SKRIPSI
UJI PERFORMANSI DAN ANALISA TEKNIK ALAT EVAPORATOR VAKUM
Oleh: ASEP SUPRIATNA F14101008
2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
UJI PERFORMANSI DAN ANALISA TEKNIK ALAT EVAPORATOR VAKUM
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : ASEP SUPRIATNA F14101008
2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UJI PERFORMANSI DAN ANALISA TEKNIK ALAT EVAPORATOR VAKUM
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : ASEP SUPRIATNA F14101008
Dilahirkan pada tanggal 02 Pebruari 1982 di Sukabumi – Jawa Barat Tanggal lulus : Mei 2008 Menyetujui, Bogor,
Mei 2008
Ir. Agus Sutejo, M.Si. Dosen Pembimbing Akademik Mengetahui,
Dr. Ir. Wawan Hermanan, MS. Ketua Departemen Teknik Pertanian
ASEP SUPRIATNA. F14101008. Uji Performansi dan Analisa Teknik Alat Evaporator Vakum. Dibimbing oleh Ir. Agus Sutejo, M.Si.
RINGKASAN
Salah satu proses kritis dari pengolahan produk pangan adalah mengurangi kadar air bahan sampai batas yang diinginkan. Hal ini ditujukan baik untuk meningkatkan daya simpan bahan, mengurangi resiko kerusakan, menaikkan nilai ekonomis, maupun untuk keperluan proses produksi selanjutnya. Proses yang sering digunakan adalah dengan cara pengeringan, katalisasi, penyaringan membran dan evaporasi. Khusus untuk bahan pangan cair yang sangat sensitif terhadap panas, pada suhu 40 – 70 oC, reaksi katalis enzim dapat mengubah sifat pangan cair hanya dalam beberapa menit saja yang berakibat pada perubahan sifat kimia juga fisik bahan tersebut. Sehingga walaupun diperlukan panas yang salah satunya untuk meng-inaktivasi enzim. Akan tetapi, pada saat yang bersamaan kualitas pangan tersebut harus tetap terjaga. Untuk keperluan tersebut evaporasi dilakukan pada tekanan di bawah tekanan atmosfer (vakum) sehingga titik didih pelarut dapat diturunkan. Evaporator yang biasa digunakan dalam industri diklasifikasikan berdasarkan pada beberapa hal, yaitu berdasarkan tekanan operasinya (vakum atau atmosfer), jumlah efek yang dipakai (tunggal atau jamak), jenis aliran konveksi (alami atau buatan) atau berdasarkan kontinuitas operasi (curah atau sinambung). Evaporator efek tunggal terdiri beberapa komponen utama, yaitu: alat penukar panas (heat exchanger), pemanas awal (preheater), ruang penguapan, kondenser, dan penghasil vakum. Unit heat exchanger merupakan unit penyedia panas. Unit ini terbuat dari plat stainless stee berbentuk silinder dengan diameter 63 cm dan panjang 200 cm yang di dalamnya dipasang susunan pipa-pipa stainless stee sebagai media pindah panas antara udara panas hasil pembakaran dengan fluida. Ada 47 buah pipa stainless stee dengan panjang 180 cm. Unit preheater merupakan tempat pertama kali bahan dipanaskan sampai setting point. Unit ini berbentuk silinder setinggi 205 cm dengan diameter luar 75 cm dan diameter dalam 65 cm. Ruang ini menggunakan model double jacket. Dinding pertama berfungsi sebagai pembatas antara bahan dengan fluida pemanas, sekaligus sebagai tempat penyimpan bahan. Dinding kedua tempat fluida panas berada. Sebagai isolator dipasang glass whole setebal 5 cm di bagian luar double jacket. Unit ruang penguapan (evaporator) merupakan ruangan tempat bahan dievaporasi (diuapkan). Unit ini juga menggunakan prinsip double jacket berbentuk silinder dengan diameter dalam 65 cm dan diameter tengah 75 cm. Ruang penguapan dihubungkan dengan pompa vakum, sehingga alat ini dibuat tertutup dan mampu menahan tekanan vakum 65 kPa di bawah tekanan atmosfer. Unit kondenser terbuat dari plat stainless steel berbentuk silinder dengan diameter 50 cm. Di dalamnya dipasang pipa stainless steel berdiameter 1 inchi. Pada kedua ujungnya dibuat setengah lingkaran. Pada kedua sisi bagian atas dan bawah dipasangkan pipa stainless steel berdiameter 2 inchi sebagai tempat masuk
dan keluarnya air pendingin dari chiller. Di bagian atas alat ini dipasang pressure gauge sebagai pengukur tekanan vakum. Sementara di bagian bawah alat ini dihubungkan dengan pompa vakum melalui sebuah pipa stainless steel berdiameter 3 inchi. Unit pompa vakum mampu menghasilkan tekanan vakum pada ruang evaporasi dengan kekuatan hingga 65 kPa di bawah tekanan atmosfer. Artinya mampu mengurangi tekanan ruang sebesar 65 kPa dari kondisi normal tekanan atmosfer. Pompa yang digunakan adalah pompa gear berdaya 5.5 HP. Sebagai reservoar digunakan air yang ditampung di dalam bak berukuran 50 x 50 x 75 cm. Air ini berfungsi untuk membawa uap panas yang berasal dari kondenser. Dalam pengujian awal terjadi kendala dalam mempertahankan kondisi tekanan operasi disebabkan masih banyaknya kebocoran baik pada unit ruang evaporasi, kondenser, maupun pada sambungan pipa di unit pompa vakum. Setelah dilakukan perbaikan dengan mengencangkan mur-mur pengikat dan menambahkan silikon pada setiap sambungan, tekanan vakum kembali normal. Proses pengujian dilakukan dengan 3 setting point, yaitu pada suhu bahan awal 60 oC, 65 oC, dan 70 oC. Dari ketiga perlakukan di atas, proses evaporasi dengan setting point 70 oC memiliki laju evaporasi lebih besar yaitu 90.98 liter air perjam. Dari hasil pengujian menunjukkan kinerja unit evaporator vakum yang diuji cukup optimal. Nilai dari laju penguapan rata-rata alat sebesar 64.81 kg/jam (perlakuan I), 74.77 kg/jam (perlakuan II), dan 90.98 kg/jam (perlakuan III). Konsumsi bahan bakar minyak tanahnya adalah: 2.73 kg/jam (perlakuan I), 2.51 kg/jam (perlakuan II), dan 2.59 kg/jam (perlakuan III). Nilai ekonomis bahan bakarnya adalah: 23.70 (perlakuan I), 29.80 (perlakuan II), dan 35.11 (perlakuan III). Dari hasil pengujian juga didapatkan bahwa alat ini mampu beroperasi pada tekanan -65 kPa. Pada tekanan operasi ini titik didih air mengalami penurunan dari 100 oC pada tekanan atmosfer menjadi 73.69 oC. Sehingga pada suhu ini proses evaporasi aman bagi bahan yang sensitif terhadap perlakuan panas. Efisiensi alat dianalisis dalam 3 pembahasan. Pertama, efisiensi pada unit preheater (pemanas awal bahan). Kedua, efisiensi pada unit evaporator, dan ketiga efisiensi sistem secara keseluruhan. Nilai efisiensi unit preheater masingmasing: 0,09 (perlakuan I), 0,18 (perlakuan II), dan 0,29 ( perlakuan III). Sedangkan nilai efisiensi pada unit evaporator adalah masing-masing 0,24 (perlakuan I), 0,10 (perlakuan II), dan 0,12 (perlakuan III). Sementara itu, nilai efisiensi sistem keseluruhan adalah masing-masing 0,04 (perlakuan I), 0,05 (perlakuan II), dan 0,05 (perlakuan III). Kata kunci: Evaporasi, Evaporator, Laju Evaporasi, Vakum
KATA PENGANTAR
Bismillâhirrahmânirrahîm, Segala puji milik Allah Swt., Dzat yang Maha Bijaksana dengan segala keputusanNya. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan atas Rasulullah Muhammad Saw., juga kepada keluarganya, para sahabat serta umatnya hingga akhir zaman. Syukur Alhamulillah berkat pertolongan Allah Swt. Akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul: “Uji Performansi dan Analisa Teknik Alat Evaporator Vakum”. Skripsi ini berisi hasil uji kinerja alat evaporator dan analisa teknik yang meliputi laju penguapan, konsumsi bahan bakar, nilai ekonomis, kemampuan tekanan vakum serta efisiensi alat. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada: 1. Ir. Agus Sutejo, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan juga bimbingan selama penulis menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Suroso, M.Agr. dan Lenny Saulia, STP, M.Si. yang telah meluangkan waktunya selaku dosen penguji. 3. Ibunda dan Ayahanda (alm.) tercinta yang telah berkorban dan tulus mendidik dan membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang. Walaupun dalam ketiadaanya, cinta sucinya akan selalu ada. 4. Istrinda Lisna Puspita Marliany tersayang dan ananda Hilmy yang telah menemani penulis dengan penuh kesabaran dan perhatian. 5. Sahabat-sahabat HTI dan BKIM yang telah memberikan arti hidup dan perjuangan, Insya Allah Khilafah akan segera berdiri. Terakhir, tentunya skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis harapan. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2008 Penulis,
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .................................................................................... i DAFTAR ISI.................................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iv DAFTAR TABEL............................................................................................ vi DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... vii I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ........................................................................... 1 B. TUJUAN ................................................................................................ 2 II. TINJAUAN PUSTAKA A. EVAPORASI ......................................................................................... 3 B. EVAPORATOR EFEK TUNGGAL ..................................................... 11 1. Ruang Penguapan .............................................................................. 12 2. Kondenser........................................................................................... 13 3. Heat Exchanger ................................................................................. 13 C. ALIRAN MASA DAN ENERGI PADA EVAPORATOR.................... 15 1. Aliran dan Distribusi Temperatur pada Evaporator ........................... 17 2. Aliran dan Distribusi Temperatur pada Kondenser............................ 18 3. Kenaikan Titik Didih Bahan .............................................................. 19 4. Laju Evaporasi ................................................................................... 20 D. MINYAK TANAH ................................................................................ 20 III.METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN .............................................. 23 B. BAHAN DAN ALAT ........................................................................... 23 C. PROSEDUR PENELITIAN .................................................................. 23 1. Pengukuran dan Pengamatan ........................................................... 23 2. Parameter
...................................................................................... 25
3. Langkah-Langkah Pengujian ........................................................... 28 D. TITIK-TITIK PENGUJIAN .................................................................. 30 IV.HASIL DAN PEMBAHASAN A. DESKRIPSI ALAT ............................................................................... 32
1. Pengamatan Fungsional ..................................................................... 32 2. Pengamatan Struktural ....................................................................... 35 3. Mekanisme Alat ................................................................................. 41 B. ANALISA TEKNIK DAN PENGHITUNGAN .................................... 42 1. Suhu ................................................................................................... 43 2. Tekanan Vakum Alat ........................................................................ 44 3. Laju Evaporasi ................................................................................... 45 4. Suhu Evaporasi .................................................................................. 46 5. Konsumsi Bahan Bakar ..................................................................... 48 6. Nilai Ekonomis Bahan baker ............................................................. 50 7. Efisiensi Sistem ................................................................................. 50 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN ...................................................................................... 54 B. SARAN .................................................................................................. 55 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 56 LAMPIRAN ................................................................................................... 58
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Skema evaporator pipa pendek ..................................................... 5 Gambar 2. Skema evaporator pipa panjang vertikal, dengan lapisan naik ..... 6 Gambar 3. Skema evaporator pipa panjang vertikal, dengan lapisan turun .... 8 Gambar 4. Skema evaporator aliran bertenaga ................................................ 8 Gambar 5. Skema evaporator lapisan tipis teraduk/lapisan tersapu ................ 9 Gambar 6. Skema evaporator pelat datar ......................................................... 10 Gambar 7. Diagram skematis dari single-effect-evaporator ............................ 12 Gambar 8. Diagram aliran masa dan energi pada evaporator .......................... 15 Gambar 9. Distribusi temperatur panjang (luas) tube pada evaporator aliran paralel .................................................................................. 17 Gambar 10. Distribusi temperatur panjang (luas) tube pada evaporator aliran berlawanan . ......................................................................... 18 Gambar 11. Distribusi temperatur panjang (luas) tube pada kondenser aliran pararel ................................................................................. 19 Gambar 12. Distribusi temperatur panjang (luas) tube pada kondenser aliran berlawanan .......................................................................... 19 Gambar 13. Skema penyulingan minyak bumi ............................................... 21 Gambar 14. Diagram alir pelaksanaan penelitian ........................................... 30 Gambar 15. Titik-titik pengukuran ................................................................. 31 Gambar 16. Diagram skematis alat evaporator vakum ................................... 32 Gambar 17. Unit heat exchanger dan kompor ray .......................................... 36 Gambar 18. Unit ruang penguapan ................................................................. 37 Gambar 19. Unit kondenser ............................................................................ 38 Gambar 20. Unit pompa vakum ...................................................................... 38 Gambar 21. Salah satu unit pompa (bagian distribusi air kondenser .............. 39 Gambar 22. Unit panel listrik........................................................................... 40 Gambar 23. Pengamatan fungsional dan struktural dari alat evaporator vakum .......................................................................................... 41
Gambar 24. Grafik perubahan suhu (oC) bahan di ruang preheater terhadap waktu (menit) pada masing-masing setting point......... 43 Gambar 25. Grafik laju pemakuman ruang evaporasi (kPa) terhadap waktu pemakuman (menit).......................................................... 44
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Tipikal koefisien perpindahan panas keseluruhan ............................ 16 Tabel 2. Nilai laju evaporasi pada masing-masing perlakuan ......................... 45 Tabel 3. Data pengukuran konsumsi bahan bakar minyak tanah .................... 48 Tabel 4. Energi panas hasil pembakaran minyak tanah ................................... 49 Tabel 5. Nilai ekonomis bahan bakar pada masing-masing perlakuan ........... 50 Tabel 6. Nilai efisiensi keseluruhan dari sistem .............................................. 53
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Konversi unit tekanan vakum ..................................................... 58 Lampiran 2. Tabel hasil pengukuran suhu masing-masing titik pengukuran selama pemasakan I (Ulangan I dan II) .................. 59 Lampiran 3. Tabel hasil pengukuran suhu masing-masing titik pengukuran selama pemasakan II (Ulangan I dan II) ................ 60 Lampiran 4. Tabel hasil pengukuran suhu masing-masing titik pengukuran selama pemasakan III (Ulangan I dan II) ............... 61 Lampiran 5. Tabel pengukuran tekanan pada pengujian awal dan pemasakan I, II, dan III ............................................................... 62 Lampiran 6. Penghitungan .............................................................................. 62 Lampiran 7. Tabel nilai efisiensi unit preheater pada pemasakan I................. 65 Lampiran 8. Tabel nilai efisiensi unit preheater pada pemasakan II................ 66 Lampiran 9. Tabel nilai efisiensi unit preheater pada pemasakan III .............. 67 Lampiran 10. Tabel nilai efisiensi unit evaporator pada pemasakan I............. 68 Lampiran 11. Tabel nilai efisiensi unit evaporator pada pemasakan II ........... 69 Lampiran 12. Tabel nilai efisiensi unit evaporator pada pemasakan III .......... 70 Lampiran 13. Gambar teknik alat evaporator vakum ...................................... 70
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Salah satu proses kritis dari pengolahan produk pangan adalah mengurangi kadar air bahan sampai batas yang diinginkan. Hal ini ditujukan baik untuk meningkatkan daya simpan bahan, mengurangi resiko kerusakan, menaikkan nilai ekonomis, maupun untuk keperluan proses produksi selanjutnya. Proses yang sering digunakan adalah dengan cara pengeringan, katalisasi, penyaringan membran dan evaporasi. Beberapa produk pangan tertentu yang sangat sensitif terhadap suhu tinggi, karena akan merusak tekstur fisik juga kandungan kimia bahan yang ada di dalamnya, proses di atas tidak bisa digunakan dalam kondisi biasa. Pada dekade 60-an dikembangkanlah teknologi vakum. Salah satu teknologi vakum pada proses penurunan kadar air bahan pangan adalah evaporator vakum. Dengan teknologi ini bahan yang sensitif terhadap suhu tinggi bisa diproses untuk dikurangi kadar airnya tanpa merusak kondisi fisik dan kandungan kimia bahan. Proses mengangkat kadar air dari bahan dilakukan dengan cara pemberikan panas sampai pada batas titik didih zat pelarut yang akan diangkat. Khusus untuk bahan pangan cair yang sangat sensitif terhadap panas, pada suhu 40 – 70 0C, reaksi katalis enzim dapat mengubah sifat pangan cair hanya dalam beberapa menit saja yang berakibat pada perubahan sifat kimia juga fisik bahan tersebut. Sehingga walaupun diperlukan panas – yang salah satunya untuk meng-inaktivasi enzim tapi pada saat yang bersamaan kualitas pangan tersebut harus tetap terjaga. Untuk keperluan tersebut pada alat evaporasi vakum operasi dilakukan pada tekanan ruang di bawah tekanan atmosfer sehingga titik didih pelarut dapat diturunkan. Saat ini, teknologi evaporasi vakum banyak digunakan pada industri pangan terutama pada pengolahan bahan pangan pasta atau cairan kental seperti pembuatan pasta tomat, produksi kecap, pengolahan jamu cina, pengolahan susu, juga pembuatan beer.
Untuk memperoleh operasi evaporasi vakum yang optimum, ada beberapa hal yang sangat menentukan, yaitu pindah panas yang cukup, pemisahan uap-cairan yang efisien, penggunaan energi yang efisien, dan perlakuan produk yang tepat. Empat hal di atas sangat berpengaruh baik pada kualitas produk akhir maupun pada efisiensi produksi. Untuk itu, diperlukan sebuah pengamatan cermat dan kalkulasi matematis yang tepat untuk mengetahui efisiensi dari alat evaporator vakum. Selain itu, perlu diketahui struktur, fungsi dan beberapa hal yang terkait dengannya.
B. TUJUAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan uji performasi dan analisis secara teknis kinerja dari alat evaporator vakum. Penelitian meliputi perhitungan dan pengukuran laju evaporasi, konsumsi bahan bakar, efisiensi alat, serta kemampuan alat dalam mempertahankan kondisi yang sesuai selama proses pengolahan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. EVAPORASI Pemekatan bahan pangan cair merupakan satuan operasi yang penting dalam industri pengolahan pangan. Evaporasi merupakan teknik dasar yang digunakan dalam operasi ini. Evaporator adalah peralatan yang digunakan untuk menurunkan kadar air bahan pangan dengan menggunakan prinsip penguapan (evaporasi) zat pelarutnya sampai pada nilai yang diinginkan. Menurut Heldman et al. (1992) satuan operasi yang paling penting dalam pemekatan pangan cair adalah proses penguapan (evaporasi). Dalam proses penguapan ini, pelarutnya (biasanya air) dikeluarkan dari pangan cair melalui pemanasan sampai memperoleh konsentrasi yang diharapkan. Menurut Toledo (1991), bagian utama dari evaporator adalah badan evaporator, kondensor dan penukar panas (heat exchanger). Untuk memperoleh penguapan yang optimum diperlukan pindah panas yang cukup, pemisahan uap-cairan yang efisien, penggunaan energi yang efisien, dan perlakuan produk yang tepat (Standiford dalam Heldman et al., 1992). Operasi evaporasi telah banyak digunakan secara luas dalam industri pangan. Salah satu penggunaanya adalah dalam pengolahan buah menjadi jus buah pekat (pasta) untuk memperoleh produk yang stabil (jam dan jeli) dan untuk memperkecil volume penyimpanan dan pengangkutan. Selain itu, operasi evaporasi juga sering digunakan dalam pengolahan produk sayuran untuk memperoleh tekstur yang lebih baik seperti pure dan pasta (Heldman et al., 1992). Proses evaporasi merupakan proses yang melibatkan pindah panas dan pindah masa secara simultan. Artinya, dalam proses ini sebagian air atau pelarut akan diuapkan sehingga akan diperoleh suatu produk yang kental (konsestrat). Proses pindah panas dan pindah masa yang efektif akan meningkatkan kecepatan penguapan. Evaporasi akan terjadi apabila suhu suatu bahan sama atau lebih tinggi dari titik didih cairan (Wirakartakusumah et al., 1988).
Proses evaporasi yang paling sederhana adalah evaporasi pada tekanan atmosfer. Dimana pada evaporasi ini cairan di dalam suatu wadah terbuka dipanaskan dan uap air dikeluarkan ke udara atmosfer. Evaporator jenis ini adalah evaporator yang paling sederhana, tetapi prosesnya lambat dan kurang efisien dalam pemanfaatan energi (Heldman et al., 1992). Untuk produk makanan yang sensitif terhadap suhu tinggi, titik didih cairan atau pelarut harus diturunkan lebih rendah dari titik didih pada kondisi normal (tekanan atmosfer). Menurunkan titik didih pelarut atau cairan dilakukan dengan cara menurunkan tekanan di atas permukaan cairan menjadi lebih rendah dari tekanan atmosfer atau disebut vakum (Wirakartakusumah et al., 1989). Karena menurut Heldman et al. (1992), memperlama bahan pangan (yang sensitif terhadap panas, pen.) pada temperatur tinggi selama proses evaporasi terbuka menyebabkan hilangnya rasa dan menurunnya kualitas produk. Maka, dikembangkanlah evaporator yang dioperasikan pada temperatur rendah yang dilakukan pada ruang vakum. Pada evaporator vakum ini efisiensi energi dapat dirancang dengan penggunaan heat exchanger (alat penukar panas) untuk mengambil kembali panas dari sistem untuk memanaskan bahan pangan atau dengan menggunakan sistem multiple effect (efek banyak) dimana uap panas yang dihasilkan dari satu efek digunakan kembali untuk menyediakan panas pada efek berikutnya. Mesin evaporator vakum pertama kali ditemukan oleh Henri Nestlé pada tahun 1866 yang menjadi industri besar pengolahan susu. Evaporator yang biasa digunakan dalam industri diklasifikasikan berdasarkan pada beberapa hal, yaitu berdasarkan tekanan operasinya (vakum atau atmosfer), jumlah efek yang dipakai (tunggal atau jamak), jenis aliran konveksi (alami atau buatan) atau berdasarkan kontinuitas operasi (curah atau sinambung). Heldman
et al. (1992) mengklasifikasikan evaporator menjadi
evaporator pipa pendek atau kalandria (short-tube or calandria evaporator), evaporator pipa panjang vertikal dengan lapisan naik (long-tube vertical, rising film evaporator), evaporator pipa panjang dengan lapisan turun (longrube, falling film evaporator), evaporator aliran bertenaga (forced circulation
evaporator), evaporator lapisan tipis teraduk atau aliran tersapu (wiped film/agitated thin-film evaporator), evaporator pelat datar (plate evaporator), evaporator sentrifugal atau kerucut (centrifugal/conical evaporator) dan evaporator suhu rendah (low temperature evaporator). a. Evaporator pipa pendek (short-tube or calandria evaporator) Evaporator pipa pendek merupakan evaporator yang paling tua. Menurut Heldman et al. (1992), uap air panas sebagai sumber panas berada di dalam rumah penukar panas yang dilengkapi dengan pipa-pipa pendek disusun paralel vertikal. Bagian ini secara keseluruhan disebut kalandria. Kalandria direndam oleh fluida yang kemudian mendidih dan uap naik untuk selanjutnya dipisahkan. Evaporator tipe ini dapat dioperasikan dengan aliran konveksi alami atau menggunakan pengaduk. Aliran konveksi alami terjadi karena adanya perbedaan bobot jenis antara fluida panas yang bergerak ke atas dengan fluida yang lebih dingin bergerak ke bawah. Skema evaporator pipa pendek disajikan seperti pada Gambar 1.
Gambar 1. Skema evaporator pipa pendek (Heldman et al., 1992).
b. Evaporator pipa panjang vertikal, dengan lapisan naik (long-tube vertical, rising film evaporator) Menurut Heldman et al. (1992) pada evaporator tipe ini umpan dimasukkan dari bawah pada bagian penukar panas dan fluida menguap di dalam pipa-pipa pemanas. Fluida naik dalam bentuk lapisan sepanjang pipa karena adanya gerakan mengapung (buoyancy action) gelembung uap yang terbentuk dalam pipa. Evaporator tipe ini mempunyai kelebihan waktu kontak bahan dan pemanas singkat dengan laju pindah panas yang cepat melalui lapisan tipis pada perbedaan suhu yang tinggi. Evaporator ini juga relatif ekonomis. Kerugian dari evaporator tipe ini adalah jika perbedaan suhu rendah, pindah panas juga rendah. Evaporator tipe ini sangat baik digunakan untuk bahan yang encer dan sensitif terhadap panas, seperti sari buah dan susu. Skema dari evaporator jenis ini disajikan seperti pada Gambar 2
Gambar 2. Evaporator pipa panjang vertikal, dengan lapisan naik (Heldman et al., 1992).
c. Evaporator pipa panjang vertikal, dengan lapisan turun (long-rube, falling film evaporator) Menurut Heldman et al. (1992), evaporator tipe ini merupakan salah satu evaporator yang paling dikenal untuk menguapkan makanan yang sensitif terhadap panas. Pada evaporator tipe ini, fluida dipompakan ke bagian atas penukar panas hingga menyebar diantara pipa-pipa pemanas yang mengakibatkan aliran lapisan tipis yang seragam turun melalui pipapipa pemanas. Uap air kemduian dikumpulkan pada bagian bawah pemisah uap. Evaporator jenis ini sangat dikenal umum dalam industri pangan karena adanya kombinasi antara waktu kontak antara bahan dengan pipa-pipa pemanas yang singkat dengan laju pindah panas yang tinggi dan nilai ekonomis yang tinggi. Evaporator tipe ini juga dapat menangani fluida yang lebih kental dari pada evaporator tipe pipa panjang vertikal lapisan naik dan dapat beroperasi efisien pada perbedaan suhu rendah. Evaporator tipe ini sangat baik jika dioperasikan pada tekanan vakum, sehingga dapat digunakan untuk pangan yang sensitif terhadap panas seperti produk susu dan sari buah. Untuk menjamin operasi penguapan yang optimal, maka pipa-pipa pemanas harus selalu dijaga berada dalam keadaan basah untuk menjaga laju distribusi ke tabung evaporasi. d. Evaporator aliran bertenaga (forced circulation evaporator) Menurut Heldman et al. (1992) pada evaporator tipe ini fluida disirkulasikan di dalam evaporator dengan cara dipompakan dan dipanaskan baik pemanas dalam atau pemanas luar. Penguapan biasanya tidak diperbolehkan berlangsung pada bagian penukar panas tetapi pada bagian pemisahan. Pada evaporator tipe ini, aliran fluida berulang beberapa kali. Sehingga koefisien pindah panasnya secara umum menjadi lebih tinggi. Fluida kental atau berpartikel dapat dengan mudah ditangani dengan cara ini, sehingga jenis evaporatot ini banyak digunakan dalam industri pengolahan produk tomat dan pemurnian gula. Kerugian dari evaporator tipe ini adalah waktu kontak antara bahan dengan alat pemanas yang lama akibat sirkulasi berulang dan biaya tinggi akibat penggunaan
pompa sirkulasi. Skema dari evaporator jenis ini disajikan seperti pada Gambar 4.
Gambar 3. Skema evaporator pipa panjang vertikal, dengan lapisan turun (Heldman et al., 1992).
Gambar 4. Skema evaporator aliran bertenaga (Heldman et al., 1992).
e. Evaporator lapisan tipis teraduk/lapisan tersapu (wiped film/agitated thinfilm evaporator) Menurut Heldman et al. (1992), evaporator tipe ini digunakan untuk memekatkan fluida yang sangat kental. Pada evaporator tipe ini, pindah panas dapat ditingkatkan dengan cara melakukan penyapuan sinambung pada lapisan sekeliling permukaan pindah panas. Pengadukan juga dapat berfungsi mengurangi lengket/menempel bahan pada permukaan penukar panas. Untuk memekatkan fluida dengan evaporator tipe ini, fludida dimasukkan pada bagian atas pada permukaan pindah panas, kemudian fluida turun secara gravitas dan diaduk dengan blade yang berputar terus menerus. Produk yang telah dipanaskan dimasukkan ke dalam ruangan penguapan dan dalam ruangan ini uap airnya dipisahkan dengan konsentratnya. Evaporator tipe ini digunakan untuk fluida yang sangat kental dan sangat sensitif terhadap panas atau fluida yang cenderung menempel/lengkat pada permukaan pemanas. Salah satu contoh produk yang cocok diuapkan dengan evaporator tipe ini adalah pasta tomat dan gelatin. Keuntungan evaporator tipe ini adalah waktu kontak dapat dibuat sangat pendek dan kebanyakan digunakan pada operasi efek tunggal dengan perbedaan suhu yang tinggi untuk memaksimalkan efisiensi penguapan. Skema evaporator tipe ini disajikan seperti pada Gambar 5.
Gambar 5. Skema evaporator lapisan tipis teraduk/lapisan tersapu (Heldman et al., 1992).
f. Evaporator pelat datar (plate evaporator) Menurut Heldman et al. (1992), evaporator tipe ini sangat mirip dengan penukar panas pelat datar. Pada evaporator tipe ini, fluida yang akan dipekatkan dilewatkan pada salah satu sisi dari pelat datar, sementara media pemanas melewati sisi yang lainnya. Penguapan dapat terjadi pada bagian pelat datar atau pada ruangan pemisah yang letaknya di bagian luar. Evaporator tipe ini memiliki beberapa keuntungan diantaranya operasinya mudah dan fleksibel, laju pindah panas yang baik, waktu kontak sangat singkat untuk produk yang sensitif terhadap panas dan produk yang menempel. Evaporator tipe pelat datar dapat digunakan untuk memekatkan bahan seperti larutan gula dan jagung, fluida yang pekat seperti pure buah, pekatan kopi, gelatin, dan pekatan sirup buah. Skema evaporator tipe ini disajikan seperti pada Gambar 6.
Gambar 6. Skema evaporator pelat datar (Heldman et al., 1992). g. Evaporator sentrifugal/kerucut (centrifugal/conical evaporator) Menurut Heldman et al. (1992), pada evaporator tipe ini adanya gaya sentrifugal di dalam jerucut yang berputar menghasilkan lapisan tipis produk. Pada sisi lainnya terdapat uap air panas atau air panas. Operasi penguapan terjadi pada lapisan tipis selama melewati bagian tirus, dan selanjutnya uap air dipisahkan dengan pekatannya pada bagian tirus tersebut. Evaporator ini dapat digunakan untuk memekatkan fluida pekat dan sangat sensitif terhadap panas (karena waktu kontak pemanasan yang
sangat singkat) seperti pure dan pasta tomat, kopi, susu dan gula. Evaporator tipe ini mudah dioperasikan dan ruangan yang diperlukan relatif kecil. Kekurangan dari evaporator tipe ini yaitu kapasitasnya kecil dengan biaya investasi yang tinggi. h. Evaporator suhu rendah (low temperature evaporator). Menurut Heldman et al. (1992), untuk produk yang sangat sensitif terhadap panas, proses evaporasi suhu rendah dapat menggunakan siklus refrigerator mekanik yang standar. Dimana di dalam siklus refrigerator amoniak, kompresor dapat digunakan untuk mengembalikan amoniak menjadi gas tekanan tinggi. Gas anomiak tekanan tinggi ini kemudian dimampatkan di dalam bagian pemindahan kalor pada evaporator dengan lapisan naik, yang akan memberikan panasnya kepada produk yang sedang diuapkan. Untuk itu, diperlukan kondisi ruang evaporasi vakum yang tinggi untuk penguapan air dari produk pada temperatur rendah seperti ini. Operasi bisa dilakukan para temperatur 15 oC – 16 oC. Sampai saat ini, evaporator suhu rendah belum dimanfaatkan secara komersial karena sangat mahalnya biaya operasi.
B. EVAPORATOR EFEK TUNGGAL (SINGLE EFFECT EVAPORATOR) Single-effect-evaporator atau evaporator efek tunggal merupakan salah satu jenis alat evaporator dimana di dalam prosesnya hanya dilakukan satu kali proses evaporasi. Menurut Toledo (1991) evaporator efek tunggal terdiri beberapa komponen, yaitu: ruang penguapan (vapor chamber) yang merupakan tempat pemisahan air (pelarut) dari larutan, heat exchanger sebagai penyedia panas untuk penguapan, kondenser untuk menarik keluar uap dari ruang penguapan dan steam jet ejector untuk mengeluarkan gas yang tidak terkondensasi dari sistem. Gambar 7 memperlihatkan diagram skematis dari evaporator efek tunggal. Setiap vapor chamber dianggap sebagai satu efek. Artinya, pada evaporator efek tunggal hanya terdapat satu ruang penguapan. Apabila dalam sebuah evaporator terdiri dari beberapa ruang penguapan yang tersusun seri, maka evaporator ini disebut sebagai multi-effect evaporator atau evaporator efek jamak.
Gambar 7. Diagram skematis dari single-effect evaporator (Toledo, 1991). 1. Ruang Penguapan Ruang penguapan atau vapor chamber umumnya merupakan bagian yang paling besar dan paling terlihat dari sebuah alat evaporator. Di dalam ruang ini air yang merupakan pelarut dari larutan diuapkan. Ruang penguapan ini juga berfungsi sebagai sebuah reservoir bagi produk. Bahan yang masuk ke dalam ruangan ini pertama kali akan mendapatkan energi panas dari pemanas untuk menaikkan suhunya sampai pada titik didihnya, lalu energi panas digunakan untuk menguapkan pelarutnya. Karena larutan yang dievaporasi di ruangan ini merupakan campuran antara pelarut (air) dengan bahan organik, maka akan terjadi kenaikkan titik didih larutan dibandingkan dengan titik didih air pada kondisi murni. Menurut Toledo (1991), pada sebagian besar produk makanan, padatan terlarut merupakan komponen organik. Suhu penguapan merupakan suhu uap jenuh pada tekanan absolut di dalam ruang penguapan tersebut. Ketika suatu cairan merupakan larutan yang mengandung air, maka uap dan cairan memiliki suhu yang sama. Akan tetapi, larutan yang telah
dipekatkan akan menunjukkan kenaikan titik didihnya, hasilnya titik didih larutan akan lebih besar dibandingkan dengan titik didih air murni. Pada kondisi vakum, terutama untuk proses evaporasi pangan cair yang sensitif terhadap panas yang tinggi, tekanan absolut di dalam ruangan ini dengan otomatis akan mengalami penurunan di bawah tekanan atmosfer. Penurunan tekanan absolut ini berakibat pada menurunnya titik didih larutan yang ada di dalamnya. Hal ini mengakibatkan pada suhu rendah pelarut dari larutan pangan cair bisa diuapkan. 2. Kondenser Kondenser merupakan bagian dari alat evaporator yang berfungsi untuk menangkap uap panas hasil evaporasi di ruang penguapan. Uap panas di dalam kondenser akan berubah bentuk menjadi fase cair setelah melewati titik embunnya. Menurut Toledo (1991), ada dua jenis kondenser yang umum digunakan. Tipe pertama, kondenser yang permukaan kondensernya digunakan ketika uap menginginkan untuk digunakan kembali. Tipe kondenser ini sebenarnya merupakan heat exchanger dingin dari sebuah refrigeran atau pendingin air. Tipe yang kedua adalah kondenser dimana pendingin airnya dihubungkan secara langsung dengan kondensat. Kondenser tipe ini merupakan sebuah kondenser bertekanan dimana uap memasuki sebuah penguapan dalam bentuk lapisan air di bagian atas kondenser. Pada kondenser terjadi kondensasi uap dengan melepaskan kalor latennya kepada air pendingin. Air pendingin yang sering digunakan pada kondenser biasanya bersasal dari air sungai atau sumur. Baik dengan ada pendingin tambahan maupun tidak. 3. Heat Exchanger (HE) Pada alat evaporator, heat exchanger merupakan unit penyedia panas bagi proses evaporasi. Alat ini merupakan suatu peralatan dimana terjadi perpindahan panas dari suatu fluida yang temperaturnya lebih tinggi kepada fluida lain yang temperaturnya lebih rendah. Proses perpindahan panas tersebut dapat dilakukan secara langsung maupun tidak. Proses
perpindahan panas secara langsung terjadi ketika fluida yang panas bercampur secara langsung dengan fluida yang lebih rendah temperaturnya tanpa adanya pemisah dalam sebuah bejana atau ruangan seperti pada jet condensor,
pesawat
desuperheater
pada
ketel
(water
injection
desuperheater), dan pesawat deaerator (yaitu antara air dan ketel dengan uap yang diinjeksikan). Sedangkan proses perpindahan panas tidak langsung terjadi ketika fluida panas tidak berhubungan secara langsung (indirect contact) dengan fluida dingin. Jadi, proses perpindahan panasnya mempunyai media perantara, seperti pipa, plat atau perantara yang lainnya, seperti kondenser pada turbin uap, pesawat pemanas uap lanjut pada ketel (antara uap basah dengan gas asap panas pembakaran), pemanas air pendahuluan pada ketel (ekonomiser) dan pemanas udara pembakaran (air preheater) (Sitompul, 1993). Saat ini ada banyak jenis Heat Exchanger (HE) yang dikembangkan pada industri-industri. Beberapa jenis HE tersebut diantaranya: shell and tube heat exchanger, plate heat exchanger, regenerative heat exchanger, adiabatic wheel heat exchanger, fluid heat exchangers, dan dynamic Scraped surface heat exchanger. Dari beberapa jenis HE di atas, tipe shell and tube lebih banyak digunakan. Menurut Sitompul (1993), keuntungan dari pemanfaatan HE jenis shell and tube adalah: a. Konfigurasi yang dibuat, akan memberikan luas permukaan yang besar dengan bentuk atau volume yang kecil. b. Mempunyai lay-out mekanik yang baik, bentuknya cukup baik untuk operasi bertekanan. c. Menggunakan teknik fabrikasi yangb sudah mapan. d. Dapat dibuat dengan berbagai jenis material sesuai dengan temperatur dan tekanan operasinya. e. Mudah membersihkannya. f. Prosedur perencanaannya sudah mapan. g. Konstruksinya sederhana, pemakaian ruangan relatif kecil.
h. Prosedur pengoperasiannya tidak berbelit-belit, sangat mudah dimengerti. i. Konstruksinya dapat dipisah-pisah satu sama lain, sehingga pengangkutannya relatif gambang.
C. ALIRAN MASA DAN ENERGI PADA EVAPORATOR Secara sederhana aliran masa dan energi pada single-effect evaporator ditunjukkan dalam bagan Gambar 8.
Gambar 8. Diagram aliran massa dan energi pada evaporator (Heldman, 1992). Umpan masuk dengan suhu tertentu, lalu dipekatkan untuk luas tertentu, kemudian dipisahkan dari uap air pada titik didihnya, yang diatur dengan tekanan evaporator. Uap air panas masuk ke dalam ruang pemisahan uap air, lalu kondensat keluar di sisi lain sebagai hasil perpindahan panas pada permukaan evaporator. Persamaan keseimbangan masa dan energi yang sederhana ini dapat dimanfaatkan untuk menghitung operasi evaporator. Secara sederhana keseimbangan tersebut dituliskan dalam persamaan berikut: F = V + P ......................................................................................... (1) xFF = xPP .......................................................................................... (2)
dimana F, V, dan P secara berturut-turut adalah laju aliran dari umpan, uap air dan produk. Sementara itu, xF adalah fraksi massa padatan dalam umpan, dan xP adalah fraksi massa padatan dalam produk. Keseimbangan entalpi disekitar evaporator ini dapat ditulis sebagai berikut: FhF + ShS = VhV + PhP + ChC ................................................... (3) Dimana secara berturut-turut hF, hS, hV, hP, dan hC adalah entalphi dari umpan, uap air panas, uap air, produk dan kondensat. Persamaan tersebut terpecahkan secara serentak dengan menunjukkan persamaan perpindahan laju pemanasan (q): q = U x A x ∆T = U x A x (Ts – Tp).................................................. (4) dimana U adalah koefisien perpindahan panas keseluruhan, A adalah luasan pindah panas, Ts adalah suhu penguapan, dan Tp adalah suhu produk. Menurut Sitompul (1993), besarnya koefisien pindah panas menyeluruh (U) merupakan kebalikan dari tahanan keseluruhan, yang meliputi tahanan konveksi fluida panas, konveksi lapisan, tahanan konduksi tebal pipa, tahanan lapisan kotor disebelah fluida dingin, serta tahanan fluida dingin. Nilai koefisien pindah panas menyeluruh disampaikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Tipikal koefisien perpindahan panas keseluruhan (overall heat transfer coefficient) Penukar kalor menggunakan shell dan tube U (W/m2 0C)
Fluida panas
Fluida dingin
Heat Exchanger Water Organic solvents Light oils Heavy oils Gases
Water Organic solvents Light oils Heavy oils Gases
800 - 1500 100 - 300 100 - 400 50 - 300 10 - 50
Cooler Organic solvents Light oils Heavy oils Gases Organic solvents Water Gases
Water Water Water Water Brine Brine Brine
250 - 750 350 - 900 60 - 300 20 - 300 150 - 500 600 - 1200 15 – 250
Fluida panas
Fluida dingin
U (W/m2 0C)
Heater Steam Steam Steam Steam Steam Dowtherm Dowtherm Flue gases Flue
Water Organic solvents Light oils Heavy oils Gases Heavy oils Gases Steam Hydrocarbon vapors
1500 - 4000 500 - 1000 300 - 900 60 - 450 30 - 300 50 - 300 20 - 200 30 - 100 30 - 100
Condensers Aqueous vapors Organic vapors Organic (some non-condensible) Vacuum condensers
Water Water Water Water
1000 - 1500 700 - 1000 500 - 700 200 - 500
Sitompul, 1993. 1. Aliran dan Distribusi Temperatur pada Evaporator Sesuai dengan namanya, pada evaporator proses yang terjadi adalah perubahan fase cairan menjadi uap, atau disebut sebagai proses penguapan. Menurut Sitompul (1993), proses evaporasi terjadi pada temperatur tetap. Sehingga distribusi temperatur yang terjadi pada evaporator seperti disajikan pada gambar berikut:
Gambar 9. Distribusi temperatur panjang (luas) tube pada evaporator aliran paralel (Sitompul, 1993).
Dimana T1 = Temperatur fluida panas masuk HE, T2 = Temperatur fluida panas keluar dari HE, t1 = temperatur fluida dingin masuk HE, dan t2 = temperatur fluida dingin keluar dari HE. Pada saat t1 fluida masuk ke dalam evaporator dan pada t2 fluida menjadi uap.
Gambar 10. Distribusi temperatur panjang (luas) tube pada evaporator aliran berlawanan (Sitompul, 1993). 2. Aliran dan Distribusi Temperatur pada unit Kondensor Untuk mendapatkan gambaran aliran dan distribusi temperatur pada kondensor perlu diketahui terlebih dulu proses yang terjadi pada kondensor. Menurut Sitompul (1993), dalam kondensor yang terjadi adalah perubahan fase uap menjadi fase air (air kondensat). Ini terjadi karena uap basah (saturater steem) memberikan panas yang dikandungnya (latent heat) kepada air pendingin. Sitompul (1993), memberikan gambaran bahwa proses kondensasi merupakan lepasnya latent-heat uap pada temperatur yang tetap. Sehingga distribusi temperatur panjang atau luas tube dapat digambarkan pada Gambar 11 dan Gambar 12.
Gambar 11. Distribusi temperatur panjang (luas) tube pada kondensor, aliran paralel (Sitompul, 1993). Dimana T1 = Temperatur fluida panas masuk HE, T2 = Temperatur fluida panas keluar dari HE, t1 = temperatur fluida dingin masuk HE, dan t2 = temperatur fluida dingin keluar dari HE. Pada saat T1 uap bebas dari turbin masuk ke dalam kondensor dan pada T2 uap menjadi air kondensat.
Gambar 12. Distribusi temperatur panjang (luas) tube pada kondensor aliran berlawanan (Sitompul, 1993). 3. Kenaikan Titik Didih Bahan Menurut Toledo (1991), suhu penguapan sebuah evaporator dapat dihitung dengan mengetahui tekanan absolut yang terjadi di ruang penguapan. Dimana suhu penguapan merupakan suhu uap jenuh pada tekanan absolut di dalam ruang penguapan tersebut. Ketika suatu cairan
merupakan larutan yang mengandung air, maka uap dan cairan memiliki suhu yang sama. Akan tetapi, larutan yang telah dipekatkan akan menunjukkan kenaikan titik didihnya, menghasilkan lebih besarnya suhu titik didih dibandingkan dengan air murni. Jadi, terpisahnya uap air cairan menjadi uap panas terjadi pada suhu yang sama dengan titik didih cairan. Mengenai meningkatnya kehilangan panas pada sekeliling ruang penguapan, uap akan menjadi jenuh pada tekanan absolut di dalam ruang penguapan atau superheater steam pada titik didih larutan. Menurut Toledo (1992), pada sebagian besar produk makanan, padatan terlarut merupakan componen organik. Sehingga kenaikan titik didih larutan dapat digambarkan dengan persamaan: ∆Tb = 0.51 m ............................................................................. (5) dimana, ∆Tb merupakan kenaikan titik didih larutan (oC) dengan molalitas (m) di bawah titik didih air murni pada tekanan absolut. 4. Laju Evaporasi Laju evaporasi (evaporation rate) adalah kuantitas air yang berhasil dievaporasi (diuapkan) menjadi uap persatuan waktu tertentu. Satuan yang biasa digunakan adalah kg uap/jam, kg uap/jam m-2 permukaan pemanasan, kg uap/jam m-3 volume tungku, dan kg uap/kg bahan bakar. Besarnya laju evaporasi dipengaruhi oleh temperatur larutan dan luas permukaan sentuh evaporasi. Laju evaporasi juga sangat ditentukan oleh jenis larutan, karena setiap larutan terdiri dari molekul yang berbedaberbeda dalam jumlah gaya interaksi yang ada antar molekul tersebut (Deese, 2002). B. MINYAK TANAH Minyak tanah adalah senyawa hidrokarbon hasil destilasi minyak bumi yang paling berat, yaitu pada suhu 150 °C - 275 °C. Komposisi rantai hidrokarbonnya berisi 12 -15 atom karbon. Persenyawaan hidrokarbon minyak tanah adalah CnH2n dan CnH2n+2 (n = 1, 2, 3, ..dst). Dimana nilai n menentukan berat jenis minyak tanah, semakin tinggi nilai n semakin tinggi berat jenisnya.
Minyak tanah memiliki densitas (ρ) 0.75 - 0.85 gram/cm3 atau 750 - 850 kg/m3. Skema penyulingan minyak bumi disajikan seperti pada gambar berikut:
Gambar 13. Skema penyulingan minyak bumi (Deese, 2001).
Minyak tanah untuk pertama kali diuraikan oleh seorang ilmuwan Islam bernama Al-Razi pada abad ke-9 di Baghdad. Ia menguraikan dua metoda untuk memproduksi minyak tanah. Metoda pertama menggunakan tanah liat sebagai media penyerap, sedangkan metoda yang kedua menggunakan ammonium klorid sebagai media penyerap. Dari hasil penemuannya inilah kemudian berkembang teknologi lampu minyak tanah. Minyak tanah banyak digunakan baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun industri. Untuk skala rumah tangga, minyak tanah digunakan sebagai bahan bakar kompor minyak tanah untuk memasak, lampu minyak tanah dan yang lainnya. Sedangkan untuk skala industri, minyak tanah digunakan sebagai bahan bakar burner dan jenis pembakaran lainnya. Kelebihan dari minyak tanah selain mudah didapat juga karena harganya relatif murah. Dibandingkan dengan bahan bakar lain seperti gas atau solar. Begitu juga dengan energi lain seperti listrik. Namun, minyak tanah
memiliki beberapa kelemahan yang menjadi pertimbangan penggunaannya dalam skala besar, diantaranya mudah berjelaga, sifat letupan yang besar dan membutuhkan suhu cukup tinggi untuk penguapannya. Menurut Basler (1980), titik didih awal minyak tanah adalah 175oC dan titik didih akhir 225oC. Proses pembakaran minyak tanah oleh oksigen dituliskan dalam rumus reaksi kimia sebagai berikut: C8H18 + 12,5 O2 8 CO2 + 9 H2O + Energi Energi panas dari proses pembakaran inilah yang dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan manusia, salah satunya untuk proses evaporasi sebagai sumber energi pemanasan bahan dan penguapannya. Nilai panas pembakaran minyak tanah adalah sekitar 18,500 btu/lb, atau 43.1 MJ/kg (10374.96 kkal/kg).
BAB III. METODE PENELITIAN
A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di bengkel Metatron Fakultas Teknologi Pertanian Insitut Pertanian Bogor (Fateta – IPB) pada bulan September 2005 sampai Januari 2006. Kemudian dilanjutkan di bengkel KUD Cibeureum pada bulan Januari sampai Mei 2006.
B. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan untuk pengujian adalah minyak tanah sebagai bahan bakar dan air sebagai fluida pada heat exchanger, kondensor, serta umpan bahan. Sedangkan alat yang digunakan adalah: alat evaporator vakum single-effect, stopwatch, hybrid recorder, termokopel jenis k, barometer, meteran, penggaris dan seperangkat peralatan bengkel.
C. PROSEDUR PENELITIAN Pengujian alat evaporator vakum ini ditekankan pada kemampuan menciptakan dan mempertahankan kondisi vakum di ruang evaporasi, konsumsi bahan bakar, pindah panas pada bagian heat exchenger dan evaporator, laju penguapan, serta efisiensi sistem secara keseluruhan.. 1. Pengukuran dan Pengamatan Pengukuran dan pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini meliputi: a. Suhu Suhu diperoleh dari pengukuran pada titik-titik yang telah ditentukan. Suhu yang diukur pada penelitian ini meliputi suhu bahan pada preheater, suhu bahan pada ruang penguapan, suhu air pada heat exchanger, suhu air keluar dari heat exchanger, suhu air masuk heat exchanger, suhu air keluar-masuk kondensor, suhu uap hasil evaporasi dan suhu lingkungan. Selengkapnya dapat di lihat pada Gambar 14. Pembacaan suhu dilakukan menggunakan alat hybrid recorder yang dihubungkan dengan sensor suhu termokopel dan dicatat setiap 5
menit sekali selama 3 kali perlakukan dengan masing-masing 2 kali pengulangan berdurasi 45 menit. Satuan yang digunakan adalah oC (derajat Celcius). b. Tekanan Vakum Tekanan vakum adalah kondisi vakum yang terjadi pada ruang penguapan. Tekanan vakum dihasilkan dari operasi pompa vakum yang ada di bagian evaporator. Pengukuran dilakukan dengan pengamatan pressure-gauge yang dipasang pada salah satu titik di ruang penguapan. Satuan yang digunakan adalah kPa. Nilai tekanan vakum merupakan tekanan di bawah tekanan atmosfer. Pengamatan dicatat pada awal, tengah dan akhir operasi dalam setiap pengulangan. c. Volume Bahan Ada dua pengukuran dan pengamatan volume bahan yang diukur, yaitu bahan di ruang preheater yang di ukur pada awal proses evaporasi dan bahan yang ada di ruang penguapan sebagai hasil dari proses evaporasi. Satuan yang digunakan adalah m3. d. Konsumsi Bahan Bakar Bahan bakar yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak tanah sebagai bahan bakar pada burner di bagian heat exchanger. Konsumsi bahan bakar didefinisikan sebagai banyaknya minyak tanah yang dikonsumsi dalam setiap proses penguapan. Satuan yang digunakan dalam liter. e. Laju Penguapan Laju penguapan pada alat evaporator vakum ini merupakan laju kuantitas air yang berhasil dievaporasi (diuapkan) menjadi uap persatuan waktu (jam). Atau bisa juga didefinisikan sebagai laju penurunan kadar air bahan yang dievaporasi per satuan waktu. Pengukuran didapat dengan pengamatan pada ruang evaporasi, yaitu selisih volume bahan masuk dengan bahan tersisa. Selisih bahan ini merupakan jumlah bahan yang berhasil dievaporasi
2. Parameter a. Proses Evaporasi Proses evaporasi dilakukan dengan cara menguapkan bahan pelarut dari bahan (biasanya air) dari pangan cair melalui pemanasan sampai memperoleh konsentrasi yang diharapkan. Penguapan terjadi ketika suhu lingkungan lebih tinggi dari titik didih zat pelarut. Pada proses evaporasi ini, zat pelarut akan menguap pada titik didihnya dan keluar meninggalkan bahan (pangan cair). Untuk produk makanan yang sensitif terhadap suhu tinggi tinggi, titik didih pelarut harus diturunkan lebih rendah dari titik didih pada kondisi normal (tekanan atmosfer). Menurunkan titik didih zat pelarut ini dilakukan dengan cara menurunkan tekanan di atas permukaan cairan menjadi lebih rendah dari tekanan atmosfer atau disebut vakum (Wirakartakusumah et. al., 1989). b. Laju Evaporasi Laju evaporasi/penguapan menunjukkan laju keluarnya air dari bahan yang diuapkan per satuan waktu, berdasarkan persamaan (Toshizo Ban, 1971):
δM m1 − m2 ..................................................................... (6) = δT θ dimana,
δM adalah laju evaporasi, m1 adalah kadar air awal bahan, δT
m2 adalah kadar air akhir bahan dan θ adalah lamanya/waktu proses evaporasi. c. Kenaikan Suhu Titik Didih Bahan Titik didih bahan pada kondisi normal adalah titik dimana bahan memiliki energi untuk mengubah fase bahan dari cair menjadi uap air. Dalam evaporasi perubahan titik didih pelarut (biasanya air) disebabkan oleh bergabungnya beberapa molekul bebas air dengan molekul-molekul zat terlarut. Dimana untuk senyawa organik kenaikkan titik didih air sebagai zat pelarut pada bahan tersebut dapat ditentukan menggunakan persamaan (5): ∆Tb= 0.51 m
dimana, ∆Tb merupakan kenaikan titik didih larutan (oC) dengan molalitas (m) di bawah titik didih air murni pada tekanan absolut. Sementara itu, titik didih zat pelarut akan menurun dibandingkan pada kondisi normal akibat turunnya tekanan operasi. Nila penurunan titik didih ini dapat ditentukan menggunakan tabel sifat uap panas pada tekanan yang diterima bahan pada titik tertentu. Dimana tekanan dalam ruang operasi dapat diketahui dengan menjumlahkan tekanan operasi hasil pemakuman dengan tekanan bahan pada tinggi tertentu akibat gaya gravitasinya, yang dirumuskan dengan: P = pabs + (ρ x g x h)........................................................... (7)
dimana, P = tekanan yang diterima bahan (kPa) pabs = tekanan operasi hasil pemakuman (kPa)
ρ = masa jenis bahan (kg/m3) g
= gaya gravitasi (m/s2)
h
= ketinggian bahan dari permukaan bumi (m)
d. Pindah Panas Aspek penting lainnya pada desain evaporator adalah pada laju pindah panas dari sumber panas ke bahan. Menurut Heldman et al. (1992), laju pindah panas yang terjadi pada evaporator secara umum dapat digambarkan dengan persamaan: q = U x A x ∆T ...................................................................... (4)
dimana q adalah laju pindah panas, U adalah koefisien pindah panas menyeluruh, dan A adalah luasan pindah panas. Ada 4 point perhatian dalam hal kajian pindah panas yang terjadi pada alat evaporator ini, yaitu pada heat exchanger, preheater, ruang evaporasi (evaporator) dan kondensor. Pada penelitian ini hanya difokuskan pada dua titik saja, yaitu analisis pindah panas pada preheater dan ruang evaporasi.
Pindah panas yang terjadi pada preheater meliputi panas yang diterima bahan untuk menaikkan suhu sampai setting point (Q1) dan panas yang hilang pada ruang preheater (Q2). Sedangkan pindah panas
dalam ruang penguapan meliputi panas untuk menaikkan suhu air sampai titik didihnya (Q3), untuk penguapan (Q4) dan panas yang hilang pada ruang penguapan (Q5). Efisiensi-efisiensi yang ditentukan terdiri dari efisiensi preheater, efisiensi evaporasi dan efisiensi sistem secara keseluruhan. Perhitungan panas dalam preheater dapat didekati menggunakan persamaan: Qa = ma x cpa x (Tai – Tao) ...................................................... (8) Q1 = mb x cpb x (Tb2 – Tb1)..................................................... (9) dimana, Qa
= panas yang diberikan oleh fluida panas/air (W)
Q1
= panas yang diterima oleh bahan untuk menaikkan suhu (W)
ma
= laju aliran masa fluida panas (kg/s)
mb
= laju aliran masa bahan (kg/s)
cpa
= panas jenis fluida panas (kJ/kg oC)
cpb
= panas jenis bahan (kJ/kg oC)
Tai
= suhu fluida panas masuk preheater (oC)
Tao
= suhu fluida panas keluar preheater (oC)
Tb1
= suhu bahan awal (oC)
Tb2
= suhu bahan akhir (oC) Penghitungan pindah panas dalam ruang penguapan yang
meliputi panas untuk menaikkan suhu bahan (Q3), penguapan (Q4), dan panas yang hilang (Q5), dihitung menggunakan persamaan: Q3 = mb x cp b x (Tb2 – Tb1).................................................... (10) Q4 = mu x L .......................................................................... (11) dimana, Q3
= panas yang diterima untuk menaikkan suhu air/bahan (W)
Q4
= panas yang diterima untuk mengubah fase bahan (W)
Q5
= panas yang hilang pada ruang penguapan (W)
mb
= laju aliran masa bahan yang dimasak (kg/s)
mu
= laju aliran masa uap hasil evaporasi (kg/s)
cpb
= panas spesifik air (W/m2 oC)
Tb1
= suhu bahan masuk ruang penguapan (oC)
Tb2
= suhu titik didih bahan di ruang penguapan (oC)
L
= panas laten penguapan air (J/kg)
e. Efisiensi Sistem Dalam penghitungan ini dilakuakan tiga penghitungan efisiensi, yaitu efisiensi preheater, ruang evaporator, dan sistem secara keseluruhan. Untuk mengetahui efisiensi preheater menggunakan persamaan: ηp = Q1/Qa............................................................................. (12) Sementara untuk mengetahui efisiensi penguapan menggunakan persamaan: ηe = (Q3 + Q4) / Qa ................................................................ (13) Sedangkan efisiensi sistem (ηs) keseluruhaan merupakan perbandingan antara panas yang diterima oleh bahan (untuk menaikkan suhu bahan dan mengubah fase bahan) dengan panas input dari bahan bakar yang terpakai (Qin), yang dirumuskan dengan: ηs = (Q1 + Q3 + Q4) / Qin....................................................... (14)
3. Langkah-Langkah Pengujian Langkah-langkah pengujian alat evaporator vakum ini adalah sebagai berikut: 1. Pemasangan
sensor
suhu
berupa
termokopel
pada
titik-titik
pengukuran dan menghubungkannya dengan hybrid recorder. 2. Pengisian air ke dalam sistem mulai dari heat exchanger, ruang pemanasan awal dan ruang penguapan. Air diisikan pertama kali ke dalam heat exchanger, lalu pompa di bagian heat exchanger dihidupkan agar air tersebut mengalir mulai dari heat exchanger sampai ruang penguapan, akhirnya kembali lagi ke dalam heat exchanger. Pengisian air di bagian heat exchanger tidak dilakukan
dengan penuh untuk memberikan ruang bagi steem akibat pemanasan.
Sementara di bagian double jacket (ruang pemanasan awal dan ruang penguapan) dilakukan secara penuh. 3. Pengisian bahan ke dalam ruang pemanasan awal dan pengukuran tinggi bahan awal. 4. Pengisian bahan bakar pada jerigen untuk pembakaran di burner pada heat exchanger.
5. Pemasangan komponen alat yang menggunakan arus listrik dengan sumber tegangan pada panel listrik. Sistem kontrol akan mengatur onoff pada burner dan pompa untuk mengalirkan fluida panas dari heat exchanger ke bagian ruang pemanasan awal secar otomatis. Burner
hidup ketika suhu air (fluida) panas di dalam HE kurang dari 90 oC dan mati ketika lebih dari 90 oC. Berbarengan dengan itu, pompa menyala untuk mengalirkan fluida panas ke bagian berikutnya (preheater dan ruang evaporasi). Ketika suhu bahan di dalam ruang preheater mencapai setting point, pompa mati. Setting point yang diberikan adalah 60 oC, 65 oC, dan 70 oC. Begitu suhunya turun, maka pompa hidup kembali. Begitu seterusnya. 6. Ketika suhu air di ruang pemanasan awal sudah mencapai nilai dari setting point, pompa bahan yang akan mengalirkan air dari ruangan ini
ke dalam ruang penguapan dihidupkan. Lalu mengukur tinggi bahan di ruang penguapan. 7. Menghidupkan pompa vakum untuk menciptakan kondisi vakum pada ruang penguapan. Lalu mengukur tekanan vakum yang terjadi. 8. Melakukan pengukuran pada titik-titik yang sudah ditentukan. Pengukuran tersebut dilakukan setiap lima menit selama 45 menit. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali pemasakan masing-masing 2 kali pengulangan. 9. Melakukan pengukuran tinggi bahan di ruang penguapan sebagai hasil dari proses evaporasi. 10. Mengukur konsumsi bahan bakar pada setiap kali pengulangan dan tinggi bahan akhir di ruang penguapan.
Gambar 14. Diagram alir pelaksanaan penelitian. D. TITIK-TITIK PENGUKURAN Pengujian
alat
dititikberatkan
pada
kemampuan
alat
dalam
menciptakan dan mempertahankan kondisi vakum di dalam ruangan evaporasi selama proses berlangsung. Selain itu pengamatan juga ditekankan pada kondisi titik didih penguapan, pindah panas di unit preheater dan ruang penguapan, konsumsi bahan bakar, laju penguapan serta efisiensi alat baik perunit maupun secara keseluruhan. Sehingga parameter yang diukur meliputi: suhu, tekanan, volume bahan serta konsumsi bahan bakar. Pengukuran tekanan dilakukan dengan melakukan pengamatan pada pressure gauge yang ada di unit kondenser. Sementara pengukuran suhu
dilakukan pada titik-titik yang sudah ditentukan seperti yang disajikan pada Gambar 15. Titik-titik tersebut adalah sebagai berikut: •
T1
= Suhu fluida panas dari HE masuk ruang preheater
•
T2
= Suhu fluida panas keluar preheater dan masuk ruang penguapan
•
T3
= Suhu bahan di dalam ruang preheater
•
T4
= Suhu fluida panas keluar dari ruang penguapan
•
T5
= Suhu air masuk kondensor dari chiller
•
T6
= Suhu air keluar dari kondensor ke chiller
•
T7
= Suhu lingkungan
Gambar 15. Titik-titik pengukuran suhu pada pengujian alat evaporator vakum.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. DESKRIPSI ALAT Alat evaporator vakum ini mempunyai bagian-bagian yang saling berhubungan. Dimana bagian yang satu sangat mempengaruhi bagian yang lain. Untuk itu dilakukan dua pengamatan, yaitu pengamatan fungsional dan pengamatan struktural. Pengamatan fungsional adalah pengamatan terhadap fungsi-fungsi yang digunakan pada alat evaporator vakum. Sementara pengamatan struktural merupakan pengamatan terhadap alat dari sisi tipe, bahan yang digunakan untuk pembuatan alat, dimensi, juga susunan pipa pada alat evaporator. Berikut adalah diagram skematis dari alat evaporator vakum:
Gambar 16. Diagram skematis alat evaporator vakum. 1. Pengamatan Fungsional Alat evaporator yang diuji pada penelitian ini dilihat dari jenis tekanan operasinya termasuk ke dalam jenis evaporator vakum. Karena operasi dilakukan pada tekanan di bawah tekanan atmosfer. Sementara itu, dilihat dari sisi jenis proses evaporasinya, alat evaporator ini termasuk ke dalam jenis evaporator biasa. Karena pindah panas antara fluida panas dengan bahan hanya terjadi pada dinding ruang evaporator. Sedangkan,
dilihat dari sisi banyaknya efek yang digunakan, alat ini termasuk ke dalam jenis evaporator efek tunggal (single effect evaporator). Secara fungsional alat evaporator ini terdiri dari beberapa fungsi operasi, yaitu: alat penukar panas (heat exchanger device), alat distribusi (distribution device), pemisah uap air (vapor-liquid separator), kondenser, penghasil vakum, pemanas awal, dan pengontrol operasi (operation controller).
a. Alat Penukar Panas (Heat Exchanger) Alat Penukar Kalor (APK) atau Heat Exchanger pada evaporator ini berfungsi untuk melakukan pindah panas dari udara kepada air/fluida. Fluida ini yang digunakan untuk memanaskan sekaligus menguapkan bahan yang diproses (berupa fluida pangan) melalui pindah panas konduksi dan konveksi. Heat exchanger yang digunakan pada alat ini adalah tipe tidak
langsung. Dimana fluida/air sebagai penyalur panas ke bahan tidak berhubungan langsung dengan udara panas hasil pembakaran. Media pembatasnya berupa pipa, dimana udara panas berada di dalam pipa, sementara air berada di luar pipa. Aliran yang terjadi pada alat ini adalah tipe counter flow, yaitu tipe aliran berlawanan antara aliran fluida dengan udara panas dengan sistem 1-1 shell and tube pass. b. Alat Distribusi (distribution device) Ada tiga jenis sistem distribusi yang terjadi pada alat ini. Pertama, distribusi air panas dari alat penukar panas (heat exchanger) ke bagian preheater (ruang pemanas awal) dan ruang evaporator. Kedua, distribusi air dari ruang pendingin ke ruang kondenser. Ketiga, distribusi bahan pangan cair dari preheater ke ruang evaporator. Alat distibusi ini mensyaratkan kecilnya hambatan yang diterima oleh bahan yang didistibusikan, sehingga akan berpengaruh pada laju distribusinya. Media yang dipergunakan sebagai alat distibusi adalah pipa dengan pompa fluida.
c. Alat Pemisah Uap-Air (vapor-liquid separator) Alat pemisah uap-air ini adalah tempat dimana bahan berupa pangan cair (bahan) dievaporasi. Bahan akan dikurangi kadar airnya dengan cara menguapkan sebagian kandungan airnya (pelarut). Air dari bahan menguap ketika suhu bahan mencapai dari titik didih zat pelarutnya (air). Namun, untuk bahan yang rentan terhadap panas, suhu bahan dijaga agar tidak merusak kandungan bahan yang akan berakibat pada menurunnya kualitas dan rasa produk. Untuk itu, proses evaporasi dilakukan dalam keadaan tekanan vakum. Sehingga, titik didih zat pelarut akan turun di bawah kondisi normalnya (tekanan atmosfer). d. Kondenser Kondenser adalah alat yang memiliki fungsi untuk mengubah fase uap air panas (steem) menjadi air. Di dalam kondenser uap panas yang berasal dari ruang penguapan diembunkan dengan adanya proses pindah panas dari uap ke air pendingin. Uap cair akan berubah fase menjadi air ketika suhu uap air melewati batas titik embunya. Artinya suhu air pendingin dalam kondenser lebih rendah dari titik embun uap panas. Air yang digunakan sebagai pendingin pada alat ini berasal dari air yang ditampung dalam bak penampung yang dilengkapi dengan sistem pendingin (chiller). e. Penghasil Vakum Khusus pada alat evaporator vakum, penghasil vakum ini sangat penting untuk menciptakan kondisi vakum pada ruang penguapan. Walaupun pada kenyataannya tidak akan tercapai kondisi vakum sebenarnya, akan tetapi alat ini berfungsi untuk menurunkan tekanan yang ada di ruang penguapan sampai pada kondisi yang diinginkan. Turunnya tekanan tersebut di bawah tekanan atmosfer akan mengakibatkan turunnya titik didih air (pelarut) bahan yang sedang dievaporasi. Dengan demikian air akan menguap di bawah titik didih pada kondisi tekanan atmosfer. Penghasil vakum bisa berasal dari pompa vakum.
f. Pemanas Awal (Preheater) Pemanas awal berfungsi untuk memanaskan bahan melalui pindah panas antara fluida panas dari heat exchanger dengan bahan. Pemanasan awal ini dibutuhkan untuk memanaskan bahan sampai pada suhu tertentu yang diasumsikan merupakan titik didih zat pelarutnya pada kondisi tekanan vakum. Pemanasan awal ini berfungsi untuk meningkatkan efisiensi yang maksimal pada proses penguapan (evaporasi). Sumber panas alat ini berasal dari heat exchanger dengan bahan bakar minyak tanah. g. Mekanisme Pengontrol Operasi Selama proses evaporasi dibutuhkan mekanisme pengontrolan operasi untuk menjaga proses berlangsung sesuai dengan yang diinginkan. Titik-titik kritis yang dikendalikan secara otomatis ini adalah on-off burner pada heat exchanger dan on-off pompa mengalir fluida panas dari heat exchanger. Pengontrolan on-off burner menggunakan parameter suhu fuida panas yang berada di dalam heat exchanger. Sedangkan pengontrolan on-off pompa menggunakan
parameter suhu bahan yang berada di dalam ruang pemanasan awal. Sementara itu, pengontrolan alat yang lain dilakukan secara manual dengan menekan tombol on-off pada panel listrik. 2. Pengamatan Struktural Dilihat dari sisi strukturnya, alat evaporator vakum yang diuji terdiri dari beberapa komponen, yaitu: alat penukar panas (heat exchanger), ruang pemanas awal bahan, ruang penguapan/evaporator,
pompa vakum, kondenser, pompa fluida, chiller, panel listrik, pipa dan rangka. a. Alat Penukar Panas (Heat Exchanger) Alat penukar panas yang digunakan terbuat dari plat stainless steel berbentuk silinder dengan diameter 63 cm dan panjang 200 cm.
Di dalamnya dipasang susunan pipa-pipa stainless steel sebagai media pindah panas antara udara hasil pembakaran burner dengan air (fluida pemanas). Terdapat 47 buah pipa stainless steel dengan panjang 180
cm, yaitu: 46 buah dengan diameter 1 inchi dan 1 buah dengan diameter 2 inchi. Susunan pipa dipasang dengan susunan berbentuk segitiga. Untuk menjaga panas di dalam ruang pemanas agar kehilangan panas bisa diminimalisir maka dipasang isloasi dari glass whole setebal 5 cm. Ujung depan alat penukar panas ini dihubungkan dengan burner sementara di bagian belakang dengan pipa cerobong sebagai tempat pembuangan gas hasil pembakaran. Di bagian atas dan bawah alat ini dipasang pipa stainless stell berdiameter 1 inchi sebagai tempat untuk memasukkan fluida dan ruang untuk penguapan air yang berada di dalamnya (atas), dan pengeluaran air. Kompor
ray
memiliki
spesifikasi
tipe
DEB2YB-015-31,
BNr.GED 080301 K21. Dengan putaran motor 2750 rpm, daya 90 W, getaran 50 Hz, tegangan 220/340 Volt dan kapasitansi 6 µF.
Gambar 17. Unit heat exchanger dan kompor ray. b. Ruang Pemanas Awal Bahan (Preheater) Komponen ini berbentuk silinder setinggi 205 cm dengan diameter luar 75 cm dan diameter tengah 65 cm dengan bagian atasnya terbuka sementara bagian bawahnya berbentuk kerucut dengan tinggi 20 cm. Ruang ini menggunakan model double jacket, dimana ada dua dinding. Dinding pertama (diameter 65 cm) berfungsi sebagai pembatas antara bahan dengan fluida pemanas, sekaligus sebagai tempat penyimpan bahan. Dinding kedua (diamater 75 cm) merupakan tempat fluida panas berada, sekaligus sebagai batas luar double jacket.
Sebagai isolator dipasang glass whole setebal 5 cm di bagian luar double jacket.
c. Ruang Penguapan Tidak berbeda dengan ruang pemanas awal, ruang penguapan juga menggunakan prinsip double jacket berbentuk bentuk silinder dengan ukuran diameter dalam dan tengah sama (65 cm dan 75 cm). Bedanya, ruang penguapan karena dihubungkan dengan pompa vakum, maka alat ini dibuat tertutup dengan bagian bawahnya berbentuk kerucut dengan tinggi 20 cm. Di bagian atas alat ini dipasang pipa berdiameter 5 inchi sebagai penghubung dengan kondenser dan pompa vakum sebagai saluran uap panas hasil penguapan.
Gambar 18. Unit ruang penguapan. d. Kondenser Kondenser terbuat dari plat stainless steel berbentuk silinder yang di dalamnya dipasang susunan pipa stainless steel berdiameter 1 inchi. Silinder kondenser berdiameter 50 cm dengan tinggi 230 cm. Pada kedua ujungnya dibuat setengah lingkaran sekaligus di dalamnya dipasang plat sebagai pemisah antara uap panas dengan air pendingin. Pada kedua sisi bagian atas dan bawah dipasangkan pipa stainless steel berdiameter 2 inchi sebagai tempat masuk dan keluarnya air pendingin dari chiller dan ke kondenser ini. Di bagian atas alat ini dipasang
pressure gauge sebagai pengukur tekanan vakum. Sementara di bagian
bawah alat ini dihubungkan dengan pompa vakum melalui pipa stainless steel berdiameter 3 inchi.
Gambar 19. Unit kondenser. e. Pompa Vakum Pompa vakum yang digunakan berupa gear pump dengan motor penggerak 5,5 HP. Pompa ini mampu menghasilkan kondisi vakum dengan tekanan hingga 75 kPa di bawah tekanan atmosfer, atau senilai dengan 487.5 torr. Sebagai reservoar digunakan air yang ditampung di dalam bak berukuran 50 x 50 x 75 cm. Air ini berfungsi untuk membawa uap panas yang berasal dari kondenser.
Gambar 20. Unit pompa vakum.
f. Pompa Fluida Pompa ini digunakan untuk mengalirkan fluida yang ada di dalam pipa. Selain pompa vakum ada 3 pompa fluida yang digunakan. Pompa pertama digunakan untuk mengalirkan fluida panas dari HE ke dalam ruang pemanasan awal dan ruang penguapan. Pompa kedua digunakan untuk mengalirkan bahan dari ruang pemanasan awal ke ruang penguapan. Pompa ketiga digunakan untuk mengalirkan air pendingin dari chiller ke ruang kondenser. Setiap pompa dihubungkan dengan arus listrik pada panel kontrol.
Gambar 21. Salah satu unit pompa (bagian distribusi air kondenser). g. Chiller Chiller merupakan unit penyedia air pendingin untuk kondenser.
Alat ini berupa bak besar terbuka dengan ukuran p x l x t berturut-turut 250 cm x 200 cm x 125 cm yang terbuat dari plat baja setebal 3 mm. Bak ini dihubungkan dengan sistem pendingin yang berada di bagian ujung depannya dengan sistem refrigeran amoniak. h. Panel Listrik Panel listrik merupakan rangkaian saklar on-off dari semua perangkat pada evaporator. Alat yang dikendalikan dengan saklar pada panel ini adalah: burner, pompa dari HE ke ruang pemanas, pompa dari ruang pemanas ke ruang penguapan, pompa vakum, chiller dan pompa dari chiller ke kondenser. Di dalam panel ini terdapat dua kontrol otomatis untuk mengendalikan on-off burner dan pompa aliran fluida
panas dari HE ke ruang pemanasan awal bahan. Panel terbuat dari rangka dan dipasangkan plat setebal 1mm dengan ukuran panel p x l x t berturut-turut 80 cm x 40 cm x 120 cm.
Gambar 22. Unit panel listrik. i. Pipa Pipa digunakan sebagai alat distribusi, baik bahan maupun fluida panas dan dingin. Pipa yang digunakan ada dua jenis yaitu pipa yang mengalirkan air dari alat penukar panas ke bagian pemanas bahan juga ruang evaporator, serta air dari ruang pendingin ke ruang kondenser. Kedua, pipa untuk mengalirkan bahan dari ruang pemanas awal ke ruang evaporator. Spesifikasi pipa yang digunakan berbahan stainless steel dengan ukuran mulai dari ¾ inchi sampai 5 inchi. Pemilihan
bahan stainless steel ditujukan agar tidak terjadi perubahan warna pada bahan yang dialirkan baik akibat reaksi bahan dengan pipa maupun akibat korosi. j. Rangka Rangka dipergunakan sebagai tempat kedudukan dari alat-alat di atas. Rangka juga dimaksudkan agar posisi unit-unit dari alat evaporator vakum menjadi satu kesatuan dan kokoh. Rangka alat ini terbuat dari pelat siku, besi kanal dan besi U.
Gambar 23. Pengamatan fungsional dan struktural dari alat evaporator vakum. 3. Mekanisme Alat Secara umum alat ini menggunakan prinsip pindah panas dari fluida panas yang berasal dari unit heat exchanger sebagai sumber pemanas bagi bahan yang akan dievaporasi. Untuk kemudian pada suhu tertentu zat pelarut bahan (air) akan menguap di ruang penguapan. Untuk memulai proses evaporasi pertama kali heat exchanger akan diisi oleh air sebagai pengantar panas ke bagian yang lain dan menghidupkan pompa distribusi air dari HE. Kira-kira 95% sudah terisi, maka operator akan menghidupkan burner untuk memulai pembakaran di bagian HE dengan menggunakan kompor ray berbahan bakar minyak tanah. HE tidak diisi penuh untuk menjaga tekanan air di dalam HE agar memiliki ruang selain untuk menghindari kelebihan tekanan air. Pada saat yang bersamaan, bahan dimasukkan ke dalam ruang preheater, kemudian menghidupkan chiller dan pompa distribusi air di kondenser. Hasil pembakaran dari burner akan memanaskan air yang ada di dalam HE. Dimana udara panas berada di dalam pipa, sementara air berada
di luar pipa. Di sini terjadi pindah panas antara udara panas dengan air. Karena titik air pada kondisi tekanan atmosfer adalah 100 oC, maka suhu air dijaga tidak melebihi angka 90 oC agar tidak menguap. Ketika suhu air di dalam HE sudah mencapai 90 oC, burner dengan otomatis akan mati. Dan hidup kembali ketika suhu air berada di bawah 90 oC. Pada proses ini terjadi pula pindah panas antara air dari HE dengan bahan di ruang preheater secara konduksi dan konveksi. Air panas ini akan memanaskan bahan di ruang preheater untuk pemanasan awal sampai bahan bersuhu 60 oC, 65 oC, dan 70 oC. Pada saat suhu bahan mencapai setting point ini secara otomatis pompa distribusi air panas akan mati. Operator kemudian mengalirkan bahan dari unit preheater ke ruang penguapan dengan menghidupkan pompa distribusi bahan. Pada saat yang bersamaan operator juga menghidupkan unit pompa vakum. Ketika bahan telah berada di ruang penguapan dengan kondisi tekanan vakum 60-65 kPa di bawah tekanan atmosfer, zat pelarut (air) akan menguap pada suhu di bawah titik didih air pada tekanan atmosfer. Karena pada kondisi ini titik didih zat pelarut akan turun. Dengan demikian zat pelarut akan menguap dan masuk ke ruang kondenser untuk kemudian berubah fase menjadi cair dan uap panasnya akan dibawa oleh air pada bak pompa vakum yang berfungsi sebagai reservoar. Proses evaporasi dilakukan selama 1,5 jam dalam setiap perlakuan (setting point), dan selama 30 menit dalam setiap pengulangan. B. ANALISA TEKNIK ALAT DAN PENGHITUNGAN Pada penelitian ini dilakukan uji kinerja dari alat evaporator vakum tipe single-effect (efek tunggal). Uji kinerja yang dimaksud meliputi kemampuan alat mempertahankan suhu dan tekanan optimal selama proses evaporasi. Suhu dan tekanan hendaknya dapat terjaga stabil untuk menentukan waktu optimum proses evaporasi dilakukan. Suhu dan tekanan yang tidak stabil akan mengakibatkan ketidakseragaman hasil pengolahan dalam setiap proses evaporasinya. Bahkan dalam beberapa kasus dapat mengakibatkan kerusakan yang sangat serius pada bahan pangan yang diproses. Pada akhirnya
akan menimbulkan kerugian secara finansial bagi para produsen industri pengolahan pangan yang menggunakan alat ini. 1. Suhu Suhu optimal untuk evaporasi vakum adalah 40 oC hingga 70 oC untuk pangan cair seperti jus atau jelly. Pengaturan aliran energi panas yang akan menaikkan suhu bahan harus dijaga secara otomatis agar tidak melebihi limit tersebut. Khusus untuk bahan pangan cair yang sangat sensitif terhadap panas, pada suhu 40 – 70 oC, reaksi katalis enzim dapat mengubah sifat pangan cair hanya dalam beberapa menit saja yang berakibat pada perubahan sifat kimia juga fisik bahan tersebut. Sehingga walaupun diperlukan panas –yang salah satunya– untuk meng-inaktivasi enzim tapi pada saat yang bersamaan kualitas pangan tersebut harus tetap terjaga. Untuk keperluan tersebut, alat evaporasi vakum dioperasikan pada tekanan ruang di bawah tekanan atmosfer sehingga titik didih pelarut turun hingga masuk pada rentang suhu di atas. Sebelum bahan memasuki ruang penguapan, bahan terlebih dulu dipanaskan sampai mendekati titik didih air pada tekanan operasi alat. Pada penelitian dilakukan setting point suhu bahan adalah 60 oC, 65 oC dan 70 oC. Secara detil suhu selama evaporasi dapat dilihat pada Lampiran 2, 3 dan 4. Diagram suhu bahan di dalam ruang preheater dapat dilihat pada Gambar 24. 90,0 80,0
Suhu (derajat C)
70,0 60,0 Setting point I (60)
50,0
Setting point II (65)
40,0
Setting point III (70)
30,0 20,0 10,0
16 5
15 0
13 5
12 0
90 10 5
60
75
45
30
0
15
0,0
Waktu (menit)
Gambar 24. Grafik perubahan suhu (oC) bahan di ruang preheater terhadap waktu (menit) pada masing-masing setting point.
2. Tekanan Vakum Alat Faktor tekanan pada alat evaporator ini menjadi permasalahan sangat penting. Titik kritis dalam hal ini adalah kemampuan alat menjaga tekanan optimal selama proses evaporasi berlangsung. Tekanan vakum pada alat evaporator tergantung pada kemampuan pompa dan kondisi ruang evaporator. Secara umum, permasalahan tekanan ini dapat dianalisa sebagai berikut: apabila tekanan stabil namun di bawah tekanan optimal maka kemungkinan besar pompa memiliki masalah operasional.
Kemungkinan
kecilnya
tabung
evaporasi
mengalami
kebocoran halus. Sebaliknya, apabila tekanan berubah-ubah maka kemungkinan besar tabung mengalami kebocoran besar. Setting point tekanan yang diinginkan di ruang evaporasi adalah 60 – 75 kPa. Dari Gambar 25 memperlihatkan bahwa pada saat melakukan ulangan pertama (tes pendahuluan) nampak tekanan terjadi secara fluktuatif dan berada jauh di bawah kondisi optimal, yaitu hanya mencapai 32 kPa. Hal ini dapat dinilai telah terjadi kebocoran besar pada alat.
Tekanan Vakum (-kPa)
70 60 50
Pengujian Awal
40
Setting Point I (60)
30
Setting Point II (65) Setting Point III (70)
20 10 0 0
1
2
5
10
30
Waktu (menit)
Gambar 25. Grafik laju pemakuman ruang evaporasi (kPa) terhadap waktu pemakuman (menit). Pada ulangan pertama (tes pendahuluan), tekanan yang terbaca pada pressure gauge mengalami fluktuasi. Kebocoran pertama diketahui dengan
diketahuinya suara “desis” yang timbul dari seal sambungan pada unit condenser. Sementara kebocoran kecil dianalisa menggunakan air sabun
yang dicek pada setiap sambungan dan baut-baut pengikat pada unit evaporator dan kondenser. Pemecahan atas permasalahan ini dilakukan dengan cara mengencangkan semua baut-baut yang terdeteksi mengalami kebocoran. Selain itu dilakukan pemberian silicon-gell pada semua sambungan. Pada ulangan II – IV (perlakuan (setting point) I – III), setelah kebocoran tertangani, tekanan vakum terlihat normal pada angka 60 – 65 kPa. Dari grafik di atas juga terlihat bahwa proses pemakuman hanya berhasil sampai pada angka 65 kPa di bawah tekanan atmosfer. Lebih kecil dari setting point yang diinginkan alat. Hal ini besar kemungkinan disebabkan karena masih adanya kebocoran halus pada beberapa bagian dari evaporator yang tidak terdeteksi, atau kemampuan pompa yang sudah maksimal pada angka tersebut. Namun dengan angka tersebut, alat bisa beroperasi dengan baik untuk melakukan evaporasi. 3. Laju Evaporasi Laju evaporasi didefinisikan sebagai kuantitas air yang berhasil dievaporasi (diuapkan) menjadi uap persatuan waktu tertentu. Dalam hal ini laju evaporasi merupakan laju penurunan kadar air pada bahan. Dengan kata lain nilai ini menunjukkan kemampua alat dalam mengeluarkan zat pelarut (dalam hal ini air) dari bahan yang diproses. Tabel berikut menampilkan data dari nilai laju evaporasi alat. Tabel 2. Nilai laju evaporasi pada masing-masing ulangan Setting Point
Ulangan
Laju Evaporasi (kg uap/jam)
Pertama (60 oC)
I II I II I II
62,31 67,30 67,30 82,25 87,24 94,72
Kedua (65 oC) Ketiga (70 oC)
Proses evaporasi dilakukan untuk masing-masing ulangan adalah 30 menit. Proses ini dimulai dengan memasukkan bahan ke dalam ruang penguapan. Di ruang penguapan ini bahan yang sudah dipanaskan
sebelumnya akan dievaporasi pada tekanan vakum. Air sebagai zat pelarut mengalami penguapan pada suhu di bawah titik didih air. Hal ini disebabkan oleh turunnya tekanan ruang operasi di bahwa tekanan atmosfer. Dari Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa laju evaporasi berbanding lurus dengan suhu awal bahan. Terlihat bahwa nilai laju evaporasi tertinggi didapat pada perlakuan (setting point) ketiga, ulangan kedua, yaitu pada setting point suhu awal 70 oC. Hal ini dapat dianalisa sebagai berikut:
ketika bahan memasuki ruang penguapan bahan akan mengalami kenaikan panas kembali sampai pada batas titik didihnya. Baru kemudian setelah mencapai titik didih zat pelarut, air akan diuapkan. Sehingga semakin jauh suhu bahan dari titik didih evaporasi maka semakin banyak energi yang digunakan terlebih dulu untuk menaikkan suhunya sampai pada batas titik didihnya. Sebaliknya, semakin kecil beda suhunya semakin cepat proses evaporasinya. Analisanya adalah sebagai berikut: bahwa panas yang digunakan pada ruang evaporasi dibagi menjadi dua. Pertama untuk menaikkan suhu bahan sampai pada titik didihnya. Kedua untuk mengubah fase cair pelarut menjadi uap. Semakin kecil beda suhu antara setting point (suhu bahan memasuki ruang evaporator) maka energi yang digunakan untuk mengubah fase lebih banyak. 4. Suhu Evaporasi Bahan pangan terdiri dari banyak persenyawaan. Mulai dari protein sampai air. Pada kasus evaporasi sebenarnya yang akan dievaporasi dari bahan pangan bukan senyawa protein atau kandungan kimia lainnya, melainkan zat pelarut yang biasanya berupa air. Pengurangan kadar air dari bahan pangan ini sangat penting dalam proses pengolahan pangan khususnya pangan cair seperti pasta, jeli atau yang lainnya. Pengurangan kadar air ini ditujukan baik untuk meningkatkan daya simpan pangan, meningkatkan kualitas, juga untuk kebutuhan proses selanjutnya. Pada saat air memiliki ikatan persenyawaan dengan protein atau bahan lain pada bahan pangan akan terjadi kenaikan titik didih air diakibatkan ikatan tersebut. Artinya, pada kondisi air tidak bebas atau air
terikat, titik didihnya akan lebih tinggi dibandingkan pada kondisi normal (bebas). Kenaikkan titik didih air ini yang kemudian oleh Toledo (1993) dirumuskan sebagai ∆Tb (persamaan 5): ∆Tb= 0.51 m Dari persamaan di atas dapat diartikan bahwa selisih kenaikan titik didih larutan bahan organik dengan air pada kondisi tidak terlarut adalah sebesar 0.51 dari besarnya molalitas bahan kandungan terlarutnya. Semakin banyak kadar kandungan bahannya, semakin besar kenaikkan titik didih zat pelarutnya. Pada penelitian yang dilakukan pada ala evaporator vakum ini bahan yang digunakan bukan bahan pangan akan tetapi air biasa. Untuk itu, kasus kenaikkan titik didih akibat ikatan dengan senyawa lain dari bahan pangan tidak terjadi. Karena analisa hanya dilakukan pada laju evaporasi air pada kondisi tidak terikatnya. Pada kondisi normal air akan mendidih pada suhu 100 oC dalam ruang dengan tekanan atmosfer (1 atm, setara dengan 76 cmHg) pada ketinggian 0 m di atas permukaan laut. Semakin tinggi ketinggian dari permukaan air laut sebenarnya terjadi penurunan tekanan atmosfer. Sehingga titik didih air bisa saja berkurang di bawah 100 oC. Dalam percobaan ini menggunakan alat evaporator vakum sehingga terjadi penurunan tekanan ruang jauh di bahwa tekanan normal atmosfer. Kondisi tekanan vaum yang diharapkan adalah -75 kPa (75 kPa di bawah tekanan atmosfer). Sehingga pada kondisi tersebut terjadi penurunan titik didih bahan secara drastis. Hal ini dilakukan mengingat banyaknya bahan pangan khususnya pangan cair yang sangat rentan/sensitif terhadap panas. Sehingga proses evaporasi dilakukan pada suhu rendah agar tidak terjadi kerusakan dari bahan pangan. Evaporasi suhu rendah ini dapat dilakukan hanya pada kondisi tekanan vakum pada ruang evaporasinya. Pada ruang evaporasi penurunan tekanan disebabkan oleh proses pemakuman. Sehingga tekanan sebenarnya yang terjadi pada ruang evaporasi adalah penjumlahan tekanan operasi hasil pemakuman dengan tekanan bahan pada ketinggian (h) akibat gaya gravitasinya. Dari hasil
penghitungan dengan tekanan operasi pada -65 kPa (65 kPa di bawah tekanan atmosfer) didapat bahwa pada ketinggian bahan 1 m dari permukaan, titik didih air menjadi 73.69 oC. Artinya pada suhu 73.69 oC air sudah mengalami penguapan (berubah dari fase cair menjadi uap/gas). Suhu ini yang kemudian kita sebut sebagai suhu evaporasi. Penghitungan suhu evaporasi ini dilakukan dengan cara menentukan terlebih dahulu suhu bahan memasuki ruang penguapan. Kemudian kita hitung tekanan operasi dan kita jumlahkan dengan tekanan kolom bahan akibat gravitasi. Setelah itu pada kasus bahan berupa air saja tinggal kita masukkan ke dalam Tabel A2 (lampiran 13), sifat steam, kemudian dilakukan proses interpolasi. Maka didapat nilai suhu uap pada tekanan tersebut. Nilai suhu inilah yang merupakan suhu air mengalami proses penguapan. Kita ingat bahwa air akan menguap pada suhu konstan. Penghitungan lengkapnya ada pada Lampiran 6. 5. Konsumsi Bahan Bakar Konsumsi bahan bakar didefinisikan sebagai banyaknya bahan bakar yang dikonsumsi dalam setiap proses evaporasi. Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui jumlah minyak tanah sebagai bahan bakar yang digunakan dalam setiap jam proses evaporasi, serta untuk mengetahui energi panas yang dihasilkan dari pembakaran minyak tanah yang digunakan untuk proses tersebut. Pada proses evaporasi yang dilakukan didapat bahwa konsumsi bahan bakar rata-rata setiap jamnya untuk masing-masing perlakuan (setting point) berbeda-beda. Selengkapnya data konsumsi minyak tanah selama proses evaporasi disajikan dalam berikut: Tabel 3. Data pengukuran konsumsi bahan bakar minyak tanah Setting point (perlakuan) Pertama (60 oC) Kedua (65 oC) Ketiga (70 oC)
Kondisi (Ulangan) 1. Preheater + Evaporasi 2. Evaporasi 1. Preheater + Evaporasi 2. Evaporasi 1.Preheater + Evaporasi 2. Evaporasi
Konsumsi Bahan Bakar (liter) 7.50 2.50 9.00 3.50 8.75 3.75
Pada Tabel 3 memperlihatkan bahwa konsumsi yang berbeda sangat dipengaruhi oleh setting point yang dilakukan. Selain itu, konsumsi bahan bakar juga ditentukan oleh suhu awal bahan ketika dilakukan pengolahan. Suhu awal bahan yang rendah mengakibatkan semakin banyak energi panas yang dibutuhkan untuk menaikkan suhunya sampai titik yang diinginkan. Begitu juga semakin tinggi setting point yang diinginkan maka semakin besar pula bahan bakar yang diperlukan. Sementara itu, energi panas yang digunakan pada proses pindah panas ini didapat dari hasil pembakaran minyak tanah dalam kompor ray yang kemudian ditransfer secara konduksi dan konveksi dari udara hasil pembakaran dengan fluida (air) di dalam pipa pada ruang heat exchanger (HE). Energi panas yang dihasilkan dari proses pembakaran ini dapat dihitung dengan cara mengalikan faktor jumlah bahan bakar, densitas bahan bakar, dan nilai panas dari bahan bakar. Dimana densitas minyak tanah adalah 790.00 kg/m3 dan nilai panasnya adalah 10374.96 kkal/kg. Jumlah energi panas hasil pembakaran minyak tanah dalam masingmasing perlakukan disajikan pada tabel berikut: Tabel 4. Energi panas hasil pembakaran minyak tanah Perlakuan (Setting Point) Pertama (60 oC) Kedua (65 oC) Ketiga (70 oC)
Kondisi (Ulangan) 1. Preheater + Evaporasi 2. Evaporasi 1. Preheater + Evaporasi 2. Evaporasi 1. Preheater + Evaporasi 2. Evaporasi
Energi Panas (MJ) 257.57 85.86 309.08 120.20 300.49 128.78
Pada masing-masing perlakuan, kondisi pertama (preheater dan evaporasi) energi dikeluarkan lebih banyak dibandingkan pada ulangan kedua. Hal ini dikarenakan pada kondisi ini energi digunakan terlebih dahulu untuk memanaskan bahan sampai pada setting point, kemudian energi panas digunakan untuk proses penguapan bahan. Sehingga konsumsi bahan bakar pun akan lebih banyak pada proses ini (pemanasan
awal) dibandingkan saat proses evaporasi saja. Selain itu juga dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suhu awal bahan dan setting point yang diinginkan. 6. Nilai Ekonomis Bahan Bakar Nilai ekonomis bahan bakar adalah jumlah bahan bakar yang diperlukan untuk melakukan atau memproses suatu pengolahan bahan. Pada alat evaporator nilai ekonomis bahan bakar dapat diartikan sebagai jumlah bahan bakar yang diperlukan untuk melakukan evaporasi 1 kg uap. Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa nilai ekonomis bahan bakar dari alat ini sudah cukup besar. Data selengkapnya disajikan pada tabel berikut: Tabel 5. Nilai ekonomis bahan bakar pada masing-masing perlakuan Perlakuan (Setting Point)
Nilai Ekonomis (kg uap/kg bahan bakar)
Pertama (60 oC)
23.70
Kedua (65 oC)
29.80
Ketiga (70 oC)
35.10
Dari tabel di atas dapat diterangkan bahwa 1 kg minyak tanah mampu menguapkan bahan sebanyak 23.70 kg (perlakuan I), 29.80 kg (perlakuan II), dan 35.10 kg (perlakuan III). 7. Efisiensi Sistem Efisiensi alat yang dianalisis terdiri dari 3 titik, yaitu: efisiensi pada unit preheater (pemanas awal bahan), efisiensi pada unit evaporator, dan efisiensi sistem secara keseluruhan. a. Efisiensi unit preheater Unit preheater merupakan sistem pemanas awal bagi bahan sebelum masuk ke ruang evaporator. Di dalam ruangan ini bahan mendapatkan energi panas secara konduksi dan koveksi dari fluida panas yang berasal dari heat exchanger. Panas digunakan untuk menaikkan suhu bahan sampai pada suhu setting point yang diinginkan. Rata-rata diperlukan waktu 85 – 125 menit dari pengoperasian alat terutama unit HE untuk mencapai suhu setting
point bahan. Lama waktu yang diperlukan ini sangat tergantung dari setting point yang digunakan. Semakin tinggi titik yang digunakan,
semakin lama proses berlangsung. Efisiensi unit preheater merupakan perbandingan antara energi panas yang digunakan untuk menaikkan suhu bahan dengan energi panas yang disediakan oleh fluida panas dari unit heat exchanger. Semakin
besar
nilai
perbandingannya,
semakin
efisien
unit
preheaternya. Untuk mengetahui nilai dari efisiensi unit ini digunakan
persamaan 8, 9 dan 12. Data selengkapnya disajikan pada Lampiran 7, 8 dan 9. Dari hasil pengujian didapat bahwa nilai efisiensi unit preheater masih belum optimal. Hal ini terlihat dari nilai efisiensi yang relatif masih sangat kecil. Kondisi ini besar kemungkinan dikarenakan banyaknya energi panas yang terbuang ke luar dari dalam sistem ini. Kehilangan panas terjadi karena transfer panas pada dinding alat dan penutup yang terbuka dengan udara luar. Untuk menaikkan nilai efisiensi dari unit ini bisa dilakukan dengan cara memberikan peredam panas pada dinding unit double jacket menggunakan glass woll yang lebih tebal dan memberikan
penutup pada bagian atas tempat penyimpanan bahan. Sehingga akan meminimalisir kehilangan panas. b. Efisiensi unit evaporator Unit evaporator merupakan sistem tempat penguapan zat pelarut bahan dalam kondisi tekanan vakum. Di dalam ruangan ini bahan mendapatkan energi panas secara konduksi dan koveksi dari fluida panas yang berasal dari heat exchanger yang sebelumnya digunakan pada unit preheater yang kemudian dialirkan menggunakan pipa ke ruang penguapan. Panas yang diberikan fulida panas digunakan dalam dua kali proses. Pertama, panas digunakan untuk menaikkan suhu bahan sampai pada titik didih zat pelarut pada tekanan operasi. Kedua, panas digunakan untuk mengubah fase cair zat pelarut bahan menjadi fase uap. Pada proses pertama terjadi kenaikan suhu bahan pada
tekanan konstan. Sehingga panas yang ada efisien digunakan untuk menaikkan suhu saja. Dengan suhu pengupan 73.69
o
C maka
perubahan suhu yang terjadi sekitar 3 – 13 oC dari kondisi suhu awal (pasca pemanasan awal/setting point). Sementara itu dalam proses yang kedua, panas yang diberikan fluida panas digunakan untuk mengubah fase bahan pelarut dari cair ke gas, pada proses ini tidak mengalami kenaikan suhu karena panas yang digunakan efisien untuk mengubah fase zat pada suhu konstan. Efisiensi unit evaporator merupakan perbandingan antara energi panas yang digunakan untuk menaikkan suhu bahan dan mengubah fase zat pelarut dengan panas yang diberikan oleh fluida panas dari unit heat exchanger. Efisiensi ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 10, 11 dan 13. Dari hasil pengujian didapat bahwa nilai efisiensi unit preheater masih belum optimal. Kondisi ini terjadi dikarenakan banyaknya energi panas yang terbuang ke luar. Kehilangan panas yang terjadi pada unit ini karena transfer panas pada dinding dan tutup. Selengkapnya nilai efisiensi unit ini dapat dilihat pada Lampiran 1012. Nilai efisiensi dari unit ini dapat ditingkatkan dengan cara memberikan peredam panas pada dinding unit double jacket menggunakan glass woll yang lebih tebal serta dengan dan memberikan penutup pada bagian atas tempat penyimpanan bahan. Sehingga akan meminimalisir kehilangan panas. c. Efisiensi sistem keseluruhan Efisiensi sistem keseluruhan dapat diartikan sebagai nilai perbandingan antara energi panas yang digunakan alat untuk seluruh proses evaporasi dengan total input energi panas bahan bakar hasil pembakaran yang diterima alat. Penggunakan energi panas pada alat evaparator adalah untuk menaikkan suhu bahan pada ruang preheater, menaikkan suhu bahan pada ruang evaporator, serta mengubah fase zat pelarut menjadi uap pada ruang evaporator. Sementara itu, input energi
panas alat berasal dari pembakaran bahan bakar minyak di ruang heat transfer.
Dengan menggunakan persamaan 14 didapat nilai dari efisiensi sistem secara keseluruhan yang secara lengkap disajikan pada Tabel 5. Tabel 6. Nilai efisiensi keseluruhan dari sistem Perlakuan Perlakuan I (setting point 60 oC) Perlakuan II (setting point 65 oC) Perlakuan III (setting point 70 oC)
Qtot (kJ)
Q1 (kJ)
Q2 (kJ)
Q3 (kJ)
Ef
343 389.77
12 648.58
7 583,40
36,34
0.04
429 237.22
2 249.98
4 996,19
52,66
0.05
429 237.22
23 112.41
2 121,51
65,83
0.05
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa total input energi panas yang disediakan oleh bahan bakar (Qtot) juga efisiensi alat terjadi sedikit perbedaan pada masing-masing perlakuan (setting point). Nilai ini masih sangat kecil dari yang diharapkan. Artinya, dari total energi panas dari bahan bakar hanya sekitar 4 – 5 % saja yang termanfaatkan untuk memproses bahan. Sisanya hilang baik berupa kehilangan panas maupun pada saat terjadi perpindahan panas secara konduksi dari fluida panas ke bahan. Selain itu, pada unit HE juga dimungkinkan terjadi kehilangan panas yang sangat besar. Panas hasil pembakaran ini tidak langsung digunakan untuk menaikkan suhu bahan, akan tetapi melalui proses pindah panas konduksi dan konveksi terlebih dahulu di bagian HE antara udara panas hasil pembakaran dengan fluida panas. Fluida panas inilah yang digunakan untuk proses evaporasi. Dengan demikian, nilai efisiensi dasi sisi konsumsi bahan bakar memang sangat kecil. Untuk memperbesar nilai efisiensi dilakukan dengan cara mengurangi secara maksimal kehilangan panas. Hal ini bisa dilakukan dengan cara desain susunan dan jumlah pipa pada HE yang lebih tepat, pemberian glasswool pada setiap unit yang terjadi pindah panas, juga proses yang dipersingkat.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Dari hasil penelitian terhadap alat evaporator vakum tipe single-effectevaporator dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Alat evaporator vakum tipe single-effect-evaporator berhasil diuji performansinya. 2. Hasil pengujian menunjukkan kinerja unit evaporator vakum yang diuji cukup optimal. Nilai dari laju penguapan rata-rata alat sebesar 64.81 kg/jam (perlakuan I), 74.77 kg/jam (perlakuan II), dan 90.98 kg/jam (perlakuan III). Konsumsi bahan bakar minyak tanahnya adalah: 2.73 kg/jam (perlakuan I), 2.51 kg/jam (perlakuan II), dan 2.59 kg/jam (perlakuan III). Nilai ekonomis bahan bakarnya adalah: 23.70 (perlakuan I), 29.80 (perlakuan II), dan 35.11 (perlakuan III). 3. Alat telah beroperasi pada tekanan vakum dengan nilai tekanan vakum rata-rata -65 kPa (65 kPa di bawah tekanan atmosfer). Sehingga pada tekanan ruang ini zat pelarut (air) dapat terevaporasi pada suhu 73.69 oC (suhu evaporasi). Pada kondisi ini, evaporasi tidak merusak sifat fisik dan kimia bahan. 4. Nilai efisiensi sistem secara keseluruhan masih sangat kecil. 5. Terdapat beberapa kendala selama proses pengoperasian alat. Kendala utama yang dihadapi adalah: a. Kemampuan ruang preheater dalam menahan tekanan air pemanas yang dimasukkan ke dalam double jacket disebabkan oleh pemilihan bahan dan kontruksi yang kurang pas (bahan terlalu tipis). b. Penempatan pressure-gauge yang berada pada bagian atas unit kondenser menyebabkan terhambatnya pengamatan terhadap tekanan operasi. Terlebih ketika terjadi kebocoran yang ditandakan penurunan tekanan yang fluktuatif cukup sulit diamati. c. Terdapatnya kesulitan mendapatkan tekanan operasi yang maksimal sesuai yang diperlukan. Kondisi tekanan yang belum optimal ini
disebabkan oleh kebocoran kecil maupun kemampuan pompa vakum yang digunakan. d. Terdapatnya kesulitan dalam proses finishing pengambilan bahan dari ruang evaporator. Hal ini disebabkan karena proses buka-tutup ruang evaporasi yang bergabung dengan saluran uap ke ruang kondenser. Begitu juga di bagian bawah melewati pipa, karena berhubungan dengan ruang preheater. e. Terjadi banyak kehilangan panas terutama di bagian pemanasan awal karena tidak adanya penahan panas pada dinding alat.
B. SARAN Setelah melakukan penelitian terhadap alat evaporator vakum tipe single-effect-evaporator dan didapatkan beberapa hasil, penulis melihat ada
beberapa hal yang perlu disampaikan sebagai bahan perbaikan ke depan, yaitu: 1. Untuk mendapatkan hasil yang baik, perlu dilakukan pemilihan bahan terutama plat yang tepat untuk kekuatan tekanan operasi. 2. Pressure-gauge dipasang pada posisi yang mudah dilihat oleh operator sehingga memudahkan dalam pengendalian operasi ketika terjadi penurunan tekanan atau kebocoran. 3. Untuk mekanisme pengambilan bahan perlu dibuat yang lebih mudah dan rumit. Misalnya dengan memberikan pipa dan kran pengeluaran bahan hasil pengolahan. 4. Perlu dilakukan pengujian langsung pada bahan baku yang akan diproses, sehingga akan mendapatkan hasil yang lebih spesifik dan akurat. 5. Perlu dilakukan penelitian lebih mendalam untuk analisi pindah panas pada masing-masing unit, mulai dari HE, pipa-pipa, preheater, ruang evaporator, kondenser, pendingin, juga unit pompa. 6. Perlu analisis lebih lengkap dan terperinci pada unit pompa, dilihat dari sisi kemampuan pompa dan yang berhubungan dengannya. 7. Untuk skala industri, perlu dilakukan analisis ekonomi penggunaan alat evaporator ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah,
K.
1986.
Energi
dan
Listrik
Pertanian.
JICA-DGHE/IPB
PROJECT/ADAET: JTA-91(132). Institut Pertanian Bogor. Deese. 1993-2001. Temperature Change Versus Heat Added: Water. Microsoft Encarta Encyclopedia 2002, Microsoft Corporation. Deese. 1993-2001. Evaporation. Microsoft Encarta Encyclopedia 2002, Microsoft Corporation. Erwin. 2004. Uji Performansi Alat Penggoreng Vakum dan Alternatif Perbaikan Desain pada Unit Pembangkit Tekanan Vakumnya. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian , Fateta, IPB, Bogor. Heldman, Dennis R. 1992. Handbook of Food Engineering. Marcel Dekker, Inc., New York. Henderson, S.M. dan R. L. Perry. 1976. Agricultural Process Engineering. The AVI Publishing Company Inc. Westport. Connection. USA. Holman, J. P. 1981. Heat Transfer (Five Edition). McGraw-Hill, Ltd. New York. Holman, J. P. 1988. Perpindahan Kalor. Edisi Keenam. Erlangga, Jakarta. Iskandar, Ade. 2001. Kajian Teknologi Produksi Pasta Tomat Menggunakan Evaporator Vakum. Tesis. Program Pascasarjana, IPB, Bogor. Kreith, F. Prinsip-Prinsip Perpindahan Panas. Edisi Ketiga. Erlangga, Jakarta Puli, Andy Miranty. 2002. Uji Performansi Alat Penggoreng Rumput Laut dengan Sistem Pemanas Oli. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, Fateta, IPB, Bogor. Sitompul, T. 1993. Alat Penukar Kalor (Heat Exchanger). PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Thorsen, Richard S. 1993-2001. Heat (Physics). Microsoft Encarta Encyclopedia 2002, Microsoft Corporation.
Toledo, R. T. 1991. Fundamentals of Food Process Engineering (Second Edition). Chapman&Hall, New York. Wirakartakusumah, A.M. Pengolahan dengan Panas. Makalah. 1997. Wirakartakusumah, M. A. 1988. Prinsip-Prinsip Teknik Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor. Zemansky, Mark W. et all. 1962. Fisika untuk Universitas 1 (terj.). Bina Cipta, Jakarta.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1. Konversi unit tekanan vakum
Erwin, 2004.
Lampiran 2. Tabel hasil pengukuran suhu masing-masing titik pengukuran selama pemasakan I (Ulangan I dan II) Waktu 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100 105 110 115 120 125 130 135 140 145 150 155 160 165 170 175
T1 43,5 71,2 82,0 84,5 84,6 81,7 62,5 58,4 61,5 63,0 67,0 68,9 71,4 73,2 74,6 76,2 78,0 80,1 81,8 83,0 84,8 79,8 79,5 81,4 75,3 76,4 73,9 71,8 71,8 76,0 76,3 73,4 70,9 69,0 72,3 68,9
T2 33,3 37,7 39,7 42,9 46,4 49,0 53,1 53,7 55,4 56,9 59,0 60,4 62,5 63,6 65,6 66,6 68,7 70,7 72,0 72,7 73,8 67,3 56,2 69,1 70,5 69,4 70,1 61,6 55,3 71,3 71,4 71,9 70,2 64,3 68,0 65,2
T3 38,5 38,5 38,7 39,6 41,5 43,1 45,3 43,7 45,4 47,1 48,7 50,5 52,1 53,9 55,5 57,2 59,0 60,5 62,2 63,9 65,0 69,0 68,1 70,4 69,0 69,6 70,0 70,2 68,9 77,4 77,4 77,5 77,1 76,7 76,2 76,1
T4 37,6 38,1 38,8 39,6 41,4 42,9 48,6 53,5 55,1 55,9 57,7 59,6 61,6 63,0 64,7 66,5 68,2 69,0 70,2 71,3 71,6 69,8 64,9 65,5 67,2 65,9 66,3 63,6 58,1 65,2 65,6 65,8 64,5 62,9 61,8 62,0
T5 28,4 27,8 27,3 27,9 28,0 28,2 28,3 27,4 28,4 29,1 29,6 27,9 27,6 27,3 26,8 24,1 26,3 28,9 29,5 29,2 29,9 29,8 31,3 31,3 30,7 30,9 32,0 32,3 31,5 31,9 32,1 32,1 32,1 32,5 32,6 33,0
T6 33,9 34,2 34,5 34,4 34,4 31,2 31,1 31,1 31,3 30,8 31,1 31,3 31,4 31,5 32,3 32,8 33,5 33,5 33,8 33,8 31,9 36,8 37,0 33,3 35,4 35,2 35,1 33,7 33,0 33,4 32,6 37,4 35,8 34,4 34,4 34,1
T7 31,7 31,9 32,0 31,9 32,0 32,1 32,2 32,2 32,0 32,2 31,8 31,9 32,0 31,9 32,1 32,0 32,2 32,1 31,8 31,8 31,5 31,4 31,2 31,1 31,0 31,0 30,8 30,7 30,2 30,5 30,2 30,2 30,1 30,0 30,2 29,8
Lampiran 3. Tabel hasil pengukuran suhu masing-masing titik pengukuran selama pemasakan II (Ulangan I dan II) Waktu 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100 105 110 115 120 125 130 135 140 145 150 155 160 165 170 175 180 185 190 195 200 205 210 215
T1 30,1 32,9 40,5 47,3 53,7 51,0 51,0 52,6 54,4 57,0 57,8 58,8 60,8 61,9 64,5 65,4 66,6 68,3 69,7 71,4 72,6 73,1 75,1 75,6 77,5 77,9 73,0 73,3 75,6 70,5 67,7 67,3 66,5 72,8 71,0 73,9 76,9 75,2 71,6 70,1 73,8 69,1 67,4 66,5
T2 26,4 26,5 26,6 26,6 26,6 42,6 43,8 45,7 47,0 49,9 50,3 52,2 53,9 55,8 57,4 58,4 60,0 61,4 62,4 64,1 65,3 66,3 68,0 68,3 70,3 70,4 67,9 54,2 60,2 67,8 53,3 48,4 46,4 62,2 66,2 67,9 70,2 71,0 69,2 67,6 68,8 66,9 66,1 65,5
T3 25,9 25,9 26,0 26,0 26,1 27,2 29,4 31,7 33,6 36,9 38,1 40,1 42,4 44,6 46,7 48,7 50,9 52,6 54,2 56,4 58,1 59,4 61,6 62,9 64,7 65,0 66,3 67,0 67,4 67,2 67,4 67,3 67,2 69,0 69,0 69,2 69,9 70,0 70,4 69,4 69,5 69,6 69,2 70,5
T4 35,4 35,4 35,5 35,6 35,7 40,7 43,7 45,0 46,8 49,5 50,2 51,1 52,7 54,8 56,7 57,2 59,2 60,3 61,1 62,3 64,2 64,9 66,4 65,8 68,2 67,4 66,4 62,2 60,2 62,4 59,0 55,7 53,8 57,4 63,1 65,0 67,6 67,8 65,2 63,6 63,8 63,4 63,1 61,3
T5 24,5 24,5 24,7 24,2 24,4 24,7 24,7 25,1 24,7 24,8 24,8 24,8 24,8 24,9 25,1 25,1 25,1 25,0 25,0 25,3 25,2 24,8 25,1 25,2 25,4 25,3 25,1 25,8 27,3 26,9 27,6 26,7 24,0 25,8 27,6 27,0 24,9 25,8 27,3 29,0 29,7 30,1 30,3 29,6
T6 32,9 33,1 33,6 33,8 34,1 34,3 34,6 34,7 34,9 34,9 34,8 34,9 35,0 35,3 35,2 35,5 35,5 35,8 35,8 35,9 35,9 36,1 36,3 35,6 36,0 35,9 28,4 34,6 28,8 30,8 29,7 28,8 28,5 28,2 28,1 28,1 28,0 27,8 35,9 32,8 32,5 32,5 32,6 32,2
T7 29,1 28,9 29,0 29,2 29,4 29,6 30,2 31,1 31,1 31,1 31,0 31,1 31,2 31,4 31,2 31,5 31,5 31,7 32,1 31,8 31,7 31,7 31,6 31,5 31,8 31,9 31,4 31,9 31,7 31,4 31,5 31,5 31,6 31,3 31,1 31,0 31,2 31,1 31,1 30,8 30,6 30,1 30,0 29,9
Lampiran 4. Tabel hasil pengukuran suhu masing-masing titik pengukuran selama pemasakan II (Ulangan I dan II) Waktu 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100 105 110 115 120 125 130 135 140 145 150 155 160 165 170 175 180 185 190 195 200
T1 34,7 42,2 40,8 43,6 45,3 47,8 50,4 52,7 54,7 57,2 59,1 61,1 62,6 64,3 65,9 67,7 69,0 70,4 70,8 72,1 73,9 74,8 75,7 76,4 73,7 72,6 71,0 70,5 70,8 66,5 65,4 64,0 63,3 64,3 63,1 65,0 65,8 64,5 63,5 63,0 62,5
T2 26,9 27,1 36,9 39,5 40,7 42,7 45,0 46,5 48,3 51,6 52,2 53,5 55,8 55,9 57,8 59,4 60,2 61,8 63,6 63,6 64,6 65,6 65,9 67,1 66,3 66,0 64,1 51,4 63,4 61,5 61,7 60,5 56,9 60,5 59,4 60,1 60,1 60,6 61,1 60,5 61,0
T3 29,8 29,9 30,0 31,7 32,5 34,0 35,8 37,9 40,0 43,0 44,7 47,3 49,5 52,0 53,9 56,2 58,3 60,7 62,6 64,5 66,2 68,3 69,5 70,0 71,1 71,5 72,4 72,7 72,8 72,5 72,3 72,0 71,3 71,0 70,7 70,3 70,2 70,0 69,9 69,5 69,8
T4 31,9 32,3 35,5 38,7 40,5 42,3 45,1 46,1 48,7 50,6 52,1 53,2 54,7 56,1 58,4 59,5 60,9 61,8 62,1 64,5 65,4 66,3 68,1 67,6 68,1 67,0 63,8 59,4 61,1 62,8 62,0 61,2 58,6 60,4 60,3 59,5 60,3 59,8 60,0 59,8 60,1
T5 25,7 26,8 25,8 27,3 26,6 26,1 26,1 25,3 26,2 26,8 26,9 27,6 27,9 28,0 26,7 27,1 27,5 27,2 27,7 28,2 27,3 26,8 26,9 27,0 26,6 26,6 26,5 27,4 28,6 27,7 28,4 29,2 28,7 28,9 28,9 29,2 29,4 29,4 29,6 29,7 29,9
T6 31,1 31,0 31,1 31,4 31,6 31,6 31,7 31,8 31,8 32,1 32,5 32,8 32,9 32,4 32,7 32,9 33,3 33,7 33,4 33,2 33,7 33,1 33,6 34,0 34,2 36,0 36,4 29,9 31,2 32,0 31,8 32,0 29,6 33,1 33,9 32,6 32,1 32,3 32,9 32,3 32,5
T7 28,1 27,2 28,3 28,3 27,9 28,3 29,3 28,8 28,6 30,5 30,7 30,3 30,1 29,6 30,5 29,9 29,9 30,0 29,6 30,2 30,9 30,7 30,9 30,6 30,6 30,9 30,8 31,0 30,5 31,4 31,2 31,0 32,1 32,0 32,1 31,9 31,5 31,6 31,9 31,9 31,8
Lampiran 5. Tabel hasil pengukuran tekanan pada pengujian awal dan pemasakan I, II, dan III Waktu (menit) 0 1 2 5 10 30
Pengujian Awal (kPa) 0 32 30 35 30 32
Pemasakan I (kPa) 0 50 60 60 60 62
Pemasakan II (kPa) 0 55 60 62 60 60
Pemasakan III (kPa) 0 50 60 60 62 60
Lampiran 6. Perhitungan 1. Perhitungan suhu evaporasi dan kenaikan titik didih bahan Data dari sistem dan studi pustaka: Poperasi rata2 = 65 kPa 1 atm
= 101.3250 kPa
hbahan
=1m
ρair
= 1 kg/m3
g
= 9.8 m/s2
Tekanan operasi: Psistem = pabs + (ρ x g x h)
= (101.3250 kPa - 65 kPa) + (1 kg/m3 x 9.8 m/s2 x 1 m) = 36.325 kPa + 0.204 kPa = 36.529 kPa (365.29 milibar) Suhu evaporasi: suhu penguapan air dalam tekanan operasi pada suhu tetap Dari tabel steam A.4. didapat informasi sebagai berikut: T1
= 72.5 0C
P1
= 34.6961 kPa
T0
=?
P0
= 36.529 kPa
P2
= 38.5575 kPa
T2
0
= 75 C
Untuk mengetahui T0 dilakukan proses interpolasi: T0
= T1 + {((P0 – P1) / (P2 – P0)) x (T2 – T1) = 72.5 + 1.186 = 73.69 0C
T0
= Suhu evaporasi, artinya titik didih air pada tekanan 365 milibar.
2. Perhitungan energi bahan bakar terpakai Data dari sistem dan studi pustaka: 1 kal
= 4.19 Joule
ρminyak tanah = 790 kg/m3 Vminyak tanah = 7,50 liter Qbb
= 7.5 x 10-3 m3 x 790 kg/m3 x 10374.96 kkal/kg x 4.19 J/kal = 257.54 MJ
3. Perhitungan panas pada setiap unit alat Panas yang diberikan oleh fluida panas (menit 90, pemasakan pertama): Qa
= ma x cpa x (Tai – Tao)
Dimana, cpa
= 4.1662 joule/gr oC
ma
= 0.59339 kg/s
Tai – Tao
= 81.8 – 72.0 = 9.8 oC
Qa
= 0.59339 kg/s x 4166.2 kJ/kg oC x 9.8 = 24226.21485 W = 24.226 kJ/s
Panas yang diterima bahan selama di ruang preheater (menit 90, pemasakan pertama) sampai setting point: Qb
= mb x cpb x (Tbi – Tbo)
Dimana, cpb
= 4.1662 joule/gr oC
mb
= 3.14 x 0.3252 m x 1.5 m = 0.49749375 m3 = 497.5 kg = 0.138 kg/s
Tbi – Tbo
= 62.2 – 60.5 = 1.7 oC
Qa
= 0.138 kg/s x 4166.2 J/kg oC x 1.7 = 977.39 kJ/s
Panas yang diterima untuk menaikkan suhu bahan sampai titik didih (73.69 0
C) selama di ruang evaporator (menit 90, pemasakan pertama):
Qb Dimana,
= mb x cpb x (Tbi – Tbo)
cpb
= 4.1662 joule/gr oC
mb
= 0.138 kg/s
Tbi – Tbo
= 71.3 – 70.2 = 1.1 oC
Qa
= 0.138 kg/s x 4166.2 J/kg oC x 1.1 = 54.49 kJ/s
Panas yang diterima untuk mengubah fase bahan dari cair menjadi uap: Q4
= mb x L
Dimana, mb
= 0.02 kg/s
L
= 2633.1 kJ/kg
Q4
= 52.662 kJ/s
Lampiran 7. Tabel nilai efisiensi unit preheater pada pemasakan I Waktu
Q1 (kJ)
Q2 (kJ)
Ef
0
0,00
0,00
0,00
5
10877,60
0,00
0,00
10
4944,36
114,99
0,02
15
7910,98
517,44
0,07
20
8652,63
1092,38
0,13
25
6427,67
919,90
0,14
30
10135,94
1264,86
0,12
35
1483,31
-919,90
-0,62
40
4202,71
977,39
0,23
45
3708,27
977,39
0,26
50
5191,58
919,90
0,18
55
3461,05
1034,88
0,30
60
5191,58
919,90
0,18
65
2719,40
1034,88
0,38
70
4944,36
919,90
0,19
75
2472,18
977,39
0,40
80
5191,58
1034,88
0,20
85
4944,36
862,40
0,17
90
3213,84
977,39
0,30
95
1730,53
977,39
0,56
100
2719,40
632,43
0,23
105
-16069,18
2299,74
-0,14
110
-27441,21
-517,44
0,02
115
31891,14
1322,35
0,04
120
3461,05
-804,91
-0,23
125
-2719,40
344,96
-0,13
130
1730,53
229,97
0,13
135
-21013,54
114,99
-0,01
140
-15574,74
-747,42
0,05
145
39554,90
4886,95
0,12
150
247,22
0,00
0,00
155
1236,09
57,49
0,05
160
-4202,71
-229,97
0,05
165
-14585,87
-229,97
0,02
170
9147,07
-287,47
-0,03
175
-6922,11
-57,49
0,01
Lampiran 8. Tabel nilai efisiensi unit preheater pada pemasakan II Waktu
Q1 (kJ)
Q2 (kJ)
ef
0
0,00
0,00
0,00 0,00
5
247,22
0,00
10
247,22
57,49
0,23
15
0,00
0,00
0,00
20
0,00
57,49
0,00
25
39554,90
632,43
0,02
30
2966,62
1264,86
0,43
35
4697,14
1322,35
0,28
40
3213,84
1092,38
0,34
45
7169,33
1897,29
0,26
50
988,87
689,92
0,70
55
4697,14
1149,87
0,24
60
4202,71
1322,35
0,31
65
4697,14
1264,86
0,27
70
3955,49
1207,36
0,31
75
2472,18
1149,87
0,47
80
3955,49
1264,86
0,32
85
3461,05
977,39
0,28
90
2472,18
919,90
0,37
95
4202,71
1264,86
0,30
100
2966,62
977,39
0,33
105
2472,18
747,42
0,30
110
4202,71
1264,86
0,30
115
741,65
747,42
1,01
120
4944,36
1034,88
0,21
125
247,22
172,48
0,70
130
-6180,45
747,42
-0,12
135
-33868,89
402,45
-0,01
140
14833,09
229,97
0,02
145
18788,58
-114,99
-0,01
150
-35846,63
114,99
0,00
155
-12113,69
-57,49
0,00
160
-4944,36
-57,49
0,01
165
39060,47
1034,88
0,03
170
9888,73
0,00
0,00
175
4202,71
114,99
0,03
180
5686,02
402,45
0,07
185
1977,75
57,49
0,03
190
-4449,93
229,97
-0,05
195
-3955,49
-574,94
0,15
200
2966,62
57,49
0,02
205
-4697,14
57,49
-0,01
210
-1977,75
-229,97
0,12
215
-1483,31
747,42
-0,50
Lampiran 9. Tabel nilai efisiensi unit preheater pada pemasakan III Waktu
Q1 (kJ)
Q2 (kJ)
0
0,0
0,0
Ef -
5
494,4
57,5
0,12
10
24227,4
57,5
0,00
15
6427,7
977,4
0,15
20
2966,6
459,9
0,16
25
4944,4
862,4
0,17
30
5686,0
1034,9
0,18
35
3708,3
1207,4
0,33
40
4449,9
1207,4
0,27
45
8158,2
1724,8
0,21
50
1483,3
977,4
0,66
55
3213,8
1494,8
0,47
60
5686,0
1264,9
0,22
65
247,2
1437,3
5,81
70
4697,1
1092,4
0,23
75
3955,5
1322,4
0,33
80
1977,7
1207,4
0,61
85
3955,5
1379,8
0,35
90
4449,9
1092,4
0,25
95
0,0
1092,4
0,00
100
2472,2
977,4
0,40
105
2472,2
1207,4
0,49
110
741,7
689,9
0,93
115
2966,6
287,5
0,10
120
-1977,7
632,4
-0,32
125
-741,7
230,0
-0,31
130
-4697,1
517,4
-0,11
135
-31396,7
172,5
-0,01
140
29666,2
57,5
0,00
145
-4697,1
-172,5
0,04
150
494,4
-115,0
-0,23
155
-2966,6
-172,5
0,06
160
-8899,9
-402,5
0,05
165
8899,9
-172,5
-0,02
170
-2719,4
-172,5
0,06
175
1730,5
-230,0
-0,13
180
0,0
-57,5
0,00
185
1236,1
-115,0
-0,09
190
1236,1
-57,5
-0,05
195
-1483,3
-230,0
0,16
200
1236,1
172,5
0,14
Lampiran 10. Tabel nilai efisiensi unit evaporator pada pemasakan I Q1
Q3
Q4
η
0,0
0,0
36,3
0,00
2966,6
977,4
36,3
0,34
2719,4
977,4
36,3
0,37
741,7
632,4
36,3
0,90
-4449,9
2299,7
36,3
-0,52
-12113,7
-517,4
36,3
0,04
1483,3
1322,4
36,3
0,92
4202,7
-804,9
36,3
-0,18
-3213,8
345,0
36,3
-0,12
988,9
230,0
36,3
0,27
-6674,9
115,0
36,3
-0,02
-13597,0
-747,4
36,3
0,05
17552,5
4887,0
36,3
0,28
988,9
0,0
36,3
0,04
494,4
57,5
36,3
0,19
-3213,8
-230,0
36,3
0,06
-3955,5
-230,0
36,3
0,05
-2719,4
-287,5
36,3
0,09
494,4
-57,5
36,3
-0,04
Lampiran 11. Tabel nilai efisiensi unit evaporator pada pemasakan II Q1
Q3
Q4
η
0,0
0,0
52,7
0,00
-2472,2
747,4
52,7
-0,32
-10383,2
402,5
52,7
-0,04
-4944,4
230,0
52,7
-0,06
5438,8
-115,0
52,7
-0,01
-8405,4
115,0
52,7
-0,02
-8158,2
-57,5
52,7
0,00
-4697,1
-57,5
52,7
0,00
8899,9
1034,9
52,7
0,12
14091,4
0,0
52,7
0,00
4697,1
115,0
52,7
0,04
6427,7
402,5
52,7
0,07
494,4
57,5
52,7
0,22
-6427,7
230,0
52,7
-0,04
-3955,5
-574,9
52,7
0,13
494,4
57,5
52,7
0,22
-988,9
57,5
52,7
-0,11
-741,7
-230,0
52,7
0,24
-4449,9
747,4
52,7
-0,18
Lampiran 12. Tabel nilai efisiensi unit evaporator pada pemasakan III Q1
Q3
Q4
η
0,0
0,0
65,8
0,00
1236,1
632,4
65,8
0,56
-2719,4
230,0
65,8
-0,11
-7911,0
517,4
65,8
-0,07
-10877,6
172,5
65,8
-0,02
4202,7
57,5
65,8
0,03
4202,7
-172,5
65,8
-0,03
-1977,7
-115,0
65,8
0,02
-1977,7
-172,5
65,8
0,05
-6427,7
-402,5
65,8
0,05
4449,9
-172,5
65,8
-0,02
-247,2
-172,5
65,8
0,43
-1977,7
-230,0
65,8
0,08
1977,7
-57,5
65,8
0,00
-1236,1
-115,0
65,8
0,04
494,4
-57,5
65,8
0,02
-494,4
-230,0
65,8
0,33
741,7
172,5
65,8
0,32
Lampiran 13. Gambar Alat Evaporator Vakum tipe Single-Effect-Evaporator