RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN ... TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, :
Menimbang
Mengingat
:
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 55 ayat (3) UndangUndang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika; 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5062); MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA. BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : 1. Wajib Lapor adalah kegiatan melaporkan diri yang dilakukan oleh pecandu Narkotika yang sudah cukup umur atau keluarganya, dan/atau orang tua atau wali dari pecandu narkotika yang belum cukup umur kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Disetujui 19-08-2010 Cat: Mencermati kembali kalimat ”untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.” 2.
Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis.
3.
Korban Penyalahgunaan Narkotika adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan Narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau
www.djpp.depkumham.go.id
4.
5.
6. 7.
diancam untuk menggunakan Narkotika. Ketergantungan Narkotika adalah kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika secara terus menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas. Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan Narkotika. Disetujui 19-08-2010 Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar mantan pecandu Narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Keluarga adalah orang yang mempunyai hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah dan garis menyamping sampai derajat kesatu. Disetujui 19-08-2010
8.
Pecandu Narkotika belum cukup umur adalah seseorang yang dinyatakan sebagai pecandu narkotika dan belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan/atau belum menikah. Disetujui 19-08-2010
9.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Pasal 2 Pengaturan wajib lapor Pecandu Narkotika bertujuan untuk: a. memenuhi hak Pecandu Narkotika dalam mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial; Cat: Apakah perlu diatur mengenai rehabilitasi sosial dalam Pasal 58. Disetujui 6-09-2010 b. mengikutsertakan orang tua, wali, keluarga, dan masyarakat dalam meningkatkan tanggung jawab terhadap Pecandu Narkotika yang ada di bawah pengawasan dan bimbingannya; dan Disetujui 6-09-2010 c. memberikan bahan informasi bagi Pemerintah dalam menetapkan kebijakan di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika. Disetujui 6-09-2010 Cat: Perlu pengaturan kelembagaan yang menangani.
BAB II WAJIB LAPOR
www.djpp.depkumham.go.id
Bagian Kesatu Umum Pasal 3 Wajib lapor dilakukan oleh: a. orang tua atau wali Pecandu Narkotika yang belum cukup umur; dan b. Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur atau keluarganya. Disetujui, 6-09-2010 Bagian Kedua Institusi Penerima Wajib Lapor Disetujui 18-08-2010 Disetujui 6-09-2010 (1)
(2) (3)
(1)
Pasal 4 Wajib lapor Pecandu Narkotika dilakukan di pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan lembaga rehabilitasi sosial yang ditetapkan menjadi institusi penerima wajib lapor. Disetujui 18-08-2010 Disetujui 6-09-2010 Pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis sebagai institusi penerima wajib lapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri. Lembaga Rehabilitasi sosial sebagai institusi penerima wajib lapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Sosial. Pasal 5 Penerima wajib lapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) harus memenuhi persyaratan: a. ketenagaan yang memiliki keahlian dan kewenangan di bidang ketergantungan Narkotika; b. sarana yang sesuai dengan standar reahabilitasi medis atau standar rehabilitasi sosial. Disetujui 6-09-2010
(2)
Persyaratan ketenagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sekurangkurangnya meliputi: a. 1 (satu) orang dokter sebagai penanggung jawab; b. 1 (satu) orang tenaga rekam medis atau pencatatan; dan c. 1 (satu) orang perawat atau pekerja sosial. Cat: - Disinkronkan dengan RPP tentang Kesejahteraan Sosial. - Perlu keanggotaan dari Kementerian Sosial.
(3)
Tenaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus telah terlatih dalam hal: a. pengetahuan dasar yang mencakup ketergantungan narkotika;
www.djpp.depkumham.go.id
b. c. d.
asesmen ketergantungan narkotika; konseling dasar ketergantungan narkotika; dan pengetahuan penatalaksanaan terapi rehabilitasi berdasarkan jenis Narkotika yang digunakan. Disetujui 18-08-2010 Disetujui 6-09-2010 (4)
Ketentuan mengenai standar sarana dan pelayanan rehabilitasi medis atau rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b masing-masing ditentukan oleh Menteri dan Menteri Sosial. Disetujui 6-09-2010 Bagian Ketiga Tata Cara Wajib Lapor
(1) (2) (3)
(1) (2)
Pasal 5 Wajib lapor dilaksanakan dengan mendatangi penerima wajib lapor. Penerima wajib lapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melakukan asesmen terhadap Pecandu Narkotika untuk mengetahui kondisi Pecandu Narkotika. Asesmen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi aspek medis dan aspek sosial. Disetujui 6-09-2010 Pasal 6 Asesmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) meliputi wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik terhadap Pecandu Narkotika. Wawancara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi riwayat kesehatan, riwayat penggunaan Narkotika, riwayat perawatan, riwayat keterlibatan pada tindak kriminalitas, riwayat psikiatris, serta riwayat keluarga dan sosial Pecandu Narkotika. Cat: Penjelasan ayat (2): Riwayat keluarga dan sosial Pecandu Narkotika dimaksudkan untuk menelusuri latar belakang dan keadaan Pecandu Narkotika, serta diagnosa permasalahan.
(3)
Observasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi observasi atas perilaku Pecandu Narkotika. Penjelasan ayat (3): Observasi atas perilaku Pecandu Narkotika dalam ketentuan ini meliputi, antara lain perilaku baik verbal maupun non-verbal.
(4)
Pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemeriksaan keadaan umum dan tanda-tanda vital. Ketentuan mengenai asesmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Disetujui 6-09-2010
(5)
(1)
Pasal 7 Hasil asesmen dicatat pada rekam medis atau catatan perubahan perilaku Pecandu
www.djpp.depkumham.go.id
(2)
(3)
(1) (2) (3)
(1) (2)
(3)
Narkotika. Hasil asesmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat rahasia dan merupakan dasar dalam rencana rehabilitasi terhadap Pecandu Narkotika yang bersangkutan. Cat: Penjelasan ayat (2): Kerahasiaan hasil asesmen dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Rencana rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus ditandatangani oleh Pecandu Narkotika, orang tua, wali, atau keluarga Pecandu Narkotika dan pimpinan institusi penerima wajib lapor. Cat: Penjelasan: Rencana rehabilitasi antara lain memuat lama perawatan, program metode. Pasal 8 Pecandu Narkotika yang telah melaporkan diri atau dilaporkan kepada penerima wajib lapor diberikan kartu lapor diri setelah menjalani asesmen. Kartu lapor diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk 2 (dua) kali masa pengobatan dan/atau perawatan. Kartu lapor diri sebagaiamana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Menteri. Disetujui, 7-09-2010 Cat: 1. Perlu pengaturan Pemerintah mengenai sistem informasi nasional rehabilitasi pecandu Narkotika; 2. Kelembagaan dan tata laksana; 3. Tugas anggota tim dari Setneg. Pasal 9 Institusi Penerima wajib lapor melakukan rangkaian pengobatan dan/atau perawatan guna kepentingan pemulihan Pecandu Narkotika berdasarkan rencana rehabilitasi yang telah tersusun. Dalam hal institusi penerima wajib lapor tidak memiliki kemampuan untuk melakukan pengobatan dan/atau perawatan sesuai rencana rehabilitasi yang telah tersusun atau atas permintaan Pecandu Narkotika dan/atau keluarganya, institusi penerima wajib lapor harus melakukan rujukan. Proses rujukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan tahapan: a. Institusi penerima wajib lapor melakukan kontak komunikasi dengan fasilitas rehabilitasi medis atau fasilitas rehabilitasi sosial yang dituju guna kesiapan penerimaan; b. Institusi penerima wajib lapor membuat surat rujukan kepada fasilitas rehabilitasi medis atau fasilitas rehabilitasi sosial yang dituju; dan c. Fasilitas rehabilitasi medis atau fasilitas rehabilitasi sosial yang dituju memberi konfirmasi penerimaan pasien atau klien kepada institusi penerima wajib lapor. Disetujui, 7-09-2010 Pasal 10
www.djpp.depkumham.go.id
(1)
(2) (3)
Pecandu Narkotika yang sedang menjalani pengobatan dan/atau perawatan, baik di rumah sakit, klinik, dokter praktek swasta, lembaga rehabilitasi medis dan sosial, terapi berbasis komunitas (therapeutic community), maupun secara tradisional dan agama tetap harus melakukan wajib lapor kepada penerima wajib lapor. Wajib lapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pecandu Narkotika yang bersangkutan, orang tua, wali, keluarga, atau diwakili oleh pimpinan tempat yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan. Ketentuan Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) berlaku juga terhadap Pecandu Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Cat: Perlu dipertimbangkan pengaturan dalam Bab tersendiri mengenai rehabilitasi wajib (pada proses peradilan). Disetujui, 7-09-2010 BAB III REHABILITASI
(1) (2)
(1) (2)
(1) (2) (3)
(1)
Pasal 12 Berdasarkan rencana rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), pecandu Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial. Kewajiban menjalani rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi korban penyalahgunaan Narkotika. Disetujui, 7-09-2010 Cat: Tugas Pa Arnowo untuk menyiapkan elaborasi mengenai penempatan korban penyalaguna. Pasal 13 Setiap fasilitas rehabilitasi pecandu narkotika wajib mempertahankan dan meningkatkan kualitas layanan. Pembinaan atas kualitas layanan dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial, bersama-sama dengan Badan Narkotika Nasional. Disetujui, 7-09-2010 Pasal 14 Fasilitas rehabilitasi Pecandu Narkotika wajib melakukan pencatatan pelaksanaan rehabilitasi Pecandu Narkotika dalam catatan perubahan perilaku atau rekam medik Pecandu Narkotika. Catatan perubahan perilaku dan dokumen rekam medik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat rahasia. Pengungkapan isi catatan perubahan perilaku dan dokumen rekam medis dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan. Disetujui, 7-09-2010
Pasal 15 Rehabilitasi medis dilaksanakan dengan cara yang dapat dipertanggung jawabkan
www.djpp.depkumham.go.id
(2) (3)
(4)
(5)
(6)
secara ilmiah dan telah teruji keberhasilannya dengan memperhatikan aspek-aspek kesehatan, serta tidak melanggar hak asasi manusia. Rehabilitasi medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan melalui rawat jalan dan/atau rawat inap sesuai dengan rencana rehabilitasi yang telah disusun dengan mempertimbangkan hasil pemeriksaan awal dan diagnosis. Pelaksanaan rawat jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi: a. intervensi medis, antara lain detoksifikasi, terapi simtomatik, dan/atau terapi rumatan medis, serta terapi penyakit komplikasi sesuai indikasi; dan b. intervensi psikososial, antara lain konseling adiksi narkotika, wawancara motivasional, terapi perilaku dan kognitif (Cognitive Behavior Therapy), dan pencegahan kambuh. Pelaksanaan rawat inap sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi: a. intervensi medis antara lain detoksifikasi, terapi simtomatik, dan terapi penyakit komplikasi sesuai indikasi; b. intervensi psikososial antara lain konseling individual, kelompok, keluarga, dan vokasional; c. pendekatan filosofi therapeutic community (TC) dan/atau 12 langkah dalam pelaksanaan programnya sesuai standar dan pedoman penatalaksanaan medis. Setiap lembaga rehabilitasi medis tertentu harus menyusun standar prosedur operasional penatalaksanaan rehabilitasi sesuai dengan modalitas yang digunakan dengan mengacu pada standar dan pedoman penatalaksanaan medis. Cat: Ayat (1) s.d ayat (5) di formulasikan ulang oleh sekretaris, Kemkes, Kemsos sehingga berlaku untuk rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan rehabilitasi pecandu narkotika diatur dengan Peraturan Menteri atau Peraturan Menteri Sosial. BAB IV PELAPORAN, MONITORING DAN EVALUASI
(1) (2)
Pasal 16 Institusi penerima wajib lapor dan/atau fasilitas rehabilitasi Pecandu Narkotika wajib melakukan pelaporan kepada Kementerian terkait melalui suatu mekanisme sistem pelaporan nasional. Pelaporan terhadap wajib lapor meliputi: a. Jenis kelamin; b. Usia; c. Status perkawinan; d. Latar belakang pendidikan; e. Latar belakang pekerjaan; f. Jenis zat Narkotika yang disalahgunakan; g. Lama pemakaian; h. Cara pakai zat; i. Diagnosa; dan j. Jenis pengobatan/perawatan yang saat ini dijalani;
Pasal 17 Pecandu Narkotika yang sudah selesai menjalani program rehabilitasi, tetap dilakukan
www.djpp.depkumham.go.id
pengawasan dan pembinaan oleh petugas terapi rehabilitasi dan melibatkan peran masyarakat. Masukan BNN: (1) (2)
(1) (2)
Pasal 18 Setelah selesai menjalani rehabilitasi dan untuk dapat kembali hidup harmonis dan produktif di masyarakat, diperlukan kegiatan pembinaan lanjutan (after care) dengan melibatkan instansi terkait dan komponen masyarakat. Dalam rangka pembinaan lanjutan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) diperlukan program : a. stabilisasi aspek emosi, kognitif, perilaku, spiritual, vocasional dan keterampilan pribadi, berupa kegiatan produktif yang diharapkan mampu meningkatkan produktifitas mantan pecandu, melalui : 1). aktifitas pendidikan, antara lain pelatihan ketrampilan pada Balai Latihan Kerja (BLK), pelatihan/kursus singkat, sekolah/pendidikan formal dan pelatihan ditempat kerja. 2). kelompok dukungan melalui aktifitas, antara lain program dukungan keluarga, Narkotic Anonimus (NA) dan program kelompok mantan pecandu. b. kegiatan produktif melalui wirausaha. Pasal 19 Monitoring dan evaluasi penyelenggaraan wajib lapor dilakukan oleh Pemerintah melalui Direktorat Jenderal terkait dan Pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan, Dinas Sosial dan Badan Narkotika pada tiap Provinsi/Kabupaten/Kota Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Penerapan prosedur wajib lapor; b. Cakupan proses wajib lapor; dan c. Tantangan dan hambatan proses wajib lapor.
Pasal 20 Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dilakukan secara periodik untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan wajib lapor dan rehabilitasi pada suatu wilayah BAB V PEMBIAYAAN (1) (2)
Pasal 21 Biaya penyelenggaraan ketentuan wajib lapor dibebankan kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Biaya pelaksanaan rehabilitasi bagi pecandu Narkotika yang tidak mampu menjadi tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VI PENUTUP
www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 22 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta Pada tanggal MENTERI HUKUM DAN HAM REPUBLIK INDONESIA, PATRIALIAS AKBAR LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN . ...NOMOR ...
www.djpp.depkumham.go.id