JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
1
RANCANG BANGUN MARITIME BUOY WEATHER UNTUK MENDUKUNG SISTEM INFORMASI CUACA MARITIM DI PELABUHAN TANJUNG PERAK, SURABAYA Tri Kurniawan, Syamsul Arifin dan Imam Abadi Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected]
Abstrak— Negara Indonesia adalah negara maritim. Pola cuaca dan iklim yang tidak beraturan telah mengancam transportasi laut, data KNKT 2003-2008 terjadi 38% kecelakaan transportasi laut disebabkan oleh bencana alam, seperti badai, ombak besar, dll. Jumlah weather station di Indonesia tidak sebanding dengan luas lautan Indonesia, tercatat hanya 198 buah weather station di Indonesia. Keluaran penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan buoy weather yang dapat diletakkan ditengah laut untuk membantu transportasi laut. Beberapa variabel yang diukur oleh maritime buoy weather ini adalah tekanan udara (HP03), arah angin (optocoupler), kelajuan angin (rotary encoder) serta suhu dan kelembaban (SHT 11). Spesifikasi sistem pengukuran suhu udara adalah ketidakpastian pengukuran sebesar 0,028OC. Sistem pengukuran kelembaban udara memiliki nilai ketidakpastian pengukuran sebesar 0,051%. Sistem pengukuran tekanan udara memiliki nilai ketidakpastian pengukuran sebesar 0,0164mbar,. Sistem pengukuran arah angin memiliki nilai ketidakpastian sebesar 2,9O. Sistem pengukuran kelajuan angin memiliki nilai ketidakpastian pengukuran sebesar 0,0363 m/s. Kata Kunci— arah angin, kelajuan angin, kelembaban udara, maritime buoy weather, suhu udara, tekanan udara.
I. PENDAHULUAN
B
adan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) merupakan lembaga yang menangani masalah cuaca dan iklim di Indonesia. Lembaga ini mendirikan stasiun meteorologi di berbagai tempat untuk mengamati kondisi lingkungan yang ada di sekitar stasiun tersebut. Parameter yang diambil adalah suhu, kelembaban, kecepatan, arah angin, curah hujan dan intensitas penyinaran matahari. Sejak tahun 1991, pola iklim di Indonesia tidak dapat diprediksikan (musim hujan atau kemarau). Pola cuaca dan iklim yang tidak beraturan ini akan mengganggu sarana transportasi laut, dimana menurut laporan KNKT 2003-2008 terjadi 38% kejadian kecelakaan transportasi laut yang disebabkan oleh bencana alam, seperti badai, anging kencang, ombak besar, dll. Faktor kesalahan manusia juga menjadi 41% penyebab kecelakaan transportasi laut. Faktor lainnya yang cukup besar menjadi penyebab kecelakaan transportasi laut adalah akibat strukur kapal yang tidak kuat dengan prosentase sebesar 21%. Melihat permasalahan yang seperti ini pemerintah melakukan upaya, yaitu dengan memberikan perijinan berlayar untuk kapal-kapal yang berlabuh dan bersandar melalui syahbandar. Selain itu beberapa pendukung lain yang dilakukan yaitu: (i) website bmkg.go.id yang memberikan Informasi dan prakiraan cuaca setiap harinya, (ii) peningkatan jumlah dan jangkauan
radio pantai dan, (iii) sarana bantu navigasi pelayaran (SBNP). Perlu diketahui Jumlah stasiun cuaca sekitar 198 di Indonesia dari wilayah Banda Aceh sampai dengan Timika yang mencakup luasan wilayah 7,9 juta km2 dengan 1,8 juta km2 daratan, 6,1 juta km2 luas laut. Penambahan stasiun cuaca ini tidak mungkin dilakukan dengan bebas, dikarenakan biaya pengadaannya yang cukup mahal. Maritime buoy weather ini diharapkan bisa menjadi alat alternatif untuk mengetahui informasi prakiraan cuaca maritim dan juga dapat mendukung sistem informasi cuaca maritim. Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian tugas akhir ini adalah merancang maritime buoy weather dengan akurasi dan juga presisi yang sesuai dengan kondisi sebenarnya serta murah dan dapat mudah dioperasikan II. URAIAN PENELITIAN A. Alur Penelitian Penelitian tugas akhir ini memiliki langkah-langkah untuk mencapai tujuan. Adapun langkah-langkah tersebut digambarkan dalam diagram alir pada gambar 1. Pada diagram alir diatas dapat dilihat bahwa dalam pembuatan dan penyusunan tugas akhir ini terdapat beberapa tahap yang harus dilakukan, yaitu: Penentuan spesifikasi perancangan alat dengan cara menentukan kriteria komponen ataupun rangkaian yang akan dibutuhkan untuk dapat merancang alat ini. Selanjutnya menentukan komponen dan rangkaian seperti apa yang akan digunakan. Kemudian perancangan rangkaian yang dibutuhkan seperti rangkaian catudaya, sensor suhu, sensor kelembaban, sensor tekanan udara, sensor arah dan kelajuan angin, mikrokontroler ATMega8535 beserta pemrogramannya dan buoy. Tahapan selanjutnya adalah pembuatan dan pengujian alat. Jika alat yang dibuat sudah sesuai dengan spesifikasi awal maka dapat dilakukan analisa, jika tidak sesuai maka akan dilakukan studi literatur lagi untuk mencari rangkaian perancangan yang sesuai spesifikasi. Adapun variabel yang diukur adalah suhu udara, kelembaban udara, tekanan udara, arah angin dan juga kelajuan angin. Dengan sensor SHT 11 untuk mengukur suhu dan kelembaban udara, sensor HP03 ntu mengukur tekanan udara, sistem optocoupler untuk mengukur arah angin dan juga sistem rotary encoder untuk mengukur kelajuan angin.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
2
penghalang yang berbentuk juring 1/8 lingkaran pada bagian bawahnya, sehingga ketika salah satu optocoupler yang tertutupi oleh juring tersebut maka keluarannya akan bernilai high dan informasi ini yang akan diolah oleh mikrokontroler menjadi data arah angin.
Gambar 3. Sensor kecepatan angin dan arah angin
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
B. Spesifikasi Perangkat Sensor SHT 11 dipilih sebagai sensor untuk mengukur suhu udara dan kelembaban udara karena sensor ini dapat mengukur kedua besaran fisis dalam satu alat. Sedangkan Sensor yang digunakan untuk mengukur tekanan udara adalah sensor modul barometer HP03. Kedua Sensor ini membutuhkan supply tegangan 2,4-5,5 volt. Sensor ini juga memiliki SCK (Serial Clock Input) digunakan untuk mensinkronkan komunikasi antara mikrokontroler dengan SHT11 dan DATA (Serial Data) digunakan untuk transfer data dari dan ke SHT 11. Data yang dihasilkan dari modul sensor SHT 11 adalah data digital 14bit.
Sensor kelajuan angin dibuat dari corong atau mangkok alumunium yang dibentuk menjadi baling – baling seperti yang digunakan pada anemometer corong atau wind cup dengan jari – jari sebesar 12,5 cm. Putaran dari baling - baling yang disebabkan oleh angin memiliki kecepatan yang sebanding putaran baling-baling. Pengukuran kecepatan putaran baling - baling dilakukan dengan menambahkan rotary encoder pada poros corong atau bagian bawahnya. Disini fungsi dari rotary encoder adalah mengubah kecepatan putaran corong menjadi sinyal pulsa yang kemudian akan diproses di mikrokontroler sehingga diperoleh kelajuan anginnya. Rotary encoder disini berupa piringan kisi yang memiliki 22 buah lubang dengan diameter kisi adalah 3,7 cm. C. Perancangan sistem mekanik dan elektrik Sistem mekanik memiliki dua rangka yaitu rangka utama penyangga diatas dan juga rangka buoy dibawah. Gambar 4 merupakan desain dari maritime buoy weather.
Gambar 4. Design dari maritime buoy weather
Gambar 2. Sensor SHT 11 dan modul barometer HP 03
Sensor arah angin dibuat seperti jarum penunjuk yang dibelakangnya memiliki sirip. Informasi arah angin itu menunjukkan arah dari mana datangnya angin tersebut, bukan kemana angin itu akan bergerak. Pada sensor arah angin ini menggunakan optocoupler sebagai sensor yang memberikan informasi arah angin. Optocoupler disini terdapat delapan buah, dimana setiap masing – masing mewakili satu dari arah mata angin (utara, timur laut, timur, tenggara, selatan, barat daya, barat, dan barat laut). Optocoupler disini akan memiliki keluaran high jika cahaya transmitter yang menuju receiver terhalang dan akan memberikan nilai low jika cahaya transmitter yang menuju receiver tidak terhalang. Jarum penunjuk pada sensor arah angin ini dihubungkan dengan
Untuk langkah awalnya pembuatan maritime buoy weather ini yaitu dengan mendesain rangka dari tempat instrumentinstrument yang akan digunakan. Setelah semua mekanik instrument yang akan digunakan telah jadi, langkah berikutnya yaitu menghitung berat dari rangka dan instrument tersebut. Hal ini dilakukan untuk menentukan desain dari maritime buoy weather.
Gambar 5. maritime buoy weather
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 Setelah itu mendesain buoy atau wahana terapungnya agar dapat menopang rangka dan instrument tersebut agar tetap stabil apabila diletakkan pada permukaan air, serta dilakukan penataan untuk tempat elektriknya pada maritime buoy weather. Wahana pelampung ini terbuat dari bahan dasar fiber glass yang merupakan bahan dasar dari pembuatan kapal speedboat. Secara keseluruhan diagram blok dari sistem akuisisi data maritime buoy weather yang dirancang bisa digambarkan seperti pada Gambar 4. Variabel suhu udara, kelembaban udara, tekanan udara, kelajuan dan arah angin diukur oleh sensor dan diproses supaya dapat tertampil nilai terukurnya di PC.
3
Dari grafik diatas didapatkan nilai regresi linier yang menjadi masukan untuk mikrokontroler. Kemudian dilakukan pengujian pembacaan berulang dan juga pengujian data acak. Tabel 1. Analisa error pengukuran pada sistem pengukuran suhu udara Alat standar
Sistem pengukuran
Error
29.3
29.18
-0.12
-0.09
0.0081
29.19
-0.11
-0.08
0.0064
29.1
29.17
0.07
0.1
0.01
29.2
29.18
-0.02
0.01
0.0001
29.1
29.17
0.07
0.1
0.01
29.2
29.18
-0.02
0.01
0.0001
29.4
29.17
-0.23
-0.2
0.04
29.3
29.17
-0.13
-0.1
0.01
29.3
29.18
-0.12
-0.09
0.0081 0.0441
29
29.18
0.18
0.21
29.1
29.17
0.07
0.1
0.01
29.2
29.18
-0.02
0.01
0.0001
29.2
29.18
-0.02
0.01
0.0001
29.1
29.18
0.08
0.11
0.0121
29.3
29.17
-0.13
-0.1
0.01
29.20667
29.17666667
-0.03
Jumlah d''
0.1692
III. HASIL DAN DISKUSI
Suhu Udara
A. Pengujian sistem pengukuran suhu udara Sebelum sensor SHT 11 digunakan maka harus dilakukan kalibrasi pengukuran sensor SHT dengan kalibrator. Cara pengkalibrasiannya dilakukan dengan cara memanaskan air dan sensor SHT 11 diletakkan dekat dengan air. Sensor SHT 11 mengukur suhu udara disekitar air tersebut dari suhu 22oC sampai suhu mencapai 50,6 oC. Disini terdapat dua suhu yang tercatat. Dimana pembacaan alat dan juga pembacaan yang kedua adalah pembacaan dari thermometer digital yang dijadikan kalibrator. 60 40
y = 0.010x - 40.09 R² = 0.967
20
5500 6500 7500 8500 9500 10500 Data Biner 14 Bit Grafik 1. Hubungan keluaran SHT 11 dengan Suhu Udara
0.109935046
Data diatas merupakan data pengulangan dimana rata-rata error pengukuran suhu udara sebesar -0,030C dan untuk pengujian data acak error pengukurannya adalah -0,199 0C untuk pengujian naik serta 0,560C untuk pengujian turun. B. Pengujian sistem pengukuran kelembaban udara Sama halnya dengan pengukuran suhu udara sensor SHT 11 perlu pengkalibrasian terlebih dahulu baru bisa digunakan untuk mengukur. Cara pengkalibrasian untuk kelembaban udara ini dilakukan dengan cara memanaskan air dan sensor SHT 11 diletakkan dekat dengan air. Dari pemanasan tersebut maka akan timbullah uap air, uap air inilah yang diukur kelembabannya. Sensor SHT 11 mengukur kelembaban udara dari uap air tersebut dari kelembaban 57% sampai dengan kelembaban 92,5%. Dalam proses ini terdapat dua nilai kelembaban yang tercatat. Dua nilai itu adalah pembacaan alat dan juga pembacaan dari hygrometer digital yang dijadikan sebagai kalibrator. Kelembaban
Gambar 1. Diagram blok sistem maritime buoy weather
d2
29.3
standar deviasi pengukuran
Display dalam sebuah sistem pengukuran itu penting karena dapat digunakan untuk mengetahui nilai dari besaran fisis yang terukur. Jadi semua hasil pengolahan data dari mikrokontroler ditransmisikan menuju PC menggunkan komunikasi serial. Setelah itu baru dilakukan pemrograman guna menampilkan data tersebut pada tampilan software visualisasi.
d
90
80
y = 0.015x + 42.10 R² = 0.988
70 60 50 1000
1500 2000 2500 Data Biner 14 Bit Grafik 2. Hubungan keluaran SHT 11 dengan Kelembaban Udara
Dari data yang di ambil didapatkan persamaan baru yang merupakan hasil dari regresi linier. Persamaan yang muncul adalah kelembaban = 0,015 (data kelembaban) + 42,1. Selanjutnya persamaan tersebut dimasukkan dalam pemrograman mikrokontroler. Setelah itu dilakukan pengujian
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
4
pembacaan berulang dan juga pengujian pengambilan data dengan nilai acak. Tabel 2. Analisa error pengukuran pada sistem pengukuran kelembaban udara Alat standar
Sistem pengukuran
Error
d2
d
75.31
-0.32
-0.29933
0.0895984
75.45
75.36
-0.09
-0.06933
0.0048066
75.09
75.39
0.3
0.32067
0.1028292
75.37
75.41
0.04
0.06067
0.0036808
75.18
75.44
0.26
0.28067
0.0787756
75.78
75.45
-0.33
-0.30933
0.095685
75.42
75.47
0.05
0.07067
0.0049942
75.63
75.44
-0.19
-0.16933
0.0286726 0.019788
75.3
75.42
0.12
0.14067
75.37
75.39
0.02
0.04067
0.001654
75.65
75.42
-0.23
-0.20933
0.043819
75.28
75.27
-0.01
0.01067
0.0001138
75.09
75.18
0.09
0.11067
0.0122478
75.01
75.19
0.18
0.20067
0.0402684
75.75
75.55
-0.2
-0.17933
0.0321592
75.4
75.3793333
-0.02067
jumlah d''
standar deviasi pengukuran
0.5590933
0.19983803
Data diatas merupaan data pengulangan dimana rata-rata error pada pada pengukuran adalah -0,02 %. C. Pengujian sistem tekanan udara Sebelum sensor HP03 digunakan maka harus dilakukan kalibrasi pengukuran sensor HP03 dengan kalibrator. Cara pengkalibrasiannya dilakukan dengan cara membandingkan nilai yang keluar dari sensor dengan nilai barometer sebagai kalibrator. 120 Kalibrator
1005.6747 1005.5744
1005.6
1005.6747
1005.6
1005.5744
1005.6
1005.5744
1005.6 rata-rata
75.63
60 70
80
90 100 110 120 sensor Grafik 3. Hubungan keluaran sensor dengan kalibrator tekanan
Data regresi liner digunakan untuk dijadikan rumus yang akan dimasukan dalam mikrokontroler. Adapun rumus yang tercantum dalam mikro adalah tekanan = ((256*39)+((1,003x)-0,471))/10, dimana nilai x adalah nilai yang tercatat dalam sensor. Kemudian diambil data pengujian berupa data pengulangan dan juga data acak Tabel 3. Analisa error pengukuran pada sistem pengukuran tekanan udara Sistem pengukuran
Error
0.06018 -0.04012
0.003622 0.00161
0.0747
0.06018
0.003622
-0.0256
-0.04012
0.00161
-0.0256
-0.04012
0.00161
1005.5744
-0.0256
-0.04012
1005.6145
0.01452
jumlah d''
standar deviasi pengukuran
0.00161 0.024144
0.051794697
D. Pengujian sistem arah angin Pada sistem pengukuran arah angin ini dilakukan pengujin awal untuk mengetahui apakah sistem pengukuran ini dapat bekerja dengan baik.pengujiannya menggunakan bantuan kompas untuk membantu menunjukkan arah yang sesungguhnya. Tabel 4. Pengujian awal sensor arah angin 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0
1 0 0 1 0 0 0 0 0 0
2 0 0 0 1 0 0 0 0 0
PortC 3 4 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0
5 0 0 0 0 0 0 1 0 0
6 0 0 0 0 0 0 0 1 0
7 0 0 0 0 0 0 0 0 1
Arah Angin Tertampil Seharusnya Loading Loading Barat Barat Barat Laut Barat Laut Utara Utara Timur Laut Timur Laut Timur Timur Tenggara Tenggara Selatan Selatan Barat Daya Barat Daya
Dari data pengujian diatas secara tidak langsung sensor arah ini hanya bisa mendeteksi minimal 45O. Ketika optocoupler yang tertutupi ada 2 buah maka yang tertampil adalah loading, disini berarti masih belum jelasnya arah angin yang diterima sensor. sensor akan menunjukkan arah ketika hanya ada satu saja optocoupler yang tertutupi oleh kisi. Tabel 5. Analisa error pengukuran pada sistem pengukuran arah angin
80
60
0.0747 -0.0256
Dari table diatas dapat dilihat error pengukuran data pengulangan adalah 0,0145 mbar dan error pengukuran data acaka adalah 0,0068 mbar.
y = 1.003x - 0.471 R² = 0.999
100
Alat standar
1005.6 1005.6
d
d2
1005.6 1005.6
1005.5744 1005.5744
-0.0256 -0.0256
-0.04012 -0.04012
0.00161 0.00161
1005.6
1005.6747
0.0747
0.06018
0.003622
1005.6
1005.6747
0.0747
0.06018
0.003622
Alat standar
Sistem pengukuran
Error
d
d2
0 22.5 45 67.5 90 112.5 135 157.5 180 202.5 225 247.5 270 292.5 315
0 0 45 45 90 90 135 135 180 180 225 225 270 270 315
0 -22.5 0 -22.5 0 -22.5 0 -22.5 0 -22.5 0 -22.5 0 -22.5 0
11.25 -11.25 11.25 -11.25 11.25 -11.25 11.25 -11.25 11.25 -11.25 11.25 -11.25 11.25 -11.25 11.25
126.5625 126.5625 126.5625 126.5625 126.5625 126.5625 126.5625 126.5625 126.5625 126.5625 126.5625 126.5625 126.5625 126.5625 126.5625
337.5
315
-22.5 rata-rata 11.25 standar deviasi pengukuran
-11.25
126.5625
Jumlah 2025 11.61895004
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
5
E. Pengujian sistem pengukuran kelajuan angin Dalam pengujian sistem penguuran kelajuan angin disini diawal perlu dilakukan pengkalibrasian antara nilai pulsa yang tercatat oleh counter perdetiknya dengan kelajuan angin yang sesungguhnya. Kelajuan angin dihasilkan dari kipas angin yang memiliki variasi kelajuan angin low, medium dan juga high. Setiap kelajuan angin yang tercatat pada anemometer standar disesuaikan dengan nilai pulsa perdetik dari hitungan counter pada sensor. Dari situ maka akan terbentuk hubungan antara pulsa perdetik dengan kelajuan angin yang sebenanya. kelajuan angin (m/s)
6.5 5.5
Tabel 7. Data pengujian sistem pengukuran kelajuan angin
Pembacaan standart
Pengujian turun pembacaan alat error
Perbedaan error
3.1
3.32
0.22
3.22
0.12
0.1
3.2
3.29
0.09
3.26
0.06
0.03
3.4
3.46
0.06
3.28
-0.12
0.18
4
3.88
-0.12
3.88
-0.12
0
4.4
4.04
-0.36
4.3
-0.1
-0.26 -0.08
4.5
y = 0.028x + 0.100 R² = 0.903
Pengujian naik pembacaan alat error
4.27
-0.23
4.35
-0.15
rata-rata
-0.057
rata-rata
-0.0517
4.5 3.5 2.5 75
125
175 pps Grafik 4. Hubungan pps pada sensor dengan kelajuan angin
Dari data yang di ambil didapatkan persamaan baru yang merupakan hasil dari regresi linier. Persamaan yang muncul adalah kelajuan angin = 0,028*(pps) + 0,1. Selanjutnya persamaan tersebut dimasukkan dalam pemrograman mikrokontroler. Setelah itu dilakukan pengujian data berupa pembacaan berulang dalam mengukur kelajuan angin serta melihat nilai kelajuan angin yang tertampil. Dalam pengujian ini terdapat dua nilai kelajuan angin yang tercatat. Yang pertama adalah pembacaan alat dan yang kedua adalah pembacaan dari anemometer digital yang dijadikan kalibrator. Disini nilai koreksi berasal dari selisih antara pembacaan alat dengan pembacaan dari kalibrator. Disini nilai d didapat dari selisih antara nilai koreksi dengan koreksi ratarata. Tabel 6. Analisa error pengukuran pada sistem pengukuran kelajuan angin Alat standar
Sistem pengukuran
Error
d2
d
4
3.82
-0.18
-0.09545
0.009111
4
3.79
-0.21
-0.12545
0.015738
4.01
3.88
-0.13
-0.04545
0.002066
4
3.85
-0.15
-0.06545
0.004284
4
3.95
-0.05
0.03455
0.001194
4.02
3.85
-0.17
-0.08545
0.007302
4
3.78
-0.22
-0.13545
0.018347
4.03
4.11
0.08
0.16455
0.027077
4
4.05
0.05
0.13455
0.018104
4
4.12
0.12
0.20455
0.041841
3.99
3.92
-0.07
0.01455
0.000212
4.004545
3.92
-0.08455
standar deviasi pengukuran
jumlah d''
0.145273
0.120529137
Data diatas merupakan data pengulangan dimana rata-rata error pada pada pengukuran adalah -0.084 m/s. Selain itu diambil pula data pengujian data naik dan pengujian data turun.
F. Analisa Setelah dilakukan pengujian dan melihat apakah telah memenuhi kriteria pengukuran dari maritime buoy weather, langkah selanjutnya adalah melakukan analisa terhadap data– data yang telah diperoleh dari proses pengujian. Adapun kriteria pengukuran terseut adalah error yang dihasilkan mendekati limit 0, kemudian memiliki range pengukuran yang dibutuhkan sesuai dengan keadaan riil pengukuran variabel cuaca, memiliki linieritas lebih dari 90% dan juga memiliki sensitivitas dibawah 1. Pada saat pengujian diperoleh beberapa data yaitu error, koreksi, d, D yang akan digunakan untuk analisa. Analisa yang dilakukan adalah untuk mengetahui nilai ketidakpastian pengukuran, analisi error pengukuran, dan juga sensitivitas. Hasil analisa sistem akuisisi data yang telah dibuat akan dibahas masing – masing untuk setiap variabel yang diukur.
a. Analisa sistem pengukuran suhu Range dari pengukuran sensor ini adalah antara 15OC sampai dengan 77 OC, sehingga sistem pengukuran ini memiliki span 57 OC. Sebenarnya range dari sensor adalah -40 OC sampai 123,8 OC namun dalam keadaan real untuk pengukuran suhu udara disekitar laut range yang sudah ditetapkan sudah mencakup. Range suhu yang dihasilkan merupakan keluaran dari sistem pengukuran suhu sedangkan masukannya adalah data biner 14 bit. Dari data tersebut didapat kan informasi bahwa range keluaran adalah 62 dan range masukan 6200, dari data biner 14 bit 77 OC 11709 dikurangi dengan data biner 15 OC yaitu 5509. Sensitivitas yang merupakan ratio dari perbedaan keluaran dibagi perbedaan masukan menghasilkan nilai 0,01 OC. Sehingga nilai sensitivitas sebesar 0,01 OC. Analisis error sistem pengukuan suhu diperoleh dari data hasil pengujian pembacaan berulang dengan mencari nilai error dan juga nilai d. nilai d didapat dari nilai error dikurangi dengan nilai error rata-rata. Dari data tersebut didapatkan nilai standar deviasi dari pengukuran suhu adalah 0.109935046 dengan error rata-rata adalah -0,030C. Selanjutnya dicari pula nilai ketidakpastian pengukuran untuk sistem pengukuran data suhu diperoleh dari data hasil pengujian pembacaan berulang juga. Untuk mencari nilai ketidakpastian pengukuran diperlukan data D yang didapat dari nilai koreksi dikurangngi dengan koreksi rata-rata. Adapun nilai koreksi didapat dari pembacaan alat standar dikurangi dengan nilai pembacaan dari alat.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 Dari pengujian diperoleh hasil Σ(D)2 sebesar 0,1692 dengan jumlah data limabelas. jadi nilai standar deviasi koreksi maksimumnya (σu) sebesar 0,1099 OC. Ketidakpastian pengukuran sistem pengukuran suhu berdasarkan pengujian adalah 0,028OC, sehingga toleransi pengukuran dari sistemnya adalah ±0,028 OC.
6
diperoleh nilai standar deviasi dari pengukuran suhu adalah 0,1205dengan error rata-rata adalah -0,084 m/s. Selanjutnya nilai σu sebesar 0,12m/s. Ketidakpastian pengukuran sistem pengukuran kelajuan angin berdasarkan pengujian adalah 0,036m/s, sehingga toleransi pengukuran sistemnya adalah ±0,036m/s.
b. Analisa sistem pengukuran kelembaban Range dari pengukuran sensor ini adalah antara 47% sampai dengan 92.5%, sehingga sistem pengukuran ini memiliki span 44,5%. Selanjutnya range masukan dari sistem adalah data biner 14 bit yaitu 3033,33 yang berasal dari 8973,33 yang merupakan data biner 14 bit dari 92,5% yang dikurangi dengan 5940 yang merupakan data biner 14 bit dari 47%. Sehingga sensitivitas dari pengukuran kelembaban adalah 0,015%. Analisis error sistem pengukuan kelembaban nilai standar deviasi dari pengukuran kelembaban adalah 0,19983803 dengan error rata-rata adalah -0,02%. Selanjutnya nilai ketidakpastian pengukuran untuk sistem pengukuran data kelembaban (σu) sebesar 0,1998%. Ketidakpastian pengukuran sistem pengukuran suhu adalah 0,051%, sehingga toleransi pengukuran sistem kelembaban udara adalah ±0,051%.
c. Analisa sistem pengukuran tekanan udara Range dari pengukuran sensor ini adalah antara 1000 mbar sampai dengan 1100 mbar, sehingga sistem pengukuran ini memiliki span 100 mbar. Range masukan dari sistem adalah data biner 16 bit yaitu 1000 yang berasal dari 1016 yang merupakan data biner 16 bit dari 1100 mbar yang dikurangi dengan 16 yang merupakan data biner 16 bit dari 1000 mbar. Sehingga sensitivitas dari pengukuran tekanan udara adalah 0,1 mbar. Analisis error sistem pengukuan tekanan udara diperoleh nilai standar deviasi dari pengukuran tekanan udara adalah 0,05179 dengan error rata-rata adalah 0,01452 mbar. Selanjutnya nilai σu sebesar 0,0517 mbar. Ketidakpastian pengukuran sistem pengukuran suhu adalah 0,0164 mbar, sehingga toleransi pengukurannya adalah ±0,0164 mbar.
d. Analisa sistem pengukuran arah angin Range dari keluaran pengukuran sensor ini adalah 360O. Sedangkan masukan dari sensor ini juga 360O. Sehingga sensor ini memiliki sensitivitas sebesar 1O. Analisis error sistem pengukuan arah angin nilai standar deviasi dari pengukuran suhu adalah 11,6189 dengan error rata-rata adalah -11,25O. Selanjutnya nilai σu sebesar 11,61O. Ketidakpastian pengukuran sistem pengukuran arah angin berdasarkan pengujian adalah 2,904O, sehingga toleransi pengukuran sistemnya adalah ±2,904O.
e. Analisa sistem pengukuran kelajuan angin Range dari keluaran pengukuran sensor ini adalah 0,1-5,6 m/s. Sedangkan range dari msukan sensor ini adalah 197 yang berasal dari 197 yang merupakan putaran per sekon (pps) dari 5,6 m/s yang dikurangi dari 0 yang merupakan pps dari 0,1 m/s. Sehingga sistem pengukuran ini memiliki sensitivitas sebesar 0,0279 m/s. Analisis error sistem pengukuan kelajuan angin
IV. KESIMPULAN/RINGKASAN Telah dirancang maritime buoy weather dengan variabel yang diukur adalah suhu, kelembaban, tekanan udara, arah angin dan kelajuan angin dengan spesifikasi sebagai berikut: 1. Spesifikasi sistem pengukuran suhu memiliki sensitivitas 0,01OC, nilai ketidakpastian pengukuran sebesar 0,028OC dengan standar deviasi pengukuran sebesar 0,1099 OC. 2. Sistem pengukuran kelembaban memiliki sensitivitas 0,015%, nilai ketidakpastian pengukuran sebesar 0,051% dengan standar deviasi pengukuran sebesar 0,1998%. 3. Sistem pengukuran tekanan udara memiliki sensitivitas 0,1 mbar, nilai ketidakpastian pengukuran sebesar 0,0164 mbar dengan standar deviasi pengukuran sebesar 0,0517 mbar. 4. Sistem pengukuran arah angin memiliki sensitivitas 1O, nilai ketidakpastian pengukuran sebesar 2,9O dengan standar deviasi pengukuran sebesar 11,6189 O. 5. Sistem pengukuran kelajuan angin memiliki sensitivitas 0,0279 m/s, nilai ketidakpastian pengukuran sebesar 0,0363 m/s dengan standar deviasi pengukuran sebesar 0,1205 m/s. DAFTAR PUSTAKA Andrianto, H. (2008). Pemograman Mikrokontroler AVR ATMEGA 16 Menggunakan Bahasa C (CodeVision AVR). Bandung: Informatika. Arifianto, B. Modul Training Mikrokontroller for Bigginer. Maxtron. Bentley, J. P. (1995). Principle of Measurement Sytem 3rd ed. England: Longman Group Limited. BLH . (2008). Laporan Pemeliharaan Stasiun Monitoring Udara Ambient Tahun 2008. Surabaya. BMKG. (2010). Prosedur Standar Operasional Pelaksanaan Peringatan Dini, Pelaporan, dan Diseminasi Infoormasi Cuaca Ekstrim. Jakarta: Menteri Hukum dan Ham Republik Indonesia. Chandra, H., & Cahyadi, A. (2010). Analisis Perbandingan Wave Heading pada simulasi design buoy solid. Down East Instrumentation. (2002). Automated Buoy Weather Station. LLC. Garaudy, H. (2010). Perancangan Sistem Monitoring Kelembaban dan Temperatur menggunakan Komunikasi Zigbee 2,4 GHz. Heryanto, A. (2008). Pemrograman Bahasa C untuk Mikrokontroler ATMega8535. Yogyakarta. KNKT. (2009). Kajian Analisis Trend Kecelakaan Transportasi Laut Tahun 2003-2008. Jakarta: PT. Trans Asia Consultans. Moore, R. B. (2001). On The Meaning of Precision Versus Accuracy. Mories, S. A. (2001). Measurement and Instrumentation Principle 3rd. Great Britain: Butterworth Heinemann,. Yulianto, E. (2011). Perancangan Sistem Akuisisi Data pada Mini Weather Station. Surabaya.