RAPAT KOORDINASI TPID WILAYAH EKS KARESIDENAN KEDIRI DAN MADIUN
Magetan, 11 – 13 Juni 2014
Halaman ini sengaja dikosongkan.
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
1
KATA PENGANTAR Inflasi yang rendah dan stabil merupakan salah satu prasyarat tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Sementara itu, sumber tekanan inflasi di Indonesia tidak hanya berasal dari sisi permintaan yang dapat dikelola oleh Bank Indonesia, tetapi juga berasal dari sisi penawaran yang terkait dengan masalah pada produksi, distribusi, kebijakan pemerintah, maupun faktor eksternal seperti terjadinya inflasi di negara lain (imported inflation). Oleh karenanya, untuk mencapai tingkat inflasi yang rendah dan stabil tersebut diperlukan
koordinasi
dari
seluruh
otoritas
yang
terkait
yang
diwujudkan dengan pembentukan Tim Pengendalian Inflasi (TPI) di tingkat pusat dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di tingkat daerah. Tingkat
kesadaran
pemerintah
daerah
akan
pentingnya
pengendalian inflasi semakin membaik. Hal ini tercermin dari pesatnya pertumbuhan jumlah TPID, baik di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten/kota. Hal ini salah satunya didukung oleh dikeluarkannya Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) No. 027/1696/SJ Tanggal 2 April 2013 tentang Menjaga Keterjangkauan Barang dan Jasa di Daerah sehingga pembentukan dan pengelolaan TPID mempunyai payung hukum yang jelas. Di Jawa Timur, dasar hukum pembentukan TPID tersebut diperkuat dengan Keputusan Gubernur Jawa Timur No. 188/266/KPTS/013/2013 yang mengamanatkan pembentukan TPID di tingkat provinsi Jawa Timur. Dalam tataran yang lebih spesifik, di wilayah eks Karesidenan Kediri dan Madiun telah diselenggarakan pula Focus Group Discussion pada tanggal 22 Oktober 2013 yang membahas mengenai pembentukan TPID tingkat kabupaten/kota di wilayah tersebut. Forum tersebut ditindaklanjuti dengan diselenggarakannya Rapat Koordinasi TPID wilayah eks Karesidenan Kediri dan Madiun pada tanggal 11-13 Juni
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
2
2014 yang membahas mengenai perkembangan TPID di wilayah eks Karesidenan Kediri dan Madiun beserta kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan fungsi dan tugasnya. Ke depan, berbagai upaya pengendalian inflasi yang saat ini masih menghadapi banyak tantangan perlu diperkuat, salah satunya melalui pengoptimalan berbagai forum koordinasi antarotoritas dalam mengatasi
berbagai
berkontribusi
pada
kendala angka
struktural inflasi.
perekonomian
Conference
yang
Proceeding
turut Rapat
Koordinasi TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam pemantauan perkembangan dan pengelolaan TPID, khususnya di wilayah eks Karesidenan Kediri dan Madiun.
Magetan, 13 Juni 2014 Pemerintah Provinsi Jawa Timur,
Bank Indonesia,
Siswo Heroetoto Kepala Bakorwil I Jawa Timur
Gatot Kurniawan Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Kediri
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
3
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................................... 1 DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... 5 DAFTAR TABEL ........................................................................................................ 6 BAGIAN I – PENDAHULUAN ................................................................................... 7 I.1 Latar Belakang..................................................................................................... 7 I.2 Tujuan................................................................................................................... 9 I.3 Tempat, Waktu, Peserta, dan Agenda .......................................................... 10 BAGIAN II - PEMBUKAAN RAPAT KOORDINASI..............................................13 II.1 Sambutan Deputi Kepala Perwakilan BI Kediri ........................................13 II.2 Overview Inflasi dan Hasil Rakornas TPID ............................................... 16 BAGIAN III – RAPAT KOORDINASI ..................................................................... 23 III.1 Pemaparan Progress, Program Kerja, dan Kendala yang Dihadapi TPID ............................................................................................................................ 23 III.2 Workshop Penghitungan Inflasi ..................................................................26 III.3 Hasil Rapat Koordinasi ................................................................................. 34 BAGIAN IV – PENUTUP .......................................................................................... 37 LAMPIRAN ................................................................................................................. 38
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
4
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Disagregasi Inflasi ................................................................................ 8 Gambar 2 Rumus Penghitungan Inflasi ............................................................ 27 Gambar 3 Skema Penghitungan Inflasi Menguunakan Data Siskaperbapo .....................................................................................................................................28
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
5
DAFTAR TABEL Tabel 1 Pencapaian Inflasi Nasional Indonesia ............................................... 17 Tabel 2 Perbandingan Inflasi Antarprovinsi di Jawa ..................................... 19 Tabel 3 Klasifikasi Inflasi Berdasarkan Derajatnya ....................................... 27
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
6
BAGIAN I – PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Inflasi yang rendah dan stabil merupakan salah satu prasyarat bagi
pertumbuhan
ekonomi
yang
berkelanjutan
dan
selanjutnya
mempengaruhi kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Hal ini sejalan dengan hasi penelitian yang dilakukan oleh Ghosh dan Phillips (1998) di mana terdapat hubungan positif antara inflasi dengan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi hanya terjadi pada negara dengan tingkat inflasi 2-3%. Di samping itu, inflasi yang tinggi dan tidak stabil cenderung memberikan dampak negatif pada kondisi sosial ekonomi masyarakat, seperti
menurunnya
daya
beli
masyarakat,
mlebarnya
distribusi
pendapatan, terhambatnya investasi, dan dalam jangka panjang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa pengendalian inflasi merupakan isu kritikal yang perlu mendapat perhatian dari masyarakat, khususnya regulator yang terlibat langsung dalam upaya pengendalian inflasi. Pada tahun 2005 Bank Indonesia (BI) mengimplementasikan Inflation Targeting Framework (ITF) sebagai kerangka kebijakan moneter. Sejak diimplementasikannya ITF tersebut, inflasi merupakan leading indicator.1 Sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas, melalui kerangka tersebut BI mengumumkan sasaran
inflasi yang
telah
ditetapkan bersama pemerintah kepada publik. Selanjutnya, kebijakan moneter diarahkan untuk mencapai sasaran tersebut. Berdasarkan disagregasinya, inflasi terbagi menjadi: (1) inflasi inti (core inflation), (2) inflasi volatile foods, dan (3) inflasi administered price. Inflasi inti merupakan komponen inflasi yang dipengaruhi faktor fundamental
sehingga
cenderung
persisten;
Inflasi
volatile
foods
Leading indicator merupakan indikator penuntun yang menunjukkan arah kebijakan ke depan. 1
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
7
merupakan komponen inflasi yang dipengaruhi oleh bergejolaknya harga pangan seperti musim panen, bencana alam dan sebagainya; Sedangkan inflasi administered price merupakan komponen inflasi yang dipengaruhi oleh kebijakan harga yang ditetapkan oleh pemerintah seperti harga Bahan Bakar Minyak (BBM), tarif angkutan umum, dan sebagainya.
Faktor fundamental: 1. Ekspektasi inflasi 2. Kesenjangan permintaan dan penawaran 3. Eksternal
Inflasi Inti
Inflasi IHK Faktor non-fundamental: 1. Volatile foods: 2. Admnistered price:
Inflasi Noninti
Gambar 1 Disagregasi Inflasi Sumber: Buku Panduan TPID Mengingat
beragamnya
pemicu
inflasi
tersebut,
diperlukan
koordinasi berbagai instansi pemerintah untuk mencapai sasaran inflasi. Oleh karenanya, sejalan dengan diimplementasikannya ITF, dibentuklah Tim Pengendalian Inflasi (TPI) melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Keuangan No. 88/KMK.02/2005 dan Gubernur BI No. 7/9/KEP.GBI/2005 dalam rangka pencapaian target inflasi. Dalam konteks yang lebih luas, terdapat pemahaman bahwa inflasi nasional terbentuk dari inflasi daerah (Arimurti dan Trisnanto, 2011) sehingga pengendalian inflasi nasional perlu didukung oleh pengendalian inflasi di daerah. Oleh sebab itu, penguatan koordinasi dalam rangka pencapaian inflasi yang rendah dan stabil perlu dilakukan hingga ke level daerah. Sebagai upaya nyata dalam pengendalian inflasi, sejak tahun 2008 dibentuklah Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di beberapa kota yang merupakan wadah koordinasi BI dan pemerintah daerah.
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
8
Saat ini di wilayah eks Karesidenan Kediri dan Madiun sudah terbentuk 11 TPID, yaitu Kota Kediri, Kota Madiun, Kota Blitar, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten
Madiun,
Kabupaten
Magetan,
Kabupaten
Ponorogo,
Kabupaten Pacitan dan Kabupaten Ngawi. Terbentuknya TPID-TPID tersebut menunjukkan adanya respon positif dari stakeholders di masing-masing daerah. Selain itu, hal ini merupakan salah satu wujud peningkatan kesadaran dan pemahaman akan pentingnya pengendalian inflasi bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Ke depan diharapkan tercipta penguatan koordinasi antar-TPID sehingga upaya pengendalian inflasi dapat dilakukan dengan lebih efektif. Menindaklanjuti arahan Kepala Perwakilan BI Wilayah IV Jawa Timur pada Rapat Koordinasi TPID se-Jawa Timur, diselenggarakanlah Rapat Koordinasi TPID se-eks Karesidenan Kediri dan Madiun. Pada rapat
tersebut
diadakan
pula
workshop
penghitungan
inflasi
menggunakan data Survei Biaya Hidup (SBH) dan Sistem Informasi Ketersediaan dan Perkembangan Harga Bahan Pokok (Siskaperbapo). Melalui rapat koordinasi dan workshop ini diharapkan pemerintah daerah memahami tingkat inflasi di daerahnya, sumber tekanannya, dan cara memperkirakan kemungkinan terjadinya kenaikan harga.
I.2 Tujuan Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya, maka tujuan diselenggarakannya Rapat Koordinasi TPID se-eks Karesidenan Kediri dan Madiun adalah: 1. Sebagai tindak lanjut atas Rapat Koordinasi TPID se-Jawa Timur dan Focus Group Discussion (FGD) yang telah dilaksanakan pada tanggal 22 Oktober 2013; 2. Meningkatkan pemahaman stakeholders mengenai kondisi inflasi terkini, sumber tekanannya, dan mekanisme penghitungannya; 3. Mengkomunikasikan
strategi
pengendalian
inflasi
yang
telah
dilakukan dan pencapaiannya, khususnya di Jawa Timur; dan
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
9
4. Membangun
koordinasi
antar-stakeholders
terkait
perumusan
kebijakan untuk mengendalikan inflasi.
I.3 Tempat, Waktu, Peserta, dan Agenda Rapat Koordinasi TPID wilayah eks Karesidenan Kediri dan Madiun diselenggarakan di Red Hotel, Jalan Raya Telaga Sarangan, Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Acara berlangsung pada tanggal 11-13 Juni 2014 dan
dihadiri
oleh
Sekretaris
Daerah
(Sekda)/Asisten
Bidang
Perekonomian di wilayah eks Karesidenan Kediri dan Madiun, Kepala Bakorwil Madiun, dan Deputi Kepala Perwakilan BI Kediri. Secara garis besar, rapat koordinasi tersebut terbagi menjadi tiga sesi, yaitu sebagai berikut:
Sesi I: Pada sesi ini dilakukan pembukaan acara oleh Deputi Kepala Perwakilan BI Kediri (Bapak Gatot Kurniawan) dan Kepala Badan Koordinasi Wilayah Pemerintahan dan Pembangunan (Bakorwil) Madiun (Bapak Siswo Heroetoto). Usai pembukaan, acara dilanjutkan dengan pengarahan dari Deputi Kepala Perwakilan BI Kediri dan Kepala Bakorwil
Madiun.
Acara
selanjutnya
adalah
presentasi
mengenai
overview inflasi dan hasil Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) TPID oleh Deputi Kepala Perwakilan BI Kediri.
Sesi II: Sesi ini merupakan kegiatan inti dari Rapat Koordinasi TPID wilayah eks Karesidenan Kediri dan Madiun. Pada sesi ini dilakukan pemaparan dan diskusi mengenai progress, program kerja, dan kendala yang dihadapi TPID masing-masing kabupaten/kota. Pada sesi ini diselenggarakan pula workshop penghitungan inflasi menguunakan data SBH yang dipandu oleh narasumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan
Siskaperbapo
yang
dipandu
oleh
narasumber
dari
Kantor
Perwakilan BI Wilayah IV Jawa Timur.
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
10
Sesi III: Sesi ini merupakan sesi penutup yang diisi dengan kapita selekta dan wrap up hasil rapat koordinasi oleh Deputi Kepala Perwakilan BI Kediri dan Kepala Bakorwil Madiun.
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
11
Halaman ini sengaja dikosongkan.
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
12
BAGIAN II - PEMBUKAAN RAPAT KOORDINASI II.1 Sambutan Deputi Kepala Perwakilan BI Kediri SAMBUTAN DEPUTI KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA KEDIRI Assalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Selamat malam dan salam sejahtera bagi kita semua. Yang Terhormat Kepala Bakorwil Madiun, Bapak Siswo Heroetoto, S.H., M. Hum., M.M. beserta jajarannya; Yang Kami Hormati: 1. Ketua Tim Asesmen Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV Jawa Timur, Bpk. Warsono; 2. Ketua TPID Kota/Kabupaten Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun beserta anggotanya; 3. Kasie Distribusi BPS Kota Kediri, Bpk. Lulus Haryono; serta 4. Hadirin sekalian yang berbahagia. Puji dan syukur marilah kita panjatkan ke hadirat Allah SWT karena pada kesempatan ini kita semua dapat hadir disini pada acara “Rapat Koordinasi Tim Pengendalian Inflasi Daerah dan Workshop Perhitungan Inflasi Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun.” Hadirin yang Kami Hormati, Inflasi atau kecenderungan naiknya harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus saat ini telah menjadi concern bersama antara Bank Indonesia beserta pemerintah baik ditingkat pusat maupun daerah. Hal ini disebabkan peran penting inflasi dalam perekonomian yang berujung pada kesejahteraan masyarakat.
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
13
Sebagaimana kita ketahui, inflasi yang tinggi akan menyebabkan turunnya pendapatan riil masyarakat dan mendorong penurunan daya beli masyarakat serta menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi sehingga menghambat investasi produktif. Selain itu, dalam
jangka
panjang
inflasi
yang
tinggi
juga
menghambat
pertumbuhan ekonomi. Bank Indonesia selaku otoritas moneter yang memiliki tujuan menjaga kestabilan nilai Rupiah, termasuk kestabilan inflasi, selama ini telah berupaya untuk mengendalikan inflasi menuju pada tingkat yang rendah dan stabil. Namun demikian, BI selama ini hanya mampu mengendalikan inflasi dari sisi permintaan salah satunya dengan menetapkan suku bunga acuan atau BI rate. Padahal, analisis dan bukti-bukti
empiris
menunjukkan
bahwa
karakteristik
inflasi
di
Indonesia lebih dipengaruhi oleh sisi penawaran seperti peningkatan harga-harga komoditas yang diatur pemerintah (administered price) maupun terjadinya negative supply shocks akibat bencana alam, gagal panen, dan terganggunya jalur distribusi dan tata niaga. Hadirin yang Kami Muliakan, Mengingat inflasi nasional disumbang oleh lebih dari 60% inflasi daerah, pemerintah pusat mulai menumbuhkan kepedulian pemerintah daerah
dengan
menerbitkan
Peraturan
Menteri
Keuangan
No.198/PMK.07/2009 tentang Alokasi dan Pedoman Umum Penggunaan Dana Insentif Daerah, di mana salah satu kriteria kinerja ekonomi dan kesejahteraan yang ditetapkan sebagai unsur penilaian kinerja dan upaya daerah adalah daerah yang memiliki tingkat inflasi di bawah ratarata tingkat inflasi nasional. Selain itu, Kementerian Dalam Negeri juga telah mengeluarkan Instruksi Mendagri No 27/1696/SJ tentang Menjaga Keterjangkauan Barang dan Jasa di Daerah yang mewajibkan setiap kepala daerah untuk membentuk Tim Pengendalian Inflasi Derah (TPID) di wilayahnya masing-masing.
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
14
Bank Indonesia selama ini juga telah berperan aktif dalam pengendalian inflasi melalui forum TPI (Tim Pengendalian Inflasi) dan Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) di tingkat pusat serta Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) untuk merumuskan rekomendasi kebijakan yang perlu ditempuh Pemerintah (Pusat dan Daerah) agar inflasi tetap berada dalam lintasan target yang ditetapkan. Namun demikian, dukungan dari Pemerintah Pusat dan Daerah sangatlah penting
mengingat permasalahan
struktural
inflasi
membutuhkan
sinergi kebijakan untuk mengatasinya. Hadirin yang Kami Banggakan, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kediri yang membawahi 13 Kota/Kabupaten di wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun selama ini telah berupaya dan berperan aktif dalam pengendalian inflasi di wilayah kerjanya. Dilatarbelakangi hal tersebut maka KPw BI Kediri mengadakan acara Rapat Koordinasi TPID se-wilayah kerja sekaligus workshop perhitungan inflasi selama 3 (tiga) hari kedepan, sebagai sarana pertukaran
informasi
kota/kabupaten
serta
pengendalian untuk
inflasi
mengetahui
di
masing-masing
bagaimana
mekanisme
perhitungan inflasi. Kami juga akan menghadirkan narasumber dari BPS Kota Kediri yang akan menyampaikan tentang penghitungan inflasi berdasarkan Survei Biaya Hidup (SBH) utamanya bagi kota penghitung inflasi nasional seperti Kota Kediri dan Madiun serta narasumber dari Kantor Perwakilan BI Wilayah IV untuk menghitung arah inflasi melalui pendekatan
harga
dari
data
Sistem
Informasi
Ketersediaan
dan
Perkembangan Harga Bahan Pokok (Siskaperbapo) utamanya bagi kota/kabupaten yang tidak termasuk penghitung inflasi nasional. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan agar Bapak/Ibu sekalian dapat mengikuti kegiatan ini dengan sungguh-sungguh, menyampaikan kendala yang dihadapi, mengeluarkan pendapat dan ide-
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
15
idenya
sehingga
dapat
dihasilkan
rekomendasi-rekomendasi
yang
berguna dan perlu ditindaklanjuti bersama. Hadirin yang Berbahagia, Sebelum mengakhiri sambutan ini, kami menyampaikan apresiasi yang sedalam-dalamnya bagi pemerintah 13 kota/kabupaten di wilayah eks Karesidenan Kediri dan Madiun atas kerja sama yang baik selama ini.
Selanjutnya
kami
sampaikan
terimakasih
kepada
seluruh
narasumber, hadirin, dan tamu undangan yang berkenan hadir pada acara ini. Semoga acara ini memberikan manfaat yang besar bagi upaya stabilisasi harga dan pengendalian inflasi di daerah serta memberikan kontribusi positif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Akhir
kata, dengan mengucapkan
bismillahirrahmaanirahiim,
acara ini secara resmi saya buka. Wabillahitaufik
wal
hidayah.
Wassalaamualaikum
Warahmatullahi
Wabarakatuh.
II.2 Overview Inflasi dan Hasil Rakornas TPID Stabilitas
harga
merupakan
salah
satu
indikator
yang
mempengaruhi keberlanjutan pertumbuhan ekonomi. Hal ini berarti bahwa
stabilitas
harga
turut
menentukan
tingkat
kesejahteraan
masyarakat. Sementara itu, stabilitas harga dapat tercermin dari tingkat inflasi. Pada dasarnya, inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan hargaharga secara umum dan terus-menerus. Hagger (1977) mendefinisikan inflasi sebagai “…a situation in which a persistent upward movement in the general price level…”. Oleh karenanya, kenaikan harga satu atau dua komoditas belum dapat disebut sebagai inflasi kecuali apabila kenaikan tersebut meluas (menyebabkan kenaikan harga komoditas lainnya). Sebaliknya, penurunan harga-harga secara umum dan terus-menerus disebut deflasi. BPS menghitung inflasi berdasarkan Indeks Harga
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
16
Konsumen (IHK)2 yang menunjukkan harga rata-rata barang dan jasa yang dikonsumsi rumah tangga (household). IHK sendiri dihitung berdasarkan harga barang dan jasa yang telah ditetapkan dalam SBH. Komponen barang dan jasa tersebut dipantau oleh BPS dan diperbarui setiap lima tahun. Sebagai informasi, angka inflasi 2014 dihitung berdasarkan SBH 2012.
Tahun
Target
Realisasi
Pencapaian
2000
3 - 5%
9,35%
Tidak tercapai
2001
4 - 6%
12,55%
Tidak tercapai
2002
9 - 10%
10,03%
Tidak tercapai
2003
9 - 10%
5,06%
Tidak tercapai
2004
5,5
6,40%
Tercapai
2005
6
17,11%
Tidak tercapai
2006
8
6,60%
Tidak tercapai
2007
6
6,59%
Tercapai
2008
5
11,06%
Tidak tercapai
2009
4,5
2,78%
Tidak tercapai
2010
5
6,96%
Tidak tercapai
2011
5
3,79%
Tidak tercapai
2012
4,5
4,30%
Tercapai
2013
4,5
8,38%
Tidak tercapai
Tabel 1 Pencapaian Inflasi Nasional Indonesia Sumber: BPS (data diolah) Sementara itu, data time series Laporan Keuangan Bank Indonesia (LKBI) selama lima belas tahun terkahir menunjukkan bahwa target inflasi Indonesia belum tercapai. Perkembangan pencapaian inflasi nasional Indonesia tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan hasil penelitian yang dimuat dalam Buku Petunjuk TPID, secara umum inflasi di Indonesia disebabkan oleh: 1. Kendala pasokan distribusi
IHK merupakan salah satu (bukan satu-satunya) indikator pengukuran inflasi. Indikator pengukuran inflasi lainnya menurut international best practice adalah Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) dan Deflator Produk Domestik Bruto (PDB). 2
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
17
Terdapat hubungan saling ketergantungan dalam rantai pemenuhan kebutuhan barang atau jasa yang tercermin dalam keterkaitan ekonomi antardaerah. Kondisi geografis Indonesia memungkinkan timbulnya risiko kendala pasokan dan distribusi yang besar sehingga berpotensi meningkatkan biaya dan risiko harga. 2. Terbatasnya infrastruktur Terbatasnya infrastruktur, khususnya pada sektor energi dan transportasi,
telah
menurunkan
kapasitas
potensial
dan
produktivitas yang berdampak pada terbatasnya supply dalam merespon permintaan. 3. Struktur pasar dan mekanisme pembentukan harga Struktur pasar yang terdistorsi (bukan persaingan sempurna) cenderung memiliki tingkat rigiditas harga yang lebih tinggi, terutama pada fase penurunan harga. Pada kondisi ini, harga cenderung lebih mudah naik dan sulit untuk turun. 4. Ekspektasi inflasi Unfavorable shocks sering terjadi pada perekonomian Indonesia. Hal ini diperparah oleh adanya perilaku backward looking dalam memproyeksikan inflasi sehingga ekspektasi masyarakat terhadap inflasi tinggi. Apabila ekspektasi inflasi masyarakat lebih tinggi dari aktualnya,
dikhawatirkan
terjadi
self-fulfilling
inflation3.
Oleh
karenanya, diperlukan adanya perubahan persepsi masyarakat dari backward looking ke forward looking. Hal ini difasilitasi dengan diimplementasikannya ITF di mana target inflasi ditetapkan sebagai single target yang menjadi anchor bagi ekspektasi inflasi ke depan. Di Jawa Timur, SBH dilakukan pada delapan kota, yaitu Surabaya, Malang,
Kediri,
Jember,
Probolinggo,
Madiun,
Banyuwangi,
dan
Sumenep. Tingkat inflasi Jawa Timur pada bulan Mei 2014 adalah sebesar
7,04%
year-on-year
(yoy).
Angka
tersebut
menunjukkan
penurunan sebesar 55 bps dari tahun sebelumnya. Lebih jauh, tingkat
Self-fulfilling inflation merupakan inflasi yang bersumber dari kekhawatiran masyarakat sebagai dampak dari tidak tersedianya informasi yang memadai mengenai inflasi. 3
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
18
inflasi Jawa Timur ini lebih rendah dibandingkan dengan tingkat inflasi nasional, yaitu sebesar 7,32%. Perbandingan tingkat inflasi masingmasing daerah di Pulau Jawa dapat dilihat pada Tabel 2. Wilayah Nasional
2012 (%) 4,30
2013 (%) 8,38
Mei - 2014 (%) 7,42
DIY
4,31
7,32
6,65
Jawa Barat
4,24
7,99
7,47
Jawa Timur
4,50
7,59
7,04
Jawa Tengah
4,24
7,99
7,47
Banten
4,36
9,65
9,68
Tabel 2 Perbandingan Inflasi Antarprovinsi di Jawa Sumber: BPS (data diolah) Meskipun demikian, secara month-to-month (mtm), tingkat inflasi Jawa Timur lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat inflasi nasional. Angka inflasi mtm Jawa Timur adalah 0,21% sementara inflasi nasional mtm adalah 0,16%. Inflasi tertinggi dialami oleh kota Surabaya, yaitu sebesar 0,50%, diikuti Malang, yaitu sebesar 0,35%, Sumenep 0,31%, Probolinggo 0,07%, dan inflasi terendah terjadi di Kediri, yaitu sebesar 0,02%. Sementara itu, deflasi terjadi di Banyuwangi sebesar 0,12% dan di Jember 0,06%. Secara kumulatif atau year-to-date, inflasi Jawa Timur berada pada level 1,80%. Berdasarkan disagregasinya, sumber tekanan utama inflasi di Jawa Timur berasal dari kelompok administered price, yakni kenaikan tarif kereta api dan angkutan udara. Sumber tekanan inflasi yang lain adalah naiknya harga telur ayam ras dan daging ayam ras. Lebih jauh, berlanjutnya persepsi masyarakat akan kenaikan harga barang dan adanya peningkatan transaksi ekonomi mendorong kenaikan harga pada kelompok inflasi inti. Di sisi lain, deflasi bersumber dari kelompok volatile foods, yaitu cabai rawit, beras, dan cabai merah. Saat ini, strategi pengendalian inflasi yang dilakukan oleh TPID di seluruh Jawa Timur diarahkan pada lima strategi utama, yaitu: (1) Penguatan kelembagaan; (2) Penguatan strategi produksi,
distribusi,
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
19
dan
konektivitas;
(3)
Regulasi
dan
monitoring;
(4)
Kajian
dan
rekomendasi; dan (5) Upaya pengendalian ekspektasi. Wujud nyata dari strategi
penguatan
kelembagaan
adalah
dengan
mendorong
pembentukan TPID di lingkup kabupaten/kota. Dalam
tataran
nasional,
pada
Rakornas
V
TPID
yang
diselenggarakan di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, pada tanggal 21 Mei 2014, disampaikan bahwa pemerintah menetapkan sasaran inflasi dengan lintasan target yang menurun, yaitu 4,5±1% untuk tahun 2014 dan 4±1% untuk tahun 2015. Lebih jauh, pada pembahasan high-level meeting yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 6 Desember 2013 dan berdasarkan surat rekomendasi Gubernur BI kepada pemerintah, lintasan target inflasi ditetapkan sebesar 4±1% untuk tahun 2016 dan 2017 lalu diturunkan menjadi 3,5±1% untuk tahun 2018. Dengan melihat kondisi saat ini, pencapaian target tersebut dihadapkan pada tantangan yang cukup berat. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian yaitu masih besarnya risiko terkait harga pangan sebagai dampak
permasalahan
struktural
yang
mempengaruhi
produksi,
distribusi, dan pembentukan harga. Risiko lain yang harus dihadapi adalah risiko terkait energi yang bersumber dari ketergantungan terhadap sumber energi minyak. Selain itu, pencapaian target inflasi tersebut harus dihadapkan pada adanya faktor uncertainty pada pemulihan ekonomi global yang berpengaruh pada stabilitas nilai tukar dan harga minyak dunia. Oleh karenanya, dalam pidatonya, Presiden Republik Indonesia menekankan pentingnya meningkatkan ketahanan pangan dan menjaga stabilitas harga pangan bagi kesejahteraan masyarakat di tengah masih tingginya risiko yang dapat mempengaruhi produksi dalam negeri dan ketidakpastian global tersebut. Penguatan koordinasi dan sinergi dalam pengendalian inflasi juga perlu terus dilakukan karena inflasi di Indonesia
banyak
dipengaruhi
oleh
karakteristik
daerah
dan
penyelesaian masalah struktural.
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
20
Pada kesempatan yang sama, Gubernur BI dalam laporannya juga menyampaikan bahwa untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan komitmen yang kuat dari kepala daerah. Selain itu, diperlukan pula ketersediaan data dan informasi yang akurat sebagai dasar untuk menjajaki kerja sama antara daerah satu dengan daerah yang lain. Gubernur BI juga menyampaikan perlunya empat langkah strategi dalam pengendalian daerah yang diarahkan pada terciptanya 4K, yaitu Ketersediaan pasokan, Keterjangkauan harga, Kelancaran distribusi, dan Komunikasi ekspektasi. Menanggapi hal tersebut, dalam arahannya, Menteri Dalam Negeri menyampaikan langkah-langkah yang dapat ditempuh oleh gubernur, bupati, dan walikota melalui TPID. Langkah-langkah tersebut antara lain: 1. Melakukan koordinasi yang intensif antar-SKPD dalam satu wilayah dan kerja sama dengan SKPD di wilayah lainnya untuk (a) menjamin produksi, (b) menjaga ketersediaan pasokan, dan (c) menjaga kelancaran distribusi kebutuhan pangan pokok antardaerah dengan berpedoman pada Inmendagri No. 027/1696/SJ Tanggal 2 April 2013; 2. Mengefektifkan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan antar-TPID dalam menjaga keterjangkauan barang dan jasa di daerah; 3. Mengantisipasi gejolak harga pangan dengan melakukan pasokan langusng antara daerah surplus dengan dengan daerah defisit untuk mengurangi biaya distribusi; 4. Menginisiasi
kerja
sama
antardaerah
dalam
penyediaan
dan
pertukaran informasi terkait produksi, ketersediaan, dan harga bahan pangan pokok yang kredibel, terkini, dan mudah diakses; 5. Melakukan kekurangan
kerja
sama
pasokan
antardaerah
bahan
pangan
dalam akibat
mengantisipasi
gangguan
musim
produksi, perubahan iklim dan cuaca, gejolak harga pangan dunia, meningkatnya permintaan pada hari-hari besar keagamaan, dan bencana alam; dan
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
21
6. Mendorong dan memfasilitasi pembentukan TPID kabupaten/kota di wilayah masing-masing untuk menjaga keterjangkauan barang dan jasa di daerah. Selanjutnya, pada Rakornas tersebut disepakati tiga hal penting, yaitu: (1) Meningkatkan kerja sama antardaerah di bidang ketahanan pangan melalui dukungan perencanaan program kerja dan penyediaan anggaran di daerah; (2) Meningkatkan ketersediaan dan kualitas data dan informasi surplus defisit pangan di setiap daerah oleh TPID sebagai acuan dalam melakukan kerja sama antardaerah; dan (3) Meningkatkan kapasitas pengelolaan kerja sama antardaerah, antara lain melalui bimbingan dan konsultasi bagi TPID yang difasilitasi oleh Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) TPID.
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
22
BAGIAN III – RAPAT KOORDINASI III.1
Pemaparan
Progress,
Program
Kerja,
dan
Kendala yang Dihadapi TPID Pascarilis Inmendagri No. 027/1696/SJ Tanggal 2 April 2013, pendirian TPID mengalami peningkatan. Per 13 Juni 2014, di wilayah eks Karesidenan Kediri dan Madiun telah terbentuk 11 TPID melalui SK Bupati/Walikota. Kesebelas TPID tersebut adalah TPID Kota Kediri, Kota Madiun, Kota Blitar, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten
Trenggalek,
Kabupaten
Nganjuk,
Kabupaten
Madiun,
Kabupaten Magetan, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Pacitan, dan Kabupaten Ngawi. Pembentukan TPID di Kabupaten Kediri masih dalam proses dan direncanakan akan disahkan pada bulan Juni 2014. Sementara itu, Kabupaten Blitar belum membentuk TPID karena terdapat pemahaman bahwa ada kesamaan tugas antara TPID dengan Dewan Ketahanan Pangan dan Ketahanan Ekonomi Kabupaten Blitar. Meskipun
demikian,
pembentukan
TPID
tetap
dipertimbangkan
mengingat pembentukan TPID ini telah diamanatkan dalam Inmendagri No. 027/1696/SJ Tanggal 2 April 2013. Lebih lanjut, Inmendagri No. 027/1696/SJ Tanggal 2 April 2013 pada pokoknya menguraikan langkah-langkah yang perlu dilakukan daerah
dalam
rangka
menjaga
stabilitas
perekonomian
daerah,
mengatasi berbagai permasalahan sektor riil, dan menjaga stabilitas harga barang dan jasa. Langkah-langkah tersebut mencakup hal-hal berikut: 1. Menjaga dan meningkatkan produktivitas, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi hasil pertanian khususnya komoditas bahan pangan pokok. 2. Mendorong pembangunan dan pengembangan infrastruktur yang mendukung kelancaran produksi dan distribusi hasil pertanian khususnya komoditas bahan pangan pokok.
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
23
3. Mendorong terciptanya struktur pasar dan tata niaga yang kompetitif dan efisien, khususnya untuk komoditas yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat. 4. Mengelola dampak dari penyesuaian harga barang dan jasa yang ditetapkan pemerintah pusat dan daerah antara lain harga bahan bakar minyak, tarif tenaga listrik, harga liquefied petroleum gas, upah minimum (UMP/UMR), bea balik nama kendaraan bermotor, cukai rokok, tarif tol, tarif pelabuhan, dan tarif angkutan. 5. Mendorong ketersediaan informasi terkait produksi, ketersediaan (stok) dan harga bahan pangan pokok yang kredibel, terkini, dan mudah diakses oleh masyarakat. 6. Melakukan koordinasi yang intensif di antara Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam satu wilayah dan kerjasama dengan SKPD di wilayah
lainnya,
Kantor
Perwakilan
Bank
Indonesia,
kantor
perwakilan kementerian/lembaga negara lainnya di daerah, serta berbagai pihak terkait untuk menjamin produksi, ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi kebutuhan bahan pangan pokok. 7. Segera membentuk Tim Pengendalian Inflasi Daerah yang selanjutnya disingkat dengan TPID sebagai suatu wadah koordinasi dalam menjaga agar tidak terjadi inflasi di daerah dengan susunan organisasi serta tugas dan kewajiban sebagaimana tercantum dalam lampiran Instruksi Menteri. Sementara itu, susunan keanggotaan TPID berdasarkan Instruksi Menteri tersebut adalah sebagai berikut: Pengarah
: Kepala Daerah
Ketua
: Sekretaris Daerah
Wakil Ketua : Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sekretaris
: Asisten Sekretariat Provinsi dan Kabupaten/Kota yang membidangi ekonomi
Anggota
: a.
Anggota
Kepala SKPD yang membidangi urusan
pertanian;
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
24
b.
Kepala
SKPD
yang
membidangi
urusan
perhubungan; c.
Kepala SKPD yang membidangi urusan perdagangan dan perindustrian;
d.
Unsur pemangku kepentingan lainnya.
Dalam tataran yang lebih spesifik, SKPD yang menjadi anggota TPID
hendaknya
disesuaikan
dengan
karakteristik
perekonomian
masing-masing daerah. Apabila perekonomian suatu daerah didominasi oleh sektor pertanian, maka peran Dinas Pertanian sangat strategis dalam keanggotaan TPID. Demikian halnya apabila perekonomian suatu daerah didominasi sektor pariwisata, hotel, dan restauran, maka peran Dinas Pariwisata sangat diharapkan. Susunan keanggotaan TPID dharapkan juga mencerminkan urgensi penanganan inflasi di masing-masing daerah. Misalnya, apabila sumber utama tekanan inflasi di daerah tersebut adalah masalah distribusi, diharapkan Dinas Perhubungan turut berpartisipasi dalam TPID. Selanjutnya, dalam menjalankan fungsinya, terdapat beberapa kendala yang dihadapi TPID. Kendala-kendala tersebut antara lain: 1. Belum adanya pemahaman yang memadai mengenai pedoman teknis pelaksanaan TPID; 2. Belum dialokasikannya anggaran penghitungan inflasi dan anggaran operasional TPID dalam APBD bagi kabupaten/kota yang tidak termasuk penghitung inflasi nasional; 3. Sebagian besar struktur TPID kabupaten/kota yang tercantum di dalam SK belum sesuai dengan Inmendagri dan Nota Kesepahaman Pembentukan Inflasi di Provinsi Jawa Timur pada tanggal 19 November 2013.; dan 4. Belum tersedianya database surplus dan defisit pangan
sebagai
acuan kerjasama antardaerah.
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
25
III.2 Workshop Penghitungan Inflasi Pada digunakan
dasarnya,
terdapat
dalam penghitungan
beberapa inflasi.
indikator
yang
Menurut Mishkin
dapat (2004),
kenaikan harga-harga tersebut dapat dihitung melalui: (1) Produk Domestik Bruto (PDB) deflator; (2) Personal Consumption Expenditure (PCE) deflator; dan (3) Indeks Harga Konsumen (IHK). PDB deflator merupakan perbandingan antara PDB nominal dengan PDB riil di mana PDB nominal adalah PDB pada tahun berjalan sementara PDB riil merupakan angka PDB pada tahun dasar. Sejalan dengan PDB deflator, PCE deflator merupakan perbandingan antara PCE nominal dengan PCE riil di mana PCE nominal merupakan jumlah konsumsi individu pada tahun berjalan sedangan PCE riil merupakan jumlah konsumsi individu pada tahun dasar. Sementara itu, seperti yang sempat disebutkan pada bagian sebelumnya, IHK merupakan suatu indeks yang menghitung rata-rata
perubahan
harga
sekelompok
barang
dan
jasa
yang
dikonsumsi masyarakat secara umum selama periode tertentu. Dalam penghitungan angka inflasi, BPS menggunakan IHK. Di Indonesia, IHK dihitung menggunakan rumus Laspeyres yang telah dimodifikasi. Melalui penghitungan ini, kenaikan harga-harga komoditas tertentu dihitung menggunakan rata-rata aritmatik sedangkan kenaikan harga komoditas lainnya dihitung menggunakan rata-rata geometri. Per 2014,
IHK
tersebut
dihitung
berdasarkan
SBH
2012
yang
mengelompokkan pengeluaran masyarakat ke dalam tujuh kelompok pengeluaran, yaitu: (1) Kelompok bahan makanan; (2) Kelompok makanan jadi, minuman, dan tembakau; (3) Kelompok perumahan; (4) Kelompok sandang; (5) Kelompok kesehatan; (6) Kelompok pendidikan dan olahraga; dan (7) Kelompok transportasi dan komunikasi. Di Jawa Timur, SBH dilakukan pada 8 kabupaten/kota, yaitu Surabaya, Malang, Kediri, Jember, Madiun, Probolinggo, Sumenep, dan Banyuwangi. Di samping itu, BPS juga mengumumkan angka inflasi berdasarkan disagregasinya, yakni inflasi inti (core inflation), inflasi kelompok
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
26
makanan bergejolak (volatile foods inflation), dan komponen harga yang diatur pemerintah (administered price inflation). Angka inflasi dinyatakan dalam indeks, baik bulanan (month-tomonth), tahun ke tahun (year-on-year), maupun tahun kalender (year-todate). Indeks bulanan mencerminkan kenaikan IHK bulan berjalan terhadap bulan sebelumnya, indeks tahun ke tahun mencerminkan kenaikan IHK bulan berjalan terhadap IHK periode yang sama pada tahun
sebelumnya,
sedangkan
IHK
tahun
kalender
merupakan
persentase perubahan IHK bulan berjalan terhadap IHK bulan Desember tahun sebelumnya. Secara matematis, rumus perhitungan inflasi ditampilkan pada Gambar 2.
𝐼𝑛𝑓𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑚𝑡𝑚 =
𝐼𝑛𝑓𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑦𝑜𝑦 =
𝐼𝑛𝑓𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑦𝑡𝑑 =
IHK bulan n − IHK bulan n − IHK bulan n −
x 00
IHK bulan n tahun t − IHK bulan n tahun t − IHK bulan n tahun t −
x 00
IHK bulan n tahun t − IHK bulan Desember tahun t − IHK bulan Desember tahun t −
x 00
Gambar 2 Rumus Penghitungan Inflasi Sumber: Departemen Statistik BI Setelah
didapatkan
angka
inflasi,
angka
inflasi
tersebut
diklasifikasikan berdasarkan derajatnya. Klasifikasi inflasi berdasarkan derajatnya dapat dilihat pada Tabel 3. Tahun
Target
Inflasi rendah
< 10%
Inflasi sedang
10 – 30%
Inflasi tinggi
30-100%
Hiperinflasi
> 100%
Tabel 3 Klasifikasi Inflasi Berdasarkan Derajatnya Sumber: Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. 1, No. 1, Mei 1999 hal. 58
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
27
Sementara itu, Siskaperbapo merupakan aplikasi berbasis web dan Short Message Service (SMS) yang dikembangkan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur. Aplikasi tersebut memuat harga 29 komoditas di 38 kabupaten/kota di Jawa Timur. Data pada aplikasi tersebut diperoleh dari survei terhadap tingkat harga pada 110 pasar di Jawa Timur. Siskaperbapo dapat diakses melalui situs www.siskaperbapo.com dan SMS ke nomor 081217000021 dengan format: nama kabupaten/kota (spasi) nama komoditas. Contoh: MADIUN KAB (spasi) BERAS. Dengan dirilisnya Siskaperbapo diharapakan masyarakat dapat mengakses perkembangan harga di pasar dengan lebih cepat dan mudah. Selain itu, dengan adanya Siskaperbapo ini diharapakan pemerintah, khususnya Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang tergabung dalam
TPID,
perkembangan
memperoleh harga
informasi
barang
terjadinya fluktuasi harga,
atau
yang
jasa,
memadai
termasuk
mengenai
kemungkinan
sebagai salah satu pertimbangan dalam
menentukan kebijakan dalam rangka upaya pengendalian harga itu sendiri. Skema penghitungan inflasi menggunakan data Siskaperbapo dapat dilihat pada Gambar 3. 1. Unduh series data harga mingguan
2. Hitung perubahan harga (bulanan)
3. Hitung sumbangan inflasi : perubahan harga x bobot
4. Jumlahkan sumbangan inflasi 29 komoditas
5. Ukur inflasi kabupaten/kota
Gambar 3 Skema Penghitungan Inflasi Menguunakan Data Siskaperbapo Sumber: Materi Workshop Penghitungan Inflasi Menggunakan Siskaperbapo yang disampaikan oleh Warsono
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
28
Keterangan Gambar 3: 1. Series data harga yang dimaksud adalah series data harga komoditas pada Siskaperbapo mulai tanggal 1 Januari 2012. Series harga tersebut ditetapkan dengan memilih satu hari tertentu dalam satu minggu sebagai dasar penetapan. 2. Tingkat harga bulanan yang diperoleh merupakan rata-rata harga mingguan 3. Bobot komoditas yang digunakan adalah bobot komoditas di kota penghitung inflasi terdekat atau yang memiliki karakteristik daerah serupa dengan daerah yang akan dihitung inflasinya. Secara
teknis,
langkah-langkah
penghitungan
inflasi
menggunakan data Siskaperbapo adalah sebagai berikut: 1. Buka website Siskaperbapo, klik “Tabel”
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
29
2. Pilih “Tanggal”, “Area”, dan “Pasar”
3. Masukkan harga yang terjadi setiap hari Kamis pada kabupaten/kota yang dipilih Contoh : untuk bulan April 2014 = tanggal 3, 10, 17 dan 24 April 6
SERIES DATA HASIL SURVEI PEMANTAUAN HARGA (SPH) KABUPATEN PASAR
PAMEKASAN Kolpajung, Gurem, 17 Agustus
HARGA KOMODITI No.
Komoditi
1
BERAS
2 3
GULA PASIR MINYAK GORENG
4 5 6 7 8 9
DAGING SAPI DAGING AYAM RAS DAGING AYAM KAMPUNG TELUR AYAM RAS TELUR AYAM KAMPUNG SUSU KENTAL MANIS
8
SUSU BUBUK
9 JAGUNG PIPILAN 10 GARAM 11 TEPUNG TERIGU KEDELAI
Jenis/Merk/Kualitas Bengawan Mentik IR 64 Dalam negeri Bimoli botol 620 ml Bimoli botol 2 L Curah Murni Ayam broiler Ayam kampung
Satuan
Kg Kg Kg Kg liter liter liter Kg Kg Kg Kg Kg Bendera kaleng Indomilk kaleng Bendera Instant Pack Indomilk Instant Pack Jagung pipilan kering Kg Bata Buah Halus Kg Segitiga biru Kw Medium Kg Eks Impor Kg Lokal Kg
201404 MI
M II
9,000 10,500 7,250 10,750 13,000 23,500 12,750 90,000 27,000 45,000 15,000 27,000 9,500 9,000 33,750 34,750 3,500 500 2,600 7,500 10,000 7,000
9,000 10,500 7,250 10,750 13,000 23,500 12,500 90,000 27,000 45,000 14,000 27,000 9,500 9,000 33,750 34,750 3,500 500 2,600 7,500 10,000 7,000
201405
M III
M IV
MI
M II
M III
M IV
MV
9,000 10,500 7,250 10,750 13,000 23,500 12,500 90,000 27,000 45,000 14,000 27,000 9,500 9,000 33,750 34,750 3,250 500 2,600 7,500 10,000 7,000
9,000 10,500 7,250 10,750 13,000 23,500 12,500 90,000 30,000 45,000 13,000 27,000 9,500 9,000 33,750 34,750 3,250 500 2,600 7,500 10,000 7,000
9,000 10,500 7,250 10,750 13,000 23,500 12,500 90,000 30,000 45,000 13,500 27,000 9,500 9,000 33,750 34,750 3,250 500 2,600 7,500 10,000 7,000
9,000 10,500 7,250 10,750 13,000 25,000 12,000 90,000 30,000 45,000 14,000 27,000 9,500 9,000 33,750 34,750 3,250 500 2,600 8,000 10,000 7,000
9,000 10,500 7,250 10,750 13,000 25,000 12,500 90,000 30,000 45,000 14,000 27,000 9,500 9,000 33,750 34,750 3,250 500 2,600 8,000 10,000 7,000
9,000 10,500 7,250 10,750 13,000 25,000 11,500 90,000 30,000 45,000 15,000 27,000 9,500 9,000 33,750 34,750 3,250 500 2,600 8,000 10,000 7,000
9,000 10,500 7,250 10,750 13,000 25,400 12,000 90,000 30,000 45,000 16,000 27,000 9,500 9,150 33,750 34,750 3,250 500 2,600 8,000 10,000 7,000
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
30
4. Gabungkan harga untuk periode yang sama Contoh: Beras Bengawan, Mentik, IR 64 menjadi komoditas “Beras” SERIES DATA HASIL SURVEI PEMANTAUAN HARGA (SPH) PAMEKASAN Kolpajung, Gurem, 17 Agustus
KOTA PASAR TRADISIONAL HARGA KOMODITI No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Komoditi
Jenis/Merk/Kualitas
BERAS GULA PASIR MINYAK GORENG DAGING SAPI DAGING AYAM RAS DAGING AYAM KAMPUNG TELUR AYAM RAS TELUR AYAM KAMPUNG SUSU KENTAL MANIS SUSU BUBUK JAGUNG PIPILAN GARAM TEPUNG TERIGU KEDELAI MIE KERING INSTANT CABE MERAH CABE RAWIT BAWANG MERAH BAWANG PUTIH
Satuan
Beras Medium I (IR 64 I) * Kg Curah liter Indomie Rasa Ayam BawangBungkus Bendera Instan 300 grm Pack Has Dalam Kg Tanpa Jeroan Kg Baik Kg Besar - Segar Kg Hijau - Segar Kg Ukuran Sedang Kg Ukuran Sedang Kg Segar Kg Segar Kg Segar - lokal Kg Ukuran Sedang Kg Segar Kg Segar Kg Segar Kg Segar Kg
201404 MI
M II
M III
M IV
8,917 10,750 16,417 90,000 27,000 45,000 15,000 27,000 9,250 34,250 3,500 1,550 7,500 8,500 1,100 24,500 60,000 20,000 12,000
8,917 10,750 16,333 90,000 27,000 45,000 14,000 27,000 9,250 34,250 3,500 1,550 7,500 8,500 1,100 20,000 40,000 20,000 12,000
8,917 10,750 16,333 90,000 27,000 45,000 14,000 27,000 9,250 34,250 3,250 1,550 7,500 8,500 1,100 14,000 36,500 19,500 12,000
8,917 10,750 16,333 90,000 30,000 45,000 13,000 27,000 9,250 34,250 3,250 1,550 7,500 8,500 1,100 15,000 27,500 16,500 12,000
5. Tentukan kota acuan yang kan digunakan No
Komoditas
Volatile Food 1 Beras 2 Minyak Goreng 3 Daging Sapi 4 Daging Ayam Ras 5 Daging Ayam Kampung 6 Telur Ayam Ras 7 Kedelai 8 Mie Kering Instant 9 Cabe Merah 10 Cabe Rawit 11 Bawang Merah 12 Bawang Putih 13 Kacang Tanah 14 Kol/Kubis 15 Kentang 16 Tomat 17 Wortel 18 Buncis
Bobot Smnp (%) 19.06 6.69 1.48 2.59 1.09 0.64 1.06 2.87 0.59 0.25 0.08 0.86 0.39 0.16 0.00 0.19 0.06 0.05 0.00
Perubahan Harga (%) Jan-13 (0.72) 4.17 20.41 12.30 54.65 86.73 26.67 60.00 12.23 (13.58) 24.07 36.51 2.38 (18.00)
Feb-13 1.03 (1.69) 1.09 (2.26) (9.29) 5.26 27.27 7.05 (20.00) (8.21) 62.79 (8.14) -
Mar-13 (3.60) (0.63) (0.80) (7.59) (14.45) 6.46 56.14 97.71 31.07 (7.07) 34.29 (12.85) (8.57) (17.97) 1.46
Apr-13 (2.49) (1.74) (7.18) (2.26) (19.08) (24.00) 0.07 (59.13) (11.08) 38.30 5.41 (14.06) (22.84) (1.44)
May-13
Dec-13
Jan-14
6.00 (3.98) 4.21 4.16 0.56 1.11 2.11 (0.81) (5.69) (1.16) 5.88 2.25 2.74 12.33 36.43 95.15 44.65 (56.14) 29.35 18.46 (23.47) 9.78 (4.55) (2.00) 1.52 (7.25) (3.04) 2.48 1.54 30.07 48.57 (6.55) 2.76 113.73 (17.09) 150.00 17.58 5.60 8.55 36.57 3.41 3.77 1.82
Feb-14 2.52 (1.10) 2.59 0.15 (10.50) 49.55 (16.49) 2.50 (2.97) (45.18) (52.96) 34.62 20.54
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
31
6. Hitung perubahan harga tiap komoditas secara bulanan (mtm) No
Komoditas
Volatile Food 1 Beras 2 Minyak Goreng 3 Daging Sapi 4 Daging Ayam Ras 5 Daging Ayam Kampung 6 Telur Ayam Ras 7 Kedelai 8 Mie Kering Instant 9 Cabe Merah 10 Cabe Rawit 11 Bawang Merah 12 Bawang Putih 13 Kacang Tanah 14 Kol/Kubis 15 Kentang 16 Tomat 17 Wortel 18 Buncis
Bobot Smnp (%) 19.06 6.69 1.48 2.59 1.09 0.64 1.06 2.87 0.59 0.25 0.08 0.86 0.39 0.16 0.00 0.19 0.06 0.05 0.00
Perubahan Harga (%) Jan-13
Feb-13
(0.72) 4.17 20.41 12.30 54.65 86.73 26.67 60.00 12.23 (13.58) 24.07 36.51 2.38 (18.00)
1.03 (1.69) 1.09 (2.26) (9.29) 5.26 27.27 7.05 (20.00) (8.21) 62.79 (8.14) -
Mar-13 (3.60) (0.63) (0.80) (7.59) (14.45) 6.46 56.14 97.71 31.07 (7.07) 34.29 (12.85) (8.57) (17.97) 1.46
Apr-13 (2.49) (1.74) (7.18) (2.26) (19.08) (24.00) 0.07 (59.13) (11.08) 38.30 5.41 (14.06) (22.84) (1.44)
May-13
Dec-13
Jan-14
6.00 (3.98) 4.21 4.16 0.56 1.11 2.11 (0.81) (5.69) (1.16) 5.88 2.25 2.74 12.33 36.43 95.15 44.65 (56.14) 29.35 18.46 (23.47) 9.78 (4.55) (2.00) 1.52 (7.25) (3.04) 2.48 1.54 30.07 48.57 (6.55) 2.76 113.73 (17.09) 150.00 17.58 5.60 8.55 36.57 3.41 3.77 1.82
Feb-14 2.52 (1.10) 2.59 0.15 (10.50) 49.55 (16.49) 2.50 (2.97) (45.18) (52.96) 34.62 20.54
7. Hitung sumbangan inflasi untuk masing-masing komoditas dengan rumus : bobot x perubahan harga
No
Komoditas
Volatile Food 1 Beras 2 Minyak Goreng 3 Daging Sapi 4 Daging Ayam Ras 5 Daging Ayam Kampung 6 Telur Ayam Ras 7 Kedelai 8 Mie Kering Instant 9 Cabe Merah 10 Cabe Rawit 11 Bawang Merah 12 Bawang Putih 13 Kacang Tanah 14 Kol/Kubis 15 Kentang
Perubahan Harga Bobot SPH Smnp (%) Mar-14 Apr-14 May-14 19.06 6.69 1.48 2.59 1.09 0.64 1.06 2.87 0.59 0.25 0.08 0.86 0.39 0.16 0.00 0.19
0.52 3.72 3.47 (7.14) (1.39) (19.26) (33.33) (21.29) 25.37 (3.11) 14.63 0.81 5.41 (13.38)
(0.05) 0.64 1.67 (3.36) 0.45 8.11 1.41 2.75 3.57 (22.02) (35.78) (29.00) (66.51) (2.56) (8.42) 2.13 (1.25) (2.40) (0.33) (16.75) (0.62) 2.06 5.24
Sumbangan Inflasi SPH Mar-14
Apr-14
May-14
(0.37) 0.0346 0.0550 0.0901 (0.0782) (0.0089) (0.2049) (0.1966) (0.0533) 0.0207 (0.0268) 0.0567 0.0013 (0.0249)
1.12 (0.0031) 0.0095 (0.0871) 0.0050 0.0090 0.0293 (0.0551) (0.0237) (0.0221) 0.0082 (0.0039) 0.0038
(0.12) 0.0246 0.0887 0.0380 (0.0895) (0.0544) (0.0727) (0.0048) (0.0005) 0.0098
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
32
8. Jumlahkan sumbangan inflasi 29 komoditas No
Komoditas
Core Inflation 20 Gula Pasir 21 Telur Ayam Kampung 22 Susu Kental Manis 23 Jagung Pipilan 24 Garam 25 Tepung Terigu 26 Ikan Asin Teri 27 Kacang Hijau 28 Ketela Pohon 29 Semen Administered Price 30 Bensin
29 Komoditas
Perubahan Harga Bobot SPH Smnp (%) Mar-14 Apr-14 May-14 2.84 1.01 0.18 0.14 0.06 0.05 0.13 0.12 0.02 1.13 3.58 3.58
25.48
(5.00) (8.82) 23.68 0.72
4.71 (5.26) (3.23) (8.33) 6.38 6.92 (0.24)
0.95 (3.70) 5.33 (9.09) 1.29 2.88
0.28
0.28
0.28
Sumbangan Inflasi SPH Mar-14
Apr-14
May-14
0.03 0.00 0.03 0.0068 0.0014 (0.0044) (0.0016) 0.0027 (0.0108) (0.0118) 0.0290 0.0078 0.0013 0.0002 0.0082 (0.0027) 0.0326 0.01 0.01 0.01 0.0101 0.0100 0.0100 (0.33) 1.13 (0.08)
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
33
III.3 Hasil Rapat Koordinasi Rapat Koordinasi TPID wilayah eks Karesidenan Kediri dan Madiun menghasilkan rekomendasi sebagai berikut: 1. Melaksanakan butir-butir kesepakatan Rakornas V TPID sebagai berikut: a. Memperkuat komitmen kepala daerah untuk menjamin kerja sama, khususnya untuk mendukung ketahanan pangan dan stabilitas harga pangan melalui perencanaan program kerja (RKPD) dan dukungan anggaran yang sesuai (APBD); b. Mempercepat penyediaan data dan informasi neraca pangan oleh masing-masing daerah secara berkesinambungan untuk menjadi acuan dalam melakukan kerja sama antar daerah; c. Memfasilitasi peningkatan kapasitas pengelolaan kerja sama antardaerah oleh Pokjanas TPID antara lain melalui bimbingan dan konsultasi bagi TPID; dan d. Pengendalian Inflasi di daerah diarahkan pada tercapainya “4K” yakni Ketersediaan pasokan, Keterjangkauan harga, Kelancaran distribusi dan Komunikasi ekspektasi. 2. Dalam pelaksanaan tugas dan kegiatannya, TPID kabupaten/kota berpedoman
pada
Buku
Manual
TPID
yang
diterbitkan
oleh
Pokajanas TPID. 3. Kota/kabupaten yang tidak termasuk penghitung inflasi nasional dapat
menggunakan
penghitungan
pendekatan
inflasi
melalui
analisis data Siskaperbapo. 4. Daerah dengan struktur TPID yang belum sesuai dengan Inmendagri No.027/1696/SJ Tanggal 2 April 2013 diharapkan dapat segera menyesuaikan agar tidak menyalahi ketentuan tersebut. 5. Perlu dilakukan pendampingan dan pembinaan yang intensif dari Kantor Perwakilan BI Kediri terhadap kegiatan TPID kota/kabupaten di wilayah kerjanya. Selanjutnya, perlu dilakukan rapat koordinasi TPID wilayah eks Karesidenan Kediri dan Madiun secara rutin, dalam hal ini tiap enam bulan.
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
34
6. Masing-masing program-program
TPID
kota/kabupaten
unggulan
yang
diharapkan
tertuang
dalam
menyusun Masterplan
Pengendalian Inflasi Daerah. 7. Memperkuat kerja sama antardaerah di wilayah eks Karesidenan Kediri dan Madiun dalam rangka pengendalian harga dan kecukupan pasokan barang/jasa pada kota/kabupaten serta berkoordinasi dengan Bakorwil Madiun dan Biro Kerjasama Daerah Provinsi Jawa Timur. 8. Melakukan diseminasi hasil Rapat Koordinasi TPID masing-masing kota/kabupaten
kepada
publik
melalui
media
massa
untuk
mengarahkan ekspektasi masyarakat ke tingkat yang rasional. 9. Dalam menghadapi dampak musiman tahun ajaran baru, bulan Ramadhan, dan hari raya Idul Fitri terhadap inflasi daerah, pemerintah daerah perlu melakukan komunikasi dan atau sosialisasi kepada pemuka agama setempat, misalnya kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) atau Ikatan Dai Indonesia (IKADI), agar dapat membantu
mengarahkan
masyarakat
untuk
mengendalikan
konsumsi ke tingkat yang wajar.
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
35
Halaman ini sengaja dikosongkan.
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
36
BAGIAN IV – PENUTUP Pengendalian inflasi memerlukan koordinasi yang harmonis antara otoritas moneter, dalam hal ini Bank Indonesia, dengan pemerintah dan sektor riil yang dapat diwujudkan dengan bauran kebijakan moneter, fiskal, maupun sektoral. Sebagaimana dipahami bahwa inflasi nasional terbentuk dari inflasi daerah, partisipasi daerah dalam
upaya
pengendalian
inflasi
sangatlah
diharapkan.
Oleh
karenanya, perlu dilakukan koordinasi dan kerja sama antarpihak yang difasilitasi oleh TPID. Ke depan, koordinasi ini perlu diperkuat dalam rangka pencapaian target inflasi yang telah ditetapkan serta dalam rangka mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
37
LAMPIRAN
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
38
MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
INSTRUKSI MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 027/1696/SJ
TENTANG
MENJAGA KETERJANGKAUAN BARANG DAN JASA DI DAERAH MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,
Dalam rangka menjaga stabilitas perekonomian di daerah dan mengatasi permasalahan ekonomi sektor riil serta menjaga stabilitas harga barang dan jasa yang terjangkau oleh masyarakat dengan ini diinstruksikan: Kepada
: Gubernur di seluruh Indonesia; dan Bupati dan Walikota di seluruh Indonesia
Untuk : KESATU :
Menjaga dan meningkatkan produktivitas, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi hasil pertanian khususnya komoditas bahan pangan pokok.
KEDUA :
Mendorong pembangunan dan pengembangan infrastruktur yang mendukung kelancaran produksi dan distribusi hasil pertanian khususnya komoditas bahan pangan pokok.
KETIGA :
Mendorong terciptanya struktur pasar dan tata niaga yang kompetitif dan efisien, khususnya untuk komoditas yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat.
KEEMPAT : Mengelola dampak dari penyesuaian harga barang dan jasa yang ditetapkan Pemerintah Pusat dan Daerah antara lain harga bahan bakar minyak, tarif tenaga listrik, harga
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
39
liquefied petroleum gas, upah minimum (UMP/UMR), bea balik nama kendaraan bermotor, cukai rokok, tarif tol, tarif pelabuhan, dan tarif angkutan. KELIMA:
Mendorong ketersediaan informasi terkait produksi, ketersediaan (stok) dan harga bahan pangan pokok yang kredibel, terkini, dan mudah diakses oleh masyarakat.
KEENAM : Melakukan koordinasi yang intensif diantara Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam satu wilayah dan kerjasama dengan SKPD di wilayah lainnya, Kantor Perwakilan Bank Indonesia, kantor perwakilan kementerian/lembaga negara lainnya di daerah, serta berbagai pihak terkait untuk menjamin produksi, ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi kebutuhan bahan pangan pokok. KETUJUH : Segera membentuk Tim Pengendalian Inflasi Daerah yang selanjutnya disingkat dengan TPID sebagai suatu wadah koordinasi dalam menjaga agar tidak terjadi inflasi di daerah dengan susunan organisasi serta tugas dan kewajiban sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Instruksi Menteri ini. Instruksi Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 April 2013 MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,
GAMAWAN FAUZI
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
40
LAMPIRAN
INSTRUKSI MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 027/1696/SJ TENTANG MENJAGA KETERJANGKAUAN BARANG DAN JASA DI DAERAH
A. Susunan Keanggotaan TPID 1. Pengarah
:
Kepala Daerah.
2. Ketua
:
Sekretaris Daerah.
3. Wakil Ketua
:
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi dan Kabupaten/Kota.
4. Sekretaris
:
Asisten
Sekretariat
Provinsi
dan
Kabupaten/Kota yang membidangi ekonomi. 5. Anggota
: a. Kepala SKPD yang membidangi urusan pertanian; b. Kepala SKPD yang membidangi urusan perhubungan; c. Kepala SKPD yang membidangi urusan perdagangan dan perindustrian; d. Unsur pemangku kepentingan lainnya.
B. Tugas dan Kewajiban 1. Memutuskan kebijakan yang akan ditempuh terkait pengendalian inflasi daerah; 2. Memantau dan mengevaluasi atas efektivitas kebijakan yang diambil terkait pengendalian inflasi daerah; 3. Merumuskan rekomendasi kebijakan yang bersifat sektoral terkait dengan upaya menjaga keterjangkauan barang dan jasa di daerah untuk ditindaklanjuti oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing;
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
41
4. Melakukan analisa terhadap sumber atau potensi tekanan inflasi daerah; 5. Melakukan analisa permasalahan perekonomian daerah yang dapat mengganggu stabilitas harga dan keterjangkauan barang dan jasa; 6. Melakukan inventarisasi data dan informasi perkembangan harga barang dan jasa secara umum melalui pengamatan terhadap perkembangan inflasi di daerahnya; 7. Mengidentifikasi
dan
menganalisa
permasalahan
perekonomian
daerah yang dapat mengganggu keterjangkauan barang dan jasa di daerah; 8. Menyampaikan rekomendasi yang dapat mendukung perumusan dan penetapan standar biaya umum terkait dengan perencanaan dan penganggaran serta upah minimum di daerah; 9. Melakukan komunikasi, sosialisasi, dan publikasi, serta memberikan himbauan (moral suasion) kepada masyarakat mengenai hal-hal yang diperlukan dalam upaya menjaga stabilitas harga; 10. Mengoptimalkan
penyediaan,
pemanfaatan,
dan
diseminasi
data/informasi mengenai produksi, pasokan dan harga, khususnya komoditas bahan pangan pokok yang kredibel dan mudah diakses masyarakat; 11. Melakukan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan daerah untuk mengatasi permasalahan keterjangkauan barang dan jasa melalui forum rapat koordinasi wilayah TPID, rapat koordinasi pusat dan daerah, serta rapat koordinasi nasional TPID; 12. Menyusun laporan pelaksanaan tugas TPID setiap 6 bulan sekali yang memuat: a. Perkembangan dan prospek inflasi daerah; b. Identifikasi dan analisa permasalahan ekonomi sektor riil; c. Rumusan rekomendasi kebijakan; d. Pelaksanaan kebijakan; e. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan; dan f. Rencana program kerja tahun berikutnya.
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
42
13. TPID kabupaten/kota menyampaikan laporan pelaksanaan tugas TPID kepada gubernur setiap minggu pertama bulan juli dan minggu pertama bulan januari. 14. Gubernur menyampaikan laporan pelaksanaan tugas TPID provinsi dan kabupaten/ kota di wilayahnya kepada menteri dalam negeri melalui direktorat jenderal bina pembangunan daerah setiap minggu pertama bulan agustus dan minggu pertama bulan februari. 15. TPID provinsi melakukan monitoring dan evaluasi serta memberikan arahan kebijakan pengendalian inflasi daerah kepada TPID kabupaten/kota yang berada di wilayahnya.
MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,
GAMAWAN FAUZI
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
43
GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 266 /KPTS/013/2013 TENTANG TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa dalam rangka menciptakan perekonomian Jawa Timur yang berkelanjutan dengan tingkat inflasi yang stabil, diperlukan koordinasi pengendalian inflasi di Jawa Timur dengan menetapkan Tim Pengendalian Inflasi Daerah Provinsi Jawa Timur dalam Keputusan Gubernur Jawa Timur. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3683); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3843) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4357); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844);
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
44
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentuka Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5234); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1998 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3373); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4578); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737); 8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diuba beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Neger Nomor 21 Tahun 2011; 9. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur (Lembaran Daerah Tahun 2007 Nomor 1, Seri E); 10. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 13 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2013 (Lembaran Daerah Tahun 2012 Nomor 3, Seri A); 11. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 78 Tahun 2012 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2013 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 17 Tahun 2013; 12. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 78 Tahun 2012 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2013 sebagaimana telah
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
45
diubah dengan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 17 Tahun 2013. MEMUTUSKAN: Menetapkan : KESATU : Membentuk Tim Pengendalian Inflasi Daerah Provinsi Jawa Timur dengan susunan keanggotaan sebagaimana tersebut dalam Lampiran. KEDUA: Menugaskan Tim Pengendalian Inflasi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU, untuk: a. mengevaluasi sumber-sumber dan potensi tekanan inflasi serta dampaknya terhadap pencapaian target inflasi; b. menjelaskan kebijakan yang telah dilakukan dan rencana kebijakan terhadap pencapaian target inflasi; c. merekomendasikan pilihan kebijakan yang mendukung pencapaian target inflasi; d. melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan kebijakan yang ditempuh dalam rangka pengendalian inflasi; e. melakukan diseminasi target dan upaya pencapaian sasaran inflasi kepada masyarakat; f. memberikan usulan target inflasi sesuai dengan periode yang ditetapkan; g. memberikan data dan informasi ekonomi Jawa Timur kepada stakeholder; h. melakukan survey dan penelitian jika diperlukan; i. melakukan tugas-tugas lain sehubungan dengan pemantauan dan pengendalian inflasi; j. membentuk Sekretariat sesuai dengan kebutuhan; k. melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya kepada Gubernur Jawa Timur. KETIGA: Membebankan biaya pelaksanaan tugas Tim Pengendalian Inflasi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2013, Biro Administrasi Perekonomian Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur, Program (055) Koordinasi, Sinkronisasi dan Evaluasi Kebijakan Pemerintahan dan Pembangunan, Kegiatan (060) Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Daerah, Kode Rekening 5.2.1.01.001 serta sumber dana lainnya yang sah dan tidak mengikat.
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
46
KEEMPAT : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Gubernur Jawa Timur Ttd. Dr. H. Soekarwo
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
47
LAMPIRAN KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR : 188/ 266 /KPTS/013/2013 TANGGAL : 15 APRIL 2013 SUSUNAN KEANGGOTAAN TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NO. 1 1.
JABATAN DALAM TIM 2 Penasehat
KETERANGAN JABATAN/INSTANSI 3 Gubernur Jawa Timur Wakil Gubernur Jawa Timur
2.
Pengarah
Sekretaris Daerah Jawa Timur
3.
a. Ketua I
Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa TImur Pemimpin Bank Indonesia Surabaya
b. Ketua II 4.
a. Sekretaris I b. Sekretaris II
5.
Anggota:
Deputi Bidang Ekonomi Moneter Bank Indonesia Surabaya Kepala Biro Administrasi Perekonomian Sekretariat Daerah Provinsi Jawa TImur a. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Jawa Timur b. Kepala Badan Penanaman Modal Provinsi Jawa Timur c. Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur d. Kepala DInas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur e. Kepala Dinas Perhubungan dan Lalu Lintas Angkutan Jalan Provinsi Jawa Timur f. Kepala Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur g. Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Timur h. Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil, Mikro, dan Menengah Provinsi Jawa Timur i. Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
48
j. Kepala Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur k. Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia Koordinator Jawa Timur l. Kepala Unit Pemasaran V Pertamina Jawa Timur m. Kepala Perum Bulog Divisi Regional Jawa Timur n. Direktur PT Perusahaan Listrik Negara Jawa Timur o. Direskrim Kepolisian Jawa Timur p. Kepala Bagian Preindustrian dan Perdagangan, Biro Administrasi Perekonomian Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur q. Kepala Bagian Koperasi dan UMKM, Biro Administrasi Perekonomian Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur r. Kepala Bagian Sarana Perekonomian, Biro Administrasi Perekonomian Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur s. Kepala Bagian Penanaman Modal dan BUMD, Biro Administrasi Perekonomian Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur t. Kepala Sub Bagian Perdagangan, Biro Administrasi Perekonomian Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur u. Kepala Sub Bagian Perindustrian, Biro Administrasi Perekonomian Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur v. Kepala Sub Bagian Promosi Daerah, Biro Administrasi Perekonomian Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur
GUBERNUR JAWA TIMUR Ttd Dr. H. SOEKARWO
Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun
49