JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.1, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print)
B-32
Migrasi Domain Kedalaman Menggunakan Model Kecepatan Interval dari Atribut Common Reflection Surface Studi Kasus pada Data Seismik Laut 2D Ahmat Dafit Hasim Asrori dan Bagus Jaya Santosa Jurusan Fisika, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail:
[email protected] Abstrak—Model kecepatan dalam proses pengolahan data seismik merupakan aspek penting yang perlu diperhatikan. Model kecepatan seismik ini diperlukan dalam proses migrasi untuk merubah data seismik terekam menjadi gambar struktur bawah permukaan, oleh karena itu model kecepatan seismik sangat menentukan kualitas penampang seismik hasil pengolahan. Model kecepatan ini tidak bisa didapatkan langsung dari akusisi data di lapangan sehingga diperlukan metode tertentu untuk mendapatkannya. Pada penelitian ini dilakukan penentuan model kecepatan dalam domain kedalaman menggunakan inversi tomografi dari atribut gelombang normal incident point kinematik dari proses CRS. Penelitian dimulai dengan pencarian atribut kinematik untuk mendapatkan stack CRS dengan parameter terbaik. Dari data CRS stack tersebut ditentukan informasi mengenai waktu tempuh gelombang normal, lokasi kemunculan sinar, turunan spasial pertama dari waktu tempuh atau perlambatan, dan turunan spasial kedua dari waktu tempuh sesuai dengan posisi reflektor. Keempat informasi tersebut direkonstruksi dengan pemodelan inversi untuk mendapatkan model kecepatan bawah permukaan untuk kemudian dilakukan migrasi pada domian kedalaman. Selain itu pada penelitian ini juga dilakukan analisa kecepatan seperti metode konvensional pada umumnya dan kemudian dibandingkan hasilnya. Hasil yang didapat memperlihatkan penampang stack CRS memiliki kemenerusan reflektor yang baik dan jumlah artefak yang sedikit dibandingkan penampang stack konvensional. Proses inversi tomografi dilakukan dengan 13 kali iterasi untuk mendapatkan nilai eror terkecil yaitu sebesar 0.034. Model kecepatan hasil dari proses inversi tomografi setelah dilakukan migrasi dalam domain kedalaman memiliki hasil penampang yang lebih jelas dan memiliki reflektor yang lebih menerus dibuktikan dengan gather seismic yang lebih flat dan eror residu yang lebih mendekati nol jika dibandingkan dengan penampang migrasi menggunakan model kecepatan dari proses konvensional.
ekstrapolasi rekaman gelombang yang menjalar di bawah permukaan bumi. Atas dasar prinsip ekstrapolasi rekaman gelombang tersebut, proses migrasi mengolah data pengukuran seismik menjadi gambaran kedalaman suatu struktur tertentu, memerlukan model distribusi kecepatan gelombang seismik bawah permukaan. Pentingnya peran model kecepatan seismik pada proses migrasi, menjadikan pemilihan metode untuk penentuan model kecepatan sangat penting. Semakin baik model kecepatan maka semakin baik pula penampang stack yang dihasilkan. Duveneck (2004) memperkenalkan inversi tomografi dengan memanfaatkan atribut kinematic wavefield yang dihasilkan oleh proses common reflection surface (CRS) stack. Metode CRS didasarkan pada konsep penjalaran gelombang hipotesis yang terdiri dari gelombang normal (N) dan gelombang Normal Incident Point (NIP) [1]. Metode ini dapat dianggap sebagai generalisasi analisis kecepatan stacking konvensional [2]. Stack CRS berdasarkan penggunaan bentuk pendekatan traveltime orde kedua pada midpoint dan setengah offset menghasilkan penampang simulasi ZO (Zero Offset). A. Common Reflection Surface
Kata kunci : Atribut kinematic CRS, Common Reflection Surface, Inversi tomografi, Migrasi domain kedalaman.
I. PENDAHULUAN kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi DALAM pengolahan data seismik memegang peranan penting yang bertujuan untuk meningkatkan citra penampang seismik hasil dari akusisi data. Hasil akhir yang ingin dicapai dari proses pengolahan data seismik refleksi adalah informasi detail dari struktur geologi bawah permukaan bumi dalam bentuk gambaran kedalaman. Gambaran kedalaman yang lebih representatif diperoleh dari tahapan proses pengolahan data yang disebut migrasi. Pada perkembangannya, proses migrasi memiliki beberapa jenis, namun pada umumnya berdasarkan
Gambar 1. Operator Stacking CRS
Proses pengolahan data pada metode konvensional yang terlalu mengandalkan model kecepatan pada akhirnya memiliki banyak kelemahan, mulai dari tingkat subyektifitas yang tinggi pada penentuan kecepatan stack hingga pada konsep stacking itu sendiri yang hanya menggunakan
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.1, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) beberapa CMP gather saja. Dari permasalahan tersebut maka diperkenalkan metode Common Reflection Surface. CRS merupakan metode yang dimasukkan dalam kelompok metode macro-model independent imaging method [3]. Metode ini tidak membutuhkan informasi kecepatan selain informasi mengenai kecepatan dekat permukaan. Operator stacking ZO CRS stack mendekati peristiwa dalam data prestack lebih baik dari operator stacking konvensional (NMO/DMO stack). CRS stacking bergantung pada tiga parameter seismik dan kecepatan dekat permukaan, ketiga parameter stacking ini menjelaskan operator CRS yang ditentukan otomatis sepenuhnya berdasarkan analisa koherensi dalam data prestack [4]. Secara kontras dibandingkan dengan metode imaging konvensional tertentu seperti CMP stack, CRS stack menggunakan fungsi volum data multi-coverage selama prosesnya.
B-33
dan jari-jari gelombang Normal Incident Point. Ketiga parameter tersebut adalah atribut kinematic wavefield. B. Inversi Tomografi Tomografi seismik adalah teknik pencitraan untuk mendeterminasi variasi sifat fisis batuan seperti kecepatan gelombang P, gelombang S, atenuasi, dll. Pada proses tomografi secara inversi, digunakan parameter-parameter untuk membuat model kecepatan dengan tipe smooth. Komponen model ini terdiri dari dua jenis yaitu MNIP dan MV. MNIP merupakan komponen yang berisi nilai yang menunjukkan posisi dari titik NIP di bawah permukaan. Titik NIP itu sendiri lokasinya telah ditentukan melalui ray tracing. Komponen mNIP dapat pula dituliskan sebagai berikut: (2) Komponen berikutnya merupakan mv yaitu komponen yang menggambarkan sebaran nilai kecepatan yang dibetuk oleh fungsi β-spline [6]. Fungsi β-spline sendiri merupakan salah satu fungsi spline dengan derajat m, sedangkan fungsi spline berfungsi untuk membangun suatu distribusi yang smooth dari suatu sebaran nilai. Komponen model yang terdiri atas MNIP dan MV dapat ditulis kembali dalam bentuk matriks guna memudahkan proses perhitungan untuk tahapan berikutnya dengan bentuk sebagai berikut:
Gambar 2. Atribut Common Reflection Surface
Penjelasan mengenai operator stacking ZO CRS dapat kita lihat dalam gambar 1. Operator untuk ZO CRSStack ditentukan oleh raypath yang memantul di permukaan R (warna merah). Pada “time-half offset cube” terlihat bahwa operator tersebut (warna hijau) ditentukan dari data seismik yang cukup banyak jumlahnya (warna biru). Operator zerooffset CRS stacking didasarkan pada 3 atribut muka gelombang seperti terlihat pada gambar 2, yaitu sudut datang atau emergence angle (α) sinar pada zero offset dan 2 jari-jari kurvatur dari bentuk muka gelombang yang diwakili dengan RN (jari-jari gelombang Normal) dan RNIP (jari-jari gelombang Normal Incident Point). Dari ekspansi Taylor orde ke dua untuk persamaan waktu tempuh, kita mendapatkan persamaan waktu tempuh CRS atau CRS stacking curve untuk kondisi Zero offset [5]. Persamaan waktu tempuh ini valid untuk permukaan pengukuran yang lurus. Persamaan waktu tempuh CRS sebagai berikut:
(1)
Parameter yang muncul dalam persamaan (1), yaitu α, RN, dan RNIP merepresentasikan orientasi, lokasi reflektor secara lebih tepat. Secara berturut-turut merupakan sudut datang sinyal seismik yang dipantulkan, jari-jari gelombang Normal
(3) Tujuan pemodelan inversi adalah untuk mencari model optimum dimana respons dari model yang diberikan memiliki misfit yang minimum bila dibandingkan dengan data pengamatan yang ada [7]. Oleh karena itu perlu dibuat persamaan fungsi obyektif yang dapat digunakan untuk meminimumkan misfit antara respons pada model dan data pengamatan. model optimum akan didapat dengan meminimumkan fungsi cost sebagai fungsi obyektif yang dituliskan sebagai berikut:
(4) dimana Δd(m) = d – f(m) dan CD merupakan matriks positif simetris yang bertindak sebagai pembobot (weight) yang diaplikasikan untuk setiap data poin pada perhitungan nilai S. C. Migrasi Migrasi dalam pengolahan data seismik merupakan suatu proses penting yang dapat memindahkan posisi pemantul semu (hasil rekaman) ke posisi pemantul sebenarnya (pemantul geologi) dan mengumpulkan titik-titik difraksi ke puncak kurva difraksi [8]. Perpindahan posisi pemantul pada data hasil perekaman dapat disebabkan oleh pemantul miring atau patahan. Pada penampang seismik dengan offset nol (zero offset), gelombang yang diterima oleh penerima dianggap sebagai penggambaran bentuk suatu lapisan yang berada tepat di bawah sumber (source) dan penerima (receiver). Operasi migrasi merupakan penjumlahan difraksi. Dasar pemikiran untuk pendekatan ini dapat diterangkan dengan menggunakan
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.1, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) prinsip Huygens. Berdasarkan prinsip ini, reflektor seismik dapat dipandang sebagai kumpulan titik-titik difraktor yang berdekatan.
Gambar 3. Reflektor seismik menurut prinsip Huygens
II. METODE Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua metode untuk mendapatkan model kecepatan untuk proses migrasi, yaitu metode konvensional dan metode inversi tomografi CRS. Pada metode konvensional dilakukan analisa kecepatan untuk mendapatkan model kecepatan seismic, kemudian dilakukan konversi model kecepatan dari rms menjadi model kecepatan interval dan dilakukan migrasi dalam domain kedalaman. Sedangkan pada metode CRS, pertama dilakukan CRS stack dengan analisa parameter masukan yang paling optimal, kemudian dilakukan smoothing parameter dan proses automatic picking untuk mendapatkan data poin yang kemudian dilakukan inversi tomografi untuk mendapatkan model kecepatan interval, setelah itu dilakukan migrasi domain kedalaman. Kedua hasil migrasi ini kemudian dibandingkan hasilnya. Berikut garis besar pengolahan data pada penelitian.
B-34
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. CRS Stack Dari hasil analisa secara kuantitatif dari masingmasing tes parameter dari proses CRS stack ini didapatkan nilai parameter yang menghasilkan penampang stack yang terbaik dalam hal kemenerusan reflektor dan banyak sedikitnya artefak pada penampang stack yang muncul. Parameter tersebut tertera pada table 1 di bawah ini: Tabel 1. Parameter CRS stack terbaik Parameter Nilai Kecepatan dekat permukaan 1500 m/s Emergence angle -45 dan 45 Apperture 200 dan 800 m Ndip 1
Penampang dari proses CRS stack ini terlihat memiliki hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan penampang stack dari proses konvensional seperti pada gambar 5.
(a)
Data
Proses Konvensional
Proses CRS
Analisa
CRS Stack
Rms to Interval
Inversi Tomografi
Model Kecepatan
Model Kecepatan
Migrasi (PSDM)
Migrasi (PSDM)
Gambar 4. Alur pengolahan data penelitian.
(b) Gambar 5. Penampang Stack (a) Hasil CRS Stack (b) Hasil stack konvensional.
Pada penampang stack hasil dari proses CRS stack menunjukkan kemenerusan reflector yang sangat baik jika dibandingkan dengan hasil stack metode konvensional, perbedaan itu dapat terlihat lebih jelas pada garis putus-putus yang telah ditandai penulis pada penampang. Selain menunjukkan kemenerusan reflektor yang lebih baik penampang stack hasil proses CRS juga mengandung lebih sedikit artefak (noise) yang muncul dan penampang hasil
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.1, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) stacknya terlihat lebih bersih sehingga mempermudah proses interpretasi seismik. Sedangkan pada penampang stack hasil metode konvensional memiliki tingkat kemenerusan reflector yang rendah dan lebih banyak mengandung artefak (noise). Banyak sedikitnya artefak dalam penampang seismik sangat penting karena hasil proses stacking ini sangat mempengaruhi proses selanjutnya terutama pada proses automatic picking untuk mendapatkan data poin untuk proses inversi tomografi. B. Inversi Tomografi Tujuan pemodelan inversi adalah untuk mencari model optimum dimana respons dari model yang diberikan memiliki misfit yang minimum bila dibandingkan dengan data pengamatan yang ada atau pada penelitian ini data poin yang berasal dari proses automatic picking. Seperti solusi inversi yang telah dijelaskan sebelumnya dimana pada proses inversi yang dilakukan didapatkan nilai keluaran pada tiap iterasinya, nilai keluaran tersebut juga merupakan nilai misfit antara data poin dengan data hasil forward modeling yang dilakukan. Dari hasil inversi yang dilakukan didapatkan nilai fungsi cost yang menurun pada 13 iterasi yang dilakukan. Pada iterasi pertama nilai fungsi cost yang didapat sebesar 1.485212 dan pada iterasi terakhir nilai fungsi cost menjadi 0.031973 itu menunjukkan bahwa penurunan nilai fungsi cost yang terjadi sebesar 97.8 %.
B-35
C. Migrasi Domain Kedalaman Pada penelitian ini migrasi dilakukan sebelum stack atau biasa disebut Prestack Depth Migration dengan menggunakan metode khircoff. Proses migrasi ini dilakukan untuk melihat penampang seismik pada domain kedalaman dengan dua model kecepatan yang berbeda. Dari proses migrasi didapatkan penampang dengan posisi reflektor pada kedalaman yang sebenarnya. Pada penelitian ini dihasilkan dua penampang hasil migrasi yaitu penampang migrasi dengan model kecepatan interval hasil inversi tomografi CRS dan penampang migrasi dengan model kecepatan dari proses konvensional.
(a)
Gambar 6. Grafik fungsi cost (s) terhadap jumlah iterasi.
Dengan penurunan nilai fungsi cost yang didapatkan maka proses ini bisa dianggap sudah baik dan hasil akhir dari inversi yang dilakukan adalah model kecepatan interval.
Gambar 7. Model kecepatan interval hasil inversi tomografi CRS.
(b) Gambar 8. enampang migrasi domain kedalaman menggunakan (a) model kecepatan hasil inversi tomografi (b) model kecepatan proses konvensional.
Pada gambar 8 di atas terlihat perbedaan penampang migrasi domain kedalaman antara penampang migrasi dengan proses CRS dan penampang migrasi pada proses konvensional. Terlihat pada tanda garis putus putus penampang migrasi dari proses CRS lebih menunjukkan kemenerusan reflektor yang baik dan lebih kuat dibanding dengan penampang hasil migrasi dengan model kecepatan hasil proses konvensional. Hasil migrasi ini dapat menggambarkan kualitas model kecepatan yang digunakan. Pada gambar 9 gather yang ditampilkan adalah beberapa dari keseluruhan gather yaitu gather pada CDP 3640 dan 4600 serta dua CDP di sampingnya. Terlihat bahwa gather dari kedua hasil migrasi sudah terlihat datar ini menunjukkan model kecepatan yang digunakan pada kedua metode sudah baik, namun jika dilihat dari residual semblance dari keseluruhan gather terlihat bahwa gather hasil migrasi dengan
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.1, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print)
B-36
menggunakan model kecepatan hasil inversi menggunakan atribut CRS lebih fokus dan beberapa juga lebih kuat seperti tanda putus-putus pada gather.
(b) Gambar 10. Gather 4600 hasil migrasi (a) PSDM konvensional (b) PSDM CRS. (a)
(b) Gambar 9. Gather 3640 hasil migrasi (a) PSDM konvensional (b) PSDM CRS.
(a)
Terlihat bahwa gather dari kedua hasil migrasi sudah terlihat datar ini menunjukkan model kecepatan yang digunakan pada kedua metode sudah baik, namun jika dilihat dari residual semblance dari keseluruhan gather terlihat bahwa gather hasil migrasi dengan menggunakan model kecepatan hasil inversi menggunakan atribut CRS lebih fokus dan beberapa juga lebih kuat seperti tanda putus-putus pada gather. Residual semblance pada gather ini menunjukkan bahwa model kecepatan masih bisa diperbaiki dengan melakukan update velocity, semakin fokus residual semblance (berada pada titik nol) maka semakin sesuai model kecepatan yang digunakan. IV. KESIMPULAN Dari Penelitian yang sudah dilakukan dapat diambill kesimpulan bahwa: 1. Proses CRS Stack terbaik didapat dengan parameter emergence angle (-45, 45), minimum apperture 200 m, maximum apperture 800 m, dan jumlah conflicting dip 1. Penampang stack hasil CRS menunjukkan kemenerusan reflektor yang lebih baik dan lebih sedikit artefak yang muncul dibandingkan dengan penampang stack hasil proses konvensional. 2. Model kecepatan interval didapat melalui proses inversi tomografi dengan jumlah maksimal 13 iterasi dan nilai fungsi cost mengalami penurunan sebesar 97,8 % mulai dari 1.485212 menjadi 0.031973. 3. Penampang Pre-Stack Depth Migration dengan menggunakan model kecepatan dari inversi tomografi CRS menghasilkan penampang dengan kemenerusan reflector yang baik dan didukung gather yang cukup datar dengan semblance residual yang lebih fokus. 4. Proses Inversi Tomografi dari atribut CRS ini dapat mengurangi tingkat subyektifitas pada penentuan model kecepatan dalam pengolahan data seismik. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. rer. nat. Bagus Jaya Santosa, S.U dan Akhmad Aksin S.Si selaku dosen pembimbing dan semua pihak yang terlibat dalam penelitian tugas akhir ini.
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.1, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) DAFTAR PUSTAKA [1] [2] [3]
[4] [5] [6] [7]
[8]
Duveneck, E., 2004, Tomographic Determination of Seismic Velocity Model With Kinematic Wavefield Attributes, Berlin: Logos Verlag. Mann, J., 2002, Extensions And Aplication of The Common Reflection Surface Stack Method, Berlin: Logos Verlag. Jäger, R., 2001, Kirchoff Migration and Demigration-Theory, Implementation and Application, Master’s Thesis, University at Karlsruhe. Höcht, G., 1998, The Common Reflection Surface Stack, Master’s Thesis, University at Karlsruhe. Cerveny, V., 2001. Seismic Ray Theory, Cambridge: Cambridge University Press. De Boor, C., 1978, A practical guide to splines, Springer-Verlag. Müller, T., 1998, “Common Reflection Surface Stack VS NMO/STACK and NMO/DMO/STACK”, 60th Annual Internat. Mtg., Eur. Assn. Geosci. Eng, Extended Abstract. Session 1-20. Yilmaz, O., 1987, Seismic Data Processing, Society of Exploration Geophysicist, Tulsa.
B-37