RANCANGAN DAN UJI KINERJA ALAT DISTILASI ETANOL DENGAN METODE REKTIFIKASI
Oleh : SIGIT SUSILO F14104035
2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RANCANGAN DAN UJI KINERJA ALAT DISTILASI ETANOL DENGAN METODE REKTIFIKASI
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : SIGIT SUSILO F14104035
2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
RANCANGAN DAN UJI KINERJA ALAT DISTILASI ETANOL DENGAN METODE REKTIFIKASI
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : SIGIT SUSILO F14104035 Dilahirkan pada tanggal 3 Desember 1985 di Purworejo Tangggal lulus : ......................... Menyetujui, Bogor, Januari 2009 Dosen Pembimbing Akademik
Dr. Ir. Leopold Oscar Nelwan, M.Si. NIP. 132 240 430 Mengetahui,
Dr. Ir. Desrial, M.Eng Ketua Departemen Teknik Pertanian
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Sigit Susilo dengan nama panggilan sigit, dilahirkan di Purworejo pada tanggal 03 Desember
1985.
Penulis
dilahirkan
dari
pasangan
Sudiharjo (Ayah) dan Sumirah (ibu) dan merupakan anak kesepuluh dari sepuluh bersaudara. Penulis menjalankan pendidikan dasar di SD N Rowobayem kemudian pada tahun 1998 melanjutkan pendidikan di SMP N1 Kutoarjo. Pada tahun 2002-2004 penulis menempuh pendidikan pada SMU N1 Purworejo. Selesai pendidikan SMU, penulis melanjutkan studi di departemen Teknik Pertanian IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama kuliah penulis aktif di berbagai kegiatan akademis maupun non akademis. Penulis aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa Fateta (BEM-F) periode 2006-2007 sebagai staf pengabdian masyarakat, di Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (Himateta) IPB periode 2007-2008 sebagai kepala departemen kewirausahaan. Selain itu, penulis juga aktif dalam kegiatan sosial seperti pada kegiatan Kakak Asuh BEM-F sebagi ketua kegiatan dan Taman Belajar PPSDMSNurul Fikri sebagai koordinator kegiatan. Dalam perjalanan kehidupan kampus penulis berhasil menorehkan beberapa prestasi diantaranya adalah sebagai peserta Program Pembinaan Sumber Daya Manusia Strategis Nurul Fikri (PPSDMS-NF) 2006-2007. Penulis juga berhasil meraih juara 3 pada kompetisi Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) 2008 di Semarang. Dalam lingkup kewirausahaan, penulis mengembangkan bisnis Food and Beverage dengan merek mr.BrownCo. Sebagai syarat memperoleh gelar sarjana, penulis melakukan tugas akhir penelitian. Hasil kegiatan tersebut telah disusun dalam bentuk skripsi yang diberi judul “Rancangan dan Uji Kinerja Alat Distilasi Etanol dengan Metode Rektifikasi” di bawah bimbingan Dr. Leopold O. Nelwan S.TP, M.Si.
Sigit Susilo. F14104035. Rancangan dan Uji Kinerja Alat Distilasi Etanol dengan Metode Rektifikasi. Dibawah bimbingan: Leopold Oscar Nelwan. 2009
RINGKASAN
Pemanfaatan energi alternatif sedang digalakkan guna mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak (BBM), dimana salah satunya adalah pemanfaatan bioetanol. Bioetanol dapat digunakan untuk menggantikan bahan bakar bensin. Dalam pengembangan industri bioetanol, 50% lebih biaya produksi terdapat pada proses pemurnian sehingga bagian pemurnian sangat penting dalam proses produksi bioetanol. Distilator merupakan alat pemurnian campuran etanol-air menjadi komponen-komponennya. Metode dalam pemisahan terdiri dari dua jenis yaitu distilasi sitem batch dan distilasi sistem kontinyu. Perbedaan kedua metode ini adalah pada sistem pengumpanan bahan yang akan didistilasi serta kapasitas produksi. Penelitian ini bertujuan merancang alat distilasi etanol dengan metode rektifikasi dan menguji kinerja alat pada beberapa metode pengoperasian dan konsentrasi awal etanol. Penelitian dimulai pada bulan Maret sampai November 2008 di Laboratorium Metanium Leuwikopo dan laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Tahap penelitian dibagi dalam dua yaitu rancang bangun dan pengujian alat distilasi etanol. Prosedur perancangan meliputi : identifikasi masalah, analisis perancangan, pembuatan alat, uji kinerja dan analisis data. Uji kinerja alat distilasi dilakukan untuk mengetahui tingkat efisiensi alat dengan menggunakan tiga metode yaitu metode sistem batch tanpa refluks (BTR), metode batch dengan refluks (BR) dan metode kontinyu dengan refluks (KR). Sampel etanol yang digunakan yaitu etanol dengan konsentrasi 10% dan 30%. Hasil perancangan alat distilasi terdiri dari enam bagian utama, yaitu steam boiler, bottom column, kolom tray, feed tank, kondensor, dan pipa penampung distilat yang dilengkapi dengan pembagi distilat. Tabung steam boiler dirancang dengan ukuran diameter 15.24 cm dan tinggi 22 cm. Bagian atas dibentuk merucut kemudian disambung dengan pipa cabang tiga yang berfungsi sebagai tempat pemasukan air dan pipa penyaluran uap panas ke pipa spiral di dalam kolom bawah. Bagian pipa penyalur uap panas diberi katup untuk mengatur besar-kecilnya pengeluaran uap dari steam. Kolom bawah dirancang dari bahan stainless steel dengan diameter 15.24 cm, tebal 0.5 cm dan tinggi 26 cm. Didalam kolom bawah terdapat pipa tembaga yang berbentuk spiral dan plate berlubang. Pipa spiral terbuat dari bahan tembaga dengan panjang 3 m, diameter luar 6.5 cm dan tebal 1 cm. Kolom tray berfungsi sebagai unit pemisahan dengan sistem bertingkat. Kolom yang berisi tumpukan tray terdiri dari seksi enriching atau rectifying dan seksi stripping. Tray atau plate terbuat dari steinless steel dengan diameter 7.4 cm dengan satu lubang besar dan beberapa lubang kecil. Tray dalam kolom ini berjumlah 10 buah dengan jarak tiap tray adalah 10 cm. Bagian kolom sendiri
dirancang dari bahan steanless steel dengan diameter luar 7.62 cm, tebal 0.1 cm, dan tinggi 100 cm. Tangki pemasukan berfungsi untuk memasukkan bahan umpan yang akan didistilasi. Bahan tangki pemasukan terbuat dari gelas ukur berskala dua liter. Kondensor dirancang dari bahan stainless steel dengan ukuran diameter 5 cm, panjang 30 cm. Pipa didalam terdiri dari empat pipa kecil dengan ukuran diameter 0.5 cm, panjang 30 cm. Pipa didalam kondensor terdiri dari 4 pipa bertujuan untuk memperluas kontak uap etanol dengan air sehingga proses kondensasi dapat berlangsung sempurna. Hasil distilasi ditampung dalam pipa penampung distilat yang dirancang dari pipa stainless steel dengan diameter 5 cm dan panjang 10 cm. Pada pipa penampung ini dibuat dua percabangan yang berfungsi sebagai pembagi hasil. Percabangan pertama berfungsi sebagai saluran refluks sedangkan percabangan lainnya sebagai hasil atas distilasi. Perubahan suhu steam (Ts) terhadap waktu pada ketiga metode adalah konstan setelah katup dibuka, sedangkan perubahan suhu kondensat steam (Tsc) cenderung fluktuatif tetapi pada akhir pengujian menjadi konstan ketika seluruh uap steam yang keluar berupa uap panas. Perubahan suhu kolom bawah (T b) cenderung meningkat pada metode batch dengan semakin menurunnya konsentrasi dalam kolom bawah sedangkan metode kontinyu suhu T b konstan. Perubahan suhu di menara kolom tray (Tm) pada metode bacth menurun pada akhir pengujian karena etanol dalam sampel telah habis, sedangkan pada metode kontinyu suhu Tm konstan. Suhu air yang keluar dari kondensor (T co) lebih besar dari pada suhu air yang masuk ke dalam kondensor (Tci) karena adanya pindah panas dari uap etanol ke air sehingga terjadi kondensasi. Pengujian dengan metode refluks menghasilkan distilat dengan konsentrasi lebih tinggi dibandingkan dengan distilasi tanpa refluks yaitu pada metode KR.10 sebesar 94.84% dan metode BR.30 sebesar 97.6%. Kebutuhan energi untuk pemurnian etanol pada ketiga metode dengan menggunakan sampel etanol 10% dan 30% berbeda-beda. Pemurnian etanol dengan metode pertama yaitu BTR.10 dan BTR.30 membutuhkan energi sebesar 2043.509 kJ dan 2417.206 kJ untuk memurnikan satu liter etanol. Metode kedua yaitu BR.10 dan BR.30 membutuhkan energi sebesar 2307.406 kJ dan 5186.549 kJ. Sedangkan metode KR.10 dan KR.30 membutuhkan energi sebesar 7532.46 kJ dan 6956.37 kJ. Metode BR membutuhkan energi yang besar dibandingkan dengan metode BTR. Metode BR membutuhkan waktu 180 menit dan 450 menit, sedangkan metode BTR membutuhkan waktu 135 menit dan 165 menit. Energi yang terpakai per ml volume etanol setara etanol murni pada metode BTR.10, BR.10, dan KR.10 masing-masing adalah 48.96 kJ/ml, 106.33 kJ/ml, dan 37.29 kJ/ml, sedangkan pengujian dengan metode BTR.30, BR.30, dan KR.30 masing-masing adalah 16.91 kJ/ml, 23.21 kJ/ml, dan 21.18 kJ/ml.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini berjudul “Rancangan dan Uji Kenerja Alat Distilasi Etanol dengan Metode Rektifikasi”. Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak yang bersifat materiil, bimbingan maupun semangat. Oleh karena itu, penulis mengucapkan rasa penghargaan dan terima kasih kepada : 1. Kedua orang tua, kakak-kakakku tercinta dan segenap keluarga yang telah memberikan dukungan, doa dan semangat kepada penulis. 2. Dr. Leopold Oscar Nelwan, S.TP, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama pelaksanaan kegiatan penelitian dan dalam penyusunan skripsi ini. 3. Bagian Energi dan Elektrifikasi Pertanian atas biaya penelitian yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini. 4. Prof. Dr. Ir. Armansyah H. Tambunan, M.Agr Dan Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si yang telah bersedia meluangkan waktunya menjadi penguji pada ujian akhir penulis. 5. Kepada seluruh staf Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian yang telah memberikan bantuan peminjaman alat untuk pengujian. 6. Bapak Parma selaku teknisi bengkel METANIUM yang telah membantu dalam pembuatan alat pengering. 7. Mbak Rani, mbak Oni, mbak Meta selaku staf BRDST-BPPT Puspiptek, Sepong yang talah membantu dalam pengujian konsentrasi etanol. 8. Budi Septiawan yang telah banyak membantu dalam penelitian ini dari awal hingga akhir penyusunan skripsi. 9. Rekan–rekan di asrama PPSDMS-NF regional V Bogor atas dukungan dan inspirasi selama penelitian. 10. Rekan-rekan di WAKASIBA warid, kani, abah atas semangat dan kebersamaan selama penyusunan skripsi.
i
11. Rekan-rekan sejurusan atas kebersamaannya selama empat tahun di Teknik Pertanian. 12. Louis (Swiss German University) yang telah membantu selama pengujian yang penuh dengan semangat dan perjuangan. 13. Eni, dena, tuko, fadly, indra, irna, frima, heru, elvi, riska, cahya dkk atas bantuan dan dukungannya. 14. Seluruh pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, segala kritikan dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini.
Bogor,
Januari 2009
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................
i
DAFTAR ISI........................................................................................................
ii
DAFTAR TABEL................................................................................................ iii DAFTAR GAMBAR..........................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................
vi
I.
II.
PENDAHULUAN ...........................................................................
1
A.
Latar Belakang .........................................................................
1
B.
Tujuan Penelitian......................................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA....................................................................
3
A.
Etanol.......................................................................................
3
B.
Mutu Etanol…......………..........……………..........................
4
C.
Bioetanol...................................................................................
6
D.
Azeotrop...................................................................................
8
E.
Distilasi.................………................……………………........ 10 1. Teori Dasar Distilasi........................................................... 11 2. Proses Distilasi................................................................... 12 3. Distilasi Kontinyu dengan Refluks (Rektifikasi)..............
13
4. Rasio Refluks...................................................................... 14
III.
F.
Pindah Panas............................................................................ 15
G.
Konduksi Panas Dalam Silinder..............................................
16
METODE PENELITIAN ................................................................. 19 A.
Waktu Dan Tempat Penelitian .............................................. 19
B.
Bahan dan Alat....................................................................... 19
C.
Prosedur Penelitian................................................................. 20
D.
Rancangan Fungsional............................................................ 22
E.
Rancangan Struktural............................................................. 22
F.
Uji Kinerja........... .................................................................. 23
G.
Metode Pengujian ................................................................. 24
iii
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................... 31 A. Perancangan alat distilasi etanol dengan metode rektifikasi...... 31 B. Pengujian Alat Distilasi Etanol.. ............................................... 37 1. Distilasi sistem batch tanpa refluks...................................
38
2. Distilasi sistem batch dengan refluks................................. 40 3. Distilasi sistem kontinyu dengan refluks........................... 48 C. Perbandingan Perubahan suhu dan volume distilat pada tiga metode pengujian .............................................................. 53
V.
1. Pengujian dengan sampel etanol 10%...............................
53
2. Pengujian dengan sampel etanol 30%...............................
57
D.
Konsentrasi Hasil Pengujian. ................................................... 61
E.
Kebutuhan Energi untuk proses distilasi.................................. 64
KESIMPULAN DAN SARAN......................................................... 66 A.
Kesimpulan ............................................................................. 66
B.
Saran ........................................................................................ 66
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………….........…... 67 LAMPIRAN................ ........................................................................................ 69
iv
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Sifat fisika dan kimia etanol absolut dan etanol teknis……................... 3 Tabel 2. Syarat mutu etanol berdasarkan Standar Nasional Indonesia................
6
Tabel 3. Rancangan fungsional alat distilasi etanol............................................. 22 Tabel 4. Prosedur pengujian alat distilasi etanol.................................................. 26 Tabel 5. Penggunaan energi selama proses distilasi............................................. 64
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Constant Boiling Mixture.................................................................
8
Gambar 2. Diagram kesetimbangan, sistem etanol-air......................................
9
Gambar 3. Diagram titik didih etanol-air.......................................................... 10 Gambar 4. Hambatan panas pada tiga lapisan penyusun silinder ..................... 17 Gambar 5. Diagram alir prosedur penelitian..................................................... 20 Gambar 6. Rancangan alat distilasi etanol......................................................... 31 Gambar 7. Steam boiler...................................................................................... 32 Gambar 8. Kolom bawah.................................................................................
33
Gambar 9. Plate dalam kolom bawah.............................................................
33
Gambar 10. Pipa spiran tembaga......................................................................... 33 Gambar 11.Tray tampak samping........................................................................ 34 Gambar 12. Tangki penampung............................................................................. 35 Gambar 13. Kondensor........................................................................................ 36 Gambar 14. Pipa penampung .............................................................................. 36 Gambar 15. Selang refluks................................................................................... 37 Gambar 16. Perubahan suhu terhadap waktu pada metode BTR.10 ................. 39 Gambar 17. Penambahan volume distilat metode BTR.10
............................. 41
Gambar 18. Perubahan suhu terhadap waktu pada metode BTR.30 ................. 42 Gambar 19. Penambahan volume distilat metode BTR.30 .............................. 43 Gambar 20. Perubahan suhu terhadap waktu pada metode BR.10 ..................... 44 Gambar 21. Penambahan volume distilat metode BR.10 ................................. 45 Gambar 22. Perubahan suhu terhadap waktu pada metode BR.30 .................... 46 Gambar 23. Penambahan volume distilat metode BR.30 ..............................
47
Gambar 24. Perubahan suhu terhadap waktu pada metode KR.10 ..................... 48 Gambar 25. Penambahan volume distilat pada metode KR.10 ......................... 50 Gambar 26. Perubahan suhu terhadap waktu pada metode KR.30 ................... 51 Gambar 27. Perubahan volume distilat pada metode KR.30 ............................. 52 Gambar 28. Perbandingan perubahan suhu Ts sampel etanol 10%..................... 53 vi
Gambar 29. Perbandingan perubahan suhu Tsc sampel etanol 10%.................... 54 Gambar 30. Perbandingan perubahan suhu Tb sampel etanol 10%..................... 55 Gambar 31. Perbandingan perubahan suhu Tm sampel etanol 10%.................... 55 Gambar 32. Perbandingan volume distilat pada sampel etanol 10%................... 56 Gambar 33. Perbandingan perubahan suhu Ts sampel etanol 30%...................... 57 Gambar 34. Perbandingan perubahan suhu Tsc sampel etanol 30%.................... 58 Gambar 35. Perbandingan perubahan suhu Tb sampel etanol 30%..................... 58 Gambar 36. Perbandingan perubahan suhu Tm sampel etanol 30%.................... 59 Gambar 37. Perbandingan volume distilat pada sampel etanol 30%................... 60 Gambar 38. Konsentrasi distilat (top product) pada distilasi etanol…………... 61 Gambar 39. Konsentrasi produk bawah (bottom product) pada distilasi etanol.. 63 Gambar 40. Energi yang terpakai untuk distilasi................................................ 66
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman. Lampiran 1. Data pengujian metode BTR.10 ..................................................... 72 Lampiran 2. Data pengujian metode BTR.30 ..................................................... 73 Lampiran 3. Plot data pengujian BTR.10 dan BTR.30 ke diagram titik didih etanol-air ........................................................................................ 74 Lampiran 4. Data pengujian metode BR.10 ....................................................... 75 Lampiran 5. Data pengujian metode BR.30 ....................................................... 76 Lampiran 6. Plot data pengujian BR.10 dan BR.30 ke diagram titik didih etanol-air ........................................................................................ 78 Lampiran 7. Data pengujian metode KR.10 ....................................................... 79 Lampiran 8. Data pengujian metode KR.30 ....................................................... 80 Lampiran 9. Plot data pengujian KR.10 dan KR.30 ke diagram titik didih etanol-air ........................................................................................ 81 Lampiran 10. Tabel densitas etanol pada suhu dan konsentrasi berbeda ........... 82 Lampiran 11. Contoh perhitungan konsentrasi etanol......................................... 86 Lampiran 12. Perhitungan pipa tembaga………………………………………. 87 Lampiran 13. Analisis rancangan distilator …………………………………... 88 Lampiran 14. Perhitungan rancangan kondensor ……………………………… 96 Lampiran 15. Komponen distilator etanol …………………………………….. 99 Lampiran 16. Gambar tampak samping ……………………………………….. 100 Lampiran 17. Gambar kolom bawah ………………………………………….. 101
viii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penyediaan energi di masa depan merupakan permasalahan yang senantiasa menjadi perhatian semua bangsa karena kesejahteraan manusia dalam kehidupan modern sangat terkait dengan jumlah dan mutu energi yang dimanfaatkan. Penyediaan energi merupakan faktor yang sangat penting dalam mendorong pembangunan terutama bagi negara sedang berkembang seperti Indonesia. Seiring dengan meningkatnya pembangunan, kebutuhan akan energi
terus meningkat,
terutama
pembangunan di
sektor industri,
pertumbuhan ekonomi, dan pertumbuhan penduduk. Sampai saat ini, minyak bumi merupakan sumber energi yang utama dalam memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Selain itu minyak bumi juga berperan sebagai sumber devisa negara. Peranan minyak bumi yang besar tersebut terus berlanjut, sedangkan cadangan semakin menipis. Selain itu, produksi bahan bakar minyak (BBM) yang dilakukan melalui teknologi transformasi di dalam negeri, tidak mencukupi kebutuhannya. Pemanfaatan energi alternatif sedang digalakkan guna mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak (BBM), dimana salah satunya adalah pemanfaatan bioetanol. Bioetanol merupakan anhydrous alkohol yang berasal dari fermentasi jagung, sorgum, sagu, atau nira tebu, dan sejenisnya. Bioetanol dapat digunakan untuk menggantikan bahan bakar bensin. Kandungan dalam bioetanol adalah etanol (alkohol) yang sifatnya mudah menguap. Alkohol berupa larutan jernih tak berwarna, beraroma khas yang dapat diterima, berfasa cair pada temperatur kamar, dan mudah terbakar (Prihandana et al, 2007). Etanol dikategorikan dalam dua kelompok yaitu etanol berhidrat (etanol 95-96% v/v) dan etanol unhidrat (etanol > 99.6% v/v). Etanol kelompok kedua adalah etanol yang digunakan sebagai bahan bakar dan disebut fuel grade ethanol (FGE). Untuk memperoleh bioetanol dengan konsentrasi lebih tinggi dari 99,5% atau yang umum disebut fuel grade ethanol, masalah yang timbul adalah sulitnya memisahkan hidrogen yang terikat dalam struktur kimia
1
alkohol dengan cara distilasi biasa. Oleh karena itu, untuk mendapatkan fuel grade ethanol dilaksanakan pemurnian lebih lanjut dengan cara azeotropic distilation (Nurdyastuti, 2008). Pengembangan alat distilasi etanol sangat penting dalam industri bioetanol. Produk bioetanol hasil fermentasi mengandung alkohol yang rendah yaitu 8-10% alkohol. Oleh karena itu, untuk mendapatkan mutu bioetanol yang tinggi diperlukan proses pemurnian lebih lanjut dengan jalan distilasi bertingkat. Metode distilasi kontinyu dengan refluks (rektifikasi) merupakan salah satu metode distilasi yang cukup efisien diterapkan dalam skala industri. Metode ini menggunakan sejumlah stage yang disusun secara cascade sehingga akan meningkatkan proses pemisahan. Metode rektifikasi memiliki beberapa keuntungan yaitu 1). kapasitas operasi lebih besar, 2) biaya lebih murah, 3). laju distilasi konstan, dan 4). hasil distilasi memiliki tingkat konsentrasi lebih tinggi. Distilasi sistem batch umumnya digunakan dalam skala laboratorium dimana kapasitas yang digunakan relatif kecil dibandingkan sistem kontinyu. Laju distilasi dengan metode batch akan semakin menurun dengan semakin lamanya proses distilasi. Selain itu, perubahan suhu etanol didalam kolom distilasi akan semakin meningkat dengan semakin menurunnya konsentrasi etanol didalam bahan sampel. Sedangkan distilasi sistem kontinyu umumnya digunakan dalam skala industru dimana kapasitas relatif lebih besar. Prinsip distilasi kontinyu yaitu dengan mengalirkan bahan masuk dan bahan keluar secara kontinyu. Laju distilasi dan suhu pada kolom distilasi akan tetap karena aliran bahan umpan, produk atas dan bawah dialirkan secara kontinyu.
B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan merancang alat distilasi etanol dengan metode rektifikasi dan menguji kinerja alat pada beberapa metode pengoperasian dan konsentrasi awal etanol.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Etanol Etanol adalah salah satu senyawa alkohol dengan rumus kimia C2H5OH yang berupa cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap, memiliki bau yang sangat halus, dan rasa yang pedas. Secara umum etanol dibagi menjadi dua jenis yaitu etanol absolut dan etanol teknis (etanol 95 persen (v/v)). Sifat-sifat fisika dan kimia etanol absolut dan etanol teknis dapat dilihat pada Tabel 1. Etanol juga memiliki sifat dapat bereaksi dengan logam membentuk etoksida, dapat diesterifikasi dengan asam organik maupun anorganik menjadi ester, dapat bereaksi dengan gugus karbonil aldehida dan keton membentuk asetal serta dapat dioksidasi menjadi asetaldehida dan asam asetat dengan bantuan katalis (Kirk dan Othmer, 1985). Tabel 1. Sifat fisika dan kimia etanol absolut dan etanol teknis *) Parameter
Etanol absolut
Etanol teknis
Titik beku (°C)
-112,4
-
Titik didih (°C)
78,4
-
Spesific gravity
0,7851
-
Indeks bias ηD20
1,3633
1,3651
Viskositas pada 20°C (P)
0,0122
0,0141
Tegangan permukaan(dyne/cm)
22,3
22,8
Panas spesifik
0,581
0,618
Panas fusi (kal/gr)
24,9
-
Panas evaporasi (kal/gr)
204
-
Konduktivitas elektrik pada 25°C (ohm-1/cm)
1,35 x 10-9
-
*) Kirk dan Othmen (1985) Etanol sebagai produk agroindustri dapat dihasilkan melalui proses fermentasi dengan menggunakan bahan baku seperti : (a) bahan gula (nira tebu, tetes atau molasses), (b) bahan pati-patian (ubi kayu, ubi jalar, jagung), dan (c) bahan selulosa (kayu, jerami). Industri etanol di Indonesia pada umumnya menggunakan bahan baku tetes tebu (Saraswati, 1985). Tetes tebu
3
adalah hasil samping industri gula yang terdiri dari 35-40 persen sukrosa dan 15-20 persen gula invert (Kent, 1992). Proses pembuatan etanol dengan menggunakan tetes tebu lebih sederhana karena hanya mencakup proses fermentasi dan distilasi. Selama proses fermentasi, yeast (khamir) akan mengubah glukosa hasil hidrolisis menjadi etanol dan CO2 serta senyawa ikatan lain seperti aldehida, amil alkohol, butil alkohol, dan propil alkohol. Senyawa ikatan tersebut harus dipisahkan dari etanol sampai pada batas-batas tertentu untuk mencapai tingkat mutu yang baik (Saraswati, 1985). Senyawa ikatan tersebut dapat berupa asam organik, aldehida, ester, dan alkohol tingkat tinggi (minyak fusel) (Paturau, 1982).
B. Mutu Etanol Etanol dikategorikan dalam dua kelompok utama. Pertama, etanol 9596% v/v, disebut ”etanol berhidrat”, yang dibagi dalam tiga grade : (1) technical/raw sprit grade, digunakan untuk bahan bakar spiritus, minuman, desinfektan, dan pelarut; (2) industrial grade, digunakan untuk bahan baku industri dan pelarut; (3) potable grade, untuk minuman berkualitas tinggi. Kedua, etanol > 99,5% v/v, digunakan untuk bahan bakar. Jika dimurnikan lebih lanjut dapat digunakan untuk keperluan farmasi dan pelarut di laboratorium analisis. Etanol ini disebut fuel grade ethanol (FGE) atau anhydrous ethanol (etanol anhidrat) atau etanol kering, yaitu etanol yang bebas air atau hanya mengandung air minimal (Prihandana et al, 2007). Tjokroadikoesoemo (1986) menyatakan bahwa berdasarkan jenis dan manfaatnya, etanol digolongkan menjadi tiga golongan yaitu : (1) etanol prima, (2) etanol teknis, dan (3) etanol absolut. Etanol prima adalah etanol mutu tinggi dengan kadar 96-96,5% (v/v), disebut juga etanol murni dengan kadar minyak fusel yang sangan rendah (di bawah 10 mg/l). Etanol ini biasanya digunakan untuk minuman keras mutu tinggi, industri farmasi, dan industri kosmetik. Etanol teknis adalah etanol dengan kadar 92 - 94% (v/v) dan memiliki kadar minyak fusel antara 15-30 mg/l. Etanol teknis ini digunakan dalam industri untuk bahan bakar, bahan pelarut organik, bahan
4
baku spiritus, dan bahan antara produk lain. Etanol absolut adalah etanol dengan kadar yang sangat tinggi (lebih dari 96,5% (v/v)) dan digunakan untuk pembuatan obat-obatan, bahan pelarut, dan bahan antara produksi senyawa lain. Paturau et al. (1982) menggolongkan mutu etanol menjadi 4 golongan yaitu : (1) etanol industri, (2) spiritus, (3) etanol murni, dan (4) etanol absolut. Etanol industri adalah etanol dengan kadar 96,5ºGL biasanya digunakan untuk industri dan tujuan lain seperti sebagai pelarut, bahan bakar, serta untuk bahan baku produksi senyawa kimia lain. Etanol industri biasanya didenaturasi oleh 0,5-1% piridin kasar dan biasanya diwarnai dengan metil violet supaya mudah dikenali. Spiritus adalah etanol industri asli yang telah didenaturasi dan diwarnai dengan kadar 88ºGL. Spiritus digunakan untuk bahan bakar pemanasan dan penerangan. Etanol murni adalah suatu jenis etanol dengan kadar 96,0-96,5ºGL yang digunakan terutama untuk industri farmasi dan kosmetik serta untuk minuman beralkohol sedangkan etanol absolut adalah etanol dengan kadar yang sangat tinggi yaitu 99,7-99,8ºGL. Mutu etanol sangat dipengaruhi oleh tingkat konsentrasinya (kadar etanol dan senyawa ikatan yang terlarut didalamnya). Parameter mutu yang menentukan mutu etanol bedasarkan SNI diantaranya adalah kadar etanol, kadar asam, kadar minyak fusel, kadar aldehida, uji barbet, warna, kejernihan, dan bau (SNI, 1994). Kadar etanol merupakan perbandingan antara jumlah etanol dengan jumlah total larutan dan dinyatakan dalam (b/b) atau (v/v). Selain itu juga kadar etanol dinyatakan dengan ukuran derajat Gay Lussac (ºGL) (Paturau, 1982). Kadar asam larutan etanol didasarkan pada kadar asam asetat (komponen utama asam) walaupun sebenarnya dalam proses fermentasi etanol ini tidak hanya asam asetat yang dibentuk, tetapi juga asam organik lain seperti asam sulfinat (Prave et al, 1987). Asam asetat disebut juga dengan asam etanoat yang merupakan gugus dari asam karboksilat dengan rumus kimia CH3COOH (Russel, 1992). Semakin rendah kadar asam asetat dalam larutan etanol maka semakin baik mutu etanol yang dihasilkan karena
5
konsentrasi etanol semakin tinggi. SNI menetapkan bahwa kadar asam (asam asetat) larutan etanol ”prima super” maksimal 15 mg/l. Aldehida merupakan senyawa organik yang mengandung gugus karbonil dengan satu gugus alkil dan satu hidrogen yang terikat pada karbon karbonil serta memiliki rumus umum R-COH (Russel, 1992). SNI menetapkan bahwa kadar aldehida (asetaldehida) untuk etanol ”prima super” maksimal 4 mg/l. Uji kualitatif untuk mengetahui ada/tidaknya senyawa ikatan etanol yang mudah dioksidasi oleh KMnO4 (diantaranya adalah asetaldehida) adalah uji barbet. SNI menetapkan bahwa uji barbet untuk etanol bermutu ”prima super” minimal 20 menit. Secara lengkap persyaratan mutu berdasarkan SNI 06-3565-1994 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Syarat mutu etanol berdasarkan Standar Nasional Indonesia *) Spesifikasi
Kualitas Prima Super
Prima I
Prima II
maks 96.8% (v/v)
min 96,1 % (v/v)
min 95 % (v/v)
min 20 menit
min 8 menit
-
Minyak fusel
maks 4 mg/l
maks 15 mg/l
-
Aldehida(sebagai asetaldehida)
maks 4 mg/l
maks 15 mg/l
-
-
-
-
maks 15 mg/l
maks 30 mg/l
maks 60 mg/l
maks 50 mg/l
maks 50 mg/l
maks 50 mg/l
-
-
-
Kadar etanol
min 96,3 % (v/v) Bahan yang dapat dioksidasi (uji barbet)
Logam berat Keasaman (sebagai asam asetat) Sisa penguapan Metanol
*) Standar Nasional Indonesia (1994)
C. Bioetanol Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme. Bioetanol dibuat dengan bahan baku bahan bergula seperti tebu, nira aren,
6
bahan berpati seperti jagung, dan ubi-ubian, bahan berserat yang berupa limbah pertanian masih dalam taraf pengembangan di negara maju Hutrindo (2006) menyatakan bahwa bioetanol merupakan senyawa pengganti bensin yang terbentuk melalui proses fermentasi. Gasohol yang merupakan campuran 10 persen bioetanol dengan bensin menunjukkan karakteristik yang hampir sama dengan bensin pertamax. Bahkan hasil uji coba gasohol pada kendaraan bermesin bensin menunjukkan kualitas emisi gas hasil pembakarannya menjadi 30-40 persen lebih baik. Namun bioetanol hanya memiliki dua-pertiga energi bensin, karena itu penggunaan bioetanol murni pada kendaraan bermesin bensin akan menimbulkan masalah. Hal ini dapat diatasi dengan mengubah desain mesin dan reformulasi komposisi bahan bakar. Alkohol merupakan bahan bakar yang bersih, hasil pembakaran menghasilkan CO2 dan H2O. Penambahan bahan yang mengandung oksigen pada sistem bahan bakar akan mengurangi emisi gas CO yang sangat beracun dari sisa pembakaran. Aditif MTBE pada mulanya dipergunakan untuk meningkatkan nilai oktan, namun saat ini dilarang dipergunakan. MTBE dapat dideteksi dan menyebabkan pencemaran pada air tanah sehingga alkohol merupakan alternatif yang menarik untuk mengurangi emisi gas CO. Penggunaan alkohol murni dibanding dengan bensin secara umum akan mengurangi kadar CO2 hingga 13% karena merupakan hasil dari pertanian. Seperti
diketahui
produk
pertanian
memerlukan
gas
CO2
untuk
metabolismenya. Penggunaan alkohol bukan tanpa masalah pada lingkungan hidup, dimana VOC atau komponen bahan organik mudah menguap meningkat, kebutuhan lahan pertanian dikhawatirkan akan mengurangi jumlah hutan dan tentunya akan bersaing dengan kebutuhan makanan. Pada umumnya alkohol ditambahkan dalam bensin sebanyak 10% atau dikenal dengan E10. Maksud penambahan pada mulanya untuk mengurangi emisi gas CO dan sedikit meningkatkan nilai oktan. Namun penambahan ini menjadi bernilai ekonomis ketika harga minyak bumi mencapai 80 USD per barel. Alkohol yang ditambahkan harus bebas dari kandungan air untuk melindungi mesin mobil dari korosi dan kerusakan bahan packing dari
7
polimer. E10 dapat langsung dipergunakan pada mobil tanpa banyak perubahan. Campuran E85 dengan etanol 85%, bensin 15%, dipergunakan untuk mobil khusus untuk bahan bakar etanol. Jumlah bensin 15% diperlukan karena etanol kurang mudah menguap sehingga pada suhu dingin kesulitan untuk menyalakan mesin. Keluhan dari beberapa pengguna bensin-etanol adalah harus sering menguras air dari tangki minyak, etanol cenderung menyerap air dan air terpisah dalam tangki. Selain itu, energi menjadi berkurang atau jumlah bahan bakar bertambah, karena etanol telah mengandung oksigen.
D. Azeotrop Hidayat (2007) menyatakan bahwa azeotrop merupakan campuran dua atau lebih komponen pada komposisi tertentu dimana komposisi tersebut tidak dapat berubah hanya melalui distilasi biasa. Ketika campuran azeotrop dididihkan, fasa uap yang dihasilkan memiliki komposisi yang sama dengan fasa cairnya. Campuran azeotrop ini sering disebut juga constant boiling mixture karena komposisinya yang senantiasa tetap jika campuran tersebut dididihkan. Untuk lebih jelasnya, perhatikan Gambar 1 berikut :
Gambar 1. Constant boiling mixture
8
Titik A pada pada kurva merupakan boiling point campuran pada kondisi sebelum mencapai azeotrop. Campuran kemudian dididihkan dan uapnya dipisahkan dari sistem kesetimbangan uap cair (titik B). Uap ini kemudian didinginkan dan terkondensasi (titik C). Kondensat kemudian dididihkan, didinginkan, dan seterusnya hingga mencapai titik azeotrop. Pada titik azeotrop, proses tidak dapat diteruskan karena komposisi campuran akan selalu tetap. Pada gambar di atas, titik azeotrop digambarkan sebagai pertemuan antara kurva saturated vapor dan saturated liquid (ditandai dengan garis vertikal putus-putus) (Hidayat, 2007). Sebagai contoh kita dapat memperhitungkan sistem etanol-air. Bentuk ini adalah azeotrop pada titik didih minimum yang homogen pada konsentarasi 0.8943 mol fraksi etanol, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2 dan 3 dibawah ini :
Gambar 2. Diagram kesetimbangan, sistem etanol-air
9
Gambar 3. Diagram titik didih etanol-air
Pemisahan komponen-komponen yang mempunyai titik didih hampir sama sulit dicapai dengan distilasi sederhana, walaupun jika campuran itu ideal, dan pemisahan yang sempurna kadang-kadang sama sekali tidak mungkin karena pembentukan azeotrop. Pemisahan campuran asal dapat dibantu dengan menambahkan pelarut yang membentuk azeotrop dengan salah satu komponen kunci. Proses ini disebut distilasi azeotropik.
Salah satu
contoh distilasi azeotropik ialah penggunaan benzene untuk memisahkan etanol dan air secara sempurna, dimana air dan etanol membentuk azeotrop bertitik didih rendah yang mengandung 95,6% bobot etanol. (McCabe et al, 1999)
E. Distilasi Istilah distilasi sederhana umumnya berkaitan dengan pemisahan suatu campuran yang terdiri dari dua atau lebih cairan melalui pemanasan. Pemanasan dimaksudkan untuk menguapkan komponen-komponen yang lebih mudah menguap (titik didih lebih rendah) dan kemudian uap yang diperoleh dikondensasi kembali menjadi cair dan kemudian ditampung dalam suatu bejana penerima (Cook dan Cullen, 1986).
10
Unit operasi distilasi merupakan metode yang digunakan untuk memisahkan komponen-komponen yang terdapat dalam suatu larutan atau campuran dan tergantung pada distribusi komponen-komponen tersebut antara fasa uap dan fasa cair. Semua komponen tersebut terdapat dalam fasa cairan dan uap. Fasa uap terbentuk dari fasa cair melalui penguapan (evaporasi) pada titik didihnya (Geankoplis, 1983). Syarat utama dalam operasi pemisahan komponen-komponen dengan cara distilasi adalah komposisi uap harus berbeda dari komposisi cairan dengan
terjadi
keseimbangan
larutan-larutan,
dengan
komponen-
komponennya cukup dapat menguap. Suhu cairan yang medidih merupakan titik didih cairan tersebut pada tekanan atmosfer yang digunakan (Geankoplis, 1983). Distilasi dilakukan melalui tiga tahap: evaporasi yaitu memindahkan pelarut sebagai uap dari cairan; pemisahan uap-cairan di dalam kolom, untuk memisahkan komponen dengan titik didih lebih rendah yang lebih volatil dari komponen lain yang kurang volatil; dan kondensasi dari uap, untuk mendapatkan fraksi pelarut yang lebih volatil.
1. Teori Dasar Distilasi Titik didih dapat didefiniskan sebagai nilai suhu pada tekanan atmosfir atau ada tekanan tertentu lainnya, dimana cairan akan berubah menjadi uap atau suhu pada tekanan uap dari cairan tersebut sama dengan tekanan gas atau uap yang berada di sekitarnya. Jika dilakukan proses penyulingan pada tekanan atmosfir maka tekanan uap tersebut akan sama dengan tekanan air raksa dalam kolom setinggi 760 cmHg. Berkurangnya tekanan pada ruangan di atas cairan akan menurunkan titik didih. Sebaliknya peningkatan tekanan di atas permukaan cairan akan menaikkan titik didih cairan tersebut (Guenther, 1987). Perbedaan sifat campuran suatu fase dengan campuran dua fase dapat dibedakan secara jelas jika suatu cairan menguap, terutama dalam keadaan mendidih. Pada suhu tertentu molekul-molekul cairan tersebut memiliki energi tertentu dan bergerak bebas secara tetap dan dengan
11
kecepatan tertentu. Tetapi setiap molekul dalam cairan hanya bergerak pada jarak pendek sebelum dipengaruhi oleh molekul-molekul lain, sehingga arah geraknya diubah. Setiap molekul pada lapisan permukaan yang bergerak ke arah atas akan meninggalkan permukaan cairan dan akan menjadi molekul uap. Molekul-molekul uap tersebut akan tetap berada dalam gerakan yang konstan, dan kecepatan molekul-molekul dipengaruhi oleh suhu pada saat itu (Guenther, 1987). Kondensasi atau proses pengembunan uap mejadi cairan, dan penguapan suatu cairan menjadi uap melibatkan perubahan fase cairan dengan koefisien pindah panas yang besar. Kondensasi terjadi apabila uap jenuh seperti steam bersentuhan dengan padatan yang temperaturnya di bawah temperatur jenuh sehingga membentuk cairan seperti air (Geankoplis, 1983).
2. Proses Distilasi Menurut Brown (1984) dalam prakteknya ada berbagai macam proses distilasi. Hal ini disebabkan oleh keadaan-keadaan tertentu untuk pemisahan komponen dalam suatu campuran seperti perbedaan titik didih antar komponen yang cukup besar atau kecil dan tingkat kamurnian yang diinginkan terhadap produk yang dihasilkan. Proses-proses distilasi yaitu proses distilasi normal, proses distilasi bertingkat dan proses distilasi vakum. Proses distilasi normal yaitu suatu proses distilasi dengan menggunakan tekanan atmosfer. Pada proses ini titik didih campuran cukup besar perbedaannya, sehingga proses pemisahannya mudah dikerjakan. Sebagai contoh yaitu campuran benzen dan toluen. Benzene pada tekanan 760 mmHg, titik didihnya 176.2ºC, sedangkan toluen pada tekanan 760 mmHg, titik didihnya adalah 231.1ºC. Proses penyulingan juga temasuk dalam kelompok proses distilasi normal. Proses distilasi bertingkat yaitu suatu proses distilasi dengan letak pengambilan hasil bertingkat-tingkat atau setelah didistilasi, hasilnya didistilasi lebih lanjut untuk memperoleh konsentrasi yang lebih baik. Proses ini banyak dipakai dalam bidang minyak bumi, juga pada proses
12
distilasi campuran azeotrop dengan menambahkan komponen ketiga yang dapat larut dalam salah satu komponen pada campuran tersebut. Proses distilasi vakum yaitu suatu proses distilasi dengan menggunakan tekanan yang sangat rendah (vakum), pada proses ini titik didih campuran yang akan dipisahkan mendekati sehingga pemisahannya menjadi sulit. Kemudian dengan jalan mengubah tekanan operasi akan memberikan perubahan tekanan uap masing-masing komponen, sehingga pemisahan dapat dijalankan, sebagai contoh campuran air dengan air berat.
3. Distilasi Kontinyu dengan Refluks (Rektifikasi) Perkayaan arus uap di dalam kolom, yang berada dalam kontak dengan refluks disebut rektifikasi (rectification). Dalam hal ini tidak menjadi soal dari mana asal refluks itu, yang penting konsentrasi komponen bertitik didih rendahnya harus cukup besar untuk mnghasilkan produk yang dikehendaki. Sumber refluks biasanya berasal dari kondensat yang keluar dari kondensor (McCabe et al,1999). Kondensat dalam pipa penampung dibagi menjadi dua produk yaitu produk atas (distilat) dan refluks yang dikembalikan ke dalam kolom. Metode rektifikasi adalah metode modern yang digunakan di laboratorium maupun di pabrik. Metode ini sangat efisien untuk sekala besar yang menghendaki hasil distilasi berupa komponen-komponen yang hampir murni. Kolom fraksionasi kontinyu terdiri dari beberapa piringan (tray) yang meliputi piring umpan, seksi rektifikasi, dan seksi pelucutan. Piring umpan adalah piringan dimana umpan dimasukkan. Istilah piring umpan yaitu sebagai feed plate atau feed stage dan dilambangkan sebagai tray ”f”. Piringan-piringan diatas piring umpan disebut piringan-piringan pada seksi rektifikasi (enriching) yang dilambangkan dengan ”n”, sedangkan piringan-piringan dibawah piring umpan termasuk piring umpan itu sendiri disebut
piringan-piringan
pada
seksi
pelucutan
(stripping)
yang
dilambangkan dengan ”m”.
13
4. Rasio Refluks Rasio refluks didefinisikan sebagai rasio antara jumlah mol uap yang diubah menjadi cairan yang dikembalikan ke dalam kolom fraksionasi dengan jumlah mol cairan yang dikumpulkan sebagai distilat dalam waktu tertentu. Rasio refluks seharusnya divariasikan sesuai dengan tingkat kesulitan pemisahan fraksionasi. Operasi pemisahan berefisiensi tinggi memerlukan rasio refluks yang tinggi (Furniss et al. 1984). Menurut Earle (1969), kolom distilasi berfungsi sebagai tempat cairan mendidih dan menguap dan dari tahap di atas terjadi pengembunan di dalam keseimbangan kadua aliran cairan mendidih dan uap yang diperoleh. Keseimbangan massa dapat dibuat untuk keseluruhan kolom. Oleh karena itu, kolom distilasi yang umumnya dijumpai di dalam industri pangan dan kondisi operasinya agak rumit, hal ini disebabkan dimasukkannya umpan dan kembalinya cairan mendidih dan uap ke dalam kolom. Menurut Cook dan Cullen (1987), rasio refluks adalah jumlah liter (kg) cairan yang ditampung dalam wadah penampung. Umumnya semakin tinggi nilai rasio refluks maka semakin besar efisiensi proses pemisahan. Ada dua macam rasio refluks yang biasa digunakan. Yang pertama adalah rasio refluks terhadap hasil-atas, dan yang kedua adalah rasio refluks terhadap uap (aliran uap komponen). Kedua rasio ini menunjukkan kuantitas yang terdapat pada bagian rektifikasi. Persamaan-persamaan rasio refluks adalah : 𝐿
𝑅𝐷 =
𝐷
𝑅𝑉 =
𝑉
dimana: RD
𝐿
=
𝑉−𝐷
...............................................................
(1)
= 𝐿+𝐷 ................................................................
(2)
𝐷
𝐿
: Rasio refluks distilate
RV
: Rasio refluks vapor
L
: Liquid
D
: Distilate 14
F. Pindah Panas Pindah panas adalah proses yang dinamis yaitu panas dipindahkan secara spontan dari satu bahan ke bahan lain yang lebih dingin (Earle, 1969). Kecepatan pindah panas tergantung pada perbedaan suhu antara kedua bahan, semakin besar perbedaan suhu antara kedua bahan, maka semakin besar kecepatan pindah panas antara kedua bahan tersebut. Perbedaan suhu antara sumber panas dan penerima panas merupakan gaya tarik dalam pindah panas. Peningkatan perbedan suhu akan meningkatkan gaya tarik sehingga meningkatkan kecepatan pindah panas. Perpindahan panas dapat melalui tiga cara yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi. Konduksi adalah transfer energi dari partikel yang memiliki energi lebih besar ke partikel yang berenergi lebih kecil yang merupakan interaksi antara partikel-partikel (Cengel, 2003). Konduksi dapat terjadi pada benda padat, cair, dan gas. Contoh konduksi adalah pindah panas melalui dinding padat pada ruangan pendinginan. Konveksi adalah cara pindah panas dengan pergerakan sekelompok molekul di dalam bahan cair (Earle, 1969). Kumpulan molekul tersebut mungkin bergerak akibat perubahan kerapatan atau akibat pergerakan bahan cair. Contoh pindah panas secara konveksi adalah proses pemanasan air didalam kuali tertutup tanpa pengadukan, perubahan kerapatan menyebabkan pindah panas dengan konveksi alamiah. Apabila dengan pengadukan, maka pindah panas terjadi secara paksa. Radiasi adalah perpindahan energi panas dengan gelombang elektromagnit, yang memindahkan energi panas dari satu bahan ke bahan lain dengan cara yang sama dengan dengan cara memindahkan energi cahaya dengan gelombang cahaya elektromaknit (Earle, 1969). Perpindahan panas secara radiasi merupakan gejala rambatan gelombang elektromagnetik. Karena hal tersebut, maka perpindahan energi panas secara radiasi tidak memerlukan zat perantara dan merambat secepat cahaya ( Kamil dan Pawito, 1983).
15
G. Konduksi Panas Dalam Silinder Konduksi panas yang mantap melalui pipa berisi aliran air panas, panas secara kontinyu akan hilang keluar melalui dinding pada pipa. Arah pindah panas melalui pipa secara normal dari dalam pipa ke permukaan pipa dan pindah panas di dalam pipa pada arah yang lain tidak terlalu penting. Dinding pipa yang ketebalannya sedikit lebih kecil, terpisah pada dua larutan yang berbeda suhu, maka gradien temperatur pada arah radial akan relatif besar. Selanjutnya, jika suhu larutan di dalam dan di luar pipa konstan, maka pindah panas yang melalui pipa adalah tetap (steady). Pada operasi steady, tidak ada perubahan temperatur terhadap waktu pada beberapa titik pada pipa. Oleh karena itu, nilai pindah panas didalam pipa harus sama dengan nilai pindah panas di luar pipa. Dalam kata lain, pindah panas yang melalui pipa harus konstan, Qcond,cyl = konstan. 𝑄𝑐𝑜𝑛𝑑 ,𝑐𝑦𝑙 =
𝑅𝑐𝑦𝑙 =
𝑇1 − 𝑇2
....................................................................................
(3)
...........................................................................................
(4)
𝑅𝑐𝑦𝑙
𝑟 ln ( 2) 𝑟1
2𝜋𝐿𝑘
dimana : Q cond,cyl
: Pindah panas konduksi pada silinder (W)
T1
: Suhu dalam pipa (°C)
T2
: Suhu luar pipa (°C)
Rcyl
: Jari-jari silinder (m)
r1
: Jari-jari dalam (m)
r2
: Jari-jari luar (m)
L
: Panjang silinder (m)
k
: Konduktifitas panas (W/m.°C)
Silinder dengan beberapa lapisan (tiga lapisan) memiliki total thermal resistance seperti pada persamaan 6.
16
Sumber : Heat transfer a practical approach
Gambar 4. Hambatan panas pada tiga lapisan penyusun silinder
𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑅𝑐𝑜𝑛𝑣 ,1 + 𝑅𝑐𝑦𝑙 ,1 + 𝑅𝑐𝑦𝑙 ,2 + 𝑅𝑐𝑦𝑙 ,3 + 𝑅𝑐𝑜𝑛𝑣 ,2 ............................
𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 =
1 1 𝐴1
dimana : h1
+
ln (𝑟2 /𝑟1 ) 2𝜋𝐿𝑘 1
+
ln (𝑟3 /𝑟2 ) 2𝜋𝐿𝑘 2
+
ln (𝑟4 /𝑟3 ) 2𝜋𝐿𝑘 3
+
1 2 𝐴4
.......................
(5)
(6)
: Koefisien pindah panas di dalam pipa (W/m2.°C)
h2
: Koefisien pindah panas di luar pipa (W/m2.°C)
A1
: Luas permukaan pipa dalam (m2)
A4
: Luas permukaan pipa luar (m2)
r1, r2, r3, r4 : Jari-jari lapisan penyusun silinder (m) Overall heat transfer coefficient dapat digunakan untuk menghitung total perpindahan panas yang melalui dinding atau kontruksi heat exchanger. Koefisien overall heat transfer tergantung pada larutan dan kandungan pada kedua sisi dinding, serta kandungan pada dinding dan permukaan transmisi.
17
𝑄 = 𝑈𝐴𝛥𝑇
𝑄=
𝛥𝑇 𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
.....................................................................................
(7)
......................................................................................
(8)
Dimana U adalah overall heat transfer coefficient (W/m2.°C).
18
III. METODE PENELITIAN
A Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai November 2008 dan bertempat di Laboratorium Metanim Leuwikopo dan laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.
B Bahan dan Alat 1. Bahan Bahan Konstruksi
: - Tabung stainless steel diameter 6 inchi - Tabung stainless steel diameter 3 inchi - Tabung stainless steel diameter 2 inchi - Plat besi - Pipa stainless steel beberapa ukuran - Mur dan skrup - Besi siku, double naple - Elektroda stainless steel dan besi - Gelas ukur 2 liter - Termometer - Isolator dan selang plastik - Katup ukuran ¼ inch dan ¾ inch - Pompa air - Hot plate dan kompor gas
Bahan Pengujian
: - Etanol 70% - Aquades
2. Alat Peralatan yang digunakan selama melakukan penelitian ini terdiri dari : a
Mesin las
b
Peralatan bengkel
c
Komputer
19
d
Software autocad
e
Alkoholmeter dan piknometer
f
Termometer
C Prosedur Penelitian Penelitian ini dibagi dalam dua tahap yaitu rancang bangun alat distilasi etanol dan pengujian alat distilasi yang telah dibuat. Diagram alir prosedur penelitian ini meliputi : identifikasi masalah, analisis perancangan, pembuatan alat, uji kinerja dan analisis data. Mulai
Identifikasi Masalah
Analisis Perancangan
Pembuatan Alat
Pengujian Kinerja
Modifikasi
Tidak
Alat Beroperasi Ya Laporan
Selesai
Gambar 5. Diagram alir prosedur penelitian 20
1. Identifikasi Masalah Mengidentifikasi masalah-masalah yang muncul pada penggunaan alat distilasi etanol untuk dilakukan perbaikan atau perancangan desain baru sesuai dengan permasalahan yang ditemui. 2. Analisis Perancangan Analisis perancangan digunakan untuk menentukan kebutuhan komponen-komponen yang digunakan untuk membuat alat distilasi etanol. Analisis ini terdiri dari analisis fungsional dan analisis struktural yang dilengkapi dengan analisis teknik. Dalam analisis fungsional dilakukan penentuan komponen-komponen yang diperlukan untuk membuat alat distilasi etanol dengan metode rektifikasi. Sedangkan analisis struktural menentukan bentuk dan komponen-komponen yang sesuai dengan besarnya kebutuhan bahan yang digunakan. 3. Pembuatan Alat Distilasi Etanol Pembuatan
alat
distilasi
dilakukan
di
Bengkel
Metanium,
Laboratorium Lapang Leuwikopo, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 4. Uji Kinerja Uji kinerja bertujuan untuk mengetahui kinerja alat distilasi yang sudah dirancang apakah sudah berfungsi sebagaimana yang diharapkan serta mengetahui tingkat efisiensi alat distilasi dengan metode rektifikasi. 5. Alat Beroperasi Hasil pengujian kinerja adalah mengetahui kinerja alat yang sudah dirancang apakah dapat beroperasi atau tidak dapat beroperasi. Apabila tidak dapat beroperasi sesuai prinsip distilasi maka perlu dilakuan perbaikan kembali atau modifikasi tetapi jika sudah dapat beroperasi maka dilakukan pembuatan laporan penelitian.
21
D. Rancangan Fungsional
Tabel 3. Rancangan fungsional alat distilasi etanol No 1
Bagian Alat Steam Boiler
Fungsi Sumber panas pada alat distilasi yaitu dengan mentransfer uap panas melalui koil pemanas
2
Koil Pemanas
Memanaskan
bahan
etanol
yang
akan
didistilasi sehingga bahan etanol-air dapat dipisahkan berdasarkan perbedaan titik didih. 3
Kolom Bawah
Tempat bahan etanol-air dipanaskan, bagian ini dilengkapi termometer untuk mengecek suhu etanol
4
Kolom Tray
Menyalurkan aliran uap etanol yang cepat untuk disalurkan ke dalam pipa pendingan dan kondensor
5
Kondensor
Penukar
panas
dimana
sistem
kerjanya
dengan menyerap panas dari bahan etanol yang menguap sehingga akan mengembun kembali. 6
Penampung distilat
Menampung
distilat
etanol
yang
sudah
dimurnikan
E. Rancangan Struktural Alat distilasi ini terdiri dari enam komponen penting yaitu : steam boiler, kolom bawah, kolom tray, kondensor, pipa pendingin, dan tangki penampung distilat. Kapasitas alat distilasi etanol yang di rancang adalah tiga liter bahan etanol. Struktur alat distilasi meliputi : 1. Steam Boiler Steam boiler berfungsi untuk memanaskan air hingga menghasilkan uap panas dan selanjutnya mengalirkannya ke dalam kolom bawah melalui pipa spiral yang berfungsi sebagai koil pemanas. Sumber pemanas steam
22
boiler adalah kompor listrik atau kompor gas yang diletakkan dibawah tangki steam. 2. Koil Pemanas Koil pemanas berfungsi memanaskan bahan etanol yang akan didistilasi sehingga bahan etanol-air dapat dipisahkan berdasarkan perbedaan titik didih. Koil pemanas terbuat dari pipa tembaga dengan panjang 300 cm, diameter 6.5 cm dan tebal 1 cm. 3. Kolom Bawah Kolom bawah terbuat dari pipa stainless steel dengan diameter luar 15.24 cm, tebal 0.5 cm, tinggi 20 cm. Kolom bawah berfungsi sebagai tempat memanaskan etanol yang akan didistilasi. 4. Kolom Tray Kolom tray terbuat dari pipa stainless steel dengan diameter luar 7.62 cm, tebal 0.2 cm serta panjang 100 cm. Kolom tray dilengkapi dengan piringan yang terbuat dari bahan plat stainless steel dengan ketebalan 0.2 cm yang disertai lubang-lubang kecil. Kolom tray berfungsi sebagai pemurni etanol dengan menggunakan sistem tray yang dipasang secara bertingkat-tingkat. 5. Kondensor Kondensor terbuat dari bahan pipa stainless steel dengan diameter luar 5 cm, tebal 0,2 cm dan panjang 30 cm. Kondensor berfungsi sebagai penukar panas yaitu dengan menyerap panas dari uap etanol ke air yang melewati kondensor sehinggi terjadi proses kondensasi. 6. Tangki Penampung Distilat Tangki ini berfungsi untuk menampung bahan etanol hasil distilasi. Pada tangki ini dibagi menjadi dua saluran yaitu saluran refluks dan saluran hasil atas (top product). Pembagi aliran etanol dalam tangki penampung distilat yaitu dengan menggunakan katup.
23
F. Uji Kinerja Pengujian kinerja alat distilasi ini adalah untuk mengetahui tingkat efisiensi alat berdasarkan tujuan penelitian. Parameter yang digunakan dalam pengujian alat distilasi etanol dengan metode rektifikasi adalah : 1. Konsentrasi Etanol Dalam pengujian alat digunakan bahan etanol 70% yang terdapat dipasaran. Sebelum dilakukan distilasi, bahan etanol ini diencerken dengan menambahkan aquades hingga diperoleh konsentrasi etanol 10% dan 30%. Penentuan konsentrasi awal bertujuan untuk mengetahui besarnya tingkat efisiensi dari alat ini untuk memurnikan bahan etanol. 2. Suhu Suhu dalam proses distilasi sangat menentukan tingkat keberhasilan dalam proses pemurnian bahan. Titik didih etanol adalah 78.5ºC sedangkan titik didih air yaitu pada 100ºC. Dalam proses distilasi, suhu kolom bawah harus dijaga agar tetap konstan yaitu pada titik didihnya sehingga air dalam campuran etanol tidak ikut menguap. 3. Laju Distilasi Laju distilasi digunakan untuk mengetahui kecepatan proses distilasi yang terjadi. Cara perhitungannya adalah dengan membagi banyaknya etanol hasil distilasi dibagi dengan lamanya proses distilasi.
G. Metode Pengujian Pengujian data terdiri dari tiga metode yaitu metode sistem batch tanpa refluks (BTR), metode batch dengan refluks (BR) dan metode kontinyu dengan refluks (KR). Dari setiap metode pengujian menggunakan sampel etanol yang berbeda yaitu etanol dengan konsentrasi 10% dan etanol 30%.
1. Distilasi sistem batch tanpa refluks (BTR) Distilasi sistem batch adalah distilasi yang dilakukan dengan cara memasukkan umpan ke dalam kolom pada permulaan operasi dan proses pemanasan dilakukan terus menerus hingga etanol habis. Selama proses distilasi, jumlah cairan dalam kolom bawah akan semakin menurun.
24
Komponen yang lebih volatil akan berkurang jumlahnya dalam residu yang tertinggal dalam kolom, dan sebaliknya, komponen yang kurang volatil akan meningkat konsentrasinya dalam residu. Metode
ini
menggunakan sampel etanol 10% (BTR.10) dan etanol 30% (BTR.30).
2. Distilasi sistem batch dengan refluks (BR) Distilasi sistem batch dengan refluks adalah proses distilasi dengan memasukkan umpan ke dalam kolom bawah dan proses pemanasan secara terus menerus. Sistem ini menambahkan pipa di atas menara kolom tray dan mengirimkan sebagian dari kondensat kembali ke dalam kolom sebagai refluks sehingga proses pemisahan berlangsung lebih baik. Pengujian dengan metode ini terdiri dari dua metode yaitu batch dengan refluks sampel etanol 10% (BR.10) dan batch dengan refluks sampel etanol 30% (BR.30).
3. Distilasi sistem kontinyu dengan refluks (KR) Distilasi kontinyu adalah proses distilasi yang dilakukan secara kontinyu. Proses pengujiannya diawali dengan distilasi sistem batch kemudian dilanjutnya dengan sistem kontinyu. Mula-mula umpan dimasukkan ke kolom bawah melalui tangki pemasukan, kemudian proses pemanasan dilakukan hingga menghasilkan distilat. Sistem kontinyu dimulai ketika konsentrasi bahan umpan di dalam kolom bawah sangat kecil yaitu mendekati nol. Distilasi kontinyu ditandai dengan adanya aliran bahan umpan (F = Feed), produk atas (D = Distilate), dan produk bawah (B = Bottom Product). Metode ini juga terdiri dari dua sampel yaitu etanol 10% (KR.10) dan sampel etanol 30% (KR.30).
25
Tabel 4. Prosedur pengujian alat distilasi etanol. BTR
NO
1.
BR
KR
Bahan etanol yang akan didistilasi disiapkan terlebih dahulu yaitu etanol dengan konsentrasi 10% dan 30%. Etanol sebanyak 1 liter dimasukkan ke dalam tangki pemasukan (feed
2.
tank) kemudian katup dibuka untuk mengalirkan etanol ke dalam kolom bawah. Air sebanyak 3 liter Air sebanyak 3 liter Air sebanyak 4 liter dimasukkan kedalam dimasukkan kedalam dimasukkan kedalam tabung steam boiler tabung steam boiler tabung steam boiler
3.
kemudian
steam kemudian
steam kemudian
steam
dipanaskan
dengan dipanaskan
dengan dipanaskan
dengan
menggunakan
menggunakan
menggunakan kompor
pamanas listrik (hot pamanas listrik (hot gas hingga mencapai plate)
hingga plate)
mencapai 110°C
hingga 125°C.
mencapai 110°C
Setelah suhu steam Setelah suhu steam Setelah suhu steam 4.
mencapai
110°C, mencapai
125°C,
katup steam dibuka katup steam dibuka katup steam dibuka secara perlahan-lahan
5.
110°C, mencapai
secara perlahan-lahan
secara perlahan-lahan.
Pompa air dinyalakan untuk mengalirkan air ke kondensor -
Besarnya rasio refluks Besarnya rasio refluks (R)
6.
diatur
dengan (R)
diatur
dengan
membuka katup pada membuka katup pada pipa refluks.
pipa refluks.
Perubahan suhu pada titik-titik alat distilasi etanol dicatat setiap 15 7.
menit yaitu suhu pada steam boiler (Ts), suhu air kondensat steam boiler (Tsc), suhu kolom bawah (Tb), suhu menara kolom tray (Tm), suhu air masuk kondensor (Tci), dan suhu air keluar kondensor (Tco).
8. 9.
Hasil distilasi/produk atas yaitu berupa etanol murni dicatat penambahan volumenya setiap 15 menit. Jika
distilat
sudah Jika
distilat
sudah Jika proses distilasi
26
tidak mengalir maka tidak mengalir maka sudah
menghasilkan
proses distilasi telah proses distilasi telah distilat dan suhu pada selesai.
selesai.
kolom
bawah
(Tb)
telah mencapai suhu 95°C
maka
distilasi
proses kontinyu
dimulai. Etanol 10.
-
-
sampel
sebanyak
2
liter
dimasukkan ke dalam tangki pemasukan. Laju aliran pada feed tank (F), refluks (R),
11.
-
-
dan produk bawah (B) diatur
dengan
membuka
masing-
masing katup. 12.
-
-
Ulangi prosedur no. 7 sampai no. 8 Jika
13.
-
-
etanol
sampel
dalam
tangki
pemasukan
sudah
habis
proses
maka
distilasi
kontinyu
telah selesai. 14.
15.
16.
Produk atas (top product) dan produk bawah (bottom product) dicek kadar alkoholnya dengan menggunakan alkoholmeter dan piknometer. Volume air dalam steam boiler yang terpakai dihitung yaitu dengan persamaan Vterpakai = Vawal – Vakhir. Setelah diketahui volume air yang terpakai, selanjutnya menghitung jumlah energi yang digunakan selama proses distilasi.
27
4. Pengukuran konsentrasi etanol pada produk atas dan produk bawah Pengujian alat distilasi etanol bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari alat yang sudah dirancang dengan mengetahui konsentrasi produk atas dan produk bawah. Metode yang digunakan untuk mengetahui konsentrasi etanol yaitu dengan menggunakan alkoholmeter dan piknometer. Nilai akurasi alkoholmeter belum diketahui sehingga perlu pengkalibrasian terlebih dahulu. Alkoholmeter digunakan untuk mengetahu kadar etanol secara cepat (sebagai data awal) sedangkan piknometer digunakan untuk mengecek kadar alkohol dengan nilai akurasi lebih baik. Prinsip pengukuran kedua alat ini yaitu berdasarkan densitas. Alkoholmeter adalah alat pengukur konsentrasi alkohol paling sederhana yaitu dengan mencelupkannya kedalam sampel kemudian membaca nilai konsentrasi yang tertera pada alat. Pengukuran konsentrasi dengan piknometer memiliki nilai akurasi yang lebih baik tetapi dengan prosedur yang lebih rumit.
Prosedur pengukuran kadar alkohol dengan piknometer : 1)
Alat dan bahan dipersiapkan terlebih dahulu yaitu etanol hasil distilasi, aquades, timbangan digital, piknometer dan pipet.
2)
Piknometer kosong ditimbang untuk mengetahui berat kosong pikno
3)
Piknometer diisi dengan aquades kemudian ditimbang untuk mengetahui berat pikno+aquades.
4)
Berat aquades dalam pikno dapat dihitung dengan cara berat pikno+aquades dikurangi berat pikno kosong sesuai persamaan 9.
maq = mpic,aq - mpic,0 .........................................................................(9) 5)
Suhu lingkungan diukur untuk mengetahui densitas aquades pada suhu tersebut.
6)
Setelah diketahui berat dan densitas aquades maka dapat dihitung volume piknometer dengan persamaan 10.
28
𝑉𝑝𝑖𝑐 =
𝑚 𝑎𝑞 ρ aq
...................................................................................(10)
dimana : Vpic
7)
: Volume piknometer (cm3)
maq
: Massa aquades (gram)
ρaq
: Massa jenis aquades (gram/cm3)
Piknometer diisi dengan sampel yang akan diuji kadar alkoholnya (produk atas dan produk bawah) kemudian ditimbang untuk mengetahui perat pikno+sampel.
8)
Berat sampel dihitung dengan persamaan 11. mspl = mpic,spl – mpic,0 .....................................................................(11) dimana : mspl
: Massa sampel (gram)
mpic,spl : Massa pikno + sampel (gram) mpic,0 : Massa pikno awal (gram) 9)
Densitas bahan sampel dihitung dengan perbandingan densitas aquades yang sudah diketahui sebelumnya dengan persamaan 13.
𝜌 𝑎𝑞 𝜌 𝑠𝑝𝑙
=
𝑚 𝑎𝑞 𝑉 𝑎𝑞 𝑚 𝑠𝑝𝑙
............................................................................... (12)
𝑉 𝑠𝑝𝑙
karena Vaq = Vspl maka 𝜌 𝑎𝑞 𝜌 𝑠𝑝𝑙
=
𝑚 𝑎𝑞 𝑚 𝑠𝑝𝑙
.............................................................................. (13)
dimana : ρaq
: Massa jenis aquades (gram/ cm3)
ρspl
: Massa jenis sampel (gram/ cm3)
maq
: Massa aquades (gram)
mspl
: Massa sampel (gram)
29
Vaq
: Volume aquades (cm3)
Vspl
: Volume sample (cm3)
10) Setelah densitas bahan sampel diketahui, konsentrasi bahan sampel dapat dicari dari tabel konsentrasi ethyl alcohol berdasarkan densitas dan suhu lingkungan pada Lampiran 7.
5. Perhitungan energi yang terpakai per volume etanol murni Proses pemurnian etanol dengan cara distilasi membutuhkan energi sebagai sumber panasnya. Sumber energi yang digunakan dihitung dari banyaknya air yang diuapkan untuk memanaskan etanol selama proses distilasi berlangsung. Perhitungan jumlah energi yang digunakan adalah dengan mengalikan banyaknya massa air yang hilang dikalikan dengan nilai kalor seperti pada persamaan 13. 𝑄 = 𝑚𝑎𝑖𝑟 𝑥 𝛥 ………………………………………………………… (14) 𝛥 = 𝑠𝑡𝑚 − 𝑘𝑜𝑛𝑑 …………………………………………………..
dimana
Q
(15)
: Energi yang terpakai (kJ)
mair : Massa air yang terpakai (kg) Δh : Panas laten (kJ/m3) hstm
:
30
VI.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Perancangan Alat Distilasi Etanol Dengan Metode Rektifikasi Pada penelitian ini dimulai dengan perancangan alat distilasi etanol dengan metode rektifikasi. Bagian-bagian penting dari alat distilasi ini adalah steam boiler, kolom bawah (bottom column), menara kolom tray, tangki pemasukan (feed tank), kondensor, dan tabung penampung distilat. Berikut ini adalah disain alat distilasi etanol metode rektifikasi. 5
4
6
3 3 7 2 1 7 Gambar 6. Rancangan alat distilasi etanol
Keterangan: 1.
Kompor gas
2.
Tabung steam
3.
Kolom tray
4.
Penampung distilat
5.
Kondensor
6.
Tangki pemasukan (feed tank)
7.
Kolom bawah (bottom coloum)
31
Tabung steam boiler dirancang dengan ukuran diameter 15.24 cm dan tinggi 22 cm. Bagian atas dibentuk merucut kemudian disambung dengan pipa cabang tiga yang berfungsi sebagai tempat pemasukan air dan pipa penyaluran uap panas ke pipa spiral di dalam kolom bawah. Bagian pipa penyalur uap panas diberi katup untuk mengatur besar-kecilnya pengeluaran uap dari steam. Sepanjang pipa penyalur uap diselubungi dengan bahan isolator, dengan tebal 1 cm. Pemberian isolator sehingga tidak ada panas yang keluar dari sistem. Prinsip kerja dari steam boiler yaitu dengan memanaskan air yang dimasukkan kedalam tabung steam dengan menggunakan kompor listrik atau kompor gas hingga mendidih dan terbentuk uap. Uap panas yang terkumpul kemudian disalurkan melalui pipa ke koil pemanas yang terdapat didalam kolom bawah. Katub steam dibuka setelah suhu steam mencapai 110°C agar proses pemanasan etanol berlangsung lebih cepat. Semakin besar beda suhu antara kedua bahan maka kecepatan pindah panas semakin besar.
Gambar 7. Steam boiler
Kolom bawah adalah tempat menampung bahan etanol yang akan didistilasi. Kolom bawah dirancang dari bahan stainless steel dengan diameter 15.24 cm, tebal 0.5 cm dan tinggi 26 cm. Didalam kolom bawah terdapat pipa tembaga yang berbentuk spiral dan piringan yang berlubang-lubang. Pipa spiral terbuat dari bahan tembaga dengan panjang 3 m, diameter luar 6.5 cm dan tebal 1 cm. Pipa spiral berfungsi untuk memanaskan etanol didalam
32
kolom bawah dengan melewatkan uap panas dari steam sedangkan piringan berlubang berfungsi sebagai tray seksi stripping.
Gambar 8. Kolom bawah
Gambar 9. Piringan dalam kolom bawah
Gambar 10. Pipa spiral tembaga
33
Kolom tray berfungsi sebagai unit pemisahan dengan sistem bertingkat. Kolom tray dirancang dari bahan stainless steel dengan panjang 1000 cm, diameter luar 7.62 cm dan tebal 0.2 cm. Panjang kolom tray dibagi menjadi dua bagian dan penggabungan kedua kolom menggunakan flange yang terdiri dari 8 buah mur. Kolom yang berisi tumpukan tray terdiri dari seksi enriching atau rectifying dan seksi stripping. Tray atau plate terbuat dari stainless steel dengan diameter 7.4 cm dengan satu lubang besar dan beberapa lubang kecil. Tray dalam kolom ini berjumlah 10 buah dengan jarak tiap tray adalah 10 cm. Bagian kolom sendiri dirancang dari bahan stainless steel dengan diameter luar 7.62 cm, tebal 0.1 cm, dan tinggi 100 cm.
Gambar 11.Tray tampak samping
Tangki pemasukan berfungsi untuk memasukkan bahan umpan yang akan didistilasi. Pada metode batch, bahan umpan dimasukkan kedalam tangki pemasukan kemudian katup dibuka dan umpan masuk ke kolom bawah sedangkan pada metode kontinyu, tangki pemasukan berfungsi untuk menampung bahan yang masuk dalam kolom dan secara kontinyu etanol mengalir dengan mengatur katup. Bahan tangki pemasukan terbuat dari gelas ukur berskala dua liter. Tujuan penggunan gelas ukur sebagai tangki pemasukan adalah untuk mempermudah pengukuran laju bahan umpan yang masuk ke dalam kolom pada pengujian sistem kontinyu. Selain itu, penggunaan gelas ukur akan mempermudah dalam mengukur volume umpan yang akan digunakan.
34
Gambar 12. Tangki pemasukan
Kondensor
berfungsi
sebagai
penukar
panas
yang
akan
mengkondensasi uap etanol. Jenis kondensor yang digunakan yaitu jenis tabung dan pipa (shell and tube). Kondensor yang dirancang adalah untuk mengkondensasi etanol secara total (kondensasi total) sehingga produk akhir adalah etanol dalam bentuk cair seluruhnya. Kondensor ini terdiri dari dua jenis pipa yaitu pipa saluran etanol (pipa dalam) dan pipa saluran air pendingin (pipa luar). Pindah panas antara etanol dan air secara konduksi yaitu melalui pipa-pipa stainless steel. Kondensor yang dirancang memilik ukuran yaitu panjang 30 cm, diameter luar 5 cm dan tebal 0.2 cm. Pipa bagian dalam terdiri dari empat pipa kecil dengan ukuran yaitu panjang 30 cm, diameter luar 0.5 cm, dan tebal 0.15 cm. Pipa didalam kondensor terdiri dari empat pipa. Hal ini dimaksudkan untuk memperluas kontak antara uap etanol dengan air sehingga mempercepat pindah panas. Prinsip kerja kondensor yaitu adanya pindah panas dari uap etanol ke air yang mengalir didalam kondensor. Air dialirkan dengan menggunakan pompa air dengan daya 32 Watt yaitu dari pipa bawah ke atas. Arah aliran dari bawah ke atas agar seluruh ruang pipa kondensor terisi air tanpa adanya ruang udara yang akan mempengaruhi pindah panas. Perhitungan disain kondensor seperti pada lampiran 14.
35
Gambar 13. Kondensor
Hasil distilasi ditampung dalam pipa penampung distilat yang dirancang dari pipa stainless steel dengan diameter 5 cm dan panjang 10 cm. Pada pipa penampung ini dibuat dua percabangan yang berfungsi sebagai pembagi distilat. Percabangan pertama berfungsi sebagai saluran refluks sedangkan percabangan kedua sebagai saluran hasil atas (etanol murni). Pipa saluran refluks didesain dengan menambahkan selang melengkung sehingga hasil distilat dapat mengalir kembali ke kolom tray. Prinsip pembagi distilat pada pipa penampung yaitu dengan menggunakan sistem grafitasi dimana disain katub dan pipa saluran dibuat miring agar distilat dapat mengalir. Rasio refluks dapat dtentukan dengan menggunakan katub yaitu dengan mengatur laju aliran pada refluks dan produk atas.
Gambar 14. Pipa penampung 36
Gambar 15. Selang refluks
B. Pengujian Alat Distilasi Etanol Pengujian alat bertujuan untuk mengetahui kinerja alat distilasi etanol yang telah dirancang. Setelah itu, data yang diperoleh dianalisis untuk mengetahui tingkat keberhasilan kinerja alat tersebut. Pengujian alat dimulai dengan pengujian pendahuluan yaitu dengan menguji distilator dengan sampel etanol 30%. Hasil pengujian diperoleh bahwa alat distilasi etanol belum mampu memisahkan campuran etanol berdasarkan komponen-komponennya. Uap etanol tidak mampu naik ke puncak menara kolom tray. Hal ini disebabkan uap etanol sudah mengalami kondensasi sebelum mencapai puncak menara. Kehilangan panas pada kolom merupakan penyebab utama terjadinya kondensasi uap etanol. Faktor kehilangan panas disebabkan tidak adanya lapisan isolator yang menghalangi terjadinya pindah panas dari dalam kolom ke lingkungan. Semakin tinggi kolom maka suhu akan semakin menurun tetapi konsentrasi uap semakin murni. Data yang diperoleh dari pengijian kemudian dianalisi untuk melakukan pengujian tahap selanjutnya. Jika data sudah bagus atau alat sudah berfungsi dengan baik maka tahap selanjutnya adalah pembuatan laporan sedangkan jika data yang diperoleh tidak bagus atau alat tidak berfungsi maka dilakukan perbaikan terlebih dahulu sebelum dilakukan pengujian kembali. Pada kasus pengujian ini faktor yang menyebabkan alat tidak berfungsi dengan baik adalah adanya kehilangan panas ke lingkungan. Langkah yang
37
dilakukan yaitu dengan memperbaiki alat dengan memberikan isolator pada seluruh dinding alat distilasi sehingga menghalangi terjadinya kehilangan panas. Isolator yang digunakan adalah almaflex dengan tebal 1cm. Penggunaan isolator mampu mencegah terjadinya kehilangan panas dari dalam kolom ke lingkungan sehingga uap etanol dapat menguap naik sampai pada puncak menara dan masuk ke kondensor untuk dikondensasi. Pengujian alat distilasi etanol menggunakan tiga metode dan dua sampel dengan konsentrasi yang berbeda. Tiga metode yang digunakan yaitu sistem batch tanpa refluks (BTR), sistem batch dengan refluks (BR), dan sistem kontinyu dengan refluks (KR). Konsentrasi yang digunakan dalam setiap metode yaitu dengan konsentrasi etanol 10% dan 30%.
1. Distilasi sistem batch tanpa refluks (BTR) Pengujian dengan sistem ini yaitu dengan memasukkan etanol ke dalam kolom bawah sebanyak satu liter. Setelah itu dipanaskan dengan membuka katup steam. Pemanasan dilakukan secara terus menerus sehingga etanol akan menguap dan habis. Beberapa indikator yang menunjukkan bahwa proses distilasi sistem batch telah selesai adalah : a. Produk atas (etanol murni) tidak mengalir b. Suhu di menara kolom tray menurun c. Suhu di kolom bawah sangat tinggi (> 95°C) mendekati titik didih air Setelah distilasi selesai, bahan didalam kolom bawah dikeluarkan sebagai produk bawah (bottom product) sedangkan distilat yang keluar dari pipa penampung sebagai produk atas (top product). Pemisahan yang sempurna akan menghasilkan produk bawah dan produk atas dengan konsentrasi tinggi. Produk bawah dari proses distilasi etanol-air adalah air yang mendekati 100% sedangkan produk atas adalah etanol murni dengan konsentrasi tinggi yaitu 95.6% (v/v) sesuai dengan batas azeotropnya. Metode batch biasanya digunakan untuk distilasi dengan kapasitas yang kecil seperti pada skala laboratorium dimana instalasinya lebih sederhana dibandingkan dengan distilasi sistem kontinyu. Metode ini juga
38
sering digunakan untuk pemurnian bahan campuran dengan perbedaan titik didih yang cukup besar karena pemisahannya relatif lebih mudah. Pengujian pertama yaitu dengan metode distilasi sistem batch tanpa refluks dengan sampel etanol 10% (BTR.10). Berikut ini grafik perubahan suhu titik-titik yang diamati selama proses distilasi.
Suhu steam (Ts)
Suhu keluar steam (Tsc)
Suhu kolom bawah (Tb)
Suhu menara (Tm)
Suhu air masuk kondensor (Tci)
Suhu air keluar kondensor (Tco)
120 Suhu (°C)
100 80 60 40 20 0 0
15
30
45
60
75
90
105
120
135
Waktu (menit)
Gambar 16. Perubahan suhu terhadap waktu pada metode BTR.10
Pada pengujian dengan metode BTR.10, steam dipanaskan hingga mencapai suhu 110°C. Setelah itu, katup steam dibuka untuk mengalirkan uap steam ke pipa tembaga. Penurunan suhu terjadi setelah katup steam dibuka yaitu menjadi 100°C. Ketika katup steam dibuka maka uap panas dari steam dialirkan melalui pipa spiral tembaga yang akan memanaskan etanol dalam kolom bawah. Suhu Tb adalah suhu uap campuran etanol-air didalam kolom bawah dimana terjadi kenaikan suhu ketika katup steam mulai dibuka. Kenaikan suhu pada Tb menunjukkan kenaikan yang sangat cepat pada 30 menit pertama hingga mencapai 90°C. Titik didih pada campuran etanol-air berbeda-beda tergantung pada konsentrasi alkohol yang terkandung dalam larutan tersebut. Sampel etanol dengan konsentrasi 10% memiliki titik didih 93°C. Komposisi distilat dan suhu distilasi akan berubah seiring dengan terdistilasinya komponen yang lebih volatil. Suhu Tb akan semakin meningkat dengan 39
semakin kecilnya konsentrasi etanol dalam kolom bawah. Pada pengujian ini, suhu Tb meningkat hingga mencapai 95°C yaitu setelah 135 menit. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi etanol dalam kolom bawah sudah sangat kecil sekitar 6% (v/v). Suhu Tsc adalah suhu uap steam yang keluar setelah melewati pipa spiral tembaga. Dari grafik dapat diketahui bahwa perubahan suhu Tsc terjadi perubahan yang fluktuatif dimana terjadi kenaikan suhu dan penurunan suhu. Perubahan suhu yang fluktuatif disebabkan uap air yang keluar dari pipa berupa tetesan air terkondensasi. Setelah pemanasan selama 105 menit, suhu pada Tsc stabil pada 87°C dan uap yang keluar sudah dalam bentuk uap panas. Suhu Tm adalah suhu pada puncak menara kolom tray. Dari grafik diketahui bahwa pada 45 menit pertama suhu Tm adalah 29°C dan belum terjadi kenaikan. Kenaikan suhu terjadi setelah 60 menit menjadi 65°C. Kenaikan suhu pada titik ini menunjukkan bahwa aliran uap etanol sudah mencapai
puncak
menara.
Selanjutnya
aliran
uap
etanol
akan
terkondensasi oleh kondensor dan akan menghasilkan distilat yang ditampung dalam pipa penampung. Pada sistem batch kenaikan suhu tertinggi pada Tm adalah mencapai 68°C pada menit ke-90. Setelah itu, suhu mulai menurun mencapi suhu 47°C. Penurunan suhu ini menunjukkan bahwa aliran uap etanol sudah berhenti dan proses distilasi harus dihentikan. Suhu Tci dan Tco adalah suhu air yang masuk dan keluar dari kondensor. Dari grafik dapat diketahui bahwa antara suhu Tci dan Tco tidak menunjukkan perbedaan yang terlalu besar. Pada menit ke-60 dan 75, suhu Tco lebih besar dari Tci. Perbedaannya adalah 0.5°C dan 0.3°C. Suhu Tco lebih besar dari pada Tci dikarenakan terjadi perpindahan kalor dari uap etanol ke air yang mengalir didalam kondensor. Ketika air mengalir didalam kondensor, terjadi perpindahan panas dari etanol ke air sehingga suhu air akan meningkat sedangkan suhu etanol menurun. Produk atas dari proses distilasi adalah etanol murni dengan konsentrasi tinggi. Hasil atas ditampung menggunakan gelas ukur agar
40
dapat diketahui jumlah volume yang dihasilkan setiap 15 menit. Penambahan volume distilat pada metode sistem batch tanpa refluks dengan sampel etanol 10% dapat dilihat seperti pada grafik dibawah ini.
volume (ml)
Distilat 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 0
15
30
45
60
75
90
105
120
135
Waktu (menit)
Gambar 17. Penambahan volume distilat metode BTR.10
Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa laju distilasi pada awal pengujian sangat cepat yaitu 1.4 ml/menit kemudian terjadi penurunan sampai akhirnya laju distilasi berhenti. Laju distilasi berhenti pada menit ke-135. Pada menit ini proses distilasi juga dihentikan karena uap etanol yang dipisahkan sudah habis dan tidak ada uap yang mengalir sampai kolom kondensor. Volume distilat yang dihasilkan dari pemurnian ini adalah 47 ml selama 135 menit. Pada pengujian kedua dengan metode yang sama yaitu distilasi sistem batch tanpa refluk tetapi dengan konsentrasi yang berbeda yaitu etanol 30%. Berikut ini grafik perubahan suhu terhadap waktu pada titiktitik alat distilasi yang diamati.
41
Suhu steam (Ts)
Suhu keluar steam (Tsc)
Suhu kolom bawah (Tb)
Suhu menara (Tm)
Suhu air masuk kondensor (Tci)
Suhu keluar kondensor (Tco)
120 Suhu (°C)
100 80 60
40 20 0 0
15
30
45
60
75
90
105 120 135 150 165
Waktu (menit)
Gambar 18. Perubahan suhu terhadap waktu pada metode BTR.30.
Pada pengujian metode BTR.30 suhu Ts awal adalah 110°C, setelah katup dibuka terjadi penurunan suhu menjadi 100°C dan stabil pada suhu tersebut. Perubahan suhu Tsc sampai pada menit ke-90 terjadi fluktuatif tetapi pada menit berikutnya terjadi kenaikan sampai pada suhu 87°C yaitu pada menit ke-150. Suhu Tsc mulai stabil pada suhu tersebut karena uap yang keluar hampir seluruhnya berbentuk uap panas. Suhu Tb sebelum katup steam dibuka adalah 29.5°C. Pada 15 menit pertama suhu Tb naik menjadi 60°C dan terus naik sampai pada suhu maksimal adalah 94.5°C yaitu pada menit ke-150. Kenaikan suhu Tb menunjukkan bahwa konsentrasi etanol dalam sampel semakin menurun. Semakin kecil konsentrasi alkohol pada campuran etanol-air maka titik didih campuran tersebut semakin besar. Pada saat suhu T b mencapai 94°C, konsentrasi etanol sampel yaitu sekitar 7%. Kenaikan suhu Tm pada metode BTR.30 relaitf sama dengan BTR.10. Pada menit ke-60, suhu Tm adalah 67°C dan terus naik sampai suhu tertinggi adalah 70°C. Setelah itu, suhu mulai menurun sampai 53°C dan proses distilasi dihentikan. Kenaikan suhu pada Tm dimulai ketika aliran uap etanol mencapai menara kolom tray. Penurunan suhu Tm menunjukkan bahwa uap etanol sudah tidak mengalir sampai menara kolom tray. Pemurniaan etanol dengan metode
ini akan didapatkan 42
produk atas (etanol) dan produk bawah (air) yang masing-masing memiliki konsentrasi tinggi. Konsentrasi alkohol pada produk bawah semakin lama akan semakin menurun karena terdistilasinya komponen yang lebih volatil. Suhu Tci dan Tco adalah suhu air yang masuk dan keluar dari kondensor dimana Tco lebih besar dari pada Tci. Perbedaan ini terjadi karena adanya pindah panas dari uap etanol ke air yang melewati pipa kondensor sehingga terjadi proses kondensasi. Penambahan volume distilat pada metode sistem batch tanpa refluks dengan sampel etanol 30% dapat dilihat seperti pada grafik dibawah ini.
Distilat 300
Volume (ml)
250 200 150 100 50 0 0
15
30
45
60
75
90
105 120 135 150 165
Waktu (menit)
Gambar 19. Penambahan volume distilat metode BTR.30
Penambahan volume distilat pada metode BTR.30 membentuk grafik yang sama dengan metode BTR.10. Kurva membentuk garis melengkung kemudian lurus yang artinya adanya penambahan volume dan kemudian berhenti. Pada awal pengujian laju distilasi sangat cepat mencapai 3.8 ml/menit yaitu pada menit ke-90. Setelah itu terus terjadi penurunan laju distilasi hingga laju distilasi berhenti yaitu pada menit ke-165. Volume distilat adalah 255 ml selama 165 menit.
43
2. Distilasi Sistem Batch Dengan Refluks (BR) Pengujian dengan metode ini secara umum prinsipnya sama dengan metode batch tanpa refluks. Perbedaanya hanyalah pada sistem refluks yaitu mengembalikan sebagian hasil atas kembali ke kolom tray. Pengujian dengan metode ini menggunakan sampel etanol 10% dan 30%. Berikut ini grafik Perubahan suhu terhadap waktu pada alat distilator. Suhu steam (Ts)
Suhu keluar steam (Tsc)
Suhu kolom bawah (Tb)
Suhu menara (Tm)
Suhu air masuk kondensor (Tci)
Suhu air keluar kondensor (Tco)
140 120 Suhu (°C)
100 80 60 40 20 0 0
15
30
45
60
75
90 105 120 135 150 165 180
Waktu (menit)
Gambar 20. Perubahan suhu terhadap waktu pada metode BR.10
Suhu Ts adalah suhu steam dimana suhu awal sebelum katup dibuka adalah 115°C. Setelah katup dibuka suhu Ts menurun dan tetap pada suhu 100°C. Proses distilasi pada pengujian ini membutuhkan waktu 180 menit. Perubahan suhu Tsc mengalami fluktuatif. Pada menit ke-80, suhu Tsc mencapai 80°C kemudian terus menurun sampai suhu 70°C. Penurunan suhu pada Tsc setelah waktu tersebut dikarenakan penempatan termometer kurang tepat sehingga suhu aliran uap steam yang keluar tidak terukur dengan baik. Suhu awal Tb adalah 31°C, setelah proses pemanasan selama 30 menit suhu Tb naik menjadi 90°C dan terus naik sampai pada suhu 95°C. Suhu Tm awal adalah 29°C. Kenaikan suhu Tm sebesar 1°C dimulai pada menit ke-45 menjadi 30°C. Kemudian pada menit ke 75,
44
suhu Tm menjadi 65°C dan tetap pada suhu tersebut sampai proses distilasi dihentikan. Metode batch dengan refluks mempengaruhi suhu pada Tm. Sistem refluks menyebabkan suhu di menara kolom tray menjadi stabil yaitu pada suhu 65°C. Etanol yang mengalir ke dalam kolom tray diperlukan untuk berinterkasi dengan uap yang mengalir ke atas. Tanpa refluks tidak akan ada rekifikasi yang berlangsung pada seksi rektifikasi dan konsentrasi hasil atas tidak akan lebih besar dari konsentrasi uap yang mengalir naik dari piring umpan. Campuran etanol-air adalah bahan azeotrop, sehingga pemurnian dengan sistem ini hanya dapat memurnikan etanol sampai titik azeotropnya. Suhu Tci dan Tco adalah suhu air yang masuk dan keluar dari kondensor. Didalam kondensor terjadi perpindahan panas dari uap etanol ke air yang mengalir sehingga uap etanol terkondensasi. Suhu Tco lebih besar dari pada suhu Tci. Ketika air mengalir keluar dari kondensor terjadi perpindahan panas dari etanol ke air. Suhu air keluar lebih tinggi dari pada suhu air masuk. Air dalam kondensor berfungsi untuk mendinginkan uap etanol sehingga proses kondensasi dapat berlangsung sempurna. Hasil distilasi dari penelitian ini adalah etanol murni. Grafik penambahan volume distilat pada pengujian metode batch dengan refluks pada sampel etanol 10% adalah sebagi berikut: Distilat 30
Volume (ml)
25 20 15 10 5 0 0
15
30
45
60
75
90
105 120 135 150 165 180
Waktu (menit)
Gambar 21. Penambahan volume distilat metode BR.10
45
Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa laju distilasi pada metode ini mengalami penurunan hingga berhenti. Hal ini disebabkan sistem distilasi metode batch bahan yang didistilasi dimasukkan dalam kolom dan dipanaskan terus menerus sampai etanol hampir seluruhnya menguap. Volume distilat pada pengujian ini adalah 24.5 ml dengan waktu operasi 180 menit. Distilat mulai mengalir pada menit ke-90. Pada awal-awal pengujian, laju distilasi sangat cepat kemudian laju distilasi turun sampai akhirnya berhenti pada menit ke-165. Pengujian metode distilasi sistem batch dengan refluks pada sampel etanol 30% didapatkan grafik sebagai berikut:
Suhu steam (Ts)
Suhu keluar steam (Tsc)
Suhu kolom bawah (Tb)
Suhu menara (Tm)
Suhu air masuk kondensor (Tci)
Suhu air keluar kondensor (Tco)
120
Suhu (°C)
100 80 60 40 20 0 0
30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 450 Waktu (menit)
Gambar 22. Perubahan suhu terhadap waktu pada metode BR.30
Steam dipanaskan sampai suhu 110°C kemudian katup dibuka untuk mengalirkan uap panas ke kolom bawah. Setelah katup dibuka suhu Ts turun dan konstan pada suhu 100°C. Proses distilasi dengan metode BR.30 membutuhkan waktu 450 menit. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur suhu pada Tsc adalah termometer. Dari grafik dapat diketahui bahwa perubahan suhu Tsc menunjukkan grafik yang fluktuatif tetapi cenderung meningkat hingga mencapai suhu 83°C. Suhu Tsc ketika mencapai suhu 83°C sudah berbentuk uap panas. Hal ini berarti bahwa
46
energi steam yang dialirkan melalui pipa spiral didalam kolom bawah tidak dimanfaatkan untuk memanaskan etanol. Kenaikan suhu Tb terjadi sangat cepat pada 45 menit pertama. Pada menit berikutnya kenaikan mulai konstan dengan kenaikan rata-rata 0.63°C. Pada menit ke-405, suhu Tb mencapai 94°C dan tidak terjadi kenaikan lagi sampai menit ke 450. Suhu awal Tm adalah 28°C kenaikan suhu dimulai pada menit ke-75 yaitu 29°C dan pada menit ke 90 terjadi kenaikan yang besar menjadi 64°C. Pada menit ke 105 dan seterusnya suhu Tm stabil yaitu pada suhu 65°C. Pengujian dengan metode refluks menyebabkan suhu Tm stabil. Suhu Tci dan Tco memiliki kenaikan suhu yang hampir sama dimana suhu Tco lebih besar dari pada suhu Tci. Pada menit ke-390 suhu Tci lebih besar dari pada suhu Tco. Berdasarkan teori perpindahan panas, suhu Tco lebih besar dari pada suhu Tci karena ketika air melewati kondensor, air akan menyerap panas dari etanol sehingga terjadi kondensasi. Tetapi pada pengujian ini didapatkan suhu T ci lebih besar dari pada suhu Tco. Beberapa faktor yang mungkin mempengaruhi adalah : (1) Kesalahan membaca alat ukur/termometer, (2) Termometer kontak dengan suhu lingkungan sehingga tingkat keakurasian berkurang. Grafik penambahan volume distilat pada pengujian kedua dengan sampel etanol 30% seperti pada gambar dibawah ini. Distilat 250
Volume (ml)
200 150 100 50 0 0
30
60
90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 450 Waktu (menit)
Gambar 23. Penambahan volume distilat metode BR.30
47
Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa distilat mulai mengalir setelah menit ke-90. Laju distilasi pada awal pengujian cukup cepat kemudian diakhir pengujian laju distilasi mulai menurun dan akhirnya berhenti yaitu pada menit ke-405. Setelah laju distilasi berhenti maka proses distilasi sistem batch juga dihentikan. Kurve penambahan volume pada metode batch akan membentuk kurva melengkung dimana terjadi kenaikan kemudian dilajutkan dengan penurunan dan akhirnya berhenti. Ketika bentuk grafik mendatar artinya tidak ada penambahan volume distilat meskipun proses dilanjutkan. Hal ini disebabkan kandungan etanol dalam kolom bawah sangat kecil dan tidak cukup untuk naik sampai pada distilator. Uap etanol yang naik ke atas menara kolom tray mengalami kondensasi sebelum sampai puncak karena suhu kolom semakin turun dengan semakin tingginya kolom tray.
3. Distilasi Sistem Kontinyu Dengan Refluks (KR) Pengujian distilasi kontinyu dengan refluks menggunakan dua sampel yang berbeda yaitu etanol 10% dan 30%. Pengujian pertama dengan sampel etanol 10% dengan waktu proses 240 menit dan menghasilkan etanol 213 ml. Berikut ini grafik perubahan suhu titik-titik yang diamati selama proses distilasi.
Suhu steam (Ts)
Suhu keluar steam (Tsc)
Suhu kolom bawah (Tb)
Suhu menara (Tm)
Suhu air masuk kondensor (Tci)
Suhu air keluar kondensor (Tco)
Suhu (°C)
140 120 100 80 60 40 20 0 0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 210 225 240 Waktu (menit)
Gambar 24. Perubahan suhu terhadap waktu pada metode KR.10 48
Pemanasan steam menggunakan kompor gas bertujuan untuk meningkatkan jumlah energi steam sebagai sumber pemanas. Steam dipanaskan sampai suhu 123°C kemudian katup dibuka untuk mengalirkan uap panas ke pipa spiral yang akan memanaskan etanol didalam kolom bawah. Ketika katup dibuka, suhu steam menurun hingga mencapai suhu 101.5°C. Penggunaan kompor gas sebagai sumber pemanas steam mampu meningkatkan suhu steam diatas titik didih air meskipun katup dibuka. Hal ini disebabkan energi panas kompor gas lebih besar dari pada menggunakan hot plate. Kenaikan suhu Tsc terjadi 30 menit pertama kemudian konstan pada suhu 88°C pada menit berikutnya. Sistem kontinyu dimulai pada menit ke-30 dimana suhu Tb mencapai 88°C. Pengujian ini menggunakan F = 15 ml/menit, B = 11 ml/menit dan R = 1.8. Dengan memasukkan umpan secara kontinyu menyebabkan suhu Tsc menjadi konstan pada 88°C. Kondisi ini disebabkan konsentrasi di dalam kolom bawah cenderung tetap. Suhu Tb mengalami kenaikan yang cukup tinggi selama 30 menit pertama, selanjutnya suhu konstan pada suhu 96°C. Adanya refluks menyebabkan suhu Ts cenderung stabil. Dari grafik dapat diketahui bahwa suhu Tm konstan setelah mencapai suhu 67°C. Suhu awal Tm adalah 28°C kemudian 15 menit berikutnya naik menjadi 67°C dan suhu tertinggi 69°C. Setelah itu suhu turun menjadi 68°C dan cenderung konstan pada suhu 67°C. Pada akhir pengujian suhu Tm turun menjadi 66°C. Penurunan suhu pada Tm terjadi ketika aliran umpan sudah habis. Dengan habisnya etanol dalam tangki pemasukan berarti berakhir pula proses distilasi kontinyu. Perubahan suhu Tci dan Tco karena adanya pindah panas antara uap etanol dan air yang berfungsi sebagai bahan pendingin. Dari grafik dapat dilihat bahwa suhu Tco lebih besar dari pada suhu Tci dalam beberapa menit pengujian. Ketika air masuk dan mengalir melali pipa kondensor, maka air akan menyerap kalor dari uap etanol murni. Terjadinya pindah panas menyebabkan suhu air yang keluar naik dan suhu uap etanol menurun sehingga terbentuk kondensasi.
49
Berikut ini grafik penambahan volume distilat pada metode distilasi kontinyu dengan sampel etanol 10%. Distilat 250
Volume (ml)
200 150 100 50 0 0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 210 225 240 Waktu (menit)
Gambar 25. Penambahan volume distilat pada metode KR.10
Penambahan volume distilat pada metode KR.10 menunjukkan penambahan yang relatif tetap. Pada menit ke 15 sudah menghasilkan distilat yaitu sebanyak 5 ml. Setelah itu, terjadi penambahan volume yang sangat cepat
sampai menit ke-30 yaitu menjadi 56 ml. Pada menit
berikutnya laju distilasi relatif sama yaitu laju distilasi rata-rata 0.75 ml/menit. Pengujian ini membutuhkan waktu 240 menit dengan jumlah distilat 213 ml. Pada awal pengujian laju distilasi sangat cepat karena metode yang digunakan masih menggunakan metode batch. Setelah sistem kontinyu berjalan maka penambahan volume menjadi tetap. Pada akhir pengujian terjadi penurunan volume distilat. Hal ini disebabkan jumlah etanol di dalam tangki pemasukan telah habis dan berlaku sistem distilasi batch. Pengujian metode ketiga dengan konsentrasi etanol 30%. Sebelum metode kontinyu dijalankan, proses distilasi diawali dengan metode batch dengan bahan umpan etanol 10% sebanyak 1 liter kemudian dilanjutkan sisem kontinyu dengan sampel etanol 30%. Berikut ini grafik perubahan suhu terhadap waktu pada metode KR.30 pada titik-titik distilator yang diamati. 50
Suhu steam (Ts)
Suhu keluar steam (Tsc)
Suhu kolom bawah (Tb)
Suhu menara (Tm)
Suhu air masuk kondensor (Tci)
Suhu air keluar kondensor (Tco)
140 120 Suhu (°C)
100 80 60 40 20 0 0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 210 225 240 Waktu (menit)
Gambar 26. Perubahan suhu terhadap waktu pada metode KR.30
Suhu Ts awal adalah 125°C dan setelah katup dibuka untuk mengalirkan uap melui pipa spiral maka suhu menurun hingga mencapai 101.5°C. Penurunan suhu pada Ts tidak terlalu berbeda. Rata-rata suhu Ts setelah katup dibuka adalah 101.8°C. Sumber pemanas steam adalah kompor gas sehingga mampu meningkatkan suhu steam diatas 100°C. Suhu Tsc cukup stabil yaitu diatas 85°C. Pada 15 menit pertama proses pemanasan etanol berlangsung cepat karena sebelum katup steam dibuka suhu Ts sudah mencapai 125°C sehingga pada 15 menit pertama suhu T b telah mencapai suhu 97°C. Bahan umpan mulai dimasukkan pada menit ke 30. Perubahan suhu Tb terjadi penurunan menjadi 96.5°C. Penurunan suhu pada Tb dikarenakan adanya kontak dengan etanol yang masuk secara kontinyu ke dalam kolom dengan besarnya F = 13 ml/menit, B = 10 ml/menit dan R = 1.8. Pada menit ke-165 terjadi kerusakan pada bagian tangki pemasukan sehingga proses distilasi kontinyu dihentikan sementara. Selama terjadi kerusakan, proses distilasi tetap dijalankan dengan metode batch. Perubahan suhu terjadi pada Tb dan Tm. Suhu Tb terjadi kenaikan
51
sedangkan Tm terjadi penurunan. Setelah dilakukan perbaikan dengan laju umpan masuk (F) sebesar 15 ml/menit, suhu T m naik kembali menjadi 69°C dan konstan pada suhu 70°C. Setelah 240 menit suhu Tm menurun kembali menjadi 69°C. Hal ini karena bahan umpan dalam tangki pemasukan sudah habis dan proses distilasi sistem kontinyu selesai. Suhu Tci dan Tco terjadi kenaikan yang hampir sama dengan pengujian-pengujian sebelumnya. Suhu Tco relatif lebih besar dari pada Tci. Hal ini disebabkan selama air melewati kondensor terjadi perpindahan panas dari uap etanol ke air yang mengalir melewati kondensor. Proses ini disebut kondensasi. Grafik perubahan volume distilat pada metode KR.30 yaitu metode kontinyu dengan sampel etanol 30%. Distilat 400
350 Volume (ml)
300 250 200 150 100 50 0 0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 210 225 240 Waktu (menit)
Gambar 27. Perubahan volume distilat pada metode KR.30
Dari grafik diatas diketahui bahwa hasil distilat dimulai pada menit ke-45. Kemudian secara bertahap volume distilat meningkat hingga akhirnya terjadi penurunan pada menit ke-165. Setelah itu, mulai terjadi kenaikan volume distilat kembali dengan dengan laju distilasi yang cukup besar yaitu mencapai 3.2 ml/menit. Setelah itu, laju distilasi masih menurun hingga proses distilasi selesai. Seharusnya dengan metode kontinyu laju distilasi relatif tetap, tetapi karena ada kerusakan pada tangki pemasukan sehingga mempengaruhi proses distilasi. Kerusakan yang 52
terjadi adalah berhentinya aliran umpan masuk karena katup pada pipa tangki pemasukan tersumbat. Karena tidak ada umpan etanol yang masuk maka produk atas juga tidak bertambah. Setelah diperbaiki dengan F = 15 ml/menit, volume distilat kembali bertambah. Jumlah distilat yang dihasilkan dari pengujian ini adalah sebanyak 355 ml.
C. Perbandingan Perubahan Suhu Dan Volume Distilat Pada Tiga Metode Pengujian 1. Pengujian dengan sampel etanol 10% Pengujian yang pertama adalah dengan sampel etanol 10% didapatkan data perubahan suhu terhadap waktu pada titik-titik alat distilator. Perbandingan data suhu T s pada pengujian dengan tiga metode yang berbeda didapatkan grafik sebagai berikut: Suhu steam (Ts) metode BTR 10
Suhu (°C)
Suhu steam (Ts) metode BR.10 140 130 120 110 100 90 80 0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 210 225 240 Waktu (menit)
Gambar 28. Perbandingan perubahan suhu Ts sampel etanol 10% Dari tiga metode yang digunakan metode BTR dan metode BR memiliki data yang sama yaitu 100°C. Setelah katup dibuka, suhu Ts pada kedua metode memiliki suhu yang konstan pada titik didih air. Berbeda dengan metode pengujian yang ketiga yaitu
KR. Metode KR
menggunakan sumber pemanas yaitu kompor gas dimana memiliki energi yang lebih besar dibandingkan dengan sumber pemanas listrik. Setelah katup dibuka suhu Ts turun menjadi 101.5°C.
53
Perbandingan suhu Tsc pada pengujian dengan tiga metode yang berbeda didapatkan grafik sebagai berikut: Suhu keluar steam (Tsc) metode BTR.10 Suhu keluar steam (Tsc) metode BR.10 Suhu keluar steam (Tsc) metode KR.10
Suhu (°C)
100 80 60 40 20 0 0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 210 225 240 Waktu (menit)
Gambar 29. Perbandingan perubahan suhu Tsc sampel etanol 10% Pengujian dengan metode BTR didapatkan data suhu yang fluktuatif tetapi diakhir pengujian suhu cenderung meningkat. Pada pengujian dengan metode BR didapatkan suhu Tsc yang masih fluktuatif. Sedangkan pada pengujian dengan metode ketiga yaitu metode KR didapatkan suhu yang relatif stabil setelah suhu Tsc mencapai suhu 88°C. Perbandingan perubahan suhu Tb pada pengujian distilasi dengan tiga metode didapatkan data sebagai berikut: Suhu kolom bawah (Tb) metode BTR.10 Suhu kolom bawah (Tb) metode BR.10 Suhu kolom bawah (Tb) metode KR.10
Suhu (°C)
120 100 80 60 40 20 0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 210 225 240 Waktu (menit)
Gambar 30. Perbandingan perubahan suhu Tb sampel etanol 10%
54
Metode BTR dan BR didapatkan data perubahan suhu Tb yang relatif sama. Kedua metode tersebut menggunakan sumber energi yang sama yaitu hot plate. Sedangkan pada metode KR didapatkan data suhu Tb yang berbeda dari dua metode yang lain. Ketika katup steam dibuka, suhu Tb naik dengan cepat. Suhu Ts sebelum dibuka mencapai 123°C dan ketika katup dibuka, terjadi transfer energi yang cukup besar dari uap steam ke etanol dalam kolom bawah. Perbandingan perubahan suhu Tm pada pengujian distilasi etanol dengan tiga metode yang berbeda didapatkan grafik sebagai berikut: Suhu menara (Tm) metode BTR.10 Suhu menara (Tm) metode BR.10
Suhu (°C)
Suhu menara (Tm) metode KR.10 80 70 60 50 40 30 20 0
15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 210 225 240 Waktu (menit)
Gambar 31. Perbandingan perubahan suhu Tm sampel etanol 10% Metode BTR dan BR memiliki grafik yang hampir sama di awalawal pengujian. Grafik menunjukkan kenaikan yang cepat pada menit ke45 sampai menit ke-60. Sedangkan pada akhir pengujian, terdapat perbedaan suhu dimana pada metode tanpa refluks suhu Tm menurun dan pada metode dengan refluks suhu Tm tetap. Pemberian refluks mempengaruhi suhu pada puncak menara kolom tray. Metode dengan refluks memiliki suhu yang stabil dan konstan karena adanya kontak dengan etanol murni yang diumpan balikkan kembali kedalam kolom. Metode ketiga yaitu metode KR perubahan suhu T m sangat cepat pada awal pengujian. Kenaikan suhu yang cepat dipengaruhi oleh sumber
55
pemanas dan suhu awal dari steam. Kompor gas sebagai sumber pemanas mempengaruhi kecepatan kenaikan suhu pada Tm. Perbandingan volume distilasi pada tiga metode pengujian dengan sampel etanol 10% seperti dibawah ini. Distilat metode BTR.10
Distilat metode BR.10
Distilat metode KR.10 250 Volume (ml)
200 150 100
50 0 0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 210 225 240 Waktu (menit)
Gambar 32. Perbandingan volume distilat pada sampel etanol 10%
Grafik penambahan volume distilat dengan metode BTR dan BR memiliki bentuk grafik yang sama. Volume distilat menunjukkan adanya kenaikan volume hingga akhirnya tidak ada pertambahan volume distilat (proses distilasi berhenti). Metode KR memiliki bentuk grafik yang berbeda dengan dua metode lainnya. Bentuk grafik membentuk garis linier yang artinya bahwa terjadi pertambahan volume distilat secara kontinyu dengan laju yang hampir seragam.
2. Pengujian dengan sampel etanol 30% Pengujian kedua yaitu dengan sampel etanol 30%. Perbandingan perubahan suhu terhadap waktu pada pengujian ini meliputi suhu T s, Tsc, Tb, Tm dan penambahan volume distilasi. Perbandingan perubahan suhu T s pada pengujian dengan sampel etanol 10% didapatkan grafik sebagai berikut:
56
Suhu steam (Ts) metode BTR.30
Suhu steam (Ts) metode BR.30
Suhu steam (Ts) metode KR.30
140 130 Suhu (°C)
120 110 100 90 80 0
30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 450 Waktu (menit)
Gambar 33. Perbandingan perubahan suhu Ts sampel etanol 30% Perubahan suhu dari ketiga metode didapatkan bentuk grafik yang sama yaitu terjadi penurunan suhu ketika katup steam dibuka. Penurunan ini disebabkan terjadi penurunan tekanan didalam tabung steam boiler. Metode
KR dengan sumber pemanas dari kompor gas dapat
menghasilkan jumlah panas yang lebih besar sehingga suhu Ts pada metode KR.30 mapu mencapai suhu konstan pada suhu 101.5°C sedangkan Ts pada metode BTR.30 dan BR.30 hanya mampu stabil pada suhu 100°C. Perbandingan perubahan suhu Tsc pada pengujian distilasi dengan tiga metode berbeda didapatkan grafik seperti dibawah ini. Suhu keluar steam (Tsc) metode BTR.30
Suhu keluar steam (Tsc) metode BR.30
Suhu keluar steam (Tsc) metode KR.30
100 Suhu (°C)
80 60 40 20 0 0
30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 450 Waktu (menit)
Gambar 34. Perbandingan perubahan suhu Tsc sampel etanol 30% 57
Pengukuran suhu pada Tsc bertujuan untuk mengetahui besarnya energi yang digunakan untuk proses pemanasan etanol di dalam kolom bawah. Suhu Tsc pada pengujian dengan metode BTR dan BR mengalami kenaikan secara perlahan-lahan. Berbeda dengan pengujian distilasi metode KR yang mengalami kenaikan suhu Tsc sangat cepat hingga mencapai suhu 88°C. Perbandingan suhu Tb
pada pengujian dengan metode yang
berbeda menghasilkan grafik sebagai berikut:
Suhu kolom bawah (Tb) metode BTR.30
Suhu kolom bawah (Tb) metode BR.30
Suhu kolom bawah (Tb) metode KR.30
120
Suhu (°C)
100 80 60 40 20 0
30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 450 Waktu (menit)
Gambar 35. Perbandingan perubahan suhu Tb sampel etanol 30% Steam sebagai sumber panas yang berfungsi mensupli energi panas ke dalam etanol yang didistilasi. Ketika katup dibuka terjadi transfer energi dari steam ke etanol bahan sampel. Transfer energi ini terjadi secara konduksi melalui pipa spiral dari tembaga yang kemudian memanaskan etanol sehingga etanol menguap dan terkondensasi. Suhu awal dari steam akan mempengaruhi kecepatan proses pemanasan. Semakin tinggi suhu Ts awal maka proses pemanasan pada etanol juga semakin cepat. Pada metode yang pertama dan kedua yaitu dengan sistem BTR dan BR didapatkan bentuk grafik perubahan suhu Tb naik perlahan-lahan. Grafik perbandingan Tb pada tiga metode yang digunakan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa distilasi sistem KR memiliki proses
58
pemanasan yang lebih cepat dibandingkan dengan metode BTR dan BR. Hal ini disebabkan suhu Tb awal pada metode KR.30 lebih besar yaitu 57°C. Perbandingan suhu Tm yaitu suhu pada menara kolom tray dengan metode yang berbeda didapatkan grafik seperti dibawah ini.
Suhu menara (Tm) metode BTR.30
Suhu menara (Tm) metode BR.30
suhu menara (Tm) metode KR.30
80 Suhu (°C)
70 60 50 40 30 20 0
30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 450 Waktu (menit)
Gambar 36. Perbandingan perubahan suhu Tm sampel etanol 30% Dari grafik diatas, metode BTR memiliki bentuk yang berbeda dengan grafik yang lainnya. Bentuk grafik metode ini terjadi penurunan pada akhir proses. Penurunan ini disebabkan uap etanol dalam kolom bawah sudah tidak mengalir naik keatas kolom. Etanol yang terkandung dalam bahan sample semakin kecil. Penurunan ini juga menunjukkan bahwa proses distilasi dengan sistem batch sudah selesai. Sedangkan grafik kedua yaitu dengan metode BR didapakan grafik lurus yaitu setelah suhu mencapai 65°C. Dengan membarikan umpan balik etanol kedalam menara kolom menyebakan terjadinya kontak antara uap etanol dengan etanol yang hampir murni sehingga etanol hasil atas akan lebih murni. Grafik ketiga yaitu suhu Tm dengan metode KR didapatkan bentuk grafik yang hampir sama dengan metode BR. Perbedaannya yaitu pada metode KR kenaikan suhu Tm lebih cepat dibandingka dengan metode BR. Selain itu, suhu Tm pada metode KR tidak konstan seperti pada metode BR.
59
Perbandingan pertambahan volume distilasi pada pengujian dengan metode yang berbeda didapatkan grafik sebagai berikut:
Distilat metode BTR.30
Distilat metode BR.30
Distilat metode KR.30
400 350
Suhu (°C)
300 250 200 150 100 50 0 0
30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 450 Waktu (menit)
Gambar 37. Perbandingan volume distilat pada sampel etanol 30%
Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa pertambahan volume distilat menunjukkan kenaikan dan kemudian penurunan sampai akhirnya proses distilasi selesai. Pada metode KR seharusnya penambahan volume distilat tetap, tetapi pada grafik diatas menunjukkan penurunan dan kemudian terjadi kenaikan kembali. Hal ini disebabkan adanya kerusakan ketika proses pengujian berlangsung yaitu laju aliran umpan masuk berhenti. Hal ini menyebabkan tidak adanya umpan masuk ke dalam kolom. Proses distilasi kontinyu dihentikan sementara sampai proses perbaikan selesai. Ketika distilasi kontinyu dihentikan maka sistem distilasi yang digunakan adalah distilasi BR. Pertambahan volume distilat pada metode batch menunjukkan kenaikan pada awal pengujian kemudian mulai menurun dan berhenti. Proses distilasi dihentikan ketika sudah tidak ada penambahan volume distilat karena etanol dalam kolom bawah telah habis menguap.
60
D. Konsentrasi Hasil Pengujian Berikut ini data konsentrasi alkohol produk atas (etanol) pada pengujian distilasi dengan tiga metode yang berbeda.
Kemurnian (% v/v)
BTR 100 98 96 94 92 90 88 86 84
BR
KR 97.6
94.84 92.5 88.77
92.5
88.58
10%
30%
Konsentrasi Etanol Sampel (% v/v)
Gambar 38. Konsentrasi distilat (top product) pada distilasi etanol
Dari grafik diatas diketahui bahwa setiap metode distilasi yang digunakan menghasilkan distilat dengan konsentrasi yang berbeda. Konsentrasi distilat mulai dari 88.58% sampai konsentrasi tertinggi 97.6% yaitu diatas batas azeotrop. Distilasi biasa hanya mampu memurnikan campuran etanol-air sampai batas azeotropnya. Distilat dengan konsentrasi melebihi batas azeotrop kemungkinan terjadi kesalahan dalam pengukuran konsentrasinya. Kesalahan ini dapat disebabkan oleh batas error pada piknometer. Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat dapat menggunakan metode kromotografi gas. Metode BTR.10 didapatkan distilat dengan konsentrasi 88.77% sedangkan metode BR.10 didapatkan distilat dengan konsentrasi 88.58% artinya konsentrasi distilat dengan metode batch dengan refluks dihasilkan etanol dengan konsentrasi lebih rendah dibandingkan dengan metode batch tanpa refluks meskipun perbedaannya tidak terlalu nyata. Secara teori konsentrasi distilat pada distilasi dengan refluks memiliki tingkat konsentrasi lebih tinggi dibandingkan dengan sistem distilasi tanpa refluks karena adanya pemurnian pada seksi enriching.
61
Selang refluks yang digunakan memiliki ukuran diameter 0.8 cm dan panjang 20 cm. Agar sistem refluks dapat beroperasi maka volume yang dihasilkan harus mencukupi volume selang refluks yang berbentuk melengkung. Volume selang adalah 40.192 ml dan agar sistem refluks terjadi maka volume distilat harus melebihi volume selang. Sebelum pengujian, selang refluks harus sudah terisi etanol agar proses refluks langsung berjalan ketika dihasilkan distilat. Prinsip neraca massa adalah F = D + B, jika konsentrasi bahan umpan 10% (v/v) dan produk bawah adalah 6.47% maka etanol sebagai produk atas adalah 3.53% dari volume total artinya hanya 35.3 ml etanol murni. Pada pengujian volume distilat yang dihasilkan adalah 24.5 ml dan sebagian masuk ke selang refluks. Penggunaan refluks ternyata belum berpengaruh nyata terhadap
peningkatan
konsentrasi
distilat.
Karena
etanol
yang
diumpanbalikkan ke kolom sangat sedikit, maka pengayaan etanol tidak terlalu besar. Berbeda dengan pengujian metode KR.10, hasil distilat yang diperoleh memiliki konsentrasi lebih tinggi dari dua metode sebelumnya yaitu mencapai 94.84%. Adanya sistem refluks akan meningkatkan konsentrasi etanol hasil distilasi. Rasio refluks yang digunakan adalah 1.8. Rasio refluks berbanding terbalik dengan banyaknya tray artinya semakin banyak tray maka rasio refluks semakin kecil dan sebaliknya jika jumlah tray yang digunakan sedikit maka untuk meningkatkan konsentrasi distilat digunakan rasio refluks yang besar. Distilasi dengan sampel etanol 30% dihasilkan distilat dengan tingkat konsentrasi yang bervariasi. Konsentrasi distilat pada metode BTR.30 dan KR.30 adalah 92.5% sedangkan metode BR.30 adalah 97.65%. Metode BR.30 adalah metode batch dengan refluks dimana hasil distilatnya memiliki tingkat konsentrasi paling tinggi dibandingkan dengan metode yang lain. Konsentrasi distilat melebihi batas azeotropnya yaitu 95.6% (v/v). Selain produk atas, produk bawah juga diukur konsentrasi alkohol dengan menggunakan piknometer. Produk bawah adalah air dengan kandungan etanol yang sangat kecil dan berupa air yang hampir murni. Tujuannya pengukuran
62
kadar alkohol pada produk atas dan produk bawah adalah untuk mengetahui tingkat efisiensi pada alat distilasi yang telah dirancang. Berikut ini data konsentrasi produk bawah pada metode batch tanpa refluks dan dengan refluks.
Kemurnian (% v/v)
BTR 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
BR
KR 8.09
6.47
6.47
4.61 2
10%
2
30%
Konsentrasi Etanol Sampel (% v/v)
Gambar 39. Konsentrasi produk bawah (bottom product) pada distilasi etanol
Kadar alkohol produk bawah pada metode BTR dengan sampel etanol 10% dan 30% adalah 4.61% dan 6.47%, sedangkan metode BR didapatkan produk bawah dengan konsentrasi 6.47% dan 8.09%. Pengukuran konsentrasi produk bawah distilasi metode KR yaitu dengan menggunakan alkoholmeter sehingga diperoleh data konsentrasi distilat yang kurang akurat. Konsentrasi pada metode KR.10 dan KR.30 masing-masing adalah 2%. Meskipun demikian, data tersebut mampu mewakili data konsentrasi produk bawah. Hasil konsentrasi pada pengujian dengan metode KR menghasilkan produk bawah dengan konsentrasi paling kecil. Hal ini disebabkan panas yang tersedia paling besar sehingga mampu memisahkan etanol dan air dalam etanol sampel hampir seluruhnya. Dua pengujian yang lain yaitu metode BTR dan BR masih memiliki produk bawah dengan konsentrasi cukup besar. Kebutuhan panas untuk memurnikan etanol-air sehingga diperoleh produk bawah yang hampir murni tergantung pada titik didih produk bawah yaitu air. Suhu kolom bawah seharusnya mendekati titik didih air yaitu 100°C agar
63
kandungan etanol seluruhnya menguap dan hanya air yang terkandung dalam kolom bawah. Pada pengujian sistem batch suhu Tb hanya mampu mencapai suhu 95°C sedangkan sistem kontinyu lebih tinggi yaitu mencapai 97°C sehingga sistem kontiyu memiliki produk bawah dengan konsentrasi alkohol paling rendah. Diagram titik didih etanol-air adalah diagram yang menunjukkan suhu titik didih campuran etanol-air pada tingkat konsentrasi yang berbeda. Diagram titik didih etanol-air seperti ditunjukkan pada gambar 3. Data-data hasil pengujian diplotkan pada diagram ini kemudian dibandingkan titik didih etanol dengan konsentrasi produk atas dan produk bawah hasil pengujian. Hasil data pengujian yaitu data suhu pada kolom bawah dan suhu pada puncak menara kolom tray diplotkan ke diagram titik didih etanol-air seperti pada lampiran 3, 6, dan 9. Metode batch memiliki komposisi dan suhu distilasi yang selalu berubah seiring dengan terdistilasinya komponen yang lebih volatil (mudah menguap). Berdasarkan diagram kesetimbangan titik didih etanol-air, etanol 10% memiliki titik didih 93°C sedangkan titik didih etanol 30% adalah 85.8°C. Suhu kolom bawah pada metode BTR dan BR terjadi kenaikan dengan semakin kecilnya kadar etanol yang didistilasi. Suhu Tb tertinggi pada setiap metode akan menggambarkan tingkat konsentrasi etanol pada produk bawah. Sebagai contoh pada metode BTR.10 suhu Tb tertinggi adalah 96°C dengan konsentrasi produk bawah 4.61%. Pengujian dengan metode batch baik tanpa refluks maupun dengan refluks didapatkan produk bawah dengan konsentrasi etanol masih cukup besar tetapi sedikit berbeda yaitu pada metode kontinyu didapatkan produk bawah dengan konsentrasi etanol sangat kecil yaitu 2%. Pada lampiran 13 tentang analisis rancangan distilator, suhu pada kolom bawah sesuai perhitungan berdasarkan asumsi diperoleh suhu 100.13°C. Suhu pada puncak menara kolom tray tidak dapat diplotkan ke dalam diagram tersebut karena suhu hasil pengujian berada diluar suhu batas azeotrop. Secara keseluruhan, suhu Tm berkisar antara 65°C - 71°C yaitu pada saat uap etanol melewati puncak menara menuju kondensor. Berdasarkan diagram titik didih etanol-air, suhu pada titik azeotrop adalah 78°C sehingga
64
suhu pada menara ketika konsentrasi etanol berada pada titik azeotropnya adalah 78°C. Pada pengujian ini, suhu menara tidak dapat mencapai suhu tersebut karena adanya kehilangan panas disepanjang kolom tray. Kehilangan panas dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti isolator dan panjang kolom. Isolator berfungsi untuk mencegah terjadinya pindah panas dari dalam kolom ke lingkungan. Semakin tebal isolator maka heat loss semakin kecil karena pindah panas dapat dicegah lebih optimal. Faktor kedua adalah panjang kolom. Semakin panjang suatu kolom distilasi maka suhu akan semakin rendah tetapi konsentrasi akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan adanya kontak uap etanol dengan air yang terkondensasi. Oleh karena arus zat cair berada pada titik gelembungnya, sedangkan arus uap berada pada titik embunnya, maka kalor yang diperlukan untuk menguapkan komponen etanol harus didapatkan dari kalor yang dibebaskan pada waktu kondensasi komponen air. Pada kolom tray, setiap piringan dalam kaskade berfungsi sebagai peranti pertukaran dimana komponen etanol berpindah ke arus uap dan komponen air ke arus zat cair. Karena konsentrasi etanol didalam zat cair maupun dalam uap meningkat dengan bertambahnya tinggi kolom, suhu akan berkurang dengan semakin tingginya kolom.
E. Kebutuhan Energi Untuk Proses Distilasi Berdasarkan hasil pengujian, didapatkan data penggunaan air sebagai bahan pemanas pada steam dan energi yang terpakai selama proses distilasi sebagai berikut:
Tabel 5. Penggunaan energi selama proses distilasi No
Metode
Keterangan Batch tanpa refluks 10%
1 2 3
Volume air awal (ml) Volume air akhir (ml) Volume air yang terpakai (ml)
30%
Batch dengan refluks 10%
30%
Kontinyu dengan refluks 10% 30%
3000
3000
3000
3000
4000
3000
2151
2008
2037
840
750
0
849
992
963
2160
3250
3000
65
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Massa air yang terpakai (kg) Ts (°C) hg (kJ/m3) Tsc (°C) hf (kJ/m3) hfg (kJ/m3) Energi yang terpakai (kJ) Volume etanol sampel (ml) Volume distilat (ml) Konsentrasi distilat (%) Volume etanol murni (ml) Energi per volume etanol murni (kJ/ml)
0.849 101 2677.64 64.67 270.68 2406.96
0.992 100.83 2677.38 57.5 240.68 2436.7
0.963 101.15 2677.87 67.33 281.81 2396.06
2.16 100.32 2676.59 65.8 275.41 2401.18
3.25 3 103.06 103.18 2680.81 2681 86.72 86.5 363.13 362.21 2317.68 2318.79
2043.509 2417.206 2307.406 5186.549
7532.46 6956.37
1000
1000
1000
1000
3000
2500
47
154.5
24.5
229
213
355
88.77
92.5
88.58
97.6
94.84
92.5
41.72
142.92
21.7021
223.5
202.01
328.38
48.98
16.91
106.33
23.21
37.29
21.18
Grafik energi yang terpakai per volume setara etanol murni yang dihasilkan selama proses distilasi. BTR Energi per volume etanol murni (kJ/ml)
4
120
BR
KR
106.33
100 80 60
48.98 37.29
40
23.21 21.18
16.91
20 0 10%
30% Konsentrasi Etanol Sampel
Gambar 40. Energi yang terpakai untuk distilasi
66
Dari grafik diatas dapat diketahu bahwa penggunaan energi terbesar yaitu pada pengujian distilasi dengan metode BR.10 yaitu sebesar 106.33 kJ/ml sedangkan energi terkecil yaitu sistem BTR.30 yaitu sebesar 16.91 kJ/ml. Secara umum, penggunaan energi dalam distilasi per ml volume etanol murni pada sampel etanol 10% lebih besar dibandingkan dengan sampel etanol 30%. Sampel etanol 30% membutuhkan energi lebih kecil karena volume distilat yang dihasilkan lebih banyak sehingga jumlah energi tiap ml etanol distilat yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan sampel etanol 10%. Dari dua pengujian dengan sampel berbeda, metode BTR lebih efisien dalam penggunaan energi dibandingkan dengan metode BR. Hal ini disebabkan dengan pemberian aliran refluks proses distilasi berlangsung lebih lama. Metode KR yaitu distilasi kontinyu membutuhkan energi yang relatif lebih efisien dibandingkan dengan metode BR. Metode kontinyu akan lebih efisien untuk kapasitas yang lebih besar karena setiap prosesnya tidak dilakukan secara berulang-ulang. Tetapi pada pengujian dengan sampel etanol 30% metode KR membutuhkan energi lebih besar dibandingkan dengan metode BTR. Hal ini disebabkan adanya penggunaan refluks untuk pengayaan uap sebagai produk atas.
67
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Alat distilasi yang dirancang terdiri dari enam bagian utama, yaitu steam boiler, kolom bawah, kolom tray, tangki pemasukan, kondensor, dan pipa penampung distilat yang dilengkapi dengan pembagi distilat. 2. Pengujian
dengan
metode
refluks
menghasilkan
distilat
dengan
konsentrasi lebih tinggi dibandingkan dengan distilasi tanpa refluks yaitu pada metode KR.10 sebesar 94.84% dan metode BR.30 sebesar 97.6%. 3. Pemurnian etanol dengan metode pertama yaitu BTR.10 dan BTR.30 membutuhkan energi sebesar 2043.509 kJ dan 2417.206 kJ untuk memurnikan satu liter etanol. Metode kedua yaitu BR.10 dan BR.30 membutuhkan energi sebesar 2307.406 kJ dan 5186.549 kJ. Sedangkan metode ketiga yaitu KR.10 dan KR.30 membutuhkan energi sebesar 7532.46 kJ dan 6956.37 kJ. 4. Metode BR membutuhkan energi yang lebih besar dibandingkan dengan metode BTR. Metode BR membutuhkan waktu 180 menit dan 450 menit dengan konsentrasi produk atas 88.58% dan 97.6%, sedangkan metode BTR membutuhkan waktu 135 menit dan 165 menit dengan konsentrasi produk atas 88.77% dan 92.5%. 5. Energi yang terpakai per ml volume etanol setara etanol murni pada metode BTR.10, BR.10, dan KR.10 masing-masing adalah 48.96 kJ/ml, 106.33 kJ/ml, dan 32.29 kJ/ml, sedangkan pengujian dengan metode BTR.30, BR.30, dan KR.30 masing-masing adalah 16.91 kJ/ml, 23.21 kJ/ml, dan 21.18 kJ/ml.
B. Saran Penggunaan isolator pada alat distilasi etanol ini perlu ditambah ketebalannya dengan cara menambah lapisan kedua atau menggunakan isolator yang memiliki ketebalan lebih besar dari sebelumnya, sehingga proses kehilangan panas dapat dicegah.
68
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Terdapat pada www.ristek.go.id. Diakses pada 15 2008.
Desember
Cengel, Yunus A and Michael A. Boles. 2002. Thermodynamics An Engineering Approach. 4th ed. McGraw-Hill, New York Cengel, Yunus A. 2003. Heat Transfer : A Practical Approach. 2rd ed. McGrawHill, New York Cook, T.M dan D.J. Cullen. 1987. Industri Kimia Operasi Aspek-Aspek Keamanan dan Kesehata. Terjemahan. PT. Gramedia, Jakarta. Coulsin, J.M and J.F. Richardson. Chemical Engineering. Pergamon Press, New York Doherty, M.F. dan M.F Malone. 2001. Conceptual Desain of Distilation System. McGraw-Hill, New York. Earle, R.L. 1969. Satuan Operasi Dalam Pengolahan Pangan. Ir. Zein Nasution, Penerjemah. Sastra Hudaya. Terjemahan dari : Unit operation in Food Processing. Furniss, B.S et al. 1984. Vogel’s Textbook of Practical Organic Chemistry. ELBS, Longman. Geonkoplis, C.J. 1983. Transport Process and Unit Uperation, second ed. Allynd Bacon, Inc., Boston. Guenther, E. 1987. Minyak Atsiri, Jilid I. Terjemahan: S. Keteren. UI – Press, Jakarta. Himmelblau, D.M. 1987. Basic Principles and Calculations in Chemical Engineering. Prentice Hall, New York. Hidayat, Wahyu. 2008. Terdapat pada http://majarimagazine.com. Diakses pada 27 Maret 2008. Higgins, I.J., D.J. Best, dan J.Jones. 1985. Biotechnology Principle and Applications. Blacwell Scienrific Publications, Oxford. Kamil, sulaiman dan Pawito. 1983. Termodinamika dan Pindah Panas. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
69
Kent, J.A. 1992. Riefel’s Handbook of Industrial Chemistry. Ninth Edition. Van nostrand Reinhold, New York. Kirk, B.E dan D.F Othmer. 1985. Encyclopedia of Chemical Technology. Vol 1 dan 2. The Interscience Encyclopedia Inc., New York. Nurdyastuti, Indyah. 2008 Terdapat pada www.geocities.com/markal_bppt. diakses pada 27 Maret 2008. Paturau, J.M. 1982. By Product of Cane Sugar Industry. Elsevier Scientific Publishing Co., Amsterdam. Prave, P., U. Faust, W. Sittig, dan D.A Sukatsch. 1987. Fundamental of Biotechnology. VCH Publisher, Wienheim, Germany. Prihandana, Rama dkk. 2007. Bioetanol Ubi Kayu Bahan Bakar Masa Depan. Gromedia, Jakarta. Purwanto, A. 1995. Di dalam Yoder et al. 1980. Kajian Awal Pemisahan Campuran Aseton-Butanol-Etanol Hasil Fermentasi dengan Distilasi sederhana dan dengan Pendekatan Model Isotherm Flash. Skripsi. Fateta, IPB, Bogor Purwono, Suryo dkk. 2005. Pengantar Operasi Stage Seimbang. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Russell, J.B. 1992. General Chemistry. Mc Graw Hill, Inc., New York. Saraswati. 1985. Mencari bentuk teknologi untuk produksi etanol sebagai energi cair dari biomassa. Majalah Ilmu dan Teknologi Pertanian Agritech, 5 (1 dan 2) : 21-29. Slabaugh, W.H. dan T.D. Parson. 1976. General Chemistry. John Wiley and Sons, Inc., New York. SNI. 1994. Standar Nasional Indonesia SNI 06-3565-994 Alkohol Teknis. Dewan Standarisasi Nasional. Tjokroadikoesoemo, P.S. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. Gramedia, Jakarta. Vogel, A.L. 1958. Elementary Practical Organic Chemistry. Interscience Publ., Inc., New York.
70
71
Lampiran 1. Data pengujian metode BTR.10
Data Steam Volume air awal
: 3000 ml
Volume air akhir
: 2151 ml
Volume air kondensasi
: 685 ml
Data Etanol Volume awal
: 1000 ml
Konsentrasi awal
: 10%
Volume distilat
: 47 ml
Konsentrasi distilat
: 88.77%
Volume bottom
: 920 ml
Konsentrasi bottom
: 4.61%
Waktu 0 15 30 45 60 75 90 105 120 135
Ts (°C) Tsc(°C) Tb(°C) Tm(°C) Tci(°C) Tco(°C) 110 29.5 28 27.5 27.5 100 55 76 28 28 28 100 43 90 29 28 28 100 45 91 29 28 28 100 53 92.5 65 28 28.5 100 46 94.5 67 28.2 28.5 100 79 95.5 68 29 29 100 87 96 65 29 29 100 87 95.5 56 29 29 100 87 95 47 29 29
D (ml) 3 24.5 41 46 47 47
R
F
B
72
Lampiran 2. Data pengujian metode BTR.30
Data Steam Volume air awal
: 3000 ml
Volume air akhir
: 2008 ml
Volume air kondensasi
: 870 ml
Data Etanol Volume awal
: 1000 ml
Konsentrasi awal
: 30%
Volume distilat
: 154.5 ml
Konsentrasi distilat
: 92.5%
Volume bottom
: 730 ml
Konsentrasi bottom
: 6.47%
Waktu 0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165
Ts (°C) Tsc(°C) Tb(°C) Tm(°C) Tci(°C) Tco(°C) 110 29.5 28 28 28 100 37 60 28 29 29 100 43 80 29 29.5 29.5 100 49 81.5 29.5 29.5 29.5 100 47 83 67 29.5 30 100 45.5 85 68 29.5 30 100 45 87.5 69 29.5 30.5 100 52 89.5 70 30 30.5 100 58 91 69.5 30 30.5 100 82 94 71 30.5 31 100 87 94.5 66 30.5 30.5 100 87 94 53 30 30
D (ml) 0 0 0 0 29 72 129 174 206 241.5 254.5 254.5
R
F
B
73
Lampiran 3. Plot data pengujian BTR.10 dan BTR.30 ke diagram titik didih etanol-air
BTR.10
BTR.30
74
Lampiran 4. Data pengujian metode BR.10
Data Steam Volume air awal
: 3000 ml
Volume air akhir
: 2037 ml
Volume air kondensasi
: 900 ml
Data Etanol Volume awal
: 1000 ml
Konsentrasi awal
: 10%
Volume distilat
: 24.5 ml
Konsentrasi distilat
: 88.58%
Volume bottom
: 940 ml
Konsentrasi bottom
: 6.47%
Waktu 0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180
Ts (°C) 115 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Tsc(°C) Tb(°C) Tm(°C) Tci(°C) Tco(°C) 31 29 28 28 58 75.5 29 28 28 62 90 29 28.5 28.5 66 91.5 30 28.8 28.8 64 92 63 29 29 68 93.5 65 29.1 29.5 66 94 65 29.8 30 63 94.5 65 30 30.2 65 95 65 30.5 30.8 70 95 65 30.8 31 80 95 65 31 31 76 95 65 31.2 31.2 70 95 65 31.5 31.5
D (ml) 7 13 18 22 24 24.5 24.5
R 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8
F
B
75
Lampiran 5. Data pengujian metode BR.30
Data Steam Volume air awal
: 3000 ml
Volume air akhir
: 840 ml
Volume air kondensasi
: 1935 ml
Data Etanol Volume awal
: 1000 ml
Konsentrasi awal
: 30%
Volume distilat
: 229 ml
Konsentrasi distilat
: 97.6%
Volume bottom
: 750 ml
Konsentrasi bottom
: 8.09%
Waktu 0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 210 225 240 255 270 285 300 315
Ts (°C) 110 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Tsc(°C) 43 41 43 42 64 64 62 61.5 64 66 66 66 68 69 65 68 68 69 67 66 68
Tb(°C) 28 61 69.5 79 80 82 82.5 82.5 83 83.5 84 84.5 85 85.5 86 86.5 87.2 87.8 88.5 89.5 90 90.5
Tm(°C) Tci(°C) Tco(°C) 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 29 28.5 28.5 64 29 29 65 29.5 29.8 65 30 30.2 65 30.5 30.5 65 30 31 65 31.5 31.5 65 32 32 65 32.2 32.5 65 32 32.2 65 32.5 32.5 65 32.8 32.8 65 32.5 32.5 65 32.8 33 65 33 33 65 33.2 33.2 65 33.5 33.5
D (ml) 14.5 29 43 56 71 85 93 110 125 136 146 156 167 177 186
R 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8
F
B
76
Lampiran 5. (lanjutan)
330 345 360 375 390 405 420 435 450
100 100 100 100 100 100 100 100 100
70 69 69 68 78 82 83 82.5 82
91.2 92 92.5 93 93.5 94 94 94 94
65 65 65 65 65 65 65 65 65
34 34 34 33.5 34 34 34 34 34
33.5 34 34 33.5 33.8 33.5 33.5 33 33
194.5 205 211 219 225 229 229 229 229
1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8
77
Lampiran 6. Plot data pengujian BR.10 dan BR.30 ke diagram titik didih etanol-air
BR.10
BR.30
78
Lampiran 7. Data pengujian metode KR.10
Data Steam Volume air awal
: 4000 ml
Volume air akhir
: 750 ml
Volume air kondensasi
: 1840 ml
Data Etanol
Time 0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 210 225 240
Volume awal
: 3000 ml
Konsentrasi awal
: 10%
Volume distilat
: 213 ml
Konsentrasi distilat
: 94.84%
Volume bottom
: 2710 ml
Konsentrasi bottom
: 2%
Ts (°C) Tsc(°C) Tb(°C) Tm(°C) Tci(°C) Tco(°C) D (ml) 123 30 28 27.5 27.5 101.5 70 92.5 67 28 29 5 101.5 88 96 69 29 29.2 56 101.5 88 96 68 29.4 29.6 67 101.5 88 96 67 29.8 30 81 101.5 88 96 67 30.2 30.5 95 101 88 96 67 30.5 30.8 108 101 88 96 67 30.8 31 120 101 88 96 67 31.2 31.2 128 102 88 96 67 31.6 31.8 142 102 87 96 66.5 31.8 32 153 102 88 96 67 32 32.2 166 103 88 97 67 32.2 32.5 178 102 88 96 67 32.8 32.8 187 102.5 88 96 67 33 33 197 102.5 87.5 96 67 31.2 31.2 206 102.5 87 96.5 66 31.5 31.5 213
F B R (ml/15menit) (ml/15menit) Keterangan 1.8 1.8 1.8 Star continue 1.8 225 165 1.8 225 165 1.8 225 165 1.8 225 165 1.8 225 165 1.8 225 165 1.8 225 165 1.8 225 165 1.8 225 165 1.8 225 165 1.8 225 165 1.8 225 165 1.8 225 165 1.8 0 165 End of feed
79
Lampiran 8. Data pengujian metode KR.30
Data Steam Volume air awal
: 3000 ml
Volume air akhir
: 0 ml
Volume air kondensasi
: 1800 ml
Data Etanol Volume awal
: 1000 ml dan 1500 ml
Konsentrasi awal
: 10% dan 30%
Volume distilat
: 355 ml
Konsentrasi distilat
: 92.5%
Volume bottom
: - ml
Konsentrasi bottom
: 2%
Time
Ts (°C)
0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 210 225 240
125 102.5 102.5 101.5 101.5 101.5 101.5 101.5 101.5 102 101.5 101.5 102 102 102 102 102
Tsc(°C) Tb(°C) Tm(°C) Tci(°C) Tco(°C) 85 86 85 87 86 86 86 88 88 88 88 86 86 86 86 87
57 97 97.5 96.5 96.5 96.5 96.5 96.5 96.5 97 96.5 97 96 96.5 96.5 96.5 97
33 31 34 70 70 70 70 70 69 69 67 67 69 70 70 70 69
30.5 30.5 30.8 31 31.5 32 32.5 32.8 33.2 33.2 30.5 30.5 30.8 31.8 32.2 32.8 33.2
30.5 30.5 30.8 31.5 31.8 32.4 32.8 33 33.2 33.2 30.5 30.5 31.2 32 32.8 33 33.2
D (ml)
R
15 48 76 110 145 165 182 195 200 207 255 300 340 355
1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8 1.8
F
B
(ml/15menit)
(ml/15menit)
195
150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150
195 195 195 195 195 195 195 195 195 225 225 225 0
0
Keterangan
start continue
water exchange reparation
80
end of feed
Lampiran 9. Plot data pengujian KR.10 dan KR.30 ke diagram titik didih etanol-air
KR.1 0
KR.30
81
Lampiran 10. Tabel densitas etanol pada suhu dan konsentrasi yang berbeda
% 0 1 2 3 4
10°C 15°C 20°C 25°C 30°C 35°C 40°C 0.99973 0.99913 0.99823 0.99708 0.99568 0.99406 0.99225 785 725 636 520 379 217 34 602 542 453 336 194 31 0.98846 426 365 275 157 14 0.98849 663 258 195 103 0.98984 0.98839 672 485
5 6 7 8 9
98 0.98946 801 660 524
32 0.98877 729 584 442
0.98938 780 627 478 331
817 656 500 346 193
670 507 347 189 31
501 335 172 9 0.97846
311 142 0.97975 808 641
10 11 12 13 14
393 267 145 26 0.97911
304 171 41 0.97914 790
187 47 0.9791 775 643
43 0.97897 753 611 472
0.97875 723 573 424 278
685 527 371 216 63
475 312 150 0.96989 829
15 16 17 18 19
800 692 583 473 363
669 552 433 313 191
514 387 259 129 0.96997
334 199 62 0.96923 782
133 0.9699 844 697 547
0.96911 760 607 452 294
670 512 352 189 23
20 21 22 23 24
252 139 24 0.96907 787
68 0.96944 818 689 558
864 729 592 453 312
639 495 348 199 48
395 242 87 0.95929 769
134 0.95973 809 643 476
0.95856 687 516 343 168
25 26 27 28 29
665 539 406 268 125
424 287 144 0.95996 844
168 20 0.95867 710 548
0.95895 738 576 410 240
607 442 272 98 0.94922
306 133 0.94955 774 590
0.94991 810 625 438 248
30 31
0.95977 823
686 524
382 212
67 0.9489
741 557
403 214
55 0.9386
82
Lampiran 10. (lanjutan)
32 33 34
665 502 334
357 186 11
38 0.9486 679
709 525 337
370 180 0.93986
21 0.93825 626
662 461 257
35 36 37 38 39
162 0.94986 805 620 431
0.94832 650 464 273 79
494 306 114 0.93919 720
146 0.93952 756 556 353
790 591 390 186 0.92979
425 221 16 0.92808 597
51 0.92843 634 422 208
40 41 42 43 44
238 42 0.93842 639 433
0.93882 682 478 271 62
518 314 107 0.92897 685
148 0.9294 729 516 301
770 558 344 128 0.9191
385 170 0.91952 733 513
0.91992 774 554 332 108
45 46 47 48 49
226 17 0.92806 593 379
0.92852 640 426 211 0.91995
472 257 41 0.91823 604
0.85 0.91868 649 429 208
692 472 250 28 0.90805
291 69 0.90845 621 396
0.90884 660 434 207 0.89979
50 51 52 53 54
0.92126 0.91943 723 502 279
0.91776 555 333 110 0.90885
0.91384 160 0.90936 711 485
0.90985 760 534 307 79
0.9058 353 125 0.89896 667
0.90168 0.8994 710 479 248
0.89738
55 56 57 58 59
55 0.90831 607 381 154
659 433 207 0.8998 752
258 31 0.89803 574 344
0.8985 621 392 162 0.88931
437 206 0.88975 744 512
16 0.88784 552 319 85
0.87888 653
60 61 62 63 64
0.89927 698 468 237 6
523 293 62 0.8883 597
113 0.88882 650 417 183
699 446 233 0.87998 763
278 44 0.87809 574 337
0.87851 615 379 142 0.86905
417 180 0.86943 795 466
0.88
83
Lampiran 10. (lanjutan)
65 66 67 68 69
0.88774 541 308 74 0.87839
364 130 0.87895 660 424
0.87948 713 477 241 4
527 291 54 0.86817 579
100 0.86863 625 387 148
667 429 190 0.8595 710
227 0.85987 747 407 266
70 71 72 73 74
602 365 127 0.86888 648
187 0.86949 710 470 229
0.86766 527 287 47 0.85806
340 100 0.85859 618 376
0.85908 667 426 184 0.84941
470 228 0.84986 743 500
25 0.84783 540 297 53
75 76 77 78 79
408 168 0.85927 685 442
0.85988 747 505 262 18
564 322 79 0.84835 590
134 0.84891 647 403 158
698 455 211 0.83966 720
257 13 0.83768 523 277
0.83809 564 319 74 0.82827
80 81 82 83 84
197 0.8495 702 453 203
0.84772 525 277 28 0.83777
344 96 0.83848 599 348
0.83911 664 415 164 0.82913
473 224 0.82974 724 473
29 0.8278 530 279 27
578 329 79 0.81826 576
85 86 87 88 89
0.83951 697 441 181 0.82919
525 271 14 0.82754 492
95 0.8284 583 323 62
660 405 148 0.81888 626
220 0.81965 708 448 186
0.81774 519 262 3 0.80742
322 67 0.80811 552 294
90 91 92 93 94
654 386 114 0.81839 561
227 0.81959 688 413 134
0.81797 529 257 0.80983 705
362 94 0.80823 549 272
0.80922 655 384 111 0.79835
478 211 0.79941 669 393
28 0.79781 491 220 0.78947
84
Lampiran 10. (lanjutan)
95 96 97 98 99
278 0.80991 698 399 94
0.80852 566 274 0.79974 670
424 138 0.79846 547 243
0.79991 706 415 117 0.78814
555 271 0.78981 684 382
114 0.78831 542 247 0.77946
620 388 100 0.77806 507
100
0.79784
360
0.78934
506
75
641
203
Sumber : Perry’s Chemical Engineer’s Handbook
85
Lampiran 11. Contoh perhitungan konsentrasi etanol
Massa pikno kosong (mpic,0)
: 15.73 gram
Massa pikno + aquades (mpic,aq)
: 25.7 gram
Massa aquades (maq)
: mpic,aq - mpic,0 : 25.7 – 15.73 : 9.97 gram
Suhu lingkungan pada saat pengujian adalah 25°C Massa jenis (ρ) pada suhu tersebut adalah 0.99682 g/cm 3
Volume pikno =
𝑉𝑝𝑖𝑐 =
𝑚 𝑎𝑞 ρ aq
=
9.97 0.99682
= 10.0018 𝑐𝑚3
Massa pikno + sampel (mpic,spl)
: 23.8 gram
Massa sampel (mspl)
: mpic,spl – mpic,0 : 23.8 – 15.73 : 8.07 gram
Menghitung massa jenis sampel 𝜌 𝑎𝑞 𝜌 𝑠𝑝𝑙
=
karena Vaq = Vspl maka
𝑉 𝑠𝑝𝑙
0.99682 𝜌 𝑠𝑝𝑙
𝑚 𝑎𝑞 𝑉 𝑎𝑞 𝑚 𝑠𝑝𝑙
=
9.97 8.07
𝜌 𝑎𝑞 𝜌 𝑠𝑝𝑙
=
𝑚 𝑎𝑞 𝑚 𝑠𝑝𝑙
maka 𝜌𝑠𝑝𝑙 = 0.80685 g/cm3
Dari tabel densitas etanol pada lampiran 7 dapat diketahui konsentrasi sampel 𝜌𝑠𝑝𝑙 = 0.80685 g/cm3 pada suhu 25°C berkisar antara 92-93% 92−𝑥 92−93
=
0.80823−0.80685
92−𝑥
0.80823−0.80549
−1
=
−0.00138 −0.00274
x = 92.5036 %
Jadi konsentrasi sampel adalah 92.5036 %
86
Lampiran 12. Perhitungan pipa tembaga
Perancangan alat distilasi etanol dengan asumsi : Etanol yang didistilasi : 8 liter/hari Jumlah kerja : 8 jam/hari Laju penguapan
:
Etanol yang didistilasi Jumlah kerja
𝜌𝑥𝑉 𝑡
=
8 liter /hari 8 jam /hari
= 1 liter/jam
: 783 kg/m3 : 78.2°C
Diketahui : Densitas (ρ) Titik didih Jawab : Laju massa :
=
783 𝑥 0.001 3600
= 2.715 𝑥 10−4 𝑘𝑔/𝑠
𝑄 = 𝑚𝑣 𝑥 𝑓𝑔 𝑄 = 2.175𝑥10−4 𝑥 2257 𝑄 = 0.49 𝑘𝑊 𝑄 = 𝑈𝐴𝛥𝑇 𝑄=
𝛥𝑇 𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
dimana
𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 =
1 1 𝐴1
+
ln (𝑟2 /𝑟1 ) 2𝜋𝐿𝑘 1
+
1 2 𝐴2
Diketahui h1 = 150 W/(m2.K) dan h2 = 2181.295 W/(m2.K)
𝑄=
2𝜋𝐿𝛥𝑇 ln (𝑟2 /𝑟1 ) 1 1 + + 1 𝑟1 𝑘1 2 𝑟2
490 =
2𝜋𝐿(100 − 30) ln (0.00325/0.00315) 1 1 + 0.00325 𝑥 2181.295 150 𝑥 0.00315 + 386
𝐿 = 2.515 𝑚 Nilai toleransi 1.2 L = 2.515 x 1.2 L = 3.3.018 ≈ 3 m Jadi panjang koil tembaga yang dibutuhkan adalah 3 m.
87
Lampiran 13. Analisis rancangan distilator Alat distilasi etanol ini dirancang untuk memisahkan larutan etanol-air. Dalam perancangan diasumsikan bahwa larutan mendekati ideal. Pemisahan larutan etanol air untuk mendapatkan produk atas yaitu etanol dengan konsentrasi 95.5% (W/W) dan air dengan konsentrasi 4.5% (W/W). Umpan yang digunakan adalah etanol 10% (V/V) dengan laju umpan 1 liter/jam.
Penentuan Sifat Fisis Komponen Tekanan Uap Tekanan uap tiap komponen diperlukan untuk perhitungan yang melibatkan persamaan kesetimbangan. Tekanan uap tiap komponen dapat didekati dengan persamaan Antoine, sebagai berikut: log P = A dengan :
B TC
………. ( 1 )
Pº
= tekanan uap, mmHg
T
= suhu, oC
A,B,C = konstanta Antoine Konstanta Antoine masing-masing komponen adalah sebagai berikut :
Komponen
A
B
C
C2H5OH
18.9119 3803.9800
-41.6800
H2O
18.3036 3816.4400
-46.1300
Nilai tekanan uap dari persamaan (1) selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan nilai konstanta kesetimbangan (K) melalui persamaan yang menyatakan hubungan kesetimbangan uap-cair sebagai berikut:
y i P Pio x i
yi dengan :
Pio xi P
……………. ( 2 )
yi = fraksi mol uap komponen i xi = fraksi mol cair komponen i
88
1. Penentuan Kondisi Umpan Masuk Komposisi umpan masuk menara distilasi : Komponen
mol/jam
xi (fraksi mol)
g/jam
C2H5OH(LK)
1.7022
0.0329
78.3000
H2O(HK) Jumlah
50.0000 51.7022
0.9671 1.0000
900.0000 978.3000
Tekanan uap dihitung dengan persamaan (1) dan kesetimbangan uap cair dihitung dengan persamaan (2).Umpan berada dalam kondisi cair jenuh, maka yi = 1. dengan cara trial T maka didapat hasil sebagai berikut : P umpan = 1 atm = 760mmHg Trial T Komponen
= 99.04 oC F, mol/jam
C2H5OH(LK) H2O(HK) Jumlah
Pio, mmHg
xf
0.0329 1,631.4905 0.9671 730.3296
1.7022 50.0000 51.7022
Ki
yi=Ki xi
2.1467
0.0707
0.9610
0.9293 1.0000
1.0000
2. Spesifikasi Produk Produk yang diinginkan yaitu hasil atas berupa etanol 95.5 % (w/w) dan air 4.5 % (w/w) dengan spesifikasi berdasarkan neraca massa sebagai berikut: Produk atas
Produk bawah
Komponen g/jam
mol/jam
Xdi
g/jam
mol/jam
Xbi
C2H5OH(LK)
76.7340
1.6681
0.8925
1.5660
0.0340
0.0007
H2O(HK) Jumlah
3.6157
0.2009
0.1075
896.3843
49.7991
0.9993
1.0000
897.9503
49.8332
1.0000
80.3497
1.8690
3. Perhitungan Suhu Puncak Menara Pada puncak menara, digunakan condenser total yang mengembunkan seluruh uap yang dihasilkan. Uap yang terembunkan seluruhnya kemudian diambil 89
sebagian sebagai produk atas (top product) dan sisanya dikembalikan ke menara (reflux) Kondisi operasi atas menara terjadi pada keadaan dew point, sehingga Σxi = 1, sedangkan kondisi distilat keluaran berada pada bubble point-nya, dimana Σyi = 1. Komposisi top menara distilasi : Komponen
mol/jam
xi (fraksi mol)
g/jam
C2H5OH(LK)
1.6681
0.8925
76.7340
H2O(HK) Jumlah
0.2009 1.8690
0.1075 1.0000
3.6157 80.3497
Hasil perhitungan trial suhu dew point campuran komponen bagian atas menara : P top
= 1 atm = 760 mmHg
Trial T
= 81.77 oC
Komponen
D, mol/jam
C2H5OH H2O Jumlah
yi
Pio, mmHg
Ki
xi =yi/Ki
1.6681
0.8925
864.4581
1.1374
0.7847
0.2009 1.8690
0.1075 1.0000
379.2726
0.4990
0.2154 1.0000
4. Perhitungan Suhu Dasar Menara Boiler yang digunakan adalah steam boiler dengan sumber panas dari kompor gas. Diasumsikan bahwa cairan hasil bawah keluar pada bubble point, sedangkan uap yang setimbang dengan cairan tersebut masuk kembali ke menara distilasi sebagai refluks.Kondisi operasi bagian bawah menara distilasi dicari dengan cara menghitung suhu bubble point cairan yang keluar sebagai hasil bawah.
xi
yi 1 Komposisi bottom menara distilasi : Ki
Komponen
mol/jam
xi (fraksi mol)
g/jam
C2H5OH(LK)
0.0340
0.0007
1.5660
H2O(HK) Jumlah
49.7991
0.9993
896.3843
49.8332
1.0000
897.9503
90
Hasil perhitungan trial suhu bubble point campuran komponen bagian bawah : P bottom = 1 atm = 760 mmHg Trial T
= 100.13 oC B, mol/jam
Komponen C2H5OH(LK)
0.0340
H2O(HK) Jumlah
49.7991 49.8332
Pio, mmHg
xi
0.0007 1,694.4546 0.9993 1.0000
759.4008
Ki
yi =xi.Ki
2.2295
0.0015
0.9992
0.9985 1.0001
5. Penentuan Komponen Kunci (Key Component) Light Key Component yaitu komponen yang tidak dapat diabaikan jumlahnya yang berada di produk bawah, Sedangkan Heavy Key Component adalah komponen yang tidak dapat diabaikan jumlahnya yang berada di produk atas. Diinginkan
: 98 % dari etanol menjadi hasil atas
Dipilih
: Etanol sebagai Light Key Air sebagai Heavy Key
Pengambilan LK dan HK perlu dicek dengan menggunakan persamaan Shira’s et. al (Treybal,1981) : X j, D .D
Z j, F .F
A
( j 1).X LK, D .D ( LK 1).Z LK, F .F
=
B
+
( LK j ).X HK, D .D ( LK 1).Z HK, F .F
……………. ( 7 )
C
dengan :
j Kj
Kj K HK Pjo Pt
;
;
avg top . bottom ;
91
batasan : X j,D .D
X j,D .D
Jika
Jika 0,99
Komponen light key dan heavy key berada di antara :
Z j,F .F
0.01 dan
X j,D .D Z j,F .F
Z j,F .F
1.01 maka komponen tidak terdistribusi
0.01 maka komponen terdistribusi
-0,01 ≤ (xJ,D.D/zJ,F.F) ≤ 1,01
X j,D fraksi mol komponen j di distilat
dengan :
Z j,F fraksi mol komponen j di umpan
= relative volatility
D
= jumlah distilat, kmol/j
F
= jumlah umpan, kmol/j
Komponen
B
C
A
C2H5OH(LK)
0.9453
0.0000
0.9453
H2O(HK)
0.0000
0.0040
0.0040
Sehingga dapat disimpulkan bahwa, Komponen C2H5OH(LK)
Keterangan Terdistribusi Terdistribusi
H2O(HK)
Maka pemilihan light key dan heavy key component sudah benar.
6. Perhitungan Refluks Minimum Refluk minimum dihitung dengan persamaan Underwood (Coulson, 1989) :
i .X i ,D i
R m 1
……………. ( 8 )
92
pada persamaan tersebut terdapat konstanta θ yang merupakan akar persamaan :
i .X i,F 1 q i
dimana :
……………. ( 9 )
Rm
= refluk minimum
Xj,D
= fraksi mol komponen i didistilat saat refluk minimum
= konstanta Underwood
q
= panas untuk menguapkan 1 mol umpan (panas laten dari umpan, tergantung kondisi umpan)
Ingat : Jika umpan masuk cair jenuh, maka q = 1 Jika umpan masuk uap jenuh, maka q = 0 Jika umpan masuk campuran cair dan uap, maka 0 < q < 1 Nilai harus terletak antar light key dan heavy key dan dicari dengan cara trial and error, diperoleh :
i .X i,F 0 , karena umpan masuk dalam kondisi cair jenuh, maka q = 1. i
Trial θ
=
Komponen C2H5OH(LK) H2O(HK) Jumlah
2.1467
i .xi , f i
xi,f
Αi
0.0329
2.2339
0.8433
0.9671 1.0000
1.0000
-0.8434 0.0000
Penentuan nilai Rm+1: Xid
Αi
C2H5OH(LK)
0.8925
2.2793
15.3470
H2O(HK) Jumlah
0.1075
1.0000
-0.0937
Komponen
1.0000
αi*Xid /( αi-θ)
15.2533
93
Maka
: Rmin + 1
= 15.2533
Rmin = 14.2533 Jika
R = 1.5 Rmin, maka: R = 21.37995
7. Perhitungan Jumlah Plate Minimum Jumlah plate minimum dapat diperkirakan dari persamaan yang diajukan oleh Fenske (1932), yaitu :
X D X B LK ln XD Nm ln LK HK
X B HK
……………. ( 10 )
Didapat : Nm
= 11.7012
Untuk dapat menghitung Nteoritis, maka digunakan rumus:
Nt
Nm 1 exp K exp K
.…..………..( 11 )
Dimana:
1 54 .4 1 K 0 .5 11 117 .2
R Rm R 1
………………(12 )
……………( 13 )
Didapat; Nt= 12.281 plate.
94
8. Penentuan Plate Umpan Ditentukan dengan persamaan Kirkbride :
Nrec X hk X lk B Nstr X lk F X hk D
dengan :
2 B D
0 , 206
Nrec
= jumlah plate diatas feed plate
Nstr
= jumlah plate dibawah feed plate
B
= Laju alir molar bottom, kmol/jam
D
= Laju alir molar distilat, kmol/jam
……………. ( 14 )
Diperoleh :
Nrec = 0.2496 Nstr Ntot
= Nstr + Nrec
Nrec Nstr
= 2.4533 = 9.8288
Maka umpan masuk pada plate ke-3.
95
Lampiran 14. Perhitungan rancangan kondensor
Asumsi Suhu air masuk kondensor
: 27°C
Suhu air keluar kondensor
: 30°C
Suhu uap masuk kondensor
: 81°C
Suhu distilat yang dihasilkan
: 30°C
Laju distilasi
: 80.3497 gram/jam = 2.2319 x 10-5 kg/s
Perhitungan rancangan Perhitungan kalor Kalor yang harus dilepaskan adalah kalor penguapan yang besarnya sama dengan kalor pengembunan atau berdasarkan asas black Qair = Qetanol Qetanol = (m x Cp x ΔT) + (m x L) Dimana : Q
: kalor yang dihasilkan, J
m
: massa etanol yang diuapkan, kg/s
Cp
: kalor jenis etanol ,J/Kg K (2460 J/kg K)
ΔT
: perbedaan suhu, K
L
: kalor laten penguapan etanol J/kg ()
Sehingga Q
= (2.2319 x 10-5 kg/s x 2460 J/kg K x (81 – 30) K) + (2.2319 x 10-5 kg/s x 838300 J/kg)
Q
= 21.51 J/s
Penentuan Laju air pendingin Qair = Qetanol Maka : Q
= m x Cp x ΔT
Q
= 21.51 J/s
Cp
= 4180 J/kg K
96
ΔT
=3K
Maka : 𝑚=
𝑄 𝐶𝑝 𝑥 𝛥𝑇
𝑚=
21.51 4180 𝑥 3
𝑚 = 0.001715 kg/s 𝑚 = 1.715 𝑔/𝑠 𝑚 = 1.715 𝑐𝑚3 /𝑠
Jadi laju alir air pendingin yang dibutuhkan adalah 1.715 cm 3/s
Perubahan suhu pada kondensor : Kondensor ini dirancang dengan aliran berlawanan
KONDENSOR
Uap 81°C Air keluar 30°C
Distilat 30°C Air masuk 27°C
Perbedaan suhu logaritmik : Perbedaan suhu logaritmik untuk aliran berlawanan (countercurrent flow) adalah sebagai berikut :
T1’ T2” T2’ S u h u
T1”
Panjang penukar panas
97
𝛥𝑡𝐿𝑀𝑇𝐷
(𝑇1′ − 𝑇2")-(T2'-T1") = ln (𝑇1′ − 𝑇2")/(T2'-T1")
𝛥𝑡𝐿𝑀𝑇𝐷 =
(81 − 30)-(30-27) ln (81 − 30)/(30-27)
𝛥𝑡𝐿𝑀𝑇𝐷 = 36.624°𝐶 Perpindahan panas antara dua zat alir yang terpisah sekat penghantar dapat dinyatakan dengan persamaan : 𝑄 = 𝑈𝐴𝛥𝑇
Dimana : Q
= jumlah panas yang dipindahkan (W) = luas permukaan pindah panas (m2)
A
ΔT = beda suhu kedua zat alir tersebut = koefisien pindah panas menyeluruh (w/m2 K)
U
𝐴=
𝑄 𝑈 𝛥𝑇 𝑇𝐿𝑀𝑇𝐷
Dimana : Q
= jumlah panas yang dipindahkan (W)
A
= luas permukaan pindah panas (m2)
ΔTLMTD
= beda suhu kedua zat alir tersebut
U
= koefisien pindah panas menyeluruh (w/m2 K)
Nilai U yang digunakan adalah 50 w/m2 K. Maka 𝐴=
21.51 50 𝑥 36.627
= 0.011745 m2
Panjang pipa 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 =
0.011745 𝑚2 = 0.187 𝑚 4 𝑡𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔 0.005𝜋
Jadi panjang pipa adalah 18.7 cm, jika faktor koreksi adalah 1.6 maka panjang pipa yang dibutuhkan adalah 18.7 x 1.6 = 30 cm. 98
Lampiran 15. Komponen distilator etanol
99
Lampiran 16. Gambar Tampak Samping
100
Lampiran 17. Gambar Kolom Bawah
101