukan monopoli ekspor kulit
Sekretariat
proses
penunjukan
langsung
Pengembang
Pasar
pada pembangunan
Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;
kembali Pasar
1. Penunjukan PT Melawai Jaya Realty sebagai pengembang
Melawai Blok M
tidak transparan. 2. Modal yang disetor PT MJR sebesar Rp. 400 juta sedangkan proyek yang dilaksanakan sebesar Rp. 494 Milyar. 3. PT MJR sebelumnya bernama PT Inter Buana Semesta yang berdiri 4 bulan sebelum pasar Melawai terbakar. 4. PT
MJR
didirikan
4
hari
sebelum
PD
Pasar
Jaya
mengumumkan peremajaan Pasar Melawai. 5. Dua
setengah
bulan
setelah
ditetapkan
sebagai
pengembang, PT Mega Kirana Sentosa selaku pemilik saham PT MJR menjual semua sahamnya ke PT Sunter Agung dan PT Wijaya Wisesa. 31
Monopoli ekspor Kulit Reptil
reptil di Indonesia. Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;
Halaman
191
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________
NO
PERIHAL
SUBSTANSI LAPORAN 1. Dirjen
Sumber
kehutanan
daya
setiap
alam
bulan
dan
maret
hutan
STATUS
KATEGORI LAPORAN
departemen
mengeluarkan
kuota
ekspor kulit reptil. 2. Saat ini hampir 80% dari kuota tersebut dikuasai oleh sebagian kecil anggota IRATA. 3. Kelompok tersebut adalah teman-teman George Saputra selaku ketua IRATA. 32
Dugaan
Pelapor menduga telah terjadi persekongkolan pada proses
persekongkolan
pelelangan kegiatan peningkatan jalan di Dinas Pekerjaan
pada tender
Umum Kab. Banyuasin Sumatera Selatan. Paket Pekerjaan
peningkatan
yang ditenderkan adalah;
jalan di Kab.
Lubuk Lancang – Teluk Betung – Tanah Kering;
Banyuasin
Pangkalan Balai – Pengumbuh;
Sumatera Barat
Pangkalan Balai – Lubuk Saung;
Penelitian
Persekongko
Sekretariat
lan tender
Penelitian
penguasaan
Sekretariat
pasar
Sp Tanjung Beringin – Rimba Alai dan Sp. Rambutan Mendal – Mendil. Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut; 1. Pelapor sebagai penawar terendah digugurkan pada 3 paket. 2. Terdapat beberapa peserta yang digugurkan pada satu paket tetapi menjadi pemenang pada paket yang lain. 3. Pelapor tidak pernah diklarifikasi. 4. Panitia tidak memiliki alasan yang jelas dalam menggugurkan pelapor. 33
Dugaan
Pelapor menduga telah terjadi pelanggaran Pasal 19 dan 25
pelanggaran UU
UU No. 5 tahun 1999 oleh PT Inti Cemerlang Agung pada
No. 5 tahun 1999
kegiatan usaha pengelolaan air bersih dan IKK di Kompleks Perumahan Kemang Pratama Bekasi. Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut; 1. Terlapor melarang semua warga RW 36 mengelola sendiri air bersih dan Keamanan. 2. Terlapor merupakan satu-satunya pengelola air bersih dan keamanan di Perumahan Kemang Pratama.
Halaman
192
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________
NO 34
PERIHAL
SUBSTANSI LAPORAN
STATUS
Usulan kepada
Usulan dari H. Nandang Suhdana perihal revisi Keppres No.
Bappenas
80 tahun 2003 kepada Kepala BAPPENAS.
berkaitan dengan
KATEGORI LAPORAN
Laporan
Bukan
tidak
Laporan
lengkap
Keppres 80 th 2003 35
Tender Alat
Pelapor
Kesehatan di
pelaksanaan tender pengadaan alat kesehatan di RSUD
RSUD Brebes
Brebes Tahun Anggaran 2006. sumber dana dari ABT APBD
dana ABT APBD
Kab. Brebes senilai Rp. 2.183.000.000.-.
menduga
telah
terjadi
persekongkolan
pada
Persekongko lan tender
Kab. Brebes tahun 2006
Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut: 1. Dokumen lelang tidak dibuat oleh Panitia melainkan telah disiapkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen dan dibantu oleh staf dari PT Graha Ismaya. 2. Data mengenai HPS diduga dibuat oleh staf PT Graha Ismaya kemudian dikirim ke PPK melalui fax. 3. PT
Graha
Ismaya
juga
mengirimkan
draf
iklan
pengumuman lelang kepada PPK. Panitia mengugurkan penawaran CV ULS, PT Pamiko dan PT Samudera berlaku
karena
tidak
penawaran
penawaran”.
Akan
30 tetapi
mencantumkan hari
kerja
panitia
kalimat
sejak
”masa
pemasukan
meloloskan
PT
Candi
Prambanan (pemenang) meskipun memiliki kekurangan yang sama. 36
Tender
Pelapor menduga terjadi permasalahan dalam pelaksanaan
Penelitian
Persekongko
Peningkatan
tender peningkatan jalan paket Nanga Tepuai–Putussibu
Sekretariat
lan tender
Jalan di
tahun
Kalimantan Barat
Pembangunan Jalan dan Jembatan Perbatasan Kalimantan
2007
di
Proyek
Satker
Non
Vertikal
Tertentu
Barat, Dirjen Bina Marga DPU. Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;
1. Panitia menggugurkan pelapor dengan alasan nilai Kemampuan Dasar tidak mencukupi. Pelapor menilai perhitungan panitia salah karena menurut pelapor nilai KD telah mencukupi.
Halaman
193
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________
NO 37
38
PERIHAL menolak
Pelapor
Pembangunan
Carefour di Central Business District (CBD) Ciledug karena
Carefour Ciledug
hanya berjarak +/- 100 m dari Plaza Baru Ciledug.
Persaingan Tidak
Pelapor menduga terjadi persaingan tidak sehat pada proses
Sehat di
tender asuransi di PT Telkom Tbk.
Pengadaan
PT Sarana Janesia Utama yang merupakan anak perusahaan
Asuransi
PT
Telkom
rencana
STATUS
Penolakan
PT Telkom 39
SUBSTANSI LAPORAN
diduga
pembangunan
memperoleh
pasar
keistimewaan
modern
KATEGORI LAPORAN
Penelitian
Bukan
Sekretariat
Laporan
Laporan
Persekongko
tidak
lan tender
lengkap
tertentu
sehingga memenangkan tender tersebut.
Penyimpangan
Pelapor menduga telah terjadi penyimpangan pada proses
Penelitian
Persekongko
Proses Lelang di
pelelangan di PT PLN (Persero) W.S2JB tahun 2007 untuk
Sekretariat
lan tender
PT PLN (Persero)
pekerjaan
Laporan
Bukan
tidak
Laporan
paket
005,
006
dan
007.RKS/P3BJN/W.S2JB/2007. Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut; 1. Dokumen lelang tidak ditanda-tangani General Manager PLN. 2. Berita Acara Penjelasan tidak sah karena dibuat dan ditandatangani
tanggal
23
Maret
2007
tetapi
pelaksanaannya tanggal 26 Maret 2007. 3. Terdapat
persyaratan
yang
tidak
dicantumkan
dan
ditambah-tambahkan. 4. Panitia melakukan diskriminasi. 5. Diduga terjadi kolusi. 40
Tanggapan surat
Sekretariat menerima surat tembusan perihal pengaduan
pengaduan
dari Sdr. Haerul S. Aminoto dari Koperasi UKM Cempaka Pratama
41
lengkap
Permoho
Pelapor menduga terjadi praktek monopoli di Kab. Mentawai
Penelitian
nan Perlin
berkaitan dengan adanya nota kesepakatan bersama antara
Sekretariat
dungan Hukum
Pemkab. Kepulauan Mentawai dengan Mentawai Marine Tourism Association (MMTA). Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut; 1. pada tanggal 11 Des 2006, Bupati, Ketua DPRD Kab. Mentawai
dan
Sdr.
Anom
Halaman
Suheri
194
(pelaku
usaha)
Laporan Tahun 2007
Monopoli
_____________________________________________________________________
NO
PERIHAL
SUBSTANSI LAPORAN mengeluarkan membuat
deklarasi
suatu
asosiasi
STATUS
Simakang,
yang
pariwisata
bahari
KATEGORI LAPORAN
intinya di
Kab.
Kepulauan Mentawai dengan nama Mentawai Marine Tourism Association (MMTA). 2. Anggota utama MMTA adalah lima badan hukum yang belum memiliki ixin resort dan tidak memiliki kapal. 3. Keanggotaan dibagi menjadi dua. Anggota utama yang terdiri dari 5 pelaku usaha dan Anggota Biasa. 4. Untuk menjadi anggota MMTA, pelaku usaha membayar Rp. 2 juta dan retribusi Rp. 15 juta untuk 3 bulan pertama. Pelaku usaha yang mendaftar seharusnya memperoleh
sertifikat
keanggotaan
tetapi
pada
kenyataanya tidak. 5. MMTA diduga akan menentukan pelaku usaha mana yang bisa
beroperasi
dan
yang
tidak.
Sehingga
dapat
menghambat pelaku usaha lain. 6. MMTA hanya melindungi kepentingan anggota utama. 42
Persekongkolan
Pelapor menduga adanya praktek persekongkolan tender
Penelitian
Persekongko
Tender di Maluku
oleh Kantor Dinas Kimpraswil Wilayah Maluku Utara dalam
Sekretariat
lan tender
Utara
3
pelelangan pekerjaan pembuatan reservoir 500M . Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut : Pelapor sebagai penawar terendah tidak dimenangkan.
43
Penunjukan
Pelapor menduga adanya praktek penunjukan langsung yang
Penelitian
Persekongko
Langsung pada
dilakukan oleh PT. Pertamina (Persero), BPKP, dengan PT.
Sekretariat
lan tender
Proyek Pipanisasi
Meta Epsi Engineering dalam hal penyelesaian kontrak dalam
Rewulu-Teras
Penyelesaian
Pekerjaan
Proyek
Pipanisasi
Rewulu–Teras
Termasuk Pembangunan Depot Teras milik PT. Pertamina. Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;
1. PT. Meta Epsi Engineering sebagai kontraktor utama telah
melakukan
WAN
Prestasi
dari
isi
kontrak
sebelumnya (SPB 266 / C00000 / 2002 – S5) tanggal 10 April 2002, dengan tidak terselesainya proyek pada 09 Oktober 2004. dengan indikasi kerugian oleh Pertamina sebesar @ Rp. 19 milyar dan equivalen sampai tahun
Halaman
195
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________
NO
PERIHAL
SUBSTANSI LAPORAN
STATUS
KATEGORI LAPORAN
2007 sebesar Rp. 40 milyar.
2. Kontrak
sisa pekerjaan ( 10,28%) yang ditinggalkan
oleh PT. Meta Epsi Engineering tidak diadakan lelang terbuka (beauty contest, penawaran harga dan due diligence.
3. Hal ini dilakukan dengan alasan; agar cepat familiar dan beradaptasi serta pihak PT. Meta Epsi Engineering dapat bertanggung
jawab,
walau
mengorbankan
kerugian
korporasi PT. Pertamina (Persero) dan menyepelekan peraturan dari perundang-undangan yang berlaku.
4. Adanya
penambahan
nilai
proyek
sebesar
Rp.
29.764.539.414 dan US$ 2,153,389 tanpa diadakannya tender
terbuka.
Dan
diindikasikan
sebagai
persekongkolan tender secara jelas dan meyakinkan melanggar UU No. 5/1999 Pasal 22. 44
Persekongkolan
Laporan atas dugaan pelanggaran Pasal 22 UU No. 5 Tahun
Penelitian
Persekongko
pada Tender
1999. Dalam tender Pengadaan Pipa PVC 6”, 4”, 2” oleh
Sekretariat
lan tender
Pengadaan Pipa
Dinas Pekerjaan Umum, Pertambangan dan Energi Provinsi
PVC di Kepulauan
Kepulauan Riau.
Riau
Laporan dugaan ini disampaikan oleh Kepala KPD Batam atas laporan dari PT. Mitratama Daya Alam Bintan. Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;
1. Pada saat pembukaan dokumen penawaran, hanya ada 3(tiga) peserta tender yang lulus administrasi, teknis dan kualifikasi, yaitu PT. Mitratama Daya Alam Bintan, PT. Sumber Alam Sejahtera, PT. Flopen Sejahtera.
2. Pihak yang seharusnya menang adalah PT. Mitratama Daya Alam Bintan dengan penawaran terendah sebesar Rp.
1.887.583.000,-
pada
kenyataannya
yang
dimenangkan oleh panitia tender adalah PT. Alfatama Anugrah Sari Albaqi.
3. Panitia tender diduga telah melakukan persekongkolan dengan PT. Alfatama Anugrah Sari Albaqi yang secara sah tidak lulus dalam evaluasi teknis dan kualifikasi.
Halaman
196
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________
NO 45
PERIHAL
SUBSTANSI LAPORAN
STATUS
Monopoli
Laporan disampaikan oleh Asosiasi Pedagang ITC Surabaya
Penelitian
pasokan listrik
Mega Grosir yang telah diteruskan oleh KPD Surabaya
Sekretariat
oleh Pengelola
dengan
isu
awal
yaitu
adanya
usaha
tidak
sehat
ITC Surabaya
persaingan
Mega Grosir
Surabaya Mega Grosir.
dugaan dalam
monopoli
dan
pengelolaan
ITC
Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut :
1. Asosiasi
pelapor
adalah
asosiasi
pedagang
yang
menempati Upper Ground di ITC Surabaya Mega Grosir dengan sistem sewa selama 25 tahun.
2. Upper Ground berdasarkan perjanjian sewa dan product knowledge ITC diperuntukkan untuk penjualan garmen, moeslem,wears batik dan textils. Pengelola ITC secara konsisten mengatur hal itu sehingga setiap penyewa kios di lantai ini harus menjual produk sesuai peruntukkan.
3. Pengelola secara sepihak mengalihperuntukkan lower ground ITC yang semula merupakan lantai untuk kioskios produk sepatu, bank, mainan dan jasa menjadi kioskios komoditas barang-sebagaimana pedagang di kios Upper ground.
4. Para pedagang lower ground dibebaskan dari sewa kios/stan sehingga terbebas dari fixed cost sebagaimana yang sudah ditanggung oleh Upper Ground, secara diamdiam PT. Citra Agung Tirta Jatim membuat perjanjian dengan pedagang lower ground.
5. Setiap bulannya para pedagang, membayar retribusi listrik dan service charge, sesuai perjanjan yang dibuat antara para pedagang dan PT. Citra Agung Tirta Jatim, jika terlambat pembayarannya dikenakan denda 3%.
6. Pasokan listrik dimonopoli oleh PT. Citra Agung Tirta Jatim,
dengan
tarif
yang
mencekik
leher,
yang
seharusnya dibayar langsung ke PLN, tetapi dibayar lewat rekening tagihan pada PT. Citra Agung Tirta Jatim.
7. Adanya penambahan biaya jaminan kunci sebesar Rp. 2.000.000,-
per
kios,
yang
pengelolaan
penempatan uangnya tidak jelas dikemanakan.
Halaman
197
Laporan Tahun 2007
atau
KATEGORI LAPORAN Monopoli
_____________________________________________________________________
NO 46
PERIHAL
SUBSTANSI LAPORAN
STATUS
KATEGORI LAPORAN
Persaingan usaha
Pelapor menduga telah terjadi persaingan usaha tidak sehat
Penelitian
Penguasaan
tidak sehat pada
pada proses implementasi customer management system di
laporan
pasar
Proyek
PT PLN Distribusi Jawa Timur.
Outsourcing Roll Out CMS pada PT
Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;
PLN Distribusi
1. PT PLN Disjatim melakukan penunjukan langsung kepada
Jawa Timur
PT Altelindo Karya Mandiri sebagai kontraktor yang mengerjakan proyek implementasi CMS. 2. PT Altelindo bekerja sama dengan PT Netway Utama dalam melakukan pengerjaan proyek tersebut. 3. Diduga praktek yang pernah dilakukan di PLN Disjaya dan telah dihukum oleh KPPU dilakukan lagi di PLN Disjatim
47
Persaingan usaha
Pelapor menduga Interface Heuga Singapore Ptd Ltd telah
Penelitian
Penguasaan
tidak sehat oleh
melakukan persaingan usaha tidak sehat pada penjualan
sekretariat
pasar
Interface Heuga
karpet merk Interface dan Heuga.
Monopoli
Singapore Ltd. Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut; 1. Pelapor adalah distributor dari Interface Heuga Singapore Ltd. di Indonesia sejak tahun 1992 untuk memasarkan produk karpet merk Interface dan Heuga. 2. Bahwa kemudian PT Kencana Arind Murni juga menjual karpet merk Interface dan Heuga di Indonesia. 3. Bahwa praktek paralel import yang dilakukan oleh PT Kencana tersebut mengakibatkan posisi Pelapor sebagai distributor tunggal di Indonesia terganggu. 4. Bahwa Interface Heuga Singapore Ptd Ltd kemudian lebih memberikan dukungna kepada PT Kencana dari pada Pelapor. Terbukti dalam beberapa tender Interface Heuga Singapore Ptd Ltd memberikan dukungan kepada PT Kencana dan meminta Pelapor untuk mundur. 48
Monopoli jasa
Pelapor
anak
Penelitian
kargo di Bandara
perusahaannya telah melakukan praktek monopoli pada jasa
sekretariat
Hasanudin
kargo di Bandara Hasanudin Makassar.
menduga
PT
Angkasa
Pura
melalui
Makassar
Halaman
198
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________
NO 49
PERIHAL
SUBSTANSI LAPORAN
STATUS
KATEGORI LAPORAN
Persekong
Pelapor
Sekawan
Penelitian
Persekongko
kolan dalam
Pangan Jaya dengan panitia Pengadaan Barang dan Jasa
sekretariat
lan tender
pelelangan Susu
Dinas Kesehatan Kab. Tangerang dalam pelelangan Paket
dan Biskuit TA
Susu dan Biskuit TA 2006.
Penelitian
Persekongko
sekretariat
lan tender
menduga
terjadi
persekongkolan
PT
2006 Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut: 1.
Pemenang lelang, PT Sekawan Pangan Jaya (PT SPJ) adalah distributor PT Nestle;
2.
Pada Bagian spesifikasi barang dari dokumen lelang/RKS yang harus ditawarkan oleh peserta lelang: a. Telah diarahkan pada prosuk dari PT Nestle, yaitu Susu Lactogen 2 dan biskuit Bayi nestle; b. Terlalu detil, mengingat peruntukan Susu dan Biskuit ini adalah untuk penanggulangan kurang gizi pada balita.
3.
Apabila mengacu pada dokumen lelang dan aanwijzing 5 September
2006,
seharusnya
penawaran
PT
SPJ
dinyatakan gugur, namun PT SPJ tetap dimenangkan walaupun: a. Jaminan Penawaran kurang dari kurun waktu yang ditentukan, yaitu 45 hari kerja; PT
SPJ
juga
melampirkan
jaminan
yang
belum
berlaku, karena penawarannya berlaku mulai tanggal 15
September
2006,
sedangkan
pembukaan
penawaran pada tanggal 12 September 2006. b. Masa berlaku surat penawaran kurang dari waktu yang disyaratkan yaitu 45 hari kerja, karena surat penawaran PT SPJ hanya berlaku selama 30 hari kerja. 50
Persaingan usaha Laporan
tentang
adanya
indikasi
tidak sehat pada
lelang/tender di BKKBN Pusat.
pelelangan
Dengan indikasi sebagai berikut:
pengadaan
1.
pada
Spesifikasi barang yang diminta mengarah pada produk
barang di BKKBN
pabrikan
Pusat
suntikan, Pil KB; 2.
persekongkolan
tertentu,
seperti
produk
ADS,
implant,
Pabrikan hanya memberi dukungan pada perusahaan tertentu, dan tidak memberikan dukungan pada peserta
Halaman
199
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________
NO
PERIHAL
SUBSTANSI LAPORAN
STATUS
KATEGORI LAPORAN
tender lainnya, yang bisa dilihat pada SPK dan berita acara pelelangan pengadaan tersebut; 3.
Pada pengadaan barang tertentu, pabrikan ikut masuk ke dalam tender, seperti pengadaan Pil KB dsb;
4.
Panitia
dalam
membuat
RKS
tender
barang
ADS,
memasukkan kriteria E8 WHO, padahal kode tersebut untuk kategori imunisasi. Dan yang digunakan untuk ibuibu yang menerima ADS, suntikan KB adalah kategori therapy dengan kode E 13; 5.
Dalam RKS pelelangan panitia tidak mencantumkan syarat Kemampuan Dasar (KD), padahal hal ini wajib sesuai Keppres No. 80 Tahun 2003 sebagai syarat mengikuti tender berkategori SIUP Non Kecil harus memiliki kemampuan Dasar = 5 NPT (Nilai Perolehan Tertinggi);
6.
Tidak efisiennya penawaran harga di setiap pelelangan barang-barang
tersebut,
sehingga
menyebabkan
kerugian negara mencapai minimal 30 Miliyard; 7.
Pengadaan ADS, barang yang digunakan adalah Onejack, meskipun barang Onejack ini muatan lokal produksi dalam negeri akan tetapi harganya lebih mahal dari barang import dari Amerika yaitu BIDY. Padahal barang lokal tidak dikenakanbiaya distribusi antar negara dan tidak dikenakan biaya bea masuk barang import dari pabean;
8.
Pengadaan alat dan obat dengan spesifikasi 3 ml sudah tidak direferensikan oleh WHO, seharusnya hal ini tidak lagi dicantumkan dalam program BKKBN, tetapi ternyata BKKBN Pusat masih mengalokasikan dana dari APBN untuk pembelian alat suntikan tersebut.
51
Persekong
Adanya
alat
Penelitian
Persekongko
kolan dalam
kesehatan RSUD Sam Ratulangi, dengan indikasi sebagai
sekretariat
lan tender
tender alat
berikut:
kesehatan RSUD
1.
laporan
dugaan
persekongkolan
tender
Pada tanggal 20 April 2007, telah diadakan aanwijsing
Sam Ratulangi
ulang oleh panitia tender di aula RSUD Tondano, karena
Tondano
tender pertama telah diadakan penundaan pada saat
Minahasa di
pembahasan RKS tentang spesifikasi, karena spesifikasi
Halaman
200
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________
NO
PERIHAL
SUBSTANSI LAPORAN
Tondano
STATUS
KATEGORI LAPORAN
telah diprotes oleh peserta/rekanan pengusaha dimana item
spesifikasi
terarah
pada
produk
tertentu
dan
disupply oleh distributor tertentu. Dan hal ini telah diakui oleh
panitia
sehingga
panitia
telah
menskors
dan
menunda rapat aanwijsing tersebut; 2.
Pada pelaksanaan re-aanwijsing ulangan tanggal 20 April 2007, ternyata spesifikasi baru dalam RKS yang telah dijanjikan panitia hanya dirubah dengan menghapus beberapa item dalam setiap spesifikasi. Spesifikasi alat tersebut masih seperti RKS yang lama karena mengarah pada produk dan suplier/distributor tertentu;
3.
Pelapor berpendapat telah terjadi persekongkolan antara panitia dan pihak ke-3 dengan cara panitia memaksakan spesifikasi tersebut dengan spesifikasi alat tertentu sehingga perlu adanya penelusuran dan pemeriksaan adanya dugaan pelanggaran UU No. 5/1999, Pasal 22.
52
Persekong
Adanya
menentukan
Penelitian
Persekongko
kolan tender
pemenang tender APBN pada Dinas Kimpraswil Propinsi
sekretariat
lan tender
APBN pada Dinas
Jambi, dengan indikasi :
Kimprarwil
1.
Propinsi Jambi
dugaan
persekongkolan
dalam
Jumlah peserta lelang yang mengambil dokumen dan mengikuti
aanwijzing
sangat
jauh
berbeda
jika
dibandingkan dengan jumlah peserta yang memasukkan penawaran. Tindakan pelanggaran tersebut dikoordinir oleh oknum tertentu yang telah bekerja sama dengan oknum panitia. 2.
Pada saat pelaksanaan tender tanggal 2 maret 2007 di Dinas Kimpraswil Propinsi jambi telah terjadi tindakan penghadangan
terhadap
peserta
lelang
yang
akan
memasukkan penawaran oleh sekelompok orang-orang dengan cara-cara premanisme. 3.
Angka penawaran yang masuk dengan pagu dana yang disediakan pemerintah adalah harga yang tidak bersaing secara sehat.
Halaman
201
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________
NO 53
PERIHAL
SUBSTANSI LAPORAN
STATUS
KATEGORI LAPORAN
Persaingan usaha
Pelapor menduga bahwa pelelangan proyek pekerjaan jasa
Penelitian
Persekongko
tidak sehat pada
pemborong
sekretariat
lan tender
pelelangan
Pekerjaan Umum Jl.MT.Haryono No.167 Cilacap Jawa Tengah
proyek pekerjaan
dilaksanakan secara tidak sehat dan di monopoli antara
jasa pemborong
sesama rekanan jasa pemborong. Dengan indikasi :
di Dinas
1.
Penelitian
Persekongko
Sekretariat
lan Tender
dengan
No.602.1/1801/35/2007
di
Dinas
Telah terjadi penjagaan ketat oleh oknum tertentu yang
Pekerjaan Umum
melarang seluruh peserta penyedia barang/jasa untuk
Cilacap, Jawa
masuk ke instansi Dinas Pekerjaan Umum
Tengah
Cilacap untuk mendaftar. 2.
Kabupaten
Peserta lelang yang ingin ikut mendaftar diajak ke salah satu
kantin
untuk
dibayar
uang
mundur
sebesar
Rp.500.000,- tiap perusahaan. 54
Persekongkolan
Laporan
dalam pelelangan
pemenang
tender
PT.Matahari Putra Prima,Tbk dengan indikasi sebagai berikut
pembongkaran
:
gedung
1.
PT.Matahari
Pihak
dugaan tender
pekerjaan
PT.Matahari
perusahaan
Putra Prima,Tbk
persekongkolan
Putra
pemenang
dalam
menentukan
pembongkaran
Prima,Tbk
tender
secara
gedung
membatalkan sepihak
dan
melakukan tender ulang. 2.
Pemenang tender bukan merupakan peserta lelang serta tidak memenuhi syarat-syarat dan ketentuan lelang yaitu belum
berbadan
SISMINBAKUM
hukum
dan
Departemen
atau
Hukum
dan
terdaftar Hak
di
Asasi
Manusia RI. 3.
Pelelangan ulang yang diadakan PT.Matahari Putra Prima Tbk tidak sah dan tidak berbadan hukum karena Panitia Lelang tidak konsisten dalam menerapkan syarat-syarat dan ketentuan lelang.
Halaman
202
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________
NO 55
PERIHAL
SUBSTANSI LAPORAN
STATUS
Penunjukan
Pelapor
Pemenang
perjanjian secara sepihak yang dilakukan oleh pihak CNNOC
Pelaksana
SES Ltd. Indikasinya adalah sebagai berikut :
Pekerjaan ”Jasa
1.
menduga
CNNOC
telah
SES
Ltd
terjadi
secara
penghentian
tiba-tiba
kontrak
KATEGORI LAPORAN
Penelitian Sekretariat
menghentikan
Katering” CNNOC
penyediaan jasa katering sebelum berakhirnya masa
SES, Ltd
kontrak tanpa suatu alasan jelas ataupun peringatanperingatan sebelumnya. 2.
Diduga penghentian yang terkesan mendadak tersebut telah dipersiapkan sangat terencana, terlihat dengan tanggal penghentian yang sangat singkat dan telah ada perusahaan jasa katering pengganti tanpa memalui proses tender yang transparan.
3.
Pelapor meminta Manajemen CNNOC SES Ltd untuk membatalkan kontrak jasa katering pada perusahaan jasa yang baru dan segera melakukan tender ulang, serta tetap meneruskan penyediaan jasa katering yang sekarang sedang bekerja sampai dengan proses tender ulang selesai.
56
Penyampaian
Pelapor menyampaikan hasil demo damai aspirasi rakyat
Hasil Demo
bagian timur Sidrap-Sulawesi Selatan. Tema tersebut antara lain terkait dengan : -
Penolakan atau pembatalan perencanaan pihak lain atau tempat lain. Keberatan atas adanya pihak lain yang mengklaim dan mengakui bahkan memagar pasar sentral Tanru Tedong yang sama sekali tidak memiliki bukti yang visibel sehingga
menghambat
perekonomian Eksekutif
dan
masyarakat Legislatif
pembangunan
pasar
sekitar.
Pelapor
serta
Yudikatis
dan
meminta segera
memberikan tindakan hukum yang tegas -
Segera dan secepatnya melaksanakan pasar sentral Tanru Tedong sesuai komitmen awal.
-
Menjamin keamanan pemerintah dan proyek yang telah menjadi pemenang tender dalam pembangunan pasar Tanru Tedong.
-
Bukan
Sekretariat Kewenangan KPPU
sekelompok orang untuk memindahkan pasar lama ke -
Penelitian
Memohon kepada DPRD untuk segera menyampaikan
Halaman
203
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________
NO
PERIHAL
SUBSTANSI LAPORAN
STATUS
KATEGORI LAPORAN
kepada Pemerintah agar memberikan respon dan doktrin secara tertulis atas aspirasi rakyat bagian timur. 57
Surat Sanggahan
1. Berdasarkan
Hasil
Evaluasi
Teknis
yang
telah
dari Consulting
diumumkan oleh Panitia pada 3 Mei 2007 diperoleh hasil
Engineer kepada
sewaktu pembukaan dokumen teknis yang diketahui
Panitia
bersama bahwa PT. Azimuth Utama Consultant di Form
Pengadaan
Tenaga Ahli tidak dibubuhi materai, dimana hal tersebut
Barang dan Jasa
menjadi persyaratan mutlak yang tercantum dalam RKS.
Bapenas
Penelitian
Persekongko
Sekretariat
lan Tender
Penelitian
Bukan
2. Menurut pemahaman Pelapor seharusnya PT. Azimuth Utama Consultant dinyatakan gugur.
58
Pengaduan Atas
Pelapor
Pemaksaan
asuransi atas unit kondominium yang telah dibeli oleh
Keikutsertaan
Pelapor.
Asuransi
1. Sesuai aturan perbankan yang berlaku unit tersebut
mengadukan
adanya
pemaksaan
keikutsertaan
Sekretariat Kewenangan KPPU
harus diasuransikan dan telah diasuransikan melalui Asuransi Lippo General sejak Desember 2006. 2. Secara fakta, unit tersebut tidak lagi dikuasai oleh manajemen pengelola gedung sehingga mereka tidak lagi
memiliki
hak
untuk
mengasuransikan
unit
kondominium yang telah dibeli oleh Pelapor. 3. Pengelola gedung tidak bersedia untuk mengembalikan premi asuransi kolektif yang didebit dari setoran deposit biaya Service Charge bulanan pemakainya. 59
Rekayasa
Laporan
Pelelangan yang
pemenang tender yang harga penawarannya sangat tinggi.
Merugikan
Pelapor
Negara Milyaran
dikirimkan oleh tiga rekanan atau peserta lelang yang merasa
Rupiah
dirugikan
oleh
Pengguna
Anggaran
dugaan
persekongkolan
menyampaikan Pejabat atas
surat
dalam
sanggahan
Panitia
Lelang
Pelelangan
menentukan yang
maupun
Umum
telah Kuasa
Pengadaan
Barang Atau Jasa yang dibiayai dari dana APBD di Dinas Pekerjaan
Umum
Pertambangan
dan
Energi
Provinsi
Kepulauan Riau. 1. Tiga peserta lelang merasa tidak pernah dipanggil untuk verifikasi dan klarifikasi serta sampai saat ini belum pernah menerima balasan surat sanggahan, padahal
Halaman
204
Laporan Tahun 2007
Penelitian
Persekongko
Sekretariat
lan Tender
_____________________________________________________________________
NO
PERIHAL
SUBSTANSI LAPORAN
STATUS
KATEGORI LAPORAN
ketiga peserta lelang tersebut sudah membuat surat sanggahan
kepada
panitia
lelang
maupun
kuasa
pengguna anggaran. 2. Dengan adanya surat pengaduan dari ketiga peserta lelang tersebut, pelapor menilai bahwa pejabat panitia lelang Dinas Pekerjaan Umum Pertambangan dan Energi Provinsi Kepulauan Riau tidak konsekuen. 3. Pelapor meragukan keseluruhan paket pekerjaan proyek pelelangan
(31
paket)
dan
adanya
penyelewengan
prosedur dimana harga penawaran terendah digugurkan. 60
61
Pelanggaran UU
Laporan dugaan persekongkolan tender untuk memenangkan
Nomor 5/1999
peserta tender tertentu di Kalimantan Barat.
dan Keppres
Pelapor dihalang-halangi oleh pihak panitia lelang dalam
83/2003 serta
membeli atau menebus dokumen lelang melalui preman
Pelanggaran
yang sengaja disewa oleh panitia lelang sedangkan pelapor
Fatal tentang
merasa telah memenuhi persyaratn dan kualifikasi seperti
Fakta Integritas
yang ada dalam pengumuman lelang.
Dugaan
Penelitian
Persekongko
Sekretariat
lan Tender
Laporan dugaan penyimpangan dalam Proyek Pengadaan
Penelitian
Persekongko
Penyimpangan
Buku dan Alat Peraga Sekolah Dasar di Dinas Pendidikan
Sekretariat
lan Tender
dalam Proyek
Kabupaten Labuhan Batu pada tahun anggaran 2006.
Pengadaan DAK
1. Pelapor
bermaksud
untuk
ikut
berpartisipasi
dalam
Dinas Pendidikan
pekejaan pengadaan Buku dan Alat Peraga Pendidikan
Kabupaten
tersebut, dan telah mendapat rekanan untuk pengadaan
Labuhan Batu
barang yang sesuai spesifikasi yang dimaksud, yaitu PT.
Tahun Anggaran
GEORAI.
2006
2. Pelapor
kemudian
melakukan promosi
ke beberapa
Kepala Sekolah. Dari hasil kegiatan promosi tersebut pelapor telah mendapatkan surat pemesanan barang dari 15 sekolah dari 52 sekolah yang ada di Kabupaten Labuhan Batu. Surat pemesanan tersebut kemudian dikirimkan ke PT. GEORAI. 3. Tetapi
pelapor
tidak
dapat
merealisasikan
pesanan
tersebut karena: - Kepala
Dinas
Kecamatan
dari
beberapa
Kepala
Sekolah yang sudah memesan ke Pelapor diancam akan dicopot jabatannya oleh Istri Pengusahah Toko
Halaman
205
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________
NO
PERIHAL
SUBSTANSI LAPORAN
STATUS
KATEGORI LAPORAN
Buku ANPU (selaku Skretris PKK Kabupaten Labuhan Batu) jika tidak memesan ke Toko Buku ANPU. - Pada saat pencaiaran dana, para Kepala Sekolah dipaksa oleh Kacabdis dan Toko Buku ANPU untuk langsung mentransfer dana pembelian barang tersbut ke rekening Toko Buku ANPU. - Sampai saat ini, pajak-pajak yang berkenaan dengan pekerjaan
pengadaan
barang
tersebut
belum
disetorkan oleh Toko Buku ANPU ke kas Negara. 62
Persaingan
Pelapor menyampaikan dugaan pelanggaran yang dilakukan
Usaha tidak
oleh PT. (Persero) Angkasa Pura II dan Taksi Puskopau.
Sehat oleh PT.
1.
Penelitian
Monopoli,
Sekretariat Penguasaan
PT. (Persero) Angkasa Pura II hanya menunjuk 1 (satu)
Pasar, dan
(Persero)
perusahaan taksi argometer yaitu Taksi Puskopau untuk
Posisi
Angkasa Pura II
melayani penumpang yang ada di bandara tersebut.
dan Taksi
2.
Dominan
PT. (Persero) Angkasa Pura II tidak mengizinkan taksi
Puskopau di
manapun termasuk taksi milik pelapor untuk masuk dan
Riau, Pekanbaru
beroperasi di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru 3.
Pelapor
menilai
bahwa
alasan
yang
diberikan
PT.
(Persero) Angkasa Pura II terkait hal tersebut di atas yaitu karena adanya keterbatasan lapangan parkir, tidak masuk akal. 4.
Tindakan membatasi
PT.
(Persero)
konsumen
Angkasa dalam
Pura
II
menentukan
dinilai pilihan
transportasi, di samping juga menunjukkan indikasi monopoli
dan
persaingan
usaha
tidak
sehat
antar
sesama Angkutan Taksi Argometer. 63
Pelelangan di
Pelapor menduga pelelangan tidak sesuai dengan Keppres
Penelitian
Persekongko
Balai Besar
80/2003 karena panitia meminta peserta membayar Rp.
sekretariat
lan tender
Penelitian dan
1.500.000 saat mengambil dokumen. Panitia juga melarang
Pengembangan
peserta yang belum mendaftar untuk mengikuti aanwijzing.
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian
Halaman
206
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________
NO 64
PERIHAL
SUBSTANSI LAPORAN
STATUS
KATEGORI LAPORAN
Monopoli proyek
Pelapor menduga telah terjadi persekongkolan dalam tender
Penelitian
Persekongko
dan perilaku
pengadaan barang/jasa di Dinas Praskim dan Balai Sungai
sekretariat
lan tender
anak pejabat di
Wilayah I Sulawesi Utara.
Monopoli
Sulawesi Utara Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut; 1. Terdapat satu kontraktor yang memenagkan 8 paket pekerjaan dengan nilai masing-masing Rp. 1 milyar lebih. 2. PT Soilex memenangkan pekerjaan jasa konsultan di Dinas cipta karya untuk pekerjaan kulaifikasi Besar, Menengah dan Kecil. 3. Beberapa pekerjaan dimenangkan oleh perusahaan yang ”dibawa” oleh anak pejabat. 65
Monopoli
Pelapor
pada
Penelitian
distribusi dan
perdagangan, distribusi dan penjualan minuman beralkohol
sekretariat
penjualan
di daerah Papua Barat (Irian Jaya Barat).
menduga
terjadi
praktek
monopoli
minuman beralkohol di
Indikasi yang disampaikan pelapor adalah sebagai berikut:
Irian Jaya Barat
1. Surat Gubernur No. 503/157/GIJB/2007 tanggal 9 maret 2007
kepada
Bupati
Sorong
menyatakan
bahwa
perusahaan yang tidak mendapat rekomendasi dari Gubernur tidak diizinkan memasok minuman beralkohol. 2. Bahwa dengan adanya surat tersebut mengakibatkan perusahaan yang tidak mendapat rekomendasi dari Gubernur menjadi tertutup untuk berusaha dibidang tersebut. 66
Memo Kepala
Kepala KPD Balikpapan menyampaikan adanya laporan dari
Penelitian
Persekongk
KPD Balikpapan
pelaku usaha mengenai dugaan adanya persaingan usaha
Sekretariat
olan tender
perihal
tidak sehat pada Tender Pengadaan Komputer dan Printer di
pengadaan
Dinas Pendidikan Kota Balikpapan tahun 2007 senilai Rp.
komputer dan
4.334.000.000.
printer di Dinas Pendidikan Kota
Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut:
Balikpapan
1. Surat penawaran pemenang tidak ditujukan kepada panitia kegiatan. 2. Pemenang
menawar
harga
lebih
mahal
4.007.300.000) dari pelapor (Rp. 3.341.415.000).
Halaman
207
Laporan Tahun 2007
(Rp.
_____________________________________________________________________
NO 67
PERIHAL
SUBSTANSI LAPORAN
STATUS
Dugaan
Pelapor menduga terjadi kecurangan pada proses pelelangan
persekongkolan
pekerjaan
pembangunan
tender
pematang
siantar.
pembangunan
adanya perampasan dokumen lelang oleh orang yang tidak
saluran irigasi di
dikenal
Pematang
kejadiannya di ruangan panitia.
KATEGORI LAPORAN
Penelitian
Persekongk
Sekretariat
olan tender
Pelapor menduga terjadi kecurangan dalam pelaksanaan
Penelitian
Persekongk
Program Penjualan Aset Kredit dan Saham Grup Dipasena
Sekretariat
olan tender
dan
hal
saluran
Indikasi ini
irigasi
yang
didiamkan
pedesaan
disampaiakan oleh
panitia,
di
adalah padahal
Siantar Tender Dipasena
dengan Pengamanan Revitalisasi yang dilaksanakan oleh PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero). Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut: 1. Bukti kemampuan Keuangan Konsorsium Neptune hanya berupa bilyet giro, sehingga tidak sesuai dengan TOR. 2. Konsorsium Neptune sebagai pemenang lelang diduga tidak memenuhi syarat administrasi sehingga seharusnya tidak diperkenankan mengikuti proses tender. 68
Hambatan
Pelapor menduga telah terjadi persaingan usaha tidak sehat
Penelitian
Diskriminas
berusaha oleh
oleh DPP Asosiasi Perawatan Gedung Indonesia pada bidang
Sekretariat
i
Asosiasi
usaha perawatan gedung di Samarinda, Kalimantan Timur.
Perawatan Bangunan
Indikasi
Indonesia
berikut;
pelanggaran yang
disampaikan adalah
sebagai
1. DPP APBI Kaltim mencabut keanggotaan dan Sertifikat Badan Usaha pelapor tanpa mekanisme sesuai AD/ART. 2. Pencabutan dialami juga oleh CV. Sepakat Permai, CV Perwira Karya. CV Sungai Mahakam dan CV Byrastio. 3. Selain itu DPP APBI Kaltim juga tidak mengeluarkan SBU bagi
badan
usaha
yang
telah
memenuhi
syarat
administrasi dan kewajiban keuangan. 69
Tender Kabel
Pelapor menduga terjadi persaingan usaha tidak sehat pada
Penelitian
Persekongk
Laut Transmisi
proses prakualifikasi proyek pengadaan kabel bawah laut
sekretariat
olan tender
Kepulauan Seribu
untuk transmisi listrik ke kepulauan seribu pada dinas pertambangan provinsi DKI Jakarta tahun 2007.
Halaman
208
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________
NO
PERIHAL
SUBSTANSI LAPORAN
STATUS
KATEGORI LAPORAN
Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut: 1. Pelapor telah digugurkan oleh panitia karena dianggap tidak memenuhi persyaratan, padahal sebenarnya telah memiliki persyaratan tersebut. 2. Terdapat peserta yang tidak memenuhi persyaratan prakualifikasi tetapi diluluskan oleh panitia. 3. Diduga terjadi pengaturan spesifikasi kabel sehingga hanya dapat dipenuhi oleh produsen kabel tertentu. 70
Memo DKP
Pelapor menduga terjadi persaingan usaha tidak sehat pada
Tender
proses Tender
Pekerjaan
Biro Umum dan Humas Depkominfo tahun 2007.
Pekerjaan Perawatan Kebersihan Gedung di
Penelitian
Persekongk
Sekretariat
olan tender
Penelitian
Persekongk
Sekretariat
olan tender
Perawatan Kebersihan
Indikasi yang disampaikan adalah:
Gedung di Biro
1. Terdapat perbedaan antara lampiran dokumen lelang
Umum dan
yang diterima dengan lampiran dokumen lelang yang
Humas
dijelaskan panitia lelang;
Depkominfo
2. Panitia
pelelangan
hanya
melampirkan
lampiran
2
dokumen lelang (rincian biaya) dan tidak ada lampiran 1 dokumen
lelang
(contoh
surat
penawaran)
yang
dijelaskan pada saat aanwijzing 71
Tender
Pelapor menduga terjadi persaingan usaha tidak sehat pada
Pemeliharaan
proses Tender
Jalan dan
Pekerjaan
Jembatan Dinas
Kepulauan Riau Tanjung Pinang tahun 2007.
Pemeliharaan Jalan dan Jembatan Dinas
Umum
Pertambangan
dan
Energi
Provinsi
Pekerjaan Umum,
Indikasi yang disampaikan:
Pertambangan
1. Beberapa peserta tender tidak pernah dipanggil untuk
dan Energi Provinsi
verifikasi dan klarifikasi;
2. Terdapat peserta yang tidak memenuhi persyaratan
Kepulauan Riau
(tidak
Tanjung Pinang
dinyatakan sebagai pemenang;
melampirkan
Kerja
Halaman
Sama
209
Operasi)
tetapi
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________
NO 72
PERIHAL
SUBSTANSI LAPORAN
STATUS
Tender
Pelapor menduga terjadi persaingan usaha tidak sehat pada
Pengadaan
proses Tender
Barang dan Jasa
Peningkatan Jalan Pekerjaan Pemeliharaan
Kegiatan
Jalan Gekbrong, Tegallega. Cianjur tahun 2007.
Pengadaan Barang dan Jasa Kegiatan
KATEGORI LAPORAN
Penelitian
Persekongk
Sekretariat
olan tender
Penelitian
Persekongk
Sekretariat
olan tender
Periodik Ruas
Peningkatan Jalan Pekerjaan
Indikasi yang disampaikan:
Pemeliharaan
Pelapor
Periodik Ruas
ditetapkan sebagai Pemenang Cadangan I atau Pemenang
Jalan Gekbrong,
Kedua.
mempunyai
nilai
penawaran
terendah
namun
Tegallega. Cianjur. 73
Tender pekerjaan
Pelapor
infrastruktur
persekongkolan tender pada pekerjaan infrastruktur tahun
tahun jamak di
jamak di lingkungan pemprov Sumatera Selatan (APBD th
lingkungan
anggaran 2005-2008)
menduga/
mengIndikasikan
telah
terjadi
pemprov Sumatera Selatan (APBD th
Indikasi yang disampaikan: -
Panitia tender hanya mengumumkan tender di Koran
anggaran 2005-
Rakyat merdeka yang tidak beredar di Palembang (16
2008)
Agustus 2005) -
Pelaksanan tender hanya 2 hari sebelum liburan nasional lebaran
74
Penetapan harga
Pelapor menduga telah terjadi pelanggaran terhadap UU no
Penelitian
jual tarif di
5/99 dengan adanya kesepakatan harga jual antara sesama
Sekretariat
pelabuhan
perusahaan ekspedisi di Pelabuhan Sorong
Sorong yang disepakati
Terlampir surat perubahan harga yang berlaku tertanggal 12
bersama sesama
Mei 2007
perusahaan ekspedisi (Gabungan perusahaan Forwarder dan Ekspedisi IndonesiaGAFEKSI)
Halaman
210
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________
NO 75
PERIHAL
SUBSTANSI LAPORAN
STATUS
LAPORAN
Tarif SMS
Himbauan untuk tidak melakukan kesepekatan, himbauan
Penelitian
penetapan
(BRTI & ATSI)
atau apapun yg menyangkut penetapan tarif (price fixing)
Sekretariat
tarif (price
terhadap tarif SMS 76
KATEGORI
fixing)
Pelanggaran
Indikasi terjadinya pelanggaran KEPMEN no 11 tahun 2005
Penelitian
penggunaan
dan KKN teroganisir dalam pelaksanaan penggunaan dana
Sekretariat
dana BOS dan
BOS tahun 2006 sejumlah Rp. 84.000.000.000 di Prop.
rekayasa proses
Lampung
penjualan buku sekolah 77
Dugaan monopoli
Pelapor menduga telah terjadi persaingan usaha tidak sehat
Penelitian
Posisi
dalam
(Pasal 25)pada proses penyelenggaraan aplikasi Customer
Sekretariat
dominan
penyusunan
Information System (CIS)
kebijakan
untuk melakukan roll out ke seluruh wilayah Indonesia
Penelitian
Persekongk
Sekretariat
olan tender
Penelitian
Penguasa
Sekretariat
an Pasar
PLN 2006 yang akan digunakan
penyelenggaraan aplikasi CIS PLN 2006 (Cek lap. No 590) 78
Laporan dan
Pelapor menduga telah terjadi beberapa pelanggaran dalam
permohonan
pembangunan Pasar Tanah Abang.
bantuan oleh sekretariat
Indikasi:
bersama
Penunjukkan langsung tanpa tender PT. Priamanaya Djan
Pedagang Pasar
Int’l selaku developer untuk membangun kembali Blok A
Tanah Abang yg salah satunya
PT. Priamanaya Djan Int’l hingga saat ini tetap bertindak
tentang tender
sebagai pengelola pasar yang seharusnya dilakukan oleh PD
pelaksanaan
Pasar Jaya
pembangunan Pasar Tanah Abang Blok B, C, D, E 79
Pengaduan
Pelapor manduga telah terjadi usaha penguasaan pasar kaos
monopoli pasar
kai
kaos kaki melalui
mendaftarkan design kaos kaki ke dirjen HAKI sedangkan
pendaftaran
menurut pelapor desaign seperti yang dipublikasikan di
merk dagang dan
KOMPAS tersebut telah ada sejak adanya mesin kaos kaki
oleh
pemilik
merek
dagang
MUNDO
dengan
design industri
Halaman
211
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________
NO
PERIHAL
SUBSTANSI LAPORAN
STATUS
KATEGORI LAPORAN
oleh pemilik merek MUNDO
80
Perlakuan
Pelapor mengindikasikan bahwa telah terjadi diskriminasii
Penelitian
Persekongk
diskriminasi pada
pada pelalangan pengadaan ban RTG, head truck dan chasis
Sekretariat
olan tender
pelelangan ban
di Terminal Petikemas Koja.
di TPK Koja Indikasi yang disampaikan: Dicoretnya perusahaan pelapor dari daftar peserta pendaftar pelelangan tanpa disertai alaasan yang jelas 81
Korupsi dan
Pelapor mengindikasikan telah terjadi persekongkolan dan
Persekongk
penyalahgunaan
rekayasa pada pelaksanaan tender atas pengelolaan reklame
olan tender
wewenang
di Bandara Juanda oleh PT Angkasa Pura I
jabatan yang dilakukan oleh
Indikasi yang disampaikan:
oknum pejabat
Setelah adanya pengumuman pemenang lelang, ternyata
PT. Angkasa Pura
ditemukan titik lokasi reklame yang strategis yang tidak
(persero)
ditenderkan (penunjukkan langsung) dengan harga sewa yang lebih murah dari harga sewa sewajarnya yang berarti merugikan negara.
82
Pengaduan
Pelapor mengindikasikan telah terjadi persekongkolan dalam
Persekongk
Pelanggaran
Pelelangan Pembangunan Gedung Arsip BATAN
olan tender
Prosedur Pelelangan
Indikasi yang disampaikan:
Pembangunan
PT.
Gedung Arsip
administratif dalam dokumen penawarannya tidak lengkap.
BATAN
Sedangkan PT. Mugapes tetap dikalahkan karena tidak
Satria
Guna
Utama
dimenangkan
padahal
syarat
melampirkan dokumen spesifikasi teknis, meskipun nilai penawarannya lebih rendah
Halaman
212
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________
LAMPIRAN
3 RESUME SARAN DAN PERTIMBANGAN KPPU PERIODE JANUARI – DESEMBER 2007 Tabel Resume Saran dan Pertimbangan KPPU
No./Tgl.
Sumber, Materi
Surat/
Kebijakan, dan
Tujuan
Isu Persaingan
Surat
Usaha
1
2
1.Surat No.
Isi Saran Pertimbangan
Keterangan
3
4 Belum ada respon resmi dari
Sumber: Tidak
Terkait
77/K/III/20
adanya
beberapa hal sebagai berikut :
pemerintah terhadap saran
07 tanggal
pengaturan
1.
KPPU mendukung substansi pengaturan yang
dari KPPU untuk memasukan
9 Maret
tentang equal
dilakukan sebagai upaya perlindungan usaha kecil
klausul tambahan dalam
2007
playing field
ritel dan tradisional serta perlindungan terhadap
bab/pasal tersendiri
kepada
antara ritel
pemasok
Presiden
kecil/tradisional
pengaturan KPPU memahami bahwa hal tersebut
Republik
dan pemasok
merupakan kewenangan pemerintah
Indonesia
dengan ritel
2.
kebijakan
tersebut,
ritel
KPPU
modern.
menyampaikan
Mengenai
substansi
Dalam beberapa substansi pengaturan, KPPU
besar yang
mengharapkan
memiliki kapital
potensi
besar
sebagaimana diatur dalam UU No.5 Tahun 1999,
agar
memperhatikan
persaingan
usaha
potensi-
tidak
sehat
antara lain menyangkut pengaturan pembatasan jumlah
pelaku
usaha,
Halaman
213
berbasiskan
analisis
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ No./Tgl.
Sumber, Materi
Surat/
Kebijakan, dan
Tujuan
Isu Persaingan
Surat
Usaha
1
2 terhadap
Isi Saran Pertimbangan
Keterangan
3
4
supply
dan
demand.
Diharapkan
pembatasan jumlah pelaku usaha tidak menjadi instrumen yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha untuk melakukan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat melalui eksploitasi terhadap konsumen. 3.
Terkait dengan hubungan pemasok dan peritel modern, diusulkan agar hal tersebut tidak hanya menyangkut pemasok kecil tetapi juga pemasok menengah dan besar, mengingat daya tawar ritel modern yang sangat tinggi tidak hanya berefek pada
pelaku
usaha
kecil
tetapi
juga
usaha
menengah dan besar. Dalam pengaturan juga perlu ditegaskan bahwa segala bentuk hubungan transaksi antara pemasok dan peritel modern tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat 4.
Apabila keterlibatan KPPU secara
eksplisit
dalam
akan
substansi
didefinisikan pengaturan,
maka diusulkan terdapat klausul tambahan dalam bab/pasal tersendiri sebagai berikut: Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat 1.
Pelaku usaha ritel dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
2.
Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Halaman
214
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ No./Tgl.
Sumber, Materi
Surat/
Kebijakan, dan
Tujuan
Isu Persaingan
Surat
Usaha
1
2
2.Surat No.
Isi Saran Pertimbangan
Keterangan
3
4
Sumber :
Terkait
80/K/III/20
Memorandum of
beberapa hal sebagai berikut :
07 tanggal
Understanding
1. KPPU
15 Maret
antara
pemerintah
2007
Pemerintah yang
software ilegal di Indonesia, khususnya di instansi
kepada
diwakili oleh
pemerintah yang dijadikan landasan kebijakan MoU
Presiden
Menteri
tersebut.
Republik
Komunikasi dan
sampai pada tingkat yang menghkhawatirkan dan
Indonesia
Informasi
telah menjadi dissinsentif bagi para pelaku usaha
dengan Microsoft
industri software Indonesia. Akibatnya inovasi di
kebijakan
tersebut,
memahami
menyampaikan
mendukung
melakukan
upaya
pemberantasan
pembajakan
software,
telah
Perihal:
industri
Saran
berhenti sama sekali, yang dalam gilirannya dapat
terhadap
mematikan
MoU
industri tersebut.
Microsoft-
software
terancam
inovasi
dan
stagnan
potensi
bahkan
wirausaha
di
2. Tetapi terkait dengan kebijakan pemerintah untuk
Pemerintah
melakukan MoU dengan Microsoft sebagai bagian
RI yang
dari
diwakili oleh
berpendapat hal tersebut tidaklah tepat karena
Menteri
bertentangan
Komunikasi
yang sehat sebagaimana diatur dalam UU Nomor 5
dan
Tahun 1999. MoU dalam implementasinya akan
Informasi
dilakukan
upaya
pemberantasan dengan
dalam
pembajakan,
prinsip
bentuk
persaingan
KPPU usaha
perjanjian,
jika
ditindaklanjuti akan menyebabkan beberapa hal : a. Memberikan tambahan kekuatan pasar (market power) bagi Microsoft yang secara faktual telah menjadi pemegang posisi
dominan
dengan menguasai lebih dari 90 % pangsa pasar
operating
Microsoft
system
Windows)
kantor
(Melalui
pasar
yang
dan
Microsoft besar
software
(melalui
software
aplikasi
Office).
tersebut
Kekuatan berpotensi
disalahgunakan. MoU akan berpotensi menjadi sarana
eksploitasi
Pemerintah)
oleh
konsumen Microsoft
(Instansi
sebagai
satu-
satunya penyedia software (operating system
Halaman
Tidak terdapat tanggapan dari pemerintah. Meskipun
dan
untuk
Proses
KPPU
215
Laporan Tahun 2007
demikian hingga saat ini MoU tersebut tidak dilaksanakan.
_____________________________________________________________________ No./Tgl.
Sumber, Materi
Surat/
Kebijakan, dan
Tujuan
Isu Persaingan
Surat
Usaha
1
2
Isi Saran Pertimbangan
Keterangan
3
4
dan aplikasi kantor) b. Menutup
peluang
pelaku
usaha
penyedia
operating system software dan aplikasi kantor Indonesia
selain
Microsoft,
untuk
dapat
memasarkan produknya di instansi pemerintah. Hal
ini
akan
menjadi
disinsentif
bagi
pengembangan software di Indonesia. Inovator dan
wirusahawan
sofware
Indonesia
terancam
dalam
industri
kelangsungannya,
karena
tidak lagi ada daya tarik pasar. c. Menyebabkan tidak adanya alternatif pilihan operating system software dan software aplikasi kantor bagi instansi pemerintah selain produk microsoft. Dalam jangka panjang hal ini akan menutup potensi efisiensi proses pengadaan software
di
instansi
pemerintah.
Instansi
pemerintah tidak lagi memiliki insentif untuk berinisiatif
mendapatkan
sesungguhnya
dapat
software
yang
menggantikan
fungsi
software microsoft dengan biaya yang lebih murah. 3. Memperhatikan
hal-hal
berpendapat
bahwa
pembajakan
dengan
microsoft,
tersebut solusi
diatas,
untuk
melakukan
tidaklah
tepat
KPPU
mengatasi
MoU
dengan
mengingat
akar
permasalahan yang sesungguhnya dari maraknya pembajakan
software
adalah
terkait
dengan
permasalahan penegakan hukum dari peraturan perundangan tentang hak kekayaan
intelektual
yang telah ada. 4. Solusi
bagi
upaya
pemberantasan
pembajakan
hanya dapat dilakukan melalui penegakan hukum yang tegas. Meskipun hal tersebut memerlukan waktu yang lebih panjang dan usaha yang lebih keras, tetapi KPPU meyakini bahwa apabila semua
Halaman
216
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ No./Tgl.
Sumber, Materi
Surat/
Kebijakan, dan
Tujuan
Isu Persaingan
Surat
Usaha
1
2 elemen
Isi Saran Pertimbangan
Keterangan
3
4
bangsa
ini
mewujudkannya,
memiliki
maka
kemauan
untuk
tersebut
dapat
hal
diimplementasikan. Mencermati hal-hal diatas maka KPPU menyarankan agar Pemerintah mencari model kebijakan lain yang berdampak luas pada pemberantasan pembajakan software
dan
persaingan
usaha
yang
sehat.
Persaingan usaha yang sehat diharapkan mampu mengatasi digital divide dalam pembangunan ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge based economy) dalam jangka panjang, karena munculnya inovasi software yang berbasis open system dan aplikasi perkantoran serta aplikasi khusus lainnya yang lebih terjangkau masyarakat luas. KPPU juga menyarankan Pemerintah
tidak
menindaklanjuti
MoU
dengan
Microsoft dalam bentuk perjanjian sekaligus mencabut MoU
tersebut,
untuk
menghindarkan
potensi-potensi persaingan
munculnya
usaha tidak sehat di
industri software Indonesia. 3.163/K/V/2
Sumber : SE
Tanggapan dan saran KPPU adalah sebagai berikut :
Tidak ada tanggapan dari
007
Menkominfo No.
1. Dari sisi persaingan usaha terbitnya SE tersebut
Pemerintah.
Saat
ini
tanggal
01/SE/M/Kominf
diyakini
pembahasan
RUU
Pos
25 Mei
o/1/2007
persaingan dalam jasa layanan pos. Hal tersebut
prioritas
2007
tentang
mengingat substansi SE yang bersifat diskriminatif
ditingkatkan oleh DPR.
kepada
Pengiriman Surat
terhadap pelaku usaha tertentu, menghambat
Presiden
yang berpotensi
pelaku
usaha
RI
bertentangan
usaha
dalam
dengan prinsip
membatasi pilihan konsumen pengguna jasa pos
Perihal :
persaingan
terutama konsumen perusahaan non individu.
Saran dan
usaha sehat
Kondisi tersebut dikhawatirkan akan berdampak
akan
menghambat
lain
untuk
pasar
iklim
usaha
melakukan
(entry
dan
kegiatan
barrier)
serta
Pertimbanga
negatif terhadap kinerja perekonomian secara
n KPPU
keseluruhan.
terhadap Surat Edaran
2. SE
tersebut
secara
tidak
langsung
telah
mengembalikan atau menegaskan posisi monopoli
Halaman
217
Laporan Tahun 2007
pembahasannya
_____________________________________________________________________ No./Tgl.
Sumber, Materi
Surat/
Kebijakan, dan
Tujuan
Isu Persaingan
Surat
Usaha
1
2
Isi Saran Pertimbangan
Keterangan
3
4
Menkominfo
PT. Pos Indonesia. KPPU melihat bahwa kondisi
No.
tersebut sesuai dengan yang diamanatkan dalam
01/SE/M/Ko
UU No. 6 Tahun 1984 tentang Pos. Akan tetapi
minfo/1/200
KPPU
7
Pemerintah
juga
melihat
fakta
bahwa
membiarkan
selama
bahkan
ini
cenderung
memfasilitasi kehadiran para pelaku usaha swasta di sektor jasa pos selain PT. Pos Indonesia. Dalam perspektif
persaingan
adanya
SE
tersebut
menimbulkan situasi bisnis yang tidak kondusif baik terhadap PT. Pos Indonesia, pelaku usaha, jasa
kurir
swasta
dan
konsumen.
Dampak
terhadap PT. Pos Indonesia dalam jangka pendek adalah peningkatan kinerja dengan memanfaatkan hak monopolinya. Dalam jangka panjang, PT. Pos Indonesia akan kembali dibesarkan dalam situasi monopoli yang dapat menjadi disinsentif bagi PT. Pos Indonesia untuk berkembang secara efisien. 3. Mekipun kondisi PT. Pos Indonesia saat ini sangat memprihatinkan,
namun
solusi
untuk
meningkatkan kinerja PT. Pos Indonesia tidak harus
melalui
kebijakan
yang
cenderung
bertentangan dengan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat. Kebijakan yang anti persaingan bahkan dapat memperburuk kinerja sektor jasa pos secara keseluruhan. 4. KPPU memandang perlunya program revitalisasi yang komprehensif terhadap PT. Pos Indonesia untuk
perbaikan
serta
peningkatan
kinerja
operasional dan pelayanan. Untuk itu perlu adanya dukungan
Pemerintah
dalam
tugas
PT.
Pos
Indonesia yang tidak memiliki nilai ekonomis (Public
Service
Obligation).
Sedangkan
untuk
kegiatan komersial sudah selayaknya manajemen PT. Pos Indonesia diberikan fleksibilitas untuk menetapkan berbagai kebijakan operasional dan
Halaman
218
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ No./Tgl.
Sumber, Materi
Surat/
Kebijakan, dan
Tujuan
Isu Persaingan
Surat
Usaha
1
2
Isi Saran Pertimbangan
Keterangan
3
4
strategis, seperti diantaranya adalah penetapan tarif layanan komersial dan inovasi produk dan jasa kepada konsumen komersial. Hal ini sejalan dengan status PT. Pos Indonesia (persero) yang salah satu tujuannya adalah mencari keuntungan (profit center). 5. SE tersebut bertentangan dengan semangat RUU Perposan
yang
pengelolaan
mendukung
sektor
jasa
perubahan
pos
model
Indonesia
dari
monopoli menuju persaingan. 6. KPPU berharap agar pembahasan perubahan UU No. 6/1984 dapat diselesaikan dalam waktu dekat serta agar Menkominfo dapat meninjau kembali SE Menkominfo No. 01/SE/M/Kominfo/1/2007 agar sesuai dengan koridor persaingan usaha yang sehat. 4. Surat No.
Sumber : RPP
KPPU
188/K/VI/20
tentang
berikut :
07 tanggal
Penataan dan
1. KPPU
18 Juni 2007
Pembinaan
pengaturan
kepada
Usaha Pasar
perlindungan usaha kecil ritel dan tradisional serta
pembahasan
MenteriKoord
Modern dan
perlindungan
tersebut.
inator
Usaha Toko
Menyangkut
Perekonomia
Modern
memahami
n Perihal :
memberikan
tanggapan
dan
saran
sebagai
Tidak ada tanggapan resmi dari Pemerintah. Meskipun
mendukung
sepenuhnya
yang
dilakukan
terhadap
dalam
pemasok
substansi
substansi
ritel
upaya modern.
pengaturan,
sepenuhnya
bahwa
KPPU
hal
tersebut
pengaturan,
KPPU
merupakan kewenangan Pemerintah. 2. Terkait
substansi
Saran dan
mengharapkan
Pertimbanga
memperhatikan
n terhadap
persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur
Rancangan
dalam UU No. 5 tahun 1999. Hal tersebut antara
Peraturan
lain menyangkut pengaturan pembatasan jumlah
Presiden
pelaku usaha berbasiskan analisis terhadap supply
tentang
dan
Penataan
pelaku usaha tidak menjadi instrumen yang dapat
demand.
agar
substansi
potensi-potensi
Diharapkan
Halaman
219
tersebut terjadinya
pembatasan
jumlah
Laporan Tahun 2007
demikian
KPPU
selalu
dilibatkan
dalam
proses
RPP
Ritel
_____________________________________________________________________ No./Tgl.
Sumber, Materi
Surat/
Kebijakan, dan
Tujuan
Isu Persaingan
Surat
Usaha
1
2
Isi Saran Pertimbangan
Keterangan
3
4
dan
dimanfaatkan oleh pelaku usaha untuk melakukan
Pembinaan
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak
Usaha Pasar
sehat
Modern dan
misalnya dengan melakukan praktek kartel antar
Usaha Toko
pelaku
Modern
bahkam praktek monopoli karena hanya ada satu
melalui usaha
eksploitasi yang
terhadap
jumlahnya
konsumen,
terbatas
atau
pelaku usaha disatu wilayah. 3. Terkait dengan hubungan pemasok dan peritel modern, diusulkan agar hal tersebut tidak hanya menyangkut pemasok kecil, tetapi juga pemasok menengah dan besar. Hal tersebut mengingat daya tawar ritel modern yang sangat tinggi tidak hanya berefek terhadap pelaku usaha kecil saja tetapi juga usaha menengah dan besar. Selain itu dalam pengaturan juga perlu ditegaskan bahwa segala bentuk hubungan transaksi antara pemasok dan peritel modern tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat. 4. Apabila keterlibatan KPPU hendak didefinisikan secara eksplisit dalam substansi pengaturan, maka diusulkan
terdapat
klausul
tambahan
dalam
bab/pasal tersendiri sebagai berikut : Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat : a.
Pelaku usaha ritel dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
b.
Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Halaman
220
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ No./Tgl.
Sumber, Materi
Surat/
Kebijakan, dan
Tujuan
Isu Persaingan
Surat
Usaha
1
2
Isi Saran Pertimbangan
Keterangan
3
4
5. .215/ K/
Sumber :
Terkait
VII/ 2007
pembenahan
beberapa hal sebagai berikut :
tanggal 10
penyelenggaraan
1. Tarif
Juli 2007
haji oleh
sumber informasi yang terbatas karena masih
kepada :
Pemerintah
adanya
Presiden
melalui
keikutsertaan pelaku usaha potensial di pasar
telah
Republik
Rancangan
bersangkutan. Penetapan tarif oleh pemerintah
dengan
Indonesia
Perubahan UU
pada segmentasi haji khusus tidak mendorong
mekanisme pembentukan Panja,
kebijakan BPIH
tersebut,
selama
KPPU
ini
menyampaikan
pertimbangan KPPU, Menteri dihasilkan
hambatan-hambatan
Nomor 17 Tahun
pihak
Perihal :
1999 tentang
melakukan persaingan sehat.
Saran &
Penyelenggaraan
Pertimbanga
Haji.
swasta
untuk
berdasarkan pasar
melakukan
terbentuk
Agama memberi tanggapan sebagai berikut :
bagi 1. Mengenai
efisiensi
dan
tarif
dibahas
BPIH, bersama
DPR-RI
melalui
mekanisme
melalui dimana
sebelumnya
2. Penetapan tarif BPIH untuk segmen haji reguler sebaiknya
Menanggapi surat saran dan
telah
dilakukan Rapat Dengar Pendapat dengan pihak-
n terhadap
persaingan
Kebijakan
kriteria-kriteria teknis yang jelas dan transparan
membahas penetuan tarif
Penyelenggar
yang dimplementasikan melalui tender terbuka.
yang
aan Haji
yang
tidak
diskriminatif
disertai
3. Pada segmen pasar haji khusus perlu didorong efisiensi
terprogram
reduction yang wajar
melalui
kebijakan
cost
berupa penetapan batas
atas tarif yang diawasi secara tegas. pelayanan
ibadah
terkait wajar
untuk dan
proporsional. Tarif BPIH tersebut
tetap
menggunakan tarif tahun sebelumnya dengan juga
4. Sebaiknya Pemerintah melakukan terder terbuka terhadap
pihak
haji
di
bidang
melakukan dan
pembahasan
tawar-menawar
transportasi, jasa pelayanan dan jasa boga yang
untuk memperoleh tarif
melibatkan swasta nasional, sehingga diharapkan
yang
dapat menekan tarif BPIH.
proporsional. Sedangkan
5. Pemerintah perlu melakukan pendekatan G to G dengan Pemerintah Arab Saudi
dalam rangka
wajar
mengenai
dan
keikutsertaan
pelaku usaha lain dalam
pengembangan kelompok kerja sama ekonomi
transportasi
yang
maskapai nasional yang
lebih
dengan
strategis
swasta
memperluas
Arab
peran
antara
swasta
sehingga
dapat
dipakai hanya satu yaitu
nasional
dalam
Garuda.
Saudi, swasta
nasional
haji,
Hal
ini
penyelenggaraan jasa angkutan dan katering, baik
dikarenakan
di embarkasi maupun di Arab Saudi.
kesulitan perolahan izin
6. Perangkapan pelaksanaan
fungsi oleh
regulasi
Pemerintah
dan menjadi
fungsi
pendaratan
sebab
Arabia yaitu Pemerintah
utama inefisiensi penyelenggaraan haji. Hubungan
Halaman
221
adanya
Laporan Tahun 2007
Arab
di
Saudi
Saudi yang
_____________________________________________________________________ No./Tgl.
Sumber, Materi
Surat/
Kebijakan, dan
Tujuan
Isu Persaingan
Surat
Usaha
1
2
Isi Saran Pertimbangan
Keterangan
3
4
operator-regulator karena
pada
harusnya
bentuk
bersifat
rangkap
vertikal,
fungsi
seperti
memberlakukan
single
designator
bagi
sekarang menyulitkan mekanisme reward and
penerbangan haji suatu
punishment ; akibatnya sampai saat ini tidak ada
negara.
mekanisme
maskapai lainnya selalu
pertanggungjawaban
Departemen
Selain
itu
Agama atas berbagai masalah yang terjadi dalam
memberikan
penyelenggaraan haji.
tarif yang lebih tinggi dari
7. Pemerintah cukup menjalankan fungsi regulator, sedangkan
fungsi
pelaksanaan
penawaran
Garuda dan Saudi Airline.
sebaiknya 2. Implementasi
melalui
diserahkan kepada badan yang dibentuk secara
tender
khusus oleh pemerintah berupa Badan Pelaksana
dilakukan melalui media
Ibadah
massa
Presiden
Haji.
Penetapan
berdasarkan
BPIH usulan
dilakukan BPIH
oleh
setelah
mendapatkan persetujuan DPR. 8. Setiap komponen biaya penyelenggaraan ibadah
terbuka
telah seperti
pengumuman tender
hasil
catering
di
Surabaya melalui koran
haji diorganisasikan oleh Badan Pelaksana Ibadah
media
Haji dengan mengimplementasikan mekanisme
Sedangkan
yang memperhatikan prinsip-prinsip persaingan
pemondokan,
usaha yang sehat.
penentuannya sesuai
Indonesia. untuk
tarif
dilakukan
ketentuan
yang
berlaku dan mengikat di Arab Saudi. Departemen Agama melakukan upaya negosiasi
untuk
memperoleh harga yang wajar dan kompetitif. 3. Departemen Agama telah mendorong
untuk
melakukan
efisiensi
dengan
tetap
memperhatikan perlindungan jemaah.
Halaman
222
Laporan Tahun 2007
terhadap
Untuk
itu,
Departemen
Agama
menetapkan
harga
_____________________________________________________________________ No./Tgl.
Sumber, Materi
Surat/
Kebijakan, dan
Tujuan
Isu Persaingan
Surat
Usaha
1
2
Isi Saran Pertimbangan
Keterangan
3
4 minimal
dalam
rangka
perlindungan pelayanan
agar benar-benar
dapat
dilaksanakan
sesuai
yang
dijanjikan.
Sementara
ini
dilakukan
pembatasan
harga
belum
maksimal
sesuai
saran KPPU, karena di Arab
Saudi
standarisasi naqobah,
belum tarif
dan
Namun,
ada
hotel,
catering.
Departemen
Agama
akan
tetap
menjaga agar tarif yang ditentukan harus sesuai dengan pelayanan yang diberikan. 4. Tender
terbuka
dilakukan
telah dengan
mengumumkan pemenang
lelang/tender
melaui website disamping koran
nasional
sesuai
dengan
yang Kepres
No.80 Tahun 2003. 5. Dalam pendekatan G to G,
sangat
diharapkan
adanya peran aktif dari pelaku untuk partner
usaha
nasional
mendapatkan bisnis
di
Arab
Saudi. 6. Usulan pemisahan fungsi regulasi
Halaman
223
Laporan Tahun 2007
dan
fungsi
_____________________________________________________________________ No./Tgl.
Sumber, Materi
Surat/
Kebijakan, dan
Tujuan
Isu Persaingan
Surat
Usaha
1
2
Isi Saran Pertimbangan
Keterangan
3
4 pelaksanaan
telah
diusulkan oleh beberapa pengamat perhajian dan telah
mendominasi
pembahasan
pada
pembicaraan usul inisiatif DPR-RI
tentang
Perubahan Undang
UndangNo.17
1999
tahun tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji. 7. Departemen
Agama
sependapat
untuk
membentuk
Komite
Pengawas
independen
yang
mengawasi
ikut
penyelenggaraan haji di Indonesia,
dengan
pertimbangan
untuk
diantisipasi tidak adanya tumpang
tindih
pelaksanaan lembaga yang
dengan pengawasan
dibentuk
oleh
peraturan perundangan. 8. Akuntabilitas penyelenggaraan dilakukan
oleh
haji institusi
pemeriksa internal yaitu Inspektorat Jenderal dan BPKP,
serta
institusi
pemeriksa eksternal yaitu BPK.
Perlu
diketahui
bahwa sejak dua tahun
Halaman
224
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ No./Tgl.
Sumber, Materi
Surat/
Kebijakan, dan
Tujuan
Isu Persaingan
Surat
Usaha
1
2
Isi Saran Pertimbangan
Keterangan
3
4 ini,
setelah
operasional
selesai
haji
telah
diumumkan neraca BPIH secara
luas
masyarakat
kepada melalui
media massa nasional. 6.
Sumber :
Terkait
301/K/VIII/2
Peraturan
beberapa hal sebagai berikut :
007
Menteri No. 11
1.
Tanggal 30
Tahun 2005
pengaturan
Agustus
tentang Buku
memperkuat kebijakan tersebut dengan :
2007
Teks Pelajaran
kebijakan
tersebut,
KPPU
menyampaikan
b.
ini,
maka
Pemerintah
harus
mengembangkan program-program turunan
merupakan
dari kebijakan yang telah dibuat saat ini,
Perihal :
kebijakan yang
antara lain dengan :
Saran
selaras dengan
i.
Pertimbanga
semangat
kebijakan yang telah ada
n terhadap
persaingan
ii.
Kebijakan
usaha yang
ujung tombak industri buku
Perbukuan
sehat. Namun
Nasional
dalam
melanggar ketentuan yang telah ditetapkan,
implementasinya
terutama
, kerangka
pelaksana
industri perbukuan yang
b.
mengembangkan pengaturan teknis dari mengembangkan
toko
buku
sebagai
menegakkan sanksi bagi pihak-pihak yang ditujukan
kepada
pendidikan
pejabat
nasional
dan yang
mendistorsi sistem melalui kewenangannya. 2. Terkait kebijakan harga buku nasional, mengingat
ideal yang sesuai
potensi oligopoli dalam industri buku sangat
dengan
besar,
kebijakan masih
eksploitasi
jauh dari
untuk menetapkan batas atas harga buku. Hal
harapan. Salah
tersebut dilakukan sebagai upaya pencegahan
satu
terhadap potensi eksploitasi siswa oleh pelaku
permasalahan
usaha. Di sisi lain kebijakan tersebut memberi
yang muncul
ruang persaingan yang seluas-luasnya sehingga
adalah terjadinya
upaya efisiensi pelaku usaha tetap terjadi.
distorsi terhadap
maka
untuk
konsumen,
menghindari
terjadinya
Pemerintah
disarankan
3. Memperhatikan nilai strategis perbukuan dalam
Halaman
225
terdapat
dari Pemerintah.
Apabila Pemerintah ingin mempertahankan bentuk saat
Tidak
Laporan Tahun 2007
tanggapan
_____________________________________________________________________ No./Tgl.
Sumber, Materi
Surat/
Kebijakan, dan
Tujuan
Isu Persaingan
Surat
Usaha
1
2
Isi Saran Pertimbangan
Keterangan
3
4
sistem ideal yang
pendidikan nasional dan lemahnya implementasi
diinginkan
kebijakan saat ini, disarankan agar pengaturan
Pemerintah serta
perbukuan menggunakan peraturan perundangan
minimnya
yang lebih tinggi yang mengikat setiap warga
perhatian
Negara
Pemerintah
mengusulkan bentuk pengaturan yang tepat yaitu
untuk
Undang-Undang. Untuk itu KPPU mengusulkan
mendorong
agar Pemerintah segera menyiapkan Rancangan
implementasi
Undang-Undang Perbukuan Nasional.
yang
menjadi
obyeknya.
KPPU
kebijakan yang ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. 7.
Sumber :
Terkait
302/K/VIII/2
Amandemen
beberapa hal sebagai berikut :
resmi
007
terhadap UU
1.
Perlu adanya klasifikasi dan spesifikasi yang lebih
Meskipun
Tanggal 31
No.6 Tahun 1984
jelas terhadap produk atau jasa pos yang terkait
berita
Agustus
terutama yang
dengan
diketahui bahwa Pemerintah
2007
berkaitan dengan
Klasifikasi tersebut dapat dilakukan berdasarkan
akan
pelayanan PSO
kombinasi dari tiga kriteria utama yaitu jenis jasa
mengakomodasi
usulan
Pos
pelayanan (class of services), berat, dan tarif.
KPPU
dalam
Dengan mengacu pada berbagai kebijakan pos
regulasi turunan UU No. 6
Pertimbanga
yang diterapkan di berbagai negara, kategori
Tahun 1984.
n KPPU
produk/jasa yang bersifat wajib disediakan oleh
dalam RUU
operator/Negara dengan tarif yang terjangkau.
Perposan
Sementara, produk jasa pos seperti express mail
Perihal : Saran &
2.
dan
kebijakan
tersebut,
Public
jasa
KPPU
Service
pos
menyampaikan
Obligation
premium
lainnya
(PSO).
merupakan
produk/jasa bernilai tambah yang termasuk ke dalam wilayah komersial dan dapat dilakukan secara
kompetitif,
maupun
tarif,
baik
dari
berdasarkan
segi
pelayanan
mekanisme
pasar
yang wajar. 3.
RUU
Pos
harus
tetap
memuat
pengaturan
mengenai PSO jasa pos di Indonesia. Undang-
Halaman
226
Laporan Tahun 2007
Tidak
terdapat dari
tanggapan Pemerintah.
demikian media berusaha tersebut
dari massa untuk
_____________________________________________________________________ No./Tgl.
Sumber, Materi
Surat/
Kebijakan, dan
Tujuan
Isu Persaingan
Surat
Usaha
1
2
Isi Saran Pertimbangan
Keterangan
3
4
Undang pos yang baru harus memberikan amanat kepada negara dalam hal penyediaan PSO jasa pos dengan sistem dan metode pembiayaan yang memadai. Dalam hal ini, metode atau praktek subsidi silang antara jasa pos yang bernilai komersial dengan jasa pos non komersial (PSO) harus dihilangkan, karena akan memberatkan kinerja operator sebagai pelaksana PSO pos dan juga
akan
menimbulkan
adanya
hambatan
terhadap iklim persaingan usaha yang sehat. 4.
Pemerintah perlu menerbitkan kebijakan yang memberikan hak konsensi kepada operator PSO dalam jasa pos, melalui proses yang kompetitif dan transparan, sehingga akan diperoleh operator PSO jasa pos dengan biaya terendah yang dapat melaksanakan
fungsi
serta
menghilangkan
adanya subsidi silang antara layanan PSO dengan layanan komersial. Untuk itu, perlu dilakukan evaluasi baik terhadap metode pendanaan PSO maupun
terhadap
kinerja
serta
kemampuan
kandidat operator sebagai pelaksana PSO dalam jasa pos. 5.
Perlunya penguatan fungsi serta peran regulator dan pengawas dalam undang-undang pos yang baru, terutama dalam hal status hukum, tatanan institusi, pendanaan serta kewenangannya. Selain itu, regulator dan pengawas pos harus menjamin tidak
terjadi
penyimpangan
atau
persilangan
antara produk/jasa yang bersifat wajib dengan produk/jasa yang bersifat komersial, terutama dari sisi kebijakan tarif oleh operator PSO dan pelaku usaha lainnya. 6.
Dalam
RUU
Pos
sebaiknya
juga
mencakup
berbagai perkembangan dan inovasi dalam dunia bisnis, terutama dalam rangka mengantisipasi
Halaman
227
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ No./Tgl.
Sumber, Materi
Surat/
Kebijakan, dan
Tujuan
Isu Persaingan
Surat
Usaha
1
2
Isi Saran Pertimbangan
Keterangan
3
4
trend integrasi layanan jasa pos dan logistik, sehingga inovasi
dapat dalam
meningkatkan supply
chain
efisiensi
yang
dan
mengarah
kepada peningkatan kualitas layanan konsumen dengan tarif yang lebih kompetitif. 7.
Ketentuan
dalam
mempertimbangkan
RUU
Pos
tetap
kaidah-kaidah
prinsip
persaingan usaha yang sehat sesuai dengan UU No. 5 Tahun 1999 untuk menyikapi berbagai isu dalam sektor pos, seperti diantaranya adalah integrasi vertikal, akses terhadap jaringan pos serta penetapan tarif yang unfair. 8.
Sumber : Masih
Terkait
330/K/IX/20
diperlukan
beberapa hal sebagai berikut :
07
berbagai
Tanggal 24
pembenahan
ataupun instansi yang berwenang dalam hal
September
agar
perijinan
usaha
2007 kepada
perkembangan
evaluasi
terhadap
Bapak
industri kelapa
perkebunan kelapa sawit yang diusahakan
Presiden RI
sawit sesuai
oleh perusahaan besar swasta
dengan harapan
kebijakan
tersebut,
KPPU
menyampaikan
1. KPPU menyarankan agar departemen teknis
2. Ketentuan
di
perkebunan
melakukan
pendayagunaan
dalam
Peraturan
lahan
Menteri
Perihal :
dengan
Pertanian
Saran
mengakomodasi
26/Permentan/OT.140/2/2007
Pertimbanga
nilai-nilai
keharusan usaha pengolahan hasil perkebunan
n terhadap
persaingan
sawit untuk memenuhi minimal 20% pasokan
kebijakan
usaha yang
bahan bakunya dari pengusahaan budidaya
usaha
sehat dalam
tanaman
perkebunan
pengembangann
untuk dicabut.
sawit
ya.
Nomor
perkebunan
sendiri,
mengenai
disarankan
3. Pola kemitraan yang dilakukan seharusnya dilandasi dengan prinsip transaksional yang terbuka. Untuk itu, ketentuan-ketentuan di dalam
perjanjian
kemitraan
disarankan
memperhatikan ketentuan larangan praktek monopsoni
dan
perjanjian
tertutup
sebagaimana diatur dalam UU No. 5 tahun
Halaman
228
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ No./Tgl.
Sumber, Materi
Surat/
Kebijakan, dan
Tujuan
Isu Persaingan
Surat
Usaha
1
2
Isi Saran Pertimbangan
Keterangan
3
4
1999. 4. KPPU menyarankan agar departemen ataupun instansi
yang
ketentuan
berwenang
operasional
menjalankan
Peraturan
Menteri
Pertanian Nomor 395/Kpts/OT.140/11/2005, disarankan sebagai
untuk
tidak
instrumen
keseragaman
menyalahgunakan
yang
harga
memaksakan
pasar
di
pasar
bersangkutan. 9.
Sumber :
Permasalahan mendasar terkait dengan pelaksanaan
Terdapat
373/K/X/200
Pemanfaatan
sistem Roro adalah sebagai berikut.
yang ditujukan kepada KPPU
7
kapal RoRo
Tanggal 29
1.
tanggapan
Selama ini belum ada kebijakan bilateral
melalui
sebagai
antara
Sekretaris
Oktober
angkutan Batam-
Singapura
2007
Singapura saat
mengatur mengenai angkutan penyeberangan
ini belum
antara
Pemerintah
RI
sebagai
kedua
dan
landasan
negara
Pemerintah hukum
tersebut.
yang
Landasan
Surat
resmi Menteri
Negara
No
B-
16/M.Sesneg/D-4/01/2008. Dalam
surat
tersebut,
Perihal :
diakomodasi
hukum yang dipakai selama ini adalah berupa
Menteri
Saran &
dengan baik
MoU antara Pemerintah RI dengan Pemerintah
meminta
Pertimbanga
dalam kebijakan
Singapura tentang kerjasama ekonomi serta
Koordinator
n KPPU
sektor
Surat
Perekonomian
terhadap
perhubungan,
Menteri Keuangan, dan Menteri Perhubungan.
membahas
Pelaksanaan
sehingga
Ketiadaan landasan hukum ini menjadi entry
pertimbangan
Angkutan
implementasinya
barrier
bagi pelaku usaha nasional yang
mengingat
Kontainer
telah
masuk
kedalam
ditandatanganinya
Roll On-Roll
menimbulkan
penyeberangan
Off (RoRo)
potensi
Hambatan
Batam-
persaingan
antara
Singapura
usaha tidak
kelangsungan
penyeberangan
Cooperation in The Island of
sehat berupa
dengan sistem Roro, serta seringkali terjadi
Batam, Bintan, and Karimun
terhambatnya
penolakan chasis kapal Indonesia yang akan
pada tanggal 25 Juni 2006.
pelaku usaha
masuk ke Singapura dengan alasan bahwa
Hasil pembahasan tersebut
nasional yang
chasis kapal Indonesia tidak sesuai dengan
diharapkan
memiliki
standar
kepada
keinginan untuk
pelabuhan Singapura.
Keputusan
Menteri
usaha dengan
tersebut
lain,
tidak
Halaman
jasa
angkutan
sistem
Roro.
muncul
dalam
bentuk
adanya
jaminan
usaha
chasis
Perdagangan,
yang
229
jasa
diterapkan
bagi
otoritas
Sekretaris
Negara
kepada
Menteri Bidang untuk
saran
dan
dari
KPPU, telah
perjanjian bilateral dengan Pemerintah
Singapura
mengenai
Economic
dilaporkan
Presiden
melalui
Menteri Sekretaris Negara.
Laporan Tahun 2007
_____________________________________________________________________ No./Tgl.
Sumber, Materi
Surat/
Kebijakan, dan
Tujuan
Isu Persaingan
Surat
Usaha
1
2 mengoperasikan
2.
Isi Saran Pertimbangan
Keterangan
3
4
Terdapat
berbagai
praktek
ekonomi
biaya
kapal RoRo di
tinggi yang terjadi di pelabuhan-pelabuhan
Berdasarkan surat tersebut,
jalur Batam-
yang berada di Pulau Batam, terkait dengan
menurut Menteri Sekretaris
Singapura.
pengoperasian kapal Roro tersebut. Muncul
Negara,
biaya-biaya yang tidak sesuai dengan standar
mengatur
kepelabuhanan
pemanfaatan
nasional
sehingga
lebih
kebijakan
mengenai kapal
mendekati bentuk pungutan ilegal daripada
Batam-Singapura
pemasukan bagi Pemerintah di Pulau Batam.
diakomodasi
dengan
hal-hal
tersebut
diatas,
KPPU
menyampaikan beberapa hal sebagai berikut : 1.
between
Ro-Ro telah dalam
Framework Terkait
yang
Agreement Republic
Indonesia
of
and
The
KPPU menyarankan agar Pemerintah segera
Government of The Republic
membuat perjanjian bilateral antara kedua
of Singapore on Economic
negara
Cooperation in The Islands
yang
Pengaturan
megatur harus
hal
tersebut.
dilakukan
secara
komprehensif, sehingga tidak ada keraguan dari
pelaku
usaha
berpartisipasi
aktif
nasional
dalam
usaha
of
Batam,
Bintan,
and
Karimun.
untuk jasa
penyeberangan dengan menggunakan kapal Roro, 2.
Pengaturan juga harus mengakomodasi bagi munculnya persaingan usaha yang sehat serta menghindarkan ekonomi biaya tinggi dalam usaha jasa penyeberangan tersebut.
10.
Sumber
390/K/XI/20
Sebagian
07
laporan
Tanggal 9
persaingan
November
usaha
tidak
terjadinya distorsi implementasi UU No.18 Tahun
Umum
selalu
melibatkan
2007
sehat
dalam
sosialisasi
: besar
Terkait
dengan
kebijakan
tersebut,
KPPU
menyampaikan beberapa hal sebagai berikut : 1. Pengaturan dalam sektor jasa konstruksi harus terus
disempurnakan
untuk
menghindarkan
Tidak
terdapat
tanggapan
resmi dari Pemerintah. Akan tetapi
hingga
Departemen
saat
ini
Pekerjaan
yang
1999. Salah satu permasalahan paling penting yang
KPPU
masuk ke KPPU
harus diperbaiki adalah upaya validasi kepada
mengenai prinsip persaingan
Perihal :
berasal
dari
unsur pelaku usaha yang menjadi pengurus LPJK.
usaha
Saran
sektor
jasa
Pemerintah harus mendorong peran aktif dari unsur
industri jasa konstruksi.
Pertimbanga
konstruksi.
Dari
LPJK lain yang lebih independen seperti unsur
Halaman
230
Laporan Tahun 2007
yang
sehat
dalam
_____________________________________________________________________ No./Tgl.
Sumber, Materi
Surat/
Kebijakan, dan
Tujuan
Isu Persaingan
Surat
Usaha
1
2
Isi Saran Pertimbangan
Keterangan
3
4
n terhadap
laporan tersebut
Kebijakan di
memunculkan
Sektor Jasa
dugaan
bahwa
yang menjadikan proses validasi perusahaan dan
Konstruksi
salah satu akar
asosiasi jasa konstruksi di LPJK menjadi proses
permasalahan
seleksi bagi munculnya perusahaan dan asosiasi
sektor
yang mengedepankan profesionalitas serta menjadi
jasa
konstruksi
Pemerintah dan Akademisi/Pakar. 2. Diharapkan Pemerintah dapat melahirkan kebijakan
sarana untuk melahirkan pelaku usaha dengan
terletak
pada
kebijakan
yang 3. Memperhatikan bahwa akar permasalahan di sektor
tidak kondusif.
daya saing tinggi. jasa konstruksi terletak pada format kelembagaan, maka untuk kepentingan jangka panjang KPPU menyarankan kepada Pemerintah agar mengubah format
kelembagaan
tersebut.
Format
sektor
yang
tepat
jasa
konstruksi
adalah
dengan
menempatkan LPJK sebagai lembaga resmi negara dengan tugas menjadi regulator dalam sektor jasa konstruksi.
Format
ini
mengedepankan
independensi yang akan menghindarkan LPJK dari konflik
kepentingan
anggotanya.
Mengingat
perubahan format hanya dapat dilakukan dengan melakukan amandemen terhadap UU No.18 Tahun 1999, maka KPPU menyarankan agar Pemerintah menyiapkan Rancangan Undang-Undang perubahan terhadap UU No.18 Tahun 1999. 11.
Dalam
Mencermati perkembangan pengelolaan taksi bandara
Tidak
427/K/XII/20
pengelolaan taksi
yang memiliki kecenderungan tetap monopoli, serta
resmi dari Pemerintah.
07
bandara,
pada
minimnya langkah nyata yang dilakukan beberapa
Tanggal 6
perkembanganny
instansi terkait dalam upaya pembenahan pengelolaan
Desember
a
taksi bandara menuju pelayanan yang lebih baik
2007
monopoli
dengan harga yang kompetitif, KPPU memandang
pengelolaan oleh
perlu adanya langkah konkrit yang dapat dilakukan
Perihal :
pelaku
Pemerintah
Saran &
tertentu
Pertimbanga
potensi
telah
terjadi
usaha dengan
untuk
mengambil
kebijakan
yang
mengedepankan implementasi nilai-nilai persaingan usaha yang sehat dalam sektor taksi bandara. Apabila
Halaman
231
Laporan Tahun 2007
terdapat
tanggapan
_____________________________________________________________________ No./Tgl.
Sumber, Materi
Isi Saran Pertimbangan
Keterangan
Surat/
Kebijakan, dan
Tujuan
Isu Persaingan
Surat
Usaha
1
2
3
4
n Terhadap
penyalahgunaan
Pemerintah berkenan untuk mendapatkan penjelasan
Kebijakan
kekuatan
yang lebih komprehensif dari KPPU, maka KPPU
Pengelolaan
monopoli
Taksi Bandar
dalamnya
Udara
melalui
di
bersedia
untuk
melakukan
audiensi
terkait
tersebut. tarif
yang tinggi dan kualitas pelayanan
yang
memprihatinkan. Sementara
itu,
hasil kajian KPPU memeperlihatkan bahwa
model
persaingan yang terbuka sesungguhnya dapat diimplementasik an
dalam
pengelolaan taksi bandara dengan memberikan kesempatan kepada
pelaku
usaha
yang
memiliki kompetensi dalam pengelolaan taksi bandara.
Halaman
232
Laporan Tahun 2007
hal