RANCANGAN DAN UJI TEKNIS ALAT PEMARUT SAGU TIPE SILINDER
SKRIPSI
Oleh: PENGKI IRAWAN F14051573
2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Pengki Irawan. F1405173. Rancangan dan Uji Teknis Alat Pemarut Sagu Tipe Silinder. Dibimbing oleh: Prof.Dr. Ir. Atjeng M. Syarief, M.SAE. dan Ir. Djajeng Sumangat, M.Sc. RINGKASAN
Sagu (metroxylon sp.) merupakan sumber karbohidrat penting dibeberapa negara tropis seperti Filipina, Malaysia, Kepulauan Pasifik, sebagian Amerika Selatan dan termasuk Indonesia, terutama Indonesia bagian timur. Selain digunakan sebagai makanan pokok (staple food), makanan tambahan (complementary food), dan makanan ternak, sagu juga digunakan sebagai bahan baku industri pangan, farmasi, pestisida, dan lain-lain (Haryanto dan Pangloli, 1991). Pemarutan merupakan salah satu bentuk operasi pengecilan ukuran dengan cara pemotongan dan penghancuran. Tujuan dari pemarutan adalah memperkecil ukuran bahan (merusak dinding sel) agar pati yang terdapat dalam sel keluar. Kualitas hasil parutan sangat tergantung pada karakteristik mata parut, sedangkan efisiensi pemarutan sangat dipengaruhi oleh sifat geometri dan kondisi kinematik bagian fungsional (silinder parut dan gigi parut). Pemarutan merupakan salah satu faktor penentu untuk meningkatkan kapasitas produksi sagu, karena merupakan fase pertama dari proses produksi untuk memisahkan serat sehingga pati dapat terekstrak (Zainudin dan Rasyad, 1996). Untuk memperoleh pati sebanyak mungkin dari empulur sagu, penghancuran dilakukan sehalus mungkin (Colon dan Annokke, 1984). Penelitian ini bertujuan untuk membuat suatu alat pemarut sagu yang yang sesuai untuk usaha pengolahan sagu skala UKM namun mempunyai kapasitas lebih besar sehingga dapat mempersingkat waktu pengolahan sagu dan menghilangkan waktu tunggu untuk bahan baku. Pembangkitan ide konsep disain diawali dengan identifikasi masalah yang ada di lapangan dengan melakukan peninjauan lansung alat pemarut yang ada pada UKM sagu. Dengan mengetahui permasalahan yang ada, dapat dirumuskan beberapa alternatif yang di sesuaikan dengan kebutuhan dan ketersediaan bahan yang ada di pasaran sehingga dapat dibuat suatu desain alat untuk memecahkan permasalahan. Setelah didapatkan solusi permasalahan dan dituangkan dalam konsep disain, selanjutnya dilakukan pembuatan prototipe alat. Alat pemarut sagu terdiri dari bebrapa komponen yaitu silinder parut, hopper, unloading, rangka dan pendorong empulur sagu. Dari hasil pengujian, kapasitas efektif dari alat adalah sebesar 268.43 kg/jam/operator, kehilangan hasil parutan adalah 4.2%, efsiensi pemarutan adalah 95.78% dan efisiensi alat adalah 63.12%. Kapasitas efektif yang didapatkan jauh lebih besar dari alat yang ada pada UKM pengolahan sagu yang hanya mempunyai kapasitas sekitar 107 kg/jam/operator. Dari analisis kelayakan usaha didapatkan B/C ratio 1.604. Hal ini berarti alat sangat layak diterapkan pada UKM pengolahan sagu.
i
RANCANGAN DAN UJI TEKNIS ALAT PEMARUT SAGU TIPE SILINDER
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : PENGKI IRAWAN F14051573
2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RANCANGAN DAN UJI TEKNIS ALAT PEMARUT SAGU TIPE SILINDER
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : PENGKI IRAWAN F14051573
Dilahirkan pada tanggal 16 November 1986 Di Amp. Kuranji, Dharmasraya Tanggal lulus: Agustus 2009
Menyetujui, Bogor, September 2009
Pembimbing I
Pembimbing II
(Prof.Dr. Ir. Atjeng M. Syarief, M.SAE.) NIP. 19460501 197301 1 001
(Ir. Djajeng Sumangat, M.Sc.) NIP. 19500306 198103 1 001
Mengetahui Ketua Departemen,
(Dr. Ir. Desrial, M.Eng.) NIP. 19661201 199103 1 004
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dan tersusunnya skripsi yang berjudul “ Rancangan dan Uji Teknis Alat Pemarut Sagu Tipe Silinder. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Prof. Dr. Ir. H. Atjeng M. Syarief, M.SAE. selaku pembimbing akademik yang telah membimbing penulis dalam melakukan penelitian dan menyusun skripsi ini. 2. Ir. Djajeng Sumangat, M.Sc. di Balai Besar Pascapanen Pertanian selaku pembimbing kedua yang telah bersedia membimbing penulis selama melakukan penelitian dan menyusun skripsi ini. 3. Ir. Putiati Mahdar, M.app,Sc. Yang telah berkenan menjadi dosen penguji penulis pada ujian skripsi. 4. Kun Tanti D., STP dan Drs. Hadi Setianto di Balai Besar Pascapanen Pertanian yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis dalam menyelasikan tugas akhir ini. 5. Alm. Bapak yang tercinta semoga selalu menjadi kekasih Allah SWT dan mendapat doa dari kami. 6. Ibu yang tersayang, semangat ibu untuk menguliahkan anak ibu
selalu
memotivasi dan semangat untuk menyelesaikan tugas akhir ini. 7. Wo Thador, Nga Doni, Abang Sono, Uni Indah yang telah memberikan bantuan dan doa kepada penulis. 8. Adik-adik tersayang Bodi, Delpi, dan Mory yang selalu menjadi motivasi untuk menyelesaikan tugas akhir ini. 9. Dr. Ir. Roh Santoso Budi Waspodo, M.T. yang telah memberikan dorongan dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
i
10. Yuyun Sidadora yang telah memberikan semangat dan doa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 11. Rekan-rekan penelitian tim sagu: Wahyu, Tommy, Septian dan Ifah Latifah yang telah banyak membantu selama penelitian. 12. Temen-teman seperjuangan TEP 42, yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis selama kegiatan penelitian dan menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan mamafaat bagi penulis dan pihakpihak yng membacanya. Penulis memohon maaf jika terdapat kesalahan baik pemikiran maupun redaksional. Saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Terima kasih. Bogor, Agustus 2009
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman RINGKASAN ........................................................................................................ i KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii DAFTAR ISI ....................................................................................................... iv DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... . ix I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2. Tujuan ....................................................................................................... 5 II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 6 2.1. Sagu (Metroxylos sp) ............................................................................... 6 2.1.1. Tanaman Sagu ............................................................................... 6 2.1.2. Pati Sagu ........................................................................................ 8 2.1.3. Potensi dan Pemamfaatan Sagu .................................................... 9 2.2. Panen dan Pengolahan Sagu .................................................................... 10 2.2.1. Proses pengolahan Sagu................................................................ 10 2.2.2. proses Pemarutan dan Alat Parut Sagu ........................................ 13 2.2.3. Faktor-faktor Mempengaruhi Proses Pemarutan......................... 15 2.3.Proses Desain dan Analisis Suatu Peralatan ............................................ 16 2.4. Penelitian Alat pemarut Sagu .................................................................. 17 2.5.Stainless steel Sebagai Bahan Kontruksi ................................................. 18 III. METODE PENELITIAN ............................................................................ 21 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................. 21 3.2. Alat dan Bahan ......................................................................................... 21 3.3. Metode Penelitian .................................................................................... 23 3.3.1. Identifikasi Masalah ........................................................................ 24 3.3.2. Analisis Masalah.............................................................................. 24
iii
3.3.3. Konsep Desain ................................................................................. 24 3.3.4. Pembuatan Prototipe Alat Parut Sagu ............................................ 26 3.3.5. Uji Fungsional.................................................................................. 26 IV. ANALISIS RANCANGAN ........................................................................ 30 4.1. Rancangan Fungsional ............................................................................. 30 4.1.1 Rangka ............................................................................................... 30 4.1.2. Silinder Parut ................................................................................... 30 4.1.3. Hopper.............................................................................................. 30 4.1.4. Unloading......................................................................................... 30 4.1.5. Pendorong/Pengumpan.................................................................... 31 4.1.6. Motor Listrik .................................................................................... 31 4.1.7. Sabuk dan Pulley ............................................................................. 31 4.1.8. Peredam Getaran.............................................................................. 31 4.2. Rancanan Struktural ................................................................................. 31 4.2.1. Silinder Parut ................................................................................... 31 4.2.2. Mekanisme Pengumpanan Empulur Sagu ..................................... 33 4.2.3. Analisis Daya Pemarutan ................................................................ 34 4.2.4. Perencanaan Poros Silinder............................................................. 35 4.2.5. Perencanaan Pasak Poros Silinder Parut ........................................ 35 4.2.6. Perencanaan Transmisi Sabuk dan Pulley .................................... 37 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 39 5.1. Kontruksi Alat Parut Sagu Tipe Silinder .................................................. 39 5.1.1. Rangka Utama ................................................................................. 41 5.1.2. Motor Listrik ................................................................................... 42 5.1.3. Silinder Parut .................................................................................. 43 5.1.4. Sistem Transmisi ........................................................................... 44 5.1.5. Sistem Pengeluaran Hasil Parutan ................................................. 45 5.2. Uji Teknis Alat Pemarut Sagu Tipe Silinder ........................................... 46 5.2.1. Kapasitas Efektif.............................................................................. 46 5.2.2. Kehilangan Hasil Parutan................................................................ 47
iv
5.2.3. Efisiensi Pemarutan ......................................................................... 48 5.2.4. Rendemen Pati ................................................................................. 48 5.2.5. Efisiensi Alat .................................................................................... 49 5.2.6. Analisis Biaya .................................................................................. 49 5.2.7. Karakteristik Alat ............................................................................ 49 VI. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 51 7.1. Kesimpulan ................................................................................................ 51 7.1. Saran .......................................................................................................... 51 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 52 LAMPIRAN ......................................................................................................... 55
v
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1. Komposisi tepung sagu ..................................................................... 9 Tabel 2.2. Sifat fisik stainless steel ................................................................... 19 Tabel 2.3. Kekuatan stainless steel .................................................................... 19 Tabel 5.1. Kapasitas efektif pemarut sagu tipe silinder..................................... 46 Tabel 5.2. Kehilangan hasil parutan ................................................................... 47 Tabel 5.3. Rendemen Pati.................................................................................... 48
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1. Penampang Memanjang Batang Sagu ........................................... 6 Gambar 2.2. Diagram Alir Proses Ekstraksi Pati Sagu ........................................ 12 Gambar 2.3. Susunan Mata Parut Rancangan Darma .......................................... 15 Gambar 2.4. Silinder parut pada pemarut sagu Tanah Baru Bogor .................... 18 Gambar 2.5. Stress Strength pada Stainless Steel ................................................ 20 Gambar 3.1. Metode Penelitian ............................................................................ 23 Gambar 3.2. Alat pemarut sagu tipe silinder ........................................................ 25 Gambar 4.1. Pemasangan Silinder Parut pada Rangka ........................................ 32 Gambar 4.2. Susunan Mata Parut ......................................................................... 32 Gambar 4.3. Mekanisme Pemarutan .................................................................... 33 Gambar 5.1. Alat Parut Sagu Tipe Silinder .......................................................... 39 Gambar 5.2. Komponen Alat Parut Sagu.............................................................. 40 Gambar 5.3. Rangka Alat Parut Sagu Tipe Silinder ............................................ 41 Gambar 5.4. Dudukan Motor Listrik pada Rangka .............................................. 42 Gambar 5.5. Silinder Parut dan Pemasangan pada Rangka ................................. 43 Gambar 5.6. Unloading dan penutup silinder parut ............................................. 45
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Spesifikasi Alat Pemarut Sagu ...................................................... 55 Lampiran 2. Perhitungan Kapasitas Teoritis ...................................................... 56 Lampiran 3. Efisiensi Alat ................................................................................... 57 Lampiran 4. Perhitungan B/C ratio ..................................................................... 58 Lampiran 5. Gambar Teknik Alat ....................................................................... 61 Lampiran 6. Gambar Potongan............................................................................ 62 Lampiran 7. Gambar Piktorial ............................................................................. 63 Lampiran 8. Gambar Komponen Rangka ........................................................... 64 Lampiran 9. Gambar Komponen Hopper dan unloading .................................. 65 Lampiran 10. Gambar Komponen Silinder Parut ................................................. 66 Lampiran 11. Gambar Komponen sistem Transmisi ........................................... 67 Lampiran 12. Gambar Komponen Dudukan Motor ........................................... 68
viii
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Pati sagu (metroxylon sp.) merupakan sumber karbohidrat penting dibeberapa negara tropis seperti Filipina, Malaysia, Kepulauan Pasifik, sebagian Amerika Selatan dan termasuk Indonesia, terutama Indonesia bagian timur. Selain digunakan
sebagai
makanan
pokok
(staple food),
makanan
tambahan
(complementary food), dan makanan ternak, pati sagu juga digunakan sebagai bahan baku industri pangan, farmasi, pestisida, dan lain-lain (Haryanto dan Pangloli, 1991). Pati sagu atau disingkat dengan sagu sebagai makanan telah lama dikenal di Indonesia. Di beberapa daerah seperti Maluku, Papua, kepulauan Mentawai, dan Sulawesi, sagu merupakan makanan pokok bagi sebagian penduduk. Menurut Haryanto dan Pangloli (1991), sekitar 30% penduduk Maluku dan 20% penduduk Papua mengkonsumsi pati sagu sebagai makanan pokok. Pada kedua daerah pusat pertumbuhan sagu tersebut, pemanfaatan sagu selaian sebagai makanan pokok, juga dijadikan sebagai bahan pangan tradisional yang diproduksi dalam skala industri kecil seperti sagu lempeng, bagea, sinoli, dan lain-lain. Potensi sagu di Indonesia sangat besar, namun belum digarap secara maksimal. Luas areal sagu di Indonesia baik yang tumbuh secara liar maupun yang telah dibudidayakan belum diketahui secara pasti. Wahid (1993) menyebutkan bahwa dari 2.2 juta ha sagu yang ada di seluruh dunia, lebih separuhnya yaitu sekitar 1.4 juta ha terdapat di hutan-hutan Indonesia. Sedangkan menurut Flach (1983), diperkirakan terdapat sekitar 1.114 juta ha lahan sagu di Indonesia dan 994 ribu ha terdapat di Papua. Areal tanaman sagu di Indonesia sangat luas yaitu sebesar 1,128 juta ha sehingga potensi produksinya sangat besar yaitu sekitar 7 juta ton. Daerah penghasil sagu potensial di Indonesia antara lain Riau, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Papua. Indonesia adalah pemilik areal tanaman sagu terbesar dengan luas areal sekitar 51.3% dari 2,201 juta ha areal
1
tanaman sagu dunia, kemudian disusul oleh papua New Guinea 43.3%. Indonesia masih tertinggal jauh dari segi pemanfaatannya bila dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand yang masing-masing hanya memilki tanaman sagu seluas 1.5% dan 0.2% dari areal tanaman sagu dunia (Abner et al., 2004). Menurut Soekarto, Puspawardani, dan Amelia (1991), diperkirakan potensi sagu di Indonesia sekitar 5 juta ton sagu kering setahun, tetapi realisasi produksi dan pemanfaatannya masih sangat rendah yaitu sekitar 350 ribu ton per tahun atau sekitar 7% dari potensi yang ada. Hal ini berarti lebih dari 90% produksi sagu terbuang percuma setiap tahunnya karena tidak sempat dipanen. Padahal disisi lain, kebutuhan pati sagu terus meningkat akibat meningkatnya industri pangan maupun pakan (Manan dan Supangkat, 1984). Melihat potensi sagu Indonesia yang sedemikian besar, selayaknya komoditi ini mendapat perhatian yang besar. Karena sangat potensial untuk dijadikan sebagai alternatif yang dapat menggantikan atau setidaknya mengurangi ketergantungan Indonesia pada beras. Dewasa ini terjadi peningkatan pemanfaatan pati sagu baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun untuk kebutuhan pasar luar negeri. Bukti terjadinya peningkatan permintaan dan pemanfaatan pati sagu adalah didirikannya industri pengolahan sagu yang cukup moderen di Arandai Bintuni, Kabupaten Monokwari Papua dengan kapasitas produksi 36.000 ton per tahun (Schuling et al., 1993). Walaupun demikian karena areal sagu yang sangat luas dan terpencar-pencar pada pelosok-pelosok daerah yang berbeda dengan medan yang sulit dijangkau, pabrik dengan kapasitas produksi yang besar tersebut tidak banyak memberikan andil bagi para penduduk yang menggantungkan hidupnya pada pati sagu. Bahkan masyarakat sekitar pabrik pun tetap pada pola lama dalam mengolah sagu untuk kebutuhan keluarga (Darma, 2001). Pada umumnya pengambilan sagu yang dilakukan secara tradisional di sentra-sentra penghasil sagu seperti Papua, Maluku, Sulawesi dan di Kalimantan pada dasarnya adalah sama. Pengambilan sagu dilakukan oleh setiap keluarga dan digunakan sebagai pangan sehari-hari. Proses pengolahan sagu secara tradisional
2
ini pada prinsipnya meliputi penebangan, pemotongan dan pembelahan batang, penghancuran
empulur,
pemerasan
dan
penyaringan,
pengendapan
dan
pengemasan. Tahapan yang paling banyak membutuhkan tenaga kerja adalah penghancuran empulur. Menurut Haryanto dan Pangloli (1992), kapasitas rata-rata dua orang pekerja hanya dapat menokok 2.5 meter batang sagu per hari. Sedangkan menrut Sadikin (1980) satu batang sagu yang dikerjakan oleh dua orang selama delapan jam kerja per hari baru akan selesai dalam waktu satu minggu. Peningkatan kapasitas pengolahan sagu di tingkat masyarakat petani tentu saja dapat dilakukan dengan memperbaiki teknik yang digunakan pada semua tahapan, terutama pada tahapan penghancur empulur, karena tahapah ini banyak membutuhkan tenaga kerja. Perbaikan teknik penghancuran empulur sagu dapat dilakukan dengan cara mengintroduksi alat parut sagu yang biayanya terjangkau. Kenyataan menunjukkan bahwa penggunaan peralatan mekanis berteknologi modern di negara-negara berkembang sangat jauh ketinggalan dibandingkan negara-negara maju. Penggunaan tenaga penggerak masih didominasi oleh tenaga manusia dan ternak, oleh karena sebagian besar populasi penduduk masih menganut sistim pertanian bercorak subsistence (Crossley dan Kilgour, 1993). Teknologi mempunyai mempunyai peranan yang sangat menentukan salam peningkatan pendapatan ekonomi, oleh karena dengan penerapan teknologi yang sesuai, peningkatan nilai tambah dapat dilaksanakan secara berganda. Teknologi perlu diarahkan pada semua tahapan, termasuk didalam proses pascapanen. Teknologi sebagai satu kesatuan metodologi dan peralatan yang digunakan untuk melakukan suatu aktivitas tertentu memiliki sasaran akhir yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Inovasi dan penerapan suatu teknologi dalam suatu komunitas masyarakat perlu memperhatikan berbagai faktor agar dapat mencapai sasarannya. Penerapan teknologi mekanis dalam bentuk mesin dan peralatan tepat guna dikalangan petani sangat perlu untuk dikembangkan agar jumlah dan mutu produk yang dihasilkan dapat ditingkatkan sehingga bisa mengantarkan corak pertanian
3
yang subsistence ke pertanian transisi menuju sistem pertanian yang modern. Persyaratan dari teknologi yang dimaksud adalah mudah dibuat, mudah dioperasikan, sederhana, praktis, efisien, dan mudah diserap oleh petani karena harganya terjangkau. Penerapan teknologi pengolahan yang terencana dan sistematis terhadap komoditas sagu akan memberikan nilai tambah dan kualitas produk dapat ditingkatkan. Penggunaan peralatan mekanis berteknologi modern telah berhasil merubah sistem pertanian subsistence ke pertanian komersial dikalangan pengusaha bermodal besar. Namun penerapannya dikalangan petani pada umumnya menemui banyak kendala. Untuk mengurangi kendala ini dan sekaligus untuk meningkatkan nilai tambah sagu, perlu dirancang alat pengolahan yang harganya terjangkau di tingkat petani dan efisien dalam penggunaannya. Tahapan yang paling banyak mengkonsumsi tenaga dan waktu dalam proses pengolahan sagu adalah proses penghancuran empulur batang. Secara tradisional, penghancuran empulur sagu dilakukan dengan menggunakan tokok (adze). Adze adalah suatu alat sejenis palu yang prinsip kerjanya mengkombinasikan gerakan menumbuk (pounding) dan menggaru (scrapping) yang mengakibatkan jaringan terpotong-potong menjadi ukuran yang lebih kecil sehingga partikel pati terlepas (Ruddle et al., 1978). Penghancuran empulur sagu dapat pula dilakukan dengan pemarutan sebagaimana telah banyak dilakukan di beberapa daerah tertentu. Pemarutan merupakan salah satu bentuk operasi pengecilan ukuran dengan cara pemotongan dan penghancuran. Tujuan dari pemarutan adalah memperkecil ukuran bahan (merusak dinding sel) agar pati yang terdapat dalam sel keluar. Kualitas hasil parutan sangat tergantung pada karakteristik mata parut, sedangkan efisiensi pemarutan sangat dipengaruhi oleh sifat geometri dan kondisi kinematik bagian fungsional (silinder parut dan gigi parut). Pemarutan merupakan salah satu faktor penentu untuk meningkatkan kapasitas produksi sagu, karena merupakan fase pertama dari proses produksi untuk memisahkan serat sehingga pati dapat terekstrak
(Zainudin dan Rasyad, 1996). Untuk memperoleh pati sebanyak
4
mungkin dari empulur sagu, penghancuran dilakukan sehalus mungkin (Colon dan Annokke, 1984). Pegecilan ukuran (reducing size) adalah penghancuran suatu bahan padat menjadi partikel-partikel kecil secara mekanik tanpa dipengaruhi sifat-sfat kimia bahan (Henderson dan Perry, 1978). Operasi pengecilan ukuran membutuhkan energi yang lebih besar oleh karena hanya sebagian kecil dari energi yang ditransformasikan secara efisien. Oleh karena itu, peningkatan efisiensi merupakan hal yang kritis dalam suatu peralatan pengecilan ukuran. Sebenarnya di beberapa daerah seperti di Bogor, Sukabumi, Riau, Sulawesi, dan daerah-daerah lainnya telah lama dikenal alat parut sagu baik semi mekanis maupun mekanis. Pada umumnya alat parut sagu yang ada di masyrakat dibuat sendiri oleh pemakai dan secara fungsional telah berfungsi dengan baik, namun seringkali sumber tenaga yang digunakan jauh melebihi kebutuhan dan rendemen pati yang dihasilkan masih rendah. I.2. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah membuat suatu alat pemarut sagu yang mempunyai kapasitas yang sesuai untuk usaha skala UKM yang lebih besar, sehingga dapat mempersingkat waktu pengolahan sagu dan menghilangkan waktu tunggu untuk bahan baku. Alat tersebut masih dapat dijangkau oleh petani atau pengusaha sagu di daerah pedesaan berdasarkan pertimbangan : 1. Tidak memerlukan keterampilan dan pendidikan khusus dalam operasi dan perawatannya 2. Harga realtif lebih murah sehingga dapat dijangkau oleh UKM pengolahan sagu. 3. Kapasitas lebih besar dan lebih aman dalam proses penggunaan alat.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. SAGU (Metroxylon sp) 2.1.1. Tanaman Sagu Sagu merupakan salah satu tanaman sumber karbohidrat (Ruddle et all., 1978). Batang sagu yang merupakan bagian terpenting dalam tanaman sagu adalah tempat penyimpanan cadangan makanan (karbohidrat) yang dapat menghasilkan pati sagu. Batang sagu berbentuk silinder dan berdiameter 35 – 60 cm (McClatchey et al.,2004). Batang sagu terdiri dari lapisan kulit bagian luar batang yang keras dan bagian dalam yang mengandung pati dan serat. Tebal kulit luar yang keras sekitar 3 – 5 cm. secara makroskopis, struktur batang sagu dari arah luar terdiri dari sisa-sisa pelepah daun, lapisan kulit luar tipis yang bewarna kemerah-merahan, lapisan kulit dalam yang keras padat dan bewarna coklat, lapisan serat dan empulur (Haryanto dan Pangloli, 1992). Batang sagu mempunyai pusat yang lunak bewarna pale pink yang merupakan tepat terakumulasinya sebagian besar pati. Pusat yang lunak (empulur) ini dilindungi oleh suatu lapisan kurang lebih 2 cm berupa serat-serat kulit kayu (Cecil et al., 1982). Tanaman sagu tumbuh di daerah-daerah rawa yang berair tawar atau daerah yang bergambut dan daerah sepanjang aliran sungai, sekitar sumber air atau di hutan-hutan rawa yang kadar garamnya tidak terlalu tinggi (Haryanto dan Pangloli, 1992). Persyaratan ekologis untuk pertumbuhan tanaman sagu adalah pada ketinggian 0-700 meter diatas permukaan laut, jumlah curah hujan antara 2000-4000 mm per tahun yang tersebar merata sepanjang tahun (Restiwati, 1996).
Sisa kulit kayu Kulit tipis Kulit keras Serat Kayu Empulur Gambar 2.1. Penampang memanjang batang sagu
6
Pohon sagu (metoxylon sp.) merupakan tanaman yang berkembang biak melalui tunas akar sehingga tumbuh berkelompok atau dengan bijinya. Di Maluku dan Papua, pohon sagu tumbuh secara alami tanpa adanya budidaya. Haryanto dan pangloli (1992) menyatakan bahwa pohon sagu termasuk : Divisio
: Spermathophyta
Ordo
: Spadicflorae
Kelas
: Angiospermae
Subklas
: Monocotyledoneae
Famili
: Palmae
Genus
: Metroxylon
Batang tanaman sagu adalah bagian terpenting karena merupakan tempat penyimpanan pati atau karbohidrat yang lingkup pemanfaatannya dalam industri sangat luas. Pati hasil pengolahan dari batang sagu ini dimanfaatkan dalam industri pangan, pakan, dan sorbitol. Batang tanaman sagu berbentuk silinder dengan diameter sekitar 50 cm, bahkan dapat mencapai 80-90 cm. Ukuran batang tanaman sagu berbeda-beda tergantung dari jenis, umur, dan lingkungan habitat pertumbuhannya. Pada umur 3-11 tahun tinggi batang bebas daun sekitar 3-16 m, bahkan dapat mencapai 20 m. Menurut Haryanto dan Pangloli (1992), tanaman sagu dapat di panen untuk diambil patinya pada umur 11 tahun keatas. Ukuran batang sagu serta pati yang terkandung didalamnya tergantung pada jenis sagu, umur, dan habitat pertumbuhannya. Makin tua umur tanaman sagu, kandungan pati di dalam empulur makin besar. Kandungan pati yang terdapat pada empulur batang ketika sagu berumur 3 – 5 tahun, jumlahnya belum terlalu banyak. Namun ketika sagu berumur sekitar 11 tahun keatas empulur sagu mengandung pati sekitar 15 – 20%. Pada umumnya ciri-ciri pohon sagu siap panen dilihat dari perubahan yang terjadi pada daun, duri, pucuk, dan batang. Tanaman sagu siap panen menjelang primordial bunga atau kuncup bunga sudah muncul tetapi belum mekar. Pada saat tersebut daun-daun terakhir yang keluar mempunyai jarak yang berbeda dengan daun sebelumnya dan daun terakhir juga agak berbeda, yaitu lebih tegak dan
7
ukurannya kecil. Perubahan lain adalah pucuk menjadi agak menggelembung, duri semakin berkurang, serta pelepah daun menjadi lebih licin dibandingkan dengan pohon yang masih muda (Haryanto dan Pangloli, 1992). Daun merupakan bagian tanaman sagu yang peranannya sangat penting karena merupakan tempat pembentukan pati melalui proses fotosintesis. Apabila pertumbuhan dan perkembangan daun berlangsung dengan baik, maka secara keseluruhan pertumbuhan dan perkembangan organ lain seperti batang, kulit, dan empulur, akan berlangsung dengan baik pula serta pembentukan pati dari daun yang kemudian di simpan dalam batang tanaman sagu akan berlansung secara optimal (Haryanto dan Pangloli, 1992). 2.1.2. Pati sagu Pati merupakan cadangan makanan yang terdapat di dalam biji-bijian atau umbi-umbian. Pati atau karbohidrat secara umum merupakan bahan organik yang dapat diproduksi dari udara dan air dari tanah, pada suatu proses fotosintesis dengan menggunakan energi radiasi sinar matahari. Secara mikroskopik, granula pati sagu terkonsentrasi pada empulur batang sagu. Empulur batang sagu mengandung 20.2 – 29% pati, 50 – 66% air, dan 13.8 – 21.3% bahan lain atau ampas. Dihitung dari berat kering batang sagu mengandung 54 – 60 % pati dan 40-46% ampas. Untuk mengekstrak pati dari jaringan empulur maka dinding sel harus dipecahkan. Hal ini dapat dilakukan dengan pemarutan sehingga granula pati akan terbebaskan dan dapat dipisahkan dengan cara pemberian air secara berlebihan sebelum pengendapan. Dalam pengolahan untuk mendapatkan pati sagu biasanya akan dipisahkan menjadi tiga bagian. Bagian pertama merupakan pati yang akan diendapkan, kedua adalah dinding sel, dan ketiga adalah jaringan-jaringan pembuluh yang akan menjadi bahan kering (Flach, 1997). Komposisi kimia yang terkandung dalam 100 g pati sagu dapat dilihat dari tabel di bawah ini
8
Tabel 2.1. Komposisi tepung sagu Komposisi
Jumlah
Air (g)
14
Protein (g)
0.7
Karbohidrat(g)
84.7
Serat kasar g)
-
Lemak (g)
0.2
Abu (g)
-
Fosfor (mg)
13
Kalsium (mg)
11
Besi (mg)
1.5
Kalori (kkal)
353
(Depkes RI) Pati sagu mengandung 27% amilosa dan 73% amilopektin. Perbandingan amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat kelarutan dan derajat gelatinisasi pati (Flach, 1983). Pati juga memilki suhu gelatinisasi yang cukup tinggi yaitu sekitar 69ºC (Cecil et al., 1982). 2.1.3. Potensi dan Pemamfaatan Sagu Dewasa ini, sagu merupakan salah satu komoditi yang penting bagi perekonomian dan secara komersil tumbuh di Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Papua Nugini untuk menghasilkan pati sagu, pakan ternak, dan bahan bakar etanol (McClatchey et al., 2004). Maluku, Papua, Kalimantan, dan Riau dikenal sebagian daerah potensial untuk sagu (Djoefrie, 1999). Di papua terdapat 6 juta hektar lahan sagu, sedangkan di Papua Nugini terdapat 1 juta hektar lahan sagu liar dan 20 ribu lahan sagu budi daya (McClatchey et al., 2004). Produksi tanaman sagu bervariasi dari 200 - 350 kg pati per pohon. Apabila di Indonesia diasumsikan terdapat 3 juta hektar lahan sagu dan setiap hektarnya terdapat 30 puluh pohon, jika setiap pohonnya diperoleh 300 kg pati sagu, maka dalam setahun dapat diperoleh pati sagu sebanyak 27 juta ton (Djoefrie, 1999).
9
Di Indonesia, penggunaan pati sagu secara umum bukan merupakan hal asing, terutama bagi masyarakat Papua atau Maluku. Pati sagu banyak digunakan sebagai bahan campuran produk mie, soun, roti, dan bakso (Anonim, 2006).
2.2. Panen dan Pengolahan Sagu 2.2.1. Proses Panen Sagu Pada umumnya sagu dipanen menjelang pembentukan primordia bunga atau kuncup bunga telah muncul atau belum mekar. Pada saat tersebut kandungan pati pada empulur batang sagu maksimum (Ruddle et al. 1978). Ada tiga cara penentuan saat sagu siap panen yang selama ini banyak ini dianut oleh para praktisi yaitu : (a) kebiasaan petani sagu Maluku, (b) kebiasaan petani sagu Papua, dan (c) berdasarkan teori Flach. Di Maluku, masyarakat mengenal empat tingkat kematangan sagu yaitu tingkat wela atau putus duri, tingkat maputih, dan tingkat maputih masa, dan tingkat siri buah (Pangloli dalam Darma, 2001). Masyarakat di Papua mengenal cirri-ciri pohon sagu siap dipanen berdasarkan pelepah daun yang menjadi lebih pendek bila dibandingkan pelepah sebelumnya. Tanda kedua adalah kuncup bunga mulai tampak dan pucuk pohon lebih mendatar dibandingkan pohon sagu yang lebih muda. Untuk memastikan batang sagu telah mengandung pati cukup banyak, dapat dilakukan pengujian sederhana yaitu dengan melubangi batang kira-kira 1 m diatas permukaan tanah, kemudian diambil empulurnya dan dikunyah lalu diperas. Jika air perasannya keruh berarti kandungan patinya cukup tinggi dan pohon siap dipanen. Menurut
Flach (1983), sagu mulai mengakumulasikan pati sejak
pembentukan batang berlangsung. Kandungan pati dalam batang semakin lama semakin meningkat, dan apabila batang sagu mendapat sinar matahari yang cukup selama pertumbuhan maka kandungan pati meningkat linear sampai pembentukan bunga. Pada saat mulai terjadi pembentukan buah, kandungan pati mulai menurun karena sebagian digunakan untuk pembentukan buah, dan proses fotosintesis mulai menurun karena daun-daun sagu yang terbentuk sudah berukuran kecil.
10
Hasil pengolahan sagu yang diharapkan adalah pati sagu. Dasar pembuatan semua jenis pati adalah sama, yaitu dengan cara menghancurkan sel untuk memisahkan butiran pati dengan komponen lainnya, dan menggunakan air untuk mengekstraknya. Ditinjau dari cara dan alat yang digunakan, cara ekstraksi pati sagu yang dilakukan di daerah-daerah penghasil sagu dapat dikelompokkan atas tiga cara yaitu : (a) cara tradisional, (b) semi mekanis, dan (c) mekanis. Ekstraksi pati sagu secara tradisional pada umumnya banyak dijumpai di daerah Maluku, Papua, Sulawesi dan Kalimantan. Pengambilan pati sagu dengan cara ini biasanya diusahakan oleh setiap keluarga dan digunakan sebagai bahan pangan sehari-hari. Tahapan proses pengolahan secara tradisional ini pada prinsipnya meliputi penebangan pohon, pemotongan dan pembelahan batang, penokokan, pemerasan, penyaringan, pengendapan, dan pemerasan. Tahapan yang paling banyak memerlukan tenaga kerja adalah pada proses penokokan. Menurut Haryanto dan Pangloli (1992), satu batang sagu dikerjakan lebih dari satu kelurga, sebab penokokan satu batang sagu memerlukan waktu 1 – 3 minggu. Kapasitas kerja untuk penokokan batang sagu rata-rata dua orang pekerja hanya dapat menyelesaikan 2.5 m batang per hari. Menurut Sadikin (1980), satu batang sagu jika dikerjakan oleh 2 orang dengan jam kerja 8 jam kerja per hari baru akan menyelesaikan dalam waktu satu minggu. Ekstraksi pati sagu juga banyak dijumpai di Malaysia dan Papua New Guinea (Ruddle et al. 1978). Ekstraksi pati sagu secara semi mekanis pada prinsipnya sama dengan cara tradisional, tapi bagian proses menggunakan mesin. Penghancuran empulur dengan menggunakan mesin pemarut, demikian juga dengan pemerasan dan penyaringan digerakkan dengan menggunkan motor bakar atau motor listrik. Cara ekstraksi semi mekanis banyak dijumpai di daerah Riau dan Jawa barat. Ekstraksi pati sagu secara mekanis juga mempunyai prinsip yang sama dengan cara tradisional, namun semua komponen dan peralatan digerakan secara mekanis dan prosesnya merupakan sistem yang berkelanjutan sehingga
11
merupakan suatu pabrik. Cara ekstraksi digunakan oleh pabrik-pabrik pengolahan sagu berkapasitas besar. Pemanenan sagu oleh para petani sagu di sentra-sentra penghasil sagu sebagian besar masih dilakukan sacara tradisional dengan tenaga manusia. Setelah dipilih pohon yang akan ditebang, dilakukan persiapan penebangan. Penebangan dilakukan dengan menggunakan kampak. Setelah pohon tumbang pelepahnya dibersihkan dan sebagian ujung batang dibuang karena kandungan patinya rendah. Proses ekstraksi pati sagu dapat dilihat pada gambar 2 Penebangan Pemotongan Batang Tranportasi ke Penokokan
Pembelahan Batang
Ditokok atau Pemarutan
Pengadukan dan Pemerasan
Penyaringan Pengendapan
Pengeringan
Pengemasan
Distribusi Gambar 2.2. Diagram Alir Proses Ekstraksi Pati Sagu (Flach,1997)
12
2.2.2. Proses Pemarutan dan Alat Parut Sagu Pemarutan (grating rasping) merupakan salah satu proses pengecilan ukuran (reducing size). Menurut Henderson dan Perry (1975) dalam Darma (2001), pengecilan ukuran mencakup proses pemotongan, pemecahan, pengilasan dan penggilingan. Proses pengecilan ukuran bahan lazimnya dilakukan secara mekanis tanpa merubah sifat kimia bahan. Bahan yang diperkecil ukurannya digolongkan dalam tiga kelas berdasarkan derajat kehalusannya, yaitu : (1) kisaran dimensi, yaitu butiran berukuran sekitar 3.175 mm atau lebih. Kelompok ukuran ini masih dapat dapat diukur dengan teliti dan bentuk geometri permukaannya mudah dilihat. (2) kisaran saringan, yaitu butiran dengan ukuran 3.175mm sampai 0.0737 mm, dan (3) kisaran makroskopis, yaitu butiran yang ukurannya kurang dari 0.0737 mm. jika dilihat dari ukuran, sagu hasil parutan termasuk dalam kelompok kisaran saringan. Proses pemarutan sagu bertujuan untuk merusak dinding sel bahan (sel-sel jaringan empulur) agar butiran pati yang terkandung di dalamnya dengan mudah keluar. Bentuk dan ukuran butiran bahan yang diperkecil sangat tergantung pada sifat fisik dan metode pengecilan bahan yang digunakan (Henderson dan Perry, 1975). Karena butiran pati yang diinginkan berada dalam sel yang berukuran mikroskopis, maka untuk memperolehnya dalam jumlah yang maksimal hasil parutan haruslah mempunyai derajat kehalusan tertentu agar dinding sel yang rusak sebanyak mungkin. Pemarutan merupakan salah satu proses pemotongan dengan menggunakan banyak mata potong. Masing-masing mata potong bekerja hanya sebagian rotasinya, selanjutnya berputar terus pada putarannya tanpa melakukan kerja. Menurut Sitkey (1986), proses pemotongan bahan terdiri dari dua tahap yaitu : (1) pemampatan bahan (preliminary compaction) sampai tekanan tertentu dicapai, dan (2) gerakan atau penetrasi mata pisau ke dalam bahan. Ada empat metode pemotongan yang sering digunakan yaitu : (1) countermoving blade, dimana kedua mata pisau terlibat dan bergerak dalam
13
pemotongan, (2) moving blade, bahan yang dipotong diam dan pisau pemotong bergerak, (3) pemotonga lapisan yang tipis, dan (4) free cutting (Sitkey, 1986). Pemarutan termasuk dalam tipe pemotongan moving blade, namun mata potong yang digunakan tidaklah tunggal melainkan banyak (multiple blade). Proses pemotongan pada mata pisau multiple proses pemotongannya tidak kontinyu. Alat parut sagu (sago rasper) pada umumnya ada dua tipe yaitu disc rasper dan cylindrical rasper (Colon dan Annoke, 1984). Di industri-industri pengolahan sagu biasanya menggunakan pemarut sagu tipe silinder yang menggunakan motor diesel sebagai sumber tenaga. Sedangkan penghancuran sagu secara tradisional manggunakan tokok. Tipe parut lain yang juga telah dikenal di sebagian negara adalah tipe rotari yaitu berupa piringan yang diberi gigi gerigi berupa paku (Ruddle et al., 1978). Karakteristik gigi parut yang digunakan bervariasi antara satu tempat dengan tempat lainnya. Sadikin (1980) melaporkan bahwa gigi parut yang digunakan terbuat dari jarum jahit layar berdiameter 0.1 cm, tinggi 0.15 cm dan penyusunannya pada silinder tidak beraturan. Suhardyanto (1980) melaporkan bahwa di daerah Sukabumi, gigi parut berdiameter 0.1 cm, tinggi 0.1 cm dengan susunan atau kerapatan 1 cm × 0.1 cm (jarak pemasangan gigi parut yang melintang tegak lurus poros silinder 1 cm sedangkan yang sejajar poros adalah 0.1 cm). Suhardyanto (1981) mendisain alat parut sagu tipe silinder dengan karakteristik gigi parut yang digunakan berdiameter 0.2 cm dan tinggi mata parut 0.9 mm. Di daerah Kedunghalang Bogor, para pengusaha pengolahan sagu menggunakan gigi parut berdiameter 0.1 cm, tinggi 0.1 cm, kerapatan 0.8 cm × 0.4 cm dengan susunan membentuk sudut 23º terhadap poros parut. Ermawati (1997) menggunakan alat parut kelapa untuk memarut sagu dan hasilnya cukup bagus. Di Serawak dan Riau, para petani menggunakan alat parut tipe piringan (rotary) dengan gigi parut terbuat dari paku (ukuran tidak disebutkan) (Ruddle et al.,1978).
14
Darma, (2000) merancang alat pemarut yang dilengkapi dengan tranducer untuk menganalisis gaya dan tori pemarutan. Alat pemarut rancangan memakai dua susunan mata parut yang berbeda. Silinder parut dibuat dari kayu nangka, sedangkan mata parut dibuat dari jarum jahit berdiameter 1 mm dan 2 mm. Jarum kemudian ditancapkan ke silinder parut. Susunan mata parut ini dapat dilihat dari Gambar 2.2. di bawah ini :
Gambar 2.3. Susunan Mata Parut Rancangan Darma, (2000) 2.2.3. Faktor-Faktor Mempengaruhi Proses Pemarutan Kapasitas kerja alat parut dan alat pengecil ukuran lainnya (reducing size machine) ditentukan oleh tenaga yang diperlukan per satuan bahan, ukuran dan bentuk bahan sebelum dan sesudah pengecilan, kapasitas, dan kisaran ukuran akhir bahan. Sedangkan besarnya tenaga atau energi yang diperlukan dipengaruhi oleh jenis bahan, kadar air, kehalusan partikel yang ingin dicapai, laju pengumpanan, dan kondisi alat (Henderson dan Perry, 1975). Menurut Hixon et al. (1990), proses pengecilan ukuran tergantung dari sifat-sifat bahan dan karakteristik alat
atau mesin yang digunakan.
Sifat-sifat
bahan yang
mempengaruhi proses pengecilan ukuran antara lain toughness, brittleness, abrasiveness, fide size, adhesiveness, form and structure, and density (Darma, 2001). Menurut Sitkey (1986), faktor-faktor mempengaruhi pemotongan antara lain sifat-sifat mekanik bahan, sifat geometri, dan kondisi kinematika mata pisau dan kecepatan pemotongan. Sifat-sifat mekanik bahan tergantung pada jenis bahan, tahap pertumbuhan, dan lokasi pemotongan.
15
Pemotongan merupakan proses yang dinamik. Dengan meningkatnya kecepatan pemotongan maka kompaksi awal akan menurun dan akibatnya kebutuhan energi juga akan menurun. Ketahanan pemotongan (cutting resisteance) juga mempengaruhi proses pemotongan. Cutting resistance tergantung dari ketebalan bahan dan tekstur bahan (Sitkey, 1986). Lebih lanjut disebutkan bahwa ketebalan mata potong juga berpengaruh terhadap cutting resistance. Gaya pemotongan relatif konstan pada ketebalan mata pisau 70 – 80 mikro meter, namun pada ketebalan yang lebih besar, semakin besar ketebalan mata pisau untuk pemotongan maka gaya pemotongan meningkat secara signifikan. Proses pemotongan pada mata potong multiple seperti pada pemarutan dipengaruhi oleh ukuran dan jumlah serta susunan mata potong. Semakin besar ukuran (diameter) mata potong, maka semakin besar gaya yang dibutuhkan untuk proses pemotongan dan ukuran hasil pemotongan juga semakin besar. Demikian juga halnya dengan gigi potong maka gaya yang diperlukan semakin banyak jumlah gigi potong maka gaya yang diperlukan semakin besar dan hasil pemotongan bahan semakin kecil.
2.3. Proses Desain dan Analisis Suatu Peralatan Desain adalah perhitungan ukuran dan bentuk dari bagian-bagian suatu sistem untuk mencapai performansi yang diinginkan (Arora, 1989). Ditambahkan oleh Cochin dan Plass (1990), pemilihan bahan dan komponen-komponen yang akan digunakan pada suatu sistem termasuk aktivitas suatu desain. Norton (1993) mendefenisikan desain sebagai penerapan berbagai prinsip-prinsip ilmu teknik dan ilmiah untuk tujuan mendefinisikan suatu peralatan, proses, atau suatu sistem agar dapat direalisasikan. Sedangkan analisis adalah suatu penentuan prilaku sistem termasuk perhitungan respon yang diberikan terhadapa suatu input tertentu. Mendesain suatu sistem merupakan suatu prosedur “trial and error”. Dengan menduga suatu desain lalu mengamatinya untuk melihat performansinya apakah sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan atau tidak (Arora, 1989).
16
Desain merupakan suatu proses yang iterative yang berarti bahwa beberapa trial and error system harus dianalisis sebelum suatu acceptable design diperoleh. Dalam proses desain, pengalaman, intuisi, dan pengetahuan desainer merupakan faktor yang penting dan menentukan dalam mendesain suatu sistem. Secara umum, suatu acceptable system bersifat cost effective, efficient, reliable, dan durable (Arora, 1989). Menurut Ulman (1992), ada empat langkah dasar yang harus dilakukan dalam mendesain suatu sistem, yaitu : (1) mengetahui masalah yang harus diselesaikan (establish need), (2) memahami permasalahan, (3) pemilihan alternatif pemecahan masalah (generate potential solution), (4) evaluasi dari alternatif yang diambil dan memtuskan mana yang terbaik. Sedangkan menurt Norton (1993), proses desain terdiri 10 tahap yaitu : (1) identifikasi kebutuhan, (2) mengumpulkan informasi yang relevan, (3) menyatakan tujuan (goal statement), (4) menetukan spesifikasi, (5) ideation and invention, (6) analisis, (7) seleksi (8) detailed design, (9) prototyping and testing, (10) production. Ada beberapa peryaratan yang harus diperhatikan dalam mendesain suatu peralatan antara lain adalah : a. Alat yang dibutuhkan oleh masyarakat b. Secara teknis dapat dibuat c. Secara ekonomi dapat dipertanggung jawabkan d. Secara politik dapat diterima e. Bahan yang dibutuhkan mudah didapat f. Mudah dalam pengoperasian
2.4. Penelitian Alat Pemarut Sagu Penelitian alat pemarut sagu sudah banyak dilakukan. Alat pemarut sagu dengan tipe silinder yang silindernya terbuat dari stainless steel sudah ada di pasaran. Pada UKM pengolahan sagu yag terdapat di kelurahan Tanah Baru Bogor juga menggunakan alat parut sagu dengan tipe silinder yang terbuat dari kayu dan mata parut terbuat dari jarum jahit yang di tancapkan ke silinder kayu.
17
Alat parut ini di gerakkan dengan menggunakan motor diesel yang berdaya 12 HP.
Gambar 2.4. Silinder parut pada pemarut sagu Tanah Baru Bogor Djanwarsyah (1980), merancang alat pemarut sagu tipe silinder dengan menggunakan tenaga manusia sebagai sumber tenaga. Diameter silinder parut yang terbuat dari kayu dan silinder parut 25 cm dan panjang silinder adalah 28 cm. kapasitas yang didapatkan adalah 40.36 kg/jam /orang pada putaran silinder parut 298. 26 rpm. Darma (2000), menganalisis mekanisme pemarutan dan torsi alat pemarut sagu tipe silinder. Pada penelitian ini digunakan motor listrik 1 HP sebagai sumber tenaga untuk pemarutan dan menggunakan sabuk dan pulley sebagai sistem transmisi tenaga. Pengukuran torsi dilakukan dengan menggunakan dua susunan dan ukuran mata parut yang berbeda. Pengukuran torsi pemarutan juga dilakukan berdasarkan bagian batang yang diparut yaitu pangkal, tengah dan ujung batang dan arah pemarutan yaitu searah serat dan tegak lurus serat dari empulur sagu. 2.5. Stainless Steel Sebagai Bahan Kontruksi Pada dasarnya stainless steel merupakan salah satu jenis dari baja paduan, sehingga pembuatan stainless steel tidak jauh berbeda dengan proses pembuatan baja paduan, yang membedakan adalah penambahan unsur-unsur paduan, antara lain Kromium, Nikel, Mangan, dan Aluminium. Stainless steel sering digunakan pada alat maupun mesin pengolahan pangan. Karena mempunyai sifat anti karat,
18
sehingga dapat digunakan untuk bahan yang mengandung kadar air yang tinggi. Sifat fisik beberapa jenis stainless steel dapat dilhat pada tabel 2.2. Tabel 2.2. Sifat fisik beberapa jenis stainless steel Tipe Sifat
Densitas (g/cm3) Modulus Young (MPa) Thermal expansion (×10-6/ºC) 200-600⁰C Thermal conductivity (W/mºC)20ºC Kapasitas Panas (j/kgºC)20ºC Resistivitas (Nδm) 20ºC Kemagnetan
Martensity
Ferritic
Austentic
AustenticAustentic
7.6 - 7.7
7.6 - 7.8
7.9 - 8.2
0.8
220,000
220,000
195,000
200,000
12-13
12-13
17-19
13
22-13
20-23
12-15
20
400
460
440
400
600
600-750
850
700-850
Ya
Ya
Tidak
Ya
Bahan kontruksi harus bisa menahan beban dan impact yang dikenakan pada bahan tersebut. Agar dapat menahan gaya tahanan pemarutan empulr sagu maka stainless steel harus memilki kekuatan minimal yang lebih besar dari tahanan untuk memarut empulur. Kekuatan stainless steel dapat dilihat pada tabel 2.3. dibawah: Tabel 2.3. Kekuatan stainless steel
19
Stainless steel martensitic memiliki yield strength yang lebih besar dari jenis lainnya. Stainless steel jenis ini sanggup menahan beban mencapai 1200 MPa. Untuk kepentingan kontruksi dari alat stainless steel martensitic tentu sangat baik, tetapi jenis ini juga memiliki harga yang lebih mahal dari jenis lainnya. Stress strength pada berbagai jenis stainless steel dapat dilihat pada Gambar 2.2. dibawah ini
Gambar 2.5. Stress Strength pada stainless steel
20
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai April sampai Juni 2009 dan dilaksanakan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Cimanggu Bogor dan bengkel Fadhel Teknik di Pagelaran Bogor, serta bengkel Teknik Pertanian Institut Pertanian Bogor 3.2. Bahan dan Alat Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut a. Alat Bengkel dan Bahan Pabrikasi: 1. Unit las argon dan las listrik 2. Besi siku, besi U ukuran 6 cm, plat besi strip tebal 2 mm 3. Lembaran stainless steel tebal 1 mm 4. Silinder stainless steel Ǿ = 26 cm 5. Besi poros S45C Ǿ = 35.5 mm 6. Pulley Ǿ = 5 inchi dan Ǿ = 6 inchi 7. Sabuk V tipe B 61 8. Mur dan baud 9. Bearing 10. Mesin bubut 11. Amplas 12. Cat 13. Unit besi pemahat 14. Gerinda listrik 15. Mesin bor 16. Meteran 17. Tool box b. Alat Pengujian 1. Unit pemarut sagu hasil rancangan 2. Meteran 3. Stop watch
21
4. Air 5. Tachometer digital 6. Timbangan 7. Ember untuk menampung hasil parutan 8. Saringan dan pengayakan hasil parutan 9. Niru untuk pengeringan c. Alat Bantu: 1. Satu unit PC dengan program Auto Cad 2006/2008 yang digunakan dalam pembuatan desain alat 2. Alat pengukuran pengoperasian alat pemarut sagu 3. Chain saw 4. Parang dan Kampak d. Bahan Bahan yang digunakan adalah bahan baku penelitian adalah batang sagu dewasa (masak panen) yang telah dipotong-potong dengan panjang 50 cm dan diambil empulurnya pengupasan batang dan empulur dipotong-potong dengan ukuran yang di inginkan. Bahan baku berasal dari Banten.
22
3.3. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan rancangan secara umum yaitu berdasarkan pendekatan rancangan fungsional dan pendekatan rancangan struktural. Adapaun tahapan penelitian terdapat pada gambar dibawah ini.
Gambar 3.1. Metode penelitian
23
a. Identifikasi masalah Identifikasi masalah merupakan langkah awal dalam perancangan alat dan mesin. Pada alat pemarut sagu sebelumnya ditemukan bebarapa masalah antara lain yaitu : 1) masih menggunakan tenaga manusia sebagai sumber tenaga sehingga kapasitasnya sangat rendah, 2) pada alat pemarut yang digerakan dengan motor diesel mempunyai daya yang terlalu besar sehingga kurang efisien untuk pengolahan sagu pada usaha skala UKM, 3) rendemen pati yang dihasilkan masih rendah karena susunan mata parut yang digunakan disusun secara acak dan berukuran sangat besar, 4) kapasitas alat yang digunakan pada UKM pengolahan sagu masih terlalu kecil sehingga sering terjadi penumpukan empulur sagu, 5) pada proses pemarutan pengumpanan empulur sagu dilakukan secara manual sehingga berpotensi besar terjadi kecelekaan yang mengakibatkan cedera pada operator, 6) kebersihan tempat pemarutan masih sangat rendah. b. Analisis masalah Setelah didapatkan data dan permasalahan yang ada pada proses dan alat pemarut sagu yang ada dilapangan, maka dilakukan analisis permasalahan untuk mencari solusi dari permasalahan yang ada. Dalam tahapan ini dilakukan analisis untuk mendapatkan solusi permasalahan yang sesuai dengan kebutuhan yang diharapkan. Solusi inilah yang selanjutnya akan diterapkan dalam pembuatan konsep desain alat pemarut sagu. Dari peninjauan lansung ke UKM pengolahan sagu dan mencari literatur dari dari alat yang ada di pasaran, diharapkan dapat dirumuskan beberapa alternatif konsep dan perbaikan alat pengolahan pemarut sagu. c. Konsep desain Dengan melakukan analisis permasalahan yang ada dan pengumpulan ide pemecahan masalah yang mempertimbangkan beberapa aspek terkait. Setelah dilakukan analisis masalah yang ada, dilakukan perumusan untuk menghasilkan beberapa konsep desain fungsional maupun struktural yang dilengkapi dengan gambar sketsa, analisis teknik, perkiraan kapasitas lapang teoritis, prasarat dan sistem yang mendukung efektifitas operasional alat dilapangan.
24
Modifikasi dalam desain struktural dilakukan dengan membuat suatu silinder pemarut yang terbuat dari bahan stainless steel. Silinder pemarut ini bertumpu pada poros yang pada rangka besi berbentuk besi U dengan ketebalan 5 mm. Poros silinder parut dihubungkan ke poros motor listrik sebagai sumber tenaga penggerak dengan menggunakan sabuk dan pulley. Pemasukan empulur sagu yang akan diparut dengan menggunakan hopper yang berada dibagian atas dari silinder pemarut sehingga akan memudahkan proses pemarutan dengan memanfaatkan berat dari bahan. Hopper dibuat miring pada salah satu bagian sisi alat Pada bagian bawah hopper dibuat pendorong empulur sagu agar terdorong kearah silinder parut. Pengeluaran dari hasil parutan langsung terdapat di bawah silinder pemarut yang berbentuk corong sehingga bahan akan keluar dengan menggunakan gaya berat dari bahan tersebut. Desain rangka dibuat untuk menopang dari semua komponen dari alat. Rangka harus dapat menahan beban berat dari komponen dan juga harus dapat menahan getaran yang ditimbulkan oleh mesin sewaktu pemarutan. Adapun konsep desain dari alat pemarut sagu tipe silinder dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Silinder parut Hopper Pendorong
Rangka atas Pengeluaran Penutup sabuk Rangka bawah
Motor listrik
Gambar 3.2. Alat pemarut sagu tipe silinder
25
d.
Pembuatan Prototipe Alat Pemarut Sagu Setelah desain modifikasi alat pemarut sagu selesai, kemudian dibuat
prototipe alat pemarut sagu sesuai dengan modifikasi yang telah dilakukan. Pembuatan prototipe ini dilakukan di bengkel Fadhel Teknik, Pagelaran Bogor. Pembuatan prototipe ini dilakukan agar dapat dilakukan pengujian dilapangan apakah alat tersebut dapat berfungsi dengan desain yang diinginkan atau tidak. e.
Uji fungsional Uji fungsional dilakukan untuk mengetahui apakah setiap bagian alat dapat
berfungsi dengan baik atau tidak. Pengujian ini dilakukan setelah alat pemarut sagu telah selesai proses pembuatannya. Uji fungsional dari alat pemarut sagu meliputi beberapa aspek pengujian diantaranya adalah : a. Kapasitas efektif dan kehilangan pemarutan Kapasitas efektif dihitung dengan cara mencatat lansung hasil parutan
dalam
selang
waktu
tertentu.
Jika
kapasitas
efektif
dilambangkan dengan Ce dan sagu hasil parutan adalah Sp dalam selang waktu Tp maka kapasitas efektif pemarutan adalah :
C =
( (
) )
.......................................................................... (1)
Kehilangan hasil parutan dapat diketahui dengan cara menghitung berat sagu sebelum diparut dengan hasil parutan. Jika berat sagu sebelum diparut adalah Sb, maka kehilangan hasil pemarutan (Kp) dapat dirumuskan : K = S − S ........................................................................... (2) b. Efisiensi pemarutan Efisiensi pemarutan diperoleh dengan cara membandingkan sagu hasil parutan (Sp) dengan sagu yang akan diparut sagu yang akan diparut (Sb) dikalikan 100 persen, atau E =
× 100% ..................................................................... (3)
26
c. Efesiensi alat Untuk menghitung efisiensi dari alat pemarut sagu ini, diperlukan dua data perhitungan yaitu kapasitas efektif (Ce) dan kapasitas teoritis (Ct). kapasitas teoritis dari alat pemarut sagu dapat ditentukan berdasarkan beberapa faktor, yaitu luas efektif bidang parut (Le), Tinggi mata gigi parut (Tg), dan kecepatan putaran dari pemarutan (Ns). kapasitas teoritis secara matematik dapat dinyatakan dalam : C = f(L × T × N ) ............................................................. (4) Dalam perhitungan kapasitas teoritis, diasumsikan bahwa : 1. Dalam proses pemarutan, luas penampang bahan yang akan diparut sama dengan luas bidang parut apabila sagu yang dimasukan memanjang terhadap arah panjang silinder pemarut. 2. Setelah pemarutan, bahan hasil parutan lansung jatuh dan permukaan parut bersih kembali, sehingga gigi parut selalu bekerja 100 persen. 3. Bahan yang diparut (sagu) diberikan secara kontinyu. Jika nilai perbandingan antara luas permukaan gigi parut dan luas bidang parut (Lp) adalah K, maka luas efektif bidang parut (Le) adalah K × Lp. Jika p dan r adalah masing-masing adalah panjang dan lebar dari bidang parut adalah sama dengan panjang dan lebar dari bahan, serta R adalah jari-jari dari silinder pemarut, maka dapat diperoleh hubungan volume (V) parutan pada bidang parut adalah :
V = T × L ....................................................................... (5) atau V = K × L × T .................................................................. (6) jika luas bidang parutan (Lp) adalah (p × r) maka untuk satu putaran silinder pemarut diperoleh hubungan :
27
V = K×
× p × r × T ...................................................... (7)
Atau V = 6.28K × p × R × T ...................................................... (8) Djanwarsyah (1980) mengatakan bahwa berat jenis sagu pada tingkat kadar air 85 persen adalah 0.76 kg/dm3. Jika putaran silinder pemarut adalah Ns, maka diperoleh hubungan : C = (4.7728K × p × R × T × N ) ..................................... (9) Dengan diperolehnya kapasitas teoritis tersebut, maka efisiensi alat (ηa) dapat diketahui dengan persamaan η =
× 100% ............................................................... (10)
d. Rendemen Pati Rendemen pati dapat dihitung dengan dua cara yaitu pertama dengan membandingkan tepung sagu yang dihasilkan dan berat awal dari empulur sagu sebelum diparut, cara yang kedua adalah dengan membandingkan tepung sagu hasil parutan dengan berat empulur hasil parutan. Jika berat awal empulur sebelum diparut adalah Wa, berat setelah pemarutan Wb, dan berat tepung sagu yang di hasilkan Wc, maka rendemen pati adalah : =
× 100% ............................................................ (11)
Jika dihitung berdasarkan empulur sagu hasil parutan, maka rendemen pati adalah : =
× 100%............................................................ (12)
28
e. Analisis perkiraan biaya Untuk penyempurnaan desain alat pemarut sagu tipe silinder ini, maka perlu diadakan peninjauan dari segi ekonomi. Dengan analisa ekonomi
dapat
diketahui
apakah
alat
hasil
desain
tersebut
menguntungkan atau tidak. Perkiraan dapat ditentukan dengan cara menghitung jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memarut persatuan berat bahan. Secara umum biaya dapat dibagi menjadi biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang besarnya hampir atau sama tidak tergantung dari jumlah barang dihasilkan, sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang berubah-ubah dan tergantung dari jumlah barang yang dihasilkan. Berdasarkan biaya tetap, biaya tidak tetap, jumlah jam kerja per tahun, serta kapasitas kerja alat, maka dapat dirumuskan suatu perhitungan biaya pokok pruduksi dalam bentuk persamaan sebagai berikut : BP = ( + B)C .................................................................. (12)
dimana : BP = biaya pokok per unit hasil (Rp per Kg) A
= biaya tetap (Rp. pertahun)
X
= jumlah Jam kerja (jam per tahun)
B
= biaya tidak tetap (Rp. per tahun)
C
= kapasitas kerja (jam per Kg)
Salah satu biaya tetap yang terpenting adalah biaya penyusutan (depresiasi). Biaya penyusutan ini diartikan sebagai berkurangnya nilai mesin atau alat akibat pertambahan umur, terlepas dari alat atau mesin tersebut dipergunakan atau tidak. Disamping biaya penyusutan, biaya bunga modal dan asuransi termasuk kedalam biaya tetap.
29
IV. ANALISA RANCANGAN
4.1. Rancangan Fungsional Secara keseluruhan alat pemarut sagu ini terdiri dari beberapa bagian yang masing-masing dirancang sedemikian rupa sehingga dapat berfungsi sesuai dengan desain yang diinginkan. Bagian utama ini terdiri dari : 4.1.1. Rangka Rangka berfungsi sebagai dudukan dari silinder pemarut, motor, dan komponen pendukung lainnya. Sebagai komponen dasar dan tempat dudukan utama dari alat, rangka harus kuat menahan beban berat dan getaran dari alat sewaktu dioperasikan. 4.1.2. Silinder Parut Silinder parut merupakan komponen utama pada alat pemarut sagu. Silinder parut berfungsi sebagai pisau potong atau pemarut empulur sagu. Mata parut pada silinder parut dibuat dibuat dengan susunan jarak antar baris 5 mm dengan kemiringan 63⁰ arah mendatar. Mata parut lebar alas 2.5 mm dengan jarak dalam baris adalah 2.5 mm. Dengan demikian diharapkan silinder parut akan dapat bekerja maksimal dan tidak ada permukaan yang tidak terparut sewaktu proses pemarutan. 4.1.3. Hopper Hopper berfungsi untuk tempat pemasukan dan menampung bahan empulur sagu dan tempat terjadinya proses pemarutan. Hopper terletak diatas silinder parut sehingga bahan yang masuk kedalam hopper akan diteruskan ke silinder parut secara gravitasi. 4.1.4. Unloading (pengeluaran) Sagu hasil parutan akan ditampung oleh unloading dan diteruskan ke dalam tempat penampungan hasil parutan. Unloading juga berfungsi menahan bahan hasil parutan tidak menyebar dari silinder parut.
30
4.1.5. Pendorong/pengumpan Pendorong berfungsi untuk mendorong empulur sagu ke silinder parut sehingga proses pemarutan lebih cepat. Selain itu, dengan adanya pendorong ini dapat mengontrol secara manual proses pemarutan dengan memberikan tekanan pada empulur sagu di dalam hopper. 4.1.6. Motor listrik Motor listrik berfungsi sebagai sumber tenaga bagi sistem pemarutan. Motor listrik yang digunakan dengan daya 5.5 HP. 4.1.7. Sabuk dan Pulley Sabuk dan pulley berfungsi sebagai sistem transmisi daya dari motor listrik ke poros silinder pemarut. Pada alat pemarut sagu tipe silinder ini digunakan pulley dengan diameter berukuran 5 inchi pada bagian motor dan 6 inchi pada bagian silinder parut. Sedangkan sabuk yang digunakan adalah sabuk V-belt B-61. 4.1.8. Peredam Getaran Peredam getaran terbuat dari karet yang diletakkan di bagian bawah kaki rangka. Karet ini memilki dimensi yang hampir sama dengan ukuran kaki rangka. 4.2. Rancangan Struktural 4.2.1. Silinder pemarut Silinder pemarut adalah komponen utama dari alat pemarut sagu tipe silinder. Silinder parut dibuat dari stainless steel karena dalam proses pemarutan bahan empulur sagu memiliki kadar air sangat tinggi sehingga bahan logam akan mudah berkarat. Dengan sifat anti karat memungkin stainless steel dapat dipilih untuk silinder pemarut. Silinder parut berukuran dengan diameter 26 cm, panjang 40 cm dan ketebalan 1 cm. Pada silinder parut, dibuat mata parut yang berbentuk segi tiga yang berukuran alas 2.5 mm dan tinggi 1 mm. Mata parut ini dibuat dengan cara dipahat langsung pada silinder parut dengan menggunakan pahat dari besi baja.
31
Silinder parut memiliki poros yang berukuran 35.5 mm dan di dihubungkan dengan rangka dengan menggunakan bearing. Rangka utama terbuat dari besi U dengan ukuran lebar 6 cm dan dengan ketebalan 5 mm sehingga memungkinkan untuk menahan beban berat dari alat.
Gambar 4.1. Pemasangan silinder parut pada rangka Dengan susunan mata parut yang miring terhadap arah gerakan silinder akan mengakibakan menurunnya gaya yang diperlukan untuk pemarutan. Susunan mata parut pada rancangan ini mempunyai ukuran alas 2.5 mm dan tinggi 1 mm dengan jarak antara baris adalah 5 mm dan jarak dalam baris 2.5 mm. dengan susunan seperti mata parut seperti ini diharapkan mata parut dapat akan dapat bekerja efektif dalam proses pemarutan karena semua permukaan mata parut akan memarut empulur dengan tanpa ada celah yang kosong sehingga tidak ada permukaan empulur yang tidak terparut sewaktu pemarutan. Susunan mata parut dapat dilihat seperti gambar dibawah ini.
Gambar 4.2. Susunan Mata Parut
32
4.2.2. Mekanisme Pemasukan/pengumpanan Empulur Sagu Mekanisme pemarutan adalah dengan cara memasukan empulur sagu dari atas melalui hopper sehingga empulur akan jatuh secara gravitasi ke silinder pemarut. Empulur sagu yang dimasukan ke dalam hopper dapat ditekan dari atas untuk mempercepat dan mengontrol proses pemarutan. Pada bagian depan hopper dibuat sistem pendorong empulur sagu. Pendorong ini memungkin empulur sagu dengan ukuran potongan yang kecil pun dapat diparut dan mempercepat proses pemarutan. Selain itu adalah untuk meningkatkan keamanan dan ergonomika dari alat. Dengan memberikan tekanan dengan cara mendorong empulur sagu dengan menggunakan pendorong pada bagian belakang hopper, sehingga empulur sagu yang ada di dalam hopper ke arah silinder parut. Hal ini akan mempercepat proses pemarutan dan akan meningkatkan efisiensi alat.
Gambar 4.3. Mekanisme pemarutan Potongan empulur sagu hasil parutan akan ditampung oleh sistem pengeluaran yang terdapat di bawah silinder parut. Dengan adanya gaya berat dari bahan dan bentuk dari pengeluaran yang miring, bahan hasil parutan akan jatuh ke bawah tempat pengeluaran kemudian di tampung menggunakan ember atau wadah lainnya.
33
4.2.3. Analisis Daya Pemarutan Analisis mekanisme dan kebutuhan torsi pemarutan empulur sagu dilakukan dengan pendekatan kinematika dan geometri mekanisme pemarutan. Dari proses mekanisme pemarutan menunjukan bahwa kebutuhan torsi untuk pemarutan tergantung pada beberapa faktor diantaranya adalah : koefisien gesek kinetik antara permukaan silinder parut dengan empulur sagu yang diparut, gaya yang diperlukan untuk pemarutan per gigi parut, kecepatan putar silinder parut, jari-jari silinder parut, komponen gaya normal (gaya dorong), dan jumlah gigi efektif memarut setiap saat. Besarnya koefisien gesek kinetik kira-kira 25 persen lebih kecil dari koefisien gesek statik (Giancoli, 1992; Beer dan Johnston, 1990). Daya pemarutan dapat dianalisis berdasarkan kebutuhan torsi pemarutan. Darma (2000), melaporkan bahwa kebutuhan torsi pemarutan maksimum untuk pemarutan empulur sagu adalah 10.76 Nm dengan menggunakan silinder parut yang berdiameter 12 cm. Hubungan antara daya putar (torsi) yang bekerja dan gaya yang dapat dipindahkan (transmitted force) dirumuskan sebagai : (Mabie dan Ocvire, 1975; Shingley dan Mitchell, 1983). = × ............................................................................................ (14) Sehingga gaya pemarutan sagu dapat dirumuskan : = × ............................................................................................ (15) =
2 × 10.76 0.12
= 179.33 Sedangkan kebutuhan daya dapat dihtung dengan persamaan : =2
×
= 2 × 0.13 ×
............................................................................... (16) 1200 × 179.33 60
34
Maka didapatkan P = 2.93 KW, atau setara dengan 3.91 HP. jika efisiensi motor listrik yang digunakan adalah 80%, maka didapatkan daya motor yang dibutuhkan adalah 4.88 HP sehingga digunakan motor yang digunakan adalah 5.5 HP sesuai dengan ketersediaan motor yang ada di pasaran.
4.2.4. Perencanaan Poros Silinder Parut Pd = fc × P Pd = 1.0 × 4.125 KW = 4.125 KW T = 9.74 × 105 × Pd/N T = 9.74 × 105 × 4.125/1200 = 3348.125 kg.mm Dipilih bahan dari S45CD sehingga kekutan tarik (Ґ B) sebesar 60 kg/mm2 dan Sf1= 6.0 dan Sf2= 2.0. ґa = δB /(sf1×sf2) ґa = 60 /(6.0×2.0) = 5.0 kg/mm2 Cb = 2.0
Kt = 1.5
ds = {(5.1/ ґa)×Cb×Kt×T}1/3 d
d
s=
s
{(5,1/5.0)×2×1.5×3348.125}1/3
= {9847.43}1/3
= 21.43 mm
dalam proses pabrikasi alat digunakan poros dengan ukuran Ǿ = 35.5 mm.
4.2.5. Perencanaan pasak pada poros silinder parut Perancangan pasak dilakukan untuk menentukan ukuran yang dibutuhkan oleh pasak untuk menyalurkan daya sebesar 4.125 kW pada 1200 rpm Bahan poros dari S45CD sehingga kekutan tarik (Ґ B) sebesar 60 kg/mm2 dan Sf1= 6.0 dan Sf2= 2.0.
35
Pd = fc × P Pd = 1.0 × 4.125 KW = 4.125 KW T = 9.74 × 105 × Pd/N T = 9.74 × 105 × 4.125/1200 = 3348.125 kg.mm Tegangan poros yang diijinkan Ґsa = δB/(sf1×sf2) Ґsa = 60/(6.0×2.0) = 5.0 kg/mm2 Ds = 35.5 mm Jari-jari fillet = (35.5 – 35)/2 = 0.75 (mm) Alur pasak = 10 × 8 × 5 Konsentrasi tegangan dari poros bertetangga adalah = Ґa = 0.75/35 = 0.021, 35.5/35 = 1.0143 maka β = 1.27 0.5/35.5 = 0.0141, α = 2.73 sehingga α>β Ґ= 5.1×3348.125/(35.5)3 = 0.382 5.0 × 2.0/2.73 = 3.66 (kg/mm2) 1.0143×2×1.5 = 3.043 Maka Ґa•sf2/α > Ґ•Cb•Kt adalah baik Jadi diameter poros adalah 35.5 mm dan alur pasak 10 × 8 × 5 dan bahan pasak dari S 45 C dicelup dingin dan dilunakkan.
36
4.2.6. Perencanaan Transmisi Sabuk dan Pulley Motor listrik yang digunakan 5.5 HP = 4.125 kW, 1440 rpm dan diameter poros 28 mm. diameter poros putaran silinder parut yang dikehendaki adalah 35.5 mm dan 1200 rpm dan jarak antar poros adalah 55 cm P = 4.125 kW, n1 = 1440 rpm, I = 1440/1200 = 1. 2 C = 550 mm Fc = 1.6 Pd = 1.6 ×4.125 = 6.6 kW T1 = 9.74×105×(6.6/1440) = 4 464.167 (kg mm) T2 = 9.74×105×(6.6/1200) = 5 375 (kg mm) Bahan poros dari S45CD sehingga kekutan tarik (Ґ B) sebesar 60 kg/mm2 dan Sf1= 6.0 dan Sf2= 2.0. Diameter poros motor listrik = 28 mm Diameter poros silinder parut = 35.5 mm Penampang sabuk adalah V : tipe B d min = 145 mm Dp = 145×1.2 = 174 mm dk = 145 + 2×5.5 = 156 mm Dk = 174 + 2×5.5 = 185 mm (5/3)×ds1 + 10 = 56.67 mm. maka dipilih 60 mm (5/3)×ds2 + 10 = 69.17 mm. maka dipilih 70 mm Pulley tersedia adalah 125 mm untuk dp dan 150 mm untuk dk
37
=
× × 1 60 × 10
=
× 125 × 1440 = 9.42 ( / ) 60 × 10
9.42 m/s < 30 m/s (baik) C= 570 mm + 2
−
570 −
125 + 150 = 432.5 2
Jika dipakai tipe standar = 3.14 + (3.42 − 3.14)
+ 0.41 + (0.47 − 0.41)(
= 2 × 550 + 1.57(275 + 25) +
(150 − 125) 4 × 550
) = 3.62 kW
= 1532 (
)
Nomor nominal sabuk –V: No. 61 L= 1549 (mm) = 2 × 1549 − (3.14(150 + 125) = 2235 (
=
2235 + 2235 − 8(150 − 125) = 559 ( 8
= 180° −
)
57(150 − 125) = 178° 550
= 0.99 +
=
)
(1 − 0.99)4 = 0,997 6
6.6 = 1.83 3,62 × 0.997
Maka dipilih sebanyak dua sabuk dengan pengaturan kekencangan sabuk secara manual
38
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Kontruksi Alat Parut Sagu Tipe Silinder Kontruksi alat parut sagu tipe silinder pada percobaan ini disajikan pada gambar 5.1. Pengoperasian alat dilakukan secara manual yaitu dengan memasukkan balok-balok atau potongan empulur sagu ke dalam hopper dan dijatuhkan secara gravitasi ke silinder pemarut melalui hopper untuk diparut. Pada bagian belakang dari hopper terdapat pendorong untuk empulur sagu. Pendorong ini berfungsi untuk memberikan gaya dorong pada potongan empulur sagu sehingga dapat sehingga potongan empulur terdorong ke arah silinder parut. Dengan adanya tekanan pada empulur tersebut akan mempercepat proses pemarutan. Pendorong ini juga berfungsi untuk mengontrol empulur sagu yang sedang diparut terutama jika empulur sagu dengan potongan yang kecil dan jumlah empulur sagu yang akan diparut dalam jumlah yang sedikit. Sebagian besar komponen dari alat parut ini terbuat dari stainless steel seperti : Hopper, silinder parut, unloading, pendorong empulur, rangka atas, penutup sabuk pulley, dan penutup silinder parut. Sedangkan rangka utama terbuat dari besi U dengan ketebalan 3 mm.
Gambar 5.1. Alat Parut Sagu Tipe Silinder 39
Rancangan alat ini diarahkan agar dapat diaplikasikan pada UKM pengolahan sagu yang ada di daerah Bogor maupun daerah-daerah sentra pengolahan sagu seperti Banten, Maluku, Papua dan wilayah Indonesia bagian timur lainnya. Alat parut sagu tipe silinder ini terdiri dari 8 bagian utama yaitu: (1) Rangka utama, (2) Motor penggerak (berupa motor listrik 3-phase, 4.25 kW, 380 Volt), (3) Sistem transmisi dengan menggunakan sabuk dan pulley, (4) Hopper, (5) Saluran pengeluaraan hasil parutan (unloading), dan (6) Silinder parut. Disamping itu juga telah dibuat mekanisme pendorong empulur sagu yang terletak di bagian belakang dari hopper sehingga dapat meningkatkan keamanan dari pemakaian alat sehingga dapat mengurangi tingkat kecelakaan pada waktu proses pemarutan. Secara keseluruhan bagian-bagian dari alat parut sagu tipe silinder ini dapat dilihat pada gambar 5.2.
hopper Pendorong Empulur Pulley sabuk
Rangka Saklar
Motor listrik
Gambar 5.2. Komponen Alat Parut Sagu
40
5.1.1. Rangka Utama Rangka utama (frame) diperlihatkan pada Gambar 5.3. Rangka terdiri dari dua bagian yaitu rangka bawah dan rangka bagian atas. Rangka bawah terbuat dari besi U dengan ukuran 6×4×0.3 cm. Sedangkan rangka bagian atas terbuat dari plat stainless steel dengan ketebalan 5 mm dan dipasang pada rangka bagian bawah dengan menggunakan mur dan baud. Rangka ini dirancang untuk dapat menahan berat alat terutama silinder, hopper, dan semua komponen pada alat parut sagu ini melekat pada rangka utama. Rangka utama dibuat dengan desain melebar ke bawah sehingga berbentuk piramida segi empat yang terpotong. Dengan kontruksi seperti ini, alat akan stabil dan lebih kuat pada waktu alat di operasikan. Dudukan motor dibuat dengan menggunakan besi siku dan besi poros dengan diameter 2 cm, dan pada salah satu bagian lainnya dibuat dudukan dengan menggunakan ulir. Penyetelan kekencangan sabuk-V (V-belt) dilakukan dengan cara meninggikan atau merendahkan motor dengan mengatur tinggi atau rendahnya baud pada ulir dudukan motor secara manual.
Rangka atas Dudukan Silinder Parut Pulley Pengeluaran sabuk Motor Listrik Rangka bawah
Gambar 5.3. Rangka Alat Parut Sagu Tipe Silinder
41
5.1.2. Motor listrik (sumber tenaga) Sumber tenaga yang digunakan adalah motor listrik 3-phase dengan daya 5.5 HP, 380 Volt. Kebutuhan daya dari motor yang digunakan ini adalah dari penelitian sebelumnya. Darma (2000), melaporkan bahwa torsi maksimum yang dibutuhkan untuk pemarutan sagu adalah 10.76 Nm. Dengan menggunakan persamaan maka didapatkan gaya tahanan maksimum empulur sagu terhadap mata parut adalah sebesar 179.33. Dengan menggunakan perhitungan (14) maka kebutuhan daya motor yang digunakan adalah 3.87 kW, sehingga dipilih motor 5.5 HP. Pemilihan motor ini berdasarkan ketersediaan motor listrik yang tersedia di pasaran. Motor listrik dipasang pada rangka dengan menggunakan sistem engsel. Sedangkan pada dudukan lainnya di buat dari ulir. Dengan pemasangan ini bertujuan untuk memudahkan untuk mengatur kekencangan sabuk dengan cara menaikan atau menurunkan bagian sisi dari motor dengan mengatur tinggi atau rendah dari baud dari dudukan motor listrik pada rangka utama. sabuk
pulley motor Dudukan Motor Pengatur Ketinggian Motor Gambar 5.4. Dudukan motor listrik pada rangka
42
5.1.3. Silinder Parut Silinder parut merupakan bagian fungsional dari alat perut sagu. Pada Gambar 5…disajikan silider parut yang digunakan pada rancangan alat parut sagu tipe silinder ini. Silinder parut yang digunakan terbuat dari bahan stainless steel yang berdiameter 26 cm, panjang silinder parut adalah 40 cm dan memilki ketebalan 1 cm. susunan mata parut membentuk sudut 63º terhadap arah horizontal dengan ketinggian mata parut adalah 1 mm. Pada permukaan silinder dibuat gigi-gigi parut dengan cara pemahatan dengan menggunakan pisau pahat. Pembuatan gigi parut dilakukan dengan memahat satu persatu permukaan silinder parut dengan menggunakan pahat parut dan di tekan dengan mengunakan palu. Silinder parut di pasang dengan menggunakan poros besi yang berdiameter 35 mm dan terbuat dari besi S45C yang di lunakkan. Poros silinder parut ini terlalu besar karena kebutuhan poros silinder parut secara teoritis yang dibutuhkan hanya 28 mm. Pemasangan poros silinder ini tentu akan menaikkan biaya produksi dari alat, tetapi keadaan ini juga akan meningkatkan keamanan dari alat karena secara teoritis poros silinder parut yang lebih besar tentu akan sanggup menahan beban yang lebih besar dari tahanan empulur sagu sewaktu proses pemarutan. Pemasangan dan membuka silinder parut untuk perbaikan dilakukan dengan cara membuka hopper dan rangka bagian atas dengan membuka mur dan baud. Silinder parut pada rancangan ini dapat dilihat pada gambar 5.5
Gambar 5.5. Silinder parut dan pemasangan pada rangka
43
5.1.4. Sistem Transmisi Sistem penyaluran tenaga (transmission system) yang digunakan pada model alat parut sagu tipe silinder sebagaimana yang terlihat pada Gambar 5.6. terdiri dari pulley (driver dan driven pulley), V-belt dan poros silinder parut. Poros dan silinder parut dihubungkan dengan menggunakan las argon. Las argon digunakan untuk bahan logam dari dari satainless stell.
Poros silinder
dipasangkan pada bearing yang terdapat pada bagian atas dengan menggunakan baud dan mur. Pulley dan sabuk yang digunakan pada alat parut tipe silinder ini berukuran 5 inchi pada motor listrik dan 6 inchi pada bagian poros silinder parut. Jika rpm pada motor listrik adalah 1440 rpm, akan direduksi menjadi 1200 rpm. Pereduksian ini disesuaikan dengan kebutuhan daya yang dibutuhkan untuk pemarutan sagu. Untuk meningkatkan keamanan dari alat, maka dibuat penutup sistem transmisi dengan menggunakan plat stainless steel. Penutup ini dipasangkan pada rangka bagian bawah dengan menggunakan baud dan mur. Pulley dan sabuk harus dirancang sesuai dengan analsis dan kebutuhan daya yang disalurkan. Sabuk yang digunakan pada alat ini adalah V-Belt dengan tipe B 61 sebanyak dua buah. Jarak antar poros motor dan poros silinder adalah 67 cm. Pengaturan kekencangan sabuk dilakukan secara manual yaitu dengan mengatur tinggi rendahnya dudukan motor pada rangka bagian bawah. Untuk perawatan silinder parut dapat dilakukan dengan membuka silinder parut dari alat. Membuka silinder parut dilakukan dengan melepas hopper dan rangka bagian atas dari rangka bawah. Dengan membuka mur dan baud pada hubungan rangka atas dan bawah, maka rangka atas dan silinder parut dapat dilepas. Kemudian silinder parut dapat dilepas dengan membuka baud pada poros silinder dan rangka atas. Sistem transmisi tenaga alat parut sagu tipe silinder ini dapat dilihat pada Gambar 5.3.
44
5.1.5. Sistem Pengeluaran Hasil Parutan (unloading) Pengeluaran hasil parutan melalui saluran pengeluaran yang langsung terdapat dibawah silinder parut. Hasil parutan akan lansung jatuh ke saluran pengeluaran untuk dikeluarkan ke tempat penampungan hasil parutan. Unloading dibuat dari bahan stainless steel karena empulur sagu mengandung air yang tinggi baik sebelum maupun sesudah proses parutan. Bahan hasil parutan akan dialirkan dari unloading ke wadah penampungan hasil parutan berupa ember maupun wadah lainnya untuk diproses lebih lebih lanjut. Unloading dibuat dari bahan stainless steel dengan ketebalan 1 mm. Unloading dibuat miring sehingga bahan akan keluar secara gravitasi dengan memanfaatkan berat dari bahan. Pada bagian atas dari unloading terdapat penutup silinder parut. Selain sebagai pentup silinder parut, bagian ini jga berfungsi untuk menahan hasil parutan dari silinder parut agar tidak menyebar sewaktu proses pemarutan. Penutup silinder parut dipasang pada rangka atas dengan menggunakan sistem engsel. Dengan pemasangan seperti ini akan memudahkan untuk membersihkan alat setelah proses pemarutan. Unloading dan penutup silinder dapat dilihat pada gambar 5.6. dibawah ini
Poros engsel Plat penutup Karet penutup unloading Wadah penampung Gambar 5.6. Unloading dan penutup silinder parut
45
5.2. Uji Teknis Alat Parut Sagu Tipe Silinder Uji teknis dilakukan untuk mengetahui apakah alat yang dibuat telah memenuhi tujuan dan kriteria yang ingin dicapai atau tidak. Selain itu adalah untuk keberhasilan suatu proses desain dari alat. Uji teknis alat pemarut sagu tipe silinder ini meliputi beberapa pengujian antara lain adalah : 5.2.1 Kapasitas Efektif Kapasitas efektif alat parut sagu dihitung dengan cara mencatat langsung hasil parutan dalam selang waktu tertentu. Dari hasil pengujian diperoleh kapasitas efektif rata-rata 268.43 kg/jam. Adapun kapasitas efektif hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 5.1. di bawah ini
Ulangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata
Berat (kg) 5.15 6.5 7.6 6.9 6.0 6.7 6.3 6.3 6.9 6.4 6.475
Waktu (det) 81 108 94 80 88 80 68 101 94 86 88
kapasitas efektif (kg/jam) 228.89 216.67 291.06 310.50 245.45 301.50 333.53 224.55 264.26 267.91 268.43
Tabel 5.1. Kapasitas efektif pemarut sagu tipe silinder Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kapasitas efektif alat perut sagu hasil rancangan ini adalah 268.43 kg per jam per orang. Besarnya kapasitas efektif ini tercermin dari besarnya kehilangan hasil parutan yang dapat dilihat dari Tabel 5.2. yaitu sebesar 0.285 kg. Dibandingkan dengan alat pemarut yang ada pada UKM pengolahan sagu yang sumber tenaganya motor diesel yang berdaya 12 HP memilki kapasitas efektif yang lebih besar. Dari hasil peninjauan di lapangan, memerlukan waktu
46
lebih dari 6 hari untuk menggiling atau memarut 6 ton sagu. Hal ini berarti kapasitas efektif alat pemarut sagu yang ada di UKM sagu tersebut maksimalnya hanya 125 kg/jam. 5.2.2 Kehilangan Hasil Parutan Bahan yang diolah melalui mesin akan mengalami berbagai proses pengolahan di dalam mesin sehingga sebagian akan menjadi bahan yang dapat diolah, sebagian akan menjadi sampah, dan sebagian lagi akan hilang sewaktu proses pengolahan. Kehilangan hasil parutan adalah banyaknya massa empulur sagu yang hilang sewaktu pemarutan. Kehilangan hasil parutan dapat diperoleh dari selisih antara berat awal empulur dan akhir hasil parutan. Kehilangan hasil parutan dapat dilihat pada tabel 5.2.
Tabel 5.2. Kehilangan hasil parutan Ulangan
Berat Awal (kg)
Berat akhir (kg)
Kehilangan (kg)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata
5.7 7.2 7.8 7 6.1 7 6.5 6.6 7.1 6.6 6.76
5.15 6.5 7.6 6.9 6 6.7 6.3 6.3 6.9 6.4 6.475
0.55 0.7 0.2 0.1 0.1 0.3 0.2 0.3 0.2 0.2 0.285
Persentase Kehilangan (%) 9.6 9.7 2.6 1.4 1.6 4.3 3.1 4.5 2.8 3.0 4.2
Kehilangan hasil parutan ini cukup besar yaitu 4.2% jika dibandingkan hasil desain alat pemarut sagu sederhana rancangan Djanwarsyah tahun 1980 yaitu 3.78%. Hal ini di sebabkan oleh sebagian bahan yang diparut masih tertinggal dan menempel pada bagian komponen alat seperti silinder parut, penutup silinder, pendorong empulur, unloading, dan komponen lainnya. Pendorong empulur pada hopper adalah komponen yang paling besar tempat kehilangan hasil parutan
47
karena bahan banyak terbuang dari komponen ini. Selain itu juga disebabkan oleh sebagian dari empulur sagu ada yang tidak terparut sewaktu pemarutan. 5.2.3. Efisiensi Pemarutan Efisiensi pemarutan dapat diperoleh dengan cara membandingkan antara massa sagu hasil parutan dengan empulur sagu yang akan di parut. (persamaan 3). Dengan menggunakan persamaan tersebut didapat efisiensi pemarutan adalah 95.78%. Efisiensi pemarutan ini sangat dipengaruhi oleh faktor kehilangan hasil parutan dan bagian empulur yang tidak terparut. Semakin besar kehilangan hasil parutan dan gabian yang tidak terparut, maka efisiensi alat akan menurun. 5.2.4. Rendemen Pati Rendemen pati dihitung dengan menggunakan persamaan 11 dan 12. Dari hasil pengujian di lapangan didapatkan rendemen pati berdasarkan pengukuran dar berat awal empulur sebelum pemarutan adalah 16.3%, sedangkan dihitung berdasarkan berat empulur sagu setelah pemarutan adalah 17.03% Tabel 5.3. Rendemen Pati Rendemen Berat Rendemen Berat setelah Berat pati awal berdasarkan Ulangan pemarutan Tepung berdasarkan empulur (kg) sagu (kg) berat empulur hasil parutan (kg) (%) (%) 1 1 0.97 0.18 18.00 18.56 2
1
0.95
0.18
17.50
18.42
3
1
0.98
0.17
16.50
16.84
4
1
0.94
0.17
17.00
18.09
5
1
0.93
0.13
12.50
13.44
16.30
17.07
Rata-rata
Rendemen pati sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah kondisi dari empulur, proses penghancuran empulur, dan proses ekstraksi empulur hasil parutan. Kandungan pati dari sagu tergantung pada umur sagu dan batang sagu. Kandungan pati pada pohon sagu akan terus bertambah seiring dengan 48
pertambahan umur sagu.
Kandungan pati akan menurun dengan terjadinya
pertumbuhan vegatatif. Batang bagian pangkal mengandung kandungan pati lebih tinggi dari bagian tengah dan ujung batang. Rendemen pati yang dihasikan dari alat juga tergantung pada proses selanjutnya. 5.2.5. Efisiensi Alat Efisiensi alat dapat dihitung dengan membandingkan kapasitas efektif dan kapasitas teoritis dari alat. Dari hasil percobaan dan perhitungan, alat pemarut sagu tipe silinder hasil rancangan ini mempunyai efisiensi 63.12%. Kapasitas efektif alat hasil pengukuran adalah 268.43 kg/jam, sedangkan kapasitas teoritis adalah 425.291 kg/jam. Perbedaan antara perhitungan teoritis dan aktual dilapangan disebabkan dalam perhitungan teoritis diasumsikan bahwa permukaan gigi parut selalu bersih dan tidak tertutup parutan sagu sewaktu pemarutan. Sedangkan pada pengamatan aktual, silinder parut tertutup oleh parutan sagu. Keadaan ini akan mengurangi luas gigi parut untuk memarut empulur sagu. 5.2.6. Analisis Biaya Salah satu faktor penting dalam proses rancangan alat dab mesin pengolahan hasil pertanian adalah analisis kelayakan usaha dari alat. B/C ratio didapatkan adalah 1.604. Usaha ini sangat layak dijalankan karena B/C ratio yang didapatkan lebih besar dari 1. 5.2.7. Karakteristik Alat Alat parut sagu tipe silinder ini memiliki dimensi 95×63 cm dan tinggi total 125 cm. Empulur sagu yang telah dipotong-potong dengan ukuran tertentu dimasukkan ke dalam hopper kemudian akan di parut oleh silinder parut. Empulur akan didorong dengan menggunakan pendorong yang terdapat di hopper bagian belakang untuk mempercepat proses pemarutan. Alat digerakkan dengan menggunakan motor listrik yang berdaya 5.5 HP. Kebutuhan daya motor dihitung berdasarkan torsi pemarutan yang telah diketahui dari penelitian sebelumnya. Sabuk dan pulley digunakan untuk sistem transmisi tenaga dari motor ke poros silinder parut. Silinder parut terbuat dari bahan
49
stailnless steel dengan diameter luar 26 cm dan memilki ketebalan 1 cm. Pembuatan mata parut dilakukan dengan cara memahat tiap gigi parut dengan menggunakan pahat besi sehingga permukaan silinder akan membentuk gigi parut. Susunan mata parut diatur sedemikian rupa sehingga membentuk sudut 63º terhadap arah horizontal. Jarak antar gigi parut adalah 2.5 mm, dan jarak antar baris 5 mm Untuk memasukkan bahan empulur sagu yang akan diparut digunakan hopper yang terbuat dari bahan stainless steel. Di bagian belakang hopper dibuat lintasan untuk pendorong empulur untuk memberikan tekanan pada empulur sagu. Rangka terdiri dari dua bagian yaitu rangka atas dan rangka bawah. Rangka atas dibuat dari besi U dengan ketebalan 3 mm, dan rangka atas dibuat dari plat stainless steel dengan ketebalan 5 mm. Dari pengujian, didapatkan getaran dari alat sangat besar sehingga mengganggu pada saat pengoperasian alat. Getaran ini muncul dari silinder parut sewaktu proses penyalaan alat. Hal ini disebabkan adanya kesalahan pada proses pabrikasi alat sehingga silinder parut tidak center pada porosnya dan berat dari silinder parut 25 kg. Suatu benda yang berputar yang bertumpu pada titik keseimbangannya tidak akan menimbulkan getaran yang nyata. Selain itu kemungkinan getaran juga ditimbulkan pada pemasangan bantalan pulley dan poros silinder. Dengan keadaan tidak seimbang satu sama lain akan menimbulkan getaran pada alat. Getaran ini menyebabkan kelelahan pada operator. Operator bertugas untuk memasukan bahan kedalam hopper dan mendorong empulur sagu dengan menggunakan pendorong. Keadaan ini tentu akan mengurangi ergonomis dari alat. Tinggi total alat yang mencapau 125 cm juga mengurangi ergonomis dari alat. Karena operator cepat lelah untuk memasukkan bahan empulur sagu dari bawah ke dalam hopper dan mengontrol pendorong empulur sagu karena harus melihat kedalam hopper.
50
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan a.
Alat parut sagu yang dihasilkan pada penelitian ini adalah pemarut tipe silinder dengan tenaga penggerak motor listrik berdaya 5.5 HP.
b.
Kapasitas efektif alat pemarut sagu tipe silinder ini adalah sebesar 268.43 kg/jam/orang.
c.
Kehilangan hasil parutan rata-rata dari alat pemarut sagu tipe silinder ini 4.2%. Hasil ini sudah termasuk bagian yang tidak terparut sewaktu pemarutan.
d.
Efisensi pemarutan dari alat pemarut sagu tipe silinder ini adalah 95.78%.
e.
Efisiensi alat yang didapatkan adalah 63.12%. Hasil ini didapatkan dari membandingkan kapasitas efektif dan kapasitas teoritis.
f.
Biaya pokok pengolahan dari alat pemarut sagu tipe silinder ini adalah sebesar
g.
B/C ratio yang didapatkan pada umur ekonomis alat 5 tahun adalah sebesar 1.604
7.2. Saran a. Untuk meningkatkan nilai K atau perbandingan antara luas permukaan gigi parut dengan luas bidang parut, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang susunan dan ukuran luas maupun tinggi gigi parut, sehingga didapatkan jarak, ukuran dan susunan yang optimum. b. Perlu adanya pengukuran lebih lanjut tentang kebutuhan torsi pemarutan. Karena dengan memakai motor yang berdaya 5.5 HP mengkonsumsi listrik terlalu besar. c. Perlu adanya perbaikan pada silinder parut karena hasil pembuatan prototipe dari silinder menghasilkan getaran yang nyata. d. Ketinggia hopper sebaiknya dikurangi agar pemarut lebih ergonomis, tidak terlalu cepat melelahkan.
51
DAFTAR PUSTAKA
Arora, J. S. 1989. Introduction to Optimum Design. MacGraw-Hill Book Company. New York. Beer, F. E. and Johnston, E. R. 1990. Vector Mechanics for Engineer: Statics. McGraw-Hill Book Co. Singapura. Cecil, J.E., G. Lau, S.H. Heng dan C.K. Ku. 1982. The Sago Starch Industry; A Technical Profile Based on A Prelimary Study Made in Sarawak. Tropical Product Institute. Oversease Development Administration, London. Cochin, I. and H. J. Plass. 1990. Analisys and Design of Dynamic Systems. Harper Collins Publisher. New Jersey. Colon, F. J. and G. J. Annokke. 1984. Survey of Some Process Route of Sago in: The Expert Consultation of Sago Palm and Palm Product. BPP Teknologi & FAO. Jakarta. Crossley, P. and J. Kilogour. 1983. Small Farm Mechanization for Devaloping Countries. John Wiley and Soon. Chichester. Darma. 2000. Analisis Mekanisme Pemarutan dan Torsi Alat Pemarut Sagu (Metroxylon sp.) Tipe Silinder. Tesis. FATETA. IPB. Bogor. Djawansyah, Iwan. 1980. Rancangan dan Uji Teknis Alat Pemarut Sagu Sederhana Tipe Silinder. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Djoefrie, M.H.B. 1999. Pemberdayaan Tanaman Sagu sebagai Penghasil Bahan Pangan Alternatif dan Bahan Baku Agroindustri yang Potensial Dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional. Orasi Ilmiah. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1991. Daftar Komposisi Makanan. Bhatara Karya Aksara, Jakarta. Ermawati, W. J. 1997. Pengujian Karakteristik Mutu dan Perbaikan Proses Pengolahan Pati Sagu. FATETA. IPB. Bogor. Giancoli, D. C. 1991. Physics. Prinsiple with Application. Prentice Hall International Inc. London. Flach, M. 1997. Sago Palm. International Plant Genetic Resource Institute (IPGRI). Promoting The Conservation and Use Underutilized and Neglectic Crops. 13. Institute of Plant Genetics and Crop Plant Research, International Plant Genetic Resources Institute, Rome. Haryanto, B. dan P. Pangloli. 1992. Potensi dan Pemamfaatan Sagu. Kanisius. Yogyakarta.
52
Henderson, S. M. and R. L. Perry. 1975. Agricultural Process Engineering. Avi Publishing Co.inc. Wetport – Connecticut. Lay, A. dan Miftahorrahman. 2004. Keragaan Industri Sagu Indonesia. http:/www.perkebunan.litbang.deptan.go.id/.[20 Maret 2009]. Lubis, R., 1950. Sagu Maluku. Inspektorat Pertanian Jawatan Pertanian Jakarta. Mabie, H. H. and F. W. Ocvirk. 1975. Mechanism and Dynamics of Machinery. John Wiley and Sons. New York. Manan, S. dan S. Supangkat. 1984. Management of the Sago Forest in Indonesia. In: The Expert Consultation of the Sago Palm Products. BPP Teknologi & FAO. Jakarta McClatchey, W., H.I. Manner, C.R. Elevitch. 2004. Metroxylon amiracum, MM. paulcoxii, M. sagu, M. salomonense, MM. vitiense, and MM. warbugii (sago palm) Arecaceae (Palm Family): Species Profile for Pasific Island Agroforestry. http://www.tradisionaltree.org [30 Maret 2009]. Norton, R. L. 1993. Design of Machinery: An Introduction to the Syntesis and Analisys of Mechanism and Machines. McGraw-Hill, Inc. New York. Purwani E.Y., H. Setianto, Y. Setiawan, N. Richana, Sunarni, B.A.S. Santosa, L. Sukarno, H. Herawati. 2005. Pengembangan Teknologi Pangan Berbasis Sagu. Laporan Penelitian. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian, Bogor. Rasyad, S. 1996. Prospek Industri Pengolahan Sagu (Metroxylon sp) di Kepulauan Mentawai Sumatera Barat dalam: Potensi sagu dalam usaha pengembangan agribisnis di wilayah lahan basah. Prosiding simposium nasional sagu III. Universitas Riau. Pekanbaru. Restiawati, T. 1996. Metode Pembudidayaan Sagu. Di dalam : Diskusi Hasil penelitian dalam Menunjang Pemanfaatan Hutan yang Lestari. Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam, Dept. Kehutanan, Bogor. Ruddle, K., D. Johnson, P.K. Townsend dan J.D. Rees. 1978. Palm Sago A Tropical Starch From Marginal Lands. An East-West Centre Book, Honolulu. Sadikin, L. M. 1980. Mempelajari Pengambilan Pati Sagu (Metroxylon sp) Dengan Alat Pemarut Sagu dan Penyaringan Sederhana di Kabupaten Kendari Sulawesi Tenggara. Skripsi. FATETA. IPB. Bogor Schuling, D. , J. F. Schoon dan M. Flach. 1993. Exploitation and Natural Variavility of the Sago Palm (Metroxylon Sago Rottb). Wageningen Agricultural University. Netherland.
53
Shingley, J. E. and L. D. Mitchell. 1983. Mechanical Engineering Design. McGraw-Hill, inc. New York. Sitkey, G. 1986. Mechanics of Agricultural Material. ELSEVIER. Amsterdam. Suhardyanto, H. 1981. Desain dan Uji Teknis Alat Pemarut Sagu dan Penyaring Sagu dengan Tenaga Penggerak Motor Diesel. Skripsi. FATETA. IPB. Bogor. Ulman, D. G. 1992. The Mechanical Design Process. McGraw-Hill, Inc. New York
54
Lampiran 1. Spesifikasi alat pemarut sagu Tipe
: Silinder
Model
: F14051573/AKURA/FATETA
Sumber tenaga
: Motor listrik 5.5 HP
Dimensi alat (p×l×t)
: (80×50×120) cm
Kapasitas
: 268.43 kg/jam
Berat total
: 135,5 kg
System penyaluran tenaga
: Sabuk dan pulley
Ukuran silinder pemarut
: Diameter 26 cm Panjang 40 cm
55
Lampiran 2. Perhitungan kapasitas teoritis Persamaan …. Memperlihatkan bahwa C = (4.7728K × p × R × T × N ) dimana : K = perbandingan luas gigi parut dengan luas bidang parut p = panjang silinder parut yaitu 40 cm atau 4.0 dm R = jari-jari parut yaitu 1.3 dm Tg = Tinggi gigi parut = 0.01 dm Ns = Putaran silinder parut yaitu pada 1200 rpm Menghitung K Luas penampang gigi parut
= =
×
0.25
× 0.01 2
= 0.00125 dm
Jumlah mata parutan dalam setiap baris adalah 78 mata parut. Dalam suatau luasan bidang parut efektif terdapat terdapat 20 baris mata parut, sehinnga terdapat terdapat 1560 mata parut. Luas total permukaan gigi parut 0.00125×1560 = 1.95 dm2. Luas efektif bidang parut adalah seperempat keliling lingkaran silinder parut yaitu 2.042 dm. Maka luas efektif bidang parut adalah 2.042×4 = 8.17 dm2. Sehingga =
1.95 = 0.0238 8.17
Dengan menggunakan persamaan 4 diperoleh Ct = 4.7728×0.0238×4×1.3×0.01×1200 Ct = 7.089 kg/menit, maka Ct =425.291 kg/jam
56
Lampiran 3. Efisiensi alat Efisien alat dihitung menrut persamaan 10 η =
η =
× 100% 268.42 × 100% = 63.12% 425.291
57
Lampiran 5. Perhitungan B/C ratio. Dalam perhitungan B/C ratio di asumsikan bahwa umur ekonomis alat adalah 5 tahun, saumsi ini diambil berdasarkan umur dari motor listrik yang digunakan. 1. NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Biaya Investasi
Nama Komponen Motor listrik 5.5 Hp 3 phase Stainless steel ketebalan 10 mm (silinder parut) Ø= 26 cm Stainless steel ketebalan 1 mm (hopper) Besi pahat mata parut Baut dan mur Besi U dan siku Bearing besi poros Ø 35.5 mm Sabuk B61 Pulley Ø 6 inchi dan Ø 5 inchi Upah tukang Total
Banyak 1 2 3 10 20 10 2 1 2 2
Satuan motor buah lembar buah buah Batang buah batang buah buah
Jumlah 2,100,000 2,300,000 975,000 50,000 20,000 200,000 100,000 350,000 200,000 200,000 1,505,000 8,000,000
2. Biaya Tetap a. Biaya Penyustan Penyusutan = (Biaya awal - Biaya akhir)/ Umur ekonomis =
. 8,000,000 − (10% × 60
. 8,000,000)
= Rp.120,000/bulan b. Bunga Modal Bunga modal = p×i, I = 12%/tahun Rp. 8,000,000×1% = Rp. 80,000 c. Pajak Pajak = 2% dari biaya awal = 2%×Rp. 8,000,000 58
Lampiran 5 – 1 . Lanjutan = Rp. 13,333.33 Biaya tetap per bulan = Rp. 213,333.33 Biaya tetap per tahun = Rp. 2,559,999.96/tahun 3.
Biaya Tidak Tetap a. Upah Operator (1 orang) Jika upah operator adalah Rp.25,000/hari, maka untuk 1 bulan adalah : (30 hari/bulan× Rp.25,000/hari) = Rp.750,000/bulan b. Perawatan Perwatan adalah 15% dari Biaya awal Perawatan = 15%×Rp.8,000,000 = Rp.1,200,000/tahun = Rp. 100,000/bulan c. Perbaikan Silinder Parut Perbaikan silinder parut berdasarkan tingkat keausan silinder parut sehingga harus di pahat ulang. Jika umur mata parut harus di pahat ulang dalam waktu 1 tahun dan biaya perbaikan adalah Rp.300,000 Biaya perbaikan adalah Rp. 300,000/12 = Rp. 25,000/bulan
d. Biaya Listrik Harga listrik adalah Rp. 600/kW Pemakaian listrik = daya × waktu pemakaian = 4.125 kW × 8 jam/hari × 30 hari/bulan = 990 kW/bulan Biaya listrik
= 990 kW/bulan × Rp.600 = Rp.594,000/bulan
Sehingga total biaya tidak tetap untuk pengoperasian alat adalah sebesar Rp.1,469,000. Jika dihitung per tahunnya adalah Rp. 17,628,000.
59
Lampiran 5 – 2. Lanjutan Asumsi bahwa dalam 1 bulan = 30 hari kerja 1 hari = 8 jam kerja Sehingga dalam 1 bulan 240 jam kerja. Jika kapasitas alat 268.43 kg/jam, sehingga dalam satu bulan akan menghasilkan 64,423.2 kg parutan sagu. Hasil ini sama dengan membutuhkan 67,813.89 kg gelondongan empulur sagu. Berdasarkan pengamatan di sentra pengolahan sagu, satu truk memuat rata-rata 6 ton gelondongan sagu. Maka dibutuhkan 11.3 truk gelondongan batang sagu tiap bulannya. Jika harga gelondongan tersebut adalah Rp.2500,000/truk, maka biaya pembelian bahan baku adalah Rp.28,225,789.47. jika dihitung per tahun adalah Rp.338,709,473.6. jadi biaya total per tahun adalah biaya tetap dan biaya tidak tetap adalah Rp.356,337,473.6 Penerimaan Jika rendemen pati rata-rata adalah 18%, maka akan menghasilkan tepung sagu sebanyak 12.206,5 kg. Harga jual tepung adalah Rp. 5000/kg, maka penjualan tepung sagu rata-rata per bulannya adalah Rp.61,032,501. Hal ini sama dengan Rp.732,390,012 Tahun 0 1 2 3 4 5
Penerimaan 732,390,012 732,390,012 732,390,012 732,390,012 732,390,012
Pengeluaran D F (V) Penerimaan Pengeluaran 356,337,473.60 1 356,337,473.6 356,337,473.60 0.888 650362330.66 316,427,676.6 356,337,473.60 0.790 578588109.48 281,506,604.1 356,337,473.60 0.702 514137788.42 250,148,906.5 356,337,473.60 0.624 457011367.49 222,354,583.5 356,337,473.60 0.555 406476456.66 197,767,297.8 Total 2,606,576,052.71 1624,542,542.14
B – C rasio adalah dapat dihituhg dengan menggunakan membandingkan penerimaan dan pengeluaran =
2,606,576,052.71 = 1.604 1,624,542,542.14
60
Satuan
Skala
: 27-8-09
: mm
: 1:10
Diperiksa
NRP
Digambar
:
: F14051573
: P. Irawan
Rancangan Alat Pemarut Sagu Tipe Silinder
Tanggal
Departemen Teknik Pertanian Fateta - IPB
Peringatan
:
Satuan
Skala
: 27-8-09
: mm
: 1:10
Diperiksa
NRP
Digambar
:
: F14051573
: P. Irawan
Rancangan Alat Pemarut Sagu Tipe Silinder
Tanggal
Departemen Teknik Pertanian Fateta - IPB
Peringatan
:
Lampiran 7. Gambar Piktorial
Tanggal
Skala
: 22/8/09
: mm
: 1:10
Diperiksa
NRP
Digambar
:
: F14051573
: P. Irawan
ALAT PEMSRUT SAGU TIPE SILINDER
Satuan
Departemen Teknik Pertanian Fateta - IPB
Peringatan
:
63
Skala
: 1:10
Digambar
: P. Irawan
Satuan
: mm
NRP
: F14051573
Tanggal
: 27-8-09
Diperiksa
:
Departemen Teknik Pertanian Fateta - IPB
Rancangan Alat Pemarut Sagu Tipe Silinder
Peringatan
:
Lampiran 9. Gambar Komponen Hopper dan Unloading
Skala
: 1:10
Digambar
: P. Irawan
Satuan
: mm
NRP
: F14051573
Tanggal
: 27-8-09
Diperiksa
:
Departemen Teknik Pertanian Fateta - IPB
Peringatan
:
Rancangan Alat Pemarut Sagu Tipe Silinder
65
Lampiran 11. Gambar Sistem Transmisi
Tanggal
Skala
: 22/8/09
: mm
: 1:10
Diperiksa
NRP
Digambar
:
: F14051573
: P. Irawan
ALAT PEMSRUT SAGU TIPE SILINDER
Satuan
Departemen Teknik Pertanian Fateta - IPB
Peringatan
:
67