SKRIPSI
APLIKASI PENAMBAHAN FLOKULAN TERHADAP PENGOLAHAN SARI BUAH JAMBU METE (Anacardium occidentale L)
Oleh :
RUCITRA WIDYASARI F24103132
2007 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
APLIKASI PENAMBAHAN FLOKULAN TERHADAP PENGOLAHAN SARI BUAH JAMBU METE (Anacardium occidentale L)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh :
RUCITRA WIDYASARI F24103132
2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
APLIKASI PENAMBAHAN FLOKULAN TERHADAP PENGOLAHAN SARI BUAH JAMBU METE (Anacardium occidentale L)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : RUCITRA WIDYASARI F24103132
Dilahirkan pada tanggal 22 Juni 1985 Di Mataram Tanggal lulus:
Agustus 2007
Menyetujui, Bogor,
Agustus 2007
Dr.Ir. Slamet Budijanto, M.Agr Dosen Pembimbing Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Rucitra Widyasari. F24103132. Aplikasi Penambahan Flokulan Terhadap Pengolahan Sari Buah Jambu Mete (Anacardium Occidentale L). Di bawah bimbingan Slamet Budijanto. 2007 RINGKASAN Buah semu mete merupakan produk samping dari industri kacang mete. Dengan total produksi sekitar 600 ton per tahun, buah semu mete sangat berpotensi untuk dikembangkan. Selain itu, buah semu mete memiliki banyak khasiat seperti misalnya sebagai anti tumor, anti mikroba mauoun sebagai antioksidan yang potensial, hal ini dikarenakan buah semu mete memiliki kandungan vitamin C yang sangat tinggi yaitu 203.5 mg/100 ml. akan tetapi, buah semu mete mengandung senyawa fenolat yang menyebabkan rasa sepat, getir dan bau yang kuat sehingga dalam jangka panjang teknologi ini dapat digunakan untuk memanfaatkan limbah jambu mete. Sari buah adalah minuman ringan yang berasal dari buah-buahan yang telah masak dan masih segar tanpa mengalami proses fermentasi yang dapat ditambahkan dengan gula dan air. Pembuatan sari buah ini ditujukan untuk meningkatkan nilai ekonomi buah, meningkatkan daya guna buah serta mengurangi ketergantungan buah jambu mete terhadap musim. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pengaruh beberapa jenis flokulan terhadap pengurangan kadar tanin pada larutan buah jambu mete yang akan dijadikan minuman sari buah serta mengembangkan formula sri buah jambu mete yang dapat diterima secara organoleptik. Penelitian terdiri dari lima tahap, yaitu : (1) pemilihan jenis flokulan, (2) pengujian kadar tanin, (3) penentuan tingkat pengenceran, (4) penentuan tingkat kemanisan, dan (5) formulasi. Dengan menggunakan uji hedonik akan diperoleh formula yang paling disukai. Formula yang diperoleh diuji secara kima, fisik dan mikrobiologi. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa formula sari buah jambu mete yang paling disukai adalah sari buah dengan formula penambahan tepung putih telur 0.01%, tingkat pengenceran 1:3, serta tingkat kemanisan 11.5° brix. Dengan karakteristik produk akhir, pH rata-rata 4.34, kekentalan 3.5 cp, kadar air 85.70 % (bb), kadar abu 0.02 % (bb), kadar protein 0.25 % (bb), lemak 0.05 % (bb), serat kasar 0.06 % (bb) dan kadar karbohidrat 13.92 % (bb) dan jumlah total mikroba serta total kapang-khamir lebih kecil dari 2.5 x 102 koloni/ml serta kadar vitamin C 52.47 mg/100 ml.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Mataram pada tanggal 22 Juni 1985 sebagai bersaudara Dra.Hj.
dari
Retno
anak
pertama
dari
dua
pasangan Dr. H Wildan dan Widowati
Andajani.
Penulis
memiliki seorang adik bernama Zulhan Widya Baskara. Pendidikan
Sekolah
ditempuh
dari
tahun 1990-1991 di TK Aysiah Bustanul Atfal Mataram, lalu pada tahun 1991 - 1997 di SDN 13 Mataram, kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di SLTPN 2 Mataram hingga tahun 2000. pada tahun 2000-2003 penulis melanjutkan Sekolah Menengah Umum di SMUN 1 Mataram hingga tamat. Penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor pada tahun 2003 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis merupakan anggota HIMITEPA selama periode 2005 – 2006. Pelatihan dan seminar yang pernah diikuti penulis adalah seminar dan pelatihan HACCP (Hazard Analytical And Critical Control Point) yang diselenggarakan oleh Mbrio, seminar Keamanan Pangan, seminar Pangan Halal, seminar Entreptreneurship, dan seminar FGW Student Forum Milk and Milk Product.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbi’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT pemilik jiwa dan raga ini atas Ridho serta atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan laporan hasil penelitian yang penulis lakukan sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana di Institut Pertanian Bogor, berjudul “Aplikasi Penambahan Flokulan Terhadap Pengolahan Sari Buah Jambu Mete (Anacardium occidentale L.)” yang telah dilaksanakan dari bulan November 2006 sampai Mei 2007 di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA-IPB. Selama kegiatan penelitian maupun penulisan skripsi ini tentu tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak, ibu, dan adikku yang tak pernah bosan memberi bimbingan, dorongan (material, spiritual), doa serta limpahan kasih sayang yang tak akan pernah terbalas. 2. Dr.Ir.Slamet Budijanto, M.Agr, sebagai dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberi bimbingan dan dukungan selama penulis menjalani pendidikan dan selama penulis melakukan tugas akhir sampai penulisan skripsi ini. 3. Bapak Dr.Ir.Yadi Haryadi, MSc dan Bapak Dr. Sukarno, Msi atas kesediaannya menjadi dosen penguji dan bimbingannya kepada penulis 4. Keluarga besar Eyang Sabekti dan (Alm) mbah H.Ridwan saleh atas segala dukungan, kasih sayang, kebaikan, dan doanya. 5. Teman seperjuangan dan sebimbingan Andiny, Andal, dan Irma. 6. My everlasting friend, Annisa, Evanda, Ocha, Riska, Diny, Wati, I2n, Irma bo, Abdy, Indach dan Dian, serta sahabat-sahabat terbaikku Nana, Isma, Nuni, sally, Eka, Diana, Ajeng, Babon, Itang atas dukungannya, perhatian, serta kasih sayang disaat susah maupun senang, terima kasih atas segala kenangan indah yang pernah ada kawan, kisah kita adalah sebuah kisah klasik untuk masa depan. 7.
Teman-teman ITP, TIN, dan TEP 39 dan 41.
i
8. Thalha Farizi, atas segala dukungan, doa dan perhatian serta segala hal yang pernah dilalui. 9. Teman-teman ITP 40 Ican, Zano, Hendy, Oneth, Erik, Nooy, Arie, Beti, Chitra, Wayan, Ade, Mona, Steph, Tatan, Tya, Ados, Mita, Adie, Danang, Chusni, Yoga, Marto, Denang, Gilang, Aca, Ryal, Widi, Teddy, Meiko, Kanin, Martin, Aji, especially my big team ‘D’, Andal, Dian, Sarwo, Usman, Arga, Andreas, Agus, Santo, Ekus, Angel, Lasty, Gading, Maya, Anis, Ika, Mae, Bos Mardi, Intan, Nana, Pau2, Dhea, Andrea, atas segala kegembiraan disaat praktikum dan kuliah. 10. Temen-temen di Fits, mbak Febri, bu Rinrin, mbak Iin, mas Jejen, mas Narto, mas Harsono, mang ujang dan temen-temen lainnya. Terimakasih atas semua bantuan yang telah diberikan. 11. Semua teknisi dan laboran. Pak Sobirin, Pak Koko, Pak Rojak, Pak Wahid, Teh Ida, Mbak Darsi, Bu Rubiyah, Pak Mul, Mas Edy, Bu Antin. Terima kasih atas bantuannya. 12. Penghuni Wisma Karditha (Mbak Zenab, Mas Aga, Event, Ocha, Anis, Bohai, Wati, Cici, Fitri, Lina, Mbak Nanin, Abdy, Iin, Mbak Rina dan Ibu Wati) yang telah memberikan dukungan dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi penulis sehingga memudahkan dalam penyelesaian skripsi ini. 13. Dosen IPB dan ITP-FATETA periode 2003-2007 atas segala pengajaran dan pendidikan serta kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis. Semoga skripsi hasil penelitian akhir ini dapat memberika banyak manfaat bagi yang memerlukannya. Akhirnya kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan tulisan selanjutnya. Serta mohon ma’af atas segala kesalahan dan kekurangan dalam skripsi ini.
Bogor, Agustus 2007 Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ...................................................................................
i
DAFTAR ISI.................................................................................................. iii DAFTAR TABEL.......................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. ix I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ....................................................................... 1 B. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ..................................... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA A. SARI BUAH ..................................................................................... 3 B. TANAMAN JAMBU METE ............................................................. 5 C. TANIN ............................................................................................... 7 D. BAHAN PENGIKAT TANIN ........................................................... 8 1. Gelatin ............................................................................................ 8 2. Albumin ......................................................................................... 9 E. MEKANISME PENGIKATAN TANIN ............................................ 10 F. BAHAN PENGIKAT LAIN .............................................................. 12 1. Sukrosa .......................................................................................... 12 2. Lemon ........................................................................................... 12 III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN ............................................................................................. 14 B. ALAT ................................................................................................. 14 C. PROSEDUR PEMBUATAN SARI BUAH JAMBU METE ........... 14 D. METODOLOGI PENELITIAN......................................................... 16 1. Penentuan Jenis Flokulan .............................................................. 16 2. Pengujian Kadar Tanin ................................................................. 17 3. Tingkat Pengenceran ..................................................................... 18 4. Tingkat Kemanisan ....................................................................... 18 5. Formulasi ...................................................................................... 19
iii
Halaman E. PENGAMATAN PRODUK TERPILIH ............................................ 19 1. Kadar Air ....................................................................................... 19 2. Kadar Abu ...................................................................................... 20 3. Kadar Protein ................................................................................. 20 4. Kadar Lemak.................................................................................. 21 5. Kadar Karbohidrat ......................................................................... 21 6. Nilai pH ......................................................................................... 21 7. Total Padatan Terlarut .................................................................. 21 8. Kekentalan ..................................................................................... 21 9. Uji Total Plate Count ..................................................................... 21 10. Uji Kapang-Khamir ...................................................................... 22 11. Kadar Vitamin C ........................................................................... 22 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tahap Penentuan Konsentrasi Flokulan Pada Sari Buah Jambu Mete ......................................................................... 24 2. Tahap Penentuan Kadar Tanin ……………………………………… 29 3. Tahap Penentuan Tingkat Pengenceran ............................................... 31 4. Tahap Penentuan Tingkat Kemanisan ................................................ 35 5. Tahap Formulasi ................................................................................. 38 A. MUTU FISIK SARI BUAH JAMBU METE .................................... 41 1. Keasaman (pH) ............................................................................. 41 3. Kekentalan .................................................................................... 42 C. MUTU KIMIA SARI BUAH JAMBU METE .................................. 42 1. Kadar Air ....................................................................................... 43 2. Kadar Abu ...................................................................................... 44 3. Kadar Protein ................................................................................. 44 4. Kadar Lemak.................................................................................. 44 5. Kadar Karbohidrat ......................................................................... 44 6. Kadar Vitamin C ........................................................................... 45 D. MUTU MIKROBIOLOGI SARI BUAH JAMBU METE ................ 45
iv
Halaman V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN ................................................................................... 50 B. SARAN ............................................................................................... 50 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 51 LAMPIRAN................................................................................................... 53
v
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Komposisi Kimia Buah Semu Mete Per 100 Gram .......................
6
Tabel 2. Syarat Mutu Tepung Putih Telur ................................................... 10 Tabel 3. Konsentrasi flocculant .................................................................. 17 Tabel 4. Tingkat Pengenceran ..................................................................... 18 Tabel 5. Komposisi kimia formula minuman sari buah jambu mete hasil analisa proksimat (% bb) ...................................................... 43 Tabel 6. Hasil uji mikrobiologi total mikroba pada minuman sari buah jambu mete ................................................................................... 46 Tabel 7. Standar mutu minuman sari buah (SNI 01-3719-1995) ................ 48
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Pembuatan Sari Buah Jambu Mete......................................... 5 Gambar 2. Histogram pengaruh penambahan tepung putih telur terhadap skor rata-rata kesukaan warna ................................. 25 Gambar 3. Histogram pengaruh penambahan gelatin terhadap skor rata-rata kesukaan warna ................................................ 26 Gambar 4. Histogram pengaruh penambahan tepung putih telur terhadap skor rata-rata kesukaan aroma .................................. 26 Gambar 5. Histogram pengaruh penambahan gelatin terhadap skor rata-rata kesukaan aroma................................................... 27 Gambar 6. Histogram pengaruh penambahan tepung putih telur terhadap skor rata-rata kesukaan rasa ..................................... 28 Gambar 7. Histogram pengaruh penambahan gelatin terhadap skor rata-rata kesukaan rasa..................................................... 28 Gambar 8. Grafik hasil uji organoleptik penambahan tepung putih telur terhadap parameter rasa........................................................... 29 Gambar 9. Grafik hasil uji organoleptik penambahan gelatin terhadap parameter rasa........................................................................... 29 Gambar 10. Rata-rata nilai kadar tanin minuman sari buah jambu mete pada perlakuan dengan penambahan albumin ........................ 30 Gambar 11. Rata-rata nilai kadar tanin minuman sari buah jambu mete pada perlakuan dengan penambahan tepung putih telur......... 30 Gambar 12. Pengamatan secara visual warna pada tingkat pengenceran .. 32 Gambar 13. Histogram pengaruh formulasi tingkat pengenceran terhadap skor rata-rata kesukaan warna ................................ 33 Gambar 14. Histogram pengaruh formulasi tingkat pengenceran terhadap skor rata-rata kesukaan aroma ................................
33
Gambar 15 Histogram pengaruh formulasi tingkat pengenceran terhadap skor rata-rata kesukaan rasa...................................... 35
vii
Halaman Gambar 16. Histogram pengaruh tingkat kemanisan terhadap skor rata-rata kesukaan warna.................................................
36
Gambar 17. Histogram pengaruh tingkat kemanisan terhadap skor rata-rata kesukaan aroma................................................. 37 Gambar 18. Histogram pengaruh tingkat kemanisan terhadap skor ratarata kesukaan rasa ................................................................... 38 Gambar 19. Histogram pengaruh tahap formulasi terhadap skor rata-rata kesukaan warna ................................................. 39 Gambar 20. Histogram pengaruh tahap formulasi terhadap skor rata-rata kesukaan aroma ................................................. 40 Gambar 21 Histogram pengaruh tahap formulasi terhadap skor rata-rata kesukaan rasa .................................................... 41 Gambar 22. Grafik pH minuman sari buah jambu mete ............................. 42 Gambar 23. Viscometer Brookefield ........................................................... 43
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Data hasil analisa proksimat produk akhir sari buah jambu mete ...............................................................................
53
Lampiran 2. Rekapitulasi data uji hedonik penambahan tepung putih telur .....................................................................
54
Lampiran 3. Rekapitulasi data uji hedonik penambahan gelatin. ................
55
Lampiran 4. Rekapitulasi data uji hedonik tingkat pengenceran .................
56
Lampiran 5. Rekapitulasi data uji hedonik tingkat kemanisan. ...................
57
Lampiran 6. Rekapitulasi data uji hedonik formulasi ..................................
58
Lampiran 7. Sidik ragam uji hedonik warna penambahan tepung putih telur .....................................................................
59
Lampiran 8. Sidik ragam uji hedonik aroma penambahan tepung putih telur .....................................................................
60
Lampiran 9. Sidik ragam uji hedonik rasa penambahan tepung putih telur .....................................................................
61
Lampiran 10. Sidik ragam uji hedonik warna penambahan gelatin.......................................................................................
62
Lampiran 11. Sidik ragam uji hedonik aroma penambahan gelatin.......................................................................................
63
Lampiran 12. Sidik ragam uji hedonik rasa penambahan gelatin.......................................................................................
64
Lampiran 13. Sidik ragam uji hedonik warna tingkat pengenceran .................................................................
65
Lampiran 14. Sidik ragam uji hedonik aroma tingkat pengenceran .................................................................
66
Lampiran 15. Sidik ragam uji hedonik rasa tingkat pengenceran .................................................................
67
Lampiran 16. Sidik ragam uji hedonik warna tingkat kemanisan....................................................................
68
Lampiran 17. Sidik ragam uji hedonik aroma tingkat kemanisan ...................................................................
69
Lampiran 18. Sidik ragam uji hedonik rasa tingkat kemanisan .....................
70
Lampiran 19. Sidik ragam uji hedonik warna tahap formulasi......................
71
Lampiran 20. Sidik ragam uji hedonik aroma tahap formulasi .....................
72
Lampiran 21. Sidik ragam uji hedonik rasa tahap formulasi ........................ . 73
ix
Halaman Lampiran 22. Data hasil pengukuran pH minuman sari buah jambu mete … 74 Lampiran 23. Hasil uji statistik kadar tanin ekstrak minuman sari buah jambu mete pada perlakuan dengan penambahan albumin ….. 74 Lampiran 24. Hasil uji statistik kadar tanin ekstrak minuman sari buah jambu mete pada perlakuan dengan penambahan tepung putih telur ……………………………………………. 75
x
I. PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG Buah semu mete (cashew apple) belum dimanfaatkan secara maksimal karena memiliki rasa yang sepat, getir serta aroma yang kuat sehingga tidak banyak diminati oleh masyarakat (Bambang, 1982). Hal ini berhubungan dengan adanya kandungan fenolat. Senyawa fenolat tersebut sebenarnya bermanfaat bagi kesehatan. Seperti yang dilaporkan oleh Kubo.,et al (1993) bahwa senyawa fenolat seperti anacardic acid, cardols dan methyl cardols mempunyai sifat anti tumor dan sebagai anti mikroba. Selain itu, juga mengandung vitamin C yang sangat tinggi yaitu 204 mg/100 ml yang dapat berfungsi sebagai antioksidan. Salah satu faktor belum dimanfaatkannya buah semu mete adalah belum tersedianya teknologi yang tepat untuk mengolah buah semu mete. Padahal buah semu mete mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai minuman fungsional. Oleh karena itu, untuk meningkatkan daya terima produk minuman fungsional buah semu mete ini antara lain dengan cara menghilangkan sebagian senyawa tanin yang berpengaruh terhadap cita rasa sepat buah semu mete. Penghilangan senyawa tanin ini dapat dilakukan, salah satunya, dengan menambahkan beberapa senyawa flokulan serta formulasi gula dalam jumlah yang tepat, sehingga dihasilkan produk berupa minuman sari buah yang disukai oleh masyarakat. Pengolahan buah mete di Indonesia sebenarnya telah dilakukan sebagai bahan pembuatan anggur di daerah Gunung Kidul, Yogyakarta. Usaha tersebut dilakukan pada tahun 1978 namun hingga kini belum menampakkan hasil yang memuaskan, karena masih terbatasnya konsumen minuman beralkohol di Indonesia. Beberapa usaha lain yang sudah dikembangkan antara lain abon mete, sirup mete, selai mete, maupun sebagai cuka makan. Berdasarkan uraian diatas, peneliti melakukan uji coba pengembangan teknologi pengolahan buah semu mete menjadi minuman sari buah jambu mete (Anacardium occidentale L) yang dapat diterima oleh Konsumen. Penelitian
ini akan memfokuskan pada pengembangan teknologi dengan penambahan beberapa senyawa flokulan. B.
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengembangkan teknologi proses pengolahan sari buah mete yang mempunyai cita rasa yang disukai konsumen sehingga dapat diaplikasikan pada industri kecil menengah. Sedangkan secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengidentifikasi bahan-bahan flokulan yang dapat mengurangi kadar tanin. 2. Mengembangkan formula sari buah jambu mete. 2 Manfaat Penelitian Tersedianya teknologi pengolahan sari buah mete yang dapat diaplikasikan dalam industri kecil sehingga dalam jangka panjang teknologi ini dapat digunakan untuk memanfaatkan limbah jambu mete.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.
SARI BUAH Pembuatan sari buah merupakan salah satu cara menyelamatkan kelebihan produksi buah-buahan dan menghindari dari ketergantungan terhadap musim. Selain itu, pembuatan sari buah juga bertujuan untuk meningkatkan ketahanan simpan dan daya guna buah-buahan. Menurut SNI 01-3719-1995, minuman sari buah adalah minuman ringan yang dibuat dari sari buah dan air minum dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sari buah antara lain, buah yang digunakan haruslah segar, banyak tersedia dan mengandung kadar air yang tinggi (juicy), tidak hambar, serta tidak rusak dan tidak busuk (Ashurst, 1995). Pada umumnya sari buah diperoleh dari buah-buahan setelah melalui tahap ekstraksi, klarifikasi, dearasi, pasteurisasi, pengalengan atau pembotolan, pemekatan, dan selanjutnya dilakukan pendinginan. Sedangkan untuk buahbuahan tertentu, dapat dilakukan modifikasi terhadap proses pengolahan tersebut, bergantung pada sifat buah dan sari buah yang diinginkan. Berikut adalah penjelasan dari tahap-tahap diatas : 1. Ekstraksi Metoda yang digunakan untuk mengekstraksi sari buah dari buahbuahan tropis sangat beragam, tergantung dari struktur dan komposisi buah. Sari buah dapat dipisahkan dari jaringan padat dengan menggunakan alat-alat screw extractor, centrifugal machines atau dengan saringan (Ashurst, 1995). 2. Klarifikasi Menurut Potter (1973), klarifikasi bertujuan untuk menghilangkan sisa pulp dari sari buah dengan cara penyaringan, pengendapan, atau sentrifugasi. Sari buah yang tidak dimurnikan akan berakibat terjadinya pengendapan partikel-partikel pulp setelah sari buah dibotolkan, hal ini tidak diinginkan karena akan menurunkan penerimaan konsumen.
3. Deaerasi Proses deaerasi ditujukan untuk mengurangi kerusakan vitamin C dan perubahan yang disebabkan oleh adanya oksigen (Potter, 1973). Selain itu, faktor-faktor lain penyebab kehilangan vitamin C selama pengolahan dan penyimpanan
adalah
cara
pengolahan
yang
salah
dan
temperatur
penyimpanan yang tinggi. Vitamin C relatif stabil pada sari buah yang mempunyai pH rendah dengan kandungan asam sitrat yang tinggi. Namun pada keadaan sebaliknya, vitamin C akan sangat labil (Kusnandar dan Andarwulan, 2006). Vitamin C adalah vitamin paling tidak stabil diantara semua vitamin yang mudah mengalami kerusakan selam proses pengolahan dan penyimpanan. Vitamin ini memiliki sifat sangat mudah larut dalam air, mudah teroksidasi, dalam proses ini dipercepat oleh panas, sinar, alkali serta oleh katalis tembaga dan besi. 4. Pasteurisasi Pasteurisasi bertujuan untuk membunuh mikroorganisme patogen dan menginaktifkan enzim. Pasteurisasi bukan bertujuan untuk membunuh spora bakteri, tapi untuk mencegah agar spora tersebut tidak berkembang. Pasteurisasi terdiri dari beberapa metode, seperti flash pasteurisation yang menggunakan plate heat exchanger, batch pasteurisation, dan in pack pasteurisation (hot filling) (Ashurst, 1995). 5. Pengalengan Pengalengan merupakan cara pengemasan bahan pangan dalam wadah kaleng tertutup rapat (hermetis) dan disterilisasi dengan panas. Cara pengemasan ini umum dilakukan pada industri sari buah, karena dapat mempertahankan nilai gizi, cita rasa dan daya tarik. Keuntungan pembotolan (gelas) dalam pengemasan sari buah dibandingkan dengan kaleng antara lain transparan,
inert (tidak beraksi), dapat dibuka dan ditutup kembali bila
menggunakan tutup botol yang sesuai. Selain itu kerusakan mikrobiologis yang tidak menghasilkan gas yang sulit dideteksi pada makanan kaleng dapat mudah terlihat pada botol.
4
6. Penyimpanan dingin Penyimpanan dingin (chilling storage) merupakan cara penyimpanan bahan atau produk pangan dibawah suhu 15°C dan diatas titik beku bahan/produk. Penyimpanan dingin merupakan salah satu cara menghambat turunnya mutu sari buah, disamping penambahan zat-zat pengawet kimia dan konsentrasi
gula
yang
tinggi.
Pendinginan
akan
menurunkan
laju
pertumbuhan mikroba pada bahan/produk yang disimpan. Penurunan ini disebabkan oleh karena terjadinya denaturasi enzim dan penghambatan sintesa enzim yang dibutuhkan mikroba. Pada penyimpanan dalam suhu ruang terjadi perubahan pada sari buah karena alkohol hasil fermentasi oleh berbagai jenis khamir. Bakteri yang sering memfermentasi gula pada sari buah adalah : Lactobacillus pastorianus, Lactobacillus brevis, dan Leuconostoc
mesenteroides,
lendir
dihasilkan
oleh
Leuconostoc
mesenteroides, Lactobacillus brevis, dan Lactobacillus plantarum. Menurut Pollard dan Timberlake (1971), suhu penyimpanan yang ideal bagi sari buah adalah 35 sampai 40°F. Dalam pembuatan sari buah biasanya ditambahkan gula, garam dan asam. Penambahan gula dimaksudkan untuk menambah rasa manis dan daya awet. Garam selain dapat menambah efektivitas bahan pengawet juga dapat memperbaiki flavor. B.
TANAMAN JAMBU METE (Anacardium occidentale L.) Tanaman Jambu mete (Anacardium occidentale L.) termasuk ke dalam kingdom Plantae dengan genus Anacardium dan spesies Anacardium occindentale L. Tanaman jambu mete terdiri dari beberapa varietas, tetapi hingga sekarang varietasnya belum ditentukan secara pasti. Masing-masing varietas jambu mete tersebut dibedakan berdasarkan warna dan ukuran biji mete. Jambu mete terdiri dari dua macam bagian, yakni bagian vegetatif dan bagian generatif. Bagian vegetatif antara lain akar, batang serta daun, serta bagian generatif yang terdiri dari bunga dan buah. Buah jambu mete terbagi atas buah semu (cashew apple) dan buah sejati.
5
Bagian buah semu (cashew apple) sebenarnya adalah penduculus (tangkai buah) yang membesar seolah-olah daging buah normal. Oleh karenanya, bagian ini lalu disebut buah semu. Panjang buah semu sekitar 4-8 cm dan lebarnya 4-6 cm. Daging buah tebal, banyak mengandung air, berserabut, berkulit tipis, dan berasa sepat. Warna buah semu yang telah masak cukup bervariasi dan tergantung pada varietasnya yaitu mulai dari kuning, merah, orange, keputih-putihan, hingga hijau. Bobotnya 5-16 kali dari bobot buah sejati. Komposisi kimia buah semu mete dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Kimia Buah Semu Mete Per 100 Gram Komponen Air
Jumlah C 86,1 (g)
Karbohidrat
12,6 (g)
Protein
0,8 (g)
Lemak
0,2 (g)
Serat
0,6 (g)
Abu
0,3 (g)
Vitamin C
200,0 (mg)
P
19,0 (mg)
Fe
0,4 (mg)
Vitamin B1
0,2 (mg)
Vitamin B2
0,2 (mg)
Ca
0,2 (mg)
Niasin
0,5 (mg)
Tanin
0.32 %
Sumber : Saragih dan Haryadi (2003) Rasa sepat pada jambu mete disebabkan oleh kandungan senyawa fenolat bernama tanin dengan kadar antara 0,32-0,55%. Kandungan tanin pada buah semu dipengaruhi tingkat kematangan buah. Kadar tanin tertinggi terdapat pada waktu buah masih muda dan menurun setelah tua karena adanya degradasi. Adanya tanin dalam buah dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme,
6
sehingga buah yang matang sensitif terhadap serangan mikroorganisme (Bahar, 1983). C.
TANIN Tanin adalah kelompok senyawa fenolat dengan bobot molekul 500-3000 dan dapat bereaksi dengan protein membentuk kompleks protein-tanin yang tidak larut pada konsentrasi dan pH tertentu. Hal ini terjadi pada kondisi bobot molekul rendah, stabilitas kompleks rendah, sedangkan pada bobot molekul tinggi, proses penyamakan tidak efektif karena terlalu besar untuk penetrasi serat. Tanin tidak selalu berwarna kuning atau cokelat. Asam tanat yang dapat dibeli di pasaran mempunyai BM 1,701 dan kemungkinan besar terdiri dari sembilan molekul asam galat dan sebuah molekul glukosa (Winarno, 1992). Tanin yang terdapat dalam tumbuhan berpembuluh dapat diekstraksi pada bagian kayu dan kulit kayu dengan menggunakan air atau pelarut organik seperti aseton atau etanol. Tanin dalam berbagai jenis tanaman memilki struktur kimia dan reaksi yang berbeda-beda tetapi memiliki sifat yang sama yaitu dapat mengendapkan gelatin dan protein. Tanin alami larut dalam air dan dapat menyebabkan terjadinya perubahan warna pada larutan mulai dari warna terang, merah tua dan cokelat, sehingga tiap-tiap tanin memiliki warna yang khas sesuai sumbernya. Menurut Winarno (1992), oksidasi tanin akan menghasilkan senyawa berwarna coklat yang tidak mampu mengendapkan protein. Menurut Winarno (1992), tanin terdiri dari katekin, leukoantosianin dan asam hidroksi yang masing-masing dapat menimbulkan warna bila bereaksi dengan ion logam. Senyawa-senyawa yang dapat bereaksi dengan protein dalam proses penyamakan kulit kemungkinan besar terdiri dari katekin dengan berat molekul sedang, sedangkan katekin dengan berat molekul rendah banyak ditemukan pada buah-buahan dan sayuran. Istilah tanin yang digunakan dalam bidang pangan ada dua macam. Tipe pertama adalah condensed tannin yang merupakan polimer dari katekin (flavan3-ol) dan leukoantosianin (flavan-3,4-diol). Bentuk kedua adalah hydrolyzable
7
tannin, termasuk didalamnya senyawa-senyawa galotanin dan elagitanin. Senyawa tanin terkondensasi tidak dapat dihidrolisa baik oleh asam, basa maupun enzim. Sedangkan tanin terhidrolisis terdiri dari senyawa poliester dan glikosida yang satu sama lainnya dihubungkan oleh atom O dan mudah terhidrolisis dengan asam dan enzim. Tanin yang terkondensasi terdapat pada buah-buahan, biji-bijian dan tanaman yang dapat dimanfaatkan manusia sebagai makanan, sedangkan tanin yang dapat dihidrolisa banyak terdapat pada kelompok tanaman bukan makanan (non edible food), tetapi mempunyai peranan penting dalam industri makanan, minuman dan obat-obatan. Rasa sepat oleh tanin disebabkan karena terbentuknya ikatan silang antara tanin dengan protein atau glikoprotein di rongga mulut yang disertai dengan berkurangnya sekresi air liur, sehingga menimbulkan perasaan kering dan berkerut. Berkurangnya sekresi air liur dapat disebabkan karena pengkerutan saluran pembuluh air liur atau pengendapan glikoprotein sehingga menutup saluran pembuluh air liur. Akan tetapi belum diketahui pasti mekanisme pertama yang terjadi (Bambang, 1982). D.
BAHAN PENGIKAT TANIN a Gelatin Gelatin adalah derivat protein dari serat kolagen yang ada pada kulit, tulang dan tulang rawan. Susunan asam aminonya hampir mirip dengan kolagen, dimana glisin sebagai asam amino utama dan merupakan 2/3 dari seluruh asam amino yang menyusunnya. 1/3 asam amino yang tersisa diisi oleh prolin dan hidroksiprolin. Disamping bentuk hidroksiprolin, terdapat juga dalam bentuk 2-hidroksiprolin atau 3-hidroksiprolin dalam jumlah kecil (0,26%). Gelatin tidak mengandung triptofan dan hanya mengandung sedikit tirosin dan sistin. Sifat yang dimilki oleh gelatin tergantung pada jenis asam-asam amino penyusunnya. Beberapa sifat yang dimilki oleh gelatin adalah dapat berubah secara reversible dari bentuk sol ke bentuk gel, membengkak atau mengembang dalam air dingin, dapat membentuk film, mempengaruhi viskositas suatu bahan, dan dapat melindungi sistem koloid.
8
Gelatin mengandung 19 asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida membentuk rantai polimer yang panjang. Komposisi asam amino gelatin bervariasi tergantung pada sumber kolagen tersebut, spesies hewan penghasil dan jenis kolagen. Perbedaan gelatin dan kolagen selain terletak pada kandungan triptofan dan tirosin yaitu gelatin mempunyai sifat mudah larut dan mudah dicerna sedangkan kolagen tidak. Oleh karena itu gelatin dapat dipakai sebagai sumber protein dalam makanan, tetapi hanya berperan sebagai suplementasi sebab gelatin kurang mengandung asam amino yang cukup (Mulyani, 2001). Gelatin larut dalam air, asam asetat dan pelarut alkohol seperti gliserol, propilen glikol, sorbitol dan manitol, tetapi tidak larut dalam alkohol, aseton, karbon tertraklorida, benzen, petroleum eter dan pelarut organik lainnya. Pada kondisi tertentu juga larut dalam campuran aseton-air dan alkohol-air. Gelatin mudah larut pada suhu 71,1°C dan cenderung membentuk gel pada suhu 48,9°C. Gelatin
dapat
digunakan
sebagai
penjernih,
seperti
untuk
menjernihkan minuman jus buah. Gelatin juga menyerap kandungankandungan yang dapat menyebabkan bahan minuman ini menjadi berembun sehingga menimbulkan kesan kotor pada wadahnya. b. Albumin Albumin atau putih telur tersusun atas empat lapis, yaitu bagian tipis luar, bagian kokoh, bagian tipis dalam, dan lapisan khalsiferus. Komposisi putih telur tersusun atas protein, sebagai komponen utama. Kandungan lemak dalam putih telur dapat diabaikan, karena jumlahnya yang sangat sedikit. Kandungan karbohidrat dalam putih telur berupa karbohidrat bebas dan karbohidrat yang terikat dengan protein, dimana sekitar 98% dari karbohidrat bebas dalam putih telur adalah glukosa. Putih telur atau albumin mengandung protein yang cukup tinggi. Protein yang terkandung dalam telur merupakan protein berkualitas terbaik dan dianggap mempunyai nilai biologi 100. albumin telur biasa digunakan untuk mengurangi rasa sepat pada anggur merah (red wines) dengan menurunkan kadar tanin. Albumin telur juga dapat digunakan untuk
9
menjernihkan sirup, sup, dan jelly, karena kemampuannya untuk berkoagulasi. Albumin telur dapat terkoagulasi oleh asam dan juga panas. Kisaran suhu mulai terjadinya koagulasi adalah 63°C, dan mulai sempurna pada suhu 71°C. Tepung putih telur adalah tepung yang dibuat dari cairan putih telur. Syarat mutu tepung putih telur diperlihatkan pada Tabel 2. Tabel 2. Syarat Mutu Tepung Putih Telur * No
Jenis Uji
Satuan
Persyaratan
1. 2.
pH Kadar Air, b/b
-
6,5-7,5 Maks. 8
3. 4. 5. 6.
Kadar Abu Total, b/b Kadar Lemak, b/b Kadar Protein, b/b Gula Pereduksi, b/b
% % %
7. 7.1. 7.2. 7.3.
Cemaran Mikroba : Total Bakteri Coliform Salmonella
koloni/g koloni/g
8 8.1. 8.2. 8.3.
Cemaran Logam : Tembaga (Cu) Zeng (Zn) Timbal (Pb)
mg/kg mg/kg
%
%
-
mg/kg
Maks. 5 Maks. 1 Min. 75 Maks. 0,5 Maks. 1 x 103 Maks. 1 Tidak boleh ada Maks. 6,0 Maks. 10,0 Maks. 1,0
* SNI 01-4323-1996 E. MEKANISME PENGIKATAN TANIN Menurut Winarno (1992), interaksi protein-tanin dipengaruhi oleh : 1. Karakteristik protein seperti komposisi asam amino dan titik isoelektrik, 2. Karakteristik tanin seperti bobot molekul, struktur dan heterogenitas tanin, 3. Kondisi pereaksi seperti pH, temperatur, komposisi pelarut dan waktu. Semakin rendah pH, jumlah protein-tanin yang berinteraksi semakin kecil. Hal ini menunjukkan penurunan afinitas tanin terhadap protein untuk membentuk kompleks dikarenakan adanya efek elektrostatik dari protein. Pada pH tinggi dimana grup fenolhidroksil terionisasi, maka tanin tidak berinteraksi dengan protein.
10
Efektifitas pembentukan ikatan silang protein dan tanin sangat dipengaruhi oleh ukuran molekul tanin. Umumnya tanin berukuran sedang (oligomer) menunjukkan efektifitas yang tinggi dalam membentuk ikatan silang. Tanin berukuran kecil (monomer) tidak mampu membentuk ikatan silang yang efektif. Sedangkan tanin berukuran besar (polimer) sangat tidak larut atau terlalu besar untuk berikatan dengan protein. Interaksi gelatin dengan tanin sama dengan interaksi protein-tanin, karena gelatin tersusun dari asam-asam amino. Terdapat empat tipe ikatan yang terbentuk dalam interaksi protein-tanin yaitu ikatan hidrogen, ikatan kovalen, ikatan ionik dan ikatan hidrofobik. Ikatan hidrogen bersifat reversible. Ikatan ini terjadi antara gugus karboksil dari ikatan peptida dengan gugus hidroksil dari tanin. Ikatan hidrogen merupakan ikatan yang dominan dalam kompleks protein-tanin. Sedangkan ikatan kovalen terjadi bila tanin telah mengalami oksidasi dan membentuk polimer kuinon. Ikatan kovalen antara protein-tanin merupakan ikatan yang paling satbil diantara ikatan lainnya. Jenis ikatan lain seperti ikatan ionik juga terdapat pada komplek protein-tanin, tetapi peranannya sedikit sekali dibandingkan dengan kedua ikatan diatas. Selain mengikat tanin, albumin juga dapat digunakan sebagai penjernih, ketika albumin tersebut didenaturasi. Menurut Winarno (1992), denaturasi dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tersier, dan kuartener terhadap molekul protein, tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Denaturasi protein dapat disebabkan oleh panas, pH, senyawa kimia (urea dan garam guanidia), mekanik dan sebagainya. Pemekaran atau pengembangan molekul protein yang terdenaturasi akan membuka gugus reaktif yang ada pada rantai polipeptida. Selanjutnya akan terjadi pengikatan kembali pada gugus reaktif yang sama atau yang berdekatan. Bila unit ikatan yang terbentuk cukup banyak sehingga protein tidak lagi terdispersi sebagai suatu koloid, maka protein tersebut mengalami koagulasi (Winarno, 1992).
11
F. BAHAN TAMBAHAN LAIN a. Sukrosa Sukrosa merupakan senyawa disakarida yang secara sistematika kimiawi
disebut
α-D-gluko-piranosil-β-D-fruktofuranosida
dan
rumus
molekul C12H22 011. Secara komersial, sukrosa diproduksi dari gula tebu atau gula bit dan didapat dalam bentuk gula pasir atau sirup. Sukrosa mempunyai berat molekul 342,30 dan terdiri dari gugus glukosa dan fruktosa. Sukrosa memiliki peranan yang sangat penting dalam teknologi pangan, karena fungsinya yang beraneka ragam, yaitu sebagai pemanis, pembentuk tekstur, pengawet, pembentuk citarasa, sebagai bahan pengisi, pelarut dan sebagai pembawa trace element (Nicol, 1979). Fungsi utama sukrosa sebagai pemanis memegang peranan penting, karena dapat meningkatkan penerimaan dari suatu makanan, yaitu dengan menutupi citarasa yang tidak menyenangkan. Rasa manis sukrosa bersifat murni, karena tidak ada after taste, yaitu citarasa kedua yang timbul setelah citarasa pertama. Disamping itu sukrosa juga memperkuat citarasa pada makanan, karena menyeimbangkan rasa asam, pahit dan asin melalui reaksi kimia seperti karamelisasi. Sukrosa umum digunakan sebagai standar tingkat kemanisan bagi bahan pemanis lainnya (Nicol,1979). Konsentrasi gula yang ditambahkan pada pembuatan sari buah berkisar antara 11-15 %. b. Lemon Lemon termasuk ke dalam famili Rutaceae dan genus Citrus. Genus Citrus mempunyai beberapa jenis spesies diantaranya jeruk manis (Citurs sinensis), jeruk Tangerine (Citrus nobilis), jeruk besar (Citrus maxima), dan Lemon (Citrus medica). Buah lemon termasuk golongan buah sejati karena terjadi dari buah dengan satu bakal buah saja (Sarwono, 1994). Jeruk sitrun asli atau lemon (Citurs medica var lemon) bentuknya bulat telur dan mempunyai puting pada ujungnya. Di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan lemon susu daripada jeruk sitrun. Asam sitrat pada jeruk sitrun kadarnya berkisar antara 7-8 %, jeruk nipis sekitar 8.7 %, jeruk manis
12
1.4 %, jeruk keprok 1.9 %, keprok siam 2.6 % dan jeruk purut 6.4 % (Sarwono, 1994). Warna buah jeruk yang mengarah ke kuning, oranye dan merah disebabkan oleh pigmen-pigmen karotenoid yang terletak diantara kloroplas dan kulir. Beberapa jenis pigmen tersebut tidak dapat berkembang kecuali jika tercapai suhu dibawah 13 °C selama beberapa jam. Hal inilah yang menyebabkan warna buah jeruk di daerah tropis dapat berbeda dengan buah jeruk di daerah subtropis. Di derah tropis, warna buah jeruk dapat tetap hijau walaupun telah matang (Samson, 1980).
13
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. BAHAN Bahan utama yang digunakan dalam proses pembuatan sari buah jambu mete adalah buah mete dengan tingkat kematangan kira-kira 90% yang berasal dari daerah Lombok Barat bagian utara Provinsi NTB, bahan lainnya adalah gula, garam, air, dan beberapa jenis flokulan yaitu gelatin yang diperoleh melalui PT. Prambanan Kencana, tepung putih telur yang diperoleh dari Behn Meyer Kimia serta putih telur. Bahan-bahan yang digunakan dalam analisa produk adalah aquades, larutan pati, larutan Iod 0,01 N, indikator fenolftalein, larutan NaOH 0,1 N, folin denis, larutan standar asam tanat, Na2CO3, KIO3 , KI, HCl, I2, larutan NaCl, larutan asam oksalat, kertas saring, media PDA cair, dan larutan pengencer. Semua bahan kimia yang digunakan untuk keperluan analisis diperoleh dari teknisi laboratorium ITP.
B. ALAT Alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan sari buah jambu mete adalah waring blender, timbangan digital halus, baskom, toples, sendok pengaduk, sendok makan, kompor, panci ukuran besar, pisau, refraktometer, pengukur kekentalan, pH meter, cup plastik ukuran 200 ml. Alat-alat untuk analisis yang diperoleh dari Laboratorium Departemen ITP adalah pipet tetes, pipet volumetrik 10, 5, dan 2 ml, gelas piala ukuran 100 dan 400 ml, cawan alumunium, cawan porselen, cawan petri, gelas ukur 10,100 dan 300 ml, desikator, alat destilasi, labu kjeldahl, erlenmeyer 100, 300 dan 1000 ml, neraca analitik, inkubator 30 °C, dan tabung reaksi.
C. PROSEDUR PEMBUATAN SARI BUAH JAMBU METE Pembuatan sari buah jambu mete pada penelitian ini secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 1.
Buah Jambu Mete
Sortasi, Pembuangan kotoran, pencucian dengan air
Biji Mete
Garam
Tangkai
Perendaman larutan garam dan blansir pada suhu 85°C selama 5 menit Penghalusan dengan waring blender
Penyaringan dengan kain blacu Ampas dibuang Sari buah
Flokulan
Penambahan flokulan
Pengendapan selama 15- 20 menit
Penyaringan
Air, Gula, Bahan Lain
Formulasi (pengenceran, kadar gula serta bahan lain) Pembotolan
Pasteurisasi pada suhu 85°C selama 15 detik
Sari Buah Mete
Gambar 1. Pembuatan Sari Buah Jambu Mete
15
Proses pengolahan sari buah jambu mete ini diawali dengan menyiapkan buah mete dengan tingkat kematangan kira-kira 90%, buah mete dicuci, serta dibuang biji dan tangkainya. Selanjutnya buah mete direndam dalam larutan garam panas 2% serta diblansir selama 5 menit. Buah mete kemudian dihaluskan dengan menggunakan waring blender lalu disaring dengan kain blacu untuk memisahkan dengan ampasnya. Selanjutnya ditambahkan beberapa jenis flokulan dan disaring untuk memisahkan dengan tanin yang terikat. Sari buah kemudian ditambahkan dengan beberapa jenis bahan tambahan seperti gula, garam dan bahan-bahan lain, lalu dilakukan pembotolan dan dipasteurisasi.
D. METODOLOGI PENELITIAN Proses pengolahan sari buah jambu mete ini terbagi menjadi beberapa tahap yaitu pemilihan jenis flokulan, pengujian kadar tanin, tingkat pengenceran, tingkat kemanisan, serta formulasi dengan beberapa bahan tambahan. 1. Pemilihan Jenis Flokulan Flokulan digunakan sebagai bahan pengikat tanin untuk mengurangi rasa sepat karena adanya senyawa tanin pada buah mete. Selain itu, flokulan juga berfungsi sebagai stabilizer sehingga tidak akan terbentuk endapan pada sari buah, endapan itu sendiri berasal dari pulp yang berasal dari sari buah jambu mete setelah penyaringan atau juga dapat berasal dari tanin yang tersisa. Jenis flokulan yang dipilih adalah gelatin, tepung putih telur dan putih telur. Konsentrasi jenis flokulan yang dipilih disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Konsentrasi flokulan Jenis flokulan Gelatin Tepung Putih Telur
Putih Telur
Konsentrasi flokulan 0,3 % 0,4 % 0,5 % 0,01 % 0,02 % 0,03 % 0,3 % 0,4 % 0,5 %
16
2. Pengujian Kadar Tanin (AOAC,1999) Pengujian kadar tanin digunakan untuk mengetahui penurunan kadar tanin yang terjadi setelah diberi flukolan. Untuk mendapatkan perbandingan, dilakukan pengujian tanin menggunakan beberapa jenis flokulan, yaitu albumin dan tepung putih telur dengan konsentrasi yang sama yaitu pada konsentrasi 0%, 0.01%, 0.02%, 0.04% dan 0.06%. a. Pembuatan kurva standar Sebanyak 2 ml pereaksi folin denis dan 2 ml larutan standar asam tanat (0.1 mg asam tanat/1 ml) dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml yang telah diisi dengan 50 ml aquades. Kemudian ditambahkan 5 ml Na2CO3 jenuh ke dalam labu takar, labu takar kemudian ditepatkan sampai dengan 100 ml dengan aquades. Larutan tersebut kemudian dikocok dan dibiarkan selama 40 menit lalu diukur absorbansinya pada λ = 720 nm. Selanjutnya dibuat kurva standar dengan menggunakan larutan seperti diatas, dengan penambahan asam tanat standar sebanyak 1 ml, 2 ml, 3ml, 4ml, 5ml, 6ml, 7 ml, 8 ml, 9 ml, 10 ml. b. Ekstraksi Sampel Sebanyak ±50 ml sampel (sari buah jambu mete) ditambahkan 2,5 ml etanol absolut, kemudian di vorteks selama 2 menit, lalu disentrifuse pada kecepatan 4000 rpm selama 15 menit. Kemudian filtrat yang jernih diambil sebanyak 1 ml. c. Analisis sampel Sebanyak 1 ml filtrat jernih dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Kemudian ditambahkan 2 ml pereaksi folin denis dan 5 ml Na2CO3 jenuh. Lalu ditepatkan sampai dengan 100 ml dengan aquades. Larutan dikocok dan dibiarkan selama 40 menit, kemudian diukur absorbansinya pada λ = 720 nm. 3. Tingkat Pengenceran Sari buah jambu mete memiliki aroma yang sangat kuat sehingga dapat mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen. Penentuan tingkat pengenceran dilakukan terhadap sari buah jambu mete yang menggunakan flokulan terpilih pada tahap pertama. Sebelum penentuan tingkat
17
pengenceran terhadap sari buah jambu mete, dilakukan trial error untuk mendapatkan kisaran pengenceran yaitu pada tingkat pengenceran 1:2, 1:1 dan tanpa pengenceran. Ternyata pada tingkat pengenceran 1:1 dan tanpa pengenceran, aroma sari buah jambu mete masih terlalu kuat dan rasa yang masih terlalu asam dan getir dibandingkan pada pengenceran 1:2. Sehingga uji dilanjutkan dengan panelis sebanyak 30 orang dengan rentang tingkat pengenceran yang disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Tingkat Pengenceran Jenis flokulan Tepung Putih Telur
Tingkat Pengenceran 1:2 1:3 1:4
4. Tingkat Kemanisan Tahap ini bertujuan memperoleh tingkat kemanisan yang paling disukai konsumen, kadar gula yang ditambahkan adalah dengan tingkat kemanisan 10°Brix, 11.5°Brix, dan 13°Brix. 5.
Formulasi Formulasi dilakukan dengan penambahan beberapa bahan seperti perasan jeruk lemon 5% atau essence lemon 0.05% serta garam 0.01%. Penambahan bahan-bahan tersebut dimaksudkan untuk menyeimbangkan rasa asam yang ada sehingga lebih disukai konsumen. Penambahan dilakukan setelah mendapatkan formula dari tahap pemilihan flokulan hingga tingkat kemanisan yang diinginkan. Formula produk yang didapat merupakan produk akhir yang akan diuji lebih lanjut.
E.
PENGAMATAN PRODUK TERPILIH Pengamatan yang dilakukan terhadap produk akhir sari buah jambu mete meliputi (1) analisis proksimat untuk memberikan informasi nilai gizi yang akan ditampilkan dalam nutrition fact pada label produk; (2) analisis fisik untuk memberikan informasi mengenai karakteristik fisik produk secara spesifik; (3) analisis mikrobiologi untuk mengetahui kandungan mikroba produk sehingga selanjutnya dapat ditentukan kelayakan produk untuk
18
dikonsumsi; (4) analisis vitamin C untuk mengetahui penurunan serta kandungan vitamin C produk akhir; serta (5) uji organoleptik untuk mengetahui formulasi terbaik dan tingkat penerimaan konsumen. 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Cawan alumunium dikeringkan dalam oven pada suhu 100°Cselama 15 menit dan didinginkan dalam desikator selama 10 menit dan ditimbang (W1). Sampel ditimbang sebanyak 5 gram dalam cawan (W2). Cawan beserta isi dikeringkan dalam oven 106°C selama 6 jam. Cawan dipindahkan ke dalam desikator lalu didinginkan dan ditimbang (W3). Cawan beserta isinya dikeringkan kembali sampai diperoleh berat konstan. Kadar Air (% berat basah) = [W2 - (W3 – W1)] x 100% W3 - W 1 Berat cawan (gram) = W1 Berat sampel (gram) = W2 Berat cawan dan sampel setelah dikeringkan (gram) = W3 2. Kadar Abu (AOAC, 1995) Cawan disiapkan untuk melakukan pengabuan, kemudian dikeringkan dalam oven selama 15 menit. Lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel 3 gram ditimbang di dalam cawan, kemudian dibakar dalam ruang asap sampai tidak mengeluarkan asap lagi. Pengabuan dilakukan di tanur listrik pada suhu 400 – 600oC selama 4 – 6 jam sampai terbentuk abu berwarna putih atau memiliki berat yang tetap. Sampel beserta cawan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Kadar abu (% bb) = Berat abu (g) x 100% Berat sampel kering (g) 3. Kadar Protein Metode Mikro Kjeldahl (Apriyantono et al., 1989) Sampel sebanyak 100 mg ditimbang dan ditambahkan 1,9 + 0,1 g K2SO4, 40 + 10 mg HgO, dan 3,8 + 0,1 ml H2SO4. Batu didih ditambahkan pada labu lalu sampel dididihkan selama 1-1,5 jam sampai cairan menjadi jernih. Labu beserta sampel didinginkan dengan air dingin. Isi labu dan air
19
bekas pembilasnya dipindahkan ke dalam alat destilasi. Labu erlenmeyer 125 ml diisi dengan 5 ml larutan H3BO4 dan ditambahkan dengan empat tetes indikator, kemudian diletakkan di bawah kondensor dengan ujung kondensor terendam dalam larutan H3BO4. Larutan NaOH-Na2S2O3 8-10 ml ditambahkan ke dalam alat destilasi dan dilakukan destilasi sampai diperoleh destilat sebanyak + 15 ml dalam erlenmeyer. Destilat dalam erlenmeyer tersebut kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0,02 N hingga terjadi perubahan warna hijau menjadi biru. Jumlah N (%) = (ml HCl – ml blanko) x NHCl x 14,007 x 100 mg sampel Kadar Protein (% bb) = jumlah N x faktor konversi (6,25) 4. Kadar Lemak (AOAC, 1995) Sampel ditimbang sebanyak 5 gram kedalam gelas piala 400 ml kemudian ditambahakan air panas sebanyak 45 ml dan diaduk hingga homogen. Kemudian, ditambahkan 45 ml HCl 25% kedalam larutan dan didihkan selama 15 menit. Labu dikeringkan dalam oven bersuhu 1050C 1100C kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Larutan ditimbang sebanyak 5 gram dalam kertas saring dan kemudian ditutup dengan kapas bebas lemak. Kertas saring beserta isinya dimasukkan ke dalam ekstraksi soxhlet dan dipasang pada alat kondensor. Pelarut heksan dituangkan ke dalam labu soxhlet secukupnya. Refluks dilakukan selama 5 jam sampai pelarut kembali menjadi bening. Pelarut yang tersisa dalam labu lemak didestilasi kemudian labu dipanaskan dalam oven pada suhu 1050C. Setelah dikeringkan sampai berat tetap dan didinginkan dalam desikator, labu beserta lemak ditimbang, dan perhitungan kadar lemak dilakukan. Kadar lemak (%) =
Berat lemak (g) x 100% Berat sampel kering (g)
5. Kadar Karbohidrat (By Difference) Kadar Karbohidrat (% bb) = 100 % - % (Protein + Air + Abu + Lemak)
20
6. Nilai pH Pengukuran jilai pH dilakukan dengan menggunakan pH-meter. Pengukuran nilai pH dilakukan sebanyak lima kali untuk setiap sari buah mete. 7. Total Padatan Terlarut Total padatan terlarut diukur dengan refraktometer dengan kisaran pembacaan dari nol hingga 90 persen. Pengukuran total padatan terlarut dilakukan sebanyak lima kali untuk setiap contoh sari buah mete. 8. Kekentalan Kekentalan ditentukan dengan mempergunakan alat pengukur kekentalan viscometer brookefield. Alat ini mengukur viskositas absolut. Prinsip pengukuran yang dilakukan adalah dengan mengukur besarnya besarnya hambatan akibat kekentalan atau viskositas suatu fluida yang dialami silinder atau piringan saat berputar dalam fluida yang diukur. 9. Uji Total Plate Count (Fardiaz, 1992) Sampel sebanyak 10 ml ditambahkan 90 ml larutan pengencer. Pengenceran dibuat hingga 10-4. Sebanyak 0,1 ml sampel yang telah diencerkan dimasukkan ke dalam masing-masing dua cawan petri (duplo) steril yang selanjutnya dituangkan media PCA steril yang telah didinginkan hingga suhunya 47-50 °C sebanyak 10-15 ml dan digoyangkan secara mendatar diatas meja supaya contoh menyebar rata. Cawan berisi agar yang sudah membeku diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 30°C selama 2 hari. Total bakteri ditetapkan dengan SPC (Standard Plate Count). Koloni per ml = Jumlah koloni/cawan x
1 pengenceran
10. Uji Kapang Khamir Contoh dengan beberapa pengenceran tertentu dimasukkan ke dalam cawan petri steril. Untuk setiap pengenceran digunakan dua cawan (duplo). Kemudian ke dalam cawan tersebut dituang media APDA steril yang telah didinginkan hingga suhunya 47-50 °C sebanyak 10-15 ml dan digoyangkan secara mendatar diatas meja supaya contoh menyebar rata. Cawan berisi
21
agar yang sudah membeku diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 30°C selama 2 hari. Total bakteri ditetapkan dengan SPC (Standard Plate Count). Koloni per ml = Jumlah koloni/cawan x
1 pengenceran
11. Pengujian Kadar Vitamin C (AOAC,1999) Kadar vitamin C dihitung untuk mengetahui kadar vitamin C yang hilang selama buah jambu mete mengalami proses pengolahan maupun penyimpanan beku. Pengurangan kadar vitamin C ini akan di tambahkan dengan asam askorbat pada proses enrichment vitamin C selanjutnya. Kadar vitamin C ditentukan dengan cara titrasi Iod. Sebanyak 5 ml sari buah mete dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml. Ditambahkan 20 ml air destilata dan beberapa tetes larutan pati sebagai indikator. Selanjutnya sefera dititrasi dengan larutan Iod 0,01 N sampai timbul warna biru. Tiap ml larutan Iod equivalen dengan 0,88 mg asam askorbat. Kadar vitamin C dapat dihitung sebagai asam askorbat dengan rumus sebagai berikut : ml Iod 0,01 N x 0,88 x P x 100 A = -----------------------------------------ml contoh dimana, A = mg asam askorbat per 100 ml sari buah P = jumlah pengenceran N = normalitet
12. Uji Organoleptik Setiap tahapan dalam pembuatan sari buah jambu mete diuji organoleptik secara hedonik yang dilakukan oleh 30 orang panelis yang telah mendapatkan pengetahuan tentang pengenalan dengan indera sehingga dapat dikategorikan sebagai panelis semi terlatih. Uji dilakukan dengan parameter rasa, warna, serta aroma. Skala yang digunakan dalam uji hedonik menggunakan skala 1-7. Dengan keterangan skala 1 = sangat tidak suka; 2 = tidak suka; 3 = agak tidak suka ; 4 = netral; 5 = agak suka; 6 = suka; dan 7 = sangat suka. Menurut Soekarto (1985), pengujian secara
22
organoleptik suatu produk makanan merupakan kegiatan penilaian dengan alat pengindera yaitu indera penglihat, pencicip, pembau, dan perasa. Melalui hasil pengujian organoleptik akan diketahui daya penerimaan panelis terhadap produk tersebut.
23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Buah jambu mete yang dipilih pada pembuatan sari buah jambu mete adalah buah jambu mete dengan tingkat kematangan kira-kira 90 % (matang). Berdasarkan analisis dengan penetometer, kekerasan buah jambu mete dengan kisaran kematangan 90 % yaitu 9.27 mm per 5 detik per gram, dan dengan uji kromatometer didapatkan rentang warna buah jambu mete 90 % yaitu dengan nilai L = 56.45, a= + 15.41 dan b = + 38.92, dimana nilai L menunjukkan kecerahan, nilai a menunjukkan intensitas warna merah hijau dan nilai b menunjukkan intensitas warna kuning biru. Nilai L ini akan terus menurun pada buah yang lewat matang. Pada buah jambu mete yang terlalu matang aroma khasnya akan tidak terasa dan rasa sepat sudah hilang, sedangkan buah mete yang terlalu muda rasa sepatnya terlalu kuat dan aromanya belum keluar, cairan saat penyaringan pun masih sangat sedikit. Sari buah yang didapat tanpa penambahan apapun, memiliki rasa yang sangat sepat dan getir serta aroma yang sangat kuat, sehingga akan sangat mempengaruhi penerimaan. Dengan karakteristik produk yang kurang bagus tersebut, dilakukan beberapa tahap perlakuan, yaitu tahap penambahan flokulan dengan sebelumnya menentukkan jenis flokulan yang akan digunakan, penentuan tingkat pengenceran, penentuan tingkat kemanisan, serta tahap formulasi dengan penambahan bahan-bahan pendukung sari buah. Perbaikan tersebut dilakukan dengan perlakuan lain yang sama. 1. Tahap Penentuan Konsentrasi Flokulan Pada Sari Buah Jambu Mete Pada tahap ini dilakukan pemilihan beberapa jenis flokulan , yaitu tepung putih telur dan gelatin. Sebelumnya telah dilakukan uji coba pengurangan kadar tanin dengan menggunakan flokulan putih telur. Penambahan putih telur pada konsentrasi 0.3 % memberikan hasil cukup disukai dibandingkan dengan kedua konsentasi lainnya, penentuan hasil ini didasarkan pada uji organoleptik dengan panelis yang terbatas. Untuk selanjutnya digunakan flukolan gelatin dan tepung putih telur sebagai bahan pengikat tanin yang akan diuji organoleptik oleh 16 orang panelis, hal ini diasumsikan penggunaan tepung putih telur lebih hemat dibandingkan putih telur, yang apabila dikonversikan maka 0.3 % putih telur sebanding dengan 0.03 % tepung putih telur. Penambahan tepung putih telur pada
konsentrasi 0.01 %, 0.02 % dan 0.03 %, sedangkan gelatin pada konsentrasi 0.3 %, 0.4 % dan 0.5 %. Kisaran konsentrasi ini diperoleh berdasarakan riset yang telah ada sebelumnya sehingga didapatkan rentang formulasi dan jumlah flokulan yang lebih sedikit. Rentang formulasi yang lebih sedikit dilakukan untuk mendapatkan formula seoptimal mungkin. Penentuan konsentrasi flokulan dilakukan berdasarkan uji organoleptik yang dilakukan dengan parameter warna, aroma, rasa. a. Nilai warna Berdasarkan hasil uji hedonik terhadap parameter warna, didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata baik pada penambahan dengan tepung putih telur maupun gelatin. Penambahan tepung putih telur pada konsentrasi 0.01%, 0.02% dan 0.03% memberikan rataan nilai 4,54 (netral/biasa) dimana pada konsentrasi 0.03% sebanyak 31.25% menyatakan agak suka dan suka. Dan untuk penambahan dengan gelatin, rataan nilai terhadap warna menunjukkan kisaran antara 4,19-4,81 (netral/biasa) dimana pada konsentrasi penambahan 0.5%, sebanyak 37.5 % panelis menyatakan suka. Hal ini dapat disebabkan karena formula yang diujikan belum mendapat takaran pengengenceran yang sesuai, sehingga selanjutnya dilakukan pengujian terhadap tingkat pengenceran. Hasil sidik ragam (Lampiran 7) juga menyatakan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap parameter warna dari
Skor kesukaan
tepung putih telur dan gelatin (Lampiran 10). 4.8 4.75 4.7 4.65 4.6 4.55 4.5 4.45 4.4 4.35 4.3 4.25
4.75
4.44
0.01%
4.44
0.02%
0.03%
Konsentrasi
Gambar 2. Histogram pengaruh penambahan tepung putih telur terhadap skor rata-rata kesukaan warna
25
Skor kesukaan
4.81
4.9 4.8 4.7 4.6 4.5 4.4 4.3 4.2 4.1 4 3.9 3.8
4.38 4.19
0.30%
0.40% Konsentrasi
0.50%
Gambar 3. Histogram pengaruh penambahan gelatin terhadap skor ratarata kesukaan warna b. Nilai aroma Hasil uji hedonik yang dilakukan berdasarkan parameter aroma juga memberikan hasil yang tidak berbeda nyata. Untuk penambahan tepung putih telur, nilai yang didapat sebesar 4.06 (netral/biasa) (Gambar 4) dimana 25% panelis menyatakan agak tidak suka dan dengan penambahan gelatin memiliki rataan nilai sebesar 3.38-3.88 (agak tidak suka) (Gambar 5). 4.5
4.06
4.06
4.06
0.02%
0.03%
Skor kesukaan
4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 0.01%
Konsentrasi
G Gambar 4. Histogram pengaruh penambahan tepung putih telur terhadap skor rata-rata kesukaan aroma
26
4
Skor kesukaan
3.9
3.88
3.88
3.8 3.7 3.6 3.5
3.38
3.4 3.3 3.2 3.1 0.30%
0.40%
0.50%
Konsentrasi
Gambar 5. Histogram pengaruh penambahan gelatin terhadap skor rata-rata kesukaan aroma Hasil sidik ragam juga menunjukkan hasil yang didapat tidak berbeda nyata pada taraf 5% (P>0.05) pada penambahan gelatin (Lampiran 11) maupun tepung putih telur (Lampiran 8). c. Nilai rasa Parameter rasa merupakan parameter penentu dalam pemilihan jenis flokulan yang akan digunakan selanjutnya, hal ini karena parameter sebelumnya yaitu parameter warna dan aroma memberikan hasil yang tidak berbeda nyata sehingga tidak dapat dijadikan pertimbangan. Hasil pengujian organoleptik
terhadap
rasa
pada
penambahan
tepung
putih
telur
menunjukkan rataan nilai antara 3.06 – 5.06 (agak tidak suka – agak suka). Data ini disajikan pada Gambar 6. Sedangkan dengan penambahan gelatin memiliki rataan nilai 2.03-5.06 (tidak suka-agak suka). Data disajikan pada Gambar 7.
27
6 5.06 Skor kesukaan
5
4.13
4 3.06 3 2 1 0 0.01%
0.02%
0.03%
Konsentrasi
Gambar 6. Histogram pengaruh penambahan tepung putih telur terhadap skor rata-rata kesukaan rasa
6 5.06 4.63
Skor kesukaan
5 4
2.63
3 2 1 0 d
f
g
Konsentrasi
Gambar 7. Histogram pengaruh penambahan gelatin terhadap skor rata-rata kesukaan rasa Hasil sidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa perbedaan penambahan konsentrasi tepung putih telur yang diberikan berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan rasa pada taraf selang 0,05 (P<0,05). Demikian pula dengan penambahan beberapa konsentrasi gelatin memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter rasa (Lampiran 12). Persentase skala hedonik pada penambahan tepung putih telur pada konsentrasi 0.01% menunjukkan 6.25% panelis menyatakan tidak suka dan sangat suka, 12.5% menyatakan agak tidak suka, 37.5% menyatakan agak suka dan suka bahkan tidak ada panelis yang menyatakan sangat tidak suka (0%). Data ditunjukan pada Gambar 8. Penambahan gelatin pada konsentrasi 0.3% menunjukkan tidak ada panelis yang menyatakan sangat tidak suka (0%), sebanyak 6.25% menyatakan tidak
28
suka dan agak tidak suka, 12.5% menyatakan netral, 25% menyatakan agak suka bahkan setengahnya (50%) menyatakan suka. Data ditunjukkan pada Gambar 9. 60 sangat tidak suka
Jumlah (%)
50
tidak suka
40
agak tidak suka netral/biasa
30
agak suka
20
suka
10
sangat suka
0 0.01%
0.02%
0.03%
Konsentrasi
Gambar 8. Grafik hasil uji organoleptik penambahan tepung putih telur terhadap parameter rasa
60 sangat tidak suka
Jumlah (%)
50
tidak suka
40
agak tidak suka netral/biasa
30
agak suka
20
suka
10
sangat suka
0 0.30%
0.40%
0.50%
Konsentrasi
Gambar 9. Grafik hasil uji organoleptik penambahan gelatin terhadap parameter rasa 2. Tahap Penentuan Kadar Tanin Analisis kadar tanin dilakukan dengan membandingkan antara nilai absorbansi hasil pengukuran dengan kurva standar asam tanat. Rata-rata nilai kadar tanin minuman sari buah jambu mete pada perlakuan dengan penambahan tepung putih telur maupun albumin ditunjukkan pada Gambar 10.
29
Rata-rata kadar tanin (% b.b)
0.2 0.18 0.16 0.14 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0
rata-rata ulangan 1 rata-rata ulangan 2
0%
0.01%
0.02%
0.04%
0.06%
Konsentrasi (% b/v)
Gambar 10. Rata-rata nilai kadar tanin minuman sari buah jambu mete pada perlakuan dengan penambahan albumin Berdasarkan Gambar 10 diketahui bahwa nilai rata-rata kadar tanin untuk masing-masing minuman sari buah jambu mete yang ditambah albumin atau tepung putih telur memiliki nilai terendah pada konsentrasi 0.06%. Hal ini terjadi karena dengan semakin banyak konsentrasi flokulan yang ditambahkan maka
Rata-rata kadar tanin (% b.b)
semakin banyak jumlah tanin yang terekstrak. 0.16 0.14 0.12 0.1 rata-rata ulangan 1
0.08
rata-rata ulangan 2
0.06 0.04 0.02 0 0%
0.01%
0.02%
0.04%
0.06%
Konsentrasi (% b/v)
Gambar 11. Rata-rata nilai kadar tanin minuman sari buah jambu mete pada perlakuan dengan penambahan tepung putih telur Sedangkan dari hasil uji lanjut Duncan pada masing-masing konsentrasi dengan penambahan albumin diketahui bahwa pada konsentrasi 0.04 % dan 0.06 % berbeda nyata dengan penambahan pada konsentrasi 0 %, 0.01 % dan 0.02 %, namun tiap konsentrasinya tidak berbeda nyata (p>0.05) (Lampiran 23). Sedangkan dengan penambahan tepung putih telur setiap penambahan konsentrasi nilai kadar taninnya berbeda nyata (p<0.05) (Lampiran 24).
30
Mekanisme pengikatan tanin dapat dilakukan secara kimia maupun fisik. Pengikatan tanin secara kimia yaitu dengan pembentukan komplek ikatan protein-tanin yang dapat dilakukan dengan muatan listrik, dimana albumin dan tepung putih telur merupakan protein memiliki muatan positif, sedangkan tanin memiliki muatan negatif, kemudian terjadi pengikatan dan berat molekul yang berikatan tersebut meningkat sehingga terjadi pengendapan (Rayner, 2002). Sedangkan pengikatan secara fisik terjadi pada saat albumin terdenaturasi. Denaturasi albumin terjadi pada saat proses pemanasan, sehingga sebagian tanin terperangkap kedalam struktur matrik albumin yang terdenaturasi dan akhirnya terendapkan. Mekanisme yang mungkin terjadi pada saat pembuatan minuman sari buah jambu mete adalah mekanisme secara kimia karena kedua jenis flokulan tidak mengalami proses pemanasan sebelum penyaringan. Kadar tanin yang terperangkap dengan penambahan albumin lebih besar dibandingkan dengan penambahan tepung putih telur dikarenakan kadar protein yang terkandung pada albumin lebih banyak daripada tepung putih telur yang telah melalui berbagai proses pengolahan sehingga terdenaturasi. 3. Tahap Penentuan Tingkat Pengenceran Tingkat pengenceran dilakukan untuk mendapatkan aroma, rasa serta warna yang disukai oleh panelis selain itu pengenceran juga dilakukan untuk memenuhi faktor nilai jual. Jika tidak dilakukan, maka harga sari buah jambu mete akan menjadi mahal. Semakin tinggi tingkat pengenceran, harga pokok produksi akan semakin turun. Namun demikian, perlakuan pengenceran yang berlebih akan menurunkan kadar warna dan aroma sari buah jambu mete. Tingkat kemanisan serta kekentalan tidak merupakan dasar pertimbangan selama proses pengenceran, karena selama proses pengolahan akan dilakukan penambahan gula. Penentuan tingkat pengenceran berdasarkan parameter warna, aroma dan rasa a. Nilai warna Warna memegang peranan penting dalam menentukan tingkat kesukaan panelis terhadap suatu produk, pertimbangan tersebut karena pada proses produksi tidak akan ada penambahan pewarna untuk memperbaiki mutu sari buah. Berdasarkan pengamatan visual terhadap warna produk
31
terlihat bahwa pada minuman tidak terdapat perbedaan secara nyata antar formula baik pada tingkat pengenceran 1:2, 1:3 maupun 1:4 (Gambar 12).
Pengenceran 1:2
Pengenceran 1:3
Pengenceran 1:4
Gambar 12. Pengamatan secara visual warna pada tingkat pengenceran
Rataan nilai kesukaan terhadap warna formula minuman sari
buah
jambu mete yang disajikan pada Gambar 13 juga menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf 5 %. Hasil uji organoleptik terhadap warna formula minuman sari buah jambu mete menunjukkan rataan nilai antara 4.43 – 4.77 (netral/biasa) dan pada tingkat pengenceran 1:3 sebanyak 3.33% panelis menyatakan sangat suka, jumlah panelis ini lebih tinggi dibandingkan dua sampel lainnya yang masing-masing hanya 0 %. Rataan nilai skala hedonik netral atau biasa ini menandakan bahwa warna minuman sari buah jambu mete yang dihasilkan dari tahap tingkat pengenceran yang dilakukan masih kurang diterima panelis dan diperlukan penyempurnaan proses agar warna yang dihasilkan lebih disukai panelis. Hasil sidik ragam (Lampiran 13) menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan konsentrasi gula dari ketiga formula minuman sari buah jambu mete kering tidak berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan warna pada taraf selang 0.05 (P>0.05).
32
4.9
Skor Kesukaan
4.8
4.83 4.77
4.7 4.6 4.5
4.43
4.4 4.3 4.2 A
B
C
Tingka t P e nge nce ra n
Keterangan : A: Sari buah jambu mete tingkat pengenceran 1:2 B: Sari buah jambu mete tingkat pengenceran 1:3 C: Sari buah jambu mete tingkat pengenceran 1:4
Gambar 13. Histogram pengaruh formulasi tingkat pengenceran terhadap skor rata-rata kesukaan warna b. Nilai aroma Cita rasa suatu produk makanan juga ditentukan oleh faktor aroma. Menurut Soekarto (1985), industri pangan menganggap sangat penting untuk melakukan uji aroma karena dapat diketahui dengan cepat bahwa produknya disukai atau tidak disukai. Pada umumnya pengenceran yang dilakukan pada produk sari buah adalah pada tingkat pengenceran 1:2 hingga 1:8 untuk buah markisa. Buah mete memiliki aroma yang sangat kuat serta khas, aroma ini berasal dari komponen-kompenen volatil yang banyak terkandung di dalam buah mete. Komponen tersebut antara lain methional, (Z)-1,5-octadien-3-1, (Z)-2-nonenal,
(E,Z)-2,4-decadienal,
(E,E)-2,4-decadienal,
beta-
damascenone, delta-decalactone, asam butirat, benzaldehyde, dan lain-lain. Terhitung sebanyak 36 aroma volatil yang terdapat pada buah mete (Valim, et al.,2003). Hasil uji organolepik menunjukkan bahwa tingkat pengenceran hingga 1:4 tidak menunjukkan taraf yang signifikan, hasil uji berkisar antara 4.3-4.47 (netral/biasa) (Gambar 14). Rataan nilai yang berkisar pada skala
33
hedonik netral ini dikarenakan jambu mete tergolong buah beraroma kuat sehingga diperlukan tingkat pengenceran yang lebih tinggi lagi agar lebih disukai konsumen, akan tetapi komponen aktif yang diinginkan sudah sedikit atau tidak ada sama sekali. Hasil sidik ragam (Lampiran 14) menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan tingkat pengenceran tidak berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan aroma pada taraf selang 5 % (P>0.05). Karena hasil uji yang tidak berbeda nyata, pengenceran 1:3 digunakan sebagai tingkat pengenceran untuk formulasi selanjutnya karena diharapkan pada tingkat pengenceran 1:3 minuman sari buah jambu mete tidak terlalu kental, dan komponen aktif yang diharapkan masih ada. 4.5
4.47
skor kesukaan
4.45 4.4 4.4 4.35 4.3 4.3 4.25 4.2 A
B
C
tingkat pengenceran
Keterangan : A: Sari buah jambu mete tingkat pengenceran 1:2 B: Sari buah jambu mete tingkat pengenceran 1:3 C: Sari buah jambu mete tingkat pengenceran 1:4
Gambar 14. Histogram pengaruh formulasi tingkat pengenceran terhadap skor rata-rata kesukaan aroma c . Nilai rasa Rasa dinilai dengan adanya tanggapan rangsangan kimiawi oleh indera pencicip (lidah), dimana akhirnya keseluruhan interaksi antara sifat aroma, rasa dan tekstur merupakan rasa makanan yang dinilai (Nasution, 1980). Rasa merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan keputusan panelis untuk menerima atau menolak suatu produk makanan. Rasa pada produk minuman sari buah jambu mete ini terutama disebabkan oleh adanya
34
kandungan tanin dari buah mete yang menyebabkan adanya rasa sepat dan getir. Hasil sidik ragam (Lampiran 15) menunjukkan bahwa perbedaan tingkat pengenceran tidak berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan rasa pada taraf selang 0.05 (P<0.05). Hal ini terlihat dari rataan nilai antara 4.775.07 (netral/biasa-agak suka). Rataan nilai kesukaan panelis terhadap rasa formula minuman sari buah jambu mete disajikan pada Gambar 15. Karena hasil rataan yang didapat tidak berbeda nyata dan presentase panelis yang merata, maka untuk uji selanjutnya mengacu pada hasil uji dengan parameter
Skor Kesukaan
aroma yaitu pada tingkat pengenceran 1:3. 5.07
5.1 5.05 5 4.95 4.9 4.85 4.8 4.75 4.7 4.65 4.6
4.97
4.77
A
B
C
Tingkat Pengenceran
Keterangan : A: Sari buah jambu mete tingkat pengenceran 1:2 B: Sari buah jambu mete tingkat pengenceran 1:3 C: Sari buah jambu mete tingkat pengenceran 1:4
Gambar 15. Histogram pengaruh tingkat pengenceran terhadap skor rata-rata kesukaan rasa 4. Tahap Penentuan Tingkat Kemanisan Penentuan tingkat kemanisan dilakukan dengan penambahan sukrosa sebagai bahan pemanis tambahan. Parameter yang diujikan berdasarkan parameter warna, aroma dan rasa. a. Nilai warna Warna pada penilaian berdasarkan tingkat kemanisan seharusnya juga dipengaruhi oleh tingkat pengenceran yang dilakukan. Namun, berdasarkan pengamatan visual terhadap warna produk tidak terdapat perbedaan secara nyata antar formula baik pada tingkat kemanisan 10 °Brix, 11.5 °Brix dan
35
13 °Brix. Rataan nilai kesukaan terhadap warna formula minuman sari buah jambu mete yang disajikan pada Gambar 16 juga menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf 5 %. Hasil uji organoleptik terhadap warna formula minuman sari buah jambu mete menunjukkan rataan nilai antara 55.13 (agak suka). Rataan nilai skala hedonik agak suka ini menandakan bahwa warna minuman sari buah jambu mete yang dihasilkan dari tahap tingkat pengenceran yang dilakukan sudah mulai meningkat namun masih kurang diterima panelis dan diperlukan penyempurnaan proses agar warna yang dihasilkan lebih disukai panelis. Hasil sidik ragam (Lampiran 16) menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan konsentrasi gula dari ketiga formula minuman sari buah jambu mete tidak berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan warna pada taraf selang 0.05 (P>0.05). 5.15
5.1
Skor kesukaan
5.1 5.05
5.03
5 4.95
4.9
4.9 4.85 4.8 10%
11.50%
13%
Tingkat kemanisan
Gambar 16. Histogram pengaruh tingkat kemanisan terhadap skor rata-rata kesukaan warna b. Nilai aroma Aroma minuman sari buah jambu mete pada tahap penentuan tingkat kemanisan ini terutama dipengaruhi oleh pengenceran yang dilakukan yaitu pada tingkat 1:3. Hasil pengujian organoleptik terhadap aroma formula minuman sari buah jambu mete menunjukkan rataan nilai antara 4.28 – 4.93 (netral/biasa). Data ini disajikan di Gambar 17.
36
4.93
5 4.73
Skor kesukaan
4.8 4.6 4.4
4.27
4.2 4 3.8 10%
11.50%
13%
Tingkat kemanisan
Gambar 17. Histogram pengaruh tingkat kemanisan terhadap skor rata-rata kesukaan aroma Berdasarkan persentase skala hedonik masing-masing formula, aroma yang paling disukai panelis adalah aroma formula C (tingkat kemanisan 13 °Brix) walaupun hasil yang didapatkan tidak berbeda nyata pada taraf selang 0.05 (P<0.05). Pada formula B (tingkat kemanisan 11.5 °Brix) panelis yang menyatakan sangat suka 6.67 %, lebih banyak dibandingkan pada formula C, hal ini disebabkan karena kandungan gula yang terlalu banyak akan menutupi rasa asam yang ada, namun sebagian panelis justru menyukainya. c. Nilai rasa Rasa yang terbentuk pada formula minuman sari buah jambu mete ini dipengaruhi oleh konsentrasi sukrosa serta tingkat pengenceran yang dilakukan. Konsentrasi gula yang diujikan adalah pada konsentrasi 10 °Brix, 11.5 °Brix dan 13 °Brix dengan tingkat pengenceran 1:3. Hasil pengujian organoleptik terhadap rasa formula minuman sari buah jambu mete ini menunjukkan rataan nilai antara 5.05-5.13 (agak suka). Data menunjukkan terjadi peningkatan antara rasa formula produk pada uji organoleptik tahap penentuan tingkat pengenceran dengan penentuan tingkat kemanisan walaupun tidak signifikan. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 18) menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi sukrosa yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan rasa pada taraf selang 0.05
37
(P<0.05) oleh karena itu, tingkat kemanisan 11.5 °Brix digunakan untuk tahap selanjutnya, yaitu tahap formulasi. Data-data ini disajikan pada Gambar 18. 5.15
5.13
5.13
11.50%
13%
Skor kesukaan
5.1 5.05 5 5 4.95 4.9 10%
Tingkat kemanisan
Gambar 18. Histogram pengaruh tingkat kemanisan terhadap skor ratarata kesukaan rasa 5. Tahap Formulasi Formulasi pada tahap ini dilakukan untuk menyempurnakan formulasiformulasi yang sudah dilakukan dan diujikan sebelumnya, yaitu sari buah jambu mete dengan penambahan flokulan 0.01 %, tingkat pengenceran 1:3 serta derajat kemanisan 11.5 °Brix. Bahan-bahan yang ditambahkan antara lain lemon 5% atau essence lemon 0.05 % yang selanjutnya akan dibandingkan dengan formula yang sudah ada. Penambahan lemon dimaksudkan untuk menegaskan rasa asam yang timbul serta untuk memperbaiki flavor yang muncul. Penambahan bahanbahan tersebut akan diujikan dengan parameter warna, aroma serta rasa. a. Nilai warna Penambahan bahan-bahan seperti lemon dan essence lemon tidak memberikan warna pada minuman sari buah jambu mete terlihat dari hasil sidik ragam yang tidak berbeda nyata (Lampiran 19). Hasil pengujian organoleptik terhadap aroma formula minuman sari buah jambe mete menunjukkan nilai tertinggi yaitu 4.73 (netral/biasa) merupakan formulasi tanpa penambahan apapun (formula dasar). Data ditunjukkan pada Gambar 32. Skala hedonik menunjukkan bahwa pada formula dasar tidak ada panelis (0%) yang menyatakan sangat tidak suka dan sangat suka, 3.33% panelis
38
menyatakan tidak suka, 10% menyatakan agak tidak suka, 26.67% menyatakan netral/biasa dan sebanyak 30% panelis masing-masing menyatakan agak suka dan suka. Data ditunjukkan pada Gambar 19. 4.8
4.73
4.7 Skor kesukaan
4.6
4.53
4.5 4.4 4.27
4.3 4.2 4.1 4 A
B
C
Form ulasi
Keterangan : A = Formula dasar B = Penambahan essence lemon 0.05 % C = Penambahan perasan lemon 5 %
Gambar 19. Histogram pengaruh tahap formulasi terhadap skor rata-rata kesukaan warna b. Nilai aroma Aroma minuman sari buah jambu mete pada tahap formulasi ini terutama dipengaruhi oleh penambahan bahan-bahan seperti lemon dan essence lemon.. Hasil pengujian organoleptik terhadap aroma formula minuman sari buah jambe mete menunjukkan rataan nilai 4.67 (netral/biasa) tertinggi dengan penambahan perasan lemon. Hal ini dapat saja dikarenakan aroma lemon yang ditambahkan lebih beraroma segar dibandingkan dengan esssence lemon yang lebih menyengat. Hasil sidik ragam (Lampiran 20) menunjukkan bahwa penambahan bahan-bahan tidak berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan aroma pada taraf selang 0.05 (P<0.05) . Data-data ini disajikan pada Gambar 20. Berdasarkan persentase skala hedonik masing-masing formula, aroma formula C (penambahan perasan lemon 5 %) adalah aroma yang paling disukai panelis dengan 36.67 % menyatakan suka, hasil ini lebih tinggi dibandingkan kedua formula lainnya. Karena hasil rataan yang didapat tidak berbeda nyata maka dapat disimpulkan bahwa formulasi yang digunakan
39
adalah formulasi dasar atau tanpa penambahan bahan apapun. Hal ini berkaitan dengan biaya serta kemudahan dalam pengolahan. 4.67
4.7 4.6 Skor kesukaan
4.5
4.4
4.4 4.3
4.27
4.2 4.1 4 A
B
C
Formulasi
Keterangan : A = Formula dasar B = Penambahan essence lemon 0.05 % C = Penambahan perasan lemon 5 %
Gambar 20. Histogram pengaruh tahap formulasi terhadap skor rata-rata kesukaan aroma c. Nilai rasa Rasa yang terbentuk pada formula minuman sari buah jambu mete ini dipengaruhi oleh penambahan bahan-bahan tersebut, dengan variabel-variabel lain yang tetap yaitu tingkat pengenceran 1:3 dan derajat kemanisan 11.5 °Brix. Hasil pengujian organoleptik terhadap rasa formula minuman sari buah jambu mete dengan penambahan perasan lemon sebanyak 5 % menunjukkan rataan nilai sebesar 5.07 (agak suka). Sedangkan untuk essence lemon 0.05 % memiliki rataan nilai 5.13 (agak suka) dan untuk formula dasar sebesar 4.97 (netral/biasa). Data menunjukkan terjadi peningkatan rataan nilai antara formula dasar dengan penambahan bahan-bahan lain walaupun hasil yang tidak signifikan. Hasil sidik ragam (Lampiran 21) menunjukkan bahwa penambahan bahan-bahan tidak berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan rasa pada taraf selang 0.05 (P<0.05). Data-data ini disajikan pada Gambar 21.
40
5.13
5.15
Skor Kesukaan
5.1
5.07
5.05 5
4.97
4.95 4.9 4.85 A
B
C
Formulasi
Keterangan : A = Formula dasar B = Penambahan essence lemon 0.05 % C = Penambahan perasan lemon 5 %
Gambar 21. Histogram pengaruh tahap formulasi terhadap skor rata-rata kesukaan rasa PENGAMATAN PRODUK TERPILIH A. Mutu Fisik Minuman Sari Buah Jambu Mete Analisis mutu fisik yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari pengukuran pH dan kekentalan. 1. Keasaman (pH) Minuman sari buah seharusnya memiliki pH kurang dari 4.5 (SNI 013719-1995). Semakin banyak jumlah sari buah mete yang ditambahkan ke dalam formula sari buah jambu mete mengakibatkan penurunan nilai pH dan juga tergantung dari perbandingan antara sari buah jambu mete dengan penambahan air. Oleh karena nilai pH ini rendah maka tidak perlu penambahan asam, seperti asam sitrat ke dalam minuman. Penurunan nilai pH karena terjadi peningkatan ion H+ pada larutan yang berasal dari asam yang secara alami terdapat dalam buah. Pengukuran nilai pH dilakukan pada produk akhir yaitu pada formulasi dengan penambahan tepung putih telur, tingkat pengenceran 1:3, dan derajat kemanisan 11.5 °Brix, pengukuran dilakukan sebanyak lima kali.
41
4.37 4.36 4.36 4.35 4.35 4.34 4.34 4.33 4.33 4.32 4.32 4.31 4.3 1
2
3
4
5
Gambar 22. Grafik pH minuman sari buah jambu mete 2. Kekentalan Kekentalan diukur menngunakan alat Viscometer Brookefield. Produk pangan memilki tingkat kekentalan berbeda-beda. Kekentalan merupakan gaya hambat atau friksi internal yang mempengaruhi kemampuan mengalir suatu fluida (Kusnandar dan andarwulan, 2006). Kekentalan dapat menjadi petunjuk adanya kerusakan, penyimpangan atau penurunan mutu sehingga sangat berpengaruh terhadap penerimaan konsumen. Pengujian minuman sari buah jambu mete menggunakan kecepatan 60 rpm, spin/rotor 1, dan waktu 2 menit. Didapatkan skala pembacaan 3.5, sehingga diketahui kekentalannya adalah 3.5 cP (centipoise).
Gambar 23. Viscometer Brookefield B. Mutu Kimia Minuman Sari Buah Jambu Mete Analisis proksimat merupakan suatu metode analisis yang biasa dilakukan untuk memberikan gambaran mengenai kandungan komponen utama
42
pada bahan. Analisis ini meliputi penentuan kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak. Adapun kandungan karbohidrat ditentukan by difference, yaitu dengan menghitung selisih antara 100 dengan total kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak. Hasil analisis proksimat ini hanya memberikan gambaran umum karena nilai yang dihasilkan hanya berupa nilai perkiraan, artinya tidak menunjukkan nilai yang sebenarnya, dengan kata lain akurasi metode ini terbatas.
Tabel 5. Komposisi kimia formula minuman sari buah jambu mete hasil analisis proksimat (% bb) Komposisi Air (%) Abu (%) Protein (%) Lemak (%) Serat Kasar (%) Karbohidrat (%) Tanin (%) Vitamin C
Minuman Sari Buah Jambu Mete 85.70 % 0.02 % 0.25 % 0.05 % 0.06 % 13.92 % 0.12% 178.2 mg/ 100 ml
Pada penelitian ini, analisis proksimat .dilakukan pada formula minuman sari buah jambu mete terbaik yang telah mengalami penyempurnaan proses. Hasil analisis proksimat dari formula tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. 1. Kadar Air Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan yang dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan makanan (Winarno, 1984). Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa kadar air minuman sari buah jambu mete 85.70 %. Kadar air merupakan parameter utama yang terlibat dalam kebanyakan reaksi perusakan bahan pangan. Beberapa kerusakan yang disebabkan oleh kadar air yang tinggi pada bahan pangan adalah pertumbuhan mikroba, reaksi pencoklatan, hidrolisis, dan oksidasi lemak. Nilai kadar air minuman sari buah jambu mete yang tinggi namun dengan pH yang rendah dan penyimpanan dalam suhu dingin diyakini dapat
43
menghambat terjadinya berbagai kerusakan tersebut, sehingga mutu produk tetap terjaga. 2. Kadar Abu Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96 % terdiri dari bahan organik dan air, sisanya terdiri dari unsur mineral. Unsur mineral juga dikenal sebagai zat organik atau abu. Dalam proses pembakaran, bahanbahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu (Winarno, 1984). Kadar abu minuman sari buah jambu mete sangat dipengaruhi oleh kadar abu bahan penyusunnya terutama garam. Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa kadar abu minuman sari buah jambu mete 0.02 % bb. 3. Kadar Protein Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat (Winarno, 1984). 4. Kadar Lemak Lemak atau minyak merupakan sumber energi yang paling efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Satu gram lemak dapat menghasilkan kalori sebesar 9 kkal, sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan kalori sebesar 4 kkal. Hampir semua bahan pangan banyak mengandung lemak dan minyak, terutama bahan yang berasal dari hewan. Selain sebagai sumber energi, lemak dan minyak berperan penting dalam penyediaan vitamin A, D, E, dan K dalam tubuh serta pembentukan cita rasa suatu makanan (Winarno, 1984). Kadar lemak yang dianalisis pada penelitian ini adalah kadar lemak kasar, yaitu tidak hanya lemak (true fat), tetapi juga lilin, fosfolipida, sterol, hormon, minyak atsiri dan pigmen (Ketaren, 1986). 5. Kadar Karbohidrat Karbohidrat merupakan sumber kalori utama dan mempuyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa,
44
warna, dan tekstur (Winarno, 1984). Karbohidrat dalam makanan terdiri dari dua jenis, yaitu karbohidrat yang dapat dicerna (pati) dan karbohidrat yang tidak dapt dicerna (serat) oleh tubuh dalam sistem metabolisme. Sumber karbohidrat utama pada formula minuman sari buah jambu mete kering ini berasal dari kandungan karbohidrat sukrosa. Penentuan kadar karbohidrat dalam penelitian ini dihitung secara by difference, yaitu dengan menghitung selisih antara 100% dengan total kadar air, abu, protein, dan lemak. 6. Kadar Vitamin C Kandungan vitamin C dalam buah mete (cashew apple) berkisar antara 203,5 mg/100 ml melebihi rata-rata kandungan vitamin C pada buah jeruk. Buah-buahan umunya digunakan sebagai sumber vitamin C dan vitamin lainnya. Vitamin C mudah teroksidasi, dan salah satu penyebab proses tersebut adalah panas (Winarno, 1984). Vitamin C ang terukur lebih kecil dibandingkan kandungan vitamin C buah segar akibat dari pengolahan dengan menggunakan panas sehingga sebagian dari vitamin C teroksidasi. Salunkhe (1976) menyatakan bahwa asam askorbat sangat sensitif terhadap panas dan oksigen sehingga mudah rusak dari produk yang diolah dengan menggunakan panas dan kondisi aerobik. Hasil pengujian kadar vitamin C terhadap produk akhir sari buah jambu mete masih tergolong tinggi, yaitu 52.47 mg/100 ml sampel. C. Mutu Mikrobiologi Minuman Sari Buah Jambu Mete Analisis kuantitaif mikrobiologi pada bahan pangan penting dilakukan untuk mengetahui mutu bahan pangan. Pada penelitian ini pengamatan mikrobiologi dilakukan dengan menggunakan metode hitungan cawan. Prinsip dari metode hitungan cawan adalah jika sel mikroba yang masih hidup ditumbuhkan pada medium agar maka sel mikroba tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dengan mata tanpa mikroskop. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan bakteri dan kapang-khamir. Pada proses pembuatan minuman sari buah jambu mete, pengawetan awal dilakukan dengan adanya proses blansir dan perendaman dalam larutan
45
garam 2 % serta proses pasteurisasi setelah pembotolan pada suhu relatif rendah dalam waktu yang relatif lama yaitu 65 °C selama 30 menit atau dalam waktu singkat yaitu 72 °C selama 15 detik. Pada proses tersebut diharapkan mikroorganisme patogen yang dapat menyebabkan kerusakan dapat dihilangkan. Selain itu, pH produk yang tergolong rendah menyebabkan mikroorganisme sulit untuk tumbuh. Pengujian mikrobiologi pada hari ke-2 pada minuman sari buah jambu mete menunjukkan total bakteri sebanyak < 2.5 x 102 koloni/ml. Hal tersebut mungkin disebabkan karena kurang steril saat pengolahan hingga pengemasan atau saat pengujian mikrobiologi dilakukan, nilai pH yang optimum juga mempengaruhi ketahanan mikroba. Kebanyakan bakteri mempunyai pH optimum, yaitu pH dimana pertumbuhannya maksimum, sekitar pH 6.5-7.5. pada pH dibawah 5.0 dan di atas 8.5, bakteri tidak dapat tumbuh dengan baik (Fardiaz,1992). Jumlah total bakteri pada minuman sari buah jambu mete mengalami penurunan beradasarkan tingkat pengenceran yang dilakukan (Tabel 6).
Tabel 6. Hasil uji mikrobiologi total mikroba pada minuman sari buah jambu mete Tingkat pengenceran
10-1 10-2 10-3 10-4 Total
Total bakteri (koloni/ml)
Total kapang-khamir (koloni/ml)
Cawan 1 2 1 2 0 0 0 0 0 0 < 2.5 x 10-2 kolomi/ml
Cawan 1 2 1 1 0 0 0 0 0 0 < 2.5 x 10-2 kolomi/ml
Pada minuman sari buah jambu mete terdapat senyawa antimikroba seperti fenol, contohnya tanin, yaitu senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Fenol merupakan monoterpen yang umum digunakan sebagai antiseptik. Selama inkubasi tidak terlihat adanya pertumbuhan kapangkhamir, kecuali pada tingkat pengenceran 10-1. Kapang dan khamir bersifat
46
mesofil, tumbuh pada suhu 25-30 C. Khamir tumbuh pada kisaran pH 2.5-8.5, dan kapang tumbuh pada kisaran pH 5-7 tetapi masih dapat hidup pada pH 3-8.5 (Fardiaz, 1992). Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba pada penelitian ini antara lain proses pemasakan, sterilisasi serta pengemasan. Proses pemasakan yang dilakukan adalah pasteurisasi, hanyalah membunuh mikroba patogen yang berbahaya bagi manusia sehingga kemungkinan spora bakteri tahan panan masih hidup. Pengemasan yang dilakukan adalah pembotolan secara manual sederhana. Pada saat penutupan botol sering terjadi penutupan tidak sempurna sehingga harus diulang-ulang. Hal tersebut dapat menjadi salah satu sumber kontaminasi minuman dari lingkungan. Sterilisasi botol yang digunakan dilakukan dengan perebusan. Perebusan adalah pemanasan dalam air mendidih atau uap air pada suhu °100 C selama beberapa menit, tetapi banyak spora bakteri tahan panas dan masih hidup setelah perebusan selama beberapa jam (Fardiaz, 1992). Berdasarkan SNI mengenai uji cemaran mikroba yaitu SNI 01-28971992, perhitungan koloni dilakukan pada kisaran 25-250 koloni. Data hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 6 menunjukkan jumlah koloni yang lebih kecil dari batasan tersebut, sehingga jumlah mikroba yang terdapat pada minuman sari buah jambu mete kering adalah lebih kecil dari 2.5 x 101 koloni/ml. Jumlah koloni yang terlalu kecil ini bisa disebabkan pengenceran yang dilakukan terlalu tinggi ataupun karena suasana asam dimana semakin rendahnya pH produk, pertumbuhan mikroba yang dihambat juga semakin banyak. serta suhu dingin selama proses pembuatan minuman sari buah jambu mete. Selain itu penyebaran mikroba saat pengenceran mungkin kurang merata akibat pengocokan yang kurang sempurna, sehingga sampel yang diambil tidak mengandung mikroba dengan jumlah yang dapat mewakili sampel minuman sari buah jambu mete secara keseluruhan. Berdasarkan uji mikrobiologi yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa minuman sari buah jambu mete yang dianalisis bermutu baik dan aman dikonsumsi. Mutu minuman sari buah jambu mete ini juga tetap terjaga dengan pH produk yang rendah yaitu sekitar 4.00 – 4.3 . Menurut Winarno (1984), dengan nilai pH di bawah 4.5 maka kemungkinan tumbuhnya mikroba berbahaya
47
pada produk akan lebih kecil. Jenis mikroba yang dapat mengkontaminasi minuman sari buah jambu mete diantaranya adalah Leuconostoc mesenteroides, Lactobacillus brevis dan Lactobacillus palntarum. Adanya pertumbuhan mikroba dapat mengakibatkan perubahan aroma, penampakan dan flavor, sebagai contoh adalah timbulnya lendir karena bakteri-bakteri tersebut yang mengakibatkan perubahan penampakan maupun flavor yang dihasilkan. Secara umum, minuman sari buah jambu mete yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki mutu fisik, kimia, dan mikrobiologi yang baik dan sesuai dengan standar mutu minuman sari buah SNI 01-3719-1995 (Tabel 7). Hal tersebut dapat dilihat dari penampakan, bau, dan rasa yang normal. Minuman sari buah jambu mete ini juga dibuat tanpa pemanis buatan. Mutu mikrobiologi yang baik dapat dilihat dari jumlah total mikroba yang sangat kecil,yaitu lebih kecil dari batasan terkecil 2.5 x 101 koloni/ml. Kemungkinan adanya cemaran logam pada minuman sari buah jambu mete sangat kecil. Hal ini dikarenakan peralatan yang digunakan hanya berupa wadah-wadah plastik dan pisau stainless steel. Cemaran logam pada minuman sari buah jambu mete kering diperkirakan berasal dari peralatan terbuat dari logam yang bisa berkarat seperti pisau yang tidak terbuat dari stainless steel. Namun alat-alat tersebut tidak digunakan pada penelitian ini. Oleh karena itu produk akhir dapat terjaga kualitasnya. Tabel 7. Standar mutu minuman sari buah (SNI 01-3719-1995) No. 1.
3.
4. 5.
Kriteria Uji Keadaan 1.1 Penampakan 1.2 Bau 1.3 Rasa BTP 3.1 Pemanis Buatan 3.2 Pewarna 3.3 Pengawet Cemaran Mikroba Cemaran Logam 5.1 Timbal 5.2 Tembaga 5.3 Seng 5.4 Timah 5.5. Raksa
Satuan -
Persyaratan normal normal normal
APM/g
Tidak boleh sesuai SNI 01-0222-1995 sesuai SNI 01-0222-1995 <3
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
maksimal 0.3 maksimal 0.5 maksimal 5.0 maksimal 40/250 maksimal 0.03 Sumber : BSN (1995)
48
Seperti pada produk dengan aw tinggi lainnya, minuman sari buah jambu mete ini diharapkan mempunyai daya awet yang tinggi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan pengolahan yang higienis, pengemasan, dan penyimpanan yang baik Kemasan yang digunakan sebaiknya kemasan dengan botol gelap untuk mengurangi oksidasi vitamin C dan penurunan mutu.
49
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Tepung putih telur dan putih telur dapat digunakan flukolan yang dapat mengurangi rasa sepat dari buah semu mete. Semakin banyak kadar tepung putih telur atau putih telur yang ditambahkan, semakin banyak tanin yang diikat dan diendapkan. Formula terbaik yang dihasilkan adalah dengan formula penambahan tepung putih telur 0.01% atau bila dengan putih telur sebesar 0.1 %, tingkat pengenceran 1:3 serta tingkat kemanisan 11.5 °Brix. Dengan karakteristik produk akhir, pH rata-rata 4,34 , kekentalan 3,5 cp, kadar air 85,70 % (bb), kadar abu 0,02 % (bb), protein 0,25 % (bb), kadar lemak 0,05 % (bb), serat kasar 0,06 %, karbohidrat 13,92 % (bb), dan jumlah total mikroba serta total kapang-khamir lebih kecil dari 2,5 x 102 koloni/ml, kadar vitamin C 52.47 mg/100 ml dan kadar tanin 0.12 % (bb).
B. SARAN Sebelum dikomersialkan atau diaplikasikan perlu upaya pembuatan sari buah jambu mete dengan skala yang lebih besar dengan memperhatikan titik kritis pada saat pengolahan sehingga tidak menyebabkan flavor khas dari buah jambu mete tersebut hilang. Serta perlu dilakukan uji lanjut sehingga dapat mengklaim sari buah jambu mete sebagai minuman fungsional yang berkhasiat sebagai anti tumor.
50
DAFTAR PUSTAKA
AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association Analytical Chemistry, Inc., Washington D. C. AOAC. 1999. Official Methods of Analysis of The Association Analytical Chemistry, Inc., Washington D. C. Apriyantono, A. Fardiaz, D. Puspitasari, N.L. dan Budianto, S. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisa Pangan. Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi PAU Pangan dan Gizi. IPB, Bogor. Ashurts,P.R. 1995. Production and Packaging of Non-Carbonated Fruit Juices and Fruit Beverages. .Blackie academic and profesional. London. Bambang Permadi. 1982. Mempelajari Pengaruh Penambahan Asidulan, Jenis Wadah dan Lama Penyimpanan Terhadap Mutu Sari Buah Mete (Anacardium occidentale L.). Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Bahar, Yul Harry. 1983. Mempelajari dan Meningkatkan Mutu sari Buah Jambu Mete (Anacardium occidentale L.) Selama Penyimpanan Dengan Penambahan Stabilizer. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. BSN. 1995. SNI 01-3719-1995 tentang Minuman Sari Buah. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. BSN. 1996. SNI 01-4323-1996 tentang Standar Mutu Tepung Putih Telur. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. Fardiaz, S. 1992. Penuntun Praktek Mikrobiologi Pangan. IPB Press, Bogor.
Kubo, Isao.,Masamitsu Ochi, Paulo C, Vieira and Sakae Komatsu. 1993. Antitumor agents from the Cashew Apple. Journal of Agriculture and Food Chemistry,41,1012-1015.http://www.schollar.google.com.html [16 Maret 2007]. Kubo, Isao., Kubo I and Lee J.R.1999. Anti Helicobacter pylori agents from the cashew apple. Journal of Agriculture and Food Chemistry,47(2) 533-537. http://www.schollar.google.com.html [20 Juli 2007].
51
Kusnandar, feri dan Nuri Andarwulan.2006. Modul Analisis Sifat Reologi Pangan Cair.IPB.Bogor Mulyani, Ani. 2001. Analisa Sifat Reologi Gelatin dari Kulit Ikan Cucut dan Ikan Pari. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nasution, A. 1980. Metode Penilaian Citarasa. Fakultas Pertanian IPB, Bogor. Nicol.W.M.1979. Sucrose and Food Technology. Di dalam G.G Birch and K.J Parker (eds.). Sugar : Science of Technology. Applied Science Publishing. London.pp: 423-453. Ponting, J.D., G.G. Watters, R.R.Forrey, R. Jackson, dan W.L. Stanley. 1966. Ostomic dehydration of fruits. J. Food Tech. 20 (10) : 125-128. Pollard,A and C.F. Timberlake. 1971. Fruits Juices. Didalam : Hulme A.C (ed.)The Biochemistry of Fruit and Product.Vol II. Academic Press.London. Potter, N. 1973. Food Science.The AVI Publishing Co,Inc.Westport, Connecticut. Rayner, Terry.2006.Fining and Clarifyng Agents.www.makewine.com.[19 Juli 2007] Saragih, Yan Pieter dan Yadi Haryadi. 2003. Mete, Budi Daya Jambu Mete dan Pengupasan Gelondong.Penebar Swadaya.Jakarta Sarwono, B. 1994. Jeruk dan Kerabatnya. Penebar swadaya. Jakarta.
Samson, A.J. 1980. Tropical Fruits. Longman Inc. Newyork.
Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik. Bhatara Karya Aksara. Jakarta.
Valim, M.F.,Rouseff R.L., Lin J. 2003. Gas chromatografic-olfactometric Characterization of aroma compuonds in two types of cashew apple nectar. Journal of Agriculture and Food Chemistry,41,10121015.http://www.schollar.google.com.html [12 maret 2007]. Winarno, F. G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia, Jakarta. Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia, Jakarta.
52
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data hasil analisis proksimat produk akhir sari buah jambu mete Lampiran 1. a. Data kadar air produk akhir sari buah jambu mete Minuman sari buah jambu mete
Ulangan 1
Ulangan 2
85.68 %
85.70 %
Hasil rata-rata
85.69 %
Lampiran 1. b. Data kadar abu produk akhir sari buah jambu mete Minuman sari buah jambu mete
Ulangan 1
Ulangan 2
0.01 %
0.03 %
Hasil rata-rata Minuman sari buah jambu mete
0.02 % Ulangan 1
Ulangan 2
0.01 %
0.03 %
Hasil rata-rata
0.02 %
Lampiran 1. c. Data kadar serat kasar produk akhir sari buah jambu mete Minuman sari buah jambu mete
Ulangan 1
Ulangan 2
0.0636 %
0.0495 %
Hasil rata-rata
0.06 %
Lampiran 1. d. Data kadar protein produk akhir sari buah jambu mete Minuman sari buah jambu mete
Ulangan 1
Ulangan 2
0.1939 %
0.3090 %
Hasil rata-rata
0.25 %
Lampiran 1. d. Data kadar lemak produk akhir sari buah jambu mete Minuman sari buah jambu mete Hasil rata-rata
Ulangan 1
Ulangan 2
0.0464 %
0.0563 % 0.05 %
53
Lampiran 2. Rekapitulasi data uji hedonik penambahan tepung putih telur Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Ratarata
777 6 5 6 5 5 6 5 2 6 3 5 6 6 7 5 3
Rasa 354 3 3 2 3 3 2 5 5 3 5 3 3 3 2 2 2
939 6 3 5 1 5 4 3 3 6 2 6 6 4 6 4 2
777 3 5 3 3 5 5 5 5 3 3 3 6 5 2 4 5
Aroma 354 5 5 3 3 5 3 4 4 3 3 3 6 6 3 4 5
939 6 5 3 3 5 5 4 4 3 2 5 6 3 3 4 4
777 4 2 6 3 5 6 5 3 5 6 3 3 5 7 6 2
Warna 354 6 2 6 3 5 6 4 3 5 6 3 3 5 7 5 2
939 6 2 6 3 5 6 6 5 5 7 6 3 5 4 5 2
5,06
3,06
4,13
4,44
4,44
4,75
4,06
4,06
4,06
Keterangan : Skala 1= Sangat tidak suka
Kode : 777 = Tepung putih telur 0.01%
2= Tidak suka
354 = Tepung putih telur 0.02%
3= Agak tidak suka
939 = Tepung putih telur 0.03%
4= Netral 5= Agak suka 6= Suka 7= Sangat suka
54
Lampiran 3. Rekapitulasi data uji hedonik penambahan gelatin Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Ratarata
132 6 2 5 6 6 3 6 6 4 5 6 5 4 6 6 5
Rasa 354 5 2 2 5 6 2 6 5 5 6 5 5 3 5 7 5
973 2 6 1 2 2 3 2 2 3 3 3 1 5 3 2 2
132 3 3 2 3 6 5 3 3 4 5 5 2 4 5 4 5
Aroma 354 3 2 1 5 6 5 5 3 4 4 4 2 4 4 5 5
973 3 2 1 6 5 5 2 3 4 3 5 1 4 4 3 3
132 6 6 7 5 3 2 6 5 6 5 5 3 4 5 7 2
Warna 354 3 3 5 6 3 2 6 5 6 5 5 3 3 6 7 2
973 3 3 3 5 3 2 6 5 6 5 5 3 5 6 5 2
5,06
4,63
2,63
3,88
3,88
3,38
4,81
4,38
4,19
Keterangan : Skala 1= Sangat tidak suka
Kode : 132 = Gelatin 0.3%
2= Tidak suka
354 = Gelatin 0.4%
3= Agak tidak suka
973 = Gelatin 0.5%
4= Netral 5= Agak suka 6= Suka 7= Sangat suka
55
Lampiran 4. Rekapitulasi data uji hedonik tingkat pengenceran Panelis
121 5 6 7 6 5 6 5 6 5 5 2 6 3 7 5 5 2 6 6 5 3 6 2 4 5 6 5 6 6 6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rata5,07 rata Keterangan :
Rasa 732 6 7 6 4 6 6 5 5 6 3 3 4 5 6 5 6 3 6 3 3 3 3 4 6 5 7 5 7 6 5
458 4 6 5 5 5 5 5 5 6 5 4 5 6 6 6 2 2 6 3 6 2 5 5 5 5 6 3 5 5 5
121 5 6 7 5 3 4 4 5 3 6 2 6 4 6 4 6 2 5 4 3 2 5 5 2 2 5 3 7 6 2
Aroma 732 5 6 7 4 4 4 4 5 4 6 3 3 5 6 4 5 5 5 4 3 3 3 6 2 4 6 3 6 5 4
458 5 6 5 3 4 3 4 5 4 6 3 3 6 5 5 4 2 5 4 5 3 6 6 4 4 6 3 4 5 4
121 3 6 6 5 2 6 2 5 6 6 4 6 2 5 5 6 6 6 6 4 4 6 5 4 4 4 5 3 6 5
Warna 732 5 7 5 4 2 5 2 5 6 6 4 5 5 4 4 5 5 6 5 5 4 5 5 4 4 6 5 6 6 5
458 4 6 6 5 2 5 2 5 4 6 2 6 6 4 4 5 3 6 5 3 2 5 6 4 3 5 5 4 6 4
4,97
4,77
4,3
4,47
4,4
4,77
4,83
4,43
Skala 1= Sangat tidak suka
Kode : 121 = Tingkat pengenceran 1:2
2= Tidak suka
732 = Tingkat pengenceran 1:3
3= Agak tidak suka
458 = Tingkat pengenceran 1:
4= Netral 5= Agak suka 6= Suka 7= Sangat suka
56
Lampiran 5. Rekapitulasi data uji hedonik tingkat kemanisan Panelis
745 5 4 5 5 6 6 7 6 6 7 5 5 5 3 6 5 5 6 6 6 6 3 3 5 3 5 6 3 5 2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rata5,0 rata Keterangan :
Rasa 334 5 3 5 5 4 5 7 5 5 6 5 6 4 5 5 2 6 5 6 7 6 5 4 6 5 6 5 7 6 3
654 6 5 3 6 2 4 7 5 6 3 6 6 5 6 7 5 4 6 6 7 5 4 5 6 6 4 6 2 6 5
745 4 3 3 3 6 5 6 4 6 4 5 5 6 4 5 2 5 6 4 3 5 2 3 3 4 4 5 3 4 6
Aroma 334 5 4 5 3 5 7 6 5 5 7 5 4 3 4 4 4 6 6 4 6 4 3 4 4 5 5 5 5 4 5
654 4 5 5 3 2 6 6 6 6 6 5 4 4 6 6 6 6 6 4 6 5 3 5 6 4 4 5 5 4 5
745 5 4 4 4 6 5 6 5 6 6 6 5 5 5 6 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 5 5 5 5 5
Warna 334 4 5 5 5 6 4 6 5 5 5 6 5 5 5 6 5 5 6 6 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5
654 4 5 4 5 6 5 6 4 5 6 6 5 4 5 6 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 4 4
5,13
5,13
4,27
4,73
4,93
5,0
5,1
4,9
Skala 1= Sangat tidak suka 2= Tidak suka 3= Agak tidak suka 4= Netral 5= Agak suka 6= Suka 7= Sangat suka
Kode : 745 = Tingkat kemanisan 10 °Brix 334 = Tingkat kemanisan 11.5 °Brix 654 = Tingkat kemanisan 13 °Brix
57
Lampiran 6. Rekapitulasi data uji hedonik formulasi Panelis
653 5 6 6 3 6 3 6 5 4 3 5 7 6 5 6 6 3 3 5 5 4 7 6 4 5 5 4 7 3 6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rata4,97 rata Keterangan :
Rasa 247 4 6 5 5 6 5 2 5 6 5 6 7 6 4 5 6 5 2 6 3 5 6 6 4 5 3 6 7 7 6
578 3 5 7 5 5 2 3 6 6 5 4 6 3 4 6 6 5 6 7 6 3 4 5 6 5 6 6 7 5 5
653 5 4 5 2 6 4 6 6 4 5 4 4 6 5 3 5 4 4 4 4 3 3 3 4 4 4 4 4 3 6
Aroma 247 5 4 5 2 6 3 3 6 4 4 5 6 5 4 3 5 5 5 6 4 3 4 3 5 4 4 4 4 6 5
578 4 4 6 2 6 3 2 6 6 4 3 5 6 5 3 6 4 6 7 3 4 5 3 5 6 4 6 4 6 6
653 5 5 5 6 3 4 4 3 6 5 5 6 6 5 6 6 3 2 4 6 5 5 6 5 4 4 4 4 4 6
Warna 247 4 4 5 5 6 4 2 3 5 5 5 6 3 4 3 4 6 6 3 4 2 2 6 5 4 4 5 4 4 5
578 3 5 5 5 5 4 4 4 4 5 5 6 4 5 3 6 4 5 5 5 3 3 6 5 4 4 6 4 4 5
5,13
5,07
4,27
4,4
4,67
4,73
4,27
4,53
Skala 1= Sangat tidak suka 2= Tidak suka 3= Agak tidak suka 4= Netral 5= Agak suka 6= Suka 7= Sangat suka
Kode : 653 = Tingkat kemanisan 10 °Brix 247 = Tingkat kemanisan 11.5 °Brix 578 = Tingkat kemanisan 13 °Brix
58
Lampiran 7. Sidik ragam uji hedonik warna penambahan tepung putih telur Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Type III Sum of Source Squares Model 1082.375(a)
Mean Square
df
F
Sig.
18
60.132
91.921
.000
panelis
91.250
15
6.083
9.299
.000
sampel
1.042
2
.521
.796
.460
19.625
30
.654
Error
Total 1102.000 48 a R Squared = .982 (Adjusted R Squared = .972)
skor sampel
Subset
N
1 2
16
4.44
1
16
4.44
3
16
4.75
Sig.
.311
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .654. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 16.000. b Alpha = 0.5
59
Lampiran 8. Sidik ragam uji hedonik aroma penambahan tepung putih telur Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Type III Sum of Source Squares Model 835.000(a)
Mean Square
df
F
18
46.389
77.315
Sig. .000
panelis
42.813
15
2.854
4.757
.000
sampel
.000
2
.000
.000
1.000
18.000
30
.600
Error Total
853.000 48 a R Squared = .979 (Adjusted R Squared = .966) skor sampel
Subset
N
1 1
16
4.06
2
16
4.06
3
16
Sig.
4.06 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .600. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 16.000. b Alpha = .05.
60
Lampiran 9. Sidik ragam uji hedonik rasa penambahan tepung putih telur Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Type III Sum of Source Squares Model 861.375(a)
Mean Square
df 18
F
Sig.
47.854
25.353
.000
panelis
29.000
15
1.933
1.024
.459
sampel
32.042
2
16.021
8.488
.001
Error
56.625
30
1.888
Total 918.000 48 a R Squared = .938 (Adjusted R Squared = .901)
skor sampel
N
Subset 1
2
16
3
16
1
16
Sig.
2
3.06 4.13 5.06 1.000
.063
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.888. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 16.000. b Alpha = 0.5
61
Lampiran 10. Sidik ragam uji hedonik warna penambahan gelatin Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Type III Sum of Source Squares df Model 1043.292(a) 18 panelis 85.917 15 sampel
Mean Square
F
Sig.
57.961
76.572
.000
5.728
7.567
.000
2.174
.131
3.292
2
1.646
Error
22.708
30
.757
Total
1066.000
48
a R Squared = .979 (Adjusted R Squared = .966)
skor sampel
N
Subset 1
3
16
4.19
2
16
4.38
1
16
4.81
Sig.
.063
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .757. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 16.000. b Alpha = 0.5
62
Lampiran 11. Sidik ragam uji hedonik aroma penambahan gelatin Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Type III Sum of Source Squares df Model 726.667(a) 18 panelis 63.917 15 sampel
Mean Square
F
Sig.
40.370
69.872
.000
4.261
7.375
.000
2.308
.117
2.667
2
1.333
Error
17.333
30
.578
Total
744.000
48
a R Squared = .977 (Adjusted R Squared = .963)
skor sampel
N
Subset 1
3
16
3.38
1
16
3.88
2
16
3.88
Sig.
.088
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .578. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 16.000. b Alpha = .05.
63
Lampiran 12. Sidik ragam uji hedonik rasa penambahan gelatin Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Type III Sum of Source Squares df Model 885.042(a) 18 panelis 22.479 15
Mean Square 49.169
F
Sig.
23.807
.000
1.499
.726
.741
sampel
54.042
2
27.021
13.083
.000
Error
61.958
30
2.065
Total 947.000 48 a R Squared = .935 (Adjusted R Squared = .895)
skor
sampel
Subset
N 1
2
3
16
2
16
4.63
1
16
5.06
Sig.
2.63
1.000
.396
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 2.065. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 16.000. b Alpha = .05.
64
Lampiran 13. Sidik ragam uji hedonik warna tingkat pengenceran Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Type III Sum of Mean Source Squares df Square F Model 2073.089(a) 32 64.784 99.113 panelis 100.989 29 3.482 5.328 sampel 2.756 2 1.378 2.108 Error 37.911 58 .654 Total 2111.000 90 a R Squared = .982 (Adjusted R Squared = .972)
Sig. .000 .000 .131
skor sampel
N
Subset 1
3
30
4.43
1
30
4.77
2
30
4.83
Sig.
.074
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .654. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000 b Alpha = .05.
65
Lampiran 14. Sidik ragam uji hedonik aroma tingkat pengenceran Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Type III Sum of Mean Source Squares df Square F Model 1842.089(a) 32 57.565 71.173 panelis 108.056 29 3.726 4.607 sampel .422 2 .211 .261 Error 46.911 58 .809 Total 1889.000 90 a R Squared = .975 (Adjusted R Squared = .961)
Sig. .000 .000 .771
skor sampel
N
Subset 1
1
30
4.30
3
30
4.40
2
30
4.47
Sig.
.504
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .809. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.
66
Lampiran 15. Sidik ragam uji hedonik rasa tingkat pengenceran Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Type III Sum of Source Squares Model 2284.733(a)
Mean Square
df
F
Sig.
32
71.398
69.872
.000
panelis
92.933
29
3.205
3.136
.000
sampel
1.400
2
.700
.685
.508
Error
59.267
58
1.022
Total
2344.000
90
a R Squared = .975 (Adjusted R Squared = .961) skor sampel
N
Subset 1
3
30
4.77
2
30
4.97
1
30
5.07
Sig.
.284
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.022. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.
67
Lampiran 16. Sidik ragam uji hedonik warna tingkat kemanisan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Type III Sum of Source Squares Model 2283.622(a ) panelis 22.989 sampel .622
Mean Square
df
F
Sig.
32
71.363
441.370
.000
29
.793
4.903
.000
2
.311
1.924
.155
.162
Error
9.378
58
Total
2293.000
90
a R Squared = .996 (Adjusted R Squared = .994) skor sampel
N
Subset 1
3
30
4.90
1
30
5.03
2
30
5.10
Sig.
.073
Means for groups in homogeneous subsets are displayed Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .162. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.
68
Lampiran 17. Sidik ragam uji hedonik aroma tingkat kemanisan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Type III Sum of Source Squares Model 2006.356(a ) panelis 57.956 sampel 7.022
Mean Square
df
F
Sig.
32
62.699
67.789
.000
29
1.998
2.161
.006
2
3.511
3.796
.028
.925
Error
53.644
58
Total
2060.000
90
a R Squared = .974 (Adjusted R Squared = .960)
skor sampel
N
Subset 1
1
30
4.27
2
30
4.73
3
30
Sig.
2 4.73 4.93
.065
.424
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .925. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.
69
Lampiran 18. Sidik ragam uji hedonik rasa tingkat kemanisan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Type III Sum of Source Squares Model 2396.356(a ) panelis 65.289 sampel .356
Mean Square
df
F
Sig.
32
74.886
57.419
.000
29
2.251
1.726
.039
2
.178
.136
.873
1.304
Error
75.644
58
Total
2472.000
90
a R Squared = .969 (Adjusted R Squared = .953)
skor sampel
N
Subset 1
1
30
5.00
3
30
5.13
2
30
5.13
Sig.
.674
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.304. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.
70
Lampiran 19. Sidik ragam uji hedonik warna tahap formulasi Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Type III Sum of Source Squares Model 1882.622(a ) panelis 47.822 sampel 3.289
Mean Square
df
F
Sig.
32
58.832
63.926
.000
29
1.649
1.792
.030
2
1.644
1.787
.177
.920
Error
53.378
58
Total
1936.000
90
a R Squared = .972 (Adjusted R Squared = .957) skor sampel
N
Subset 1
2
30
4.27
3
30
4.53
1
30
4.73
Sig.
.079
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .920. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.
71
Lampiran 20. Sidik ragam uji hedonik aroma tahap formulasi Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Type III Sum of Source Squares Model 1861.156(a ) panelis 80.889 sampel 2.489
Mean Square
df
F
Sig.
32
58.161
82.590
.000
29
2.789
3.961
.000
2
1.244
1.767
.180
.704
Error
40.844
58
Total
1902.000
90
a R Squared = .979 (Adjusted R Squared = .967)
skor sampel
N
Subset 1
1
30
4.27
2
30
4.40
3
30
4.67
Sig.
.086
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .704. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.
72
Lampiran 21. Sidik ragam uji hedonik rasa tahap formulasi Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Type III Sum of Source Squares df Model 2370.089(a 32 ) panelis 69.389 29 sampel .422 2 Error 80.911 58 Total
2451.000
Mean Square
F
Sig.
74.065
53.093
.000
2.393
1.715
.041
.211
.151
.860
1.395
90
a R Squared = .967 (Adjusted R Squared = .949)
skor sampel
N
Subset 1
1
30
4.97
3
30
5.07
2
30
5.13
Sig.
.611
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.395. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.
73
Lampiran 22. Data hasil pengukuran pH minuman sari buah jambu mete Sari buah jambu mete
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
Ulangan 4
Ulangan 5
4,36
4,33
4,34
4,35
4,32
Rata-rata pH
4,34
Lampiran 23. Hasil uji statistik kadar tanin ekstrak minuman sari buah jambu mete pada perlakuan dengan penambahan albumin Tests of Between-Subjects Effects Source Corrected Model
Dependent Variable: TANIN-ALBUMIN
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
.017(a)
4
.004
6.569
.032
Intercept
.160
1
.160
241.986
.000
KNSNTRSI
.017
4
.004
6.569
.032
Error
.003
5
.001
Total
.180
10
Corrected Total
.021
9
a R Squared = .840 (Adjusted R Squared = .712)
TANIN-ALBUMIN Subset Duncan a,b
KNSNTRSI .06
2
1 .071850
.04
2
.084800
.02
2
.134750
.01
2
.00
2
Sig.
N
2
.134750 .164900 .175500
.063
.183
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .001. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b. Alpha = .05.
74
Lampiran 24. Hasil uji statistik kadar tanin ekstrak minuman sari buah jambu mete pada perlakuan dengan penambahan tepung putih telur Tests of Between-Subjects Effects Source Corrected Model
Dependent Variable: TANIN-TPT
Type III Sum of Squares .008(a)
df 4
Mean Square .002
F 21.000
Sig. .003
Intercept
.101
1
.101
997.853
.000
KNSNTRSI
.008
4
.002
21.000
.003
Error
.001
5
.000
Total
.110
10
Corrected Total
.009
9
a R Squared = .944 (Adjusted R Squared = .899) TANIN-TEPUNG PUTIH TELUR Subset Duncan a,b
KNSNTRSI .06
2
1 .056600
.04
2
.080750
.02
2
.01
2
.00
2
Sig.
N
2
3
4
.080750 .103500
.103500 .122850
.122850 .138100
.061
.073
.112
.189
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .000. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b. Alpha = .05.
75