Fibusi (JoF) Vol. 2 No. 1, April 2014
1
MIGRASI FINITE DIFFERENCE DAN KIRCHOFF PADA DATA SEISMIK REFLEKSI 2D Andri Sukmana1, Kamallulah2 , Nanang Dwi Ardi3* 1,3
Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) 2PT
1
ELNUSA Divisi Geosains Data Processing
[email protected],
[email protected] ,
[email protected] Abstrak
Eksplorasi hidrokarbon sebagai sumber daya energi dilakukan menggunakan metode seismik dengan proses post stack migrasi dalam domain waktu dengan teknik migrasi Kirchhoff dan finite difference untuk mengetahui hasil pencitraan bawah permukaan dari dua teknik migrasi yang digunakan. Ketepatan dalam menggunakan teknik migrasi sangat diperlukan agar dapat mengakomodasi dan menghasilkan pencitraan dengan resolusi yang lebih baik dari sebuah data komplek. Tahap pengolahan data dilakukan sesuai dengan flow processing metode seismik dan tahapan stack dilakukan dengan dua tahap yaitu stacking DMO dan tanpa DMO. Hasil stack menunjukan hasil yang lebih baik menggunakan DMO karena menunjukan kemungkinan suatu reflektor yang lebih tajam dan tegas. Pada proses migrasi dengan teknik migrasi Kirchhoff menghasilkan pencitraan bawah permukaan terhadap kemungkinan suatu reflektor lebih kontinyu antara cdp 2883 sampai dengan 3383 dan finite difference menghasilkan pencitraan reflektor yang lebih fokus antara cdp 2883 sampai dengan cdp 3883. Kata Kunci
: DMO, Migrasi Finite Difference, Migrasi Kirchhoff. Abstract
Hydrocarbons Exploration as a source of energy using seismic methods with post- stack migration process in the time domain Kirchhoff migration techniques and finite difference to the results of imaging subsurface migration of the two techniques were used . The accuracy in the use migration techniques are indispensable in order to accommodate and produce imagery with a resolution of better than a complex data . Stage of the data processing is done in accordance with the method of seismic processing flow and the stack is done in two stages , namely stage DMO stacking and without DMO . Stack results showed better results demonstrate the possibility of using the DMO as a reflector that is more sharp and resolute . In the process of migration with Kirchhoff migration techniques produce subsurface imaging of the possibility of a more continuous reflectors between 2883 to 3383 cdp and finite difference imaging reflector produces a more focused between cdp cdp 2883 until 3883 . Keywords : DMO, Migration Finite Difference, Kirchhoff Migration. *Penulis Penanggung Jawab
Fibusi (JoF) Vol. 2 No. 1, April 2014
PENDAHULUAN Pencarian terhadap sumber daya alam semakin dibutuhkan karena meningkatnya permintaan sumber bahan bakar sebagai penunjang sarana dalam berbagai hal. Banyak pengembangan metode pencarian sumber daya alam yang dilakukan salah satunya ialah memanfaatkan gelombang yang merambat dalam medium disebut dengan metode seismik. Pengolahan data seismik hasil akuisisi seismik bertujuan untuk mendapatkan gambaran struktur geologi bawah permukaan yang bagus dengan rasio antara sinyal seismik dengan sinyal gangguan (S/N ratio) cukup tinggi. Menurut Yilmaz, (1987) setiap tahapan dalam pengolahan data seismik dimaksudkan untuk meningkatkan resolusi data seismik. Proses pengolahan data harus dilakukan dengan baik, tepat dan akurat agar dapat diinterpretasi dengan tepat. Salah satu tahapan dalam pengolahan data seismik adalah migrasi yang bertujuan untuk memindahkan reflektor seismik miring ke posisi yang sebenarnya pada penampang seismik (W.M Telford, 1995), artinya memindahkan titik refleksi hasil perekaman ke titik reflektor sesungguhnya. Rekaman data hasil akuisisi merupakan refleksi dari sinyal seismik terhadap lapisan bumi, adanya lapisan miring membuat titik reflektor yang terekam bergeser terhadap posisi sesungguhnya terlebih terdapat struktur geologi yang memiliki bentuk bawah permukaan yang kompleks, maka untuk memindahkan titik reflektor ke posisi yang sesungguhnya dilakukan migrasi. Migrasi merupakan proses yang dapat meningkatkan resolusi penampang seismik pada saat posisi reflektor yang terlihat pada rekaman data seismik dipindahkan menjadi posisi yang sebenarnya sesuai dengan posisi di bawah permukaan. Proses migrasi yang menghasilkan penampang migrasi dalam domain waktu disebut dengan time migration umumnya dapat berlaku selama variasi kecepatan secara lateral kecil hingga sedang dan proses migrasi dilakukan setelah
stack (post stack migration) relatif lebih cepat dan efisien dalam pengolahan data seismik. Metode migrasi dalam seismik yang digunakan ialah metode Kirchhoff yaitu penjumlahan amplitudo pada titik reflektor sepanjang lintasan pada lokasi yang sesungguhnya maka migrasi Kirchhoff bekerja baik pada berbagai keadaan. Sedangkan metode finite difference merupakan suatu metode migrasi yang memanfaatkan pemecahan gelombang dimana dilakukan downward continuition dan bagus untuk keadaan struktur dengan kemiringan yang curam. Masing-masing metode migrasi tersebut menghasilkan pola pencitraan reflektifitas berdasarkan prinsip kerjanya. Hasil migrasi dengan menggunakan suatu metode kemungkinan masih ada reflektor yang tidak jelas pencitraan pola reflektifitas, maka dilakukan migrasi dengan dua metode untuk dapat saling melengkapi. Teori Survei awal 2D memberikan informasi struktural skala besar tentang bawah permukaan, tetapi memaksa tim eksplorasi minyak untuk mengebor tanpa keakuratan gambar dari reservoir Selama pengumpulan data 2D terjadi di sepanjang garis penerima pada gambar 1, gambar yang dihasilkan hanya mewakili bagian bawah garis
Gambar 1 . Survei seismik 2D (French, 1974) Migrasi finite difference dikenal sebagai migrasi domain waktu atau migrasi persamaan gelombang. Pada migrasi jenis ini digunakan pendekatan deterministik
Fibusi (JoF) Vol. 2 No. 1, April 2014
prosedur migrasinya dimodelkan oleh persamaan gelombang. Persamaan tersebut kemudian didekati oleh persamaan yang lebih sederhana, dan setelah itu penyelesaiannya didekati oleh algoritma finite difference. Keuntungan dari metode ini ialah kenampakan yang baik bila data seismik mempunyai S/N yang rendah. Rekaman data seismik menunjukan respon gelombang seismik di permukaan yang dituliskan U(x,0,t) dalam penjalarannya di bawah permukaan maka akan tercatat dan ditransformasikan menjadi U(x,z,0) merupakan hasil dari data yang telah di migrasi. Untuk mendapatkan perekaman gelombang seismik yang telah dimigrasi tesebut dapat dilakukan dengan menggunakan downward continuation.
Gambar 2 . Proses downward continuation dengan perekam diturunkan ke bawah sehingga perekam tepat berada pada reflektor (Yilmaz, 1987). Dengan asumsi dari prinsip Huygens bahwa setiap titik pada reflektor merupakan sumber gelombang baru kemudian dengan cara menempatkan geophone pada suatu datum tertentu dan secara bertahap dipindahkan semakin ke dalam mendekati reflektor.
3
Menurut Eka. N (2005) medan gelombang seismik yang terekam di permukaan adalah ߰(ݔǡͲǡ )ݐdan medan gelombang seismik yang dipantulkan adalah ߰(ݔǡݖǡͲ). Untuk mengetahui apa yang direkam oleh geophone jika diletakan pada kedalaman tertentu maka medan gelombang seismik tersebut harus dikontinuasikan ke bawah sehingga pada masing-masing kedalaman diharapkan akan diperoleh gambaran reflektor. Jika dianggap t adalah waktu tempuh searah (setengah waktu kedatangan untuk data sumber-penerima yang berada pada tempat yang sama). Gelombang bidang yang merambat dari permukaan dengan sudut ߠ dinyatakan oleh persamaan berikut : (x,z,t)=Aexp[j{t-(x/v)sin (z/v)cos}].. (2) Jika dibatasi ߠ adalah sudut yang kecil maka harga ߠ݊݅ݏdapat didekati dengan ଵ ߠ݊݅ݏൎ ߠ dan ܿ݅݊ߠ ൎ ሺͳ െ ଶ ߠଶ) sehingga persamaan di atas menjadi : ௫ఏ ௭ (x,z,t)=Aexp[j{t- ௩ − ௭ + ௭ఏమ
}]..........(3) Sekarang didefinisikan skala waktu yang baru yaitu : t* = t-z/v perubahan ini berarti bahwa sistem koordinat secara efektif mengikuti muka gelombang yang datang atau merupakan sistem koordinat gelombang yang mengarah ke atas sehingga diperoleh persamaan gelombang dalam ∗ݐsebagai berikut : ௫ఏ ௭ ߰ ∗ (ݔǡݖǡ ܣ) ∗ݐሾ݆߱ ቄ ∗ݐ− ௩ − ௭ + ଶ௩
௭ఏమ ଶ௩
ቅሿ... (4)
డమట
Gambar 3 . Ilustrasi dalam penggunaan metode finite difference (bancroft, 1997) Persamaan gelombang skalar untuk dua dimensi dapat dituliskan sebagai berikut : డమట
డమట
ଵ డమట
+ డ௭మ = ௩మ డ௧మ ......... (1) డ௫మ
= డ௧
డట ∗ డ௧∗ డ௧∗ డ௧
...........(5)
డ௧כమ
ଵ డట ∗ ௩ డ௧∗ ଵ
డట డట
డ௫ డట
డ௭
= =
......(7) డమట
డ௭మ డమట ∗
௩మ డ௧మ
డట ∗ డ௫ డట ∗
=
డ௭
;
+
డమట ∗ డ௭మ
..........(8)
=
డమట
డ௫మ డట ∗
డట ∗ డ௧∗
=
డమట డ௧మ
డమట ∗
డ௧∗
డ௧∗ డ௭
;
..........(6)
డ௫మ డట ∗
=
ଶ డమట ∗
=
డ௭
− ௩ డ௭డ௧∗ +
−
4 DIFFERENCE...
A. Sukmana, dkk., - MIGRASI FINITE
Substitusi ke persamaan gelombang memberikan persamaan gelombang baru డమట ∗
డమట ∗
ଶ డమట ∗
+ డ௭∗ − (௩) డ௭డ௧∗ = 0 (9) ∗ Fungsi gelombang ߰ merupakan bentangan tiga dimensi, yang mempunyai nilai interval diskrit pada ∆x, ∆z, ∆t*, bidang z=0 merupakan penampang waktu belum termigrasi dan bidang diagonal t = t* - z/v mewakili penampang waktu termigrasi. Turunan dapat didekati dengan menggunakan metode finite difference sebagai berikut: డ௫మ
οݖǡ ∗ݐെ ο ) ∗ݐ ݒሼܽସ߰ ∗ ( ݔെ οݔǡݖǡ ) ∗ݐ+ ܽହ߰ ∗ ( ݔെ ʹοݔǡݖǡ}) ∗ݐ (13)
Migrasi Kirchhoff merupakan metode migrasi seismik yang menggunakan bentuk integral (persamaan Kirchhoff) dari persamaan gelombang. Metode migasi Kirchhoff menggunakan persamaan geomerti dan prinsip–prinsip muka gelombang seismik sebagai metode penjumlahan difraksi. Metode Kirchhoff menggunakan puncak dari kurva difraksi menjadi titik డమట ∗ ≈ reflektor yang benar. Metode Kirchhoff డ௭మ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ట (௫ǡ௭ǡ௧ )ିଶట (୶ିο୶ǡǡ௧ )ାట (୶ିଶο୶ǡǡ௧ ) didasari oleh prinsip Huygens yang (10) ο௫మ berpendapat bahwa reflektor seismik dianggap seolah–olah terdiri dari pola డమట ∗ difraksi yang terdiri dari titik–titik yang ≈ డ௭డ௧∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ట (௫ǡ௭ǡ௧ )ିట (௫ǡ௭ିο௫ǡ௧ )ିట (௫ǡ௭ǡ௧ ିο௧ )ାట (௫ǡ௭ିο௭ǡ௧ ) berdekatan seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 4. Migrasi dari penampang seismik ο௭ο௧∗ (11) diperoleh dengan menghilangkan setiap Sehingga persamaan menjadi difraksi hiperbolik di daerah asal (puncak). ߰ ∗ (ݔǡݖǡ= ) ∗ݐ Setiap titik pada penampang migrasi ο௭ο௧∗ ο௫∗ ట ∗ (௫ǡ௭ିο௭ǡ௧∗ ) ట ∗ (௫ǡ௭ǡ௧∗ ିο௧∗ ) dihasilkan melalui penjumlahan dari semua { ο௭ο௧∗ + − ଶο௭మି௩ο௭ο௧∗ ο௭ο௧∗ data difraksi yang berpusat pada titik ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ௩ట (௫ିο௫ǡ௭ǡ௧ ) ట (௫ǡ௭ିο௭ǡ௧ ିο௧ ) − + tersebut. ο௫మ ο௭ο௧∗ ௩ట ∗ (௫ିଶο௫ǡ௭ǡ௧∗ ) ଶο௫మ
(12)
Gambar 4 : Hubungan antar elemen dalam ruang x,z t*(Eka N, dkk, 2005) Trace siesmik di permukaan atas z=0 menunjukan penampang yang tak termigrasi, yang dilapisan berikutnya menunjukan apa yang akan direkam geophone yang dipendam dikedalaman z. Hubungan antara enam elemen dari bentangan adalah sebagai berikut ߰ ∗ (ݔǡݖǡ ) ∗ݐൌ ܽଵ߰ ∗ (ݔǡݖെ οݖǡ ) ∗ݐ+ ܽଶ߰ ∗ (ݔǡݖǡ ∗ݐെ ο ) ∗ݐ ܽଷ߰ ∗ (ݔǡݖെ
Gambar 5 . Ilustrasi konsep dalam migrasi Kirchhoff (Yilmaz, 1987) Metode migrasi manual terdahulu menggunakan konstruksi setengah lingkaran ditunjukkan pada Gambar 6 (a) untuk migrasi satu titik ditampilkan dalam warna hijau. Hasil migrasi diperlihatkan dengan warna biru yang merupakan setengah
Fibusi (JoF) Vol. 2 No. 1, April 2014
lingkaran dalam medium kecepatan konstan. Hasil ini juga disebut respon impuls dari suatu proses dan sangat berguna karena seismik dapat dianggap terdiri dari serangkaian poin. Migrasi Hagedoorn dimana amplitudo trace tunggal didistribusikan sepanjang setengah lingkaran pada output migrasi waktu. Pada bagian (b) kecepatan konstan dalam konstruksi setengah lingkaran digunakan untuk migrasi kurva difraksi hiperbolik ( hijau) untuk posisi migrasinya (titik biru). Sebuah metode alternatif akan menjumlahkan amplitudo sepanjang hiperbola dan tempat amplitudo yang dijumlahkan di puncak . Bentuk terakhir dari migrasi yang membentuk poin disebut penjumlahan difraksi, difraksi stack atau lebih umum migrasi Kirchhoff. Pada bagian (c) penjumlahan Kirchhoff digambarkan untuk migrasi pada kemiringan reflektor. Zero offset dianggap sebagai superposisi difraktor pada setiap sampel waktu (Principal Huygen). Pola difraksi terbentuk pada lapisan koheren dan mungkin terlihat pada diskontinuitas seperti fault. Output posisi migrasi (yang ditunjukkan oleh titiktitik dan garis biru) dengan amplitudo input zero offset (titik hijau dan garis) dijumlahkan bersama serangkaian hiperbola pada kecepatan konstan.
Gambar 6 . Pola migrasi kurva difraksi (a) migrasi berupa poin (b) migrasi pada difraksi (c) migrasi pada even miring (Yilmaz, 1987).
5
Gambar 7 . Migrasi dengan prinsip penjumlahan difraksi (a) zero offset dari rekaman data (b) hasil migrasi (Yilmaz, 1987) Dari gambar 7 diatas yang dilihat dari segitiga COA dapat di tuliskan dalam persamaan sebagai berikut : ସ௫మ
ݐଶ( )ݔൌ ߬ଶ + ௩మ
ೝ ೞ
.......... (14)
Metode Penelitian Jenis data merupakan data sekunder diperoleh dari PT ELNUSA Geosains Jakarta. Perangkat pengolahan data menggunakan Geovecture Plus 5.1 dari CGG, data yang diperoleh dilakukan picking kecepatan selajutnya dilakukan residual statik dan kemudian data di stack. Stack yang dilakukan menggunakan dua stack yaitu tanpa dmo dan stack dmo, selanjutnya tahap akhir yang dilakukan pada pengolahan data yaitu melakukan migrasi yang dilakukan dengan dua metode migrasi finite difference dan migrasi kirchoff. Adapun alur diagram penelitiannya adalah sebagai berikut :
6 DIFFERENCE...
A. Sukmana, dkk., - MIGRASI FINITE
Data
Pre-Processing QC Stack
Processing
Analisis kecepatan yang pertama
QC Stack
Residual Statik yang pertama
QC Stack
Analisis kecepatan yang kedua
QC Stack
Residual Statik yang kedua
QC Stack
Preconditioning
Stacking tanpa DMO
Stacking dengan DMO
Post Stack Migrasi Finite Difference Dan Migrasi Kirchhoff
Kesimpulan Dan Rekomendasi
Fibusi (JoF) Vol. 2 No. 1, April 2014
Hasil dan diskusi hasil migrasi dari pengolahan data Pada penelitian ini, data yang digunakan untuk dilakukan migrasi menggunakan data stack dmo karena menunjukan suatu reflektor lebih tegas kemudian DMO ini menyebabkan pada hasil stack titik refleksi berubah serta lebih tajam yaitu berada pada titik zero offsetnya dari suatu kemungkinan reflektor itu. Dengan DMO dilakukan koreksi terhadap lapisan miring ini dengan membuat trace seismik berada dalam CDP memberikan stack maksimum dibandingkan dengan stack tanpa DMO yang kemungkinan masih adanya stack yang tidak maksimum karena adanya pengaruh kemiringan. Maka hasil yang lebih baik untuk stack yaitu dengan stacking menggunakan DMO. Dari hasil yang di dapat setelah melakukan beberapa tahaptahap koreksi terhadap data dan yang terakhir melakukan migrasi setelah proses stacking atau post stack migration dengan menjulahkan trace-trace seismik terlebih dahulu dari satu CDP, maka diperoleh hasil dari kedua metode yang digunakan adanya perbedaan yang terdapat pada masing– masing metode migrasi bekerja sesuai dengan konsep yang dimiliki. Hasil ini juga menunjukan keunggulan untuk masing– masing metode migrasi dilakukan terhadap data CDP 1881 sampai dengan 4741. Migrasi Kirchhoff pada Gambar 8 antara cdp 2883 sampai dengan cdp 3383 menghasilkan kemenerusan atau kenampakan reflektor yang kontinyu serta pencitraan pada hasil yang lebih jelas, konsep migrasi Kirchhoff yang merupakan ayunan sehingga semua kemungkinan suatu reflektor dapat terayun dalam proses migrasi yang dilakukan operator migrasi dengan aperture dan nilai diplim lebih moderat artinya lebih umum digunakan untuk berbagai data yang di dapat. Migrasi finite difference pada Gambar 9 dari data stack dengan menggunakan koreksi DMO dihasilkan fokus yang lebih baik dan reflektor yang lebih tegas pada titik zero offsetnya dibanding metode Kirchhoff.
7
Namun dalam metode ini kenampakan dari suatu reklektor tidak begitu jelas antara cdp 2883 sampai dengan cdp 3383. Hasil yang diperolehkan migrasi finite difference baik digunakan untuk data yang mempunyai nilai rasio s/n tinggi dan juga kemiringan yang curam karena konsep dari migrasi finite difference ini memungkinakan untuk melakukan prediksi terhadap kemungkinan reflektor. Sedangkan untuk migrasi Kirchhoff dapat digunakan untuk berbagai data kemiringan yang curam namun karena sifatnya umum sehingga kemungkinan reflektor dari data dengan sinyal rasio s/n yang tinggi tidak terlalu terfokus. Hasil dari kedua metode ini dapat dilakukan untuk melakukan tahap interpretasi bawah permukaan juga sebagai prediksi awal untuk mengetahui adanya suatu reflektor lapisan bawah permukaan bumi.
Gambar 8. Model migrasi Kirchoff
Gambar 9. Model migrasi Finite Difference Kesimpulan Proses pengolahan data yang dilakukan pada data seismik refleksi menghasilkan stack migrasi dengan dua metode yaitu metode Kirchhoff dan metode finite difference yang menunjukan pencitraan bawah permukaan dapat disimpulkan seperti di bawah ini :
8 DIFFERENCE...
A. Sukmana, dkk., - MIGRASI FINITE
1. Setelah dilakukan stacking tanpa DMO dan stacking DMO hasil yang diperoleh antara cdp 2383 sampai dengan 2783 dan antara cdp 3183 sampai dengan cdp 3283 menunjukan suatu pola reflektivitas yang lebih fokus dan tegas pada posisi zero offset untuk stacking DMO dibandingkan dengan stacking tanpa DMO 2. Hasil yang diperoleh pada teknik migrasi (Post Stack Migration) dari stacking DMO dengan menggunakan metode Kirchhoff dan metode finite difference menunjukan perbedaan pencitraan bawah permukaan dari sebuah stack migrasi dari kedua metode. Pada metode Kirchhoff pencitraan bawah permukaan dengan stack dari migrasi terlihat lebih jelas kenampakan dari reflektor dan pencitraan reflektor yang lebih kontinyu antara cdp 2883 sampai dengan cdp 3383 sedangkan pada metode finite difference pencitraan bawah permukaan stack migrasi lebih terfokus dan lebih tegas pada titik reflektor antara cdp 2883 sampai dengan cdp 3383 dan lebih baik digunakan pada lapisan miring namun pada migrasi dengan metode ini kenampakannya tidak terlalu jelas. Rekomendasi Proses pengolahan data seismik sebaiknya dilakukan koreksi DMO terlebih dahulu karena koreksi DMO mampu membuat suatu reflektor yang bergeser akibat adanya pengaruh kemiringan berpindah pada posisi zero offset dan membuat hasil reflektor yang lebih fokus dan ketika melakukan pengolahan data maka harus dilakukan dengan parameter yang tepat, penempatan parameter yang tepat akan membuat hasil yang lebih jelas dan lebih baik serta lebih efektif. Ucapan terima kasih
Penulis ingin mengucapkan terima kasih pada PT ELNUSA yang turut membantu dan mendukung dalam penyelesaian penelitian ini. Referensi Asparini, D. (2011). Penerapan Metode Stacking dalam Pemrosesan Sinyal Seismik Laut di Perairan Barat Aceh. Bogor. IPB Bacon, M, et.all. (2003). 3D Seismic Interpretasion. PRESS SYNDICATE OF THE UNIVERSITY OF CAMBRIDGE. Cambridge. United Kingdom Bancroft, John. C. (1997). A Practical Understanding Of Pre and Post Stack Migrations. Society of exploration geophysiscs. Tulsa. Oklahoma Claerbout, J.F. (1985). Fundamentals of Geophysical Data Processing. McGraw Hill. New York Eka N, Hernowo, D., Nasio A.H. (2005). Aplikasi migrasi metode beda hingga pada pengolahan data seismik untuk menggambarkan penampang bawah permukaan yang sebenarnya. UNDIP. French, W.S. (1974), Twodimensional and three-dimensional migration of model-experiment reflection profiles. Geophysics, v.39, p. 265-277. [online]. Tersedia:http://www.rriseismic.com/FramePages/TechPages/Seism ic/ seismic.htm [1 November 2013]. Hubral, P. & Krey, T. (1980). Interval Velocity from Seismik Reflection Time Measurement. Society of Exploration Geophysicists. Tulsa Hutabarat, R.G. (2009). Integrasi Inversi Seismik dengan Atribut Amplitudo Seismik untuk Memetakan Distribusi Reservoar pada Lapangan Blackfoot. Jakarta. Universitas Indonesia Kearey, P., Brooks, M. & Hill, I. (2002). An Introduction to Geophysical Exploration 3rd. London. Blackwell Science Lavergne, M. (1989). Seismic Methods. Editions Technip. Paris Nejati, M., Hashemi, H. (2012). “Migrated Exploding Reflektor in Evaluatioan of Finite Difference Solution for
Fibusi (JoF) Vol. 2 No. 1, April 2014
Inhomogeneous Seismic Models”. Engineering. 4. 950-957. Priyono, A., dkk.. (2005). Metoda Seismik I. Modul Praktikum pada Program Studi Geofisika FIKTM ITB. Subianto, S.R., et.al. (2012). Laporan Akhir Pengolahan Data Seismik 2D Darat NONA (CURRENT). Jakarta. GEOSCIENCE SERVICES DIVISION, PT. ELNUSA Tbk. Sismanto, (1996), “Seismik Eksplorasi Akuisisi dan Pengolahan Data Seismik”, Modul Kuliah, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta Telford, W.M, et.al. (1976).“Applied Geophysics”. Campbridge Unversty Press. Campbridge. Telford, W.M, sheriff, Gefdar. (1995). Applied Geophysics. Second edition. Campbridge University Yilmaz, Ozdogan., (1987), “Seismic DataProcessing”, Society of ExplrationGeophysics. visibilitas hilal berupa: 1 ARCV minimum sekitar 3,0 2 ARCL minimum sekitar 5,4 3 Umur Bulan minimum sekitar 9,4 jam setelah konjungsi. Untuk selanjutnya hasil penelitian ini dapat diusulkan sebagai kriteria visibilitas hilal yang berlaku di Indonesia. Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal Indonesia yang diusulkan pada penelitian ini bersifat dinamis, artinya masih dapat berubah disesuaikan dengan jumlah data pengamatan yang tersedia dan valid secara keilmuan. DAFTAR PUSTAKA Djamaluddin, T. 2001. “Re-evaluation of Hilaal Visibility in Indonesia”. LEMBAGA PENERBANGAN ANTARIKSA NASIONAL. Djamaluddin, T. 2011. “Astronomi Memberi Solusi Penyatuan Ummat”. LEMBAGA PENERBANGAN ANTARIKSA NASIONAL. Odeh, M. (2005). “New Criterion For Lunar Crescent Visibility” Experimental Astronomy (2004) 18: 39–64
9
Ramadhan, T.B. (2013). Re-Evaluasi Kriteria Visibilitas Hilal di Indonesia dengan Menggunakan Data Pengamatan Hilal pada Tahun 1998 M-2011 M. Laporan Program Latihan Akademik pada FPMIPA UPI: tidak diterbitkan. Utama, J.A., (2013). “Ketinggian Minimum Hilal dengan Model Kastner: Sebuah Justifikasi Ilmiah”. Makalah pada temu kerja tim hisab rukyat Kemenag RI di Kota Batam Kep. Riau 19-21 Juni 2013. Utama, J.A., dan Hilmansyah. (2013). “Penentuan Parameter Fisis Hilal sebagai Usulan Kriteria Visibilitas di Wilayah Tropis”. Makalah pada Seminar Nasional Fisika 2013 Jurusan Fisika FMIPA UNNES, 2013. Utama, J.A., Siregar, S. (komunikasi pribadi) “Usulan Kriteria Visibilitas Hilal di Indonesia Dengan Model Kastner”. Artikel (belum diterbitkan).