137 SPESIFITAS DAN SENSITIVITAS ANTIBODI MONOKLONAL YANG DIINDUKSI OLEH OMP E. coli O157 : H7 SPECIFITY AND SENSITIVITY OF MONOCLONAL ANTIBODY, WHICH IS INDUCED BY OMP E. coli O157: H7 Baiq Rien Handayani Fakultas Pertanian, Universitas Mataram ABSTRAK E. coli O157: H7 adalah salah satu bakteri patogen berbahaya yang menyebabkan keracunan pangan di beberapa negara. Deteksi dini dengan menggunakan antibodi monoklonal yang tepat sangat diperlukan untuk mencegah timbulnya kasus keracunan pangan oleh bakteri tersebut. Antibodi monoklonal terhadap E.coli O157:H7 dihasilkan dari sel hibridoma hasil fusi sel Mieloma P3XAg863 dan sel limfa mencit Balb/c yang diimunisasi dengan protein membran luar E.coli O157:H7. Antibodi yang dihasilkan dari hasil kloning dapat mendeteksi E.coli O157:H7 ATCC (35150, 43889 dan 43888). Antibodi ini bereaksi silang dengan E.coli (I.25, K12, H12, BCC 1377), Klebsiella azaenae 1817, K.edwardii 1796, Salmonella lexington dan S. hadar. Reaksi silang sangat kecil terjadi pada E.coli 0076, E.coli D1510 dan Pseudomonas aerogenosa 705 dan tidak ada reaksi silang dengan E.coli D64, Enterobacter agglomerans 2506 dan Shigella boydii 2151. Antibodi yang dihasilkan dapat mendeteksi sampai 105 sel/ml bakteri dengan menggunakan Prosedur Elisa tak langsung. Pembacaan titer antibodi tertinggi diperoleh dengan penggoyangan pelat Elisa selama 45 menit. ABSTRACT E.coli O157:H7, one of acute pathogenic bacteria, caused food poisoning in many countries. Early detection with exact monoclonal antibody is very important to prevent the foodborne deseases. Monoclonal antibodies against E. coli O157: H7 were produced from hybridoma cells by fusion of Myeloma cell (P3XAg863) and Balb/c mouse spleen cells immunized with outer membrane proteins (OMP) of the bacterium. The Antibodies produced by cloned cells reacted strongly with E.coli O157:H7 ATCC (35150, 43889, 43888), but also cross reacted with E. coli (I25, K12, H12, BCC 1377) K. azaenae 1817, K. edwardii 1796, S. Lexington and S.hadar. Weak cross reaction was observed with E. coli 007.6, E. coli D1510 and Pseudomonas aerogenosa 705 and no cross reaction was observed with E. coli D64, E. agglomerans 2506 and Shigella boydii 2151. The antibody was detected as low as 105 cell/ml of bacterial cells using an indirect Elisa procedure. The highest of antibodies titer was obtained by shaking the plate for 45 minutes. _______________________ Kata kunci : Spesifitas, sensitifitas, antibody monoclonal, protein membrane luar Keywords: Spesificity, sensitifity, monoclonalantibody, outer membrane proteins PENDAHULUAN Salah satu bakteri patogen berbahaya yang diketahui telah menimbulkan keracunan pangan dibeberapa negara adalah E. coli O157 : H7. Kasus keracunan oleh bakteri ini dikenali pada awal 1980-an kemudian dilaporkan beberapa kasus serupa dengan cepat. Pada tahun 1982 terjadi kasus keracunan yang mengakibatkan 47 orang menderita diare berdarah dan 3 orang meninggal karena konsumsi hamburger yang diketahui kemudian mengandung E. coli O157 : H7 (Jay,1996). Doyle dan Padhye (1989) melaporkan bahwa pada tahun 1984 terjadi 34 kasus dengan 19 kasus diare berdarah (hemorrhagic colitis), 1 kasus gagal ginjal
(hemolytic uremic syndrom) dan 4 kematian karena konsumsi hamburger. Tahun 1985 sebanyak 73 kasus. Kasus keracunan yang besar terjadi lagi di USA (1983) dilaporkan menyebabkan 732 korban, karena hamburger (IFST, 1996). Pada tahun 1994 di UK terjadi 656 kasus, sementara pada tahun 1996 terjadi keracunan di Jepang yang dialami oleh 9.578 orang. Sebagian besar kasus tersebut diatas disebabkan oleh konsumsi daging giling (hamburger). Meskipun demikian telah dilapor-kan juga bahwa E. coli O157 : H7 ditemukan pada sayur-sayuran seperti selada, sari buah dan cider apel, sosis fermentasi, air dan dapat ditularkan dari kontak orang per orang (Food Chemical News, 1997). Rangel et al. (2005) berhasil mereview terjadinya 350 Agroteksos Vol.21 No.2-3, Desember 2011
138 keracunan yang disebabkan oleh E.coli O157:H7 yang dilaporkan oleh 49 negara bagian di Amerika Serikat ke Central Deseases Control (CDC) untuk periode 1982-2002. Diperkirakan penderita sebanyak 73480 orang pertahun dengan korban opname di rumah sakit sebanyak 2168 orang dengan kematian pertanhun sebanyak 61 orang. Keracunan yang cepat oleh bakteri ini menyebabkan pentingnya metode deteksi yang cepat, sensitif dan spesifik untuk mencegah timbulnya kasus-kasus keracunan yang merugikan. Penggunaan perangkat deteksi komersial secara rutin membutuhkan biaya tinggi. Deteksi cepat dapat dilakukan dengan menggunakan metode Enzyme linked immunosorbent assay (Elisa) yang reaksinya berdasarkan reaksi antigen-antibodi. Antibodi adalah suatu protein yang dihasilkan oleh sel limfosit sebagai respon terhadap kehadiran molekul asing di dalam tubuh mamalia, hewan maupun manusia (Harlow dan Lane, 1988). Tiga macam limfosit yang diketahui secara bersama-sama bertanggung jawab terhadap timbulnya respon imun yaitu sel T sitotoksik, sel T helper dan sel B (Copeland,1994). Ketiga macam sel imun tersebut memiliki reseptor pada permukaannya yang dapat berikatan dengan antigen. Sel T sitotoksik berperan melisis senyawa asing penginfeksi, Sel T helper berperan mengatur respon sel B dan sel sitotoksik sedangkan Sel B diketahui dapat mensekresikan dan memodifikasi antibodi pada permukaan sel yang akan berperan sebagai reseptor antigen. Antibodi bersirkulasi di dalam darah dan kelenjar limfa untuk menetralisasi antigen (Harlow dan Lane, 1988). Antigen yang merangsang sekresi antibodi pada suatu hewan dapat berupa bakteri atau struktur permukaan bakteri patogen seperti dinding sel bakteri Gram positif, membran sel bakteri Gram negatif, lipopolisakarida, glikolipid, peptidoglikan, flagella, fimbriae, polisakarida maupun protein membran luarnya (Harlow dan Lane, 1988) yang dapat digunakan sebagai imunogen sekaligus sebagai penghasil antibodi monoklonal yang sangat spesifik dan bertiter tinggi. Salah satu antigen yang potensial untuk mendeteksi E. coli O157 : H7 adalah protein membran luar/outer membrane proteins (OMP) yang menurut Dewanti-Hariyadi, et al., (1998) menunjukkan sifat toksik terhadap sel Vero. Hasil pengujian in Vitro memperlihatkan terjadinya lisis dan kematian sel Vero dengan pemberian OMP pada media. Penggunaan OMP E. coli O157 : H7 untuk menghasilkan antibodi B. Rien Handayani: Spesifitas dan sensitivitas …
monoklonal ini dapat dilakukan dengan menyuntikkan OMP ke tubuh mencit percobaan dan difusikan dengan sel mieloma untuk memperoleh sel hibridoma yang akan mensekresikan antibodi. Klon sel hibridoma spesifik akan menghasilkan antibodi monoklonal. Antibodi monoklonal (Burgess, 1995) merupakan salah satu pilihan dalam berbagai analisa imunokimia karena spesifitas dan reproduksibilitasnya. Spesifitas menurut Zola (1987) merupakan sifat utama karena diharapkan antibodi monoklonal hanya akan bereaksi dengan salah satu epitop antigen sehingga spesifitas antibodi terhadap antigen yang dikehendaki dapat diatur. Dengan dihasilkannya antibodi monoklonal maka dapat digunakan selain untuk mendeteksi keberadaan antigen secara spesifik juga dihasilkan antibodi yang mampu mendeteksi sejumlah kecil antigen dengan menggunakan metode imunoasai. Metode ini digunakan karena sangat sensitif dan sederhana. Di samping itu metode ini dapat menjadi sangat spesifik bila menggunakan antibodi monoklonal. Salah satu metode immunoassy yang sering digunakan adalah Elisa yang ciri utamanya adalah reaksi antibodi dengan antigen menggunakan indikator enzim (Roitt, 1991). Pada Elisa tak langsung antigen diadsorpsikan pada substrat padat (pelat mikro) kemudian ditambahkan antibodi primer yang tidak berlabel. Antibodi primer merupakan antibodi pertama yang bereaksi spesifik dengan antigen yang diukur selanjutnya ditambahkan antibodi sekunder berlabel enzim (konjugat). Antibodi sekunder (Copeland, 1993) berlabel digunakan untuk memberikan fasilitas deteksi pada antibodi primer. Antibodi sekunder mengenali dan mengikat imunoglobulin sebagai antigen. Perubahan warna dapat terlihat setelah ditambahkan substrat dan dibaca pada Elisa Reader. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kultur jaringan Fakultas Kedokteran Hewan (IPB), laboratorium Mikrobiologi Pangan-Pusat Antar Universitas (PAU-IPB) dan laboratorium Bioteknologi Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) Bogor. Persiapan Antigen Killed Whole Cells (KWC) atau sel mati dari bakteri E. coli O157 : H7 (ATCC 43895, 35150,43889 dan 43888 yang diperoleh dari American Type Cell Culture (ATCC) Maryland USA. Bakteri E.coli non O157:H7 terdiri dari 7 galur yaitu ATCC K12, BCC 1377, I25, H12, D.64, 0076 dan D1510 (diperoleh dari penderita
139 diare di Bogor) dan bakteri non E.coli yaitu Salmonella hadar, Salmonella lexington, Shigella boydii 2151, Enterobacter agglomerans 2506, Klebsiella edwardii 1976, K.azaenae 1817, Pseudomonas aerogenosa 705 (diperoleh dari Balitvet Bogor) yang digunakan dalam pengujian spesifitas dibuat sesuai dengan prosedur Dewanti (1998). Satu ose kultur ditumbuhkan dalam TSB (Trypticase Soy Broth) selama 18 – 24 jam, pada suhu 370 C dan sentrifugasi 100 rpm. kultur seanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit pada suhu 40C (1 ml sampel dihitung dengan metode agar tuang/PCA (Plate Count Agar) dan diinkubasi selama 18 – 24 jam pada suhu 370 C). Setelah sentrifugasi supernatan dibuang dan pelet dicuci berulang tiga kali dengan 10 ml PBS (Phospat Buffer Saline) 10 mM steril dengan cara sentrifugasi (3000 rpm selama 10 menit, suhu 40 C). Pelet bakteri kemudian ditambah dengan formalin 3% dan disimpan selama 5 hari dalam refrigerator. Suspensi sel mati disentrifugasi (3000 rpm, suhu 40 C 10 menit). Endapan dicuci empat kali dengan PBS dan endapan akhir disuspensikan dalam PBS kemudian didistribusikan dalam vial-vial untuk selanjutnya dibuat pengenceran 107 sel/ml. Pengujian Spesifitas dan Sensitifitas dengan Elisa Pengujian spesifitas dilakukan dengan metode Elisa dengan cara melapiskan suspensi KWC E. coli O157 : H7, bakteri E.coli non O157:H7 dan bakteri non E.coli dengan konsentrasi 107 sel/ml dalam buffer karbonat masing-masing sebanyak 100 µl /sumur pada pelat mikro 96 dan diinkubasi selama 1 jam pada suhu 37 0C. Selanjutnya dilakukan pencucian lima kali dengan PBS (100 µl/sumur) selanjutnya sumur di blok dengan PBS yang mengandung 2 % BSA (Bovine Serum Albumin) dan diinkubasi pada suhu ruang selama 3 jam. Pencucian dilakukan empat kali dengan 0.5 % PBS-Tween 20 masing-masing sebanyak 100 µl/ sumur dan PBS. Supernatan Antibodi sebanyak masing-masing 100 µl/sumur dimasukkan ke dalam sumur dan diinkubasi pada suhu ruang selama 1 jam. Pencucian selanjutnya dilakukan dengan PBS-Tween 20 (0.5%) dan PBS sebanyak empat kali dan ditambahkan konjugat masing-masing sebanyak 100 µl/sumur dan diinkubasi suhu ruang selama 1 jam. Pencucian terakhir dilakukan empat kali dengan menggunakan PBS-Tween 20 (0,5%) dan PBS. Substrat ABTS ditambahkan masing-masing 100 µl /sumur yang diinkubasi suhu ruang selama 20 menit. Selanjutnya ditambahkan 100 µl asam oksalat dan dibaca dengan Elisa Reader pada
panjang gelombang 414 nm (Dewanti-Hariyadi et al., 1998). Pengujian sensitifitas dilakukan dengan melapiskan antigen/KWC E. coli O157 : H7 ATCC 43895 dengan konsentrasi 109, 107, 105 dan 103 sel/ml dilakukan secara duplo masingmasing sebanyak 100 µl/sumur. Prosedur selanjutnya dilakukan sesuai dengan prosedur di atas. Pada percobaan ini pelat mikro digoyang pada inkubasi akhir sebelum pembacaan pada Elisa reader selama 15, 30, 45 dan 60 menit. HASIL DAN PEMBAHASAN Spesifitas Pengujian spesifitas antibodi merupakan hal penting pada produksi antibodi monoklonal. Antibodi monoklonal yang spesifik menurut Morris dan Clifford (1985) hanya akan bereaksi dengan antigen pembentuknya. Hasil pengujian spesifitas supernatan antibodi hasil kloning F6 ditunjukkan oleh Gambar 1 (Gambar 1. memperlihatkan bahwa antibodi yang dihasilkan dapat mendeteksi E.coli O157:H7 dari galur lain yaitu ATCC 35150, 43889 dan 43888). Nilai titer antibodi terhadap E. coli O157 : H7 ATCC 43895 lebih rendah dari titer asal dengan OD sebesar 0,365. Reaksi silang antibodi diamati terjadi terhadap bakteri – bakteri lainnya yaitu galur E.coli non O157:H7 dan non E.coli. Antibodi yang dihasilkan dapat mendeteksi E. coli I25 (0,632). K12 (0,422), Klebsiella azaenae 1817 (0,412), Salmonella lexington (0,230). E.coli H.I2 (0,203), K.edwardi 1796 (0,146), S. hadar (0,142) dan BCC 1377 (0,141). Reaksi silang yang sangat kecil ditemukan pada E. coli 0076, D1510 dan Pseudomonas aerogenosa 705 (OD berkisar antara 0,0950,105). Antibodi tidak bereaksi silang terhadap E. coli D.64, Enterobacter aglomerans 2506 dan Shigella boydii 2151. Adanya reaksi silang dengan penggunaan antibodi di atas mungkin disebabkan karena antibodi belum berasal dari sel hibridoma spesifik dan mungkin juga karena protein membran luar yang digunakan juga dimiliki oleh golongan bakteri enterik lainnya. Antibodi yang benar-benar spesifik sangat jarang ditemukan. Morris dan Clifford (1985) menjelaskan bahwa sebagian besar antibodi bereaksi silang dengan metabolit, fragment atau molekul-molekul lain yang memiliki kesamaan urutan asam amino. Reaksi silang terjadi karena kesamaan epitop antar bakteri Gram negatif. Sesama golongan bakteri enterik masih dimungkinkan terjadi reaksi silang seperti hasil pengujian antibodi monoklonal (Appassakij et al., 1987) yang diperoleh dari antigen protein Salmonella typhii yang menunjukkan adanya Agroteksos Vol.21 No.2-3, Desember 2011
140 hanya dengan 1 isolat dari 365 isolat non E.coli O26 sedangkan Mab 15 C4 bereaksi dengan 30 strains E.coli O111 dan 8 strain Salmonella O35 tetapi tidak bereaksi dengan 365 strain bakteri lainnya. Terjadinya reaksi silang menunjukkan adanya kesamaan epitop sehingga antibodi yang dihasilkan mengenali epitop bakteri uji. Burgess (1988)menyatakan bahwa dalam banyak hal bakteri juga dianggap mempunyai susunan gen yang sama yang dapat menjelaskan mengapa diantara bakteri Gram negatif mempunyai homogenitas yang tinggi, sehingga mengakibatkan terbentuknya reaksi silang antibodi. Kemungkinan reaksi silang antara Salmonella dan E.coli terjadi karena kesamaan protein penyusun OMP. Nikaido (1992) menjelaskan bahwa protein penyusun pada bakteri Gram negatif terutama pada E.coli dan Salmonella terdiri dari murein lipoprotein (7.200 Da), porin (30-50 KDa) dan OmpA protein (35.159 KDa). Kemungkinan penyebab terjadinya reaksi silang antibodi terhadap E.coli yang ditemukan pada Salmonella karena ditemukan juga kesamaan jenis porin. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Nikaido (1992) bahwa pada E.coli K 12 dan Salmonella thypimurium ditemukan jenis OmpF (38.306 Da), OmpC (37.083 Da) dan phoE (36.782 Da). Selain itu ditemukan juga porin pada Pseudomonas aerogenosa yang memungkinkan terjadinya reaksi silang dengan antibodi terhadap E.coli O157:H7.
reaksi silang dengan S. typhimurium, S.paratyphi, S.enteridis dan E.coli. Adanya reaksi silang pada produksi antibodi monoklonal juga dihasilkan oleh penelitian Todd et al., (1998) yang memperlihatkan bahwa antibodi monoklonal yang diperoleh dari penyuntikan KWC E.coli O157:H7 ditemukan adanya reaksi silang pada E.coli O157:H16, E.coli O157:H45, E.coli O157 :H dan Salmonella. Padhye dan Doyle (1991) menemukan adanya reaksi silang antibodi yang diperoleh dengan penyuntikan E.coli O157:H7 terhadap E.coli O26:H11. Johnson et al. (1995) juga menemukan bahwa antibodi monoklonal terhadap E.coli O157:H7 bereaksi silang dengan E.coli (O22:H8, O46:H38, O88:H49, O91:H21, O103:H2 dan O111:H11). Lusiana (1998) menghasilkan antibodi monoklonal terhadap EPEC galur 007.6 yang ditemukan bereaksi silang terhadap EPEC lain, Vibrio cholerae, Bacillus cereus, Salmonella, Shigella dengan nilai titer terhadap EPEC 007.6 sebesar 0,0380. Hasil penelitian Rahmah (1999) juga memperlihatkan bahwa antibodi yang dihasilkan dengan penyuntikan KWC E.coli O157 : H7 ATCC 43895 belum cukup spesifik karena bereaksi hampir dengan semua bakteri yang diujikan. Betancourt dan Keen (2000), menghasilkan antibodi monoklonal terhadap LPS (lipopolisakarida) E.coli O26 dan E.coli O111. Antibodi yang dihasilkan diperoleh dengan penyuntikan sel bakteri E.coli 26:H11 (ECRC DEC 10 A) atau E.coli O111:NM. Antibodi yang dihasilkan (Mab 12 F5) bereaksi dengan 35 isolat E.coli O26 dan bereaksi silang
7
Kontrol
E.coli non O157 ; H7
E.coli O157 ; H7
Non E.coli
6
OD 414 nm (10-1)
5
4
3
2
1
0 PBS
BK
43895 35150 43889 43888
K12
125
H.1.2
D6.4
76
1377 D1510 1796
1817
2506
2151
705 S.hadar S.lex
Gambar 1. Pengujian spesifitas klon F6 terhadap E.coli O157:H7, E.coli non O157:H7 dan non E.coli
B. Rien Handayani: Spesifitas dan sensitivitas …
141
0.3 S15 S30
OD 414 nm
0.2
0.133 0.101 0.096
0.096 0.094
S60
0.183
0.138
0.1
S45
0.212 0.2
0.14
0.127
0.078
0.09
0.085 0.078
0.087
0 10^9
10^7
10^5
10^3
Konsentrasi E. coli O157:H7, ATCC 43895
Gambar 2. Hasil reaksi antibody klon F6 pada berbagai konsentrasi antigen (E.coli O157:H7 ATCC 43895) dan waktu penggoyangan inkubasi akhir
Rendahnya nilai titer disebabkan juga karena antibodi yang digunakan belum berasal dari sel hibridoma yang spesifik dan belum memiliki titer yang tinggi. Spesifitas dapat ditingkatkan dengan melakukan kloning ulang (rekloning). Sensitifitas Sensitifitas suatu pengujian menunjukkan tingkat yang paling rendah dari suatu kontaminan yang masih dapat diuji. Gambar 2 menunjukkan perbedaan titer antibodi pada konsentrasi E. coli O157 : H7 yang berbeda. Nilai titer antibody yang diukur dengan metode Elisa pada berbagai konsentrasi antigen KWC E. coli O157 : H7 menunjukkan perbedaan. Nilai titer tertinggi diperoleh pada konsentrasi antigen 105 sel/ml (Gambar 2). Hal ini menunjukkan bahwa antibodi hasil kloning F6 cukup sensitif untuk mendeteksi antigen 105 sel/ml. Pada berbagai prosedur Elisa digunakan 107 sel/ml untuk pengujian sensitifitas (DewantiHariyadi et al. 1998: Henriksen dan Maeland, 1987). Penelitian ini menunjukkan bahwa antibodi yang dihasilkan dapat digunakan dalam konsentrasi yang lebih rendah daripada prosedur standar di atas. Gambar 2. memperlihatkan adanya peningkatan OD jika dilakukan penggoyangan pelat mikro pada saat inkubasi akhir yaitu setelah penambahan substrat sebelum pembacaan dengan Elisa reader. Gambar 2. tersebut juga memperlihatkan bahwa pembentukan kompleks asosiasi antigenantibodi tertinggi terjadi pada inkubasi dengan melakukan penggoyangan selama 45 menit tetapi terjadi penurunan pada inkubasi 60 menit
karena terjadi disosiasi kompleks antigenantibodi yang membentuk antigen bebas dan antibodi bebas yang ditunjukkan dengan penurunan nilai titer antibodi. Inkubasi dengan penggoyangan mampu meningkatkan nilai titer sebanyak 1,5 kali pada konsentrasi antigen E. coli O157 : H7 sebanyak 105 sel/ml. KESIMPULAN Kesimpulan Antibodi monoklonal yang dihasilkan dari hasil kloning sel hibridoma F6 (diperoleh dari sel limposit mencit Balb c yang diimunisasi OMP E. coli O157 : H7 ATCC 43895 dan difusikan dengan sel Mieloma P3XAg863) dapat mendeteksi E.coli O157 : H7 ATCC 43895, 35150, 43889 dan 43888 pada OD 414 nm dengan prosedur Elisa. Antibodi ini bereaksi silang dengan E.coli I.25, K12, HI2, BCC 1377), Klebsiella Azaenae 1817, K. Edwardii 1796, Salmonella lexington dan S. hadar. Reaksi silang sangat kecil terjadi pada E. coli 0076, E.coli D1510 dan Pseudomonas aerogenosa 705 tetapi tidak ada reaksi silang dengan E. coli D64, Enterobacter aglomerans 2506 dan Shigella boydii 2151. Nilai titer antibodi yang dihasilkan dari hasil kloning F6 tertinggi diperoleh dengan penggunaan antigen/KWC E.coli O157:H7 ATCC 43895 sebanyak 105 sel/ml. Pembacaan OD tertinggi diperoleh dengan penggoyangan pelat Elisa pada saat inkubasi akhir selama 45 menit.
Agroteksos Vol.21 No.2-3, Desember 2011
142 Saran Penggunaan OMP dengan BM berbeda dalam imunisasi dan booster memberi peluang untuk memperoleh respon imun yang lebih spesifik. Spesifitas antibodi dapat ditingkatkan dengan menggunakan sel limfosit yang diimunisasi dan dibooster OMP yang benarbenar spesifik dan melakukan kloning ulang (rekloning) terhadap sel hibridoma yang diperoleh. Peningkatan sensitifitas antibodi dilakukan dengan meningkatkan konsentrasi melalui pemurnian supernatan antibodi sel hibridoma. Peningkatan kecepatan deteksi antibodi yang dihasilkan terhadap E.coli O157:H7 dapat dilakukan dengan menekan pertumbuhan bakteri-bakteri bukan E.coli O157:H7 dan bukan E.coli dengan menumbuhkan sampel terlebih dahulu pada media pengkayaan selektif seperti mTSB yang mengandung novobiocin (10 mg/liter). DAFTAR PUSTAKA Appassakij, H., Bunchuin,N., Sarasombath,S., Rungpitarangsi, B., Manatsathit,S., Komolpit,P dan Sukosol,T., 1987. Enzym linked immunosorbent assay for detection of Salmonella thyphi protein antigen. J. Clinical Microbiology.25 (2) : 273-277. Betancourt , M.R dan Keen, J.E., 2000. Murine monoclonal antibodies specific for lipopolysaccharide of Escherichia coli O26 and O11. J. Applied and Environtmental Microbiology. 66 (9) : 4124-4127. Burgess, G. W., 1995. Teknologi Elisa Dalam Diagnosis dan Penelitian, terjemahan Artama, W.T. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Copeland, R.A., 1994. Methods for Protein Analysis. A Practical Guide to Laboratory Protocols. Chapman & Hall. New York – London. Dewanti-Hariyadi, R. , Fransiska, Z. R dan Estuningsih,S. 1998. produksi Antibodi Monoklonal Untuk Mengembangkan Pereaksi Pendeteksi Escherichia Coli O157 : H7 Untuk Memantau Keamanan Pangan. Laporan riset RUT V (1997 - 1998). Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi Dewan Riset Nasional Doyle. M.P dan Padhye, V. V., 1989. Escherichia coli. University of WisconsinMadison, Marcel Dekker. New York.
B. Rien Handayani: Spesifitas dan sensitivitas …
Food Chemical News, 1997. Escherichia coli O157:H7 seen rewriting rulebooks of microbiologists. 7 Juli 1997. Harlow, E dan Lane, D. (1988) Antibodies : A Laboratory Manual. Cold spring Harbor laboratory. New York. Henriksen, A.Z dan Maeland, J.A., 1987. Serum antibodies to outer membrane proteins of Escherichia coli in healthy persons and patients with bacteremia. J. Clinical Microbiology. 25 (11) 2181-2188. IFST. 1996. Verocytotoxin-Producing E.coli Food Poisoning and Its Prevention. The Institute of Food Science & Technology (UK). Jay, J.M.,1996. Modern Food Microbiology. Fifth edition. Chapman & Hall. New York. Johnson, R.P., Durham, R.J. Shelly T. Johnson, Leslie A. MacDonald, Scott R.Jeffrey dan Bryan T. Butman. 1995. Detection of Escherichia coli O157:H7 in meat by an enzym linked immunosorbent assay, EHECTek. J. Applied and Environmental Microbiology, 61 : 386 – 388. Lusiana, E., 1998. Reaksi Silang Antibodi Monoklonal dari Sel Utuh Escherichia coli Enteropatogenik (EPEC) galur 007.6 dengan Beberapa Bakteri Patogen. Skripsi. Jurusan Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. IPB. Bogor. Morris, B. A dan Clifford. M. N. 1985. Immunoassays in Food Analysis. Elsevier Applied Science Publishers. UK. Nikaido, H., 1992. Outer Membrane.In Escherichia coli and Salmonella Cellular and Molecular Biology. Editors: Neidhardt,F.C, Curtis,R., Ingraham, J.L., Lin, E.CC., Low, K.B., Magasanik, B., Reznikoff, W.S., Riley,M., Schaechter,M., and Umbarger, H.E.Second Edition, Volume 1. ASM Press, Washington, D.C. Padhye,N.V dan Doyle, M.P. 1991. Rapid procedur for detecting Enterohemorragic E.coli O157:H7. J. Clinical Microbiology, 57: 2693-2698. Rahmah, H., 1999. Pengujian Spesifitas Antibodi Monoklonal terhadap Escherichia coli O157:H7. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Rangel, JM., Sparling, PH., Crowe, C., Griffin, PM dan Swerdlow, DL., 2005. Epidemiology of Escherichia coli O157:H7
143 Outbreaks, United States, 1982-2002. J. Emerging Infectious Deseases, 11 (4): 603609. Roitt, I.M. 1991 Essential Immunology. Seventh edition. Blackwhill Scientific Publications. Oxford. Todd, E.C.D., Scabo, R.A., Peterkin, P., Sharpe, A.N., Parrington, L dan Bundle, D. 1998.
Rapid hydrophobic grid membrane filter enzyme labeled antibody procedure for identification and enumeration of Escherichia coli O157:H7 in foods . J. Applied and Environmental Microbiology, 54 : 2536-2540. Zola, H., 1987. Monoclonal Antibodies; A Manual of Techniques. CRC Press. Boca Raton. Florida
Agroteksos Vol.21 No.2-3, Desember 2011