MODIFIKASI DAN UJI PERFORMANSI ALAT PENGUPAS KULIT BUAH METE GELONDONG (Anacardium accidentale L)
SKRIPSI
Oleh : MOHAMAD SALDIN WIBOWO F14061331
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
MODIFICATION AND PERFORMANCE EVALUATION OF CASHEW NUT PEELER (Anacardium accidentale l) Mohamad Saldin Wibowo Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia. Phone 62 856 95425960, e-mail:
[email protected]
ABSTRACT
Manual process of cashew nut shelling is labour intensive and low productivity less productive. Therefore, a mechanical cashew nut sheller was developed in this study based on the previous work of Dace Awaluddin (1995). The mechanism of power transmission was modified thus the operator may able to work in sitting position. The cashew nut sheller consists of a pair of knives, each shaped in the contour of half a nut. The knives come together by means of a foot operated lever. The left knive is connected to the left lever and the other knive is connected to the right lever. The left lever generate translational movement and make the left knive come forth and push the cashew nut. While the right lever produce rotational movement and make the right knive twist and cracking the shell. Due to the size variety of cashew nuts, the nut-shaped knives was designed based on three different size. The first type of knive was designed with dimension 33 mm to accommodate big size cashew nuts ranged from 28,50 – 32,15 mm. The second type with dimension 29 mm is for medium size nuts (24,80 – 28,45 mm), and the third with dimension 25 mm is for small size nuts (21,05 – 24,75mm). The rate capacity of the sheller was observed to be 0,334 kg/hour (0,368 kg/hour for big size nuts; 0,400 kg/hour medium size nuts; and 0,263 kg/hour small size nuts) at shelling efficiency 12,59%. The yields in terms of whole, cracked, sliced, and brokens were 76,67%; 17%; 3,33%; and 3% respectively.
Keywords: cashew nut, peeler, modification
iii
RINGKASAN Mohamad Saldin Wibowo. F14061331. Modifikasi dan Uji Performansi Alat Pengupas Kulit Buah Mete (Anacardium occidentale L). Dibimbing oleh Agus Sutejo. 2011
Penelitian ini dilakukan untuk merancang alat pengupas kulit buah mete gelondong yang ringan dan praktis. Penelitian ini dilakukan dengan mendesain ulang alat yang sebelumnya pernah dibuat oleh Dace Awaludin (1995). Mekanisme kerjanya dirancang sedemikian rupa sehingga operator dapat bekerja dalam posisi duduk. Kaki kiri menekan unit pengungkit kiri yang dihubungkan dengan pisau pembelah, sedangkan kaki kanan menekan tangkai pengungkit kanan yang dihubungkan pisau pengupas dengan gerakan puntiran. Sedangkan tangan kanan digunakan untuk meletakan buah mete yang akan dikupas pada unit pisau pengupas Ukuran buah mete gelondong cukup beragam. Oleh karena itu pada penelitian ini contoh buah mete gelondong dikelompokan menjadi tiga ukuran, yaitu besar, sedang, dan kecil. Mata pisau yang digunakan juga berbeda-beda yang dibagi menjadi tiga ukuran, yaitu yaitu mata pisau dengan panjang 33 mm untuk mengupas buah mete gelondong ukuran besar (28,50 – 32,15 mm), mata pisau dengan panjang 29 mm untuk mengupas buah mete gelondong ukuran sedang (24,80 – 28,45mm), mata pisau dengan panjang 25 mm untuk mengupas buah mete gelondong ukuran kecil (21,05 – 24,75 mm). Pada pengupasan buah mete gelondong, operator menghasilkan produktivitas pengupasan untuk buah mete ukuran besar 0,368 kg/jam, ukuran sedang 0,400 kg/jam, dan ukuran kecil 0,263 kg/jam, dengan rata-rata produktivitas pengupasan sebesar 0,342 kg/jam dengan efisiensi pengupupasan 12,59%. Rata-rata persentasi mutu hasil pengupasan adalah 76,67% biji utuh, 17% biji belah, 3,33% biji teriris, dan 3% biji pecah.
Kata kunci: Biji mete, alat pengupas, modifikasi
iv
MODIFIKASI DAN UJI PERFORMANSI ALAT PENGUPAS KULIT BUAH METE GELONDONG (Anacardium accidentale L)
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Mohamad Saldin Wibowo F14061331
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 v
Judul Skripsi
: Modifikasi Dan Uji Performansi Alat Pengupas Kulit Buah Mete
Nama NIM
Gelondong (Anacardium accidentale L) : Mohamad Saldin Wibowo : F14061331
Bogor, Juli 2011 Menyetujui Dosen Pembimbing Akademik
Ir. Agus Sutejo, M.Si. NIP. 19650808 199002 1 001
Mengetahui Ketua Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
Dr. Ir. Desrial, M.Eng NIP. 19661201 199103 1 004
Tanggal Lulus:
vi
© Hak cipta milik Mohamad Saldin Wibowo, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
vii
RIWAYAT HIDUP Mohamad saldin wibowo. Lahir di Jakarta, 11 Maret 1989 dari ayah Moch. Zainudin dan ibu Salkah, sebagai putra pertama dari dua bersaudara. Penulis menamatkan SMA pada tahun 2006 dari SMAN 1 Cikarang Utara, Bekasi dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Teknik Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan termasuk menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian sebagai biro SDM pada tahun 20082009. Penulis melaksanakan Praktik Lapangan pada tahun 2009 di Balai Besar Teknologi Pati Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (B2TP BPPT), Negara bumi Ilir, Lampung dengan judul “ Aspek Keteknikan Dalam Proses Produksi Bioethanol Di Balai Besar Teknologi Pati Badan Pengkajian Dan Penerapan Teknologi (B2TP BPPT), Negara Bumi Ilir, Lampung Tengah”. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis menyelesaikan Skripsi yang berjudul " Modifikasi Dan Uji Performansi Alat Pengupas Kulit Buah Mete Gelondong (Anacardium accidentale L)".
viii
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis dipanjatkan ke hadapan Allah SWT atas karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Modifikasi dan Uji Performansi Alat Pengupas Kulit Buah Mete Gelondong (Anacardium accidentale L) dilaksanakan di Bengkel Daud Teknik sejak bulan Desember 2010 sampai Maret 2011. Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Ir. Agus Sutejo, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu memberikan arahan dan dukungannya kepada penulis.
2.
Dr. Ir. Parlaungan A. Rangkuti, M.Si dan Dr. Ir. Lenny Saulia, M.Si selaku Dosen Penguji Skripsi atas saran dan masukannya dalam penyusunan laporan penelitian ini.
3.
Ayah Moch.Zainudin, Ibu Salkah, Adikku Zaikanur, dan Keluarga tercinta yang senantiasa mendoakan dan member dukungan kepada penulis.
4.
Maya Anggraini tercinta yang selalu mendoakan dan memberi dukungan kepada penulis.
5.
Mas Dani selaku teknisi di Bengkel Daud Teknik yang selalu membantu dalam pembuatan alat pengupas kulit buah mete ini.
6.
Teman-teman AE 43 yang selalu memberikan semangat dalam penyusunan skripsi ini.
7.
Motor Shogun 110 cc atas kesetiaan mengantar kemanapun demi kelancaran dalam pengerjaan penelitian ini.
8.
Laptop Compaq CQ41 yang selalu setia dalam penyusunan laporan skripsi ini.
Bogor, Juni 2011
Penulis
ix
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .............................................................................................................................. ix DAFTAR ISI .............................................................................................................................................. x DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................................ xi DAFTAR TABEL ................................................................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................................................... xiv I. PENDAHULUAN ................................................................................................................................ 1 A. Latar Belakang ................................................................................................................................ 1 B. Tujuan ............................................................................................................................................. 2 II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................................................... 3 A. Sejarah Jambu Mete ........................................................................................................................ 3 B. Pengolahan Buah Mete Gelondong ................................................................................................ 5 C. Pengupasan Kulit Buah Mete Gelondong ...................................................................................... 7 D. Ergonomika ................................................................................................................................... 13 III. METODO PENELITIAN................................................................................................................... 17 A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ................................................................................................... 17 B. Tahapan Penelitian........................................................................................................................ 17 C. Pengujian Kinerja ......................................................................................................................... 18 D. Alat dan Bahan.............................................................................................................................. 22 IV. ANALISIS PERANCANGAN .......................................................................................................... 23 A. Pendekatan Desain ........................................................................................................................ 23 B. Desain Fungsional......................................................................................................................... 23 C. Desain Struktural .......................................................................................................................... 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................................................... 29 A. Mekanisme Kerja Alat ................................................................................................................. 29 B. Produktivitas Pengupasan ............................................................................................................. 29 C. Pengukuran Beban Kerja .............................................................................................................. 31 D. Efisiensi Tenaga Mekanis............................................................................................................. 36 E. Analisis Ekonomi .......................................................................................................................... 36 VI. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................................................... 38 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................................. 39 LAMPIRAN ............................................................................................................................................. 40
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Buah mete dan bagian-bagiannya………………... ..…..........................................
3
Gambar 2. Jenis-jenis pembebanan pada penampang buah mete gelondong.............................. 5 Gambar 3. Pengupasan buah mete cara pukulan......................................................................... 8 Gambar 4. Posisi biji mete ketika akan dipukul……….…………….......................................... 9 Gambar 5. Bagian Penekan Alat Pengupas Mete Excentric Crusher……...………................... 9 Gambar 6. Kacip Belah……………..……………………………………………….................. 10 Gambar 7. Kacip utuh …....…………………………………………………………................ .10 Gambar 8. Kacip putar type “KKU sheller, Thailand”................................................................ 11 Gambar 9. Alat pengupas type welding clam..………………………………………................ 11 Gambar 10. Alat pengupas bermata pisau ‘U’ gerakan tunggal (single movement) …................. 11 Gambar 11. Alat pengupas operasi dari atas (Top operated cutter)……..……………................ 12 Gambar 12. Berbagai bentuk mata pisau ……..………………………..…………….................. 13 Gambar 13. Tahapan penelitian……………………………………….. …………….................. 17 Gambar 14. Rancangan percobaan ……………………………..……………………................. 19 Gambar 15. Prosedur Kalibrasi Step test.............. ……..……………...….….............................. 20 Gambar 16. Prosedur Pengambilan Data ……………...….…........................... ……................. 20 Gambar 17. Unit kerangka penunjang.……………...….…......................................................... 24 Gambar 18. Tangkai pengungkit kiri …………………………………….………….................. 24 Gambar 19. Tangkai pengungkit kanan ………………...….…... ……………………............... 25 Gambar 20. Pegas Tekan .….…................................................................................................... 25 Gambar 21. Pegas tarik …………………………………..………………………….................. 26 Gambar 22. Roda bearing ……………………………………………………………................ 26 Gambar 23. Unit pisau pengupas ………………………………….….……………………….. 26 Gambar 24. Meja kerja...................... ………………………………… ……............................. 28 Gambar 25. Biji mete sebelum dikupas ……………………………………............................. 29 Gambar 26. Cangkang setelah dikupas ………………………… …… ……............................. 30 Gambar 27. Biji mete setelah dikupas …………………………. …… ……............................. 30 Gambar 28. Pemasangan HRM pada operator…......................................................................... 32 Gambar 29. Grafik hubungan antara HR terhadap waktu pada saat KST….............................
32
Gambar 30. Grafik korelasi IRHR dan WECST pada KST …….…. ..……............................... 33 Gambar 31. Pekerjaan pengupasan biji mete..…………………....……...................................
34
Gambar 32. Grafik hubungan antara HR terhadap waktu pada saat pengupasan biji mete ulangan 1 ……......................................................................................................... 34 Gambar 33. Grafik hubungan antara HR terhadap waktu pada saat pengupasan biji mete ulangan 2 ………………………………………………………………………….. 35
xi
Gambar 34. Grafik hubungan antara HR terhadap waktu pada saat pengupasan biji mete ulangan 3 …….....................................................................................................
35
Gambar 35. Gaya pada pegas tekan ……………………………... …...……............................. 44
xii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Komposisi kimia kacang mete …………………………………….…................ 4 Tabel 2. Hasil pengukuran dan penimbangan bobot dari buah mete gelondong……….... 4 Tabel 3. Persentase komponen buah mete…………………………….............................. 4 Tabel 4. Hubungan gaya tekan yang dibebankan (kgf) terhadap mete gelondong dengan perubahan ukuran yang terjadi……………......…….........……………. 5 Tabel 5. Hubungan gaya tekan, kedalaman pisau yang tertancap pada kulit buah mete dengan kecepatan penekan ……........…………………………….... 5 Tabel 6. Hubungan besarnya Torsi dengan sudut puntir untuk melepaskan kacang mete dari kulitnya……......................................................................................... 5 Tabel 7. Standar gelondong mete Indonesia ……………………………………...……... 6 Tabel 8. Standar mutu kacang mete Indonesia……………………………………......... 7 Tabel 9. Karakteristik Alat Pengupas Cara Tekan …………………………………….... 8 Tabel 10. Karakteristik alat pengupas kulit buah mete dengan cara mengiris atau menggergaji ……............................................................................................... 12 Tabel 11. Alat-alat pengupas mete gelondong dengan cara sentrifugal …....………......... 13 Tabel 12. Kategori pekerjaan berdasarkan IRHR ………….....……………………......... 15 Tabel 13. Konversi BME Ekuivalen VO2 Berdasarkan Luas Permukaan Tubuh..…......... 16 Tabel 14. Bahan-bahan untuk komponen mesin ………………………………….........
22
Tabel 15. Produktivitas pengupasan biji mete ……………………………………......... 30 Tabel 16. Persentase mutu biji mete hasil pengupasan...................................................... 30 Tabel 17. Karakteristik antropometri dan nilai BME subjek ………………………......... 31 Tabel 18. Nilai HR rata-rata step test ………………………………………………......... 32 Tabel 19. Tabel nilai IRHR masing-masing step test ………………………………......... 33 Tabel 20. Nilai IRHR dan WEC pada frekuensi step test yang berbeda …………......... 33 Tabel 21. Nilai HR rata-rata dan IRHR pengupasan biji mete …………………...........
36
Tabel 22. Nilai IRHR, WEC, TEC dan TEC’ pengupasan biji mete ……………........... 36 Tabel 23. Nilai Data ukuran panjang buah mete …………………………………........... 41
xiii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Pengukuran panjang 150 contoh buah mete gelondong ...……................................
41
Lampiran 2. Analisis kebutuhan tenaga mekanis tubuh …………...….....……............................
44
Lampiran 3. Analisis diameter poros …………………………..……….. …………...................
49
Lampiran 4. Analisis ekonomi alat pengupas kulit buah mete ………………………..................
50
Lampiran 5. Gambar teknik ………………………………………………………….................
52
xiv
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jambu mete merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut Portugis ke India 425 tahun yang lalu, kemudian menyebar ke daerah tropis dan subtropis lainnya seperti Bahana, Senegal, Kenya, Madagaskar, Mozambik, Srilangka, Thailand, Malaysia, Filipina, dan Indonesia. Di antara sekian banyak negara produsen, Brasil, Kenya, dan India merupakan negara pemasok utama jambu mete dunia. Jambu mete tersebar di seluruh Nusantara dengan nama berbeda-beda, di Sumatera Barat: jambu erang/jambu monyet, di Lampung dijuluki gayu, di daerah Jawa Barat dijuluki jambu mede, di Jawa Tengah dan Jawa Timur diberi nama jambu monyet, di Bali jambu jipang atau jambu dwipa, dan di Sulawesi Utara disebut buah yaki. Jambu mete mempunyai puluhan varietas, di antaranya ada yang berkulit putih, merah, merah muda, kuning, hijau kekuningan dan hijau. Tanaman jambu mete merupakan komoditi ekspor yang banyak manfaatnya, mulai dari akar, batang, daun, dan buahnya. Selain itu juga biji mete (kacang mete) dapat digoreng untuk makanan bergizi tinggi. Buah mete dapat diolah menjadi beberapa bentuk olahan seperti sari buah mete, anggur mete, manisan kering, selai mete, buah kalengan, dan jem jambu mete. Kulit kayu jambu mete mengandung cairan berwarna coklat. Apabila terkena udara, cairan tersebut berubah menjadi hitam. Cairan ini dapat digunakan untuk bahan tinta, bahan pencelup, atau bahan pewarna. Selain itu, kulit batang pohon jambu mete juga berkhasiat sebagai obat kumur atau obat sariawan. Batang pohon mete menghasilkan gum atau blendok untuk bahan perekat buku. Selain daya rekatnya baik, gum juga berfungsi sebagai anti gengat yang sering menggerogoti buku. Akar jambu mete berkhasiat sebagai pencuci perut. Daun Jambu mete yang masih muda dimanfaatkan sebagai lalap, terutama di daerah Jawa Barat. Daun yang tua dapat digunakan untuk obat luka bakar. Tanaman jambu mete banyak tumbuh di Jawa Tengah (Jepara, Wonogiri), Jawa Timur (Bangkalan, Sampang, Sumenep, Pasuruan, dan Ponorogo), dan di Yogyakarta (Gunung Kidul, Bantul, dan Sleman). Di luar Pulau Jawa, Jambu mete banyak ditanam di Bali (Karangasem), Sulawesi Selatan (Kepulauan Pangkajene, Sidenreng, Soppeng, Wajo, Maros, Sinjai, Bone, dan Barru), Sulawesi Tenggara (Muna). dan NTB (Sumbawa Besar, Dompu, dan Bima). Biji mete merupakan bagian dari jambu mete yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Ekspor biji mete yang terus meningkat dari tahun ke tahun menunjukan adanya peluang untuk menunjang kegiatan agroindustri jambu mete dipedesaan, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan para petani. Dalam hal ini dituntut peningkatan produktivitas dan kualitas, baik melalui intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi maupun pengolahan pasca panennya. Pangsa pasar dunia mencatat ± 88000 ton per tahun, peranan Indonesia didalamnya rata-rata baru 8%, dan meningkat menjadi 16,5% pada tahun 1991. Sebagian besar produk mete Indonesia terserap oleh konsumen dalam negeri. Harga mete di dalam negeri maupun luar negeri relatif tinggi dan stabil (Lubis, 1994). Kualitas dari biji mete menentukan harga dari biji mete itu sendiri. Harga biji mete bervariasi tergantung pada besar kecilnya biji mete dan keadaannya, yaitu pecah atau utuh.
xv
Perbedaan harga biji mete pecah dengan yang utuh berkisar antara 30 – 50%. Sehubungan dengan hal itu perlu dikembangkan alat pengupas kulit biji mete gelondong yang dapat menghasilkan biji mete utuh (Ditjenbun, 1989). Petani-petani jambu mete pada umumnya menggunakan kacip ceklok untuk mengupas kulit buah mete gelondong. Hasil yang diperoleh adalah 70% biji mete utuh jika alat ini digunakan oleh orang yang sudah terbiasa dalam mengupas kulit biji mete (Ditjenbun, 1989). Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk merancang alat pengupas kulit buah mete gelondong yang dapat menghasilkan biji mete utuh ≥75% dengan keterampilan biasa dan dengan tingkat pekerjaan yang ringan, praktis, dan nyaman. Alat ini dirancang untuk pemakaian ditingkat petani atau industry kecil. Oleh karena itu alat ini dibuat dengan menerapkan teknologi yang dapat dijangkau oleh petani. Selain itu biaya pembuatannya relative murah serta menggunakan komponen yang banyak tersedia di pasaran dan dapat dibuat sendiri di bengkel pedesaan dengan modifikasi seperlunya.
B. Tujuan 1.
2.
Tujuan dari penelitian ini adalah: Memodifikasi alat pengupas kulit buah mete yang dibuat oleh Dace Awaludin (1995) , untuk mendapatkan hasil pengupasan buah mete yang lebih baik dengan menggunakan tingkat keahlian yang rendah dengan cara menggubah mekanisme tenaga pengoperasian alat dengan menggunakan tenaga kaki. Menguji performasi alat dan mengetahui kebutuhan energi dalam mengoperasikan alat.
xvi
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sejarah Jambu Mete Jambu mete (anacardium accidentale L) termasuk dalam genus Anacardium , anggota dari family Anacardiaceae, yang terdiri atas 60 genus dan 400 spesies pohon dan perdu yang kulit kayunya bergetah dan tumbuh meluas didaerah tropika, baik belahan bumi barat maupun timur (Ohler, 1978 dalam Awaludin, 1995). Tanaman jambu mete adalah jenis tanaman tahunan. Pada kondisi yang baik, tanaman berbatang tegak dan dapat mencapai ketinggian 15 m. Bentuk mahkota tanaman (canopy) simetrik menyerupai payung. Pada kondisi yang kurang baik, tanaman tumbuh pendek dengan batang bengkok (Ohler, 1978 dalam Awaludin, 1995). Daun tanaman berbentuk bulat memanjang dengan permukaan licin. Warna daun bervariasi antara coklat kemerahan hingga hijau tua. Setiap daun mempunyai ukuran panjang 10 – 12 cm, lebar 5 – 10 cm dan panjang tangkai daun 0,5 – 1,0 cm. Daun hanya tumbuh pada daun ranting, bertebaran dan tunggal (Saragih, P.Y dan Haryadi, Y. ,1994). Buah jambu mete (anacardium accidentale L) terdiri atas dua bagian yaitu buah semu dan buah sejati. Buah semu disebut juga dengan nama Cashew Aplle. Bagian ini merupakan tangkai bunga yang membesar seolah-olah menjadi daging buah yang sebenarnya (Ohler, 1978 dalam Awaludin, 1995). Buah sejati adalah buah mete gelondong yang disebut dengan nama Cashew Nut berbentuk seperti ginjal, berkulit keras, di dalam kulit mengandung minyak dan dibagian paling dalam terdapat biji meteh berbelah dua atau Cashew Kernel. Bentuk buah mete dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Buah mete dan bagian-bagiannya (Vaughan, 1970 dalam Awaludin, 1995) Kulit keras buah mete gelondong (Pericarp) terdiri atas tiga lapisan yaitu: lapisan epicarp, lapisan mesocarp,dan lapisan endocarp. Epicarp merupakan lapisan terluar dari kulit buah mete gelondong, mempunyai sifat keras dan liat. Mesocarp adalah lapisan tengah dan merupakan lapisan yang paling tebal dari ketiga lapisan kulit. Dalam lapisan ini terdapat saluran-saluran yang mengandung cairan CNSL (Cashew Nut Shell Liquid) yang bersifat lekat kental. Cairan ini terasa panas bila terkena kulit, bersifat racun, menimbulkan iritasi pada kulit, dan tidak dapat dimakan. Endocarp merupakan lapisan dalam yang bersifat keras (Ohler, 1979 dalam Awaludin, 1995). Menurut Haryadi dan Saragih (1994) persentase dari bagian-bagian buah mete gelondong adalah sebagai berikut: - kulit buah mete gelondong : 45 - 50 % - CNSL : 18 – 23 % - Kulit ari : 2 – 5 % - Biji mete : 20 – 35 % Menurut Ohler (1979), kulit keras buah mete gelondong mengandung air sebesar 13,17%, abu 6,74%, celusose 17,35%, protein 4,06%, gula 20,85%, dan CNSL 35,10%. Biji mete terdiri atas dua keping biji (kotiledon). Keping biji mete itu berwarna putih, berbentuk menyerupai ginjal dan tertutup oleh lapisan tipis sebagai kulit ari (testa) yang
xvii
berwarna coklat kemerahan. Kulit ini berguna untuk melindungi biji mete dari kontaminasi CNSL (Woodroof, 1978 dan Ohler, 1989 dalam Awaludin, 1995). Kulit ari terdiri dari air 8%, protein 7.6%, lemak 12,3%, karbohidrat 59,2%, serat 11%, dan abu 1,9% (Ditjenbun, 1989 dalam Awaludin, 1995). Sebagian besar buah mete gelondong mengandung lemak yaitu 56% pada buah mete segar berkalori tinggi, seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi kimia kacang mete (Ohler, 1979 dalam Awaludin, 1995) Komponen A B Lemak (%) 47 44 Protein (%) 21 21 Karbohidrat (%) 22 29 Keterangan: A = Penelitian yang dilakukan Adriano (1926), Weath (1948), Parpia dan Subrahmanyan (1966) B = Penelitian yang dilakukan oleh Mente Fredin (1962) dan Finzi (1966) Buah mete gelondong mempunyai variasi dalam bentuk, ukuran, dan bobotnya. Pada Tabel 2 dapat dilihat ukuran dan bobot dari beberapa klasifikasi buah mete gelondong, sedangkan persentase komponen dari buah mete gelondong antara biji mete, kulit keras, dan kulit arinya. Berdasarkan klasifikasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 2. Hasil pengukuran dan penimbangan bobot dari buah mete gelondong (Ohler, 1979 dalam Awaludin, 1995) Kriteria Panjang (mm) Lebar (mm) Ketebalan (mm) Bobot mete gelondong (gr) Bobot kernel (gr) Bobot kulit mete gelondong (gr) Bobot kulit ari (gr)
A 53,00 32,00 17,00 15,00 2,98 12,41
B 40,00 33,00 23,00 15,00 3,20 12,10
0,21
0,20
Klasifikasi buah mete C D 34,00 29,00 22,00 20,00 14,00 17,00 7,00 5,30 2,21 1,61 4,92 3,50 0,27
0,19
E 27,00 19,00 11,00 3,80 1,20 2,50
F 19,00 14,00 8,00 1,23 0,30 0,90
0,10
0,03
Tabel 3. Persentase komponen buah mete (Ohler, 1979 dalam Awaludin, 1995) Buah mete gelondong A B C D E F
Biji mete 19,10 20,60 29,90 30,40 31,60 24,40
Kulit buah 79,60 78,10 66,50 66,00 65,80 73,20
Kulit ari 1,30 1,30 3,60 3,60 2,60 2,40
Jenis buah mete gelondong dari tiap Negara berbeda ukuran dan bobotnya. Di India dan Brazil ukuran panjang rata-rata antara 2,5 – 4,0 cm dan lebar antara 2,0 – 3,0 cm. Ukuran buah mete gelondong terbesar mempunyai panjang 5,3 cm, berat 15 gr, dan yang terkecil mempunyai ukuran panjang 18 mm dan berat 1 gram (Ohler, 1979 dalam Awaludin, 1995). Pada Tabel 4, 5, dan 6 ditunjukan sifat-sifat fisik yang meliputi kekuatan dan perubahan ukuran bentuk mete gelondong akibat pada alat pengupas kulit buah mete type KKU-Sheller, dan jenis-jenis pembebanan pada penampang buah mete gelondong (Gambar 2) .
xviii
Tabel 4. Hubungan gaya tekan yang dibebankan (kgf) terhadap mete gelondong dengan perubahan ukuran yang terjadi (Thivavarnvongs et. Al.,1995 dalam Awaludin 1995) Jenis pembebanan Gaya rata-rata maksimal Pengurangan bentuk yang diberikan (kgf) ukuran (mm) 1. Penekanan pada 48,40 4,70 ukuran ketebalan 2. Penekanan pada 64,70 11,30 bagian panjang 3. Penekanan pada 49,20 7,80 bagian lebar
Gambar 2. Jenis-jenis pembebanan pada penampang buah mete gelondong
Tabel 5. Hubungan gaya tekan, kedalaman pisau yang tertancap pada kulit buah mete dengan kecepatan penekan (Thivavarnvongs et. Al.,1995 dalam Awaludin 1995) Kecepatan penekanan Gaya tekan rata-rata Kedalaman pisau (m/det) (kgf) (mm) 1.67 23,70 4,84 2.50 24,00 4,84 3.33 24,00 4,90 Tabel 6. Hubungan besarnya Torsi dengan sudut puntir untuk melepaskan kacang mete dari kulitnya (Thivavarnvongs et. Al.,1995 dalam Awaludin 1995) Besat sudut tangkai penekan (o) 15 20 45
Torsi maksimum rata-rata (kgf.cm) 28,00 29,20 28,30
B. Pengolahan Buah Mete Gelondong Salah satu hambatan dalam pengolahan biji mete adalah cara mengupas untuk memperoleh bijinya secara utuh. Hal ini mengingat adanya bentuk, sifat-sifat kulit serta adanya CNSL tadi yang bersifat racun. Adapun diagram alur pengolahan mete gelondong dapat dilihat pada Lampiran 1. Sedangkan menurut Haryadi dan Saragih (1994), Tahapan pengolahannya pada dasarnya adalah:
1. Pemisahan gelondong dengan buah semu Pemisahan ini bertujuan untuk menghindari penurunan mutu kacang mete akibat pembusukan dari buah semunya, karena buah semu yang rusak akan berpengaruh pada mutu biji mete gelondong.
xix
2. Pencucian Pencucian berfungsi untuk membersihkan buah mete gelondong dari bahan-bahan asing seperti: pasir, tanah, serpihan kulit, dan tangkai buah semu. Pencucian juga berfungsi memperpanjang masa simpan karena terhindar dari hama gudang yang menempel pada mete gelondong tersebut.
3. Sortasi dan pengelasan mutu Sortasi dan pengelasan bertujuan untuk memisahkan mete gelondong yang baik dari mete gelondong yang rusak, juga bertujuan untuk mengelompokan berdasarkan persyaratan seperti: ukuran (panjang, lebar, dan tebal), bentuk, warna, dan karakteristik lain yang telah didefinisikan. Pada Tabel 7 menjelaskan tentang standar mutu gelondong mete. Tabel 7. Standar gelondong mete Indonesia (Saragih, P.Y dan Haryadi, Y. ,1994) Aspek Kriteria 1. Syarat Mutu a. Bebas dari hama/penyakit yang akan mengganggu kesehatan konsumen maupun yang dapat merusak bahan olahan mete gelondong selama dalam pengangkutan dan penyimpanan. b. Bebas dari bau busuk, bau asam, bau kapang, dan bau asing akibat pengeringan yang kurang sempurna atau penyimpanan yang kurang baik. c. Tidak tercemar CNSL dan tercemar bahan kimia lain seperti sisa-sisa pupuk, insektisida, atau fungisida d. Kadar air maksimum 8% (bobot/bobot) e. Jumlah gelondong yang punya kemasakan cukup (berat jenis sama atau lebih dari satu) minimum 75% 2.
Kelas mutu
Kematangan
Jumlah butir
f. Amat baik (M1)
Kadar gelondong yang berat jenisnya sama atau lebih dari satu, minimum 90%
g. Baik (M2)
Kadar gelondong yang berat jenisnya sama atau lebih besar dari satu, minimum 75%
Per 1 kg sama atau kurang dari 175 butir Per 1 kg antara 176 – 225 butir
4. Pengeringan Pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air gelondong mete dengan cara menguapkan air melalui energy panas. Batas toleransi kadar air gelondong sebesar 8%. Pada tingkat kadar air ini enzim dan mikroba yang dapat merusak gelondong mete tidak aktif lagi.
5.
Penyimpanan
Gudang penyimpanan harus bersih dan ada lubang pertukaran udara, dilakukan fungisasi sebelum digunakan untuk menyimpan gelondong mete.
6.
Pengupasan kulit buah mete gelondong
Pada prinsipnya pengupasan kulit mete dibagi atas tiga cara yaitu: cara tekanan, cara pengirisan atau penggergajian, dan cara sentrifugal. Perihal cara pengupasan kulit mete akan dibahas pada Bab II.C.
7.
Pelepasan kulit ari
Sebelum dilakukan pelepasan kulit ari terlebih dahulu dikeringkan untuk menurunkan kadar air sehingga memudahkan dalam pelepasan kulit ari kacang mete.
xx
Batas toleransi kadar air adalah 7%. Untuk mendapatkan kadar air tersebut kacang mete perlu dijemur selama 2-3 hari.
8.
Sortasi mutu kacang mete
Mutu kacang mete dinilai dari bentuk, ukuran biji, bobot biji, dan warna. Selain itu faktor rasa, bau, dan tekstur juga mempengaruhi mutu kacang mete. Standar kualitas kacang mete Indonesia baik yang diolah melalui penggorengan atau tidak, dibedakan menjadi 4 golongan. Pada Tabel 8 dijelaskan tentang standar mutu kacang mete Indonesia. Tabel 8. Standar mutu kacang mete Indonesia (Saragih, P.Y dan Haryadi, Y. ,1994) Syarat mutu Kelas mutu kacang mete I II III IV Kulit ari Biji terkena CNSL Serangga Biji berulat Biji busuk Biji bercendawan Benda-benda asing Warna Keputih-putihan Bobot maksimal (gr/biji) 5 5 10 Kadar air maksimal (%) 15 15 15 Keterangan: a. = Tidak ada dengan uji organoleptik I = Golongan I (Biji-biji mete yang terdiri dari minimal 95% biji mete utuh). II = Golongan II (Biji-biji mete yang terdiri dari minimal 95% biji mete terbelah dua dalam keadaan utuh). III = Golongan III (Biji-biji mete yang terdiri dari minimal 95% biji mete pecah yang tidak lolos melalui lubang 6 mesh (3.36 mm). IV = Golongan IV (Biji-biji mete yang tidak termasuk biji-biji utuh, belah, dan pecah). Bobot maksimal (gr/biji) = Kacang-kacang mete golongan yang rendah % (berat) maksimal.
9.
Pengemasan
Pengemasan merupakan kegiatan pasca panen yang besar peranannya dalam mempertahankan mutu produk setelah dilakukan proses. Kacang mete yang di export biasanya dalam bentuk mentah yang kadar airnya antara 4 – 6 %. Produk ini biasanya dikemas dalam kaleng hampa udara dan diisi dengan karbondioksida.
C. Pengupasan Kulit Buah Mete Gelondong Masalah utama yang dihadapi pada alat pengupas buah mete gelondong adalah hasil yang diperoleh pada pengupasan tersebut. Hasil yang diperoleh pada umumnya kurang utuh. Masalah ini timbul karena kulit buah mete gelondong sangat keras dan beragam bentuknya serta peralatan yang masih sederhana. Disamping itu juga disebabkan oleh CNSL yang terkandung didalam kulit yang bersifat toksik, irritant dan korosif. Faktor-faktor ini sangat berpengaruh dalam pengolahan selanjutnya yang akan menentukan mutu biji mete yang dihasilkan (Ohler, 1965 dalam Awaludin 1995). Selain yang disebutkan diatas, untuk menciptakan atau merancang alat pengupas buah mete harus dilakukan survai lapangan, yang menyangkut kebutuhan pengguna alat tersebut antara lain petani (kelompok tani) dan industri pengolahan. Umumnya para pengupas kulit mete gelondong masih menggunakan cara tradisional seperti pemukulan, kacip belah, dan kacip ceklok (utuh). Sehingga kacang mete yang dihasilkan bermutu rendah karena banyak yang remuk dan tidak putih (Santoso, 1994 dalam Awaludin 1995).
xxi
Menghadapi kenyataan tersebut perlu diciptakan alat pengupas kulit mete yang dinilai tepat guna bagi para petani mete, mudah dibuat sendiri, biaya murah, dan bahan-bahannya bersal dari sekitar kita (Santoso, 1994 dalam Awaludin 1995). Pada prinsipnya alat pengupas kulit buah mete dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok yaitu: (1) Cara tekanan, (2) Cara mengiris atau menggergaji, dan (3) Cara sentrifugal.
1. Cara Tekanan Pada prinsipnya cara pengupasan ini adalah buah mete gelondong mengalami gaya tekan secara manual (pemukulan) atau mekanis (gesekan silinder). Macam-macam alat pengupas kulit buah mete cara tekan dapat dilihat pada gambar 3 dan gambar 4. Data karakteristiknya dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik Alat Pengupas Cara Tekan (Muljohardjo,1990 dalam Awaludin,1995) No 1
Nama alat Kapasitas alat pengupas Cara pemukulan 9-12 kg/hari
Rendemen asil utuh 80%
2
Roller cracker
2400 kg/hari
30%
Biasa
3
Gratory cracker
1000 kg/jam
-
Biasa
4
Eccentrik crusher
-
40%
Tingkat Keahlian Tinggi
-
Keterangan Banyak mete utuh yang tercampur CNSL Mekanis menggunakan 2 silinder penekan Mekanis menggunakan rotor vertical yang berputar pada sumbunya dan penggesek yang berbentuk kerucut Mekanis menggunakan dua buah piringan dan roda essentrik.
Pada cara pemukulan, buah mete dipukul satu persatu dengan pemukul, sehingga cara ini memerlukan kecakapan dan keterampilan yang tinggi. Pengupasan buah mete dengan cara pukulan dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Pengupasan buah mete cara pukulan Pada Gambar 4 dapat dilihat arah dan bagian dari buah mete gelondong ketika akan dipukul yang ditunjukan oleh anak panah. Seorang pekerja berpengalaman dapat mengupas 600 buah mete per jam dengan biji-biji mete yang pecah kurang dari 5% (Ditjenbun, 1989 dalam Awaludin 1995). Tapi dengan pekerja biasa hanya mencapai kurang dari 70% biji utuh. Kelemahan lain dari cara ini antara lain biji mete banyak terkontaminasi oleh CNSL dan kotoran.
xxii
Gambar 4. Posisi biji mete ketika akan dipukul
2. Cara Mengiris atau Menggergaji Pada prinsipnya cara pengupasan ini bahwa buah mete gelondong baik tanpa penggorengan maupun dengan penggorengan dikupas dengan cara mengiris atau menggergaji bagian kulit buah sedemikian rupa sehingga kulit buah mete terbelah menjadi dua bagian (Muljohardjo, 1990 dalam Awaludin 1995 ). Pada Gambar 5 merupakan bagian penekan alat pengupas mete Exentric Crusher.
Gambar 5. Bagian Penekan Alat Pengupas Mete Excentric Crusher Berdasarkan cara mengiris atau menggergaji maka dapat dibedakan atas mengiris dengan : Kacip Belah (Gambar 6), Kacip Utuh (Gambar 7), Kacip Putar (Gambar 8), Welding Clam (Gambar 9), Bermata Pisau ‘U’ (Gambar 10), Top Operate Cutter (Gambar 11), dan lainlain (Muljohardjo, 1990 dalam Awaludin 1995). Pada kacip belah, pengupasan dilakukan dengan meletakan buah mete gelondong diatas landasan pada balok yang agak cekung. Bagian perut dibagian atas dan punggung di bagian bawah, seperti pada Gambar 6.
xxiii
Gambar 6. Kacip belah Dengan kacip belah ini, buah mete gelondong akan teriris menjadi dua belahan, kemudian biji mete dikeluarkan dari kulitnya dengan pisau atau paku pipih. Kualitas yang diperoleh rendah berupa split dan terkontaminasi oleh CNSL. Agar diperoleh biji mete yang utuh, dibuat modifikasi dari kacip belah dengan merubah bentuk mata pisaunya, yang disebut dengan kacip utuh seperti terlihat dari Gambar 7.
Gambar 7. Kacip utuh Mata pisau pada kacip utuh ini dibuat agar cocok dengan bentuk alami buah mete gelondong sehingga mata pisau hanya membelah kulit sedalam beberapa millimeter setebal kulit yang dibelah. Setelah kulitnya terbelah, biji mete dikeluarkan dengan menggunakan pisau atau paku pipih.
xxiv
Gambar 8. Kacip putar type “KKU sheller, Thailand”. Dengan kacip utuh ini diperolah 8 kg biji mete per orang per hari (satu hari 8 jam kerja) dengan kapasitas 70% biji utuh dan 30% pecahan yang terdiri dari belahan, pecahan, menir dan debu (Ditjenbun, 1989).
Gambar 9. Alat pengupas type welding clam
Gambar 10. Alat pengupas bermata pisau ‘U’ gerakan tunggal (single movement)
xxv
Gambar 11. Alat pengupas operasi dari atas (Top operated cutter) Karakteristik berbagai alat pengupas buah mete dengan cara mengiris atau menggergaji dapat dilihat pada Tabel 10. Sedangkan macam-macam bentuk mata pisau dapat dilhat pada Gambar 12. Tabel 10. Karakteristik alat pengupas kulit buah mete dengan cara mengiris atau menggergaji (Hall,1965 dalam dalam Awaludin 1995) No
Nama alat pengupas
1
Kacip belah
2
Kacip utuh
1 kg/jam
70%
Tinggi
3
Kacip datar
-
50%
Tinggi
4
Cara gergaji
6 kg/jam
5 6 7 8
Cara machado Cara cardoso Cara sima Cara oltemare
9
Cara tropical product institute Pengiris transversal 1. Pisau “U” 2. Pisau “U” gerakan tunggal 1. Type Welding Clamp 2. Type mata pisau cekung 3. Type top operated cutter 4. Type bottom operated cutter
a
b
Kapasitas alat -
22 kg/hari 50 kg/jam 70 kg/jam 3000-10000 kg/tahun
Rendemen hasil utuh 35%
Rendah 74% 53% 80%
Tingkat keahlian Tinggi
Sedang -
Keterangan Hasil berupa split Paling banyak dipakai didesa Tidak dipakai lagi Sistem mekanis Sistem mekanis
-
-
Sedang Sedang
Sistem manual Sistem manual
-
-
Sedang
Sistem manual
-
-
Sedang
Sistem manual
-
-
Sedang
Sistem manual
8 kg/hari
-
Sedang
Sistem manual
xxvi
Gambar 12. Berbagai bentuk mata pisau
3. Cara sentrifugal Prinsip kerja cara pengupasan sentrifugal (Tabel 11) adalah bahwa mete gelondong mendapat tekanan berupa tenaga hempasan yang bersal dari gaya sentrifugal yang diberikan dengan kecepatan tinggi sedemikian rupa sehingga bilamana mete gelondong tersebut mengenai dinding atau pisau, maka mete gelondong akan menjadi pecah, dengan demikian dapat dibebaskan antara biji mete dengan kulit mete gelondong (Muljohardjo, 1990 dalam Awaludin 1995).
No 1 2 3 4
Tabel 11. Alat-alat pengupas mete gelondong dengan cara sentrifugal (Hall,1965 dalam Awaludin 1995) Nama alat Kapasitas alat Rendemen Keterangan pengupas hasil utuh Sistem sicot 1070 – 1200 kg/jam 67% Putaran 1200-1800 rpm, kecepatan lempar 250 km/kam Sistem jur 200 – 600 kg/jam 90% Komponen satu piringan berputar dinding mantel Sistem barbieri Prinsip kerja hanya ada proses pengirisan Sistem TPI 300 – 600 kg/jam 70% Putaran lemparan 800-900 (Tropical Product rpm, dilakukan sortasi Institut) terlebih dahulu sebelum dilakukan perlakuan: direndam, dilembabkan, penggorengan, pembersihan Salah satu alat pengupas buah mete gelondong mekanis adalah dengan metode sentrifugal Produk TPI (Tropical Product Institut). Pada alat ini buah mete ditempatkan dalam posisi yang berputar dengan kecepatan 1200-1800 rpm dan dilemparkan dengan kecepatan 250 km/jam ke arah pisau-pisau yang dipasang vertical. Kapasitas mesin ini adalah 1070-1200 kg atau 7 – 9,5 ton/hari sesuai menurut ukuran buah mete gelondong dengan hasil biji utuh sebesar 67% (Ditjenbun, 1989).
D. Ergonomika Kata ”Ergonomika” berasal dari bahasa yunani. Berdasarkan asal katanya Ergonomika tersusun atas Ergos yang berarti kerja dan Nomos yang berarti aturan atau hukum. Pada mulanya ilmu ini hanya terbatas pada studi waktu dan gerak, namun kemudian di Amerika berkembang dan terkenal dengan nama Ergonomies, di Belanda Ergonamie, di Jepang Labor Science dan di Indonesia dikenal dengan nama Ergonomika (Morgan, 1989 dalam Pramana 2009).
xxvii
Ergonomi sebagai suatu disiplin ilmu yang berkaitan dengan interaksi antara manusia terhadap sistem dan lingkungan kerjanya, dapat mengambil peran yang sangat penting dalam kaitannya dengan pemilihan, diseminasi dan implementasi teknologi (Syuaib, 2006). Aplikasi dari ergonomi digunakan untuk menambah tingkat keselamatan dan kenyamanan manusia dalam pemakaian alat dan mesin yang digunakan. Perubahan-perubahan yang terjadi pada alat dan mesin yang digunakan manusia akan berpengaruh terhadap pemakaian energi, resiko kecelakaan, dan efek terhadap kesehatan (Mc.Cornick, 1987 dalam Pritikasiwi, 2007). Tujuan ergonomi adalah untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja pada suatu institusi atau organisasi. Hal ini dapat tercapai apabila terjadi kesesuaian antara pekerja dengan pekerjaannya. Banyak yang menyimpulkan bahwa tenaga kerja harus dimotivasi dan kebutuhannya terpenuhi. Dengan demikian akan menurunkan jumlah karyawan yang tidak masuk kerja. Pendekatan ergonomi mencoba untuk mencapai kebaikan bagi pekerja dan pimpinan institusi. Hal ini dapat tercapai dengan cara memperhatikan empat tujuan utama ergonomi, yaitu: (1) memaksimalkan efisiensi karyawan (2) memperbaiki kesehatan dan keselamatan kerja (3) menganjurkan agar bekerja aman, nyaman, dan bersemangat, dan (4) memaksimalkan bentuk (performance) kerja yang meyakinkan. Banyak penerapan ergonomi yang hanya berdasarkan sekedar ”common sense” (dianggap suatu hal yang sudah biasa terjadi), dan hal itu benar jika sekiranya suatu keuntungan yang besar bisa didapat hanya sekedar dengan penerapan suatu prinsip yang sederhana. Hal ini biasanya merupakan kasus dimana ergonomi belum dapat diterima sepenuhnya sebagai alat untuk proses desain, akan tetapi masih banyak aspek ergonomi yang jauh dari kesadaran manusia. Karakteristik fungsional dari manusia seperti kemampuan penginderaan, respon tanggapan, daya ingat dan lain-lain adalah merupakan hal yang belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat awam. Salah satu faktor penting yang harus diperhatikan dalam merancang alat adalah kesesuaian alat tersebut dengan kemampuan manusia (Kusen,1989). Penerapan ergonomika pada berbagai jenis pekerjaan telah terbukti menyebabkan perbaikan efisiensi dan kenaikan produktifitas yang dapat dilihat dari kualitas dan kuantitas hasil kerja bias mencapai 10% atau lebih (Kusen,1989). Manusia dengan kegiatan kerja bersama perlengkapan yang digunakan dapat ditinjau sebagai suatu sistem. Sistem tersebut terbagi menjadi tiga kategori, yaitu sistem manual, mekanik dan otomatik. Mekanisme ketiga sistem tersebut adalah: 1. Sistem manual misalnya orang dengan perlengkapan kerja sederhana seperti sepeda, sampan, parang, kereta dorong dan lain-lain. Intinya pada system ini manusia berperan penting sebagai sumber tenaga penggerak dan pengendali. 2. Sistem mekanik misalnya teknisi bengkel dengan mesin bubutnya dan lain sebagainya. Dalam hal ini manusia sebagai operator dan pengendali, sedangkan tenaga utama berasal dari mesin itu sendiri. 3. Sistem otomatik dimana mesin telah dilengkapi dengan peralatan otomatis sebagai pengganti operator. Umumnya mesin-mesin ini dapat diprogram untuk suatu jenis rangkaian pekerjaan tertentu, misalnya penerapan robot dalam industri. Disini tugas operator bukan sebagai pengendali langsung melainkan sebagai “monitor”.
1. Beban kerja Beban kerja merupakan beban seseorang ketika melakukan suatu pekerjaan. Beban ini akan diketahui saat subjek menanggapi kerja dengan memberikan respon seperti denyut jantung yanng tinggi atau keluar keringat (Rasyani,2001). Semakin besar beban kerja dalam
xxviii
melakukan suatu pekerjaan ditandai dengan kebutuhan energi yang semakin besar pula, dengan demikian sistem pernafasan bergerak lebih cepat, kebutuhan oksigen meningkat, denyut jantung semakin cepat dan terjadi peningkatan panas pada seluruh tubuh, Pada Syuaib (2003), dikatakan bahwa fisiologi kerja adalah satu sub disiplin ilmu ergonomika yang mengkaji tentang kondisi fisiologi yang disebabkan tekanan eksternal saat melakukan suatu aktivitas kerja. Kajian fisiologi kerja sangat terkait dengan beberapa indikator metabolik, yaitu : 1. Cardiovascular (Denyut Jantung) 2. Respiratory (Pernafasan) 3. Body Temperature (Suhu Tubuh) 4. Muscular Act (Aktivitas Otot) Banyak peneliti ergonomika percaya bahwa meningkatnya tingkat denyut jantung menunjukan beban kerja baik secara fisik maupun mental, karena adanya korelasi yang linier terhadap konsumsi enegi fisik (physical energy cost). Oleh karena itu sampel suatu kontinyu laju denyut jantung pada suatu aktivitas berguna sebagai indikator dari beban kerja psikofisiologis. Selain itu, terdapat dua faktor yang mempengaruhi kemampuan kerja fisik manusia, yaitu faktor personal dan lingkungan. Beberapa faktor personal adalah umur, berat badan, jenis kelamin, konsumsi rokok, gaya hidup, olahraga, status nutrisi, dan motivasi dalam melakukan kegiatan. Sedangkan beberapa faktor lingkungan yaitu polusi udara, kebisingan, faktor suhu udara dan ketinggian tempat. Terdapat dua macam terminologi beban kerja, yaitu : i. Beban kerja kuantitatif adalah besarnya total energi yang dikeluarkan seseorang untuk melakukan suatu aktivitas. Dalam penelitian ini digunakan teknologi EC (Energy Cost) dengan satuan kkal, BME (Basal Metabolic Energy), dan WEC (Work Energy Cost). EC (Energy Cost) adalah energi total yang digunakan oleh seseorang untuk melakukan aktivitas. BME (Basal Metabolic Energy) adalah energi yang digunakan oleh seseorang hanya untuk menjalankan proses metabolisme dalam tubuh, sehingga BME ini selalu ada walaupun seseorang tidak melakukan pekerjaan, WEC (Work Energy Cost) adalah energi yang digunakan oleh seseorang hanya saat melakukan kerja atau dengan kata lain respon energi dari tubuh kita terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang. ii. Beban kerja kualitatif adalah suatu indeks yang mengindikasikan berat atau ringan suatu pekerjaan dirasakan oleh seseorang. Beban kerja kualitatif dihitung sebagai rasio relatif suatu beban kerja terhadap kemampuan atau kapasitas kerja seseorang. Dalam penelitian ini, terminologi yang digunakan adalah IRHR (Increase Ratio of Heart Rate). IRHR adalah Indeks perbandingan denyut jantung seseorang saat melakukan suatu aktivitas atau kerja terhadap denyut jantungnya saat beristirahat. Tinggi rendahnya nilai IRHR mencerminkan tingkat beban kerja kualitatif dari suatu aktivitas. Kategori kualitatif beban kerja berdasarkan IRHR:
Tabel 12. Kategori pekerjaan berdasarkan IRHR (Syuaib, 2003 dalam Pramana, 2009) Kategori Ringan Sedang Berat Sangat berat
Nilai IRHR 1,00
xxix
2. Energi Metabolisme Basal (BME) Menurut Syuaib (2003), BME merupakan konsumsi energi yang diperlukan untuk menjalankan fungsi minimal fisiologisnya. Secara umum, nilai BME dipengaruhi oleh berat badan, tinggi badan, jenis kelamin, dan usia. Salah satu metode yang umum digunakan untuk mengetahui nilai BME adalah dengan menghitung dimensi tubuh, ditentukan oleh perhitungan luasan tubuh, yang kemudian dapat dikonversi ke dalam volume oksigen (VO2). Dalam persamaan oksidasi metabolik, diketahui bahwa setiap konsumsi 1 liter oksigen (O2) adalah setara dengan energi tubuh sebesar 5 kal (Sanders 1987). Tabel 13. Konversi BME Ekuivalen VO2 Berdasarkan Luas Permukaan Tubuh (Syuaib ,2003 dalam Pramana, 2009) 1/100 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
m2 1,1 1,2 1,3 1,4
136 148 161 173
137 150 162 174
138 151 162 176
140 152 164 177
141 153 166 178
142 155 167 179
143 156 168 181
145 157 169 182
146 158 171 183
147 159 172 184
1,5
186
187
188
189
190
192
193
194
195
197
1,6
198
199
200
202
203
204
205
207
208
209
1,7
210
212
213
214
215
217
218
219
220
221
1,8
223
224
225
226
228
229
230
231
233
234
1,9
235
236
238
239
240
241
243
244
245
246
xxx
III.
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Desember 2010 sampai dengan Maret 2011 di Bengkel Daud Teknik, Cibereum, Bogor.
B. Tahapan Penelitian Tahapan penelitian disajikan pada gambar dibawah ini.
Mulai Identifikasi masalah Analisis masalah serta perumusan ide untuk modifikasi
Analisis perancangan, Modifikasi
Gambar Teknik
Pembuatan alat pengupas buah mete
Uji fungsional alat Tidak
pengupas buah mete
Uji kinerja
Pengukuran Beban Kerja
produktivitas pengupasan Ulangan ≥ 3
Tidak
Ya Analisis beban kerja SELESAI
Gambar 13. Tahapan penelitian
xxxi
1. Identifikasi Masalah Pada tahap ini berbagai informasi yang dibutuhkan dalam perancangan dikumpulkan dan di inventarisasi. Pada alat pengupas kulit buah mete yang dibuat oleh Dace Awaludin (1995) tenaga penggerak untuk pengoperasian adalah tangan.. Oleh karena itu pada penelitian kali ini akan dibuat alat pengupas kulit buah mete yang tenaga pengoperasiaannya sebagian besar berasal dari kaki.
2. Perumusan dan Penyempurnaan Ide Pada tahap ini akan dilakukan analisis permasalahan yaitu kelemahan pada tenaga pengoperasian menggunakan tangan. Setelah itu dilakukan pengumpulan ide-ide pemecahan masalah yang dapat menutupi kelemahan tersebut. Selanjutnya setelah dilakukan perumusan, pada tahap ini dihasilkan beberapa konsep modifikasi yang potensial untuk komponen alat pengupas biji mete yang sebelumnya.
3. Konsep Desain Setelah dilakukan analisis permasalahan yang ada dan penyempurnaan ide-ide pemecahan masalah yang mempertimbangkan beberapa aspek yang terkait, dilakukan perumusan untuk menghasilkan beberapa konsep desain fungsional maupun struktural yang dilengkapi dengan gambar sketsa dan analisis teknik. Dalam perancangan ini , didasarkan pada kekuatan yang dihasilkan bila menggunakan kaki lebih besar dibandingkan tangan. Modifikasi dalam desain structural dilaksanakan dengan membuat suatu mekanisme penyaluran tenaga pada saat pengupasan biji mete menggunakan tenaga penggerak kaki.
4. Pembuatan Prototipe Setelah desain modifikasi alat telah selesai, dibuatlah prototipe alat pengupas biji mete tipe pedal. Pembuatan prototipe ini dilakukan di Bengkel Daud Teknik, Cibeureum, Bogor.
5. Uji Fungsional Uji fungsional dilakukan pada prototipe alat pengupas biji mete tipe pedal untuk mengetahui dan memastikan tiap-tiap bagian dapat berfungsi dengan baik. Beberapa pengujian yang dilakukan yaitu pangujian mekanisme penyaluran gaya kepada pisau pengupas. Uji fungsional akan dilakukan di Bengkel Daud Teknik, Cibeureum, Bogor.
C. Pengujian Kinerja Tahap terakhir adalah pengujian kinerja di lapangan. Pengukuran kinerja yang dilakukan adalah mencari nilai produktivitas pengupasan serta kebutuhan energy dalam mengoperasikan alat. Kebutuhan tenaga pada pengupasan dapat diketahui dengan menghitung gaya-gaya yang bekerja pada proses pengupasan. 1. Gaya pada pegas Gaya pada pegas dapat diketahui dengan persamaan berikut: a. Gaya pada pegas tekan F1 = K1.∆X1 ...............................................................................................(1) Dimana: F1 = Gaya yang bekerja pada pegas tekan (N) K1 = Konstanta pegas tekan (N/m) X1 = Pengurangan panjang pegas akibat diberi beban (m) P1 = F1.V2 ..................................................................................................(2) Dimana: P1 = Tenaga pada pengupasan (w) F1 = Gaya yang bekerja pada pegas tekan (N) V1 = Kecepatan pengupasan (m/det)
xxxii
b. Gaya pada pegas tarik F2 = K2.∆X2 ...........................................................................................(1) Dimana: F2 = Gaya yang bekerja pada pegas tarik (N) K2 = Konstanta pegas tarik (N/m) X2 = Pertambahan panjang pegas akibat diberi beban (m) P2 = F2 V2 ..................................................................................................(2) Dimana: P1 = Tenaga pada pelepasan kulit buah mete (w) F1 = Gaya yang bekerja pada pegas tarik (N) V1 = Kecepatan pencungkilan (m/det) Kebutuhan tenaga pada saat pengupasan adalah: P = P1 + P2 ..........................................................................................................................(3)
2. Produktivitas pengupasan
P
B
x 100% ...............................................................(4)
W
3. Uji mutu Uji mutu dilakukan dengan menghitung persentase biji mete utuh, biji mete belah, bij mete teriris, dan biji mete pecah akibat pengupasan % Biji Utuh =
J
% Biji Belah =
% Biji Teriris = % Biji Pecah =
4.
x 100%
J J
B
J J
J
x 100% x 100%
J
x 100%
J
Beban kerja alat pengupas buah mete
Pada pengujian beban kerja kali ini dilakukan dengan menggunakan parameter denyut jantung Pengujian akan dilakukan pada satu orang subjek laki-laki dengan melakukan 3 kali ulangan dapat dilihat pada Gambar 14. Ulangan1
Operator mengupas biji mete
Ulangan 2
Ulangan 3
Gambar 14. Rancangan Percobaan Ada beberapa tahapan yang harus dilalui sebelum subjek melakukan pengupasan, diantaranya subjek terlebih dahulu diambil data dirinya berkaitan dengan umur, berat badan dan tinggi badan. Setelah itu, sebelum dilakukan pengambilan data pengupasan subjek terlebih dahulu melakukan kalibrasi step test ini dilakukan untuk mengetahui penggunaan tenaga oleh subjek pada tingkat beban yang berbeda. Kalibrasi step test ini menggunakan step test dengan frekuensi yang berbeda, yaitu 15 (ST1), 20 (ST2), 25 (ST3) dan 30 (ST4). Pada saat kalibrasi inilah subjek akan diambil data denyut jantungnya, alat yang digunakan
xxxiii
untuk merekam denyut jantung adalah heart rate monitor (HRM) dan bangku step test dengan tinggi 25 cm. Prosedur kalibrasi step test dapat dilihat pada Gambar 15. Kemudian setelah kalibrasi step test selesai dilakukan maka pada hari berikutnya baru akan dilakukan pengambilan data denyut jantung pengupasan. Sama halnya dengan dengan prosedur kalibrasi step test, pengambilan data denyut jantung kerja pengupasan ini dilakukan dengan beberapa tahapan. Prosedurnya dapat dilihat pada Gambar 16. Data yang akan diambil pada percobaan meliputi: denyut jantung, waktu kerja, kecepatan kerja dan kualitas pengupasan.
Rest 1
Step test 1
Rest 2
Step test 2
Rest 3
(10 min)
(5 min)
(5 min)
(5 min)
(5 min)
Rest 5
Step test 4
Rest 4
Step test 3
(10 min)
(5 min)
(5 min)
(5 min)
Gambar 15. Prosedur kalibrasi Step test
Rest 1
Step test
Rest 2
Work
Rest 3
(10 min)
(5 min)
(10 min)
(10 min)
(10 min)
Gambar 16. Prosedur pengambilan data kerja
5. Pengolahan Data beban kerja Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan hasil rekaman data HR (denyut jantung) yang kemudian dipindahkan ke komputer menggunakan Heart Rate Monitor Interface, lalu data tersebut diolah dan dibuat dalam bentuk grafik. Perhitungan nilai IR harus dinormalisasi agar diperoleh nilai HR yang objektif. Normalisasi nilai HR dilakukan dengan perbandingan HR relatif saat bekerja terhadap nilai HR saat istirahat. Nilai perbandingan HR tersebut dinamakan IRHR (Increase Ratio of Heart Rate). Perbandingan tersebut dirumuskan sebagai berikut : .................................................................................(5)
Dimana : HRwork = denyut jantung saat melakukan pekerjaan (bpm) HRrest = denyut jantung saat istirahat (bpm) Untuk mendapatkan nilai beban kerja, maka diperlukan perhitungan WECST (Workl Energy Cost Step test) yaitu energi total yang digunakan pada saat melakukan step test, perhitungan dilakukan melalui persamaan WEC berikut (dalam Pramana 2009):
,
...................................................................(6)
xxxiv
Dimana : WECST w g h f
= Work Energy Cost step test (kkal/menit) = berat badan (kg) = percepatan gravitasi (9.81 m/s2) =tinggi bangku step test (meter) = frekuensi step test
Untuk mengkonversi nilai IRHR menjadi WEC (Work Energy Cost) pada saat melakukan aktivitas dapat dilakukan dengan cara membuat fungsi korelasi antara WECST terhadap IRHR. Dengan membuat grafik hubungan WECST dengan IRHR maka diperoleh persamaan untuk seorang subjek dengan bentuk umum (Pramana 2009): Y = aX + b .........................................................................................................................(7) Dimana : Y = IRHR X = WEC (kkal) Setiap subjek mempunyai persamaan yang berbeda-beda. Persamaan inilah yang digunakan untuk menduga nilai WEC pada saat kerja, yaitu dengan cara memasukkan nilai IRHR kerja yang diperoleh pada saat pengukuran ke persamaan tersebut. Semua manusia saat melakukan pekerjaan pasti mengeluarkan energi dan energi inipun terdiri dari dua macam, yaitu energi kerja itu sendiri dan energi metabolisme. Energi kerja atau TEC (Total Energy Cost) adalah total energi yang benar-benar dikeluarkan pada saat bekerja sedangkan energi metabolisme atau BME (Basal Metabolic Energy) adalah energi yang diperlukan manusia untuk melakukan proses metabolisme dalam tubuh, sehingga sebenarnya pada saat kita tidak melakukan pekerjaan apapun kita tetap mengeluarkan energi. Nilai BME untuk setiap orang berbeda sesuai dengan dimensi tubuh dan jenis kelamin. Nilai BME ekuivalen dengan nilai VO2 (volume oksigen) yang dipengaruhi dimensi tubuh, dimana 1 liter O2 setara dengan energi 5 kal. Untuk diperoleh nilai VO2, dapat digunakan tabel konversi BME ekuivalen VO2 berdasarkan luas permukaan tubuh (Tabel 2). Luas permukaan tubuh dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Du’bois (Syuaib, 2003) : A = H0.725 x W0.425 x 0.007246 ...........................................................................................(8) Dimana :
A = Luas permukaan tubuh (m2) H = Tinggi badan (cm) W = Berat badan (kg)
Jika WEC dan BME digabungkan maka akan menjadi TEC. TEC inilah yang kita dapatkan pada saat mengolah data hasil perekaman denyut jantung sehingga untuk mengetahui energi yang benar-benar dikeluarkan pada saat bekerja maka kita perlu mengurangkan TEC dengan BME, seperti pada persamaan di bawah ini (Pramana 2009): TEC = WEC + BME ......................................................................................................(9) Dimana
: EC = Total Energy Cost (kkal/menit) WEC = Work Energy Cost (kkal/menit) BME = Basal Metabolic Energy (kkal/menit)
Konsumsi energi sebanding dengan berat badan seseorang, semakin besar berat badan seseorang, maka konsumsi energinya semakin besar pula, begitu juga sebaliknya pada saat melakukan pekerjaan yang relatif sama. Oleh karena itu untuk mengetahui nilai beban kerja objektif yang diterima seseorang saat melakukan kerja maka pengaruh berat badan perlu dinormalisasi. Untuk memperoleh nilai TEC yang ternormalisasi (TEC’), dapat menggunakan persamaan (Pramana 2009):
xxxv
TEC’ =
....................................................................................................................(10) Dimana : TEC’ = Total Energy Cost per Weight (kkal/kg.menit) TEC = Total Energy Cost (kkal/menit) w = Berat badan (kg)
6. Analisis ekonomi Analisis ekonomi dilakukan dengan melihat beberapa faktor seperti biaya tetap, biaya tidak tetap, biaya total dan biaya operasi alat. Dengan mengetahui nilai dari masingmasing variabel, keuntungan dari penggunaan alat ini bias diketahui. Adapun perhitungan masing-masing variabel dicari dengan memasukan faktor-faktor yang berpengaruh. Rumusan-rumusan dari beberapa variable tersebut dapat dilihat dibawah ini. Biaya tetap (Rp/jam) = Biaya penyusutan alat + Bunga modal Biaya tidak tetap (Rp/jam) = Biaya operator + Biaya pemeliharaan alat + Biaya hal-hal khusus Biaya total (Rp/jam) = Biaya tetap + Biaya tidak tetap Biaya produksi alat (Rp/kg) =
B
P
Biaya produksi (Rp/kg) = Biaya bahan baku + Biaya produksi alat Keuntungan (Rp/kg) = Harga jual biji mete – Biaya produksi
D. Alat dan Bahan Dalam pembuatan alat ini pemilihan bahan-bahan yang akan digunakan sebagai komponen perlu diperhatikan karena merupakan hal yang cukup mendasar. Pemilihan tersebut berdasarkan: 1) hasil perhitungan dalam analisis teknik dan 2) ketersediaan bahan-bahan di pasar. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka bahan-bahan yang digunakan sebagai komponen dalam modifikasi dapat dilihat pada Tabel 14. Pembuatan alat ini juga dibantu dengan menggunakan beberapa peralatan guna mempermudah pembuatan. Alat-alat yang digunakan yaitu: las listrik, las LPG, bor duduk, bor tangan, gerinda potong, gerinda tangan, jangka sorong, penekuk plat, palu, kunci pas, obeng, dan peralatan bengkel lainnya. Tabel 14 . Bahan-bahan untuk komponen mesin Komponen Bahan
No 1
Meja kerja
Besi Pelat 5 mm
2
Kaki meja
Besi siku 40 x 40 mm
3
Poros penghubung
20 mm
4
Bos (rumah poros)
Ø 25 mm dan Ø 40 mm
5
Pisau pengupas
Pelat stainlis 1 mm
6
Pengencang bearing
Baut + mur M14
7
Pengencang pedal
Baut + mur M10
Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini dapat dikelompokan menjadi tiga , yaitu alat ukur untuk pengukuran produktivitas pengupasan, ukuran dan berat buah mete meliputi jangka sorong, timbangan digital, dan stopwacth. Sedangkan yang lainnya adalah alat untuk mengukur energi kerja melalui pengukuran denyut jantung, yaitu Heart Rate Monitor (HRM) dan Interface.
\
xxxvi
IV.
ANALISIS PERANCANGAN
A. Pendekatan Desain Pengupasan kulit buah mete dimaksudkan untuk menghasilkan biji mete utuh. Proses pengupasan ini dilakukan dengan membelah kulit buah mete gelondong kemudian biji mete dilepaskan dari kulit yang masih menempel. Alat yang dibuat merupakan modifikasi dari alat pengupas yang digerakan oleh tangan, diubah mekanisme kerjanya dengan menggunakan kedua kaki, kanan dan kiri sebagai tenaga penggerak. Sistem kerjanya dilakukan secara kontinyu dengan menggerakan tangkai pengungkit kiri ke bawah dengan kaki kiri (untuk membelah kulit buah mete gelondong) lalu menggerakan tangkai pengungkit kanan ke bawah dengan kaki kanan (untuk melepaskan kulit buah mete gelondong) dengan memuntir. Kapasitas satu buah mete gelondong dalam satu kali pekerjaan. Konversi tenaga operator menjadi tenaga penggerak dilakukan melalui tangkai pengungkit yang ditransmisikan dengan sistem pengungkit. Operator bekerja dalam posisi duduk untuk mendapatkan efisiensi dan kenyamanan kerja operator. Sistem hubungan antara manusia dengan alat adalah sistem manual dimana manusia selain sebagai tenaga penggerak, juga berfungsi sebagai pengendali pengoperasian alat pengupas kulit buah mete gelondong ini.
B. Desain Fungsional 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Desain fungsional alat pengupas kulit buah mete meliputi: Kerangka penunjang Tangkai pengungkit Pegas Roda bearing Pisau pengupas Meja kerja
1.
Kerangka penunjang Kerangka penunjang berfungsi untuk menopang unit pengupas kulit buah mete serta untuk menahan gaya-gaya yang terjadi akibat transmisi tenaga dan berat beban.
2.
Tangkai pengungkit Tangkai pengungkit digunakan untuk menyalurkan gaya tenaga operator pada pemecahan kulit buah. Selain itu tangkai pengungkit juga berperan pada pencungkilan kulit buah. Tangkai pengungkit ini ada dua yakni tangkai pengungkit kiri dan kanan.
3.
Pegas Pegas berfungsi untuk mengurangi getaran-getaran yang terjadi akibat gerakan tangkai pengungkit pada saat membelah dan melepaskan kulit buah mete gelondong. Selain itu pegas juga berfungsi untuk mengembalikan tangkai pengungkit setelah digerakan pada posisi semula.
4.
Roda bearing Roda bearing disini berfungsi sebagai penghubung antara poros pisau pembelah dengan tangkai pengungkit kiri selain itu juga berfungsi sebagai roda yang dipasang pada poros pisau pembelah agar dapat bergerak maju mundur.
5.
Pisau pengupas Pisau pengupas kulit berfungsi untuk membelah kulit buah mete gelondong dan melepaskannya dari biji mete. Pisau pengupas biji mete gelondong dirancang sesuai dengan ukuran biji mete gelondong. Sedangkan mata pisau dirancang menyerupai bentuk bagian perut dan bagian punggung buah mete gelondong. Hal ini dimaksudkan agar mata pisau dapat membelah kulit pada posisi dan kedalaman yang diinginkan sehingga dapat menghasilkan biji mete yang tetap utuh.
xxxvii
6.
C.
Meja kerja Meja kerja berfungsi untuk tempat dudukan kerangka penunjang, dimana kerangka penunjang ini diletakan serta untuk meletakan wadah buah mete yang akan dikupas dan yang telah dikupas. Kerangka penunjang diletakan pada meja kerja dengan dilas mati untuk menahan gaya-gaya yang terjadi pada saat pengoperasian alat dan juga agar alat tersebut bersifat statis selama pengoperasiannya.
Desain Struktural Pada pemilihan bahan yang digunakan sebagai komponen ini merupakan hal yang paling mendasar. Pemilihan ini berdasarkan analisa teknik dengan mempertimbangkan ketersediannya serta memperhatikan segi ekonomis.gambar pictorial alat dapat dilihat di lampiran. 1.
Kerangka penunjang Kerangka penunjang dibuat menggunakan plat strip dengan tebal 3 mm, dapat dilihat pada Gambar 17.
Gambar 17. Unit kerangka penunjang 2.
Tangkai pengungkit Tangkai pengungkit terdiri dari dua bagian kiri dan kanan yang pada prinsipnya sama yaitu mentransmisikan gaya kaki ke unit pengupas buah biji mete gelondong. Keduanya dirancang dengan ketinggian 200 mm diatas permukaan tanah. a. Tangkai pengungkit kiri Tangkai pengungkit kiri ini dihubungkan dengan plat yang dibentuk seperti rel yang diatur kemiringan rel nya sebesar 19,79o agar dapat menggerakan roda bearing sehingga dapat bergerak maju mundur (Gambar 18). Pada bagian bawahnya dipasang pedal yang berfungsi sebagai injakan kaki penyalur tenaga pengoperasian. Selain itu dipasang semacam pengungkit yang berfungsi sebagai pengait pegas tarik terhadap meja, sehingga pengungkit kiri dapat kembali ke posisi semula ketika selesai pengoperasian alat.
Gambar 18. Tangkai pengungkit kiri
xxxviii
b.
Tangkai pengungkit kanan Tangkai pengungkit kanan ini dihubungkan dengan poros pisau pelepas yang diatur agar dapat menghasilkan gerakan puntiran sehingga buah mete setelah dibelah dapat dilepaskan dari kulitnya (Gambar 19). Pada bagian bawahnya dipasang pedal yang berfungsi sebagai injakan kaki penyalur tenaga pengoperasian. Selain itu dipasang semacam pengungkit yang berfungsi sebagai pengait pegas tarik terhadap meja, sehingga pengungkit kanan dapat kembali ke posisi semula ketika selesai pengoperasian alat
Gambar 19. Tangkai pengungkit kanan 3.
Pegas Pegas yang digunakan pada alat pengupas mete ini ada dua macam, yaitu pegas tekan (Gambar 20) dan pegas tarik (Gambar 21). Diameter pegas tekan telah disesuaikan dengan panjang diagonal poros persegi yang dilingkarinya yaitu 16 mm. Sedangkan diameter luar disesuaikan dengan diagonal boss persegi yang menahan gerakan pegas tersebut yaitu 20 mm. Panjang pegas tekan pada keadaan bebas adalah 91 mm, sedangkan panjang pegas pada keadaan terpasang adalah 87 mm dapat dilihat pada lampiran 2. Diameter dalam pegas tarik yang digunakan pada pengungkit kiri adalah 18 mm dan diameter luarnya 20 mm. Panjang pegas tarik pada keadaan bebas adalah 110 mm, sedangkan pada keadaan terpasang adalah 123 mm. Pegas tekan dipasang pada poros pisau pembelah berfungsi mengembalikan pisau pembelah pada posisi semula.
Gambar 20. Pegas tekan Sedang kan pegas tarik dipasang pada tangkai pengungkit kiri dan kanan agar setelah di gerakan kebawah tangkai pengungkit dapat kembali seperti semula. Diameter dalam pegas tarik yang digunakan pada pengungkit kanan adalah 18 mm dan diameter luarnya 20 mm. Panjang pegas tarik pada keadaan bebas adalah 110 mm, sedangkan pada keadaan terpasang adalah 119 mm.
xxxix
Gambar 21. Pegas tarik 4.
5.
Roda bearing Roda bearing yang digunakan adalah tipe 6300 2RS yang memiliki ukuran (10mm x 35mm x 11mm) (Gambar 22).
Gambar 22. Roda bearing Pisau pengupas Pisau pengupas berfungsi untuk bagian punggung dan perut buah mete. Bagian pisau pengupas ini terdiri dari dudukan pisau (kiri dan kanan), bantalan pisau (kiri dan kanan), mata pisau. Bagian-bagian tersebut terdiri dari dua bagian, yaitu pisau pembelah pada bagian kiri dan pisau pengupas pada bagian kanan (Gambar 23).
Gambar 23. Unit pisau pengupas
xl
a.
Bantalan pisau Bantalan pisau berfungsi untuk menjepit mata pisau agar mata pisau tidak bergerak naik atau turun selama pengoperasian. Bantalan pisau dibuat sama bentuknya dengan mata pisau yang menyerupai bentuk buah mete gelondong. Hal ini dimaksudkan agar buah mete gelondong dapat diletakkan tepat diatasnya dan tidak mudah tergelincir. Bantalan pisau dibuat dengan ukuran panjang, lebar, dan tinggi sebesar (47 x 15 x 4) mm dengan panjang kelengkungan 40 mm. Bantalan pisau bagian atas dijepitkan dengan mur dan baut pada mata pisau agar mudah pada saat penggantian mata pisau.
b.
Mata pisau Mata pisau dijepitkan ke bantalan pisau dengan mur dan baut agar mudah pada saat penggantian mata pisau, dapat dilihat pada lampiran 5. Mata pisau terbuat dari stainless steel dengan ketebalan 1 mm. mata pisau dirancang menyerupai bentuk bagian perut dan bagian punggung buah mete gelondong. Dari hasil pengukuran buah mete gelondong dari contoh yang ada, diperoleh panjang gelondong buah mete yang bervariasi antara 21.05 – 32.15 mm (lampiran 1). Ukuran mata pisau dibuat dengan memperhitungkan koefisien keragaman dari ukuran buah mete gelondong tersebut, dengan persamaan sebagai berikut: V=
µ
x 100% ......................................................................................(11)
Dimana: V = koefisien keragaman σ = standar deviasi µ = nilai rata-rata Simpangan baku (σ) dicari dengan persamaan: ∑
.................................................................................(12)
Dimana: = Ragam populasi σ = Simpangan baku Xi = suku ke-i n = banyaknya data Dengan menggunakan rumus diatas diperoleh tiga ukuran panjang buah mete gelondong, yaitu mata pisau dengan panjang 33 mm untuk mengupas buah mete gelondong ukuran besar (28,50 – 32,15 mm), mata pisau dengan panjang 29 mm untuk mengupas buah mete gelondong ukuran sedang (24,80 – 28,45mm), mata pisau dengan panjang 25 mm untuk mengupas buah mete gelondong ukuran kecil (21,05 – 24,75 mm) (Lampiran 1). c.
Poros Beberapa hal yang dipertimbangkan dalam perencanaan poros adalah kekuatan poros, kekakuan poros, bahan poros, dan perputaran poros. Untuk menghitung diameter poros dapat dihitung dengan persamaan berikut (Sularso,1981): ds =
.
.
.
1/3
..........................................................................................(13)
Dimana: ds = Diameter poros (mm) Kt = Faktor koreksi untuk momen puntir yang besarnya 1.0 jika beban dikenakan secara halus, 1.0 – 1.5 jika terjadi sedikit kejutan dan 1.5 – 3.0 jika terjadi tumbukan keras. Cb = Jika diperkirakan tidak akan terjadi pembebanan lentur dan jika terjadi pembebanan lentur besarnya 1.2 – 2.3 σa = Tegangan geser yang diijinkan (kg/mm2)
xli
Besarnya σa dicari dengan persamaan berikut: σa =
.............................................................................................(14)
Dimana:
σb = Kekuatan tarik (kg/mm2) sf1 = Faktor keamanan yang besarnya 6.0 sf2 = Faktor keamanan karena pengaruh kekasaran permukaan yang besarnya 1.3 – 3.0
Besarnya momen rencana dicari dengan persamaan: T = 9.74 105
.......................................................................................(15)
Dimana: T = Momen rencana (kg mm) Pd = Fc x P (kw) P = Daya yang ditransmisikan (kw) Fc = Faktor koreksi yang ditransmisikan yang besarnya 1.0 ni = Putaran poros yang diberikan (rpm) Dari hasil perhitungan pada lampiran 3 digunakan diameter poros sebesar 20 mm. d.
Meja kerja Alat pengupas kulit buah mete gelondong dirancang sesuai dengan data antropometri orang indonesia yang mempunyai tinggi rata-rata 1.60 m bagi laki-laki dewasa dan 1.50 m bagi wanita dewasa (suma’mur, 1982 dalam awaludin 1995). Dengan mempertimbangkan hal tersebut maka dibuat meja kerja dengan tinggi 800 mm sehingga alat pengupas kulit buah mete gelondong dapat dioperasikan dengan nyaman. Selain itu dibuat plat panjang dengan ketinggian 150 mm diatas permukaan tanah yang berfungsi sebagai sandaran tumit kaki sehingga kaki menjadi tidak cepat lelah dapat dilihat pada Gambar 24.
Gambar 24. Meja kerja
xlii
V HASIL DAN V. D PEM MBAHASA AN A. A Mekanisme Kerja Alat A Pengoperasian alat peengupas buah mete ini bersu umber dari tennaga manusia yang disalurkkan melalui kaki pada m p unit penggungkit. Sebellum buah mette dikupas terllebih dahulu dilakukan d sortaasi b berdasarkan ukkuran panjang ( Ukuran kecill : 21,05 – 24,,75 mm , Ukurran sedang: 24,,80 – 28,45 mm m, d Ukuran beesar: 28,50 – 32,15 dan 3 mm ). Penggunaan P mata pisau disessuaikan dengan n bentuk ukurran b buah mete yan ng akan dikupass, untuk ukurann besar digunaakan pisau ukurran besar dan seterusnya. s Dalam melakukan peekerjaan posisi operator dalaam keadaan duuduk. Operatorr bekerja denggan m menggunakan kedua kakinyaa. Kaki kiri meenekan unit penngungkit kiri yang dihubungkkan dengan pisau p pembelah, sed dangkan kaki kanan menekkan tangkai pengungkit p kannan yang dih hubungkan pisau p pengupas deng gan gerakan pu untiran. Sedangkan tangan kanan k digunakaan untuk melettakan buah meete y yang akan dikuupas pada unit pisau pengupaas. Unit pengungkit kiri dapat d digerakann ke bawah denngan ringan tannpa perlu meng ggunakan tenaaga y yang besar. Deemikian juga pada p unit penggungkit kanan saat pelepasann biji mete daari kulitnya tiddak d diperlukan tenaga yang besarr. Kemudian dengan d bantuan n pegas, unit peengungkit kiri dan kanan dappat k kembali pada posisi p semula.
B. B Produktiivitas Pengu upasan Tujuan utama alat peengupas kulit buah mete inii adalah menggupas buah meete (Gambar 25) 2 ddengan melepaaskan kulit buuah mete (Gam mbar 26) sehinngga akan dideepoleh kacangg mete (Gambbar 2 Sedangkann produktivitass pengupasan bbiji mete oleh operator 27). o dihitunng dengan perssamaan: Produktiviitas (kg/jam) = Berat biji meete (kg) / Waktuu pengupasan (jam)
Gambar 25. 2 Buah mete sebelum s dikuppas
xliii
Gambar 266. Kulit biji mette setelah dikuupas
Gam mbar 27. Biji mete m setelah dikkupas Contoh peerhitungan prodduktivitas penggupasan biji meete ukuran besar: Produktiviitas (kg/jam) = Berat biji mette (kg) / Waktuu pengupasan (j (jam) = 0,082 / 0,224 = 0,367 kg/jam k Produktiviitas pengupasaan biji mete dappat dilihat padaa Tabel 15 dann persentasi mu utu biji mete h hasil kupasan dapat d dilihat paada Tabel 16 berikut. b
m Ukuran buah mete Buah mete beesar Buah mete seddang Buah mete kecil Rata-rata
Ukuran buah h mete Besar Sedang Kecil Rata-rata
T Tabel 15. Prodduktivitas penggupasan biji meete Berat biji mete Beraat buah Waktu penggupasan mette (kg) (jam m) (kg) 0,271 0,082 0,2244 0,239 0,076 0,1899 0,248 0,3033 0,079
T Tabel 16. Perseentasi mutu biji mete hasil peengupasan Perrsentasi mutu biji b mete hasil ppengupasan Biji utuh Biji belah Biji teriris 81 % 13 % 4% 77 % 15 % 4% 72 % 23 % 2% 76,,67 % 17 % 3.333 %
Prroduktivitas (kg/jam) 0,367 0,402 0,261 0,343
Biji pecah 2% 4% 3% 3%
xlliv
C. Pengukuran Beban Kerja Pada pengukuran beban kerja di ambil data yang terdiri dari dua data utama, yaitu data denyut jantung pada saat kalibrasi dan denyut jantung pada saat bekerja 1. Denyut Jantung Kalibrasi Step Test (KST) Sebelum melakukan pengukuran denyut jantung pada KST, perlu dilakukan pengukuran untuk mendapatkan data karakteristik antropometri subjek. Adapun parameter antropometri yang diukur dari subjek dalam hal ini adalah tinggi badan dan berat badan. Data tersebut digunakan untuk menghitung luas permukaan tubuh subjek agar dapat diketahui nilai BME dari pendekatan volume oksigen pada tubuh yang diperoleh dari tabel konversi BME ekivalen VO2 berdasarkan luas permukaan tubuh (Tabel 13) Berikut adalah perhitungan nilai BME subjek dari data antropometri dan karakteristik antropometri dan nilai BME subjek dapat dilihat pada Tabel 17 : perhitungan untuk subjek P : H W A VO2 BME
= 169 cm = 56 kg = H0,725 x W0,425 x 0,007246 = {(169) 0,725 x (56) 0,425 x 0,007246} = 1,653 m2 = 204 [tabel 13] = (204 x 5 x 1) / 1000 [konversi nilai BME dari VO2] = 1,020 kkal/menit = 4,284 kj/menit Tabel 17. Karakteristik antropometri dan nilai BME subjek
Subjek
Jenis Kelamin
Umur (tahun)
Berat (kg)
Tinggi (m2)
A (m2)
BME (kj/menit)
P
Laki-laki
22
56
169
1,653
4,284
Saat melakukan kalibrasi, secara otomatis denyut jantung akan terekam didalam HRM dapat dilihat pada Gambar 28. Setelah kalibrasi selesai dilakukan, data yang tersimpan dalam HRM dipindahkan ke komputer. Dari data yang sudah dipindahkan ditampilkan dalam bentuk grafik untuk mempermudah pencarian denyut jantung rata-rata. Dari data-data tersebut dan juga dibantu dengan worksheet serta grafik akan ditentukan denyut jantung rata-rata dengan ketentuan sebagai berikut : a. Pada saat istirahat, data yang diambil adalah data denyut jantung terendah yang berada pada menit-menit pertengahan tidak boleh pada menit awal dan menit akhir karena dimungkinkan pada menit awal denyut jantung masih bisa turun dan pada menit akhir denyut jantung sudah mulai naik. Deretan data yang diambil diusahakan stabil selama minimal setengah menit atau enam menit. b.
Pada saat KST, data yang diambil adalah data denyut jantung tertinggi pada menit-menit akhir. Deretan data yang diambil diusahakan stabil selama minimal setengah menit atau enam data.
xlv
Gambar 28. Pemasangan HRM pada operator Berikut ini merupakan grafik pengukuran denyut jantung KST untuk subjek Gambar 29.
HR (step tes) R1
140
ST1
R2
ST2
R3
ST3
R4
ST4
R5
120 100
HR
80
(bpm) HR
60 40 20 0 45
38
30
23
15
8
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 waktu (menit)
Gambar 29. Grafik hubungan antara HR terhadap waktu pada saat KST (Ket: R = rest/istirahat; ST = step test) Dengan menggunakan aturan di atas dibantu dengan work sheet dan grafik maka akan diperoleh nilai HR rata-rata pada kondisi istirahat dan step test sehingga akan diperoleh nilai-nilai yang tertera pada Tabel 18. Tabel 18. Nilai HR rata-rata step test Subjek P
R1
ST1
R2
ST2
71,91
98,45
74,18
105,90
HR R3 79,17
ST3
R4
ST4
R5
110,50
81,11
115,25
83,75
Dari nilai HR rata-rata di atas kemudian dihitung nilai IRHR dari masing-masing step test yaitu dengan HR step test dengan HR istirahat terendah yang biasanya adalah istirahat pertama. Dalam kasus ini hampir nilai HR istirahat terendah ada pada istirahat pertama. Hasil dari pembagian tersebut dapat dilihat pada Tabel 19.
xlvi
T Tabel 19. Tabell nilai IRHR masing-masing m sstep test IRH HR
Subjeek P
ST1
ST2
ST3
ST4
1,37
1,47
1,54
1,60
Untukk mencari konssumsi tenaga ppada saat kalibbrasi maka perrlu dihitung WEC dari masinngmasing subjekk, yaitu dengaan cara mendeekati nilai tersebut menggunnakan prinsip tenaga. m t Dimaana d diasumsikan pada saat melakkukan step testt subjek sedang g berjalan mennaiki tangga deengan membaw wa b beban yaitu tu ubuhnya sendirri. WEC dihituung dengan mengalikan beraat badan dengaan gaya gravitaasi d dan frekuensi step test kem mudian dibaggi 0,42 untuk mengonversi menjadi satuuan kkal. Daari p perhitungan ini dapat dilihat hasilnya pada Tabel 20. H Hasil perhitunggan WEC untuuk subjek P :
WECst
= = 0,981 kkal/m menit = 4,12 kj/menitt Tabel 20. Nilai IRHR dan W WEC pada frekkuensi step test yang berbedaa T1 (15 siklus/meniit) ST
Subjek P
ST2 (220 siklus/menit)
ST3 (25 sikluus/menit)
ST T4 (30 siklus/mennit)
IRH HR
WECSTT (kj/meniit)
IRHR
WECST (kj/menit)
IRHR
W WECST (kj//menit)
IRH HR
WECST S (kj/mennit)
1,3 37
4,12
1,47
7,06
1,54
88,82
1,660
10,588
Hubuungan antara WEC W ST dan IRH HR kemudian diplot d dalam grrrafik. Grafik hubungan antaara WECST dan IR W RHR subjek daapat dilihat padda Gambar 30 0 di bawah ini.. Subjek mem miliki kemiringgan g grafik tersendiri yang mereprresentasikan keenaikan IRHR terhadap kenaaikan nilai WE ECST. Dari graffik t tersebut, dapaat dilihat bahw wa semakin curram kemiringaan garisnya, m maka semakin besar perubahhan n nilai IRHR terhhadap perubah han tingkat beban kerja, dan berlaku b sebalikknya.
2,00
Grafiik korelassi IRHR daan WECstt pada KST y = 0,036x + 1,214 99 R² = 0,99
1,50
1,00 0,00
2,00
4,00
6,00 0
8,00
10,00
12,00
Worrk Energy Costt ST (kj/menit)
Gambar 30. Grafik kkorelasi IRHR dan WECST paada KST
xlvvii
Dari grafikk diatas didapaat persamaan hhubungan korellasi antara IRH HR dan WECst yaitu: y y = 0,153x + 1,214 HR Dimana: Y = IRH X = WE ECst Dari persamaan terrsebut dapat dilihat d bahwa subjek memiliiki respon yan ng hampir sam ma tterhadap kenaiikan frekuensi step test. Darri persamaan in ni, nantinya nilai WEC saat melakukan kerrja l lainnya dapat diketahui d dengan menginputkkan nilai IRHR R saat bekerja teersebut.
2 Denyut Ja 2. antung Kerjaa Penguukuran denyut jantung dilakuukan dengan metode m yang sam ma dengan mettode pengukurran d denyut janntung pada saaat kalibrasi stepp test. data Data denyut jantunng yang diam mbil adalah daata pada saat subjek melakkukan pekerjaaan t tersebut. Subjeek pada pengaambilan data denyut jantunng kerja adalahh subjek deng gan karakteristtik a antropometri y yang tertera pad da Tabel 16.
Gambar 31. Pekerjaan penngupasan biji m mete H dipindahkkan ke komputter Dilakkukan tiga kali ulangan pengaambilan data. Setelah dari HRM maka data ditaampilkan dalam m m grafik untukk membantu peerhitungan HR rata-rata, sepperti terlihat paada G Gambar 32, 33 3, dan 34 berikkut.
Gambar 32. Grafik G hubunggan antara HR tterhadap waktuu pada saat penngupasan biji mete m ulangan 1
xlviii
G Gambar 33. Grafik G hubungann antara HR teerhadap waktu pada saat penggupasan biji meete ulangan 2
Gambar 34. Grafik G hubunggan antara HR tterhadap waktuu pada saat penngupasan biji mete m ulangan 3 (Ket: R = rest/istirahat; ST = step testt)
xllix
Dengan aturan yang sama saat menentukan HR rata-rata pada KST dilakukan penghitungan untuk HR rata-rata pada masing-masing subjek. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 21 berikut.
Subjek Operator
Tabel 21. Nilai HR rata-rata dan IRHR pengupasan biji mete Ulangan HR IRHR R1
ST
R2
W
R3
ST
W
Rerata IRHR kerja
1 2
71,45 72,69
105,45 105,75
76,50 77,27
95,50 95,67
74,50 78,58
1,48 1,37
1,34 1,24
1,30
3
71,18
105,53
77,76
93,41
77,91
1,48
1,31
Untuk mengetahui nilai WEC maka nilai IRHR rata-rata dari tabel-tabel di atas dimasukkan ke dalam persamaan hubungan korelasi antara IRHR dengan WECst. Setelah itu dilakukan penghitungan nilai TEC. TEC adalah energi total yang digunakan pada saat kerja yaitu total dari energi metabolisme (BME) dan energi kerja itu sendiri (WEC). Untuk mendapatkan nilai BME, kita konversi nilai luas permukaan tubuh subjek menggunakan Tabel 13. Dari tabel BME kita peroleh konsumsi oksigen yang kemudian kita konversi menjadi koversi energi dengan mengalikan dengan 5 kal. Kemudian nilai EC dinormalisasi yaitu dengan membagi EC dengan berat tubuh subjek. Hasil dari perhitungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 22 berikut.
Subjek P
Tabel 22. Nilai IRHR, WEC, TEC dan TEC’ pengupasan biji mete Rerata H A BME Berat IRHR WEC TEC (cm) (m²) (kJ/menit) Badan Kerja (kJ/menit) (kJ/menit) 1,30 4,284 0,562 4,846 56 169 1,653
TEC' (kJ/kg.Jam) 5,192
Dari Tabel 22 dapat dilihat bahwa tingkat beban kerja yang dialami subjek dapat dikategorikan pada tingkat beban kerja sedang, hal ini terlihat dari nilai rerata IRHR 1,30. Sedangkan energi total rata-ratanya (TEC) adalah 4,846 kJ/menit, dengan produktivitas pengupasan rata-rata 0,343 kg/jam dapat dikatakan bahwa energi yang dikeluarkan subjek selama melakukan kegiatan pengupasan adalah 847,69 kJ/kg biji mete kupas.
D. Efisiensi Tenaga Mekanis Tenaga mekanis adalah tenaga yang disalurkan melalui kerja fisik (otot). Tenaga mekanis pada pengupasan kulit buah mete gelondong ini dihitung dengan memperhatikan gaya-gaya yang bekerja pada alat pengupas biji mete ini. Pada lampiran 2 terlihat bahwa tenaga mekanis yang dikeluarkan yaitu sebesar 10,14 watt. Efisiensi tenaga mekanis tubuh adalah persentase perbandingan antara besar tenaga yang dikeluarkan otot dengan besar pengeluaran tenaga total tubuh (TEC). Pada perhitungan pada Lampiran 2 diketahui bahwa efisiensi tenaga mekanis tubuh sebesar 12,59 %. Nilai 12,59 % menunjukan bahwa hanya 12,59 % dari jumlah tenaga total tubuh subjek yang dikeluarkan untuk mengupas kulit buah mete.
E. Analisis Ekonomi Faktor yang menentukan layak tidaknya suatu alat digunakan adalah analisis ekonomi. Dengan analisis ekonomi ini dapat diketahui besar biaya produksi, sehingga keuntungan alat tersebut juga dapat ditentukan. Biaya produksi dipengaruhi oleh biaya produktivitas alat dan biaya produktivitas pengupasan, maka biaya produktivitas alat akan semakin rendah sehingga biaya produksi juga semakin rendah dan keuntungan makin tinggi. Biaya produktivitas alat dipengaruhi oleh faktor efisiensi waktu kerja dan faktor kesiapan alat yang secara tidak langsung akan mempengaruhi keuntungan dari alat tersebut. Semakin tinggi tingkat efisiensi waktu kerja dan faktor kesiapan alat, maka akan sedikit waktu kerja yang terbuang dan kerusakan alat akan relative kecil. Dengan demikian, biaya produktivitas alat akan semakin kecil, sehingga keuntungan yang diperoleh dari alat tersebut semakin besar.
l
Dari hasil perhitungan pada lampiran 4 diperoleh biaya produktivitas alat ini adalah Rp 10.064,33 /kg biji mete. Biaya pembelian buah mete gelondong adalah Rp 8000,00/kg, sedangkan untuk menghasilkan biji mete kupas diperlukan 4 kg buah mete gelondong, maka biaya produksinya adalah Rp 42.064,33 / kg biji mete. Biji mete kupas dengan kualitas baik dapat dijual dengan harga Rp 75.000,00/kg biji mete kupas. Dengan mengurangkan harga jual biji mete kupas dengan biaya produksi maka didapat keuntungan sebesar Rp 32.935,67 /kg biji mete kupas.
li
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Alat pengupas kulit buah mete gelondong ini dapat digunakan oleh operator dengan tingkat keterampilan yang biasa, tidak membutuhkan keahlian yang tinggi, tatapi hanya memerlukan adaptasi (kebiasaan kerja) dalam menggunakan alat ini. Tenaga total tubuh (TEC) operator pada pengupasan buah mete gelondong adalah 847,69 kJ/kg biji mete kupas. Efisiensi tenaga mekanis operator adalah 12,59 % artinya sebesar 12,59 % dari jumlah tenaga total tubuh subjek yang dikeluarkan untuk mengupas kulit buah mete. Pada pengupasan buah mete gelondong , operator menghasilkan produktivitas pengupasan untuk buah mete ukuran besar 0,367 kg/jam, ukuran sedang 0,402 kg/jam, dan ukuran kecil 0,261 kg/jam. Dengan rata-rata produktivitas pengupasan sebesar 0,343 kg/jam. Rata-rata persentasi mutu hasil pengupasan adalah 76,67% biji utuh, 17% biji belah, 3,33% biji teriris, dan 3% biji pecah. Biaya produksi alat pengupas kulit buah mete gelondong tipe pedal ini adalah sebesar Rp 42.064,33 / kg, dengan harga jual biji mete kupas baik sebesar Rp 75.000,00/kg, maka keuntungan alat ini adalah Rp 32.935,67 /kg biji mete kupas.
A. SARAN Nilai produktivitas dari alat pengupas biji mete tipe pedal ini lebih kecil dibandingkan nilai produktivitas alat tipe tangan. Kesulitan dalam pengumpanan buah mete yang akan dikupas didepan pisau pengupas termasuk faktor penghambat kecilnya produktivitas, oleh karena itu perlu didesain ulang sistem pengumpanan buah mete didepan pisau pengupas.
lii
DAFTAR PUSTAKA Awaludin, Dace. 1995. Modifikasi dan uji performansi alat pengupas kulit buah mete. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Direktorat Jendral Perkebunan. 1989. Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Jambu Mete. Departemen Pertanian. Jakarta. Saragih , YP dan Y. Haryadi 1994. Mete. Penebar Swadana, Jakarta Jurnalita, Hanida Pritikasiwi .2007. Uji Kinerja Alat Pemerah Susu Sapi Semi Otomatis Tipe Engkol. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kusen Morgan. 1989. Penerapan Asas Ergonomika Pada Desain Alat Dan Mesin Untuk Efisiensi, Kenyamanan Dan Keselamatan Kerja. Paper. Jurusan Mekanisasi Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Lubis, Y.M. 1994. Budidaya dan Pasca Panen Jambu Mete. Badan Penelitian dan Perkembangan Pertanian. Bogor. Pramana, Insan. 2009. Analisis Beban Kerja Terhadap Aktivitas Penyiangan Secara Manual dan Semi Mekanis pada Budidaya Padi Organik. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rasyani, Lilis. 2001. Pengukuran Beban Kerja Lokal Pada otot Lengan Dengan Menggunakan Elektromiografi Pada Operator Penggiling Jagung Semi - Mekanis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rismunandar. 1981. Memperbaiki Lingkungan dengan Bercocok Tanam Jambu Mete dan Advocat. CV Sinar Baru, Bandung. Soemarno, D.S. dan Sastrahidayat I.K. 1990. Jambu Mete dan Masalahnya. Kalam Mulia, Jakarta. Sularso dan K.Suga. 1981. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin. PT Pradiya Paramita, Jakarta.
liii
LAMPIRAN
liv
Lampiran 1. Pengukuran panjang 150 contoh buah mete gelondong Data hasil pengukuran panjang 150 contoh buah mete gelondong adalah sebagai berikut: Tabel 23. Data ukuran panjang buah mete No
Panjang (mm)
No
Panjang (mm)
No
Panjang (mm)
1
23,45
51
28,65
101
32,15
2 3 4 5 6
24,05 28 25,55 31,05 30,1
52 53 54 55 56
21,85 28,35 25,85 22,15 29,65
102 103 104 105 106
25,45 29,25 30,25 26,35 29,05
7 8 9 10 11
21,05 28,65 29,05 32,15 25,45
57 58 59 60 61
23,75 21,75 24,15 32,15 25,45
107 108 109 110 111
28,95 30,15 32 31,25 27,85
12 13 14 15 16
29,25 30,45 28,35 25,85 22,15
62 63 64 65 66
29,25 30,45 28,35 28,65 29,05
112 113 114 115 116
30 28,65 30,15 32 31,25
17 18 19 20
29,65 23,75 21,75 24,15
67 68 69 70
32,15 25,45 29,25 30,45
117 118 119 120
27,85 30 29,45 24
21 22 23 24 25
22,85 30,25 31,15 22,65 21,75
71 72 73 74 75
28,35 25,85 22,15 21,05 28,65
121 122 123 124 125
25,75 28,5 29,65 30 23
26 27 28 29 30
27,45 24,65 30,25 22,05 23,45
76 77 78 79 80
29,05 32,15 25,45 29,25 30,45
126 127 128 129 130
26,05 28,15 29,45 30,25 26,35
31 32 33 34 35
22 25,15 24 25,75 28,5
81 82 83 84 85
28,35 25,85 22,15 29,65 23,75
131 132 133 134 135
28,35 25,85 22,15 21,05 28,65
36 37 38
29,65 30 23
86 87 88
24,65 30,25 22,05
136 137 138
29,05 32,15 25,45
lv
Lampiran 1. (lanjutan) 39 40 41 42
26,05 28,15 29,45 30,25
89 90 91 92
23,45 22 22,15 29,65
139 140 141 142
28,35 25,85 28,5 29,65
43 44 45 46 47
26,35 29,05 28,95 30,15 32
93 94 95 96 97
23,75 24,65 30,25 31,15 22,65
143 144 145 146 147
30 23 26,05 28,15 29,45
48 49 50
31,25 27,85 30
98 99 100
21,75 27,45 24,65
148 149 150
30,25 23 26,05
Dari data-data tersebut didapat panjang buah mete gelondong bervariasi antara 21,05 – 32,15 mm. dengan demikian buah mete gelondong dapat dibagi menjadi tiga ukuran yaitu: ‐ Ukuran kecil : 21,05 – 24,75 ‐ Ukuran sedang : 24,80 – 28,45 ‐ Ukuran besar : 28,50 – 32,15 Ragam populasi (σ2) dapat dihitung dengan persamaan: ∑
dimana: = Ragam sampel S = Simpangan baku Xi = suku ke-i n = banyaknya data Sedangkan koefisien keragaman dihitung dengan persamaan:
100% Dimana: V = koefisien keragaman σ = standar deviasi µ = nilai rata-rata Berdasarkan data ukuran panjang buah mete dan dengan menggunakan persamaan diatas maka diperoleh: 1.
2.
Buah mete gelondong ukuran besar µ = 30,63 σ2 = 0,76 σ = 0,87 , . 100% v= , = 2,85 % Buah mete gelondong ukuran sedang µ = 28,03 σ2 = 1,49 σ = 1,22 , . 100% v= , = 4,36 %
lvi
Lampiran 1. (lanjutan) 3.
Buah mete gelondong ukuran kecil µ = 23,38 σ2 = 2,04 σ = 1,43 , . 100% v= , = 6,10 %
Dari koefisien keragaman ditambah dengan batas atas setiap kelas dapat diketahui ukuran mata pisau untuk setiap ukuran besar, sedang, dan kecil yaitu mata pisau dengan panjang 32,17 ≈ 33 mm untuk mengupas buah mete gelondong ukuran besar (28,50 – 32,15 mm), mata pisau dengan panjang 28,50 mm untuk mengupas buah mete gelondong ukuran sedang (24,80 – 28,45mm), mata pisau dengan panjang 24,81 ≈ 25 mm untuk mengupas buah mete gelondong ukuran kecil (21,05 – 24,75 mm)
lvii
Lampiran 2. Analisis kebutuhan tenaga mekanis tubuh Kebutuhan tenaga mekanis tubuh alat pengupas kulit buah mete adalah penjumlahan kebutuhan daya pada pengungkit kiri dan kanan. Kebutuhan daya pada pengungkit kiri:
36 mm L
F 100 mm
α Gambar 35. Gaya pada pegas tekan Berdasarkan gambar diatas maka besar sudut
α = tan-1 (
α dapat ditentukan.
)
= 19,79o Dari gambar diatas, F merupakan gaya dorong yang dihasilkan pegas tekan, Analisis gaya pada pegas tekan F = K . ∆X Dimana: F = gaya oleh pegas tekan (N) K = konstanta pegas ( N/m) ∆X = perubahan panjang pegas setelah diberi beban (m) F = m. a Dimana: F = gaya oleh pegas tekan (N) m = massa yang dibebani oleh pegas tekan (kg) a = percepatan gravitasi (m/det2) subtitusi persamaan diatas maka: K.∆X = m.a K=
. ∆
Dari hasil pengukuran dan asumsi didapat: Massa yang dibebankan pada pegas tekan (m) = 1,2 kg Panjang pegas tekan dalam keadaan bebas (X) = 91 mm
lviii
Lampiran 2. (lanjutan)
Panjang pegas tekan dalam keadaan terpasang (X1) = 87 mm Panjang pegas tekan dalam keadaan terbeban (X2) = 51 mm Waktu yang dibutuhkan untuk mengupas kulit = 1,56 det K=
K=
. ∆ ,
. ,
/
–
²
.
K = 2943 N/m Nilai konstanta pegas tekan dalam perhitungan adalah 2943 N/m F1 = K . ∆X1 = K . (X1 – X2 ) = 2943 N/m . ( 87 – 51 ) . 10-3 m = 105,95 N Kecepatan pengupasan dapat dihitung dengan persamaan. V1 =
=
∆
–
. ,
= 23,1 10-3 m/det Maka daya yang dibutuhkan untuk memecah kulit buah mete pada pegas tekan adalah. P1 = F1 . V1 = 105,95 N . 23,1 10-3 m/det = 2,45 watt Analisis gaya pada pegas tarik Dari hasil pengukuran dan asumsi didapat: Massa yang dibebankan pada pegas tarik (m) = 1,2 kg Panjang pegas tarik dalam keadaan bebas (X) = 110 mm Panjang pegas tarik dalam keadaan terpasang (X1) = 123 mm
lix
Lampiran 2. (lanjutan)
Panjang pegas tarik dalam keadaan terbeban (tepat di tengah rel) (X2) = 223 mm Waktu yang dibutuhkan untuk mengupas kulit = 1,56 det K=
K=
. ∆ ,
. ,
/
–
²
.
K = 905,54 N/m Nilai konstanta pegas tarik dalam perhitungan adalah 905,54 N/m F2 = K . ∆X2 = K . (X2 – X1 ) = 905,54 N/m . ( 223 – 123 ) . 10-3 m = 90,56 N Kecepatan pengupasan dapat dihitung dengan persamaan. V2 =
=
∆
–
. ,
= 64,1 10-3 m/det
Maka daya yang dibutuhkan untuk mengupas kulit buah mete adalah. P2 = F2 . V2 = 90.56 N. 64,1 10-3 m/det = 5,81 watt
Maka total daya yang dibutuhkan dalam pengupasan biji mete adalah. P = P1 + P2 = 2,45 + 5,81 = 8,26 watt
lx
Lampiran 2. (lanjutan)
Kebutuhan daya pada pengungkit kanan: Analisis tenaga mekanis untuk melepaskan biji mete dari kulitnya Pada pegas tarikdari hasil pengukuran dan asumsi didapat: Massa yang dibebankan pada pegas tarik (m) = 0.85 kg Panjang pegas tarik dalam keadaan bebas (X) = 110 mm Panjang pegas tarik dalam keadaan terpasang (X1) = 119 mm Panjang pegas tarik dalam keadaan terbeban (X2) = 169 mm Waktu yang dibutuhkan untuk mengupas kulit = 1.23 det K=
K=
. ∆ ,
. ,
/
–
²
.
K = 926,5 N/m Nilai konstanta pegas tarik dalam perhitungan adalah 926,5 N/m F2 = K . ∆X2 = K . (X2 – X1 ) = 926,5 N/m. ( 169 – 119 ) . 10-3 m = 46,325 N Kecepatan pelepasan kulit buah mete dapat dihitung dengan persamaan. V2 =
=
∆
–
. ,
= 40,65 10-3 m/det Maka daya yang dibutuhkan untuk melepaskan kulit buah mete adalah. P2 = F2 . V2 = 46,325 N. 40,65 10-3 m/det = 1,88 watt
lxi
Lampiran 2. (lanjutan)
Maka berdasarkan hasil perhitungan diatas kebutuhan daya mekanis tubuh yang dibutuhkan operator untuk mengupas kulit buah mete adalah penjumlahan total kebutuhan daya yang terjadi pada pengungkit kiri dan kanan. Lampiran 2. (lanjutan)
Ptotal = Pkiri + Pkanan = 8,26 + 1,88 = 10,14 watt
Berdasarkan perhitungan sebelumnya didapat bahwa pengeluaran tenaga total tubuh operator atau energi total rata-ratanya (TEC) adalah 1,582 kkal/menit. sehingga nilai efisiensi mekanis dapat dihitung. TEC = 4,846 kJ/menit x
x
,
J
= 80,54 watt Maka nilai efisiensi mekanisnya adalah: x 100%
E= =
, ,
x 100%
= 12,59 %
lxii
Lampiran 3. . Analisis diameter poros Dari hasil pengukuran dan asumsi-asumsi diperoleh data sebagai berikut: Daya yang ditransmisikan (P) = 10,14 10-3 kw Putaran poros yang diberikan (ni) = 30o = 0,52 rad x
,
x
= 25,37 rpm
Faktor koreksi yang ditransmisikan (fc) = 2,0 Faktor keamanan (sf1) = 6,0 Faktor keamanan karena kekasaran permukaan (sf2) = 3,0 Kekuatan tarik (σb) = 48 kg/mm2 Faktor karena tidak terjadi pembebanan lentur (Cb) = 1 Faktor koreksi karena terjadi tumbukan (Kt) = 3,0 Dari nilai-nilai diatas maka diameter poros dapat dicari dengan persamaan: Pd = fc P = 2,0 (10,14 10-3) = 20,28 kw T = 9,74 105 ,
= 9,74 105
,
= 778,59 kg mm σa =
=
.
= 2,67 kg/mm2 5,1
=
, ,
.
.
1/3
3 x 1 x 778,59
1/3
= 16,46 mm Diameter poros yang dibutuhkan adalah 16,46 mm, namun dengan melihat ukuran yang tersedia dipasaran maka diameter poros yang digunakan adalah 20 mm
lxiii
Lampiran 4. Analisis ekonomi alat pengupas kulit buah mete Dengan mengetahui harga alat dan asumsi-asumsi yang terdapat pada literature, diperoleh: Harga alat
: Rp 1.200.000,00
Suku bunga/tahun
: 12% / tahun
Umur ekonomis
: 5 tahun
Jam kerja operator/hari
: 8 jam/hari
Biaya operator/hari
:Rp 25.000,00/hari
Biaya pemeliharaan alat
: 5% / tahun
Harga akhir alat
: 10% dari harga awal
a.
Biaya Tetap (Rp/tahun) Penyusutan D= Keterangan: D = Biaya penyusutan tiap tahun (Rp/tahun) P = Harga awal (Rp) S = Harga akhir (Rp) L = Umur ekonomis alat (tahun) .
Penyusutan =
.
.
.
.
= Rp 216.000,00/tahun Bunga Modal I= Keterangan: I = Total bunga modal (Rp/tahun) P = Harga awal (Rp) i = Tingkat bunga modal/tahun N = Umur ekonomis alat (tahun) Bunga modal =
.
.
.
= Rp 86.400,00/tahun Total biaya tetap = Penyusutan + Bunga modal = Rp 216.000,00/tahun + Rp 86.400,00/tahun = Rp 302.400,00 /tahun b.
Biaya Tidak Tetap (Rp/kg) Biaya Operator = Rp 25.000,00/hari = Rp 25.000,00/8 jam = Rp 3125/jam
lxiv
Lampiran 4. (lanjutan)
= Rp 3125,00/jam x = Rp 7.500.000,00 /tahun Biaya pemeliharaan alat = 0.05 x 1.200.000 = Rp 60.000,00/tahun Biaya hal-hal khusus: Pegas tekan
= Rp 15.000,00 x
x
= Rp 45.000,00/tahun Pegas tarik
x
= 2 x Rp 20.000,00 x = Rp 120.000,00/tahun
Bearing/roda
= Rp 15.000,00 x
x
= Rp 45.000,00/tahun Total biaya tidak tetap = Biaya operator + Biaya pemeliharaan alat + Biaya hal-hal khusus = Rp 7.500.000,00 /tahun + Rp 60.000,00/tahun + (Rp 45.000,00/tahun + Rp 120.000,00/tahun + Rp 45.000,00/tahun = Rp 7.770.000,00 /tahun Biaya Total = Biaya tetap + Biaya tidak tetap = Rp 302.400,00 /tahun + Rp 7.770.000,00 /tahun = Rp 8.072.400,00 /tahun x = Rp. 3363,5 /jam Produktivitas pengupasan = 0,343 kg/jam Biaya produktivitas alat =
R
, .
/ /
= Rp 10.064,33 /kg Biaya pembelian buah mete gelondong adalah Rp 8000,00/kg. Sedangkan 4 kg buah mete gelondong menghasilkan 1 kg biji mete kupas, maka biaya pembelian buah mete gelondong Rp 32.000,00/kg. Biaya produksi = Rp 10.064,33 /kg + Rp 32.000,00/kg = Rp 42.064,33 / kg Harga mete kupasan = Rp 75.000,00 /kg Keuntungan = Rp 75.000,00 /kg – Rp 42.064,33 / kg = Rp 32.935,67 /kg
lxv
Lampiran 5. Gambar Teknik
`
52
Lampiran 5. Gambar Teknik
53
Lampiran 5. Gambar Teknik
54
Lampiran 5. Gambar Teknik
55
Lampiran 5. Gambar Teknik
56
Lampiran 5. Gambar Teknik
57
Lampiran 5. Gambar Teknik
58
Lampiran 5. Gambar Teknik
59
Lampiran 5. Gambar Teknik
60