887
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016
UJI OPTIMASI MONOKLONAL ANTIBODI Vibrio harveyi DENGAN METODE ELISA Nurhidayah dan Ince Ayu Khairana Kadriah Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi optimum metode ELISA sebagai alat diagnostik menggunakan monoklonal antibodi V.harveyi. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau meggunakan plat mikro 96 sumuran berbahan polisterin sebanyak 2 buah. Perlakuan yang diujikan adalah konsentrasi monoklonal antibodi yaitu; 1:25, 1:50 dan 1:100 dan konsentrasi konjugat 1:500,1:1000,1:2000 dan 1:4000 dengan coating plate suhu inkubasi 4oC dan suhu ruangan semalam. Masing-masing perlakuan diulang 4 kali. Hasil uji optimasi menunjukkan nilai kerapatan optik yang terbentuk pada setiap perlakuan berbeda pada setiap konsentrasi yang diuji pada pembacaan panjang gelombang 405 nm. Pada konsentrasi monoklonal antibodi 1:25 kerapatan optik yang terbentuk lebih rendah dibanding konsentrasi 1:50 dan 1:100 pada semua konsentrasi konjugat yang diujikan baik pada coating plate suhu 4oC maupun pada suhu ruang. Perbedaan kerapatan optik yang terbentuk karena perbedaan suhu inkubasi, penggunaan monoklonal antibodi yang dilekatkan pada pelapisan pertama permukaan plat mikro 96 sumuran dan penggunaan konsentrasi konjugat yang berbeda. Suhu inkubasi coating plate 4oC lebih baik dibanding suhu ruangan pada semua konsentrasi monoklonal antibodi dan konjugat yang diuji. Monoklonal antibodi yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki kemampuan untuk diagnosis V.harveyi secara ELISA dengan nilai optimal konsentrasi monoklonal antibodi 1:50 penggunaan konjugat 1:500 pada coating plate suhu 4 oC. KATA KUNCI:
uji optimasi; monoklonal antibodi; V. harveyi; metode ELISA; suhu 4oC; suhu ruang
PENDAHULUAN Vibriosis merupakan salah satu jenis penyakit infeksius yang sering menyerang organisme akuatik air laut seperti ikan dan udang. Penyakit ini umumnya disebabkan oleh anggota genus Vibrio (Longyant et al., 2008). Vibrio harveyi merupakan patogen dari genus Vibrio yang berasosisasi pada penyakit udang berpendar (Austin & Zhang, 2006). Vibrio harveyi merupakan suatu bakteri gram negatif, bakteri bercahaya, adalah salah satu dari agen mikrobia yang dapat membuat kematian massal larva udang windu dalam suatu sistem pembesaran. Bakteri ini menyerang larva udang di panti-panti pembenihan maupun udang yang dibudidayakan di tambak dan dikenal dengan nama penyakit kunang-kunang atau penyakit udang menyala. Udang yang terinfeksi bakteri ini akan bercahaya dalam keadaan gelap dan biasanya menyerang larva pada stadium zoea, mysis dan post larva. Sejumlah besar udang di hatcheri yang memproduksi benih udang sering menderita kemunduran dalam kaitan dengan penyakit bakteri luminescent dan menderita kerugian ekonomi yang sangat besar. Seringnya terjadi wabah penyakit, memerlukan usaha pengendalian penyakit, termasuk cara diagnosa penyakit yang cepat dan tepat agar penyakit dapat segera diatasi. Teknik yang umum digunakan untuk mencegah penyakit dan monitoring penyakit vibriosis adalah diagnosa secara konvensional yaitu dengan karakteristik biokimia untuk melihat kemampuan fisiologi berbagai spesies bakteri. Namun metode biokimia tidak cukup akurat dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Diagnosa PCR sangat sensitif untuk mendeteksi bakteri dan virus, tetapi memiliki kelemahan terutama untuk aplikasi di lapangan dengan keterbatasan peralatan, bahan kimia dan keterampilan, sehingga diagnosa ini sangat mahal dan sulit untuk aplikasi di lapangan (Rukpratanporn et al., 2005). Untuk itu perlu membuat suatu perangkat uji sederhana yang sensitif dan selektif dapat mendeteksi keberadaan V. harveyi.
Uji optimasi monoklonal antibodi Vibrio harveyi ..... (Nurhidayah)
888
Perkembangan imunologi yang begitu cepat tidak terlepas dari dorongan perkembangan cabang ilmu lain serta metode pemeriksaan laboratorium yang ditunjang dengan peralatan yang semakin lengkap. Imunoassay merupakan salah satu teknik imunodiagnostik paling banyak digunakan. ELISA sebagai salah satu teknik imunoasai dengan menggunakan enzim yang dikonjugasikan pada antibodi atau antigen sebagai label. ELISA salah satu metode yang sensitif untuk mendeteksi antigen, hormon, antibodi dari infeksi virus, bakteri, parasit, dan juga maupun bahan-bahan toksik. Teknik ini dinyatakan sebagai metode deteksi yang mudah, cepat, sensitif, spesifik, dan ekonomis dibandingkan dengan metode lainnya. Beberapa kelebihan dari teknik ELISA, antara lain: a) teknik pengerjaan relatif sederhana, b) relatif ekonomis (karena jenis antibodi yang digunakan hanya satu saja, sehingga menghemat biaya untuk membeli banyak jenis antibodi), c) hasil memiliki tingkat sensitivitas yang cukup tinggi, d) dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan antigen walaupun kadar antigen tersebut sangat rendah (hal ini disebabkan sifat interaksi antara antibodi atau antigen yang bersifat sangat spesifik (Ariputuamijaya, 2011). Metode Elisa menggunakan monoklonal antibodi sudah banyak digunakan di laboratoriumlaboratorium penguji untuk identifikasi antigen karena mempunyai spesifitas tunggal yang diketahui dan homogeny. Kegunaan klinis antibodi monoklonal untuk berbagai tujuan, antara lain sebagai kit diagnostik,imunoterapi, maupun penentu strain virus (Ikematsu et al., 1999). Uji ELISA berdasarkan reaksi kimia antara dua jenis analit yaitu antigen dan antibodi, untuk itu perlu dilakukan uji optimasi untuk menentukan konsentrasi yang optimal penggunaan monoklonal antibodi terhadap suhu inkubasi, pengenceran konjugat dan suhu coating plate yang digunakan pada uji ELISA untuk deteksi keberadaan V. harveyi. BAHAN DAN METODE Prosedur dari teknik ELISA yang dikembangkan mengikuti prosedur OIE (1996) dengan modifikasi yaitu, menggunakan lempeng mikrotiter dari bahan polysterene (Nunc Laboratories). Uji optimasi untuk menentukan kondisi optimum metode ELISA sebagai alat diagnostik menggunakan monoklonal antibodi Vibrio harveyi dengan konsentrasi yang berbeda (1:25, 1:50, dan 1:100), suhu coating plate yang berbeda (suhu ruangan dan suhu 4 oC) dan konsentrasi konjugat yang digunakan (1:500,1:1000,1:2000,1:4000) dengan masing-masing diulang empat kali. Plat mikro 96 sumuran berbahan polisterin digunakan sebagai wadah Penelitian sebanyak dua buah. Plat mikro terlebuh dahulu disinari ultraviolet selama lima menit, dilakukan pengenceran monoklonal antibodi dengan menggunakan larutan Bicarbonat buffer pH 9,6 dengan konsentrasi 1:25, 1:50 dan 1:100. Setelah itu, setiap sumuran plat mikro diisi 100 µL antibodi monoklonal konsentrasi 1:25 kode A – H ( sumuran 1,4,7 dan 10), konsentrasi 1:50 kode A – H ( sumuran 2,5,8 dan 11) dan , konsentrasi 1:100 kode A – H ( sumuran 3,6,9 dan 12). Plat 96 sumuran diinkubasi semalam pada suhu 4oC dan suhu ruangan. Setelah diinkubasi, masing-masing plat mikro 96 sumuran dicuci sebanyak 3x dengan larutan Phosfat Buffer Saline (PBSTween 20) 0,05% pH 7,2. Selanjutnya pada sumuran dimasukkan kontrol positif (sumuran A,B.E dan F) dan negatif (sumuran C,D,G dan H) sebanyak 50 mL baik pada plat mikro yang diinkubasi pada suhu 4 oC maupun pada suhu ruangan. Selanjutnya plat mikro diinkubasi selama satu jam pada suhu ruang. Pencucian dilakukan sebanyak 3x dan ditambahkan konjugat antimouse yang telah dikonjugasi dengan enzim peroksidase sebanyak 50 mL ke dalam sumuran plat mikro 96 sumuran dengan konsentrasi 1:500 (A - D sumuran1-6), 1:1000 (A - D sumuran 7 - 12),1:2000 (E - H sumuran 1 - 6) dan konsentrasi 1:4000 (E - H sumuran 712). Plat mikro diinkubasi satu jam pada suhu ruangan lalu dicuci kembali sebanyak tiga kali. Terakhir setiap sumuran plat mikro ditambahkan 100 mL larutan subtrat 2,2-Azino -di-( 3-athylbenzthiazolinsulfonat 6) (ABTS) dan reaksi ini dibiarkan berlangsung selama 60 menit pada suhu ruang. Pembacaan nilai kerapatan optik menggunakan ELISA reader dengan panjang gelombang 405 nm dan dinyatakan dalam nilai kerapatan optik (OD)
889
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016
HASIL DAN BAHASAN Enzyme-linked imunosorbent assay (ELISA) adalah salah satu teknik imunoasai dengan menggunakan enzim yang dikonjugasikan pada antibodi atau antigen sebagai label. Uji optimasi monoklonal antibodi V. harveyi dilakukan melalui tahapan standardisasi metode ELISA dengan memperhatikan faktor-faktor yang saling mempengaruhi. Langkah awal yang dilakukan untuk uji optimasi menentukan konsentrasi yang optimal penggunaan monoklonal antibodi terhadap suhu inkubasi, pengenceran konjugat dan suhu coating plate yang digunakan pada uji ELISA untuk deteksi keberadaan V. harveyi. Uji optimasi monoklonal antibodi dilakukan dengan metode ELISA dengan konsentrasi monoklonal antibodi yang berbeda pada coating plat menggunakan suhu 4 oC dan suhu ruangan dengan konsentrasi konjugat yang berbeda. Optimasi suhu inkubasi dilakukan untuk melihat pengaruh suhu inkubasi pelapisan pertama pada mikroplat terhadap reaksi antigen dan antibodi, yaitu dengan cara membandingkan serapan serum positif dan serum negatif dengan perlakuan suhu inkubasi yang dikerjakan dengan cara pengenceran bertingkat. Adapun hasil uji optimasi menggunakan monoklonal antibodi dipaparkan pada Gambar 1 dan 2.
K(-)
Konjugat 1:500
Konjugat 1:1000
Konjugat 1:2000
1:100
1:50
1:25
1:100
1:50
1:25
1:100
1:50
1:25
1:100
1:50
K(+)
1:25
Kerapatan optik (OD)
0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0
Konjugat 1:4000
Konstrasi antibodi
0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0
K(-)
Konjugat 1:500
Konjugat 1:1000
Konjugat 1:2000
Konsentrasi antibodi
Gambar 2. Uji ELISA coating plate pada suhu ruang
1:100
1:50
1:25
1:100
1:50
1:25
1:100
1:50
1:25
1:100
1:50
K(+)
1:25
Kerapatan optik (OD)
Gambar 1. Uji ELISA Coating plate pada suhu 4oC
Konjugat 1:4000
Uji optimasi monoklonal antibodi Vibrio harveyi ..... (Nurhidayah)
890
Hasil optimasi menggunakan plat mikro 96 sumuran berbahan polisterin dimana sumuran dilapisi monoklonal antibodi dengan konsentrasi yang berbeda inkubasi pada suhu 4 oC, diperoleh nilai kerapatan optik yang berbeda pada setiap perlakuan yang diuji (Gambar 1). Kerapatan optik yang terbentuk pada kontrol negatif dan kontrol positif dengan konsentrasi monoklonal antibodi 1:25 lebih rendah pada semua tingkatan konsentrasi konjugat yang diujikan dibanding konsentrasi 1:50 dan 1:100 pada pembacaan panjang gelombang 405 nm. Perbedaan kerapatan optik yang terbentuk pada permukaan mikroplate disebabkan penggunaan monoklonal antibodi yang dilekatkan pada plat mikro 96 sebelum diinkubasi dan penggunaan konsentrasi konjugat yang berbeda sehingga ikatan yang terbentuk antara antigen dan antibodi setiap perlakuan berbeda. Antigen yang tidak berikatan dengan antibodi monoklonal terlepas pada saaat proses pencucian plat mikro. Coating plate pada suhu 4oC kerapatan optik tertinggi pada konsentrasi monoklonal antibodi 1:50, namun demikian untuk efisiensi monoklonal antibodi pengenceran masih bisa ditingkatkan menjadi 1:100, karena hasilnya tidak berbeda secara signifikan dengan konjugat 1:500 (Gambar 1). Penangkapan monoklonal antibodi spesifik V. harveyi pada antigen yang direaksikan dengan enzim menyebabkan terjadinya interaksi antara antibodi dan antigen di dalam sampel, dimana konjugat berfungsi sebagai pelapor keberadaan antigen. Hal ini membuktikan bahwa analisis secara imunoasai berdasarkan reaksi antigen dengan antibodi spesifik terhadap antigen tersebut yang membentuk kompleks antigen antibodi (Barna-Vetro, 2002). Gambar 2 hasil uji optimasi monoklonal antibodi dengan coating plate pada suhu ruangan memperlihatkan bahwa kerapatan optik tertinggi pada penggunaan konsentrasi monoklonal antibodi 1:100, disusul 1:50 dan 1:25 pada konsentrasi konjugat 1:500. Nilai kerapatan optik yang terbentuk pada suhu 4oC lebih tinggi dari pada coating plate suhu ruangan. Hal ini disebabkan pada suhu 4 oC pelekatan antibodi pada mikro plat lebih kuat dibanding penggunaan suhu ruangan sehingga antibodi tidak terlepas pada saat proses pencucian plat. Monoklonal antibodi V. harveyi memiliki spesifitas yang tinggi bereaksi dengan antigen pada kondisi suhu yang optimal, sehingga dapat mendeteksi keberadaan V. harveyi sebagai komponen spesifik yang berada dalam gabungan satu sampel. Gambar 1 dan 2 menunjukkan hasil rerata kerapatan optik uji optimasi secara ELISA setelah perlakuan. Hasil tersebut memberikan gambaran bahwa monoklonal antibodi yang dihasilkan mengenali antigen V. harveyi. Hal ini diketahui dari kerapatan optik yang terbentuk dan adanya perubahan warna media menjadi hijau karena adanya reaksi antara antigen dan antibodi setelah penambahan substrat ABTS. Uji ELISA dapat merubah substrat tidak berwarna menjadi berwarna sehingga mudah untuk menginterpretasikan hasil akhir. Prinsip ELISA yaitu berdasarkan pada reaksi antigen dan antibodi spesifik dimana dengan adanya enzim konjugat akan bereaksi dengan substrat untuk menghasilkan warna yang dapat dibaca pada alat kolorimeter/spektrofotometer pada panjang gelombang tertentu (Rittenburg,1990). Hasil uji optimasi menunjukkan bahwa konsentrasi optimal monoklonal antibodi V. harveyi 1:50 dengan penggunaan konjugat 1:500 pada coating plate suhu 4oC. Pengujian ini menunjukkan bahwa monoklonal antibodi yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki kemampuan untuk diagnosis V. harveyi secara ELISA. Teknik ELISA selain digunakan sebagai uji kualitatif untuk mengetahui keberadaan suatu antibodi atau antigen dengan menggunakan antibodi atau antigen spesifik, teknik ELISA juga dapat diaplikasikan dalam uji kuantitatif untuk mengukur kadar antibodi atau antigen yang diuji dengan menggunakan alat bantu berupa spektrofotometer atau dengan cara menentukan jumlah penambahan atau kadar antibodi atau antigen didalam sampel (Ariputuamijaya, 2011). KESIMPULAN Monoklonal antibodi V.harveyi memiliki kemampuan untuk diagnosis keberadaan V. harveyi secara ELISA dengan konsentrasi optimal monoklonal antibodi 1:50 konsentrasi konjugat 1:500 pada coating plate suhu 4oC.
891
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016
UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini dibiayai oleh APBN 2015 Balai Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kemeterian Kelautan dan Perikanan. Ucapan terima kasih disampaikan kepada para peneliti dan teknisi Litkayasa Kesehatan Ikan dan Lingkungan BPPBAP yang telah membantu dalam pelaksanaan kegiatan penelitian ini. DAFTAR ACUAN Alberts, B., Johnson, A., Lewis, J., Raff, M., Robert, K., & Walter, P. (2002). Manipulating proteins, DNA, and RNA. In: Anderson MS, Dilernia B, editors. Molecular biology of the cell. 4th ed. New York: Garland Science;. p. 469-78 Abbas, A.K., & Lichtman, A.H. (2005). Antibodies and antigens. In: Schmitt WR, Krehling H, editors. Cellular and molecular immunology. 5th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005. p. 43-64. Austin, B., & Zhang, X.H. (2006). Vibrio harveyi : a significant pathogen of marine vertebrates and invertebrates. Lett. Appl. Microbiol, 43:119–124. Baticados, M.C.L., Lavilla-Pitogo, C.R., Cruz-Lacierda, E.R., De la Pena, L.D., & Sunaz, N.A. (1990). Studies on the chemical control of luminous bacteria Vibrio harveyi and V. splendidus isolated from diseased Penaeus monodon larvae and rearing water. Diseases of Aquatic Organism, 9: 133-139 Barna-Vetro, I. (2002). Development of sensitive immuno diagnostics for determination of toxic residues (mycotoxins, drugs) in biological fluids and animal feeds, PhD Thesis. Facultas Scienciarum Veterinarium- Budapest Ben Haim, Y., Thompson, F.L., Thompson, C.C., Cnockaert, M.C., Hoste, B., Swings, J., & Rosenberg, E. (2003). Vibrio coralliilyticus sp. nov., a temperature-dependent pathogen of the coral Pocillopora damicornis. Int J Syst Evol Microbiol, 53: 309–315. Ikematsu, W., Kobarg, J., Ikematsu, H., Ichiyoshi, Y., & Casali P. Monoclonal analysis of Human antibody respon. III. Nucleotide sequences of monoclonal IgM, IgGand IgA to rabies virus reveal restricted gene utilization. Junctional diversity and somatic hypermutation. J. Immunology 161: 2895-2905 Goldsby, R.A., Kind, T.J., & Osborne, B.A. (2000). Immunology. Fourth Edition. WH. F reeman and Company. New York . 104-109,161. Rukprataporn, S,. Sukhumsiricart, W., Chaivisuthangkura, P., Longyant, S., Sithigorngul, W., Menasveta, P., & Sithigorngul, P. (2005). Generation of monoclonal antibodies specific to hepatopancreatic parvovirus (HPV) form Penaeus monodon. Dis Aquat Org. Vol. 65: 85-89 Zhang, X.H., & Austin, B. (2000). Pathogenicity of Vibrio harveyi to salmonids. J. Fish Dis, 23: 93–10