Jurnal Ilmu Ekonomi, Volume 8 Nomor 1, Januari 2013
ANALISIS KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTAR WILAYAH PADA WILAYAH EKS KARESIDENAN BESUKI PROVINSI JAWA TIMUR Sarwedi Guru besar pada jurusan IESP Fakultas Ekonomi Universitas Jember Siti Mariyam Alumni jurusan IESP Fakultas Ekonomi Universitas Jember Abstract The average rate of economic growth in the region Ex Besuki Residency of East Java province during 2006 to 2010 amounted to 5.76% for Jember, Bondowoso by 5.40%, amounting to 5.35% Situbondo and Banyuwangi amounted to 5.15% . The value of the average rate of economic growth in the region Ex residency shows bring Besuki district has the highest growth rate values are Jember. During the 2004 to 2008 economic growth in the region Ex Besuki Residency is not much different, this is because each district in the region have similar ex Besuki Residency potential sector that can be seeded; within the region grouping using kallasen typology, Fourth District (Jember, Bondowoso , Situbondo and Banyuwangi) Former residency in the province of East Java Besuki during 2006 to 2010 is classified as advanced but depressed area, this is because the per capita income in the fourth district is greater than the average per capita income in East Java, while the economic growth rate the four districts is smaller than the rate of economic growth in East Java. The average value of the index between the Williamson County District of Besuki in Ex areas during 2006 to 2010 was 0,165.846.054. From the Williamson index values between district on Former District of Besuki region during 2006 to 2010 showed a low value or close to zero, which means that economic development in the District of Besuki Ex East Java province during 2006 to 2010 is very patchy. Meratnya economic development in the District of Besuki Ex one of East Java province affected by the presence of natural resources contained in the fourth district has a lot in common, so that each district have the potential sector that can be seeded. Keywords: potential sectoral development and inequality 1. Pendahuluan Ketimpangan antar wilayah merupakan salah satu fenomena permasalahan pembangunan yang umum terjadi pada negara maju maupun pada negara sedang berkembang pada saat ini. Hipotesa neo-klasik menyimpulkan bahwa pada umumnya ketimpangan pembangunan antar wilayah yang terjadi pada negara maju cenderung lebih rendah dibandingkan dengan negara yang sedang berkembang. Pada dasarnya ketimpangan pembangunan antar wilayah itu sendiri dikarenakan adanya perbedaan kandungan sumber daya alam dan perbedaan kondisi demografi yang ada pada masing-masing wilayah tersebut Perbedaan potensi yang dimiliki oleh masing-masing wilayah tersebut menjadikan wilayah satu dengan wilayah lainnya memiliki suatu pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita yang berbeda. Sehingga perbedaan pertumbuhan ekonomi antar wilayah ini memacu 1
Sarwedi dan Siti Mariyam, Ketimpangan Pendapatan Antar Wilayah
terjadinya suatu ketimpangan pendapatan antar wilayah tersebut. Wilayah yang memiliki potensi yang lebih banyak akan lebih maju dibandingkan dengan wilayah yang memiliki potensi yang sedikit, sehingga wilayah yang tidak memiliki potensi akan tertinggal oleh wilayah-wilayah yang lain. Hal ini tidak boleh dibiarkan, oleh karena itu pembanguan ekonomi daerah (wilayah) sangat diperlukan untuk mengurangi terjadinya ketimpangan pendapatan antar wilayah. Aspek yang terpenting didalam suatu pembangunan wilayah adalah hubungan antara wilayah satu terhadap wilayah yang lainnya. Karena suatu wilayah tidak akan dapat berdiri sendiri dan harus berhubungan dengan wilayah yang lain, maka potensi yang ada didalam suatu wilayah masing-masing tersebut akan berperan cukup penting untuk membantu menentukan arah dari suatu kebijakan yang akan diambil didalam suatu wilayah tersebut. Menurut Syafrizal (2008:8) berdasarkan unsur utama dalam pengelompokan wilayah terdapat empat wilayah yang dapat digunakan sebagai analisa ekonomi, pertama wilayah homogenius region, yaitu kesatuan wilayah yang dibentuk dengan melihat kesamaan karateristik kesamaan sosial-ekonomi pada wilayah-wilayah yang bersangkutan, kedua wilayah nodal region, yaitu kesatuan wilayah yang terbentuk berdasarkan keterkaitan sosial-ekonomi yang erat antar daerah, ketiga wilayah planning region, yaitu kesatuan wilayah yang dibentuk dengan tujuan penyusunan pembangunan, dan keempat wilayah administrative region, yaitu kesatuan wilayah yang dibentuk dengan pertimbangan kemampuan dan kebutuhan administrasi pemerintah. Jawa Timur merupakan salah satu barometer perekonomian nasional, sehingga laju pertumbuhan perekonominan Jawa Timur memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian nasional. Disisi lain laju pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Timur dipengaruhi oleh wilayah-wilayah yang berada pada kawasan Jawa Timur. Salah satu wilayah yang berada pada kawasan Jawa Timur tersebut adalah wilayah Eks Karesidenan Besuki, yang terdiri dari empat Kabupaten yaitu, Kabupaten Jember, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Situbondo, dan Kabupaten Banyuwangi, setiap Kabupaten yang berada pada wilayah Eks Karesidenan Besuki tersebut tergolong sebagai wilayah homogenius Region yaitu, kesatuan wilayah yang dibentuk dengan memperhatikan kesamaan karateristik sosialekonomi dalam wilayah yang bersangkutan. Laju pertumbuhan perekonomian di wilayah Eks Karesidenan Besuki merupakan salah satu kontibusi bagi laju pertumbuhan perekonominan di Provinsi Jawa Timur. Apabila laju pertumbuhan perekonomian di wilayah Eks Karesidenan Besuki mengalami penurunan dari tahun sebelumnya maka laju perekonominan di Jawa Timur juga akan mengalami penurunan, sebaliknya apabila laju pertumbuhan ekonomi di wilayah Eks Karesidenn Besuki meningkat maka laju pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur juga akan mengalami kenaikan atau peningkatan. Untuk itu laju pertumbuhan ekonomi di wilayah Eks Karesidenan Besuki harus dipertahankan dan ditingkatkan agar pertumbuhan ekonomi Provinsi juga mengalami peningkatan sehingga akan tercapai suatu kesejahteraan masyarkat pada wilayah tersebut. Wilayak Eks Karesidenan Besuki yang terdiri dari empat Kabupaten mampunyai kemiripan, yaitu sebagian dari penduduk yang bermukim pada keempat kabupaten tersebut berasal dari suku Jawa dan Madura. Sektor pertaniaan merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi besar pada keempat kabupaten tersebut, sehingga sebagian besar penduduk pada wilayah Eks karesidenan besuki bermata pencaharian sebagai petani (BPS, 2010). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP RI) Nomor 26 tahun 2008 tanggal 10 Maret 2008 tentang kawasan andalan, Kabupaten Jember, Bondowoso, dan Situbondo merupakan kawasan pengembangan dan pengendalian andalan untuk sektor perkebunan, 2
Jurnal Ilmu Ekonomi, Volume 8 Nomor 1, Januari 2013
pertanian, industri, pariwisata dan perikanan laut, sedangkan Kabupaten Banyuwangi merupakan kawasan pengembangan dan pengendalian andalan untuk sektor perikanan dan pertanian. Pada masing-masing Kabupaten di Wilayah Eks Karesidenan Besuki juga memiliki potensi unggulan yang dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian di masing-masing wilayah, beberapa potensi unggulan di wilayah Eks Karesidenan Besuki pada sektor perikanan, pertambangan, pariwisata, dan perkebunan dan kehutanan (BPS, 2010). Sektor-sektor potensial yang ada di wilayah Eks Karesidenan Besuki tersebut dapat dikembangkan lagi sehingga akan menjadikan laju pertumuhan ekonomi di wilayah Eks Karesidenan Besuki terus meningkat serta dapat menjadikan masyarakat yang tinggal di wilaayah Eks karesidenan Besuki hidup lebih sejahtera. Berdasarkan latar belakang diatas maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: a) Laju pertumbuhan ekonomi dimasing-masing wilayah Eks Karisidenan Besuki. b) Ketimpangan pendapatan wilayah di wilayah Eks Karisidenan Besuki.
2. Metode Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif. Yang dimaksud penelitian deskritif adalah suatu penelitian yang menggambarkan fenomena-fenomena dengan merinci indikatorindikator pendukung fenomena, tanpa mencari ada tidaknnya pola hubungan antara indikator atau variabel pendukung indikator tersebut. Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada masing-masing kabupaten di Wilayah Eks Karisidenan Besuki (Kabupaten Jember, Bondowoso, Situbondi dan Banyuwangi) di Propinsi Jawa Timur selama kurun waktu 2006 sampai 2010. Penelitian ini akan dilakukan pada wilayah Eks Karisidenan Besuki yang berada pada Provinsi Jawa Timur, wilayah Eks Karisidenan Besuki ini terdapat pada 4 Kabupaten di Provinsi Jawa Timur yaitu, Kabupaten Jember, Bondowoso, Situbondo, dan Banyuwangi.selama kurun waktu 2006 sampai 2010. Metode Analisis Data yang digunakan sebagai berikut: a) Analisis Pertumbuhan Ekonomi Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah pada setiap tahun dapat digunakan formulasi sebagai berikut (Suryana, 2000:11) : PDRBt – PDRBt-1 Gt =
X 100%
PDRBt-1 keterangan : Gt : pertumbuhan ekonomi tahun ke t (persona); PDRBt : Produk Domestik Regional Bruto tahun ke t harga konstan (rupiah/ tahun); PDRB t-1 : PDRB tahun ke t-1 berdasrkan harga konstan (rupiah tahun); t : tahun observasi b) Analisis Tipology Klassen Analisis Tipology Klassen digunkan untuk mengetahui struktur pertumbuhan ekonomi didalam suatu daerah atau wilayah berdasarkan pengelompokan wilayah yang sudah dibagi dalam kriteria yang telah ditentukan. Matriks klasen tipology dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut: 3
Sarwedi dan Siti Mariyam, Ketimpangan Pendapatan Antar Wilayah
Tabel 1. Matrik Klasifikasi Pertumbuhan Ekonomi Menurut Tipologi Klassen PDRB perkapita Laju Pertumbuhan (r) ri > r ri < r Sumber: Imelia, 2008 Keterangan :
ri r yi y
yi > y
yi < y
Daerah cepat maju dan cepat tumbuh Daerah maju tetapi tertekan
Daerah berkembang cepat Daerah relative tertinggal
= laju pertumbuhan PDRB Kabupaten i; = laju pertumbuhan PDRB; = pendapatan perkapita kabupaten i; = pendapatn perkapita rata-rata.
c) Analisis Indeks Williamson Indek Wiliamson digunakan dalam mengukur disrtibusi pendapatan, indeks Williamson menggunakan Produk Domistik Regional Bruto (PDRB) per kapita sebagai data dasar. Alasannya karena yang dibandingkan adalah tingkat pembangunan antar wilayah. Indeks Williamson dapat diketahui dari : 0 < Vw < 1 Keterangan : yi = pendapatan perkapita daerah; y = pendapatan perkapita rata-rata seluruh daerah; ƒi = jumlah penduduk daerah i; n = jumlah penduduk total; kriteria pengambilan keputusan: jika Vw mendekati 1 maka, sangat tertimpang; jika Vw mendekati 0 maka, sangat merata.
3. Hasil Analisis dan Pembahasan 3.1 Analisis Pertumbuhan Ekonomi Analisis pertumbuhan ekonomi digunakan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi pada masing-masing wilayah Eks Karesidenan Besuki Provinsi Jawa Timur yang dihitung dengan menggunakan PDRB Kabupaten pada masing-masing wilayah di Eks Karesidenan Besuki. Tingkat pertumbuhan ekonomi pada Wilayah Eks Karesidenan Besuki Provinsi Jawa Timur tahun 2006-2010 dapat dilihat pada Tabel 1.
4
Jurnal Ilmu Ekonomi, Volume 8 Nomor 1, Januari 2013
Tabel 1. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Eks Karesidenan Besuki Berdasarkan PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2006-2010 Kabupaten (%)
Tahun 2006
Jember
Bondowoso
Situbondo
Banyuwangi
-
-
-
-
2007 2008
5,305829488 5,703058783
5,222057269 5,579110519
5,044830676 5,488430679
4,793998738 4,773613215
2009
5,981756687
5,510633615
5,640547428
5,423576357
2010
6,037456366
5,308837019
5,236984437
5,605585628
5,405159606
5,352698305
5,149193485
r* 5,757025331 Sumber:data sekunder diolah, 2011
Table 1. menjelaskan bahwa rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi pada Kabupaten Jember tahun 2006-2010 adalah sebesar 5,757025331%, Kabupaten Bondowoso sebesar 5,405159606%, Kabupaten Situbondo sebesar 5,352698305% dan Kabupaten Banyuwangi sebesar 5,149193485%. Antara Kabupaten satu terhadap Kabupaten lain pada wilayah Eks Karesidenan Besuki memiliki tingkat pertumbuhan yang tidak berbeda jauh, tetapi diantara keempat Kabupaten tersebut Kabupaten Jember merupakan Kabupaten yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang paling tinggi disusul oleh Kabupaten Situbondo, Bondowoso dan Banyuwangi. 3.2 Analisis Tipologi Kallasen Analisis Tipologi Kallasen digunakan untuk mengetahui pengelompokan wilayah menurut struktur pertumbuhannya. Yang perlu diketahui dalam tipologi kallasen adalah laju pertumbuhan ekonomi pada masing-masing wilayah, pada seluruh wilayah, dan pendapatan rata-rata pada masing-masing wilayah serta seluruh wilayah. Laju pertumbuhan ekonomi pada masing-masing wilayah dan pendapatan perkapita pada wilayah Eks Karesidenan Besuki dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Rata-rata Pendapatan Perkapita Wilayah Eks Karesidenan Besuki Pada Provinsi Jawa Timur Tahun 2006 - 2010 No 1 2 3 4
Kabupaten ri* (dalam %) Jember 5,538 Bondowoso 5,328 Situbondo 5,13 Banyuwangi 4,964 Jawa Timur 5,896 Keterangan: * Dihitung dengann harga konstan 2005 ** Dihitung dengan harga berlaku Sumber: data sekunder diolah, 2011
yi** (dalam Rupiah) 5.826.670 4.246.787 6.777.129 8.548.989 3.139.205
5
Sarwedi dan Siti Mariyam, Ketimpangan Pendapatan Antar Wilayah
Tabel 2 diatas menunjukkan bahwa rata-rata laju pertumbuhan ekonomi selama tahun 2006 sampai 2010 yang menunjukkan angka paling tinggi berada pada Kabupaten Jember, kemudian disusul oleh Kabupaten Bondowoso, Situbondo dan terakhir Banyuwangi. Akan tetapi besarnya rata-rata laju pertumbuhan ekonomi pada keempat Kabupaten di wilayah Eks Karesidenan Besuki tidak dapat melebihi besarnya nilai rata-rata laju pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Timur. Kabupaten Banyuwangi merupakan Kabupaten yang memiliki jumlah rata-rata pendapatan perkapita paling tinggi selama tahun 2006 sampai tahun 2010 di wilayah Eks Karesidenan Besuki, kemudian disusul oleh Kabupaten Situbondo, Jember dan terakhir Bondowoso. Besarnya nilai rata-rata pendapatan perkapita pada keempat Kabupaten di wilayah Eks Karesidenan Besuki selama tahun 2006 sampai 2010 lebih besar dari rata-rata pendapatan perkapita pada seluruh Provinsi Jawa Timur. Dengan mengetahui laju pertumbuhan dan pendapatan perkapita, maka dapat dilihat pengelompokan pertumbuhan ekonomi wilayah Eks Karesidenan Besuki berdasarkan tipologi kallasen pada Tabel 3. Tabel 3. Pengelompokan Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Eks Karesidenan Besuki Pada Provinsi Jawa Timur Tahun 2006-2010 Berdasarkan Tipologi Kallasen PDRB perkapita yi > y yi < y Laju Pertumbuhan (r) ri > r
ri < r
Daerah cepat maju dan cepat tumbuh _ Daerah maju tetapi tertekan (Jember, Situbondo, Banyuwangi dan Bondowoso)
Daerah berkembang cepat _ Daerah relatif tertinggal -
Sumber: Tabel 2 Tabel 3 menunjukkan bahwa dalam pengelompokan wilayah berdasarkan tipologi kallasen dapat diklarifikasikan menjadi 4 (empat) daerah, yaitu dearah cepat maju dan cepat berkembang, daerah berkembang cepat, daerah maju tetapi tertekan, dan daerah relatif tertinggal. Pengklarifikasian daerah berdasarkan tipologi kallasen dengan melihat laju pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita pada masing-masing daerah. Berdasarkan Tabel 3 keempat Kabupaten yaitu Jember, Banyuwangi, Situbondo, dan Bondowoso yang terletak pada wilayah Eks Karesidenan Besuki Provinsi Jawa Timur selama tahun 2006 sampai 2010 dapat digolongkan sebagai daerah maju tetapi tertekan. Alasan yang menyebutkan keempat Kabupaten di wilayah Eks Karesidenan Besuki Provinsi Jawa Timur sebagai daerah maju tetapi tertekan selama tahun 2006 sampai 2010, karena rata-rata laju pertumbuhan ekonomi pada keempat Kabupaten tersebut selama tahun 2006 sampai 2010 lebih rendah dibandingkan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Timur, selain itu pendapatan perkapita pada keempat Kabupaten tersebut selama tahun 2006 sampai 2010 lebih besar dibandingkan dengan rata-rata pendapatan perkapita pada Provinsi Jawa Timur. Dengan demikian keempat Kabupaten yang terletak pada wilayah Eks Karesidenan Besuki pada Provinsi Jawa Timur tergolong sebagai wilayah maju tetapi tertekan. 6
Jurnal Ilmu Ekonomi, Volume 8 Nomor 1, Januari 2013
3.3 Analisis Indeks Wiliamson Indeks Wiliamson merupakan perhitungan yang digunakan untuk mengetahui nilai ketimpangan pembangunan wilayah pada wilayah Eks Karesidenan Besuki Provinsi Jawa Timur. Indeks wiliamson Wilayah Eks Karesidenan Besuki Provinsi Jawa Timur tahun 20062010 dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. No 1. 2. 3. 4. 5.
Indeks Wiliamson Wilayah Eks Karesidenan Besuki Provinsi Jawa Timur Tahun 2006-2010 Tahun
2006 2007 2008 2009 2010 r* Sumber: data sekunder diolah, 2011
Indekes Wiliamson 0,161.823.444 0,165.605.971 0,166.651.492 0,165.946.454 0,169.202.907 0,165.846.054
Tabel 4 menunjukkan bahwa besarnya nilai rata-rata indeks wiliamson di wilayah Eks Karesidenan Besuki selama tahun 2006 sampai tahun 2010 adalah sebesar 0,165.846.054. Dari besarnya nilai rata-rata indeks wiliamson selama tahun 2006 sampai tahun 2010 di wilayah Eks Karesidenan Besuki Provinsi Jawa Timur menunjukkan angka yang mendekati nol, maka hal ini dapat diartikan bahwa di wilayah Eks karesidenan Besuki selama tahun 2006 sampai tahun 2010 tidak terjadi adanya suatu ketimpangan atau dapat dikatakan pembangunan di wilayah Eks Karesidenan Besuki selama tahun 2006 sampai tahun 2010 sangat merata. 3.4 Pembahasan Wilayah Eks karesidenan Besuki yang berada pada Provinsi Jawa Timur terdiri dari empat Kabupaten, yaitu Kabupen Jember, Bondowoso, Situbondo, dan Banyuwangi. Keempat Kabupaten yang terletak di wilayah Eks Karesidenan Besuki memiliki kemiripan, sehingga pembangunan ekonomi di wilayah Eks Karesidenan Besuki tidak beda jauh. Tingkat pertumbuhan ekonomi di wilayah Eks Karesidenan Besuki digunakan sebagai salah satu indikator keberhasilan pembangunan yang diukur dengan PDRB (Kuncoro, 2004). Tingkat pembangunan ekonomi pada Kabupaten Jember dalam setiap tahun selama tahun 2006 sampai 2010 mengalami kenaikan, meningkatnya pertumbuhan ekonomi dalam setiap tahun pada Kabupaten Jember dapat diartikan bahwa perekonomian di Kabupaten Jember mengalami perkembangan, hal ini sesauai dengan yang dikatakan oleh Kuncoro (2004, 129) yang menyatakan bahwa suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau perkembangan apabila tingkat kegiatan ekonominya lebih tinggi dari pada apa yang dicapai pada masa sebelumnya. Diantara keempat Kabupaten di wilayah Eks Karesidenan Besuki, Kabupaten Jember merupakan Kabupaten yang mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi yang paling tinggi dibandingkan dengan Kabupaten yang lain. Menurut Qodim, 2007 tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Jember dipengaruhi oleh letak dari Kabupaten Jember sebagai kota pendidikan ketiga di Provinsi Jawa Timur, selain itu didukung potensi sektor pertanian yang dapat menarik pedagang untuk berinteraksi dan bermukim di Kabupaten Jember, sehingga hal ini dapat mendorong pertumbuhan dan perkembangan Kabupaten
7
Sarwedi dan Siti Mariyam, Ketimpangan Pendapatan Antar Wilayah
Jember. Akan tetapi, rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi pada wilayah Eks Karesidenan Besuki selama tahun 2006 sampai 2010 tidak jauh berbeda. Adapun rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi pada Kabupaten Jember sebesar 5,757025331%, Kabupaten Bondowoso sebesar 5,405159606%, Kabupaten Situbondo sebesar 5,352698305%, dan Kabupaten Banyuwangi sebesar 5,149193485%. Rata-tara tingkat pertumbuhan ekonomi antar Kabupaten di wilayah Eks Karesidenan Besuki tidak jauh berbeda. Tidak jauh bedanya rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi antar Kabupaten di wilayah Eks karesidenan Besuki selama tahun 2004 sampai 2008 di karenakan pada keempat Kabupaten di wilayah Eks Karesidenan Besuki memiliki potensi-potensi ekonomi yang hampir sama, hal ini sesuai dengan pernyataan dari Sjafrizal, menurut Sjafrizal (2008) target pertumbuhan ekonomi disesuaikan dengan potensi ekonomi yang dimilki oleh masingmasaing wilayah, dari pernyataan Sjafrizal tersebut maka dapat dikatakan bahwa apabila potensi ekonomi yang dimiliki suatu wilayah banyak, maka pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut lebih bagus, dan apabila potensi ekonomi di suatu wilayah sedikit, maka pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut tidak bagus. Menurut data BPS, masing-masing Kabupaten pada wilayah Eks Karesidenan Besuki memiliki potensi-potensi ekonomi pada beberapa sektor, seperti sektor perkebunan, pertambangan, perikanan, dan pariwisata yang unggul dan hampir sama. Potensi-potensi ekonomi yang ada pada masing-masing Kabupaten di wilayah Eks Karesidenan Besuki menjadikan rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi di wilayah Eks Karesidenan Besuki tidak beda jauh. Rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi di wilayah Eks Karesidenan Besuki tidak jauh berbeda. Akan tetapi dengan menggunakan tipologi kallasen, Kabupaten di wilayah Eks Karesidenan Besuki dapat dibagi menjadi empat klarifikasi, yaitu daerah cepat maju dan cepat tumbuh, daerah berkembang cepat, daerah maju tetapi tertekan, dan daerah relatif tertinggal. Dengan menggunakan tipologi kallasen selama tahun 2006 sampai 2010, daerah yang tergolong sebagai daerah cepat maju dan cepat tumbuh, daerah berkembang cepat, serta daerah relatif tertinggal di wilayah Eks Karesidenan Besuki kosong atau tidak ada, ini berarti bahwa keempat Kabupaten yang terdiri dari Kabupaten Jember, Banyuwangi, Situbondo, dan Bondowoso yang terletak pada wilayah Eks Karesidanan Besuki tergolong sebagai daerah maju tetapi tertekan. Menurut Kuncoro (2004) keempat Kabupaten ini (Jember, Banyuwangi, Situbondo, dan Bondowoso) adalah daerah atau Kabupaten yang relatif maju tetapi dalam beberapa tahun mengalami pertumbuhan yang relatif kecil, akibat tertekannya kegiatan utama Kabupaten yang bersangkutan. Alasan mendasar yang menyatakan keempat Kabupaten yang terletak pada wilayah Eks karesidenan Besuki Provinsi Jawa Timur selama tahun 2006 sampai 2010 tergolong sebagai daerah maju tetapi tertekan karena rata-rata laju pertumbuhan ekonomi pada keempat Kabupaten tersebut memilki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Timur selama tahun 2006 sampai 2010, serta pendapatan perkapita pada keempat Kabupaten di wilayah Eks Karesidenan Besuki memiliki jumlah yang lebih besar bila dibandingkan dengan rata-rata pendapatan perkapita di Provinsi Jawa Timur selama tahun 2006 sampai 2010. Dengan demikian keempat Kabupaten di wilayah Eks karesidenan Besuki digolongkan sebagai daerah maju tetapi tertekan. Salah satu tujuan dari pembangunan ekonomi pada suatu daerah adalah dengan berkurangnya ketimpangan pada daerah tersebut. Sedangkan ketimpangan itu sendiri dapat diukur dengan menggunakan Indeks Wiliamson. Nilai indeks wiliamson di wilayah Eks Karesidenan Besuki Provinsi Jawa Timur selama tahun 2006 sampai 2010 rendah atau lebih mendekati nol, selama tahun tersebut nilai rata-rata indeks wiliamson adalah sebesar 0,165.846.054. Dari nilai rata-rata indeks wiliamson 8
Jurnal Ilmu Ekonomi, Volume 8 Nomor 1, Januari 2013
tersebut, maka dapat diartikan bahwa pembangunan ekonomi antar Kabupaten di wilayah Eks Karesidenan Besuki Provinsi Jawa Timur selama tahun 2006 sampai 2010 sangat merata. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kuncoro tahun 1993-2000 di Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa tengah, dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi antar kecamatan di Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa Tengah sangat merata. Menurut Sjafrizal (2008, 117) salah satu penyebab terjadinya ketimpangan adalah berbedanya sumber daya alam pada masing-masing daerah. Seperti yang disebutkan pada data BPS, Keempat Kabupaten Pada wilayah Eks karesidenan Besuki memiliki kondisi yang hampir sama, sehingga masing-masing Kabupaten pada wilayah Eks Karesidenan Besuki memilki potensi-potensi sektoral hampir sama yang dapat di unggulkan. Akan tetapi menurut Kuncoro (2004) rendahnya nilai indeks wiliamson antar Kabupaten di wilayah Eks Karesidenan Besuki Provinsi Jawa Timur, tidak berarti secara otomatis bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat di wilayah Eks Karesidenan Besuki lebih baik dibandingkan dengan daerah atau wilayah Eks Karesidenan lain di Provinsi Jawa Timur. Indeks wiliamson hanya menjelaskan distribusi pendapatan perkapita antar Kabupaten di wilayah Eks Karesidenan Besuki tanpa menjelaskan seberapa besar pendapatan perkapita yang didistribusikan tersebut dengan rata pendapatan perkapita daerah lain.
4, Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, kesimpulan penelitian ini sebagai berikut: a) rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi di wilayah Eks Karesidenan Besuki Provinsi Jawa Timur selama tahun 2006 sampai 2010 adalah sebesar 5,76% untuk Kabupaten Jember, Bondowoso sebesar 5,40%, Situbondo sebesar 5,35%, dan Banyuwangi sebesar 5,15%. Besarnya nilai rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi di wilayah Eks Karesidenan Besuki tersebut menunjukkan bawa Kabupaten yang memiliki nilai tingkat pertumbuhan paling tinggi adalah Kabupaten Jember. Selama tahun 2006 sampai 2010 pertumbuhan ekonomi di wilayah Eks Karesidenan Besuki tidak jauh beda, hal ini dikarenakan setiap Kabupaten pada wilayah Eks Karesidenan Besuki memiliki kemiripan potensi-potensi sektoral yang dapat diunggulkan; dalam pengelompokan wilayah dengan menggunakan tipologi kallasen, keempat Kabupaten (Jember, Bondowoso, Situbondo, dan Banyuwangi) di wilayah Eks karesidenan Besuki Provinsi Jawa Timur selama tahun 2006 sampai 2010 tergolong sebagai daerah maju tetapi tertekan, hal ini dikarenakan pendapatan perkapita pada keempat Kabupaten tersebut lebih besar dari rata-rata pendapatan perkapita Jawa Timur, sedangkan laju pertumbuhan ekonomi pada keempat Kabupaten tersebut lebih kecil dari laju pertumbuhan ekonomi pada Jawa Timur; b) nilai rata-rata indeks wiliamson antar Kabupaten pada wilayah Eks Karesidenan Besuki selama tahun 2006 sampai 2010 adalah 0,165.846.054. Dari nilai indeks wiliamson antar Kabupaten pada wilayah Eks Karesidenan Besuki selama tahun 2006 sampai 2010 menunjukkan nilai yang rendah atau mendekati nol, yang berarti bahwa pembangunan ekonomi di wilayah Eks Karesidenan Besuki Provinsi Jawa Timur selama tahun 2006 sampai 2010 sangat merata. Meratnya pembangunan ekonomi di wilayah Eks Karesidenan Besuki Provinsi Jawa Timur salah satunya dipengaruhi oleh adanya sumber daya alam yang terkandung pada keempat Kabupaten tersebut memiliki banyak persamaan, sehingga pada masing-masing Kabupaten memilki potensi-potensi sektoral yang dapat diunggulkan. 9
Sarwedi dan Siti Mariyam, Ketimpangan Pendapatan Antar Wilayah
Saran sebagai implikasi kebijakan: a) Pmbangunan ekonomi pada suatu wilayah harus lebih ditingkatkan dengan memberikan kebijakan-kebijakan yang sama dengan kondisi yang ada pada masingmasing wilayah, agar tingkat pertumbuhan ekonomi pada suatu wilayah dapat meningkat dari sebelumnya. b) Potensi-potensi sektoral yang ada pada masing-masing Kabupaten harus dapat dikembangkan dan dapat diunggulkan agar daerah tersebut dapat meningkatkan pendaaptan perkapita wilayah dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi pada wilayah tersebut. c) Pada Analisis Indeks wiliamson hanya menjelaskan distribusi pendapatan perkapita
antar Kabupaten di wilayah Eks Karesidenan Besuki tanpa menjelaskan seberapa besar pendapatan perkapita yang didistribusikan tersebut dengan rata pendapatan perkapita daerah lain, untuk itu diperlukan suatu alat analisis yang lebih detail untuk meneliti mengenai ketimpangan pembangunan antar wilayah.
Daftar Pustaka
Arsyad, L. 2001. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: LP3ES. Azis, I J. 2000. Ilmu Ekonomi Regional dan beberapa aplikasinya di Indonesia.Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Unifersitas Indonesia. Dumayry. 1999. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga. Gemmell, N. 2004. Ilmu Ekonomi Pembanguanan Beberapa Surve. Jakarta: LP3ES. Jhingan, M.L. 2002. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Kuncoro, M. 2007. Ekonomi Pembangunan, Teori, Masalah dan kebijakan. Jakarta: UPP AMP YKPN. Kuncoro, M. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah Reformasi, perencanaan, Strategi, dan Peluang. Jakarta: Erlangga. Nugroho, S dan Dahuri, R. 2004. Pembangunan Wilayah. Jakarta: LP3S. Panca, d. 2003. “Analisis Kesenjangan Spesial Antara Kabupaten atau Kota di Provinsi Jawa Timur tahun 1997-2001. Jember: Universitas Jember. Sanusi, B.2004. Pengantar Ekonomi Pembangunan. Jakarta: Rineka Cipta. 10
Jurnal Ilmu Ekonomi, Volume 8 Nomor 1, Januari 2013
Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regionoal Teori dan Aplikasi. Padang: Baduose Media. Sukirno, S. 2005. Ekonomi Pembangunan. Prosess, Masalah, dan Dasar KEbijaksanaan. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sukidin. 2009. Ekonomi Pembangunan Konsep, Teori, dan Implementasinya. Yogyakarta: Laks Bang PRESSINDO. Suryana. 2000. Ekonomi Pembangunan Problematika dan Pendekatan. Jakarta: Salemba Empat. Leswati, S. 2005. Analisis Ketimpangan Daerah dan Potensi Sektoral Dalam Mengembangkan Wilayah Pada satuan Wilayah Pembangunan II Propinsi Jawa Timur. Jember: Universitas Jember. Todaro, M. 2004. Ekonomi Untuk Negara Berkembang Suatu Pengantar Tentang Prinsipprinsip Masalah-masalah dan Kebijakan Pembangunan. Jakarta: Bumi Angkasa. Tambunan, T. 2001. Perakonomian Indonesia Teori dan Temuan Empiris. Jakarta: Ghalia Indonesia. Tarigan, R. 2002. Perencanaan Pembangunan Wilayah Pendekatan Ekonomi Ruang. Departemen Pendidikan: Jakarta.
11