UJI PERFORMANSI ALAT PERATA TANAH DENGAN SISTEM LASER (LASER BASED LAND LEVELER)
SKRIPSI
MUHAMAD WIRIAWAN F14070075
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
PERFORMANCE OF LASER BASED LAND LEVELER Muhamad Wiriawan and Radite Praeko Agus Setiawan Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Facultyof Agricultural Technology, Bogor Agricultural University (IPB), Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia. Phone +62 8567 826 025, e-mail:
[email protected]
ABSTRACT There are two ways to increase the agricultural productivity, agricultural intensification and agricultural extensification. Agricultural extensification is difficult to apply due to the decrease of agricultural areas today. Then the agricultural intensification is used. Application of laser land leveling with the aim to conserve irrigation water could be proposed. However, the application of laser land leveling is a new practical field work in Indonesia. Therefore, it necessary to evaluate performance of the laser based land lever according to the condition of land in Indonesia. Laser land leveling have five basic components, there are scraper, laser transmitter, laser receiver, tool box and hydraulic systems. The methodology used was to compare three methods after secondary tillage before land leveling process to get the most efficient and effective. The methods are vertical-horizontal method, diagonal method and zig-zag method. The principle of laser land leveling are light pulse which is emitted by Leica Rugby 100LR (laser transmitter) will be accepted by MLS Laser Sensor 700 (laser receiver). Then light pulse will be processed by the Control Panel MCP 700 (tool box) to command the solenoid valve that will regulate hydraulic pressure to raise or lower the scraper. Data was processed using surfer.9 which will show the shape of land surface relief. The best tillage method to be applied in land leveling process was zig-zag method. In the zig-zag method first loop, with 0.83 hours of work earned effective field capacity (KLE) 0.15 ha / hour and the capacity of removal soil was 21.57 m3. The value of elevation expectation was 14.5 cm, with value of standard deviation 0.38 and the upper limit of allowable elevation 15.8 cm. The cost of laser land leveling was Rp. 1 060 000/ha.
Keys word: laser land leveling
Muhamad Wiriawan. F14070075. Uji Performansi Alat Perata Tanah dengan Sistem Laser (Laser Based Land Leveler). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Radite Praeko Agus Setiawan, M.Agr. 2013.
RINGKASAN Dewasa ini, jumlah penduduk di Indonesia semakin meningkat. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, jumlah penduduk di seluruh Indonesia adalah ± 237 juta manusia. Jumlah ini diikuti pula dengan tingkat konsumsi pangan yang meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan pangan tersebut ada beberapa cara untuk meningkatkan produksi pertanian, diantaranya ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian. Ekstensifikasi pertanian adalah usaha meningkatkan produktivitas pertanian dengan memperluas lahan pertanian ke wilayah yang sebelumnya belum dimanfaatkan manusia. Dengan penurunan luas areal pertanian tiap tahunnya, cara ini semakin sulit untuk diterapkan meskipun cara ini lebih mudah. Intensifikasi pertanian adalah usaha meningkatkan hasil pertanian dengan cara pemanfaatan lahan dengan sebaik-baiknya, seperti pemanfaatan teknologi secara tepat. Salah satu usaha yang termasuk ke dalam intensifikasi pertanian adalah dengan memiliki sistem irigasi yang efektif dan efisien. Untuk menunjang sistem irigasi yang efektif dan efisien ini diperlukan sawah yang memiliki tingkat kerataan tanah baik. Untuk menanggulangi permasalah tersebut, maka mesin perata tanah berbasis laser untuk percetakan sawah dibutuhkan. Teknik Laser Land Leveling terkenal untuk mencapai tingkat akurasi yang lebih tinggi dalam perataan tanah. Tujuan penelitian ini adalah melakukan uji performansi Laser Land Leveling menggunakan Laser Power Blade pada 3 metode pengolahan tanah. Kinerja yang diukur antara lain, kapasitas lapang (ha/jam) dan kapasitas pemindahan (m3/jam). Laser Land Leveling adalah proses memperhalus permukaan tanah (± 2 cm) dari ketinggian rata-rata menggunakan laser yang dilengkapi drag bucket untuk mencapai presisi dalam meratakan tanah. Perataan tanah secara presisi dilakukan dengan mengubah bidang sedemikian rupa untuk membuat kemiringan konstan 0 hingga 0,2%. Sebuah sistem perata tanah yang dikendalikan laser terdiri dari lima komponen utama berikut: drag bucket / scraper, laser pemancar (transmitter), laser penerima (receiver), kotak pengendali (tool box), sistem hidrolik. Scraper dapat berupa 3-point linkage yang dipasang dan ditarik oleh traktor. Sistem ini lebih dipilih karena lebih mudah untuk menghubungkan sistem hidrolik traktor ke bagian luar hidrolik yang tersambung dengan sistem kontrol bagian dalam yang digunakan oleh sistem 3-point linkage. Pemancar laser (transmitter) dipasang di tripod, yang memungkinkan sinar laser untuk menyapu di atas lahan. Beberapa traktor dengan unit laser dan drag bucket dapat bekerja dari satu pemancar dengan bimbingan dari laser penerima. Laser penerima (receiver) adalah sebuah penerima multi-arah yang dapat mendeteksi posisi pesawat referensi laser dan mengirimkan sinyal ini ke kotak pengendali. Penerima dipasang pada sebuah tiang manual atau tiang listrik yang menempel pada drag bucket. Kotak pengendali (tool box) menerima dan memproses sinyal dari mesin yang terpasang laser penerima. Kotak pengendali ini menampilkan sinyal-sinyal untuk menunjukkan posisi drag bucket relatif terhadap perataan yang telah selesai. Ketika kotak kontrol disetel otomatis, itu menyediakan output listrik untuk mendorong katup hidrolik. Sistem hidrolik traktor digunakan untuk memasok minyak untuk menaikkan dan menurunkan tinggi ember. Minyak yang dipasok oleh pompa hidrolik traktor biasanya disampaikan pada 2000-3000 psi. Proses perataan tanah terdiri dari proses pengolahan tanah primer, pengolahan tanah sekunder, pemetaan topografi dan perataan tanah itu sendiri. Pengolahan tanah sendiri terdiri dari dua macam yaitu pengolahan tanah primer dan pengolahan tanah sekunder. Pengolahan tanah primer bertujuan memotong, memecah tanah serta membalikannya sekaligus menutup gulma sehingga menjadikan gulma tersebut kompos di bawah tanah. Pada peneltian ini implemen yang digunakan pada proses pengolahan tanah primer adalah
bajak piring. Pengolahan tanah sekunder memiliki fungsi memotong, mengangkat, menghancurkan tanah agar lebih halus dan membalikan tanah ke satu arah. Implemen yang digunakan pada pengolahan tanah sekunder ini adalah garu rotari. Pada penelitian ini, proses pengolahan tanah sekuder dilakukan dengan tiga metode yang berbeda yaitu, metode horizontal-vertikal, metode diagonal dan metode zig-zag. Setelah tanah diolah, dilakukan proses selanjutnya yaitu, pemetaan topografi awal atau bisa disebut pengukuran profil lapangan. Pengukuran profil adalah pekerjaan penentuan ketinggian dari beberapa (banyak) titik yang terletak pada suatu garis tertentu di permukaan tanah dengan interval yang telah direncanakan, agar mendapatkan gambaran bentuk profil dari suatu permukaan tanah (Tim pengajar Ilmu Ukur Wilayah, 2009). Proses perataan tanah pada penelitian ini menggunakan traktor New Holland yang digandeng dengan scraper. Pada traktor dipasang sebuah kotak pengendali (control box) yaitu Control panel MCP 700. Kotak pengendali ini berfungsi untuk mengatur geraknya scraper yang terhubung langsung dengan sistem hidrolik dari traktor itu sendiri. Pada bagian tiang scraper dipasang sebuah sensor penerima (laser receiver) yaitu Laser Sensor MLS 700. Hal ini menyebabkan scraper akan bergerak naik turun sesuai dengan ketinggian sensor pemancar, dalam hal ini adalah Leica Rugby 100LR, meskipun traktor bergerak berputar mengelilingi lahan. Yang perlu diperhatikan adalah penempatan Leica Rugby 100LR sebagai sensor pemancar agar bisa menjangkau seluruh lahan yang akan diratakan. Dalam mode otomatis, scraper akan turun atau naik dengan sendirinya karena pada Laser Sensor MLS 700 terdapat kabel yang terhubung dengan kotak pengendali. Kotak pengendali yang terhubung dengan pipa solenoid akan mengatur kerja sistem hidrolik traktor. Setelah melakukan proses perataan tanah bisa disimpulkan bahwa metode pengolahan tanah yang paling baik untuk diterapkan proses perataan tanah pada peneltiian ini adalah metode zig-zag. Pada metode zig-zag pengulangan pertama, dengan waktu kerja 0.83 jam didapatkan nilai KLE sebesar 0.15 ha/jam dan kapasitas pemindahan tanah sebesar 21.57 m3. Dengan nilai elevasi harapan sebesar 14.5 cm didapatkan nilai standar deviasi sebesar 0.38 dan batas atas elevasi yang diperbolehkan 15.8 cm. Dari proses perataan tanah ini, dapat dihitung besar biaya percetakan sawah yang dibutuhkan. Dengan asumsi 1 hari terdapat 8 jam kerja, 1 bulan terdapat 20 hari kerja dan 1 tahun terdapat 8 bulan kerja, didapatkan biaya pokok untuk percetakan sawah berbasis laser dengan traktor New Holland berkekuatan 55 BHP yaitu sebesar Rp. 1 060 000 /ha.
UJI PERFORMANSI ALAT PERATA TANAH SISTEM LASER (LASER BASED LAND LEVELER) SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh MUHAMAD WIRIAWAN F 14070075
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi
:
Uji Performansi Alat Perata Tanah Sistem Laser (Laser Based Land Leveler)
Nama
:
Muhamad Wiriawan
NIM
:
F 14070075
Menyetujui, Pembimbing
(Dr. Ir. Radite Praeko Agus Setiawan, M.Agr.) NIP. 196212231986011001
Mengetahui: Ketua Departemen
(Dr. Ir. Desrial, M.Eng) NIP. 19661201 199103 1 004
Tanggal lulus:
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Uji Performansi Alat Perata Tanah dengan Sistem Laser (Laser Based Land Leveler) adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2013 Yang membuat pernyataan
Muhamad Wiriwan F14070075
© Hak cipta milik Muhamad Wiriawan, tahun 2013 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
BIODATA PENULIS
Muhamad Wiriawan dilahirkan di Jakarta, 29 Mei 1989 dari ayah Suryanto dan ibu Neneng Sulastri, sebagai putra kedua dari tiga bersaudara. Penulis memulai pendidikanya di SDN Pengadilan 5 Bogor pada tahun 1995-2001. Penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 4 Bogor dari tahun 2001-2004. Penulis kembali melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 2 Bogor pada tahun 2004-2007. Pada tahun 2007 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Penulis memilih Program Studi Teknik Mesin dan Biosistem pada Mayor Teknik Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian. Penulis mengambil bidang ilmu Teknik Mesin dan Otomatisasi dengan dosen pembimbing Dr. Ir. Radite Praeko Agus Setiawan, M.Agr. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan kampus seperti kepanitiaan kegiatan Masa Perkenalan Fakultas dan Masa Perkenalan (SAPA) 2009. Penulis juga aktif menjadi anggota Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian Indonesia (IMATETANI) sebagai anggota Seni in Teknik Pertanian Indonesia (SINTETIS). Pada bulan Juni sampai Agustus 2010, penulis melaksanakan Praktek Lapang di di Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi-BPPT PUSPITEK, Serpong, dengan judul Teknologi Proses Pembuatan Biodiesel Berbahan baku Crude Palm Oil (CPO) dan Crude Jathropa Oil (CJO) di Balai Rekayasa Desain Dan Sistem Teknologi BPPT PUSPITEK Serpong, Banten. Pada bulan Agustus sampai Desember 2011 penulis melakukan penelitian dan menyelesaikan skripsinya dengan judul Uji Performansi Alat Perata Tanah dengan Sistem Laser (Laser Base Land Leveler).
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi penelitian dengan judul “Uji Performansi Alat Perata Tanah Dengan Sistem Laser (Laser Based Land Leveler)“ dengan sponsor pembiayaan dari AMIN (Agro Machinery Industrial Interface Unit) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, IPB.Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi program sarjana S1 di Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dalam menyusun skripsi ini, penulis banyak memperoleh bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Radite Praeko Agus Setiwan, M.Agr, selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis selama masa perkuliahan, praktik lapangan, penelitian dan penulisan skripsi dengan penuh pengertian dan kesabaran. 2. Dr. Ir. Gatot Pramuhadi, M.Si dan Ir. Agus Sutejo, M.si, selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dan masukan sehingga skripsi ini lebih baik. 3. Kedua orang tua penulis (Suryanto dan Neneng Sulastri) atas segala kasih sayang dan doa yang tak pernah habis, serta kakak penulis yang selalu memberikan semangat. 4. PT. Almega Geosystem dan AMIN (Agro Machinery Industrial Interface Unit) Departemen TMB, IPB yang telah memberikan bantuan dana dan penyediaan alat untuk proses penelitian ini. 5. Andri Asmoro Subakti, Ahmad Muzani, Tri Yulni, Irfan Nursyfa Efendi, Huda Fatmawati, Trya Adhesi Holqi, Satria Asa Negara dan Damar Wahyu yang selalu setia bersama penulis untuk membantu penelitian. 6. Pak Wana dan Mas Dharma untuk bantuannya selama penulis melakukan peneltian, serta seluruh staff TMB yang terkait. 7. Teman-teman Teknik Pertanian angkatan 44, untuk kenangan selama proses belajar, penelitian dan penulisan skripsi ini. 8. Teman-teman Wisma Bandhitos, untuk canda tawa dan proses penulisan skripsi ini. 9. Semua pihak yang telah membantu dan mendoakan penulis dalam penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna sempurnanya skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Bogor, April 2013
Muhamad Wiriawan
iii
DAFTAR ISI
ABSTRACT .................................................................................................................iv RINGKASAN .............................................................................................................. v BIODATA PENULIS ................................................................................................ ii KATA PENGANTAR .............................................................................................. iii DAFTAR TABEL ....................................................................................................... v DAFTAR GAMBAR .................................................................................................vi DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................ vii I. PENDAHULUAN................................................................................................... 1 1.1 LATAR BELAKANG ................................................................................... 1 1.2
TUJUAN ........................................................................................................ 2
1.3
MANFAAT PENELITIAN ........................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 3 2.1 TRAKTOR ..................................................................................................... 3 2.2
LAND LEVELING (PERATAAN TANAH) .................................................. 4
2.3
TEKNOLOGI LASER .................................................................................. 6
2.4
LASER LAND LEVELING ............................................................................. 6
III. METODOLOGI ................................................................................................ 12 3.1 WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN ..................................................... 12 3.2
PERALATAN .............................................................................................. 12
3.3
PROSEDUR PENELITIAN ........................................................................ 15
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 22 4.1 ANALISIS PERATAAN TANAH .............................................................. 22 4.2
ANALISIS BIAYA PERATAAN TANAH ................................................ 35
4.3
PENENTUAN METODE PERATAAN TANAH PALING EFISIEN ....... 40
V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 41 5.1 SIMPULAN ................................................................................................. 41 5.2
SARAN ........................................................................................................ 41
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 43 LAMPIRAN .............................................................................................................. 44
iv
DAFTAR TABEL Tabel 1. Pemilihan scraper berdasarkan ukuran traktor. .................................................................................... 9 Tabel 2. Lembar kerja penelitian ...................................................................................................................... 20 Tabel 3. Hasil perataan tanah dengan pengolahan tanah metode horizontal-vertikal ....................................... 26 Tabel 4. Hasil perataan tanah dengan pengolahan tanah metode diagonal ....................................................... 31 Tabel 5. Hasil perataan tanah dengan pengolahan tanah metode zig-zag ......................................................... 35 Tabel 6. Konsumsi bahan bakar ....................................................................................................................... 37 Tabel 7. Keperluan oli berdasarkan nilai BHP traktor ...................................................................................... 38
v
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Skema proses perataan tanah. ......................................................................................................... 6 Gambar 2. Laser land leveling.......................................................................................................................... 8 Gambar 3. Scraper ............................................................................................................................................ 9 Gambar 4. Laser pemancar. ............................................................................................................................ 10 Gambar 5. Laser penerima. ............................................................................................................................. 10 Gambar 6. Kotak pengendali (tool box). ......................................................................................................... 11 Gambar 7. Sistem kontrol hidrolik. ................................................................................................................ 11 Gambar 8. Leica Rugby 100LR ...................................................................................................................... 12 Gambar 9. Laser Sensor MCP 700 ................................................................................................................. 13 Gambar 10. Control Panel MCP 700 ................................................................................................................ 13 Gambar 11. Leica Rod Eye Basic ..................................................................................................................... 14 Gambar 12. Bajak Piring .................................................................................................................................. 14 Gambar 13. Bagan metodologi penelitian ........................................................................................................ 15 Gambar 14. Diagram skematik rancangan penelitian ....................................................................................... 16 Gambar 15. Skema kerja alat pada proses perataan tanah. ............................................................................... 17 Gambar 16. Proses pengukuran elevasi pada setiap titik .................................................................................. 19 Gambar 17. Peta kontur pengulangan pertama metode Horizontal-vertikal sebelum dan sesudah perataan .... 22 Gambar 18. Peta kontur pengulangan kedua metode Horizontal-vertikal sebelum dan sesudah perataan ....... 24 Gambar 19. Peta kontur pengulangan ketiga metode Horizontal-vertikal sebelum dan sesudah perataan ....... 25 Gambar 20. Peta kontur pengulangan pertama metode diagonal sebelum dan sesudah perataan. .................... 27 Gambar 21. Peta kontur pengulangan kedua metode diagonal sebelum dan sesudah perataan ........................ 28 Gambar 22. Peta kontur pengulangan ketiga metode diagonal sebelum dan sesudah perataan ........................ 30 Gambar 23. Peta kontur pengulangan pertama metode diagonal sebelum dan sesudah perataan ..................... 32 Gambar 24. Peta kontur pengulangan kedua metode diagonal sebelum dan sesudah perataan ........................ 33 Gambar 25. Peta kontur pengulangan ketiga metode diagonal sebelum dan sesudah perataan ........................ 34
vi
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Data pengukuran sebelum dan sesudah perataan tanah pengulangan pertama (metode horizontal-vertikal). ................................................................................................................... 45 Lampiran 2. Data pengukuran sebelum dan sesudah perataan tanah pengulangan kedua (metode horizontalvertikal) ..................................................................................................................................... 47 Lampiran 3. Data pengukuran sebelum dan sesudah perataan tanah pengulangan ketiga (metode horizontalvertikal)…………………. ................................................................................................................. 49 Lampiran 4. Data pengukuran sebelum dan sesudah perataan tanah pengulangan pertama (metode diagonal)…………………………………………………………………………… .................................................... 51 Lampiran 5. Data pengukuran sebelum dan sesudah perataan tanah pengulangan kedua (metode diagonal)………………………………………. ......................................................................................... 53 Lampiran 6. Data pengukuran sebelum dan sesudah perataan tanah pengulangan ketiga (metode diagonal)…………………………………………………….. ........................................................................... 55 Lampiran 7. Data pengukuran sebelum dan sesudah perataan tanah pengulangan pertama (metode zigzag)……………………………………………… .................................................................... 57 Lampiran 8. Data pengukuran sebelum dan sesudah perataan tanah pengulangan kedua (metode zig-zag) . 59 Lampiran 9. Data pengukuran sebelum dan sesudah perataan tanah pengulangan ketiga (metode zig-zag) . 61 Lampiran 10. Pengukuran kapasitas lapang metode horizontal-vertikal pengulangan pertama ....................... 63 Lampiran 11. Pengukuran kapasitas lapang metode horizontal-vertikal pengulangan kedua .......................... 64 Lampiran 12. Pengukuran kapasitas lapang metode horizontal pengulangan ketiga ........................................ 65 Lampiran 13. Pengukuran kapasitas lapang metode diagonal pengulangan pertama ....................................... 66 Lampiran 14. Pengukuran kapasitas lapang metode diagonal pengulangan kedua .......................................... 67 Lampiran 15. Pengukuran kapasitas lapang metode diagonal pengulangan ketiga .......................................... 68 Lampiran 16. Pengukuran kapasitas lapang metode zig-zag pengulangan pertama ......................................... 69 Lampiran 17. Pengukuran kapasitas lapang metode zig-zag pengulangan kedua ............................................ 70 Lampiran 18. Pengukuran kapasitas lapang metode zig-zag pengulangan ketiga ............................................ 71 Lampiran 19. Perhitungan standar deviasi metode horizontal-vertikal pengulangan pertama ......................... 72 Lampiran 20. Perhitungan standar deviasi metode horizontal-vertikal pengulangan kedua ............................. 73 Lampiran 21. Perhitungan standar deviasi metode horizontal-vertikal pengulangan ketiga ............................ 74 Lampiran 22. Perhitungan standar deviasi metode diagonal pengulangan pertama ......................................... 75 Lampiran 23. Perhitungan standar deviasi metode diagonal pengulangan kedua............................................. 76 Lampiran 24. Perhitungan standar deviasi metode diagonal pengulangan ketiga ............................................ 77 Lampiran 25. Perhitungan standar deviasi metode zig-zag pengulangan pertama ........................................... 78 Lampiran 26. Perhitungan standar deviasi metode zig-zag pengulangan kedua .............................................. 79 Lampiran 27. Perhitungan standar deviasi metode zig-zag pengulangan ketiga .............................................. 80 Lampiran 28. Pengukuran kecepatan maju rata-rata traktor New Holland ....................................................... 81
vii
I. PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Dewasa ini, jumlah penduduk di Indonesia semakin meningkat. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, jumlah penduduk di seluruh Indonesia adalah ± 237 juta manusia. Jumlah ini diikuti pula dengan tingkat konsumsi pangan yang meningkat. Untuk mengantisipasi hal ini, perlu ditingkatkan pula produktivitas padi di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2011, produksi padi tahun 2009 adalah sebesar 64.40 juta ton Gabah Kering Giling (GKG), meningkat sebanyak 4.07 juta ton (6.75%) dibandingkan tahun 2008. Peningkatan produksi tersebut terjadi di daerah Jawa sebesar 2.53 juta ton dan di luar Jawa sebesar 1.54 juta ton. Produksi padi tahun 2010 diperkirakan sebesar 65.15 juta ton GKG, meningkat sebanyak 751.87 ribu ton (1.17%) dibandingkan tahun 2009. Kenaikan produksi diperkirakan terjadi karena peningkatan produktivitas sebesar 0.63 kuintal/hektar (1.26%). Akan tetapi proses peningkatan produktivitas padi ini dihadapkan pada kendala diantaranya, luas lahan padi beririgasi yang semakin berkurang, pembukaan lahan baru yang sangat minim dan juga sumber air untuk irigasi itu sendiri. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, luas areal panen padi, 12 883 576 hektar, mengalami penurunan pada tahun 2010 menjadi 12 870 949 hektar (0.10%). Peningkatan jumlah penduduk yang signifikan saat ini akan diikuti pula dengan peningkatan kebutuhan pangan. Untuk memenuhi kebutuhan pangan tersebut ada beberapa cara untuk meningkatkan produksi pertanian, diantaranya ekstensifikasi peratanian dan intensifikasi pertanian. Ekstensifikasi pertanian adalah usaha meningkatkan produktivitas pertanian dengan memperluas lahan pertanian ke wilayah yang sebelumnya belum dimanfaatkan manusia. Sasarannya adalah lahan hutan, padang rumput, lahan gambut dan lainnya. Seperti kita ketahui areal pertanian saat ini yang dapat digunakan semakin berkurang karena sebagian areal sudah didirikan bangunan-bangunan pemukiman atau industri. Dengan penurunan luas areal pertanian tiap tahunnya, cara ini semakin sulit untuk diterapkan meskipun cara ini lebih mudah. Intensifikasi pertanian adalah usaha meningkatkan hasil pertanian dengan cara pemanfaatan lahan dengan sebaik-baiknya, seperti pemanfaatan teknologi secara tepat. Salah satu usaha yang termasuk ke dalam intensifikasi pertanian adalah dengan memiliki sistem irigasi yang efektif dan efisien. Untuk menunjang sistem irigasi yang efektif dan efisien ini diperlukan sawah yang memiliki tingkat kerataan tanah baik. Sebelumnya, para petani tradisional melakukan proses perataan tanah dengan menggunakan alat perata tanah yang ditarik oleh hewan atau ditarik oleh traktor. Alat perata tanah ini hanya terdiri dari kayu balok atau papan yang berfungsi sebagai ember. Hasilnya ketinggian elevasi tanah beragam (tidak rata) dan proses distribusi air irigasi tidak merata. Untuk menanggulangi permasalah tersebut, maka mesin perata tanah berbasis laser untuk percetakan sawah dibutuhkan. Perataan tanah dilakukan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan air dan produktivitas air. Proses irigasi permukaan pada lahan yang tidak melalui proses perataan tanah biasanya mengalami irigasi yang berlebih (Corey dan Clyma, 1973). Hal ini mengakibatkan kehilangan air irigasi yang berlebihan melalui perkolasi dan mengurangi efisiensi aplikasi sampai dengan 25% (Sattar et al, 2003). Perataan tanah meningkatkan luas tanah yang bisa diolah hingga 3-5% (Choudhary et al, 2002), meningkatkan pertumbuhan tanaman, mengurangi intensitas gulma (Rickman, 2002) dan menghasilkan penghematan air irigasi (Ali, A. et al, 1975). Dewasa ini, di India telah dilakukan pengembangan tentang sistem perataan tanah, yaitu sistem perataan tanah yang dibantu dengan laser. Perataan tanah presisi yang dibantu dengan laser mampu menyimpan air irigasi dan nutrisi, juga meningkatkan kualitas lingkungan dan hasil panen. Teknik Laser Land Leveling terkenal untuk mencapai tingkat akurasi yang lebih tinggi dalam perataan tanah. Teknologi ini menawarkan potensi besar untuk menyimpan air, kualitas lingkungan yang lebih baik dan hasil gabah yang
1
lebih tinggi. Di India, sekitar 1000 petani telah mengadopsi teknologi ini dan mencakup lebih dari 10 000 hektar di barat Uttar Pradesh dan Haryana melalui upaya Konsorium Padi-Gandum dan Proyek Direktorat Penelitian Sistem Tanam di bawah naungan proyek USAID (Jat M.L. et al, 2006). Sementara itu di Indonesia, penelitian tentang alat perata tanah berbasis laser belum banyak dikembangkan. Kebanyakan pertanian di Indonesia tidak memperhatikan proses ini dan mengabaikannya. Oleh karena itu, diperlukan uji kinerja di lahan untuk modifikasi sesuai kondisi lahan di Indonesia agar proses perataan tanah lebih efektif dan efisien .
1.2
TUJUAN
Tujuan penelitian ini adalah melakukan uji performansi Laser Land Leveling menggunakan Laser Power Blade pada 3 metode pengolahan tanah, yaitu metode vertikal-horizontal, metode diagonal dan metode zig-zag, dengan membandingkan hasil kapasitas lapang (ha/jam) dan kapasitas pemindahan (m3/jam) dari setiap metode.
1.3
MANFAAT PENELITIAN
Dengan adanya penelitian tentang perataan tanah ini dapat ditentukan metode perataan tanah yang paling efisien.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
TRAKTOR
Kebanyakan traktor roda empat yang digunakan di Asia Tenggara memiliki tenaga 12 hp (hp = horse power = daya kuda) hingga 80 hp. Sebagian berpenggerak dua-roda (two-wheel drive), dan beberapa berpenggerak empat-roda (four-wheel drive). Traktor roda empat banyak dipergunakan di lahan perkebunan, dan di beberapa negara sudah dipergunakan di lahan sawah. Sebuah traktor memilki 5 buah komponen penting yaitu, engine, transmission device, running device, steering device dan working device. Traktor roda-4 yang digunakan kebanyakan mesin yang digunakan adalah motor bakar diesel. Prinsip kerja motor diesel adalah pada piston yang bergerak translasi (bolak-balik) di dalam silinder yang dihubungkan dengan pena engkol dan poros engkol. Pena engkol dan poros engkol berputar pada bantalannya dengan perantara batang penggerak atau batang penghubung. Campuran bahan bakar dan udara dibakar di dalam ruang bakar, yaitu ruangan yang dibatasi oleh dinding silinder, kepala piston dan kepala silinder. Gas pembakaran mampu mendorong piston yang selanjutnya memutar poros engkol. Pada kepala silinder terdapat katup isap yang berfungsi memasukkan udara ke dalam silinder dan katup buang untuk membuang gas hasil pembakaran (Arismunandar dan Tsuda, 2008). Motor bakar bekerja melalui mekanisme langkah yang terjadi berulang-ulang sehingga menghasilkan putaran pada poros engkol. Langkah awal pada mesin diesel empat langkah berawal dari masuknya udara melalui katup isap (langkah isap). Saat piston berada pada posisi terjauh dari kepala silinder dan kedua katup pada posisi tertutup, maka gerakan piston ke atas merupakan gerakan menekan udara di dalam silinder (langkah kompresi). Umumnya tekanan dan suhu yang terjadi pada saat proses adalah mencapai 30 kg/cm2 dan 5500C atau minimal 4270C (Davis, 1983). Sesaat sebelum piston mencapai posisi maksimum, bahan bakar disemprotkan ke dalam ruang bakar. Bahan bakar terbakar dan menyebabkan kenaikan tekanan dan temperatur. Gas hasil pembakaran mendorong piston ke bawah (langkah ekspansi) dan selanjutnya memutar poros engkol. Selanjutnya gas pembakaran dipaksa keluar melalui seilinder oleh piston yang bergerak dari bawah ke atas melalui saluran buang (langkah buang). Bahan bakar yang disemprotkan ke dalam silinder berbentuk butiran cairan yang halus oleh injektor. Tekanan pada bahan bakar berada pada selang 8970 - 20700 kPa. Penyemprotan harus dilakukan pada waktu, jumlah dan dengan pola yang tepat (Davis, 1983). Karena udara di dalam silinder pada kondisi tersebut sudah bersuhu dan bertekanan tinggi, maka butiran bahan bakar tersebut akan menguap. Penguapan butiran bahan bakar dimulai dari bagian luarnya, yaitu bagian yang terpanas. Uap bahan bakar kemudian bercampur dengan udara yang ada disekitarnya. Proses ini terjadi secara berangsur-angsur dan berlangsung selama temperatur sekitarnya mencukupi. Menurut Arismunandar dan Tsuda (2008), proses pembakaran juga terjadi secara berangsur, proses pembakaran awal terjadi pada suhu yang lebih rendah dan laju pembakarannya pun meningkat.
2.1.1 Sistem Penggandengan Alat perata tanah yang digunakan pada penelitian ini terhubung dengan traktor melalui sistem penggandengan. Sistem penggandengan berfungsi untuk menyalurkan gaya dari traktor ke implemen, mengontrol kedalaman kerja implemen, mengangkat implemen dan mentransfer bobot ke roda belakang traktor. Pada umumnya sistem penggandengan terdiri dari 3 macam, diantaranya :
3
1.
2.
3.
2.2
Satu titik gandeng ( one hitch point ) Pada sistem penggandengan ini implemen dihubungkan melalui batang penarik. Biasanya pekerjaan yang dilakukan adalah penarikan trailer. Sistem penggandengan ini cocok untuk implemen dengan ukuran dan bobot yang besar. Dua titik gandeng ( two hitch point ) Pada sistem penggandengan ini implemen dihubungkan dengan 2 lower link. Sistem penggandengan ini belum memiliki top link. Biasanya pekerjaan yang dikukan adalah penarikan semi mounted. Tiga titik gandeng ( three hitch point ) Pada sistem penggandengan ini implemen dihubungkan dengan tiga titik gandeng yaitu, 2 lowerlink dan 1 top link. Dengan sistem penggandengan ini, traktor bisa melakukan pekerjaan seperti penarikan angkat penuh( full integral mounted). Pada sistem penggandengan ini juga terdapat sistem hidrolik sehingga traktor bisa mengangkat traktor dengan menggunakan lengan-lengan pengangkat (lift arms). Sistem Tiga-titik gandeng biasanya dilengkapi dengan alat kendali posisi otomatis (automatic posisition control device), atau alat kendali draft otomatis (automatic draft control device), atau keduanya. Alat kendali posisi otomatis berfungsi menjaga agar implemen selalu berada pada ketinggian yang telah diset melalui tuas kendali. Alat kendali draft otomatis digunakan untuk secara otomatis menjaga tahanan tarik yang tetap, misalkan, dengan secara otomatis menaikkan implemen bila melalui tanah keras atau halangan, dan jika tanahnya seragam, maka kedalaman pengolahan yang seragam akan dengan mudah dapat diperoleh.
LAND LEVELING (PERATAAN TANAH)
Ketidakrataan pada lahan pertanian memberi dampak pada manajemen tanaman dan hasil panen. Ketidakrataan pada lahan juga menyebabkan penyebaran air (irigasi) yang tidak merata. Artinya, dibutuhkan air yang lebih banyak untuk membasahi tanah pada proses persiapan lahan dan mengurangi keefektifan waktu dalam proses penanaman. Ketidakrataan pada lahan menyebabkan pertumbuhan tanaman yang tidak merata, meningkatnya populasi gulma dan juga proses pematangan tanaman yang tidak merata. Semua faktor ini menyebabkan berkurangnya produktivitas hasil panen dan kualitas hasil. Perataan tanah yang efektif akan meningkatkan proses penanaman dan perawatan, mengurangi tenaga yang dibutuhkan dalam mengelola tanaman dan meningkatkan kualitas maupun kuatitas hasil panen. 2.2.1
Sistem Perataan Tanah
Hewan (seperti kerbau), traktor roda-2 atau traktor roda-4 bisa digunakan sebagai sumber daya untuk meratakan suatu area lahan pertanian. Perbedaan sistem dipengaruhi oleh perbedaan kondisi lahan dan waktu operasinya. 1. Perataan tanah dengan menggunakan bantuan hewan. Proses perataan tanah dengan bantuan hewan membutuhkan satu set peralatan diantaranya, seekor atau sepasang hewan (kerbau), bajak, harrow dan juga pompa air (bila lahan tidak banjir). Proses yang dilakukan pertama kali adalah membajak lahan ketika tanah sedang basah. Kebanyakan lahan perlu dibajak dua kali sebelum dilakukan perataan. Proses pembajakan yang terakhir sangat baik dilakukan ketika terdapat air yang tergenang di lahan. Hal ini membuat proses pembajakan lebih mudah dan juga membantu menentukan daerah yang tinggi dan yang rendah. Hal yang keda adalah menandai titik yang tinggi dan yang rendah pada lahan. Dengan air yang tergenang di lahan, tandai titik yang tinggi dan yang rendah lalu susun rencana untuk memindahkan tanah dari titik yang tinggi ke titik yang rendah seefektif mungkin. Beban akan
4
perlu ditambahkan pada harrow ketika memindahkan tanah dari daerah yang tinggi ke daerah yang rendah. Operator yang berdiri di atas harrow harus memberikan beban yang cukup. Perbandingan lebar 40 kg/meter dari papan perata (leveling board) memberikan hasil yang terbaik. Setelah itu baru dilakukan proses perataan. Sebaiknya posisi hewan berada pada posisi paling tinggi dari lahan tersebut agar mudah dalam menentukan tanah mana yang harus dipindahkan. Pertama-tama disarankan untuk menggunakan harrow. Pastikan jika gigi harrow menghadap ke bawah sehingga membantu untuk menghilangkan gulma dan mempercepat pengadukan antaran tanah dan air. Teknik perataan ini membutuhkan air yang menutupi lahan dan membutuhkan 12 hari untuk meratakan 1 ha lahan. Untuk mendapatkan hasil terbaik, prosedur yang telah ditentukan sebaiknya diulangi di tahun berikutnya. Pada tahun kedua dibutuhkan tenaga yang lebih sedikit dan bisa dilakukan dengan pembajakan yang normal pada biasanya. 2. Perataan tanah dengan menggunakan traktor roda-2 Perataan tanah dengan menggunakan traktor biasanya dilakukan dengan bantuan implemen. Implemen yang biasa digunakan adalah disc atau moldboard plow, serta harrow dengan papan perata. Proses perataan tanah kurang lebih sama dengan proses perataan dengan bantuan hewan. Sebelumnya tanah dibajak dua kali sebelum diratakan. Pembajakan terakhir dilakukan ketika tanah telah tergenangi oleh air. Pembajakan yang kedua bisa dilakukan dengan bajak piring atau rotovator. Setelah itu tandai daerah yang tinggi dan daerah yang rendah. Dengan kondisi tanah yang tergenangi tandai daerah yang tinggi dan daerah yang rendah. Lalu susun rencana untuk memindahkan tanah seefektif mungkin. Dibutuhkan beban tambahan pada harrow ketika memindahkan tanah dari titk yang tinggi ke titik yang rendah. Setelah itu baru dimulai proses perataan tanah. Posisikan traktor pada daerah yang lebih tinggi, lalu pindahkan tanah ke bagian tanah yang lebih rendah. Angkat beban yang telah ditambahkan pada harrow dan kemudian pindahkan posisi traktor ke daerah yag lebih tinggi. Ketika memulai sebaiknya digunakan harrow tanpa papan perata yang terpasang. Ketika menggunakan papan perata, pastikan gigi harrow terbuka untuk membantu membuang gulma dan mempercepat air dan tanah teraduk. Teknik ini membutuhkan waktu sekitar 7-8 hari untuk 1 hektar pada tahun pertama. Proses pada tahun kedua akan diulangi tetapi akan membutuhkan waktu yang lebih sedikit. 3. Perataan tanah dengan menggunakan traktor roda-4 Proses perataan tanah dengan menggunakan traktor roda-4 membutuhkan peralataan tambahan diantaranya bajak, harrow, back blade dan juga ember tarik (drag bucket). Proses pembajakan utamakan dari tengah sisi luar lahan. Biasanya proses ini dilakukan ketika keadaan tanah sedang lembab karena bila dibajak dalam keadaan kering akan membutuhkan tenaga yang lebih besar. Bila keadaan tanah keras,dianjurkan untuk menggunakan disc atau moldboard. Harrow sebaiknya digunakan pada pembajakan yang kedua. Permukaanpermukaan sisa sebaiknya dipotong atau dibuang untuk membantu aliran tanah dari ember(bucket). Bila kita menggunakan traktor roda-4, survei topografi perlu dilakukan dengan bantuan laser untuk menetukan titik yang tinggi dan yang rendah. Lalu kondisi lahan dipetakan untuk menentukan daerah mana yang akan dipotong dan daerah mana yang akan ditimbun. Setelah memetakan lahan, kita bisa menentukan tinggi ratarata. Ambil jumlah dari seluruh data yang diperoleh kemudian bagi dengan banyak data yang diambil baru kita bisamendapatkan tinggi rata-rata. Dari diagram lapangan danmengetahui tinggi rata-rata dari lahan, sebuah rencana strategi bisa ditentukan untuk memindahkan tanah secara efektif. Untuk memulai proses perataan, ember yang dikontrol olehlaser diposisikan di titik yan merepresentasikan tingi rata-rata dari lahan. Pisau pemotong diatur setinggi 1-2 cm dari permukaan lahan. Untuk memaksimalkan efisiensi kerja, ember yang telah terpenuhi oleh tanah dipindahkan ke daerah yang lebih rendah. Kemudian setelah ember kosong, arahkan kembali traktor ke daerah yang permukaannya lebih tinggi. Setelah seluruh lahan telah tertutup sama rata, perlu dilakukan pemetaan topografi ulang untuk memastikan presisi kemiringan lahan telah tercapai.
5
Berdasarkan jumlah anah yang harus dipindahkan, memungkinkan untuk menyelesaikan perataan tanah 1-2 hektar/hari menggunakan sebuah traktor dengan daya 50 kW dan ember dengan lebar 2 meter.
2.3
TEKNOLOGI LASER
Laser (Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation) merupakan mekanisme suatu alat yang memancarkan radiasi elektromagnetik, biasanya dalam bentuk cahaya yang tidak dapat dilihat maupun dapat lihat dengan mata normal, melalui proses pancaran terstimulasi. Pancaran laser biasanya tunggal, memancarkan foton dalam pancaran koheren. (Wikipedia, diakses 14 November 2011) Pada tahun 1960, sinar laser pertama telah diciptakan dengan memompa kilasan cahaya ke dalam kubus kecil dari kristal batu delima (ruby). Kelompok utama sistem laser adalah bentuk laser solid dan laser gas, dimana laser karbon dioksida (CO2) memiliki posisi khusus. Beberapa tahun terakhir ini telah membawa sistem baru seperti laser dye tunsble dari laser bentuk solid berdasarkan fluorida kristal bahan erbium-doped yttrium lithium yang memancar pada panjang gelombang 1,73 mikron dan tidak membahayakan mata manusia, misalnya, YAG laser. YLF ini ditemukan oleh Sanders / ILS dari Orlando, Florida. Berkas elektron pertama lancar dipompa laser argon excimer beroperasi dengan panjang gelombang yang sangat pendek 0,250,4 nm dan daya 1,7 kw. Perkembangan lain yang baru adalah sistem laser pertama yang beroperasi dengan dua panjang gelombang berbeda (YAG dan/atau CO2) yang dikembangkan di Jepang oleh NIIC. Ketiga dan terkecil dari kelompok laser adalah laser dioda dengan bidang yang luar biasa dalam aplikasi serat komunikasi, deteksi kebakaran, asap, dll, dan robot mesin. Sifat dasar laser sebagian besar ditentukan oleh ion pelapis, tapi banyak dari sifat praktisnya adalah ditentukan oleh bahan induknya. Ruby beroperasi di wilayah spektrum cahaya tampak pada 694 nm, sedangkan bahan berbasis neodymium beroperasi pada sekitar 1060 nm dengan panjang gelombang yang tepat tergantung pada bahan induk(host). (Hans Koebner, 1984)
2.4
LASER LAND LEVELING
Pengenalan laser leveling di tahun 1970-an menghasilkan perubahan mengejutkan yang telah meningkatkan efisiensi irigasi untuk tingkat sprinkler dan irigasi tetes (Erie dan Dedrick 1979). Laser Land Leveling adalah proses memperhalus permukaan tanah (± 2 cm) dari ketinggian rata-rata menggunakan laser yang dilengkapi drag bucket untuk mencapai presisi dalam meratakan tanah. Perataan tanah secara presisi dilakukan dengan mengubah bidang sedemikian rupa untuk membuat kemiringan konstan 0 hingga 0,2%. Praktek ini menggunakan traktor dengan tenaga kuda besar dan penggerak tanah yang dilengkapi dengan sistem postioning global (GPS) dan atau instrumentasi laser-guided sehingga tanah bisa dipindahkan baik dengan memotong atau mengisi untuk menciptakan kemiringan atau kerataan yang diingkinkan. (Walker, Timothy et al. 2003)
Ploughing of field
Topographic survey
Laser leveling of field
Gambar 1. Skema proses perataan tanah. (sumber : Jat, M.L et.al, 2006)
6
Perataan tanah yang dikendalikan laser memberi tingkatan pada lahan untuk membuat kontur tanah untuk praktek-praktek irigasi yang berbeda. Dengan sprinkler, lahan dapat menghemat air dengan mengurangi aliran permukaan dan memungkinkan keseragaman distribusi air. Perataan tanah dengan laser dapat mengurangi penggunaan air 20-30% dan meningkatkan hasil panen sebesar 10-20%. Sebelum memulai proses laser land leveling , lapangan harus dibajak dan dilakukan survei topografi. Proses pengolahan tanah lebih baik dilakukan ketika tanah sedikit lembab, karena jika tanah dibajak pada keadaan tanah yang terlalu kering maka daya traktor yang diperlukan akan lebih besar. Jika tanah sangat kering, implement yang digunakan bisa bajak piring. Penerapan garu piring cocok digunakan pada pengolahan tanah kedua. Setelah membajak, survei topografi dapat dilakukan untuk merekam elevasi titiktitik di lapangan. Pasang laser pemancar pada posisi yang dijadikan acuan. Jika laser tidak pas, sesuaikan kaki tripod dari laser pemancar untuk mendapatkan indikator sejajar (gelembung) di laser pemancar. Kebanyakan laser pemancar tidak akan berputar jika posisi laser pemancar tidak sejajar (level). Ketika laser pemancar sejajar (level), pasang receiver ke arah laser pemancar dan aktifkan laser pemancar untuk melakukan observasi lapangan. Semua pengukuran harus dicatat dalam buku lapangan. Ketinggian rata-rata lapangan dihitung dengan mengambil jumlah dari semua data ketinggian lahan dan membagi dengan jumlah data yang diambil. Pada proses perataan tanah, hal pertama yang dilakukan adalah mengatur nilai ketinggian rata-rata lapangan di kotak kontrol. Ember yang dikendalikan laser harus diposisikan pada titik yang mewakili tinggi rata-rata di lapangan. Pisau pemotongan harus diposisikan sedikit di atas permukaan tanah (1,0-2,0 cm). Traktor kemudian harus didorong dalam arah melingkar dari daerah tinggi ke daerah lebih rendah di lapangan. Untuk memaksimalkan efisiensi kerja, segera setelah ember diisi dengan tanah operator harus berbalik dan berkendara menuju daerah yang lebih rendah. Demikian pula begitu ember kosong traktor harus berbalik ke area yang lebih tinggi. Ketika seluruh bidang telah tertutup dengan cara melingkar, traktor dan ember kemudian harus melakukan perataan akhir dengan berjalan dari sisi lapangan yang lebih tinggi ke ujung bawah. Bidang ini kemudian harus disurvei ulang untuk memastikan bahwa tingkat presisi yang diinginkan telah dicapai (Jat, M.L et al., 2006). Salah satu langkah untuk meningkatkan efisiensi irigasi adalah meratakan zero-grade untuk produksi tanaman. Lahan dengan kemiringan nol dapat dikeringkan lebih cepat. Tingkat lahan memungkinkan untuk kedalaman banjir yang lebih seragam, menggunakan air lebih sedikit dan mengurangi biaya pemompaan. Manfaat dari perataan tanah presisi adalah dapat digunakan selama bertahun-tahun, meskipun beberapa perataan tanah kecil mungkin diperlukan dari waktu ke waktu karena operasi lapangan dan kondisi cuaca. Perataan tanah presisi yang dikendalikan laser membantu untuk: 1. Menyimpan air irigasi 2. Meningkatkan luas tanam kira-kira 3 sampai 5% 3. Meningkatkan keseragaman kematangan tanaman 4. Meningkatkan efisiensi aplikasi air hingga 50% 5. Meningkatkan intensitas tanam sekitar 40%. 6. Meningkatkan hasil panen (gandum 15%, tebu 42%, beras 61% dan katun 66%) 7. Mengurangi masalah gulma dan meningkatkan efisiensi pengendalian gulma 2.4.1
Tipe Laser Land Leveling
1. Laser leveling secara manual Set-up dari instrumen leveling laser memerlukan operator secara manual tingkat unit dengan menggunakan sekrup unit dan botol gelembung. Laser ini bergantung pada gelembung berbentuk pipa untuk leveling. Pengguna perlu mengatur tingkat laser di kedua sumbu-X dan sumbu-Y dan bergantung pada gelembung untuk akurasi. Laser ini dapat mencapai akurasi maksimal 1 cm pada 100m.
7
2. Semi self-leveling laser Laser ini menyesuaikan diri secara otomatis dalam sebuah rentang menggunakan sebuah kompensator. Untuk mendapatkan reange yang ditentukan, laser dilengkapi baik dengan gelembung lingkaran, atau lampu elektronik yang berubah menjadi hijau ketika Anda mencapai kisaran leveling dengan sendirinya. Laser ini sangat akurat dan memiliki fitur alat penghetian jika laser terbentur atau keluar dari jarak jangkauan. Mereka bisa mencapai akurasi paling tidak 1 cm di 100 m. 3. Fully self-leveling laser Laser ini secara otomatis menemukan dan mempertahankan level dalam kisaran tertentu. Laser ini dilengkapi dengan electronic level vial dan motor servo. Motor servo mengatur instrumen secara elektronik dan ketika diratakan, laser mulai berputar. Alat ini yang paling mudah untuk digunakan dan dapat mencapai akurasi hingga 2,5 mm pada 100 m. 2.4.2
Komponen Sistem Perataan Tanah Dengan Laser
Perata tanah dengan laser melibatkan penggunaan laser pemancar (transmitter), yang memancarkan sinar paralel dengan cepat berputar terhadap bidang bidang yang diperlukan, yang ditangkap oleh sensor (menerima unit) dilengkapi dengan traktor menuju unit pengeruk. Sinyal yang diterima diubah menjadi penyesuaian cut and fill dan perubahan yang sesuai di tingkat pengeruk dilakukan secara otomatis oleh sistem kontrol hidrolik. Kontrol pengeruk sepenuhnya otomatis; unsur kesalahan operator dibuang memungkinkan meratakan tanah secara akurat. Set-up terdiri dari dua unit. Laser pemancar, yang dipasang di platform tinggi. Berputar dengan cepat, mengirimkan sinar laser dalam sebuah lingkaran seperti sebuah mercusuar kecuali cahaya tersebut adalah laser, sehingga tetap berada di dalam balok yang sangat sempit.
Gambar 2. Laser land leveling Menurut Jat (2006), sebuah sistem perata tanah yang dikendalikan laser terdiri dari lima komponen utama berikut: Drag bucket / scraper, Laser pemancar (transmitter), Laser penerima (receiver), Kotak pengendali (tool box), Sistem hidrolik.
8
1. Scraper Scraper dapat berupa 3-point linkage yang dipasang dan ditarik oleh traktor. Sistem ini lebih dipilih karena lebih mudah untuk menghubungkan sistem hidrolik traktor ke bagian luar hidrolik yang tersambung dengan sistem kontrol bagian dalam yang digunakan oleh sistem 3-point linkage. Dimensi dan kapasitas ember akan bervariasi sesuai dengan sumber daya yang tersedia dan kondisi lapangan. Dimensi scraper berbeda-beda mulai dari lebar 2 m sampai lebar 5,5 m dengan persyaratan pencocokan traktor disajikan dalam tabel 1. Tabel 1. Pemilihan scraper berdasarkan ukuran traktor.
Ukuran traktor Min/Max (HP)
Lebar scraper Min/Max (m)
30-50
2.0
50-100
2.0-3.0
100-125
3.0-3.5
125-150
3.5-4.0
>150
4.0-4.5
Gambar 3. Scraper 2. Laser Pemancar (Transmitter) Pemancar laser dipasang di tripod, yang memungkinkan sinar laser untuk menyapu di atas lahan. Beberapa traktor dengan unit laser dan drag bucket dapat bekerja dari satu pemancar dengan bimbingan dari laser penerima.
9
Gambar 4. Laser pemancar. 3. Laser Penerima (Receiver) Laser penerima adalah sebuah penerima multi-arah yang dapat mendeteksi posisi pesawat referensi laser dan mengirimkan sinyal ini ke kotak pengendali. Penerima dipasang pada sebuah tiang manual atau tiang listrik yang menempel pada drag bucket. Penerima dipasang pada scraper tersebut. Satu set kontrol memungkinkan laser penerima untuk mengontrol tinggi ember di scraper tersebut. Operator dapat menyesuaikan pengaturan pada penerima, dan ia dapat mengabaikan laser penerima ketika ia harus mengambil seember tanah dan mengangkutnya ke bagian lahan yang lain.
Gambar 5. Laser penerima. 4. Kotak Pengendali (Tool Box) Kotak pengendali menerima dan memproses sinyal dari mesin yang terpasang laser penerima. Kotak pengendali ini menampilkan sinyal-sinyal untuk menunjukkan posisi drag bucket relatif terhadap perataan yang telah selesai. Ketika kotak kontrol disetel otomatis, itu menyediakan output listrik untuk mendorong katup hidrolik. Kotak kontrol dipasang di traktor pada bagian yang mudah dicapai oleh operator. Tiga kontak
10
pada kontrol pengendali diantaranya tombol ON / OFF, Auto / Manual dan Manual Raise / Lower (yang memungkinkan operator secara manual menaikkan atau menurunkan drag bucket).
Gambar 6. Kotak pengendali (tool box). 5. Sistem Kontrol Hidrolik Sistem hidrolik traktor digunakan untuk memasok minyak untuk menaikkan dan menurunkan tinggi ember. Minyak yang dipasok oleh pompa hidrolik traktor biasanya disampaikan pada 2000-3000 psi. Kebanyakan pompa hidrolik biasanya adalah pompa dengan perpindahan positif dan selalu memompa minyak lebih dari yang dibutuhkan, katup pelepas tekanan sangat diperlukan dalam sistem untuk mengembalikan kelebihan minyak pada reservoir traktor. Jika katup ini tidak cukup besar atau tidak berfungsi, kerusakan dapat disebabkan pada traktor pompa hidrolik.
Selang hidrolik yang mengirim minyak oli ke scraper (delivery)
Selang hidrolik yang menghisap minyak oli ke tangki oli (release) Gambar 7. Sistem kontrol hidrolik.
11
III. METODOLOGI
3.1
WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus sampai dengan Desember 2011. Penelitian dilaksanakan di laboratorium lapangan Siswadi Soepardjo Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
3.2
PERALATAN
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Alat tulis dan catatan lapang Alat tulis dan catatan lapang digunakan untuk mencatat hasil-hasil pengamatan dan segala data informasi yang dibutuhkan langsung di lapangan. 2. Traktor roda-4 (traktor New Holland) Traktor roda-4 digunakan sebagai sumber tenaga untuk menarik Laser Power Blade. 3. Leica Rugby 100LR (laser pemancar) Sensor ini memancarkan pulsa berupa cahaya laser yang akan ditangkap oleh laser penerima. Sensor menghantarkan pulsa dengan berputar sebesar 360o sehingga seluruh lahan bisa terjangkau. Jarak jangkauan maksimal dari laser pemancar ini ± 100 m.
Gambar 8. Leica Rugby 100LR
4. Laser Sensor MLS 700 (laser penerima) Sensor ini menangkap pulsa yang dipancarkan oleh laser pemancar untuk diteruskan ke bagian kotak pengendali. Sensor ini dipasang di tiang yang terdapat pada scraper. Sensor ini memiliki 3 indikator warna, yaitu merah, jingga dan hijau. Indikator tersebut menentukan tinggi elevasi laser pemancar dan laser penerima dalam posisi yang sama. Jika elevasi laser pemancar dan penerima sama, lampu indikator akan berwarna hijau.
12
Gambar 9. Laser Sensor MCP 700
5. Control Panel MCP 700 Kotak pengendali ini berfungsi untuk mengatur geraknya scraper yang terhubung langsung dengan sistem hidrolik dari traktor itu sendiri. Dengan adanya kotak pengendali ini, scraper bisa digerakan secara otomatis maupun manual. Pada kotak pengendali terdapat tiga buah lubang. Lubang pertama akan terhubung ke Laser Sensor MLS 700. Dengan ini lampu indikator pada bagian Laser Sensor MLS 700 akan terpampang pula di kotak pengendali. Lubang kedua akan terhubung ke aki (accu) traktor, yang berfungsi sebagai tenaga untuk menghidupkan kotak pengendali tersebut. Lubang ketiga akan terhubung ke pipa solenoid (solenoid valve). Lubang ketiga ini yang akan mengatur jalannya sistem hidrolik traktor. Jadi sinyal yang ditangkap oleh Laser Sensor MLS 700 akan diteruskan ke kotak pengendali. Lalu kotak pengendali akan meneruskan ke pipa solenoid dan pipa solenoid akan mengatur banyaknya minyak yang masuk dan keluar sebagaimana pesan yang disampaikan.
Gambar 10. Control Panel MCP 700
6. Leica Rod Eye Basic Menangkap pulsa yang dihantarkan oleh laser pemancar ketika proses pemetaan topografi. Alat ini dipasang pada target rod sehingga ketinggian lahan bisa diketahui. Sistem kerja dari Leica Rod Eye Basic
13
ini adalah dengan mengeluarkan bunyi yang cukup cepat dan nyaring ketika tinggi dari sensor pemancar dan sensor penerima dari kedua alat tersebut dalam ketinggian yang sama.
Gambar 11. Leica Rod Eye Basic
7. Scraper Menarik dan memindahkan tanah ke bagian permukaan tanah yang lebih rendah. 8. Bajak Piring Bajak piring digunakan untuk membelah tanah pada proses pengolahan tanah primer.
Gambar 12. Bajak Piring
9. Bajak rotary Bajak rotary digunakan untuk memecah tanah agar lebih halus pada proses pengolahan tanah sekunder. 10. Stopwatch Stopwatch digunakan untuk menghitung waktu atau lama proses perataan tanah. Stopwatch yang digunakan adalah stopwatch digital.
14
11. Meteran / tape Meteran / tape digunakan untuk mengukur jarak atau dimensi. 12. Target rod Target rod digunakan sebagai alat bantu mengukur ketinggian elevasi pada setiap titik yang ditentukan. 13. Software Surfer 9 Software surfer 9 digunakan untuk memtakan data yang telah diambil sebagai perbandingan lahan sebelum dan sesudah proses perataan tanah.
3.3
PROSEDUR PENELITIAN
Prosedur penelitian yang dilakukan adalah pengolahan tanah primer dan sekunder, pemetaan topografi, perataan tanah dan pengukuran kapasitas lapang perataan tanah.
Mulai
Pengolahan tanah primer dan sekunder
Pemetaan topografi awal
Perhitungan volume penimbunan dan pemotongan dan penetuan elevasi harapan
Perataan tanah dengan sistem laser
Pemetaan topografi akhir
Pengolahan data
Selesai
Gambar 13. Bagan metodologi penelitian
15
mulai
Pengolahan tanah primer dan sekunder
Metode diagonal
Metode horizontal -vertikal
Metode zig zag
Pemetaan topografi awal
Volume cut (m3) (Vc)=
∑ ∑
∑
Perhitungan volume penimbunan dan pemotongan teoritis
Volume fill (m3)
Penentuan elevasi harapan
(Vf) =
C/f ratio = Vc/Vf = 1 (gunakan goal and seek pada Ms. Excel)
∑ ∑
∑
Perataan tanah dengan sistem laser
Pemetaan topografi akhir
Pengambilan data
Elevasi (cm)
Waktu kerja keseluruhan (WK) (Jam)
Luas olah keseluruhan (L) (Ha)
Volume cut (m3) Perhitungan volume penimbunan dan pemotongan aktual
(Vf) =
∑ ∑
∑
Volume fill (m3)
(Vc)=
KLE = L/ WK (Ha/jam)
∑ ∑
∑
Kapasitas pemindahan (m3)
Gambar 14. Diagram skematik rancangan penelitian
16
Scrap per
Transmitter
Tool box
4
1 3
2
Receiver
Pipa Sollenoid
da proses peraataan tanah. Gambbar 15. Skema kerja alat pad Proses perataann tanah : P 1. Leica Ruggby 100 LR yaang berfungsi sebagai transsmitter, akan memancarkan m pulsa berupa laser yang o berputar 360 3 . Pertamaa-tama transm mitter diposisiikan ditempatt yang akan ddijadikan sebaagai acuan selama prroses perataaan. Transmittter dipasang pada tripod yang berfunngsi sebagai penopang transmitteer. Tripod diattur ketinggiannnya dan disejjajarkan masiing-masing kaakinya agar po osisi level. Kemudiann tombol ON pada p transmittter ditekan seehingga transmitter hidup ddan akan berp putar 360o. Tranmitterr yang memaancarkan pulsaa akan ditang gkap oleh Lasser Sensor MC CP 700, yang g berfungsi sebagai reeceiver. 2 Pulsa yangg ditangkap oleh 2. o Laser Sensor MCP 70 00 akan diteruuskan menujuu kotak pengen ndali (tool box). Padaa kotak pengeendali terdapatt tiga buah lub bang, lubang yang pertamaa terhubung ke receiver, lubang yanng kedua terhhubung ke akii yang berfung gsi sebagai suumber tenaga dan lubang yang y ketiga terhubungg ke pipa solenoid yang berfungsi mengatur m jumllah keluar-maasuknya miny yak untuk menggerakkan scraper. Kotak K pengendali ini memp punyai dua moode yaitu, modde manual dan n otomatis. Ketika kottak pengendalli diatur dalam m mode otomaatis, pergerakaan scraper akaan ditentukan dari posisi receiver yang berkoordiinasi dengan posisi p transmiitter sehingga scraper akan naik atau turu un. 3. Pulsa yang telah sampai di kotak pengendali p akaan diolah laluu kemudian aakan diteruskaan ke pipa solenoid untuk u mengatuur jumlah minnyak yang dik keluarkan. Pippa solenoid inni bekerja sam ma dengan sistem hiddrolik yang terrdapat pada trraktor. Pada pipa p solenoid ini dapat diattur pula tekanan minyak yang dikelluarkan sehinggga mempenggaruhi respon dari kecepatann pergerakan sscraper. 4 Scraper dapat 4. d bergerakk naik dan tuurun secara otomatis o dikarrenakan padaa scraper terd dapat tiang dimana paada tiang tersebut terpasanng receiver. Ketika K traktor berjalan, perbbedaan elevassi di lahan akan menyyebabkan peruubahan posisi pada receiverr. Namun, possisi receiver inni akan selalu mengikuti ketinggiann dari transm mitter sehinggaa posisi scrap per akan naikk atau turun untuk memo otong atau menimbunn tanah. Padaa receiver terddapat indikato or warna yangg menjelaskann perbedaan ketinggian
17
antara receiver dan transmitter. Jika ketinggian receiver dan transmitter sama (level), lampu indikator akan berwarna hijau. Jika ketinggiannya tidak sama, lampu indikator akan berwarna merah atau jingga sesuai seberapa jauhnya perbedaan ketinggian di antara keduanya. 1.
Pengolahan tanah primer dan sekunder.
Pengolahan tanah primer dan sekunder dilakukan dengan menggunakan bajak piring dan bajak rotary, disarankan proses pembajakan dilakukan pada saat tanah lembab karena jika kondisi tanah terlalu kering maka traktor akan membutuhkan tenaga yang lebih besar. Proses pengolahan tanah ini dilakukan agar menghasilkan tanah yang lebih halus untuk dilanjutkan proses perataan tanah. Proses pengolahan tanah ini dilakukan dengan 3 metode pengolahan yaitu, metode horizontal-vertikal, metode diagonal dan metode zig-zag. Pada masing-masing metode diberikan pengulangan sebanyak 3 kali. a.
Metode horizontal-vertikal
b.
Metode zig-zag
c.
Metode diagonal
(Sumber : Kanai, et.al., 1982)
18
2.
Pemetaan topografi
Pengukuran profil adalah pekerjaan penentuan ketinggian dari beberapa (banyak) titik yang terletak pada suatu garis tertentu di permukaan tanah dengan interval yang telah direncanakan, agar mendapatkan gambaran bentuk profil dari suatu permukaan tanah (Tim pengajar Ilmu Ukur Wilayah, 2009). Pemetaan topografi dilakukan untuk mengetahui kondisi lahan awal sebelum tanah diratakan. Dengan mengetahui kondisi lahan awal maka kita dapat merencanakan proses perataan yang lebih efisien. Lahan yang digunakan adalah lahan seluas 1000 m2. Proses pemetaaan dilakukan dengan menentukan titik acuan (Bench Mark) terlebih dahulu lalu kita membuat grid dengan ukuran 5 x 5 meter. Kemudian dilakukan pengambilan data berupa ketinggian elevasi pada setiap titik. Pengukuran elevasi pada setiap titik dibantu dengan menggunakan Laser Rugby 100 LR (laser pemancar) dan Leica Rod Eye Basic. Laser pemancar akan terus berputar untuk menyampaikan sinyal yang kemudian akan ditangkap oleh Leica Rod Eye Basic. Sistem kerja dari Leica Rod Eye Basic ini adalah dengan mengeluarkan bunyi yang cukup cepat dan nyaring ketika tinggi dari sensor pemancar dan sensor penerima dari kedua alat tersebut dalam ketinggian yang sama. Salah satu cara lainnya agar kita mengetahui bahwa tinggi sensor pemancar dan sesor penerima telah dalam ketinggian yang sama adalah dengan melihat tanda yang tertera pada layar digital Leica Rod Eye Basic tersebut. Akan terdapat garis pada bagian tengah layar digital Leica Rod Eye Basic jika sensor pemancar dan sensor penerima pada ketinggian yang sama (level). Tanda pada layar digital Leica Rod Eye Basic akan memberitahukan jika sensor pemancar dan sensor penerima belum mencapai ketinggian yang sama dengan menggerakannya ke arah bawah atau atas hingga mencapai ketinggian yang sama. Leica Rod Eye Basic ini dipasangkan pada target rod sehingga kita bisa mengetahui berapa ketinggian tanah pada titik tersebut.
Gambar 16. Proses pengukuran elevasi pada setiap titik
Proses pemetaan topografi dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum dan sesudah proses perataan tanah. Ketinggian elevasi pada setiap titik akan dicatat pada lembar kerja penelitian yang telah dibuat. Lembar kerja penelitian dapat dilihat pada tabel 2.
19
Tabel 2. Lembar kerja penelitian Hari / Tanggal : Metode Pengolahan : BT *
Datum Elevasi Harapan :
no
3.
Titik
Tinggi Alat
Beda Elevasi (cm)
SEBELUM BT
SESUDAH BT
Beda Elevasi Sesudah (cm)
Perataan Tanah
Perataan tanah dilakukan dengan menggunakan Power Blade. Sebelum diratakan, besar elevasi harapan harus ditentukan. Elevasi harapan ini digunakan sebagai tinggi acuan dari Laser transmitter sehingga ketinggian dari Laser receiver tidak berubah dan ketinggian permukaan lahan bisa seragam. Besar elevasi harapan didapat jika perbandingan nilai cut dan fill (cut and fill ratio) sama dengan satu. Menurut Department of Commerce (1983), volume cut and fill ini dapat dicari dengan menggunakan metode four-point yang dituliskan ke dalam persamaan 1 dan persamaan 2.
Vc =
∑ ∑
∑
………(1)
Dimana ; Vc = volume cut (m3) L = ukuran grid (m) C = grid yang mengalami cut (m) F = grid yang mengalami fill (m)
Vf =
∑ ∑
∑
………..(2)
Dimana : Vf = Volume fill (m3) L = ukuran grid (m) C = grid yang mengalami cut (m) F = grid yang mengalami fill (m) Dari persamaan 1 dan 2, kita bisa memperoleh besarnya cut and fill ratio, yaitu
∑ ∑
20
Agar proses perataan tanah lebih efisien, maka besar C/F ratio harus sama dengan satu. Oleh karena itu digunakan aplikasi goal and seek pada Ms. Excel untuk memperolehnya. Setelah didapat elevasi harapan, proses perataan bisa dilakukan dan didapat waktu kerja. Dalam proses perataan, perataan tidak bisa dilakukan hanya dalam satu kali pengulangan pemutaran. Oleh karena itu dilakukan proses iterasi (pengulangan) dalam 1 kali proses perataan. Proses iterasi dilakukan dengan tujuan permukaan tanah yang dihasilkan bisa merata lebih baik secara menyeluruh. Banyaknya iterasi tergantung dari kondisi lahan yang akan diratakan. Proses iterasi bisa terjadi sebanyak 4-6 kali. Lalu dilakukan pengukuran elevasi pada setiap titik seperti pada tahap sebelumnya untuk mengukur tingkat kerataan tanah. 4.
Tahap Pengolahan Data
Data-data yang diperoleh dan tercatat dalam lembar kerja penelitian diolah dan dianalisis. Variable yang dicari antara lain kapasitas lapang teoritis, kapasitas lapang efektif, effisiensi lapang dan kapasitas pemindahan. Data yang diperoleh dapat dilihat pada Lampiran 1-14. Kapasitas lapang teoritis dihitung berdasarkan rumus: KLT = 0.36 Dimana: KLT = kapasitas lapang teoritis (ha/jam) v = kecepatan putar roda (m/detik) lp = lebar pengolahan (m) Kapasitas lapang efektif dihitung berdasarkan rumus: KLE Dimana: KLE L WK
= = kapasitas lapang efektif (ha/jam) = luas olah keseluruhan (ha) = waktu kerja keseluruhan (jam)
Kapasitas Pemindahan dihitung dari selisih antara volume cut and fill rencana dan volume cut and fill aktual.
21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 ANALISIS PERATAAN TANAH 4.1.1 Analisis Perataan Tanah dengan Pengolahan Tanah Metode Horizontal-Vertikal. a.
Pengulangan pertama Pada analasis perataan tanah ini, hal yang dibahas adalah kapasitas lapang efektif (ha/jam) dan kapasitas pemindahan tanah (m3). Dari ketiga metode pengolahan tanah yang diujikan akan dilihat metode mana yang lebih efisien. Masing-masing metode diberikan tiga kali pengulangan. Untuk melihat tingkat kerataan tanah maka digunakan sebuah software, yaitu Surfer 9. Bentuk relief lahan akan terlihat dengan memasukan data-data yang telah diambil sebelum dan sesudah perataan tanah. Sebelum perataan tanah didapat beda elevasi dengan datum yang paling rendah adalah -8.5 cm dari datum. Elevasi ini terdapat pada titik I4 atau kordinat (15,40). Tanda negatif disini memiliki arti bahwa elevasi di lahan lebih rendah dari elevasi datum. Pada penelitian ini ketinggian datum dianggap nol (0). Sedangkan beda elevasi tertinggi terhadap datum adalah 21.2 cm, yang terletak pada titik D1 (kordinat (0,15)). Lalu ditentukan elevasi yang direncanakan dengan memasukan nilai beda elevasi disetiap titik yang diperoleh. Besarnya elevasi harapan diperoleh jika nilai cut and fill ratio (C/F) sama dengan satu atau mendekati satu. Dengan menggunakan aplikasi goal and seek pada Ms. Excel ditemukan nilai elevasi harapan. Pada pengulangan pertama, nilai elevasi harapan yang didapat adalah 10.2 cm dari datum dengan volume pemotongan dan penimbunan sebesar 18 m3. Elevasi harapan ini akan dijadikan elevasi acuan bagi sensor pemancar selama proses perataan tanah berlangsung. Pada pengulangan pertama ini, proses perataan tanah berlangsung selama 1 jam dengan pemutaran lahan sebanyak 5 kali. Kondisi lahan yang agak lembab akibat terguyur hujan pada hari sebelumnya menyebabkan proses perataan tanah menjadi lebih berat karena tanah yang lembab akan menggumpal ketika dipotong oleh scraper. Setelah tanah diratakan, dilakukan pengukuran disetiap titik untuk pemetaan topografi ulang agar kita bisa melihat tingkat kerataan tanah. Berikut ini gambar yang dihasilkan oleh Surfer 9 sebelum dan sesudah perataan tanah.
(a) Sebelum perataan (b) Sesudah perataan Gambar 17. Peta kontur pengulangan pertama metode Horizontal-vertikal sebelum dan sesudah perataan
22
Dari data yang diambil setelah perataan tanah (lampiran 1), didapat bahwa beda elevasi terendah adalah 9.3 cm (titik B1) dari datum artinya terdapat beda 0.9 cm dengan elevasi harapan yaitu 10.2 cm. Sedangkan beda elevasi tertinggi adalah 14.8 cm (titik C3) atau 4.6 cm lebih tinggi dari elevasi yang diharapkan. Jika kita menganalisa dengan menggunakan gambar yang diperoleh dari surfer 9 dapat kita lihat bahwa tinggi elevasi harapan, yaitu 10.2 cm, berada pada range warna kuning menuju jingga. Artinya jika kita mengamati keseluruhan lahan setelah diratakan, tingkat kerataan tanah cukup merata elevasinya. Dari data yang diperoleh kita bisa mencari tingkat kerataan tanah dengan menghitung nilai standar deviasi yang dihasilkan. Nilai standar deviasi ini diperoleh dari selisih antara nilai elevasi harapan dengan nilai elevasi di setiap titik. SD
∑
h n
h 1
Dimana ; SD = standar deviasi h = elevasi harapan hn = elevasi di setiap titik n = jumlah titik Dari data rumus tersebut didapat bawah besar nilai standar deviasi yang dihasilkan pada percobaan pertama ini sebesar 1.54 (lampiran 19). Semakin kecil nilai standar deviasi yang dihasilkan, artinya semakin tinggi tingkat kerataan tanah yang dihasilkan. Beda elevasi pada setiap titik bisa disebabkan dari kepresisian sensor penerima. Lambatnya tingkat respon alat ketika traktor berjalan menyebabkan adanya selisih pada setiap lahan. Dengan menggunakan percentile 90%, kita menentukan batas atas untuk elevasi yang bisa ditoleransi. Dari data yang diperoleh, batas atas pada pengulangan pertama ini adalah 13 cm. Artinya 13 cm adalah batas atas elevasi yang diperbolehkan, sehingga terdapat 5 titik yang tidak termasuk ke dalam batas yang diperbolehkan. Titik tersebut adalah titik F3 (13.1 cm), A6 (13.3 cm), C4 (13.5 cm), F1 (13.9 cm) dan C3 (14.8 cm). Pengukuran kapasitas kerja lapang dengan kecepatan maju 1.27 m/detik (2000 rpm, L-3) dan lebar kerja alat 2.05 m sehingga didapatkan kapasistas lapang teroritis (KLT) sebesar 0.94 ha/jam. Dengan lahan seluas 0.1 ha dan total waktu perataan 1 jam, maka didapatkan kapasitas lapang efektif (KLE) sebesar 0.1 ha/jam. Pengukuran kapasitas pemindahan adalah dengan membandingkan besarnya volume pemotongan dan penimbunan berdasarkan rencana dengan volume pemotongan dan penimbunan yang terjadi ketika perataan. Volume pemotongan dan penimbunan menurut rencana adalah masing-masing sebesar 18 m3. Pada kenyataannya setelah tanah diratakan volume tanah yang dipotong dan ditimbun tidak sepenuhnya 18 m3. Volume pemotongan aktual adalah sebesar (18-15.46) m3 = 2.54 m3 dan volume penimbunan aktual sebesar (18-0.02) m3 = 17.89 m3, sehingga volume pemindahan tanah yang dihasilkan adalah sebesar 20.52 m3. b.
Pengulangan kedua Pada pengulangan kedua, sebelum perataan tanah didapat elevasi terendah dengan datum adalah 3 cm. elevasi ini terdapat pada titik A2 atau kordinat sedangkan elevasi tertinggi dari datum adalah 23 cm. Dari data tersebut didapat nilai elevasi harapan adalah 14.2 cm dari datum dan volume pemotongan dan penimbunan masing-masing sebesar 15.04 m3. Proses perataan tanah pada pengulangan kedua ini berlangsung selama 1.2 jam dengan pengulangan perputaran sebanyak 6 kali. Hal ini dikarenakan kondisi tanah yang lembab menyebabkan beban kerja menjadi lebih berat dan diperlukan pengulangan pemotongan di titik yang sama berkali-kali. Setelah tanah diratakan, dilakukan pengukuran disetiap titik untuk pemetaan topografi ulang agar kita bisa melihat tingkat kerataan tanah. Dari data yang diperoleh (lampiran 2), didapat elevasi terendah adalah 13.5 cm dari datum artinya terdapat beda 0.7 cm dari elevasi harapan yaitu 14.2 cm, sedangkan beda
23
elevasi tertinggi adalah 15.8 cm artinya terdapat beda 1.6 cm dengan elevasi yang diharapkan. Dari gambar yang diperoleh dari program surfer 9 (gambar 18.b), besar elevasi harapan, yaitu 14.2 cm, berada pada range warna jingga. Jika kita mengamati peta kontur setelah tanah diratakan, seluruh permukaan lahan berwarna jingga. Tingkat kerataan tanah sudah cukup merata secara menyeluruh meskipun terdapat gradasi warna jingga yang menunjukan ada selisih antar elevasi. Dari data elevasi di setiap titik didapatkan nilai standar elevasi pada percobaan ini sebesar 0.48. Nilai standar deviasi yang dihasilkan lebih kecil dari nilai standar deviasi pada pengulangan pertama. Artinya tingkat kerataan lahan pada pengulangan kedua ini lebih baik dibanding pada pengulangan pertama. Hal ini bisa disebabkan karena lebih banyaknya pengulangan perputaran pada proses perataan tanah sehingga waktu yang dibutuhkan untuk proses perataan tanah juga lebih lama. Dengan mengunakan percentile 90%, kita menentukan batas atas untuk elevasi yang bisa ditoleransi. Dari data yang diperoleh, batas atas pada pengulangan kedua ini adalah 15.4 cm. Artinya 15.4 cm adalah batas atas yang diperbolehkan, sehingga terdapat 3 titik yang tidak termasuk ke dalam batas toleransi. Titik tersebut adalah titik C3 (15.6 cm), D1 (15.7 cm) dan D5 (15.8 cm)
(a) Sebelum perataan (b) Sesudah perataan Gambar 18. Peta kontur pengulangan kedua metode Horizontal-vertikal sebelum dan sesudah perataan Dengan menggunakan kecepatan yang sama dengan pengukuran yang pertama dan scraper yang sama maka didapatkan kapasistas lapang teroritis (KLT) yang sama yaitu sebesar 0.94 ha/jam. Dengan lahan seluas 0.1 ha dan total waktu perataan 1.2 jam, maka didapatkan kapasitas lapang efektif (KLE) sebesar 0.083 ha/jam. Pengukuran kapasitas pemindahan didapat dengan membandingkan volume pemotongan dan penimbunan yang direncanakan dengan jumlah volume pemotongan dan penimbunan aktual (yang terjadi di lapang). Volume pemotongan dan penimbunan yang direncanakan masing-masing sebesar 15.04 m3. Namun setelah proses perataan tanah dilakukan, besar volume pemotongan tanah yang terjadi adalah sebesar (15.04 5.28) m3 = 9.76 m3, sedangkan volume penimbunan yang terjadi sebesar (15.04 – 0.19) m3 = 14.85 m3. Jadi total volume pemindahan tanah yang terjadi sebesar 24.61 m3. c.
Pengulangan ketiga Pada pengulangan ketiga, sebelum perataan tanah didapat elevasi terendah terhadap datum adalah 6.1 cm, elevasi ini terdapat pada titik A6 sedangkan elevasi tertinggi terhadap datum adalah 24.5 cm yang terletak pada titik E6. Dari data tersebut didapat nilai elevasi harapan adalah 17.44 cm dari datum dan volume
24
pemotongan dan penimbunan yang direncanakan masing-masing sebesar 12.70 m3. Proses perataan tanah pada pengulangan ketiga berlangsung selama 1.1 jam dengan pengulangan pemutaran sebanyak 5 kali. Hal ini dikarenakan cuaca yang sering turun hujan sehingga kondisi tanah yang lembab menyebabkan beban kerja menjadi lebih berat dan diperlukan pengulangan pemotongan di titik yang sama berkali-kali. Setelah tanah diratakan, dilakukan pengukuran di setiap titik untuk pemetaan topografi ulang agar kita bisa melihat tingkat kerataan tanah. Dari data yang diperoleh (lampiran 3), didapat elevasi terendah adalah 16.1 cm dari datum artinya terdapat beda 1.34 cm dari elevasi harapan yaitu 17.44 cm. Jika kita melihat data yang diperoleh, titik tersebut merupakan titik H5 (kordinat 20,35). Sedangkan beda elevasi tertinggi adalah 19.2 cm artinya terdapat beda 1.76 cm dengan elevasi yang diharapkan. Dari data yang diperoleh, letak titik ini adalah D3 (kordinat 10,15). Pengambilan data yang hanya berupa titik yang mewakili sebagian tempat tersebut menyebabkan perbedaan dengan gambar yang dihasilkan melalui surfer 9.
(a) Sebelum perataan (b) Sesudah perataan Gambar 19. Peta kontur pengulangan ketiga metode Horizontal-vertikal sebelum dan sesudah perataan Dari gambar yang diperoleh dari program surfer 9 (gambar 19.b), besar elevasi harapan, yaitu 17.4 cm, berada pada range warna jingga kemerahan. Jika kita mengamati peta kontur setelah tanah diratakan, hampir seluruh permukaan lahan berwarna jingga kemerahan. Meskipun warna permukaan lahan setelah diratakan menunjukan warna yang seragam, besar standar deviasi yang dihasilkan tidak lebih besar dari percobaan sebelumnya. Dari data elevasi yang dihasilkan didapat nilai standar elevasi pada pengulangan ketiga ini sebesar 0.72. Nilai ini lebih kecil dibanding dengan pengulangan pertama namun tidak lebih kecil dibanding pengulangan kedua. Dengan menggunakan percentile 90%, kita menentukan batas atas untuk elevasi yang bisa ditoleransi. Dari data yang diperoleh, batas atas untuk pengulangan ketiga ini adalah 18.9 cm. Artinya 18.9 cm adalah batas atas yang diperbolehkan, sehingga terdapat 4 titik yang tidak termasuk ke dalam batas yang diperbolehkan. Titik tersebut adalah titik D4 (19 cm), D5 (19.1 cm), B5 (19.1 cm) dan D3 (19.2 cm). Pengukuran kapasitas kerja lapang dengan kecepatan maju dan lebar kerja alat yang sama pada pengulangan sebelumnya sehingga didapatkan kapasistas lapang teroritis (KLT) sebesar 0.94 ha/jam. Dengan lahan seluas 0.1 ha dan total waktu perataan 1.1 jam maka didapatkan kapasitas lapang efektif (KLE) sebesar 0.09 ha/jam. Pengukuran kapasitas pemindahan didapat dengan membandingkan volume pemotongan dan penimbunan rencana dengan volume pemotongan dan penimbunan aktual. Volume pemotongan dan penimbunan rencana pada pengulangan ketiga ini masing-masing sebesar 12.7 m3. Namun setelah proses
25
perataan tanah dilakukan, besar volume pemotongan tanah yang terjadi adalah sebesar (12.7 – 7.69) m3 = 5.01 m3, sedangkan volume penimbunan yang terjadi sebesar (12.7 – 0.21) m3 = 12.49 m3. Jadi total volume pemindahan tanah yang terjadi sebesar 17.5 m3. Tabel 3. Hasil perataan tanah dengan pengolahan tanah metode horizontal-vertikal
No. 1 2 3
Pengulangan Pengulangan 1 Pengulangan 2 Pengulangan 3
Waktu kerja (jam)
KLE (ha/jam)
1 1.2 1.1
0.1 0.083 0.09
Kapasitas Pemindahan (m3)
Kapasitas Pemindahan (m3)
(teoritis)
(aktual)
36 30.08 25.4
20.52 24.61 17.5
SD 1.54 0.48 0.72
Tabel di atas menunjukan hasil perataan tanah dengan metode pengolahan tanah horizontal-vertikal. Dari tabel tersebut terlihat bahwa lamanya waktu kerja mempengaruhi hasil tingkat kerataan tanah yang ditunjukan oleh nilai standar deviasi (SD). Semakin kecil nilai SD maka tingkat kerataan tanah yang dihasilkan semakin baik. Pada perataan tanah ini, nilai SD terkecil dihasilkan pada pengulangan kedua, yaitu sebesar 0.48 dengan lama waktu perataan 1.2 jam. Hal ini disebabkan jumlah perataan yang dilakukan sebanyak 6 kali pengulangan dibandingkan dengan pengulangan pertama dan ketiga yang masing–masing dilakukan pengulangan perataan sebanyak 5 kali. Menurut Sakai (1998), rekomendasi kementrian pertanian di jepang untuk kedataran petak adalah ± 2.5 cm sampai dengan ± 5 cm petak luas. Dari data yang dihasilkan, hasil ini sudah sesuai dengan standar yang ada. Akan tetapi hal tersebut berbanding terbalik dengan nilai Kapasitas Lapang Efektif (KLE) yang dihasilkan. Semakin lama waktu kerja yang diperlukan maka nilai KLE yang dihasilkan akan semakin kecil. Pada pengulangan kedua meskipun menghasilkan tingkat kerataan yang baik tetapi nilai KLE yang dihasilkan leih besar dibanding dengan pengulangan pertama dan ketiga yaitu sebesar 0.083 ha/jam. Pada perataan tanah ini bisa dilihat bahwa besar kapasitas pemindahan yang dihasilkan (aktual) tidak sesuai dengan kapasitas pemindahan secara teoritis atau yang direncanakan. Pada pengulangan pertama besar kapasitas tanah yang dipindahkan adalah 20.52 m3 sedangkan secara teoritis seharusnya kapasitas tanah yang dipindahkan adalah 36 m3. Artinya terdapat selisih 15.48 m3 dengan yang diharapkan. Pada pengulangan kedua, kapasitas tanah yang dipindahkan adalah 24.61 m3 dengan kapasitas pemindahan teoritis sebesar 30.08 m3. Terdapat selisih sebesar 5.47 m3 dengan kapasitas pemindahan yang diharapkan. Pengulangan kedua ini memiliki kapasitas pemindahan yang paling baik jika membandingkannya berdasarkan selisih volume tanah dengan kapasistas tanah yang diharapkan. Pada pengulangan ketiga dihasilkan kapasitas pemindahan tanah sebesar 17.5 m3 dengan kapasitas pemindahan teoritis sebesar 25.4 m3 (selisih 7.9 m3). Hal ini bisa disebabkan oleh respon laser penerima yang agak lambat karena menerima pulsa dalam keadaan traktor bergerak. 4.2.2 Analisis Perataan Tanah dengan Pengolahan Tanah Metode Diagonal. a.
Pengulangan pertama Pada pengulangan pertama proses perataan tanah dengan pengolahan tanah metode diagonal, data yang diambil sama seperti sebelumnya yaitu pengukuran titik di setiap elevasi sebelum tanah diratakan dan sesudah diratakan. Sebelum perataan tanah, elevasi terendah tanah terhadap datum adalah 3.8 cm, elevasi ini terdapat pada titik I3 atau kordinat (10,40),sedangkan elevasi tertinggi terhadap datum adalah 33.9 cm. Dari data yang diperoleh, letak titik ini adalah titik C6 (kordinat (25,10)). Bentuk relief permukaan lahan sebelum diratakan bisa dilihat pada gambar 20.a, yang diperoleh dengan menggunakan program surfer 9. Dari data tersebut didapat nilai elevasi harapan, yaitu sebesar 16.2 cm dengan volume pemotongan dan penimbunan rencana
26
masing-masing 12.76 m3. Proses perataan tanah pada pengulangan pertama ini berlangsung selama 1.5 jam dikarenakan kondisi tanah yang lembab menyebabkan tanah mudah menggumpal ketika scraper berjalan sehingga sulit terpotong. Perataan tanah berjalan lama karena memang cukup sulit mendapatkan indikator pada laser penerima berwarna hijau pada setiap titik di lahan sehingga pemotongan lahan dilakukan hingga 8 kali pengulangan. Setelah tanah diratakan, dilakukan pengukuran ulang disetiap titik untuk mengetahui tingkat kerataan tanah. Dari data yang diperoleh (lampiran 4), didapat elevasi terendah adalah 15 cm dari datum (titik I4). Artinya terdapat selisih (kurang) 1.6 cm dengan nilai elevasi harapan. Sedangkan nilai elevasi tertinggi yang didapat adalah 21.2 cm (titik H6), artinya terdapat selisih (lebih) 5 cm dengan nilai elevasi harapan. Bentuk relief permukaan lahan setelah diratakan bisa dilihat pada gambar 20.b. Terlihat jika hampir keseluruhan lahan ditutupi oleh warna hijau, hanya sebagian titik yang berwarna kekuningan yaitu pada titik H6. Dari indikator warna yang dihasilkan, nilai elevasi harapan 16.2 cm itu berada pada warna hijau. Pada gambar 20.a, daerah disekitar titik H3 dan I3 digambarkan dengan warna biru, artinya elevasi pada daerah ini lebih rendah dari elevasi harapan dan harus dilakukan proses penimbunan. Setelah proses perataan tanah, warna pada daerah tersebut digambarkan dengan warna hijau yang artinya elevasi yang pada daerah tersebut sudah sesuai dengan elevasi harapan meskipun masih terdapat selisih beberapa senti meter dengan elevasi harapan. Begitu pula dengan daerah di sekitar titik B6 hingga D6 yang ditunjukan dengan warna kuning, setelah proses perataan tanah digambarkan dengan warna hijau. Secara keseluruhan lahan yang dihasilkan cukup merata setelah proses perataan tanah, hanya sebagian daerah yang tidak berwarna hijau yaiu titik H6 yang berwarna kuning. Hal ini ditunjukan dengan nilai SD yang dihasilkan dari pengulangan pertama ini yaitu sebesar 0.79. Dengan menggunakan percentile 90%, kita menentukan batas atas untuk elevasi yang bisa ditoleransi. Dari data yang diperoleh, batas atas untuk pengulangan pertama ini adalah 17.8 cm. Artinya 17.8 cm adalah batas atas yang diperbolehkan, sehingga terdapat 5 titik yang tidak termasuk ke dalam batas yang diperbolehkan. Titik tersebut adalah titik I2 (18 cm), C4 (18.4 cm), H4 (18.4 cm), H5 (18.6 cm) dan H6 (21.2 cm).
(a) Sebelum perataan (b) Sesudah perataan Gambar 20. Peta kontur pengulangan pertama metode diagonal sebelum dan sesudah perataan. Pengukuran kapasitas kerja lapang dengan kecepatan maju 1.27 m/detik dan lebar kerja alat 2.05 m sehingga didapatkan kapasistas lapang teroritis (KLT) sebesar 0.94 ha/jam. Dengan lahan seluas 0.1 ha dan
27
total waktu perataan 1.5 jam maka didapatkan kapasitas lapang efektif (KLE) sebesar 0.07 ha/jam. Pengukuran kapasitas pemindahan didapat dengan membandingkan jumlah volume pemotongan dan penimbunan aktual dengan jumlah volume pemotongan dan penimbunan rencana. Besar volume pemotongan dan penimbunan recana masing-masing adalah 12.76 m3. Sedangkan pada proses perataan tanah yang dilakukan, besar volume pemotongan yang terjadi adalah (12.76 – 8.32) m3 = 4.44 m3 dan besar volume penimbunan yang terjadi sebesar (12.76 – 0.2) m3 = 12.56 m3. Sehingga didapat besar kapasitas pemindahan pada pengulangan pertama ini sebesar 17 m3. Artinya ada sebagian tanah yang tidak terpotong sesuai dengan yang telah direncanakan. Hal ini bisa terlihat karena elevasi pada tiap lahan yang tidak seluruhnya sesuai dengan elevasi yang telah direncanakan. Tingkat keakuratan laser penerima bisa mempengaruhi hal ini selama proses perataan. b.
Pengulangan kedua Data yang diperoleh sebelum perataan tanah diantaranya, elevasi terendah tanah terhadap datum adalah 5.3 cm. Elavasi ini terdapat pada titik A3 atau kordinat (10,0). Sedangkan untuk elevasi tertinggi terhadap datum adalah 30.9 cm, elevasi ini terdapat pada titik E5 atau kordinat (20,20). Bentuk relief permukaan tanah dapat kita lihat pada gambar 21.a. Dari data tersebut diperoleh besarnya elevasi harapan yaitu 18.6 cm dan volume pemotongan dan penimbunan rencana masing-masing sebesar 12.82 m3. Proses perataan tanah pada pengulangan kedua ini berlangsung selama 1 jam. Proses perataan tanah dilakukan dengan memutari lahan sebanyak 5 kali hingga lahan yang diperoleh cukup rata. Hal ini dikarenakan pulsa yang diterima oleh laser receiver tidak merespon terlalu cepat sehingga tanah yang seharusnya dipotong belum sepenuhnya terpotong. Jika indikator warna hijau pada laser receiver sudah berwarna hijau pada setiap titik yang dilalui, hal ini menandakan lahan telah rata dan proses perataan sudah dapat dihentikan. Namun, hal ini tidak bisa selalu dijadikan acuan. Terkadang warna yang ditunjukan oleh laser receiver adalah warna jingga dan hijau yang berkedip bersamaan. Ketika ini terjadi scraper tidak bergerak turun atau naik hingga laser receiver berwarana hijau. Laser receiver akan merespon pulsa jika range atau gap ketinggian tanah kira-kira mencapai 10 cm atau lebih.
(a) sebelum perataan (b) sesudah perataan Gambar 21. Peta kontur pengulangan kedua metode diagonal sebelum dan sesudah perataan
28
Setelah tanah diratakan, dilakukan pengukuran ulang disetiap titik untuk mengetahui tingkat kerataan tanah. Dari data yang diperoleh (lampiran 5), didapat elevasi terendah adalah 17 cm dari datum. Artinya terdapat selisih (kurang) 1.6 cm dari nilai elevasi harapan. Sedangkan nilai elevasi tertinggi yang didapat adalah 21 cm, artinya terdapat selisih (lebih) 2.4 cm dari elevasi hari harapan. Bentuk relief permukaan tanah setelah diratakan dapat dilihat pada gambar 21.b. Dari indikator warna yang dihasilkan pada pengulangan kedua ini, nilai elevasi harapan 18.6 cm berada pada warna hijau tua. Jika kita melihat gambar yang diperoleh setelah tanah diratakan, hampir secara keseluruhan warna yang dihasilkan adalah warna hijau tua. Warna hijau tua yang kekuningan pada gambar menunjukan elevasi gambar tersebut adalah sekitar 20 cm, artinya elevasi yang diperoleh tidak sesuai dengan elevasi yang direncanakan. Tetapi pada kenyataannya di lahan, indikator warna yang ditunjukan oleh laser receiver sudah menunjukan warna hijau pada setiap titik yang dilalui. Artinya ada selisih 1 hingga 3 cm antara laser transmitter dengan laser receiver tetapi sensor membaca telah pada posisi yang sejajar. Terdapat sebagian warna hijau muda di bagian sisi permukaan lahan. Hal ini bisa disebabkan letaknya yang berada disisi lahan sehingga bagian tanah tersebut tidak terpotong atau terlalui scraper. Pada pengulangan kedua dengan metode diagonal ini, didapat nilai standar deviasi (SD) sebesar 1.11. Nilai SD yang dihasilkan lebih besar dari pengulangan pertama. Meskipun nilai SD yang dihasilkan tidak terlalu jauh dengan nilai SD pada pengulangan pertama, yang artinya tingkat kerataan tanah yang dihasilkan cukup baik, tetapi elevasi lahan yang dihasilkan tidak sesuai dengan nilai elevasi yang diharapkan atau direncanakan. Dengan menggunakan percentile 90%, kita menentukan batas atas untuk elevasi yang bisa ditoleransi. Dari data yang diperoleh, batas atas untuk pengulangan kedua ini adalah 20.8 cm. Artinya 20.8 cm adalah batas atas yang diperbolehkan, sehingga terdapat 3 titik yang tidak termasuk ke dalam batas yang diperbolehkan. Titik tersebut adalah titik I5 (20.9 cm), B2 (20.9 cm) dan B4 (21 cm). Pengukuran kapasitas kerja lapang dengan kecepatan maju 1.27 m/detik dan lebar kerja alat 2.05 m sehingga didapatkan kapasistas lapang teroritis (KLT) sebesar 0.94 ha/jam. Dengan lahan seluas 0.1 ha dan total waktu perataan 1 jam maka didapatkan kapasitas lapang efektif (KLE) sebesar 0.1 ha/jam. Pengukuran kapasitas pemindahan didapat dengan membandingkan jumlah volume pemotongan dan penimbunan aktual dengan volume pemotongan dan penimbunan rencana. Pada pengulangan kedua ini besar volume pemotongan dan penimbunan yang direncanakan masing-masing sebesar 12.82 m3. Namun pada kenyataan di lapang setelah tanah diratakan, besar volume pemotongan yang terjadi hanya sebesar (12.82-11.66) m3 = 1.16 m3, sedangkan besar volume penimbunan yang terjadi sebesar (12.82-0.07) m3 = 12.75 m3. Jadi besar kapasitas pemindahan tanah yang terjadi pada pengulangan kedua ini adalah 13.91 m3. Seharusnya besar kapasitas tanah yang dipindahkan adalah 25.64 m3, artinya masih ada sekitar 11.73 m3 tanah yang tidak terpindahkan. c.
Pengulangan ketiga Data yang diperoleh sebelum tanah diratakan diantaranya, elevasi tanah terendah terhadap datum adalah 1.8 cm. Elevasi ini terdapat pada titik H3 atau kordinat (10,35). Sedangkan elevasi tertinggi terhadap datum adalah 31.9 cm, elevasi ini terdapata pada titik C6 atau kordinat (25,10). Bentuk relief permukaan lahan sebelum diratakan dapat dilihat pada gambar 22.a. Dari data tersebut diperoleh elevasi harapan yaitu sebesar 13.8 cm dan volume pemotongan dan penimbunan rencana masing-masing sebesar 13.28 m3. Proses perataan tanah pada pengulangan ketiga ini berlangsung selama 54 menit atau 0.9 jam. Proses perataan tanah dilakukan dengan memutari lahan sebanyak 5 kali pengulangan. Proses perataan bisa dilakukan lebih cepat dari biasanya dikarenakan kondisi lahan yang cukup kering sehingga proses pemotongan tanah tidak terlalu berat. Setelah tanah diratakan, dilakukan pengukuran ulang disetiap titik untuk mengetahui tingkat kerataan tanah. Dari data yang diperoleh (lampiran 6), didapat elevasi terendah adalah 13.4 cm dari datum yang terdapat pada titik A4 atau kordinat (15, 0). Artinya terdapat selisih (kurang) 0.4 cm dari nilai elevasi harapan (13.8 cm). Sedangkan nilai elevasi tertinggi yang didapat adalah 15.6 cm yang terdapat pada titik D1 atau kordinat (0, 15), artinya terdapat selisih (lebih) 1.8 cm dari elevasi hari harapan.
29
Dari indikator warna yang dihasilkan pada pengulangan ketiga ini, nilai elevasi harapan 13.8 cm berada pada warna hijau muda. Jika kita melihat gambar yang dihasilkan setelah tanah diratakan (gambar 22.b), hampir secara keseluruhan lahan berwarna hijau muda. Dari gambar yang dihasilkan, rata-rata elevasi lahan yang terpampang berada pada elevasi 14 cm. Artinya hanya terdapat selisih sekitar 1 cm jika kita membandingkan elevasi harapan dengan elevasi tertinggi yang didapat. Ketinggian tanah yang memiliki elevasi 15 cm pun (titik D1) letaknya terdapat disisi lahan, sehingga ada kemungkinan bagian pada titik tersebut tidak terpotong secara sempurna. Pada pengulangan ketiga ini besar nilai standar deviasi yang dihasilkan adalah 0.66. Nilai SD ini lebih kecil dibandingkan dengan nilai SD pada pengulangan pertama dan kedua. Artinya tingkat kerataan tanah pada pengulangan ketiga ini paling baik dibandingkan pengulanganpengulangan sebelumnya pada metode diagonal. Dengan menggunakan percentile 90%, kita menentukan batas atas untuk elevasi yang bisa ditoleransi. Dari data yang diperoleh, batas atas untuk pengulangan ketiga ini adalah 15 cm. Artinya 15 cm adalah batas atas yang diperbolehkan, sehingga terdapat 5 titik yang tidak termasuk ke dalam batas yang diperbolehkan. Titik tersebut adalah titik E1 (15.1 cm), B4 (15.2 cm), B1 (15.2 cm), C1 (15.3 cm) dan D1 (15.6 cm).
(a) Sebelum perataan (b) Sesudah perataan Gambar 22. Peta kontur pengulangan ketiga metode diagonal sebelum dan sesudah perataan Pengukuran kapasitas kerja lapang dengan kecepatan maju 1.27 m/detik dan lebar kerja alat 2.05 m sehingga didapatkan kapasistas lapang teroritis (KLT) sebesar 0.94 ha/jam. Dengan lahan seluas 0.1 ha dan total waktu perataan 0.9 jam maka didapatkan kapasitas lapang efektif (KLE) sebesar 0.11 ha/jam. Pengukuran kapasitas pemindahan didapat dengan membandingkan volume pemotongan dan penimbunan aktual dengan volume pemotongan dan penimbunan rencana. Besar volume pemotongan dan penimbunan yang direncanakan masing-masing sebesar 13.28 m3. Setelah proses perataan, besar volume pemotongan dan penimbunan yang dihasilkan tidak sesuai dengan volume yang direncanakan. Besar volume pemotongan yang terjadi setelah perataan adalah sebesar (13.28-6.13) m3 = 7.15 m3. Sedangkan besar volume penimbunan yang terjadi adalah sebesar (13.28-0.02) m3 = 13.26 m3. Sehingga didapat besar kapasitas pemindahan tanah yang terjadi pada pengulangan ketiga ini adalah sebesar 20.41 m3. Artinya masih ada sejumlah tanah yang tidak terpindahkan (6.15 m3) sebagaimana yang telah direncanakan. Berdasarkan rencana, besar tanah yang dipindahkan adalah 26.56 m3, sedangkan pada kenyataannya besar tanah yang terpindahkan hanya 20.41 m3.
30
Hal ini bisa disebabkan tingkat keakuratan laser penerima dalam menerima pulsa yang disampaikan oleh laser pemancar. Tabel 4. Hasil perataan tanah dengan pengolahan tanah metode diagonal Kapasitas Kapasitas 3 Waktu kerja KLE Pemindahan (m ) Pemindahan (m3) No. Pengulangan SD (jam) (ha/jam) (teoritis) (aktual) 1 2 3
Pengulangan 1 Pengulangan 2 Pengulangan 3
1.5 1 0.9
0.07 0.1 0.11
25.52 25.64 26.56
17 13.91 20.41
0.79 1.11 0.66
Tabel di atas adalah hasil perataan tanah dengan pengolahan tanah metode diagonal. Dari data tersebut dapat kita lihat bahwa tingkat kerataan tanah yang paling baik terjadi pada pengulangan ketiga dengan nilai standar deviasi (SD) 0.66 dan lama waktu perataan 0.9 jam, sedangkan tingkat kerataan tanah yang paling buruk terjadi pada pengulangan kedua dengan nilai SD 1.11 dan lama waktu perataan 1 jam. Pada pengulangan ketiga dilakukan perataan tanah sebanyak 5 kali pengulangan, begitu pula dengan pengulangan kedua. Pada pengulangan pertama, dengan lama waktu kerja 1.5 jam dilakukan pengulangan perataan tanah sebnyak 8 kali dengan nilai SD 0.79. Padahal seharusnya lama waktu perataan tanah mempengaruhi tingkat kerataan tanah yang dihasilkan. Tetapi ada perbedaan pada pengulangan ketiga ini, yaitu tingkat kelembaban tanah. Pada pengulangan ketiga ini, tanah yang akan diratakan memang cukup kering karena tanah tidak dibasahi hujan pada hari sebelumnya seperti pengulangan-pengulangan sebelumnya. Jadi ketika proses perataan tanah berlangsung tanah yang dipotong scraper tidak banyak menggumpal sehingga mempercepat proses perataan tanah. Nilai KLE yang dihasilkan berbanding terbalik dengan lama waktu kerja yang dibutuhkan. Semakin besar waktu yang dibutuhkan untuk proses perataan, maka nilai KLE yang dihasilkan pun akan semakin kecil. Nilai KLE terbesar dihasilkan pada pengulangan ketiga dengan 0.11, diikuti pengulangan kedua dan pertama dengan masing-masing memiliki nilai KLE 0.1 dan 0.07. Pada perataan tanah ini, kapasitas pemindahan yang paling baik terjadi pada pengulangan ketiga dengan besar kapasitas pemindahan 20.41 m3. Meskipun tidak sesuai dengan kapasitas pemindahan yang diharapkan yaitu 26.56 m3, artinya masih ada selisih 6.15 m3. Pada pengulangan pertama kapasitas tanah yang dipindahkan yaitu sebesar 17 m3 dengan kapasitas pemindahan tanah teoritis 25.52 m3. Artinya terdapat selisih 8.52 m3. Sedangkan pada pengulangan kedua, kapasitas tanah yang dipindahkan yaitu sebesar 13.91 m3 dengan kapasitas pemindahan teoritis sebesar 25.64 m3 (selisih 11.73m3). 4.2.3 Analisis Perataan Tanah dengan Pengolahan Tanah Metode Zig-Zag. a.
Pengulangan pertama Pada pengulangan pertama proses perataan tanah dengan pengolahan tanah metode zig-zag, data yang diambil sama seperti sebelumnya yaitu pengukuran titik di setiap elevasi sebelum tanah diratakan dan sesudah diratakan. Dari data yang didapat sebelum tanah diratakan, diketahui bahwa elevasi terendah terhadap datum yaitu 4 cm, yang terletak pada titik F6 atau kordinat (25,25). Sedangkan untuk elevasi tertinggi terhadap datum adalah 22.4 cm, yang terletak pada titik H6 atau kordinat (25,35). Bentuk relief permukaan lahan dapat dilihat pada gambar 23.a. Dari pengukuran yang dilakukan pada setiap titik, dihasilkan besar elevasi harapan yaitu 14.5 cm dan besar volume pemotongan dan penimbunan rencana masing-masing sebesar 13.6 m3. Proses perataan tanah pada pengulangan pertama ini berlangsung selama 50 menit atau 0.83 jam dengan pengulangan sebanyak 5 kali. Proses perataan tanah dilakukan sama seperti proses perataan tanah dengan metode sebelumnya, yaitu memutari lahan secara berulang hingga dihasilkan permukaan tanah yang cukup merata. Setelah tanah diratakan, dilakukan pengukuran ulang disetiap titik untuk mengetahui tingkat kerataan tanah. Dari data yang diperoleh (lampiran 7), didapat elevasi terendah adalah 13.4 cm dari datum. Artinya
31
terdapat selisih (lebih rendah) 1.1 cm dari nilai elevasi harapan. Sedangkan nilai elevasi tertinggi yang didapat adalah 16 cm, artinya terdapat selisih (lebih) 3 cm dari elevasi hari harapan.
(a) Sebelum perataan (b) Sesudah perataan Gambar 23. Peta kontur pengulangan pertama metode diagonal sebelum dan sesudah perataan Dari indikator warna yang dihasilkan pada gambar 23.b, nilai elevasi harapan 14.5 cm berada pada range warna kuning. Dari gambar yang disajikan setelah dilakukan perataan tanah, terlihat bahwa hampir seluruh lahan dipenuhi warna kuning. Pada dasarnya tingkat kerataan tanah yang dihasilkan pada pengulangan pertama ini sangat baik. Besar nilai standar deviasi (SD) yang dihasilkan adalah 0.38. Nilai SD ini lebih kecil dari pengulangan-pengulangan tanah sebelumnya. Dengan menggunakan percentile 90%, kita menentukan batas atas untuk elevasi yang bisa ditoleransi. Dari data yang diperoleh, batas atas untuk pengulangan pertama ini adalah 15.8 cm. Artinya 15.8 cm adalah batas atas yang diperbolehkan, sehingga terdapat 2 titik yang tidak termasuk ke dalam batas yang diperbolehkan. Titik tersebut adalah titik H6 (15.9 cm) dan H2 (16 cm). Pengukuran kapasitas kerja lapang dengan kecepatan maju 1.27 m/detik dan lebar kerja alat 2.05 m sehingga didapatkan kapasistas lapang teroritis (KLT) sebesar 0.94 ha/jam. Dengan lahan seluas 0.1 ha dan total waktu perataan 0.83 jam maka didapatkan kapasitas lapang efektif (KLE) sebesar 0.15 ha/jam. Pengukuran kapasitas pemindahan dihitung dengan membandingkan volume pemotongan dan penimbunan aktual dengan volume pemotongan dan penimbunan yang direncanakan. Besar volume pemotongan dan penimbunan yang direncanakan pada pengulangan pertama ini masing-masing sebesar 13.6 m3. Setelah dilakukan proses perataan tanah, besar kapasitas pemindahan tanah yang terjadi tidak sesuai dengan yang telah direncanakan. Volume pemotongan yang terjadi setelah proses perataan tanah adalah (13.6 – 4.97) m3 = 8.63 m3, sedangkan volume penimbunan yang terjadi setelah proses perataan tanah adalah (13.6 – 0.66) m3 = 12.94 m3. Jadi besar kapasitas pemindahan tanah yang terjadi sebenarnya adalah 21.57 m3. b.
Pengulangan kedua Data yang diperoleh sebelum perataan tanah diantaranya, elevasi terendah tanah terhadap datum adalah 0 cm. Artinya titik ini memiliki elvasi yang sama dengan datum. Elevasi ini terdapat pada titik F2 atau kordinat (5,25). Sedangkan untuk elevasi tertinggi terhadap datum adalah 20 cm, elevasi ini terdapat pada titik H6 atau kordinat (25,35). Dari data tersebut diperoleh besarnya elevasi harapan yaitu 10.3 cm dan
32
volume pemotongan dan penimbunan rencana masing-masing sebesar 14.65 m3. Proses perataan tanah pada pengulangan kedua ini berlangsung selama 1.1 jam. Proses perataan tanah dilakukan sama seperti sebelumnya yaitu dengan memutari lahan hingga tanah yang dihasilkan cukup rata di setiap permukaan. Pada pengulangan kedua ini dilakukan pengulangan pemutaran perataan tanah sebanyak 6 kali. Setelah tanah diratakan, dilakukan pengukuran ulang disetiap titik untuk mengetahui tingkat kerataan tanah. Dari data yang diperoleh (lampiran 8), didapat elevasi terendah adalah 9.5 cm dari datum. Artinya terdapat selisih (kurang) 0.8 cm dari nilai elevasi harapan. Sedangkan nilai elevasi tertinggi yang didapat adalah 13.6 cm, artinya terdapat selisih (lebih) 3.6 cm dari elevasi hari harapan. Dari indikator warna yang dihasilkan pada gambar pengulangan kedua ini (gambar 24.b), nilai elevasi harapan 10.3 cm berada pada range warna hijau tua. Jika kita melihat gambar yang dihasilkan setelah proses perataan tanah, warna hijau menyelimuti sisi bagian tengah dari lahan yang diratakan. Pada sisi bagian bawah lahan, warna yang mendominasi adalah warna hijau kekuningan. Warna ini menunjukan elevasi 11 cm, begitu pula dengan sisi bagian pojok atas. Penyebaran tanah yang kurang merata ini disebabkan kondisi tanah yang lembab sehingga sulit untuk terpotong. Dibutuhkan waktu ekstra untuk membuat tanah merata secara menyeluruh. Hal ini akan menyebabkan proses perataan semakin tidak efisien. Besar nilai standar deviasi yang dihasilkan pada pengulangan kedua ini adalah 1.07. nilai SD ini lebih besar dari pengulangan sebelumnya. Dengan menggunakan percentile 90%, kita menentukan batas atas untuk elevasi yang bisa ditoleransi. Dari data yang diperoleh, batas atas untuk pengulangan kedua ini adalah 12.3 cm. Artinya 12.3 cm adalah batas atas yang diperbolehkan, sehingga terdapat 4 titik yang tidak termasuk ke dalam batas yang diperbolehkan. Titik tersebut adalah titik B6 (12.6 cm), I2 (12.7 cm), C4 (13.1 cm) dan I1 (13.6 cm).
(a) Sebelum perataan (b) Sesudah perataan Gambar 24. Peta kontur pengulangan kedua metode diagonal sebelum dan sesudah perataan Pengukuran kapasitas kerja lapang dengan kecepatan maju 1.27 m/detik dan lebar kerja alat 2.05 m sehingga didapatkan kapasistas lapang teroritis (KLT) sebesar 0.94 ha/jam. Dengan lahan seluas 0.1 ha dan total waktu perataan 1.1 jam maka didapatkan kapasitas lapang efektif (KLE) sebesar 0.09 ha/jam. Pengukuran kapasitas pemindahan dihitung dengan membandingkan volume pemotongan dan penimbunan aktual dengan volume pemotongan dan penimbunan yang direncanakan. Volume pemotongan dan penimbunan yang direncanakan pada pengulangan kedua ini masing-masing sebesar 14.65 m3. Setelah dilakukan proses perataan tanah, dilakukan perhitungan volume pemotongan dan penimbunan yang terjadi,
33
didapat besar volume pemotongan yang terjadi sebesar (14.65 - 10.22) m3 = 4.43 m3. Sedangkan besar penimbunan setelah proses perataan tanah yang terjadi adalah sebesar (14.65 - 0.13) m3 = 14.52 m3. Jadi besar kapasitas pemindahan tanah aktual yang terjadi pada pengulangan kedua ini adalah sebesar 18.95 m3. c.
Pengulangan ketiga Data yang diperoleh sebelum perataan tanah diantaranya, elevasi terendah tanah terhadap datum adalah 4.5 cm. Elavasi ini terdapat pada titik E6 atau kordinat (25,20). Sedangkan untuk elevasi tertinggi terhadap datum adalah 22.9 cm, elevasi ini terdapat pada titik H6 atau kordinat (25,35). Dari data tersebut diperoleh besarnya elevasi harapan yaitu 15 cm dan volume pemotongan dan penimbunan yang direncanakan masingmasing sebesar 12.63 m3. Proses perataan tanah pada pengulangan ketiga ini berlangsung selama 48 menit atau 0.8 jam dengan pengulangan pemutaran perataan tanah sebanyak 5 kali. Proses perataan tanah dilakukan sama seperti sebelumnya yaitu dengan memutari lahan hingga tanah yang dihasilkan cukup rata di setiap permukaan. Setelah tanah diratakan, dilakukan pengukuran ulang disetiap titik untuk mengetahui tingkat kerataan tanah. Dari data yang diperoleh (lampiran 9), didapat elevasi terendah adalah 14.8 cm dari datum. Artinya terdapat selisih (kurang) 0.2 cm dari nilai elevasi harapan. Sedangkan nilai elevasi tertinggi yang didapat adalah 16.5 cm, artinya terdapat selisih (lebih) 1.5 cm dari elevasi hari harapan. Dari indikator warna yang dihasilkan gambar pengulangan ketiga ini (gambar 25.b), nilai elevasi harapan 15 cm berada pada range warna kuning tua. Jika kita memperhatikan gambar permukaan lahan setelah diratakan, hampir seluruh permukaan lahan diisi oleh warna kuning tua. Dapat dikatakan jika tanah telah merata dengan elevasi yang hampir sama diseluruh permukaan. Nilai elevasi 16.5 cm merupakan elevasi yang tertinggi, titik elevasi ini terletak di titik G6. Penyebaran nilai elevasi 16 cm berada pada sisi bagian tengah lahan. Sedangkan secara keseluruhan lahan memliki elevasi 14.8 cm- 15.8 cm terhadap datum. Nilai standar deviasi yang dihasilkan pada pengulangan ini adalah 0.49. nilai ini lebih baik dibanding pada pengulangan kedua namun tidak lebih baik dari pengulangan pertama. Dengan menggunakan percentile 90%, kita menentukan batas atas untuk elevasi yang bisa ditoleransi. Dari data yang diperoleh, batas atas untuk pengulangan ketiga ini adalah 16 cm. Artinya 16 cm adalah batas atas yang diperbolehkan, sehingga terdapat 5 titik yang tidak termasuk ke dalam batas yang diperbolehkan. Titik tersebut adalah titik D3 (16.1 cm), F6 (16.1 cm), D6 (16.3 cm), E3 (16.3 cm) dan G1 (16.5 cm).
(a) Sebelum perataan (b) Sesudah perataan Gambar 25. Peta kontur pengulangan ketiga metode diagonal sebelum dan sesudah perataan
34
Pengukuran kapasitas kerja lapang dengan kecepatan maju 1.27 m/detik dan lebar kerja alat 2.05 m sehingga didapatkan kapasistas lapang teroritis (KLT) sebesar 0.94 ha/jam. Dengan lahan seluas 0.1 ha dan total waktu perataan 56 menit atau 0.8 jam maka didapatkan kapasitas lapang efektif (KLE) sebesar 0.125 ha/jam. Pengukuran kapasitas pemindahan dihitung dengan membandingkan volume pemotongan dan penimbunan aktual dengan volume pemotongan dan penimbunan yang direncanakan. Besar volume pemotongan dan penimbunan yang direncanakan pada pengulangan ketiga ini masing-masing sebesar 12.63 m3. Pada kenyataannya setelah tanah diratakan, volume pemotongan dan penimbunan besarnya tidak sesuai dengan yang telah direncanakan. Besar volume pemotongan setelah tanah diratakan yang terjadi adalah sebesar (12.63 - 4.57) m3 = 8.06 m3, sedangkan besar volume penimbunan setelah tanah diratakan yang terjadi adalah sebesar (12.63 – 0.01) m3 = 12.62 m3. Sehingga didapat besar kapasitas pemindahan tanah pada pengulangan ketiga ini sebesar 20.68 m3.
No. 1 2 3
Tabel 5. Hasil perataan tanah dengan pengolahan tanah metode zig-zag Kapasitas Kapasitas 3 Waktu kerja KLE ) Pemindahan (m3) Pemindahan (m Pengulangan (jam) (ha/jam) (teoritis) (aktual) Pengulangan 1 Pengulangan 2 Pengulangan 3
0.83 1.1 0.8
0.15 0.09 0.125
27.2 29.3 25.24
21.57 18.95 20.68
SD 0.38 1.07 0.49
Tabel di atas adalah hasil perataan tanah dengan pengolahan tanah metode zig-zag. Waktu kerja yang paling cepat terjadi pada pengulangan ketiga, yaitu 0.8 jam dengan KLE yang dihasilkan sebesar 0.15 ha/jam. Sedangkan waktu kerja yang paling lama terjadi pada pengulangan kedua dengan waktu kerja 1.1 jam dan KLE 0.09 ha/jam. Pada pengulangan pertama, waktu kerja yang dibutuhkan adalah 0.83 jam dengan KLE sebesar 0.15 ha/jam. Berdasarkan tingkat kerataan tanah, nilai standar deviasi (SD) mempengaruhi tingkat kerataan tanah yang dihasilkan. Semakin kecil nilai SD yang dihasilkan maka tingkat kerataan tanah yang dihasil semakin baik. Pada pengulangan pertama, nilai SD yang dihasilkan paling rendah sehingga memiliki tingkat kerataan tanah yang lebih baik, dengan nilai SD 0.38. Lalu diikuti pengulangan ketiga dengan nilai SD 0.49 dan yang terakhir pengulangan kedua dengan nilai SD 1.07. Berdasarkan kapasitas tanah yang dipindahkan, pengulangan pertama memiliki kapasitas pemindahan yang paling besar, yaitu 21.57 m3, dengan selisih volume sebesar 5.63 m3 dengan kapasitas pemindahan yang direncanakan. Sedangkan kapasitas pemindahan terendah terjadi pada pengulangan kedua yaitu sebesar 18.95 m3 dan memiliki selisih volume sebesar 10.35 m3 dengan kapasitas pemindahan yang direncanakan. Pada pengulangan ketiga kapasitas pemindahan yang terjadi yaitu sebesar 20.68 m3 dan selisih volume sebesar 4.56 m3 dengan kapasitas pemindahan yang direncanakan.
4.2
ANALISIS BIAYA PERATAAN TANAH
1.
Biaya Tetap (BT)
1.1
Biaya Penyusutan • Traktor (D1)
N Dimana ; P1 = Harga awal traktor
35
S1 = Harga akhir traktor N1 = Umur ekonomis traktor Diketahui umur ekonomis traktor adalah 10 tahun, harga awal traktor Rp. 370 000 000 dan harga akhir traktor adalah 10% dari harga awal traktor, Rp. 37 000 000. Sehingga, 37
370 10
10
10 = Rp. 33 300 000 /tahun • Alat (D2) N Dimana ; P2 = Harga awal alat S2 = Harga akhir alat N2 = Umur ekonomis alat Diketahui umur ekonomis alat adalah 10 tahun, harga awal alat Rp. 200 000 000 dan harga akhir traktor adalah 10% dari harga awal alat, Rp. 20 000 000. Sehingga, 20 10
200 10
10 = Rp. 18 000 000 /tahun Jadi, total biaya penyusutan (D) = D1 + D2
D
D1
D2
Rp. 33 300 000 Rp. 18 000 000 Rp. 51 300 000 /tahun 1.2
Biaya Bunga Modal dan Asuransi I • Traktor I1 1
ix 2N
Dimana ; P1 = Harga awal traktor N1 = Umur ekonomis traktor i = tingkat bunga modal dan asuransi Diasumsikan jika tingkat bunga modal dan asuransi (i) adalah 10%/tahun. Diketahui harga awal traktor Rp. 370 000 000 dan umur ekonomisnya 10 tahun. Sehingga,
36
10% x 370x10 x 10 2x10 Rp. 20 350 000 /tahun
1
• Alat I2 1
ix 2N Dimana ; P2 N2 i
Harga awal alat Umur ekonomis alat tingkat bunga modal dan asuransi
Diasumsikan jika tingkat bunga modal dan asuransi (i) adalah 10%/tahun. Diketahui harga awal alat Rp. 200 000 000 dan umur ekonomisnya 10 tahun. Sehingga, 10% x 200x10 x 10 2x10 Rp. 11 000 000 /tahun Jadi, total biaya bunga modal dan asuransi I
I1
1
I2
Rp. 20 350 000 /tahun Rp. 31 350 000 /tahun 2.
Biaya Tidak Tetap (BTT)
2.1
Biaya Bahan Bakar Biaya bahan bakar = BHP x Konsumsi bahan bakar x Harga bahan bakar
Rp. 11 000 000 /tahun
Tabel 6. Konsumsi bahan bakar Konsumsi bahan bakar (liter/BHP/jam) Jenis Mesin Beban normal Beban berat Traktor tangan 0.09 0.17 Traktor roda-4 0.12 0.18 Traktor diesel stasioner 0.11 0.16 Traktor rantai 0.01 0.18 (Sumber : http://web.ipb.ac.id/~tepfteta/ekotek/) Diketahui BPH traktor New Holland adalah 55 HP, bahan bakar traktor adalah solar. Harga bahan bakar Rp. 4500/liter. Sehingga, 55 0.12 4500 Rp. 29 700 /jam
37
Diasumsikan ; 1 hari = 8 jam kerja 1 bulan = 20 hari kerja 1 tahun = 8 bulan kerja Jika 1 hari terdapat 8 jam kerja, 1 bulan terdapat 20 hari kerja dan 1 tahun terdapat 8 bulan kerja, maka dalam 1 tahun terdapat 1760 jam. Jadi biaya bahan bakar yang dikeluarkan per tahun ; . 29 700 / 1760 Rp. 52 272 000 /tahun 2.2
Biaya Pelumas Biaya pelumas = Keperluan pelumas x Harga oli Tabel 7. Keperluan oli berdasarkan nilai BHP traktor BHP Keperluan oli ( liter/jam) 20-40 40-60 60-80 80-100 100-120 (Sumber : http://web.ipb.ac.id/~tepfteta/ekotek/)
0.050 0.054 0.059 0.077 0.095
Traktor New Holland memiliki 55 BHP sehingga nilai keperluan oli 0.054 liter/jam. Harga oli Rp. 132500/5liter = Rp 26 500 /liter. Sehingga, 0.054 / Rp. 1431 /jam
. 26 500 /
Diasumsikan ; 1 hari = 8 jam kerja 1 bulan = 20 hari kerja 1 tahun = 8 bulan kerja 1 tahun = 1760 jam kerja Bila dikonversi dalam per tahun, . 1431 / 1760 Rp. 2 518 560 /tahun Rp. 2 520 000 /tahun 2.3
Biaya Pemeliharaan • Biaya pemeliharaan traktor 1.2% Dimana ; P
100
haraga awal traktor . 370 000 000 100 Rp 44 400 /jam
1.2%
Diasumsikan ; 1 hari = 8 jam kerja 1 bulan = 20 hari kerja
38
1 tahun = 8 bulan kerja 1 tahun = 1760 jam kerja Maka biaya pemeliharaan traktor dalam setahun ; . 44 400 / 1760 Rp. 78 144 000 /tahun
/
• Biaya pemeliharaan alat 2%
100
Dimana ; P = Harga awal alat S = Harga akhir alat Diketahui bahwa harga akhir alat adalah 10% dari harga awal alat, Rp. 20 000 000 2% . 200 000 000 Rp. 36 000 /jam
. 20 000 000 /100
Diasumsikan ; 1 hari = 8 jam kerja 1 bulan = 20 hari kerja 1 tahun = 8 bulan kerja 1 tahun = 1760 jam kerja Maka biaya pemeliraharaan alat dalam setahun ; . 36 000 / 1760 Rp. 63 360 000 /tahun
/
Jadi total biaya pemeliharaan, Rp. 78 144 000 /tahun Rp. 63 360 000 /tahun Rp. 141 504 000/ tahun 3.
Biaya Total (Biaya Perataan Tanah) Biaya Penyusutan Biaya Bunga Modal dan Asuransi Bahan Bakar Biaya Pelumas Biaya Pemeliharan 51.3 31.35 52.272 2.52 141.504 x 106 Rp. 278 946 000 /tahun
Biaya
Kapasitas Lapang Efekif (KLE) = 0.15 ha/jam Diasumsikan ; 1 hari = 8 jam kerja 1 bulan = 20 hari kerja 1 tahun = 8 bulan kerja 1 tahun = 1760 jam kerja Luas olah lahan dalam 1 tahun, 0.15 / 1760 264 ha/tahun Jadi biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan perataan tanah ;
39
1 . 278 946 000 / 264 / Rp. 1 056 613, 63 /ha Rp. 1 060 000 /ha
4.3 PENENTUAN METODE PERATAAN TANAH PALING EFISIEN Penentuan metode perataan tanah yang paling efisien dipengaruhi oleh dua fakor yaitu, Kapasitas Lapang Efektif (KLE) dan standar deviasi (sd). Semakin tinggi KLE maka metode perataan tanah tersebut semakin efisien. Hal ini berbanding terbalik dengan nilai standar deviasi, karena semakin kecil nilai standar deviasi maka tingkat kerataan tanah dari lahan tersebut semakin baik. Nilai KLE dipengaruhi oleh waktu total perataan dan luas olah lahan yang diratakan. Pada penelitian ini, luas olah lahan yang diratakan sama pada setiap metode yang digunakan yaitu, 1000 m2. Sehingga faktor yang mempengaruhi nilai KLE adalah waktu total perataan. Semakin sedikit waktu yang dibutuhkan untuk meratakan tanah maka nilai KLE-nya akan semakin besar. Waktu total perataan ini dipengaruhi oleh kecepatan maju traktor, waktu belok traktor dan kondisi lahan yang akan diratakan. Kecepatan maju yang digunakan pada penelitian ini sama pada setiap metode yaitu, dengan RPM sebesar 2000 (L-3) atau sama dengan 1.27 m/detik. Pada metode horizontalvertikal yang dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali didapat nilai KLE masing-masing sebesar 0.1 ha/jam, 0.083 ha/jam dan 0.09 ha/jam. Pada pengulangan pertama waktu total yang dibutuhkan 1 jam, sedangkan pada pengulangan kedua dan ketiga waktu total yang dibutuhkan adalah 1.2 jam dan 1.1 jam. Pada metode diagonal didapat nilai KLE masing-masing sebesar 0.07 ha/jam, 0.1 ha/jam dan 0.11 ha/jam. Waktu total yang dibutuhkan pada pengulangan pertama 1.5 jam sedangkan pada pengulangan kedua dan ketiga waktu total yang dibutuhkan adalah 1 jam dan 0.9 jam. Pada metode zig-zag didapat nilai KLE masing-masing sebesar 0.15 ha/jam, 0.09 ha/jam dan 0.125 ha/jam dengan waktu total perataan masing-masing 0.83 jam, 1.1 jam dan 0.8 jam. Dari perhitungan yang diperoleh, didapatkan bahwa metode zig-zag pengulangan ketiga memiliki nilai KLE yang paling besar yaitu 0.15 ha/jam dengan waktu total perataan 0.83 jam. Faktor lainnya adalah standar deviasi. Standar deviasi merupakan teknik yang digunakan untuk menjelaskan homogenitas. Pada konteks ini, hal yang dijelaskan adalah sebaran elevasi pada setiap titik. Semakin kecil nilai standar deviasinya maka sebaran elevasinya semakin mendekati sama (rata). Pada metode horizontal-vertikal didapat nilai standar deviasi masing-masing sebesar 1.54, 0.48 dan 0.72. Pada metode diagonal didapat nilai standar deviasi masing-masing sebesar 0.79, 1.11 dan 0.66. Sedangkan pada metode zig-zag didapat nilai standar deviasi masing-masing sebesar 0.38, 1.07 dan 0.49. Dari nilai standar deviasi yang didapat pada masing-masing metode, diketahui bahwa nilai standar deviasi terkecil dihasilkan pada perataan tanah yang menggunakan metode zig-zag, khususnya pada pengulangan pertama. Dari nilai ini diketahui bahwa kondisi lahan pada metode zig-zag pengulangan pertama memiliki sebaran elevasi yang paling merata. Dari kedua indikator ini dapat disimpulkan bahwa metode perataan yang paling efisien adalah perataan tanah dengan menggunakan metode zig-zag pada pengolahan tanah sekundernya.
40
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 SIMPULAN 1.
2.
3.
4.
5.
Dari penelitian uji performansi alat perata tanah sistem laser ini dapat disimpulkan bahwa : Metode pengolahan tanah yang paling baik untuk diterapkan proses perataan tanah adalah metode zigzag. Pada metode zig-zag pengulangan pertama, dengan waktu kerja 0.83 jam didapatkan nilai KLE sebesar 0.15 ha/jam dan kapasitas pemindahan tanah sebesar 21.57 m3. Dengan nilai elevasi harapan sebesar 14.5 cm didapatkan nilai standar deviasi sebesar 0.38 dan batas atas elevasi yang diperbolehkan 15.8 cm. Pada metode zig-zag pengulangan kedua, dengan waktu kerja 1.1 jam didapatkan nilai KLE sebesar 0.09 ha/jam dan kapasitas pemindahan tanah sebesar 18.95 m3. Nilai elevasi harapan yang dihasilkan adalah 10.3 diperoleh nilai standar deviasi sebesar 1.07 dan batas atas elevasi yang diperbolehkan 12.3 cm. Pada pengulangan ketiga, dengan waktu perataan tanah 0.8 jam didapatkan nilai KLE sebesar 0.125 ha/jam dan kapasitas pemindahan tanah sebesar 20.68 m3. Nilai elevasi harapan yang dihasilkan adalah 15 cm diperoleh standar deviasi sebesar 0.49 dan batas atas elevasi yang diperbolehkan 16 cm. Pada metode horizontal-vertikal pengulangan pertama, dengan waktu perataan tanah 1 jam didapatkan nilai KLE sebesar 0.1 ha/jam dan kapasitas pemindahan tanah sebesar 20.52 m3. Nilai elevasi harapan yang dihasilkan adalah 10.2 cm diperoleh nilai standar deviasi sebesar 1.54 dan batas atas elevasi yang diperbolehkan 13 cm. Pada pengulangan kedua, dengan waktu perataan tanah 1.2 jam didapatkan nilai KLE sebesar 0.083 ha/jam dan kapasitas pemindahan tanah sebesar 24.61 m3. Nilai elevasi harapan yang dihasilkan adalah 14.2 cm diperoleh nilai standar deviasi sebesar 0.48 dan batas atas elevasi yang diperbolehkan 15.4 cm. Pada pengulangan ketiga, dengan waktu perataan tanah 1.1 jam, didapatkan nilai KLE sebesar 0.09 ha/jam dan kapasitas pemindahan tanah sebesar 17.5 m3. Nilai elevasi harapan yang dihasilkan adalah 17.4 cm diperoleh nilai standar deviasi sebesar 0.72 dan batas atas elevasi yang diperbolehkan 18.9 cm. Pada metode diagonal pengulangan pertama, dengan waktu perataan tanah 1.5 jam didapatkan nilai KLE sebesar 0.07 ha/jam dan kapasitas pemindahan tanah sebesar 17 m3. Nilai elevasi harapan yang dihasilkan adalah 16.2 cm diperoleh nilai standar deviasi sebesar 0.79 dan batas atas elevasi yang diperbolehkan 17.8 cm. Pada pengulangan kedua, dengan waktu perataan tanah 1 jam didapatkan nilai KLE sebesar 0.1 ha/jam dan kapasitas pemindahan tanah sebesar 13.91 m3. Nilai elevasi harapan yang dihasilkan adalah 18.6 cm diperoleh nilai standar deviasi sebesar 1.11 dan batas atas elevasi yang diperbolehkan 20.8 cm. Pada pengulangan ketiga, dengan waktu perataan tanah 0.9 jam didapatkan nilai KLE sebesar 0.11 dan kapasitas pemindahan tanah sebesar 20.41 m3. Nilai elevasi harapan yang dihasilkan adalah 13.8 cm diperoleh nilai standar deviasi sebesar 0.66 dan batas atas elevasi yang diperbolehkan 15 cm. Biaya pokok untuk percetakan sawah berbasis laser dengan menggunakan traktor New Holland berkekuatan 55 BHP adalah Rp. 1 060 000 /ha, dengan asumsi 1 hari terdapat 8 jam kerja, 1 bulan terdapat 20 hari kerja dan 1 tahun terdapat 8 bulan kerja.
5.2 SARAN 1.
Penelitian sebaiknya dilakukan di lahan yang benar-benar kering atau tanah berpasir untuk menghindari penggumpalan tanah ketika proses perataan tanah.
41
2.
Penelitian diterapkan pada lahan yang memiliki kontur elevasi yang cukup tinggi perbedaan elevasinya agar laser penerima bisa menerima pulsa yang dihantarkan laser pemancar. Karena ada kemungkinan laser penerima tidak bisa membaca pulsa yang dihantarkan karena perbedaan elevasi yang tidak terlalu jauh antara laser pemancar dan laser penerima.
42
DAFTAR PUSTAKA Ali, A., Clyma, W. and Early, A.C. 1975. The improved water and land use management through precision land leveling. In: Journal of Water Management. 1991. Anonim. TEP 311. Ekonomi Teknik. http://web.ipb.ac.id/~tepfteta/ekotek/. [18 Feb 2013] Arismunandar, W. dan Tsuda, K. 2008. Motor Diesel Putaran Tinggi. Jakarta : Pradnya Pranita. Badan Pusat Statistik. 2010. Data Strategis BPS. Jakarta : Badan Pusat Statistik. Badan Pusat Statistik. 2010. Statistik Indonesia 2010. Jakarta : Badan Pusat Statistik Choudhary, M.A., Mushtaq, A., Gill, M., Kahlown, A. and Hobbs, P.R. 2002. Evaluation of resource conservation technologies in ricewheat system of Pakistan. In: Proceedings of the International workshop on developing an action program for farm level impact in rice-wheat system of IndoGangetic plains, 25-27 September 2000, New Delhi, India. Rice-wheat Consortium Paper Series 14, New Delhi, India. Ricewheat Consortium for the Indo-Gangetic Plains. 148 pp. Corey, G. and Clyma, W. 1973. Irrigation practices for traditional and precision leveled field in Pakistan. Proceedings of optimum use of water in agriculture. Scientific Paper No. 16. Erie, L.J., and Dedrick, A.R. 1979. Level basin irrigation: A method for conserving water and labor. USDA Farmers’ Bulletin 2261, 23. Jat, M.L., Chandna, P. Gupta, R. Sharma, S.K. and Gill, M.A. 2006. Laser Land Leveling: A Precursor Technology for Resource Conservation. Rice-Wheat Consortium Technical Bulletin Series 7. New Delhi, India: Rice-Wheat Consortium for the Indo-Gangetic Plains. pp 48. Kanai, K., S. Arai, and K. Arai. 1982. Basic Operation Technique of 4 Wheel Tractor and Implements. Tsukuba International Agricultural Training Center, JICA. Tsukuba, Japan Koebner, H.1984. Industrial Applications Of Lasers. John wiley And Sons . New York. Rickman, J.F. 2002. Manual for laser land leveling, Rice-wheat Consortium Technical Bulletin Series 5. New Delhi-12, India: Rice-wheat Consortium for the Indo-Gangetic Plains. pp. 24 Sakai, J. 1998. Traktor 2-Roda. Bogor : Institut Pertanian Bogor Sattar, A., Khan. F.H. and Tahir, A.R. 2003. Impact of precision land leveling on water saving and drainage requirement. J. AMA. 34: 39- 41. U.S. Department of Commerce. 1983. SCS National Engineering Handbook: Section 15, Irrigation, Chapter 12 –Land Leveling. Utah : Utah State University. Walker, T.W., Kingery, W.L., Street, Joe E., Lox M.S., Oldham, J.L., Gerard, P.D. and Han F.X. 2003. Rice yield and soil chemical properties as ettected by precision land leveling in alluvial soils. Agron. J. 95: 1483-1488
43
LAMPIRAN
44
Lampiran 1. Data pengukuran sebelum dan sesudah perataan tanah pengulangan pertama (metode horizontal-vertikal) Metode Pengolahan : Horizontal-vertikal BT * Datum 140 elevasi harapan = 10.2 no
Titik
Tinggi Alat (cm)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41
A1 A2 A3 A4 A5 A6 B1 B2 B3 B4 B5 B6 C1 C2 C3 C4 C5 C6 D1 D2 D3 D4 D5 D6 E1 E2 E3 E4 E5 E6 F1 F2 F3 F4 F5 F6 G1 G2 G3 G4 G5
153 153 153 153 153 153 153 153 153 153 153 153 153 153 153 153 153 153 153 153 153 153 153 153 153 153 153 153 153 153 153 153 153 153 153 153 153 153 153 153 153
SEBELUM BT 148.5 153.4 153.5 152 144.7 145.5 146.5 156.3 150.5 152.1 150 152.1 153 158 153.5 154.7 154.1 152 161.2 155.5 154.2 152.2 157 151.5 160 152 151.5 144.1 156.8 148.2 156 149 152 139.8 148.8 142 155 150.5 151.5 142 148.1
Beda Elevasi (cm) 8.5 13.4 13.5 12 4.7 5.5 6.5 16.3 10.5 12.1 10 12.1 13 18 13.5 14.7 14.1 12 21.2 15.5 14.2 12.2 17 11.5 20 12 11.5 4.1 16.8 8.2 16 9 12 -0.2 8.8 2 15 10.5 11.5 2 8.1
SESUDAH BT 150.2 151.6 152.1 151.3 150.5 153.3 149.3 151.8 150.3 151.2 150.8 152.1 152.3 151.8 154.8 153.5 152.5 151.4 151.9 152.4 150.2 150.6 150.9 151.2 150.5 152 151.8 151.5 150.3 153 153.9 152.2 153.1 152.7 151.9 150.9 152.1 153 152.8 152 150.5
Beda Elevasi (cm) 10.2 11.6 12.1 11.3 10.5 13.3 9.3 11.8 10.3 11.2 10.8 12.1 12.3 11.8 14.8 13.5 12.5 11.4 11.9 12.4 10.2 10.6 10.9 11.2 10.5 12 11.8 11.5 10.3 13 13.9 12.2 13.1 12.7 11.9 10.9 12.1 13 12.8 12 10.5
45
42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54
G6 H1 H2 H3 H4 H5 H6 I1 I2 I3 I4 I5 I6
153 153 153 153 153 153 153 153 153 153 153 153 153
148.8 152.5 147.8 146.5 139.8 147 142.8 152.2 145 152 131.5 144.2 136.2
8.8 12.5 7.8 6.5 -0.2 7 2.8 12.2 5 12 -8.5 4.2 -3.8
150.2 150.9 150.8 151.4 152 151.8 152.4 150.2 151.2 151.5 152 152.7 153
10.2 10.9 10.8 11.4 12 11.8 12.4 10.2 11.2 11.5 12 12.7 13
46
Lampiran 2. Data pengukuran sebelum dan sesudah perataan tanah pengulangan kedua (metode horizontalvertikal) Metode Pengolahan : Horizontal-vertikal BT * Datum 135 Elevasi Harapan = 14.2 no
Titik
Tinggi Alat
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41
A1 A2 A3 A4 A5 A6 B1 B2 B3 B4 B5 B6 C1 C2 C3 C4 C5 C6 D1 D2 D3 D4 D5 D6 E1 E2 E3 E4 E5 E6 F1 F2 F3 F4 F5 F6 G1 G2 G3 G4 G5
142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7
SEBELUM BT 146.6 138 139.5 141.7 142.5 153.3 148 144.9 146.6 144.9 147 138.2 150.8 151.7 149.3 152.3 152 153 153.9 154 147.4 154.2 155.2 157 157 155 144.5 149.2 149.5 158 149.8 152 143.5 151.9 145.6 155 154.8 150 144 153.2 152.3
Beda Elevasi (cm) 11.6 3 4.5 6.7 7.5 18.3 13 9.9 11.6 9.9 12 3.2 15.8 16.7 14.3 17.3 17 18 18.9 19 12.4 19.2 20.2 22 22 20 9.5 14.2 14.5 23 14.8 17 8.5 16.9 10.6 20 19.8 15 9 18.2 17.3
SESUDAH BT 150.2 150.1 149.7 149.9 149.3 149.6 150.2 148.7 150.3 149.8 150.3 149.2 148.9 150 150.6 149.9 150.4 150.2 150.7 149.8 150.4 150.4 150.8 150.2 150.2 149.3 149.6 149.3 149.9 148.5 148.9 149.3 149.4 149 149.1 148.8 149.4 149.5 149.4 149.8 149.9
Beda Elevasi (cm) 15.2 15.1 14.7 14.9 14.3 14.6 15.2 13.7 15.3 14.8 15.3 14.2 13.9 15 15.6 14.9 15.4 15.2 15.7 14.8 15.4 15.4 15.8 15.2 15.2 14.3 14.6 14.3 14.9 13.5 13.9 14.3 14.4 14 14.1 13.8 14.4 14.5 14.4 14.8 14.9
47
42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54
G6 H1 H2 H3 H4 H5 H6 I1 I2 I3 I4 I5 I6
142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7 142.7
154.5 153.4 146.5 143 149.2 152 149.2 146.7 146 142 147.5 151 149.8
19.5 18.4 11.5 8 14.2 17 14.2 11.7 11 7 12.5 16 14.8
149.4 148.6 150.1 149.1 150.2 149.5 150.1 148.9 149 150.3 149.7 148.7 149.6
14.4 13.6 15.1 14.1 15.2 14.5 15.1 13.9 14 15.3 14.7 13.7 14.6
48
Lampiran 3. Data pengukuran sebelum dan sesudah perataan tanah pengulangan ketiga (metode horizontalvertikal) Metode Pengolahan : Horizontal-vertikal BT * Datum 146.2 elevasi harapan : 17.4 no
Titik
Tinggi Alat
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41
A1 A2 A3 A4 A5 A6 B1 B2 B3 B4 B5 B6 C1 C2 C3 C4 C5 C6 D1 D2 D3 D4 D5 D6 E1 E2 E3 E4 E5 E6 F1 F2 F3 F4 F5 F6 G1 G2 G3 G4 G5
154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3
SEBELUM BT 161 154 158.8 159.6 159.3 152.3 163.1 165.2 163.4 170.3 164.3 158 169.2 164.5 167.3 167 168.1 166 167.6 168.5 163.3 165.5 167.3 167.4 167.5 170.3 156.4 164.3 165 170.7 158.1 162 157.2 165.8 163.3 168.8 164.4 166.5 158.8 164.3 163.4
Beda Elevasi (cm) 14.8 7.8 12.6 13.4 13.1 6.1 16.9 19 17.2 24.1 18.1 11.8 23 18.3 21.1 20.8 21.9 19.8 21.4 22.3 17.1 19.3 21.1 21.2 21.3 24.1 10.2 18.1 18.8 24.5 11.9 15.8 11 19.6 17.1 22.6 18.2 20.3 12.6 18.1 17.2
SESUDAH BT 163.1 163.6 164.2 164.3 163.6 163.2 163.7 164 164.4 164.9 165.3 163.6 164.7 163.8 163.6 163.9 163.6 163.2 164.6 164.9 165.4 165.2 165.3 164 163.3 164.3 165 164.8 163.6 164.4 165 164.1 164.9 164.9 164.8 164.9 165.1 165.1 164.6 164.5 164.5
Beda Elevasi (cm) 16.9 17.4 18 18.1 17.4 17 17.5 17.8 18.2 18.7 19.1 17.4 18.5 17.6 17.4 17.7 17.4 17 18.4 18.7 19.2 19 19.1 17.8 17.1 18.1 18.8 18.6 17.4 18.2 18.8 17.9 18.7 18.7 18.6 18.7 18.9 18.9 18.4 18.3 18.3
49
42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54
G6 H1 H2 H3 H4 H5 H6 I1 I2 I3 I4 I5 I6
154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3 154.3
163.3 159.4 164.7 155.7 163.8 163.9 163.5 156.3 160.5 157.6 155.6 163.1 160.8
17.1 13.2 18.5 9.5 17.6 17.7 17.3 10.1 14.3 11.4 9.4 16.9 14.6
162.7 163.5 165 164.7 164.7 162.3 164.9 164.6 164.3 164.1 164.8 164.9 164
16.5 17.3 18.8 18.5 18.5 16.1 18.7 18.4 18.1 17.9 18.6 18.7 17.8
50
Lampiran 4. Data pengukuran sebelum dan sesudah perataan tanah pengulangan pertama (metode diagonal) Metode Pengolahan : Diagonal BT * Datum 138.4 Elevasi Harapan : 16.2 no
Titik
Tinggi Alat
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
A1 A2 A3 A4 A5 A6 B1 B2 B3 B4 B5 B6 C1 C2 C3 C4 C5 C6 D1 D2 D3 D4 D5 D6 E1 E2 E3 E4 E5 E6 F1 F2 F3 F4 F5 F6 G1 G2 G3 G4 G5 G6
147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147
SEBELUM BT 152.2 146.9 153.2 154.5 151.2 154.6 155.9 155 155 154.6 158 163.8 157.2 157 154 158.5 157.4 172.3 156.6 160.8 152.9 156 156 161.8 153.1 153.9 154 156.4 156.4 163.4 154.7 150 149.4 157.3 156.1 157 153.2 152.3 151.3 152 152 156.2
Beda Elevasi (cm) 13.8 8.5 14.8 16.1 12.8 16.2 17.5 16.6 16.6 16.2 19.6 25.4 18.8 18.6 15.6 20.1 19 33.9 18.2 22.4 14.5 17.6 17.6 23.4 14.7 15.5 15.6 18 18 25 16.3 11.6 11 18.9 17.7 18.6 14.8 13.9 12.9 13.6 13.6 17.8
SESUDAH BT 154.8 155 154.3 154 153.6 154 155.5 155.3 155.7 155.5 155 156 155.6 155.4 154.5 156.8 155.5 155.8 154.8 155.2 154.4 154.9 156 155.5 155.4 155.8 154.5 155.2 155.4 154.8 156 155 155.6 156.2 155.7 155.9 155.4 155 155.5 154.6 156 156
Beda Elevasi (cm) 16.4 16.6 15.9 15.6 15.2 15.6 17.1 16.9 17.3 17.1 16.6 17.6 17.2 17 16.1 18.4 17.1 17.4 16.4 16.8 16 16.5 17.6 17.1 17 17.4 16.1 16.8 17 16.4 17.6 16.6 17.2 17.8 17.3 17.5 17 16.6 17.1 16.2 17.6 17.6
51
43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54
H1 H2 H3 H4 H5 H6 I1 I2 I3 I4 I5 I6
147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147 147
156.2 152.2 147.8 154.8 154 156 149.3 146.5 142.2 147.5 156.7 161.3
17.8 13.8 9.4 16.4 15.6 17.6 10.9 8.1 3.8 9.1 18.3 22.9
153.8 155.8 155 156.8 157 159.6 156.1 156.4 154.6 153.4 154.5 156
15.4 17.4 16.6 18.4 18.6 21.2 17.7 18 16.2 15 16.1 17.6
52
Lampiran 5. Data pengukuran sebelum dan sesudah perataan tanah pengulangan kedua (metode diagonal) Metode Pengolahan : Diagonal BT * Datum 125.2 Elevasi Harapan : 18.6 no
Titik
Tinggi Alat
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
A1 A2 A3 A4 A5 A6 B1 B2 B3 B4 B5 B6 C1 C2 C3 C4 C5 C6 D1 D2 D3 D4 D5 D6 E1 E2 E3 E4 E5 E6 F1 F2 F3 F4 F5 F6 G1 G2 G3 G4 G5 G6
133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3
SEBELUM BT 133.4 132.8 130.5 148 147 134.8 140.5 139 139.5 143.6 141.6 136.9 147.1 145.5 149 143.4 145.7 145.7 141.2 145.5 145.6 144.3 142.6 144.8 146.1 142.5 142.6 155.5 156.1 153.4 139.2 146.1 139.5 141.4 146 148.4 138.2 144.9 138.9 138.9 147.9 145.9
Beda Elevasi (cm) 8.2 7.6 5.3 22.8 21.8 9.6 15.3 13.8 14.3 18.4 16.4 11.7 21.9 20.3 23.8 18.2 20.5 20.5 16 20.3 20.4 19.1 17.4 19.6 20.9 17.3 17.4 30.3 30.9 28.2 14 20.9 14.3 16.2 20.8 23.2 13 19.7 13.7 13.7 22.7 20.7
SESUDAH BT 144.7 142.2 143.8 145 145.3 143.7 146 146.1 145.9 146.2 144.1 144.2 143.8 143.9 144.4 144.2 145 144.7 145.1 144.8 145.2 145.4 145.7 144.9 144.5 145.1 144.8 144.8 145 146 145.5 144.2 146 145.8 144.9 144.6 144.5 144.1 144.7 145 144.8 144.9
Beda Elevasi (cm) 19.5 17 18.6 19.8 20.1 18.5 20.8 20.9 20.7 21 18.9 19 18.6 18.7 19.2 19 19.8 19.5 19.9 19.6 20 20.2 20.5 19.7 19.3 19.9 19.6 19.6 19.8 20.8 20.3 19 20.8 20.6 19.7 19.4 19.3 18.9 19.5 19.8 19.6 19.7
53
43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54
H1 H2 H3 H4 H5 H6 I1 I2 I3 I4 I5 I6
133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3 133.3
137.4 145.8 145.1 145.2 143.9 144.2 136.8 143.5 140.8 143.8 145.3 144.9
12.2 20.6 19.9 20 18.7 19 11.6 18.3 15.6 18.6 20.1 19.7
144.5 144.9 145 145.3 145.7 145.2 144.8 145.1 145.6 146 146.1 142.5
19.3 19.7 19.8 20.1 20.5 20 19.6 19.9 20.4 20.8 20.9 17.3
54
Lampiran 6. Data pengukuran sebelum dan sesudah perataan tanah pengulangan ketiga (metode diagonal) Metode Pengolahan : Diagonal BT * Datum 140.4 Elevasi Harapan : 13.8 no
Titik
Tinggi Alat
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
A1 A2 A3 A4 A5 A6 B1 B2 B3 B4 B5 B6 C1 C2 C3 C4 C5 C6 D1 D2 D3 D4 D5 D6 E1 E2 E3 E4 E5 E6 F1 F2 F3 F4 F5 F6 G1 G2 G3 G4 G5 G6
149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149
SEBELUM BT 156.6 160.8 152.9 156 156 161.8 156.2 152.2 147.8 154.8 154 156 157.2 157 154 158.5 157.4 172.3 153.1 153.9 154 156.4 156.4 163.4 155.9 155 155 154.6 158 163.8 152.2 146.9 153.2 154.5 151.2 154.6 153.2 152.3 151.3 152 152 156.2
Beda Elevasi (cm) 16.2 20.4 12.5 15.6 15.6 21.4 15.8 11.8 7.4 14.4 13.6 15.6 16.8 16.6 13.6 18.1 17 31.9 12.7 13.5 13.6 16 16 23 15.5 14.6 14.6 14.2 17.6 23.4 11.8 6.5 12.8 14.1 10.8 14.2 12.8 11.9 10.9 11.6 11.6 15.8
SESUDAH BT 155.1 154.7 154.8 153.8 154.1 155.2 155.6 154.7 154.2 155.6 155 155.2 155.7 154.3 154.2 155.2 155 154.8 156 154.5 154.6 155.1 155.3 154.9 155.5 154.6 154.8 154 155.3 154.9 154.7 155.3 154.7 154.8 154.8 153.9 154.3 154.5 154.6 154.6 155.1 155.2
Beda Elevasi (cm) 14.7 14.3 14.4 13.4 13.7 14.8 15.2 14.3 13.8 15.2 14.6 14.8 15.3 13.9 13.8 14.8 14.6 14.4 15.6 14.1 14.2 14.7 14.9 14.5 15.1 14.2 14.4 13.6 14.9 14.5 14.3 14.9 14.3 14.4 14.4 13.5 13.9 14.1 14.2 14.2 14.7 14.8
55
43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54
H1 H2 H3 H4 H5 H6 I1 I2 I3 I4 I5 I6
149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149 149
149.3 146.5 142.2 147.5 156.7 161.3 153.1 153.9 154 156.4 156.4 163.4
8.9 6.1 1.8 7.1 16.3 20.9 12.7 13.5 13.6 16 16 23
154.6 154.3 154.8 154.6 155.1 154.8 155.3 154.7 154.8 155.2 155 155.4
14.2 13.9 14.4 14.2 14.7 14.4 14.9 14.3 14.4 14.8 14.6 15
56
Lampiran 7. Data pengukuran sebelum dan sesudah perataan tanah pengulangan pertama (metode zig-zag) Metode Pengolahan : Zig-zag
*
BT Datum 148.3 Elevasi Harapan : 14.5
no
Titik
Tinggi Alat
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
A1 A2 A3 A4 A5 A6 B1 B2 B3 B4 B5 B6 C1 C2 C3 C4 C5 C6 D1 D2 D3 D4 D5 D6 E1 E2 E3 E4 E5 E6 F1 F2 F3 F4 F5 F6 G1 G2 G3 G4 G5 G6
158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6
SEBELUM BT 167.6 168.5 163.3 165.5 167.3 167.4 159.4 164.7 155.7 163.8 163.9 163.5 163.1 165.2 163.4 170.3 164.3 158 158.1 162 157.2 165.8 163.3 168.8 156.3 160.5 157.6 155.6 163.1 160.8 161 154 158.8 159.6 159.3 152.3 169.2 164.5 167.3 167 168.1 166
Beda Elevasi (cm) 19.3 20.2 15 17.2 19 19.1 11.1 16.4 7.4 15.5 15.6 15.2 14.8 16.9 15.1 22 16 9.7 9.8 13.7 8.9 17.5 15 20.5 8 12.2 9.3 7.3 14.8 12.5 12.7 5.7 10.5 11.3 11 4 20.9 16.2 19 18.7 19.8 17.7
SESUDAH BT 162 162.9 163.2 162.7 164.1 162.6 163.5 162.2 161.7 164.1 163.6 163.4 163.2 163.7 163.2 162.7 163.3 163.9 162.1 162.1 162.4 162.7 163 162.3 162 162.7 162.9 162.9 162.8 163.2 163.5 163.8 164.1 163.8 163.8 163.3 163.4 163.8 164 163.7 163.5 163.9
Beda Elevasi (cm) 13.7 14.6 14.9 14.4 15.8 14.3 15.2 13.9 13.4 15.8 15.3 15.1 14.9 15.4 14.9 14.4 15 15.6 13.8 13.8 14.1 14.4 14.7 14 13.7 14.4 14.6 14.6 14.5 14.9 15.2 15.5 15.8 15.5 15.5 15 15.1 15.5 15.7 15.4 15.2 15.6
57
43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54
H1 H2 H3 H4 H5 H6 I1 I2 I3 I4 I5 I6
158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6 158.6
167.5 170.3 156.4 164.3 165 170.7 164.4 166.5 158.8 164.3 163.4 163.3
19.2 22 8.1 16 16.7 22.4 16.1 18.2 10.5 16 15.1 15
164.1 164.3 164 163.4 163.8 164.2 162.4 162.6 162.6 162.9 162.7 162.5
15.8 16 15.7 15.1 15.5 15.9 14.1 14.3 14.3 14.6 14.4 14.2
58
Lampiran 8. Data pengukuran sebelum dan sesudah perataan tanah pengulangan kedua (metode zig-zag) Metode Pengolahan : Zig-zag BT * Datum 138 Elevasi Harapan : 10.3 no
Titik
Tinggi Alat
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
A1 A2 A3 A4 A5 A6 B1 B2 B3 B4 B5 B6 C1 C2 C3 C4 C5 C6 D1 D2 D3 D4 D5 D6 E1 E2 E3 E4 E5 E6 F1 F2 F3 F4 F5 F6 G1 G2 G3 G4 G5 G6 H1
146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4
SEBELUM BT 153.9 154 147.4 154.2 155.2 157 153.4 146.5 143 149.2 152 149.2 148 144.9 146.6 144.9 147 138.2 149.8 152 143.5 151.9 145.6 155 146.7 146 142 147.5 151 149.8 146.6 138 139.5 141.7 142.5 153.3 150.8 151.7 149.3 152.3 152 153 157
Beda Elevasi (cm) 15.9 16 9.4 16.2 17.2 19 15.4 8.5 5 11.2 14 11.2 10 6.9 8.6 6.9 9 0.2 11.8 14 5.5 13.9 7.6 17 8.7 8 4 9.5 13 11.8 8.6 0 1.5 3.7 4.5 15.3 12.8 13.7 11.3 14.3 14 15 19
SESUDAH BT 149.8 149.4 149 148.9 149 148.7 149.1 149.7 149.9 149.4 150 150.6 150.3 149.8 149.5 151.1 150.2 149.9 149.5 149.4 149.8 149.3 148.9 148.3 148.4 148.2 147.9 147.5 148.1 148.5 148.8 148.3 149 148.9 149.2 149.7 149.7 150.1 149 148.9 148.3 148.5 148.9
Beda Elevasi (cm) 11.8 11.4 11 10.9 11 10.7 11.1 11.7 11.9 11.4 12 12.6 12.3 11.8 11.5 13.1 12.2 11.9 11.5 11.4 11.8 11.3 10.9 10.3 10.4 10.2 9.9 9.5 10.1 10.5 10.8 10.3 11 10.9 11.2 11.7 11.7 12.1 11 10.9 10.3 10.5 10.9
59
44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54
H2 H3 H4 H5 H6 I1 I2 I3 I4 I5 I6
146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4 146.4
155 144.5 149.2 149.5 158 154.8 150 144 153.2 152.3 154.5
17 6.5 11.2 11.5 20 16.8 12 6 15.2 14.3 16.5
149.6 149.4 149.8 150.3 150.2 151.6 150.7 150.3 149.4 149 149.1
11.6 11.4 11.8 12.3 12.2 13.6 12.7 12.3 11.4 11 11.1
60
Lampiran 9. Data pengukuran sebelum dan sesudah perataan tanah pengulangan ketiga (metode zig-zag) Metode Pengolahan : Zig-zag BT * Datum 147.8 Elevasi Harapan : 15 no
Titik
Tinggi Alat
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
A1 A2 A3 A4 A5 A6 B1 B2 B3 B4 B5 B6 C1 C2 C3 C4 C5 C6 D1 D2 D3 D4 D5 D6 E1 E2 E3 E4 E5 E6 F1 F2 F3 F4 F5 F6 G1 G2 G3 G4 G5 G6 H1
139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2
SEBELUM BT 158.1 162 157.2 165.8 163.3 168.8 167.6 168.5 163.3 165.5 167.3 167.4 156.3 160.5 157.6 155.6 163.1 160.8 164.4 166.5 158.8 164.3 163.4 163.3 161 154 158.8 159.6 159.3 152.3 159.4 164.7 155.7 163.8 163.9 163.5 163.1 165.2 163.4 170.3 164.3 158 167.5
Beda Elevasi (cm) 10.3 14.2 9.4 18 15.5 21 19.8 20.7 15.5 17.7 19.5 19.6 8.5 12.7 9.8 7.8 15.3 13 16.6 18.7 11 16.5 15.6 15.5 13.2 6.2 11 11.8 11.5 4.5 11.6 16.9 7.9 16 16.1 15.7 15.3 17.4 15.6 22.5 16.5 10.2 19.7
SESUDAH BT 163.2 163.8 163.5 163.1 163 163.6 163.4 162.8 163.2 163 162.9 163.2 163.8 163.5 163.2 162.7 163 163.7 163.2 163.3 163.9 163.2 163.4 164.1 162.6 163.2 164.1 163.6 163.2 163.1 162.8 162.9 163.2 163.7 162.7 163.9 164.3 162.7 163.2 163.6 163.1 163.2 162.9
Beda Elevasi (cm) 15.4 16 15.7 15.3 15.2 15.8 15.6 15 15.4 15.2 15.1 15.4 16 15.7 15.4 14.9 15.2 15.9 15.4 15.5 16.1 15.4 15.6 16.3 14.8 15.4 16.3 15.8 15.4 15.3 15 15.1 15.4 15.9 14.9 16.1 16.5 14.9 15.4 15.8 15.3 15.4 15.1
61
44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54
H2 H3 H4 H5 H6 I1 I2 I3 I4 I5 I6
139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2 139.2
170.3 156.4 164.3 165 170.7 169.2 164.5 167.3 167 168.1 166
22.5 8.6 16.5 17.2 22.9 21.4 16.7 19.5 19.2 20.3 18.2
163.2 163 163.5 163.1 162.8 163.1 163.3 163.5 163.2 163.1 163.7
15.4 15.2 15.7 15.3 15 15.3 15.5 15.7 15.4 15.3 15.9
62
Lampiran 10. Pengukuran kapasitas lapang metode horizontal-vertikal pengulangan pertama Kapasitas Lapang Teoritis (KLT) KLT = 0.36 x kecepatan x lebar pengolahan Kecepatan rata-rata Lebar Pengolahan KLT
1.27 2.05
Satuan m/s m
0.94
Ha/jam
Kapasitas Lapang Efektif (KLE) KLE = Luas olah keseluruhan / waktu kerja keseluruhan Satuan Luas olah lahan Waktu Kerja KLE
1000 0.1 1
m2 Ha jam
0.1
Ha/Jam
Kapasitas Pemindahan Kapasitas Pemindahan = volume pemotongan aktual + volume penimbunan aktual Aktual Rencana Terpotong Tidak Terpotong 18005757.94 15464896.09 2540861.848 Volume Pemotongan 18.01 15.46 2.54 Tertimbun Tidak Tertimbun 18005757.94 21146.09 17984611.85 Volume Penimbunan 18.01 0.02 17.98 Kapasitas Pemindahan
20.53
Satuan cm3 m3 cm3 m3 m3
63
Lampiran 11. Pengukuran kapasitas lapang metode horizontal-vertikal pengulangan kedua Kapasitas Lapang Teoritis (KLT) KLT = 0.36 x kecepatan x lebar pengolahan Kecepatan rata-rata Lebar Pengolahan KLT
1.27 2.05
Satuan m/s m
0.94
Ha/jam
Kapasitas Lapang Efektif (KLE) KLE = Luas olah keseluruhan / waktu kerja keseluruhan Satuan Luas olah lahan Waktu Kerja KLE
1000 0.1 1.2
m2 Ha jam
0.08
Ha/Jam
Kapasitas Pemindahan Kapasitas Pemindahan = volume pemotongan aktual + volume penimbunan aktual Aktual Rencana Terpotong Tidak terpotong Volume Pemotongan
Volume Penimbunan Kapasitas Pemindahan
Satuan
15044214.77
5281203.152
9763011.618
cm3
15.04
5.28 Tertimbun
9.76 Tidak tertimbun
m3
15044214.77
187453.15
14856761.62
cm3
15.04
0.19
14.86
m3
24.62
m3
64
Lampiran 12. Pengukuran kapasitas lapang metode horizontal pengulangan ketiga Kapasitas Lapang Teoritis (KLT) KLT = 0.36 x kecepatan x lebar pengolahan Kecepatan rata-rata Lebar Pengolahan KLT
1.27 2.05
Satuan m/s m
0.94
Ha/jam
Kapasitas Lapang Efektif (KLE) KLE = Luas olah keseluruhan / waktu kerja keseluruhan Satuan Luas olah lahan Waktu Kerja KLE
1000 0.1 1.1
m2 Ha jam
0.09
Ha/Jam
Kapasitas Pemindahan Kapasitas Pemindahan = Volume pemotongan aktual + volume penimbunan aktual Aktual Rencana Terpotong Tidak terpotong Volume Pemotongan
Volume Penimbunan Kapasitas Pemindahan
Satuan
12701355.82
7693498.02
5007857.80
cm3
12.70
7.69 Tertimbun
5.01 Tidak tertimbun
m3
12701355.82
212248.0225
12489107.8
cm3
12.70
0.21
12.49
m3
17.50
m3
65
Lampiran 13. Pengukuran kapasitas lapang metode diagonal pengulangan pertama Kapasitas Lapang Teoritis (KLT) KLT = 0.36 x kecepatan x lebar pengolahan Kecepatan rata-rata Lebar Pengolahan KLT
1.27 2.05
Satuan m/s m
0.94
Ha/jam
Kapasitas Lapang Efektif (KLE) KLE = Luas olah keseluruhan / waktu kerja keseluruhan Satuan Luas olah lahan Waktu Kerja KLE
1000 0.1 1.5
m2 Ha Jam
0.07
Ha/Jam
Kapasitas Pemindahan Kapasitas Pemindahan = Volume pemotongan aktual + volume penimbunan aktual Aktual Rencana Terpotong Tidak terpotong 12764812.76 8315873.81 4448938.95 Volume Pemotongan 12.76 8.32 4.45 Tertimbun Tidak Tertimbun 12764812.76 197123.81 12567688.95 Volume Penimbunan 12.76 0.20 12.57 17.02
Kapasitas Pemindahan
Satuan cm3 m3 cm3 m3 m3
66
Lampiran 14. Pengukuran kapasitas lapang metode diagonal pengulangan kedua Kapasitas Lapang Teoritis (KLT) KLT = 0.36 x kecepatan x lebar pengolahan Kecepatan rata-rata Lebar Pengolahan
1.27 2.05
Satuan m/s m
KLT
0.94
Ha/jam
Kapasitas Lapang Efektif (KLE) KLE = Luas olah keseluruhan / waktu kerja keseluruhan Satuan Luas olah lahan Waktu Kerja KLE
1000 0.1 1
m2 Ha jam
0.10
Ha/Jam
Kapasitas Pemindahan Kapasitas Pemindahan = Volume pemotongan aktual + volume penimbunan aktual Aktual Rencana Terpotong Tidak terpotong Volume Pemotongan
Volume Penimbunan Kapasitas Pemindahan
Satuan
12823637.41
11658853.52
1164783.89
cm3
12.82
11.66 Tertimbun
1.16 Tidak Tertimbun
m3
12823637.41
65103.52
12758533.89
cm3
12.82
0.07
12.76
m3
13.92
m3
67
Lampiran 15. Pengukuran kapasitas lapang metode diagonal pengulangan ketiga Kapasitas Lapang Teoritis (KLT) KLT = 0.36 x kecepatan x lebar pengolahan Kecepatan rata-rata Lebar Pengolahan KLT
1.27 2.05
Satuan m/s m
0.94
Ha/jam
Kapasitas Lapang Efektif (KLE) KLE = Luas olah keseluruhan / waktu kerja keseluruhan Satuan Luas olah lahan Waktu Kerja KLE
1000 0.1 0.9
m2 Ha jam
0.11
Ha/Jam
Kapasitas Pemindahan Kapasitas Pemindahan = Volume pemotongan aktual + volume penimbunan aktual Aktual Rencana Terpotong Tidak Terpotong 13282157.98 6131025.32 7151132.66 Volume Pemotongan 13.28 6.13 7.15 Tertimbun Tidak Tertimbun 13282157.98 18525.32 13263632.66 Volume Penimbunan 13.28 0.02 13.26 20.41
Kapasitas Pemindahan
Satuan cm3 m3 cm3 m3 m3
68
Lampiran 16. Pengukuran kapasitas lapang metode zig-zag pengulangan pertama Kapasitas Lapang Teoritis (KLT) KLT = 0.36 x kecepatan x lebar pengolahan Kecepatan rata-rata Lebar Pengolahan KLT
1.27 2.05
Satuan m/s m
0.94
Ha/jam
Kapasitas Lapang Efektif (KLE) KLE = Luas olah keseluruhan / waktu kerja keseluruhan Satuan 1000 Luas olah lahan m2 0.1 Ha 0.83 Waktu Kerja jam KLE
0.12
Ha/Jam
Kapasitas Pemindahan Kapasitas Pemindahan = Volume Pemotongan aktual + volume penimbunan aktual Aktual Rencana Terpotong Tidak terpotong 13602127.47 4970932.38 8631195.09 Volume Pemotongan 13.60 4.97 8.63 Tertimbun Tidak tertimbun 13602127.47 664682.38 12937445.09 Volume Penimbunan 13.60 0.66 12.94 21.57
Kapasitas Pemindahan
Satuan cm3 m3 cm3 m3 m3
69
Lampiran 17. Pengukuran kapasitas lapang metode zig-zag pengulangan kedua Kapasitas Lapang Teoritis (KLT) KLT = 0.36 x kecepatan x lebar pengolahan Kecepatan rata-rata Lebar Pengolahan KLT
1.27 2.05
Satuan m/s m
0.94
Ha/jam
Kapasitas Lapang Efektif (KLE) KLE = Luas olah keseluruhan / waktu kerja keseluruhan Satuan 1000 m2 Luas olah lahan 0.1 Ha Waktu Kerja 1.1 jam KLE
0.09
Ha/Jam
Kapasitas Pemindahan Kapasitas Pemindahan = Volume pemotongan aktual + volume penimbunan aktual Aktual Rencana Terpotong Tidak terpotong 14651306.41 10219492.72 4431813.69 Volume pemotongan 14.65 10.22 4.43 Tertimbun Tidak Tertimbun 14651306.41 131992.72 14519313.69 Volume penimbunan 14.65 0.13 14.52 Kapasitas Pemindahan
18.95
Satuan cm3 m3 cm3 m3 m3
70
Lampiran 18. Pengukuran kapasitas lapang metode zig-zag pengulangan ketiga Kapasitas Lapang Teoritis (KLT) KLT = 0.36 x kecepatan x lebar pengolahan Kecepatan rata-rata Lebar Pengolahan KLT
1.27 2.05
Satuan m/s m
0.94
Ha/jam
Kapasitas Lapang Efektif (KLE) KLE = Luas olah keseluruhan / waktu kerja keseluruhan Satuan 1000 m2 Luas olah lahan 0.1 Ha 0.8 jam Waktu Kerja KLE
0.125
Ha/Jam
Kapasitas Pemindahan Kapasitas Pemindahan = Volume pemotongan aktual + volume penimbunan aktual Aktual Rencana Tertpotong Tidak terpotong 12635253.41 4573239.27 8062014.14 Volume pemotongan 12.64 4.57 8.06 Tertimbun Tidak tertimbun 12635253.41 10739.27 12624514.14 Volume penimbunan 12.64 0.01 12.62 Kapasitas Pemindahan
20.69
Satuan cm3 m3 cm3 m3 m3
71
Lampiran 19. Perhitungan standar deviasi metode horizontal-vertikal pengulangan pertama h = 10.2 ∆h = h2 - h sd = 1.54 No. h2 1 10.2 2 11.6 3 12.1 4 11.3 5 10.5 6 13.3 7 9.3 8 11.8 9 10.3 10 11.2 11 10.8 12 12.1 13 12.3 14 11.8 15 14.8 16 13.5 17 12.5 18 11.4 19 11.9 20 12.4 21 10.2 22 10.6 23 10.9 24 11.2 25 10.5 26 12 27 11.8
∆h 0 1.4 1.9 1.1 0.3 3.1 -0.9 1.6 0.1 1 0.6 1.9 2.1 1.6 4.6 3.3 2.3 1.2 1.7 2.2 0 0.4 0.7 1 0.3 1.8 1.6
No. 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54
h2 11.5 10.3 13 13.9 12.2 13.1 12.7 11.9 10.9 12.1 13 12.8 12 10.5 10.2 10.9 10.8 11.4 12 11.8 12.4 10.2 11.2 11.5 12 12.7 13
∆h 1.3 0.1 2.8 3.7 2 2.9 2.5 1.7 0.7 1.9 2.8 2.6 1.8 0.3 0 0.7 0.6 1.2 1.8 1.6 2.2 0 1 1.3 1.8 2.5 2.8
72
Lampiran 20. Perhitungan standar deviasi metode horizontal-vertikal pengulangan kedua h = 14.2 ∆h = h - h2 sd = 0.48 No. h2 1 15.2 2 15.1 3 14.7 4 14.9 5 14.3 6 14.6 7 15.2 8 13.7 9 15.3 10 14.8 11 15.3 12 14.2 13 13.9 14 15 15 15.6 16 14.9 17 15.4 18 15.2 19 15.7 20 14.8 21 15.4 22 15.4 23 15.8 24 15.2 25 15.2 26 14.3 27 14.6
∆h 1 0.9 0.5 0.7 0.1 0.4 1 -0.5 1.1 0.6 1.1 0 -0.3 0.8 1.4 0.7 1.2 1 1.5 0.6 1.2 1.2 1.6 1 1 0.1 0.4
No. 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54
h2 14.3 14.9 13.5 13.9 14.3 14.4 14 14.1 13.8 14.4 14.5 14.4 14.8 14.9 14.4 13.6 15.1 14.1 15.2 14.5 15.1 13.9 14 15.3 14.7 13.7 14.6
∆h 0.1 0.7 -0.7 -0.3 0.1 0.2 -0.2 -0.1 -0.4 0.2 0.3 0.2 0.6 0.7 0.2 -0.6 0.9 -0.1 1 0.3 0.9 -0.3 -0.2 1.1 0.5 -0.5 0.4
73
Lampiran 21. Perhitungan standar deviasi metode horizontal-vertikal pengulangan ketiga h = 17.4 ∆h = h2 -h sd = 0.72 No. h2 1 16.9 2 17.4 3 18 4 18.1 5 17.4 6 17 7 17.5 8 17.8 9 18.2 10 18.7 11 19.1 12 17.4 13 18.5 14 17.6 15 17.4 16 17.7 17 17.4 18 17 19 18.4 20 18.7 21 19.2 22 19 23 19.1 24 17.8 25 17.1 26 18.1 27 18.8
∆h -0.5 0 0.6 0.7 0 -0.4 0.1 0.4 0.8 1.3 1.7 0 1.1 0.2 0 0.3 0 -0.4 1 1.3 1.8 1.6 1.7 0.4 -0.3 0.7 1.4
No. 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54
h2 18.6 17.4 18.2 18.8 17.9 18.7 18.7 18.6 18.7 18.9 18.9 18.4 18.3 18.3 16.5 17.3 18.8 18.5 18.5 16.1 18.7 18.4 18.1 17.9 18.6 18.7 17.8
∆h 1.2 0 0.8 1.4 0.5 1.3 1.3 1.2 1.3 1.5 1.5 1 0.9 0.9 -0.9 -0.1 1.4 1.1 1.1 -1.3 1.3 1 0.7 0.5 1.2 1.3 0.4
74
Lampiran 22. Perhitungan standar deviasi metode diagonal pengulangan pertama h = 16.2 ∆h = h2-h sd = 0.79 No. h2 1 16.4 2 16.6 3 15.9 4 15.6 5 15.2 6 15.6 7 17.1 8 16.9 9 17.3 10 17.1 11 16.6 12 17.6 13 17.2 14 17 15 16.1 16 18.4 17 17.1 18 17.4 19 16.4 20 16.8 21 16 22 16.5 23 17.6 24 17.1 25 17 26 17.4 27 16.1
∆h 0.2 0.4 -0.3 -0.6 -1 -0.6 0.9 0.7 1.1 0.9 0.4 1.4 1 0.8 -0.1 2.2 0.9 1.2 0.2 0.6 -0.2 0.3 1.4 0.9 0.8 1.2 -0.1
No. 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54
h2 16.8 17 16.4 17.6 16.6 17.2 17.8 17.3 17.5 17 16.6 17.1 16.2 17.6 17.6 15.4 17.4 16.6 18.4 18.6 21.2 17.7 18 16.2 15 16.1 17.6
∆h 0.6 0.8 0.2 1.4 0.4 1 1.6 1.1 1.3 0.8 0.4 0.9 0 1.4 1.4 -0.8 1.2 0.4 2.2 2.4 5 1.5 1.8 0 -1.2 -0.1 1.4
75
Lampiran 23. Perhitungan standar deviasi metode diagonal pengulangan kedua h= 18.6 ∆h = h2-h sd = 1.11 No. h2 1 19.5 2 17 3 18.6 4 19.8 5 20.1 6 18.5 7 20.8 8 20.9 9 20.7 10 21 11 18.9 12 19 13 18.6 14 18.7 15 19.2 16 19 17 19.8 18 19.5 19 19.9 20 19.6 21 20 22 20.2 23 20.5 24 19.7 25 19.3 26 19.9 27 19.6
∆h 0.9 -1.6 0 1.2 1.5 -0.1 2.2 2.3 2.1 2.4 0.3 0.4 0 0.1 0.6 0.4 1.2 0.9 1.3 1 1.4 1.6 1.9 1.1 0.7 1.3 1
No. 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54
h2 19.6 19.8 20.8 20.3 18.7 20.8 20.6 19.7 19.4 19.3 18.9 19.5 19.8 19.6 19.7 19.3 19.7 19.8 20.1 20.5 20 19.6 19.9 20.4 20.8 20.9 17.3
∆h 1 1.2 2.2 1.7 0.1 2.2 2 1.1 0.8 0.7 0.3 0.9 1.2 1 1.1 0.7 1.1 1.2 1.5 1.9 1.4 1 1.3 1.8 2.2 2.3 -1.3
76
Lampiran 24. Perhitungan standar deviasi metode diagonal pengulangan ketiga h = 13.8 ∆h = h2-h sd = 0.36 No. h2 1 14.7 2 14.3 3 14.4 4 13.4 5 13.7 6 14.8 7 15.2 8 14.3 9 13.8 10 15.2 11 14.6 12 14.8 13 15.3 14 13.9 15 13.8 16 14.8 17 14.6 18 14.4 19 15.6 20 14.1 21 14.2 22 14.7 23 14.9 24 14.5 25 15.1 26 14.2 27 14.4
∆h 0.9 0.5 0.6 -0.4 -0.1 1 1.4 0.5 0 1.4 0.8 1 1.5 0.1 0 1 0.8 0.6 1.8 0.3 0.4 0.9 1.1 0.7 1.3 0.4 0.6
No. 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54
h2 13.6 14.9 14.5 14.3 14.9 14.3 14.4 14.4 13.5 13.9 14.1 14.2 14.2 14.7 14.8 14.2 13.9 14.4 14.2 14.7 14.4 14.9 14.3 14.4 14.8 14.6 15
∆h -0.2 1.1 0.7 0.5 1.1 0.5 0.6 0.6 -0.3 0.1 0.3 0.4 0.4 0.9 1 0.4 0.1 0.6 0.4 0.9 0.6 1.1 0.5 0.6 1 0.8 1.2
77
Lampiran 25. Perhitungan standar deviasi metode zig-zag pengulangan pertama h = 14.5 ∆h = h2 ‐ h sd = 0.38 No. h2 1 13.7 2 14.6 3 14.9 4 14.4 5 15.8 6 14.3 7 15.2 8 13.9 9 13.4 10 15.8 11 15.3 12 15.1 13 14.9 14 15.4 15 14.9 16 14.4 17 15 18 15.6 19 13.8 20 13.8 21 14.1 22 14.4 23 14.7 24 14 25 13.7 26 14.4 27 14.6
∆h ‐0.8 0.1 0.4 ‐0.1 1.3 ‐0.2 0.7 ‐0.6 ‐1.1 1.3 0.8 0.6 0.4 0.9 0.4 ‐0.1 0.5 1.1 ‐0.7 ‐0.7 ‐0.4 ‐0.1 0.2 ‐0.5 ‐0.8 ‐0.1 0.1
No. 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54
h2 14.6 14.5 14.9 15.2 15.5 15.8 15.5 15.5 15 15.1 15.5 15.7 15.4 15.2 15.6 15.8 16 15.7 15.1 15.5 15.9 14.1 14.3 14.3 14.6 14.4 14.2
∆h 0.1 0 0.4 0.7 1 1.3 1 1 0.5 0.6 1 1.2 0.9 0.7 1.1 1.3 1.5 1.2 0.6 1 1.4 ‐0.4 ‐0.2 ‐0.2 0.1 ‐0.1 ‐0.3
78
Lampiran 26. Perhitungan standar deviasi metode zig-zag pengulangan kedua h = 10.3 ∆h = h - h2 sd = 1.07 No. h2 1 11.8 2 11.4 3 11 4 10.9 5 11 6 10.7 7 11.1 8 11.7 9 11.9 10 11.4 11 12 12 12.6 13 12.3 14 11.8 15 11.5 16 13.1 17 12.2 18 11.9 19 11.5 20 11.4 21 11.8 22 11.3 23 10.9 24 10.3 25 10.4 26 10.2 27 9.9
∆h 1.5 1.1 0.7 0.6 0.7 0.4 0.8 1.4 1.6 1.1 1.7 2.3 2 1.5 1.2 2.8 1.9 1.6 1.2 1.1 1.5 1 0.6 0 0.1 -0.1 -0.4
No. 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54
h2 9.5 10.1 10.5 10.8 10.3 11 10.9 11.2 11.7 11.7 12.1 11 10.9 10.3 10.5 10.9 11.6 11.4 11.8 12.3 12.2 13.6 12.7 12.3 11.4 11 11.1
∆h -0.8 -0.2 0.2 0.5 0 0.7 0.6 0.9 1.4 1.4 1.8 0.7 0.6 0 0.2 0.6 1.3 1.1 1.5 2 1.9 3.3 2.4 2 1.1 0.7 0.8
79
Lampiran 27. Perhitungan standar deviasi metode zig-zag pengulangan ketiga h= 15 ∆h = h2 - h sd = 0.49 No. h2 1 15.4 2 16 3 15.7 4 15.3 5 15.2 6 15.8 7 15.6 8 15 9 15.4 10 15.2 11 15.1 12 15.4 13 16 14 15.7 15 15.4 16 14.9 17 15.2 18 15.9 19 15.4 20 15.5 21 16.1 22 15.4 23 15.6 24 16.3 25 14.8 26 15.4 27 16.3
∆h 0.4 1 0.7 0.3 0.2 0.8 0.6 0 0.4 0.2 0.1 0.4 1 0.7 0.4 -0.1 0.2 0.9 0.4 0.5 1.1 0.4 0.6 1.3 -0.2 0.4 1.3
No. 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54
h2 15.8 15.4 15.3 15 15.1 15.4 15.9 14.9 16.1 16.5 14.9 15.4 15.8 15.3 15.4 15.1 15.4 15.2 15.7 15.3 15 15.3 15.5 15.7 15.4 15.3 15.9
∆h 0.8 0.4 0.3 0 0.1 0.4 0.9 -0.1 1.1 1.5 -0.1 0.4 0.8 0.3 0.4 0.1 0.4 0.2 0.7 0.3 0 0.3 0.5 0.7 0.4 0.3 0.9
80
Lampiran 28. Pengukuran kecepatan maju rata-rata traktor New Holland RPM
2000
Perseneling
Low - 3
Jarak (m)
Waktu (detik)
Kecepatan (m/s)
30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
23.62 23.67 23.35 23.77 23.87 23.34 23.56 23.3 23.5 23.46
1.27 1.27 1.28 1.26 1.26 1.29 1.27 1.29 1.28 1.28
Kecepatan rata-rata
1.27
81