REFLEKSI KEGIATAN PENELITIAN ILMIAH DI LINGKUP PUSAT DIKLAT KEHUTANAN Oleh : Dwi Rahmanendra, S. Hut Ir. Priyambudi Santoso, M.Sc
Abstrak Scientific research is an effort to meet the human sense of occurrence or a phenomenon of nature and the environment. Claims Widyaiswara professionalism through research activities is the value that high and noble effort in the documentation and experience professional duties. One of the main activities Widyaiswara is doing scientific research on the scope of training and education, there can not be avoided by us in the environmental education and training (Diklat), that knowledge is the fundamental right of all action and effort. Therefore, in this paper will be reviewed about: a) the urgency of Scientific Activities, b) Scientific Research Activities Conditions of the Widyaiswara, c) Opportunities and Potential Activities Widyaiswara Forestry Research, and d) recommendations with regard to scientific research activities that we important perspective in the hope that useful for Widyaiswara and environment officials at the Forestry Training and education Center.
Pendahuluan Manusia dikaruniai naluri rasa ingin tahu (basic instinc named the sense of curiosity) yang tidak pernah berhenti pada suatu titik atau tingkatan, khususnya terhadap kejadian atau fenomena alam dan lingkungannya yang pada akhirnya bermuara pada tuntutan pemenuhan kebutuhan bertahan hidup (struggle for survival). Untuk itulah, manusia selalu berusaha keras, terus-menerus ingin tahu terhadap hal-hal yang tidak jelas dan yang belum diketahui. Inilah selanjutnya lazim disebut re dan search (pencarian kembali) yang merupakan satu ciri khas penelitian, merupakan proses yang berjalan terus-menerus.
Berawal dari sifat di atas itu dan dikaitkan dengan Peraturan Menpan Nomor PER/66M.PAN/6/2005, Peraturan Kepala LAN Nomor 1 Tahun 2006, dan Nomor 5 Tahun 2008, maka dipandang sangat tepat jika pejabat fungsional Widyaiswara
1
diberi amanah tugas kegiatan untuk selalu mengembangkan diri melalui kegiatan-kegiatan ilmiah yang dilakukan dengan pembuatan penelitian. Sudah barang tentu, tuntutan profesionalisme Widyaiswara melalui kegiatan penelitian dimaksud
mengandung
pengungkapan
dan
makna
yang
tinggi
pendokumentasian
dan
luhur
dalam
upaya
pengalaman-pengalaman
tugas
profesinya. Hal seperti inilah yang merupakan salah satu bentuk refleksi diri Widyaiswara.
Sehubungan dengan hal di atas, nampaknya sangat tepat ungkapan-ungkapan yang seringkali kita dengar, di antaranya; Widyaiswara secara harfiah berarti ”pembawa kebenaran” (atau suara yang baik, dari kata widya = baik, dan iswara =
suara).
Berikutnya,
jika
dikaitkan
dengan
pengertian
tentang
tugas
Widyaiswara yang berada pada Lembaga Diklat Pemerintah, maka sangat tepat pula ungkapan “centre of excellent” bagi instansi/unit tempat tumbuh dan berkembangnya pengabdian para pembawa kebenaran itu. Untuk itulah, hubungan Widyaiswara Kehutanan dengan Pusat/Balai-Balai Diklat Kehutanan yang merupakan instansi/unit pengemban tugas dan fungsi kediklatan kehutanan adalah ibarat 2 sisi mata uang yang tidak dapat terpisahkan. Maka dari itu, ungkapan yang dahulu sering digaungkan pada forum-forum pertemuan di Pusat Diklat Kehutanan, bahwa Widyaiswara merupakan ”roh atau pilar utama” perlu diupayakan terus keberadaan dan kebenarannya.
Salah satu kegiatan utama Widyaiswara adalah melakukan penelitian ilmiah pada lingkup kediklatan, ini memang tidak bisa dihindari oleh kita di lingkungan pendidikan dan pelatihan (Diklat), bahwa pengetahuan adalah dasar yang tepat dari semua tindakan dan usaha. Oleh karena, penelitian yang baik dan benar merupakan dasar untuk meningkatkan pengetahuan, hal ini harus terus diadakan/dilakukan
agar
pada
giliran
berikutnya
dapat
meningkat
pula
pencapaian dari usaha-usaha melaksanakan tugas dan kegiatan yang telah direncanakan secara bersama-sama. Sekali lagi, bahwa kegiatan utama yang sangat penting ini hanya merupakan salah satu saja dari sebanyak 22 butir tugas Widyaiswara sebagaimana tersurat di dalam Peraturan Menpan Nomor 66 Tahun 2005.
2
Tentang istilah penelitian yang merupakan kegiatan ilmiah dan terencana bertujuan untuk membuktikan keberadaan dan keabsahan suatu obyek, pendapat atau masalah. Menurut Kerlinger (2002), definisi penelitian ilmiah adalahi penyelidikan yang sistematis, terkontrol, empiris dan kritis tentang fenomena-fenomena alami, dengan dipandu oleh teori dan hipotesis-hipotesis mengenai hubungan yang diperkirakan terdapat di antara fenomena-fenomena tersebut. Sedangkan kegiatan ilmiah berarti kegiatan yang dilandasi oleh metode keilmuan. Lebih spesifik Prof. Sugiyono (2006) menjelaskan tentang metode penelitian pendidikan adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan untuk dapat ditemukan, dikembangkan dan dibuktikan suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami,
memecahkan
dan
mengantisipasi
masalah
dalam
bidang
pendidikan.
Akhirnya tulisan yang berjudul ”Refleksi kegiatan Penelitian Ilmiah di Lingkup Pusat Diklat Kehutanan” dengan ulasan-ulasan singkat, meliputi ; a) Urgensi Kegiatan Penelitian Ilmiah, b) Kondisi Kegiatan Penelitian Ilmiah Widyaiswara Kehutanan, c) Peluang dan Potensi Kegiatan Penelitian Widyaiswara Kehutanan, dan d) Simpulan-simpulan serta Rekomendasi yang kami pandang penting dengan harapan bermanfaat bagi para Widyaiswara dan para pejabat di lingkungan Pusat Diklat Kehutanan. Harapan lebih jauh dari nilai penting artikel ini menjadi makin besar setelah membaca isi artikel pada Buletin Silvika Edisi 41/IX/2004 berjudul ”Karya Tulis Ilmiah Hasil Penelitian Widyaiswara Kehutanan Masih Sebatas Wacana” oleh Priyambudi Santoso, yang menyatakan bahwa sampai dengan tahun 2004 belum satupun tulisan hasil penelitian ilmiah Widyaiswara Kehutanan yang diakui dengan nilai kredit 12.50.
Urgensi Kegiatan Penelitian Ilmiah
Sebagaimana uraian di atas dan kita semua sudah maklumi, bahwa spektrum ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) kehutanan pada hutan tropika Indonesia sangatlah luas dan kompleks, begitu pula halnya problematika yang terjadi mulai dari tingkat tapak sampai dengan tingkat internasional, cenderung
3
makin hari semakin tidak pernah henti-hentinya menjadi pembicaraan hangat. Terlebih lagi jika kita ikuti perkembangan organisasi beserta sumberdaya manusia (SDM) yang mengurusnya, nampak jelas hal ini terus-menerus dibenahi sejak di tingkat lapangan (di daerah) sampai dengan di tingkat pusat.
Jika kita ikuti sejarah perkembangan pendidikan di Indonesia, mulai dari jamannya Ki Hajar Dewantoro (sebagai Bapak Pendidikan Nasional), merupakan bukti konkrit, bahwa melalui pendidikan dan perkembangan kemajuannyalah manusia Indonesia bisa menjadi maju dan beradab sehingga kita semua bisa bergaul, sejajar, dan dikenal di antara bangsa-bangsa di dunia ini.
Jika kita kaji makna bahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa betapa besarnya manfaat pengembangan IPTEK, dan tidak bisa tidak akan bermanfaat pula bagi pengembangan suatu organisasi, disini termasuk juga pada IPTEK dan organisasi kehutanan.
Pada sisi kenyataan lain yang terjadi di lingkungan pendidikan dan pelatihan kehutanan
saat
ini,
terkadang
nampak
jelas
bahwa
keseimbangan
perkembangan peran yang sepantasnya maju berkembang bersama, dapat dikatakan belum jelas terlihat. Untuk itu, posisi dan kondisi pengembangan IPTEK kehutanan guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembangunannya masih harus dan perlu mengikutsertakan peran aktif potensi tenaga SDM fungsionalnya. Sebagai tambahan informasi, di dalam Buku Statistik Kehutanan Indonesia Tahun 2006 (oleh Badan Planologi Kehutanan, 2007), bahwa s/d 31 Desember 2006 jumlah Pegawai Negeri Sipil Departemen Kehutanan sebanyak 15.404 orang, diantaranya 318 orang peneliti dan sebelum itu, tepatnya pada tahun 2003 terdapat 132 Widyaiswara (Statistik Kehutanan Indonesia Tahun 2004). Hal ini belum termasuk tenaga fungsional yang lainnya, seperti ; Perencana, Surveyor dan Pemetaan, Pengendali Ekosistem Hutan, Polisi Kehutanan, dan Penyuluh Kehutanan.
Banyak hal yang mesti dimaksimalkan, misalkan untuk merealisasikan peran Pusat/Balai-Balai Diklat Kehutanan sebagai centre of excellent, sebagai pusat pengembangan IPTEK kehutanan beserta Iman dan Taqwa (IMTAQ), dan ilmu-
4
ilmu pendukung lainnya. Disinilah, tuntutan amanah terhadap tanggungjawab pengembangan dan peningkatan profesionalisme, kompetensi, serta kualitas SDM aparatur Departemen Kehutanan itu berada.
Untuk dapat memposisikan peran sebagai pusat perkembangan IPTEK dan IMTAQ tersebut di atas, serta pentingnya kegiatan penelitian pendidikan dan pelatihan kehutanan yang pada umumnya mengandung ciri pokok, logika dan pengamatan empiris dari hasil kerja serta kekuatan pemahamannya (silogisme). Pada kesempatan ini kami coba mereview dengan bahasan sekilas tentang 2 hal penting yang harus dijalankan, yaitu :
Pertama, perlu terus-menerus memperbaharui (up-dating) perkembangan IPTEK kehutanan. Updating ini dapat dilakukan melalui pengumpulan berbagai perkembangan IPTEK, baik dari Perguruan Tinggi, LSM, media internet yang sedang pesat berkembang serta dari Lembaga-Lembaga Research/Litbang Kehutanan. Namun sayangnya untuk yang terkahir ini, upaya transfer perkembangan IPTEK hasil penelitian para peneliti Badan Litbang Kehutanan ke Pusat Diklat Kehutanan tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Kurang optimalnya komunikasi dan koordinasi diantara keduanya disinyalir menjadi salah satu sumber permasalahannya.
Kedua, dengan mengoptimalkan potensi yang ada di lingkungan Pusat Diklat Kehutanan
untuk
melakukan
kegiatan
penelitian
ilmiah
dalam
rangka
pengembangan IPTEK Kehutanan. Dan potensi itu ada pada diri para Widyaiswara di Lingkup Pusat Diklat Kehutanan. Sesuai dengan tupoksinya sebagai pendidik, pengajar dan pelatih sudah semestinya Widyaiswara memiliki pengetahuan yang mumpuni (kompeten) dalam subtansi teknis kehutanan sebagai bekal untuk melaksanakan peran dan fungsinya tersebut.
Untuk dapat mengembangkan IPTEK Kehutanan tersebut mau tidak mau, suka atau tidak suka Widyaiswara dituntut untuk senantiasa berusaha meningkatkan kemampuan dan pengetahuannya. Untuk keperluan tersebut tidaklah cukup jika hanya dengan membaca buku atau literatur, hasil penelitian orang lain, mengikuti seminar/lokakarya, dan mengikuti diklat-diklat tertentu. Perlu kiranya setiap
5
Widyaiswara
melakukan
kegiatan
penelitian
ilmiah
untuk
meningkatkan
kompetensi dan profesionalismenya, baik yang berhubungan dengan bidang teknis keahliannya (subtansi kehutanan) maupun bidang kediklatan sesuai dengan profesi jabatannya.
Selain untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalismenya, penelitian ilmiah ini sesungguhnya memberikan manfaat yang luar biasa banyak bagi para Widyaiswara, antara lain : 1) Penelitian ilmiah sebagai dasar bagi penyusunan Karya Tulis Ilmiah yang berkualitas. Jadi tidak sebatas pada penulisan tulisan-tulisan ilmiah populer yang dibuat dengan meramu tulisan-tulisan, literatur, atau buku-buku yang sudah ada. 2) Kegiatan penelitian ilmiah dapat digunakan untuk mengoptimalkan waktu yang dimiliki oleh Widyaiswara di sela-sela aktivitas kediklatannya. Sebagai pejabat fungsional, sesungguhnya Widyaiswara memiliki alokasi waktu yang lebih fleksibel untuk melakukan kegiatan-kegiatan seperti ini. 3) Kegiatan penelitan dapat dijadikan sebagai alternatif sumber pendapatan yang sah dan bersih bagi Widyaiswara, terlebih bila yang bersangkutan dapat cerdik memanfaatkan keberadaan berbagai sponsor yang mungkin dapat membiayai penelitiannya. 4) Rangkaian kegiatan penelitian dapat dijadikan sebagai sumber perolehan angka kredit yang cukup besar bagi Widyaiswara. 5) Kegiatan penelitian akan sangat bermanfaat terutama bagi WidyaswaraWidyaiswara muda yang memiliki keterbatasan kesempatan terlibat dalam kegiatan kediklatan. 6) Kebiasaan melakukan kegiatan penelitian ilmiah akan sangat berguna bagi para Widyaiswara yang hendak melanjutkan studinya baik S2 maupun S3. 7) Kebiasaan melakukan penelitian ilmiah juga akan sangat membantu Widyaiswara untuk persiapan pelaksanaan Orasi Ilmiah yang mensyaratkan harus melakukan penelitian ilmiah. 8) Kegiatan penelitian ilmiah dalam bidang kediklatan dapat pula digunakan sebagai alat ilmiah untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi berbagai permasalahan yang berkaitan dengan kegiatan kediklatan. Hasilhasil penelitian dapat menjadi salah satu masukan yang berharga dalam
6
upaya peningkatan kinerja, efisiensi dan performa pelayanan kediklatan sehingga lembaga diklat betul-betul dapat menjadi centre of excellent tidak hanya sebatas angan-angan dan slogan belaka.
Gambar 1. Observasi Sebagai Salah Satu Sarana Multi-Benefit yang dapat dilakukan oleh Widyaiswara Lingkup Pusat Diklat Kehutanan (Sumber : Dokumentasi Penulis)
Kondisi Kegiatan Penelitian Ilmiah Widyaiswara Kehutanan Sungguh amat sayang, jika kegiatan penelitian ilmiah untuk dipublikasikan yang manfaatnya ganda, sejak bagi perkembangan IPTEK dan IMTAQ kediklatan, perkembangan
kompetensi
personal
sampai
dengan untuk
kepentingan
pengembangan organisasi secara keseluruhan tidak dapat terakomodasikan secara baik dan benar.
Berdasarkan data dan informasi dari Bagian Program dan Evalusiai, Pusat Diklat Kehutanan, bahwa dalam kurun waktu 5 tahun terakhir ternyata sangat sedikit laporan kegiatan penelitian ilmiah yang dilakukan oleh Institusi/Unit-Unit Diklat Kehutanan, ini masih terbatas pada hal-hal yang dilakukan oleh para Widyaiswara untuk kepentingan/kewajiban Orasi Ilmiah saja. Keadaan ini nampaknya diamati oleh beberapa orang, diantaranya dapat ditajami pada artikel
7
Buletin Silvika Edisi 53/IX/2007 Adi Riyanto Suprayitno yang mengatakan bahwa masih sedikit Widyaiswara Lingkup Pusat Diklat Kehutanan yang melakukan kegiatan penelitian ilmiah, setali tiga uang bila dikaitkan dengan 5 tahun sebelum saat ini, tulisan Priyambudi Santoso pada Silvika Edisi 41/IX/2004, menyatakan bahwa sampai dengan tahun 2004 belum satupun tulisan hasil penelitian ilmiah Widyaiswara Kehutanan yang diakui sukses atau berhasil.
Demikianlah, yang dulu biarlah itu dahulu, yang kini dan ke depan ada bukti-bukti kuat untuk maju dan berkembang. Keadaan kinerja Widyaiswara Kehutanan untuk unsur ”Pengembangan Profesi” yang terbaru, berdasarkan data dan informasi dari pembahasan DUPAK bulan Pebruari 2009 dapat dijadikan indikator suatu kemajuan, hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah.
Tabel 1. Rekapitulasi usulan Karya Tulis Ilmiah (KTI) Widyaiswara (WI) Kehutanan pada DUPAK yang dinilai periode Januari-Pebruari 2009. No
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8
Instansi/Unit Kerja
Jumlah Total Wi
Jumlah Wi yang mengajukan DUPAK
Pusat Diklat Kehutanan BDK Pematang Siantar BDK Pekanbaru BDK Bogor BDK Kadipaten BDK Samarinda BDK Makassar BDK Kupang JUMLAH Rata - Rata
24
15
Jumlah Wi yang mengajukan KTI pada DUPAK 12
14
4
1
17 18 14 19 24 14 144 18
11 8 10 14 13 6 81 10
7 8 9 9 5 1 52 6.5
Sumber : Bahan Pembahasan DUPAK Wi DEPHUT Periode Juli-Desember 2008 pada Pebruari 2009.
Melihat data pada Tabel 1 di atas, dari 144 orang WI, sebanyak 56 % mengajukan DUPAK periode Juli-Desember 2008. Dari 81 orang WI yang mengajukan DUPAK, sebanyak 61 % mengusulkan Karya Tulis Ilmiah. Hal ini menampakkan keadaan yang baik dan mengandung semangat yang tinggi untuk mengembangkan profesinya.
8
Dalam upaya lebih memotivasi untuk memaksimalkan potensi menulis dan mempublikasikan hasil-hasil karya tulisan dari kajian/survei/penelitian-nya, maka dari pengamatan kami, kiranya 2 faktor berikut perlu lebih diperhatikan lagi, yaitu:
1. Faktor Personal Faktor ini bersumber dari setiap individu yang menjadi elemen lembaga diklat (termasuk Widyaiswara), yaitu terdiri dari : 1) Motivasi Motivasi dapat diartikan sebagai dorongan dari dalam diri seseorang (termasuk Widyaiswara) untuk melakukan sesuatu hal yang bermanfaat bagi dirinya, maupun organisasi tempat kerjanya dalam rangka menunaikan tugas pokok dan fungsi jabatannya. Peningkatan motivasi untuk mengembangkan kompetensi dan profesionalisme dalam rangka pengabdian yang terbaik. Hal ini penting, karena akan sangat mempengaruhi produktivitas kegiatan penelitian ilmiah para Widyaiswara di Lingkup Pusat Diklat Kehutanan. 2) Tanggungjawab Faktor ini berkenaan dengan tanggungjawab yang diemban seseorang beserta kepeduliannya terhadap tugas pokok dan fungsi jabatannya. Lembaga
diklat
Widyaiswara tanggungjawab
yang
sebagai
benar-benar pilar-pilar
pengembangan
centre
utamanya, IPTEK
dan
of
excellent maka
IMTAQ
dengan
tugas
dan
seyogyanya
dijalankan secara maksimal. Dengan begitu, penyiapan SDM Aparatur yang kompeten dan profesional akan terjamin pencapaiannya. Disinilah diperlukan dorongan/dukungan kuat agar tanggungjawab produktivitas kegiatan ilmiah di Lingkup Pusat Diklat Kehutanan oleh para Widyaiswara maksimal pula. 3) Pemahaman Tentang Keterkaitan IPTEK dengan Penelitian Ilmiah Kediklatan. Hal ini berkaitan dengan pemahaman terhadap prosedur, metode dan teknik penelitian ilmiah beserta ranah kajian yang dapat dijadikan sebagai objek penelitian serta manfaat-manfaatnya terutama dalam hal kediklatan. Keragu-raguan dan/atau keengganan melakukan kegiatan penelitian ilmiah nampaknya banyak juga ditimbulkan oleh hal ini. Selanjutnya
9
ditambah lagi oleh kurang sepemahaman antar-pihak (fungsional dan struktural). Demikian ini, cenderung menyebabkan tidak lancar ide-ide yang bagus, kreativitas dan inisiatif seseorang atau sekelompok orang. 4) Fleksibilitas dan Luasnya Sudut Pandang Sampai dengan saat ini, banyak pihak yang beranggapan bahwa tugas dan tanggungjawab penelitian dalam rangka pengembangan IPTEK Kehutanan bukan amanah seluruh pejabat fungsional, atau hanyalah tugas
pelengkap
saja.
Pandangan
seperti
inilah
yang
terlihat
menyebabkan para pejabat fungsional Widyaiswara tidak sepenuhnya memperhatikan bahkan terkesan enggan melakukan kegiatan penelitian ilmiah. Ini yang nampaknya membuat produktivitas kegiatan penelitian ilmiah di Lingkup Pusat Diklat Kehutanan masih sangat rendah.
Padahal jika dicermati dengan seksama dalam Lampiran Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 1 Tahun 2006 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya, pada Sub Unsur Pengembangan Profesi, dalam hal penulisan Karya Tulis Ilmiah dalam lingkup kediklatan disebutkan bahwa : ”Karya Tulis Ilmiah dalam lingkup kediklatan adalah tulisan yang berisi fakta dari suatu permasalahan seputar kediklatan maupun Materi Diklat yang disusun berdasarkan hasil penelitian/kajian mandiri atau kelompok yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis”.
Kata-kata ”Materi Diklat” dalam aturan tersebut di atas mengisyaratkan bahwa kegiatan penelitian yagn dapat dilakukan oleh Widyaiswara tidak hanya terbatas pada ranah kediklatan saja, juga termasuk di dalamnya materi diklat yang merupakan subtansi atau ilmu pengetahuan dan terknologi kehutanan, yang menjadi materi/bahan ajar yang akan disampaikan pada suatu proses pembelajaran diklat.
Senada dengan Perka LAN No. 1 Tahun 2006, Peraturan Kepala LAN Nomor 5 Tahun 2008 tentang Standar Kompetensi Widyaiswara mesebutkan bahwa salah satu Kompetensi Subtantif yang harus dimiliki oleh seorang Widyaiswara adalah kemampuan menulis Karya Tulis Ilmiah
10
yang
terkait
dengan
lingkup
kediklatan
dan/atau
pengembangan
spesialisasinya.
Jadi
dapatlah
disimpulkan
bahwa
tugas
dan
tanggungjawab
pengembangan IPTEK Kehutanan tidak semata milik para peneliti Badan Litbang
Kehutanan.
Pusat
Diklat
Kehutanan
dengan
misinya
”Mewujudkan SDM Kehutanan yang profesional dan berakhlak mulia” dan predikatnya sebagai Centre of Excellent sudah semestinya turut bertanggung jawab dalam hal ini, tidak bisa berlepas tangan begitu saja. Mari kita bersama-sama membudayakan kegiatan penelitian ilmiah ini jika kita ingin maju dan terus berkembang dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya dalam bidang kehutanan.
2. Faktor Institusional Faktor ini berhubungan dengan institusi atau organisasi tempat para individu melakukan aktivitas sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, beserta seperangkat peraturan dan perundangan yang menjadi landasan serta kaidah dalam melakukan berbagai aktivitas tersebut. 1) Peranan Institusi Peranan institusi/unit kerja pejabat fungsional Widyaiswara terhadap maraknya kegiatan penelitian ilmiah sangatlah besar, atau boleh dikatakan sangat dominan. Karena hal ini akan sangat berkaitan erat dengan dukungan dan dorongan, baik ; administrasi, hirarki birokrasi, dan tentunya anggaran untuk dapat melakukan penelitian ilmiah.
Berdasarkan
hasil
pengamatan,
salah
satu
permasalahan
yang
menyebabkan rendahnya produktivitas kegiatan penelitian ilmiah di Lingkup
Pusat
Diklat
Kehutanan
adalah
kurang
optimalnya
peran/dukungan lembaga terhadap kegiatan ini. Sebagai contoh, sampai dengan tahun 2008 belum ada anggaran tersendiri untuk membiaya kegiatan penelitian ilmiah, kalaupun ada hanyalah sekedar untuk kepentingan
membantu
terlaksananya
kewajiban
Orasi
Ilmiah
Widyaiswara.
11
2) Budaya Organisasi Budaya ini dapat dipahami sebagai kondisi, iklim dan kebiasaan yang ada pada suatu lingkungan yang dapat mempengaruhi perilaku unsur-unsur yang ada pada lingkungan tersebut. Kondisi lingkungan yang kondusif akan mampu meningkatkan motivasi dan inspirasi seseorang untuk mengikuti kebiasaan yang sudah membudaya pada lingkungan itu. Timbulnya budaya ini perlu diciptakan, tidak dapat muncul dengan sendirinya, serta perlu komitmen tinggi dan dukungan yang kuat dari semua pihak yang terlibat. Budaya penelitian (research/kajian/survei/observasi/evaluasi) inilah yang masih perlu dibangun di Lingkungan Pusat Diklat Kehutanan, diantaranya penting kesepahaman bersama bahwa penelitian ilmiah seyogyanya menjadi suatu tradisi yang melekat dan rutin dilakukan oleh para personelnya.
Peluang dan Potensi Kegiatan Penelitian Kediklatan Kehutanan Terdapat beberapa peluang dan potensi kegiatan penelitian kediklatan yang dapat dimaksimalkan, antara lain : 1. Penelitian ilmiah kediklatan untuk pembangunan IPTEK dan IMTAQ sangat sejalan dengan, peran dan fungsi, serta visi dan misi organisasi Lembaga Diklat Kehutanan, sehingga wajar dan tepat jika kegiatan penelitian ilmiah kediklatan
dijadikan
sebagai
salah
satu
aktivitas
prioritas
untuk
mengoptimalkan nilai manfaatnya yang sangat banyak. 2. Kecenderungan dukungan alokasi anggaran untuk kependidikan (pendidikan dan pelatihan) bagi berbagai aktifitas yang selama ini cukup memadai dan cenderung meningkat, perlu lebih dioptimalkan. Kegiatan penelitian ilmiah dapat dijadikan sebagai salah satu unsur prioritas, selain hasilnya banyak bermanfaat, maka akuntabilitasnya dapat dipertanggungjawabkan, baik secara administratif maupun secara fisik dan moral. 3. Lembaga diklat didukung oleh pejabat fungsional Widyaiswara yang memiliki kepentingan dan tanggungjawab peningkatan sikap-moral, demikian halnya pada kegiatan penelitian ilmiah dalam rangka pengembangan kompetensi dan profesionalisme jabatannya.
12
4. Ketersediaan dan fleksibilitas waktu yang dimiliki oleh Widyaiswara tidak kaku secara hirarki-birokratis. 5. Besarnya manfaat kegiatan penelitian ilmiah bagi individu maupun organisasi yang dapat dijadikan sebagai sumber motivasi. 6. Luasnya rentang kajian yang dapat dijadikan sebagai objek penelitian baik yang mennyangkut bidang teknis kehutanan (terkait materi diklat) maupun dalam bidang spesifik kediklatan. 7. Banyaknya stakeholder atau pihak-pihak yang dapat dijadikan sebagai mitra sejajar dalam kegiatan penelitian ilmiah, baik intern Departemen Kehutanan maupun
extern
seperti
Perguruan
Tinggi,
LSM,
Lembaga-Lembaga
Research, sampai dengan Lembaga-lembaga Internasional. 8. Kemudahan sumber informasi dan IPTEK yang diperlukan sebagai pendukung kegiatan penelitian, baik perpustakaan, pusat-pusat informasi maupun dari web site-web site di internet. 9. Khusus
untuk
kegiatan
penelitian
kediklatan
yang
spesifik
(action
research/classroom action research), para Widyaiswara sudah sangat akrab dan mengenal objek yang akan diteliti karena berada dalam arena utamanya.
Dari uraian di atas, maka saat ini yang amat dibutuhkan adalah komitmen dan kesungguhan semua elemen di lingkup internal Pusat/Balai-Balai Diklat Kehutanan untuk bersama-sama mengoptimalkan semua peluang dan potensi tersebut di atas. Harapannya akan dapat terealisasinya berbagai kegiatan penelitian
ilmiah
menyangkut;
pengembangan
IPTEK
dan
IMTAQ,
organisasi/lembaga dan SDM aparatur yang profesional, dan hal-hal menyangkut substansial materi kediklatan kehutanan.
Demikianlah, beberapa hal yang dapat teramati dan dapat kami tuliskan, kiranya dapat dimanfaatkan dan dimaksimalkan untuk lebih melancarkan gerakan roda kegiatan penelitian ilmiah di Lingkup Pusat Diklat Kehutanan.
13
Penutup Sebagai penutup tulisan ini disampaikan beberapa simpulan-simpulan dan beberapa
masukan
rekomendasi
agar
dapat
difahami
dan
diupayakan
realisasinya, guna optimalisasi peluang dan potensi yang ada, khususnya dalam rangka peningkatan produktivitas kegiatan penelitian ilmiah di Lingkup Pusat Diklat Kehutanan, yaitu : 1. Dukungan serta dorongan yang maksimal dari lembaga/institusi dalam hal administrasi, aturan-aturan pelaksanaan, penganggaranan, keterbukaan pelayanan data dan informasi serta sistem penghargaan hasil kerja bagi para pelaksananya. 2. Dipandang penting untuk merealisasikan suatu forum koordinasi dan kerjasama dengan lembaga-lembaga penelitian baik intern maupn extern Departemen Kehutanan dalam rangka kolaborasi dan transfer informasi dalam bidang penelitian ilmiah. 3. Dalam rangka meningkatkan wawasan, ilmu pengetahuan dan pemahaman tentang kegiatan penelitian ilmiah perlu kiranya diprogramkan; diklat metodologi penelitian ilmiah, dan diklat-diklat teknis substansial di berbagai tempat (di dalam dan di luar negeri), pertemuan ilmiah bidang spesialisasi Widyaiswara, studi perbandingan dan atau permagangan, gelar hasil kerja atau lomba karya ilmiah, pembangunan sistem informasi hasil kerja penelitian dan lain-lainnya yang mendukung. 4. Semua aparatur (baik fungsional maupun struktural) di Lingkup Pusat Diklat Kehutanan seharusnya lebih bersemangat dan bermotivasi tinggi untuk lebih menciptakan budaya, iklim dan suasana yang kondusif dalam rangka peningkatan produktivitas kegiatan penelitian ilmiah para pejabat fungsional Widyaiswara.
Demikian tulisan ini, semoga bermanfaat, jika terdapat kekurangan/kesalahan sudi kiranya memberi saran perbaikan. Akhirnya kami ajak untuk bersama-sama berpikir lebih positif dalam rangka mewujudkan pengabdian terbaik kita kepada nusa dan bangsa.
14
Daftar Pustaka Badan Planologi Kehutanan. 2007. Buku Statistik Kehutanan Indonesia Tahun 2006. Departemen Kehutanan. Departemen Kehutanan. 2005. Statistik Kehutanan Indonesia Tahun 2004. Kerlinger FN. 2002. Asas-Asas Penelitian Behavioral. Edisi Ke-3. Diterjemahkan oleh Simatupang. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : Per/66/M.PAN/6/ 2005 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya. Peraturan Kepala LAN No. 1 Tahun 2006 Tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya. Peraturan Kepala LAN No. 5 Tahun 2008 Tentang Standar Kompetensi Widyaiswara. Pusat Diklat Kehutanan. 2009. Bahan Pembahasan DUPAK WI DEPHUT Periode Juli-Desember 2008 pada Pebruari 2009. Santoso, Priyambudi. 2004. Karya Tulis Ilmiah Hasil Penelitian Widyaiswara Kehutanan Masih Sebatas Wacana. Buletin Silvika Edisi 41/IX/2004. Pusat Diklat Kehutanan. Bogor. Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Penerbit Alfabeta. Bandung. Suprayitno, A.R. 2007. Konsep Dasar Penelitian di Bidang Kediklatan. . Majalah Silvika Edisi 53/IX/2007. Pusat Diklat Kehutanan.
15