I. PENDAHULUAN
Secara sederhana Bank diartikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa-jasa bank lainnya (Kasmir, 2004). Penyaluran dana dalam bentuk pinjaman tentunya memiliki potensi risiko yang besar, apabila tidak dikelola dengan baik. Untuk mengurangi potensi risiko yang akan terjadi pada umumnya, Bank akan membagi dua bagian persyaratan yang harus dipenuhi, Bagian pertama adalah persyaratan administrasi yang meliputi persyaratan perizinan, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), laporan keuangan selama tiga periode terakhir, mutasi
rekening tabungan/giro atau mutasi rekening pinjaman selama enam bulan
terakhir, lama berusaha minimal sudah beroperasi secara komersial selama dua tahun, sektor usaha yang ditekuni, adanya jaminan, dan lain-lain. Persyaratan tersebut disesuaikan juga dengan ketentuan-ketentuan yang ada, baik dari Bank Indonesia (BI) atau lembaga Pemerintah lainnya seperti Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Deperindag) (misalnya, larangan ekspor/impor untuk produk tertentu), Departemen Tenaga Kerja (Depnaker) (misal, persyaratan pembiayaan untuk Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia atau PJTKI) dan lain-lain. Bagian kedua adalah persyaratan kemampuan perusahaan/debitur dalam menghasilkan keuntungan saat ini dan yang akan datang. Menurut Sutojo (1997), pertimbangan
bank dalam penentuan keputusan pemberian
kredit kepada calon debitur adalah: (a) kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan; (b) struktur pendanaan operasi perusahaan; (c) kemampuan perusahaan melunasi
pinjaman
pada saat jatuh tempo; dan (d) efisiensi pengelolaan harta
perusahaan pada masa lampau. Di lain pihak, Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
memiliki keterbatasan,
misalnya: (a) minimnya prasarana dan sarana usaha kecil (khususnya industri kecil) pada pola kawasan industri; (b) minimnya sumber daya manusia (SDM) yang andal, karena tingkat pendidikan pada umumnya masih rendah; (c) kompleksnya masalah dunia usaha, sistem manajemen UKM yang masih menggunakan manajemen keluarga, misalnya mengatasi masalah permodalan dengan meminjam pada rentenir (Hubeis, 2001). Faktor
2 lainnya adalah kelemahan dasar (intrinsic) seperti usaha marjinal, tidak produktif, tidak terorganisir, situasi eksternal kurang mendukung seperti kebijakan pemerintah, perlakuan pelaku ekonomi besar, perkembangan teknologi dan kecendrungan perdagangan yang berorientasi pada konsumen (Hubeis, 2001). Disamping itu kesulitan dalam pemenuhan persyaratan administrasi yang ditentukan Bank juga merupakan kendala yang dihadapi UKM saat ini. Antara persyaratan yang ditentukan pihak perbankan dan keterbatasan yang dimiliki oleh UKM, maka munculah gap yang
berakibat pada rendahnya realisasi kredit yang
diberikan dibanding dengan target yang ditetapkan. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan penyaluran kredit Bank XYZ selama lebih kurang 5 tahun terakhir dinilai rendah realisasi pencapaian kreditnya dibandingkan dengan target pinjaman (Tabel 1). Dengan rendahnya pencapaian target penyaluran kredit tersebut, maka dinilai perlu untuk mencari solusi strategi tentang cara meningkatkan penyaluran kredit khususnya kredit untuk UKM. . Tabel 1. Target dan realisasi pinjaman KUK dan Non-KUK Bank XYZ (dalam jutaan rupiah). Tahun
Target Pinjaman (Rp.)
Realisasi Pinjaman (Rp.)
Presentase Pencapaian (%)
Keterangan
Tercapai
2000
5.207
5.710
109,66
2001
8.235
8.178
99,31
Tidak Tercapai
2002
10.936
10.711
97,94
Tidak Tercapai
2003
17.046
14.926
87,56
Tidak Tercapai
(per Juni) 2004
22.259
16.063
72,16
Tidak Tercapai
Sumber : 1. Divisi Pembinaan Bisnis Ritel Bank XYZ, 2000. 2. Divisi Pembinaan Bisnis Ritel Bank XYZ, 2001. 3. Divisi Pembinaan Bisnis Ritel Bank XYZ, 2002. 4. Divisi Usaha Kecil Bank XYZ, 2003. 5. Divisi Usaha Kecil Bank XYZ, 2004a.
3 Rendahnya realisasi pinjaman dibandingkan dengan potensi pasar yang ada, dapat dilihat pada sentra – sentra bisnis di beberapa kota besar di Indonesia sesuai, hasil kajian yang dilakukan oleh Divisi Usaha Kecil, Bank XYZ pada Tabel 2. Tabel 2.
Data rataan pangsa pasar Bank XYZ dilihat dari jumlah rekening debitur dibandingkan dengan estimasi jumlah unit/pelaku usaha yang ada pada sentra – sentra bisnis di Indonesia pada 30 Juni 2004
Nama Wilayah
Luas Wilayah
Rataan Pangsa Pasar (%)
Wilayah 01 Medan
Medan, Aceh dan sekitarnya.
7,43
Wilayah 02 Padang
Padang, Riau, Batam dan sekitarnya.
8,60
Wilayah 03 Palembang
Sumatra bagian selatan dan sekitarnya.
1,46
Wilayah 04 Bandung
Bandung, Cirebon, Purwakarta dan sekitarnya.
4,91
Wilayah 05 Semarang
Semarang , Yogya, Solo dan sekitarnya.
5,14
Wilayah 06 Surabaya
Surabaya dan sekitarnya.
5,22
Wilayah 07 Makasar
Makasar, Jaya pura, Ambon dan sekitarnya.
Wilayah 08 Denpasar
Bali, NTB dan NTT.
Wilayah 09 Banjarmasin
Banjarmasin, Balikpapan, Palangkaraya, Samarinda, Pontianak dan sekitarnya.
Wilayah 10 Jakarta
Jakarta dan sekitarnya
Wilayah 11 Manado
Manado dan sekitarnya
Wilayah 12 Jakarta
Jakarta Kota, Bekasi, Bogor, Tangerang dan sekitarnya. Sumber : Divisi Usaha Kecil Bank XYZ, 2004b.
12,95
9,97 14,70
1,93 3,50 4,11
4 Untuk mengetahui permasalahan yang ada mengenai rendahnya pangsa pasar Bank XYZ pada sentra-sentra bisnis yang ada, maka dilakukan studi kasus terhadap salah satu sentra bisnis yang ada . A. Sejarah Bank XYZ PT XYZ didirikan di Jakarta pada tanggal 5 Juli 1946 berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.2 Tahun 1946. Sejak tahun 1950, Bank XYZ ditunjuk oleh Pemerintah sebagai Bank Devisa, dan pada tahun 1952. Dengan dikeluarkannya Penetapan Presiden No. 17 Tahun 1965 tentang Integrasi Bank-Bank Pemerintah, terhitung tanggal 17 Agustus 1965 Bank XYZ berubah nama menjadi Bank XYZ Unit III. Kemudian pada tahun 1967 dikeluarkan Undang-Undang
No.14 tentang Pokok Pokok Perbankan yang menetapkan
kembalinya Bank – Bank Pemerintah kepada fungsi semula,
sebelum adanya
inegrasi. Sejalan dengan Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan berdasarkan Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 1992 tentang penyesuaian Bentuk Hukum Bank XYZ, maka Bank XYZ
disesuaikan bentuk hukumnya menjadi
Perusahaan Perseroan (Persero) dengan nama “Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Bank XYZ” disingkat “PT. Bank XYZ (Persero)” dengan tujuan untuk melakukan tugas dan usaha dibidang perbankan dalam arti kata seluas-luasnya untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan pemerataan
pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional di bidang ekonomi kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Dalam rangka meningkatkan
laba
dan volume bisnis, Bank XYZ
menggunakan pendekatan model Strategic Business Unit
(SBU). Melalui model
SBU Bank XYZ akan lebih fokus dalam usaha mencapai target yang ditetapkan. Ada empat SBU yang ada, yaitu SBU Corporate, SBU Consumer, SBU Commercial dan SBU Treasury and International. Kajian dilakukan pada Divisi Usaha Kecil yang khusus untuk memberikan pinjaman Ritel. Divisi Usaha Kecil masuk di dalam SBU Commercial, adapun tugas dari Divisi Usaha Kecil adalah dalam pencapaian target volume bisnis dan laba
5 bisnis usaha kecil. Dalam rangka pencapaian kredit usaha kecil, Divisi Usaha Kecil melakukan eksekusi pinjaman melalui Sentra Kredit Kecil (SKC) yang berjumlah 42 unit dan Cabang Stand Alone
(STA) yang berjumlah 63 unit. Adapun kriteria
segmen usaha kecil pada Bank XYZ adalah memiliki omzet Rp. 20.000.000.000,- (20 milyar rupiah) atau maksimum pinjaman Rp. 10.000.000.000,- (10 milyar rupiah) dan untuk group usaha Rp. 15.000.000.000,- (15 milyar rupiah) (Credit Policy Comitee, 2004) dan dalam hal ini disebut juga segmen UKM. Sedangkan definisi kredit mikro, kredit usaha kecil dan kredit usaha menengah sesuai dengan aturan standar
mengacu
kepada
Surat
Keputusan
Direksi
Bank
Indonesia
No.1/150/Kep/Dir/1998, yaitu Kredit Usaha Kecil (KUK) berkisar Rp. 50 Juta – 500 Juta, sementara Kredit Usaha Menengah Rp. 500 Juta – Rp. 5 Milyar dan yang dikategorikan Kredit Mikro adalah kredit sampai dengan Rp. 50 Juta.
B. Produk Bank XYZ. Sesuai dengan fungsinya Bank XYZ sebagai Bank Umum, maka Bank XYZ menyediakan pelayanan produk dana, kredit dan jasa-jasa perbankan lainnya melalui SBU-SBU yang ada yaitu : 1. SBU Corporate dengan produk Kredit korporasi dan Dana Korporasi. 2. SBU Consumer dengan produk Kredit Pemilikan Rumah, Kredit Multi Guna, Kredit Kuk Plus, Tabungan Plus, Tabungan Haji, Giro, Deposito berjangka dan produk consumer lainnya. 3. SBU Commercial dengan produk Kredit Ritel, Middle dan produk Syariah Banking. 4. SBU Treasury dan International dengan produk jasa-jasa seperti Ekspor, Impor, Incoming / Outgoing Transfer dan produk treasury lainnya.
C. Kondisi Lingkungan Pasar Cipulir terletak di daerah Jakarta Selatan, dimana saat ini banyak memiliki pesaing, hal ini dilihat dari banyaknya pusat-pusat
perbelanjaan yang
bermunculan. Salah satu pusat perbelanjaan yang cukup besar dan menjadi pesaing
6 Pasar Cipulir adalah International Trade Centre (ITC) Cipulir yang memiliki 1.300 Kios. Adanya persaingan di sekitar daerah Cipulir sebenarnya sangat tergantung dari konsep yang ada, serta komunitas yang sudah terbentuk di masing-masing pusat perbelanjaan. Pasar Cipulir memiliki konsep penjualan grosir dan sudah memiliki/terbentuk komunitas bisnis, sedangkan di ITC Cipulir memiliki konsep penjualan
ritel dan grosir, serta
komunitas bisnis relatif
belum terlalu lama
terbentuk. Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan, maka berikut ini dirumuskan permasalahan yang ada, yaitu : 1. Berapa besar potensi pinjaman UKM yang ada di Sentra Bisnis tersebut ? 2. Seberapa besar estimasi pangsa pasar Bank XYZ yang ada pada Sentra Bisnis Pasar Cipulir dengan menggunakan pendekatan jumlah pinjaman yang diberikan ? 3. Faktor-faktor apakah yang menjadi
kendala yang dihadapi oleh Bank XYZ
dalam mengembangkan kredit UKM di Sentra Bisnis Pasar Cipulir ? 4. Bentuk strategi pemasaran apakah yang dinilai efektif dan efisien untuk Sentra Bisnis Pasar Cipulir ?