PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
REFLEKSI DAN AKSIOMA CERMIN PADA BIDANG POINCARÉ Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh : Chintia Rudiyanto NIM : 091414042
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2013 i
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERSEMBAHAN
Skripsi ini ku persembahkan untuk semua pihak yang telah membantu selama proses belajar ku di Universitas Sanata Dharma...
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRAK
Chintia Rudiyanto, 2013. Refleksi dan Aksioma Cermin Pada Bidang Poincare. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Penelitian ini membahas mengenai refleksi dan aksioma cermin pada bidang Poincare. Selama ini konsep geometri yang banyak dipelajari adalah seputar geometri Euclid. Padahal, ada berbagai macam sistem geometri yang lain misalnya geometri Hiperbolik. Bidang Poincare merupakan bidang yang digunakan dalam geometri Hiperbolik. Setelah membaca penelitian ini, diharapkan pembaca akan memperoeh wawasan mengenai refleksi dan aksioma cermin pada bidang Poincare. Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka. Buku acuan yang digunakan adalah “Geometry : A Metric Approach with Models” karangan Millman dan Parker. Refleksi dan aksioma cermin ditulis lengkap dengan definisidefinisi, dan teorema-teoremanya. Selain itu, ditambah juga dengan pembuktianpembuktian dari teorema serta penjelasan dan contoh-contohnya. Hasil dari penelitian ini adalah : (i) Refleksi merupakan suatu fungsi yang bersifat isometri. (ii) Aksioma cermin adalah konsep mengenai sebuah cermin dalam garis 𝑙 dalam geometri protraktor. (iii) Konsep cermin dalam 𝑙 adalah sebuah isometri yang bersifat kolineasi dan mempertahankan sudut.
Kata kunci : Refleksi, Aksioma Cermin, Bidang Poincare, Pendekatan Metrik.
vii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRACT
Chintia Rudiyanto, 2013. Reflections and Mirror Axiom in Poincaré Plane. Thesis. Mathematics Education Study Program, Mathematics and Science Education Department, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta. This research will be talking about reflections and mirror axiom in Poincare plane. During this time the most studious concept of geometry is about Euclidean geometry. In fact, there are a variety of other geometry such as hyperbolic geometry. Poincare plane is a plane that is used in the hyperbolic geometry. After reading this research, the reader will get a new knowledge about reflection and mirror axiom in Poincare plane. This research use study methods with “Geometry: A Metric Approach with Models” of Millman & Parker as a mother book. Reflections and mirror axiom written by added the proof of lemmas and theorems with an explanation and an example. The results of this research are: (i) Reflection is an isometric function. (ii) Mirror axiom is a concept about a mirror in a line in protractor geometry. (iii) The concept of a mirror in a line is an isometry that preserves line and angle measure.
Keywords: Reflection, Mirror axiom, Poincare Plane, Metric Approach.
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus, yang telah senantiasa melimpahkan rahmat Nya sehingga skripsi dengan judul “Refleksi dan Aksioma Cermin pada Bidang Poincare” ini dapat penulis selesaikan. Segala macam hambatan dan rintangan telah banyak penulis alami selama menyelesaikan skripsi ini. Akan tetapi semua itu telah penulis lalui dengan adanya dukungan dari banyak pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis dengan sepenuh hati ingin mengucapkan terimakasih kepada beberapa pihak, diantaranya: 1. Bapak Dominikus Arif Budi Prasetyo, S.Si., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik dan dosen pembimbing skripsi, yang dengan sabar memberikan bimbingan akademik
dan dorongan selama penulis
melaksanakan studi dan proses penyusunan skripsi. 2. Bapak Dr. M. Andy Rudhito selaku kaprodi pendidikan matematika, Universitas Sanata Dharma. 3. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma. 4. Ibu Enny Murwaningtyas dan Bapak Sugiarto yang telah menjadi dosen penguji skripsi, terimakasih atas saran dan bimbingannya selama ini. 5. Semua dosen Pendidikan Matematika yang telah memberikan ilmu selama penulis kuliah di Universitas Sanata Dharma. 6. Semua staf sekretariat JPMIPA yang telah membantu memberikan pelayanan kesekretariatan selama ini.
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................. v PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................. vi ABSTRAK ...................................................................................................... vii ABSTRACT ..................................................................................................... viii KATA PENGANTAR ..................................................................................... ix DAFTAR ISI .................................................................................................... xi DAFTAR SIMBOL ........................................................................................ xiii DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xv BAB I : PENDAHULUAN Latar Belakang ..................................................................................................... 1.1
Latar Belakang.......................................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah ..................................................................................... 3
1.3
Batasan Masalah ....................................................................................... 3
1.4
Tujuan Penulisan ..................................................................................... 3
1.5
Manfaat Penulisan .................................................................................... 3
1.6
Metode Penulisan .................................................................................... 4
xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1.7
Sistematika Penulisan ............................................................................... 5
BAB II LANDASAN TEORI 2.1
Bidang Kartesius dan Bidang Poincare...................................................... 6
2.2
Geometri Abstrak dan Geometri Indiensi ................................................ 11
2.3
Geometri Metrik ..................................................................................... 15
2.4
Keantaraan.............................................................................................. 20
2.5
Segmen, Sinar Garis, Sudut, Segitiga ...................................................... 28
2.6
Aksioma Pembagian Bidang ................................................................... 34
2.7
Geometri Pash ........................................................................................ 37
2.8
Geometri Protraktor ................................................................................ 42
2.9
Geometri Netral ...................................................................................... 49
2.10 Kolineasi dan Isometri ............................................................................ 53 2.11 Refleksi pada bidang Euclid .................................................................... 59 BAB III REFLEKSI DAN AKSIOMA CERMIN 3.1
Refleksi .................................................................................................. 63
3.2
Aksioma Cermin ..................................................................................... 97
BAB IV PENUTUP 4.1
Kesimpulan........................................................................................... 104
4.2
Saran .................................................................................................... 106
DAFTAR PUSTAKA
xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR SIMBOL
P, Q, R : titik-titik 𝑙
: garis
S
: Himpunan titik-titik
ℒ
: Himpunan garis-garis
ℳ
: Geometri Metrik
𝒜
: Geometri Abstrak
𝐿𝑎
: Garis tipe I pada bidang kartesius
𝐿𝑚 ,𝑏
: Garis tipe II pada bidang kartesius
ℒ𝐸
: Garis-garis pada bidang Euclid
ℇ
: Bidang Kartesius /bidang Euclid
aL
: Garis tipe I pada bidang Poincare
c Lr
: Garis tipe II pada bidang Poincare
ℒ𝐻
: Garis-garis pada bidang Poincare
ℋ
: Bidang Poincare
𝑃𝑄
: Garis PQ
𝑃𝑄
: Segmen garis PQ
𝑃𝑄
: Sinar garis PQ
𝑑𝐸
: Jarak dalam bidang Euclides
𝑑𝐻
: Jarak dalam bidang Poincare
𝑑 𝑃, 𝑄 : Jarak antara titik P dan Q
xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
A-B-C : Keantaraan (Titik B diantara titik A dan titik C) ∠𝐴𝐵𝐶 : Sudut ABC ∆𝐴𝐵𝐶 : Segitiga ABC 𝑚 ∠𝐴𝐵𝐷 : Ukuran sudut ABC ∥
: Sejajar
⊥
: Tegak lurus
∅
: Himpunan kosong
⊂
: Himpunan bagian
∩
: Irisan
∪
: Gabungan
∈
: Elemen / Anggota
≅
: Kongruen
𝑖𝑛𝑡
: Interior
∎
: Akhir definisi
□
: Akhir pembuktian
●
: Akhir contoh
xiv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Garis vertikal pada bidang Kartesius
8
Gambar 2.2
Garis tidak vertikal pada bidang Kartesius
8
Gambar 2.3
Garis 𝑥 = 1 pada bidang Kartesius
9
Gambar 2.4
Garis 𝑦 = −𝑥 + 3 pada bidang Kartesius
9
Gambar 2.5
Garis tipe I pada bidang Poincare
10
Gambar 2.6
Garis tipe II pada bidang Poincare
10
Gambar 2.7
Garis 𝑥 = 1 pada bidang Poincare
11
Gambar 2.8
Garis 𝑥 − 1
Gambar 2.9
A-B-C
24
Gambar 2.10 C-B-A
24
Gambar 2.11 Segmen garis 𝐴𝐵 dalam bidang Euclid
29
Gambar 2.12 Segmen garis 𝐴𝐵 dalam bidang Poincare
29
Gambar 2.13 Sinar garis dalam bidang Euclid
31
Gambar 2.14 Sinar garis dalam bidang Poincare
31
Gambar 2.15 Sudut dalam bidang Euclid
32
Gambar 2.16 Sudut dalam bidang Poincare
32
Gambar 2.17 Segitiga dalam bidang Euclid
34
Gambar 2.18 Segitiga dalam bidang Poincare
34
Gambar 2.19 Aksioma Pembagian Bidang dalam bidang Euclid
35
Gambar 2.20 Aksioma Pembagian Bidang dalam bidang Poincare
35
2
+ 𝑦 2 = 4 pada bidang Poincare
xv
11
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Gambar 2.21 Sisi yang saling berlawanan dalam APB
36
Gambar 2.22 Sisi yang sama dalam APB
36
Gambar 2.23 Ilustrasi Postulat Pash
37
Gambar 2.24 Interior ∠𝐴𝐵𝐶
40
Gambar 2.25 Ilustrasi Teorema Crossbar
41
Gambar 2.26 Ilustrasi Definisi 2.8.1
43
Gambar 2.27 Ilustrasi Definisi 2.8.1
43
Gambar 2.28 Ilustrasi sudut dalam bidang Poincare
46
Gambar 2.29 Ilustrasi Teorema 2.8.1
47
Gambar 2.30 Ilustrasi Teorema 2.8.2 dan Teorema 2.8.3
48
Gambar 2.31 ∆𝐴𝐵𝐶 ≃ ∆𝐷𝐸𝐹
50
Gambar 2.32 ∆𝐴𝐵𝐶 ≃ ∆𝐷𝐸𝐹
50
Gambar 2.33 ∆𝐴𝐵𝐶 ≃ ∆𝐷𝐸𝐹
51
Gambar 2.34 ∆𝐴𝐵𝐶 ≃ ∆𝐷𝐸𝐹
52
Gambar 2.35 Ilustrasi Lemma 2.10.3
57
Gambar 2.36 Ilustrasi Lemma 2.10.4
58
Gambar 2.37 Refleksi pada bidang Euclid
59
Gambar 3.1
Refleksi pada bidang Poincare
68
Gambar 3.2
Refleksi terhadap garis 𝑥 = 𝑎
68
Gambar 3.3
Refleksi terhadap garis 𝑥 = −2
76
Gambar 3.4
Refleksi titik A(2,1)
77
Gambar 3.5
Refleksi titik B(1,1)
79
Gambar 3.6
Refleksi titik C(10,5)
80
xvi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Gambar 3.7
Refleksi titik D(1,10)
81
Gambar 3.8
Ilustrasi pembuktian Teorema 3.1.3
84
Gambar 3.9
Ilustrasi pembuktian Teorema 3.1.3
85
Gambar 3.10 Ilustrasi pembuktian Teorema 3.1.3
85
Gambar 3.11 Ilustrasi pembuktian Teorema 3.1.3
86
Gambar 3.12 Ilustrasi pembuktian Teorema 3.1.3
87
Gambar 3.13 Ilustrasi pembuktian Teorema 3.1.3
87
Gambar 3.14 Ilustrasi pembuktian Teorema 3.1.4
90
Gambar 3.15 Ilustrasi pembuktian Teorema 3.1.4
91
Gambar 3.16 Ilustrasi pembuktian Teorema 3.1.5
93
Gambar 3.17 Ilustrasi pembuktian Teorema 3.2.1
101
xvii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kata “Geometri” berasal dari bahasa Yunani “geometrein” (geo = bumi, dan metrein = mengukur), yang berarti ilmu pengukuran bumi. Pada mulanya, Geometri adalah ilmu yang digunakan untuk mengukur lahan pertanian. Sejarahwan Yunani, Herodotus (5 tahun sebelum Masehi), mengatakan orang-orang Mesir lah yang pertama kali menggunakan subjek Geometri, tetapi negara-negara kuno lain (Babylonia, India, Cina) juga mempunyai beberapa informasi Geometri. (Marvin Jay Greenberg, 1980) Selama lebih dari 2000 tahun, Geometri identik dengan Geometri yang berasal dari buku Elements. Buku ini ditulis oleh Euclides sekitar tahun 300 sebelum Masehi. Sampai abad ke 20, buku ini masih digunakan sebagai pedoman dalam pembelajaran Geometri di sekolah-sekolah. Geometri Euclides, seperti dikenal sekarang, dianggap sebagai dasar/fondasi dari semua ilmu pasti. Namun saat ini, berbagai jenis Geometri yang lain mulai berkembang. Geometri Non Euclides ditemukan pada awal abad ke19. Geometri Non Euclides berkembang sebagai bentuk penyimpangan dari Geometri Euclides. Hal ini disebabkan karena ada beberapa hal yang saling
1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2
bertentangan antara Geometri Euclides dan Geometri Hiperbolik yaitu pada aksioma kesejajaran. Selain hal itu, bidang yang digunakan dalam kedua jenis geometri ini pun berbeda. Geometri Euclides menggunakan bidang Kartesius atau disebut juga bidang Euclid, sedangkan Geometri Hiperbolik menggunakan bidang Poincare. (John Stillwell, 2005) Dalam pembicaraan mengenai geometri, baik geometri Euclides ataupun geometri Hiperbolik, terdapat topik geometri transformasi. Menurut Susanta (1990), istilah geometri transformasi dapat ditafsirkan sebagai geometri yang membahas transformasi, tetapi dapat juga ditafsirkan sebagai geometri yang dilandasi oleh transformasi. Transformasi sendiri merupakan sebuah fungsi yang bersifat bijektif dalam himpunan titik-titik.
Dalam
geometri Euclides, dikenal ada beberapa macam transformasi yaitu, refleksi atau pencerminan, rotasi atau putaran, translasi atau geseran, dan dilatasi. Sedangkan dalam geometri Hiperbolik, baru dikembangkan mengenai transformasi berupa refleksi atau pencerminan. Topik transformasi yang dapat dibandingkan untuk geometri Euclides dan geometri non Euclides adalah transformasi berupa refleksi. Selama ini geometri yang telah dipelajari oleh penulis merupakan bagian dari Geometri Euclides. Penelitian mengenai Geometri Hiperbolik di Universitas Sanata Dharma pun masih sangat sedikit. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti mengenai Geometri Hiperbolik ini melalui skripsi yang berjudul “ REFLEKSI DAN AKSIOMA CERMIN PADA BIDANG POINCARE”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3
1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu : 1.
Apakah yang dimaksud dengan refleksi dan aksioma cermin?
2.
Bagaimanakah sifat-sifat refleksi dan aksioma cermin pada bidang Poincare?
1.3. Batasan Masalah Pembahasan mengenai Refleksi dan Aksioma Cermin ini dibatasi pada: 1.
Bidang yang digunakan adalah bidang Poincare.
2.
Sistem geometri yang digunakan untuk membahas refleksi dan aksioma cermin ini adalah Geometri Netral dan Geometri Protraktor.
1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penulisan penelitian ini yaitu : 1.
Untuk mengetahui mengenai refleksi dan aksioma cermin pada bidang Poincare.
2.
Untuk mengetahui sifat-sifat refleksi dan aksioma cermin pada bidang Poincare.
1.5. Manfaat penelitian Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1.
4
Bagi Pembaca Pembaca dapat menambah pengetahuan mengenai refleksi dan aksioma cermin pada bidang Euclid dan Poincare.
2.
Bagi Penulis Penulis dapat menambah pengetahuan mengenai refleksi dan aksioma cermin pada bidang Euclid dan Poincare.
3.
Bagi Universitas Universitas dapat menambah koleksi skripsi dalam bidang Geometri.
1.6. Metode Penelitian Metode yang akan digunakan peneliti dalam menyusun skripsi ini adalah metode studi pustaka, yaitu dengan membaca referensi-referensi yang berkaitan dengan refleksi dan aksioma cermin pada bidang Euclid dan Poincare. Pembahasan dalam tulisan ini sebagian besar diambil dari buku Geometry : A Metric Approach with Models, karangan Richard Millman dan Parker (1991) dan ditambah berbagai referensi yang lain. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : 1.
Membaca berbagai refrensi yang diperlukan, khusunya mengenai bidang Poincare, konsep refleksi dan aksioma cermin, serta berbagai teori-teori yang digunakan untuk membahas materi-materi itu.
2.
Menyajikan kembali definisi-definisi pada bab refleksi dan aksioma cermin.
3.
Melengkapi bukti-bukti dari teorema-teorema pada bab refleksi dan aksioma cermin.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4.
5
Memberikan penjelasan yang diperlukan dan contoh-contoh dari definisi-definisi yang digunakan.
5.
Memberikan penjelasan tambahan, dan contoh-contoh dari teoremateorema yang digunakan.
6.
Menyusun seluruh materi-materi yang digunakan secara runtut agar memudahkan pembaca dalam memahami.
1.7 Sistematika Penulisan Bab pertama berupa pendahuluan. Pendahuluan ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat serta metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab dua berisi tentang gambaran umum mengenai berbagai macam sistem-sistem geometri yang ada. Teori-teori yang digunakan dalam mendefinisikan berbagai sistem geometri yang ada, segitiga, sudut, sinar garis, konsep kolineasi dan isometri, konsep refleksi dalam bidang Euclid. serta definisi-definisi yang digunakan untuk membuktikan teorema yang dibahas di bab ketiga. Bab tiga membahas tentang refleksi dan aksioma cermin. Diberikan juga bukti-bukti teorema serta contoh-contoh yang terkait dengan refleksi dan aksioma cermin. Bab keempat atau bab terakhir berisi tentang kesimpulan dari pembahasan pada bab tiga serta saran yang diberikan penulis kepada pembaca yang ingin melanjutkan penelitian ini.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II LANDASAN TEORI
Unsur paling dasar dalam geometri adalah titik. Bermula dari konsep titik, kemudian membentuk berbagai macam konsep-konsep yang lain seperti garis, segitiga, sudut dan lain-lain. Dalam geometri, semua unsur-unsur tersebut memiliki kekhasannya masing-masing dan tergantung dari bidang yang digunakan. Berikut akan dibahas mengenai dua jenis bidang yang banyak digunakan dalam geometri, yaitu bidang Kartesius atau sering disebut sebagai bidang Euclid, dan bidang Poincare. 2.1
Bidang Kartesius dan Bidang Poincare Menurut
Eisenhart
(1960),
Bidang
Kartesius,
umumnya
didefinisikan dengan dua garis yang saling tegak lurus satu sama lain dan disebut sebagai sumbu x dan sumbu y. Sumbu horizontal diberi label x, dan sumbu vertikal diberi label y. Perpotongan antara kedua sumbu tersebut adalah titik O, dan disebut sebagai titik asal. Setiap sumbu juga mempunyai besaran panjang unit, dan setiap panjang tersebut diberi tanda positif (+) atau negatif (-) . Untuk mendeskripsikan suatu titik A tertentu dalam sistem koordinat Kartesius, kita tuliskan A adalah titik (𝑥, 𝑦).
6
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7
𝑥 adalah jarak dari titik A ke sumbu 𝑦, sedangkan 𝑦 adalah jarak dari titik A ke sumbu 𝑥. Selanjutnya, 𝑥 disebut sebagai absis dari titik A, dan 𝑦 disebut sebagai ordinat dari titik A. Anggap S = ℝ2 =
x, y |x, y ∈ ℝ merupakan titik-titik dalam bidang
Kartesius. Kita mendefinisikan himpunan garis sebagai berikut : Definisi 2.1.1 (Millman & Parker, 1991:18) (i) Sebuah garis vertikal adalah himpunan bagian dari ℝ2 yang berbentuk La =
x, y ∈ ℝ2 | x = a dengan a adalah bilangan real tertentu.
(ii) Garis tidak vertikal adalah himpunan bagian dari ℝ2 yang berbentuk Lm ,b =
x, y ∈ ℝ2 | y = mx + b
dengan m dan b bilangan real ∎
tertentu.
Misalkan ℒ𝐸 adalah kumpulan garis-garis tersebut, baik yang vertikal maupun yang tidak vertikal. Definisi 2.1.2 (Millman & Parker, 1991:18) Model ℇ = ℝ2 , ℒE
dinamakan bidang Kartesius. (Notasi La dan Lm,b
akan digunakan untuk menyebut garis-garis dalam ℇ.) Berikut ini adalah ilustrasi garis-garis dalam bidang Kartesius
∎
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
x=a b
8
y = mx +b
a
Lm ,b La
Gambar 2.1 Garis Vertikal pada bidang Kartesius
Gambar 2.2 Garis Tidak Vertikal pada bidang Kartesius
Gambar 2.1 mengilustrasikan model garis vertikal dalam bidang Kartesius. Sedangkan Gambar 2.2 mengilustrasikan model garis yang tidak vertikal dalam bidang Kartesius. Untuk lebih memahami tentang garis-garis pada bidang Kartesius, perhatikan contoh berikut : Contoh 2.1.1 : Misal titik 𝐴 1,2 , 𝐵 1, −5 , dan 𝐶(3,0) merupakan titik-titik pada bidang Kartesius. Garis yang melalui titik A dan titik B berupa garis vertikal , sehingga persamaan garis nya adalah 𝑥 = 1. Garis ini ditunjukkan oleh Gambar 2.3. Garis yang melalui titik A dan titik C berupa garis yang tidak vertikal. Untuk mengetahui persamaan garisnya, kita harus mencari nilai 𝑚 dan 𝑏. 𝑚=
𝑦2 −𝑦1 𝑥 2 −𝑥 1
2−0
= 1−3 = −1
𝑏 = 𝑦 − 𝑚𝑥 = 2 − −1 1 = 3
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
9
sehingga persamaan garis nya adalah 𝑦 = −𝑥 + 3. Garis ini ditunjukkan oleh Gambar 2.4.
2
𝐴 1,2
𝑦 = −𝑥 + 3 𝐴 1,2 𝐶(3,0)
𝑥=1 -5
𝐵 1, −5
Gambar 2.3 Garis 𝑥 = 1 pada bidang Kartesius
Gambar 2.4 Garis 𝑦 = −𝑥 + 3 pada bidang Kartesius
Setelah membahas bidang Kartesius atau bidang Euclid, sekarang kita akan membahas mengenai bidang Poincare. Bidang Poincare sangat mirip dengan bidang Kartesius, hanya saja dalam bidang Poincare, tidak ada sumbu x dan sumbu y negatif. Bidang Poincare hanya terdiri dari setengah bagian bidang Kartesius, yaitu sisi yang berada di atas sumbu x. Anggap S
= ℍ=
𝑥, 𝑦 ∈ ℝ2 | 𝑦 > 0 merupakan garis-garis dalam
bidang Poincare. Seperti kasus dalam bidang Kartesius kita akan mendeskripsikan dua tipe garis dalam bidang Poincare sebagai berikut : Definisi 2.1.3 (Millman & Parker, 1991:19) (i) Garis tipe I adalah himpunan bagian ℍ yang berbentuk aL
=
x, y ∈ ℍ | x = a , dengan a adalah bilangan real tertentu
(ii) Garis tipe II adalah himpunan bagian ℍ yang berbentuk cLr
=
x, y ∈ ℍ | x − c
2
+ y 2 = r 2 dengan c, r ∈ ℝ dan r > 0.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
10
Misalkan gabungan dari himpunan garis tipe I dan II adalah ℒ H . Definisi 2.1.4 (Milman & Parker, 1991:20) Model ℋ = ℍ, ℒH dinamakan bidang Poincare. (Notasi aL dan cLr akan digunakan untuk menyebut garis-garis dalam ℋ.)
∎
Berikut ini adalah ilustrasi garis-garis dalam bidang Poincare :
aL
cLr
r
a Gambar 2.5 Garis tipe I pada bidang Poincare
Gambar 2.6 Garis tipe II pada bidang Poincare
Untuk lebih memahami tentang garis-garis pada bidang Poincare, perhatikan contoh berikut : Contoh 2.1.2 : Misal titik 𝐴 1,2 , 𝐵 1,5 , dan 𝐶(3,1) merupakan titik-titik pada bidang Poincare. Garis yang melalui titik A dan titik B berupa garis tipe 1, sehingga persamaan garis nya adalah 𝑥 = 1. Garis ini ditunjukkan oleh Gambar 2.7. Garis yang melalui titik A dan titik C berupa garis tipe 2. Untuk mencari persamaan garisnya kita perlu mencari koordinat 𝑐 dan nilai 𝑟 nya. 𝑐=
𝑦2 2 −𝑦1 2 +𝑥 2 2 −𝑥 1 2 2(𝑥 2 −𝑥 1 )
=
22 −12 +12 −32 2(1−3)
=
−5 −4
5
=4
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
𝑟=
(𝑥1 − 𝑐)2 + 𝑦1 2 =
5
1
4
16
(1 − )2 + 22 =
+4 =
5 2
𝑥−4
sehingga persamaan garisnya adalah
65 64
=
11
65 8
65
+ 𝑦 2 = 64 . Garis ini
ditunjukkan oleh Gambar 2.8. 𝑥=1 𝐵 1,5
𝐴 1,2
Gambar 2.7 Garis 𝑥 = 1 pada bidang Poincare 2.2
5 𝑥− 4
2
65 + 𝑦2 = 64
𝐴 1,2 𝐶 3,1
5 2
Gambar 2.8 Garis 𝑥 − 4
pada bidang Poincare
Geometri Abstrak dan Geometri Insidensi Dalam geometri, dikenal adanya berbagai macam sistem geometri. Sistem geometri yang paling sederhana adalah Geometri Abstrak. Geometri abstrak merupakan suatu sistem geometri yang hanya terdiri dari titik dan garis. Definisi 2.2.1 (Millman & Parker, 1991:17) Sebuah geometri abstrak 𝒜 terdiri dari himpunan S yang unsur-unsurnya disebut titik dan himpunan ℒ yang unsur-unsurnya himpunan bagian yang tidak kosong dari S yang disebut garis, sehingga berlaku :
65
+ 𝑦 2 = 64
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
12
(i) Untuk setiap dua titik A, B ∈ S terdapat sebuah garis l ∈ ℒ dengan A ∈ l dan B ∈ l. (ii) Setiap garis mempunyai paling sedikit dua titik.
∎
Jika 𝒜 = { S , ℒ } adalah sebuah geometri abstrak dengan P ∈ S , 𝑙 ∈ ℒ, dan P ∈ 𝑙, kita katakan bahwa P terletak pada garis 𝑙. Aksioma pertama dari Geometri Abstrak mengatakan bahwa setiap satu pasang titik pasti terletak pada sebuah garis yang sama. Perlu kita ingat pula bahwa “garis” tidak berarti yang dimaksud adalah garis lurus. Contoh 2.2.1 : ℇ = ℝ2 , ℒ 𝐸 adalah sebuah geometri abstrak. Bidang Euclid termasuk dalam geometri abstrak karena dalam bidang Euclid, terdapat titik-titik dan juga garis-garis seperti yang sudah dibahas ●
pada Definisi 2.1.1. Contoh 2.2.2: ℋ = ℍ, ℒ𝐻 adalah sebuah geometri abstrak.
Bidang Poincare juga termasuk dalam geometri abstrak karena dalam bidang Poincare juga terdapat titik-titik dan garis-garis seperti yang sudah ●
dibahas pada Definisi 2.1.3 Definisi 2.2.2 (Millman & Parker, 1991:22) Sebuah geometri abstrak { S , ℒ } dikatakan geometri insidensi jika: 1. Setiap dua titik yang berbeda dalam S yang sama.
terletak pada sebuah garis
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2. Terdapat tiga titik A, B, C ∈ S
13
yang tidak semuanya berada pada ∎
garis yang sama.
Jika { S , ℒ } merupakan geometri insidensi dan P, Q ∈ S maka sebuah garis 𝑙 yang melalui titik P dan Q, akan ditulis sebagai 𝑙 = 𝑃𝑄 . Aksioma kedua (Definisi 2.2.2(2) ) dari geometri insidensi dapat dikemukakan kembali dengan menggunakan konsep kolinear, yang akan dibahas pada Definisi 2.2.3. Definisi 2.2.3 (Millman & Parker, 1991:22) Himpunan titik-titik P disebut kolinear jika ada sebuah garis l sehingga P ⊂ l.
∎
Definisi 2.2.3 mengatakan bahwa himpunan titik-titik P disebut kolinear jika semua anggota P terletak pada garis yang sama. Sebaliknya, P disebut tidak kolinear jika P bukan himpunan titik yang kolinear. Atau dengan kata lain, himpunan P disebut tidak kolinear jika tidak semua anggota P terletak pada garis yang sama. Dengan menggunakan Definisi 2.2.3 di atas, maka aksioma kedua dari geometri insidensi dapat ditulis kembali sebagai berikut : Definisi 2.2.2(2a) : Terdapat tiga titik A, B, C ∈ S
yang tidak kolinear.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
14
Contoh 2.2.3: Bidang Kartesius dan Bidang Poincare merupakan geometri insidensi. Dalam Contoh 2.2.1 dan Contoh 2.2.2 telah disebutkan bahwa bidang Euclid dan bidang Poincare merupakan geometri abstrak. Dari Contoh 2.1.1 dan Contoh 2.1.2 juga ditunjukkan bahwa dari setiap dua titik dapat ditentukan sebuah garis yang melaluinya. Seandainya , terdapat tiga buah titik, maka belum tentu titik yang ketiga memenuhi persamaan garis yang terbentuk oleh dua titik lainnya. Oleh karena itu, bidang Euclides dan bidang Poincare merupakan geometri insidensi.
●
Selain konsep kolinear, dalam geometri abstrak dan geometri insidensi juga dikenal adanya konsep kesejajaran. Teorema 2.2.1 (Millman & Parker, 1991:24) Misalkan 𝑙1 dan 𝑙2 adalah garis-garis dalam geometri insidensi. Jika 𝑙1 dan 𝑙2 memiliki dua titik yang sama atau lebih, maka 𝑙1 = 𝑙2 . Bukti : Anggap 𝑃 ≠ 𝑄, 𝑃 ∈ 𝑙1 ∩ 𝑙2 dan 𝑄 ∈ 𝑙1 ∩ 𝑙2 . Karena kedua titik P dan Q terletak pada 𝑙1 , maka 𝑃𝑄 = 𝑙1 . Padahal titik P dan Q juga terletak pada 𝑙2 sehingga 𝑃𝑄 = 𝑙2 . Karena itu, 𝑙1 = 𝑙2 .
□
Teorema 2.2.1 mengatakan jika ada 2 garis dalam geometri insidensi (garis 𝑙1 dan 𝑙2 ). Jika 𝑙1 melewati titik A dan B, dan begitu pula garis 𝑙2
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
15
melewati titik A dan B, maka garis 𝑙1 sebenarnya sama dengan garis 𝑙2 . Dua garis yang demikian biasa disebut dua garis yang berhimpit. Definisi 2.2.4 (Millman & Parker, 1991:24) Jika l1 dan l2 adalah garis-garis dalam geometri abstrak, maka l1 dikatakan sejajar dengan l2 (ditulis l1 ∥ l2 ) jika l1 = l2 atau l1 ∩ l2 = ∅.
∎
Definisi 2.2.4 mengatakan bahwa dua garis dikatakan sejajar jika garisgaris tersebut berhimpit atau tidak mempunyai titik potong. 2.3
Geometri Metrik Sekarang kita akan membahas mengenai geometri metrik. Geometri ini adalah geometri yang memperhitungkan mengenai jarak 2 buah titik dalam suatu bidang. Oleh karena itu, sebelum kita membahas mengenai geometri metrik lebih lanjut, mula-mula akan dibahas dahulu mengenai definisi fungsi jarak. Definisi 2.3.1 (Millman & Parker, 1991:28) Fungsi jarak pada himpunan S
adalah fungsi d : S
x S → ℝ sehingga
untuk setiap P,Q ∈ S berlaku : 1. d(P,Q) ≥ 0 2. d(P,Q) = 0 jika dan hanya jika P = Q , dan 3. d(P,Q) = d(Q, P)
∎
Aksioma pertama dari Definisi 2.3.1 mengatakan bahwa nilai dari jarak dua titik pasti lebih besar atau sama dengan nol. Jadi tidak ada nilai jarak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
16
yang negatif. Aksioma kedua mengatakan jika ada dua titik yang sama, maka jaraknya pasti nol. Sedangkan aksioma ketiga mengatakan bahwa jarak titik P dan Q sama dengan jarak titik Q dan P. Selanjutnya akan dibahas mengenai jarak dua titik dalam bidang Euclid dan bidang Poincare. Definisi 2.3.2 ( Smith & Ulrich, 1956:487) Misalkan P = (x1 , y1 ) dan Q = (x2 , y2 ) adalah titik-titik dalam bidang Euclid. Jarak dalam bidang Euclid diberikan oleh : d P, Q =
x2 − x1
2
+ (y2 − y1 )2
∎
Selanjutnya, jarak dalam bidang Euclid dapat disimbolkan sebagai (𝑑𝐸 ), untuk membedakan dengan jarak Poincare. Untuk lebih memahami mengenai jarak titik pada bidang Euclid, perhatikan contoh berikut : Contoh 2.3.1 : Misalkan titik 𝐴 2,3 dan 𝐵(4,0) adalah titik-titik dalam bidang Euclid atau bidang Kartesius. Maka jarak Euclidesnya adalah : 𝑑𝐸 𝐴, 𝐵 = =
2−4 4+9 =
2
+ (3 − 0)2 13
Jadi jarak titik A dan titik B adalah 13 satuan.
●
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
17
Setelah membahas mengenai jarak dua titik dalam bidang Euclides, sekarang kita akan membahas mengenai jarak dua titik dalam bidang Poincare. Definisi 2.3.3 (Millman & Parker, 1991:28) Jika P = (x1 , y1 ) dan Q = (x2 , y2 ) adalah titik dalam bidang Poincare ℋ, jarak Poincare (𝑑𝐻 ) diberikan oleh : 𝑙𝑛 𝑑𝐻 𝑃, 𝑄 =
𝑦2
jika 𝑥1 = 𝑥2
𝑦1
𝑙𝑛
𝑥 1 −𝑐+𝑟 𝑦1 𝑥 2 −𝑐+𝑟 𝑦2
jika P dan Q berada dalam 𝑐𝐿𝑟 ∎
Untuk lebih memahami mengenai jarak titik dalam bidang Poincare, perhatikan contoh berikut : Contoh 2.3.2 : Misal 𝐴 2,3 , 𝐵 2,5 , 𝐶(4,1) adalah titik-titik dalam bidang Poincare. Jarak Poincare titik A dan B adalah : 𝑑𝐻 𝐴, 𝐵 = 𝑙𝑛
𝑦2
= 𝑙𝑛
𝑦1
5 3
Jarak Poincare titik A dan C adalah : 𝑐= 𝑟=
12 −32 +42 −22 2(4−2)
=
4 4
=1
(2 − 1)2 + 32 = 10
𝑑𝐻 𝐴, 𝐶 = 𝑙𝑛
𝑥 1 −𝑐+𝑟 𝑦1 𝑥 2 −𝑐+𝑟 𝑦2
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
= 𝑙𝑛
2−1+ 10 3 4−1+ 10 1
= 𝑙𝑛
1+ 10 3 3+ 10 1
= 𝑙𝑛 = 𝑙𝑛
1+ 10 9+3 10
9−3 10
. (9−3
10
)
7−2 10 3
Jadi, jarak titik A dan B adalah 𝑙𝑛 C adalah 𝑙𝑛
18
7−2 10 3
5 3
satuan sedangkan jarak titik A dan ●
satuan.
Konsep fungsi jarak yang sudah kita bahas di atas merupakan konsep yang cukup penting dalam pembahasan sistem geometri metrik. Definisi 2.3.4 (Millman & Parker, 1991:30) Misalkan 𝑙 adalah sebuah garis dalam geometri insidensi { S Asumsikan bahwa terdapat fungsi jarak d pada
S .
,ℒ }
Fungsi f: l → ℝ
disebut sistem koordinat untuk l jika : 1. f bijektif 2. Untuk setiap pasangan titik P dan Q pada l berlaku f P − f(Q) = d (P, Q).
(2.3.1) ∎
Persamaan (2.3.1) disebut persamaan sistem koordinat dan 𝑓(𝑃) disebut koordinat titik P dengan fungsi koordinat 𝑓.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
19
Definisi 2.3.5 (Millman & Parker, 1991:30) Sebuah geometri insidensi { S
, ℒ } bersama dengan fungsi jarak d
memenuhi postulat sistem koordinat jika setiap 𝑙 ∈ S
memiliki sistem
koordinat.
∎
Dalam hal ini kita katakan, ℳ = { S , ℒ, 𝑑 } adalah sebuah geometri metrik. Untuk lebih memahami Definisi 2.3.5, perhatikan contoh berikut : Contoh 2.3.2 : Bidang Kartesius adalah sebuah geometri metrik. Hal ini dikarenakan bidang kartesius merupakan sebuah geometri insidensi. Selain itu, dalam bidang Kartesius terdapat fungsi jarak Euclides 𝑑𝐸 seperti yang sudah dibahas pada Definisi 2.3.2. Jadi, bidang kartesius atau bidang Euclid merupakan geometri metrik. ● Contoh 2.3.3 : Jika 𝑑𝐻 adalah fungsi jarak untuk bidang Poincare, maka ℍ, ℒ 𝐻 , 𝑑𝐻 adalah sebuah geometri metrik. Contoh 2.2.3 mengatakan bahwa bidang Poincare merupakan geometri insidensi. Selain itu, dalam Definisi 2.3.3 dijelaskan mengenai fungsi jarak yang berlaku dalam bidang Poincare. Oleh karena itu, bidang Poincare merupakan geometri metrik.
●
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
20
Selanjutnya, akan diberikan lemma mengenai sistem koordinat.
Lemma 2.3.1 (Millman & Parker, 1991:31) Misalkan l ∈ ℒ dan f ∶ l → ℝ fungsi surjektif dan memenuhi persamaan (2.3.1). Maka f adalah fungsi bijektif dan karena itu merupakan sistem koordinat untuk l. Bukti : Karena kita mengasumsikan 𝑓 adalah surjektif, maka untuk membuktikan 𝑓 adalah fungsi bijektif, kita hanya perlu menunjukkan bahwa 𝑓 adalah injektif. Sekarang anggap bahwa 𝑓 𝑃 = 𝑓(𝑄) . Dari persamaan (2.3.1) kita dapat 𝑑 𝑃, 𝑄 = 𝑓 𝑃 − 𝑓(𝑄) sehingga menurut definisi fungsi jarak, P = Q. 2.4
= 0, □
Keantaraan Keantaraan merupakan konsep yang juga cukup penting. Ada banyak cara yang digunakan untuk mendefinisikan konsep keantaraan. Berikut ini akan diberikan postulat mengenai keantaraan secara aksiomatik terlebih dahulu, kemudian secara metrik. Definisi 2.4.1 (Prenowitz & Jordan, 1965 : 186) Dalam pembahasan secara aksiomatik, notasi untuk keantaraan adalah (ab-c) dan dibaca sebagai b di antara a dan c. Relasi keantaraan memenuhi sistem postulat berikut : B1. (Sifat simetri) Jika (a-b-c) maka (c-b-a)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
21
B2. (Sifat antisiklik) Jika (a-b-c) maka bukan (b-c-a) B3. (Koherensi linear) a, b, c adalah titik-titik yang berbeda dan kolinear jika dan hanya jika (a-b-c) atau (b-c-a) atau (c-a-b) B4. (Sifat memisahkan) Misalkan sebuah titik P yang kolinear dan berbeda dengan titik a, b, c. Maka, (a-p-b) mengakibatkan (b-p-c) atau (a-p-c) tapi tidak keduanya. B5. (Eksistensi) Jika a ≠ b, maka ada x, y, z sedemikian sehingga (x-a-b), ∎
(a-y-b), (a-b-z). Postulat-postulat
tersebut
cukup
mudah dimengerti.
Postulat
B1
mengatakan bahwa jika titik b berada di antara a dan c, maka titik b juga berada di antara c dan a. Dari potulat pertama ini kita dapat menarik kesimpulan bahwa relasi keantaraan ini bersifat simetri . Yang terpenting adalah posisi titik yang terletak ditengah. Postulat B2 ingin mengatakan bahwa permutasi siklik tidak berlaku dalam keantaraan. Jika b berada di antara a dan c, maka pernyataan bahwa c berada di antara a dan b adalah salah. Postulat B3 berupa biimplikasi sehingga dapat diartikan menjadi 2 implikasi, yaitu : B3.1 Jika (a-b-c) maka a, b, dan c adalah tiga titik berbeda dan kolinear. B3.2 Jika a, b dan c adalah tiga titik yang berbeda dan kolinear maka (a-bc), atau (b-c-a) atau (c-a-b) Postulat B4 mengatakan jika sebuah titik P memisahkan a dari b, maka titik P juga memisahkan a atau b dari titik c, tetapi tidak keduanya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
22
Postulat B5 berbicara mengenai eksistensi 3 buah titik sedemikian sehingga jika titik a tidak sama dengan b , maka i) ada sebuah titik yang memisahkan titik a dan b. ii) ada sebuah titik yang dipisahkan dari b oleh titik a, artinya titik a terletak di antara titik b dan titik lain. iii) ada sebuah titik yang dipisahkan dari a oleh b, artinya, titik b terletak di antara titik a dan titik lainnya. Selanjutnya, akan diberikan definisi keantaraan dengan pendekatan metrik. Definisi 2.4.2 (Millman & Parker, 1991:47): B di antara A dan C, jika A, B, C adalah 3 titik berbeda yang kolinear dalam geometri metrik { S
, ℒ, d } , dan jika
d 𝐴, 𝐵 + 𝑑 𝐵, 𝐶 =
𝑑 (𝐴, 𝐶)
∎
Dalam geometri metrik, B di antara A dan C dinotasikan sebagai A-B-C. Dan jarak 𝑑 𝐴, 𝐵 dinotasikan sebagai AB. Yang perlu diperhatikan dari Definisi 2.4.2 adalah ketiga titik harus kolinear atau segaris. Jika tidak segaris, maka tidak bisa memenuhi konsep keantaraan. Selanjutnya, ketiga titik yang segaris tersebut harus memenuhi 𝐴𝐵 + 𝐵𝐶 = 𝐴𝐶 agar bisa memenuhi Definisi 2.4.2. Jika kedua syarat tersebut terpenuhi, maka titik B dapat dikatakan terletak diantara titik A dan C. Untuk lebih memahami Definisi 2.4.2, perhatikan contoh berikut :
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
23
Contoh 2.4.1 : Misalkan
𝐴 2,0 , 𝐵 2,5 , 𝐶(2,6) adalah titik-titik dalam geometri
Euclides. Untuk membuktikan bahwa ketiga titik tersebut kolinear, kita perlu mencari garis yang melewati titik A dan B, kemudian kita cek apakah garis tersebut juga melewati titik C. Jika iya, maka ketiga titik tersebut kolinear, tetapi jika tidak maka ketiga titik tersebut tidak kolinear. Garis yang melewati titik A dan B adalah garis 𝑥 = 2. Ternyata garis tersebut juga melewati titik C. Oleh karena itu ketiga titik tersebut merupakan titik-titik yang kolinear. Sekarang kita perlu mencari jarak tiap 2 titik. 𝐴𝐵 =
(2 − 2)2 + (5 − 0)2 = 5
𝐴𝐶 =
(2 − 2)2 + (6 − 0)2 = 6
𝐵𝐶 =
(2 − 2)2 + (6 − 5)2 = 1
𝐴𝐵 + 𝐵𝐶 = 5 + 1 = 6 = 𝐴𝐶. Dari perhitungan di atas terlihat bahwa 𝐴𝐵 + 𝐵𝐶 = 𝐴𝐶. Maka, titik B terletak di antara A dan C.
●
Teorema 2.4.1 (Millman & Parker, 1991:49): Jika A-B-C maka C-B-A. Bukti : Jika A, B, dan C adalah 3 titik yang berbeda dan kolinear, maka begitu juga C, B, dan A. Karena A-B-C, maka menurut Definisi 2.4.1 , AB + BC
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
24
= AC. Karena PQ = QP untuk semua P dan Q, kita mempunyai BA +CB = CA atau CB +BA = CA yang menunjukkan bahwa C-B-A.
□
Untuk lebih memahami Teorema 2.4.1, perhatikan gambar berikut : C
A
B A
B C
Gambar 2.9 A-B-C
Gambar 2.10 C-B-A
Gambar 2.9 menunjukkan titik B di antara A
dan C. Gambar 2.10
menunjukkan titik B di antara A dan C. Melihat dari kedua gambar di atas dan isi Teorema 2.4.1 , kita dapat menyimpulkan bahwa yang konsep yang paling penting dalam keantaraan bukanlah posisinya, tetapi jaraknya. Selanjutnya, akan dibahas mengenai konsep keantaraan dalam bilangan real. Definisi 2.4.3 (Bartle & Sherbert, 1927:44) Untuk setiap x dan y adalah sembarang bilangan real dengan x < y, terdapat sebuah bilangan real r, sedemikian sehingga x < r < y x < r < y berarti x < r dan r < y. Untuk lebih memahami Definsi 2.4.3, perhatikan contoh berikut :
∎
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
25
Contoh 2.4.2 : Misalkan ada 2 bilangan real, yaitu 3 dan 8. Karena 3 < 8, maka kita bisa mencari suatu bilangan real yang terletak di antara 3 dan 8, misalnya 5, ●
sedemikian sehingga 3 < 5 <8 terpenuhi.
Selanjutnya, akan dibahas Teorema 2.4.2, Teorema ini ada sebagai bentuk gabungan dari Definisi 2.4.1 dan Definisi
2.4.2. Teorema
ini
menggabungkan konsep keantaraan dalam titik dengan konsep keantaraan bilangan. Teorema 2.4.2 (Millman & Parker, 1991:49) Anggap l adalah sebuah garis dan f sebuah sistem koordinat untuk 𝑙. Jika A, B, dan C adalah 3 titik pada garis l dengan koordinat x, y, z , maka AB-C jika dan hanya jika x < y < z. Bukti : Perhatikan, jika A,B, dan C adalah titik yang sama, maka A-B-C dan x < y < z, keduanya jelas salah. Karena itu, kita mengasumsikan bahwa A,B, dan C adalah tiga titik yang berbeda. Pertama, kita akan membuktikan jika A-B-C maka x < y < z. Diketahui bahwa x = f(A), y=f(B) , z=f(C), dan AB + BC = AC. Maka menurut definisi fungsi jarak, AB = 𝑓 𝐴 − 𝑓(𝐵) = 𝑥 − 𝑦
BC = 𝑦 − 𝑧
sehingga 𝑥 − 𝑦 + 𝑦 − 𝑧 = 𝑥 − 𝑧 .
AC = 𝑥 − 𝑧 (2.4.1)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
26
Kita harus menunjukkan bahwa persamaan tersebut mengakibatkan x < y < z atau z < y < x. Karena A,B,C adalah 3 titik yang berbeda, maka hanya satu kondisi untuk x,y,z yang tepat dari antara berbagai kemungkinan berikut : (i) x < y < z
(iv) z < x < y
(ii) z < y < x
(v) x < z < y
(iii) y < x < z
(vi) y < z < x
Kita akan menunjukkan bahwa dalam kasus (iii) akan terjadi kontradiksi. Kasus (iii) mengakibatkan 𝑥−𝑦 =𝑥−𝑦
𝑦−𝑧 = 𝑧−𝑦
𝑥−𝑧 =𝑧−𝑥
Jika kita memasukkan persamaan tersebut ke dalam persamaan (2.4.1), maka 𝑥−𝑦+𝑧−𝑦 = 𝑧−𝑥 𝑥=𝑦 Hal ini kontradiksi dengan pernyataan bahwa x,y,z adalah berbeda. Karena itu, kasus (iii) tidak memenuhi. Kasus (iv) mengakibatkan 𝑥−𝑦 =𝑦−𝑥
𝑦−𝑧 = 𝑦−𝑧
𝑥−𝑧 =𝑥−𝑧
Jika kita memasukkan persamaan tersebut ke dalam persamaan (2.4.1), maka 𝑦−𝑥+𝑦−𝑧 = 𝑥−𝑧 𝑦=𝑥 Hal ini kontradiksi dengan pernyataan bahwa x,y,z adalah berbeda.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
27
Karena itu, kasus (iv) tidak memenuhi. Kasus (v) mengakibatkan 𝑥−𝑦 =𝑦−𝑥
𝑦−𝑧 = 𝑦−𝑧
𝑥−𝑧 =𝑧−𝑥
Jika kita memasukkan persamaan tersebut ke dalam persamaan (2.4.1), maka 𝑦−𝑥+𝑦−𝑧 = 𝑧−𝑥 𝑦=𝑧 Hal ini kontradiksi dengan pernyataan bahwa x,y,z adalah berbeda. Karena itu, kasus (v) tidak memenuhi. Kasus (vi) mengakibatkan 𝑥−𝑦 =𝑥−𝑦
𝑦−𝑧 = 𝑧−𝑦
𝑥−𝑧 =𝑥−𝑧
Jika kita memasukkan persamaan tersebut ke dalam persamaan (2.4.1), maka 𝑥−𝑦+𝑧−𝑦 = 𝑥−𝑧 𝑧=𝑦 Hal ini kontradiksi dengan pernyataan bahwa x,y,z adalah berbeda. Karena itu, kasus (vi) tidak memenuhi. Jadi yang memungkinkan hanyalah kasus (i) atau kasus (ii), sehingga terbukti bahwa x < y < z. Sekarang kita akan menunjukkan jika x < y < z maka A-B-C. Anggap x
𝑦−𝑧 = 𝑧−𝑦
sehingga 𝑥 − 𝑦 + 𝑦 − 𝑧 = 𝑥 − 𝑧
𝑥−𝑧 =𝑧−𝑥
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
28
atau 𝑓 𝐴 − 𝑓(𝐵) + 𝑓(𝐵) − 𝑓(𝐶) = 𝑓(𝐴) − 𝑓(𝐶) atau AB + BC = AC. Jadi, A,B,C adalah tiga titik yang kolinear dan berbeda, serta A-B-C. 2.5
□
Segmen, Sinar Garis, Sudut, Segitiga Segmen garis, dan sinar garis, merupakan konsep yang penting dalam geometri. Konsep segmen garis ini sangat berperan dalam konsep segitiga. Sedangkan konsep sinar garis akan berperan dalam konsep sudut. Berikut ini akan dibahas mengenai konsep segmen garis. Definisi 2.5.1(Millman & Parker, 1991:52) Jika A dan B adalah titik berbeda dalam geometri metrik { S , ℒ, d } maka segmen garis dari A ke B adalah himpunan 𝐴𝐵 = 𝐶 ∈ S |𝐴 − 𝐶 − 𝐵 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐶 = 𝐴 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐶 = 𝐵
∎
Definisi 2.5.1 berbicara mengenai segmen garis. Segmen garis ini mulai dikenal dalam sistem geometri metrik. Segmen garis merupakan kumpulan titik-titik yang terletak di antara dua titik tertentu. Dua titik tertentu tersebut adalah ujung-ujung dari segmen garis. Segmen garis dinotasikan dengan 𝐴𝐵, dimana titik A dan B adalah kedua titik ujung dari segmen garis. Definisi 2.5.2 (Millman & Parker, 1991:54) Titik akhir dari segmen AB adalah A dan B. Panjang segmen AB adalah d(A, B).
∎
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
29
Definisi 2.5.2 mengatakan bahwa titik akhir atau titik ujung dari segmen 𝐴𝐵 adalah dua buah titik A dan B. Selain itu, panjang segmen garis tersebut adalah jarak dari kedua titik ujungnya. Untuk lebih memahami Definisi 2.5.1, perhatikan gambar berikut :
B
B
A A
Gambar 2.11 𝐴𝐵
Gambar 2.12 𝐴𝐵
Gambar 2.11 mengilustrasikan segmen garis dalam bidang Kartesius. Sedangkan Gambar 2.12 mengilustrasikan segmen garis dalam bidang Poincare. Definisi 2.5.3 (Wallace &West, 1992:67) Dua segmen garis AB dan CD dikatakan kongruen (AB ≃ CD) jika dan hanya jika panjang kedua segmen garis tersebut sama (𝐴𝐵 = 𝐶𝐷)
∎
Untuk lebih memahami Definisi 2.5.3, perhatikan contoh berikut : Contoh 2.5.1 : Misalkan ada 3 segmen garis 𝐴𝐵, 𝐵𝐶 dan 𝐴𝐶 , dimana 𝐴 1, 1 , 𝐵 1,3 , 𝐶(1, 5). Dari 2 segmen tersebut, kita akan mencari dua segmen yang saling kongruen. Pertama-tama kita harus mencari panjang tiap segmen garis.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
30
Jika ketiga titik tersebut berada pada bidang Euclid, maka jarak tiap segmen adalah : 𝐴𝐵 =
(1 − 1)2 + (1 − 3)2 = 2
𝐴𝐶 =
(1 − 1)2 + (1 − 5)2 = 4
𝐵𝐶 =
(1 − 1)2 + (3 − 5)2 = 2
Karena 𝐴𝐵 = 𝐵𝐶, maka 𝐴𝐵 ≃ 𝐵𝐶 . Sekarang, jika ketiga titik tersebut berada pada bidang Poincare. Maka, jarak tiap segmen adalah : 𝐴𝐵 = 𝑙𝑛
3
𝐴𝐶 = 𝑙𝑛
5
𝐵𝐶 = 𝑙𝑛
5
1
1
3
= ln 3 = ln 5 5
= ln 3
Karena 𝐴𝐵 ≠ 𝐴𝐶 ≠ 𝐵𝐶, maka menurut Poincare, ketiga segmen garis tersebut tidak ada yang saling kongruen.
●
Selanjutnya akan dibahas mengenai sinar garis. Definisi 2.5.4 (Millman & Parker, 1991:54) Jika A dan B adalah 2 titik yang berbeda dalam geometri metrik {S , ℒ, d} maka sinar garis dari A melewati B adalah himpunan 𝐴𝐵 = 𝐴𝐵 ∪ 𝐶 ∈ S |𝐴 − 𝐵 − 𝐶
∎
Perlu diingat bahwa sinar garis 𝐴𝐵 merupakan himpunan bagian dari garis 𝐴𝐵. Sinar garis 𝐴𝐵 adalah himpunan titik-titik yang kolinear sedemikian
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
31
hingga titik B terletak di antara titik A dan titik tersebut. Sinar garis 𝐴𝐵 hanya memiliki 1 ujung yaitu titik A, sedangkan ujung yang lain terletak di tak hingga. Oleh karena itu, titik A disebut juga sebagai titik asal sinar 𝐴𝐵 seperti disebutkan dalam Definisi 2.5.5 berikut : Definisi 2.5.5 (Millman & Parker, 1991:55) Titik asal dari sinar garis AB adalah titik A.
∎
Untuk lebih memahami mengenai sinar garis,perhatikan gambar berikut :
A B
B A
A
Gambar 2.13 𝐴𝐵
Gambar 2.14 𝐴𝐵
Gambar 2.13 mengilustrasikan sinar garis 𝐴𝐵 dalam bidang Euclid. Sedangkan Gambar 2.14 mengilustrasikan sinar garis 𝐴𝐵 dalam bidang Poincare. Setelah memahami mengenai sinar garis, sekarang kita akan membahas mengenai sudut.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
32
Definisi 2.5.6 (Millman & Parker, 1991:59) Jika A, B, dan C adalah titik-titik yang tidak segaris dalam geometri metrik, maka sudut ∠ABC adalah himpunan ∠𝐴𝐵𝐶 = 𝐵𝐴 ∪ 𝐵𝐶 .
∎
Definisi 2.5.7 (Millman & Parker, 1991:61) Titik sudut dari sudut ∠ABC dalam geometri metrik adalah titik B.
∎
Definisi 2.5.6 mengatakan bahwa sudut merupakan gabungan dari dua buah sinar garis yang mempunyai titik asal yang sama. Titik asal inilah yang kemudian disebut sebagai titik sudut, seperti didefinisikan pada Definisi 2.5.7. Untuk lebih memahami mengenai sudut, perhatikan gambar berikut :
A C
A
B
B
C
Gambar 2.15 ∠𝐴𝐵𝐶
Gambar 2.16 ∠𝐴𝐵𝐶
Gambar 2.15 mengilustrasikan ∠𝐴𝐵𝐶 dalam bidang Euclid. Sedangkan Gambar 2.16 mengilustrasikan ∠𝐴𝐵𝐶 dalam bidang Poincare. Dari kedua gambar sudut di atas, titik B merupakan titik sudutnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
33
Definisi 2.5.8 (Wallace &West, 1992:67) Dua sudut (∠𝐴𝐵𝐶 𝑑𝑎𝑛 ∠𝐷𝐸𝐹) dikatakan kongruen (∠𝐴𝐵𝐶 ≃ ∠𝐷𝐸𝐹) jika dan hanya jika ukuran sudut keduanya sama besar
𝑚∠𝐴𝐵𝐶 =
𝑚 ∠𝐷𝐸𝐹 .
∎
Setelah membahas mengenai sudut, selanjutnya kita akan membahas mengenai segitiga. Definisi 2.5.8 (Millman & Parker, 1991:61) Jika A, B, C merupakan himpunan titik-titik yang tidak segaris dalam geometri metrik, maka segitiga ABC adalah himpunan ∆𝐴𝐵𝐶 = 𝐴𝐵 ∪ 𝐵𝐶 ∪ 𝐶𝐴.
∎
Definisi 2.5.9 (Millman & Parker, 1991:62) Dalam geometri metrik, titik-titik sudut dari ∆ABC adalah titik A, B, dan C. Sisi-sisi (atau rusuk) dari ∆ABC adalah AB, BC dan CA.
∎
Definisi 2.5.8 mengatakan bahwa segitiga merupakan gabungan dari 3 segmen garis yang berbeda. Ketiga segmen garis tersebut kemudian disebut sebagai sisi atau rusuk dari segitiga. Untuk lebih memahami mengenai segitiga, perhatikan gambar berikut :
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI C
A
34
A
B B
C
Gambar 2.17 ∆𝐴𝐵𝐶
Gambar 2.18 ∆𝐴𝐵𝐶
Gambar 2.17 mengilustrasikan segitiga dalam bidang Euclid. Sedangkan Gambar 2.18 mengilustrasikan segitiga dalam bidang Poincare. Dari kedua gambar tersebut terlihat bahwa terdapat tiga segmen garis yaitu 𝐴𝐵, 𝐵𝐶 dan 𝐶𝐴 , ketiga segmen garis tersebut merupakan sisi dari segitiga 𝐴𝐵𝐶. Sedangkan titik sudut dari segitiga 𝐴𝐵𝐶, adalah titik A, B dan C. 2.6
Aksioma Pembagian Bidang Aksioma Pembagian Bidang (Plane Separation Axiom ) , merupakan ide yang sangat intuitif bahwa setiap garis mempunyai “dua sisi” yang dibatasi oleh garis itu sendiri. Sebelum kita membahas mengenai Aksioma Pembagian Bidang, kita perlu memahami dulu mengenai konsep konveks dalam sebuah bidang, seperti dibahas pada Definisi 2.6.1 berikut : Definisi 2.6.1 (Millman & Parker, 1991:63) Misalkan { S , ℒ, d } adalah geometri metrik dan S
1
⊂S
dikatakan
konveks jika untuk setiap dua titik P, Q ∈ S 1, terdapat segmen garis PQ ⊂ S 1.
∎
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
35
Definisi 2.6.1 mengatakan agar suatu bidang disebut konveks, maka untuk setiap dua titik dalam bidang tersebut (misal titik P dan Q), terdapat segmen garis 𝑃𝑄 yang semua anggotanya juga terletak pada bidang tersebut. Jadi tidak hanya sebagian dari segmen garis 𝑃𝑄 yang terletak dalam bidang, melainkan harus seluruh segmen garis 𝑃𝑄. Setelah memahami mengenai konsep konveks, sekarang mari kita membahas mengenai konsep Aksioma Pembagian Bidang (APB). Definisi 2.6.2 (Millman & Parker, 1991:64) Sebuah geometri metrik { S
, ℒ, d } memenuhi Aksioma Pembagian
Bidang jika untuk setiap l ∈ ℒ terdapat dua himpunan bagian H1 dan H2 dari S (selanjutnya disebut bidang paruh yang dibentuk oleh l ) sehingga: 1. S −𝑙 = 𝐻1 ∪ 𝐻2 2. 𝐻1 dan 𝐻2 saling lepas dan konveks 3. Jika 𝐴 ∈ 𝐻1 dan 𝐵 ∈ 𝐻2 maka 𝐴𝐵 ∩ 𝑙 ≠ ∅
∎
Untuk lebih memahami mengenai konsep Aksioma Pembagian Bidang, perhatikan gambar berikut :
𝐻1
𝐻1
𝑙
𝐻2
Gambar 2.19
𝑙
𝐻2
Gambar 2.20
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
36
Gambar 2.19 menggambarkan konsep Aksioma Pembagian bidang dalam bidang Euclid. Sedangkan Gambar 2.20 menggambarkan konsep APB dalam bidang Poincare. Terlihat dari kedua gambar di atas bahwa garis 𝑙 memisahkan bidang menjadi dua buah bagian. Bagian pertama disebut 𝐻1 dan bagian kedua disebut sebagai 𝐻2 . Sekarang akan diberikan definisi mengenai cara menyebut 2 titik yang terletak pada salah satu atau kedua buah sisi 𝐻1 dan 𝐻2 . Definisi 2.6.3 (Millman & Parker, 1991:66) Misalkan { S , ℒ, d } adalah geometri metrik yang memenuhi APB, 𝑙 ∈ ℒ, H1 dan H2 adalah bidang paruh yang dibentuk oleh 𝑙. Dua titik A dan B dikatakan berada pada sisi yang sama terhadap 𝑙 jika keduanya berada pada di H1 atau
H2 . Dan dikatakan berada pada sisi yang
berlawanan terhadap 𝑙 jika salah satu titik berada di H1 dan titik yang lain berada di H2 . Jika A ∈ H1 , kita katakan H1 adalah sisi dari 𝑙 yang mengandung A.
∎
Untuk lebih memahami mengenai Definisi 2.6.3, perhatikan gambar berikut : B 𝑙
A
Gambar 2.21
𝑙
A
B
Gambar 2.22
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
37
Gambar 2.21 mengilustrasikan titik A dan titik B yang terletak pada sisi yang saling berlawanan terhadap garis 𝑙, dalam bidang Euclid. Gambar 2.22 mengilustrasikan titik A dan titik B yang terletak pada sisi yang sama terhadap garis 𝑙, dalam bidang Poincare.
2.7
Geometri Pash Sekarang kita akan membahas mengenai sistem geometri baru yaitu geometri Pash. Geometri Pash ini merupakan sistem geometri yang memenuhi Postulat Pash. Sebelum kita membahas lebih jauh mengenai geometri Pash, terlebih dahulu akan diberikan definisi mengenai Postulat Pash. Definisi 2.7.1 (Millman & Parker, 1991:75) Geometri metrik dikatakan memenuhi Postulat Pash (PP) jika untuk sembarang garis 𝑙, sembarang segitiga ABC dan sembarang titik D ∈ 𝑙 sedemikian sehingga A – D – B, maka 𝑙 ∩ 𝐴𝐶 ≠ ∅ atau 𝑙 ∩ 𝐵𝐶 ≠ ∅ . Untuk lebih memahami Definisi 2.7.1, perhatikan gambar berikut : C
𝑙 A
D
B
Gambar 2.23 Ilustrasi definisi 2.7.1
∎
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
38
Gambar 2.23 menunjukkan sebuah segitiga ABC, dimana terdapat titik 𝐷 ∈ 𝐴𝐵 , sedemikian sehingga untuk sembarang garis 𝑙 yang melewati D, maka garis 𝑙 tersebut akan memotong segmen garis 𝐴𝐶 atau 𝐵𝐶 . Berikut ini akan diberikan Teorema mengenai hubungan antara Postulat Pash dengan Aksioma Pembagian Bidang, yang sudah dibahas pada bagian 2.6. Teorema 2.7.1 (Millman & Parker, 1991:75) (Teorema Pash) Jika geometri metrik memenuhi APB, maka juga memenuhi PP. Bukti : Diketahui ∆𝐴𝐵𝐶 dan sembarang garis 𝑙. Asumsikan ada sebuah titik 𝐷 ∈ 𝑙 dengan 𝐴 − 𝐷 − 𝐵. Kita akan menunjukkan bahwa 𝑙 ∩ 𝐴𝐶 ≠ ∅ atau 𝑙 ∩ 𝐵𝐶 ≠ ∅. Perhatikan Gambar 2.23. Sekarang andaikan 𝑙 ∩ 𝐴𝐶 = ∅. Kita akan menunjukkan bahwa 𝑙 ∩ 𝐵𝐶 ≠ ∅. 𝑙 ≠ 𝐴𝐵 karena 𝐴 ∈ 𝐴𝐶 ∩ 𝐴𝐵. Jadi A dan B tidak berada pada garis 𝑙 dan berada pada sisi yang saling berlawanan dari garis 𝑙 karena 𝐴𝐵 ∩ 𝑙 = 𝐷 ≠ ∅. A dan C terletak pada sisi yang sama dari garis 𝑙 karena 𝐴𝐶 ∩ 𝑙 = ∅. Oleh karena itu, B dan C berada pada sisi yang saling berlawanan dari garis 𝑙 sehingga 𝑙 ∩ 𝐵𝐶 ≠ ∅. Jadi, 𝑙 ∩ 𝐴𝐶 ≠ ∅ atau 𝑙 ∩ 𝐵𝐶 ≠ ∅ benar.
□
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
39
Teorema 2.7.1 mengatakan jika geometri metrik memenuhi Aksioma Pembagian Bidang, maka geometri tersebut pasti memenuhi Postulat Pash. Dari Definisi 2.7.1 dan Teorema 2.7.1, kita dapat merumuskan sebuah sistem geometri baru yang merupakan himpunan bagian dari geometri metrik dan
memenuhi Aksioma Pembagian Bidang. Sistem geometri
tersebut selanjutnya dinamakan Geometri Pash, seperti didefinisikan pada Definisi 2.7.2 berikut. Definisi 2.7.2 (Millman & Parker, 1991:76) Geometri Pash adalah geometri metrik yang memenuhi APB.
∎
Definisi 2.7.2 mendefinisikan sistem geometri Pash, yaitu geometri Metrik yang memenuhi APB. Selanjutnya, akan dibahas mengenai interior dari segmen garis, sinar garis, dan sudut. Konsep interior ini akan berperan penting dalam pembahasan Teorema Crossbar. Definisi 2.7.3 (Millman & Parker, 1991:82) Interior dari sinar garis AB dalam geometri metrik adalah himpunan int AB = AB − A . Interior dari segmen garis AB dalam geometri metrik adalah himpunan int AB = AB − A, B .
∎
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
40
Definisi 2.7.3 mengatakan bahwa interior dari sebuah sinar garis adalah himpunan titik-titik yang menyusun sinar garis tersebut, kecuali titik asal nya. Sedangkan interior dari sebuah segmen garis adalah himpunan titiktitik yang menyusun segmen garis tersebut, kecuali dua titik ujungnya. Definisi 2.7.4 (Millman & Parker, 1991:83) Interior ∠ABC (ditulis int(∠ABC) adalah perpotongan sisi AB yang memuat C dengan sisi BC yang memuat A.
∎
Untuk lebih memahami mengenai interior sebuah sudut, perhatikan gambar berikut :
A
B
C
Gambar 2.24 Interior ∠𝑨𝑩𝑪
Gambar 2.24 merupakan ilustrasi Definisi 2.7.4. Gambar tersebut menunjukkan interior dari ∠𝐴𝐵𝐶, yaitu bagian yang diarsir. Bagian yang diarsir tersebut merupakan irisan antara sisi AB yang memuat C dengan sisi BC yang memuat A. Selanjutnya, kita akan membahas mengenai Teorema Crossbar. Ide dari Teorema Crossbar ini sebenarnya hampir mirip dengan Postulat Pash.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
41
Teorema 2.7.2 (Millman & Parker, 1991:84) (Teorema Crossbar) Dalam geometri Pash, jika P ∈ int(∠ABC) maka BP memotong AC di sebuah titik F dengan A – F – C . Agar lebih memahami Teorema Crossbar, perhatikan gambar berikut : B
P
A
F
C
Gambar 2.25 Ilustrasi Teorema Crossbar Bukti : Kita andaikan pernyataan tersebut salah maka 𝐵𝑃 memotong 𝐴𝐶 disebuah tititk 𝐹 dengan 𝐹 − 𝐴 − 𝐶 atau 𝐴 − 𝐶 − 𝐹. Sebelumnya perlu diingat bahwa 𝑃 ∈ 𝑖𝑛𝑡(∠𝐴𝐵𝐶) . Artinya, 𝑃 dan 𝐴 terletak pada sisi yang sama dari 𝐵𝐶 demikian juga 𝑃 dan 𝐶 terletak pada sisi yang sama dari 𝐵𝐴. Kita andaikan 𝐵𝑃 memotong 𝐴𝐶 di 𝐹 dan 𝐹 − 𝐴 − 𝐶, sehingga 𝐴 dan 𝐶 terletak pada sisi yang sama dari 𝐵𝑃. Akibatnya, 𝑃 dan 𝐶 terletak pada sisi yang saling berlawanan terhadap garis 𝐵𝐴 atau dengan kata lain, 𝑃 ∉ 𝑖𝑛𝑡(∠𝐴𝐵𝐶). Hal ini kontradiksi dengan kenyataan bahwa 𝑃 ∈ 𝑖𝑛𝑡(∠𝐴𝐵𝐶) Sekarang kita andaikan 𝐵𝑃 memotong 𝐴𝐶 di 𝐹 dan 𝐴 − 𝐶 − 𝐹, sehingga 𝐴 dan 𝐶 terletak pada sisi yang sama dari 𝐵𝑃. Akibatnya, 𝑃 dan 𝐴 terletak pada sisi yang saling berlawanan terhadap garis 𝐵𝐶 atau dengan kata lain,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
42
𝑃 ∉ 𝑖𝑛𝑡(∠𝐴𝐵𝐶). Hal ini kontradiksi dengan kenyataan bahwa 𝑃 ∈ 𝑖𝑛𝑡(∠𝐴𝐵𝐶). Jadi, pengandaian salah dan yang benar adalah 𝐵𝑃 memotong 𝐴𝐶 di sebuah titik F dengan A – F – C Gambar
2.25
mengilustrasikan
□ Teorema
Crossbar.
Teorema
ini
mengatakan, untuk sembarang titik P ∈ 𝑖𝑛𝑡(∠𝐴𝐵𝐶), maka sinar garis 𝐵𝑃 kan memotong segmen garis 𝐴𝐶 pada sebuah titik F, dimana F terletak di antara A dan C. Atau dengan kata lain, titik F ∈ 𝐴𝐶 .
2.8
Geometri Protraktor Setelah kita membahas mengenai Geometri Pash, sekarang kita akan membahas mengenai sistem geometri lain yang bernama Geometri Protraktor. Geometri Protraktor ini merupakan himpunan bagian dari Geometri Pash. Geometri Protraktor adalah Geometri Pash yang mempunyai ukuran sudut. Sebelum kita membahas Geometri Protraktor, terlebih dahulu akan diberikan definisi mengenai ukuran sudut. Definisi 2.8.1 (Millman & Parker, 1991:90) Misalkan r0 bilangan real positif. Dalam geometri Pash, ukuran sudut (atau Protraktor) adalah fungsi m dari himpunan sudut-sudut 𝒜 ke himpunan bilangan real sedemikian sehingga berlaku 1. Jika ∠ABC ∈ 𝒜 maka 0 < 𝑚 ∠ABC < r0
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
43
2. Jika BC pada rusuk dari bidang paruh H1 dan θ bilangan real positif dengan 0 < θ< r0 maka terdapat sinar garis tunggal BA dengan A ∈ H1 dan m ∠ABC = θ 3. Jika D ∈ int(∠ABC) maka m ∠ABD + m ∠DBC = m ∠ABC . ∎ Definisi 2.8.1 membahas mengenai ukuran sudut dalam Geometri Pash. Aksioma pertama mengatakan bahwa ukuran suatu sudut berada dalam suatu rentang tertentu. Nilai minimalnya adalah 0, sedangkan nilai maksimalnya adalah suatu bilangan real positif tertentu. Aksioma kedua berbicara mengenai konstruksi sudut. Jika 𝐵𝐶 terletak pada rusuk bidang paruh 𝐻1 (artinya, sinar garis 𝐵𝐶 terletak pada garis yang memisahkan bidang 𝐻1 dan 𝐻2 ), maka terdapat sinar garis tunggal 𝐵𝐴 dengan 𝐴 ∈ 𝐻1 , dan besar sudut yang terbentuk antara dua sinar garis tersebut adalah bilangan real positif tertentu. Untuk lebih memahami aksioma 2 pada Definisi 2.8.1, perhatikan Gambar 2.26. Aksioma ketiga berbicara tentang penjumlahan sudut. Jika ada dua buah sudut yang memiliki satu sinar garis yang sama, maka kedua sudut tersebut dapat membentuk sebuah sudut baru yang ukurannya merupakan jumlahan dari ukuran dua sudut tersebut. Untuk lebih memahaminya, perhatikan ilustrasi pada Gambar 2.27. C A
D
𝜃 B
C
Gambar 2.26
B
𝛼 𝛽
𝛼+𝛽 A
Gambar 2.27
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Gambar 2.26 mengilustrasikan aksioma kedua dari Definisi
44
2.8.1.
Sedangkan Gambar 2.27 mengilustrasikan aksioma ketiga dari Definisi 2.8.1. Setelah membahas mengenai ukuran sudut, sekarang kita akan membahas mengenai Geometri Protraktor. Definisi 2.8.2 (Millman & Parker, 1991:91) Geometri protraktor { S , ℒ, d, m } adalah geometri Pash { S , ℒ, d } dengan ukuran sudut m.
∎
Definisi 2.8.2 berbicara mengenai definisi Geometri Protraktor, yaitu Geometri Pash dengan ukuran sudut 𝑚. Definisi 2.8.3 (Millman & Parker, 1991:108) Dalam geometri protraktor { S , ℒ, d, m } dua sudut ∠ABC dan ∠DEF dikatakan kongruen (∠ABC ≃ ∠DEF) jika m(∠ABC) = m(∠DEF). ∎ Definisi 2.8.3 berbicara mengenai 2 sudut yang kongruen. Dua sudut dikatakan kongruen jika ukuran ke dua sudut tersebut sama. Konsep kekongruenan sudut ini penting untuk membahas Teorema konstruksi sudut, Teorema pengurangan sudut dan teoreama penjumlahan sudut.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
45
Selanjutnya, akan dibahas mengenai konsep ukuran sudut dalam bidang Euclides dan bidang Poincare. Definisi 2.8.3 (Millman & Parker, 1991:93) Pada bidang Euclid, ukuran sudut Euclid ∠ABC adalah 𝑚 ∠𝐴𝐵𝐶 = 𝑐𝑜𝑠 −1
𝐴−𝐵,𝐶−𝐵
∎
𝐴−𝐵 . 𝐶−𝐵
Untuk ukuran sudut dalam bidang Poincare, kita menggunakan bantuan tangen Euclid. Berikut akan diberikan definisi mengenai tangen Euclid, pada garis dalam bidang Poincare. Definisi 2.8.4 (Millman & Parker, 1991:94) Jika BA adalah sinar garis pada bidang Poincare dengan A = xA , yA dan B = xB , yB maka tangen Euclid untuk BA di B adalah : 0, yA − yB , TBA =
yB , c − xB , − yB , c − xB ,
jika AB adalah garis tipe I, aL jika AB adalah garis tipe II, cLr, xB < xA jika AB adalah garis tipe II, cLr, xB > xA
Tangen sinar garis Euclid untuk BA adalah sinar garis Euclid BA′ dengan A′ = B + TBA .
∎
Definisi 2.8.5 (Millman & Parker, 1991:95) Ukuran sudut Poincare ∠ABC dalam ℍ adalah mH ∠ABC = mE ∠A′ BC ′ = cos −1
T BA ,T BC T BA . T BC
dengan A‟= B + TBA dan C‟ = B + TBC dan mE ∠A′ BC ′ adalah ukuran sudut Euclid ∠A′ BC ′ .
∎
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
46
C’ C
𝑇𝐵𝐶
𝑇𝐵𝐴 B
A’
A
Gambar 2. 28
Gambar 2.28 merupakan ilustrasi dari sudut dalam bidang Poincare. Selanjutnya, akan diberikan Teorema mengenai konstruksi sudut.
Teorema 2.8.1 (Millman & Parker, 1991:108) (Teorema Konstruksi Sudut ) Dalam geometri Protraktor, jika ada ∠ABC dan sebuah sinar garis ED yang terletak di tepi bidang paruh H1 , maka ada sebuah sinar garis EF dengan F ∈ H1 , dan ∠ABC ≃ ∠DEF . Bukti : Kita andaikan pernyataan tersebut salah maka untuk setiap sinar garis 𝐸𝐹 , ∠𝐴𝐵𝐶 ≄ ∠𝐷𝐸𝐹. Misalkan 𝑚 ∠𝐴𝐵𝐶 = 𝜃 maka menurut Definisi 2.8.1, terdapat sebuah sinar garis 𝐸𝐹 sehingga 𝑚 ∠𝐷𝐸𝐹 = 𝜃. Akibatnya, 𝑚 ∠𝐴𝐵𝐶 = 𝑚 ∠𝐷𝐸𝐹 = 𝜃 sehingga ∠𝐴𝐵𝐶 ≃ ∠𝐷𝐸𝐹.
Hal ini kontradiksi dengan
pernyataan bahwa ∠𝐴𝐵𝐶 ≄ ∠𝐷𝐸𝐹. Oleh karena itu, pengandaian salah. Jadi terbukti bahwa terdapat sebuah sinar garis 𝐸𝐹 dengan 𝐹 ∈ 𝐻1 , dan ∠𝐴𝐵𝐶 ≃ ∠𝐷𝐸𝐹
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
47
Atau, kita misalkan 𝑚 ∠𝐴𝐵𝐶 = 𝜃. Dengan menggunakan Definisi 2.8.1, □
Teorema ini langsung terbukti .
Teorema 2.8.1 membahas mengenai Teorema konstruksi sudut. Teorema ini mirip dengan definisi ukuran sudut pada Definisi 2.8.1, hanya saja ukuran sudut yang terbentuk bukan bilangan bilangan real tertentu, tetapi harus kongruen dengan sudut tertentu. Untuk lebih memahami Teorema 2.8.1, perhatikan gambar berikut :
B
A
F
𝜃
𝜃 E
C
D
Gambar 2.29 Selanjutnya, akan diberikan Teorema-Teorema mengenai penjumlahan sudut dan pengurangan sudut. Teorema 2.8.2 (Millman & Parker, 1991:108) (Teorema Penjumlahan Sudut ) Dalam geometri Protraktor, jika D ∈ int (∠ABC), S ∈ int (∠PQR), ∠ABD ≃ ∠PQS, dan ∠DBC ≃ ∠SQR, maka ∠ABC ≃ ∠PQR. Bukti : Menurut aksioma ketiga dari definisi sudut, jika D ∈ int(∠ABC) maka m ∠ABD + m ∠DBC = m ∠ABC . Sehingga, jika S ∈ int(∠PQR) maka
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
48
m ∠PQS + m ∠SQR = m ∠PQR . Dari kedua persamaan di atas terlihat jelas jika ∠𝐴𝐵𝐷 ≃ ∠𝑃𝑄𝑆 dan ∠𝐷𝐵𝐶 ≃ ∠𝑆𝑄𝑅 maka ∠𝐴𝐵𝐶 ≃ ∠𝑃𝑄𝑅. Teorema 2.8.2 berbicara mengenai penjumlahan dua sudut. Untuk lebih jelasnya, perhatikan Gambar 2.30. Teorema 2.8.3 (Millman & Parker, 1991:108) (Teorema Pengurangan Sudut ) Dalam geometri Protraktor, jika D ∈ int (∠ABC), S ∈ int (∠PQR), ∠ABD ≃ ∠PQS, dan ∠ABC ≃ ∠PQR maka ∠DBC ≃ ∠SQR. Bukti dari Teorema ini mengikuti bukti dari Teorema 2.8.2. Teorema ini merupakan kebalikan dari Teorema 2.8.2. Teorema 2.8.3 ini berbicara mengenai pengurangan sudut.
Untuk lebih memahaminya,
perhatikan Gambar 2.30.
C
R D
B
𝛼 𝛽
S
𝛼+𝛽 A
Q
𝛼 𝛽
𝛼+𝛽 P
Gambar 2.30
Gambar 2.30 merupakan ilustrasi Teorema 2.8.2 dan Teorema 2.8.3. Selanjutnya, akan diberikan Akibat mengenai garis pembagi dua tegak lurus.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
49
Akibat 2.8.4 (Millman & Parker, 1991:107) Dalam geometri Protraktor, setiap segmen garis AB mempunyai tepat satu pembagi dua tegak lurus, yaitu sebuah garis 𝑙 ⊥ AB dengan 𝑙 ∩ AB = M , dimana M adalah titik tengah dari segmen garis AB. Akibat 2.8.4 mengatakan bahwa setiap segmen garis mempunyai tepat sebuah garis yang tegak lurus dengan segmen terssebut dan membagi dua segmen sama besar. 2.9
Geometri Netral Geometri Netral merupakan geometri yang banyak berbicara mengenai kongruensi segitiga. Konsep kongruensi segitiga ini cukup penting dan sangat banyak digunakan saat membahas mengenai Geometri Netral. Definisi 2.9.1 (Millman & Parker, 1991:125) Misalkan ∆ABC dan ∆DEF adalah dua segitiga dalam geometri protraktor dan fungsi f: A, B, C → D, E, F adalah fungsi bijektif antara titik-titik pada segitiga tersebut. Fungsi f dikatakan sebuah kongruensi jika memenuhi : 𝐴𝐵 ≃ 𝑓 𝐴 𝑓(𝐵)
𝐵𝐶 ≃ 𝑓 𝐵 𝑓(𝐶)
𝐴𝐶 ≃ 𝑓 𝐶 𝑓(𝐴)
∠𝐴 ≃ ∠𝑓(𝐴)
∠𝐵 ≃ ∠𝑓(𝐵)
∠𝐶 ≃ ∠𝑓(𝐶)
∎
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
50
Definisi 2.9.1 mengatakan bahwa dua buah segitiga dikatakan kongruen jika panjang sisi-sisi yang bersesuaian kongruen, serta ukuran sudut-sudut yang bersesuaian juga kongruen. E
B 𝛽
A
𝛽 D 𝛼
𝛾
𝛼
𝛾
C
F Gambar 2.31 ∆𝐴𝐵𝐶 ≃ ∆𝐷𝐸𝐹
Gambar 2.31 mengilustrasikan ∆𝐴𝐵𝐶 𝑑𝑎𝑛 ∆𝐷𝐸𝐹, dua segitiga yang saling kongruen. Dapat dilihat pada kedua gambar di atas bahwa ketiga sisi yang bersesuaian saling kongruen serta sudut-sudut yang bersesuaian juga kongruen. Definisi 2.9.2 (Millman & Parker, 1991:127) Geometri protraktor memenuhi Aksioma Sisi-Sudut-Sisi (SsSdSs) jika untuk sembarang ∆ABC dan ∆DEF yaitu dua segitiga dengan AB ≃ DE, ∠B ≃ ∠E, BC ≃ EF maka ∆ABC ≃ ∆DEF.
∎
Untuk lebih memahami definsi 2.9.2, perhatikan gambar berikut : E
B 𝛽
A
𝛽 D
C F Gambar 2.32 ∆𝐴𝐵𝐶 ≃ ∆𝐷𝐸𝐹
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
51
Gambar 2.32 merupakan ilustrasi Definisi 2.9.2. Dua segitiga seperti gambar di atas, termasuk dua segitiga yang saling kongruen berdasarkan aksioma Sisi-Sudut-Sisi. Berikut ini diberikan definisi mengenai Geometri Netral. Geometri Netral merupakan geometri protraktor yang memenuhi aksioma Sisi-Sudut-Sisi (SsSdSs)
Definisi 2.9.3 (Millman & Parker, 1991:127) Geometri netral (geometri absolut ) adalah geometri protraktor yang ∎
memenuhi aksioma SsSdSs.
Berikut ini akan diberikan mengenai definisi dari aksioma Sudut-SisiSudut (SdSdSd). Definisi 2.9.4 (Millman & Parker, 1991:131) Geometri protraktor memenuhi aksioma Sudut-Sisi-Sudut (SdSsSd) jika untuk ∆ABC dan ∆DEF yaitu dua segitiga dengan ∠A ≃ ∠D, AB ≃ DE, ∠B ≃ ∠E maka ∆ABC ≃ ∆DEF.
∎
Untuk lebih memahami Definisi 2.9.4, perhatikan gambar berikut : E
B 𝛽
A
𝛼
𝛽 D 𝛼
C F Gambar 2.33 ∆𝐴𝐵𝐶 ≃ ∆𝐷𝐸𝐹
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
52
Gambar 2.33 mengilustrasikan ∆𝐴𝐵𝐶 ≃ ∆𝐷𝐸𝐹 berdasarkan aksioma Sudut-Sisi-Sudut. Aksioma terakhir mengenai kongruensi segitiga adalah aksioma Sisi-SisiSisi (SsSsSs). Definisi 2.9.5 (Millman & Parker, 1991:132) Geometri protraktor memenuhi Aksioma Sisi-Sisi-Sisi (SsSsSs) jika untuk ∆ABC dan ∆DEF yaitu dua segitiga dengan AB ≃ DE, BC ≃ EF, CA ≃ FD maka ∆ABC ≃ ∆DEF.
∎
Untuk lebih memahami Definisi 2.9.5, perhatikan gambar berikut ini E
B D
A
C F Gambar 2.34 ∆𝐴𝐵𝐶 ≃ ∆𝐷𝐸𝐹
Gambar 2.34 merupakan ilustrasi Definisi 2.9.5. Gambar ini menunjukkan dua segitiga yang saling kongruen menurut Aksioma SsSsSs. Selanjutnya, akan diberikan Teorema mengenai sifat-sifat geometri netral Teorema 2.9.1 (Millman & Parker, 1991:131) Geometri netral memenuhi aksioma SdSsSd
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
53
Teorema 2.9.2 (Millman & Parker, 1991:132) Geometri netral memenuhi aksioma SsSsSs. Kedua teorema di atas dapat dibuktikan dengan cukup mudah. Geometri netral adalah himpunan bagian dari geometri protraktor. Oleh karena itu, geometri netral memuat sifat-sifat yang berlaku umum dalam geometri protrkator. Padahal dalam geometri protraktor, memenuhi sifat aksioma SdSsSd dan aksioma SsSsSs. Oleh karena itu, kedua aksioma tersebut juga berlaku dalam geometri netral 2.10
Kolineasi dan Isometri Kolineasi dan isometri merupakan suatu konsep yang penting juga dalam geometri, khususnya geometri transformasi. Berikut akan diberikan definisi mengenai kolineasi dan isometri serta sifatsifat isometri. Definisi 2.10.1 (Prasekti, 2012 : 48) Misalkan ℐ = { S , ℒ} dan ℐ′ = { S „, ℒ‟} adalah geometri insidensi, maka fungsi φ: S
→S
mempertahankan garis jika untuk sembarang
garis l dari S , φ(l) adalah garis dari S „
∎
Fungsi 𝜑 disebut kolineasi jika 𝜑 adalah fungsi bijektif yang mempertahankan garis.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
54
Definisi 2.10.1 mengatakan bahwa suatu fungsi dikatakan kolineasi jika fungsi tersebut mempertahankan garis. Artinya, jika ada suatu garis 𝑙, maka hasil pemetaannya oleh fungsi tersebut juga berupa garis. Definisi 2.10.2 (Prasekti, 2012 : 58) Misalkan 𝒢 = { S , ℒ, d } dan 𝒢′ = { S ′, ℒ′, d′ } adalah geometri metrik. Sebuah isometri dari 𝒢 ke 𝒢′ adalah fungsi φ: S
→ S „ sedemikian
hingga untuk semua A, B ∈ S berlaku d′ φA, φB = d A, B . Fungsi φ yang memenuhi persamaan tersebut dikatakan mempertahankan jarak.
∎
Definisi 2.10.2 mengatakan bahwa sebuah isometri adalah fungsi yang mempertahankan jarak. Artinya, jika terdapat titik A dan B, dengan jarak 𝑑 𝐴, 𝐵 , maka jarak dari hasil pemetaan kedua titik tersebut akan sama dengan 𝑑 𝐴, 𝐵 . Lemma 2.10.1 (Prasekti, 2012 : 63) Isometri dalam Geometri Netral mempertahankan keantaraan. Lebih tepatnya jika { S , ℒ, d } adalah Geometri Metrik, jika { S „, ℒ′, d′,m‟ } adalah Geometri Netral, jika φ: S → S „ adalah sebuah isometri, dan jika A,B,C adalah titik-titik pada S dengan A – B – C maka φ A – φ B – φ C. Selanjutnya jika 𝑙 ∈ ℒ maka φ 𝑙 ⊂ 𝑙′ untuk suatu 𝑙′ ∈ ℒ′. Bukti :
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Jika A, B, C dalam S
55
dan A–B–C maka A, B, C segaris dan d(A,B) +
d(B,C) = d(A,C). Karena
𝜑
isometri,
maka
𝑑 ′ 𝜑𝐴, 𝜑𝐵 = 𝑑 𝐴, 𝐵 , 𝑑 ′ 𝜑𝐴, 𝜑𝐶 =
𝑑 𝐴, 𝐶 , dan 𝑑 ′ 𝜑𝐵, 𝜑𝐶 = 𝑑 𝐵, 𝐶 . Maka dari itu , 𝑑 ′ 𝜑𝐴, 𝜑𝐵 + 𝑑 ′ 𝜑𝐵, 𝜑𝐶 = 𝑑 ′ 𝜑𝐴, 𝜑𝐶 . Berdasarkan Definisi 2.4.1 , akibatnya 𝜑𝐴 − 𝜑𝐵 − 𝜑𝐶. Misalkan 𝑙 = 𝐴𝐵 dan 𝑙 ′ = 𝜑𝐴𝜑𝐵. Jika 𝐷 ∈ 𝑙 dan 𝐷 ≠ 𝐴, 𝐷 ≠ 𝐵 maka 𝐷 − 𝐴 − 𝐵, 𝐴 − 𝐷 − 𝐵, atau 𝐴 − 𝐵 − 𝐷. Berdasarkan bagian pertama pada pembuktian, maka 𝜑𝐷 − 𝜑𝐴 − 𝜑𝐵, 𝜑𝐴 − 𝜑𝐷 − 𝜑𝐵 atau 𝜑𝐴 − 𝜑𝐵 − 𝜑𝐷. Sehingga pada setiap kasus 𝜑𝐷 ∈ 𝑙′ dan 𝜑(𝑙) ⊂ 𝑙′.
□
Lemma 2.10.1 menyatakan bahwa suatu isometri mempertahankan keantaraan. Artinya, jika titik A terletak di antara B dan C, maka hasil pemetaan titik A juga berada di antara hasil pemetaan titik B dan C. Definisi 2.10.3 (Prasekti, 2012 : 73) Fungsi φ: S → S „ pada Geometri Protraktor dikatakan mempertahankan sudut siku-siku jika ∠φAφBφC adalah sudut siku-siku dalam S „ apabila ∠ABC adalah siku-siku pada S . φ mempertahankan ukuran sudut jika untuk setiap ∠ABC dalam S
,
m′ ∠φAφBφC = m(∠ABC) dimana m adalah ukuran sudut pada S dan m‟ adalah ukuran sudut pada S „.
∎
Definisi 2.10.3 berbicara mengenai definisi suatu fungsi dapat dikatakan mempertahankan sudut. Jika terdapat 3 titik A, B, dan C, yang membentuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
56
sudut ∠𝐴𝐵𝐶, maka ukuran sudut hasil pemetaan ketiga titik tersebut, akan sama dengan ukuran sudut sebelumnya. Lemma 2.10.2 (Prasekti, 2012 : 76) Jika φ: S → S „ adalah isometri pada Geometri Netral dan D ∈ int (∠ABC) maka φD ∈ int (∠φAφBφC). Bukti : Diketahui 𝐷 ∈ 𝑖𝑛𝑡(∠𝐴𝐵𝐶), sedemikian hingga 𝐴 − 𝐷 − 𝐶. Karena 𝜑 isometri, maka menurut Lemma 2.10.1, 𝜑𝐴 − 𝜑𝐷 − 𝜑𝐶. Karena 𝜑 isometri, maka : 𝑑 ′ 𝜑𝐵, 𝜑𝐷 = 𝑑 𝐵, 𝐷 , 𝑑 ′ 𝜑𝐴, 𝜑𝐷 = 𝑑 𝐴, 𝐷 , 𝑑 ′ 𝜑𝐷, 𝜑𝐶 = 𝑑 𝐷, 𝐶 𝑑 ′ 𝜑𝐴, 𝜑𝐵 = 𝑑 𝐴, 𝐵 dan 𝑑 ′ 𝜑𝐵, 𝜑𝐶 = 𝑑 𝐵, 𝐶 Perhatikan ∆𝐴𝐵𝐷 pada gambar (a) dan ∆𝜑𝐴𝜑𝐵𝜑𝐷 pada gambar (b). 𝑑 ′ 𝜑𝐴, 𝜑𝐵 = 𝑑 𝐴, 𝐵 , 𝑑 ′ 𝜑𝐵, 𝜑𝐷 = 𝑑 ′ (𝐵, 𝐷),
Karena
𝑑 ′ 𝜑𝐴, 𝜑𝐷 = 𝑑 𝐴, 𝐷 , maka ∆𝐴𝐵𝐷 ≃
dan
∆𝜑𝐴𝜑𝐵𝜑𝐷 (𝑆𝑆𝑆). Akibatnya,
∠𝐴𝐵𝐷 = ∠𝜑𝐴𝜑𝐵𝜑𝐷. Sekarang perhatikan ∆𝐵𝐷𝐶 pada gambar (a) dan ∆𝜑𝐵𝜑𝐷𝜑𝐶 pada gambar (b).
Karena
𝑑 ′ 𝜑𝐵, 𝜑𝐷 = 𝑑 𝐵, 𝐷 , 𝑑 ′ 𝜑𝐵, 𝜑𝐶 = 𝑑 ′ (𝐵, 𝐶),
𝑑 ′ 𝜑𝐷, 𝜑𝐶 = 𝑑 𝐷, 𝐶 , maka ∆𝐵𝐷𝐶 ≃
dan
∆𝜑𝐵𝜑𝐷𝜑𝐶 (𝑆𝑆𝑆). Akibatnya,
∠𝐷𝐵𝐶 = ∠𝜑𝐷𝜑𝐵𝜑𝐶. Kita dapatkan ∠𝐴𝐵𝐷 + ∠𝐷𝐵𝐶 = ∠𝜑𝐴𝜑𝐵𝜑𝐷 + ∠𝜑𝐷𝜑𝐵𝜑𝐶.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Padahal, ∠𝐴𝐵𝐷 + ∠𝐷𝐵𝐶 = ∠𝐴𝐵𝐶 dan ∠𝜑𝐴𝜑𝐵𝜑𝐶.
∠𝜑𝐴𝜑𝐵𝜑𝐷 + ∠𝜑𝐷𝜑𝐵𝜑𝐶 =
∠𝐴𝐵𝐶 = ∠𝜑𝐴𝜑𝐵𝜑𝐶
Akibatnya,
57
.
Ini
berarti
𝜑
mempertahankan ∠𝐴𝐵𝐶 menjadi ∠𝜑𝐴𝜑𝐵𝜑𝐶. Berdasarkan Definisi 2.8.1, karena 𝑚(∠𝜑𝐴𝜑𝐵𝜑𝐷) + 𝑚(∠𝜑𝐷𝜑𝐵𝜑𝐶) = 𝑚(∠𝜑𝐴𝜑𝐵𝜑𝐶), maka dapat disimpulkan 𝜑𝐷 ∈ 𝑖𝑛𝑡(∠𝜑𝐴𝜑𝐵𝜑𝐶). Untuk lebih memahami lemma 2.10.2, perhatikan gambar berikut :
A
ϕA
ϕD
D
α
β
B
α
˅
C
β
ϕB
˅
ϕC
Gambar 2. 35 Ilustrasi Lemma 2.10.3 □ Lemma 2.10.2 berbicara mengenai sifat isometri bahwa isometri mempertahankan interior sudut. Terlihat dari Gambar 2.35, bahwa titik 𝐷 ∈ 𝑖𝑛𝑡 (∠𝐴𝐵𝐶) , setelah pemetaan, titik 𝜑𝐷 ∈ 𝑖𝑛𝑡 (∠𝜑𝐴𝜑𝐵𝜑𝐶).
Lemma 2.10.4 (Prasekti, 2012 : 73) Jika φ: S → S
„ adalah isometri pada Geometri Netral maka φ
mempertahankan sudut siku-siku. Bukti :
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
58
Misalkan ∠𝐴𝐵𝐶 adalah sudut siku-siku pada S . Kita harus menunjukkan bahwa ∠𝜑𝐴𝜑𝐵𝜑𝐶 adalah sudut siku-siku. Kita misalkan D adalah titik tertentu sedemikian hingga 𝐷 − 𝐵 − 𝐶 dan 𝐷𝐵 ≃ 𝐵𝐶
seperti
pada
gambar.
Maka
∆𝐴𝐵𝐶 ≃ ∆𝐴𝐵𝐷 (Aksioma 𝑆𝑠𝑆𝑑𝑆𝑠). Akibatnya, 𝐴𝐶 ≃ 𝐴𝐷. Karena 𝜑 mempertahankan jarak, kita dapatkan : 𝜑𝐴𝜑𝐵 ≃ 𝜑𝐴𝜑𝐵 , 𝜑𝐴𝜑𝐶 ≃ 𝜑𝐴𝜑𝐷, 𝜑𝐵𝜑𝐶 ≃ 𝜑𝐵𝜑𝐷 sehingga ∆𝜑𝐴𝜑𝐵𝜑𝐶 ≃ ∆𝜑𝐴𝜑𝐵𝜑𝐷 (𝑆𝑠𝑆𝑠𝑆𝑠) seperti pada gambar Karena ∆𝜑𝐴𝜑𝐵𝜑𝐶 ≃ ∆𝜑𝐴𝜑𝐵𝜑𝐷 maka ∠𝜑𝐴𝜑𝐵𝜑𝐶 ≃ ∠𝜑𝐴𝜑𝐵𝜑𝐷 Karena 𝜑𝐷 − 𝜑𝐵 − 𝜑𝐶, ∠𝜑𝐴𝜑𝐵𝜑𝐶 dan ∠𝜑𝐴𝜑𝐵𝜑𝐷 merupakan bentuk linear dari sudut yang kongruen, akibatnya ∠𝜑𝐴𝜑𝐵𝜑𝐶 dan ∠𝜑𝐴𝜑𝐵𝜑𝐷 □
masing-masing adalah segitiga siku-siku. A
𝜑𝐴
𝜑𝐷 D
∥
B
∥
C
𝜑𝐵 𝜑𝐶
Gambar 2. 36 Ilustrasi Lemma 2.10.4 Lemma 2.10.4 mengatakan bahwa suatu isometri dalam geometri netral pasti mempertahankan sudut siku-siku.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2.11
59
Refleksi pada Bidang Euclid Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai refleksi dalam bidang Euclid. Berikut adalah definisi mengenai refleksi yang berlaku dalam bidang Euclid. Definisi 2.11.1 (Susanta, 1990 : 49) Refleksi terhadap garis s (disimbolkan Ms) ialah pemetaan yang memenuhi 1. Untuk titik B pada s, Ms(B) = B 2. Untuk titik A di luar s, Ms(A) = A‟ sedemikian hingga s adalah sumbu AA′.
∎
Sumbu suatu garis 𝐴𝐴′ ialah garis yang membagi dua sama 𝐴𝐴′ dan tegak lurus padanya, yaitu tempat kedudukan titik-titik yang berjarak sama dengan A dan A‟. Garis s diatas lalu disebut sumbu refleksi. Untuk lebih memahami mengenai refleksi dalam bidang Euclid, perhatikan gambar berikut : 𝑃 𝑃𝑠 𝑃′
𝑠
Gambar 2.37 Refleksi dalam Bidang Euclid
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
60
Menurut Susanta (1990), misalkan 𝑠 ≡ 𝑎𝑥 + 𝑏𝑦 + 𝑐 = 0 adalah sebuah garis tidak vertikal dalam bidang Euclid maka fungsi refleksi 𝜌: ℝ2 → ℝ2 terhadap garis 𝑠 tersebut diberikan oleh : Bila 𝑃′ = 𝑀𝑠 (𝑃) dan 𝑃 𝑥, 𝑦 , 𝑃′ (𝑥 ′ , 𝑦 ′ ) dengan P diluar s maka harus dipernuhi, 𝑃𝑃′ ⊥ 𝑠, jadi 𝑚1 . 𝑚2 = −1 𝑦 ′ −𝑦
𝑦 ′ −𝑦
−𝑎
.
𝑥 ′ −𝑥
𝑏
= −1
𝑏
=𝑎
𝑥 ′ −𝑥
𝑦′ =
𝑏 𝑎
𝑥′ − 𝑥 + 𝑦
.....(1)
Titik tengah 𝑃𝑃′ pada 𝑠, jadi koordinat titik tengah 𝑃𝑃′ harus memenuhi persamaan garis 𝑠. Koordinat titik tengah 𝑃𝑃′ adalah 𝑎
𝑥+𝑥 ′ 2
+𝑏
𝑦 +𝑦 ′
𝑥+𝑥 ′ 𝑦+𝑦 ′ 2
,
2
, sehingga
+𝑐=0
2
𝑎 𝑥 + 𝑥 ′ + 𝑏 𝑦 + 𝑦 ′ + 2𝑐 = 0 𝑎𝑥 + 𝑎𝑥 ′ + 𝑏𝑦 + 𝑏𝑦 ′ + 2𝑐 = 0 Substitusikan persamaan (1) ke persamaan (2), 𝑎𝑥 + 𝑎𝑥 ′ + 𝑏𝑦 + 𝑏 𝑎𝑥 + 𝑎𝑥 ′ + 𝑏𝑦 + 𝑎+
𝑏2 𝑎
𝑥′ =
𝑏2 𝑎
𝑏2 𝑎
𝑏 𝑎
𝑥 ′ − 𝑥 + 𝑦 + 2𝑐 = 0
𝑥′ −
𝑏2 𝑎
𝑥 + 𝑏𝑦 + 2𝑐 = 0
− 𝑎 𝑥 − 2𝑏𝑦 − 2𝑐
....(2)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
𝑎 2 +𝑏 2 𝑎
𝑏 2 −𝑎 2
𝑥′ =
𝑏 2 −𝑎 2
𝑥′ =
𝑎 2 +𝑏 2
𝑎
2𝑎𝑏𝑦
𝑎 2 +𝑏 2 𝑏 2 +𝑎 2
𝑥′ =
𝑎 2 +𝑏 2
𝑥′ = 𝑥 −
𝑥 − 2𝑏𝑦 − 2𝑐 2𝑎𝑐
𝑥 − 𝑎 2 +𝑏 2 − 𝑎 2 +𝑏 2
𝑏 2 +𝑎 2 −2𝑎 2
𝑥′ =
61
2𝑎𝑏𝑦
2𝑎𝑐
𝑥 − 𝑎 2 +𝑏 2 − 𝑎 2 +𝑏 2 −2𝑎 2 𝑥
2𝑎𝑏𝑦
2𝑎𝑐
𝑥 − 𝑎 2 +𝑏 2 − 𝑎 2 +𝑏 2 − 𝑎 2 +𝑏 2
2𝑎 (𝑎𝑥 +𝑏𝑦 +𝑐) 𝑎 2 +𝑏 2
Substitusikan 𝑥′ ke persamaan (1), 𝑏
𝑦′ = 𝑎 𝑥′ − 𝑥 + 𝑦 𝑏
𝑦′ = 𝑎 𝑥 −
2𝑎 (𝑎𝑥 +𝑏𝑦 +𝑐) 𝑎 2 +𝑏 2
𝑏
𝑦′ = 𝑦 + 𝑎 − 𝑦′ = 𝑦 −
−𝑥 +𝑦
2𝑎 (𝑎𝑥 +𝑏𝑦 +𝑐) 𝑎 2 +𝑏 2
2𝑏 (𝑎𝑥 +𝑏𝑦 +𝑐) 𝑎 2 +𝑏 2
Sehingga, rumus umum refleksi terhadap sembarang garis 𝑠 dalam bidang Euclid adalah : 𝜌 𝑥, 𝑦 = 𝑥 −
2𝑎 (𝑎𝑥 +𝑏𝑦 +𝑐) 𝑎 2 +𝑏 2
,𝑦 −
2𝑏 (𝑎𝑥 +𝑏𝑦 +𝑐) 𝑎 2 +𝑏 2
Untuk lebih memahami refleksi dalam bidang Euclid, perhatikan contoh berikut : Contoh 2.11.1 : Misal garis 𝑥 − 𝑦 + 1 = 0 adalah sebuah garis dalam bidang Euclid. Kita akan mencari hasil refleksi titik 𝐴 0,1 , dan 𝐵(5,4) terhadap garis 𝑥 − 𝑦 + 1 = 0. Pertama-tama, kita harus mencari rumus refleksi terhadap garis tersebut dengan menggunakan rumus 3.1.1.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
𝜌 𝑥, 𝑦 = 𝑥 − = 𝑥−
2𝑎 𝑎𝑥 +𝑏𝑦 +𝑐 𝑎 2 +𝑏 2
2(𝑥−𝑦+1) 1+1
,𝑦 −
,𝑦 −
62
2𝑏 𝑎𝑥 +𝑏𝑦 +𝑐 𝑎 2 +𝑏 2
−2(𝑥−𝑦+1) 1+1
= 𝑦 − 1, 𝑥 + 1 Setelah menentukan rumus refleksinya, baru kita menentukan hasil refleksi. 𝜌 𝐴 = 1 − 1, 0 + 1 = 0,1 𝜌 𝐵 = 4 − 1, 5 + 1 = 3,6 Perhatikan hasil refleksi titik A. 𝜌 𝐴 = 0,1 = 𝐴. Hal ini terjadi karena titik A merupakan titik dalam garis
𝑥 − 𝑦 + 1 = 0.
Menurut
definisi
refleksi,
refleksi
akan
mempertahankan titik-titik yang terletak dalam garis cermin. Sedangkan untuk titik B, 𝜌 𝐵 = 3,6 ≠ 𝐵. Refleksi 𝜌 tidak mempertahankan titik B karena titik B bukan merupakan elemen dari garis 𝑥 − 𝑦 + 1 = 0
●
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB III REFLEKSI DAN AKSIOMA CERMIN
Refleksi merupakan bagian dari transformasi yang bersifat isometri. Isometri sendiri sudah kita bahas pada bagian 2.10, yaitu sebuah fungsi yang mempertahankan jarak. Dalam kehidupan sehari-hari, konsep refleksi ini dapat kita jumpai secara nyata saat kita bercermin. 3.1
Refleksi Sebelum kita mulai membahas mengenai konsep refleksi, mari kita pelajari dahulu mengenai konsep mempertahankan titik. Konsep ini cukup penting karena akan digunakan ketika kita membahas konsep refleksi. Definisi 3.1.1 (Millman & Parker, 1991:306): Sebuah fungsi φ ∶ S →S
mempertahankan titik A jika φA = A.
∎
Definisi 3.1.1 berbicara mengenai suatu fungsi yang mempertahankan titik. Suatu fungsi dikatakan mempertahankan titik jika hasil pemetaan suatu titik sama dengan titik asalnya. Untuk lebih memahami Definisi 3.1.1, perhatikan contoh berikut : Contoh 3.1.1 : Misalkan sebuah fungsi 𝜑 ∶ ℍ → ℍ , dimana 𝜑 𝑥, 𝑦 = 2𝑥 , 3𝑦 − 2 , dan sebuah titik A = (0, 1).
63
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
64
Sekarang kita akan mencari 𝜑(𝐴). 𝜑 𝐴 = (2. 0 , 3 1 − 2 ) = 0 ,1 = 𝐴 Karena 𝜑 𝐴 = 𝐴, maka fungsi 𝜑 𝑥, 𝑦 = 2𝑥 , 3𝑦 − 2 mempertahankan titik A.
dikatakan ●
Contoh 3.1.1, adalah contoh suatu fungsi yang mempertahankan titik A, dalam bidang Poincare.
Lemma 3.1.1 (Millman & Parker, 1991:306): Anggap φ ∶ S → S merupakan sebuah isometri dalam geometri netral. Jika φ mempertahankan titik A dan titik B, maka φ juga mempertahankan semua titik dalam AB. Bukti : Anggap 𝑓 adalah sebuah sistem koordinat untuk 𝐴𝐵 dengan A adalah titik asal dan B positif. Misalkan 𝐶 ∈ 𝐴𝐵 dan C ≠ A, C ≠ B. Akan ditunjukkan bahwa C = 𝜑C. Sekarang anggap 𝜑C = C’. d (A, C’) = d (A, C) karena 𝜑A = A dan 𝜑 adalah isometri. Karena itu, 𝑓 𝐶 ′
= 𝑓(𝐶) dan 𝑓 𝐶 ′ = ±𝑓(𝐶).
Karena 𝜑 mempertahankan keantaraan, maka jika A – B – C begitu pula A – B – C’ jika A – C – B begitu pula A – C’ – B
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
65
jika C – A – B begitu pula C’ – A – B. Tidak ada dari ketiga kemungkinan tersebut yang memungkinkan 𝑓 𝐶 ′ = −𝑓(𝐶). Karena itu, 𝑓 𝐶 ′ = 𝑓(𝐶), sehingga 𝜑C = C’ = C. Lemma
3.1.1
masih
berbicara
mengenai
suatu
fungsi
□ yang
mempertahankan titik. Lemma ini mengatakan jika suatu fungsi isometri mempertahankan dua titik tertentu, maka fungsi isometri itu juga mempertahankan semua titik dalam garis 𝐴𝐵. Untuk lebih memahami Lemma 3.1.1, perhatikan contoh berikut : Contoh 3.1.2 : Misalkan sebuah fungsi isometri 𝜑: ℍ → ℍ , yang ditunjukkan oleh 𝜑 𝑥, 𝑦 = 4 − 𝑥, 𝑦 , mempertahankan dua titik A dan B dimana, 𝐴 = 2, 1 , 𝐵 = (2, 5) . Akan ditunjukkan bahwa 𝜑 juga mempertahankan sembarang titik dalam 𝐴𝐵. Persamaan garis yang melewati A dan B adalah garis tipe I ( aL ) dalam bidang Poincare dengan 𝑎 = 2, sehingga 𝐴𝐵 ≡ 𝑥 = 2. Ambil sembarang titik 𝐶 ∈ 𝐴𝐵 , kita ambil 𝐶 = (2, 𝑦) 𝜑 𝐶 = 4 − 2, 𝑦 = 2, 𝑦 = 𝐶 Karena 𝜑 𝐶 = 𝐶, maka terbukti bahwa 𝜑 mempertahankan sembarang titik dalam 𝐴𝐵.
●
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Contoh
66
3.1.2 merupakan contoh suatu fungsi yang mempertahankan
seluruh titik dari garis 𝐴𝐵, dalam bidang Poincare. Selanjutnya, akan dibahas mengenai isometri identitas. Isometri identitas adalah suatu isometri yang mempertahankan tiga titik yang tidak segaris atau tiga titik yang tidak kolinear.
Lemma 3.1.2 (Millman & Parker, 1991:306): Anggap φ ∶ S
→S
merupakan sebuah isometri dalam geometri netral.
Jika φ mempertahankan tiga titik yang tidak segaris , maka φ adalah identitas. Bukti : Menurut Lemma 3.1.1, 𝜑 juga mempertahankan semua titik dalam garis 𝐴𝐵, 𝐵𝐶 , dan 𝐴𝐶 dan karena itu, termasuk mempertahankan semua titik dalam segitiga ABC. Ambil sembarang titik D dalam S dan sembarang titik E dalam int(𝐴𝐵), dimana E ≠ D. Berdasarkan teorema Pash, 𝐷𝐸 memotong segitiga ABC pada sebuah titik F, dimana F≠E. Karena E dan F termasuk dalam segitiga ABC, maka keduanya adalah titik tetap. Karena itu, setiap titik dari 𝐸𝐹 , termasuk D adalah titik tetap dari 𝜑. Jadi 𝜑D = D untuk sembarang titik D, sehingga 𝜑 merupakan isometri identitas.
□
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
67
Untuk lebih memahami Lemma 3.1.2, perhatikan contoh-contoh berikut.
Contoh 3.1.3 : Misalkan sebuah fungsi 𝜑: ℍ → ℍ, dimana 𝜑 𝑥, 𝑦 = 𝑥, 𝑦 , dan tiga buah titik A, B, C yang tidak segaris. 𝐴 = 2,3 , 𝐵 = 0,1 , 𝐶 = (3,1). Untuk membuktikan bahwa 𝜑 merupakan isometri identitas, kita harus menunjukkan bahwa 𝜑 𝐴 = 𝐴 , 𝜑 𝐵 = 𝐵, 𝜑 𝐶 = 𝐶. 𝜑 𝐴 = 2, 3 = 𝐴 𝜑 𝐵 = 0, 1 = 𝐵 𝜑 𝐶 = 3, 1 = 𝐶 Karena
𝜑 𝐴 = 𝐴 , 𝜑 𝐵 = 𝐵, 𝜑 𝐶 = 𝐶
maka
𝜑
dikatakan
mempertahankan tiga titik berbeda yang tidak segaris sehingga 𝜑 adalah ●
isometri identitas. Contoh
3.1.3, adalah contoh suatu isometri identitas dalam bidang
Poincare. Setelah membahas mengenai konsep mempertahankan titik, dan isometri identitas, sekarang kita akan membahas mengenai konsep refleksi. Definisi 3.1.2 (Millman & Parker, 1991:306): Anggap l adalah sebuah garis dalam geometri netral. Dan untuk setiap P ϵ S , anggap Pl adalah proyeksi dari titik P ke l. Refleksi terhadap garis l adalah fungsi ρl : S sebagai berikut :
→S
yang ditentukan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ρl P = P ′ dimana P − Pl − P ′ dan PPl ≃ P′Pl ρl P = P
jika P ∉ l jika P ∈ l
68
∎
Untuk lebih memahami Definisi 3.1.2, perhatikan Gambar berikut :
𝑃′ 𝑃𝑙 𝑙
𝑃
Gambar 3.1 Refleksi dalam Bidang Poincare Gambar 3.1 menunjukkan ilustrasi refleksi titik P terhadap garis 𝑙 dalam bidang Poincare. Untuk lebih memahami definisi refleksi, perhatikan contoh berikut: Contoh 3.1.4 : Misalkan 𝑙 ≡ 𝑥 = 𝑎 merupakan sebuah garis tipe I dalam bidang Poincare. Kita akan mencari fungsi 𝜌 ∶ ℍ → ℍ, yang merupakan refleksi terhadap garis 𝑙. Perhatikan Gambar 3.2 berikut : aL
P
R
P’
Gambar 3.2 Refleksi terhadap garis tipe I
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
69
Misalkan titik 𝑃(𝑥, 𝑦), dan hasil refleksinya adalah 𝑃′(𝑥′, 𝑦′). Koordinat titik tengah 𝑃𝑃′ adalah titik 𝑅 = (
𝑥+𝑥 ′ 𝑦 +𝑦 ′ 2
,
2
). Titik R ini
terletak dalam garis 𝑙, maka koordinat nya harus memenuhi persamaan garis 𝑙. Sehingga
𝑥+𝑥 ′ 2
=𝑎
𝑦 +𝑦 ′ 2
=𝑦
𝑥 + 𝑥′ = 2𝑎
𝑦 + 𝑦′ = 2𝑦
𝑥 ′ = 2𝑎 − 𝑥
𝑦′ = 𝑦
Dari perhitungan di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Untuk sembarang garis 𝑙 ≡ 𝑥 = 𝑎, yang merupakan garis tipe I dalam bidang Poincare. Rumus umum refleksi terhadap garis 𝑙 tersebut adalah 𝜌 𝑥, 𝑦 = 2𝑎 − 𝑥, 𝑦 .
●
Selanjutnya akan dibahas mengenai rumus refleksi dalam bidang Poincare, terhadap garis tipe II. Contoh 3.1.5 : Misalkan 𝑙 ≡ (𝑥 − 𝑐)2 + 𝑦 2 = 𝑟1 2 merupakan sebuah garis tipe II dalam bidang Poincare. Kita akan mencari fungsi 𝜌 ∶ ℍ → ℍ, yang merupakan refleksi terhadap garis 𝑙. Perhatikan Gambar 3.1. Ide yang digunakan untuk memperoleh fungsi refleksinya sesuai dengan definisi refleksi sendiri. Pertama-tama kita akan mencari persamaan garis (𝑙′) yang menghubungkan titik P, 𝑃𝑙 , dan P’ serta tegak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
70
lurus dengan garis 𝑙. Kemudian kita akan menentukan koordinat dari 𝑃𝑙 . dengan cara memotongkan garis 𝑙 dengan 𝑙′. Setelah itu, barulah kita mulai mencari titik P’, yaitu dengan memanfaatkan konsep jarak dalam refleksi. Jarak P dengan 𝑃𝑙 harus sama dengan jarak P’ dengan 𝑃𝑙 . Untuk mencari persamaan garis yang tegak lurus garis 𝑙, kita menggunakan konsep dua buah lingkaran yang berpotongan tegak lurus. Menurut Hadjiwidjojo (1973), dua lingkaran yang saling berpotongan tegak lurus memenuhi persamaan : (𝑃1 𝑃2 )2 = 𝑟1 2 + 𝑟2 2 dimana 𝑃1 𝑃2 adalah jarak antara kedua titik pusat lingkaran, 𝑟1 adalah jari-jari lingkaran pertama dan 𝑟2 adalah jari-jari lingkaran yang kedua.
Diketahui : Titik 𝑃 (𝑥, 𝑦) dan garis 𝑙 ≡ (𝑥 − 𝑐)2 + 𝑦 2 = 𝑟1 2 Misalkan garis 𝑙′ ≡ (𝑥 − 𝑑)2 + 𝑦 2 = 𝑟2 2 dan 𝑃′ (𝑥′, 𝑦′) Garis 𝑙 ⊥ 𝑙′ , maka jarak antara titik pusat lingkaran 𝑙 dengan titik pusat lingkaran 𝑙 ′ harus sama dengan jumlah kuadrat dari jari-jari kedua lingkaran: (𝑑 − 𝑐)2 = 𝑟1 2 + 𝑟2 2
.....(1)
Koordinat P dan P’ memenuhi persamaan 𝑙′, maka (𝑥 − 𝑑)2 + 𝑦 2 = 𝑟2 2
.....(2)
(𝑥′ − 𝑑)2 + 𝑦′2 = 𝑟2 2
.....(3)
Selesaikan persamaan (1) dan (2) untuk memperoleh nilai 𝑑 dan 𝑟2 . Dari persamaan (1),
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
71
𝑟2 2 = (𝑑 − 𝑐)2 − 𝑟1 2 𝑟2 2 = 𝑑 2 − 2𝑑𝑐 + 𝑐 2 − 𝑟1 2 substitusikan 𝑟2 ke persamaan (2). 𝑥−𝑑
2
+ 𝑦 2 = 𝑑 2 − 2𝑑𝑐 + 𝑐 2 − 𝑟1 2
𝑥 2 − 2𝑥𝑑 + 𝑑 2 + 𝑦 2 = 𝑑 2 − 2𝑑𝑐 + 𝑐 2 − 𝑟1 2 2𝑐𝑑 − 2𝑥𝑑 = 𝑐 2 − 𝑟1 2 − 𝑥 2 − 𝑦 2 𝑑=
𝑟1 2 −𝑐 2 +𝑥 2 +𝑦 2 2𝑥−2𝑐
Substitusikan 𝑑 ke persamaan 𝑟2 2 , 𝑟2 2 = (𝑑 − 𝑐)2 − 𝑟1 2 𝑟2 2 = 𝑟2 2 =
𝑟1 2 −𝑐 2 +𝑥 2 +𝑦 2 2𝑥−2𝑐 𝑟1 2 +𝑦 2 +(𝑥−𝑐)2 2𝑥−2𝑐
2
−𝑐 2
− 𝑟1 2
− 𝑟1 2
Setelah mendapat nilai d dan 𝑟2 , sekarang kita akan mencari koordinat titik tengah yaitu 𝑃𝑙 . Koordinat titik 𝑃𝑙 memenuhi persamaan garis 𝑙 dan 𝑙′. misal koordinat titik 𝑃𝑙 (𝑠, 𝑡), maka : (𝑠 − 𝑐)2 + 𝑡 2 = 𝑟1 2
.....(4)
(𝑠 − 𝑑)2 + 𝑡 2 = 𝑟2 2
.....(5)
Selesaikan persamaan (4) dan (5) untuk memperoleh nilai s dan t. (4) - (5) : 𝑠 2 − 2𝑠𝑐 + 𝑐 2 + 𝑡 2 = 𝑟1 2 𝑠 2 − 2𝑠𝑑 + 𝑑 2 + 𝑡 2 = 𝑟2 2 −2𝑠𝑐 + 2𝑠𝑑 + 𝑐 2 − 𝑑 2 = 𝑟1 2 − 𝑟2 2 −2𝑠𝑐 + 2𝑠𝑑 = 𝑟1 2 − 𝑟2 2 − 𝑐 2 + 𝑑 2
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
𝑠=
72
𝑟2 2 −𝑟1 2 +𝑐 2 −𝑑 2 2𝑐−2𝑑
Substitusikan 𝑠 ke persamaan (4), 𝑟2 2 −𝑟1 2 +𝑐 2 −𝑑 2 2𝑐−2𝑑
𝑡 2 = 𝑟1 2 −
2
−𝑐
+ 𝑡 2 = 𝑟1 2
2 𝑟2 2 −𝑟1 2 − 𝑐−𝑑 2 2𝑐−2𝑑
Substitusikan (1) ke persamaan di atas,
𝑡 2 = 𝑟1 2 − 𝑡 2 = 𝑟1 2 −
𝑡2 =
𝑟2 2 −𝑟1 2 −𝑟2 2 −𝑟1 2
2
2𝑐−2𝑑 −𝑟1 2
2
𝑐−𝑑
= 𝑟1 2 −
𝑟1 4 𝑐−𝑑 2
𝑟1 2 𝑐−𝑑
𝑡=±
2 −𝑟 4 1 2 𝑐−𝑑
𝑟1
𝑐−𝑑 2 −𝑟1 2 𝑐−𝑑
,
dari persamaan (1), kita dapat melihat bahwa
𝑐−𝑑
2
− 𝑟1 2 = 𝑟2 , maka
persamaan 𝑡 dapat dituliskan sebagai berikut :
𝑡=±
𝑟1 𝑟2 𝑐−𝑑
Sehingga, koordinat 𝑃𝑙 adalah
𝑟2 2 −𝑟1 2 +𝑐 2 −𝑑 2 2𝑐−2𝑑
,±
𝑟1 𝑟2 𝑐−𝑑
.
Kita akan menggunakan rumus jarak dalam bidang Poincare seperti sudah dibahas pada bagian 2.3. Jarak titik P terhadap 𝑃𝑙 harus sama dengan jarak 𝑃𝑙 terhadap P’.
𝑑𝐻 𝑃, 𝑃𝑙 = ln
𝑥 −𝑑+𝑟 2 𝑦 𝑟 2 2 −𝑟 1 2 +𝑐 2 −𝑑 2 −𝑑+𝑟 2 2𝑐−2𝑑 𝑟 1𝑟 2 𝑐−𝑑
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
73
𝑟 2 2 −𝑟 1 2 +𝑐 2 −𝑑 2 −𝑑+𝑟 2 2𝑐−2𝑑 𝑟 1𝑟 2 𝑐−𝑑 𝑥 ′ −𝑑+𝑟 2 𝑦′
𝑑𝐻 𝑃𝑙 , 𝑃′ = ln
Karena 𝑑𝐻 𝑃, 𝑃𝑙 = 𝑑𝐻 𝑃𝑙 , 𝑃′ , maka 𝑥 −𝑑 +𝑟 2 𝑦 𝑟 2 2 −𝑟 1 2 +𝑐 2 −𝑑 2 −𝑑+𝑟 2 2𝑐−2𝑑 𝑟 1𝑟 2 𝑐−𝑑
ln
= ln
Persamaan (6) mengakibatkan
atau
𝑥 −𝑑 +𝑟 2 𝑦 𝑟 2 2 −𝑟 1 2 +𝑐 2 −𝑑 2 −𝑑+𝑟 2 2𝑐−2𝑑 𝑟 1𝑟 2 𝑐−𝑑
=
𝑟 2 2 −𝑟 1 2 +𝑐 2 −𝑑 2 −𝑑+𝑟 2 2𝑐−2𝑑 𝑟 1𝑟 2 𝑐−𝑑 𝑥 ′ −𝑑+𝑟 2 𝑦′
𝑥−𝑑+𝑟 2 𝑦 𝑟 2 2 −𝑟 1 2 +𝑐 2 −𝑑 2 −𝑑+𝑟 2 2𝑐−2𝑑 𝑟1𝑟 2 𝑐−𝑑
𝑟 2 2 −𝑟 1 2 +𝑐 2 −𝑑 2 −𝑑+𝑟 2 2𝑐−2𝑑 𝑟 1𝑟 2 𝑐−𝑑 𝑥 ′ −𝑑+𝑟 2 𝑦′
=
.....(6)
𝑥 ′ −𝑑+𝑟 2 𝑦′ 𝑟 2 2 −𝑟 1 2 +𝑐 2 −𝑑 2 −𝑑+𝑟 2 2𝑐−2𝑑 𝑟 1𝑟 2 𝑐−𝑑
.
Dengan menyederhanakan kemungkinan pertama, kita akan mendapat nilai 𝑥 ′ = 𝑥 dan 𝑦 ′ = 𝑦 sehingga tidak memenuhi definisi refleksi. Sekarang kita akan menyederhanakan kemungkinan kedua, 𝑥 −𝑑+𝑟 2 𝑦 𝑟 2 2 −𝑟 1 2 +𝑐 2 −𝑑 2 −𝑑+𝑟 2 2𝑐−2𝑑 𝑟 1𝑟 2 𝑐−𝑑
𝑥−𝑑+𝑟2 𝑥′ −𝑑+𝑟2 𝑦
𝑦′
=.
(𝑥−𝑑+𝑟2 )(𝑥′−𝑑+𝑟2 ) 𝑦.𝑦′
(𝑥−𝑑+𝑟2 )(𝑥′−𝑑+𝑟2 ) 𝑦.𝑦 ′
=
𝑟 2 2 −𝑟 1 2 +𝑐 2 −𝑑 2 −𝑑+𝑟 2 2𝑐−2𝑑 𝑟 1𝑟 2 𝑐−𝑑 𝑥 ′ −𝑑+𝑟 2 𝑦′
𝑟 2 2 −𝑟 1 2 +𝑐 2 −𝑑 2 2𝑐−2𝑑 𝑟 1𝑟 2 𝑐−𝑑
−𝑑+𝑟2
.
𝑟 2 2 −𝑟 1 2 +𝑐 2 −𝑑 2 2𝑐−2𝑑 𝑟 1𝑟 2 𝑐−𝑑
2
=
𝑟 2 2 −𝑟 1 2 +𝑐 2 −𝑑 2 2𝑐−2𝑑 𝑟 1𝑟 2 𝑐−𝑑
=
𝑟 2 2 −𝑟 1 2 +(𝑐−𝑑)2 +2𝑟 2 (𝑐−𝑑 ) 2𝑐 −2𝑑 2𝑟 1 𝑟 2 2𝑐 −2𝑑
−𝑑+𝑟2
2
−𝑑+𝑟2
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
(𝑥−𝑑+𝑟2 )(𝑥′−𝑑+𝑟2 )
𝑟2 2 −𝑟1 2 +(𝑐−𝑑)2 +2𝑟2 (𝑐−𝑑)
=
𝑦.𝑦 ′
74
2
, substitusikan persamaan
2𝑟1 𝑟2
(1) sehingga, (𝑥−𝑑+𝑟2 )(𝑥′−𝑑+𝑟2 ) 𝑦.𝑦 ′ (𝑥−𝑑+𝑟2 )(𝑥′ −𝑑+𝑟2 ) 𝑦.𝑦 ′
𝑥 ′ − 𝑑 + 𝑟2 = 𝑥′ =
𝑟2 2 −𝑟1 2 +𝑟2 2 +𝑟1 2 +2𝑟2 (𝑐−𝑑)
=
2
2𝑟1 𝑟2 𝑟2 +𝑐−𝑑 2
=
𝑟1
𝑦.𝑦 ′ 𝑟2 +𝑐−𝑑 2 𝑟1 2 (𝑥−𝑑+𝑟2 )
𝑦 ′ .𝑦 (𝑟2 +𝑐−𝑑)2 𝑟1 2 (𝑟2 +𝑥−𝑑)
+ 𝑑 − 𝑟2
.....(7)
Substitusikan persamaan (7) ke persamaan (3). 𝑦 ′ .𝑦 (𝑟2 +𝑐−𝑑 )2 𝑟1 2 (𝑟2 +𝑥−𝑑 )
𝑦′2 = 𝑟2 2 − 𝑦′2 = 𝑟2 2 −
𝑦 ′ .𝑦 (𝑟2 +𝑐−𝑑 )2 𝑟1 2 (𝑟2 +𝑥−𝑑) 𝑦 ′ .𝑦 (𝑟2 +𝑐−𝑑 )2 𝑟1 2 (𝑟2 +𝑥−𝑑)
𝑦′ = −
2
−
𝑟1 2 (𝑟2 +𝑥−𝑑 )
𝑦 ′ .𝑦 2 (𝑟2 +𝑐−𝑑)4 𝑟1 4 (𝑟2 +𝑥−𝑑)2
2
2
𝑦′ +
2
+ 𝑑 − 𝑟2 − 𝑑 2
2
2
𝑦 ′ .𝑦 2 (𝑟2 +𝑐−𝑑)4 𝑟1 4 (𝑟2 +𝑥−𝑑)2
−
+
2𝑦 ′ 𝑦𝑟2 (𝑟2 +𝑐−𝑑 )2 𝑟1 2 (𝑟2 +𝑥−𝑑 )
𝑟1 2 (𝑟2 +𝑥−𝑑)
2𝑦 ′ 𝑦𝑟2 (𝑟2 +𝑐−𝑑)2 𝑟1 2 (𝑟2 +𝑥−𝑑)
𝑦 2 (𝑟2 +𝑐−𝑑)4
𝑟1 4 (𝑟2 +𝑥−𝑑)
𝑟1 4 (𝑟2 +𝑥−𝑑)2
𝑦′ 𝑦′
𝑟1 4 (𝑟2 +𝑥−𝑑)2 +𝑦 2 (𝑟2 +𝑐−𝑑)4
−
𝑟1 4 (𝑟2 +𝑥−𝑑)2
𝑦 ′ = 0 atau 𝑦 ′ =
+ 𝑟2 2
2𝑦 ′ 𝑦𝑟2 (𝑟2 +𝑐−𝑑)2
𝑟1 4 (𝑟2 +𝑥−𝑑)2
+ 2
+ 𝑦′2 = 𝑟2 2
− 𝑟2
𝑦 ′ .𝑦 (𝑟2 +𝑐−𝑑)2
𝑦′2 = 𝑟2 2 −
𝑦′2
2
+ 𝑑 − 𝑟2 − 𝑑
2𝑦 𝑟2 (𝑟2 +𝑐−𝑑 )2 𝑟1 2 (𝑟2 +𝑥−𝑑)
− 𝑦′
=0 2𝑦𝑟2 (𝑟2 +𝑐−𝑑)2 𝑟1 2 (𝑟2 +𝑥−𝑑)
2𝑦𝑟2 (𝑟2 +𝑐−𝑑)2 𝑟1 2 (𝑟2 +𝑥−𝑑)
=0
𝑟1 4 (𝑟2 +𝑥−𝑑 )2 4 (𝑟 +𝑥−𝑑)2 +𝑦 2 (𝑟 +𝑐−𝑑 )4 1 2 2
.𝑟
=0
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
75
(untuk 𝑦 ′ = 0 tidak memenuhi karena dalam bidang Poincare, 𝑦 > 0)
𝑦′ =
2𝑦𝑟2 𝑟1 2 (𝑟2 +𝑐−𝑑)2 (𝑟2 +𝑥−𝑑)
.....(8)
𝑟1 4 (𝑟2 +𝑥−𝑑)2 +𝑦 2 (𝑟2 +𝑐−𝑑)4
Substitusikan persamaan (8) ke persamaan (7) sehingga kita mendapatkan nilai 𝑥′ :
𝑥′ = 𝑦′ . 𝑥′ = 𝑥′ =
𝑦 (𝑟2 +𝑐−𝑑)2 𝑟1 2 (𝑟2 +𝑥−𝑑)
+ 𝑑 − 𝑟2
2𝑦𝑟2 𝑟1 2 (𝑟2 +𝑐−𝑑)2 (𝑟2 +𝑥−𝑑) 𝑦 (𝑟2 +𝑐−𝑑)2
.
𝑟1 4 (𝑟2 +𝑥−𝑑)2 +𝑦 2 (𝑟2 +𝑐−𝑑)4 𝑟1 2 (𝑟2 +𝑥−𝑑) 2𝑟2 𝑦 2 (𝑟2 +𝑐−𝑑)4 𝑟1 4 (𝑟2 +𝑥−𝑑)2 +𝑦 2 (𝑟2 +𝑐−𝑑)4
+ 𝑑 − 𝑟2
+ 𝑑 − 𝑟2
Sehingga, koordinat P’ adalah 2𝑟2𝑦2 (𝑟2+𝑐−𝑑)4 𝑟1 4(𝑟2+𝑥−𝑑)2 +𝑦2(𝑟2+𝑐−𝑑)
4 + 𝑑 − 𝑟2 ,
2𝑦𝑟2 𝑟12 (𝑟2+𝑐−𝑑)2(𝑟2+𝑥−𝑑) 𝑟1 4 (𝑟2+𝑥−𝑑)2+𝑦2 (𝑟2+𝑐−𝑑)4
Dari perhitungan di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Untuk sembarang garis 𝑙 ≡ (𝑥 − 𝑐)2 + 𝑦 2 = 𝑟1 2 , yang merupakan garis tipe II dalam bidang Poincare. Rumus umum refleksi terhadap garis 𝑙 tersebut adalah
𝜌 𝑥, 𝑦 = dimana 𝑑 =
2𝑟2 𝑦 2 (𝑟2 +𝑐−𝑑)4 4 𝑟1 (𝑟2 +𝑥−𝑑)2 +𝑦 2 (𝑟2 +𝑐−𝑑)4 𝑟1 2 −𝑐 2 +𝑥 2 +𝑦 2 2𝑥−2𝑐
dan 𝑟2 2 =
+ 𝑑 − 𝑟2 ,
2𝑦𝑟2 𝑟1 2 (𝑟2 +𝑐−𝑑)2 (𝑟2 +𝑥−𝑑) 𝑟1 4 (𝑟2 +𝑥−𝑑)2 +𝑦 2 (𝑟2 +𝑐−𝑑)4
𝑟1 2 +𝑦 2 +(𝑥−𝑐)2 2𝑥−2𝑐
2
− 𝑟1 2
●
Sekarang akan diberikan contoh refleksi terhadap garis tipe I dan tipe II dalam bidang Poincare yang persamaannya sudah tertentu.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
76
Contoh 3.1.6 : Misalkan 𝑙 ≡ 𝑥 = −2 adalah sebuah garis dalam bidang Poincare. Jika ada dua buah titik A (-3, 1) dan B (0,3). Kita akan menggunakan rumus refleksi pada Contoh 3.1.4 untuk menentukan hasil refleksinya. 𝜌 𝑥, 𝑦 = 2𝑎 − 𝑥, 𝑦 A’ = 𝜌 𝐴 =(2 −2 − −3 , 1) = (−1, 1) B’ = 𝜌 𝐵 =(2 −2 − 0, 3) = (−4, 3) Perhatikan Gambar berikut.
Gambar di atas adalah hasil dari perhitungan lewat software matematika yang bernama GeoGebra. Dalam GeoGebra, terdapat perintah untuk merefleksikan suatu obek terhadap suatu garis lurus. Koordinat yang berwarna biru merupakan objek asli sedangkan koordinat yang berwarna merah merupakan objek hasil refleksi. Dapat dilihat bahwa hasil perhitungan dengan menggunakan rumus pada Contoh 3.1.6, sama dengan hasil perhitungan dari software.
●
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
77
Selanjutnya, akan diberikan beberapa contoh refleksi terhadap garis tipe II dalam bidang Poincare. Contoh 3.1.7 (a): Misalkan 𝑙 ≡ (𝑥 − 1)2 + 𝑦 2 = 4 adalah sebuah garis dalam bidang Poincare. Jika ada titik A (2,1 ) , maka hasil refleksi titik A terhadap garis 𝑙 adalah :
Kita akan menggunakan rumus pada Contoh 3.1.5. 2𝑟2 𝑦 2 (𝑟2 +𝑐−𝑑)4
𝜌 𝑥, 𝑦 =
𝑟1 4 (𝑟2 +𝑥−𝑑)2 +𝑦 2 (𝑟2 +𝑐−𝑑)
+ 𝑑 − 𝑟2 , 4
2𝑦𝑟2 𝑟1 2 (𝑟2 +𝑐−𝑑)2 (𝑟2 +𝑥−𝑑) 𝑟1 4 (𝑟2 +𝑥−𝑑)2 +𝑦 2 (𝑟2 +𝑐−𝑑)4
Tetapi, sebelum menggunakan rumus tersebut, terlebih dahulu kita harus menentukan nilai 𝑑 dan 𝑟2 . 𝑑=
𝑟1 2 −𝑐 2 +𝑥 2 +𝑦 2
𝑟2 2 =
2𝑥−2𝑐
=
𝑟1 2 +𝑦 2 +(𝑥−𝑐)2 2𝑥−2𝑐
𝐴′ = 𝜌 𝐴 =
(4−12 +22 +12 )
=4
2 2 −2(1) 2
− 𝑟1 2 =
22 +12 +(2−1)2 2(2)−2(1)
2 5(1)( 5+1−4)4 (2)4 ( 5+2−4)2 +(1)2 ( 5+1−4)4
2
− (2)2 = 5 , maka 𝑟2 = 5
+4− 5,
2(1) 5(2)2 ( 5+1−4)2 ( 5+2−4) (2)4 ( 5+2−4)2 +(1)2 ( 5+1−4)4
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
78
𝐴′ = 𝜌 𝐴 = (3,2). Untuk menunjukkan bahwa titik A’(3,2) benar-benar merupakan hasil refleksi dari titik terhadap garis 𝑙, kita perlu menyelidiki jarak antara titik A terhadap 𝐴𝑙 dan jarak 𝐴𝑙 terhadap titik A’. 𝐴𝑙 =
5−4+1−16 2−8
,
2 5
=
1−4
7
,
3
2 5 3
Jarak titik A terhadap 𝐴𝑙 :
𝑙𝑛
2−4+ 5 1 7 −4+ 5 3 2 5 3
= 𝑙𝑛
10−4 5
= 𝑙𝑛
3 5−5
10−4 5
×
3 5−5
3 5+5 3 5+5
= 𝑙𝑛
5−1 2
Jarak titik 𝐴𝑙 terhadap titik A’ :
𝑙𝑛
7 −4+ 5 3 2 5 3 3−4+ 5 2
= 𝑙𝑛
3 5−5 5− 5
= 𝑙𝑛
3 5−5 5− 5
5+ 5
× 5+
Terlihat bahwa, 𝑑𝐻 𝐴, 𝐴𝑙 = 𝑑𝐻 𝐴𝑙 , 𝐴′ = 𝑙𝑛
5
= 𝑙𝑛
5−1 2
5−1 2
Oleh karena itu, terbukti bahwa titik A’ (3,2) benar-benar merupakan hasil refleksi dari titik A(2,1)
●
Contoh 3.1.7 (b): Misalkan 𝑙 ≡ (𝑥 − 1)2 + 𝑦 2 = 4 adalah sebuah garis dalam bidang Poincare. Jika ada titik B (1,1 ) , maka hasil refleksi titik B terhadap garis 𝑙 adalah :
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
79
Perhatikan, titik B mempunyai koordinat 𝑥 yang sama dengan pusat garis 𝑙. Oleh karena itu, persamaan garis yang melewati titik B dan pusat garis 𝑙 adalah 𝑥 = 1. Garis 𝑥 = 1 ini merupakan garis yang tegak lurus dengan garis 𝑙. Sehingga, untuk mencari koordinat 𝐵𝑙 kita tinggal memotongkan garis 𝑙 dengan garis 𝑥 = 1. Akan didapat koordinat 𝐵𝑙 (1,2). Setelah itu, untuk mencari koordinat 𝐵′, kita menggunakan konsep jarak dalam refleksi, yaitu, jarak titik 𝐵 dengan 𝐵𝑙 harus sama dengan jarak titik 𝐵𝑙 dengan titik 𝐵′. Perlu diingat pula bahwa titik 𝐵′ harus terletak pada garis 𝑥 = 1. Misalkan koordinat 𝐵′ (1, 𝑏). Jarak titik B terhadap 𝐵𝑙 : 𝑙𝑛
𝑦2 𝑦1
= 𝑙𝑛
2 1
= 𝑙𝑛 2
Jarak titik 𝐵𝑙 terhadap titik 𝐵′ : 𝑙𝑛
𝑏 2
Karena, 𝑑𝐻 𝐵, 𝐵𝑙 = 𝑑𝐻 𝐵𝑙 , 𝐵′ , maka 𝑙𝑛 2
= 𝑙𝑛
𝑏 2
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
𝑏
𝑏
80
1
Sehingga, 2 = 2 atau 2 = 2 Dari kemungkinan pertama, menunjukkan bahwa 𝐵′ (1,4) sedangkan dari kemungkinann kedua menunjukkan bahwa 𝐵′ = 1,1 = 𝐵 . Kemungkinan kedua tidak memenuhi definisi refleksi karena titik 𝐵𝑙 tidak memisahkan titik 𝐵 dan 𝐵′. Oleh karena itu, koordinat hasil refleksi titik 𝐵 1,1 terhadap garis 𝑙 adalah 𝐵′ (1,4).
●
Contoh 3.1.7 (c): Misalkan 𝑙 ≡ (𝑥 − 1)2 + 𝑦 2 = 4 adalah sebuah garis dalam bidang Poincare. Jika ada titik C (10,5 ) , maka hasil refleksi titik C terhadap garis 𝑙 adalah :
Kita akan menggunakan rumus pada Contoh 3.1.5.
𝜌 𝑥, 𝑦 =
2𝑟2 𝑦 2 (𝑟2 +𝑐−𝑑)4 𝑟1 4 (𝑟2 +𝑥−𝑑)2 +𝑦 2 (𝑟2 +𝑐−𝑑)
+ 𝑑 − 𝑟2 , 4
2𝑦𝑟2 𝑟1 2 (𝑟2 +𝑐−𝑑)2 (𝑟2 +𝑥−𝑑) 𝑟1 4 (𝑟2 +𝑥−𝑑)2 +𝑦 2 (𝑟2 +𝑐−𝑑)4
Tetapi, sebelum menggunakan rumus tersebut, terlebih dahulu kita harus menentukan nilai 𝑑 dan 𝑟2 .
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
𝑑=
𝑟1 2 −𝑐 2 +𝑥 2 +𝑦 2
𝑟2 2 =
2𝑥−2𝑐
=
𝑟1 2 +𝑦 2 +(𝑥−𝑐)2 2𝑥−2𝑐
(4−12 +10 2 +52 ) 2 10 −2(1) 2
− 𝑟1 2 =
=
64 9
81
= 7,111
22 +52 +(10−1)2 2(10)−2(1)
2
− (2)2 = 33,346 , maka
𝑟2 = 5,775
𝐶 ′ = 𝜌 𝐶 = (1,34 ; 0,19). Jadi, hasil refleksi titik 𝐶(10,5) terhadap garis 𝑙 adalah titik 𝐶 ′ 1,34 ; 0,19 .
●
Contoh 3.1.7 (d): Misalkan 𝑙 ≡ (𝑥 − 1)2 + 𝑦 2 = 4 adalah sebuah garis dalam bidang Poincare. Jika ada titik D (1,10 ) , maka hasil refleksi titik D terhadap garis 𝑙 adalah :
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
82
Perhatikan, titik D mempunyai koordinat 𝑥 yang sama dengan pusat garis 𝑙. Oleh karena itu, persamaan garis yang melewati titik D dan pusat garis 𝑙 adalah 𝑥 = 1. Garis 𝑥 = 1 ini merupakan garis yang tegak lurus dengan garis 𝑙. Sehingga, untuk mencari koordinat 𝐷𝑙 kita tinggal memotongkan garis 𝑙 dengan garis 𝑥 = 1. Akan didapat koordinat 𝐷𝑙 (1,2). Setelah itu, untuk mencari koordinat 𝐷′, kita menggunakan konsep jarak dalam refleksi, yaitu, jarak titik 𝐷 dengan 𝐷𝑙 harus sama dengan jarak titik 𝐷𝑙 dengan titik 𝐷′. Perlu diingat pula bahwa titik 𝐷′ harus terletak pada garis 𝑥 = 1. Misalkan koordinat 𝐷′ (1, 𝑑). Jarak titik D terhadap 𝐷𝑙 : 𝑙𝑛
𝑦2 𝑦1
2
= 𝑙𝑛
= 𝑙𝑛
10
1 5
Jarak titik 𝐵𝑙 terhadap titik 𝐵′ : 𝑙𝑛
𝑑 2
Karena, 𝑑𝐻 𝐷, 𝐷𝑙 = 𝑑𝐻 𝐷𝑙 , 𝐷′ , maka 𝑙𝑛 Sehingga,
𝑑 2
1
𝑏
1 5
= 𝑙𝑛
𝑑 2
5
= 5 atau 2 = 1 2
Dari kemungkinan pertama, menunjukkan bahwa 𝐷 ′ (1, 5 ) sedangkan dari kemungkinann kedua menunjukkan bahwa 𝐷′ = 1,10 = 𝐷 . Kemungkinan kedua tidak memenuhi definisi refleksi karena titik 𝐷𝑙 tidak memisahkan titik 𝐷 dan 𝐷′. Oleh karena itu, koordinat hasil refleksi titik 𝐷 1,10 terhadap 2
garis 𝑙 adalah 𝐷 ′ (1, 5 ).
●
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
83
Setelah memahami mengenai definisi refleksi, sekarang kita akan membahas mengenai sifat-sifat refleksi. Yang pertama akan diberikan teorema bahwa refleksi adalah sebuah isometri. Artinya, refleksi mempertahankan jarak.
Teorema 3.1.3 (Millman & Parker, 1991:307): Sebuah refleksi dalam geometri netral adalah isometri. Bukti : Anggap titik A, B ∈ S dan garis 𝑙 dalam S , dan untuk mudahnya kita tuliskan 𝜌𝑙 sebagai 𝜌. Kita harus menunjukkan bahwa d(A,B) = d(𝜌𝐴, 𝜌𝐵). Ada beberapa kondisi yang perlu dipertimbangkan : i) A dan B berada pada sisi yang sama dari garis 𝑙 ii) A dan B berada pada sisi yang berlawanan dari garis 𝑙 iii) Salah satu titik berada pada garis 𝑙, dan titik lainnya berada diluar garis 𝑙 iv) Kedua titik berada pada garis 𝑙. Kita akan membuktikan untuk 4 kondisi di atas: i) A dan B berada pada sisi yang sama dari garis 𝑙 Anggap A dan B berada pada sisi yang sama dari garis 𝑙. Agar lebih mudah, perhatikan Gambar 3.8. Jika 𝐴𝐵 tegak lurus dengan garis 𝑙 maka 𝐴𝑙 = 𝐵𝑙 = Q untuk Q tertentu. Anggap f adalah sebuah garis untuk 𝐴𝐵
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
84
dengan titik asal Q dan A positif. Maka untuk sembarang P ∈ 𝐴𝐵, 𝑓 𝜌𝑃 = −𝑓(𝑃). Karena itu, d (𝜌𝐴, 𝜌𝐵) = 𝑓 𝜌𝐴 − 𝑓(𝜌𝐵) = −𝑓 𝐴 + 𝑓(𝐵) = d (A, B) 𝑙
A
B
Q
𝜌𝐵
𝜌𝐴
Gambar 3.8 Sekarang andaikan 𝐴𝐵 tidak tegak lurus dengan 𝑙 maka 𝐴𝑙 ≠ 𝐵𝑙 (sekarang perhatikan Gambar 3.8). Anggap 𝐴𝑙 = P dan 𝐵𝑙 = Q. ∆ 𝑃𝑄𝐵 ≃ ∆𝑃𝑄𝜌𝐵 (Aksioma SsSdSs) sehingga 𝑃𝐵 = 𝑃𝜌𝐵 dan ∠𝐵𝑃𝑄 ≃ ∠𝜌𝐵𝑃𝑄. Karena 𝐴𝑃 ∥ 𝐵𝑄 , maka B dan Q terletak pada sisi yang sama dari 𝐴𝑃 dan B ∈ int(∠𝐴𝑃𝑄), Karena 𝜌𝐴𝑃 ∥ 𝜌𝐵𝑄,maka 𝜌𝐵 dan Q terletak pada sisi yang sama dari 𝜌𝐴𝑃 dan 𝜌𝐵 ∈ int(∠𝜌𝐴𝑃𝑄). Berdasarkan Teorema 2.8.3 (Pengurangan Sudut), ∠𝐴𝑃𝐵 ≃ ∠𝜌𝐴𝑃𝜌𝐵. Maka ∆ 𝐴𝑃𝐵 ≃ ∆𝜌𝐴𝑃𝜌𝐵 (Aksioma SsSdSs) dan 𝐴𝐵 ≃ 𝜌𝐴𝜌𝐵 sehingga d(A,B) = d(𝜌𝐴𝜌𝐵) .
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
A
P
85
𝜌𝐴
𝜌𝐵
B
Q
Gambar 3.9 Sekarang akan dibahas pembuktian untuk kondisi ke dua. ii)
A dan B berada pada sisi yang saling berlawanan terhadap 𝑙
(perhatikan Gambar 3.10) Jika 𝐴𝐵 ⊥ 𝑙 maka 𝐴𝑙 = 𝐵𝑙 = 𝑄. Berdasarkan definisi refleksi, 𝐴𝑄 ≃ 𝜌𝐴𝑄 dan 𝐵𝑄 ≃ 𝜌𝐵𝑄 , sehingga 𝑑 𝐴, 𝑄 = 𝑑(𝜌𝐴, 𝑄) dan 𝑑 𝐵, 𝑄 = 𝑑(𝜌𝐵, 𝑄)
A
𝜌𝐵 Q
𝑙
B
𝜌𝐴 Gambar 3.10 Perhatikan Gambar 3.10 di atas, 𝑑 𝐴, 𝐵 = 𝑑 𝐴, 𝑄 + 𝑑(𝐵, 𝑄)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
86
Karena 𝑑 𝐴, 𝑄 = 𝑑(𝜌𝐴, 𝑄) dan 𝑑 𝐵, 𝑄 = 𝑑(𝜌𝐵, 𝑄), maka persamaan di atas dapat ditulis sebagai berikut : 𝑑 𝐴, 𝐵 = 𝑑 𝜌𝐴, 𝑄 + 𝑑(𝜌𝐵, 𝑄) = 𝑑 𝜌𝐴, 𝜌𝐵
Sekarang andaikan 𝐴𝐵 tidak tegak lurus dengan 𝑙 maka 𝐴𝑙 ≠ 𝐵𝑙 . Anggap 𝐴𝑙 = P dan 𝐵𝑙 = Q. Perhatikan Gambar 3.11 berikut :
A
𝜌𝐵
P
Q C
𝑙
B
𝜌𝐴 Gambar 3.11 Perhatikan Gambar di atas, ∆𝐴𝑃𝐶 ≃ ∆𝜌𝐴𝑃𝐶 (Aksioma SsSdSs), sehingga 𝐴𝐶 ≃ 𝜌𝐴𝐶 . ∆𝐵𝑄𝐶 ≃ ∆𝜌𝐵𝑄𝐶 (Aksioma SsSdSs), sehingga 𝐵𝐶 ≃ 𝜌𝐵𝐶 𝑑 𝐴, 𝐵 = 𝑑 𝐴, 𝐶 + 𝑑(𝐵, 𝐶) karena 𝐴𝐶 ≃ 𝜌𝐴𝐶 dan 𝐵𝐶 ≃ 𝜌𝐵𝐶 , maka 𝑑 𝐴, 𝐵 = 𝑑 𝜌𝐴, 𝐶 + 𝑑(𝜌𝐵, 𝐶
sehingga 𝑑 𝐴, 𝐵 = 𝑑 𝜌𝐴, 𝜌𝐵
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
87
Sekarang kita akan membahas pembuktian untuk kondisi yang ketiga. iii)
Jika salah satu titik berada pada garis 𝑙, dan titik lainnya berada di
luar garis 𝑙 Kita misalkan 𝐴 ∈ 𝑙, 𝐵 ∉ 𝑙 Jika 𝐴𝐵 ⊥ 𝑙 maka 𝐵𝑙 = 𝐴. Perhatikan Gambar 3.12. Berdasarkan definisi refleksi, 𝐴 = 𝜌𝐴 dan 𝐵𝐴 ≃ 𝜌𝐵𝐴 . 𝑑 𝐴, 𝐵 = 𝑑 𝐵, 𝐴) = 𝑑(𝜌𝐵, 𝐴 = 𝑑(𝜌𝐵, 𝜌𝐴) 𝑑 𝐴, 𝐵
= 𝑑 𝜌𝐴, 𝜌𝐵 𝜌𝐵 A
𝑙
B
Gambar 3.12 Sekarang andaikan 𝐴𝐵 tidak tegak lurus dengan 𝑙 maka 𝐵𝑙 ≠ 𝐴. (Perhatikan Gambar 3.13) Anggap 𝐵𝑙 = Q.
𝜌𝐵
A
Q
𝑙
B
Gambar 3.13
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
88
∆𝐵𝐴𝑄 ≃ ∆𝜌𝐵𝐴𝑄 (Aksioma SsSdSs), akibatnya 𝐵𝐴 ≃ 𝜌𝐵𝐴 . 𝑑 𝐴, 𝐵 = 𝑑 𝐵, 𝐴) = 𝑑(𝜌𝐵, 𝐴 = 𝑑(𝜌𝐵, 𝜌𝐴) 𝑑 𝐴, 𝐵
= 𝑑 𝜌𝐴, 𝜌𝐵
Sekarang akan dibahas pembuktian untuk kondisi yang keempat. iv) Jika kedua titik terletak pada garis 𝑙 𝐴, 𝐵 ∈ 𝑙 Jika 𝐴, 𝐵 ∈ 𝑙 maka 𝜌𝐴 = 𝐴 dan 𝜌𝐵 = 𝐵. Sehingga, 𝑑 𝐴, 𝐵 = 𝑑 𝜌𝐴, 𝜌𝐵 Jadi, terbukti bahwa refleksi adalah sebuah isometri.
□
Untuk lebih memahami mengenai Teorema 3.1.3 perhatikan contoh berikut:
Contoh 3.1.8: Misalkan sebuah refleksi 𝜌: ℍ → ℍ, dimana 𝜌 𝑥, 𝑦 = 2 − 𝑥, 𝑦 , dan dua buah titik A(1,5) dan B (3,7). Untuk membuktikan bahwa refleksi 𝜌 merupakan isometri, kita harus menunjukkan bahwa 𝑑 𝐴, 𝐵 = 𝑑 𝜌𝐴, 𝜌𝐵 . 𝜌 𝐴 = 2 − 1,5 = (1,5) 𝜌 𝐵 = 2 − 3,7 = (−1,7)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
89
Untuk menghitung jarak titik A dan B, kita perlu mencari nilai c dan r dari garis 𝐴𝐵. 𝑐= 𝑟=
𝑦2 2 −𝑦1 2 +𝑥 2 2 −𝑥 1 2 2(𝑥 2 −𝑥 1 )
72 −52 +32 −12
=
2(3−1)
(𝑥1 − 𝑐)2 + 𝑦1 2 =
𝑑 𝐴, 𝐵 = ln
1−8+ 74 5 3−8+ 74 7
=
32 4
=8
(1 − 8)2 + 52 = 49 + 25 = 74 = 𝑙𝑛
−49+7 74 −25+5 74
= 0,47
Sekarang, untuk menghitung jarak titik A dan B, kita perlu mencari nilai c dan r dari garis 𝜌𝐴𝜌𝐵.
𝑐= 𝑟=
72 −52 +(−1)2 −12 2(−1−1)
=
24 −4
= −6
(1 − (−6))2 + 52 = 49 + 25 = 74
𝑑 𝜌𝐴, 𝜌𝐵 = ln
1−(−6)+ 74 5 −1−(−6)+ 74 7
= 𝑙𝑛
49+7 74 25+5 74
= 0,47
Karena 𝑑 𝐴, 𝐵 = 𝑑 𝜌𝐴, 𝜌𝐵 , maka terbukti bahwa refleksi 𝜌 𝑥, 𝑦 = 2 − 𝑥, 𝑦 merupakan suatu isometri.
●
Teorema 3.1.4 (Millman & Parker, 1991:308): Anggap 𝜑 ∶ S →S adalah sebuah isometri dalam geometri netral yang membuat 2 titik berbeda (A dan B) menjadi titik tetap. Jika φ bukan identitas maka φ adalah sebuah refleksi terhadap garis 𝑙 = 𝐴𝐵 .
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
90
Bukti : Jika P∈ 𝐴𝐵 = 𝑙 maka 𝜑P = P = 𝜌𝑙 P (Lemma 3.1.1) Andaikan P ∉ 𝑙, ada dua kemungkinan, yaitu P dan 𝜑P berada pada sisi yang saling berlawanan terhadap garis 𝑙, atau P dan 𝜑P berada pada sisi yang sama terhadap garis 𝑙. Jika P dan 𝜑P berada pada sisi yang sama dari 𝑙 dan ∠𝐴𝐵𝜑𝑃 ≃ ∠𝐴𝐵𝑃, maka Teorema Konstruksi Sudut mengakibatkan 𝐵𝑃 ≃ 𝐵𝜑𝑃. Karena 𝐵𝑃 ≃ 𝐵𝜑𝑃 maka 𝜑P = P sehingga 𝜑 membuat 3 titik tidak segaris menjadi titik tetap. Berdasarkan Lemma 3.1.2, 𝜑 adalah identitas. Sekarang kita anggap P dan 𝜑P berada pada sisi yang saling berlawanan terhadap garis 𝑙. Karena 𝜑 isometri, ∆ 𝐴𝐵𝑃 ≃ ∆𝐴𝐵𝜑𝑃 (Aksioma SsSsSs). Perhatikan Gambar 3.14 berikut : 𝜑𝑃
A
B
P
Gambar 3.14 ∆ 𝐴𝐵𝑃 ≃ ∆𝐴𝐵𝜑𝑃 Karena 𝑃 dan 𝜑P berada pada sisi yang berlawanan dari garis 𝑙 maka 𝑃𝜑𝑃 memotong 𝑙 pada sebuah titik Q. Kita harus menunjukkan bahwa 𝑃𝑄 ⊥ 𝑙 dan 𝑃𝑄 ≃ 𝜑𝑃𝑄 . Anggap R ≠ Q adalah sebuah titik lain pada 𝑙. Maka 𝜑R = R dan ∆ 𝑃𝑄𝑅 ≃ ∆𝜑𝑃𝑄𝑅 menurut Aksioma SsSsSs . Perhatikan Gambar 3.15 berikut:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
𝜑𝑃
91
R
Q P
Gambar 3.15 ∆ 𝑃𝑄𝑅 ≃ ∆𝜑𝑃𝑄𝑅 Karena itu, ∆ 𝑃𝑄𝑅 adalah segitiga siku-siku. Karena 𝜑P – Q – P dan 𝑃𝑄 ≃ 𝜑𝑃𝑄 kita dapat 𝜑P = 𝜌𝑙 P. Jadi, 𝜑 = 𝜌𝑙 .
□
Teorema 3.1.4 berbicara mengenai isometri dalam geometri netral yang mempertahankan 2 titik berbeda. Menurut Teorema 3.1.4, jika isometri tersebut bukanlah suatu isometri identitas, maka isometri tersebut pastilah sebuah refleksi terhadap garis 𝐴𝐵, yaitu garis yang melalui kedua titik tetap. Dari Teorema 3.1.4 kita dapat mengambil kesimpulan bahwa sembarang isometri biasa (bukan identitas dan refleksi), hanya memiliki sebuah titik tetap. Untuk lebih memahami Teorema 3.1.4, perhatikan contoh berikut : Contoh 3.1.9 : Misalkan sebuah fungsi isometri 𝜑: ℍ → ℍ , yang ditunjukkan oleh 𝜑 𝑥, 𝑦 = 4 − 𝑥, 𝑦 . Diketahui isometri tersebut mempertahankan dua buah titik A (2,1) dan B(2,6).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
92
Sekarang kita cek apakah 𝜑 mempertahankan titik 𝐶 ∉ 𝐴𝐵. Jika 𝜑 mempertahankan titik C maka menurut Lemma 3.1.2, 𝜑 adalah isometri identitas. Tetapi jika 𝜑 tidak mempertahankan titik C, maka 𝜑 adalah refleksi terhadap garis 𝐴𝐵. Ambil sembarang titik C (3, 0) 𝜑 𝐶 = 4 − 3, 0 = 1, 0 ≠ 𝐶 Maka 𝜑 𝑥, 𝑦 = 4 − 𝑥, 𝑦 adalah refleksi terhadap garis 𝐴𝐵.
●
Teorema 3.1.5 (Millman & Parker, 1991:308) Dalam geometri netral, ∆ ABC ≃ ∆DEF jika dan hanya jika ada sebuah isometri φ dengan φA = D, φB = E, φC = F. Lebih jauh lagi, isometri tersebut tunggal. Bukti : Jika ada sebuah isometri, maka dengan Aksioma SsSsSs, ∆ 𝐴𝐵𝐶 ≃ ∆ 𝜑𝐴𝜑𝐵𝜑𝐶 = ∆𝐷𝐸𝐹. Karena itu kita akan mengasumsikan bahwa ∆ 𝐴𝐵𝐶 ≃ ∆𝐷𝐸𝐹 dan menentukan fungsi isometrinya. Isometri 𝜑 akan ditulis sebagai komposisi dari 3 isomeri, 𝜑 = 𝜌𝜏𝜎, dimana masing-masing isometri merupakan refleksi atau identitas. Perhatikan Gambar 3.16 berikut :
𝜏𝜎C PLAGIAT TERPUJI PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAK TERPUJI
93
𝜎
A
𝐸
𝜌
𝑙3
𝐷 𝜏 B
C
𝜎C
𝜎B
𝑙2
𝐹 𝑙1
Gambar 3. 16 Jika A = D, maka 𝜎 adalah identitas. Jika A ≠ D, anggap 𝑙1 adalah garis pembagi dua tegak lurus dari 𝐴𝐷 dan 𝜎 merupakan refleksi terhadap garis 𝑙1 . Dalam kasus tersebut, ∆ 𝜎𝐴𝜎𝐵𝜎𝐶 = ∆ 𝐷𝜎𝐵𝜎𝐶 ≃ ∆𝐷𝐸𝐹 karena kedua nya kongruen dengan ∆ 𝐴𝐵𝐶. Kita akan mengulangi proses tersebut dengan ∆ 𝐷𝜎𝐵𝜎𝐶 dan ∆𝐷𝐸𝐹. Jika 𝜎𝐵 = 𝐸 maka 𝜏 adalah identitas. Jika 𝜎𝐵 ≠ 𝐸, maka anggap 𝑙2 adalah pembagi dua tegak lurus dari 𝜎𝐵𝐸 dan anggap 𝜏 adalah refleksi terhadap 𝑙2 . Dalam kasus tersebut, 𝜏𝜎𝐵 = 𝐸. Ingat bahwa 𝐷𝜎𝐵 = 𝜎𝐴𝜎𝐵 ≃ 𝐷𝐸 sehingga D ∈ 𝑙2 . Karena itu, 𝜏𝐷 = 𝐷. Ingat juga bahwa ∆ 𝐷𝐸𝜏𝜎𝐶 = ∆ 𝜏𝜎𝐴𝜏𝜎𝐵𝜏𝜎𝐶 ≃ ∆𝐴𝐵𝐶 ≃ ∆𝐷𝐸𝐹 . Kita ulangi proses tersebut, satu kali lagi. Jika 𝜏𝜎𝐶 = 𝐹 maka 𝜌 adalah identitas. Jika tidak, anggap 𝜌 adalah refleksi terhadap garis 𝑙3 = 𝐷𝐸 = 𝜏𝜎𝐴𝜏𝜎𝐵 . Ingat bahwa 𝑙3 adalah pembagi 2 tegak lurus dari 𝐹𝜏𝜎𝐶 dalam kasus ini. Karena itu,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
94
𝜌𝜏𝜎𝐴 = 𝜌𝜏𝐷 = 𝜌𝐷 = 𝐷 𝜌𝜏𝜎𝐵 = 𝜌𝐸 = 𝐸 𝜌𝜏𝜎𝐶 = 𝐹 Jadi, 𝜑 = 𝜌𝜏𝜎 memberikan isometri yang diinginkan. Semua itu untuk menunjukkan bahwa 𝜑 adalah tunggal. Sekarang anggap bahwa 𝜓 juga merupakan isometri sehingga 𝜓𝐴 = 𝐷, 𝜓𝐵 = 𝐸, 𝜓𝐶 = 𝐹. Lalu, 𝜓 −1 𝜑 membuat titik A, B, dan C merupakan titik tetap sehingga menurut Lemma 3.1.2 𝜓 −1 𝜑 merupakan identitas dan 𝜓 = 𝜑. Karena itu, ada sebuah isometri tunggal yang memindahkan A, B, C ke D, E, F. □ Teorema 3.1.5 mengatakan bahwa dua buah segitiga ∆ 𝐴𝐵𝐶 dan ∆𝐷𝐸𝐹 dapat dikatakan kongruen jika dan hanya jika terdapat sebuah isometri yang memasangkan ketiga titik sudut pada segitiga ∆ 𝐴𝐵𝐶 dengan ketiga titik sudut pada ∆𝐷𝐸𝐹. Teorema 3.1.5 juga mengatakan bahwa isometri yang membuat ∆ 𝐴𝐵𝐶 kongruen dengan ∆𝐷𝐸𝐹, hanya ada tepat satu isometri. Untuk lebih memahami Teorema 3.1.5, perhatikan contoh berikut :
Contoh 3.1.10 : Misalkan sebuah segitiga ∆ 𝐴𝐵𝐶 dengan titik-titik sudut, 𝐴 1,1 , 𝐵 3,6 , dan 𝐶(6,2).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
95
Kita akan mencari sebuah segitiga lain yang kongruen dengan ∆ 𝐴𝐵𝐶 tersebut. Untuk mencari segitiga lain yang kongruen dengan ∆ 𝐴𝐵𝐶, kita perlu menentukan sebuah isometri terlebih dahulu. Misalkan terdapat sebuah isometri 𝜑: ℍ → ℍ, dimana 𝜑 𝑥, 𝑦 = 4 − 𝑥, 𝑦 . 𝜑 𝐴 = 4 − 1,1 = (3,1) 𝜑 𝐵 = 4 − 3, 6 = (1,6) 𝜑 𝐶 = 4 − 6, 2 = (−2,2) Dari hasil perhitungan di atas, kita mendapatkan koordinat dari hasil isometri ketiga titik sudut ∆ 𝐴𝐵𝐶. Selanjutnya, segitiga yang kongruen dengan ∆ 𝐴𝐵𝐶 adalah ∆ 𝐷𝐸𝐹, dimana 𝐷 = 𝜑 𝐴 = 3,1 , 𝐸 = 𝜑 𝐵 = 1,6 , dan 𝐹 = 𝜑 𝐶 = (−2,2) .
●
Selanjutnya, akan diberikan akibat mengenai konsep isometri dalam kaitannya dengan refleksi. Akibat 3.1.6 (Millman & Parker, 1991:310): Dalam geometri netral, setiap isometri merupakan komposisi dari paling banyak 3 refleksi. Bukti : Ambil sebuah isometri 𝜑 dan sembarang ∆𝐴𝐵𝐶. Jika 𝜑A = D, 𝜑B = E, 𝜑C = F, maka ∆ 𝐴𝐵𝐶 ≃ ∆𝐷𝐸𝐹 (Aksioma SsSsSs). Dengan menggunakan bukti Teorema 3.1.5, 𝜑 = 𝜌𝜏𝜎 dimana setiap 𝜌, 𝜏, 𝜎 masing-masing merupakan identitas atau sebuah refleksi. Karena
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
96
itu, sembarang isometri merupakan komposisi dari paling banyak 3 refleksi.
□
Akibat 3.1.6 mengatakan bahwa setiap isometri merupakan komposisi dari paling banyak 3 refleksi. Dari akibat ini, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa jika kita mengkomposisikan tiga buah refleksi, maka hasilnya pasti sebuah isometri. Perhatikan contoh berikut :
Contoh 3.1.11 : Misalkan terdapat tiga buah refleksi 𝜌: ℍ → ℍ, dimana 𝜌1 𝑥, 𝑦 = 2 − 𝑥, 𝑦 , 𝜌2 𝑥, 𝑦 = 4 − 𝑥, 𝑦 , dan 𝜌3 𝑥, 𝑦 = −𝑥, 𝑦 Kita akan mencari hasil komposisi dari ketiga refleksi tersebut. Setelah itu, kita akan menyelidiki apakah hasil komposisi tersebut benar berupa isometri atau tidak. 𝜌2 𝜌3 𝑥, 𝑦 = 4 − −𝑥 , 𝑦 = 4 + 𝑥 , 𝑦) 𝜌1 𝜌2 𝜌3 𝑥, 𝑦 = 2 − (4 + 𝑥), 𝑦 = −2 − 𝑥 , 𝑦) Hasil komposisi dari ketiga refleksi tersebut adalah 𝜌1 𝜌2 𝜌3 𝑥, 𝑦 = (−2 − 𝑥, 𝑦) Sekarang kita akan menyelidiki apakah fungsi tersebut bersifat isometri. Misalkan terdapat dua buah titik 𝐴(2,3) dan 𝐵(2,5). 𝜌1 𝜌2 𝜌3 𝐴 = −2 − 2, 3) = (−4, 3) 𝜌1 𝜌2 𝜌3 𝐵 = −2 − 2, 5) = (−4, 5)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
𝑑 𝐴, 𝐵 = 𝑙𝑛
𝑦2
= 𝑙𝑛
𝑦1
𝑑 𝜌𝐴, 𝜌𝐵 = 𝑙𝑛
5 3
97
5 3
= 𝑑 𝐴, 𝐵
Karena 𝑑 𝐴, 𝐵 = 𝑑 𝜌𝐴, 𝜌𝐵 , maka terbukti bahwa hasil komposisi dari tiga refleksi merupakan suatu isometri.
3.2
●
Aksioma Cermin
Definisi 3.2.1 (Millman & Parker, 1991:310): Anggap {S ,ℒ, d, m merupakan geometri protraktor dan ambil sebuah garis l. Cermin dalam l adalah sebuah isometri μ yang mempertahankan garis dan besar sudut, mengakibatkan semua titik dalam l menjadi titik tetap, dan memisahkan titik asli dan hasil isometrinya pada sisi yang saling berlawanan terhadap garis l (yaitu, jika P∉ l, maka P dan μP terletak pada sisi yang saling berlawanan dari garis l ) Sebuah geometri protraktor memenuhi aksioma cermin jika untuk setiap garis l ada sebuah cermin dalam l.
∎
Definisi 3.2.1 berbicara mengenai aksioma cermin. Sebuah geometri protraktor dikatakan memenuhi aksioma cermin jika untuk setiap garis 𝑙,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
98
terdapat sebuah cermin dalam garis tersebut. Konsep cermin dalam garis 𝑙, merupakan suatu isometri 𝜇, yang: (i) mempertahankan garis (ii) mempertahankan besar sudut (iii) membuat semua titik pada garis 𝑙 menjadi titik tetap (iv) memisahkan sisi dari titik asli dengan hasil isometrinya. Jadi ada 4 syarat yang harus dipenuhi oleh suatu isometri agar bisa disebut sebagai sebuah cermin dalam suatu garis 𝑙. Dalam bagian 2.10 sudah dibuktikan bahwa isometri dalam geometri netral adalah sebuah kolineasi dan mempertahankan besar sudut. Pada bagian ini akan dibicarakan cermin dalam konteks geometri protraktor yang lebih umum, sehingga perlu diasumsikan bahwa sebuah cermin adalah isometri yang mempertahankan garis dan besar sudut. Perlu diingat, karena cermin mempertahankan ruas garis dan besar sudut, maka untuk sembarang cermin 𝜇, ∆𝐴𝐵𝐶 ≃ ∆𝜇𝐴𝜇𝐵𝜇𝐶. Untuk lebih memahami mengenai aksioma cermin, perhatikan contoh berikut : Contoh 3.2.1 : Misalkan garis 𝑙 ≡ 𝑥 = 2, merupakan sebuah garis dalam bidang Poincare. Isometri 𝜇 𝑥, 𝑦 = 4 − 𝑥, 𝑦 merupakan sebuah cermin dalam garis 𝑙. Misal ada 2 buah titik 𝐴 0,1 , dan 𝐵 −2, 3 . Akan ditunjukkan bahwa isometri tersebut memenuhi aksioma cermin . (i)
Akan di tunjukkan bahwa 𝜇 mempertahankan garis.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
99
𝜇 merupakan sebuah isometri, padahal menurut Susanta (1990) isometri itu sendiri bersifat kolineasi. Oleh karena itu, isometri 𝜇 terbukti mempertahankan sembarang garis dalam bidang Poincare. (ii)
Sekarang akan ditunjukan bahwa 𝜇 mempertahankan sudut.
Diketahui 𝜇 adalah sebuah isometri, oleh karena itu, untuk sembarang ∆𝐴𝐵𝐶, berlaku ∆𝐴𝐵𝐶 ≃ ∆𝜇𝐴𝜇𝐵𝜇𝐶 (Aksioma SsSsSs). Karena, ∆𝐴𝐵𝐶 ≃ ∆𝜇𝐴𝜇𝐵𝜇𝐶 , maka sudut-sudutnya juga kongruen. Akibatnya, besar sudutsudut yang bersesuaian sama. Oleh karena itu, terbukti bahwa 𝜇 mempertahankan besar sudut. (iii)
Sekarang akan ditunjukkan bahwa isometri 𝜇 mempertahankan
seluruh titik dalam garis 𝑙. Karena 𝑙 ≡ 𝑥 = 2, maka titik-titik pada sembarang garis 𝑙 mempunyai koordinat (2, 𝑦). Misalkan titik 𝐶 adalah sembarang titik pada garis 𝑙, maka 𝐶 (2, 𝑦) dan hasil isometri dari titik 𝐶 adalah : 𝜇 𝐶 = 4 − 2, 𝑦 = 2, 𝑦 = 𝐶 Terlihat bahwa 𝜇 𝐶 = 𝐶 untuk sembarang titik C dalam garis 𝑙. Oleh karena itu terbukti bahwa 𝜇 mempertahankan semua titik dalam garis cermin 𝑙. Sekarang akan ditunjukkan bahwa 𝜇 memisahkan sisi dari titik asal dengan titik hasil isometrinya. Menurut Definisi 3.1.2, 𝜇 𝑥, 𝑦 = 4 − 𝑥, 𝑦 merupakan sebuah refleksi terhadap garis 𝑥 = 2. Padahal, menurut Definisi 2.6.2, garis 𝑥 = 2 akan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
100
membagi bidang menjadi 2 bagian. Oleh karena itu, isometri 𝜇 akan memisahkan titik asal dengan titik hasil isometrinya terhadap garis 𝑙. Karena isometri 𝜇 𝑥, 𝑦 = 4 − 𝑥, 𝑦 memenuhi keempat syarat dalam aksioma cermin, maka terbukti bahwa 𝜇 𝑥, 𝑦 = 4 − 𝑥, 𝑦 merupakan sebuah cermin dalam garis 𝑙 ≡ 𝑥 = 2 .
●
Setelah memahami definisi aksioma cermin, sekarang akan diberikan teorema mengenai aksioma cermin dalam hubungannya dengan geometri netral. Teorema 3.2.1 (Millman & Parker, 1991:310): Sebuah geometri protraktor adalah geometri netral jika dan hanya jika memenuhi aksioma cermin. Bukti : Anggap bahwa 𝒢 = {S ,ℒ, 𝑑, 𝑚 adalah geometri protraktor. Jika 𝒢adalah sebuah geometri netral dan 𝑙 adalah sebuah garis maka refleksi 𝜌𝑙 adalah sebuah cermin dalam 𝑙 sehingga aksioma cermin terpenuhi. Sekarang anggap bahwa 𝒢 memenuhi aksioma cermin. Kita harus menunjukkan bahwa Aksioma SsSdSs terpenuhi. Anggap bahwa 𝐴𝐵 ≃ 𝐷𝐸 , ∠𝐴 ≃ ∠𝐷, 𝐴𝐶 ≃ 𝐷𝐹. Kita harus membuktikan bahwa ∠𝐵 ≃ ∠𝐸, ∠𝐶 ≃ ∠𝐹, dan 𝐵𝐶 ≃ 𝐸𝐹 . Kita akan menyelesaikan ini dengan sedikit variasi dari bukti Teorema 3.1.5 . Kita akan menemukan paling banyak 3 cermin 𝜌, 𝜏, 𝜎 sehingga
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
𝜌. 𝜏. 𝜎
101
(∆𝐴𝐵𝐶) = ∆𝐷𝐸𝐹 . Tiga cermin ini akan memindahkan
∆𝐴𝐵𝐶 pada ∆𝐷𝐸𝐹. Agar lebih mudah memahami penjelasan berikut, perhatikan Gambar 3.17 berikut .
B 𝑙2 F D
B 𝜎𝐶 C 𝜏𝜎𝐶
E
𝑙3
A
Gambar 3. 17 Ilustrasi Teorema 3.2.1 Jika A = D, maka 𝜎 adalah kolineasi identitas. Jika A ≠ D, anggap 𝜎 adalah sebuah cermin dalam garis 𝑙1 , pembagi dua tegak lurus
dari 𝐴𝐷 . Karena 𝜎 adalah sebuah cermin pada bisektor
segmen 𝐴𝐷 maka 𝜎A = D. Jika 𝜎𝐵 = 𝐸 maka 𝜏 adalah identitas. Jika 𝜎𝐵 − 𝐷 − 𝐸, anggap 𝜏 adalah cermin dalam garis 𝑙2 , pembagi sudut dari ∠𝐸𝐷𝜎𝐵. Dalam beberapa kasus D∈ 𝑙2 sehingga 𝜏𝐷 = 𝐷 (catatan : kita tidak dapat menganggap 𝑙2 sebagai garis pembagi 2 tegak lurus dari 𝜎𝐵𝐸 karena dalam geometri protraktor, belum tentu D ∈ 𝑙2 pada kasus tersebut ) Kita anggap 𝜏𝜎𝐵 = 𝐸. Jika 𝜎𝐵 − 𝐷 − 𝐸 maka karena 𝐷𝜎𝐵 = 𝜎𝐴𝜎𝐵 ≃ 𝐴𝐵 ≃ 𝐷𝐸 , 𝑙2 adalah pembagi dua tegak lurus dari 𝜎𝐵𝐸 dan 𝜏𝜎𝐵 = 𝐸. Jika
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
102
𝜎𝐵, 𝐷, 𝐸 tidak terletak dalam satu garis maka 𝑙2 membagi dua ∠𝐸𝐷𝜎𝐵. 𝜎𝐵 dan 𝜏𝜎𝐵 terletak pada sisi yang saling berlawanan dari garis 𝑙2 sehingga 𝑙2 ∩ 𝜎𝐵𝜏𝜎𝐵 = 𝑄
untuk Q tertentu. Q ∈ int(∠𝐸𝐷𝜎𝐵).
Sekarang ∠𝑄𝐷𝜎𝐵 ≃ ∠𝑄𝐷𝐸 karena 𝑙2 adalah pembagi dua sudut. ∠𝑄𝐷𝜎𝐵 ≃ ∠𝑄𝐷𝜏𝜎𝐵 karena 𝜏 adalah sebuah cermin. 𝜏𝜎𝐵dan E terletak pada sisi yang saling berlawanan dengan sisi 𝜎𝐵. Menurut Teorema Konstruksi Sudut, ∠𝑄𝐷𝜏𝜎𝐵 = ∠𝑄𝐷𝐸 sehingga 𝐷𝜏𝜎𝐵 = 𝐷𝐸 . Karena 𝐷𝜏𝜎𝐵 ≃ 𝐷𝜎𝐵 ≃ 𝐴𝐵 ≃ 𝐷𝐸 , 𝜏𝜎𝐵 = 𝐸. Jadi, 𝜏𝜎𝐵 = 𝐸 dalam semua kasus. Akhirnya, jika 𝜏𝜎𝐶 berada pada sisi yang sama dari garis 𝐷𝐸 sebagai F, anggap 𝜌 adalah identitas. Jika tidak anggap 𝜌 adalah sebuah cermin dalam 𝐷𝐸 . Dengan menggunakan Teorema konstruksi sudut, kita dapat menunjukkan 𝜌𝜏𝜎𝐶 = 𝐹 seperti kita menunjukkan 𝜏𝜎𝐵 = 𝐸. 𝜑 = 𝜌𝜏𝜎 adalah sebuah isometri yang mempertahankan besar sudut karena 𝜌, 𝜏, 𝜎 adalah isometri yang ketiga nya mempertahankan besar sudut. Karena itu, ∆𝐴𝐵𝐶 ≃ ∆𝜑𝐴𝜑𝐵𝜑𝐶. Tetapi, 𝜑𝐴 = 𝜌𝜏𝜎𝐴 = 𝜌𝜏𝐷 = 𝜌𝐷 = 𝐷 𝜑𝐵 = 𝜌𝜏𝜎𝐵 = 𝜌𝐸 = 𝐸 𝜑𝐶 = 𝜌𝜏𝜎𝐶 = 𝐹 Karena itu, ∆𝐴𝐵𝐶 ≃ ∆𝐷𝐸𝐹 dan Aksioma SsSdSs terpenuhi.
□
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
103
Teorema 3.2.1 mengatakan bahwa sebuah geometri protraktor adalah geometri netral jika dan hanya jika memenuhi aksioma cermin. Dari Teorema 3.2.1 kita dapat menarik kesimpulan yaitu jika suatu geometri protraktor memenuhi aksioma cermin, maka geometri protraktor tersebut merupakan sebuah geometri netral. Begitu juga sebaliknya, jika geometri protraktor merupakan geometri netral, maka pasti memenuhi aksioma cermin. Untuk lebih memahami Teorema 3.2.1, perhatikan contoh berikut : Contoh 3.2.2 : Bidang Poincare yang memuat isometri 𝜇 𝑥, 𝑦 = 4 − 𝑥, 𝑦 merupakan geometri netral. Hal ini dikarenakan bidang Poincare merupakan geometri protraktor dan isometri 𝜇 𝑥, 𝑦 = 4 − 𝑥, 𝑦 memenuhi aksioma cermin Bidang Poincare juga memenuhi aksioma cermin, karena bidang Poincare merupakan sebuah geometri Protraktor sekaligus geometri Netral.
●
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV PENUTUP
4.1
KESIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1) a. Refleksi atau pencerminan terhadap garis 𝑙 merupakan suatu fungsi yang memindahkan suatu titik 𝑃 yang bukan anggota 𝑙, menjadi 𝑃′, dimana garis 𝑙 ⊥ 𝑃𝑃′, dan garis 𝑙 membagi dua segmen 𝑃𝑃′ sama besar. Sedangkan untuk titik P yang merupakan anggota 𝑙, refleksi terhadap garis 𝑙 akan membuat titik P menjadi titik tetap. Artinya, untuk kasus P yang anggota 𝑙, maka 𝑃 = 𝑃′. Dalam bidang Poincare untuk sembarang garis 𝑙 ≡ 𝑥 = 𝑎 yang merupakan garis tipe I, fungsi refleksi terhadap garis 𝑙 akan diberikan oleh : 𝜌 𝑥, 𝑦 = 2𝑎 − 𝑥, 𝑦 Sedangkan untuk sembarang garis 𝑙 ≡ (𝑥 − 𝑐)2 + 𝑦 2 = 𝑟1 2 yang merupakan garis tipe II, fungsi refleksi terhadap garis 𝑙 akan diberikan oleh :
𝜌 𝑥, 𝑦 =
2𝑟2 𝑦(𝑟2 +𝑐−𝑑)4 𝑟1 4 (𝑟2 +𝑥−𝑑)2 +𝑦 2 (𝑟2 +𝑐−𝑑)
dimana 𝑑 =
𝑟1 2 −𝑐 2 +𝑥 2 +𝑦 2 2𝑥 −2𝑐
+ 𝑑 − 𝑟2 , 4
dan 𝑟2 2 =
104
2𝑦𝑟2 𝑟1 2 (𝑟2 +𝑐−𝑑)2 (𝑟2 +𝑥−𝑑) 𝑟1 4 (𝑟2 +𝑥−𝑑)2 +𝑦 2 (𝑟2 +𝑐−𝑑)4
𝑟1 2 +𝑦 2 +(𝑥−𝑐)2 2𝑥−2𝑐
2
− 𝑟1 2
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
105
b. Aksioma cermin berbicara mengenai sebuah cermin dalam setiap garis 𝑙. Konsep sebuah cermin dalam garis 𝑙 adalah suatu isometri 𝜇, yang mempertahankan garis dan besar sudut, membuat semua titik dalam garis 𝑙 menjadi titik tetap, serta memisahkan sisi dari titik asli dengan hasil isometrinya. 2) Jika 𝜌𝑙 : S
→S
adalah refleksi dalam geometri netral, maka
memenuhi sifat : a) merupakan sebuah isometri. b) mempunyai minimal 2 titik tetap, yaitu 2 titik yang membentuk garis 𝑙. c) hasil komposisi dari beberapa refleksi merupakan isometri. Jika dalam geometri protraktor, 𝜇: S →S
adalah sebuah cermin
dalam garis 𝑙, maka memenuhi sifat : a) merupakan sebuah isometri. b) merupakan sebuah kolineasi. c) mempertahankan sudut. d) mempunyai minimal 2 titik tetap, yaitu 2 titik yang membentuk garis 𝑙. e) merupakan geometri netral.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4.2
106
SARAN Untuk pembahasan selanjutnya, tulisan ini dapat dikembangkan mengenai jenis transformasi lain (translasi atau rotasi) dalam bidang Poincare, serta defek segitiga dan fungsi krtitis dalam geometri hiperbolik.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Bartle, Robert & Sherbert, Donald. (1927). Introduction to Real Analysis. Urbana: John Willey & Sons, Inc.
Eisenhart, Luther Pfhaler. (1960). Coordinate Geometry. New York : Dover Publication, Inc.
Greenberg, Marvin Jay. (1980). Euclidean and Non Euclidean Geometries: Development and History. San Fransisco: W.H.Freeman and co.
Moeharti Hadiwidjojo. (1973). Ilmu Ukur Analitik Bidang Bagian 1.Yogyakarta: Yayasan Pembina FKIE-IKIP.
Millman,R.S. & Parker, G.D. (1991).Geometry : A Metric Approach with Models. New York: Springer.
Prenowitz, W. & Jordan, M. (1965). Basic Concept of Geometry. Massachusetts : Blaisdell Publishing Company.
Smith, Rolland.R. & Ulrich, James.F. (1956). Plane Geometry. Great Britain: Harcourt, Brace & World, Inc.
Stillwell, John. (2005). The Four Pillars of Geometry. USA : Springer.
Susanta. (1990). Geometri Transformasi. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada.