BAB III PEMROSESAN DAN INTERPRETASI DATA
III.1. Dasar-dasar Interpretasi Struktur Pada Penampang Seismik Analisis dan interpretasi struktur dengan menggunakan data seismik pada dasarnya adalah melakukan interpretasi keberadaan struktur patahan pada penampang seismik dengan mengunakan bantuan sifat fisik dari lapisan batuan tersebut terhadap gelombang bunyi. Struktur patahan yang secara sederhana dapat diamati secara visual pada suatu singkapan di alam, berupa terpotong dan bergesernya bidang perlapisan oleh bidang patahan, pada penampang seismik ditunjukkan dengan adanya kenampakan diskontinuitas atau ketidak menerusan yang tiba-tiba dari seismik atribut yang merefleksikan bidang perlapisan secara lateral. Ketidak menerusan ini dapat berupa terputus dan bergesernya seismik atribut tersebut secara lateral atau dapat juga berupa perubahan sudut, dan geometri yang terjadi secara tiba-tiba (Gambar III.1).
Gambar III.1. (a) diskontinuitas atribut seismik yang memperlihatkan bagian yang hilang pada garis merah umumnya mencirikan sesar pada rejim tensional. (b) perulangan karakter atribut seismik pada garis merah yang umumnya mencirikan sesar pada rejim kompresi.
Selain itu interpretasi dengan menggunakan data seismik ini juga dapat digunakan untuk mengamati periode pembentukan sesar dan umur relatif dari sesar tersebut (Gambar III.2). Proses tersebut tidak lepas dari pengamatan stratigrafi misalnya dari pengamatan ketebalan lapisan yang memiliki umur relatif sama yang terlibat dalam proses pembentukan sesar atau lipatan.
21
Gambar III.2. (a) unit lapisan 1, 2 dan 3 diendapkan sebelum terjadinya sesar yang dicirikan oleh ketebalan yang sama pada bagian hanging wall (HW) dan footwall (FW), sedangkan unit lapisan 4 diendapkan saat berlangsungnya pensesaran dicirikan dengan perbedaan ketebalan pada bagian footwall (FW) dengan hanging wall (HW). (b) unit lapisan 5 diendapkan setelah pensesaran yang mengontrol pengendapan lapisan 4 berhenti dan kemudian tersesarkan pada saat pengendapan lapisan 6 selama terjadinya reaktivasi sesar. (Hill, 2003).
Pemahaman terhadap sejarah rejim tektonik yang bekerja pada suatu wilayah menjadi hal yang banyak dipraktikan dan diperhatikan saat ini sebelum menentukan interpretasi akhir sesar dan lipatan. Praktik tersebut menghasilkan suatu iterasi pada proses interpretasi: interpretasi sesar tidak dapat dilakukan sebelum mengetahui sejarah tektonik, tetapi sejarah tektonik hanya mungkin dipahami dari keberadaan sesar dan lipatan. Sehingga interpretasi sesar tidak bisa berdiri sendiri dan terisolasi dari sejarah tektoniknya, oleh karena itu interpretasi akan dimulai dengan penarikan sesar-sesar yang dengan jelas membawa ciri rejim tektonik tertentu untuk membuat suatu gambaran regional dan kemudian melakukan interpretasi seluruh sesar sampai pola yang koheren dengan tektonik dapat dihasilkan.
Pada prinsipnya interpretasi struktur pada penampang seismik tidak hanya sekedar menarik bidang patahan, tetapi berusaha mengambarkan suatu yang mempunyai arti dalam geologi khususnya dalam struktur geologi. Gambar III.3 dapat memperlihatkan beberapa contoh interpretasi struktur dan penarikan bidang patahan pada penampang seismik.
22
SW
Penarikan patahan dikarenakan perubahan dip domain yang tajam dari suatu horison
NE
Penarikan patahan dikarenakan ketidakmenerusan event
NW
SE
Penarikan patahan dikarenakan perubahan ketebalan pada footwall dan hanging wall dari suatu horison
Gambar III.3. Contoh interpretasi struktur patahan pada penampang seismik.
Karena patahan adalah produk dari suatu gaya atau rejim tegasan (stress fields), sedangkan rejim tegasan ini dapat berubah dengan waktu, maka adalah umum dijumpai bentuk dan orientasi struktur patahan berubah pada bagian yang berbeda dari penampang seismik. Atau dengan kata lain bentuk dan orientasi struktur patahan dapat berubah terhadap kedalaman pada suatu penampang seismik. Ketelitian dalam menginterpretasi data seismik terutama dalam menangkap perubahan geometri dan orientasi dari suatu bidang patahan akan sangat membantu dalam menganalisis perubahan pola tektonik daerah tersebut.
23
III.1.1. Pengikatan data stratigrafi sikuen pada penampang seismik
Persiapan data log dalam penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan. Tahapan pertama adalah pengerjaan model stratigrafi sikuen pada sumur-sumur kunci yang memiliki data log, biostratigrafi dan data penunjang lainnya yang cukup lengkap. Unit stratigrafi sikuen yang digunakan adalah unit sikuen orde ke-3 yang mewakili stratigrafi regional dan diharapkan dapat mewakili sejarah tektonik selama pengendapan unit stratigrafi tersebut. Batas sikuen (sequence boundary) dan permukan genang laut maksimum (maximum flooding surface) merupakan horison yang penting yang akan digunakan sebagai marker untuk pengikatan dengan data seismik.
Pada rekaman seismik refleksi, hampir seluruh perubahan refleksi gelombang primer disebabkan oleh batas impedansi akustik akibat perubahan densitas lapisan batuan. Perbedaan densitas batuan ini dapat akibat dari perubahan litologi batuan tersebut yang dicerminkan oleh batas atas dan batas bawah lapisan batuan, atau dapat juga mencerminkan perbedaan sejarah pengendapan (umur) atau kompaksi dari batuan yang dicerminkan oleh bidang ketidak selarasan (unconformity) yang pada umumnya diwakili oleh batas sikuen. Sehingga dalam analisis dan interpretasi struktur memakai data seismik refleksi penentuan bidang refleksi ini menjadi sangat penting karena data inilah yang akan digunakan sebagai kunci untuk memahami arti rekaman seismik dengan keadaan geologi yang sebenarnya.
Setelah membangun model stratigrafi sikuen pada beberapa sumur kunci selanjutnya dilakukan tahapan kedua yaitu korelasi stratigrafi sikuen antar sumur untuk mendapatkan gambaran secara lebih luas tatanan stratigrafi daerah Rimau terutama kemenerusan dari batas sikuen (sequence boundary) dan permukaan genang laut maksimum (maximum flooding surface) yang berguna untuk interpretasi dan pemetaan pada data seismik. Validasi dari marker batas sikuen dan permukaan genang laut ini dilakukan dengan pengikatan marker terhadap data seismogram sintetik sehingga interpretasi marker pada data sumur dengan data
24
seismik akan harmonis. Gambar III.4 merupakan salah satu contoh pengikatan data seismik dengan seismogram sintetik yang dilakukan dalam penelitian ini.
Sonic
Density
Scale
RC
Wavelet
Sesimic
Synth
Seismic
Marker
JMK-1 JMK-1 Sintetik Sintetik
SB-11
MFS-10
SB-10 SB-8 SB-7
Gambar III.4. Sintetik seismogram lintasan seismik 1053-84 melewati sumur Jmk-1.
Setelah data log dan data seismik telah terintegrasi dengan baik dalam suatu proyek interpretasi IESX, maka tahapan berikutnya adalah melakukan interpretasi.
III.2. Interpretasi Dengan Kombinasi Tektonostratigrafi dan Stratigrafi Sikuen Dengan memakai dasar konsep tektonostratigrafi yaitu dengan menempatkan stratigrafi dalam kerangka tektonik sebagai pengontrol utama dalam melakukan interpretasi dan pemetaan, secara langsung kita mencoba menggambarkan keadaan atau perkembangan tektonik dari cekungan dimana lapisan sedimen itu diendapkan. Perkembangan ini dapat dikenali dari bentuk dan karakter unit stratigrafinya. Jadi dengan mengetahui umur dan karakter dari suatu unit stratigrafi kita dapat mengetahui lingkungan tektonik di mana sedimen itu diendapkan.
25
Konsep stratigrafi sikuen yang saat ini dikenal dan diaplikasi secara luas terutama untuk kepentingan eksplorasi sumber daya mineral berawal dari pemahaman proses sedimentasi dan tatanan stratigrafi pada daerah batas kontinen yang relatif stabil. Definisi dari stratigrafi sikuen itu sendiri ialah penggolongan lapisan batuan secara bersistem menjadi satuan bernama berdasarkan satuan genesa yang dibatasi dibagian bawah dan atasnya oleh bidang ketidakselarasan atau keselarasan padanannya (IAGI, 1996). Bidang ketidakselarasan merupakan bidang erosi, pada umumnya terjadi diatas muka air laut dengan ditandai oleh rumpang waktu geologi. Sedangkan bidang keselarasan padanan adalah bidang kelanjutan dari bidang ketidakselarasan ke arah susunan lapisan batuan yang selaras. Bidang ketidakselarasan atau bidang erosi batas satuan stratigrafi sikuen disebabkan oleh proses penurunan relatif muka-laut, yang disebabkan oleh banyak hal diantaranya gerak muka-laut global, sedimentasi maupun tektonik.
Aplikasi konsep stratigrafi sikuen ini pada daerah tektonik aktif kemudian dijembatani oleh Prosser (1993). Kunci dari aplikasi konsep sikuen ini pada daerah tektonik aktif terletak pada pengenalan karakter refleksi seismik dari pola sedimentasi yang terjadi pada setiap system tract. System tract ini didefinisikan dengan menggunakan metoda interpretasi terhadap karakter refleksi seismik pada pengendapan lowstand, transgresive dan highstand.
Saat tektonik menjadi faktor yang dominan sebagai pengontrol sedimentasi maka karakter seismik refleksi akan dapat mencerminkan pengaruh tektonik tersebut terhadap pola pengendapan, sehingga pola ini oleh Prosser disebut sebagai tectonic system tract. Sistem ini dibangun pada daerah cekungan yang mengalami proses rifting. Berdasarkan karakter seismik refleksi, sedimentasi pada cekungan rifting dibagi menjadi empat tahap yaitu (1) rift initiation (2) rift climax (3) immediate post-rift dan (4) late post-rift (Gambar III.5).
26
Gambar III.5. Contoh ideal cekungan half-graben dengan karakter refleksi seismik yang ideal mencerminkan setiap tahapan endapan rift. (Prosser, 1993).
Aplikasi dari tectonic system tract ini pada daerah penelitian menitikberatkan pada metoda pengenalan karakter seismik untuk menjembatani model stratigrafi sikuen yang dibangun di daerah Rimau dengan proses tektonik yang terjadi didaerah tersebut terutama pada saat awal terjadinya rifting sampai post-rifting. Pada beberapa lintasan seismik dapat dikenali dengan baik karakter khas dari tahapan rifting walaupun tahapan yang terjadi tidak sama ideal dengan yang ditelaah pada daerah penelitian Prosser dicekungan daerah Laut Barents dan Laut Utara.
III.2.1. Kesetaraan marker stratigrafi sikuen terhadap unit tektonik Seperti telah didiskusikan diatas, bahwa tujuan untuk mempadu padankan tektono-stratigrafi
dengan
unit
marker
stratigrafi
sikuen
adalah
untuk
menjembatani pengenalan unit tektonik yang terjadi pada setiap sikuen pengendapan. Hasil dari padanan ini akan sangat membantu proses rekonstruksi penampang seimbang didaerah penelitian yang dikontrol oleh struktur geologi yang kompleks. Marker stratigrafi sikuen yang diinterpretasi dari pola log elektrik
27
dan dilengkapi oleh data biostratigrafi akan menjadi dasar untuk menghubungkan secara akurat interpretasi setiap permukaan sikuen pada data seismik didaerah hangingwall dan footwall stuktur Iliran-Kluang.
Untuk keperluan tersebut maka dibangun model padanan tektono-stratigrafi dengan stratigrafi sikuen pada sumur Jmk-1 yang merupakan sumur terdalam sehingga dapat mencerminkan sikuen secara lebih lengkap dan sumur ini memiliki data log elektrik dan data biostratigrafi yang cukup baik (Gambar III.6). Selanjutnya model pada sumur Jmk-1 ini akan digunakan sebagai titik ikat untuk membangun model korelasi regional didaerah penelitian melintasi struktur IliranKluang yang terdapat diantara sumur Stb-1 dengan Tbn-3 (Gambar III.7).
Dari hasil pemodelan pada sumur Jmk-1 dan pemodelan korelasi regional dari sumur Ast-1 ke sumur Fjr-1 dapat dipadankan antara unit tektonostratigrafi dengan unit stratigrafi sikuen (Gambar III.6). Paket sedimen Syn-Rift terdapat diantara sikuen SB-1 yang merupakan batas unit Pre-Rift sampai dengan sikuen SB-8. Berdasarkan karakter refleksi seismik paket syn-rift ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu (1) Mid Syn-Rift dengan batas SB-7 yang ekuivalen dengan batas Formasi Lemat, (2) Late Syn-Rift dengan batas SB-8 yang ekuivalen dengan batas Formasi Talang Akar bagian bawah yang masih didominasi oleh endapan batupasir lingkungan fluvial-deltaik.
Paket Post-Rift diendapkan diantara sikuen SB-8 sampai sikuen setelah SB-11 yaitu pada Formasi Air Benakat. Berdasarkan pada karakter seismik refleksi paket Post-Rift ini dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu (1) Early Post-Rift diantara sikuen SB-8 dan SB-10 yang didalamnya terdapat endapan Formasi Talang Akar bagian atas yang didominasi oleh batulempung dan endapan Formasi Baturaja yang merupakan endapan batuan karbonat, (2) Mid Post-Rift yang terdapat diantara sikuen SB-10 sampai SB-11 dimana pada sikuen ini terdapat MFS-10 yang merupakan sikuen yang mencerminkan fase regional transgresi didaerah Rimau.
28
Gambar III.6. Model tektonostratigrafi dan stratigrafi sikuen pada sumur Jmk-1.
29
13.6 km
6.6 km
5.2 km
6.1 km
1.8 km
2.8 km
8.9 km
16.2 km
Legend
Simbol Litologi Batulempung Batugamping Batupasir Batuan Dasar Metamorf
0
5000
10000
15000
20000
25000 m
FajarFajar-1 TenggulengTengguleng-1 SungaiSungai-1
Tj. Tj. LabanLaban-1
KancangKancang-1
TabTab-3 KerangKerang-1 JemakurJemakur-1
S. TabTab-1
BungaBunga-1
RejekiRejeki-1
Tl. Tl. JauhJauh-1
Iliran-1 SHSH-3 IliranBerkahBerkah-1 SHSH-2
LKPLKP-2 AstaAsta-1
BiukiuBiukiu-1
KSKS-138 KalabauKalabau-1
SHSH-1
KSKS-74 SalipSalip-1
Gambar III.7. Model korelasi stratigrafi regional arah baratdaya-timurlaut dengan datum pada MFS-10. Sesar Iliran-Kluang terdapat diantara sumur Stb-1 dan Tbn-3.
30
Selain itu dari hasil korelasi regional dapat tercermin proses sagging yang mulai terjadi sejak
sikuen SB-10 diendapkan (Gambar III.7). Endapan paket ini
didominasi oleh batulempung namun diatas sikuen SB-10 diendapkan batupasir Telisa yang merupakan reservoir produktif di Tinggian Palembang, dan (3) Late Post-Rift yang terdapat setelah sikuen SB-11 sampai Formasi Air Benakat. Pada bagian ini mulai terjadi fase regresi yang diduga berkaitan dengan dimulainya perubahan rejim tektonik ekstensional menjadi tektonik kompresif dimana disebagian daerah cekungan mulai terjadi pengangkatan.
Beberapa sikuen terpilih untuk mewakili unit tektonostratigrafi yaitu sikuen SB-7, SB-10, MFS-10 dan SB-11 untuk diikat dengan data seismik dan kemudian digunakan sebagai marker pada rekonstruksi penampang seimbang. Selanjutnya sikuen ini dipetakan distribusi lateralnya dalam domain peta struktur kedalaman maupun peta isopah.
III.2.2. Karakteristik Unit Tektonostratigrafi Pada Penampang Seismik Dengan
melakukan
interpretasi
dan
pemetaan
memakai
pendekatan
tektonostratigrafi ini perkembangan struktur atau evolusi tektonik daerah Rimau khususnya patahan Kluang-Iliran dapat dianalisis dari waktu kewaktu. Dari data kolom tektonostratigrafi cekungan Sumatra Selatan, sedikitnya ada tiga bidang tektonostratigrafi yang dapat diinterpretasi dan dipetakan, yaitu batas atas SB-1 yang
ekuivalen
dengan
batuan
dasar
mewakili
tahapan
akhir
unit
tektonostratigrafi Pre-Rift, batas atas bidang batas sikuen SB-8 yang mewakili batas sikuen Syn-Rift akhir, dan batas sikuen SB-10 yang merepresentasikan salah satu bagian dari sikuen Post-Rift. Pada penampang seismik, ketiga unit tektonostratigrafi yang ada di daerah Rimau ini dapat dibedakan dari kenampakannya yang spesifik, seperti yang dapat dilihat pada Gambar III.8 dibawah ini
31
BL
Proy. Jmk-1
TG
Proy. Bga-1
SB11
Post-Rift
MFS10
Sagging
SB8
SB10
Syn-Rift
SB7
SB1
Pre-Rift
0
5000
10000
15000
20000
25000 m
Fajar--1 Fajar TenggulengTengguleng-1 SungaiSungai-1
Tj. Tj. Labanaban-1
KancangKancang-1
TabTab-3 KerangKerang-1 Jemakuremakur-1
S. TabTab-1
BungaBunga-1
0
1085-84
1 km
RejekiRejeki-1
Tl. Tl. Jauhauh-1
IliranIliran-1 SHSH-3 BerkahBerkah-1 SHSH-2
LKPLKP-2 AstaAsta-1
BiukiuBiukiu-1
KSKS-138 KalabauKalabau-1
SHSH-1
KSKS-74 SalipSalip-1
Gambar III.8. Karakter refleksi seismik untuk sikuen Pre-Rift, Syn-Rift, Sag, Post-Rift.
Sikuen Pre-Rift di daerah Rimau dicirikan oleh dua karakter seismik refleksi yaitu berupa karakter refleksi tidak kontinyu serta karakter refleksi yang koheren. Refleksi yang tidak kontinyu berpola chaotic mencerminkan batuan dasar yang masif yang diinterpretasikan sebagai batuan beku atau batuan metamorfosis tingkat tinggi.
Sedangkan refleksi yang koheren dijumpai pada bagian atas
refleksi chaotic. Refleksi ini terdiri dari beberapa lapis dengan amplitude yang kuat sehingga dapat dijejak dengan baik dibeberapa lintasan seismik. Refleksi ini diinterpretasikan sebagai batuan dasar yang bertipe batuan metamorfosis tingkat rendah. Sikuen Syn-Rift terdiri dari endapan batuan pengisi cekungan yang mana pada daerah Rimau sikuen ini dapat dibagi menjadi dua sikuen yaitu Mid Syn-Rift dan Late Syn-Rift akhir. Pada Mid Syn-Rift endapan ini didominasi oleh endapan alluvial dan fluvial-lakustrin (Lemat Fm.). Endapan ini secara umum memiliki karakter refleksi seismik yang kontinyu dengan amplitude yang cukup kuat, pola chaotic dijumpai bila terdapat tinggian lokal yang dikontrol oleh sesar yang mungkin mengindikasikan endapan alluvial yang diendapkan oleh mekanisme 32
gravitasi. Sedangkan refleksi yang kontinyu dan berlapis dapat mengindikasikan endapan lakustrin yang lebih didominasi oleh batuan lempung. Selain karakter refleksi seismik, endapan Mid Syn-Rift ini dapat dikenali dari geometrinya dengan ciri paket endapan yang membaji dengan terminasi refleksi onlapping pada batuan dasar. Sedangkan sikuen Late Syn-Rift dicirikan oleh refleksi seismik yang kontinyu, berlapis pararel, dengan amplituda yang cukup kuat. Pada lintasan seismik yang mengarah pada cekungan yang lebih dalam dapat terlihat pola retrogradasi dan agradasi. Sikuen ini didominasi oleh endapan fluvial-laut dangkal (Talang Akar Fm). Di beberapa lintasan seismik dapat ditemukan juga terminasi refleksi pada batuan dasar terutama di daerah sekitar Iliran High.
Sikuen Post-Rift, pada daerah Rimau seperti umumnya di Cekungan Sumatra Selatan dicirikan oleh sikuen endapan batuan klastik trangresif shoreline yang terdiri dari perselingan batupasir dengan batu lempung dibagian cekungan. Refleksi seismik pararel-sub pararel dengan amplituda yang sedang menjadi penciri endapan ini. Sedangkan dibagian tinggian dicirikan oleh munculnya endapan
batugamping
terumbu
yang
kemenerusannya
kearah
cekungan
mengalami perubahan fasies menjadi batugamping klastik halus. Pada bagian terumbu memperlihatkan ciri refleksi seismik yang lemah dan kemudian berubah menjadi refleksi yang kontinyu dengan amplitude yang kuat kearah cekungan. Sikuen MFS-10 umumnya memperlihatkan refleksi seismik yang diskontinyu. Atribut seismik menunjukan amplitudo yang lemah sampai kuat degan frekuensi yang cukup tinggi. Sementara sikuen SB-11 menunjukan kontinuitas refleksi buruk sampai baik. Pola refleksi memperlihatkan pola lapisan yang pararel. Sikuen ini memiliki refleksi seismik yang cukup kuat dan memiliki frekuensi yang tinggi.
III.3. Interpretasi Struktur Sesar Blok Rimau Dari interpretasi penampang seismik 2D Rimau dapat didentifikasi sedikitnya sebanyak 35 bidang patahan yang tersebar diarea penelitian. Terdapat dua orientasi utama sesar-sesar di daerah Rimau yaitu arah baratlaut-tenggara dan arah
33
timurlaut-baratdaya dan dua orientasi minor yaitu sesar berarah relatif utaraselatan dan berarah relatif barat-timur (Gambar III.9).
0
5
10 km
N
Fjr-1 Tgl-1 Sgi-1 Tbn-3
Tjb-1 Krg-1 Jmk-1
Kcg-1 Ars-1
Stb-1
Bga-1 Rjk-1 Lkp-2
SH-3 Brk-1
Tlj-1 Iln-1 SH-2
Ast-1 Bku-1 SH-1
KS-138 Klb-1
KS-74
Slp-1 -
Gambar III.9. Peta struktur kedalaman batuan dasar
Dengan menggunakan bantuan aplikasi geomodelling Petrel, gambaran tiga dimensi hasil dari interpretasi bidang patahan pada penampang seismik dan penyebarannya dapat dilihat pada Gambar III.10 dibawah ini.
Gambar III.10. Visualisasi 3-Dimensi tatanan struktur geologi.
34
III.4. Konsep Analisis Struktur III.4.1. Konsep Strain dan Stress Peacock dan Marrett (1997) menjelaskan bahwa strain merupakan perpindahan relatif yang berhubungan dengan pembentukan struktur dan dapat diterangkan dengan spesifik dengan penggambaran geometri tanpa harus melihat dinamika prosesnya. Sebaliknya, stress adalah gaya yang bekerja selama pembentukan struktur dan tidak dapat dipahami tanpa mengacu kepada analisis kinematik dan observasi geometrinya. Secara sederhana stress didefinisikan sebagai satuan gaya/area (F/A) sedangkan strain didefenisikan sebagai pertambahan panjang (volume) suatu benda dibandingkan dengan keadaan awal atau keadaan aslinya, misalkan terjadi perubahan panjang maka strain = DL / L. Lebih jauh Marret dan Peacock menyatakan bahwa stress dan strain tidak mempunyai hubungan satu arah sebab akibat secara langsung. Analisis struktur pada fase geometri/kinematik lebih bersifat diskriptif dan analisis fase dinamik lebih bersifat genetik.
Edelman (1989) melihat strain lebih kepada strain rate yang merupakan bagian simetri dari gradien perpindahan dan gradien kecepatan regangan pada suatu titik dan waktu tertentu. Pengukuran dari strain tergantung dari penentuan keadaan awal yang belum terubah undeformed. Edelman juga melihat bahwa hubungan antara stress dan strain sangat dipengaruhi oleh rheologi dari material batuan. Pada kondisi kental (viscous) stress tidak berhubungan samasekali dengan strain. Selain itu Edelman menegaskan keterbatasan konsep stress dalam analisis struktur karena tidak adanya hubungan kuantitatif atau persamaan baku antara stress dan strain secara permanen. Bila diperoleh informasi yang dapat menentukan suatu paleostress, laju strain, atau rheology batuan, maka informasi tersebut akan menjadi tidak akurat bila dihubungkan dengan adanya sejarah deformasi pada batuan, yaitu terjadinya multi gaya yang menyebabkan batuan mengalami beberapa kali jenis deformasi dan struktur yang terbentuk sepanjang waktu.
Berbeda dengan beberapa pendapat diatas, Pollard (2000) melihat adanya hubungan antara stress dan strain secara esensial, keduanya merupakan kuantitas
35
fisik yang penting dalam analisis struktur. Pollard melihat bahwa stress merupakan penyebab deformasi, sedangkan deformasi menghasilkan strain. Dengan kata lain Pollard melihat bahwa stress dan strain mempunyai hubungan sebab dan akibat. Kalau dikaitkan dengan kondisi di alam, strain didefenisikannya sebagai perubahan ukuran dan bentuk tubuh batuan (benda) sebagai akibat dari diberikannya stress pada benda tersebut. III.4.2. Konsep Rekonstruksi Penampang Seimbang Rekonstruksi penampang seimbang diperlukan untuk mencari hubungan antara keadaan setelah deformasi dengan sebelum terjadinya deformasi terhadap batuan, selain itu juga bermanfaat untuk perhitungan strain, memeriksa benar tidaknya interpretasi struktur dan untuk memahami sejarah geologi suatu daerah. Asumsi yang digunakan bahwa selama terjadinya deformasi isi batuan tetap konstan.
Secara umum metodologi dalam rekonstruksi penambang seimbang dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu unfolding restoration dengan beberapa algoritma antara lain simple shear, flexural slip dan line length. Sedangkan kategori yang lain adalah move on restoration dengan algoritma diantaranya inclined shear dan fault pararel flow (Midland Valley, 2001).
Pemilihan metodologi dan algoritma rekonstruksi penampang seimbang bergantung pada tatanan geologi suatu daerah. Merujuk pada tatanan geologi regional daerah cekungan Sumatra Selatan yang memiliki dua rejim tektonik yaitu tensional dan kompresional maka metoda dan algoritma yang cukup tepat adalah inclined shear. Prinsip dasar dari inclined shear ini adalah melakukan restorasi dengan mempertimbangkan hubungan antara geometri sesar dengan deformasi yang terjadi pada blok hanging wall. Restorasi kemudian dilakukan dengan mengikuti arah garis perpindahan yang memiliki kemiringan tertentu seperti gambar dibawah (Gambar III.11).
36
Footwall
Hangingwall
A
A1
Area ekstensional
Area ekstensional A2 = A1
A2
B Elemen Hangingwall runtuh keatas bidang sesar
C
Shear vectors
Gambar III.11. Rekonstruksi penambang seimbang dengan metoda inclined shear
Sedangkan untuk menghitung besaran strain yang terjadi akibat deformasi digunakan algoritma Gibbs (1983) (Gambar III.12).
Gambar III.12. Algoritma perhitungan strain (Gibbs, 1983)
37
Untuk membangun dan menganalisis evolusi tektonik dan struktur di daerah penelitian, maka dipilih empat lintasan komposit seismik untuk digunakan dalam pembuatan penampang palinspatik. Keempat lintasan tersebut terdiri dari tiga lintasan berarah timurlaut-barat daya atau tegak lurus dengan struktural dip masa kini dan satu lintasan berarah baratlaut-tenggara untuk mewakili struktur dari daerah Tinggian Iliran ke arah Graben Jemakur.
38