Fibusi (JoF) Vol. 3 No. 2, September 2015
PENGARUH BANDWIDTH FREKUENSI TERHADAP KUALITAS PENAMPANG SEISMIK PADA DATA SEISMIK REFLEKSI 2D DI PERAIRAN WETAR MALUKU 1,3Jurusan
2 Pusat
Peby Sukmadraeni1, Subarsyah2*, Mimin Iryanti 3*
Pendidikan Fisika, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Jl. Dr. Setiabudhi 229, Bandung 40154, Indonesia
Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL), Jl. Dr. Djundjunan No. 236 Bandung Telp. (022) 6032020, (022) 6032201 Fax. (022) 6017887
[email protected],
[email protected],
[email protected] ABSTRAK Frekuensi sinyal seismik di lapangan mempunyai bandwidth yang cukup lebar namun tidak semuanya mengandung sinyal seismik yang diinginkan karena sebagian merupakan noise sehingga dapat mempengaruhi kualitas penampang yang dihasilkan baik S/N ratio, penetrasi dan resolusinya. Filter lolos-pita merupakan salah satu metode filtering yang mampu menekan noise dalam spektrum frekuensi dari sinyal. Ketepatan pemilihan bandwidth frekuensi yang diloloskan merupakan hal yang sangat penting dalam proses filter lolos-pita. Proses filter lolos-pita dilakukan pada data seismik refleksi 2D di Perairan Wetar, Provinsi Maluku. Untuk mendapatkan penampang yang optimal secara kualitatif, dilakukan pengujian bandwidth frekuensi yang bervariasi pada filter lolos-pita. Bandwidth frekuensi yang lebar yang meloloskan seluruh frekuensi pada selubung pertama dari spektrum frekuensi menghasilkan penampang seismik dengan kualitas optimal. Bandwidth frekuensi 5Hz-100Hz menghasilkan penampang seismik terbaik di Perairan Wetar lintasan 15. Hal tersebut terlihat dari resolusi yang tinggi, penetrasi yang dalam dan noise teratenuasi cukup baik dibandingkan dengan penampang yang lain. Kata Kunci: Bandwidth Frekuensi, Penetrasi, Perairan Wetar, Resolusi Seismik, Seismik refleksi 2D. ABSTRACT Frequency seismic signals in the field have a wide enough bandwidth but not all contain the desired seismic signal due in part is noise which can affect the quality of the resulting cross-section of both the S / N ratio, penetration and resolution. Band-pass filter is a filtering method capable of suppressing noise within the frequency spectrum of the signal. The accuracy of the election passed frequency bandwidth is very important in the process band-pass filter. Band-pass filter process performed on 2D reflection seismic data in Wetar marine, Maluku. To obtain optimal cross section qualitatively, testing varies on the frequency bandwidth band-pass filter. Wide frequency bandwidth which passed all the frequencies in the first envelope of the frequency spectrum generating seismic section with optimum quality. Bandwidth of 5Hz-100Hz frequency seismic produce best in Wetar marine line 15. It is seen from a high resolution, deep penetration and the attenuation of noise quite good compared to other cross-section. Keywords: Frequency Bandwidth, Penetration, Wetar marine, Seismic Resolution, 2D seismic reflection. (2), (3)
*” Penanggung Jawab”
i
P.Sukmadraeni, dkk
PENGARUH BANDWIDTH FREKUENSI TERHADAP KUALITAS PENAMPANG SEISMIK PADA DATA SEISMIK REFLEKSI 2D DI PERAIRAN WETAR MALUKU
PENDAHULUAN Pada prinsipnya, frekuensi sinyal seismik di lapangan mempunyai bandwidth frekuensi yang cukup lebar. Dalam akuisisi di lapangan, sumber suara pada metode seismik menggunakan air gun dengan bandwidth frekuensi dari 1 Hz sampai 250 Hz. Lebar bandwidth tersebut dapat mempengaruhi kualitas rekaman data seismik yaitu penetrasi dan resolusi penampang serta kandungan noise yang dihasilkan karena dari sekian bandwidth frekuensi yang dihasilkan tersebut, tidak semuanya merupakan sinyal seismik, sebagian merupakan noise, baik noise koheren maupun noise non-koheren. Menurut Ozdogan Yilmaz (1987), frekuensi gelombang seismik yang memiliki batas pita tertentu yaitu 10 Hz sampai 70 Hz dengan frekuensi dominan sekitar 30 Hz. Untuk itu diperlukan suatu proses yang dapat memisahkan rentang frekuensi antara sinyal sesimik dengan sinyal noise yang biasa dikenal dengan proses filtering (Munadi, 2002). Di dalam dunia seismik, wavelet yang baik adalah wavelet dengan jumlah side lobe yang minimal (sekecil mungkin) dan cukup dominan pada bagian main lobe-nya. Salah satu upaya yang dilakukan untuk memperoleh bentuk wavelet yang baik tersebut adalah dengan mendesain filter dengan bandwidth tertentu (Abdullah, 2007). Penelitian ini dimaksudkan untuk membandingkan dan menganalisis penampang seismik dengan pengujian beberapa nilai bandwidth frekuensi terhadap data seismik lapangan untuk mendapatkan penampang seismik dengan kualitas optimal. Metode seismik merupakan metode geofisika aktif dimana pengukurannya dilakukan dengan menggunakan sumber seismik seperti airgun ledakan, dan palu. Ketika suatu gangguan diberikan, maka terjadi gerakan gelombang di dalam
medium (tanah atau batuan) yang memenuhi hukum-hukum elastisitas ke segala arah. Mekanisme suatu penjalaran gelombang seismik didasarkan pada Prinsip Huygens, hukum Snellius, dan Prinsip Fermat. Gelombang yang menjalar pada suatu bidang batas antar lapisan (reflektor), akan sebagian dibiaskan (refraksi) dan sebagian lain dipantulkan (refleksi) untuk diteruskan ke permukaan Bumi. Gelombang tersebut ketika mengenai di permukaan Bumi akan diterima oleh serangkaian detektor (geopon maupun hidropon) yang umumnya disusun membentuk garis lurus dengan sumber ledakan (profil line), kemudian akan dicatat atau direkam sebagai fungsi waktu oleh suatu alat seismogram sebagai jejak seismik (seismic trace). Struktur lapisan geologi di bawah permukaan Bumi dapat diperkirakan berdasarkan besar kecepatannya dengan mengetahui waktu tempuh gelombang (travel time) dan jarak antar penerima dan sumber ledakan,. Dalam suatu kegiatan seismik ekplorasi dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu: 1. Pengambilan (Akuisisi) data seismik, 2. Pengolahan data seismik, 3. Interpretasi data seismik. Menurut Munadi (2002), proses dasar dalam pengolahan data seismik dititik beratkan pada koreksi-koreksi terhadap hal-hal yang mengganggu data, yang dapat terjadi saat perekaman, ketika suatu gelombang menjalar dan lain-lain yang dapat mempengaruhi amplitudo gelombang seismik mulai dari sumber gelombang sampai ke alat perekam. Urutan pengolahan data seismik Secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga tahapan, yaitu: 1) Pre-processing, yaitu terdiri dari proses demultiplex, gain recovery, geometri, editing, dekonvolusi dan brute stack. Brute stack yang ditampilkan 2
P.Sukmadraeni, dkk
PENGARUH BANDWIDTH FREKUENSI TERHADAP KUALITAS PENAMPANG SEISMIK PADA DATA SEISMIK REFLEKSI 2D DI PERAIRAN WETAR MALUKU
bertujuan untuk melihat dengan cepat sejauh mana kualitas data seismik yang baru diperoleh dari sebuah akuisisi atau sekedar mendapatkan gambaran awal kondisi bawah permukaan; 2) Processing atau analysing, yaitu terdiri dari proses analisis kecepatan, koreksi dinamik/koreksi NMO dan stacking; 3)
Filter lolos-
Filter lolos-tinggi
Post Processing, yaitu migrasi.
Suatu jejak seismik yang ideal dalam survei seismik mestinya hanya berisi sinyal data yaitu sederetan spike TWT yang berkaitan dengan reflektor di dalam Bumi. Namun pada kenyataannya masih terdapat noise dalam jejak seismik tersebut. Suatu analisis jejak diperlukan yang bertujuan untuk mengindentifikasi sinyal dan noise dalam gather. Sinyal merupakan data yang kita harapkan dalam jejak seismik yang berisi informasi reflektifitas lapisan Bumi, sedangkan noise merupakan sinyal atau gangguan yang tidak diinginkan dalam jejak seismik. Filter frekuensi bertujuan untuk menghilangkan komponen frekuensi yang menggangu pada data seismik dan meloloskan data yang diinginkan. Filter frekuensi menurut Ozdogan Yilmaz (1987), dapat berupa filter Lolos-pita (band-pass), eliminasi-pita (band-reject), lolos-tinggi atau Lolos-rendah dan semua desain filter ini didasarkan pada prinsip konstruksi yang sama dari sebuah wavelet fasa nol dengan spektrum amplitudo yang memenuhi dari empat spesifikasi . Gambar 1 menunjukkan berbagai jenis filter frekuensi. Sebelum tahap dekonvolusi, filter lolos pita (band-pass filter) merupakan yang paling sering digunakan untuk menghilangkan jejak beberapa noise frekuensi rendah seperti ground-roll dan beberapa noise frekuensi tinggi sehingga tidak akan mencemari autokorelasi sinyal.
Filter lolos-pita
Filter eliminasi-
Gambar 1 Berbagai jenis filter frekuensi (Sismanto, 1996)
Bandwidth (lebar sempitnya rentang frekuensi), memiliki peranan yang sangat penting yaitu terhadap bentuk wavelet gelombang seismik yang dihasilkan. Suatu bentuk gelombang wavelet yang paling ideal yaitu berbentuk spike, tetapi karena berbagai hal, wavelet gelombang seismik akan direpresentasikan oleh main lobes yaitu bagian utama dari sebuah wavelet, dan side lobes bagian samping dari sebuah wavelet. Suatu wavelet yang baik merupakan wavelet dengan jumlah side lobe yang minimal (sekecil mungkin) dan cukup dominan pada bagian main lobe-nya. Bagian main lobe dan side lobe dari sebuah wavelet fasa nol ditunjukan pada gambar 2. Main Lobe
Side Lobe
Side Lobe
Gambar 2 Bagian main lobe dan side lobe dari sebuah wavelet fasa nol (Abdullah, A., 2007)
iii
P.Sukmadraeni, dkk
PENGARUH BANDWIDTH FREKUENSI TERHADAP KUALITAS PENAMPANG SEISMIK PADA DATA SEISMIK REFLEKSI 2D DI PERAIRAN WETAR MALUKU
Gambar 3 menjelaskan efek penambahan komponen frekuensi yang semakin tinggi dan frekuensi yang semakin rendah terhadap wavelet seismik. Dari gambar 3 terlihat bahwa penambahan komponen frekuensi yang semakin tinggi akan mempertajam atau mempersempit puncak tengah wavelet, sedangkan untuk penambahan komponen frekuensi yang semakin rendah akan mengurangi bentukan side lobe pada wavelet. Peningkatan Komponen Frekuensi tinggi
Puncak Side lobes besar
Puncak tengah semakin tajam
Peningkatan Bandwidth
Side lobe tereduks
Peningkatan Komponen Frekuensi Rendah
Gambar 3 Efek penambahan komponen frekuensi yang semakin tinggi dan frekuensi yang semakin rendah terhadap wavelet seismik (Duval, 2012)
Dari penurunan amplitudo dan melebarnya sinyal (panjang gelombang) merupakan pengaruh atenuasi terhadap sinyal seismik. Dengan kata lain bahwa atenuasi merupakan gabungan antara pengurangan energi dan penyerapan frekuensi secara simultan, karena didasari pada medium yang dilewati gelombang seismik memiliki tingkat redaman yang berbeda-beda maka penyerapan frekuensi oleh medium tersebut tidak sama. Suatu formulasi untuk amplitudo sebagai fungsi jarak waktu tempuh adalah:
A(x ) = A0 e
fπ − Qv
(1)
Dengan, A 0 = Amplitudo awal
f = frekuensi gelombang seismik (Hz) v= cepat rambat gelombang seismik primer dalam medium (km/s) Q = Q-factor Persamaan (1) menjelaskan bahwa nilai konstanta Q-factor dengan gelombang frekuensi tinggi akan teratenuasi lebih cepat daripada gelombang frekuensi rendah, yang disebabkan karena untuk jarak tertentu gelombang frekuensi tinggi lebih cepat terosilasi daripada gelombang frekuensi rendah. Resolusi seismik merupakan kemampuan suatu gelombang seismik refleksi untuk memisahkan dua buah reflektor yang berdekatan atau dapat di artikan resolusi seismik adalah jarak minimal antara dua reflektor sehingga terlihat sebagai dua refleksi yang terpisah. Resolusi seismik dalam dunia seismik, terbagi dua yaitu resolusi vertikal (temporal) dan lateral (spasial). Resolusi vertikal seismik digunakan untuk membedakan pada penampang seismik refleksi antara bidang batas atas dan batas bawah secara vertikal. Besar pada ketebalan resolusi vertikal didefinisikan dengan 1/4 panjang gelombang seismik (λ), yang mana λ = v / f dengan v adalah kecepatan gelombang seismik (kompresi) dalam satuan meter/detik dan f adalah frekuensi (Hz). Sedangkan resolusi lateral atau horizontal yang dikenal dengan zona Fresnel merupakan bagian dari reflektor yang mana energi dipantulkan ke hidropon pada setengah siklus atau seperempat panjang gelombang setelah terjadinya refleksi pertama atau dapat diartikan sebagai lingkaran pada suatu bidang pantul yang mana ukurannya tergantung pada suatu kedalaman bidang pantul, kecepatan batuan dan kecepatan domain seismik pada lapisan diatas bidang pantul. Suatu radius iv
P.Sukmadraeni, dkk
PENGARUH BANDWIDTH FREKUENSI TERHADAP KUALITAS PENAMPANG SEISMIK PADA DATA SEISMIK REFLEKSI 2D DI PERAIRAN WETAR MALUKU
Zona Fresnell diartikan sebagai acuan dari Resolusi lateral yang tergantung pada panjang gelombang dan kedalaman reflektor (Gambar 4). Penentuan Zona Fresnel untuk Permuka
adalah data dari lintasan 15 dengan nama lintasan wetar_line15. Raw data yang diolah dimulai dari FFID 199 sampai dengan FFID 2542 dan data tersebut masih dalam format SEG-D. Parameter akuisisi yang digunakan pada survei tersebut ditunjukan pada tabel 1. Tabel 1 Parameter akuisisi pada wetar_line15
d = vt / 2
r Gambar 4 Penentuan Zona Fresnel untuk reflektor lateral (Abdullah, A., 2007)
Berdasarkan gambar 4 untuk menentukan zona Fresnel untuk reflektor, maka resolusi horizontal yaitu: 1 (2) r = [(d + λ ) 2 − d 2 ] 2 4
( 2)
r = λd
1
2
(3)
Dengan d = vt/2, maka:
v r = 2
t f
(4)
Dengan r merupakan Zona Fresnel (meter), d adalah jarak dari sumber ke reflektor, v adalah kecepatan gelombang seismik (kompresi) (meter/detik), f adalah frekuensi dan t adalah waktu tempuh gelombang seismik (TWT/2) (detik). METODE
Konfigurasi Source Interval Group Interval Jumlah Source Jumlah Channel Min. Offset Max. Offset CDP Interval Fold Maksimum Panjang Lintasan Line Azimuth
Off-end 25 m 12.5 m 2344 48 75 m 662.5 m 6.25 m 12 58575 m 143°
Pre- processing data seismik refleksi hasil akuisisi dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ProMAX 2D. Tahapan yang dilakukan pada penelitian ini dimulai dari tahap pemasukan data (input data) pada perangkat lunak ProMAX, lalu melakukan pre-processing data seismik yaitu geometry setting, editing, filter lolos-pita, dekonvolusi sampai tahap brute stack. Tahap akhir dari penelitian ini adalah membandingkan dan menganalisis penampang brute stack yang dihasilkan dengan bandwidth frekuensi yang berbedabeda. Diagram alir penelitian ini ditunjukkan pada gambar 5.
Akuisisi data dilakukan di Perairan Wetar yang terletak di Kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku. Akuisisi data seismik dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL) pada bulan Juni 2012 dengan menggunakan kapal Geomarin III dan akusisi data seismik dilakukan sebanyak 17 lintasan. Dalam penelitian ini, data hasil akusisi seismik yang akan diolah v
P.Sukmadraeni, dkk
PENGARUH BANDWIDTH FREKUENSI TERHADAP KUALITAS PENAMPANG SEISMIK PADA DATA SEISMIK REFLEKSI 2D DI PERAIRAN WETAR MALUKU
Data Lapangan
Geometri
Editing
Filter Lolos-pita Bandwidth (5-25)Hz
Bandwidth (10.8-58.7)Hz
Bandwidth (10.8-
Bandwidth (75-100)Hz
Bandwidth (5-100)Hz
Dekonvolusi
Penampang Brute stack Bandwidth (5-25)Hz
Penampang Brute stack Bandwidth (10 8-58 7)Hz
Penampang Brute stack Bandwidth (10 8-84 7)Hz
Penampan g Brute stack Bandwidth
Penampang Brute stack Bandwidth (5-100)Hz
Dibandingkan
Analisis dan Kesimpulan
Gambar 5 Diagram Alir Penelitian
Demultiplexing merupakan tahapan awal dalam pengolahan data seismik dimana proses ini bertujuan untuk mengubah susunan data lapangan berdasarkan channel (demultiplex) dari urutan perekaman yang masih dalam format multiplex. Dengan demultiplex bertujuan untuk mengurutkan kembali data untuk masing-masing station penerima, yaitu Field File Identification (FFID) sehingga berupa jejak seismik. Data lapangan yang sudah di-demultiplexing disebut raw data dan selanjutnya digunakan untuk proses geometri. Proses geometri bertujuan untuk mensimulasikan posisi shot dan penerima pada perangkat lunak ProMAX sebagaimana posisi sebenarnya di lapangan pada saat akuisisi dengan memasukkan faktor-faktor geometri. Tahap awal dari proses ini adalah memasukan informasi geometri data melalui perintah 2D Marine Geometry Spreadsheet yang terdiri dari tujuh menu.
Menu File berfungsi untuk memanggil atau memasukkan data yang akan diolah yaitu data wetar_line15. Menu Setup dan Auto-2D berfungsi untuk menspesifikasikan konfigurasi global dan informasi operasional yang digunakan dalam ProMAX 2D dengan memasukkan parameter-parameter geometri. Menu Source berisikan informasi mengenai koordinat X dan Y dalam akuisisi data, nomer stasiun, FFID, dan kedalaman sumber. Menu Pattern berisi informasi mengenai minimum channel, maksimum channel, peningkatan channel, interval grup, offset pada sumbu X dan sumbu Y. Menu Bin berfungsi untuk melakukan proses binning data yang memungkinkan untuk melakukan perhitungan koordinat CDP. Urutan dalam proses binning terdiri dari penetapan midpoint dengan mencocokan nomer dalam spreadsheets SIN dan PAT, proses binning yang diurutkan berdasarkan midpoint, dan finalize database. Menu TraceQC berisi informasi untuk mengevaluasi apakah data yang dimasukkan sudah benar. Spreadsheet ini digunakan untuk mengontrol kualitas dari pendefinisian geometri data sehingga tidak berakibat keambiguan dalam pengolahan data yang bisa memberikan informasi yang salah pada data seismik yang akan diolah. Tahap selanjutnya dari geometri adalah memberikan header pada raw data. Pada tahap ini informasi geometri secara otomatis dipanggil atau dikeluarkan dari database ke trace header, dengan menggunakan perintah Inline Geom Header Load. Proses editing yang dilakukan pada penelitian ini adalah top mute. Pada proses ini dilakukan pembuangan sinyal-sinyal noise yang tidak diinginkan dalam bentuk 2 dimensi yaitu data seismik bagian atas berupa gelombang langsung yang dianggap bukan sinyal refleksi primer. Proses top mute ditunjukkan pada gambar 6.
vi
P.Sukmadraeni, dkk
PENGARUH BANDWIDTH FREKUENSI TERHADAP KUALITAS PENAMPANG SEISMIK PADA DATA SEISMIK REFLEKSI 2D DI PERAIRAN WETAR MALUKU
interferensi destruktif dari ghost yang dipresentasikan oleh frekuensi tinggi.
Gambar 6 Tampilan proses top mute untuk FFID 199-208
Desain filter frekuensi yang digunakan pada penelitian ini adalah filter lolos-pita (bandpass filter) dengan tipe filter secara spesifik adalah Ormsby bandpass dan fasa yang digunakan adalah fasa minimum. Parameter filter lolos-pita ditunjukkan pada gambar 7.
Gambar 8 Pemilihan bandwidth frekuensi yang diloloskan
Dalam penelitian ini dilakukan lima variasi bandwidth frekuensi pada filter lolos-pita. Dari analisis spektral yang telah dilakukan maka ke lima bandwidth frekuensi yang digunakan yaitu ditunjukkan pada tabel 2. Tabel 2 Bandwidth frekuensi yang diloloskan Bandwidth 1 (2-5-25-30) Hz Bandwidth 2 (6-10.8-58.7-70) Hz Bandwidth 3 (6-10.8-84.7-70) Hz Bandwidth 4 (60-75-100-115) Hz Bandwidth 5 (3-5-100-115) Hz
Gambar 7 Parameter Filter Lolos-pita (Bandpass Flter)
Untuk menentukan nilai-nilai frekuensi yang akan diloloskan terlebih dahulu dilakukan proses analisis spektral dari data shot gather dengan menggunakan perintah interactive spectral analysis agar semua frekuensi awal yang terkandung dalam data dapat terlihat. Analisis spektral yang dilihat adalah data dari FFID 286. Penentuan bandwidth frekuensi filter lolos-pita adalah berdasarkan rentang frekuensi pada selubung (envelope) pertama dari spektrum yang teramati (Gambar 8). Hal ini dikarenakan untuk menghindari adanya gelombang langsung yang tunjukkan oleh frekuensi yang sangat rendah namun amplitudo sangat tinggi dan
Setelah data difilter, tahap selanjutnya adalah melakukan proses dekonvolusi untuk kelima data tersebut. Metode dekonvolusi yang digunakan dalam penelitian ini adalah spiking deconvolution. Spiking deconvolution atau whitening deconvolution didesain dengan asumsi bahwa wavelet yang digunakan berupa impuls (spike/paku), sehingga keluaran yang diharapkan adalah jejak seismik yang mendekati koefisien seismik. Hasil dekonvolusi dari kelima data ini dijadikan sebagai masukan untuk proses brute stack sehingga didapatkan lima penampang seismik awal yang selanjutnya akan dianalisis. HASIL DAN PEMBAHASAN vii
P.Sukmadraeni, dkk
PENGARUH BANDWIDTH FREKUENSI TERHADAP KUALITAS PENAMPANG SEISMIK PADA DATA SEISMIK REFLEKSI 2D DI PERAIRAN WETAR MALUKU
TWT (ms)
Kualitas penampang seismik berdasarkan penetrasinya yaitu didasari oleh kemampuan gelombang seismik untuk menjangkau struktur sedimen pada kedalaman yang dalam. Pada penampang brute stack, hal ini dapat dilihat dari semakin bertambahnya waktu penjalaran yang linier dengan kedalaman. Untuk mengetahui hal tersebut maka dalam penelitian ini dianalisis penampang brute stack masing-masing nilai bandwidth pada CDP 8200 sampai dengan CDP 10200 dan Two Way Time (TWT) 4900 ms sampai dengan TWT 6700 ms.
Gambar 9 Penampang Brute Stack CDP 5200 s/d CDP 7500 dan TWT 5200 ms s/d TWT 5600 ms bandwidth 4
Pada gambar 9 menunjukkan penampang hasil brute stack dengan bandwidth frekuensi yang diloloskan pada filter lolos-pita adalah (60-75-100-115) Hz. Penampang seismik yang dihasilkan dengan bandwidth frekuensi tersebut tidak dapat mengidentifikasi struktur sedimentasi pada kedalaman yang dalam (penetrasi dangkal) karena hanya dapat mencitrakan struktur sedimentasi sampai dengan TWT 6000 ms. Tetapi penggunaan bandwidth tersebut efektif meminimalisir noise yang terlihat dari halusnya penampang yang dihasilkan..
TWT (ms)
Penerapan variasi nilai bandwidth frekuensi pada band-pass filter sangat perlu dilakukan pada saat pre-processing data seismik karena dengan demikian dapat diketahui nilai bandwidth frekuensi optimum yang dapat memberikan hasil penampang yang merepresentasikan bawah permukaan dengan kualitas yang baik. Kualitas penampang yang baik ditentukan oleh penetrasi yang mampu menjangkau sedimen yang dalam, resolusi penampang yang tinggi yaitu dapat membedakan bidang batas setiap lapisan dengan baik dan noise yang terminimalisir.
Gambar 10 Penampang Brute Stack CDP 5200 s/d CDP 7500 dan TWT 5200 ms s/d TWT 5600 ms bandwidth 2
Pada gambar 10 menunjukkan penampang hasil brute stack dengan nilai bandwidth frekuensi yang digunakan pada filter lolos-pita adalah (6-10.8-58.7-70)Hz. Dari penampang, terlihat bahwa penggunaan bandwidth tersebut dapat mengidentifikasi struktur sedimentasi yang dalam dengan baik (penetrasi dalam) karena dapat mencitrakan struktur sedimentasi sampai dengan TWT 6700 ms dengan baik namun penampang yang dihasilkan masih terlihat kasar karena noise masih terloloskan.
viii
P.Sukmadraeni, dkk
PENGARUH BANDWIDTH FREKUENSI TERHADAP KUALITAS PENAMPANG SEISMIK PADA DATA SEISMIK REFLEKSI 2D DI PERAIRAN WETAR MALUKU
TWT (ms)
Gambar 12 menunjukkan penampang hasil brute stack dengan nilai bandwidth frekuensi yang diloloskan pada filter lolos-pita adalah (2-5-25-30)Hz. Dari penampang, terlihat bahwa penggunaan bandwidth frekuensi tersebut dapat mengidentifikasi struktur sedimentasi yang dalam dengan baik (penetrasi dalam) karena dapat mencitrakan struktur sedimentasi sampai dengan TWT 6700 ms dengan baik namun masih terdapat banyak noise sehingga penampang yang dihasilkan masih terlihat kasar.
TWT (ms)
Gambar 11 menunjukkan penampang hasil brute stack dengan nilai bandwidth frekuensi yang digunakan pada filter lolos-pita adalah (6-10.8-84.7100)Hz. Dari penampang, terlihat bahwa penggunaan bandwidth frekuensi tersebut dapat mengidentifikasi struktur sedimentasi yang dalam dengan baik (penetrasi dalam) karena dapat mencitrakan struktur sedimentasi sampai dengan TWT 6700 ms dengan baik namun penampang yang dihasilkan masih terlihat cukup halus karena noise sudah mulai teratenuasi.
Gambar 12 Penampang Brute Stack CDP 5200 s/d CDP 7500 dan TWT 5200 ms s/d TWT 5600 ms bandwidth 1
TWT (ms)
Gambar 11 Penampang Brute Stack CDP 5200 s/d CDP 7500 dan TWT 5200 ms s/d TWT 5600 ms bandwidth 3
Gambar 13 Penampang Brute Stack CDP 5200 s/d CDP 7500 dan TWT 5200 ms s/d TWT 5600 ms bandwidth 5
Gambar 13 menunjukkan penampang hasil brute stack dengan nilai bandwidth frekuensi yang diloloskan pada filter lolos-pita adalah (3-5-100-115) Hz. Dari penampang, terlihat bahwa penggunaan bandwidth tersebut juga dapat mencapai kedalaman yang dalam (penetrasi dalam) karena dapat mencitrakan struktur sedimentasi sampai dengan TWT 6700 ms dengan baik. Gambar 9 sampai dengan gambar 13 menunjukkan adanya peningkatan komponen frekuensi rendah. Dari gambargambar tersebut dapat dilihat bahwa semakin rendah komponen frekuensi pada ix
P.Sukmadraeni, dkk
Gambar 14 Penampang Brute Stack CDP 5200 sampai dengan CDP 7500 dan TWT 5200 ms sampai dengan TWT 5600 ms dengan bandwidth 1
Gambar 14 menunjukkan penampang hasil brute stack dengan nilai bandwidth frekuensi yang digunakan pada filter lolos-pita adalah (2-5-25-30) Hz. Dari penampang, terlihat bahwa penggunaan nilai frekuensi tersebut tidak dapat membedakan bidang batas dengan baik (resolusi vertikal rendah) dan reflektor yang nampak tidak menunjukkan kemenerusan yang baik (resolusi lateral rendah).
Gambar 15 Penampang Brute Stack CDP 5200 sampai dengan CDP 7500 dan TWT 5200 ms sampai dengan TWT 5600 ms dengan bandwidth 2
TWT (ms)
Gambar 15 menunjukkan penampang hasil brute stack dengan nilai bandwidth frekuensi yang digunakan pada filter lolos-pita adalah (6-10.8-58.7-70) Hz.. Dari penampang, terlihat bahwa penggunaan nilai frekuensi tersebut dapat membedakan bidang batas dengan baik (resolusi vertikal tinggi) dan reflektor yang nampak menunjukkan kemenerusan yang baik (resolusi lateral tinggi).
Gambar 16 Penampang Brute Stack CDP 5200 sampai dengan CDP 7500 dan TWT 5200 ms sampai dengan TWT 5600 ms dengan bandwidth 3
Gambar 16 menunjukkan penampang hasil brute stack dengan nilai bandwidth frekuensi yang digunakan pada filter lolos-pita adalah (6-10.8-84.7-100) Hz. Dari penampang, terlihat bahwa penggunaan nilai frekuensi tersebut secara kualitatif lebih resolutif dibandingkan dengan penampang pada gambar 15. TWT (ms)
TWT (ms)
bandwidth yang digunakan maka kemampuan gelombang menjangkau lapisan sedimen yang dalam semakin tinggi (penetrasi dalam). Apabila mengacu pada gambar 3, secara teoritis penambahan komponen frekuensi yang semakin rendah akan mengurangi bentukan side lobe pada wavelet sehingga dari penampang tersebut dapat diketahui bahwa berkurangnya side lobe tersebut berkontribusi besar pada peningkatan kemampuan pencitraan pada struktur sedimentasi yang dalam. Kualitas penampang seismik berdasarkan resolusinya dalam penampang brute stack dapat terlihat pada struktur sedimentasi yang dangkal, yaitu struktur sedimen sekitar permukaan dasar laut. Untuk mengetahui hal tersebut maka dalam penelitian ini dianalisis penampang brute stack pada CDP 5200 sampai dengan CDP 7500 dan Two Way Time (TWT) 5200 ms sampai dengan TWT 5600 ms.
TWT (ms)
PENGARUH BANDWIDTH FREKUENSI TERHADAP KUALITAS PENAMPANG SEISMIK PADA DATA SEISMIK REFLEKSI 2D DI PERAIRAN WETAR MALUKU
Gambar 17 Penampang Brute Stack CDP 5200 sampai dengan CDP 7500 dan TWT 5200 ms sampai dengan TWT 5600 ms dengan bandwidth 4
x
P.Sukmadraeni, dkk
PENGARUH BANDWIDTH FREKUENSI TERHADAP KUALITAS PENAMPANG SEISMIK PADA DATA SEISMIK REFLEKSI 2D DI PERAIRAN WETAR MALUKU
TWT (ms)
Gambar 17 menunjukkan penampang hasil brute stack dengan nilai bandwidth frekuensi yang diloloskan pada filter lolos-pita adalah (60-75-100-115) Hz. Penampang seismik yang dihasilkan dengan bandwidth frekuensi tersebut dapat memisahkan dua buah reflektor yang berdekatan dengan baik (resolusi vertikal tinggi) dan reflektor yang nampak menunjukkan kemenerusan yang baik (resolusi lateral tinggi).
Gambar 18 Penampang Brute Stack CDP 5200 sampai dengan CDP 7500 dan TWT 5200 ms sampai dengan TWT 5600 ms dengan bandwidth 5
Gambar 18 menunjukkan penampang hasil brute stack dengan nilai bandwidth frekuensi yang diloloskan pada filter lolos-pita adalah (3-5-100-115) Hz. Dari penampang, terlihat bahwa penggunaan nilai frekuensi tersebut dapat memisahkan dua buah reflektor yang berdekatan dengan baik (resolusi vertikal tinggi) dan reflektor yang nampak menunjukkan kemenerusan yang baik (resolusi lateral tinggi) dibandingkan dengan bandwidth yang lain. Gambar 14 sampai dengan gambar 18 menunjukkan adanya peningkatan resolusi yang hasilkan seiring dengan semakin meningkatnya komponen frekuensi pada bandwidth. Apabila mengacu pada gambar 3, secara teoritis penambahan komponen frekuensi yang semakin tinggi akan mempertajam (mempersempit) puncak tengah/main lobe pada wavelet sehingga dari penampang tersebut dapat diketahui bahwa semakin tajam main lobe pada wavelet tersebut akan memberikan tingkat resolusi yang meningkat yang mampu memisahkan lapisan tipis.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil dari pembahasan sebelumnya kesimpulan yang diperoleh yaitu bahwa penambahan komponen frekuensi yang semakin rendah pada bandwidth akan menghasilkan penetrasi yang semakin dalam sedangkan penambahan komponen frekuensi yang semakin tinggi pada bandwidth akan memberikan tingkat resolusi yang meningkat yang mampu memisahkan lapisan tipis. Penggunaan bandwidth 5Hz100Hz merupakan nilai bandwidth yang sesuai untuk data seismik refleksi 2D di perairan Wetar, Provinsi Maluku karena dapat menghasilkan penampang seismik dengan kualitas optimal yaitu resolusi penampang yang tinggi, penetrasi yang dalam dan noise yang terminimalisir. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, A. 2007. Ensiklopedia Seismik [Online]. Diakses dari http://ensiklopediseismik.blogspot.co m/ Anderson, N & Atinuke. 1999. Over-view of the shallow seismic reflection technique. Missouri: University of Missouri-Rolla. Duval, G. 2012. How broadband can unlock the remaining hydrocarbon potential of the North Sea. First Break Vol. 30 Hasanudin, M. 2005. Teknologi seismik untuk Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi. Jurnal Oseana, 30(4), hlm.110. Kearns, R. & Boyd, F. C. 1963. The effect of a marine seismic exploration on fish population in British Colombia. Canada: Vancouver. Munadi, S. 2002. Pengolahan Data Seismik; Prinsip Dasar dan Metodologi. Depok: Universitas Indonesia
xi
P.Sukmadraeni, dkk
PENGARUH BANDWIDTH FREKUENSI TERHADAP KUALITAS PENAMPANG SEISMIK PADA DATA SEISMIK REFLEKSI 2D DI PERAIRAN WETAR MALUKU
Lay, T. & Wallace, T. C. 1995. Modern Global Seismology. United States of America: Academic Press Priyono, A. (2006). Metoda Seismik. Bandung: Program Studi Geofisika Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral Institut Teknologi Bandung Sanny, T. A. 1998. Seismologi Refleksi. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Sanny, T. A. 2004. Metode Seismik Refleksi. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Sismanto, 1996. Pengolahan Data Seismik. Modul Ke-2, Seri Kegiatan Seismik Eksplorasi. Yogyakarta: Laboratorium Geofisika FMIPA UGM. Telford, W. M., Sheriff & Gefdar. 1995. Applied geophysics second edition. United State of America: Campbridge University. Van Der Kruk. 2001. Reflection Seismik I. Zurich: Institut fur Geophysik ETH Widess. 1973. How thin is a thin bed. Tulsa: Geophysical Society of Tulsa Yilmaz, O. 1987. Seismic Data Analysis. Tulsa: Society of Exploration Geophysics. Yilmaz, O. 2001. Seismic Data Analysis Volume 1. Tulsa: Society of Exploration Geophysics.
xii