Bat~dung,
Proceedings Seminar Reaktor Nuklir dalam Penelitian Sains dan Tekrwlogi MenuJu Era Tinggal Landas
8 - 10
Oktobel' 1991 PPTN - BATAN
RADIOIODINASI SERTA UJI KUALITAS ANTIBODI MONOKLONAL UNTUK DIAGNOSIS IN VIVO .Nurlaila B. Setiawan Pusat Penelitian Teknik Nuklir - Badan Tenaga Atom Nasional AUSTRAK RADIOIODINASI SERTAUJI KUALITASANTIBODI MONOKLONALUNTUK DIAGNOSIS IN VIVO. Telah dilakukan radioiodinasi antibodi monoklonal (AbM) anti carcinoembryonic antigen (CEA) F(ab'}2dan 19.9 F(ab'}2dengan iodium-131 menggunakan iodogen (1,3,4,6 tetra khloro 3,6 difenil glikouril) sebagai oksidator. Rendemen yang diperoleh dari beberapa kali penandaan untuk AbM anti CEA F(ab')z dan AbM 19.9 F(ab')2 masing-masing 89,75 ± 2,25% dan 93,85 ± 0,90%. Kemurnian radiokimia ditentukan dengan metode elektroforesa menggunakan kertas whatman 3MMsebagai fase diam dan dapar barbital 0,07 M, pH = 8,6 sebagai fase gerak. Kemurnian radiokimia yang diperoleh untuk kedua senyawa bertanda adalah di atas 95%. Immunoreaktivitas senyawa bertanda AbM anti CEA F(ab')2 _1131 dan AbM 19.9 F(ab')2 _1131 masing-masing 79,0 ± 0,8% dan 84,8 ± 3,0% serta senyawa bertanda yang diperoleh dinyatakan steril, tidak toksik dan bebas pirogen. ABSTRACT RADIOIODINATION AND QUALITY CONTROL OF MONOCLONAL ANTIBODIES FOR IN VIVO DIAGNOSIS. Radioiodination of monoclonal antibodies anti carcino embryonic antigen (CEA) F(ab'}2 and 19.9 F(ab'}2 with iodine-131 using iodogen (1,3,4,6 tetra chloro 3,6-diphenyl glycoluril) as an oxidator has been carried out. Labeling yield of monoclonal antibodies anti CEA F(ab'}2and 19.9 F(ab')z after several iodination were 89,75 ± 2,25% and 93,85 ± 0,90%, respectively. The radiochemical purity was determined by electrophorese method using whatman 3MM as a stationary phase and buffer of barbital 0,07M, pH = 8,6 as a mobile phase. More than 95% radiochemical purity was obtained for both of the labeled compound. Immunoreactivity of monoclonal antibodies anti CEAF(ab')z _1131 and 19.9 F(ab')z were 79,0 ± 0,8% and 84,8 ± 3,0%, respectively and the labeled compounds were steril, non toxic and pyrogen free. _113
PENDAHULUAN Dewasa ini, penyakit kanker merupakan salah satu penyebab kematian manusia. Salah satu usaha di bidang kesehatan pada saat ini adalah mencari suatu metode untuk mendeteksi seeara dini serta cara pengobatan yang tepat untuk penyakit tersebut. Makin berkembangnya teknik seluler fusi dalam bidang immunologi, maka memungkinkan dapat diproduksinya sejumlah antibodi monoklonal baik yang berasal dari suatu antigen yang da~at larut maupun yang berupa suatu jaringan atau sel-sel. Berdasarkan teknik fusi seluler ini, telah dikembangkan pula pembuatan antibodi anti sel-sel kanker. Besarnya afinitas serta kesp'~sifikan suatu antibodi monoklonal untuk terfiksasi pada site antigenik dari sel-sel kanker mEJmungkinkan dapat diproduksinya suatu antibodi monoklonal bertanda radioaktifyang berfungsi sebagai tracer untuk maksud diagnosis ataupun terapi.
Di bidang Kedokteran Nuklir, diagnosis secara in vivo menggunakan antibodi bertanda radioaktif ini dikenal dengan nama Immunoscintigraphy dimana dilakukan visualisasi dengan menggunakan gamma kamera pada suatu daerah hiperfiksasi yang disebabkan oleh akumulasi antibodi monoklonal bertanda radioaktif yang spesifik pada sel-sel tumor tertentu. Pemilihan radioisotop untuk pemakaian imunodeteksi terutama didasarkan pada waktu paruh, metabolismenya di dalam tubuh, stabilitas ikatan antara radionuklida dan antibodi serta tersedianya radioisotop tersebut dengan harga yang relatif murah (1). Penandaan antibodi dengan iodium radioaktif untuk maksud diagnosis pertama kali dikembangkan oleh Ghose T. dkk (2) pada tahun 1975. Beberapa metode dapat digunakan untuk maksud tersebut, akan tetapi yang lebih sering digunakan adalah penandaan dengan bantuan
332
Proceedings Seminar Reaktor Nuklir dalam Penelitian Sains dan Teknologi MenuJu Era Tinggal Landas
Bandung,
8 - 10 Oktober
1991 PPTN - BATAN
oksidator (kloramin-T, iodogen) (3,4) serta me- TATAKERJA tode enzimatik (laktoperoksidase) (5). Penyalutan tabung gelas dengan iodogen Dalam tulisan ini dilakukan penandaan Sejumlah tertentu iodogen dilarutkan duantibodi monoklonal anti CEA F(ab')2 dan 19,9 lam pelarut organik diklorometan. Beberapa ml F(ab')2dengan iodium-131secara steril yang di- dari larutan ini dimasukkan ke dalam tabung lakukan menurut metode Fraker dan Speck (4) gelas steril dan diuapkan pada temperatur kuoksidator iodogen. Di samping itu dilakukan mar di atas pengaduk yang berputar. pula uji kualitas hasil penandaan meliputi keantibodi monoklonal dengan murnian radiokimia, immunoreaktivitas, toksi- Penandaan iodium-131 sitas, sterilitas dan lain-lain. Antibodi monoklonal yang digunakan adnIodogen adalah suatu pereaksi yang sering lah AbM CEA F(ab')2 dan 19,9 F(ab')2' P,~digunakan sebagai oksidator dalam iodinasi nandaan anti dilakukan secara steril didalam box protein serta membran seluler yang menyebabkan terjadinya substitusi ion hidrogen oleh atom menggunakan oksidator iodogen. Sebanyak 1 mg antibodi monoklonal dalam iodium (substitusi elektrofil) pada grup tirosin larutan dapar fosfat 0,1 M, pH = 7,4dimasukkan dari protein (6). Dengan metode ini kemungdalam tabung gelas bersalut iodogen. Kemudia n kinan terjadinya denaturasi antibodi sangat kecil. Hal ini disebabkan karena kelarutan iodo- ditambahkan 5-6 mCi iodium-131 dan diinkugen dalam larutan yang mengandung antibodi basi pada temperatur kamar selama 15 menit sangat kecil sehingga kontak antara antibodi sambil diputar di atas pengaduk rotasi. dan iodogen pada saat penandaan dapat di- Pemurnian hasi/ penandaan Senyawa bertanda yang diperoleh, dieliminir (7).Disampingitu untukmenghentikan reaksi iodinasi cukup dengan memindahkan la- murnikan dengan menggunakan kolom resin rutan dari tabung yang mengandung iodogen anion dowex 100-200 mesh ukuran 0,5 x 10 em sehingga tidak perlu ditambahkan suatu reduk- yang telah dijenuhkan dengan dapar fosfat 0,1 tor. M, pH = 7, NaCI 0,15 M dan HSA 5%. Sebagai eluen digunakan dapar fosfat 0,1 M, pH = 7,4. Dalam aplikasi klinik, kombinasi antara Hasil pemurnian disterilkan dengan penyaring AbM anti CEAF(ab')2 dan 19,9 F(ab')2bertanda iodium-131 digunakan untuk immunodeteksi bakteri swinnex 0,22 11m(Gambar 1). kanker colorectum. BAHAN DAN PERALATAN
Bahan yang digunakan adalah AbM anti CEA dan 19,9 dalam bentuk fragmen F(ab')2 produksi Centocor. Antigen CEA diperoleh dari Prof.Burtin, Kremlin Bicetre - Paris, Prancis dan antigen 19,9 berupa monosialil gangliosid. Iodogen buatan Pierce, diklorometan, dinatriumhidrogen fosfat (Na2HP04.2H20), natrium dihidrogen fosfat (NaH2P04H20), human serum albumin (HSA),natrium azid (NaN3) dan lain-lain dengan kualitas untuk analisis buatan E.Merck. Air steril untuk injeksi, larutan fisiologis NaCI 0,9%,limulus lisat amubosit (LAL)buatan Wittaker, sepharose, resin anion dowex 100-200 mesh produksi Sigma. Kolom plastik buatan Amicomserta penyaring bakteri 0,22 11mbuatan Swinnex. Alat yang digunakan antara lain Laminar Air Flow, pH-meter Beckman, alat pencacah saluran tunggal, pengaduk rotasi serta alat-alat penunjang lainnya.
6 131
AbM anti
CEA
F (ab'
)2-I
5
4
3 2
2
4
.. 6
,.~.10
8
12
14
16
N,).Tabung
Gambar 1. Hasil pemurnian AbM anti CJ~A F(ab')2 bertanda iodium-131 menggunakan kolom resin anion dowex 100-200 mesh ( 0,15x 10 em ).
333
Baudung,
Proceedings Seminar Reaktor Nuklir dalam PenelitiaJ£ Sains dan Tekrwlogi Menuju Era Tinggal Landas
Pemeriksaan
kemurnian
radiokimia
Kemurnian radiokimia sediaan antibodi monoklonal bertanda iodium-131 ditentukan dengan metode elektroforesis menggunakan dapar barbital 0,07 M , pH = 8,6 sebagai elektrolit (fase gerak) serta kertas whatman 3 MM sebagai fase diam. Elektroforesis ini dilakukan seJ.amalebih kurang 20 menit dengan tegangan sebesar 15 volt/em. Strip kertas elektroforesis dikeringkan kemudian radioaktivitasnya diukur dengan menggunakan detektor radioaktivitaf3linier tipe Berthold. Pemeriksaan
sterilitas.
Sterilitas antibodi monoklonal bertanda iodium-131 diperiksa dengan metode yang terdapat di dalam farmakope eropa menggunakan dua jenis media yang berbeda yaitu tioglikolat dan triptikas soja. Cuplikan senyawa bertanda yang akan diperiksa, dimasukkan ke dalam tabung yang berisi media diatas secara aseptis. Kedua media ini kemudian diinkubasi selama 14 hari pada temperatur 37°C dan dilihat kemungkinan terjadinya pertumbuhan mikroba.
8 - 10 Oktober
1991 PPTN - BA1'AN
sukkan ke dalam tabung yang berisi fase padat dalam keadaan berlebih. Campuran ini kemudian diinkubasi pada temperatur kamar selama minimal satujam sambil digoyang di atas pengaduk yang berputar. Selanjutnya fase padat tersebut dicuci beberapa kali dengan dapar fosfat 0,05M, pH = 7,4, HSA 5%, kemudian radioaktivitas yang terdapat pada fase padat diukur. Besarnya radioaktivitas yang terfiksasi pada fase padat dibandingkan dengan radioaktivitas yang digunakan mula-mula dinyatakan sebagai im- munoreaktivitas antibodi monoklonal anti CEA F(ab')2 bertanda iodium-131. Antibodi monoklonal19.9 iodium-131.
F(ab')2 bertanda
Penentuan immunoreaktivitas antibodi monoklonal 19,9 F(ab')2 bertanda iodium-131 dilakukan dengan menggunakan kolom kromatografi afinitas berisi sephadex 4B-CNBr yang berikatan dengan monosialil gangliosid (antigen dari AbM 19.9). Sejumlah antibodi bertanda iodium-131 yang telah diketahui radioaktivitasnya, diinkubasi didalam kolom khromatografi afinitas Pemeriksaan pirogen di atas pada temperatur kamar selama miniPemeriksaan pirogen dilakukan dengan mum 2 jam sambil digoyang di atas pengaduk menggunakan lisat amubositdari limulus (LAL) yang berputar. Fiksasi non spesifik dieliminir sebagai pereaksi. Cuplikan senyawa bertanda dengan suatu pengelusi menggunakan dapar ya.ng akan diperiksa diencerkan dengan pe- sitrat 0,1 M, pH = 5,9, HSA 1,5% dan antibodi ngenceran tertentu, kemudian dicampurkan de- bertanda iodium-131 yang terfiksasi pada anngan pereaksi. Campuran ini diinkubasi pada tigen dielusi dengan menggunakan larutan penangas air dengan temperatur 37 ± 0,5°C amonium tiosianat 5 M. selama satu jam. Sebagai pembanding positif Perbandingan radioaktivitas antibodi berdigunakan standar endotoksin. tanda iodium-131 yang terfiksasi pada antigen Pemeriksaan toksisitas dengan radioaktivitas total yang digunakan, diAntibodi monoklonal bertanda iodium-131 nyatakan sebagai immunor~~ktivitas antibodi disuntikkan pada 5 mencit putih secara intra monoklonal19,9 F(ab')2 bertanda iodium-131. vena dengan dosis yang sarna dengan pema- HASILDAN PEMBAHASAN k.aian pada manusia. Senyawa bertanda terPenandaan antibodi monoklonal anti CEA sebut dinyatakan tidak toksik bila tidak satupun dari mencit putih tersebut mati selama 7 F(ab')2 dan 19,9 F(ab')2 dengan iodium-131 dilakukan dengan menggunakan pereaksi iodohari pengamatan. gen (1,3,4,6 tetrakhloro 3,6 difenil glikoluril). lmmunoreaktivitas Pada penandaan antibodi monoklonal19.9 Antibodi monoklonal anti CEA F(ab')2 bertanda F(ab')2 dengan iodium-131, pemakaian iodogen iodium-131 lebih besar dad 10 fAgtidak menaikkan hasil penandaan sedangkan untuk antibodi anti CEA Penentuan immunoreaktivitas antibodi monoklonal anti CEA F(ab')2 bertanda iodium- F(ab')2 ' pemakaian iodogen sebesar 30 fAgmem1:31dilakukan dengan metode kromatografi afi- berikan hasil penandaan sekitar 93% (Tabel1). Dari beberapa kali percobaan, rendemen nitas menggunakan suatu tabung yang berisi sephadex 4B-CNBr yang berikatan dengan anti- penandaan yang diperoleh untuk antibodi monoklonal anti CEA F(ab')2 adalah sebesar 89,75 gen carcino embryonic sebagai fase padat. Sejumlah antibodi bertanda iodium-131 ± 2,25% sedangkan untuk antibodi monoklonal yang telah diketahui radioaktivitasnya, dima- 19.9 F(ab')2 adalah 93,85 ± 0,9% (Tabel 2).
334
8 - 10 Oktober
Bandung,
Proceedings Seminar Reaktor Nuklir dalam Penelitian Sains dan Tekrwlogi MenuJu Era Tinggal Landas
1991 PPTN - BAT AN
I
II II I I I I III I I' I I
Tabel 1. Pengaruh iodogen terhadap penandaan antibodi monoklonal dengan iodium-131. F(ab')'J (Ilg)
I
II
'(I ' III ",111111 I II II I \1
83,5 93,5 92,0 94,5 90,0 95,0 94,0 AbM Rendemen penandaan (%) F(ab')9. AbM74,0 anti CEA19,9 lodogen
I
I
11/11.
I.L
IIIIUIII"!'
I'"
/ lit/II I ',",'#.J II I I' \,' I' I' 1/'..1~\T'
j
I'
I I I I
I I II
'"
,,,'W, I
1111"~
H~UIII
1111&'.'Ii
I II
I
UI
I 'I' I m Jj~~1 .Il'I'l"II,~L, I I '~IIt.II1JJI I I I II II I I/ I ' I I I IIII I f
,
I
I
,
j
Tabel 2. Hasil pemeriksaan antibodi monoklonal bertanda 1-131 steril non-toksis non-toksis steril AbM anti 7,0±0,5 98,98±0,10 98,92±0,24 89,75±2,25 7,0±0,5 CEA F(ab')'J AbM 93,85±0,90 19,9 F(ab')9. bebas bebas pirogen pirogen Jenis radiokimia (%) penandaan
Gambar 3. Hasil penyidikan 1311_AbManti CEA F(ab')2 pada mencit gundul yang telah ditransplantasi dengan sel kanker colorectum manUSla
Untuk mengetahui bahwa hasil penandaan suatu antibodi memenuhi persyaratan untuk pemakaian in vivo maka perlu dilakukan uji kualitas sediaan jadi antara lain kemurnian radiokimia, sterilitas, toksisitas, immunoreaktivitas, dU.
I
131
1065 ( cis )
AbM anti CEA
F ( ab' )2 -
t
2
o
=8
I ~
~'2
_(em)
16---;-
Gambar 2. Hasil pemeriksaan kemurnian radiokimia AbM anti CEA F(ab')2 bertanda iodium-131.
Menurut Farmakope, suatu s,enyawa bertanda radioaktif dapat memenuhi persyaratan bila mempunyai kemurnian radiokimia lebih besar atau sarna dengan 95%. Kemurnian l'adiokimia yang diperoleh untuk antibodi monoklonal anti CEA F(ab')2 _1131adalah 98,92 :t 0,24% dan untuk 19,9 F(ab')2 _1131adalah 98,98 ± 0,10% (Tabel 2). Dari hasil pemeriksaan sterilitas menunjukkan bahwa setelah diinkubasi selama 14 hari, tidak terjadi pertumbuhan mikroba atau jamul' pada ke dua jenis biakan yang digunakan. Demikian pula untuk uji toksisitas dan pirogenitas menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh adalah negatif. Hal lain yang sangat penting untuk suatu antibodi apabila antibodi tersebut mengalami suatu modifikasi kimia adalah pemeriksaan immunoreaktivitasnya untuk mengetahui afinitas antibodi tersebut terhadap antigen yang bel'sangkutan. Untuk antibodi monoklonal ant.i CEA F(ab')2 ' antibodi tersebut masih mempunyai aktivitas biologis yang baik apabila mempunyai immunoreaktivitas >60% sedangkan untuk antibodi monoklonal19,9 F(ab')2bila mempunyai immmunoreaktivitas >70% (8). Immunoreaktivitas yang diperoleh untuk antibodi monoklonal anti CEA F(ab')2 _1131ada.lah 79 ± 0,8% dan untuk antibodi monoklonELI 19,9 F(ab')2 _1131adalah 84 ± 3,0% (Tabel 2). Untuk pemakaian in vivo, antibodi yang digunakan umumnya berupa fragmen F(ab')2
335
Bandung,
Proceedings Seminar Reaktor Nuklir dalam Penelitian Sains 00'" Tekrwlogi Menuju Era Tinggal Landas
karena bentuk ini kurang immmunogen serta te:rdifusi lebih cepat pada daerah site antigenik dibandingkan dengan immunoglobulin (lgG) total. Selain itu fragmen F (ab')2 ini dapat tereliminasi dengan cepat dari sirkulasi di dalam tubuh (1) sehingga dapat meningkatkan hasil kontras antara aktivitas terfiksasi pada tumor terhadap latar belakang. Dalam aplikasi klinik, untuk meningkatka.n sensibilitas diagnosis, digunakan kombinasi beberapa antibodi monoklonal yang mem-
8 -10
Oktober 1991 PPTN - BATAN
punyai beberapa spesiflsitas tambahan (9) misalnya kombinasi antara anti CEA dan 19,9. KESIMPULAN
Penandaan AbM anti CEA F(ab')2 dan 19,9 F(ab')2 dengan iodium-131 dapat dilakukan dengan menggunakan iodogen sebagai oksidator. Dari beberapa kali penandaan diperoleh rendemen hasil yang mempunyai kedapatulangan yang tinggi dengan kemurnian radiokimia >95%. Setelah penandaan dengan iodium-131, AbM anti CEA F(ab')2 dan 19,9 F(ab')2 masih mempunyai aktivitas biologis yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bogard, W.C., Dean Jr.R.T., Deo, J., Fuchs, R., Mattis, J.A., McLean, A.A., Berger, H.J., Practical consideration in the production, purification and formulation of monoclonal antibodies for immunoscintigraphy and immunotherapy, Seminar in Nuclear Medicine (19 Juli 1989) 202 - 220. 2. Ghose, T., et. al., Antibody as a carrier of 1311 in cancer diagnosis and treatment, Cancer 36 (1975) 1646 - 1659. 3. Hunter, W. M., Greenwood, F.C., Preparation of 1311 labeled human growth hormones at high specific activity, Nature 194 (1962) 495 - 496. 4. Fraker, P.J., Speck J.C., Protein and cell membran iodination with a sparingly soluble chloramide 1,3,4,6 tetrachloro-3,6 diphenylglycoluril, Biochem. Biophys. Res. Comm. 80 (1978) 849 - 857. 5. Marchaloins, J.J., An enzymatic method for the tracer iodination of immunoglobulins and other proteins, Biochem. J., 113, 299 - 305, (1969). 6. Britton, K., Grownoska, M., Experience with iodine-123 labeled antibodies, Proceeding of the NATO Advanced Study Institute on Radiolabeled Monoclonal Antibodies for Imaging and Therapy, Castelvecchio Pascoli (Barba), Italy-Plenum Publishing Corporation (1987) 77 - 191. 7. Gopal B. Saha, Radioiodination of Antibodies for Tumor Imaging, Radioimmunoimaging and Radioimmunotherapy, Scot W. Burchiel & Buck A. Rhodes Editor, Elsevier Science Publishing Co. Inc (1983) 171 -184. 8. Saccavini, J. C., Bohi, J., Bruneau, J., Gestin, J. F., Pharmacological selection of antibodies for immunoscintigraphy, Med. Nucl. 1 (1989) 149 -156. 9. Chatal, J. F., Saccavini, J. C., Douillard, J.,Y., Kremer, M., Curtet, C., Aubry, J., Le Mevel, B., Diagnostique immunoscintigraphyque des recurrences des cancer colorectaux resultats compares avec ceux de 1Echotomographie et de la Tomodensitometrie, Journal de Biophysique et Medecine Nucleaire 2, (1984) 183 - 185.
336