www.parlemen.net
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN ... TENTANG KEMENTERIAN NEGARA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Mengingat
: a. bahwa untuk mencapai tujuan negara, Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan negara; b bahwa Presiden dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan negara dibantu oleh menteri-menteri yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan dan setiap menteri memimpin kementerian negara; c bahwa sesuai ketentuan Pasal 17 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kementerian negara yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan; pembentukan, pengubahan, dan pernbubarannya diatur dalam urdang-undang; d bahwa berdasarkan pertin tangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Kementerian Negara; :
Pasal 4, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 20, dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KEMENTERIAN NEGARA.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan : 1 Kementerian negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah lembaga pemerintah pelaksana kekuasaan pemerintahan yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. 2 Kementerian Utama adalah Kementerian yang tersurat dan tersirat dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang wajib diadakan untuk kelangsungan tugas-tugas pemerintahan negara. 3 Kementerian Pokok adalah Kementerian yang menangani urusan-urusan pemerintahan dalam upaya pencapaian kesejahteraan rakyat. 4 Kementerian Khusus adalah Kementerian yang dibentuk untuk mengantisipasi perkembangan dan perubahan Iingkungan strategis serta untuk mempercepat pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan. 5 Menteri negara yang selanjutnya disebut Menteri adalah pernbantu Presiden yang memimpin kementerian negara. 6 Lembaga Pemerintah Non-Kementerian, yang selanjutnya disebut LPNK adalah lembaga pelaksana kebijakan pemerintahan dibidang tertentu yang bertanggung jawab kepada Presiden melalui menteri. 7 Urusan pemerintahan adalah setiap urusan sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 8 Pemerintahan Daerah yang selanjutnya disebut Pemda adalah pelaksana urusan pemerintahan di tingkat provinsi, kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. BAB lI KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, DAN WEWENANG Bagian Pertama Kedudukan
(1) (2)
Pasal 2 Kementerian berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kementerian terdiri atas a Kementerian Utama; b Kementerian Pokok; dan c Kementerian Khusus.
Pasal 3 Kementerian berkedudukan di Ibukota Negara Republlik Indonesia. Bagian Kedua Tugas Pasal 4 Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Kementerian mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan. Bagian Ketiga Fungsi
(1)
(2)
(3)
Pasal 5 Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian Utama menyelenggarakan fungsi: a penetapan kebijakan kementerian; b pelaksanaan kebijakan kementerian; c pelayanan administrasi pemerintahan; dan d pelaksanaan pengawasan fungsional. Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian Pokok menyelenggarakan fungsi: a penetapan kebijakan kementerian; b pelaksanaan kebijakan kementerian sesuai dengan kewenangannya; c koordinasi, supervisi, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan kementerian dalam lingkup provinsi dan kabupaten/kota; d pelayanan administrasi pemerintahan; dan e pelaksanaan pengawasan fungsional. Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian Khusus menyelenggarakan fungsi: a penetapan kebijakan kementerian; b koordinasi, supervisi, pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan kementerian; dan c pelaksanaan pengawasan fungsional. Bagian Keempat Wewenang
(1)
(2)
(3)
Pasal 6 Dalam menyelenggarakan tugas dan fungsinya, Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a berwenang: a membuat perencanaan; b merumuskan dan menetapkan kebijakan kementerian; c melaksanakan kebijakan; dan d melakukan pengawasan fungsional. Dalam menyelenggarakan tugas dan fungsinya, Kemerterian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b berwenang: a membuat perencanaan; b merumuskan dan menetapkan kebijakan kementerian; c melaksanakan kebijakan kementerian sesuai dengan kewenangannya; d melaksanakan koordinasi, supervisi, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan kementerian dalam lingkup provinsi dan kabupaten/kota; dan e melakukan pengawasan fungsional. Dalam menyelenggarakan tugas dan fungsinya, Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c berwenang: Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
a b c d
membuat perencanaan; merumuskan dan menetapkan kebijakan kementerian; melaksanakan koordinasi, supervisi, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan kementerian; dan melakukan pengawasan fungsional. BAB III SUSUNAN ORGANISASI KEMENTERIAN Pasal 7
(1)
(2)
(3)
(1) (2)
(1)
Kementerian Utama terdiri atas a Kementerian Dalam Negeri; b Kementerian Pertahanan; c Kementerian Luar Negeri; d Kementerian Hukum; e Kementerian Keuangan; f Kementerian Agama. Kementerian Pokok terdiri atas: a Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; b Kementerian Sosial dan Kesehatan; c Kementerian Perbendaharaan Negara; d Kementerian Pertanian dan Perkebunan; e Kementerian Kehutanan; f Kementerian Kelautan dan Perikanan; g Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; h Kementerian Pekerjaan Umum; i Kementerian Transportasi; j Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Luar Negeri; k Kementerian Koperasi dan Perdagangan Dalam Negeri; l Kementerian Tenaga Kerja; m Kementerian Komunikasi dan Informasi. Kementerian Khusus menangani urusan-urusan perencanaan pembangunan nasional; perundang-undangan; ilmu pengetahuan, teknologi dan riset; pariwisata; perumahan rakyat; transmigrasi; lingkungan hidup; pemuda; perempuan; olahraga dan lain-lain urusan yang dibutuhkan oleh Presiden. Pasal 8 Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), memiliki kantor wilayah/perwakilan di daerah/luar negeri. Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3), tidak memiliki kantor wilayah/perwakilan di daerah. Pasal 9 Susunan organisasi Kementerian Utama terdiri atas: a Menteri;
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
b c d e f g (2)
(3)
(1) (2) (3) (4)
Sekretariat Jenderal; Direktorat Jenderal; inspektorat Jenderal; Badan dan/atau Pusat; Staf ahli; dan Kantor wilayah/perwakilan tingkat provinsi, kabupaten/kota atau perwakilan luar negeri. Susunan organisasi Kementerian Pokok terdiri atas: a Menteri; b Sekretariat Jenderal; c Direktorat Jenderal; d Inspektorat Jenderal; e Badan dan/atau Pusat; dan f Staf ahli. Susunan organisasi Kementerian Khusus terdiri atas: a Menteri; b Deputi Menteri;dan c Staf ahli. Pasal 10 Direktorat Jenderal pada Kementerian Utama dan Kementerian Pokok paling banyak 5 (iima). Deputi pada Kementerian Khusus paling banyak 3 (tiga). Badan pada Kementerian Utama dan Pokok paling banyak 3 (tiga). Staf ahli pada Kementerian paling banyak 4 (empat) orang.
Pasal 11 Pada organisasi Kementerian dapat diangkat staf khusus menteri paling banyak 5 (lima) orang. Pasal 12 Ketentuan lebih lanjut mengenai kedudukan, tugas, fungsi, wewenang, susunan organisasi kementerian diatur dalam Peraturan Presiden. BAB IV PEMBENTUKAN, PENGUBAHAN, DAN PEMBUBARAN Bagian Pertama Pembentukan
(1) (2) (3)
Pasal 13 Presiden wajib membentuk Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1). Presiden membentuk Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), atau dapat menggabungkannya dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden membentuk Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3), paling banyak 6 (enam) Kerenterian. Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Bagian Kedua Pengubahan
(1) (2)
Pasal 14 Nama kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) tidak dapat diubah. Nama kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dapat dilakukan perubahan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Bagian Ketiga Pembuharan
(1) (2)
Pasal 15 Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) tidak dapat dibubarkan oleh Presiden. Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), dapat dibubarkan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. BAB V PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN Bagian Pertama Pengangkatan
(1) (2)
Pasal 16 Menteri diangkat oleh Presiden. Syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi menteri adalah: a warga negara Indonesia; b bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c setia kepada Pancasila, dan UUD 1945; d sehat jasmani dan rohani; e memiliki integritas dan kepribadian yang baik; f mempunyai kompetensi dalam bidang tugas kementerian; g memiliki pengalaman kepemimpinan; dan h sanggup dan dapat bekerjasama sebagai pembantu presiden.
Pasal 17 Menteri dilarang merangkap jabatan/atau menjadi pengurus pada a lembaga negara lainnya; b organisasi politik; c komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; d organisasi lainnya yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. Bagian Kedua Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Pemberhentian
(1) (2)
Pasal 18 Menteri diberhentikan dari jabatannya oleh Presiden. Menteri diberhentikan karena a meninggal dunia; b mengundurkan diri atas permintaan sendiri; c tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan; d dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; e berakhir masa jabatan; atau f melanggar ketentuan larangan rangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17. BAB VI HUBUNGAN FUNGSIONAL KEMENTERIAN DAN LEMBAGA PEMERINTAH NON-KEMENTERIAN
(1) (2) (3)
Pasal 19 LPNK yang urusannya terkait dengan tugas dan wewenang suatu kementerian, wajib melakukan koordinasi dengan kementerian tersebut. Pembentukan LPNK harus mengikutsertakan menteri yang memiliki tugas dan wewenang yang terkait dengan urusan LPNK yang akan dibentuk. Ketentuan lebih lanjut mengenai hubungan fungsional sebagairnana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden. BAB VII HUBUNGAN KEMENTERIAN DENGAN PEMERINTAH DAERAH
(1)
(2)
Pasal 20 Hubungan Kementerian Utama dengan Pemda dalam pelaksanaan kebijakan kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dilaksanakan secara terpusat oleh Kementerian Utama yang bersangkutan. Pemda mendukung pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang Kementerian Utama sesuai dengan kemampuan daerah.
Pasal 21 Hubungan Kementerian Pokok dengan Pemda dalam pelaksanaan kebijakan Kementerian sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: a Kementerian melaksanakan kebijakannya dalam ruang lingkup nasional dan melaksanakan koordinasi, supervisi, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan Kementerian dalam lingkup provinsi dan kabupaten/kota; b Pemda provinsi melaksanakan kebijakan Kementerian pada ruang lingkup provinsi c Pemda kabupaten/kota melaksanakan kebijakan Kementerian pada ruang lingkup kabupaten/kota;
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
d
Pelaksanaan kebijakan Kementerian pada ruang lingkup provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf c disertai penyerahan anggarannya.
Pasal 22 Hubungan Kementerian Khusus dengan Pemda dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a Kementerian merumuskan dan menetapkan kebijakan, serta mengawasi pelaksanaan kebijakannya; b Pemda melaksanakan dan mendukung kebijakan yang ditetapkan oleh Kementerian. BAB VII KETENTUAN PERALIHAN
(1)
(2)
Pasal 23 Kementerian yang sudah ada pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini tetap menjalankan tugasnya sampai dengan dibentuk Kementerian berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Lembaga Pemerintah Non-Kementerian yang sudah ada pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini harus segera menyesuaikan dengan Undang-Undang ini.
Pasal 24 Pelaksanaan Undang-undang sektoral yang terkait dengan urusan Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini, tunduk kepada Undang-undang ini. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 25 Undang-Undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun setelah tanggal pengundangan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA, HAMID AWALUDDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ........... NOMOR... Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN ... TENTANG KEMENTERIAN NEGARA I
UMUM
Penyelenggara negara mempunyai peran yang penting dalam mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tujuan pembentukan Pemerintahan Negara Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum dan melaksanakan ketertiban. Pemerintah Negara Republik Indonesia sejak proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, bertekad menjalankan fungsi pemerintahan negara ke arah yang dicitacitakan. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Presiden memegang kekuasaan pemerintahan negara menurut Undang-Undang Dasar, selanjutnya Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem Presidensil. Dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan negara Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara yang pengangkatan dan pemberhentiannya sepenuhnya merupakan wewenang Presiden. Menterimenteri negara membidangi urusanurusan tertentu dan memimpin Kementerian Negara yang menurut Pasal 17 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa pembentukan, pengubahan, dan pembubaran suatu Kementerian Negara diatur dalam undang-undang. Undang-Undang Kementerian Negara ini merupakan elaborasi dari ketentuan konstitusi sehingga undang-undang ini sama sekali tidak mengurangi apalagi menghilangkan hak Presiden dalam menyusun Kementerian Negara yang membantunya dalam menyelenggarakan pemerintahan. Dengan dernikian, undang-undang ini justru memudahkan Presiden dalam menyusun institusi Kementerian Negara yang menangani urusan-urusan penting dan strategis bagi bangsa dan negara dalam rangka mensinergikan dengan prioritas urusan menurut visi dan misi Presiden. Kementerian negara yang selanjutnya disebut kementerian menurut undangundang ini diklasifikasikan menjadi tiga sebutan yakni kementerian Utama, kementerian Pokok dan Kementerian khusus. Undang-undang ini secara jelas memuat dalam pasal-pasalnya tentang kewenangan Presiden dalam membentuk, mengubah, dan membubarkan kementerian dan perlunya persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam rangka membentuk, mengubah, dan membubarkan kementerian. Kementerian Negara yang dibentuk berdasarkan atas amanat UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ini dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai faktor antara lain faktor kesejahteraan dan faktor kepentingan Nasional.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selain memuat urusan yang perlu ditangani oleh Kementerian Negara, secara eksplisit juga memuat Kementerian Negara yang memiliki kewenangan peran sebagai pelaksana tugas kepresidenan jika Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat menjalankan tugas secara bersamaan, yang disebut "Triumvirat" yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, dan Menteri Pertahanan, selain itu juga memuat Kementerian-kementerian Negara tertentu yang menangani urusan yang tidak mungkin dilepaskan dari Pemerintah Pusat. Faktor historis menunjukan bahwa beberapa Kementerian Negara sudah ada sejak Kemerdekaan Indonesia Tahun 1945 dengan terbentuknya Kabinet Presidensil (19 Agustus 1945-14 November 1945) dibawah kepemimpinan Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta, antara lain: Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, Menteri Keamanan Rakyat, Menteri Kehakiman, Menteri Penerangan, Menteri Keuangan, Menteri Kemakmuran, Menteri Perhubungan, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Sosial, Menteri Pengajaran, dan Menteri Kesehatan, serta diangkat pula 5 (lima) Menteri Negara. Faktor lain yang menjadi pertimbangan dalam hal pembentukan Kementerian Negara adalah faktor kebutuhan nasional, yaitu kebutuhan berdasarkan kondisi dan kepentingan nasional Indonesia. Sebagai contoh, yaitu salah satu kebutuhan yang sangat mendesak bagi Indonesia adalah sektor kelautan yang mencakup 80 persen dari luas wilayah Indonesia, sehingga perlu dibentuk Kementerian Kelautan. Faktor kebutuhan nasional tidak saja menjadi dasar pembentukan Kementerian Negara, tetapi juga menjadi alasan untuk membentuk Kementerian Negara. II PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Cukup jelas Pasal 5 Ayat (1) Huruf a Penetapan kebijakan kementerian yang dimaksud meliputi kebijakan umum, kebijakan teknis, dan kebijakan pelaksanaan. Huruf b Pelaksanaan kebijakan kementerian yang dimaksud dijalankan mulai dari pemerintah pusat sampai dengan pemerintah daerah. Huruf c Cukup jelas Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Huruf d Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Penetapan kebijakan yang dimaksud meliputi kebijakan umum, kebijakan teknis, dan kebijakan pelaksanaan. Huruf b Pelaksanaan kebijakan kementerian sesuai dengan kewenangannya yang dimaksud meliputi untuk ruang lingkup nasional dilaksanakan oleh Kementerian, untuk ruang lingkup provinsi dilaksanakan oleh provinsi melalui gubernur, dan untuk ruang lingkup kabupaten/kota dilaksanakan kabupaten/kota melalui bupati/walikota. Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Cukup jelas Pasal 8 Ayat (1) kantor wilayah/perwakilan meliputi kantor wilayah kementerian hukum, kantor wilayah kementerian agama, kantor wilayah kementerian keuangan, dan kantor perwakilan luar negeri. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Yang dimaksud dengan "staf khusus" merupakan jabatan terbuka yang pengangkatan dan pemberhentiannya menjadi kewenangan menteri. Pasal 12 Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Cukup jelas Pasal 13 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat adalah pendapat Dewan Perwakilan Rakyat yang diputuskan sesuai dengan mekanisme Dewan Perwakilan Rakyat. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Cukup jelas Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Huruf a Kebijakan Kementerian pada ruang lingkup nasional meliputi pembuatan kebijakan, standarisasi, norma, prosedur, serta pedoman kegiatan teknis operasional yang memiliki ruang lingkup nasional. Huruf b Kebijakan pada ruang lingkup provinsi adalah pelaksanaan kebijakan Kementerian yang bersifat teknis operasional pada lingkup provinsi atau lintas kabupaten/kota dalam rangka tugas dekonsentrasi. Huruf c Kebijakan pada ruang lingkup kabupaten/kota adalah pelaksanaan kebijakan Kementerian yang bersifat teknis operasional pada lingkup kabupaten/kota atau lintas kabupaten/kota dalam rangka tugas dekonsentrasi Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Huruf d Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Cukup jelas Pasal 25 Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ..........
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net