RADIKALISME DALAM MEDIA PENGANTAR DALAM DISKUSI TENTANG MEREDAM EKSTREMISME MELALUI BUKU OLEH: SUSI IVVATY
RADIKALISME • Kata radikalisme, radikalisasi, radikal: telah muncul di Harian Kompas sejak tahun pertama koran terbit pada 1965, dalam artikel Adiaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno yang dimuat bersambung. Dikatakan, noncooperation berarti bersifat radikalisme adikalisme semangat, radikalisme fikiran, radikalisme sepak terjang, radikalisme dalam segala sikap lahir dan batin. Radikalisme ini menolak segala sikap pasif dan tidak mau tahu serta menuntut sikap militant. Radikalisme itu tidak diam saja tetapi menyerang, keluar dari rumah dan menyerang pusat-pusat musuh. Konteks zaman Hindia Belanda.
• Berita-berita tentang radikalisme lebih merujuk pada situasi di negaranegara Timur Tengah dan Arab
• Kata radikalisme (pembahasan tentang radikalisme) di Kompas pada tahun 1965 hingga 1998 atau 33 tahun, hanya muncul dalam 208 berita/tulisan
• Kata radikalisme pada 1998 hingga 2017 atau 20 tahun, muncul dalam 2.396 berita/tulisan. Pada 2016: 383 berita. Pada 2017: 387 berita
• Penulisan tentang radikalisme pascareformasi menjadi lebih terbuka karena aksi-aksi kelompok radikal juga makin terbuka. Aksi yang terbuka membuat peliputan media makin massif dan berani. Analisis bermunculan di media-media karena ada “cantolan” peristiwanya. Diskusi-diskusi juga makin banyak digelar
HIZBUT TAHRIR INDONESIA Berita tentang HTI tidak terlalu ramai, ternyata. Bahkan ketika rezim Orde Baru, berita tentang HTI nyaris tidak ada. Dari tahun 1965 hingga 2000, Kompas tidak menulis berita satu pun tentang HTI. Berita pertama HTI adalah pada 23 September 2001 ketika terjadi unjuk rasa anti Amerika di Makassar oleh sekitar seribuan peserta dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Demo di mana-mana. 2001: Bom di KFC Makassar. Aksi HTI menyerukan pemerlakuan syariat Islam dalam kehidupan bernegara di Tanah Air (seribuan pengunjuk rasa)
• 2002: Aksi-aksi HTI dan HTI makin terbuka dan marak. • Februari 2002: ribuan HTI aksi di depan kedutaan Spore , protes Lee Kuan Yew yang menyatakan sel ekstremis ada di Indonesia dan berpotensi mengganggu Spore. Abu Bakar Baasyir juga protes. HTI demo atas berbagai isu, mulai kenaikan harga BBM hingga desakan kepada dunia Arab untuk menggempur Israel.
• Agustus 2002: Ribuan orang (HTI dan FPI) menuntut syariat Islam dimasukkan ke dalam amandemen UUD 45
• 2002: Bom Bali dan Bom Manado
• 1 Maret 2004: Aksi besar HTI di bunderan HI diikuti 20.000 untuk memeringati jatuhnya khilafah Turki Utsmani di Turki. Seruan menegakkan syariat Islam di Indonesia. Aksi ini kelanjutan dari aksi-aksi kecil sebelumnya (terlihat metodologis dan terencana). Aksi selalu damai, sesuai narasi HTI, laa maaddiyah atau ranpa kekerasan.
• 2015: hanya ada enam tulisan tentang HTI di Kompas, dan empat di antaraya adalah tulisan opini, satu tulisan tentang HT di Australia, dan satu tulisan tentang anjuran DPP Muslimat HTI kepada para ibu untuk memilih konten media secara benar. Praktis tak ada berita tentang HTI. Kompas berhati-hati, atau memang tidak ada peristiwa yang layak ditulis.
• 2016: tiga berita tentang/menyebut HTI • 2017: hingga Sabtu, 29 Juli 2017, ada 28 berita/tulisan tentang/menyebut HTI (terkait Perpuu Ormas)
• Berita tentang Rizieq Shihab: muncul 177 kali di Kompas cetak
PEMBERITAAN TENTANG RADIKALISME • Keberpihakan media. Apakah media berpihak? • Editorial policy. Masing-masing media berbeda • Indepth reporting tentang radikalisme, HTI, FPI, dll itu butuh “cantolan” (peristiwa/fenomena/preseden)
• Wartawan di lapangan harus paham isu. Sebaiknya tidak terlalu sering rolling
• Peran media sebagai agen perubahan masih tetap dan terus dibutuhkan
MEREDAM EKSTRIMISME-KEKERASAN • •
Meredam ekstremisme dilakukan oleh semua elemen. Pembagian peran. Unsur yang berperan:
-- Pemerintah, wakil rakyat, aparat penegak hukum -- Media massa -- Media sosial -- Masyarakat sipil lewat organisasi/komunitas/sanggar/yayasan/perkumpulan -- Individu
•
Wadah/bentuk kegiatan:
-- Diskusi/seminar/debat/obrolan/bincang-bincang -- Postingan/tulisan di media massa atau media social -- Buku -- Aktivitas seni -- Aksi damai
EKSTRIMISME DI KALANGAN TERDIDIK
BUKU PARA PERANCANG JIHAD • Buku yang menggelitik saraf keingintahuan kita. Buku yang memberi jawaban pada pertanyaan tentang banyaknya kaum eksakta yang terlibat jihad garis keras.
• Bahasa mudah dipahami. Penerjemahannya bagus Insya Allah laris. • Beberapa perancang jihad: Salih Siriyya (Palestina): doctor pengajaran ilmiah. Serang markas partai dan duduki secara brutal Akademi Teknik Militer Mesir, 1974
• Muhammad Abdul-Salam Faraj (Mesir): ahli teknik elektro. Berperan penting dalam kelompok al-Jihad, bertanggung-jawab pada pembunuhan Presiden Anwar Sadat, 1981.
• Umar Farouk Abdulmutallab (Nigeria): sarjana teknik mesin dari University College London. Gagal meledakkan pesawat Masterdam—Detroit, 2009
• Muhamed Game (Libya): sarjana elektronik. Meledakkan diri dengan dua kilogram nitrat di pintu masuk Caserma Santa Barbara, barak militer di Milan, 2009
• Bekkay Harrach (Jerman-Maroko): mahasiswa studi teknologi laser dan matematika. Video ancaman jihad pada pemerintah Jerman, 2009
• Azahari Husin (Malaysia): ahli teknik dan dosen di Universitas Teknik Malaysia. Perancang bom Bali.
• Mohammad Atta (Mesir) dan Khalid Sheikh Mohammed (Kuwait): belajar tata kota di Hamburg dan teknik mesin AS. Keduanya tokoh utama peristiwa 9/11. Dari 25 yg terlibat langsung serangan 9/11, delapan di antarannya adalah ahli teknik
BUKU LATIFA: GADIS DI BAWAH KUASA TALIBAN • Buku yang membuka kesadaran akan rentannya perempuan sebagai korban ekstremisme. Gaya bertutur dengan sudut pandang orang pertama “aku” menjadikan buku ini mampu mengaduk emosi pembacanya karena mengajak pembaca untuk masuk ke dalam dunia si aku. Dengan gaya seperti ini, ditambah latar belakang rezim Taliban yang kisahnya selalu membuat kepo, buku ini insya Allah larissss…..
• Kutipan buku: “Perempuan itu akhirnya bercerita mengenai penyebab lukalukanya. Rupanya ia dicambuk oleh Taliban karena bepergian seorang diri. “Ayahku terbunuh di sebuah pertempuran di musim dingin tahun 1994. Aku tak bersuami, tak punya saudara laki-laki, tak punya anak laki-laki. Lalu bagamana aku harus hidup kalau tak boleh pergi sendirian?”
• “Mereka seusia denganmu, Latifa, sekitar lima belas atau enam belas tahun. Taliban menjadikan mereka sandera ketika pesawat mereka diserang oleh Taliban. Para Taliban itu, mereka lima belas laki-laki. Mereka memerkosa gadis-gadis itu, kelima belas orang itu. Sungguh mengerikan, memalukan. Namun tak hanya itu yang mereka lakukan. Mereka……”
• “Apa, Bu? Apa yang mereka lakukan?” • “Mereka memotong alat kelamin gadis-gadis itu. Mereka memotongnya”.
• Tak ada penjelasan lebih lanjut sebab ibuku bergegas menemui ketiga gadis itu. (halaman 94)
PEREMPUAN JADI KORBAN • Dian Yulia Novi, eks buruh migran di Singapura, istri Bahrun Naim (pelaku bom Sarinah). 11 Desember 2016 berencana meledakkan Istana negara dengan bom rice cooker, tertangkap.
• Perempuan menjadi pelaku bom bunuh diri. Perempuan menjadi korban. Ketidaktahuan perempuan dimanfaatkan, didoktrin saban hari agar perempuan turut menegakkan syariah Islam
• Musdah Mulia, “Perempuan adalah kelompok yang paling diandalkan dalam soal kesetiaan dan kepatuhan. Kelompok yang paling mudah percaya pada semua hal terkait agama. Perempuan sangat bersahabat dengan agama meski agama seringkali tidak ramah pada mereka. Dan, perempuan mampu menjadi benteng pertama yang melindungi keluarga jika terjadi hal-hal yang tak diinginkan”.
• Penelitian yayasan Prasasti Perdamaian: Para perempuan yang terlibat di dalam radikalisme Islam Indonesia terdiri dari para istri dan keluarga teroris yang terlibat di dalam aksi-aksi pengeboman di Indonesia. Selain itu, istri dan keluarga para jihadis di Suriah, Lebanon, dan Turki. Suami atau keluarga mereka umumnya adalah anggota Jamaah Islamiyah, Jamaah Ansharut Tauhid, Negara Islam Indonesia, ISIS, Salafi Jihadis, dan organisasi Islam radikal lainnya.
• Mereka bukan perempuan bodoh dan tidak terdidik. Dari aspek ekonomi, juga tidak miskin. Motivasi berjihad: teologis (perempuan harus ikut berjihad menegakkan Syariah Islam)
• Kalau perempuan bisa direkrut menjadi agen kekerasan, seharusnya bisa direkrut menjadi agen perdamaian