Prosiding Seminar Bimbingan dan Konseling Vol. 1, No. 1, 2017, hlm. 280-291
Tersedia Online di http://pasca.um.ac.id/conferences/index.php/snbk ISSN 2579-9908
KONSELING MULTIBUDAYA DALAM PENANGGULANGAN RADIKALISME REMAJA Moh. Ziyadul Haq Annajih, Kartika Lorantina, Hikmah Ilmiyana Universitas Negeri Malang E-mail:
[email protected] ABSTRAK Indonesia, sebagai negara multikultural dengan suku, agama, ajaran dan paham yang beragam berpeluang membuka kesempatan bagi berbagai paham untuk memengaruhinya. Dunia pendidikan menjadi salah satu target penyebaran benih radikalisme yang sangat potensial. Paham radikalisme cenderung mengabaikan aspek keragaman (uniformity) dan meniadakan kebhinekaan (plurality). Kondisi psikologis remaja merupakan masa yang rentan dan sensitif terhadap pengaruh lingkungan. Pada masa ini, remaja identik dengan masa pencarian jati diri dan adanya keinginan untuk memantapkan filsafat hidupnya. Layanan bimbingan konseling merupakan salah satu layanan dalam dunia pendidikan yang sangat strategis dalam menanggulangi penyebaran benih radikalisme. Layanan konseling melalui konsep multibudaya dinilai sangat diperlukan dalam membentuk pribadi remaja yang mampu untuk saling menghormati dalam setiap perbedaan. Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud untuk menunjukkan bahwa konseling multibudaya merupakan salah satu cara menumbuhkan sikap beradab peserta didik sehingga tidak terjebak pada pemahaman yang salah terhadap perbedaan. Kata Kunci: konseling multibudaya, radikalisme
Indonesia. Contoh kasus intoleransi dan
PENDAHULUAN Indonesia merupakan bangsa yang paling
radikalisme yang terjadi di Indonesia pasca
beragam (diversity) dari suku, etnis, adat
tumbangnya rezim Orde Baru
istiadat, dan agama. Keragaman ini adalah
kerusuhan antar etnik dan agama di Sampit,
suatu keunikan dan potensi yang sangat
konflik antara suku Dayak dan Madura serta
berharga bagi pembangunan bangsa. Namun
penyerangan pondok pesantren yang diduga
sebaliknya, jika keragaman ini tidak dapat
beraliran Syi’ah di Pasuruan dan Sampang,
dikelola dengan baik, maka keragaman ini
Jawa Timur. Banyaknya konflik etnis dan
berpotensi menimbulkan konflik dan gesekan
agama yang terjadi di Indonesia menunjukkan
antar suku, etnis, adat istiadat, dan agama.
bahwa bangsa ini belum memahami arti
Sejauh ini, Indonesia merupakan bangsa
adalah
keragaman.
yang belum mampu mengelola keragaman
Sebagian masyarakat Indonesia lebih
dengan baik. Hal ini terbukti sejak pasca
cendrung meniadakan kebhinekaan (plurality)
tumbangnya rezim Orde Baru yang ditandai
dan berkecendrungan dengan ketunggalan dan
dengan terbukanya kran demokratisasi, aksi
keseragam
intoleransi
pelaku radikalis mengklaim bahwa semua itu
dan
redikalisme
merebak
di
280
(uniformity).
Ironisnya,
para
Annajih, Lorantina, Ilmiyana, Konseling Multibudaya Dalam... 281
dilakukan atas nama agama dan nilai-nilai
reformasi menjadikan pendidikan dianggap
yang dianutnya. Meskipun agama tidak
sektor paling efektif bagi penyebaran dakwah
menjadi faktor utama konflik, namun agama
Islam. Dengan ciri keagamaan yang dianut,
sering menjadi pemicu munculnya konflik.
ormas-ormas Islam menyebarkan dakwahnya
Dengan tingginya kontestasi antar kelompok
melalui lembaga pendidikan Islam (dari
keagamaan sehingga sangat sensitif terhadap
tingkatan taman kanak-kanak sampai SLTA).
terjadinya konflik (Aijudin, 2011).
Beberapa
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat
Karakteristik
ditransformasikan
di
keagamaan dalam
yang
pendidikan
yang mayoritas penganut agama
Islam.
misalnya, kebudayaan khas Islam Timur
Konflik-konflik
kerap
Tengah, pemahaman Islam secara harfiah,
terjadi di Indonesia dengan mengatasnamakan
pengenalan istilah-istilah baru yang bernuansa
agama Islam. Ajaran jihad dalam Islam
Arab seperti halaqah, dawrah, mabit, dan lain
merupakan
sebagainya.
radikalisme
salah
satu
yang
sumber
utama
terjadinya radikalisme atas nama agama. Institusi
pendidikan
menjadi
penyebar
sangat
paham
berpotensi
fokus utama untuk dimasuki oleh ormas-
dan
ormas Islam yang bercirikan seperti di atas.
sekaligus sebagai penangkal (deradikalisasi)
Momentum halaqah, dawrah, dan mabit di
penyebaran radikalisme. Lembaga pendidikan
satu sisi memiliki dampak positif dan sangat
keagamaan (lembaga non-formal, seperti
membantu kerja guru agama untuk memupuk
pesantren)
akidah dan syariat Islam. Namun di sisi lain,
disinyalir
radikalis
Peserta didik pada jenjang SLTA menjadi
telah
mengajarkan
fundamentalisme dan radikalisme kepada
model
peserta didik. Tidak hanya lembaga non-
mendorong peserta didik untuk bertindak
formal,
intololeran dan redikalis terhadap pihak lain
belakangan
ini
sekolah-sekolah
formal juga mulai mengajarkan elemen-
Islam
yang
diajarkan
cendrung
(Abu Rokhmad, 2012).
elemen ajaran radikal. Perntayaan tersebut
Azyumardi Azra menyatakan bahwa
terbukti dengan dimuatnya berita di Metro TV
anak-anak sekolah menjadi target khusus
yang menyatakan terdapat sebuah sekolah di
rekrutmen
karanganyar yang
mengemukakan bahwa terdapat beberapa
peserta
didik
mengajarkan kepada
untuk
tidak
menghormati
bendera merah putih saat upacara bendera. Seiring dengan munculnya organisasi kemasyarakatan
(ormas)
Islam
pasca
kelompok
radikalis.
Ia
penelitian yang membuktikan adanya upaya rekrutmen
ke
sekolah-sekolah,
dengan
melakukan cuci otak (brain wash) terhadap
282 Prosiding Seminar Bimbingan dan Konseling, Vol. 1, No. 1, 2017, hlm. 280-291
pelajar, yang selanjutnya didoktrin dengan
agama yang bersifat radikal. Bahkan tiga
ideologi radikal tertentu.
sekolah
yang
diteliti
tersebut
bukanlah
Hasil penelitian yang dilakukan oleh
melainkan sekolah negeri. Dengan demikian
Maarif Institute pada Desember 2015 yang
regenerasi pandangan radikal dan intoleransi
termuat
telah terbentuk secara berkesinambungan dan
di
nasional
kompas
sungguh
mengejutkan. Benih radikalisme di kalangan remaja
Indonesia
dalam
yang
Selain itu, dalam survei The Pew
mengkhawatirkan. Survei dilakukan terhadap
Research Center pada tahun 2015 lalu,
98 pelajar SMA yang mengikuti Jambore
mengungkapkan di Indonesia, sekitar 4 persen
Maarif Institute. Salah satu poin pertanyaan
atau sekitar 10 juta orang warga Indonesia
yang diajukan kepada para pelajar yaitu,
mendukung gerakan ISIS. Ironisnya, sebagian
“bersediakah Anda melakukan penyerangan
besar dari mereka adalah para remaja. Upaya
terhadap orang atau kelompok yang dianggap
menghentikan penyebaran radikalisme pada
mengina Islam?” Hasilnya, 40,82 responden
para remaja ini diperlukan intervensi dari
menjawab
bersedia,
persen
pemerintah terhadap pelaksanaan pendidikan
responden
menjawab
bersedia.
di Indonesia, salah satunya melalui layanan
Sedangkan responden yang menjawab tidak
konseling multibudaya, diharapkan dapat
bersedia 12,24 persen dan kurang bersedia
membantu dalam mencegah pengaruh paham
sebanyak 25,51 persen
radikalisme yang sempit.
dan
tahap
sistematis.
8,16
sangat
Sebuah penelitian oleh Ahnaf (2012) di Yogyakarta
fenomena
yang
pelajar pada usia remaja sehingga dalam
Institute.
Hasil
tulisan ini penulis mengangkat permasalah
penelitian menunjukkan bahwa radikalisme
sebagai berikut: Pertama, bagaimana bentuk-
dan intoleransi sebenarnya sudah terbentuk
bentuk penanggulangan paham radikalisme
sejak jenjang SLTA. Hasil penelitiannya juga
dikalangan peserta didik pada usia remaja.
menunjukkan bahwa ada kaitan langsung
Kedua, bagaimana konseling multibudaya
antara para aktivis Rohis alumni sekolah-
dikalangan peserta didik pada usia remaja
sekolah yang diteliti yang sudah berada di
dalam penanggulangan paham radikalisme.
perguruan tinggi. Para alumni tersebut secara
PEMBAHASAN
ditemukan
reguler
memperkuat
Objek dalam pembahasan ini adalah
oleh
kembali
memberikan doktrinisasi
Maarif
ke
semacam
sekolahnya pelatihan
untuk
Dalam
dan
radikalisme
tentang pandangan-pandangan
pemahaman sering
keagamaan,
digunakan
dalam
pemahaman terhadap ajaran agama atau aliran
Annajih, Lorantina, Ilmiyana, Konseling Multibudaya Dalam... 283
tertentu. Radikalisme yang berarti radikal
karenanya diperlukan peranan lingkungan
berasal dari bahasa latin “radix” yang artinya
sekitar yang bernuansa positif sehingga
akar. Dalam kamus besar bahasa Indonesia
terhindar dari pengaruh-pengaruh negatif dari
kata radikalisme memiliki kata dasar radikal
luar lingkungannya.
yang artinya secara mendasar atau sampai
Adapun
gambaran
mengenai
pada prinsip. Dalam bahasa Inggris radical
perkembangan psikologi remaja dapat dilihat
dapat bermakna ekstrim, menyeluruh, fanatik,
dari pendapat Santrock yang menyatakan
revolusioner,
bahwa ada empat karakteristik utama yang
ultra,
dan
fundamental.
Sedangkan radicalism artinya doktrin atau
perlu
praktik penganut paham radikal atau paham
kehidupan remaja, yaitu pertama, adanya
ekstrim. Radikalisme berarti paham atau
kesadaran akan adanya perubahan-perubahan
aliran yang menginginkan perubahan atau
dalam kenyataan dirinya sebagai makhluk
pembaharuan sosial dan politik dengan cara
biologis,
kekerasan atau drastis. Dengan demikian,
perubahan pada bentuk tubuh sebagai akibat
radikalisme merupakan gejala umum yang
dari fisiologis; kedua, sejak masa anak
bisa terjadi dalam suaru masyarakat dengan
sekolah sampai pada masa remaja, individu
motif beragam, baik sosial, politik, budaya,
yang menjadi remaja merasakan adanya
dan agama yang ditandai oleh tindakan-
keterkaitan dan keterikatan kepada teman atau
tindakan keras, ekstrim, dan anarkis sebagai
kelompok
wujud
heteroseksualitasnya;
penolakan
terhadap
gejala
yang
dihadapi. Paradigma
diperhatikan
terutama
sebagai
dalam
adanya
bagian ketiga,
perkembangan
perubahan-
dari
lingkup
munculnya
dorongan untuk mencapai kebebasan pribadi Psikologi
Remaja
dalam
Penanggulangan Radikalisme Remaja merupakan masa peralihan dari
dalam usaha memantapkan status dirinya dalam lingkungan hidupnya sebagai individu yang
berdiri
sendiri;
keempat,
adanya
kanak-kanak menujut masa dewasa, antara
keinginan remaja untuk memantapkan filsafat
kedua fase inilah remaja mudah sekali
hidupnya dan pola tertentu berdasarkan nilai-
terpengaruh emosinya (Hurlock, 2004). Pada
nilai kehidupan yang dianutnya, yang akan
fase ini, emosi remaja sering cendrung tidak
dijadikan pedoman dalam bertingkah laku
stabil, sehingga diperlukan perhatian secara
sebagai manusia dewasa (Santrock, 2007).
khusus. Karena pada fase ini, remaja sedang
Pada poin keempat yang disampaikan
mencari bentuk jati dirinya, yang juga
Santrock, yaitu adanya keinginan remaja
dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Oleh
untuk memantapkan filsafat hidupnya dan
284 Prosiding Seminar Bimbingan dan Konseling, Vol. 1, No. 1, 2017, hlm. 280-291
pola tertentu berdasarkan kesatuan nilai-nilai
Ketika seseorang mengalami dorongan untuk
kehidupan
berbuat menyimpang, maka kontrol diri dapat
yang
dianutnya,
yang
akan
dijadikan pedoman dalam bertingkah laku
membantu
sebagai manusia dewasa. Poin ini sangat
dengan mempertimbangkan aspek aturan dan
berkaitan
gejala
nilai-nilai yang berlaku. Travis Hirschi dan
radikalisme yang sering menyasar di kalangan
Gottfredson (1990) mengembangkan “The
peserta didik (remaja). Perkembangan fisik
General Theory of Crime” atau yang lebih
dan psikis pada remaja merupakan masa yang
dikenak dengan “Low Self Control Theory”.
rentan dan sensitif sekali terpengaruh dengan
Teori
lingkungan luar. Hal ini dikarenakan masa
kriminal
remaja adalah masa labil dan peralihan dari
dimention yakni kontrol diri (self control).
anak-anak ke arah dewasa.
Individu dengan kontrol diri yang rendah
erat
dengan
adanya
Havigurst menyatakan bahwa salah satu tugas
perkembangan
remaja
ini
mengurungkan
menjelaskan dapat
memiliki
dilihat
niat
tersebut
bahwa
perilaku
melalui
single-
kecendrungan
untuk
menjadi
adalah
implusif, senang berperilaku berisiko, dan
bertanggung jawab sebagai warga negara,
berpikiran sempit (dalam Serpianang, dkk,
mencapai tingkah laku yang bertanggung
2012).
jawab sosial, serta berkembang dalam konteks
Pendekatan konseling multibudaya sangat
nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat
diperlukan
sekitarnya (dalam Musdalifa, 2007). Apabila
remaja
ketiga aspek tersebut berhasil dipenuhi, maka
indahnya kebersamaan dalam perbedaan.
remaja
Apabila remaja sudah diberikan pemahaman
akan
mampu
mengendalikan
dalam
rangka
memahamkan
mengenai
makna
keberagaman,
kebutuhan akan dorongan-dorongan dalam
mengenai
keberagaman
dalam
konsep
dirinya agar tidak melanggar nilai dan tata
multibudaya, maka kelak akan diperoleh
aturan yang berlaku. Sedangkan jika terjadi
generasi penerus bangsa yang mudah untuk
kegagalan, maka akan menyebabkan remaja
mengerti dan menghormati sesuatu yang
menjadi individu yang kurang peka terhadap
berbeda dengan dirinya. Sesuai dengan
aturan dan norma yang berlaku. Thomas F.
pernyataan di atas, masa remaja merupakan
Denson (2012) dalam jurnalnya yang berjudul
masa yang rentan dan sensitif terpengaruh
“Self Control and Aggresion” menyatakan
oleh lingkungan. Pada sisi lain, pada masa
bahwa kebanyakan teori dan jurnal yang
remaja ini muncul adanya keinginan untuk
berkaitan dengan perilaku agresi cenderung
memantapkan filsafat hidupnya yang akan
mengabaikan faktor internal dalam diri.
dijadikan pedoman dalam bertingkah laku
Annajih, Lorantina, Ilmiyana, Konseling Multibudaya Dalam... 285
sebagaimana manusia dewasa. Sebagai dasar
pentingnya hidup
atau pondasi pembentukan sikap, maka perlu
keragaman, suku, etnis, adat, dan agama
diadakan kegiatan-kegiatan yang di dalamnya
Paradigma Konseling Multibudaya dalam
menanamkan nilai-nilai multibudaya tanpa
Penanggulangan Radikalisme
perlu
menghiraukan
dunianya
sebagai
manusia remaja.
Konsep
damai dalam bingkai
bimbingan
dan
konseling
multibudya dalam menanggulangi radikalisme
Seperti yang dilakukan oleh Badan
di kalangan remaja, tentunya tidak lepas dari
Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT),
konsep
perkembangan
remaja.
dimana dalam usaha menaggulangi fenomena
Pendekatan konseling multibudaya
sebagai
radikalisasi
pelajar
penggerak kelompok-kelompok masyarakat
digagas workshop sekaligus lomba editing
untuk saling menghormati dan menerima satu
video pendek yang melibatkan pelajar pada
dengan yang lain. Kaum mayoritas bisa
tingkat
menghormati
terhadap
kaum
pelaksanaannya adalah para pelajar tersebut
Sebaliknya,
kaum
minoritas
diinstruksikan menjalani praktik lapangan
menghormati keberadaan kaum mayoritas.
untuk pengambilan gambar dalam membuat
Konsep
film di Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral
menerima satu dengan yang lain merupakan
Jakarta.
modal dalam membina kerukunan pada
di
SLTA
kalangan
remaja
se-Indoenesia.
Teknis
Tujuan dilaksanakan acara ini adalah untuk menggalang semangat pelajar SMA
psikologi
untuk
saling
minoritas.
menghargai
bisa
dan
kelompok masyarakat yang plural. Konsep
bimbingan
dan
konseling
atau sederajat dalam pencegahan radikalisme,
multibudaya juga tidak lagi sempit, tidak
membangun daya tangkal pelajar dalam
hanya mengenai kelompok minoritas atau
menghadapi penyebaran ideologi radikal dan
mayoritas
sebagai
rangka
perbedaan dalam diri setiap individu sebagai
mengkampanyekan pencegahan radikalisme
bagian dari masyarakat. Hal ini mengartikan
dan terorisme, melindungi generasi muda dari
bahwasannya perbedaan atau keberagaman
ancaman
serta
bukan hanya tentang kelompok-kelompok
untuk
tertentu melainkan setiap individu memiliki
media
kreatif
propoganda
meningkatkan
jiwa
dalam
radikalisme nasionalisme
terwujudnya Indonesia yang damai dan toleran. Harapan dari acara tersebut adalah tumbuhnya
kesadaran
para
melainkan
sudah
memandang
karakteristik dan kekhasannya sendiri. Jika merujuk pada konsep pendekatan
pemuda,
bimbingan dan koseling multibudaya maka
khususnya pelajar SMA dan sederajat betapa
radikalisme bisa dipersempit ruang geraknya
286 Prosiding Seminar Bimbingan dan Konseling, Vol. 1, No. 1, 2017, hlm. 280-291
dengan menggunakan pendekatan bimbingan
korban
dan konseling multibudaya. Karena dalam
keyakinan, maka perlu dan harus serta berhak
setiap agama memiliki nilai-nilai secara
untuk
khusus
manapun.
(typical
values),
atau
nilai-nilai
partikular. Selain itu, setiap agama juga memiliki
secara
mendapatkan
agama
bantuan
dari
dan
pihak
Paradigma keagamaan yang ekslusif juga bisa memicu terjadinya konflik keagamaan.
universal yang dipercaya oleh semua agama.
Pemahaman keberagaman yang ekslusif ini
Wacana multibudaya tidak akan menghapus
mendorong
dari
hanyalah
mengarah pada antipati terhadap pemeluk
berusaha agar nilai tersebut tetap ada pada
agama lainnya. Upaya mengantisipasi hal
wilayah komunitas yang mempercayai nilai-
tersebut,
nilai partikular tersebut (exlusive locus).
preventifnya, yaitu membangun pemahaman
Sedangkan bagi kalangan luar kelompok akan
keberagaman yang inklusif pluralis, humanis,
berada di sekitar nilai-nilai universal saja.
kontekstual,
Dalam urusan peribadatan hanya berlaku di
Kesemuanya dapat dikembangkan melalui
wilayah partikular di dalam kelompoknya,
pendidikan (Yaqin, 2007).
partikular.
umum
memandang
atau
nilai
nilai-nilai
tanpa
Namun
sedangkan ketika dihadapkan pada kelompok
sebuah
maka
sikap
perlu
subtantif,
radikal
yang
langkah-langkah
dan
multibudaya.
Para remaja yang merupakan usia pelajar
agama lain, maka yang menjadi pijakan
tanpa
adalah pada wilayah universal saja (Abdullah,
berkembang dan mencapai sesuatu yang
2007).
seragam. Cakupan kurikulum pendidikan
Setiap agama selalu mengajarkan tentang
yang
disadari
selalu
cenderung
dipaksa
mengabaikan
untuk
aspek
kedamaian dan rasa kemanusiaan dalam
keragaman dan lebih memaksakan adanya
ajarannya. Ajaran yang tidak terdapat dalam
sistem
urusan tata peribadatan yang berlandaskan
Kecenderungan
masing-masing
diterapkan ini benar adanya. Dalam teori
kitab
suci
merupakan
keseragaman
dan
keseragaman
behavioristik
sentralistis. yang
yang
telah
pemahaman bersama dalam hubungan antar
belajar
lebih
sesama makhluk Tuhan. Walaupun berbeda
mengutamakan keseragaman, dengan hanya
keyakinan, bila dalam hal “publik” bisa saling
melihat input berupa stimulus dan keluaran
bertemu untuk bekerjasama, karena saling
berupa respon.
bersentuhan dalam pengimplementasiannya.
Menurut Watson belajar adalah proses
Misalnya dalam penangan korban bencana
interaksi antara stimulus dan respon, namun
alam, entah siapapun mereka yang menjadi
stimulus dan respon tersebut harus berbentuk
Annajih, Lorantina, Ilmiyana, Konseling Multibudaya Dalam... 287
tingkah laku yang dapat diamati, sehingga
memiliki pemahaman keragaman. Selain itu,
perubahan
terlalu
praktik
konseling
multibudaya
menjadi
sosiokultur
sebuah
tawaran
konseptual
dalam
mental
diperhatikan.
tidak
Teori
perlu
belajar
merupakan salah satu teori belajar yang
penyelenggaran pendidikan untuk membentuk
mendukung adanya konsep multibudaya.
pribadi peserta didik yang multibudaya. Atas
Menurut Vygotsy, perubahan mental remaja
dasar pemikiran tersebut maka diperlukan
tergantung pada proses sosialnya, yaitu
upaya
bagaimana
konselor yang kompeten untuk memberikan
remaja
berinteraksi
dengan
peningkatan
kebutuhan
lingkungan sosialnya. Teori ini sangat relevan
konseling
dengan perkembangan peserta didik yang
pengembangan
memang tidak dapat dipisahkan dari pengaruh
menjadi aspek yang mendorong seseorang
lingkungan (dalam Rahmadonna, 2000)
memiliki keterampilan beradaptasi untuk
Teori Vygotsy tersebut juga sesuai dengan keadaan bangsa Indonesia yang beragam,
karena
tidak
memarginalkan
multibudaya.
pelatihan
Keragaman
kompetensi
dan
multibudaya
sukses dalam lingkungannya. Dengan adanya kondisi tersebut, menurut McCoy (2008) untuk mengembangkan diri
perbedaan dan bahkan mengakui adanya
sebagai
perbedaan
nilai-nilai
multibudaya adalah diperlukan awareness,
kebudayaan yang beragam. Bimbingan dan
knowledge, dan skills. Hal yang pertama
konseling memiliki peran strategis sebagai
adalah, multicultural awarness. Konselor
upaya memupuk nilai-nilai multibudaya di
perlu
instansi-instansi
perilakunya
serta
menerima
pendidikan.
Layanan
konselor
memiliki
dalam
kesadaran
yang
berhubungan
terhadap
perbedaan
konseling
terhadap dengan
konseling multibudaya sangat diperlukan bagi
kesadaran
utamanya
peserta didik agar terlatih untuk mengakui
perbedaan dengan konseli yang berbeda
adanya perbedaan di lingkungan sekitarnya.
secara kultural dengan dirinya. Perilaku
Dalam hal ini pihak sekolah melalui layanan
konselor akan memengaruhi persepsi konseli
bimbingan dan konseling sangat menentukan
sekaligus arah dari konseling yang sedang
dalam membentuk pribadi peserta didik yang
berjalan. Bila konselor tidak menyadari
multibudaya.
bahwa karakteristik perilakunya merupakan
Paradigma multibudaya dalam praktik
bentukan dari kebudayaan asalnya, maka akan
konseling memiliki arti yang sangat penting
dapat memengaruhi perilaku konseli selama
karena
proses konseling.
akan
menjadi
dasar
dalam
pembentukan pribadi peserta didik yang
288 Prosiding Seminar Bimbingan dan Konseling, Vol. 1, No. 1, 2017, hlm. 280-291
Kedua,
multicultural
knowledge.
kadar pengetahuan dan tingkatan kesadasaran
Melaksanakan konseling multibudaya berarti
konselor akan isu-isu multibudaya. Ketika
memerlukan sebuah pengetahuan yang kuat
konselor
mengenai multibudaya itu sendiri. Konselor
sebelunya yaitu multicultural awarness dan
harus
multicultural knowledge maka multicultural
sadar
akan
pentingnya
memiliki
pengetahuan tentang konsep multibudaya
dapat
memenuhi
kedua
aspek
skills konselor akan semakin kuat.
sehingga dapat menjadi bagian dalam layanan
Dalam penelitian Naim dan Sauqi (2008),
konseling multibudaya. Pengetahuan yang
jalur
harus dimiliki konselor kaitannya dengan
membangun kesadaran pluralis-inklusif yang
konseling multibudaya adalah kebudayaan,
sangat efektif. Salah satunya melalui jalur
ras, etnik, etik dan emik, agama, kelompok
konseling terhadap peserta didik sebagai salah
minoritas
satu
dan
mayoritas,
dan
prinsip-prinsip
multibudaya.
tersebut
diperkuat
bisa
tentunya
Pengetahuan
dengan
proses
pendidikan
instrumen
merupakan
yang
diyakini
jalan
memiliki
peranan yang paling efektif untuk proses internalisasi
dan
penyemaian
konseling dengan para konseli yang dilayani,
multibudaya.
melakukan kajian literatur, dan melakukan
diharapkan kesadaran terhadap pluralisme
penelitian
dapat tumbuh subur di masyarakat secara luas
yang
berhubungan
dengan
permasalahan multibudaya peserta didiknya.
Melalui
jalur
nilai-nilai konseling,
dan dapat menumbuhkan sikap beradab
Ketiga, multicultural skills. Keterampilan
peserta didik sehingga tidak terjebak pada
multibudaya yang dimaksudkan adalah untuk
pemahaman yang salah mengenai perbedaan
membantu konseli mengembangkan teknik
dan mencegah radikalisme dikalangan pelajar.
dan strategi yang tepat, yaitu efektif bagi
PENUTUP
peserta didik yang berbeda-beda secara
Kesimpulan
budaya dengan peserta didik lain dan dengan
Indonesia sebagai bangsa yang sangat
konselor itu sendiri. Hal demikian dilakukan
beragam (diversity) dari segi suku, etnis, adat
karena bisa jadi teknik dan strategi tertentu
istiadat, dan agama, layak disebut sebagai
baik bagi siswa tertentu, atau dinilai efektif
negara yang memiliki keunikan dan potensi
oleh konselor, namun ternyata tidak demikian
yang sangat berharga bagi pembangunan
saat dilakukan oleh siswa lain dengan latar
bangsa. Namun apabila keragaman suku,
belakang
Cara
etnis, adat istiadat, dan agama ini tidak dapat
menentukan strategi dan teknik ini tergantung
dikelola dengan baik, maka akan berpotensi
pada kemampuan konselor sesuai dengan
menimbulkan konflik dan gesekan antar suku,
budaya
yang
berbeda.
Annajih, Lorantina, Ilmiyana, Konseling Multibudaya Dalam... 289
etnis, adat istiadat, dan agama. Sejauh ini,
yang diajarkan cendrung mendorong peserta
Indonesia masih menampakkan diri sebagai
didik untuk bertindak intololeran dan redikalis
bangsa
terhadap pihak lain
yang
belum
mampu
mengelola
keragaman dengan baik. Hal ini terbukti sejak
Adapun
gambaran
mengenai
pasca tumbangnya rezim Orde Baru yang
perkembangan psikologi remaja, menurut
ditandai
Santrock ada empat karakteristik utama yang
dengan
demokratisasi,
terbukanya
aksi
kran
intoleransi
dan
redikalisme merebak di Indonesia.
perlu
diperhatikan
adanya keinginan remaja untuk memantapkan
target penyebaran benih radikalisme yang
filsafat
sangat
berdasarkan
Cakupan
perkembangan
kehidupan remaja, yang salah satunya adalah
Dunia pendidikan menjadi salah satu
potensial.
dalam
kurikulum
hidupnya
dengan
nilai-nilai
pola
tertentu
kehidupan
yang
pendidikan yang cenderung mengabaikan
dianutnya, yang akan dijadikan pedoman
aspek keragaman dan lebih memaksakan
dalam bertingkah laku sebagai manusia
adanya sistem keseragaman dan sentralistis
dewasa, konsep ini sangat berkaitan erat
membuat
dengan adanya gejala radikalisme yang sering
masuk
mudahnya di
dunia
paham
radikalisme
pendidikan.
Paham
radikalisme cenderung mengabaikan aspek keragaman
(uniformity)
kebhinekaan
dan
(plurality).
menyasar di kalangan peserta didik (remaja). Konsep
bimbingan
dan
konseling
meniadakan
multibudya dalam menanggulangi radikalisme
radikalisme
di kalangan remaja, tentunya tidak lepas dari
merupakan gejala umum yang bisa terjadi
konsep
perkembangan
remaja.
dalam
Pendekatan konseling multibudaya
sebagai
suaru
masyarakat
dengan
motif
psikologi
beragam, baik sosial, politik, budaya, dan
penggerak kelompok-kelompok masyarakat
agama yang ditandai oleh tindakan-tindakan
untuk saling menghormati dan menerima satu
keras, ekstrim, dan anarkis sebagai wujud
dengan yang lain.
penolakan terhadap gejala yang dihadapi. Peserta didik pada jenjang SLTA menjadi
Praktik konseling multibudaya menjadi sebuah
tawaran
konseptual
dalam
fokus utama untuk dimasuki oleh paham-
penyelenggaran pendidikan untuk membentuk
paham
halaqah,
pribadi peserta didik yang multibudaya. Atas
dawrah, dan mabit di satu sisi memiliki
dasar pemikiran tersebut maka diperlukan
dampak positif dan sangat membantu kerja
upaya
guru agama untuk memupuk akidah dan
konselor yang kompeten untuk memberikan
syariat Islam. Namun di sisi lain, model Islam
konseling
radikalis.
Momentum
peningkatan
kebutuhan
multibudaya.
pelatihan
Keragaman
dan
290 Prosiding Seminar Bimbingan dan Konseling, Vol. 1, No. 1, 2017, hlm. 280-291
pengembangan
kompetensi
multibudaya
menjadi aspek yang mendorong seseorang memiliki keterampilan beradaptasi untuk sukses dalam lingkungannya. Dengan adanya kondisi
tersebut
konseling
maka
konselor
multibudaya
dalam
memerlukan
awareness, knowledge, dan skills dalam konsep multibudaya. Saran Remaja sebagai agen perubahan akan menjadi kompas dan penunjuk arah bagi perubahan
suatu
bangsa.
Banyaknya
fenomena radikalisme yang mulai mengikis makna kebhinekaan bangsa Indonesia, maka sudah saatnya melakukan upaya prefentif terhadap hal tersebut. Penelitian ini merupakan kajian teoritik dan konsep sederhana dari penggunaan pendekatan konseling multibudaya untuk radikalisme
utamanya
pada
remaja.
Paradigma
multibudaya
dalam
praktik
bimbingan dan konseling memiliki arti yang sangat penting karena akan menjadi dasar dalam pembentukan pribadi peserta didik. Konselor sebagai penanggungjawab dalam pelaksanaan
bimbingan
dan
konseling
seharusnya memberikan rekomendasi dan solusi atas permasalahan ini. DAFTAR RUJUKAN Abdullah, Amin. 2007. Kesadaran Multikultural : Sebuah Gerakan “Interest Minimalization” Dalam Meredakan Konflik Sosial, Pengantar dalam Buku Pendidikan Multikultural
: Crosscultural Understanding Untuk Demokrasi dan Keadilan. Yogyakarta: Pilar Media. Ahnaf, Mohammad Iqbal. 2012. Contesting Morality: Youth Piety and Pluralism in Indonesia, Jurnal The Kosmopolis Institute (University for Humanistic Studies) Netherlands, (Online), (http://google.com), diakses 23 Maret 2017. Aijudin, Anas, 2011, Peran Pesantren Al Muayyad Windan Dalam Transformasi Konflik Keagamaan Di Surakarta, Tesis diterbitkan. Semarang: PPs UIN Sunan Kalijaga. Azyumardi, Azra. 2011. Rekrutmen Anak Sekolah. Jurnal UIN Jakarta,(Online), (http://www.uinjkt.ac.id/index.php/sec tion-blog/28-artikel/1912--rekrutmenanak-sekolah.html), diakses 5 Januari 2017. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Jaringan Dokumentasi dan Informasi Penanggulangan Terorisme Indonesia. (Online), (https://damailahindonesiaku.com), diakses 25 februari 2017 BBC Indonesia. 10 Februari 2016. Indonesia radikalisme anak muda, hlm 7 Kompas, nasional. 02 maret 2016. Survei Maarif Institute: Benih Radikalisme di Kalangan Remaja Mengkhawatirkan, hlm 12. McCoy, Holcomb- C.C., Harris, P.C., Hines, E.M., & Johnston, G. 2008. School counselors Multicultural self-efficacy: A preliminary investigation. Jurnal Professional School Counseling. (Online), 11 (3): 166-178, (http//google.com), diakses 15 Januari 2017. Metro TV News. 6 Juni 2011. Dua Sekolah Larang Siswa Hormat Bendera, terkait dua sekolah (SMP Al-Irysad Tawangmangu dan SD Al-Albani Matesih). Musdalifa. 2007. Perkembangan Sosial Remaja Dalam Kemandirian (Studi
Annajih, Lorantina, Ilmiyana, Konseling Multibudaya Dalam... 291
Kasus Hambatan Psikologis Dependensi terhadap Orangtua). Jurnal Iqro’, (Online). (4): 48, (http://google.com), diakses 7 Januari 2017. Naim, Ngainun dan Ahmad Sauqi. 2008. Pendidikan Multikultural Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Rokhmad, Abu. 2012. Radikalisme Islam dan Upaya Deradikalisasi Paham Radikal. Jurnal Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, (Online),20 (1), (http://google.com), diakses 5 Januari 2017. Santrock, Jhon W. 2007. Remaja. Jakarta: Erlangga. Syamsul, Maarif. 2005. Pendidikan Pluralisme di Indoeisa, Yogyakarta: Logung Pustaka.