RANCANGAN DAN UJI PERFORMANSI PROTOTIPE MESIN PENGERING TIPE SILINDER BERPUTAR UNTUK PENGERINGAN JAGUNG (Zea mays L.)
OLEH: SULIKAH F 14103054
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
RANCANGAN DAN UJI PERFORMANSI PROTOTIPE MESIN PENGERING TIPE SILINDER BERPUTAR UNTUK PENGERINGAN JAGUNG (Zea Mays L.) SKRIPSI
Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
SULIKAH F 14103054
Lahir di Trenggalek, 21 Mei 1985 Tanggal kelulusan:
Menyetujui,
Dr.Ir. Leopold O. Nelwan, M.Si Dosen Pembimbing I
Dr.Ir. I Nengah Suastawa, M.Sc Dosen Pembimbing II Mengetahui,
Dr. Ir. Wawan Hermawan, M.S Ketua Departemen Teknik Pertanian
ii
Sulikah. F14103054. Rancangan dan Uji Performansi Prototipe Mesin Pengering Tipe Silinder Berputar untuk Pengeringan Jagung (Zea mays L.). 2007. Di bawah bimbingan Leopold Oscar Nelwan dan I Nengah Suastawa.
RINGKASAN
Produksi jagung di Indonesia memiliki potensi yang cukup besar namun pada kenyatannya banyak produk dari tingkat petani yang tidak terserap oleh industri karena kualitas yang rendah. Hal-hal yang menyebabkan rendahnya kualitas produk jagung ini antara lain kadar air tinggi, butiran rusak, warna butir tidak seragam, butiran pecah serta ada kotoran lain. Kadar air yang tinggi dipengaruhi oleh proses pengeringan. Pengeringan didefinisikan sebagai proses pemindahan air dengan menggunakan panas atau aliran udara untuk mencegah atau menghambat pertumbuhan jamur dan bakteri sehingga tidak dapat berkembang lagi atau menjadi lambat berkembang. Jenis pengeringan yang banyak digunakan oleh masyarakat adalah pengeringan alami atau penjemuran (sun drying). Pengeringan ini mempunyai kelemahan iradiasi matahari yang tidak kontinyu dan bervariasi menurut lintang dan waktu, kebersihan produk kurang terjamin, sangat tergantung kondisi cuaca, dan memerlukan tempat yang luas. Pengeringan jenis lain adalah pengeringan buatan (artificial drying). Mesin pengering tipe silinder berputar merupakan salah satu jenis pengeringan buatan. Mesin pengering ini dapat diputar dengan tujuan untuk membalik bahan supaya hasil pengeringan seragam. Penelitian ini bertujuan untuk merancang prototipe mesin pengering tipe silinder berputar. Selain itu juga menguji performansi prototipe mesin pengering hasil rancangan untuk pengeringan jagung (Zea mays L.) terutama untuk mengetahui keseragaman kadar air dan kebutuhan daya pemutarannya. Bahan yang digunakan dalam pengujian adalah jagung pipilan varietas hibrida. Suhu dan RH ruang udara pengering selama percobaan berkisar antara 57oC dan 22%. Mesin ini mampu mengeringkan jagung sebanyak 95 kg selama 2.5 jam dengan kadar air awal 19.72% bk sampai 14.22% bk. Laju penurunan kadar air teringgi sebesar 3.41 % bk/jam. Pemutaran silinder ditujukan untuk proses pengadukan bahan. Pemutaran dilakukan selama 20 kali putaran setiap 15 menit atau diputar 5 menit tiap 15 menit. Penggunaan pengaduk ini hanya menggunakan 7% dari total energi. Efisiensi termal tertinggi yang mampu dicapai sebesar 74.20 % dengan konsumsi energi spesifik sebesar 4036.20 kJ, konsumsi energi panas spesifik sebesar 3625.78 kJ dan konsumsi energi mekanik spesifik sebesar 410.43 kJ. Energi total yang dikonsumsi sebesar 50452.52 kJ dengan sumber energi utama berasal dari listrik. Konsumsi daya yang diukur pada motor listrik pada keadaan isi penuh dan setengan penuh mempunyai nilai yang berbeda. Nilai daya pada keadaan isi penuh lebih rendah yaitu 516.66 W dibandingakan dengan keadaan setengah penuh 526.47 W.
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Trenggalek, salah satu kabupaten kecil di Jawa Timur pada tanggal 21 Mei 1985. Penulis merupakan anak sulung dari dua bersaudara. Jenjang pendidikan dasar sampai menengah diselesaikan dengan baik di kota Trenggalek sebelum akhirnya penulis hijrah ke kota Bogor. Taman Kanakkanak dilaluinya di TK Dharma Wanita I Wonorejo pada tahun 1990-1991. Pada tahun 1991 penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Dasar Negri Wonorejo I dan lulus pada tahun 1997. Kemudian penulis melanjutkan ke SLTPN 1 Gandusari dan lulus tahun 2000. Pada tahun 2000-2003 penulis mengenyam pendidikan di SMUN 1 Trenggalek. Penulis masuk ke IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan memilih Departemen Teknik Pertanian, bagian Energi dan Elektrifikasi Pertanian yang mengantarkan penulis menjadi Sarjana Teknologi Pertanian. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif diorganisasi daerah FKMJT (Forum Komunikasi Mahasiswa Jawa Timur) dan menjabat sebagai bendahara periode 2005-2006, panitia penerimaan mahasiswa baru 2005. Bekerja sama dengan teman-teman satu tim, penulis pernah mendapat hibah dari DIKTI dalam PKM-K (Program Kreatifitas Mahasiswa Bidang Kewirausahaan) dengan judul “Boneka Lilin Aroma Terapi” pada tahun 2006. Penulis melakukan Praktek Lapangan di PGT (Pabrik Gondorukem dan Terpentin) Rejowinangun, Unit Kerja Perum Perhutani Unit II Jawa Timur dengan laporan berjudul “Mempelajari Konsumsi Energi pada Proses Pengolahan Getah Pinus di PGT Rejowinangun, Trenggalek, Jawa Timur” pada tahun 2006. Selain itu penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Termodinamika dan Pindah Panas tahun ajaran 2006/2007.
iv
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirahim Alhamdulillah. Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, kemudahan dan ridhoNya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul “Rancangan dan Uji Performansi Protoripe Mesin Pengering Tipe Silinder Berputar untuk Pengeringan Jagung (Zea mays L.)” dengan baik dan lancar. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir program sarjana untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis meyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak skripsi ini tidak akan ada seperti sekarang. Penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Dr. Ir. Leopold Oscar Nelwan, M.Si selaku dosen pembimbing I atas segala arahan, bimbingan dan bantuan yang tak terhingga selama penulis menjadi mahasiswa. 2. Dr. Ir. I Nengah Suastawa, M.Sc selaku dosen pembimbing II atas segala arahan dan bimbingan selama penulis melakukan penelitian. 3. Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si selaku dosen penguji atas saran dan masukan yang telah diberikan. 4. Orang tuaku, Bapak dan Ibu tercinta atas kesabaran yang tak terhingga, cucuran keringat dan air mata, limpahan kasih sayang, dan untaian doa yang tiada henti yang senantiasa mengiringi langkah penulis dalam segala hal. Semoga karya kecil ini bisa membuat kalian berdua tersenyum kepadaku. Adikku, terimakasih atas doa dan semangatnya yang tiada henti. 5. Keluarga Mukosim, S.IP (orang tua keduaku) terimakasih atas doa, dukungan semangat, moril maupun materiil yang tak terhingga. Karya kecil ini aku persembahkan untuk kalian. 6. Seluruh saudara dan keluarga, terimakasih atas dukungan moril dan materiil yang tak terhingga. 7. Seluruh Dosen dan staf Departemen TEP terimakasih telah memberikan banyak sumbangan pikiran selama proses kuliah berlangsung.
v
8. Pak Harto dan Mas Firman yang telah banyak membantu penulis selama penelitian. 9. Teman-teman lab EEP 40 (Dewi, Yaka, Ajo, Amna, Hafid, Sujai, Diah, Elly, Dd, Sella, Irwan, Raning, Wawi, Dodo, Redy, Ramdhan) terimakasih untuk bantuan dan sarannya serta teman-teman lab. EEP Leuwikopo (M’Bayu) terimakasih bantuan dan masukan-masukannya. 10. Teman-teman TEP 40 (Bagus, Nunus, Yusuf, Hasyim) terimakasih atas persahabatannya selama kuliah. 11. Teman-teman wisma Mobster (Luluk, Ina, Riri) terimakasih atas kebersamaan dan persahabatannya dan telah menjadi keluarga keduaku. 12. Sahabat-sahabatku (Uut, Silva, Qq, Riris, Sandy, Yulis) terimakasih atas doa dan semangatnya. 13. A. David K.P, Amd. Hut dan Keluarga Bpk. Suwito, terimakasih atas doa dan dukungannya. Mengenal kalian semua mampu membuat hidupku jadi berwarna. 14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis mangucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya. Semoga karya kecil ini bisa bermanfaat bagi yang memerlukan dan bagi penulis khususnya.
Bogor, Agustus 2007
Penulis
vi
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xi I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ..............................................................................
1
B. TUJUAN PENELITIAN ...........................................................................
2
II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) ......................................................
3
B. TEORI PENGERINGAN ..........................................................................
6
C. METODE PENGERINGAN .....................................................................
9
D. HASIL-HASIL PENELITIAN TENTANG PENGERINGAN ................ 10 III. PERCOBAAN A. WAKTU DAN TEMPAT ......................................................................... 13 B. BAHAN DAN ALAT ............................................................................... 13 C. PROSEDUR PENELITIAN ...................................................................... 14 D. PENGUJIAN KINERJA MESIN PENGERING ...................................... 16 E. PERHITUNGAN PERFORMANSI TEKNIS .......................................... 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RANCANGAN PROTOTIPE ................................................................... 25 1. Rancangan Struktural .............................................................................. 25 2. rancangan Fungsional ............................................................................. 26 B. PROTOTIPE MESIN PENGERING ........................................................ 26 C. UJI KINERJA PENGERINGAN .............................................................. 29 1. Hubungan Suhu dan RH lingkungan Terhadap Waktu Pengeringan ..... 29 2. Hubungan Suhu dan RH Udara Masuk, Suhu dan RH Ruang Pengering Serta Suhu dan RH Udara Keluar Terhadap Waktu Pengeringan ......... 31 3. Hubungan Suhu Bahan Terhadap Waktu Pengeringan ........................... 34
vii
4. Hubungan Kadar Air Bahan Terhadap Waktu Pengeringan ................... 36 5. Hubungan Kadar Air Bahan Terhadap Suhu Bahan ............................... 38 6. Lama Pengeringan .................................................................................. 40 7. Keefektifan Pemutaran dalam Persentase Pencampuran Bahan ............. 40 8. Konsumsi Energi Selama Proses Pengeringan ....................................... 43 9. Konsumsi Daya ....................................................................................... 46 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN ......................................................................................... 49 B. SARAN ..................................................................................................... 50 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 51 LAMPIRAN ..................................................................................................... 52
viii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Persyaratan mutu jagung .............................................................................
6
2. Nilai c dan n untuk beberapa jenis bahan ...................................................
8
3. Kondisi dan hasil pengeringan selama percobaan ...................................... 45 4. Konsumsi daya pada motor listrik pada keadaan isi silinder kosong, penuh, dan setengah penuh ......................................................................... 47 5. Konsumsi daya pada motor listrik tanpa beban .......................................... 48 6. Konsumsi daya pada kipas sentrifugal dan pemanas listrik ........................ 48
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Jaringan industri pengolahan jagung ..........................................................
5
2. Diagram alir prosedur pengujian mesin pengering ..................................... 14 3. Prototipe mesin pengering yang digunakan dalam penelitian .................... 15 4. Penampang bagian dalam rencama awal mesin pengering ......................... 15 5. Lokasi pengukuran dan pengambilan sampel ............................................. 16 6. Termometer digital ..................................................................................... 17 7. Chino recorder ............................................................................................ 17 8. Kett moisture tester ..................................................................................... 18 9. Drying oven ................................................................................................. 18 10. Keadaan isi silinder penuh, setengah penuh, dan kosong ............................ 20 11. Aliran bahan yang diinginkan dalam silinder yang diputar ........................ 27 12. Bagian dalam mesin pengering setelah modifikasi ..................................... 28 13. Pintu tambahan untuk pengeluaran bahan .................................................. 29 14. Suhu dan RH lingkungan selama percobaan ............................................... 30 15. Perbandingan rata-rata suhu dan RH udara selama percobaan ................... 31 16. Sebaran suhu dan RH udara masuk, ruang pengering, dan udara keluar selama percobaan ....................................................................................... 32 17. Sebaran suhu bahan selama percobaan ....................................................... 35 18. Tumpukan biji saat tidak diputar ................................................................ 36 19. Grafik hubungan kadar air bahan terhadap waktu pengeringan .................. 37 20. Grafik hubungan kadar air bahan dengan suhu bahan ................................ 39 21. Penempatan bahan untuk pengujian pencampuran ..................................... 41 22. Keadaan bahan setelah proses pencampuran .............................................. 42 23. Persentase pencampuran bahan pada bagian dalam .................................... 43 24. Persentase pencampuran bahan pada bagian tengah ................................... 43 25. Persentase pencampuran bahan pada bagian luar ....................................... 43 26. Konsumsi energi spesifik dari beberapa pengeringan jagung ..................... 46 27. Beberapa posisi silinder saat diputar ........................................................... 48
x
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Sifat-sifat udara pengering pada percobaan I ............................................. 53 2. Sifat-sifat udara pengering pada percobaan II ............................................ 53 3. Sifat-sifat udara pengering pada percobaan III ........................................... 54 4. Sifat-sifat udara pengering pada percobaan IV ........................................... 55 5. Hasil kalibrasi nilai kadar air (% bb) Kett Moisture Tester dengan drying oven ............................................................................................................. 56 6. Kadar air hasil pengukuran dengan Kett Moisture Tester pada Percobaan I .................................................................................................................... 57 7. Kadar air hasil pengukuran dengan Kett Moisture Tester pada Percobaan II .................................................................................................................. 57 8. Kadar air hasil pengukuran dengan Kett Moisture Tester pada Percobaan III ................................................................................................................ 57 9. Kadar air hasil pengukuran dengan Kett Moisture Tester pada Percobaan IV ................................................................................................................ 58 10. Persentase pencampuran bahan .................................................................. 59 11. Contoh perhitungan performansi teknik percobaan I .................................. 62 12. Komposisi pemanfaatan energi listrik tiap percobaan ................................ 63 13. Gambar-gambar peralatan untuk pengujian yang digunakan selama percobaan .................................................................................................... 64 14. Tabel psikometrik ....................................................................................... 65 15. Gambar mesin pengering tipe silindetr berputar ......................................... 66
xi
II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAMAN JAGUNG (Zea Mays L.) Jagung dianggap berasal dari belahan bumi bagian barat namun beberapa ahli botani menduga bahwa jagung berasal dari Asia atau Afrika (Inglett, 1970). Bukti arkeologi menunjukkan bahwa di belahan bumi bagian barat terdapat serbuk sari jagung dan diduga berumur 80000 tahun, penggalian dilakukan di bawah kota Meksiko sedalam 200 ft (Walden, 1966 diacu dalam Inglett, 1970). Di samping itu, Wikipedia Indonesia (2006) menyatakan bahwa berdasarkan bukti genetik, antropologi, dan arkeologi diketahui bahwa daerah asal jagung adalah Amerika Tengah (Meksiko bagian selatan). Budidaya jagung telah dilakukan di daerah ini 10000 tahun yang lalu, lalu teknologi ini dibawa ke Amerika Selatan (Ekuador) sekitar 7000 tahun yang lalu, dan mencapai daerah pegunungan di selatan Peru pada 4000 tahun yang lalu. Jagung merupakan tanaman pangan yang penting selain padi dan gandum. Di Indonesia jagung digunakan sebagai makanan pokok oleh orang Madura dan Nusa Tenggara. Selain digunakan sebagai bahan makanan pokok karena mempunyai kandungan karbohidrat yang tinggi tanaman jagung juga bisa digunakan sebagai pakan ternak (hijauan atau tongkolnya), diambil minyaknya (dari biji), dibuat tepung (dari biji, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung biji dan tepung tongkolnya) (Wikipedia Indonesia, 2006). Jagung di Amerika disebut dengan nama maize atau Indian corn. Pada beberapa negara jagung dianggap sebagai hasil panen yang paling penting. Sedangkan di Inggris jagung disebut dengan wheat serta di Scotlandia dan Irlandia jagung disebut dengan Oats (Inglett, 1970). Jagung merupakan tanaman semusim yang termasuk dalam famili rumputrumputan. Selain jagung, tanaman lain yang termasuk dalam famili yang sama adalah gandum, barley, gandum hitam, dan sorgum (Wallace dan Bressman, 1949). Urut-urutan klasifikasi ilmiah tanaman jagung dijelaskan di bawah ini: Kingdom
: Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi
: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Subdivisi
: Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas
: Monocotyledone (berkeping satu)
Ordo
: Graminae (rumput-rumputan)
Famili
: Graminaceae
Genus
: Zea
Spesies
: Zea mays L. Selain Zea (jagung), tanaman lain yang termasuk dalam famili yang sama
adalah: Euchlaena (teosinte), Tripsacum (gamagrass) dan coix (job’s-tears). Job’s-tears seperti diketahui merupakan tanaman penghias taman yang mempunyai keanekaragaman besar, kulit kernel yang lembut dan banyak tumbuh di Filipina, Burma, Siam, dan daerah torpis di sekitarnya (Wallace dan Bressman, 1949). Berdasarkan tekstur kernel, jagung diklasifikasikan menjadi Dent, Flint, Sweet, Flour, Popcorn, Waxy corn, Pod corn dan lain-lain. Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari suku Poaceae yang disebut floret. Pada jagung, dua floret dibatasi oleh sepasang glumae (tunggal: gluma). Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari buku di antara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif dan disebut sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini daripada bunga betinanya (protandri) (Wikipedia Indonesia, 2006). Pemanfaatan produk olahan jagung di berbagai industri semakin meningkat terutama di industri pengolahan makanan dan industri peternakan. Gambar 1. menunjukkan jaringan industri pengolahan jagung. Perkembangan jenis olahan produk jagung akan terus meningkat selama konsumsi mayarakat terhadap jenis olahan produk ini juga meningkat.
4
Produk Antara
Pertanian
Konsumen iklan
kemasan
transport
Homini
Industri makanan
Grits
Industri makanan
Minyak
Industri makanan (minyak goreng, margarin, kue)
Jagung
Pati
Maizena
Industri makanan Industri tekstil, Industri pharmasi, Industri lain (perekat)
Dextrin
Gula
Etanol Asam organik Bahan kimia lainnya
Industri kimia Industri makanan, Industri kimia
Industri kimia
Tongkol/ hijauan
Pakan ternak
Jagung pipil
Pakan ternak
Sumber: Departemen Perindustrian, 1999
Gambar 1. Jaringan industri pengolahan jagung Biji jagung kaya akan karbohidrat yang sebagian besar terdapat pada endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin. Pada jagung ketan, sebagian besar atau seluruh patinya merupakan amilopektin. Perbedaan ini tidak banyak berpengaruh pada kandungan gizi, tetapi lebih berarti dalam pengolahan sebagai bahan pangan. Jagung manis tidak mampu memproduksi pati sehingga bijinya terasa lebih manis ketika masih muda (Wikipedia Indonesia, 2006).
5
Persyaratan mutu jagung untuk perdagangan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu persyaratan kualitatif dan persyaratan kuantitatif (Kristanto, 2007). Persyaratan kualitatif jagung meliputi: 1. Produk harus terbebas dari hama dan penyakit 2. Produk terbebas dari bau busuk maupun zat kimia lainnya (berupa asam) 3. Produk harus terbebas dari bahan dan sisa-sisa pupuk maupun pestisida 4. Memiliki suhu normal Sedangkan persyaratan kuantitatif jagung dapat dilihat seperti Tabel 1. di bawah ini. Tabel 1. Persyaratan mutu jagung
No. 1. 2. 3. 4. 5.
Komponen Utama Kadar air Butir rusak Butir warna lain Butir pecah Kotoran
Persyaratan Mutu (% Maks) I II III IV 14 14 15 17 2 4 6 8 1 3 7 10 1 4 3 5 1 1 2 2
Sumber: SNI dalam Kristanto, 2007
B. TEORI PENGERINGAN Pengeringan didefinisikan sebagai proses pemindahan air dengan menggunakan panas atau aliran udara untuk mencegah atau menghambat pertumbuhan jamur dan bakteri sehingga tidak dapat berkembang lagi atau berkembang namun lambat (Hall, 1980). Laju pengeringan dibagi menjadi dua tahap utama yaitu laju pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun. Laju pengeringan konstan terjadi pada lapisan permukaan biji-bijian yaitu pada lapisan air bebas. Laju pengeringan ini terjadi sangat singkat selama proses pengeringan berlangsung. Besarnya laju pengeringan ini tergantung dari 1) Lapisan yang terbuka; 2) Perbedaan kelembaban antara aliran udara dan daerah basah; 3) Koefisien pindah massa; dan 4) Kecepatan aliran udara pengering. Laju pengeringan menurun terjadi setelah periode pengeringan konstan selesai. Kadar air kritis (critical moisture content)
6
membatasi terjadinya laju pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun (Hall, 1980). Kadar air kritis (critical moisture content) adalah kadar air minimum yang terdapat pada biji-bijian dimana laju air bebas yang berasal dari dalam bahan ke permukaan tidak terjadi lagi. Kadar air pada biji-bijian biasanya lebih kecil dibandingkan kadar air kritisnya sehingga pengeringan yang terjadi adalah laju pengeringan menurun. Menurut Hall, 1980 pada proses pengeringan bahan pertanian terjadi dua proses dasar yaitu pindah panas untuk menguapkan cairan bahan dan pindah massa akibat adanya perbedaan tekanan uap. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengontrol perpindahan kadar air dalam bahan adalah: 1) Difusi antara cairan dan uap, 2) Gaya kapilaritas, 3) Gradien penyusutan dan tekanan uap, 4) Gravitasi, dan 5) Penguapan kadar air. Kadar air keseimbangan (equilibrium moisture content) adalah kadar air minimum yang dapat dicapai pada kondisi udara pengeringan yang tetap atau pada suhu dan kelembaban relatif yang tetap. Suatu bahan dalam keadaan seimbang apabila laju kehilangan air dari bahan ke udara sekelilingnya sama dengan laju penambahan air ke bahan dari udara di sekelilingya. Kadar air pada keadaan seimbang disebut juga dengan kadar air keseimbangan atau keseimbangan higroskopis. Perhitungan empiris untuk menentukan kadar air keseimbangan adalah (Henderson dan Perry, 1979):
1 − Erh = e − cTM E n dimana: Erh
............................................................................ (1)
= Kelembaban relatif keseimbangan (desimal)
T
= Suhu absolute (K)
ME
= Kadar air keseimbangan (% basis kering)
c dan n = Konstanta (tergantung dari jenis bahan)
7
Tabel 2. Nilai c dan n untuk beberapa jenis bahan Produk Jagung pipil Gandum Sorgum Kedelai Rami Kismis Buah persik kering Kapas Kayu
c
n
1.10 × 10 −5 5.59 × 10
−7
3.40 × 10 −6 3.20 × 10 −5 6.89 × 10 −6 7 .13 × 10 −5 4.11 × 10 −4 4.91 × 10 5 5.34 × 10 −5
1.90 3.03 2.31 1.52 2.02 1.02 0.546 1.70 1.41
Sumber: Handerson dan Perry, 1976
Menurut Brooker dan Bakker-Arkema (1973) beberapa parameter yang mempengaruhi lama waktu yang dibutuhkan pada proses pengeringan antara lain adalah: 1. Suhu udara pengering
Suhu udara pengering akan mempengaruhi laju penguapan air bahan dan mutu pengeringan. Semakin tinggi suhu maka panas yang digunakan untuk penguapan air akan meningkat dan waktu pengeringan menjadi lebih singkat. Suhu harus terus dikontrol agar tidak sampai merusak bahan yang dikeringkan. 2. Kelembaban relatif udara pengering
Kelembaban relatif menentukan kemampuan udara pengering untuk menampung uap air bahan. Semakin rendah RH maka makin banyak uap air yang diserap udara pengering demikian juga sebaliknya. RH dan suhu pengeringan akan menentukan tekanan uap jenuh. Perbedaan tekanan uap air pada udara pengering dan permukaan bahan akan mempengaruhi laju pengeringan. Proses pengeringan yang baik memerlukan RH yang rendah sesuai dengan kondisi bahan yang akan dikeringkan. 3. Kecepatan aliran udara pengering
Aliran udara pada proses pengeringan berfungsi untuk membawa panas untuk menguapkan kadar air bahan serta mengeluarkan uap air hasil penguapan tersebut. Uap air hasil penguapan bahan dengan panas harus segera dikeluarkan agar tidak menjenuhkan udara pada permukaan bahan yang mengganggu proses
8
pengeringan. Semakin besar volume udara yang mengalir maka akan semakin besar kemampuannya dalam membawa dan menampung air dari permukaan bahan. 4. Kadar air bahan
Keragaman kadar air awal bahan paling sering dijumpai pada proses pengeringan dan seringkali hal ini menjadi suatu masalah. Beberapa hal yang bisa digunakan untuk mengatasi masalah ini adalah mengurangi ketebalan tumpukan bahan yang akan dikeringkan, mempercepat aliran udara pengering, menurunkan suhu udara pengering dan dilakukan pengadukan bahan. Kadar air akhir bahan merupakan tujuan akhir dari proses pengeringan. Kadar air akhir ini akan menentukan lamanya proses pengeringan berlangsung. C. METODE PENGERINGAN
Metode pengeringan adalah cara yang digunakan untuk melakukan proses pengeringan. Metode pengeringan secara umum terdiri dari dua yaitu pengeringan secara manual dan pengeringan secara mekanis. Pengeringan secara manual biasa disebut dengan pengeringan alami (natural drying) dan pengeringan secara mekanis disebut dengan pengeringan buatan (artificial drying). Pada pengeringan alami (natural drying) panas pengeringan diperoleh dari udara sekitar atau matahari. Pengeringan alami ini biasa dilakukan dengan cara penjemuran. Cara pengeringan ini mempunyai beberapa kelemahan antara lain adalah 1) Tergantung dengan cuaca, 2) Sukar dikontrol, 3) Memerlukan tempat penjemuran yang luas, 4) Mudah terkontaminasi, dan 5) memerlukan waktu yang lama (Widodo dan Hendriadi, 2004). Pengeringan
mekanis
(pengeringan
buatan)
dilakukan
dengan
menggunakan panas tambahan. Keuntungannya antara lain yaitu: 1) Tidak tergantung cuaca, 2) Kapasitas pengeringan dapat dipilih sesuai dengan yang diperlukan, 3) Tidak memerlukan tempat yang luas, dan 4) Kondisi pengeringan dapat dikontrol (Widodo dan Hendriadi, 2004). Pada pengeringan buatan udara yang mengitari produk dibuat dengan menggunakan kipas atau blower. Panas diperlukan untuk menaikkan suhu dalam udara pengering. Penambahan panas dalam udara pengering bertujuan untuk 1). Menaikkan kapasitas udara yang membawa uap (kira-kira menaikkan 2 kali lipat
9
untuk setiap peningkatan suhu 4oC) dan 2). Suhu untuk memanaskan produk menjadi lebih tinggi (Hall, 1963 dalam Sari, 2005). Panas yang digunakan pada proses pengeringan buatan berasal dari berbagai sumber energi panas yang ada, tergantung dari ketersediaan sumber energi yang ada di sekitar proses pengeringan berlangsung. Kebanyakan sumber energi yang digunakan adalah biomassa, bahan bakar minyak, dan listrik. Konversi biomassa menjadi panas biasanya menggunakan tungku atau boiler melalui proses pembakaran. Biasanya uap panas hasil pembakaran tidak secara langsung bersentuhan dengan bahan namun melalui alat penukar panas (heat exchanger) terlebih dahulu supaya bahan tidak terkontaminasi oleh bau uap
biomassa dan jelaga yang ditimbulkan. Panas yang dihasilkan dari pembakaran biomassa berbeda-beda tergantung dari nilai kalor dari biomassa tersebut. Alat konversi yang sering digunakan untuk bahan bakar minyak sebagai penyedia panas adalah burner atau boiler. Panas yang dihasilkan dari BBM tergantung nilai kalornya. Sedangkan laju pemakaian BBM tergantung dari tekanan yang diberikan kepada burner. Penyedia panas yang lain adalah listrik. Keunggulannya adalah listrik mampu menghasilkan energi yang besar, bisa diatur sesuai dengan keinginan pengguna, dan bersih. Namun kelemahannya yaitu penggunaan listrik cenderung mahal karena daya yang digunakan besar untuk pemakaian yang kontinyu. Bahan yang akan dikeringkan menentukan jenis mesin pengering yang akan digunakan. Pemilihan mesin pengering yang sesuai akan meningkatkan efisiensi pengeringan. Untuk menentukan dan memilih mesin pengering yang akan digunakan seseorang sebaiknya mempertimbangkan beberapa hal yang meliputi tahap pra-pengeringan (misalnya pelepasan air secara mekanis, evaporasi, pengkondisian awal bahan umpan dengan pencampuran padatan, pengenceran atau pembuatan pelet, dan pengumpanan) serta tahap pasca-panen seperti pembersihan gas buang, pengumpulan hasil, pendaurulangan sebagian hasil luaran, pendinginan hasil, pelapisan hasil, aglomerasi, dan lain-lain (Devahastin, 2001). D. HASIL-HASIL PENELITIAN TENTANG PENGERINGAN
Pengeringan merupakan suatu teknik untuk menurunkan kadar air sampai batas aman sehingga tidak ada lagi aktifitas mikroorganisme yang merugikan.
10
Penelitian tentang pengeringan sudah sangat banyak dilakukan terlebih mengenai metode pengeringan. Metode pengeringan sangat penting diperhatikan karena akan berpengaruh terhadap jenis bahan yang dikeringkan dan kualitas hasil pengeringan. Metode yang sesuai akan meningkatkan efisiensi pengeringan. Metode yang banyak dikembangkan saat ini adalah pengeringan buatan (artificial drying) yang memanfaatkan sumber panas bukan dari matahari atau udara sekitar.
Elfian (1985) menggunakan alat pengering lapisan tipis untuk pengeringan jagung (Zea mays L.) dan kedelai (Glycine max L. Merril). Pengeringan dilakukan secara terus menerus dengan kecepatan aliran udara 0.1 m/detik pada suhu dan RH udara pengering konstan sampai tercapai kondisi kadar air keseimbangan. Pada pengeringan jagung dengan suhu 40oC; RH 65% dan 45oC; RH 50%, terlihat adanya tendensi laju pengeringan konstan yang singkat pada awal pengeringan, sedangkan pengeringan dengan suhu 50oC; RH 34% dan 55oC; RH 26% seluruhnya berlangsung pada laju pengeringan menurun. Perubahan kadar air yang melonjak terjadi selama 3-4 jam pertama. Pengeringan berlangsung sampai perubahan kadar air per satuan waktu mendekati nol atau kondisi bahan telah mencapai kadar air keseimbangan. Kadar air keseimbangan tercapai selama 32 jam. Subekti (1986) mengembangkan alat pengering jagung model sumur untuk tingkat pedesaan. Pada percobaan tanpa beban dengan bahan bakar arang sekam, tempurung kelapa dan kayu bakar diperoleh bahwa pembakaran dengan tempurung kelapa menghasilkan penyebaran suhu yang lebih seragam dan tingkat suhu yang lebih tinggi dari bahan bakar lainnya. Dari hasil pengujian, efisiensi pengeringan untuk RH 84% dan RH 90% adalah berturut-turut sebesar 13.89% dan 10.2%, sedangkan efisiensi pemanasan adalah sebesar 16.96% pada RH 84% dan 14.72% pada RH 90%. Lama pengeringan pada RH 84% adalah 11 jam dan 18 jam pada RH 90%. Kurva laju penurunan kadar air bahan lebih mendekati bentuk eksponen negatif daripada bentuk linear. Kuncoro (1993) melakukan pengeringan benih kacang tanah, jagung, dan kedelai menggunakan alat pengering tipe konveksi bebas. Jagung yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung tongkol dan jagung pipilan. Suhu untuk pengeringan dipertahankan pada kisaran antara 39-44oC (rak terbawah) dengan
11
bahan bakar tempurung kelapa. Jagung tongkol yang bobotnya 152 kg (input) dan kadar air 34.70% bb (basis basah) membutuhkan waktu 54 jam untuk mencapai kadar air 19.50% bb dan menghabiskan 66.67 kg tempurung kelapa. Jagung pipilan yang bobotnya 92.41 kg (input) dan berkadar air awal 19.51% bb membutuhkan waktu pengeringan 34 jam untuk menurunkan kadar air menjadi 11.30% bb dan mengkonsumsi bahan bakar sebanyak 40.17 kg. Pengeringan ini mempersingkat waktu 4-5 hari kerja dibandingkan proses penjemuran (saat hujan). Laju pengeringan jagung tongkol 0.74% %bk/jam dan jagung pipil 0.58 %bk/jam. Efisiensi pemanasan dan efisiensi pengeringan total untuk jagung tongkol dan pipil masing-masing adalah 41.42%; 10.59% dan 35.58%; 2.31%. Jubaedah (2000) menggunakan alat pengering tipe bak untuk proses pengeringan jagung dengan terlebih dahulu dilakukan proses tempering untuk menyeragamkan kadar air akhir bahan. Bahan yang digunakan adalah jagung pipilan varietas hibrida dengan perlakuan suhu plenum dipertahankan konstan 70oC kecepatan aliran udara 35 cfm/ft2 (0.178 m/s) dan dua level ketebalan tumpukan yaitu 60 cm dan 75 cm. Percobaan tempering dilakukan selama 12 jam. Pengeringan jagung dengan ketebalan 60 cm dari kadar air awal 26.8 % bb hingga mencapai 14.1 % bb memerlukan waktu 6 jam dengan penyusutan bahan akibat pengeringan sebesar 8.85 kg, untuk pengeringan jagung dengan tebal 75 cm dari kadar air awal 27.3 % bb hingga kadar air akhir 14.6 % bb memerlukan waktu 7 jam dengan penyusutan bahan akibat pengeringan sebesar 11.25 kg.
12
III. PERCOBAAN
A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilakukan selama empat bulan, bulan Maret 2007 sampai bulan Juni 2007. Penelitian ini bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian Leuwikopo, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. B. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan yang digunakan adalah jagung (Zea mays L.) varietas hibrida yang sudah dipipil. Bahan tersebut diperoleh dari lahan pertanian di daerah Jasinga, Bogor. 2. Alat Peralatan yang digunakan meliputi: − Prototipe mesin pengering tipe silinder hasil perancangan − Termokopel tipe CC (Copper Constanta) sebanyak 6 buah. − Termometer digital merek Delta model SK-1250MC 1 buah. − Recorder merek Chino Yokogawa sebanyak 1 buah. − Anemometer merek Climomaster Kanomax sebanyak 1 buah. − Timbangan digital merek AND model EK-1200A sebanyak 1 buah. − Timbangan analog kapasitas 5 kg merek Soehnle sebanyak 1 buah − Clampmeter merek Krisbow sebanyak 1 buah. − Drying oven merek Ikeda Rika model SS-204D sebanyak 1 buah. − Stopwatch sebanyak 1 buah. − Kalkulator sebanyak 1 buah. − Alat tulis. − Komputer.
C. PROSEDUR PENELITIAN Prosedur atau langkah kerja pada penelitian ini dijelaskan pada diagram alir prosedur pengujian prototipe mesin pengering (Gambar 2.). Mulai
Perancangan Bahan Percobaan Pembuatan Prototipe Alat Operasi Prototipe
Tidak
Penimbangan, Pewarnaan, dan Penempatan di Ruang Pengering
Beroperasi Baik ?
Ya Uji Kinerja Pengering Suhu, Kelembaban Relatif, Kadar Air, Laju Pengeringan, Konsumsi Energi, Persentase Pencampuran Bahan, Konsumsi Daya
Selesai Gambar 2. Diagram alir prosedur pengujian mesin pengering Proses penelitian ini diawali dengan proses perancangan prototipe mesin pengering tipe silinder berputar. Mesin pengering tipe silinder berputar ini merupakan ide dan rancangan dari Nelwan (2006). Pembuatan prototipe mesin pengering ini dilakukan apabila tahap perancangan sudah selesai. Operasi prototipe mesin pengering dilakukan untuk melihat apakah mesin pengering tersebut beroperasi dengan baik atau tidak. Apabila operasi kerjanya bagus maka
14
akan dilanjutkan dengan proses uji kinerja pengeringan. Apabila operasi kerjanya kurang bagus maka akan dilakukan modifikasi sampai hasil kerja operasinya bagus. Operasi prototipe mesin pengering disesuaikan dengan rencana awal kinerja mesin pengering. Mesin pengering tipe silinder berputar ini digerakkan menggunakan motor listrik (Gambar 3.). Putaran motor yang diinginkan untuk memutar silinder sebesar 4 RPM, sehingga putaran motor listrik dikecilkan dengan menggunakan gear box. Sumber panas yang digunakan untuk pengeringan berasal dari pemanas listrik, sedangkan udara pemanasan dialirkan menggunakan kipas sentrifugal.
Gear box
Kipas sentrifugal
Cerobong untuk mengukur udara keluar
Motor listrik
Gambar 3. Prototipe mesin pengering tipe silinder yang digunakan dalam penelitian
G3
G2
G1
Gambar 4. Penampang bagian dalam rencana awal mesin pengering
15
16
Pada bagian dalam dari mesin pengering ini (Gambar 4.), terdapat pintupintu yang bertujuan untuk mengatur aliran bahan saat diputar. Pintu-pintu tersebut akan membuka dan menutup sesuai dengan posisinya saat diputar. Proses buka-tutup pintu yang berbeda waktunya berfungsi untuk mengatur aliran bahan, sehingga bahan dapat berpindah tempat. Pintu-pintu itu juga membantu menahan jatuhan bahan pada saat diputar, sehingga pada saat bahan jatuh mesin tidak akan menerima beban yang terlalu berat karena ditahan oleh pintu tersebut. D. PENGUJIAN KINERJA MESIN PENGERING Parameter yang sangat berpengaruh dalam menetukan kinerja sebuah alat pengering adalah sebagai berikut: 1. Pengukuran suhu Pengukuran suhu yang dilakukan pada beberapa titik-titik pengukuran (Gambar 5.) digunakan untuk melihat sebaran suhu. Adapun suhu yang diukur meliputi suhu lingkungan, suhu udara masuk, suhu ruang pengering, suhu bahan, dan suhu udara keluar. Suhu lingkungan, suhu udara masuk, suhu ruang pengering, dan suhu udara keluar diukur dalam keadaan bola basah dan bola kering menggunakan termokopel tipe CC dan recorder (Gambar 7.).
Gambar 6. Termometer digital
Gambar 7. Chino recorder
Suhu bahan hanya diukur dalam keadaan bola kering dengan menggunakan termometer digital (Gambar 6.). Suhu bahan diukur dengan arah radial (Gambar 5.) dengan tujuan untuk melihat apakah udara pengeringan menyebar merata pada arah tersebut. Pengukuran suhu dilakukan tiap 30 menit
17
dengan urutan pengambilan data: suhu lingkungan, suhu udara masuk, suhu ruang pengering, suhu bahan, suhu udara keluar. 2. Pengukuran Kelembaban Relatif (RH) Kelembaban relatif diukur dengan menggunakan diagram psychometric (psycrometric chart) dengan menggunakan data suhu bola basah dan bola kering. Adapun RH yang diukur meliputi RH lingkungan, RH udara masuk, RH ruang pengering, dan RH udara keluar. Diagram psychometric yang digunakan dalam pengukuran RH dapat dilihat pada Lampiran 14. 3. Pengukuran Kadar Air Bahan Pengukuran kadar air bahan dilakukan dengan menggunakan kett moisture tester (KMS) (Gambar 8.). Nilai kadar air hasil pengukuran dengan KMS ini kemudian dikalibrasi dengan menggunakan drying oven. Tujuan kalibrasi ini adalah untuk mendapatkan nilai kadar air yang akurat. Standar pengukuran kadar air adalah menggunakan drying oven. Terdapat lima titik pengukuran untuk mengukur nilai kadar air bahan (Gambar 5.). Urutan pengambilan sampel yang akan diukur didasarkan pada titik pengukurannya. Nilai kadar air bahan ini diukur tiap selang waktu 30 menit.
Gambar 8. Kett moisture tester
Gambar 9. Drying oven
4. Laju Pengeringan Laju pengeringan merupakan perbandingan perubahan suhu bahan terhadap waktu pengeringan (% basis kering/jam). Laju pengeringan ini menunjukkan kecepatan perubahan kadar air bahan selama proses pengeringan. Selisih perubahan kadar air bahan dihitung dari selisih kadar air akhir dengan
18
kadar air awal. Data yang diperlukan untuk menentukan nilai laju pengeringan adalah perubahan kadar air awal dan akhir serta lama proses pengeringan berlangsung. 5. Konsumsi Energi Konsumsi energi merupakan perhitungan jumlah penggunaan energi dalam satuan MJ. Adapun perhitungan konsumsi energi yang dihitung meliputi energi listrik, energi pemanas, energi total pengeringan, energi pengeringan bahan, energi total masuk sistem, dan konsumsi energi spesifik, konsumsi energi panas spesifik, dan konsumsi mekanik spesifik. Rumus yang digunakan dalam perhitungan konsumsi energi ini dijabarkan dalam perhitungan performansi teknik. 6. Persentase Pencampuran Bahan Persen pencampuran bahan digunakan untuk melihat seberapa efektif proses pemutaran silinder terhadap pencampuran bahan. Bahan yang digunakan dalam proses ini adalah jagung yang telah diberi warna berbeda yaitu warna merah dan warna kuning. Proses pemutaran bahan tidak dilakukan terus menerus melainkan hanya beberapa saat. Proses pemutaran ini diharapkan mampu membalik dan mencampur bahan dimana proses ini tidak bisa ditemukan pada mesin pengering tipe bak. Proses pemutaran yang tidak terus menerus ditujukan hanya mengkonsumsi energi mekanik yang kecil. Asumsi yang digunakan pada proses pemutaran silinder ini adalah bahan akan berpindah tempat dari dalam ke luar atau sebaliknya sehingga bahan akan tercampur. Titik pengambilan sampel yang akan diukur persentase pencampuran bahan dapat dilihat pada Gambar 5. Sampel yang akan diukur diambil sebanyak ± 60 gram. Proses pengukuran ini dilakukan pada putaran 5, 10, 15, 20, dan 25. Sampel yang sudah diambil kemudian dipisahkan dan dikelompokan sesuai warnanya. Hasil pengelompokan bahan masing-masing ditimbang beratnya dengan menggunakan timbangan digital. Persentase pencampuran bahan dihitung dengan cara membagi nilai berat bahan berwarna dengan berat total dan hasilnya dibandingkan dengan target yang harus dicapai yaitu persentase perbandingan warna merah dan kuning sebelum diputar.
19
7. Konsumsi Daya Konsumsi daya merupakan jumlah penggunaan daya yang digunakan oleh peralatan listrik. Hal-hal yang mempengaruhi konsumsi daya adalah voltase, arus, dan waktu penggunaannya. Ketiga parameter tersebut mempunyai hubungan saling berbanding lurus. Pengukuran voltase dan arus dilakukan dengan menggunakan clampmeter sedangkan pengukuran waktu didasarkan pada lamanya proses pengeringan. Cara penggunaan clampmeter yaitu dengan cara mencatok salah satu kabel ke dalam tangnya. Pengukuran konsumsi daya meliputi motor listrik, kipas sentrifugal, dan pemanas listrik. Konsumsi daya pada motor listrik dilakukan pada beberapa titik putaran serta pada kondisi keadaan silinder kosong, setengah isi, dan isi penuh. Tujuannya adalah untuk melihat sebaran daya. Keadaan isi silinder kosong, setengah isi, dan isi penuh dapat dilihat pada Gambar 10.
(a) silinder isi penuh
(b) silinder isi setengah penuh
(c) silinder kosong Gambar 10. Keadaan isi silinder penuh, setengah penuh, dan kosong
20
E. PERHITUNGAN PERFORMANSI TEKNIS Perhitungan performansi teknis mesin pengering ini meliputi: a. Kadar Air Perhitungan kadar air bahan selama proses pengeringan berlangsung dihitung berdasarkan pada komponen massa sebagai berikut: Kadar air (% basis basah)
=
mw × 100% ....................................(2) mw + ms
Kadar air (% basis kering)
=
mw × 100% ............................................(3) ms
dimana: mw ms
= Massa air (kg) = Massa padatan (kg)
b. Energi Pemanas Udara Q1 = 3.6 × P × t .......................................................................................(4)
dimana: Q1
= Energi pemanas udara (kJ)
P
= Daya yang digunakan (Watt)
t
= Waktu pemakaian (jam)
c. Panas untuk Menaikkan Suhu Produk Panas jenis bahan (Cpb) dihitung dengan menggunakan persamaan Siebel (1892) dalam Heldman dan Singh (1987). Cpb = 0.837 + 0.034( Mo) .......................................................................(5) dimana: Cpb Mo
= Panas jenis bahan (kJ/kg.oC) = Kadar air awal (% basis basah)
Q2 = m0 × Cpb × (Tr − Tb ) ........................................................................(6) dimana: Q2
= Panas/energi untuk menaikkan suhu produk (kJ)
m0
= Massa awal bahan (kg)
Cpb
= Panas jenis bahan (kJ/kg.oC)
Tr
= Suhu ruang pengering (oC)
Tb
= Suhu bahan (oC)
21
d. Energi Total Pengeringan Qtp = dimana: Qtp
qu × (h3 − h1 ) × 3600 × t ..............................................................(7) v = Energi total pengeringan (kJ)
qu
= Debit udara (m3/s)
v
= Volume jenis udara (m3/kg)
h3
= Enthalpi akhir (kJ/kg)
h1
= Enthalpi awal (kJ/kg)
t
= Waktu pengeringan (jam)
e. Panas yang Diterima Udara Pengering Q3 = dimana: Q3
qu × Cpu × (Tr − Tl ) × 3600 × t ........................................................(8) v = Panas yang diterima udara pengering (kJ)
qu
= Debit udara (m3/s)
v
= Volume jenis udara (m3/kg)
Cpu
= Panas jenis udara (kJ/kg.oC)
Tr
= Suhu ruang pengering (oC)
Tl
= Suhu lingkungan (oC)
t
= Waktu pengeringan (jam)
f. Panas Penguapan Produk Q4 = Qtp − (Q2 + Q3 ) ...............................................................................(9) dimana: Q4
= Panas penguapan Produk (kJ)
Qtp
= Energi total pengeringan (kJ)
Q2
= Panas/energi untuk menaikkan suhu produk (kJ)
Q3
= Panas yang diterima udara pengering (kJ)
Panas penguapan produk juga bisa dihitung dengan menggunakan persamaan seperti di bawah ini:
Q4 = mu × h fg ......................................................................................(10) dimana: mu hfg
= Massa air bahan yang menguap (kg) = Panas laten penguapan produk (kJ/kg)
22
g. Energi Pengeringan Bahan
Q p = Q2 + Q4 .........................................................................................(11) dimana: Qp
= Energi pengeringan bahan (kJ)
Q2
= Panas/energi untuk menaikkan suhu produk (kJ)
Q4
= Panas penguapan Produk (kJ)
h. Energi Listrik
Q5 = 3.6 × P × t ......................................................................................(12) Q5 = Q5a + Q5b ......................................................................................(13) dimana: Q5
= Energi listrik (kJ)
Q5a
= Energi penggunaan motor listrik (kJ)
Q5b
= Energi penggunaan kipas sebtrifugal (kJ)
P
= Daya yang digunakan (Watt)
t
= Lama penggunaan (jam)
i. Energi Total Masuk Sistem
QT = Q1 + Q5 .........................................................................................(14) dimana: QT
= Energi total masuk sistem (kJ)
Q1
= Energi pemanas udara (kJ)
Q5
= Energi Listrik (kJ)
j. Konsumsi Energi Spesifik (KES) KES =
Dimana: KES
QT .........................................................................................(15) mu
= Konsumsi energi spesifik (kJ/kg uap air)
QT
= Energi Total Masuk Sistem (kJ)
mu
= Massa air bahan yang menguap (kg)
k. Konsumsi Energi Panas Spesifik (KEPS)
KEPS =
Q1 ........................................................................................(16) mu
Dimana: KEPS = Konsumsi energi panas spesifik (kJ/kg uap air)
Q1
= Energi pemanas udara (kJ)
23
mu
= Massa air bahan yang menguap (kg)
l. Konsumsi Energi Mekanik Spesifik (KEMS)
KEMS =
Q5 a ......................................................................................(17) mu
Dimana: KEMS = Konsumsi energi mekanik spesifik (kJ/kg uap air)
Q5a
= Energi penggunaan motor listrik (kJ)
mu
= Massa air bahan yang menguap (kg)
m. Efisiensi termal Efisiensi termal merupakan perbandingan energi yang dipakai untuk memanaskan udara pengering dengan energi yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar. Dihitung dengan menggunakan persamaan:
η termal =
Q3 × 100% ................................................................................(18) Q1
dimana: η termal = Efisiensi termal (%)
Q3
= Panas yang diterima udara pengering (kJ)
Q1
= Energi dari sumber pemanas (kJ)
24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RANCANGAN PROTOTIPE 1. Rancangan Struktural Gambar detail dari prototipe mesin pengering tipe silinder berputar ini dapat dilihat pada Lampiran 15. Bagian-bagian dari mesin terdiri dari rangka mesin, silinder, poros pemutar, motor listrik, gear box, cerobong, pemanas listrik, kipas sentrifugal, puli, dan sabuk puli. Rangka mesin terbuat dari besi siku dan besi segi empat supaya kuat dan kokoh untuk menyangga beban yang berasal dari silinder dan bahan yang akan dikeringkan. Poros pemutar terbuat dari besi silinder pejal dengan diameter 2.5 cm. Bahan ini dipilih supaya poros mampu untuk memutar silinder baik dalam keadaan kosong maupun dalam keadaan isi. Silinder terbuat dari plat besi berlubang dengan penutup silinder kanan dan kiri terbuat dari polikarbonat. Plat besi berlubang berguna untuk proses aliran udara masuk dan keluar. Penutup silinder yang transparan dapat digunakan untuk melihat proses pemutaran dan pencampuran bahan. Silinder berdiameter sebesar 70 cm dan panjang 60 cm. Bagian dalam silinder dapat dilihat seperti pada Gambar 4. Silinder tersebut dilengkapi dengan pintu-pintu yang terbuat dari bahan yang sama. Cerobong terbuat dari pipa besi dengan diameter dalamnya sebesar 10 cm serta di dalamnya terdapat pemanas listrik dengan daya 2500 W. Cerobong ini menyatu dengan silinder di bagian porosnya. Pemilihan daya disesuaikan dengan kapasitas bahan yang mampu dikeringkan. Puli yang digunakan terbuat dari besi alloy. Pemilihan ukuran diameter puli disesuaikan dengan kecepatan putaran (rpm) yang dibutuhkan untuk memutar silinder. Pada penelitian ini digunakan dua puli berdiameter 5 cm dan dua puli berdiameter 20 cm. Sabuk puli yang digunakan berbentuk v sebanyak dua buah dengan bahan terbuat dari karet. Motor listrik sebagai penyalur daya mempunyai daya 1.2 HP dan mempunyai putaran 1400 per menit serta gear box yang mempunyai rasio putaran sebesar 1:20. Kipas yang digunakan adalah tipe kipas sentrifugal dengan daya 90 W.
2. Rancangan Fungsional Rancangan fungsional berhubungan dengan fungsi dari bagian-bagian dari mesin pengering. Rangka mesin berfungsi untuk menyangga dan memperkokoh bagian-bagian mesin yang lainnya selain itu juga digunakan untuk menyangga beban dari bahan yang dikeringkan. Poros pemutar berfungsi untuk memutar silinder selain itu berfungsi sebagai pusat beban dari silinder. Silinder digunakan sebagai ruang pengering dan tempat untuk meletakkan bahan yang akan dikeringkan. Bentuk ruang pengering yang silinder ini memudahkan dalam proses pemutaran. Cerobong digunakan sebagai ruang aliran udara pengeringan selain itu juga digunakan sebagai ruang pemanas listrik. Pemanas listrik sendiri berfungsi sebagai penyedia sumber panas utama pada proses pengeringan. Kipas sentrifugal digunakan untuk mengambil udara lingkungan yang digunakan sebagai udara pengering serta mengalirkannya ke bahan yang dikeringkan. Motor listrik berfungsi sebagai penghasil daya mekanik untuk pemutaran silinder pada proses pencampuran bahan. Gear box digunakan sebagai pengecil putaran yang dihasilkan oleh motor listrik. Penyalur daya dari motor listrik ke gear box dan dari gear box ke poros pemutar digunakan sabuk puli yang tertambat pada puli. B. PROTOTIPE MESIN PENGERING Prototipe mesin pengering hasil rancangan dapat dilihat seperti pada Gambar 3. Prototipe ini dirancang untuk proses pengeringan jagung terutama pada proses keseragaman kadar air dan kebutuhan daya pemutarannya. Proses pencampuran bahan digunakan untuk melihat keseragaman kadar air. Bagian dalam dari prototipe ini dapat dilihat seperti pada Gambar 4. Pintupintu yang terdapat pada bagian dalam mesin pengering tersebut berfungsi untuk mengatur aliran bahan pada saat diputar. Selain itu juga berfungsi untuk menahan beban kejut akibat jatuhan bahan pada saat diputar sehingga daya yang dibutuhkan menjadi tidak terlalu tinggi. Aliran bahan yang diinginkan dalam silinder yang diputar dapat dilihat seperti pada Gambar 11.
26
Gambar 11. Aliran bahan yang diinginkan dalam silinder yang diputar Keterangan :
: Terisi oleh bahan : Kosong (tidak terisi oleh bahan)
Operasi prototipe mesin pengering dilakukan untuk mengetahui kinerja awal mesin pengering terhadap kesesuaian kinerja alat dengan rencana awal. Adapun halhal yang diamati dalam penelitian pendahuluan ini adalah proses buka-tutup pintupintu, kapasitas mesin yang sesuai (pembebanan), dan daya yang digunakan untuk pemutaran. Modifikasi sederhana akan dilakukan apabila terdapat beberapa kekurangan terhadap kinerja mesin sehingga kinerja pengering mesin ini bisa maksimal. Proses buka-tutup pintu dan aliran bahan pada rencana awal dapat dilihat seperti pada Gambar 11. Hasil yang diperoleh pada saat operasi prototipe berlangsung yaitu pada saat kondisi mesin dengan kapasitas penuh, proses buka-tutup pintu tidak dapat terjadi seperti rencana awal. Bahan yang terlalu banyak akan menghalangi pintu untuk membuka atau menutup, sehingga ada sebagian bahan yang sama sekali tidak dapat berpindah. Pada kondisi mesin dengan kapasitas setengah isi, proses buka-tutup pintu hanya dapat berlangsung sementara sebelum akhirnya terjadi slip pada poros
27
penggerak silinder berputar. Terjadinya slip diduga sebagai akibat dari penyebaran beban yang kurang merata karena penempatan pusat beban yang tidak sesuai. Sementara pada saat keadaan kosong (tanpa beban), proses yang diharapkan dapat terjadi. Beban yang dimasukkan ke dalam ruang pengering sangat mempengaruhi kebutuhan daya untuk proses pengadukan. Pada operasi prototipe ini dilakukan perlakuan berbeda terhadap dua beban, yaitu beban penuh dan beban setengah penuh. Pada beban penuh, mesin dapat bekerja namun masih ada kekurangan pada proses buka-tutup pintu dimana proses buka-tutup tidak terjadi secara sempurna. Pada beban setengah penuh, mesin dapat bekerja beberapa saat dan setelah itu terjadi slip pada poros penggerak silinder. Terjadinya slip ini diakibatkan penyebaran beban yang kurang merata. Daya dapat dilihat pada saat percobaan beban, dimana daya yang digunakan untuk pemutaran akan tinggi apabila terjadi slip dan pada posisi tertentu daya yang digunakan menjadi lebih tinggi. Keadaan ini diduga akibat penempatan posisi pusat beban yang tidak merata.
G4
G3
G2 G1
Gambar 12. Bagian dalam mesin pengering setelah modifikasi Modifikasi sederhana yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan membuka pintu G1 dan G2 serta menutup pintu G3. (Gambar 12.), selain itu juga menambahkan G4 untuk menutup bagian tersebut. Pintu G1 dan G2 dibuka dengan mengikat daun pintu dengan kawat tali sehingga daun pintu tersebut tidak
28
bergerak lagi. Pintu G3 ditutup dengan menambahkan plat aluminium pada daun pintu sehingga pintu G3 sama sekali tidak dapat terbuka. G4 ditambahkan untuk menghalangi aliran bahan supaya tidak masuk ke bagian tengah silinder selain itu juga berfungsi untuk menghalangi aliran udara yang melalui G4. Bagian tengah antara G3 dan G4 hanya digunakan sebagai aliran udara pengering. Hasil ini mampu mengatasi proses buka-tutup pintu, sehingga pintu tidak difungsikan. Beban yang dimasukkan harus selalu penuh, sehingga akan mengurangi slip akibat kekurangan beban dan mengurangi daya yang digunakan dalam pemutaran serta mengurangi panas yang terbuang. Pada proses pengeluaran bahan terjadi sedikit masalah yaitu bahan tidak bisa keluar semua melalui pintu utama karena tersangkut pada pintu-pintu. Masalah ini bisa diatasi dengan membuatkan pintu tambahan yang sejajar dengan pintu utama (dapat dilihat pada Gambar 13.).
Gambar 13. Pintu tambahan untuk pengeluaran bahan
C. UJI KINERJA PENGERINGAN 1. Perubahan Suhu dan RH Lingkungan Terhadap Waktu Pengeringan Suhu dan RH lingkungan selama percobaan terlihat seperti pada Gambar 14. Suhu lingkungan selama percobaan masing-masing berkisar antara 28oC-36oC, 29oC34oC, 32oC-34oC, dan 30oC-35oC (Lampiran 1-4) dengan nilai rata-rata masingmasing adalah 34.6oC, 33.0oC, 33.0oC, dan 33.8oC. RH lingkungan yang tercatat
29
selama percobaan masing-masing adalah 81%-93%, 87%-93%, 75%-87%, dan 75%93% (Lampiran 1-4) dengan nilai rata-ratanya adalah 85%, 89%, 83%, dan 81%.
50
100 90
45
80
40
70 50
%
o
C
60 35
40 30
30
25
20 10
20
0 0
30
60
90
120
150
180
210
240
270
300
330
Suhu perc I
Suhu perc II
Suhu perc III
Suhu perc IV
RH perc I
RH perc II
RH perc III
RH perc IV
Gambar 14. Suhu dan RH lingkungan selama percobaan Fluktuasi suhu dan RH lingkungan sangat dipengaruhi oleh keadaan sekitar seperti panas, mendung, dan hujan. Suhu dan RH lingkungan ini akan mempengaruhi keadaan selanjutnya yaitu suhu dan RH udara masuk. Suhu rata-rata tertinggi terdapat pada percobaan I, suhu rata-rata terendah dan RH tertinggi terdapat pada percobaan II. Grafik suhu lingkungan pada keempat percobaan mempunyai kecenderungan naik dan hampir mendekati konstan (Gambar 14.) Kecenderungan kenaikan suhu ini kemungkinan dipengaruhi oleh udara outlet dari hasil pengeringan yang mempunyai suhu lebih tinggi dibandingkan suhu udara. Pengaruh ini disebabkan karena titik pengukuran suhu lingkungan dekat dengan outlet udara pengeringan.
30
Percobaan IV
33,8 30,8
Percobaan III
33 30,4
Percobaan II
33 31,4
Percobaan I
81
83
89
85
34,6 32,2 Suhu bb (C)
Suhu bk (C)
RH (%)
Gambar 15. Perbandingan rata-rata suhu dan RH udara selama percobaan Suhu rata-rata antar masing-masing percobaan tidak jauh berbeda. Selisih suhu tertinggi sebesar 1.6oC yaitu antara percobaan I dengan Percobaan II dan III, sedangkan selisih RH tertinggi sebesar 8% yaitu antara percobaan II dan percobaan IV. Selisih suhu bola basah dan bola kering tertinggi terdapat pada percobaan IV yaitu sebesar 3oC dan keadaan ini yang memungkinkan percobaan IV memiliki RH yang paling rendah diantara percobaan yang lain. 2. Hubungan Suhu dan RH Udara Masuk, Suhu dan RH Ruang Pengering Serta Suhu dan RH Udara Keluar Terhadap Waktu Pengeringan Sebaran suhu udara masuk, suhu ruang, serta suhu udara keluar pada masingmasing percobaan terlihat sangat fluktuatif (Gambar 16.). Suhu udara masuk, suhu ruang pengering, dan suhu udara keluar dipengaruhi oleh fluktuasi suhu udara lingkungan. Hasil pengukuran terdapat pada Lampiran 1-4. Proses aliran udara pemanas berlangsung sebagai berikut: udara lingkungan masuk disedot oleh kipas sentrifugal melewati pemanas (udara dipanaskan oleh pemanas) kemudian dialirkan ke ruang pengering, digunakan untuk memanaskan dan menguapkan air bahan dan selanjutnya dialirkan ke luar (kembali ke lingkungan).
31
30 20 10 0 0
30
60
90
120
50 40 30 20 10 0
150
0
30
60
m enit RH ud masuk
T pengering
T ud masuk
RH ud masuk
T pengering
RH pengering
T ud keluar
RH ud keluar
RH pengering
T ud keluar
RH ud keluar
(b) Percobaan II
30 20 10 0 30
60
90
120
150
180
210
240
270
300
330
60 C
50 40
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
80 70
o
60
90
%
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
80 70
C
150
T ud masuk
90
o
120
menit
(a) Percobaan I
0
90
%
60 C
50 40
80 70
50 40 30 20 10 0 0
30
60
90
120
150
180
menit
menit T ud masuk
RH ud masuk
T pengering
T ud masuk
RH ud masuk
T pengering
RH pengering
T ud keluar
RH ud keluar
RH pengering
T ud keluar
RH ud keluar
(c) Percobaan III
%
o
C
60
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
90
o
80 70
%
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
90
(d) Percobaan IV
Gambar 16. Sebaran suhu dan RH udara masuk, ruang pengering, dan udara keluar selama percobaan
32
Suhu udara masuk merupakan suhu udara lingkungan yang akan digunakan sebagai udara pengeringan. Suhu udara masuk diperoleh dengan cara memanaskan udara dengan pemanas (heater) dan digunakan sebagai udara pengering dengan bantuan aliran dari kipas sentrifugal. Suhu udara masuk terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan suhu ruang pengering maupun suhu udara keluar. Tingginya nilai suhu udara masuk diakibatkan dekatnya titik pengukuran terhadap sumber panas (heater). Jarak dari titik pengukuran suhu udara masuk dengan pemanas memungkinkan terjadinya pindah panas secara konveksi dan radiasi (Gambar 6.). Suhu yang tinggi dan RH yang rendah diharapkan mampu mengeringkan bahan dalam waktu yang relatif singkat. RH udara yang rendah memungkinkan terjadinya penguapan yang tinggi. Rata-rata suhu udara masuk ruang pengering pada masing-masing percobaan adalah 61.0oC, 61.6oC, 73.7oC, dan 74.9oC (Gambar 16.) dan rata-rata RH pada masing-masing percobaan adalah 23.8%, 40%, 44.5%, dan 49.6%. Suhu dan RH yang tinggi pada udara masuk inilah yang disebabkan oleh pindah panas secara radiasi. RH udara masuk terendah terdapat pada percobaan I yaitu 36.5% dengan perbedaan suhu bola basah dan bola kering sebesar 19.5oC. Semakin rendah nilai RH maka kemampuan udara dalam menyerap uap air akan semakin besar. Perbedaan nilai suhu dan RH pada masing-masing percobaan dikarenakan tidak adanya kontrol suhu dari pemanas (termostat). Suhu udara dalam ruang pengering sangat dipengaruhi suhu udara masuk. Pada hasil pengukuran (Gambar 16.) terlihat bahwa suhu udara yang masuk di ruang pengering terlihat masih tinggi ± 57oC. Panas yang hilang sebelum masuk ke ruang pengering merupakan salah satu penyebab rendahnya nilai suhu yang terukur pada ruang pengering dibandingkan suhu udara masuknya. RH ruang pengering mempunyai rata-rata 22%. Nilai RH yang rendah memungkinkan terjadi pengeringan yang relatif cepat dimana nilai RH yang semakin rendah akan lebih banyak menampung uap air. Suhu udara keluar pada masing-masing percobaan selalu lebih rendah dibandingkan suhu udara di ruang pengering. Berdasarkan aliran udara panas, udara pengeringan kembali ke lingkungan (keluar) setelah melalui bahan. Udara yang
33
keluar dari ruang pengering merupakan udara pengeringan yang membawa uap air hasil penguapan bahan yang dikeringkan. Suhu udara keluar pada masing-masing percobaan berkisar antara 31oC-38oC, 30oC-39oC, 32oC-42oC, dan 34oC-54oC dengan rata-rata sebesar 35.7oC, 35.7oC, 35.5oC, dan 45.9oC. Rata- rata suhu keluar pada percobaan I, II, dan III tidak berbeda jauh, namun sangat berbeda dengan percobaan IV. Rata-rata suhu udara keluar pada percobaan IV tinggi akibat jumlah bahan yang dimasukkan lebih sedikit dan udara pengeringan lebih banyak yang keluar, sehingga mempengaruhi tingginya nilai suhu udara keluar saat pengukuran. RH udara keluar tertinggi selama percobaan terdapat pada percobaan II yaitu sebesar 80.8% dan RH terendah terdapat pada percobaan IV sebesar 48.1% 3. Hubungan Suhu Bahan Terhadap Waktu Pengeringan Suhu bahan diukur berdasarkan arah rambatan panas (radial) yaitu dari asal sumber panas ke luar. Pengukuran suhu bahan dilakukan pada empat titik berdasarkan arah radialnya dan pada kedalaman bahan yang sama (Gambar 5.). Penamaan titik pengukuran pada Gambar 17. dan lampiran 1-4. disesuaikan pada titik pengukuran pada Gambar 5. Hubungan suhu terhadap waktu pengeringan pada masing-masing percobaan terlihat semakin meningkat. Rata-rata suhu bahan pada masing- masing percobaan yaitu 37.5oC, 33.9oC, 35.6oC, dan 37.0oC. Kisaran suhu bahan pada masing-masing percobaan adalah 29.3oC-45.5oC, 26.2oC-38.9oC, 28oC-38.3oC, dan 30.2oC-40.5oC. Kisaran suhu bahan tertinggi terdapat pada percobaan I sedangkan kisaran suhu terendah terdapat pada percobaan III. Adanya perbedaan suhu antar masing-masing titik pengukuran menunjukkan bahwa suhu bahan hasil pengukuran tidak merata. Pada percobaan 2, 3, dan 4 (Gambar 17.) menunjukkan bahwa suhu bahan hampir menyebar merata, namun pada percobaan 1 terlihat ada perbedaan. Penyebab yang memungkinkan terjadinya hal ini adalah ujung sensor dari pengukur suhu bersentuhan dengan besi pada ruang pengering. Posisi pengukuran pada Gambar 5. memungkinkan terjadinya hal ini.
34
40
40 C
45
35
o
C o
45
35
30
30
25
25 0
30
60
90
120
0
150
30
60
120
150
menit
menit 5
90
6
7
5
8
(a) Percobaan I
6
7
8
(b) Percobaan II
45 45
40 C
35
o
o
C
40
30
35
30
25
25
0
30
60
90
120
150
180
210
240
270
300
330
0
30
60
90
menit 5
6
120
150
180
m enit
7
8
5
6
7
8
(c) Percobaan III (d) Percobaan IV Gambar 17. Sebaran suhu bahan selama percobaan
35
Rata-rata kisaran suhu bahan lebih rendah jika dibandingkan dengan suhu udara masuk maupun suhu ruang pengering. Hal ini diduga disebabkan adanya kehilangan panas melalui celah-celah sebelum udara masuk ke ruang pengering, udara panas ke luar sebelum melalui bahan, dan panas yang terserap oleh besi (rangka). Pada saat melewati bahan, laju udara pengeringan terhalang oleh tumpukan bahan. Keadaan ini juga dapat menyebabkan perbedaan suhu antara titik-titik pengukuran dan rendahnya suhu yang diterima oleh bahan. Kehilangan panas akibat panas keluar sebelum melalui bahan dapat dikurangi dengan melakukan proses penghentian pemutaran bahan, seperti pada Gambar 18. Pada bagian gambar yang ditunjuk bahan yang digunakan tidak berlubang, sehingga mampu mencegah terjadinya aliran udara melalui posisi ini.
Gambar 18. Tumpukan biji saat tidak diputar 4. Hubungan Kadar Air Bahan Terhadap Waktu Pengeringan Pengukuran kadar air bahan dilakukan dengan menggunakan kett moisture tester dan dikalibrasi dengan menggunakan drying oven. Hasil persamaan kalibrasinya adalah y = 1.4066 x – 6.9807 dimana x = nilai KA hasil pengukuran kett moisture tester (KMS) dan y = nilai KA hasil kalibrasi dengan drying oven. Hasil kalibrasi dapat dilihat pada Lampiran 5. Titik-titik pengukuran dapat dilihat pada
36
40,00
35,00
35,00
30,00
30,00
% bk
% bk
40,00
25,00
25,00
20,00
20,00
15,00
15,00
10,00
10,00 0
30
60
90
120
150
0
30
60
menit 1
2
3
120
150
menit 4
5
1
(a) Percobaan 1
2
3
4
5
(b) Percobaan 2
40,00
40,00
35,00
35,00
30,00
30,00
% bk
% bk
90
25,00
25,00
20,00
20,00
15,00
15,00 10,00
10,00 0
30
60
90 120 150 180 210 240 270 300 330
0
30
60
90
2
3
(c) Percobaan 3
150
180
menit
menit 1
120
4
5
1
2
3
4
5
(d) Percobaan 4
Gambar 19. Grafik hubungan kadar air bahan terhadap waktu pengeringan
37
Gambar 5. dan hasil pengukurannya pada Lampiran 6-9 Pengukuran dilakukan pada arah radial dan arah memanjang sebanyak lima titik pengukuran. Pada percobaan I, pengeringan berlangsung dari kadar air 19.39% bk sampai 13.57% bk, percobaan II berlangsung dari kadar air 19.72% bk sampai 14.22% bk, percobaan III berlangsung dari kadar air 38.14% bk sampai 19.39% bk, dan percobaan IV berlangsung dari kadar air 22.53% bk sampai 13.89% bk. Berdasarkan Gambar 19. terlihat bahwa kadar air bahan hasil pengukuran pada tiap percobaan hampir memiliki nilai yang sama. Hal ini ditunjukkan dari nilai garis-garis dalam grafik yang kecenderungan selalu berdempetan. Berdasarkan hasil pengukuran dan visualisasi dalam grafik dapat disimpulkan bahwa kadar air hasil pengeringan merata untuk seluruh bahan yang dikeringkan. Jika dilihat dari Gambar 19., laju pengeringan yang terjadi adalah laju pengeringan menurun dimana laju pengeringan konstan tidak dapat diamati. 5. Hubungan Kadar Air Bahan Terhadap Suhu Bahan Grafik kadar air terhadap waktu mempunyai pola menurun (Gambar 20.). Keadaan ini disebabkan karena adanya proses pindah panas dan pindah massa selama pengeringan berlangsung. Udara panas digunakan untuk menaikkan suhu bahan, karena adanya perbedaan suhu antara ruang pengering dan bahan akan menyebabkan perbedaan tekanan pada bahan dan ruang pengering. Perbedaan tekanan inilah yang menyebabkan terjadinya proses pindah massa (air) atau penguapan air bahan dari dalam bahan ke luar. Hubungan antara kadar air bahan dengan suhu bahan dapat dilihat pada Gambar 20. Suhu bahan terlihat naik sedangkan kadar air mempunyai pola menurun. Kenaikan suhu bahan tertinggi yang bisa dicapai adalah sama atau mendekati dengan suhu ruang. Laju penurunan kadar air bahan masing-masing adalah 2.33 % bk/jam, 2.20 % bk/jam, 3.41 % bk/jam, dan 2.88 % bk/jam, sedangkan laju kenaikan suhu bahan masing-masing adalah 3.83oC/jam, 4.39oC/jam, 1.81oC/jam, dan 3.13oC/jam.
38
41.00
41.00 38.00
39.00 37.00
37.00
33.00
31.00
28.00
33.00
23.00
31.00
23.00
29.00
29.00 18.00
27.00 25.00 60
90
120
25.00
13.00 0
150
30
60
T bahan
KA bahan
(a) Percobaan I
150
41.00
38.00
39.00
KA bahan
(b) Percobaan II
41.00
38.00
39.00
37.00
33.00
37.00
35.00
31.00
23.00
29.00 18.00
27.00
33.00
C
35.00 o
28.00
33.00
% bk
C
120
menit
menit T bahan
90
28.00
33.00 31.00
23.00
29.00 18.00
27.00
25.00
13.00 0
30
60
90
120 150 180 210 240 270 300 330 menit T bahan
% bk
30
18.00
27.00
13.00 0
o
% bk
C o
28.00
33.00
% bk
C
33.00
35.00
35.00 o
38.00
39.00
25.00
13.00 0
30
60
90
120
150
180
menit
KA bahan
(c) Percobaan III
T bahan
KA bahan
(d) Percobaan IV
Gambar 20. Grafik hubungan kadar air bahan dengan suhu bahan
39
Berdasarkan nilai rata-rata laju penurunan KA dengan laju kenaikan suhu bisa disimpulkan bahwa kenaikan suhu yang tinggi tidak menyebabkan terjadinya penurunan kadar air yang tinggi pula. Penyebab yang memungkinkan terjadinya hal ini adalah kandungan air dalam bahan. Kadar air yang tinggi menyebabkan jumlah air yang harus diuapkan menjadi semakin banyak. Suhu bahan yang terukur menjadi rendah disebabkan suhu bahan yang tersebut bercampur dengan uap air hasil penguapan air bahan. 6. Lama Pengeringan Lama pengeringan adalah jumlah waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan bahan dari kadar air awal sampai kadar air akhir bahan yang diinginkan. Lama pengeringan ini diukur dalam satuan waktu per massa jagung yang dikeringkan. Pada percobaan I, pengeringan berlangsung selama 2.5 jam dengan bahan yang dikeringkan berjumlah 95 kg dan kadar air akhir rata-rata sebesar 13.57% bk. Lama pengeringan jagung pada percobaan II sama dengan percobaan I yaitu 2.5 jam dan berat bahan yang dikeringkan sebesar 95 kg dengan kadar akhir bahan yang dikeringkan sebesar 14.22% bk. Percobaan III memerlukan waktu untuk pengeringan sebesar 5.5 jam dengan berat bahan yang dikeringkan sebesar 90 kg dan kadar air akhir bahan yang dikeringkan sebesar 19.39% bk. Percobaan IV memerlukan waktu selama 3 jam untuk mengeringkan bahan seberat 77 kg dan kadar air akhir bahan sebesar 13.89% bk. 7. Kefektifan Pemutaran dalam Pencampuran Bahan Pemutaran dilakukan untuk membalik dan mencampur bahan agar pengeringan merata pada semua bahan yang dikeringkan. Pemutaran silinder dilakukan menggunakan motor listrik 1.2 HP dengan kecepatan putaran sebesar 4 RPM. Pola pemutaran ini tidak dilakukan secara terus-menerus tetapi hanya dilakukan sebanyak 20 kali putaran tiap 15 menit atau diputar selama 5 menit tiap 15 menit sekali. Terlepas dari tujuan utama yaitu untuk membalik dan mencampur bahan, proses ini juga mampu membersihkan bahan. Pada saat diputar bahan akan membalik, sehingga kotoran-kotaran yang bercampur dengan bahan akan ikut terbalik dan keluar. Kotorankotoran tersebut akan keluar melalui selimut silinder. Selimut silinder yang mempunyai konstruksi berlubang-lubang berfungsi sebagai pengeluaran udara mempunyai keuntungan
40
lain yaitu sebagai tempat keluarnya kotoran. Berdasarkan hasil percobaan, jumlah kotoran yang keluar masing-masing sebanyak 0.5 kg, 0.6 kg, 0.5 kg, dan 0.5 kg. Percobaan pencampuran bahan dilakukan dengan cara mewarnai bahan. Bahan yang digunakan ada dua warna yaitu warna dasar jagung (kuning) dan warna merah. Penempatan bahan dalam ruang pengering sebelum dilakukan pemutaran dapat dilihat seperti pada Gambar 21. Persentase perbandingan warna merah dan warna kuning awal sebesar 35.71% dan 64.29%. Persentase ini digunakan sebagai target yang harus dicapai yaitu pada berapa kali putaran nilai persentase pencampuran bahan mendekati atau sama dengan persentase target tersebut. Keadaan bahan setelah dilakukuan proses pemutaran dapat dilihat pada Gambar 22. Secara visual dapat dilihat bahwa setelah proses pemutaran berlangsung kedua bahan yang mempunyai warna berbeda sudah bercampur. Perbedaan antara keadaan bahan sebelum diputar dan setelah diputar dapat dilihat pada Gambar 21. dan Gambar 22. Warna merah yang dikelilingi warna kuning dapat bercampur dengan warna kuning akibat proses pemutaran. Dengan demikian, asumsi bahwa setelah proses pemutaran maka bahan akan berpindah dapat diterima.
Gambar 21. Penempatan bahan untuk pengujian pencampuran
41
Gambar 22. Keadaan bahan setelah proses pengadukan Hasil perhitungan persentase pencampuran bahan dapat dilihat pada Gambar 23, 24, dan 25 dan Lampiran 10.. Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa saat awal pemutaran (5 putaran) persentase bahan masih jauh dari target, namun pada pemutaranpemutaran selanjutnya persentase mulai mendekati nilai target yang diinginkan. Tingginya nilai persentase warna kuning pada 5 putaran karena diduga pada awal pemutaran bahan masih belum tercampur pada arah tangensial. Pada putaran ke 20 di bagian dalam, tengah maupun luar persentase pencampuran warna merah dan kuning sudah dapat mencapai target yang diinginkan. 90,00 80,00 persentase (%)
70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 kuning Target
5 Putaran
10 Putaran
merah 15 Putaran
20 Putaran
25 Putaran
Gambar 23. Persentase jagung kuning dan merah pada bagian dalam
42
90,00 80,00 persentase (%)
70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 kuning Target
5 Putaran
10 Putaran
merah 15 Putaran
20 Putaran
25 Putaran
Gambar 24. Persentase jagung kuning dan merah pada bagian tengah 90
Persentase (%)
80 70 60 50 40 30 20 10 0 kuning Target
5 Putaran
10 Putaran
merah 15 Putaran
20 Putaran
25 Putaran
Gambar 25. Persentase jagung kuning dan merah pada bagian luar 8. Konsumsi Energi Selama Proses Pengeringan Konsumsi energi merupakan jumlah penggunaan energi selama proses pegeringan berlangsung. Penggunaan energi terbesar terdapat pada penggunaan energi listrik. Energi listrik merupakan perhitungan penggunaan peralatan listrik selama proses pengeringan berlangsung. Adapun peralatan listrik yang digunakan yaitu motor listrik, kipas sentrifugal, dan pemanas udara. Energi listrik dihitung dari lamanya penggunaan peralatan listrik
43
selama proses pengeringan dikalikan dengan daya yang dipakai oleh peralatan tersebut. Sumber energi yang digunakan untuk seluruh proses berasal dari energi listrik. Perhitungan energi listrik terbesar adalah penggunaan pemanas udara. Pemanas udara memiliki daya yang besar (2.289 kW) dan lama penggunaannya yang terus-menerus selama proses pengeringan berlangsung. Pada percobaan I dan percobaan II energi listrik yang dipakai oleh pemanas udara sebesar 20.60 MJ sedangkan pada percobaan III energi listrik yang digunakan sebesar 45.32 MJ dan pada percobaan IV sebesar 24.72 MJ. Pada percobaan III, konsumsi energinya paling besar dibandingkan percobaan lain. Hal ini dikarenakan waktu yang digunakan pada proses ini juga paling lama yaitu 5.5 jam. Sumber energi panas yang digunakan untuk proses pengeringan 100% berasal dari heater. Pemakaian heater sebagai sumber panas sangat tergantung dari ketersediaan energi yang ada di sekitarnya. Namun, sumber energi yang terbarukan akan lebih baik digunakan seperti biomassa dari sisa bahan (pohon, kelobot, janggel) atau sinar matahari. Penggunaan kipas sentrifugal untuk mengalirkan udara panas ke ruangan pengering sangat berperan penting. Hal ini dikarenakan kipas sentrifugal dipakai terus-menerus selama proses pengeringan berlangsung. Penggunaan kipas dengan daya dan kecepatan putaran yang tinggi akan mempengaruhi udara yang dialirkan yaitu udara panas yang dialirkan akan turun. Daya kipas sentrifugal yang dipakai sebesar 0.0872 kW. Energi listrik yang dihasilkan dari pemakaian kipas sentrifugal sebesar 0.78 MJ pada percobaan I dan percobaan II, sedangkan pada percobaan III energi yang dipakai sebesar 1.73 MJ dan pada IV sebesar 0.94 MJ. Penggunaan motor listrik untuk proses pengadukan tidak memerlukan energi yang besar. Meskipun daya yang digunakan cukup besar, namun karena pemakaiannya hanya beberapa saat dan tidak terus-menerus seperti peralatan listrik lainnya maka energi yang digunakan akan lebih kecil. Pada percobaan I dan percobaan II energi yang digunakan oleh motor listrik 1.54 MJ, percobaan III sebesar 3.40 MJ dan pada percobaan IV sebesar 1.86 MJ. Berdasarkan persentase penggunaan energi listrik, penggunaan motor listrik sebagai penggerak pengaduk hanya 7% dari jumlah total energi listrik (Lampiran 13.), sehingga penggunaannya sangat disarankan/direkomendasikan karena tidak terlalu menambah biaya operasional.
44
Konsumsi energi spesifik merupakan total jumlah energi per total jumlah air yang diuapkan selama proses pengeringan berlangsung. Nilai konsumsi energi spesifik dapat dilihat pada Tabel 3. Pada Tabel 3. dapat dilihat bahwa nilai konsumsi energi spesifik tertinggi terdapat pada percobaan IV. Percobaan IV menunjukkan bahwa semakin besar nilai konsumsi energi spesifik maka semakin besar pula kebutuhan energi yang digunakan untuk proses penguapan air bahan. Suatu proses pengeringan dikatakan bagus apabila nilai konsumsi energi spesifiknya kecil. Tabel 3. Kondisi dan hasil pengeringan selama percobaan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
Item Beban pengeringan (kg) (m0) Kadar air awal (% bk) (Mo) Kadar air akhir (% bk) Waktu pengeringan (jam) (t) Air yang diuapkan (kg) (mu) Suhu lingkungan rata-rata (oC) (Tl) Suhu ud. masuk rata-rata (oC) Suhu ruang pengering (oC) (Tr) Suhu bahan rata-rata (oC) (Tb) RH lingkungan rata-rata (%) RH udara masuk rata-rata (%) RH ruang pengering (%) Lama pengadukan (jam) Energi pengaduk (MJ) (Q5a) Energi kipas (MJ) (Q5b) Energi pemanas (MJ) (Q1) Energi total (MJ) (QT) Efisiensi termal (%) (ηtermal) Konsumsi energi spesifik (MJ/kg uap air) (KES) Konsumsi energi panas spesifik (MJ/kg uap air) (KEPS) Konsumsi energi mekanik spesifik (kJ/kg uap air) (KEMS)
Perc. I 95 19.39 13.57 2.5 4.6 34.6 61.0 56.8 39.1 84.6 23.8 21.6 0.83 1.54 0.78 20.60 22.93 68.13 4.98
Perc. II 95 19.72 14.22 2.5 4.4 33.0 61.6 56.6 35.4 89.4 40.0 21.9 0.83 1.54 0.78 20.60 22.93 72.98 5.21
Perc. III 90 38.14 19.39 5.5 12.2 33.0 73.7 57.1 36.2 83.2 44.5 21.7 1.83 3.40 1.73 45.32 50.45 74.20 4.14
Perc. IV 77 22.52 13.89 3 5.4 33.8 74.9 56.7 37.4 81.0 49.6 21.9 1.00 1.86 0.94 24.72 27.52 70.65 5.10
4.48
4.68
3.71
4.58
0.33
0.35
0.32
0.34
Konsumsi panas spesifik merupakan total jumlah energi panas per total jumlah air yang diuapkan. Sedangkan konsumsi mekanik spesifik adalah total jumlah energi mekanik (pengaduk) per total jumlah air yang diuapkan. Konsumsi panas spesifik jauh lebih besar jika dibandingkan dengan konsumsi mekanik spesifik. Pada Tabel 3. dapat dilihat bahwa penggunaan konsumsi energi mekanik spesifik mempunyai nilai yang paling kecil
45
dibandingkan dengan yang lain. Porsi ini hanya sekitar 3% jika dibandingkan dengan konsumsi energi panas spesifik. Pada percobaan III nilai konsumsi energi spesifiknya mempunyai nilai yang paling kecil. Hal ini disebabkan karena banyaknya jumlah air yang diuapkan dibandingkan dengan percobaan-percobaan lain.
25 20,67 MJ/kg uap air
20 15 10
7,35
6,78 4,36
5 0 1
2
1
3
4
Keterangan: 1. Pengering model sumur (Subekti, 1986) 2. Pengering tipe bak ketebalan tumpukan 65 cm (Jubaedah, 2000) 3. Pengering tipe bak ketebalan tumpukan 70 cm (Jubaedah, 2000) 4. Rata-rata dalam penelitian ini
Gambar 26. Konsumsi energi spesifik dari beberapa pengeringan jagung Rata-rata perbandingan konsumsi energi spesifik pada penelitian ini mempunyai nilai yang lebih rendah dibandingkan konsumsi energi spesifik pada pengeringan jagung dengan menggunakan mesin yang berbeda. Dengan nilai konsumsi energi spesifik yang sangat kecil maka prototipe mesin ini layak untuk dipertimbangkan dalam penggunaanya. 9. Konsumsi Daya Pengukuran konsumsi daya meliputi motor listrik, pemanas listrik, dan kipas sentrifugal. Pengukuran daya motor listrik yang dilakukan pada beberapa titik pengukuran dan beberapa kondisi dapat dilihat pada Tabel 4. dan Tabel 5. Pada Tabel 4. disajikan hasil pengukuran dengan keadaan isi silinder kosong, penuh, dan setengah penuh. Konsumsi daya motor listrik pada keadaan setengah penuh mempunyai nilai yang paling besar (Tabel
46
4.) artinya beban yang digunakan untuk pemutaran menjadi semakin besar. Beban yang semakin besar akan menyebabkan torsi yang dibutuhkan untuk pemutaran menjadi besar. Pada posisi di bawah (Gambar 27) nilai daya yang terukur semakin besar. Penyebanya adalah beban (jagung) berkumpul di bagian bawah dan jarak terhadap porosnya menjadi semakin jauh sehingga torsi yang diperlukan dalam proses pemutaran menjadi semakin besar. Hal ini juga yang menyebabkan terjadinya slip pada posisi ini pada saat beban setengah penuh. Tabel 4. Konsumsi daya rata-rata pada motor listrik pada keadaan isi silinder kosong, penuh, dan setengah penuh Kosong I (A)
V (Volt)
Penuh P (Watt)
2.40 218 523.2 2.10 218 457.8 Rata-rata 490.5 * Keterangan: : bawah ** : atas
I (A)
2.42 2.32
a. Posisi pintu di bawah
V (Volt)
218 218
Setengah Penuh P (Watt)
527.56 505.76 516.66
I (A)
2.52 2.31
V (Volt)
P (Watt)
218 549.36 218 503.58 526.47
* **
b. Posisi pintu di atas
Gambar 27. Beberapa posisi silinder saat diputar Pengukuran daya pada motor listrik dilakukan pada dua titik pengukuran yaitu atas dan bawah (Gambar 27.). Pada kondisi ini terdapat perbedaan nilai daya dimana nilai daya posisi di bawah lebih tinggi dibandingkan posisi di atas. Penyebabnya yaitu pada saat posisi di bawah, beban terbesar terdapat di bagian bawah dan dibutuhkan daya yang besar untuk
47
memutarnya. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya slip pada poros pemutar silinder pada keadaan setengah penuh. Konsumsi daya pada motor listrik tanpa beban diukur pada tiga keadaan yaitu sabuk puli 1 dan 2 terpasang, sabuk puli 2 dilepas, dan sabuk puli 1 dan 2 dilepas. Penamaan dan posisi sabuk puli dapat dilihat pada Gambar 5. ketiga posisi ini pada dasarnya mempunyai nilai yang sama. Pada keadaan sabuk puli 1 dan 2 terpasang terdapat perbedaan posisi atas dan bawah dimana posisi bawah lebih kecil dibandingkan posisi atas. Hal ini karena pada posisi bawah beban terbesar berada di atas dan motor listrik tidak memerlukan daya yang lebih besar untuk menjatuhkan bahan. Tabel 5. Konsumsi daya rata pada motor listrik tanpa beban Sabuk puli 1 dan 2 Sabuk puli 1 dan 2 terpasang Sabuk puli 2 dilepas dilepas V P V P V P I (A) (Volt) (Watt) I (A) (Volt) (Watt) I (A) (Volt) (Watt) 2.4 218 523.2* 2.4 218 523.2 2.4 218 523.2 2.1 218 457.8** Rata-rata 490.5 Keterangan: * : bawah ** : atas Nilai konsumsi daya pada kipas sentrifugal dan pemanas listrik cenderung tidak berubah. Selain itu, nilai konsumsi daya pada kipas sentrifugal dan pemanas listrik tidak berubah terhadap posisi silinder yang diputar. Nilai daya pada kedua peralatan listrik tersebut dapat dilihat seperti pada tabel 6. Tabel 6. Konsumsi daya pada kipas sentrifugal dan pemanas listrik Kipas Sentrifugal I (A) V (Volt) P (Watt) 0.40 218 87.2
Pemanas listrik I (A) V (Volt) P (Watt) 10.5 218 2289
48
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Rancangan awal mesin pengering tipe silinder dapat digunakan untuk proses pengeringan jagung dengan sedikit modifikasi pada bagian pintu-pintu buka tutup dan pintu pengeluaran bahan. 2. Mesin pengering tipe silinder berputar ini mampu mengeringkan 77, 90, dan 95 kg jagung dengan kadar air awal masing-masing 22.52%, 38.14%, dan 19.72% bk dalam waktu 3, 5.5, dan 2.5 jam pada kondisi suhu dan RH udara ruang pengering adalah 56-59oC dan 20.8%-23.6%. Kadar air hasil pengeringan masing-masing pengeringan 13.89%, 19.39%, dan 14.22% bk. 3. Efisiensi termal selama percobaan berkisar antara 68.13%-74.20%. 4. Komposisi pemanfaatan energi listrik adalah 3% untuk kipas sentrifugal, 7% untuk motor listrik (pengaduk), dan 90% untuk pemanas listrik. Konsumsi energi spesifik berkisar antara 4.14-5.21 MJ/kg uap air, konsumsi energi panas spesifik berkisar antara 3.71-4.68 MJ/kg uap air, dan konsumsi energi mekanik spesifik berkisar antara 0.32-0.35 MJ/kg uap air. 5. Proses pemutaran dalam pencampuran bahan sangat menguntungkan karena telah mengatasi masalah perbedaan kadar air yang disebabkan bahan tidak pernah dibalik. Nilai perbandingan warna jagung merah dan kuning dalam campuran bahan dapat digunakan untuk melihat keefektifan proses pencampuran. Pola pemutaran silinder tidak dilakukan secara kontinyu tetapi hanya selama 5 menit setiap 15 menit dan hanya mengkonsumsi energi sebesar 7% dari total energi. Pada putaran ke 20, nilai persentase perbandingan kedua warna tersebut sudah mencapai target persentase perbandingan yang diinginkan. 7. Penggunaan mesin dengan kapasitas penuh mempunyai daya yang lebih efisien dibandingkan dengan penggunaan mesin denga kapasitas setengah penuh.
B. SARAN Saran yang bisa diberikan dari hasil penelitian ini adalah: 1. Pada saat proses pengeringan, prototipe mesin pengering tipe silinder ini sebaiknya digunakan pada kapasitas penuh untuk mengurangi daya pada proses pemutarannya dan mengurangi kehilangan energi panas. 2. Berdasarkan nilai konsumsi energi spesifik yang rendah maka prototipe mesin pengering ini bisa dibuat menjadi mesin pengering tipe silinder berputar. 3. Penempatan saluran udara pengering pada bagian kanan dan kiri (tidak ditengahtengah) supaya suhu bahan lebih merata. 4. Diperlukan modifikasi pada tempat masuk dan keluar bahan supaya memudahkan dalam penggunaannya. 5. Diperlukan kajian ulang terhadap mesin pengering tipe silinder ini untuk pengeringan jenis biji-bijian yang lain sehingga didapatkan kecocokan mesin pengering terhadap bahan yang dikeringkan.
50
Lampiran 1. Sifat-sifat udara pengering pada percobaan I T lingkungan Jam
Twb o
C
Tdb o
RH
T udara Masuk h
V 3
C
%
kJ/kg
m /kg
Twb o
C
Tdb
RH
T Bahan h
o
C
%
kJ/kg
1 o
2 o
3 o
T udara keluar 4 o
C 29,6
C 29,4
C 29,3
BB
RH
h
C
%
kJ/kg
30
31
93
o
C
BK o
12.00
32
34
87
111
0,91
30
38
56
99
C 30,6
12.30
33
35
87
116
0,92
40
70
18
163
41,6
37,8
34,5
34,3
32
38
66
110
13.00
33
35
87
116
0,915
39
68
18
155
44,3
38,2
37,9
37,5
32
37
71
110
13.30
33
36
81
116
0,92
41
64
26
172
45,5
41
37,9
37,8
32
37
71
14.00
30
33
81
99
0,905
43
66
27
190
39
39
39,2
38,9
29
36
60
94
14.30
27
28
93
85
0,88
41
62
30
172
42
38,7
38,3
38,2
26,5
35
52
82
100
110
Lampiran 2. Sifat-sifat udara pengering pada percobaan II T lingkungan Jam
Twb o
C
Tdb o
RH
T udara Masuk h
V 3
C
%
kJ/kg
m /kg
Twb o
C
Tdb
RH
T Bahan h
o
C
%
kJ/kg
1 o
2 o
3 o
T udara keluar 4 o
C 26,5
C 26,4
C 26,2
BB
RH
h
C
%
kJ/kg
29
30
93
95
o
C
BK o
09.20
28
29
93
90
0,89
26
28
86
80
C 26,6
09.40
30
32
87
100
0,9
45
62
39
211
33,9
32,3
32,5
32,6
32
34
87
110
10.20
31
32
93
105
0,905
43
58
42
191
33,7
33,2
33,3
33,4
32
36
76
110
10.40
32
33
93
111
0,91
44
59
43
201
37,5
35,4
35,5
35,5
33
36
81
116
11.20
32
34
87
110
0,91
47
64
40
233
38
37,7
36,7
37
33
39
66
116
11.40
32
34
87
110
0,91
47
66
36
233
38,9
36,9
37
36,8
36
39
82
132
53
Lampiran 3. Sifat-sifat udara pengering pada percobaan III T lingkungan Jam
Twb o
C
Tdb o
RH
T udara Masuk h
V 3
C
%
kJ/kg
m /kg
Twb o
C
Tdb
RH
T Bahan h
o
C
%
kJ/kg
1 o
2 o
o
4 o
C 28
C 28,5
BB
RH
h
C
%
kJ/kg
32
34
87
110
o
C
BK o
13.30
30
32
87
100
0,9
27
31
74
85
C 28,5
14.00
30
33
81
100
0,905
57
72
48
390
36,5
36
35,3
34,2
32
34
87
110
14.30
30
34
75
99
0,975
59
72
54
433
34,7
34,3
34,2
33,3
32
36
76
110
15.00
31
34
81
105
0,91
61
74
54
481
36,4
35,8
35,5
34,9
30
36
65
99
15.30
31
34
81
105
0,91
60
77
45
456
36,6
36,3
36,2
36,2
32
39
62
110
16.00
31
34
81
105
0,91
61
81
40
480
36,6
35,9
35,7
35,7
32
42
50
110
59
71
56
433
35,4
35,3
35,4
35,3
36
76
16.30 17.00
31
34
30
32
87
100
0,9
27
31
74
85
35,4
35,9
36,4
36,8
32
34
87
110
17.30
30
32
87
100
0,9
57
72
48
390
35,3
35,2
36
36,9
32
33
93
110
32
87
59
72
54
433
38,2
38,2
38,1
38,1
31
34
81
32
87
61
74
54
481
36,1
37,2
37,7
37,1
31
32
93
32
87
60
77
45
456
38,2
38,3
38,3
38,3
30
36
65
18.00 18.30 19.00
30 30 30
81
105
C 28,2
3
T udara keluar
100 100 100
0,91
0,9 0,9 0,9
32
110
105 104 99
54
Lampiran 4. Sifat-sifat udara pengering pada percobaan IV T lingkungan Jam
Twb o
C
Tdb o
RH
T udara Masuk h
V 3
C
%
kJ/kg
m /kg
Twb o
C
Tdb
RH
T Bahan h
o
C
%
kJ/kg
1 o
2 o
3 o
T udara keluar 4 o
C 30,2
C 30,2
RH
h
C
%
kJ/kg
31
34
81
105
o
C
BK o
12.07
29
30
93
95
0,89
27
31
74
85
C 30,2
12.37
31
33
87
105
0,9
57
72
48
390
33,2
33
32,9
32,7
34
37
82
122
13.07
30
33
81
99
0,905
59
72
54
433
36,2
36,6
35,2
35,4
35
54
29
128
13.37
31
34
81
105
0,91
61
74
54
481
37,7
37,6
37,7
37,6
32
42
50
110
14.07
31
34
81
105
0,91
60
77
45
456
39,1
39
38,9
38,8
32
53
24
109
14.37
31
35
75
105
0,91
61
81
40
480
40,5
39,4
39,1
38,9
34
47
42
122
15.07
31
34
81
105
59
71
56
433
39,5
39,7
39,6
39,6
35
54
29
128
0,91
C 30,2
BB
55
Lampiran 5. Hasil kalibrasi nilai kadar air (% bb) Kett Moisture Tester dengan drying oven DRYING OVEN
KETT MS
ulangan B. Wadah B. awal B. akhir B. air B. solid KA (%bb) KA (% bb) I.1 2,9 3,3 5,3 0,9 2,4 27,27 22,8 I.2 2,6 3,3 5,1 0,8 2,5 24,24 22,4 rata-rata 25,76 22,6 II.1 2,8 3,2 5,5 0,5 2,7 15,63 16 II.2 2,9 3,2 5,5 0,6 2,6 18,75 18,8 rata-rata 17,19 17,4 III.1 2,5 3,2 5,2 0,5 2,7 15,63 15,5 III.2 2,8 3,2 5,5 0,5 2,7 15,63 15,9 rata-rata 15,63 15,7 IV.1 2,5 3,1 5,2 0,4 2,7 12,90 13,8 IV.2 2,8 3,1 5,5 0,4 2,7 12,90 13,6 rata-rata 12,90 13,7 V.1 2,8 3,3 5,7 0,4 2,9 12,12 14,1 V.2 2,7 3 5,4 0,3 2,7 10,00 12,2 rata-rata 11,06 13,15 VI.1 2,7 3,1 5,3 0,3 2,8 9,68 12,4 VI.2 2,8 3 5,7 0,2 2,8 6,67 13,2 rata-rata 8,17 12,8 VII.1 2,5 3,3 6 0,3 3 9,09 13 VII.2 2,9 3 5,5 0,2 2,8 6,67 10,5 rata-rata 7,88 11,75 VIII.1 3 3,2 5,5 0,2 3 6,25 9,5 VIII.2 2,7 3,3 5,9 0,3 3 9,09 9,3 rata-rata 7,67 9,4 IX.1 2,5 3,3 5,8 0,2 3,1 6,06 9,1 IX.2 2,9 3,4 5,9 0,3 3,1 8,82 8,9 rata-rata 7,44 9 30,00 y = 1,4066x - 6,9807 R2 = 0,94
Dryinr Oven (%bb)
25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
Kett Moisture Tester (% bb)
Gambar 24. Grafik dan persamaan hasil kalibrasi nilai kadar air (% bb) Kett Moisture Tester dengan Drying Oven
56
Lampiran 6. Kadar air (% bb) hasil pengukuran dengan Kett Moisture Tester pada Percobaan I 1
2
3
Jam 12.00 12.30 13.00 13.30 14.00 14.30
4
5
rata-rata
15,6 15,9 14,7 13,8 12,2 14
15,7 15,3 14,7 14,5 13,0 12,8
16,12 15,16 14,76 13,78 13,16 13,22
% bb
16,7 13,2 13,9 13,7 12,9 12,4
16,8 15,9 15,2 13,3 14,3 13,7
15,8 15,5 15,3 13,6 13,4 13,2
Lampiran 7. Kadar air (% bb) hasil pengukuran dengan Kett Moisture Tester pada Percobaan II 1
2
3
Jam 09.20 09.40 10.20 10.40 11.20 11.40
4
5
rata-rata
15,6 15,1 15,1 14,7 13,5 13,2
15,5 13,8 15,2 14,4 13,2 12,8
16,28 15,48 14,92 14,82 13,82 13,54
% bb 17,1 16,3 15,8 15,0 14,6 15,0
16,6 16,5 15,9 15,1 13,6 12,7
16,6 15,7 12,6 14,9 14,2 14,0
Lampiran 8. Kadar air (% bb) hasil pengukuran dengan Kett Moisture Tester pada Percobaan III 1
2
3
Jam 13.30 14.00 14.30 15.00 15.30 16.00 16.30 17.00 17.30 18.00 18.30 19.00
4
5
rata-rata
25,46 23,96 22,42 21,24 20,92 20,1 19,44 18,72 18,48 18,1 17,44 16,12
% bb 24,9 22,0 21,7 21,3 20,4 19,9 19,4 18,2 17,9 17,4 17,3 15,2
25,3 23,0 21,9 21,6 21,3 19,5 19,1 18,9 18,8
24,2 24,0 22,7 21,4 21,4 20,5 20,4 19,5 19,2
26,3 25,9 22,1 20,9 20,7 20,6 18,5 18,2 18,2
26,6 24,9 23,7 21,0 20,8 20,0 19,8 18,8 18,3
18,6 17,7 16,1
18,4 17,2 15,5
17,9 17,8 17,4
18,2 17,2 16,4
57
Lampiran 9. Kadar air (% bb) hasil pengukuran dengan Kett Moisture Tester pada Percobaan IV 1
2
3
Jam 12.07 12.37 13.07 13.37 14.07 14.37 15.07
4
5
rata-rata
17,3 16,2 15,8 15,2 15,2 15,1 14,6
17,7 16,1 15,5 15,0 14,9 12,6 12,0
17,68 16,42 15,78 15,38 14,96 14,24 13,38
% bb 18,4 16,6 15,4 15,3 14,5 14,3 13,9
17,7 17,0 16,3 16,1 14,9 14,8 12,2
17,3 16,2 15,9 15,3 15,3 14,4 14,2
58
Lampiran 10. Persentase pencampuran bahan I. Persentase bahan sebelum dicampur kuning
merah %
kg
63
kg 64,29
% 35
35,71
II. Persentase pencampuran bahan setelah 5 putaran kanan
dalam tengah luar rata-rata
biji 187 185 228 200
kuning % kg 79,91 46,7 83,33 47,8 83,52 59,3 82,25 51,27
% 79,97 84,45 84,59 83,00
kiri
biji 47 37 45 43,00
merah % kg 20,09 11,70 16,67 8,80 16,48 10,80 17,75 10,43
% 20,03 15,55 15,41 17,00
biji 207 252 208 222,33
kuning % kg 76,67 51,60 79,00 58,00 86,67 51,40 80,78 53,67
% 76,22 77,54 87,86 80,54
biji 63 67 32 54,00
merah % kg 23,33 16,10 21,00 16,80 13,33 7,10 19,22 13,33
% 23,78 22,46 12,14 19,46
rata-rata kuning merah 78,29 21,71 81,17 18,83 85,09 14,91
III. Persentase pencampuran bahan setelah 10 putaran kanan
dalam tengah luar rata-rata
biji 172 178 168 172,67
kuning % kg 68,80 44,9 67,94 42,3 66,40 41,3 67,71 42,83
% 70,71 66,30 66,94 67,98
biji 78 84 85 82,33
kiri merah % kg 31,20 18,60 32,06 21,50 33,60 20,40 32,29 20,17
% 29,29 33,70 33,06 32,02
biji 150 151 128 143,00
kuning % kg 67,87 37,10 72,60 38,60 67,37 32,30 69,28 36,00
% 66,73 70,83 66,60 68,05
biji 71 57 62 63,33
merah % kg 32,13 18,50 27,40 15,90 32,63 16,20 30,72 16,87
% 33,27 29,17 33,40 31,95
rata-rata kuning merah 68,34 31,66 70,27 29,73 66,89 33,11
59
Lampiran 10. Lanjutan IV. Persentase pencampuran bahan setelah 15 putaran kanan
dalam tengah luar rata-rata
biji 163 158 168 163,00
kuning % kg 69,36 41 65,83 43,2 67,74 41,3 67,65 41,83
% 67,55 64,57 66,94 66,35
biji 72 82 80 78,00
kiri merah % kg 30,64 19,70 34,17 23,70 32,26 20,40 32,35 21,27
% 32,45 35,43 33,06 33,65
biji 179 172 186 179,00
kuning % kg 69,65 43,80 65,90 41,90 68,89 42,30 68,15 42,67
biji 146 121 127 131,33
kuning % kg 66,67 35,80 60,80 32,80 60,48 30,20 62,65 32,93
% 69,86 64,26 68,12 67,41
biji 78 89 84 83,67
merah % kg 30,35 18,90 34,10 23,30 31,11 19,80 31,85 20,67
% 30,14 35,74 31,88 32,59
merah % kg 33,33 18,10 39,20 19,60 39,52 20,00 37,35 19,23
% 33,58 37,40 39,84 36,94
rata-rata kuning merah 69,51 30,49 65,87 34,13 68,32 31,68
V. Persentase pencampuran bahan setelah 20 putaran kanan
dalam tengah luar rata-rata
biji 157 215 148 173,33
kuning % kg 67,67 39,1 68,91 41,3 62,71 38,4 66,43 39,60
% 67,30 62,67 63,26 64,41
biji 75 97 88 86,67
kiri merah % kg 32,33 19,00 31,09 24,60 37,29 22,30 33,57 21,97
% 32,70 37,33 36,74 35,59
% 66,42 62,60 60,16 63,06
biji 73 78 83 78,00
rata-rata kuning merah 67,17 32,83 64,86 35,14 61,59 38,41
60
Lampiran 10. Lanjutan VI. Persentase pencampuran bahan setelah 25 putaran kanan
dalam tengah luar rata-rata
biji 203 193 173 189,67
kuning % kg 67,00 48,4 66,78 19,4 60,70 37,9 64,83 35,23
% 65,05 45,33 57,08 55,82
biji 100 96 112 102,67
kiri merah % kg 33,00 26,00 33,22 23,40 39,30 28,50 35,17 25,97
% 34,95 54,67 42,92 44,18
biji 179 134 164 159,00
kuning % kg 64,62 44,90 62,62 34,20 51,90 39,60 59,71 39,57
% 63,42 62,18 61,78 62,46
biji 98 80 152 110,00
merah % kg 35,38 25,90 37,38 20,80 48,10 24,50 40,29 23,73
% 36,58 37,82 38,22 37,54
rata-rata kuning merah 65,81 34,19 64,70 35,30 56,30 43,70
61
Lampiran 11. Contoh perhitungan performansi teknik percobaan I a. Energi pemanas udara Daya (P) = 10.5 x 218 = 2289 W Lama penggunaan (t) = 2.5 jam Q1 = 3.6 x 2289 x 2.5 = 20.601 MJ b. Panas untuk menaikkan suhu produk CPb = 0.0837 + 0.034 (15.69) = 1.37046 kJ/kgoC Q2 = 95 x 1.37046 x (56.8-39.08) = 2.30703 MJ c. Energi total pengeringan qu = 8.13 m/s x 0.00785 m2 = 0.063821 m3/s Qtp =
0.063821 × (151.11 − 107.17) × 3600 × 2.5 = 27.61319 MJ 0.914
d. Panas yang diterima udara pengering Cpu = 1.006 kJ/kg oC Q3 =
0.063821 × 1.006 × (56.8 − 34.6) × 3600 × 2.5 = 14.03484 MJ 0.914
e. Panas penguapan produk Q4 = Qtp – (Q2 + Q3) = 27613.19 – (2307.03 + 14034.84) = 11.27132 MJ f. Energi pengeringan bahan Qp = Q2 + Q4 = 2307.03 + 11271.32 kJ = 13.57835 MJ g. Energi listrik - Motor listrik P = 516.66 W Q5a = 3.6 x 516.66 x 2.5 = 1.54378 MJ - Kipas sentrifugal P = 87.2 W Q5b = 3.6 x 87.2 x 2.5 = 0.78480 MJ
62
- Q5 = 2.32858 MJ h. Energi total masuk sitem Qt = Q1 + Q5 = 22.92958 MJ i. Konsumsi energi spesifik KES = Qt/mu mu (massa uap) = 4.6 kg KES = 4.98 MJ/kg uap air j. Konsumsi energi panas spesifik KPS = Q1/mu = 4.48 MJ/kg uap air k. Konsumsi energi mekanik spesifik KMS = Q5a/mu = 0.33 MJ/kg uap air l. Efisiensi termal ηtermal = (Q3/Q1) x 100% = 68.13%
Lampiran 12. Komposisi pemanfaatan energi listrik tiap percobaan
7%
3%
90%
pemanas
motor listrik
kipas
63
Lampiran 13. Gambar-gambar peralatan untuk pengujian yang digunakan selama percobaan
a. Timbangan digital
c. Multimeter digital
b. Timbangan analog
d. Anemometer
64
Lampiran 14. Psychometric chart
65
ruang kosong
batas pengisian bahan
ruang pengering
f e
e
d
f
d
2
B 3
3
4
B
4
1
sabuk puli 2
poros
5 II 6 b III 7 c 8 IV
cerobong udara
c
5 6 a b
sabuk p puli 1
a
I
8
7
V
9 10
ruang udara pengering
Gear box motor listrik
C
pemanas
ruang bahan
Clampmeter 11 12
A kipas sentrifugal
keterangan lokasi pengukuran/pengambilan sampel: 1 = suhu bb udara masuk 9 = suhu bb udara keluar 2 = suhu bk udara masuk 10 = suhu bk udara keluar 3 = suhu bb udara ruang pengering 11 = suhu bb udara lingkungan 4 = suhu bk udara ruang pengering 12 = suhu bk udara lingkungan 5 = suhu bahan 1 I = kadar air bahan 1 6 = suhu bahan 2 II = kadar air bahan 2 7 = suhu bahan 3 III = kadar air bahan 3 8 = suhu bahan 4 IV = kadar air bahan 4
V = kadar air bahan 5 a = pencampuran dalam 1 b = pencampuran tengah 1 c = pencampuran luar 1 d = pencampuran dalam 2 e = pencampuran tengah 2 f = pencampuran luar 2 A = kecepatan udara masuk
B = kecepatan udara di ruang pengering C = kecepatan udara keluar